sejarah film 19015

20
Sejarah Film 1900–1950 terdiri dari tiga bab [1] dan menyertakan banyak ilustrasi, termasuk foto tokoh-tokoh dan lokasi ternama, poster film, iklan, gambar promosi, dan sampul majalah. [2] Kata pengantarnya, berjudul "Menghindar Kekacauan dan Menolak Pengabaian", ditulis oleh produser dan kritikus film Eric Sasono. [1] Buku ini memiliki tiga apendiks, termasuk daftar film Hindia Belanda , daftar bioskop, dan reproduksi korespondensi antara personel film dari Hindia Belanda. [1] Sumber buku ini beragam, mulai dari wawancara pribadi hingga koran dan surat-surat kontemporer. [3] Di kata pengantar , Biran membahas film-film pertama yang ditayangkan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dan perkembangannya sejak 1900 hingga pertengahan 1920-an. Ia kemudian menjelaskan peran troupe panggung dalam industri hiburan Hindia Belanda pada masa itu. [4] Di akhir bab, ia berpendapat bahwa film-film yang dirilis pada masa itu, sebelum Darah dan Doa Usmar Ismail (1950), tidak bisa dianggap benar-benar "Indonesia" karena orientasinya komersial. [5] Bab berikutnya membahas upaya awal dalam membuat film dokumenter dan film fiksi . Bab ini juga membahas secara rinci sejumlah sutradara dan produser yang aktif saat itu, serta beberapa film seperti film fiksi pertama di Hindia Belanda, Loetoeng Kasaroeng (1926), film suara pertama di Hindia Belanda, Karnadi Anemer Bangkong (1930), dan film tersukses pada masa itu, Terang Boelan (1937). [6] Bab kedua, bab terpanjang di buku ini, membahas masa keemasan perfilman Hindia Belanda antara 1939 dan 1941. Bab ini juga membahas rumah-rumah produksi besar pada masa itu yang semuanya dimiliki etnis Cina . Selain itu, ada juga tren-tren yang sedang hangat saat itu, seperti sistem bintang , reportase industri, dan tema-tema umum. Film yang dibahas dalam bab ini meliputi film aksi Rentjong Atjeh , film romansa Kartinah (keduanya tahun 1940), dan film tegang supernatural pertama Tengkorak Hidoep . [7] Bab terakhir membahas kondisi industri film selama pendudukan Jepang (1942–1945) dan Revolusi Nasional (1945–1949). Topik- topiknya mencakup propaganda Jepang selama masa pendudukan dan film-film pertama karya Usmar Ismail pada masa revolusi, serta aktivitas kantor berita Berita Film Indonesia . [8]

Upload: hanarisha-putri-azkia

Post on 29-Nov-2015

66 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

history

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Film 19015

Sejarah Film 1900–1950 terdiri dari tiga bab[1] dan menyertakan banyak ilustrasi, termasuk foto tokoh-tokoh dan lokasi ternama, poster film, iklan, gambar promosi, dan sampul majalah.[2] Kata pengantarnya, berjudul "Menghindar Kekacauan dan Menolak Pengabaian", ditulis oleh produser dan kritikus film Eric Sasono.[1] Buku ini memiliki tiga apendiks, termasuk daftar film Hindia Belanda, daftar bioskop, dan reproduksi korespondensi antara personel film dari Hindia Belanda.[1] Sumber buku ini beragam, mulai dari wawancara pribadi hingga koran dan surat-surat kontemporer.[3]

Di kata pengantar, Biran membahas film-film pertama yang ditayangkan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dan perkembangannya sejak 1900 hingga pertengahan 1920-an. Ia kemudian menjelaskan peran troupe panggung dalam industri hiburan Hindia Belanda pada masa itu.[4] Di akhir bab, ia berpendapat bahwa film-film yang dirilis pada masa itu, sebelum Darah dan Doa Usmar Ismail (1950), tidak bisa dianggap benar-benar "Indonesia" karena orientasinya komersial.[5]

Bab berikutnya membahas upaya awal dalam membuat film dokumenter dan film fiksi. Bab ini juga membahas secara rinci sejumlah sutradara dan produser yang aktif saat itu, serta beberapa film seperti film fiksi pertama di Hindia Belanda, Loetoeng Kasaroeng (1926), film suara pertama di Hindia Belanda, Karnadi Anemer Bangkong (1930), dan film tersukses pada masa itu, Terang Boelan (1937).[6]

Bab kedua, bab terpanjang di buku ini, membahas masa keemasan perfilman Hindia Belanda antara 1939 dan 1941. Bab ini juga membahas rumah-rumah produksi besar pada masa itu yang semuanya dimiliki etnis Cina. Selain itu, ada juga tren-tren yang sedang hangat saat itu, seperti sistem bintang, reportase industri, dan tema-tema umum. Film yang dibahas dalam bab ini meliputi film aksi Rentjong Atjeh, film romansa Kartinah (keduanya tahun 1940), dan film tegang supernatural pertama Tengkorak Hidoep.[7]

Bab terakhir membahas kondisi industri film selama pendudukan Jepang (1942–1945) dan Revolusi Nasional (1945–1949). Topik-topiknya mencakup propaganda Jepang selama masa pendudukan dan film-film pertama karya Usmar Ismail pada masa revolusi, serta aktivitas kantor berita Berita Film Indonesia.[8]

Page 2: Sejarah Film 19015

[Filêm]) adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan untuk 'gambar bergerak'). Film, secara kolektif, sering disebut 'sinema'. Gambar-hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis.

Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan

kamera, dan/atau oleh animasi. Film horor

adalah film yang berusaha untuk memancing emosi berupa ketakutan dan rasa ngeri dari penontonnya. Alur cerita mereka sering melibatkan tema-tema kematian, supranatural, atau penyakit mental. Banyak cerita film horor yang berpusat pada sebuah tokoh antagonis tertentu yang jahat.

Perfilman IndonesiaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari

Bioskop Menteng, Jakarta (sekitar 1950-1960)

Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, Desy Ratnasari.

Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin jeblok pada tahun 90-an yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut.

Page 3: Sejarah Film 19015

Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film Petualangan Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi cilik penuh bakat Indonesia. Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. Riri Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersil.

Setelah itu muncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda yang juga sukses secara komersil, misalnya film Jelangkung yang merupakan tonggak tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada film Ada Apa dengan Cinta? yang mengorbitkan sosok Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra ke kancah perfilman yang merupakan film romance remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema serupa yang dengan film Petualangan Sherina (film oleh Joshua, Tina Toon), yang mirip dengan Jelangkung (Di Sini Ada Setan, Tusuk Jelangkung), dan juga romance remaja seperti Biarkan Bintang Menari, Eiffel I'm in Love. Ada juga beberapa film dengan tema yang agak berbeda seperti Arisan! oleh Nia Dinata.

Selain film-film komersil itu juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul Pasir Berbisik yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim dan Didi Petet. Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine Hakim seperti Daun di Atas Bantal yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film Garin Nugroho yang lainnya, seperti Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga ada film Marsinah yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga ada film film seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. Festival Film Indonesia juga kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun.

Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun. Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan di samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas, tetapi arah menuju ke sana telah terliha

Film Indonesia Terbaik

Sudah sejak lama ada beberapa pihak baik itu institusi, media ataupun perorangan yang berusaha menggolongkan film-film Indonesia sepanjang masa yang layak menjadi film yang terbaik berdasarkan kategori-kategori tertentu. Salah satunya adalah tabloid Bintang Indonesia yang pada akhir tahun 2007 berusaha memilah film-film apa saja yang dapat dikategorikan sebagai film Indonesia terbaik. Dari 160 film yang masuk dipilihlah 25 film yang dapat dikategorikan sebagai film-film Indonesia terbaik sepanjang masa.

Ke-25 Film tersebut adalah:

1. Tjoet Nja’ Dhien (1986)2. Naga Bonar (1986)3. Ada Apa dengan Cinta? (2001)

Page 4: Sejarah Film 19015

4. Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)5. Badai Pasti Berlalu (1977)6. Arisan! (2003)7. November 1828 (1978)8. Gie (2005)9. Taksi (1990)10. Ibunda (1986)11. Tiga Dara (1956)12. Si Doel Anak Betawi (1973)13. (Cintaku di) Kampus Biru (1976)14. Doea Tanda Mata (1984)15. Si Doel Anak Modern (1976)16. Petualangan Sherina (1999)17. Daun di Atas Bantal (1997)18. Pacar Ketinggalan Kereta (1988)19. Cinta Pertama (1973)20. Si Mamad (1973)21. Pengantin Remaja (1971)22. Cintaku di Rumah Susun (1987)23. Gita Cinta dari SMA (1979)24. Eliana, Eliana (2002)25. Inem Pelayan Sexy (1977)

lm horor Film Asean

Film Brunei Film Indonesia Film Malaysia Film Singapura Film Thailand Film Vietnam

Film Afrika

Film Mesir Film Maroko

Film Amerika Film Amerika Latin Film Asia Selatan

Film India Film Pakistan

Film Asia Timur

Film Tiongkok o Film Hongkong o Film Taiwan

Page 5: Sejarah Film 19015

Film Jepang Film Korea Film Tibet

Film Eropa

Film Eropa Barat Film Eropa Timur

Film Iran

Durasifilm dibedakan menjadi film panjang dan film pendek. Film pendek mempunyai durasi kurang dari 60 menit. untuk bisa membuat film panjang yang bagus, akan lebih baik apabila kita belajar membuat film pendek terlebih dahulu.

Dari segi pemerannya, film dibedakan pula menjadi film animasi dan nonanimasi.

Penonton.ada segi ini film dibagi menjadi film anak, remaja, dewasa dan semua umur.

IsiKalau dilihat dari isinya, film dibedakan menjadi jenis film fiksi dan non fiksi. Sebagai contoh, untuk film non fiksi adalah film dokumenter yang menjelaskan tentang dokumentasi sebuah kejadian alam, flora, fauna maupun manusia. Sedangkan untuk kelompok fiksi, dalam dunia perfileman kita mengenal jenisjenis film yang berupa drama, suspence atau action, science fiction, horror dan Film Musikal.

AboutFilm merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh.

Film yang baik merupakan media komunikasi, menghubungkan gambaran masa lampau dengan sekarang dan mencerdaskan dan mencerahkan bangsa karena memberikan nilai-nilai keberagaman terkandung didalamnya seperti sarana penerangan atau informasi, pendidikan, pengekspresian seni . Film juga mendiskripsikan watak, harkat, dan martabat budaya bangsa. Sekaligus sebagai memberikan manfaat dan fungsi yang luas bagi bidang ekonomi, sosial dan budaya. Film tidak hanya semata menonjolkan unsur hiburan semata, tetapi lebih kepada tanggung jawab moral untuk mengangkat nilai nasionalisme bangsa dan jati diri bangsa yang berbudaya.

Page 6: Sejarah Film 19015

Dengan menambahkan unsur hiburan, artistik, digital teknologi dan kemasan yang menarik apresiasi penonton. Film sekarang ini sudah menjadi komuditas menguntungkan. Tak jarang perusahaan ‘menyentuh’ media ini dalam iklan produk guna mengangkat penjualan.

Dan dalam blog ini, saya akan membahas tentang dunia perfilman. mulai dari jenis-jenis film hingga perkembangan industri perfilman sampai saat ini serta sutradara-sutradara ternama yang berhasil mengharumkan nama Indonesia

Terdapat 10 film Indonesia terbaik sepanjang masa menurut hasil vote yang diadakan oleh sebuah lembaga Perfilman. Dinilai dari segi cerita, teknik pengambilan gambar hingga pemain yang terlibat.

A. Laskar Pelangi (2008)

A. Laskar Pelangi (2008)

Laskar Pelangi (2008) adalah sebuah film garapan sutradara Riri Riza yang dirilis pada 25 September 2008 dan merupakan adaptasi dari novel karangan Andrea Hirata, pada saat libur Lebaran. Skenarionya ditulis oleh Salman Aristo yang juga menulis naskah film Ayat-Ayat Cinta dibantu oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Hingga Maret 2009, Laskar Pelangi telah ditonton oleh 4,6 juta orang. Themesongnya(by Nidji) pun sampai sekarang masih menjadi Lagu yang laris di Indonesia.

B. Tjoet Nja’ Dhien (1986)

Page 7: Sejarah Film 19015

Sebuah masterpiece! Tak ada yang menyangkal Tjoet Nja’ Dhien (1986) dibilang begitu. Film debut penyutradaraan Eros Djarot itu butuh waktu dua tahun buat menyelesaikannya. Pemeran utamanya, Christine Hakim jadi legenda hidup gara-gara film ini. Berkat Tjoet Nja’ Dhien, setiap aktris muda pasti menyebutnya sebagai panutan atau bintang idola. Tak ada yang menyangkal pula, sebagai Tjoet Nja’ Dhien, Christine berakting sempurna. Tak cuma Christine saja yang serba bagus di film ini. Filmnya sendiri, sebagai sebuah kesatuan karya sinema, nyaris tanpa cacat (diganjar 8 Piala Citra di FFI 1988). Tjoet Nja Dhien tak berisi uraian biografis kehidupan pahlawan dari Tanah Rencong itu. Melainkan juga berisi drama, pengkhianatan, dan kebesaran jiwa. Tak aneh rasanya kalau Tjoet Nja’ Dhien merupakan puncak pencapaian dunia perfilman kita yang belum terlewati hingga kini.

C. Naga Bonar (1986)

Lewat Naga Bonar, Asrul Sani lagi-lagi membuktikan bakat besarnya sebagai salah satu penulis cerita terbaik yang pernah dipunyai negeri ini. Asrul piawai menghadirkan dialog yang memicu tawa, yang begitu dipikir lebih dalam ternyata mengandung makna luhur. Naga Bonar hadir buat berkelakar. Namun, ia tak berkelakar sembarangan. Yang jadi bahan kelakar justru pejuang negeri saat perang kemerdekaan berlangsung. Naga Bonar menyindir pemujaan pada para pahlawan. Film ini berpesan, tak semua pejuang di masa lampau itu punya niat suci membela negeri. Ada yang cuma bisa bicara saja. Nah, Jenderal Naga Bonar (diperankan dengan gemilang oleh Deddy Mizwar) pun aslinya pencopet. Tapi dari sosok inilah kemurnian perjuangan lahir. Sebagai karya sinema, Naga Bonar tampil lengkap, berisi sekaligus menghibur; tergarap dengan baik, tanpa cacat cela. Pantas rasanya bila film ini memborong 7 Piala Citra di FI 1987.

D. Ada Apa dengan Cinta? (2001)

Page 8: Sejarah Film 19015

Ada Apa dengan Cinta? (AAdC?) jadi salah satu film penting negeri ini. Melahirkan tren yang sudah lama hilang dari jagad sinema kita: film bertema remaja. Selepas AAdC? lahir film-film bertema sejenis. Tren itu juga merambah ke teve. Sejak AAdC?, datang berduyun-duyun sinetron bertema remaja. Rasanya, sejak Gita Cinta dari SMA (1979) dulu baru ada lagi film Indonesia yang begitu digandrungi remaja. AAdC? tak kurang ditonton sekitar 2,7 juta orang di bioskop. Rudi Soedjarwo, sang sutradara, begitu lancar bertutur (Rudi dapat Piala Citra di FFI 2004).

E. Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)

Film baik tak lekang dimakan zaman. Bertahun-tahun selewat peredarannya, film itu masih asyik buat ditonton. Nah, Kejarlah Daku Kau Kutangkap tipe film seperti itu. Penonton tak sekadar diajak tergelak. Semua ini berawal dari skenario cerdas yang dibuat Asrul Sani, pengarahan kuat dari Chaerul Umam, sang sutradara, yang digenapi akting prima dari Deddy Mizwar, Lydia Kandou, Ully Artha, dan Ikranegara. Hasilnya, film ini layak ditasbihkan sebagai situasi komedi terbaik yang pernah dihasilkan sineas kita. Asrul berhasil membuat kelakar jenius tentang hubungan pria dan wanita. Dalam film ada hubungan Ramadhan (Deddy) dan Mona (Lydia) yang berkisar antara cinta dan benci, cinta dan gengsi, hingga cinta akhirnya mengalahkan segalanya.

F. Badai Pasti Berlalu (1977)

Page 9: Sejarah Film 19015

Badai Pasti Berlalu jadi film Teguh Karya yang paling laris ditonton. Tak kurang, saat beredar dulu, film ini masuk urutan kedua film terlaris 1978 (ditonton 212.551 orang). Padahal buat Teguh sendiri, ia terpaksa membuat film itu. “… ingin nafas, dan balas budi dari film-film terdahulu yang kurang laku. Selain saya ingin memvisualkan sebuah novel ke dalam bahasa visual,” ujarnya seperti dimuat Pikiran Rakyat pada 1978. Badai Pasti Berlalu memang diangkat dari novel pop. Hasilnya, ya film pop. Sebelum diangkat jadi film, kisahnya memang sudah populer duluan saat dimuat bersambung oleh Kompas dan kemudian dinovelkan. Hingga saat difilmkan, orang tentu ingin menontonnya. Apalagi yang membuatnya Teguh Karya, sutradara yang piawai membuat film-film bermutu. Selain itu, yang membuat Badai Pasti Berlalu dikenang juga lantaran tata musik berikut lagu temanya yang digubah Eros Djarot. Lagu temanya abadi hingga kini.

G.Arisan (2003)

Untuk ukuran tahun 2000-an sekarang, Arisan! paling tepat ditunjuk sebagai film yang menelanjangi kehidupan di zamannya. Tanpa tedeng aling-aling, Arisan! menampilkan problematika hidup kaum borjuis Jakarta. Ada perselingkuhan, dilema cinta sesama jenis, hingga upaya mempertahankan nilai-nilai keluarga. Semuanya campur-aduk dalam balutan komedi segar. Kepiawaian sang sutradara, Nia DiNata, menggarap realitas ini mengingatkan kita pada kemampuan senada yang dimiliki sutradara besar lain macam Sjuman Djaya atau Asrul Sani. Nia tak cuma menghibur, ia juga mengajak penonton untuk jujur pada diri sendiri. Pesannya jelas, kehidupan kaum jetset Jakarta dipenuhi topeng alias kemunafikan. Arisan! juga jadi darah segar saat perfilman kita yang bangkit lagi dipenuhi film remaja dan horor. Di luar itu, Arisan! yang jadi film terbaik FFI 2004 ini juga melahirkan bintang baru. Tora Sudiro (pemeran Sakti yang gay) namanya.

Page 10: Sejarah Film 19015

H. Gie (2005)

Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa 1960-an, telah jadi sosok bak pahlawan. Pandangan dan kisah hidupnya memikat Mira Lesmana dan Riri Riza, pemilik Miles Productions. Keduanya lantas menggagas buat mengangkat kisah hidup Gie ke layar lebar. Hasilnya jadilah Gie. Akor ganteng Nicholas Saputra didapuk memerankan Soe Hok Gie. Tentu tampang Nico yang ganteng tak mirip Gie asli, akan tetapi ia bisa berakting (buktinya Nico diganjar FFI 2005 buat aktor terbaik). Sebuah gagasan yang mengingatkan kita pada mahakarya Usmar Ismail, Lewat Djam Malam (1954).

I.Si Doel Anak Betawi (1973)

Saat karya sastra diangkat ke layar lebar—di antaranya Salah Asuhan (1972)—Sjuman Djaya memilih mengadaptasi novel Aman Datoek Madjoindo berjudul Si Doel Anak Betawi. Ini cerita seputar suka-duka kehidupan Doel, seorang anak Betawi asli. Doel diperani Rano Karno saat masih kecil. Suka duka kehidupan Doel yang mencari figur ayah (setelah ditinggal mati ayahnya), melawan kerasnya hidup (ia harus membantu ibunya berjualan kue buat menyambung hidup), sampai menghadapi tekanan anak-anak nakal terekam baik.

J. Petualangan Sherina (1999)

Page 11: Sejarah Film 19015

Sebuah tontonan yang mengingatkan kita pada Home Alone. Kala anak kecil mempecundangi orang dewasa. Petualangan Sherina jadi film besar lantaran dianggap sebagai penanda kebangkitan perfilman nasional. Sebelum Petualangan Sherina, bioskop tanah air melulu diisi film esek-esek. Baru setelah film ini datang, orangtua mengantre mengajak anaknya ke bioskop. Petualangan Sherina bertahan di bioskop selama berminggu-minggu. Film karya Riri Riza ini mampu mengundang 1,6 juta penonton ke bioskop. Jika Petualangan Sherina bukan film menarik, penontonnya mungkin tak sebanyak itu. Pada kenyataannya, sebagai karya sinema Petualangan Sherina bukanlah film buruk. Riri mampu bercerita dengan lancar diselingi lagu-lagu Sherina — ini film musikal.

SutradaraIndonesia memiliki banyak sekali Sutradara yang mampu mengharumkan bangsa di Industri perfilman Indonesia.Anak Bangsa inilah yang tidak hanya menghibur masyarakat di indonesia tetapi juga menarik minat masyarakat luar negeri untuk melihat lebih dalam tentang Indonesia.

Page 12: Sejarah Film 19015

Perkembangan FilmDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Perkembangan film memiliki perjalanan cukup panjang hingga pada akhirnya menjadi seperti film di masa kini yang kaya dengan efek, dan sangat mudah didapatkan sebagai media hiburan. Perkembangan film dimulai ketika digunakannya alat kinetoskop temuan Thomas Alfa Edison yang pada masa itu digunakan oleh penonton individual. Film awal masih bisu dan tidak berwarna. Pemutaran film di bioskop untuk pertama kalinya dilakukan pada awal abad 20, hingga industri film Hollywood yang pertama kali, bahkan hingga saat ini merajai industri perfilman populer secara global. Pada tahun 1927 teknologi sudah cukup mumpuni untuk memproduksi film bicara yang dialognya dapat didengar secara langsung, namun masih hitam-putih. Hingga pada 1937 teknologi film sudah mampu memproduksi film berwarna yang lebih menarik dan diikuti dengan alur cerita yang mulai populer. Pada tahun1970-an, film sudah bisa direkam dalam jumlah massal dengan menggunakan videotape yang kemudian dijual. Tahun 1980-an ditemukan teknologi laser disc, lalu VCD dan kemudian menyusul teknologi DVD. Hingga saat ini digital movie yang lebih praktis banyak digemari sehingga semakin menjadikan popularitas film meningkat dan film menjadi semakin dekat dengan keserarian masyarakat modern.

Daftar isi

1 Pengertian film 2 Sejarah film 3 Klasifikasi film 4 Industrialisasi Film

o 4.1 Studio besar industri film o 4.2 Produksi film independen

5 Referensi

Pengertian film

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Yang pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif.[1] Meskipun kini film bukan hanya dapat disimpan dalam media selaput seluloid saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital.

Sejarah film

Sejarah film tidak bisa lepas dari sejarah fotografi. Dan sejarah fotograf tidak bisa lepas dari peralatan pendukungnya, seperti kamera. Kamera pertama di dunia ditemukan oleh seorang

Page 13: Sejarah Film 19015

Ilmuwan Muslim, Ibnu Haitham. Fisikawan ini pertama kali menemukan Kamera Obscura dengan dasar kajian ilmu optik menggunakan bantuan energi cahaya matahari. Mengembangkan ide kamera sederhana tersebut, mulai ditemukan kamera-kamera yang lebih praktis, bahka inovasinya demikian pesat berkembang sehingga kamera mulai bisa digunakan untuk merekam gambar gerak. Ide dasar sebuah film sendiri, terfikir secara tidak sengaja. Pada tahun 1878 ketika beberapa orang pria Amerika berkumpul dan dari perbincangan ringan menimbulkan sebuah pertanyaan : “Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda berlari?" Pertanyaan itu terjawab ketika Eadweard Muybridge membuat 16 frame gambar kuda yang sedang berlari. Dari 16 frame gambar kuda yang sedang berlari tersebut, dibuat rangkaian gerakan secara urut sehingga gambar kuda terkesan sedang berlari. Dan terbuktilah bahwa ada satu momen dimana kaki kuda tidak menyentuh tanah ketika kuda tengah berlari kencang Konsepnya hampir sama dengan konsep film kartun. Gambar gerak kuda tersebut menjadi gambar gerak pertama di dunia. Dimana pada masa itu belum diciptakan kamera yang bisa merekam gerakan dinamis. Setelah penemuan gambar bergerak Muybridge pertama kalinya, inovasi kamera mulai berkembang ketika Thomas Alfa Edison mengembangkan fungsi kamera gambar biasa menjadi kamera yang mampu merekam gambar gerak pada tahun 1988, sehingga kamera mulai bisa merekam objek yang bergerak dinamis. Maka dimulailah era baru sinematografi yang ditandai dengan diciptakannya sejenis film dokumenter singkat oleh Lumière Bersaudara. Film yang diakui sebagai sinema pertama di dunia tersebut diputar di Boulevard des Capucines, Paris, Prancis dengan judul Workers Leaving the Lumière's Factory pada tanggal 28 Desember 1895 yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya sinematografi. Film inaudibel yang hanya berdurasi beberapa detik itu menggambarkan bagaimana pekerja pabrik meninggalkan tempat kerja mereka disaat waktu pulang.[2] Pada awal lahirnya film, memang tampak belum ada tujuan dan alur cerita yang jelas. Namun ketika ide pembuatan film mulai tersentuh oleh ranah industri, mulailah film dibuat lebih terkonsep, memiliki alur dan cerita yang jelas. Meskipun pada era baru dunia film, gambarnya masih tidak berwarna alias hitam-putih, dan belum didukung oleh efek audio. Ketika itu, saat orang-orang tengah menyaksikan pemutaran sebuah film, akan ada pemain musik yang mengiringi secara langsung gambar gerak yag ditampilkan di layar sebagai efek suara.

Klasifikasi film

Seiring berkembangnya dunia perfilman, semakin banyak film yang diproduksi dengan corak yang berbeda-beda. Secara garis besar, film dapat diklasifikasikan berdasarkan cerita, orientasi pembuatan, dan berdasarkan genre.

Berdasarkan cerita, film dapat dibedakan antara film Fiksi dan Non-Fiksi. Fiksi merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi manusia, dengan kata lain film ini tidak didasarkan pada kejadian nyata. Kemudian film Non-Fiksi yang pembuatannya diilhami oleh suatu kejadian yang benar-benar terjadi yang kemudian dimasukkan unsur-unsur sinematografis dengan penambahan efek-efek tertentu seperti efek suara, musik, cahaya, komputerisasi, skenario atau naskah yang memikat dan lain sebagainya untuk mendukung daya tarik film Non-Fiksi tersebut. Contoh film non-fiksi misalnya film The Iron Lady yang diilhami dari kehidupan Margaret Thatcher.

Kemudian berdasarkan orientasi pembuatannya, film dapat digolongkan dalam film komersial dan nonkomersial. Film komersial, orientasi pembuatannya adalah bisnis dan mengejar keuntungan. Dalam klasifikasi ini, film memang dijadikan sebagai komoditas industrialisasi. Sehingga film dibuat sedemikian rupa agar memiliki nilai jual dan menarik

Page 14: Sejarah Film 19015

untuk disimak oleh berbagai lapisan khalayak. Film komersial biasanya lebih ringan, atraktif, dan mudah dimengerti agar lebih banyak orang yang berminat untuk menyaksikannya. Berbeda dengan film non-komersial yang bukan berorientasi bisnis. Dengan kata lain, film non-komersial ini dibuat bukan dalam rangka mengejar target keuntungan dan azasnya bukan untuk menjadikan film sebagai komoditas, melainkan murni sebagai seni dalam menyampaikan suatu pesan dan sarat akan tujuan. Karena bukan dibuat atas dasar kepentingan bisnis dan keuntungan, maka biasanya segmentasi penonton film non-komersial juga terbatas. Contoh film non-komersial misalnya berupa film propaganda, yang dibuat dengan tujuan mempengaruhi pola pikir massal agar sesuai dengan pesan yang berusaha disampaikan. Di Indonesia sendiri contoh film propaganda yang cukup melegenda adalah film G30S/PKI. Atau film dokumenter yang mengangkat suatu tema khusus, misalnya dokumentasi kehidupan flora dan fauna atau dokumentasi yang mengangkat kehidupan anak jalanan, dan lain sebagainya. Selain itu, beberapa film yang memang dibuat bukan untuk tujuan bisnis, justru dibuat dengan tujuan untuk meraih penghargaan tertentu di bidang perfilman dan sinematografi. Film seperti ini biasanya memiliki pesan moral yag sangat mendalam, estetika yang diperhatikan detail-detailnya, dengan skenario yang disusun sedemikian rupa agar setiap gerakan dan perkataannya dapat mengandung makna yang begitu kaya. Film seperti ini biasanya tidak mudah dicerna oleh banyak orang, karena memang sasaran pembuatannya bukan berdasarkan tuntutan pasar. Seni, estetika, dan makna merupakan tolok ukur pembuatan film seperti ini. Contohnya di Indonesia seperti film Pasir Berbisik yang di produseri oleh Christine Hakim dan Daun di Atas Bantal yang berkisah mengenai kehidupan anak jalanan.

Kemudian klasifikasi berdasarkan genre film itu sendiri. Terdapat beragam genre film yang biasa dikenal masyarakat selama ini, diantaranya:

Action Komedi Drama Petualangan Epik Musikal Perang Science Fiction Pop Horror Gangster Thriller Fantasi Disaster / Bencana[3]

Industrialisasi Film

Studio besar industri film

Terdapat delapan delapan produser film raksasa yang selama ini sudah merajai industri perfilman dunia, diantaranya

Columbia Fox

Page 15: Sejarah Film 19015

MGM Paramount Universal Warner Brothers Buena Vista (Disney) TriStar (Sony)[4]

Mereka merupakan bagian dari integrasi vertikal konglomerasi yang mendominasi distribusi dan produksi film. Masing-masing perusahaan memiliki kemampuan untuk memproduksi 15 hingga 25 film setiap tahun. Namun sesungguhnya perusahaan produksi film tersebut telah mengurangi produktivitasnya dengan memproduksi lebih sedikit film pada kisaran tahun 2008-2009 dan menjadi lebih konservatif dan berhati-hati dalam segala keputusan distribusi dan produksi mereka. Sekarang, perusahaan besar berani menginvestasikan rata-rata sekitar US$66.000.000 perfilm, ditambah biaya pengiklanan dan promosi sekitar rata-rata US$36.000.0000. [5]

Nama-nama aktor dan sutradara papan atas juga menjadi perhitungan sumber profit mereka yang dipersentasikan melalui permintaan pasar. Nama besar aktor seperti Johnny Depp misalnya, yang mampu menghasilkan US$ 50.000.000 pada akhir kesusksesan sebuah film serta tambahan keuntungan sekitar US$ 20.000.000 hanya dengan penampilannya saja. Maka angka pertaruhannya sangat tinggi, sehingga tuntutan untuk mampu memproduksi film-film big hits menjadi sangat besar.

Sebuah perusahaan muda, DreamWorks, yang dirintis oleh Steven Spielberg pada 1995 kini juga sudah menuai sukses dalam bidang film animasi, namun masih harus menghadapi persaingan ketat dalam pangsa yang lain. Kesuksesan produksi film Shrek dan Madagascar kontan menjadikan DreamWorks sebagai kompetitor yang layak diperhitungkan oleh PixarStudio, yang memproduksi film-film animasi populer, terutama film-film animasi keluaran Disney. [6]

Produksi film independen

Kebanyakan film keluaran tahun 2009 tidak lagi hanya diproduksi dalam studio. Banyak yang mulai memproduksi film-film independen (indie). Meski begitu, jarang dari mereka yang sukses didistribusikan ke pasaran. Sekitar 900 film independen diproduksi di Amerika pada tahun 2009. Namun hanya 500 film diantaranya yang benar-benar didistribusikan dan dipasarkan. Jadi, bagi sutradara film-film indie sendiri, target utamanya adalah berhasil mendistribusikan film mereka. Soal finansial, film indie biasanya tidak memakai terlalu banyak biaya. Sehingga keuntungan finansial bukan menjadi target utama pembuatan film indie. [7]