kontras film

36
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sinar-X Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Panjang gelombang sinar-X hanya sekitar 1/10.000 panjang gelombang sinar tampak, karena panjang gelombangnya yang sangat pendek maka sinar-X mempunyai energi yang cukup tinggi sehingga dapat menembus bahan yang dilaluinya. (Sjahriar Rasad, 2001) 2.1.1 Proses Terjadinya Sinar-X Urutan proses terjadinya sinar-X menurut Malueka (2006) adalah sebagai berikut : 1.Katoda (filament) dipanaskan (lebih dari 2000 0 C) sampai mengalirkan listrik yang berasal dari transformator. 2. Karena panas, elektron-elektron dari katoda (filament) terlepas.

Upload: lifeis-mylife

Post on 13-Dec-2014

101 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ascwkak asljfdolasf

TRANSCRIPT

Page 1: kontras film

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sinar-X

Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang sangat pendek. Panjang gelombang sinar-X hanya sekitar

1/10.000 panjang gelombang sinar tampak, karena panjang gelombangnya

yang sangat pendek maka sinar-X mempunyai energi yang cukup tinggi

sehingga dapat menembus bahan yang dilaluinya. (Sjahriar Rasad, 2001)

2.1.1 Proses Terjadinya Sinar-X

Urutan proses terjadinya sinar-X menurut Malueka (2006) adalah

sebagai berikut :

1. Katoda (filament) dipanaskan (lebih dari 20000C) sampai

mengalirkan listrik yang berasal dari transformator.

2. Karena panas, elektron-elektron dari katoda (filament) terlepas.

3. Muatan listrik filament sengaja dibuat relatif lebih negatif terhadap

sasaran (target) dengan memilih potensial tinggi, sehingga elektron

bergerak ke anoda.

4. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi,

elektron-elektron menuju anoda dipercepat gerakannya dan

dipusatkan ke alat pemusat (focusing cup).

Page 2: kontras film

6

5. Awan-awan elektron yang sampai ke anoda dihentikan mendadak

pada sasaran (target) sehingga terbentuk panas (>99 %) dan sinar-

X (<1%).

6. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar-X yang

terbentuk dan hanya dapat keluar melalui window.

Gambar 2.1 Tabung Pesawat Sinar-X

(Maryanto, dkk, 2008)

Sinar-X yang terbentuk ada dua macam, yaitu :

1. Sinar-X Bremmstrahlung

Bremmstrahlung berasal dari bahasa Jerman yang berarti

perlambatan atau pengereman. Sinar-X Bremmstrahlung

adalah sinar-X yang terpancar bila elektron dengan kecepatan

tinggi mengalami suatu percepatan yang sangat cepat. Bila

suatu elektron melintas dekat dengan suatu nucleus (inti

atom), maka gaya tarik coulomb yang kuat akan

menyebabkan elektron menyimpang secara tajam dari

lintasannya. Sehingga elektron tersebut kehilangan energinya,

Page 3: kontras film

7

kemudian energi yang hilang ini menjadi foton sinar-X.

(Bushong, 2008)

Gambar 2.2 Proses Terjadinya Sinar-X Bremmstrahlung

(Bushong, 2008)

2. Sinar-X Karakteristik

Sinar-X Karakteristik adalah sinar-X yang dihasilkan

dari karakteristik energi elektron tertentu, yaitu interaksi yang

hanya bisa terjadi jika elektron yang datang mempunyai

energi kinetik yang lebih tinggi dari energi ikat elektron pada

atom target. Terjadi karena adanya perpindahan energi ke

materi melalui pengaktifan dan ionisasi yang memungkinkan

terjadinya efek fotolistrik. Adanya elektron yang berpindah

menyebabkan kekosongan dari kulit atom. Kemudian, salah

satu elektron pada kulit terluar akan mengisi tempat kosong

yang ditinggalkan oleh elektron tersebut. Bila hal itu terjadi

Page 4: kontras film

8

maka suatu foton akan dipancarkan energinya sama dengan

selisih antara energi awal dan energi akhir. (Bushong, 2008)

Gambar 2.3 Proses Terjadinya Sinar-X Karakteristik

(Bushong, 2008)

2.1.2 Sifat Sinar-X

Sifat sinar-X yang ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen

mempunyai sifat memancar divergen dalam garis lurus, kecepatannya

sama dengan kecepatan cahaya (3 x 108 m/s), merupakan sinar tak

tampak, tidak dapat difokuskan oleh lensa, serta tidak bermuatan dan

tidak dapat dibelokkan oleh medan magnet. (Malueka, 2006 )

Sinar-X juga mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu :

1. Memiliki daya tembus (penetrating power).

2. Pertebaran

3. Penyerapan

4. Efek Fotografik

5. Pendar Flour ( Flouresensi )

Page 5: kontras film

9

a. Fluoresensi

b. Fosforesensi

6. Ionisasi

7. Efek Biologik

2.2 Film Radiografi

Film radiografi adalah media untuk merekam hasil gambaran secara

permanen dalam bentuk radiograf. (Meredith, 1972)

2.2.1 Struktur Film Radiografi

Strukur film radiografi yang umumnya digunakan adalah film

double emulsi, seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 2.4 Struktur Film Doube Emulsi pada potongan melintang.

(Bushong, 2008)

Konstruksi film menurut Bushong (2008) terdiri dari :

Page 6: kontras film

10

1. Supercoat

Supercoat adalah layer pelindung emulsi film dari goresan dan

tekanan mekanik yang terbuat dari gelatin bening.

2. Emulsi

Emulsi layer adalah lapisan yang menghasilkan gambaran

sehingga dapat dilihat oleh mata. Terbuat dari kristal-kristal perak

halida yang disuspensikan dalam gelatin. Perak halida sangat peka

terhadap cahaya dan sinar-X. Karakteristik material film

tergantung dari ukuran perak halida, distribusi, dan daerah

sensitivitas dari perak halida.

3. Adhesive

Subtratum adalah lapisan perekat antara emulsi dengan base.

Bahannya terbuat dari cellulose acetate dan gelatin.

4. Base

Base adalah lapisan antara dua lapisan emulsi, yang tipis dan

transparan yang terbuat dari cellulose. Karakteristik base yaitu

kuat, fleksibel, terbebas dari kerusakan, mampu meneruskan

cahaya, serta ketebalannya rata dan tidak bereaksi terhadap bahan

kimia.

2.2.2 Jenis Film Radiografi

Page 7: kontras film

11

Menurut Nova Rahman (2009) jenis film radiografi terbagi

menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Berdasarkan sensitivitas terhadap cahaya.

a. Blue Sensitif

Film yang peka terhadap warna biru.

b. Green Sensitif

Film yang peka terhadap warna hijau.

2. Berdasarkan emulsi.

a. Single Emulsi

Single emulsi adalah film yang memiliki emulsi hanya pada

satu sisi base.

b. Double Emulsi

Double emulsi adalah film yang memiliki pada kedua sisi

permukaan film base. Keuntungannya dapat digunakan bolak-

balik.

3. Berdasarkan intensfying screen.

a. Screen Film

Screen film adalah film radiografi yang penggunaannya

selalu memakai intensifying screen.

b. Non-Screen Film

Non-screen film adalah film radiografi yang

penggunaannya tanpa menggunakan intensifying screen.

4. Berdasarkan speed film.

Page 8: kontras film

12

a. Low speed

b. Medium speed

c. High speed.

2.2.3 Efek Fotografik pada Film Radiografi

Sinar-X dapat membentuk gambaran pada film radiografi,

merupakan hasil dari sinar-X yang diteruskan setelah melewati objek,

dan mengalami proses absorbsi dan attenuasi sebelumnya. Proses

pembentukan gambaran terbagi menjadi dua, sebagai berikut

(Meredith, 1972) :

1. Bayangan Laten

Bayangan laten merupakan bayangan yang sudah terbentuk

tetapi belum terlihat. Dimana kristal-kristal perak bromida pada

emulsi film terdiri dari ion Ag+ dan Br -. Proses yang dilewati

hingga terbentuknya bayangan laten, yaitu :

A B

-

C D

- Ag

Gambar 2.5 Proses terbentuknya Bayangan Laten

(Meredith, 1972)

e-

Ag +

Page 9: kontras film

13

a.Ketika sebuah kristal AgBr terpapar radiasi (sinar-X atau cahaya)

peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penyerpan energi oleh

kristal AgBr sehingga terjadi ionisasi . Kemudian terjadi

pelepasan elektron-elektron ion bromida yang bermuatan

negatif sehingga ion Br - menjadi atom Br yang netral.

b. Elektron-elektron tersebut mempunyai energi kinetik, sehingga

mampu bergerak dan cenderung menuju sensitivity speck.

Disisi lain sensitivity speck mempunyai kemampuan untuk

menjerat elektron. Jika elektron ditangkap sensitivity speck

maka sensitivity speck menjadi bermuatan negatif.

c. Ion perak pada kristal yang bermuatan positif tidak semuanya

terikat pada latice, tetapi ada yang bebas bergerak. Ion-ion ini

akan ditarik oleh elektron pada sensitivity speck, yang

mempunyai daya tarik elektrik.

d. Muatan negatif sensitivity speck akan menetralisir ion Ag+,

sehingga menjadi atom Ag netral (hitam metalik). Peristiwa

ini berulang-ulang sehingga terjadi deposit atom Ag hitam

metalik yang disebut bayangan laten.

2. Bayangan Tampak

Developing (proses pembangkitan) yaitu proses pencelupan

film pada cairan developer yang bersifat basa yang berfungsi untuk

mengembangkan bayangan pada film. Bahan pada developer

mampu merubah perak halogen menjadi perak logam dimana

Page 10: kontras film

14

terjadi proses menetralisir Ag + dari AgBr dengan menyuplai e -.

Selama proses Br dilepaskan ke dalam larutan developer sehingga

konsentrasinya banyak pada larutan tersebut.

Fixing (Proses penetapan) yaitu larutan yang bersifat asam

yang berfungsi menghentikan pengembangan film dan

menggugurkan sisa perak bromida, serta mengeraskan emulsi film.

2.3 Kualitas Radiograf

Kualitas radiograf adalah kemampuan radiograf dalam memberikan

informasi yang jelas mengenai objek atau organ yang diperiksa (Bushong,

2008). High Quality radiograf diperoleh dari radiograf yang mempunyai

nilai densitas, kontras, ketajaman, dan detail yang tinggi. Kualitas radiograf

ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :

2.3.1 Densitas

Densitas adalah tingkat kerapatan bahan atau derajat kehitaman

dari suatu radiograf. Densitas tertinggi yang dapat dihasilkan bernilai 4

dan densitas terendah bernilai kurang dari 0,2. Nilai densitas yang

dapat dilihat langsung oleh mata manusia berkisar antara 0,25 – 2,5

yang dikenal dengan rentang densitas guna. Densitas fotografi

didefinisikan sebagai : D = Log I0 / I1., dengan D menyatakan densitas,

I0 menyatakan sinar yang menuju ke film, sedangkan I1 menyatakan

sinar yang diteruskan ke film. Densitas dipengaruhi oleh mAs, FFD

Page 11: kontras film

15

dan ketebalan objek. Densitas dapat diukur dengan alat densitometer.

(Bushong, 2008)

2.3.2 Kontras

Kontras radiografi adalah perbedaan densitas antara dua titik yang

saling berdekatan. Kontras radiografi dipengaruhi oleh faktor film dan

intensifying screen, radiasi hambur, kolimator, ketebalan objek dan

grid, dll. Dirumuskan oleh Meredith (1972) Kontras adalah (C) = D2

- D1. Dengan C menyatakan kontras, D2 menyatakan daerah densitas

ke 2, dan D1 menyatakan daerah densitas ke 1.

Ketika kontras antara dua daerah pada film cukup besar

perbedaannya, maka dapat bermanfaat bagi Radiolog dalam

mendiagnosis hasil gambaran. Kontras minimum (perbedaan densitas)

yang dapat dideteksi secara visual pada rentang 0,02. (Meredith, 1979)

2.3.3 Ketajaman

Ketajaman adalah kemampuan untuk memperlihatkan batas antara

bayangan satu dengan bayangan lainnya dapat terlihat jelas. Ketajaman

dipengaruhi oleh geometric unsharpness, movement unsharpness, dan

paralax. (Bushong, 2008)

2.3.4 Detail

Detail adalah penggambaran ketajaman dengan struktur-struktur

terkecil dari radiograf. Faktor yang mempengaruhinya adalah focal

spot, FFD (Focus Film Distance), dan FOD (Film Object Distance).

(Bushong, 2008)

Page 12: kontras film

16

2.4 Kontras Radiografi

Kontras radiografi adalah perbedaan densitas atau tingkat kegelapan

terhadap dua daerah pada sebuah radiograf dan mampu membedakan

struktur-struktur yang berdekatan dengan densitas jaringan yang berbeda.

(Frank, 2007).

Penilaian kontras radiografi dibagi menjadi dua parameter, yaitu

kontras subjektif dan kontras objektif.

2.4.1 Kontras Subjektif

Kontras subjektif adalah perbedaan brightness antara area pada

radiograf yang dilihat oleh peninjau. Pada penilaian kontras ini tidak

menggunakan perhitungan hanya mengandalkan penglihatan

individual. Variabel yang dihasilkan dari satu peninjau dengan

peninjau yang lain akan berbeda satu sama lain. (Chesney,1971)

2.4.2 Kontras Objektif

Kontras objektif adalah kalkulasi nilai yang diberikan dari

perbedaan densitas berbagai bagian gambaran. (Chesney, 1971)

Kontras Objektif adalah perbedaan kehitaman pada seluruh bagian

citra yang dapat dilihat dan dinyatakan dengan angka. Adapun

penyebabnya adalah :

1. Faktor radiasi

a. Kualitas sinar primer 

b. Sinar hambur / scatter

Page 13: kontras film

17

2. Faktor film

3. Faktor processing

a. Jenis & susunan bahan pembangkit 

b. Waktu & suhu pembangkitkan 

c. Lemahnya cairan pembangkit 

d. Agitasi film

2.4.3 Pengaruh Film pada Kontras Radiografi

Sifat film berpengaruh pada kontras radiografi yang akan

dihasilkan oleh suatu radiograf. Setiap film yang diproduksi oleh

sebuah perusahaan memiliki karakter masing-masing. Ada film yang

memiliki karakter dengan respon film yang tinggi terhadap eksposi

baik oleh sinar-X maupun cahaya tampak. Respon film terhadap

eksposi tentu sangat dipengaruhi oleh emulsi film. (Nova Rahman,

2009)

Karakteristik emulsi berpengaruh pada kontras radiografi.

Perbedaan kontras bisa terjadi karena perbedaan proses kristal perak

halida yang dicampurkan pada gelatin, pada saat pembuatan emulsi

film. Biasanya produsen mengklasifikasikan kontras menjadi tiga

macam yaitu, kontras medium, tinggi, dan sangat tinggi. Perbedaan ini

dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi kristal perak halida Emulsi

dihasilkan dari kristal perak halida yang bervariasi ukurannya, jika

kristal perak halida kecil dan penyebarannya merata maka

menghasilkan kontras yang tinggi. Film dengan ukuran kristal perak

Page 14: kontras film

18

halida besar maka akan menghasilkan kontras yang rendah. Sehingga

secara tidak langsung perbedaan kontras dikontrol pada proses

pembuatan emulsi film. (Bushong, 2008).

Gambar 2.6 Ukuran Kristal Perak Halida

(http://siavent.blogspot.com/2010/03/jenis-film-sinar-x.html)

Pengaruh ukuran kristal perak halida ditunjukkan seperti tabel berikut :

Ukuran

Kristal Perak

Halida

Kontras Detail SpeedFaktor

Eksposi

Besar Rendah Rendah Tinggi Rendah

Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

Kecil Tinggi Tinggi Rendah Tinggi

Tabel 2.1 Pengaruh Ukuran Kristal Perak Halida

(Bushong, 2008)

2.5 Sensitometri

Page 15: kontras film

19

Sensitometri merupakan studi tentang respon film terhadap radiasi,

baik respon terhadap cahaya tampak dan respon terhadap sinar-X. (Chesney,

1971). Mempelajari tentang kesensitifan dari film yang telah dieksposi dan

mengukur hasil dari eksposi tersebut setelah film selesai diprosesing.

Cahaya tampak dan sinar-X berpengaruh pada film dan akan terdeposit pada

perak metalik film setelah dibangkitkan.

Deposit dari perak metalik film akan berpengaruh terhadap derajat

kehitaman yang dihasilkan. Terdapat beberapa cara untuk mengukur derajat

kehitaman, yaitu :

1. Transmisi adalah rasio antara sinar yang diteruskan (Transmitted

light/LT) dengan sinar datang atau sinar mula-mula (Incident light/LI).

T. rasio = Transmitted light = Lt

Incident light Li

2. Opasitas adalah rasio antara sinar mula-mula (Incident light/LI) dengan

sinar yang diteruskan (Transmitted light/LT).

Opasitas (O) = Incident light = Li

Transmitted light Lt

3. Densitas adalah fungsi logaritma dari opasitas (Optical Density).

OD = Log Li/Lt

Hubungan antara ketiganya adalah opasitas berbanding lurus dengan

optical density dan berbanding terbalik dengan sinar yang ditransmisikan.

Nilai optical density akan ditunjukkan pada sumbu vertikal dan nilai Log

Page 16: kontras film

20

eksposi akan ditunjukkan dalam sumbu horisontal, dalam sebuah grafik dari

metode sensitometri yang dinamakan kurva karakteristik. (Chesney, 1971)

2.5.1 Metode Sensitometri

Scientist pertama yang mengembangkan studi ini adalah dua

photografer yang bekerjasama di tahun 1890, yaitu Hurter dan

Driffleld, sehingga hasil sensitometri yang berupa kurva karakteristik

sering disebut kurva H & D. (Bushong, 2008)

Dalam menghasilkan kurva karakteristik dari suatu film kita harus

melakukan penelitian dengan metode sensitometri. Menurut Chesney

(1971) metode dalam sensitometri terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Perubahan Skala Waktu Eksposi (Time Scale Sensitometri)

Time Scale Sensitometri yaitu dengan memberikan ekposi

dengan perbedaan waktu eksposi (S), sedangkan kV, mA dan jarak

(D) tetap pada pesawat sinar-X yang digunakan.

2. Perubahan Skala mA atau Intensitas (Intensity Scale Sensitometri)

Intensity Scale Sensitometri adalah pengukuran dengan

memberikan variasi pada intensitas radiasi yaitu dengan

memberikan ekposi yang berulang-ulang dengan nilai kV, jarak

dan waktu eksposi yang konstan, sedangkan nilai mA mengalami

perubahan. Cara lain yang digunakan untuk metode intensity scale

sensitometri adalah dengan hukum kuadrat terbalik dengan

perubahan eksposi simultan pada setiap bagian film dengan

perbedaan jarak dari tabung sinar-X.

Page 17: kontras film

21

Metode lainnya dari intensity scale sensitometri yaitu :

a. Step wedge (Penetrometer)

Step wedge dibuat menggunakan bahan aluminium yang

dibuat step yang bertingkat ketebalannya, yaitu dari yang tipis

sampai yang tebal. Prosedurnya yaitu dengan memberikan

paparan terhadap film yang kita miliki dengan diberi objek step

wedge tersebut. Hasilnya kemudian diprosesing.

Keuntungan dari penggunaan step wedge adalah dapat

membuat sejumlah step sehingga kurva karakteristik yang

dihasilkan lebih akurat, dapat digunakan kembali, dapat

digunakan pada kombinasi film dan screen yang berbeda,

waktu dapat diketahui, dan memungkinkan pemprosesan film

dengan densitas rendah masuk pertama kali pada processor.

Kerugiannya pada kurva karakteristik film yang dihasilkan

hanya untuk tegangan tabung tertentu.

Gambar 2.7 Konstruksi Step wedge

(Chesney, 1971)

Page 18: kontras film

22

b. Sensitometer

Metode sensitometri yang menggunakan sistem elektrik,

alat yang mempunyai sistem eksposi film menggunakan cahaya

tampak. Pada hasilnya didapatkan berbagai variasi nilai densitas

yang bisa langsung dibentuk menjadi kurva karakteristik.

2.5.2 Kurva Karakteristik

Kurva karakteristik adalah kurva yang memberikan gambaran

sebuah film dalam memberikan respon terhadap berbagai tingkat

eksposi. Dari kurva karakteristik maka bisa dilakukan pengukuran

terhadap densitas, kontras, speed, dan latitude. (Bushong, 1988). Kurva

karakteristik dibuat dengan melakukan serangkaian tes eksposi.

Perbedaan densitas pada setiap eksposi akan dihitung dengan

densitometer. (Chesney, 1971)

Menurut Bushong (2008) daerah pada kurva karakteristik dibagi

menjadi 3 daerah yaitu :

Gambar 2.8 Daerah Kurva Karakteristik

(Bushong, 2008)

Page 19: kontras film

23

1. Toe (Daerah Tumit)

Toe adalah daerah dimana kurva memiliki densitas yang

paling kecil, bahkan tanpa eksposi atau sedikit eksposi. Densitas

didapat dari perak halida yang tidak terekspose atau eksposi yang

diterima sedikit, dan tidak terbentuk bayangan laten. Daerah yang

densitasnya rendah disebut fog level atau tingkat kehitaman awal.

2. Straight Line (Daerah Guna)

Straight line merupakan daerah yang mengalami perubahan

eksposi dan mempunyai efek pada densitas. Daerah yang

menunjukkan reaksi film terhadap eksposi.

3. Shoulder (Daerah Bahu)

Shoulder merupakan daerah densitas tinggi dari bagian paling

atas kurva, memberikan nilai maksimal densitas dari respon film

terhadap eksposi.

2.6 Proses Pembuatan Kurva Karakteristik Menggunakan Step wedge

Salah satu metode sensitometri adalah menggunakan step wedge.

Gambaran step yang dihasilkan akan dihitung nilai densitasnya. Perbedaan

nilai densitas dari setiap step digunakan untuk membuat kurva karakteristik.

2.6.1 Pembuatan dan Kalibrasi Step wedge

Step wedge yang digunakan berbentuk seperti tangga, terbuat

dari lembaran alumunium. Salah satu metode pembuatan step wedge

menurut Lyold (2001) adalah dengan membagi alumunium lembaran

Page 20: kontras film

24

menjadi 21 bagian. Kemudian alumunium yang telah dibagi sesuai

ukuran direkatkan menggunakan lem. Step wedge yang dibuat

memiliki ketebalan 2 mm dan lebar 5 mm untuk masing-masing

stepnya, sehingga pada step wedge dengan 21 step dibuat dengan

ukuran panjang 105 mm dan ketinggian keseluruhan step sebesar 42

mm. Tidak hanya 21 step, sebuah step wedge sederhana juga bisa

dibuat hanya dengan 11 step.

Penggunaan step wedge harus dikalibrasi agar menghasilkan

kurva karakteristik yang tepat. Step wedge dikatakan terkalibrasi baik

apabila mampu menghasilkan kenaikan dan penurunan dari nilai

eksposi. Setiap kenaikan log 0,3 menunjukkan kelipatan dari nilai

eksposi dan setiap penurunan 0,3 menunjukkan pembagian dari nilai

eksposi.

2.6.2 Pembuatan Gambaran Step wedge

Prosedur penelitian sensitometri dengan menggunakan step

wedge harus mengikuti langkah-langkah berikut (Lyold, 2001) :

1. Buat sebuah step wedge standar, dengan gambar yang

dihasilkan dari step wedge mampu untuk menampilkan

perbedaan dari nilai densitas.

2. Letakkan kaset ukuran 18 x 24 cm yang telah diisi film

diatas meja pemeriksaan. Kemudian letakkan step wedge diatas

kaset.

Page 21: kontras film

25

3. Dengan FFD 100 cm, central ray pada pertengahan step

wedge dan kolimasi dibatasi seluas step wedge.

4. Faktor ekspose yang digunakan harus mampu

menampakkan perbedaan densitas dari hasil gambaran setiap

step. Sebaiknya lakukan eksperimen terlebih dahulu untuk

menentukan nilai eksposi yang tepat. Menurut David Jenkins

(1980), faktor eksposi yang tepat adalah apabila step petengahan

pada step wedge (step ke – 6) mempunyai nilai OD ± 1,00.

5. Prosessing film, dengan safelight dan prosessing yang

termonitor (sama pada setiap film yang akan dites)

6. Untuk film selanjutnya harus dengan kondisi standar

yang sama dengan film pertama.

7. Gambaran yang dihasilkan harus sesuai standar, yaitu :

a. Jumlah perbedaan nilai densitas biasanya terdiri dari 21 step.

b. Jumlah step yang lebih sedikit boleh untuk digunakan.

c. Step 1 adalah step yang paling terang densitasnya.

2.6.3 Pengukuran dengan Densitometer

Pada densitometer terdapat sumber sinar yang dikombinasikan

dengan sensor sinar untuk penghitungan nilai densitas film.

Penggunaan densitometer mengikuti langkah berikut (Lyold, 2001) :

1. Nyalakn densitometer.

2. Set densitometer hingga menampakkan angka 0.

Page 22: kontras film

26

3. Letakkan bagian pada film yang akan dibaca dibawah celah

densitometer, tekan bagian atas densitometer dan snar akan

keluar dari lubang celah tersebut.

4. Tunggu beberapa saat hingga angka pengukuran keluar,

setelah angka keluar lepaskan tekanan pada bagian

densitometer.

5. Catat nilai densitas dari step yang akan diukur.

2.6.4 Pembuatan Kurva Karakteristik

Prosedur dalam pembuatan kurva karakteristik dengan langkah

berikut (Lyold, 2001):

1. Buat sebuah grafik, dengan sumbu Y

menunjukkan nilai densitas dan sumbu X menunjukkan nilai

step.

2. Buat titik pada step 1 (yang densitasnya paling

terang), dan lanjutkan pada step berikutnya.

3. Hubungkan semua titik agar membentuk sebuah

kurva.

2.7 Hipotesa Penelitian

Setelah mengkaji tinjauan pustaka, maka hipotesa penelitian ini adalah:

Ho = Tidak ada perbedaan kontras radiografi yang signifikan dari

penggunaan jenis film yang berbeda.

Ho A = B = C

Page 23: kontras film

27

Hi = Ada perbedaan kontras radiografi yang signifikan dari

penggunaan jenis film yang berbeda.

Hi A > B > C

Hipotesa ini akan diuji dengan menggunakan one way ANOVA.

2.8 Kerangka Konsep

Film A Film C

- Ekposi Film (dengan step wedge)

- Processing Film

- Hasil berupa Radiograf

Pengumpulan Data

Kurva Karakteristik

- Mengukur Densitas (dengan Densitometer)

- Plotting Kurva

Nilai Kontras Objektif

Film B

Page 24: kontras film

28

2.9 Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini adalah :

Variabel Pengertian Alat Ukur Cara UkurSkala

Ukur

Hasil

Ukur

Independent :

Jenis Film

dengan

spesifikasi

speed yang

sama

(medium

speed)

Film adalah

media perekam

gambaran

permanen dalam

bentuk radiograf

yang memiliki

kemamupan atau

kecepatan sama

dalam merepon

sinar -X

Densitometer Sensitometri Ratio Numerik

(angka)

dan

grafik

Dependent :

Kontras

Radiografi

Perbedaan

densitas antara

dua titik yang

saling

Densitometer Sensitometri Ratio Numerik

(angka)

dan

Analisa Data dan Pembahasan

Penarikan Kesimpulan

Dengan Uji Statistik

Page 25: kontras film

29

berdekatan grafik