sejarah dan perkembangan politik hukum di indonesia

57
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN POLITIK HUKUM DI INDONESIA A. LATAR BELAKANG Sejarah dan perkembangan politik hukum di Indonesia dimulai pada saat diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh sang proklamator Ir. Soekarano dan Muh. Hatta. Dari kemerdekaan itulah mulai dijalankannya suatu roda pemerintahan dengan menciptakan hukum –hukum yang baru yang terlepas dari hukum-hukum para penjajah yang selama hampir 3,5 abad menjajah negeri ini. Hukum dalam pengertiannya sebagai kaidah-kaidah yang berlaku tidaklah lahir begitu saja akan tetapi memerlukan suatu proses pembentukkan hukum, hukum itu adalah suatu produk politik yang berasal dari kristalisasi kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi serta bersaing. Karena hukum berasal dari suatu proses polotik didalamnya maka demi menjaga kerangka cita hukum ( rechtside ) perlu adanya suatu acuan yakni Politik Hukum.Pengertian politik hukum sebagai ilmu studi ( ilmu politik hukum ) adalah studi tentang kebijakan hukum dan latar belakang poltik dan lingkungan yang nantinya mempengaruhi lahirnya hukum itu sendiri. Kebijaksanaan disini tentang menentukan bagian aspek-aspek mana yang diperlukan dalam pembentukan hukum. Pembentukan hukum dalam suatu sistem hukum sangat ditentukan oleh konsep hukum yang dianut oleh suatu masyarakat hukum, juga oleh kualitas pembentuknya. Proses ini berbeda pada setiap kelas masyarakat. Dalam masyarakat sederhana, pembentukanya dapat berlangsung sebagai proses penerimaan terhadap kebiasaan-

Upload: hilmaelya-ulfah

Post on 24-Oct-2015

226 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN POLITIK HUKUM DI INDONESIA

A.    LATAR BELAKANGSejarah dan perkembangan politik hukum di Indonesia dimulai pada saat diproklamirkannya

kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh sang proklamator Ir.

Soekarano dan Muh. Hatta. Dari kemerdekaan itulah mulai dijalankannya suatu roda

pemerintahan dengan menciptakan hukum –hukum yang baru yang terlepas dari hukum-hukum

para penjajah yang selama hampir 3,5 abad menjajah negeri ini.

Hukum  dalam pengertiannya sebagai kaidah-kaidah yang berlaku tidaklah lahir begitu saja

akan tetapi memerlukan suatu proses pembentukkan hukum, hukum itu adalah suatu produk

politik yang berasal dari kristalisasi kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi serta

bersaing. Karena hukum berasal dari suatu proses polotik didalamnya maka demi menjaga

kerangka cita hukum ( rechtside ) perlu adanya suatu acuan yakni Politik Hukum.Pengertian

politik hukum sebagai ilmu studi ( ilmu politik hukum ) adalah studi tentang kebijakan hukum

dan latar belakang poltik dan lingkungan yang nantinya mempengaruhi lahirnya hukum itu

sendiri. Kebijaksanaan  disini tentang menentukan bagian aspek-aspek mana yang diperlukan

dalam pembentukan hukum.

Pembentukan hukum dalam suatu sistem hukum sangat ditentukan oleh konsep hukum

yang dianut oleh suatu masyarakat hukum, juga oleh kualitas pembentuknya. Proses ini berbeda

pada setiap kelas masyarakat. Dalam masyarakat sederhana, pembentukanya dapat berlangsung

sebagai proses penerimaan terhadap kebiasaan-kebiasaan hukum atau sebagai proses

pembentukan atau pengukuhan kebiasaan yang secara langsung melibatkan kesatuan-kesatuan

hukum dalam masyarakat itu. Dalam masyarakat Eropa Kontinental pembentukan hukum

dilakukan oleh badan legeslatif. Sedangkan dalam masyarakat common law (Anglo saxion)

kewenangan terpusat pada hakim.

Negara Indonesia sebagai Negara hukum, konsep hukumnya mengikuti Eropa Kontinental,

dimana pembentukan hukumnya dilakukan oleh badan legislative (DPR). Landasan Juridis

pemberian kewenangan kekuasaan pembentukan undang-undang kepada badan legislative

didasarkan pada pertama, Pasal 20 UUD Negara RI Tahun 1945 ayat 1: “DPR memegang

kekuasaan membentuk undang-undang”. Ayat 2 : “setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden

untuk mendapatkan persetujuan bersama” ayat 5 : “Dalam hal rancangan undangundang yang

telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari

Page 2: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

semenjak rancangan undangundang tersebut disetujui rancangan undangundang tersebut sah

menjadi undangundang dan wajib diundangkan”. adalah UU No. 10 tahun 2004 tentang

peraturan pembentukan perundang-undangan sebagi landasan  yuridis kedua. Kewenangan DPR

dalam pembentukan undang-undang diatur dalam BAB IV tentang “perencanaan penyusunan

undang-undang” dan BAB V tentang “pembentukan peraturan perundang-undangan”.

Kembali pada sejarah politik hukum di Indonesia dari awal kemerdekaan hingga sampai

saat ini yang mengalami beberapa periode serta era kepemimpinan yang berkuasa didalamnya

ternyata telah terjadi tolak tarik atau dinamika antara konfigurasi politik otoriter

(nondemokeratis). Demokerasi dan Otoriterisme muncul secara bergantian dengan

kecenderungan linier disetiap periode pada konfigurasii otoriter. Sejalan dengan hal itu,

perkembangan karakter produk hukum memperlihatkan keterpengaruhannya dengan terjadi tolak

tarik antara produk hukum yang berkarakter konservatif dengan kecenderungan linier yang sama.

Tolak tarik karakter hukum menunjukan bahwa karakter produk hukum senantiasa

berkembang seirama dengan perkembangan konfigurasi politik. Meskipun kepastianya

bervariasi, konfigurasi politik yang demokeratis senantiasa diikuti munculnya produk hukum

yang responsive/otonom, sedang konfigurasi politik yang otoriter senantiasa disertai oleh

munculnya hukum yang berkarakter konserfatif/ortodoks.

Dari latar belakang itulah perlunya suatu kajian terhadap perkembangan dan sejarah poltik

hukum di Indonesia.

B.     PEMBAHASAN

ERA ORDE   LAMA

Saat diproklamirkannya kemerdekaan dimulailah tatanan hidup berbangsa dan bernegara

Republik Indonesia. Seperti halnya suatu bangunan  baru yang pertama dibangun adalah

pondamen yang kuat begitu pula dalam bernegara diperlukan konsep-konsep dasar bernegara dan

berbangsa yang menunjukan bahwa bangsa ini memiliki suatu ideolog i yang memberikan

pandangan dalam bernegara serta memberikan ciri tersendiri dari bangsa- bangsa lainnya.

Page 3: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Pada masa yang dipimpin oleh soekarno ini memang dasar-dasar berbangsa dan bernegara

yang dibangun memiliki nilai yang sangat tinggi yang dapat menggabungkan kemajemukan

bangsa ini seperti Pancasila yang didalammya melambangkan berbagai kekuatan yang terikat

menjadi satu dengan semboyan negara bhineka tunggal ika. Serta merumuskan suatu undang-

undang dasar 1945 yang dipakai sebagi kaedah pokok dalam perundang-undangan di indonesia

dan dalam pembukaannya yang mencerminkan secra tegas sikap bangsa Indonesia baik didalam

maupun diluar negeri.

Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas,

paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan

melalui berbagai hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa indonesia

dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan. Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959

mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi

dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan

berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS

dan DPAS. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan

ini berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi

bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan

kondisi yang cepat berkembang. Sistem “Trial and Error” telah membuahkan sistem multi

ideologi dan multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini

terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam

fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI,

NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas

Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode orde

lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar

sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total

terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya mekanisme,

fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.

ERA ORDE BARU

Page 4: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Setelah lahirnya supersemar era kepemerintahan kini berada penuh ditangan Soeharto

setelah Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli

1966. Harapan pun banyak dimunculkan dari sejak orde baru berkuasa mulai dari konsistensinya

menumpas pemberotakan PKI hingga meningkatkan taraf hidup bangsa dengan Program

pembangunan ( yang dikenal PELITA ).

Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program

politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang

disebut dengan konsensus nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :

1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila

dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan

konsensus utama.

2. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus

utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik

dan masyarakat.

Pada awal kehadirannya, orde baru memulai langkah pemeritahannya dengan langgam

libertarian, lalu sistem liberal bergeser lagi ke sistem otoriter. Seperti telah dikemukakan, obsesi

orde baru sejak awal adalah membangun stabilitas nasinal dalam rangka melindungi kelancaran

pembangunan ekonomi

Hal pertama yang dapat terlihat guna menjalankan kekuasaan adalah dengan

menambahkan kekuatan TNI dan Polri didalam berbagi bidang kehidupan berbangsa dan

bernegara dengan cara memasukkan kedua pilar ini ke dalam keanggotaan MPR/DPR.

Tampilnya militer di pentas poitik bukan untuk pertama kali, sebab sebelum itu militer sudah

teribat dalam politik praktis sejalan dengan kegiatan ekonomi menyusul dengan diluncurkannya

konsep dwifungsi ABRI.

Lalu dengan menguatkan salah satu parpol, Kericuhan dalam pembahasan RUU-RUU yang

mengantarkan penundaan pemilu (yang seharusnya diselenggarakan tahun 1968) itu disertai

dengan Emaskulasi yang sistematis terhadap partai-partai kuat yang akan bertarung dalam

pemilu. Pengebirian ini sejalan dengan Sikap ABRI yang menyetujui peyelenggaraan pemilu,

Page 5: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

tetapi dengan jaminan bahwa “kekuatan orde baru harus menang”. Karena itu, disamping

menggarap UU pemilu yang dapat memberikan jaminan atas dominasi kekuatan pemerintah, maa

partai-partai yang diperhitungkan mendapat dukungan dari pemilih mulai dilemahkan.

Menghadapi pemilu 1971, selain mernggarap UU pemilu dan melakukan emaskulasi terhadap

partai-partai besar, pemerintah juga membangu partai sendiri, yaitu Golongan karya (Golkar).

Sejak awal orde baru golkar  sudah didesain untuk menjadi partai pemerintah yang

diproyeksikan menjadi tangan sipil angkatan darat dalam pemilu.sekretariat bersama (Sekber)

golkar adalah tangan sipil angkatan darat yang dulu berhasil secara efektif mengimbangi

(kemudian menghancurkan (PKI).

Selain itu untuk menguatkan keotoriteranya pada massa ini sistem berubah drastis menjadi

non demoratik dengan berbagi hal misalnya pembatsan pemberitaan,kebebasan perss yang

tertekan,dan arogansi pihak-pihak pemerintahan yang memegang kekuasaan.

ERA SETELAH REFORMASI

Bermula dari krisis ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang

melumpuhkan segala sendi kehidupan mulailah muncul ketidak kepercayaan terhadap

pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto. Ketidak percayaan ini mulai

memunculkan keinginan suatu perubahan yang menyeluruh sehingga mulailah dielu-elukan

suatu yang dinamakan reformasi. Adapun tokoh-tokoh reformasi yang menjadi pelopor gerakan

ini diantaranya Amien Rais,Adnan Buyung Nasution,Andi Alfian Malaranggeng dan tokoh-

tokoh lainnya yang didukung oleh gerakan besar-besaran mahasisiwa seluruh Indonesia serta

berbagai lapisan masyarakat. Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru dan rezim

kepemimpinan Soeharto.

ERA KEPEMIMPINAN HABBIE

Pengangkatan BJ. Habibie dalam Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie

sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat

di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi

Semanggi, yang menewaskan 18 orang.Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya

Page 6: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan

ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan

kebebasan berekspresi. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah

keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir

dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut

terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie

sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.

ERA KEPEMIMPINAN GUS DUR

Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gus dur memenangkan pemilihan presiden tahun

1999 yang pada saat itu masih dipilih oleh MPR walaupun sebenarnya partai pemenang pemilu

adalah partai Megawati Soekarno Putri yakni PDIP. PDIP berhasil meraih 35 % suara  namun

adanya politik poros tengah yang digagas oleh Amien Rais berhasil memenangkan Gus Dur dan

pada saat itu juga megwati dipilih oleh Gus Dur sendiri sebagai wakil presiden. Masa

pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin

berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid

yang ditentang oleh MPR/DPR. Serta kandasnya kasus korupsi yang melibatkan rezim Soeharto

serta masalah yang lebih modern yakni adanya serang teroris dikedubes luar negeri. Pada 29

Januari 2001 , ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk

mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi dan ketidak kompetenan. Di bawah tekanan yang

besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden

Megawati Soekarnoputri.

ERA KEPEMIMPINAN MEGAWATI SOEKARNO PUTRI

Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001 , Megawati secara resmi diumumkan

menjadi Presiden Indonesia ke-5.Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti

nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap

tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain. Megawati yang

merupakan anak dari Presiden terdahulu yakni Soeharto pada awalnya diharapkan dapat

memberikan perubahan namun seirng sikapnya yang dingin dan jarang memberikan suatu

Page 7: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

paparan tentang politiknya dianggap lembek oleh masyarakat. Dan serangan teroris semakin 

sering terjadi pada masa pemerintahan ini.

Namun satu hal yang sangat berarti pada masa pemerintahan ini adalah keberanian megawati

untuk menyetujui pemilihan Presidan Republik Indonesia secra langsung oleh rakyat. Pemilihan

langsung dilaksanakan pada pemilu tahun 2004 dan Susilo Bambang Yudhuyono keluar sebagi

pemenangnya.

ERA KEPEMIMPINAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Setelah memenangkan pemilu secara langsung SBY tampil sebagai presiden pertama

dalam pemilihan yang dilakukan secara langsung. Pada awal kepemimpinanya SBY

memprioritaskan pada pengentasan korupsi yang semakin marak diIndonesia dengan berbagi

gebrakannya salah satunya adalah dengan mendirikan lembaga super body untuk memberantas

korupsi yakni KPK. Dalam masa jabatannya yang pertama SBY berhasil mencapai beberapa

kemajuan diantaranya semakin kondusifnya ekonomi nasional. Dengan keberhasilan ini pula ia

kembali terpilih menjadi presiden pada pemilu ditahun 2009 dengan wakil presiden yang berbeda

bila pada masa pertamanya Jusuf  Kalla merupakan seorang bersal dari parpol namun kini

bersama Boediono yang seorang profesional eonomi. Dimasa pemerintahanya yang kedua ini

dan masih berjalan hingga kini mulai terlihat beberapa kelemahan misalnya kurang sigapnya

menaggapi beberapa isu sampai isu-isu tersebut menjadi hangat bahkan membinggungkan, lalu

dari pemberantasan korupsi sendiri menimbulkan banyak tanda tanya sampai sekarang mulai dari

kasus pimpinan KPK, Mafia hukum, serta politisasi diberbagai bidang yang sebenarnya tidak

memerlukan suatu sentuhan politik yang berlebihan guna pencitaraan.

ARGUMENT

1. Era orde lama, apa yang dicapai para pendiri bangsa ini pada orde lama sebenarnya

menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia sampai sekarang, hanya saja adanya keinginan

yang begitu kuat dari para pendiri bangsa tersebut membawa kediktatoran untuk

menjalanakan politik didalam pemerintahannya membawa boomerang bagi dirinya

sendiri kelemahan inilah yang dapat diambil kesempatan oleh rezim orde baru untuk

Page 8: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

menggulingkan pemerintahan. Selain itu poltik nasional pada saat itu juga masih

dipengaruhi besar oleh isu politik dunia seusai perang dunia kedua adanya ketakutan

tumbuhnya kembali paham-paham komunis bagi negara barat juga membawa dampak

baik itu yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara lebih spesifik

lagi disini saya mencurigai adanya dorongan dari negara barat untuk menggulingkan

rezim Soekarno. 

2. Era orde baru, rezim Soeharto pada masa ini berlangsung sangat lama bahkan sangat

tidak sehat karena seseorang yang sudah berkuasa terlalu lama cenderung merasa

memilki sepenuhnya dan tidak mengetahui yang sebenarnya bahwa ia menjalankan

politik demi kepentingan rakyat. Terlihat dari bebabagai aturan hukum yang dibuat

adanya kesan yang sangat kuat untuk mempertahankan kekuasaannya tanpa tersentuh

oleh siapapun. Namun ada satu hal yang dilupakan oleh soeharto yakni masih ada

mahasiswa yang siap melakukan perubahan sebagai agen of change.

3. Era setelah reformasi, pada era ini terlihat arah politik bangsa yang terjadi adalah kembali

mencari dan menemukan jati dirinya yang setelah sekian lama hilang pada saat era orde

baru. Ini terlihat dari gerakan-gerakan yang mengarah pada kebebasan namun yang

terbatas serta mengexpresikan diri. Adanya suatu sistem hukum yang lebih transparan

serta meningkatnya peran masyarakat baik sebagai pembuat,pelaku, dan pelaksana

hukum atau lebih dikenal dengan demokrasi. Namun saya garis bawahi melihat

perkembangan arah politik yang mengutamakan rakyat, banyak dari pelaku politik yang

dengan segala kemampuan dan kekuasaanya namun belum tentu memiliki tujuan yang

baik mencoba mengambil kesempatan ini. Jadi masyarakat haruslah jeli melihat

pemimpin yang benar-benar bekerja demi negara.

POLITIK HUKUM ISLAM DI INDONESIA PADA ERA ORDE  BARU

C.     Pengertian Politik Hukum Islam

Menurut Mahfud MD., di dalam studi mengenai hubungan antara

politik dan hukum terdapat tiga asumsi yang mendasarinya, yaitu: (1)

Hukum determinan (menentukan) atas politik, dalam arti hukum harus

menjadi arah dan pengendali semua kegiatan politik. (2) Politik determinan

atas hukum, dalam arti bahwa dalam kenyataannya, baik produk normatif

Page 9: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

maupun implementasi penegakan hukum itu, sangat dipengaruhi dan

menjadi dipendent variable atas politik. (3) Politik dan hukum terjalin dalam

hubungan yang saling bergantung, seperti bunyi adagium, “politik tanpa

hukum menimbulkan kesewenang-wenangan (anarkis), hukum tanpa politik

akan jadi lumpuh.

Berangkat dari studi mengenai hubungan antara politik dan hukum di

atas kemudian lahir sebuah teori “politik hukum”. Politik hukum adalah

legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh

pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan yang

berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar

dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua, pelaksanaan ketentuan hukum

yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para

penegak hukum. Jadi politik hukum adalah bagaimana hukum akan atau

seharusnya dibuat dan ditentukan arahnya dalam kondisi politik nasional

serta bagaimana hukum difungsikan.

Dalam Islam istilah politik hukum disebut dengan as-Siyasah as-

Syar’iyyah yang merupakan aplikasi dari al-maslahah al-mursalah, yaitu

mengatur kesejahteraan manusia dengan hukum yang ketentuan-

ketentuannya tidak termuat dalam syara’. Sebagian ulama mendefinisikan

politik hukum Islam sebagai perluasan peran penguasa untuk

merealisasikan kemaslahatan manusia sepanjang hal-hal tersebut tidak

bertentangan dengan dasar-dasar agama.

D.      Pemikiran Politik Hukum Islam di Indonesia

Negara dan agama, di negara sekulerpun, tidak dapat dipisahkan

begitu saja, karena para pengelola negara adalah manusia biasa yang juga

terikat dengan berbagai macam norma yang hidup dalam masyarakat,

termasuk norma agama. Misalnya, meskipun negara-negara seperti

Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis dan Belanda adalah negara yang

memaklumkan diri sebagai negara sekuler, tetapi banyak kasus

menunjukkan bahwa keterlibatannya dalam urusan keagamaan terus

Page 10: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

berlangsung sepanjang entitas agama dan negara itu ada. Bukti empiris

keterkaitan agama dan negara dalam konteks Indonesia dapat dilihat

misalnya dalam perjuangan sebagian umat Islam untuk memberlakukan

Islam sebagai dasar negara.

Menurut Mahfud MD, secara yuridis-konstitusional negara Indonesia

bukanlah negara agama dan bukan pula negara sekuler. Menurutnya

Indonesia adalah religious nation state atau negara kebangsaan yang

beragama. Indonesia adalah negara yang menjadikan ajaran agama sebagai

dasar moral, sekaligus sebagai sumber hukum materiil dalam

penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu dengan

jelas dikatakan bahwa salah satu dasar negara Indonesia adalah

“Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Abdul Ghani Abdullah mengemukakan bahwa berlakunya hukum Islam

di Indonesia telah mendapat tempat konstitusional yang berdasar pada tiga

alasan, yaitu: Pertama, alasan filosofis bahwa ajaran Islam rnerupakan

pandangan hidup, cita moral dan cita hukum mayoritas muslim di

Indonesia, dan ini mempunyai peran penting bagi terciptanya norma

fundamental negara Pancasila. Kedua, alasan sosiologis bahwa

perkembangan sejarah masyarakat Islam Indonesia menunjukan bahwa cita

hukum dan kesadaran hukum bersendikan ajaran Islam memiliki tingkat

aktualitas yang berkesinambungan, dan Ketiga, alasan yuridis yang

tertuang dalam pasal 24, 25 dan 29 UUD 1945 memberi tempat bagi

keberlakuan hukum Islam secara yuridis formal.

Mengenai kedudukan hukum Islam dalam tata hukum negara

Indonesia, sistem hukum di Indonesia bersifat majemuk, ini sebagai akibat

dari perkembangan sejarahnya. Disebut demikian karena hingga saat ini di

Indonesia berlaku tiga sistem hukum sekaligus, yakni sistem hukum adat,

sistem hukum Islam, dan sistem hukum barat.

Namun tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa hukum Islam di

Indonesia adalah “hukum yang hidup” (the living law), kendati secara resmi

dalam aspek-aspek pengaturan tertentu, ia tidak atau belum dijadikan

Page 11: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

kaidah hukum positif oleh negara. Banyaknya pertanyaaan dan permaslahan

mengenai hukum dalam masyarakat yang diajukan kepada para ulama,

media massa, dan organisasi sosial keagamaan Islam, haruslah dilihat

sebagai sebagai salah satu isyarat bahwa hukum Islam adalah hukum yang

hidup dalam masyarakat.

Untuk mewujudkan anggapan tersebut maka dibutuhkan aktualisasi

hukum Islam itu sendiri, agar tetap urgen menjadi bagian dari proses

pembangunan hukum nasional. Aktualisai hukum Islam dapat dibedakan

menjadi dua bentuk: pertama, upaya pemberlakuan hukum Islam dengan

pembentukan peraturan hukum tertentu yang berlaku khusus bagi umat

Islam. Kedua, upaya menjadikan hukum Islam sebagai sumber hukum bagi

penyusunan hukum nasional.  Adapun prosedur legislasi hukum Islam harus

mengacu kepada politik hukum yang dianut oleh badan kekuasaan negara

secara kolektif. Suatu undang-undang dapat ditetapkan sebagai peraturan

tertulis yang dikodifikasikan apabila telah melalui proses politik pada badan

kekuasaan negara yaitu legislatif dan eksekutif, serta memenuhi

persyaratan dan rancangan perundang-undangan yang layak.

E.    Romantika Politik Islam Masa Orde BaruRezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto merupakan hasil dari “CPM (Cudeta Politik

Militer)” terhadap Soekarno, telah membuat stempel sejarah dengan menjadikan dua tregedi sejarah yang terjadi di masa Orde Lama yaitu berdirinya NII 1949 (-“pemberontakan DI/TII”) dan G 30 S/PKI 1965 sebagai stempel negara untuk mengokohkan dan mempertahankan kekuasaan sosio politiknya. Stigma yang dibuat secara sistemik menjadikan “ekstrim kanan” NII dan “ekstrim kiri” PKI sebagai monster yang membahayakan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara (Baca : Orde baru).

H. Hartono Mardjono S.H., (Alm) menangkap fenomena unik yang terjadi pasca penumpasan G 30 S/PKI 1968-an dalam kehidupan sosial politik bangsa Indonesia. Setidakanya ada tiga fenomena unik diantaranya :

Pertama, ditengah-tengah kehidupan sehari-hari gairah masyarakat untuk mempelajari dan mengamalkan Islam memang luar biasa. Semua masjid penuh sesak pada setiap shalat Jum’at dan pada saat-saat Shalat Taraweh dan Shalat Ied. Di kantor-kantor, gedung-gedung, sekolah-sekolah, kampus-kampus maupun hotel diselenggarakan shalat Jum’at dan pengajian-pengajian, jumlah jama’ah Haji terus meningkat.

Fenomena kedua, dikantor-kantor pemerintah maupun perusahaan swasta dan kampus terjadi pembersihan terhadap sisa-sisa yang tersangkut langsung maupun tidak dengan G30S/PKI terus dilakukan.

Page 12: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Fenomena ketiga, adanya satu kekuatan yang sikap dan tindakannya sangat tidak menyenangkan Islam serta selalu berupaya menyingkirkan Umat Islam dari pemerintahan yang mengelilingi Soeharto sebagai pimpinan Orde Baru. Klik atau kelompok kecil itu berada di bawah pimpinan Ali Moertopo, asisten pribadi bidang politik pimpinan Orde Baru disamping menjadi pemimpin Operasi Khusus (Opsus), sebuah badan ekstrakonstitusional yang melakukan operasi-operasi khusus dengan cara-cara intelejen. Dalam prakteknya OPSUS merupakan invisible government yang dapat melakukan segala macam tindakan, termasuk merekayasa kehidupan sosial politik sehingga peranannya sangat besar dan ditakuti rakyat.

Sebenarnya telah terjadi dua fenomena yang kontradiktif. Disatu pihak, Islam sangat diminati dalam kehidupan masyarakat, sekaligus dipelajari, dan diamalkan. Bahkan potensi umatnya sangat diperlukan dalam menumpas pemberontakan PKI. Akan tetapi, ibarat anomaly, di dalam masalah politik hal itu menjadi lain sama sekali.

Kuntowijoyo , menyatakan bahwa hubungan antara Islam dan negara sebagian ajeg sebagian naik-turun. Menurutnya Kita “terpaksa” membedakan agama (Islam) sebagai kekuatan politik dan Islam sebagai Ibadah. Politik Islam demikian sudah dijalankan pada peralihan abad ke-20 oleh pemerintahan Hindia Belanda atas anjuran C. Snouck Hurgroje (Baca H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta: LP3ES, 1985) “Islam Politik” ditekan, “Islam Ibadah” di angkat. Hasilnya? Lahirnya SI (Syarekat Islam) pada tahun 1911 berkat mobilitas social kelas menengah terpelajar dan usahawan yang menjadikan Islam sebagai Aqidah dan Ideologi.

Sadar atau tidak rupanya Orde Baru memakai politik islam made in C. Snouck Hurgronje sepanjang 1970-1990. Kepada “Islam Politik” Orde Baru hubungannya diwarnai kecurigaan, dan kepada “Islam Ibadah” sepanjang tahun 1970 – 1990 menunjukan kenaikan terus menerus.

Dr. Din Syamsudin melihat hubungan “Islam Politik” dan pemerintahan Orde Baru diantaranya menyebutkan bahwa masa sepuluh tahun pertama (1966-1976) merupakan “masa pengkondisian” dimana terjadi depolitisasi terhadap kalangan Islam. Sepuluh tahun kedua (1976-1986) muncul apa yang disebut “masa uji coba” yang meniscayakan kalangan Islam menerima Pancasila sebagai asas tunggal dalam berbagai organisasi sosial politik .

Sementara R. William Liddle, Indonesianis asal Amerika, menyebutkan bahwa akhir 1960-an sampai pertengahan tahun 1980-an merupakan masa yang sangat berat bagi umat Islam, dalam posisinya sebagai kambing hitam tercetusnya berbagai peristiwa di tingkat nasional. Namun sejak pertengahan 1980-an, kebijakan politik Orde Baru melalui perlawanan yang bersifat manifes. Dalam hal ini, berkembang berbagai model koreksi dan kontrol terhadap jalannya kekuasaan melalui cara-cara yang terbuka dan artikulasi terus-terang.

Berbagai telaah tentang hubungan umat Islam dengan pemerintahan Orde Baru ternyata bermuara pada kesimpulan yang sama, yaitu diwarnai pasang surut. Responsifitas panggung politik Orde Baru terhadap Umat islam secara umum yang berdampak pada gerakan dakwah Islam secara khusus mengalami 3 masa peralihan.

F.    Marginalisasi Islam Dari Panggung Politik Orde Baru (1968 – 1988)Kuntowijoyo menuliskan tentang “Islam Politik” (istilah yang dipakai beliau tentang

Politik Islam) dimana mitos politik tentang pembangkangan Islam sangat terpateri dalam kesadaran sejarah bangsa, yaitu sejak kerajaan-kerajaan tradisional (dengan “Kudeta” para wali melahirkan Kerajaan Demak) Zaman Belanda dengan PerlawananGerakan Islam), dan NKRI dengan (“DI/TII”) yang menyebabkan pengambil kebijakan Orde Baru bersikap sangat kritis

Page 13: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

terhadap “Islam Politik”. Demikianlah sepanjang tahun 1970 –1988 kata-kata “ekstrem kanan”, “NII”, “mendirikan Negara Islam”, “SARA” dan “Anti Pancasila” sangat gencar dituduhkan pada “Islam Politik”. Berjatuhan korban-korban di Nusakambangan, Cipinang, dan tempat-tempat lain.

Kalangan umat Islam, khususnya keluarga besar eks-Masyumi merasa sangat kecewa atas sikap dan kebijakan pemerintahan Orde Baru pada rentang tahun 70-an. Orde Baru telah melarang kehadiran kembali Masyumi, sementara Ali Moertopo dan kawan-kawan selaku invisible government melakukan rekayasa politik untuk mengubah status Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) sebagai partai politik dengan dukungan penuh ABRI dan birokrasi. Hal lain yang patut dicatat adalah adanya slogan atau doktrin yang disiapkan Ali Moertopo Cs dan kemudian selalu didengung-dengungkan di tengah masyarakat bahwa “Islam sangat membahayakan kelangsungan hidup Pancasila”, bahwa “Politik No, Pembangunan Yes”, “Rakyat harus menjadi floating mass” serta bagi pegawai negeri dan karyawan BUMN berlaku asas monoloyalitas mutlak kepada Golkar, bukan kepada bangsa dan Negara”.

Apa yang terjadi di tahun 1980-an dalam rangkaian peristiwa politik Orde Baru, diantaranya yang penting dicatat :

Tanggal 16 Agustus 1982, Presiden Soeharto dengan resmi mengemukakan gagasan “Asas Tunggal Pancasila” di depan sidang pleno DPR RI yang kemudian tertuang dalam Tap II/MPR/1983, tentang GBHN yang mengatur kehidupan sosio politk, yang menegaskan : “… demi kelestarian dan pengamalan Pancasila, secara partai politik dan Golongan Karya harus benar-benar menjadi kekuatan sosial politik yang hanya berasaskan Pancasila, sebagai satu-satunya asas.”

Sementara itu Menteri Agama RI pada tanggal 6 November 1982 menyatakan “Wadah Musyawarah antar Umat Beragama” yang diakui oleh pemerintah sebagai lembaga, terdiri dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) DGI (Dewan Gereja Indonesia), MAWI (Majelis Agung Wali Gereja Indonesia), PHDP (Parasida Hindhu Dharma Pusat) dan WALUBI (Perwalian Umat Budha Indonesia). Sementara majelis agama dan organisasi kemaysrakatan mempunyai asas keyakinan menurut agama masing-masing dengan tetap tidak mengabaikan penghayatan dan pengamalan Pancasila, sebab tujuan mereka ialah “ …Untuk membina umatnya masing-masing agar menjadi pemeluk/pengikut agama yang taat, sekaligus warga negara yang Pancasilais”.

Selanjutnya Menteri Pemuda dan Olah Raga, Abdul Gafur mendesak Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bukan parpol untuk merubah Anggaran Dasar Organisasinya dalam Kongres HMI di Medan, menjadikan Pancasila sebagai asas.

Pemerintah Orde Baru mengajukan RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menegaskan pasal 2 berbunyi : “Organisasi kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas”. Dan RUU tersebut disahkan menjadi UU oleh DPR.

Menarik untuk dicermati respon M. Natsir (alm) terhadap perkembangan politik pemerintahan Orde Baru tahun 1980-an pada Panji Masyarakat No. 542 Juni 1987 beliau menyatakan : “ Dulu Islam dan Pancasila ibarat dua sejoli, “kerabat kerja” yang bersama-sama tampil ke depan dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup bermasyarakat dan bernegara. Sementara itu zaman beredar, musim berganti. Sekarang (1980-an) kelihatan duduk berdampingan saja tidak diperbolehkan lagi. Selanjutnya beliau menyatakan “ adapun perspektif di zaman seterusnya banyak sekali tergantung kepada umat Islam sendiri. Kepada

Page 14: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

kemampuannya memulihkan rasa-harga-diri, dan kualitas kegiatannya menghadapi ujian masa. Tidak ada yang tetap dalam hidup –duniawi ini. Yang tetap hanya terus beredarnya perubahan.

G.   Masa Orde Baru yang akomodatif terhadap Islam (1988 – 1996)Bila Dasawarsa 1970-an dihiasi dengan adanya peristiwa Komando Jihad (Komji), 1984

terjadi Peristiwa Tanjung Periok, tahun 1989 ada GPK Lampung. Pada tahun 1990-an istilah “Islam phobi” balik digunakan untuk orang-orang yang mencoba mendeskriditkan Islam maka sejak itu menurut Kunto gugurlah mitos-mitos politik pembangkangan Islam. Umat merasakan kembali hak sebagai warga negara penuh, umat Islam bukan lagi Underdog.

Diawali pada periode Kabinet Pembangunan V (1988-1993) dan diteruskan pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998), kebijakan politik Mandataris MPR yang akomodatif terhadap Islam memang dapat dilihat dan dirasakan. Islam dan umat tidak “lagi” dipinggirkan dan disudutkan dari kekuasaan politik sehingga ajaran-ajarannya mulai dirasakan manfaatnya bagi kepentingan pembangunan dan kehidupan bangsa Indonesia . Keadaan sosio politik pasca 1988 berpengaruh pula terhadap adanya iklim kondusif bagi berkembangnya gerakan dakwah.Sikap akomodatif pemerintah terhadap umat Islam diantaranya :

1. Disetujuinya Inisiatif pemerintah yang mengajukan RUU Sistem Pendidikan Nasional kepada DPR dan menjadi UU Sistem Diknas yang salah satu ketentuan dalam UU tersebut tercantum adanya Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran wajib yang harus diberikan kepada anak didik dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi.

2. Disyahkannya UU Peradilan Agama yang memuat bahwa bagi mereka yang beragama Islam berlaku hukum Islam dalam masalah perkawinan, warisan, waqaf, hibah dan sedekah.

3. Disyahkannya UU Perbankan tentang keberadaan Bank Muamalat Indonesia dengan system Ekomoni Syari’at dan diperbolehkannya berdirinya Bank-bank yang berdasarkan system ekonomi syari’at, maka berdirilah Bank-bank Perkeriditan Syari’at (BPR Syariah).

4. Penghapusan larangan mengenakan Jilbab. Sebelum SU MPR 1988, sejak tahun 1978 di lingkungan sekolah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daud Yusuf yang juga Direktur CSIS melarang siswa Muslimah mengenakan Jilbab yang berdampak pada banyaknya korban yang dikeluarkan oleh pihak sekolah. Kebijakan ini mendapat reaksi yang sangat keras dari Umat Islam yang akhirnya larangan mengenakan jilbab di hapus oleh pemerintah.

5. Penghapusan Judi SDSB seusai SU MPR 1988.6. Berdirinya ICMI yang diketuai oleh Prof. Dr. Ing B.J. Habibie yang juga selaku

Menristek pada tahun 1990. Dengan hadirnya ICMI berdampak pada akomodatif pemerintah terhadap umat Islam.

7. Dijadikannya IMTAK (Iman dan Takwa) sebagai asas Pembangunan Nasional dalam GBHN 1993 yang merupakan produk SU MPR 1993.

8. Melemahnya kekuasaan “RMS” (Radius, Mooi, Sumarlin) pada Kabinet Pembangunan VI tahun 1993 dan digantikan perannya oleh Saleh Afif dan Mar’ie Muhammad, serta banyak menteri baru dari ICMI, sehingga menguatnya isu Islamisasi atau “penghijauan” di pemerintahan.

Page 15: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Mendekatnya Soeharto ke Islam adalah realitas politik yang dihadapi pada masa ini. Menurut sejumlah pengamat, bergesernya sikap politik Soeharto yang lebih cenderung ke Islam memunculkan tiga kemungkinan.

 Pertama adanya kooptasi pemerintah terhadap umat Islam. Pemerintah sebagai subyek menjadikan umat Islam sebagai obyek dan dimanfaatkan untuk tujuan politiknya.

Kedua, adanya akomodasi pemerintah terhadap umat Islam. Pemerintah menyadari akan kekeliruannya di masa lalu. Sebagai balasannya, pemerintah mengakomodasi kepentingan umat Islam dengan cara mendekati, merangkul umat Islam dan memberikan tempa yang layak di dalam inner circle kekuasaan.

Ketiga, suatu bentuk integrasi umat ke pemerintah. Disini posisi umat sebagai pihak yang pro-aktif terhadap pemerintah. Umat Islam sebagai subyek melakukan integrasi ke dalam lingkar kekuasaan. Hal ini dapat juga dibaca sebagai keberhasilan umat Islam membuat jaringan dakwah hingga menembus lapisan kekuasaan tertinggi, yakni presiden .

Sulit untuk melihat dari tiga kemungkinan itu mana yang benar karena sejarah politik Islam di Indonesia tidak pernah terlepas dari idiom “pendorong mobil mogok” “habis manis sepah dibuang” atau politik “NU (Nurut Udud)”.

H.    PENUTUPMenyimak perjalanan sejarah transformasi hukurn Islam di Indonesia,

memang sangat sarat dengan berbagai dimensi historis, filosofis, politik,

sosiologis dan yuridis. Dalam kenyataannya, hukum Islam di Indonesia telah

mengalami pasang surut seiring degan politik hukum yang diterapkan oleh

kekuasaan negara. Ini semua, berakar pada kekuatan sosial budaya

mayoritas umat Islam di Indonesia telah berinteraksi dalam proses

pengambilan keputusan politik, sehingga melahirkan berbagai kebijakan

politik bagi kepentingan masyarakat Islam tersebut.

Dari alur pembahasan yang telah dipaparkan dalam makalah ini, jika

dihubungkan dengan teori politik hukum yang dirumuskan oleh Mahfud

MD. maka nampaknya penulis cenderung berkesimpulan bahwa yang

terjadi Indonesia adalah politik determinan atas hukum. Situasi dan

kebijakan politik yang sedang berlangsung sangat mempengaruhi sikap

yang harus diambil oleh umat Islam, dan tentunya hal itu sangat

berpengaruh pada produk-produk hukum yang dihasilkan.

DAFTAR  PUSTAKA

Page 16: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Gaffar. Affan, Politik Indonesia: Tradisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Anwar. M. Syafi’i, Politik Akomodasi Negara dan Cendekiawan Muslim Orde Baru: Sebuah

Retrospeksi dan Refleksi, Bandung: Mizan, 1995.

Mahfud MD., Moh., “Perjuangan Politik Hukum Islam di Indonesia”, makalah disampaikan pada seminar yang diadakan oleh Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 25 November 2006.

Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia

Sejak negara Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai era reformasi saat

ini dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia, negara kita dalam

menjalankan roda pemerintahan dengan menggunakan demokrasi dibagi dalam empat masa.

Pertama, masa Repubik Indonesia I (1945-1959) atau yang lebih dikenal dengan era Demokrasi

Liberal atau Demokrasi Parlementer.Kedua, masa Republik Indonesia II (1959-1965) atau yang

lebih dikenal dengan era Orde Lama atau Demokrasi Terpimpin.Ketiga, masa Republik

Indonesia III (1965-1998) atau yang lebih dikenal dengan era Orde Baru atau Demokrasi

Pancasila.Dan yang terakhir yang berlaku sampai saat ini adalah masa Republik Indonesia IV

(1998-sekarang) atau yang lebih dikenal dengan era Reformasi.

Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut dari setiap masa ke

masa.Perkembangan demokrasi tersebut mempengaruhi pula stabilitas sistem politik

Indonesia.Karena itu sangat penting untuk mengkaji berhasil atau tidaknya suatu rezim yang

sedang atau telah berkuasa, diperlukan suatu kerangka kerja yang dapat digunakan untuk

Page 17: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

menjelaskan kehidupan ketatanegaraan.Dalam kajian ini adalah terkait dengan kehidupan

politiknya.Ada dua kerangka kerja yang sering digunakan oleh para pengamat politik untuk

melihat bagaimana kinerja sistem politik suatu negara.Karena salah satu sifat penting sistem

politik adalah kemampuannya untuk dibedakan dengan sistem politik lainnya, seperti organisme

dan individu misalnya.Kedua kerangka kerja tersebut adalah pendekatan struktural-fungsional

dan pendekatan budaya politik. Dengan pendekatan struktural-fungsional akan dapat diketahui

bagaimana struktur-struktur maupun fungi-fungsi politik suatu sistem politik bekerja. Sedangkan

dengan pendekatan budaya politik akan dapat diketahui bagaimana perilaku aktor-aktor politik

dalam menjalankan sistem politik yang dianut oleh negara masing-masing, dalam hal ini adalah

elite maupun massanya. Karena pentingnya mempelajari perkembangan sistem politik di negara

kita ini, maka dalam tulisan kali ini saya akan mencoba sedikit mengulas mengenai

perkembangan sistem politik Indonesia dari mulai era Demokrasi Parlementer, era Demokrasi

Terpimpin, era Demokrasi Pancasila, dan yang terakhir adalah era Reformasi dengan

menggunakan kerangka kerja pendekatan budaya politik.

1.Era Demokrasi Parlementer (1945-1950)

Budaya politik yang berkembang pada era Demokrasi Parlementer sangat beragam.

Dengan tingginya partisipasi massa dalam menyalurkan tuntutan mereka, menimbulkan

anggapan bahwa seluruh lapisan masyarakat telah berbudaya politik partisipan. Anggapan bahwa

rakyat mengenal hak-haknya dan dapat melaksanakan kewajibannya menyebabkan tumbuhnya

deviasi penilaian terhadap peristiwa-peristiwa politik yang timbul ketika itu (Rusadi

Kantaprawira, 2006: 190).Percobaan kudeta dan pemberontakan, di mana dibelakangnya sedikit

banyak tergambar adanya keterlibatan/keikutsertaan rakyat, dapat diberi arti bahwa kelompok

rakyat yang bersangkutan memang telah sadar, atau mereka hanya terbawa-bawa oleh pola-pola

aliran yang ada ketika itu.

Para elite Indonesia yang disebut penghimpun solidaritas (solidarity maker) lebih nampak

dalam periode demokrasi parlementer ini.Walaupun demikian, waktu itu terlihat pula munculnya

kabinet-kabinet yang terbentuk dalam suasana keselang-selingan pergantian kepemimpinan yang

mana kelompok adminitrators memegang peranan.Kulminasi krisis politik akibat pertentangan

antar-elite mulai terjadi sejak terbentuknya Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan PRRI pada tahun

Page 18: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

1958. Selain itu, dengan gaya politik yang ideologis pada masing-masing partai politik

menyebabkan tumbuhnya budaya paternalistik. Adanya ikatan dengan kekuatan-kekuatan politik

yang berbeda secara ideologis mengakibatkan fungsi aparatur negara yang semestinya melayani

kepentingan umum tanpa pengecualian, menjadi cenderung melayani kepentingan golongan

menurut ikatan primordial.Selain itu, orientasi pragmatis juga senantiasa mengiringi budaya

poltik pada era ini.

2.Era Demokrasi Terpimpin (Dimulai Pada 5 Juli 1959-1965)

Budaya politik yang berkembang pada era ini masih diwarnai dengan sifat primordialisme

seperti pada era sebelumnya.Ideologi masih tetap mewarnai periode ini, walaupun sudah dibatasi

secara formal melalui Penpres No. 7 Tahun 1959 tentang Syarat-syarat dan Penyederhanaan

Kepartaian.Tokoh politik memperkenalkan gagasan Nasionalisme, Agama, dan Komunisme

(Nasakom).Gagasan tersebut menjadi patokan bagi partai-partai yang berkembang pada era

Demorasi Terpimpin.Dalam kondisi tersebut tokoh politik dapat memelihara keseimbangan

politik.

Selain itu, paternalisme juga bahkan dapat hidup lebih subur di kalangan elit-elit

politiknya.Adanya sifat kharismatik dan paternalistik yang tumbuh di kalangan elit politik dapat

menengahi dan kemudian memperoleh dukungan dari pihak-pihak yang bertikai, baik dengan

sukarela maupun dengan paksaan. Dengan demikian muncul dialektika bahwa pihak yang kurang

kemampuannya, yang tidak dapat menghimpun solidaritas di arena politik, akan tersingkir dari

gelanggang politik. Sedangkan pihak yang lebih kuat akan merajai/menguasai arena politik.

Pengaturan soal-soal kemasyaraktan lebih cenderung dilakukan secara paksaan.Hal ini bisa

dilihat dari adanya teror mental yang dilakukan kepada kelompok-kelompok atau orang-orang

yang kontra revolusi ataupun kepada aliran-aliran yang tidak setuju dengan nilai-nilai mutlak

yang telah ditetapkan oleh penguasa.

Dari masyarakatnya sendiri, besarnya partisipasi berupa tuntutan yang diajukan kepada

pemerintah juga masih melebihi kapasitas sistem yang ada.Namun, saluran inputnya dibatasi,

yaitu hanya melalui Front Nasional.Input-input yang masuk melalui Front Nasional tersebut

menghasilkan output yang berupa output simbolik melalui bentuk rapat-rapat raksasa yang hanya

menguntungkan rezim yang sedang berkuasa. Rakyat dalam rapat-rapat raksasa tidak dapat

Page 19: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

dianggap memiliki budaya politik sebagai partisipan, melainkan menujukkan tingkat budaya

politik kaula, karena diciptakan atas usaha dari rezim.

3.Era Demokrasi Pancasila (Tahun 1966-1998)

Gaya politik yang didasarkan primordialisme pada era Orde Baru sudah mulai

ditinggalkan. Yang lebih menonjol adalah gaya intelektual yang pragmatik dalam penyaluran

tuntutan. Dimana pada era ini secara material, penyaluran tuntutan lebih dikendalikan oleh

koalisi besar (cardinal coalition) antara Golkar dan ABRI, yang pada hakekatnya berintikan

teknokrat dan perwira-perwira yang telah kenal teknologi modern.

Sementara itu, proses pengambilan keputusan kebijakan publik yang hanya

diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer yang terbatas sebagaimanaa terjadi

dalam tipologi masyarakat birokrasi.Akibatnya masyarakat hanya menjadi objek mobilisasi

kebijakan para elit politik karena segala sesuatu telah diputuskan di tingkat pusat dalam

lingkaran elit terbatas.

Kultur ABS (asal bapak senang) juga sangat kuat dalam era ini.Sifat birokrasi yang

bercirikan patron-klien melahirkan tipe birokrasi patrimonial, yakni suatu birokrasi dimana

hubungan-hubungan yang ada, baik intern maupun ekstern adalah hubungan antar patron dan

klien yang sifatnya sangat pribadi dan khas.

Dari penjelasan diatas, mengindikasikan bahwa budaya politik yang berkembang pada era

Orde Baru adalah budaya politik subjek.Dimana semua keputusan dibuat oleh pemerintah,

sedangkan rakyat hanya bisa tunduk di bawah pemerintahan otoriterianisme Soeharto. Kalaupun

ada proses pengambilan keputusan hanya sebagai formalitas karena yang keputusan kebijakan

publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer.

Di masa Orde Baru kekuasaan patrimonialistik telah menyebabkan kekuasaan tak

terkontrol sehingga negara menjadi sangat kuat sehingga peluang tumbuhnya civil society

terhambat.  Contoh budaya politik Neo Patrimonialistik adalah :

a.Proyek di pegang pejabat.

b.Promosi jabatan tidak melalui prosedur yang berlaku (surat sakti).

Page 20: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

c.Anak pejabat menjadi pengusaha besar, memanfaatkan kekuasaan orang tuanya dan mendapatkan

perlakuan istimewa.

d.Anak pejabat memegang posisi strategis baik di pemerintahan maupun politik.

4.Era Reformasi (Tahun 1998-Sekarang)

Budaya politik yang berkembang pada era reformasi ini adalah budaya politik yang lebih

berorientasi pada kekuasaan yang berkembang di kalangan elit politik.Budaya seperti itu telah

membuat struktur politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik.Walaupun struktur dan

fungsi-fungsi sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari era yang satu ke era

selanjutnya, namun tidak pada budaya politiknya.Menurut Karl D. Jackson dalam Budi Winarno

(2008), budaya Jawa telah mempunyai peran yang cukup besar dalam mempengaruhi budaya

politik yang berkembang di Indonesia.Relasi antara pemimpin dan pengikutnya pun menciptakan

pola hubungan patron-klien (bercorak patrimonial).Kekuatan orientasi individu yang

berkembang untuk meraih kekuasaan dibandingkan sebagai pelayan publik di kalangan elit

merupakan salah satu pengaruh budaya politik Jawa yang kuat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agus Dwiyanto dkk dalam Budi Winarno (2008)

mengenai kinerja birokrasi di beberapa daerah, bahwa birokrasi publik masih mempersepsikan

dirinya sebagai penguasa daripada sebagai abdi yang bersedia melayani masyarakat dengan baik.

Hal ini dapat dilihat dari perilaku para pejabat dan elit politik yang lebih memperjuangkan

kepentingan kelompoknya dibandingkan dengan kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Dengan menguatnya budaya paternalistik, masyarakat lebih cenderung mengejar status

dibandingkan dengan kemakmuran.Reformasi pada tahun 1998 telah memberikan sumbangan

bagi berkembangnya budaya poltik partisipan, namun kuatnya budaya politik patrimonial dan

otoriterianisme politik yang masih berkembang di kalangan elit politik dan penyelenggara

pemerintahan masih senantiasa mengiringi. Walaupun rakyat mulai peduli dengan input-input

politik, akan tetapi tidak diimbangi dengan para elit politik karena mereka masih memiliki

mentalitas budaya politik sebelumnya. Sehingga budaya politik yang berkembang cenderung

merupakan budaya politik subjek-partisipan.

Menurut Ignas Kleden dalam Budi Winarno (2008), terdapat lima preposisi tentang

perubahan politik dan budaya politik yang berlangsung sejak reformasi 1998, antara lain:

Page 21: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

1.      Orientasi Terhadap kekuasaan

Misalnya saja dalam partai politik, orientasi pengejaran kekuasaan yang sangat kuat dalam partai

politik telah membuat partai-partai politik era reformasi lebih bersifat pragmatis.

2.      Politik mikro vs politik makro

Politik Indonesia sebagian besar lebih berkutat pada politik mikro yang terbatas pada hubungan-

hubungan antara aktor-aktor politik, yang terbatas pada tukar-menukar kepentingan

politik.Sedangkan pada politik makro tidak terlalu diperhatikan dimana merupakan tempat

terjadinya tukar-menukar kekuatan-kekuatan sosial seperti negara, masyarakat, struktur politik,

sistem hukum, civil society, dsb.

3.      Kepentingan negara vs kepentingan masyarakat

Realitas politik lebih berorientasi pada kepentingan negara dibandingkan kepentingan

masyarakat.

4.      Bebas dari kemiskinan dan kebebasan beragama

5.      Desentralisasi politik

Pada kenyataannya yang terjadi bukanlah desentralisasi politik, melainkan lebih pada

berpindahnya sentralisme politik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

Dengan demikian, budaya politik era reformasi tetap masih bercorak patrimonial,

berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan, bersifat sangat paternalistik, dan pragmatis.Hal ini

menurut Soetandyo Wignjosoebroto dalam Budi Winarno (2008) karena adopsi sistem politik

hanya menyentuh pada dimensi struktur dan fungsi-fungsi politiknya, namun tidak pada budaya

politik yang melingkupi pendirian sistem politik tersebut.

Referensi:

Kantaprawira, Rusadi. 2006. Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo. Cetakan ke X.

Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Winarno, Budi. 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta: Media Pressind

Page 22: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Perkembangan Politik indonesia

Perkembangan Politik Di Indonesia

Page 23: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Nama                           : Muhamad Nur IskandarNpm                            : 182 11 086Kelas                           : 2 EA 27Mata Kuliah                 : Kewarganegaraan (soffskill)

KATA PENGANTAR

Page 24: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya, penulis dapat 

menyelesaikan makalah kewarganegaraan ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermaanfaat 

untuk para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih pelu ditingkatkan lagi mutunya. Oleh 

karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan.

                                                              Jakarta, Mei 2013

                                                                                                            Penulis 

Page 25: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

DAFTAR ISI

                                                                                                Hal

BAB I     : PENDAHULUAN

                1.1.   Latar Belakang  …........................................    1-3

                1.2.  Pengertian & Pemahaman Tentang Politik  ........  4-5

BAB II     : ISI DAN PEMBAHASAN

                2.1.  Perkembangan Politik Indonesia  ..................       6-8

                2.2.  Lembaga Politik Indonesia  ............................     9

                2.3.  Pengertian Partai Politik   ...............................    10

                       2.3.1 Fungsi Politik  .......................................    11-12

               2.4.  Struktur-Struktur Politik Informal ................        13-15

                   

BAB III   :  PENUTUP

                3.1.  kesimpulan   ...............................................      16

                3.2.  Saran   ........................................................     17

Page 26: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia
Page 27: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

PERKEMBANGAN POLITIK

1.1 LATAR BELAKANG

Situasi politik di Indonesia saat ini mengalami gelombang naik turun. Tingkat partisipasi masyarakat yang semakin   diberikan   tempat   dan   kesempatan   untuk   mengeluarkan   pendapat   menimbulkan   kritik masyarakat terhadap kebijakan yang dibuat pengusaha. Kritik yang ditujukan pada individu, kelompok, lembaga,  maupun   instansi   pemerintah   dilakukan   dengan   berbagai   cara,   bentuk,   dan   penggunaan media.Persoalan politik  Indonesia  sekarang menjadi  suatu wacana terbuka yang dapat diikritisi  oleh masyarakat kalangan apapun.

Untuk menyambung  informasi  antara pemerintah dengan masyarakat,  media  menawarkan beragam pilihan cara memperoleh informasi,  mulai dari penyiaran media elektronik seperti televisi  dan radio, media   cetak   seperti   surat   kabar,  majalah,   dan   buletin,   hingga  media   online   yang   sekarang  mulai berkembang.Dari banyaknya pilihan media massa, penulis lebih memfokuskan penulisan serta analisis terhadap media cetak. Dalam memperoleh informasi pada media cetak kita hanya perlu menggunakan kemampuan visual yang kita miliki. Isi ataupun rubrik yang dimiliki media cetak juga sangat beragam mulai dari opini.

      Politik adalah  proses pembentukan dan pembagian  kekuasaan dalam masyarakat  yang antara lain berwujud   proses   pembutan   keputusan,   khususnya   dalam   negara. Pengertian   ini  merupakan   upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik

Politik   berasal   dari   bahasa   Belanda politiek dan   bahasa   Inggris politics,   yang  masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya (polites - warga negara) dan (polis-negara kota).

Secara etimologi kata “politik” masih berhubungan dengan polis,kebijakan. Kata “politis” berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata “politisi” berarti orang-orang yang menekuni hal politik. 

Page 28: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstisunal maupun nonkonstistuonal. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)

politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik   merupakan   kegiatan   yang   diarahkan   untuk   mendapatkan   dan   mempertahankan 

kekuasaan di masyarakat politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanan kebijakan public

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok   guna  memenuhi   hak   dan   kewajibannya   sebagai   insan   politik.Seorang   individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:

Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin Mengikuti dan berhak menjadi  insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , 

mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat Ikut serta dalam pesta politik Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas Berhak untuk menjadi pimpinan politik Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai   insan politik guna melakukan 

perilaku politik yang telah disusun secara baik  oleh undang-undang dasar  dan perundangan hukum yang berlaku

Dalam   perspektif   sistem, sistem   politik adalah   subsistem   dari   system   sosial.   Perspektif   atau pendekatan system melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap di antara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut.         misalnya   dengan  menekankan   pada   kelembagaan   yang   ada   kita   bisa  melihat   pada   struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai  pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan mengubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.

Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output).

 Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Page 29: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Namun   dengan   mengingat Machiavelli maka   tidak   jarang   efektifitas   sistem   politik   diukur   dari kemampuannya   untuk   mempertahankan   diri   dari   tekanan   untuk   berubah.   Pandangan   ini   tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis  dan sistem politik yang otoriter.

1.2 Pengertian Dan Pemahaman Tentang Politik

Ilmu politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Sejak orang mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan pengawasan dimulai.  Sejak itu para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan pengawasan.

Ilmu politik diawali dengan baik pada masa Yunani Kuno, membuat peningkatan pada masa Romawi, tidak  terlalu  berkembang di  Zaman Pertengahan,   sedikit  berkembang pada Zaman Renaissance dan Penerangan, membuat beberapa perkembangan substansial pada abad 19, dan kemudian berkembang sangat pesat pada abad 20 karena ilmu politik mendapatkan karakteristik tersendiri.

Ilmu politik sebagai  pemikiran mengenai  Negara sudah dimulai  pada tahun 450 S.M. seperti dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di beberapa pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina,  telah terkumpul beberapa karya tulis  bermutu.  Tulisan-tulisan dari   India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Di antara filsuf Cina terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang(±350 S.M.)

. Di Indonesia sendiri ada beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya Negarakertagama sekitar   abad   13   dan   Babad   Tanah   Jawi.   Kesusasteraan   di   Negara-negara   Asia   mulai   mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh Negara-negara penjajah dari Barat.

               Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II. Di Amerika Serikat terjadi  perkembangan berbeda,  karena ada keinginan untuk membebaskan diri  dari tekanan   yuridis,   dan   lebih   mendasarkan   diri   pada   pengumpulan   data   empiris.   Perkembangan selanjutnya   bersamaan   dengan   perkembangan   sosiologi   dan   psikologi,   sehingga   dua   cabang   ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan didirikannya American Political Science Association pada 1904.

            Perkembangan ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang lebih pesat,

 misalnya di Amsterdam, Belanda didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, walaupun penelitian tentang   negara   di   Belanda  masih   didominasi   oleh   Fakultas   Hukum.   Di   Indonesia   sendiri   didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau.

Page 30: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Perkembangan   awal   ilmu  politik  di   Indonesia   sangat  dipengaruhi   oleh   ilmu  hukum,   karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju pada saat itu.Sekarang, konsep-konsep ilmu politik yang baru sudah mulai diterima oleh masyarakat. Di negara-negara Eropa Timur, pendekatan tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan hukum masih berlaku hingga saat ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu politik berkembang pesat, bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan yang tengah berkembang di negara-negara barat pada pendekatan tradisional. Perkembangan ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan   kuat   beberapa   badan   internasional,   seperti   UNESCO.   Karena   adanya   perbedaan   dalam metodologi dan terminologi dalam ilmu politik.

   UNESCO pada tahun1948 melakukan survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30 negara. Kemudian, proyek ini dibahas beberapa ahli di Prancis, dan menghasilkan buku Contemporary Political Science pada tahun   1948.   Selanjutnya   UNESCO   bersama   International   Political   Science   Association   (IPSA)   yang mencakup kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil  penelitian  ini  dibahas di  suatu konferensi  di  Cambridge,   Inggris  dan hasilnya disusun oleh W. A.  Robson dari  London School  of  Economics  and Political  Science dalam buku The University Teaching of Political Science.  Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu sosial(termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan yang berbeda-beda.

Pada   masa-masa   berikutnya   ilmu-ilmu   sosial   banyak   memanfaatkan   penemuan-penemuan   dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah ilmu politik   telah  banyak  berubah  dan   ilmu politik  menjadi   ilmu yang  penting  dipelajari  untuk  mengerti tentang politik.

                                                      

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1.  Perkembagan Politik IndonesiaTak dapat dipungkiri,  setiap negara di  dunia mempunyai  periode kepemimpinan politik yang 

beragam. Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 menjadi modal awal terbentuknya sistem politik.  Kemudian membentuk pemerintahan yang sah dan menjalankan roda kepemimpinan 

Page 31: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

dalam sebuah sistem kenegaraan. Hal ini ditandai dengan berbagai istilah di masa-masa kepemimpinan yang berbeda.  Pada awal kemerdekaan,  situasi  politik  Indonesia  masih mencari  bentuknya,  ditandai dengan berbagai perubahan yang dibuat. Pembentukan sifat politik ini menghadirkan era kepemimpinan politik yang khas. 

Perkembangan Politik Era Presiden Soekarno

Sebagai pemimpin besar revolusi, Soekarno dipandang sebagai Presiden Republik Indonesia yang punya kharisma politik tersendiri. Lugas, tegas, menggebu-gebu, semangat, dan cenderung anti-barat   merupakan   gambaran   yang   bisa   kita   saksikan   pada   setiap   pidato   politiknya.Masa   awal kepemimpinannya,   ditandai   dengan   terbentuknya   sistem   pemerintahan   parlementer.   Sistem   ini menciptakan   sebuah   pemerintahan   yang  memberi   kekuasaan   dominan   kepada   lembaga   legislatif. Terbentuknya berbagai  partai  politik  yang bebas menyuarakan aspirasi  merupakan tanda kehidupan politik terakomodir. 

Perkembangan politik  di  era  kepemimpinan Soekarno,   telah memberikan ruang  luas  bagi partai politik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya. Ini terbukti dengan terbentuknya sistem kepartaian   (multipartai).   Masyarakat   pun   memiliki   pilihan   yang   banyak   untuk   menempatkan keterwakilan  politiknya  di   parlemen.   Pemilu   sebagai   ciri   dari   negara  demokrastis,   di   era   Soekarno diselenggarakan dengan baik. Kebebasan pers menduduki posisi tertinggi, sebagai media informasi yang dijamin   kebebasannya.   Namun   hal   tersebut   tidak   berlangsung   lama.   Era   kepemimpinan   kemudian ditandai dengan melemahnya sistem kepartaian yang bebas. Lalu terjadi gerakan perkembangan yang lambat terhadap perkembangan politik Indonesia saat itu. 

Perkembangan Politik Era Presiden Soeharto

                       Perkembangan  politik   Indonesia   era   kepemimpinan   Presiden   Soeharto   di   mulai   ketika   ia "mengambil  alih"  kekuasaan dari  Presiden Soekarno.  Pemerintahan politik dijalani  berdasarkan asas Pancasila,   yang   juga   mengatur   seluruh   kehidupan   berbangsa   dan   bernegara.   Awalnya,   realisasi pengamalan Pancasila mampu diterima masyarakat sebagi "kiblat"pemerintahan politik yang dijalankan Soeharto. Namun, berubah sebagai alat pemaksaan kehendak, yang mengubah sistem pemerintahan menjadi otoriter. Presiden menjadi komandan pemerintahan yang tidak boleh tersentuh oleh apapun dan siapapun. Kehidupan politik yang diharapkan mengalami perkembangan setelah runtuhnya rezim Soekarno ternyata hanya jadi retorika semata. 

Page 32: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Posisi   politik   lembaga   legislatif   yang   seharusnya  menjadi   penyeimbang   kekuasaan,  malah  menjadi tameng dari  pemerintah yang dibangun secara over sentralistik.  Rotasi  kekuasaan politik tak pernah terjadi  hingga 32 tahun  lamanya.  Pemilu hanya dijadikan rutinitas   lima tahunan yang pemenangnya sudah bisa ditebak. Partai Golkar menjadi kendaraan politik yang ampuh digunakan oleh Soeharto untuk mengamankan setiap keputusan politik pemerintahannya di DPR. Bahkan, Presiden Soeharto berubah sangat  arogan,  dengan menggunakan kekuatan  militer  pada setiap situasi  keamanan yang bisa  saja mendorong masyarakat untuk bergerak melawan rezimnya yang korup. 

Perkembangan Politik Era Reformasi

Tidak  ada  yang  dapat  memberikan  penilaian  dengan  pasti apakah  cita-cita   reformasi   sudah terwujud atau belum. Runtuhnya kekuasaan Soeharto padahal telah memberikan secercah harapan bagi terciptanya iklim demokrasi yang jauh lebih baik. Namun, harapan itu kenyataan hanya menjadi mimpi tanpa   realisasi   nyata.   Masih   adanya   perbedaan   dalam   pandangan   ketegasan   terhadap   sistem pemerintahan, merupakan salah satu indikator yang bisa kita lihat. Di sini terlihat ada persaingan politik yang terjadi, antara pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk undang-undang. 

Kekuasaan presiden tidak mutlak dijalankan secara penuh, tapi terpengaruh pada parlemen. Hal ini akhirnya menciptakan situasi politik yang tidak sehat, karena presiden terpaku oleh kepentingan lain. Kepentingan itu bisa jadi tidak berpengaruh pada perbaikan kondisi bangsa secara keseluruhan. Dari uraian tadi, jelas terlihat bahwa sistem demokrasi dalam perkembangan politik Indonesia yang dibangun pasca  Orde   Baru  masih  mencari   bentuk   yang   ideal.   Satu   prestasi   yang   patut   kita   cermati   adalah keinginan   yang   kuat   untuk   merealisasikan   sistem   pemilihan   kepala   daerah   langsung.   Kebebasan berserikat   dan   berpendapat   yang   ada   dalam   undang-undang   dasar   direalisasikan   dengan   sistem multipartai.

Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Parlemen memainkan peranan yang dominan.Akuntabilitas  pemegang  jabatan dan politisi   sangat tinggi.Partai baru hidup bebas dengan sistem multipartai  Pemilu 1955 dilaksanakan sangat demokratis  Hak-hak dasar masyarakat sangat dikurangi  Partai besar mempunyai surat kabar

Demokrasi Terpimpin (1959-1966)

Page 33: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Mengaburnya   sistem kepartaian   terbentuknya  DPR-GR,  peranan   legislatif   lemah  Penghormatan  hak dasar melemah, presiden menyingkirkan lawan-lawan politik Kebebasan pers meredup, beberapa media yang dibredel

Sentralisasi kekuasaan dominan dalam hubungan pusat daerah

Era Presiden Soeharto

Demokrasi Pancasila (1966-1998)

Kekuasaan kepresidenan pusat dari seluruh proses politik

Rotasi kekuasaaan politik hampir tidak pernah terjadi

Rekruitmen politik tertutup

Pemilu dilakukan lima tahun sekali

Partai politik dibatasi

Hak-hak dasar manusia dibatasi.

Era Pasca Soeharto

Demokrasi Era Transisi (1998-sekarang)

Kepala negara dan kepala daerah dipilih lagsung

Sistem presidensial dengan multipartai

Kebebasan pers, kebebasan berorganisasi, dan kebebasan berpendapat

Lembaga perwakilan terdiri dari DPR dan DPD

Lembaga pengadilan diawasi komisi yudisial

Munculnya komisi-komisi negara.

2.2.Lembaga politik

Secara awam berarti suatu organisasi tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini 

Page 34: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.

Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.

Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi,  umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi  sebagai bangsawan politik dan yang   lain  sebagai   rakyat  biasa)  menjadi   lembaga  yang   terbuka  dan  mencerminkan  keinginan  orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.

Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai  bisa  menjadi  pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu   terlindungi  hak-haknya  bahkan  dibantu  oleh  negara  untuk  bisa   teraktualisasikan,   saat  tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku..

2.3 Pengertian Partai Politik

Partai   berasal   dari   bahasa   Latin   yaitu   partire   yang   bermakna   membagi.Partai   merupakan peralihan  jangka panjang dari   istilah  faksi,  dimana  faksi  di  Eropa pada masa  lalu  sekitar  abad XVIII memiliki konotasi negatif dan sangat dikenal sebagai organisasi penghasut yang ada dalam setiap bentuk organisasi politik.

 Faksi   berasal   dari   bahasa   Latin,   yakni   facere   yang   artinya   bertindak   atau   berbuat,   dalam pengertian politik faksi adalah kelompok yang melakukan tindakan-tindakan merusak, kejam dan bengis. Pembicaraan   tentang   faksi   biasanya  mengarah   pada   pembicaraan   kelompok   di  mana   kepentingan bersama harus tunduk pada kepentingan perorangan (Cipto :1998:1)

Mariam Budiarjo dalam bukunya dasar-dasar Ilmu Politik mengutip berbagai difinisi partai politik dari  berbagai  sarjana.  Ia sendiri  merumuskan partai  politik sebagai  suatu kelompok yang teroganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita yang sama Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) secara konstitusionil –untuk melaksankan   kebijaksanan-kebijaksanaan  mereka.  Menurut   Sigmund   Neumann  menyatakan   Partai 

Page 35: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Politik sebagai organisasi artikualitif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing   untuk   memperoleh   dukungan   rakyat   dengan   beberapa   kelompok   lain   yang  mempunyai pandangan   yang  berbeda-beda.   tersebut  memperjuangkan   kepentingan   anggotanya   baik   kepenting yang bersipat idiil maupun materiil

 Pengertian Partai politik secara normatif di muat dalam berbagai peraturuan keparataian yang ada dan pernah ada. Dalam Undang-undang kepartaian yang baru yakni Undang-undang Nomor 2 tahun 1999, Partai politik dirumuskan sebagai berikut : “….Partai politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh   warganegara   Republik   Indonesia   secara   suka   rela   atas   dasar   persamaan   kehendak   untuk memperjuangkan baik kepentingan anggotanya maupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum”.

Dalam  lietratur  politik,  kita   juga mengenal  yang namanya kelompok kepentingan atau  intrest group   dan   kelompok   penekan   atau   pressure   group.   Kedua   kelompok   ini  meski  memperjuangkan kepentingan kelompoknya tetapi mereka tidak dapat kata sebagai partai politik. Kelompok Kepentingan adalah merupakan suatu organisasi yang terdiri dari kelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan –tujuan, keinginan-keinginan yang sama, dan mereka melakukan kerja sama untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan demi tercapainya kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan dan  keinginan-keinginan   tadi.  Perbedaan  kedua  antara  partai  politik  dengan  kelompok  kepentingan adalah bahwa

 Partai  Politik berusaha untuk memperoleh kekuasaan yang pada giliranya akan dipergunakan untuk   mengendalikan/mengontrol   jalannya roda   pemerintahan   dalam   usahanya   merealisir   atau mewujudkan program-program yang telah ditetapkan. è Kelompok Kepentingan hanya berusaha untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dalam rangka agar dapat terpenuhi kepentingan-kepentingan atau mencegah kebijaksanaan Pemerintahan yang mungkin dapat merugikannya dan dalam waktu yang sama kelompok kepentingan tidak berusaha untuk memperoleh jabatan publik.

2.3.1 Fungsi Partai Politik

ada beberapa macam fungsi dari partai politik , yaitu :

 Partai politik sebagai sarana komunikasi politik.

1. Dalam menjalankan fungsi  ini,  Partai politik menghimpun berbagai masukan ,ide dari berbagai lapisan masyarakat. Asfirasi ini kemudian digabungkan. Proses penggabungan ini   sering  disebut  sebagai  “penggabungan kepentingan”   (intres  aggregation).  Setelah berbegai   gagasan,   ide   ,   kepentingan   tersebut   digabungkan   ,   selanjutnya   berebagai kepentingan tersebut disusun dan rumuskan secarat sistematik dan teratur, proses ini sering disebut dengan perumusan kepentingan (articulation Intrest). Rumusan tersebut kemudian di jadikan propram partai yang akan di perjuangkan dan disampaikan kepada pemerintah untuk dijadikan suatu kebijakan umum.

Selain komunikasi yang demikian, partai politik juga berperan sebagai wadah untuk menyebarluaskan kebijakan pemerintah dan mendiskusikannya. Dengan demikian terjadi dialog baik dari bawah keatas 

Page 36: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

maupun dari atas kebawah. Peran yang demikian , menempatkan partai politik sebagai perantara atau penghubung antara masyarakat dengan pemerintah dalam suatu ide-ide atau gagasan gagasan.

2.  Partai politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik. Dalam ilmu politik   sosialisasi politik diartikan sebagai sebagai proses dimana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap phenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyrakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur  dari  masa  kecil  hingga   ia  dewasa.  Disamping   itu   sosialisasi  politik   juga  mencakup proses  melalui  mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nialai-nilai  adri  satu generasi  ke generasi berikutunya.

 Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik . Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan pemilu, parati memerlukan dukungan massa. Untuk itu partai  menciptalan “imege”  bahwa  ia  memperjuangkan kepentingan umum. Disamping menenmkan solidaritas dengan partai , partai politik juga mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warganegara dan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan nasional .

 Di  negara-negara baru,  partai  politik  juga berperan untuk memupuk identitas nasional  dan  itegritas nasional. Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader dan lainnya.

3.   Partai Politik sebagai sarana recriutment politik Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai . Dengan demikian partai turut memperluas memperluas partisifasi politik . Caranya ialah melalui kontak pribadi , persuasi dsn lain-lain. Juga di usahakan untuk menarik golongan muda untuk didik menjadi kader partai yang dimasa mendatang menggantikan pimpinan lama.

4.   Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Dalam suasana demokratis , persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat adalah maslah yang wajar  ,   jika terjadi  konflik  ,  partai  politik berusaha mengatasinya. Fungsi partai politik secara normatif dirumusakan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1999   sebagai   berikut   :   ¨   Partai   politik   berfungsi   :   ¨   Melaksanakan   pendidikan   politik   dengan menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam kehidupan berbangsa  dan  bernegara;   ¨  Menyerap,menyalurkan  dan  memperjuangkan  kepentingan  masyarakat dalam   pembuatan   kebijaksanaan   negara   melalui   mekanisme   badan-badan   permusyawaratan   / perwakilan rakyat; ¨ Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi.

2.4. Struktur – Struktur Politik Informal di Luar Partai Politik

Struktur – struktur politik informal seperti media massa, kelompok – kelompok berbasis agama, LSM atau  NGO,  dan  asosiasi   profesi   telah  menunjukkan  eksistensinya  dalam  sistem  politik   setelah selama kurang  lebih 32 tahun ditekan oleh pemerintah.  Bahkan,  struktur  – struktur  politik  informal tersebut   telah   memainkan   peran   penting   dalam   melakukan   artikulasi   kepentingan   dan 

Page 37: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

memberikan input yang   berharga   bagi   sistem   politik   ketika   struktur   politik   formal   mengalami kemandegan dan gagal memainkan fungsi yang seharusnya mereka laksanakan. Dengan kata lain, ketika partai politik gagal melaksanakan fungsinya dalam menggalang dan melembagakan partisipasi politik, misalnya, kelompok – kelompok informal ini  menggantikan peran partai  politik dengan memobilisasi dukungan   dan   terlibat   aktif   dalam  memengaruhi   kebujakan   –   kebijakan   publik.   Dalam   kaitan   ini, terdapat banyak kebijakan pemerintah yang akhirnya urung dilaksanakan sebagai akibat tekanan yang terus – menerus dari struktur – struktur informal ini.

Media massa,  misalnya,  telah memainkan peran dalam melakukan sosialisasi  politik dan komunikasi politik. Kemampuannya dalam menggalang opini publik telah membuatnya menjadi kekuatan demokrasi yang penting dalam beberapa tahun belakangan.

Diberlakukanya UU No. 40 tahun 1999 telah membuatnya mampu berperan sebagai salah satu pilar  demokrasi  yang penting.  Meskipun di  antara pengamat menaruh keprihatinan yang mendalam sebagai akibat kiprah media massa dalam menggalang opini publik yang menyesatkan, tetapi fungsinya yang penting dalam komunikasi dan sosialisasi politik tidak dapat diragukan lagi. Media massa baik cetak ataupun   elektronik   telah   secara   intensif  memberitakan   berbagai   persoalan  masyarakat,  mulai   dari korupsi, kemiskinan,

penyebaran penyakit flu burung, busung lapar, dan meluasnya kemiskinan dan pengangguran telah menjadi input penting bagi sistem politik. Sementara pada waktu bersamaan, media massa telah menyampaikan   informasi   kepada   masyarakat   mengenai   berbagai   tindakan   dan   kebijakan   yang dikeluarkan  oleh  pemerintah.  Beberapa  tindakan  dan  kebijakan  pemerintah  yang  disampaikan  oleh media massa tersebut memeancing diskusi publik selama berhari – hari hingga berbulan – bulan.

Kalangan LSM atau sering juga disebut sebagai NGO atau CSO juga telah menjadi salah satu kekuatan yang diperhitungkan pada era reformasi. Pada masa Orde Baru, LSM telah menjadi salah satu kekuatan sosial yang penting dalam melakukan kritik terhadap pemerintah ketika kekuatan – kekuatan lain dalam masyarakatdiam sebagai akibat represi pemerintahan Orde Baru secara brutal. Dalam artikel yang diberi judul, “Indonesia Flexible NGO vs Inconsistent State Control”, Yumiko Sakai mengemukakan bahwa pada era tahun 1970 – an NGO mulai melakukan kegiatan dengan sungguh – sungguh, dan ini karena   setidaknya   empat   alasan,   pertama,  meningkatnya   kemiskinan   di   daerah   urban   dan   daerah pedesaan, kedua, perubahan lingkungan politik domestik pada era tahun 1970 – an, ketiga, keberadaan kelompok – kelompok strategis masyarakat sebagai pemimpin, keempat, aliran dan bantuan finansial dari komunitas – komunitas internasional. Saat ini tidak kurang dari 12.000 NGO yang tercatat di seluruh Indonesia.

Pada   era   reformasi,   LSM   ini   semakin  mengakar   dalam  masyarakat   dengan   perhatian   yang beragam. Beberapa di antaranya menaruh perhatian di bidang demokrasi, globalisasi, good governance, pemberdayaan   konsumen,   media,   pertanian,   isu   –   isu   lingkungan   hidup,   korupsi,   pemberdayaan perempuan,   penyelamatan   hewan,   penegakan   hukum   dan   lain   sebagainya.   Mereka   terlibat   aktif memengaruhi kebijakan publik berkenaan dengan bidang – bidang yang mereka tekuni. Mereka terlibat 

Page 38: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

dalam lobi – lobi politik di DPR dan pemerintah agar kepentigan mereka dilindungi dan tujuan – tujuan mereka tercapai melalui sistem politik.

Kekuatan politik LSM ini menjadi signifikan tatakala mereka mempunya jaringan – jaringan internasional. Biasanya mereka dibiayai oleh lembaga – lembaga donor internasional, dan tidak sedikit diantaranya mempu menggalang opini publik tidak saja di tingkat lokal, tetapi juga nasional dan inernasional. LSM – LSM yang menaruh perhatian dalam pemberdayaan perempuan dan anti kekerasan domestik, misalnya secara  aktif  melakukan  lobi   terhadap struktur  –  struktur  politik   formal  ketika kebijakan pemerintah dianggap mengancam kelompok – kelompok yang mereka perjuangkan.  Meskipun tidak semua LSM mempunyai   perilaku   dan   tabiat   yang   baik   sebagaimana   dikeluhkan   oleh   beberapa   pihak,   tetapi eksistensi mereka sangat penting dalam konteks artikulasi kepentingan sebagai bagian masyarakat sipil yang otonom. Diharapkan,  kemunculan kelompok – kelompok LSM ini  mendorong partisipasi   rakyat dalam skala yang lebih luas dalam proses pembuatan, implementasi, dan evaluasi kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Asosiasi   –   asosiasi   profesi   juga  mempunyai   peran   tidak   kalah   pentingnya   dalam   proses   artikulasi kepentingan.   Pada   masa   Orde   Baru,   lembaga   asosiasi   profesi   semacam   ini   telah   menjadi   alat korporatisme negara yang relatif efektif dalam mengontrol masyarakat, terutama anggota – anggota profesi. Untuk itu, bagi asosiasi profesi tidak diizinkan mempunyai asosiasi di  luar yang direstui oleh pemerintah.   Sebagai   akibatnya,  asosiasi   –   asosiasi   profesi   semacam  ini  bukannya  memperjuangkan kepentingan profesi dan anggota – anggotanya, tetapi malahan ditujukan untuk membungkam aspirasi yang barangkali berkembang dalam asosiasi.

Kondisi   di   atas   telah  banyak  mengalami  perubahan   sejak   reformasi  dicanangkan   tahun  1998.  Para professional didizinka untuk mendirikan organisasi  profesi  sesuai dengan yang mereka inginkan, dan setiap profesi tidak harus hanya terdiri dari satu asosiasi profesi. Oleh karena itu, pada era sekarang ini, kita dapat, misalnya, menemukan lebih dari satu organisasi  wartawan di seluruh Indonesia. Padahal, pada masa Orde Baru, hanya PWI yang direstui oleh pemerintah dan dengan demikian menjadi satu – satunya asosiasi yang syah bagi para wartawan.

Proses demokratisasi telah membuat organisasi – organisasi ini berani menyuarakan hak – haknya. PGRI sebagai salah satu organisasi guru yang berdiri sejak pemerintahan Orde Baru telah menyuarakan hak – hak guru. Bahkan, mereka berani melakukan boikot dalam bentuk “mogok mengajar” ketika kebijakan pemerintah dirasa merugikan kepentingan – kepentingan mereka. Organisasi – organisasi lain, semacam organisasi  petani   juga melakukan hal  yang kurang  lebih sama. Bahkan,  asosiasi  kepala desa saluruh Indonesia   berani   mendatangi   pemerintah   pusat   untuk   memperjuangkan   hak-haknya.   Keseluruhan fenomena   ini  mengindikasikan  bahwa   lembaga  –   lembaga  politik   informal   telah  mempunyai  peran penting   dalam   sistem   politik   demokrasi.   Mereka   terlibat   dalam   proses   artikulasi   dan   agregasi kepentingan   yang  menjadi input penting   sistem   politik.   Namun   sayangnya,   rendahnya   responbilitas sistem politik membuat artikulasi dan agregasi kepnetingan ini berujung pada anarkisme massa.

Page 39: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

BAB

III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Page 40: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Pada dasarnya sistem politik tidak akan berhasil tanpa adanya rakyat yang ikutserta di dalamnya. Maka, dalam suatu sistem politik harus mengikusertakan rakyat untuk mendukung keberhasilan sistem politik tersebut. Selain masyarakatnya, sistem politikpun harus bias bekerjasama dengan Negara lain karena antar  Negara  memerlukan   kerjasama  yang  menguntungkan.   Tidak  hanya  dengan  mengikutsertakan mereka,   tetapimereka   harus   berpedoman   pada   dasar   Negara   untuk   menghargai   perbedaan diantarNegara misalnya, perbedaan ras, suku, dan agama. Jika semua itu telah tercapai, makasistem politik suatu Negara akan berhasil

3.2 SARAN

Walopun Indonesia sudah termasuk negara yang   sudah deomokrasi,dengan   terbukti pemilihan langsung nya mulai dari pemilihan PRESIDEN  beserta wakilnya hingga DPR maupun GUBERNUR dipilih langsung oleh rakyat  ,  namu masih saja pemilihan   umum tersebut mengandung kecurangan seperti money politik yang di   lakukan oleh calon kandidat yang bersangkutan,di  harapkan pemilihan umum sebagagai ajang bentuk demokrasi bangsa Indonesia yang jujur dan  adil,sehingga bila sudah menduduki sebuah  jabatan diinstansi pemerintah  tidak ada unsur ingin balik modal yang akan menciptakan praktik KKN.

                                                                                                              

SUMBER :

 

http://id.shvoong.com/law-and-politics/enviromental-law/2193147-pengertian-budaya- politik/#ixzz1sNe9fU00

http://sospol.pendidikanriau.com/2009/10/definisi-ilmu-politik-sebelum.html http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_politik http://id.wikipedia.org/wiki/Politik http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/perkembangan-politik-indonesia/ http://www.slideshare.net/azizazea2/tugas-makalah-sistem-politik

Refrensi Buku :

Hukum Dan Politik Di Indonesia Kesinambungan Dan Perubahan 

Oleh: Daniel S Lev

Penerbit: LP3ES

Page 41: Sejarah Dan Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia

Halaman: 549