sejarah balai pustaka
TRANSCRIPT
BAB II
MASA MULA SASTRA INDONESIA
1. Masa Pembibitan
Keberatan Balai Pustaka merupakan asal mula sejarah Indonesia.
Bibit-bibit permulan sastra Indonesia itu sudah ada sejak adanya pers di
Indonesia seperti surat kabar dan majalah. Pada waktu itu telah mulai timbul
karya-karya sastra yang walaupun kadar sastranya masih belum memadai.
Misalnya Hikayat Siti Mariah yang ditulis oleh Haji Moekti, Hikayat Boesono
(1910) dan Nyai Permana (1912) yang kedua-duanya ditulis oleh Raden Tirto
Adisuryo. Selain itu juga terbit roman-roman yang ditulis oleh seorang
wartawan yakni Mas Marco Mortodikromo. Bahasa yang dipakai oleh buku-
buku diatas jelas “kurang” jika dibandingkan dengan bahasa pengarang-
pengarang Balai Pustaka.
Cerita-cerita yang ditulis dalam Bahasa Melayu-Tionghoa yang
banyak terbit dan luas dibaca terutama dikota-kota besar. Keterangan H.
Byassin pada Bab I tentang karya-karya sastra orang-orang indo maka semua
ini merupakan bibit-bibit yang menjadi dasar pertumbuhan sastra Indonesia
berikutnya. Perlu kita ingat usaha para pemimpin nasional dalam pidato-
pidato dan tulisan-tulisan mereka yang mempergunakan Bahasa Melayu
terutama Ir. Soekarno yang terkenal sebagai pergerakan, besar jasanya dalam
pertumbuhan dan perkembangan bahasa melayu kearah bahasa Indonesia yang
kelak akan pengarus terhadap pertumbuhan sastra selanjutnya.
2. Kedudukan Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi
Abdullah termasuk tokoh yang kontroversial. Dalam karangan-
karangannya Abdullah selalu mempertentangkan kegiatan, ketelitian,
kemajuan, serta kelebihan orang inggris dengan kemalasan dengan kemalasan,
kebodohan, kemunduran, serta keangkuhan turunan raja-raja melayu pada
akhir zaman keruntuhan kebesaran raja-raja melayu itu. Karya-karya
Abdullah hanya dianggap sebagai sastra melayu lama atau paling banter
termasuk sastra peralihan antara yang lama dan yang baru. Dari segi bentuk
sebenarnya hampir tidak ada perubahan atau pembaharuan yang dibawa oleh
Abdullah. Di bidang isilah sesungguhnya pembaharuan yang dibawa oleh
Abdullah. Abdullah telah keluar dari kebiasaan lama yang menceritakan
keadaan yang ghaib-ghaib yang bermain di alam khayal dan mimpi ke dunia
yang nyata, riel, dan dapat dialami setiap hari. Abdullah juga telah
mengemukkan kritik sosial terhadap masyarakat.
BAB III
BALAI PUSTAKA
1. Sejarah Berdirinya Balai Pustaka
Dengan ditandatanganinya Tractat van London (Perjanjian London)
tahun 1824, jelaslah terpisah Malaysia dan Singapura yang sekarang dengan
Indonesia. Raffles yang tadinya masih bercokol di bengkulu harus pindah ke
Singapura.
Semenjak itu aktivitas bahasa dan sastra terpecah dua. Semenjak masa
inilah kedua pusat kegiatan bahasa dan sastra itu berkembang menurut kondisi
dan situasi masing-masing.
Akibat pelaksanaan etische-politiek (politik etis atau politik balas
jasa), maka diusahakanlah aktivitas di tiga bidang yakni :
1. Bidang irigasi
2. Bidang transmigrasi.
3. Bidang edukasi.
Dibidang irigasi, Belanda mulai membuat pengairan-pengairan.
Dibidang transmigrasi, Belanda memindahkan rakyat dari daerah yang padat
ke daerah yang jarang penduduknya. Di bidang edukasi, mulailah didirikan
sekolah-sekolah. Belanda menyadari bahwa dengan mendirikan banyak
sekolah-sekolah dan dengan banyaknya bacaan dalam masyarakat, bisa
membahayakan kedudukan mereka.
Selama pemerintahan Hindia-Belanda, Balai Pustaka dipimpin oleh
seorang amtenar kepala (hoofdambtenaar) dan terkenallah nama-nama DR. D.
A. Rinkes, Dr. GWJ Drewes dan Dr. KA. Hidding. Sedangkan tokoh-tokoh
sastrawan Indonesia yang bekerja lama di Balai Pustaka ialah : Adi Negoro,
Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Armyn Pane, K. Sutan
Pamincak, A.Dt. Mojoindo, Sutan Perang Bustami, H. B. Yassin, Idrus, dan
lain-lain.
2. Tugas Balai Pustaka
Badan ini bertugas menerbitkan buku-buku yang baik untuk
meningkatkan kecerdasan masyarakat. Disamping itu juga mengusahakan
taman pustaka atau perpustakaan yang ditempatkan di sekolah-sekolah rakyat.
Maka badan ini akhirnya diperluas dan diperbesar dan namanyapun diganti
menjadi Balai Pustaka tahun 1917.
Tugas badan ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Mengumpulkan serta mencatat semua cerita-cerita rakyat serta dongeng-
dongeng rakyat yang hidup dikalangan masyarakat.
2. Menerbitkan cerita-cerita yang telah dikumpulkan tersebut.
3. Menterjemahkan cerita-cerita yang berasal dari luar negeri, sejauh tidak
bertentangan dengan politik pemerintahan Belanda di Indonesia.
4. Menerbitkan majalah-majalah untuk bahan bacaan masyarakat.
5. menyelenggarakan perpustakaan.
6. Menerbitkan karangan asli, tulisan-tulisan orang Indonesia.
7. Membimbing pengarang-pengarang Indonesia, dalam arti memberi
kesempatan untuk menulis dan memberi dorongan untuk kemajuan di
bidang karang-mengarang.
Usaha Balai Pustaka menerbitkan buku-buku bacaan mencapai
kemajuan yang sangat pesat. Semenjak tahun 1911 pemerintah
menyelenggarakan perpustakaan. Karena Balai Pustaka sebagai Badan
Penerbitan dan Pusat Kasusastraan menerima naskah karangan yang banyak
sekali, maka petugas-petugas di Balai Pustaka mulai mengadakan penyaringan
dan seleksi. Cara demikian ada baiknya sebab dengan demikian pengarang
mendapat bimbingan dalam hal karang-mengarang tetapi juga ada segi
negatifnya sebab isi karangan sering harus disesuaikan dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh pemerintah jajahan. Syarat-syarat itu ialah :
1. Tidak boleh menyinggung agama atau adat, dalam arti dapat menimbulkan
rasa kecewa atau permusuhan diantara salah satu golongan.
2. Tidak boleh membicarakan politik yang bertentangan dengan politik
pemerintah (penjajah).
3. Tidak boleh melanggar garis susila.
3. Segi Positif dan Negatif Balai Pustaka
Segi positif Balai Pustaka
1. Menerbitkan buku-buku dan majalah dengan harga murah.
2. Mendirikan perpustakaan-perpustakaan.
3. Menggalakkan rakyat untuk membaca.
4. Tempat penampungan hasrat dan keinginan pengarang untuk maju
dibidang karang mengarang.
5. Tempat bimbingan bagi pengarang dan dorongan untuk maju terutama di
bidang bahasa.
Balai Pustaka sebagai pusat kasusastraan telah mengumpulkan hampir
semua pengarang besar Indonesia sebelum perang. Factor pendukung
penyebaran perkembangan kasusastraan sangat penting bagi kemajuan sastra.
Dengan penerbitan bisa menampung hasil karya pengarang, dengan demikian
pengarang bias menyebarkan buah pikirannya. Balai Pustaka memakai syarat
tertentu untuk karya-karya yang akan diterbitkan. Akibat syarat itu kelihatan
pada Salah Asuhan karya Abdul Muis.
4. Ciri-ciri dan Pokok Garapan Balai Pustaka
a. Ciri umum yang paling menonjol karya sastra Balai Pustaka ialah tujuan
atau tandesnya yakni bersifat mengajar.
b. Ciri umum kedua ialah sifatnya yang romatis-sentimentalis. Menceritakan
tentang percintaan atau kisah hidup muda remaja yang sedang dimabuk
asmara.
Hal ini jelas nampak pada novel-novelnya seperti :
- Apa Dayaku Karena Aku Perempuan
- Tak Putus Dirundung Malang
- Azab dan Sengsara
- Siti Nurbaya