sejarah administrasi dan kontribusinya t

263
BAB I MUKADDIMAH Khazanah kajian sejarah peradaban Islam dari masa ke masa dengan umat Islam dan umat-umat lainnya yang saling memiliki keterkaitan dari berbagai etnik dan asal usunya merupakan suatu obyek kajian yang mampu di disajikan dalam berbagai bentuk dan kronologis serta aspek-aspek dari mana sang peneliti sejarah tersebut dalam meneliti dan kemudian menyajikannya. Penulisan administrasi dalam perkembangan sejarah peradaban Islam merupakan salah satu hal yang seakan merupakan pelengkap atau penulisan yang tidak terlalu penting dan jika diukur skala prioritas maka administrasi sebagai ujung tombak dari sejarah itu sendiri merupakan prioritas skunder setelah Penulisan sejarah interpersonal tokoh, kekhilafahan dan kedaulatan Politik, sosial dan budaya serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, padahal keberadaan sumber-sumber kajian dari berbagai 1

Upload: ken-adieb-hariyantho

Post on 12-Jul-2016

355 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IMUKADDIMAH

Khazanah kajian sejarah peradaban Islam dari masa ke masa dengan umat Islam dan umat-umat lainnya yang saling memiliki keterkaitan dari berbagai etnik dan asal usunya merupakan suatu obyek kajian yang mampu di disajikan dalam berbagai bentuk dan kronologis serta aspek-aspek dari mana sang peneliti sejarah tersebut dalam meneliti dan kemudian menyajikannya.

Penulisan administrasi dalam perkembangan sejarah peradaban Islam merupakan salah satu hal yang seakan merupakan pelengkap atau penulisan yang tidak terlalu penting dan jika diukur skala prioritas maka administrasi sebagai ujung tombak dari sejarah itu sendiri merupakan prioritas skunder setelah Penulisan sejarah interpersonal tokoh, kekhilafahan dan kedaulatan Politik, sosial dan budaya serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, padahal keberadaan sumber-sumber kajian dari berbagai konteks sosio–budaya dari segala perkembangan sejarah adalah bermula dari pola dan keteraturan administrasi yang ada dan dikembangkan saat itu, sehingga dapat dilacak secara historis serta mampu di dikembangkan dengan didukung peninggalan-peningalan administratif

1

maupun non administratif seperti bukti fisik secara biologis maupun bukti fisik (material).

Fakta tersebut memang sangat dipengaruhi oleh kesilauan umat Islam dengan pemikiran barat khususnya mengenai term administrasi. Di Amerika suatu misal, masyarakatnya hanya mengenal dua macam kelompok administrasi yaitu Public Administration (Administrasi Negara) dan Business Administration (Administrasi Niaga). (Sidi Gazalba, 1994 : 349).

Di Indonesia sendiri, pemahaman administrasi dalam masyarakat kita secara umum sering disalah artikan subtansinya, masyarakat Islam Indonesia yang awam khususnya, memahami dan mengejawantahkan administrasi adalah sebatas pada pekerjaan atau kegiatan dalam bidang tata usaha di kantor saja.

Sepanjang sejarah peradaban manusia ada satu ras manusia yang mempunyai peranan sangat besar dalam pewarnaan administrasi sejarah peradaban pra-modern yang secara nyata telah mempunyai bukti arkeologis dalam pelaksanaan adminsitrasi yaitu ras dari bangsa Semit atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bangsa Sumeria. Nabi Musa (Moses) sebagai pendiri agama Yahudi dengan sepuluh perintah Tuhan (The Ten Command) yang terbukukan. Nabi Isa (Jesus of Nazaret) sebagai pendiri agama Nasrani dengan bibelnya, dan Ahmad Ibn-Abdullah (Muhammadurrosuulullah), dengan Al Qur-an dan Madinah Carternya yang merupakan prototype Undang-Undang Dasar Negara demokratis dengan menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia dalam pengembangan Masyarakat Madani (civil society), mereka semua merupakan putra-putra keturunan bangsa Semit yang secara genetika berdarah bangsawan dan Administrator yang handal.

2

Al-Din al-Islam adalah agama samawi ketiga dan merupakan agama yang terakhir diantara agama-agama monoteisme tersebut juga lahir di hamparan jazirah Arabia dimana tempat tersebut merupakan tempat kelahiran Al-Din al-Islam yang juga merupakan tanah air bangsa Semit (Sumeria).

Dalam perguliran waktu yang cukup lama akhirnya keturunan Bangsa Semit menyebar sebagai nomad ke berbagai Wilayah yang lebih subur dari daerah asalnya. Mereka berkembang masing-masing yang kemudian dikenal sebagai bangsa Babylonia, Assyria, Phoenesia, dan bangsa Yahudi.

Semula nenek moyang bangsa Babylonia, Assyria, Phoenesia, dan bangsa Yahudi bertempat tinggal dalam satu kesatuan yang utuh, namun sekitar tahun 3500 SM, suku Akkadia salah satu cabang keturunan dari bangsa Semit (Sumeria) hengkang meninggalkan tanah kelahirannya dan menetap di suatu lembah diantara Sungai Tigris dan Euphrat yang pada saat itu lembah tersebut telah didiami oleh bangsa yang telah mengenal peradaban, yaitu bangsa Sumeria, Pertemuan mereka dalam akulturasi dan asimilasi dengan bangsa sumeria ini pada akhirnya melahirkan suatu peradaban yang besar.

Sejarah Peradaban Timur terhempas ke Eropa karena penaklukan Aleksander yang agung (The Great of Alexander) atas bangsa Persia, kemudian bangsa Yunani mengembangkan peradaban tersebut kedalam berbagai cabang dan melahirkan sebuah peradaban baru yang pada gilirannya mampu mengungguli peradaban Timur dan Barat, dimana peradaban baru ini dikenal hingga sekarang sebagai peradaban Yunani.

Ketika Bangsa Romawi menaklukkan Yunani pada tahun 146 SM dan mewarisi peradaban Yunani, hingga selanjutnya pada abad VII M peradaban Yunani tersebut di warisi oleh umat Islam ketika Umat Islam menaklukkan

3

Wilayah Persia dan Romawi. Jadi perjalanan sejarah peradaban pra-modern yang berawal dari peradaban bangsa Semit tersebut akhirnya menjadi cikal bakal pelacakan sejarah peradaban Islam.

Berawal dari kebesaran negeri Babylonia, raja Hammurabi (2123 – 2081) adalah seorang administrator dan legislator yang ulung keturuan bangsa Semit, hal ini terbukti dengan diketemukannya Susa’ oleh Arkeolog Perancis M. de Morgan (1901-1902). Susa’ adalah lempengan batu yang (bentuk kapsul dari tahan liat yang dibakar - seperti batu bata lonjong sekarang) diatasnya dituliskan hukum-hukum yang dirumuskan oleh raja Hammurabi (hukum Hamurabi), dan akhirnya temuan ini disebut dan dikukuhkan sebagai kitab hukum tertua dalam sejarah peradaban manusia.

Pada awal-awal tumbuh dan berkembagnnya agama Islam, meskipun Rasulullah SAW, dikenal dengan sebutan Niraksarawan atau Al Ummi (buta huruf), namun dalam sejarah semenanjung Arabia Nabi Muhammad SAW adalah orang pertama mencapai keberhasilan yang gemilang didalam membentuk suatu tatanan organisasi sosial berdasarkan agama alih-alih berdasarkan keturunan.”(Syed Mahmudunnaser, 1994 : 123).

Nabi Muhammad SAW, tidak hanya pendiri agama dan pendiri masyarakat yang madani, beliau juga seorang negarawan dan pembangun bangsa besar. Nabi Muhammad SAW, adalah : kaisar dan paus dalam satu organ, tetapi beliau adalah kaisar tanpa legiun kekaisaran dan paus tanpa keangkuhan seorang paus, beliau adalah kaisar yang paling besar karena dia telah menciptakan suatu bangsa yang besar. Beliau mendirikan Republik Madinah yang merupakan soko guru dari Masyarakat Madani (civil society), menyatukan unsur yang berbeda dalam satu kesatuan yang kukuh dan

4

menyusun sebuah kitab undang-undang yang mengatur seluruh suku bangsa tanpa pembedaan kelas atau asal usul mereka.

Nabi Muhammad SAW, berpembawaan seorang demokrat. Piagam yang diberikannya kepada Madinah memberikan jaminan terhadap jiwa, hak milik, dan agama bagi semua unsur tanpa membedakan kasta dan keimanan. Piagam itu juga merupakan titik awal dari adanya Undang Undang tentang Hak Asasi Manusia, kebebasan, persamaan dan persaudaraan. (The Freedom of peace).

Semangat kerukunan persaudaraan dan persahabatan mulia yang ditanamkan oleh Nabi Muhammad SAW, di hati setiap orang yang akhlaknya rusak membawa mereka menjadi suatu bangsa yang kuat dan padu dengan toleransi tinggi dan mengutamakan permusyawaratan.

Pengamatan Prof. Hitti kiranya patut dikutip disini : “Didalam masa kehidupan moralnya yang sangat singkat, dari bahan-bahan yang nampaknya tidak memungkinkan untuk mendukungnya, Nabi Muhammad SAW, membangkitkan suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah bersatu di dalam suatu negara yang sampai sekarang hanya merupakan pernyataan geografis”.

Negara yang didirikannya merupakan negara demokratis yang sesungguhnya. Negara persemakmuran yang baru tersebut pada birokrasi kedalamnya termasuk orang-orang Yahudi, penyembah bintang, dan orang-orang Kristen sebagai warga negara dengan status kewarganegaraan yang jelas sebagaimana umat Islam. Hal ini didasarkan atas prinsip-prinsip persamaan umat manusia. Mereka di beri kebebasan beragama, serta hak-hak politik dan hak-hak asasi lainnya sebagai warga negara senantiasa dilindungi.

Semakin kita mengingat keluasannya selama lebih dari satu dekade adalah waktu yang sangat singkat serta

5

dibarengi dengan penyelesaian berbagai penentangan yang sangat keras yang harus dihadapi, semakin kagum kita pada kemampuan, keluwesan, kebijaksanaan dan kebijakan orang yang telah menyelesaikan revolusi santun ini. Menurut kata-kata Edward Gibbon, “Revolusi Islam merupakan revolusi yang sangat mengesankan, yang telah menanamkan suatu karakter yang baru dan abadi atas bangsa di dunia”. (Syed Mahmudunnaser, 1994 : 123).

Lebih kagum lagi jika kita memperhatikan kecermatan Nabi Muhammad SAW, dalam pengelolaan organisasi dan administrasi, baik mengelola administrasi negara, administrasi kemiliteran, administrasi kependidikan dan lain-lain yang secara terus menerus diterapkan oleh para sahabat dan generasi selanjutnya hingga sekarang menjadi administrasi global yang kita kenal dengan sistim Wide area network (WAN) dan Local arena network (LAN) dan system administrasi maya yang mewarnai segala lini kehidupan kita sekarang ini.

Dengan adanya sumber-sumber kajian dari berbagai konteks sosio–budaya adalah bermula dari keteraturan administrasi yang ada saat itu, sehingga dapat dilacak serta mampu di dikembangkan dengan didukung peninggalan-peningalan non administrasi seperti bukti fisik secara biologis maupun bukti fisik material.

1. Bahasa dan Rumpunnya Sebagai Unsur Utama Administrasi

Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat terlepaskan dari administrasi atau dengan kata lain dapat dikatakan bahasa merupakan unsur utama dan unsur kunci terbentuknya suatu tatanan administrasi, bahasa memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan kita. Bahkan hal paling penting yang membedakan antara manusia dengan binatang adalah kemampuan berbahasa. Seperti dikatakan oleh

6

Quintilian, "Tuhan, Sang Pencipta Alam Yang Maha Kuasa serta Arsitek Dunia, telah memberikan kepada manusia suatu sifat yang sangat tepat untuk membedakannya daripada hewan, yakni daya bicara." (Mario Pei, 1970), dari daya bicara dalam term kita adalah bahasa, timbul daya tulis dan akhirnya timbul daya pengadministrasiannya.

Sudah menjadi konsensus umat Islam di seluruh dunia bahwa bahasa al-Qur'an adalah bahasa Arab dan Nabi Muhammad juga bangsa (orang) Arab, Ditinjau dari sejarahnya, sekurang-kurangnya ada dua jenis klan besar Arab yang mendiami daerah Hijaz (Jazirah Arab). Yang pertama adalah Arab asli (True Arabs) atau Arab al-'Ariba dan yang kedua adalah Arab pendatang (Arabized Arabs) atau Arab al-Musta'riba. Arab asli adalah keraturunan dari Qathan, sedangkan Arab pendatang merupakan keturunan dari Ismail, yang datang dari Babylonia (Mesopotamia) dengan seperangkat peradabannya.

Pada masa menjelang lahirnya Muhammad, Makkah sebagai pusat kota yang terpenting pada saat itu. Praktis dikuasai oleh orang Arab pendatang yang populer dengan sebutan suku bangsa Quraisy. Didukung oleh persekutuan antar kabilah yang kuat dalam perjanjian hilfulfudhul. Ketika beberapa orang pemuda menggalang sebuah gerakan yang dikenal dengan nama "Sumpah Pemuda" (Hilful-Fudhul), segera Muhammad pun bergabung bersama mereka, karena gerakan itu sejalan dengan perilaku luhur dan tujuan-tujuannya. maka bahasa Arab Quraisy secara de-facto telah menjadi lingua france (bahasa utama) di seluruh Jazirah Arab pada masa itu. Oleh karena itu bahasa al-

7

Qur'an adalah bahasa Arab Quraisy. Singkatnya disebut dengan bahasa Araby.

Term Araby berasal dari kata Arab yang ditambah dengan huruf "ya nisbah", yaitu huruf "ya" di akhir kata yang berfungsi sebagai penghubung dari kata itu. Dalam konteks bahasa, "ya nisbah" berfungsi untuk merumpunkan suatu bahasa dengan kelompoknya. Seperti halnya bahasa Indonesia adalah serumpun dengan bahasa Malaysia, yakni termasuk dalam rumpun bahasa Melayu. Jadi, yang kita maksud bahasa al-Qur'an sebagai bahasa Araby, adalah karena bahasa Arab Quraiys yang dipakai al-Qur'an tersebut serumpun dengan bahasa Arab seumumnya.

Perbedaan antara bahasa Arab dengan bahasa al-Qur'an, adalah :1. Bahasa Arab adalah bahasa kontemporer yang masih

mengalami proses perubahan dan perkembangan (bisa bertambah dan berkurang). Sedang bahasa al-Qur'an adalah bahasa yang sudah baku dengan fleksibilitas serta gramatika yang tinggi.

2. Secara struktur, bahasa Arab tersusun dari kalimat, kata dan huruf tanpa ada ikatan yang kuat. Sedang bahasa al-Qur'an terikat dalam kitab-kitab, surat-surat, ayat-ayat, kalimat-kalimat, kata-kata, dan huruf dengan aturan pengucapan yang ketat.

Kajian bahasa sampai kini masih menjadi perdebatan para peneliti. Salah satu pendapat menyatakan, bahasa mempunyai rumpun atau keluarga. Ada empat rumpun bahasa yang kita kenal di dunia ini. Rumpun Semit, Indo-Eropa, Arya, dan Mongol. Meskipun secara ilmiah kurang diakui dengan populer bahwa induk dari keempat rumpun bahasa tersebut

8

adalah bahasa Al Qur’an atau bahasa araby, suatu contoh : apabila kata "ardl" dalam al-Qur'an kemudian kita bandingkan dengan earth (Inggris), terra (italia), terre (Perancis), tierra (Spanyol), erde (Jerman), aarde (Belanda), rat/rad (Jawa, bumi - Indonesia), maka dari ketujuh bahasa tersebut ada kemiripan dalam bunyi ucapan (lafadz) dan kesinoniman dalam makna yang dikandungnya.

Selain permainan kosa kata (utak-atik kata dan bahasa), ada hasil penelitian dosen linguistik di sebuah universitas terkemuka di Inggris, Prof. Dr. Tahiyya Abdul Aziz dalam bukunya yang berjudul Arabic Language The Origin of Languages mengulas dan menyimpulkan bahwa bahasa Arab merupakan sumber dan asal-usul dari semua bahasa yang ada di muka bumi ini. Sungguh pun bahasa Arab itu dipandang dari sudut literatur adalah bahasa yang termuda diantara kumpulan bahasa-bahasa Samyah (Semite), tetapi bahasa ini lebih banyak mewarisi sifat-sifat asli bahasa induknya, yaitu bahasa Samyah daripada bahasa Ibrani dan lain-lain bahasa yang bersaudara dengan itu (Philip K. Hitti, Dunia Arab, Sejarah Ringkas, p.11). Dan tanah Arablah negeri asal dari cikal-bakal suku-suku bangsa bani Samyah, yaitu, bangsa Babylonia, Assyiria, Chaldea, Amorayah, Aram, Phunisia, Ibrani, Arab, dan Abessinia (p.12).

Dalam Kitab Perjanjian Lama (The Old Testament) dikatakan, "Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya." (Kejadian 11: 1). Kemudian dalam The Story of Language, Mario Pei mengutip pernyataan Cowper, "Para sarjana filologi, yang memburu sebuah suku-kata terengah-engah lewat ruang dan waktu, mulai dari rumah, mengejarnya dalam gelap-gulita ke Gallia,

9

ke Yunani, ke Bahtera Nabi Nuh juga." Dalam beberapa pernyataan yang kita kutip tersebut, bila kemudian dihubungkan dengan Surat ash-Shaaffaat ayat 83 :

Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). Lalu disambung dengan Surat al-A'laa ayat 18 dan 19, yang secara tegas menyebutkan, al-Qur'an hingga sampai kepada Nabi Nuh. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa.

Dari suhuf Nabi Nuh sebagaimana al-A'laa ayat 18 dan 19 diatas, maka untuk menelusuri hingga Nabi Adam AS, tinggal menghubungkannya melalui Nabi Idris. Inilah yang disebut sebagai Arabic language oleh Prof. Tahiyya sebagai asal-usul semua bahasa di dunia ini. Bahasa wahyu, bahasa para Nabi. Sejak Adam hingga Muhammad. Dalam kait-hubungan pertaliannya dengan bangsa Arab, bukan berarti wahyu al-Qur'an yang mengikuti bangsa dan bahasa Arab, tatapi bahasa dan budaya bangsa Arablah yang mengikuti bahasa dan budaya para Nabi (al-Qur'an, Injil, Taurat, Zabur, Shukhuf al Ula, al-Asma dll).

Bahasa dalam bentuk aslinya yang pertama adalah berupa suara atau rangkaian bunyi (ujaran) yang mengandung makna tertentu. Bentuk bahasa ucap atau percakapan ini timbul penulisan, pemeliharaan dan penyimpanan dokumen tersebut yang secara jujur adalah suatu proses pengadministrasian. a.Bentuk - bentuk Bahasa

Bahasa yang diucapkan manusia merupakan bahasa ucap atau bahasa lidah / bahasa lisan, bahasa

10

inilah yang menjadi landasan bagi semua bahasa. Bahasa wahyu yang didokumentasikan dalam al-Qur'an disebut sebagai qaulan atau lisaanan yang artinya ucapan atau perkataan lisan.

Disebabkan tenaga dari susunan bahasa Arab yang aneh, maka bahasa itu sangat tepat untuk dipakai berbicara secara ringkas dan berisi. Sifat bahasa dan watak yang aneh dari bangsa ini, seluruhnya dipergunakan oleh Islam itulah sebabnya didapati “sifat ajaib” pada gaya dan susunan bahasa dalam Qur’an, yang dikemukakan oleh kaum Muslimin sebagai bukti yang terkuat akan kebenaran agamanya. Kemenangan Islam sedikit banyak berarti kemenangan bagi suatu bahasa, terutama kemenangan suatu kitab dari sekian kitab Samawy, yaitu Al Qur’an Al Karim.

Bahasa secara umum yang kita kenal ada dua bentuk bahasa yaitu bahasa ucap atau bahasa lisan dan bahasa tulis, adapun perbedaan antara bentuk bahasa ucap dan bahasa tulis antara lain:1. Bahasa tulis sangat terikat oleh tata bahasa,

sedangkan bahasa ucap adalah bahasa operasional yang lebih longgar dalam pengaplikasiannya.

2. Dalam bahasa ucap, intonasi atau tinggi rendah tekanan (nada) suara sangat mempengaruhi makna yang dikandungnya, sementara dalam bahasa tulis tidak ada persoalan dalam hal intonasi. Namun mengutamakan susunan dan keteraturan tata bahasa.

3. Pihak-pihak yang berbicara biasanya saling bertemu secara langsung dalam ruang dan waktu yang sama secara dialogis dan interaktif (dalam bahasa ucap), sedangkan dalam bahasa tulis tidak demikian.

4. Yang paling tahu dari suatu ucapan adalah si pengucap itu sendiri. Bila objek (lawan bicara) tidak mengerti, bisa langsung ditanyakan kepada yang bersangkutan saat itu juga. Sedang dalam bahasa

11

tulis, biasanya banyak sekali pemahaman, tafsiran, dan interpretasi yang berbeda-beda. Bahkan kadang-kadang bertolak-belakang dengan maksud si penulis, akan tetapi tidak bisa langsung dikonfirmasikan saat itu juga.

Dengan memahami bahwa bahasa al-Qur'an sebenarnya adalah bahasa ucap atau bahasa lisan yang ditulis (diabadikan) dalam mushaf, maka kita bisa lebih berhati-hati, terutama dalam upaya melagukan atau menyanyikan al-Qur'an. Jangan sampai sebuah kisah yang heroik di dalam al-Qur'an (misalnya Surat al-Kafirun) menjadi terdengar lucu, karena keliru melafadzkannya, yakni dengan nada meratap misalnya. Atau sebaliknya, yang seharusnya meratap menadahkan harapan dalam suasana syahdu, tetapi malah dilagukan dengan semangat berapi-api.

Di samping itu, walaupun mempelajari tata bahasa itu penting, tetapi al-Qur'an sebagai bentuk bahasa ucap atau lisan mempunyai teori gramatika (tata bahasa) tersendiri. Tidak cukup hanya dengan sekadar belajar Nahwu Sharaf (tata bahasa Arab biasa). Jadi, untuk belajar bahasa al-Qur'an memang harus mempelajari tata bahasa al-Qur'an itu sendiri, sebagaimana firman Nya dalam al-Qur'an Surat al-Haaqqaah ayat 42-43 yang artinya : Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.

Bahasa al-Qur'an adalah bahasa percakapan dari Tuhan Pencipta alam semesta kepada utusan-Nya, yang dari segi bentuk maupun kandungannya mempunyai nilai yang sangat mulia (qaulu rasuulin kariimin). Al-Qur'an bukan termasuk bahasa semodel bahasa para sastrawan atau penyair (syaa'irin) yang terlalu

12

berorientasi pada keindahan lahiriahnya saja. Bahasa al-Qur'an juga bukan bahasa seperti bahasa para manterawan (kaahinin) atau peramal atau dukun, karena bentuk bahasa model ini seringkali sulit dinalar dan tidak komunikatif. Biasanya, bahasa jenis ini memerlukan juru tafsir khusus.

b. Paradoks Bahasa duniaAs-Suyuthi dalam karyanya al-Itqan mengatakan,

"Barangsiapa menyatakan telah memahami rahasi-rahasia yang tersimpan dalam al-Qur'an, tetapi tidak menguasai makna lahiriahnya (tekstual), maka ibaratnya sama dengan orang yang mengatakan bahwa dia telah sampai (masuk) ditengah sebuah rumah, tetapi tidak melewati pintunya." Dari pendapat as-Suyuthi ini bisa disimpulkan bahwa seseorang tidak mungkian mampu memahami makna suatu bahasa tanpa menguasai bahasa tersebut, namun dalam pengalaman belajar bahasa membuktikan bahwa bahasa merupakan media dalam menyampaikan makna sama sekali tidak menentukan makna yang dikandungnya. Seperti kata "ibarat", "umpama", "misal", "bagaikan", "seperti", "penaka", dsb, walaupun kata ini diungkapkan dengan istilah yang berbeda-beda, tetapi maksudnya tetap sama. Inilah paradoks bahasa yang dimasudkan, di satu segi kita harus melalui bahasa untuk mempelajari makna yang dikandungnya, di segi lain kita tidak boleh terjebak pada bahasa sebagai alat penyampai makna yang secara prinsip sama sekali tidak menentukan makna.

2. Administrasi Terminologi administrasi dalam kehidupan sehari-

hari sering disamakan dengan Tata Usaha, yaitu berupa

13

kegiatan mencatat mengumpulkan dan menyimpulkan dan menyimpan suatu kegiatan atau hasil kegiatan untuk membantu pimpinan dalam mengambil keputusan. Pengertian ini diambil dari bahasa belanda Administratie yang berarti setiap penyusunan keterangan secara sistematis dan pencatatan secara tertulis dengan maksud untuk memperoleh suatu ihtisar mengenai keterangan–keterangan itu dalam keseluruhannya dan dalam hubungannya satu sama lain.

Uraian di atas adalah tentang kehidupan pengertian administrasi dalam arti sempit, yang masih kita jumpa dalam kehidupan sehari–hari. Suatu contoh, sebuah Koran membubuhkan alamatnya dengan “Kantor Redaksi/Administrasi : “Yang dimaksudkan dengan ‘Adminitrasi” oleh Lembaga Pers diatas adalah Tata Usaha. Pengertian administrasi kadang dipersempit lagi, dan disamakan dengan “keuangan”. Misalnya ucapan seorang pegawai kantor, “Bereskan dulu urusan administrasimu”. Yang dimaksud dengan “administrasi” oleh si pegawai tersebut adalah “keuangan”.

Dalam arti luas, administrasi berasal dari istilah Inggris, “administration”, yang jabarannya sebagaimana dikemukakan para ahli berikut ini :1. Menurut Henri Fayol, administrasi dirumuskan

sebagai berikut : Planning, organizing, Commanding, Cordinating and Controling (Perencanaan, pengorganisasian, memberi komando, kordinasi dan mengadakan pengawasan).

2. Menurut Pfifferner dan Prestus, administrasi adalah suatu aktifitas atau process terutama mengenai cara – cara untuk mencapai tujuan.

3. Menurut Ordway Tead dalam bukunya The Art of Administration : Administrasi adalah proses dan

14

kekegitan dari organisasi dan manajemen yang bertanggung jawab dan memberi arah dalam penentuan tujuan).

4. Menurut Leonard D. White dalam bukunya Introduction to the Study of public Administration : Administrasi adalah suatu proses yang biasanya terdapat dalam kelompok baik serupa usaha negara atau perseorangan, sipil atau meliter, secara besar – besaran atau kecil – kecilan.

5. Menurut Herbert A. Simon dalam bentuknya Administrative behavior : Dalam pengertian yang paling luas, administrasi dapat diberi batasan merupakan aktivitas dari kelompok yang mengadakan kerjasama untuk mencapai tujuan.

6. Menurut Prof. DR. Mr. S. Prajudi Atmosidordjo dalam bukunya Dasar – dasar Ilmu Administrasi : Administrasi adalah sebagai fungsi dari pada atau apa yang harus dijalankan oleh setiap orang yang bertugas / berkewajiban memimpin atau mengepalai suatu organisasi.

7. Menurut Sondang P. Siagian, dalam bukunya Filsafat Administrasi : Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

8. Menurut Ensiklopedi Administrasi : Administrasi adalah segenap rangkaian perbuatan penyelenggaraan setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.

Berbagai definisi tersebut diatas tampaknya seperti tidak ada persamaan pendapat dan pemahaman. Tetapi sebenarnya dari uraian – uraian tersebut ditarik mempunyai makna yang terkandung dalam administrasi, yaitu :

15

(1) administrasi merupakan proses adanya sejumlah aktivitas,

(2) adanya sekelompok orang yang bekerjasama, (3) adanya organisasi untuk wadah kerja sama, (4) adanya penentuan tujuan tertentu.

Semua unsur tersebut selalu ada dalam setiap kegiatan administrasi. Jika salah satu faktor saja tidak ada, maka kegiatan tersebut tidak dapat disebut administrasi. Misalnya seorang petani sawah bekerja sendirian dan mendapatkan hasil, tidaklah dapat disebut administrasi, karena : (1) tidak bergerak dalam unit organisasi, dan (2) tidak ada unsur kerja sama : meskipun dalam

usahanya merupakan proses.

Berdasarkan definisi dan ulasan tersebut, dapat dinyatakan bahwa lingkup kegiatan administrasi tidak terbatas pada ketata – usahaan saja, melainkan jauh lebih luas dari itu. (Dja’far Hentihu, 1990 : 3-4)

3. Peradaban dan KebudayaanKetika berbicara tentang kebudayaan, orang sering

masuk ke ruang sempit, hanya berkutat di sekitar kesenian, atau berkelana ke ruang yang begitu luas, menjangkau seluruh rentang kehidupan, sehingga sering terjadi perbedaan persepsi dalam diskursus. Pada batasan yang kadang-kadang tidak jelas itulah orang sering mempertanyakan : kebudayaan itu urusan siapa, atau siapa yang berhak mengurus kebudayaan?

Dengan dibebani trauma atas pengalaman empirik pada masa Orba, Mh. Nurul Huda menyatakan bahwa

16

pemerintah atau negara tak berwenang menafsirkan budaya rakyatnya karena elite pemerintah atau negara tidak memiliki kapasitas dan kompetensi untuk itu, secara empiris para elite pemerintah umumnya tak memiliki kepedulian, sebaliknya justru merusak kekayaan budaya masyarakat. Disamping itu model negara Leviathan Hobbes sudah dianggap usang karena model ini tak mampu mengakomodasi keragaman kebudayaan dan perbedaan pandangan dalam negara yang plural dan heterogen (Kompas, 27.12.04) .

Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat, manifestasi-manivestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban, kebudayaan lebih direfleksikan pada: seni, sastra, religi (keagamaan), dan moral, maka peradaban lebih luas hingga terefleksi pada politik, Ekonomi dan teknologi (Effat Al Sarqawi, 1986 : 5).

Secara umum kebudayaan setidaknya mempunyai tiga wujud : (1) Wujud Ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu

kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peaturan dan sebagainya.

(2) Wujud Kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan yang berpola dari manusia dalam suatu masyarakat.

(3) Wujud Benda, yaitu wujud kebudayaan dari benda-benda hasil karya (Koentjaraningrat, 1985 : 5).

Peradaban sering dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur kebudayaan yang halus dan indah. Peradaban dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan

17

yang menyangkut sistim teknologi dan seni, sistim kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. (M. Natsir, tt : 4)

Peradaban (hadharah) dalam term bahasa Arab adalah antitesis dari keprimitifan (badawah). Dalam peradaban terdapat sifat akomodatif terhadap perkembangan, yang menetap dalam wilayah tertentu, serta berada dalam tatanan sosial yang stabil. Sifat akomodatif orang-orang yang menetap dalam suatu kota terhadap kemajuan menghasilkan akumulasi pencapaian peradaban. Dengannya, manusia dapat memperhalus realitas yang ada. Dengan adanya akumulasi peradaban dan pertumbuhan budaya, yang dengannya jiwa manusia menjadi halus, peradaban dan pembangunan manusia dapat berdiri.

Peradaban adalah pembangunan dengan dua sayapnya: "berperadaban" yang dengannya realitas materiil menjadi terhaluskan, dan "budaya" yang dengannya jiwa manusia menjadi halus. Peradaban merupakan hasil dari sifat akomodatif terhadap kemajuan yang menetap dalam perkotaan, perkampungan, dan perumahan.

Dalam Al-Qur'anul-Karim disebutkan, "Dan, tanyakanlah kepada Bani Israel tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berbuat fasik. "(al-A'raf: 163)

Dalam hadits Nabi saw, juga dalam syair Arab terdapat pembandingan antara al-hadhir 'menetap di

18

perkampungan dan kota' dan al-badi 'yang tinggal di padang pasir dan nomaden'. Serta antara peradaban dan keprimitifan.

Oleh karena itu, term al-umran 'peradaban' dalam warisan intelektual Mesir kuno, lebih tepat dalam menunjukkan pengertian peradaban dibandingkan dengan term al-hadharah yang kemudian secara populer digunakan pada masa modern ini. Ibnu Khaldun (732-808 H/1332-1406 M) melakukan pembedaan antara pengertian kedua istilah itu, alhadharah dan al-umran, ketika ia melihat perbedaan antara al-umran, yang berarti 'kemajuan dan ketinggian' dengan al-hadharah, yang berarti 'fase awal stagnasi kemajuan dan kemunduran peradaban'. Al hadharah menurutnya adalah kemewahan, sifat berlebihan, konsumerisme yang melebihi produksi, meninggalkan usaha yang produktif, mengandalkan kekuatan, dan menambah pekerjaan administratif dan supervisi yang tidak didorong oleh kebutuhan, sehingga menambah neraca pengeluaran, dan akibatnya adalah dinaikkannya pajak tanpa ada pertambahan kekayaan, serta usaha yang ditumbuhkembangkan oleh keadilan. Dalam kondisi seperti itu, negara dan para pejabatnya adalah pos-pos pengeluaran harta-harta rakyat.

Apa yang disebut dengan istilah al-umran dalam warisan intelektual Mesir Kuno, kemudian dikenal dengan istilah al-hadharah dalam warisan intelektual Mesir modern. Hal itu merupakan akumulasi peradaban dan budaya, serta pembangunan yang menghiasi realitas materiil dan jiwa manusia. Dengannya, manusia meningkatkan realitas kesehariannya, dan realita yang berperadaban itu memberikan sahamnya dalam mem-bangun masyarakat sipil yang berperadaban, dalam

19

bidang-bidang yang beragam : agama, akhlak, keindahan, keilmuan, ekonomi, politik dan bidang-bidang kemajuan peradaban lainnya.

Jika demikian pengertian al hadhayah itu maka penelusuran perjalanan perkembangan kelompok-kelompok manusia seluruhnya, dari beragam ras, warna kulit, filsafat, dan agama sepanjang sejarah dan tempat, akan menyaksikan kecenderungan manusia untuk selalu dan selamanya mengarah kepada hidup menetap, membangun perkampungan, dan membangun peradaban mereka. Dengan tinggal dalam kota berperadaban, manusia menggantikan kemudahan mereka dengan kesulitan, kesantaian dengan kerja dan kelelahan, keamanan dengan bahaya dan ketakutan, kelembutan dengan kekasaran, dan kebahagiaan dengan kesedihan. Mereka berkecenderungan dengan fitrah dan kemaslahatannya sekaligus untuk mengambil faktor-faktor peradaban dan kemajuan.

Banyak orang tidak berbeda dalam menjawab pertanyaan ini. Jika mereka menjawab pertanyaan itu dengan berpedoman pada "realitas" yang terwujud dalam karakteristik-karakteristik kekhasan peradaban. Yang menggariskan "batas-teritorial" bagi "negara-negara peradaban", yang lebih kuat dan lebih panjang usianya, dalam kehidupan umat umat dan bangsa-bangsa, daripada "batas-batas teritorial politik" bagi Negara-negara dan kerajaan-kerajaan.

Sedangkan, kekhasan Barat sebagai peradaban adalah realitas yang disepakati oleh para peneliti. Baik itu kekhasannya pada era kejahilan Yunani kuno maupun kebangkitan Eropa modern, serta realitas kontemporer kekinian yang kita saksikan bersama.

20

Hubungan antara peradaban Islam dan peradaban barat masing-masing mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, memberi, dan dapat diterima diluar batas-batas teritorial "negara peradabannya". Keduanya saling berkompetisi hingga mencapai tingkat konflik (bersenjata) dalam waktu yang panjang dalam sejarah. Sehingga, persaingan-persaingan antara peradaban barat dan peradaban-peradaban Timur Jauh biasanya hanya sebatas pada "dimensi ekonomi", sementara persaingan antara Barat dan Islam adalah persaingan peradaban secara lengkap dalam seluruh bidang. (Imarah, Muhammad, 1999).

Sebagian pemikiran Barat tidak mengingkari "kekhasan historis" peradaban Islam dibandingkan dengan peradaban-peradaban lainnya. Namun, banyak orang Barat yang mengingkari kekhasan peradaban kita, sehingga mereka juga mengingkari kekhasan Islam sebagai risalah agama dan syariat Ilahiah. Mereka hanya melihatnya sebagai bentuk klenik dari Kristen, dan hasil proses eklektik dari ajaran-ajaran Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Gaung pengaruh pemikiran Salibis ini masih bercokol dalam dunia budaya dan visi Barat kontemporer. Yang paling berbahaya dan aneh adalah sejumlah besar pemikir barat yang berpengaruh, yang mengimani adanya pluralitas peradaban secara global, dan adanya kekhasan-kekhasan peradaban dengan kekhasan budayanya kembali berbicara tentang keharusan terjadinya benturan antar peradaban-peradaban. Mereka mengajak kepada peradaban Barat untuk menyiapkan perangkat-perangkat kekuataan mereka dalam bidang militer, ekonomi, budaya, dan politik untuk melumpuhkan peradaban-peradaban non-Barat. Terutama dimulai dengan peradaban Islam.

21

Samuel E Huntington menerima adanya pluralitas dan kekhasan masing-masing peradaban sebagai suatu realitas, kemudian melihat masa depan pluralitas peradaban ini berujung pada benturan, sehingga ia mengajak Barat untuk menghilangkan pluralitas ini dari dunia realitas peradaban. kekhasan peradaban-peradaban tersebut terjadi karena kekhasan budaya-budayanya. Peradaban adalah bentuk budaya, tidah ada peradaban universal. Namun, yang ada adalah dunia dari peradaban peradaban yang berbeda. Di dunia ini ada tujuh atau delapan peradaban besar : peradaban Barat, Cina Konfusius, Jepang, Islam, India, Ortodox Slavik, Amerika Latin, dan barangkali Afrika. Ketujuh peradaban itu merupakan peradaban-peradaban yang masing-masing berbeda satu sama lain karena faktor bahasa, sejarah, budaya, dan tradisi. Dan yang paling penting di antaranya adalah agama. Anggota-anggota peradaban peradaban yang berbeda-beda itu mempunyai pendapat-pendapat yang berbeda tentang hubungan antara Tuhan dan manusia, individu dan masyarakat, daerah dan negara, anak dan orang tuanya, serta suami dan istrinya. Juga terdapat pemikiran-pemikiran yang berbeda tentang takaran hak-hak dan tanggung jawab, kebebasan, kekuasaan, persamaan, dan bentuk piramida masyarakat. Perbedaan-perbedaan ini terjadi akibat perkembangan-perkembangan yang terjadi selama berabad-abad, dan tidak akan hilang dalam waktu dekat. Karena ia lebih substansial dari perbedaan-perbedaan antara ideologi-ideologi politik dan sistem-sistem politik.

Ia menyarankan untuk membagi fase benturan pada masa depan itu menjadi dua fase, yakni sebagai berikut :

22

Pertama, yang dekat adalah fase "jangka pendek". Pada fase ini Huntington merekomendasikan pihak Barat untuk menyatukan dunia peradabannya, dan mempergunakan seluruh perangkatnya, dari alat perang, hingga ekonomi, politik, budaya, nilai hingga lembaga-lembaga internasional, serta memfokuskan diri pada perseteruan melawan. peradaban Islam dan Cina. Ia berkata :

"Dalam jangka pendek, bagi kepentingan Barat adalah memperbesar kerja sama dan penyatuan dalam lingkup peradabannya sendiri, terutama di antara dua perumus peradaban inti, yaitu Eropa dan Amerika Utara. Serta memasukkan masyarakat-masyarakt Eropa Timur dan Amerika Latin ke dalam lingkup masyarakat Barat. Itu semua adalah masyarakat-masyarakat yang mempunyai budaya yang dekat dengan budaya Barat, serta memperkuat dan memelihara hubungan yang telah ada dengan Rusia dan Jepang. Juga menjadikan perseteruan lokal diantara peradaban-peradaban menjadi perang-perang besar diantara peradaban-peradaban, dan menekan agar tidak terjadi pembesaran kekuatan militer negaranegara Asia dan Islam, serta menekan upaya pengurangan kekuatan militer Barat Juga memelihara keunggulan militer di Timur dan Barat Daya Asia. Juga memanfaatkan perselisihan dan perseteruan yang terjadi di Barat untuk ditumpahkan di tengah-tengah peradaban lain. Memperkuat lembaga-lembaga internasional yang mencerminkan dan memperjuangkan kepentingan dan nilai-nilai Barat serta memberikan justifikasi terhadap tindakan-tindakannya. Kemudian, mengajak kepada negara-negara non-Barat untuk bergabung dalam organisasi-organisasi ini."

23

Yang dituntut oleh Barat dalam "jangka pendek" perseteruan ini adalah sebagai berikut.1. Menyatukan elemen peradabannya, memperkuat

kerja sama di antara mereka, serta memasukkan Eropa Timur dengan bagian Baratnya, dan seluruh Eropa bersama Amerika Utara dan Amerika Latin. Atau, Barat budaya dan yang dekat dengan budaya Barat, Barat Kristen dengan sekte-sekte yang beragam.

2. Kerja sama, memperkecil dan menekan perseteruan dalam seluruh lingkup peradaban Barat. Bahkan, memanfaatkan masalah-masalah perseteruan dalam masyarakat Barat untuk, menjadi perseteruan bagi masyarakat non-Barat, sehingga perseteruan Barat nantinya akan terfokuskan untuk melawan Islam dan Cina.

3. Mengurangi kemampuan militer kaum muslimin dan Cina, serta menambah kekuatan militer Barat, dan menjaga keunggulan militer Barat di Timur dan Barat Daya Asia. Atau, untuk menghadapi Cina dan kaum muslimin.

4. Memperkuat lembaga-lembaga internasional yang berperan "memperjuangkan kepentingan dan nilai-nilai Barat, serta memberikan justifikasi kepadanya, dan mengikutsertakan negara-negara non-Barat untuk bergabung dalam lembaga lembaga ini.

Itu adalah poin-poin strategi Huntington bagi kepentingan jangka pendek, dan fase pertama dari perseteruan peradaban Barat, yang ia rekomendasikan untuk difokuskan pada dua peradaban Islam dan Cina.

Sedangkan, fase kedua perseteruan Barat melawan peradaban non-Barat ini adalah fase "jangka

24

panjang", yang dalam ungkapan Huntington adalah fase penguasaan Barat atas peradaban-peradaban non-Barat, yang telah berhasil "memodernisasi" dirinya, sambil tetap menjaga identitas peradaban non-Baratnya.

Setelah fase pertama perseteruan ini, fase penghancuran kekuatan peradaban Islam dan peradaban Cina, datang fase kedua penguasaan peradaban-peradaban lain yang non-Barat. Yang dilewati oleh Barat pada fase pertama dari perseteruannya itu. Terutama yang telah berhasil dalam bidang kekuatan modernisasi militer dan ekonomi.

Dalam ungkapan Huntington :"Sedangkan, dalam jangka yang lebih panjang,

perlu dilakukan tindakan-tindakan yang lain. Peradaban Barat adalah peradaban Barat dan modern sekaligus. Peradaban-peradaban non-Barat telah berusaha menjadi modern tanpa menjadi Barat. Hingga hari ini tidak ada yang berhasil kecuali Jepang. Peradaban-peradaban non-Barat akan terus berusaha mencapai kekayaan, teknologi, keahlian, permesinan, dan persenjataan, yang merupakan cermin dari elemen bangunan peradaban modern. Peradaban-peradaban itu juga akan terus berusaha menyelaraskan modernisme itu dengan budaya dan nilai-nilai tradisionalnya. Sedangkan, kekuatan ekonomi dan militernya akan mengalahkan Barat. Oleh karena itu, Barat dalam bentuk yang lebih besar, harus menguasai peradaban-peradaban modern non-Barat itu, yang kekuatannya sudah hampir mendekati kekuatan Barat, tetapi nilai-nilai dan

25

kepentingannya berbeda dalam jarak yang besar dari nilai dan kepentingan Barat. Oleh karena itu, Barat harus menjaga kekuatan ekonomi dan militer yang diperlukanuntuk menjaga kepentingannya yang berhubungan dengan peradaban-peradaban itu." (al-Hirsul Wathani, edisi Dzulqa'idah-Dzulhijjah, tahun 1416 / Maret-April, tahun 1996, hlm. 84,90.)

BAB IISEJARAH ADMINISTRASI PRA MODERN

26

Tanda-tanda awal peradaban, dengan segala gejala klasiknya berupa terlacaknya kota-kota pertanian, penggunaan kalender, kecanggihan senjata, rekrutmen kemiliteran dan digunakannya sistem operasional dan administrasi perpajakan, mulai muncul sekitar tahun 4500 sebelum Masehi. Sejarah melahirkan dua peradaban pada saat pertama, keduanya peradaban Semit, satu di Timur Laut Palestina, yang lainnya di Barat Laut yaitu mesir. Diperlukan waktu 2500 tahun untuk membuat kedua peradaban ini – (Mesopotamia dan Mesir) saling bertemu. Setelah itu, pergolakan dan perang pun terjadi, yang menyebabkan Palestina menerima risiko menjadi buffer state (negara kecil yang terjepit dua negara besar yang bermusuhan) (Dimont, pengantar).

Eksplorasi terhadap sejarah peradaban manusia serta asal-usulnya berikut sistim dan tata keadministrasian yang digunakannya, sebenarnya tidak lepas dari kehidupan kita sekarang ini. Keberadaan peradaban itu sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu adalah Mesir. Zaman sebelum enam ribu tahun dikategorikan kedalam zaman pra-sejarah. Oleh karena itu secara ilmiah kebenaran sejarah masih simpang siur. Para arkeolog mengadakan penggalian-penggalian kembali serta melakukan rekonstruksi keterpautan sejarah-sejarah di Irak dan Suriah untuk mempelajari peradaban serta menentukan batas dari peradaban sejarah dan peradaban pra-sejarah.

Hasil temuan dari para arkeolog tersebut meskipun masih dalam tahap simpang siur, mereka melakukan konsensus bersama bahwa munculnya peradaban pertama ada hubungannya dengan laut merah dan laut tengah.

Mesir adalah yang paling menonjol membawa peradaban pertama ke Yunani, Romawi dan peradaban dunia sekarang ini masih erat sekali hubungannya dengan

27

peradaban pertama itu. Asyria dan Yunani sejak ribuan tahun yang lalu dikenal perkembangan peradabannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, pertanian, perdagangan, kemiliteran dan dalam segala bidang kegiatan manusia termasuk kegiatan administrasinya.

500 SM Serat Papyrus digunakan sebagai kertas.Kertas yang terbuat dari serat pohon papyrus yang tumbuh disekitar sungai nil ini menjadi media menulis/media informasi yang lebih kuat dan fleksibel dibandingkan dengan lempengan tanah liat yang sebelumnya digunakan sebagai media informasi.

105 M Bangsa Cina menemukan kertas. Kertas yang ditemukan oleh bangsa Cina pada masa ini adalah kertas yang kita kenal sekarang, kertas ini dibuat dari serat bambu yang dihaluskan, disaring, dicuci kemudian diratakan dan dikeringkan, penemuan ini juga memungkinkan sistem pencetakan yang dilakukan dengan menggunakan blok kayu yang ditoreh dan dilumuri dengan tinta atau yang kita kenal sekarang dengan sistem Cap. (www.apjii.or.id/Sejarah Teknologi Informasi)A. Sejarah dan Peradaban Bangsa Semit (Sumeria)

dan sistim administrasinyaBangsa semit yang lebih kental dikenal dengan

bangsa Sumeria adalah bangsa yang dikenal melahirkan keturunan-keturunan pembawa pesan Tuhan (agama samawi). Amorites, pemimpin bangsa (kaum) Ubaidian keturunan Kan’an (Putera nabi Nuh) meninggalkan negerinya dan mendiami sebelah barat sungai Jordan, pada abad ke 13 SM Amorites menyeberangi sungai Jordania, Amorites dikenal dengan Amurru, sebuah masyarakat yang ditaklukan oleh negeri Babylonia pada abad ke 12 SM hingga dua abad kemudian menjelmakan keberadaan negeri Babylonia.

28

Semenjak abad ke 5 SM terbentuklah suatu masyarakat berbahasa semit mendirikan sebuah negara yang akhirnya dikenal dengan negeri Sumeria, Negara ini secara bertahap menjadi negara kesatuan utuh yang terdiri dari negara kota kecil seperti Adab, Eridu, Isin, Kish, Kullab, Lagash, Larsa, Nippur, and Ur (“Tell al Muqayyar”). Beberapa abad kemudian, seperti negara Ubaidian (kaum yang datang dari Mesopotamia utara) menjadi negara makmur, oleh karena kemakmuran bangsa Semit tersebut penduduk dari Syria dan Arab mulai mendatangi kota Sumeria, imigran tesebut berkembang menjadi satu kesatuan serta berbaur dengan bangsa Semeria. Setelah kira-kira 3250 SM, masyarakat dari berbagai penjuru dunia seperti dari arah timur laut Mesopotamia mulai melakukan akulturasi dan asimilasi dengan populasi setempat. Pendatang baru yang menjadi terkenal di Sumeria sehingga mampu mewarnai bahasa dan peradaban bangsa Sumeria.

Pada abad berikutnya negeri Sumeria yang asalnya pendatang dari berbagai penjuru tersebut tumbuh dan berkembang menjadi negara yang kaya dan kuat dalam segala bidang seperti kesenian dan arsitektur, kerajinan tangan, agama dan etika, dan saat itulah mulai dikenal penulisan dan pengadministrasian. Bahasa Semit menjadi bahasa nasional Sumeria, dan rakyatnya mengembangkan naskah kuno, sistem penulisan pada tanah liat yang disebut sussa’, naskah ini menjadi dasar penulisan (pengadministrasian) dan komunikasi di semenanjung timur tengah hingga abad 2000 SM.

Penguasa pertama kerajaan Sumeria dalam catatan sejarah adalah Etana, Raja Kis ( + 2800 SM),

29

yang akhirnya terkenal dengan “man who stabilized all the lands.”(Orang yang menyatukan seluruh daratan). Yang tertulis dalam sebuah dokumen pada abad selanjutnya setelah kekuasaannya berakhir.

Seorang raja yang bernama Meskiaggasher mendirikan dinasti di uruk sebelah utara Kish yang menguasai sekitar sepanjag laut Mediterania hingga gunung Zagros, suksesi dari kerajaan ini dilanjutkan oleh putra mereka Enmerkar dan Lugalbanda (+ 2750 SM). Yang akhirnya jatuh dalam expedisi melawan Aratta, sebuah Negara kota sebelah timur laut Mesopotamia. Kemajuan Enmerkar dan Lugalbanda pada seputar epic (Syair-syair kepahlawanan) yang menjadi pedoman paling penting dalam sejarah keturunan bangsa Sumeria selanjutnya.

Kehebatan kekuasaan mereka terungkap saat sekop para arkeolog mengenai sebuah tanggul sepanjang 50 kaki di sebelah selatan kuil dan mengungkap deretan panjang pekuburan yang tertimbun. Kuburan-kuburan batu yang ditemukan benar-benar merupakan tempat penyimpanan harta, karena dipenuhi piala-piala mahal, beraneka kendi dan vas yang indah, barang pecah belah dari perunggu, kepingan-kepingan mutiara, lapis lazuli, dan perak yang mengelilingi jasad-jasad yang telah menjadi debu. Harpa dan lira tersandar di dinding-dinding. “Hampir seketika” dia kemudian menulis dalam buku hariannya, “Penemuan-penemuan menegaskan kecurigaan- kecurigaan kami. Tepat di bawah lantai dari salah satu lubang kubur para raja, di bawah lapisan abu kayu, kami menemukan tablet-tablet tanah liat, yang dipenuhi huruf yang jauh lebih tua daripada tulisan pada kuburan. Melihat sifat dari tulisan, susa’-susa’ (tablet-tablet)

30

tersebut kemungkinan dibuat sekitar tahun 3.000 SM. Berarti, mereka dua atau tiga abad lebih awal dari makam tersebut.”( Harun Yahya, 1980 : 23)

Dari sisi agama mereka sudah mengenal satu tuhan sebagaimana Sjøberg dan Hall membuktikan bahwa bangsa Sumeria menyembah satu Tuhan-Bulan yang namanya bermacam-macam. Nama yang paling populer adalah Nanna, Suen dan Asimbabbar. Lambangnya adalah bintang sabit. Dari artifak-artifak yang banyak ditemukan itu, maka terbukti bahwa agama penyembah tuhan-Bulan ini adalah yang paling dominan di Sumeria. (Dr. Robert Morey, 1992, p.212)

B. Sejarah Negeri Babylonia (Mesopotamia Selatan) dan Kemajuan Peradabannya.

Proses assimilasi dan akulturasi yang terjadi di suatu lembah anthrax Sungai Tigris dan Euphrat antara bangsa Sumeria, dengan keturunan bangsa Semit asli yaitu Suku Akadia yang nomad meninggalkan negeri kelahirannya tersebut dan melahirkan suatu peradaban baru yang dikenal dengan nama Babylonia dan mereka mengembangkan peradabannya di lembah tersebut yang di kenal dengan nama Mesopotamia, yaitu nama wilayah lembah di antara sungai Tigris dan Euphrat bagian selatan, sedangkan bagian utara didiami oleh Bangsa Assyria, Bagian selatan (Mesopotamia) terkenal sangat subur dan menghasilkan bermacam-macam produk pertanian.

Jauh sebelum kelahiran Nabi Isa masyarakat pada wilayah ini telah mempunyai peradaban yang maju. Dengan kemajuan tersebut bangsa Babylonia membagi negerinya menjadi wilayah-wilayah administratif kepada

31

beberapa negara yang ber-otonomi penuh, masing-masing mempunyai Tuhan sendiri dan mempunyai pembesar yang bergelar raja. Akhirnya lambat laun negeri-negri kecil tersebut senantiasa terlibat konflik akibat mempertahankan supremasi politik dan otoritas bangsa mereka masing-masing.

Keturunan bangsa Semit yang pertama kali mendatangi Mesopotamia adalah Suku Akkadia yang didirikan oleh Sargon I (2800 SM). Kedatangan Suku Akkadia adalah merupakan suatu berkah bagi bangsa-bangsa yang ada di lembah tersebut, Sargon I. berhasil meredam konflik yang timbul diantara raja-raja (Negara kota) dan mampu menyatukan mereka kedalam satu wilayah di bawah kekuasaannya. Sargon I juga berhasil menaklukkan Syria.

Kepiawaian raja Sargon I dalam mengakomodir serta mengadministrasi dan mengorganisasi kekuasaannya kedalam sistem pemerintahan sentralisasi, sistem inilah yang pada akhirnya dijadikan model pemerintahan masa modern.

Sedangkan suku kedua dari bangsa Semit yang bernama Amoriah di bawah kepemimpinan Hammurabi (2123 – 2081 SM) berhasil merebut supremasi politik di wilayah lembah Mesopotamia. Hammurabi dikenal sebagai penguasa Babylonia dan penguasa dunia terbesar sepanjang sejarah peradaban pra modern melalui sejumlah ekspansi wilayah kekuasaannya. Setelah menaklukkan Akadia dan Sumeru, Hammurabi menamakan negerinya dengan nama negeri Babylonia.

Hammurabi adalah seorang administrator dan dan sekaligus legislator yang handal sepanjang sejarah pra

32

modern, ia berhasil merumuskan dan mengkodifikasikan hukum-hukum tata negara yang diberlakukan di negerinya (Babylonia). Pada Tahun 1901-1902, seorang ahli arkeologi berkebangsaan Perancis yang bernama M. de Morgan menemukan Susa’. Susa’ adalah lempengan batu bata yang diatasnya dituliskan hukum-hukum yang dirumuskan oleh Hammurabi, dan akhirnya temuan ini disebut dan dikukuhkan sebagai kitab hukum tertua di dunia. Kitab hukum ini berisi ketentuan mengenai hak dan kewajiban seluruh warga masyarakat kerajaan Babylonia. Dimana prinsip hukum yang ada didalamnya adalah “Hukuman mata untuk mata, dan gigi untuk gigi”. Kitab hukum ini sangat besar pengaruhnya terhadap penyusunan hukum bangsa Romawi yang notabene hukum bangsa Romawi adalah prototype dari dasar penyusunan hukum bangsa Eropa modern. (Prof. K. Ali, 2000 : 3).

Setelah kematian Hammurabi, sejarah politik Babylonia tidak dikenal lagi, dan suku-suku kecil menguasainya silih berganti hingga sampai pada akhirnya seluruh wilayah ini ditaklukkan oleh bangsa Assyria pada abad VIII SM.

Setelah kekuasaan Assyria mengalami kehancuran, bangsa Babylonia bangkit kembali dibawah kekuasaan Dinasti Chaldea atau yang dikenal The New Babylonia (625 – 538 SM). Pendiri dinasti ini adalah Nabopolossar. dibawah kepemimpinan Nabopolossar bangsa Babylonia mencapai kembali kejayaan yang pernah diraih oleh nenek moyangnya yaitu raja Hammurabi. Nabopolossar mengadakan penaklukan sampai ke Wilayah perbatasan Mesir, mengalahkan Raja Yahudi, Hebrew, dan menguasai kota Yerussalem pada tahun 586 SM. Pada pertengahan abad VI SM Babylonia Chaldean ini dikalahkan oleh bangsa Persia.

33

Sejarah peradaban berhasil mencatat bahwa bangsa Babylonia ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam bidang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa ini banyak melahirkan pakar dan tenaga ahli dalam bidang pertanian. Mereka sudah menggunakan sistim irigasi untuk pengairan pertanian pada saat musim kemarau tiba, membuat bendungan untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan mengadministrasikan hasil panen dalam sistim akuntansi, juga dalam bidang Industri dan perdagangan, bangsa ini telah menciptakan timbangan dan takaran. Selama ± 2000 tahun negeri Babylonia dengan pusat kekuasaannya di lembah Sungan Tigris dan Euphrat atau yang di kenal dengan Mesopotamia menjadi pusat perniagaan dunia saat itu.

Karena kemajuan pertanian tersebut bangsa Babylonia Chaldean banyak menelorkan ahli-ahli Astronomi, mereka sudah membagi Zodiak kedalam dua belas simbol serta menyebutkan kedudukannya masing-masing, mereka mampu meramalkan terjadinya gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan. Demikian pula mereka sudah menggunakan sistim kalender yang lebih maju di banding dengan sistim kalender yang dipakai oleh bangsa Mesir, mereka juga sudah bisa membagi tahun ke dalam bilangan 12 bulan, membagi malam dan siang menjadi bilangan jam dan membagi tujuh bilangan hari ke dalam satu minggu.

Bangsa Babylonia Chaldean juga banyak menelorkan ahli-ahli administrasi baik administrasi publik (pemerintahan) maupun administrasi Bisnis, hal ini terbukti segala kemajuannya terdokumentasikan dan sudah mengenal matematika yang didalamnya sudah termasuk ilmu hitung yang digunakan dalam administrasi bisnis hingga detail sampai hitungan

34

desimal. Akhirnya hitungan inilah yang dijadikan rujukan sistim akuntansi modern.

Dalam sistem pendidikan bangsa Babylonia sudah sangat maju, karena bangsa Babylonia sudah mengenal font (bentuk huruf) yang dinamakan Cuneinform dengan menggunakan 400 sampai 500 simbol suku kata, yang konon Symbol font ini mampu mengungguli font yang di ciptakan oleh Bangsa Mesir.

C. Bangsa Assyria (Mesopotamia Utara) dan Kemajuan Peradabannya.

Masih dalam keturunan bangsa Semit yang mendiami bagian utara Mesopotamia. Menurut Myers sejarah Assyria pada dasarnya merupakan kisah raja-raja, melalui pertumpahan darah mereka menaklukkan negara-negara disekitarnya dengan sangat kejam. Karena penjarahan dan pembantaian terhadap setiap kehidupan yang ada menjadikan bangsa Assyria dijuluki The Evil Goose (hantu Biadab).

Sargon II (730 – 705 SM) adalah seorang Tiran. Pada tahun 722 SM Sargon II berhasil menaklukkan bangsa Samaria, ibukota kerajaan Israel dan berhasil menahan para pembesar dari sepuluh suku bangsa Israel. Peristiwa penahanan suku bangsa Israel ini pada akhirnya dikenal dengan “The lost tenth of clan” ( Sepuluh Suku yang hilang). Karena keberadaan sepuluh pembesar suku pasca penahanan tersebut tidak pernah diketahui nasibnya lagi.

Raja Sargon II (abad ke-8 SM) yang mengalahkan kaum ini dalam sebuah pertempuran di Arabia Selatan. Bangsa Yunani juga menyebut kaum ini sebagai bangsa “Tamudaei”, yang dalam sejarah Islam dikenal dengan,

35

“Kaum Tsamud” dalam tulisan Aristoteles, Ptolemeus, dan Pliny Sebelum zaman Nabi Muhammad SAW, sekitar tahun 400-600 SM (Harun Yahya, 1980 : 62).

Sennacherib putra Sargon II, adalah raja penakluk yang ulung, ia berhasil menaklukkan Babylonia, menguasai Mesir dan Syria, dan pada puncak kejayaannya Assyria dipimpin oleh Ashurbanibal (668 – 626 SM), hampir seluruh wilayah Asia barat tunduk pada kekuasaannya, hingga kematian Ashurbanibal 626 SM. Kerajaan Assyria menurun secara drastis dan pada tahun 612 SM. Niveah sebagai ibukota kerajaan Assyria ditaklukkan oleh Aryan Medes dari Persia. Dengan penyerbuan ini berakhirlah tirani Assyria.

Peradaban bangsa Assyria banyak terpengaruh oleh peradaban bangsa Babylonia, namun bangsa Assyria mempunyai kebudayaan asli yang senantiasa dikembangkan yaitu bidang seni pahat, arsitektur dan seni lukis. Bangsa Assyria mampu mengakulturasikan beberapa kebudayaan negeri taklukannya dengan budaya bangsa Assyria sendiri serta dengan didukung dominasi kemajuan peradaban Babylonia yang sangat terkenal itu, sehingga bangsa Assyria membawa semua unsur budaya tersebut ke ibukota Niveneh. karena keindahan dan sumber referensi kebudayaan saat itu, kota Niveneh menjadikan kota ini dijuluki “ Niveneh The Sun City”.

Sebagian besar raja-raja Assyria adalah seorang intelektual yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, disamping mereka merampas harta kekajaan negeri-negeri taklukannya, mengadopsi kebudayaannya mereka juga merampas segala kepustakaan yang ada dan diboyong ke Niveneh The Sun City. Hal ini terbukti ketika Ashurbanibal berkuasa, ia membangun

36

perpustakaan secara kolosal sehingga lengkap dan layaklah ibukotanya disebut Niveneh The Sun City. Perpustakaan inilah yang pada akhirnya dipandang sebagai satu-satunya peninggalan bangsa Assyria yang terpenting (Prof. K. Ali, 2000 :6).

Bangsa Assyria sering kali di pandang sebagai “The Rome of Asia” (Romawinya negara-negara Asia). Layaknya kerajaan Romawi yang merampas peradaban Yunani, kerajaan Assyria juga merampas dengan mengambil alih peradaban yang dimiliki negeri Babylonia dan mengembangkannya menjadi peradaban baru, dan kemudian menyebarkannya ke seluruh penjuru negeri taklukannya, kerajaan Assyria juga memperkenalkan serta mengaplikasikan sistem sentralisasi Administrasi Pemerintahan (Public Administration), dimana wilayah Propinsi di kuasakan oleh kepala wilayah yang bergelar Gubernur yang bertanggung jawab secara langsung kepada raja di ibukota Niveneh The Sun City. Disamping itu untuk mempermudah distribusi baik barang maupun memperlancar jalannya sistem administrasi pemerintahan yang di terapkan tersebut termasuk sistim distribusi pajak yang dipungut, bangsa Assyria juga membangun segala fasilitas infrasrtuktur yang ada sebagai sarana pendukung.

D. Bangsa Mesir dan PeradabannyaPeradaban yang berkembang dengan pesat

sepanjang sungai Nil sebelah timur laut benua Afrika selama kurun waktu 3000 tahun, dari sekitar 3300 SM sampai 30 SM. Suatu peradaban yang bertahan cukup lama dalam sejarah peradaban dunia pra-modern. Secara geografis, istilah Mesir Kuno menunjukkan

37

bahwa mereka hidup pada lembah dan delta sungai Nil. Secara kultur, menunjukkan cara berbicara, hubungan, pengorganisasian negara, membuat pola hidup dan trend mereka menjadi contoh sampai ke luar Mesir.

Sungai Nil yang merupakan pusat peradaban Mesir kuno asli pada Afrika Timur dan meyebar ke utara melalui wilayah yang sekarang disebut Sudan dan Mesir (sebelah barat daya dari Kairo sekarang), yang menyusuri ujung delta sampai laut Mediterania, daerah ini terkenal dengan kesuburannya sehingga memunculkan fenomena efek-efek peradaban sebagai unsur penunjang kemajuan Mesir kuno dalam menggapai kemajuan dalam bidang ekonomi dan pertanian.

Menjadi sebuah falsafah hidup dan kreatifitas masyarakat yang hanya satu-satunya yang mempunyai kemajuan peradaban di wilayah ini sampai ribuan tahun, dan banyak musuh yang menyerang karena terpesona akan fenomenal tersebut. seperti Piramida di wilayah Giza dan keagungan raja Alexander yang legendaris. Sepanjang sejarah Mesir Kuno tercatat beberapa hasil karya masyarakatnya, termasuk penegakan etika dan moral, buku petunjuk, agama dan mantra-mantra, pengembangan puisi-puisi pemujaan dan cinta, cerita-cerita rakyat, dan cerita ritual. Mereka juga memproses ilmu matematika dan prinsip-prinsip arsitektur, seperti kemampuan dalam pembuatan bangunan batu sampai tahun 2500 SM.

Mesir Kuno mampu membuat lembaran tipis (sejenis kertas) dari papyrus, semacam tanaman yang tumbuh disepanjang Sungai Nil, dan pada lembaran kertas tersebut mereka melakukan kegiatan administrasi dan tulisan paling awal mereka dikenal

38

dengan Hieroglyphs, yang dimulai dengan bentuk tulisan bergambar dengan simbol-simbol yang ditempatkan pada papyrus dan dinding-dinding bangunan, mereka banyak memunculkan konsep-konsep dasar bidang matematika seperti hal arithmetika dan geometri, kedokteran umum dan kedokteran spesialis perawantan gigi. Mereka juga memnciptakan kalender dasar untuk keperluan mereka dalam observasi penghitungan rotasi matahari dan ilmu perbintangan.

Meskipun Mesir kuno menyembah banyak tuhan, mereka juga mempunyai catatan sejarah sebagai bangsa yang monotheisme (menyembah satu tuhan), seperti yang dilakukan oleh raja Akhenatoin. Mesir juga memegang satu agama utama sehingga mempunyai konsep adanya kehidupan setelah kematian. Tidak ada budaya sebelum atau sejak yang mempunyai perhatian besar terhadap persepsi untuk apa hidup setelah mati. Oleh karenanya pahala dan kepribadian dibangun, didekorasi dan mereka mempercayai adanya eksistensi eksternal di alam maya.

Keberadaan peradaban dan kekuasaan di Mesopotamia, Mesir, dan pada lembah sungai Indus, merefleksikan adanya penjabaran ilmu pengetahuan tentang sejarah. Catatan ini dirumuskan dan dijadikan acuan sejarah dunia. Sebagaiana dicatat Maghan Keita dari Villanova University yang menjelaskan keberadaan masyarakat, kebaikan-kebaikan, dan kontribusi inovasi bangsa-bangsa tersebut sampai terbentuknya tiga kunci Peradaban yang dikenal hingga sekarang.

E. Bangsa Yahudi dan Kemajuan Peradabannya

39

Keturunan bangsa Semit yang mempunyai supremasi politik hingga abad terakhir sebelum masehi adalah mereka yang menguasai negeri Syiria dan Palestina, bangsa-bangsa tersebut adalah bangsa Aramaea. bangsa Phoenisia, dan bangsa Yahudi, diantara ketiganya yang paling menonjol keberadaannya adalah Bangsa Yahudi.

Bangsa Yahudi yang selama ini mengklaim bahwa merekalah pewaris kebesaran Ibrahim, asal usul mereka adalah kaum nomad dari padang pasir Arabia yang mencari wilayah subur, dan akhirnya Bangsa Yahudi menetap di Cannan (yang di kemudian wilayah ini disebut Palestina).

Bangsa Yahudi berhasil mendirikan kerajaannnya secara mandiri pada masa kepemimpinan Judas Clan, David the son of Jesse. Kerajaan Yahudi mengalami puncak keemasannya pada saat kepemimpinan Solomon (961-922 SM). Solomon berhasil menghiasi Yerussalem sebagai ibukota dengan bangunan-bangunan yang megah. Solomon adalah pakar seni aliran liberal, piawai dalam segi perniagaan (bisnis), serta seorang yang sangat menghargai ilmu pengetahuan khususnya tentang bahasa dan perilaku binatang.

Sepeninggal Solomon bangsa Yahudi terpecah menjadi dua yaitu kekuatan Israel di wilayah utara dan Yudah di wilayah selatan. Pada tahun 722 SM Israel ditaklukkan oleh Bangsa Assyria dan setelahnya pada tahun 586 SM Yudah ditaklukkan oleh Pasukan Chaldean yang dipimpin oleh Nebukadnezar.

Sumbangsih dalam bidang seni serta ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlalu menonjol, tetapi mereka mempunyai andil yang cukup besar dalam

40

bidang agama. Ketika bangsa-bangsa lain masih menyembah banyak Dewa, Bangsa Yahudi sudah meyakini adanya causa prima yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Mereka juga mengembangkan kitab tentang moral yang terkenal dengan “Sepuluh Perintah Tuhan” yang disampaiakan oleh Tuhan Jehovah kepada Moses yang sedang berkontemplasi di Bukit Sinai. Dari sinilah ajaran monoteisme Yahudi yang mendahului ajaran monoteisme Kristen yang dibawa oleh Nabi Isa (Jesus of Nazaret) dan Islam yang dibawa oleh Muhammad Ibn Abdullah.

Sumbangsih kemajuan administrasi bangsa Yahudi adalah dibukukannya Kitab perjanjian lama dan perjanjian baru dan pembukuan inilah yang merupakan literatur khas peninggalan bangsa Yahudi.

F. Imperium Bizantine dan Kemajuan PeradabannyaMenjelang kelahiran Islam beberapa abad

sebelumnya, terdapat dua negara adikuasa di dunia timur. Yaitu : pertama Imperium Bizantine yang merupakan imperium Romawi Timur dengan wilayah yang membentang dari Syria, Palestina, Mesir dan sebagaian kecil Eropa dan kedua Imperium Persia.

Byzantine diambil dari nama sebuah kota Yunani di Bosporus. Kota Bizantine dijadikan sebagai Ibukota Romawi Timur oleh The Great Constantine tahun 327 M. namun pada akhirnya kota ini lebih dikenal dengan sebutan Konstantinopel yang diambil dari nama The Great Constantine itu sendiri.

Sejarah mulai mengenal nama imperium tersebut sejak di pimpin oleh The Great Constantine dan sepeninggalnya jabatan ketahtaan di pegang oleh lebih

41

dari 70 orang raja sebelum masa kehancurannya tahun 1204 M.

Ada sejumlah nama kaisar yang mempunyai kelebihan dalam memimpin imperiumnya. Yaitu :1. Theodorus I (397 – 395) berhasil menjadikan kristen

sebagai agama resmi negara. Theodorus II (408 – 450) merupakan penguasa terbesar kedua setelah pendirinya yaitu The Great Constantine. Dimana ia berhasil membangun Benteng Pertahanan Constantine.

2. Justinian I (527 – 565) merupakan kaisar Imperium Romawi Timur yang paling jenius, dimana disamping penaklukan-penaklukan dalam rangka ekspansi wilayahnya untuk memenuhi ambisi pribadi, ia juga berhasil merumuskan dan menyusun kitab hukum Romawi yang dia ambil dari berbagai referensi yang ada serta disesuaikan dengan kondisi negaranya. Selain itu Justinian berhasil mendirikan sebuah universitas dan merehab gereja St. Sophia yang dulu didirikan oleh The Great Constantine.

3. Heraclius (610-641) merupakan kaisar Romawi yang dipandang sebagai penggerak roda peralihan Bizantine. Ia menggunakan Bahasa Yunani sebagai bahasa resmi negara, kondisi politik mulai kacau, meskipun ia telah berhasil mengalahkan Iran dan membebaskan Syiria dan Mesir dari ekspansi Sasania, kekacauan semakin membabi-buta tatkala sistim perbudakan merajalela dan keadaan ekonomi yang menurun akibat perang yang berkepanjangan. Kebobrokan inilah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh kaum muslim yang mempunyai semangat juang sangat tinggi.

42

Sebagian besar kaisar-kaisar yang memerintah Romawi adalah jenius dan cakap. Sistim kekuasaan sebagaimana diterapkan oleh August, secara teoritis dimaksudkan untuk melindungi pemerintahan Republik Romawi yang tua ini, namun pada kenyataanya merupakan sistim monarki yang absolut yang berkedok Republik.

Dalam hal pemerintahan dan kewenangan peradilan, kekusaan bersifat absolut monarki, ia membagi wilayahnya menjadi dua propinsi yaitu propinsi Imperial dan propinsi senatorial. Propinsi Imperial di pimpinan oleh gubernur yang langsung bertanggung jawab kepada kaisar. Sedangkan propinsi senatorial di pimpin oleh gubernur yang diangkat oleh Dewan Senat, adanya lembaga peradilan, konsulat dan bahkan lembaga senat telah kehilangan fungsi dan peranan politiknya, kaisar sang penguasa, pada saat itu benar-benar mempunyai kekuasaan yang mutlak.

G. Imperium Sasania (Persi Baru) dan Kemajuan Administrasinya

Sebagaimana dikemukakan penulis diatas, bahwa imperium Sasania adalah termasuk rumpun bangsa Semit, dengan kekalahan bangsa Babylonia atas bangsa Aryan, hal ini menandakan berakhirnya kekuatan keturunan bangsa semit.

Pada tahun 266 M terjadilah revolusi nasional yang dipimpin oleh Ardesir melawan Kerajaan Yunani yang menguasai bangsa Sasania. Pertempuran demi pertempuran dilakukan melawan bangsa Persia, suatu ketika terjadilah pertempuran di dataran tinggi Hormuz yang dimenangkan oleh pasukan Ardesir.

43

Ardesir merupakan penguasa dan penakluk yang besar, ia bercita-cita menegakkan sistem sentralisasi pemerintahan. Ia membangun kemiliteran yang kuat dan menyerahkan kepada pejabat komandan militer tertinggi.

Sepeninggal Ardesir, tampuk kerajaan di lanjutkan oleh anaknya yang bernama Shapur I. ia adalah seorang administrator militer yang piawai. Kemajuan arsitektur dan seni pahat di kota suster dan kota-kota propinsi yang lainnya menandakan bahwa Shapur I menyukai perdamaian dan seni. Namun sepeninggal Shapur I imperium Sasania cenderung monarkis.

Shapur I yang dikenal dengan Shapur yang agung (309 – 379) merupakan kaisar terbesar imperium ini. Dalam menegakkan dinastinya, Shapur I membuktikan bahwa ia bukan hanya sekedar administrator militer yang handal, namun ia juga cakap sebagai panglima perang yang memang betul-betul dapat diungulkan.

“Ketangguhannya dalam peperangan yang panjang melawan kekuatan Romawi untuk merebut kembali lima wilayah propinsi yang lepas dan untuk mempertahankan propinsi Nisibis, membuktikan bahwa Shapur I tidak hanya penguasa yang memiliki kecapakan militer yang handal, namun Shapur I juga mempunyai semangan dan tujuan yang kokoh.” (Sir, Percy Sykes,) penguasa monarkis Sasania yang termashur adalah Nowshirwan yang mulai menjabat tahun 531 M. namun ia sangat masyhur dalam bidang : Kebijakan pengaturan ketertiban umum Menindak para administrator yang korup dengan

keras; Pengaturan perpajakan;

44

Perbaikan sistem irigasi; Pembangunan sistem perhubungan;

Penguasa terakhir Imperium ini adalah Kusraw Parwiz anak Hormides dan cucu Nowshirwan, bersamaan dengan kepemimpinan Kusraw Parwiz, Bizantine menggalang kekuatan yang ketika itu dipimpin oleh Heraclius. Pada masa Yazdigard III (634 – 652) kekusaan imperium sasania dihancurkan oleh kaum Muslimin, dan sampai sekarang Imperium sasania tersebut tidak pernah lahir kembali.

BAB IIIKONDISI JAZIRAH ARAB MENJELANG

45

KELAHIRAN ISLAM

Bagi setiap muslim, mempelajari dan memahami kehidupan dan perjuangan Muhammad Rasulullah merupakan keniscayaan, dan mengikuti ajarannya adalah kewajiban.

Berawal dari kejamnya geografis padang pasir terlahirlah bangsa Arab kedunia, padang Arab menurut para geolog adalah bersambung dengan padang Sahara namun terputus oleh sungai Nil dan laut Merah karena proses alam. Bangsa Assyria, Kaldea, Aram, Babilonia, Amoriyah, Moab, Funisia dan Abesinia dahulu pernah mendiami padang Arab namun kini mereka telah lenyap, bangsa Arab bersama sedarahnya bangsa Yahudi anak-anak Semit satu-satunya yang dapat bertahan dibelantara pasir itu.

Melalui ketabahan dan kerja keras mereka bertahan, putus asa bagi mereka sama halnya bunuh diri, aktifitas perjuangan hidup tidak kenal kata berhenti dengan fasilitas serba terbatas di padang itu, mereka dipaksa bertahan, dalam salah satu syair Arab purba :

Aduhai betapa kejam dikau sang pasir, betapa tajam mata pedang yang dikau hujam kepada

kami wahai alam, berilah kami suatu yang manis wahai bumi!

sedikit hadiah bagi semua yang dikau tuntut kepada kami

Para penyair Arab sering melukiskan kejamnya medan pasir dalam syair. Karenanya sastra Arab bisa dikatakan terlahir karena jasa tempat kediaman mereka.

46

A. Kondisi GeografisSalah satu bangsa yang berasal dari rumpun

bangsa Semit. Istilah Semit ini dinisbahkan kepada Sam bin Nuh, wilayah asal bangsa Arab ini disebut semenanjung Arabia atau Jazirah Arab, dinamakan semenanjung karena wilayah ini selain menjorok ke laut juga dikelilingi oleh sungai dan laut.

Jazirah Arab bentuknya memanjang dan tidak parallelogram. Ke sebelah utara Palestina dan padang Syam, ke sebelah timur Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia, kesebelah selatan Samudera Indonesia dan Teluk Aden, sedang ke sebelah barat Laut Merah. Jadi, dari sebelah barat dan selatan daerah ini dilingkungi lautan, dari utara padang sahara dan dari timur padang sahara dan Teluk Persia. Akan tetapi bukan rintangan itu saja yang telah melindunginya dari serangan dan penyerbuan penjajahan dan penyebaran agama, melainkan juga karena jaraknya yang berjauh-jauhan. Panjang semenanjung itu melebihi seribu kilometer, demikian juga luasnya sampai seribu kilometer pula. Dan lebih-lebih lagi yang melindunginya ialah tandusnya daerah yang luar biasa hingga semua penjajah merasa enggan melihatnya.

Dalam daerah yang seluas itu sebuah sungaipun tak ada. Musim hujan yang akan dapat dijadikan pegangan dalam mengatur sesuatu usaha juga tidak menentu. Kecuali daerah Yaman yang terletak di sebelah selatan yang sangat subur tanahnya dan cukup banyak hujan turun, wilayah Arab lainnya terdiri dari gunung-gunung, dataran tinggi, lembah-lembah tandus serta alam yang gersang. Tak mudah orang akan dapat tinggal menetap atau akan memperoleh kemajuan.

47

Sama sekali hidup di daerah itu tidak menarik selain hidup mengembara terus-menerus dengan mempergunakan unta sebagai kapalnya di tengah-tengah lautan padang pasir itu, sambil mencari padang hijau untuk makanan ternaknya, beristirahat sebentar sambil menunggu ternak itu menghabiskan makanannya, sesudah itu berangkat lagi mencari padang hijau baru di tempat lain. Tempat-tempat beternak yang dicari oleh orang-orang badwi jazirah biasanya di sekitar mata air yang menyumber dari bekas air hujan, air hujan yang turun dari celah-celah batu di daerah itu. Dari situlah tumbuhnya padang hijau yang terserak di sana-sini dalam wadah-wadah yang berada di sekitar mata air. Sudah wajar sekali dalam wilayah demikian itu, yang seperti Sahara Afrika raya yang luas, tak ada orang yang dapat hidup menetap, dan cara hidup manusia yang biasapun tidak pula dikenal. Juga sudah biasa bila orang yang tinggal di daerah itu tidak lebih maksudnya hanya sekadar menjelajahinya dan menyelamatkan diri saja, kecuali di tempat-tempat yang tak seberapa, yang masih ditumbuhi rumput dan tempat beternak. Juga sudah sewajarnya pula tempat-tempat itu tetap tak dikenal karena sedikitnya orang yang mau mengembara dan mau menjelajahi daerah itu. Praktis orang zaman dahulu tidak mengenal jazirah Arab, selain Yaman. hanya saja letaknya itu telah dapat menyelamatkan dari pengasingan dan penghuninyapun dapat bertahan diri.

Pada masa itu orang belum merasa begitu aman mengarungi lautan guna mengangkut barang dagangan atau mengadakan pelayaran.

Dari peribahasa Arab yang dapat kita lihat sekarang menunjukkan, bahwa ketakutan orang

48

menghadapi laut sama seperti dalam menghadapi maut. Tetapi, bagaimanapun juga untuk mengangkut barang dagangan itu harus ada jalan lain selain mengarungi bahaya maut itu. Yang paling penting transport perdagangan masa itu ialah antara Timur dan Barat, antara Romawi dan sekitarnya, serta India dan sekitarnya. Jazirah Arab masa itu merupakan daerah lalu-lintas perdagangan yang diseberanginya melalui Mesir atau melalui teluk Persia, lewat terusan yang terletak di mulut teluk Persia itu. Sudah tentu wajar sekali bilamana penduduk pedalaman jazirah Arab itu menjadi raja sahara, sama halnya seperti pelaut-pelaut pada masa-masa berikutnya yang daerahnya lebih banyak dikuasai air daripada daratan, menjadi raja laut. Dan sudah wajar pula bilamana raja-raja padang pasir itu mengenal seluk-beluk jalan para kafilah sampai ke tempat-tempat yang berbahaya, sama halnya seperti para pelaut, mereka sudah mengenal garis-garis perjalanan kapal sampai sejauh-jauhnya. "Jalan kafilah itu bukan dibiarkan begitu saja," kata Heeren, "tetapi sudah menjadi tempat yang tetap mereka lalui. Di daerah padang pasir yang luas itu, yang biasa dilalui oleh para kafilah, alam telah memberikan tempat-tempat tertentu kepada mereka, terpencar-pencar di daerah tandus, yang kelak menjadi tempat mereka beristirahat. Di tempat itu, di bawah naungan pohon-pohon kurma dan di tepi air tawar yang mengalir disekitarnya, seorang pedagang dengan binatang bebannya dapat menghilangkan haus dahaga sesudah perjalanan yang melelahkan itu. Tempat-tempat peristirahatan itu juga telah menjadi gudang perdagangan mereka, dan yang sebagian lagi dipakai sebagai tempat penyembahan, tempat ia meminta perlindungan atas barang dagangannya atau meminta

49

pertolongan dari tempat itu." (Haekal, Muhammad Husain, 1980 : II)

Semenanjung yang terletak di bagian barat daya Asia ini, sebagian besar permukaannya terdiri dari padang pasir. Secara umum iklim di jazirah Arab amat panas, bahkan termasuk yang paling panas dan paling kering di muka bumi. Para ahli geologi memperkirakan, daratan Arab dahulu merupakan sambungan padang pasir yang tcrbentang luas dari Sahara di Afrika sampai gurun Gobi di Asia Tengah. Tidak terdapat satu sungaipun di jazirah ini, kecuali di bagian selatan, yang selalu berair dan mengalir sampai ke laut, selain di Wadi yang hanya berair selama turun hujan, padahal hujan hampir tidak pcrnah turun di kawasan padang pasir yang luas ini. (K. Hitti, Philip, 1970. p 13-14)

Selain kondisi secara umum diatas, menurut ahli geografis iklim yang terjadi di Jazirah arab terbagi atas :1. Tihamah, yaitu daerah yang mempunyai iklim yang

sangat panas dan tidak berangin. Darah ini membentang sepanjang Laut Merah dari Yanbu sebelah barat Madinah sampai Najran di Yaman.

2. Hijaz, yaitu daerah yang terdiri dari bukit pasir dan batu bagian tengah daerah berhadapan dengan laut merah yang beriklim sedang. Daerah ini membentang dari Syria utara menembus pegunungan sarat sampai Najran di Yaman, dan disebelah timur Tihaman. Di Hijaz terletak dua Kota suci yaitu Kota Mekkah dan Kota Madinah.

3. Najad, yaitu daerah yang tanahnya sangat tinggi terletak membentang dari gurun samawah di utara sampai Yaman disebelah selatan, sebelah timur Hijaz dan dibatasi di timur oleh Arudl. (Ahmad Amin, 1967 : 13-14).

50

Lingkungan semenanjung jazirah itu penuh dengan jalan kafilah. Yang penting di antaranya ada dua. Yang sebuah berbatasan dengan Teluk Persia, Sungai Dijla, bertemu dengan padang Syam dan Palestina. Pantas jugalah kalau batas daerah-daerah sebelah timur yang berdekatan itu diberi nama Jalan Timur. Sedang yang sebuah lagi berbatasan dengan Laut Merah, dan karena itu diberi nama Jalan Barat. Melalui dua jalan inilah produksi barang-barang di Barat diangkut ke Timur dan barang-barang di Timur diangkut ke Barat. Dengan demikian daerah pedalaman itu mendapatkan kemakmurannya.  Akan tetapi itu tidak menambah pengetahuan pihak Barat tentang negeri-negeri yang telah dilalui perdagangan mereka itu. Karena sukarnya menempuh daerah-daerah itu, baik pihak barat maupun pihak timur sedikit sekali yang mau mengarunginya - kecuali bagi mereka yang sudah biasa sejak masa mudanya.

Sedang mereka yang berani secara untung-untungan mempertaruhkan nyawa banyak yang hilang secara sia-sia di tengah-tengah padang tandus itu. Bagi orang yang sudah biasa hidup mewah di kota, tidak akan tahan menempuh gunung-gunung tandus yang memisahkan Tihamah dari pantai Laut Merah dengan suatu daerah yang sempit itu. Kalaupun pada waktu itu ada juga orang yang sampai ke tempat tersebut - yang hanya mengenal unta sebagai kendaraan - ia akan mendaki celah-celah pegunungan yang akhirnya akan menyeberang sampai ke dataran tinggi Najd yang penuh dengan padang pasir. Orang yang sudah biasa hidup dalam sistem politik yang teratur dan dapat menjamin segala kepuasannya akan terasa berat sekali hidup dalam suasana pedalaman yang tidak mengenal tata-tertib kenegaraan. Setiap kabilah, atau setiap keluarga, bahkan setiap pribadipun tidak mempunyai suatu sistiem hubungan dengan pihak lain selain ikatan keluarga atau kabilah atau ikatan sumpah setia kawan

51

atau sistem jiwar (perlindungan bertetangga) yang biasa diminta oleh pihak yang lemah kepada yang lebih kuat.

B. Kondisi DemografisSistem masyarakat bangsa Arab kala itu selalu

menemui titik rudimen dikarenakan tidak adanya persatuan selain hanya chauvinisme klan, mereka tidak merasa punya kewajiban untuk patuh secara total dengan Syekh nya masing-masing terlebih jika nasihat-nasihat para Syekh tidak berhasil dalam memecahkan masalah, hal ini mungkin dikarenakan keadaan tempat tinggal mereka yaitu padang pasir yang tidak banyak ragam bentuk dan amat tandus dengan keadaan negeri yang kejam dan mengerikan itu mempengaruhi pola pikirnya menjadikan mereka orang-orang realis bahkan berkesan kejam, yaitu bagaimana dapat bertahan, tanpa perduli nasib yang lain, penjarahan terhadap binatang ternak klan lain kerap terjadi karena dorongan bertahan hidup dan juga aktivitas Ghawz penyerangan berkuda kepada kemah-kemah klan lain atau khafilah selain motif ekonomi juga sebagai suatu usaha untuk mengurangi jumlah orang dibelantara pasir yang kejam. Jadi persatuan pan Arab masa itu bagai menanti Matahari terbit di ufuk barat.

Bangsa Arab adalah penduduk asli jazirah Arab. termasuk rumpun bangsa Semit, yaitu keturunan Sam ibn Nuh, serumpun dengan bangsa Babilonia, Kaldea, Asyria, Ibrani, Phunisia, Aram dan Habsyi. Bangsa Arablah rumpun Semit yang sampai sekarang masih bcrtahan, sedangkan sebagian besar yang Iain sudah lenyap dan tidak dikenal lagi.

Pada umumnya para ahli sejarah membedakan bangsa Arab menjadi dua golongan yaitu Suku bangsa Arab Baidah dan Suku bangsa Arab Baqiyah.

Suku Bangsa Arab Baidah.

52

Suku bangsa Arab baidah ini telah ada jauh sebelum Islam lahir, sejarah keberadaannnya sangat sedikit diketahui, selama ini cerita tentang keberadannya diketahui dari kitab-kitab samawi, terutama kitab Al Qur-an dan syair Jahili. Seperti cerita tentang kaum ‘Ad dan kaum Tsamud yang tersohor atas kemurkaannya.

Menurut suatu keterangan, bangsa Arab baidah ini mendiami daerah Babylon, yaitu kelompok suku bangsa Assyria, Akkadia dan lain lain. Yaitu suku yang pertama kali melakukan perjalanan meninggalkan Arabia. Seperti yang penulis bahas sebelumnya. Dan mereka inilah yang diduga merupakan keturunan bangsa Semit yang asli, yaitu yang antara lain : menurunkah bangsa Samud, Tasm, Amaliqah (amoriah) dan Jadis.

Bangsa Arab Baqiyah.Bangsa Arab Baqiyah ini juga dibedakan menjadi

dua bagian yaitu Bangsa Arab Aribah atau Arab Qahtaniyah dan Arab Musta’rabah (Muta’arribah). Arab aribah adalah keturunan dari qahtan yang dalam kitab Taurat disebut Yaqzan dan mereka mendiami wilayah Yaman. Kelompok suku ini terpecah menjadi antara lain : suku Jurhum, kahlan dan Nihyar. dinamakan pula Qahthaniya!i dinisbahkan kepada Qahthan moyang mereka, atau Yamaniyah dinisbahkan kepada Yaman tempat asal persebaran mereka. Bangsa Arab meyakini, bahwa dari bahasa Qahthan inilah asal bahasa mereka. Adapun Arab Musta'ribah adalah keturunan Ismail a.s. ibn Ibrahim a.s. Oleh karena itu, mereka dinamakan pula Ismailiyah. Mereka disebut Musta'ribah, karena Ismail sendiri bukan keturunan Arab. Ia keturunan lbrani yang lahir dan dibesarkan di Mekah yang pada waktu itu berada di basyrah kekuasaan kabilah Jurhum dari Yamar.

53

Arab Musta’ribah atau Mutaarribah yang keturunan ini di klaim sebagai keturunan nabi Ismail, dan sampai menjelang saat ini mereka mendiami wilayah hijaz. Dipercaya dari suku bangsa Arab Musta’ribah atau Mutaarribah inilah konon dilahirkan para nabi termasuk nami Muhammad SAW.

Dari segi pemukimannya, bangsa Arab dapat dibedakan atas ahl albadwi dan ahl al-badlai. Kaum Badwi adalah penduduk padang pasir. Mereka tidak memiliki tempat tinggal tetap, tctapi hidup secara nomaden, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari sumber mata air dan padang rumput. Mata penghidupan mereka adalah beternak kambing, biri-biri, kuda dan unta. Kehidupan masyarakat Badwi yang nomaden tidak banyak memberi peluang kepada mereka untuk membangun peradaban. Oleh karena itu, sejarah mereka tidak diketahui dengan tepat dan jelas.

al-hadlar ialah penduduk yang sudah bertempat tinggal tetap di kota-kota atau daerah-daerah pemukimun yang subur. Mereka hidup dari berdagang, bercocok tanam dan industri. Berbeda dengan masyarakat Badwi, mereka memiliki peluang yang besar untuk membangun peradaban, scbagaimana yang dilakukan oleh penduduk Yaman di selatan dan penduduk kota-kota lain di bagian utara semenanjung ini. Oleh karena itu, sejarah mereka bisa diketahui lebih jelas dibanding dengan kaum Badwi.

Namun secara demografis daerah dimana bangsa arab masa lalu tinggal pada tiga wilayah yang berbeda, yaitu :1. Arab Petrix yang disebut juga arab Petrea, suatu

wilayah yang terletak di sebelah barat daya gurun Syria dengan petra sebagai ibukotanya.

2. Arab Desert atau dikenal dengan arab Syria, kemudian nama ini dikonotasikan pada seluruh

54

jazirah Arab karena kondisi tanahnya terdiri dari gurun pasir yang sangat gersang.

3. Arab Felix atau wilayah hijau yang berbahagia yakni wilayah Yaman dimana pada masa yang lalu telah muncul peradaban yang maju seperti Saba’ dan Ma’in. (Hasan Ibrahim Hasan, 1964 : 1).

Dalam struktur masyarakar Arab terdapat kabilah sebagai intinya. la adalah organisasi keluarga besar yang biasanya hubungan antara anggota anggotanya terikat oleh pcrtalian darah (nasab). Akan tetapi, adakalanya hubungan seseorang dengan kabilahnya disebabkan oleh ikatan perkawinan, suaka politik atau karena sumpah setia. Kabilah dalam masyarakat Badwi, di samping merupakan ikatan keluarga juga merupakan ikatan politik. Sebuah kabilah dipimpin oleh seorang kepala yang disebut syaikh al qabilah, yang biasanya dipilih dari salah scorang anggota yang usianya paling tua. Solidaritas kesukuan atau asyabiyah qabaliyah dalam kehidupan masyarakat Arab sebelum Islam terkenal amat kuat. Hal ini diwujudkan dalam bentuk proteksi kabilah atas seluruh anggota kabilahnya. Kesalahan seorang anggota kabilah terhadap kabilah lain menjadi tanggung jawab kabilahnya sehingga ancaman terhadap salah seorang anggota berarti ancaman terhadap kabilah yang bcrsangkutan. Oleh karena itu, perselisihan perorangan hampir selalu menimbulkan konflik antar kabilah yang acapkali melahirkan peperangan yang berlangsung lama.

Masa sebelum lahir Islam disebut zaman jahiliah. Zaman ini terbagi atas dua periode, yaitu jahiliah pertama dan jahiliah kedua. Jahiliah pertama meliputi masa yang sangat panjang, tetapi tidak banyak yang bisa diketahui hal ihwalnya dan sudah lenyap sebagian besar masyarakat pendukungnya. Adapun jahiliah kedua sejarahnya bisa diketahui agak jelas. zaman jahiliah kedua ini berlangsung kira-kira 150 tahun sebelum Islam

55

lahir. Kata jahiliah berasal dari kata jahl, tetapi yang dimaksud di sini bukan jahl lawan dari ilm, melainkan lawan dari hilm. Bangsa Arab sebelum Islam sudah mengenal dasar-dasar beberapa cabang ilmu pengetahuan, bahkan dalam hal seni sastra mereka telah mencapai tingkat kemajuan yang pesat. Akan tetapi, karena kemorosotan moral melanda mereka, maka label jahiliah diberikan kepada mereka. Syair-syair Arab Jahili amat kaya dengan informasi yang berkaitan dengan peradaban mereka itu. Tentu saja al-qur'an merupakan sumber yang paling bisa dipercaya mengenai moral bangsa Arab menjelang dan pada saat da'wah Islam mulai diserukan.

Kegemaran penduduk daerah ini yang luarbiasa ialah minum nabidh (minuman keras). Dalam keadaan mabuk itu mereka menemukan suatu kenikmatan yang tak ada taranya, Suatu kenikmatan yang akan memudahkan mereka melampiaskan hawa nafsu, akan menjadikan dayang-dayang dan budak-budak belian yang diperjual-belikan sebagai barang dagangan itu lebih memikat hati mereka. Yang demikian ini mendorong semangat mereka mempertahankan kebebasan pribadi dan kebebasan kota mereka serta kesadaran mempertahankan kemerdekaan dan menangkis segala serangan yang mungkin datang dari musuh. Yang paling enak bagi mereka bersenang-senang waktu malam sambil minum-minum hanyalah di pusat kota sekeliling bangunan Ka'bah.

Digambarkannya beberapa macam adat-istiadat orang Arab, kepercayaan serta cara-cara mereka melakukan upacara kepercayaan itu. Hal ini menunjukkan sekaligus betapa mulianya kedudukan Mekah dengan Rumah sucinya itu di tengah-tengah tanah Arab. At-Tabari menceritakan - sehubungan dengan kisah penebusan ini - bahwa pernah ada seorang wanita Islam bernadar bahwa bila maksudnya

56

terlaksana dalam melakukan sesuatu, ia akan menyembelih anaknya. Ternyata kemudian maksudnya terkabul. Ia pergi kepada Abdullah bin Umar. Orang ini tidak memberikan pendapat. Kemudian ia pergi kepada Abdullah bin Abbas yang ternyata memberikan fatwa supaya ia menyembelih seratus ekor unta, seperti halnya dengan penebusan Abdullah anak Abdil-Muttalib. Tetapi Marwan - penguasa Medinah ketika itu - merasa heran sekali setelah mengetahui hal itu. "Nadar tidak berlaku dalam suatu perbuatan dosa," katanya.

C. Kondisi PolitikKondisi politik semenanjung / jazirah Arab

senantiasa menjaga kemerdekaannya, kecuali sebagian kecil wilayah utara yang diperebutkan secara silih berganti antara Imperium Persia dan Imperium Romawi. Namun meskipun mereka merdeka karena mereka terpecah-pecah menjadi beberapa suku, maka demi kehormatan dan nama baik suku mereka tidak segan-segan saling bunuh dan mereka selalu dirundung konflik antar suku yang berkepanjangan. Mereka tidak mengenal sistim pemerintahan dan sistim hukum, dengan sistim seperti inilah kondisi semenanjung Arabia terpecah-pecah menjadi suku yang berkeping-keping.

Beberapa kabilah yang pernah menguasai Mekah antara lain Amaliqah, Jurhum, Khizrah dan yang terakhir adalah Quraisy. Quraisy di bawah pimpinan Qushai merebut kekuasaan dari tangan Khuza'ah pada sekitar tahun 400 M. Qushai mendirikan dar al-nadwah untuk tempar bermusyawarah bagi penduduk Mekah. Selain itu, ia juga mengatur urusan-urusan yang berkaitan dengan Ka'bah dengan membentuk al-sigayah, al--rifadah, al-liwa dan al-hijahah. Keempat badan ini secara

57

turun temurun dipegang oleh anak cucu Qushai sampai kepada Abd al-Muthallib, kakek Rasulullah saw.

Adapun secara umum wilayah teritorial sosial politik terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu :1. Wilayah selatan, yang terkenal dengan wilayah subur

karena mempunyai curah hujan yang lebih tinggi daripada wilayah lain, di wilayah ini pernah muncul kerajaan yang mempunyai peradaban tinggi seperti kerajaan Saba’, Himyar disebut dengan Yaman.

2. Wilayah tengah, merupakan wilayah yang sangat tandus, hanya hamparan padang pasir dan pegunungan, karena sedikitnya curah hujan yang rendah jarang muncul Oase, wilayah ini lebih banyak didiami suku Badui yang sebagian besar disebut Hijaz.

3. Wilayah utara, yang merupakan wilayah yang berbatasan dengan Byzantium dan Persia, sehingga wilayah ini dikategorikan dalam keadaan simbiosis mutualisme antara Byzantium, Persia dan arab di wilayah ini. (Drs. H. M. Taufiqurrahman, M.Ag, 2003 : 12)

D. Kondisi EkonomiKondisi perekonomian bangsa Arab pada

umumnya adalah kondisi perekonomian yang payah, mata pencaharian sebagian besar bangsa Arab adalah memelihara ternak, perdagangan domestik maupun perdagangan luar negeri di kuasai kaum bangsawan.

Setiap tahun di pasar Ukadh diperlombakan pembacaan syair. Tujuh syair terbaik kemudian ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di Ka'bah dekat patung pujaan mereka. Ka’bah sudah sejak lama sebelum Islam selalu dikunjungi oleh bangsa Arab dari seluruh penjuru jazirah untuk melaksanakan ibadah haji.

58

Oleh karena itu, di Mekah berdirilah pemerintahan untuk melindungi jamaah haji dan menjamin keamanan serta keselamatan mereka. Ditetapkan pula kesepakatan larangan berperang di kota ini, di samping larangan berpcrang selama bulan-bulan tertentu.

Dengan kondisi masyarakat sebagian besar miskin inilah ariyah atau yang dikenal dengan pinjam meminjam sangat marak meskipun di laksanakan dengan praktek riba (renten), para peminjam memperlakukan peminjam dengan kejam sehingga pada akhirnya lahirlah suatu sistim perbudakan akibat tidak mampu membayar hutang.

E. Kondisi KebudayaanMeskipun kondisi politik dan ekonomi masyarakat

seperti tergambarkan diatas, namun Sistem Kebudayaan mereka tidak pernah ditinggalkan, mereka sangat terkenal dengan kemahiran sastra : bahasa dan syair. Kemahiran dalam hal Sistem Kebudayaan ini didasari oleh patriotisme kesukuan dan bukan oleh patriotisme kenegaraan. Dimana para pujangga mereka membanggakan suku mereka, kemenangan dalam peperangan, membesarkan tokoh-tokoh dan pahlawan sukunya masing-masing, serta mereka juga memuja wanita dan orang-orang yang di cintainya.

Bangsa Arab adalah pecinta alamiah seni lisan di dukung oleh bahasa mereka yaitu bahasa Arab. “Hampir tidak ada suatu bahasa lain yang sanggup menanamkan pengaruh tidak terelakan pada jiwa yang memakainya, selain bahasa Arab” perasaan pendengar dapat sangat terharu mendengar pembacaan syair dalam bahasa Arab walaupun seluruh isinya tidak difahami. Musik, syair, sajak dapat meninggalkan kesan mendalam dalam jiwa mereka yang mendengarnya. Bisa disebut sekalimat bahasa Arab yang dilantunkan dengan perasaan dapat mengendalikan emosi pendengarnya,

59

yang rasanya tidak berlebihan jika bahasa Arab disebut “ bahasa sihir ”.

Benar hanya seni lisan satu-satunya kebanggan bangsa Arab mereka tidak mencipta seperti halnya bangsa Yunani dengan arca dan seni bangunannya dan Romawi dengan kemegahan istana-istananya namun bangsa Arab menyatakan rasa seninya lewat lidah dengan makna mendalam. Seperti sebuah pribahasa Arab kuno berbunyi: ”kecantikan manusia ialah kefasihan lidahnya”. Sampai tidak ketinggalan orang-orang Eropa mengomentari perihal ketangguhan orang-orang Arab dalam ber”lidah”:”kearifan itu berbentuk tiga corak : akal budi bangsa Perancis, tangan bangsa Tionghoa, dan lidah bangsa Arab” “Memotong lidah” adalah term klasik untuk usaha menyuap seorang penyair, agar satire-satirenya tidak ditujukan kepadanya, karena seorang penyair dimata orang Arab dan para Syekh (penghulu klan) dapat menjadi ancaman serius lewat syairnya, pertumpahan darah antar klan bisa terjadi kapan saja bahkan dimasa damaipun lidah mereka bisa menjadi bahaya besar bagi ketertiban umum dan dapat menurunkan para Syekh dan para Malik (raja) dari kekuasaannya. Penting untuk diketahui bahwa bangsa Arab adalah bangsa demokrat tulen yang dibawa sejak lahir, sistem veodalisme dan absolutis monarki merupakan kebodohan besar bagi mereka, para Syekh bahkan para Malik dalam kehidupan kesehariannya tak ubahnya seperti rakyat yang dibawahinya bahkan mereka hampir tidak pernah menunjukkan gelarnya baik dalam perkataan maupun sikap, dan para syekh dipilih oleh anggota klan melalui sistem pemungutan suara selama dibutuhkan dan bisa jatuh kapan saja jika sudah dinilai tidak berguna dan para penyair bisa menjadikan proses tersebut lebih cepat.

60

F. Kondisi KeagamaanSesembahan Mayoritas masyarakat Arab adalah

berhala kecuali sebagian kecil yang beragama yahudi dan nasrani serta penyembah matahari, bulan dan angin. Sebagai mayoritas penyembah berhala, mereka menata tidak kurang dari 360 berhala di sekeliling Ka’bah dengan empat berhala yang paling di muliakan yaitu : manatta, latta, uzza dan Hubal. Setiap tahun mereka melakukan penyembahan mengelilingi berhala-berhala yang di tata disekitar Ka’bah tersebut serta pada saat itu diadakan pekan raya yang dikenal dengan sebutan “Pekan Raya Ukaz”.

Sebenarnya mereka percaya kepada Allah sebagai Pencipta," Pengatur dan Penguasa alam scmesta, sekalipun mereka inkar tentang hidup sesudah mati. Mereka menyembah patung dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kepercayaan kepada Allah itu merupakan sisa ajaran tauhid yang dibawa oleh Ibrahim as. Selain penyembah berhala, ada beberapa kabilah yang tergolong Shaeiah atau penyembah bintang, penyembah binatang, penyembah jin, di samping mcreka yang percaya bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Tuhan. Di kalangan penduduk Hirah dan Ghassasinah tersebar agama Nasrani melalui Bizantium, demikian pula di Najian agama ini masuk melalui Habsyi. Pusat-pusat agama Yahudi yang terpenting adalah Yatsrib. Dalam pada itu, di bagian timur Jazirah Arab yang berbatasan dengan Persia tersebar agama Majusi. Semua agama dan kepercayaan itu terdesak oleh Islam ketika ajaran Tauhid ini memancarkan sinarnya dari jantung jazirah Arab pada abad ketujuh Masehi.

61

BAB IVADMINISTRASI ZAMAN RASULULLAH SAW

A. Nasab Nabi Muhammad SAW, sebagai Sang Administrator

62

Suku Quraisy adalah sebuah keluarga terhormat keturunan dari Nabi Ismail. Salah satu keturunan Nabi Ismail terdapat seorang yang berhasil mempersatukan suku-suku bangsa Arab yang bernama Fihr atau sering dalam sejarah kebudayaan Islam disebut sebagai Qusay. Qusay kemudian menguasai ka’bah dan mendirikan Dar Al Nadwah (Gedung Musyawarah), sebagai tempat berkumpulnya pemuka suku quraisy dan kepala suku yang ada di Arabia saat itu. Dan bertempat disinilah Qusay menjalankan urusan Administrasi pemerintahannya.

Abduddar anak Qusay melanjutkan tapuk pemerintahan dalam memimpin Hijaz dengan pusat pemerintahan di Makkah, sepeninggal Abduddar kekuatan dibagi antara putranya dan putra saudaranya, Abd Manaf. Putra Abd Manaf yang bernama Abdus Syam menangani urusan administrasi dan keuangan sedangkan putra Abduddar sendiri yaitu Umayyah menangani urusan militer. Sedangkan Abdus Syam menyerahkan kekuasaanya kepada saudaranya yang bernama Hasyim, Umayyah berusaha mengambil otoritas Hasyim yang menurutnya jabatan tersebut adalah merupakan haknya, namun karena kuatnya Hasyim dalam memegang supremasi, maka Umayyah tersingkir dalam perkelahian perebutan kekuasaan tersebut hingga akhirnya ia mendapatkan vonis pengasingan luar kota selama sepuluh tahun oleh Dewan hukum dan pengadilan, hal inilah picu utama dari perseteruan keturunan Umayyah dan keturunan Hasyim di masa-masa selanjutnya.

Hasyim dalam perkawinannya dengan wanita Madinah melahirkan seorang laki-laki yang bernama Syabih, setelah kematian Hasyim, Syabih Mutthallib sebagai saudara Hasyim membawa Syabih ke Mekkah. Orang Madinah menyangka Syabih sebagai budak Muttholib sehingga masyarakat Mekkah menyebutnya

63

“Syabih Abdul Mutholib” yang selanjutnya dalam sejarah Islam nama Syabih menjadi nama Abdul Muttholib.

Sifat-dermawan dan kebijaksanaan serta dengan bekal genetis sebagai administrator, ia dipercayai dan diakui sebagai pemimpin di tengah-tengah suku Quraisy, namun Harb sebagai putra Umayyah yang merupakan musuh bebuyutan Hasyim tidak mengakui kepemimpinan Syabih atau yang lebih terkenal dengan sebutan Abdul Mutholib tersebut.

Ketika Abdul Muttholib berusia 70 tahun ia masih mempunyai dua orang anak seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mekah mendapat serangan mendadak yang menurut masyarakat Arab saat itu disebutnya serangan aneh, yaitu serangan militer kristen Yaman yang dipimpin Abrahah dengan mengendarai gajah.

Namun malang bagi barikade gajah tersebut karena dalam perjalanan jauh memelahkan dan sudah sampai ke tujuan yaitu sudah memasuki kota tetapi niat tersebut tidak tersampaikan. Betapa tidak, pasukan militer Kristen Yaman tersebut sesampainya di kota Mekkah terkena serangan wabah epidemik dan secara tiba-tiba datang badai panas gurun pasir yang ganas dan mampu menerbangkan bebatuan kecil yang ada disekitar kejadian. Dan akhirnya seluruh pasukan lenyap dan konon Abrahah berhasil melarikan diri, namun sesampainya di Yaman ia meninggal akibat power syndrome yang dihadapinya.

Sebelum terjadi peristiwa tersebut, ketika mendengar Kota Mekkah akan mendapat serangan, maka Abdul Muthholib menitipkan putranya yang bernama Abdullah untuk berlindung di rumah Wahhab, seorang kepala suku dari bani Zahra. Di rumah inilah Abdullah di kawinkan dengan Aminah putri Wahhab.

64

Abdullah hidup bersama Aminah hanya tiga hari di rumah Wahhab, kemudian ia meninggalkan istrinya untuk berbisnis ke kota Syiria, namun takdirnya menggariskan dalam perjalanan pulang Abdullah jatuh sakit dan meninggal di dekat Yatsrib, Abdullah meninggalkan warisan kepada Muhammad kelak berupa lima ekor unta, sejumlah biri-biri dan seorang budak perempuan yang bernama Ummu Aiman.

Al-Din al-Islam sebagaimana agama-agama samawi sebelumnya, maka pembawa risalah Al-Din al-Islam adalah seorang yang bangsawan dan administrator yang handal, orang tersebut adalah Muhammad Ibn Abdullah. Al-Din al-Islam merupakan suatu Undang Undang yang mencakup segala aspek keduniaan dan aspek akhirat.

Dalam kurun waktu yang sangat singkat menurut ukuran seorang reformasi total yaitu ± 23 tahun. Al-Din al-Islam dengan Muhammad Ibn Abdullah sebagai pembawanya. Mampu memdirikan sebuah Imperium baru, meskipun belum ada nama dari sebuah negara, namun dengan ber Ibukota Madina Al Munawwarah Al-Din al-Islam dengan Muhammad Ibn Abdullah sebagai pembawanya mampu manandingi dan bahkan melebihi kelihaian para moyangnya dalam hal manajemen organisasi dan administrasi kenegaraan.

Sebelumnya para ahli sejarah telah mencatat bahwa Hammurabi seorang kaisar Negeri Babylonia, berhasil membukukan sebuah Undang Undang tertulis pertama. Namun dalam analisa sejarah modern karya Hammurabi tersebut belum layak disebut sebagai Undang Undang Dasar Negara.

Al-Din al-Islam yang datang beberapa abad setelahnya dengan Muhammad Ibn Abdullah yang masih serumpun dengan Hammurabi, berhasil meletakkan dasar Kenegaraan dengan Undang Undang Dasar yang lengkap dan dapat diterima oleh segenap lapisan

65

masyarakat, baik itu masyarakat yang berbeda etnis, agama, golongan, maupun kesukuan.

Al-Din al-Islam sebagai agama untuk umat Islam, namun dalam pranata yang dibawa jika di telaah secara detail ayat demi ayat maka Al-Din al-Islam adalah merupakan rahmat bagi sekalian alam. Bagaimana mungkin Al-Din al-Islam juga mengatur hubungan dengan orang yang tidak mau bahkan mengingkari keberadaan Al-Din al-Islam, disana juga mengatur hak-hak orang yang justru menentangnya.

Betapa indahnya suatu sistim kenegaraan yang segala pranatanya serba baru dan di manaj oleh seorang yang dari masa mudanya sudah terkenal Sebagai Al Amin serta secara genetika memang berdarah bangsawan yang legislator dan Administrator yang handal, meskipun demikian Muhammad Ibn Abdullah senantiasa menghargai pendapat para sahabatnya dalam hal menjadi roda pemerintahan yang baru dibentuknya. Dan juga Muhammad Ibn Abdullah meski dari seorang yatim piatu dan dari kecilnya sudah di sia-siakan oleh kaumnya, namun setelah menjabat sebagai seorang yang mempunyai otoritas penuh tanpa sedikitpun mempunyai kesombongan, kecongkakan dan keserakahan.

Muhammad Ibn Abdullah meskipun mencapai kesuksesan yang besar dalam sejarah peradaban dunia, akan tetapi setiap berhasil memenangkan suatu peperangan atau penaklukan, Muhammad Ibn Abdullah semakin merunduk dengan rasa syukur dan merasakan bahwa dirinya tidak ada apa-apanya, Muhammad Ibn Abdullah hanya ingin disebut sebagai hamba yang paling bersyukur terhadap Tuhannya.

Setelah lengkap dalam meletakkan dasar-dasar suatu imperium, Muhammad Ibn Abdullah tidak meninggalkan warisan apapun kepada keluarganya, tapuk kepemimpinan negara pun akhirnya di teruskan

66

oleh sahabat-sahabatnya yang setia dalam mendampinginya.

Perjalanan para sahabatnya antara lain : adalah Abu bakar Ash Shiddiq, Umar Bin Khottob, dan Usman Bin Affan sahabat sejati Muhammad Ibn Abdullah. Dalam meneruskan kepemimpinan negara meskipun mereka senantiasa menyempurnakan kebijakan pendirinya, tetapi tidak satupun menghilangkan atau mengurangi atau mengamandemen segala aturan perundang undangan yang telah ditetapkan sebelumnya, meskipun aturan itu merugikan dirinya secara material.

B. Kelahiran dan Awal Kehidupan MuhammadJanda Aminah melahirkan seorang laki-laki pada

hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awwal 571 M. anak tersebut diberi nama Ahmad oleh Ibunya dan oleh kakeknya di beri nama Muhammad, kedua nama ini banyak di singgung didalam Al Qur-an.

Sesuai dengan budaya Arab Mekkah, dalam pemeliharaan anaknya senantiasa menyerahkan kepada orang lain. Muhamad pun dipelihara oleh Halimah seorang dari Suku Sa’id, dalam asuhan Halimah, Muhammad selain hidup di desa yang menu makanannya penuh sayuran yang bergizi lengkap dan adat serta pergaulan dalam Suku Sa’id yang terkenal dengan lughat Arab yang paling murni, paling indah dan paling fasih di semenanjung Arabia, maka berkembanglah Muhammad dalam segala kemurnian tersebut selama lima tahun.

Pada usia enam tahun ia di serahkan kepada ibunya, selang beberapa hari Muhammad diajak ibunya ke Yatsrib untuk memperkenalkan kepada saudara-saudaranya dan sekaligus berziarah ke pusara ayahnya.

Ketika sampai di desa Abwa Aminah jatuh sakit dan wafat disana, Muhammad dengan ditemani Oleh

67

Sahaya setianya yaitu Ummu Aiman kembali ke Mekkah kedalam pangkuan kakeknya, ± hanya 2 tahun dalam pelukan kakeknya, muhammad pun ditinggal oleh kakeknya.

Sepeninggal Abdul Mutholib, Muhammad diasuh oleh Pamannya yang dalam segi ekonomi tergolong menengah kebawah. Dalam asuhan pamannya tersebut Muhammad di training dalam etos kerja yang tinggi demi sesuap nasi, menyadari kenyataan-kenyataan yang ada dengan renungan menjadikan Muhammad sebagai pemuda yang sensitif, ramah dan arif. Kearifan dan kejujuran Muhammad tersebut dikenal oleh masyarakat Kota Mekkah saat itu hingga ia digelari “Al Amin.”.

Pada usia 12 tahun, ketika ikut pamannya berniaga ke Negri Syria, bertemu dengan pendeta Kristen yang bernama Buhira / Bahra, pendeta tersebut memeriksa tanda-tanda kenabian Muhammad, maka dari itu kepada Abu Tholib dipesankan agar menjaga kemenakannya dengan baik dan melarang melanjutkan pernalanan niaganya, karena dihawatirkan ketika di Negeri Syiria, tanda-tanda kerasulan Muhammad diketahui oleh pendeta Yahudi disana, dan Muhammad akan dibunuh.

Tatkala Muhammad berusia 15 tahun, terjadilan perang antar suku keturunan Kinanah dan Quraisy (yang melibatkan Bani Hasim) di satu pihak melawan kabilah Hawazin di pihak lain. Perang ini dikenal dengan perang Fijar yang artinya pendurhakaan. Disebut demikian karena awal terjadinya disebabkan oleh pelanggaran atas larangan permusuhan pada bulan-bulan suci yang sangat dihormati berdasar aturan dan adat serempat.

Muhammad membantu pamannya untuk mengumpulkan mata panah yang dilemparkan oleh musuh dan diserahkan kepada Abu Tholib dan pada saat itu Muhammad cenderung mempelajari Ilmu Perang dari pamannya.

68

Perang ini berakhir atas prakarsa generasi muda yang tehimpun dalam Hilful Fudzul melalui perundingan yang melahirkan kesepakatan membentuk sebuah persyarikatan yang disebut Hilful Fudzul yang atinya sumpah utama. Tujuan utama hilf al fudlul adalah untuk memberikan perlindungan bagi yang teraniaya di kota Mekah, baik oleh pcnduduknya sendiri maupun oleh pihak Iain. Muhammad terpilih menjadi salah satu anggotanya dan merupakan anggota termuda.

C. Perkawinan Muhammad dengan Khadijah dan perilaku administrasinya menjelang kerasulan.

Perkawinan Muhammad dengan Khodijah berjalan dengan baik, meskipun beda usia mereka jauh, yaitu Muhammad berusia 25 tahun dan Khodijah berusia 42 tahun. Perkawinan mereka berjalan dengan mulus dan dikarunian beberapa orang anak.

Dari perkawinan dengan pengusaha eksport import yang ternama di kota Mekkah tersebut Muhammad banyak belajar mengenai Business Administration (Administrasi Niaga). Serta dengan kebijakan dan kejujuran Muhammad yang terkenal hingga seluruh penjuru Arabia, Muhammad dengan dibantu oleh istrinya Khadijah belajar tentang Public Administration (Administrasi Negara).

D. Dakwah Muhammad dalam Melawan Simbol Supremasi Sosial dan politik Kaum Musyrikin Quraisy.

Setelah Muhammad menerima risalah kenabian pada usia 40 tahun. Mulailah ia mendakwahkan risalah tersebut kedalam ketersesatan masyarakat Mekkah dengan pokok risalah Tauhid, menuju kepada kehidupan yang lebih baik, dengan meninggalkan segala Ilah fisik maupun Ilah non fisik yang menjadi tradisi masyarakat

69

Mekkah saat itu. Orang yang pertama kali menerima ajakan tersebut adalah Khodijah, Ali Bin Abi Tholib, Abu bakar, usman, Abdurrahman, Zaid, Zubair dan Thalhah. Hingga penyebaran selama 3 – 4 tahun tercatat hanya 40 orang pengikut.

Penyebaran risalah tersebut pada awalnya hanya dicemooh oleh sebagian besar masyarakat kota Mekkah, namun menyadari kemajuan seruan Muhammad tersebut merupakan ancaman maka masyarakat kota Mekkah berbalik arah dari sekedar mencemooh menjadi memusuhi, menyakiti dan bahkan menumpas Muhammad dan para pengikutnya.

Sebenarnya penolakan terhadap seruan risalah Muhammad bukan semata penolakan terhadap ajaran tauhid saja, lebih dari itu, penolakan mereka didasarkan pada risalah Islam yang menghendaki perombakan total terhadap supremasi sosial, ekonomi dan politik yang ada saat itu yang dalam sejarah kebudayaan Islam dikenal dengan Supremasi jahiliyah.

Dasar keyakinan Muhammad Secara otomatis, selain bertentangan dengan dasar keyakinan mereka, mereka tidak menghendaki adanya perombakan tatanan sosial, ekonomi dan politik mereka baik secara administratif maupun secara non administratif. Ka’bah dengan ratusan berhala yang mengitarinya disamping merupakan simbol supremasi politik, juga merupakan income yang besar pada musim haji saat itu.

Ketika gerakan Rasulullah makin meluas, jumlah pengikutnya bertambah banyak dan seruannya makin tegas dan lantang, bahkan secara terang-terangan mengecam agama berhala dan mencela kebodohan nenek moyang mereka yang memuja-muja berhala itu. Orang-orang Quraisy terkejut dan marah. Mereka bangkit menentang dakwah Rasulullah dan dengan berbagai macam cara berusaha menghalang-halanginya.

70

Menurut Syalabi ada lima faktor yang menyebabkan orang Quraisy menentang da'wah Rasulallah, yaitu:1. Takut kehilangan kekuasaan. Mereka belum bisa

membedakan antara kenabian dengan kerajaan. Mereka mengira memenuhi scruan Rasulullah berarti tunduk kepada Bani Abd al-Muthalib. Hal ini, menurut anggapan mereka, akan menyebabkan suku-suku Arab secara administratif kehilangan otoritas statis sosial politik dan ekonomi dalam masyarakat, sehingga jika mereka tunduk kepada Risalah muhammad mereka akan kalah dalam percaturan politik yang saat itu dipegang bani Abdis Syam.

2. Persamaan derajat. Rasulullah mengajarkan persamaan derajat di antara umat manusia. Hal ini berlawanan dengan tradisi Arab jahiliah yang membeda-bedakan derajat manusia berdasarkan kedudukan dan status sosial. Bangsawan Quraisy belum siap menerima ajaran yang akan meruntuhkan tradisi dan dasar-dasar kehidupan mereka yang sudah terstratifikasi dalam kasta, sebagaimana adanya persamaan status dan hak azasi seorang budak dengan tuannya, kaya dan miskin dan sebagainya.

3. Takut dibangkitkan kembali setelah mati. Gambaran tentang kebangkitan kembali setelah mati sebagaimana diajarkan Islam, sangat mengerikan di mata pemimpin-pemimpin Quraisy. Oleh karena itu mereka enggan memeluk Islam yang mengajarkan bahwa manusia akan dibangkitkan kembali dari kematiannya untuk mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya sewaktu hidup di dunia, sedangkan dalam pandangan umum suku Quraisy kehidupan di dunia ini adalah supremasi kekuasaan dan pengaruh, sedangkan dalam islam hal tersebut harus di tinggalkan.

71

4. Taklid kepada nenek moyang (Tradisi). Bangsa Arab jahiliah menganggap, bahwa tradisi nenek moyang merupakan sesuatu yang mutlak dan tidak boleh diganggu gugat. Terlampau berat bagi mereka meninggalkan agama nenek moyangnya, apalagi yang diajarkan Rasuluilah itu bertolak belakang dengan keyakinan yang mereka anut, karena dengan menerima risalah Muhammad berarti melanggar tradisi yang dipegang teguh oleh nenek moyang mereka.

5. Perniagaan patung (Ekonomi). Larangan menyembah patung dan larangan memahat dan memperjual-belikannya merupakan ancaman yang akan mematikan usaha pemahat dan penjual patung. Lebih dari itu, para penjaga Ka'bah juga tidak mau kehilangan sumber penghasilan dan pengaruh yang diperoleh dari jasa pelayanan terhadap orang-orang yang datang ke Mekah untuk menyembah patung dalam berhaji mereka.

Dengan alasan tersebut diatas, kaum kafir Quraisy menolak dengan keras dibarengi dengan berbagai penekanan dan teror terhadap pengikut Muhammad. Namun demikian semakin ditekan risalah yang dibawa Muhammad semakin berkembang saja, oleh karenanya kaum kafir Quraisy melakukan pemboikotan terhadap dua kabilah pendukung dakwah Muhammad, yakni banu Hasyim dan banu Muthollib dengan isi pembikotan yang ditempel pada dinding Ka’bah dengan isi :

Seluruh kabilah di arab memutuskan hubungan dengan kabilah banu Hasyim dan Banu Muthollib termasuk hubungan perkawinan, jual-beli, ziarah-menziarahi,

Akibat dari pemboikotan ini banu Hasyim dan banu Muthollib menderita kelaparan, kemiskinan dan kesengasaraan yang berat.

E. Perjanjian Aqabah I dan Aqabah II sebagai Konsolidasi Organisasi dalam Administrasi Islam di Madinah

72

Dari berbagai penekanan dan siksaan dari kaum Quraisy yang semakin menjadi-jadi, maka strategi ekspansi Islam di Mekkah sepertinya kurang berhasil, maka ekspansi pengembangan risalah yang dibawa Muhammad di arahkan kepada rombongan haji dari berbagai kota di semenanjung Arabia.

Ketika musim haji yang di tunggu-tunggu tiba, Muhammad mendatangi suatu tempat yang telah disepakati sebelumnya dengan rombongan haji dari Yatsrib di bukit Aqabah. Dari kesepakatan tersebut 12 pemuda dari Kota Yatsrib menyatakan beriman kepada apa yang disampaikan oleh Muhammad, mereka bersama-sama mengangkat tangan Muhammad seraya bersyahadah menyatakan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Peristiwa ini dikenal sebagai “Bai’ah al Aqabah ula’ (Perjanjian Aqabah Pertama).

Pada musim haji berikutnya, 73 pemuda Yatsrib bersumpah akan menolong Nabi Muhammad dan melindungi nabi Muhammad. Mereka juga mengundang Nabi Muhammad SAW, singgah ke kota mereka. Namun nabi menangguhkan undangan tersebut.

Strategi awal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, adalah mengutus Mus'ab sebagai ustadz dan mempelajari kondisi dan budaya masyarakat Yatsrib yang sebenarnya, ketika mendapat laporan detail dari Mus'ab tentang perkembangan Islam di Yatsrib yang sangat pesat karena didukung oleh kultur masyarakat yang majemuk dan kondisi geografis dan geologis yang mendukung perkembangan Islam. Maka berangkatlah Nabi Muhammad SAW, dan pengikutnya hijrah ke Yatsrib melalui beberapa tahap.

Berbeda dengan kultur masyarakat Arab yang mengandalkan sistim Aristokrasi sebagaimana dalam suku Quraisy, maka dalam sistim politik Yatsrib tidak

73

mengenal hal ini sehingga perkembangan Islam lebih mudah diterima.

Selain itu pertimbangan politis hijrah Nabi Muhammad SAW, berdasarkan keterangan Mus'ab adalah diantara suku yang ada di Yatsrib dilanda perseteruan yang berkepanjangan dan menghabiskan banyak korban baik harta maupun nyawa, mereka sangat merindukan seorang tokoh berkepribadian besar, yang bijak dan mampu menciptakan perdamaian diantara mereka.

Disamping mereka telah mendengar andil Nabi Muhammad SAW, dalam Halful Fudzul serta upaya-upaya yang lainnya dalam menata administrasi dan politik kota Mekkah, masyarakat Yatsrib juga mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW, adalah keturunan Yatsrib dari Suku Khazraj. Yakni Hasyim telah mengawini wanita Yatsrib dan melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama “Syabih Abdul Mutholib” atau Abdul Muttholib yakni kakek Nabi Muhammad SAW.

Disamping alasan-alasan hijrah Nabi Muhammad SAW, diatas dan karena dorongan untuk mendamaikan pertikaian antar suku yang berkepanjangan di Yatsrib, hijrah Nabi Muhammad SAW, secara obyektif diterima oleh kaum Yahudi yang berada di Yatsrib berdasarkan kitab mereka yang mengabarkan akan datangnya seorang Rasul yang terakhir dan bernama Ahmad atau Muhammad, maka Yatsrib terkondisikan untuk menerima kedatangan Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW, sampai di Yatsrib pada 2 Juli 622 M, dan moment ini, dijadikan moment penting karena secara administratif moment inilah yang dijadikan pijakan perhitungan penanggalan Islam yaitu tahun Hijriyah. Dan kedatangan Nabi Muhammad SAW, di Yatsrib tersebut menjadikan perubahan nama kota dari Yatsrib menjadi “al Madinatu al Munawwaroh.” Yang artinya kota yang bersinar dan berseri-seri.

74

Di Yatsrib Kekuasaan dan kedudukan Nabi Muhammad SAW, mulai diakui, dan Islam tersebar dengan pesat dari hari demi hari. Beberapa tokoh barat menarik tokoh-tokoh sejarah ke belakang. (K.Hitti) dari seorang imigran karena tekanan dan siksaan, kepada seorang misionaris Islam, hingga diakui sebagai seorang politik dan negarawan yang piawai.

F. Kebijakan Politik Yang Ditempuh Nabi Muhammad SAW

Kebijakan politik pertama kali yang ditempuh Nabi Muhammad SAW, di Madinah adalah menghapus jurang pemisah antar suku dan menyatukan seluruh masyarakat Madinah yang terdiri dari beberapa etnis dan agama, Nabi Muhammad SAW, hanya menggolongkan masyarakat yang dipimpinnya menjadi dua golongan.

Golongan pertama adalah seluruh masyarakat Madinah baik yang muslim maupun non muslim, atau suku apa saja yang ada di Madinah sebagai kaum Anshar atau golongan penolong.

Sementara golongan kedua adalah golongan Muhajirin, yaitu golongan yang melakukan imigrasi dari Mekkah mengikuti risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW.

Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru terbentuk. Karena masyarakat merupakan wadah dari pengembangan kebudayaan, maka berbarengan dengan pembinaan masyarakat itu diletakkan pula dasar-dasar kebudayaan Islam, sehingga terwujud sebuah masyarakat Islam yang kokoh dan kuat. Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan oleh Rasulullah itu pada Mulanya merupakan sejumlah nilai dan norma yang mengatur manusia dan tuhannya, dalam hal urusan manusia dengan sesamanya dalam hal kegiatan ekonomi dan politik yatng bersumber dari al-Qur'an dan al-Sunnah.

Lembaga utama dan pertama yang dibangun Rasulullah dalam rangka pembinaan masyarakat ini

75

adalah masjid. Pertama masjid Quba, selanjutnya Masjid Nabawi dibangun setelah Rasulullah tiba di Yatsrib.

Muhammad ternyata bukan hanya seorang nabi dan rasul, tetapi juga seorang ahli politik dan diplomat dengan senantiasa melandasi kebijakan. Dalam setiap kebijakannya khususnya mengenai pembentukan masyarakat Madinah,

Agaknya Nabi Muhammad SAW menyadari bahwa Imperiun Islam tidak akan kuat ketika tidak adanya fondasi sebagai landasannya tersebut tidak ada kerukunan baik kerukunan internal seagama maupun kerukunan antar agama, serta perlu adanya dukungan dari seluruh lapisan masyarakat yang terdiri dari segala etnis yang ada di Madinah.

Muhammad senantiasa mengutamakan unsur unsur sebagai berikut :a. Al-ikha (persaudaraan) merupakan salah satu asas

utama dalam setiap kebijakan khususnya dalam pembentukan masyarakat Islam yang diletakkan oleh Rasulullah. persaudaraan yang hakiki adalah persaudaraan seiman dan seagama. Dengan meninggalkan rasa kesukuan dan menggantinya dengan corak baru dan identitas baru yaitu Islam. Demikian pula loyalitas kabilah atau suku ditukar dengan loyalitas Islam.

b. Al Musyawah (persamaan), hal senantiasa ditanamkan rasulullah adalah setiap manusia didunia ini mempunyai kedudukan yang sama, diciptakan dari keturunan yang sama, setiap manusia mempunyai hak azasi dan kemerdekaan yang sama, Al Musyawah (persamaan) ini menjadi landasan dari rumusan tentang Hak Azasi Manusia (The Human right). Sekarang ini.

c. Al – Tasammuh (toleransi) Umat Islam siap ditanamkan untuk bisa hidup berdampingan dengan umat lain. Dari toleransi ini ditanamkan juga suaka terhadap umat lain.

d. Al-tasyawur (muryawarah) (surat Ali Imran ayat 159, al-Syura ayat 38), musyawarah mempunyai status

76

yang tinggi dan terhormat dalam masyarakat, dalam sistim permusyawaratan yang ditanamkan oleh Rasulullah tidak memandang pendapat tersebut dari siapa, mengenai urusan keduniaan, tidak jarang rasulullah menggunakan ide dari para sahabat, meskipun masih dalam status mu’allaf.

e. Al-taawwun (tolong menolong) (al-Ma'idah : 25) Piagam Madinah merupakan bukti kuat berkaitan dengan pelaksanaan prinsip ini.

f. Al-adalah (keadilan) bcrkaitan dengan hak dan kewajiban individu dalam bermasyarakat. (al-Ma'idah ayat 8, al-Nisa ayat 58.)

BAB VPIAGAM MADINAH SEBAGAI UNDANG UNDANG DASAR TERTULIS PERTAMA YANG DISEPAKATI BERSAMA ELEMEN LAIN SEPANJANG SEJARAH

PERADABAN DUNIA

Diskursus tentang konsep negara dan pemeritahan versi Islam telah menimbulkan diskusi panjang di kalangan pemikir muslim dan memunculkan perbedaan pandangan yang cukup panjang, tidak hanya berhenti pada tataran teoritis konsepsional, tetapi juga memasuki wilayah politik praktis, sehingga acapkali

77

membawa pertentangan dan perpecahan di kalangan umat Islam.

Selain disebabkan oleh faktor sosio-historis dan sosio-kultural, yakni perbedaan latar belakang sejarah dan sosial-budaya umat Islam, perbedaan pandangan juga disebabkan oleh faktor yang bersifat teologis, yaitu tidak adanya keterangan tegas (clear-cut explanation) tentang negara dan pemerintahan dalam sumber-sumber Islam; al-Qur'an dan al-Sunnah. Memang terdapat beberapa term yang sering dihubungkan dengan konsep negara, seperti khalifah, dawlah, atau hukumah, namun term tersebut berada dalam kategori ayat-ayat zanniyat yang memungkinkan penafsiran 'A1-Qur'an tidak membawa keterangan yang jelas tentang bentuk negara, konsepsi tentang kekuasaan dan kedaulatan serta ide tentang konstitusi.

Perbedaan tentang negara dan pemerintahan dapat dilacak sejak Nabi Muhammad SAW wafat. Dalam hal ini terdapat perbedaan pandangan tentang masalah suksesi kepemimpinan yang terjadi di sekitar kewafatan Nabi Muhammad. Walaupun sebagian umat Islam (kelompok Syi'ah) meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW telah mewariskan kepemimpinannya kapada Ali bin Abi Thalib, melalui peristiwa Ghadir Khum, namun sebagian besar yang lain (kelompok Sunni) menganggap bahwa peristiwa tersebut tidak berhubungan dengan suksesi kepemimpinan, dan Nabi Muhammad SAW tidak menentukan modus suksesi kepemimpinan.

Perbedaan pandangan tentang negara dan pemerintahan di kalangan pemikir muslim, juga disebabkan oleh perbedaan persepsi mereka tentang esensi kedua konsep tersebut. Sebagian memandang bahwa keduanya (negara dan pemerintahan) berbeda secara konseptual; pemerintahan adalah corak kepemimpinan dalam mengatur kepentingan orang banyak (berhubungan dengan metode atau strategi politik), sedangakan negara merupakan institusi politik

78

sebagai wadah penyelenggaraan pemerintahan (berhubungan dengan bentuk atau format politik). Sebagai konsekuensinya, wacana tentang negara dan pemerintahan dapat dilakukan secara tepisah seperti membicarakan strategi dan penyelenggaraan dan pengisian pemerintahan tanpa mempersoalkan bentuk negara. Sebagian yang lain memandang bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya, sehingga pembicaraan tentang pemerintahan tidak bisa terlepas dari pembicaraan tentang negara.

Permasalahan menjadi lebih rumit jika dikaitkan dengan suatu kenyataan bahwa konsep negara adalah konsep modern yang datang dari dunia Barat, yang tidak ada presedennya dalam sejarah Islam. Dalam perspektif Barat, negara disebut negara-bangsa (nation state) -terbentuk atas dasar solidaritas kebangsaan. Negara adalah fenomena modern yang terbentuk sebagai manifestasi nasionalisme yang melanda dunia pada paruhan abad ke-20.

Meskipun Islam mengakui eksistensi bangsa dan kesukuan, wawasan kebangsaan tidak bertentangan dengan wawasan keislaman, namun bentuk ekstrem dari rasa kebangsaan (nasionalisme) yang mendasari pelembagaan negara-bangsa dapat menjadi persolan jika dihadapkan dengan universalisme Islam. Hal ini menjadi alasan bagi mereka yang menolak konsep negara-bangsa, dan kemudian mencari bentuk negara dalam khasanah sejarah Islam.

Dalam pemikiran politik Islam, pembicaraan tentang negara dan pemerintahan oleh para ulama politik mengarah kepada dua tujuan. Pertama, menemukan idealitas Islam tentang negara atau pemerintahan (menekankan aspek teoritis dan formal), yaitu mencoba menjawab pertanyaan "apa bentuk negara menurut Islam". Kedua, melakukan idealisasi dari perspetif Islam terhadap proses penyelenggaraan negara atau pemerintahan dengan menekankan aspek

79

praksis dan substansial), yaitu mencoba menjawab pertanyaan "bagaimana isi negara menurut Islam". jika pendekatan pertama bertolak dari anggapan bahwa Islam memiliki konsep tertentu tentang negara dan pemerintahan, maka pendekatan kedua bertolak dari anggapan bahwa Islam tidak membawa konsep tertentu tentang negara dan pemerintahan, tapi hanya membawa prinsip-prinsip dasar berupa nilai etika dan moral.

Dalam kaitan ini paling tidak terdapat tiga paradigma pandangan Islam tentang negara. Pertama adalah paradigma integratif, yaitu adanya integrasi antara Islam dan negara. Wilayah agama juga meliputi politik atau negara. Karenanya, menurut paradigma ini, negara merupakan lembaga politik dan keagamaan sekaligus. Pemerintahan negara didasarkan atas "kedaulatan Ilahi" (divine sovereignty), karenanya memang kedaulatan itu berasal dan berada di “tangan " Tuhan.

Paradigma ini meniscayakan adanya negara bagi umat Islam dalam corak negara teokratis, biasanya dengan menegaskan Islam (syari'ah) sebagai konstitusi negara dan modus suksesi kepemimpinan cenderung bersifat terbatas dan tertutup. Negara dalam hal ini dapat mengambil berbagai bentuk monarki maupun republik dan dalam prakteknya cenderung menisbatkan diri dengan Islam secara formal, yaitu dengan menyebut diri sebagai negara Islam.

Kedua paradigma simbiotik, yang memandang bahwa agama dan negara berhubungan timbal balik dan saling memerlukan. Dalam hal ini, agama memerlukan negara, karena dengan negara agama dapat berkembang. Sebaliknya negara memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral.

80

Paradigma ini juga meniscayakan adanya lembaga negara bagi umat Islam tapi dengan corak yang demokratis - melalui pendirian lembaga-lembaga demokrasi parlemen dan dengan modus suksesi kepemimpinan yang memberi kesempatan pada partai politik rakyat. Negara dapat mengambil bentuk monarki (konstitusional) maupun republik dan lain-lain. Dalam kenyataan empiris, penisbatan Islam dengan negara dapat bersifat formal maupun substansial, yaitu dengan memberi tempat bagi agama dalam konstitusi dan kehidupan bernegara.

Ketiga paradigma instrumental, yaitu bahwa negara merupakan instrumen atau alat bagi pengembangan agama dan realisasi nilai-nilai agama. Paradigma ini bertolak dari suatu aggapan bahwa Islam hanya membawa prinsip-prinsip dasar tentang kehidupan bernegara dan tidak menentukan bentuk tunggal. Dalam paradigma ini agama tidak berhubungan formal dan institusional dalam negara dan menolak pendasaran negara kepada Islam, atau paling tidak menolak determinisasi Islam akan bentuk tertentu daripada negara. Sebagai gantinya, dalam paradigma ini, agama dapat berperan untuk memberikan kontribusi nilai etik dan moral bagi perkembangan kehidupan politik dan kehidupan kenegaraan.

Paradigma ini tidak terlalu peduli kepada bentuk negara, konstitusi maupun modus suksesi, berdasarkan pada suatu anggapan bahwa Islam tidak menentukan format tunggal tentang itu. Sebagai gantinya, paradigma ini mementingkan substantifikasi Islam yaitu melakukan pemaknaan nilai-nilai Islam secara hakiki ke dalam proses politik dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dari perspektif paradigma ini, aktifitas politik umat Islam berada pada tataran kultural yaitu mengembangkan landasan budaya bagi terwujudnya

81

masyarakat utama sesuai nilai-nilai Islam. (DR. M. Din Syamsuddin, 2000 : )

A. Sosial dan Budaya Madinah Sebelum Hijrah Yatsrib yang sudah dikenal sebagai wilayah yang

tenang dengan tanah yang subur dan air yang melim - pah. la dikelilingi oleh bebatuan gunung berapi yang hitam. Wilayah paling penting adalah Harrah Waqim di bagian timur dan Harrah al-Wabarah di bagian barat. Harrah Waqim lebih subur dan padat penduduknya dibanding Harrah al-Wabarah. Gunung Uhud berada di utara dan Gunung Asir di barat daya. Mempunyai beberapa lembah seperti Wadi Batsan, Mudhainib, Mahzur, dan 'Agiq. Lembah-lembah ini membentang dari selatan ke utara. Nama Yatsrib sudah ada dalam tulisan-tulisan Ma'ini. Suatu indikasi akan keunikannya (Jawwad Ali : 295). Sedikit literature tentang kota ini sebelum Islam.

Penduduknya terdiri dari kelompok Yahudi yang secara umum corak dan keberadaan mereka sebagaimana Yahudi di Hijaz pada umumnya, konon mereka adalah pendatang dari Syam (Syria) perkiraan pada abad pertama dan kedua Masehi setelah Syiria dan Mesir dikuasai Romawi. Kedatagan mereka secara bergelombang mulai masa Raja Titus tahun 70 M. dan Hadrian. Mereka membentuk komtanitas Yahudi di Madinah dan Hijaz. (Jawwad Ali, 1968, p. 513)

Terdapat dua kelompok Yahudi di Yatsrib yaitu Bani Nadhir dan Bani Quraizhah, Mereka menetap di Harrah Waqim hingga bagian timur Yatsrib, wilayah paling subur. Suku Yahudi yang juga terkenal adalah Bani Qainuqa'. Ada perbedaan pendapat tentang asal-usul mereka, apakah mereka Yahudi yang pindah ke Yatsrib atau orang-orang Arab yang masuk agama Yahudi. Perbedaan pendapat serupa juga menyangkut

82

suku-suku Yahudi yang kecil-kecil yang disebutkan dalam sumber-sumber Arab, seperti Bani Akrimah, Bani Muhammar, Bani Za'ura, Bani Syathibah, Bani Jasyam, Bani Mu'awiyah, Bani Murad, Bani Qasis, dan Bani Tsa'labah. (as-Samhudi, : 2) as-Samhudi menyebutkan bahwa ada lebih dari dua puluh suku kecil di sana. Mendominasi segala aktifitas ekonomi dan budaya maupun pengembangan intelektual di Yatsrib dan pada saat yang sama mereka sangat dipengaruhi oleh suku-suku Arab di sekeliling Yatsrib. Misalnya, Yahudi membawa gagasan membangun benteng dari Syiria ke Yatsrib. Mereka juga membawa keahlian dalam bidang pertanian seperti kelapa sawit, anggur, delima, dan sejumlah tanaman yang menghasilkan biji-bijian. Demikian juga dalam peternakan unggas.

Sebagaimana Yahudi sangat berpengaruh di Yatsrib, mereka juga sangat dipengaruhi oleh orang-orang Arab di sekeliling mereka. Misalnya, solidaritas kesukuan mulai terlihat di kalangan Yahudi, termasuk 'ashabiyah 'fanatisme', kedermawanan, kesenangan terhadap puisi, dan latihan-latihan mempergunakan senjata. Perasaan kesukuan ini menyelimuti Yahudi sampai batas bahwa mereka tidak bisa hidup sebagai satu kelompok agama. Sebaliknya, mereka hidup sebagai suku-suku yang berselisih yang sulit diselesaikan, bahkan pada masa Nabi ketika mereka menghadapi pembuangan. Aktivitas ekonomi mereka didominasi praktek riba.

Sedangkan suku Arab terdiri dari suku-suku Aus dan Khazraj yang mendiami daerah-daerah padang pasir. Suku Aus dan Khazraj masih mempunyai hubungan dengan suku Azd yang bermigrasi dari Yaman ke utara dalam beberapa tahapan. Tahapan pertama diperkirakan terjadi pada 207 M, ketika Khuza'ah pindah ke Mekah.

83

Suku Aus menempati daerah al-'Awali (dataran tinggi) di samping Quraizhah dan Nadhir. Sementara, Khazraj menempati dataran rendah Madinah, sebagai tetangga suku Bani Qainuqa'. Daerah yang ditempati suku Aus lebih subur dibanding yang ditempati suku Khazraj. Ini menyebabkan munculnya konflik antara kedua belah pihak.

Diantara suku-suku yang ada di Yatsrib senantiasa dirundung konflik yang berkepanjangan hingga akhirnya datang Islam membawa perdamaian diantara mereka.

B. Piagam Madinah sebagai legitimasi sosial dan Administratif keberadaan Republik Madinah

Pengaruh gurun pasir yang tandus menjadikan karakteristik arab mempunyai pegangan tidak akan menyerahkan dirinya kepada kontrol negara mana pun. Unit politik dan sosial mereka adalah suku. Negara-negara kecil yang bermunculan di beberapa tempat Jazirah Arab jauh sebebelun Islam, telah menjadi buntu. Sukuisme dan jalan hidup nomadik (mengembara) yang bercirikan solidaritas kesukuan, konfliks, dan per-pecahan, telah sangat dominan di seluruh semenanjung jazirah. Islam datang dengan bangunan konsep ketatanegaraan yang mengikat mereka, baik secara individual maupun suku. Negara Madinah secara totalistik dibangun di atas dasar ideologis (ideological base), dan menyatukan semenanjung Arabia untuk pertama kalinya dalam sejarah di bawah bendera Islam. Ini adalah babak baru dalam sejarah politik jazirah Arab.

Islam membawa perubahan radikal dalam kehidupan individual dan sosial Madinah karena kemampuannya mempengaruhi kualitas seluruh aspek kehidupan, "(Kami mengambil) warna kami (sibghah) dari Allah, dan apakah yang lebih baik dari Allah dalam memberi warna ?...." (al-Baqarah: 138).

84

Setibanya Rasul di Madinah, maka secara resmi beliau telah menjadi pemimpin penduduk kota. Beliau dihadapkan pada persoalan menata masyarakat yang majemuk, terdiri dari : 1) muslim pendatang dari Makkah (kaum Muhajirin), 2) muslim Madinah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj (kaum Anshar), 3) anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menyembah berhala, nantinya masuk Islam, 4) orang-orang Yahudi yang terdiri dari bani Qainuqa, bani Nadhir dan bani Quraidlah serta sub suku-suku lainnya (Zafrulloh Khan, 1986 : 88). Untuk menopang kebijakan politik Madinah, maka ayat Alquran yang turun lebih banyak mengambil bentuk sosial kemasyarakatan atas dasar keyakinan agama.

Perilaku Nabi yang melintasi batas kerasulan dengan menjadi pemimpin sebuah komunitas inilah yang menjadikan periode sejarah Islam Madinah sebagai periode politik. Nabi saat itu bukan saja punya peran sebagai seorang Rasul pimpinan agama (otoritas ukhrawi dan spiritual), namun dia juga menduduki jabatan sebagai kepala negara dan hakim, yaitu pemegang otoritas keduniaan. (Abdul Aziz Thaba, 1996 : 96)

Langkah politik pertama yang dilakukan Nabi setelah tiba di Yatsrib adalah mengganti nama kota tersebut menjadi Madinah. Hal ini dilakukan Nabi untuk membangun pandangan baru pada seluruh masyarakat bahwa kota ini berbeda dengan sebelumnya, dibangun dengan landasan keyakinan agama dan berperadaban, sesuai dengan namanya sebagai kota yang berseri-seri. Penamaan ini penting untuk memutus hubungan dengan masa lalu yang penuh perselisihan. Kemudian diteruskan dengan membangun masjid. Masjid dalam hal ini bukan hanya sekedar sebagai tempat ibadah kepada Allah, namun lebih dari itu, pembangunan masjid itu untuk mempersatukan masyarakat dalam

85

bingkai keagamaan tauhid, dimana orang Arab sering berkumpul di suatu tempat untuk mempertontonkan sihir, permainan dan jual beli. Dalam perkembangan selanjutnya masjid dijadikan Nabi sebagai tempat musyawarah, merundingkan masalah yang dihadapi bahkan berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Dengan demikian masjid yang dijiwai oleh semangat tauhidillah, mampu berfungsi menjadikan masyarakat muslim dalam setiap perilakunya selalu terkait dengan Allah.

Langkah yang kedua adalah membangun landasan kehidupan bernegara yang diatur dalam piagam Madinah. Pertama berisi pembentukan koalisi antara kaum Muhajirin dan Anshar dalam sebuah kelompok politik bersama yang disebut dengan Ummat. Persaudaraan sesama muslim ini penting untuk menjalankan sebuah pertahanan dan pembelaan kepada Muhammad sebagai pimpinan mereka dalam soal agama. Mereka bertindak juga dalam kerangka mempertahankan Madinah sebagai sebuah negara. Selain memutus hubungan masa lalu yang mempunyai prinsip dan solidaritas atas dasar nasab dengan masa Nabi yang berdasar atas prinsip persatuan sesama pemeluk agama dan solidaritas Islam. Kedua, piagam Madinah juga berisi aturan yang menyatukan hubungan antara komunitas muslim dan non muslim. Hal ini diperlukan karena penduduk Madinah terdiri dari warga muslim (Muhajirin dan Anshar), kaum Yahudi dan orang Arab yang belum menganut Islam. Perjanjian ini digunakan untuk menciptakan Madinah dalam suasana tenteram dan stabil.

Kebijakan dalam piagam madinah didasarkan atas asas saling hidup dan menghidupi, Nabi Muhammad SAW berusaha membentuk lembaga kesejahteraan umum. Dalam rangka merealisasikan tujuannya tersebut Nabi Muhammad SAW secara administratif memprakarsai penyusunan suatu perjanjian atau

86

konsensus bersama dengan seluruh tokoh masyarakat maupun tokoh agama yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat Madinah. Konsensus ini akhirnya dikenal dengan sebutan “Piagam Madinah” atau “Madina Carter”.

Diantara pokok-pokok ketentuan dalam Piagam adalah : Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha

penyayang, ini adalah kesepakatan yang ditulis oleh Muhammad, Rasulullah dengan orang-orang muslim (Mekkah) Quraisy dan Yatsrib, serta siapapun yang mengikuti mereka dan yang menyatakan kesetiaan untuk berjihad bersama mereka.

Mereka adalah satu komunitas umat yang berbeda dari masyarakat yang lain.

Kaum Muhajirin dan Quraisy, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku sebelumnya, hendaklah bekerja sama dalam membayar tebusan untuk membebaskan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang benar dan baik.

Bani Auf, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, hendaklah bekerja sama dalam mengupayakan pembayaran tebusan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang baik dan adil sesuai dengan tradisi yang ada di antara orang yang beriman.

Bani Harits, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, hendaklah bekerja sama dalam mengupayakan pembayaran tebusan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang baik dan adil sesuai dengan tradisi yang ada di antara orang yang beriman.

87

Bani Saidah, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, hendaklah bekerja sama dalam mengupayakan pembayaran tebusan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang baik dan adil sesuai dengan tradisi yang ada di antara orang yang beriman.

Bani Jusyam, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, hendaklah bekerja sama dalam mengupayakan pembayaran tebusan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang baik dan adil sesuai dengan tradisi yang ada di antara orang yang beriman.

Bani An Najjar, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, hendaklah bekerja sama dalam mengupayakan pembayaran tebusan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang baik dan adil sesuai dengan tradisi yang ada di antara orang yang beriman.

Bani ‘Amr bin ‘Auf, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, hendaklah bekerja sama dalam mengupayakan pembayaran tebusan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang baik dan adil sesuai dengan tradisi yang ada di antara orang yang beriman.

Bani An Nabit, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, hendaklah bekerja sama dalam mengupayakan pembayaran tebusan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang baik dan adil sesuai dengan tradisi yang ada di antara orang yang beriman.

88

Bani Aus, sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, hendaklah bekerja sama dalam mengupayakan pembayaran tebusan anggota mereka yang ditawan. Tiap-tiap kelompok harus membebaskan anggota yang ditawan dengan cara yang baik dan adil sesuai dengan tradisi yang ada di antara orang yang beriman.

Orang-orang mukmin boleh membiarkan seseorang terlilit utang, hendaklah mereka memberikan bantuan kepadanya, berupa pembayaran denda atau tebusan.

Seorang mukmin tidak boleh melakukan tindakan yang tidak baik kepada sesama mukmin lainnya, baik yang merdeka maupun budak.

Seseorang mukmin yang bertaqwa berhak menentang seseorang yang menyimpang atau berusaha menyebarkan perbuatan dosa, kedzaliman, dan kerusakan diantara orang-orang Mukmin. Mereka hendaknya bersatu menghukum mereka, meskipun mereka adalah salah satu dari anak mereka.

Seseorang mukmin tidak dibenarkan membunuh seseorang demi membela orang kafir, juga tidak boleh membantu seorang kafir untuk melawan seorang mukmin.

Perlindungan (Dzimmah) Allah hanya satu, Allah berpihak kepada yang lemah dalam menghadapi yang kuat. Seorang mukmin adalah pelindung dalam pergaulan bagi Mukmin yang lain.

Siapapun dari kaum Yahudi yang mengikuti kita, maka ia memiliki hak yang sama dalam mendapatkan bantuan dan pertolongan sepanjang dia tidak melakukan tindakan yang salah dan tidak membantu pihak lain untuk melawan mereka.

Kedamaian antar kaum muslimin adalah satu. Tak seorang mukmin pun di benarkan mengadakan perjanjian dengan orang non-Mukmin disaat perang di

89

Jalan Allah kecuali atas dasar persamaan dan keadilan.

Perdamaian tidak dapat dibagi-bagi. Hanya ada satu perdamaian bagi kaum muslimin. Seorang Mukmin tidak dibenarkan membuat perdamaian dengan non-Mukmin disaat perang di Jalan Allah kecuali atas dasar persamaan dan keadilan.

Seorang mukmin adalah pelindung bagi Mukmin lainnya saat mereka mengorbankan jiwanya di jalan Allah. Dan orang-orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang paling baik dan mendapatkan petunjuk.

Seorang Musyrik tidak boleh melindungi harta dan jiwa orang Quraisy dan tidak membantu mereka dalam melawan orang-orang mukmin.

Tatkala seorang jelas terbukti membunuh seorang Mukmin, maka dia wajib dibunuh sebagai balasan atas tindakan itu (Qishash). Kecuali jika kaum kerabat (ahli waris) korban setuju untuk memberikan ampunan, dan si pembunuh membayar uang (tebusan / diyat). Dan seorang Mukminin harus bersatu tangan melawan pembunuh itu. Tidak boleh memberi maaf kepada mereka, tetapi harus menyatakan perlawanan kepada mereka.

Tidak dibenarkan kepada seorang Mukminin yang setuju dengan kesepakatan ini serta beriman kepada Allah dan hari kemudian untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang melakukan kesalahan dan dosa, juga memberikan perlindungan kepada mereka. Dan barang siapa yang memberikan bantuan dan perlindungan kepada pelaku kejahatan, maka ia akan mendapat laknat Allah dan kemurkaan Nya di hari kiamat. Jika terjadi perselisihan pendapat, maka permasalahannya di kembalikan kepada Allah dan Muhammad.

90

Jika terjadi perselisihan pendapat diantara mereka, maka masalahnya dikembalikan kepada Allah dan Rasulnya.

Kaum Yahudi menanggung biaya perang bersama-sama kaum Muslimin selama kaum muslimin berada dalam peperangan.

Kaum Yahudi bani Auf merupakan satu komunitas (Umat) sebagaimana orang-orang mukmin, dan masing-masing pada keyakinan agamanya sendiri. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim adalah agama mereka. Dan jika dalam hal ini, satu pihak melakukan kesalahan, maka dia dalam anggotanya bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya.

Bagi kaum Yahudi bani Najar, merupakan satu komunitas (Umat) sebagaimana orang-orang mukmin, dan masing-masing pada keyakinan agamanya sendiri. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim adalah agama mereka. Dan jika dalam hal ini, satu pihak melakukan kesalahan, maka dia dalam anggotanya bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya.

Bagi Kaum Yahudi bani Harits, merupakan satu komunitas (Umat) sebagaimana orang-orang mukmin, dan masing-masing pada keyakinan agamanya sendiri. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim adalah agama mereka. Dan jika dalam hal ini, satu pihak melakukan kesalahan, maka dia dalam anggotanya bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya.

Bagi kaum Yahudi bani Saidah, merupakan satu komunitas (Umat) sebagaimana orang-orang mukmin, dan masing-masing pada keyakinan agamanya sendiri. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim adalah agama mereka. Dan jika dalam

91

hal ini, satu pihak melakukan kesalahan, maka dia dalam anggotanya bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya.

Bagi kaum Yahudi Bani Jusyam, merupakan satu komunitas (Umat) sebagaimana orang-orang mukmin, dan masing-masing pada keyakinan agamanya sendiri. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim adalah agama mereka. Dan jika dalam hal ini, satu pihak melakukan kesalahan, maka dia dalam anggotanya bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya.

Bagi Kaum Yahudi bani Aus, merupakan satu komunitas (Umat) sebagaimana orang-orang mukmin, dan masing-masing pada keyakinan agamanya sendiri. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim adalah agama mereka. Dan jika dalam hal ini, satu pihak melakukan kesalahan, maka dia dalam anggotanya bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya.

Bagi kaum Yahudi bani Tsa'labah, merupakan satu komunitas (Umat) sebagaimana orang-orang mukmin, dan masing-masing pada keyakinan agamanya sendiri. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim adalah agama mereka. Dan jika dalam hal ini, satu pihak melakukan kesalahan, maka dia dalam anggotanya bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya.

Suku Jafnah, sebagai bagian dari bani Tsa'labah, memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan bani Tsa'labah.

Bani Syutaibah merupakan satu komunitas (Umat) sebagaimana orang-orang mukmin, dan masing-masing pada keyakinan agamanya sendiri. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslim adalah agama mereka. Dan jika dalam hal ini, satu pihak

92

melakukan kesalahan, maka dia dalam anggotanya bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya.

Para budak kaum Yahudi bani Tsa'labah tidak berbeda dengan bani Tsa'labah sendiri.

Kelompok-kelompok keturunan Yahudi tidak berbeda dengan orang-orang Yahudi sendiri.

Tak seorang pun diperkenankan untuk berperang kecuali setelah mendapat izin dari Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Namun tidak dilarang untuk melakukan tindakan balasan jika di lukai. Dan barang siapa yang melakukan pertumpahan darah hanya karena menyangkut dirinya sendiri dan keluarganya, kecuali jika ia di dzalimi maka Allah benar-benar akan memberlakukan hukum terbaik dalam masalah ini (dokumen kesepakatan).

Kaum Yahudi dan kaum Muslimin menanggung biaya masing-masing. Kedua belah pihak saling membela dalam menghadapi pihak lain yang mengancam salah satu pihak yang mengakui kesepakatan ini. Kedua belah pihak saling memberi nasihat yang baik, bukan yang buruk. Dan tidak dibenarkan menimpakan kesalahan kepada seseorang akibat kesalahan yang dilakukan oleh sekutunnya. Dan orang yang diperlakukan dengan dzalim harus mendapat perlindungan.

Orang Yahudi menanggung biaya perang sepanjang kaum Muslimin terlibat sebuah peperangan.

Yatsrib (Madinah) menjadi daerah yang dilindungi (haram) bagi penanda tangan kesepakatan ini.

Tetangga diperlakukan sebagaimana dirinya sendiri, selama mereka tidak melakukan gangguan dan tindakan dosa.

Tak seorang perempuan pun yang berhak mendapat perlindungan kecuali mendapat izin dari kaumnya.

93

Semua peristiwa dan konflik yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam kesepakatan, yang bisa merusak kehidupan bermasyarakat, maka perkara dikembalikan kepada Allah dan kepada Muhammad Rasulullah. Allah berpihak dalam isi kesepakatan ini kepada yang memberi perlindungan dan yang berbuat baik.

Tidak ada jaminan perlindungan yang diberikan kepada orang Quraisy dan para pendukungnya.

Semua pihak yang terlibat dalam kesepakan ini bekerja sama dalam melawan siapa saja yang menyerang kota yatsrib (Madinah)

Jika para penyerbu diajak berdamai dan menerima persetujuan, maka persetujuan tersebut dapat diterima dan dianggap sah. Jika mereka mengajak berdamai, maka wajib bagi setiap mukmin untuk menerima ajakan itu, kecuali mereka menyerang masalah agama, setiap orang berkewajiban melaksanakan kewajiban masing-masing sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Kaum Yahudi Bani Aus dan sekutunya masing-masing mempunyai hak yang sama seperti golongan lain yang menyetujui kesepakatan ini. Mereka diperlakukan dengan baik sesuai dengan perlakuan yang diterima oleh pihak-pihak yang menyetujui perjanjian ini, kebajikan jelas berbeda dengan keburukan.

Setiap orang bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Allah berpihak kepada yang terbaik dalam butir-butir kesepakatan ini. Kesepakatan ini tidak memberikan jaminan kepada orang-orang yang berbuat dosa dan berkhianat. Setiap orang mendapat jaminan didalam Madinah maupun di luar Madinah kecuali orang-orang yang melakukan kedzaliman dan dosa. Allah memberikan

94

perlindungan kepada orang-orang yang baik dan bertaqwa kepada Nya.

(Muhammad Rasulullah)

Piagam Madinah ini sangat besar artinya bagi sejarah kehidupan politik umat Islam. Ia dipandang sebagai Undang Undang Dasar tertulis yang pertama sepanjang sejarah peradaban dunia. Ia dikenal dengan sebutan Madina Carter, Konstitusi madinah, dan Watsiqah Madinah, Sebelum Nabi Muhammad SAW, para penguasa Imperium dunia tidak menyertakan Undang Undang tertulis untuk mengatur dasar kekuasaannya.

Piagam Madinah selain berisi perjanjian dalam hidup bermasyarakat di negara Madinah, juga ia merupakan alat legitimasi bagi Nabi Muhammad untuk menjadi pemimpin bukan saja bagi kaum muslim tapi juga bagi seluruh penduduk Madinah, padahal beliau belum pernah memaklumatkan dirinya sebagai pemimpin. Syafi'i Ma'arif mengatakan bahwa piagam ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik dengan mengembangkan toleransi sesama religius dan budaya seluas-luasnya (Syafi'i Ma' Arif," 1988 : 149 -164)

Langkah ketiga adalah meletakkan dasar-dasar berpolitik ekonomi dan sosial kemasyarakatan berdasarkan wahyu Alquran. Langkah ini dilakukan untuk menguatkan status negara Madinah. Ayat yang turun pada saat itu menitikberatkan kepada pembinaan hukum Islam dengan prinsip keadilan, kesamaan derajat, musyawarah. Termasuk pula aturan yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, hak dan kewajiban keluarga.

Langkah keempat adalah mempertahankan kedaulatan negara Madinah dari segala rongrongan,

95

intervensi dan serangan dari luar. Rongrongan dan intervensi ini dilakukan oleh orang-orang kafir Makkah, orang-orang munafiq yang menetap di Madinah dan kaum Yahudi. Timbulnya rongrongan dan gangguan disebabkan karena dengan terbentuknya negara Madinah semakin memperkuat Islam bahkan memperbanyak jumlah orang-orang yang mengakui kerasulan Muhammad. Dengan perkembangan ini orang-orang kafir Quraisy, Yahudi dan munafiq menjadi risau dan dengki, mereka bahu-membahu mencoba untuk menghancurkan Islam. Kondisi inilah yang dipikirkan Nabi, sehingga beliau membentuk pasukan perang, digunakan untuk mempertahankan diri dan melindungi hak milik, menjaga keselamatan dalam penyebaran agama dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalangi penyebaran tersebut.

Perang Badar adalah perang pertama dalam Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun 2 H, sehingga Alquran mengabadikannya dengan Yaum Al-Furgan (pemisah antara hak dan batil). Perang ini sangat menetukan sejarah Islam selanjutnya. Dalam perang ini Nabi sebagai panglima perang membawa sepasukan tentara berjumlah 305 dengan membawa perlengkapan sederhana bergerak menuju lembah Badar. Ditempat itulah pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 900 orang. Dalam perang ini kaum muslim keluar sebagai pemenang, namun kemenangan ini membuat kaum Yahudi tidak senang. Ketidaksenangan ini muncul karena mereka berkeinginan untuk keluar dari kesepakatan yang tertuang dalam piagam Madinah. Atas ketidaksenangan yang diimplementasikan dengan mengadakan persekongkolan dengan orang Makkah, maka bani Qoinuqa akhirnya diserang oleh Nabi dan berakibat mereka menyingkir keluar Madinah menuju Adhri'at di perbatasan Syria.

96

Muhammad adalah tokoh pertama yang menyadari arti pentingnya keterlibatan rakyat dan dukungan mereka dalam suatu sistem Administrasi Pemerintahan (Public Administration) yang tidak pandang dari mana dan bagaimana asal usul mereka serta mampu menghapus rasa tribalisme (kesukuan) yang selama dalam sejarah pra-modern loyalitas masyarakat Arab bukanlah atas dasar patriotisme namun loyalitas adalah demi rasa kesukuan semata (Our Tribesmen wrong orang Right = suku-ku tetap suku-ku salah atau benar). (Afzal Iqbal, 2000 : 17)

Sebagaimana di nyatakan Mont Gomery Watt : keharusan mengembalikan segala persoalan kepada Muhammad tidak berarti akan secara otomatis menambah dan memperluas kekuasaan Muhammad, kecuali jika beliau yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang dilakukannya itu sesuai dengan etika moral dan kesepakatan umum.

Selain itu juga dalam piagam ini juga menyatakan bahwa Muhammad bukanlah hanya sebagai penyebar agama (rasul) saja, tetapi beliau sekaligus sebagai negarawan yang besar, dan terbesar sepanjang sejarah. (Montgomery Watt, 1956 : 221-225)

Nabi Muhammad SAW, adalah : kaisar dan paus dalam satu orang, tetapi beliau adalah kaisar tanpa legiun kekaisaran dan paus tanpa keangkuhan seorang paus. Beliau adalah kaisar yang paling besar karena dia telah menciptakan suatu bangsa yang besar. Beliau mendirikan Republik Madinah, menyatukan unsur yang berbeda dalam satu kesatuan yang padu dan menyusun sebuah kitab undang-undang yang mengatur seluruh suku bangsa tanpa pembedaan kelas atau asal usul mereka. (Syed Mahmudunnaser, 1994 : 123).

Ada banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya beberapa peperangan, diantara adalah faktor ketidakmauan kaum kafir quraisy dalam mengakui

97

keberadaan Negeri Madinah, tercatat dalam sejaran bahwa perang yang terjadi pertama kali adalah perang Badr, perang Badr inilah yang merupakan pengobar semangat Jihad dan merupakan ciri khas Kaum Muslimin pada perang-perang dan penaklukan selanjutnya.

Sebagaimana di terangkan oleh Prof. Philiph K Hitti : meskipun peperangannya sendiri sama sekali tidak penting sebagai gerakan militer, namun Ghazwad-e-badr adalah merupakan peletakan dasar bagi kekokohan Kekuasaan duniawi Nabi Muhammad SAW. Kemenangan tersebut diraih dengan kedisiplinan yang tinggi.

C. Perjanjian Hudaibiyah Sebagai Bukti Pengakuan Kaum Kafir Qurais terhadap Republik Madinah

Kurang lebih Enam tahun pasca migrasi umat Islam dari Mekkah ke Madinah maka selama itu pula mereka tidak pernah bertilik kepada keluarganya dan bahkan berhaji ke Mekkah. Pasca perang khandaq, hasrat umat Islam untuk mengunjungi tanah kelahirannya karena didorong juga kerinduan mereka terhadap sanak famili mereka serta keinginan mereka untuk melakukan ibadah Haji semakin kuat. Menyadari keinginan para sahabatnya tersebut, maka Nabi Muhammad SAW, memutuskan untuk berkunjung ke mekkah, hal ini terjadi pada bulan Dzul Qa’dah tahun ke enam Hijriyah yang bertepatan dengan tahun 628 M. tercatat 1400 kaum muslimin pergi ke Mekkah berniat melakukan Ibadah haji. Ketika perjalanan sampai di Desa Hudaibiyah ± 6 mil (perjalanan satu hari ke Mekkah) Nabi Muhammad SAW, mengutus Usman bin Affan ke Pimpinan kaum Kafir Quraisy untuk menyampaikan maksud kedatangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat ke Mekkah tersebut.

98

Namun saat itu terdengan desas-desus yang memberitakan bahwa Usman Bin Affan telah di bunuh, mendengar khabar tersebut para sahabat menyatakan ikrar di hadapan Nabi Muhammad SAW, untuk membela dan memperjuangkan Islam sampai titik darah yang penghabisan. Peristiwa ini dikenal dengan Baiah-e-Ridwan.

Setelah peristiwa tersebut maka umat kembali dengan selamat. Namun di Mekkah, para pemuka Quraisy saat itu mencemaskan hasrat Umat Islam tersebut. Karena itu mereka menyetujui untuk di selenggarakan suatu perjanjian, dan perjanjian ini dikenal dengan Perjanjian Hudaibiyah. Yang isinya adalah sebagai berikut :

Dengan nama – Mu Ya Allah, ini adalah kesepakatan antara Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amr.

Kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata selama masa waktu sepuluh tahun. Selama masa itu kedua belah pihak bebas menghirup udara damai dan mereka tidak diperkenankan untuk melakukan peperangan.

Dan jika ada salah seorang dari Pengikut Muhammad ingin melakukan perjalanan ke Mekkah disaat Haji ataupun Umrah atau untuk mencari karunia Allah (yakni berdagang sesuai dengan Al Qur-an Surah al-jumu’ah : 10) dalam perjalanan mereka ke Yaman ataupun ke Thaif, mereka akan mendapat pengamanan, baik individu mereka ataupun kekayaan yang mereka bawa. Dan siapapun datang ke Madinah, dari orang-orang Qiraisy yang sedang melakukan perjalanan ke Syiria atau ke Irak untuk mencari karunia dan rahmat Allah, maka juga harus dijamin keselamatan jiwa dan harta bendanya.

99

Dan siapa saja yang datang ke Muhammad di Madinah dari orang-orang Quraisy tanpa seizin Tuannya, maka Muhammad harus mengembalikan mereka kepada Tuannya. Dan siapapun yang datang kepada kaum Quraisy dari Pengikut Muhammad, maka orang-orang Qurais tidak wajib mengembalikannya kepada Muhammad.

Dan diantara kita harus menepati semua yang telah menjadi kesepakatan, dan tidak seorangpun diperkenankan untuk merusak netralitas secara rahasia dan tidak diperkenankan untuk melakukan sebuah aksi pengkhianatan.

Dan siapapun yang ingin memasuki kelompok Muhammad dan Aliansinya, mereka bebas memasukinya, dan barang siapan yang ingin masuk kelompok Quraisy dan aliansinya, mereka juga bebas melakukannya.

Dan Engkau (Muhammad) harus kembali dari kami, dan hendaknya tidak berada di tengah-tengah kami, dan jika tahun depan datang, maka kami akan keluar dari tempat kami dan kamu (Muhammad) dan orang-orang mu sekalian di perkenankan untuk tinggal selama tiga hari dan tiga malam dengan membawa senjata, dan senjata yang diperkenankan adalah pedang.

Dan hewan-hewan yang mereka bawa hendaknya mereka sembelih di tempat mereka saat ini berada (Yakni Hudaibiyah), dan tidak dibawanya ke Mekkah.

Tanda tangan Rasul dan SuhailPara saksi :Kaum Muslimin :Abu bakar, Umar bin Khattab, Abdurrahman bin

Auf, Abdullah bin Suhail Bin Amr, Sa’ad bin Abi Waqash, Muhammad Bin maslamah.

Orang-orang Mekkah :

100

Mikdad Bin Hafsh.Penulis sekaligus saksi : Ali Bin Abi Tholib.

Dua salinan perjanjian tersebut dipersiapkan. Satu dipegang Rasulullah SAW, sedangkan yang satu lagi diserahkan kepada Suhail bin Amr, sebagai kepala delegasi Quraisy. (Sarakhsy, 1961 : 136).

Sungguhpun isi dari perjanjian tersebut dirasa sebagai impresi atau merupakan suatu penyerahan diri dan sangat merugikan kaum Muslimin, di dalam perjanjian Hudaibihan inilah terlihat bahwa Nabi Muhammad SAW, bukan sekedar sosok seorang Rasul akan tetapi juga merupakan seorang diplomat, ahli negosiasi dengan visi yang jelas dan mampu manangkap apa dan bagaimana tujuan serta manfaat dari perjanjian tersebut kedepan, dan dengan perjanjiah tersebut ada beberapa aspek yang sangat strategis bagi perjuangan Nabi Muhammad SAW, dan para sahabatnya.

Adapun aspek-aspek tersebut antara lain :Pertama : Perjanjian tersebut secara tidak

langsung menandakan suatu pengakuan kaum kafir Quraisy terhadap Status Politik yang dibangun Nabi Muhammad SAW, dan mengakui Nabi Muhammad SAW, sebagai pemimpin republik Madinah.

Kedua : Gencatan senjata selama 10 tahun merupakan kesempatan yang sangat baik bagi Republik Madinah untuk mengakomodir, dan mengadakan konsolidasi serta penataan administrasi negara. Karena Nabi Muhammad SAW, dan kaum muslimin tidak

101

disibukkan dengan urusan konflik berkepanjangan dengan musuh terdekatnya.

Peristiwa ini merupakan test case yang menuntut kebijakan tingkat tinggi dan integritas penuh. sekaligus merupakan uji coba atas konsistensi Rasulullah SAW dalam melaksanakan perjanjian bilateral pertama yang memeras otak dan perasaan dalam kondisi yang sangat menegangkan.

Kepiawaian dalam berdiplomasi kesabaran umat Islam yang ditampilkan melalui kearifan sikap dalam perjanjian ini, secara tidak langsung telah menarik simpati orang-orang quraisy, sehingga tidak lama kemudian banyak orang-orang dari kaum Quraisy Mekkah meminta di ekstradisi ke Madinah dan menyatakan kesaksiannya serta kesetiaannya kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai rasul dan sebagai penguasa Republik Madinah.

Dalam hal ini Ibn Hisyam berkata bahwa ketika menjelang perjanjian Hudaibiyah pengikut Muhammad berjumlah 1400 orang, tetapi selang dua tahun pasca perjanjian Hudaibiyah jumlah kaum muslimin tercatat sejumlah 10.000. orang.

D. Pengkhianatan Masyarakat Yahudi terhadap Republik Madinah

Dengan adanya pengakuan dari berbagai etnis, agama, Penegakan hak-hak azasi manusia serta penegakan hukum dan perlindungan terhadap kaum yang lemah yang kesemuanya tertuang dalam Konstitusi Madinah, maka dengan di dukung kabar datangnya seorang sosok pembawa rahmat bagi seluruh alam melalui kitab-kitabnya, maka kaum Yahudi

102

menerima dan ikut mendeklarasikan berdirinya Undang Undang Republik baru yaitu Republik Madinah.

Namun karena kedengkian dan keirian atas kemajuan Republik Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, serta inkonsistensi kaum Yahudi, membuat mereka mengkhianati keberadaan Republik tersebut.

Upaya yang mereka lakukan pertama kali adalah sebatas pertentangan terhadap Republik dengan perdebatan dan penghasutan antar suku dan etnis yang selama ini di persatukan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam Madina Carter. Upaya selanjutnya adalah mereka mendukung invasi Musyrikin Mekkah terhadap Republik Madinah. Hal ini di realisasikan dalam perang Badr. Serta berbagai teror di dalam negeri. Upaya selanjutnya adalah mencoba melakukan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad SAW.

E. Ekspansi Ke Mekkah dan kota-kota lainnya Adalah sebuah even spektakuler di masa awal

perkembangan Islam, bertepatan dengan tanggal 20 Ramadhan, bulan Rasulullah SAW, pertama kali menerima wahyu, di kota Mekkah seorang yang pernah di usir dengan kasar kini kembali dengan misi kemenangan dengan kekuatan bersenjata, melihat tentara Islam yang berjalan berkelompok-kelompok yang sangat teratur, maka kepanikan meruyak di kalangan masyarakat Mekkah, karena yakin saat pembalasan atas kedzoliman mereka terhadap Muhammad, karena sadar akan kesalahan mereka saat sebelumya, maka masyarakat Mekkah menunggu segala kemungkinan keputusan yang keluar dari mulut

103

Rasulullah SAW, dengan memakai sorban Produk Yaman, Nabi Muhammad SAW, merunduk pasrah kepada Allah. Rasulullah SAW, berhasil melakukan invasi pertamanya tanpa ada halangan satupun.

Para ahli sejarah Eropa menyatakan : sepanjang sejarah peradaban dunia, tidak pernah terjadi penaklukan yang penuh kemenangan seperti yang diperankan oleh Muhammad, tidak pernah terjadi sebuah invasi / penaklukan tanpa adanya pertumpahan darah setetespun. Dan tidak pernah terjadi Amnesti massal seperti yang dilakukan oleh Muhammad. (Prof K. Ali, 2000 : 70)

Dengan penaklukan Mekkah ini secara otomatis menjadikan Muhammad sebagai penguasa seluruh semenanjung Arabia.

104

BAB VIADMINISTRASI PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW

Dari kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, diketahui Muhammad adalah seorang sosialis sejati, yang mengganti praktek eksploitasi manusia atas manusia untuk kepentingan kelompok tertentu melalui praktek riba, menjadi dengan mengembangkan prinsip-prinsip zakat dan shodaqoh, sehingga tidak terjadi praktek monopoli secara ekonomi, selain itu juga penghapusan atas kasta sosial, sistim perbudakan yang merupakan simbol dari supremasi budaya Arab.

Diantara ide-ide Muhammad yang lain adalah penghapusan gender dengan batasan-batasan toleransi, penghargaan atas hak-hak wanita, penghapusan

105

perjudian, sistim takhyul dan lain-lain yang kesmuanya merupakan perubahan pranata sosial secara besar-besaran atas situasi dan kondisi bangsa Arab pada abad ke tujuh Masehi.

Adapun secara administrasi kepeminpinan Nabi Muhammad SAW, sebagai penguasa Republik Madinah selama sepuluh tahun (622 – 632 M), dengan perjuangan yang cukup singkat tersebut Nabi Muhammad SAW, dipandang sebagai satu-satunya pejuang yang paling berhasil sepanjang Sejarah dunia. (Syeed Amir Ali, 1923 : )

Keberhasilan perjuangan dalam mengorganisasi negara dalam meletakkan dasar-dasar pemerintahan bagi sebuah imperium Islam tidak dapat dipungkiri, mekanisme administrasi pemerintahan yang diciptakan oleh Nabi Muhammad SAW, adalah sebagaimana tertuang dalam catatan sejarah dibawah ini :

G. Administrasi PemerintahanSistim kekuasaan tertinggi pemerintahan Islam

yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW, bersandar pada kekuatan Allah yang senantiasa menurunkan wahyu Al Qur-an kepada Nabi Muhammad SAW, hukum Allah (syariat Islam) di berlakukan sebagaimana proporsi Nabi Muhammad SAW, sebagai penguasa dan rahmat bagi seluruh alam, dalam segala keputusan yang tidak ada dalam Al Qur-an Nabi Muhammad SAW, secara bijak memutuskan setiap permasalahan yang ada.

Meskipun mempunyai otoritas tertinggi, Nabi Muhammad SAW, senantiasa bermusyawarah dengan para sahabat untuk memutuskan masalah-masalah penting.

Langkah kebijakan pertama kali ditempuh Nabi Muhammad SAW, adalah membangun Masjid sebagai sentra pemerintahan Islam, pusat perkantoran dan

106

peradilan, administrasi surat menyurat dan pendelegasian misi dakwah, perjanjian dan penjamuan delegasi asing, penetapan SK gubernur dan pengumpulan pajak.

Politik Islam yang merupakan pembentukan kekuasaan untuk mengatur ekonomi dan sosial, menurut keyakinan yang berupa Al Qur-an dan Assunnah dan bukan menurut ideologi, apabila tatanan yang dilakukan berdasarkan keyakinan tersebut mengalami stagnasi, maka di masjid itulah kaum muslim mengadakan ijtihad bersama-sama dalam memutuskan suatu permasalahan yang dihadapinya (Sidi Gazalba, 1994 : 194)

H. Sistim PropinsialSetelah pembentukan pemerintahan negara

kesatuan, langkah selanjutnya adalah membagi wilayah kekuatan Islam menjadi beberapa wilayah propinsi dengan didasarkan pada kultur maupun letak geografis daerah, diantara propinsi tersebut adalah : Madinah, Makkah, Tayma, Janad, Yaman, Najran, Bahrayn, Oman dan Hadramaut.

Para gubernur di yang membawahi wilayah propinsi tersebut bertanggung jawab secara langsung kepada Nabi Muhammad SAW, sedangkan propinsi Madinah karena selain menjadi Ibukota propinsi juga menjadi ibukota negara, dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW, para Gubernur di beri gelar “Wali” selain sebagai pemimpin wilayah Propinsi secara administratif, para wali juga sebagai imam dalam shalat dan sebagai panglima dalam perang serta sebagai kepala Administrasi propinsi yang bersangkutan dan bertugas pula menyusun dan membuat laporan tentang rencana pemasukan dan pembelanjaan propinsi yang

107

didalamnya termasuk pembayaran gaji pegawai negara, pembiayaan perang dan lain lain.

I. Sistim Pendapatan NegaraDalam menjalankan roda pemerintahan Republik

Madinah, serta dalam membayar para pegawai serta anggota militer, Nabi Muhammad SAW, adalah merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan sistem pelembagaan “Baitul Maal” untuk menghimpun dana dalam rangka pembiayaan operasional kenegaraan.

Sumber pendapatan negara yang diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut :

ZakatJizyah (Pajak Perorangan)Kharaj (Pajak Tanah)Ghanimah (hasil rampasan / sitaan perang)Al Fay’ (hasil tanah negara / BUMN) Kesemuanya diatur secara detail dan di

administrasikan kriteria dan persyaratan pembayarannya seperti : Zakat ditentukan pembayarannya dengan batasan nisab, Jizyah ditarik sebagai pengganti atas jaminan keamanan jiwa dan harta benda masyarakat non muslim, ketentuan seperti ini sudah diberlakukan di Persia yang dinamakan “Gezit” dan di Romawi dinamakan “Tributeen Capitis.”

Kemudian Kharaj di berlakukan pasca penaklukan Khaibar, yakni pajak pemilikan tanah dengan ketentuan sebagian hasil pertanian sebagai Kharaj. Sedangkan Ghaniman atau hasil sitaan terhadap harta benda pasukan musuh yang melarikan diri 4/5 dibagikan kepada seluruh pasukan muslim dan 1/5 dimasukkan kepada kas negara. Untuk pembayaran pejabat

108

pemerintah, santunan terhadap anak yatim, fakir miskin dan untuk kepentingan fasilitas umum.

Al Fay’ awalnya adalah tanah negeri taklukan yang akhirnya menjadi milik negara, tanah-tanah tersebut berupa tanah pertanian kemudian di serahkan kepada petani penggarap dengan sistem mukabarah, Mudzaraah dan lain lain ketentuan yang di berlakukan Nabi Muhammad SAW, dan hasil dari panennya diperuntukan selain sebagai kas negara, juga sebagai kepentingan umum.

J. Manajemen EkonomiKeistimewaan Islam sebagai undang-undang tidak

perlu diragukan lagi. Dustur ilahi ini memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan undang-undang buatan manusia. Prinsip keadilan yang menjadi landasan filosofisnya maupun kelengkapan aspek pembahasannya diakui oleh berbagai kalangan cendekiawan. Kelebihan ini juga mencakup bidang ekonomi, salah satu tiang kehidupan manusia. (Dr. Yusuf Qardawi, 1997)

Ekonomi adalah bagian dari perspektif Manajemen Islam dengan memposisikan ekonomi pada posisi tengah dan keseimbangan yang adil dalam bidang ekonomi keseimbangan diterapkan dalam segala segi imbang antara modal dan usaha, antara produksi dan konsumsi, antara produsen perantara dan konsumen dan antara golongan-golongan dalam masyarakat.

Manajemen Ekonomi Islam yang diterapkan oleh Nabi Muhammad adalah ekonomi ketauhidan. Sistem ini bertitik tolak dari peraturan Allah dalam Al Qur’an, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah. Aktivitas ekonomi masa Rasulullah seperti produksi, distribusi, konsumsi, impor, ekspor dan kegiatan

109

ekonomi lainnya senanatiasa dilaksanakan dalam rangka ingin memenuhi perintah Allah.

"Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu. Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. "(a1-Mulk: 15)

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makanlah dan minumlah, serta janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak suka dengan orang yang berlebih-lebihan. "(al-A'raf: 31)

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nyalah kamu menyembah. "(al-Baqarah: 172)

Ketika seorang muslim hendak membeli dan menjual, menyimpan dan meminjam, atau menginvestasikan uang, ia selalu berdiri pada batas-batas yang telah ditetapkan Allah. Tidak dibenarkan memakan uang haram, memonopoli milik rakyat, korupsi, mencuri, berjudi, ataupun melakukan suap-menyuap. Seorang muslim secara tegas menjauhi daerah yang diharamkan Allah, di samping berusaha semaksimal mungkin meningalkan daerah syubhat.

Pemilikan harta yang ada padanya bukanlah secara mutlak sehingga ia tidak berhak untuk membelanjakan harta itu sesuka hatinya. Mengenai ke-biasaan ini, Al-Qur'an menggambarkannya dengan perilaku kaum Syu'aib, yang suatu ketika, bertanya kepada Syu'aib :

"Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat

110

apa yang kami kehendaki tentang harta kami.... "(Hud: 87)

Ekonomi yang dibangun Rasulullah adalah bertujuan untuk menciptakan kehidupan manusia yang aman dan sejahtera. Jika sistem ekonomi Islam itu bersandarkan pada nash Al-Qur'an dan as Sunnah yang berarti nash ketuhanan maka manusia berperan sebagai yang diserukan dalam nash itu. Manusialah yang memahami nash, menafsirkan, menyimpulkan, dan memindahkannya dari teori untuk diaplikasinya dalam praktik. Dalam ekonomi manusia adalah tujuan dan sarana.

Salah satu tanda yang jelas tentang ciri kemanusiaan pada ekonomi Islam ialah penyediaan sarana yang baik untuk manusia. Sebagai tatanan ekonomi, Islam menganjurkan manusia bekerja dan bcrusaha. Bekerja dan berusaha yang dilakukan oleh manusia itu diletakkan Allah pada timbangan kebaikan mereka.

Pemahaman Islam tentang hak individu. Islam berdiri di antara kelompok yang mengakui hak individu sehingga seseorang menganggap harta itu hak miliknya secara mutlak dan kelompok yang memerangi hak tersebut. Kelompok yang terakhir ini menganggap pemilikan harta secara individu adalah sumber kejahatan dan penindasan dalam masyarakat sehingga mereka berusaha menghapuskannya dengan sekuat tenaga.

Para pakar ekonomi non-muslim mengakui keunggulan sistem ekonomi Islam. Menurut mereka, Islam telah sukses menggabungkan etika dan ekonomi, sementara sistem kapitalis dan sosialis memisahkan keduanya.

Jack Austri, seorang Perancis, dalam bukunya Islam dan Pengembangan Ekonomi mengatakan, "Islam

111

adalah gabungan antara tatanan kehidupan praktis dan sumber etika yang mulia. Antara keduanya terdapat ikatan sangat erat yang tidak terpisahkan. Dari sini bisa dikatakan bahwa orang-orang Islam tidak akan menerima ekonomi kapitalis. Dan ekonomi yang kekuatannya berdasarkan wahyu dari langit itu tanpa diragukan lagi adalah ekonomi yang berdasarkan etika."

Di samping mampu memberikan nilai tambah pada sistem, etika tersebut juga bisa mengisi kekosongan pemikiran yang ditakutkan suatu saat timbul akibat perkembangan teknologi.

Brooks mengkritik kebudayaan Barat karena memberikan hasil yang menyedihkan. Ia juga merasa cemas terhadap ekonomi dewasa ini yang dikuasai oleh nafsu kapitalisme di atas norma-norma yang hakiki.

Islam tidak mengabaikan fakta ini dan siap mengantisipasi kebudayaan Barat, khususnya sistem ekonominya. Caranya adalah dengan memasukkan nilai etika ke dalam ekonomi.

Menurut J. Perth, kombinasi antara ekonomi dan etika ini bukanlah hal baru di dalam Islam. Sejak semula Islam tidak mengenal pemisahan jasmani dengan rohani. Prinsip sekularisme yang dilahirkan kaum Protestan dengan renaisansnya di Eropa tidak dikenal dalam sejarah Islam. Sebab, keuniversalan syari’at Islam melarang berkembangnya ekonomi tanpa etika.

Di dalam sejarah Islam, kita menemukan praktek-praktek bisnis yang menggabungkan etika dan ekonomi, terutama ketika Islam benar-benar dijadikan pedoman utama dalam kehidupan sehari-hari.

K. KemiliteranNabi Muhammad SAW, adalah panglima tertinggi

tentara muslim, Nabi Muhammad SAW, memimpin 27

112

dan peperangan dan invasi, meski belum dikenal aturan kemiliteran seperti saat sekarang, maka dalam memprogram strategi Nabi Muhammad SAW, senantiasa bermusyawarah dengan para sahabat dengan tidak bosan-bosannya menanamkan kedisiplinan para anggota dengan sanksi yang sangat berat bagi pelanggarnya.

L. Sistim PendidikanSebagai seorang yang, dikenal dengan sebutan

Niraksarawan atau Al Ummi (buta huruf), namun dalam sejarah Arabia Nabi Muhammad SAW adalah orang penuh perhatian terhadap pendidikan khususnya pendidikan baca tulis. Karena kegigihannya dalam memprakarsai adanya lembaga pendidikan, Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Presiden tidak segan-segan melanggar aturan hukum militer dengan memberikan amnesti kepada tawanan yang karena ketrampilannya dalam hal baca tulis.

Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul Allah di Mekkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Pendidikan masa ini merupakan proto type yang terus menerus dikembangkan oleh umat Islam untuk kepentingan pendidikan pada zamannya. Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah agar beliau menyeru kepada Allah, sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur`an, Surat al-Mudatstsir, 74 ayat 1-7. Menyeru berarti mengajak, dan mengajak berarti mendidik. Langkah awal yang Nabi tempuh adalah menyerukan keluarganya terlebih dahulu. Pertama, Nabi serukan istrinya, Khadijah, untuk beriman dan menerima petunjuk-petunjuk Allah, yang kemudian diikuti oleh Ali bin Abi Thalib (anak pamannya, yang diangkat menjadi anak angkatnya), dan Zaid bin Haritsah, seorang pembantu rumah tangganya, yang

113

kemudian dijadikan anak angkat. Setelah itu, Nabi mulai mengajak sahabat-sahabatnya, yang dilakukannya dengan hati-hati dan tidak sembarangan. Beliau hanya megarahkan ajakannya kepada sahabat-sahabat yang kuat imannya dan dari kalangan Quraisy yang berpengaruh di masyarakat, sebagai upaya untuk memperkokoh dakwah Rasulullah. Di antara mereka adalah Abu Bakar, sahabat yang beliau kenal pribadinya dan terbuka pikirannya. Setelah beriman dan mendukung Nabi, Abu Bakar secara diam-diam mengajak kaum Qurays untuk memeluk agama Islam. Sahabat-sahabat lain yang masuk Islam adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa`ad bin Abi Waqqas, Abd al-Rahman bin `Auf, Thallah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abi al-Arqam, Fatimah binti Khattab bersama suaminya, Said bin Zaid, dan beberapa orang lainnya.

Sesudah Nabi mendapat pengikut, beliau menghimpun mereka untuk menerima penjelasan-penjelasan yang diajarkan secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam di Bukit Shafa. Rumah Arqam dipilih sebagai tempat berkumpulnya umat Islam untuk menerima pelajaran dari Nabi, karena Arqam adalah sahabat Nabi yang setia sekaligus lokasinya yang sangat baik, terhadang dari penglihatan kaum Qurays. Hal ini penting dilakukan untuk memberi keamanan dan ketenangan kepada kaum Muslimin yang sedang mengadakan kegiatan dan pertemuan guna menerima pelajaran. Menurut Syalabi, rumah Arqam ini merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama. Di rumah Arqam, Rasulullah mengajarkan pokok-pokok agama Islam dan membacakan ayat-ayat al-Qur`an kepada para sahabat dan pengikut-pengikut Nabi. Pendidikan pertama yang dilakukan Nabi adalah membina pribadi Muslim agar menjadi kader-kader yang berjiwa kuat dan tangguh dari segala cobaan untuk dipersiapkan menjadi

114

masyarakat Islam dan muballigh serta pendidik yang baik.

Berikutnya, Rasulullah mengarahkan dakwahnya kepada Bani Muthalib setelah turun petunjuk Allah dalam QS. al-Baqarah, 2: 214-215. Seruan ini merupakan langkah awal untuk menyampaikan Islam secara terang-terangan. Seruan Nabi kali ini disambut dan dibenarkan dengan baik oleh sebagian, tetapi sebagian lain menentang dan mendustakannya, seperti Abu Lahab (paman Nabi) dan istrinya. Dakwah Nabi ini berjalan selama tiga tahun sampai turunlah wahyu Allah dalam QS. al-Hijr, 15:94-95 yang menyerukan Islam secara terang-terangan kepada manusia secara umum, baik untuk penduduk Makkah maupun luar Mekkah, baik miskin maupun kaya.

Kegagalan Rasulullah mengajak masuk Islam suku Quraisy yang diwarnai dengan kekerasan dan perlawanan oleh mereka, mendorong mencari dukungan dan menambah pengikut ke Thaif, tetapi gagal. Kemudian, setiap musim haji, Rasulullah mengunjungi kemah-kemah jema'ah untuk menyampaikan seruan Islam kepada mereka. Tidak semua jema'ah yang dikunjungi Nabi menerima Islam, kecuali satu kelompok jema'ah berasal dari Yatsrib dari kabilah Khazraj. Kabilah ini sangat mendambakan kedamaian setelah lama mengalami pertentangan dengan kaum Yahudi di Yatsrib. Pada musim haji pada tahun ke-12 kenabian, datang dua belas orang laki-laki dan seorang perem-puan penduduk Yatsrib menemui Rasulullah di Aqabah untuk menyatakan bai'ah kepada Nabi yang dikenal dengan Bai'ah Aqabah I.

Setelah musim haji selesai, mereka kembali ke Yatsrib. Dengan berbekal pengetahuan yang diperoleh dan semangat Islam yang berkobar; ditambah pengaruh ikrar yang diucapkan di hadapan Nabi, mereka kembali ke Yatsrib dan diminta oleh Rasulullah untuk

115

menyampaikan Islam kepada penduduk Yatsrib lainnya. Selain itu, bersama mereka Rasulullah mengirim seorang pemuda, Mus'ab bin Umair, untuk mengemban tugas mendidik dan mengajarkan ajaran Islam kepada kaum Muslimin di Yatsrib. Usaha Mus'ab bin Umair dan mereka yang telah berikrar membawa hasil yang tidak mengecewakan. Agama Islam memperoleh kemajuan pesat di Yatrsib sampai banyak orang-orang Yatsrib masuk Islam kecuali orang-orang Yahudi dan suku Aus.

Pada musim haji tahun berikutnya, serombongan jema'ah haji Yatrsib sejumlah 73 orang menuju Mekkah. Mereka bersepakat mengajak Nabi pindah ke Yatsrib, yang mereka harapkan menjadi penengah bagi pertikaian antara kabilah Khazraj dengan orang-orang Yahudi dan kabilah Aus. Di samping itu, mereka juga bertujuan menyatakan bai'ah kepada Rasulullah di Aqabah yang kemudian dikenal dengan Bai'ah Aqabah II. Turut pula dalam rombongan ini Mus'ab bin Umair untuk melaporkan hasil usaha dan perjuangannya dalam mendidik penganut-penganut Islam yang baru.

Karena di Mekkah selalu mendapat tantangan dari kaum Qurays yang selalu mengganggu dakwah Islam, Rasulullah akhirnya hijrah ke Madinah. Setelah sampai di Madinah, usaha pertama yang dilakukan oleh Nabi adalah mendirikan mesjid sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan. Di mesjid ini, Nabi melaksanakan salat berjama'ah, membacakan al-Qur'an dan memberikan pengajaran Islam. Nabi juga mengadakan musyawarah yang berkenaan dengan kemasyarakatan dan politik Islam di mesjid.

Tujuan dan materi pendidikan Islam di Yatsrib atau Madinah semakin luas dibandingkan pendidikan Islam di Mekkah. Seiring dengan berkembangnya masyarakat Islam dan semakin luas petunjuk-petunjuk Allah, semakin luas pula tujuan dan materi pendidikan yang

116

dilaksanakan oleh Rasulullah. Pendidikan Islam tidak hanya diarahkan untuk membentuk pribadi kader Islam, tetapi juga membina aspek-aspek kemanusian sebagai hamba Allah untuk mengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta. Untuk itu, umat Islam dibekali dengan pendidikan tauhid, akhlak, amal ibadah, kehidupan sosial-kemasyarakatan dan keagamaan, ekonomi, kesehatan, bahkan kehidupan bernegara.

Pada masa awal lahirnya Islam, umat Islam belum memiliki budaya membaca dan menulis. Bagi masyarakat Arab, budaya membaca dan menulis hanya berkembang di kalangan kaum Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Arab selain Yahudi dan Nasrani yang bisa membaca dan menulis jumlahnya sangat sedikit. Pada masa Nabi menyiarkan agama di Mekkah, di kalangan kaum Qurays ada 17 orang yang pandai baca-tulis.

Setelah perang Badar, ada beberapa tawanan yang pandai membaca dan menulis. Para tawanan ini dapat menebus dirinya dengan mengajarkan baca-tulis kepada 10 anak Muslim untuk seorang tawanan. Menurut Syalabi, lembaga untuk belajar membaca dan menulis ini disebut kuttab. Ia merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid.

Hingga pasca perang Badr aktifitas baca tulis dan kegiatan pendidikan lainnya berkembang di Madinah, yang pada akhirnya Madinah Al Munawwarah, tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, akan tetapi juga sebagai pusat pendidikan Islam. Tercatat sembilan lembaga pendidikan yang melakukan aktifitasnya di masjid.

Di masjid tersebut nabi menyampaikan kuliahnya serta berdiskusi perihal ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan Nabi Muhammad SAW, juga memerintahkan para Tuan untuk mendidik budaknya dan memerdekakannya.

117

Ketika Islam telah tersebar diseluruh semenanjung Arabia, Nabi Muhammad SAW, mengatur pengiriman para Mu’allim atau guru-guru agama untuk ditugaskan mengajarkan Al Qur-an kepada suku-suku terpencil di seluruh penjuru Arab. dan pendidikan Islam berpusat di Madinah. Setelah Rasulullah wafat, kekuasaan pemerintah Islam secara bergantian dipedang oleh Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib. Pada masa empat khalifah ini wilayah Islam telah meluas di luar Jazirah Arab, yang meliputi Mesir, Persia, Syria, dan Irak. Para khalifah ini di samping memikirkan perluasan wilayah Islam, mereka juga memberikan perhatian pada pendidikan demi syiarnya agama dan kokohnya negara Islam.

Masa awal kekhalifahan Abu Bakar, telah diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang yang mengaku sebagai nabi, dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Pada awal kekuasaannya, Abu Bakar memusatkan konsentrasinya untuk memerangi pemberontakan yang dapat mengacaukan keamanan dan dapat mempengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari Islam. Maka, dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam operasi penumpasan tersebut, sebanyak 73 orang dari Islam gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasul dan para hafidh al-Qur'an. Kenyataan ini telah mengurangi jumlah sahabat yang hapal al-Qur'an dan jika tidak diperhatikan, sahabat-sahabat yang hapal al-Qur'an akan habis dan akhirnya akan melahirkan perselisihan di kalangan umat Islam mengenai al-Qur'an. Oleh karena itu, sahabat Umar bin Khaththab menyarankan kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-

118

Qur'an. Saran tersebut kemudian direalisasikan Abu Bakar dengan mengutus Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan ayat-ayat al-Qur'an. Dengan demikian, Khalifah Abu Bakar berjasa dalam menyelamatkan keaslian materi dasar pendidikan Islam.

Pemberontakan orang-orang murtad, nabi-nabi palsu, dan orang-orang yang enggan membayar zakat, memberikan pengalaman bagi umat Islam untuk memperteguh ajaran-ajaran Islam kepada kaum Muslimin sehingga dapat dihindari kejadian serupa. Pengalaman tersebut memperteguh pendidikan Islam untuk memperkokoh nilai-nilai Islam di kalangan kaum Muslimin. Akan tetapi, pelaksanaan pendidikan Islam di masa Khalifah Abu Bakar masih seperti di masa Nabi, baik materi maupun lembaga pendidikannya.

Selain mengirimkan tentara untuk menumpas pemberontak, Abu Bakar juga memusatkan perhatiannya untuk mengirimkan pasukan dalam rangka memperluas ekspansi wilayah Islam ke Syiria untuk melaksanakan niat Rasulullah yang telah dipersiapkan sesaat sebelum Rasulullah wafat. Usaha umat Islam berhasil menaklukkan Syria. Ekspansi wilayah Islam, membuat umat Islam kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan Islam.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Kaththab, kondisi politik dalam keadaan stabil. Melanjutkan kebijaksanaan Abu Bakar, Umar bin Khaththab mengirim pasukan untuk memperluas wilayah Islam. Ekspansi Islam di masa Umar bin Khaththab mencapai hasil yang gemilang, yang meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syria, Irak, Persia, dan Mesir.

Dengan meluasnya wilayah Islam sampai ke luar Jazirah Arab, penguasa memikirkan pendidikan Islam di

119

daerah-daerah di luar Jazirah Arab karena bangsa-bangsa tersebut memiliki adat dan kebudayaan yang berbeda dengan Islam. Untuk itu, Umar memerintahkan panglima-panglima apabila mereka berhasil menguasai suatu kota, hendaknya mereka mendirikan mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Berkaitan dengan usaha pendidikan itu, Khalifah Umar mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan, yang bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam.

Pada masa Khalifah Umar, sahabat-sahabat besar yang lebih dekat kepada Rasulullah dan memiliki pengaruh besar, dilarang keluar Madinah kecuali atas izin Khalifah dan hanya dalam waktu yang terbatas. Dengan demikian, penyebaran ilmu para sahabat besar terpusatkan di Madinah sehingga kota tersebut pada waktu itu menjadi pusat keilmuan Islam. Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar karena mereka yang baru menganut Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi, khususnya menyangkut hadis Rasul sebagai salah satu sumber agama yang belum terbukukan dan hanya ada dalam ingatan para sahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan al-Qur'an. Tidak terelakkan lagi sejak masa ini, telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah jauh menuju Madinah sebagai pusat ilmu agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama Islam tersebut di belakang hari mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan, seperti tafsir, hadis, fikih, dan sebagainya.

120

Tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah nampak dalam pendidikan Islam pada masa Khalifah Umar. Dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan, harus belajar bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.

Pada masa Khalifah Usman, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada. Sedikit perubahan telah mewarnai pelaksanaan pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa Khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Di situ mereka mengajarkan ilmu-ilmu yang dimiliki dari Rasul secara langsung. Kebijakan ini besar sekali artinya bagi pelaksanaan pendidikan Islam di daerah-daerah. Sebelumnya, umat Islam di luar Madinah dan Mekkah, khususnya dari luar Semenanjung Arab, harus menempuh perjalanan jauh yang melelahkan dan lama untuk menuntut ilmu agama Islam di Madinah. Tetapi, tersebarnya sahabat-sahabat besar ke berbagai daerah meringankan umat Islam untuk belajar Islam kepada sahabat-sahabat yang tahu banyak ilmu Islam di daerah mereka sendiri atau di daerah terdekat.

Usaha konkrit di bidang pendidikan Islam belum dikembangkan oleh Khalifah Usman. Khalifah merasa sudah cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan.

121

Namun begitu, satu usaha cemerlang telah terjadi di masa ini, yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam. Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur'an, Khalifah Usman memerintahkan agar mushaf yang dikumpulkan di masa Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin `Ash, dan Abdurrahman bin Harits. Penyalinan ini dilatarbelakangi oleh perselisihan dalam bacaan al-Qur'an. Menyaksikan perselisihan itu, Hudzaifah bin Yaman melapor kepada Khalifah Usman dan meminta Khalifah untuk menyatukan bacaan al-Qur'an. Akhirnya, Khalifah memerintahkan penyalinan tersebut, sekaligus menyatukan bacaan al-Qur'an dengan pedoman, apabilah terjadi perselisian bacaan antara Zaid bin Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun, hendaknya ditulis sesuai dengan lisan Quraisy karena al-Qur'an itu diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy, sedangkan ketiga orang anggotanya adalah orang Quraisy."

Setelah selesai menyalin mushaf itu, Usman memerintahkan para penulis al-Qur'an untuk menyalin kembali beberapa mushaf untuk dikirimkan ke Mekkah, Kufah, Basrah, dan Syam. Khalifah Usman sendiri memegang satu mushaf yang disebut mushaf al-Imam. Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ke tempat penyimpanan semula, yaitu di rumah Hafshah. Khalifah Usman meminta agar umat Islam memegang teguh apa yang tertulis di mushaf yang dikirimkan kepada mereka, sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada di tangan umat Islam segera dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan bacaan al-Qur'an serta menjaga keasliannya. Fungsi al-Qur'an sangat

122

fundamental bagi sumber agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga keaslian al-Qur'an dengan menyalin dan membukukannya merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam di masa mendatang.

Seperti khalifah-khalifah sebelumnya, Khalifah Usman memberikan perhatian besar pada pengiriman tentara ke beberapa wilayah yang belum ditaklukkan. Besar juga hasil yang diperoleh dari pengiriman ekspedisi di masa ini bagi perluasan kekuasaan Islam, yang mencapai Tripoli, Ciprus, dan beberapa wilayah lain. Tetapi gelombang ekspedisi terhenti sampai di sini karena perslisihan pemerintahan dan kekacauan yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Usman.

Mengganti Usman, naiklah Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Sejak awal kekuasaannya, kekhalifahan Ali selalu diselimuti pemberontakan hingga berakhir tragis dengan terbunuhnya Khalifah. Pada awal masa pemerintahannya, sudah digoncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi) beserta Thalhah dan Abdullah bin Zubair yang berambisi menduduki jabatan khalifah. Peperangan di antara mereka disebut dengan perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta.

Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain sehingga masa kekuasaan Khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian. Mu'awiyah sebagai Gubernur di Damaskus memberontak untuk menggulingkan kekuasaan Ali. Ali terpaksa harus menghadapi peperangan lagi melawan Mu'awiyah dan pendukungnya yang terjadi di Shiffin. Tentara Ali sudah hampir pasti dapat mengalahkan tentara Mu'awiyah, ketika akhirnya Mu'awiyah

123

mengambil siasat untuk mengadakan tahkim, penyelesaian dengan adil dan damai. Semula Ali menolak, tetapi atas desakan sebagian tentaranya, ia menerima juga. Namun, tahkim malah menimbulkan kekacauan karena Mu'awiyah bersikap curang. Dengan tahkim Mu'awiyah berhasil mengalahkan Ali, dan akhirnya mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus.

Sementara itu, sebagian tentara Ali menentang keputusan dengan cara tahkim. Karena tidak setuju, mereka meninggalkan Ali. Mereka membentuk kelompok sendiri sebagai kelompok Khawarij. Golongan ini selalu merongrong kewibawaan kekuasaan Ali sampai akhirnya beliau mati terbunuh seperti yang dialami Usman.

Kekacauan dan pemberontakan di masa Khalifah Ali, membuat Syalabi seperti dikutip Soekarno dan Ahmad Supardi, berkomentar: "Sebenarnya tidak pernah ada barang satu hari pun, keadaan yang stabil selama pemerintahan Ali. Tak ubahnya dia sebagai seorang yang menambal kain usang, jangankan menjadi baik malah bertambah sobek. Demikianlah Nasib Ali." Lebih lanjut dijelaskan oleh Soekarno dan Ahmad Supardi, bahwa saat kericuhan politik di masa Ali ini hampir dapat dipastikan bahwa kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan walaupun tidak terhenti sama sekali. Khalifah Ali pada saat itu tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan, karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada zaman empat khalifah belum berkembang seperti masa-masa sesudahnya.

124

Pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan masa Nabi, yang menekankan pada pengajaran baca-tulis dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur'an dan hadis Nabi. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi umat Islam terhadap perluasan wilayah Islam dan terjadinya pergolakan politik, khususnya di masa Ali ibn Abi Talib.

Setelah Dinasti Umayyah berkuasa, pelaksanaan pendidikan Islam semakin meningkat daripada masa sebelumnya. Kalau masa sebelumnya pendidikan Islam dilaksanakan di kuttab, di rumah-rumah, dan mesjid, pada masa ini pendidikan juga dilaksanakan di istana untuk mendidik anak-anak keluarga kerajaan. Selain itu, penguasa-penguasa dari Dinasti Umayyah sering menyelenggarakan majelis-majelis keilmuan. Syalabi menjelaskan bahwa Mu'awiyah, Khalifah pertama dari Dinasti Umayyah, sering menyelenggarakan majelis dengan mengundang ulama, sastrawan, dan ahli sejarah untuk menerangkan kepada Mu'awiyah sejarah bangsa Arab melalui syair-syair Arab, cerita-cerita Persia, dan sistem pemerintahan dan administrasi Kerajaan Persia. Usaha-usaha ini mendorong berkembangnya syair-syair Arab dan munculnya bukuAkhbaral-Madin (buku tentang raja-raja dan sejarah orang-orang Kuno). (Fayyaz Mahmud, , 1960, : 94)

Pada masa ini juga mulai ada perhatian terhadap pembidangan ilmu tafsir, hadis, fikih, dan ilmu kalam. Di bidang hadis muncul seorang ahli hadis, seperti Hasan al-Basri. Di bidang fikih muncul Ibn Sihab al-Zuhri. Di bidang ilmu kalam dapat ditelusuri cikal bakal gerakan teologi Islam, yaitu Wasil ibn `Ata' yang dianggap sebagai pendiri aliran Mu'tazilah. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran Khawarij dan Murji`ah yang telah berkembang di masa itu. Di antara doktrin

125

utama aliran Mu`tazilah adalah paham "kebebasan manusia" atau free will, yang pada zaman ini dikembangkan oleh golongan Qadariyyah yang merupakan lawan golongan Jabbariyyah."

Selain itu, berkembang juga bahasa Arab. Kecenderungan untuk memahami al-Qur'an dan pemerintahan, kebutuhan orang-orang yang ditaklukkan oleh Islam akan bahasa Arab, dan banyaknya orang-orang non-Arab yang menimbulkan dialek-dialek yang merusak bahasa Arab, mendorong umat Islam untuk mengembangkan bahasa Arab. Faktor-faktor ini menyebabkan besarnya tuntutan mempelajari bahasa Arab sehingga lahirlah ilmu bahasa Arab. Tokoh-tokohnya antara lain Abu al-Aswad ad-Du'ali dan Sibawaih.

Pengaruh Hellenisme juga sudah ada di masa ini. Usaha-usaha penerjemahan buku-buku Yunani sudah dilakukan. Misalnya, Masarjawaih, seorang ahli fisika beragama Yahudi, telah menerjemahkan buku-buku kedokteran, astronomi dan kimia ke dalam bahasa Arab. Akan tetapi, usaha penerjemahan ini tidak banyak dilakukan. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Dinasti Abbasiyyah yang dilakukan secara besar-besaran, sebagaimana yang akan dijelaskan pada pembahasan khusus. Demikian pula perhatian terhadap pendidikan Islam juga lebih besar dibanding dengan masa dinasti Umayyah sehingga berkembanglah karya-karya pemikiran di berbagai bidang.

Walaupun perhatian terhadap pendidikan dan perkembangan pemikiran tidak sebesar pada masa Dinasti Abbasiyyah, usaha-usaha umat Islam pada masa Dinasti Umayyah sangat besar dan penting sekali

126

pengaruhnya bagi perkembangan pendidikan dan pemikiran pada masa sesudahnya. Walaupun kecil, Dinasti Umayyah telah meletakkan dasar-dasar bagi kemajuan pendidikan dan pemikiran di masa Dinasti Abbasiyyah. Karena usahanya inilah, Philip K. Hitti mengatakan bahwa masa Dinasti Umayyah adalah "inkubasi" atau masa tunas bagi perkembangan intelektual Islam. Berbeda dengan Philip K. Hitti, Ahmad Amin memperkirakan bahwa seandainya Dinasti Umayyah dapat melanjutkan kekuasaannya yang hilang direbut oleh Dinasti Abbasiyyah, niscaya Dinasti Umayyah akan mampu mencapai kejayaan di bidang pemikiran, seperti yang dicapai oleh Dinasti Abbasiyyah karena pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah telah muncul gerakan ilmiah dan aliran-aliran keagamaan. Dengan adanya gerakan ilmiah ini, Dinasti Umayyah berarti telah mengembangkan pendidikan lebih besar daripada masa sebelumnya. Usaha ini berhasil dilaksanakan oleh Dinasti Umayyah karena didukung oleh mantapnya stabilitas sosial, politik, dan ekonomi. Di samping itu, ada faktor lain yang tidak dapat dianggap remeh, yaitu sikap umat Islam yang menghargai pengetahuan.

127

BAB VIIADMINISTRASI MASA KHULAFAUR RASYIDIN

Dalam sejarah peradaban Islam, perjuangan para sahabat pengganti Rasulullah SAW, tidak semudah apa yang dibayangkan, namun berbagai kemajuan baik dalam

128

perluasan wilayah, maupun penyebaran agama meski berat tetap berjalan.

A. Administrasi Masa Abu BakarPrioritas utama Abu bakar adalah melanjutkan niat

Rasulullah SAW, untuk mengirimkan ekspedisi ke wilayah Syiria, keputusan ini diambil oleh Abu Bakar pada saat negara dilanda disintegrasi karena pemberontakan kaum musyrikin dan kaum Yahudi.

Masa pemerintahan Abu bakar yang pendek di sibukkan oleh gangguan dari orang-orang murtad dan orang-orang munafik, dalam hal ini W. Muir menyatakan : Abu Bakar telah berjuang sepenuh jiwa untuk tegaknya Islam dan menyelamatkan Islam dari kehancuran. Keberhasilannya dalam menumpas kelompok penentang dan kelompok pembangkang menimbulkan solidaritas Islam dan juga membuka gerbang kejayaan Islam di masa-masa yang akan datang.

Selanjutnya menurut Becker, masyarakat yang terlibat dalam gerakan anti Islam sebenarnya belum pernah memeluk Islam, karena peperangan tersebut tidak bertentangan dengan masalah riddah. (keluar dari agama Islam).

Sebagai khalifah yang pertama maka Abu Bakar menggaris bawahi bahwa jabatan khalifah merupakan masalah yang sangat rawan dan krusial, keberhasilan kepemimpinan Abu Bakar dalam meredam gejolak dalam negeri, Abu bakar juga melanjutkan administrasi negara dengan proyek selain kegiatan administrasi reguler, Abu Bakar lah orang yang pertama mengumpulkan tulisan-tulisan Al Qur-an.

Perilaku politik lain yang dijalankan Abu Bakar adalah melakukan ekspansi wilayah administratifnya.

129

Ada dua ekspansi yang dilakukan pemerintahan Abu Bakar, yaitu : (1). Ekspansi ke wilayah Persia di bawah pimpinan Khalid ibn Walid. Dalam ekspansi ini (tahun 634 M), pasukan Islam dapat menguasai dan menaklukkan Hirah, sebuah kerajaan Arab yang loyal kepada Kisra di Persia. Daerah ini merupakan daerah penyebaran bangsa Arab dari selatan, narnun mereka dijadikan benteng terakhir oleh Persia guna membendung laju tentara Romawi. Daerah protektorat Persia ini sangat startegis dan dapat dijadikan pintu masuk penyebaran Islam ke wilayah di belahan timur dan utara. (2). Ekspansi ke Romawi di bawah empat panglima perang, yaitu Ubaidah, Amr ibn Ash, Yazid ibn Sufyan, dan Syurahbil. Ekspansi ke wilayah Romawi yakni kerajaan Ghassaniyah, yang merupakan daerah protektorat Romawi dan menjadi benteng pertahanan dari serbuan Persia. Ini sudah pernah dilakukan sebelumnya yang dipimpin oleh Usamah dengan tujuan memberi pelajaran kepada wilayah tersebut karena kekalahan yang telah diderita umat Islam dalam perang Mut'ah, selain keinginan Usamah membalas pembunuhan ayahnya Zaid. Ekspansi yang dilakukan pasukan Islam dengan empat panglima perangnya dan dikuatkan lagi dengan kehadiran Khalid ibn Walid untuk menguasai wilayah tersebut, karena kemenangan atasnya akan sangat besar artinya bagi penguasaan daerah-daerah lain di barat dan utara. Wilayah tersebut merupakan garis terdepan berbatasan dengan kerajaan Romawi. Akhirnya pasukan Islam di bawah panglima Khalid ibn Walid dapat mengalahkan pasukan Romcwi dalam peperangan Ajnadain pada tahun 634 M. Menurut Mahmudunnasir, ekspansi pasukan Islam ke wilayah tersebut (Suriah) karena wilayah tersebut dipandang sebagai bagian dari semenanjung Arab, didiami bangsa

130

Arab yang menggunakan bahasa Arab pula. Dengan demikian dari sudut keamanan umat Islam (Arab) ataupun dari sudut pertalian rasional antara kaum muslim dan orang Suriah sangatlah penting.

Ketika pasukan Islam sedang menghadapi peperangan di front Sirian Damascus, Baalbek, Homs, Hama, Yerussalem, Mesir, Mesopotamia, Abu Bakar meninggal dunia, Senin 23 Agustus 634 M setelah menderita sakit selama beberapa hari. Dalam menjalankan politik pemerintahannya selama 2 tahun, 3 bulan dan 11 hari, Abu Bakar mengedepankan aspek musyawarah untuk menyelesaikan berbagai persoalan, sehingga secara internal kondisi pemerintahannya stabil. Pemerintahan Abu Bakar dikenal juga dengan pemerintahan yang sentralistik sebagaimana nabi telah jalankan dalam pemerintahan sebelumnya, yaitu menggabungkan antara otoritas legislatif, eksekutif dan yudikatif yang terpusat pada dirinya. Hal ini tidak mengurangi bobot demokrasi, karena meskipun tersentral pada pundaknya, masyarakat merasa senang dan kagum atas perilaku politik dan keandalan sistim administrasi yang dijalankannya.

B. Administrasi Masa Umar Bin KhottobUmar adalah seorang pegulat dan orator yang

ulung, sebelum masuk Islam umar sudah mengenal baca tulis, Umar masuk Islam pada tahun keenam masa kenabian, karena logika yang diutamakan oleh Umar maka ketika perjanjian Hudaibiyah di tanda tangani Umarlah orang pertama yang melakukan protes terhadap perjanjian tersebut, namun setelah mendapat penjelasan dari Nabi Muhammad SAW, maka umar langsung sadar dan kejadian tersebut membuat umar lebih dekat dengan Rasulullah SAW, untuk menimba

131

ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang politik dan kenegaraan.

Dalam pemilihan Abu Bakar sebagai kholifah, Umarlah orang pertama yang membaiat Abu Bakar, ketika Umar menjabat sebagai Khalifah, maka Umar menyadari bahwa hanya Dorongan Moral yang mampu membangkitkan umat Islam dalam berbagai aspek khususnya dalam melakukan ekspansi, selain dorongan moral tersebut umar dengan bermodalkan orasi-orasi yang merupakan keahliannya sebelum memasuki Islam, maka semangat patriotisme ditancapkan sedalam-dalamnya, dengan tehnik kepemimpinan militer yang di pelajari dari Nabi Muhammad SAW, dalam melakukan invasi demi invasi pasukan Islam baik yang invanteri maupun pasukan kavaleri unta tidak mengalami kesulitan.

Keberhasilan umar dalam melakukan invasi ke Persia dan Romawi, selain semangat yang dihembuskan Umar diatas, juga karena Dekadensi moral bangsa Persia dan Romawi membuat umat Islam tidak mengalami halangan yang berarti dalam menaklukkan kedua negara adi daya tersebut.

Umar Bin Khattab selain keberhasilannya dalam melakukan perluasan wilayah, Umar juga berhasil merevisi dan kemudian memperkenalkan sistem pemerintahan yang dirintis oleh Nabi Muhammad SAW, Umar berhasil membentuk sistim konstitusi negara dengan berdasarkan semangat demokrasi. Puncak prinsip demokrasi yang dibangun oleh Abu Bakar adalah pembentukan dua badan permusyawaratan, yaitu majelis Syura dan majelis penasihat.

Dalam rangka menjaga integritas nasional bangsa Arab, Umar berhasil menjadikan semenanjung Arabia

132

menjadi negeri Islam, dalam menerapkan impiannya tersebut Umar senantiasa memberikan dua alternatif kepada Musuhnya yaitu tetap tinggal dengan tidak mencampuri segala urusan pemerintahan Islam, atau pindah ke negeri lain dengan uang ganti rugi, kepada musuh yang menginginkan pindah ke negeri lain Umar sebagai pmegang kekuatan tertinggi menyediakan segala fasilitas kepindahannya.

Kebijakan Umar yang lain adalah, demi menjaga kestabilan militer pasukan Islam, Umar melarang para tentara menguasai tanah pertanian karena dihawatirkan jiwa berjuang mereka beralih menjadi jiwa bercocok tanam, serta Umar melarang pasukannya tinggal di perkampungan sipil melainkan tinggal di komplek militer yang disediakan oleh negara.

Dalam hal administrasi seperti yang telah di rintis oleh Nabi Muhammad SAW, Umar membagi propinsi ke dalam berbuat distrik yang dikepalai oleh Amil.

Langkah-langkah dalam memajukan teknologi pertanian, Umar membangun sarana irigasi, Umar memberlakukan sistim tunjangan (pensiun) hari tua bagi para veteran perang dan pegawai sipil negara, serta bagi masyarakat yang cacat dan lemah fisik di beri tunjangan kesejahteraan yang diambilkan dari Baitul Maal.

Al Diwan adalah sebuah dewan keuangan negara yang dibentuk oleh Umar Bin Khottob, pembentukan Al Diwan ini tidak hanya di pemerintah pusat saja, melainkan juga di propinsi dan di setiap distrik yang ada. Al Diwan Bertanggung jawab dalam melakukan sirkulasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Dengan sumber pendapatan negara seperti : Zakat, Jizyah,

133

Kharaj, Ghanimah dan fay’, yang masing-masing melakukan manajemen tersendiri secara rapi.

Selain itu Umar juga menetapkan sejumlah pendapatan dari pajak-pajak yang belum di terapkan pada zaman Nabi Muhammad SAW, dan Abu Bakar. Seperti Al usyr (1/10) yang dipungut dari pajak perkebunan yang luas, pajak perniagaan, sakat kuda, dan lain lain.

Selain dibelanjakan untuk kepentingan umum serta operasional pemerintahan, sisa keuangan di distribusikan kepada Keluarga Nabi Muhammad SAW, dan setiap kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan sebagai santunan, penyampaian santunan di catat oleh pejabat Al Diwan dengan kriteria-kriteria :

Para janda dan Keluarga Nabi Muhammad SAW, mendapat 10.000 dirham.

Veteran Badr sebesar 5.000 dirham.Veteran Uhud sebesar 4.000 dirhamDan 3.000 dirham untuk yang memeluk Islam

sebelum Fatkhu Mekkah.Dana pensiun diatas diberikan setahun sekali.

Adapun pasukan militer Islam di beri tunjangan per bulan sebesar 500 untuk pasukan invanteri dan 600 dirham untuk pasukan kavaleri.

C. Administrasi Masa Usman Bin AffanUsman Bin Affan masuk Islam ketika berusia 34

tahun, usman dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan, Usman adalah seorang backing finansial proyek irigasi yang di sarankan oleh Rasulullah SAW, dengan menelan dana sebesar 20.000 dirham untuk kepentingan masyarakat Madinah, dalam rangka

134

pembebasan tanah milik dua bersaudara sahl dan suhail untuk masjid nabawi, dana sepenuhnya dari Usman.

Pada perang Tabuk yang sangat membutuhkan pendanaan yang besar, sedangkan kondisi masyarakat saat itu sudah mulai terbentuk, maka Usman menyumbangkan 10.000 dinar dan seribu unta, karena posisinya sebagai pengatur roda keuangan negara hampir setiap perang besar usman tidak diikutkan oleh Rasulullah SAW, ketika masa Kholifah Abu Bakar dan Umar Bin Khottob, Usman adalah ketua tim penasehat ekonomi khalifah.

Usman Bin Affan adalah keturunan bani Umayyah yang jika ditelusuri nenek moyangnya adalah seorang ekonom yang handal, maka dalam menjalankan roda pemerintahan dimata Usman adalah pengutamaan perekonomian negara, hal ini terbukti dengan setiap mengangkat seorang gubernur, selain persyaratan yang di bebankan oleh Nabi Muhammad SAW, Abu bakar dan Umar Bin Khottob, persyaratan menjadi gubernur di masa Usman menjadi lebih sulit, karena mereka juga harus seorang ekonom.

Karena kebanyakan ekonom saat itu secara kebetulan kerabat dekat Usman, maka kebijakan usman tersebut merupakan pemicu protes bahwa Usman Melakukan Nepotisme, kemudian protes yang kedua adalah usman di tuduh sebagai penguasa yang boros dengan membagi-bagikan kekayaan dan kekuasaan negara kepada sejumlah kerabatnya, padahal ketika menjabat sebagai khalifah, usman terkenal dengan Al Ghany (Milyuner).

Tuduhan yang paling besar adalah ketika Usman mendengar kerancuan bacaan Al Qur-an, maka ia bertekad untuk mengumpulkan segala tulisan Al Qur-an

135

dan membuat salinan, sedangkan segala tulisan yang ada sebelumnya yang menjadikan perpecahan diantara kaum muslimin dibakar, pembakaran Al Qur-an yang tidak otentik tersebut menimbulkan ketidak puasan terhadap kebijakan Usman.

Tatkala segala tuduhan dan fitnah menyebar ke seluruh propinsi, maka Usman menyampaikan pengumuman bahwa pada musim haji agar masyarakat datang ke Madinah untuk menyampaikan keluhan-keluhan, ketika masyarakat seluruh propinsi beserta para pejabat negara berkumpul, tidak satu pun diantara mereka yang mengutarakan keluhannya.

Kepemimpinan Usman yang memfokuskan aspek ekonomi ternyata tidak berhasil dan bahkan fokus atau prioritas tersebut justru menjadi kelemahan Usman dan merupakan kegagalannya dalam menjalankan roda pemerintahan. Figur yang dermawan dan lemah lembut, menjadikan Usman tidak mampu mengatasi disintegrasi bangsa yang melanda saat itu.

Meskipun pengembangan wilayah dicapai dengan gemilang, Usman bin Affan tidak merubah pranata yang telah digariskan oleh Umar Bin Khottob, seluruh departemen yang dibentuk oleh Umar Bin Khottob senantiasa di pertahankan dan di tingkatkan kinerjanya oleh Usman bin Affan.

Masa kepemimpinan Usman bin Affan banyak membangun sarana fisik, seperti pelebaran Masjid Nabawi, pembangunan Jalan dan jembatan, serta berbagai perkantoran pemerintah. Keberhasilan Usman bin Affan yang dapat dilihat sampai sekarang adalah meskipun di tengah-tengah protes dan ketidak percayaan yang mengakibatkan disiintegrasi bangsa, Usman bin Affan berhasil membukukan Al Qur-an dan

136

mempatenkan seperti adanya pada zaman Rasulullah SAW, dan juga dapat kita jumpai pada zaman kita yang sekarang ini.

D. Administrasi Masa Ali Bin Abi TholibSepanjang sejarahnya, Ali lebih berkonsentrasi

pada perjuangan menegakkan Islam, keagamaan dan keilmuan tanpa berorientasi sedikit pun pada aspek duniawi. Masa pemerintahannya berlangsung selama 5 tahun, dari 36 - 41 H (656-661 M), diwarnai oleh timbulnya banyak kekacauan daii pernberontakan-pemberontakan. Pengangkatannya sebagai khalifah tidak dilaksanakan sebagaimana yang pernah dialami oleh khalifah-khalifah sebelumnya seperti dengan musyawarah, penunjukan dan pembentukan dewan formatur. Hal ini disebabkan Usman tidak sempat menunjuk pengganti atau membentuk dewan formatur untuk memilih khalifah, karena terbunuh. Ali diangkat melalui proses pembai'atan langsung yang dilakukan oleh masyarakat Islam di Madinah, secara terbuka di masjid termasuk dihadiri oleh kaum Muhajirin dan Anshar"'.

Pasca pembunuhan Usman, kota Madinah dalam kondisi yang sepi dan kosong karena banyak ditinggal oleh para sahabat ke wilayah yang baru ditaklukkan. Kondisi ini diperparah oleh tidak amannya kota, sehingga keamanan dikendalikan oleh Ghafiqy ibn Harb selama 5 hari. Hanya sedikit para sahabat yang masih tinggal di kota Madinah dan tidak semuanya mendukung Ali, seperti Sa'ad ibn Abi Waqqash dan Abdullah ibn Umar. Hanya Talhah ibn Ubaidillah dan Zubair ibn Awwam yang setia mendukung Ali dari kalangan sahabat dekat nabi. Ali pada saat keadaan genting

137

tersebut menanyakan keberadaan para sahabat, karena merekalah yang berhak menentukan siapa yang bakal menjadi khalifah, disebabkan Keseniorannya dan mengikuti Perang Badar. Maka muncullah Talhah, Zubair dan Sa'ad membai'at Ali, kemudian diikuti oleh Muhajirin dan Anshar dan yang paling awal membai'at Ali adalah Talhah.

Perilaku politik yang dijalankan oleh Khalifah Ali tidak bisa lepas dari suasana saat itu akibat dari kebijaksanaan Usman dan tantangan dari oposisi atas kekhilafannya. Mengenai soal kebijaksanaan Usman, khalifah mencoba menyelesaikannya dengan menarik semua tanah dan hibah yang telah dibagikan kepada kerabat Usman, kembali ke pemilikan negara. Mengenai soal gubernur yang diangkat oleh Usman dan tidak disenangi rakyat, segera diganti. Usman ibn Hanif diangkat menggantikan Ibnu Amir menjadi penguasa Basrah, Qais diangkat menggantikan Abdullah sebagai gubernur di Mesir, Mu'awiyah yang menjabat gubernur di Suriah diminta meletakkan jabatannya, namun ditolaknya dan bahkan tidak mengakui kekhalifahan Ali. Pada masa ini nyaris tidak ada kegiatan administrasi yang signifikan.

138

BAB VIII

PERKEMBANGAN ADMINISTRASIPADA MASA DAULAH UMAYYAH

Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun, dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khalifah Allah" dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.

Seakan jarum kompas yang berputar 360 derajat, sistim pemerintahan demokratis yang dibangun Rasulullah dan Khulafaur Rasyidah menjadi sistim monarki absolut, ketika masa Daulah Umayyah ini.

139

A. Sistem administrasi dan Pola Politik yang dikembangkannya.Selain kesibukannya pada ekspansi kekuasaan,

Bani Umayyah banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abd Al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan khalifah Abd Al-Malik diikuti oleh putranya Al-Walid ibn Abd Al-Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan masjid-masjid yang megah.

Kebijakan politik yang lain adalah memperbaiki kinerja pemerintahan. Kebijakan ini ditempuh karena timbulnya, friksi - friksi dalam pemerintahan terutama diantara pasukan militer yang selama Muawiyah, mereka mempunyai hak otonom akibat dari kebijakan

140

politik desentralisasi. Pada waktu Muawiyah menjadi Khalifah tidak timbul gejolak dan pertentangan karena kuatnya pribadi Muawiyah, namun khalifah setelahnya tidak dapat mengendalikan pertentangan diantara friksi yang ada. Maka respon yang dimunculkan Abd al Malik adalah mempercepat proses sentralisasi dengan menjadikan negara sebagai sebuah rezim. Langkah yang dilakukannya adalah pembentukan pasukan militer profesional yang diambil dari warga Syiria, Kebijakan ini ditempuh yang dengan sendirinya telah mengabaikan militer Arab (Demiliterisasi) dan suku Arab yang selama ini menyokong dinasti Umayyah. Bahkan militer Arab di Kufah dan Basrah diperlakukan ibarat warga tahanan.

Dalam masalah administrasi kenegaraan, dimana pada saat Muawiyah memerintah, catatan - catatan ringkas, pengakuan dan laporan serta pejabat-pejabatnya termasuk di dalamnya perpajakan diambil dari bahasa dan orang - orang yang berbahasa Yunani, Suriah, Persia. Maka pada masa Abd Malik, ia mengeluarkan kebijakan mengganti karya karya tersebut kedalam bahasa Arab.

Perubahan bahasa administrasi ini diikuti dengan perubahan sistem fiskal yang dulunya memakai mata uang Bizantium dan Sasania dirubah dengan mencetak mata uang sendiri bertuliskan Arab terbuat dari emas & perak. Mata uang Arab telah menghilangkan simbol Kristen dan Zaroaster. Dengan demikian keberadaannya sebagai simbol kedaulatan negara dan kemerdekaan serta merupakan simbol persamaan kedudukan dengan dinasti di luar Umayyah. Bahkan pada masanya ia berhasil memajukan perdagangan, memperbaiki sistem ukuran timbangan, takaran dan keuangan disamping membuat irigasi baru dan memperbaiki saluran yang

141

berada diantara sungai Euphrat dan Tigris. Khalifah Abd Malik juga berhasil menyempurnakan tulisan Mushaf al Qur'an dengan titik dan huruf-huruf tertentu. (A Syalabi, 49-6) Semua keberhasilan ini dikarenakan dapat menghimpun kembali sumber pendapat negara dari perpajakan dan hasil pertanian beberapa wilayah yang dapat dikendalikan lagi. Bahkan dengan melimpahnya sumber pendapatan ini, Abd Al Malik berhasil menandai kedaulatannya dengan membangun sejumlah bangunan monumental seperti masjid Kubah Batu di Kota suci Yarusalem, masjid - masjid di Kota Madinah dan Damaskus.

Setelah mampu menstabilkan situasi politik dalam negeri, Khalifah Abd Al Malik melakukan kebijakan ekspansi. Serangkaian penaklukan dilakukan oleh Khalifah Abd Al Malik yang dilakukan oleh militer profesional ditambah kekuatan dari non Arab. Penaklukan atas nama kerajaan atau Rezim, bukan kesukuan itu akhirnya mampu menguasai Afrika Utara dan bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol. Di wilayah timur, pasukan Islam dapat menyeberangi sungai Amnun Darya dengan menguasai Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarkand di Asia Tengah. Kemudian menguasai Balukistan Sind dan Punjab.

B. Kegiatan Administrasi Sosial Budaya dan KeagamaanDari aspek sosial, masyarakat selama dinasti

Umayyah berdiri bisa di bagi menjadi dua bagian yaitu : (1) kalangan istana, yang terdiri dari keluarga besar bani Umayyah, para loyalis yang terdiri dari administratur negara maupun militer dan (2) masyarakat kebanyakan yang biasanya dihimpun dalam kelompok sosial

142

keagamaan. Dalam pengelompokan sosial ini mempunyai pola-pola tertentu dalam mengembangkan peradaban. Kalangan Istana berorientasi pada peradaban yang sifatnya fisik dan aspek yang terkait dengan politik kekuasaan. Sedangkan masyarakat lebih berorientasi pada pengembangan intelektual dan keagamaan. Pemisahan kecenderungan dan orientasi ini tidak berlaku ketat, namun sangat terlihat sekali dalam realitasnya pada masa dinasti Umayyah.

Pada bidang politik, dinasti Umayyah mampu mengembangkan sistem tata pemerintahan sebagai akibat dari perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang makin kompleks. Selain terdapat Majelis Penasehat Khalifah, dinasti ini memprakarsai Kuttab (sekretariat) untuk membantu pelaksanaan tugas - tugas pemerintahan seperti Katib Ar Rasuli; administrasi dan persuratan; Katib al Kharraj; administrasi Pendapatan dan pengeluaran negara; Katib AI Jundi; administrasi Ketentaraan; Katib al Syurthah: administrasi militer umum dan keamanan; Katib Al Qudat; administrasi hukum dan peradilan. (Yoesoef Soeyb, 1978 : 234).

Dinasti Umayyah mengadopsi beberapa praktek administrasi Byzantium dan Sasania untuk memperkaya sistem pemerintahan akibat berkembangnya pemerintahan dari layalitas pada khalifah menjadi loyalitas pada negara. Di Mesir dan Syiria, perangkat administrasi termasuk pendapatan negara dan dokumen-dukumen administrasi berasal dari Bizantiuin. Di Iraq prakrek organisasi administrasi diadopsi oleh kalangan administrator dalam masalah keuangan, kemiliteran, surat menyurat dan kedutaan.

143

Dalam bidang arsitektur, Dinasti Umayyah dapat membangun beberapa bangunan yang mempunyai nilai seni dan arsitektur yang tinggi, seperti Dome of The Rock (Kubah Batu) Masjid Al Aqsha di Yarussalem, Masjid Amawiyah di Damaskus, memperluas masjid Nabawi di Madinah. Hal ini diakibatkan karena kontak budaya dengan daerah taklukan atau kontak budaya dengan Bizantium dan Sasania. Arsitektur dan hiasan pada masjid - masjid tersebut melambangkan kejayaan bangsa Arab, melambangkan keagungan negara dan bukti pengabdian pada agama. Selain seni yang menghiasi masjid dengan mendatangkan ahli bangunan Yunani, dan motif - motifnya juga mendatangkan desain dan dekorasi Sasania untuk menghiasi istana. Seni ukir dan hiasan diadopsi dari beberapa wilayah wilayah taklukannya menjadi symbol Islam yang menjadi ciri khas Negara.

C. Sebab-Sebab Kemunduran Daulah Umayyah.Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini,

namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak menaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali jika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilih-an umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai Putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali.

Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Makkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi'ah yang ada di

144

Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.

Pada akhir kekhilafahan daulah Umayyah ini timbul tiga kelompok yang saling mengklaim bahwa kelompoknya yang lebih berhak memegang tampuk kekuasaan, adalah kaum Syi’ah meskipun masih dalam taraf embrio, kaum khawarij yang sudah eksis dan kelompok Sunni yang sudah memulai menancapkan taringnya pada sisi-sisi kekuasaan akhir Daulah Umayyah.

Dari segi intelektual ketiga kelompok tersebut membangun justifikasi dalam kekhalifahan dan lebih politis. Gerakan intelektual yang nyaris murni hanyalah Mu'tazilah yang dilahirkan oleh Wasil ibn Atha. Kelahiran aliran Mu'tazilah berawal ketika terjadi perdebatan soal pelaku dosa besar, apakah ia telah kafir atau mukmin. Wasil yang saat itu belajar di Masjid Basrah bersama temannya Amr ibn Ubaid dan Hasan Al Basri didatangi oleh seorang yang menanyakan tentang pelaku dosa besar. (Hasan Nasution, 1978 : 38)

Timbulnya pemikiran-pemikiran ini disebabkan adanya interaksi dengan ilmu filsafat dan peradaban lokal yang saat itu berkembang budaya Hellenistik. Hal ini yang memaksa kaum intelektual memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut untuk menguatkan argmunetasi keagamaan mereka dari serbuan intelektual kelompok non muslim.

Selain pemunculan tiga kelompok tersebut diatas, ada beberapa faktor keruntuhan Dulah Umayyah, yaitu :

145

1. Perpecahan dan petentangan antar suku bani qais di wilayah utara Arab dan etnis Kalb dari selatan. (Syed Amir Ali, 1981 : 169)

2. Ketidakpuasan sejumlah besar muslim non Arab terutama di Irak dan propinsi di timur, karena adanya pembedaan perlakuan atas hak-hak mereka. (Mongomery Watt, 1993 : 28).

3. Karena latar belakang terbentuknya Dinasti dimulai dengan konflik dan tipu daya, maka keberlanjutannya selalu dirongrong oleh kelompok-kelompok yang dirugikan, hal ini mengakibatkan banyak tersedotnya tenaga dan pikiran untuk menumpas gerakan-gerakan tersebut.

4. Kemewahan lingkungan istana, rakus terhadap dunia, tidak mempunyai moral politik pada sejumlah khalifah yang membuat kecewa masyarakat saat itu dan tidak adanya sistem pergantian politik yang jelas yang berakibat terjadinya persaingan diantara anggota keluarga istana. (Philip K Hitti, 1970 : 281)

5. Kepayahan dan keletihan militer dinasti ini karena banyaknya front yang harus dihadapi seperti menghadapi pasukan Turki, di Transoxania, khazars di Ardabil, Yunani di Anatolia, Romawi di Perancis dan keletihan akibat penumpasan terhadap Kaum Khawarij dan Syiah. (Ira M. Lapidus, 1999 : 101)

146

BAB IXADMINISTRASI MASA KEKHILAFAHAN

DAULAH ABBASIYAH

Berdirinya daulah Abbasiyah, telah mengakhiri daulah Umayyah yang menekankan landasan politiknya pada Arabisme. Daulah Abbasiyyah pada perkembangannya juga mewarisi Umayyah dalam beberapa hal tapi ia punya ciri khusus yang berbeda dengan pendahulunya. Pemerintahan daulah Abbasiyyah

147

mendasarkan kebijakkan politiknya pada prinsip-prinsip universalitas Islam. Prinsip pemeritahan yang inklusif transparan, rasional, prinsip pembaharuan ekonomi, dan prinsip mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan.

Prinsip politik universalitas Islam dikembangkan oleh daulah Abbasiyah karena, beberapa alasan : Pertama, Daulah Ababsiyah mengklaim dirinya sebagai daulah Islam dan meneruskan tradisi kepemimpinan Islam sebagai pengganti Nabi dan Khalifah Al Rasyidin dan bukan tradisi kepemimpinan Arabisme atau kesukaan Arab yang dikembangkan oleh daulah Umayyah. Meskipun daulah Umayyah mengklaim bahwa khalifah tidak semata dipilih oleh masyarakat, tapi ditunjuk Tuhan untuk mengikuti jalan Nabi Muhammad dengan membawa Ummat Islam ke jalan agama, tapi Arabisme, Abbasiyah meneguhkan bahwa khalifah adalah pcnerus nabi yang telah mendapatkan kedaulahan dari Tuhan untuk menegakkan kebenaran di tengah umat Islam. Mereka juga memakai gelar seperti Al Manshur, Al Mahdi, Al Hadi, Al Rasyid dan sebagainya untuk mengklaim keberadaan mereka sebagai penerima petunjuk dari Tuhan dalam kebenaran dan keadilan.

Dinasti Abbasiyah yang mendasarkan gerakannya atas nama keluarga Muhammad ini lahir melanjutkan kekuasaan daulah Ummayah, dimana khalifah-khalifahnya terlalu Iemah untuk meneruskan kejayaan pendahulunya. Kelemahan ini didukung pula oleh sikap yang amoral, pola hidup glamour dan mengabaikan kesejahteraan rakyat, selain luasnya wilayah kekuasaan dan banyaknya konflik yang terjadi, dimana mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola kembali dalam sam kendali kekuasaan. Akibat yang terjadi adalah tumbuhnya kebencian dan ketidaksenangan kepada penguasa yang

148

mencetuskan gerakan pertentangan dan bahkan usaha-usaha pengambilalihan kekuasaan daulah ini. Dan salah satu gerakan itu lahir dan keluarga Bani Hasyim yang berkeinginan mengambil alih kekhalifahan, karena alasan yang mendasar bahwa kekhalifahan sebagai jabatan pengganti Nabi, harus dikembalikan kepada keluarga Nabi sebagai pemilik mutlak kepemimpinan umat Islam.

Usaha untuk mengambil alih kekhalifahan itu terus dilakukan semasa Yazid berkuasa, dimana Husein yang diklaim oleh orang Kufah sebagai khalifah setelah kematian Mu’awiyah, berusaha memberontak terhadap daulah ini dengan alasan bahwa kematian Mu’awiyah berati perjanjian telah batal, dan dia berhak atas gelar itu. Namun kematian menjemput dia di Karbala dengan pengorbanan kepalanya di bawa ke Damaskus. Mereka juga dekat dengan kelompok agama (ulama), memprakarsai pelaksanaan haji, merekrut tokoh—tokoh muslim sebagai hakim dan administrator negara, menciptakan peradilan, mengkader ulama ustad-ustad, ahli hukum dan tokoh kenegaraan dibawah yuridiksi peradilan. Mereka juga terlibat dalam mempertahankan doktrin ortodoksi Islam menghadapi kelompok bid’ah. Penggunaan istilah tersebut dimaksud untuk mengakomodir warga Persia yang masih banyak terpengaruh konsep kaisar sebagai wakil Tuhan di bumi untuk menyelamatkan masyarakat; Kedua : Daulah ini dibangun atas dukungan politik seluruh komponen masyarakat muslim, baik itu Arab maupun non Arab. Mereka tidak bisa sembarangan menetapkan landasan ideologis yang keluar dan prinsip itu untuk mengamankan loyalitas dan kesetiaan dan gerakan pemberontak dan tetap menggunakan justifikasi dengan peran Islam. Bahkan dukungan dari non Arab dan non Muslim yang merasa

149

lebih aman untuk diperintah oleh kaum muslim yang mampu menjaga ketertiban urusan duniawi dan peribadatan karena sikap Islam yang tidak memaksakan pemelukan Islam pada mereka. Ketiga : Daulah Abbasiyyah juga mengklaim sebagai Imam, pemimpin umat Islam dibidang spiritual. Gelar Imam berasal dari pemimpin sholat berjamaah berarti pemimpin dalam hal agama. Memang penggunaan kata Imam dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan dari Syiah, dimana orang Syiah sering menggunakannya untuk pemimpin mereka dengan arti yang lebih dan sekedar pemimpin agama tapi juga politik. Namun dengan penggunaan ini, Abbasiyyah bermaksud menjadikan dinastinya sebagai dinasti dengan prinsip Islam.

Kekuasaan daulah Abbasiyyah dibangun dan dikembangkan dengan dukungan militer. militerisme penting artinya bagi Abbasiyyah untuk mengamankan kekuasaan yang luas dari India sampai Afrika Utara dan untuk meningkatkan pendapatan negara yang akan digunakan bagi kepentingan masyarakat Islam dan belanja pegawai administrator dan militer. Mereka direkrut bukan saja dari bangsa Arab tapi juga bangsa lain yang loyal terhadap dinasti. Berbeda dengan daulah Umayyah dimana pada awalnya militer direkrut dan suku Arab Qais dan Kalb, kemudian mengadakan demiliterisasi, Abbasiyyah masih menggunakan militer Arab selain non Arab sebagai penguat terhadap prinsip koalisi dari dinasti ini. Militer yang digunakan untuk memperkuat perbatasan meredam gejolak oposisi dan menggunakannya untuk kekuatan ekspedisi ini sangatlah profesional dibanding dengan Umayyah yang tidak profesional. Dalam sejarah khalifah, Abbasiyyah hampir semuanya dipengaruhi oleh militer. Bahkan kekuasaan khalifah tidak berdaya dengan

150

pengaruh mereka dan penguasaan mereka dalam administrasi negara.

Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah terbagi menjadi 5 periode : Pertama : masa pengaruh Persia, 132 H - 232 H (750-847 M); Kedua : Masa Pengaruh Turki (238-334 H) (847 -945M); Ketiga : Masa Dinasti Bauwaihi, Pengaruh Persia, 334 -447 H(945 - 1055 M); Keempat : Masa Kekuasaan dinasti Seljuk, Pengaruh Turki, 497-590 H (1055-1194M); Kelima : Masa dimana khalifah hanya berkuasa secara efektif di sekitar Baghdad dan bebas pengaruh Dinasti lain, 590-656 H (1194-1258 M)

Sedangkan Dinasti Abbasiyah terbagi 3 periode : Pertama : Sejak Abu Abbas Al Saffah Sampai Al Watsiq; Kedua : Persia (Buwaihi) dan Ketiga : Sejak berkuasa Dinasti Seljuk sampai Hancurnya Baghdad ditangan tentara Mongol.

Istilah khalifah pada masa daulah Abbasiyah semenjak Abu Ja’far Al Manshur menjadi khalifah mempunyai pengertian yang sudah bergeser dari makna aslinya sebagaimana pada masa khulafa al Rasyidin. Bila pada masa khulafa al Rasyidin, khalifah berarti pengganti Muhammad memimpin umat dan wakil pelaksana yang membantu rakyat mengurusi persoalan mereka, maka pada masa Abbasiyah konsep khalifah bergeser menjadi wakil Tuhan di bumi karena mendapatkan mandat dan Tuhan bukan dari manusia. Bila dibedakan dengan dinasti Umayyah yang memaknai khalifah sebagai penguasa dunia, karena orientasi potitiknya lebih terkonsentrasi pada aspek dunia dengan kurang memperhatikan urusan agama, maka khalifah masa Abbasiyah berusaha mensinergikan otoritas politik dan agama.

151

A. Prinsip Administrsi yang dilaksanakanPemerintahan daulah Abbasiyah menerapkan prinsip

inklusif transparansi dan rasional. Prinsip inklusif dan transparansi dalam Pemerintahan daulah Abbasiyah merupakan usaha pembangunan universalitas Islam yang mengakomodir seluruh potensi masyarakat untuk mendukung terlaksananya pemerintahan yang berjalan baik dan meraih kesuksesan. Dibawah pemerintahan Islam seluruh komponen masyarakat dipersatukan dalam asas kesamaan mereka dalam menjalankan kewajiban - kewajiban dan mendapat hak-hak sebagai warga negara. Hal ini dapat terlihat bahwa pengendali pemerintahan dan pejabat-pejabatnya bukan diangkat dari bangsa Arab, namun juga non Arab bahkan juga yang tidak beragama Islam, Orang orang Khurasan banyak direkrut untuk menjadi juru paksa, Kristen Nestorian banyak berperan pada adminitrasi pemerintah terutama di Iraq dan mayoritas Yahudi banyak terlibat dalam kegiatan perpajakan, sedang orang orang Arab banyak mengisi pos peradilan sebagai resiko rasional dalam pemerintahan, karena makin banyak dan beragamnya urusan yang dulu ditangani langsung oleh khalifah dan makin luasnya daerah kekuasaan daulah yang tidak bisa dijangkau dan diawasi secara langsung oleh khlifah di Baghdad. Di awali dengan munculnya diwan atau semacam biro yang mengurusi kearsipan, perpajakan dan pengeluaran untuk kalangan militer, kemudian diperluas dengan biro pengawas pendapatan dan pengeluaran, sekretariat, peradilan dan informasi. Pada akhirnya dibentuklah adminstator mengepalai semua biro yang ada, dan muncul istilah Wazir atau semacam Perdana Menteri. Pada sisi lain karena luas wilayah, kekuasaan daulah Abbasiyah, maka wilayah itu ada yang merupakan bagian dan sistem

152

sentralistik, daerah otonomi dan memakai sistem daerah supervisi yang dipimpin oleh Gubemur dan tidak terkontrol oleh pusat kekuasaan. Daerah yang masuk wilayah pemerintahan sentralistik Baghdad antara lain Irak, Syria, Mesopotamia, Khuziztan. Daerah otonom sebatas pengukuhan antara lain dinasti Tahiriyah, Samaniyah di Khurasan. Dan daerah supervisi seperti di Afrika Utara, Asia Tengah dan sekitar Laut Kaspia.

Dalam bidang administrasi kepemerintahan Al Manshur melanjutkan usaha yang telah dilakukan Umayyah dengan melakukan sentralisasi kekuasaan politik di tangan khalifah dan elite penguasa. Khalifah dikelilingi oleh staf administrasi yang menerima petunjuk langsung darinya. Dan sini dikembangkan tiga biro, arsip dan persuratan, perpajakan dan pengeluaran istana dan khalifah. Disamping itu ditunjuk beberapa Qodhi dan para fugaha yang bertugas untuk menerapkan hukum Islam di masyarakat. Dari sini muncul jabatan Wazir sebagai koordinator pengawas dan pengontrol terhadap kerja birokrasi. Wazir bermula dan jabatan sekretaris administrator dan sekaligus asisten khalifah. Berkembang lagi administrasi negara dengan dibentuknya dewan Al Azimma (pengawas), dewan Al Tauqi’ (konseptor surat), dewan khatam (petugas stempel), Mazalim (pemberi saran dalam masalah pemerintahan dan keuangan dan dewan Al Band, jawatan pos dan informasi yang bertugas juga mengawasi seluruh unsur pemerintahan. Pegawai administrasi tersebut diangkat dan berbagai kalangan, Khurasan, Kristen Nestorian, Yahudi, Syiah. Bahkan keluarga Barmakiyah yang berasal dan keluarga pendeta Budha memiliki pengaruh besar dalam administrasi kenegaraan tersebut. Al Manshur telah

153

mengangkat Wazir sebagai koordinator dapartemen yaitu Khalid Ibn Barmak berasal dan Balkan Persia sampai kekuasaan yang dilakukan dinasti Abhasiah sama seperti apa yang dilakukan oleh dinasti Umayyah yaitu secara turun-temurun. Sistem Monarkhi Hereditas ini dipraktekkan oleh Al Manshur dengan menunjuk anaknya Al Mahdi sebagai penggantinya menjadi khalifal Perpindahan kekuasaan khalifah ini pada hakekatnya telah menyalahi aturan dan kesepakatan yang telah dibuat oleh Al Saffah yang pernah mewasiatkan bahwa setelah Al Manshur meninggal, pemegang jabatan kekhalifahan harus diserahkan kepada Isa Ibn Musa. Tradisi yang dipraktekkan oleh Al Manshur pada sejarah selanjutnya juga dilakukan.

B. Pengadministrasian dan Manajemen Ekonomi Negara

Prinsip ekonomi yang diterapkan oleh daulah Abbasiyah adalah pajak daerah yang diambil dari tanah pertanian, tanaman dsb. Pajak tersebut bukan untuk kepentingan daerah, namun juga dikumpulkan untuk pemerintah pusat, sehingga dengan luasnya wilayah kekuasaan Abbasiayah dinasti mampu mengorganisir kekayaan dan pajak tersebut untuk membangun perekonomian dan peradaban. Hal itu dapat dilihat ketika pemerintah masih bisa mengendalikan seluruh wilayahnya dari Afrika utara sampai India, Baghdad menjadi pusatnya keuangan dan dari sana muncul khalifah ternama seperti Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun, yang bisa membawa dinasti itu mencapai zaman keemasannya.

Kondisi perekonomian daulah Abbasiyah mulai membaik setelah Al Mahdi naik tahta dan diteruskan

154

peningkatannya pada masa Harun, akibat dari berkembangnya sektor pertanian irigasi, pertambangan emas, perak, tembaga dan besi serta perdagangan. Kemudian disusul dengan stabilitas daulah yang nyaris sempurna, Iuasnya wiiayah kekuasaan yang dapat dikendalikan oleh pemerintah pusat dan pemerintahannya yang berjalan baik dengan administrasi yang tersusun rapi dan taat aturan, maka dalam kondisi semacam inilah Harun melakukan kebijakan politiknya untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini diambil, karena orientasi politik dengan melakukan ekspansi sudah tertutup, sebab hampir seluruh dunia sudah ditaklukan dan dikuasainya, kecuali Bizantium dan beberapa daerah yang sangat sulit dimasuki karena terkait dengan alam apalagi tidak menjanjikan. Maka kebijakan Harun dengan berorientasi ke dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat merupakan pilihan yang tepat. Dengan kekayaan yang melimpah, maka oleh Harun dimanfaatkan untuk kepentingan sosial seperti membangun pusat — pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, rumah sakit, dan farmasi, lembaga pendidikan kedokteran, pusat — pusat ekonomi bahkan untuk kebudayaan dan kesejahteraan dan persatuan terhadap masyarakat. Pada saat Harun ar Rasyid inilah dapat dikatakan sebagai puncak keemasan sejarah Islam. Baghdad saat itu menjadi kota kosmopolitan pusat pengetahuan dan perdagangan dunia dengan penataran kota yang megah dan indah. Berdiri pula istana yang megah seperti istana al Khuld, istana al Salam yang dibangun khalifah ataupun para pembesar negara, bahkan muncul tempat hunian para elit yang terletak di Rusafat dan Syamsiah. Belum lagi pakaian mewah dan makanan lezat dan bergizi menjadi

155

bagian dan kehidupan para pembesar istana. Rakyatnya merasa sangat aman tentram, bahagia dan tidak kurang sesuatu karena khalifah sangat memperhatikan kesejahteraan mereka, bahkan orang Syiah yang sebelumnya selalu dimusuhi oleh pemerintah, pada saat Harun merasa tenang, karena dilindungi dan dilarang untuk berbuat keras dan mencurigainya.

C. Prestasi Politik, Ekonomi dan Budaya yang dimiliki oleh para Khalifah Daulah Abbasiyah.

Dengan kekayaan yang besar itulah dinasti Abbasiyah dikenal sebagai dinasti yang mendorong kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan seni. Prinsip memajukan ilmu pengetahuan dan seni ini dilandasi oleh kemauan politik para penguasa juga sebagai peneguhan kembali kekhalifahan Abbasiyah sebagai pengayom aspirasi yang berkembang diwilayah kekuasannya sesuai landasan politik universilitas Islam. Hal ini dapat dibuktikan pada tangan merekalah budaya Persia. Hellenesme masuk dalam Islam dan ikut membentuk peradaban Islam. Melalui penerjemahan karya-karya Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab, dinasti ini memperoleh pencerahan, pengaruh Hellenesiae yang paling menonjol dan ikut membentuk pemikiran Islam adalah filsafat, sedangkan dan Persia, ide-ide politik dan Gnostisisme telah megithami perkembangan islam pada masa-masa kemudian.

Perilaku politik yang dijalankan adalah mengamankan kekuasaannya dan lawan dan kawan politiknya. Lawan politiknya seperti keluarga Bani Umayyah, Khawarij dan kaum Syiah yang merasa dikucilkan dan kekuasaan dihadapai dengan keras. Kawan politik seper juangannya yang menjadi saingan

156

satu persatu disingkirkan karena kekhawatiran Al Manshur akan menjadi duri dalam daging, Abdullah Ibn Auf dan Sholih Ibn Auf, kedua pamannya yang menjadi gubernur di Suriah dan Mesir dibunuh oleh Abu Muslim Al Khurasani atas petunujuk dan Al Manshur. Begitu juga dengan Abu Muslim yang dikhawatirkan menjadi pesaing bagi dirinya dihukum mati pada tahun 755 M.

Langkah politik yang dilakukan selanjutnya adalah mengkonsolidasikan seluruh kekuatan militernya dan membangun kota baru di Baghdad (762 M) sebagai ibu kota baru menggantikan Anbar dekat Kufah. Konsolidasi militer digunakan oleh Al Manshur untuk menopang kelangsungan dinasti ini dalam bidang pertahanan dan keamanan. Orang-orang Arab tetap dijadikan pasukan di Yaman, India, Armenia dan wilayah-wilayah perbatasan dengan Bizantium. Sedang militer yang direkrut dari tawanan negara terdiri dari orang Khurasan, Mawalli dan keturunan mereka sebagai militer profésional yang digunakan untuk kekuatan perbatasan, ekspedisi melawan Bizantium dan menekan oposisi internal. Pemilihan Baghdad dan menyingkir dari Anbar, karena alasan keamanan dan stabilitas daulah Abbasiyah. Anbar merupakan basis dan kaum Syiah yang selalu bergejolak karena ketidakpuasan mereka atas perilaku keluarga Abbasiyah. Sedangkan Baghdad, dekat dengan Clesiphon, ibukota Persia dipilih untuk mendapatkan dukungan baru yang dapat mengamankan seluruh keputusan politiknya yakni ditengah bangsa Persia.

Dukungan dari bangsa Persia sangat penting, karena masyarakat Arab sudah terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok antara penyokong Mu’awiyah, Anshor, Khawarij dan kabilah lain yang tidak mungkin

157

dijadikan lagi bagi basis kekuatan pertahanan Abbasiyah.

Baghdad yang terletak di sebelah barat sungai Tigris berkembang dari sebuah pusat militer dan administrasi menjadi kota kosmopolitan. Pusat administrasi yang dinamakan Madinat Al Salam (kota damai) berkembang dua pemukiman yaitu Al Harbiya, perluasan kampung militer di utara istana dan Al Karkh, kampung kaum pekerja yang didatangkan dan Iraq, Suriah, Mesir dan Iran. Baghdad yang dihuni dan berbagai bangsa Suriah, Arab, Iraq, Persia dan Asia Tengah dengan beragam agama yang dianutnya Yahudi, Kristen, Muslim, dan Pagan telah berkembang menjadi pusat kegiatan ekonomi bahkan akhimya menjadi pusat keilmuan dan peradaban.

Langkah politik yang lain adalah melakukan ekspansi. Ekspansi bagi Abbasiyah bukan merupakan langkah politik yang utama sebagaimana masa dinasti Umayyah. Namun kondisi telah memaksa Al Manshur untuk melakukannya karena daerah tersebut telah membebaskan diri dari pemerintah pusat. Daerah yang ditaklukkan kembali dengan membuat benteng-benteng adalah kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia tahun 756-758 M. Selain itu dilakukan langkah pengamanan di daerah-daerah perbatasan dan melakukan perdamaian seperti yang dilakukannya dengan Kaisar Constantinev dimana selama gencatan senjata 75 8-765 M. Bizantium membayar upeti tahunan. Langkah militer ini juga dilakukan Al Manshur dengan menggerakkan pasukannya menghadapi pasukan Turki Khazar di Kaukasus, pasukan Dailami di Laut kaspia dan Turki di bagian lain dari Oksus dan India.

158

Pada bidang pertahanan dan keamanan dia membangun benteng pertahanan di kota-kota terutama di Rusafah, di seberang sungai Tigris di kota Baghdad. Terkait dengan gerakan oposisi di dalam negeri dan hubungannya dengan Bizantium, Al Mahdi melakukan beberapa pertempuran. Di Syria gerakan perusuh (161 H) dikalahkan dan diampuni. Di Mesopotamia gerakan perlawanan yang dipimpin oleh Al Yasykur, dapat ditumpas dan begitu juga pemberontakan yang dilakukan oleh Bani Tamim. Dengan Bizantium, ia mengirim pasukan di bawah komandan militer Harun, anaknya dengan basis tentara di Aleppo menyerang Bizantium. Dalam peperangan ini pasukan Harun dapat menghancurkan benteng Samalo dan memaksa Bizantium menandatangani perjanjian dengan membayar rampasan perang dan tebusan tawanan perang. Namun ketika Bizantium melanggar perjanjian tersebut. Harun dikirim kembali menyerang dan memperoleh kemenangan dengan gemilang dan memaksa Ratu Bizantium, janda Leo IV dan wali raja putranya. Constantine IV membayar pajak tahunan, mendirikan pasar dan meminta pihak musuh menunjukkan jalan kembali pasukan Islam ke wilayah asalnya serta membebaskan tawanan perang. Kemenangan ini berdampak politik bagi perluasan kekuasaan.

Kebijakan politik yang tetap menjadikan zaman Al Makmun sebagai masa keemasan Islam adalah orientasinya dalam membangun peradaban dan ilmu pengetahuan. Pada masanya digiatkan usaha menerjemahkan khazanah intelektual Yunani ke dalam bahasa Arab. Kecintaan Al Makmun pada ilmu pengetahuan membuat dia sangat respek pada ilmuwan

159

dan penerjemah, sehingga para penerjemah yang beragama Kristen dan agama lain mendapat imbalan gaji atas karya terjemahannya. Ia juga mendirikan banyak lembaga pendidikan dan yang terkenal, salah satunya adalah Bait Al Hikmah, Pusat penerjemahan, berfungsi juga sebagai Perguruan Tinggi yang mempunyai koleksi pustaka yang banyak sekali.

Bait Al Hikmah yang didirikan Al Makmun pada saat itu dipimpin oleh Yahya Ibnu Masawaid dengan beberapa penerjemah diañtaranya Hunain dan keluarganya beragama Kristen Nestorian dan Tsabit Ibnu Qurro, beragama Sabiah berasal dari Hirroh, pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan tua yang termasyhur, serta Qusta Ibn Luqha, Hunain menerjemahkan karya filsafat Plato, Aristoteles, Galinius, Apollonius dan Archimedes, Tsabit menerjemahkan astronomi dan filsafat, dan Qusta menerjemahkan filsafat, Astronomi dan Geometri serta memperbaiki terjemahan yang terdahulu.

Interaksi agama dan pemikiran Yunani dan Persia pertama muncul pada bidang teologi. Aliran-aliran teologi sudah berkembang pada masa Umayyah seperti Khawarij, Murjiah dan Mu’tazilah, tapi dalam batas-batas pemikiran yang sangat sederhana sesuai dengan watak mereka yang masih orisinil. Baru ketika bersentuhan dengan rasionalisme, pembentukan argumentasi teologis disempurnakan guna memberikan landasan ideologis pada masing-masing mazhab teologi. Mu’tazilah menemukan spiritnya pada masa pemerintahan Abbasiyah periode pertama. Diantara tokoh yang dianggap perumus pemikiran Wasil Ibn Atho’ ini adalah Abu al Huzail al Allaf dan al Nazzam. Kemunculan perumusan konsep teologi ini ditujukan

160

guna dapat menerima konsep Al Qur’an yang memang diturunkan sangat sederhana pada masyarakat Arab yang sederhana pula. Padahal masyarakat pada masa Abbasiyah adalah masyarakat rasional, terdiri dan berbagai agama Yahudi, Kristen, Parsi yang selalu menguji konsep-konsep keagamaan Islam. Mu’tazilah merupakan pioner untuk memantapkan kepercayaan Islam dihadapan orang itu. Asy’ariyah yang didirikan oleh Abu al Hasan al Asy’ari, membangun teologinya dengan mengakomodasi pemikiran pemikiran Yunani, karena memang sebelumnya adalah tokoh Mu’tazilah. Dia juga tetap berpegang pada pandangan masyarakat kebanyakan kaum muslimin dengan mengakomodasi prinsip ahli Hadist akan kemutlakan kebenaran kitab suci. Sebagai contoh tentang kemutlakan Al Qur’an, Asy’ari berpendapat bahwa Al Qur’an bukan makhluk (ahli Hadist) tapi dengan pendekatan Mu’tazilah dia menemukan sebuah perbedaan filosofis antara esensi dan puisi.

Pada bidang hukum, muncul perbedaan-perbedaan pandangan dan ijtihad hukum sesuai dengan pengaruh lingkungan yang melatarbelakangi timbulnya mazhab hukum tersebut. Abu Hanifah, yang berkembang di Kufah, ditengah-tengah peradaban Parsi dengan tingkat kemajuan dari peradaban yang tinggi dan banyak menggunakan pemikiran rasional, karena letaknya jauh dan pusat Hadist di Madinah, maka corak mazhab fiqh Hanafi adalah lebih mempertimbangkan aspek unsur-unsur rasional dan dari pada unsur Hadist sebagai alat argumentasinya. Imam Maliki yang dibesarkan di Madinah dengan lingkungan Hadist, maka untuk menyelesaikan persoalan hukum, lebih banyak menggunakan Hadist. Imam Syafii sebagai pendiri

161

mazhab Syafii mempunyai pandangan tengah karena pengaruh lingkungan, begitu juga Hanafi, meskipun keduanya pun terjadi perbedaan, dimana Imam Syafii cenderung lebih dekat pada ijtihad hukum Hambali, sedang Hambali lebih dekat pada ijtihad hukum Maliki.

Dalam masalah penafsiran terdapat dua kecenderungan akibat dan perbedaan sejauh mana peran riwayat dan akal untuk memahami Al Qur’an. Pandangan yang mengemukakan bahwa interpretasi Al Qur’an harus dirujuk pada Nabi dan sahabat atau tafsir bi al ma’tsur. Dan pandangan yang menggunakan interpretasi terhadap Al Qur’an bisa dipahami melalui pemikiran rasional atau disebut tafsir bi al ra’yi. Pandangan yang kedua lebih diilhami oleh pemikiran rasional dan filsafat dan ilmu pengetahuan.

Pada bidang lain, selain Al Qur’an memiliki ayat-ayat esoterik, perkembangan sufi juga banyak dipengaruhi juga oleh interaksi mereka dengan budaya Persia, India, Yunani. Tasawuf Islam bermula pada aspirasi spiritual dan praktek keagamaan Nabi Muhammad, sahabat dan tokoh-tokoh sesudahnya.

Dalam bidang ilmu pengetahuan umum, muncul tokoh-tokoh filsafat sepenti al Farabi, Ibn Sina. Al Farabi banyak menulis filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan intenpretasi terhadap wahyu.

Dalam bidang astronomi terlahir seorang astronom yang pertama kali menyusun astrolobe yaitu al Fazari. Al Farghani juga dikenal dengan keahliannya dalam ilmu astronomi. Dalam ilmu kedokteran dikenal nama al Razi dan Ibn Sina. Al Razi dikenal sebagai penemu ilmu kedokteran yang membedakan antara penyakit cacar dan measles, dan penyusun ilmu kedokteran anak. Ibn Sina menulis karya yang dijadikan rujukan bangsa barat

162

dalam kedokteran yaitu al Qanun fi al Tibbi, dan juga berhasil menemukan sistem peredaran darah. Dalam bidang optika Abu Auf al Hasan Ibn al Haithami yang berpendapat bahwa benda mengirim cahaya ke mata bukan sebaliknya. Teori ini dapat dibenarkan oleh masyarakat ilmu keoptikan. Jabir Ibn Hayyan dikenal ahli dalam bidang kimia, dimana pandangannya mengatakan bahwa besi, timah dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan zat sesuatu kepadanya. Muhammad Ibn Musa al Khawarizmi dikenal sebagai ahli matematika selain ahli dalam astronomi. Dalam matematika dialah penemu kata aljabar dengan bukunya al Jabr wa al Muqabalah. Dalam bidang sejarah dikenal nama al Mas’udi, yang dikenal juga ahli geografi dengan karyanya Maruj al Zahab wa Ma ‘adin al Jawahir.’

D. Kemunduran Daulah AbbasiyahDari tiadanya aturan yang jelas dan pasti inilah

yang menjadi salah satu dari terjadinya pertentangan diantara keturunan Abbas dan berakibat runtuhnya dinasti ini.

Kematian Al Mu’tashim tahun 227 H, diganti oleh putranya Al Wasiq. Pada masa itu orang — orang Turki sudah banyak membawa pengaruh pada daulah Abbasiyah, sehingga mulai saat itulah dikatakan sebagai masa pengaruh Turki pada daulah Abbasiyah hingga khalifah Al Mustakfi tahun 334 H (945 M). Pada masa itu otoritas khlifah dalam politik nyanis tidak ada, khalifah banyak yang diangkat oleh bangsa Turki. Mereka hanya punya otoritas yang penuh dalam soal keagamaan. Namun dalam bidang peradaban dan ilmu pengetahuan masih menyisakan kejayaannya. Dengan berakhirnya

163

pengaruh Turki dan munculnya dinasti Buwaihi pada daulah Abbasiyah, maka Khalifah tidak lagi mempunyai otoritas dunia, politik dan pemerintahan, dan hanya ada pada mereka otoritas keagamaan. Dan dimulailah masa disintegrasi secara sempurna dari kemunduran daulah Abbasiyàh.

BAB XADMINISTRASI ISLAM DI SPANYOL DAN

KONTRIBUSINYA TERHADAP RENAISSANCE DI EROPA

Pada era berakhirnya periode klasik Islam, dan Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainriya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan

164

teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol, dari Islam Spanyol orang Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu orang orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di sana. Islam menjadi guru bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dan Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dan dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abd Al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man A1-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Marokko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk

165

agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.

A. Proses Invasi Ke Spanyol Dalam penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan

Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Thariq ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Thariq dapat disebut sebagai penintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Thariq tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Thariq dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigorhic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.

Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama

166

Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari Bakkah Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo (ibu kota kerajaan Goth saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, yakni 100.000 orang.

Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu dan satu-persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya mucul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H / 1717 M. Kali ini, sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis selatan. Pimpinan pasukan diperca yakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd Al-Rahman

167

ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordesu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang ke kota Tours. Akan tetapi, di antara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.

Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus, dan sebagian dan Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke - 8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Prancis Tengah dan bagian bagian penting dan Italia.

Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang terdiri dan para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.

Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para

168

tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan dan tolong-menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pnibadi kaum Muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.

B. Kondisi Spanyol sebelum invasi pasukan Islam Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang

Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dan penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal. Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga, keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan juru pembebas yang mereka temukan adalah orang Islam. Berkenaan dengan itu, Ameer Auf, seperti di kutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat.” Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan) Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M.

169

Perpecahan itu amat banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri).

Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol berada di bawah permerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri, dan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara satu daerah dengan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.

Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.

Awal kehancuran kerajaan Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dan Seville ke Toledo, semen tara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak, dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpum kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu, terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara.

170

C. Perkembangan Administrasi dan PeradabanSejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah

Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar.

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa, merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing, yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.

Gangguan dari luar datang dan sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun,

171

akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.

Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd AI-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H / 1755 M.

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I, yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar A1-Dakhil (Yang Masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd al-Rahman A1-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd Al Rahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abd A1-rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.

Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd A1-Rahman A1-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam dan Hakam sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd Al-Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Aushat. Ia mengundang para ahli dari

172

dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.

Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9, stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan (Martyndom). Namun, Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara di samping asrama rahib atau lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada instansi pemerintah Islam.

Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu, sejumlah orang tidak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting di antaranya adalah, pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.

Pada periode kelima, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulah Abbasiyah di Baghdad. Abd Al-Rahman Al-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.

173

Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (1128 M). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd Al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi, tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada dibawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam. Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir, karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand.

174

Dalam masa lebih dan tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa pencerahan kepada Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks.

Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.

Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dan Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol.

Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Islam berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd A1-Rahman (832-886 M).

Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam.

175

Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.

Tokoh utama dan pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid.

Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk ash Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.

Bagian akhir abad ke - 12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al Muftahid.

Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahani dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara

176

tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bin Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.

Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia, dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.

Dalam bidang fiqih. Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.

Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan. Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.

Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli

177

mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain : Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybihi. Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.

Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al Dzakhirah fi Mahasin AhI al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al Qalaid buah karya Al-Fath ibn Khaqan. dan banyak lagi yang lain.

Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu mereka juga mendapat jatah air.

Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na‘urah (Spanyol : Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman.

Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.

Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan

178

gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana A1-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.

Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa Muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibukota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik.

Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 mesjid di sana. Di samping itu, dari khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dan pegunungan yang panjangnya 80 Km.

Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.

179

Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana Al-Zahra, istana Al-Gazar, menara Girilda, dan lain-lain.

Kemajuan-kemajuan tersebut diatas didukung beberapa faktor sebagai berikut :

Pertama : Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd Al Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman Al-Wasith dan Abd Al Rahman Al-Nashir.

Kedua : Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd Al-Rahman (852-886) dan Al-Hakam II Al-Muntashir (961-976).

Ketiga : Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.

Keempat : Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dan berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.

Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, kontak budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke - 11 M dan seterusnya,

180

banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, masih terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.

Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk Al-Thawaif berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang di antaranya justru lebih maju.

D. Pengaruh Peradaban Islam Spanyol terhadap Sistim dan Tata Administrasi di Eropa

Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.

Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik. Yang terpenting di antaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu taklid dan

181

menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusyd-isme) yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.

Berawal dan gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke 17 M. Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Venesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan, edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad ke-17 M di Jenewa.

Pengaruh peradaban Islam, tenmasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dan universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.

182

Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke - 12 M itu menimbulkan gerakan ke bangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke - 14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.

Walaupun Islam akhimya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke- 14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.

E. Kemunduran dan Kehancuran Islam SpanyolAwal dan kehancuran khilafah Bani Umayyah di

Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu, kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi ‘Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya Al-Muzaffar, yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri.

183

Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya, pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memenintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.

Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian internal. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya, orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun, kehidupan politik tidak stabil, namun, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.

Pada periode ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen.

184

Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja Muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berdiri sementara dan tidak bersatu.

Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian, hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.

Adapun penyebab kemunduran daulah ini adalah Konflik Islam dengan Kristen, Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan

185

negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.

Tidak Adanya Ideologi Pemersatu, Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-lO M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.

Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan, Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.

Keterpencilan, Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.

186

DAFTAR PUSTAKA

A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, cetakan pertama, 1983)

Abraham S, Halkin, "The Judeo-Islamic Age, The Great Fusion" dalam Leo W. Schwarz, ed., Great Ages & Ideas of the Jewish People (New York: The Modern Library, 1956)

187

Ahmad Amin, Fajar Islam, Terj : Zaini Dahlan, Jakarta, Cet. IV, 1967.

Al Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos

Al Sarqawi, Effat, Filsafat Kebudayaan Islam, Pustaka, Bandung, 1986

Al-Badi’, Abd, Al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah AI-Nahdhah AI-Mishriyah, 1969)

al-Hirsul Wathani, edisi Dzulqa'idah-Dzulhijjah, tahun 1416 1-: Maret-April, tahun 1996

Ali, Syed Amir, A Short History of the Saracens, Kitab Bhayan, 1981

Al-Maududi, Abu A'la, Khilafah dan Kerajaan, Mizan, Bandung, 1984

al-Zayyat, Ahmad Hassan, Tarikal Adab al-Arabiy, (Beirut Libanon: Dar al-Tsaqafah, cc),

Ameer Ali, Syed, Spirit Of Islam, London, Christoper, 1923as-Samhudi, Wafa'ul-Wafa', vol. 111, Beckar, Sir Ernest, Cambridge Medieval History, London,

University Press, 1946Brockelmann, History of the Islamic Peoples, (London:

Rotledge & Kegan Paul, 1980)Dimont , Melacak Jejak Yahidu, Jews, God And History Max

I. Terja A Husein kndm, …………………..Dr. Robert Morey, The Islamic Invasion, Harvest House

Publishers, 1992Gazalba, Sidi, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam,

Pustaka Al Husna, Jakarta, 1994Grunebaum (Ed.), Islam: Kesaruan dan Keseragaman,

(Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983)

188

Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Terj. Ali Audah, Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta, Cet. V, 1980

Harian Kompas, Edisi 27 Desember 2004Hart, Michael H. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh

dalam Sejarah, Terjemahan H. Mahbub Djunaidi, PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, 1982

Hasan, Ibrahim Hasan, Tarikh Islam, Al Siyasi, wa Al Tsaqfi wa Al Ij’tima’i, Kairo, Maktabah Al Madinah, 1964.

Hentihu, Dja’far, Administrasi Pendidikan, IAIN Sunan Ampel, Malang, 1900

Hitti, K. Philip, Dunia Arab, Sejarah Ringkas, Terj. Usuludin Hutagalung dan O.D.P Sihombing, (Bandung: Sumur Bandung, 1970)

http://id.wikipedia.org/wiki/Kertas Ibrahim Hasan, Tärikh al-lsflam al -S ithsi wa al -Dini wa al-

Tsaqafi wa al-Ijtimä ‘i, (Kairo: Maktabah A1-Nahdhah AI-Mishriyah, TanpaTahun)

Imaduddin, M. Muslim Spain: 711-1492 A. D., (Leiden: E. J. Brill,

Imarah, Muhammad, Islam dan pluralitas : perbedaan dan kemajemukan dalam bingkai persatuan, penerjemah, Abdul Hayyie Al-Kattanie. Cet. 1. Jakarta : Gema Insani Press, 1999.

Iqbal, Afzal, Diplomacy In Early Islam, Terjemahan Indonesia, Samson Rahman,Pustaka Al kautsar, 2000

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, Rajawali 1999,

Jawwad Ali, alla-Mufashshal fi Tarikhil-Arab qabl al-Islam vol. II, Beirut. 1968

Koentjaraningrat, Kebudayaan, mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1985

189

Ma'arif, Syafi'i Piagam Medinah dan konvergensi sosial, dalam Islam dan politik di Indonesia pada demokrasi Terpimpin 1956-1968, Yogya IAIN Sunan Kali jogo pres, 1988

Mahmud, Fayyaz, A History of Islam, London: Oxford University Press, 1960.

Mahmudunnasir, Syed, Islam Its Concept & History, (New Delhi: Kitab Bhavan, 1981)

Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Cet. IV, 1994

Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986)

Majid, Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaban, Penerbit Yayasan Paramadina, Jakarta,

Mario Pei, 1970Montgomery Watt, Kejayaan Isiam. Kajian Kritis dari tokoh

Orientalis, Yogya. Tiara Wacana, 1993 Muir, W, The Caliphate : it Rise, Decline & Fall, Edinburg,

1912. Nasution, Hasan, Teologi Islarn, Jakarta, Balai Pustaka,

1978 Nasution, Islam ditinjau dan berbagai aspeknya, Jilid 1,

(Jakarta: UI Press, 1985, Cetakan kelima)Natsir, M. Capita Selecta, PT. Ihtiar Baru Van Hoeve,

Bangung, tt Poeradisastra, S. I. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan

Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986, cetakan kedua)

Qardawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta. 1997.

Soe’yb, Yoesoef, Sejarah Daulah Umayyah, Jakarta, Bulan Bintang, 1978.

190

Spuier, The Muslim World: A Historical Survey, (Leiden: E. J. Brill, 1960)

Syadali, Munawir, H, Islam dan Tata Negara, Jakarta.Ul Press 1993

Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4, (Kairo: Maktabah Ai-Nahdhah AI-Mishriyah, 1979 M)

Syamsuddin, Din, DR. M. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, PT LOGOS Wacana Ilmu, Cetakan Pertama, Rajab 1421 H./ Oktober 2000 M

Taufiqurrahman, H. M. Drs. M.Ag, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam (Daras Sejarah Peradaban Islam), Pustaka Islam, Surabaya, 2003.

Thaba, Abdul Aziz, Islam dan negara, Jakarta, Gema lnsani Press 1996

Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983)

Tim Penyusun Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam, PT Ikhtiar baru Van Hoeve, Jakarta, 1999

Wassenstein, Politics and Society in Islamic Spain: 1002-1086, (New Jersey: Princeton University Press, 1985)

Watt, Montgomery, Mohammad at Madina, Oxford, Clarendon Press, 1956

www.apjii.or.id/ Sejarah Teknologi Infotrmasi)Yahya, Harun, Jejak Bangsa-Bangsa Terdahulu, 1980Zafrulloh Khan, Muhammad seal of the Prophet, London

Routledge & Keagen Paul , 1986 Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Islami, Juz III, (Kairo: Dar Al-

Hilal, tanpa tahun)

191

SEJARAH ADMINISTRASIDAN KONTRIBUSINYA TERHADAP

PERADABAN ISLAM

192 i

Drs. H. Hasan Buro, MM

193ii

SEJARAH ADMINISTRASI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PERADABAN ISLAM

Penerbit :JAUHAR Surabaya

194iii

Buro, Hasan

195 iv

Sejarah Administrasi dan Kontribusinya terhadap Peradaban Islam / Hasan Buro, Surabaya - - Ed. I Cetakan Pertama, 2006

190 ; xii hlm : 14.5 x 20 cm

ISBN : 979.26.7800.X

I. Sejarah, Administrasi I. Judul 297

SEJARAH ADMINISTRASI DAN KONTRIBUSINYATERHADAP PERADABAN ISLAM

Penulis :Drs. H. Hasan Buro, MM

Editor :Ikrom, S.Pd.I

Diterbitkan oleh :

Jauhar Surabaya

ISBN : 979.26.7800.X

Hak Cipta dilindungi Undang-UndangAll Rights Reserved

Dicetak oleh LP2M STIT Raden Wijaya Mojokerto

Cetakan Pertama, 2006

196 v

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan karunianya kepada kita sekalian sehingga buku yang dipilih dengan tema utama “Sejarah Administrasi dan Kontribusinya terhadap Peradaban Islam”

197vi

dapat tersajikan ke hadapan pembaca, meskipun alur pembahasannya lebih dipengaruhi pada wacana sejarah peradaban Islam pada umumnya dan secara khusus dipengaruhi keadaan sosial dan politik, namun penulis lebih menekankan pada sisi adminisrasi yang notabene merupakan unsur utama dari pelacakan penelitian sejarah, dan hal yang lebih penting sepanjang perjalanan sejarah, perilaku sosial dan politik setiap penguasa pada zamannya selalu dibarengi dengan perilaku pengadministrasiannya meskipun tatarannya masih sebatas pada sedikit unsur administrasi sebagaimana administrasi masa sekarang.

Paling tidak, sejak lebih dari 8.000 tahun yang silam di sebuah wilayah yang dikenal sebagai "Bulan Sabit Subur" (Fertile Crescent); antara sungai Eufrat dan sungai Tigris inilah, pola hidup bercocok tanam (sistem pertanian) dan aksara (font) pertama mulai dikembangkan serta salah satu kekaisaran yang dikenal paling awal didirikan. Dan di sini pula konon kapal Nabi Nuh terdampar.

Adalah Bangsa Sumeria dalam sejarah Irak kuno yang mulai memperkenalkan peradaban kepada dunia. Merekalah yang memperkenalkan penggunaan roda, pandai besi dan menciptakan kalender pertama dan daur 60 menit per jam, 24 jam per hari yang sampai kini masih dipakai di seluruh dunia. Pada masa kekaisaran Babylonia, dibangunlah sebuah Taman Bergantung, sehingga menjadi salah satu keajaiban dunia.

Administrasi untuk pengelolaan surplus hasil pertanian (panen yang melimpah) yang harus disimpan mendesak diketemukannya sistem akuntansi dan sistim penulisan serta pengadministrasian kegiatan lain yang dianggap penting masa tersebut. Pemecahan masalah ini datang 6.000 tahun yang lalu dengan terciptanya tulisan-tulisan yang merupakan awal kebudayaan. Kebudayaan Mesopotamia bertahan untuk beribu tahun di bawah banyak pemerintahan yang berbeda dan silih berganti.

198 vii

Kondisi ini membawa pengaruh yang sangat besar, walaupun sukar didefinisikan secara tepat, namun temuan-temuan pada masa tersebut telah membawa dampak yang memancar ke berbagai penjuru negeri seperti Syria, Mesir dan kemungkinan besar juga ke India, Cina dan negeri besar lainnya.

2900 SM penggunaan huruf Hierogliph pada bangsa Mesir Kuno, Hierogliph merupakan bahasa simbol dimana setiap ungkapan di wakili oleh simbol yang berbeda, yang ketika digabungkan menjadi satu akan mempunyai cara pengucapan dan arti yang berbeda, bentuk tulisan dan bahasa Hierogliph ini lebih maju dibandingkan dengan tulisan bangsa Sumeria.

Tepatnya tahun 539 SM, Irak dikalahkan oleh Bangsa Persia. Beberapa abad kemudian penaklukan dilakukan pula oleh Iskandar yang Agung (The Great Alexander). Bahkan kekaisaran Romawi juga pernah mengokupasi Irak. Dalam masa kebangkitan Islam, pada tahun 637, Irak dikuasai oleh bangsa Arab yang beragama Islam. Selama Pemerintahan Khalifah Abbasiyah (750-1258) Irak dengan ibukotanya Baghdad menjadi pusat Zaman Keemasan Islam dan bangsa Arab. Kesusastraan, sains dan perdagangan berkembang dengan pesat. Tahun 1528 negeri itu diserang dan ditaklukkan oleh Hulagu, cucu Jengis Khan, hingga kekayaan dan perbendaharaan ilmu pengetahuan yang sangat penting bagi peradaban dunia, hancur total. Tahun 1400 diserang oleh Timur Lenk. Tahun 1508 pula diserang oleh Ismail Shafawy.

Harus diketahui bahwa dalam pembagian ilmu pengetahuan zaman itu, baik ilmu kedokteran maupun ilmu obat-obatan (alkemi), sebagaimana juga metafisika, matematika, astronomi, bahkan musik dan puisi, dan seterusnya, termasuk falsafah. Sebab istilah falsafah itu, dalam pengertiannya yang luas, mencakup bidang-bidang

199 viii

yang sekarang bisa disebut sebagai "ilmu-pengetahuan umum", yakni, bukan "ilmu pengetahuan agama", yaitu dunia kognitif yang dasar perolehannya bukan wahyu tetapi akal, baik yang dari penalaran deduktif maupun yang dari penyimpangan empiris. Ini penting disadari, antara lain untuk dapat dengan tepat melihat segi-segi mana dari sistem pengadministrasiannya.

Toleransi dan keterbukaan orang-orang Islam dalam melihat kaum agama lain, khususnya Ahli Kitab tersebut mendasari adanya interaksi intelektual yang positif dikalangan mereka, dengan sedikit sekali kemasukan unsur prasangka yang berlebihan. Disamping itu, kelebihan orang-orang Muslim Arab itu ialah kepercayaan kepada diri sendiri yang sedemikian mantap. Kemantapan itu kemudian memancar pada sikap-sikap mereka yang positif kepada bangsa-bangsa dan budaya-budaya lain, dengan kesediaan yang besar untuk menyerap dan mengadopsinya sebagai milik sendiri. Posisi psikologis yang menguntungkan itu berada tidak hanya dalam hubungannya dengan kaum Ahli Kitab yang memang dekat dengan orang-orang Muslim, tetapi juga dengan kelompok-kelompok keagamaan lain seperti kaum Majusi (orang-orang Persi pengikut ajaran Zoroaster) dan kaum Sabean dari Harran, di utara Mesopotamia. Sebab sekalipun ilmu pengetahuan Yunani merupakan bagian paling penting dari ilmu pengetahuan yang diserap orang-orang Muslim Arab, namun mereka ini juga dengan penuh kebebasan dan kepercayaan diri menyerap dari orang-orang Majusi dan Sabean tersebut, bahkan juga dari orang-orang Hindu dan Cina. Karena penaklukan (al-futuhat) bangsa-bangsa non-Muslim itu berada dibawah kekuasaan politik orang-orang Arab Muslim. Tetapi biarpun orang-orang Arab itu memiliki keunggulan militer dan politik serta hak azasi manusia, mereka tetap menunjukkan sikap-sikap penuh penghargaan dan pengertian kepada bangsa-bangsa dan budaya-budaya (termasuk agama-agama)

200 ix

yang mereka kuasai. Hasilnya ialah, seperti dikatakan Halkin sebagai berikut (kutipan yang penting untuk memahami pembahasan):

...It is to the credit of the Arabs that although they were the victors militarily and politically, they did not regard the civilization of the vanquished lands with contempt. The riches of Syrian, Persian, and Hindu cultures were no sooner discovered than they were adapted into Arabic. Caliphs, governors, and others patronized scholars who did the work of translation, so that a vast body of non-Islamic learning became accessible in Arabic. During the ninth and tenth centuries, a steady flow of works on Greek medicine, physics, astronomy, mathematics, and philosophy, Persian belles-lettres, and Hindu mathematics and astronomy poured into Arabic.(Abraham S, Halkin, 1956 : 218-219).

(...Adalah jasa orang-orang Arab bahwa sekalipun mereka itu para pemenang secara militer dan politik, mereka tidak memandang peradaban negeri-negeri yang mereka taklukkan dengan sikap menghina. Kekayaan budaya-budaya Syria, Persia, dan Hindu mereka salin ke bahasa Arab segera setelah diketemukan. Para khalifah, gubernur, dan tokoh-tokoh yang lain menyantuni para sarjana yang melakukan tugas penterjemahan, sehingga kumpulan ilmu bukan-Islam yang luas dapat diperoleh dalam bahasa Arab. Selama abad kesembilan dan kesepuluh, karya-karya yang terus mengalir dalam ilmu-ilmu kedokteran, fisika, astronomi, matematika, dan filsafat dari Yunani, sastra dari Persia, serta matematika dan astronomi dari Hindu tercurah ke dalam bahasa Arab).

Interaksi intelektual orang-orang Muslim dengan dunia pemikiran Hellenik terutama terjadi antara lain di Iskandaria (Mesir), Damaskus, Antioch dan Ephesus (Syria), Harran (Mesopotamia) dan Jundisapur (Persia). Pada

201 x

tempat-tempat itulah lahir dorongan pertama untuk kegiatan penelitian dan penterjemahan karya-karya kefilsafatan dan ilmu pengetahuan Yunani kuno, yang kelak kemudian didukung dan disponsori oleh para penguasa Muslim. (Nurcholis Majid).

Penulisan buku ini dimaksudkan menjadi bacaan pengantar maupun pelengkap bagi mahasiswa dan dunia akademik keislaman maupun masyarakat luas. Akan diuraikan dalam mendampingi kegiatan sosial politik sepanjang sejarah peradaban Islam, dari zaman pra modern sebelum Islam dan zaman zaman modern yang secara sistematis terbagi dalam beberapa bab sebagai berikut : Bab Pertama Mukaddimah, Bab Kedua Sejarah Administrasi Pra Modern, Bab Ketiga Kondisi Jazirah Arab Menjelang Kelahiran Islam, Bab Keempat Administrasi Zaman Rasulullah Saw, Bab Kelima Piagam Madinah Sebagai Undang Undang Dasar Tertulis Pertama Yang Disepakati Bersama Elemen Lain Sepanjang Sejarah Peradaban Dunia, Bab Keenam Administrasi Pada Masa Nabi Muhammad Saw, Bab Ketujuh Administrasi Masa Khulafaur Rasyidin Bab Kedelapan Administrasi Masa Kekhilafahan Daulah Umayyah, Bab Kesembilan administrasi Masa Kekhilafahan Daulah Abbasiyah, Bab Kesepuluh Administrasi Islam di Spanyol Dan Kontribusinya Terhadap Renaissance di Eropa.

Ungkapan terima kasih selayaknya saya haturkan kepada Bapak Prof. DR, HM. Ridlwan Nasir, MA, DR. H. Nur Syam, M.Si dan Drs. H. Marzuki, MA, atas kesediaan beliau menyempatkan diri dalam membaca, menelaah dan mengkoreksi buku ini. Kepada Bapak Drs. H. Achmad Marzuki Sangipodin dan Bapak Drs. KH. Syu’aib Nawawi, MA atas dedikasi dan kedisiplinan beliau dalam menerapkan budaya akademik dengan berbagai saran dan masukan kepada penulis dalam proses penulisan buku ini.

202

Bapak Dr. Wahib Wahab, M.Ag, Drs. Happy Ikmal, M.Pd.I, Drs. H. Suherman, MM, H. Anas Amin Alamsyah, M.Ag yang memberikan masukan dan bantuan dalam menyelesaikan penulisan buku ini.

Tak Lupa Istri saya Romlah, S.Ag, Putra dan Putri saya Fitri Awaliyatus Sholihah, Andini Rohmat Hastani dan Alda Layyinah Iflah yang turut prihatin dan sabar selama saya menyelesaikan penulisan buku ini, karenanya saya mengucapkan terima kasih.

Mudah-mudahan segala jerih payah semua pihak atas dukungannya tercatat sebagai amalam yang baik dan kelak mendapatkan balasan yang selayaknya.

Penulis

203 xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR viiDAFTAR ISI xiiii

BAB IMUKADDIMAH 1

A. Bahasa dan Rumpunnya Sebagai Unsur Utama Administrasi 6a. Bentuk - Bentuk Bahasa 10b. Paradok bahasa didunia 12

B. Administrasi 13C. Peradaban dan kebudayaan 15

BAB IISEJARAH ADMINISTRASI PRA MODERN 25A. Sejarah dan Peradaban Bangsa Semit (Sumeria)

dan sistim administrasinnya 27H. Sejarah Negeri Babylonia (Mesopotamia Selatan)

dan Kemajuan Peradabannya 29I. Bangsa Assyria (Mesopotamia Utara) dan

Kemajuan Peradabannya 33J. Bangsa Mesir dan Peradabannya 35K. Bangsa Yahudi dan Kemajuan Peradabannya 37L. Imperium Bizantine dan Kemajuan Peradabannya 39M. Imperium Sasania (Persi Baru) dan Kemajuan

Administrasinya 41

204 xiixiii

BAB IIIKONDISI JAZIRAH ARAB MENJELANG KELAHIRAN ISLAM 43

A. Kondisi Geografis 44B. Kondisi Demografis 49C. Kondisi Politik 54D. Kondisi Ekonomi 55E. Kondisi Kebudayaan 56F. Kondisi Keagamaan 57

BAB IVADMINISTRASI ZAMAN RASULULLAH SAW 59

A. Nasab Nabi Muhammad SAW, sebagai Sang Administrator 59

B. Kelahiran dan Awal Kehidupan Muhammad 63C. Perkawinan Muhammad dengan Khadijah dan

Perilaku Administrasinya Menjelang Kerasulan 65D. Dakwah Muhammad dalam Melawan Simbol

Supremasi Sosial dan politik Kaum Musyrikin Quraisy 65

E. Perjanjian Aqabah I dan Aqabah II sebagai KonsolidasiOrganisasi dalam Administrasi Islam di Madinah 68

F. Kebijakan Politik Yang Ditempuh Nabi Muhammad SAW 71

BAB V

205 xix

PIAGAM MADINAH SEBAGAI UNDANG-UNDANG DASAR TERTULIS PERTAMA YANG DISEPAKATI BERSAMA ELEMEN LAIN SEPANJANG SEJARAH PERADABAN DUNIA 73

A. Sosial dan Budaya Madinah sebelum hijrah 77B. Piagam Madinah sebagai legitimasi sosial dan

Administratif keberadaan Republik Madinah 79C. Perjanjian Hudaibiyah Sebagai Bukti Pengakuan

Kaum Kafir Qurais terhadap Republik Madinah 92D. Pengkhianatan Masyarakat Yahudi terhadap Republik

Madinah 96E. Ekspansi Ke Mekkah dan kota-kota lainnya 97

BAB VIADMINISTRASI PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW 99

A. Administrasi Pemerintahan 100 B. Sistim Propinsial 101C. Sistim Pendapatan Negara 101D. Manajemen Ekonomi 103E. Kemiliteran 106F. Sistim Pendidikan 106

BAB VIIADMINISTRASI MASA KHULAFAUR RASYIDIN 121

A. Administrasi Masa Abu Bakar 121B. Administrasi Masa Umar Bin Khottob 124C. Administrasi Masa Usman Bin Affan 127D. Administrasi Masa Ali Bin Abi Thalib 129

BAB VIIIADMINISTRASI MASA KEKHILAFAHAN DAULAH UMAYYAH 131

206 xx

A. Sistem Administrasi dan Pola Politik yangdikembangkannya 132

B. Kegiatan Administrasi Sosial Budaya dan Keagamaan 134

C. Sebab-sebab kemunduran daulah Umayyah 136

BAB IXADMINISTRASI MASA KEKHILAFAHAN DAULAH ABBASIYAH 139

A. Prinsip Administrsi yang dilaksanakan 143B. Pengadministrasian dan Manajemen Ekonomi

Negara 145C. Prestasi Politik, Ekonomi dan Budaya yang

dimiliki oleh para Khalifah Daulah Abbasiyah 147D. Kemunduran Daulah Abbasiyah 154

BAB XADMINISTRASI ISLAM DI SPANYOL DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP RENAISSANCE DI EROPA 155

A. Proses Invasi Ke Spanyol 156B. Kondisi Spanyol sebelum invasi pasukan Islam 159C. Perkembangan Administrasi dan Peradaban 161D. Pengaruh Peradaban Islam Spanyol terhadap Sistim dan Tata

Administrasi di Eropa 171E. Kemunduran dan Kehancuran Islam Spanyol 173

207xxi