sehat jiwa baru
DESCRIPTION
SEHHHHHHHHHAT JIWA BARUTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia dewasa ini semakin sulit dan komplek. Kondisi tersebut
diperparah dengan bertambahnya stressor psikososial akibat budaya masyarakat modern
yang cenderung sekuler. Hal tersebut menyebabkan manusia tidak dapat menghindari
tekanan-tekanan hidup yang dialami. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap
peningkatan kualitas dan kuantitas penyakit mental-emosional manusia
Kondisi diatas dapat menimbulkan gangguan jiwa dalam tingkat ringan amaupun
berat yang memerlukan penanganan di rumah sakit, baik itu di rumahs akit jiwa atau di
unit pelayanan keperawatan jiwa di rumah sakit umum dan unit pelayanan lainnya.
Pelayanan di rumah sakit tidak mungkin dapat berjalan dengan baik tanpa adanya
pelayanan keperawatan. Pelayanan Keperawatan sangat diperlukan karena merupakan
bagian integral dari proses penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Untuk
merawat klien/pasien dengan baik seorang perawat harus mengetahui konsep dasar
keperawatan dan juga harus memahami serta mengaplikasikan proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Sehat
a. Menurut WHO (Notosoedirjo,2005):
“Keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun social, tidak hanya terbebas dari
penyakit/cacat”
Pengertian sehat menurut WHO tersebut merupakan kondisi ideal dari sisi biologis,
psikologis dan social. Apakah ada seseorang yang berada dalam kondisi sempurna
secara biopsikososial? Memang sulit untuk mendapatkan seseorang yang berada
dalam kondisi kesehatan yang sempurna, namun yang mendekati pada kondisi ideal
dapat didapatkan.
b. UU. No 23, 1992 tentang kesehatan
Sehat: keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yg memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis
B. Pengertian Kesehatan Jiwa
Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh organisasi,
diantaranya menurut :
a. Menurut WHO
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguanjiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
b. Menurut UU Kesehatan Jiwa No 3 tahun 1966
Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yg optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan
selaras dengan orang lain.
c. Stuart & Laraia
Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh kembang,
memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai
kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.
d. Rosdahl
Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan
keselarasan, dalam pengendalian dir serta terbebas dari setress yang serius.
C. Kriteria Sehat Jiwa
1. WHO, mengemukakan bahwa kriteria sehat jiwa terdiri dari:
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
Hal ini dapat dipercayai jika melihat diri sendiri secara utuh/total
contoh: membendingkan dengan teman sebaya pasti ada kekurangan dan kelebihan.
Apakah kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau tidak. Ingat, jangan mimpi bahwa
anda tidak punya kelemahan.
b. Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis dan puncaknya adalah
aktualisasi diri
c. Integrasi
Harus mempunyai satu kesatuan yang utuh. Jangan hanya menonjolkan yang positif
saja tapi yang negatif juga merupakan bagian anda. Jadi seluruh aspek merupakan
satu kesatuan.
d. Otonomi
Orang dewasa harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan menerima masukan
dari orang lain dengan keputusan sendiri sehingga keputusan pasienpun bukan diatur
oleh perawat tapi mereka yang memilih sendiri
e. Persepsi sesuai dengan kenyataan
Stressor sering dimulai secara tidak akurat. Contoh: putus pacar karena perbedaan
adat.
Dadang Hawari ( PR,19-1-1995) mengemukakan pendapat WHO ( Organisasi
kesehatan dunia). Bahwa ada delapan kriteria jiwa (mental) yang sehat, yaitu sebagi
berikut :
a. Mampu belajar dari pengalaman.
b. Mudah beradaptasi
c. Lebih senang memberi daripada menerima
d. Lebih senang menolong daripada ditolong.
e. Mempunyai rasa kasih sayang.
f. Memperoleh kesenangan dari hasil usahanya.
g. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pengalaman.
h. Berpikir positif
2. A. H. Maslow
Bila kebutuhan dasar terpenuhi maka akan tercapai aktualisasi diri. Cirinya adalah:
a. Persepsi akurat terhadap realitas
b. Menerima diri orang lain, dan hakekat manusia tinggi
c. Mewujudkan spontanitas
d. Promblem centered yang akhirnya memerlukan self centered
e. Butuh privasi
f. Otonomi dan mandiri
g. Penghargaan baru, hal ini bersifat dinamis sehingga mampu memperbaiki diri
h. Mengalami pengalaman pribadi yang dalam dan tinggi
i. Berminat terhadap kesejahteraan manusia
j. Hubungan intim dengan orang terdekat
k. Demokrasi
l. Etik kuat
m. Humor/tidak bermusuhan
n. Kreatif
o. Bertahan atau melawan persetujuan asal bapak senang
3. Yahoda
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
b. Tumbuh kembang dan aktualisasi diri
c. Integrasi (keseimbangan/keutuhan)
d. Otonomi
e. Persepsi realitas
f. Environmental Mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan lingkungan)
D. Paradigma sehat
paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang
bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah
yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu
wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan per - lindungan terhadap
penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit.
Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang
bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber
daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun teta p mengupayakan yang sakit
segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk
mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit. Telah dikembangkan
pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan sosio kultural.
E. Aspek-aspek pendukung kesehatan
Banyak orang berpikir bahwa sehat adalah tidak sakit, maksudnya apabila tidak ada
gejala penyakit yg terasa berarti tubuh kita sehat. Padahal pendapat itu kurang tepat. Ada
kalanya penyakit baru terasa setelah cukup parah, seperti kanker yg baru diketahui setelah
stadium 4. Apakah berarti sebelumnya penyakit kanker itu tidak ada? Tentu saja ada,
tetapi tidak terasa. Berarti tidak adanya gejala penyakit bukan berarti sehat.
Sesungguhnya sehat adalah suatu kondisi keseimbangan, di mana seluruh sistem
organ di tubuh kita bekerja dengan selaras. Faktor-faktor yg mempengaruhi keselarasan
tersebut berlangsung seterusnya adalah:
1. Nutrisi yang lengkap dan seimbang.
2. stirahat yang cukup.
3. Olah Raga yang teratur.
4. Kondisi mental, sosial dan rohani yang seimbang.
5. Lingkungan yang bersih
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN
KESEHATAN
1. Faktor Internal
a. Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini
adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia
(bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan
yang berbeda-beda.
Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan.
Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan
penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau
mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..
b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual
yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar
belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk
kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit
dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan
sendirinya.
c. Persepsi tentang fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan
terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi
jantung yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan
orang yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya,
keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-
masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil
sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan
mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.
Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif
yiatu tentang cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas,
atau nyeri), juga data objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan,
dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan perawat merencanakan dan
mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.
d. Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan
cara melaksanakannya.
Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya
cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan
cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai
respons emosional yang kecil selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosional
terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit
pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Contoh: seseorang dengan
napas yang terengah-engah dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca
dingin jika ia secara emosional tidak dapat menerima kemungkinan menderita
penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional yang
berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka
berpikir tentang risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan
menolak untuk mencari pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih
diterima secara emosional, sehingga mereka akan mengakui gejala penyakit yang
dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.
e. Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan
dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam
hidup.
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan
seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap
kesehatan dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan
kesehatan dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah
memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan
dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani
kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara
seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan
pengobatan tertentu, sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien
sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
2. Faktor Eksternal
a. Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya
mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatannya.Misalnya:
Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi
mejadi penyakit berat dan mereka segera mencari pengobatan, maka
bisasnya anak tersebut akan malakukan hal yang sama ketika mereka
dewasa.
Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika
keluarganya melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak orang
tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya
anak dia akan melakukan hal yang sama.
b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan
lingkungan kerja.
Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok
sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara
pelaksanaannya.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan
individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan
pribadi.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan
perilaku dan bahasa yang digunakan.
G. Upaya Kesehatan Jiwa (Dir. Bina Pelayanan Keperawatan Depkes RI)
1. Ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang
sehat, bebas dari ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu
kesehatan jiwa
2. Terdiri atas peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan pasien gangguan
jiwa dan masalah psikososial
3. Menjadi tanggungjawab bersama pemerintah dan masyarakat
4. Pemerintah dan masyarakat bertanggungjawab menciptakan kondisi kesehatan jiwa
yang optimal dan menjamin ketersediaan, aksesibilitas, mutu dan pemerataan upaya
kesehatan jiwa
5. Pemerintah berkewajiban untuk mengembangkan upaya kesehatan jiwa keseluruhan,
termasuk akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
H. Keperawatan Jiwa
Keperawatan sebagai bentuk pelayanan professional merupakan bagian integral yang
tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Hal ini ditekankan
dalam Undang-Undang RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan yang dilakukan dengan
pengobatan dan atau perawatan.
Pelayanan keperawatan yang diberikan adalah upaya mencapai derajad kesehatan
semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan
dalam bidang promotif, prefentif, kuratif dan rehabilitative dengan menggunakan proses
keperawatan.
Penerapan asuhan keperawatan di rumah sakit jiwa memang sedikit berbeda dengan
RSU. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik penderita yang
dilayani yaitu pasien di RSJ merupakan orang yang sedang mengalami gangguan jiwa.
Proses pengobatan gangguan jiwa memerlukan waktu yang lama, disamping itu asuhan
keperawatan yang dilakukan sangat menetukan keberhasilan pengobatan (Keliat, 1998)
Hasil evaluasi terhadap dokumentasi di 2 RSJ yang besar, ditemukan kurang dari 40%
pelaksanaan asuhan keperawatan belum memenuhi kriteria sesuai standar asuhan yang
baik. Kondisi ini tentunya tidak boleh memupuskan motivasi dalam merawat pasien
dengan gangguan jiwa (Keliat, 1998).
Motivasi untuk merawat klien dengan masalah kesehatan jiwa adalah:
a. Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian dan perilaku manusia
b. Perilaku manusia selalu dapat diarahkan pada respon yang baru
c. Perilaku manusia selalu dipengaruhi faktor yang menimbulkan tekanan sosial,
dikuatkan atau dilemahkan
I. Peran Perawat dalam Kesehatan Jiwa
1. Mekanisme utama yang mendorong sistem social (Parson, 1951, dalam The Bride to
Profesional Nursing Practice, Cresia, 2001)
2. Set perilaku unik menggambarkan posisi yang merefleksikan domain personal, social
ayau okupasi
3. Pola perilaku tersebut dimanifestasikan ke dalam penampilan melaksanakan tugas dan
kewajiban
4. Pembentukan peran perawat dipengaruhi oleh karakteristik organisasi, individu perawat
dan interaksi perawat dengan yang terlibat dalam set peran tersebut
5. Peran professional unik karena dipengaruhi oleh kode etik yang membantu
memperlihatkan secara tajam perilaku professional dan sebagai kerangka dari harapan
peran tersebut.
Semua peran perawat tersebut dapat dilaksanakan dalam memberikan pelayanan
keperawatan jiwa, baik pada institusi sarana kesehatan RS, Puskesmas maupun praktik
mandiri/swasta. Untuk melaksanakan perasn tersebut dipersiapkan perawat yang
memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melaksanakannya (registrasi, sertifikasi
dan lisensi).
J. Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Diri Sendiri
1. Solitude (nyepi)
Perlu waktu utk diri sendiri utk memahami apa yang terjadi waktu bersama orang
lain
Bukan fisikal, sama dengan “time out”
Menghindari dituntut dan menuntut orang lain
2. Kesehatan diri sendiri (Personal Physical Health)
Makanan yang sehat
Istirahat yang cukup
Olahraga
3. Merawat dengan memperhatikan tanda-tanda stres internal (ettending to internal stress
signals)
Setiap orang pernah marah, karena hal yang kecil
Penting bagi perawat untuk mengenal dan berespon pada tanda-tanda stresnya
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, 2002. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, FKUI Jakarta
Notosoedirdjo, M, 2005. Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan. UMM Press,
Malang
Yosep, 2011. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama, Bandung