proposal konsep desa siaga sehat jiwa terbaru

38
PROPOSAL KEGIATAN KONSEP DESA SIAGA SEHAT JIWA MENUJU KECAMATAN BANTUR BEBAS PASUNG 2014 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS BANTUR MALANG FEBRUARI 2013

Upload: yeyen-itu-reny

Post on 01-Dec-2015

1.853 views

Category:

Documents


70 download

DESCRIPTION

mental health nursing

TRANSCRIPT

PROPOSAL KEGIATAN

KONSEP DESA SIAGA SEHAT JIWA

MENUJU KECAMATAN BANTUR BEBAS PASUNG 2014

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

DINAS KESEHATAN

UPTD PUSKESMAS BANTUR

MALANG

FEBRUARI 2013

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Departemen kesehatan menggunakan strategi ”Menggerakkan dan Memberdayakan

Masyarakat Untuk Hidup Sehat” dalam mencapai visi ”Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup

Sehat”. Sejalan dengan strategi Depkes tersebut, paradigma kesehatan di Indonesia berfokus

pada peningkatan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Kemandirian masyarakat

dalam menangani masalah kesehatannya menjadi tujuan utama perawatan kesehatan di

komunitas, yang sejalan pula dengan tema hari kesehatan sedunia ”Bekerja bersama untuk

kesehatan” (”Working together for health”). Pemberdayaan keluarga dan komunitas adalah

salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam

menjaga kesehatannya (Depkes RI, 2008).

Pada langkah lebih lanjut dalam meningkatkan kemandirian masyarakat, Departemen

Kesehatan telah merumuskan suatu visi dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Visinya

adalah “Departemen Kesehatan Itu Adalah Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat”,

dengan Misi “Membuat Masyarakat Sehat”. Strateginya antara lain menggerakkan dan

memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap

pelayanan yang berkualitas, meingkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi

kesehatan, serta meningkatkan pembiayaan kesehatan. Dengan demikian, sasaran terpenting

adalah “Pada Akhir Tahun 2015, Seluruh Desa Telah Menjadi Desa Siaga” (Depkes RI, 2008).

Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu mencegah dan

mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti kurang gizi, kejadian

bencana, termasuk didalamnya gangguan jiwa, dengan memanfaatkan potensi setempat

secara gotong royong, menuju Desa Siaga. Desa Siaga Sehat Jiwa merupakan satu bentuk

pengembangan dari pencanangan Desa Siaga yang bertujuan agar masyarakat ikut berperan

serta dalam mendeteksi pasien gangguan jiwa yang belum terdeteksi, dan membantu

pemulihan pasien yang telah dirawat di rumah sakit, serta siaga terhadap munculnya masalah

kesehatan jiwa di masyarakat (Dinkes Prov. Jawa Timur, 2008; CMHN, 2005).

Piramida pelayanan kesehatan jiwa yang ditetapkan oleh direktorat Bina Pelayanan

Kesehatan Jiwa Depkes menjabarkan bahwa pelayanan kesehatan jiwa berkesinambungan

dari komunitas ke rumah sakit dan sebaliknya. Pelayanan kesehatan jiwa dimulai di masyarakat

dalam bentuk pelayanan kemandirian individu dan keluarganya, pelayanan oleh tokoh

masyarakat formal dan nonformal diluar sektor kesehatan, pelayanan oleh Puskesmas dan

pelayanan kesehatan utama, pelayanan di tingkat kabupaten/kota dalam bentuk kunjungan ke

masyarakat, pelayanan di rumah sakit umum dalam bentuk unit rawat jalan dan inap serta

pelayanan rumah sakit jiwa.

Masalah kesehatan terutama gangguan jiwa saat ini angka insidennya masih tinggi.

Berdasarkan hasil survey kesehatan mental rumah tangga (SKMRT) tahun 1995 menemukan

bahwa 185 dari 1000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan

kesehatan jiwa. Hasil SKRT 1995 menunjukkan, gangguan mental emosional pada usia 15

tahun ke atas adalah 140 per 1.000 penduduk dan 5-14 tahun sebanyak 104 per 1.000

penduduk (Maramis, 2006).

Masyarakat yang mampu mengatasi masalah kesehatan jiwa tersebut menjadi salah satu

jawaban untuk mencegah timbulnya kejadian gangguan jiwa. Masyarakat diharapkan mampu

merawat anggota keluarga yang sudah sakit ( menderita gangguan jiwa ), dan mampu

mencegah terjadinya gangguan jiwa baru dari masyarakat yang beresiko terjadi gangguan jiwa.

Penanganan yang tepat terhadap penderita gangguan jiwa dan masyarakat yang beresiko akan

dapat menekan terjadinya kejadian gangguan jiwa (CMHN, 2005).

Puskesmas Bantur merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Malang

yang berada di Kecamatan Bantur. Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Bantur pada

tahun 2012 tercatat : 32.469 jiwa yang tersebar di 5 Desa yaitu Desa Bantur, Wonorejo,

Srigonco, Sumberbening, dan Bandungrejo. Dimana desa Bantur terdiri dari 5 dusun, 73 RT,

dan jumlah penduduk 11.917. Desa Wonorejo terdiri dari 1 Dusun, 11 RT, dan jumlah penduduk

1408. Desa Srigonco terdiri 3 Dusun, 39 RT, dan jumlah penduduk 4352. Desa Sumberbening

terdiri dari 3 Dusun, 25 RT dan jumlah penduduk 5538. Desa Bandungrejo terdiri dari 3 Dusun,

54 RT, dan jumlah penduduk 9254 (Puskesmas Bantur, 2011)

Menurut hasil survey yang dilakukan oleh mahasiswa Keperawatan Brawijaya program A

bekerja sama dengan kader kader posyandu mulai bulan Juni – Desember 2012 didapat data

track record pasien gangguan dan pasien resiko. Untuk desa Srigonco jumlah pasien gangguan

jiwa sebanyak 28 orang, desa Sumberbening sebanyak 15 orang, dan desa Wonorejo

sebanyak 5 orang. Sementara untuk dua desa lainnya yaitu desa Bantur dan desa Bandungrejo

masih dalam proses pelaksanaan pada bulan Februari-Maret 2013.

Perawat CMHN sebagai tenaga kesehatan dengan spesialisasi masalah jiwa yang bekerja

di masyarakat dan bersama masyarakat, harus mempunyai kemampuan melibatkan peran serta

masyarakat; terutama tokoh masyarakat, dengan cara melatih para tokoh masyarakat untuk

menjadi kader kesehatan jiwa. Hal ini diperlukan agar masyarakat dekat dengan pelayanan

kesehatan jiwa sehingga individu yang sehat jiwa tetap sehat, individu yang berisiko dapat

dicegah tidak mengalami gangguan jiwa dan yang mengalami gangguan jiwa dapat sembuh

atau mandiri (minimal 50%) dan dapat dilanjutkan perawatannya oleh kader kesehatan jiwa.

Untuk dapat mendata keluarga sehat jiwa, risiko masalah psikososial dan gangguan jiwa

diperlukan bantuan kader kesehatan jiwa. Dengan cara ini diharapkan seluruh masalah

kesehatan jiwa dapat diselesaikan. Strategi yang digunakan adalah Desa Siaga Sehat Jiwa

dengan memberdayakan kader kesehatan jiwa. Kader kesehatan jiwa berperan penting di

masyarakat karena kader dapat membantu masyarakat mencapai kesehatan mental yang

optimal melalui penggerakan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan

mental serta pemantauan kondisi kesehatan penderita gangguan jiwa di lingkungannya.

Penderita gangguan jiwa sebenarnya tidak serta merta kehilangan produktifitasnya. Apabila

mendapatkan perawatan dengan baik, penderita gangguan jiwa tersebut dapat menjalankan

kegiatan sehari hari dan berpenghasilan ( produktif ) seperti anggota masyarakat yang lain. Hal

tersebut berbeda apabila penderita tersebut tidak mendapatkan perawatan yang memadai

sehingga harus dirawat di Rumah Sakit dan kelhilangan produktifitasnya. Kegiatan kesehatan

jiwa masyarakat ( keswamas ) merupakan kegiatan yang tepat untuk dapat memberdayakan

masyarakat sehingga masyarakat tersebut dapat merawat penderita gangguan jiwa tetap

berada di masyakarat tanpa kehilangan produktifitasnya.

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan di atas, sekiranya perlu penatalaksanaan lebih

lanjut terkait masalah kesehatan jiwa di Kecamatan Bantur khususnya di wilayah kerja

Puskesmas Bantur, karena hal ini terkait juga dengan proses rujukan pasien ke Rumah Sakit

Jiwa Lawang, Program Pengawasan Minum Obat Pasien, dan Poli Jiwa yang masih dalam

tahapan perencanaan lebih lanjut. Oleh karena itu program Desa Siaga Sehat Jiwa patut untuk

diajukan sebagai salah satu program Puskesmas di wilayah kerja Kecamatan Bantur.

1.2 Tujuan Kegiatan

I. Tujuan Umum

Tujuan dari kegiatan pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa di Kecamatan Bantur (desa

Srigonco, desa Sumberbening, desa Wonorejo, desa Bantur, dan desa Bandungrejo )

adalah :

a. Terbentuknya desa siaga sehat jiwa yang anggota masyarakatnya mampu merawat

anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa secara mandiri melalui

penerapan konsep dan prinsip manajemen keperawatan kesehatan jiwa

komunitas dan aplikasi asuhan keperawatan kesehatan jiwa komunitas.

b. Terbentuknya poli jiwa di Puskesmas Bantur sebagai salah satu media yang

memfasilitasi perawatan warga dengan gangguan jiwa

II. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam kegiatan pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa di Kecamatan

Bantur (desa Srigonco, desa Sumberbening, desa Wonorejo, desa Bantur, dan desa

Bandungrejo ) adalah :

a. Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah pelayanan kesehatan jiwa yang terkait

dengan manajemen keperawatan kesehatan jiwa komunitas di Kecamatan Bantur

(desa Srigonco, desa Sumberbening, desa Wonorejo, desa Bantur, dan desa

Bandungrejo )

b. Menetapkan prioritas kebutuhan dan masalah masalah pelayanan kesehatan jiwa

yang terkait dengan manajemen keperawatan kesehatan jiwa komunitas di

Kecamatan Bantur (desa Srigonco, desa Sumberbening, desa Wonorejo, desa

Bantur, dan desa Bandungrejo )

c. Menyusun tujuan dan rencana alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian

masalah yang telah ditetapkan

d. Mengusulkan alternatif pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah yang

bersifat teknis operasional bagi komunitas di Kecamatan Bantur (desa Srigonco,

desa Sumberbening, desa Wonorejo, desa Bantur, dan desa Bandungrejo ).

1.3 Manfaat Kegiatan

1. Bagi Puskesmas, manfaat dari pembentukan desa siaga sehat jiwa ini adalah

membantu menyelesaikan masalah khususnya terkait dengan kesehatan jiwa secara

operasional dari aspek manajemen pelayanan keperawatan tertentu, sehingga

diharapkan dapat membantu puskesmas untuk meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan jiwa masyarakat, yang akhirnya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

2. Bagi Rumah Sakit Radjiman Widyodiningrat Lawang, manfaat dari pembentukan desa

siaga sehat jiwa ini adalah sebagai salah satu implementasi dari visi dan misi Rumah

Sakit Radjiman Widyodiningrat Lawang melalui program kerja di Unit Kesehatan Jiwa

Masyarakat.

3. Bagi Kecamatan Bantur (desa Srigonco, desa Sumberbening, desa Wonorejo, desa

Bantur, dan desa Bandungrejo ) pembentukan Desa Siaga Sehat jiwa ini adalah

membantu menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat, khususnya kesehatan

jiwa sehingga dapat mendukung terbentuknya Desa Siaga Sehat Jiwa.

4. Bagi masyarakat, manfaat dari pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa ini adalah

menambah wawasan dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan jiwa. Masyarakat

menjadi siaga terhadap munculnya masalah kesehatan jiwa di masyarakat.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desa Siaga

Desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemauan untuk

mencegah dan mengatasi masalah masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan

kesehatan secara mandiri ( Depkes RI, 2006)

Menurut Bambang Hartono (Kepala Pusat Promosi Kesehatan) Desa Siaga adalah desa

yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan mencegah serta mengatasi masalah

masalah kesehatan

2.2 Desa Siaga Sehat Jiwa

Desa yang memiliki kesiapan di bidang kesehatan , di mana desa yang penduduknya

memiliki sumber daya dan kemampuan untuk mengatasi masalah kesehatan secara mandiri.

Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau, dan mampu untuk mencegah

dan mengatasi masalah kesehatan secara mandiri. Desa Siaga merupakan gambaran

masyarakat yang sadar, mau, dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman

terhadap kesehatan masyarakat, seperti kurang gizi, kejadian bencana, dengan memanfaatkan

potensi setempat secara gotong royong menuju

Desa Sehat. Desa Siaga Sehat Jiwa adalah bagian terintegrasi dari Desa Siaga, yang

penduduknya memiliki sumber daya dan kemampuan untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa

secara mandiri (Keliat dkk, 2007 )

2.3 Tujuan Desa Siaga

1. Tujuan umum : terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, peduli, dan tanggap

terhadap masalah masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) di

desanya

2. Tujuan khusus :

a. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya

kesehatan dan menerapkan perilaku hidup sehat

b. Meningkatnya kemampuan dan kemuan masyarakat desa untuk menolong diri

sendiri di bidang kesehatan

c. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko

dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah

penyakit, dan lainnya)

d. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa

e. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan

sehat

f. Meningkatnya kemandirian masyarakat dea dalam pembiayaan kesehatan

g. Meningkatnya dukungan dan peran aktif para pemangku kepentingan dalam

mewujudkan kesehatan masyarakat desa.

(Dinkes Prov. Jawa Timur, 2008)

2.4 Kriteria Desa Siaga

a. Ada forum masyarakat desa (FMD)

b. Adanya pelayanan kesehatan dasar (Polindes, Pustu, Bidan, Praktek Swasta, dokter

praktek)

c. Adanya Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu

dan Ponkesdes

d. Adanya pengamatan kesehatan yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat

seperti masalah kesehatan penyakit menular, keluarga keluarga yang gangguan

jiwa.

e. Ada pembinaan dari puskesmas yang mampu memberikan pelayanan kegawat

daruratan bagi ibu dan bayi

f. Ada sistem siaga bencana oleh masyarakat

g. Ada pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat

h. Mempunyai lingkungan yang sehat

i. Masyarakat berperilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS)

(Dinkes Prov. Jawa Timur, 2008)

2.5 Indikator Keberhasilan Desa Siaga

1. Indikator masukan (input)

Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah

diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga yaitu ada/tidaknya Forum

Masyarakat Desa; ada/tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta

perlengkapannya; ada/tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat; ada/tidaknya

tenaga kesehatan (minimal bidan)

2. Indikator proses

Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang

dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yaitu

frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa, berfungsi/tidaknya Poskesdes,

berfungsi/tidaknya UKBM yang ada, berfungsi/tidaknya sistem kegawatdaruratan

dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana; berfungsi/ tidaknya sistem

surveilans berbasis masyarakat

3. Indikator keluaran (output)

Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan

yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembanagn Desa Siaga yaitu cakupan

pelayanan kesehatan dasar Poskesdes, cakupan pelayanan UKBM UKBM lain,

jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan

4. Indikator dampak

Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dan

hasil kegiatan di desa dalama rangka pengembangan desa Siaga yaitu jumlah

penduduk yang menderita sakit, jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa

(Depkes RI, 2006)

2.6 Program Desa Siaga Sehat Jiwa

Departemen Kesehatan berupaya untuk memfasilitasi percepatan pencapaian derajat

kesehatan setinggi-tingginya bagi seluruh penduduk dengan mengembangkan kesiap-

siagaan di tingkat desa. Desa-desa yang memiliki kesiapan di bidang kesehatan diberi

nama Desa Siaga. Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan

mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan

masyarakat, seperti kurang gizi, kejadian bencana, termasuk juga gangguan jiwa,

dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong, menuju desa sehat.

1. Visi

Visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan

Sehat 2015. Kecamatan sehat 2015 merupakan gambaran kesehatan masyarakat

kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yang

ditandai lingkungan sehat dengan penduduknya yang perilaku sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Desa Siaga Sehat Jiwa yang merupakan suatu pelayanan keperawatan kesehatan

jiwa komunitas yang mempunyai visi ”memelihara kesehatan jiwa masyarakat dan

mengoptimalkan kemampuan hidup pasien gangguan jiwa yang ada di masyarakat

sesuai dengan kemampuannya dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat”.

2. Misi pelayanan

Misi pelayanan keperawatan kesehatan di Desa Siaga Sehat Jiwa adalah

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai masyarakat sehat

jiwa melalui pengembangan program CMHN dan pembentukan kader kesehatan

jiwa.

3. Strategi pelayanan

Untuk mencapai visi dan misi desa siaga sehat jiwa maka strategi yang disiapkan

adalah penyusunan dan pelaksanaan beberapa program/kegiatan kesehatan jiwa

(CMHN) di desa siaga sehat jiwa. Fokus utama program CMHN di desa siaga adalah

a. Kegiatan perawat CMHN.

1) Pendidikan kesehatan jiwa bagi kelompok masyarakat yang sehat :

Keluarga dengan bayi

Keluarga dengan kanak-kanak

Keluarga dengan usia pra sekolah

Keluarga dengan usia sekolah

Keluarga dengan remaja

Keluarga dengan dewasa muda

Keluarga dengan dewasa

Keluarga dengan lanjut usia

2) Pendidikan kesehatan jiwa bagi kelompok pasien yang risiko masalah

psikososial :

Kehilangan bentuk, struktur, fungsí tubuh

Kehilangan/perpisahan dengan orang dicintai, pekerjaan, tempat

tinggal, sekolah, harta benda

3) Pendidikan kesehatan jiwa bagi kelompok pasien yang mengalami

gangguan jiwa :

Pasien dengan Perilaku kekerasan

Pasien dengan Isolasi sosial

Pasien dengan Harga diri rendah

Pasien dengan Halusinasi

Pasien dengan Kurang Perawatan Diri

4) Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) bagi pasien gangguan jiwa

mandiri

5) Kegiatan rehabilitasi bagi pasien gangguan jiwa mandiri

6) Asuhan keperawatan untuk keluarga pasien gangguan jiwa

.

b. Kegiatan Kader Kesehatan Jiwa :

1) Mendeteksi keluarga di Desa Siaga Sehat Jiwa: sehat, risiko masalah

psikososial dan gangguan jiwa

2) Menggerakkan keluarga sehat untuk penyuluhan kesehatan jiwa sesuai

dengan usia

3) Menggerakkan keluarga risiko untuk penyuluhan risiko masalah

psikososial

4) Menggerakkan keluarga gangguan jiwa untuk penyuluhan cara merawat

5) Menggerakkan pasien gangguan jiwa untuk mengikuti Terapi Aktifitas

Kelompok dan Rehabilitasi

6) Melakukan kunjungan rumah pada pasien gangguan jiwa yang telah

mandiri

7) Merujuk pasien gangguan jiwa ke perawat CMHN

8) Mendokumentasikan semua kegiatan

2.7 Deteksi Keluarga Di Desa Siaga Sehat Jiwa

Salah satu peran dan fungsi kader kesehatan jiwa adalah mendeteksi seluruh keluarga

yang ada di desa siaga sehat jiwa.

1) Pengertian

Deteksi adalah kemampuan kader kesehatan jiwa untuk mengetahui kondisi

kesehatan jiwa keluarga yang tinggal di desa siaga sehat jiwa. Hasil deteksi adalah

sehat jiwa, risiko masalah psikososial dan gangguan jiwa.

2) Tujuan

Melalui deteksi diperoleh gambaran tentang kesehatan jiwa satu wilayah yang

ditunjukkan melalui :

a. Jumlah keluarga yang sehat jiwa

b. Jumlah keluarga yang berisiko mengalami masalah psikososial

c.Jumlah keluarga yang mempunyai pasien gangguan jiwa

3) Pelaksanaan kegiatan

a. Persiapan

1) Kader mempelajari buku pedoman deteksi keluarga

2) Kader mempelajari tanda–tanda orang/keluarga yang berisiko mengalami

masalah psikososial atau orang/keluarga yang mengalami gangguan jiwa

3) Kader mengidentifikasi orang/keluarga yang diduga mengalami risiko

masalah psikososial atau gangguan jiwa

4) Melakukan kontrak/janji untuk bertemu dengan pasien dan keluarga

b. Pelaksanaan

1) Setiap dusun memiliki 2 orang kader kesehatan jiwa

2) Setiap kader mengelola setengah dari jumlah keluarga di dusun (kader

membagi habis jumlah keluarga di dusun untuk di kelola bersama)

3) Kader menilai kesehatan jiwa tiap keluarga yang tinggal di wilayahnya dengan

cara wawancara dan pengamatan sesuai dengan petunjuk pada buku

pedoman deteksi keluarga

Untuk menilai perilaku yang menunjukkan adanya risiko masalah psikososial

atau gangguan jiwa maka kader kesehatan perlu mengetahui tanda –

tanda/perilaku yang menunjukkan individu tersebut risiko masalah psikososial

atau gangguan jiwa (tabel 3.1 dan tabel 3.2)

4) Berdasarkan penilaian yang dilakukan kader mengelompokkan keluarga yang

tinggal diwilayahnya menjadi 3 kelompok :

a) Kelompok keluarga sehat adalah keluarga yang tinggal di wilayah kerja

kader dan tidak menunjukkan perilaku menyimpang; baik risiko masalah

psikososial (lihat tabel 1) maupun gangguan j NM,iwa (lihat tabel 2)

b) Kelompok keluarga yang berisiko masalah psikososial adalah keluarga

yang tinggal di wilayah kerja kader yang mempunyai kondisi sesuai tabel

1

c) Kelompok keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa

adalah keluarga yang tinggal di wilayah kerja kader dan mempunyai

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (perilaku seperti pada

tabel 2)

c. Pelaporan

1) Kader mencatat nama seluruh keluarga yang tinggal di wilayahnya

2) Kader mencatat data – data keluarga yang mempunyai risiko masalah

psikososial

3) Kader mencatat data – data keluarga yang mengalami gangguan jiwa

4) Hasil penghitungan jumlah keluarga untuk masing – masing kelompok

dicatat

5) Hasil pencatatan disampaikan pada perawat CMHN yang

bertanggungjawab

(Keliat dkk, 2011)

2.8 Karakteristik keluarga yang berisiko mengalami masalah psikososial, gangguan

jiwa dan sehat jiwa

a. Risiko terjadinya masalah psikososial

Tabel 1

Risiko masalah psikososial

NO FAKTOR RISIKO

1

2

3

4

5

6

Kehilangan anggota keluarga, atau orang yang dicintai

Kehilangan pekerjaan,

Kehilangan harta benda,

Kehilangan anggota tubuh

Penyakit fisik kronis : Hipertensi , TBC, DM, Jantung, Ginjal, Rhematik

Hamil dan pospartum

b. Gangguan jiwa

Gangguan jiwa adalah kelainan perilaku yang disebabkan oleh rusaknya fungsi

jiwa (ingatan, pikiran, penilaian/persepsi, komunikasi, aktivitas, motivasi, belajar)

sehingga menyebabkan adanya hambatan dalam melakukan fungsi sosial

(interaksi/bergaul). Penyebab gangguan jiwa adalah ketidakmampuan seseorang

beradaptasi dengan masalah. Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan

dimana saja. Perilaku yang menunjukkan seseorang mengalami gangguan jiwa adalah

sangat beragam (lihat table 2).

(Keliat dkk, 2011).

Tabel 2

Perilaku yang menunjukkan tanda gangguan jiwa

NO CIRI PERILAKU

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Sedih berkepanjangan dalam waktu lama

Kemampuan melakukan kegiatan sehari – hari (kebersihan, makan,

minum, aktivitas) berkurang

Motivasi untuk melakukan kegiatan menurun (malas)

Marah – marah tanpa sebab

Bicara atau tertawa sendiri

Mengamuk

Menyendiri

Tidak mau bergaul

Tidak memperhatikan penampilan/kebersihan diri

Mengatakan atau mencoba bunuh diri

c. Sehat Jiwa

Keluarga yang sehat jiwa adalah keluarga yang anggota keluarganya tidak ada

gangguan jiwa atau risiko masalah psikososial.

Semua hasil deteksi dimasukkan dalam buku deteksi keluarga, kemudian

dimasukkan di buku penyuluhan, dimana kelompok sehat jiwa dibagi dalam kelompok,

demikian pula risiko dan gangguan jiwa.

(Keliat dkk, 2011)

2.9 Menggerakkan Kelompok Keluarga Sehat Untuk Penyuluhan Kesehatan

1. Pengertian

Penggerakkan kelompok keluarga sehat adalah kegiatan memobilisasi keluarga yang

sehat untuk mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan jiwa oleh perawat CMHN yang

dilakukan dua minggu sekali.

2. Tujuan

Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mendorong keluarga sehat agar

menghadiri penyuluhan kesehatan yang akan dilaksanakan

3. Pelaksanaan kegiatan

a. Persiapan

1) Kader mengidentifikasi keluarga sehat jiwa yang akan mengikuti penyuluhan;

sesuai dengan topik penyuluhan (misalnya keluarga dengan anak bayi)

2) Kader menyampaikan/mengundang keluarga yang menjadi sasaran

penyuluhan 1 minggu sebelum kegiatan penyuluhan

3) Kader mengingatkan peserta penyuluhan satu hari sebelumnya untuk hadir

penyuluhan

4) Kader mengingatkan peserta penyuluhan untuk hadir satu jam sebelum

penyuluhan

5) Kader mempersiapkan daftar hadir peserta penyuluhan

6) Kader mempersiapkan tempat penyuluhan

b. Pelaksanaan

1) Mengingatkan peserta untuk mengikuti penyuluhan

2) Mengumpulkan peserta penyuluhan

3) Mendampingi perawat CMHN yang memberikan penyuluhan

4) Memotivasi peserta untuk bertanya

c. Pelaporan

1) Membuat laporan topik/judul penyuluhan dan kehadiran peserta (lihat buku

pegangan kader : penyuluhan kesehatan jiwa)

(Keliat dkk, 2011)

2.10 Penggerakan Kelompok Keluarga Yang Berisiko Mengalami Masalah Psikososial

Untuk Penyuluhan Kesehatan

1. Pengertian

Penggerakkan kelompok keluarga yang berisiko mengalami masalah psikososial

adalah kegiatan memobilisasi keluarga yang mengalami risiko maslah psikososial

untuk mengikuti penyuluhan kesehatan oleh perawat CMHN yang dilakukan dua

minggu sekali.

2. Tujuan

Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mendorong keluarga yang risiko

masalah psikososial untuk menghadiri penyuluhan kesehatan yang akan dilaksanakan

3. Pelaksanaan kegiatan

a. Persiapan

1) Kader mengidentifikasi keluarga berisiko masalah psikososial (lihat tabel 1)

untuk mengikuti penyuluhan

2) Kader menyampaikan/mengundang keluarga yang menjadi sasaran

penyuluhan 1 minggu sebelum kegiatan penyuluhan

3) Kader mengingatkan peserta penyuluhan 1 hari sebelumnya untuk hadir

penyuluhan

4) Kader mengingatkan peserta penyuluhan untuk hadir 1 jam sebelum

penyuluhan

5) Kader mempersiapkan daftar hadir peserta penyuluhan

6) Kader mempersiapkan tempat penyuluhan

b. Pelaksanaan

1) Mengingatkan peserta untuk mengikuti penyuluhan

2) Mengumpulkan peserta penyuluhan

3) Mendampingi perawat CMHN yang memberikan penyuluhan

4) Memotivasi peserta untuk bertanya

c. Pelaporan

1) Membuat laporan topik/judul penyuluhan dan kehadiran peserta (lihat buku

pegangan kader : penyuluhan kesehatan jiwa) (Keliat dkk, 2011).

2.11 Penggerakan Kelompok Keluarga Gangguan Jiwa Untuk Penyuluhan Kesehatan,

TAK Dan Rehabilitasi

1. Pengertian

Penggerakkan kelompok keluarga yang mempunyai gangguan jiwa adalah kegiatan

memobilisasi keluarga untuk mengikuti kegiatan penyuluhan oleh perawat CMHN yang

dilakukan dua minggu sekali.

2. Tujuan

Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mendorong keluarga yang

mempunyai gangguan jiwa untuk menghadiri penyuluhan kesehatan jiwa.

3. Pelaksanaan kegiatan

a. Persiapan

1) Kader mengidentifikasi keluarga yang mempunyai gangguan jiwa yang akan

mengikuti penyuluhan

2) Kader menyampaikan/mengundang keluarga yang menjadi sasaran

penyuluhan1 minggu sebelum kegiatan penyuluhan

3) Kader satu hari sebelumnya mengingatkan keluarga yang menjadi sasaran

penyuluhan untuk hadir

4) Kader mengingatkan keluarga untuk hadir 1 jam sebelum penyuluhan

5) Kader mempersiapkan daftar hadir peserta penyuluhan,

6) Kader mempersiapkan tempat penyuluhan,

b. Pelaksanaan

1. Mengingatkan keluarga untuk mengikuti penyuluhan

2. Mengumpulkan peserta penyuluhan

3. Mendampingi perawat CMHN yang memberikan penyuluhan

4. Memotivasi peserta untuk aktif mengikuti penyuluhan dan mengajukan

pertanyaan

c. Pelaporan

Membuat laporan kegiatan penyuluhan serta kehadiran peserta (lihat buku

pegangan kader : penyuluhan kesehatan jiwa)

2.12 Penggerakan Kelompok Pasien Gangguan Jiwa Untuk Terapi Aktifitas Kelompok

(Tak) Dan Rehabilitasi

1. Pengertian

Penggerakkan kelompok pasien gangguan jiwa adalah kegiatan memobilisasi pasien

untuk mengikuti kegiatan TAK dan Rehabilitasi oleh perawat CMHN yang dilakukan dua

minggu sekali.

2. Tujuan

Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mendorong pasien gangguan jiwa

untuk mengikuti TAK dan Rehabilitasi.

3. Pelaksanaan kegiatan

a. Persiapan

1) Kader bersama perawat CMHN mengidentifikasi pasien gangguan yang akan

mengikuti TAK dan rehabilitasi

2) Kader bersama perawat CMHN menyampaikan rencana TAK dan Rehabilitasi

3) Kader bersama keluarga memfasilitasi kebutuhan (alat dan bahan) rehabilitasi

4) Kader mengundang pasien dan keluarga yang akan mengikuti TAK untuk hadir

5) Kader mengundang pasien yang akan mengikuti TAK untuk hadir

6) Kader mengingatkan pasien dan keluarga untuk hadir pada kegiatanTAK dan

rehabilitasi yang akan dilaksanakan

7) Kader mempersiapkan daftar hadir peserta kegiatan (TAK dan rehabilitasi)

8) Kader mempersiapkan tempat pelaksanaan kegiatan TAK dan rehabilitasi

b. Pelaksanaan

1) Mengumpulkan peserta TAK dan rehabilitasi

2) Mendampingi perawat CMHN yang melakukan kegiatan (TAK dan rehabilitasi)

3) Kader memotivasi peserta untuk aktif mengikuti kegiatan (TAK dan rehabilitasi)

c. Pelaporan

Membuat laporan kegiatan TAK dan rehabilitasi serta kehadiran peserta (lihat buku

pegangan kader :TAK dan Rehabilitasi)

(Keliat dkk, 2011)

2.13 Kunjungan Rumah

1. Pengertian

Kunjungan rumah adalah kunjungan kader kesehatan jiwa ke keluarga yang anggota

keluarganya mengalami gangguan jiwa dan telah dirawat oleh perawat CMHN dan

telah mandiri. Kunjungan dilakukan 2 minggu sekali. Saat melakukan kunjungan

rumah, kader melakukan penilaian terhadap kemampuan pasien gangguan jiwa dan

keluarga dalam perawatan pasien (lihat buku panduan supervisi kader).

2. Tujuan

Melalui kunjungan rumah diperoleh informasi terkini tentang kemampuan pasien

mengatasi masalahnya dan keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien dirumah

3. Sasaran

Sasaran kunjungan rumah kader adalah pasien dan keluarga yang mempunyai

masalah harga diri rendah, menyendiri, mendengar suara-suara (halusinasi),

mengamuk dan kurang merawat diri (lihat buku panduan supervisi kader), yang telah

mandiri.

4. Pelaksanaan kegiatan

a. Persiapan

Persiapan yang harus dilakukan adalah :

1) Menyiapkan buku supervisi kader

2) Mempelajari isi buku

3) Melakukan perjanjian/kontrak dengan keluarga

b. Pelaksanaan

1) Memberikan salam terapeutik

2) Melakukan perjanjian/kontrak

3) Mengobservasi perilaku pasien dan melakukan wawancara dengan pasien dan

keluarga tentang kemampuan pasien

4) Menyampaikan pujian terhadap kemampuan pasien dan keluarga,

5) Membuat perjanjian untuk kunjungan pada minggu berikutnya dengan tujuan

tertentu

c. Pelaporan

Tuliskan hasil observasi bp/ibu pada buku pegangan kader sesuai dengan kasus

pasiennya (lihat buku pegangan kader : supervisi kader)

2.14 Rujukan Kasus

1. Pengertian

Rujukan adalah mengirimkan pasien kepada perawat CMHN yang bertanggungjawab.

Rujukan dilakukan jika saat supervisi/kunjungan rumah/deteksi keluarga kader

menemukan :

Pasien mengalami kemunduran perilaku; berdasarkan penilaian terhadap perilaku

pasien saat kunjungan rumah (lihat buku pegangan kader : supervisi pasien)

Pasien baru yang ditemukan

2. Tujuan

Melalui rujukan, pasien gangguan jiwa mendapatkan perawatan yang lebih baik lagi

3. Pelaksanaan kegiatan

a. Persiapan

1) Kader menyiapkan laporan kunjungan rumah/supervisi yang menunjukkan

kemunduran perilaku pasien atau adanya masalah kesehatan baru

2) Kader mengisi format rujukan kasus

b. Pelaksanaan

1) Kader menyampaikan laporan hasil kunjungan rumah pada perawat CMHN

2) Kader memberikan surat rujukan pada perawat CMHN

c. Pelaporan

Tuliskan hasil observasi bp/ibu pada buku pegangan kader sesuai dengan kasus

pasiennya (lihat buku pegangan kader : supervisi kader)

2.15 Pendokumentasian

Pengertian

Pendokumentasian adalah menuliskan seluruh tindakan yang dilakukan kader (deteksi,

penggerakkan, kunjungan rumah dan rujukan kasus) dengan menggunakan panduan

pelaporan yang tersedia (buku pegangan kader kesehatan jiwa).

Tujuan

Melalui pendokumentasian yang dilakukan kader, diharapkan perkembangan kondisi

kesehatan pasien dan keluarga serta seluruh kegiatan yang telah dilakukan di desa

siaga sehat jiwa tercatat dengan baik

Bentuk dokumentasi

Bentuk dokumentasi laporan kader adalah :

Buku pegangan kader : deteksi keluarga

Buku pegangan kader : penyuluhan kesehatan jiwa

Buku pegangan kader : supervisi pasien gangguan jiwa

Surat rujukan (Keliat dkk, 2011)

Posyandu Pondkesdessds

Poli Jiwa

Perawat CMHN

BAB 3

KERANGKA KEGIATAN

Adanya potensi terjadinya bencana alam, kehilangan pekerjaan, anggota keluarga, musibah lainnya di masyarakat

Koping individu tidak efektif

Kurangnya dukungan social terhadap kondisi kejiwaan

Warga yang mengalami gangguan jiwa

Warga yang mempunyai resiko psikososial

PUSKESMAS

KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATANMelalui Puskesmas KECAMATAN SEHAT 2015

DESA SIAGA SEHAT JIWA

2013

DINKES PROVINSI

DINKES KABUPATEN

LSM MASYARAKAT PERANGKAT DESA

PEMBENTUKAN KADER SEHAT JIWA

Pelatihan Kompetensi Kader

Sehat Jiwa (Deteksi Dini, TAK, Pendkes,

Rujukan, Dokumentasi

1. Terbentuknya kader sehat jiwa per posyandu yang memiliki skill terlatih di bidang kesehatan jiwa :

2. Setiap dusun memiliki kader kesehatan jiwa dengan rasio 1 kader terhadap 15-20 keluarga yang ada disekitar tempat tinggalnya

3. Seluruh keluarga di Desa Siaga Sehat Jiwa memiliki kader kesehatan jiwa

Buku pegangan kader : deteksi keluarga

Buku pegangan kader : penyuluhan kesehatan jiwa

Buku pegangan kader : supervisi pasien gangguan jiwa

Surat rujukan

Kegiatan Kader Kesehatan Jiwa

ALUR PEMERIKSAAN PASIEN DI POLI JIWA

Kader Siaga Sehat Jiwa

Deteksi Dini Keluarga Sehat Jiwa

ALUR PEMERIKSAAN PASIEN DI POLI JIWA

Pencatatan

Data Pasien Keluarga Sehat,

Resiko, dan pasien gangguan

Pelaporan

Penyampaian data

pasien gangguan dan

resiko ke perawat

CMHN di ponkesdes

Perawat CMHN

memfasilitasi

untuk pemeriksaan

lebih lanjut ke poli

jiwa puskesmas

PEMERIKSAAN

DI POLI JIWA

PUSKESMAS

Pendaftaran Loket

1. Anamnesa dan

pemeriksaan mental

health oleh tenaga medis

(dokter & perawat CMHN

2. Konseling Kesehatan Jiwa

dan kondisi kesehatan

jiwa pasien

Pasien Resiko

Pasien Gangguan

Rawat Jalan Poli Jiwa

Perawat CMHN puskesmas merujuk ke RSJ di kabupaten/provinsi terkait

Rencana Rujukan ke RSJ di kabupaten/provinsi terkait

Inform consent keluarga & pasien

Kontrol ke poli jiwa

setuju menolak

Memenuhi kelengkapan dokumentasi rekam medis dan asuhan keperawatan jiwa pasien

RSJ

Pasien Pulang

Monitoring dan evaluasi perkembangan kondisi kesehatan jiwa pasien

Kontrol ke poli jiwa

BAB 4

RENCANA KEGIATAN

A. Rancangan Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa

a. Tujuan

Setelah mengikuti pelatihan, kader kesehatan jiwa dapat :

a. Melaksanakan program desa siaga sehat jiwa

b. Melakukan deteksi keluarga sehat, keluarga berisiko masalah psikososial dan

kelompok keluarga dengan gangguan jiwa di masyarakat

c. Menggerakkan individu, keluarga dan kelompok sehat jiwa untuk mengikuti

pendidikan kesehatan jiwa

d. Menggerakkan keluarga dan kelompok yang mempunyai risiko masalah psikososial

untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa

e. Menggerakkan keluarga dan kelompok yang mempunyai gangguan jiwa untuk

mengikuti pendidikan kesehatan jiwa

f. Melakukan kunjungan rumah pada pasien yang telah mandiri

g. Melakukan rujukan kasus masalah psikososial atau gangguan jiwa pada perawat

CMHN atau ke Puskesmas

h. Membuat dokumentasi kegiatan kader kesehatan jiwa

b. Strategi Pelaksanaan

Pelaksanaan berlangsung selama 5 minggu (4 Februari-9 Maret 2013) dengan jadwal

sebagai berikut :

Hari KegiatanPembicara/

Petugas

Minggu 1 Kunjungan ke 5 Kepala Desa:

1. Perkenalan tim dengan perangkat desa dan

tokoh masyarakat

2. Penjelasan maksud dan tujuan kegiatan

3. Pendataan data Demografi

4. Pembagian desa kelolaan

- Perangkat Desa

- Preseptor akademik

- Presepti

Desa

Validasi data pasien gangguan jiwa dan resiko di

3 desa (Srigonco, Sumberbening, Wonorejo)

secara door to door

Presepti

Puskesmas

Mendeteksi pasien yang datang ke Puskesmas

dengan gangguan psikososial dan gangguan

jiwa

Presepti

Kegiatan pelatihan deteksi dini keluarga - Perangkat Desa

sehat jiwa di dua desa yang akan dibuka

(desa Bantur dan Bandungrejo)

Susunan acara :

1. Pembukaan

2. Mengidentifikasi tokoh masyarakat yang akan

dilatih sebagai kader kesehatan jiwa dengan

menggunakan kuisioner

3. Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa dengan

materi:

a. Konsep Desa Siaga Sehat Jiwa

b. Deteksi keluarga sehat, keluarga beresiko

masalah psikososial, dan kelompok

keluarga dengan gangguan jiwa di

masyarakat

c. Mekanisme rujukan kasus masalah

psikososial atau gangguan jiwa yang ada di

masyarakat

d. Cara menggerakkan pasien untuk TAK dan

rehabilitasi

e. Cara melakukan kunjungan rumah pasien

mandiri

f. Cara pendokumentasian kegiatan kader

kesehatan jiwa

- Tokoh Masyarakat

- Preseptor akademik

- Presepti

- kader posyandu

- bidan desa dan

perawat desa

Minggu 2 Desa

Follow up dan melanjutkan kegiatan yang

sudah dilakukan kelompok sebelumnya di 3

desa (Srigonco, Sumberbening, Wonorejo)

dengan masuk ke acara masyarakat (tahlilan,

posyandu, sekolah) untuk memberikan

pendidikan kesehatan

Presepti

Tokoh Masyarakat

Preseptor klinik

Desa

Validasi data pasien gangguan jiwa dan resiko di

3 desa (Srigonco, Sumberbening, Wonorejo)

secara door to door

Presepti

Puskesmas

Mendeteksi pasien yang datang ke Puskesmas

dengan gangguan psikososial dan gangguan

jiwa

- Presepti

(Desa)

1. Deteksi keluarga dengan metode door to door

2. Perencanaan Strategi Asuhan Keperawatan

3. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa

Komunitas

- Presepti

(Desa)

Mengambil data deteksi dini keluarga sehat

jiwa yang sudah disebar di kader per

posyandu di kedua dusun (desa Bantur dan

Bandungrejo)

Mengolah data deteksi dini keluarga sehat

jiwa yang sudah diisi kader per posyandu

- Presepti

Minggu 3 Desa

Follow up dan melanjutkan kegiatan yang

sudah dilakukan kelompok sebelumnya di 3

desa (Srigonco, Sumberbening, Wonorejo)

dengan masuk ke acara masyarakat (tahlilan,

posyandu, sekolah) untuk memberikan

pendidikan kesehatan dan TAK

- Presepti

Desa

Validasi data pasien gangguan jiwa dan resiko di

3 desa (Srigonco, Sumberbening, Wonorejo)

secara door to door

- Presepti

Puskesmas

Mendeteksi pasien yang datang ke Puskesmas

dengan gangguan psikososial dan gangguan

jiwa

- Presepti

(Desa)

1. Deteksi keluarga dengan metode door to door

2. Perencanaan Strategi Asuhan Keperawatan

3. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa

Komunitas

- Prsepti

(Desa)

Mengambil data deteksi dini keluarga sehat

jiwa yang sudah disebar di kader per

posyandu di kedua dusun (desa Bantur dan

Bandungrejo)

Mengolah data deteksi dini keluarga sehat

jiwa yang sudah diisi kader per posyandu

- Presepti

(Desa dan Puskesmas)

Supervisi dari pihak kampus terkait program

komunitas jiwa serta asuhan keperawatan jiwa

pasien kelolaan

Presepti

Preseptor akademik

Preseptor klinik

Minggu 4 Puskesmas

Mendeteksi pasien yang datang ke Puskesmas

dengan gangguan psikososial dan gangguan

jiwa

- Presepti

(Desa)

Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa

Komunitas

- Presepti

Follow up dan melanjutkan kegiatan yang sudah

dilakukan kelompok sebelumnya di 3 desa

(Srigonco, Sumberbening, Wonorejo) dengan

masuk ke acara masyarakat (tahlilan, posyandu,

sekolah) untuk memberikan pendidikan

kesehatan dan TAK

Presepti

Melakukan intervensi komunitas jiwa di dua

desa (Bantur dan Bandungrejo) dengan masuk

ke acara rutin masyarakat (tahlilan, posyandu,

sekolah) berupa pemberian pendidikan

kesehatan maupun TAK

Presepti

Presentasi Laporan Kegiatan CMHN di tingkat

Kecamatan Bantur

Launching Poli jiwa dari pihak Puskesmas

kepada pihak Kecamatan dan Kelurahan

Aparat Desa

Aparat Kecamatan

Pihak puskesmas

Perwakilan Kader

Kesehatan Jiwa

masing masing

desa

Preseptor

akademik

Preseptor klinik

Presepti

Minggu 5 Puskesmas

Mendeteksi pasien yang datang ke Puskesmas

dengan gangguan psikososial dan gangguan

jiwa

- Presepti

(Desa)

Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa

Komunitas

- Presepti

Follow up dan melanjutkan kegiatan yang sudah Presepti

dilakukan kelompok sebelumnya di 3 desa

(Srigonco, Sumberbening, Wonorejo) dengan

masuk ke acara masyarakat (tahlilan, posyandu,

sekolah) untuk memberikan pendidikan

kesehatan dan TAK

Melakukan intervensi komunitas jiwa di dua

desa (Bantur dan Bandungrejo) dengan masuk

ke acara rutin masyarakat (tahlilan, posyandu,

sekolah) berupa pemberian pendidikan

kesehatan maupun TAK

Presepti

Presentasi laporan akhir kegiatan kelompok

Komunitas Jiwa ke pihak puskesmas

- Presepti

Preseptor akademik

Preseptor klinik

Pihak puskesmas

penutupan

c. Materi pelatihan

Secara garis besar materi yang akan disampaikan adalah sebagai berikut :

a. Konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas

b. Konsep desa siaga sehat jiwa

c. Deteksi masalah – masalah psikososial dan gangguan jiwa

d. Kunjungan rumah untuk pasien mandiri

e. Pendokumentasian/pelaporan

(Rincian materi ada pada buku pegangan kader : materi pelatihan)

d. Metode pelatihan

Beberapa metode yang dapat saudara gunakan saat melakukanpelatihan kader; sesuai

dengan tujuan adalah sebagai berikut :

h. Ceramah interaktif

Penyampaian materi diberikan secara lisan/verbal oleh pelatih. Metode ini efektif jika

menggunakan alat bantu yang tepat seperti transparansi, slide, video. Ceramah

interaktif dilakukan untuk memotivasi peserta pelatihan terlibat aktif mengikuti materi

yang disampaikan dengan cara menyampaikan pendapatnya. Awal ceramah adalah

pembukaan 10 – 15 menit kemudian penyampaian informasi yang diikuti dengan

diskusi dan tanya jawab.

i. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok dilakukan bila materi yang dipelajari perlu dibahas lebih mendalam

atau dipraktekkan. Dalam diskusi kelompok perlu dipilih ketua dan sekretaris

kelompok yang akan memimpin diskusi. Hasil diskusi dicatat dan disampaikan pada

seluruh anggota agar terjadi kesepahaman atau kesamaan persepsi antar anggota

kelompok.

j. Demonstrasi atau simulasi

Demonstrasi dilakukan jika materi yang dibahas memerlukan aktivitas motorik atau

penampilan sikap yang sesuai sehingga perlu diperagakan untuk memperoleh

gambaran materi yang utuh. Lakukan demonstrasi tahap demi tahap agar mudah

diingat dan di pahami oleh peserta. Setelah diperagakan peserta melakukan

simulasi. Selama atau setelah demonstrasi peserta dapat mengajukan pertanyaan

untuk hal-hal yang belum dimengerti dan pelatih mengamati atau memperbaiki

kemampuan peserta.

k. Bermain peran

Bermain peran adalah melakukan simulasi dengan berakting secara spontan.

Peserta diberi tugas untuk memperagakanperilaku tertentu secara total. Misalnya

seorang peserta berperan sebagai pasien/keluarga dan peserta lainnya berperan

sebagai kader keswa yang memberi penyuluhan.

l. Studi kasus

Metode ini digunakan dalam kelompok kecil dan mempergunakan kasus nyata

maupun fiktif yang berfokus pada isyu, problem, tujuan atau topik yang spesifik.

Peserta mempelajari dan memberikan tanggapan terhadap kasus secara tertulis

atau lisan. Metode ini dapat digabungkan dengan bermain peran bila pelatih

menginginkan hasil yang lebih efektif.

m. Praktek dan supervisi

Metode praktek dilakukan bila peserta harus melakukan serangkaian aktivitas

tertentu di situasinyata untuk mencapai kemampuan yang ditetapkan. Melalui

praktek di tatanan nyata diharapkan peserta akan lebih mudah mengingat dan

mempunyai pengalaman tersendiri dalam melakukan aktivitasnya. Hasil belajar yang

optimal dicapai bila saat praktek dilakukan supervisi yang berfungsi untuk

memperbaiki kinerja dan memotivasi peserta untuk lebih giat melakukan tindakan.

e. Evaluasi

a. Fokus : Gabungan kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif

b. Metode : Pre dan post tes (soal tertulis)

Penampilan kinerja (performance)

c. Waktu : Selama dan setelah selesai pelatihan

BAB 5

HASIL KEGIATAN

HASIL PENDATAAN KESEHATAN JIWA DESA SRIGONCO, SUMBERBENING, DAN

WONOREJO PERIODE JUNI – DESEMBER 2012

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Bantur pada tahun 2012 tercatat 32.469 jiwa.

Jumlah penduduk tahun 2012 tersebar di desa-desa sebagai berikut :

N

O

DESA DUSUN R

T

JUMLAH PENDUDUK

1. Bantur 5 73 11.917

2. Wonorejo 1 11 1.408

3. Srigonco 3 39 4.352

4. Sumberbening 3 25 5.538

5. Bandungrejo 3 54 9.254

1. DESA SRIGONCO

0-1,5

1,5-3

3-6 6-12 12-18

18-35

35-60

>600

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

Klasifikasi SehatKlasifikasi ResikoKlasifikasi Gangguan Jiwa

2. DESA SUMBERBENING

DESA SUMBERBENING BERDASAR KLASIFIKASI SEHAT, RESIKO DAN

GANGGUAN.

4863

369 11 2 5 2

SehatResiko/Psikososial/Penyakit kronisGangguan JiwaGangguan Jiwa RMGangguan Jiwa RPK

RM

N=5223

KLASIFIKASI SEHAT JIWA DESA SUMBER BENING

2

RPK

HALUSINASI

ISOS

3. DESA WONOREJO

1287

18 4

Wonorejo Berdasarkan Klasifikasi

SehatRisiko / PsikososialGangguan Jiwa

HASIL PENDATAAN KESEHATAN JIWA DESA BANDUNGREJO DAN BANTUR PERIODE

FEBRUARI – MARET 2013

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Bantur pada tahun 2012 tercatat 32.469 jiwa.

Jumlah penduduk tahun 2012 tersebar di desa-desa sebagai berikut :

N

O

DESA DUSUN R

T

JUMLAH PENDUDUK

1. Bantur 5 73 11.917

2. Wonorejo 1 11 1.408

3. Srigonco 3 39 4.352

4. Sumberbening 3 25 5.538

5. Bandungrejo 3 54 9.254