seger waras

30
seger waras Vrydag 12 April 2013 tumbang anak usia sekolah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usia sekolah pada anak disebut juga priode intelektual, karena merupakan tahap pertama anak menggunakan sebagian waktunya untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya. Anak usia ini sedang belajar di sekolah dasar (SD) dan mendapat pelajaran tentang Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Perhatian anak sedang ditujukan kepada dunia pengetahuan tentang dunia dan alam sekelilingnya serta senang sekali membaca tentang cerita petualangan yang menambah pengalamannya. Pada usia ini terjadi perubahan-perubahan dari usia sebelumnya diantaranya ialah : Minat, Kesempurnaan, Bermain, Permasalahan, Moral, Hubungan Keluarga, Salah Didikan. Bermain merupakan hal yang amat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui bermain, anak akan belajar tentang dunia sekitarnya dan belajar berkomunikasi dengan obyek, waktu, lingkungan yang berhubungan dengan orang lain. Juga dengan bermain anak akan belajar menghadapi berbagai macam stres. Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak, meskipun hal tersebut tidak

Upload: arwan-aja-dech

Post on 29-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hal ini adalah salah satu yang paling gaya

TRANSCRIPT

Page 1: Seger Waras

seger waras

Vrydag 12 April 2013

tumbang anak usia sekolah

 BAB I

PENDAHULUAN

A.        LATAR BELAKANG

Usia sekolah pada anak disebut juga priode intelektual, karena merupakan tahap

pertama anak menggunakan sebagian waktunya untuk mengembangkan kemampuan

intelektualnya. Anak usia ini sedang belajar di sekolah dasar (SD) dan mendapat pelajaran

tentang Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Perhatian anak sedang

ditujukan kepada dunia pengetahuan tentang dunia dan alam sekelilingnya serta senang sekali

membaca tentang cerita petualangan yang menambah pengalamannya. Pada usia ini terjadi

perubahan-perubahan dari usia sebelumnya diantaranya ialah : Minat, Kesempurnaan,

Bermain, Permasalahan, Moral, Hubungan Keluarga, Salah Didikan.

Bermain merupakan hal yang amat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Melalui bermain, anak akan belajar tentang dunia sekitarnya dan belajar berkomunikasi

dengan obyek, waktu, lingkungan yang berhubungan dengan orang lain. Juga dengan bermain

anak akan belajar menghadapi berbagai macam stres.

Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak, meskipun

hal tersebut tidak menghasilkan komoditas tertentu misalnya keuntungan financial ( uang ).

Anak bebas mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira, atau perasaan lainnya, sehingga

dengan memberikan kebebasan bermain orang tua mengetahui suasana hati anak.

Anak dengan usia sekolah mempunyai pola pikir yang lebih berkembang dibanding usia

sebelumnya, cara mereka memilih permainan pun berbeda. Untuk itulah kami akan membahas

apa sebernarya bermain yang mendidik itu dan bagaimana bentuk permainan yang mendidik

untuk anak usia sekolah.

B.         RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana konsep bermain dalam pengaruhnya dalam tumbuh kembang anak?

2.      Apa yang dimaksud dengan Alat Permaianan Edukatif?

3.      Bagaimana penggunaan Alat Permainan Edukatif  pada anak usia sekolah?

Page 2: Seger Waras

C.        TUJUAN

Tujuan Umum : Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Tujuan Khusus : 

1.      Mengetahui konsep bermain.

2.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Alat Permainan Edukatif.

3.      Mengetahui bagaimana APE pada anak usia sekolah.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.    KONSEP BERMAIN

1.      Pengertian Bermain

Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan konflik yang

ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami

konflik.

Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling

penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam

kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak

perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat

koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan

kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga

terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).

Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan

bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak akan

berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dgn ling, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan

mengenal waktu, jarak, serta suara .(Wong, 2009).

Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya

yang tidak disadarinya.

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesaui dgn keinginanya sendiri dan

memperoleh kesenangan.

Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting

dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif menurunkan stres pada

anak dan penting untuk mensejahterakan mental dan emosional anak (Champbel & Glaser,

1995 dikutip oleh Supartini, 2004). Bermain dapat dijadikan sebagai suatu terapi karena

berfokus pada kebutuhan anak untuk mengekspresikan diri mereka melalui penggunaan

Page 3: Seger Waras

mainan dalam aktivitas bermain dan dapat juga digunakan untuk membantu anak mengerti

tentang penyakitnya.

Pengertian lain mengenai bermain disampaikan oleh Foster dan Pearden yang

didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang anak secara sungguh-

sungguh sesuai dengan keinginannya sendiri / tanpa paksaan dari orang tua maupaun

lingkungan dimana dimaksudkan semata hanya untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan.

Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa bermain adalah kegiatan  yang

tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari.  Sam,ma halnya dengan bekerja pada

orang dewasa yang dapat digunakan untuk menurunkan stress, media yang dapat digunakan

sebagai belajar kkomunikasi dengan lingkungan, dan menyesuaikan diri dengan

lingkungannya, belajar mengenal sekitar kehidupannya, dan penting untuk menningkatkan

kesejahteraan mental dan social anak.

2.      Teori – teori Bermain

Bermain merupakan sebuah kesatuan yang komplek yang merupakan aktifitas spontan,

unik, tidak direncanakan, dan aktif baik kemampuan motorik maupun kognitif. Ada enam

macam teori bermain yaitu :

a.       Teori Rekreasi.

Teori ini dikemukakan oleh Schaller pada tahun 1841 dan Lazarus pada tahun 1884 yang

menyebutkan bahwa “Permainan adalah suatu kesibukan untuk menenangkan pikiran dan atau

untuk beristirahat”. Misalnya pada orang sibuk bekerja maka ia perlu bermain untuk

mengembalikan energinya yang hilang dan kesegaran badannya

b.      Teori Kelebihan tenaga / Teori Pelepasan

Teori ini dikemukakan oleh Herbert Spencer dari Inggris tahun 1968, bahwa “ Kegiatan

bermain pada anak karena ada kelebihan tenaga”.Dengan adanya tenaga yang berlebihan pada

diri anak dapat dilepaskan melalui kegiatan bermain sehingga dalam diri anak tetap terjaga.

c.       Teori Atavistis

Seorang psikolog dari Amerika yang bernama Stanley Hall pada tahun 1970 menyebutkan

bahwa “Di dalam permainan akan timbul bentuk-bentuk perlaku seperti bentuk kehidupan

yang pernah dialami oleh nenek moyang”.Contohnya bermain kelereng yang telah dilakukan

sejak jaman Yunani kuno, tatap dilakukan sampai sekarang

d.      Teori Biologis

Page 4: Seger Waras

Tokoh teori ini Karl Gross dari Jerman pada tahun 1905 yang kemudian dikembangkan oleh

Dr. Maria Montessori pada tahun1907 dari Italia, teori ini mengatakan bahwa “Permainan

mempunyai tugas-tugas biologis untuk melatih bermacam-macam fungsi jasmani dan rohani.

e.       Teori Psikologi Dalam

Orang yang merupakan tokoh dalam teori ini adalah Sigmund Freud tahun1961 dan Adler

pada tahun1967. Menurut Freud “Permainan merupakan bentuk pemuasan nafsu seksual di

daerah bawah sadar”.

3.      Klasifikasi Bermain

Ada beberapa jenis permainan, baik ditinjau dari isi permainan maupun karakter sosialnya. 

Berikut ini beberapa klasifikasi permainan menurut supartini, 2004.

a        Menurut isinya

1)      Sosial affective play : hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dengan orang

lain (Contoh: ciluk-baa).

2)      Sense of pleasure play : permaianan yang sifatnya memberikan kesenangan pada anak

(Contoh : main air dan pasir).

3)      Skill play : permainan yang sifatnya memberikan keterampilan pada anak (Contoh: naik

sepeda).

4)      Dramatik Role play : anak bermain imajinasi/fantasi (Contoh: dokter dan perawat). Games :

permaianan yg menggunakan alat tertentu yg menggunakan perhitungan / skor (Contoh : ular

tangga).

5)      Un occupied behaviour: anak tidak memainkan alat permainan tertentu, tapi situasi atau objek

yang ada disekelilingnya , yg digunakan sebagai alat permainan(Contoh : jinjit-jinjit,

bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja).

b        Karakter sosial

1)      Onlooker play : anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif

utk ikut berpartisifasi dalam permainan(Contoh : Congklak).

2)      Solitary play : anak tampak berada dalam kelompok  permaianan, tetapi anak bermain sendiri

dengan alat permainan yang dimilikinya.

3)      Parallel play : anak menggunakan alat permaianan yg sama, tetapi antara satu anak dgn anak

lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan lainya, tidak ada

sosialisasi.

Page 5: Seger Waras

4)      Associative play : permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dgn anak lain,

tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin dan tujuan permaianan tidak jelas (EX bermain

boneka,masak-masak).

5)      Cooperative play : aturan permainan dlm klp tampak lebih jelas pada permaiann jenis ini, dan

punya tujuan serta pemimpin (EX : main sepak bola).

4.      Tahap Perkembangan Bermain

a.      Mildred Parten (1932) Dalam Lifespan Development karya Jeffrey Turner dan Donald B.

Helms (1993), Mildred Parten menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi. Ia pun

mengamati ada enam bentuk interaksi antar anak yang terjadi saat mereka bermain. Pada

keenam bentuk kegiatan bermain tersebut terlihat adanya kadar interaksi sosial, mulai dari

kegiatan bermain sendiri sampai bermain bersama. Selengkapnya perkembangan tersebut

yaitu:

1)      Unoccupied play (bermain tidak sibuk)

Pada tahap ini anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, melainkan hanya

mengamati kejadian di sekelilingnya yang menarik perhatian anak. Bila tidak ada hal yang

menarik, anak akan menyibukkan diri dengan melakukan berbagai hal, seperti memainkan

anggota tubuhnya, mengikuti orang lain, berkeliling atau naik turun kursi tanpa tujuan yang

jelas.

2)      Solitary play (bermain sendiri)

Solitary play biasanya tampak pada anak yang berusia amat muda. Anak sibuk bermain

sendiri, dan tampaknya tidak memperhatikan kehadiran anak-anak lain di sekitarnya.

Perilakunya egosentris, dengan ciri-ciri antara lain tidak ada usaha untuk berinteraksi dengan

anak lain. Mencerminkan sikap memusatkan perhatian pada diri sendiri dan kegiatannya

sendiri. Anak lain baru dirasakan kehadirannya manakala misalnya mengambil alat

permainannya.

3)      Onlooker play (penonton/pengamat)

Onlooker play yaitu kegiatan bermain dengan mengamati nak-anak lain yang melakukan

kegiatan bermain, dan tampak adanya minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain

yang diamatinya. Jenis kegiatan bermain ini pada umumnya tampak pada anak usia 2 tahun,

atau dapat juga tampak pada anak yang belum kenal dengan anak lain di suatu lingkungan

baru, sehingga malu atau ragu-ragu untuk bergabung dalam kegiatan bermain yang sedang

dilakukan anak-anak lainnya. Oleh Laura E. Berk (1994) ketiga jenis kegiatan bermain ini

Page 6: Seger Waras

dikategorikan sebagai Nonsocial Play, karena amat minimnya faktor interaksi sosial yang

terjadi.

4)      Parallel play (bermain Parallel)

Permainan model ini dilakukan secara bersama-sama oleh dua atau lebih anak, namun belum

tampak adanya interaksi di antara mereka. Mereka melakukan kegiatan yang sama secara

sendiri-sendiri. Bentuk kegiatan ini akan tampak pada anak-anak yang sedang bermain mobil-

mobilan, membuat bangunan dari alat permainan lego atau balok-balok menurut kreasi

masing-masing. Bentuk lainnya dapat berupa bermain sepeda atau sepatu roda tanpa

berinteraksi.

Mereka melakukan kegiatan paralel; kegiatan yang sama, tapi tidak ada kerja sama di antara

mereka. Hal ini dapat terjadi karena mereka masih amat egosentris dan belum mampu

memahami atau berbagi rasa atau bekerja sama dengan anak lain.

5)      Assosiative play (Permainan bersama)

Permainan ini ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat

permainan, tetapi jika diamati akan tampak bahwa mereka sebenarnya tidak terlibat dalam

kerja sama. Misalnya anak yang sedang menggambar, mereka saling memberi komentar

terhadap gambar masing-masing, berbagi pensil berwarna, ada interaksi di antara mereka,

namun sebenarnya kegiatan menggambar itu mereka lakukan sendiri-sendiri. Kegiatan

bermain ini biasa tampak pada anak usia pra sekolah.

6)      Cooperative Play (permainan bekerja sama )

Permainan ini ditandai dengan adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran

antara anak-anak yang terlibat dalam permainan, untuk mencapai satu tujuan tertentu.

Misalnya bermain dokter-dokteran, bekerja sama membuat karya bangunan dari balok-balok

dan semacamnya. Kegiatan seperti ini biasanya tampak pada anak usia lima tahun, namun

demikian perkembangannya tergantung pada latar belakang orang tua, sejauh mana meraka

memberi kesem patan dan dorongan agar anak mau bergaul dengan sesama temannya.

Kegiatan bermain bersama teman sebenarnya merupakan sarana untuk anak bersosialisasi atau

bergaul atau membaur dengan orang lain.

Bagi Mildred Parten, jenis-jenis kegiatan bermain seperti tersebut di atas, tampil berurutan

dan menunjukkan perkembangan kegiatan bermain pada anak. Sedang menurut penelitian

mutakhir menunjukkan bahwa jenis kegiatan bermain tersbut tidaklah muncul berurutan.

Munculnya jenis kegiatan yang lebih sosial akan menghentikan tampilnya kegiatan yang lebih

nonsosial atau kurang sadar interaksi sosialnya (Mayke, 2008).

Page 7: Seger Waras

b.      Jean Piaget (1962)

Sejalan dengan perkembangan kognisi atau daya pikir anak, Jean Piaget mengemukakan

tahapan bermain sebagai berikut:

1)      Sensory Motor Play (Bermain yang mengandalkan indera dan gerakan-gerakan tubuh). (3

atau 4 bulan – setengah tahun).

Bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum usia 3-4

bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan bermain, kegiatan anak semata-

mata merupakan kelanjutan dari kenikmatan yang diperolehnya. Kegiatan bayi henya

merupakan pengulangan dari hal-hal yang dilakukan sebelumnya. Jean Piaget menamakannya

dengan reproductive assimilation. Meskipun demikian kegiatan tersebut merupakan cikal-

bakal dan kegiatan bermain di tahap perkembangan selanjutnya.

Sejak usia 3-4 bulan, kegiatan anak lebih terkoordinasi dan dari pengalamannya anak

belajar bahwa dengan menarik mainan yang tergantung di atas tempat tidurnya, maka mainan

tersebut akan bergerak dan berbunyi. Kegiatan seperti ini diulang berkali-kali dan

menimbulkan rasa senang, senang yang sifatnya fungsional dan senang karena dapat

menyebabkan sesuatu terjadi. Pada usia 7—11 bulan kegiatan yang dilakukan anak bukan

semata-mata berupa pengulangan, namun sudah disertai variasi.Pada usia 18 bulan baru

tampak adanya percobaan-percobaan aktif pada kegiatan bermain anak. Anak sudah semakin

mampu memvariasikan tindakannya terhadap berbagai alat permainan. Hal ini merupakan

awal dari penjelajahan sistematik terhadap lingkungannya.

2)      Symbolic atau Make Believe Play (2-7 tahun)

Periode pra operasional yang terjadi antara 2-7 tahun dapat dikategorikan Symbolic atau

Make Believe Play, tandanya ialah anak dapat bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada

masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai berbagai

kegiatan yang berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya. Seringkali

anak menanyakan sesuatu hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang

diperolehnya. Walau sudah dijawab anak akan terus bertanya lagi. Anak sudah mulai dapat

menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya

menggunakan sapu sebagai kuda-kudaan, menganggap sobekan kertas sebagai uang dan lain-

lain.

Page 8: Seger Waras

Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan

(menggabungkan) pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak, akan

dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan

bermain simbolik ini akan akan semakin bersifat konstruktif dalam arti lebih mendekati

kenyataan, merukapakan latihan berpikir serta mengarahkan anak untuk dapat menyesuaikan

diri dengan lingkungan nya.

3)      Social Play Games with rules (+8—11 tahun)

Dalam bermain pada tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak diwarnai oleh

nalar dan logika yang bersifat objektif. Sejak usia 8—11 tahun anak lebih banyak terlibat

dalam kegiatan games with rules, di mana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh

aturan permainan.

4)      Games with Rules and Sports (11 tahun ke atas)

Contoh lain dari kegiatan bermain yang memiliki aturan adalah olah raga. Kegiatan  bermain

ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak, meskipun aturannya jauh lebih ketat dan

diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan jenis permainan yang tergolong games seperti

kartu atau kasti. Anak senang melakukannya berulang-ulang dan terpacu untuk mencapai

prestasi sebaik-baiknya (Piaget, 1951; dalam Mayke, 2008).

Dengan demikian bagi Jean Piaget, bermain pada awalnya dilakukan hanya sekedar demi

kesenangan, lambat laun mengalami pergeseran. Bukan hanya rasa senang yang menjadi

tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir tertentu yang ingin dicapai, seperti ingin menang dan

memperoleh hasil kerja yang baik.

c.       Rubin, Fein dan Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968)

Pendapat Rubin, Fein, Vandenberg dan Smilansky dalam bukunya Laura E. Berk (1994),

Child Development, dikemukakan bahwa tahapan perkembangan bermain kognitif anak

adalah sebagai berikut:

1)      Bermain Fungsional (Functional Play)

Bermain seperti ini biasanya tampak pada anak berusia 1-2 tahunan berupa gerakan yang

bersifat sederhana dan berulang-ulang. Kegiatan bermain ini dapat dilakukan dengan atau

tanpa alat permainan. Misalnya: berlari-lari sekeliling ruang tamu, mendorong dan menarik

mobil-mobilan, mengolah lilin atau tanah liat tanpa maksud untuk membuat bentuk tertentu

dan yang semacamnya.

2)      Bermain Bangun Membangun (Constructive Play)

Page 9: Seger Waras

Bermain membangun sudah dapat terlihat pada anak berusia 3-6 tahun. Dalam kegiatan

bermain ini anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan

yang tersedia. Misalnya: membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego,

menggambar, menyusun kepingan-kepingan kayu bergambar dan yang semacamnya.

3)      Bermain Pura-pura (Make-believe Play)

Kegiatan bermain pura-pura mulai banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Dalam bermain

pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-

hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif memainkan tokoh yang dikenalnya melalui

film kartun atau dongeng. Misalnya: main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman

atau ksatria baja hitam.

4)      Permainan dengan peraturan (Games with Rules)

Kegiatan jenis ini umumnya sudah dapat dilakukan anak usia 6-11 tahun. Dalam kegiatan

bermain ini, anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Aturan

permainan pada awalhya diikuti anak berdasarkan yang diajarkan orang lain. Lambat laun

anak memahami bahwa aturan itu dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang

terlibat dalam permaina, asalkan tidak terlalu menyimpang jauh dari aturan umumnya.

Misalnya: main kasti, galah asin atau gobak sodor, ular tangga, monopoli, kartu, bermain tali

dan semacamnya.

5.      Tujuan Bermain

Anak bermain pada dasarnya agar memperoleh kesenangan, sehingga ia tidak akan

merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti

halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Bermain adalah unsur yang penting untuk

perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Soetjiningsih, 2005).

Anak dengan bermain dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya, bermain cara

yang baik untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran dan kedukaan. Anak dengan bermain dapat

menyalurkan tenaganya yang berlebihan dan ini adalah kesempatan yang baik untuk bergaul

dengan anak lainnya (Soetjiningsih, 2005).

6.      Fungsi Bermain

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan

merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti

halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang

perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas,

Page 10: Seger Waras

perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi

(Soetjiningsih, 2005).

a.       Perkembangan Sensoris-motorik

Pada saat melakukan permainan aktivitas sensoris-motoris merupakan komponen

terbesar yang digunakan anak sehingga kemampuan penginderaan anak dimulai meningkat

dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulasi visual, stimulasi

pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik.

b.      Perkembangan Intelektual (Kognitif)

Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan memanipulasi segala sesuatu yang

ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan

membedakan objek. Dalam bermain anak dapat memecahkan masalah. Sehingga smakin anak

banyak bermain dengan eksplorasi maka semakin terlatih pula kemampuan intelektualnya.

c.       Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya.

Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang

lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan

masalah dari hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut.

d.      Perkembangan Kreativitas

Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke

dalam bentuk objek atau kegiatan yang dilakukannya. Sehingga harapannya melalui kegiatan

bermain anak akan belajar mengembangkan kemampuannya dan mencoba merealisasikan ide-

idenya.

e.       Perkembangan Kesadaran diri

Melalui bermain anak akan mengembangkan kemampuannya dan membandingkannya

dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan

mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Pada fase ini peran penting orang

tua dalam menanamkan nilai moral dan etika, terutama kaitannya dengan kemampuan anak

untuk memahami dampak positif dan negative tindakan yang dilakukan oleh anak.

f.       Perkembangan Moral

Page 11: Seger Waras

 Anak mempelajari nilai yang benar dan salah dari lingkungan, terutama dari orang tua

dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akanmendapat kesempatan untuk

menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat

menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.

g.      Bermain sebagai Terapi

Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang

sangat tidak menyenangkan seperti : marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut

merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stresor

yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan

terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya karena dengan melakukan permainan,

anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi).

7.      Faktor yang Mempengaruhi Bermain

a.       Tahap Perkembangan anak

Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan

pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi efektif

untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena

pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan

demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang

tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan danperkembangan anak.

b.      Satus Kesehatan Anak

Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi. Walaupun demikian, bukan

berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama

halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak

sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan

perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai prinsip bermain

pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.

c.       Jenis Kelamin Anak

Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan permainan

anak. Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau

perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau perempuan untuk

mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas, dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi,

ada pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu

anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak

Page 12: Seger Waras

dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan adanya

tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui

media permainan.

d.      Lingkungan yang Mendukung

Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak salah

satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain

tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat

menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan seringkali mainan tradisional yang dibuat

sendiri dari/atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak akan lebih merangsang

anak untuk kreatif. Keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga mempengaruhi

bagaimana anak dididik melalui permainan. Sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih

banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik.

Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukup

ruang gerak untuk bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat, dan bermain dengan

teman sekelompoknya.

e.       Alat dan Jenis Permainan yang Cocok

Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang

sesuai dengan tahapan tumbuh-kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus  dibaca

terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat

permainan tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan

yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan seringkali mainan tradisional

yang dibuat sendiri dari/atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak, akan lebih

merangsang anak untuk kreatif. Alat permainan yang ahrus didorong, ditarik, dan

dimanipulasi, akan mengajarkan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi

alat gerak. Permainan membantu anak untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenal

norma dan aturan serta interaksi sosial dengan orang lain. Orang tua dan anak dapat memilih

mainan bersama-sama, tetapi yang harus diingat bahwa alat permainan harus aman bagi anak.

Oleh karena itu, orang tua harus membantu anak memilihkan manian yang aman.

BAB III

PEMBAHASAN

A.    Alat Permainan Edukatif

Page 13: Seger Waras

1.      Pengertian Alat Permainan Edukatif

Pada tahun 1972 dewan nasional indonesia untuk kesejahteraan sosial memperkenalkan

istilah alat permainan edukatif (APE). APE merupakan perkembangn dari proyek pembuatan

bukuu keluarga dan balita yang dikelola oleh kantor mentri urusan peranan wanita. Karena

keberhasilan proyek tersebut APE digunakan seluruh indonesia melalui program BKKBN dan

ibu-ibu PKK (sudono, 2007).

Alat Permainan Edukatif (APE) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai

sarana atau alat permainan yang mengandung nilai pendidikan dan dapat mengembangkan

seluruh aspek kemampuan anak, baik baik yang berasal dari lingkungan sekitar (alam)

maupun yang sudah dibuat (dibeli).

2.      Macam – macam Permainan Edukatif

Macam-macam permainan Edukatif antara lain :

a         Permainan Aktif

1)      Bermain bebas dan spontan atau eksplorasi

 Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-

aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama

permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan

tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen

atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.

2)      Drama

Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi

dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.

3)      Bermain musik

Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu

dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi,

berdansa, atau memainkan alat musik.

4)      Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu

Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak

daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi

penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan

bersaing.

5)      Permainan olah raga

Page 14: Seger Waras

Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat

membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak

dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan

kemampuannya secara realistik dan sportif.

b        Permainan Pasif

1)      Membaca Membaca merupakan kegiatan yang sehat.

Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan

berkembang kreativitas dan kecerdasannya.

2)      Mendengarkan radio

Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh

positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu

apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-

hal negatif lainnya.

3)      Menonton televisi

Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.

3.      Syarat APE

Anak yang melakukan aktivitas bermain, baik aktif maupun pasif, hendaknya didampingi

orang tua agar anak memperoleh penjelasan mengenai hal-hal yang belum diketahuinya dan

dapat mendekatkan hubungan antara orang tua dengan anak. Agar orang tua dapat

memberikan alat permainan yang edukatif pada anaknya, syarat-syarat berikut ini perlu

diperhatikan :

a         Keamanan

 Alat permainan untuk anak dibawah 2 tahun hendaknya tidak terlalu kecil, catnya tidak

beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak mudah pecah, karena pada usia ini anak

kadang-kadang suka memasukkan benda ke dalam mulut.

b        Ukuran dan berat

Prinsipnya, mainan tidak membahayakan dans esuai dengan usia anak. Apabila mainan terlalu

besar atau berat, anak akan sukar menjangkau atau memindahkannya. Sebaliknya, bila terlau

kecil, mainan akan mudah tertelan.

c         Desain

Page 15: Seger Waras

APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran, susunan, dan warna

serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu, APE hendaknya tidak terlalu rumit untuk

menghindari kebingungan anak.

d        Fungsi yang jelas APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimuli

perkembangan anak.

e         Variasi APE

APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar pasang), namun tidak

terlalu sulit agar anak tidak frustasi, dan tidak terlalu mudah, karena anak akan cepat bosan.

f         Universal

APE sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua budaya dan bangsa. Jadi, dalam

menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang bisa dimengerti oleh semua orang.

g        Tidak mudah rusak, mudah didapat, dan terjangkau oleh masyarakat luas

Karena APE berfungsi sebagai stimulus untuk perkembangan anak, maka setiap lapisan

masyarakat, baik yang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi maupun rendah, hendaknya dapat

menyediakannya. APE bisa didesain sendiri asal memenuhi persyaratan.

4.      Ciri – ciri permainan edukatif

Adapun ciri – ciri permainan edukatif antara lain :

a         Ditujuk untuk anak usia dini

b        Berfungsi untuk mengembangkan aspek – aspek perkembangna anak usia dini

c         Dapat digunakan dengan berbagai cara, bentuk dan untuk bermacam tujuan aspek

pengembangan atau bermanfaat multiguna.

d        Aman atau tidak berbahaya bagi anak

e         Dirancang untuk mendorong aktivitas dan kreativitas

f         Bersifat konstruktif atau ada sesuatu yang dihasilkan

g        Mengandung nilai pendidikan

5.      Fungsi dan Tujuan APE

a         Fungsi APE

Fungsi APE dalam proses belajar anak usia dini adalah sebagai :

1.      Penggugah perhatian, minat dan motivasi anak untuk mengikuti kegiatan belajar.

2.      Sumber pengetahuan, keterampilan baru yang perlu dipelajari anak.

3.      Medium pengembangan nalar dan kreatifitas anak, seperti berpikir, menganalisa,

memecahkan masalah sendiri, serta berbuat secara sistematik dan logika.

b        Tujuan APE

Page 16: Seger Waras

Tujuan APE dalam proses belajar anak usia dini adalah sebagai :

1.      Memperjelas materi yang diberikan pada anak.

2.      Memberikan motivasi dan merangsang anak untuk melakukan eksplorasi dan bereksperimen

dalam peletakan dasar kea rah pertumbuhan dan mengembangkan bahasa, kecerdasan, fisik,

social, emosional anak.

3.      Memberikan kesenangan pada anak dalam bermain (belajar).

6.      Prinsip APE

a         Mengaktifkan alat indra secara kombinasi, sehingga dapat meningklatkan daya serap, daya

ingat anak didik.

b        Mengandung kesesuaian dengan kebutuhan aspeik perkembanmgan, kemampuan, dan usia

anak didik, sehingga tercapai indicator kemampuan yang harus dimiliki anak.

c         Memilki kemudahan dalam penggunannya bagi anak, sehingga lebih mudah terjadi interaksi

dan memperkuat tingkat pemahamannya dan daya ingat anak.

d        Membangkitkan minat, sehingga mendorong anak untuk memainkannya.

e         Memilki nilai guna, sehingga besar manfaatnya bagi anak.

f         Bersifat efisien dan efektif, sehingga mudah dan murah dalam pengadaan dan

penggunaannya.

7.      Jenis dan Bentuk APE

a         Jenis balok bertujuan untuk merangsang kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah,

menggunakan imajinasi, mengembangkan kemampuan logika matematika, intra personal,

interpersonal, linguistic, dengan bentuk seperti balok unit, balok berongga, balok berwarna,

lego, balok susun, balok, menara, balok tiang.

b        Jenis tulisan dengan gambar dengan tujuan untuk merangsang kemampuan linguistic, visual-

spasial, interpersonal, dengan bentuk : poster, buku cerita, buku bergambar, foto.

c         Jenis obyek tiruan untuk mengembangkan semua kemampuan yang dimiliki anak (9

kemampuan/kecerdasan anak) dengan bentuk seperti ; patung, maket, boneka, benda-benda

tiruan.

d        Jenis obyek nyata yaitu bahan-bahan yang ada disekitar anak bertujuan mengembangkan

semua kemampuan yang dimiliki anak dengan bentuk sesuai dengan aslinya seperti : binatang

tumbuhan, bunga, biji-bijian, batu, alat rumah tangga, bumbu dapur dan sebagainya.

e         Jenis puzzle (potongan gambar/benda) yaitu kegiatan menyusun kembali potongan-potongan

gambar bertujaun untuk merangsang dan mengembangkan kemampuan visual spasial, logika

matematika, intra personal, interpersonal, linguistic, dengan bentuk dua dimensi seperti puzzle

Page 17: Seger Waras

binatang, puzzle buah, puzzle geometri, puzzle transportasi, dll. Puzzle tiga dimensi bentuk

potongannya sesuai dengan bentuk aslinya.

f         Jenis Ronce yaitu kegiatan memasukkan benang kedalam lubang pola gambar/benda yang

sudah disediakan, bertujuan untuk memeperkuat koordinasi mata-tangan dan mengembangkan

visual spasial, logika matematika, kinestetika, dengan bentuk kartu jahit, kalung, gelang, tirai

(jendela, penyekat).

8.      Kesalahan – kesalahan di dalam memilih alat permainan

Dalam penggunaan APE, kadang menjadi tidak efektif karena adanya ksalahan dalam

pemilihan alat permainan, kesalahan – kesalahan tersebut antara lain:

a         Orang tua memberikan sekaligus banyak macam alat permainan

b        Banyak orang tua membeli alat permainan yang mereka pikir indah dan menarik : tanpa

berfikir apa yang akan dikerjakan anak dengan alat permainan tersebut

c         Banyak orang tua membayar terlalu mahal untuk alat permainan : Guna barang bekas

d        Alat permainan terlalu lengka            p / sempurna

e         Alat permainan tidak sesuai dengan usia anak

f         Memberikan terlalu banyak alat permainan dengan tipe yang sama

g        Banyak orang tua tidak meneliti keamanan dari alat permainan yang dibelinya.

B.     APE ANAK USIA SEKOLAH (6-12 tahun)

Ditinjau dari kelompok usia, jenis permainan dibagi menjadi permainan untuk bayi,

prasekolah, sekolah dan remaja. Kemampuan sosial anak pada usia sekolah (6 – 12 tahun)

sudah semakin meningkat. Dalam hal ini, sering sekali pergaulan dengan teman menjadi

tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Selain itu, pada tahap usia sekolah, anak juga

bermain dengan dimensi, anak tidak hanya senang dengan permainan fisik tetapi juga

keterampilan intelektual, fantasi serta terlibat dalam kelompok atau tim yang mulai timbul.

Anak belajar sendiri dan perilaku mulai dapat diterima serta anak sudah mulai mampu

menyesuaikan diri. Bermain tim menolong anak untuk belajar tentang persaingan alamiah.

Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya.

Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi

kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi sebagai laki-laki seperti mobil-mobilan. Anak

perempuan lebih tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasi perasaan, pemikiran dan

sikap dalam menjalankan peran sebagai seorang perempuan seperti memasak dan boneka

(Supartini, 2004).

Page 18: Seger Waras

1.    Karakteristik Bermain Anak Usia Sekolah

a         Laki-laki

1)      Suka dengan alat mekanik (bongkar pasang mobil atau sepeda)

2)      Senang dengan olahraga

3)      Suka dengan permainan fisik (misal : lari, sepak bola, lompat tali dan lain-lain)

4)      Berpetualang (mancing dan berburu binatang)

5)      Suka dengan hal berkompetisi

6)      Lebih berani dengan tantangan

b        Perempuan

1)      Suka dengan alat make up (bedak, lipstik, dan lain-lain)

2)      Senang bermain dengan teman perempuan (misal : boneka, masak-masakan, bekel, dakon,

lompat tali, bermain peran orang dewasa/drama )

3)      Lebih suka bermain di dalam rumah

4)      Suka dengan tanaman (bunga)

5)      Peka terhadap pekerjaan rumah (membereskan tempat tidur, menyapu, dan cuci piring)

6)      Cenderung pemarah, mudah tersinggung dan cengeng.

2.      Jenis Permainan Anak Usia Sekolah

a         Usia 6 – 8 tahun

Puzzle , Kartu ,  Menggambar , Buku , Alat untuk mencatat/menulis , Sepeda ,

Perminan tebak-tebakan.

b        Usia 8 – 12 tahun

Buku , Pengumpulan perangko , Mainan kartu , Pekerjaan tangan , permainan fisik , Video

game , Olahraga , Peran aktivitas seksual (memasak dan lainnya)

3.      Sikap Orang Tua atau Pendidik dalam Ativitas Bermain Anak

a         Tidak menggangu anak bila mereka sedang bermain

b        Memberikan kesempatan bermain yang cukup

c         Memberikan ruangan yang cukup untuk bermain

d        Memberikan kesempatan bermain yang kreatif, untuk mencegah anak bermain yang sifatnya

merusak ataupun kriminal.

e         Memberi prmainan yang ideal bagi anak anak adalah permainan yang mudah dibentuk untuk

berbagai tujuan

f         Memberikn jenis permainan sesuai dengan usia anak.

BAB IV

Page 19: Seger Waras

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan konflik

yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya sedang

mengalami konflik . Ada beberapa teori bermain antara lain : Teori Rekreasi, Teori Kelebihan

tenaga / Teori Pelepasan, Teori Atavistis, Teori Biologis,Teori Psikologi Dalam.

Tujuan anak bermain adalah agar memperoleh kesenangan dan dapat mengungkapkan

konflik yang dialaminya. Sedangkan fungsi bermain antara lain : Bermain sebagai Terapi,

Perkembangan Moral, Perkembangan Kesadaran diri, Perkembangan Kreativitas,

Perkembangan Sosial, Perkembangan Intelektual (Kognitif) ,Perkembangan Sensoris-motorik

Alat Permainan Edukatif (APE) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai

sarana atau alat permainan yang mengandung nilai pendidikan dan dapat mengembangkan

seluruh aspek kemampuan anak, baik baik yang berasal dari lingkungan sekitar (alam)

maupun yang sudah dibuat (dibeli). Anak yang melakukan aktivitas bermain, baik aktif

maupun pasif, hendaknya didampingi orang tua agar anak memperoleh penjelasan mengenai

hal-hal yang belum diketahuinya dan dapat mendekatkan hubungan antara orang tua dengan

anak.

Dilihat dalam pengelompokan bedasarkan usia alat permainan di bedakan menjadi

kelompok permainan usia bayi, anak (usia preschool dan usia school), serta remaja. Anak usia

sekolah dengan kisaran usia 6-12 tahun sangat di harapkan memiliki alat permainan edukatif

yang dapat membatu proses perkembangan intelektualnya yang mulai digali.

B.     Saran

Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami konsep bermain

serta Alat permainan edukatif.  Dengan demikian, diharapkan nantinya dapat memilih mainan

yang baik untuk anak, terutama pada anak usia sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Seger Waras

Badru Zaman, dkk. 2007. Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta: Penerbit Universitas

Terbuka. Jeffrey S. Turner, Donald B. Helms. 1993. Lifespan development.uiversity of

michingan.

Soetjiningsih.2005. Tumbuh Kembang Anak.Jakarta:EGC

Sudono, anggani. 2007. Sumber belajar dan alat permainan untuk anak usia dini. PT.

Grasindo : jakarta.

Supartini, yupi. 2004. Buku ajar keperawatan anak. EGC: Jakarta.

Tedjasaputra, mayke S. 2008. bermain,mainan dan permainan. Grasindo. Jakarta.

Wong,D.L. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Diterjemahkan oleh Monica Ester.

Jakarta:EGC