toleransirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49931... · 2020-02-03 · indonesia....
TRANSCRIPT
TOLERANSI pada Masyarakat Akademik(Studi Kasus di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
RAMADHANITA MUSTIKA SARI
TOLERANSI PADA MASYARAKAT
AKADEMIK (STUDI KASUS DI SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA)
TOLERANSI PADA MASYARAKAT
AKADEMIK (STUDI KASUS DI SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA)
Ramadhanita Mustika Sari
Penerbit YPM
2015
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Judul buku
TOLERANSI PADA MASYARAKAT AKADEMIK (STUDI KASUS DI SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA)
Penulis
Ramadhanita Mustika Sari
Editor
Juned
ISBN 978-602-7775-32-9
Xii + 216 hal. ; ukuran buku 23,5 cm x 16 cm
© Hak Cipta Ramadhanita Mustika Sari, 2015 Hak penerbitan dimiliki Young Progressive Muslim. Dilarang mengkopi sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun,termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit. Young Progressive Muslim Jl. Talas II Pondok Cabe Ilir Pamulang Rt.05 Rw.01 Tangerang Selatan 15418
iii
KATA PENGANTAR
Keberagaman pemikiran di satu sisi dapat menjadi sumber
pemersatu, tetapi di sisi lain ia dapat menjadi benih-benih konflik.
Terjadinya ambiguitas pada makna keberagaman pemikiran di
masyarakat, disebabkan perbedaan pemikiran dan perbedaan faham
keagamaan. Konflik juga dapat terjadi dikarenakan belum jelasnya
batasan-batasan dalam kebebasan berpendapat, yang merupakan hasil
dari buah pemikiran seseorang, yang terkadang antara satu orang dan
yang lainnya berbeda.
Asumsi penulis, untuk menyelesaikan konflik yang terjadi,
maka perlu adanya sikap toleransi. Dalam perspektif teologis, toleransi
sering kali dikaitkan dengan masalah iman dan agama. Padahal
toleransi secara bahasa artinya saling menanggung, yang lebih
dimaknai sebagai suatu sikap yang bersifat sosiologis ketimbang
bersifat teologis. Dengan demikian, dalam wacana teologis, toleransi
tidak lain merupakan perwujudan iman yang berlaku dalam setiap
tindakan umat beragama. Perwujudan iman tidak dipandang agama
apa yang dianut oleh seseorang. Setiap umat beragama dituntut untuk
mewujudkan imannya dalam tataran praktis sehari-hari. Perwujudan
iman nyata dalam tindakan baik, rukun, saling mengerti, saling
menerima, mengembangkan hidup. Dan inilah makna praktis dari
toleransi.
Budaya toleransi menjadi hal yang urgen dikaji karena dapat
dijadikan salah satu solusi bagi beragam konflik yang terjadi di
Indonesia. Proses perdamaian di daerah-daerah rawan konflik di
Indonesia perlu segera dicarikan solusi penyelesaiannya, dengan
mengedepankan sikap saling mengerti, saling memahami dan
menerima perbedaan. Hal inilah yang menjadi esensi sebuah toleransi,
akar dari segala dialog, kerja sama, dan pengembangan forum-forum
dialog. Tanpa landasan sikap toleransi antar pemikiran, maka sulit
untuk terjadinya proses dialog dan kerjasama.
Permasalahan yang telah dipaparkan di atas kemudian penulis
fokuskan pada kajian mengenai bagaimana konstruksi realitas
keterbukaan pemikiran membentuk sikap toleran pada masyarakat
akademik di lembaga pendidikan, dengan studi kasus di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
Secara umum dapat diuraikan isi buku yang ada dihadapan
pembaca ini dibagi ke dalam enam bab. BAB I Pendahuluan. BAB II
merupakan landasan teori dalam penelitian ini, yang mengkaji
mengenai perspektif sosiologi pengetahuan terhadap keterbukaan
pemikiran pada masyarakat akademik. Bab ini mengkaji bagaimana
paradigma dari sosiologi pengetahuan dalam mengkaji keterbukaan
pemikiran pada masyarakat akademik. Selanjutnya, dibahas mengenai
implikasi sosiologi pengetahuan terhadap masyarakat akademik di
Perguruan Tinggi Islam. Untuk kemudian dikaji lebih mendalam
mengenai realitas keterbukaan pemikiran. BAB III membahas tentang
adanya dialektika pemikiran pada masyarakat akademik. Bab ini
memfokuskan objek kajian pada masyarakat akademik di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan, BAB IV
mengkaji mengenai penerapan kurikulum di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. BAB V membahas lebih rinci tentang
fenomena terwujudnya sikap toleran pada masyarakat akademik di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. BAB VI
penutup, yang merupakan simpulan dari buku ini.
Selesainya buku ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada
semua pihak yang telah membantu proses penulisan hingga selesainya
buku ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. M.
Bambang Pranowo, MA dan Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si selaku
promotor, melalui bimbingan dan arahannya yang telaten dan teliti,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini, yang selanjutnya
diterbitkan menjadi buku. Penulis juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada penguji ujian promosi doktor yang telah memberikan
saran-saran yang membangun demi penyempurnaan disertasi ini.
Penguji ujian promosi doktor, yakni Prof. Dr. Achmad Fedyani
Saifuddin, MA, SS; Prof. Dr. Ikhsan Tanggok, M.Si; Prof. Dr. Zulkifli,
MA.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof.
Dr. Masykuri Abdillah, MA selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, diucapkan terima kasih juga
kepada Prof. Dr. Suwito, MA dan Dr. Yusuf Rahman, serta dosen-
dosen penguji Work in Progress (WIP) yang telah memberikan ide,
masukan, dan juga saran yang membangun dan sangat berguna bagi
v
penelitian ini. Tak lupa juga, diucakan terima kasih banyak kepada
Iredho Fani Reza, S.Ps.I., MA. atas share ilmunya.
Lebih lanjut penulis persembahkan karya ini kepada ayahanda
Mustopa Usman, dan Ibunda Sofiah Suhaimi, juga yunda Agusliana,
kanda Agustiansyah, yunda Siti Qomariyah, serta Adinda Ari
Kurniawan yang terus mensupport baik materil maupun non materil.
Terima kasih banyak atas pengorbanan yang telah diberikan selama
ini.
Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan saran, kritik, dan bantuan hingga
selesainya penulisan buku ini, diucapkan terima kasih. Semoga Allah
SWT membalasnya sebagai amal ibadah. Semoga bermanfa’at. Amin.
Jakarta, Agustus 2015
Penulis,
Ramadhanita Mustika Sari
vi
vii
TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
A. Huruf Konsonan
q = ق z = ز ' = أ
k = ك s = س b = ب
l = ل sh = ش t = ت
= م {s = ص th = ث
m
n = ن }d = ض j = ج
= و {t = ط }h = ح
w
h = ه {z = ظ kh = خ
` = ء ‘ = ع d = د
y = ي gh = غ dh = ذ
f = ف r = ر
B. Huruf Vokal
Vokal Tunggal: a = ´ ; i = ِ ; u = ِ
Vokal Panjang: a< = ا ; i> = ي ; ū = و
Vokal Rangkap: ay = ا ي ; aw = ا و
viii
ix
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
BAB II MASYARAKAT AKADEMIK
PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENGETAHUAN ................. 21
A. Karakteristik Masyarakat Akademik ............................. 21
B. Sosiologi Pengetahuan sebagai Paradigma Pengkajian
Masyarakat Akademik .................................................... 28
C. Implikasi Sosiologi Pengetahuan terhadap
Masyarakat Akademik di Perguruan Tinggi Islam ........ 40
D. Konstruksi Realitas Keterbukaan Pemikiran pada
Masyarakat Akademik di Perguruan Tinggi Islam ........ 56
BAB III DIALEKTIKA PEMIKIRAN PADA MASYARAKAT
AKADEMIK DI SPs UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA ........................................................................ 65
A. Relatifitas Kebenaran pada Masyarakat Akademik
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta ............................................................................ 65
B. Dari Sosiologi Pengetahuan menuju Dialog antar
Pemikiran pada Masyarakat Akademik di SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ........................................... 73
BAB IV MODEL KURIKULUM DI SEKOLAH
PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA ........................................................................... 79
A. Desain Pembelajaran Berbasis Toleransi di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .............. 81
B. Pendekatan Pembelajaran dalam Mengembangkan
Sikap Toleran ................................................................ 111
C. Capaian Pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ............................................ 115
x
BAB V FENOMENA TOLERANSI ANTAR PEMIKIRAN
PADA MASYARAKAT AKADEMIK
DI SEKOLAH PASCASARJANA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA .................. 161
A. Fenomena Toleransi antar Pemikiran pada saat
Ujian Work in Progress dan Ujian Pendahuluan
Tesis/Disertasi ................................................................ 162
B. Deskripsi Kisah Mahasiswa dan Alumni
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dalam Pembentukan Sikap Toleran ................... 172
BAB VI PENUTUP ......................................................................... 185
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 189
GLOSARIUM .................................................................................... 211
INDEKS ............................................................................................. 213
BIODATA DIRI .................................................................................. 215
xi
DAFTAR TABEL
A. Daftar Tabel
Daftar Urut Tema Tabel Hal
Tabel 1.1. : NAMA FAKULTAS DAN JURUSAN
DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
91
Tabel 1.2. : NAMA MATA KULIAH PILIHAN BERDASARKAN
INTEGRASI TEMA KEILMUAN 99
Tabel 1.3. : NAMA MATA KULIAH PILIHAN BERDASARKAN
TEMA KEILMUAN 100
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kebebasan menyampaikan pendapat di Indonesia
menimbulkan polemik. Hal itu disebabkan kebebasan berpendapat di
Indonesia belum jelas batasan-batasannya. Pendapat ini berdasarkan
hasil penelitian Rohidin dalam disertasinya yang berjudul
“Rekonstruksi Konsep Kebebasan Beragama di Negara Hukum
Indonesia Berbasis Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Ia
menyimpulkan terjadinya ambiguitas jaminan kebebasan di Indonesia,
dikarenakan di satu sisi kebebasan beragama mendapatkan jaminan
konstitusional. Di sisi lain, konstitusi dan instrument peraturan
perundang-undangan lainnya masih membatasi hak kebebasan
berpendapat, keyakinan dan beragama sebagai hak kodrat yang
dimiliki setiap manusia.1
Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Sari, dalam
penelitiannya yang berjudul “Kebebasan Berpendapat Berdasar atas
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan
Mengemukakan Pendapat di Muka Umum Ditinjau dari Perspektif
Hak Asasi Manusia”. Ia menyimpulkan bahwa dengan diterapkannya
ketentuan kebebasan berpendapat yang diatur dalam Undang-Undang
No. 9 tahun 1998 telah banyak menimbulkan polemik dalam
masyarakat, terutama dalam hal perijinan serta sanksi yang dikenakan.
Undang-Undang ini dianggap telah mencederai prinsip-prinsip
demokrasi, mengintervensi hak sosial politik masyarakat dan belum
terpenuhinya jaminan Hak Asasi Manusia.2
1Rohidin, “Rekonstruksi Konsep Kebebasan Beragama di Negara Hukum
Indonesia Berbasis Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, Disertasi UII
Yogyakarta.
Diakses dari
http://law.uii.ac.id/images/stories/ringkasan%20disertasi%20dr.%20rohidin.pdf.
Tanggal 20 Mei 2015. 2Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini lihat, Eka Sandi Selfia Sari,
“Kebebasan Berpendapat Berdasar atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998
tentang Kebebasan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum Ditinjau dari
Perspektif Hak Asasi Manusia”, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas 17 Agustus
1945, Surabaya, 2011.
2 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Selain itu, kebebasan menyampaikan pendapat juga bisa
menimbulkan masalah lain, misalnya pencemaran nama baik. Hal ini
berdasarkan penelitian Dessy Nakarasima Lubis yang berjudul
“Pertimbangan Hakim dalam Penyelesaian Perkara Pencemaran Nama
Baik Melalui Pers”.3 Hal senada juga diungkapkan oleh Afandi. Ia
menyatakan bahwa perjalanan kebebasan berekspresi di Indonesia
mengalami pasang surut. Kebebasan berekspresi (termasuk di
dalamnya kebebasan menyampaikan pendapat) di satu sisi mampu
menyelesaikan permasalahan, tetapi di sisi lain dapat menimbulkan
konflik.4 Penjelasan ini memberikan gambaran bahwa faktanya dalam
kehidupan sosial, kebebasan manusia terbatas. Hal itu menimbulkan
masalah berupa beragamnya pemahaman manusia tentang makna
kebebasan. Maksudnya, kebebasan menyampaikan pendapat itu
dibatasi oleh ruang dan waktu. Berbedanya pemahaman inilah yang
akan menjadi benih-benih in-toleransi. Sehingga kajian mengenai
budaya toleransi menjadi penting untuk dibahas.
Sikap toleran menjadi hal yang urgen untuk diterapkan,
karena dapat menjadi problem solving bagi beragam konflik yang
terjadi di Indonesia. Proses perdamaian di daerah-daerah rawan konflik
di Indonesia perlu segera dicarikan solusi penyelesaiannya, dengan
mengedepankan sikap saling mengerti, saling memahami dan
menerima perbedaan. Hal inilah yang menjadi esensi sebuah toleransi,
akar dari segala dialog, kerja sama, dan pengembangan forum-forum
dialog. Tanpa landasan sikap toleran antar pemikiran, maka sulit untuk
terjadinya proses dialog dan kerjasama.
Dalam perspektif teologis, toleransi selalu dikaitkan dengan
masalah iman dan agama. Padahal toleransi secara bahasa, artinya
saling menanggung, yang lebih dimaknai sebagai suatu sikap yang
bersifat sosiologis ketimbang bersifat teologis. Dengan demikian,
dalam wacana teologis, toleransi tidak lain merupakan perwujudan
iman yang berlaku dalam setiap tindakan umat beragama. Perwujudan
iman tidak dipandang agama apa yang dianut oleh seseorang. Setiap
umat beragama dituntut untuk mewujudkan imannya dalam tataran
praktis sehari-hari. Perwujudan iman nyata dalam tindakan baik,
3 Dessy Nakarasima Lubis, “Pertimbangan Hakim dalam Penyelesaian
Perkara Pencemaran Nama Baik Melalui Pers”, Diakses dari http://e-
journal.uajy.ac.id/209/2/1HK10156.pdf, Tanggal 3 Agustus 2014. 4 Emilianus Afandi, Menggugat Negara: Rasionalitas Demokrasi, HAM
dan Kebebasan (Penerbit: European Union dan PBHI, 2005), 34.
Pendahuluan | 3
rukun, saling mengerti, saling menerima, mengembangkan hidup. Dan,
inilah makna praktis dari toleransi.5 Daripada sibuk menempuh jalan
balas dendam, lebih baik memperdalam penghayatan iman dalam
rangka penjernihan nurani untuk menyayangi dan melindungi
kehidupan manusia. 6
Masalah yang telah dipaparkan di atas kemudian penulis
fokuskan pada permasalahan bagaimana budaya kebebasan
menyampaikan pendapat di lembaga pendidikan, contoh kasus di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini
memfokuskan diri pada objek ini dikarenakan, Pertama, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerapkan kurikulum
integratif7. Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan, terlihat
bahwa kurikulum integratif yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat membantu mahasiswa
menyadari akan pentingnya memiliki sikap toleran, sebagai aplikasi
dari nilai-nilai dasar pendidikan yang menanamkan sikap hormat
terhadap perbedaan pendapat, juga perbedaan suku, agama, ras, etnis.
Sebab, nilai-nilai dasar dari pendidikan ini adalah penanaman dan
pembumian nilai toleransi, empati, simpati dan solidaritas sosial.8
Sedangkan di Program Pascasarjana di Perguruan Tinggi
Agama Islam di kampus lain, memiliki kurikulum yang berbeda, yang
tidak memungkinkan untuk diterapkannya kurikulum integratif.
5 Aloys Budi Purnomo, Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik (Jakarta:
Penerbit Kompas, 2003), 3. 6 Aloys Budi Purnomo, Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik, 9.
7Kurikulum yang terintegrasi mengajarkan keterkaitan akan segala
sesuatu, sehingga terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh.
Kurikulum terintegrasi juga dapat memberikan peluang kepada mahasiswa untuk
menarik kesimpulan dari berbagai sumber informasi berbeda mengenai suatu tema,
serta dapat memecahkan masalah dengan memperhatikan faktor-faktor berbeda
(ditinjau dari berbagai aspek). Implementasi dari pengembangan desain kurikulum
integratif atau kurikulum yang terintegrasi di Sekolah Pascasarjana ini membuat
proses belajar menjadi relevan dan kontekstual, sehingga bermakna bagi mahasiswa
dan membuat mereka dapat berpartisipasi aktif. Hal ini dilakukan agar seluruh
dimensi manusia terlibat aktif (fisik, sosial, emosi, akademik). Hasil observasi
penulis selama tahun 2013. Didukung dengan hasil wawancara tak terstruktur kepada
beberapa mahasiswa dan alumni SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga
wawancara kepada Suwito, Asisten Direktur bidang Pengembangan Lembaga Tahun
2007-2011. 8Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan. Data ini juga didukung oleh
analisa penulis terhadap dokumentasi SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baik
berupa arsip maupun buletin bulanan yang diterbitkan.
4 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Misalnya, Program Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
struktur kurikulumnya sebagai berikut. Untuk program magister beban
SKS-nya sebanyak 44 sks- 48 sks. Dengan rincian komponen MKD: 9
sks, MKM: 9 sks, MKU 18 sks, tesis 6 sks. Sedangkan untuk program
doktor beban sksnya sebanyak 47 sks- 59 sks, dengan rincian, MKD: 6
sks, MKM : 6 sks, MKU: 9 sks bagi yang sebidang dan 21 sks bagi
yang tidak sebidang, MKP: 6 sks, tugas akhir studi: 20 sks (ujian
proposal disertasi 4 sks, ujian kualifikasi 4 sks, ujian disertasi
pendahuluan 6 sks, ujian disertasi akhir 6 sks).9
Sedangkan Program Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang untuk program magister memiliki 7 prodi (Manajemen
Pendidikan Islam, Pendidikan Bahasa Arab, Studi Ilmu Agama Islam,
Pendidkan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Pendidikan Agama Islam, al-
Ahwal al-Syakhsiyyah, Ekonomi Islam). Selain itu ada program
doktor, yakni: Manajemen Pendidikan Islam, Pendidikan Bahasa Arab,
Pendidkan Agama Islam Berbasis Studi Interdisipliner.10
Hal ini sesuai dengan visi Program Pascasarjana UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang, yaitu: menjadi Program Pascasarjana
terkemuka dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran,
penelitian serta pengabdian kepada masyarakat, untuk menghasilkan
lulusan yang memiliki kapasitas intelektual, keahlian, dan kepribadian
yang mencerminkan integritas keislaman dan keilmuan. Yang
kemudian dituangkan ke dalam 4 misi, yakni: Pertama, mengantarkan
peserta didik kepada kekokohan aqidah dan kedalaman spiritual,
keagungan akhlak, keluasan ilmu dan kematangan professional. Kedua,
memberikan pelayanan akademik dan keilmuan untuk mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan melalui riset dan pengkajian ilmu
pengetahuan yang bercirikan Islam. Ketiga, mengembangkan peserta
didik untuk memiliki kecakapan intelektual, integritas kepribadian,
dan keahlian yang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Keempat, menyiapkan peserta didik menjadi generasi yang
berguna bagi masyarakat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam memecahkan persoalan kehidupan masyarakat.11
9 http://pmb.uin-malang.ac.id. Diakses Tanggal 30 April 2015.
10 http://pmb.uin-malang.ac.id/program-studi/. Diakses Tanggal 30 April
2015. 11
http://pasca.uin-malang.ac.id/visi-dan-misi-pps-uin/. Diakses Tanggal 30
April 2015.
Pendahuluan | 5
Program Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
bertujuan menghasilkan ilmuan yang memiliki kemampuan: 1).
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan menemukan konsep-konsep
baru dalam bidang ilmu dan profesi yang ditekuni melalui proses
pendidikan dan kegiatan akademik yang terorganisir, serta penelitian
mandiri. 2).Mengorganisasikan, melaksanakan, dan memimpin
penelitian dalam bidang ilmu dan profesi yang ditekuni untuk
melahirkan tradisi ilmiah berderajat tinggi dan bermanfaat bagi
perubahan dan kemajuan masyarakat. 3). Menerapkan pendekatan
multidisipliner/interdisipliner dan integrasi Islam dengan ilmu
pengetahuan dalam melaksanakan keahlian akademik dan
professional.12
Hal yang mirip juga ada pada Program Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Untuk program doktor Studi Islam beban studi
35 sks, dengan rincian mata kuliah, yaitu: Metodologi Penelitian
Sosial 3sks; Metodologi Penelitian Agama 3 sks; Metodologi
Penelitian Filsafat 3sks; Pemikiran Filsafat Kontemporer 3 sks;
Pemikiran Islam Kontemporer 3 sks; Pemikiran Islam Kontemporer di
Indonesia 3 sks; Isu-Isu Global 3 sks; Agama, Budaya dan Sains 3 sks;
Seminar Proposal Disertasi 2 sks; Disertasi 9 sks.13
Sedangkan Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Jati
Bandung, untuk Program Magister ada sebelas prodi, yakni: Ekonomi
Syariah, Ekonomi Syariah (Muamalah), Hukum Keluarga Islam
(Ahwal al-Syakhsiyyah), Ilmu Alquran dan Tafsir, Ilmu Hadits, Studi
Agama-agama (Religious Studies), Ilmu Hukum, Pendidikan Agama
Islam, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Manajemen Pendidikan
Islam, Ekonomi Syariah, Pendidikan Bahasa Arab. Program Doktor
ada empat prodi, yakni: Filsafat Agama, Hukum Islam, Pendidikan
Islam, Perbandingan Agama.14
Sedangkan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta membuka program studi Pengkajian Islam untuk program
magister dan program doktor, dengan beragam konsentrasi.
Berdasarkan hasil rekapitulasi penulis terhadap data mahasiswa Tahun
Ajaran 2009/2010 sampai dengan Tahun Ajaran 2013/2014, tercatat
ada 39 konsentrasi/ peminatan yang ditawarkan oleh SPs UIN Syarif
12
http://pasca.uin-malang.ac.id/visi-dan-misi-pps-uin/. Diakses Tanggal
30 April 2015. 13
http://pps.uin-suka.ac.id. Diakses Tanggal 30 April 2015. 14
http://www.ppsuinsgdbdg.ac.id/ Diakses Tanggal 27 April 2015.
6 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Hidayatullah Jakarta. Konsentrasi/peminatan itu, yakni: Agama dan
Media, Hukum, Agama dan Kedokteran, Agama dan Hukum,
Manajemen Perusahaan Islami, Tafsir, Antropologi dan Sosiologi
Agama, Bahasa dan Sastra Arab, Dakwah dan Komunikasi, Ekonomi
Islam, Filologi, Pemikiran Islam, Pemikiran Politik Islam, Pendidikan
Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Islam, Pengkajian
Islam, Psikologi Islam, Syariah, Tafsir Hadits, Manajemen Perbankan
dan Keuangan Syariah, Sejarah dan Peradaban Islam, Agama dan
Kesehatan, Agama dan Studi Perdamaian, Ulumul Qur'an, Pendidikan
Bahasa Arab MA, Agama dan Sains, Arsitektur Islam, Islam dan Hak
Asasi Manusia, Studi Manuskrip Islam, Agama dan Masyarakat, Tafsir
Interdisipliner, Agama dan Lingkungan, Hadits dan Tradisi Kenabian,
Hukum Ekonomi Syariah, Hubungan Internasional, Jender dan Kajian
Islam, Psikologi Pendidikan, Agama dan Politik. Dengan adanya
keberagaman konsentrasi/peminatan inilah Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki mahasiswa dan dosen yang
heterogen. Keberagaman mahasiswa dan dosen di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartadapat dilihat dari
berbagai aspek, yakni: latar belakang pendidikan, latar belakang suku
bangsa, juga aspek latar belakang organisasi keagamaan dan organisasi
kemasyarakatan.
Berdasarkan data DIKTIS Kementrian Agama RI, maka
diketahui jumlah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
sebanyak 55, yang terbagi menjadi 11 Universitas Islam Negeri (UIN)
dan 25 Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Berikut ini daftar
Universitas Islam Negeri di Indonesia dan tahun perubahan status dari
IAIN menjadi UIN.15
TABEL 1.1.
NAMA UIN DI INDONESIA DAN TAHUN PERUBAHAN STATUS
No. Nama Kampus
Tahun
Perubahan
Status
1. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2002
2. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2004
3. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2004
4. UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2005
5. UIN Alauddin Makasar̀ 2005
15
Diakses dari http:// diktis.kemenag.go.id/ Tanggal 4 April 2015.
Pendahuluan | 7
6. UIN Sultan Syarif Kasim Pekan Baru 2005
7. UIN Ar-Raniry Banda Aceh 2013
8. UIN Sunan Ampel 2013
9. UIN Raden Fatah Palembang 2014
10. UIN Sumatera Utara Medan 2014
11. UIN Walisongo Semarang 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri yang pertama sekali berubah status menjadi Universitas
Islam Negeri adalah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah itu UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kemudian UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang. Kemudian di tahun-tahun berikutnya IAIN di berbagai tempat
mulai mengikuti jejak mereka untuk berubah status menjadi
Universitas Islam Negeri.
Salah satu tujuan perubahan status IAIN menjadi UIN, yakni
untuk melahirkan generasi-generasi penerus bangsa, yang mereka tidak
hanya paham ilmu-ilmu agama tetapi juga paham ilmu-ilmu lain
seperti sains, ekonomi, politik, psikologi, kedokteran. Sehingga
lahirlah saintis yang berakhlak. Para ekonom yang mampu
memberikan ruh agama ke dalam praktek kegiatan ekonomi. Selain itu
juga akan melahirkan politisi, psikolog dan dokter muslim.
Terbentuknya Universitas Islam Negeri di berbagai daerah di
Indonesia, yang tiap daerah memilik gagasan atau konsep integrasi
keilmuan yang berbeda-beda. Misalnya, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta memiliki konsep islamisasi ilmu yang digagas oleh Raji’ al-
Faruqi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memilik konsep integrasi-
interkoneksi yang digagas oleh Amin Abdullah. Sedangkan UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang memiliki konsep ilmuisasi Islam yang
digagas oleh Kuntowijoyo. Konsep-konsep integrasi keilmuan ini
merupakan konsep yang secara langsung tertuju pada gagasan-gagasan
pembaharuan.16
Dari konsep integrasi ilmu, kemudian diaplikasikan ke dalam
komponen kurikulum. Hal ini berpedoman pada UUSPN No. 20 Tahun
2003, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
16
Https://www.academia.edu/6875915/Konversi_IAIN_ke_UIN_Sebuah_
Transformasi_Gerakan_Pembaharuan_Antologi_LPM_Arena_2014_Yogyakarta.
Diakses Tanggal 12 April 2015.
8 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Karena konsep integrasi
keilmuannya berbeda, maka kurikulum yang dikembangkan juga
berbeda. Dalam penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana
kurikulum yang dikembangkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan bagaimana pengaruhnya terhadap
terwujudnya keterbukaan pemikiran pada mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kedua, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dapat dikatakan menjadi miniatur Indonesia, tempat berkumpulnya
tokoh muslim dari berbagai penjuru Indonesia yang melanjutkan
studinya baik di jenjang Strata 2 (S2) maupun Strata 3 (S3).
Mahasiswanya berasal dari beragam latar belakang pendidikan (ilmu
agama dan ilmu umum).17
Hasil rekapitulasi mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari Tahun Ajaran
2009/2010 s.d. 2013/2014. Mahasiswa program magister sebanyak 752
orang. Bila dirincikan berdasarkan asal kampus sebelumnya, jumlah
mahasiswa yang S1 nya berasal dari kampus UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebanyak 188 orang, yang berasal dari Perguruan Tinggi Islam
di luar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebanyak 397 orang.
Sedangkan mahasiswa program magister yang latar belakang
pendidikan S1-nya berasal dari kampus umum, seperti Universitas
Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM) sebanyak 167 orang.18
Lebih jelasnya, lihat diagram mahasiswa program magister
berdasarkan asal kampus sebelumnya.
17
Berdasarkan arsip Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, diketahui bahwa mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakartaberasal dari beragam organisasi keagamaan dan organisasi sosial, juga
beragam latar belakang pendidikan. 18
Sumber: Data mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah JakartaT.A. 2009/2010 s.d. 2013/2014.
Pendahuluan | 9
Sedangkan, mahasiswa program doktor yang berlatar belakang
pendidikan Strata duanya berasal dari kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebanyak 99 orang, yang berasal dari Perguruan
Tinggi Islam di luar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebanyak 158
orang, dan yang berasal dari kampus umum, seperti Universitas
Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM) sebanyak 163 orang.19
Lihat diagram di bawah ini.
Selain itu juga, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mempunyai beragam konsentrasi/peminatan yang
ditawarkan. Berdasarkan hasil rekapitulasi penulis terhadap data
mahasiswa Tahun Ajaran 2009/2010 sampai dengan Tahun Ajaran
2013/2014, tercatat ada 39 konsentrasi/ peminatan yang ditawarkan
oleh SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Konsentrasi/peminatan itu,
yakni: Agama dan Media, Hukum, Agama dan Kedokteran, Agama
dan Hukum, Manajemen Perusahaan Islami, Tafsir, Antropologi dan
Sosiologi Agama, Bahasa dan Sastra Arab, Dakwah dan Komunikasi,
Ekonomi Islam, Filologi, Pemikiran Islam, Pemikiran Politik Islam,
Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Islam,
Pengkajian Islam, Psikologi Islam, Syariah, Tafsir Hadits, Manajemen
Perbankan dan Keuangan Syariah, Sejarah dan Peradaban Islam,
Agama dan Kesehatan, Agama dan Studi Perdamaian, Ulumul Qur'an,
Pendidikan Bahasa Arab MA, Agama dan Sains, Arsitektur Islam,
Islam dan Hak Asasi Manusia, Studi Manuskrip Islam, Agama dan
Masyarakat, Tafsir Interdisipliner, Agama dan Lingkungan, Hadits dan
Tradisi Kenabian, Hukum Ekonomi Syariah, Hubungan Internasional,
Jender dan Kajian Islam, Psikologi Pendidikan, Agama dan Politik.
19
Sumber: Data mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah JakartaT.A. 2009/2010 s.d. 2013/2014.
10 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Dengan adanya keberagaman konsentrasi/peminatan inilah Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki mahasiswa
dan dosen yang heterogen. Keberagaman mahasiswa dan dosen di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat dilihat
dari berbagai aspek, yakni: latar belakang pendidikan, latar belakang
suku bangsa, juga aspek latar belakang organisasi keagamaan dan
organisasi kemasyarakatan.
Hal lain yang membuat peneliti tertarik menjadikan Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai objek
penelitian, yakni adanya beberapa kebijakan baru yang membuat
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berbeda dari
program pascasarjana pada Perguruan Tinggi Agama Islam di
Indonesia.20
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melakukan beberapa kebijakan baru pada tahun 2007.21
Kebijakan itu
di antaranya: Pertama, Perubahan nama Program Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kedua, Pemberlakuan kurikulum baru bagi
program regular yang sebelumnya konsentrasi diposisikan sebagai
program studi, dikembalikan posisinya sebagai konsentrasi/ peminatan
studi. 3). Nama dan substansi mata kuliah bersifat interdisipliner.
Sehingga memungkinkan diambil oleh mahasiswa dari berbagai
bidang, dan para dosennya juga berasal dari berbagai bidang dan
diwujudkan dalam bentuk team teaching.22
Penelitian ini juga membahas mengenai pengaruh lingkungan
pendidikan terhadap terbentuknya sikap toleran mahasiswa. Artinya,
kurikulum berpengaruh terhadap terbentuknya sikap tolerans pada
masyarakat akademik di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Hal itu dikarenakan pemikiran manusia
terbentuk oleh lingkungan dimana ia berada. Maksudnya, kehidupan
manusia dalam suatu masyarakat tidak dapat lepas dari pengaruh
kebudayaan yang mengitarinya. Pola pikir, ucapan, perbuatan dan
20
Berdasarkan hasil pengamatan penulis. Didukung juga oleh hasil
penelitian yang telah dibukukan, yang berjudul Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset. Penjelasan lebih lanjut lihat,
Kusmana et.al., Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), xvii.
21 Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini lihat, AM. Saefuddin,
Islamisasi Sains dan Kampus (Jakarta: PT. PPA Consultants, 2010), 299-344. 22
Lihat Buku Pedoman Akademik Program Magister Dan Doktor
Pengkajian Islam 2011-2015, 4.
Pendahuluan | 11
berbagai keputusan yang diambil oleh manusia senantiasa dipengaruhi
oleh pandangan budayanya. Pandangan budaya yang dimaksud antara
lain: nilai-nilai, aturan, norma, hukum serta referensi lainnya, yang
digunakan sebagai landasan yang secara selektif dan konsisten
digunakan sebagai acuan dalam memecahkan berbagai masalah yang
dihadapinya. Hal ini didukung oleh hasil penelitiannya Rohidin. Ia mengkaji
tentang kontradiksi persepsi intelektual Muslim terhadap fatwa MUI
tentang aliran sesat berkaitan dengan konsep kebebasan beragama di
Indonesia. Menurutnya, salah satu faktor yang melatarbelakangi
terbentuknya perbedaan persepsi di atas, yakni karena faktor
pendidikan. Warna dan corak institusi pendidikan yang dijalani
sebagai pengalaman key persons berpengaruh terhadap terbentuknya
perbedaan persepsi. Jika pendidikan tersebut bercorak eksklusif, maka
pandangan yang muncul berupa eksklusif pula. Begitu juga sebaliknya,
jika corak institusi pendidikan tersebut inklusif, akan melahirkan out put inklusif pula.
23
Kemudian permasalahan di atas dirumuskan menjadi dua
pokok permasalahan, yakni: Bagaimana realitas keterbukaan
pemikiran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
Bagaimana konstruksi realitas keterbukaan pemikiran membentuk
sikap toleran pada masyarakat akademik di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta?
Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Kajian mengenai toleransi telah banyak dikaji dalam berbagai
aspek. Di antaranya, yakni: Bahari dalam penelitian yang berjudul
Toleransi Beragama Mahasiswa (Studi tentang Pengaruh Kepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar Pendidikan Agama dan Lingkungan Pendidikan terhadap Toleransi Mahasiswa Berbeda Agama pada 7 Perguruan Tinggi Umum Negeri). Penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh
langsung terhadap toleransi beragama mahasiswa di Perguruan Tinggi,
23
Rohidin, “Rekonstruksi Konsep Kebebasan Beragama di Negara Hukum
Indonesia Berbasis Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, Disertasi UII
Yogyakarta.
Diakses dari
http://law.uii.ac.id/images/stories/ringkasan%20disertasi%20dr.%20rohidin.pdf.
Tanggal 20 Mei 2015.
12 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
yakni variabel lingkungan pendidikan (lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat).24
Selain itu, ada juga penelitian yang dilakukan oleh lembaga
swadaya masyarakat SETARA Institute. Penelitian yang berjudul
Toleransi dalam Pasungan; Pandangan Generasi Muda terhadap Masalah Kebangsaan, Pluralitas dan Kepemimpinan Nasional. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 87,1% responden tidak
menjadikan perbedaan agama dalam berteman sebagai halangan, dan
67.4% responden dapat menerima fakta perpindahan agama. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa modal sosial toleransi kaum muda sangat
kuat. Tetapi, modal sosial itu tidak berkembang dan terpasung. Hal ini
dikarenakan para penyelenggara negara, termasuk partai politik tidak
menjalankan fungsinya dengan baik.25
Selanjutnya, penelitian tentang konsep toleransi dalam
pembelajaran PAI. Penelitian ini dilakukan oleh Abdul Fatah dalam
tesisnya yang berjudul “Budaya Toleransi dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam”. Ia menyimpulkan proses pembelajaran PAI
dengan studi kasus di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan terbukti
mampu membangun budaya toleransi beragama di kalangan warga
sekolah. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi pada peserta didik,
yaitu: pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), metode pembelajaran berbasis toleransi, serta
ekstrakurikuler berbasis toleransi.26
Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Darmani dalam
tulisannya “Toleransi Sebuah Jalan Keluar Pemersatu Anak Bangsa”.
Ia menyatakan bahwa sikap toleran perlu diamalkan dalam berbagai
segi kehidupan, yakni:
kehidupan keluarga, kehidupan sekolah,
kehidupan di masyarakat serta dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hal ini penting dilakukan, karena toleransi dapat dijadikan
24
Bahari eds., Toleransi Beragama Mahasiswa (Studi tentang Pengaruh Kepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar Pendidikan Agama dan Lingkungan Pendidikan terhadap Toleransi Mahasiswa Berbeda Agama pada 7 Perguruan Tinggi Umum Negeri), Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementrian
Agama, 2010. 25
Tim Penyusun, Toleransi dalam Pasungan; Pandangan Generasi Muda terhadap Masalah Kebangsaan, Pluralitas dan Kepemimpinan Nasional, Jakarta:
SETARA Institute, 2008. 26
Abdul Fatah, “Budaya Toleransi dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam”, Tesis, SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
Pendahuluan | 13
sebagai jembatan alternatif untuk menuju sebuah kebersaman demi
kesatuan dan persatuan bangsa.27
Penelitian-penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya
berbeda dengan penelitian disertasi ini. Letak perbedaannya, yakni:
penelitian yang telah ada mengkaji pengaruh lingkungan pendidikan
terhadap pembentukan sikan toleran pada mahasiswa di Perguruan
Tinggi, dan implementasi budaya toleransi pada pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Sedangkan penelitian disertasi ini mengkaji
tentang penanaman sikap toleran pada mahasiswa di Perguruan Tinggi
Islam, dengan studi kasus di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Selain melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian
mengenai toleransi, penulis juga melakukan tinjauan pustaka terhadap
beberapa tulisan yang mengkaji tentang sosiologi pengetahuan. Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan sumber otoritatif mengenai teori
sosiologi pengetahuan yang telah dikaji oleh para ahlinya, kemudian
akan penulis jadikan landasan untuk kemudian dijadikan perspektif
dalam penelitian ini. Berbagai tulisan mengenai sosiologi
pengetahuan, antara lain: Baum dalam tulisannya Agama dalam Bayang-Bayang Relativisme: Sebuah Analisis Sosiologi Pengetahuan Karl Mannheim tentang Sintesa Kebenaran Historis-Normatif menjelaskan bahwa ada dua prinsip dasar yang ada dalam kajian
sosiologi pengetahuan yang dicetuskan oleh Mannheim, yakni
mengklarifikasi asal usul sosial suatu pemikiran yang akan dikaji,
sebab tidak ada cara berfikir yang dapat dipahami, kecuali asal-usul
sosialnya diklarifikasi terlebih dahulu. Selain itu, menyadari bahwa ide
atau pemikiran, sebagaimana entitas sosial, akan mengalami
perubahan makna bila terjadi perubahan lokasi sosial-historis yang
mengitarinya.28
Zulfi Mubarak dalam karyanya Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer. Ia menjelaskan analisis peran pengetahuan
dalam dialektika antara individu dan masyarakat, serta antara identitas
pribadi dan struktur sosial, memberikan suatu perspektif pelengkap
yang sangat penting bagi semua bidang sosial. Hal ini berarti bahwa
27
Darmani, Toleransi Sebuah Jalan Keluar Pemersatu Anak Bangsa.
Surabaya: Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Surabaya, 2012. 28
Gregory Baum, Agama dalam Bayang-Bayang Relativisme: Sebuah Analisis Sosiologi Pengetahuan Karl Mannheim tentang Sintesa Kebenaran Historis-Normatif, terj. Ahmad Murtajib. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999.
14 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
adanya hubungan dialektika antara kenyataan struktural dengan
kegiatan manusia membangun kenyataan dalam sejarah.29
Harvey Goldman dalam karyanya “From Social Theory to
Sociology of Knowledge and Back: Karl Mannheim and the Sociology
of Intellectual Knowledge Production”, Tulisan ini mengusulkan
sebuah peninjauan kembali terhadap Karl Mannheim dan karyanya dari
sudut pandang kebutuhan teori sosiologi. Ini menunjukkan afinitas
tertentu antara Mannheim dan beberapa teori kontemporer, seperti
Gramsci dan Foucault, dan kemudian mencerminkan masalah-masalah
tertentu dalam karya Mannheim, terutama respon terhadap
"relativisme" serta harapan untuk menciptakan "sintesis" baru melalui
sosiologi pengetahuan. Yang akhirnya mengusulkan cara-cara untuk
menarik pada sosiologi intelektual, yang terinspirasi oleh Mannheim,
dalam rangka untuk memajukan pemahaman tentang teori sosial..30
Tulisan-tulisan yang membahas tentang sosiologi
pengetahuan yang telah dijelaskan sebelumnya lebih banyak mengkaji
sosiologi pengetahuan secara teoritis. Sedangkan penelitian dalam
disertasi ini menjadikan sosiologi pengetahuan sebagai sebuah
pendekatan, untuk mengkaji dan menganalisa tentang realitas
keterbukaan pemikiran pada masyarakat akademik di Perguruan
Tinggi Islam. Selain itu, disertasi ini juga membahas konstruksi
realitas keterbukaan pemikiran yang dilakukan oleh Sekolah
Pascasarjana dalam upaya pembentukan sikap toleran pada masyarakat
akademik di sana.
Ada juga penelitian yang mengkaji hadits perspektif sosiologi
pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Helmy dalam
disertasinya yang berjudul “Pemaknaan Hadis-Hadis Mukhtalif Menurut Asy-Sya@fi'i@: Tinjauan Sosiologi Pengetahuan”. Ia
menyimpulkan bahwa dengan melihat kepada konteks sosial masa
Asy-Sya>fi'i>, terungkap bahwa pemaknaan hadis-hadis mukhtalif yang
dirumuskan Asy-Sya>fi'i> dipengaruhi oleh dinamika keilmuan yang
berkembang sebelum dan ketika Asy-Sya>fi'i> hidup baik dari aspek
29
Zulfi Mubarak, Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer. Malang: UIN Malang, 2006.
30 Harvey Goldman, “From Social Theory to Sociology of Knowledge and
Back: Karl Mannheim and the Sociology ofIntellectual Knowledge Production”,
Sociological Theory, Vol. 12, No. 3 (Nov., 1994), 266-278. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/202125, Tanggal 2 April 2014.
Pendahuluan | 15
teori maupun metodologi.31
Penelitian ini berbeda dengan disertasi
yang penulis lakukan. Letak perbedaannya, yakni Helmy tidak secara
spesifik menggunakan teori konstruksi realitas sosial sebagai
pendekatan untuk mengkaji mengenai pemaknaan hadits menurut Asy-
Sya>fi'i. Sedangkan penulis menjadikan teori konstruksi realitas sosial
sebagai pendekatan untuk mengkaji mengenai realitas keterbukaan
pemikiran, dan pembentukan sikap toleran pada masyarakat akademik
di Perguruan Tinggi Islam.
Selain itu, ada beberapa penelitian yang mengkaji mengenai
aplikasi dari teori konstruksi sosial. Penelitian itu berupa disertasi,
tesis maupun skripsi, yang berasal dari beragam konsentrasi. Kajian
mengenai konstruksi realitas sosial telah banyak dikaji dalam berbagai
sudut pandang. Di antaranya, yakni: Pertama, dari aspek ilmu
komunikasi. Beberapa penelitian yang menggunakan pendekatan
konstruksi sosial, antara lain: Burhanuddin Bungin dalam karya
disertasinya, yang kemudian dibukukan, yang berjudul Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik terhadap Peter L.Berger dan Thomas Luckmann. Ia menyimpulkan bahwa konstruksi sosial
berlangsung dalam situasi yang sarat dengan kepentingan-kepentingan.
Bagi kaum konstruktivisme, realitas (berita) hadir dalam keadaan
subjektif. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang dan
ideologi wartawan. Secara singkat, manusialah yang membentuk imaji
dunia. Sehingga sebuah teks dipandang sebagai konstruksi atas
realitas. Artinya, terjadi sirkulasi informasi yang cepat dan luas.
Sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan luas.
Hal ini menyebabkan realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk
opini massa.32
Ulul Azmi dalam skripsinya yang berjudul “Konstruksi
Realitas Islam di Media Massa: Analisis Framing Konflik Palestina-
Israel di Harian Kompas dan Republika”. Skripsi ini menyimpulkan
bahwa setiap media memiliki point of view tersendiri dalam setiap
penulisan berita. Menurut teori konstruksi realitas sosial terjadinya
31
Muhammad Irfan Helmy, “Pemaknaan Hadis-Hadis Mukhtalif menurut
Asy-Sya@fi'i@: Tinjauan Sosiologi Pengetahuan”, Disertasi, Program Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014. 32
Burhanuddin Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik terhadap Peter L.Berger dan Thomas Luckmann (Jakarta: Kencana, 2008).
16 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
perbedaan pemberitaan di harian Kompas dan harian Republika,
disebabkan adanya proses konstruksi oleh pekerja media. Walaupun
berita yang disampaikan sama, yakni tentang konflik Palestina-
Israel.33
Dwi Anggraini Pupsa Nigrum dalam skripsinya yang berjudul
“Konstruksi Politik Kebudayaan di Layar Kaca Program Televisi
Eagle Award bagimu Indonesia 2010 Metro TV”. Konstruksi politik
kebudayaan dalam program TV Eagle Award melalui tiga tahapan,
yakni eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Pada tahapan
eksternalisasi diawali dari interaksi antara pesan program Eagle Award
dengan pemirsa melalui tayangan film dokumenter Eagle Award.
Obyektivasi terjadi ketika produk sosial dalam hal ini Eagle Award
terinstitusionalisasikan oleh Metro TV. Selanjutnya, menimbulkan
persepsi masyarakat bahwa film Eagle Award bagimu Indonesia
merupakan representasi dari realitas kebangsaan Indonesia.34
Skripsi Choiril Chodri yang berjudul “Konstruksi Sosial
Kehidupan Penjual Tahu dalam Film Feature Dokumenter Dongeng
Rangkas”. Skripsi ini menyimpulkan bahwa kehidupan mengenai
komunitas penjual tahu yang menjadi tradisi turun temurun
masyarakat Rangkasblitung merupakan wujud konstruksi realitas
sosial. Tahapan dalam proses terbentuknya konstruksi realitas sosial
dalam film ini, yaitu proses eksternalisasi aktor penjual tahu (Kiwong
dan Iron). Mereka lahir dari keluarga penjual tahu dan masyarakat
mayoritas penjual tahu. Kemudian proses obyektivasinya terjadi pada
saat mereka menjadi penjual tahu di luar Rangkasblitung, dan
melakukan penyesuaian di lingkungan Rangkasblitung. Yang pada
akhirnya kembali menjadi penjual tahu, tetapi mereka memiliki mimpi
yang berbeda.35
Ahmad Mursanih dalam penelitiannya yang berjudul
“Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di Media
Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di
33
Ulul Azmi, “Konstruksi Realitas Islam di Media Massa: Analisis
Framing Konflik Palestina-Israel di Harian Kompas dan Republika”, Skripsi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. 34
Dwi Anggraini Pupsa Nigrum, “Konstruksi Politik Kebudayaan di Layar
Kaca Program Televisi Eagle Award bagimu Indonesia 2010 Metro TV”, Skripsi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. 35
Choiril Chodri, “Konstruksi Sosial Kehidupan Penjual Tahu dalam Film
Feature Dokumenter Dongeng Rangkas”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2013.
Pendahuluan | 17
Kompas.com”.36
Skripsi ini menyimpulkan pemberitaan di media
massa telah melalui proses konstruksi sebelum ditampilkan kepada
masyarakat. Hal ini berdasarkan teori konstruksi sosial dari Berger dan
Luckmann, teori ini mengasumsikan realitas itu ada karena adanya
konstruksi secara terus menerus oleh individu dan dimaknai secara
bersama. Skripsi ini juga menyimpulkan kompas.com dalam
membingkai pemberitaan masalah khitan perempuan menggunakan
elemen-elemen framing, seperti bahasa, gambar, judul dan
menggunakan tolak ukur Negara-negara Islam serta narasumber yang
dianggap kompeten untuk memperkuat pesan yang tertulis dalam
berita. Kompas.com melakukan proses konstruksi sosial di media
massa dengan menggiring opini publik agar kontra terhadap khitan
perempuan, dengan alasan kesehatan, larangan khitan perempuan
selaras dengan ajaran Islam, dan tidak ada ajaran khitan perempuan
yang jelas.
Kedua, pendekatan konstruktivis digunakan dalam kajian
ilmu pendidikan. Penelitian yang dimaksud, antara lain: Ahmad Syarif
dalam skripsinya “Guru Agama Ideal dalam Perspektif
Konstruktivisme”. Ia menyimpulkan bahwa menurut teori
konstruktivisme yang dimaksud proses pembelajaran adalah proses
dimana peserta didik dapat mengkonstruk ilmu pengetahuan yang
mereka pelajari melalui proses belajar aktif. Sehingga siswa menjadi
pusat dari kegiatan belajar itu sendiri. Dalam hal ini guru bertugas
menjadi fasilisator atau mediator dalam proses tersebut. Sedangkan
ciri-ciri guru agama yang ideal dalam perspektif konstruktivisme,
yakni guru memiliki kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan yang baik kepada siswa. Selain itu, faktor
pendukung agar guru dapat menjalankan tugasnya secara baik dan
maksimal, yakni adanya kompetensi, sikap dan perilaku yang baik;
serta kesejahteraan guru yang cukup, dan didukung oleh sarana
prasarana.37
Ketiga, pendekatan konstruksi sosial dalam praktek Bisnis.
Misalnya, penelitiannya Siti Mutmainah, dkk. yang berjudul
“Konstruksi Sosial Pengukur Kinerja Entitas Bisnis: Studi Kasus
36
Ahmad Mursanih, “Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan
Perempuan di Media Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan
di Kompas.com”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. 37
Ahmad Syarif, “Guru Agama Ideal dalam Perspektif Konstruktivisme”,
Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
18 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
UKM di Kudus”. Penelitian ini mendeskripsikan tentang konstruksi
sosial Pengukur Kinerja Mubarokfood, dengan melakukan tahapan
eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Proses eksternalisasi
terjadi saat momen adaptasi diri dengan dunia sosio-kultural.
Mubarokfood menggunakan bahasa untuk melakukan adaptasi dengan
dunia sosio-kultural. Proses objektivasi terjadi saat momen interaksi
Mubarokfood dengan dunia sosio-kultural. Di dalam obyektivasi,
realitas sosial itu seakan-akan berada di luar diri perusahaan. Ia
menjadi realitas objektif yang terbagi dua, yakni: realitas perusahaan
yang subjektif dan realitas lainnya di luar perusahaan yang objektif.
Dua realitas ini membentuk jaringan interaksi intersubjektif melalui
proses pelembagaan/ institusionalisasi. Proses internalisasi terjadi saat
momen internalisasi Mubarokfood dengan dunia sosio-kultural.
Artinya, perusahaan melakukan identifikasi diri di dalam dunia sosio-
kulturalnya. Internalisasi merupakan momen penarikan realitas sosial
ke dalam Mubarokfood atau realitas sosial menjadi kenyataan
subjektif.38
Pendekatan kontruksi realitas dapat digunakan untuk
mengkaji laporan keuangan pemerintah. Hal ini berdasarkan tulisannya
Agung Darono berjudul “Laporan Keuangan Pemerintah: Suatu
Tinjauan Konstruksi Realitas dengan Pendekatan Analisis Wacana”.
Penelitian ini menyimpulkan para stakeholders (para pemangku
kepentingan) di bidang keuangan Negara memaknai laporan keuangan
pemerintah terkadang berbeda antara satu orang dengan orang yang
lainnya. Sehingga, adanya konstruksi realitas yang berbeda di antara
para pemangku kepentingan, terutama hal yang berkaitan dengan siapa
mengkonstruksikan realitas apa, dan bagaimana caranya.39
Penelitian yang menggunakan teori konstruksi realitas sosial
yang telah dijelaskan sebelumnya membuktikan teori ini telah banyak
diaplikasikan dalam berbagai kajian, baik dalam mengkaji media
massa, pendidikan, bisnis, maupun dalam membahas mengenai laporan
keuangan. Tetapi dari beberapa penelitian itu, belum ada yang
membahas secara spesifik mengenai “keterbukaan pemikiran”. Yakni
38
Siti Mutmainah, dkk., “Konstruksi Sosial Pengukur Kinerja Entitas
Bisnis: Studi Kasus UKM di Kudus”, Makalah dalam Symposium Akuntansi XIII,
Purwokerto, 2010, 16-19. 39
Agung Darono, “Laporan Keuangan Pemerintah: Suatu Tinjauan
Konstruksi Realitas dengan Pendekatan Analisis Wacana”, Jurnal BPK, Volume 3
Tahun 2011.
Pendahuluan | 19
mengenai bagaimana konstruksi realitas keterbukaan pemikiran
membentuk sikap toleran pada masyarakat akademik di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian yang membahas objek UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, antara lain: Rasmianto Cholid dengan judul disertasi
“Pembaharuan Pendidikan Tinggi Islam: Studi tentang Perubahan
Konsep, Institusi dan Budaya Pendidikan di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang” yang menyimpulkan bahwa perubahan konsep pada
Universitas Islam Negeri memiliki satu tujuan yang sama, yaitu
merealisasikan gagasan tentang integrasi ilmu agama dan ilmu umum,
dalam rangka mengakhiri perdebatan wacana dikotomi ilmu. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan paradigma integrasi
ilmu dialogis dari Ian G Barbour. Sementara UIN Malang lebih
memilih pendekatan Imam Al-Ghazali yang mengklasifikasikan ilmu
menjadi fard}u ’ain dan fard }u kifayah dengan metode ”takwil” yang
diambil dari ilmu-ilmu sosial. Selain itu, budaya pendidikan yang
dikembangkan juga disesuaikan dengan budaya universitas. Artinya,
semangat perubahan universitas diikuti juga dengan semangat
pengembangan budaya yang berwawasan universitas, baik yang
ditunjukkan melalui riset-riset, publikasi hasil penelitian dan lain-
lain.40
Penelitian ini menjadikan sampel UIN Syari Hidayatullah
Jakarta untuk mengkaji tentang konsep pembaharuan yang terjadi
Pendidikan Tinggi Islam. Sedangkan penulis mengkaji salah satu
bagian dari UIN Syari Hidayatullah Jakarta, yakni Sekolah
Pascasarjana UIN Syari Hidayatullah Jakarta.
Penjelasan di atas mendeskripsikan bahwa penelitian yang
berjudul “Toleransi pada Masyarakat Akademik (Studi Kasus di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)” berbeda
dengan penelitian yang telah ada.
40
Rasmianto Cholid, “Pembaharuan Pendidikan Tinggi Islam: Studi
tentang Perubahan Konsep, Institusi dan Budaya Pendidikan di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang”. Diakses dari http://library.sunan-
ampel.ac.id/media.php?module=detailberita&id=144, Tanggal 7 September 2013.
20 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
21
BAB II
MASYARAKAT AKADEMIK
PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENGETAHUAN
A. Karakteristik Masyarakat Akademik
Sebelum dibahas mengenai karakteristik masyarakat
akademik, akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian dari masyarakat
akademik. Kata masyarakat akademik berasal dari dua suku kata yang
mempunyai makna yang berbeda, yakni masyarakat dan akademik.
Masyarakat dapat didefinisikan sebagai orang-orang yang berinteraksi
dalam sebuah wilayah tertentu dan memiliki budaya bersama.1
Masyarakat bisa juga diartikan sebagai sekelompok individu yang
memiliki kepentingan bersama dan memiliki budaya serta lembaga
yang khas. Masyarakat juga dapat dipahami sebagai sekelompok orang
yang terorganisasi karena memiliki tujuan bersama. Sedangkan
akademik berarti suatu keadaan dimana orang-orang bisa
menyampaikan dan menerima gagasan, pemikiran, ilmu pengetahuan,
dan sekaligus dapat mengujinya secara jujur, terbuka, dan leluasa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat akademik
adalah sekelompok individu yang memiliki kepentingan bersama untuk
bebas menyampaikan gagasan dan pemikiran, yang sekaligus gagasan
tersebut harus dapat diuji kebenarannya secara ilmiah. Selanjutnya,
dari adanya kepentingan bersama ini kemudian terbudaya dan
terbentuk lembaga yang mempunyai ciri khas.
Masyarakat akademik juga akan berkaitan dengan budaya
akademik. Budaya akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas
dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan
diamalkan oleh warga masyarakat akademik, khususnya di lembaga
pendidikan. Budaya akademik lebih cenderung diarahkan pada budaya
kampus yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan intelektual,
tetapi juga kejujuran, kebenaran dan pengabdian kepada kemanusiaan.
Sehingga secara keseluruhan budaya akademik atau budaya kampus
adalah budaya dengan nilai-nilai karakter positif. Budaya akademik
1 Bryan S. R. Green dan Edward A. Johns, An Introduction on Sociology
(London: Pergamon Press, 1969), 39.
22 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
juga merujuk pada cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk dan
multikultural. Selain itu, budaya akademik bernaung dalam sebuah
institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan
objektifitas.
Karakteristik masyarakat akademik, yakni mereka
mempunyai sistematika/kerangka berpikir yang sistematik berdasarkan
data dan fakta, dan kemampuan untuk menganalisanya. Sehingga
didapatkan suatu kebenaran yang teruji. Dengan demikian masyarakat
akademis memiliki ciri-ciri: kritis, obyektif, analitis, kreatif dan
konstruktif, terbuka dan berlapang dada untuk menerima kritik,
menghargai waktu dan prestasi ilmiah/akademik, bebas dari prasangka
negatif, dialogis, memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila
akademik, serta tradisi akademik/ilmiah. Artinya, di dunia akademik
selalu dikembangkan adanya kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran
kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat akademik.
Dalam tulisan ini hanya akan memfokuskan diri pada dua ciri
masyarakat akademik. Ciri yang dimaksud, yakni Pertama, kritis.
Kedua, dialogis. Penulis memilih dua karakteristik masyarakat
akademik yang disebutkan disebelumnya dengan alasan, bahwa dua
karakteristik itu sangat terkait dengan tema pembahasan (toleransi
pada masyarakat akademik), dan juga terkait dengan sosiologi
pengetahuan yang menjadi sebuah paradigma dalam mengkaji
masyarakat akademik. Dalam telaah sosiologi agama sering kali
diajukan pertanyaan mengenai mengapa dan bagaimana individu-
individu mengklaim keyakinan mereka sebagai sebuah kebenaran.
Ilmuan sosial pun tidak hanya memfokuskan pembahasan pada
substansi dari sistem pemaknaan. Tetapi juga hubungan dialektika
antara pemaknaan dan konteks sosio-historis yang lebih luas, yang
menjadikan sebuah pemaknaan sebagai sesuatu yang masuk akal/logis.
Selanjutnya, dibahas lebih rinci mengenai dua ciri
masyarakat akademik tersebut. Pertama, kritis. Indikator mahasiswa
yang berfikir dan bersikap kritis, yakni: 1). Memiliki dorongan yang
kuat untuk menemukan kejelasan, ketepatan (presisi), keakuratan. 2).
Sangat peka terhadap ide, gagasan, kesimpulan yang mengandung
egosentrisme dan sosiosentrisme. 3). Jujur secara intelektual dengan
dirinya, menyadari hal-hal yang tidak dimengerti dan menerima
kelemahan-kelemahan diri. 4). Memiliki daya tahan intelektual dalam
mengejar insight atau kebenaran di tengah-tengah kesulitan ataupun
hambatan. 5). Mendengar dengan pikiran-terbuka pada pandangan atau
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 23
pendapat yang berlawanan dan menerima kritik terhadap keyakinan
dan asumsi-asumsi mereka. 6). Mendasarkan keyakinan-keyakinannya
pada fakta lebih dari kepentingan-diri atau preferensi pribadi. 7). Sadar
akan kemungkinan adanya bias dan praduga yang ikut mempengaruhi
cara mereka memahami dunia. 8). Berpikir independen dan tidak takut
berbeda pendapat dengan pendapat kelompok atau masyarakat. 9).
Memiliki keberanian intelektual untuk menghadapi dan mengakses
gagasan-gagasan yang benar, bahkan bertentangan dengan gagasan
atau pendapat mereka sendiri. 10). Mengejar kebenaran dan memiliki
keinginan tahuan yang tinggi terhadap isu atau masalah.2
Csikszentmihalyi mengungkapkan bahwa pemikir kritis yang
ideal memiliki rasa ingin tahu yang besar, aktual, nalarnya dapat
dipercaya, berpikiran terbuka, fleksibel, seimbang dalam
mengevaluasi, jujur dalam menghadapi prasangka personal, berhati-
hati dalam membuat keputusan, bersedia mempertimbangkan kembali,
transparan terhadap isu, cerdas dalam mencari informasi yang relevan,
beralasan dalam memilih kriteria, fokus dalam inkuiri, dan gigih dalam
mencari temuan.3
Nickerson, seorang ahli dalam berpikir kritis menyebutkan
ciri-ciri orang yang berpikir kritis dalam hal pengetahuan, kemampuan,
sikap, dan kebiasaan dalam bertindak, yaitu: (1). Menggunakan fakta-
fakta secara mahir dan jujur. (2). Mengorganisasi pikiran dan
mengartikulasikannya dengan jelas, logis atau masuk akal. (3).
Membedakan antara kesimpulan yang didasarkan pada logika yang
valid dengan logika yang tidak valid. (4). Dapat menyatakan suatu
argumen verbal yang tidak relevan dan mengungkapkan argumen yang
esensial. (5). Memahami ide sesuai dengan tingkat keyakinannya. (6).
Dapat belajar secara independen dan mempunyai perhatian yang tak
kunjung hilang dalam bekerjanya. (7). Menerapkan teknik problem solving dalam domain lain dari yang sudah dipelajarinya. (8).
Mempertanyakan suatu pandangan dan mempertanyakan implikasi
dari suatu pandangan. (9). Sensitif terhadap perbedaan antara validitas
dan intensitas dari suatu kepercayaan dengan validitas dan intensitas
2 Linda Elder, ‚Our Concept of Critical Thinking: Foundation for Critical
Thinking‛, 2007. Diakses dari http://www.criticalthinking.org Tanggal 2 Januari
2015. 3 M. Csikszentmihalyi, ‚Society, Culture, and Person: A System View of
Creativity‛, dalam R. J. Sternberg, eds., The Nature of Creativity (Cambridge
University Press, New York, 1988), 325-339. Lihat juga M. Csikszentmihalyi,
Creativity (New York: HarperCollins, 1996), 24-30.
24 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
yang dipegangnya. (10). Menyadari bahwa fakta dan pemahaman
seseorang selalu terbatas, banyak fakta yang harus dijelaskan dengan
sikap non inquiri. (11). Mengenali kemungkinan keliru dari suatu
pendapat, kemungkinan bias dalam pendapat, dan mengenali bahaya
dari pembobotan fakta menurut pilihan pribadi.4
Prinsip yang sama juga dijelaskan oleh Gokhale dalam tulisan
yang berjudul ‚Collaborative Learning Enhances Critical Thinking‛. Ia
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan berpikir kritis, yakni
berfikir dengan melibatkan analisis, sintesis, dan evaluasi dari suatu
konsep.5 Ia juga menyatakan bahwa berpikir kritis disebut juga
berpikir logis dan berpikir analitis. Sedangkan menurut Langrehr,
untuk melatih berpikir kritis siswa harus didorong untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
menentukan konsekuensi dari suatu keputusan atau suatu kejadian;
mengidentifikasi asumsi yang digunakan dalam suatu pernyataan;
merumuskan pokok-pokok permasalahan; menemukan adanya bias
berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda; mengungkapkan
penyebab suatu kejadian; memilih fakor-faktor yang mendukung
terhadap suatu keputusan.6
Pendapat tersebut juga didukung oleh Beyer. Ia menyatakan
bahwa keterampilan berpikir kritis meliputi beberapa kemampuan,
yaitu: menentukan kredibilitas suatu sumber, membedakan antara
yang relevan dari yang tidak relevan, membedakan fakta dari
penilaian, mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak
4 Dikutip dari D.F. Schfersman, An Introduction to critical Thinking.
Diakses dari http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html, diakses Tanggal 25
April 2013; Bandingkan dengan T. Bentley Edwards, ‚Measurement of Some
Aspects of Critical Thinking‛, The Journal of Experimental Education, Vol. 18, No.
3 (Mar., 1950), 263-278. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/20153830 .
Tanggal 10 Januari 2015; Lihat juga L. Fleming, D. Chen S. Mingo, ‚Collaborative
Brokerage, Gen-Erative Creativity, And Creative Success‛, Admin. Sci. Quart, 52(3), 2007, 449-453.
5Penjelasan lebih lanjut lihat A.A Gokhale, ‚Collaborative Learning
Enhances Critical Thinking‛, Journal of Technology Education, Vol. 7 No. 1, 7-8; Lihat juga T. Amabile, Creativity in Context (Boul-der: West View Press, Inc.,
1996), 4. 6 John Langrehr dan Jan Langrehr, Tricky Thinking Problem: Advance
Activities in Applied Thinking Skills for Ages (USA: A David Multon Book, 2008),
6-11. Bandingkan dengan A. Hargadon dan B. Bechky, ‚When Collections of
Creatives Becomecreative Collectives: A Field Study of Problem Solving at Work‛,
Organ. Sci. 17(4), 2006, 484-500.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 25
terucapkan, mengidentifikasi bias yang ada, mengidentifikasi sudut
pandang, mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung
pengakuan.7
Sementara itu, Ellis mengemukakan bahwa keterampilan
berpikir kritis meliputi kemampuan-kemampuan sebagai berikut: (1).
Mampu membedakan antara fakta yang bisa diverifikasi dengan
tuntutan nilai. (2). Mampu membedakan antara informasi, alasan, dan
tuntutan-tuntutan yang relevan dengan yang tidak relevan. (3). Mampu
menetapkan fakta yang akurat. (4). Mampu menetapkan sumber yang
memiliki kredibilitas. (5). Mampu mengidentifikasi tuntutan dan
argumen-argumen yang ambiguistik. (6). Mampu mengidentifikasi
asumsi-asumsi yang tidak diungkapkan. (7). Mampu menditeksi bias.
(8). Mampu mengidentifikasi logika-logika yang keliru. (9). Mampu
mengenali logika yang tidak konsisten. (10). Mampu menetapkan
argumentasi atau tuntutan yang paling kuat.8
Kedua, dialogis. Dialogis berasal dari kata dialog, yang
berarti sebuah pertukaran ide dan opini, khususnya antara dua orang
ataupun dua kelompok dengan sebuah pandangan/ pendapat untuk
pencapaian persetujuan/ pemahaman.9 Hal ini karena dialog
merupakan sebuah proses yang didalamnya terjadi komunikasi yang
berbentuk percakapan atau diskusi untuk saling bertukar pikiran dan
opini-opini dari apa yang dipikirkan individu. Dialog adalah
manifestasi individu dalam mengutarakan pikiran dan pendapatnya.
Dengan cara itulah masing-masing individu mengadakan perubahan
terhadap diri mereka sendiri. Adanya perubahan karena dari dialog itu
unsur saling mempengaruhi lawan bicaranya. Hal ini dapat dilihat dari
ucapan masing-masing individu yang melebur menjadi satu. Sehingga
akan muncul pemahaman-pemahaman baru.
7 Dikutip dari Zaleha Izhab Hassoubah, Mengasah Pikirin Kreatif dan
Kritis (Bandung: Nuansa, 2008), 62-63. Lihat juga T. Amabile, P. Goldfarb, S.
Brackfleld, ‚Social Influenceson Creativity: Evaluation, Coaction, and Surveillance‛,
Creativity Res, Vol. 3, 1990, 7-8. 8Dikutip Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah
Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Prenada
Media, 2004), 45-47; Bandingkan dengal Nindah Nur Afifa, Peran Seni dalam Mengembangkan Kreatifitas Siswa. Diakses dari
http://media.diknas.go.id/media/document/5465.pdf. Tanggal 20 Desember 2011. 9 Mairi Robinson eds., Chambers 21 st Century Dictionary (Edinburgh:
Penerbit Chambers, 1999), 369.
26 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Bila dialog diaplikasikan dalam proses belajar mengajar pada
pendidikan formal, misalnya Perguruan Tinggi. Maka, dialog antara
dosen dan mahasiswa sangat penting dalam menciptakan suasana yang
harmonis. Hal ini karena dengan adanya dialog dan bertukar pikiran,
maka mahasiswa dapat bertanya dan bebas menyampaikan pendapat.
Sehingga, mereka mendapatkan lebih banyak ilmu pengetahuan yang
dapat digali dari dosen.
Menurut Hans-Georg Gadamer, dalam dialog sangat penting
adanya keterbukaan antara kedua belah pihak. Hal ini karena di dalam
dialog akan terjadi aksi memberi dan menerima. Aksi memberi berarti
pihak-pihak yang menyampaikan apa yang ingin diungkapkan.
Sedangkan aksi mengambil berarti masing-masing pihak berusaha
menyerap apa yang dikatakan oleh partner dialognya. Dengan dialog
pemahaman baru menjadi mungkin.10
Dalam dialog, pihak-pihak yang
terlibat saling menyampaikan informasi, data, fakta, pemikiran,
gagasan, dan pendapat, serta saling berusaha mempertimbangkan,
memahami, dan menerima. Dalam dialog tidak ada monopoli
pembicaraan dan kebenaran. Yang ada adalah berbagi dan bertukar
informasi dan gagasan. Dari dialog diharapkan terbentuk saling
pengertian dan pemahaman bersama yang lebih luas dan mendalam
tentang hal yang menjadi bahan dialog.
Landasan dialog adalah kesadaran bahwa kedua belah pihak
yang terlibat dalam dialog belum lengkap, belum penuh dan belum
sempurna dalam pengetahuan dan penghayatan tentang sesuatu.
Kenyataan sedemikian kaya tidak mungkin tertangkap seluruh segi
dari satu dan beberapa segi dan hanya unsur-unsur tertentu saja, maka
orang perlu mengadakan dialog. Dialog merupakan kegiatan budaya.
Manusia yang belum tinggi budayanya seringkali menggunakan
paksaan, kekerasan, perkelahian, ataupun peperangan untuk mencapai
tujuannnya. Sedang manusia berbudaya lebih menggunakan
pembicaraan, diskusi, tukar pendapat dan argumen serta alasan-alasan.
Hal ini dilakukan manusia berbudaya untuk meyakinkan, mengubah
pikiran atau cara bertindak orang atau kelompok lain. Dialog
merupakan ciri masyarakat maju dan demokratis. Tanpa dialog tidak
mungkin terjadi kesejahteraan dan kemajuan hidup bersama. Tidak
10
Nuraini, ‚Dialog sebagai Sebuah Metodologi Pendidikan Alternatif:
Telaah Pemikiran Paulo Freire‛, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, 27.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 27
mungkin tercipta masyarakat demokratis di mana para anggotanya
mempunyai hak dan kewajiban yang sama.11
Dialog dapat digunakan sebagai cara untuk langsung
membahas suatu hal atau sebagai pendahuluan untuk pembahasan
materi yang berat. Hal yang dijadikan bahan dialog meliputi segala
bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, budaya, etika, moral,
agama. Manusia dapat menggunakan dialog untuk komunikasi
interpersonal. Sedangkan manfaat dialog, yakni: pada tingkat pribadi,
dialog dapat meningkatkan sikap saling memahami dan menerima,
serta mengembangkan kebersamaan dan hidup yang damai saling
menghormati dan saling percaya. Dalam masyarakat, dialog dapat
menjadi sarana untuk saling memahami, menerima dan kerja sama
antar berbagai kelompok masyarakat yang berbeda latar belakang
budaya, pendidikan, tingkat ekonomi, ideologi, kepercayaan, dan
agama.12
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dialog merupakan
percakapan dengan maksud untuk saling mengerti, memahami,
menerima, hidup damai dan bekerja sama untuk mencapai
kesejahteraan bersama. Sedangkan kata dialogis merupakan kata sifat,
yakni dialog yang bersifat terbuka dan komunikatif.
Masyarakat akademis dengan ciri yang telah dijelaskan
sebelumnya, kemudian akan membentuk tradisi akademik. Tradisi
akademik, yakni terbentuknya suatu tradisi dimana orang-orang yang
ada pada masyarakat akademik itu, tidak pernah merasa dirinya
sebagai orang paling benar. Sehingga, hasil penelitian seorang
akademikus, selalu membuka diri terhadap kritik dan penelitian lebih
lanjut. Selain itu juga, di dalam proses belajar mengajar, seorang dosen
dengan mahasiswa, selalu dalam suasana dialogis (discourses) dan
tidak hanya courses (searah). Indikator ini menjadikan tradisi
akademik berkaitan dengan nilai, norma serta etika yang mengatur
sikap dan perilaku mahasiswa.
Penerapan tradisi akademik ini didukung dan diperkuat oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Bab VI Pasal 19 dan 20.
Pada garis besarnya kebebasan akademik mengandung pengertian:
11
Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 104-105.
12 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal
(Yogyakarta: Kanisius, 2007), 106.
28 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Pertama, Kebebasan menyatakan pemikiran dan pendapat sesuai
dengan norma dan kaidah keilmuan. Kedua, Kebebasan seorang
anggota sivitas akademika untuk melakukan kegiatan belajar dan
dosen dalam mengajar dalam proses belajar mengajar di Perguruan
Tinggi. Ketiga, Kebebasan dosen dan mahasiswa untuk melakukan
penelitian dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan. Keempat, Kebebasan akademik maupun kebebasan mimbar akademik men-
gandung arti kebebasan untuk sesuatu, maka merupakan modus
kebebasan yang mempunyai kaidah-kaidah dan norma-norma atau
terikat pada etika tertentu.13
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat akademik adalah suatu masyarakat yang didalamnya yang
mempunyai ciri kritis dan dialogis. Selain itu juga dalam masyarakat
akademis kebebasan menyampaikan argument/pendapat tetap terikat
padas etika yang telah ditentukan.
B. Sosiologi Pengetahuan sebagai Paradigma Pengkajian Masyarakat
Akademik
Sosiologi pengetahuan merupakan ilmu baru yang menjadi
cabang dari sosiologi, yang mempelajari hubungan timbal balik antara
pemikiran dan masyarakat. Ilmu ini memberi perhatian pada kondisi
sosial atau eksistensial pengetahuan, serta berupaya untuk
menghubungkan ide-ide dengan realitas masyarakat, dan mengkaji
setting historis dimana ide-ide itu diproduksi dan diterima.14
Hal itu
berarti bahwa pemikiran seseorang dipengaruhi oleh setting sosial atau
lingkungan di mana ia berada. Kemudian, pemikiran ini akan
teraplikasi dalam sikap. Bila pemikirannya lebih terbuka dan
menghargai pendapat atau pemikiran yang berbeda, maka orang itu
akan memiliki sikap toleran terhadap pemikiran yang berbeda dengan
pemikirannya.
Penjelasan di atas memberikan suatu pemahaman bahwa
sosiologi mempunyai peran yang cukup signifikan. Peran sosiologi
dalam menganalisa fenomena sosial budaya yang ada di masyarakat,15
13
Fuad Hasan, ‚Beberapa Catatan Perihal Kemitraan dan Kebebasan serta
Kebebasan Akademik‛, Jakarta 9-13 April 1989. 14
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan sebagai Cara Pandang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 31-32.
15 Anthony J. Prosen, ‚The Essence of the Sociology of Knowledge: A
Discussion of the Stark Thesis‛, Sociological Analysis, Vol. 27, No. 1, (1966), 16-17.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3709819. Tanggal 23/06/2014.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 29
yakni: Pertama, mengidentifikasi fenomena budaya di masyarakat.
Jika ditinjau dari perwujudannya unsur budaya merupakan fenomena
budaya masyarakat yang dibedakan menjadi tiga, yaitu kebudayaan
fisik kebendaan, sistem ilmu pengetahuan dan penelitian, sistem nilai
budaya atau adat istiadat sebagai kebudayaan abstrak. Kedua,
menghadapi fenomena budaya di masyarakat. Keragaman budaya
menyadarkan manusia akan pentingnya memahami latar belakang
sosial budaya dari masyarakat lain. Selain itu, sosiologi mempunyai
dasar kemampuan memahami hubungan antargolongan dalam
masyarakat, juga memahami proses perubahan dan pengaruh-pengaruh
penemuan baru di masyarakat. Hal ini berarti, cara kerja sosiologi atas
dasar kenyataan faktual dalam masyarakat. Sehingga rancangan
perencanaan relatif dapat dipercaya.
Wright berpendapat bahwa berbagai usaha dan cara telah
banyak dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah sosial. Akan
tetapi, belum ada metode yang ampuh untuk mengatasinya. Kesulitan
ini dikarenakan masalah-masalah yang timbul tidaklah selalu sama,
baik latar belakang, waktu maupun pengaruh-pengaruh yang
menyertainya. Selain itu, metode dan analisis yang ada dalam
masyarakat tidak mampu mengimbangi cepatnya perubahan-perubahan
yang terjadi. Hal itu bila tidak disikpai dengan bijak, maka akan
menimbulkan in-toleransi.16
Menurut Mannheim, semua pengetahuan dan pemikiran selalu
dibatasi oleh lokasi sosial dan proses historis suatu masyarakat. Pada
saat tertentu suatu kelompok dapat memiliki akses lebih banyak dari
sebuah fenomena sosial daripada kelompok lain, tapi tidak ada
kelompok yang memiliki akses total terhadap fenomena itu. Dalam
karya-karyanya Mannheim melihat masyarakat sebagai subjek yang
menentukan bentuk-bentuk pemikirannya. Di tangan Mannheim,
sosiologi pengetahuan menjadi suatu metode yang positif bagi
penelaahan hampir setiap fase pemikiran manusia.17
Pendapat yang
senada juga diungkapkan oleh Baum. Ia menyatakan prinsip dasar di
dalam kajian sosiologi pengetahuan, yakni: pengklarifikasian asal usul
sosial suatu pemikiran yang akan dikaji. Hal ini karena pemikiran
16
C. Wright. Mills, ‚Methodological Consequences of the Sociology of
Knowledge‛, American Journal of Sociology, Vol. 46, No. 3 (Nov., 1940), 31.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/2769572. Tanggal 23/06/2014. 17
Karl Mannheim, Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, terj. F. Budi Hardiman (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 15.
30 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
seseorang dipengaruhi oleh setting historis dimana orang itu
tinggal/menetap.18
Dalam perkembangannya, sosiologi pengetahuan terus
mengalami pembaharuan, hal ini dapat dilihat pada salah satu ahli
sosiologi pengetahuan yang bernama Peter Berger. Ia mengkaji
hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial dimana
pemikiran itu timbul, berkembang dan dilembagakan. Peter Berger
dalam karyanya The Precarius Vision dan Noise of Solemn Assemblies, diulas tentang fungsi atau posisi kritis sosiologi agama
(sub bidang sosiologi pengetahuan) berhadapan dengan perkembangan
refleksi teologis dalam kalangan umat Kristen Barat. Berger berusaha
menggambarkan bagaimana sekularisasi sebagai salah satu ciri
peradaban modern tercermin dalam refleksi-refleksi teologis. Karena
refleksi atas iman yang sudah melembaga, seperti terjelma pada
teologi-teologi formal juga berfungsi sebagai ideologi, maka tugas
sosiologi agama antara lain, menunjukkan bagaimana teologi sebagai
ideologi juga memainkan peranan sebagai alat legitimasi kekuasaan
politik, yang dibangun oleh masyarakat untuk menertibkan kehidupan
publik. Sekularisasi menunjukkan bahwa sektor publik kehidupan
modern mengalami pluralisasi ideologi, sehingga pengaruh dominan
pemikiran keagamaan semakin kecil, bahkan bergeser ke dalam
kehidupan privat individu-individu (terjadi proses privatisasi
kehidupan religius).19
Selanjutnya, Peter L. Berger bekerja sama dengan Thomas
Luckmann menulis buku yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowlidge. Buku inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal muncul dan berkembangnya teori
konstruksi realitas sosial. Teori ini akan menjadi pendekatan dalam
menganalisis dan mengkaji mengenai realitas keterbukaan pemikiran
pada masyarakat akademik.20
Uraian mengenai historitas perkembangan sosiologi
pengetahuan menunjukkan bahwa sosiologi pengetahuan mengalami
18
Gregory Baum, Agama dalam Bayang-Bayang Relativisme: Sebuah Analisis Sosiologi Pengetahuan Karl Mannheim tentang Sintesa Kebenaran Historis-Normatif, terj. Ahmad Murtajib (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999), 45.
19 Peter L. Beger dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial Atas Kenyataan;
Sebuah Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, terj. Hasan Basari (Jakarta: LP3ES,
2012), xii. 20
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowlidge. London: Penguin Books, 1991.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 31
perkembangan yang cukup pesat. Berawal dari Mannheim dengan teori
relasionisme, yang menyatakan bahwa setiap pemikiran terkait dengan
lokasi sosialnya.21
Kemudian dikembangkan oleh Peter Berger. Ia
menganalisa hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial
dimana pemikiran itu timbul, berkembang dan dilembagakan, yang
bertolak dari pemikirannya tentang masalah keagamaan. Lalu, Berger
bekerjasama dengan Luckmann mencetuskan teori konstruksi realitas
sosial. Teori ini menyatakan bahwa realitas adalah hasil penafsiran
dari individu dan masyarakat.
Salah satu tulisan yang menjadikan paradigma sosiologi
pengetahuan untuk membahas mengenai pengaruh sosio-historis
dimana pemikiran seseorang tumbuh dan berkembang dengan hasil
pemikiran yang ia miliki. Tulisan yang dimaksud adalah disertasi
Muhammad Irfan Helmy yang berjudul ‚Pemaknaan Hadis-Hadis
Mukhtalif Menurut Asy-Sya@Fi'i@: Tinjauan Sosiologi Pengetahuan‛.22
Disertasi ini menggunakan metode deskriptif-analitis untuk
memaparkan, menafsirkan, menganalisis dan menyimpulkan secara
sistematis, faktual, objektif dan akurat mengenai gagasan primer yang
menjadi objek penelitian ini. Sedangkan pendekatan yang digunakan
disertasi ini adalah pendekatan sosiologi pengetahuan. Pendekatan ini
digunakan untuk menganalisis perkembangan suatu pemikiran dengan
melihat adanya pengaruh lingkungannya secara kronologis-historis,
sehingga dapat ditemukan makna dan maksud dari sebuah pemikiran.
Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis perkembangan suatu
pemikiran dengan melihat adanya pengaruh lingkungannya secara
kronologis-historis, sehingga dapat ditemukan makna dan maksud dari
sebuah pemikiran.
Sosiologi pengetahuan dalam mengkaji suatu masalah tidak
mempersoalkan buruk atau baik masalah tersebut, tetapi lebih
bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.23
21
Karl Mannheim, Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, 21.
22 Muhammad Irfan Helmy, ‚Pemaknaan Hadis-Hadis Mukhtalif Menurut
Asy-Sya@Fi'i@: Tinjauan Sosiologi Pengetahuan‛, Disertasi, Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014. 23
Anthony J. Prosen, ‚The Essence of the Sociology of Knowledge: A
Discussion of the Stark Thesis‛, Sociological Analysis, Vol. 27, No. 1, (1966), 9-18.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3709819, Tanggal 13 Mei 2014. Harvey
Goldman, ‚From Social Theory to Sociology of Knowledge and Back: Karl
Mannheim and the Sociology of Intellectual Knowledge‛, Sociological Theory, Vol.
32 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Selain itu, sosiologi pengetahuan mempelajari atau berhubungan
dengan gejala-gejala kemasyarakatan. Ia juga dibatasi mengkaji objek
pada apa yang terjadi sekarang dan bukan apa yang seharusnya terjadi
pada saat ini. Oleh karena itu, sosiologi disebut pula ilmu pengetahuan
normatif. Tetapi juga bila dilihat dari segi penerapannya sosiologi
pengetahuan dapat digolongkan ke dalam ilmu pengetahuan murni dan
dapat pula menjadi ilmu terapan.
Paradigma sosiologi pengetahuan bermanfaat dalam proses
terbentuknya keterbukaan pemikiran pada diri seseorang. Hal ini
senada dengan pendapatnya Hargrove24
, ia menyatakan bahwa
sosiologi pengetahuan membuat manusia yang mempelajarinya
menjadi lebih memahami segala sesuatu dengan beragam perspektif.
Setiap pemikiran selalu dilatar-belakangi oleh setting sosial dimana ia
berada. Sehingga hal yang wajar bila terjadinya beragam pendapat.
Tetapi, keberagaman pendapat itu malah membuat manusia yang
mempelajarinya menjadi lebih terbuka pemikirannya. Hargrove juga
menyatakan bahwa keterbukaan pemikiran terbentuk karena adanya
relatifitas pengetahuan, yakni pengetahuan yang terikat oleh
masyarakat atau budaya tertentu.
Para ahli menguraikan keterkaitan antara bahasa dan pikiran,
antara lain: Pertama, bahasa mempengaruhi pikiran. Pemahaman
terhadap kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Pikiran
manusia dapat terkondisikan oleh kata yang manusia gunakan. Orang
Jepang mempunyai pemikiran yang tinggi karena orang Jepang
memiliki bahasa kosakata dalam menjelaskna sebuah realitas. Hal ini
membuktikan bahwa mereka mempunyai pemahaman yang mendetail
tentang realitas.25
Kedua, pikiran mempengaruhi bahasa.
Perkembangan aspek kognitif seseorang akan mempengaruhi bahasa
yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut, maka semakin
tinggi bahasa yang digunakannya. Pendapat ini didukung oleh Jean
12, No. 3 (Nov., 1994), 266-278. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/202125,
Tanggal 13 Mei 2014. 24
Barbara Hargrove, "Modernization and Pluralism in Christian Thought
and Structure," in Religion and the Sociology of Knowledge, Journal for the Scientific Study of Religion, Vol. 24, No. 4 (Dec., 1985), 448-449
http://www.jstor.org/stable/1386002 .Accessed: 09/05/2014. 25
Malt B, Sloman S, Shi M dan Wong Y, ‚Knowing versus Naming:
Similarity and the Linguistic Categorization of Artifacts‛, 261.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 33
Piaget.26
Ketiga, bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Hubungan
ini dikemukakan oleh Benyamin Vigotsky, seorang ahli semantik dari
Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori Piaget. Ia
menyatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi.
Penggabungan Vigotsky terhadap kedua pendapat di atas hanya
diterima oleh kalangan ahli Psikologi.27
Relatifitas juga bisa dikaitkan dengan ilmu sejarah. Kemudian
muncul adanya subjektivitas sejarah, ini disebabkan karena relatifitas
yang terkait dengan waktu dan perbedaan sudut pandang.28
Misalnya,
peristiwa Perang Diponegoro (1825-1830). Menurut Belanda Pangeran
Diponegoro adalah pemberontak dan penjahat. Tapi, menurut bangsa
Indonesia, Pangeran Diponegoro adalah pahlawan bangsa. Akhirnya,
lantas, dirumuskan adanya hukum subjektivitas sejarah. Pembentuk
subjektivitas sejarah bukan hanya pada masalah perbedaan sudut
pandang, tetapi juga pada aspek lain, salah satunya waktu. Waktu
mengamati peristiwa sejarah juga akan melahirkan subjektivitas
termasuk perbedaan hasil/kesimpulan setelah direkonstruksi.
Semakin dekat jarak waktu terjadinya peristiwa dengan waktu
penelitian, maka akan semakin mendekati kebenaran (objektif) sejarah.
Begitu juga sebaliknya. Namun, semakin dekat jarak waktu itu, justru
akan semakin menguatkan ikatan emosional si peneliti sejarah. Kalau,
peneliti terlalu dekat juga diduga akan mengaburkan persoalan. Karena
terlalu terbebani oleh benak ingin mengungkap sesuatu dalam pikiran
yang kurang jernih. Waktu juga adalah faktor penting sejarah, di
samping pelaku, dan tempat.29
Menurut Louis semua persoalan hidup
manusia yang diperankan oleh tokoh sejarah di dunia ini, mesti berlaku
dalam ruang dan waktu. Hal ini menunjukkan pentingnya unsur waktu
dalam ilmu sejarah. Sejarah juga nampak terpaut dalam tiga kotak:
26
Seorang tokoh psikologi kognitif. Jean Piaget mengobservasi
perkembangan aspek kognitif anak. Dikutip dari Bowerman M, ‚The Origins of
Children’s Spatial Semantic Categories: Cognitive versus Linguistic Determinants‛,
dalam Gumperz J dan Levinson S, eds., Rethingking Linguistic Relativity
(Cambridge: Cambridge University Press, 1996), 197-200. 27
D. Roberson, I. Davies dan J. Davidoff, ‚Colours Categories are not
Universal: Replications and New Evidence in Favour of Linguistic Relativity‛,
Journal of Experimental Psychology: General, 129: 2000, 390. 28
W. Poespoprodjo, Subjektivitas dalam Historiografi: Suatu Analisis Kritis Validitas Metode Subjektivo-Objektif dalam ilmu sejarah (Bandung: Remadja
Karya, 1987), 5. 29
Lihat Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto
(Jakarta: UI Press, 1986), 19-20.
34 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
kekinian, kelampauan dan kedepanan. Maka, sejarah menjadi
kontinuitas penghubung antara tiga dimensi waku yang berbeda itu.
Sehingga, ada kajian sejarah yang diakronik menjadikan unsur waktu
sebagai sesuatu komponen terpenting, sebagai ciri khas penulisan
sejarah klasik. Teori sejarah mengenai waktu ada pengaruhnya dengan
hukum relatifitas waktu. Walaupun ada perbedaan kronik, waktu
dalam sejarah berdimensi sosial, sedangkan waktu dalam teori
relatifitas waktu berdimensi fisikal.
Ilmu fisika modern, seperti halnya ilmu sejarah, mengalami
perkembangan sesuai hasil penelitian. Salah satu pendapat tentang
waktu, yakni pernyataan waktu adalah relatif. Relatifitas waktu sama
halnya dengan relatifitas yang lain. Artinya, batasan waktu terkait
dengan peristilahan, batasan tempat atau ruang, dimensi, dan
sebagainya. Hal ini juga dapat dilihat dalam Al-Qur’an, ada banyak
istilah pengganti kata ‚waktu‛, seperti kata ad-dahr30, al-waqt31
, ad}-d}uha . Kata-kata itu di dalam Al-Qur‟an ada yang disepakati
maknanya oleh para mufasir seperti yang terdapat pada QS. Thaha
[20]: 59 dan QS. Al-A‟raf [7]: 98. Kata d}uha disitu diartikan sebagai
‚waktu ketika matahari naik sepenggalan di waktu pagi‟. Hari yang
diramaikan diungkapkan dengan yaumuz zinah. Muqatil menafsirkan
sebagai hari raya Faeruz. Sa’id bin Jubair menganggap sebagai hari
pasar raya. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai hari ‘asyura (tanggal
10 Muharram).32
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kata ‚waktu‛,
mempunyai perbedaan makna, baik tendensi, kecenderungan dan
penggunaannya. Hal ini disebabkan adanya relatifitas.
Relatifitas waktu ada kaitannya dengan unsur lain, yakni
ruang dan gerak. Karenanya ruang dan waktu adalah dimensi ‚materi‛
yang tidak dapat dipisahkan dan saling ketergantungan. Makanya
keduanya masuk pada tataran universum. Salah satu konsekuensinya
adalah suatu kejadian akan nampak berbeda, bila dilihat dari tempat
yang berbeda, walaupun waktunya sama. Apalagi bila waktunya
berbeda. Salah satu penyebab adanya relatifitas waktu dalam
30
Lihat Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya (Jakarta: CV.
Penerbit J-Art, 2004), 579. 31
Kata al waqt terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 103, yang berbunyi
‚Sesungguhnya s}alat itu adalah fard}u yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman‛. Lihat Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 96. 32
Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini lihat Muhammad Wardah Aqil,
Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosakata, Vol. 1, ed. Sahabuddin et al., Jakarta:
Lentera Hati, 2007.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 35
pendekatan sosial, yakni akibat dari membarus pada sisi relatif
psikologis (dalam rasa). Akhirnya, hal itu \diklaim bersinggungan
dengan realitas. Misalnya, ketika nonton sepakbola yang disiarkan
langsung oleh media elektronik, mampu menjawab perbedaan waktu
satu tempat dengan tempat lain. Al-Qur’an menanggapi hal ini,
menerangkannya pada surat Al-Ma’a<rij ayat 4, yang berbunyi
‚Mailaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun‛. Dalam tafsir dijelaskan
bahwa malaikat-malaikat dan Jibril AS jika menghadap Allah Swt.
memakan waktu satu hari. Apabila dilakukan oleh manusia, memakan
waktu 50.000 tahun.33
Sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu di
alam riil, alam gaib dan antara keduanya berbeda-beda. Makanya, versi
Einsten meramalkan kalau manusia dapat menembus kecepatan
cahaya, niscaya akan mampu pindah antartempat, dan antaralam,
secara cepat, sekarang ke masa lampau atau sebaliknya. Obsesi ini
direalisasikan oleh orang Barat dalam bentuk perpindahan antartempat
atau waktu, dalam karya sastra dan aneka kreativitas lain, seperti
dalam film-film Hollywood, Time Trax dan judul segaya lainnya.
Relevansi waktu dalam sejarah dan relatifitas. Untuk mencari
hubungan itu, seyogianya di cari titik temu asumsi relatifitas waktu
dengan hukum-hukum sejarah. Kebenaran yang akan dicarinya
menurut disiplin masing-masing. Belakangan ini, ditemukan bahwa
kalau metodologi science alam, lebih pada menjelaskan dan menjawab
fenomena yang telah lampau, telah dialami. Serta dapat
memperkirakan akibatnya secara tepat, atau mendekatinya. Maka,
metodologi ilmu sosial, hanya akan mencoba menerawangkan masa
depan, tetapi belum dapat menentukan (memastikan) bagaimana yang
akan terjadi akhirnya.34
Setelah terjadinya integrasi dalam bidang ilmu, kemudian
terjadinya keterbukaan dalam pemikiran, lalu menimbulkan relatifitas
pemikiran. Selanjutnya, yang menjadi ciri khas atau kriteria sosiologi
pengetahuan, yakni adanya akulturasi pemikiran. Hal ini dapat
diartikan bahwa pengetahuan sebagai produk dari budaya, sehingga
memungkinkan terjadinya akulturasi pemikiran dengan budaya dimana
33
Lihat Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 569. 34
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), 58-60.
36 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
pemikiran seseorang itu tumbuh dan berkembang.35
Maksudnya, disini
terjadi relativitas pengetahuan, yakni pengetahuan terikat oleh suatu
masyarakat atau budaya tertentu. Pendapat ini didukung oleh
Chattopadhyaya dalam tulisannya yang berjudul ‚Institute Sociology
of Knowledge‛36
, pendapat yang senada juga diungkapan oleh Goff
dalam karyanya yang berjudul Marx and Mead: Contributions to a
Sociology of Knowledge .37
Mengenai relativitas budaya dapat dilihat
pada tulisan E. Adamson Hoebel38
yang berjudul Anthropology And The Human Exprerience, ia menyimpulkan bahwa terjadinya relatifitas
budaya itu dikarenakan perbedaan lokasi dan tempat.
Penjelasan di atas memberikan deskripsi bahwa pengetahuan
sebagai produk budaya. Artinya, bahwa realitas sosial manusia
dibentuk dan diwakili oleh sejarah dan budaya mereka. Misalnya,
tradisi bunuh diri di Jepang, akan berbeda maknanya dengan tradisi
bunuh diri yang terjadi di Indonesia. Mc. Carthy menafsirkan bahwa
ideologi sebagai praktek budaya. Hal ini dikarenakan ideologi39
menyediakan landasan yang paling mendasar dimana manusia
menafsirkan realitas sosial.40
Lalu, hal itu menjadi penyebab adanya
relatifisme dalam hal pemikiran. Relatifisme ini kemudian
menimbulkan adanya keterbukaan atau menerima keberagaman
pemikiran. Selain itu, menurut Mc. Carthy sosiologi pengetahuan
mencirikan empat hal, yakni: konsep post-modern pengetahuan,
pendekatan semiotik untuk analisis realitas sosial, penekanan pada
35
E. Doyle McCarthy, Knowledgeas Culture: The New Sociology of Knowledge. London and NewYork: Routledge, 1996. 130.
36 D. P. Chattopadhyaya, ‚Institute Sociology of Knowledge‛, Annals of
the Bhandarkar Oriental Research Institute, Vol. 68, No. 1/4, (1987), 133.
http://www.jstor.org/stable/41693316 .Accessed: 09/05/2014. 37
Tom W. Goff., Marx and Mead: Contributions to a Sociology of Knowledge. Boston: Routledge -& Kegan Paul, 1980.
38 Penjelasan lebih lanjut mengenai relatifitas budaya lihat, E. Adamson
Hoebel, Anthropology And The Human Exprerience, fifth edition (McGraw-Hill
Book Company: New York, 1979), 612. 39
Mc. Carthy mengartikan ideologi sebagai bentuk khusus dari
pengetahuan. Penjelasan lebih lanjut lihat E. Doyle Mc. Carthy, Knowledge as Culture: The New Sociology of Knowledge, 34-36.
40E. Doyle Mc. Carthy, Knowledge as Culture: The New Sociology of
Knowledge, 36.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 37
hubungan antara bahasa dan budaya, signifikan peran publik dan
pengaruh media masa dalam mengubah realitas menjadi makna.41
Ada beberapa teori yang terkait dengan sosiologi
pengetahuan, antara lain: teori determinasi sosial pengetahuan; teori
relasionisme; ideologi dan utopia; dialektika eksternalisasi,
objektivasi dan internalisasi. Berikut dijelaskan lebih rinci. Pertama,
teori determinasi sosial pengetahuan. Teori ini menyatakan bahwa
sebuah pemikiran, ide atau pengetahuan yang dicetuskan seseorang
adalah sebagai hasil dari dinamika dan interaksi sosial yang terjadi
dalam masyarakat tempat individu itu tinggal. Sosiologi pengetahuan
melihat individu hanyalah berpartisipasi dalam pandangan yang telah
digariskan kelompok. Oleh karena itu, sebagian besar pemikiran dan
pengetahuan tidak bisa dipahami secara baik, bila implikasi sosial
kehidupan manusia tidak diperhitungkan.42
Dengan melihat latar belakang sosial akan terkuak kekuatan-
kekuatan yang tidak kelihatan yang mendasari pengetahuan. Dengan
demikian, pikiran dan gagasan bukanlah hasil ilham-terisolasi, tetapi
lebih merupakan pengalaman historis kolektif suatu kelompok yang
diandaikan individu, yang kemudian dianggap sebagai pikiran
kelompok.43
Kedua, teori relasionisme. Teori relasionisme menyimpulkan
ada relasi (hubungan) antara pengetahuan dengan realitas sosial. Teori
ini merupakan kosekuensi logis dari teori determinasi sosial
pengetahuan (ide/pengetahuan seseorang berkembang sesuai dengan
konteks sosial pencetusnya).
Relasionisme berbeda dengan relativisme. Titik perbedaannya
terletak pada perspektif tentang konsep kebenaran. Relativisme
beranggapan bahwa tidak ada sesuatu pengetahuan yang diakui
kebenarannya secara tetap dan absolut. Sedangkan relasionisme tidak
menafikan kebenaran. Ia hanya membatasi kebenaran sesuai dengan
konteks sosial dimana kebenaran itu muncul. Maksudnya, lain konteks
41
E. Doyle Mc. Carthy, ‚Knowledge as Culture: The New Sociology of
Knowledge‛, 1996. Bandingkan dengan Joachim Israel, ‚Epistemology and
Sociology of Knowledge: An Hegelian Undertaking‛, Sociological Perspectives, Vol.
33, No. 1, 1990, 111-128. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/1388980, Tanggal
13 Mei 2014. 42
Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, terj. F. Budiman Hardiman (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 291.
43 Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan
Politik, 292.
38 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
sosial, maka lain pula perspektif kebenaran yang muncul, meskipun
objeknya sama. Hal ini berarti bahwa selalu ada relasi antara
pengetahuan/ ide dengan konteks sosial pencetusnya.44
Berdasarkan teori relasionisme ini, maka proses pemaknaan
suatu ide/pengetahuan tidak hanya terpaku pada bunyi dari
ide/pengetahuan tersebut. Tetapi juga perlu mengkaji konteks
sosiologis maupun psikologis dari pencetus ide/pengetahuan tersebut.
Sehingga, makna dibalik suatu ide/ pengetahuan akan dapat ditangkap
secara utuh dan tepat. Hal ini berlandaskan pada asumsi bahwa
pengetahuan merupakan akibat dari dinamika sosial yang digeluti
pencetusnya. Pendek kata, pengetahuan atau ide adalah akumulasi dari
realitas-realitas yang saling berinteraksi pada masa tertentu.
Ketiga, ideologi dan utopia. Konsep ini adalah sumbangan
Karl Mannheim dalam sosiologi pengetahuan. Pandangan Mannheim
tentang ideologi dan utopia sesuai dengan prinsip-prinsip yang
dibahasnya dalam sosiologi pengetahuan. Pada dasarnya, pengetahuan
manusia tidak bisa dilepaskan dari eksistensinya. Orang yang
menganut ideologi dari sistem kemasyarakatan tertentu, akan sulit
melihat kebenaran dari sebuah teori kemasyarakatan lain yang tidak
didasarkan pada sistem yang ada. Hal ini karena bagi penganut
ideologi dari sistem kemasyarakatan yang ada, adalah kepentingannya
untuk mempertahankan sistem ini. Baginya semua kemungkinan lain
adalah kemungkinan yang utopis, dalam arti utopia yang absolut.45
Kelima, dialektika eksternalisasi, objektivasi dan
internalisasi. Dalam prespektif sosiologi pengetahuan, selalu ada
dialektika diri (the self) dengan dunia sosio-kultural. Dialektika itu
berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan, yaitu
eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dua sosio-kultural sebagai
produk manusia), objektivasi (interaksi sosial dalam dunia
intersubjektif yang dilembangakan atau mengidentifikasi dengan
lembaga-lembaga sosial atau organisasi tempat individu menjadi
anggotanya).46
44
Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, 307.
45 Arif Budiman, ‚dari Patriotisme Ayam dan Itik sampai ke Sosiologi
Pengetahuan: Sebuah Pengantar‛, dalam Karl Mannheim, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, xix.
46 Frans M. Farera, ‚Menyingkap Misteri Manusia Sebagai Homo Faber‛,
Peter Berger dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, terj. Hasan Basyari (Jakarta: LP3ES, 1990), xx.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 39
Menurut Berger, eksternalisasi manusia memiliki karakter sui generis (karakter yang khas) sebagai perlawanan, baik dimensi organik
mereka maupun konteks lingkungannya. Hal ini berarti bahwa
eksternalisasi merupakan kebutuhan antropologis manusia. Manusia
terlibat dalam proses penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural
dalam setiap aktivitasnya. Sehingga dapat disimpulkan pengetahuan
masyarakat merupakan produk manusia dan konstruksi pengetahuan
masyarakat. Artinya, manusia sebagai individu secara sadar/ tidak
sadar melakukan eksternalisasi diri secara terus menerus untuk
menjaga eksistensi tatanan sosial yang telah diciptakannya, meski
terkadang tunduk atau bahkan kehilangan eksistensi dirinya.
Dimensi eksternalisasi suatu pengetahuan berlanjut pada
proses objektivasi. Proses objektivasi merupakan proses signifikasi
(pembuatan tanda-tanda oleh manusia). Maksudnya, proses produksi
pengetahuan di masyarakat adalah tanda bagi proses objektivasi itu
sendiri. Proses penandaan ini merupakan proses habitualisasi47
kolektif
masyarakat yang terinstitusionalisasi lewat proses yang berulang-
ulang. Hal ini berarti realitas kehidupan sehari-hari selain terisi oleh
objektivasi, juga memuat signifikasi. Signifikasi atau pembuatan
tanda-tanda oleh manusia, merupakan objektivasi yang khas, yang
telah memiliki makna intersubjektif. Walaupun terkadang tidak ada
batas yang jelas antara signifikasi dan objektivasi.
Sosiologi pengetahuan sebagai paradigma pengkajian
masyarakat akademik memiliki asumsi bahwa setiap individu
menafsirkan realitas objektif secara subjektif. Dalam proses
menafsirkan itulah berlangsung internalisasi. Maksudnya, proses yang
dialami manusia untuk mengambil alih dunia yang sedang dihuni
sesamanya. Internalisasi berlangsung seumur hidup dengan melibatkan
sosialisasi, baik primer maupun sekunder. Internalisasi adalah proses
penerimaan definisi situasi yang disampaikan orang lain tentang dunia
institusional. Dengan diterimanya definisi-definsi tersebut, maka
individu tidak hanya mampu memahami definisi orang lain. Tetapi
47
Habitualisasi/ pembiasaan adalah proses dimana tindakan rasional
bertujuan itu telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak
dibutuhkan lagi berbagai penafsiran terhadap tindakan. Karena tindakan tersebut
telah menjadi bagian dari sistem kognitif dan sistem evaluatifnya. Misalnya,
seseorang akan datang ke masjid untuk melaksanakan solat berjama’ah. Jika hal itu
telah menjadi habitual action-nya. Contohnya lainnya, seseorang akan datang ke
makam, ketika ia merasa bahwa sudah saatnya ia melakukan ziarah makam.
Penjelasan lebih lanjut lihat Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005), 254.
40 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
lebih dari itu, turut mengkonstruksi suatu definisi secara bersama dan
kolektif. Dalam proses mengkonstruksi inilah, individu berperan aktif
sebagai pembentuk, pemelihara, sekaligus perubah masyarakat.
Uraian mengenai paradigm sosiologi pengetahuan dalam
mengkaji masyarakat akademik dapat disimpulkan bahwa pendekatan
sosiologi pengetahuan mempunyai perhatian besar dalam memahami
hubungan timbal balik antara pemikiran dengan konteks sosial yang
melingkupinya, termasuk kepentingan dominasi dan hegemoni yang
disokongnya. Tugas sosiologi pengetahuan adalah menganalisis
bentuk-bentuk sosial pengetahuan, membicarakan proses bagaimana
individu-individu memperoleh pengetahuan tersebut, dan akhirnya
membahas pengorganisasian institusional dan distribusi sosial
pengetahuan. Sosiologi pengetahuan akan membantu memahami
hubungan antara pengetahuan dengan struktur dan kesadaran sosial
masyarakat.48
Paradigma setiap ilmu dalam perspektif sosiologi
pengetahuan merupakan sebuah perjalanan panjang yang tidak
mengenal kata berhenti. Ilmu akan tetap berjalan mengikuti proses
yang berlangsung. Sehingga paradigma ilmu saat ini merupakan hasil
dari proses masa lalu, sekaligus menjadi paradigma yang terus
berproses menjadi paradigma masa depan.
C. Implikasi Sosiologi Pengetahuan terhadap Masyarakat Akademik
di Perguruan Tinggi Islam
Berdasarkan teori sosiologi pengetahuan,49
toleransi
seseorang dipengaruhi oleh budaya dimana ia berada, dan juga
dipengaruhi oleh setting sosial.50
Hal ini menurut Carrol, karena
48
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan sebagai Cara Pandang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 64.
49 Penjelasan lebih lanjut mengenai teori sosiologi pengetahuan lihat,
Joachim Israel, ‚Epistemology and Sociology of Knowledge: An Hegelian
Undertaking‛, Sociological Perspectives, Vol. 33, No. 1, 1990, 111-128. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1388980, Tanggal 13 Mei 2014. Lihat juga Ernest Kilzer
and Eva J. Ross, ‚The Sociology of Knowledge‛, The American Catholic Sociological Review, Vol. 14, No. 4 (Dec., 1953), 230-233. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3708091, Tanggal 13 Mei 2014. Robert K. Merton, ‚The
Sociology of Knowledge,‛ Isis, Vol. 27, No. 3 (Nov., 1937), 493-503. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/225155, Tanggal 13 Mei 2014. 50
Henrika Kuklick, ‚The Sociology of Knowledge: Retrospect and
Prospect‛, Annual Review of Sociology, Vol. 9 (1983), 287-310. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/2946067, Tanggal 13 Mei 2014. Bandingkan dengan Erik
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 41
budaya ditularkan oleh anggota-anggota yang lebih tua kepada
anggota yang lebih muda (atau lebih baru) dari kelompok itu.51
Hal
senada juga diungkapkan oleh Suparlan, bahwa perbedaan cara hidup
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya menjadi unsur pokok
terhadap adanya keberagaman budaya.52
Hal ini berarti bahwa
terbentuknya budaya toleransi53
dipengaruhi oleh latar belakang
budaya dan lingkungan dimana budaya itu terbentuk.
Dalam perspektif sosiologi pengetahuan, dialog antar
pemikiran akan memunculkan permasalahan yang dapat menimbulkan
intoleransi. Hal ini terjadi bila masing-masing orang hanya
mengutamakan sisi subjektifitasnya dan mengabaikan obyektifitas
atau bahkan berupaya memaksakan kemutlakan subyektif kepada
orang lain. Implikasi dari fenomena ini adalah lahirnya sikap eksklusif
yang tertutup, otoriter, merasa benar sendiri, dan tidak toleran
terhadap perbedaan. Kemudian muncullah yang dinamakan fanatisme.
Fanatisme dapat dimaknai ke dalam dua kategori, yakni
fanatisme positif dan fanatisme negatif. Fanatisme positif dimaknai
sebagai sikap fanatik yang bertolak dari pemahaman bahwa
pemikirannya benar, dan pada saat yang sama juga mengerti bahwa
pemikiran orang lain belum tentu salah. Perbedaan pendapat atau
pemahaman terjadi, mungkin dikarenakan perbedaan sudut pandang.
Sedangkan fanatisme negatif merupakan sikap fanatik yang didasarkan
pada anggapan bahwa apa yang ia pikirkan adalah yang paling benar,
pendapat atau pemikiran yang berbeda adalah salah. Dalam kehidupan
Millstone, ‚A Framework for the Sociology of Knowledge‛, Social Studies of Science, Vol. 8, No. 1, (Feb., 1978), 111-125. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/284858, Tanggal 13 Mei 2014. 51
M.P. Carrol, ‚Culture‛, dalam J. Freeman eds., Introduction to Sociology (Prentice Hall, Scarborough, Ontario, 1982), 19-40. Lihat juga C. Wright
Mills, ‚Methodological Consequences of the Sociology of Knowledge‛, American Journal of Sociology, Vol. 46, No. 3 (Nov., 1940), 316-330. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/2769572, Tanggal 13 Mei 2014. 52
Parsudi Suparlan eds., Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya
(Jakarta: CV. Rajawali, 1984), 69-106. 53
Toleransi dimaknai sebagai suatu sikap penerimaan yang simpati
terhadap perbedaan pandangan/sikap. Ia adalah modal utama dalam menghadapi
keragaman dan perbedaan (yanawwu'iyyah). Toleransi tidak berarti bahwa seseorang
harus melepaskan kepercayaannya karena berbeda dengan yang lain, tetapi
mengizinkan perbedaan itu tetap ada. Lihat Trisno Susanto, ‚Melampaui Toleransi:
Merenung Bersama Walzer‛, dalam Ihsan Al Fauzi, dkk., Demi Toleransi Demi Pluralisme (Jakarta: Paramadina, 2007), 346.
42 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
masyarakat yang plural, fanatisme negatif seringkali melahirkan sikap
keberagamaan yang eksklusif, intoleran, defensif, dan reaktif, serta
cenderung lebih mengutamakan konfrontatif dengan pihak lain.54
Sehingga akan memicu terjadinya konflik dan ketidakrukunan.
Menurut Abdulsyani, keterlibatan seorang dalam kelompok
didasarkan karena kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial,
sehingga mempunyai hasrat untuk berinteraksi dengan manusia lain
disekitarnya. Hal ini juga dikarenakan naluri manusia itu ingin hidup
bersama atas kehendak dan kepentingan yang tidak terbatas. Karena
itu, dalam usaha untuk memenuhi kehendak dan kepentingan tersebut,
tidak dapat dilakukan sendirian harus dilakukan secara bersama-sama.
Dengan demikian, proses untuk mencapai tujuan tersebut dapat
melalui kerjasama dan berfikir secara bersama pula. Sedangkan
menurut Witch, tertariknya seseorang untuk melakukan interaksi
ditentukan oleh prinsip atau asas saling melengkapi. Artinya,
seseorang tertarik untuk mengadakan interaksi bukan karena adanya
kesamaan sikap, tetapi justru karena adanya perbedaan-perbedaan
yang tercipta. Adanya perbedaan misalnya, dalam merasakan
kekurangan diri sendiri dibandingkan dengan orang lain, justru akan
mendorong seseorang untuk mendapatkan yang kurang itu dari orang
lain. Penjelasan ini menggambarkan keuntungan yang dapat diperoleh
oleh seseorang bila terlibat dalam organisasi. Melalui keterlibatan
organisasi, selain akan memperoleh informasi berharga, tanggapan dan
saran, ide-ide berharga, juga dapat memperkecil kesalahpahaman antar
individu dan kelompok. Sehingga akan terwujud saling pengertian dan
toleransi antar anggota.55
Zulfi Mubarak dalam tulisannya yang berjudul Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer menjelaskan bahwa analisis
peran pengetahuan dalam dialektika antara individu dan masyarakat,
antara identitas pribadi dan struktur sosial, memberikan suatu
54
Robert Marc Friedman, ‚Tolerance and integrity at Johns Hopkins‛,
Historical Studies in the Physical and Biological Sciences, Vol. 37, No. 2 (March
2007), 463-474, http://www.jstor.org/stable/10.1525/hsps.2007.37.2.463, Tanggal 13
Mei 2014. Lihat juga Alimron, ‚Toleransi antar Umat Beragama dalam Perspektif
Alquran‛, Tesis IAIN Imam Bonjol, Padang, 1999, 21-24. 55
Dikutip dari Bahari eds., Toleransi Beragama Mahasiswa (Studi Tentang Pengaruh Kepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar Pendidikan Agama dan Lingkungan Pendidikan terhadap Toleransi Mahasiswa Berbeda Agama pada 7 Perguruan Tinggi Umum Negeri) (Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat
Kementrian Agama, 2010), 55.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 43
perspektif pelengkap yang sangat penting bagi semua bidang sosial.
Tetapi pengintegrasian hasil analisis tersebut ke dalam perangkat teori
sosiologi menuntut lebih dari sekedar pengakuan sambil lalu yang
mungkin bisa diberikan pada ‚faktor manusiawi‛ dibalik data
struktural yang terungkap. Pengintegrasian seperti itu menuntut suatu
penjelasan yang sistematik mengenai hubungan diakletika antara
kenyataan-kenyataan struktural dengan kegiatan manusia membangun
kenyataan dalam sejarah.56
Pendapatnya Zulfi Mubarak ini diperkuat oleh perspektif
sosiologi pengetahuan, yang menyatakan bahwa pemikiran seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada.57
Berdasarkan
pandangan ini, maka dapat dipahami bahwa adanya keberagaman
dalam pemikiran akan membentuk suatu budaya. Misalnya di
lingkungan pendidikan yang dimana kurikulum pembelajarannya
menggunakan paradigma keilmuan dialogis dan terbuka, misalnya di
Perguruan Tinggi Islam. Maka mahasiswa yang kuliah di kampus itu
akan terpengaruhi untuk menjadi mahasiswa yang terbiasa dalam
perbedaan pendapat. Ia akan lebih toleran dibanding Perguruan Tinggi
Islam yang kurikulum pembelajaran berbeda. Sikap toleran mahasiswa
muncul dan terbentuk oleh lingkungan yang lebih hetrogen, dimana
pemikiran apa saja diterima.
Hal senada juga diungkapkan oleh Misrawi, yang menyatakan
bahwa terkadang orang memiliki pendapat yang tidak sama mengenai
suatu hal. Sehingga perlu adanya sikap toleran. Setajam apa pun
perbedaan pendapat harus senantiasa saling memuji, menghormati dan
menerima pendapat tanpa ada ancaman sedikit pun. Alquran surat
Alhujurat ayat 13 mendeskripsikan tentang pentingnya membangun
saling pengertian di atas basis kemanusiaan. Pentingnya nilai toleransi
tidak hanya dalam konteks internal Islam, tetapi juga dalam konteks
kebangsaan dan kemanusiaan. Hal ini juga dipertegas oleh Nabi
Muhammad Saw. dalam pidato perpisahan di Mekkah, bahwa setiap
56
Zulfi Mubarak, Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer, 6-
7. 57
Penjelasan lebih lanjut lihat Anthony J. Prosen, ‚The Essence of the
Sociology of Knowledge: A Discussion of the Stark Thesis‛, Sociological Analysis,
Vol. 27, No. 1, (1966), 17. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3709819.
Tanggal 23/06/2014.
44 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
orang mempunyai hak yang sama, dan di antara mereka harus saling
menghormati.58
Di samping itu, penciptaan Tuhan yang multikultural tersebut
mempunyai sebuah makna tersendiri, yakni agar manusia berfikir59
.
Tuhan menciptakan manusia dalam dua kategori, yakni mayoritas dan
minoritas. Hal itu sesungguhnya bertujuan agar kelompok mayoritas
dapat melindungi kelompok yang minoritas. Bahkan di dalam ayat lain
disebutkan agar antara makhluk yang satu dengan makhluk yang lain
tidak saling membenci dan melakukan tindakan diskriminatif. Karena
siapa tahu, komunitas yang dibenci justru lebih baik daripada
komunitas yang membenci.60
Tidak semestinya kelompok-kelompok
minoritas dipinggirkan, karena selalu ada rahasia dibalik komunitas
yang kecil tersebut.61
Menurut Misrawi ada dua model yang dibutuhkan untuk
membangun toleransi sebagai nilai kebajikan, yakni: toleransi
membutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan yang
intensif. Selain itu juga, membangun kepercayaan di antara berbagai
kelompok dan aliran (mutual trust). Cara terbaik untuk membangun
toleransi adalah menumbuhkan semangat kesatuan yang dibangun di
atas pilar kebangsaan. Hal ini dikarenakan, toleransi bukanlah proses
yang langsung jadi, melainkan kehadiran nilai yang mengakar kuat di
tengah masyarakat, khususnya melalui perjumpaan dan dialog untuk
membangun saling percaya.62
Walzer memandang toleransi sebagai keniscayaan dalam
ruang individu dan ruang publik karena salah satu tujuan toleransi
adalah membangun hidup damai (peaceful coexsistance) di antara
berbagai kelompok masyarakat dari berbagai perbedaan latar belakang
sejarah, kebudayaan dan identitas. Toleransi menurut Walzer, harus
58
Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010), xxviii. Bandingkan dengan
Ma>lik Musalma>ny. al-Isla>m wa al-Tasa>muh} al-Di>ny. Diakses dari
www.muhammadanism.org tanggal 27 Juni 2014. 59
QS. Ali Imron: 190-191. 60
QS. Al-Hujurat: 11. 61
‘abd al-Rau>f Sanaw. ‚al-Futu>h}a>t al-Isla>miyah wa al-Tasa>muh} al-Di>ny‛.
al-h}ada>thah. Beirut, 125/126, 2009, 131-138. Lihat juga Bila>l S}afy al-Di>n. Mafhu>m al- Tasa>muh} fi> al-Isla>m wasilatihi bi Mafhu>m al-Wa>jib. al-Nas}s} Mu’tamar al-Tasa>muh} al-Di>ny fi al-Shari> ‘ah al-Isla>miyah. Rajab 1430 H/ 2009 M, 11-12.
62 Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme dan
Oase Perdamaian, 8-9.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 45
mampu membentuk kemungkinan-kemungkinan sikap, antara lain:
sikap untuk menerima perbedaan, mengubah penyeragaman menjadi
keragaman, mengakui hak orang lain, menghargai eksistensi orang
lain, dan mendukung secara antusias terhadap perbedaan budaya dan
keragaman ciptaan Tuhan. Yang terakhir kemudian populer dengan
istilah multikulturalisme.63
Bila istilah multikultural dihubungkan dengan pendidikan,
maka akan muncul konsep baru yang bernama pendidikan
multikultural.64
Pendidikan multikultural menjadi penting dalam
interaksi pada masyarakat majemuk, dan penting juga dalam upaya
terbentuknya budaya toleransi antar pemikiran pada mahasiswa di
Perguruan Tinggi Islam. Hal ini dikarenakan pendidikan multikultural
bisa menjadi salah satu alternatif untuk dapat meredam konflik yang
mungkin dan akan terjadi pada masyarakat majemuk, seperti di
Perguruan Tinggi Islam ataupun Universitas Islam. Sebab, konflik bisa
saja timbul karena reaksi yang diberikan oleh satu atau dua kelompok
atau lebih dalam satu situasi yang berbeda-beda. Konflik juga mudah
terjadi apabila prasangka ini terlalu lama terpendam. Konflik ini dapat
terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pengertian akan hidup
orang lain, serta berbedanya kepentingan antar orang di dalam
kelompok (kepentingan perseorangan dan kelompok).65
Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat yang
multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik
secara individual maupun secara kebudayaan.66
Dalam model
multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat
bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah
63
Dikutip dari Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian, 11.
64Penjelasan mengenai konsep pendidikan multikultural lihat, Muhammad
Isnaini, ‚Konsep Pendidikan Multikultural dalam Merespon Tantangan Globalisasi:
Analisis Pemikiran HAR. Tilaar‛. Diakses dari
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/KONSEPPENDIDIKANMULT
IKULTURAL. pdf. Tanggal 24 Desember 2014. 65
Lotty Eldering, ‚Multiculturalism and Multicultural Education in an
International Perspective‛, Anthropology & Education Quarterly, Vol. 27, No. 3
(Sep., 1996), 315-330. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3195810, Tanggal
23 September 2014. 66
Brian Fay, Contemporary Philosophy of Social Science: A Multicultural Approach. Oxford: Blackwel, 1996, 50-51. Lihat juga David Jary dan Julia Jary,
Multiculturalism (Buckingham-Philadelphia: Open University Press, 1991), 319.
46 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang
coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua
kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang
membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang
mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model
multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh
para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan
sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam
penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: ‚kebudayaan bangsa
(Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah‛.67
Akar kata dari multikulturalisme adalah
kebudayaan. Sehingga konsep kebudayaan dilihat dalam perspektif
fungsinya bagi kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan
multikulturalsime dipahami sebagai sebuah ideologi dan wahana untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya. Artinya, bahwa
kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Sebagai
sebuah ideologi, multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi
yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang
tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, dan
kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam masyarakat
yang bersangkutan Kajian-kajian mengenai corak kegiatan, yaitu
hubungan antar-manusia dalam berbagai manajemen pengelolaan
sumber-sumber daya, merupakan sumbangan yang penting dalam
upaya mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.68
Kebudayaan diacu oleh para pemeluknya untuk pemenuhan-
pemenuhan kebutuhan biologi, sosial dan adab. Nilai-nilai budaya
merupakan acuan bagi pemenuhan kebutuhan adab, yaitu kebutuhan-
kebutuhan untuk mengetahui yang benar sebagai lawan dari yang
salah, yang suci dari yang kotor, yang indah dari yang buruk, dsb. Satu
atau sejumlah nilai budaya yang terseleksi dijadikan inti dari dan yang
mengintegrasikan sesuatu pemenuhan kebutuhan biologi, sosial, adab
atau sesuatu kombinasi dari ketiganya. Penggunaan kebudayaan dalam
pemenuhan sesuatu kebutuhan dilakukan secara sistemik, dengan nilai-
67
Analisis terhadap Pasal 32 UUD 1945. 68
Jack Citrin, David O. Sears, Christopher Muste and Cara Wong,
‚Multiculturalism in American Public Opinion‛, British Journal of Political Science,
Vol. 31, No. 2 (Apr., 2001), 247-275. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3593264, Tanggal 23 September 2014.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 47
nilai budaya sebagai inti atau pusatnya, yang diacu untuk
mengintegrasikan pemenuhan kebutuhan tersebut, serta untuk
pembenaran dan keabsahannya.69
Sehingga misalnya, kebutuhan untuk
makan bukan hanya asal makan, tetapi apa yang dimakan, dengan
siapa makan, bagaimana memakannya, yang disesuaikan dengan
waktu, tempat, dan konteks makna dari makan. Secara keseluruhan,
kegiatan makan tersebut dari pelakunya dipedomani oleh nilai budaya
yang biasanya dikenal dengan nama etika makan.
Nilai-nilai budaya berisikan keyakinan-keyakinan yang
digunakan untuk menilai berbagai gejala yang dihadapi menurut
kebudayaan yang dipunyai oleh pemilik kebudayaan yang
bersangkutan. Dalam kehidupan manusia, nilai-nilai budaya ini
diperkuat fungsinya oleh keyakinan keagamaan yang dipunyai oleh
pemiliknya; artinya dipertegas batas-batas antara yang baik dari yang
tidak baik, antara yang halal dari yang haram, antara yang sah dari
yang tidak sah, dsb. Agama sebagai petunjuk Tuhan mengenai
kebenaran dan jalan menuju kebenaran menurut perintah Tuhan, yang
tertulis di kitab suci atau yang ada dalam teks-teks suci yang tertulis
maupun lisan, hanya akan menjadi dokumen-dokumen tertulis atau
teks-teks lisan bila tidak menjadi keyakinan keagamaan dari manusia
yang meyakini kebenaran ajaran Tuhan tersebut. Untuk dapat menjadi
keyakinan keagamaan dari pemeluknya, maka agama harus sesuai
dengan kebudayaan dari pemeluknya. Penyesuaian bisa terjadi dalam
bentuk penyesuaian kebudayaan pemeluknya (seperti misalnya pada
suku bangsa Minangkabau yang menganut prinsip matrilineal, yang
harus membuat penyesuaian dalam sistem matrilineal mereka.
Sehingga mereka dapat mengatakan bahwa ‚adat bersendi sara’ dan sara bersendi kitabullah‛ atau pada penyesuaian dalam sebagian dari
ajaran agama yang dipeluk, seperti adanya tradisi abangan, priyayi, dan santri dalam kehidupan keagamaan orang Jawa Islam.
70
Kebudayaan dipunyai oleh seseorang dengan melalui proses
belajar mengenai kebudayaan orang tua dan komunitinya atau
‚enkulturisasi‛ dan melalui ‚sosialisasi‛ atau proses belajar dalam
kehidupan sosial dengan cara memerankan status-status sosial di
69
Conrad Phillip Kottak, Anthropology: The Exploration Of Human Diversity, Thirteenth ed. (Boston: McGraw-Hill, 2009), 42-43. Lihat juga Gabriele
Marranci, The Anthropology of Islam (New York: Oxford, 2008), 75. 70
Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini lihat Clifford Geertz, The Religion of Java (Chicago: University of Chicago Press, 1980).
48 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
dalam kehidupan sosial yang nyata. Karena kebudayaan yang dipunyai
oleh seseorang atau sebuah kolektiva itu melalui proses-proses belajar,
dan bukannya melalui proses pewarisan yang askriptif. Maka hakekat
kebudayaan berbeda dari hakekat kesukubangsaan. Perbedaannya,
yakni hakekat kesukubangsaan bersifat konstan. Sedangkan hakekat
kebudayaan bersifat akumulatif dan dapat berubah sesuai dengan
perubahan lingkungan yang dihadapi, serta sesuai dengan motivasi-
motivasi yang dipunyai untuk mengadopsi sesuatu unsur kebudayaan
lain. Unuk membuang unsur-unsur kebudayaan yang tidak fungsional
lagi kegunaannya, serta melakukan inovasi dan penciptaan sesuatu
unsur kebudayaan, dalam rangka pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
hidupnya yang baru. Dengan demikian seseorang sebagai anggota
kolektiva suku bangsa tertentu dapat mempunyai kebudayaan yang
mencakup berbagai unsur dari satu atau sejumlah kebudayaan lainnya,
atau dapat juga seseorang itu hanya mempunyai kebudayaan suku
bangsa setempat dimana dia menjadi warganya.71
Karena itu, pada waktu para pakar ilmu-ilmu sosial Indonesia
mengatakan bahwa konflik antar suku bangsa disebabkan oleh
perbedaan kebudayaan, sebagaimana dikemukakan oleh Suparlan.72
Sebab, dalam sejarah kemanusian manusia tidak pernah ada bukti
bahwa sesama manusia itu konflik atau saling berbunuhan karena
perbedaan kebudayaan. Tetapi, lebih disebabkan karena
memperebutkan sumber-sumber daya, termasuk harga diri dan
kehormatan, dalam struktur-struktur sosial yang ada dalam konteks
kehidupan mereka, dengan menggunakan kebudayaan yang mereka
punyai masing-masing sebagai acuan stereotip dan prasangka untuk
landasan penciptaan batas-batas sosial dan budaya di antara mereka,
dan dalam mengorganisasi diri untuk bermusuhan. Penghancuran
terhadap masing-masing harta benda yang bercirikan kebudayaan
sukubangsa pihak lawannya, tidaklah dapat diartikan sebagai konflik
sukubangsa, disebabkan oleh adanya perbedaan kebudayaan. Karena,
hakekat konflik antar sukubangsa adalah konflik penghancuran
kategori sukubangsa. Sehingga, segala sesuatu yang mempunyai ciri-
71
Claudia Melear, ‚Multiculturalism in Science Education‛, The American Biology Teacher, Vol. 57, No. 1 (Jan., 1995), 21-26. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/4449908, Tanggal 23 September 2014. 72
Parsudi Suparlan, ‚Indonesia Baru dalam Perspektif Multikulturalisme‛,
Harian Media Indonesia, 10 Desember 2001.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 49
ciri yang tergolong sebagai sukubangsa pihak lawan akan
dihancurkan.73
Dalam konsep multikulturalisme penekanan fokusnya adalah
pada pemahaman dan hidup dengan perbedaan sosial dan budaya, baik
secara individual maupun secara kelompok atau masyarakat. Individu
dilihat sebagai refleksi dari satuan sosial dan budaya dimana mereka
itu menjadi bagian dari padanya. Permasalahannya bukan terletak pada
perbedaan kebudayaan ataupun pada hubungan budaya, dengan
berbagai corak akulturasi, yang menghasilkan warga masyarakat
multikultural yang multikulturalis. Tetapi permasalahannya terletak
pada waktu hubungan antar budaya tersebut bergeser menjadi
hubungan antar-jati diri. Pada waktu hubungan antar jati diri masih
berada dalam ruang lingkup kerja atau berdasarkan atas status-status
sosial yang di dapat. Maka hubungan antar jati diri yang berlangsung
akan mengacu pada struktur satuan sosial dimana interaksi tersebut
berlangsung. Tetapi, pada waktu hubungan tersebut menjadi hubungan
antar jati diri yang mendasar dan umum. Maka acuan bagi jati diri
yang digunakan adalah suku bangsa. Hubungan antar jati diri yang
menjadi hubungan antar suku bangsa menapikan peranan pemahaman
antar budaya yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan. Sebaliknya,
menekankan penggunaan stereotip dan prasangka untuk mempertegas
perbedaan dan batas-batas sukubangsa diantara mereka.74
Multikulturalisme dilihat sebagai pengikat dan jembatan yang
mengakomodasi perbedaan-perbedaan, termasuk perbedaan-perbedaan
kesukubangsaan dan sukubangsa dalam masyarakat yang
multikultural. Pengertian ini mengacu pada makna, bahwa perbedaan-
perbedaan tersebut terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja
dan pasar, dan sistem nasional dalam kesetaraan derajat secara politik,
hukum, ekonomi dan sosial. Sedangkan, kesukubangsaan dan
masyarakat sukubangsa serta kebudayaan sukubangsaannya tetap
dapat hidup dalam ruang lingkup atau suasana kesukubangsaannya itu.
Tetapi, di dalam suasana-suasana nasional dan tempat-tempat umum
yang seharusnya menjadi cirinya adalah kebangsaan dengan pluralisme
73
Parsudi Suparlan, ‚Indonesia Baru dalam Perspektif Multikulturalisme‛,
Harian Media Indonesia, 10 Desember 2001. 74
Douglas Hartmann and Joseph Gerteis, ‚Dealing with Diversity:
Mapping Multiculturalism in Sociological Terms‛, Sociological Theory, Vol. 23, No.
2 (Jun., 2005), 218-240. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/4148883, Tanggal
23 September 2014.
50 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
budayanya, dan bukannya sesuatu kesukubangsaan, atau kebudayaan
sukubangsa tertentu yang dominan.
Menurut Suparlan, multikulturalisme adalah konsep yang
mampu menjawab tantangan perubahan zaman. Hal ini dikarenakan
multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang mengagungkan
perbedaaan budaya. Multikulturalisme juga bisa diartikan sebuah
keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme
budaya sebagai corak kehidupan masyarakat.75
Bila konsep multikultural diterapkan dalam pembelajaran di
Perguruan Tinggi Islam. Maka dapat dimaknai bahwa pembelajaran
multikultural adalah sebuah proses pembelajaran yang dapat
membimbing, membentuk dan mengkondisikan mahasiswa agar
memiliki mental atau karakteristik terbiasa hidup di tengah-tengah
perbedaan yang sangat kompleks, baik perbedaan ideologi, perbedaan
sosial, perbedaan ekonimi dan perbedaan agama.76
Dengan
pembelajaran multikultural, maka mahasiswa akan memiliki sikap
kemandirian dalam menyadari dan memiliki kemampuan dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada di lingkungan mereka. Hal
senada juga diungkapkan oleh Banks, ia mengartikan pendidikan
multikultural sebagai pendidikan untuk people of color.77 Maksudnya
bahwa pendidikan multikultural mengeksplorasi perbedaan sebagai
keniscayaan (sunnatullah), sehingga manusia mampu menyikapi
perbedaan tersebut dengan penuh toleransi dan semangat egaliter.
Mughni menjelaskan ada dua hal yang merupakan intisari dari
pendidikan multikultural, yaitu: a). adanya dialog secara aktif dan
partisipatoris. Artinya, selama proses pendidikan harus dibiasakan
dialog secara intensif dan partisipatoris sehingga siswa mampu
mengembangkan pengetahuannya secara bebas dan independen. (b)
adanya toleransi di antara siswa, antara siswa dengan guru, maupun
antara sesama guru. Toleransi ini dimaksudkan membudayakan sikap
75
Parsudi Suparlan, ‚Indonesia Baru Dalam Perspektif
Multikulturalisme‛, Harian Media Indonesia, 10 Desember 2001. 76
Penjelasan mengenai konsep pendidikan multikultural lihat, Muhammad
Isnaini, ‚Konsep Pendidikan Multikultural dalam Merespon Tantangan Globalisasi:
Analisis Pemikiran HAR. Tilaar‛. Diakses dari
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/konseppendidikanmultikultural. pdf.
Tanggal 24 Desember 2014. 77
James A. Banks and Cheryl A. Mc.Gee, Multicultural Education (USA:
Allyn and Bacon, 1993), 3.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 51
slaing menghormati, menghargai adanya perbedaan baik perbedaan
pendapat maupun ideologi yang dilakukan oleh guru maupun siswa.78
Siti Mania menjelaskan ciri-ciri pendidikan multikultural,
yakni: Pertama, pendidikan multikultural bertujuan membentuk
manusia budaya dan menciptakan masyarakat budaya. Kedua,
materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai
bangsa dan nilai-nilai kelompok etnis. Ketiga, metodenya demokratis,
yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keragaman budaya
bangsa dan kelompok etnis. Keempat, evaluasinya ditentukan pada
penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi,
apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.79
Paradigma multikultural secara implisit menjadi salah satu
point dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional.80
Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), nilai keagamaan, nilai
kultural dan kemajemukan bangsa. Hal ini berarti bahwa tujuan
utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap
simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan
budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya
yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak
setuju dengan ketidaktoleranan seperti inkuisisi (pengadilan negara
atas sah, tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi,
dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas
global.
Pendidikan multikultur memiliki konsep dasar, yang
merupakan proses, yang tujuan utamanya adalah mengubah struktur
sosial masyarakat melalui pengubahan kultur sekolah, yang diisi oleh
beragama etnis maupun kelas sosial. Menurut Bank ada lima
dimensi pokok dalam pendidikan multikultur, yakni: Pertama, content integrations in instructional, yaitu: pengintegrasian berbagai budaya
dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi
dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu. Kedua, the knowladge
78
Syafiq A . Mughni dalam kata pengantar buku Pendidikan Multikultural karya Choirul Mahfud. Penjelasan lebih lanjut lihat, Choirul Mahfud. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
79 Siti Mania, ‚Implementasi Pendidikan Multikultural dalam
Pembelajaran‛, Lentera Pendidikan, Vol. 13, No. 1, Juni 2010. 80
UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional.
52 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
construction process in instructiona, yakni: membawa siswa untuk
memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran
(disiplin). Ketiga, an equity paedagogy in instructional, yaitu:
penyesuaian metode pengajaran dengan cara belajar siswa, dalam
rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam, baik dari
segi ras, budaya, maupun sosial. Keempat, trainning participation in instructional, yaitu: melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam
kegiatan olah raga, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang
berbeda etnis dan ras dalam rangka upaya menciptakan budaya
akademik. Kelima, prejudice reduction in instructional, yakni:
mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode
pengajaran mereka.81
Dalam konsep pendidikan, istilah pendidikan multikultural
dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif maupun normatif,
menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang
berkaitan dengan masyarakat multikultural. Pendidikan multikultural
juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-
kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat
multikultural, yang mencakup subjek-subjek seperti: toleransi, tema-
tema tentang perbedaan ethno-kultural dan agama, bahaya
diskriminasi, penyelesaian konflik, demokratis dan pluralitas,
kemanusiaan universal.82
Sedangkan dalam konteks teoritis, belajar dari model-model
pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan
oleh negara-negara maju, dikenal lima pendekatan, yakni: Pertama,
pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau
multikulturalisme. Kedua, pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan
kebudayaan atau pemahaman budaya. Ketiga, pendidikan bagi
pluralisme kebudayaan. Keempat, pendidikan dwi budaya. Kelima,
pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia. 83
81
James Banks, ‚Multicultural Education: Historical Development,
Dimension, and Practice‛, 60-61. 82
Donna Y. Ford, James L. Moore, III and Deborah A. Harmon,
‚Integrating Multicultural and Gifted Education: A Curricular Framework‛, Theory into Practice, Vol. 44, No. 2, Gifted Education (Spring, 2005), 125-137. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3497031, Tanggal 23 September 2014. 83
James Banks, ‚Multicultural Education: Historical Development,
Dimension, and Practice‛, Review of Research in Education. vol. 19, edited by L.
Darling. Hammond. Washington, D.C.: American Educational Research Association,
1993.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 53
Bagian penting dari pendidikan multikultural, yakni
bagaimana menumbuhkan sensivitas mahasiswa akan kebudayaan
budaya masyarakat yang bersifat plural. Hal itu sejalan dengan
pendapat Wax, yang menyatakan bahwa asumsi dasar pendidikan
multikultural adalah bagaimana kelompok-kelompok etnik yang
beragam dapat menentukan sendiri budaya asli yang mereka miliki,
serta pada saat yang bersamaan dapat menjadi multikultural. Ini
berarti bahwa mahasiswa belajar tentang berbagai macam alternatif
untuk mempersepsi, berperilaku, dan mengevaluasi kelompok lainnya.
Sehingga, mereka dapat menyesuaikan kepada makiokultur yang
diperlukan untuk kesejahteraan bersama, tanpa melakukan
pengurangan penerimaan akan etnisitasnya sendiri yang orisinal.84
Pendidikan multikultural di Perguruan Tinggi Islam bertujuan
untuk memberikan wawasan budaya kepada mahasiswa, agar mereka
dapat hidup berdampingan secara damai dengan kelompok sosial
lainnya. Hal ini berarti, bahwa hasil pendidikan tidak hanya berkaitan
dengan pengetahuan dan keterampilan anak didiknya. Namun juga
dalam hal penanaman dan pengembangan nilai-nilai dan afeksi mereka,
yakni dalam bentuk belajar bersama, berpartisipasi dan bekerja sama
dengan individu/masyarakat dari kelompok budaya yang berlainan
dalam segala aktivitas.85
McCormick berpendapat ada empat tujuan pendidikan
multikultural,86
yaitu: Pertama, memberikan pengalaman belajar
kepada siswa yang mengenalkan secara kritis dan kemampuan evaluasi
untuk melawan isu-isu seperti realisme, demokrasi, partisipatori, dan
exime. Kedua, mengembangkan keterampilan untuk klarifikasi nilai,
termasuk kajian untuk mentransmisikan nilai-nilai yang laten dan
manifest. Ketiga, untuk menguji dinamika keberagaman budaya dan
implikasinya kepada strategi pembelajaran guru. Keempat, mengkaji
variasi kebahasaan dan keberagaman gaya belajar sebagai dasar bagi
pengembangan strategi pembelajaran yang sesuai.
84
Murray L. Wax, ‚How Culture Misdirects Multiculturalism‛,
Anthropology & Education Quarterly, Vol. 24, No. 2 (Jun., 1993), 99. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3195720, Tanggal 23 September 2014. 85
Jesus Garcia and Sharon L. Pugh, ‚Multicultural Education in Teacher
Preparation Programs: A Political or an EducationalConcept?‛ The Phi Delta Kappan, Vol. 74, No. 3 (Nov., 1992), 215. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/20404837, Tanggal 23 September 2014. 86
Theresa E. McCormick, ‚Multiculturalism: Some Principles and Issues‛,
94.
54 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Jesus Garcia and Sharon L. Pugh berpendapat bahwa strategi
yang dapat dilakukan agar progam pendidikan multikultural dapat
memberikan perspektif multikultural bagi pembelajar (dalam hal ini
mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam, yakni: Pertama, belajar
bagaimana dan dimana menentukan tujuan, informasi yang akurat
tentang kelompok-kelompok kultur yang beragam. Kedua, identifikasi
serta periksalah aspek-aspek positif individu atau kelompok etnik yang
berbeda. Ketiga, belajar toleran untuk keberagaman melalui
eksperimentasi di dalam sekolah dan kelas dengan praktek-praktek dan
kebiasaan yang berlainan. Keempat, dapatkan, jika memungkinkan
pengalaman positif dari tangan pertama dengan kelompok-kelompok
budaya yang beragam. Kelima, kembangkanlah perilaku-perilaku yang
empatis melalui bermain peran (role playing) dan simulasi. Keenam,
praktek penggunan ‚perpective glasess‛, yakni melihat suatu event
babakan sejarah, atau isu-isu melalui perspektif kelompok budaya atau
lainnya. Ketujuh, kembangkan rasa penghargaan diri (self-esteem)
seluruh siswa. Kedelapan, identifikasikan dan analisis streotif budaya.
Kesembilan, identifikasikan seluruh kasus diskriminasi serta prasangka
sosial yang berasal dari kehidupan siswa sehari-hari.87
Menkonstruksi pendidikan multikultural dalam tatanan
masyarakat yang penuh permasalahan antar kelompok mengandung
tantangan yang tidak ringan. Hal ini dikarenakan, pendidikan
multikultural tidak berarti sebatas merayakan keragaman belaka.
Apalagi jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi
dan bersifat rasis, misalnya siswa yang dalam kehidupan sehari-hari
mengalami diskriminasi atau penindasan karena warna kulitnya atau
perbedaan dari budaya yang dominant tersebut. Dalam kondisi
demikian pendidikan multikultural lebih tepat diarahkan sebagai
alokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran bebas dari
toleransi.
Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan
multikultural,88
yaitu: Pertama, pendidikan multikultural tidak lagi
terbatas pada menyamakan pandangan pendidikan (education) dengan
87
Jesus Garcia and Sharon L. Pugh, ‚Multicultural Education in Teacher
Preparation Programs: A Political or an Educational Concept?‛, 215-218. 88
JoAnn Phillion, Ming Fang He and F. Michael Connelly, ‚Experiential
Approaches to the Study of Multiculturalism in Education: Introduction to
theSpecial Series on Multiculturalism in Curriculum Inquiry‛, Curriculum Inquiry,
Vol. 33, No. 4 (Winter, 2003), 341-342. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3202346, Tanggal 23 September 2014.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 55
persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural dengan
program-program sekolah formal. Pandangan secara luas mengenai
pendidikan sebagai transmisi kebudayaan yang membebaskan pendidik
dari asumsi bahwa tanggung jawab primer mengembangkan
kompetensi kebudayaan dikalangan anak didik semata-mata berada di
tangan mereka, dan justru semakin banyak pihak yang bertanggung
jawab karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan
pembelajaran informal di luar sekolah.
Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan
kebudayaan-kebudayaan dengan kelompok etnik adalah sama. Artinya,
tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan
kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. Secara
tradisional para pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan
kelompok sosial yang relatif self sufficient, ketimbang dengan
sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat
satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam konteks
pendidikan multikultural pendekatan ini diharapkan mampu dan dapat
mengilhami para penyusun program-program pendidikan multikultural
untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara
streotip menurut identitas etnik mereka. Selain itu, akan
meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai
kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai
kelompok etnik.
Ketiga, dalam pengembangan kompetensi dalam suatu
kebudayaan biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-
orang yang memiliki kompetensi. Bahkan dapat dilihat lebih jelas
bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara
etnik adalah antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural.
Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok adalah
menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi
pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan
secara logis. Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi
dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi
ditentukan oleh situasi. Kemungkinan bahwa pendidikan (baik dalam
maupun luar sekolah) meningktkan kesadaran tentang kompetensi
dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran ini dapat menjauhkan kita
pada konsep dwi budaya atau dikhotomi antara pribumi dan non
pribumi. Dikhotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk
sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini
56 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman
normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan
multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan
mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi
kebudayaan yang ada pada pada diri peserta didik. Dalam realitas di
Indonesia, beberapa pendekatan tersebut perlu diselaraskan dengan
kondisi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat
Indonesia berbeda dengan budaya yang ada pada masyarakat di negara
lain.
D. Konstruksi Realitas Keterbukaan Pemikiran pada Masyarakat
Akademik di Perguruan Tinggi Islam
Teori konstruksi realitas sosial, yang digagas oleh Berger dan
Luckmann. Teori ini memandang manusia memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan dirinya tanpa terikat dengan struktur di mana ia
berada. Manusia memiliki subjektivitasnya sendiri. Manusia adalah
agen bagi dirinya sendiri. Artinya ada arena subjektivitas pada diri
individu ketika individu tersebut mengambil tindakan di dalam dunia
sosial melalui kesadarannya. Dengan demikian, manusia menjadi agen
di dalam konstruksi aktif dari realitas sosial, di mana ketika mereka
melakukan tindakan tergantung pada pemahaman atau pemberian
makna pada tindakan mereka.89
Dalam penjelasan Deddy Nur Hidayat, bahwa ontologi
paradigma konstruktivis memandang realitas sebagai konstruksi sosial
yang diciptakan oleh individu. Namun demikian, kebenaran suatu
realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang
dinilai relevan oleh pelaku sosial.90
Melihat berbagai karakteristik dan
substansi pemikiran dari teori konstruksi sosial nampak jelas, bahwa
teori ini berparadigma konstruktivis.
Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan
interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu
89
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowlidge (London: Penguin Books, 1991),
43. 90
Deddy Nur Hidayat, ‚Paradigma dan Perkembangan Penelitian
Komunikasi‛, Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia,Vol III, 1999, 39.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 57
realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.91
Ada
beberapa asumsi dasar dari teori konstruksi sosial Berger dan
Luckmann. Adapun asumsi-asumsinya tersebut, yakni: 1). Realitas
merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuataan konstruksi
sosial terhadap dunai sosial di sekelilingnya. 2). Hubungan antara
pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu timbul,
bersifat berkembang dan dilembagakan. 3). Kehidupan masyarakat itu
dikonstruksi secara terus menerus. 4). Membedakan antara realitas
dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat
di dalam kenyataan yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being)
yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara
pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu
nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.92
Realitas keterbukaan pemikiran tidak hanya terjadi di masa
sekarang, tetapi telah terjadi di masa dahulu, misalnya pada masa
imam mazhab93
. Realitas keterbukaan pemikiran menyebabkan
perbedaan pemikiran dan pemahaman yang ada pada imam mazhab,
yakni antara Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam
Hambali. Bila dikaji menurut teori sosiologi pengetahuan, maka
perbedaan pemikiran antara imam mazhab terjadi, disebabkan karena
adanya perbedaan lingkungan tempat mereka dilahirkan, menetap dan
dibesarkan. Misalnya saja, Imam Hanafi lahir di Kufah, Irak pada
tahun 80 H/699 M, sedangkan Imam Malik lahir di Madinah pada
tahun 93 H. Lain halnya dengan Imam Syafi’i, ia lahir di kota Gaza,
Palestina, pada tahun 150 H. Sedangkan Imam Hambali lahir di kota
Baghdad bulan Rabi‘ul Awwal tahun 164 H.94
91
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowlidge (London: Penguin Books, 1991),
34. 92
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowlidge, 49.
93 Mazhab merupakan metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui
pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai
pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-
prinsip dan kaidah-kaidah. Lihat A. Mukti Ali dan Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia (Jakarta: Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan
Tinggi Ilmu Agama/ IAIN Jakarta, 1993), 543. 94
Penjelasan lebih lanjut mengenai fiqh imam mazhab lihat, Ahmad Asy-
Syurbasi, Biografi Imam-Imam Empat Mazhab: Hanafi, Maliki, Syafe’i, dan Hambali. Yogyakarta: Penerbit Mutiara, 1979.
58 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Mazhab Hanafi didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit atau
lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah. Ia berasal dari Kufah dari
keturunan bangsa Persia. Ia hidup dalam dua masa, yakni Daulah
Umaiyah dan Abbasiyah. Mazhab ini lebih mengedepankan
pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih. Hal ini
karena ia sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila
Imam Abu Hanifah tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits,
maka ia lebih memilih untuk tidak menggunakannya. Dan sebagai
gantinya, beliau menemukan begitu banyak formula seperti
mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil
nash syar’i. Selain itu, penyebab Imam Abu Hanifah lebih
mengutamakan akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih karena
kurang tersedianya hadits yang telah di seleksi keshahihannya di
tempat di mana ia tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu,
lemah dan bermasalah yang beredar di masanya. Ia hidup di masa 100
tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imam Al-
Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti hadits.
Di kemudian hari, metodologi yang Imam Abu Hanifah perkenalkan
sangat berguna untuk umat Islam. Apalagi mengingat Islam
mengalami perluasan yang sangat jauh ke seluruh penjuru dunia.
Memasuki wilayah yang jauh dari pusat sumber syariah Islam.
Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih
di berbagai negeri.95
Mazhab Maliki, mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin
Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi (93–179H). Berkembang sejak awal di
kota Madinah dalam urusan fiqh. Mazhab ini ditegakkan di atas
doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits
Rasulullah Saw. dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik
membangun madzhabnya dengan dua puluh dasar, yakni: Alquran, as-
Sunnah (dengan lima rincian dari masing-masing Alquran dan as-
Sunnah, yaitu: tekstualitas, pemahaman zhahir, lafaz umum, mafhum
mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah), Ijma’, Qiyas, amal
ahlul madinah (perbuatan penduduk Madinah), perkataan sahabat,
95
Penjelasan lebih rinci mengenai mazhab Imam Hanafi lihat Mustafa
Suhaimi, Imam Abu Hanafi. Kuala Lumpur: Penerbit Progressive House Sdn. Bhd,
2004.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 59
istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah,
syar’u man qablana (syariat nabi terdahulu).96
Mazhab Maliki merupakan kebalikan dari mazhab Hanafi.
Bila mazhab Hanafi banyak sekali mengandalkan nalar dan logika,
karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, tetapi
Mazhab Maliki justru lebih banyak mengandalkan sumber-sumber
syariah. Hal ini disebabkan mazhab ini tumbuh dan berkembang di
kota dimana Nabi Muhammad Saw. menetap dan mendakwahkan
Islam, dimana penduduknya adalah anak keturunan para sahabat.
Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan
penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah Saw. Dapat dijadikan
dasar hukum, tanpa harus merujuk kepada hadit yang s}ahih pada
umumnya. 97
Mazhab Syafi’i, didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy
Syafi’i (150-204 H). Ia dilahirkan di Gaza Palestina (Syam) tahun
150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab
qodim). Kemudian ia pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan
madzhab baru (madzhab jadid). Di sana ia wafat di akhir bulan Rajab
204 H. Salah satu karangannya adalah ‚Ar-Risalah‛ buku pertama
tentang ushul fiqh dan kitab ‚Al-Umm‛ yang berisi madzhab fiqhnya
yang baru. Imam Syafi’i merupakan seorang mujtahid mutlak, imam
fiqh, hadis, dan ushul. Ia mampu memadukan fiqh ahli ra’yi (al-
Hanafiyah) dan fiqh ahli hadits (al-Malikiyah). Sedangkan dasar
madzhabnya adalah Alquran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Ia tidak
mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang
bisa salah. Ia juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu
masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan
perbuatan penduduk Madinah. Kitab ‚Al-Hujjah‛ yang merupakan
madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin
Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i.
Sementara kitab ‚Al-Umm‛ sebagai madzhab yang baru yang
96
Jalaluddin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di Atas Fiqh (Bandung:
Penerbit Mizan, 2007), 117. 97
R.A. Gunadi, M. Shoelhi, dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol (Jakarta: Penerbit Republika, 2002), 11-16. Lihat juga Jalaluddin Rakhmat,
Dahulukan Akhlak di Atas Fiqh (Bandung: Penerbit Mizan, 2007), 118-119.
60 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-
Rabi’ Jizii bin Sulaiman.98
Mazhab Hambali, didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal
Asy Syaibani (164-241 H). Ia dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar
di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Ia memiliki
pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti
Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam. Imam Hambali
berguru kepada Imam Syafi’i, ketika Imam Syafi’i datang ke Baghdad,
sehingga Imam Hambali menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya
Imam Hambali sangat banyak, mencapai ratusan, salah satunya ia
berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari (104 –
183 H). Sehingga hal yang wajar bila ia menguasai sebuah hadis dan
menghafalnya. Kemudian ia menjadi ahli hadis di zamannya. Dasar
madzhab Hambali, yakni: Alquran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’,
Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’. Imam Hambali
tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun, pengikutnya
yang membukukan madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban
atas pertanyaan dan lain-lain. Tetapi, Imam Hambali mengarang
sebuah kitab hadis ‚Al-Musnad‛ yang memuat 40.000 lebih hadis. Ia
memiliki kekuatan hafalan yang kuat. Ia juga mengunakan hadis
mursal dan hadis d}aif yang derajatnya meningkat kepada hasan, bukan
hadis batil atau munkar.99
Penjelasan mengenai perbedaan pemikiran pada imam mazhab
memberikan makna bahwa pemikiran seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan dimana ia hidup dan menetap. Hal ini didukung oleh
Berger dan Luckman dalam teori konstruksi sosial atas realitas.
Mereka mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan
atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun
masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun
pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui
proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan
berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi
subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi,
98
Ahmad Nahrawi Abdus Salam al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’i, terj. Usman Sya’roni (Jakarta: Penerbit Hikmah/ PT. Mizan Publika, 2008), 174.
Lihat juga Jalaluddin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di Atas Fiqh, 124-125.
Bandingkan dengan R.A. Gunadi, M. Shoelhi, dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol, 29-34.
99 Lihat R.A. Gunadi, M. Shoelhi, dari Penakluk Jerusalem hingga Angka
Nol, 35-38.
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 61
manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal,
yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi
dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada
berbagai bidang kehidupannya.100
Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger
& Luckman berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari
tiga bentuk realitas yang menjadi entry concept, yakni subjective
reality, symbolic reality dan objective reality. Pertama, objective
reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk
ideologi dan keyakinan ) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku
yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh individu
secara umum sebagai fakta. Kedua, symblolic reality, merupakan
semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai ‚objective
reality‛ misalnya teks produk industri media, seperti berita di media
cetak atau elektronika, begitu pun yang ada di film-film. Ketiga,
subjective reality, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki
individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas
subjektif yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk
melibatkan diri dalam proses eksternalisasi, atau proses interaksi sosial
dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses
eksternalisasi itulah individu secara kolektif berpotensi melakukan
objectivikasi, memunculkan sebuah konstruksi objektive reality yang
baru. Selain itu juga berlangsung dalam suatu proses dengan tiga
momen simultan, eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi.101
Memaknai konstruksi realitas keterbukaan pemikiran, maka
perlu dijelaskan terlebih dahulu konsep keterbukaan pemikiran. Untuk
memahami makna keterbukaan pemikiran, berikut ini penjelasannya.
Keterbukaan pemikiran berasal dari dua suku kata, yakni kata
keterbukaan dan kata pemikiran. Menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia (KUBI), kata keterbukaan berasal dari ‚buka‛, yang berarti
keadan terbuka. Hal ini bermakna adanya peluang pihak luar untuk
masuk, dan menerima berbagai hal yang datang dari luar untuk masuk.
Makna keterbukaan ini dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan,
misalnya aspek ilmu pengetahuan. Sedangkan berpikir terbuka berarti
100
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowlidge, 166.
101 Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, The Social Construction of
Reality: A Treatise in the Sociology of Knowlidge, 205-206.
62 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
membuka pikiran terhadap kemungkinan suatu ide, pandangan, data,
teori, dan kesimpulan bisa benar atau salah.
Orang yang berpikir terbuka akan meneliti, menganalisis,
mempertimbangkan, dan menilai berbagai ide, pandangan, argumen,
data, teori, dan kesimpulan secara kritis dengan menggunakan akal
sehat dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, sebelum ia menerima
dan mempercayai suatu hal sebagai kebenaran. Artinya, seorang yang
berpikir terbuka tidak akan menerima dan mempercayai suatu jika
suatu ide, pandangan, argumen, data, teori, dan kesimpulan tidak
didukung oleh berbagai bukti relevan dan argumen yang didasarkan
pada akal sehat.
Ciri-ciri orang yang memiliki sikap terbuka, antara lain: 1).
Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya, maupun
yang dilakukan orang lain. 2). Bersikap hati-hati dan selektif (check and recheck) dalam menerima dan mengolah informasi dari manapun
sumbernya. 3). Toleransi dan tenggang rasa terhadap orang lain. 4).
Mau mengakui kelemahan atau kekurangan dirinya atas segala yang
dilakukan. 5). Sangat menyadari tentang keberagaman dalam berbagai
bidang kehidupan. 6). Mau bekerja sama dan menghargai orang lain.
7). Mau dan mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang
terjadi.
Sedangkan yang dimaksud pemikiran adalah aksi yang
menyebabkan pikiran mendapat pengertian baru dengan perantaraan
hal yang sudah diketahui. Namun, yang beraksi disini bukan hanya
pikiran atau akal budi, yang beraksi sesungguhnya adalah seluruh
manusia. Pemikiran merupakan hasil dari apa yang manusia pikirkan.
Sehingga, pemikiran merupakan suatu dari kesimpulan yang benar,
serta awal dari tindakan akal berfikir, tindakan untuk mencapai
keputusan dan menuju kepada penyimpulan atau pemikiran. Pemikiran
adalah konsepsi. Pengertian yang terdapat di dalam pikiran itulah yang
dimaksud dengan konsepsi. Seperti sering kita mendengar,
‚Bagaimana konsep yang anda miliki?‛ Itu sama dengan ‚Bagaimana
pengertian yang ada dalam pikiran Anda?‛ atau ‚Bagaimana
pemikiran Anda tentang hal ini?‛
Dari penjelasan mengenai pengertian kata keterbukaan dan
kata pemikiran. Maka dapat disimpulkan bahwa keterbukaan
pemikiran merupakan sikap jujur, rendah hati dan adil, serta mau
menerima pendapat orang lain. Keterbukaan pemikiran pada
masyarakat akademik terkait dengan pemikir kritis. Ciri ini merupakan
Masyarakat Akademik & Sosiologi Pengetahuan | 63
salah satu karakter dari akademisi, yakni bersikap kritis. Berpikiran
terbuka berarti bersedia memeriksa isu dari sebanyak mungkin sudut
pandang, memeriksa point yang baik dan buruk dari beragam sisi yang
akan diperiksa. Salah satu tujuan dalam memeriksa posisi dan
penalaran orang lain yakni memburu kebenaran, bukannya mencari
kesalahan. Berpikiran terbuka tidak berarti semata mendengarkan atau
membaca sudut pandang yang berbeda dari diri sendiri. Artinya,
seseorang akan menerima bila orang lain dapat memikirkan sesuatu
yang kita lebihkan atau kalau kita sendiri bisa salah.
Ciri yang paling jelas dari sikap seorang pemikir kritis adalah
keterbukaan pikiran dan skeptisme. Karakteristik ini tampaknya
kontradiktif bukannya saling melengkapi. Di satu sisi, seorang pemikir
kritis diharapkan mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda dari
sudut pandangnya sendiri. Di sisi lain, seorang pemikir kritis
diharapkan mengenali klaim mana yang tidak memenuhi
penyelidikan.102
Sikap dari pemikir kritis harus ditandai oleh kerendahan hati
intelektual. Apapun yang pada akhirnya di yakini harus dipandang
bersifat sementara (tentatif). Pemikiran kritis harus selalu siap
memeriksa bukti dan argumen baru, bahkan bila pemeriksaan
ditemukan bila ternyata keyakinan itu salah. Walau begitu, memiliki
sifat yang benar belum cukup. Ada banyak faktor yang membatasi atau
menutupi keinginan intelektual untuk menjadi pemikir kritis.
Keterbukaan pemikiran ada kaitannya dengan budaya
akademik dalam suatu lembaga pendidikan. Budaya akademik dapat
diartikan sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik
yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat
akademik di Perguruan Tinggi Islam. Salah satu ciri berkembangnya
budaya akademik di suatu Perguruan Tinggi Islam, antara lain adanya
kebiasaan membaca, kemudian adanya penambahan ilmu dan
wawasan. Selanjutnya terpeliharanya pemikiran rasional dan kritis-
analitis dengan tanggungjawab moral pada warga masyarakat
akademik. Selain itu juga adanya penghargaan secara objektif terhadap
pendapat orang lain. Lalu, terpeliharanya kebiasaan meneliti dan
mengabdi kepada masyarakat.
102
Robert Todd Carrol, 2004. Diakses dari
http://www.faktailmiah.com/2010/06/27/sikap-seorang-pemikir-kritis-berpikiran-
terbuka-skeptis-dan-tentatif.html
64 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Hal ini berarti setiap warga masyarakat akademik memiliki
kebebasan untuk melakukan penguasaan dan pengembangan IPTEK
dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan
akademik ini meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan
karya keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran dan gagasan sesua
dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 terdapat
konsep mengenai ‚Otonomi Keilmuan‛ yang disebut ‚merupakan
pedoman bagi perguruan tinggi dan sivitas akademika dalam
penguasaan dan pengembangan IPTEK dan seni.‛103
Peraturan ini
tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai ‚Otonomi
Keilmuan‛, tetapi memberikan arahan yang penjabarannya tampaknya
diserahkan kepada Perguruan Tinggi masing-masing, antara lain: 1)
Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan
otonomi keilmuan berpedoman pada norma dan kaidah keilmuan,
diarahkan untuk memantapkan terwujudnya penguasaan,
pengembangan IPTEK dan seni; 2) Senat perguruan tinggi
berkewajiban merumuskan peraturan pelaksanaan kebebasan
akademik, kebebasan mimbar akademik, dan perwujudan otonomi
keilmuan dalam kerangka pemantapan terwujudnya penguasaan,
pengembangan IPTEK, seni, dan pembangunan nasional.
Artinya, kewenangan bagi Perguruan Tinggi Islam untuk
merumuskan pelaksanaan pengembangan kegiatan-kegiatan akademik
di kampus masing-masing. Selain itu juga, pihak kampus mempunyai
hak otonomi untuk menggali, menemukan dan mengembangkan
IPTEK. Selanjutnya, hak otonomi juga dimiliki oleh dosen dan
mahasiswa untuk mengembangkan keilmuan mereka sesuai kaidah-
kaidah dan norma-norma keilmuan.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perguruan
Tinggi (khususnya Perguruan Tinggi Islam) diberikan hak otonomi
oleh negara. Artinya, pihak kampus diberi kewenangan untuk
mengkonstruk lembaga pendidikannya sesuai dengan visi dan misi
Perguruan Tinggi itu. Sehingga realitas keterbukaan pemikiran pada
masyarakat akademik di Perguruan Tinggi Islam akan berbeda, antara
satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan visi dan misi
kampusnya berbeda. Sehingga berpengaruh terhadap kurikulum yang
dikembangkan di Perguruan Tinggi tersebut.
103
Lihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No. 30 Tahun 1990
Tentang Pendidikan Tinggi, Bab VI, Pasal 17.
65
BAB III
DIALEKTIKA PEMIKIRAN
PADA MASYARAKAT AKADEMIK
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Relatifitas Kebenaran pada Masyarakat Akademik di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan sosial
mereka. Di mana ia tinggal, bagaimana latar belakang pendidikan dan
latar belakang organisasinya. Mahasiswa Sekolah Pascasarjana yang
berlatar belakang pendidikan agama dan tinggal menetap di pesantren
mempunyai perbedaan pandangan dan pemikiran, dibandingkan
dengan mahasiswa yang berasal dari sekolah umum dan tidak
mengenyam pendidikan di madrasah maupun pesantren.1
Berpijak pada konsep ideologinya Mannheim bahwa tidak ada
pemikiran manusia yang bebas dari pengaruh ideologisasi dari konteks
sosialnya. Hal itu berarti, adanya unsur subjektivitas dalam
pengetahuan dan pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.2 Asumsi ini berdasarkan teorinya
Mannheim bahwa pengetahuan manusia tidak bisa lepas dari
subjektivitas dan kondisi psikologi individu yang mengetahuinya.
Pengetahuan dan eksistensi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Semua pengetahuan dan kepercayaan adalah produk
proses sosio-politik.3 Hal ini sesuai dengan teori relasionisme yang
dicetuskan oleh Mannheim.4 Teori itu mengatakan bahwa setiap
pemikiran selalu berkaitan dengan keseluruhan struktur sosial yang
1 Hal ini berdasarkan analisis penulis atas pengamatan yang dilakukan
pada mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2 Berdasarkan analisis penulis atas pengamatan yang dilakukan pada
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3 Alloys Budi Purnomo, “Kaitan Pengetahuan dan Eksistensi Kehidupan”,
dalam Basis, XLI, 1, Januari 1992, 33. 4 Mannheim membagi teori relationisme ke dalam dua jenis, yakni
ideologi dan utopia. Ideologi merupakan pemikiran yang masih berpijak pada sistem
pemikiran lama yang masih berlaku. Sedangkan utopia adalah pemikiran yang
berpijak pada sistem pemikiran yang saat ini belum berlaku. Lihat Karl Mannheim,
Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran Dan Politik, 305.
66 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
melingkupinya.5 Sehingga, untuk memahami butir pemikiran
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
haruslah tetap berpijak pada lokasi sosial, konteks sosial dan struktur
kemaskulan (plausibility structure) yang dimiliki mereka.6
Uraian ini bila dikaitkan dengan pemikiran mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, maka dapat
disimpulkan bahwa pemikiran mahasiswa dipengaruhi oleh kurikulum
integratif yang diterapkan di pasca ini. Kurikulum yang terintegrasi
mengajarkan keterkaitan akan segala sesuatu, sehingga terbiasa
memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Kurikulum
terintegrasi juga dapat memberikan peluang kepada mahasiswa untuk
menarik kesimpulan dari berbagai sumber informasi berbeda mengenai
suatu tema, serta dapat memecahkan masalah dengan memperhatikan
faktor-faktor berbeda (ditinjau dari berbagai aspek). Implementasi dari
pengembangan desain kurikulum integratif atau kurikulum yang
terintegrasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membuat proses belajar menjadi relevan dan kontekstual, sehingga
bermakna bagi mahasiswa dan membuat mereka dapat berpartisipasi
aktif. Hal ini dilakukan agar seluruh dimensi manusia terlibat aktif
(fisik, sosial, emosi, akademik).7
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai oleh Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari adanya kurikulum
integratif ini, yakni dapat menyadarkan mahasiswa akan pentingya
memiliki sikap saling toleran, sebagai aplikasi dari nilai-nilai dasar
pendidikan yang menanamkan sikap hormat terhadap perbedaan
pendapat, juga perbedaan suku, agama, ras, etnis. Sebab nilai-nilai
dasar dari pendidikan ini adalah penanaman dan pembumian nilai
toleransi, empati, simpati dan solidaritas sosial. Sekolah Pascasarjana
5 Karl Mannheim, Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan
Politik, 306. Lihat juga Gregory Baum, Agama dalam Bayang-Bayang Relativisme: Sebuah Analisis Sosiologi Pengetahuan Karl Mannheim tentang Sintesa Kebenaran Historis-Normatif, terj. Achmad Murtajib Chaeri dan Masyhuri Arrow (Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana, 1999), 9. 6 Penjelasan lebih lanjut mengenai hubungan antara pemikiran manusia
dengan lokasi sosial, konteks sosial dan struktur kemaskulan lihat, Peter L. Berger
dan Hansfried Kellner, Sosiologi Ditafsirkan Kembali: Esai tentang Metode dan Bidang Kerja, terj. Herry Joediono (Jakarta: LP3ES, 1985), 67.
7 Kesimpulan ini diambil berdasarkan analisa peneliti, didukung juga oleh
hasil pengamatan selama mengikuti perkuliahan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2013 sampai 2014.
Dialektika Pemikiran pada Masyarakat Akademik | 67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga terlihat perannya sebagai media
transformasi sosial budaya dan multikulturalisme, dan sebagai proses
humanisasi seseorang yang berlangsung di dalam lingkungan hidup
keluarga dan masyarakat yang berbudaya, kini dan masa depan.
Sehingga tercipta budaya toleransi.8
Bila paradigma sosiologi pengetahuan diaplikasikan dalam
pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, maka terdapat perbedaan antarkomunitas atau antar sub-
komunitas dalam suatu cabang ilmu, khususnya dalam sosiologi
dikarenakan tiga faktor. Pertama, karena sejak awal masing-masing
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memiliki landasan filosofis yang berbeda tentang apa yang seharusnya
menjadi substansi dari ilmu yang dipelajarinya. Hal ini sesuai dengan
konsentrasi yang dimiliki. Kedua, karena pandangan filosofisnya
berbeda, maka teori-teori yang dibangunnya juga berbeda. Ketiga,
masing-masing mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memiliki metode yang berbeda untuk memahami
substansi ilmu yang dipelajarinya itu.9
Berdasarkan teori bahwa kehidupan manusia dalam suatu
masyarakat tidak dapat lepas dari pengaruh kebudayaan yang
mengitarinya. Pola pikir, ucapan, perbuatan dan berbagai keputusan
yang diambil oleh mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta senantiasa dipengaruhi oleh pandangan
budayanya. Pandangan budaya yang dimaksud dalam konteks ini
adalah nilai-nilai, aturan, norma, hukum dan referensi lainnya yang
digunakan sebagai pranata dan landasan yang secara selektif dan
konsisten digunakan sebagai acuan dalam memecahkan berbagai
masalah yang dihadapinya.10
Selain itu, hal yang menjadi pokok
persoalan sosiologi pengetahuan, yakni pengaruh institusi-institusi
sosial terhadap terbentuknya pengetahuan. Kemudian, pengaruh
institusi-institusi sosial terhadap terbentuknya pemikiran para penulis
suatu bidang ilmu. Selanjutnya, bagaimana para ilmuwan menentukan
8 Dokumentasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
baik berupa arsip maupun buletin bulanan yang diterbitkan. 9 Hasil observasi peneliti selama mengikuti perkuliahan di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013 sampai 2014. Penjelasn
lebih rinci mengenai paradigma sosiologi pengetahuan lihat, Georgi Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), 7-8.
10 Hasil observasi peneliti selama mengikuti perkuliahan di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013 sampai 2014.
68 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
sesuatu sebagai pengetahuan. Oleh karena itu, sosiologi pengetahuan
mengkaji kaitan antara penciptaan pengetahuan dengan konteks sosial
para pemikirnya.11
Menurut Mannheim, “kata atau konsep yang sama dalam
kebanyakan kasus memiliki arti yang sangat berbeda, bila
dipergunakan oleh orang yang berada pada situasi yang berbeda
pula”.12
Sebagai sebuah teori penelitian epistemologi, sosiologi
pengetahuan memusatkan perhatian pada bagaimana keterkaitan
antara interaksi sosial dengan pemikiran itu mempengaruhi
kesahihan.13
Mannheim menjelaskan bahwa munculnya cara berfikir
yang beragam, saling berlainan, dan saling bertentangan yang
diakibatkan oleh perbedaan situasi sosial yang melahirkan perbedaan
cara penafsiran terhadap realitas.14
Dengan demikian, dalam perspektif
sosiologi pengetahuan bahwa kebenaran suatu pengetahuan yang
dimiliki dan diyakini oleh mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta bukan lagi kebenaran objektif atau kebenaran
relatif, tetapi kebenaran relasional. Dalam hal ini, relasionalisme
bukan berarti tidak ada kriteria kebenaran bagi suatu pernyataan,
melainkan pernyataan itu selalu dikaitkan dengan perspektif suatu
situasi tertentu. Dengan demikian, relasionisme sesungguhnya adalah
suatu partikularisasi, yakni suatu upaya penyempitan cakupan
kesahihan dari yang semula absolut dan universal menjadi partikular
dan sempit, dalam arti terbatas dalam situasi tertentu.15
Sebagai riset
sosiologis-historis, sosiologi pengetahuan berusaha menganalisis
kaitan antara pengetahuan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan kehidupan yang mereka jalani.
Sosiologi pengetahuan berupaya menelusuri bentuk-bentuk yang
11
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan sebagai Cara Pandang, 56.
12 Karl Mannheim, Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan
Politik, 296. 13
Israel, Joachim. “Epistemology and Sociology of Knowledge: An
Hegelian Undertaking”, Sociological Perspectives, Vol. 33, No. 1, 1990, 118.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/1388980. Tanggal 23/06/2014. 14
Karl Mannheim, Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, 306.
15 Karl Mannheim, Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan
Politik, 309.
Dialektika Pemikiran pada Masyarakat Akademik | 69
diambil oleh kaitan itu dalam perkembangan intelektual yang dimiliki
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.16
Bila hal ini dikaitkan dengan sikap mahasiswa di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian ini hanya
akan membatasi pembahasan pada dua hal, yakni sikap dan hasil
pemikiran. Pertama, sikap mahasiswa di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembahasan dibatasi pada bagaimana
sikap mahasiswa pada perkuliahan di kelas, saat ujian-ujian work in
progress, dan saat diskusi-diskusi santai di luar jam perkuliahan.
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebih banyak belajar berbagi ilmu dan share ilmu tidak di ruang kelas,
apa lagi dengan mata kuliah yang banyak. Tetapi sebaliknya, hanya
ada lima mata kuliah. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan
mahasiswa di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini didukung oleh kurikulum yang diterapkan, yakni kurikulum
integratif dan lebih menekankan pada komponen penelitian berupa
disertasi dan tesis. Hal itu dapat dilihat pada pembagian mata kuliah,
komponen mata kuliah wajib dua mata kuliah dengan 4 sks, kemudian
mata kuliah pilihan tiga mata kuliah untuk tesis dan dua mata kuliah
untuk disertasi. Sedangkan komponen mata kuliah yang ditawarkan
bagi program magister, selama program studi mahasiswa diwajibkan
mengambil lima mata kuliah (dua mata kuliah wajib, yakni Kajian
Islam Komprehensif dan Pendekatan Metodologi Studi Islam; serta
tiga mata kuliah pilihan yang ditawarkan pada setiap semester).
Sedangkan untuk program doktor, selama program studi diwajibkan
mengambil lima mata kuliah (tiga mata kuliah wajib, yakni Kajian
Islam Komprehensif, Pendekatan Metodologi Studi Islam dan
Metodologi Pendekatan Studi Islam; serta dua mata kuliah pilihan
yang ditawarkan pada setiap semester).17
Selain itu juga, dalam satu mata kuliah diampuh oleh
beberapa dosen, yang termasuk ke dalam team teaching, dosen-dosen
ini mempunyai beragam keahlian dan konsentrasi. Mahasiswa yang
mengambil mata kuliah wajib maupun mata kuliah pilihan pun
16
Hasil observasi peneliti selama mengikuti perkuliahan di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013 sampai 2014. Sebagai
bahan perbandingan, lihat teori yang dikembangkan oleh Karl Mannheim dalam
bukunya Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik, 287. 17
Buku Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian
Islam 2011-2015, 16-18.
70 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
mempunyai beragam konsentrasi/keahlian. Hal ini bertujuan agar
dalam perkuliahan menjadi lebih berwarna, dan diskusi di kelas pun
menjadi lebih hidup. Karena setiap mata kuliah mewajibkan
mahasiswa untuk membuat makalah terkait dengan mata kuliah itu,
dengan menggunakan perspektif sesuai konsentrasi/keahlian masing-
masing mahasiswa.18
Bila variasi mata kuliah, variasi dosen dan variasi mahasiswa
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di analisis
menurut teori sosiologi pengetahuan. Maka dapat dijelaskan bahwa
adanya dialektika antara komponen yang ada di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan dunia sosio-kultural yang ada
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dialektika
itu berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan,
yakni eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural
sebagai produk manusia), obyektivasi (interaksi sosial dalam dunia
intersubyektivasi yang dilembagakan atau mengalami proses
institusionalisasi), dan internalisasi (individu mengidentifikasikan diri
dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu
menjadi anggotanya).19
Terjadinya kemandegan dari teori-teori sosiologi selama ini
dikarenakan hanya memperhatikan salah satu momen diakletis itu, dan
kurang melihat hubungan atau interplay antara ketiga momen dialektis
yang telah dijelaskan di atas. Maka, perlu adanya upaya untuk
mengintegrasikan antara ketiga momen dialektis (eksternalisasi,
intersubyektivasi, internalisasi) yang selama ini belum diusahakan
dengan berhasil. Bila hal ini dapat dilakukan, maka akan terjadi
pengembangan sosiologi di masa depan.20
\
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menerapkan peraturan yang bersifat memaksa mahasiswa untuk
mengikuti peraturan yang ada itu, semisal adanya ujian proposal tesis
18
Buku Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian
Islam 2011-2015, 27-28. 19
Hal ini berdasarkan hasil analisa penulis terhadap aplikasi dari
kurikulum yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Analisa terhadap data tentang kurikulum bersandar pada tulisannya B.
Shaw yang berjudul “The Sociology of Knowledge and the Curriculum”. Penjelasan
lebih lanjut mengenai hal ini lihat, B. Shaw, “The Sociology of Knowledge and the
Curriculum”, British Journal of Educational Studies, Vol. 21, No. 3 (Oct., 1973),
277-289. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3120326. Tanggal 14/07/2014. 20
Zulfi Mubarak, Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer, xx.
Dialektika Pemikiran pada Masyarakat Akademik | 71
dan disertasi, adanya ujian work in progress (WIP) untuk tesis tiga kali
ujian dan untuk disertasi empat kali ujian, sebelum mendaftar ujian
apa pun (ujian proposal, ujian WIP, ujian komprehensif, ujian
pendahuluan, ujian promosi) mahasiswa diwajibkan memverifikasikan
bahan yang mau diujikan ke dosen, setelah dapat Acc di lembar
verifikasi barulah mahasiswa boleh mendaftarkan bahan ujiannya itu.
Hal ini secara dialektis bertujuan untuk memelihara struktur-struktur
sosial yang sudah berlaku, tetapi belum tentu membantu
menyelesaikan proses eksternalisasi mahasiswa yang berada dalam
struktur-struktur itu. Sebaliknya, dalam pengalaman sejarah umat
manusia, kenyataan obyektif dibangun untuk mengatur pengalaman-
pengalaman individu yang berubah-ubah, sehingga masyarakat
terhindar dari kekacauan dan dari situasi tanpa makna. Perubahan
sosial terjadi bila proses eksternalisasi individu-individu menggerogoti
tatanan sosial yang yang sudah mapan, dan diganti dengan suatu orde
yang baru, menuju keseimbangan-keseimbangan baru. Dalam
masyarakat yang lebih menonjolkan stabilitas, maka individu-individu
dalam proses eksternalisasinya mengidentifikasikan dalam institusi-
institusi yang telah ada. Peranan-peranan sudah dibangun polanya,
dilengkapi dengan lembaga-lembaga yang mencerminkan pola-pola
dari peranan-peranan. Dalam kehidupan sehari-hari individu
menyesuaikan dirinya dengan pola kegiatan peranannya, serta ukuran-
ukuran dari pelaksanaan atau performance dari peranan yang dipilih.
Peranan menjadi unit dasar dari aturan-aturan yang terlembaga secara
obyektif. 21
Menurut perspektif teori sosiologi pengetahuan, maka dapat
diidentifikasikan bahwa pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terbentuk dari rangkaian teori yang
dibangun berdasarkan pola berfikir rasional, yang memiliki sudut
pandang tertentu yang terkait dengan keyakinan, kepercayaan, budaya
dan lingkungan sosial mahasiswa. Karena itu, tingkat objektivitasnya
perlu dikritisi. Hal ini disebabkan penjelasan terhadap fakta sangat
21
Hasil observasi selama satu tahun mengikuti berbagai ujian-ujian di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Data ini juga didukung oleh
hasil wawancara tak struktur kepada beberapa mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengikuti ujian-ujian. Teori yang dipakai
diambil dari buku Zulfi Mubarak, Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer, xxi.
72 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
bergantung pada sudut pandang mahasiswa itu sendiri.22
Sedangkan
standarisasi keilmuan, yakni kebenaran, dan kebenaran ini diperoleh
melalui serangkaian kerja dalam konsep ontologis, epistimologis dan
aksiologis. Meski demikian, terdapat perbedaan dalam menetapkan
kualitas kebenaran suatu ilmu pengetahuan. Mazhab realisme,
misalnya, berpendapat bahwa karena tujuan sains adalah untuk
menemukan kebenaran universal, dan bahwa pengetahuan dan
kebenaran adalah masalah kecocokan (correspondence), apa yang
benar ialah yang cocok dengan kebenaran. Sebaliknya, mazhab
idealisme percaya bahwa apa yang manusia ketahui tentang alam di
sekelilingnya telah disaring oleh pancaindera. Sehingga pengetahuan
saintifik tidak mencerminkan sifat-sifat sebenarnya dari alam, tetapi
mencerminkan pendapat kita yang terbaik tentang sifat-sifat alam
tersebut.23
Jadi, apa yang dianggap sebagai pengetahuan atau dianggap
benar semata-mata persetujuan dikalangan sekelompok pakar sains
dalam konteks sosial dan sejarah.
Sementara, kebenaran dalam ilmu dipandang satu kesatuan
dengan wahyu, atau didasarkan pada gagasan tauhid. Artinya,
kebenaran sebagai standar ilmu pengetahuan dibangun dari data-data
fisik dan non fisik sesuai dengan metode pengambilan ilmiahnya
(tajribi, burhani, dan irfani), yang kemudian diterjemahkan pada level
objektif, bukan subjektif. Dalam konteks ini, Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerapkan standar keilmuan sesuai
kebenaran masing-masing rumpun ilmu berdasarkan metode
pengambilannya, disinergikan dengan hukum-hukum divinitas dan
fungsi paradigma integrasi ilmu dialogis yang dianutnya.24
Penjelasan di atas menyimpulkan bahwa konsep sosiologi
pengetahuan mempunyai implikasi dalam proses terbentuknya
pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
22
Hal ini berdasarkan hasil analisa penulis berdasarkan wawancara tak
langsung dengan beberapa mahasiswa S2 dan S3 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tanggal 1-2 September 2014. 23
Anthony J. Prosen, “The Essence of the Sociology of Knowledge: A
Discussion of the Stark Thesis”, Sociological Analysis, Vol. 27, No. 1, (1966), 9-18.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3709819. Tanggal 12/8/2014. 24
Hasil wawancara dengan asisten direktur bidang akademik Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 22 September 2013.
Didukung juga dengan tulisan yang terkait dengan integrasi keilmuan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yakni buku karya Kusmana et.al., Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset, xvii.
Dialektika Pemikiran pada Masyarakat Akademik | 73
Jakarta. Hal ini berdasarkan teori yang dicetuskan oleh Mannheim
bahwa tidak ada pemikiran manusia yang bebas dari pengaruh
ideologisasi dari konteks sosialnya. Bila teorinya Mannheim ini
diimplikasikan pada pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Maka, dapat dikatakan bahwa pemikiran
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dipengaruhi oleh kurikulum integratif yang diterapkan di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kurikulum yang
terintegrasi mengajarkan keterkaitan akan segala sesuatu, sehingga
terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh.
B. Dari Sosiologi Pengetahuan menuju Dialog antar Pemikiran
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Implementasi sosiologi pengetahuan terhadap dialog antar
pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dapat di analisis dan dideskripsikan melalui kegiatan-kegiatan
yang ada di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
antara lain pada ujian Work in Progress atau lebih dikenal dengan
ujian WIP. Work in Progress (WIP) merupakan kegiatan yang
ditujukan untuk memperkuat kualitas tulisan mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. WIP juga merupakan
bagian dari dialog antara pemikiran mahasiswa dengan dosen yang
berasal dari beragam konsentrasi. Hal ini bertujuan agar mahasiswa
mendapatkan beragam perspektif atau beragam sudut pandang
mengenai tulisannya. Selain itu juga, diharapkan dengan adanya dialog
antar pemikiran membuat mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mempunyai sikap terbuka terhadap perbedaan
pemikiran. Hal inilah yang kemudian memunculkan budaya toleransi
antar pemikiran pada mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.25
Uraian ini memperjelas bahwa sosiologi
pengetahuan mempunyai implementasi terhadap adanya dialog antar
pemikiran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Beberapa pengaruh sosiologi pengetahuan bagi kehidupan
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,26
25
Hal ini berdasarkan analisa penulis terhadap hasil pengamatan selama
mengikuti ujian Work in Progress dari Maret 2013 sampai September 2014. 26
Hal ini berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Data ini juga didukung dengan
74 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
yakni: Pertama, dengan mempelajari sosiologi pengetahuan,
mahasiswa akan dapat melihat dengan lebih jelas siapa diri mereka,
baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota kelompok atau
masyarakat. Kedua, dengan mempelajari sosiologi pengetahuan
membantu mahasiswa untuk mampu mengkaji tempat mereka dalam
masyarakat, serta dapat melihat budaya lain yang belum mereka
ketahui sebelumnya. Ketiga, sosiologi pengetahuan membantu
mahasiswa mendapatkan pengetahuan tentang berbagai bentuk
interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat, baik antar-individu,
antar-kelompok, maupun antar-individu dan kelompok. Keempat, sosiologi pengetahuan membantu mengontrol dan mengendalikan
tindakan dan perilaku sosial mahasiswa dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kelima, dengan bantuan
sosiologi pengetahuan, mahasiswa akan semakin memahami norma,
tradisi, keyakinan, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat lain,
serta memahami perbedaan-perbedaan yang ada. Tanpa hal itu
perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat akan menjadi alasan
untuk timbulnya konflik di antara anggota masyarakat. Keenam,
dengan mempelajari sosiologi pengetahuan membuat mahasiswa lebih
tanggap, kritis, dan rasional menghadapi gejala-gejala sosial dalam
masyarakat yang semakin kompleks, serta mampu mengambil sikap
dan tindakan yang tepat dan akurat terhadap setiap situasi sosial yang
mereka hadapi sehari-hari.
Dalam mendeskripsikan bagaimana dialog antar pemikiran
pada mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, maka digunakan perspektif interaksionisme27
. Perspektif ini
cenderung menolak anggapan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang
determinan terhadap fakta sosial yang lain. Bagi perspektif ini, orang
sebagai makhluk hidup diyakini mempunyai perasaan dan pikiran.
Dalam hal ini, maka dapat dimaknai bahwa mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mempunyai kemampuan
untuk memberi makna terhadap situasi yang ditemui, dan mampu
bertingkah laku sesuai dengan interpretasinya sendiri. Sikap dan
tindakan mahasiswa tidak dipaksa oleh struktur yang berada di luarnya
wawancara mendalam ke beberapa mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang respondenya penulis pilih secara acak. Tanggal 2 Desember 2014. 27
Herbert Blumer, Symbolic Interactionism: Perspective and Method
(Berkeley: University of California Press, 1986), 45. lihat juga Neil J. MacKinnon,
Symbolic Interactionism as Affect Control (Suny Press), 1994,120.
Dialektika Pemikiran pada Masyarakat Akademik | 75
(yang membingkainya) serta tidak semata-mata ditentukan oleh
masyarakat. Jadi, mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dianggap bukan hanya mempunyai kemampuan
mempelajari, memahami, dan melaksanakan nilai dan norma
masyarakatnya, melainkan juga bisa menemukan, menciptakan, serta
membuat nilai dan norma sosial (yang sebagian benar-benar baru).
Karena itu mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dapat membuat, menafsirkan, merencanakan, dan mengontrol
lingkungannya.28
Mahasiswa pascasarjana, khususnya mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dianggap telah
mempunyai pemikiran yang mapan, terutama dalam proses
menyelesaikan tesis bagi mahasiswa S2 dan penyelesaian disertasi
bagi mahasiswa S3. Hal ini dikarenakan mahasiswa S2 dianggap telah
mempunyai kemampuan dasar untuk menulis, karena semua
mahasiswa S2 telah menyelesaikan skripsi, serta mahasiswa S3 telah
menyelesaikan skrispi dan tesis. Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menerapkan kurikulum yang lebih menekankan
atau mengarahkan mahasiswa S2 dan S3 untuk lebih banyak aktif dan
mandiri dalam menyelesaikan kuliahnya, termasuk juga menyelesaikan
tesis bagi mahasiswa S2 dan disertasi bagi mahasiswa S3. Pembimbing
tesis (bagi mahasiswa S2) hanya satu orang dosen, karena dianggap
lebih efektif dan efesien bagi proses penyelesaian tesisnya mahasiswa.
Sedangkan pembimbing atau promotor untuk mahasiswa S3 ada dua
orang dosen, yang satu konsentrasinya sama dengan konsentrasi
mahasiswa yang dibimbingnya, dan satunya lagi berbeda dengan
konsentrasinya mahasiswa yang dibimbing. Hal ini dimaksudkan agar
mahasiswa yang sedang menyelesaikan disertasi ini mendapatkan
bimbingan dengan beragam sudut pandang, yakni dari dosen
pembimbing yang sesuai dengan konsentrasinya dan yang tidak sesuai
konsentrasinya.29
Selain terjadinya dialog antar pemikiran mahasiswa dengan
pemikiran dosen pembimbing. Mahasiswa yang sedang menyelesaikan
tesis dan disertasi mendapatkan masukan dari berbagai dosen, yang
terjadinya dialog pemikiran antara mahasiswa dan dosen lain.
28
Hasil analisa penulis berdasarkan pengamatan pada mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 29
Berdasarkan analisis penulis atas pengamatan yang dilakukan pada
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
76 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Kemudian ada yang namanya verifikasi (yakni kegiatan bertemu
dengan dosen yang dimaksudkan untuk memverifikasi tesis yang akan
diajukan ke ujian-ujian, mulai dari ujian proposal tesis/ disertasi
hingga ujian promosi magister maupun promosi doktor. Yang ada
lembar verifikasi, yang memuat hal-hal yang perlu diverifikasikan.
Dengan adanya verifikasi ini diharapkan tesis ataupun disertasinya
mahasiswa terhindar dari stupied mistake atau kesalahan konyol.30
Di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
juga ada yang namanya ujian Work in Progress. Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu pengurus SPs, ujian Work in Progress
atau lebih dikenal dengan singkatan WIP, ujian ini bertujuan untuk
mendialogkan tulisan mahasiswa ke berbagai dosen yang tak selalu
sama dengan konsentrasinya mahasiswa yang sedang menyelesaikan
tesis ataupun disertasi. Dengan adanya dialog ini atau bisa juga
disebut dengan sharing, mahasiswa akan mendapatkan banyak
masukan dari berbagai hal dan juga berbagai perspektif. Sehingga
diharapkan tulisan mahasiwa menjadi lebih integratif (sesuai dengan
vis dan misinya SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Ujian WIP
untuk mahasiswa S2 yang sedang menulis tesis adalah tiga kali,
sedangkan untuk mahasiswa S3 yang sedang menulis disertasi adalah
empat kali. Dengan batas minimal itu, diharapkan tulisan mahasiswa
lebih baik dan membawa progress (kemajuan) yang baik pula dalam
proses penyelesaian tesisnya mahasiswa. Selain itu juga, dengan
diadakannya ujian WIP diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi
mahasiswa yang sedang mengalami jalan buntu dalam proses
penyelesaian tesisnya. Dan hasil akhirnya adalah produk pemikiran
mahasiswa yg bermutu dan lebih aktual, serta konstektual.31
Produk pemikiran mahasiswa, baik mahasiswa S2 maupun
mahasiswa S3 di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta diharuskan untuk dibukukan dan diolah kembali untuk dapat
diterbitkan di jurnal terakreditasi baik nasional maupun internasional.
Hal ini bertujuan untuk mempublikasi tulisan mahasiswa. Sehingga,
implikasi dari visi misi SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni
30
Berdasarkan analisis penulis atas pengamatan yang dilakukan pada
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 31
Hasil wawancara dengan asisten direktur bidang akademik Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 22 September 2013.
Didukung juga dengan hasil pengamatan penulis setelah mengikuti ujian Work in
Progress (WIP) selama tahun 2013-2014.
Dialektika Pemikiran pada Masyarakat Akademik | 77
mengaktualisasikan keilmuan mahasiswa, dan diharapkan dapat
membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di
masyarakat. Karena temuan-temuan yang dihasilkan dari produk
pemikirannya mahasiswa dapat memberikan perspektif baru, bahkan
ada mahasiswa program doktor yang mampu menghasilkan sebuah
teori baru.32
Uraian yang telah dijelaskan sebelumnya memberikan sebuah
deskrispsi mengenai implementasi sosiologi pengetahuan terhadap
dialog antar pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Implementasi yang dimaksud, yakni: terjadinya
integrasi keilmuan pada mahasiswa, adanya keterbukaan pemikiran
pada mahasiswa, dan terjadinya akulturasi pemikiran pada mahasiswa.
32
Hasil wawancara dengan asisten direktur bidang akademik Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 22 September 2013.
78 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
79
BAB IV
MODEL KURIKULUM DI SEKOLAH PASCASARJANA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh lingkungan
pendidikan terhadap terbentuknya sikap toleran mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu,
dideskripsikan juga mengenai pengaruh kurikulum terhadap
terbentuknya sikap tolerans pada masyarakat akademik di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal itu dikarenakan
pemikiran manusia terbentuk oleh lingkungan dimana ia berada.
Model kurikulum yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni kurikulum integratif.
Kurikulum yang terintegrasi mengajarkan keterkaitan akan segala
sesuatu. Sehingga masyarakat akademik (khususnya mahasiswa) di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terbiasa
memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Kurikulum
terintegrasi juga dapat memberikan peluang kepada mahasiswa untuk
menarik kesimpulan dari berbagai sumber informasi berbeda mengenai
suatu tema, serta dapat memecahkan masalah dengan memperhatikan
faktor-faktor berbeda (ditinjau dari berbagai aspek). Implementasi dari
pengembangan desain kurikulum integratif atau kurikulum yang
terintegrasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah pembelajaran tematik integratif. Pembelajaran seperti ini
teraplikasikan pada judul mata kuliah pilihan yang ditawarkan pasa
setiap semester.1 Hal ini diterapkan oleh Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan maksud agar proses pembelajaran
menjadi relevan dan kontekstual. Sehingga bermakna bagi mahasiswa
1 Pada setiap semester judul mata kuliah pilihan yang ditawarkan berbeda-
beda, sesuai kebutuhan. Kemudian mata kuliah pilihan yang dijadwalkan bergantung
pada pemenuhan kuota. Bila mahasiswa yang mendaftar mata kuliah itu tidak sampai
10 orang. Maka, secara otomatis mata kuliah itu tidak dijadwalkan. Penjelasan lebih
lanjut mengenai daftar-daftar judul mata kuliah pilihan yang ditawarkan lihat
halaman 74-76 dalam disertasi ini.
80 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
dan membuat mereka dapat berpartisipasi aktif. Hal ini dilakukan agar
seluruh dimensi manusia terlibat aktif (fisik, sosial, emosi, akademik).2
Pimpinan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta mengkonstruk tujuan dari adanya kurikulum integratif, yakni
agar dapat menyadarkan mahasiswa akan pentingnya memiliki sikap
saling toleran, sebagai aplikasi dari nilai-nilai dasar pendidikan yang
menanamkan sikap hormat terhadap perbedaan pendapat, juga
perbedaan suku, agama, ras, etnis. Sebab nilai-nilai dasar dari
pendidikan ini adalah penanaman dan pembumian nilai toleransi,
empati, simpati dan solidaritas sosial. Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta juga terlihat perannya sebagai media
transformasi sosial budaya dan multikulturalisme, dan sebagai proses
humanisasi seseorang yang berlangsung di dalam lingkungan hidup
keluarga dan masyarakat yang berbudaya, kini dan masa depan.
Sehingga tercipta budaya toleransi.3
Selain itu juga, diharapkan dengan adanya kurikulum
integratif mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta memiliki kemampuan untuk berfikir positif. Maksudnya, orang
yang berfikir positif akan terlihat dengan sikap yang dilakukannya.
Sikap yang dimaksud, yakni: optimisme, antusiaisme, keyakinan,
integritas, keberanian, kepercayaan diri, keuletan, kesabaran,
ketenangan, dan fokus.4 Optimisme adalah suatu keyakinan dan
ekspektasi akan hasil-hasil positif, bahkan dalam menghadapi
kesulitan, tantangan atau krisis. Antusiaisme, yakni memiliki tingkat
minat yang tinggi, energi positif, gairah atau motivasi pribadi.
Keyakinan, yaitu mempercayai diri sendiri, orang lain dan kekuatan
spiritual yang lebih tinggi untuk memberikan dukungan dan petunjuk
ketika diperlukan. Integritas merupakan suatu sikap berupa tindakan
berdasar komitmen pribadi untuk kejujuran, keterbukaan dan keadilan;
2 Hasil observasi penulis selama tahun 2013. Juga wawancara tak
terstruktur kepada beberapa mahasiswa dan alumni Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, juga Suwito, Asisten Direktur Bidang Pengembangan
Lembaga Tahun 2007-2011. 3 Berdasarkan analisa penulis terhadap dokumentasi Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baik berupa arsip maupun buletin bulanan yang
diterbitkan. 4 Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Scott W. Ventrella. Penjelasan
lebih lanjut lihat Scott W. Ventrella, Kekuatan Berfikir Positif dalam Bisnis: 10 Strategi Mendapatkan Hasil Maksimal, Alih Bahasa Bernadeta (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2003), 87.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 81
hidup dengan dan untuk standar seseorang. Keberanian adalah
kemauan untuk mengambil resiko dan mengatasi rasa takut, bahkan
ketika hasilnya tidak pasti. Kepercayaan diri, yakni suatu perasaan
akan keyakinan secara pribadi akan kemampuan, kapabilitas dan
potensi dalam diri seseorang. Keuletan merupakan sebuah usah tak
kenal lelah atas suatu tujuan, maksud, atau sebab. Kesabaran adalah
kesediaan untuk menunggu kesempatan, kesiapan, atau hasil dari diri
sendiri dan orang lain. Ketenangan adalah suatu sikap
mempertahankan ketentraman dan mencari keseimbangan sehari-hari
dalam menanggapi kesulitan, tantangan, atau krisis, menyediakan
waktu untuk berefleksi dan berfikir. Fokus adalah perhatian yang
diarahkan melalui penetapan tujuan dan prioritas. 5
A. Desain Pembelajaran Berbasis Toleransi di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyelenggarakan program magister dan doktor pengkajian Islam. Hal
ini bertujuan menghasilkan lulusan yang memiliki pemahaman dan
wawasan keislaman yang komprehensif, mempunyai keahlian dalam
mengembangkan ilmu agama Islam sesuai bidang yang ditekuni,
kesadaran ilmiah yang tinggi, terbuka dan responsif terhadap
perubahan sosial dan berakhlak mulia. Dengan tujuan yang seperti itu,
maka diharapkan akan lahir calon-calon ulama yang memiliki wawasan
akademik dan calon-calon akademisi-intektual yang memiliki
wawasan keislaman yang komprehensif.
Tujuan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini kemudian diaplikasikan ke dalam kurikulum pembelajaran. Kampus
ini menerapkan kurikulum integratif. Kurikulum ini juga sesuai dengan
paradigma keilmuan yang dikembangkan oleh Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sesuai dengan visi dan misi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Universitas ini mempunyai visi
mengintegrasikan aspek keilmuan, keislaman dan keindonesiaan.
Sedangkan misinya, yakni: menghasilkan sarjana yang memiliki
keunggulan komparatif dalam persaingan global, melakukan
reintegrasi epistimologi keilmuan, memberikan landasan moral
terhadap pengembangan IPTEK dan melakukan pencerahan dalam
pembinaan imtaq, mengembangkan keilmuan melalui kegiatan
5 Lihat, Scott W. Ventrella, Kekuatan Berfikir Positif dalam Bisnis: 10
Strategi Mendapatkan Hasil Maksimal, 87-89.
82 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
penelitian, serta memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas
hidup masyarakat. Kelima misi ini diharapkan bermuara pada
penciptaan lulusan yang mempunyai competitive advantage yang
sejalan dengan tujuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu:
Pertama, menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan agama Islam.
Kedua, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan
agama Islam, serta mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional. 6
Paradigma integrasi keilmuan di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta menekankan pada penggunaan metode
pengajaran yang mendorong tradisi riset dikalangan dosen dan
mahasiswanya. Jumlah metode pengajaran yang mendorong tradisi
riset banyak dan variatif, tetapi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tidak membatasi penggunaan metode tertentu.
Suatu metode pengajaran dapat dipakai sepanjang metode tersebut
dapat menumbuhkan tradisi riset. Misalnya, seorang dosen Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menjalankan
tugas fungsionalnya tidak hanya dituntut mentransfer dan
mentransmisikan informasi yang didasarkan pada buku-buku teks
sebagai rujukan dalam mengajar mata kuliah yang diasuhnya. Tetapi
juga, mereka memadukan antara tugas terstruktur dan pengalaman
riset. Dengan demikian, dosen bersangkutan bisa menyampaikan
materi kuliah diintegrasikan dengan bacaan mereka terhadap hasil
penelitian ilmuwan lain. Lebih dari itu, setiap dosen juga melakukan
sharing pengalaman keilmuan dan penelitiannya dengan mahasiswa.7
Pola pengajaran seperti ini dapat menghasilkan lulusan yang
kompeten dalam bidangnya, dan mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan baru. Pengembangan model pengajaran demikian
diharapkan dapat mendorong peran Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
6Buku Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian
Islam 2011-2015, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 5. Lihat
juga Kusmana, eds., Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2006), 55. 7Hasil Wawancara dengan Suwito, Tanggal 18 September 2013.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 83
Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan keilmuan, dan ikut serta
dalam kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.8
Demikian aplikasi paradigma integrasi ilmu dialogis dan
terbuka Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
dinilai sebagai kerangka pandangan yang menghormati, dan
menempatkan masing-masing jenis ilmu pada tempat yang sesuai
dengan sumber dan metode pengambilannya, tanpa meninggalkan sifat
kritis. Sehingga membuka kemungkinan dialog kritis dan apresiatif
terhadap paradigma ilmu lain, untuk menghindari dikotomi antara
subjek ilmu dan objek ilmu, atau terpuruk pada hanya salah satunya.
Paradigma ini sangat sesuai dengan esensi ajaran Islam, yakni Tauhid.
Hal ini karena kebenaran ilmu diperoleh dari proses dialog terus
menerus antara subjek dan objek ilmu, melalui proses konkreasi dan
objektifikasi, sehingga berujung pada Tuhan YME.9
Uraian di atas memperjelas bahwa implementasi integrasi
keilmuan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
didasarkan pada paradigma integrasi ilmu dialogis dan terbuka yang
meliputi: visi dan misi, kebijakan kurikulum, metode pengajaran dan
penelitian. Integrasi pemikiran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dipengaruhi oleh paradigma integrasi ilmu
dialogis dan terbuka, yang telah dijelaskan sebelumnya. Integrasi
pemikiran ini di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terlihat dari beragam hasil tulisan mahasiswa yang menghasilkan
pemikiran yang melakukan interaksi dialogis berbagai macam ilmu
pengetahuan termasuk interaksi ilmu pengetahuan dengan ilmu
agama.10
Konstruksi sosial atas realitas toleransi di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat di analisis melalui
proses pembelajaran yang terjadi disana. Hal ini teraplikasikan melalui
pendidikan multikultural yang diterapkan di kampus tersebut. Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerapkan pendidkan
berwawasan multikultural untuk menanamkan kepada mahasiswa
sikap simpati, respek, apresiasi, serta empati terhadap orang lain yang
8Hasil Wawancara dengan Suwito, Tanggal 18 September 2013.
9Kusmana, eds., Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 91-
92. 10
Hasil pengamatan peneliti terhadap berbagai tulisan mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baik dalam bentuk disertasi maupun
tesis.
84 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
berbeda agama, budaya, suku bangsa, serta berbeda latar belakang
pendidikan. Diharapkan dengan pendidikan multikultural, karakter
mahasiswa dilatih dan dibangun untuk mampu bersikap demokratis,
humanis dan menerima keragaman. Hal itu berarti, bahwa selain
mahasiswa mudah memahami, menguasai dan mempunyai kompetensi
yang baik terhadap mata kuliah, mereka juga diharapkan mampu untuk
selalu bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, humanisme dan
keragaman di dalam maupun di luar kampus.
Implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural,
diharapkan dapat membantu mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta memahami, menerima dan menghargai
orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian.
Implementasi paradigma pendidikan multikultural berpegang pada
empat prinsip, yaitu: Pertama, pendidikan multikultural menawarkan
beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif
banyak orang. Kedua, pendidikan multikultural didasarkan pada
asumsi bahwa tidak ada penafsiran yang tunggal terhadap suatu
kebenaran di dalam memahami suatu ilmu pengetahuan. Ketiga,
kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif
dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda. Keempat, pendidikan multikultural mendukung prinsip-prinsip pokok dalam
memberantas pandangan klise tentang suku, budaya dan agama.
Implementasi paradigma pendidikan multikultural yang
berpegang pada empat prinsip tersebut, kemudian berdampak pada
sikap dan tingkah laku mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dalam menyikapi keberagaman, baik
keberagaman pemikiran maupun keberagaman adat istiadat. Hal itu
kemudian menimbulkan sikap toleran antara masyarakat akademik di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Implikasi sosiologi pengetahuan terhadap proses
pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yakni adanya integrasi ilmu antara ilmu umum dan ilmu
agama. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Saefuddin dalam karyanya
Islamisasi Sains Dan Kampus, bahwa kampus hendaknya mampu
menemukan konsep baru sains yang utuh, yakni sains yang tidak
menyerah kepada hambatan atau kendala ruang dan waktu.11
11
AM. Saefuddin, Islamisasi Sains dan Kampus (Jakarta: PT. PPA
Consultants, 2010), 320.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 85
Pendapatnya Saefuddin sejalan dengan visi misi Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,12
yaitu: Pertama, sains
yang dikembangkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta berorientansi pada dasar nilai-nilai agama Islam. Sehingga
terjadinya integrasi keilmuan, yakni antara sains dan ilmu agama
Islam. Kedua, dengan sains islami ini, Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki tujuan penemuan dan
pengukuhan paradigma dan premis intelektual yang berorientasi
kepada nilai, dan membaktikan dirinya kepada pembaharuan dan
pembangunan masyarakat, yang bergerak ke depan melalui penemuan
ilmiah. Ketiga, sains islami, yang berdomisili di dalam maupun di luar
kampus Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, harus
berguna bagi tujuan-tujuan tertentu yang sesuai dengan kebenaran, dan
berada dalam posisi fungsi terdepan untuk menunjang perubahan dan
pembangunan, serta membantu memperbaiki dunia. Dengan tiga
karakter konsep sains islami tersebut, maka Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta menempatkan dirinya dalam masyarakat
pluralistik yang makin rumit, tanpa mengorbankan etos dan etika
anutannya.
Implementasi integrasi keilmuan di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sesuai dengan integrasi keilmuan di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, hal ini dikarenakan SPs atau Sekolah
Pascasarjana merupakan bagian yang tak terpisahkan dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yakni integrasi keilmuan yang didasarkan pada
paradigma integrasi ilmu dialogis dan terbuka yang meliputi: rumpun
keilmuan, standard keilmuan, visi dan misi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, kebijakan kurikulum, metode pengajaran dan penelitian.13
yang akan dijelaskan berikut ini.
Pertama, rumpun keilmuan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membagi rumpun keilmuan menjadi rumpun keilmuan Qur’aniyah dan
Kauniyah yang masing-masing memiliki jenis ilmu memastikan bahwa
integrasi antara keduanya harus, bahkan integrasi antar jenis ilmu
dalam satu rumpun didudukkan dalam konteks berinteraksi. Kedua,
12
Tiga konsep ini penulis ambil dari konsepnya Saefuddin. Untuk
penjelasan lebih rinci lihat, AM. Saefuddin, Islamisasi Sains dan Kampus, 321-322.
Lihat juga Buku Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian
Islam, 3. Bandingkan dengan Kusmana et.al., Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset, 50-54.
13 Kusmana, et.al., Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menuju Universitas Riset, 106.
86 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
standard keilmuan. Standard keilmuan adalah kebenaran, dan
kebenaran ini diperoleh melalui serangkaian kerja dalam konsep
ontologi, epistimologi, dan aksiologi pada masing-masing rumpun
keilmuan, sehingga kualitas kebenarannya bervariasi sesuai metode
ilmiahnya tiap rumpun. Dalam konteks standard keilmuan yang
variatif ini, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menetapkan standard
keilmuan sesuai kebenaran masing-masing rumpun ilmu berdasarkan
metode pengambilannya, disinergikan dengan hukum-hukum divinitas
dan fungsi paradigma integrasi ilmu dialogis yang dianut; pengakuan
standard keilmuan yang dikembangkan seluruh rumpun keilmuan
selama tidak melampaui esensi ajaran Islam-Tauhid.
Visi dan misi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Visi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta adalah mengintegrasikan aspek keilmuan,
keislaman dan keindonesian. Visi ini memungkian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk menyelenggarakan tidak hanya fakultas
fakultas-fakultas kajian Islam, tetapi juga fakultas-fakultas umum.
Sedangkan misi, yakni: Pertama, menghasilkan sarjana yang memiliki
keunggulan komparatif dalam persaingan global. Kedua, melakukan
reintegrasi epistemologi keilmuan. Ketiga, memberikan landasan
moral terhadap pengembangan IPTEK dan melakukan pencerahan
dalam pembinaan imtaq. Keempat, mengembangkan keilmuan melalui
kegiatan penelitian. Kelima, memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Kelima misi ini diharapkan bermuara pada penciptaan lulusan
yang mempunyai competitive advantage (keunggulan dan mampu
bersaing) yang sejalan dengan tujuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yaitu: Pertama, menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik dan/ atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu
pengetahuan agama Islam. Kedua, mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan agama Islam, serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional.14
14
Diakses dari www.uinjkt.ac.id Tanggal 20 Agustus 2013. Lihat juga
tulisan yang terkait dengan kurikulum yang mendukung agar murid memiliki
kemampuan kompetensi dan berkarakter ditinjau dari aspek medis. Penjelasan lebih
lanjut lihat, Robyn Tamblyn. et.al., “Effect Of A Community Oriented Problem
Based Learning Curriculum On Quality Of Primary Care Delivered By Graduates:
Historical Cohort Comparison Study”, British Medical Journal, Vol. 331, No. 7523
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 87
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta merumuskan program kerja yang disebut Pola
Ilmiah Pokok (PIP), yaitu pembaharuan dalam Islam dengan
menampilkan Islam yang modern, rasional dan kompatibel dengan
perkembangan zaman agar tercipta integrasi keislaman, keilmuan,
kemanusiaan, dan keindonesiaan. Oleh karena itu pengembangan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta diorientasikan pada: Pertama, pembinaan
dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) seluruh civitas
akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memiliki keluhuran
moral, kedalaman spiritual, kecerdasan intelektual dan kematangan
profesional. Kedua, pembinaan dan peningkatan kualitas akademik,
administrasi, pelayanan dan seluruh komponen berikut perangkat kerja
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara profesional dan optimal.
Ketiga, pembaharuan sistem pendidikan menuju reintegrasi keilmuan,
keislaman, keindonesiaan, dan wawasan global, serta pengembangan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pusat keunggulan dalam studi
dan pemikiran Islam.15
Kebijakan kurikulum. Perencanaan kurikulum di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tidak lepas dari posisinya sebagai lembaga
pendidikan Islam yang merupakan sub-sistem dari sistem pendidikan
masyarakat Indonesia, dan dalam operasionalisasinya selalu mengacu
kepada kebutuhan perkembangan sosial. Selain itu, juga memerlukan
model dan sistem yang konsisten yang dapat mendukung nilai-nilai
moral spiritual dengan orientasi pada kebutuhan dan perkembangan
fitrah manusia.
Di samping keterpaduan antara kebutuhan masyarakat dengan
pemantapan nilai-nilai moral dan fitrah manusia di atas, sebagai
lembaga penddikan tinggi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mempunyai kewajiban-kewajiban yang terkait dengan peran etik,
otonomi, tanggungjawab dan antisipatif,16
antara lain: Pertama,
memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi krusialnya melalui
penegak etik dan keteguhan ilmiah dan intelektual melalui berbagai
aktivitasnya. Kedua, mampu berbicara lantang dan tegas tentang
masalah-masalah etik, kebudayaan dan sosial secara independen dan
dengan kesadaran penuh tentang tanggungjawabnya menegakkan
(Oct. 29, 2005), 1002-1005. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/25460972,
Tanggal 18 Juni 2014. 15
Diakses dari www.uinjkt.ac.id Tanggal 20 Agustus 2013. 16
Diakses dari www.uinjkt.ac.id Tanggal 20 Agustus 2013.
88 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
otoritas intelektual yang diperlukan masyarakat dalam berefleksi,
memahami dan bertindak. Ketiga, menguatkan fungsi-fungsi kritis dan
berorientasi ke masa depan melalui analisa yang berkelanjutan tentang
kecendurungan-kecenderungan perubahan dan perkembangan sosial,
ekonomi, budaya dan politik yang sedang tumbuh dan sekaligus
memberikan fokus bagi prediksi, peringatan dan pencegahan.
Keempat, menegakkan kapasitas intelektual dan prestise moral untuk
membela dan secara aktif menyebarkan nilai-nilai yang telah diterima
secara universal, termasuk perdamaian, keadilan, kebebasan,
kesetaraan dan solidaritas seperti disinggung dalam konstitusi
UNESCO.
Kelima, menikmati kebebasan dan otonomi akademis, seperti
terlihat dalam hak-hak dan kewajiban, sementara tetap
bertanggungjawab sepenuhnya dan accountable kepada masyarakat.
Keenam, memainkan peranan dalam membantu mengindentifikasi
dalam menjawab masalah-masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
berbagai komunitas, bangsa dan masyarakat global.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berusaha menerapkan
kewajiban-kewajiban ke dalam perencanaan kurikulum, terutama
kurikulum berbasis kompetensi, yakni kurikulum yang dituntut untuk
dapat menciptakan keseimbangan pengetahuan teoritis dengan
pengetahuan praktis. Keseimbangan ini akan terealisasi dengan
menjadikan mahasiswa sebagai pusat atau orientasi dalam seluruh
kegiatannya. Termasuk sebagai pusat perhatian (concern), mitra
utama, dan steakholder yang paling penting dalam pembaharuan dan
reformasi Perguruan Tinggi.
Aspek keilmuan secara umum terlihat dari kewajiban-
kewajiban akademis; aspek keislaman terkait dengan nilai-nilai moral
dan fitrah manusia; dan aspek keindonesiaan terkristalisasi dalam
pengembangan masyarakat. Integrasi ketiga aspek tadi perlu
diperhatikan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum pada
lembaga pendidikan atau program studi yang berada di lingkungan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bentuk hubungan antara keilmuan, keislaman dan
keindonesiaan bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bila dilihat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai sub-sistem sosial dan
keberadaannya dalam konteks peningkatan taraf kehidupan
masyarakat, maka keilmuan dan keislaman merupakan landasan dan
media untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 89
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan keindonesiaan dapat dicapai
melalui keilmuan dan keislaman. Artinya, sebagai lembaga pendidikan
tinggi, terdapat dua unsur utama dalam pandangan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yakni: Pertama, unsur keilmuan dan keislaman
yang terkait dengan tuntutan-tuntutan akademis dan nilai-nilai moral.
Kedua, unsur keindonesiaan yang sangat erat hubungannya dengan
tujuan nasional negara Indonesia. Pada unsur pertama, agaknya
pembahasan akan terfokus pada hubungan antara ilmu pengetahuan
(sains) dan Islam (agama), sedangkan pada unsur kedua akan ada
kaitannya dengan jawaban atas pertanyaan “corak masyarakat yang
bagaimana, yang diupayakan Indonesia?” salah satu jawabannya
adalah masyarakat madani Indonesia yang tantangan dan
keberhasilannya sangat bergantung pada partisipasi seluruh komponen
bangsa dan peran berbagai lembaganya, terutama lembaga-lembaga
pendidikan.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Suwito, bahwa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah
satu lembaga Pendidikan Tinggi Islam, berupaya mengembangkan
kurikulum yang mampu merespon perkembangan IPTEK dan
perubahan masyarakat yang semakin kompleks. Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga berupaya mengembangkan
kurikulum yang mampu mensinergikan ayat-ayat Qur’aniyah dengan
ayat-ayat Kauniyah. Maksdunya, mensinergikan antara ilmu
pengetahuan yang terinspirasi wahyu dengan ilmu pengetahuan yang
diperoleh melalui pendekatan rasional dan empiris. Hal ini berarti
bahwa, kurikulum dikembangkan dengan pendekatan integrasi
keilmuan dan keislaman, serta menghilangkan kecenderungan
dikotomis dan pragmatis yang melanda berbagai masyarakat dunia
masa kini.17
Distingsi pendidikan Islam sangat erat hubungannya dengan
Islam sebagai agama yang berdasarkan wahyu Allah Swt. Hal ini
tercermin pada kurikulum pendidikan Islam yang mempunyai
karakteristik tersendiri, termasuk pada substansi topik-topik, sumber
primer dan sekunder yang digunakan. Kurikulum yang seperti ini
kemudian menjadi perhatian para pemangku jabatan di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menyusun
kebijakan kurikulum. Hal itu penting dilakukan, karena masing-masing
17
Wawancara dengan Suwito, Asisten Direktur Bidang Akademik Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 26 November 2014.
90 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
ilmu pengetahuan memiliki ruang lingkup dan metodologi yang
berbeda dalam memandang peristiwa dan fenomena yang dihadapinya.
Selain itu juga, karena prinsip pendidikan Islam merupakan refleksi
dari wahyu yang menjadi sumber utama Islam itu sendiri dan
kemudian didukung potensi rasional, nilai, idealisme dan prinsip
religius, untuk menciptakan insan yang saleh dan berguna bagi agama,
bangsa dan negara. Diharapkan juga, perencanaan kurikulum
pendidikan tinggi yang memperhatikan karakteristik Islam dan
didukung dengan tradisi keilmuan yang disertai pendekatan
metodologis, analisa, rasional, empiris dan lainnya dapat
mengantarkan bangsa Indonesia yang cenderung religius dan kondisi
sosial yang sedang berupaya menciptakan keadilan sosial sesuai
dengan amanat UUD 1945. Harapan ini yang kemudian tercermin pada
visi dan misi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni mengintegrasikan
keilmuan, keislaman dan keindonesiaan.
Ada tiga unsur utama dalam penyelenggaraan Pendidikan
Tinggi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni mahasiswa, dosen
dan bahan ajar. Mahasiswa merupakan sentral pengembangan
pendidikan tinggi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bahkan menjadi
sentral pengembangan Perguruan Tinggi di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai satuan penyelenggara pendidikan tinggi. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menyediakan kelengkapan dalam
penyelenggaraan pendidikan tinggi, untuk mempermudah
pengembangan potensi mahasiswa. Hal ini menjadi perhatian pihak
kampus, yakni selalu membandingkan secara kuantitas antara jumlah
mahasiswa dengan jumlah dosen, jumlah tenaga administrasi, jumlah
buku, jumlah biaya, serta luas ruangan kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Hal ini bertujuan agar terjadinya keseimbangan
antara kedua hal itu (jumlah mahasiswa dengan fasilitas
pembelajaran).
Unsur dosen merupakan tenaga inti dalam pengembangan dan
penyelenggaraan pendidikan tinggi, di samping tenaga peneliti, tenaga
administrasi, tenaga pustakawan, dan tenaga laboran yang menjadi
penunjangnya. Hal ini dikarenakan, dosen sebagai tenaga pelaksana
pendidikan, yang tugas pokoknya mentransformasikan bahan
pengajaran, yang digali dari kegiatan penelitian secara terus menerus,
dalam kegiatan belajar mengajar. Ia juga menjadi pembimbing yang
memfasilitasi mahasiswa bimbingannya dalam upaya meraih prestasi
pendidikan.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 91
Unsur bahan pengajaran, merupakan suatu rangkaian mata
kuliah yang mengandung kajian dan pengajaran yang dikenal sebagai
kurikulum. Ia di data dalam bentuk program studi, yakni suatu rencana
belajar sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan tinggi atas dasar
suatu kurikulum. berkenaan dengan hal itu, setiap mahasiswa
mempunyai kebebasan untuk memilih program studi sesuai dengan
minat, kemampuan, dan peluang yang dimilikinya. Demikian pula
dosen mengidentifikasikan keahliannya dalam program studi itu.
Dalam perencanaan kurikulum terdapat empat faktor penentu,
yakni filosofis, sosiologis, psikologis, dan epistimologis. Dilihat dari
konteks UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, faktor filosofis kurikulum
dapat dilihat dari tujuan pendidikan dan pengajaran di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yakni sebagai sarana untuk melakukan transfer
nilai-nilai Islam dan nilai-nilai bangsa Indonesia (transfer of values),
transfer pengetahuan (transfer of knowledge), dan transfer
keterampilan (transfer of skills).
Berkenaan dengan aspek filosofis ini, maka integrasi
merupakan acuan dalam perumusan kurikulum pendidikan dan
pengajaran di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Integrasi ini dapat
mengambil tiga bentuk, yakni: Pertama, institusional. Saat ini tercatat
bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki tiga jenjang
pendidikan, yakni strata satu (S1), strata dua (S2), strata tiga (S3).
terdapat sepuluh Fakultas untuk S1, juga Program Pasca Sarjana di
Fakultas Syariah dan Hukum, Fakultas Ushuluddin, Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Psikologi, Fakultas, serta Sekolah
Pascasarjana (SPs). Lihat tabel di bawah ini.
Tabel. 1.1.
Nama Fakultas dan Jurusan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
N
o
NAMA FAKULTAS NAMA JURUSAN
1 Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan
(a) Pendidikan Agama Islam (PAI)
(b) Pendidikan Bahasa Arab
(c) Kependidikan Islam
(d) Pendidikan Bahasa Inggris
(e) Pendidikan Matematika
(f) Pendidikan IPA
2 Syariah dan Hukum (a) Akl-Ahwal as-Syakhsiyah
92 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
(b) Jinayah Siyasah
(c) Perbandingan Mazhab dan Hukum
(d) Muamalat (Ekonomi Islam)
3 Adab dan Humaniora
(a) Bahasa Arab dan Sastra Arab
(b) Sejarah dan Peradaban Islam
(c) Tarjamah
(d) Ilmu Perpustakaan dan Informasi
(e) Bahasa dan Sastra Inggris
4 Ushuluddin
(a) Perbandingan Agama
(b) Pemikiran Islam
(c) Tafsir Hadits
5 Dakwah dan
Komunikasi
(a) Komunikasi dan Penyiaran Islam
(b) Bimbingan dan Penyuluhan Islam
(c) Manajemen Dakwah
(d) Pengembangan Masyarakat Islam
6 Dirosat Islamiyah (a) Diras}at Islamiyah
7 Psikologi
(a) Psikologi Industri-organisasi
(b) Psikologi Pendidikan
(c) Psikologi Sosial
8 Ekonomi dan Ilmu
Sosial
(a) Akuntansi
(b) Manajemen
9 Sains dan Teknologi
(a) Agribisnis
(b) Teknik Informatika dan Sistem
Informasi
10 Kedokteran dan Ilmu-
ilmu Kesehatan
(a) Kedokteran
(b) Kesehatan Masyarakat
(c) Farmasi
(d) Keperawatan
11 Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
(a) Hubungan Internasional
(b) Hubungan Internasional (Kelas
Internasional)
(c) Ilmu Politik
(d) Sosiologi
12 Sekolah Pascasarjana (a) Pengkajian Islam
Tabel di atas mendeskripsikan bahwa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta telah melakukan pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 93
agama (Islam). Hal ini dimaksudkan karena adanya pengakuan positif
terhadap jenis ilmu lain yang tidak serumpun. Sehingga UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta berupaya mengintegrasikan program studi “ilmu-
ilmu umum’ ke dalam Fakultas Agama, seperti jurusan Pemikiran
Islam ke dalam Fakultas Ushuluddin, jurusan Ilmu Perpustakaan dan
Informasi ke dalam Fakultas Adab dan Humaniora. Selain itu UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta juga mendirikan Fakultas Umum, seperti
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Fakultas Psikologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial, Fakultas Sains dan Teknologi.
Kedua, disiplin ilmu. Kegiatan pendidikan dan pengajaran di
lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyajikan rumpun
ilmu-ilmu Qur’aniyah dan Kauniyah meniscayakan bidang ilmu dan
disiplin ilmu yang berasal dari sumber pengetahuan yang tidak sama;
wahyu, akal, intuisi dan pancaindera (empiris). Sepintas, ilmu-ilmu
Qur’aniyah berkumpul di fakultas-fakultas umum. Dalam kerangka
integrasi keilmuan dialogis, beberap jenis ilmu dari rumpun berbeda
dapat dipelajari di jurusan apa pun melalui mata kuliah umum dengan
konsekuensi silabus yang sama, meliputi Kewarganegaraan, Bahasa
Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, IAD/IBD/ISD, dan Studi
Islam (Alquran, Hadits, Sejarah Peradaban Islam dan Filsafat Islam).
Sedangkan mata kuliah dasar khusus diberikan lintas jurusan dalam
satu fakultas. Hal ini dimaksudkan agar jenis-jenis ilmu dari rumpun
keilmuan yang berbeda dapat diterima dan diposisikan sejajar.
Sementara itu, sharing esensi ilmu dapat dilakukan dengan
dibentuknya kerja sama kajian dan penelitian antar fakultas dari
rumpun ilmu yang berbeda. Kerjasama ini melibatkan tidak hanya
dosen, tapi juga mahasiswa, laboran dan staf administrasi, dan
hasilnya dipublikasikan dalam bulletin dan jurnal Fakultas dan
Universitas.
Ketiga, mengembangkan mata kuliah lintas disiplin ilmu. Pola
ini dapat dilakukan dengan memberikan mata kuliah dari disiplin ilmu
lain dalam disiplin ilmu tertentu. disiplin ilmu dakwah, misalnya,
dapat mengembangkan mata kuliah pengembangan masyarakat Islam
dikaitkan dengan ilmu lingkungan dari disiplin ilmu sains atau
manajemen organisasi sosial dari disiplin ilmu sosial. Mata kuliah
seperti ini masuk dalam mata kuliah pilihan dengan tenaga pengajar
berupa team teaching atau dosen yang berkompeten di kedua bidang
tersebut. Keempat, Sistem Kredit Semester atau lebih dikenal dengan
94 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
singkatan SKS, beban studi mahasiswa, beban kerja dosen, dan beban
kerja program studi dinyatakan dalam SKS. Ia mencakup satuan waktu
tertentu (menit, jam pelajaran, minggu, semester, dan tahun) yang
digunakan; dan mencakup kegiatan akademik yang bervariasi. Setiap
mata kuliah diberi bobot sks antara 0-3 sks pada masing-masing
semester.
Sistem ini memungkinkan mahasiswa mengambil beberapa
mata kuliah yang masuk dalam rumpun ilmu-ilmu Qur’aniyah maupun
ilmu-ilmu Kauniyah yang menunjang kegiatan pendidikannya melalui
MKU yang lintas Fakultas dan MKDK yang lintas jurusan dalam satu
Fakultas. Sistem ini juga memberikan peluang pada mahasiswa
mengambil mata kuliah lain yang tidak termasuk dalam kelompok
mata kuliah keahliannya (MKK), jika mata kuliah tersebut dapat
menjadi penunjang keahlian dan profesinya. Misalnya mahasiswa
jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan dapat mengikuti mata kuliah psikologi anak yang diajarkan
di Fakultas Psikologi, karena mata kuliah tersebut akan sangat
menunjang penelitian skripsinya atau profesi yang akan digelutinya;
atau mahasiswa jurusan manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
mengambil mata kuliah manajemen perbankan syari’ah di Fakultas
Syari’ah sebab akan memperdalam aspek ini dalam penelitian
skripsinya atau profesinya. Sistem ini mengandung konsekuensi
dekompartementalisasi mata kuliah-mata kuliah antar jurusan dan
fakultas, jumlah sks yang dibatasi pada jumlah minimal, bukan
maksimal, dengan syarat pengawasan yang baik dari penasehat
akademik mahasiswa.
Metode pengajaran. Paradigma integrasi ilmu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menekankan penggunaan metode pengajaran
yang mendorong tradisi riset dikalangan dosen, dan mahasiswanya.
Jumlah metode pengajaran yang mendorong tradisi riset banyak dan
variatif, sementara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak membatasi
penggunaan metode tertentu. suatu metode pengajaran dapat dipakai
sepanjang metode tersebut dapat menumbuhkan tradisi riset.
Misalnya, seorang dosen dalam menjalankan tugas fungsionalnya tidak
hanya dituntut mentransfer dan mentransmisikan informasi yang
didasarkan pada buku-buku teks sebagai rujukan dalam mengajar mata
kuliah yang diasuhnya, tetapi juga harus didasarkan pada pelaksanaan
tugas terstuktur dan pengalaman riset sebagai satu kesatuan yang
terpadu. Dengan demikian, dosen bersangkutan bisa menyampaikan
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 95
materi kuliah disertai pengalaman sarjana lain yang di dapat lewat
bacaan-bacaan hasil penelitian orang dan scienitic/ academic resources
lain. Lebih dari itu setiap dosen juga mesti melakukan sharing
pengalaman keilmuan dan penelitiannya dengan mahasiswa. Pola
pengajaran seperti ini dapat menghasilkan lulusan yang kompeten
dalam bidangnya dan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan baru.
Pengembangan model pengajaran demikian diharapkan dapat
mendorong peran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
mengembangkan ilmu, dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia.
Penelitian. Metode penelitian yang diterapkan dalam tradisi
keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah metode penelitian
yang mencerminkan karakteristis integratif agama dan sains, yakni,
gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Dengan demikian,
antara pengakuan terhadap ragam metode kebenaran sesuai dengan
rumpun keilmuannya relevan dengan semangat integrasi keilmuan
yang dikembangkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian aplikasi integrasi ilmu dialogis dan terbuka UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang dinilai sebagai kerangka pandangan
yang menghormati, dan menempatkan masing-masing jenis ilmu pada
tempat yang sesuai dengan sumber, dan metode pengambilannya tanpa
meninggalkan sifat kritis. Sehingga membuka kemungkinan dialogis
kritis dan apresiatif terhadap paradigma ilmu lain demi menghindari
dikotomi antara subjek ilmu dan objek ilmu, atau terpuruk pada hanya
salah satunya. Paradigma ini sangat sesuai dengan esensi ajaran Islam,
tauhid. Hal ini dikarenakan kebenaran ilmu diperoleh dari proses
dialog terus menerus antara subjek dan objek ilmu melalui proses
konkreasi dan objektifitasi. Sehingga berujung pada Tuhan.
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan bagian yang tak terpisahkan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Oleh karena itu, SPs UIN atau Sekolah Pascasarjana UIN
juga mengaplikasikan penerapan kurikulum dengan berpedoman pada
penerapan kurikulum di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehingga,
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerapkan
pembelajaran yang lebih menfokuskan riset mahasiswa dibandingkan
pendalaman materi sesuai konsentrasi mahasiswa. Hal ini bertujuan
agar mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bisa menghasilkan tesis ataupun disertasi yang dapat memberikan
paradigma baru serta memberikan kontribusi dalam pengembangan
96 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
keilmuan mereka, serta mampu memberikan solusi alternatif secara
filosofis bagi permasalahan yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Berikut akan dijelaskan komponen-komponen mata kuliah yang ada di
transkip nilai mahasiswa. Komponen mata kuliah itu berdasarkan
struktur kurikulum yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, kemudian dijabarkan lagi secara rinci
pada proses-proses pembelajaran dalam penyelesain studi mahasiswa.
Jenis-jenis ujian untuk penyelesaian studi Program Magister dan
Doktor adalah Ujian Mata Kuliah (Mata Kuliah Wajib, Pilihan dan
Prasyarat), Seminar Proposal, Ujian Proposal, Ujian Komprehensif,
Work in Progress, Ujian Pendahuluan, dan Ujian Promosi
Tesis/Disertasi. Yang kemudian dicantumkan dalam transkrip
akademik mahasiswa, meliputi semua nama mata kuliah (wajib,
pilihan dan prasyarat) yang pernah diambil dan lulus serta semua
tahapan kegiatan akademik lain (seminar proposal, ujian proposal,
ujian keahlian komprehensif, ujian work in progress, ujian
pendahuluan dan ujian promosi), status program (tesis atau non-tesis),
atau jika sampai kepada penyelesaian tesis/disertasi maka ditulis
judulnya.18
Beban studi mahasiswa selama menyelesaikan kuliah di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beban studi
program magister jalur tesis sekurang-kurangnya 46 (empat puluh
enam) sks dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) sks, yang
dijadwalkan untuk 4 (empat) semester dan dapat juga ditempuh dalam
waktu kurang dari 4 (empat) semester dan selama-lamanya 8 (delapan)
semester, termasuk penyusunan tesis.19
Sedangkan beban studi
program magister jalur non tesis sekurang-kurangnya 46 (empat puluh
enam) sks terdiri atas mata kuliah wajib, mata kuliah pilihan, mata
kuliah prasyarat (Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan mata kuliah
tambahan sebagai matrikulasi), seminar proposal/seminar karya ilmiah
dan keahlian komprehensif yang dijadwalkan untuk 4 (empat) semester
dan selama-lamanya 8 (delapan) semester. Mahasiswa lulusan program
magister jalur non tesis tidak kualifaid melanjutkan studi di program
doktor Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berbeda
halnya dengan mahasiswa program Master of Philosophy (M.Phil),
18
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 19
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 97
beban studi yang mereka tempuh sekurang-kurangnya 48 (empat puluh
delapan) sks terdiri atas mata kuliah wajib, mata kuliah pilihan, mata
kuliah prasyarat (Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan mata kuliah
tambahan sebagai matrikulasi), mata kuliah Seminar Proposal dan
keahlian komprehensif yang dijadwalkan untuk 4 (empat) semester dan
selama-lamanya 10 (sepuluh) semester. Tidak ada beban Ujian
Pendahuluan Disertasi, Work in Progress dan Ujian Promosi
Disertasi.20
Sedangkan beban studi program doktor sekurang-kurangnya
58 (lima puluh delapan) sks, dan sebanyak-banyaknya 62 (enam puluh
dua) sks yang dijad\walkan untuk 4 (empat) semester dan selama-
lamanya 10 (sepuluh) semester, termasuk penyusunan disertasi. Beban
studi Program Doktor by Research sekurang-kurangnya lulus dua mata
kuliah wajib dan mata kuliah seminar proposal disertasi. Mahasiswa
program magister angkatan Semester Genap 2008/2009 diwajibkan
lulus dalam satu mata kuliah yang menggunakan pengantar Bahasa
Arab dan satu mata kuliah yang menggunakan pengantar Bahasa
Inggris. Mahasiswa program doktor angkatan Semester Genap
2008/2009 diwajibkan lulus dalam tiga mata kuliah berbahasa asing,
yaitu satu atau dua mata kuliah berbahasa Arab dan satu atau dua
mata kuliah berbahasa Inggris.21
Mahasiswa Program Magister dan Doktor sebelum angkatan
Semester Genap 2008/2009 dianjurkan lulus dalam satu atau lebih
mata kuliah yang menggunakan pengantar Bahasa Arab dan Bahasa
Inggris. Mahasiswa Program Magister dan Doktor yang berlatar
belakang pendidikan tidak sebidang berkewajiban mengambil minimal
dua mata kuliah tambahan sebagai matrikulasi. Selain itu, mahasiswa
Program Magister dan Doktor yang kurang memenuhi syarat secara
penuh tetapi dapat dipertimbangkan untuk diterima, berkewajiban
memenuhi beban akademik tambahan sesuai dengan keputusan
pimpinan termasuk pengawasan khusus dalam masa studi tertentu
(misalnya 1 tahun pertama). Hasil evaluasi terhadap pengawasan ini
dapat berupa pemutusan studi, jika tidak memenuhi persyaratan.22
20
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 21
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 22
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014.
98 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Mata kuliah yang ada di dalam kurikulum Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari mata kuliah
wajib dan mata kuliah pilihan. Mata Kuliah Wajib adalah mata kuliah
yang wajib diambil seluruh mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, baik program magister atau doktor pada
semua program studi. Mata kuliah wajib untuk program magister,
yakni mata kuliah Kajian Islam Komprehensif dan Pendekatan dan
Metodologi Studi Islam. Sedangkan mata kuliah wajib untuk program
doktor adalah mata kuliah Kajian Islam Komprehensif, Pendekatan
dan Metodologi Studi Islam, dan Metodologi Penelitian Studi Islam.
Ada ketentuan lain bagi alumni magister yang melanjutkan program
doktor di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ketentuan itu, yakni program doktor yang telah mengambil mata
kuliah Kajian Islam Komprehensif dan Pendekatan dan Metodologi
Studi Islam ketika kuliah di Program Magister, wajib menggantinya
dengan dua mata kuliah lain yang fungsinya menjadi mata kuliah
pilihan. Mulai Maret 2009, mata kuliah wajib ada yang ditawarkan
dengan menggunakan pengantar Bahasa Arab atau Inggris.23
Mata kuliah seminar proposal. Semua mahasiswa program
magister dan doktor Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta diwajibkan mengikuti kuliah seminar proposal pada semester
satu di perkuliahan. Seminar Proposal disediakan dalam pengantar
bahasa Indonesia, Arab dan Inggris. Mahasiswa yang tidak lulus kuliah
mata kuliah seminar proposal, tidak diperbolehkan menempuh ujian
proposal tesis atau disertasi. Proposal tesis atau disertasi yang sudah
diseminarkan dan dinyatakan lulus, tidak berarti lulus pula dalam
Ujian Proposal Tesis atau Disertasi. Proposal tesis atau disertasi yang
sudah diseminarkan dapat dimajukan ke dalam Ujian Proposal Tesis
atau Disertasi.24
Mata kuliah pilihan adalah mata kuliah yang ditawarkan di
luar mata kuliah wajib. Mata kuliah pilihan bagi Program Magister
minimal enam mata kuliah dan bagi Doktor minimal lima mata kuliah.
Jika dua mata kuliah wajib (Kajian Islam Komprehensif dan
Pendekatan dan Metodologi Studi Islam) telah diambil pada Program
Magister, maka jumlah mata kuliah pilihan bagi Program Doktor
23
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 24
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 99
menjadi minimal tujuh mata kuliah. Mata kuliah pilihan yang telah
diambil pada Program Magister tidak diperbolehkan lagi diambil di
Program Doktor. Mulai Maret 2009, mata kuliah pilihan ada yang
ditawarkan dengan menggunakan pengantar Bahasa Arab atau Bahasa
Inggris.25
Berikut ini penjabaran komponen mata kuliah pilihan di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.26
Tabel. 1.2.
NAMA MATA KULIAH PILIHAN
BERDASARKAN INTEGRASI TEMA KEILMUAN
NO NAMA MATA KULIAH
1. Islamic Law and Ethics
2. Laws, Medical Ethics, and Health
3. Social-Anthropology of Islamic Law
4. Studies on Arabic Literature: Applied Linguistic Perspective
5. Tension Between Reason and Revelation: Theology and Philosophy
6. Current Issues in Religion, Health and Ethics
7. Economy, Politics, and Religion
8. Education, Politics, Religion, and Multi-Culturalism
9. Environmental Ethics, Laws, and Communities
10. Gender Issues in Islamic Studies
11. Gender, Ethnicity and Religious Majority-Minority Relations:
Conflict and Peace
12. Health Behaviour and Religious Praxis
13. Health, Economic and Religion
14. Islam and Human Rights
15. Islam and the West: Accommodation and Conflict
16. Islam, Knowledge, and Sciences
17. Islam, Society, and Politics in Asia
18. Language, Meaning, and Social Construct
19. Law, Economy, and Religion
20. Law, Politics, and Social Changes
21. Multiculturalism and Religious Pluralism
22. Orientalism, Occidentalism, and Islamic Studies
25
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 26
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/kode-dan-
nama-mata-kuliah. Tanggal 20 Oktober 2014.
100 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
23. Philosophy, Psychology, and Religion
24. Post-Independent Socio-Cultural Development of Indonesian Islam
25. Religion and Social Changes
26. Religion, Culture, and Economic Development
27. Science, Religion, and Education
28. Religious Minority and the State
29. Islam, Politics, and State
30. Islamic Studies in Eastern and Western Universities
31. Islamic Studies in International Publications
32. Islam, Media, and Politics
33. Muslims and Other Religious Communities Relations
Dari tabel mengenai penjabaran mata kuliah pilihan di atas,
dapat dilihat bahwa mata kuliah yang ditawarkan tidak per-mata
kuliah sesuai konsentrasi ataupun jurusan mahasiswa, tetapi nama
mata kuliah per-tema. Hal ini bertujuan agar mahasiswa dari berbagai
konsentrasi bisa mengambil mata kuliah itu. Sehingga, pembelajaran
di kelas lebih komprehensif dan plural. Hal ini merupakan aplikasi dari
kurikulum integratif yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Tetapi bila diamati, maka terlihat mata
kuliah yang temanya spesifik, seperti tentang dakwah, hukum, politik,
ekonomi, hadits, sejarah, fikih kontemporer, pendidikan. Untuk lebih
jelasnya lihat tabel di bawah ini.
Tabel. 1.3.
NAMA MATA KULIAH PILIHAN
BERDASARKAN TEMA KEILMUAN
NO NAMA MATA KULIAH
1. Applied Communication for Da’wah
2. Comparative Family Law in Muslim Countries
3. Contemporary Critical Discourse on Hadith
4. Contemporary Indonesian Quranic Exegesis
5. Contemporary Issues in Islamic Finance
6. Contemporary Middle Eastern Quranic Exegesis
7. Dynamics of Islamic Economics: Challenges and Opportunities
8. Fiqh Mu'a>mala>t and Islamic Banking
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 101
9. H{adi>th and Si>rah Nabawiyyah: Textual and Contextual Studies
10. History of Southeast Asian Islam: Social and Intelectual
11. Information and Communication Technology in Education
12. Islam in Indonesian Politics
13. Islamic Economics in the Muslim World: A Comparative Study
14. Islamic Law and Ethics
15. Issues in Contemporary Da'wah
16. Issues in Contemporary Us}u>l al-Fiqh
17. Issues in Indonesian Contemporary Fiqh
18. Major Issues of Islam in Global Politics
19. Medical and Health Ethics in Islam
20. Pesantren and Madrasah: Contemporary Development
21. Philology of Indonesian Islam
22. Reforms in Contemporary Islamic Education
23. Teaching Arabic as a Foreign Language: Content and Methodologies
24. Teaching Arabic Contextually
25. Tension Between Reason and Revelation: Theology and Philosophy
26. Textual Criticism of Nusantara Manuscripts
Tabel di atas memuat judul-judul mata kuliah yang temanya
lebih khusus. Misalnya, mata kuliah Applied Communication for
Da’wah (tabel nomor 1). Mahasiswa yang konsentrasinya Dakwah dan
Komunikasi bisa mengambil mata kuliah ini. Selain itu, mahasiswa
yang konsentrasi lain tetapi sedang menyelesaikan tesis/disertasi yang
menggunakan pendekatan dakwah, bisa juga mengambil mata kuliah
ini. Misalnya lagi, mata kuliah Medical and Health Ethics in Islam
(tabel nomor 19), mata kuliah ini bisa untuk mahasiswa dengan
konsentrasi Agama dan Kesehatan. Selain itu, bisa juga untuk
mahasiswa dengan konsentrasi Agama dan Lingkungan, bisa juga
untuk mahasiswa dengan konsentrasi Agama dan Masyarakat.
Kemudian mahasiswa yang sedang menulis tesis/disertasi yang
penelitian mereka ada kaitannya dengan kesehatan perspektif Islam
bisa mengambil mata kuliah ini. Sehingga mahasiswa yang mengikuti
perkuliahan di mata kuliah Medical and Health Ethics in Islam berasal
dari beragama konsentrasi.
Selanjutnya, di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta ada pula mata kuliah matrikulasi. Mata kuliah ini diwajibkan
bagi mahasiswa program magister dan/atau doktor yang berlatar
belakang pendidikan non Kajian Islam diwajibkan mengambil mata
102 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
kuliah matrikulasi. Mata Kuliah Matrikulasi dapat diambil pada
jenjang Sarjana (S1) atau jenjang Pascasarjana. Pengambilan Mata
Kuliah Matrikulasi pada jenjang Sarjana (S1) wajib berkoordinasi
dengan Sekolah Pascasarjana dan Fakultas serta Program Studi terkait.
Mata Kuliah Matrikulasi ditetapkan oleh Pimpinan. Kewajiban
dan/atau pembebasan Mata Kuliah Matrikulasi dicantumkan dalam
berita acara yang disediakan. Mata Kuliah Matrikulasi minimal dua
mata kuliah, dan maksimal empat mata kuliah. Mata Kuliah
Matrikulasi dicantumkan dalam transkrip akademik dengan bobot 0
(nol) sks. Nilai kelulusan minimal C+ (65-69). Pelaksanaan teknis
perkuliahan matrikulasi dicantumkan dalam berita acara matrikulasi.27
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga
mengadakan kursus bahasa asing, selain Bahasa Arab dan Bahasa
Inggris. Hal ini bertujuan agar mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dapat membaca referensi yang berbahasa
lainnya, selain referensi berbahasa Indonesia, Bahasa Arab dan Bahasa
Inggris. Kemudian, diharapkan dapat memperkaya tulisan mahasiswa
dengan referensi tersebut. Kursus bahasa ini mulai diselenggarakan
Tahun Ajaran 2012/2013 hingga saat ini (Tahun Ajaran 2014/2015)
ada tujuh kursus bahasa yang diselenggarakan di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni: Bahasa Perancis, Bahasa
Rusia, Bahasa Jerman, Bahasa Turki, Bahasa Polandia, Bahasa
Indonesia, Bahasa Persia. Kursus bahasa ini diwajibkan untuk diikuti
oleh mahasiswa, dan masuk ke dalam transkip nilai. Untuk mahasiswa
S2 wajib mengikuti satu kursus bahasa, sedangkan untuk mahasiswa
S3 wajib mengikuti dua kursus bahasa. Tenaga pengajar kursus bahasa
ini adalah mahasiswa yang berasal dari negara itu ataupun mahasiswa
yang telah lama menetap di sana, sehingga mempunyai kemampuan
untuk mengajar kursus bahasa itu. Misalnya, kursus Bahasa Turki,
pengajarnya adalah mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang berasal dari negara Turki. Sedangkan
tenaga pengajar kursus Bahasa Jerman adalah orang Indonesia yang
telah menetap di Jerman selama tujuh tahun.28
27
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 28
Hasil wawancara dengan mahasiswa yang mengajar kursus bahasa.
Didukung juga dengan hasil pengamatan penulis selama mengikuti kursus bahasa
yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Tahun 2014.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 103
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga
menyelenggarakan remedial bahasa. Kegiatan ini ditujukan bagi
mahasiswa yang belum mencapai skor minimal sewaktu mengikuti
ujian TOEFL dan TOAFL, pada saat tes masuk di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skor minimal untuk
mahasiswa program magister adalah 500, sedangkan untuk program
doktor adalah 550. Kemampuan berbahasa Arab (TOAFL) dan bahasa
Inggris (TOEFL) merupakan prasyarat masuk dan keluar bagi Program
Magister dan Doktor untuk semua jalur (Magister Jalur Tesis dan non-
Tesis, M.Phil dan Doktor). Bagi mahasiswa semester satu yang tidak
mencapai skor minimal itu, maka diwajibkan mengikuti kuliah
remedial bahasa pada awal masa studi mereka. Kuliah remedial bahasa
ini diselenggarakan di Pusat Bahasa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sedangkan mahasiswa yang telah memperoleh skor minimal bagi
persyaratan masuk Program Magister atau Doktor diberikan sertifikat
dari Pusat Bahasa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sertifikat ini
berlaku sampai dengan masa penyelesaian studi di Program Magister
atau Doktor. Mahasiswa yang masih mempunyai beban remedial dua
bahasa (Arab dan Inggris) tidak diperkenankan mengambil mata kuliah
secara penuh. Hal ini bergantung kepada besar kecilnya skor TOEFL
dan TOAFL mereka. Kuliah Remedial Bahasa tidak dapat
menggantikan posisi perolehan sertifikat TOAFL atau TOEFL,
melainkan hanya sarana bagi mahasiswa untuk membantu perolehan
kedua sertifikat tersebut. Remedial Bahasa diarahkan agar para
mahasiswa mampu memperoleh kemampuan bahasa Arab dan/atau
Inggris sampai skor tertentu sesuai yang disyaratkan. Perkuliahan
Remedial Bahasa diselenggarakan selama satu semester (Semester I)
bekerjasama dengan Pusat Bahasa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mahasiswa yang tidak mencapai skor minimal yang dipersyaratkan
pada masa tersebut, masih dibebani remedial bahasa tetapi di luar
koordinasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peserta yang telah mengikuti ujian TOEFL/TOAFL selama maksimal
2 tahun dan telah memperoleh skor minimal 425 untuk Program
Magister dan 475 untuk Program Doktor, dapat menggantinya dengan
Ujian Text Comprehension. Mata Kuliah Remedial Bahasa
dicantumkan dalam transkrip akademik dengan 0 (nol) SKS.29
Selain
kegiatan pembelajaran berupa kegiatan perkuliahan, kursus bahasa
29
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014.
104 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Asing selain bahasa Arab dan Bahasa Inggris, remedial bahasa, mata
kuliah martikulasi, di SPs UIN Syarif Hidayatullah juga ada ujian-
ujian yang berhubungan dengan proses penyelesaian tesis/ disertasi
mahasiswa.
Ujian-ujian yang ada di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terdiri dari ujian proposal, ujian Work in Progress
(WIP), ujian komprehensif, ujian pendahuluan tesis/ pendahuluan
disertasi, ujian promosi magister/ ujian promosi doktor. Berikut akan
dijabarkan lebih deskriptif. Pertama, ujian proposal. Ketentuan untuk
mengikuti ujian ini, yakni: proposal yang dimajukan dalam ujian
proposal dapat berasal dari proposal yang sudah diseminarkan di
kuliah seminar proposal. Nilai lulus untuk ujian proposal tesis minimal
70 dan untuk ujian proposal disertasi minimal 75. Jika dua kali ujian
proposal tidak lulus, maka peserta Program Magister dapat dialihkan
ke Jalur non-Tesis, dan bagi Program Doktor diberikan ijazah Master
of Philosophy (M.Phil).
Kedua, ujian Work in Progress (WIP). Mulai Maret 2009,
tesis atau disertasi dapat diujikan setelah melalui Work in Progress
sekurang-kurangnya tiga kali untuk mahasiswa program magister dan
empat kali untuk mahasiswa program doktor. Ujian WIP ditujukan
bagi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah lulus ujian proposal, kemudian dalam proses penyelesaian
tesis ataupun disertasi mereka. Ujian WIP adalah ujian bagi
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cara mempresentasikannya dihadapan Tim Penguji. Tim
penguji ini terdiri dari tiga orang, yakni: satu orang ketua sidang
merangkap penguji, dan dua orang dosen penguji yang telah ditentukan
oleh Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tim
Penguji Work in Progress bertugas memberi komentar dan saran untuk
perbaikan penulisan tesis atau disertasi, serta memberi nilai. Nilai
Work in Progress tesis atau disertasi merupakan akumulasi dari
keseluruhan Work in Progress mahasiswa yang bersangkutan. Tesis
atau disertasi yang sudah disajikan dalam Work in Progress, serta telah
diperbaiki masih harus diverifikasi akhir oleh dosen verifikasi. Bila
menurut dosen verifikasi tesis ataupun disertasi mahasiswa itu layak,
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 105
baru kemudian bisa didaftarkan pada ujian pendahuluan tesis ataupun
ujian pendahuluan disertasi.30
Ketiga, ujian komprehensif, yang terdiri dari ujian
komprehensif tulisan dan lisan. Ujian ini bisa ditempuh mahasiswa
dengan ketentuan sebagai berikut: mahasiswa yang telah lulus
minimal 20 sks Mata Kuliah (termasuk mata kuliah wajib dan mata
kuliah pilihan), serta mempunyai skor TOEFL dan TOAFL minimal
500 untuk Program Magister dan 550 untuk Program Doktor. Setelah
mahasiswa memenuhi persyaratan yang telah disebutkan tadi,
selanjutnya mereka diharuskan untuk menyiapkan bahan untuk ujian
komprehensif, berupa daftar referensi yang dipakai dalam mengkaji
tiga aspek yang akan diujikan, yang terkait dengan tesis maupun
disertasinya mahasiswa. Materi Ujian Komprehensif meliputi aspek
pemikiran, kelembagaan, sejarah dan perkembangan Islam modern.
Sebelum ujian, mahasiswa mengajukan 3 tema untuk masing-masing
aspek materi ujian beserta literatur utamanya. Jumlah literatur utama
untuk masing-masing tema minimal 10 judul artikel/buku ataupun
jurnal ilmiah untuk program Magister dan 20 judul artikel/buku
ataupun jurnal ilmiah untuk program doktor. Pada saat ujian tulis,
mahasiswa mengerjakan satu soal dari tiga soal yang disediakan untuk
masing-masing aspek. Waktu yang disediakan untuk masing-masing
soal adalah 2 jam, dan semua ujian diselesaikan dalam 2 hari. Ujian
lisan dilaksanakan seminggu setelah ujian tulis selama 2 jam untuk
semua materi. Tim penguji ujian komprehensif lisan terdiri dari dua
orang penguji untuk jenjang Magister, dan tiga orang penguji untuk
jenjang doktor. Peserta program magister yang 2 kali tidak lulus ujian
komprehensif dapat mengambil jalur non-tesis, dan bahan ujian
komprehensif ini dijadikan makalah ilmiah pengganti ujian
komprehensif, serta menambah sejumlah mata kuliah sesuai ketentuan.
Peserta program doktor yang 2 kali tidak lulus ujian komprehensif
tetapi memenuhi jumlah sks yang ditetapkan dapat diberikan ijazah
Master of Philosophy (M.Phil).31
Keempat, ujian pendahuluan tesis. Tesis yang telah mendapat
persetujuan dari pembimbing dapat diajukan ke ujian pendahuluan
30
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. Data ini juga didukung oleh hasil pengamatan
penulis selama mengikuti ujian WIP, Tahun Ajaran 2013/2014. 31
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014.
106 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
tesis setelah melalui work in progress dan verifikasi. Tim Penguji
Tesis terdiri atas pembimbing, dua penguji (eksternal dan internal baik
dalam hal kelembagaan maupun keilmuan) dan ketua sidang.
Pembimbing bertindak selaku Penguji karena tesis merupakan karya
mandiri mahasiswa. Tesis yang tidak lulus dalam ujian dapat
diperbaiki, kemudian diujikan kembali setelah mendapat persetujuan
dari Tim Penguji awal. Mahasiswa Jalur Tesis yang tidak lulus dua kali
Ujian Tesis bisa dialihkan ke Jalur non-Tesis dengan menambah
sejumlah Mata Kuliah Pilihan sesuai ketentuan. Tesis yang dinyatakan
tidak lulus dalam ujian dapat dikonversi oleh Tim menjadi satu mata
kuliah dengan bobot 4 sks dan diberi nama sesuai dengan tema tesis
tersebut.32
Kelima, ujian pendahuluan disertasi. Disertasi yang telah
disetujui Pembimbing Utama (Promotor) dan Pembimbing Pembantu
(Ko-Promotor) dapat dimajukan ke ujian pendahuluan disertasi setelah
melalui Work in Progress dan Verifikasi. Tim penguji ujian
pendahuluan disertasi terdiri atas Guru Besar yang bertindak sebagai
Pembimbing, tiga Penguji dan Ketua Sidang. Ketentuan lainnya, yakni
dua dari tiga penguji berasal dari luar (external examiner) dalam hal
kelembagaan dan keilmuan. Disertasi yang tidak lulus dalam Ujian
Pendahuluan dapat diperbaiki, kemudian diujikan kembali setelah
mendapat persetujuan dari Tim Penguji awal. Apabila ujian
pendahuluan disertasi yang kedua tidak lulus, maka mahasiswa yang
bersangkutan dapat diberikan ijazah Master of Philosophy (M.Phil).
Tetapi tidak diijinkan melanjutkan program doktor. Disertasi yang
dinyatakan tidak lulus dalam ujian pendahuluan kedua, setelah
diperbaiki sesuai komentar dan saran penguji, dapat dikonversi oleh
tim menjadi dua mata kuliah dengan bobot 8 sks dan diberi nama
sesuai dengan tema disertasi tersebut. Nilai mata kuliah hasil konversi
dari disertasi tersebut paling tinggi 75 (B).33
Keenam, ujian promosi magister. Mahasiswa program
magister yang telah lulus dan memperbaiki tesisnya sesuai catatan
dalam ujian pendahuluan tesis dapat menempuh ujian promosi
magister. Ujian promosi magister dimaksudkan mempromosikan hasil
temuan penelitiannya dihadapan publik. Ujian promosi magister selalu
32
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 33
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 107
menghasilkan kelulusan, kecuali ada alasan dan bukti kuat untuk tidak
meluluskannya. Tim penguji ujian promosi magister diusahakan sama
dengan tim penguji ujian pendahuluan tesis yang bersangkutan.34
Ketujuh, ujian promosi doktor. Mahasiswa program doktor
yang telah lulus dan memperbaiki disertasinya sesuai catatan dalam
ujian pendahuluan disertasi dapat menempuh ujian promosi doktor.
Ujian promosi doktor dimaksudkan mempromosikan hasil temuan
penelitiannya dihadapan publik. Ujian promosi doktor selalu
menghasilkan kelulusan, kecuali ada alasan dan bukti kuat untuk tidak
meluluskannya. Tim Penguji Ujian Promosi Doktor diusahakan sama
dengan Tim Penguji Ujian Pendahuluan Disertasi yang bersangkutan.35
Di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi/peminatan studi mahasiswa terutama tercermin pada tesis
atau disertasi yang ditulisnya. Hal ini berdasarkan sistem pendidikan
yang terdapat di dalam struktur kurikulum yang diterapkan di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Struktur kurikulum
untuk program magister meliputi mata kuliah wajib, mata kuliah
pilihan, mata kuliah prasyarat (Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan
mata kuliah tambahan sebagai matrikulasi), Keahlian Komprehensif,
Seminar Proposal Tesis, Proposal Tesis, Work in Progress Tesis, dan
Tesis. Sedangkan struktur kurikulum untuk program doktor meliputi:
mata kuliah wajib, mata kuliah pilihan, mata kuliah prasyarat
(Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan mata kuliah tambahan sebagai
matrikulasi), Keahlian Komprehensif, Seminar Proposal Disertasi,
Proposal Disertasi, Work in Progress Disertasi, Pendahuluan Disertasi
dan Disertasi.36
Penjelasan mengenai kurikulum di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta memberikan sebuah deskripsi mengenai
seperti apa tesis ataupun disertasi yang dihasilkan oleh mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan juga
sedikit banyak akan mempengaruhi bagaimana mereka bersikap
terhadap sebuah kemajemukan pemikiran. Hal ini sesuai dengan
indikator sosiologi pengetahuan yang telah dijelaskan pada bab dua
34
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 35
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014. 36
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/akademik/sistem-
pendidikan. Tanggal 20 Oktober 2014.
108 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
dalam disertasi ini, bahwa menurut teori sosiologi pengetahuan
lingkungan/ setting sosial mempengaruhi pemikiran seseorang.
Kurikulum integratif yang diterapkan oleh Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta membuat pembelajaran di kampus ini
menjadi lebih terlihat integrasi keilmuannya, membuat mahasiswa
pemikirannya menjadi lebih terbuka, serta terjadinya akulturasi
pemikiran di dalam keilmuan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Ketiga hal inilah yang menjadi implikasi
konsep sosiologi pengetahuan terhadap proses pembelajaran di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dampak
positif dan negatif sosiologi pengetahuan dapat dideskripsikan melalui
tiga aspek, yakni: aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap
dan moral) dan aspek psikomotorik (karya ilmiah mahasiswa berupa
tesis dan disertasi).
Dampak positif dari implikasi sosiologi pengetahuan terhadap
pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dapat dilihat dari tujuan adanya kebijakan mengenai ujian
Work in Progress bagi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang sedang menyelesaikan tesis ataupun
disertasi, yakni diharapkan dengan adanya ujian Work in Progress,
mahasiswa mempunyai teman diskusi ataupun sharing. Dosen
verifikasi bisa saja jadi teman sharing mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang akan memberikan berbagai
perspektif dan masukan-masukan terhadap tulisan yang sedang
dikerjakan mahasiswa. Sebab hal yang wajar bila di dalam menulis
tesis maupun disertasi, mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menemui jalan buntu. Mahasiswa menemui jalan
buntu ini terjadi karena terbentur akibat banyaknya ide yang berbeda
tujuan. Selain masalah terkait dengan tulisannya, yang menjadi
penyebab mahasiswa menemui jalan buntu dikarenakan kemampuan
intelektualitas mahasiswa yang serba terbatas, dan terkadang tidak
mencukupi untuk membahas ide-ide tertentu yang sedang dikaji dalam
tesis maupun disertasi. Hal inilah yang menjadikan peran dosen
verifikasi maupun dosen yang menguji ujian Work In Progress menjadi
penting. Dengan adanya share maupun konsultasi dengan beragam
dosen, yang keahlian mereka berbeda-beda, mahasiswa menjadi
mendapatkan banyak masukan dengan beragam sudut pandang, yang
tentunya masukan serta saran-saran yang membangun itu sangat
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 109
bermanfaat untuk mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dalam menyelesaikan tesis maupun disertasi.37
Sedangkan dampak negatif dari implikasi sosiologi
pengetahuan terhadap pemikiran mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni mahasiswa menjadi bingung dengan
beragamnya masukan dan saran dari dosen. Selain itu juga terdapat
subjektifitas kebenaran, yang membuat pemikiran mahasiswa menjadi
relatif kebenarannya. Maksudnya, pemikiran mahasiswa benar
tergantung situasi dan kondisi dimana ia berada.
Hal ini didukung oleh hasil wawancara penulis kepada
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
mereka menyatakan bahwa pada masa adaptasi dengan pembelajaran
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mereka
mengalami kesulitan, terutama di semester 1. Tetapi setelah beberapa
semester mereka lalui, kemudian diskusi dengan beragam dosen dan
mahasiswa yang telah mengikuti ujian-ujian di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka mulai memahami
pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, sehingga tidak merasakan kesulitan lagi.38
Penjelasan sebelumnya memberikan makna bahwa setiap
model atau desain kurikulum yang dikembangkan dalam dunia
pendidikan mempunyai kelebihan dan kelemahan, terutama dalam
pelaksanaan di lapangan. Hal yang sama juga terjadi pada penerapan
kurikulum integratif oleh Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kurikulum integratif mempunyai manfaat,
antara lain: a). Segala sesuatu permasalahan yang dibahas dalam unit
sangat bertalian erat. b). Kurikulum ini sesuai dengan perkembangan
modern tentang belajar mengajar. c). Kurikulum ini memungkinkan
hubungan erat antara sekolah/ kampus dengan masyarakat. d). Sesuai
dengan paham demokrasi, dimana mahasiswa dirangsang untuk
berfikir, bekerja, bertanggungjawab secara individu atau kelompok,
37
Analisa penulis terhadap hasil pengamatan saat mengikuti ujian Work
in Progress (WIP) di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama
tahun 2013-2014. Data ini didukung juga dengan hasil wawancara ke beberapa
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
menyelesaikan tesis ataupun disertasi dan telah mengikuti ujian WIP. 38
Hasil wawancara tak terstruktur kepada beberapa mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartasemester 1, mereka angkatan
2014/2015. Wawancara tanggal 6 Januari 2015.
110 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
dan e). Penyajian bahan disesuaikan dengan minat dan kesanggupan
serta kematangan pada diri mahasiswa.39
Kelemahan model kurikulum jenis ini, yakni: 1). Ada
beberapa dosen yang tidak terbiasa dalam menjalankan kurikulum ini.
Hal ini dikarenakan dosen banyak mengalami kesulitan dalam
menyiapkan bahan ajar terutama pengembangan bahan ajar yang
berbasis masalah. 2). Kurikulum model ini dianggap tidak mempunyai
organisasi yang logis dan sistematis. 3). Kurikulum ini tidak
memungkinkan ujian umum. 4). Sarana dan prasarana yang kurang
memadai yang dapat menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut.40
Kelebihan dan kelemahan dari adanya model kurikulum
integratif dapat menjadi kekuatan dalam menerapkan kurikulum ini
pada saat proses pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semua penentuan pokok masalah yang dipilih
untuk suatu unit tidak lepas dari kerangka pencapaian tujuan sekolah
ataupun tujuan dari pendidikan itu sendiri. Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 2007 berupaya melakukan
pembaharuan dalam hal kurikulum, yang sebelumnya kurikulum
berbasis subject centered41, kemudian beralih pada kurikulum
integratif. Hal ini dikarenakan kurikulum berbasis subject centered
dianggap tidak menghasilkan pribadi yang harmonis. Sehingga tidak
sesuai dengan visi dan misi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
39
Berdasarkan analisa penulis terhadap hasil pengamatan selama
mengikuti perkuliahan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakartatahun 2013-2014. Analisa ini juga didukung oleh teorinya Nasution mengenai
asas-asas kurikulum. Penjelasan lebih lanjut mengenai teori ini lihat, S. Nasution,
Asas-Asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 202-203. 40
Berdasarkan analisa penulis terhadap hasil pengamatan selama
mengikuti perkuliahan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakartatahun 2013-2014. Analisa ini juga didukung oleh teorinya Nasution mengenai
asas-asas kurikulum. Penjelasan lebih lanjut mengenai teori ini lihat, S. Nasution,
Asas-Asas Kurikulum, 203-204. 41
Pengertian subject centered, yaitu: kurikulum yang berpusat pada mata
pelajaran, namun karena mata pelajaran pada umumnya diajarkan secara terpisah-
pisah antara yang satu dengan yang lainnya, seperti mata pelajaran agama, sejarah,
fisika, kimia, matematika, dll. Atau mata pelajaran agama disampaikan secara
terpisah-pisah melalui keimanan, Qur’an hadits, fiqh, dan sejarah Islam, maka
disebut juga dengan separated-subject curriculum. Lihat Ella Yulaelawati,
Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi Teori dan Aplikasi (Bandung: Pakar Raya,
2004), 37-39.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 111
Penjelasan mengenai kelebihan dan kelemahan kurikulum
integratif yang telah dijelaskan sebelumnya, memberikan kesimpulan
bahwa setiap desain kurikulum mempunyai kelebihan dan kelemahan,
tinggal bagaimana kita memperkuat kelebihan dari sebuah desain
kurikulum itu dan memperbaiki kelemahan yang ada. Sehingga tujuan
dari pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dapat tercapai. Kurikulum integratif dalam penerapannya di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang pada
awalnya membutuhkan lebih banyak waktu dan pekerjaan. Namun
pada akhirnya akan menghasilkan pekerjaan yang lebih intensif dan
ringan, serta lebih menguntungkan baik bagi mahasiswa maupun bagi
dosen yang ada di sekolah pascasarjana ini.
B. Pendekatan Pembelajaran dalam Mengembangkan Budaya
Toleransi
Pendekatan pembelajaran merupakan suatu sudut pandang
mengenai terjadinya proses pembelajaran secara umum berdasarkan
cakupan teoritik tertentu. Dalam prakteknya, pendekatan
pembelajaran terbagi menjadi dua macam, yakni pendekatan yang
berpusat pada siswa dan pendekatan yang berpusat pada guru.42
Hal ini
dikarenakan, pembelajaran bermakna kegiatan dalam proses
implementasi kurikulum yang dilakukan oleh dosen agar mahasiswa
belajar. Sehingga pendekatan pembelajaran diartikan sebagai jalan
yang akan ditempuh oleh dosen dan mahasiswa dalam mencapai tujuan
intruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Pendekatan
pembelajaran dapat dimaksudkan sebagai aktivitas guru dalam
memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran juga
disesuaikan dengan materi ajar yang dituangkan dalam rencana
pembelajaran. pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengembangkan budaya toleransi, yakni pembelajaran kontekstual.
Pendekatan ini merupakan kaidah pembelajaran yang menggabungkan
isi kandungan materi yang sedang dibahas dengan pengalaman harian
individu, masyarakat dan alam pekerjaan. Sehingga adanya sharing
(berbagi) pengalaman di antara dosen maupun mahasiswa. Dan juga
dosen bisa membantu mahasiswa untuk mengkontektualisasikan
konsep yang sedang dibahas ke dalam konteks kehidupan nyata.
42
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2009), 127.
112 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Dalam konteks pengembangan budaya toleransi di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pendekatan
pembelajaran. Maka, diterapkanlah pembelajaran di kelas yang dosen
dan mahasiswanya plural. Dosen yang menggajar di kelas merupakan
team dari beberapa dosen dari beragam keahlian, dan mahasiswa yang
mengambil mata kuliahnya pun berasal dari beragam konsentrasi.
Mata kuliah yang diajarkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang menggunakan pendekatan pembelajaran
dalam mengajarkan budaya toleransi, misalnya mata Education,
Politics, Religion and Multiculturalism. Mata kuliah ini ditawarkan
pada tiap semester sejak semester Genap tahun ajaran 2012/2013
hingga semester Genap tahun ajaran 2014/2015. Tetapi mata kuliah ini
dijadwalkan hanya tiga semester yakni, Semester Genap Tahun Ajaran
2012/2013, Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014, dan semester
Genap Tahun Ajaran 2013/2014. Sedangkan setelah itu, mata kuliah
ini tetap ditawarkan, hanya saja karena mahasiswa yang memilih mata
kuliah ini tidak memenuhi kuota, yakni minimal 10 orang. Maka
hingga sekarang mata kuliah ini tidak dijadwalkan.
Berdasarkan hasil pengamatan selama mengikuti mata kuliah
Education, Politics, Religion and Multiculturalism, penulis melihat
ada beberapa manfaat yang didapat oleh mahasiswa yang mengambil
mata kuliah ini. Manfaat ini merupakan hasil konstruksi dosen
pengampuh mata kuliah Education, Politics, Religion and
Multiculturalism. Hasil konstruksi dosen pengampuh mata kuliah ini
terdeskripsikan pada silabus mata kuliah.
Visi dan misi diadakannya mata kuliah Education, Politics,
Religion and Multiculturalism, yakni agar mahasiswa mendapatkan
wawasan secara konsep maupun secara faktual. Hal ini dikarenakan
para team pengajar memberikan tugas yang dikumpul di tiap kali
pertemuan. Tugasnya yakni meresum (meringkas buku) yang judul-
judul bukunya telah ditetapkan oleh dosen pengajar. Kemudian hasil
ringkasan para mahasiswa didiskusikan dikelas. Selain itu juga para
pengajar adalah para praktisi pendidikan, seperti Prof. Dr. Husni
Rahim dan Didin Syafruddin, MA, Ph.D. Selain itu, pengajar mata
kuliah ini ada yang pernah menjabat menjadi Menteri Pendidikan pada
tahun 2001-2004, ia adalah Prof. Dr. Malik Fadjar, MSc. Sehingga
mahasiswa lebih banyak mendapatkan fakta-fakta yang terjadi di
dunia pendidikan. Dan sangat cocok, karena mata kuliah ini juga
bertemakan politik pendidikan. Sedangkan Prof. Andi Faisal Bakti,
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 113
MA, Ph.D merupakan ahli di bidang komunikasi. Ia juga mengajar
mata kuliah komunikasi antar agama dan budaya. Selain itu juga, ia
membimbing mahasiswa yang sedang menyelesaikan tesis, disertasi
yang terkait tema itu.
Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa memiliki wawasan
luas dan mampu menganalisis perdebatan, ketegangan dan persaingan
paham dan ideology politik dalam masyarakat Indonesia yang
majemuk, khususnya terkait dengan agama pendidikan dan politik.
Selain itu diharapkan juga mahasiswa mampu mengevaluasi secara
kritis kekuatan dan kelemahan kebijakan multikulturalisme Indonesia
dan mengembangkan pemikiran-pemikiran alternatif. Sehingga
mahasiswa memiliki kesadaran dan wawasan bahwa perbedaan,
persaingan paham dan dinamikanyadalam masyarakat majemuk dan
demokratis merupakan keniscayaan dan yang terpenting Negara
mengembangkan deliberasi inklusif agar semakin memenuhi aspirasi
bersama dan menumbuhkan saling pengertian dan penghargaan
terhadap perbedaan.43
Mata kuliah ini menekankan seminar dimana mahasiswa
mengambil peran aktif melalui presentasi dan atau berpartisipasi aktif
dalam diskusi dengan mengemukakan pendapat, gagasan dan analisis,
baik berdasar refleksi pemikiran maupun pengalaman. Hal ini menjadi
tugas mahasiswa untuk membuat critical reading summary atas topik
yang dibahas. Tugas ini harus merujuk pada harus merujuk kepada
bahan bacaan yang ditunjuk dan sumber-sumber lain yang relevan dan
terpercaya.
Sedangkan materi perkuliahan ada 12 topik inti, yakni:
Pertama, teori multikulturalisme (konteks Indonesia) dan tugas
membuat critical reading summary karya Azyumardhi Azra, Merawat
Kemajemukan Merawat Indonesia (2007). Kedua, teori
multikulturalisme (konteks Indonesia) dan tugas membuat critical reading summary karya Parsudi Suparlan, “Masyarakat Majemuk
Indonesia dan Multikulturalisme”, (2004), dan Melani Budianta,
“Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Gambaran
Umum”, (2003). Ketiga, paham dan aliran politik di Indonesia dan
tugas membuat critical reading summary karya Herbert Feith dan
lance Castles, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965. Keempat, Polemik kebudayaan 1935 dan tugas membuat critical reading summary karya Achdiat K. Mihadja, Polemik Kebudayaan. Kelima,
43
Silabus mata kuliah Education, Politics, Religion and Multiculturalism.
114 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
misi utama kementrian agama dalam pembangunan Negara bangsa
Indonesia, tugas membuat critical reading summary karya Saiful
Umam (1998), “K.H. Wahid Hasyim: Konsolidasi dan Pembelaan
Eksistensi”. Kenam, perdebatan tentang dasar pendidikan dan
pengajaran 1949, tugas membuat critical reading summary karya
Risalah KNIP dasar pendidikan dan pengajaran. Ketujuh, perdebatan
Islam dan pancasila sebagai dasar Negara, 1957, tugas membuat
critical reading summary karya Ahmad Syafi’i Maarif (2006), Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara: Studi tentang Perdebatan dalam Konsituante.
Kedelapan, eksistensi agama dalam nation building, tugas
membuat critical reading summary karya AG. Muhaimin, “Eksistensi
Agama dalam Nation Building”, (1998). Kesembilan, kebijakan orde
baru dalam menata kehidupan umat beragama: A. Mukti Ali, tugas
membuat critical reading summary karya A. Mukti Ali, “Peranan
Agama di dalam Pembangunan Nasional, (1976) dan Ali Munhanif,
“Prof. Dr. A. Mukti Ali: Modernisasi Politik Keagamaan Orde Baru”,
(1998). Kesepuluh, kebijakan orde baru dalam menata kehidupan umat
beragama: Alamsyah Ratu Perwiranegara dan munawwir Syadzali,
tugas membuat critical reading summary karya intruksi menag RI
1981: Masykuri Abdillah (1998), “Alamsyah Ratu Perwiranegara:
Stabilitas Nasional dan Kerukunan”, Munawir Sjadzali (1982), Asas
Pancasila, Aspirasi Umat Islam dan Masa Depan Bangsa”, dan Muslim
Interests are Better Served in The Absence of Muslim Parties:
Indonesia Experience”, 1992.
Kesebelas, kebijakan reformasi tentang pendidikan (otonomi,
demokrasi dan pendidikan agama), tugas membuat critical reading summary UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, PP. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan & M. Sirozi (2004). Keduabelas, kebijakan
reformasi tentang pengembangan kerukunan umat beragama, tugas
membuat critical reading summary Peraturan Bersama Mentri Agama
dan Menteri dalam Negeri Tahun 2006 tentang FKUB dan Pendirian
Rumah Ibadah.
Penjelasan mengenai materi dan bahan perkuliahan mata kuliah
Education, Politics, Religion and Multiculturalism memberikan
inspirasi dan pembahasan kepada mahasiswa mengenai multikultural
dalam dunia pendidikan dan konsep dan didukung dengan realitanya di
lapangan.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 115
C. Capaian Pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Ada dua puluh capaian pembelajaran di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Asumsi penulis capaian
pembelajaran ini ada kaitannya dengan sosiologi pengetahuan yang
dikembangkan dalam disertasi ini, yang cukup mempunyai kontribusi
terhadap sikap mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan aktivitasnya selama proses pembelajaran di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Capaian
pembelajaran ini akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:44
Pertama,
kemampuan merancang konsep. Hal ini terlihat pada saat mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menentukan
judul makalah pada mata kuliah, yang temanya ditentukan oleh dosen
yang mengampu mata kuliah tetapi judul makalah diserahkan kepada
mahasiswa.
Judul makalah ditentukan oleh mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta agar mereka dapat
merancang sendiri teori apa yang mau digunakan untuk membedah
permasalahan yang akan dipaparkan di makalah itu, dan judul makalah
juga disesuakan dengan konsentrasi mahasiswa. Misalnya, mata kuliah
Philosophy, Psychology and Religion. Makalah mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beragam, misalnya:
mahasiswa konsentrasi Pemikiran Islam (Tasawuf) makalahnya
berjudul “Terapi Sifistik Dalam Literatur Tasawuf Klasik”.
Mahasiswa konsentrasi Agama dan Kesehatan, makalahnya berjudul
“Perilaku Hidup Sehat Terhadap Kebahagiaan Pada Pasien Penyakit
Hipertensi”. Mahasiswa konsentrasi Psikologi Islam, makalahnya
berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Ibadah Dalam Upaya Mencapai
Kesehatan Mental”. Mahasiswa konsentrasi Dakwah dan Komunikasi,
makalahnya berjudul “Tawa dan Ketenangan (Analisis Philosophy,
Psychology and Religion). Makalah mahasiswa konsentrasi Bahasa
dan Sastra Arab memilih judul makalah “Bahasa Spiritual: Bahasa
Logis, Bahasa Intuitif (Tinjauan Psikolinguistik Seorang Da’i).
44
Dokumentasi SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
116 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Mahasiswa konsentrasi Syariah dan Hukum Islam mempunyai
makalah berjudul “Psikologi Hukum Perilaku Korupsi”. 45
Kedua, kemampuan mengembangkan konsep. Kemampuan ini
terlihat pada saat mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mengembangkan konsep yang telah dirancang.
Pengembangan konsep ini dituangkan dalam makalah di mata kuliah,
baik mata kuliah wajib maupun mata kuliah pilihan. Mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengembangkan ide yang mereka temukan. Kemudian ide itu mereka
aplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di makalah
maupun pada tesis/ disertasi mahasiswa.
Ketiga, kepekaan terhadap masalah nyata. Hal ini terlihat
saat mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memilih permasalahan yang akan dikaji, baik sebagai bahan untuk
membuat makalah di mata kuliah pilihan maupun mata kuliah wajib,
tetapi juga bagaimana mereka menentukan masalah yang akan
dicarikan solusinya yang mereka tuangkan dalam penelitian ilmiah
berupa tesis (untuk mahasiswa S2) dan disertasi (untuk mahasiswa
S3).
Hal ini dapat dilihat dari judul-judul makalah pada mata
kuliah “Fiqih Muamalah Dan Perbankan Islam”. Beberapa judul
makalah yang mendeskripsikan kepekaan mahasiswa terhadap masalah
yang ada di Indonesia, khususnya masalah yang terkait dengan Fiqih
Muamalah dan Perbankan Islam. Judul makalah yang dimaksud, yakni:
“Sukuk dan Obligasi Syariah: Alternatif Pembiayaan”, “Peran
Sulthanul Iradah dalam Pembentukan Akad”, “Qard} sebagai Produk
Funding; Tinjauan Fiqih dan Peluang di Perbankan Syariah”, “Fiqih
Tabungan Syariah dan Perkembangannya di Indonesia”, “Tinjauan
Fiqih terhadap Konsep Mudha>rabah dalam Perbankan Syariah di
Indonesia”, ”Tantangan dan Inisiasi dalam Implementasi Hukum
Ekonomi Islam di Indonesia”, “Akad Jual Beli dalam e-commerce:
Studi Analisis dengan Pendekatan Ba’i al-Salam”, “Implementasi
Fiqih Muamalat Pembiayaan Akad Musyarakah dalam Sistem
Perbankan Islam dan Perdagangan”, “Accounting Standard-Setting
Bodies for Islamic Financial Institution”, “Pembiayaan Akad
Mudharabah dalam Wacana Fiqih dan Perbankan Syariah di
45
Kumpulan Makalah mahasiswa pada mata kuliah Philosophy,
Psychology and Religion, Semester Genap 2013/2014. Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 117
Indonesia”, “Implementasi Qawa>’Id Fiqhiyyah dalam Transaksi
Asuransi Syariah”. 46
Judul makalah yang telah dipaparkan sebelumnya, kemudian
dapat diambil kesimpulan bahwa kepekaan mahasiswa terhadap
masalah sangat dipengaruhi oleh keahlian atau minat yang dimilikinya
pada bidang tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kepekaan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terhadap masalah nyata, yaitu: a). Spesialisai. Keahlian khusus
pada sesuatu bidang akan membuat mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta peka terhadap masalah. Hal ini
dikarenakan yang bersangkutan banyak berhubungan dengan masalah
yang dialaminya. b). Program Akademik. Biasanya mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menempuh
jenjang akademik, lebih mendalami bidang yang dikajinya. Atas dasar
itu perlu adanya latihan-latihan untuk menempa kepekaan terhadap
persoalan yang digelutinya. c). Bahan Bacaan. Banyak membaca akan
meningkatkan pengetahuan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan akan menangkap informasi teoritis,
konsep dan generalisasi yang dapat membuat mereka bertambah
pengetahuan dan wawasanannya. Sehingga, dengan sendirinya akan
peka terhadap masalah. d). Analisi terhadap Sesuatu Bidang. Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang menekuni sesuatu bidang akan berusaha mencari informasi
sebanyak-banyaknya, serta menganalisa persoalan-persoalan dengan
baik dan mengamati dengan cermat. Cara ini juga membuat mahasiswa
peka terhadap masalah. e). Memperhatikan Kebutuhan Sehari-hari. Kepekaan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terhadap masalah bisa saja muncul karena kebutuhan
mendesak, seperti mahasiswa melihat ada beragam masalah yang
terjadi di Perbankan Syariah, sehingga mereka mencoba untuk
mempelajari dan memecahkan permasalahan itu secara ilmiah,
sistematis, logis dan tentunya dengan menggunakan metode ilmiah.47
46
Kumpulan makalah mata kuliah Fiqih Muamalah dan Perbankan Islam,
Semester Genap tahun 2013/2014. 47
Berdasarkan wawancara dengan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 3 Maret 2014. Hal yang serupa juga dibahas
secara teoritik oleh Sudjarwo dalam karyanya Metodologi Penelitian Sosial (Bandung: Bandar Maju, 2001), 1-3.
118 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Keempat, kemampuan membaca situasi. Kemampuan
membaca situasi terlihat dalam melihat permasalahan yang nyata yang
ada di sekitar mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, baik di kampus maupun di masyarakat. Di
perkuliahan di kelas, mahasiswa diajak sharing oleh dosen untuk
mendiskusikan beragam permasalahan yang ada di dunia nyata, yang
kemudian dikaitkan dengan tema mata kuliah. Disinilah mahasiswa
melatih kemampuan mereka untuk dapat membaca situasi atas setiap
peristiwa yang ada di sekitar mereka.
Kelima, kemampuan menganalisis permasalahan secara
komprehensif. Kemampuan mahasiswa dalam menganalisis
permasalahan secara komprehensif dapat dilihat saat perkuliahan di
kelas. Misalnya pada mata kuliah Kajian Islam Komprehensif
(Comprehesive Islamic Studies) yang ditawarkan pada setiap semester.
Mata kuliah ini adalah mata kuliah yang wajib diambil oleh setiap
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel pada mata kuliah
Kajian Islam Komprehensif di Semester Genap Tahun Ajaran
2013/2014. Judul-judul makalah mahasiswa pada mata kuliah tersebut,
yakni: “Relasi Public Trust dengan Permasalahan Pendidikan”, “Relasi
Islam dan Reok Ponorogo”, “Pemahaman Makanan Halal dan Haram
terhadap Regulasi Sertifikasi Produk Halal”, “Islam dan Sekularisme”,
“Asalib al-Tarbiyah Al-Islamiyah”, “Pendekatan Bahasa dalam
Penafsiran”, “Paradigma Interpretasi Makna Alquran”, “Ajaran
Wahdatul Wujud Abd Allah bin Abd al-Qahhar al-Batani”.48
Berdasarkan judul-judul makalah yang telah disebutkan, dapat
disimpulkan bahwa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta melatih mahasiswanya untuk dapat menganalisa permasalahan
secara komprehensif.
Keenam, kemampuan mengkritisi informasi. Mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilatih untuk
mampu kritis, termasuk di dalamnya yakni kritis dalam menerima
informasi. Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta juga dilatih untuk mampu bersikap kritis terhadap perbedaan
pendapat. Indikator mahasiswa yang berfikir dan bersikap kritis
terhadap informasi yang diterimanya, yakni: 1). Memiliki dorongan
48
Kumpulan makalah mahasiswa pada mata kuliah Kajian Islam
Komprehensif (Comprehesive Islamic Studies), Semester Genap Tahun Ajaran
2013/2014. Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 119
yang kuat untuk menemukan kejelasan, ketepatan (presisi),
keakuratan. 2). Sangat peka terhadap ide, gagasan, kesimpulan yang
mengandung egosentrisme dan sosiosentrisme. 3). Sangat menyadari
nilai dan manfaat dari berpikir kritis, baik secara individu maupun
secara komunitas. 4). Jujur secara intelektual dengan dirinya,
menyadari hal-hal yang tidak dimengerti dan menerima kelemahan-
kelemahan diri. 5). Mendengar dengan pikiran-terbuka pada pandangan
atau pendapat yang berlawanan dan menerima kritik terhadap
keyakinan dan asumsi-asumsi mereka. 6). Mendasarkan keyakinan-
keyakinannya pada fakta lebih dari kepentingan-diri atau preferensi
pribadi. 7). Sadar akan kemungkinan adanya bias dan praduga yang
ikut mempengaruhi cara mereka memahami dunia. 8). Berpikir
independen dan tidak takut berbeda pendapat dengan pendapat
kelompok atau masyarakat. 9). Mampu menangkap inti dari suatu isu
atau masalah, tanpa terperangkap atau dikacaukan oleh detail-detail
yang disajikan. 10). Memiliki keberanian intelektual untuk
menghadapi dan mengakses gagasan-gagasan yang benar, bahkan
bertentangan dengan gagasan atau pendapat mereka sendiri. 11).
Mengejar kebenaran dan memiliki keinginan tahuan yang tinggi
terhadap isu atau masalah. 12). Memiliki daya tahan intelektual dalam
mengejar insight atau kebenaran di tengah-tengah kesulitan ataupun
hambatan.49
Penjelasan tentang indikator mahasiswa yang berfikir dan
bersikap kritis terhadap informasi yang diterimanya, kemudian
disimpulkan bahwa karakter mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang berfikir kritis, yakni: adanya
kejujuran intelektual, adanya keterbukaan pemikiran, keberanian
intelektual, dan daya tahan intelektual. Maksudnya, mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilatih untuk
mampu kritis, tidak mudah menerima informasi, baik itu dari dosen
ataupun dari siapa saja. Informasi itu harus didukung dengan data dan
bukti nyata, bukan hanya gosip atau sekedar opini orang. Selain itu,
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilatih untuk kritis terhadap adanya beragam pendapat, juga terhadap
perbedaan pemikiran yang terjadi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
49
Linda Elder, “Our Concept of Critical Thinking: Foundation for Critical
Thinking”, 2007. Diakses dari http://www.criticalthinking.org Tanggal 2 Januari
2015.
120 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Hidayatullah Jakarta. Hal ini akan meningkatkan semangat untuk
mencari solusi yang terbaik dalam menghadapi permasalahan.
Perbedaan pendapat ataupun perbedaan pemikiran dalam
dunia akademik adalah sesuatu yang wajar dan alamiah, termasuk di
dalamnya pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Perbedaan pendapat ini terjadi karena adanya heterogenitas
(kemajemukan) masyarakat akademik, baik melalui pola pikir maupun
kepribadian. Perbedaan ini akan meningkatkan daya kritis mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta manakala
disikapi dengan sikap positif dan bertanggungjawab. Artinya, ada
kesadaran yang tinggi bahwa setiap perbedaan mempunyai akar yang
harus dicari dan didekati dengan suasana akademik yang sehat, serta
masing-masing pihak bertanggungjawab terhadap pendapat yang telah
dinyatakannya. Perbedaan tidak berarti sebuah permusuhan atau
ketidaksenangan antar pihak. Melainkan, menunjukkan keberagaman
pemikiran dan dapat dijadikan sebagai stimulus untuk melakukan
pendekatan-pendekatan menuju tujuan yang lebih baik.
Berpikir kritis, yakni berpikir secara beralasan dan reflektif
dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang
harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karena itu, indikator
kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yaitu: (1). Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan. (2).
Mencari alasan. (3). Berusaha mengetahui informasi dengan baik. (4).
Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya. (5).
Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan. 6). Berusaha
tetap relevan dengan ide utama. (7). Mengingat kepentingan yang asli
dan mendasar. (8). Mencari alternatif. (9). Bersikap dan berpikir
terbuka. 10). Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk
melakukan sesuatu. (11). Mencari penjelasan sebanyak mungkin
apabila memungkinkan. (12). Bersikap secara sistematis dan teratur
dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah. Indikator kemampuan
berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 1 yaitu mampu
merumuskan pokok-pokok permasalahan. Indikator yang diturunkan
dari aktivitas kritis no. 3, 4, dan 7 adalah mampu mengungkap fakta
yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah. Indikator yang
diturunkan dari aktivitas kritis no. 2, 6, dan 12 yakni mampu memilih
argumen logis, relevan dan akurat. Indikator yang diturunkan dari
aktivitas kritis no. 8 dan 10, dan 11 adalah mampu mendeteksi bias
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 121
berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda. Indikator yang
diturunkan dari aktivitas kritis no. 5 dan 9 adalah mampu menentukan
akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.50
Berdasarkan pada uraian-uraian yang telah dikemukakan,
maka dirumuskan bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan
kemampuan berpikir yang sifatnya baru yang diperoleh dengan
mencoba-coba dan ditandai dengan keterampilan berpikir lancar,
luwes, orisinal, dan elaborasi.
Ketujuh, kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan
memecahkan masalah dapat dilihat pada makalah mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bagaimana mereka
dapat memberikan alternatif solusi atas permasalahan yang dikaji. Hal
ini dilihat pada makalah-makalah mahasiswa. Makalah mereka
memberikan solusi alternatif terhadap permasalahan yang dikaji.
Dalam hal ini penulis menganalisanya pada mata kuliah pilihan yang
diberi judul ICT in Education. Dosen pengampu mata kuliah tersebut
adalah team teaching, yang terdiri dari Prof. Dr. A. Malik Fajar, Msc
(Konsentrasi Pendidikan) sebagai dosen koordinator. Sedangkan
anggotanya, yakni: Prof. Dr. Soetjipto, MA (Konsentrasi Administrasi
Pendidikan); Dr. Muhammad Zuhdi, M. Ed (Konsentrasi Pendidikan),
Dr. Sopiansyah Jayaputra (Konsentrasi Sistem Informasi Manajemen).
Mata kuliah ini membahas konsep teknologi informasi dan
komunikasi, serta aplikasi teknologi informasi yang ideal untuk proses
belajar mengajar, dan metodologi pengembangan sistem pendidikan
berbasis teknologi informasi (e-learning dan multimedia) di Indonesia.
Selain itu, dibahas pula peran dan pengaruh teknologi informasi
terhadap perkembangan yang akan dihadapi oleh dunia pendidikan
(khususnya Pendidikan Islam), etika dan moral teknologi informasi
dan komunikasi dalam pendidikan. Lebih lanjut, di bahas hasil-hasil
penelitian/ jurnal terhadap pemecahan masalah yang dihadapi oleh
dunia pendidikan dalam merespon globalosasi perkembangan
teknologi informasi.51
50
Hal ini senada juga dijelaskan di dalam tulisan yang berjudul “Visual
Thinking Strategies = Creative and Critical Thinking”. Penjelasan lebih lanjut lihat
Mary Moeller, Kay Cutler, Dave Fiedler and Lisa Weier, “Visual Thinking Strategies
= Creative and Critical Thinking”, The Phi Delta Kappan, Vol. 95, No. 3 (November
2013), 58. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/23611815, Tanggal 10 Januari
2015. 51
Buku Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian
Islam 2011-2015, 88.
122 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Setiap permasalahan dibutuhkan adanya analisis yang tajam
untuk menentukan ketepatan dan kebenaran sebuah tindakan dari hasil
pemecahan masalah. Analisis yang tajam juga dibutuhkan manakala
variasi terjadinya masalah sangat banyak. Sehingga, jika tidak teliti
dalam menganalisis akan mengakibatkan kekaburan atau
ketidaktepatan produk dari solusi yang diberikan. Daya analisis yang
tajam akan sangat membantu dalam memberikan solusi-solusi yang
kreatif dan inovatif dalam kehidupan ini. Karena analisis yang baik
akan dapat mengurai permasalahan yang dihadapi dengan baik pula.
Hal ini penulis lihat pada makalah-makalah mahasiswa. Berikut ini
judul makalah mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang mengambil mata kuliah ICT in Education,
yakni: “Manfaat TIK dalam Mempermudah Akses Mahasiswa
Mendapatkan Referensi: Studi Pada Perpustakaan Di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta”, “Integrasi ICT dalam Pembelajaran PAI”,
“Penerapan ICT Dalam Sistem Pembelajaran IPA”, “Pengembangan
Nilai-Nilai Karakter Mahasiswa Dalam Pembelajaran Melalui Metode
Blended Learning”, “Pemanfaatan TIK Dalam Penyusunan Bahan Ajar
Di Sekolah”, “Integrasi Teknologi Pendidikan Dalam Konteks
Kualitas Pendidikan Di Indonesia”, “ICT Dalam Pendidikan Anak
Usia Dini”, “Problematika Di Balik Limplementas Teknologi
Informasi Dan Komunikasi Dalam Pendidikan Agama Islam”.52
Kedelapan, kemampuan mengkomunikasikan ide. Hal ini
dapat terlihat pada saat mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mempersentasikan ide mereka saat ujian-ujian,
yakni ujian proposal, Work in Progress (WIP), ujian pendahuluan
tesis/disertasi, ujian promosi magister/doktor. Selain itu juga,
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengkomunikasikan ide mereka saat verifikasi bahan ujian ke dosen.
Lembar verifikasi yang telah ditanda-tangani dosen merupakan salah
satu syarat yang perlu dilampirkan sewaktu mendaftar ujian (ujian
proposal, Work in Progress, ujian komprehensif, ujian pendahuluan
tesis/disertasi, serta ujian promosi magister/doktor. Kemampuan
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam mengkomunikasikan ide terlihat pada saat mereka
mempersentasikan tesis/disertasi saat ujian-ujian, seperti yang telah
52
Kumpulan makalah mata kuliah ICT in Education, Semester Ganjil
2013/2014. SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 123
disebutkan sebelumnya. Selain itu juga, mereka mengkomunikasikan
idenya pada saat menghadap dosen verifikasi.53
Kesembilan, kemampuan berfikir dan berkomunikasi secara
akademik dan etis. Hal ini terlihat pada saat mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mempersentasikan hasil
pemikiran mereka, misalnya saat mereka mempersentasikan
makalahnya pada perkuliahan di kelas. Selain itu, kemampuan berfikir
dan berkomunikasi pada mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dapat dilihat saat mereka mempersentasikan hasil
produk pemikirannya, baik berupa tesis maupun disertasi dihadapan
dosen verifikasi, maupun saat ujian-ujian (ujian proposal, Work in
Progress, ujian komprehensif, ujian pendahuluan tesis/disertasi dan
ujian promosi magister/doktor). Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dilatih untuk mampu mengkomunikasikan
ide mereka secara akademik, serta mengkomunikasikan ide mereka
dengan menggunakan etika yang benar.
Ciri komunikasi akademik yang dilakukan oleh mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni:
argumen mahasiswa didukung dengan data. Selain itu, hasil penelitian
mahasiswa dapat dibuktikan secara ilmiah. Komunikasi akademik
mahasiswa berpengaruh terhadap prestasi akademik mereka. Faktor-
faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik bagi mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni:
terprogramnya dengan baik kegiatan belajar, mahasiswa memiliki trik-
trik untuk mengakses dengan sebanyak mungkin referensi aktual dan
mutakhir, adanya diskusi substansial akademik ke dosen dan sesama
mahasiswa. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat
dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap
dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku mahasiswa dalam proses
pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciri-ciri masyarakat akademik yaitu kritis, objektif, analitis,
kreatif dan konstruktif, terbuka untuk menerima kritik, menghargai
waktu dan prestasi ilmiah, bebas dari prasangka, kemitraan dialogis,
memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila akademik serta
tradisi ilmiah, dinamis, dan berorientasi kemasa depan. Budaya
akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan
53
Berdasarkan hasil observasi selama mengikuti ujian-ujian sejak bulan
Maret 2013 hingga bulan November 2014.
124 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga
masyarakat akademik khususnya di lembaga pendidikan. Budaya
akademik lebih cenderung diarahkan pada budaya kampus yang tidak
hanya bertujuan untuk meningkatkan intelektual, tetapi juga kejujuran,
kebenaran dan pengabdian kepada kemanusiaan, sehingga secara
keseluruhan budaya kampus adalah budaya dengan nilai-nilai karakter
positif. Budaya akademik juga merujuk pada cara hidup masyarakat
ilmiah yang majemuk dan multikultural. Selain itu, budaya akademik
bernaung dalam sebuah institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai
kebenaran ilmiah dan objektifitas.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan
akademik, mustahil mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta akan memperoleh nilai-nilai normatif akademik.
Boleh jadi ia mampu berbicara tentang norma dan nilai-nilai akademik
tersebut di depan forum. Namun, tanpa proses belajar dan latihan,
norma-norma itu tidak pernah terwujud dalam praktik kehidupan
sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan
pelanggaran dalam wilayah tertentu baik disadari maupun tidak
disadari. Mungkin juga yang terjadi nilai-nilai akademik hanya
menyentuh ranah kognitif, tidak sampai menyentuh ranah afektif dan
psikomotorik.
Fenomena semacam ini dapat saja terjadi pada seorang
akademisi, yang selamanya hanya menitipkan nama dalam
melaksanakan kuliah, penulisan karya ilmiah, penelitian, pengabdian
masyarakat. Hal inilah yang kemudian menginspirasi Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk melakukan
pembaharuan kurikulum, yakni dengan menerapkan kurikulum
integratif.54
Implementasi dari pengembangan kurikulum integratif
atau kurikulum yang terintegrasi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta membuat proses belajar menjadi relevan dan
kontekstual. Sehingga bermakna bagi mahasiswa dan membuat mereka
54
Penjelasan lebih lanjut mengenai kurikulum integratif di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartalihat Ramadhanita Mustika Sari,
“Model Integrasi Keilmuan pada Kurikulum di Universitas Islam (Sebuah Desain,
Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Integratif di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta), Makalah disampaikan pada kegiatan AICIS (Annual
International Confrence on Islamic Studies) ke 13 di Lombok, NTB, Tanggal 18-21
November 2013.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 125
dapat berpartisipasi aktif. Hal ini dilakukan agar seluruh dimensi
manusia terlibat aktif (fisik, sosial, emosi, akademik).
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melakukan beberapa hal agar dapat menunjang terciptanya budaya
akademik di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hal yang dimaksud, yakni: Pertama, adanya sumber daya manusia,
terutama staf pengajar (dosen) yang mempunyai keunggulan akademik
dan mempunyai dedikasi tinggi untuk pengembangan keilmuan.
Kedua, menguasai tradisi akademik yang unggul, melalui penyusunan
dan penerapan kurikulum yang aktual, realistik, dan berorientasi ke
depan. Diajarkan melalui proses belajar-mengajar dialogis, bebas, dan
objektif, dan kemudian dikembangkan dalam diskusi, seminar,
penelitian, penerbitan buku dan jurnal ilmiah, yang disebarluaskan
kepada masyarakat. Ketiga, tersedianya sarana dan prasarana
akademik yang memadai, seperti lingkungan kampus yang sejuk,
seperti adanya taman di tengah gedung Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan yang di lengkapi dengan
akses jurnal dan buku-buku yang otoritatif, yang dapat dengan mudah
mahasiswa download.
Penjelasan di atas, kemudian disimpulkan bahwa
perkembangan dan pembentukan budaya akademik di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memerlukan
pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses
pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka
panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus
dibarengi dengan nilai-nilai luhur yang diterapkan oleh Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini dapat dilihat
pada saat ujian-ujian, baik WIP dan persentasi makalah di kelas.
Pada akhirnya Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai salah satu Perguruan Tinggi Islam yang merupakan
pusat kebudayaan akademik terikat pada etika. Etika yang Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta anut berintikan pada
suatu kebiasaan yang memberikan peluang bagi sivitasnya untuk
mengembangkan modal intelektual maupun modal kultural secara
optimal. Untuk itu, etika yang wajib dipedomani dan sekaligus
dikembangkan, yaitu: 1). Selalu ingin tahu. Hal ini sangat penting
karena merupakan suatu motivator yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikan suatu permasalahn dan titik awal bagi tumbuhnya ilmu
pengetahuan. 2). Teliti, yakni selalu berusaha menemukan kesalahan
126 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
atau kekeliruan untuk pencapaian suatu kesempurnaan. 3). Rasional,
artinya dalam memecahkan suatu permasalahn yang ditemukan selalu
menggunakan pikiran dan timbangan yang logis dan melakukan
penelitian yang kritis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan.
4). Objektif, artinya dalam mengemukakan sesuatu, harus sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya dan disertai dengan bukti otentik,
tanpa ada manipulasi dan pembelokan karena intimidasi pihak-pihak
tertentu. 5). Jujur, artinya bertindak sesuai dengan kenyataan tanpa
rekayasa, dan tanpa ada yang ditutupi dengan maksud mencari
keuntungan pribadi. 6). Inovatif, yakni memiliki daya cipta atau
kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, baik dalam bentuk ide
ataupun karya nyata. 7). Terbuka, artinya bias menerima gagasan baru
dari pihak lain tanpa ada singgungan. 8). Produktif, kaum intelektual
tidak hanya hebat dalam menelurkan gagasan, tetapi juga ada karya
nyata dan penerapannya di masyarakat. 9). Multidimensi, artinya
bahwa kebudayaan dapat berdampak sangat kompleks.
Kesepuluh, kemampuan menjunjung tinggi norma akademik.
Norma akademik yang dimaksud adalah ketentuan, peraturan dan tata
nilai yang harus ditaati oleh seluruh mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berkaitan dengan aktivitas akademik.
Adapun tujuan norma akademik ini, yakni agar mahasiswa mempunyai
gambaran yang jelas tentang hal-hal yang perlu dilakukan dalam
menghadapi kemungkinan timbulnya permasalahan di akademik. Hal-
hal yang termasuk norma akademik, antara lain: Pertama, mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak
menggunakan kata-kata atau karya orang lain sebagai kata-kata atau
karya sendiri dalam suatu kegiatan akademik. Kedua, mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak mencoba
mempengaruhi dosen dengan cara memberi hadiah atau mengancam
dengan maksud mempengaruhi penilaian terhadap prestasi
akademiknya. Ketiga, mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tidak melakukan tugas/kegiatan untuk
kepentingan orang lain dalam kegiatan akademik, atas permintaan
orang lain atau kehendak sendiri, seperti; ujian di mata kuliah,
kegiatan atau tugas akademik lainnya. Keempat, mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan norma-norma kepatutan dalam kehidupan
masyarakat akademik.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 127
Kesebelas, mampu bersikap toleransi terhadap perbedaan
pendapat, agama, ras dan suku. Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari beragam agama, ras, suku
bangsa.55
Dengan keberagaman yang ada pada mahasiswa, akan
mempengaruhi sikap, tingkah laku dan pola pikir mahasiswanya. Oleh
karena itu kemampuan untuk bersikap toleran terhadap perbedaan
budaya menjadi penting untuk dimiliki mahasiswa. Sikap toleran
mahasiswa dapat dilihat selama proses pembelajaran di kelas.
Selain itu, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta juga melakukan peningkatan sarana prasarana serta kualitas
pelayanan, seperti perpustakaan, public space, dll. Hal ini dilakukan
untuk mensukseskan membangun dan mengembangkan budaya
toleransi Di samping kriteria kuantitas dan kualitas secara fungsional,
penyediaan dan pengelolaan fasilitas pendidikan memenuhi kriteria:
aman, nyaman, dan manusiawi. Sangat diperlukan bagi
terselenggaranya pendidikan karakter yang memang merupakan
wahana pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Hal inilah yang
dilakukan oleh Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yakni dengan selalu melakukan pembaharuan dan perbaikan fasilitas
sarana prasarana, serta kualitas pelayanan. Dari segi sarana prasarana,
sekarang (tahun 2014) telah ada quite room yang terbagi dua, yakni
quite room untuk mahasiswa laki-laki yang berada di lantai 2, tepatnya
di gedung sebelah Selatan dari pintu masuk Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan quite room untuk mahasiswa
perempuan ada di lantai 2, di gedung sebelah Utara dari pintu masuk
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kedua quite
room ini sengaja letaknya berseberangan. Hal ini ditujukan agar
kenyamanan dan keamanan mahasiswa tetap terjaga, walau pun
mereka berada di quite room sampai malam hari. Hal ini berdasarkan
hasil wawancara dengan salah satu pengurus Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga mahasiswa, mereka sepakat
dengan adanya pemisahan ruang belajar nyaman atau lebih dikenal
55
Hal ini dapat dilihat pada dokumentasi/ arsip data mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejak tahun 2012 mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartatidak hanya berasal dari Indonesia
tetapi ada yang berasal dari Turki, Rusia, Perancis, dll. Dan mulai tahun 2012 juga
perkuliahan di kelas menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Arab, judul mata
kuliah juga menggunakan bahasa Inggris. Sehingga Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakartabisa dikatakan Universitas Kelas Dunia atau istilahnya world class university.
128 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
dengan istilah ruang quite room. Menurut mereka, walaupun
mahasiswa berada di quite room hingga malam hari, tak masalah.
Karena tidak ada khawatiran terjadinya hal-hal yang tak diinginkan.56
Selain quite room, pembaharuan juga terus dilakukan pada
sarana dan prasarana di taman Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang sebelumnya hanya ada bangku-bangku.
Kemudian di pertengahan tahun 2013 dibuatlah meja-meja, yang
dilengkapi dengan stop kontak yang aman, walau kondisinya hujan
sekalipun, stop kontak ini tak akan kemasukan air, karena dilengkapi
dengan tutup. Kemudian pada bulan Agustus 2014, taman Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilengkapi lampu-lampu
yang terang, yang sebelumnya hanya lampu hias. Pemasangan lampu
di taman disebabkan karena ada usulan dari mahasiswa. Mereka hingga
malam hari mencari jurnal dan referensi lainnya dengan menggunakan
fasilitas WiFi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sehingga, bukan hal yang aneh bila jam 8 malam pun di taman
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masih ramai
mahasiswa. Mereka mengerjakan tugas-tugas kuliah, dan ada juga
yang diskusi mengenai tesis/disertasi mereka masing-masing.
Hingga akhir November 2014, ada banyak fasilitas yang
cukup mendukung untuk mahasiswa berdiskusi dan belajar secara
mandiri di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fasilitas itu, yakni: adanya sinyal Wifi yang semakin baik, hal ini
cukup sangat membantu mahasiswa untuk mengakses jurnal-jurnal
internasional. Sehingga mahasiswa tidak mengalami kesulitan
melengkapi referensi pada tulisan mereka, sesuai ketentuan Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni 80% dari total
referensi yang ada dalam tulisan mereka. Ketentuan ini berlaku untuk
makalah pada mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan, juga pada
tesis ataupun disertasi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dan pemanfaatan referensi jurnal internasional
ini bukan hanya pencantuman di daftar pustaka, tetapi juga terlihat
pada footnote.
Layanan perpustakaan pun dioptimalkan, yang sebelumnya
perpustakaan buka hari Senin hingga Jumat dari jam 8 pagi hingga 4
sore. Sejak bulan Mei 2014 layanan perpustakaan di buka dari Senin
56
Hasil wawancara dengan Yusuf Rahman, Ketua Program Magister. Dan
juga wawancara ke beberapa mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah. Tanggal 14 November 2014.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 129
hingga Sabtu, dari jam 8 pagi hingga 4 sore. Hal ini cukup berdampak
pada mahasiswa, yang semakin semangat untuk mengunjungi
perpustakaan. Hal ini dikarenakan perpustakaan Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki ruang belajar yang nyaman,
dan mahasiswa dibebaskan memilih tempat mana yang nyaman untuk
mereka duduk. Di perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tempat duduknya beragam, ada lesehan ada juga
kursi dengan meja yang melingkar, dan ada juga kursi dengan meja
panjang. Di perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta juga tersedia dua puluh komputer yang bisa
digunakan oleh mahasiswa, semua komputer tersambung dengan
internet. Sehingga mahasiswa bisa mengakses referensi di internet.
Semua fasilitas dan sarana prasarana di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terus ditingkatkan untuk menunjang
pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Berbagai fasilitas itu juga mendukung terbentuknya suatu
budaya akademik, yakni tradisi untuk duduk-duduk santai sambil
berdiskusi. Tempat favorit mahasiswa untuk berkumpul dan
berdiskusi, yakni di taman Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.57
Berdasarkan wawancara kepada beberapa
mahasiswa yang menurut peneliti cukup sering mengunjungi Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan terkadang hingga
malam betah berada di taman Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Taman menjadi tempat favorit mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk duduk
berlama-lama di depan laptop mengakses referensi. Selain itu,
mahasiswa juga biasa duduk santai sambil berdiskusi tentang banyak
hal, mulai dari makalah di mata kuliah, tema tesis ataupun disertasi
yang sedang mereka bahas, bahkan diskusi hal-hal yang terkait dengan
persoalan ada di masyarakat. Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta merasa cukup nyaman berada di taman
dikarenakan suasananya yang cukup asri. Di taman Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ada beragam tanaman
berwarna-warni, juga ada suara gemericik air dari air mancur kecil
yang diletakkan di beberapa tempat di sekitaran taman Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian, ada suara
burung-burung yang mendekati pohon jambu dan pohon pepaya yang
57
Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama tahun 2013 hingga
Februari 2015.
130 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
ditanam di sudut taman, dan kupu-kupu yang mendekati bunga-bunga
yang sedang bermekaran. Di taman Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta juga ada ikan hias yang dipelihara di kolam kecil,
juga ada kura-kura. Selain itu ada tujuh pohon, yang di tiap pohon ada
lima bangku yang terbuat dari batu, tempat duduk dan meja ini
mengelilingi pohon.
Deskripsi taman yang dijelaskan sebelumnya, kemudian
disimpulkan bahwa taman Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta merupakan tempat nyaman untuk belajar saat
siang hari yang panas. Hal inilah yang membuat mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merasa nyaman berada
di bawah pohon rindang. Apalagi fasilitasnya semakin lama semakin
ditingkatkan. Itulah sebabnya, taman Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta selalu ramai, tidak hanya di siang hari tetapi juga
di malam hari. Selain hari Senin sampai Jumat, di hari libur seperti
hari Sabtu dan hari Minggu pun mahasiswa suka datang ke taman
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hal ini didukung oleh hasil wawancara kepada Muhammad
Zakaria. Ia salah satu alumni Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ia bercerita bahwa ujian proposal di semester 6
dan ujian promosi magister di semester 7 akhir. Artinya, Muhammad
Zakaria mampu menyelesaikan tesis dalam waktu satu tahun. Sewaktu
penulis konfirmasi, penyebab ia mampu menyelesaikan tesis dalam
waktu relative singkat. Ia menjelaskan salah satu penyebabnya, yakni
karena ruang quite room di SPs UIN Syarif Hidayatullah di buka dari
pagi hingga malam hari, dan dari hari senin hingga hari minggu.
Maksudnya, quite room dibuka nonstop dari hari senin hingga hari
minggu, dan dari pagi hingga malam. Sehingga ia dapat menyelesaikan
tesisnya di ruangan yang nyaman, aman dan mempunyai akses internet
yang baik.58
Hal yang sama juga penulis tanyakan ke beberapa
mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah yang berada di quite room
wanita maupun di quite room laki-laki. Mereka merasa nyaman berada
di sana, menyelesaikan tesis, dari pagi hingga malam hari di quite
room. Karena fasilitas yang baik, ruangan AC, nyaman, tempat belajar
yang disekat-sekat, kemudian WiFi yang baik, dan aman Karena
58
Wawancara dengan Muhammad Zakaria, mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartaangkatan 2011. Ia ujian promosi
magister bulan Juli 2014. Kemudian wisuda magister pada tanggal 2 November
2014.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 131
dilengkapi dengan CCTV. Kemudian ruangan ini dibuka dari pagi
hingga malam hari, dan di hari libur seperti Sabtu dan Minggu pun
tetap di buka.59
Keduabelas, kemampuan bekerjasama. Kerjasama diartikan
sebagai perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
mampu menjalin hubungan dengan orang lain dalam melaksanakan
tindakan dan pekerjaan. Hal ini merupakan salah satu ketrampilan
sosial yang dimiliki mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan
sehari-hari mereka. Keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan
berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri
sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari
orang lain, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan
aturan, serta keterampilan bekerjasama.60
Keterampilan bekerjasama pada mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terlihat pada beberapa
aktivitas di perkuliahan, semisal mahasiswa program magister
bekerjasama dengan mahasiswa program doktor dalam menyelesaikan
tugas makalah mata kuliah PMSI. Di mata kuliah ini mahasiswa diberi
tugas kelompok dan tugas individu. Tujuan dosen pengampu mata
kuliah memberikan tugas kelompok agar mahasiswa terbiasa untuk
bekerjasama. Hal ini dikarenakan dalam belajar di kampus mahasiswa
tidak mungkin sendiri, selalu ada orang lain yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kemampuan diri. Sebuah kerjasama yang baik akan
terwujud, jika setiap mahasiswa mampu berkomunikasi secara efektif
dalam lingkungannya. Bentuk komunikasi dan kerjasama yang paling
membantu perkembangan mahasiwa adalah kerjasama dan komunikasi
dengan teman satu kelas. Teman satu kelas ibarat sebuah keluarga
yang duduk dalam satu rumah, yang harus saling memotivasi dan
mengingatkan, sehingga terbentuk suasana kelas yang menyenangkan.
Tidak ada mahasiswa egois yang merasa paling pintar di antara yang
lain, saling bermusuhan dan saling menjatuhkan. Hal ini penulis lihat
pada beberapa mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan yang
59
Hasil wawancara ke beberapa mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 27 Januari 2015. 60
Salah satu penelitian tentang kemampuan bekerjasama, lihat Hery
Purnomo, “Kemampuan Bekerjasama dan Proses Pembiasaannya melalui
Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Empat Pilar Pendidikan”, Tesis Universitas
Negeri Semarang, 2008, vii.
132 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
diselenggarakan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.61
Ketigabelas, memiliki kemampuan managerial dan leadership.
Kepemimpinan (leadership) berkaitan dengan penentuan arah atau visi
organisasi, dan management berkaitan dengan pengendalian
(controlling). Selain itu juga, kepemimpinan berkaitan dengan
pengarahan (directing) sumberdaya organisasi untuk mencapai arah
atau visi organisasi berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dibangun.
Kedua hal tersebut memang memiliki perbedaan.62
Tetapi kedua hal
ini cukup penting untuk dimiliki oleh seorang mahasiswa. Hal ini
karena seorang leader (pemimpin) adalah orang yang datang dengan
ide-ide baru dan menggerakkan seluruh organisasi ke dalam fase
berpikir untuk maju. Orang-orang seperti ini akan terus
mengembangkan strategi-strategi dan taktik baru. Ia memiliki
pengetahuan tentang tren terbaru, penelitian, dan keahlian. Di sisi lain,
manajer mempertahankan apa yang telah ditetapkan. Ia juga mampu
mempertahankan kontrol dan mengatasi gangguan dalam organisasi
yang mungkin ada. Manajer adalah seseorang yang menetapkan target
yang tepat, tolok ukur, analisis, dan menilai kinerja. Manajer
memahami orang-orang yang bekerja bersama mereka dan tahu mana
orang yang terbaik untuk tugas-tugas tertentu.63
Hal ini berarti bahwa
kepemimpinan adalah sikap dan perilaku yang selalu terbuka terhadap
saran dan kritik, mudah bergaul, bekerjasama, dan mengarahkan orang
lain.
Keempat belas, kemampuan belajar sepanjang hayat.
Mahasiswa dilatih untuk memiliki kesadaran di dalam diri mereka
untuk belajar sepanjang hayat. Hal ini dikarenakan berkembangnya
sebuah ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari dorongan atau
hasrat ingin tahu, yang merupakan sifat dasar manusia. Hilangnya
dorongan ini akan mematikan atau melumpuhkan perkembangan ilmu
pengetahuan. Disamping itu, pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan tidak cukup hanya dimilikinya hasrat ingin tahu, tetapi
61
Hasil pengamatan penulis selama mengikuti perkuliahan pada semester
Genap Tahun Ajaran 2012/2013 hingga semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014. 62
Penjelasan lebih lanjut mengenai perbedaan antara kepemimpinan
(leadership) dengan management lihat tulisan Karen C. Robbins di
http://www.leadingtoday.org, Diakses Tanggal 1 November 2013. 63
Alan Murray, The Wall Street Journal Essential Guide to Management: Lasting Lessons from the Best Leadership Minds of Our Time, Harper (New York:
HarperCollins Publishers, 2010), 2.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 133
harus ditunjang dengan sebuah tindakan (action) berupa belajar terus
menerus. Kedua faktor inilah yang akan membedakan seorang civitas
akademika dengan komunitas lain dalam kehidupan masyarakat.
Hilangnya kedua faktor ini akan menghilangkan keunikan sebuah
Perguruan Tinggi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Sikap
ilmiah ini tidak saja terkait dengan pola pikir yang ilmiah, tetapi juga
secara emosi (afektif) dan perilaku (psikomotor).\ Kemampuan belajar
sepanjang hayat juga terkait dengan pendidikan sepanjang hayat,
yakni, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.64
Di bab lain dalam Undang-Undang yang sama dijelaskan bahwa setiap
warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat.65
Pendidikan sepanjang hayat dalam kaitannya dengan kegiatan
Pendidikan non-Formal, telah memberikan arah dan prinsip-prinsip
dalam mengembangkan kegiatan Pendidikan non-Formal. Prinsip-
prinsip itu, yakni: 1). Pendidikan hanya berakhir apabila manusia telah
meninggal dunia. 2). Kegiatan belajar ditunjukkan untuk
memperoleh, memperbaharui pengetahuan dan aspirasi yang telah dan
harus dimiliki oleh peserta didik. 3). Pendidikan memiliki tujuan
berangkai dalam mengembangkan kepuasan diri setiap peserta didik
yang menjalani kegiatan belajar. 4). Perolehan pendidikan merupakan
prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia. Hal ini berlandaskan
dengan konsep pendidikan sepanjang hayat sesuai dengan himbauan
Nabi Muhammad Saw., yakni ”tuntutlah ilmu di mulai sejak di buaian
hingga ke liang lahat”. Itu artinya, bahwa adanya anjuran dari Nabi
Muhammad Saw. untuk terus menuntut ilmu, terus belajar dengan
prinsip masih banyak ilmu yang belum diketahui.
Di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
mahasiswa dilatih agar memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang
hayat. Hal ini terlihat pada usia mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Ada mahasiswa yang usianya di atas 60
tahun. Sewaktu penulis menanyakan alasan mereka melanjutkan kuliah
64
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal yang menjelaskan secara langsung istilah pendidikan sepanjang hayat
tercantum dalam Bab III tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 4, Ayat
(3). 65
Bagian lain yang membahas tentang ini adalah Bab IV, Bagian Kesatu
tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Pasal 5, Ayat (5) dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
134 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
S3 padahal usia mereka telah lansia. Mereka menjawab bahwa prinsip
menuntut ilmu itu tidak dibatasi oleh usia. Selain itu juga ini
merupakan anjuran dari Nabi Muhammad Saw. bahwa menuntut ilmu
itu sampai akhir hayat. Ia juga merasakan semakin banyak belajar,
maka semakin banyak hal yang tidak diketahui.66
Kelimabelas, kemampuan memprediksi masa depan. Maksud
kemampuan memprediksi masa depan adalah kemampuan mahasiswa
melihat peluang-peluang yang ada untuk dapat dicapai di masa yang
akan datang. Kemampuan ini dapat diperoleh bila mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mempunyai motivasi
dan keinginan yang sungguh-sungguh untuk belajar sepanjang hayat,
belajar kapan pun dan dimana pun.
Keenambelas, kemampuan berkreasi. Salah satu tradisi
keilmuan yang tetap dikembangkan adalah adanya kebebasan dan
mimbar akademik, kebebasan berpikir dan berpendapat serta nilai
keterbukaan dalam mengembangkan keilmuan. Dengan adanya
kebebasan berfikir dan berpendapat maka akan munculah kemampuan
berkreasi di dalam diri seseorang. Hal ini penulis lihat pada beberapa
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang kreatif. Setelah penulis tanya, mereka menjawab kemampuan
berkreasi muncul karena adanya kebebasan berfikir dan kebebasan
berpendapat yang diberikan oleh dosen sewaktu pembelajaran di kelas.
Sehingga kemampuan itu terus terlatih dan membuat mereka menjadi
mahasiswa yang kreatif.67
Kreatifitas haruslah diajarkan dan dilatih. Jarang ada orang
yang lahir langsung kreatif. Manusia kreatif biasanya ditempa oleh
alam dan kehidupannya dan didukung oleh otak yang encer. Tetapi
kreatifitas ini amat penting, untuk menghasilkan generasi “pencipta”
bukan hanya “pemakai”. Kreatifitas merupakan pengembangan dan
kemajuan pikiran yang menumbuhkan cara berfikir yang tidak
konvensional. Sehingga menciptkan lompatan besar dalam
pengetahuan dan aplikasinya. Selain itu kreatifitas juga merupakan:
kemampuan melihat masalah ketika orang lain tidak melihatnya;
66
Sumber data mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Didukung juga dengan hasil wawancara kepada beberapa mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang usianya di atas 60 tahun.
Wawancara Tanggal 9 Januari 2015. 67
Hasil wawancara penulis terhadap beberapa mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang respondennya diambil secara
acak. Tanggal 28 November 2014.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 135
kemampuan melihat suatu masalah dengan sudut pandang berbeda;
kemampuan berkreasi dalam menggabungkan beberapa hal/ gagasan
yang lama atau sudah ada menjadi baru; kreatifitas bisa berkembang
dengan latihan-latihan; untuk menjadi kreatif sering kali kita harus
berfikir seperti pola berfikir anak kecil yang tidak terikat pada aturan-
aturan logika.68
Berikut ciri-ciri orang yang genius karena kemampuan
kreatifitas yang ia miliki, yakni: mereka memilik rasa ingin tahu dan
ketertarikan akan sesuatu yang besar. Selain itu mereka mempunyai
niat yang besar untuk belajar berbagai ilmu, dan mereka akan senang
dengan tantangan-tantangan. Mereka selalu siap untuk menanggung
segala konsekuensi atas apa yang dilakukan. Karena mereka selalu
melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang positif. Sehingga
mempunyai niat untuk menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang
lain. Kemudian sering melihat sesuatu dengan berbagai cara yang
berbeda.69
Kreatifitas mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dapat dilihat dari produk hasil pemikiran mereka,
seperti disertasi mahasiswa yang berjudul “Fikih Kedokteran
Kontemporer (Analisis Produk Pemikiran Hukum Majma' al-Fiqh al-
Islāmī 1985-2010 dalam Bidang Kedokteran)” yang ditulis oleh Endy
Muhammad Astiwara.70
Menurut penulis, mahasiswa yang mampu
mengkomparasikan berbagai jenis ilmu (ilmu kedokteran dan ilmu
fiqh), dikarenakan adanya kreatifitas yang dimilikinya. Selain itu, ia
juga memiliki keingintahuan yang besar terhadap ilmu kedokteran,
walaupun konsentrasi keilmuaannya adalah fiqh. Karean
keingintahuan yang besar inilah yang membuat Endy Muhammad
Astiwara siap dengan tantangan-tantangan, yang kemudian
menghasilkan disertasi yang kreatif. Sehingga, siapapun yang
68
Penjelasan lebih lanjut mengenai kreatifitas lihat Iwan Sugiarto, yang Lupa Diajarkan oleh Sekolah: Mengoptimalkan Daya Kerja Otak dengan Berfikir Holistik dan Kreatif (Jakarta; Gramedia, 2011), 107.
69 Lihat Iwan Sugiarto, yang Lupa Diajarkan oleh Sekolah:
Mengoptimalkan Daya Kerja Otak dengan Berfikir Holistik dan Kreatif, 109. 70
Lihat disertasi Endy Muhammad Astiwara yang berjudul “Fikih
Kedokteran Kontemporer (Analisis Produk Pemikiran Hukum Majma' al-Fiqh al-
Islāmī 1985-2010 dalam Bidang Kedokteran)”. Ia ujian promosi doktor tanggal 17
Februari 2015.
136 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
membaca judul disertasinya, akan tertarik untuk mengetahui lebih
mendalam mengenai isi disertasinya.71
Ketujuhbelas, memiliki sikap hidup yang kompeten dan teruji.
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selalu berusaha
untuk menanamkan nilai-nilai yang biasa disebut dengan pendidikan
karakter. Nilai-nilai yang bisa diinternalisasikan dalam diri mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada proses
pembelajaran di kelas. Nilai-nilai yang dimaksud, antara lain: mandiri,
kreatif, berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan,
kepemimpinan, kerja keras, jujur, disiplin, inovatif, tanggung jawab,
kerjasama, pantang menyerah, komitmen, realistis, rasa ingin tahu,
komunikatif, dan motivasi kuat untuk sukses.72
Dengan adanya
penanaman nilai-nilai karakter di dalam diri mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, maka diharapkan
mereka akan memiliki sikap hidup yang kompeten dan teruji.
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dilatih memiliki sikap hidup yang kompeten dan teruji.
Latihan ini terlihat pada saat mahasiswa menjalani proses
penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Proses yang mereka lalui, yakni menghadapi beberapa kali
ujian, seperti ujian proposal tesis/disertasi, ujian Work in Progress
(WIP),73
ujian komprehensif, ujian pendahuluan tesis/disertasi, dan
ujian promosi magister/doktor. Selain itu juga, mahasiswa wajib
memverifikasi bahan ujian mereka kepada dosen verifikasi. Setelah
mempersentasikan dihadapan dosen verifikasi, dan mendapatkan Acc.
untuk mendaftarkan ujian. Kemudian mahasiswa bisa mendaftarkan
ujian. Dan ini berlaku untuk setiap kali mereka mendaftarakan ujian.
Berdasarkan hasil wawancara kepada mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyelesaikan studi di kampus ini. Ia menceritakan tentang proses
71
Hasil analisis penulis sewaktu menghadiri ujian promosi doktor
mahasiswa atas nama Endy Muhammad Astiwara, Tanggal 17 Februari 2015. 72
Penjelasan mengenai pendidikan karakter lihat, Tim Pusat Kurikulum
Pengembangan Pendidikan Karakter, Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama
Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kemendiknas RI, 2010), 10-11. 73
Mahasiswa program magister wajib 3 kali ujian Work in Progress, dan
mahasiswa program doktor wajib mengikuti 4 kali ujian Work in Progress. Sumber:
Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam 2011-2015,
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, 23.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 137
penyelesaian studi, mulai dari mencari dosen untuk memverifikasikan
bahan ujian. Kemudian ujian proposal disertasi. Selanjutnya ujian
Work in Progress. Setelah itu, ujian komprehensif. Lalu ujian
pendahuluan disertasi. Hingga akhirnya ujian promosi doktor. Menurut
pengalamannya, bertemu dengan banyak dosen dan mempersentasikan
disertasi ke dosen dengan beragam konsentrasi. Hal itu memberikan
banyak hikmah, terutama membuatnya memiliki sikap hidup yang
kompeten dan teruji. Maksudnya, ia cukup merasakan manfaat dari
bertemu dengan beragam dosen, yang memberikan beragam saran dan
masukan membuatnya menjadi lebih kompeten dan teruji. Pengaruh
yang dirasakan mahasiswa ini dalam penyelesaian disertasi, yakni ia
mendapatkan banyak masukan-masukan. Walau terkadang harus
mengalami dilema, di saat penguji ujian Work in Progress memberikan
saran yang tidak sama dengan sarannya pembimbing. Bahkan
terkadang perspektif yang dosen berikan, antara dosen satu dengan
yang lainnya bertolak belakang.74
Tujuan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menetapkan capaian pembelajaran memiliki sikap hidup yang
kompeten dan teruji, yakni agar kelak bila mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah menyelesaikan
kuliahnya, kemudian kembali ke masyarakat. Maka, mereka tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk bisa beradaptasi dan bersabar
menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan masyarakat yang
plural dan penuh dinamika. Hal ini berdasarkan landasan Alquran surat
Ali Imron (3) ayat 142, yang berbunyi: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar”.
Ayat ini menyuruh manusia untuk berfikir positif atas setiap kejadian
yang hadir dalam kehidupannya. Dengan berfikir positif, maka
seseorang akan memiliki sikap hidup yang kompeten dan teruji.
Hal ini juga didukung oleh Ventrella dalam tulisan yang
berjudul Kekuatan Berfikir Positif dalam Bisnis: 10 Strategi Mendapatkan Hasil Maksimal. Menurutnya, ada sepuluh ciri orang
yang berfikir positif, yakni: optimisme, antusiaisme, keyakinan,
integritas, keberanian, kepercayaan diri, keuletan, kesabaran,
ketenangan, dan fokus. Pertama, optimisme. Optimisme adalah suatu
keyakinan dan ekspektasi akan hasil-hasil positif, bahkan dalam
74
Hasil wawancara dengan Zakiyah Darajat, alumni Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 3 Februari 2015.
138 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
menghadapi kesulitan, tantangan atau krisis. Kedua, antusiaisme.
Antusiaisme, yakni memiliki tingkat minat yang tinggi, energi positif,
gairah atau motivasi pribadi. Ketiga, keyakinan. Keyakinan, yaitu
mempercayai diri sendiri, orang lain dan kekuatan spiritual yang lebih
tinggi untuk memberikan dukungan dan petunjuk ketika diperlukan.
Keempat, integritas. Integritas merupakan suatu sikap berupa tindakan
berdasar komitmen pribadi untuk kejujuran, keterbukaan dan keadilan;
hidup dengan dan untuk standar seseorang. Kelima, keberanian.
Keberanian adalah kemauan untuk mengambil resiko dan mengatasi
rasa takut, bahkan ketika hasilnya tidak pasti. Keenam, kepercayaan
diri. Kepercayaan diri, yakni suatu perasaan akan keyakinan secara
pribadi akan kemampuan, kapabilitas dan potensi dalam diri seseorang.
Ketujuh, keuletan. Keuletan merupakan sebuah usaha tak kenal lelah
atas suatu tujuan, maksud, atau sebab. Kedelapan, kesabaran.
Kesabaran adalah kesediaan untuk menunggu kesempatan, kesiapan,
atau hasil dari diri sendiri dan orang lain. Kesembilan, ketenangan.
Ketenangan adalah suatu sikap mempertahankan ketentraman dan
mencari keseimbangan sehari-hari dalam menanggapi kesulitan,
tantangan, atau krisis, menyediakan waktu untuk berefleksi dan
berfikir. Kesepuluh, fokus. Fokus adalah perhatian yang diarahkan
melalui penetapan tujuan dan prioritas.75
Berdasarkan hasil wawancara penulis ke mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah enam kali
mengikuti ujian WIP, tiga kali ia lulus dan mendapatkan nilai,
kemudian sebanyak tiga kali pula ia tak lulus dan diharuskan untuk
ujian mendaftarkan ujian WIP kembali. Hasil wawancara penulis
kepada mahasiswa ini, penulis deskrispikan sebagai berikut. Menurut S
(nama mahasiswanya penulis tulis dengan inisial), ia mampu bertahan
dan tidak ngedown (patah arang). Karena ia telah beberapa kali
mengikuti ujian WIP, tetapi sering kali tidak lulus dan diharuskan
mengulang ujian WIP kembali. Hal ini karena, ia mempunyai
pemikiran bahwa yang membedakan antara orang biasa-biasa
prestasinya dengan orang yang luar biasa adalah cara yang mereka
pilih dalam menghadapi kegagalan. Jadi, bagaimana ia menghadapi
sesuatu yang tidak diinginkan dari usaha yang telah dilakukan.
Misalnya, ia tidak lulus ujian WIP, padahal persiapan dilakukan telah
75
Scott W. Ventrella, Kekuatan Berfikir Positif dalam Bisnis: 10 Strategi Mendapatkan Hasil Maksimal, Alih Bahasa Bernadeta (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2003), 87-89.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 139
sematang mungkin, dan upaya yang dilakukan telah semaksimal
kemampuan. Tetapi, ia berusaha untuk berfikir positif dalam
menyikapi hal itu. Karena ia ingat bahwa Tuhan mengajarkan manusia
tentang materi pendidikan yang bernama keimanan. Keimananlah yang
membuatnya sanggup meyakini bahwa semua yang terjadi, dan semua
yang diizinkan Tuhan untuk ada di dunia ini, pastilah mengandung
hikmah. Keimanan juga, yang sanggup membuatnya nyaman dan
mempunyai perasaan tenang menghadapi ujian Work in Progress.
Walau sering kali ia tidak mendapatkan nilai sewaktu ujian Work in
Progress.76
Pernyataan di atas sesuai dengan Alquran, sebagai kitab suci
umat Islam. Ada beberapa surat yang menjelaskan mengenai
keimanan, diantaranya terdapat pada surat Ali Imran ayat 139, surat
Ali Imran ayat 200, dan surat Al-Mujadalah ayat 11.77
Inti dari surat-
surat yang disebutkan ini, yakni memberikan penjelasan bahwa
keimananlah yang sanggup membuat manusia mampu melihat sesuatu
yang tak terlihat, misalnya hal-hal yang ghaib seperti masa depan
manusia, dan jaminan keamanan dan ketenangan dalam hidup manusia,
di hari ini dan hari esok. Semua hal yang ghaib itu tak bisa disaksikan,
tak bisa dirasakan kehadirannya, dan tak bisa diyakini kebenarannya.
Kecuali bila manusia mengaktifkan hati dengan keimanan. Artinya,
keimanan merupakan kecerdasan yang kapasitasnya tak terbatas,
kecerdasan tak terbatas. Akal manusia adalah kecerdasan yang
bertugas untuk menghitung sesuatu yang telah ada. Emosi manusia
adalah kecerdasan yang bertugas untuk merasakan sesuatu yang terjadi
atau sesuatu yang menimpa manusia. Kedua bentuk kecerdasan ini
sifatnya seringkali terbatas oleh fakta dan realita. Manusia tidak bisa
meramalkan hari depan dengan hanya menggunakan perasaan.
Manusia tidak bisa memastikan hidupnya akan seperti apa di hari
depan dengan hanya menggunakan akal. Keimanan hatilah yang
bertugas untuk menjalankan tugas-tugas demikian.78
76
Hasil wawancara kepada mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah.
Wawancara ini penulis lakukan pada saat setelah si mahasiswa ujian WIP ke enam,
dan tidak lulus. Tanggal 19 November 2014. 77
Lihat Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya (Jakarta:
Penerbit Cahaya Quran, 2013), 34, 59, 78. 78
Donah Zohar dan Ial Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, terj. Rahmani
Astuti (Bandung: Mizan, 2007), 20.
140 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Selain itu, penulis juga mewawancara mahasiswa yang tidak
lulus ujian proposal. Ia berkisah, sewaktu mengikuti ujian proposal dan
dinyatakan belum dapat nilai (bahasa halus untuk mahasiswa yang
tidak lulus ujian). Saat mengetahui ia tidak lulus ujian, ia sangat
merasa terpukul. Hingga ia terfikir untuk melanjutkan studinya ke
kampus lain. Karena ia merasa sulitnya kuliah di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tetapi, setelah banyak diskusi ke
teman-teman sesama mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ternyata banyak juga mahasiswa yang tidak
lulus ujian proposal. Tetapi, dari sekian mahasiswa yang tidak lulus
itu, ada beberapa mahasiswa yang tak patah arang, ataupun berfikir
untuk mundur dan melanjutkan kuliah di kampus lain. Menurutnya,
salah satu faktor yang membuat ia akhirnya kembali untuk
melanjutkan kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tidak jadi pindah kuliah ke kampus lain. Faktor itu adalah
faktor keyakinan. Karena baginya, cara yang telah ditetapkan oleh
sunnatullah agar kualitas iman manusia tetap stabil adalah
menyempurnakannya setiap saat, membersihkannya dari berbagai
bentuk keraguan, atau menyingkirkan hal-hal yang menghalangi hati
untuk memahami sesuatu.79
Menurut si mahasiswa ini, tanpa adanya keyakinan atau
keimanan di dalam diri manusia, maka tak kan berarti apa-apa.
Meskipun telinganya telah mendengar bahwa di balik kesulitan itu ada
kemudahan, di balik musibah itu ada hikmah, di balik kesulitan itu ada
peluang. Namun, bila tidak berupaya melatih hati memahami sesuatu,
menciptakan makna positif, menyingkirkan hal-hal yang menghalangi
hati untuk memahami sesuatu. Maka bisa jadi apa yang didengarkan
itu tak berguna baginya. Musibah dan apapun namanya di dunia ini
tidak secara otomatik membuat manusia menjadi lebih baik, lebih
cerah dan lebih kuat. Pendapatnya ini berpedoman dan berlandaskan
pada Alquran surat Al-An’am ayat 25 dan Al-An’am ayat 46.80
Pernyataan dari dua mahasiswa yang penulis wawancarai,
yang telah diuraikan sebelumnya memberikan kesimpulan bahwa
manusia menjadi bijak dan terbiasa berfikir positif, karena adanya
pemahaman di dalam diri mereka. Pemahaman ini muncul karena ia
79
Wawancara kepada mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah. Tanggal 2 Juni 2014. 80
Lihat Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya (Jakarta: CV.
Penerbit J-Art, 2004), 60, 64.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 141
memiliki keimanan dan keyakinan akan hikmah dibalik setiap masalah
yang hadir di dalam kehidupannya, contohnya masalah bagi
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah tidak lulus ujian proposal ataupun tidak lulus ujian WIP.
Artinya, faktor yang menentukan mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi bijak atau tidak bijak
menyikapi suatu kegagalan, bukan peristiwa yang menimpanya.
Melainkan, penghayatan yang digunakan untuk memahami peristiwa
itu. Sehingga, pengalaman bukanlah apa yang terjadi pada diri sendiri,
tetapi pengalaman adalah apa yang manusia lakukan atas peristiwa
terjadi. Pengalaman dengan definisi seperti ini adalah guru yang
mencerahkan.
Kesimpulan ini memberikan makna bahwa manusia bisa
menciptakan kegunaan positif dari musibah yang menimpa mereka.
Kegunaan positif yang dimaksud, misalnya untuk memperkuat diri
sendiri, untuk memahami diri sendiri, untuk mengubah diri sendiri
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hal ini sesuai dengan logika
Tuhan, yakni dalam surat Al-Mu’minu>n ayat 115 dan Al-Baqarah ayat
26.81
Dari petunjuk ayat di atas, maka istilah logika Tuhan disini bisa
dijelaskan bahwa semua yang terjadi atas kehendak Tuhan.
Maksudnya, semua yang ada dengan seizin Tuhan di muka bumi ini
mengandung kegunaan tertentu, dan manusialah yang diperintahkan
untuk menciptakan kegunaan-kegunaan positif dari kenyataan positif
maupun kenyataan negatif.
Tak sedikit mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menghasilkan karya yang luar biasa, yang layak
dibaca dan dijadikan rujukan karena kualitas tulisannya yang baik,
analisisnya yang tajam. Mereka mampu menghasilkan karya sebaik
itu, justru pada saat dimana mereka ditekan oleh sistem perkuliahan di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka
diwajibkan melalui ujian-ujian dalam penyelesaian kuliahnya, seperti
ujian proposal, ujian WIP sebanyak tiga kali untuk mahasiswa program
magister dan WIP sebanyak empat kali untuk mahasiswa program
doktor. Tetapi, ketika sedang dilanda kegentingan inilah yang
membuat beberapa mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta akhirnya menyadari bahwa dirinya memiliki
81
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 120, 5.
142 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
sesuatu yang lebih agung dari yang selama ini dipersepsikan negatif,
rendah ataupun lemah.82
Hal ini merujuk pada Alquran surat Al-Hadi>d ayat 23 bahwa
ketika manusia memahami bagaimana ketetapan Tuhan itu bekerja,
memahami sejarah umat manusia dan memahami kenyataan hidup
ini.83
Maka, manusia tidak mudah bersikap berlebihan menyikapi
setiap peristiwa hidup yang menimpanya. Maksudnya, yakni tidak
terlalu bersedih bila mendapatkan musibah dan tidak terlalu gembira
bila mendapatkan kesenangan. Hal ini juga diperjelas oleh surat al-
Inshirah ayat 4-5, yang artinya “karena sesungguhnya setelah kesulitan
itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada
kemudahan”.84
Meskipun telah pasti bahwa dibalik kesulitan itu ada
kemudahan, tetapi bila mata pikiran ini telah diprogram hanya untuk
melihat kesulitan, maka sangat mungkin sekali kemudahan itu tidak
terlihat. Hal ini karena mata pikiran manusia tidak bisa melihat
sesuatu, selain dari apa yang telah dipahami oleh pikirannya. Bila
pikiran manusia telah mencetak kesimpulan dan pemahaman bahwa
dunia ini isinya hanya kesulitan. Maka, matanya akan menyaksikan
kesulitan itu dimana-mana. Sebaliknya, bila pikiran manusia telah
mencetak kesimpulan bahwa dunia isinya kemungkinan dan peluang,
maka mata pikirannya pun akan menyaksikan kemungkinan dan
peluang itu dimana-mana.
Hal ini sesuai dengan teori sosiologi
pengetahuan, bahwa pemahaman seseorang terhadap apa yang ia
pikirkan akan mempengaruhi persepsi dirinya terhadap apa yang
dilihat dan dilakukan.85
Dalam praktek hidup tentu saja masalah yang muncul di
lapangan tidak semudah seperti dalam ceritanya. Mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah mengetahui hal
ini. Tetapi, pengetahuan ini perlu diperkuat dengan kesadaran yang
perlu ditanamkan ke dalam diri mereka. Kesadaran yang dimaksud
adalah selama mahasiswa menjadikan apa yang diraih sebagai
jembatan, atau jalan untuk meraih sesuatu yang lebih baik lagi dengan
menghidupkan kreatifitas yang dimiliki. Maka, adanya kemudahan
82
Hasil pengamatan penulis selama tahun 2013-2014. Data ini juga
didukung oleh hasil wawancara tak terstruktur kepada beberapa mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang pernah mengalami tidak lulus
ujian proposal maupun ujian WIP. Bulan November 2014. 83
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 421. 84
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 560. 85
Hal ini telah dijelaskan pada bab 2 sub A pada disertasi ini.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 143
dibalik kesulitan itu akan ditemukan, meskipun tanggalnya
disembunyikan. Hal ini sejalan dengan Firman Tuhan dalam surat
Tha>ha ayat 15, yang artinya bahwa “Sesungguhnya Hari Pembalasan
itu akan datang. Aku merahasikan (waktunya) agar tiap-tiap diri itu
dibalas dengan apa yang ia usahakan”.86
Kreatifitas membutuhkan pola berfikir yang melihat semua
yang terjadi dan semua yang ada sebagai materi untuk dipelajari,
sebagai materi untuk menciptakan sesuatu, sebagai materi untuk
dialami. James Russell Lowell (1819-1891), mengatakan bahwa
“kreatifitas bukanlah menemukan sesuatu yang baru tetapi membuat
sesuatu yang telah ada menjadi baru”. Kreatifitas adalah melihat
sesuatu sama seperti orang lain, tetapi berfikir beda dengan orang lain
untuk memproduksi hasil yang berbeda.87
Hal demikian tentu sangat
sulit, apabila pola berpikir yang dipasang adalah pola pikir menutup.
Maksudnya, pola pikir yang menganggap ini paling benar, itu yang
paling salah. Bila dipikiran hanya ada satu jalan tunggal atau jawaban
tunggal untuk menyelesaikan permasalahan. Maka, kesimpulan itulah
yang membatasi dirinya. Beberapa pendapat para ahli mengenai
berfikir kreatif, mereka diantaranya: Linus Pauling. Ia menjelaskan
bahwa cara yang paling baik untuk mendapatkan ide bagus adalah
dengan memiliki ide sebanyak mungkin. Dengan memiliki ide
sebanyak mungkin akan membuat kita punya pilihan untuk
menentukan satu ide yang kreatif. Hal senada juga diungkapkan oleh
Edward de Bono, ia menyatakan bahwa lebih baik kita punya ide
banyak yang mungkin salah sebagiannya, daripada punya ide benar
namun hanya satu.88
86
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 482. 87
Adanya perhatian pada tema tentang kreativitas mulai muncul pada
tahun 1950an. Pada tahun 1967 terbitlah jurnal yang membicarakan mengenai
kreativitas yaitu “The Journal of Creative Behavior” dan pada permulaan tahun 1988
terbit pula jurnal dengan judul “The Creativity Research Journal”. Diakses dari
http://notivication5.blogspot.com/2009/10/sejarah-perkembangan-kreativitas.html
Tanggal 10 Januari 2015. 88
Kreatifitas terkait juga dengan manajemen diri seorang individu.
Sehingga kedua hal ini saling terkait dan saling keterbergantungan. Penjelasan lebih
rinci mengenai manajemen diri lihat, M. Uhl-Bien dan G.B. Graen, “Individual Self-
Management: Analysis of Professionals' Self-Managingactivities in Functional and
Cross-Functional Work Teams”, Academy of Management Journal, No. 41, 1998,
340-350.
144 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Hal ini berlandaskan pada Alquran surat Az-Zumar ayat 27,
Al-Baqarah ayat 26, dan Az-Zumar ayat 9.89
Alquran menjelaskan
bahwa semua yang terjadi di dunia ini atas izin Tuhan, semua yang ada
atas ciptaan-Nya mengandung kegunaan. Tuhan menghendaki agar
kita menciptakan kegunaan positif (memilih yang bermanfaat). Semua
permisalan, penjelasan, peringatan, cobaan, dan ujian itu dimaksudkan
untuk memberikan tawaran memilih. Tuhan menghendaki agar
manusia menjatuhkan pilihan positif dengan menjadikan semua itu
sebagai pelajaran (i’tibar). Dikatakan sebagai pelajaran, berarti adanya
perintah untuk menjadikan semua itu sebagai materi yang dapat
memperluas cakrawala pikiran, menajamkan kesadaran dan
memperdalam pemahaman.
Para ahli Sumber Daya Manusia sepakat bahwa syarat penting
untuk mengubah diri ke arah yang lebih baik adalah komitmen pribadi
untuk berubah, kompetensi, keahlian, skill yang dibutuhkan, dan orang
lain yang mendukung. Komitmen akan membedakan apakah keinginan
untuk berbuat itu sebatas keinginan mulut atau keinginan yang
sungguh-sungguh. Keahlian akan menjadi pendukung utama atau
mempercepat langkah itu. Tanpa keahlian, maka bisa jadi keinginan
yang sungguh-sungguh itu banyak mengalami hambatan di lapangan,
yang tidak bisa diselesaikan secara cepat.90
Hal ini berlandaskan
dengan Alquran, terdapat pada surat Al-Ankabut ayat 69.91
Dalam
surat ini dijelaskan bahwa kesungguhan manusia akan menjadi jalan
untuk mendapatkan petunjuk tentang jalan.
Salah satu yang paling mendasar adalah persoalan tingkat
pemahaman manusia atas kehidupan ini. Banyak hal dalam hidup ini
yang langsung membuat manusia tenang, tegar, bahagia dan tak
mempermasalahkan masalah, hanya karena ia memahaminya. Tidak
89
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 150, 143, 5. 90
Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini lihat Robert W. Renn, David G.
Allen and Tobias M. Huning, “Empirical Examination of The Individual-Level
Personality-Based Theory of Self-Management Failure”, Journal of Organizational Behavior, Vol. 32, No. 1, January 2011, 43. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/41415653. Tanggal 10 Januari 2015; Lihat juga S. J.
Ashford dan A.S. Tsui, “Self-Regulation for Managerial Effectiveness: The Role of
Active Feedbackseeking”. Academy of Management Journal, No. 34, 1991, 251-252.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/256442. Tanggal 10 Januari 2014;
Bandingkan dengan, C.A. Frayne dan G.P. Latham, “Application of Social Learning
Theory to Employee Self-Management Ofattendance”, Journal of Applied Psychology, No. 72, 1987, 388.
91 Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 191.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 145
saja terhadap cara kerja hukum Tuhan yang ditugasi untuk mengatur
dunia ini, tetapi juga terhadap hubungan ke sesama manusia. Banyak
masalah hubungan yang selesai di meja pemahaman. Sebaliknya,
banyak hal yang mestinya bukan masalah, namun kenyataannya
menjadi masalah karena tidak adanya pemahaman.
Salah satu penyebabnya adalah karena manusia membiarkan
sumbat yang menutupi hatinya. Walaupun mata pikiran manusia telah
melihat sekian banyak kebenaran nyata, bahwa dibalik semua yang
diciptakan Tuhan dan dibalik semua yang diizinkan Tuhan itu ada
kegunaannya. Kemudian, dibalik masalah itu ada pelajarannya, dibalik
kesulitan itu ada kemudahan, tetapi bila hatinya masih tersumbat.
Maka, pemahaman yang mencerahkan akan sulit didapatkan. Hal ini
berlandaskan Firman Tuhan surat al-An’am ayat 46, yang artinya
“Perhatikanlah, bagaimana Kami berkali-kali memperdalam tanda-
tanda kebesaran Kami kemudian mereka tetap berpaling juga”.92
Menurut petunjuk Alquran yang telah dijelaskan di atas,
kemampuan manusia untuk memahami (membuka sumbat hati) ini
berhubungan dengan masalah tinggi-rendahnya keimanan. Selain itu
juga, untuk dapat memahami sesuatu secara baik dan dapat memaknai
kehidupan, perlu meningkatkan kecerdasan spiritual dalam berpikir
integralistik dan holistik. Hal ini berdasarkan tulisan Donah Zohar dan
Lan Marshall dari hasil studinya terhadap sejumlah orang yang
memiliki kecerdasan spritual yang tinggi,93
antara lain: Pertama,
memiliki kelenturan seperti watak air, kuat tetapi tidak keras. Kedua,
memiliki kesadaran diri yang tinggi, tahu dirinya, tahu ukuran
kemampuan, tahu apa yang harus dilakukan dan tahu apa yang harus
dihindari serta tahu Tuhannya. Ketiga, memiliki kapasitas untuk
memberdayakan penderitaan hidup. Semua orang mengalami
penderitaan, tetapi hanya orang yang mau meningkatkan kecerdasan
spritualnya94
yang mampu menggunakan penderitaan itu untuk
92
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 211. 93
Donah Zohar dan Ial Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, terj. Rahmani
Astuti (Bandung: Mizan, 2007), 16-17. 94
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan
makna atau nilai (value). Kecerdasan spiritual dapat juga diartikan sebagai
kecerdasan inti menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna
yang lebih luas dan lebih kaya. Maksudnya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Penjelasan lebih lanjut lihat Donah Zohar dan Ial Marshal, SQ: Memanfaatkan
146 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
kemajuan. Keempat, memiliki kualitas hidup yang bersumber pada visi
masa depan dan nilai-nilai kebenaran yang kokoh. Kelima, memiliki
kemampuan untuk menghindari hal-hal yang tidak penting. Keenam,
memiliki kemampuan untuk menemukan hubungan yang menyatukan
di antara sekian hal. Ketujuh, memiliki kemampuan untuk menemukan
alasan, jawaban dan makna hidup. Kedelapan, memiliki kemampuan
untuk menolong (berbuat baik) pada orang lain.
Hal ini sesuai dengan Firman Tuhan dalam surat Al-Ashr ayat
1-3.95
Keimananlah yang sanggup menembus pemahaman, makna dan
kegunaan di balik fakta dan realita yang terjadi secara kasat mata
(benda ghaib). Keimananlah yang menimbulkan perasaan bahwa ada
garansi keamanan dan ketenangan dengan adanya rasa kebersamaan
Tuhan. Keimananlah yang membuat manusia mampu menyatakan
bahwa selama masih ditakdirkan hidup, maka tak akan ada masalah
yang bisa membuatnya mati. Tetapi, hal itu tidak mudah untuk
dipahami. Salah satu cara agar hal itu menjadi mudah diterima dan
dipahami, yakni harus adanya kesungguhan hati. Selain itu, perlu
disingkirkan juga sumbat-sumbatan yang dapat menimbulkan keragu-
raguan, seperti apa yang benar, mana buktinya, tunjukkan dulu
buktinya. Dan hal yang terpenting lagi adalah membuang jauh-jauh
rasa penolakan, semisal saya tidak percaya, saya tidak yakin.
Uraian mengenai cara agar manusia mampu menerima setiap
takdir Tuhan, apa pun itu (baik ataupun buruk), yang telah
dideskripsikan sebelumnya. Kemudian, penulis simpulkan bahwa bila
hal ini dilakukan oleh mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Maka, mereka akan mampu menyelesaikan studi
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, walaupun
beragam ujian harus dilalui. Hal inilah yang menjadi salah satu capaian
pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yakni mahasiswa memiliki sikap hidup yang kompeten dan
teruji. Capaian pembelajaran ini diharapkan membuat mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akhirnya
sanggup meraih prestasi tinggi di bidangnya. Prestasi yang dimaksud,
bukan hanya mahasiswa memiliki kecerdasan intelektual (Intelectual Question) yang tinggi, tetapi juga didukung oleh kecerdasan emosional
(Emotional Question). Kecerdasan jenis ini dalam aplikasinya dapat
Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, terj. Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 2007), 18.
95 Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, 482.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 147
berupa: kecepatan mereka dalam menyembuhkan diri, kecepatan
mereka untuk bangkit lagi, kecepatan mereka untuk menguasai diri
(kemampuan untuk menyuruh dan melarang diri).
Nilai-nilai yang dapat diinternalisasikan dalam diri
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada proses pembelajaran di kelas, maupun pada proses penyelesaian
tesis/ disertasi. Nilai-nilai tersebut, yakni: mandiri, kreatif, berani
mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, kerja
keras, jujur, disiplin, inovatif, tanggung jawab, kerjasama, pantang
menyerah, komitmen, realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, dan
motivasi kuat untuk sukses.96
Penjelasannya sebagai berikut: 1). Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 2). Kreatif adalah
berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
berbeda dari produk/jasa yang telah ada. 3). Berani mengambil resiko,
artinya kemampuan untuk menyukai pekerjaan yang menantang,
berani dan mampu mengambil resiko kerja. 4). Berorientasi pada
tindakan adalah mengambil inisiatif untuk bertindak, dan bukan
menunggu, sebelum sebuah kejadian yang tidak dikehendaki terjadi. 5). Kepemimpinan adalah sikap dan perilaku yang selalu terbuka
terhadap saran dan kritik, mudah bergaul, bekerjasama, dan
mengarahkan orang lain.
6). Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas dan mengatasi berbagai
hambatan. 7). Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 8). Disiplin adalah tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan. 9). Inovatif adalah kemampuan untuk menerapkan
kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan
peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan. 10). Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku yang mau dan mampu
melaksanakan tugas dan kewajibannya. 11). Kerjasama adalah perilaku
96
Nilai-nilai ini berpedoman pada nilai-nilai pendidikan karakter.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pendidikan karakter di Sekolah dapat dilihat pada
buku Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Lihat Tim Pusat
Kurikulum Pengembangan Pendidikan Karakter, Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama (Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama Direktorat Jenderal Mandikdasmen Kemendiknas RI, 2010), 10-11.
148 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya mampu menjalin
hubungan dengan orang lain dalam melaksanakan tindakan dan
pekerjaan. 12). Pantang menyerah adalah sikap dan perilaku yang tidak
mudah menyerah untuk mencapai suatu tujuan dengan berbagai
alternatif. 13). Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal
yang dibuat oleh seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun
orang lain.
14). Realistis adalah kemampuan menggunakan fakta/realita
sebagai landasan berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan
keputusan maupun tindakan/perbuatannya. 15). Rasa ingin tahu adalah
sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui secara
mendalam dan luas dari apa yang dipelajari, dilihat, dan didengar. 16). Komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain. 17). Motivasi
kuat untuk sukses merupakan sikap dan tindakan selalu mencari solusi
terbaik. Nilai-nilai yang dapat diinternalisasikan dalam diri mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
dijelaskan sebelumnya. Bila hal ini diaplikasikan dengan baik oleh
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Maka, capaian pembelajaran yang diharapkan ada di dalam diri
mahasiswa akan terwujud.
Kedelapanbelas, mengutamakan orisinalitas pemikiran dan
karya. Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta diwajibkan untuk menghargai dan mengakui karya ilmiah yang
dibuat orang lain. Sesuai dengan etika ini pengakuan hak milik orang
lain sebagai milik sendiri secara tidak sah, yang dalam karya akademik
dikenal dengan sebutan plagiat, dianggap sebagai penipuan, pencurian
dan bertentangan dengan moral akademik. Pelanggaran terhadap hak
atas kekayaan intelektual ini bukan sekedar pelanggaran etika
akademik ringan, bisa ditolerir dan cepat dilupakan, tetapi sudah
merupakan pelanggaran berat dengan sanksi sampai ke pemecatan. Hal
ini telah diterapkan oleh pihak Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yakni pengembalian ijazah mahasiswa program
doktor dan pengembalian ijazah mahasiswa program magister yang
terbukti karyanya terindikasi plagiat. Hal ini dilakukan oleh pihak
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai sanksi
tegas, agar tak ada kejadian serupa terjadi lagi dan agar mahasiswa
lebih teliti dan hati-hati dalam mengutip karya orang lain, agar tidak
terkena indikasi plagiat. Persoalan kejujuran ilmiah (academic
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 149
honesty) merupakan konsideran penting, agar hasil karya ilmiah
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi tulisan yang orisinal dan berkualitas, baik dari segi ide
pemikirannya maupun hasilnya.
Hasil karya ilmiah akan diakui apabila dapat diulang oleh
orang lain di tempat lain dengan cara yang sama dan mendapatkan
hasil yang sama (reproducible), barulah dapat diakui sebagai
penemuan ilmiah. Sebagai gambaran umum, di dalam perkuliahan
etika sains di samping diterangkan pentingnya etika sains juga
diajarkan bagaimana menulis, melaporkan dan menganalisis data
percobaan secara betul. Jika etika sains secara betul diajarkan dan
diterapkan, maka diharapkan akan terbentuk pada diri mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pribadi yang
jujur, disiplin, bertanggung jawab dan sportif.97
Kesembilanbelas, mendapatkan pengakuan publik secara
nasional dan internasional. Berbagai upaya dilakukan agar karya
mahasiswa mendapatkan pengakuan publik secara nasional dan
internasional. Upaya-upaya itu diantaranya: pihak Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengeluarkan kebijakan
bahwa makalah tugas akhir mahasiswa di semua mata kuliah wajib
diserahkan ke bagian IT Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk di unggah (di upload) dalam website
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.98
Hal ini
bertujuan agar makalah mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dapat dibaca oleh khalayak ramai, dan dapat di
download oleh siapa saja pengguna internet. Hal ini akan
berimplementasi pada pengakuan publik terhadap karya mahasiswa.
Begitu juga tesis dan disertasi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam proses peng-upload-tan oleh
pengurus perpustakaan agar bisa dengan mudah di download oleh
khalayak ramai.
Selain itu juga, mulai tahun 2014 Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta mengeluarkan kebijakan tentang publikasi
97
Materi mengenai etika sains terdapat dalam pembelajaran pada mata
kuliah Sains, Religion and Education, Semester Genap 2012/2013. SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 98
Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Surat Edaran yang dikeluarkan
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah JakartaNomor:
Un.01/SPs/PP.00.9/1697/2014, Perihal Ujian Akhir Semester Dan Penulisan
Makalah. Surat edaran ini diterbitkan Tanggal 13 November 2014.
150 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
disertasi ke dalam bentuk artikel, kemudian diwajibkan untuk
diterbitkan di jurnal nasional (untuk program magister) dan jurnal
internasional (untuk program doktor). Bukti jurnal ini telah diterbitkan
menjadi salah satu syarat untuk pengambilan ijazah.
Keduapuluh, memberikan manfaat kepada semua. Karya tulis
mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diarahkan untuk dapat bermanfaat kepada semua. Maksudnya, yakni
karya tulis mahasiswa dapat menjadi salah satu alternatif solusi atas
permasalahan yang ada di bangsa, negara dan umat manusia.
Diharapkan, karya mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tidak hanya bermanfaat untuk masyarakat dalam
lingkup kecil, dimana mahasiswa berada tetapi juga bermanfaat untuk
siapa saja dan dimana saja. Oleh karena itulah, Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki semboyan “membaca dunia
dan di baca dunia”.
Capaian pembelajaran yang telah dijelaskan di atas dilihat
aplikasinya pada mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Bahan kajian untuk menganalisis capaian
pembelajaran itu, yakni pada aktivitas diperkuliahan, baik dalam
proses di kelas dalam penyelenggaraan mata kuliah wajib dan mata
kuliah pilihan, mata kuliah riset keahlian, serta ujian komprehensif,
ujian pendahuluan dan ujian promosi. Capaian pembelajaran ini
berpedoman dengan visinya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni:
mengintegrasikan keislaman, keilmuan, keindonesiaan dan
kemanusiaan untuk mengantarkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi Universitas Riset kelas Dunia (International Research University).
99 Dan misinya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu:
mengembangkan ilmu dan keahlian terbaik berbasis riset di Indonesia,
untuk Islam dan dunia. Mengembangkan ilmu-ilmu keislaman tingkat
tinggi berdasar pada pemahaman yang komprehensif terhadap realitas
Indonesia dan dunia, serta mengembangkan ilmu-ilmu sosial, alam dan
eksakta dan mengintegrasikan ilmu-ilmu tersebut dengan studi
keislaman. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai, yakni Magister dan
Doktor Kajian Islam yang menghasilkan publikasi ilmiah bidang
integrasi keislaman, keilmuan, keindonesiaan dan kemanusiaan dengan
kualitas internasional. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan Magister
dan Doktor Kajian Islam yang memiliki pemahaman dan wawasan
99
Diakses dari http://graduate.uinjkt.ac.id/index.php/profil/visi-dan-
misi#sthash.JxqtltXu.dpuf. Tanggal 22 November 2014.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 151
keislaman yang komprehensif, mempunyai keahlian dalam
pengembangan ilmu agama Islam sesuai bidang yang ditekuni,
kesadaran ilmiah yang tinggi, terbuka dan responsif terhadap
perubahan sosial, dan berakhlak mulia.
Dalam proses pencapaian indikator pembelajaran yang
diterapkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
serta bahan kajian untuk menganalisis capaian pembelajaran itu,
terdapat kelemahan. Kelemahan sistem pembelajaran di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, antara lain: dalam
ujian-ujian WIP (Work ini Progress) tidak adanya keseragaman dalam
pemberian hasil evaluasi ujian mahasiswa. Hal ini dikarenakn belum
adanya indikator penilaian tertulis yang jelas. Sehingga bisa menjadi
pedoman penilaian yang dapat dibaca dan dipahami baik oleh
mahasiswa maupun dosen penguji. Selain itu juga, adanya kebijakan
80% referensi karya tulis mahasiswa wajib berasal dari jurnal
internasional. Karya tulis mahasiswa itu baik berupa makalah untuk
mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan, maupun juga tesis dan
disertasi. Hal ini cukup membutuhkan waktu bagi mahasiswa untuk
bisa beradaptasi dengan kebijakan ini, apalagi karena belum
terbiasanya menjadikan jurnal internasional sebagai sumber rujukan
utama referensi. Sehingga membuat mahasiswa cukup kesulitan untuk
mengolah dan menganalisis jurnal-jurnal internasional itu menjadi
referensi bagi tesis maupun disertasi mereka. Hal ini berefek pada hasil
karya mahasiswa terutama mahasiswa yang melakukan penelitian
sosial (penelitian lapangan), sering kali dosen penguji berkomentar
tulisan mereka seperti kumpulan kutipan dari jurnal-jurnal yang
mereka cantumkan, tanpa adanya analisis mendalam mengenai teori-
teori yang dipakai untuk menjawab permasalahan yang ada dalam tesis
ataupun disertasi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.100
Penjelasan mengenai capaian pembelajaran yang telah
diuraikan sebelumnya memberikan kesimpulan bahwa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkan
mahasiswa yang kuliah disini mempunyai kompetensi sebagai peneliti
100
Berdasarkan wawancara tak terstruktur kepada beberapa mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 20-21 November
2014. Data ini didukung juga dengan hasil pengamatan peneliti selama menghadiri
ujian-ujian, seperti ujian WIP maupun ujian pendahuluan. Pengamatan ini dilakukan
selama tahun 2013-2014.
152 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
yang mempunyai karakter sebagai berikut: mampu membedakan opini
dan fakta, memiliki rasa ingin tahu yang besar, peduli terhadap
lingkungan, jujur terhadap fakta, terbuka dan fleksibel, berani
mencoba, berpendapat secara ilmiah dan kritis, bekerja sama, ulet dan
gigih, bertanggung jawab dalam melakukan penelitian.
Untuk mendapatkan data mengenai efektivitas pembelajaran di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis juga
melakukan wawancara mendalam ke beberapa mahasiswa dan alumni
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Data hasil
wawancara mendalam di dukung juga dengan hasil pengamatan
penulis selama menghadiri ujian-ujian di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, seperti ujian proposal, ujian Work in
Progress (WIP), dan ujian pendahuluan.
Mahasiswa yang dijadikan responden untuk di wawancarai
dipilih berdasarkan kriteria, yaitu: 1). Mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2). Mahasiswa yang sedang
menyelesaikan tesis ataupun disertasi. 3). Mahasiswa yang pernah
mengikuti ujian-ujian, baik ujian proposal maupun ujian WIP. Berikut
ini deskripsi penulis terhadap hasil wawancara tak terstruktur kepada
beberapa mahasiswa yang dipilih secara acak tetapi sesuai dengan
kriteria yang disebutkan sebelumnya.
Hasil wawancara mendalam yang penulis lakukan pada
mahasiswa bernama Nurlaila. Penulis menanyakan beberapa hal,
yakni: bagaimana pendapat Anda tentang Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang terkenal dengan kampus mencetak
orang-orang liberal? Mengapa Anda memilih kuliah di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta? Apa kelebihan dan
kelemahan kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta? Dari hasil wawancara itu, kemudian penulis simpulkan dan
deskripsikan sebagai berikut.101
Nurlaila bercerita dahulu sebelum memilih melanjutkan S3 di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ia memang
mendengar banyak hal negatif tentang kampus ini. Hal negatif yang
sering ia dengar, salah satunya tentang UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai kampus liberal dan mencetak orang-orang yang liberal
secara pemikiran, atau dengan kata lain banyak alumni UIN yang
pemikirannya bebas. Tetapi, hal itu justru menjadi tantangan tersendiri
101
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 153
baginya. Benarkah UIN Syarif Hidayatullah seperti itu. Benarkan
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menghasilkan
alumni-alumni yang liberal. Kemudian, ia berkeinginan untuk
mendaftarkan diri menjadi mahasiswa program doktor Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.102
Nurlaili menyelesaikan S1 di IAIN Mataram, NTB Jurusan
Tafsir Hadits, kemudian melanjutkan kuliah di IIQ (Institut Ilmu
Quran) dengan mengambil konsentrasi yang lebih khusus, yakni
konsentrasi Ulumul Quran. Selanjutnya, ia kuliah S3 di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil
konsentrasi yang sama, yakni Tafsir. Setelah menjadi mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ia merasa
biasa-biasa saja. Tidak se-ekstrim yang orang bilang, bahwa pasca
tempatnya orang-orang yang pemikirannya liberal. Kemudian, ia juga
mendengar banyak yang berkata bahwa masuk pasca itu sulit dan
keluarnya lebih sulit lagi. Belum lagi banyak peraturan-peraturan/
kebijakan yang selalu di up date, yang justru membuat beberapa
mahasiswa (yang kebetulan ada beberapa temannya yang akhirnya
mundur, atau melanjutkan ke pascasarjana di kampus lain).103
Menurutnya, kebebasan berfikir dan berpendapat adalah hal
yang biasa pada masyarakat akademis. Apa lagi bila pendapat atau
argumen yang dikeluarkan oleh mahasiswa atau pun dosen didukung
oleh fakta dan data yang jelas, bukan sekedar opini, apa lagi gosip.
Bila kita selalu mengkritisi informasi yang di dapat, baik kritis
terhadap kebenaran informasi itu, maka tidak akan mudah terprofokasi
oleh informasi yang mungkin akhirnya dapat menimbulkan konflik
atau permusuhan. Selain itu, kebebasan berfikir dan berpendapat
menjadi salah satu sarana untuk mahasiswa bebas berkarya, bebas
meneliti apa saja tanpa takut dengan hal-hal yang dianggap tidak etis
untuk diteliti, misalnya meneliti tentang hal-hal yang terkait dengan
masalah kedokteran, seperti hukum me-regenerasi sel dalam
pandangan hukum Islam.104
102
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015. 103
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015. 104
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015.
154 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Adanya kebebasan memilih permasalahan dalam penelitian,
dan juga mengintegrasikan dua atau beberapa rumpun ilmu untuk
menjawab permasalahan. Misalnya Nurlaila, ia tertarik meneliti antara
hubungan neorologi terhadap menghafal Alquran pada anak usia dini.
Penelitian ini berusaha mengintegrasikan ilmu kedokteran dengan
tafsir Alquran. Hal ini dikarenakan juga program studi yang ada di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hanya ada satu,
yakni pengkajian Islam, dengan beragam bidang keahlian/ konsentrasi.
Sehingga sangat memungkinkan terjadinya integrasi keilmuan, yang
tidak hanya tercermin dari nama konsentrasinya saja, tetapi juga dari
karya ilmiah yang dihasilkan oleh mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini sesuai dengan mottonya
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni
menghasilkan tesis dan disertasi yang layak dibaca dunia. Ditambah
lagi kurikulum integratif yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta cukup berpengaruh terhadap hasil tesis
dan disertasi mahasiswa.105
Hal itu cukup dirasakannya sekarang, yang saat ini sedang
menulis disertasi yang bertema menghapal Alqur’an pada anak balita,
dengan menggabungkan ilmu kedokteran dengan teknik tahfis
(menghapal Alqur’an). Disertasi ini hasil perjuangan panjang yang
telah dilakukannya, yakni dalam mencari permasalahan yang sesuai
dengan kurikulum di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yakni adanya integrasi antara ilmu umum dan ilmu agama.
Tetapi ternyata, baginya bukan hal yang mudah untuk menemukan
permasalahan dengan ketentuan itu. Hingga ia 32 kali ganti judul
proposal disertasi, dengan empat proposal yang telah jadi, yang
kemudian dirombak lagi. Tetapi, setelah ujian proposal dan lulus, ia
mampu membuat proposal disertasi dengan tema yang menarik, sangat
terlihat integrasi antara ilmu umum dan ilmu agama. Memang hasilnya
luar biasa.106
Menurut Nurlaili, kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mendapatkan banyak manfaat, antara lain:
kurikulum integratif yang diterapkan di kampus ini, menambah
wawasan dirinya tentang berbagai hal, melihat segala sesuatu dengan
105
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015. 106
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 155
beragam sudut pandang, dan tidak membatasi diri mengkaji atau
membahas permasalahan yang terkait dengan Konsentrasi Tafsir,
tetapi lebih kontekstual. Ia memahami selama ini tafsir seolah identik
dengan hal-hal yang tekstual dan normatif, tetapi di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kajian tafsir menjadi
lebih aplikatif dan kontekstual.107
Di sisi lain, menurutnya sistem pembelajaran di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki kelemahan
dari segi pendalaman teori sesuai konsentrasi mahasiswa. Hal ini
dikarenakan mahasiswa tidak mendapatkan mata kuliah khusus sesuai
dengan konsentrasi mereka. Mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak khusus
menjurus pada konsentrasi tertentu. Misalnya saja mata kuliah wajib,
yakni seminar proposal disertasi, perkuliahan lebih memfokuskan diri
pada share atau mendiskusikan proposal mahasiswa, yang berasal dari
beragam konsentrasi. Di mata kuliah seminar proposal juga dosen yang
mengajar adalah team dosen, dengan beragam keahlian, ada yang
keahlian sejarah, keahlian pemikiran pendidikan, keahlian ekonomi,
keahlian hukum, dll. Hal ini terkadang membuat mahasiswa
kebingungan dan tidak terlalu paham apa yang disampaikan oleh si
dosen, yang berimplikasi pada saran-saran yang dianggap membangun
malah menjadi hal yang membingungkan mahasiswa.108
Selain itu, dengan banyaknya ujian-ujian selama kuliah di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ujian-ujian
yang dimaksud, yakni ujian proposal tesis/ disertasi, ujian Work in
Progress sebanyak 3 kali bagi mahasiswa program magister dan 4 kali
bagi mahasiswa program doktor, ujian komprehensif, ujian
pendahuluan tesis/ disertasi, ujian promosi magister/doktor. Selain itu
mahasiswa diharuskan memverifikasikan berkas ujian-ujiannya
sebelum mendaftar ujian. Hal ini banyak manfaatnya, tetapi terkadang
bagi mahasiswa tertentu yang belum terbiasa dengan hal ini, bukan
membuat tesis maupun disertasi mahasiswa menjadi tak konsisten
atau bahkan tak selesai-selesai, karena sering kali di rombak habis saat
107
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015. 108
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015.
156 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
diujikan. Belum lagi, terkadang ada mahasiswa yang tidak siap saat
proposal tesis/ disertasinya dinyatakan tidak lulus ujian.109
Deskripsi hasil wawancara yang telah dijelaskan sebelumnya,
kemudian dianalisis dan disimpulkan. Berdasarkan perspektif sosiologi
pengetahuan, yakni pemikiran seseorang dipengaruhi oleh lingkungan
dimana ia tinggal dan menetap. Hal ini terbukti bahwa kurikulum
integratif yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta membuat Nurlaili bisa menghasilkan proposal
disertasi yang mengintegrasikan Ilmu Kedokteran dan Ilmu Tafsir. Hal
ini berimplikasi pada bertambahnya wawasan yang lebih
komprehensif, yang dapat menganalisis suatu permasalahan dari
beragam sudut pandang. Akhirnya, timbul sikap menghargai
keberagaman pendapat, kemudian terciptanya budaya toleransi.
Hasil wawancara penulis dengan Zakiyah Darajat.110
Ia
menjadi mahasiswa program magister di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 1999 dan selesai kuliah tahun
2004. Ia menjadi magister di bidang Sejarah Kebudayaan Islam. Pada
tahun ajaran 2011/2012, ia melanjutkan kuliah program doktor di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian
pada tanggal 29 Agustus 2014. ia ujian promosi doktor, dan berhak
menyandang gelar doktor dalam bidang Sejarah Kebudayaan Islam.
Ada beberapa alasan penulis mewawancarai Zakiyah. Alasan
pertama, yakni ia menjadi mahasiswa program magister dan program
doktor di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu, ia mengalami kurikulum sebelum diterapkannya kurikulum
integratif, kemudian ia juga mengalami pembelajaran dengan
kurikulum integratif.111
Sehingga, dengan mewawancarai dia, penulis
mendapatkan gambaran mengenai bagaimana kelebihan dan
kelemahan pembelajaran yang diterapkan pada sebelum tahun 2007
(kurikulum mata pelajaran112
) dengan kurikulum yang diterapkan pada
109
Hasil wawancara dengan Nurlaili, mahasiswa program doktor angkatan
2011/2012. Tanggal 26 Januari 2015. 110
Alumni SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Zakiyah Darajat ujian
promosi doktor tanggal 29 Agustus 2014. Kemudian ia wisuda tanggal 1 November
2014. 111
Pembaharuan kurikulum menjadi kurikulum integratif terjadi pada
masa kepemimpinan Azyumardhi Azra, yakni tahun 2007. di SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 112
Penjelasan lebih lanjut mengenai model kurikulum lihat Abdullah Idi,
Pengembangan Kurikulum; Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009;
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 157
masa setelah tahun 2007 (kurikulum integratif). Pertanyaan yang
diajukan kepada Zakiyah pada saat wawancara tak terstruktur yang
dilakukan pada tanggal 3 Februari 2015, yakni: Pertama, bagaimana
pendapat anda mengenai sikap menghargai antar pemikiran di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta? Kedua, apa saja
kelebihan dan kelemahan penerapan kurikulum integratif? Ketiga, apa
saja kelebihan dan kelemahan adanya ujian-ujian yang terkait tesis/
disertasi mahasiswa? Ujian-ujian yang dimaksud, yakni: ujian proposal
tesis dan proposal disertasi; ujian Work in Progress sebanyak 3x untuk
mahasiswa S2 dan sebanyak 4x untuk mahasiswa S3; ujian
komprehensif; ujian pendahuluan tesis ataupun ujian pendahuluan
disertasi; ujian promosi magister ataupun ujian promosi doktor.
Berikut ini deskripsi hasil wawancara penulis. Menurut
Zakiyah, di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sikap saling menghargai terjadi dikarenakan masyarakat akademik
yang ada di pasca sarjana ini berasal dari beragam konsentrasi dan
beragam keahlian. Hal ini memicu terciptanya kurikulum integratif,
dan adanya penerapan pendidikan multikultural di tempat ini.
Pendidikan semacam ini berimplikasi terhadap mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni mereka menjadi
terbiasa dengan adanya perbedaan, baik perbedaan pemikiran,
perbedaan perspektif dan perbedaan sudut pandang. Kemudian
berimplikasi juga pada keterbukaan pemikiran pada mahasiswa. Hal
ini kemudian tercermin pada produk pemikiran mahasiswa, yakni
tesis/disertasi.113
Berdasarkan pengalaman Zakiyah selama menjalani proses
penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ia cukup merasakan manfaat kuliah dengan kurikulum
integratif. Kelebihan yang paling terlihat, yakni ia sebagai alumni,
mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang komprehensif. Ia tidak
hanya mendapatkan pengetahuan sesuai dengan latar belakang
keilmuannya (Sejarah Kebudayaan Islam), tetapi juga ilmu yang
terkait dengan pendidikan, tafsir interdisipliner, dan masih banyak
lagi. Hal ini sangat bermanfaat bagi alumni, karena setelah selesai
Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2008; Allan C. Ornstein dan Francis Hunkin, Curriculum Foundation, Principles and Theory. Bonston: Allyn and Bacon, 1993.
113 Hasil wawancara dengan Zakiyah Darajat, alumni Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 3 Februari 2015.
158 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
kembali ke masyarakat. Masyarakat tahunya alumni Universitas Islam
Negeri memiliki wawasan yang luas, ia tidak hanya paham ilmu-ilmu
agama tetapi juga ilmu-ilmu umum. Dan berdasarkan pengalaman
Zakiyah, ia pernah di undang mengisi majelis taklim ibu-ibu,
kemudian ada ibu-ibu yang bertanya tentang hukum waris dan
pembagian waris.114
Menurut Zakiyah manfaat adanya ujian-ujian di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni: memicu
andrenalin keilmuan. Maksudnya, ia cukup merasakan selama proses
penyelesaian disertasi andrenalin keilmuannya cukup terpacu. Sistem
pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang menyuruh mahasiswa untuk terus belajar. Mahasiswa dilatih
untuk membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun. Hal
ini merupakan implikasi dari adanya verifikasi disertasi kepada dosen
selain pembimbingnya. Kemudian adanya ujian Work in Progress
(WIP) sebanyak empat kali, yang dosen penguji antara WIP pertama,
WIP kedua, WIP ketiga dan WIP keempat seringkali memilik
pandangan dan saran-saran yang antara dosen satu dengan dosen yang
lainnya tidak sama. Sehingga semakin banyak masukan-masukan yang
ditujukan untuk perbaikan disertasi.115
Bila pendapatnya Zakiyah di analisis, maka penjelasan
Zakiyah mengenai manfaat dari adanya ujian-ujian yang harus dilalui
mahasiswa dalam proses penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini sesuai dengan penjelasan
penulis di bab 2 disertasi ini, yakni mengenai ciri-ciri masyarakat
akademis. Ciri-ciri yang dimaksud, antara lain; adanya sikap kritis,
objektif, analitis, kreatif dan konstruktif, terbuka dan berlapang dada
untuk menerima kritik, menghargai waktu dan prestasi
ilmiah/akademik, dialogis, serta menjunjung tinggi norma dan susila
akademik.
Menurut Zakiyah, setiap penerapan kurikulum pasti ada
kelebihan dan ada juga kelemahan. Hal itu yang dialami dan kemudian
ia bandingkan antara kurikulum mata pelajaran, yang diterapkan
sewaktu dirinya kuliah S2, dan kurikulum integratif yang diterapkan
114
Hasil wawancara dengan Zakiyah Darajat, alumni Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 3 Februari 2015. 115
Hasil wawancara dengan Zakiyah Darajat, alumni Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 3 Februari 2015.
Model Kurikulum di SPs UIN Syarif Hidayatullah | 159
sewaktu ia melanjutkan kuliah S3. Menurutnya kelebihan kurikulum
integratif, yakni: menambah wawasan keilmuan mahasiswa dengan
lebih komprehensif. Hal ini kemudian berimplikasi pada terbiasanya
mahasiswa untuk melihat suatu permasalahan dan menyelesaikannya
dari berbagai perspektif. Tetapi di sisi lain, kelemahan kurikulum
integratif, yakni: mahasiswa tidak terlalu mendalami keilmuan sesuai
konsentrasinya. Ia paham tentang berbagai hal, tetapi pemahaman
mereka hanya dari kulit luarnya saja. Hal ini berimplikasi pada
ketidakjelasan keahlian mahasiswa setelah menjadi alumni. Apalagi
mahasiswa S2 yang setelah selesai kuliah baru mau berkarir. Ia
seringkali mendapatkan hambatan untuk mendapatkan pekerjaan,
karena di transkip nilainya tidak secara spesifik memaparkan tentang
keahliannya. Hal ini tentunya akan berdampak pada kiprahnya di
masyarakat dan karirnya.116
Hasil wawancara penulis ke Muhammad Zakaria. Ia salah satu
alumni Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ia
wisuda tanggal 1 November 2014. Pada saat diwawancarai kebetulan
Zakaria baru saja mengurus ijazah magister dan transkip nilainya.
Sehingga di saat penulis mewawancarai Zakaria, ia memperlihatkan
transkip nilainya. Zakaria menunjukkan bahwa semester 6 ia ujian
proposal, kemudian semester 7 ujian pendahuluan dan promosi
magister.117
Sewaktu penulis tanya hal yang membuat ia bisa
menyelesaikan selama 1 tahun, mulai dari ujian proposal tesis hingga
ujian promosi magister. Padahal mungkin itu sesuatu hal yang sulit. Ia
menjawab pertanyaan dari penulis dengan mengatakan, bahwa
motivasi terbesar dia mampu menyelesaikan studi adalah keluarga dan
karirnya. Motivasi yang seperti ini dianggap motivasi yang lumrah.
Hal ini dikarenakan kebanyakan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta telah berkeluarga dan berkarir118
.
116
Hasil wawancara dengan Zakiyah Darajat, alumni Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 3 Februari 2015. 117
Wawancara dengan Muhammad Zakaria, mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartaangkatan 2011. Ia ujian promosi
magister bulan Juli 2014. kemudian di wisuda tanggal 2 November 2014. Wawancara
tanggal 28 Januari 2015. 118
Berdasarkan data mahasiswa diketahui bahwa mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakartatelah bekerja, ada yang berprofesi
menjadi guru, dosen, pegawai PNS, dll. Sumber: Arsip Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
160 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Penulis juga sempat merasa aneh sewaktu Zakaria
memperlihatkan transkip nilainya. Disitu penulis melihat bahwa ujian
proposal tesis tertulis semester 6, kemudian ujian WIP semester 7,
ujian komprehensif semester 7 dan ujian pendahuluan tesis serta
promosi tesis di semester 7. Hal ini berarti ia mampu menyelesaikan
tesisnya dengan begitu cepat, di dua semester itu. Setelah ditanya,
kemudian ia menceritakan kisahnya, bahwa ia awalnya telah ujian
untuk jalur non tesis. di semester 6. Karena ia merasa tidak mampu
menyelesaikan studi dengan waktu yang singkat, sedangkan ia
mendapatkan beasiswa, dan harus telah selesai kuliah paling lambat
semester 8. Tetapi setelah itu, ia berubah pikiran, dan tidak jadi
melanjutkan proses penyelesaian studi dengan jalur non-tesis. Ia
berubah pikiran disebabkan, setelah ia melihat peluang karir ke depan
yang lebih suram, dibandingkan bila ia mampu menyelesaikan tesis.119
Dengan semangat, akhirnya ia mampu menyelesaikan tesisnya
dalam waktu kurang lebih satu tahun. Salah satu penyebabnya,yakni
karena fasilitas dan sarana prasana di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang mendukung. Misalnya, quite room yang
dibuka dari hari senin hingga minggu, dan dari pagi hingga malam.
Sinyal WiFi yang baik, juga jurnal-jurnal langganan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang bisa diakses mahasiswa secara gratis.
Sehingga ia merasa nyaman dan terbantu untuk mencari referensi
dalam menyelesaikan tesisnya. Selain itu juga, banyaknya ujian-ujian
turut membantu penyelesaian tesisnya. Hal ini dikarenakan dengan
adanya saran-saran dari penguji, memberikan kontribusi terhadap
tesisnya. Apalagi di masa-masa kebingungan dalam menyelesaikan
tesis.120
Uraian di atas memberikan deskripsi tentang model
kurikulum yang dikembangkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selain itu juga bab ini memaparkan tentang
bagaimana desain pembelajaran dan pendekatan pembelajaran dalam
mengembangkan sikap toleran pada warga masyarakat akademik, serta
capaian pembelajaran dan respon mahasiswa terhadap pengaruh
capaian dengan toleransi antar pemikiran.
119
Hasil wawancara dengan Muhammad Zakaria, alumni Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 28 Januari 2015. 120
Hasil wawancara dengan Muhammad Zakaria, alumni Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tanggal 28 Januari 2015.
161
BAB V
FENOMENA TOLERANSI ANTAR PEMIKIRAN
PADA MASYARAKAT AKADEMIK
DI SEKOLAH PASCASARJANA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Toleransi dapat dimaknai sebagai sikap individu yang muncul
ketika ia berhadapan dengan sejumlah perbedaan dan bahkan
pertentangan yang tumbul di tengah masyarakat.1 Perbedaan maupun
pertentangan ini dapat berupa sikap, pandangan, keyakinan dan juga
tindakan. Dalam masyarakat akademis, toleransi penting diterapkan
dalam menyikapi keberagaman pemikiran di antara sesama akademisi.
Selain itu, toleransi juga penting karena dalam dunia akademis, setiap
akademisi bebas berpendapat asalkan ia mempunyai landasan dan
argumen yang tersusun secara sistematik dan ilmiah.
Dalam bab ini dijelaskan tentang toleransi yang terjadi pada
masyarakat akademik di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kemudian, kajian ini difokuskan pada kebebasan
mahasiswa dalam berargumen dan menjelaskan karya mereka (tesis
bagi mahasiswa S2 dan disertasi bagi mahasiswa S3). Sedangkan
masyarakat akademik yang dimaksud yakni masyarakat yang
mempunyai ciri-ciri: kritis, objektif, analitis, menghargai prestasi
ilmiah/ akademik, bebas prasangka negatif, dialogis, memilik dan
menjunjung tinggi norma dan susila akademik. Selanjutnya,
masyarakat akademik kemudian membentuk tradisi akademik, yakni
tradisi dimana orang-orang di dalam masyarakat akademik itu, tidak
merasa bahwa dirinya yang paling benar. Sehingga, hasil penelitian
akademikus selalu membuka diri terhadap kritikan dan saran yang
membangun, juga menjadi sebuah momen untuk diadakannya
penelitian lebih lanjut.
Kemudian hal itu penulis lihat pada fenomena yang terjadi di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fenomena
1 Saiful Mujani, Jajat Burhanuddin, dkk., Benturan Peradaban: Sikap dan
Perilaku Islamis Indonesia terhadap Amerika Serikat (Jakarta: Diterbitkan atas
Kerjasama Freedom Institute & PPIM UIN Jakarta), 2005, 55.
162 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
yang dilihat antara lain pada saat mahasiswa ujian Work in Progress
dan ujian pendahuluan tesis/disertasi. Selain itu, penulis mengamati
juga interaksi yang terjadi pada saat mahasiswa diskusi di luar kelas,
antara sesama mereka maupun dengan dosen Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
A. Fenomena Toleransi antar Pemikiran pada saat Ujian Work in
Progress dan Ujian Pendahuluan Tesis/Disertasi
Sub bab ini mendeskripsikan tentang toleransi yang
dilakukan oleh sivitas akademik di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitian ini, aktivitas perkuliahan dan
pembelajaran peneliti lihat bagaimana mahasiswa dan dosen
berinteraksi di ruang ujian. Dalam berinteraksi yang dilakukan antara
mahasiswa dengan dosen, terlihat adanya konstruksi pemikiran yang
dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswanya. Hal ini terlihat pada
saat ujian WIP (Work in Progress), saat ujian WIP mahasiswa sering
kali terlihat hanya mendengarkan saran-saran dari dosen yang menguji,
terkadang tidak terjadi dialog. Berdasarkan teori konstruksi realitas
sosial,2 maka fenomena ini dianalisis dan kemudian disimpulkan
bahwa mahasiswa mengkonstruk dirinya3.
Berdasarkan teori konstruksi realitas sosial, yang dicetuskan
oleh Berger dan Luckmann. Mereka meyakini secara substantif bahwa
realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan
sosial terhadap dunia sosial disekelilingnya. Teori ini berakar pada
paradigma konstrutivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi
sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas.
Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi
berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki
kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata
sosialnya. Dimana individu melalui respon-respon terhadap stimulus
2 Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality)
didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu
menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama
secara subyektif. Lihat Peter L Berger and Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality A Treatise in the Sociology of Knowledge, (New York:
1966), 34. 3 Konstruksi yang dimaksud adalah model atau tata letak. Kata konstruksi
seringkali digunakan untuk konteks pembangunan infrastruktur. tetapi dalam
penelitian ini konstruksi memfokuskan diri pada konstruksi sosial atas realitas.
Artinya bagaimana masyarakat membangun/ membuat model atas realitas yang ada.
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 163
dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia
dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam
dunia sosialnya.
Pada saat ujian WIP, peneliti mengamati ada dua jenis
konstruksi yang dilakukan mahasiswa terhadap status dirinya sebagai
peserta ujian WIP. Konstruksi pertama, mahasiswa menganggap
dirinya sebagai orang yang sedang diuji, dan konstruksi kedua,
mahasiswa menganggap dirinya sebagai partner diskusi dosen penguji.
Mahasiswa dengan statusnya sebagai peserta ujian terkadang
mengganggap bahwa mendebat atau membantah apa yang dikatakan
dosen penguji merupakan hal yang tidak etis. Oleh karena itu, ia lebih
memilih diam dan mendengarkan. Karena menurut mahasiswa saat
ujian bukanlah hal yang tepat dan etis bila mendebat dosen.
Tetapi di sisi lain, ada juga mahasiswa yang mengkonstruk
pemikirannya bahwa ujian WIP adalah share atau diskusi antara dosen
dengan mahasiswa yang sedang menyelesaikan tulisannya, baik berupa
tesis maupun disertasi. Ujian WIP juga diartikan sebagai suatu proses
penyelesaian pekerjaan. Artinya, mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyelesaikan tesis/
disertasi wajib melaporkan perkembangan tulisannya kepada dosen
WIP. Kemudian dosen penguji pada saat mahasiswa ujian WIP
memberikan saran-saran dan masukan untuk progress atau kemajuan
perkembangan tulisan mahasiswa itu. Sehingga hal yang wajar bila
mahasiswa menganggap penguji WIP sebagai teman diskusi/ share
untuk mendiskusikan tulisan yang mahasiswa kerjakan. Maka,
mahasiswa yang mengkonstruk pemikiran bahwa WIP merupakan
wahana diskusi antara mahasiswa dan dosen penguji. Sehingga
mahasiswa seperti ini tidak segan untuk berargumen dan menjelaskan
penelitiannya. Walau terkadang apa yang dipikirkan mahasiswa
peserta ujian WIP berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh dosen
penguji. Hal inilah yang menimbulkan perbedaan pendapat antara
mereka.
Tetapi, dalam ujian WIP peneliti melihat bagaimana upaya
mahasiswa yang mempunyai konstruk diri yang berbeda. Mahasiswa
yang menganggap ujian WIP adalah ujian. Sehingga ia memperlakukan
dirinya sebagai mahasiswa yang diuji, dan dosen adalah penguji. Yang
mengakibatkan tidak terjadinya dialog, karena mahasiswa hanya
mendengarkan dan mencatat apa yang disarankan dosen penguji, tanpa
banyak memberikan respon. Tetapi berbeda hal dengan mahasiswa
164 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
yang mengkonstruk dirinya sebagai teman diskusi bagi dosen penguji
WIP. Sehingga terjadinya dialog antara mahasiswa dan dosen penguji.
Sehingga terjadinya kebebasan berpendapat, walaupun itu saat ujian.
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu bagian dari
kebebasan akademik. Hal ini sesuai dengan indikator kebebasan
akademik, yakni: adanya pemikiran/ pendapat yang sesuai dengan
norma dan kaidah keilmuan. Selain itu, mahasiswa juga diberi
kebebasan untuk melalukan penelitian yang sesuai dengan minat dan
keahliannya, dan dosen pembimbing maupun dosen penguji hanya
sebagai fasilisator dan pembimbing. yang mengarahkan agar
mahasiswa dapat menyelesaikan penelitiannya. Tetapi, kebebasan
harus tetap dibatasi oleh etika/ norma akademik. Berikut ini deskripsi
tentang kebebasan akademik dan toleransi yang terjadi di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni antara mahasiswa
yang diuji dengan dosen sebagai penguji.
Ujian pendahuluan disertasi mahasiswa tanggal 26 Januari
2015 ada dua orang, yakni jam 13.00 wib atas nama Hartati, kemudian
jam 14.30 wib atas nama Muhammad Ulinnuha. Berikut ini deskripsi
hasil pengamatan penulis terhadap ujian pendahuluan disertasi dan
kaitannya dengan budaya toleransi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ujian pendahuluan disertasi atas nama Hartati,
dengan judul disertasi "Kontekstualisasi Hadis dan Peningkatan
Pemahaman Agama (Studi Kasus di Pesantren Siti Fatimah dan
Madinatunnajah)". Penguji ujian pendahuluannya, yakni: Prof. Dr.
Suwito, MA (Ketua Sidang/ Merangkap Penguji; Prof. Dr. Zainun
Kamaluddin Fakih, MA (Penguji I); Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA
(Penguji II); Prof. Dr. M. Ishom Yusqi, MA (Penguji III) ); Prof. Dr.
Said Agil Husin Al Munawar, MA (Pembimbing/ Merangkap Penguji);
Prof. Dr. M. Bambang Pranowo, MA (Pembimbing/ Merangkap
Penguji). Prof. Dr. Suwito, MA keahliannya di bidang Sejarah
Pemikiran dan Pendidikan Islam; Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih,
MA keahliannya Filsafat Islam; Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA
keahliannya Bahasa Arab; Prof. Dr. M. Ishom Yusqi, MA keahliannya
tafsir; Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar, MA keahliannya Fiqh
dan Ushul Fiqh; Prof. Dr. M. Bambang Pranowo, MA keahliannya
Antropologi.
Muhammad Ulinnuha, dengan judul disertasi "Rekonstruksi
Metodologi Kritik Tafsir: Studi Buku al-Dakhīl Karya Fāyed (1936-
1999 M)". Penguji ujian pendahuluan disertasi ada enam orang, yakni:
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 165
Prof. Dr. Suwito, MA (Ketua Sidang/ Merangkap Penguji); Prof. Dr.
Salman Harun (Penguji I); Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA (Penguji
II); Prof. Dr. M. Ishom Yusqi, MA (Penguji III); Prof. Dr. Said Agil
Husin Al Munawar, MA (Pembimbing/ Merangkap Penguji); Prof. Dr.
Hamdani Anwar, MA (Pembimbing/ Merangkap Penguji). Para penguji
berasal dari beragam keahlian, seperti Prof. Dr. Suwito, MA
keahliannya di bidang Sejarah Pemikiran dan Pendidikan Islam; Prof.
Dr. Salman Harun, MA keahliannya tafsir; Prof. Dr. Ahmad Thib
Raya, MA keahliannya Bahasa Arab. Sedangkan penguji dari luar
kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yakni Prof. Dr. M. Ishom
Yusqi, MA keahliannya tafsir. Ia berprofesi sebagai Kepala Subdit
Ketenagaan Kementrian Agama RI, menjabat juga sebagai direktur
Pascasarjana STAINU Jakarta.
Deskripsi nama-nama penguji yang dijelaskan sebelumnya,
terlihat bahwa penguji ujian pendahuluan mahasiswa atas nama
Hartati ada juga yang menguji pada ujian pendahuluan Muhammad
Ulinnuha. Sehingga penulis dapat mengamati lebih mendalam
bagaimana interaksi antara penguji dan mahasiswa yang sedang diuji.
Penguji pada saat ujian pendahuluan disertasi atas nama Hartati, lebih
banyak memberikan masukan-masukan yang bersifat substansi. Hal ini
dikarenakan penguji-pengujinya cukup memahami penelitian yang
ditulis oleh Hartati. Penguji memberikan saran-saran yang
memberikan kontribusi untuk perbaikan substansi, kemudian
memberikan contoh-contoh yang dapat digunakan untuk memperkuat
penelitian mahasiswa yang sedang diuji.
Hal yang sama juga dilakukan penguji pada saat ujian
pendahuluan disertasi atas nama Muhammad Ulinnuha. Hal ini penulis
amati pada saat Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA menanyakan contoh
konkrit adanya rekonstruksi metodologi kritik tafsir. Hal yang sama
juga diajukan oleh Prof. Dr. Salman Harun, MA, Sedangkan Prof. Dr.
M. Ishom Yusqi, MA, ia menanyakan temuan penelitian mahasiswa
dalam disertasinya, yakni mengenai rekontruksi metodologi hadits.
Kemudian, pembimbing sekaligus penguji Prof. Dr. Hamdani Anwar,
MA memberikan saran-saran terkait pendalaman analisis dari
disertasinya Muhammad Ulinnuha. Menurut Prof. Dr. Hamdani
Anwar, MA analisis di dalam disertasinya kurang kritis. Lain halnya
dengan Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar, MA. Ia memberikan
pertanyaan dan saran terkait dengan transletilasi Arab-Indonesia dan
hal-hal yang terkait dengan teknis penulisan.
166 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian penulis
simpulkan bahwa para penguji ujian pendahuluan disertasi atas nama
Hartati dan Muhammad Ulinnuha lebih banyak memberikan masukan-
masukan yang membangun, dan untuk perbaikan disertasi mahasiswa.
Kalaupun ada pertanyaan-pertanyaan, ini ditujukan untuk meyakinkan
penguji bahwa mahasiswa paham atas apa yang telah ditulisnya di
dalam disertasi itu. Walaupun, namanya ujian pendahuluan tetapi
tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan mahasiswa, dan
mahasiswa juga kebanyakan telah menulis disertasi sebaik mungkin.
Apa lagi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdapat beberapa ujian-ujian yang membahas tesis/ disertasi
mahasiswa, sebelum akhirnya mahasiswa ujian pendahuluan disertasi.
Ujian-ujian itu, yakni: ujian proposal tesis/ disertasi, ujian Work in
Progress (mahasiswa S2 harus mengikuti ujian WIP sebanyak 3 kali
sedangkan mahasiswa S3 harus mengikuti ujian WIP sebanyak 4 kali),
serta ujian komprehensif. Sehingga hal yang wajar saat ujian
pendahuluan tesis/disertasi tidak banyak perbaikan yang berarti,
terutama dari penulisan/ teknis penulisan.
Ujian Pendahuluan Tesis tanggal 5 Februari 2015, jam 09.00
wib. atas nama Ali Mutakin, Konsentrasi Syariah. Ia menulis tesis
dengan judul "Ijtihad Nahdlatul Ulama tentang Perkawinan Beda
Agama (Suatu Kajian tentang Penerapan Metode Maqāṣid al-
Sharī’ah)". Dosen pengujinya yakni: Dr. Yusuf Rahman, MA (Ketua
Sidang/ merangkap Penguji); Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, MA
(Penguji I); Prof. Dr. Sukron Kamil, MA (Penguji II); Prof. Dr.
Huzaemah Tahido Yanggo, MA (Pembimbing/ merangkap Penguji).
Penguji I, Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, MA mempertanyakan
tentang pernikahan beda agama, tetapi lebih ke arah pemikiran. Hal ini
sesuai dengan konsentrasi keilmuannya, yakni Pemikiran Islam/
Filsafat Islam. Sedangkan Penguji II, Prof. Dr. Sukron Kamil, MA
lebih banyak memberikan masukan-masukan mengenai masalah
metodologi. Misalnya, pendekatan yang digunakan untuk mengkaji
mengenai ijtihad Nahdlatul Ulama tentang Perkawinan Beda Agama.
Ia lebih banyak memberikan masukan-masukan dibanding
mempertanyakan substansi dari permasalahan yang dikaji oleh
mahasiswa. Hal ini dikarenakan keahliannya Sejarah Kebudayaan
Islam dengan konsentrasi Sastra Arab kajian Timur Tengah.
Kemudian, Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, MA, konsentrasinya
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 167
di bidang Fiqh Perbandingan. Ia juga memberikan masukan-masukan
mengenai teknis penulisan.4
Hal yang sama juga terjadi pada saat ujian pendahuluan tesis
mahasiswa atas nama Ade Wahyudin, dengan judul tesis “Konsep
Tasawuf Humanistis: Studi atas Humanisme dan Spiritualitas Gulen”.
Ia ujian pendahuluan tesis tanggal 5 Februari 2015, jam 11.00 wib.
Penguji ujiannya, yakni: Dr. Yusuf Rahman, MA (Ketua Sidang/
merangkap Penguji); Prof. Dr. Yunasril Ali, MA (Penguji I); Prof. Dr.
Suwito, MA (Penguji II); Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA
(Pembimbing/ merangkap Penguji). Penguji I, yakni: Prof. Dr. Yunasril
Ali, MA. Ia mempertanyakan hal-hal yang terkait dengan substansi
dari penelitian Ade, tentang konsep tasawuf humanistis dari Gulen.
Hal ini dikarenakan Prof. Dr. Yunasril Ali, MA keahliannya sama
dengan konsentrasi mahasiswa yang diuji, yakni bidang Tasawuf.
Sedangkan Penguji II Prof. Dr. Suwito, MA. Ia mempunyai
konsentrasi yang berbeda dengan mahasiswa yang diuji, yakni
konsentrasi pemikiran pendidikan, sedangkan mahasiswa yang diuji
konsentrasinya tasawuf. Sehingga Prof. Dr. Suwito, MA lebih banyak
memberikan masukan-masukan mengenai teknis penulisan. Hal ini
menurut penulis adalah salah satu dari wujud penghargaan seorang
penguji kepada mahasiswa yang diujinya. Bila dosen penguji tidak
terlalu paham mengenai substansi dari penelitian mahasiswa, maka ia
akan lebih banyak memberikan masukan-masukan dan saran terkait
dengan teknis penulisan.5
Deskripsi hasil pengamatan penulis terhadap ujian pendahuluan
tesis atas nama Ali Mutakin dan Ade Wahyudin, yang telah dijelaskan
sebelumnya. Kemudian di analisa berdasarkan konsep budaya toleransi
pada masyarakat akademis6. Maka, dapat disimpulkan bahwa sikap
yang dilakukan oleh penguji merupakan perwujudan dari menghargai
prestasi ilmiah/ akademik mahasiswa yang sedang di ujinya. Sehingga,
ia tidak seenaknya mengomentari dan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan, padahal ia sendiri belum paham dengan isi tesis yang
ditulis oleh mahasiswa. Hal ini terjadi karena terkadang penguji ujian
4 Hasil pengamatan pada saat Ujian Pendahuluan Tesis mahasiswa
bernama Ali Mutakin, Tanggal 5 Februari 2015, jam 09.00 wib. 5 Hasil pengamatan ujian pendahuluan tesis mahasiswa atas nama Ade
Wahyudin, Tanggal 5 Februari 2015, jam 11.00 wib. 6 Penjelasan lebih lanjut mengenai konsep budaya toleransi pada
masyarakat akademis, dan ciri-ciri masyarakat akademis lihat bab 2 sub c pada
disertasi ini.
168 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
pendahuluan tesis tidak selalu sesuai keahlian dan konsentrasinya
dengan mahasiswa yang diuji. Sehingga, komentar ataupun saran-saran
penguji lebih ke hal-hal teknis penulisan, tidak menyentuh substansi
dari tesis mahasiswa. Selain itu, di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, mahasiswa dilatih agar tidak merasa dirinya
sebagai orang yang paling benar. Sehingga, ia menerima dengan
senang hati adanya kritikan dan saran-saran yang membangun agar
tulisannya lebih baik lagi. Saran-saran itu salah satunya diutarakan
oleh penguji pada saat mahasiswa ujian pendahuluan tesis.
Di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penguji ujian pendahuluan tesis ada empat orang, yakni: Pertama,
Ketua/ merangkap Penguji. Ia adalah Ketua Program Magister, yakni
Dr. Yusuf Rahman, MA. Kedua, Penguji I. Ia diutamakan dosen yang
konsentrasinya sama atau mendekati dengan konsentrasinya
mahasiswa yang diuji. Ia juga paham mengenai permasalahan yang di
kaji mahasiswa. Ketiga, Penguji II. Ia diutamakan dosen yang
konsentrasinya berbeda dengan konsentrasinya mahasiswa yang diuji.
Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa mendapatkan perspektif baru
dari dosen yang berbeda dengan konsentrasinya. Keempat, Pembimbing/ merangkap Penguji. Ia adalah pembimbing tesis
mahasiswa yang diuji. Alasan pembimbing juga menjadi penguji,
yakni agar mahasiswa bertanggung jawab penuh atas tesis yang telah
dibuatnya, dan pembimbing hanya sebagai pendamping dan
mengarahkan mahasiswa. Sedangkan, penguji ujian pendahuluan
disertasi ada enam orang, yakni: Pertama, Ketua/ merangkap Penguji.
Ia adalah Ketua Program Doktor, yakni Prof. Dr. Suwito, MA. Kedua,
Penguji I. Ia diutamakan dosen yang konsentrasinya sama atau
mendekati dengan konsentrasinya mahasiswa yang diuji, yang
merupakan dosen tetap UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ketiga,
Penguji II. Ia diutamakan dosen yang konsentrasinya sama atau
mendekati dengan konsentrasinya mahasiswa yang diuji. Ia
diutamakan bukan dosen tetap UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keempat, Penguji III. Ia diutamakan dosen yang konsentrasinya
berbeda dengan konsentrasinya mahasiswa yang diuji. Hal ini
dimaksudkan agar mahasiswa mendapatkan perspektif baru dari dosen
yang berbeda dengan konsentrasinya. Kelima, Pembimbing I/
merangkap Penguji. Ia adalah dosen pembimbing mahasiswa yang
diuji. Dosen Pembimbing I, biasanya konsentrasinya sama atau
mendekati dengan konsentrasinya mahasiswa yang diuji. Keenam,
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 169
Pembimbing II/ merangkap Penguji. Ia adalah dosen yang menjadi
pembimbing mahasiswa yang diuji. Dosen Pembimbing II, biasanya
konsentrasinya berbeda dengan konsentrasinya mahasiswa yang diuji.
Berdasarkan hasil wawancara ke Yusuf Rahman (ketua Program
Magister) dan Suwito (ketua program doktor), Tanggal 16 September
2013.
Selain itu juga, penulis menganalisis hasil pengamatan pada
saat menghadiri ujian proposal, ujian WIP (Work in Progress), ujian
pendahuluan tesis/disertasi dan ujian promosi magister/doktor. Hasil
analisis penulis, ada kata-kata yang diungkapkan oleh dosen penguji.
Setelah penulis analisis kata-kata yang mereka ungkapkan pada saat
menguji ujian itu, dapat dikategorikan sebagai wujud dari upaya
penghargaan dosen penguji kepada mahasiswa. Kata-kata ini beberapa
kali penulis dengar saat menghadiri ujian Work in Progress. Salah
satunya, pada saat penulis menghadiri ujian Proposal dan ujian WIP
(Work in Progress) tanggal 19 Januari 2015.
Berikut ini kutipannya,
1. “Tulisan anda telah baik. Kita koreksi kembali agar tulisan anda ini
tidak terhindar dari hal-hal yang membuat tulisan anda menjadi
tidak baik”.
2. “Saya menyarankan..., tetapi saya kembalikan kepada anda, apakah
saran ini bisa digunakan atau tidak dalam disertasi anda”.
3. “Saya menyarankan..., tetapi ini cuma saran, saya kembalikan
kepada anda untuk mempertimbangkannya apakah mau diikuti atau
tidak”.
4. “Topik anda menarik, cuma sayang data yang dijabarkan tidak
mengungkapkan data di lapangan”. Terlihat ini hanya kajian
literatur”.
5. “Sepengetahuan saya, di metodologi penelitian bukan hanya
sekedar teori, tetapi sudah mengungkapkan cara mengumpulkan
data, mengolah dan menganalisa data”.
6. “Abstrak anda sudah teratur, hanya saja ada hal penting yang perlu
anda jelaskan lagi, selain kesimpulan besar dan perdebatan
akademik”.
7. “Terserah anda, mau fokusnya dimana...”
8. “Persentasi anda tadi bagus sekali, hanya saja apa yang anda
persentasikan tidak tertuang dengan jelas di tulisan disertasi anda”.
170 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
9. “Saran-saran yang telah disampaikan tadi, tidak harus diikuti,
tetapi dapat jadi bahan pertimbangan/ dipertimbangkan untuk
perbaikan tulisan kalian”.
Menurut penulis, kata-kata yang digarisbawahi di atas adalah
kata-kata yang mengungkapkan ada penghormatan ataupun
penghargaan yang diberikan kepada orang lain, dalam hal ini
penghargaan seorang dosen kepada mahasiswa. Walaupun saat itu
adalah saat ujian, tetapi dosen penguji tetap menghargai karya
mahasiswa. Hal ini penulis lihat sewaktu dosen penguji memberikan
komentar ataupun memberikan saran-saran yang ditujukan kepada
tulisan mahasiswa agar tulisan itu menjadi lebih baik lagi. Mereka
tetap memberikan pengantar beberapa kata yang menunjukkan itu
sebagai penghargaan/ penghormatan kepada mahasiswa.7
Menurut penulis, kata-kata yang disampaikan penguji ujian
proposal dan ujian WIP saat itu, mereka lakukan sebagai wujud dari
pemahaman bahwa mereka memberikan masukan yang membangun
bagi tulisan mahasiswa, bukan menyalahkan ataupun mendoktrin
mahasiswa. Hal ini dengan asumsi bahwa mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kebanyakan adalah
tenaga pengajar, seperti dosen ataupun guru.8 Sehingga tidak layak
bila dilakukan pembelajaran dengan sistem pengajaran seperti pada
anak sekolah.9
Selanjutnya, penulis juga melakukan analisis terhadap hasil
pengamatan selama berlangsungnya ujian pendahuluan tesis. Analisis
penulis dengan menggunakan pendekatan interaksi simbolik. Menurut
penulis, pada saat Prof. Dr. Masykuri Abdillah mengatakan kepada
mahasiswa yang sedang ia uji. “Apa yang mau dijawab?”, kalimat ini
menunjukkan bahwa ia menghargai mahasiswa yang sedang diuji.
Setelah Prof. Dr. Masykuri Abdillah memberikan komentar dan saran-
saran panjang lebar. Maka, sebelum melanjutkan ke pertanyaan
7 Hasil pengamatan penulis pada saat menghadiri ujian proposal dan ujian
WIP, Tanggal 19 Januari 2015. 8 Hasil penyebaran angket yang dilakukan terhadap 100 orang mahasiswa,
menunjukkan bahwa 50 orang berprofesi sebagai dosen, 25 orang berprofesi sebagai
guru, 10 orang berprofesi sebagai pegawai pemerintahan, 8 orang berprofesi sebagai
pengusaha, dan 7 orang berprofesi sebagai mahasiswa. Lihat lampiran disertasi ini
pada tabel jenis pekerjaan dan toleransi. 9 Berdasarkan hasil wawancara dengan Suwito, Tanggal 19 November
2014.
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 171
selanjutnya, ia berhenti sejenak, untuk menanyakan apa tanggapan si
mahasiswa, ini terlihat dengan kata-kata yang ia ucapkan “apa yang
mau dijawab?”. Bisa saja ia sebagai penguji menguasai forum
kemudian mendikte si mahasiswa dengan saran-saran dan masukan
yang ia anggap sangat penting untuk dilakukan si mahasiswa. Tetapi,
hal itu tidak ia lakukan, Prof. Dr. Masykuri Abdillah lebih memilih
untuk menghargai haknya si mahasiswa untuk mengomentari balik
atau memberikan fead back atas saran-saran dan pertanyaan yang telah
ia utarakan.10
Selanjutnya, Prof. Dr. H. Mohammad Atho Mudzhar
diberikan waktu oleh ketua sidang untuk menguji.11
Ia sebagai
pembimbing si mahasiswa menyelesaikan tesisnya. Tetapi, di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ada kebijakan bahwa
pembimbing juga menjadi penguji pada saat ujian pendahuluan tesis
maupun ujian promosi magister. Hal ini dengan maksud, bahwa karya
tesis mahasiswa merupakan murni hasil karyanya dan
dipertanggungjawabkan sendiri, apa bila ada kekeliruan dan kesalahan.
Pembimbing dan dosen-dosen penguji ujian WIP mempunyai hak dan
kewajiban memberikan saran-saran yang membangun dan untuk
perbaikan tesis mahasiswa. Tetapi dosen tidak punya hak untuk
memaksakan pendapatnya harus diikuti oleh mahasiswa, apabila
mahasiswa itu tidak mengingingkan saran-saran itu untuk diikuti.
Tetapi, bila kejadian di atas penulis analisis dengan
menggunakan teori konstruksi sosial atas realitas. Maka,
pemaknaannya menjadi berbeda. Fenomena yang terjadi di dalam
ruang sidang ujian pendahuluan tesis merupakan konstruksi sosial dari
orang-orang yang ada di dalam ruang itu. Dikatakan konstruksi sosial,
hal ini dikarenakan setiap individu yang ada di dalam ruang ujian
pendahuluan akan mengkonstruk dirinya sesuai dengan lingkungan
dimana ia berada, dan juga sesuai dengan peran yang ia mainkan.
Misalnya, ia sebagai seorang dosen penguji ujian pendahuluan tesis. Ia
akan mengkonstruk kata-kata, tingkah laku maupun penampilannya,
agar sesuai dengan lingkungan dimana ia berada itu.
Uraian yang telah dideskripsikan sebelumnya, kemudian
disimpulkan bahwa hal yang telah dilakukan oleh dosen penguji
10
Hasil pengamatan selama mengikuti ujian pendahuluan tesis tanggal 21
Januari 2015. 11
Hasil pengamatan selama mengikuti ujian pendahuluan tesis tanggal 21
Januari 2015.
172 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
terhadap sesama dosen maupun kepada mahasiswa yang sedang diuji
merupakan wujud dari budaya toleransi.
Selain itu, penulis simpulkan juga bahwa dalam masyarakat
akademik, hal ini adalah wujud dari masyarakat akademis, dengan ciri:
memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila akademik, serta
perwujudan dari adanya tradisi akademik/ilmiah.12
Masyarakat
akademis dengan ciri-ciri yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian
akan membentuk apa yang dinamakan tradisi akademik, yakni
terbentuknya suatu tradisi dimana orang-orang yang ada pada
masyarakat akademik itu, tidak pernah merasa dirinya sebagai orang
paling benar. Sehingga, hasil penelitian seorang akademikus, selalu
membuka diri terhadap kritik dan penelitian lebih lanjut. Selain itu
juga, di dalam proses belajar mengajar, seorang dosen dengan maha-
siswa, selalu dalam suasana dialogis (discourses) dan tidak hanya
courses (searah). Indikator ini menjadikan tradisi akademik berkaitan
dengan nilai, norma serta etika yang mengatur sikap dan perilaku
mahasiswa.
Penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya memberikan
deskripsi mengenai fenomena toleransi yang terjadi pada saat ujian,
baik ujian WIP (Work in Progress) maupun pada saat ujian
pendahuluan. Fenomena toleransi yang terlihat, antara lain: mahasiswa
bersikap terbuka dan berlapang dada untuk menerima kritik; dosen
menghargai waktu dan prestasi ilmiah/akademik mahasiswa yang
sedang diuji; mahasiswa dan dosen penguji memiliki dan menjunjung
tinggi norma dan susila akademik. Sehingga terpeliharanya tradisi
akademik (kebebasan berfikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis,
rasional dan objektif oleh mahasiswa dan dosen).
B. Deskripsi Kisah Mahasiswa dan Alumni Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam Pembentukan Sikap Toleran
Selain mengamati fenomena toleransi pada saat ujian proposal
dan ujian WIP, penulis juga melakukan wawancara kepada beberapa
mahasiswa dan alumni Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Berikut deskripsi hasil wawancara yang telah dilakukan.
Pendapat mahasiswa mengenai pengaruh ujian WIP (Work in Progress)
terhadap keterbukaan pemikiran mahasiswa yang sedang
menyelesaikan tesis maupun disertasi. Menurut mereka proses panjang
12
Ciri-ciri masyarakat akademik telah diuraikan di bab 2 sub A pada
disertasi ini.
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 173
yang dilalui dalam menyelesaikan setiap proses hingga selesainya
kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sangat
bermanfaat. Manfaat yang dirasakan, yakni menambah wawasan
tentang tema yang sedang mereka kaji. Dan hasil akhirnya, mereka
menjadi mahasiswa yang lebih terbuka terhadap keberagaman
pemikiran dan keberagaman pendapat, juga dalam beragam perspektif.
Berikut kutipan wawancara penulis.
Mahasiswa pertama. Ia bercerita mengenai bagaimana
pertama kali ujian proposal tidak lulus. Kemudian ia konsultasi ke
beberapa dosen, yakni Pak Yusuf, Pak Suwito dan Pak Fuad. Setelah
sekian kali konsultasi mengenai tema disertasi yang akan ditulisnya,
akhirnya ia mendapatkan beragam perspektif dan saran-saran yang
sangat membantunya dalam menyelesaikan proposal disertasi. Setelah
merasa mantap dengan proposalnya, ia kemudian mendaftarkan
kembali ke ujian proposal disertasi. Dan komentar penguji ujian
proposal, bahwa tulisannya sudah lebih baik dibandingkan proposal
sebelumnya. Lalu akhirnya, ia lulus ujian proposal. Kisah ini baru
permulaan dari kisahnya menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini karena masih ada beberapa
ujian-ujian yang harus dihadapinya, yakni ujian Work in Progress
sebanyak 4 kali, ujian komprehensif, ujian pendahuluan dan ujian
promosi doktor.13
Menurut mahasiswa pertama, proses panjang dalam
penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta membuatnya menjadi lebih mandiri, lebih siap dengan
tantangan-tantangan. Ini disebabkan karena kesulitan-kesulitan yang
dilalui dalam proses penyelesaian disertasi, ia rasakan cukup
membuatnya menjadi orang yang terbiasa dengan tantangan.14
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Lalu Muhammad
Ariyadi.15
Ia berkisah hal yang hampir senada dengan mahasiswa
pertama. Menurutnya, mahasiswa yang kuliah di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki kemampuan dalam empat
hal, yakni: membaca, menulis, menganalisis dan meneliti. Hal ini
13
Hasil wawancara kepada salah satu mahasiswa SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang tidak bersedia disebutkan namanya. Tanggal 3 Mei 2014. 14
Hasil wawancara kepada salah satu mahasiswa SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang tidak bersedia disebutkan namanya. Tanggal 3 Mei 2014. 15
Hasil wawancara tanggal 20 Januari 2015, dengan Lalu Muhammad
Ariyadi, alumni SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Ia adalah aktivis
Nahdatul Wathon di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
174 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
karena mahasiswa di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta di dorong dan dilatih dengan kurikulum yang diterapkan di
kampus ini. Mahasiswa dilatih untuk memiliki kemampuan membaca
referensi yang otoritatif. Kemudian, kemampuan mengolah hasil
bacaan menjadi referensi yang dapat digunakan untuk menulis
penelitian (tesis/disertasi). Setelah itu, mahasiswa juga dilatih untuk
memiliki kemampuan menganalisis permasalahan yang sedang dikaji
dalam tesisnya. Selanjutnya, hasil analisis itu diaplikasikan dalam
penelitian, dan hasilnya adalah tesis yang baik, yang diharapkan layak
di baca dunia.16
Selain itu, Lalu Muhammad Ariyadi merasakan banyak
manfaat setelah kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Misalnya, sistem perkuliahan yang diterapkan di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian
munculnya keterbukaan mahasiswa terhadap beragam pemikiran.
Sehingga menjadikan dirinya dan mahasiswa yang kuliah di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi inklusif.
Menurutnya, hal ini adalah implementasi atau dampak dari kurikulum
integratif yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya, kurikulum ini kemudian dijabarkan
lebih rinci ke dalam silabus, yang kemudian di rinci dan dikhususkan
ke dalam komponen mata kuliah. Penjabaran dari kurikulum,
kemudian diturunkan ke dalam silabus dan di rincikan lagi ke dalam
komponen mata kuliah, adalah perwujudan dari visi dan misi Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Visi yang dimaksud
yakni mengintegrasikan keilmuan, keislaman dan keindoneisaan.17
Lalu Muhammad Ariyadi merasakan juga bahwa kuliah di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membuatnya
menjadi terbiasa dengan perbedaan, baik perbedaan pemikiran,
perbedaan pendapat, perbedaan sudut pandang, perbedaan kebudayaan,
perbedaan keyakinan. Hal ini yang kemudian membuat mereka
terbiasa melihat perbedaan. Kemudian menjadikan mereka mampu
16
Hasil wawancara dengan Lalu Muhammad Ariyadi, alumni SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011, Tanggal 20 Januari 2015. 17
Hasil wawancara dengan Lalu Muhammad Ariyadi, alumni SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011, Tanggal 20 Januari 2015.
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 175
berfikir dan bersikap inklusif. Jadi lebih toleran terhadap pemikiran
yang berbeda dengan dirinya.18
Ia juga cukup merasakan banyak ilmu dan pengalaman
berharga selama proses menyelesaikan tesis. Menurutnya, bimbingan
dengan dosen pembimbing selama menyelesaikan tesis, kemudian
adanya ujian WIP (Work in Progress), yang penguji WIP ke 1
terkadang berbeda dengan penguji pada ujian WIP ke 2 dan WIP ke 3.
Sehingga, ia sebagai mahasiswa mendapatkan beragam saran yang
membangun. Saran ini terkadang berbeda bahkan bertolak belakang,
antara satu dosen dengan dosen lainnya. Tetapi, justru karena hal
itulah berdampak positif bagi mahasiswa. Dampak positif yang
dirasakannya, antara lain: ia menjadi terbiasa dengan keberagaman
pemikiran, menjadikan ia tidak mudah menyerah dengan beragam
kesulitan. Dan yang lebih penting, ia merasa terlatih untuk
menghadapi perbedaan dan membuatnya menjadi kompeten dan teruji
dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan.19
Selain dampak positif, ia juga merasakan ada kelemahan yang
perlu diperbaiki atau ditingkatkan, yakni pada aspek pengajaran. Ia
sebagai alumni Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merasakan penguasaan dan pemahaman terhadap teori keilmuan yang
sesuai dengan konsentrasinya tidak terlalu mendalam dipahami. Hal
ini karena sistem perkuliahan yang tidak menekankan atau
memfokuskan diri pada mata pelajaran tertentu, tetapi lebih ke tema.
Misalnya, ia pernah mengambil Mata Kuliah Hukum, Politik dan
Perubahan Sosial. Di mata kuliah itu, ia merasakan cukup bermanfaat,
yakni membahas mengenai bagaimana hukum dan politik
mempengaruhi suatu perubahan dalam suatu masyarakat. Hal ini
cukup memberikan wawasan yang berarti baginya, mengenai contoh-
contoh perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, yang terkait
dengan hukum dan politik. Hanya saja, sebagai seorang magister
bidang Hukum Islam, ia tidak terlalu paham teori-teori yang terkait
dengan Syariah ataupun Hukum Islam. 20
18
Hasil wawancara dengan Lalu Muhammad Ariyadi, alumni SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011, Tanggal 20 Januari 2015. 19
Hasil wawancara dengan Lalu Muhammad Ariyadi, alumni SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011, Tanggal 20 Januari 2015. 20
Hasil wawancara dengan Lalu Muhammad Ariyadi, alumni SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011, Tanggal 20 Januari 2015.
176 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
Sedangkan suka duka yang dialami selama menjadi
mahasiswa di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
antara lain: ia merasakan banyak perubahan yang terjadi di dalam
dirinya. Perubahan itu, termasuk menambah wawasan keilmuan yang
integratif, ia tidak hanya memahami ilmu Hukum Islam, tetapi juga
perspektif ilmu lain, seperti ilmu sosiologi dan antropologi.21
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Adnan Yelipele.22
Menurutnya kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta memberikan banyak manfaat, yakni: menambah wawasan dari
segi keilmuan, ia juga merasakan bahwa kemampuannya lebih teruji,
lebih memahami tentang banyak hal yang terkait dengan penelitian
dan penulisan karya ilmiah, terutama karya tulis ilmiah murni, seperti
tugas-tugas kuliah dan tesis/disertasi. Selain itu, kata mahasiswa yang
berasal dari daerah timur Indonesia, tepatnya di Kota Wamena
Kabupaten Jayawijaya, Papua. Ia merasakan menjadi lebih melek
teknologi, yakni ia sebelumnya tidak terlalu paham mengaktifasi
internet, tidak paham searching referensi melalui internet, mencari
jurnal-jurnal ilmiah yang bertaraf nasional maupun internasional.
Semenjak kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang diharuskan 80% referensinya berasal dari jurnal
internasional. Sehingga mau tidak mau ia belajar mengenal internet.
Sehingga, sekarang ia menjadi terbiasa memanfaatkan internet sebagai
gudang ilmu kedua, setelah perpustakaan. Karena ia juga menyadari
ada banyak hal, ada banyak manfaat positif yang bisa diambil dari
internet.23
Menurut Adnan Yelipele, kurikulum di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membuat mahasiswa lebih
memahami perbedaan pemikiran. Walaupun tak dipungkiri, menurut
Adnan selama menjalani proses penyelesaian studi di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ia juga mengalami
dukanya perjuangan, seperti harus belajar mengenai bagaimana ngecek
21
Hasil wawancara dengan Lalu Muhammad Ariyadi, alumni SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011, Tanggal 20 Januari 2015. 22
Hasil wawancara kepada Adnan Yelipele, mahasiswa SPS UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2012. Selain kuliah di Konsentrasi Syariah, ia
juga sebagai da’i di masyarakat di Kota Waleman, Kabupaten Jayawijaya. Ia juga
mengabdikan diri sebagai penghulu di Kementrian Agama Kota Waleman,
Kabupaten Jayawijaya. Wawancara tanggal 20 Januari 2015. 23
Hasil wawancara kepada Adnan Yelipele, mahasiswa SPS UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2012. Wawancara tanggal 20 Januari 2015.
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 177
plagiarisme, yang baru-baru ini muncul menjadi salah satu syarat yang
harus di lampirkan, padahal ia baru saja kembali dari Papua untuk
mengambil data penelitian tesisnya tentang mahar babi pada
masyarakat Papua.24
Sewaktu penulis mewawancarai Adnan, setelah ia akhirnya
berhasil melengkapi bukti anti plagiat sesuai ketentuan Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada saat itu, penulis
juga bertemu dengan mahasiswa S2 angkatan 2011/2012, mereka ada
tiga orang. Yang ternyata berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar di
salah satu sekolah di Jakarta. Penulis melihat, mereka sedikit bingung
juga diikuti rasa kaget, dengan semakin banyaknya kebijakan-
kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Salah satunya mengenai mengisi formulir
pendaftaran ujian on-line, kemudian jurnal internasional harus 80% di
setiap bab, lalu cek plagiarisme. Mereka, yang mungkin sehari-harinya
tidak terlalu akrab dengan yang namanya internet, cukup merasa
kebingungan. Belum lagi membagi waktu antara profesi sebagai guru,
dengan kewajiban mereka sebagai mahasiswa S2.
Tetapi, hal menarik yang penulis lihat adalah, mereka datang
bertiga ke sekretariat Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, kemudian menanyakan berapa lama lagi masa studi mereka.
Setelah di cek pada komputer oleh bagian administrasi mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ternyata masa
studi mereka masih lama, yakni masih ada dua semester lagi.
Kemudian di salah saat satu teman mereka lagi bergumam “apa saya
bisa menyelesaikan tesis dengan waktu sesingkat itu, apa lagi sekarang
makin lama makin banyak kebijakan-kebijakan baru, yang perlu di
adaptasi”. Tetapi teman yang lain memberikan motivasi, bahwa bila
dikerjakan, InsyaAllah bisa.
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap deskripsi yang
telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis menganalisa bahwa
kebanyakan mahasiswa membutuhkan adaptasi lebih lama untuk
menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Hal ini dikarenakan proses yang dilalui mahasiswa untuk
menyelesaikan studi mereka terkadang membutuhkan adaptasi
(penyesuaian) terhadap beberapa kebijakan yang bertahap, tapi pasti
bermunculan. Selain itu juga, bagaimana mahasiswa mampu mengikuti
24
Hasil wawancara kepada Adnan Yelipele, mahasiswa SPS UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2012. Wawancara tanggal 20 Januari 2015.
178 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
pembaharuan-pembaharuan yang terjadi di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta turut mempengaruhi proses penyelesaian
studi mereka.
Di sisi lain, bila penulis mengkaitkan pembaharuan yang
terjadi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan proses pembelajaran dan juga proses penyelesaian studi
mahasiswa. Maka, penulis dapat disimpulkan bahwa hal itu dapat
menjadi salah satu dampak terhadap lulusan Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut penulis, hal ini berdampak pada
proses terjadinya relativitas kebenaran. Maksudnya, kebenaran suatu
hal akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan tempat
dimana kebenaran itu dimunculkan dan berkembang. Misalnya, penulis
ambil contoh dengan hasil wawancara kepada salah satu mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia meyakini
bahwa selama ini kebenaran yang mutlak adalah kebenaran yang
bersumber dari Alquran, dan hal itu tidak dapat diganggu gugat.
Manusia harus meyakini hal itu, tanpa bisa mengkritisi ataupun
mengajukan pernyataan mengapa seperti itu, tidak seperti ini. Menurut
mahasiswa yang diwawancarai tadi, dia sempat berfikiran bahwa
mempertanyakan ataupun mengkaji apa yang telah ada di dalam
Alquran adalah sesuatu yang tidak baik.25
Tetapi, kemudian akhirnya ia mengalami apa yang dinamakan
revolusi pemikiran, dari yang sebelumnya berfikiran absolut terhadap
ayat-ayat Alquran, tetapi kemudian ia berfikiran bahwa ayat-ayat
Alquran memang absolut tetapi manusia boleh mengkritisinya agar
tidak hanya meyakini atau mengimani tetapi juga dapat
mengaktualisasikannya ke dalam kehidupan nyata.26
Ia mengisahkan bagaimana proses revolusi pemikiran itu
bermula saat ia tidak lulus ujian proposal. Saat itu, ia benar-benar
merasa terpukul karena usaha yang telah dilakukan sudah semaksimal
kemampuannya, tetapi ternyata proposal yang menurutnya itu telah
sedemikian baik, dihadapan penguji tak sebaik anggapannya. Penguji
saat ujian proposal berkata bahwa proposal dia masih sangat teoritis,
belum memperlihatkan perdebatan para ahli tentang tema yang akan
dikaji. Kemudian terlalu banyak mengutip ayat Alquran tanpa
25
Wawancara kepada salah satu mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang tidak bersedia disebutkan namanya, Tanggal 2 Desember 2014. 26
Wawancara kepada salah satu mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang tidak bersedia disebutkan namanya, Tanggal 2 Desember 2014.
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 179
dianalisis lebih mendalam, akan membuat tulisannya bisa dikatakan
belum layak menjadi disertasi. Kegalauan yang cukup membuatnya
benar-benar berfikir untuk mundur atau pindah ke kampus lain. Apa
lagi ada kekhawatiran pada dirinya dengan imej Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mencetak orang-orang yang berfaham
liberal. 27
Di masa-masa kegalauannya itu, ia berdiskusi ke teman-
temannya, juga pada pimpinan dimana ia bekerja. Setelah diskusi ke
beberapa orang itu, ia malah menjadi bingung, karena pimpinannya
menyarankan untuk pindah ke kampus lain, sedangkan teman-teman
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyarankan
sebaliknya. Hingga akhirnya, ia membutuhkan waktu sekitar enam
bulan untuk memutuskan pilihan. Dan masa-masa proses ia
memutuskan itu, membuatnya mendapatkan perspektif yang beragam,
dengan diskusi ke banyak teman-teman dari beragam usia, beragam
latar belakang pendidikan, beragam profesi. Ternyata hal itu dapat
membuatnya menjadi lebih toleran terhadap keberagaman pemikiran,
keberagaman pendapat. Sehingga ia menyimpulkan bahwa kebenaran
itu relatif tergantung bagaimana orang memahaminya. Apa yang kita
fikir benar, belum tentu benar menurut orang lain. Setelah mengalami
pembaharuan pemikiran dan kemudian ia solat istikhoroh. Akhirnya,
ia memutuskan untuk melanjutkan studinya kembali, tak jadi pindah
ke kampus lain. Setelah pemikirannya lebih terbuka dengan kurikulum
yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ia kemudian memperbaiki proposal disertasinya sesuai
ketentuan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
untuk kemudian didiskusikan ke beberapa teman-temannya.
Selanjutnya, ia verifikasi dengan dosen, dan setelah di Acc. si dosen
verifikasi, ia daftarkan ke ujian proposal. Dan tepat bulan November
2014 ia dijadwalkan ujian proposal dan lulus.28
Setelah si mahasiswa ujian proposal, penulis wawancarai. Dia
berkata alasan mengapa akhirnya ia memutuskan untuk kembali
melanjutkan kuliahnya di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, padahal sebelumnya ia sangat ingin pindah ke
pascasarjana lain, yang mungkin lebih memungkinkan ia segera selesai
27
Wawancara kepada salah satu mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang tidak bersedia disebutkan namanya, Tanggal 2 Desember 2014. 28
Wawancara kepada salah satu mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang tidak bersedia disebutkan namanya, Tanggal 2 Desember 2014.
180 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
dan mendapatkan gelar doktor. Ada satu kalimat yang ia simpulkan
saat penulis wawancarai, ia berkata bahwa “lebih baik saya menderita
sebentar, yakni selama proses menyelesaikan studi di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kemudian saya akan
mendapatkan hikmah yang luar biasa setelahnya, dan ilmu serta
pengalaman yang luar biasa yang didapatkan selama kuliah di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan sangat berguna
untuk kehidupannya beberapa puluh tahun ke depan, atau seumur
hidupnya.” Pernyataan ini ia ungkapkan kepada penulis setelah
perjuangan panjang yang dialaminya, yakni setelah ia tidak lulus ujian
proposal dan selama enam bulan mengalami masa-masa kebingungan
(kebingungan untuk tetap melanjutkan kuliah di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau pindah ke pascasarjana lain).29
Berdasarkan deskripsi hasil wawancara yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka penulis menganalisa bahwa ada mahasiswa
mengalami proses yang adaptasi pemikiran, justru di saat ia tidak lulus
ujian proposal. Proses adaptasi pemikiran, yakni proses dimana
pemikiran mahasiswa yang berasal dari beragam lingkungan, yang
mungkin lingkungan sebelum ia masuk ke Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta jauh berbeda dengan lingkungan setelah ia
menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Proses penyesuaian lingkungan selama mahasiswa
menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dipengaruhi oleh terhadap kurikulum integratif yang
diterapkan di kampus ini.
Proses adaptasi pemikiran yang terjadi pada mahasiswa
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya,
mahasiswa akan mengalami pembaharuan dalam hal pemikiran. Bisa
jadi yang sebelum masuk Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta si mahasiswa dianggap eksklusif, kemudian
setelah masuk Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ia menjadi lebih inklusif. Hal ini berdasarkan hasil wawancara penulis
kepada beberapa mahasiswa yang ia aktifitis di organisasi politik yang
dianggap aliran kanan, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), atau
29
Wawancara kepada salah satu mahasiswa SPs UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang tidak bersedia disebutkan namanya, Tanggal 2 Desember 2014.
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 181
organisasi kemahasiswaan, seperti KAMMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia).30
Mereka mengatakan hal yang sama, yakni bahwa setelah
menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta mereka merasakan adanya perubahan dalam pola pikir.
Perubahan yang dimaksud adalah mereka menjadi orang yang terbiasa
melihat keberagaman pemikiran, perbedaan pendapat dan perbedaan
perspektif sesuai dengan latar belakang pendidikan. Hal ini yang
membuat mahasiswa yang sebelumnya berfikir bahwa hanya ada satu
kebenaran mutlak, yakni kebenaran yang berdasarkan Alquran. Tetapi
setelah mereka menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mereka mendapatkan wawasan baru, bahwa
kebenaran Alquran memang absolut (mutlak) tetapi pemahaman
seseorang mengenai kandungan/ hikmah dari ayat-ayat Alquran itu
relatif. 31
Deskripsi yang telah diuraikan sebelumnya menggambarkan
tentang fenomena toleransi yang terjadi selama ujian-ujian yang
dihadapi mahasiswa, seperti ujian proposal, ujian WIP dan ujian
pendahuluan. Selain itu, data hasil pengamatan penulis didukung juga
dengan hasil wawancara tak terstruktur kepada beberapa mahasiswa
dan alumni Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hasilnya, memperkuat asumsi penulis mengenai adanya pengaruh
kurikulum terhadap sikap toleransi mahasiswa Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian, hal itu tercermin pada
saat proses-proses penyelesaian studi mahasiswa, yakni sewaktu
terjadinya ujian-ujian. Misalnya, ujian WIP dan ujian Pendahuluan
tesis/disertasi.
Sedangkan bila ditinjau dari sisi pandang fenomenologi.
Maka, penguji ujian pendahuluan tesis dan juga mahasiswa yang telah
dideskripsikan sebelumnya, adalah aktor-aktor sosial yang melakukan
30
Hasil wawancara kepada beberapa mahasiswa SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Mereka adalah aktifits di PKS dan ada juga yang aktifitis di
organisasi kemahasiswaan, seperti KAMMI. Dalam hal ini semua yang diwawancarai
tidak bersedia disebutkan namanya. Wawancara tanggal 20 November 2014 dan
tanggal 4 Desember 2014. 31
Hasil wawancara kepada beberapa mahasiswa SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Mereka adalah aktifits di PKS dan ada juga yang aktifitis di
organisasi kemahasiswaan, seperti KAMMI. Dalam hal ini semua yang diwawancarai
tidak bersedia disebutkan namanya. Wawancara tanggal 20 November 2014 dan
tanggal 4 Desember 2014.
182 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
pengkhasan dan tindakan sosian satu sama lain berdasarkan kesamaan
dalam ikatan makna intersubjektif. Sebagai sebuah tindakan yang
dilakukan dengan penuh kesadaran, kegiatan-kegiatan yang dilakukan
selama proses ujian-ujian yang dilakukan oleh aktor-aktor tersebut
memiliki motif yang berkaitan dengan masa akan datang, maupun
yang berkaitan dengan masa lalu. Jika dianalisis lebih mendalam, maka
ada unsur-unsur budaya toleransi yang terjadi pada masyarakat
akademik di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tindakan-tindakan intersubjektif yang dilakukan para dosen
maupun mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta lebih jauh lagi dapat dijelaskan melalui pendekatan interaksi
simbolik. Artinya, menganalisis aktifitas manusia sebagai sebuah
pertukaran simbol yang diberi makna. Melalui perspektif interaksi
simbolik terlihat perilaku dari dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebagai proses yang memberi peluang pada
mahasiswa untuk membentuk dan mengatur tindakannya dengan
mempertimbangkan harapan atau ekspektasi orang lain yang menjadi
mitra interaksinya. Atas dasar ini, teori interaksi simbolik percaya
bahwa sekelompok manusia akan menciptakan aturan-aturan dalam
interaksi. Artinya, bahwa kelompoklah yang membuat aturan, bukan
sekumpulan aturanlah yang membentuk kelompok.32
Hal ini dapat
dilihat pada saat ujian proposal tesis/disertasi, ujian WIP, maupun
ujian pendahuluan tesis/disertasi. Interaksi antara dosen penguji
dengan mahasiswa yang sedang diuji.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa realitas toleransi
yang terjadi pada masyarakat akademik di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yakni adanya sikap saling menghargai
perbedaan perspektif maupun perbedaan pendapat antara mahasiswa
dan dosen. Hal ini terjadi dikarenakan Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta menerapkan kurikulum integratif.
Kurikulum jenis ini memungkinkan untuk terjadinya dialog antara
mahasiswa dan dosen yang berasal dari beragam konsentrasi.
Misalnya, dosen yang keahliannya dalam bidang pendidikan. Ia bisa
berdiskusi dan mengajar mahasiswa yang konsentrasinya berbeda,
seperti konsentrasi kedokteran ataupun tafsir hadist.
Realitas toleransi yang ada di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terjadi dalam konteks sosial, tetapi belum
32
D. Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (Badung: Rosda karya, 2004), 70.
Fenomena Toleransi antar Pemikiran| 183
menyentuh dalam konteks nilai-nilai budaya. Hal ini dikarenakan masa
studi mahasiswa di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta relatif sebentar, yakni untuk program magister masa studinya
maksimal 8 semester (4 tahun) sedangkan untuk program doktor masa
studinya maksimal 10 semester (5 tahun). Selain itu juga karena
kebanyakan mahasiswa sebelum kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, mereka telah mempunyai ideologi
masing-masing, yang telah terbangun. Hal inilah yang tidak
memungkinkan untuk terbangunnya toleransi pada tataran budaya di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
184 | Toleransi pada Masyarakat Akademik
185
BAB VI
PENUTUP
Hasil penelitian ini menyimpulkan konstruksi realitas
keterbukaan pemikiran pada masyarakat akademik dikembangkan
melalui sistem pengajaran yang terintegrasi berbagai bidang keahlian
dan pendekatan pemikiran. Artinya, model kurikulum yang
dikembangkan berpengaruh terhadap terbentuknya sikap toleran pada
masyarakat akademik di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Hal itu dikarenakan pemikiran manusia terbentuk oleh
lingkungan dimana ia berada. Maksudnya, pemikiran mahasiswa tidak
dapat lepas dari pengaruh kebudayaan yang mengitarinya, yakni
kebudayaan yang ada di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pola pikir, ucapan, perbuatan dan berbagai
keputusan yang diambil oleh mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta senantiasa dipengaruhi oleh pandangan
budayanya. Pandangan budaya yang dimaksud antara lain: nilai-nilai,
aturan, norma, hukum serta referensi lainnya, yang digunakan sebagai
landasan yang secara selektif dan konsisten digunakan sebagai acuan
dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya.
Prinsip yang menjadi fokus perhatian Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menerapkan kurikulum
integratif, yakni: bahwa ketrampilan berfikir pada mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak otomatis dimiliki
oleh mahasiswa. Hal ini dikarenakan, keterampilan berpikir bukan
merupakan hasil langsung dari pengajaran suatu bidang studi. Pada
kenyataannya, mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta jarang melakukan transfer sendiri keterampilan
berpikir ini. Sehingga perlu adanya latihan terbimbing, tetapi tetap
berpedoman pada model student center learning (model pembelajaran
yang berpusat pada mahasiswa). Jadi, dosen hanya sebagai fasilisator
yang membantu mengarahkan mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menyelesaikan tesis/ disertasi, juga
dalam menimba ilmu pengetahuan selama kuliah di Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
186 |Toleransi pada Masyarakat Akademik
Prinsip yang dijelaskan sebelumnya, kemudian diaplikasikan
dalam
nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam diri mahasiswa Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada proses
pembelajaran di kelas, maupun pada proses penyelesaian tesis/
disertasi. Nilai-nilai tersebut, yakni: mandiri, kreatif, berani
mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, kepemimpinan, kerja
keras, jujur, disiplin, inovatif, tanggung jawab, kerjasama, pantang
menyerah, komitmen, realistis, rasa ingin tahu, komunikatif, dan
motivasi kuat untuk sukses.
Faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik
bagi mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yakni: terprogramnya dengan baik kegiatan belajar, memiliki trik-trik
untuk mengakses dengan sebanyak mungkin referensi aktual dan
mutakhir, diskusi substansial akademik ke dosen dan sesama
mahasiswa. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat
dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap
dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku mahasiswa dalam proses
pembelajaran di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melakukan beberapa hal agar dapat menunjang terciptanya
keterbukaan pemikiran pada mahasiswanya. Hal dimaksud antara lain:
Pertama, adanya sumber daya manusia, terutama staf pengajar (dosen)
yang mempunyai keunggulan akademik dan mempunyai dedikasi
tinggi untuk pengembangan keilmuan. Kedua, menguasai tradisi
akademik yang unggul, melalui penyusunan dan penerapan kurikulum
yang aktual, realistik, dan berorientasi ke depan. Diajarkan melalui
proses belajar-mengajar dialogis, bebas, dan objektif, dan kemudian
dikembangkan dalam diskusi, seminar, penelitian, penerbitan buku dan
jurnal ilmiah, yang disebarluaskan kepada masyarakat. Ketiga,
tersedianya sarana dan prasarana akademik yang memadai, seperti
lingkungan kampus yang sejuk, seperti adanya taman di tengah gedung
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan
yang di lengkapi dengan akses jurnal dan buku-buku yang otoritatif,
yang dapat dengan mudah mahasiswa download.
Proses pembelajaran yang diterapkan di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kemudian di evaluasi melalui
beberapa capaian pembelajaran, yakni mahasiswa yang kuliah di
Penutup| 187
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diharapkan
mempunyai kompetensi sebagai peneliti yang mempunyai karakter
sebagai berikut: Pertama, mampu membedakan opini dan fakta.
Kedua, memiliki rasa ingin tahu yang besar. Seorang peneliti biasanya
selalu ingin mengetahui segala hal. Ketiga, peduli terhadap
lingkungan. Sikap peduli terhadap lingkungan harus tertanam dalam
jiwa seorang peneliti karena suatu penelitian akan sia-sia, jika proses
maupun hasilnya merusak lingkungan. Keempat, jujur terhadap fakta.
Seorang peneliti harus jujur dalam mengambil dan mengolah data
suatu penelitian. Tidak boleh ada pemalsuan (manipulasi) meskipun
hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya. Kelima, terbuka dan
fleksibel. Seorang peneliti harus terbuka dalam menyampaikan hasil
kajiannya. Terbuka di sini berarti mau menerima masukan, saran, dan
kritikan agar hasil penelitian menjadi lebih baik.
Keenam, berani mencoba. Rasa ingin tahu tentang sesuatu
tidak akan pernah terwujud tanpa keberanian untuk mencoba. Seorang
peneliti harus berani untuk mencoba mencari jawaban atas berbagai
pertanyaan yang ada di pikirannya. Ketujuh, berpendapat secara ilmiah
dan kritis. Seorang peneliti harus mampu berpendapat secara ilmiah
dan kritis. Setiap pendapat harus mempunyai dasar yang kuat dan
tepat. Oleh karena itu, seorang peneliti harus banyak membaca buku-
buku literatur untuk menambah wawasan. Kedelapan, bekerja sama.
Pada saat melakukan percobaan seorang peneliti harus mampu bekerja
sama dengan orang lain, sehingga percobaan dapat berhasil dengan
baik. Kesembilan, ulet dan gigih. Seorang peneliti tidak boleh cepat
berputus asa. Jika gagal dalam suatu penelitian, peneliti harus segera
mencari penyebab kegagalan itu dan mencobanya lagi untuk
memperoleh kesuksesan. Kesepuluh, bertanggung jawab dalam
melakukan penelitian. Seorang peneliti harus dapat bertanggung jawab
terhadap hasil penelitiannya. Selain itu, keselamatan tim dan
keselamatan lingkungan juga menjadi tanggung jawabnya. Selain itu, disimpulkan pula bahwa sosiologi pengetahuan
berkontribusi terhadap terbentuknya budaya toleransi antar pemikiran pada
mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam Negeri, khususnya di SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Hal ini dikarenakan sosiologi pengetahuan
berkontribusi dalam meminimalisir terjadinya klaim kebenaran. Sehingga
kebenaran itu menjadi relatif, karena tidak ada kebenaran yang mutlak.
Kemudian berdampak terhadap terbentuknya budaya toleransi. Hal itu berarti
bahwa sosiologi pengetahuan juga menguatkan pemikiran terhadap adanya
relatifitas kebenaran. Penelitian ini menyatakan bahwa salah satu faktor yang
188 |Toleransi pada Masyarakat Akademik
berpengaruh dalam menciptakan budaya toleransi di SPs UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yakni: model kurikulum integratif.
189
DAFTAR PUSTAKA
‘Abdullah bin ‘Abdullah Al-Mushuli. Hakikat Syi’ah, alih bahasa
Rusjdi Malik. Sumatera Barat: Penerbit Alhidayah, 1993.
Abidin, Zainal. Imamah dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial: Telaah atas Pemikiran Teologi Syiah. Jakarta: Badan Litbang
dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012.
Aceh, Abubakar. Aliran Syiah di Indonesia. Jakarta: Islamic Research
Institute, 1977.
______.Perbandingan Madzhab Syiah: Rasionalisme dalam Islam.
Semarang: Penerbit Ramadhani, 1980.
Afandi, Emilianus. Menggugat Negara: Rasionalitas Demokrasi, HAM dan Kebebasan. Penerbit: European Union dan PBHI,
2005.
Afifa, Nindah Nur. Peran Seni dalam Mengembangkan Kreatifitas Siswa. Diakses dari
http://media.diknas.go.id/media/document/5465.pdf. Tanggal
20 Desember 2011. AG., Muhaimin eds. Damai di Dunia Damai untuk Semua Perspektif
Berbagai Agama. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama,
Departemen Agama RI, 2004.
Agarwal, B.L. Programmed Statistics (Question-Answers. New Delhi:
New Age International Publishers, 2003.
al-Di>n, Bila>l S}afy. Mafhu>m al- Tasa>muh} fi> al-Isla>m wasilatihi bi Mafhu>m al-Wa>jib. al-Nas}s} Mu’tamar al-Tasa>muh} al-Di>ny fi al-Shari> ‘ah al-Isla>miyah. Rajab 1430 H/ 2009 M.
Ali, Syamsuri. ‚Alumni Hawzah Ilmiyah Qum: Pewacanaan
Intelektualitas dan Relasi Sosialnya dalam Transmisi Syiah di
Indonesia‛. SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Alimron. ‚Toleransi antar Umat Beragama dalam Perspektif Alquran‛.
Tesis IAIN Imam Bonjol, Padang, 1999.
Amabile, T. Creativity in Context. Boul-der: West View Press, Inc.,
1996
Anis, Muhammad. Islam dan Demokrasi Perspektif Wilayah al-Faqih.
Jakarta: PT. Mizan Publika, 2013.
Aqil, Muhammad Wardah. Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosakata, Vol. 1, ed. Sahabuddin et al., Jakarta: Lentera Hati, 2007.
190
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Arjomand, Said Amir. ‚Ideological Revolution in Shi’ism‛, dalam
Said Amir Arjomand eds., Authority and Political Culture in Shi’ism. New York: State University of New York Press,
1988.
Arnold, K. ‚Student Success‛, dalam J. Forest & K. Kinser, eds.,
Higher Education in The United States: an Encyclopedia. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO, 2002.
Asy-Syurbasi, Ahmad. Biografi Imam-Imam Empat Mazhab: Hanafi, Maliki, Syafe’i, dan Hambali. Yogyakarta: Penerbit Mutiara,
1979. Atkinson, P. dan S. Delamont. ‚Analytic Perspective‛, dalam N.K.
Denzin dan Y.S. Lincoln eds., The Sage Hand Book of Qualitative Research. Thousand Oaks: Sage Publications,
2005.
Azmi, Ulul. ‚Konstruksi Realitas Islam di Media Massa: Analisis
Framing Konflik Palestina-Israel di Harian Kompas dan
Republika‛. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Azra, Azyumardhi. ‚Kaum Syiah di Asia Tenggara: menuju Pemulihan
Hubungan dan Kerjasama.‛ dalam Dicky Sofjan eds., Sejarah dan Budaya Syiah di Asia Tenggara. Yogyakarta: Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2013.
Bahari eds. Toleransi Beragama Mahasiswa (Studi tentang Pengaruh Kepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar Pendidikan Agama dan Lingkungan Pendidikan terhadap Toleransi Mahasiswa Berbeda Agama pada 7 Perguruan Tinggi Umum Negeri. Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat
Kementrian Agama, 2010.
Banks, James A. and Cheryl A. Mc.Gee. Multicultural Education.
USA: Allyn and Bacon, 1993.
Baried, Baroroh. ‚Syiah Elements in Melayu Literature‛, dalam
Sartono Kartodirdjo eds., Profiles of Melayu Culture: Historiography, Religion and Politics. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1976.
Bashari, Luthfi. Musuh-Musuh Besar Islam. Yogyakarta: Widhad
Press, 2003.
Baum, Gregory. Agama dalam Bayang-Bayang Relativisme: Sebuah Analisis Sosiologi Pengetahuan Karl Mannheim tentang
191
Sintesa Kebenaran Historis-Normatif, terj. Ahmad Murtajib.
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999.
Beger, Peter dan Thomas Luckmann. Tafsir Sosial Atas Kenyataan; Sebuah Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, terj. Hasan
Basari. Jakarta: LP3ES, 2012.
______. Langit Suci Agama sebagai Realitas Sosial. Jakarta: LP3ES,
1991.
_______. The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowlidge. London: Penguin Books, 1991.
Berger, Peter L. dan Hansfried Kellner. Sosiologi Ditafsirkan Kembali: Esai tentang Metode dan Bidang Kerja, terj. Herry Joediono.
Jakarta: LP3ES, 1985.
Blumer, Herbert. Symbolic Interactionism: Perspective and Method.
Berkeley: University of California Press, 1986.
Born, Max. Einsteins Theory of Relativity. New York: Dover
Publication, INC, 1965.
Buku Pedoman Akademik Program Magister Dan Doktor Pengkajian
Islam 2011-2015.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2008.
________. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik terhadap Peter L.Berger dan Thomas Luckmann. Jakarta:
Kencana, 2008.
Carrol, M.P. ‚Culture‛. dalam J. Freeman eds. Introduction to Sociology. Prentice Hall, Scarborough, Ontario, 1982.
Chodri, Choiril. ‚Konstruksi Sosial Kehidupan Penjual Tahu dalam
Film Feature Dokumenter Dongeng Rangkas‛. Skripsi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Cholid, Rasmianto. ‚Pembaharuan Pendidikan Tinggi Islam: Studi
tentang Perubahan Konsep, Institusi dan Budaya Pendidikan
di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Universitas Islam Negeri (UIN) Malang‛. Diakses
dari http://library.sunan-
ampel.ac.id/media.php?module=detailberita&id=144, Tanggal
7 September 2013.
192
Csikszentmihalyi, M. ‚Society, Culture, and Person: A System View
of Creativity‛. dalam R. J. Sternberg, eds. The Nature of Creativity. Cambridge University Press, New York, 1988.
Csikszentmihalyi, M. Creativity. New York: HarperCollins, 1996.
Damami, Mohammad. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Periode 1973-1983: Sebuah Sumbangan Pemahaman tentang Proses Legalisasi Konstitusional dalam Konteks Keberagamaan di Indonesia. Jakarta: Kementrian Agama RI,
2011.
Darmani. Toleransi Sebuah Jalan Keluar Pemersatu Anak Bangsa.
Surabaya: Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan
Surabaya, 2012.
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln, eds. HandBook of Qualitative Research. terj. Dariyanto, dkk. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009.
Departemen Agama RI. Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: CV.
Penerbit J-Art, 2004.
Dudte, Kari A. ‚Social Influence and Gender Norms‛. Tesis, The Ohio
State University, 2008.
Emerson, R.M. et.al. Writing Ethograhic Fieldnotes. Chicago: The
University of Chicago Press, 1995.
Eriksen, Thomas Hylland. What is Anthropology. London: Pluto Press,
2004.
_______. Small Places, Large Issues: an Introduction to Social and Cultural Anthropology. London: Pluto Press, 2001.
Fanani, Muhyar. Metode Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan sebagai Cara Pandang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Fatah, Abdul. ‚Budaya Toleransi dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam‛. Tesis, SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2012.
Fay, Brian. Contemporary Philosophy of Social Science: A Multicultural Approach. Oxford: Blackwel, 1996.
Forest, James J.F. ‚Teaching and Learning in Higher Education‛,
dalam James J.F Forest dan Philip G. Altbach, eds.,
International Handbook of Higher Education. Dordrecht:
Springer, 2007.
Fuhrmann, B. ‚Philosophies of Higher Education‛, dalam J. Forest &
K. Kinser, eds., Higher Education in The United States: an Encyclopedia. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO., 2002.
193
Gardner, H. Creating Minds. New York: Basic Books, 1993. Goff., Tom W. Marx and Mead: Contributions to a Sociology of
Knowledge. Boston: Routledge -& Kegan Paul, 1980.
Gunadi, R.A. dan M. Shoelhi. dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol. Jakarta: Penerbit Republika, 2002.
Harding, John; Harold Prohansky; Bernard Kutner and Isidor Chein.
"Prejudice and ethnic relations," dalam Gardner Lindzey and
Elliot Aronson, eds. The Handbook of Social Psychology.
Vol. 5 (second ed.). Reading, Mass: Addison-Wesley, 1979.
Harter, J.K. , F.L. Schmidt dan L.M. Keyes. ‚Well-Being in The
Workplace and Its Relationship to Business Outcomes: A
Review of The Gallup Studies‛. Diakses dari
http://media.gallup.com/well being in the workplace.pdf.
Tanggal 28 Agustus 2008.
Hasan, Fuad. ‚Beberapa Catatan Perihal Kemitraan dan Kebebasan
serta Kebebasan Akademik‛. Jakarta 9-13 April 1989.
Hassoubah, Zaleha Izhab. Mengasah Pikirin Kreatif dan Kritis.
Bandung: Nuansa, 2008.
Helmy, Muhammad Irfan. ‚Pemaknaan Hadis-Hadis Mukhtalif Menurut Asy-Sya@Fi'i@: Tinjauan Sosiologi Pengetahuan‛.
Disertasi, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2014.
Himmelhoch, Jerome. "The Dynamics of Tolerance." Unpublished
Ph.D. Dissertation, Columbia University, 1952.
Hoebel, E. Adamson. Anthropology And The Human Exprerience.
fifth edition. McGraw-Hill Book Company: New York, 1979.
http://graduate.uinjkt.ac.id. Diakses Tanggal 20 Oktober 2014.
http:// pasca.uin-malang.ac.id. Diakses Tanggal 30 April 2015.
http://pps.uin-suka.ac.id. Diakses Tanggal 30 April 2015.
http://www.ppsuinsgdbdg.ac.id/ Diakses Tanggal 27 April 2015.
Isnaini, Muhammad. ‚Konsep Pendidikan Multikultural dalam
Merespon Tantangan Globalisasi: Analisis Pemikiran HAR.
Tilaar‛. Diakses
darihttp://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/konseppendidik
anmultikultural. pdf. Tanggal 24 Desember 2014.
Jary, David dan Julia Jary. Multiculturalism. Buckingham-
Philadelphia: Open University Press, 1991.
Johnson, P. J. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia,
1986.
194
Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Kartomi, J. Margaret. ‚Tabut’-A Syiah Ritual Transplanted from India
to Sumatera‛ dalam David P. Chandler & M.C. Ricklefs eds.,
Nineteenth and Twentieth Century Indonesia: Essays in Honor of Professor J.D. Legge. Clayton, Victoria: Centre of
SEA Studies Monash University, 1986.
Kline, Rex. B. Becoming A Behavioral Science Researches: A Guide to Producing Research That Matters. New York; The Guilford
Press: 2009.
Kottak, Conrad Phillip. Anthropology: The Exploration of Human Diversity. Thirteenth ed. Boston: McGraw-Hill, 2009.
Kusmana et.al. Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menuju Universitas Riset. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Kuswarna. ‚Dunia Simbolik Pengemis Kota Bandung: Studi tentang
Konstruksi Sosial dan Manajemen Komunikasi pada
Pengemis di Kota Bandung‛, Disertasi Universitas
Padjadjaran Bandung, 2004.
Langrehr, John dan Jan Langrehr. Tricky Thinking Problem: Advance Activities in Applied Thinking Skills for Ages. USA: A David
Multon Book, 2008. Linley, P.A. dan S. Joseph eds. Positive Psychology in Practice.
Hoboken, NJ: John Wiley dan Sons, 2004.
Lopez, S.J. dan C.R Snyder eds. Positive Psychological Assessmet: A Handbook of Models and Measures. Washington D.J:
American Psychological Association, 2003.
Lopez, S.J. ‚Positive Psychology and Higher Education‛. Diakses dari
www.strengthsquest.com/.../Positive_Psychology_and_Highe
r_Education,pdf. Tanggal 10 Februari 2015.
Lubis, Dessy Nakarasima. ‚Pertimbangan Hakim dalam Penyelesaian
Perkara Pencemaran Nama Baik Melalui Pers‛. Diakses dari
http://e-journal.uajy.ac.id/209/2/1HK10156.pdf, Tanggal 3
Agustus 2014.
M, Bowerman. ‚The Origins of Children’s Spatial Semantic
Categories: Cognitive versus Linguistic Determinants‛. dalam
Gumperz J dan Levinson S, eds. Rethingking Linguistic Relativity. Cambridge: Cambridge University Press, 1996.
MacKinnon, Neil J. Symbolic Interactionism as Affect Control. Suny
Press, 1994.
195
Magnis-Suseno, Frans. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006.
Mannheim, Karl. Ideology dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik. terj. F. Budi Hardiman. Yogyakarta: Kanisius,
1991.
Marranci, Gabriele. The Anthropology of Islam. New York: Oxford,
2008.
Mastuhu dan M. Deden Ridwan eds. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antar Disiplin Ilmu Agama. Bandung:
Penerbit Nuansa, 1998.
McCarthy, E. Doyle. Knowledgeas Culture: The New Sociology of Knowledge. London and NewYork: Routledge, 1996.
Merriam, Sharan B. Qualitative Research: A Quide to Design and Implementation. San Francisco: Jossey-Bass, 2009.
Misrawi, Zuhairi. Pandangan Muslim Moderat: Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian. Jakarta: Penerbit Kompas, 2010.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993.
Moore, Barrington, Jr. "Tolerance and the Scientific Outlook," dalam
R. P. Wolff, B. Moore, Jr., and H. Marcuse, eds. A Critique of Pure Tolerance. Boston: Beacon, 1965.
Mubarak, Zulfi. Tafsir Sosial Fenomena Multi-Religius Kontemporer. Malang: UIN Malang, 2006.
Murray, Alan. The Wall Street Journal Essential Guide to Management: Lasting Lessons from the Best Leadership Minds of Our Time, Harper. New York: HarperCollins
Publishers, 2010.
Mursanih, Ahmad. ‚Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan
Perempuan di Media Massa: Analisis Framing Berita Pro-
Kontra Khitan Perempuan di Kompas.com‛. Skripsi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Musalma>ny, Ma>lik. al-Isla>m wa al-Tasa>muh} al-Di>ny. Diakses dari
www.muhammadanism.org tanggal 27 Juni 2014.
Mutmainah, Siti. dkk. ‚Konstruksi Sosial Pengukur Kinerja Entitas
Bisnis: Studi Kasus UKM di Kudus‛. Makalah dalam
Symposium Akuntansi XIII, Purwokerto, 2010.
Nasr, Vali. The Shia Revival: How Conflicts within Islam will Shape the Future. New York: W.W. Norton, 2005.
196
Nathawat, S.S. ‚Psychological Well-Being and Meditation‛, 1996.
Diakes dari http://www.azzpsychology/psychologicalwell-
being. html. Tanggal 28 Agustus 2008.
Nigrum, Dwi Anggraini Pupsa. ‚Konstruksi Politik Kebudayaan di
Layar Kaca Program Televisi Eagle Award bagimu Indonesia
2010 Metro TV‛. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2012.
Poespoprodjo, W. Subjektivitas dalam Historiografi: Suatu Analisis Kritis Validitas Metode Subjektivo-Objektif dalam ilmu sejarah. Bandung: Remadja Karya, 1987.
Poloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer, terj. Tim Penerjemah
Yasogama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Purnomo, Aloys Budi. Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik.
Jakarta: Penerbit Kompas, 2003.
Purnomo, Hery. ‚Kemampuan Bekerjasama dan Proses Pembiasaannya
melalui Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Empat Pilar
Pendidikan‛. Tesis Universitas Negeri Semarang, 2008.
Rachmat, Noor. ‚Pengembangan Pluralisme Beragama di Universitas
Bina Nusantara Jakarta‛. Disertasi UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2008.
Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif, Jenis Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: Grasindo, 2007.
Rakhmat, Jalaluddin. Dahulukan Akhlak di Atas Fiqh. Bandung:
Penerbit Mizan, 2007.
Reason, Peter. ‚Tiga Pendekatan dalam Penelitian Partisipatif‛, dalam
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, eds., Hand Book of Qualitative Research, terj. Dariyanto, dkk. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009.
Ridwan, Mastuhu dan M. Deden eds. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antar Disiplin Ilmu Agama. Bandung:
Penerbit Nuansa, 1998.
Ritzer, Georgi. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.
Rohidin, ‚Rekonstruksi Konsep Kebebasan Beragama di Negara
Hukum Indonesia Berbasis Nilai Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab‛, Disertasi UII Yogyakarta. Diakses
darihttp://law.uii.ac.id/images/stories/ringkasan%20disertasi
%20dr.%20rohidin.pdf. Tanggal 20 Mei 2015.
197
Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Saefuddin, AM. Islamisasi Sains dan Kampus. Jakarta: PT. PPA
Consultants, 2010.
Sanaw, ‘abd al-Rau>f . ‚al-Futu>h}a>t al-Isla>miyah wa al-Tasa>muh} al-
Di>ny‛. al-h}ada>thah. Beirut, 125/126, 2009.
Santana, Septiawan. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Sari, Eka Sandi Selfia. ‚Kebebasan Berpendapat Berdasar atas
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan
Mengemukakan Pendapat di Muka Umum Ditinjau dari
Perspektif Hak Asasi Manusia‛. Skripsi, Fakultas Hukum,
Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya, 2011.
Sari, Ramadhanita Mustika. ‚Model Integrasi Keilmuan pada
Kurikulum di Universitas Islam (Sebuah Desain,
Pengembangan dan Implementasi Kurikulum Integratif di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)‛.
Makalah disampaikan pada kegiatan AICIS (Annual
International Confrence on Islamic Studies) ke 13 di Lombok,
NTB, Tanggal 18-21 November 2013.
Saridjo, Marwan. Mereka Bicara Pendidikan Islam: sebagai Bunga Rampai. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
Schfersman, D.F. An Introduction to critical Thinking. Diakses dari
http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html, diakses
Tanggal 25 April 2013.
Seligman, M. Positive Psychology, Positive Prevention and Positive Therapy. Washington D.J: American Psychological
Association, 2002.
Sevilla, Consule G. eds. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta:
Penerbit UI Press, 1993.
Sholeh, Badrus. ‚antara Konflik dan Perdamaian; Peran Pesantren‛.
dalam Badrus Sholeh, eds. Budaya Damai Komunitas Pesantren. Jakarta: Pustaka LP3ES, 2007.
Simpson, George E. and J. Milton Yinger. Racial and Cultural Minorities (third ed.). New York: Harper and Row, 1965.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, eds. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES, 1995.
198
Snow, A.J. Psychology in Business Relations (2nd
ed.). New York:
Mc.Graw-Hill, 1930.
Snyder, C.R. dan S.J. Lopez eds. The Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press, 2002.
Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian: Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2001.
Sofjan, Dicky eds. Sejarah dan Budaya Syiah di Asia Tenggara.
Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
2013.
Sudjarwo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bandar Maju, 2001.
Sugiarto, Iwan. yang Lupa Diajarkan oleh Sekolah: Mengoptimalkan Daya Kerja Otak dengan Berfikir Holistik dan Kreatif. Jakarta: Gramedia, 2011.
Sugiono. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta,
2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi dengan Metode R&D . Bandung: CV. Alfabeta, 2009.
Suhaimi, Mustafa. Imam Abu Hanafi. Kuala Lumpur: Penerbit
Progressive House Sdn. Bhd, 2004.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2008.
Suparlan, Parsudi. Konflik Antar-Sukubangsa dan Upaya Mengatasinya. Temu Tokoh. ‚Dengan Keberagaman Etnis
Kita Perkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Rangka
Menuju Integrasi Bangsa‛. Badan Pengembangan
Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan
Pengembangan Budaya – Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional (BKNST) Pontianak. Singkawang, 12-14 Juni
2002.
________. ‚Indonesia Baru dalam Perspektif Multikulturalisme‛.
Harian Media Indonesia, 10 Desember 2001.
________. Parsudi eds. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya.
Jakarta: CV. Rajawali, 1984.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2000.
Susanto, Trisno. ‚Melampaui Toleransi: Merenung Bersama Walzer‛.
dalam Ihsan Al Fauzi, dkk. Demi Toleransi Demi Pluralisme.
Jakarta: Paramadina, 2007.
199
Suyasa, P. Tommy. Y.S. ‚Identifikasi Fenomena, Faktor, dan Fungsi
Respect sebagai Usaha Peningkatan Kualitas (Nilai-Nilai dan
Sikap Kerja Positif)‛, 2010, 15. Diakses dari
www.researchgate.net/...sikap_kerja.../0deec5321f31611b5a0
00000.pdf, Tanggal 10 Februari 2015.
Swenson, Jr. Loyd S. Genesis of Relativity: Einstein in Contex. New
York: Burt Franklin & Co., 1979.
Syam, Nur. Bukan Dunia Berbeda: Sosiologi Komunitas Islam.
Surabaya: Eureka, 2005.
Syarif, Ahmad. ‚Guru Agama Ideal dalam Perspektif
Konstruktivisme‛. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2007.
Tholkhah, Imam. ‚Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan dan
Tantangan Hidup Damai dalam Era Kehidupan Global‛.
dalam Muhaimin AG eds. Damai di Dunia Damai untuk Semua Perspektif Berbagai Agama. Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Beragama, Departemen Agama RI, 2004.
_______, eds. Konflik Sosial Bernuansa Agama di Indonesia. Jakarta:
Departemen Agama RI, 2002.
Tillman, D. Living Value: an Educational Program. Living Values Activities for Young Adults. Derfield Beach, Florida: Health
Communications.Inc., 2002.
Tim Penyusun. Toleransi dalam Pasungan; Pandangan Generasi Muda terhadap Masalah Kebangsaan, Pluralitas dan Kepemimpinan Nasional. Jakarta: SETARA Institute, 2008.
Tim Pusat Kurikulum Pengembangan Pendidikan Karakter. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat
Jenderal Mandikdasmen Kemendiknas RI, 2010. Travers, M. Qualitative Research Throught Case Studies. London:
Sage Publications, 2001.
Tumanggor, Rusmin dkk. Konflik dan Modal Kedamaian Sosial dalam Konsepsi Kalangan Masyarakat di Tanah Air. Jakarta:
LEMLIT dan LPM UIN Jakarta Bekerjasama dengan
Balitbangsos Depsos RI, 2004.
Uyanto, Stanislaus S. Pedoman Analisis Data dengan SPSS.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.
200
Ventrella, Scott W. Kekuatan Berfikir Positif dalam Bisnis: 10 Strategi Mendapatkan Hasil Maksimal. Alih Bahasa
Bernadeta. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003.
Wiley, Joyce N. The Islamic Movement of Iraqi Shi’as. London:
Lynne Rienner Publishers, 1992.
Wolff, Robert Paul. "Beyond tolerance," dalam R. P. Wolf, B. Moore,
Jr., and H. Marcuse, eds. A Critique of Pure Tolerance.
Boston: Beacon, 1965.
www.uinjkt.ac.id Tanggal 20 Agustus 2013. Yin, R.K. Case Study Research Design and Methods. California: Sage
Publication, Beverly Hill-California, 1987.
Yulaelawati, Ella. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya, 2004.
Zada, Khamami. Islam Radikal, Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia. Jakarta: Teraju, 2002.
Zainuddin, A. Rahman et.al. Syiah dan Politik di Indonesia: Sebuah Penelitian. Bandung: Mizan & PPW-LIPI, 2000.
Zohar, Donah dan Ial Marshal. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. terj. Rahmani Astuti. Bandung: Mizan,
2007.
JURNAL-JURNAL
A, Johannes, Van der Ven. ‚A Chapter in Public Theology from the
Perspective of Human Rights: Interreligious Interaction and
Dialogue in an Intercivilizational Context‛. The Journal of Religion, Vol. 86, No. 3 (July 2006). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/10.1086/503696. Tanggal 9 Mei
2014.
A., Scott. ‚The Vertical Dimension and Time in Mandarin‛.
Australian Journal of Linguistics, 9: 1989.
Adeney, Frances S. ‚Response to Harry L. Wells‛. Buddhist-Christian Studies, Vol. 22 (2002). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1390572. Tanggal 9 Mei 2014.
Amabile, T.; P. Goldfarb; dan S. Brackfleld. ‚Social Influenceson
Creativity: Evaluation, Coaction, and Surveillance‛.
Creativity Res, Vol. 3, 1990.
201
Ashford, S. J. , dan A.S. Tsui. ‚Self-Regulation for Managerial
Effectiveness: The Role of Active Feedbackseeking‛.
Academy of Management Journal, No. 34, 1991. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/256442. Tanggal 10 Januari 2014.
Banks, James. ‚Multicultural Education: Historical Development,
Dimension, and Practice‛. Review of Research in Education.
vol. 19, edited by L. Darling. Hammond. Washington, D.C.:
American Educational Research Association, 1993.
Berger, Peter and S. Pullberg. "Reification and the Sociological
Critique of Consciousness." History and Theory, No. 4, 1965.
Bielefeldt, Heiner. "Western" versus "Islamic" Human Rights
Conceptions?: A Critique of Cultural Essentialism inthe
Discussion on Human Rights‛. Political Theory, Vol. 28, No.
1 (Feb., 2000). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/192285, Tanggal 8 Mei 2014.
Blumer, Herbert. ‚A Note on Symbolic Interactionism‛. American Sociological, Vol. 38, No. 6 (Dec., 1973), 797-798. Diakses
dari http://www.jstor.org/stable/2094141, Tanggal 11 Juni
2014.
Boezman, E.J. dan Ellemers. ‚Volunteering for Charity: Pride,
Respect, and The Commitment if Volunteers‛. Journal of Applied Psychology, vol. 92, 2007, 771-785.
Borgatta, Edgar and Jeanne Hulquist. "A Reanalysis of Some Data
from Stouffer's Communism Conformity and Civil Liberties."
Public Opinion, No. 20, 1956.
Bratter, B. I., C.J Bratter dan I.E. Bratter. ‚Beyond Reality: The Need
to Regain Self-Respect‛. Psychotherapy: Theory, Research, Practice, Training, vol. 32, 1995, 59-69.
Brotz, Howard. ‚Multiculturalism in Canada: A Muddle‛. Canadian Public Policy/ Analyse de Politiques, Vol. 6, No. 1 (Winter,
1980). Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3550067.
Tanggal 23 September 2014.
Chattopadhyaya, D. P. ‚Institute Sociology of Knowledge‛. Annals of the Bhandarkar Oriental Research Institute, Vol. 68, No. 1/4,
(1987). Diakses dari http://www.jstor.org/stable/41693316 .
Tanggal 9 Mei 2014.
Christie, Richard and P. Cook. "A Guide to Published Literature
Relating to The Authoritarian Personality Through 1956."
Jurnal of Psychology, 45: 1958.
202
Citrin, Jack; David O. Sears; Christopher Muste; and Cara Wong.
‚Multiculturalism in American Public Opinion‛. British Journal of Political Science, Vol. 31, No. 2 (Apr., 2001).
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3593264, Tanggal
23 September 2014.
Darono, Agung. ‚Laporan Keuangan Pemerintah: Suatu Tinjauan
Konstruksi Realitas dengan Pendekatan Analisis Wacana‛.
Jurnal BPK, Volume 3 Tahun 2011.
D. Roberson, I. Davies dan J. Davidoff. ‚Colours Categories are not
Universal: Replications and New Evidence in Favour of
Linguistic Relativity‛. Journal of Experimental Psychology: General, 129: 2000.
Denzin, Norman K. ‚Symbolic Interactionism and Ethnomethodology:
A Proposed Synthesis‛. American Sociological Review, Vol.
34, No. 6 (Dec., 1969), 925-926. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/2095982, Tanggal 11 Juni 2014.
Dickens, David R. ‚Cultural Studies in Sociology: Cultural Studies as
Critical Theory by Ben Agger; Symbolic Interactionism and
Cultural Studies by Norman K. Denzin‛. Symbolic Interaction, Vol. 17, No. 1 (Spring 1994), 100-101. Diakses
dari http://www.jstor.org/stable/10.1525/si.1994.17.1.99,
Tanggal 11 Juni 2014.
Dohrenwend, Bruce P. and Edwin Chin-Shong. "Social Status and
Attitudes Toward Psychological Disorder: The Problem of
Tolerance of Deviance." Amer. Soc. Rev. 32, 1967.
Duch, Raymond M. and James L. Gibson. ‚Putting Up With" Fascists
in Western Europe: A Comparative, Cross-Level Analysis of
Political Tolerance‛. The Western Political Quarterly, Vol.
45, No. 1 (Mar., 1992). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/448773 .Tanggal 6 Juni 2014.
Dynes, Wallace. "Education and Tolerance: an Analysis of Intervening
Factors." Social Forces, No. 46, 1967.
Edwards, T. Bentley. ‚Measurement of Some Aspects of Critical
Thinking‛. The Journal of Experimental Education, Vol. 18,
No. 3 (Mar., 1950). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/20153830. Tanggal 10 Januari
2015.
Eldering, Lotty. ‚Multiculturalism and Multicultural Education in an
International Perspective‛. Anthropology & Education
203
Quarterly, Vol. 27, No. 3 (Sep., 1996). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3195810, Tanggal 23 September
2014.
Erskine, Hazel. "The Polls: Freedom of Speech." Public Opinion, No.
34, 1970.
Erten, İsmail Hakkı dan Ece Zehir Topkaya. ‚Understanding Tolerance
of Ambiguity of Efl Learners in Reading Classes at Tertiary
Level.‛ Novitas-Royal, Vol. 3(1), 2009, 38.
Ferrar, Jane W. ‚The Dimensions of Tolerance‛. The Pacific Sociological Review, Vol. 19, No. 1 (Jan., 1976). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1388742. Tanggal 5 Juni 2014.
Fleming, L. dan D. Chen S. Mingo. ‚Collaborative Brokerage, Gen-
Erative Creativity, And Creative Success‛. Admin. Sci. Quart, 52(3), 2007.
Ford, Donna Y.; James L. Moore, III and Deborah A. Harmon.
‚Integrating Multicultural and Gifted Education: A Curricular
Framework‛. Theory into Practice, Vol. 44, No. 2, Gifted
Education (Spring, 2005). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3497031, Tanggal 23 September
2014.
Frayne, C.A. dan G.P. Latham. ‚Application of Social Learning
Theory to Employee Self-Management Ofattendance‛.
Journal of Applied Psychology, No. 72, 1987.
Friedman, Robert Marc. ‚Tolerance and integrity at Johns Hopkins‛.
Historical Studies in the Physical and Biological Sciences,
Vol. 37, No. 2 (March 2007). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/10.1525/hsps.2007.37.2.463,
Tanggal 13 Mei 2014.
Gabennesch, Howard. "Authoritarianism as World View." Amer. Jurnal of Sociology, No. 77, 1972.
Garcia, Jesus and Sharon L. Pugh. ‚Multicultural Education in Teacher
Preparation Programs: A Political or an
EducationalConcept?‛. The Phi Delta Kappan, Vol. 74, No. 3
(Nov., 1992). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/20404837, Tanggal 23 September
2014.
Gokhale, A.A. ‚Collaborative Learning Enhances Critical Thinking‛.
Journal of Technology Education, Vol. 7 No. 1, 2000.
204
Goldman, Harvey. ‚From Social Theory to Sociology of Knowledge
and Back: Karl Mannheim and the Sociology of Intellectual
Knowledge Production‛. Sociological Theory, Vol. 12, No. 3
(Nov., 1994). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/202125, Tanggal 2 April 2014.
Hadimulyo. ‚Fundamentalisme Islam: Istilah yang Dapat
Menyesatkan.‛ Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. 4, Nomor 3, 1993,
5.
Hall, Stuart. ‚Cultural Studies: Two Paradigms.‛ Media, Culture, and Society, 2, 1980, 57- 92.
Hardiyanti, D. ‚Hipotesis Sapir-Whorf dan Tata Pergaulan Generasi
Muda‛. Lensa, 1(1), 1999.
Hargadon, A. dan B. Bechky. ‚When Collections of Creatives
Becomecreative Collectives: A Field Study of Problem
Solving at Work‛. Organ. Sci. 17(4), 2006. Hargrove, Barbara. ‚Modernization and Pluralism in Christian
Thought and Structure.‛ Journal for the Scientific Study of Religion, Vol. 24, No. 4 (Dec., 1985). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1386002 .Tanggal 9 Mei 2014.
Hartmann, Douglas and Joseph Gerteis. ‚Dealing with Diversity:
Mapping Multiculturalism in Sociological Terms‛.
Sociological Theory, Vol. 23, No. 2 (Jun., 2005). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/4148883, Tanggal 23 September
2014.
Haryanto, R. dan P.T.Y.S. Suyasa. ‚Persepsi terhadap Job
Characteristic Model, Psychological Well-Being dan
Performance (Studi pada Karyawan PT. X)‛. Phronesis: Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi, vol. 9, 2007, 68-69.
Hassan, Riffat. ‚Mempersoalkan Istilah Fundamentalis Islam‛. Ulumul Qur’an, Vol. 4, Nomor 5, 1993, 33.
Heiss, Johann dan Martin Slama. ‚Genealogical Avenues, Long
Distance Flows and Social Diaspora‛. Anthropology of The Middle East, Vol 5 (1), 2010, 34-37.
Hidayat, Deddy Nur. ‚Paradigma dan Perkembangan Penelitian
Komunikasi‛. Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia,
Vol III, 1999, 39.
Israel, Joachim. ‚Epistemology and Sociology of Knowledge: an
Hegelian Undertaking‛. Sociological Perspectives, Vol. 33,
205
No. 1, 1990. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1388980, Tanggal 13 Mei 2014.
Jufrizal, Z.A. ‚Hipotesis Sapir-Whorf dan Struktur Informasi‛.
Linguistika, Vol. 14, No. 26, Maret 2007, 1.
Katovich, Michael A. ‚Symbolic Interactionism and Cultural Studies
by Norman K. Denzin‛. Symbolic Interaction, Vol. 17, No. 1
(Spring 1994), 95-98. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/10.1525/si.1994.17.1.95, Tanggal
11 Juni 2014.
Kempton, Paul Kay Un Willett. ‚What is the Sapir-Whorf-
hypothesis?‛. American Anthropologist, 86, 1984.
Kiblinger, Kristin Beise. ‚Using Three-Vehicle Theory to Improve
Buddhist Inclusivism‛. Buddhist-Christian Studies, Vol. 24
(2004), 159-169. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/4145571. Tanggal 8 Mei 2014.
Kilzer, Ernest and Eva J. Ross. ‚The Sociology of Knowledge‛. The American Catholic Sociological Review, Vol. 14, No. 4 (Dec.,
1953). Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3708091,
Tanggal 13 Mei 2014.
Knapp, S. dan L. Vandencreek. ‚Balancing Respect for Autonomy
with Competing Values with The Use of Principle.‛ Based Ethics, Psychotherapy: Theory, Research, Practice, Training,
vol. 44, 2007, 397-404.
Kuklick, Henrika. ‚The Sociology of Knowledge: Retrospect and
Prospect‛. Annual Review of Sociology, Vol. 9 (1983).
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/2946067, Tanggal 13
Mei 2014.
Lindesmith, Alfred R. ‚Symbolic Interactionism and Causality‛.
Symbolic Interaction, Vol. 4, No. 1 (Spring 1981), 92.
Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/10.1525/si.1981.4.1.87, Tanggal
11 Juni 2014.
Lundgren, David C. ‚ Handbook of Symbolic Interactionism by Larry
T. Reynolds; Nancy J. Herman-Kinney‛. Contemporary Sociology, Vol. 34, No. 3 (May, 2005), 327-329. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/4147298, Tanggal 11 Juni 2014.
M, Gentner D dan Imai. ‚Across-Linguistic Study of Early World
Meaning; Universal Ontology and Linguistic Influence‛.
Cognition, 62 (2), 1997.
206
Malt B, Sloman S, Shi M dan Wong Y. ‚Knowing versus Naming:
Similarity and the Linguistic Categorization of Artifacts‛.
Journal of Memory and Language, 40: 1999.
Mania, Siti. ‚Implementasi Pendidikan Multikultural dalam
Pembelajaran‛. Lentera Pendidikan, Vol. 13, No. 1, Juni 2010.
McCormick, Theresa E. ‚Multiculturalism: Some Principles and
Issues‛. Theory into Practice, Vol. 23, No. 2, Multicultural
Education (Spring, 1984). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1476436, Tanggal 23 September
2014.
McCutcheon, Allan L. "A Latent Class Analysis of Tolerance for
Nonconformity in The American Public." Public Opinion Quarterly, vol. 49, 1985.
Melear, Claudia. ‚Multiculturalism in Science Education‛. The American Biology Teacher, Vol. 57, No. 1 (Jan., 1995).
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/4449908, Tanggal
23 September 2014.
Merton, Robert K. ‚The Sociology of Knowledge.‛ Isis, Vol. 27, No. 3
(Nov., 1937). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/225155, Tanggal 13 Mei 2014.
Mills, C. Wright. ‚Methodological Consequences of the Sociology of
Knowledge‛. American Journal of Sociology, Vol. 46, No. 3
(Nov., 1940). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/2769572, Tanggal 13 Mei 2014.
Millstone, Erik. ‚A Framework for the Sociology of Knowledge‛.
Social Studies of Science, Vol. 8, No. 1, (Feb., 1978). Diakses
dari http://www.jstor.org/stable/284858, Tanggal 13 Mei
2014.
Min, Anselm K. ‚Loving without Understanding: Raimon Panikkar's
Ontological Pluralism‛. International Journal for Philosophy of Religion, Vol. 68, No. 1/3. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/40981209. Tanggal 8 Mei 2014.
Moeller, Mary; Kay Cutler; Dave Fiedler and Lisa Weier. ‚Visual
Thinking Strategies=Creative and Critical Thinking‛. The Phi Delta Kappan, Vol. 95, No. 3 (November 2013). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/23611815, Tanggal 10 Januari
2015.
207
Moffat, Chris. ‚The Right to Integrated Education‛. Fortnight, No.
474 (December 2010/January 2011). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/41585226. Tanggal 5 Juni 2014.
Muck, Terry C. ‚Instrumentality, Complexity, and Reason: A
Christian Approach to Religions‛. Buddhist-Christian Studies, Vol. 22 (2002). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1390569. Tanggal 9 Mei 2014.
Mulinge, M. dan C.W. Mueller. ‚Employee Job Satisfaction in
Developing Countries: The Case of Kenya‛. World Development, vol. 26, 1998.
Obo, Lawrenceb dan Frederick C. Licari. ‚Education and Political
Tolerance Testing the Effect of Cognitive Sophistication and
Target Group Affect‛. Public Opinion Quarterly, Vol. 53,
1989, 285-308.
Olivelle, Patrick. ‚Inklusivismus: Eine Indische Denkform by Gerhard
Oberhammer‛. Journal of the American Oriental Society, Vol.
106, No. 4 (Oct.-Dec., 1986. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/603588. Tanggal 9 Mei 2014.
O'Toole, Fintan and Lucy Beckett. ‚The Limits of Tolerance‛.
Studies: An Irish Quarterly Review, Vol. 86, No. 344 (Winter,
1997). Diakses dari http://www.jstor.org/stable/30091841.
Tanggal 5 Juni 2014.
Ozgen, Emre dan Ian R.L. Dovies. ‚Acquistion of Categorical Color
Perception: A Perceptual Learning Approach to the Linguistic
Relativity Hypothesis‛. Journal of Experimental Psychology: General, 131: 2002.
Perinbanayagam, R. S. ‚The Making of Symbolic Interactionism by
Paul Rock‛. Contemporary Sociology, Vol. 12, No. 6 (Nov.,
1983), 733-734. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/2068124, Tanggal 11 Juni 2014.
Phillion, JoAnn., Ming Fang He and F. Michael Connelly.
‚Experiential Approaches to the Study of Multiculturalism in
Education: Introduction to the Special Series on
Multiculturalism in Curriculum Inquiry‛. Curriculum Inquiry,
Vol. 33, No. 4 (Winter, 2003). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3202346, Tanggal 23 September
2014.
Prosen, Anthony J. ‚The Essence of the Sociology of Knowledge: A
Discussion of the Stark Thesis‛. Sociological Analysis, Vol.
208
27, No. 1, (1966). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3709819. Tanggal 12/8/2014.
Purnomo, Alloys Budi. ‚Kaitan Pengetahuan dan Eksistensi
Kehidupan‛. Basis, XLI, 1, Januari 1992\.
Renn, Robert W.; David G. Allen and Tobias M. Huning. ‚Empirical
Examination of The Individual-Level Personality-Based
Theory of Self-Management Failure‛. Journal of Organizational Behavior, Vol. 32, No. 1, January 2011.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/41415653. Tanggal
10 Januari 2015.
Rex, John. ‚The Concept of Multicultural Society‛. Occassional Paper in Ethnic Relations, No. 3. Centre for Research in
Ethnic Relations (CRER), 1985.
Rose, Heather and Glenn E. Martin. ‚Locking Down Civil Rights:
Criminal Record-Based Discrimination‛. Race/Ethnicity: Multidisciplinary Global Contexts, Vol. 2, No. 1, 2008, 13-19.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/25594996 . Tanggal
6 Juni 2014.
Ryff, C.D. ‚Happiness is Everything, or is it? Explorations on The
Meaning of Psychological Well-Being.‛ Journal of Personality and Social Psychology, vol. 57, 1989, 1070-1074.
Ryff, C.D. ‚Psychological Well-Being in Adult Life‛. Current Directions in Psychological Science, vol. 4, 1995, 99-100.
Ryff, C.D. dan B. Singer. ‚Psychological Well-Being: Meaning,
Measurement and Implications for Psychotherapy Research‛.
Psychotherapy Psychosomatics, vol. 65, 1996, 14-23.
Ryff, C.D. dan C.L.Keyes. ‚The Structure of Psychological Well-
Being Revisited.‛ Journal of Personality and Social Psychology, vol. 69, 1995, 720-721.
Ryff, C.D. dan M.J. Essex. ‚The Interpretation of Life Experience and
Well-Being: The Sample Case of Relocation‛. Journal of Personality and Social Psychology, vol. 2, 1992, 513.
Schweizer, K. dan W. Rauch. ‚an Investigation of The Structure of
The Social Optimism Scale with Respect to The
Dimentionality Problem‛. Journal of Individual Differences,
vol. 29, 2008, 223-230.
Shaw, B. ‚The Sociology of Knowledge and the Curriculum‛. British Journal of Educational Studies, vol. 21, No. 3 (Oct., 1973).
209
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3120326. Tanggal 14
Juli 2014.
Shepherd, Clovis. ‚Symbolic Interactionism: Perspective and Method.
by Herbert Blumer‛. Social Forces, vol. 48, No. 3 (Mar.,
1970), 436. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/2574696,
Tanggal 11 Juni 2014.
Simmons, J. L. "Tolerance of Divergent Attitudes." Social Forces, No.
43, 1965.
Sosa, Manuel E. ‚Where Do Creative Interactions Come From? The
Role of Tie Content and Social Networks‛. Organization Science, Vol. 22, No. 1 (January-February 2011).
Stryker, Sheldon. ‚From Mead to a Structural Symbolic
Interactionism and Beyond‛. Annual Review of Sociology,
Vol. 34 (2008), 19. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/29737780, Tanggal 11 Juni 2014.
Suparlan. ‚Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam
Masyarakat Majemuk Indonesia‛. Jurnal Antropologi Indonesia, No. 6, 2002.
Suyasa, P. Tommy Y.S. ‚Perbandingan Tingkat Kepuasan Kerja antara
Kelompok Guru yang Berstatus Tetap dan Kelompok Guru
yang Berstatus Honorer‛. Phronesis: Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi, vol. 3, 2001, 51-57.
Tenggara, Henry, Zamralita dan P. Tommy Y.S. Suyasa. ‚Kepuasan
Kerja dan Kesejahteraan Psikologis Karyawan‛. Phronesis: Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi, vol. 10 (1),
2008, 96-113.
Thomas, Owen C. ‚Religious Plurality and Contemporary Philosophy:
A Critical Survey‛. The Harvard Theological Review, Vol.
87, No. 2 (Apr., 1994). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/1510121. Tanggal 9 Mei 2014.
Thomassen, Lasse. ‚The Inclusion of the Other? Habermas and the
Paradox of Tolerance‛. Political Theory, Vol. 34, No. 4 (Aug.,
2006). Diakses dari http://www.jstor.org/stable/20452474.
Tanggal 5 Juni 2014.
Tinder, Glenn. ‚in Defense of Pure Tolerance‛. Polity, Vol. 6, No. 4
(Summer, 1974). Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/3234026. Tanggal 6 Juni 2014.
Treiman, Donald J. "Status Discrepancy and Prejudice." Amer. Jurnal of Sociology, No. 71, 1966.
210
Uhl-Bien, M., dan Graen, G. B. ‚Individual Self-Management:
Analysis of Professionals' Self-Managingactivities in
Functional and Cross-Functional Work Teams‛. Academy of Management Journal, No. 41, 1998.
Vivi dan Rorlen. ‚Berpikir Kreatif Faktor Pendukung dapat
Meningkatkan Keaktifan Bertanya Siswa dalam
Pembelajaran‛. Jurnal Pendidikan., No.1, Vol. 3, 2007.
Wax, Murray L. ‚How Culture Misdirects Multiculturalism‛.
Anthropology & Education Quarterly, Vol. 24, No. 2 (Jun.,
1993). Diakses dari http://www.jstor.org/stable/3195720,
Tanggal 23 September 2014.
Weil, Frederick L. "The Variable Effects of Education on Liberal
Attitudes: A Comparative-Historical Analysis of
Antisemitism Using Public Opinion Data." American Sociological Review, vol. 50, 1985, 460-462.
Wood, Michael and Mark L. Wardell. ‚G. H. Mead's Social
Behaviorism vs. The Astructural Bias of Symbolic
Interactionism‛. Symbolic Interaction, Vol. 6, No. 1 (Spring
1983), 85-96. Diakses dari
http://www.jstor.org/stable/10.1525/si.1983.6.1.85, Tanggal
11 Juni 2014.
Wright, T.A., R. Cropanzano dan D.G. Bonett. ‚The Moderating Role
of Employee Positive Well-Being on The Relation between
Job Satisfaction and Job Performance‛. Journal of Occupational Healthy Psychology, vol. 12, 2007, 95-98.
Zellman, Gail L. and David O. Sears. ‚Childhood Origins of Tolerance
for Dissent.‛ Jurnal of Social Issues, No. 27, 1971.
211
GLOSARIUM
Toleransi : Suatu sikap atau perilaku menghargai atau menghormati
setiap tindakan yang dilakukan oleh orang lain.
Toleransi antar pemikiran : Sikap atau tingkah laku seseorang yang
menghargai dan memandang sederajat pemikiran yang berbeda
dengan pemikirannya.
Pemikiran : Proses membina ilmu dan pemahaman yang melibatkan
aktivitasi mental dalam otak manusia.
Capaian pembelajaran : Hasil dari proses belajar melalui pendidikan
dan pelatihan, atau bisa juga diartikan sebagai internalisasi dan
akumulasi ilmu pengetahuan, pengetahuan, keterampilan, afeksi,
dan kompetensi yang dicapai melalui proses pendidikan yang
terstruktur dan mencakup suatu bidang ilmu/keahlian tertentu.
Budaya toleransi : Kebiasaan yang telah terjalin secara turun temurun
untuk menghargai orang lain dalam perbedaannya. Sehingga
menjadi sebuah tradisi yang melembaga.
Relatifitas pengetahuan : kebenaran berdasarkan ruang dan waktu.
Kurikulum : Rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar
mengajar di bawah tanggungjawab sekolah atau lembaga
pendidikan.
Pembelajaran tematik integratif : pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata kuliah
ke dalam berbagai tema.
SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
212
213
INDEKS
B
Berger, 1, 16, 18, 37, 45, 60, 61, 64,
65, 70, 184
budaya akademik, 29, 57, 67, 120,
121, 122, 125
C
capaian pembelajaran, 24, 25, 26,
27, 112, 132, 141, 142, 144, 145,
147, 148, 149, 150, 153, 172,
181, 208
K
keterbukaan pemikiran, 8, 12, 15,
16, 19, 20, 21, 24, 26, 37, 38, 61,
65, 66, 68, 80, 116, 178, 195,
207, 208
konstruksi realitas keterbukaan
pemikiran, 15, 19, 20
konstruksi realitas sosial, 16, 17,
19, 26, 37, 38, 60, 184
M
Mannheim, 14, 15, 36, 37, 38, 43,
44, 69, 71, 72, 76
masyarakat akademik, 11, 12, 15,
16, 19, 20, 22, 26, 27, 29, 30, 34,
35, 37, 45, 46, 66, 67, 68, 81, 86,
117, 120, 123, 177, 181, 183,
191, 194, 204, 207
P
penelitian, 2, 3, 5, 8, 10, 11, 12, 13,
14, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 34, 35, 36, 38, 40, 61,
71, 72, 83, 84, 87, 91, 94, 95,
101, 114, 115, 118, 120, 121,
122, 127, 128, 145, 147, 148,
149, 150, 151, 153, 158, 159,
162, 172, 173, 174, 183, 184,
185, 187, 188, 190, 195, 196,
198, 199, 204, 207, 208, 209
pengajaran, 5, 24, 25, 26, 27, 56,
84, 87, 91, 93, 94, 112, 148, 149,
150, 151, 159, 172, 191, 197,
207
R
realitas sosial, 16, 17, 18, 42, 43,
60, 61, 184
214
S
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 4, 6, 8, 10,
11, 12, 14, 19, 20, 21, 22, 23, 24,
26, 27, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75,
76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84,
85, 86, 90, 95, 96, 97, 98, 100,
101, 102, 103, 106, 107, 108,
109, 110, 112, 113, 114, 115,
116, 117, 118, 119, 120, 121,
122, 123, 124, 125, 126, 127,
129, 130, 131, 132, 133, 135,
136, 137, 140, 141, 142, 143,
144, 145, 147, 148, 149, 150,
152, 153, 155, 158, 164, 166,
172, 173, 174, 175, 176, 177,
178, 179, 180, 181, 183, 184,
185, 186, 187, 189, 191, 193,
194, 195, 196, 197, 198, 199,
200, 201, 202, 203, 204, 205,
207, 208
sosiologi pengetahuan, 12, 14, 15,
23, 26, 30, 36, 37, 38, 42, 43, 44,
45, 46, 47, 48, 61, 71, 73, 75, 76,
77, 79, 86, 106, 107, 112, 137,
149, 176
T
toleransi, 1, 3, 4, 11, 12, 13, 14, 23,
24, 25, 26, 27, 30, 36, 46, 48, 49,
50, 55, 57, 59, 70, 76, 82, 85,
110, 123, 147, 148, 149, 150,
153, 154, 158, 159, 160, 161,
162, 164, 165, 171, 172, 173,
176, 181, 183, 184, 185, 186,
189, 191, 194, 195, 203, 204,
205, 209
toleransi antar pemikiran, 12, 25,
26, 27, 147, 148, 149, 150, 153,
172
BIODATA DIRI PENULIS
Ramadhanita Mustika Sari, S.Th.I, MA.Hum anak ketiga dari
empat bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan Mustopa
Usman dan Sofiah Suhaimi. Ia dilahirkan di Palembang 29 tahun
silam, yakni pada tanggal 7 Juni 1986 atau bertepatan dengan 28
Ramadhan 1406 H. Pada tahun 1992–1998 wanita yang akrab
dipanggil rama ini sekolah di SD Negeri 173 Palembang. Kemudian
tahun 1998-2001 melanjutkan studi di Sekolah Menengeh Pertama
(SMP) Negeri 8 Palembang. Tahun 2001- 2004 sekolah di SMK Negeri
I Palembang dengan mengambil Jurusan Akuntansi. Selesai dari SMK,
ia melanjut kuliah di IAIN Raden Fatah Palembang, tepatnya di
Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin. Tahun 2008, ia
menyelesaikan skripsi yang berjudul ‛Pola Pemeliharaan Kerukunan
Umat Beragama pada Masyarakat Muslim dan Budha di Rama Kasih
6 Kelurahan 5 Ilir Palembang‛, dan memperoleh gelar Sarjana
Theologi Islam (S.Th.I). Setelah itu, ia mengabdikan diri di salah satu
pondok pesantren yang ada di Kabupaten OKU Timur.
Tahun 2009, rama melanjutkan studi di Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi
Antropologi dan Sosiologi Agama. Kemudian tahun 2011, ia ujian
promosi magister dan berhak menyandang gelar Magister Agama
Bidang Humaniora, dengan judul tesis ‚Jaring Pengaman Pencegahan
Konflik: Kasus Masyarakat OKU Timur‛.
Setelah itu, ia kembali ke Palembang dan mengabdikan diri di
IAIN Raden Fatah Palembang sebagai dosen luar biasa. Ia mengampu
mata kuliah sosiologi agama sejak semester Ganjil 2011/2012 hingga
semester Ganjil 2012/2013. Kemudian Maret 2013 ia melanjutkan
kuliah program doktor dengan mengambil Konsentrasi Antropologi
dan Sosiologi Agama di Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Bulan Juni 2015 ia menyelesaikan studinya,
dengan menulis disertasi yang berjudul ‚Toleransi pada Masyarakat
Akademik (Studi Kasus di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)‛.
Selain itu, cewek yang bercita-cita ingin menjadi seorang
penulis ini aktif diberbagai kegiatan seminar, konfrensi maupun
pelatihan-pelatihan. Tahun 2013, ia menjadi salah satu pembicara di
konfrensi internasional yang bernama Annual International Confrence
on Islamic Studies atau yang biasa dikenal dengan AICIS, yang
diadakan di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tahun sebelumnya juga ia
menjadi pembicara di konfrensi yang sama, yang diadakan di
Surabaya. Selain itu, rama juga pernah menjadi peserta sort course
metodologi penelitian antropologi agama yang diadakan selama tiga
bulan, yakni bulan November 2013 hingga bulan Januari 2014, dengan
penyelenggara kerjasama STF UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Kementrian Agama RI.
Karya tulis ilmiah yang pernah rama buat, di antaranya
makalah yang berjudul ‚Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan Sains:
Studi Transformasi Konflik dan Konsensus Pengaruh Ilmu Agama
terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern‛. Makalah ini
dipresentasikan di AICIS ke 12. Kemudian makalah yang berjudul
‚Model Integrasi Keilmuan pada Kurikulum di Universitas Islam:
Sebuah Desain, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum
Integratif di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta‛
dipresentasikan di AICIS ke 13.
Sejak menjadi mahasiswa S1, rama aktif mengikuti berbagai
organisasi baik organisasi intra maupun ekstra kampus, seperti BEMJ
Perbandingan Agama (sebagai Bendahara periode 2006-2007), BEMF
Ushuluddin IAIN Raden Fatah Palembang (sebagai Bendahara Umum
periode 2007-2008). Di organisasi ekstra ia aktif di HMI, dan
diamanahi sebagai Ketum Kohati Komisariat Fakultas Ushuluddin
pada tahun 2006-2007. Kemudian tahun 2007-2008 ia menjadi staf
bidang kewanitaan di HMI Cabang Palembang.
Keberagaman pemikiran di satu sisi dapatmenjadi sumber pemersatu, tetapi di sisi lain iadapat menjadi benih-benih konflik. Terjadinyaambiguitas pada makna keberagaman pemikirandi masyarakat, disebabkan perbedaan pemikirandan perbedaan faham keagamaan. Konflik jugadapat terjadi dikarenakan belum jelasnya batasan-batasan dalam kebebasan berpendapat, yangmerupakan has i l dar i buah pemiki ran seseorang, yang terkadang antara satuo r a n g d a n y a n g l a i n n y a b e r b e d a . Buku yang ada di tangan pembaca ini,mengkaji upaya pencegahan konflik karenaperbedaan pemikiran dengan menggunakanteori konstruksi realitas sosial, yang dicetuskanoleh Berger dan Luckman. Permasalahan tersebutkemudian penulis fokuskan pada kajian mengenaibagaimana konstruksi realitas keterbukaanpemikiran membentuk sikap toleran padamasyarakat akademik di lembaga pendidikan,dengan studi kasus di Sekolah PascasarjanaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9 7 8 6 0 2 7 7 7 5 3 2 9
ISBN 978-602-7775-32-9