secara sosiologis bahasa indonesia baru dianggap “lahir” atau · 2016. 8. 16. · pemakaiannya...

57
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar 2.1.1.1. Sejarah Singkat Bahasa Indonesia Secara sosiologis bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya. Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek- dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno (Budhi Setiawan, 2010:1-2). Berawal dari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia mempunyai fungsi majemuk, menjadi bahasa persatuan, bahasa negara, bahasa resmi, bahasa penghubung antarindividu, bahasa pergaulan, dan yang tak kalah penting sebagai bahasa pengantar di semua sekolah di Indonesia. Bahasa Indonesia dilatarbelakangi oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai bahasa daerahnya yang menjadikannya bahasa pertama. Bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Melayu, yaitu salah satu bahasa daerah di bumi Nusantara ini. Bahasa Indonesia digunakan sebagai salah satu alat yang mempersatukan bangsa yang bersuku-suku, untuk mengusir Belanda dan meraih kemerdekaan. Selanjutnya, bahasa ini digunakan dalam berbagai kehidupan secara luas, maka tidak ada yang memprotes ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa Indonesia (Minto Rahayu, 2007:7). Minto Rahayu (2007:8) menyatakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia didasarkan atas pertimbangan yang rasional, baik secara politik, ekonomi dan kebahasaan, yaitu:

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 13

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1. Kajian Teori

    2.1.1. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

    2.1.1.1. Sejarah Singkat Bahasa Indonesia

    Secara sosiologis bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau

    diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara

    yuridis, tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui

    keberadaannya. Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah

    satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun

    khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-

    dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa

    Melayu Kuno (Budhi Setiawan, 2010:1-2).

    Berawal dari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, bahasa

    Indonesia mempunyai fungsi majemuk, menjadi bahasa persatuan,

    bahasa negara, bahasa resmi, bahasa penghubung antarindividu,

    bahasa pergaulan, dan yang tak kalah penting sebagai bahasa

    pengantar di semua sekolah di Indonesia. Bahasa Indonesia

    dilatarbelakangi oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing

    mempunyai bahasa daerahnya yang menjadikannya bahasa pertama.

    Bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Melayu, yaitu salah satu bahasa

    daerah di bumi Nusantara ini. Bahasa Indonesia digunakan sebagai

    salah satu alat yang mempersatukan bangsa yang bersuku-suku, untuk

    mengusir Belanda dan meraih kemerdekaan. Selanjutnya, bahasa ini

    digunakan dalam berbagai kehidupan secara luas, maka tidak ada yang

    memprotes ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa

    Indonesia (Minto Rahayu, 2007:7).

    Minto Rahayu (2007:8) menyatakan bahasa Melayu menjadi

    bahasa Indonesia didasarkan atas pertimbangan yang rasional, baik

    secara politik, ekonomi dan kebahasaan, yaitu:

  • 14

    1. Bahasa Melayu telah tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia.

    2. Bahasa Melayu diterima oleh semua suku di Indonesia, karena telah dikenal dan digunakan sebagai

    bahasa pergaulan, tidak lagi diresahkan sebagai

    bahasa asing.

    3. Bahasa Melayu bersifat demokratis; maksudnya tidak membeda-bedakan tingkatan dalam pemakaian

    sehingga meniadakan feodal dan memudahkan orang

    mempelajarinya.

    4. Bahasa Melayu bersifat reseptif; artinya mudah menerima masukan dari bahasa daerah lain dan

    bahasa asing sehingga mempercepat perkembangan

    bahasa Indonesia di masa mendatang.

    Mengutip tulisan Jacques Leclerc dalam sebuah telaah panjang

    tentang sosiolinguistik dalam Jérôme Samuel (2008:42) menyatakan:

    “[Setelah Kemerdekaan], bahasa Indonesia dijadikan

    sebuah bahasa serba guna, artinya sebuah bahasa yang

    sangat disederhanakan dan mempertahankan hubungan

    kekerabatan erat dengan bahasa-bahasa lain di

    Indonesia.Tujuannya adalah membuatnya menjadi bahasa

    kedua yang mudah dipelajari dan yang sedikit demi sedikit

    akan menggantikan bahasa-bahasa daerah. Usaha ini

    tampaknya berhasil karena sekarang ini bahasa Melayu

    atau bahasa Indonesia menjadi satu-satunya bahasa

    administrasi pendidikan, pers, periklanan, ilmu

    pengetahuan, dll” (1992:243).

    Ditetapkannya bahasa Melayu yang saat itu menjadi lingua

    franca di seluruh kawasan Indonesia menjadikan bahasa Indonesia

    memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai

    bahasa negara/resmi. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa

    Nasional di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 (Budi Santoso,

    2010:8-12) antara lain menegaskan:

    Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa

    Indonesia berfungsi sebagai 1) lambang kebangsaan

    nasional, 2) lambang identitas nasional, 3) alat pemersatu

    berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang

    sosial budaya dan bahasanya, dan 4) alat perhubungan

    antarbudaya, antardaerah. Sedangkan dalam kedudukan

    bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia

    berfungsi sebagai 1) bahasa resmi kenegaraan, 2) bahasa

    pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, 3)

  • 15

    bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional

    untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan

    pembangunan serta pemerintahan, dan 4) bahasa resmi di

    dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu

    pengetahuan serta teknologi modern.

    Keraf (1997:3-7) dalam Isah Cahyani (2012:47) menuliskan

    Bahasa (Indonesia), memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan

    berdasarkan kebutuhan pemakainya, yakni

    (1) sebagai alat untuk mengekspresikan diri, (2) sebagai

    alat untuk berkomunikasi, (3) sebagai alat untuk

    mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam

    lingkungan atau situai tertentu, dan (4) sebagai alat untuk

    melakukan kontrol sosial.

    Berdasarkan uraian tertulis diatas, dapat diketahui bahwasanya

    keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang kita

    gunakan dalam keseharian bukan dengan proses yang sederhana.

    Perjuangan bangsa Indonesia membebaskan diri dari penjajah pada

    masa itu, menumbuhkan keberanian para penjuang untuk

    mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa

    Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi alat penghubung pemersatu

    antarsuku yang ada di Indonesia, yang kemudian persatuan bangsa

    Indonesia yang beragam suku, menjadi alat untuk mengusir Belanda

    dan mengantarkan Indonesia meraih kemerdekaan. Bahasa Indonesia

    merupakan bahasa Melayu yang saat itu telah menjadi bahasa

    pergaulan dan telah banyak dikenal oleh suku bangsa, serta telah

    tersebar luas di seluruh Indonesia. Selain itu, dipilihnya bahasa

    Melayu sebagai bahasa Indonesia, juga dilengkapi dengan adanya

    pertimbangan bahwa, bahasa Melayu tidak memiliki tingkatan bahasa

    dalam penggunaannya. Bahasa Melayu juga dapat menerima masukan

    dari bahasa lain, seperti bahasa daerah lain dan bahasa asing. Sehingga

    dalam perkembangannya, bahasa Melayu dapat mengikuti

    perkembangan jaman yang ada, dengan cepat. Perkembangan bahasa

    Indonesia setelah Indoesia merdeka meraih keberhasilan yang nyata.

    Terbukti dengan tidak adanya protes bahwa bahasa Indonesia adalah

  • 16

    bahasa Melayu. Dalam pemakaiannya bahasa Indonesia

    disederhanakan untuk dapat dengan mudah dipelajari tanpa

    melupakan persatuan yang sedari awal menjadi tujuan utama

    dilahirkannya bahasa Indonesia.

    Dari pemaparan singkat tentang sejarah bahasa Indonesia,

    dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia lahir bukan dengan proses

    yang mudah. Bahasa Indonesia diikrarkan menjadi bahasa bangsa

    Indonesia dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1982.

    Pengikraran Sumpah Pemuda inilah, menjadi pertanda lahirnya bahasa

    Indonesia. Sumpah Pemuda diikrarkan bukan tanpa tujuan, semangat

    ingin merdeka dari penjajah menuntut rasa ingin para pejuang dan

    bangsa Indonesia untuk memiliki alat pemersatu bangsa Indonesia,

    yang terdiri dari beragam suku bangsa. Bahasa Indonesia adalah

    bahasa Melayu yang merupakan salah satu bahasa daerah di

    Indonesia. Bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu bangsa

    dikarenakan bahasa Melayu sudah menjadi bahasa keseharian yang

    umum digunakan oleh masyarakat Indonesia. Penobatan bahasa

    Melayu sebagai bahasa Indonesia bukanlah sekedar iseng dan

    kebetulan belaka, ini terbukti dengan diadakannya Seminar Politik

    Bahasa Nasional di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 yang

    merumuskan fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya.

    Dilahirkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dan bahasa

    Negara serta alat pemersatu tidaklah sia-sia. Bahasa Indonesia sampai

    saat ini menjadi bahasa yang digunakan dalam berbagai kegaitan dan

    mampu menjadi bahasa kedua bagi masyarakat suku bangsa di

    Indonesia.

    Mengingat sejarah bahasa Indonesia yang membantu rakyat

    Indonesia bersatu maka sangatlah penting bagi bangsa Indonesia

    untuk mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasanya. Penggunaan

    bahasa Indonesia saat ini merupakan cerminan keberhasilan bahasa

    Indonesia dalam menjadi bahasa kedua bagi bangsa Indonesia. Dalam

  • 17

    penggunaanya, bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa resmi dan

    bahasa nasional bangsa Indonesia. Secara lebih luas, bahasa Indonesia

    telah menjadi bahasa yang multifungsi bagi penggunanya. Dalam

    pemakaiannya bahasa Indonesia telah digunakan dalam berbagai segi

    kehidupan dimasyarakat Indonesia, salah satunya di bidang

    pendidikan. Demi menjaga keberadaan dan jati diri bahasa Indonesia,

    bahasa Indonesia diajarkan kepada generasi muda Indonesia dengan

    dijadikannya bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran di sekolah.

    2.1.1.2. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

    Mata pelajaran merupakan seperangkat kompetensi dasar yang

    dibutuhkan dan subtansi pelajaran mata pelajaran tertentu per satuan

    pendidikan dan per kelas selama masa prasekolah. Mata pelajaran

    memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa per

    kelas dan per satuan pendidikan sesuai dengan tingkatan pencapaian

    hasil belajarnya. Tolok ukur kompetensi dinyatakan dalam indikator.

    Mata pelajaran mengutamakan kegiatan instruksional yang berjadwal

    dan berstruktur (Tatat Hartati, 2013:4). Sedangkan dalam Kamus

    Besar Bahasa Indonesia (2008:925) menuliskan secara singkat arti

    kata mata pelajaran, yaitu pelajaran yang harus diajarkan (dipelajari)

    untuk sekolah dasar dan sekolah lanjutan.

    Mata pelajaran dalam pendidikan sekolah formal, memuat

    tentang materi ajar yang harus dipelajari dan dikuasai siswa.

    Perumusan materi ajar sesuai dengan standar kompetensi dan

    kompetensi dasar yang telah ditentukan dalam Standat Isi. Dari

    kompetensi dasar yang dijabarkan dalam materi ajar dimata pelajaran

    memiliki indikator yang ditetapkan sebagai pengukur keberhasilan

    siswa dalam memelajari suatu mata pelajaran.

    Dari kedua pengertian tentang mata pelajaran tertulis diatas

    dapat ditarik simpulan, mata pelajaran merupakan kumpulan

    kompetensi yang telah ditentukan dalam setiap kelas, yang harus

  • 18

    diajarkan dan dipelajari oleh siswa untuk kemudian dapat dikuasai

    oleh siswa di sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Jika dikaitkan

    dengan Bahasa Indonesia, maka mata pelajaran Bahasa Indonesia

    dapat diartikan sebagai suatu kumpulan kompetensi dibidang

    pengetahuan Bahasa Indonesia (berbahasa dan bersastra) yang

    ditetapkan dalam setiap kelas untuk diajarkan dan dipelajari siswa di

    sekolah dasar dan lanjutan.

    UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    pasal 37 menetapkan bahasa menjadi salah satu muatan wajib dalam

    kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta dalam kurikulum

    pendidikan tinggi. Ketentuan UU No.20 Tahun 2003 Sisdiknas ini

    sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2013 pasal 771 ayat

    (1), yang menetapkan Struktur Kurikulum SD/MI, SLB atau bentuk

    lain yang sederajat terdiri atas muatan:

    a) pendidikan agama, b) pendidikan kewarganegaraan, c)

    bahasa, d) matematika, e) ilmu pengetahuan alam, f) ilmu

    pengetahuan sosial, g) seni dan budaya, h) pendidikan

    jasmani dan olahraga, i) ketrampilan/kejujuran; dan j)

    muatan lokal.

    Mengacu pada ketentuan UU No.20 tahun 2003 Sisdiknas dan

    PP No. 32 tahun 2013, tidak dapat ditawar lagi, bahasa menjadi

    cakupan wajib dalam standar kurikulum pendidikan dasar. Jika

    dipelajari lebih lanjut, wajibnya muatan bahasa dalam standar

    kurikulum juga dimuat dalam standar kurikulum tingkat menengah,

    tingkat atas dan perguruan tinggi. Secara sederhana, dapat

    disimpulkan, mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran

    yang wajib dipelajari siswa. Wajibnya mata pelajaran Bahasa

    Indonesia ini, menjadi hal yang sangat wajar mengingat fungsi bahasa

    yang begitu penting bagi kehidupan berbangsa negara Indonesia.

    Belajar bahasa Indonesia merupakan salah satu sarana yang

    dapat mengakses berbagai informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan.

    Untuk itu, kemahiran berkomunikasi dalam bahasa Indonesia secara

    lisan dan tertulis harus benar-benar dimiliki dan ditingkatkan dalam

  • 19

    pembelajaran. Pembelajaran bahasa Indonesia yang masih awal, siswa

    harus belajar bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah. Bahasa

    Indonesia penting dipelajari anak-anak sekolah dasar antara lain:

    a. sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan,

    b. sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak,

    c. sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak, d. sebagai dasar untuk mempelajari berbagai ilmu dan

    tingkatan pendidikan selanjutnya (Isah Cahyani,

    2013:54).

    Peranan bahasa Indonesia yang berperan sebagai alat

    komunikasi yang mampu menjembatani antara satu ide dengan ide

    lain, membantu pemakainya untuk memasuki dan mencerna informasi

    lain. Jika dikaitkan dalam pembelajaran di sekolah, maka bahasa

    Indonesia dapat membantu siswa untuk dengan mudah memasuki,

    menerima, dan mengolah informasi dari mata pelajaran atau

    pengetahuan lain. Kemampuan siswa untuk mengakses pengetahuan

    lain dengan baik, akan membantu mengembangkan kemampuan siswa

    secara intelegensi. Bahasa Indonesia selain sebagai alat komunikasi,

    juga mampu menjadi sarana untuk siswa berkarya atau

    mengekspresikan sesuatu yang ada dalam dirinya. Sebagai akibat

    positif yang dimiliki siswa dari kemampuannya berbahasa Indonesia,

    akan menghantarkan siswa untuk mampu memasuki dan mengikuti

    pembelajaran dijenjang selanjutnya.

    Pada dasarnya pembelajaran bahasa Indonesia adalah tentang

    belajar komunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini

    ungkapkan SekolahDasar.Net (2012:1) yang menyatakan “Mata

    pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang

    membelajarkan siswa untuk berkomunikasi dengan baik dan benar.

    Komunikasi ini dapat dilakukan baik secara lisan maupun tulisan”.

    Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia

    bersumber pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar bahasa

    adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar

  • 20

    menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu

    dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia mengupayakan

    peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan

    tertulis serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia. Standar

    kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia mengupayakan siswa

    dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,

    kebutuhan, minat, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap

    hasil karya bangsa sendiri. Pada sisi lain, sekolah daerah dapat

    menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan

    sumber belajar yang tersedia (Tatat Hartati, 2013:5-6).

    Pembelajaran bahasa Indoensia diarahkan untuk meningkatkan

    kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa

    Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta

    menumbuhkan apresiasi terhadap karya kesastraan manusia Indonesia.

    Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan

    kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan

    penguasaan, pengetahuan, ketrampilan berbahasa, sikap positif

    terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini

    merupakan dasar bagi siswa untuk memahami dan merespon situasi

    lokal, regional, nasional dan global (BSNP, 2006:179).

    Penetapan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa

    Indonesia oleh BSNP (2006:317) menyertakan harapan, antara lain:

    1. peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya,

    serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil

    karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;

    2. guru dapat memusatkan perhatian kepada pengem-bangan kompetesi bahasa peserta didik dengan

    menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber

    belajar;

    3. guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan

    kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta

    didiknya;

  • 21

    4. orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan

    kesastraan di sekolah;

    5. sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan

    peserta didik dan sumber belajar yang tersedia;

    6. daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan

    kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan

    kepentingan nasional.

    Berdasarkan penjelasan-penjalasan tentang mata pelajaran

    Bahasa Indonesia, mata pelajaran Bahasa Indonesia bukan hanya

    sekedar mengajarkan kepada siswa tentang bagaimana berkomunikasi

    dengan baik dan benar namun juga mencakup pengembangan sikap

    positif berupa penghargaan terhadap karya orang lain dalam bidang

    kesastraan. Pengembangan intelegensi siswa yang diimbangi dengan

    pengembangan sikap positif, akan menjadikan pembelajaran bahasa

    Indonesia merupakan pembelajaran yang ikut menumbuhkan

    pendidikan karakter pada siswa. Standar kompetensi mata pelajaran

    Bahasa Indonesia mengupayakan pengembangan potensi siswa yang

    mencakup penguasaan, pengetahuan, ketrampilan berbahasa, sikap

    positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini

    akan menjadi dasar dan bekal bagi siswa untuk menyikapi situasi yang

    terus berubah dan berkembang. Pengembangan potensi siswa dalam

    standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia disesuaikan

    dengan kemampuan, minat, dan kebutuhan siswa. Dengan kata lain,

    sekolah dapat memrogram pembelajaran mata pelajaran Bahasa

    Indonesia sesuai dengan kondisi yang dimiliki oleh siswa dan sekolah

    serta lingkungan setempat.

    Tatat Hartati (2013:7) menuliskan ruang lingkup standar

    kompetensi dalam mata pelajaran Bahasa Indoensia SD dan MI terdiri

    dari aspek:

    1. Mendengarkan; seperti mendengarkan berita, petunjuk, pengumuman, perintah, bunyi atau suara,

    bunyi bahasa, lagu, kaset, pesan, penjelasan, laporan,

  • 22

    ceramah, khotbah, pidato, pembicara narasumber,

    dialog atau percakapan, pengumuman serta perintah

    yang didengar dengan memberikan respon secara

    tepat serta mengapresiasi dan berekpresi sastra

    melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra berupa

    dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita

    binatang, puisi anak, syair lagu, pantun dan menonton

    drama anak.

    2. Berbicara; seperti mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan, dialog, pesan,

    pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri,

    teman, keluarga, masyarakat, benda, tanaman,

    binatang, pengalaman, gambar tunggal, gambar seri,

    kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh

    kesukaan/ketidaksukaan, kegemaran, peraturan, tata

    tertib, petunjuk dan laporan serta mengapresiasi dan

    berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil

    sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat,

    cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan

    drama anak.

    3. Membaca; seperti membaca huruf, suku kata, kalimat, paragraph, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk, tata

    tertib, pengumuman, kamus, enslikopedia serta meng-

    apresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan

    membaca hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-

    anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair

    lagu, pantun, dan drama anak. Kompetensi membaca

    juga diarahkan menumbuhkan budaya membaca.

    4. Menulis; seperti menulis karangan naratif dan nonnaratif dengan tulisan rapi dan jelas dengan

    memperlihatkan tujuan dan ragam pembaca,

    pemakaian ejaan dan tanda baca, dan kosakata yang

    tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan

    kalimat majemuk serta mengapresiasi dan berekspresi

    sastra melalui kegiatan menulis hasil sastra berupa

    cerita dan puisi. Kompetensi menulis juga diarahkan

    menumbuhkan kebiasaan menulis.

    Isah Cahyani (2012:37) menuliskan materi pokok mata

    pelajaran Bahasa Indoensia antara lain:

    1. Ketrampilan mendengarkan Materi pokok ketrampilan menyimak: menyimak

    berita, menyimak petunjuk, menyimak dialog,

    menyimak pantun, menyimak drama, menyimak

    cerita anak, dan menyimak cerita rakyat.

    2. Ketrampilan berbicara

  • 23

    Materi pokok ketrampilan berbicara: bercerita,

    berdialog, berpidato, berpuisi, menjelaskan sesuatu,

    menanggapi (memuji/mengkritik), berpantun, dan

    wawancara.

    3. Ketrampilan membaca Materi pokok ketrampilan membaca: membaca

    nyaring, membaca intensif, membaca memindai,

    membaca dongeng, membaca kamus, membaca puisi,

    dan membaca pantun.

    4. Ketrampilan menulis Materi pokok ketrampilan menulis: menulis paragraf,

    mengarang, menulis cerita, menulis drama, menulis

    pidato, menulis pantun, menulis pengumuman,

    menulis laporan, parafrase, meringkas, mengisi

    formulir, dan menulis surat.

    Mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki 4 aspek yang harus

    dimiliki oleh siswa. Seperti yang dinyatakan oleh BSNP (2006:318)

    yang menetapkan “Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia

    antara lain 1) mendengarkan, 2) berbicara, 3) membaca, dan 4)

    menulis”. Keempat aspek yang menjadi cakupan mata pelajaran

    Bahasa Indonesia ini tidak hanya diajarkan dalam hal berbahasa,

    namun juga dalam bersastra.

    Mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kumpulan

    kompetensi dalam hal berbahasa dan bersastra yang telah ditentukan

    dalam setiap kelas yang harus diajarkan dan dipelajari oleh siswa

    sekolah dasar dan sekolah lanjutan dalam setiap satuan pendidikan.

    Pentingnya mata pelajaran Bahasa Indonesia ditentukan dalam UU

    No.20 Tahun 2003 Sisdiknas dan dalam Peraturan Pemerintah No.32

    Tahun 2013 pasal 771 ayat 1. Kedua peraturan ini, mewajibkan

    pelajaran bahasa untuk dimuat dalam pembelajaran di sekolah dasar

    dan sekolah lanjutan serta di perguruan tinggi. Mata pelajaran Bahasa

    Indonesia dapat membantu siswa untuk mengakses informasi dari

    mata pelajaran lain dan kemajuan ilmu pengetahuan yang terus

    berkembang. Mata pelajaran Bahasa Indonesia didasarkan untuk

    mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa serta sikap positif

    terhadap hasil karya baik dalam berbahasa dan bersastra.

  • 24

    Dari uraian-uraian tentang mata pelajaran Bahasa Indonesia

    dapat diketahui bahwa, mata pelajaran Bahasa Indonesia berisi

    kumpulan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam berbahasa

    dan bersastra, yang kemudian dikembangkan menjadi materi ajar yang

    harus diajarkan kepada siswa, dipelajari dan dikuasai oleh siswa.

    Materi mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum ditujukan untuk

    mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa secara lisan dan

    tertulis dengan baik dan benar. Dengan kemampuan berbahasa yang

    baik, siswa dapat mengembangkan diri dalam penerimaannya terhadap

    pengetahuan dan teknologi. Kompetensi-kompetensi yang diharapkan

    dapat dikuasai siswa, dapat dilihat keberhasilannya dengan tolok ukur

    indikator pencapaian kompetensi. Indikator pencapaian kompetensi

    sendiri diturunkan dari kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.

    Untuk dapat memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan benar

    dibutuhkan penguasaan empat kompetensi dalam berbahasa seperti

    mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca. Empat kompetensi

    ini pula yang menjadi aspek pengajaran dalam pembelajaran mata

    pelajaran Bahasa Indonesia. Melaksanakan pembelajaran Bahasa

    Indonesia dengan ketentuan penguasaan empat aspek berbahasa tentu

    bukan menjadi hal mudah dalam proses pembelajaran. Meski

    demikian, bukanlah hal mustahil, guru melaksanakan proses

    pembelajaran Bahasa Indonesia dengan berhasil dan efektif.

    Keberhasilan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bergantung

    pada bagaimana guru mengemas pembelajaran melalui skenario

    pembelajaran.

    2.1.2. Pembelajaran Bahasa Indonesia

    2.1.2.1. Pembelajaran

    Pengertian pembelajaran dalam UU No.20 tahun 2003 tentang

    Sisdiknas dituliskan sebagai proses interaksi peserta didik dengan

    pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berkiblat

  • 25

    dari pengertian pembelajaran menurut UU No.20 tahun 2003, Ahmad

    Susanto (2013:19) medefinisikan pengertian pembelajaran

    “Merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses

    pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, dan tabiat, serta

    pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik”. Ahmad

    Susanto (2013:9) juga mendefinisakn pembelajaran sebagai proses,

    perbuatan, cara mengajar, atau mengajarkan sehingga anak didik mau

    belajar.

    Sependapat dengan Ahmad Susanto, Isjoni (2010:11)

    mengungkapkan “Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya

    pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar”.

    Sedangakn menurut Mulyasa (2010:255) pembelajaran pada

    hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan

    lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang

    lebih baik. Pendapat lain diungkapkan oleh Douglas Brown (2007:8)

    yang menyatakan pembelajaran adalah “Penguasaan atau pemerolehan

    pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah ketrampilan dengan

    belajar, pengalaman, atau instruksi”.

    Pada dasarnya pembelajaran adalah proses belajar yang terdiri

    dari pendidik dan siswa. Pendidik berusaha menjadikan siswa untuk

    melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran terjadi secara

    berkesinambungan, sehingga pembelajaran dapat dikatakan sebagai

    proses. Melalui kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan dapat

    memperoleh/menguasai suatu materi ajar atau subjek tertentu yang

    disajikan dalam pembelajaran.

    Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan

    efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Pihak-pihak

    yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik dan peserta didik

    yang berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Isi kegiatan

    adalah bahan (materi) belajar yang bersumber dan kurikulum suatu

    program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau

  • 26

    tahapan yang dilalui pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran

    (Isjoni, 2010:11). Mulyasa (2010:255) menuliskan dalam

    pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan

    lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi

    peserta didik.

    Berdasarkan beberapa uraian tentang pembelajaran, memberi

    gambaran tentang adanya suatu hubungan ke berbagai arah. Artinya,

    interaksi yang terjadi bukan hanya antara guru dan siswa, namun juga

    antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa lain, bahkan

    antara siswa dengan lingkungannya. Peranan guru, tidak hanya

    sebagai satu-satunya sumber belajar, tapi juga bertanggung jawab atas

    terjadinya kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa sebagai syarat

    terjadinya pembelajaran.

    Suatu kegiatan disebut pembelajaran jika ada pengajar/guru

    dan siswa sebagai subjek belajar. Pembelajaran dapat teradi melalui

    proses interaksi siswa dengan siswa lain, siswa dengan guru, siswa

    dengan lingkungan dan siswa dengan sumber belajar. Untuk dapat

    terjadi suatu pembelajaran di kelas guru harus mampu membuat siswa

    mau belajar tentang materi mata pelajaran yang harus dikuasai siswa.

    Jika dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka guru harus sedapat

    mungkin membuat siswa mau belajar tentang materi ajar yang termuat

    sebagai cakupan kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia.

    2.1.2.2. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

    Sistem kurikulum yang digunakan dalam pendidikan saat ini

    adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seperti diatur

    dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    pasal 38 ayat 2, kurikulum pendidikan dasar dan menengah

    dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau

    satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi

    dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama

  • 27

    Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk

    pendidikan menengah.

    Mulyasa (2010:21) menuliskan pengertian KTSP adalah suatu

    ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi

    yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan

    pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan

    memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan

    sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga

    merupakan sarana peningkatan kualitas, efesiensi, dan pemerataan

    pendidikan. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan

    yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan

    untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan,

    dan kebutuhan masing-masing.

    Pelaksanaan kurikulum diatur dalam UU No.20 tahun 2003

    BAB IX tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 35 ayat 1, yang

    menuliskan Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi,

    proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan

    prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang

    harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Serta pasal 35 ayat 2

    yang menuliskan Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai

    acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan

    prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

    Pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan saat ini adalah

    dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

    yang mana kurikulum yang ada dikembangkan sendiri oleh setiap

    satuan pendidikan dengan diawasi oleh dinas pendidikan atau kantor

    departemen agama. Pengembangan kurikulum ini dapat disesuaikan

    dengan kebutuhan dan sumber belajar di masing-masing daerah

    tingkat satuan pendidikan. Pengembangan kurikulum diacukan pada

    Standar Nasional Pendidikan. Dalam praktik pelaksanaan

    pembelajaran, diberlakukan adanya standar kompetensi dan

  • 28

    kompetensi dasar yang termuat dalam standar isi sebagai acuan

    pembelajaran. Standar isi ini kemudian dijabarkan dalam silabus dan

    indikator pencapaian kompetensi yang menjadi tujuan yang hendak

    dicapai sekaligus tolok ukur dalam keberhasilan proses pembelajaran.

    Tercapainya suatu kompetensi/indikator adalah dengan dilakukannya

    penilaian terkait dengan indikator yang dipelajari. Pelimpahan

    pembuatan kurikulum pada masing-masing satuan pendidikan akan

    lebih mengarahkan siswa untuk mengembangkan potensinya sesuai

    dengan kebutuhan lingkungan dimana siswa tinggal.

    Tatat Hartati (2013:7) menuliskan tujuan pembelajaran Bahasa

    Indonesia secara umum adalah sebagai berikut:

    1. Siswa menghargai dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan

    bahasa negara.

    2. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk makna, dan fungsi, serta menggunakan dengan tepat

    dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan,

    keperluan, dan keadaan.

    3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

    intelektual, kematangan emosional, dan kematangan

    sosial.

    4. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).

    5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan sastra Indonesia sebagai

    khazanah budaya dan intelekual manusia Indonesia.

    Sependapat dengan Tatat Hartati, Yeti Mulyati (2013:3)

    menuliskan pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta

    didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

    1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun

    tulis.

    2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa

    negara.

    3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

  • 29

    4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional

    dan sosial.

    5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti,

    serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

    berbahasa.

    6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia

    Indonesia.

    Pada akhir pendidikan di SD/MI, peserta didik telah membaca sekurang-

    kurangnya sembilan buku sastra dan nonsastra.

    Pembelajaran bahasa Indonesia ditujukan agar siswa dapat

    mendalami bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dengan baik dan

    benar. Siswa dapat menyadari secara penuh, bahasa Indonesia

    bukanlah sekedar alat komuniaksi, tetapi bahasa Indonesia adalah

    bahasa persatuan bangsa Indonesia yang akan membawa siswa pada

    rasa penghargaan dan menghormati bahasa Indonesia. Rasa

    menghargai dan menghormati terhadap bahasa Indonesia akan

    membawa siswa dalam penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan

    ketepatan penggunaan, mengembangkan kedisplinan dalam berbahasa,

    serta mampu menghargai dan memanfaatkan karya sastra sebagai

    budaya dan daya cipta manusia. Berbagai tujuan pembelajaran bahasa

    Indonesia yang sangat bermanfaat bagi siswa, akan tercapai jika

    pembelajaran bahasa Indonesia dirasa siswa menyenangkan dan

    mampu membawa siswa merasa butuh mempelajari bahasa Indonesia.

    BNSP (2006:317) menyatakan pembelajaran bahasa Indonesia

    diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berko-

    munikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik, secara lisan maupun

    tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan

    manusia Indonesia. Selain itu, Eprins.uny.ac.id (2013:2) menuliskan

    arah pembelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP lebih menekankan

    keterlibatan siswa dalam belajar, membuat siswa secara aktif terlibat

    dalam proses pembelajaran. Suatu proses perubahan bahwa

  • 30

    pendidikan kita harus bergeser dari belajar yang berfokus pada

    penguasaan pengetahuan ke belajar holistic realistic yang lebih

    bermakna dan menyenangkan. Setiap pendidik selalu mengharapkan

    agar semua ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat dimengerti dan

    dipahami siswa serta mampu menerapkan dalam kehidupan

    masyarakat.

    Pembelajaran bahasa Indonesia yang ditujukan agar siswa

    dapat memiliki kemampuan komunikasi yang baik, secara lisan dan

    tertulis, menuntut pembelajaran yang tidak sederhana. Penerapan

    pembelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP tidak lagi hanya guru

    sebagai sumber dan pusat pembelajaran, namun dipusatkan kepada

    siswa sebagai subjek pembelajaran. Siswa terlibat aktif dalam

    pembelajaran, sehingga memberi kesempatan siswa untuk

    mengembangkan pengalamannya. Pembelajaran bahasa Indonesia

    disajikan dengan mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-

    sehari siswa.

    Pembelajaran yang aktif dan efisien dapat diperoleh siswa jika

    guru sebagai fasilitator pembelajaran merancang skenario

    pembelajaran dengan matang dan menyenangkan. Seperti yang

    ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013 pasal 19

    ayat 1: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

    secara interaktif, inspiratif, meyenangkan, menantang, memotivasi

    peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang

    cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan

    bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

    Skenario pembelajaran terangkum dalam Rencana Pelaksanaan

    Pembelajaran (RPP) yang secara jelas dituntut untuk menyajikan

    pembelajaran yang menumbuhkan rasa senang, motivasi belajar,

    keaktifan siswa dan menumbuhkan kreatifitas siswa. Slameto

    (2012:67) menuliskan RPP adalah rencana atau program yang disusun

    oleh guru untuk satu atau dua pertemuan, untuk mencapai target satu

  • 31

    kompetensi dasar. RPP diturunkan dari silabus yang telah disusun dan

    bersifat aplikatif di kelas. RPP berisi gambaran tentang kompetensi

    dasar yang akan dicapai, yang dijabarkan pada indikator, tujuan,

    meteri, skenario pembelajaran tahap demi tahap serta authentic

    assesmentnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 Tahun

    2007 tentang Standar Proses menetapkan Pelaksanaan pembelajaran

    merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran

    meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

    Dijelaskan pula dalam Standar Proses, dalam kegiatan inti

    menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta

    didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi,

    elaborasi dan konfirmasi.

    Iif Khoirul Ahmadi, Sofan Amri, Hendro Ari Setyono, dan

    Tatik Elisah (2011:94) menuliskan tentang komponen RPP antara lain

    1) Kompetensi Dasar, 2) Indikator, 3) Pencapaian Kompetensi, 4) Tujuan Pembelajaran, 5) Materi Ajar, 6)

    Alokasi Waktu, 7) Metode Pembelajaran, 8) Kegiatan

    Pembelajaran, 9) Penilaian Hasil Belajar, 10) Sumber

    Belajar.

    Langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam proses

    pembelajaran termuat dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan

    pembelajaran termuat kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.

    Kegiatan inti dalam pembelajaran, terdiri atas tiga tahap pelaksanaan,

    yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi atau sering dikenal dengan

    EEK (Iif Khoirul Ahmadi, Sofan Amri, Hendro Ari Setyono, dan

    Tatik Elisah, 2011:95).

    Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan

    melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena. Eksplorasi

    dalam proses pembelajaran adalah kegiatan kompleks, kegiatan yang

    mengharuskan adanya proses:

    (1) dialog yang interaktif, (2) adaptif, interaktif dan reflektif, (3) menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan

    pokok bahasan, (4) menggambarkan level kegiatan yang

    berkaitan dengan meningkatkan ketrampilan

  • 32

    menyelesaikan tugas sehingga memperoleh pengalaman

    yang bermakna.

    Teori elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi utama, 1) urutan

    ekplorasi, 2) urutan prasyarat belajar, 3) ringkasan, 4) sintesis, 5)

    analogi, 6) strategi kognitif, 7) kontrol terhadap siswa. Strategi

    elaborasi berkaitan erat dengan proses elaborasi yang berkelanjutan,

    melibatkan siswa dalam pengembangan ide atau ketrampilan dalam

    aplikasi praktis. Untuk meningktkan keyakinan akan kebenaran maka

    siswa dapat difasilitasi dalam mengembangkan model struktur seperti

    pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi atau klarifikasi. Sikap

    keraguan siswa perlu dijawab dengan mengkonfirmasikan terhadap

    unsur-unsur yang dapat meningkatkan kejelasan atas kebenaran suatu

    informasi (Slameto, 2012:76-80).

    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 tahun 2007

    menuliskan tantang Pelaksanaan Pembelajaran dengan langkah-

    langkah sebagai berikut:

    1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

    a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;

    b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan

    dipelajari;

    c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;

    d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

    2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi

    Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

    1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan

    dipelajari dengan menerapkan prinsip alam

    takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.

    2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;

    3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan,

    dan sumber belajar lainnya;

  • 33

    4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran; dan

    5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

    b. Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru:

    1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang

    bermakna;

    2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan

    baru baik secara lisan maupun tertulis;

    3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa

    takut;

    4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

    5) Memfasilitasi perserta didik berkompetinsi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;

    6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis,

    secara individual maupun kelompok;

    7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;

    8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;

    9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri

    peserta didik.

    c. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

    1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah

    terhadap keberhasilan peserta didik;

    2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber;

    3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang yang telah

    dilakukan;

    4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai

    kompetensi dasar;

    5) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi

    kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku

    dan benar;

  • 34

    6) Membantu menyelesaikan masalah; 7) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan

    pengecekan hasil eksplorasi;

    8) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih lanjut; 9) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang

    kurang atau belum berpartisipasi aktif.

    3. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru:

    a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;

    b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegaitan yang sudah dilaksanakan secara konsisten

    dan terprogram;

    c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

    d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan

    konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas

    individual maupun kelompok sesuai dengan hasil

    belajar peserta didik;

    e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

    Sebelum pembelajaran memasuki materi ajar, siswa

    dipersiapkan untuk belajar. Kegiatan pendahuluan dapat dilakukan

    dengan berdoa diawal jam pembelajaran, mengajukan pertanyaan-

    pertanyaan ringan yang berhubungan dengan pembelajaran, atau

    dengan kegiatan apersepsi lain yang mendukung pembelajaran. Agar

    siswa dalam belajar memiliki arah, maka perlu disampaikan tujuan

    pembelajaran yang akan dicapai, serta disampaikan pula materi yang

    akan dipelajari. Dalam kegaitan inti eksplorasi, siswa diberi fasilitas

    untuk dapat melakukan pembelajaran dengan cara menemukan sendiri

    informasi yang dibutuhkan. Guru bertugas memberi rangsangan

    kepada siswa untuk dapat mencoba mencari informasi yang

    dibutuhkan dari berbagai sumber dan berbagai kegiatan. Setelah

    kegiatan eksplorasi, dilanjutkan dengan kegiatan elaborasi. Dalam

    kegiatan elaborasi siswa diajak untuk berpikir lebih kritis dan berpikir

    ilmiah tentang informasi yang telah didapat. Hasil eksplorasi akan

    disajikan kedalam berbagai bentuk laporan/hasil produk dalam

  • 35

    kegiatan elaborasi. Selesai dengan kegiatan eksplorasi dan elaborasi,

    dilanjutkan dengan kegiatan konfirmasi. Dalam kegiatan ini, umpan

    balik, penguatan dan konfirmasi kegiatan dilakukan oleh guru. Dalam

    konfirmasi ini, kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan peserta

    didik dijadikan keutuhan pembelajaran untuk dijadikan suatu

    pengalaman bagi peserta didik. Dari keseluruhan kegiatan yang telah

    dilakukan, dibuat simpulan/rangkuman dan refleksi serta penilaian.

    Kegiatan ini dilaksanakan untuk menutup kegiatan pembelajaran.

    Reformasi pendidikan yang saat ini diterapkan dalam

    pendidikan di Indonesia adalah KTSP. KTSP (Kurikulum Tingkat

    Satuan Pendidikan) memberikan kesempatan kepada satuan

    pendidikan untuk merancang sendiri kuikulum sesuai dengan

    kebutuhan masing-masing daerah. Dalam pelaksanaan KTSP ada

    Standar Nasional Pendidikan yang mengatur pelaksanaan

    pembelajaran. Standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator

    pembelajaran menjadi faktor penting dalam perumusan kegiatan

    pembelajaran. Jika dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, maka

    materi yang menjadi bahasan dalam pembelajaran dijabarkan dari

    kompetensi dasar yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi

    mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah ditetapkan BSNP. Dengan

    pembelajaran yang dirancang sendiri sesuai dengan keadaan dan

    kondisi lingkungan dan sekolah diharapkan guru dapat merencanakan

    pembelajaran yang menyenangkan dengan memanfaatkan berbagai

    sumber belajar yang ada. Perwujudan pembelajaran dalam KTSP

    merupakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi

    siswa, yang dapat menjadikan siswa aktif, merasa tertantang,

    menumbuhkan kreativitas. Untuk mengefektifkan pembelajaran,

    dalam pelaksanaanya, pembelajaran dilakukan dengan cakupan

    kegiatan inti meliputi: eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

    Pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, dan menantang,

    menubuhkan kreatifitas siswa, serta pelibatan peran siswa secara aktif,

  • 36

    dapat dirancang dalam proses pembelajaran dengan penggunaan

    model-model pembelajaran yang inovatif. Salah satu model

    pembelajaran yang inovatif adalah dengan menggunakan model

    pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu siswa belajar

    dengan bekerja sama dengan siswa lain.

    2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif

    Kata pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperatif learning.

    Kata cooperatif dalam Kamus Inggris-Indonesia (2005:147) berarti bekerja

    sama. Dapat diartikan cooperatif learning atau pembelajaran kooperatif

    berarti belajar secara bersama-sama dengan saling bekerja sama antara

    satu dengan lainnya.

    Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis.

    Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

    menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling

    berdiskusi dengan temannya. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar

    bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 orang siswa

    yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan

    satu sama lain saling membantu. Tujuan pembentukan kelompok adalah

    untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat

    aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar (Trianto, 2009:56).

    Sedangkan Johnson dalam Isjoni (2010:15) mengatakan

    “Cooperanon mean working thogeter to accomplish shared

    goals. Whitin cooperative activities individuals seek outcomes

    that are beneficial to all other groups members. Cooperative

    learning is the instructional use of small group the allows

    students to work toghether to maximize their own and each

    other as learning”.

    Berdasarkan pernyatan Johnson pembelajaran kooperatif mengandung arti

    bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan

    kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota

    kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk

  • 37

    memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam

    kelompok itu.

    Sedangkan Slavin (1995) dalam Isjoni (2010:15) mengemukakan

    “In cooperative learning methods, students work together in four member

    teams to master material initially presented by the teacher”. Pembelajaran

    kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan

    bekerja salam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4 orang secara

    kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam

    belajar. Slavin (2005:8) menegaskan inti dari pembelajaran kooperatif

    adalah para siswa duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan

    empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan guru. Steven G.

    McCafferty (2006:4) menyatakan “Two crucial concepts in almost

    everyone's definition of cooperative learning relate to the amount of group

    support and to the degree to which each individual member of the group

    needs to learn and to exhibit his or her accomplishments”. Dari

    pernyataan McCafferty ini, dapat dimaknai bahwa dua konsep penting

    dalam pembelajaran kooperatif secara umum adalah berhubungan dengan

    kerja kelompok dan sejauh mana setiap anggota kelompok melakukan

    pembelajaran dan menunjukkan kemampuan atau prestasinya.

    Pembelajaran dengan mengelompokkan siswa kedalam kelompok

    kecil yang beranggotakan 4-6 orang siswa. Adanya pengelompokan secara

    heterogen memberi kesempatan pada kelompok memiliki perbedaan ide

    antaranggota kelompok. Perbedaan ide yang menjadi bahan diskusi siswa

    secara rasional akan memberi siswa wawasan dan memperkaya sumber

    belajar. Sekalipun tidak ada perbedaan ide, dikelompokkannya siswa dan

    disajikannya pembelajaran oleh guru, akan merangsang siswa untuk

    melakukan diskusi dan tukar pendapat. Kegiatan diskusi ini, tentu akan

    melatih siswa untuk mendengarkan pendapat teman dan mengungkapkan

    idenya. Kerja sama akan tumbuh dengan sendirinya dengan adanya materi

    yang harus dicari penyelesaiannya oleh kelompok.

  • 38

    Tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh

    pengetahuan dari sesama temannya. Pengetahuan tidak lagi diperoleh dari

    gurunya, dengan belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan

    kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya

    dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengkoreksi

    kesalahan, dan saling membetulkan satu sama lain (Isjoni, 2010:26).

    Sedangkan Trianto (2009:58) menuliskan pembelajaran kooperatif disusun

    dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi

    siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan

    dalam kelompok, serta memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi

    dan belajar bersama siswa yang berbeda latar belakangnya. Dengan

    bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan yang sama, siswa akan

    mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama manusia yang

    akan sangat bermanfaaat bagi kehidupan di luar sekolah.

    Dalam pembelajaran kooperatif, tidak hanya mempelajari materi

    tapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-

    keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Ketrampilan

    kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.

    Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas

    anggota kelompok selama kegiatan (Isjoni, 2010:46).

    Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif

    memasuki jalur utama praktik pendidikan. Salah satunya adalah

    penggunaan pembelajaran kooperatif meningkatkan pencapaian prestasi

    para siswa dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat

    mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan terhadap teman

    sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga

    diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa siswa perlu belajar

    untuk berfikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta

    mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa

    pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk

    mencapai hal-hal semacam itu (Robert E. Slavin, 2005:4-5).

  • 39

    Keuntungan utama kerja kelompok kecil tampak terletak pada

    aspek-aspek kolaboratif yang dapat dibantu pengembangannya. Salah satu

    keuntungannya terletak pada konstribusi yang dapat diberikan bagi

    pengembangan ketrampilan sosial murid. Bekerja dengan murid-murid lain

    dapat membantu murid mengembangkan kemampuan empatik mereka

    dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat sudut

    pandang orang lain, yang pada gilirannya dapat membantu mereka

    menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan.

    Berusaha menemukan solusi untuk sebuah masalah dalam kelompok juga

    mengembangkan ketrampilan-ketrampilan seperti kebutuhan untuk

    mengakomodasi pandangan orang lain (Daniel Muijs dan David Reynolds,

    2008:82). Sedangkan Trianto (2009:60) secara sederhana menuliskan

    pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda

    latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain

    atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan

    kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

    Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa belajar secara bersama

    dengan teman-temannya yang memiliki kemampuan dan latar belakang

    yang berbeda-beda. Tugas yang harus diselesaikan secara berkelompok

    menjadikan siswa untuk saling membantu menyelesaikan tugas dengan

    persamaan konsep pada materi yang hendak dimiliki siswa. Adanya

    persamaan tujuan merangsang siswa menemukan jalan tengah terbaik yang

    menguntungkan kelompok ditengah perbedaan pandangan. Jalan tengah

    inilah yang dituntutkan kelompok untuk dapat dikuasai oleh masing-

    masing anggotanya. Pembelajaran semacam ini secara nyata membantu

    siswa untuk saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Pencarian

    solusi dari tugas yang disajikan diharapkan menjadikan pembelajaran

    menantang dan menyenangkan. Akan timbul rasa kompetisi

    antarkelompok, yang memicu siswa untuk menemukan solusi terbaik bagi

    kelompok dan anggotanya.

  • 40

    Good et al. (1992:140) dalam Daniel Muijs dan David Reynolds

    (2008:91) memberikan usulan struktur pelajaran dalam sebuah model yang

    mengintegrasikan kerja kolaboratif (pembelajaran kooperatif) dengan

    pengajaran seluruh kelas, sebagai berikut:

    Tabel 1.1. Struktur pembelajaran Model Kerja Kolaboratif

    Perkiraan

    Waktu Kegiatan

    Locus of

    Control

    10 menit

    Introduksi, eksplorasi,

    investigasi, atau penguatan

    konsep-konsep

    Eksplorasi konsep-konsep dan ketrampilan-ketrampilan

    baru.

    Memberikan berbagai situasi problematik dan modelling

    berbagai strategi.

    Membimbing diskusi yang bermakna.

    Memberikan tugas.

    Mengklarifikasikan hasil-hasil yang diharapkan.

    Guru

    5-10 menit

    Mengerjakan tugas kelompok 1

    Penyelidikan, penguatan, atau

    perluasan berbagai konsep dengan

    mengunakan tugas

    Eksplorasi

    Investigasi

    Aplikasi

    Penguatan

    Kelompok

    5 menit

    Mengakses

    kemajuan/memproses dan

    mengklarifikasikan

    interaksi tanya jawab aktif

    mendiskusikan situasi masalah

    mendiskusikan strategi/proses/temuan

    memberikan perkembangan baru

    memberikan tugas-tugas baru

    Guru

    10-15

    menit Mengerjakan tugas kelompok 2 Kelompok

    5 menit Mengakses Guru

  • 41

    kemajuan/memproses dan

    mengklarifikasikan

    10-15

    menit Mengerjakan tugas kelompok 2 Kelompok

    5 menit

    Reviu/rangkuman tugas

    reviu singkat tentang tujuan

    reviu tugas

    reviu temuan

    hubungan dengan studi di masa lalu/masa depan

    Guru

    Gambaran kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran

    kooperatif dijabarkan dengan kegiatan pengeksplorasian konsep dengan

    menyajikan situai probelematik untuk dijadikan bahan diskusi bermakna

    yang diikuti dengan pemberian tugas. Tugas yang telah diberikan

    kemudian dikerjakan secara kelompok, untuk kemudian ditindaklanjuti

    dengan diklarifikasi melalui bimbingan guru. Kelompok atau siswa

    sebagai perwakilan kelompok akan mempresentasikan hasil diskusinya

    sebagai solusi yang ditawarkan untuk menjawab permasalahan yang ada.

    Selanjutnya kegiatan klarifikasi solusi atas permasalahan yang disajikan

    dilaksanakan oleh guru. Tugas kedua yang juga dikerjakan secara

    kelompok, diklarifkasi serta mengakses kemajuan, yang kemudian

    dilanjutkan dengan tindakan reviu atau rangkuman kerja kelompok.

    Melalui pembelajaran semacam ini sangat dapat terlihat adanya peran

    siswa yang aktif, serta meningkatkan penghargaan siswa terhadap kerja

    sama yang menjadi kunci keberhasilan pembelajaran secara kelompok.

    Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang pembelajaran

    kooperatif dapat disimpulkan, pembelajaran kooperatif merupakan

    pembelajaran yang memberi situasi pelaksanaan proses pembelajaran

    menjadi aktif dan bernuansa diskusi serta kerja sama. Untuk

    mewujudkannya dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibagi dalam

    kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang dengan catatan, siswa

    dikelompokkan secara heterogen. Guru bertugas menyajikan permasalahan

    dan membimbing siswa untuk berdiskusi dalam kelompok mencari

    penyelesaian atau solusi permasalahan. Proses pencarian penyelesaian ini

  • 42

    akan memberi berbagai peluang pada siswa untuk berinteraksi dengan

    teman dan belajar dari berbagai sumber. Kegiatan diskusi menjadikan

    siswa belajar mendengarkan dan mengungkapan ide dengan arah mencapai

    tujuan yang sama.

    Pembelajaran kooperatif bukan hal baru dalam dunia pendidikan.

    Oleh karena itu, ada bermacam-macam tipe dalam model pembelajaran

    kooperatif. Salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe think talk

    write.

    2.1.4. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)

    Dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia think memiliki arti

    berfikir, talk berarti berbicara, sedangkan write, berarti menulis. Secara

    sederhana pengertian think talk write merupakan suatu model

    pembelajaran kreatif yang pembelajarannya dilakukan melalui kegiatan

    berpikir, berbicara dan menulis. Ngalimun (2014:124) menuliskan tentang

    model pembelajaran think talk write (TTW), pembelajaran ini dimulai

    dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan

    alternative solusi), hasil bacaannya dikomuni-kasikan dengan presentasi,

    diskusi dan kemudian dibuat laporan hasil presentasi.

    Think talk write merupakan model pembelajaran yang menfasilitasi

    latihan berbahasa baik secara lisan maupun tulisan (menulis). Think talk

    write pertama kali diperkenalkan oleh Huiker dan Laughlin (1996:82),

    model ini didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah

    perilaku sosial. Think talk write mendorong siswa untuk berpikir,

    berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu (Miftahul Huda,

    2013:218). Pendapat lain diungkapakan oleh Ni Wyn. Juniarsih (2013:3)

    Think talk write merupakan model pembelajaran kooperatif yang dimulai

    dari alur berpikir (think) melalui kegiatan membaca, berbicara (talk)

    melalui kegiatan diskusi, bertukar pendapat dan presentasi dan menulis

    (write) melalui kegiatan menuliskan hasil diskusinya.

  • 43

    Model pembelajaran kooperatif tipe think talk write memberi alur

    pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir secara kritis terhadap

    permasalahan yang dihadapkan, untuk menemukan ide-ide dari materi

    yang ada. Dalam kegiatan ini, siswa dilatih untuk menemukan

    pemikirannya dari suatu persoalan yang menjadi materi pembelajaran. Ide

    siswa kemudian dianalisis oleh siswa secara mendalam untuk kemudian

    menemukan solusi yang dapat ditawarkan dalam memecahkan

    permasalahan yang disajikan oleh guru. Hasil pembicaraan siswa,

    kemudian dibicarakan secara klasikal melalui presentasi. Materi/hasil

    diskusi kemudian dicatat oleh masing-masing siswa dalam kelompok.

    Dalam kegiatan menulis yang dilakukan siswa, menuntut kelompok agar

    setiap anggotanya memahami dengan benar materi yang sedang mereka

    bicarakan dan pelajari. Keberhasilan kelompok adalah jika seluruh anggota

    kelompok dapat menguasai materi yang menjadi bahan pembelajaran.

    Dewa Ayu (2014:4) menuliskan kelebihan TTW membuat siswa

    dapat menikmati suasana yang lebih menyenangkan, membuat siswa

    dalam pembelajaran menjadi lebih aktif dan hasil belajar yang dicapai oleh

    siswa maksimal. Sedangkan Desy Ambari (2013:3) menuliskan, think talk

    write dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya kebentuk

    tulisan secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan

    membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk

    tulisan. Model pembelajaran think talk write dapat menciptakan suasana

    belajar yang menyenangkan dan bermakna dalam pembelajaran dari hasil

    penyelidikan, penyimpulan serta meningkatkan minat dan partisipasi serta

    meningkatkan pemahaman dan daya ingat.

    Proses pembelajaran dengan model TTW, membantu siswa melatih

    kemampuannya dalam berpikir, membicarakan pikirannya dengan

    berdiskusi bersama teman dan menuliskan hasil pemikirannya dalam

    belajar. Kegiatan yang dilakukan secara berkelompok ini akan membantu

    siswa melatih toleransi dan empati terhadap teman. Kemampuan sosial

    siswa pun akan terlatih dengan pembelajaran model TTW. Pembelajaran

  • 44

    yang menyenangkan dan menantang siswa, akan memberi semangat

    belajar kepada siswa. Rasa semangat dalam kegaitan belajar siswa akan

    memberi pengaruh positif kepada siswa dalam proses belajarnya.

    Pembelajaran yang mengkondisikan siswa merasa senang dalam belajar

    akan membantu siswa memahami materi pembelajaran dan memberi

    dampak kemajuan pada hasil belajar siswa.

    Ngalimun (2014:124) menuliskan sintak dari pembelajaran think

    talk write adalah informasi, kelompok (membaca-mencatat-menandai),

    presentasi, diskusi, melaporkan. Miftaul Huda (2013:218) menyatakan

    “Sebagaimana namanya, TTW memiliki sintak sesuai dengan urutan di

    dalamnya, yakni think (berpikir), talk (berbicara/berdiskusi), dan write

    (menulis)”. Dari pernyataan sintak ini dijabarkan oleh Miftaul Huda

    sebagai berikut:

    1. Tahap Think: siswa membaca teks berupa soal (jika memungkinkan dimulai dengan soal yang kontekstual).

    Pada tahap ini siswa secara individu memikirkan

    kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat

    catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan,

    dan hal-hal yang tidak dipahami dengan menggunakan

    bahasanya sendiri.

    2. Tahap Talk: siswa diberi kesempatan untuk membicarakan hasil penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini

    siswa mereferensikan, menyusun, serta menguji

    (negosiasi, sharing) ide-ide kedalam diskusi kelompok.

    3. Tahap Write: pada tahap ini, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya pada kegiatan tahap pertama dan

    kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang

    digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi

    penyelesaian, dan solusi yang diperoleh.

    Tahap-tahap pembelajaran dalam metode TTW menuntut siswa

    untuk memikirkan penyelesaian suatu permasalahan yang disajikan. Hasil

    pemikiran siswa ini kemudian dibawa kedalam kelompok untuk

    didiskusikan bersama mencari alternative solusi. Diskusi kelompok yang

    dilakukan siswa akan menghasilkan suatu ide baru sebagai hasil solusi atas

    permasalahan yang disediakan. Solusi jawaban atas permasalahan yang

    ada, kemudian dilaporkan secara tertulis. Siswa menuliskan hasil

  • 45

    diskusinya sebagai tahap write. Tahap penulisan ini memungkinkan

    terjadinya perbedaan atau perubahan ide dari tahap think, yang sebelumnya

    telah dilakukan siswa.

    Dapat dipahami bahwa tahap pembelajaran TTW memberi

    kesempatan siswa untuk mengembangkan ketrampilan siswa dalam 4

    kompetensi berbahasa. Dalam kegiatan berpikir, siswa terlebih dahulu

    membaca atau menyimak suatu materi/permasalahan yang disajikan oleh

    guru. Dalam tahap kegiatan berbicara yang dilakukan dengan berdiskusi,

    siswa melatih ketrampilan berbicara dengan mengemukakan pendapatnya.

    Kompetensi menyimak dilatih melalui kegiatan mendengarkan pendapat

    teman satu kelompoknya. Kompetensi menulis juga dikembangkan dalam

    kegiatan pembelajaran TTW. Hasil penyelesaian masalah yang

    disajikan/materi yang telah dipelajari dituliskan oleh siswa sebagai hasil

    refleksi belajar dan pemikirannya.

    Tahap-tahap kegiatan dalam TTW dapat dilaksanakan dengan

    langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

    1. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa ke forum

    diskusi.

    2. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan

    ini, mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka

    sendiri untuk menyampaikan ide-ide mereka dalam

    diskusi. Pemahaman dibangun melalui interaksi dalam

    diskusi, karena diskusi diharapkan dapat menghasilkan

    solusi atas soal yang diberikan.

    3. Siswa mengkonstruksi sendiri penetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi dalam bentuk tulisan.

    4. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu,

    dipilih satu atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan

    kelompok untuk menyajikan jawaban, sedangkan

    kelompok lain diminta memberikan tanggapan (Miftaul

    Huda, 2013:220).

    Pembelajaran think talk write menjadikan siswa membangun

    sendiri pengetahuan dalam pikirannya. Pembelajaran ini berkaitan dengan

    kegiatan mencari dan menemukan jawaban dari tugas yang dihadapkan

  • 46

    pada kelompok. Materi dengan sendirinya akan dilakukan pengulangan

    oleh siswa melalui proses pembelajaran think talk write. Pemahaman

    materi dapat semakin diperdalam dengan adanya kegiatan diskusi dan

    menuliskan kembali hasil perolehan jawaban. Kegiatan diskusi yang

    dilakukan kelompok perlu diawasi oleh guru, jika ada siswa yang kurang

    terlibat, guru dapat merangsang siswa untuk menjadi aktif dalam proses

    pembelajaran.

    Melalui pembelajaran kooperatif tipe think talk write, siswa akan

    lebih mendalami dan memahami materi yang disajikan. Kemampuan siswa

    yang lemah dalam daya ingatnya, akan terbantu dengan proses

    pembelajaran think talk write. Hal ini disebabkan adanya pengulangan

    materi dan pembahasan materi tersebut secara berulang-ulang. Kegiatan

    pertama dalam pembelajaran ini, siswa membaca terlebih dahulu materi

    yang disajikan. Siswa dengan sendirinya mencari informasi yang

    terkandung di dalam bacaan, membangun ide dan gagasan yang siswa

    temukan secara sendirinya melalui kegiatan membaca. Tahap ini dalam

    pembelajaran TTW merupakan tahap awal kegiatan pembelajaran, yaitu

    think. Selanjutnya tahap dimana ide dan informasi yang dimiliki siswa

    melalui kegiatan membaca, dibicarakan dalam kegiatan diskusi kelompok

    (talk). Materi yang sudah tersimpan dimemori siswa, kemudian

    dibicarakan oleh siswa dengan teman-teman satu kelompoknya melalui

    kegiatan diskusi kelompok. Kegiatan siswa yang membicarakan idenya

    dan mendengarkan ide teman berkaitan dengan materi yang telah dibaca

    siswa, menjadikan materi dalam memori siswa diperkuat dan diperdalam.

    Hasil diskusi kelompok, kemudian dipresentasikan oleh siswa perwakilan

    kelompok, menuntut siswa untuk mendengarkan kembali materi yang

    sedang dibahas dalam pembelajaran. Pemahaman siswa akan meteri yang

    telah didiskusikan akan semakin diperkuat dengan kegiatan ini. Materi

    yang telah dibahas secara bersama-sama kemudian dituliskan siswa secara

    individu sebagai tahap write dalam pembelajaran tipe think talk write.

  • 47

    Kegiatan menuliskan kembali ini memerkuat ingatan siswa tentang materi

    yang dipelajarinya.

    Berdasarkan pendapat-pendapat tentang pembelajaran think talk

    write, model pembelajaran kooperatif tipe think talk write merupakan

    model pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan membagi siswa

    dalam kelompok dengan anggota kelompok 4-6 orang siswa. Sebelum

    masuk dalam kegiatan kelompok, siswa diberi materi bacaan untuk dibaca

    siswa secara individu guna menemukan informasi yang terkandung dalam

    bacaan. Informasi yang diperoleh siswa kemudian dibicarakan siswa

    dalam diskusi kelompok. Untuk menimbulkan suasana diskusi yang aktif,

    siswa diberi pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi bacaan untuk

    ditemukan solusi jawabannya. Hasil diskusi masing-masing kelompok

    kemudian dipresentasikan oleh perwakilan kelompok. Solusi dari

    pertanyaan yang disajikan berkaitan dengan materi pembelajaran,

    kemudian dituliskan oleh siswa secara individu sebagai proses menuliskan

    kembali hasil berpikir, diskusi dan presentasi yang telah dilakukan.

    2.1.5. Hasil Belajar

    2.1.5.1. Belajar

    Slameto (2010:2) menyatakan “Belajar ialah suatu proses

    usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

    tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

    pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

    Pendapat lain dituliskan oleh Iskandarwassid dan Dadang Sunendar

    (2011:5) yang mendefinisikan kata belajar sebagai proses perubahan

    tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu

    dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan, perubahan ini

    terjadi secara menyeluruh, menyangkut aspek kognitif, afektif, dan

    psikomotor. Sedangkan, menurut Ahmad Susanto (2013:4) belajar

    adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam

    keadaan sadar untuk memeroleh suatu konsep, pemahaman, atau

  • 48

    pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya

    perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa

    maupun dalam bertindak.

    Belajar dapat memberikan perubahan tingkah laku yang

    bersifat tetap pada diri seseorang. Perubahan ini didapat seseorang

    melalui adanya pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya

    dan dengan orang lain. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang

    membutuhkan kesadaran dan sengaja dilakukan dengan tujuan

    perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.

    Tidak semua perubahan tingkah laku adalah proses belajar.

    Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar menurut

    Slameto (2010:3-5) antara lain:

    1. Perubahan terjadi secara sadar: seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau sekurang-

    kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu

    perubahan dalam dirinya, misalnya pengetahuannya

    bertambah, kecakapan bertambah, kebiasaannya

    bertambah.

    2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional: satu perubahan yang terjadi akan

    menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna

    bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

    3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif: perubahan dalam belajar senantiasa bertambah dan

    tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari

    sebelumnya. Semakin banyak usaha belajar

    dilakukan, semakin banyak dan baik perubahan yang

    diperoleh. Perubahan bersifat aktif artinya bahwa

    perubahan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan

    karena usaha individu sendiri.

    4. Perubahan dalam belajar bukan sifat sementara: tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat

    menetap.

    5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah: perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang

    akan dicapai. Perubahan berlajar terarah pada

    perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

    6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku: jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan

    mengalami perubahan tingkah laku secara

  • 49

    menyeluruh dalam sikap, ketrampilan, pengetahuan

    dan sebagainya.

    Sedangkan Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2011:4),

    menuliskan variasi perubahan tingkah laku dalam belajar dapat

    diamati melalui proses tingkah laku atau penampilan anak didik. Ada

    enam jenis tingkah laku, berturut-turut sebagai berikut:

    1. Jawaban yang khusus; suatu kegiatan belajar peserta didik yang ditampilkan melalui proses stimulus(S)–

    respon(R). S adalah situai yang memberi stimulus,

    sedangkan R adalah respon atas stimulus tadi;

    2. Untaian atau rangkaian; suatu kegiatan belajar yang terjadi berdasarkan rentetan atau rangkaian respon

    yang dihubungkan-hubungan;

    3. Perbedaan yang beragam; proses belajar yang terjadi atas serangkaian respon yang khusus;

    4. Penggolongan; jenis belajar yang terjadi atas penggolongan suatu benda, keadaan, atau perbuatan

    yang sesuai dengan situasi;

    5. Menggunakan urutan; suatu kecakapan untuk berbuat atau bertindak sesuai dengan landasan konsepnya;

    6. Memecahkan masalah; kemampuan berpikir, menganalisis, dan memecahkan masalah.

    Perubahan tingkah laku sebagai hasil berlajar tidak didapat

    dengan sembarangan pengalaman. Perubahan yang menuju pada

    akibat dari belajar bersifat tetap dan didapat dari pengalaman yang

    dilakukan secara sadar. Pencapaian perubahan tingkah laku tidak

    hanya berpusat pada satu kemampuan saja, namun berkembang

    secara merata antara pemikiran, sikap dan ketrampilan. Belajar pada

    dasarnya adalah usaha yang dilakukan seseorang secara sadar untuk

    dapat memperoleh perubahan tingkah laku dan pengetahuan, yang

    didapat melalui pengalaman seseorang dalam berhubungan dengan

    sesama dan lingkungannya. Terjadinya proses belajar secara sadar

    salah satunya adalah pembelajaran di kelas. Guru merancang kegiatan

    pembelajaran dan siswa sebagai subjek yang belajar untuk mencapai

    suatu tujuan tertentu berupa perubahan perilaku. Perubahan tingkah

    laku dalam kegiatan belajar di kelas dapat diukur dengan suatu

    tindakan berupa penilaian. Hasil penilaian, pada umumnya

  • 50

    diwujudkan dalam bentuk angka sebagai penentu tingkat keberhasilan

    pemerolehan perubahan tingkah laku. Angka sebagai ukuran

    perwujudan perubahan tingkah laku dalam belajar, ini disebut dengan

    hasil belajar.

    2.1.5.2. Hasil Belajar

    A.J. Romiszowski (1981:217) dalam Mulyono Abdurrahman

    (2003:38) menyatakan hasil belajar merupakan “Keluaran (output)

    dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem

    tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya

    adalah perbuatan atau kinerja (performance)”. Sedangkan Mulyono

    Abdurraahman (2003:37) mendefinisikan hasil belajar sebagai

    kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar.

    Menurut Benjamin S. Bloom ada tiga ranah hasil berlajar,

    yaitu hasil belajar berupa pengetahuan/kognitif, sikap/afektif, dan

    ketrampilan/psikomotor (Ngalim Purwanto, 2009:24). Sependapat

    dengan Bloom, Nana Sudjana (2011:3) menuliskan hasil belajar siswa

    pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah

    laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup

    bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Ahmad Susanto (2013:5)

    juga menuliskan hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi

    pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif atau

    pemahaman konsep, afektif atau sikap siswa, dan psikomotor atau

    ketrampilan proses sebagai hasil kegiatan belajar. Ika Mustika

    (2014:11) menuliskan taksonomi tujuan pendidikan menurut Bloom,

    yang mana Benyamin Bloom mengklasifikasikan kemampuan hasil

    belajar ke dalam tiga kategori, yaitu:

    a) Ranah kognitif, meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan

    kemampuan intelektual.

    b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri atas aspek penerimaan, tanggapan, penilaian,

    pengelolaan, dan penghayatan (karakterisasi).

  • 51

    c) Ranah psikomotorik, mencakup kemampuan yang berupa ketrampilan fisik (motorik) yang terdiri dari

    gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar,

    kemampuan perspektual, ketepatan, ketrampilan

    kompleks, serta ekspresif dan interperatif.

    Taksonomi tujuan pendidikan menurut Bloom, digambarkan

    dalam skema sebagai berikut (Ika Mustika, 2014:1).

    Ezoelearn System (2012:1) menuliskan taksonomi Bloom merupakan

    hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S Bloom,

    Editor M.D Engelhart, E. Frust, W.H. Hill dan D.R. Krathwohl, yang

    kemudian didukung oleh Ralp W. Tyler. Bloom merumuskan tujuan-

    tujuan pendidikan pada 3 tingkatan: 1. Kategori tingkah laku yang

    masih verbal, 2. Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan, 3.

    Tingkah laku konkrit yang terdiri dari tugas-tugas dalam pertanyaan-

    pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.

    Berdasarkan uraian hasil belajar, hasil belajar pada dasarnya

    adalah kemampuan sebagai hasil yang diperoleh seseorang setelah

    melakukan kegiatan belajar. Pengalaman belajar yang memberikan

    perubahan tingkah laku pada seseorang dapat diukur dan ditentukan

    sebagai hasil belajar. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar

    tidak hanya pada bertambahnya suatu pengetahuan saja, namun juga

    berpengaruh pada perubahan tingkah laku dalam bidang sikap dan

    ketrampilan.

    HASIL

    BELAJAR

    Klasifikasi kemampuan

    hasil belajar (Benyamin

    Bloom): Ranah

    a. KOGNITIF b. PSIKOMOTOR c. AFEKTIF

    Kemampuan-kemampuan

    yang dimiliki siswa setelah

    ia menerima pengalaman

    belajarnya

  • 52

    Pemahaman konsep (ranah kognitif) menurut Bloom (1979:89)

    dalam Ahmad Susanto (2013:6) merupakan kemampuan untuk

    menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman

    konsep yakni seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan

    memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, atau

    sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca,

    yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil

    penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.

    Ana Ratna (2014:2) menuliskan Taksonomi Bloom yang telah

    direvisi oleh Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R (2001) yaitu

    mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3),

    menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), mencipta (C6). Imam

    Gunawan (2014:26-30) menuliskan penjelasan Taksonomi Bloom

    ranah kognitif sebagai berikut:

    a. Mengingat/Remember (C1) Mengingat adalah usaha mendapatkan kembali

    pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah

    lampau, baik yang baru saja didapatkan ataupun yang

    sudah lama didapatkan. Mengingat meliputi

    mengenali (recognition) dan memanggil kembali

    (recalling). Mengingat berkaitan dengan mengetahui

    pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan hal-

    hal konkrit. Sedangkan memanggil kembali adalah

    proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa

    lampau secara cepat dan tepat.

    b. Memahami/mengerti/understand (C2) Memahami/mengerti berkenaan dengan

    membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber

    seperti pesan, bacaan, dan komunikasi.

    Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas

    mengklasifikasikan dan membandingkan.

    Mengklasifikasikan muncul ketika seorang siswa

    berusaha mengenali pengetahuan yang merupakan

    anggota dari kategori pengetahuan tertentu.

    Sedangkan membandingkan merujuk pada identifikasi

    persamaan dari perbedaan dari dua atau lebih objek,

    kejadian, ide, permasalahan, atau situasi.

    Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif

  • 53

    menemukan satu persatu ciri-ciri dari objek yang

    dibandingkan.

    c. Menerapkan/Apply (C3) Menerapkan merupakan proses kognitif

    memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur

    untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan

    permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi

    pengetahuan prosedural (procedural knowladge),

    yang meliputi kegiatan menjalankan prosedur

    (executing) dan mengimple-mentasikan

    (implementing). Menjalankan prosedur adalah proses

    kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah dan

    melaksanakan percobaan di mana siswa sudah

    mengetahui informasi tersebut dan mampu

    menetapkan dengan pasti prosedur apa saja yang

    harus dilakukan. Mengimplementasikan muncul jika

    siswa memilih dan menggunakan prosedur untuk hal-

    hal yang berlum diketahui atau masih asing. Karena

    siswa masih merasa asing dengan hal ini, maka siswa

    perlu mengenali dan memahami permasalahan

    terlebih dahulu kemudian baru menetapkan prosedur

    yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan

    mene-rapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai

    dari siswa menyelesaikan suatu permasalahan

    menggunakan prosedur baku/standar yang sudah

    diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga siswa

    benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini

    dengan mudah, kemudian berlanjut pada munculnya

    permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi

    siswa, sehingga siswa dituntut untuk mengenal

    dengan baik permasalahan tersebut dan memilih

    prosedur yang tepat untuk menyelesaikan

    permasalahan.

    d. Menganalisis/Analyzw (C4) Menganalisis adalah memecahkan suatu

    permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian

    dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-

    tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana

    keterkaitan tersebut dapat menimbulkan

    permasalahan. Menganalisis berkaitan dengan proses

    kognitif memberi atribut (attributeing) dan

    mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut

    akan muncul ketika siswa menemukan permasalahan

    dan kemudian melakukan kegiatan membangun ulang

    hal yang menjadi permasalahan. Mengorganisasikan

    menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil

  • 54

    komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali

    bagaimana unsur-unsur ini dapat menghasilkan

    hubungan yang baik. Kegiatan meng-organisasi

    memungkinkan siswa membangun hubungan yang

    sistematis dan koheren dari potongan-potongan

    informasi yang diberikan.

    e. Mengevaluasi/Evaluate (C5) Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif

    memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan

    standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya

    digunakan adalah kualitas, efektifitas, efisiensi, dan

    konsistensi. Evaluasi meliputi mengecek (checking)

    dan mengkritisi (critiquing). Mengecek menuju pada

    kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau

    kegagalan dari suatu operasi atau produk. Mengkritisi

    mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi

    berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal. Siswa

    melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif dan

    positif dari suatu hal, kemudian melakukan penilaian

    menggunakan standar ini.

    f. Menciptakan/Create (C6) Menciptakan mengarah pada proses kognitif

    meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk

    membentuk kesataun yang koheren dan mengarahkan

    siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan

    mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk

    atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan

    mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan

    menghasilkan karya yang dibuat oleh siswa.

    Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (genera-

    ting) dan memproduksi (producing). Mengge-

    neralisasikan adalah kegiatan merepretasikan

    permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang

    diperlukan. Hal ini berkaitan dengan dimensi

    pengetahuan yang lain yaitu pengetahuan faktual,

    pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan

    pengetahuan metakognisi.

    Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai

    tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin,

    motivasi belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar dan

    hubungan sosial. Jenis ranah afektif sebagai hasil belajar dari tingkat

    dasar sampai tingkat komplek meliputi

    a) Receiving/attending: kepekaan dalam menerima

    rangsangan (Stimulus) dari luar yang datang dalam bentuk

  • 55

    masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. b) Responding atau

    jawaban: reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap

    stimulus yang datang dari luar. c) valuing (penilaian):

    berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala

    dan stimulus. d) organisasi, yakni pengembangan dari nilai

    ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu

    nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai

    yang telah