secara sosiologis bahasa indonesia baru dianggap “lahir” atau · 2016. 8. 16. · pemakaiannya...
TRANSCRIPT
-
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
2.1.1.1. Sejarah Singkat Bahasa Indonesia
Secara sosiologis bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau
diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara
yuridis, tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui
keberadaannya. Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah
satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun
khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-
dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa
Melayu Kuno (Budhi Setiawan, 2010:1-2).
Berawal dari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, bahasa
Indonesia mempunyai fungsi majemuk, menjadi bahasa persatuan,
bahasa negara, bahasa resmi, bahasa penghubung antarindividu,
bahasa pergaulan, dan yang tak kalah penting sebagai bahasa
pengantar di semua sekolah di Indonesia. Bahasa Indonesia
dilatarbelakangi oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing
mempunyai bahasa daerahnya yang menjadikannya bahasa pertama.
Bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Melayu, yaitu salah satu bahasa
daerah di bumi Nusantara ini. Bahasa Indonesia digunakan sebagai
salah satu alat yang mempersatukan bangsa yang bersuku-suku, untuk
mengusir Belanda dan meraih kemerdekaan. Selanjutnya, bahasa ini
digunakan dalam berbagai kehidupan secara luas, maka tidak ada yang
memprotes ketika bahasa Melayu dinobatkan menjadi bahasa
Indonesia (Minto Rahayu, 2007:7).
Minto Rahayu (2007:8) menyatakan bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia didasarkan atas pertimbangan yang rasional, baik
secara politik, ekonomi dan kebahasaan, yaitu:
-
14
1. Bahasa Melayu telah tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia.
2. Bahasa Melayu diterima oleh semua suku di Indonesia, karena telah dikenal dan digunakan sebagai
bahasa pergaulan, tidak lagi diresahkan sebagai
bahasa asing.
3. Bahasa Melayu bersifat demokratis; maksudnya tidak membeda-bedakan tingkatan dalam pemakaian
sehingga meniadakan feodal dan memudahkan orang
mempelajarinya.
4. Bahasa Melayu bersifat reseptif; artinya mudah menerima masukan dari bahasa daerah lain dan
bahasa asing sehingga mempercepat perkembangan
bahasa Indonesia di masa mendatang.
Mengutip tulisan Jacques Leclerc dalam sebuah telaah panjang
tentang sosiolinguistik dalam Jérôme Samuel (2008:42) menyatakan:
“[Setelah Kemerdekaan], bahasa Indonesia dijadikan
sebuah bahasa serba guna, artinya sebuah bahasa yang
sangat disederhanakan dan mempertahankan hubungan
kekerabatan erat dengan bahasa-bahasa lain di
Indonesia.Tujuannya adalah membuatnya menjadi bahasa
kedua yang mudah dipelajari dan yang sedikit demi sedikit
akan menggantikan bahasa-bahasa daerah. Usaha ini
tampaknya berhasil karena sekarang ini bahasa Melayu
atau bahasa Indonesia menjadi satu-satunya bahasa
administrasi pendidikan, pers, periklanan, ilmu
pengetahuan, dll” (1992:243).
Ditetapkannya bahasa Melayu yang saat itu menjadi lingua
franca di seluruh kawasan Indonesia menjadikan bahasa Indonesia
memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai
bahasa negara/resmi. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 (Budi Santoso,
2010:8-12) antara lain menegaskan:
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai 1) lambang kebangsaan
nasional, 2) lambang identitas nasional, 3) alat pemersatu
berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya, dan 4) alat perhubungan
antarbudaya, antardaerah. Sedangkan dalam kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai 1) bahasa resmi kenegaraan, 2) bahasa
pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, 3)
-
15
bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional
untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintahan, dan 4) bahasa resmi di
dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern.
Keraf (1997:3-7) dalam Isah Cahyani (2012:47) menuliskan
Bahasa (Indonesia), memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan
berdasarkan kebutuhan pemakainya, yakni
(1) sebagai alat untuk mengekspresikan diri, (2) sebagai
alat untuk berkomunikasi, (3) sebagai alat untuk
mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam
lingkungan atau situai tertentu, dan (4) sebagai alat untuk
melakukan kontrol sosial.
Berdasarkan uraian tertulis diatas, dapat diketahui bahwasanya
keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang kita
gunakan dalam keseharian bukan dengan proses yang sederhana.
Perjuangan bangsa Indonesia membebaskan diri dari penjajah pada
masa itu, menumbuhkan keberanian para penjuang untuk
mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi alat penghubung pemersatu
antarsuku yang ada di Indonesia, yang kemudian persatuan bangsa
Indonesia yang beragam suku, menjadi alat untuk mengusir Belanda
dan mengantarkan Indonesia meraih kemerdekaan. Bahasa Indonesia
merupakan bahasa Melayu yang saat itu telah menjadi bahasa
pergaulan dan telah banyak dikenal oleh suku bangsa, serta telah
tersebar luas di seluruh Indonesia. Selain itu, dipilihnya bahasa
Melayu sebagai bahasa Indonesia, juga dilengkapi dengan adanya
pertimbangan bahwa, bahasa Melayu tidak memiliki tingkatan bahasa
dalam penggunaannya. Bahasa Melayu juga dapat menerima masukan
dari bahasa lain, seperti bahasa daerah lain dan bahasa asing. Sehingga
dalam perkembangannya, bahasa Melayu dapat mengikuti
perkembangan jaman yang ada, dengan cepat. Perkembangan bahasa
Indonesia setelah Indoesia merdeka meraih keberhasilan yang nyata.
Terbukti dengan tidak adanya protes bahwa bahasa Indonesia adalah
-
16
bahasa Melayu. Dalam pemakaiannya bahasa Indonesia
disederhanakan untuk dapat dengan mudah dipelajari tanpa
melupakan persatuan yang sedari awal menjadi tujuan utama
dilahirkannya bahasa Indonesia.
Dari pemaparan singkat tentang sejarah bahasa Indonesia,
dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia lahir bukan dengan proses
yang mudah. Bahasa Indonesia diikrarkan menjadi bahasa bangsa
Indonesia dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1982.
Pengikraran Sumpah Pemuda inilah, menjadi pertanda lahirnya bahasa
Indonesia. Sumpah Pemuda diikrarkan bukan tanpa tujuan, semangat
ingin merdeka dari penjajah menuntut rasa ingin para pejuang dan
bangsa Indonesia untuk memiliki alat pemersatu bangsa Indonesia,
yang terdiri dari beragam suku bangsa. Bahasa Indonesia adalah
bahasa Melayu yang merupakan salah satu bahasa daerah di
Indonesia. Bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu bangsa
dikarenakan bahasa Melayu sudah menjadi bahasa keseharian yang
umum digunakan oleh masyarakat Indonesia. Penobatan bahasa
Melayu sebagai bahasa Indonesia bukanlah sekedar iseng dan
kebetulan belaka, ini terbukti dengan diadakannya Seminar Politik
Bahasa Nasional di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 yang
merumuskan fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya.
Dilahirkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dan bahasa
Negara serta alat pemersatu tidaklah sia-sia. Bahasa Indonesia sampai
saat ini menjadi bahasa yang digunakan dalam berbagai kegaitan dan
mampu menjadi bahasa kedua bagi masyarakat suku bangsa di
Indonesia.
Mengingat sejarah bahasa Indonesia yang membantu rakyat
Indonesia bersatu maka sangatlah penting bagi bangsa Indonesia
untuk mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasanya. Penggunaan
bahasa Indonesia saat ini merupakan cerminan keberhasilan bahasa
Indonesia dalam menjadi bahasa kedua bagi bangsa Indonesia. Dalam
-
17
penggunaanya, bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa resmi dan
bahasa nasional bangsa Indonesia. Secara lebih luas, bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa yang multifungsi bagi penggunanya. Dalam
pemakaiannya bahasa Indonesia telah digunakan dalam berbagai segi
kehidupan dimasyarakat Indonesia, salah satunya di bidang
pendidikan. Demi menjaga keberadaan dan jati diri bahasa Indonesia,
bahasa Indonesia diajarkan kepada generasi muda Indonesia dengan
dijadikannya bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran di sekolah.
2.1.1.2. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Mata pelajaran merupakan seperangkat kompetensi dasar yang
dibutuhkan dan subtansi pelajaran mata pelajaran tertentu per satuan
pendidikan dan per kelas selama masa prasekolah. Mata pelajaran
memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa per
kelas dan per satuan pendidikan sesuai dengan tingkatan pencapaian
hasil belajarnya. Tolok ukur kompetensi dinyatakan dalam indikator.
Mata pelajaran mengutamakan kegiatan instruksional yang berjadwal
dan berstruktur (Tatat Hartati, 2013:4). Sedangkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2008:925) menuliskan secara singkat arti
kata mata pelajaran, yaitu pelajaran yang harus diajarkan (dipelajari)
untuk sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
Mata pelajaran dalam pendidikan sekolah formal, memuat
tentang materi ajar yang harus dipelajari dan dikuasai siswa.
Perumusan materi ajar sesuai dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang telah ditentukan dalam Standat Isi. Dari
kompetensi dasar yang dijabarkan dalam materi ajar dimata pelajaran
memiliki indikator yang ditetapkan sebagai pengukur keberhasilan
siswa dalam memelajari suatu mata pelajaran.
Dari kedua pengertian tentang mata pelajaran tertulis diatas
dapat ditarik simpulan, mata pelajaran merupakan kumpulan
kompetensi yang telah ditentukan dalam setiap kelas, yang harus
-
18
diajarkan dan dipelajari oleh siswa untuk kemudian dapat dikuasai
oleh siswa di sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Jika dikaitkan
dengan Bahasa Indonesia, maka mata pelajaran Bahasa Indonesia
dapat diartikan sebagai suatu kumpulan kompetensi dibidang
pengetahuan Bahasa Indonesia (berbahasa dan bersastra) yang
ditetapkan dalam setiap kelas untuk diajarkan dan dipelajari siswa di
sekolah dasar dan lanjutan.
UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 37 menetapkan bahasa menjadi salah satu muatan wajib dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta dalam kurikulum
pendidikan tinggi. Ketentuan UU No.20 Tahun 2003 Sisdiknas ini
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2013 pasal 771 ayat
(1), yang menetapkan Struktur Kurikulum SD/MI, SLB atau bentuk
lain yang sederajat terdiri atas muatan:
a) pendidikan agama, b) pendidikan kewarganegaraan, c)
bahasa, d) matematika, e) ilmu pengetahuan alam, f) ilmu
pengetahuan sosial, g) seni dan budaya, h) pendidikan
jasmani dan olahraga, i) ketrampilan/kejujuran; dan j)
muatan lokal.
Mengacu pada ketentuan UU No.20 tahun 2003 Sisdiknas dan
PP No. 32 tahun 2013, tidak dapat ditawar lagi, bahasa menjadi
cakupan wajib dalam standar kurikulum pendidikan dasar. Jika
dipelajari lebih lanjut, wajibnya muatan bahasa dalam standar
kurikulum juga dimuat dalam standar kurikulum tingkat menengah,
tingkat atas dan perguruan tinggi. Secara sederhana, dapat
disimpulkan, mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran
yang wajib dipelajari siswa. Wajibnya mata pelajaran Bahasa
Indonesia ini, menjadi hal yang sangat wajar mengingat fungsi bahasa
yang begitu penting bagi kehidupan berbangsa negara Indonesia.
Belajar bahasa Indonesia merupakan salah satu sarana yang
dapat mengakses berbagai informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Untuk itu, kemahiran berkomunikasi dalam bahasa Indonesia secara
lisan dan tertulis harus benar-benar dimiliki dan ditingkatkan dalam
-
19
pembelajaran. Pembelajaran bahasa Indonesia yang masih awal, siswa
harus belajar bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah. Bahasa
Indonesia penting dipelajari anak-anak sekolah dasar antara lain:
a. sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan,
b. sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak,
c. sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak, d. sebagai dasar untuk mempelajari berbagai ilmu dan
tingkatan pendidikan selanjutnya (Isah Cahyani,
2013:54).
Peranan bahasa Indonesia yang berperan sebagai alat
komunikasi yang mampu menjembatani antara satu ide dengan ide
lain, membantu pemakainya untuk memasuki dan mencerna informasi
lain. Jika dikaitkan dalam pembelajaran di sekolah, maka bahasa
Indonesia dapat membantu siswa untuk dengan mudah memasuki,
menerima, dan mengolah informasi dari mata pelajaran atau
pengetahuan lain. Kemampuan siswa untuk mengakses pengetahuan
lain dengan baik, akan membantu mengembangkan kemampuan siswa
secara intelegensi. Bahasa Indonesia selain sebagai alat komunikasi,
juga mampu menjadi sarana untuk siswa berkarya atau
mengekspresikan sesuatu yang ada dalam dirinya. Sebagai akibat
positif yang dimiliki siswa dari kemampuannya berbahasa Indonesia,
akan menghantarkan siswa untuk mampu memasuki dan mengikuti
pembelajaran dijenjang selanjutnya.
Pada dasarnya pembelajaran bahasa Indonesia adalah tentang
belajar komunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini
ungkapkan SekolahDasar.Net (2012:1) yang menyatakan “Mata
pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang
membelajarkan siswa untuk berkomunikasi dengan baik dan benar.
Komunikasi ini dapat dilakukan baik secara lisan maupun tulisan”.
Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia
bersumber pada hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar bahasa
adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar
-
20
menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu
dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia mengupayakan
peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan
tertulis serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia. Standar
kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia mengupayakan siswa
dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, minat, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap
hasil karya bangsa sendiri. Pada sisi lain, sekolah daerah dapat
menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan
sumber belajar yang tersedia (Tatat Hartati, 2013:5-6).
Pembelajaran bahasa Indoensia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap karya kesastraan manusia Indonesia.
Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan
kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan
penguasaan, pengetahuan, ketrampilan berbahasa, sikap positif
terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini
merupakan dasar bagi siswa untuk memahami dan merespon situasi
lokal, regional, nasional dan global (BSNP, 2006:179).
Penetapan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa
Indonesia oleh BSNP (2006:317) menyertakan harapan, antara lain:
1. peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya,
serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil
karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2. guru dapat memusatkan perhatian kepada pengem-bangan kompetesi bahasa peserta didik dengan
menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber
belajar;
3. guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan
kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta
didiknya;
-
21
4. orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan
kesastraan di sekolah;
5. sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan
peserta didik dan sumber belajar yang tersedia;
6. daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan
kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan
kepentingan nasional.
Berdasarkan penjelasan-penjalasan tentang mata pelajaran
Bahasa Indonesia, mata pelajaran Bahasa Indonesia bukan hanya
sekedar mengajarkan kepada siswa tentang bagaimana berkomunikasi
dengan baik dan benar namun juga mencakup pengembangan sikap
positif berupa penghargaan terhadap karya orang lain dalam bidang
kesastraan. Pengembangan intelegensi siswa yang diimbangi dengan
pengembangan sikap positif, akan menjadikan pembelajaran bahasa
Indonesia merupakan pembelajaran yang ikut menumbuhkan
pendidikan karakter pada siswa. Standar kompetensi mata pelajaran
Bahasa Indonesia mengupayakan pengembangan potensi siswa yang
mencakup penguasaan, pengetahuan, ketrampilan berbahasa, sikap
positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini
akan menjadi dasar dan bekal bagi siswa untuk menyikapi situasi yang
terus berubah dan berkembang. Pengembangan potensi siswa dalam
standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia disesuaikan
dengan kemampuan, minat, dan kebutuhan siswa. Dengan kata lain,
sekolah dapat memrogram pembelajaran mata pelajaran Bahasa
Indonesia sesuai dengan kondisi yang dimiliki oleh siswa dan sekolah
serta lingkungan setempat.
Tatat Hartati (2013:7) menuliskan ruang lingkup standar
kompetensi dalam mata pelajaran Bahasa Indoensia SD dan MI terdiri
dari aspek:
1. Mendengarkan; seperti mendengarkan berita, petunjuk, pengumuman, perintah, bunyi atau suara,
bunyi bahasa, lagu, kaset, pesan, penjelasan, laporan,
-
22
ceramah, khotbah, pidato, pembicara narasumber,
dialog atau percakapan, pengumuman serta perintah
yang didengar dengan memberikan respon secara
tepat serta mengapresiasi dan berekpresi sastra
melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra berupa
dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita
binatang, puisi anak, syair lagu, pantun dan menonton
drama anak.
2. Berbicara; seperti mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan, dialog, pesan,
pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri,
teman, keluarga, masyarakat, benda, tanaman,
binatang, pengalaman, gambar tunggal, gambar seri,
kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh
kesukaan/ketidaksukaan, kegemaran, peraturan, tata
tertib, petunjuk dan laporan serta mengapresiasi dan
berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil
sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat,
cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan
drama anak.
3. Membaca; seperti membaca huruf, suku kata, kalimat, paragraph, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk, tata
tertib, pengumuman, kamus, enslikopedia serta meng-
apresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan
membaca hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-
anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair
lagu, pantun, dan drama anak. Kompetensi membaca
juga diarahkan menumbuhkan budaya membaca.
4. Menulis; seperti menulis karangan naratif dan nonnaratif dengan tulisan rapi dan jelas dengan
memperlihatkan tujuan dan ragam pembaca,
pemakaian ejaan dan tanda baca, dan kosakata yang
tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan
kalimat majemuk serta mengapresiasi dan berekspresi
sastra melalui kegiatan menulis hasil sastra berupa
cerita dan puisi. Kompetensi menulis juga diarahkan
menumbuhkan kebiasaan menulis.
Isah Cahyani (2012:37) menuliskan materi pokok mata
pelajaran Bahasa Indoensia antara lain:
1. Ketrampilan mendengarkan Materi pokok ketrampilan menyimak: menyimak
berita, menyimak petunjuk, menyimak dialog,
menyimak pantun, menyimak drama, menyimak
cerita anak, dan menyimak cerita rakyat.
2. Ketrampilan berbicara
-
23
Materi pokok ketrampilan berbicara: bercerita,
berdialog, berpidato, berpuisi, menjelaskan sesuatu,
menanggapi (memuji/mengkritik), berpantun, dan
wawancara.
3. Ketrampilan membaca Materi pokok ketrampilan membaca: membaca
nyaring, membaca intensif, membaca memindai,
membaca dongeng, membaca kamus, membaca puisi,
dan membaca pantun.
4. Ketrampilan menulis Materi pokok ketrampilan menulis: menulis paragraf,
mengarang, menulis cerita, menulis drama, menulis
pidato, menulis pantun, menulis pengumuman,
menulis laporan, parafrase, meringkas, mengisi
formulir, dan menulis surat.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki 4 aspek yang harus
dimiliki oleh siswa. Seperti yang dinyatakan oleh BSNP (2006:318)
yang menetapkan “Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia
antara lain 1) mendengarkan, 2) berbicara, 3) membaca, dan 4)
menulis”. Keempat aspek yang menjadi cakupan mata pelajaran
Bahasa Indonesia ini tidak hanya diajarkan dalam hal berbahasa,
namun juga dalam bersastra.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kumpulan
kompetensi dalam hal berbahasa dan bersastra yang telah ditentukan
dalam setiap kelas yang harus diajarkan dan dipelajari oleh siswa
sekolah dasar dan sekolah lanjutan dalam setiap satuan pendidikan.
Pentingnya mata pelajaran Bahasa Indonesia ditentukan dalam UU
No.20 Tahun 2003 Sisdiknas dan dalam Peraturan Pemerintah No.32
Tahun 2013 pasal 771 ayat 1. Kedua peraturan ini, mewajibkan
pelajaran bahasa untuk dimuat dalam pembelajaran di sekolah dasar
dan sekolah lanjutan serta di perguruan tinggi. Mata pelajaran Bahasa
Indonesia dapat membantu siswa untuk mengakses informasi dari
mata pelajaran lain dan kemajuan ilmu pengetahuan yang terus
berkembang. Mata pelajaran Bahasa Indonesia didasarkan untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa serta sikap positif
terhadap hasil karya baik dalam berbahasa dan bersastra.
-
24
Dari uraian-uraian tentang mata pelajaran Bahasa Indonesia
dapat diketahui bahwa, mata pelajaran Bahasa Indonesia berisi
kumpulan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam berbahasa
dan bersastra, yang kemudian dikembangkan menjadi materi ajar yang
harus diajarkan kepada siswa, dipelajari dan dikuasai oleh siswa.
Materi mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa secara lisan dan
tertulis dengan baik dan benar. Dengan kemampuan berbahasa yang
baik, siswa dapat mengembangkan diri dalam penerimaannya terhadap
pengetahuan dan teknologi. Kompetensi-kompetensi yang diharapkan
dapat dikuasai siswa, dapat dilihat keberhasilannya dengan tolok ukur
indikator pencapaian kompetensi. Indikator pencapaian kompetensi
sendiri diturunkan dari kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.
Untuk dapat memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan benar
dibutuhkan penguasaan empat kompetensi dalam berbahasa seperti
mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca. Empat kompetensi
ini pula yang menjadi aspek pengajaran dalam pembelajaran mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Melaksanakan pembelajaran Bahasa
Indonesia dengan ketentuan penguasaan empat aspek berbahasa tentu
bukan menjadi hal mudah dalam proses pembelajaran. Meski
demikian, bukanlah hal mustahil, guru melaksanakan proses
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan berhasil dan efektif.
Keberhasilan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia bergantung
pada bagaimana guru mengemas pembelajaran melalui skenario
pembelajaran.
2.1.2. Pembelajaran Bahasa Indonesia
2.1.2.1. Pembelajaran
Pengertian pembelajaran dalam UU No.20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas dituliskan sebagai proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berkiblat
-
25
dari pengertian pembelajaran menurut UU No.20 tahun 2003, Ahmad
Susanto (2013:19) medefinisikan pengertian pembelajaran
“Merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik”. Ahmad
Susanto (2013:9) juga mendefinisakn pembelajaran sebagai proses,
perbuatan, cara mengajar, atau mengajarkan sehingga anak didik mau
belajar.
Sependapat dengan Ahmad Susanto, Isjoni (2010:11)
mengungkapkan “Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya
pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar”.
Sedangakn menurut Mulyasa (2010:255) pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik. Pendapat lain diungkapkan oleh Douglas Brown (2007:8)
yang menyatakan pembelajaran adalah “Penguasaan atau pemerolehan
pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah ketrampilan dengan
belajar, pengalaman, atau instruksi”.
Pada dasarnya pembelajaran adalah proses belajar yang terdiri
dari pendidik dan siswa. Pendidik berusaha menjadikan siswa untuk
melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran terjadi secara
berkesinambungan, sehingga pembelajaran dapat dikatakan sebagai
proses. Melalui kegiatan pembelajaran, siswa diharapkan dapat
memperoleh/menguasai suatu materi ajar atau subjek tertentu yang
disajikan dalam pembelajaran.
Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan
efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Pihak-pihak
yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik dan peserta didik
yang berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Isi kegiatan
adalah bahan (materi) belajar yang bersumber dan kurikulum suatu
program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau
-
26
tahapan yang dilalui pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran
(Isjoni, 2010:11). Mulyasa (2010:255) menuliskan dalam
pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi
peserta didik.
Berdasarkan beberapa uraian tentang pembelajaran, memberi
gambaran tentang adanya suatu hubungan ke berbagai arah. Artinya,
interaksi yang terjadi bukan hanya antara guru dan siswa, namun juga
antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa lain, bahkan
antara siswa dengan lingkungannya. Peranan guru, tidak hanya
sebagai satu-satunya sumber belajar, tapi juga bertanggung jawab atas
terjadinya kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa sebagai syarat
terjadinya pembelajaran.
Suatu kegiatan disebut pembelajaran jika ada pengajar/guru
dan siswa sebagai subjek belajar. Pembelajaran dapat teradi melalui
proses interaksi siswa dengan siswa lain, siswa dengan guru, siswa
dengan lingkungan dan siswa dengan sumber belajar. Untuk dapat
terjadi suatu pembelajaran di kelas guru harus mampu membuat siswa
mau belajar tentang materi mata pelajaran yang harus dikuasai siswa.
Jika dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka guru harus sedapat
mungkin membuat siswa mau belajar tentang materi ajar yang termuat
sebagai cakupan kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia.
2.1.2.2. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Sistem kurikulum yang digunakan dalam pendidikan saat ini
adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Seperti diatur
dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 38 ayat 2, kurikulum pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau
satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi
dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama
-
27
Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk
pendidikan menengah.
Mulyasa (2010:21) menuliskan pengertian KTSP adalah suatu
ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi
yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan
pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan
memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan
sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga
merupakan sarana peningkatan kualitas, efesiensi, dan pemerataan
pendidikan. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan
yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan
untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan,
dan kebutuhan masing-masing.
Pelaksanaan kurikulum diatur dalam UU No.20 tahun 2003
BAB IX tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 35 ayat 1, yang
menuliskan Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi,
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang
harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Serta pasal 35 ayat 2
yang menuliskan Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai
acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
Pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan saat ini adalah
dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
yang mana kurikulum yang ada dikembangkan sendiri oleh setiap
satuan pendidikan dengan diawasi oleh dinas pendidikan atau kantor
departemen agama. Pengembangan kurikulum ini dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan sumber belajar di masing-masing daerah
tingkat satuan pendidikan. Pengembangan kurikulum diacukan pada
Standar Nasional Pendidikan. Dalam praktik pelaksanaan
pembelajaran, diberlakukan adanya standar kompetensi dan
-
28
kompetensi dasar yang termuat dalam standar isi sebagai acuan
pembelajaran. Standar isi ini kemudian dijabarkan dalam silabus dan
indikator pencapaian kompetensi yang menjadi tujuan yang hendak
dicapai sekaligus tolok ukur dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Tercapainya suatu kompetensi/indikator adalah dengan dilakukannya
penilaian terkait dengan indikator yang dipelajari. Pelimpahan
pembuatan kurikulum pada masing-masing satuan pendidikan akan
lebih mengarahkan siswa untuk mengembangkan potensinya sesuai
dengan kebutuhan lingkungan dimana siswa tinggal.
Tatat Hartati (2013:7) menuliskan tujuan pembelajaran Bahasa
Indonesia secara umum adalah sebagai berikut:
1. Siswa menghargai dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan
bahasa negara.
2. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk makna, dan fungsi, serta menggunakan dengan tepat
dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan,
keperluan, dan keadaan.
3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional, dan kematangan
sosial.
4. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan sastra Indonesia sebagai
khazanah budaya dan intelekual manusia Indonesia.
Sependapat dengan Tatat Hartati, Yeti Mulyati (2013:3)
menuliskan pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun
tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa
negara.
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
-
29
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional
dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia.
Pada akhir pendidikan di SD/MI, peserta didik telah membaca sekurang-
kurangnya sembilan buku sastra dan nonsastra.
Pembelajaran bahasa Indonesia ditujukan agar siswa dapat
mendalami bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dengan baik dan
benar. Siswa dapat menyadari secara penuh, bahasa Indonesia
bukanlah sekedar alat komuniaksi, tetapi bahasa Indonesia adalah
bahasa persatuan bangsa Indonesia yang akan membawa siswa pada
rasa penghargaan dan menghormati bahasa Indonesia. Rasa
menghargai dan menghormati terhadap bahasa Indonesia akan
membawa siswa dalam penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan
ketepatan penggunaan, mengembangkan kedisplinan dalam berbahasa,
serta mampu menghargai dan memanfaatkan karya sastra sebagai
budaya dan daya cipta manusia. Berbagai tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia yang sangat bermanfaat bagi siswa, akan tercapai jika
pembelajaran bahasa Indonesia dirasa siswa menyenangkan dan
mampu membawa siswa merasa butuh mempelajari bahasa Indonesia.
BNSP (2006:317) menyatakan pembelajaran bahasa Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berko-
munikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik, secara lisan maupun
tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
manusia Indonesia. Selain itu, Eprins.uny.ac.id (2013:2) menuliskan
arah pembelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP lebih menekankan
keterlibatan siswa dalam belajar, membuat siswa secara aktif terlibat
dalam proses pembelajaran. Suatu proses perubahan bahwa
-
30
pendidikan kita harus bergeser dari belajar yang berfokus pada
penguasaan pengetahuan ke belajar holistic realistic yang lebih
bermakna dan menyenangkan. Setiap pendidik selalu mengharapkan
agar semua ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat dimengerti dan
dipahami siswa serta mampu menerapkan dalam kehidupan
masyarakat.
Pembelajaran bahasa Indonesia yang ditujukan agar siswa
dapat memiliki kemampuan komunikasi yang baik, secara lisan dan
tertulis, menuntut pembelajaran yang tidak sederhana. Penerapan
pembelajaran bahasa Indonesia dalam KTSP tidak lagi hanya guru
sebagai sumber dan pusat pembelajaran, namun dipusatkan kepada
siswa sebagai subjek pembelajaran. Siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran, sehingga memberi kesempatan siswa untuk
mengembangkan pengalamannya. Pembelajaran bahasa Indonesia
disajikan dengan mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-
sehari siswa.
Pembelajaran yang aktif dan efisien dapat diperoleh siswa jika
guru sebagai fasilitator pembelajaran merancang skenario
pembelajaran dengan matang dan menyenangkan. Seperti yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013 pasal 19
ayat 1: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, meyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Skenario pembelajaran terangkum dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang secara jelas dituntut untuk menyajikan
pembelajaran yang menumbuhkan rasa senang, motivasi belajar,
keaktifan siswa dan menumbuhkan kreatifitas siswa. Slameto
(2012:67) menuliskan RPP adalah rencana atau program yang disusun
oleh guru untuk satu atau dua pertemuan, untuk mencapai target satu
-
31
kompetensi dasar. RPP diturunkan dari silabus yang telah disusun dan
bersifat aplikatif di kelas. RPP berisi gambaran tentang kompetensi
dasar yang akan dicapai, yang dijabarkan pada indikator, tujuan,
meteri, skenario pembelajaran tahap demi tahap serta authentic
assesmentnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 Tahun
2007 tentang Standar Proses menetapkan Pelaksanaan pembelajaran
merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran
meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Dijelaskan pula dalam Standar Proses, dalam kegiatan inti
menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi,
elaborasi dan konfirmasi.
Iif Khoirul Ahmadi, Sofan Amri, Hendro Ari Setyono, dan
Tatik Elisah (2011:94) menuliskan tentang komponen RPP antara lain
1) Kompetensi Dasar, 2) Indikator, 3) Pencapaian Kompetensi, 4) Tujuan Pembelajaran, 5) Materi Ajar, 6)
Alokasi Waktu, 7) Metode Pembelajaran, 8) Kegiatan
Pembelajaran, 9) Penilaian Hasil Belajar, 10) Sumber
Belajar.
Langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam proses
pembelajaran termuat dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan
pembelajaran termuat kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Kegiatan inti dalam pembelajaran, terdiri atas tiga tahap pelaksanaan,
yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi atau sering dikenal dengan
EEK (Iif Khoirul Ahmadi, Sofan Amri, Hendro Ari Setyono, dan
Tatik Elisah, 2011:95).
Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan
melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena. Eksplorasi
dalam proses pembelajaran adalah kegiatan kompleks, kegiatan yang
mengharuskan adanya proses:
(1) dialog yang interaktif, (2) adaptif, interaktif dan reflektif, (3) menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan
pokok bahasan, (4) menggambarkan level kegiatan yang
berkaitan dengan meningkatkan ketrampilan
-
32
menyelesaikan tugas sehingga memperoleh pengalaman
yang bermakna.
Teori elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi utama, 1) urutan
ekplorasi, 2) urutan prasyarat belajar, 3) ringkasan, 4) sintesis, 5)
analogi, 6) strategi kognitif, 7) kontrol terhadap siswa. Strategi
elaborasi berkaitan erat dengan proses elaborasi yang berkelanjutan,
melibatkan siswa dalam pengembangan ide atau ketrampilan dalam
aplikasi praktis. Untuk meningktkan keyakinan akan kebenaran maka
siswa dapat difasilitasi dalam mengembangkan model struktur seperti
pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi atau klarifikasi. Sikap
keraguan siswa perlu dijawab dengan mengkonfirmasikan terhadap
unsur-unsur yang dapat meningkatkan kejelasan atas kebenaran suatu
informasi (Slameto, 2012:76-80).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 tahun 2007
menuliskan tantang Pelaksanaan Pembelajaran dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari;
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan
dipelajari dengan menerapkan prinsip alam
takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.
2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan,
dan sumber belajar lainnya;
-
33
4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran; dan
5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
b. Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang
bermakna;
2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan
baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa
takut;
4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
5) Memfasilitasi perserta didik berkompetinsi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis,
secara individual maupun kelompok;
7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;
9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri
peserta didik.
c. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah
terhadap keberhasilan peserta didik;
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber;
3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang yang telah
dilakukan;
4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai
kompetensi dasar;
5) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi
kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku
dan benar;
-
34
6) Membantu menyelesaikan masalah; 7) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi;
8) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih lanjut; 9) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang
kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru:
a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegaitan yang sudah dilaksanakan secara konsisten
dan terprogram;
c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan
konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas
individual maupun kelompok sesuai dengan hasil
belajar peserta didik;
e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Sebelum pembelajaran memasuki materi ajar, siswa
dipersiapkan untuk belajar. Kegiatan pendahuluan dapat dilakukan
dengan berdoa diawal jam pembelajaran, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan ringan yang berhubungan dengan pembelajaran, atau
dengan kegiatan apersepsi lain yang mendukung pembelajaran. Agar
siswa dalam belajar memiliki arah, maka perlu disampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, serta disampaikan pula materi yang
akan dipelajari. Dalam kegaitan inti eksplorasi, siswa diberi fasilitas
untuk dapat melakukan pembelajaran dengan cara menemukan sendiri
informasi yang dibutuhkan. Guru bertugas memberi rangsangan
kepada siswa untuk dapat mencoba mencari informasi yang
dibutuhkan dari berbagai sumber dan berbagai kegiatan. Setelah
kegiatan eksplorasi, dilanjutkan dengan kegiatan elaborasi. Dalam
kegiatan elaborasi siswa diajak untuk berpikir lebih kritis dan berpikir
ilmiah tentang informasi yang telah didapat. Hasil eksplorasi akan
disajikan kedalam berbagai bentuk laporan/hasil produk dalam
-
35
kegiatan elaborasi. Selesai dengan kegiatan eksplorasi dan elaborasi,
dilanjutkan dengan kegiatan konfirmasi. Dalam kegiatan ini, umpan
balik, penguatan dan konfirmasi kegiatan dilakukan oleh guru. Dalam
konfirmasi ini, kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan peserta
didik dijadikan keutuhan pembelajaran untuk dijadikan suatu
pengalaman bagi peserta didik. Dari keseluruhan kegiatan yang telah
dilakukan, dibuat simpulan/rangkuman dan refleksi serta penilaian.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menutup kegiatan pembelajaran.
Reformasi pendidikan yang saat ini diterapkan dalam
pendidikan di Indonesia adalah KTSP. KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) memberikan kesempatan kepada satuan
pendidikan untuk merancang sendiri kuikulum sesuai dengan
kebutuhan masing-masing daerah. Dalam pelaksanaan KTSP ada
Standar Nasional Pendidikan yang mengatur pelaksanaan
pembelajaran. Standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator
pembelajaran menjadi faktor penting dalam perumusan kegiatan
pembelajaran. Jika dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, maka
materi yang menjadi bahasan dalam pembelajaran dijabarkan dari
kompetensi dasar yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi
mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah ditetapkan BSNP. Dengan
pembelajaran yang dirancang sendiri sesuai dengan keadaan dan
kondisi lingkungan dan sekolah diharapkan guru dapat merencanakan
pembelajaran yang menyenangkan dengan memanfaatkan berbagai
sumber belajar yang ada. Perwujudan pembelajaran dalam KTSP
merupakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi
siswa, yang dapat menjadikan siswa aktif, merasa tertantang,
menumbuhkan kreativitas. Untuk mengefektifkan pembelajaran,
dalam pelaksanaanya, pembelajaran dilakukan dengan cakupan
kegiatan inti meliputi: eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, dan menantang,
menubuhkan kreatifitas siswa, serta pelibatan peran siswa secara aktif,
-
36
dapat dirancang dalam proses pembelajaran dengan penggunaan
model-model pembelajaran yang inovatif. Salah satu model
pembelajaran yang inovatif adalah dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu siswa belajar
dengan bekerja sama dengan siswa lain.
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif
Kata pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperatif learning.
Kata cooperatif dalam Kamus Inggris-Indonesia (2005:147) berarti bekerja
sama. Dapat diartikan cooperatif learning atau pembelajaran kooperatif
berarti belajar secara bersama-sama dengan saling bekerja sama antara
satu dengan lainnya.
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis.
Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar
bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 orang siswa
yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan
satu sama lain saling membantu. Tujuan pembentukan kelompok adalah
untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat
aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar (Trianto, 2009:56).
Sedangkan Johnson dalam Isjoni (2010:15) mengatakan
“Cooperanon mean working thogeter to accomplish shared
goals. Whitin cooperative activities individuals seek outcomes
that are beneficial to all other groups members. Cooperative
learning is the instructional use of small group the allows
students to work toghether to maximize their own and each
other as learning”.
Berdasarkan pernyatan Johnson pembelajaran kooperatif mengandung arti
bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan
kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota
kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk
-
37
memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam
kelompok itu.
Sedangkan Slavin (1995) dalam Isjoni (2010:15) mengemukakan
“In cooperative learning methods, students work together in four member
teams to master material initially presented by the teacher”. Pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan
bekerja salam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam
belajar. Slavin (2005:8) menegaskan inti dari pembelajaran kooperatif
adalah para siswa duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan
empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan guru. Steven G.
McCafferty (2006:4) menyatakan “Two crucial concepts in almost
everyone's definition of cooperative learning relate to the amount of group
support and to the degree to which each individual member of the group
needs to learn and to exhibit his or her accomplishments”. Dari
pernyataan McCafferty ini, dapat dimaknai bahwa dua konsep penting
dalam pembelajaran kooperatif secara umum adalah berhubungan dengan
kerja kelompok dan sejauh mana setiap anggota kelompok melakukan
pembelajaran dan menunjukkan kemampuan atau prestasinya.
Pembelajaran dengan mengelompokkan siswa kedalam kelompok
kecil yang beranggotakan 4-6 orang siswa. Adanya pengelompokan secara
heterogen memberi kesempatan pada kelompok memiliki perbedaan ide
antaranggota kelompok. Perbedaan ide yang menjadi bahan diskusi siswa
secara rasional akan memberi siswa wawasan dan memperkaya sumber
belajar. Sekalipun tidak ada perbedaan ide, dikelompokkannya siswa dan
disajikannya pembelajaran oleh guru, akan merangsang siswa untuk
melakukan diskusi dan tukar pendapat. Kegiatan diskusi ini, tentu akan
melatih siswa untuk mendengarkan pendapat teman dan mengungkapkan
idenya. Kerja sama akan tumbuh dengan sendirinya dengan adanya materi
yang harus dicari penyelesaiannya oleh kelompok.
-
38
Tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh
pengetahuan dari sesama temannya. Pengetahuan tidak lagi diperoleh dari
gurunya, dengan belajar kelompok seorang teman haruslah memberikan
kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya
dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengkoreksi
kesalahan, dan saling membetulkan satu sama lain (Isjoni, 2010:26).
Sedangkan Trianto (2009:58) menuliskan pembelajaran kooperatif disusun
dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi
dan belajar bersama siswa yang berbeda latar belakangnya. Dengan
bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan yang sama, siswa akan
mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama manusia yang
akan sangat bermanfaaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Dalam pembelajaran kooperatif, tidak hanya mempelajari materi
tapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-
keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Ketrampilan
kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.
Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas
anggota kelompok selama kegiatan (Isjoni, 2010:46).
Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif
memasuki jalur utama praktik pendidikan. Salah satunya adalah
penggunaan pembelajaran kooperatif meningkatkan pencapaian prestasi
para siswa dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat
mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan terhadap teman
sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga
diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa siswa perlu belajar
untuk berfikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta
mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk
mencapai hal-hal semacam itu (Robert E. Slavin, 2005:4-5).
-
39
Keuntungan utama kerja kelompok kecil tampak terletak pada
aspek-aspek kolaboratif yang dapat dibantu pengembangannya. Salah satu
keuntungannya terletak pada konstribusi yang dapat diberikan bagi
pengembangan ketrampilan sosial murid. Bekerja dengan murid-murid lain
dapat membantu murid mengembangkan kemampuan empatik mereka
dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat sudut
pandang orang lain, yang pada gilirannya dapat membantu mereka
menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan.
Berusaha menemukan solusi untuk sebuah masalah dalam kelompok juga
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan seperti kebutuhan untuk
mengakomodasi pandangan orang lain (Daniel Muijs dan David Reynolds,
2008:82). Sedangkan Trianto (2009:60) secara sederhana menuliskan
pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda
latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain
atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan
kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa belajar secara bersama
dengan teman-temannya yang memiliki kemampuan dan latar belakang
yang berbeda-beda. Tugas yang harus diselesaikan secara berkelompok
menjadikan siswa untuk saling membantu menyelesaikan tugas dengan
persamaan konsep pada materi yang hendak dimiliki siswa. Adanya
persamaan tujuan merangsang siswa menemukan jalan tengah terbaik yang
menguntungkan kelompok ditengah perbedaan pandangan. Jalan tengah
inilah yang dituntutkan kelompok untuk dapat dikuasai oleh masing-
masing anggotanya. Pembelajaran semacam ini secara nyata membantu
siswa untuk saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Pencarian
solusi dari tugas yang disajikan diharapkan menjadikan pembelajaran
menantang dan menyenangkan. Akan timbul rasa kompetisi
antarkelompok, yang memicu siswa untuk menemukan solusi terbaik bagi
kelompok dan anggotanya.
-
40
Good et al. (1992:140) dalam Daniel Muijs dan David Reynolds
(2008:91) memberikan usulan struktur pelajaran dalam sebuah model yang
mengintegrasikan kerja kolaboratif (pembelajaran kooperatif) dengan
pengajaran seluruh kelas, sebagai berikut:
Tabel 1.1. Struktur pembelajaran Model Kerja Kolaboratif
Perkiraan
Waktu Kegiatan
Locus of
Control
10 menit
Introduksi, eksplorasi,
investigasi, atau penguatan
konsep-konsep
Eksplorasi konsep-konsep dan ketrampilan-ketrampilan
baru.
Memberikan berbagai situasi problematik dan modelling
berbagai strategi.
Membimbing diskusi yang bermakna.
Memberikan tugas.
Mengklarifikasikan hasil-hasil yang diharapkan.
Guru
5-10 menit
Mengerjakan tugas kelompok 1
Penyelidikan, penguatan, atau
perluasan berbagai konsep dengan
mengunakan tugas
Eksplorasi
Investigasi
Aplikasi
Penguatan
Kelompok
5 menit
Mengakses
kemajuan/memproses dan
mengklarifikasikan
interaksi tanya jawab aktif
mendiskusikan situasi masalah
mendiskusikan strategi/proses/temuan
memberikan perkembangan baru
memberikan tugas-tugas baru
Guru
10-15
menit Mengerjakan tugas kelompok 2 Kelompok
5 menit Mengakses Guru
-
41
kemajuan/memproses dan
mengklarifikasikan
10-15
menit Mengerjakan tugas kelompok 2 Kelompok
5 menit
Reviu/rangkuman tugas
reviu singkat tentang tujuan
reviu tugas
reviu temuan
hubungan dengan studi di masa lalu/masa depan
Guru
Gambaran kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif dijabarkan dengan kegiatan pengeksplorasian konsep dengan
menyajikan situai probelematik untuk dijadikan bahan diskusi bermakna
yang diikuti dengan pemberian tugas. Tugas yang telah diberikan
kemudian dikerjakan secara kelompok, untuk kemudian ditindaklanjuti
dengan diklarifikasi melalui bimbingan guru. Kelompok atau siswa
sebagai perwakilan kelompok akan mempresentasikan hasil diskusinya
sebagai solusi yang ditawarkan untuk menjawab permasalahan yang ada.
Selanjutnya kegiatan klarifikasi solusi atas permasalahan yang disajikan
dilaksanakan oleh guru. Tugas kedua yang juga dikerjakan secara
kelompok, diklarifkasi serta mengakses kemajuan, yang kemudian
dilanjutkan dengan tindakan reviu atau rangkuman kerja kelompok.
Melalui pembelajaran semacam ini sangat dapat terlihat adanya peran
siswa yang aktif, serta meningkatkan penghargaan siswa terhadap kerja
sama yang menjadi kunci keberhasilan pembelajaran secara kelompok.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang pembelajaran
kooperatif dapat disimpulkan, pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang memberi situasi pelaksanaan proses pembelajaran
menjadi aktif dan bernuansa diskusi serta kerja sama. Untuk
mewujudkannya dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibagi dalam
kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang dengan catatan, siswa
dikelompokkan secara heterogen. Guru bertugas menyajikan permasalahan
dan membimbing siswa untuk berdiskusi dalam kelompok mencari
penyelesaian atau solusi permasalahan. Proses pencarian penyelesaian ini
-
42
akan memberi berbagai peluang pada siswa untuk berinteraksi dengan
teman dan belajar dari berbagai sumber. Kegiatan diskusi menjadikan
siswa belajar mendengarkan dan mengungkapan ide dengan arah mencapai
tujuan yang sama.
Pembelajaran kooperatif bukan hal baru dalam dunia pendidikan.
Oleh karena itu, ada bermacam-macam tipe dalam model pembelajaran
kooperatif. Salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe think talk
write.
2.1.4. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)
Dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia think memiliki arti
berfikir, talk berarti berbicara, sedangkan write, berarti menulis. Secara
sederhana pengertian think talk write merupakan suatu model
pembelajaran kreatif yang pembelajarannya dilakukan melalui kegiatan
berpikir, berbicara dan menulis. Ngalimun (2014:124) menuliskan tentang
model pembelajaran think talk write (TTW), pembelajaran ini dimulai
dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan
alternative solusi), hasil bacaannya dikomuni-kasikan dengan presentasi,
diskusi dan kemudian dibuat laporan hasil presentasi.
Think talk write merupakan model pembelajaran yang menfasilitasi
latihan berbahasa baik secara lisan maupun tulisan (menulis). Think talk
write pertama kali diperkenalkan oleh Huiker dan Laughlin (1996:82),
model ini didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah
perilaku sosial. Think talk write mendorong siswa untuk berpikir,
berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu (Miftahul Huda,
2013:218). Pendapat lain diungkapakan oleh Ni Wyn. Juniarsih (2013:3)
Think talk write merupakan model pembelajaran kooperatif yang dimulai
dari alur berpikir (think) melalui kegiatan membaca, berbicara (talk)
melalui kegiatan diskusi, bertukar pendapat dan presentasi dan menulis
(write) melalui kegiatan menuliskan hasil diskusinya.
-
43
Model pembelajaran kooperatif tipe think talk write memberi alur
pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir secara kritis terhadap
permasalahan yang dihadapkan, untuk menemukan ide-ide dari materi
yang ada. Dalam kegiatan ini, siswa dilatih untuk menemukan
pemikirannya dari suatu persoalan yang menjadi materi pembelajaran. Ide
siswa kemudian dianalisis oleh siswa secara mendalam untuk kemudian
menemukan solusi yang dapat ditawarkan dalam memecahkan
permasalahan yang disajikan oleh guru. Hasil pembicaraan siswa,
kemudian dibicarakan secara klasikal melalui presentasi. Materi/hasil
diskusi kemudian dicatat oleh masing-masing siswa dalam kelompok.
Dalam kegiatan menulis yang dilakukan siswa, menuntut kelompok agar
setiap anggotanya memahami dengan benar materi yang sedang mereka
bicarakan dan pelajari. Keberhasilan kelompok adalah jika seluruh anggota
kelompok dapat menguasai materi yang menjadi bahan pembelajaran.
Dewa Ayu (2014:4) menuliskan kelebihan TTW membuat siswa
dapat menikmati suasana yang lebih menyenangkan, membuat siswa
dalam pembelajaran menjadi lebih aktif dan hasil belajar yang dicapai oleh
siswa maksimal. Sedangkan Desy Ambari (2013:3) menuliskan, think talk
write dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya kebentuk
tulisan secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan
membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk
tulisan. Model pembelajaran think talk write dapat menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan bermakna dalam pembelajaran dari hasil
penyelidikan, penyimpulan serta meningkatkan minat dan partisipasi serta
meningkatkan pemahaman dan daya ingat.
Proses pembelajaran dengan model TTW, membantu siswa melatih
kemampuannya dalam berpikir, membicarakan pikirannya dengan
berdiskusi bersama teman dan menuliskan hasil pemikirannya dalam
belajar. Kegiatan yang dilakukan secara berkelompok ini akan membantu
siswa melatih toleransi dan empati terhadap teman. Kemampuan sosial
siswa pun akan terlatih dengan pembelajaran model TTW. Pembelajaran
-
44
yang menyenangkan dan menantang siswa, akan memberi semangat
belajar kepada siswa. Rasa semangat dalam kegaitan belajar siswa akan
memberi pengaruh positif kepada siswa dalam proses belajarnya.
Pembelajaran yang mengkondisikan siswa merasa senang dalam belajar
akan membantu siswa memahami materi pembelajaran dan memberi
dampak kemajuan pada hasil belajar siswa.
Ngalimun (2014:124) menuliskan sintak dari pembelajaran think
talk write adalah informasi, kelompok (membaca-mencatat-menandai),
presentasi, diskusi, melaporkan. Miftaul Huda (2013:218) menyatakan
“Sebagaimana namanya, TTW memiliki sintak sesuai dengan urutan di
dalamnya, yakni think (berpikir), talk (berbicara/berdiskusi), dan write
(menulis)”. Dari pernyataan sintak ini dijabarkan oleh Miftaul Huda
sebagai berikut:
1. Tahap Think: siswa membaca teks berupa soal (jika memungkinkan dimulai dengan soal yang kontekstual).
Pada tahap ini siswa secara individu memikirkan
kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat
catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan,
dan hal-hal yang tidak dipahami dengan menggunakan
bahasanya sendiri.
2. Tahap Talk: siswa diberi kesempatan untuk membicarakan hasil penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini
siswa mereferensikan, menyusun, serta menguji
(negosiasi, sharing) ide-ide kedalam diskusi kelompok.
3. Tahap Write: pada tahap ini, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya pada kegiatan tahap pertama dan
kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang
digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi
penyelesaian, dan solusi yang diperoleh.
Tahap-tahap pembelajaran dalam metode TTW menuntut siswa
untuk memikirkan penyelesaian suatu permasalahan yang disajikan. Hasil
pemikiran siswa ini kemudian dibawa kedalam kelompok untuk
didiskusikan bersama mencari alternative solusi. Diskusi kelompok yang
dilakukan siswa akan menghasilkan suatu ide baru sebagai hasil solusi atas
permasalahan yang disediakan. Solusi jawaban atas permasalahan yang
ada, kemudian dilaporkan secara tertulis. Siswa menuliskan hasil
-
45
diskusinya sebagai tahap write. Tahap penulisan ini memungkinkan
terjadinya perbedaan atau perubahan ide dari tahap think, yang sebelumnya
telah dilakukan siswa.
Dapat dipahami bahwa tahap pembelajaran TTW memberi
kesempatan siswa untuk mengembangkan ketrampilan siswa dalam 4
kompetensi berbahasa. Dalam kegiatan berpikir, siswa terlebih dahulu
membaca atau menyimak suatu materi/permasalahan yang disajikan oleh
guru. Dalam tahap kegiatan berbicara yang dilakukan dengan berdiskusi,
siswa melatih ketrampilan berbicara dengan mengemukakan pendapatnya.
Kompetensi menyimak dilatih melalui kegiatan mendengarkan pendapat
teman satu kelompoknya. Kompetensi menulis juga dikembangkan dalam
kegiatan pembelajaran TTW. Hasil penyelesaian masalah yang
disajikan/materi yang telah dipelajari dituliskan oleh siswa sebagai hasil
refleksi belajar dan pemikirannya.
Tahap-tahap kegiatan dalam TTW dapat dilaksanakan dengan
langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
1. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa ke forum
diskusi.
2. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan
ini, mereka menggunakan bahasa dan kata-kata mereka
sendiri untuk menyampaikan ide-ide mereka dalam
diskusi. Pemahaman dibangun melalui interaksi dalam
diskusi, karena diskusi diharapkan dapat menghasilkan
solusi atas soal yang diberikan.
3. Siswa mengkonstruksi sendiri penetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi dalam bentuk tulisan.
4. Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu,
dipilih satu atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan
kelompok untuk menyajikan jawaban, sedangkan
kelompok lain diminta memberikan tanggapan (Miftaul
Huda, 2013:220).
Pembelajaran think talk write menjadikan siswa membangun
sendiri pengetahuan dalam pikirannya. Pembelajaran ini berkaitan dengan
kegiatan mencari dan menemukan jawaban dari tugas yang dihadapkan
-
46
pada kelompok. Materi dengan sendirinya akan dilakukan pengulangan
oleh siswa melalui proses pembelajaran think talk write. Pemahaman
materi dapat semakin diperdalam dengan adanya kegiatan diskusi dan
menuliskan kembali hasil perolehan jawaban. Kegiatan diskusi yang
dilakukan kelompok perlu diawasi oleh guru, jika ada siswa yang kurang
terlibat, guru dapat merangsang siswa untuk menjadi aktif dalam proses
pembelajaran.
Melalui pembelajaran kooperatif tipe think talk write, siswa akan
lebih mendalami dan memahami materi yang disajikan. Kemampuan siswa
yang lemah dalam daya ingatnya, akan terbantu dengan proses
pembelajaran think talk write. Hal ini disebabkan adanya pengulangan
materi dan pembahasan materi tersebut secara berulang-ulang. Kegiatan
pertama dalam pembelajaran ini, siswa membaca terlebih dahulu materi
yang disajikan. Siswa dengan sendirinya mencari informasi yang
terkandung di dalam bacaan, membangun ide dan gagasan yang siswa
temukan secara sendirinya melalui kegiatan membaca. Tahap ini dalam
pembelajaran TTW merupakan tahap awal kegiatan pembelajaran, yaitu
think. Selanjutnya tahap dimana ide dan informasi yang dimiliki siswa
melalui kegiatan membaca, dibicarakan dalam kegiatan diskusi kelompok
(talk). Materi yang sudah tersimpan dimemori siswa, kemudian
dibicarakan oleh siswa dengan teman-teman satu kelompoknya melalui
kegiatan diskusi kelompok. Kegiatan siswa yang membicarakan idenya
dan mendengarkan ide teman berkaitan dengan materi yang telah dibaca
siswa, menjadikan materi dalam memori siswa diperkuat dan diperdalam.
Hasil diskusi kelompok, kemudian dipresentasikan oleh siswa perwakilan
kelompok, menuntut siswa untuk mendengarkan kembali materi yang
sedang dibahas dalam pembelajaran. Pemahaman siswa akan meteri yang
telah didiskusikan akan semakin diperkuat dengan kegiatan ini. Materi
yang telah dibahas secara bersama-sama kemudian dituliskan siswa secara
individu sebagai tahap write dalam pembelajaran tipe think talk write.
-
47
Kegiatan menuliskan kembali ini memerkuat ingatan siswa tentang materi
yang dipelajarinya.
Berdasarkan pendapat-pendapat tentang pembelajaran think talk
write, model pembelajaran kooperatif tipe think talk write merupakan
model pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan membagi siswa
dalam kelompok dengan anggota kelompok 4-6 orang siswa. Sebelum
masuk dalam kegiatan kelompok, siswa diberi materi bacaan untuk dibaca
siswa secara individu guna menemukan informasi yang terkandung dalam
bacaan. Informasi yang diperoleh siswa kemudian dibicarakan siswa
dalam diskusi kelompok. Untuk menimbulkan suasana diskusi yang aktif,
siswa diberi pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi bacaan untuk
ditemukan solusi jawabannya. Hasil diskusi masing-masing kelompok
kemudian dipresentasikan oleh perwakilan kelompok. Solusi dari
pertanyaan yang disajikan berkaitan dengan materi pembelajaran,
kemudian dituliskan oleh siswa secara individu sebagai proses menuliskan
kembali hasil berpikir, diskusi dan presentasi yang telah dilakukan.
2.1.5. Hasil Belajar
2.1.5.1. Belajar
Slameto (2010:2) menyatakan “Belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Pendapat lain dituliskan oleh Iskandarwassid dan Dadang Sunendar
(2011:5) yang mendefinisikan kata belajar sebagai proses perubahan
tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu
dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan, perubahan ini
terjadi secara menyeluruh, menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sedangkan, menurut Ahmad Susanto (2013:4) belajar
adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam
keadaan sadar untuk memeroleh suatu konsep, pemahaman, atau
-
48
pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya
perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa
maupun dalam bertindak.
Belajar dapat memberikan perubahan tingkah laku yang
bersifat tetap pada diri seseorang. Perubahan ini didapat seseorang
melalui adanya pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya
dan dengan orang lain. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang
membutuhkan kesadaran dan sengaja dilakukan dengan tujuan
perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.
Tidak semua perubahan tingkah laku adalah proses belajar.
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar menurut
Slameto (2010:3-5) antara lain:
1. Perubahan terjadi secara sadar: seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan atau sekurang-
kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu
perubahan dalam dirinya, misalnya pengetahuannya
bertambah, kecakapan bertambah, kebiasaannya
bertambah.
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional: satu perubahan yang terjadi akan
menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna
bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif: perubahan dalam belajar senantiasa bertambah dan
tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Semakin banyak usaha belajar
dilakukan, semakin banyak dan baik perubahan yang
diperoleh. Perubahan bersifat aktif artinya bahwa
perubahan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan
karena usaha individu sendiri.
4. Perubahan dalam belajar bukan sifat sementara: tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
menetap.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah: perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang
akan dicapai. Perubahan berlajar terarah pada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku: jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan
mengalami perubahan tingkah laku secara
-
49
menyeluruh dalam sikap, ketrampilan, pengetahuan
dan sebagainya.
Sedangkan Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2011:4),
menuliskan variasi perubahan tingkah laku dalam belajar dapat
diamati melalui proses tingkah laku atau penampilan anak didik. Ada
enam jenis tingkah laku, berturut-turut sebagai berikut:
1. Jawaban yang khusus; suatu kegiatan belajar peserta didik yang ditampilkan melalui proses stimulus(S)–
respon(R). S adalah situai yang memberi stimulus,
sedangkan R adalah respon atas stimulus tadi;
2. Untaian atau rangkaian; suatu kegiatan belajar yang terjadi berdasarkan rentetan atau rangkaian respon
yang dihubungkan-hubungan;
3. Perbedaan yang beragam; proses belajar yang terjadi atas serangkaian respon yang khusus;
4. Penggolongan; jenis belajar yang terjadi atas penggolongan suatu benda, keadaan, atau perbuatan
yang sesuai dengan situasi;
5. Menggunakan urutan; suatu kecakapan untuk berbuat atau bertindak sesuai dengan landasan konsepnya;
6. Memecahkan masalah; kemampuan berpikir, menganalisis, dan memecahkan masalah.
Perubahan tingkah laku sebagai hasil berlajar tidak didapat
dengan sembarangan pengalaman. Perubahan yang menuju pada
akibat dari belajar bersifat tetap dan didapat dari pengalaman yang
dilakukan secara sadar. Pencapaian perubahan tingkah laku tidak
hanya berpusat pada satu kemampuan saja, namun berkembang
secara merata antara pemikiran, sikap dan ketrampilan. Belajar pada
dasarnya adalah usaha yang dilakukan seseorang secara sadar untuk
dapat memperoleh perubahan tingkah laku dan pengetahuan, yang
didapat melalui pengalaman seseorang dalam berhubungan dengan
sesama dan lingkungannya. Terjadinya proses belajar secara sadar
salah satunya adalah pembelajaran di kelas. Guru merancang kegiatan
pembelajaran dan siswa sebagai subjek yang belajar untuk mencapai
suatu tujuan tertentu berupa perubahan perilaku. Perubahan tingkah
laku dalam kegiatan belajar di kelas dapat diukur dengan suatu
tindakan berupa penilaian. Hasil penilaian, pada umumnya
-
50
diwujudkan dalam bentuk angka sebagai penentu tingkat keberhasilan
pemerolehan perubahan tingkah laku. Angka sebagai ukuran
perwujudan perubahan tingkah laku dalam belajar, ini disebut dengan
hasil belajar.
2.1.5.2. Hasil Belajar
A.J. Romiszowski (1981:217) dalam Mulyono Abdurrahman
(2003:38) menyatakan hasil belajar merupakan “Keluaran (output)
dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem
tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya
adalah perbuatan atau kinerja (performance)”. Sedangkan Mulyono
Abdurraahman (2003:37) mendefinisikan hasil belajar sebagai
kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar.
Menurut Benjamin S. Bloom ada tiga ranah hasil berlajar,
yaitu hasil belajar berupa pengetahuan/kognitif, sikap/afektif, dan
ketrampilan/psikomotor (Ngalim Purwanto, 2009:24). Sependapat
dengan Bloom, Nana Sudjana (2011:3) menuliskan hasil belajar siswa
pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah
laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Ahmad Susanto (2013:5)
juga menuliskan hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif atau
pemahaman konsep, afektif atau sikap siswa, dan psikomotor atau
ketrampilan proses sebagai hasil kegiatan belajar. Ika Mustika
(2014:11) menuliskan taksonomi tujuan pendidikan menurut Bloom,
yang mana Benyamin Bloom mengklasifikasikan kemampuan hasil
belajar ke dalam tiga kategori, yaitu:
a) Ranah kognitif, meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan
kemampuan intelektual.
b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri atas aspek penerimaan, tanggapan, penilaian,
pengelolaan, dan penghayatan (karakterisasi).
-
51
c) Ranah psikomotorik, mencakup kemampuan yang berupa ketrampilan fisik (motorik) yang terdiri dari
gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar,
kemampuan perspektual, ketepatan, ketrampilan
kompleks, serta ekspresif dan interperatif.
Taksonomi tujuan pendidikan menurut Bloom, digambarkan
dalam skema sebagai berikut (Ika Mustika, 2014:1).
Ezoelearn System (2012:1) menuliskan taksonomi Bloom merupakan
hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S Bloom,
Editor M.D Engelhart, E. Frust, W.H. Hill dan D.R. Krathwohl, yang
kemudian didukung oleh Ralp W. Tyler. Bloom merumuskan tujuan-
tujuan pendidikan pada 3 tingkatan: 1. Kategori tingkah laku yang
masih verbal, 2. Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan, 3.
Tingkah laku konkrit yang terdiri dari tugas-tugas dalam pertanyaan-
pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.
Berdasarkan uraian hasil belajar, hasil belajar pada dasarnya
adalah kemampuan sebagai hasil yang diperoleh seseorang setelah
melakukan kegiatan belajar. Pengalaman belajar yang memberikan
perubahan tingkah laku pada seseorang dapat diukur dan ditentukan
sebagai hasil belajar. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar
tidak hanya pada bertambahnya suatu pengetahuan saja, namun juga
berpengaruh pada perubahan tingkah laku dalam bidang sikap dan
ketrampilan.
HASIL
BELAJAR
Klasifikasi kemampuan
hasil belajar (Benyamin
Bloom): Ranah
a. KOGNITIF b. PSIKOMOTOR c. AFEKTIF
Kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman
belajarnya
-
52
Pemahaman konsep (ranah kognitif) menurut Bloom (1979:89)
dalam Ahmad Susanto (2013:6) merupakan kemampuan untuk
menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman
konsep yakni seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan
memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, atau
sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca,
yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil
penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.
Ana Ratna (2014:2) menuliskan Taksonomi Bloom yang telah
direvisi oleh Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R (2001) yaitu
mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3),
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), mencipta (C6). Imam
Gunawan (2014:26-30) menuliskan penjelasan Taksonomi Bloom
ranah kognitif sebagai berikut:
a. Mengingat/Remember (C1) Mengingat adalah usaha mendapatkan kembali
pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah
lampau, baik yang baru saja didapatkan ataupun yang
sudah lama didapatkan. Mengingat meliputi
mengenali (recognition) dan memanggil kembali
(recalling). Mengingat berkaitan dengan mengetahui
pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan hal-
hal konkrit. Sedangkan memanggil kembali adalah
proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa
lampau secara cepat dan tepat.
b. Memahami/mengerti/understand (C2) Memahami/mengerti berkenaan dengan
membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber
seperti pesan, bacaan, dan komunikasi.
Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas
mengklasifikasikan dan membandingkan.
Mengklasifikasikan muncul ketika seorang siswa
berusaha mengenali pengetahuan yang merupakan
anggota dari kategori pengetahuan tertentu.
Sedangkan membandingkan merujuk pada identifikasi
persamaan dari perbedaan dari dua atau lebih objek,
kejadian, ide, permasalahan, atau situasi.
Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif
-
53
menemukan satu persatu ciri-ciri dari objek yang
dibandingkan.
c. Menerapkan/Apply (C3) Menerapkan merupakan proses kognitif
memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur
untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan
permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi
pengetahuan prosedural (procedural knowladge),
yang meliputi kegiatan menjalankan prosedur
(executing) dan mengimple-mentasikan
(implementing). Menjalankan prosedur adalah proses
kognitif siswa dalam menyelesaikan masalah dan
melaksanakan percobaan di mana siswa sudah
mengetahui informasi tersebut dan mampu
menetapkan dengan pasti prosedur apa saja yang
harus dilakukan. Mengimplementasikan muncul jika
siswa memilih dan menggunakan prosedur untuk hal-
hal yang berlum diketahui atau masih asing. Karena
siswa masih merasa asing dengan hal ini, maka siswa
perlu mengenali dan memahami permasalahan
terlebih dahulu kemudian baru menetapkan prosedur
yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan
mene-rapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai
dari siswa menyelesaikan suatu permasalahan
menggunakan prosedur baku/standar yang sudah
diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga siswa
benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini
dengan mudah, kemudian berlanjut pada munculnya
permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi
siswa, sehingga siswa dituntut untuk mengenal
dengan baik permasalahan tersebut dan memilih
prosedur yang tepat untuk menyelesaikan
permasalahan.
d. Menganalisis/Analyzw (C4) Menganalisis adalah memecahkan suatu
permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian
dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-
tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana
keterkaitan tersebut dapat menimbulkan
permasalahan. Menganalisis berkaitan dengan proses
kognitif memberi atribut (attributeing) dan
mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut
akan muncul ketika siswa menemukan permasalahan
dan kemudian melakukan kegiatan membangun ulang
hal yang menjadi permasalahan. Mengorganisasikan
menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil
-
54
komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali
bagaimana unsur-unsur ini dapat menghasilkan
hubungan yang baik. Kegiatan meng-organisasi
memungkinkan siswa membangun hubungan yang
sistematis dan koheren dari potongan-potongan
informasi yang diberikan.
e. Mengevaluasi/Evaluate (C5) Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif
memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan
standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya
digunakan adalah kualitas, efektifitas, efisiensi, dan
konsistensi. Evaluasi meliputi mengecek (checking)
dan mengkritisi (critiquing). Mengecek menuju pada
kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau
kegagalan dari suatu operasi atau produk. Mengkritisi
mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi
berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal. Siswa
melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif dan
positif dari suatu hal, kemudian melakukan penilaian
menggunakan standar ini.
f. Menciptakan/Create (C6) Menciptakan mengarah pada proses kognitif
meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk
membentuk kesataun yang koheren dan mengarahkan
siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan
mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk
atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan
mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan
menghasilkan karya yang dibuat oleh siswa.
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (genera-
ting) dan memproduksi (producing). Mengge-
neralisasikan adalah kegiatan merepretasikan
permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang
diperlukan. Hal ini berkaitan dengan dimensi
pengetahuan yang lain yaitu pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan
pengetahuan metakognisi.
Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin,
motivasi belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar dan
hubungan sosial. Jenis ranah afektif sebagai hasil belajar dari tingkat
dasar sampai tingkat komplek meliputi
a) Receiving/attending: kepekaan dalam menerima
rangsangan (Stimulus) dari luar yang datang dalam bentuk
-
55
masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. b) Responding atau
jawaban: reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulus yang datang dari luar. c) valuing (penilaian):
berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala
dan stimulus. d) organisasi, yakni pengembangan dari nilai
ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu
nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai
yang telah