saphara edisi 6, oktober 2014

40
SAPHARA Sebuah Perjalanan, Sebuah Kehidupan Edisi #6 Oktober 2014 ENERGI ALTERNATIF MAMPUKAH? DANAU LUAS NYI ENDIT DESA PELOPOR BIOGAS HAURNGOMBONG SURGA BAWAH LAUT PAHAWANG

Upload: kappa-fikom-unpad

Post on 06-Apr-2016

256 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARASebuah Perjalanan, Sebuah Kehidupan

Edisi #6 Oktober 2014

ENERGI ALTERNATIFMAMPUKAH?

DANAU LUASNYI ENDIT

DESA PELOPOR BIOGASHAURNGOMBONG

SURGA BAWAH LAUTPAHAWANG

Page 2: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 2

Sumber Gambar: http://larsreimer.files.wordpress.com/

Page 3: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

Muhammad Rifqy Fadil, Pemimpin Redaksi.

SALAM PEMRED

Foto Essay 24

Operasi 30

Kata Kita 32

Buah Pena 34

Refleksi 36

Etalase 38

Review 39

Perjalanan 4 Lokal

De 6sa

Lintas 8Kota

Laporan 10 Utama

Wisata 18 Budaya

Hala 20man

Aca 22ra

DAFTAR ISI

SAPHARAPemimpin Umum: Dwy Anggreni Mutia

Pemimpin Redaksi: Muhammad Rifqy Fadil - Redaktur Budaya & Desa: Aflah SatriadiRedaktur Opini: Istnaya Ulfathin - Redaktur Perjalanan: Olfi Fitri Hasanah

Redaktur Acara dan Lingkungan: Noor Alfath Aziz - Redaktur Foto dan Perwajahan: Panji Arief SumiratReporter:

Alfa Ibnu Wijaya, Ryan Dwi Destyadi, Deando Dwi Permana, Dimas Jarot Bayu, Dina Aqmarina Yanuary Nelly Yustika E.B. , Dwi Desilvani, Andhika Soeminta, Nadia Septriani, Wini Selianti, Khairunnisa Zenfin, Fatia Shaliha, Resti Octaviani, Rakanda Ibrahim Gandapermadi, Kholidah Nur Rahmah, Wibi Pangestu

Advertising: Nadia Septriani (085779388949)Email: [email protected]

Alamat Redaksi:Gedung Student Centre (SC) Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran

Jl. Raya Bandung - Sumedang KM 21, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat

SAPHARA | 3

Bicara soal bahan energi, lagi-lagi ini yang selalu menjadi polemik di masyarakat. Bisa dikatakan hampir semua aspek kehidupan modern ini

bergantung kepada dia. Naik harganya, naik pula harga-harga barang yang menggunakan energi untuk produksi dan distribusinya. Alih-alih penghematan, subsidi dipangkas, stok dibatasi, hingga kualifikasi pengguna energi juga makin ketat. Tetapi tetap saja suatu saat nanti energi konvensional yang digunakan sekarang ini seperti minyak dan gas alam suatu saat akan habis.

Ternyata pengetatan regulasi masih tak menolong masyarakat agar sadar bahwa energi itu mahal dan kita harus berhemat energi. Acapkali sederet penemuan baru guna menghemat energi yang menggunakan bahan-bahan alami, ramah lingkungan, dan bisa didaur ulang hanya menjadi wacana pengisi kolom-kolom feature di media massa. Mau bagaimana lagi, sepertinya menjadikan energi alternatif menjadi

konvensional masih dianggap kurang relevan ketimbang memperketat regulasi.

Kalau sudah begini, jangan-jangan kita sudah bisa menghitung sampai keturunan keberapa anak cucu kita bisa menikmati energi konvensional yang terbatas ini. Penggunaan Biogas, Bio-Solar, Solar Cell, dan semacamnya nyatanya juga masih belum populer di masyarakat.

Tapi wacana energi alternatif tentu belum sepenuhnya hilang. Masih banyak ternyata usaha dari para pakar dan aktifis pro-lingkungkan guna menghemat energi demi masa depan generasi selanjutnya. Pembaca, Laput Saphara Edisi ini akan membahas bagaimana perkembangan wacana tersebut dan bagaimana prediksi masa yang akan datang. Apakah wacana energi alternatif itu memungkinkan terealisasi, atau masih sebatas wacana. Selamat Membaca.

Page 4: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

TEGAL ALUN

Teks: Dimas Jarot Bayu & Dina Aqmarina YanuaryFoto: Dimas Jarot Bayu

SAPHARA | 4

“Alkisah di sebuah desa terpencil di daerah Jawa Barat, tinggal seorang janda muda kaya raya yang tidak mempunyai anak. Ia menempati rumah yang sangat besar beserta hartanya yang melimpah ruah. Tetapi apa daya, karena ketamakan dan kekikirannya, janda muda ini dijuluki Bagende Endit oleh masyarakat, yang berarti orang kaya yang pelit. Setiap warga desa yang meminta bantuan darinya selalu dimarahi bahkan diusir. Hingga suatu ketika ada seorang kakek yang berjalan dengan tongkatnya datang untuk meminta segelas air kepada Bagende Endit, namun bukannya air minum malahan hinaan dan pukulan yang didapat. Karena itu, kakek tersebut mengutuk dan menancapkan tongkat-nya di depan rumah Bagende Endit, kemudian dicabutlah tongkat itu oleh Bagende Endit dan mengeluarkan air yang tak kunjung henti. Akhirnya desa itu terendam oleh air bersama Bagende Endit beserta hartanya. Desa itu kini menjadi sebuah danau yang dikenal sebagai Situ Bagendit.”

Bagi orang Sunda terutama Garut, legenda ini pasti seringkali didengar menjelang waktu tidur. Pesan moral yang ditanamkan di dalam Legenda ini memang menjadi hal yang patut untuk disampaikan kepada anak-

anak. Selain itu Legenda ini sekaligus mengenalkan kebudayaan dan keindah-an alam yang dimiliki Negeri ini. Setidaknya legenda ini menjadi pemanis Situ Bagendit.

Danau seluas 80 hektar ini merupakan Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW) favorit di daerah Garut. Hamparan air yang terbentang luas serta panorama alam yang menyeruak seakan memanggil wisatawan untuk berkun-jung atau sekedar melongok. Pedagang berbagai macam jajanan pun ikut serta menemani kalian para explorer yang singgah dan bersantai di Situ Bagendit. Menurut Herman, salah satu pengelola ODTW Situ Bagendit, “tempat ini memang selalu ramai, biasanya pada akhir minggu ataupun hari libur pengun-jung yang datang bisa mencapai 1000 orang”. Tiket masuknya pun terbilang cukup terjangkau, Rp. 3.000 untuk dewasa dan Rp. 2.000 untuk anak pada hari biasa. Untuk akhir minggu dan hari libur, harga tiket dinaikkan sebesar Rp. 2.000 untuk dewasa dan Rp. 1.000 untuk anak.

Akses yang mudah serta letaknya yang strategis, tepat di pinggir jalan desa Bagendit menjadi nilai tambah tempat wisata ini. Sekitar 4 km dari Kota Garut, Situ ini dapat diakses dengan angkot jurusan Terminal Guntur-Kp. Mengger

PERJALANAN LOKAL

Danau yang terletak di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat ini dikenal dengan Situ Bagendit. Oleh masyarakat setempat, danau ini diberi nama berdasarkan legenda Bagende Endit atau lebih dikenal Nyi Endit. Situ Bagendit sendiri berarti Danau Luas Bagendit, atau Danau Luas Bagenda Endit.

DANAU LUAS,

NYIENDITTeks: Alfa Ibnu Wijaya & Wibi PangestuFoto: Wibi Pangestu

Page 5: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 5

dan Garut-Limbangan dengan tarif Rp. 4.000 ataupun menggunakan ojeg dengan tarif Rp. 10.000. Membawa kendaraan pribadi pun bisa menjadi salah satu pilihan. Dari Bandung dan sekitarnya, perjalanan menuju Situ dapat ditempuh selama ±1,5-2 jam. Ditambah lagi pamandangan alam yang menjamu para explorer ketika menem-puh perjalanan menuju Situ Bagendit.

Hamparan Pemandangan dan Fasili-tasnya

Tepat di sebelah barat Situ Bagendit terdapat Gunung Guntur yang berdiri dengan kokoh menuangkan sejuta keindahan bagi para pengunjung. Belasan rakit dan sepeda air dengan beragam tampilan ikut serta untuk memudahkan wisatawan yang hendak beranjak lebih jauh ke tengah danau, cukup dengan Rp40.000 untuk sebuah rakit beserta satu orang pemandu dan Rp20.000 untuk menyewa sebuah sepeda air. Gerobak-gerobak jajanan pun siap melayani para wisatawan yang hendak santap menyantap ataupun sekedar melepas dahaga. Jika sudah merasa cukup menaiki rakit atau sepeda air, masih ada kereta kecil yang bisa explorer naiki untuk sekedar memutari pinggiran Situ Bagendit.

Fasilitas pelengkap lainnya seper-

ti kamar mandi, mushola, dan saung-saung juga tersedia di tempat wisata ini. Menikmati pemandangan alam sembari duduk-duduk santai di saung ditemani oleh alunan lagu sunda dari petikan

senar kecapi merupakan pilihan yang tepat jika explorer enggan untuk beranjak lebih lauh. Namun bagi explorer yang adrenalinnya cukup tinggi,

bisa juga merasakan sensasi flying fox. Selain itu explorer juga dapat berjalan-jalan mengelilingi tempat wisata yang luas daratannya sekitar 40 hektar jika ingin ber-explore ria

Jaga dan Peliharalah Meskipun Situ Bagendit sudah dikelola dan dipelihara oleh Pemerintah Kabupaten Garut, tapi tetap saja mereka tidak bisa sepenuhnya mengelola dan memelihara tempat wisata ini. Meski-pun sejak Bulan Juli 2014 lalu, sudah ada Kelompok Penggerak Pariwisata (Kom-pepar) yang telah banyak membantu pengelola Situ Bagendit, namun tetap saja masih butuh keringanan tangan dari para pengunjung untuk turut serta. Kepedulian dan keikutsertaan wisatawan untuk menjaga kebersihan dan keindahan alam Situ Bagendit sudah seharusnya menjadi kewajiban setiap pengunjung. Setidaknya sekedar mem-buang sampah pada tempatnya, tidak mengotori daerah Situ Bagendit, dan menjaga kelestariannya menjadi hal yang tidak sulit untuk dilakukan. Karena alam dan seisinya bukanlah milik kita seorang, melainkan milik kita bersama. Jadi, jaga dan peliharalah alam raya ini sebagaimana mestinya, atau kelak tidak ada lagi keindahan dan kelestarian alam yang bisa kita wariskan ke anak cucu kita.

“Legenda ini

sekaligus mengenalkan

kebudayaan dan keindahan alam yang dimiliki Negeri ini. Setidaknya legenda ini menjadi pemanis

Situ Bagendit.

Page 6: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 6

DESA

Keterbatasan energi Migas menjadi permasalahan yang hangat dalam perbincangan keseharian masya-rakat, dan sudah tentu energi alternatif menjadi wacana atau bahkan pilihan yang bijak. Biogas misalnya, teknologi sederhana yang dapat mengolah koto-ran menjadi sumber energi bukanlah menjadi hal yang mustahil untuk diterapkan dalam lingkungan masya-rakat.

lang besar bertuliskan “Caang PDesa Energi Mandiri” akan menyambut kedatangan kita saat

memasuki desa ini. Desa Haurngom-bong, begitulah nama-nya, merupakan salah satu desa pelopor biogas di Sumedang yang telah lama menerapkan sistem biogas sebagai energi alternatif. Desa ini terletak di Kecamatan Pamu-lihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Desa yang memiliki luas 219 hektar ini telah menerapkan pemakaian biogas sejak tahun 2003. Mata pencaharian penduduk yang mayoritas sebagai peternak sapi perah secara turun temu-run rupanya membuat pemanfaatan kotoran sapi sebagai enregi alternatif ini menjadi lebih mudah.

Awalnya biogas dibuat oleh Acu, seorang peternak yang saat ini menge-tuai salah satu kelompok ternak di Desa Haurngombong. Kompor biogas perta-ma kali dibuat dan dimanfaatkan oleh Acu di kandang untuk memanaskan air sebagai penghangat puting sapi yang akan diperas. Akhirnya teknologi seder-hana tersebut ditiru oleh peternak-peternak lain. Teknologi yang semula hanya dimanfaatkan oleh kalangan peternak saja menjadi semakin meluas ke masyarakat saat harga bahan bakar mulai melambung.

Terdapat tiga kelompok ternak di Desa Haurngombong yakni kelompok Harapan Jaya yang diketuai oleh Acu, Wargi Saluyu oleh Eman, dan Harapan Sawargi oleh Komar. Kelompok-kelom-pok yang beranggotakan 10-15 orang tersebut bersama aparat desa sebagai pendamping kemudian mengadakan sosialisasi kepada warga sekitar terkait pemanfaatan biogas pada tahun 2005. Setelah bekerja sama dengan Univer-sitas Padjadjaran dan PT. PLN (Persero) pada tahun 2007, biogas pun menjadi semakin dikembangkan.

Sejauh ini Desa Haurngombong telah memiliki instalasi biogas sebanyak 226 dan sekitar 40% warga telah memanfaatkan instalasi ini. Pembagian instalasi memang tidak dilakukan secara merata, hal ini dilakukan sesuai dengan keinginan dan kebebasan masyarakat dalam menentukan bahan bakar yang mereka pilih untuk memenuhi kebu-tuhan sehari-hari.

Untuk membuat sebuah instalasi, diperlukan sebuah tangki yang dapat dibuat dari bahan plastik, fiber, ataupun beton dengan ukuran berkisar 2-5 meter kubik. Selanjutnya, dibutuhkan selang atau pipa sebagai penghubung untuk menyalurkan gas dari tangki menuju kompor. Lalu keran sebagai pengatur aliran gas ke selang yang akan menuju kompor. Satu buah instalasi dapat dimanfaatkan oleh 2-3 rumah tangga di Desa Haurngombong.

Proses kerja biogas diawali den-gan pengumpulan kotoran sapi yang dimasukkan ke dalam tangki dengan bantuan dorongan air. Di dalam tangki, kotoran tersebut kemudian melakukan proses fermentasi dengan bantuan bakteri anaerob hingga dapat mengha-silkan gas yang kemudian disalurkan

melalui selang menuju kompor. Dalam versi lain, gas yang telah dihasilkan dari dalam tangki dapat ditampung terlebih dahulu melalui sebuah kantung plastik besar yang berukuran 7 meter. Setelah itu, barulah gas tersebut diditribusikan ke kompor-kompor warga. Ampas sisa fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk yang dapat bermanfaat untuk menyuburkan rumput sebagai pakan sapi. Proses kerja biogas ini menjadi sebuah sistem yang akan terus berputar.

Untuk membuat sebuah instalasi, masyarakat biasanya perlu menge-luarkan hingga Rp900.000,- rupiah untuk tangki yang berbahan dasar dari plastik, Rp1.500.000,- juta per meter kubik untuk tangki berbahan dasar fiber atau beton. Tangki yang terbuat dari plastik memang memiliki biaya yang le-

Haurngombong, Desa Pelopor BiogasTeks & Foto: Khairunnisa Zenfin

Page 7: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 7

bih murah, namun sayangnya penggu-naan tangki ini hanya bertahan satu tahun sehingga masyarakat saat ini lebih banyak menggunakan tangki beton yang dianggap lebih awet dan praktis. Sebuah instalasi dapat dibuat dengan cara swadaya dan sistem menabung, biasanya dengan memotong pengha-silan sehari-hari para warga. Jika uang telah terkumpul, barulah kelompok ternak dan pihak Desa membuatkan instalasi biogas.

Plastik memang memiliki biaya yang lebih murah, namun sayangnya penggu-naan tangki ini hanya bertahan satu tahun sehingga masyarakat saat ini lebih banyak menggunakan tangki beton yang dianggap lebih awet dan praktis. Sebuah instalasi dapat dibuat dengan cara swadaya dan sistem menabung,

biasanya dengan memotong pengha-silan sehari-hari para warga. Jika uang telah terkumpul, barulah kelompok ternak dan pihak Desa membuatkan instalasi biogas.

Hemat biaya vs Regulasi Belum Maksimal

Meskipun perlu modal awal yang cukup besar, para pengguna biogas tidak perlu lagi mengeluarkan biaya perbulan untuk bisa mendapatkan bahan bakar untuk memasak. Semua stok gas bergantung pada volume kotoran sapi yang dihasilkan setiap harinya untuk diisikan ke dalam tangki. Secara finansial, hal ini jelas menggambarkan bahwa biogas merupakan salah satu teknologi yang hemat biaya.

Sebagai desa pelopor, Haur-

ngombong pun turut mensosialisasikan biogas dengan mengirimkan perwakil-annya ke beberapa daerah seperti Irian Jaya, Kalimantan, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Padang untuk menjadi teknisi disana. Desa yang memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak 1.518 ini pun telah mendapatkan penghargaan energi prakasa dari kemeterian Sumber Daya Manusia sebagai perwakilan dari Jawa Barat pada tahun 2011.

“Kalo kita sih ingin ada workshop untuk alat pembuatan biogas. Tujuannya ya nanti kita sebar ke tiap-tiap wilayah. Model plastik-plastik, kendali gasnya, sama alat-alat instalasi biogas,” tutur Dedi, pendamping kelompok ternak, saat mengemukakan harapannya.

Sebuah terobosan bisa jadi

minim substansi kalau regulasi masih belum baik. Dalam kurung waktu satu tahun terakhir terjadi pengurangan populasi ternak. Harga susu yang statis menyebabkan peternak kesulitan mendapatkan keuntungan.

“Peternak mah capek ngurus, pas ngajual meni murah,” ujar Yayah, salah satu warga desa Haurngombong menje-laskan.

Hal tersebut berpengaruh besar terhadap kondisi biogas yang dipakai warga sebagai energi alternatif. Berkurangnya hewan ternak berarti berkurang pula kotoran yang menjadi bahan utama pembuat biogas. Oleh karena itu, penggunaan biogas di Desa Haurngombong semakin berkurang. Hingga saat ini, hanya terdapat bebe-rapa instalasi yang masih beroperasi.

“Teknologi yang semula

hanya dimanfaatkan oleh kalangan peternak saja menjadi semakin meluas ke masyarakat saat harga bahan bakar

mulai melambung.

Page 8: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 8

LINTAS KOTA

Mengunjungi SurgaBawah Laut

PahawangTeks dan Foto: Dimas Jarot Bayu

Pagi itu, sinar hangat matahari masih bersahabat. Sinarnya sedikit menyembul dari awan yang menutupi di ufuk Timur. Dari kejauhan, terlihat sampan-sampan nelayan mulai berjalan menuju keramba. Tak ketinggalan, kapal milik Arsali, penduduk asli Desa Pahawang, juga disiapkan untuk berlayar. Namun, bukan untuk menengok keramba. Kapalnya disiapkan untuk membawa wisatawan berplesir mengitari pulau-pulau. Mengunjungi surga bawah laut Pahawang.

Page 9: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 9

apal bermuatan maks imal Ksebanyak 24 orang tersebut mulai disiapkan dengan perlengkapan

khas wisata. Berbagai peralatan menyelam seperti snorkel glass, alat pelampung, dan kaki katak dimasukkan ke dalam kapal. Tak lupa juga bekal makanan serta air putih turut dibawa sebagai santap siang para wisatawan di tengah perjalanan.

Perjalanan yang akan dilakukan oleh Arsali dengan membawa wisata-wan itu menuju lokasi rumah ikan yang berada di sekitar Pulau Pahawang Besar, Pahawang Kecil, Kelagian, Pulau Gosong dan Tanjung Putus. Letaknya masih di Kepulauan Pahawang, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

Di area ini memang terdapat berbagai lokasi menyelam yang akan memanjakan mata wisatawan dengan keindahan alam bawah lautnya. Rumah-rumah ikan dari gugusan terumbu ka-rang serta kapal nelayan yang karam membuat lokasi menyelam ini nampak seperti akuarium alami karena diisi dengan ikan-ikan laut berwarna-warni seperti Blue Tangs, Butterfly Fish, hingga Clownfish yang biasa dijuluki Nemo karena film terkenal mengenai ikan tersebut.

Salah seorang wisatawan asal Jakarta, Tri Marliani mengatakan bahwa keindahan alam bawah laut di Pahawang benar-benar bukan isapan jempol belaka. Ia yang pernah mendengar kabar mengenai keindahan Pulau Pahawang begitu takjub saat mengunjungi ber-bagai lokasi rumah ikan yang berada di Pahawang.

“Perjalanannya cukup lama, tapi sangat worth it. Benar-benar worth it karena ikan-ikan dan terumbu karang di sini masih sangat cantik dan menawan.

Tanpa harus menyelam pun, sudah terlihat dari atas perahu keindahan di dalam lautnya,” ujar Tri.

Selain lokasi menyelam, Kepu-lauan Pahawang juga menyimpan ber-bagai pantai yang masih terawat, salah satunya yang berada di Suku Bedil. Suku Bedil berada di timur Pulau Pahawang Besar. Hamparan pasir putih, nyiur yang berjajar di pesisirnya, serta air laut yang jernih dengan ombak yang kecil dan tenang dapat ditemui jika berkunjung ke pantai ini.

Arsali mengatakan bahwa lokasi ini menjadi salah satu lokasi pantai fa-vorit wisatawan yang berkunjung ke Pahawang selain di Pulau Pahawang Kecil. Kehadiran penyu yang bersarang di Suku Bedil pun menjadikan lokasi ini jadi titik penyelaman yang tak kalah indah.

“Di Suku Bedil kalau beruntung itu bisa lihat Penyu. Biasanya di keda-laman tiga sampai empat meter ada-nya,” ujar Arsali.

Sayangnya, menurut Arsali, Suku Bedil merupakan pantai pribadi yang telah dimiliki oleh warga asing berke-bangsaan Perancis. Oleh penjaganya, pantai tersebut dipungut biaya sukarela dari wisatawan untuk menjaga keber-sihan pantai.

Edukasi Konservasi Terumbu KarangSelain memiliki terumbu karang

dan pantai yang masih terjaga, Pulau Pahawang juga memiliki kawasan konservasi hutan mangrove. Kawasan konservasi tersebut dikelola oleh masyarakat Pulau Pahawang dan Mitra Bentala, organisasi pecinta lingkungan. Pengelolaan tersebut saat ini juga telah diatur lewat Peraturan Desa (Perdes) tentang keberlangsungan hutan mang-rove di Pulau Pahawang.

Suprianto, anggota Mitra Bentala Pulau Pahawang mengatakan bahwa Perdes yang dibuat oleh masyarakat desa Pulau Pahawang tersebut ditujukan untuk menjaga kondisi hutan mangrove yang terdapat di Pulau Pahawang.

“Perdes ini mengatur mulai dari pembibitan sampai sanksi jika ada masyarakat yang menebang atau merusak hutan mangrove. Sekarang masyarakat juga sudah membentuk Badan Pengelola Daerah Perlindungan Mangrove untuk membantu proses konservasi itu,” ujar Suprianto.

Untuk membantu upaya konser-vasi, mereka juga menanamkan pendidi-kan penyelamatan lingkungan kepada anak-anak. Dikutip dari Tempo.co, bersama Mitra Bentala, warga berjuang memasukkan kurikulum mangrove ke ruang kelas.

“Mungkin hanya satu-satunya di Indonesia, sekolah dasar di Pulau Pahawang yang mengajarkan seluk beluk mangrove dan dimasukkan ke dalam kurikulum,” kata Direktur Mitra Bentala Herza Yulianto.

Kurikulum mangrove tersebut membuat anak-anak di Pulau Pahawang dapat memahami soal mangrove dan upaya konservasinya. Hal tersebut tentu diharapkan dapat menjaga kelestarian habitat laut Pulau Pahawang.

“Keindahan alam

bawah laut di Pahawang benar-

benar bukan isapan jempol belaka

Page 10: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

LAPORAN UTAMA

SAPHARA | 10

Page 11: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 11

Bayangkan kehidupan manusia berjalan tanpa adanya energi minyak dan gas

(migas). Semua persedian yang tersisa tak lagi bisa mencukupi kebutuhan

manusia. Hal ini kerap muncul dalam benak tapi kerap diabaikan, terlebih segala kebutuhan manusia yang selalu bergantung pada energi migas tetap menjadi jalan hidup manusia pada umumnya. Dengan ketersediaan yang masih mencukupi, manusia cenderung

tak sadar akan ancaman sumber energi di masa depan.

ENERGI ALTERNATIF

MAMPUKAH?

Page 12: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

LAPORAN UTAMA

nergi migas merupakan energi Eyang tak terbarukan, dengan kata lain energi ini memiliki jumlah

yang terbatas dan sewaktu-waktu akan habis. Di Indonesia, pemakaian cende-rung dilakukan secara besar-besaran tetapi tak berkesinambungan. Salah satu faktor adalah regulasi penggunaan oleh pemerintah yang belum maksimal se-hingga masyarakat tidak memiliki batasan dalam menikmati penggunaan energi, khususnya migas. Hal inilah yang kemudian menjadi permasalahan dalam sumber energi migas yang dalam jangka p a n j a n g d a p a t m e r u j u k p a d a kelangkaan.

“Energi non-renewable (tak terbarukan) ini, saat ini turun produksi-nya dari 1,3 juta barrels of oil equivalent (satuan minyak), sekarang udah diba-wah 800an (ribu) barrels, jadi sisanya harus impor,” ujar Benyamin Sapiie, ahli energi sekaligus dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB. Dinilai dengan adanya subsidi pemerintah, tingkat

kebutuhan impor minyak akan terus melambung, sehingga perlu adanya jalan keluar dari permasalahan ini.

“Sebenarnya policy nya ada dua, mengurangi pemakaian, pertama paling efektif, atau menghilangkan subsidi yang otomatis juga akan mengurangi pemakaian,” tambahnya menjelaskan. Dapat disimpulkan, pengurangan penggunaan pada energi migas meru-pakan pilihan yang paling efektif dalam menghemat migas. Namun hal ini dinilai menjadi cara yang tersulit untuk direalisasikan, karena membutuhkan kebijakan-kebijakan tertentu dan waktu yang relatif lama.

Adiksi Migas BerkepanjanganDi sisi lain, terdapat unsur-unsur

non migas yang telah memiliki potensi dan terealisasi menghasilkan sumber energi bagi kebutuhan manusia. Meski belum diaplikasikan dalam skala besar, energi alternatif ini dapat diterapkan untuk mengurangi penggunaan energi

migas. Beberapa diantaranya telah diterapkan dan mungkin sudah tak asing lagi didengar. Seperti tenaga surya sebagai sumber listrik, dan bio energi sebagai sumber energi rumah tangga.

Kotoran hewan diubah menjadi sumber energi tidak lagi menimbulkan keheranan bagi beberapa orang. Inilah teknologi yang kemudian disebut biogas, sebagai salah satu energi alter-natif. Teknologi ini bekerja mengguna-kan suatu reaktor yang dapat mengubah kotoran menjadi biogas. Proses yang dilakukan reaktor, menampung gas yang kemudian dapat dialirkan melalui pipa yang terhubung kepada rumah warga untuk menghasilkan bahan bakar memasak dan penerangan. Teknologi ini memang difokuskan dalam skala rumah tangga. Contoh desa yang telah menggunakannya adalah Desa Haur-ngombong di Sumedang, Jawa Barat.

Selain biogas, bioenergi yang juga telah dikenal adalah bio solar. Sumber energi ini telah dapat kita temui di bebe-

SAPHARA | 12

POTENSIAKANSUMBERENERGIYANGTERBARUKAN

Teks & Foto: Aflah Satriadi

Page 13: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 13

rapa pos pengisian bahan bakar. Dengan kandungan minyak nabati yang dimiliki biosolar maka dapat dikatakan sumber energi ini adalah energi alter-natif yang ramah lingkungan.

Kemudian ada tenaga surya sebagai energi alternatif berikutnya. Alat yang digunakan biasanya disebut panel surya, berbentuk kotak tipis yang dapat mengubah sinar matahari menjadi sumber listrik. Beberapa kota besar seperti Bandung dan Jakarta telah menggunakan teknologi ini pada lampu jalan. Selain itu, sebagian kecil masya-rakat juga telah menggunakannya untuk sumber energi dalam skala rumahan.

Masih banyak lagi jenis energi alternatif yang sebernarnya memiliki potensi untuk dikembangkan di Indone-sia. Geothermal misalnya, dengan kekayaan gunung aktif yang tersebar di Indonesia, panas bumi akan mudah diperoleh di titik-titik tertentu. Lalu Hydropower, energi alternatif yang berasal dari air, melihat negara ini

memiliki sumber air yang melimpah. Juga ada sumber energi yang berasal dari angin yang berpotensi dikembang-kan di daerah-daerah tertentu yang memiliki pola angin konstan.

Meski terdapat banyak potensi energi alternatif, namun energi migas belum bisa tergantikan sebagai energi utama. Energi alternatif saat ini hanya memungkinkan untuk digunakan dalam lingkup domestik. Selain itu, masih banyak pula kekurangan dan kendala

dalam penggunaanya, baik dari aspek kualitas, keterbatasan intelejen, mau-pun kebutuhan investasi yang besar. Dari sini perlu disadari bahwa penggunaan energi harus dibatasi guna kelangsungan hidup manusia.

“Masyarakat memang harus dikasih paradigma bahwa energi itu mahal,” ucap Benyamin menyampaikan pendapatnya. Dengan adanya pemikiran tersebut maka dinilai masyarakat akan lebih menghargai penggunaan energi.

Energi alternatif dapat sangat membantu kelangsungan hidup jika digunakan dengan merata dan berkesi-nambungan. Kebijakan tepat serta pengelolaan yang baiklah yang dapat menjadi faktor bagi terbentuknya pemanfaatan energi yang efektif dan efisien. “Mixed energy, jadi kita memetakan daerah mana yang punya potensi energinya untuk dimanfaatkan secara lokal,” ujarnya menuturkan harapannya bagi penggunaan energi di Indonesia.

“Masyarakat memang

harus dikasih paradigma bahwa energi itu mahal

Page 14: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 14

LAPORAN UTAMA

Sumber Energi Alternatif di Indonesiandonesia merupakan negara tropis Iyang hanya mengalami dua musim, Panas dan Hujan. Matahari akan

bersinar sepanjang tahun, meskipun pada musim hujan intensitasnya berku-rang. Kondisi iklim ini menyebabkan matahari dapat menjadi alternatif sumber energi yang potensial dikem-bangkan di negara khatulistiwa ini.

Negara kepulauan, Indonesia, mempunyai cadangan minyak dan gas bumi melimpah. Namun, bukan rahasia lagi sebagian besarnya telah dieksploi-tasi untuk memenuhi kebutuhan baik industrial maupun rumah tangga. Masa-lahnya, minyak dan gas bumi adalah diantara sumber energi yang terbatas.

Tanpa pemakaian yang bijaksana, sumber energi tersebut akan habis suatu saat nanti.

Bukan hanya dipandang dari perhitungan ketersediaan energi, dari sisi ekologis, pembakaran minyak dan gas bumi menimbulkan polusi udara. Semua jenis polusi rata-rata ditimbulkan dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, pluto-nium, batu bara dan lainnya yang terus-menerus. Dengan demikian, gerakan hemat energi lagi-lagi dianggap sebagai keharusan.

Salah satunya dengan hemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diper-baharui seperti tenaga angin, tenaga air

energi panas bumi, tenaga matahari, hingga pemanfaatan sampah organik menjadi biomassa. Ketika isu lingkungan makin keras disuarakan oleh kelompok 'hijau', sumber energi yang ramah lingkungan dan terbarui menjadi aset berharga.

Pemanfaatan sumber energi tersebut merupakan langkah bijak dalam pengembangan sumber energi alternatif. Ketersediaan sinar matahari dan angin yang sangat melimpah di Indonesia merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Apalagi penggunaan energi surya Indo-nesia saat ini masih kurang dari lima persen dari total pemakaian energi nasional.

“Panas bumi dan sinar matari merupakan sumber energi alternatif yang cukup potensial untuk dikembang-kan di Indonesia,” kata Dr. Ir. Arsegianto, Dosen Program Studi Teknik Perminyak-an Institut Teknologi Bandung saat ditemui di ruangannya Jumat lalu.

Ia menyayangkan Indonesia yang letak negaranya sangat potensial untuk memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi malah keting-galan jauh dengan beberapa negara Eropa seperti Jerman yang lebih maju dalam hal tersebut. Padahal, negara Eropa yang menjalani siklus empat musim dalam setahun, tidak mendapat-kan intensitas sinar matahari sebesar Indonesia.,

PLTSPOTENSIALDI NEGARAKHATULISTIWATeks: Olfi Fitri Hasanah

Sum

ber

Ga

mb

ar:

htt

p:/

/jen

del

ad

enn

ga

bei

.blo

gsp

ot.

com

/20

12

/11

/pem

ba

ng

kit-

listr

ik-t

ena

ga

-su

rya

-plt

s.h

tml

Page 15: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 15

Namun, pengembangan pe-manfaatan sumber energi alternatif masih tersandung dengan beberapa faktor penghambat. Salah satunya adalah harga alat penunjangnya. “Tidak dapat dipungkiri harga alat penunjang sumber energi alternatif yang sudah mulai berkembang di Indonesia seperti solar cell atau sel surya terbilang masih mahal,” jelas Arsegianto.

Di samping itu, menilik masya-rakatnya sendiri, energi alternatif masih kurang menarik perhatian karena persoalan pola hidup yang mereka terapkan. “Mental masyarakat di Indonesia ini masih cenderung konsum-tif dan tidak mau ribet. Makanya kebanyakan dari mereka memilih tetap menggunakan BBM sekalipun harganya mahal dengan isu pencabutan subsidi,” tambahnya.

Penerapan PLTS di MasyarakatSistem dari Pembangkit Listrik

Tenaga Surya (PLTS) sebagai sebutan lain dari solar cell atau sel surya dapat mengubah sinar matahari menjadi listrik melalui proses aliran-aliran elektron negatif dan positif di dalam sel tersebut karena perbedaan muatan elektron. Beberapa sel surya dikembangkan untuk keperluan rumah tangga dengan skala kecil, contohnya Penerangan Listrik Rumah (PLR).

Senada dengan yang dikisah-kan Marissa Meditania, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Padjadja-ran, mengenai rumahnya yang meman-faatkan tenaga surya sebagai sumber energi. “Di rumah itu pakai solar cell untuk penghangat air saja. Kebetulan ayah saya orang yang cukup peduli juga tentang isu-isu kelangkaan bahan bakar

minyak dan gas. Meskipun setahu saya solar cell itu cukup mahal,” urai Marissa yang menyinggungkan senyuman ketika menyebutkan harga solar cell mahal.

Berbeda dengan Marissa, Sen-tra Industri Singkong di Cimahi masih mengandalkan bahan bakar minyak dan gas dalam segala proses industrialnya. Memang benar, ketika menyambangi sentra industri tersebut yang terlihat hanyalah jajaran tabung gas dan kompan minyak. “Belum terpikir untuk pakai energi alternatif. Sejauh ini ketersediaan minyak dan gas masih ada terus, belum pernah sampai kesulitan mendapat-kannya,” ujar Wandi, salah satu pemilik unit usaha di Sentra Industri Singkong.

Industrialisasi Sumber Energi AlternatifBentuk sel surya umumnya

persegi empat dilapisi plastik atau kaca bening yang kedap air. Panel ini dikenal sebagai panel surya. Ada beberapa jenis panel surya yang dijual di pasaran. Jenis pertama, yang terbaik saat ini, adalah jenis monokristal in. Kualitasnya ditentukan berdasarkan efisiensi dalam mengubah sinar matahari menjadi energi siap pakai. Selain yang disebutkan tadi, ada pula panel surya yang terbuat dari GaAs (Gallium Arsenide) yang lebih efisien pada temperatur tinggi. Listrik yang dihasilkan oleh panel surya dapat langsung digunakan atau disimpan lebih dahulu ke dalam baterai.

Seperti yang diuraikan oleh pihak PT. LEN Industri (Persero) diwakili Direktur Utama, Wahyuddin Bagenda ketika dihubungi lewat telepon. Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelak-sanaan dan instalasi untuk pedesaan

dan perkotaan. Teknologi ini dianggap cukup canggih dan keuntungannya adalah bersih, mudah dipasang dan dioperasikan, serta mudah dirawat.

“LEN sebagai salah satu produ-sen panel surya di Indonesia, memper-hitungkan harga panel surya yang mahal akan teratasi ketika produksi dilakukan massal dalam jumlah banyak. Hal tersebut dapat dilakukan jika panel surya dikonsumsi secara massal,” ucap Wahyuddin yang ketika itu sedang berada di Jakarta.

Melihat tren harga sel surya yang mulai menurun dan dalam rangka memperkenalkan sistem pembangkit yang ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS dengan sistem individu harus ditingkatkan. Paling tidak ada lima keuntungan pembangkit dengan tenaga surya. Pertama, energi yang digunakan adalah energi yang tersedia secara cuma-cuma. Kedua, perawatannya mudah dan sederhana. Ketiga, tidak terdapat peralatan yang bergerak, sehingga tidak perlu penggantian suku cadang dan penyetelan pada pelu-masan. Keempat, peralatan bekerja tanpa suara dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Kelima, sistem dapat bekerja secara otomatis.

Prediksi ahli dan produsen panel surya, PLTS akan lebih diminati daripada energi alternatif lainnya seperti bioetanol atau hasil pengolahan sampah organik, karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja. Bisa dimanfaatkan untuk insfrastruktur, bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibanding-kan bahan bakar lainnya.

Page 16: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

LAPORAN UTAMA

SAPHARA | 16

nergi minyak dan gas (Migas) Edapat dikatakan merupakan komponen primer bagi kehidupan

setiap manusia. Dalam kehidupan manusia, penggunaan terbanyak energi Migas yaitu untuk memasak makanan dan bahan bakar kendaraan bermotor. Seperti yang sudah disinggung sebe-lumya, energi Migas adalah energi yang tidak dapat diperbaharui (non-rene-wable energy), dimana persediaannya terbatas dan suatu saat akan habis. Penggunaannya yang berlebihan, akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup generasi berikutnya, dan tentunya terhadap lingkungan tempat manusia tinggal. Setidaknya poin-poin itu yang dijelaskan oleh Benyamin Sapiie, salah satu staff pengajar di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB),

Sapiie menyatakan, kehadiran energi alternatif yang dikonvensionalkan adalah impian bagi para pakar dan tentunya akan menjadi surplus tersen-diri bagi masyarakat jika energi alternatif dikonvensionalkan. “Kehadiran energi alternatif benar-benar mendatangkan alternatif bagi kehidupan manusia,

terutama lingkungan dimana manusia hidup,” ujar dia saat ditemui di kampus (ITB), Jalan Ganesha No.10 Kota Bandung. Dia juga menjelaskan, kehadir-an energi alternatif bisa mengurangi kerusakan lingkungan karena produksi-nya yang ramah lingkungan.

Energi alternatif hadir sebagai solusi penggunaan energi Migas yang persediannya terbatas. Beberapa energi alternatif yang sudah ada di Indonesia seperti biogas, biosolar, dan mikrohidro, berasal dari bahan-bahan yang ramah lingkungan. Berbeda halnya dengan energi Migas dimana perlu penam-bangan skala besar untuk mendapat-kannya.

Adapun Minyak bumi dan Gas Alam sendiri terbentuk dari beraneka ragam binatang dan tumbuh-tumbuhan yang mati, kemudian tertimbun tanah. Dalam jangka ribuan bahkan jutaan tahun minyak bumi dan gas alam bisa terbentuk. Minyak Bumi dan Gas Alam diambil melalui penambangan yang biasanya oleh perusahaan minyak dan gas. Di Indonesia sendiri, PT. Pertamina adalah perusahaan minyak milik negara.

Kerusakan alam dianggap sebagi-

an pihak sebagai ancaman utama jika energi Migas terus digunakan. Pertam-bangan minyak bumi dan gas alam, dilakukan dengan cara pengeboran permukaan hingga ke dalam bumi sehingga dapat merusak struktur lapisan tanah di bumi. Kemudian, dalam penggunaannya oleh manusia, energi Migas menimbulkan gas hasil pemba-karan yang bisa menyebabkan polusi dan membahayakan kesehatan manu-sia. Gas buang dari hasil pembakaran yang keluar dari kendaraan bermotor adalah permisalannya. Kendaraan bermotor melepas gas karbon monok-sida dan hidrokarbon yang bisa menyebabkan penyakit pernafasan dan kanker pada manusia.

Konvensionalisasi Biosolar Hingga Pemanfaatan Kotoran Sapi

Dr. Ir. Arsegianto, Dosen Program Studi Teknik Perminyakan ITB, dalam kesempatan lain saat ditemui menjelas-kan, Biosolar sebagai energi alternatif yang dikembangkan oleh Pertamina, sebagai energi ramah lingkungan. “Pertamina mengenalkan biosolar pada tahun 2006 dan didistribusikan ke bebe-

MENANTIEFEKYANGTERBARUKAN

Teks: Panji Arief Sumirat

Page 17: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 17

rapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik Pertamina. Biosolar dicap bisa mengurangi penggunaan solar dari minyak bumi,” ujar dia saat ditemui Saphara beberapa waktu yang lalu.

“Biosolar diproduksi dari bahan-bahan organik seperti umbi-umbian dan minyak kelapa sawit. Bahan dasar biosolar didapat dari hasil perkebunan tanpa harus merusak lapisan tanah. Bukan hanya bahan dasarnya saja yang ramah lingkungan, timbal yang dikeluar-kan 10% lebih sedikit ketimbang timbal dari solar minyak bumi, sehingga bisa mengurangi polusi udara,” tambah dia.

Menurut Arsegianto, sebagai perusahaan yang memproduksi biosolar, Pertamina belum sepenuhnya mema-sarkan biosolar murni, biosolar yang dijual di SPBU Pertamina merupakan biosolar yang dicampur solar dari minyak bumi. Keterbatasan bahan baku pembuatan biosolar dan biaya produksi yang masih mahal menjadi alasan Pertamina belum bisa memproduksi sepenuhnya biosolar.

“Bahan baku biosolar Pertamina kan dari minyak kelapa sawit, sedangkan kebutuhkan kelapa sawit juga dibutuh-

kan manusia untuk dikonsumsi,” tambah Arsegianto.

Energi alternatif ramah lingkung-an lainnya adalah biogas. Biogas sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat di desa-desa Indonesia. Desa yang memiliki potensi biogas adalah desa-desa yang warganya banyak memiliki usaha peternakan hewan.

Kotoran-kotoran hewan yang dihasilkan dari usaha ternak, ditampung dalam satu tabung di dalam tanah, ko to ra n ya n g d i ta m p u n g a ka n menghasilkan gas yang disebut biogas. Kehadiran biogas bisa menggantikan gas alam yang digunakan untuk memasak makanan manusia sehari-hari. Selain ramah lingkungan, biogas juga terhitung sangat murah jika ditinjau dari segi ekonomi.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Biogas Rumah (BIRU), hingga saat ini sebanyak 3.143 unit reaktor biogas rumah telah tersebar di tujuh provinsi di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, dan Sulawesi Selatan. Angka tersebut jika dibanding-kan dengan pengguna gas konvensional tentu jumlahnya masih kalah telak.

“Kehadiran energi

alternatif benar-benar mendatangkan alternatif bagi

kehidupan manusia

Sum

ber

Ga

mb

ar:

htt

p:/

/ha

ria

nse

ma

ran

gb

an

get

.blo

gsp

ot.

com

/

Sumber Gambar: http://jendeladenngabei.blogspot.com/2012/11/pembangkit-listrik-tenaga-surya-plts.html

Page 18: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 18

WISATA BUDAYA

Seni PertunjukanAsli Sumedang

Tarian Kuda Renggong,

Teks & Foto: Nadia Septriani

Jika biasanya kuda identik dengan kuda pacu dan delman, lain halnya dengan kesenian yang satu ini. Kesenian yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda ini menjadi suatu hiburan unik

dalam budaya masyarakat Sumedang. Kuda renggong, kesenian asli kota tahu ini adalah sebuah seni pertunjukan rakyat yang melibatkan kuda sebagai pemeran utamanya.

enggong diambil dari kata Rronggeng yang berarti seorang penari yang pada umumnya

seorang perempuan. Kata ronggeng berubah menjadi renggong untuk membedakan maksud dan tidak disamakan dengan manusia. Jadi, ketika kuda mendengar tabuhan musik, kuda akan berjingkrak-jingkrak seperti sedang menari.

Pada kisahnya di tahun 1910 di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buah-dua, Sumedang, dengan ketekunan yang dimiliki oleh Aki Sipan, seorang tokoh sejarah Kuda Renggong, kuda dilatih agar bisa mengangguk-

angguk, mengangkat kaki, dan ber-baris rapi. Dengan dukungan Pange-ran Aria Suria Atmaja, Aki Sipan dapat berkreasi melatih kuda sehing-ga kuda dapat menari. Kuda Reng-gong hasil Aki Sipan inilah yang mulai dipertunjukan dalam acara khitanan untuk membuat anak yang disunat merasa senang dan terhibur dengan menunggang kuda sambil diiringi musik dog-dog dan angklung.

Sejak pertunjukan itu seni kuda Renggong menjadi tradisi bagi masyarakat Sumedang, terutama sebagai sarana perlengkapan upacara khitanan dan gusaran

/hajatan. Selain itu, Kuda Renggong juga merupakan simbol nazar bagi pakawulan (orang yang sakit) yang berharap agar penyakit tersebut hilang atau bentuk rasa syukur karena penyakit tersebut telah hilang.

Kuda yang digunakan dalam Kuda Renggong biasanya berusia 6 tahun ke atas. Melatih kuda bukanlah hal yang mudah, kecer-dasan dan temperamen kuda harus diperhatikan. Dibutuhkan waktu sekitar 3 tahun untuk membuat kuda dapat menari dengan iringan musik serta seorang penunggang. “Selama

Page 19: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 19

pelatihan, kuda dilatih berlari-lari, lalu kuda diberi pecutan dengan tujuan agar kuda tidak takut saat dikerumuni banyak orang,” ujar Ncep Suharna, salah satu seniman Kuda Renggong.

Bukan Sembarang KudaJenis kuda yang bisa dijadikan

Kuda Renggong pun tidak semba-rangan. Ada dua jenis kuda yang biasanya digunakan. Pertama, jenis kuda Blaster yang merupakan hasil perkawinan silang antara kuda lokal Sumbawa dengan kuda Australia. Kuda jenis ini memiliki daya ingat yang kuat, sehingga cukup mudah untuk dilatih. Kedua adalah kuda Sandel, yaitu kuda lokal asli dari Indonesia yang berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Untuk jenis ini, perlu adanya pelatihan yang lebih keras bila dibandingkan dengan kuda Blaster.

Agar terlihat lebih menarik, saat pertunjukan Kuda Renggong dihias dengan berbagai aksesoris yang ditempel pada beberapa ba-gian tubuh kuda. Pakaiannya diberi warna-warna mentereng dan kon-tras. Di setiap kepala kuda juga terdapat identitas kuda. Identitas ini berupa nama kuda, pemilik kuda, dan darimana kuda tersebut berasal.

Dalam perkembangannya, ada lima gerakan kuda yang dilatih oleh Aki Sipan, yaitu gerakan adean, gerakan lari kuda melintang. Gera-kan torolong, gerakan lari kuda

dengan langkah kaki kuda pendek-pendek namun cepat. Gerakan Derap/jorog, gerakan langkah kaki kuda jalan biasa artinya tidak lari namun gerakannya cepat. Gerakan congklang, gerakan lari dengan cepat kaki sama-sama kearah depan (Kuda Pacu). Gerakan Anjing Minggat, gerakan langkah kaki kuda setengah lari.

Banyak hal unik ketika kuda renggong dipentaskan. Di bagian paling depan ada pria yang meme-gangi speaker berukuran besar. Dibelakang pemegang speaker ada rombongan kuda, biasanya terdapat empat sampai enam kuda. Setiap penunggang memakai pakaian-pakaian bak tokoh perwayangan dan memakai make up. Lalu disamping penunggang ada yang menjaga kuda dan orang yang memegangi payung. Kemudian ada para pemain musik yang biasanya memainkan gong, kendang, tanji, bonang, bedug, kenong, genjring, dan alat-alat musik tradisional lainnya. Dalam pemain musik terdapat penyanyi yang menyanyikan tembang sunda atau lagu-lagu dangdut. Terakhir adalah penari yang berada di depan atau dibelakang rombongan kuda dan dapat berjumlah lebih dari empat orang.

Sebelum pertunjukan, kuda dimandikan menggunakan air hangat dan dijemur di bawah sinar matahari agar tidak bau, setelah itu barulah kuda dipakaikan pakaian

pentas. Masuk pada tahapan juprit, yaitu pemanasan, kuda-kuda akan dibawa diajak berkeliling di depan halaman rumah pemilik hajat. Hal ini bertujuan untuk memeriksa kembali kesiapan kuda sebelum pertunjukan. Setelah dirasa siap barulah para pemain musik, penari, dan peme-gang speaker datang keluar.

Dalam pertunjukannya, Kuda Renggong diarak keliling kampung sambil menunjukan kebolehan para kuda menari mengiringi alunan musik. Lalu di akhir pertunjukan, kuda akan melakukann demonstrasi, istilah ini berarti kuda akan menam-pilkan atraksi silat. Dalam atraksi ini, kuda akan berlaga seperti orang sedang melakukan pencak silat, yang salah satu gerakanannya adalah mengangkat dua kaki diatas pung-gung pawang kuda dan kakinya mengarah ke depan seperti ingin menonjok layaknya sedang bersilat. Atraksi kemudian akan diakhiri dengan balutan tepuk tangan dari para penonton.

Selain menjadi peninggalan budaya, Kuda Renggong menjadi sumber penghasilan bagi beberapa masyarakat Sumedang. Kesenian kuda menari ini merupakan kesenian asli tanah air yang perlu selalu diles-tarikan.

“Ya, saya harap kesenian ini terus ada dan masih bisa terus disaksikan oleh generasi Indonesia selanjutnya,” ujar Tatang sambil tersenyum.

Page 20: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

HALAMAN

Foto

: M. A

nd

ika P

utra

SAPHARA | 20

EnergiSungai Ramah Lingkungan

Teks & Foto: Fatia Shaliha & Resti Octaviani

Page 21: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 21

ndonesia merupakan negara yang Ikaya akan sumber daya alam. Mirisnya, potensi yang ada belum

bisa dimanfaatkan dengan baik. Masih banyak desa terpencil di Indonesia yang belum mendapatkan aliran listrik. Padahal listrik sangat memengaruhi kemajuan suatu bangsa dengan kata lain menjadi titik tolak ukur kemajuan suatu bangsa.

Oleh karena itu, energi alternatif ramah lingkungan yang memanfaatkan kondisi alam Indonesia sangat dibu-tuhkan. Dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini dan juga adanya potensi pembangkit listrik di daerah terpencil terutama dari potensi air yang melimpah, keberadaan mikrohidro sangat bermanfaat.

“Indonesia harus mampu men-guasai sumber energi bila ingin maju. Kekuatan negara asing berada pada kemampuan untuk mengolah sesuatu yang bernilai rendah menjadi sesuatu yang lebih tinggi. Ada pertam-bahan nilai pada setiap pengolahan suatu barang,” ujar Direktur utama Cihanjuang Inti Teknik, Eddy Permadi.

Cihanjuang Inti Teknik yang dikelola oleh Eddy sendiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang energi seperti mikrohidro. Mikrohidro

merupakan istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang meng-gunakan energi air. Energi alternatif ini menggunakan tenaga air dengan cara memanfaatkan tinggi jatuhnya air dan jumlah debit. Dampak lingkungan yang negatif dari PMLTH ini juga sangat minimal. PLTMH banyak disebut-sebut menjadi sumber energi yang ramah lingkungan.

Menurut Eddy, teknologi pem-bangkit listrik skala kecil dengan sumber tenaga air ini membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sudah digunakan di berbagai daerah, bahkan Indonesia sudah ikut andil dalam perkembangan PLTMH dunia.

“Turbin untuk PLTMH sangat spesifik karena harus disesuaikan dengan debit air dan ketinggian air sungai ke rumah pembangkit. Kapasitas listrik yang dihasilkan pun berbeda. Ada beberapa jenis turbin dengan kemam-puan membangkitkan listrik yang ber-beda. Turbin-turbin tersebut dibedakan berdasarkan ketinggian air. Kapasitas yang diciptakan pembangkit jenis ini berkisar 5 KW hingga 200 KW,” ujar Eddy Permadi saat ditemui di Cimahi, Jawa Barat.

Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang memanfaatkan energi ramah lingkungan yang memanfaatkan energi air, seperti PLTMH Cihanjuaang di Jawa Barat, PLTMH Sitopu dan Holbung di Medan, PLTMH Desa Beno Harapat di Kecamatan Batu Ampar Kalimantar Timur, PLTMH Ciakar di Cianjur, PLTMH Gedang dan Dusun Baru di Jambi, PLTMH Leuwi Kiara di Cipatujah, Tasik-malaya, serta Cokro Tulung di Klaten Jawa Tengah.

Sasaran dari adanya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro adalah masyarakat pedesaan yang sulit menda-patkan aliran listrik. Saat ini, rasio elektrifikasi di Indonesia sekitar 60%, itu artinya masih terdapat 40% yang belum mendapatkan aliran listrik.

“Indonesia harus

mampu menguasai sumber energi bila

ingin maju

Page 22: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 22

ACARA

“Ayo kawan semua lindungi satwa liar, jangan diburu eh jangan dijual,” sepenggal lirik yang dinyanyikan volunteer dari International Animal Rescue (IAR) Indonesia saat melakukan long march di car free day Bandung, Minggu (14/9). Long march ini merupa-kan salah satu rangkaian dari talkshow Stop Perdagangan Satwa Liar. Kegiatan yang dimulai dari hari Sabtu ini diawali dengan membagikan flyer yang di Gedung Sate, Dan pada hari minggu diadakan talkshow dan longmarch pada saat car free day.

IAR Indonesia sedang fokus mengenai rehabilitasi terhadap kukang dan monyet. Pada kegiatan ini IAR Indonesia ingin menyadarkan pada masyarakat untuk stop melakukan perdagangan kukang. Irina sebagai ketua kegiatan mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini adalah untuk menyadarkan pada masyarakat tentang satwa liar yang

tidak boleh di perjualbelikan khususnya kukang, karena hewan kukang itu sendiri sudah hampir punah.

“Perdagangan ada karena ada permintaan, berarti mungkin kami harus stop permintaan. Jadi harus semua titik di kerjakan, masyarakat dikasih tahu jangan pelihara kukang,” ucap Winar yang jadi perwakilan IAR Indonesia.

Winar menambahkan bahwa perdagangan kukang sudah dimulai dari tahun 80'an. Hanya ada satu kukang dalam satu tahun. Sedangkan di pasar, hampir setiap minggu ada yang menjual kukang, sehingga populasi kukang sudah mendekati status kritis hampir sama seperti orang utan.

Jika ada yang memilhara kukang atau hewan liar lain yang dilindungi, mereka akan didatangi dan bukan untuk ditangkap, melainkan diminta untuk menyerahkan kukangnya secara suka-rela. Setelah itu akan dititipkan di IAR

Indonesia atau lembaga sejenisnya. Munarto dari BKSDA mengatakan bahwa BKSDA berkerjasama dengan lembaga yang konsen dengan satwa liar, salah satunya dengan IAR Indonesia. Nantinya mereka akan direhablitasi dan akan dilepaskan kembali kepada habitatnya.

“Prosesnya memang sangat panjang, tahap demi tahap diupayakan untuk bisa di lepas liarkan. Sebelum dilepas liarkan, disurvey terlebih dahulu tempatnya. Sesuai atau tidak untuk hewan yang akan di lepas liar, jangan sampai dilepas justru tidak bisa hidup,” ucap Munarto.

Memelihara satwa liar tidak ada manfaatnya bagi manusia, malahan banyak satwa liar yang berbahaya bagi manusia. Dengan adanya satwa liar, ekosistem alam semesta tetap utuh. Mari kita bersama-sama menjaga eko-sistem bumi dengan membiarkan satwa liar hidup pada habitatnya.

Lindungi Ekosistem,Lindungi Satwa LiarTeks: Andhika Soeminta P.Foto: Rakanda Ibrahim Gandapermadi

Page 23: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 23

erik matahari tidak memengaruhi Tsemangat atlet dalam kegiatan Seleksi Daerah (Selekda), arung

jeram se-Jawa Barat. Kegiatan ini diadakan Federasi Arung Jeram Indone-sia (FAJI) Pengurus daerah Jawa Barat. Acara yang diadakan pada tanggal 28-30 September 2014 ini berlangsung di Sungai Citarum, Rajamandala, Kabupa-ten Bandung Barat. Menurut Race Director Selekda, Wawan Purnama, peserta Selekda ini diikuti oleh tujuh kabupaten atau kota yang ada di Jawa Barat, diantaranya Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur.

“Tujuan diadakannya event Se-lekda Jabar ini untuk mencari tim yang mewakili Jawa Barat dalam event selanjutnya, yaitu event Pre-WRC yang akan diadakan di Sungai Citarik, Suka-bumi, Jawa Barat, November nanti. Untuk peserta Pre-WRC sendiri, datang dari berbagai negara yang memiliki tim rafting,” ujar Wawan, ketika ditemui di Sekretariat Panitia Selekda.

Layaknya kompetisi arung jeram di berbagai negara, nomor lomba yang dilombakan pada Selekda ini adalah Sprint, Head to Head (H2H), Down River Race (DRR), dan Slalom. Nomor lomba sprint dilakukan dengan mencari waktu pengarungan tercepat dalam sekali pengarungan pendek, dan akan menentukan lawan dalam nomor lomba H2H. Nomor lomba H2H memperte-

mukan dua tim untuk saling adu cepat dalam pengarungan pendek. Nomor lomba DRR dilakukan dengan penga-rungan panjang Sungai Citarum dan diambil waktu tercepatnya. Nomor lomba terakhir, slalom, peserta diberi rintangan berupa gawang dan harus melewatinya tanpa menyentuh gawang.

“Semua peserta yang mewakili kabupaten diharuskan untuk mengikuti semua nomor lomba, kemudian pero-lehan waktu dari setiap nomor lomba diakumulasikan keseluruhannya untuk menentukan juaranya,” tambah Wawan.

Chief Judge Selekda, Hendrawan, mengatakan Selekda dilaksanakan pada 29 dan 30 September 2014, sedangkan pada 28 September peserta meregistrasi timnya. Hendrawan menemukan kendala dalam penyelenggaraan Selek-da Jawa Barat ini. Kendala yang dika-takan Hendrawan adalah minimnya persiapan panitia karena perencanaan dilakukan dalam waktu yang singkat. Kemudian kendala lainnya adalah debet air Sungai Citarum yang tidak menentu, sehingga mengganggu penyelenggaraan Selekda.

“Kalau persiapan panitia bisa diatasi, kendala besarnya adalah debet air Citarum yang berubah-ubah. Air Citarum kan diatur sama PLTA Saguling, tergantung berapa gerbang bendungan yang dibuka. Kalau debet airnya turun jadi masalah buat peserta karena bisa mengganggu gerakan perahu untuk bergerak maju,” kata Hendrawan.

Selama kegiatan Selekda berlang-

sung, tugas terpenting adalah pada juri untuk melihat berbagai penilaian selek-si, seperti waktu tempuh dan peserta mana yang sampai terlebih dahulu. FAJI Jawa Barat merekrut para juri-juri dari berbagai komunitas atau organisasi pegiat alam bebas dari berbagai daerah di Jawa Barat. Tak jarang, dalam setiap kompetisi arung jeram selalu membu-tuhkan banyak juri untuk mengawasi jalannya kompetisi.

Koordinator Juri Selekda, Arni, menerangkan fungsi juri dalam setiap perlombaan arung jeram adalah melihat dan mencatat waktu tempuh penga-rungan peserta, memberangkatkan peserta di awal start, melihat dan mencatat ketika ada pelanggaran yang terjadi dalam perlombaan, dan mengawasi jalannya pertandingan.

“Ada 17 orang juri untuk Selekda ini, nantinya juri akan ditempatkan di garis start, finish, dan ditengah-tengah perlintasan. Semua juri memiliki tugas-nya masing-masing dan saling berkoor-dinasi. Juri-juri ini berasal dari berbagai organisasi pegiat alam di Jawa Barat,” ujar Arni.

Wawan Purnama berharap kegia-tan Selekda ini mampu menghasilkan atlet arung jeram Jawa Barat yang siap berkompetisi pada perlombaan bertaraf internasional. Setelah hasil Selekda diumumkan oleh juri, pemenang Selek-da ini akan maju untuk bersaing di Sungai Citarik, dan berusaha untuk mengharumkan nama Jawa Barat dalam kompetisi arung jeram internasional.

SeleksiDaerah

Arung JeramJawa Barat

Teks: Panji Arief Sumirat

Page 24: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

FOTO ESSAY

Page 25: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

Prolog:Pemanfaatan kotoran sapi sebagai sumber biogas sudah menjadi cerita lama. Para peternak sapi dapat membuat dapur mereka ngebul setiap hari hanya dengan mengolah feses. Dengan biaya yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan

menggunakan gas elpiji, biogas dapat menjadi alternatif yang baik. Di Desa Haurngombong, Kabupaten Sumedang contohnya, warga memanfaatkan biogas untuk keperluan masak-memasak sehari-hari.

Fotografer:Wibi Pangestu

Page 26: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

FOTO ESSAY

Page 27: Saphara Edisi 6, Oktober 2014
Page 28: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

FOTO ESSAYFOTO ESSAY

Page 29: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 29

Page 30: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 30

OPERASI

Teks & Foto: Dimas Jarot Bayu

Dewasa ini, tren berpergian ke alam bebas mulai marak di kalangan masyarakat.

Berbagai macam lokasi menarik di alam bebas pastilah menjadi daya tarik sensual

dari kegiatan ini. Nah Explorer, sayang sekali bila lokasi-lokasi tersebut kerap luput

didokumentasikan oleh kita. Oleh karena itu, pada edisi kali ini Saphara mencoba

memberikan tips dan trik yang bisa dilakukan oleh Explorer dalam melakukan

pendokumentasian fotografi di alam bebas. Simak tips dan triknya berikut ini:

1. Persiapkan dengan Riset Data

“Sedia payung sebelum hujan” mungkin

adalah pepatah yang bisa menggambarkan hal

ini. Dalam melakukan fotografi alam bebas,

tentunya Explorer perlu mengetahui medan

yang akan dijadikan lokasi perburuan foto,

mulai dari kondisi medan, cuaca, jarak

tempuh, spot indah, hingga keunikan yang ada

di lokasi. Hal ini akan berguna bagi Explorer

untuk mempersiapkan peralatan dan

perbekalan yang akan dipakai selama

melakukan fotografi alam bebas.

2. Mainkan Komposisi

“Memilih langit atau daratan?” Pertanyaan

tersebut tentu akan menjadi salah satu

pertanyaan yang terlontar dari Explorer di saat

melakukan fotografi alam bebas. Komposisi

merupakan salah satu hal teknis yang perlu

disoroti dalam melakukan fotografi alam

bebas. Konsep Rule of Third dan layering

misalnya, bisa membantu Explorer dalam

menata komposisi yang tepat untuk fotografi

alam bebas.

FOTOGRAFIALAMBEBAS

Page 31: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 31

3. Sudut Pandang “Out of The Box”

Melakukan fotografi alam bebas tidak melulu

harus dengan sudut pandang yang serupa di

setiap momennya. Lewat sudut pandang yang

unik dan berbeda, bisa saja foto dapat menjadi

lebih menarik.

4. Manfaatkan Momen Golden Hour dan Twilight Hour

Siapa yang tak suka warna langit kala senja?

Warna langit pada momen Golden Hour dan

Twilight Hour dapat pula diabadikan dan

membuat karya fotografi alam bebas milik

Explorer menjadi lebih menarik.

5. Berkawanlah dengan Cuaca

Cuaca mendung, berkabut, atau terlalu terik

menjadi kendala saat melakukan fotografi

alam bebas? Ini saatnya Explorer menjadikan

kendala tersebut sebagai “kawan” yang bisa

menjadikan foto lebih menarik.

Page 32: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 32

KATA KITA

Energi panas bumi, Bio Gas, Bio Massa, Solar Cell, adalah contoh beberapa energi alternatif yang sudah ada di Indonesia. Energi

alternatif adalah energi pengganti yang dapat menggantikan peran

minyak bumi. Di negara berkembang seperti Indonesia, energi alternatif masih sedikit

digunakan dalam kegiatan sehari – hari. Namun, apakah

masyarakat kita sendiri sudah mengetahui adanya energi

alternatif serta manfaatnya? SAPHARA akan merangkumnya

dalam Kata Kita.

“Kalo itu aku gak bisa jawab ya. Soalnya belum baca jurnal atau penelitian tentang hal itu. Untuk bicara Indonesia sih ranahnya luas banget. Bicara Jawa Barat saja masih belum tentu penduduknya paham tentang energi alternatif. Tapi untuk sampai pada tahap paham apalagi mengerti, tidak

semua orang begitu.”Dina Aqmarina Yanuary

Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad

“Menurutku masyarakat kita belum pada mengerti sih, karena berdasarkan faktanya. Kita masih ketergantungan

dengan energi minyak bumi aja.” Tommy Saputra

Mahasiswa Teknik Kelautan, Institut Teknologi Surabaya

“Menurut saya belum, karena energi yang terbilang ribet dalam proses pembuatannya dan kurangnya informasi

mengenai hal tersebut yang sampai ke masyarakat.”Nahria Husna

Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara (USU)

Page 33: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 33

“Kalau menurut saya belum, karena masyarakat Indonesia memiliki sifat susah meninggalkan kebiasaan lama. Jadi jika

ada energi alternatif baru mereka sulit untuk menerimanya. Padahal ini penting untuk keberlangsungan hidup kita semua. Supaya tidak terjadi kelangkaan energi.”

Fadhil MubarhakMahasiswa FTMD, Institut Teknologi Bandung

“Masyarakat belum mengetahui, dan mengerti tentang energi alternatif, karena sosialisasi ke masyarakat kurang.”

Ferizal Mahasiswa FMIPA, Institut Teknologi Bandung

“Menurut saya sih belum, karena masyarakat Indonesia kebanyakan orang awam yang tidak mengerti akan energi alternatif. Istilahnya kalau orang Indoensia itu kebanyakan

mainstream. Dalam hal ini karena energi minyak bumi udah dipakai lama, jadi masyarakat Indonesia kebanyakan

berpikir bahwa minyak bumi energi satu-satunya.” Andi Winarso

Mahasiswa Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung

“Masyarakat belum semuanya paham, karena berbeda tingkat pendidikannya. Mungkin masyarakat awam tidak tau dan banyak yang berpikir hanya energi minyak bumi adalah energi satu – satunya yang dapat dimanfaatkan”

Widianto WibowoMahasiswa Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung

“Masyarakat belum sepenuhya tau dan mengerti, karena kurangnya sosialisasi yang gencar dari pemerintah jadi

yang baru tahu hanya akademisinya saja atau yang belajar akan hal tersebut. Akibatnya masyarakat jadi tidak berani

mencoba ataupun memberi lahan mereka untuk pengembangan energi alternatif tersebut.”

Astri M. RezaMahasiswa Teknik Pertambangan, Institut Teknologi

Bandung

Menurutku sih belum difahami semua masyarakat sih..soalnya kebanyakan masyarakat di Indonesia masih

terpaku dengan energi fosil. Sehingga apabila a kelangkaan pemerintah terpaksa menurunkan subsidi sehingga

harganyajadi naik. Mungkin perlu penyuluhan untuk rakyat agar mulai beralih ke energi alternatif yang bisa

diciptakan.”Riandi Namara

Mahasiswa Teknik Geodesi Geomatika, Institut Teknologi Bandung

Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi

Page 34: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 34

BUAH PENA

Ilustrasi Oleh: Dina Aqmarina Yanuary

Page 35: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 35

Page 36: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

REFLEKSI

SAPHARA | 36

ENERGI

ada akhir Desember 2014 nanti, Ppemerintah Indonesia kemung-kinan besar akan menghadapi

situasi sulit. Dan, posisi Joko Widodo akan berada dalam kondisi terjepit. Presiden yang karib disapa Jokowi ini harus mengambil sebuah keputusan penting terkait wacana “efisiensi” cadangan minyak bumi dunia.

Mengapa Jokowi terlibat dalam wacana tersebut? Merunut data yang dimiliki satuan kerja khusus hulu minyak dan gas (SKK Migas), konsumsi minyak bumi di Indonesia masih terhitung tinggi. Di tingkat ASEAN, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) orang Indonesia ada di peringkat keempat setelah Singapura, Malaysia, dan Thai-land. Konsumsi BBM orang Indonesia sekira 0.83 liter per orang per tahun. Artinya, jika penduduk Indonesia ada 250 juta pada 2014, konsumsinya mencapai 207.5 juta liter.

SKK Migas juga mencatat, saat ini cadangan minyak terbukti yang dimiliki Indonesia sekitar 4 miliar barel, atau hanya cukup untuk 10 tahun ke depan. Namun, Indonesia masih memiliki potensi cadangan baru yang mencapai 44 miliar barel yang belum dieksplorasi. Lalu, ada berapa cadangan minyak bumi di seluruh dunia?

Majalah National Geographic pernah menukil, jumlah minyak mentah yang tersisa di bumi diprediksi tinggal

Oleh: Dhita Setiawan

Page 37: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 37

1.2 triliun barel. Jumlah tersebut diyakini tak akan mampu menopang ketergan-tungan manusia akan minyak jika tak banyak ditemukan ladang minyak baru. Konon, jika sekira 8 miliar manusia yang saat ini ada di bumi bisa dengan “mudah” terus menggunakan BBM, maka tak sampai 50 tahun lagi ‘emas hitam’ yang tersimpan di kerak bumi itu akan habis.

Atas asumsi itulah, semua manu-sia di dunia diharapkan mampu berperilaku bijak. Organisasi minyak dunia (OPEC) pun kian tekun menyeru-kan penghematan. Tujuannya, agar umur minyak dan gas bumi ini bisa diperpanjang. Caranya? Harga minyak mintah harus sangat mahal atau menyetop sementara aktivitas produksi di ribuan kilang minyak sedunia.

Namun, beberapa tahun bela-kangan muncul berbagai temuan yang dianggap solutif selain dua opsi solusi tersebut di atas. Para ilmuwan dunia menemukan sumber daya energi terba-rukan seperti matahari, air, dan uap sebagai energi alternatif yang bisa dikembangkan untuk memenuhi kebu-tuhan manusia.

Persoalannya, biaya penelitian dan penerapan energi terbarukan itu masih sangat mahal, terutama untuk para negara berkem-bang seperti Indonesia. Alhasil, bagi rakyat Indonesia, penggunaan energi terbarukan itu

masih menjadi sesuatu yang menga-wang.

Apapun wacana dan solusi yang dicanangkan OPEC, bagi Jokowi pilihan logisnya (untuk sementara ini) hanya ada dua, yakni mau mengurangi atau mungkin menghilangkan subsidi, atau tetap menyisihkan uang ratusan triliun rupiah dari anggaran pendapatan belan-ja nasional (APBN) untuk melanjutkan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, jika tak ingin dihujat mayoritas rakyat, Jokowi tentunya akan memilih opsi popular, lanjutkan subsidi.

Apalagi, bagi sejumlah ilmuwan seperti Marcellin Berthelot dan Nikolai Kudryavtsev, penghematan minyak dan gas bumi itu tak lain sebagai akal bulus yang dihembuskan segelintir kelompok pengusaha super kaya Eropa dan Amerika.

Sebenarnya, ucap mereka, minyak dan gas bumi tak akan pernah habis. “Minyak bumi merupakan bahan primordial yang keluar dari kedalaman perut bumi dan bukan hasil dari fosilfosil hewan dan tumbuhan. Minyak bumi itu sendiri termasuk sumber daya terba-rukan,” kata Vladimir Kutcherov, ilmu-wan Rusia.

Jadi, benarkah minyak dan gas bumi akan habis? Wallahu’alam. Filsuf asal Jerman Fredrich Nietszche meng-ingatkan: There is no facts, only inter-pretations.

Page 38: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 38

ETALASE

Goal Zero: Solar PanelExplorer, ketika berkegiatan di alam bebas, sumber energi

listirik mungkin adalah salah satu hal yang paling didambakan. Manfaatnya yang begitu besar sangat membantu untuk segala aktifitas. Goal Zero, produsen asal Amerika Serikat mengeluarkan produk terbarunya, yakni panel surya portebel Nomad 7.

Nomad 7 ini didesain dengan bentuk persegi yang praktis dibawa saat berkegiatan di alam bebas. Alat ini bekerja menghasilkan sumber listrik dari pancaran matahari yang ditangkapnya. Perlu Explorer ketahui, kondisi cuaca tidak menjadi masalah yang besar bagi alat ini. Walaupun dengan intensitas sinar matahari yang kecil (mendung), Nomad 7 ini masih bisa bekerja mengisi daya listrik.

Alat yang dibandrol dengan harga sekitar $79.99 sangat mudah digunakan untuk mengisi daya pada alat-alat elektronik yang kita bawa. Cukup menyambungkan kabel ke alat elektronik yg kita bawa, maka Nomad 7 akan me-recharge nya.

Petzl NAO HeadlampNAO adalah seri dari headlamp keluaran Petz yang memiliki

sensor otomatis dalam pengaturan sinar yang dipancarkannya. Alat ini menyesuaikan keadaan sekitar untuk mengatur cahaya sesuai kebutuhan Explorer. Tentunya energi yang dikeluarkan akan lebih efisien dibanding headlamp lainya.

Dengan menggunakan 2 buah LED, headlamp ini dapat diatur kedalam tiga modus pencahayaan: reactive mode, continuo modes, dan focus mode. Selain itu sistem on/off dari headlamp ini dapat dikunci, sehingga Explorer dapat menghindari ketidaksengajaan menyala pada saat disimpan.

Didisain dengan Lithium-Ion 2300 mAh, alat ini mampu bekerja selama 5,2 jam. Pengisian dayanya pun diisi dengan cara me-charge tanpa menggunakan baterai eksternal. Headleamp Petzl NAO ini dihargai sekitar $175

Pisau Survival AitorSurvival kit adalah hal pokok yang paling wajib dimiliki ketika

Explorer berkegiatan di alam bebas. Kegiatan alam bebas, menuntut kita untuk meiliki barang – barang pendukung, yang selalu kita bawa.

Pisau Sangkur Aitor Jungle King I, adalah survival kit yang bisa Explorer bawa ketika berkegiatan di alam bebas. Pisau ini cukup memuat

banyak tambahan survival kit yang ada di dalamnya.

Teks: Ryan Dwi Destyadi

Page 39: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

SAPHARA | 39

REVIEW

eristiwa air bah yang tumpah membanjiri Pdataran Nullarbor di Australia pada tahun 1988 menjadi inspirasi dalam ide Sanctum.

Eksplorasi oleh National Geographic menjelajahi gua Esa-ala di Papua Nugini dilakukan guna observasi lebih lanjut mencari jalan masuk air kedalam gua yang berasal dari lautan.

Di lapangan, penjelajahan tidak berjalan mulus sehingga banyak konflik yang terjadi pada tim. Konflik diawali dengan tewasnya salah satu anggota tim yang mengalami kerusakan alat oksigen saat melakukan penyelaman kedalam gua, dan kerusakan alat komunikasi yang menghubungkan tim penjelajah dengan tim base-camp yang berada di daratan.

Tanpa navigasi dari base camp, tim terus melanjutkan penjelajahan. Pihak base-camp berusa-ha menghubungi untuk memberi tahu bahwa badai akan segera datang terhambat dengan rusaknya alat komunikasi. Salah satu anggota tim yang mencoba naik ke permukaan laut untuk mengawasi keadaan lalu melihat bahwa terjadi badai di luar, dan langsung memberi tahu tim penjelajah. Mengetahui badai yang terjadi diluar anggota tim bergegas keluar dari gua, namun derasnya badai menyebabkan tim penjelajah terjebak didalam gua yang terbanjiri air bah dari atas, yang menyebabkan mereka harus mencari jalan keluar lain melalui dalam gua dan harus bertahan hidup didalam gua dengan peralatan dan makanan yang tersisa.

Pentingnya alat komunikasi pada sebuah perjalanan, kurangnya koordinasi antar tim menye-babkan hasil yang fatal dalam kerjasama tim dan bisa berbahaya bagi sebuah kelompok perjalanan mungkin menjadi referensi yang menarik untuk para explorer yang hobi menantang adrenalin. Kepanikan yang tidak terkendali akibat adanya masalah merupakan poin minus besar dalam sebuah perjalanan yang dapat menyebabkan konflik makin besar dan dapat membahayakan rekan perjalanan lainnya.

SANCTUM

KEHAUSAN DI LADANG AIR:Pencurian Air di Kota Bandung

dan Hak Warga yang Terabaikan

uku karya Zaky Yamani yang terbit tahun 2012 Bini adalah sebuah tulisan yang menyadarkan kita akan pentingnya air saat ini. Bagi sebagian

orang tentu saja air merupakan hal yang tak sulit didapatkan, tapi ternyata banyak orang di luar sana yang harus mengeluarkan uangnya untuk membeli air.

Kehausan di Ladang Air adalah sebuah buku yang berisi laporan investigasi dikemas secara sederhana dan menarik. Buku ini menceritakan bertambahnya beban hidup bagi warga miskin Bandung yang harus membeli air untuk kehidupan sehari-hari. Kemunculan perdagangan air adalah dampak dari langkanya air bersih. Padahal notabene nya Bandung kaya akan sumber air. Privatisasi dan kekuasaan air yang dipegang oleh segelintir orang patut kita pertanyakan, pemerintah kota Bandung yang meng-klaim bahwa Bandung tak kesulitan air adalah pernyataan palsu untuk menutupi tindakan monopoli air. Buku ini mengungkapkan adanya keterlibatan PDAM dan jaringan mafia yang terstruk-tur mengenai perdangan air, padahal seharusnya PDAM lah yang mampu menjamin warga Bandung mendapatkan air bersih.

Setiap manusia memiliki hak atas air karena tanpa air manusia tidak akan bisa hidup. Sayangnya, air saat ini merupakan hal yang langka untuk warga kota Bandung. Karena sumber-sumber air di Bandung dimonopoli oleh orang yang mempunyai kekuasaan dan uang. Buku ini membuat kita peka bagaimana keadaan yang sebenarnya saat ini terjadi di Bandung. Ini merupakan pembelajaran bagi kita semua bukan hanya warga Bandung saja. Bahwa kita hidup di dunia dengan sumber daya alam yang melimpah ruah pun tak menjamin kelangsungan hidup kita apabila kita sebagai manusia tak menjaga dan melestarikannya.

Teks: Wini Selianti

Page 40: Saphara Edisi 6, Oktober 2014

FIKOM-UNPAD

Klub Aktivis Pegiat dan Pemerhati Alam

28 Oktober 2014