supermasi edisi oktober
DESCRIPTION
Silahkan dinikmati :)TRANSCRIPT
Di tempat latihan, Putri tak pernah terlihat kehabisan stamina hanya
pada hari selasa, bukan karena jadwal Pak Reza sebagai pelatihnya,
bukan pula pada hari selasa, Zidane, penghuni rumah tetangga
sanggar tari telah pulang lebih awal sehingga selalu memergokinya
datang dan mengintipnya saat latihan, entah hingga empat minggu
latihannya berjalan, tak ada seorangpun dari teman berlatihnya
mengetahui penyebab kelebihan semangat Putri pada hari Selasa itu.
Oktober 2014
Edisi 2
PUTRI BERLATIH TARI
Putri datang di sanggar tepat pukul empat sore, raut mukanya
mendung dan terlihat sembap seperti baru saja menangis, hal ini
tak mengganggu keseriusannya dalam berlatih dengan Kak Ratih,
sehingga mengurungkan niat Kak Ratih untuk mempertanyakan
penyebab kemurungan wajah Putri, toh hampir setiap hari memang
beginilah raut mimik wajahnya. Beberapa saat setelah Putri datang,
seorang lelaki tua melintas di depan sanggar dengan tongkat
menopang tubuh ringkihnya.
Jum'at, Minggu ke-4
Sanggar Tari Kak Ratih hari ini kedatangan murid baru, namanya
Putri, dengan masih malu-malu ia memperkenalkan diri di depan
murid-murid Kak Ratih yang lain sebelum latihan dimulai, hanya
dengan nama saja, lalu ia terdiam seribu bahasa, kalau saja Irma tak
menanyakan dimana rumahnya dan mengapa dia memilih Sanggar
Tari Kak Ratih sebagai tempat berlatihnya. Sayangnya Putri enggan
menjawab panjang lebar, ia hanya menjawab rumahnya di
Perumahan Mutiara Asri, dan dia ingin berlatih disini karena paling
dekat dari rumah. Menangkap gelagat canggung dari kekikukan
Putri yang memang memiliki sosok yang pendiam, Kak Ratih segera
mengakhiri perkenalan Putri dan segera mempersilakannya
bergabung bersama teman-teman yang lain dan memulai
latihannya. Beberapa saat setelah Putri mulai berlatih, seorang
lelaki tua melintas di depan sanggar dengan tongkat menopang
tubuh ringkihnya.
Selasa, Minggu ke-5
Jadwal latihan Putri di sanggar tari Kak Ratih hanya tiga hari sekali,
yakni selasa, jum'at, dan minggu. Namun pada hari minggu, Putri
selalu datang terlambat dengan wajah kucel dan letih, seakan baru
saja melakukan pekerjaan yang sangat berat dan menguras tenaga,
namun hal ini tidak diperpanjang oleh Kak Ratih maupun teman-
temannya sebagai masalah di hadapan Putri, melihat pribadi Putri
yang sangat pendiam dan tertutup
Beberapa saat sebelum Putri datang, seorang lelaki tua melintas di
depan sanggar dengan tongkat menopang tubuh ringkihnya. Sore ini
bukan hanya Putri, Kak Ratih, Irma, dan teman-teman sanggar Putri
yang lain sangat sumringah pada sore hari ini, tidak dengan satu
alasan yang sama, namun rona kebahagiaan itu terpancar dari semua
wajah yang hadir di ruang latihan. Latihan hari itu berjalan lancar dan
semua kembali pulang dengan kebahagiaan masing-masing. Namun
tak ada yang tahu bahwa petang itu merupakan kebahagiaan terakhir
milik Putri dan akan terenggut selamanya darinya, tepat sepulang dari
Sanggar Tari Kak Ratih, terhitung tepat sebulan dia berlatih balet disana.
Jum’at, Minggu ke-5
Jarum pendek jam dinding sanggar telah melewati angka tiga namun
batang hidung Putri tak juga hadir di ruangan ini, Irma mulai sibuk
menekan-nekan tombol di ponselnya, dan Kak Ratih terlihat mondar-
mandir di tepi jendela sembari mengedarkan pandangan ke luar jendela,
sedang teman-teman lainnya telah melakukan pemanasan bahkan
beberapa dari mereka telah mulai berlatih sendiri. Seorang lelaki tua
melintas di depan sanggar dengan tongkat menopang tubuh ringkihnya.
Hingga Kak Ratih mengakhiri latihan sore itu, Putri tak juga datang,
mata Irma mulai berkaca-kaca sambil menerawang memandang langit
dari jendela di ruangan itu, dan pertemuan hari itu pun selesai begitu
saja.
Minggu, Minggu ke-6
Sanggar Tari terlihat lengang sore itu, tak ada seorang pun datang,
bukan Putri, Irma, juga Kak Ratih dan murid-murid lainnya, angin
berhembus kencang sehingga membuka pintu sanggar yang tak
terkunci, tepat ketika seorang lelaki tua berjalan melintas di depan
sanggar, sejenak ia berhenti di depan pintu yang terbuka, lalu
memandang tongkat yang menopang tubuh rentanya, kemudian
dengan tertatih ia melanjutkan langkahnya menjauhi sanggar itu.
Tak jauh dari gedung sanggar itu, bocah kecil berteriak menjajakan
surat kabar yang menumpuk di tangannya, Koran, Koran, berita
hangat, Seorang gadis bisu ditemukan tewas dengan luka lebam di
sekujur tubuhnya, diduga ia dibunuh kakeknya sendiri.(Din)
Selasa, Minggu ke-1
Cerpen
Oktober 2014
Edisi 2
REFLEKSI 28 OKTOBER: SUMPAH (SERAPAH) PEMUDA
Program Kreativitas Mahasiswa,Ajang Gengsi Tahunankah?
PKM Bukan Soal Gengsi PIMNAS
Cerpen :PUTRI BERLATIH TARIRenungan :Apakah Kebenaran itu?
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-
Nya akal ini bekerja, tangan ini bergerak, mata ini tak henti mengeja,
untuk menghimpun pengetahuan yang terserak. Tanpa restu dan
takdir-Nya, buletin Supermasi edisi ke-2 ini takkan lahir ke bumi dan
hadir di hadapan anda.
Menginjak pertengahan semester, mahasiswa ITS sedang disibukkan
dengan aktivitas evaluasi tengah semester, berbagai ujian praktikum,
ataupun pengumpulan berbagai macam tugas yang menumpuk
namun hal ini tak menyurutkan semangat mereka dalam menggali
lebih banyak wawasan yang ada dan menatap lebih tajam pada hal-
hal yang melintas di sekeliling mereka.
Hal ini dibuktikan pada suguhan yang tersaji dalam buletin
SUPERMASI edisi ke-2 ini, kami memberikan porsi kajian tentang
kritisasi terhadap program yang sudah menjadi rutinitas tahunan
kampus perjuangan ini, rupanya program ini memiliki banyak sekali
kepelikan yang tidak diketahui sebagian besar mahasiswa, baik
mereka para aktor dari PKM itu sendiri ataupun tidak.
Beberapa kritikan pedas dan teguran bertubi-tubi terdengar hilirmudik di telinga mereka yang berkecimpung dalam program ini, tapiapakah semua memahami tujuan asal dan dampak yang terjadi daridiadakannya program ini pada mahasiswa-mahasiswa se-Indonesia.
Selain mengkritisi gerakan keilmiahan mahasiswa yang diadakan oleh
DIKTI ini, buletin karya Lembaga Pers Mahasiswa 1.0 ini juga memuat
tentang refleksi Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober dan sebagai
muatan sastra, kami sajikan secarik cerpen dengan judul “Putri
berlatih tari”.
Sebagai pelengkap dari edisi kali ini, kami juga menyajikan sedikit
ulasan tentang renungan, dalam edisi kali ini kami mengangkat tema
kebenaran, mengingat keadaan saat ini, baik dalam kampus, luar
kampus, bahkan dalam negeri ini, hampir rata-rata mengandung titik-
titik yang rawan dan patut diselidiki kebenarannya.
Edisi 2 Edisi 2Oktober 2014 Oktober 2014
REFLEKSI 28 OKTOBER: SUMPAH (SERAPAH) PEMUDA
Mushonnifun Faiz SugihartantoMahasiswa Teknik Industri 2012
Pada tanggal 28 Oktober 2014 kemarin, bangsa kitamemperingati Hari Sumpah Pemuda. Terhitung 86 tahunsejak sumpah tersebut dikumandangkan oleh parapemuda Indonesia, tentu bukanlah waktu yang singkat,apalagi bagi para pemuda Indonesia masa lalu dan masakini. Sosok yang dianggap sebagai ujung tombak dariperjuangan bangsa, terutama pemuda dalam usiaemasnya kala menapaki sebuah fase yang denganbangga mereka menyebut diri mereka sebagai“Mahasiswa”.
Ketika mencoba merefleksikan sumpah pemuda, dalamdunia yang katanya merupakanagen perubahan, namunnyatanya kini sumpah pemuda hanya teronggok dantersimpan rapi dalam buku sejarah. Bahkan mungkin sajanaskah dalam buku pelajaran tersebut sudah menjadi“sampah” manakala diloakkan demi satu dua lembaruang yang nilainya tak sebanding dengan isi naskahsumpah pemuda. Maka tidaklah kaget ketika sumpahpemuda kini hanyalah tinggal sejarah tanpa ada gerakanimplementasi yang nyata. Peran fungsi mahasiswa bukanlagi menjadi hal yang nyata, namun hanyalah disandangsebagai status belaka. Agent of Change, Moral Force,Social Control, dan Iron Stock bahkan banyak darimahasiswa yang sekedar tahu artinya saja tidak, lantasbagaimana mau mengimplementasikannya.
Begitulah kondisi pemuda saat ini, manakala globalisasimenyerang kian hari kian dahsyat dan para pemuda punterperangkap dalam budaya hedonisme dan sifat apatisme.Pendidikan yang ditempuh tidak lagi berdasaran nilai-nilaiyang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara yangmengedepankan pembangunan karakter, namun justrukian hari kian terkotak-kotak dengan sistem persekolahanyang dahulu dicetuskan oleh belanda manakala menjajahIndonesia. Hasilnya pemuda tidak lagi dibuat kritisterhadap permasalahan yang ada. Mereka hanya menjadiobjek korban kebiadaban sistem pendidikan yangmenuntut penguasaan pengetahuan, dan terus dicekokioleh hal-hal baru sampai-sampai melupakan nilai-nilailuhur bangsa sendiri.
Bukan hal mustahil apabila suatu saat nanti bangsa ini akanjatuh pada lubang keapatisan terhadap hal-hal yang berbauisu kebangsaan, serta berbagai gejolak politik di negaranya.Bahkanpemuda hari ini hanyalah dijadikan sebuah tamengd a n t i d a k m a m p u b e r t a n y a t e n t a n g a p a y a n gdiperjuangkannya.
Generasi pemuda yang dilahirkan saat ini berasal daripendidikan kapitalisme demokrasi liberal yang dikemasdengan cant ik o leh pendidikan pancas i la dankewarganegaraan, sehingga seolah-olah nasionalisme itukian hari kian bertambah, namun nyatanya yang terjadiadalah kebobrokan. Maka tidaklah kaget ketika output daripendidikan tersebut adalah generasi yang hedonis, apatis,apolitis, egois, mentalitas tempe, dan sifat hina lainnya yangsemakin menjauhkan pemuda dari statusnya sendiri sebagaiagen perubahan.
Kita masih ingat bahwasanya dari sumpah pemuda makalahirlah berbagai pergerakan yang menjadi tinta emassejarah Indonesia. Mulai dari peristiwa Kemerdekaan RI yangdiawali dengan aksi nekat para pemuda menculik BungKarno dan Bung Hatta, peristiwa heroik 10 Nopember diSurabaya, pemberanatasan gerakan revolusioner 30September oleh PKI, penggulingan rezim orde lama, sampaipuncaknya adalah aksi mahasiswa dalam menggulingkanrezim orde baru menuju era reformasi. Maka sampai di situsajalah mereka layak menyandang “sumpah pemuda”.
Namun fenomena yang terjadi saat ini pemuda pandaibersumpah serapah. Mengkritik habis-habisan sekitarnyatanpa memperhatikan diri. Pandai dalam beretorika sembarimengabaikan integritas diri. Yang terjadi bukan perubahannamun justru pergolakan, dan aksi anarkis yang semakinmenunjukkan kerusakan moral pemuda. Padahal saat inibegitu digaung-gaungkan, bahwa pemuda hari ini pemimpinmasa depan. Indonesia yang katanya pada tahun 2030 akanmendapatkan hadiah besar yang bernama “BonusDemografi”, seharusnya perlu dikaji kembali. Berbekalsumpah serapah saat ini lalu mau dibawa ke manakahIndonesia di tahun 2030 nanti? Maka hal yang terjadi bukanlagi sebuah “bonus”, namun “bom” , bahkan itu akanmenjadi bom waktu tersendiri manakala penduduk usiamuda akan menghasilkan ledakan yang maha dahsyatsehingga justru membuat bangsa Indonesia bukan dalamkejayaannya, namun justru jatuh ke titik terendahnya.
Sudah saatnya pemuda Indonesia kini berhentimengeluarkan sumpah serapah terhadap negeri ini. Sudahsaatnya pemuda Indonesia kini berhenti beretorika. Yangterpenting adalah kesadaran masing-masing pemudanyauntuk kembali kepada karakter bangsa.
1 6
Opini
Ambillah posisi paling nyaman dan selamat menikmati sajian kata
demi kalimat dalam carikan kertas kami, perlu diingat kembali, apa
yang tertulis di kertas ini telah berdasarkan penelusuran yang detail,
wawancara pada pihak terkait, dan pembuktian yang valid. Selamat
menikmati.
Edisi 2 Edisi 2Oktober 2014 Oktober 2014
3 4
Program Kreativitas Mahasiswa,Ajang Gengsi Tahunankah?
Program Kreativitas Mahasiswa atau
lebih dikenal PKM sebuah program yang
sudah berlangsung selama 27 tahun.
Awalnya program ini didedikasikan untuk
menghubungkan antara dunia perkuliahan
dengan masyarakat yang selama ini masih
nampak terdapat kesenjangan antara teori
dan praktek. Dengan mengusung konsep
kompetis i , PKM diharapkan bisa
membangkitkan semangat para mahasiswa
dan Perguruan Tinggi dalam melakukan
implementasi keilmuan. Namun pada masa
ini, konsep yang dibuat oleh Direktorat
Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) menjadi
senjata makan tuan.
Tujuan awal PKM mulai terpinggirkan oleh
hingar bingar Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional
(dibaca: PIMNAS). Orientasi program kreativitas
mahasiswa itu sendiri perlahan mulai bergeser,
dari semula yang berorientasikan asas
kebermanfaatan perlahan berubah menjadi
ajang kompetisi semata. Tentunya hal tersebut
melibatkan hampir seluruh perguruan tinggi di
Indonesia. Gelar yang diraih dalam PIMNAS
akan menjadi bargaining position sendiri bagi
perguruan tinggi yang meraihnya.
Pada tahun pendanaan 2014 saja lebih dari 10000
pendaftar proposal PKM dan hanya 440 proposal
yang dinyatakan masuk PIMNAS. Meskipun event
sebesar ini terus terjadi tiap tahunnya, namun
tidak banyak hasil konkrit dari output yang
dihasilkan dari program mahasiswa tersebut
secara berkelanjutan. Setelah PIMNAS berakhir,
banyak dari hasil karya tersebut tidak dilanjutkan.
Padahal jika untuk satu program terdanai saja
bisa mencapai 10 juta rupiah. Maka apabila tahun
2014 terdapat 440 proposal yang berhasil lolos ke
PIMNAS, maka ada sekitar 4,4 milliar untuk ide
peserta di PIMNAS saja, belum tim PKM yang
tidak lolos PIMNAS namun terdanai yang jumlah
bisa mencapai ribuan.
Setiap Perguruan tinggi mencoba memberikan
karya terbaiknya dalam ajang tersebut. Setiap
perguruan berbondong-bondong mengirimkan
ratusan hingga ribuan proposal setiap tahunnya
ke DIKTI, namum nyatanya keberlanjutan dari
PKM-PKM yang memenangkan medali tersebut
pun masih diragukan bahkan dipertanyakan.
Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan ITS,
dalam 3 tahun berturut-turut ini ITS berada di
posisi 3 besar dalam PIMNAS. Bahkan pernah
membawa pulang piala Adikarta Kertawidjaja
pada tahun 2013 lalu. Lebih dari 500 proposal
diajukan ITS kepada DIKTI setiap tahunnya, namun
kuantitas tidak selalu selaras dengan kualitas. ITS
sendiri telah mencanangkan program 2000
proposal tahun ini.
Tidak jarang meskipun telah didanai oleh DIKTI,
banyak proposa l PKM mahas iswa yang
d ige l embungkan dananyadan me lakukan
pembuatan nota-nota palsu untuk mengakali
pendanaan PKM. Hal tersebut diperparah dengan
pengawasan birokrasi yang minim sehingga
membuat praktek tersebut selalu terjadi setiap
tahunnya. Monev atau monitoring dan evaluasi yang
seharusnya jadi bahan evaluasi bertahap
dilaksanakan hanya diawal dan sangat dekat
dengan PIMNAS sedangkan dipertengahan tidak
ada pengawasan yang jelas terhadap mahasiswa.
Dengan mekanisme yang demikian, tidak
mengherankan apabila PKM sulit untuk menuju
program yang sustainable. Selama mindset setiap
perguruan tinggi masih menjadikan PKM menjadi
adu gengsi dalam PIMNAS, maka selama itu pula
keberlanjutan PKM hanya sebatas PIMNAS
berlangsung, kemudian akan menghilang ditelan
pengumuman pendanaan PKM.(Sit/Nrl)
Artikel
Kenalkah kamu dengan kebenaran? Atau pernahkah kamu berjumpa kesalahan?
Lihatlah sekelilingmu, mampukah kau tunjukkan padaku, manakah kebenaran dan
manakah kesalahan, sungguh sejauh ini aku masih sangat kesulitan merabanya, iya,
merabanya. Untuk merabanya saja aku tak kuasa melakukannya dengan teliti, apalagi
hanya dengan melihatnya. Aku tak yakin mampu melihat apa itu kebenaran dan mana
itu kesalahan.
Beberapa waktu yang lalu, aku mengunjungi seseorang, yang dianggap pandai di
kalangannya, lalu ku bertanya padanya, apa itu kebenaran, dan manakah dari isi dunia
ini yang termasuk dalam kategori kebenaran, jawaban dia, kebeneran itu ketika kamu
ini, ketika kamu itu, kamu lakukan ini, kamu lakukan itu. aku terhenyak, sejenak
mencoba mencerna jawabannya. Jika memang kebenaran memiliki jika, lalu apakah
kebenaran itu bersyarat.
Kebenaran datang dan pergi, dijunjung juga diinjak, ditunggu juga ditinggal lari,
bayangkan jika kau berada pada posisinya, kau harus datang dimanapun dan
kapanpun, tapi seketika pula kau dihempaskan dicabut paksa harga dirimu, dan
mereka akan tertawa puas mencibir kepergianmu, kau tak lagi punya kedudukan,
mahkota dan singgasanamu hancur dimakan keegoisan dan keserakahan.
Pernahkah kau bayangkan, tentang jutaan siswa begitu bersemangat menuju
gedung yang dikenalkan pada mereka bernama sekolah, semata-mata untuk
mencari kebenaran, namun setelah mereka beranjak dewasa, kebenaran itu
sengaja dihilangkan dari pandangan bahkan pemikiran mereka. Lalu apa kau
sempat berpikir, pada mereka yang kehidupannya terselinap dari roda satu ke
roda lainnya, menjulurkan tangan ke dalam saku juga tas sesamanya, demi
membasahi kerongkongan dan ususnya, apakah mereka sempat bertemu dengan
kebenaran, ataukah mereka tak mengerti apa sejatinya kebenaran itu.
Tak perlu kau susah payah mencari apa itu kebenaran, atau dimana dia berada,
cukup kau buka mata lebar, singkirkan semua yang menjadi penghalang, tataplah
dunia, ia menyimpan sejuta kebenaran, ia menunjukkan sekian kesalahan,
bukankah tanpa kesalahan kau takkan mengetahui apa itu kebenaran.(is)
Renungan
Apakah Kebenaran itu?
Edisi 2 Edisi 2Oktober 2014 Oktober 2014
085645567107
25
PKM Bukan Soal Gengsi PIMNAS
Pimnas 2014 telah berlalu, sedangkan pengumpulan
proposal keilmiahan ke DIKTI untuk PKM 2015 baru saja
dilaksanakan. PKM tiap tahun tidak pernah sepi dari
antusiasme mahasiswa untuk mengikuti. Hal tersebut
lebih-lebih banyak terjadi di beberapa perguruan tinggi
yang telah “langganan” juara pada PIMNAS. Urgensitas
dari PKM sendiri sebenarnya berorientasi pada
menampung kreativitas mahasiswa sehingga ide dari
mahasiswa-mahasiswa tersebut dapat terbantu
terlaksana dengan system pendanaan yang dilakukan
DIKTI. Namun, pada kenyataannya PKM menjadi ajang
tahunan perguruan tinggi untuk berkompetisi dalam
PIMNAS. Tidak salah memang apabila ketika suatu
perguruan tinggi mencoba untuk menjadi yang terbaik
dalam kompetisi tingkat nasional tersebut, mengingat
PIMNAS melibatkan seluruh perguruan tinggi di
Indonesia. Namun, ketika tujuan awal dari PKM sendiri
tercederai, hal tersebut yang membuat orientasi dari
PKM sendiri tiap tahun semakin berubah.
Tidak terkecuali ITS yang tiap tahun selalu masuk ke
dalam 3 besar PIMNAS selama 3 tahun terakhir. Tahun
2014 ini, ITS gagal menjaga gelar juara tahun lalu, tahun
ini UGM lah yang Berjaya merebut piala Adikarta
Kertawidjaja. ITS berhasil menyabet 4 medali emas, 6
medali perak, dan 4 medali perunggu untuk kategori
presentasi dan 1 medali emas, 2 medali perak, dan 3
medali perunggu untuk kategori poster. Jumlah itu turun
dari tahun kemarin sebanyak 8 medali emas.
Dari BEM ITS sendiri telah menurunkan target PKM
untuk dikirimkan ke DIKTI, “Kalau tahun-tahun lalu kita
kejar jumlah, tahun ini kita kejar jumlah tapi tidak kejar
banyak-banyak, tahun lalu 5000 sekarang 2000, tapi
harus kualitas yes.” Ujar Adhika, Menristek BEM ITS
13/14. Untuk tahun 2014 sendiri, tercatat ada 10 tim
yang tidak menyelesaikan PKM-nya meskipun telah
terdanai, itu berarti menurut kalkulasi ada sekitar 120
juta rupiah uang yang terbengkalai. Angka tersebut naik
sebanyak 5 tim dari tahun kemarin. Untuk sanksi sendiri
sebenarnya adalah penghapusan nilai SKEM untuk
mahasiswa yang tidak menjalankan PKM-nya, namun
pada kenyataannya tidak dilaksanakan.
Untuk keberlanjutan PKM sendiri setelah PIMNAS
berakhir juga harusnya menjadi salah satu fokusan yang
harus dijalankan. Mengingat besarnya dana yang
dikeluarkan oleh DIKTI kepada mahasiswa untuk gagasan-
gagasan tersebut. Namun pada kenyataannya, sudut
pandang dari mahasiswa sendiri masih menganggap
bahwa PKM adalah soal PIMNAS. Aspek kebermanfaatan
yang seharusnya dijalankan, bahkan telah dijadikan
tujuan dari proposal PKM mereka seringkali terbengkalai
ketika PIMNAS berakhir. Dan kemudian untuk tahun
depan, mereka kembali membuat proposal PKM, begitu
seterusnya. Dari BEM ITS sendiri sebenarnya telah
memfasilitasi untuk keberlanjutan PKM-PKM yang telah
terdanai sehingga dapat sustainable.
BEM ITS telah mencanangkan program PKM
Development Project yang mana nantinya membantu
para mahasiswa untuk terus melanjutkan PKM-PKM-nya
pasca PIMNAS berakhir. Namun minat dari mahasiswalah
yang sangat kecil. Adhika menuturkan bahwa yang
berminat dalam program tersebut hanya 2 orang.
Padahal telah dilakukan promosi ke jurusan-jurusan.
Dari ratusan mahasiswa ITS yang terdanai PKM-nya,
hanya 2 yang benar-benar berminat mengikuti program
tersebut untuk keberlanjutan PKM-nya. Bahkan dari
pihak LPPM ITS pun siap untuk hibah kompentensi yang
bernilai sampai ratusan juta, namun lagi-lagi dari
mahasiswa yang kurang motivasinya untuk menjalankan
PKM secara sustain.
Setiap tahun DIKTI harus mengeluarkan dana ratusan
miliar untuk keberlangsungan PKM ini sendiri, dan sejauh
ini PKM hanyalah dipandang soal PIMNAS, walaupun
tidak menutup kemungkinan masih ada beberapa
mahasiswa yang memiliki niatan yang tulus untuk
mengerjakan PKM berdasarkan tujuan awalnya. Namun,
jika dilihat kembali dapat dihitung berapa jumlah dari
mereka. Seharusnya dana yang bias dimanfaatkan untuk
pembangunan tersebut kemudian menjadi dana-dana
untuk onani semata perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Piala Adikarta Kertawidjaja benar-benar telah menjadi
magis adanya ketertarikan mahasiswa mengikutinya.
(Sit/Nrl/Ald)
SELAMATdan
SUKSESAtas pelantikan PRESIDEN BEM ITS 2014/2015
M. IMRAN FAJRI
Artikel
Kami segenap keluarga besarLembaga Pers Mahasiswa 1.0 ITS
Mengucapkan
Semoga amanah dan tanggung jawabdalam setiap langkah dan tanggung jawabnya
Info