sapaan dalam novel sekali peristiwa di banten … · metode penyajian informal, yaitu perumusan...

121
SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Bayu Andhika Sugiarto NIM: 034114049 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

Upload: phamdan

Post on 09-May-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

i

SAPAAN

DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memeperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Bayu Andhika Sugiarto

NIM: 034114049

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

Page 2: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

ii

Skripsi

SAPAAN

DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

Oleh

Bayu Andhika Sugiarto

NIM: 034114049

Telah disetujui oleh

Pembimbing I

Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum. tanggal 27 Juli 2007

Pembimbing II

Drs. Hery Antono, M. Hum. tanggal 27 Juli 2007

ii

Page 3: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

iii

Skripsi

SAPAAN

DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

Dipersiapkan dan ditulis oleh

Bayu Andhika Sugiarto

NIM: 034114049

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

Pada 14 Agustus 2007

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Drs. B. Rahmanto, M. Hum. ..................................

Sekretaris Drs. Hery Antono, M.Hum ..................................

Anggota 1. Drs. P. Ari Subagyo, M. Hum. ..................................

2. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum ..................................

3. Drs. Hery Antono, M. Hum. ..................................

Yogyakarta, 31 Agustus 2007

Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma

Dr. Fr. B. Alip, M. Pd., M.A.

Dekan

iii

Page 4: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

iv

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. ( Q.S. Alam Nasyrah: 5 dan 6)

”Di mana-mana aku selalu dengar: Yang benar juga akhirnya yang menang. Itu benar; Benar sekali. Tapi kapan? Kebenaran tidak

datang dari langit, dia mesti diperjuangkan untuk menjadi benar” - Prameodya Ananta Toer -

skripsi ini kupersembahkan untuk bapak dan ibuku

iv

Page 5: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

v

ABSTRAK

Sugiarto, Bayu Andhika. 2007. ”Sapaan dalam Novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan Karya Pramoedya Ananta Toer”. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini membahas sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Tujuan dari penelitian ini mendeskripsikan dasar pembentukan sapaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiolinguistik. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Penyimakan dilakukan terhadap sapaan yang terkandung dalam tuturan novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Pada tahap penyimakaan ini digunakan teknik sadap, dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap. Kemudian dilanjutkan lagi dengan teknik catat, yaitu dengan melakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Data yang akan dianalisis dibatasi dengan penentuan sampel secara tidak acak, berdasarkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini digunakan penentuan sampel bertujuan, yaitu pembatasan data berdasarkan tujuan penelitiannya. Pada tahap analisis data digunakan metode padan referensial dan metode padan pragmatis. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya dari luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Alat penentu metode padan referensial ialah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa, sedangkan alat penentu metode padan pragmatis adalah orang yang menjadi mitra wicara. Kedua metode ini dilaksanakan dengan teknik dasar teknik pilah unsur penentu (teknik PUP) dan teknik lanjutan teknik hubung banding menyamakan (teknik HBS). Hasil analisis data berupa kaidah penggunaan sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Hasil analisis tersebut disajikan dengan metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda dan lambang. Dasar pembentukan sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu nama diri, istilah kekerabatan, gelar, kombinasi, dan sapaan lain. Dasar pembentukan sapaan tersebut dipakai secara utuh dan dalam bentuk penggal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu status sosial, keintiman, hubungan kekerabatan, jenis kelamin, jabatan, etnis, status perkawinan, dan situasi. Setiap pemakaian sapaan dalam tuturan yang terdapat dalam novel ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sekaligus. Selain itu, variasi sapaan tersebut disebabkan karena ranah tuturan dan hubungan sosial.

v

Page 6: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

vi

ABSTRACT

Sugiarto, Bayu Andhika. 2007. Address in Sekali Peristiwa di Banten Selatan novel by Pramoedya Ananta Toer. S1 thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters Study Program, Indonesian Letters Department, University of Sanata Dharma.

This thesis discusses address in Sekali Peristiwa di Banten Selatan novel

by Pramoedya Ananta Toer. The objective is to describe basic formation of address and factors influencing its choice in Sekali Peristiwa di Banten Selatan novel by Pramoedya Ananta Toer.

This is a descriptive study with sociolingustic approach Scrutinize method in language usage was used for data gathering. Scrutiny was carried out on addresses in speeches of Sekali Peristiwa di Banten Selatan novel by Pramoedya Ananta Toer. In this stage, tapping technique continued with free scrutiny including conversation was used. Noting technique, i.e., by creating notes in data cards for clarification, was subsequently used. The data were analyzed with non-random sample choice based on certain criteria. In this study purposeful sampling, i.e., data limitation based on study objective, was used.

Referential and pragmatic matching methods were used for data analysis. Matching method is data analysis method with external decision tool, free and independent of the language. Decision tool for referential matching method was facts referred by the language, whereas decision tool for pragmatic matching was speech partner. Both methods was carried out using dividing-key-factors technique (PUP Technic) and corelation of the equalizing technique (HBS Technic). Data analysis result was principle of address use in Sekali Peristiwa di Banten Selatan novel by Pramoedya Ananta Toer. These results were presented with informal presentation method, i.e., principle formulation using words; and formal method, i.e., principle formulation using signs and symbols.

Address formation basic in Sekali Peristiwa di Banten Selatan novel by Pramoedya Ananta Toer are proper name, kinship terms, title, combination and other addresses. These are wholly and partially used Factors influencing the use of address in Sekali Peristiwa di Banten Selatan novel by Pramoedya Ananta Toer were social status, intimacy, kinship, sex, position, ethnicity, marital status, and situation. Each use of address in speech in the novel were influenced by some factors simultaneously. Besides, its variations were caused by speech domain and social relationship.

vi

Page 7: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena penulis telah

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi berjudul ”Sapaan dalam Novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan Karya Pramoedya Ananta Toer” ini diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra

Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu penyusunan skripsi ini, antara lain:

1. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum. selaku pembimbing I sekaligus dosen

yang telah membagi pengetahuan serta memberikan bimbingan, saran,

kritik, dan motivasi terhadap kami.

2. Drs. Hery Antono, M. Hum. selaku pembimbing II, dosen, dan

pembimbing akademik yang telah membagi pengetahuan, membantu

penyusunan skripsi ini, serta memberikan motivasi kepada kami.

3. Drs. B. Rahmanto, M. Hum., Drs. P. Ari Subagyo, M. Hum., Drs. F. X.

Santoso, M. S., Drs. Yoseph Yapi Taum, M. Hum., S. E. Peni Adji, S. S.,

M. Hum., Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum., serta dosen tamu di Sastra

Indonesia yang telah membagi pengetahuan serta memotivasi kami.

4. Staf sekretariat Fakultas Sastra dan staf Universitas Sanata Dharma yang

telah membantu kelancaran seluruh urusan kuliah.

5. Teman-teman mahasiswa Sastra Indonesia yang telah berjuang bersama

mencari pengetahuan.

Penulis telah berusaha dengan maksimal dalam penyusunan skripsi ini.

Namun, penulis sadar bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun terhadap skripsi ini dari

pembaca. Penulis akan bertanggungjawab atas setiap kesalahan dalam skripsi ini.

Terima kasih.

Penulis

vii

Page 8: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah

Yogyakarta, Agustus 2007

Penulis

viii

Page 9: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

ix

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................... v ABSTRACT ..................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5 1.5. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 5 1.6. Landasan Teori

1.6.1. Sapaan ................................................................................ 8 1.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Sapaan ..... 9 1.6.3. Ranah (Domain) .................................................................. 11 1.6.4. Konteks .............................................................................. 12 1.6.5. Panggilan ............................................................................ 12 1.6.6. Kata Ganti .......................................................................... 13 1.6.7. Hubungan Antar Manusia .................................................. 13

1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian ................................................................... 14 1.7.2. Pendekatan ......................................................................... 14 1.7.3. Metode dan Teknik Penelitian

1.7.3.1. Tahap Pengumpulan Data ....................................... 15 1.7.3.2. Tahap Analisis Data ................................................ 16 1.7.3.3. Tahap Penyajian Hasil Analisis Data ...................... 16

1.8. Sistematika Penyajian ................................................................. 17

BAB II DASAR PEMBENTUKAN SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER.

2.1. Pengantar ..................................................................................... 18 2.2. Nama Diri .................................................................................... 19 2.3. Istilah Kekerabatan ...................................................................... 22 2.4. Gelar ............................................................................................ 25 2.5.Istilah Pertemanan......................................................................... 27 2.6. Kombinasi ................................................................................... 28 2.6.1. Kombinasi Istilah Kekerabatan dan Nama Diri ......... 29

ix

Page 10: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

x

2.6.2. Kombinasi Istilah Kekerabatan dan Jabatan .............. 29 2.6.3. Kombinasi Gelar dan Nama Diri ................................ 31 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PEMAKAIAN SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER.

3.1. Pengantar ..................................................................................... 33 3.2. Status Sosial ................................................................................ 34 3.3. Keakraban ................................................................................... 38 3.4. Status Perkawinan ....................................................................... 40 3.5. Jabatan ......................................................................................... 42 3.6. Kekerabatan ................................................................................. 44 3.7. Jenis Kelamin .............................................................................. 47 3.8. Etnis ............................................................................................ 49 3.9. Situasi .......................................................................................... 51 3.10. Ranah dan Hubungan Sosial ..................................................... 54 3.10.1. Ranah ....................................................................... 54 3.10.2. Hubungan Sosial ...................................................... 55 BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan ................................................................................. 59 4.2. Saran ............................................................................................ 63 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 64 LAMPIRAN ............................................................................................... 66

x

Page 11: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kata Ganti ........................................................................................ 13 Tabel 2. Sapaan yang Dibentuk Berdasarkan Nama Diri .............................. 22 Tabel 3. Sapaan yang Dibentuk Berdasarkan Istilah Kekerabatan ................. 25 Tabel 4. Sapaan yang Dibentuk Berdasarkan Gelar........................................ 27 Tabel 5. Sapaan yang Dibentuk Berdasarkan Kombinasi............................... 32 Tabel 6. Hubungan Sosial Penutur dan Mitra Tutur ...................................... 58 Tabel 7. Dasar Pembentukan Sapaan dalam Novel Sekali Peristiwa di

Banten Selatan Karya Pramoedya Ananta Toer ............................... 59 Tabel 8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakian Sapaan dalam

Novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan Karya Pramoedya Ananta Toer ...................................................................................... 60

xi

Page 12: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam skripsi ini dianalisis mengenai penggunaan sapaan dalam novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Sapaan

merupakan salah satu jenis kata yang mengandung konsep makna dan mempunyai

peran di dalam pelaksanaan bahasa. Subiyakto-Nababan (1992: 153) berpendapat

bahwa kata sapaan adalah kata atau istilah yang dipakai orang kepada lawan

bicara. Kata sapaan berkaitan erat dan berdasarkan tanggapan atau persepsinya

atas hubungan pembicara dengan lawan bicara. Chaer (1998: 107) mengatakan

bahwa kata-kata yang digunakan untuk menyapa, menegur, atau menyebut orang

kedua, atau orang yang diajak bicara disebut kata sapaan.

Sapaan muncul tidak hanya dalam suatu tuturan lisan, tetapi juga tuturan

yang diwujudkan dalam suatu tulisan. Contoh tulisan yang memuat bentuk-bentuk

sapaan dalam suatu tuturan adalah karya sastra, khususnya naskah drama dan

novel. Novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer

menjadi sumber data penelitian ini.

Data penelitian diambil dari tuturan-tuturan yang mengandung bentuk

sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta

Toer. Beberapa contoh tuturan yang mengandung bentuk sapaan dalam novel ini

sebagai berikut:

Page 13: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

2

(1). Ireng muncul di ambang pintu. Bersuara ramah dan agak keras, tetapi nyata suaranya terdengar sumbang:

Siapa sih panggil-panggil itu? O, Juragan Musa. Duduk, Gan! Tanpa menoleh ke belakang Musa menyambut: Mulai kapan sih, pura-pura tak kenal aku? Ireng merapihkan bale bambu sambil menjawab: Bukannya pura-pura tak kenal, Gan. Memang tidak tahu sih. (hlm.

16) (2). Ranta bangun dan duduk, ditariknya tangan Ireng dan dengan lemahlembutnya berkata dengan kata-kata yang keluar satu-satu, jelas, pelahan, dan penuh kasih sayang: Ada waktunya, Reng, kita akan hidup baik dan senang. Nanti. Insya Allah, Pak. Kita sudah cukup bekerja –kita berdua. Tetapi rejeki masih juga di tangan Tuhan. (hlm. 19) (3). Nyonya tak dapat menjawab, hanya menyembunyikan mukanya ke dalam kedua belah telapak tangannya. Dari balik telapak tangan itu terdengar suaranya yang kacaubalau: Apa yang mesti kukatakan, Pak Komandan? Komandan itu tak mengambil pusing Nyonya dan kemudian mendesak Juragan Musa; Dengar, Juragan Musa. Daerah sini daerah paling kacau. Sudah kuusahakan bermusyawarah dengan orang-orang terkemuka di sini… (hlm. 66)

(4). Paduan suara yang demikian terdengar berulang-ulang akhirnya terdengar serumpun percakapan diselangseling tawa dan canda: … Ayoh, tinggal satu pasak lagi. Ayoh, kawan-kawan, habiskan. Tinggal satu. (hlm. 110)

Sapaan yang terdapat dalam penggalan dialog di atas dicetak tebal.

Contoh (1) mengandung sapaan yang dibentuk berdasarkan gelar, yaitu

Gan yang merupakan penggalan sapaan Juragan. Sapaan yang dibentuk

berdasarkan nama diri dan istilah kekerabatan terkandung dalam contoh (2), yaitu

Reng yang merupakan penggalan sapaan yang berupa nama diri Ireng dan Pak

merupakan penggalan istilah kekerabatan bapak. Contoh (3) mengandung sapaan

yang dibentuk berdasarkan kombinasi, antara lain: Pak komandan dan Juragan

Page 14: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

3

Musa. Sapaan kawan-kawan dalam contoh (4) merupakan sapaan yang dibentuk

berdasarkan sapaan lain. Istilah ini muncul karena sapaan kawan-kawan tidak

dapat diklasifikasikan ke dalam dasar pembentukan sapaan lainnya.

Ada dua hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu analisis

terhadap dasar pembentukan sapaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi

pemakaian sapaan. Analisis terhadap dasar pembentukan sapaan dilakukan untuk

membuktikan penggunaan istilah tertentu (perbendaharaan kata bidang tertentu)

sebagai sapaan. Hal ini berdasarkan pendapat Chaer (1998: 107) bahwa kata-kata

sapaan ini tidak mempunyai perbendaharaan kata sendiri, tetapi menggunakan

kata-kata dari perbendaharaan kata nama diri dan kata nama perkerabatan.

Penggunaan sapaan yang bervariasi, seperti beberapa contoh di atas,

merupakan alasan utama menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

pemakaian sapaan dalam penelitian ini. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa ada

faktor tertentu yang mempengaruhi seseorang memakai sapaan tertentu dalam

pelaksanaan bahasa.

Sapaan merupakan salah satu fenomena unik yang sering muncul dalam

tuturan. Dikatakan unik karena lawan bicara dapat disapa dengan nama diri,

istilah kekerabatan, gelar, kombinasi, atau istilah sapaan lain. Misalnya, lawan

bicara yang seorang dokter laki-laki bernama Rudi dapat disapa Rudi, Pak, Dok,

Dokter Rudi, atau Rekan. Hal ini tergantung hubungan pembicara dengan mitra

bicara.

Selain itu, identifikasi latar belakang etnis, jabatan, status perkawinan, dan

jenis kelamin seseorang dapat ditunjukkan melalui sapaan. Misalnya, wanita dari

Page 15: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

4

masyarakat keturunan Cina biasa disapa Cik. Seorang camat disapa Pak Camat.

Istri seorang camat disapa Bu Camat. Sapaan Cik dan Bu menunjukkan bahwa

orang yang disapa tersebut berjenis kelamin perempuan. Sapaan Pak

menunjukkan orang yang disapa berjenis kelamin laki-laki.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1. Apa dasar pembentukan sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten

Selatan karya Pramoedya Ananta Toer?

1.2.2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1.3.1. Mendeskripsikan dasar pembentukan sapaan dalam novel Sekali Peristiwa

di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer.

1.3.2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian sapaan

dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta

Toer.

1.4. Manfaat Penelitian

Page 16: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

5

Penelitian ini merupakan penerapan teori linguistik terhadap realitas

penggunaan bahasa yang diwujudkan dalam bentuk karya sastra, khususnya novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian ini

diharapkan dapat membantu pembaca novel tersebut dalam membedakan antara

sapaan dengan kata ganti dan panggilan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk

mengetahui dasar-dasar pembentukan sapaan dalam novel tersebut. Selain itu,

pembaca diharapkan terbantu dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi

pemakaian sapaan yang ada dalam novel tersebut melalui hasil penelitian ini.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu bahasa dan

menambah perbendaharaan kepustakaan ilmu bahasa, khususnya sosiolinguistik.

Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan membantu analisis-analisis sapaan

selanjutnya.

1.5. Tinjauan Pustaka

Pada tahun 1986, Wirastri telah melakukan penelitian dengan topik

sapaan. Penelitian ini berjudul ”Kata Sapaan dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan

Deskriptif tentang Pemakaian Kata Sapaan dalam Bahasa Indonesia Menurut

Lingkungan, Perasaan, dan Hubungan Antarpemakai Bahasa”. Dari hasil

penelitian ini, Wirastri (1986: 132-133) menyimpulkan empat hal. Kata sapaan

dapat berupa kata sapaan asli (kata ganti orang) dan kata sapaan pinjaman. Kata

ganti orang biasanya bersifat netral, tidak menunjukkan lingkungan, perasaan

serta hubungan antarpemakai bahasa, tetapi ada beberapa kata ganti orang yang

Page 17: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

6

menunjukkan lingkungan, perasaan serta hubungan antarpemakai bahasa. Kata-

kata itu biasanya berasal dari kata sapaan pinjaman tetapi sudah tidak terasa

sebagai kata sapaan pinjaman (misalnya: saya, kami, kamu). Kata sapaan

pinjaman lebih sering digunakan daripada kata sapaan asli. Sebutan dan ganti

nama sebagai kata sapaan pinjaman lebih dapat menunjukkan lingkungan dan

perasaan serta hubungan antarpemakai bahasa. Ada beberapa sapaan yang

mengalami perubahan kelas yang disebabkan oleh seringnya dipakai dan karena

pinjaman dari kelas lain.

Analisis sapaan dalam novel pernah dilakukan oleh Maria Enny Hirawati

pada tahun 1997 dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Bentuk Sapaan dalam

Tuturan Antartokoh Cerita Novel Para Priyayi karya Umar Kayam (Pendekatan

Sosiolinguistik)”. Dari hasil penelitian tersebut, Hirawati menyimpulkan bahwa

ada 86 bentuk sapaan dan jenis sapaan yang terdapat dalam tuturan antartokoh

cerita novel Para Priyayi karya Umar Kayam, ada 97 macam bentuk relasi antara

penyapa dan pesapa yang terdapat dalam tuturan antartokoh cerita novel Para

Priyayi karya Umar Kayam yang dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok,

yaitu betuk relasi kekerabatan dan nonkekerabatan (1997: 274-285). Faktor-faktor

yang mempengaruhi penentuan bentuk sapaan, antara lain: participant, jenis

kelamin, keintiman hubungan, hubungan kekerabatan, usia, ends, status sosial,

hubungan nonkekerabatan, setting, scene, norm of interactin and interpretation,

act of sequence, ketidakintiman hubungan, key, genre, dan status perkawinan. Ada

beberapa bentuk sapaan yang pemakaiannya tidak sesuai dengan SPEAKING-nya,

Page 18: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

7

relasi antarpeserta tutur, dan norma komunikasi masyarakat Jawa (Hirawati, 1997:

xxii).

Suhardi dkk. pada tahun 1984-1985 melakukan penelitian terhadap sistem

sapaan bahasa Jawa. Dari hasil penelitian tersebut, Suhardi dkk. menyimpulkan

lima hal. Pertama, bentuk-bentuk sapaan bahasa Jawa berhubungan erat dengan

sistem perkerabatan, dan beberapa di antaranya berkaitan dengan gelar

kebangsawanan. Kedua, pemilihan bentuk-bentuk sapaan di dalam tindak

komunikasi ditentukan oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan penutur,

lawan bicara, dan situasi bicara. Ketiga, penuturan bentuk-bentuk sapaan bahasa

Jawa menampakkan berbagai bentuk, setiap perubahan bentuk bertalian erat

dengan keakraban dan penghormatan. Keempat, karena luasnya pemakaian

bahasa, kata-kata sapaan bahasa Jawa tidak jarang mengalami perubahan

(perluasan dan penyempitan) arti sehingga sering sangat sulit dirunut bentuknya

secara etimologis. Kelima, eratnya pemakaian bahasa Jawa dengan bahasa

Indonesia dan bahasa asing menyebabkan masuknya beberapa kata sapaan kedua

bahasa itu ke dalam bahasa Jawa (Suhardi dkk., 1985: 102).

Penelitian terhadap sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan

karya Pramoedya Ananta Toer ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah

diuraikan di atas. Novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya

Ananta Toer ini menjadi sumber data penelitian ini. Dalam penelitian ini, sapaan

dibedakan dari kata ganti orang (pronomina persona) dan panggilan.

Page 19: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

8

1.6. Landasan Teori

1.6.1. Sapaan

Chaer (1998: 107) mengatakan bahwa kata-kata yang digunakan untuk

menyapa, menegur, atau menyebut orang kedua, atau orang yang diajak bicara

disebut kata sapaan. Kata-kata sapaan ini tidak mempunyai perbendaharaan kata

sendiri, tetapi menggunakan kata-kata dari perbendaharaan kata nama diri dan

kata nama perkerabatan. Chaer (1998: 109) juga memberikan catatan bahwa kata

Bapak dalam kalimat ”Pak, apakah Bapak tahu ..?” adalah sebagai kata benda,

bukan kata sapaan.

Kata sapaan yaitu kata atau istilah yang dipakai menyapa lawan bicara.

Sapaan terdiri atas nama kecil, gelar, istilah perkerabatan, nama keluarga (bagi

suku bangsa yang mempunyai sistem itu), nama hubungan perkerabatan dengan

nama seorang kerabatnya (disebut tektonimi), kombinasi dari yang di atas. Kata

sapaan yang dipakai orang kepada lawan bicara berkaitan erat dengan, dan

berdasarkan, tanggapan atau persepinya atas hubungan pembicara dengan lawan

bicara (Subiyakto-Nababan, 1992: 153).

Suhardi dkk (1985: 6, 12) –mengutip pendapat Bloomfield- menyebutkan

bahwa sapaan itu termasuk kalimat minor yang dioposisikan dengan kalimat

lengkap, sapaan berupa kalimat minor, bukan klausa, dan masuk dalam konstruksi

yang lebih besar secara parataktik. Parataksis adalah hubungan antara dua kalimat,

klausa, frase, atau lebih, yang mempunyai tataran yang sama; koordinasi antara

klausa-klausa (Kridalaksana, 1980: 120). Sapaan itu ada dalam tataran yang sama

Page 20: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

9

dengan klausa, sapaan tidak merupakan pendukung makna inti dalam keseluruhan

kalimat (Suhardi dkk, 1985: 10)

Jadi, sapaan adalah kata atau gabungan kata yang dipakai untuk menyebut

orang yang diajak bicara. Sapaan berbeda dengan kata ganti karena bukan

pendukung makna inti dalam suatu tuturan. Sapaan berbeda dengan panggilan

karena dioposisikan dengan kalimat.

1.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Sapaan

“Language varies according to its uses as well as its users, according to

where it is used and to whom, as well as according to who is using it” (Holmes,

2001: 223). ”The speaker’s relatioship to the addressee is crucial in determining

the appropiate style of speaking. And how you know someone or how close you

feel to them –relative social distance/ solidarity- is important dimension of social

relationship. Many factors may contribute in determining the degree af social

distance or solidarity between people –relative age, gender, social roles, whether

people work together, or are part of the same family, and so on. These factors

may also be relevant to people’s relative social status.” (Holmes, 2001: 224).

Supriyanto dkk. (1986: 9) -mengutip pendapat Tarner- mengatakan bahwa

dalam tindak bahasa pada hakikatnya seorang penutur telah mengambil

keputusan untuk memilih suatu variasi tertentu yang berupa bentuk-bentuk

linguistik. Pengambilan keputusan ini sebenarnya melalui suatu proses yang

banyak ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang menentukan ialah:

jarak sosial, situasi, dan topik pembicaraan.

Page 21: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

10

Jarak sosial dapat dilihat dari sudut vertikal ataupun horisontal. Dimensi

vertikal akan menunjukkan apakah seseorang itu berada di atas atau di bawah

(berkedudukan tinggi atau lebih rendah). Dimensi vertikal ini merupakan sebuah

alat untuk menempatkan seseorang dalam kontinum hormat dan tidak hormat.

Dimensi sosial ini misalnya kelompok umur, kelas, status perkawinan. Sedangkan

dimensi horisontal menunjukkan kontinum akrab dan tidak akrab. Misalnya

derajat persahabatan, jenis kelamin atau seks, latar belakang etnik atau agama,

latar belakang pendidikan, jarak tempat tinggal.

Suhardi dkk. (1985: 6) -mengutip pendapat Suseno Kartomihardjo-

mengatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan pemilihan sapaan, yaitu

situasi, etnik, kekerabatan, keintiman, status, umur, jenis kelamin, status

perkawinan, dan asal. Suhardi dkk. (1985: 60) mengatakan bahwa munculnya

kata-kata sapaan itu dalam suatu peristiwa atau tindak komunikasi biasanya

ditentukan oleh berbagai faktor yang erat berkaitan dengan penutur, lawan bicara,

dan situasi penuturan.

Situasi adalah unsur-unsur luar bahasa yang berhubungan dengan ujaran

atau wacana sehingga ujaran atau wacana tersebut bermakna (Kridalaksana, 1982:

115). Etnis merupakan hal-hal yang berkaitan dengan suku bangsa atau ras

(Soekanto, 1983: 172). Kekerabatan adalah hubungan sosial, baik karena

keturunan darah, akibat perkawinan, maupun karena wasiat (Mansur, 1988: 21).

Keintiman adalah keakraban atau kemesraan ( KBBI, 1995: 384). Status sosial

(kedudukan sosial) adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat

Page 22: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

11

sehubungannya dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya,

prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya (Soekanto, 1990: 265).

Jabatan adalah pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi

(KBBI, 1995: 392). Umur adalah lama waktu hidup atau ada, sejak dilahirkan atau

diadakan (KBBI, 1995: 1103). Kelamin merupakan sifat jasmani ataupun rohani

yang memebedakan dua makhluk sebagai betina dan jantan, atau wanita dan pria

(Suyono, 1985: 187). Perkawinan adalah suatu hubungan antara pria dan wanita

yang sudah dewasa yang saling mengadakan ikatan hukum adat, atau agama

dengan maksud bahwa mereka saling memelihara hubungan tersebut agar

berlangsung dalam waktu yang relatif lama (Suyono, 1985: 315). Asal adalah

tempat dibuat atau dilahirkan (KBBI, 1995: 59).

1.6.3. Ranah (Domain)

Ranah merupakan konstelasi antara partisipan (paling tidak dua orang),

lokal, dan topik. ”The large-scale aggregative regularities that obtain between

varieties and societally recognized functions are examined via the construct

termed domain” (Fishman, 1971: 248).

“Domain is clearly a very general concept which draws three important factors in code choice –participant, setting, and topic. It is useful for capturing broad generalistions about any speech community. Using information about the domains of use in a community it is possible to draw a very simple model summarising the norms of language use for the community” (Holmes, 2001: 23).

Greenfield –mengutip pendapat Fishman- menyebutkan “Relevan domains for

decribing language use in many relatively complex multi lingual societies would

probably include family, friendship, religion, education, work sphere, and

government” (1972: 18).

Page 23: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

12

1.6.4. Konteks

Konteks adalah satu situasi yang terbentuk karena terdapat setting,

kegiatan dan relasi. Setting meliputi waktu dan tempat situasi itu terjadi. Kegiatan

merupakan semua tingkah laku yang terjadi dalam interaksi bahasa. Relasi

merupakan hubungan antara peserta bicara dan tutur. Hubungan itu dapat

ditentukan oleh (1) jenis kelamin, (2) umur, (3) kedudukan: status, peran, prestasi,

prestise, (4) hubungan kekeluargaan, (5) hubungan kedinasan: umum, militer,

pendidikan, kepegawaian, majikan dan buruh, dan sebagainya. Konteks terjadi

jika terjadi interaksi antara tiga komponen tersebut (Parera, 2004: 227-229).

1.6.5. Panggilan

Suhardi dkk. –mengutip pendapat Poerwadarminta- menyebutkan bahwa

kata panggilan dipakai lebih luas daripada kata sapaan (1985: 10). Memanggil

(KBBI, 1995: 724) berarti mengajak (meminta) datang (kembali, mendekat, dsb)

dengan menyerukan nama, mengundang atau menyilakan datang, menyebut atau

menamakan. Panggilan (KBBI, 1995: 724) adalah imbauan, ajakan, undangan, hal

(perbuatan, cara) memanggil, sebutan atau nama.

Kridalaksana (1982: 119) menyebutkan bahwa panggilan adalah kalimat

minor bukan klausa berupa nama, gelar atau pangkat orang yang dipanggil, benda

yang dibawa. Kalimat minor bukan klausa berbentuk berupa kata tunggal atau

frase yang tidak mengandung predikat tetapi mempunyai intonasi final

(Kridalaksana, 1982: 73).

1.6.6. Kata Ganti

Page 24: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

13

Kata benda yang menyatakan orang sering kali diganti kedudukannya di

dalam pertuturan dengan sejenis kata yang lazim disebut kata ganti (Chaer, 1998:

91). Pronomina persona adalah pronomina (kata yang dipakai untuk mengacu ke

nomina lain) yang dipakai untuk mengacu ke orang. Pronomina persona dapat

mengacu pada diri sendiri-pronomina persona pertama-, mengacu pada orang

yang diajak bicara-pronomina persona kedua-, atau mengacu mengacu pada orang

yang dibicarakan-persona ketiga (Depdikbud, 1988: 172).

Makna Jamak Persona Tunggal Netral Eklusif Inklusif

Pertama saya, aku, daku, ku-, -ku

kami kita

Kedua engkau, kamu, Anda, dikau, kau, -mu

kalian, kamu (sekalian), Anda sekalian

Ketiga ia, dia, beliau, -nya mereka, -nya

Tabel 1. Kata Ganti

1.6.7. Hubungan Antarmanusia

Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang

perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan

sistem serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada

perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang

telah ada. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial

merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial

merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan

antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun

antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 1990: 66-67).

Page 25: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

14

Organisasi sosial mencakup pranata-pranata yang menentukan kedudukan

lelaki dan perempuan dalam masyarakat, dan dengan demikian menyalurkan

hubungan pribadi mereka. Kategori ini pada umumnya dibagi lagi menjadi dua

jenis, yaitu pranata yang tumbuh dari hubungan kekerabatan dan pranata yang

merupakan hasil dari ikatan antara perorangan berdasarkan keinginan sendiri,

berdasarkan jenis kelamian, umur, atau kepentingan bersama (Herskovits, 1987

:82).

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Jenis Penelitian

. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang

memerikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada (Sudaryanto, 1988: 62).

Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mendeskripsikan fakta yang disusul

dengan analisis.

1.7.2. Pendekatan

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sosiolinguistik.

Sosiolinguistik (Nababan, 1984: 2) ialah studi atau pembahasan dari bahasa

sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Boleh juga

dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek

kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan (variasi) yang terdapat dalam

bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial).

1.7.3. Metode dan Teknik Penelitian

1.7.3.1. Tahap Pengumpulan Data

Page 26: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

15

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini

dilakukan penyimakan terhadap sapaan yang terkandung dalam tuturan yang

terdapat dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta

Toer.

Dalam tahap penyimakan ini digunakan teknik sadap, dilanjutkan dengan

tekni simak bebas libat cakap. Kegiatan menyadap dilakukan dengan tidak

berpartisipasi ketika menyimak. Peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi,

atau imbal wicara. Kemudian dilanjutkan lagi dengan teknik catat, yaitu dengan

melakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi

(Sudaryanto, 1993: 133-135).

Data penelitian merupakan satuan lingual yang berada pada tataran yang

lebih tinggi daripada objek penelitian. Data dimengerti sebagai fenomen lingual

yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud

(Sudaryanto, 1993: 5-6). Dari sumber data yang ada diharapkan data dapat

ditemukan, dianalisis, dan dijelaskan. Sumber data penelitian ini adalah novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Data penelitian

ini berupa tuturan-tuturan yang mengandung sapaan dalam novel Sekali Peristiwa

di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer.

Data yang akan dianalisis dibatasi dengan penentuan sampel secara tidak

acak, berdasarkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini digunakan penentuan

sampel bertujuan, yaitu pembatasan data berdasarkan tujuan penelitiannya. Dalam

Page 27: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

16

hal ini sumber data yang dipilih adalah data yang memang benar-benar

mengandung data yang diperlukan.

1.7.3.2. Tahap Analisis Data

Dalam tahap ini digunakan metode padan referensial dan metode padan

pragmatis. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya dari

luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan.

Alat penentu dalam metode padan referensial ialah kenyataan yang ditunjuk oleh

bahasa atau referent bahasa, sedangkan alat penentu metode padan pragmatis

adalah orang yang menjadi mitra wicara (Sudaryanto, 1993: 13).

Kedua metode ini dilaksanakan dengan teknik pilah unsur penentu (teknik

PUP) sebagai teknik dasar dan teknik hubung banding menyamakan (teknik HBS)

sebagai teknik lanjutan. Teknik PUP dilakukan pemilahan terhadap data dengan

menggunakan daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti

(Sudaryanto, 1993: 21). Teknik HBS dilakukan untuk menentukan identitas objek

sasaran penelitian (Sudaryanto, 1993: 27). Kedua teknik tersebut dipakai untuk

memecahkan permasalahan dalam penelitian ini.

1.7.3.3. Tahap Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data berupa kaidah penggunaan sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Hasil analisis tersebut

disajikan dengan metode penyajian informal dan formal. Metode penyajian

informal yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata, walaupun dengan

terminologi yang teknis sifatnya. Metode penyajian formal adalah perumusan

kaidah dengan tanda dan lambang (Sudaryanto, 1993: 145).

Page 28: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

17

1.8. Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Bab I berupa

pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,

sistematika penyajian, jadwal penelitian, dan rencana anggaran. Bab II berisi

pembahasan dasar pembentukan kata sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di

Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Bab III berisi pembahasan tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kata sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Baten Selatan karya Premoedya Ananta Toer. Bab IV merupakan

Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 29: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

18

BAB II

DASAR PEMBENTUKAN SAPAAN

DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

2.1. Pengantar

Dalam bab ini dianalisis mengenai dasar pembentukan sapaan dalam novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Analisis

terhadap dasar pembentukan sapaan dilakukan untuk membuktikan penggunaan

perbendaharaan kata bidang tertentu sebagai sapaan. Hal ini dilakukan

berdasarkan pendapat Chaer (1998: 107) yang menyatakan bahwa kata sapaan

tidak mempunyai perbendaharaan kata sendiri, tetapi menggunakan kata-kata dari

perbendaharaan kata nama diri dan kata nama perkerabatan. Sedangkan

Subiyakto-Nababan (1992: 153) mengatakan bahwa sapaan terdiri atas nama

kecil, gelar, istilah perkerabatan, nama keluarga (bagi suku bangsa yang

mempunyai sistem itu), nama hubungan perkerabatan dengan nama seorang

kerabatnya (disebut tektonimi), kombinasi dari yang di atas.

Sapaan adalah kata atau gabungan kata yang dipakai untuk menyebut

mitra tutur. Sapaan dioposisikan dengan kalimat, tetapi bukan pendukung makna

inti. Chaer (1998: 109) memberikan catatan bahwa kata Bapak dalam kalimat

”Pak, apakah Bapak tahu ..?” adalah sebagai kata benda, bukan kata sapaan.

Page 30: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

19

Berdasarkan hasil analisis, dasar pembentukan sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, antara lain: nama diri,

istilah kekerabatan, gelar, istilah pertemanan dan, kombinasi.

2.2. Nama Diri

Sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri sering dipakai dalam suatu

percakapan. Sapaan ini dibentuk berdasarkan nama diri orang yang disapa atau

lawan bicara. Nama diri adalah nama yang dipakai untuk menyebut diri seseorang

(KBBI, 1995: 681). Dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya

Pramoedya Ananta Toer, sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri dipakai

untuk menyebut tokoh yang memiliki nama tersebut.

(5). Dengan menunduk kepala, membongkok sedikit, dan lemah lunglai, Ranta keluar dari rumah melewati pintu. Dengan air muka muram, tak senang hati dan segan ia menghadap Musa. Dan dengan suara bernada bersalah ia memulai: Saya, Gan. Mengapa tak dari tadi-tadi muncul? Ranta tak menjawab, hanya menjatuhkan pandangan lebih dalam Tak baik pura tak dengar. Biasanya kau tak begitu, Ranta. Saya, Gan. Nah, Ireng, aku mau bicara dengan lakimu, pergilah. (hlm. 17)

(6). Kini Juragan Musa menatap Djameng den berkata: Cukup Djameng. Pergi kau. (hlm. 51)

Nama diri yang dipakai sebagai sapaan dalam contoh (5) Ranta dan Ireng.

dalam novel ini, sapaan Ranta dan Ireng dipakai untuk menyebut tokoh Ranta

dan tokoh Ireng. Contoh (6) menunjukkan pemakaian sapaan yang dibentuk

berdasarkan nama diri Djameng. Dalam novel ini, sapaan Djameng dipakai untuk

Page 31: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

20

menyebut tokoh Djameng. Nama diri dalam contoh (5) dan (6) dipakai secara utuh

sebagai sapaan. Sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri lebih sering dipakai

secara tidak utuh atau dipenggal. Beberapa contoh sapaan yang dibentuk

berdasarkan nama diri yang tidak utuh atau dipenggal, sebagai berikut:

(7). Ranta maju sedikit dan berdiri di samping Musa agak di belakangnya. Dengan suara mencoba-coba ramah ia menyilakan: Duduk, Gan. Tetapi Musa pura-pura tak dengar. Ia menerawang langit. Berkata: Mau hujan. Lihat, tu. Ah-ah, waktu baik, musim baik. Bukan, Ta? (hlm. 17)

(8). Ranta tak mempedulikan kata-kata Yang Kedua. Cepat ia berpaling pada istrinya dan berkata: Reng, ambil semua pakaian. Kalau sudah kunci pintunya. (hlm. 37)

(9). ... Juragan Musa menarik keris pusaka dari ... Tiba-tiba ia bangkit berdiri. Tangan kanannya terangkat ke atas dan mulutnya bersuara: Allaikumsalam! Masuk, Meng! (hlm. 49)

(10). Mendengar suara itu Rodjali berdiri diam-diam mendengarkan. Setelah ucapan Ireng selesai, Rodjali bertanya: Sudah sadar, Bu? Ireng menjawab dari dalam rumah: Kasihan. Belum, Djali. Sudah tengah malam, belum, Djali? Hampir subuh, Bu. Kukira masih sore. Djali mesti pergi cari Pak Lurah, Bu? Tidak! Urus mayat-mayat itu, Li. (hlm.99)

(11). ... Segera juragan Musa menatap istrinya dan bertanya: Kau mau mengikuti aku dalam senang sengsara, bukan, Nah? Kau sendiri dengar bagaimana janji nikahku. Cuma soalnya, bagaimana yang sana? Biar aku ceraikan. Nyonya menatap suaminya dengan kasih sayangnya. Aku dalam kesulitan, Nah. Nyonya tersenyum tak percaya. Tetapi Juragan Musa meneruskan dengan keterangannya: Benar, Nah. Maafkan segala kata-kata yang terlanjur tadi. (hlm. 48)

Page 32: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

21

Sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri yang dipakai secara tidak

utuh atau dipenggal dalam contoh (7) yaitu Ta, merupakan penggalan dari sapaan

yang dibentuk berdasarkan nama diri Ranta. Reng dalam contoh (8) merupakan

penggalan sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri Ireng. Sapaan dalam

contoh (9), yaitu Meng, merupakan bentuk penggal dari sapaan yang dibentuk

berdasarkan nama diri Djameng. Sapaan Djali dan Li dalam contoh (10)

merupakan penggalan dari sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri Rodjali.

Dalam novel ini, sapaan Djali dan Li dipakai untuk menyebut tokoh Rodjali.

Untuk sapaan Nah dalam contoh (11), meskipun dalam keterangan teks

tidak disebutkan bentuk utuhnya, dianggap merupakan bentuk penggalan nama

diri. Dalam novel ini, sapaan Nah dipakai untuk menyebut tokoh Nah. Sapaan ini

biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari untuk menyapa seseorang yang

memiliki nama dengan suku akhir –nah, misalnya Fatonah, Marsinah, dan

sebagainya.

Berdasarkan analisis di atas, pemenggalan nama diri yang dipakai sebagai

sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta

Toer memiliki ciri tertentu. Pemenggalan nama diri ini sesuai dengan suku kata

pembentuknya, biasanya suku kata terakhir yang dipakai sebagai sapaan.

Misalnya, suku kata ran- dan –ta merupakan pembentuk nama diri Ranta.

Suku kata ran- merupakan suku kata pertama atau awal, suku kata –ta adalah suku

kata akhir. Jadi, pemakaian sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten

Selatan karya Pramoedya Ananta Toer yang dibentuk dari pemenggalan nama diri

Ranta adalah Ta.

Page 33: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

22

Untuk nama diri yang dibentuk lebih dari dua suku kata yang dipakai

sebagai sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya

Ananta Toer, bentuk penggalnya memakai suku kata terakhir atau gabungan dua

suku kata terakhir. Nama diri yang terdiri lebih dari dua suku kata yang dipakai

sebagai sapaan lebih bervariasi bentuk penggalnya. Misalnya, nama diri Rodjali

terdiri dari suku kata ro-, -dja-, -li. Suku kata akhir dari nama diri Rodjali adalah –

li dan dua suku kata terakhirnya adalah –dja- dan –li, digabung menjadi -djali.

Bentuk penggal sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri Rodjali dalam novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu Djali dan

Li, seperti dalam contoh (10).

No Nama diri (nama tokoh) Sapaan 1. Ranta Ranta, Ta 2. Ireng Ireng, Reng 3. Djameng Djameng, Meng 4. Rodjali Djali, Li 5. Nah Nah

Tabel 2. Sapaan yang Dibentuk Berdasarkan Nama Diri

2.3. Istilah Kekerabatan

Istilah kekerabatan merupakan dasar pembentukan sapaan yang juga sering

dipakai dalam suatu percakapan. Mansur -mengutip pendapat Eggan-

menyebutkan bahwa kekerabatan adalah hubungan sosial, baik karena keturunan

darah, akibat perkawinan, maupun karena wasiat (1988: 21). Dalam analisis ini,

istilah kekerabatan yang dimaksud adalah kata-kata yang menunjukkan hubungan

keluarga.

(12). Yang Pertama kini duduk di antara banyak orang. Sedang orang banyak memperhatikan tubuhnya dari atas ke bawah dan

Page 34: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

23

sebaliknya, dan akhirnya pandangan mereka berhenti pada mulutnya. Kemudian Yang Pertama memulai: Begini, Pak. Mula-mula abdi nyatakan penyesalan abdi telah langgar larangan itu. Karena pelanggaran itu abdi dikeroyok dan dirampas gerombolan, Pak. Semua modal habis. Yang tinggal cuma celana dalam. Abdi dipukuli setengah mati. Komandan itu menegakkan badannya dan bertanya: ... Baru berapa bulan kita mau kerjasama? Lihat sendiri, sudah begitu banyak kita dapat perbuat. Yang Pertama menunduk, kemudian menjawab: Ya, Pak. Abdi sendiri memang salah, Pak. Jangan minta maaf padaku, berjanji pada saudara-saudaramu itu! Yang Pertama diam saja, dan makin menunduk. Apa kau malu kerjasama dengan saudara-saudaramu sendiri? Tidak, Pak. Mengapa tak juga bicara pada mereka? Yang Pertama menegakkan badannya, memandang ke sekelilingnya, mula-mula pada Ranta, kemudian pada Komandan, Prajurit, kemudian pada kerumunan pekerja sukarela, dan akhirnya memperdengarkan suaranya: Sudara-sudara, aku berjanji akan kerjasama dengan kalian, dalam segala usaha yang bermanfaat. (hlm. 115-116) (13). Isteri Ranta tak senggup menjawab. Rodjali mengetok-ngetok dari luar. Dengan suara gemetar perempuan itu bertanya: Si-a-pa? Rodjali, Bu, Cuma Rodjali! Ireng, isteri Ranta, mendengar jawaban Rodjali serta-merta mengusap-usap dada dan menyebut: Astaga! Cuma Rodjali? Buat kaget orang saja, kau, Li. Terdengar tertawa pendek di luar yang menyatakan sukacita, kemudian menyusul suaranya: Benar-benar kaget, Bu? (hlm. 95)

(14). Ireng menghampiri dan membangunkan: Pak! Aku kira pergi. ... Nampak Yang Pertama terlompat dari bale, mengocok matanya, menatap Ireng kemudian membeliakkan matanya yang belum awas dan dengan kagetnya berseru: Maaf, Mpok. Kami menginap di sini semalam. Kami sudah... (hlm. 23) (15). Tanpa mereka duga-duga, datang Yang Pertama, Yang Kedua, membawa seorang teman Yang Ketiga. Yang Ketiga adalah

Page 35: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

24

seorang setengah baya bertubuh kecil, pendek, tetapi gesit tingkahlakunya.

Kang, tegur Yang Petama, ini kawanku. Sudah……. (hlm. 36) Beberapa contoh tuturan di atas mengandung sapaan yang dibentuk

berdasarkan istilah kekerabatan. Dalam novel ini, sapaan yang dibentuk

berdasarkan istilah kekerabatan adalah Pak, Sudara-sudara, Bu, Mpok, Kang.

Sapaan-sapaan ini dipakai untuk menyebut tokoh-tokoh dalam novel tersebut.

Misalnya, sapaan Pak dalam contoh (12) dipakai untuk menyebut tokoh

Komandan.

Contoh (12) menunjukkan penggunaan sapaan yang dibentuk berdasarkan

istilah kekerabatan berupa Pak dan Sudara-sudara. Pada contoh (13), sapaan

dibentuk berdasarkan istilah kekerabatan adalah Bu. Sapaan yang dibentuk

berdasarkan istilah kekerabatan dalam contoh (14), yaitu Mpok. Sapaan Kang

dalam contoh (15) juga dibentuk berdasarkan istilah kekerabatan.

Sapaan Pak dalam contoh (12) merupakan penggalan istilah kekerabatan

bapak yang bersuku kata ba- dan -pak. Bapak adalah sebutan untuk orang tua

kandung laki-laki. Sapaan Bu dalam contoh (13) merupakan penggalan istilah

kekerabatan ibu yang ber suku kata i- dan -bu. Ibu adalah sebutan untuk orang tua

kandung perempuan.

Sapaan Kang dalam contoh (15) merupakan pengalan istilah kekerabatan

akang (bahasa Sunda) atau kakang (bahasa Jawa) yang berarti saudara tua (kakak)

laki-laki. Akang bersuku kata a- dan –kang, sedangkan kakang bersuku kata ka-

dan –kang. Sapaan Mpok dalam contoh (14) merupakan variasi pemakaian istilah

Page 36: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

25

kekerabatan Empok. Empok adalah istilah untuk saudara tua (kakak) perempuan

dalam bahasa Betawi.

Sapaan Sudara-sudara dalam contoh (12) merupakan bentuk ulang dari

istilah kekerabatan sudara (variasi pemakaian istilah kekerabatan saudara sebagai

sapaan karena keterbatasan kemampuan pengucapan pembicaranya). Kata

saudara dipakai untuk menunjukkan adanya hubungan kekerabatan. Namun,

sapaan ini dapat dipakai untuk menyebut mitra tutur yang tidak yang tidak

berkerabat dengan penutur. Sapaan yang menggunakan bentuk perulangan

menunjukkan bahwa lawan yang disapa jamak.

No. Istilah kekerabtan Sapaan 1. Bapak Pak 2. Ibu Bu 3. Empok Mpok 4. Akang Kang 5. Saudara Saudara-saudara, sudara- suadara

Tabel 3. Sapaan yang Dibentuk Berdasarkan Istilah Kekerabatan

2.4. Gelar

Pengunaan sapaan yang dibentuk berdasarkan gelar dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer cukup banyak. Gelar

merupakan sebutan kehormatan atau keilmuan yang biasanya ditambahkan pada

nama orang; nama tambahan sesudah nikah atau setelah tua (sebagai kehormatan);

sebutan (julukan) yang berhubungan dengan keadaan atau tabiat orang ( KBBI,

1995: 301). Beberapa contoh sapaan yang dibentuk berdasarkan gelar dalam novel

ini, sebagai berikut:

(16). Juragan Musa tak menggubris Nyonya. Dengan mendelik ia bertanya pada Djali:

Page 37: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

26

Dari rumah Ranta? Saya, Juragan. Tidak lihat tasku ketinggalan di sana? Tidak, Juragan. Tongkatku? Tidak, Juragan. Pergi lagi ke rumah Ranta! Saya, Juragan. Minta tas dan tongkatku dari dia. Saya, Juragan. Kalau dia tak mau kasih, bunuh dia! Tapi orangnya tak ada, Juragan. Tidak ada? Rumahnya terkunci, Juragan. Ke mana? Kau tahu? Tidak, Juragan. Ya, Allah, ya Allah(hlm. 47)

(17). Ranta berhenti di tengah-tengah ruangan, dan tanpa menengok pada Nyonya, ia menyambut: Baiklah, Nyonya. Rumah ini tidak akan rusak atau kehilangan perabotnya. Kalau Nyonya datang kembali, semua masih dalam keadaan utuh. Tapi ngomong-ngomong, Nyonya, bagaimana perasaan Nyonya sekarang? Terdengar nyata Nyonya menghela nafas panjang, kemudian baru menjawab: Aku kira sama sajalah dengan perasaan perempuan lain kalau ditinggalkan suaminya. Dan tentang aku sendiri—ditinggalkan dalam keadaan bagaimana! (hlm. 80)

Sapaan yang dibentuk berdasarkan gelar dalam novel Sekali Peristiwa di

Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu Juragan dalam contoh (16)

dan Nyonya dalam contoh (17). Dalam novel ini, sapaan Juragan dipakai untuk

menyebut tokoh Musa, sedangkan sapaan Nyonya dipakai untuk menyebut tokoh

Nah. Kedua gelar yang dipakai sebagai sapaan ini dipakai secara utuh. Juragan

merupakan kata untuk menyebut orang yang memiliki usaha tertentu atau

kekayaan, baik berupa tanah, hewan, dan lainnya. Nyonya adalah kata untuk

menyebut wanita dewasa yang berstatus sosial tinggi.

Page 38: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

27

Penggalan sapaan Juragan dan Nyonya dipakai juga dalam novel ini.

Beberapa contoh pemakaian bentuk penggal sapaan Juragan dan Nyonya dalam

novel ini, yaitu:

(18). Ranta berdiam diri, menggaruk-garuk tengkuk dan leher, kemudian, setelah merasa pandangan Musa ditimpakannya pada keningnya, tangannya yang menggaruk-garuk jatuh lunglai. Musa memulai: Tahun yang lalu kau juga yang kusuruh ambil bibit karet. Sekarang kau juga yang kusuruh. Apa susahnya? Juragan tahu sendiri, Gan, dulu hampir-hampir tertangkap. Goblok! Apa perlunya otak dalam kepalamu itu! Saya, Gan. Jadi berangkat nanti malam. Aku tunggu jam tiga pagi di rumah. Saya, Gan. (hlm. 18)

(19). Tanpa menjawab ia menghadap Nyonya lewat pintu dalam. Melihat Rodjali sudah ada di hadapannya, Nyonya bertanya dengan suara cepat: Juragan tidak pesan apa-apa tadi? Setelah menyekakan kedua belah telapak tangan pada sampingmenyamping celana piama, Rodjali menjawab: Ada, Nya. Katanya pergi ke rumah Ranta. (hlm. 41)

Dalam contoh (18), sapaan Juragan (dari suku kata ju-, -ra-, -gan) dipakai

hanya suku kata akhirnya saja, yaitu Gan, sebagai sapaan. Sapaan Nya Dalam

contoh (19) merupakan bentuk penggal dari sapaan Nyonya yang bersuku kata

nyo- dan -nya.

Aturan pemenggalan sapaan dalam novel ini berdasarkan suku kata. Suku

kata yang dipakai sebagai sapaan yang berupa penggalan ini adalah suku kata

akhir dan kombinasi dua suku kata terakhir.

No. Gelar Sapaan 1. Juragan Juragan, Gan 2. Nyonya Nyonya, Nya

Tabel 4. Sapaan yang Dibentuk Berdasarkan Gelar

Page 39: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

28

2.5. Istilah pertemanan

Sapaan yang dibentuk berdasarkan istilah pertemanan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer sangat terbatas.

Pertemanan (friendship, persahabatan) adalah hubungan yang erat atau akrab

antara pihak-pihak tertentu (Soekanto, 1983: 196). Sapaan lain ini hanya ada satu

saja dan tidak banyak dipakai dalam novel ini.

(20). Dari kursinya Lurah Ranta berseru: Ayoh, masuk, kawan-kawan! Beberapa orang masuk ke dalam dengan berkalung sarung tenun, berpeci, tanpa alas kaki. Semua bercelana hitam kolor di bawah lutut tetapi sebagian dari mereka berbaju kaos buntung dan sebagian lagi berbaju teluk belanga. Seorang bertelanjang dada. Mereka semua berdiri di hadapan Pak Lurah, menunggu perintah. (hlm. 84)

Dalam contoh (20), sapaan yang di bentuk berdasarkan istilah sapaan lain

yang terdapat dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya

Ananta Toer, yakni kawan-kawan. Berdasarkan tuturan di atas, sapaan kawan-

kawan dipakai untuk menyebut tokoh warga desa yang digambarkan sebagai

orang-orang yang berkalung sarung tenun, berpeci, tanpa alas kaki. Sapaan

kawan-kawan biasa dipakai untuk menyebut orang yang memiliki hubungan

dekat atau akrab tetapi tidak berkerabat.

2.6. Kombinasi

Dasar pembentukan sapaan lainnya yang terdapat dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer berupa kombinasi atau

gabungan istilah-istilah yang menjadi dasar pembentukan sapaan di atas.

Kombinasi ini, antara lain istilah kekerabatan dan nama diri, istilah kekerabatan

Page 40: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

29

dan jabatan, gelar dan nama diri. Sapaan yang dibentuk berdasarkan kombinasi ini

sangat terbatas pemakaiannya dalam novel ini. Analisis sapaan yang dibentuk

berdasarkan kombinasi sebagai berikut:

2.6.1. Kombinasi Istilah kekerabatan dan Nama diri

Sapaan yang dibentuk berdasarkan kombinasi istilah kekerabatan dan

nama diri dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya

Ananta Toer sangat terbatas. Sapaan yang dibentuk berdasarkan kombinasi istilah

kekerabatan dan nama diri dalam novel ini, yaitu:

(21). Tak berjawab, Pak Komandan menebarkan pandangan ke keliling, dan akhirnya matanya berhenti pada Pak Lurah. Bertanya: Pak Lurah bisa baca tulis? Tidak, Pak. Mau belajar? Tentu saja, Pak. Nah. Buat apa bisa baca-tulis, Bu Ireng? Ah, Pak, lebih baik daripada tidak, kan? (hlm. 122)

Contoh (21) menunjukkan pemakaian sapaan yang dibentuk berdasarkan

kombinasi istilah kekerabatan dan nama diri, yaitu Bu Ireng. Dalam novel ini,

sapaan Bu Ireng dipakai untuk menyebut tokoh Ireng. Sapaan tersebut dibentuk

berdasarkan kombinasi istilah kekerabatan Bu yang merupakan bentuk penggal

dari ibu dan nama diri Ireng yang dipakai secara utuh.

2.6.2. Kombinasi Istilah kekerabatan dan Jabatan.

Sapaan yang dibentuk berdasarkan kombinasi istilah kekerabatan dan

Jabatan sering dipakai dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya

Pramoedya Ananta Toer. Dalam analisis ini yang dimaksud dengan jabatan adalah

pekerjaan dalam pemerintahan atau organisasi (KBBI, 1990: 342). Dalam novel

ini, sapaan yang dibentuk berdasarkan kombinasi istilah kekerabatan dan jabatan

Page 41: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

30

dipakai untuk menyebut tokoh-tokoh yang memiliki jabatan atau kedudukan

tertentu.

(22). Juragan Musa menunduk kepalanya dan berkata tak bertenaga: Apa yang mesti kuakui, Pak Komandan? Bukan aku yang msti mengaku, tapi mereka yang memanggil aku begitu. Tetapi Pak Komandan mendesak terus tanpa menggubris irama suara Juragan Musa yang meminta dibelaskasihani: Sudah tiga bukti menyatakan, kau Residen DI. Pertama-tama isterimu sendiri menyebut kau pembesar DI. Kedua Pak Lurah sini, yang sekarang baru ketahuan orang DI juga, dan ketiga surat-surat dalam tas Juragan sendiri. (hlm. 65)

(23). Pak Kasan, yang tidak tahu duduk perkara yang sebenarnya, akhirnya menghampiri Juragan Musa sambil bertanya canggung: Pak Residen, barangkali membutuhkan bantuanku? Dengan suara mendesis murka Juragan Musa menjawab gagap: Pecahkan kepala perempuan murtad ini! Mendengar itu Pak Kasan terpaku termangu-mangu. Dengan mata membelalak ia tatap... Tiba-tiba Pak Kasan dapat menguasai dirinya kembali dan berkata dalam sikap resmi: Pak Residen, tugas akan kami dahulukan. Laporan: Ranta tidak ada di rumah. Tas dan tongkat Pak Residen tak ada di sana. Rumah yang berkepentingan itu telah kami....... (hlm. 68)

(24). Semua yang hadir diam-diam dengan gayanya masing-masing karena tenggelam dalam pikiran. Tetapi tidak lama karena ketenangan segera diganggu oleh datangnya Yang Pertama. Pada muka, kaki, dan tangannya manpak bekas luka-luka karena senjata tajam. Segera ia ditegur oleh Pak Lurah waktu ia berdiri termangu-mangu: Nah, apa kabar? Sudah lama tidak kelihatan Yang Pertama tersenyum malu, kemudian menerangkan; Pulang dari rumahsakit, Pak lurah. Rumahsakit mana? Pelabuhan Ratu? Benar, Pak Lurah. Tidak jadi ke Jakarta? Mau apa lagi, Pak Lurah? Ayoh, duduk sini beramai-ramai. Ceritakan Pengalamanmu. (hlm. 114-115)

(25). Nyonya menatap Ireng sejenak, kemudian menjawab:

Page 42: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

31

Menurut pendapatku, begini. Sebaiknya tanah liar itu kita garap beramai-ramai. Kami, kaum wanita, lebih banyak memikir tentang anak dan keturunan. Ya, kita semua bukan bekerja untuk diri sendiri semata. Kita bekerja terutama sekali buat anak dan keturunan. Bukan begitu, Bu Lurah? Tiba-tiba kerumunan itu meledakkan kegembiraan mendengar jawaban Nyonya. Di antaranya terdengar pekikan nyaring di antara kerumunan itu: Bagaimana pendapatmu. Bu Lurah? Ireng tersenyum bahagia kemudiandengan malu-malu berkata: Sampai sebegitu jauh, Tuhan telah... (hlm. 125)

Dalam novel ini, sapaan yang dibentuk berdasarkan kombinasi istilah

kekerabatan dan jabatan adalah Pak Komandan, Pak Residen, Pak Lurah, dan

Bu Lurah. Sapaan Pak Komandan dipakai untuk menyebut tokoh Komandan,

sapaan Pak Residen dipakai untuk menyebut tokoh Musa, sapaan Pak Lurah

dipakai untuk menyebut tokoh Ranta. Sapaan kombinasi ini dibentuk dari

penggabungan antara penggalan istilah kekerabatan, yaitu: Pak dan Bu, dengan

jabatan yang dipakai secara utuh, yaitu: Komandan, Residen, dan Lurah.

Komandan merupakan sebutan pemimpin pasukan dalam bidang militer.

Residen merupakan kepala suatu wilayah yang terdiri dari gabungan beberapa

kabupaten, tetapi bukan setingkat provinsi yang dikepalai oleh gubernur. Jabatan

ini telah dihapus dari sistem pemerintahan. Lurah merupakan jabatan tertinggi di

tingkat desa.

2.6.3. Kombinasi Gelar dan Nama Diri.

Sapaan yang dibentuk berdasarkan kombinasi gelar dan nama diri dalam

novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer tidak

banyak dipakai. Nama diri lebih luas pemakaiannya daripada gelar. Gelar dapat

Page 43: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

32

menjadi bagian dari nama diri. Salah satu contoh sapaan yang dibentuk

berdasarkan kombinasi gelar dan nama diri, sebagai berikut:

(26). Tiba-tiba dari luar terdengar bunyi burung—alamat yang disuarakan oleh orang-orang OKD, menandakan ada seseorang datang. Semua prajurit yang ada di kamar tamu melihat keluar, kemudian Komandan memberi perintah: Ada orang datang. Sembunyi semua! Kau, Juragan Musa, kalau lari aku tembak dari belakang pintu. Kau mesti sambut tamumu seperti biasa. Mengerti? Turunkan tanganmu! Juragan Musa mengangguk. Semua prajurit sembunyi di balik-balik pintu, sedangkan Komandan sendiri, setelah mengambil keris pusaka dari meja berkata pada Nyonya: Nyonya, kami tidak main-main. Terima tamu Nyonya seperti biasa. Kalau Nyonya menyulitkan kami. Kami bisa bertindak dari belakang pintu itu. (hlm. 62)

Dalam contoh (26), sapaan yang dibentuk dari kombinasi gelar dan nama

diri, yaitu Juragan Musa. Dalam novel ini, sapaan Juragan Musa dipakai untuk

menyebut tokoh Musa. Sapaan ini dibentuk dari kombinasi gelar Juragan dan

nama diri Musa. Kombinasi gelar dan nama diri dipakai secara utuh sebagai

sapaan. Juragan merupakan kata untuk menyebut orang yang memiliki usaha

tertentu atau kekayaan, baik berupa tanah, hewan, dan lainnya.

No. Kombinasi Sapaan 1. Istilah kekerabatan dan nama diri Bu Ireng 2. Istilah kekerabatan dan jabatan Pak Komandan, Pak Lurah, Pak

Residen, Bu Lurah 3. Kombinasi gelar dan nama diri Juragan Musa

Tabel 5. Sapaan yang Dibentuk Berdasarkan Kombinasi

Page 44: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

33

BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PEMAKAIAN SAPAAN

DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN SELATAN

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

3.1 Pengantar

Dalam bab ini dianalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

pemakaian sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya

Pramoedya Ananta Toer. Analisis ini dilakukan untuk membuktikan adanya

faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi pemakaian bentuk-bentuk linguistik,

dalam hal ini sapaan, dalam suatu peristiwa komunikasi.

Sapaan yang terdapat dalam novel Sekali Peristiwa di Baten Selatan karya

Pramoedya Ananta Toer sangat bervariasi. Variasi pemakaian sapaan yang

terkandung dalam tuturan yang ada di novel ini dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang berkaitan erat dengan penutur, mitra tutur, dan situasi.

Variasi pemakaian bahasa dapat disebabkan oleh hubungan sosial antara

penutur dengan mitra tutur serta ranah tuturan. Hubungan sosial tersebut

ditunjukkan melalui tingkat keakraban dan penghormatan pentutur terhadap mitra

tutur serta jenis kelamin mitra tutur. ranah merupakan kaitan antara partisipan,

setting, dan topik pembicaraan.

Page 45: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

34

Menurut Suhardi dkk. (1985: 6) -mengutip pendapat Suseno

Kartomihardjo- faktor-faktor yang menentukan pemilihan sapaan, yaitu situasi,

etnik, kekerabatan, keintiman, status, umur, jenis kelamin, status perkawinan, dan

asal. Namun, berdasarkan hasil analisis, ada faktor yang tidak mempengaruhi

pemakaian sapaan dalam novel ini. Meskipun demikian, ada faktor lain yang tidak

disebut di atas yang mempengaruhi pemilihan sapaan, yaitu jabatan. Jadi, faktor-

faktor yang mempengaruhi pamakaian sapaan dalam novel Sekali Peristiwa di

Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu, status sosial, keakraban,

status perkawinan, jabatan, hubungan kekerabatan, jenis kelamin, etnis, dan

situasi. Setiap sapaan dalam novel ini dipengaruhi beberapa faktor sekaligus

karena faktor-faktor tersebut bukan faktor tunggal.

3.2. Status Sosial

Faktor status sosial mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Status sosial

(kedudukan sosial) adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat

sehubungannya dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya,

prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya (Soekanto, 1990: 265).

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor status sosial menunjukkan adanya

perbedaan atau kesejajaran status sosial penutur dan mitra tutur. Perbedaan atau

kesejajaran status sosial berdasarkan kekayaan, hubungan kedinasan, atau

kedudukan penutur dan mitra tutur.

Page 46: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

35

Dasar pembentukan sapaan yang dipengaruhi faktor status sosial yang

terdapat dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta

Toer cukup bervariasi, antara lain: nama diri, gelar, istilah kekerabatan, serta

kombinasi gelar dan nama diri. Beberapa contoh pemakaian sapaan yang

dipengaruhi faktor status sosial dalam novel ini, sebagai berikut:

(27) Ireng muncul di ambang pintu. Bersuara ramah dan agak keras, tetapi nyata suaranya terdengar sumbang: Siapa sih panggil-panggil itu? O, Juragan Musa. Duduk, Gan. Tanpa menoleh ke belakang Musa menyambut: Mulai kapan sih, pura-pura tak kenal aku? Ireng merapihkan bale bambu sambil menjawab: Bukannya pura-pura tak kenal, Gan. Memang tidak tahu, sih. Musa memutar-mutar tongkatnya, dan tanpa menengok pada Ireng meneruskan kata-katanya sambil tersenyum: Mana Ranta! Belum datang, Gan. Dengan suara setengah berbisik Musa mendesak: Jangan bohong. Sudah kulihat tadi dia pulang. Ta! Ranta. Benar, Gan, belum pulang. (hlm. 16)

Sapaan Gan dalam contoh (27) menunjukkan adanya pengaruh faktor

status sosial dalam pemakaiannya. Pemakaian sapaan Gan dalam contoh di atas

menunjukkan adanya perbedaan status sosial antara penutur dan mitra tutur.

Dalam hal ini, status sosial tokoh Ireng sebagai penutur lebih rendah daripada

tokoh Musa sebagai mitra tutur.

Perbedaan status sosial antara tokoh Ireng dan tokoh Musa ini berdasarkan

kekayaan. Hal ini ditunjukan melalui keadaan rumah kedua tokoh tersebut.

Rumah tokoh Ireng berupa gubuk yang terbuat dari bambu yang beratap rumbia

(Toer, 2004: 11). Sedangkan rumah tokoh Musa digambarkan memiliki ruang

tamu lebar yang terang benderang dengan sepasang sice tua setengah antik yang

Page 47: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

36

terpelihara baik terpasang di dekat dinding, sebuah almari pajangan berisikan

berbagai barang pecah belah yang tersusun dengan rapi, lampu gantung yang

indah model lama tergantung di tengah-tengah ruang tamu (Toer, 2004: 40).

(28) Sekarang komandan menganggapi tubuh bagian belakang sambil bertanya dengan mulut dihampirkan pada kuping tangkapannya: Apa gunanya keris pusaka di bawa ke mana-mana, Juragan? Biar hati aman, Pak. Komandan tertawa senang dan segera menyambut: O, mengerti aku sekarang. Jadi selamanya hati Juragan tidak aman, eh? Mengapa selamanya tidak aman, Juragan? (hlm. 59)

Sapaan Juragan dan Pak dalam contoh (28) menunjukkan adanya

kesejajaran status sosial berdasarkan kedudukan penutur dan mitra tutur.

Berdasarkan contoh di atas, sapaan Gan dipakai untuk menyebut tokoh Musa,

sedangkan sapaan Pak dipakai untuk menyebut tokoh Komandan. Tokoh Musa

berkedudukan sebagai tuan tanah. Hal ini ditunjukkan dalam tuturan tokoh Ranta

yang menyebutkan bahwa tokoh Musa adalah seorang tuan tanah. Tanah milik

tokoh Musa tersebut merupakan hasil rampasan dari para pekerja yang ikut

roomusya (Toer, 2004: 81). Tokoh Komandan berkedudukan sebagai pemimpin

pasukan yang bertugas menjaga keamanan di daerah tersebut (Toer, 2004: 65, 73).

Keduanya memiliki status sosial yang sama tinggi.

(29) Komandan menghampiri dan bertanya: Kami berterimakasih padamu, Ranta. Atas nama Tentara dan Pemerintahan, kami pun mengucapkan terimakasih pada jasamu……… Ranta hanya menggeleng-gelengkan kepala. Melihat itu segera Komandan mendesak dengan pertanyaan yang bersungguh-sungguh: Mengapa, Ranta? Nampaknya kau tak bersenanghati.

Page 48: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

37

Ranta menengadahkan mukanya memandangi gambar-gambar di dinding dan setelah mengeluh berat ia berkata lambat-lambat setengah memperingatkan: Memang dengan tertangkapnya orang-orang ini daerah kita menjadi aman, Pak. Tapi sampai berapa lama? Sambil menunjuk tangkapan-tangkapan ia meneruskan: Orang-orang ini takkan jera-jeranya mengacaukan keamanan kita. Mereka tidak sendirian, mereka akan membalas dendam. Terutama abdi yang akan dimusuhi mereka, Pak. (hlm. 71,72)

Sapaan Ranta dan Pak dalam contoh (29) menunjukkan adanya pengaruh

perbedaan status sosial berdasarkan kedudukan penutur dan mitra tutur.

Berdasarkan contoh di atas, sapaan Ranta dipakai oleh tokoh Komandan untuk

meyebut tokoh Ranta yang berkedudukan lebih rendah kerena hanya seorang

warga biasa, sedangkan tokoh Ranta memakai sapaan Pak untuk menyebut tokoh

Komandan yang berkedudukan lebih tinggi.

(30) Pasar diobrakabrik DI. Sudah tahu, Ta? Jadi binimu juga gagal. Nah, waktu baik, musim baik. Malam ini, Ta, ingat-ingat, nanti jam sebelas malam. Pekerjaan apa, Gan? Ambil bibit karet, ya? Susah membawanya, Gan? Susah mana sama lapar, Ta? (hlm. 18)

Sapaan Gan dan Ta dalam contoh (30) menunjukkan adanya perbedaan

status sosial berdasarkan hubungan kedinasan. Hubungan kedinasan yang

dimaksud adalah hubungan antara penutur dan mitra tutur yang terjadi karena

pekerjaan. Berdasarkan contoh di atas, terdapat hubungan kedinasan antara atasan

dan bawahan. Tokoh Musa menyebut tokoh Ranta dengan menggunakan sapaan

yang dibentuk berdasarkan nama diri, yaitu Ta. Sebaliknya, tokoh Ranta

menyebut tokoh Musa dengan menggunakan kata sapaan yang dibentuk

berdasarkan gelar, yaitu: Gan yang merupakan penggalan dari sapaan Juragan.

Page 49: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

38

Hubungan kedinasan kedua tokoh tersebut ditunjukkan melalui tuturan

yang menyebutkan bahwa tokoh Musa memerintah tokoh Ranta untuk mengambil

bibit karet. Dalam hubungan kedinasan ini, tokoh Musa sebagai atasan dan tokoh

Ranta sebagai bawahan.

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor status sosial dalam beberapa

contoh tuturan di atas dipengaruhi juga oleh faktor lain. Misalnya, pemakaian

sapaan Pak dalam contoh (29) dipengaruhi juga faktor jenis kelamin. Sapaan Pak

dipakai tokoh Ranta untuk menyebut tokoh Komandan yang berjenis kelamin

laki-laki.

3.3. Keakraban

Faktor keakraban mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya ananta Toer. Faktor ini dibagi

menjadi dua, yaitu akrab dan tidak akrab. Akrab menunjukkan penutur dan mitra

tutur telah saling mengenal dengan baik. Tidak akrab menunjukkan bahwa

penutur dan mitra tutur belum saling mengenal dengan baik atau tidak saling

mengenal.

Sapaan yang dipengaruhi faktor keakraban dalam novel Sekali Peristiwa di

Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer dibentuk berdasarkan istilah

kekerabatan dan sapaan lain. Contoh sapaan yang dipengaruhi faktor keakraban

dalam novel ini, sebagai berikut:

(31) Dari kursinya Lurah Ranta berseru: Ayoh, masuk, kawan-kawan! Bebrapa orang masuk ke dalam dengan berkalung sarung tenunan, berpeci, tanpa alaskaki. Semua bercelana hitam kolor

Page 50: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

39

di bawah lutut tetapi sebagian dari merka berbaju kaos buntung dan sebagian berbaju teluk belanga. Seorang telanjang dada. Mereka semua berdiri di hadapan Pak Lurah, menunggu perintah. Pak Lurah tersenyum puas. Berkata: Jadi sudah datang semua. Bagus. Nah, saudara-saudara, kalian semua ketua Rukuntetangga di sini didirikan buat bantu pemerintah desa, dan pemerintah desa dipulihkan buat bantu saudara semua. Kita Cuma tahu bantu-membantu, gotongroyong, gugurgunung, kerjabakti, bersaudara, satu dengan yang lain, satu dengan semua, semua yang satu. Semua itu saudara-saudara sudah hafal. Nah, sekarang ada soal penting. Dengarkan baik-baik: Gerombolan akan datang menyerang lagi. Tentara yang ditempatkan di desa terpencil ini cuma sedikit. Kita semua harus ikut melawan. (hlm. 84,85)

Sapaan kawan-kawan dan saudara-saudara dalam contoh (31)

menunjukkan adanya pengaruh faktor keakraban. Berdasarkan tuturan di atas,

sapaan kawan-kawan dan saudara-saudara dipakai oleh tokoh Ranta yang

berkedudukan sebagai lurah untuk menyebut mitra bicara yang berkedudukan

sebagai ketua Rukun Tetangga. Keakraban antara tokoh Ranta dengan tokoh para

ketua Rukun Tetangga ditunjukkan melalui teks dalam contoh (31) yang

menyebutkan bahwa mereka telah terbiasa bantu-membantu, bergotong royong,

bahkan telah beranggapan telah saling bersaudara. Hal ini menunjukkan bahwa

mereka telah lama saling mengenal.

(32) Yang Pertama menghampiri pintu dan menyapa: Pak, Pak! Bukan DI ini, orang baik-baik. Boleh nginap sini, Pak? Tak berjawab Mereka letakkan bawaannya masing-masing di dekat pintu kemudian tidur di atas bale. (hlm. 21,22)

Sapaan Pak dalam contoh (32) menunjukkan adanya pengaruh faktor

keakraban yang menunujukkan ketidakakraban. Berdasarkan contoh di atas,

sapaan Pak dipakai tokoh Yang Pertama untuk menyebut pemilik rumah yang

Page 51: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

40

belum dikenalnya. Tokoh Yang Pertama memperkenalkan diri sebagai orang baik-

baik dan bukan anggota DI kepada pemilik rumah yang belum dikenalnya.

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor keakraban dalam beberapa

contoh tuturan di atas dipengaruhi juga oleh faktor lain. Misalnya, pemakaian

sapaan kawan-kawan dan saudara-saudara dalam contoh (31) dipengaruhi juga

faktor situasi. Situasi tidak resmi dalam tuturan tersebut menyebabkan tokoh

Ranta memakai sapaan kawan-kawan dan saudara-saudara untuk menyebut

para tokoh ketua Rukun Tetanga yang berbeda status sosialnya.

3.4. Status Perkawinan

Faktor status perkawinan mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Anata Toer. Perkawinan

adalah suatu hubungan antara pria dan wanita yang sudah dewasa yang saling

mengadakan ikatan hukum adat, atau agama dengan maksud bahwa mereka saling

memelihara hubungan tersebut agar berlangsung dalam waktu yang relatif lama

(Suyono, 1985: 315). Sapaan yang dipengaruhi faktor ini menunjukkan bahwa

orang yang disapa telah menikah atau kawin. Sapaan yang dipengaruhi faktor

status perkawinan yang terdapat dalam novel ini dibentuk berdasarkan gelar dan

kombinasi istilah kekerabatan dengan jabatan.

Sapaan yang dipengaruhi faktor status perkawinan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer dipakai untuk

menyebut tokoh yang berkedudukan sebagai istri. Beberapa contoh sapaan yang

dipengaruhi faktor status perkawinan dalam novel ini, sebagai berikut:

Page 52: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

41

(33) Nyonya menatap Ireng sejenak, kemudian menjawab: Menurut pendapatku, begini. Sebaiknya tanah liar itu kita garap beramai-ramai. Kami, kaum wanita, lebih banyak memikir tentang anak dan keturunan. Ya, kita semua bukan bekerja untuk diri sendiri semata. Kita bekerja terutama bekal buat anak dan keturunan, bukan begitu, Bu Lurah? Tiba-tiba kerumunan itu meledakkan kegembiraan mendengar jawaban Nyonya. Di antaranya terdengar pekikan nyaring di antara kerumunan itu: Bagai mana pendapatmu, Bu Lurah? (hlm. 125)

Sapaan Bu Lurah dalam tuturan (33) menunjukkan adanya pengaruh

faktor status perkawinan. Dalam novel ini, Sapaan Bu Lurah dipakai untuk

menyebut tokoh Ireng, istri tokoh Ranta. Tokoh Ranta berkedudukan sebagai

lurah darurat di desa tersebut (Toer, 2004: 83). Namun, sapaan Bu Lurah dalam

komunikasi sehari-hari dapat dipakai untuk untuk menyebut seorang wanita yang

telah atau belum menikah yang menjabat sebagai lurah.

(34) Ranta mengawasi Nyonya sebentar, kemudian berkata: Tentu saja bukan ancaman. Nyonya, bagaimana sekarang pendapat Nyonya tentang suami Nyonya? Nyonya mempermain-mainkan ujungjarinya sambil dengan ragu-ragu menjawab: Kalau dia DI, tentu saja dia mesti ditangkap. Tapi Pak Lurah jangan lupa, bagaimanapun juga dia suamiku. Pak Lurah Ranta menyambar: Nah, itulah Nyonya, justru karena suami Nyonya itulah aku bertanya: setujukah Nyonya suami Nyonya masuk DI? (hlm. 80,81)

Sapaan Nyonya dalam contoh (34) menunjukkan adanya pengaruh faktor

status perkawinan. Sapaan tersebut dipakai untuk menyapa wanita dewasa yang

memiliki kedudukan yang tinggi, misalnya istri seorang tuan tanah. Dalam novel

ini, sapaan Nyonya dipakai untuk menyebut tokoh Nah, istri tokoh Musa.

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor status perkawinan dalam

beberapa contoh tuturan di atas dipengaruhi juga faktor lain. Misalnya, pemakaian

Page 53: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

42

sapaan Nyonya dalam contoh (34) dipengaruhi juga faktor jenis kelamin. Sapaan

Nyonya dipakai mitra tutur yang berjenis kelamin perempuan.

3.5. Jabatan

Faktor jabatan mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Jabatan adalah

pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi (KBBI, 1995: 392). Sapaan

yang dipengaruhi faktor jabatan yang terdapat dalam novel ini dibentuk

berdasarkan kombinasi istilah kekerabatan dan jabatan.

Sapaan yang dipengaruhi faktor jabatan dalam novel Sekali Peristiwa di

Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer dipakai untuk menyebut tokoh

yang memiliki jabatan tertentu. Beberapa contoh sapaan yang dipengaruhi faktor

jabatan yang terdapat dalam novel ini, sebagai berikut:

(35) Pak Kasan, yang tidak tahu duduk perkara yang sebenarnya menghampiri Juragan Musa sambil bertanya canggung: Pak Residen, barangkali membutuhkan bantuanku? Dengan suara mendesis murka Juragan Musa menjawab gagap: Pecahkan kepala perempuan murtad ini! (hlm.67,68)

Sapaan Pak Residen dalam contoh (35) menunjukkan adanya pengaruh

faktor jabatan. Sapaan tersebut dipakai untuk menyebut mitra tutur yang menjabat

sebagai pemimpin wilayah keresidenan. Dalam novel ini, sapaan Pak Residen

dipakai untuk menyebut tokoh Musa, seorang pembesar atau pejabat yang

membawa dokumen-dokumen penting organisasi DI (Toer, 2004: 65). Selain itu,

Page 54: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

43

sapaan Pak Residen yang dipakai juga menunjukkan kemungkinan bahwa tokoh

Musa menjabat sebagai pemimpin organisasi DI dalam suatu wilayah keresidenan.

(36) Semua yang hadir diam-diam dengan gayanya masing-masing karena tenggelam dalam pikiran. Tetapi tidak lama kerena ketenangan segera diganggu oleh datangnya Yang Pertama. Pada muka, kaki, dan tangannya nampak bekas luka-luka kena senjata tajam. Segera ia ditegur oleh Pak Lurah waktu ia berdiri termangu-mangu: Nah, apa kabar? Sudah lama tidak kelihatan. Yang Pertama tersenyum malu, kemudian menerangkan: Pulang dari rumahsakit, Pak Lurah. Rumahsakit mana? Pelabuhan Ratu? Benar, Pak Lurah. Tidak jadi ke Jakarta? Mau apa lagi, Pak Lurah? (hlm. 114, 115)

Sapaan Pak Lurah dalam contoh (36) menunjukkan adanya pengaruh

faktor jabatan. Sapaan tersebut dipakai untuk menyebut mitra tutur yang menjabat

sebagai kepala desa. Dalam novel ini, sapaan Pak Lurah dipakai untuk menyebut

tokoh Ranta yang menjabat sebagai lurah darurat di desa tersebut (Toer, 2004:

83).

(37) Nyonya tak dapat menjawab, hanya menyembunyikan mukanya ke dalam kedua belah telapak tangannya. Dari balik telapak tangan itu terdengar suaranya yang kacaubalau: Apa yang mesti kukatakan, Pak Komandan? Komandan itu tak mengambil pusing Nyonya dan mendesak Juragan Musa; Dengar, Juragan Musa. Daerah sini daerah paling kacau. Sudah kuusahakan bermusyawarah dengan orang-orang terkemuka di sini dan Pak Lurah, tapi… Sekali lagi terdengar bunyi burung dari luar rumah, suatu isyarat yang disuarakan OKD, yang memberi alamat bahwa ada datang orang banyak. Komandan itu meninjau kelilingnya. Dengan terburu-buru ia memberikan perintah suami-isteri itu: Sekarang gerombolan akan datang. Juragan Musa, Nyonya, perbuat seperti Juragan dan Nyonya perbuat terhadap Pak Lurah tadi. Gerakgerik Juragan dan Nyonya kami awasi terus. (hlm. 67)

Page 55: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

44

Sapaan Pak Komandan dalam contoh (37) menunjukkan adanya

pengaruh faktor jabatan. Sapaan tersebut dipakai untuk menyebut lawan bicara

yang menjabat sebagai komandan suatu pasukan dalam miter. Dalam novel ini,

sapaan Pak Komandan dipakai untuk menyebut tokoh Komandan yang menjabat

sebagai pimpinan prajurit yang bertugas menjaga keamanan di daerah tersebut

(Toer, 2004: 65, 73).

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi oleh faktor jabatan dalam beberapa

contoh tuturan di atas dipengaruhi juga oleh faktor lain. Misalnya, pemakaian

sapaan Pak Komandan dalam sapaan (37) dipengaruhi juga oleh faktor jenis

kelamin. Sapaan Pak Komandan dipakai untuk menyebut mitra tutur yang

berjenis kelamin laki-laki.

3.6. Kekerabatan

Faktor kekerabatan mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Benten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Pemakaian sapaan

yang dipengaruhi faktor kekerabatan menunjukkan adanya hubungan kekerabatan

antara penututur dengan mitra tutur. Mansur -mengutip pendapat Eggan-

menyebutkan bahwa kekerabatan adalah hubungan sosial, baik akibat dari

keturunan darah, perkawinan, maupun karena wasiat (1988: 21). Sapaan yang

dipengaruhi faktor kekerabatan yang terdapat dalam novel ini dibentuk

berdasarkan istilah kekerabatan dan nama diri.

Sapaan yang dipengaruhi faktor kekerabatan yang terdapat dalam novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer dipakai untuk

Page 56: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

45

menyebut mitra tutur yang masih berkerabat dengan penutur. Hubungan

kekerabatan antartokoh yang terdapat dalam novel ini hanya berdasarkan akibat

dari perkawinan. Beberapa contoh pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor

kekerabatan dalam novel ini, sebagai berikut:

(38) Ireng terkejut. Ia cari mata suaminya di dalam kerembangan beranda dan bertanya dengan nada kuwatir: Kau, Pak? Kau mau ke mana? Ranta tak menjawab. Pergi juga, Pak? Nyolong bibit karet? Ranta menarik tangan istrnya dan dibawanya masuk ke dalam rumah. Di depan pintu Ranta menahan Ireng dan menatap matanya. Berkata: Dengar, Reng. Memang aku sering nyolong. Tapi bukan karena kemauanku aku jadi maling. Pak! Pak! Kalau nanti keadaan sudah baik….. Kalau ditangkap, Pak? (hlm. 20)

Sapaan Pak dalam contoh (38) menunjukkan adanya pengaruh faktor

kekerabatan. Berdasarkan contoh di atas, sapaan Pak dipakai tokoh Ireng untuk

menyebut tokoh Ranta. Teks yang terdapat dalam contoh (38) menunjukkan

bahwa kedua tokoh ini memiliki hubungan suami istri.

(39) Ranta tak mempedulikan kata-kata Yang Kedua. Cepat ia berpaling pada istrinya dan berkata: Reng, ambil semua pakaian. Kalau sudah kunci pintunya. (hlm.37)

Sapaan Reng dalam contoh (39) menunjukkan adanya pengaruh faktor

kekerabatan. Dalam novel ini, sapaan Reng dipakai tokoh Ranta untuk menyebut

tokoh Ireng. Berdasarkan teks di atas, tokoh Ranta dan tokoh Ireng memiliki

hubungan suami istri.

(40) Kau mau mengikuti aku dalam senang dan sengsara, bukan, Nah?

Page 57: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

46

Kau sendiri dengar bagaimana janji nikahku. Cuma soalnya, bagaimana yang sana? Biar aku ceraikan. Nyonya menatap suaminya dengan kasihsayangnya. Aku dalam kesulitan, Nah. Nyonya tersenyum tak percaya. Tetapi Juragan Musa meneruskan dengan keterangannya: Benar, Nah. Maafkan segala kata-kata yang terlanjur tadi. Nyonya agak terharu mendengar itu. Ia hampiri suaminya dan duduk di atas tangan-tangan kursi suaminya. Tetapi tiba-tiba Juragan Musa ingat akan kesulitannya dan sagera mengelakkan. Berkata gugup: Jangan ajak aku bicara panjang-panjang. Keadaan amat sulit. Lebih baik siapkan barang-barang yang perlu. Kita tak jadi ke kota? Tidak, Nah, tidak ke kota, mungkin ke hutan. (hlm. 47,48)

Sapaan Nah dalam contoh (40) menunjukan adanya pengaruh faktor

kekerabatan. Dalam novel ini, sapaan Nah dipakai oleh tokoh Musa untuk

menyebut tokoh Nah. Berdasarkan teks di atas, tokoh Nah dan tokoh Musa

memiliki hubungan suami istri.

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor kekerabatan dalam beberapa

contoh tuturan di atas dipengaruhi juga faktor lain. Misalnya, pemakaian sapaan

Pak dalam contoh (38) dipengaruhi juga faktor jenis kelamin. Sapaan Pak dipakai

untuk menyebut mitra tutur yang berjenis kelamin laki-laki.

3.7. Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Baten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Kelamin merupakan

sifat jasmani ataupun rohani yang memebedakan dua makhluk sebagai betina dan

jantan, atau wanita dan pria (Suyono, 1985: 187). Pemakaian sapaan yang

dipengaruhi faktor jenis kelamin dalam novel ini berdasarkan jenis kelamin mitra

Page 58: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

47

tutur. Jenis kelamin ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu laki-laki dan

perempuan.

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor jenis kelamin yang terdapat

dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer

dibentuk bersadarkan istilah kekerabatan dan gelar (termasuk sapaan yang

dibentuk berdasarkan kombinasi yang salah satu unsurnya adalah istilah

kekerabatan). Beberapa contoh pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor jenis

kelamin dalam novel ini, sebagai berikut:

(41) Dalam kesenyapan itu terdengar bisik pelahan Ireng: Tunggu saja dulu, Bu. Mati yang kau tusuk? Nah itu orangnya, masih menggelepar. Bagaimana ibu? Tak apa-apa. Satu orang kutusuk dengan pisau dapur. Ya Allah. Kita menang, Djali. Ya Allah, gampangnya pertempuran ini. Hss, jangan sombong. Mereka mungkin datang lagi. Kembali sunyisenyap. Kemudian terdengar lagi suara ireng: Mereka tak kembali lagi. Kita masuk lagi, Bu. Ayohlah. (hlm. 98)

Sapaan Bu dalam contoh (41) menunjukkan adanya pengaruh faktor jenis

kelamin. Berdasarkan tuturan di atas, sapaan Bu dipakai untuk menyebut tokoh

Ireng yang berjenis kelamin perempuan. Sapaan ini dibentuk berdasarkan istilah

kekerabatan ibu yang dipenggal dalam pemakaiannya. Ibu adalah sebutan untuk

orang tua perempuan.

(42) Nyonya menggeleng. Ranta tertawa pendek. Kemudian meneruskan: Begini, Nyonya, suami Nyonya tak mau beri aku upah. Jadi dia usir aku dengan dakwaan. Kalau tidak salah sudah banyak orang didakwa Juragan Musa mencuri barang-

Page 59: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

48

barangnya, bukan? Tapi apa gunanya bagi orang semacam aku ini nyolong bibit karet! Dengan nada menyerang Nyonya menetak: Mengapa Pak Lurah mau? Mengapa aku mau? Ya, Allah, Nyonya. Sungguh-sungguh Nyonya tidak mengerti? Biar aku dongengi. (hlm. 82)

Sapaan Nyonya dalam contoh (42) menunjukkan adanya pengaruh faktor

jenis kelamin. Dalam novel ini, sapaan Nyonya dipakai untuk menyebut tokoh

Nah, istri tokoh Musa. Kedudukannya sebagai istri menunjukkan bahwa tokoh

Nah berjenis kelamin perempuan. Nyonya merupakan sebutan untuk seorang

wanita dewasa yang memiliki kedudukan tinggi.

(43) Ranta menarik tangan istrinya dan dibawanya masuk ke dalam rumah. Di depan pintu Ranta menahan Ireng dan menatap matanya. Berkata: Dengar, Reng. Memang aku sering nyolong. Tapi bukan karena kemauanku aku jadi maling. Pak! Pak! Kalau nanti keadaan sudah baik….. Kalau ditangkap, Pak? …….. tentu saja tak ada seorang juga mau jadi maling, Ireng…….. Kalau dipukuli orang banyak, Pak, dipukuli penjaga onderneming…….. Jangan doakan, Ireng, jangan. (hlm. 20)

Sapaan Pak dalam contoh (43) menunjukkan adanya pengaruh faktor jenis

kelamin. Berdasarkan tuturan di atas, sapaan tersebut dipakai tokoh Ireng untuk

menyebut tokoh Ranta yang berkedudukan sebagai suami dan tentunya berjenis

kelamin laki-laki. Sapaan Pak merupakan salah satu sebutan untuk laki-laki

dewasa.

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor jenis kelamin dalam beberapa

contoh tuturan di atas dipengaruhi juga faktor lain. Misalnya, pemakaian sapaan

Pak dalam contoh (43) dipengaruhi juga faktor kekerabatan. Sapaan tersebut

Page 60: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

49

dipakai tokoh Ireng untuk menyebut tokoh Ranta yang berkedudukan sebagai

suami.

3.8. Etnis

Faktor etnis mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Etnis merupakan hal-

hal yang berkaitan dengan suku bangsa atau ras (Soekanto, 1983: 172). Pemakaian

sapaan yang dipengaruhi faktor ini berdasarkan anggapan penutur terhadap latar

belakang etnis mitra tutur atau asal daerah penutur. Dalam novel ini, sapaan yang

dipengaruhi faktor etnis dibentuk berdasarkan istilah kekerabatan.

Anggapan terhadap latar belakang etnis tersebut berdasarkan ciri fisik,

dialek, atau latar belakang tempat peristiwa tutur berlangsung. Ada etnis-etnis

tertentu yang sangat menonjol ciri fisiknya. Misalnya, masyarakat keturunan Cina

bercirikan mata sipit dan kulit kuning. Dialek merupakan ciri khas etnis tertentu

yang muncul dalam suatu peristiwa tutur. Sedangkan latar belakang (setting)

tempat terjadinya suatu peristiwa tutur dapat menunjukkan bahwa mitra tutur

berasal dari daerah tersebut.

Sapaan yang dipengaruhi faktor etnis dalam novel Sekali Peristiwa di

Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer terbatas Pemakaiannya. Contoh

pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor etnis dalam novel ini, sebagai berikut:

(44) Ireng sebentar masih terheran-heran. Baru kemudian ia sadar akan dirinya dan bertanya: Tidak lihat lakiku? Yang Kedua duduk di ambin sambil menjawab dan mengocok mata: Maaf, Mpok, begitu kami rebah, begitu tertidur. (hlm. 23)

Page 61: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

50

Sapaan Mpok dalam contoh (44) menunjukkan adanya pengaruh faktor

etnis. Berdasarkan tuturan di atas, sapaan Mpok dipakai untuk menyebut tokoh

Ireng. Sapaan tersebut dibentuk berdasarkan istilah kekerabatan empok yang

dipenggal dalam pemakaiannya. Empok merupakan sebutan bagi kakak

perempuan dalam masyarakat Betawi. Sapaan Mpok dalam contoh (44)

dipengaruhi faktor etnis, khususnya etnis betawi. Selain itu, tokoh Nah memakai

kata lakiku sebagai pengganti kata suamiku dalam tuturan di atas. Kata tersebut

biasa dipakai masyarakat Betawi.

(45) Ranta memutuskan kata-kata istrinya istrinya: Kita sudah bosan putusasa. Kita takkan putusasa lagi. Kita akan perbaiki keadaan kita. Bukan, Ireng? Yang Kedua, yang amat mengagumi Ranta, bertanya: Benar. Tapi kapan? Bagaimana caranya? Entahlah, barangkali nanti kita tahu. Yang Pertama sekarang membuka suara:

Kang, tidak ada apa-apa, kan? Kita akan terus pulang saja sekarang Ranta tersenyum, memperbaiki letak lengannya yang sakit dan berkata: Baiklah. Terimakasih, ya. Kalau ada waktu datang lagi. Ajak kawan-kawan yang lain. (hlm. 31-32)

Sapaan Kang dalam contoh (45) menunjukkan adanya pengaruh faktor

etnis. Berdasarkan tuturan di atas, sapaan Kang dipakai untuk menyebut tokoh

Ranta. Sapaan tersebut dibentuk berdasarakan istilah kekerabatan akang atau

kakang yang dipenggal dalam pemakaiannya.

Sapaan Kang dalam contoh (45) dianggap merupakan penggalan dari

istilah kekerabatan Akang. Akang merupakan sebutan bagi kakak laki-laki dalam

masyarakat Sunda. Hal ini berdasarkan latar belakang tempat dalam cerita ini

daerah Banten Selatan yang dianggap didominasi oleh etnis Sunda.

Page 62: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

51

Pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor etnis dalam beberapa contoh

tuturan di atas dipengaruhi juga faktor lain. Misalnya, pemakaian sapaan Kang

dalam contoh (45) dipengaruhi juga faktor jenis kelamin. Sapaan Kang dipakai

untuk menyebut mitra tutur yang berjenis kelamin laki-laki.

3.9. Situasi

Faktor situasi mempengaruhi stiap pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer. Situasi adalah unsur-

unsur luar bahasa yang berhubungan dengan ujaran atau wacana sehingga ujaran

atau wacana tersebut bermakna (Kridalaksana, 1982: 115). Situasi diklasifikasikan

menjadi dua macam, yaitu situasi resmi dan situasi tidak resmi.

Tuturan yang terdapat dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan

karya Pramoedya Ananta Toer sebagian besar terjadi dalam situasi tidak resmi

atau santai. Dalam situasi ini penutur dan lawan bicara tidak terikat pada

hubungan-hubungan atau kepentingan-kepentingan yang bersifat formal. Dengan

demikian, pembicara dan lawan bicara secara lebih leluasa dapat mengutarakan isi

hatinya (Suhardi dkk., 1985: 65). Salah satu contoh pemakaian sapaan yang

dipengaruhi faktor situasi tidak resmi, sebagai berikut:

(48) Mendengar hal itu Rodjali meminta menghiba-hiba: Biarlah senjata itu ada di sini, Pak, biar kami merasa lebih aman. Pak Lurah menatap Pak Komandan, memberikan perkuatan pada permohonan Rodjali. Melihat itu Komandan mengangguk menjawab: Tentu saja boleh. Tapi semua harus dilaporkan dulu. Nomor senjata harus dicatat dahulu, apa macamnya, berapa pelurunya…………. masak seperti minta pisang goreng saja?

Page 63: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

52

Eh, Djali, antarkan anak-anak ini untuk memeriksa mayat-mayat itu. (hlm. 103, 104)

Sapaan Pak dan Djali dalam contoh (48) menunjukkan adanya pengaruh

faktor situasi tidak resmi. Berdasarkan contoh di atas, sapaan Pak dipakai untuk

menyebut tokoh Komandan, sedangkan sapaan Djali dipakai untuk menyebut

tokoh Djali.

Situasi tidak resmi dalam contoh (48) ditunjukkan melalui teks yang ada.

Berdasarkan teks tersebut, tokoh Djali dapat mengutarakan keinginannya dengan

leluasa untuk menyimpan senjata hasil rampasannya meskipun dia bukan seorang

prajurit. Selain itu, situasi tidak resmi ini ditunjukkan melalui tanggapan dari

tokoh Komandan yang mengunakan bahasa santai dengan sedikit gurauan.

Selain pengaruh situasi tidak resmi, pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer dipengaruhi juga

faktor situasi resmi. Menurut Suhardi dkk. (1985: 61) situasi resmi adalah situasi

pembicaraan yang bersifat formal. Dalam situasi ini hubungan antara pembicara

dan lawan bicara diikat oleh tujuan-tujuan yang bersifat formal. Salah satu contoh

pemakaian sapaan yang dipengaruhi faktor situasi formal, sebagai berikut:

(49) Ranta mengantarkan mereka keluar pintu. Kemudian ia masuk kembali membawa seorang prajurit. Prajurit itulah yang dengan nada resmi mamulai: Pak Lurah……… Tetapi Ranta menengahi: Silakan duduk, Pak. Tidak perlu, Pak Lurah, terima kasih. Hanya menyampaikan, tak ada di antara penduduk sini diperbolehkan meninggalkan desa ini. Gerombolan memussatkan kekuatannya pada tiga jalan besar yang menghubungkan desa ini. Jangan sampaikan kepada orang lain. (hlm. 88)

Page 64: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

53

Pemakaian sapaan Pak dan Pak Lurah dalam contoh (49) dipengaruhi

oleh faktor situasi formal. Berdasarkan tuturan di atas, sapaan Pak Lurah dipakai

untuk menyebut tokoh Ranta, sedangkan sapaan Pak dipakai tokoh Ranta yang

berkedudukan sebagai lurah untuk menyebut mitra bicaranya, soerang prajurit.

Situasi formal ini ditunjukkan melalui teks yang mengikuti tutuan yang

mengandung sapaan tersebut. Teks yang mengikuti tuturan ini menggambarkan

situasi resmi yang terjadi ketika seorang prajurit menyampaikan pesan dari

atasannya kepada seseorang yang berkuasa di suatu daerah.

Pamakaian sapaan yang dipengaruhi faktor situasi dalam beberapa contoh

tuturan di atas dipengaruhi juga oleh faktor lain. Misalnya, pemakaian sapaan Pak

dalam contoh (49) dipengaruhi juga faktor jenis kelamin. Sapaan Pak dipakai

untuk menyebut mitra tutur yang berjenis kelamin laki-laki.

3.10. Hubungan Sosial dan Ranah

Selain pengaruh faktor-faktor di atas, variasi sapaan yang dalam tuturan di

novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Anata Toer

disebabkan oleh ranah tuturan serta hubungan sosial.

3.10.1. Ranah

Ranah tuturan dalam novel ini meliputi ranah keluarga, ranah pergaulan,

dan ranah pekerjaan. Ranah keluarga menunjukkan suatu peristiwa komunikasi

yang peserta tuturnya memiliki hubungan keluarga dengan topik pembicaraan

masalah keluarga dan biasanya terjadi di tempat tinggal anggota keluarga

tersebut. Contoh (40) menunjukkan peristiwa komunikasi dalam ranah keluarga.

Page 65: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

54

Peserta tutur dalam peristiwa komunikasi tersebut adalah tokoh Musa dan tokoh

Nah yang memiliki hubungan suami-istri. Peristiwa komunikasi tersebut ber-

setting di rumah tokoh Ranta. Topik pembicaraan dalam contoh (38) adalah

kesulitan yang sedang dihadapai tokoh Musa sehingga dia harus mengungsi.

Ranah pekerjaan menunjukkan suatu peristiwa komunikasi yang peserta

tuturnya memiliki hubungan kedinasan dengan topik pembicaraan masalah

pekerjaan dan biasanya terjadi di lingkungan pekerjaan (misalnya: kantor), tetapi

dapat juga di tempat lain (misalnya: rumah, taman, dll). Contoh (30)

menunjukkan peristiwa komunikasi dalam ranah pekerjaan. Peserta tutur dalam

peristiwa komunikasi tersebut adalah tokoh Ranta dan tokoh Musa yang

menunjukkan hubungan kedinasan antara atasan dan bawahan (lihat hlm. 36).

Peristiwa komunikasi ini terjadi di rumah tokoh Ranta. Topik pembicaraanya

adalah pekerjaan mengambil bibit karet.

Ranah pergaulan menunjukkan suatu peristiwa komunikasi antara peserta

tutur yang memiliki hubungan pertemanan dengan topik pembicaraan umum.

Peristiwa komunikasi dalam ranah pergaulam biasanya terjadi di tempat-tempat

umum, tetapi dapat juga terjadi bukan di tempat-tempat, misalnya rumah. Contoh

(45) menunjukkan peristiwa komunikasi dalam ranah pergaulan. Peserta tutur

dalam peristiwa komunikasi tersebut adalah tokoh Ranta, tokoh Ireng, tokoh Yang

Pertama, dan Yang Kedua. Tokoh ireng dan tokoh Ranta memiliki hubungan

kekerabatan (suami-istri), tetapi hubungan keduanya dengan tokoh Yang Pertama

dan tokoh Yang Kedua hanyalah hubungan pertemanan. Topik pembicaraan

dalam peristiwa komunikasi ini adalah keadaan lingkungan mereka.

Page 66: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

55

3.10.2. Hubungan Sosial

Beragamnya sapaan yang digunakan hanya untuk menyebut satu orang

disebabkan juga oleh hubungan sosial antar penutur dengan mitra tutur yang juga

beragam. Hubungan sosial ini ditunjukkan melalui tingkat keakraban dan

penghormatan penutur terhadap mitra tuturnya serta jenis kelamin mitra tutur.

Sapaan-sapaan tersebut menunjukkan tingkat keakraban dan penghormatan yang

berbeda.

Dalam novel ini, sapaan Ranta, Ta, Kang, Pak, Pak Lurah dipakai

untuk menyebut tokoh Ranta (berjenis kelamin pria). Sapaan Ranta dipakai oleh

tokoh Musa, Ireng, dan Komandan, sedangkan sapaan Ta hanya dipakai oleh

tokoh Musa. Sapaan Pak dipakai oleh tokoh Ireng, Rodjali, Yang Pertama,

Prajurit, dan para tokoh warga. Sapaan Kang hanya dipakai oleh tokoh Yang

Pertama, sedangkan sapaan Pak Lurah dipakai oleh tokoh Rodjali, Komandan,

Prajurit, Yang Pertama, Yang Kedua, dan Nah.

Sapaan Ranta dan Ta menunjukkan akrab dan tidak hormat. Sapaan Pak

dan Kang menunjukkan akrab dan hormat, sedangkan sapaan Pak Lurah

menunjukkan tidak akrab dan hormat. Namun, sapaan Pak yang dipakai oleh

tokoh Yang Pertama menunjukkan tidak akrab dan hormat.

Tokoh Ireng (berjenis kelamin wanita) dalam novel ini disapa. Sapaan

Ireng dipakai oleh tokoh Ranta dan Musa, sedangkan sapaan Reng hanya dipakai

oleh tokoh Ranta. Sapaan Mpok dipakai oleh tokoh Yang Pertama dan Yang

Kedua, sedangkan sapaan Bu hanya dipakai oleh tokoh Rodjali. Sapaan Bu Ireng

hanya dipakai oleh tokoh Komandan, sapaan Bu Lurah dipakai oleh tokoh Nah

Page 67: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

56

dan para tokoh warga. Sapaan Ireng dan Reng menunjukkan akrab dan tidak

hormat, sapaan Mpok dan Bu menunjukkan akrab dan hormat, sedangkan sapaan

Bu Lurah menunjukkan tidak akrab dan hormat.

Tokoh Musa (berjenis kelamin pria) dalam novel ini disapa Gan,

Juragan, Juragan Musa, Pak Residen. Sapaan Gan dipakai oleh tokoh Ranta,

Ireng, dan Rodjali, sedangkan sapaan Juragan dipakai oleh tokoh Komandan,

Ireng, Rodjali, Djameng, Lurah. Sapaan Juragan Musa hanya dipakai tokoh

Komandan, sedangkan sapaan Pak Residen dipakai oleh tokoh Lurah dan Kasan.

Sapaan Gan menunjukkan akrab dan tidak hormat, sedangkan sapaan Juragan,

Juragan Musa, dan Pak Residen menunjukkan tidak akrab dan hormat.

Tokoh Nah (berjenis kelamin wanita) dalam novel ini disapa Nya,

Nyonya, dan Nah. Sapaan Nah hanya dipakai oleh tokoh Musa, sapaan Nya

hanya dipakai oleh tokoh Rodjali, sedangkan sapaan Nyonya dipakai oleh tokoh

Ranta, Ireng, dan Komandan. Sapaan Nya dan Nah menunjukkan akrab dan tidak

hormat, sedangkan sapaan Nyonya menunjukkan tidak akrab dan hormat.

Dalam novel ini, tokoh Komandan (berjenis kelamin pria) disapa Pak dan

Pak Komandan. Sapaan Pak dipakai oleh tokoh Ranta, Musa, Nah, Rodjali, dan

prajurit, sedangkan sapaan Pak Komandan dipakai oleh tokoh Ranta, Musa, dan

Nah. Sapaan Pak menunjukkan akrab dan hormat, sedangkan sapaan Pak

Komandan menunjukkan tidak akrab dan hormat.

Tokoh Rodjali (berjenis kelamin pria) dalam novel ini disapa Djali dan Li,

sedangkan tokoh Djameng (berjenis kelamin pria) disapa Meng dan Djameng.

Sapaan Li dipakai oleh tokoh Nah, Musa, Ireng, dan Ranta, sedangkan sapaan

Page 68: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

57

Djali dipakai tokoh Ranta, Ireng, dan Komandan. Sapaan Meng dan Djameng

hanya dipakai oleh tokoh Musa. Sapaan Li, Djali, Meng, dan Djameng

menunjukkan akrab dan tidak hormat.

Dalam novel ini, tokoh Ranta menyebut tokoh Prajurit (berjenis kelamin

pria) dengan sapaan Pak. Sapaan Pak menunjukkan akrab dan hormat. Selain itu,

sapaan kawan-kawan dan saudara-saudara diapakai untuk menyebut tokoh-

tokoh ketua RT dan tokoh-tokoh warga. Sapaan kawan-kawan dan saudara-

saudara untuk menyebut tokoh ketua RT hanya dipakai oleh tokoh Ranta. Sapaan

saudara-saudara untuk menyebut tokoh-tokoh warga dipakai oleh tokoh Ranta,

Komandan, Yang Pertama, dan Seorang Tua (tokoh Seorang Tua termasuk tokoh-

tokoh warga). Sapaan kawan-kawan juga dipakai untuk saling menyebut di

antara tokoh-tokoh warga. Sapaan saudara-saudara menunjukkan akrab dan

hormat, sedangkan sapaan kawan-kawan menunjukkan akrab dan tidak hormat.

Keakraban Penghormatan Jenis Kelamin No.

Tokoh

Sapaan Akrab Tdk

Akrab Hormat Tdk

Hormat Pria Wanita

Ranta v - - v Ta v - - v Pak v - v - Pak - v v - Kang v - v -

1. Ranta

Pak Lurah - v v -

v -

Ireng v - - v Reng v - - v Mpok v - v - Bu v - v -

2. Ireng

Bu Lurah - v v -

- v

Gan v - - v Juragan - v v - Juragan Musa

- v v -

3. Musa

Pak Residen

- v v -

v -

4. Nah Nya v - - v - v

Page 69: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

58

Nah v - - v Nyonya - v v - Pak v - - v 5. Komandan Pak Komandan

- v v - v -

Li v - - v 6. Rodjali Djali v - - v

v -

Meng v - - v 7. Djameng Djameng v - - v

v -

8. Prajurit Pak v - v - v - kawan-kawan

v - - v 9 Ketua RT

saudara-saudara

- v v -

v -

saudara-saudara

v - v - v - .10. Warga

Kawan-kawan

v - - v v -

Tabel 6. Hubungan Sosial Penutur dan Mitra tutur

Ket : tanda (v) menunjukkan relevansi dengan faktor yang di tandai.

Page 70: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

59

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan di bab sebelumnya diperoleh

dua kesimpulan. Pertama, Dasar pembentukan sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu: nama diri,

istilah kekerabatan, gelar, sapaan lain, dan kombinasi. Dasar pembentukan sapaan

tersebut dipakai secara utuh dan dalam bentuk penggal. Bentuk penggal dipakai

sebagai dasar pembentukan sapaan yang mengandung unsur nama diri, gelar, dan

istilah kekerabatan.

Dasar Pembentukan Contoh Tuturan Nama diri Kini Juragan Musa menatap Djameng den berkata:

Cukup Djameng. Pergi kau. Istilah kekerabatan Nampak Yang Pertama terlompat dari bale,

mengocok matanya, menatap Ireng kemudian membeliakkan matanya yang belum awas dan dengan kagetnya berseru: Maaf, Mpok. Kami menginap di sini semalam. Kami sudah...

Gelar Tanpa menjawab ia menghadap Nyonya lewat pintu dalam. Melihat Rodjali sudah ada di hadapannya, Nyonya bertanya dengan suara cepat: Juragan tidak pesan apa-apa tadi? Setelah menyekakan kedua belah telapak tangan pada sampingmenyamping celana piama, Rodjali menjawab: Ada, Nya. Katanya pergi ke rumah Ranta.

Istilah Pertemanan Dari kursinya Lurah Ranta berseru: Ayoh, masuk, kawan-kawan! Beberapa orang masuk ke dalam dengan berkalung sarung tenun, berpeci, tanpa alas kaki. Semua bercelana hitam kolor di bawah lutut tetapi sebagian dari mereka berbaju kaos buntung dan

Page 71: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

60

sebagian lagi berbaju teluk belanga. Seorang bertelanjang dada. Mereka semua berdiri di hadapan Pak Lurah, menunggu perintah.

Kombinasi Juragan Musa menunduk kepalanya dan berkata tak bertenaga: Apa yang mesti kuakui, Pak Komandan? Bukan aku yang msti mengaku, tapi mereka yang memanggil aku begitu. Tetapi Pak Komandan mendesak terus tanpa menggubris irama suara Juragan Musa yang meminta dibelaskasihani: Sudah tiga bukti menyatakan, kau Residen DI. Pertama-tama isterimu sendiri menyebut kau pembesar DI. Kedua Pak Lurah sini, yang sekarang baru ketahuan orang DI juga, dan ketiga surat-surat dalam tas Juragan sendiri.

Tabel 2. Dasar Pembentukan Sapaan dalam Novel Sekali Peristiwa di Banten

Selatan Karya Pramoedya Ananta Toer

Kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel

Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer, antara lain:

status sosial, keintiman, hubungan kekerabatan, jenis kelamin, jabatan, etnis,

status perkawinan, situasi, dan ranah. Setiap pemakaian sapaan dalam tuturan

yang terdapat dalam novel ini dipengaruhi oleh ranah dan beberapa faktor

sekaligus.

Faktor Contoh tuturan Status sosial Sekarang komandan menganggapi tubuh bagian

belakang sambil bertanya dengan mulut dihampirkan pada kuping tangkapannya: Apa gunanya keris pusaka di bawa ke mana-mana, Juragan? Biar hati aman, Pak. Komandan tertawa senang dan segera menyambut: O, mengerti aku sekarang. Jadi selamanya hati Juragan tidak aman, eh? Mengapa selamanya tidak aman, Juragan?

Keakraban Dari kursinya Lurah Ranta berseru:

Page 72: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

61

Ayoh, masuk, kawan-kawan! Bebrapa orang masuk ke dalam dengan berkalung sarung tenunan, berpeci, tanpa alaskaki. Semua bercelana hitam kolor di bawah lutut tetapi sebagian dari merka berbaju kaos buntung dan sebagian berbaju teluk belanga. Seorang telanjang dada. Mereka semua berdiri di hadapan Pak Lurah, menunggu perintah. Pak Lurah tersenyum puas. Berkata: Jadi sudah datang semua. Bagus. Nah, saudara-saudara, kalian semua ketua Rukuntetangga di sini didirikan buat bantu pemerintah desa, dan pemerintah desa dipulihkan buat bantu saudara semua. Kita Cuma tahu bantu-membantu, gotongroyong, gugurgunung, kerjabakti, bersaudara, satu dengan yang lain, satu dengan semua, semua yang satu. Semua itu saudara-saudara sudah hafal. Nah, sekarang ada soal penting.

Status perkawinan Nyonya menatap Ireng sejenak, kemudian menjawab: Menurut pendapatku, begini. Sebaiknya tanah liar itu kita garap beramai-ramai. Kami, kaum wanita, lebih banyak memikir tentang anak dan keturunan. Ya, kita semua bukan bekerja untuk diri sendiri semata. Kita bekerja terutama sekal buat anak dan keturunan, bukan begitu, Bu Lurah? Tiba-tiba kerumunan itu meledakkan kegembiraan mendengar jawaban Nyonya. Di antaranya terdengar pekikan nyaring di antara kerumunan itu: Bagai mana pendapatmu, Bu Lurah?

Jabatan Pak Kasan, yang tidak tahu duduk perkara yang sebenarnya menghampiri Juragan Musa sambil bertanya canggung: Pak Residen, barangkali membutuhkan bantuanku? Dengan suara mendesis murka Juragan Musa menjawab gagap: Pecahkan kepala perempuan murtad ini!

Kekerabatan Ireng terkejut. Ia cari mata suaminya di dalam kerembangan beranda dan bertanya dengan nada kuwatir: Kau, Pak? Kau mau ke mana? Ranta tak menjawab. Pergi juga, Pak? Nyolong bibit karet? Ranta menarik tangan istrnya dan dibawanya masuk ke dalam rumah. Di depan pinti Ranta menahan Ireng dan menatap matanya. Berkata: Dengar, Reng. Memang aku sering nyolong.

Page 73: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

62

Tapi bukan karena kemauanku aku jadi maling. Pak! Pak! Kalau nanti keadaan sudah baik….. Kalau ditangkap, Pak?

Jenis kelamin Nyonya menggeleng. Ranta tertawa pendek. Kemudian meneruskan: Begini, Nyonya, suami Nyonya tak mau beri aku upah. Jadi dia usir aku dengan dakwaan. Kalau tidak salah sudah banyak orang didakwa Juragan Musa mencuri barang- barangnya, bukan? Tapi apa gunanya bagi orang semacam aku ini nyolong bibit karet! Dengan nada menyerang Nyonya menetak: Mengapa Pak Lurah mau? Mengapa aku mau? Ya, Allah, Nyonya. Sungguh-sungguh Nyonya tidak mengerti? Biar aku dongengi.

Etnis Ireng sebentar masih terheran-heran. Baru kemudian ia sadar akan dirinya dan bertanya: Tidak lihat lakiku? Yang Kedua duduk di ambin sambil menjawab dan mengocok mata: Maaf, Mpok, begitu kami rebah, begitu tertidur.

Situasi Mendengar hal itu Rodjali meminta menghiba-hiba: Biarlah senjata itu ada di sini, Pak, biar kami merasa lebih aman. Pak Lurah menatap Pak Komandan, memberikan perkuatan pada permohonan Rodjali. Melihat itu Komandan mengangguk menjawab: Tentu saja boleh. Tapi semua harus dilaporkan dulu. Nomor senjata harus dicatat dahulu, apa macamnya, berapa pelurunya…………. masak seperti minta pisang goreng saja? Eh, Djali, antarkan anak-anak ini untuk memeriksa mayat-mayat itu.

Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian sapaan dalam novel Sekali

Peristiwa di Banten Selatan karya Pramoedya Ananta Toer

Selain faktor-faktor tersebut, beragamnya sapaan yang dipakai dalam

novel ini disebabkan karena ranah tutran dan hubungan sosial. Ranah tuturan

dalam novel ini, meliputi ranah keluarga, ranah pekerjaan, dan ranah pergaulan.

Page 74: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

63

hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur menunjukkan tingkat keakraban

dan penghormatan penutur terhadap mitra tutur serta jenis kelamin mitra tutur.

4.1. Saran

Penelitian yang menggunakan novel sebagai sumber data tentunya

memiliki keterbatasan data. Oleh karena itu, penelitian lapangan akan lebih

memberikan variasi data yang lebih luas. Selain itu, analisis terhadap motivasi

pemilihan sapaan merupakan salah satu topik yang sangat menarik untuk diteliti.

Analisis ini menggunakan pendekatan psikologi sosial. Jadi, bagi pihak yang

tertarik meneliti sapaan atau psikologi, penelitian lapangan terhadap motivasi

pemilihan sapaan merupakan salah satu alternatif sebagai penelitian selanjutnya.

Page 75: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

64

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Depdikbud. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Fishman, Joshua A.. 1971. ”The Sociology of Language: A Interdisciplinary

Social Science Approach to Language in Society” dalam Advance in The Siciology of Language: Volume I. Paris: Mouton.

Greenfield, Lawrence. 1972. “Situational Measures of Normative Language and

Share Knowledge in Understanding” dalam Advances in the Sociology of Language: Volume II. Paris: Mouton.

Herskovits, Melville J.. 1987. ”Organisasi Sosial: Struktur Sosial” dalam T.O.

Ihromi (ed). Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: PT. Gramedia. Hirawati, Maria Enny. 1997. ”Analisis Bentuk Sapaan dalam Tuturan Antartokoh

Cerita Novel Para Priyayi karya Umar Kayam (Pendekatan Sosiolinguistik)” Skripsi. Yogyakarta: Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Siciolinguistics: Secon Edition. England:

Pearson Education Limited. Mansur, M. Yahya. 1988. ”Sistem Kekerabatan (Kinship) Masyarakat Aceh Utara

dan Aceh Besar” dalam Sistem Kekerabatan dan Pola Pewarisan. Jakarta: PT. Pustaka Grafika Kita.

Nababan, P.W.J.. 1991. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama. Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga. Soekanto, Soerjono. 1983. Kamus Sosiologi. Jakarta: CV. Rajawali. ________________. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Subiyakto-Nababan, Sri Utari. 1992. Psikolingistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Page 76: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

65

Suhardi, R. dkk. 1985. Sistem Sapaan Bahasa Jawa. Yogyakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolingistik. Yogyakarta: Sabda dan

Pustaka Pelajar. Supriyanto, Henricus dkk. 1986. Penelitian Bentuk Sapaan Bahasa Jawa Dialek

Jawa Timur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.

Suyono, Ariyono dan Aminuddin Siregar. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta:

Akademika Pressindo. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Wirastri, Kunti. 1986. ”Kata Sapaan dalam Bahasa Indonesia (Tinjauan Deskriptif

tentang Pemakaian Kata Sapaan dalam Bahasa Indonesia menurut Lingkungan, Perasaan, dan Hubungan Antar Pemakai Bahasa)” Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma.

Page 77: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

66

(Lampiran)

DATA

1. Tuturan yang mengandung sapaan yang dibentuk berdasarkan nama diri

Dengan menundukkan kepala, membongkok sedikit, dan lemah lunglai, Ranta keluar dari rumah melewati pintu. Dengan airmuka muram, tak senang hati dan segan ia menghadap Musa. Dan dengan suara bernada bersalah ia memulai: Saya, Gan. Mengapa tak dari tadi-tadi muncul? Ranta tak menjawab, hanya menjatuhkan pandangannya lebih dalam. Tak baik pura-pura tak dengar. Biasanya kau tak begitu, Ranta. Saya, Gan. Nah, Ireng, aku mau bicara dengan lakimu, pergilah. … Ranta maju sedikit dan berdiri di samping Musa agak di belakangnya. Dengan suara mencoba-coba ramah, ia menyilakan: Duduk, Gan. Tetapi Musa pura-pura tak dengar. Ia menerawang langit. Berkata: Mau hujan. Llihat, tu. Ah-ah, waktu baik, musim baik. Bukan, Ta? Ya, Gan. Bagaimana? Bisa jual kerbau Minin? Sudah dijualkan orang lain, Gan. Tak apa, lihat langit itu! Saya, Gan. Waktu baik, musim baik, Gan. … Pasar diobrakabrik DI. Sudah tahu, Ta? Jadi binimu juga gagal. Nah, waktu baik, musim baik. Malam ini, Ta, ingat-ingat, nanti jam sebelas malam. Pekerjaan apa, Gan? Ambil bibit karet, ya? Susah membawanya, Gan? Susah mana sama lapar, Ta? … Juragan tahu sendiri, Gan, dulu hampir-hampir tertangkap. Goblok! Apa perlunya otak dalam kepalamu itu! Saya, Gan. Jadi berangkat nanti malam. Aku tunggu jam tiga pagi di rumah. Saya, Gan. (hlm. 16,17,18) Ireng menerima uang itu, mengajinya pada sinar lampu yang menerobosi dinding, kemudian berkata menanggung geram: Seringgit! Sibuaya! Diam, Ireng. Diam.

Page 78: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

67

Kalau aku laki-laki, Pak, sudah lama dia kutekuk batang lehernya. Kau yang selamanya baik dipaksa jadi pencuri! Diam Ireng. Diam? Engkau lakiku, bukan lakinya. Kalau ada apa-apa? Ranta bangun dan duduk, ditariknya tangan Ireng dan dengan lemahlembutnya berkata dengan kata-kata yang keluar satu-satu, jelas, pelahan, dan penuh kasihsayang: Ada waktunya, Reng. Kita sudah cukup bekerja—kita berdua. Tetapi rejeki masih juga di tangan Tuhan. … Insya Allah, Pak. Insya Allah. Tidurlah. Ireng terkejut. Ia cari mata suaminya di dalam kerembangan beranda dan bertanya dengan nada kuwatir: Kau, Pak? Kau mau ke mana? Ranta tak menjawab. Pergi juga, Pak? Nyolong bibit karet? Ranta menarik tangan istrnya dan dibawanya masuk ke dalam rumah. Di depan pintu Ranta menahan Ireng dan menatap matanya. Berkata: Dengar, Reng. Memang aku sering nyolong. Tapi bukan karena kemauanku aku jadi maling. Pak! Pak! Kalau nanti keadaan sudah baik….. Kalau ditangkap, Pak? …….. tentu saja tak ada seorang juga mau jadi maling, Ireng…….. Kalau dipukuli orang banyak, Pak, dipukuli penjaga onderneming…….. Jangan doakan, Ireng, jangan. Pak! Pak! Sekarang ini mereka yang tentukan hidup kita, Ireng. Mereka! Siapa mereka, Pak? Siapa? Kau tak tahu? … Jangan pergi, Pak! Tapi besok hari Senen. Kita mesti tengok Riah di rumahsakit. Pelahan-lahan penuh pikiran keduanya masuk ke dalam. Dari dalam terdengar suara Ireng: Besok saja kita makan, Pak. (hlm. 19,20,21) Ireng memeluk lakinya dan bertanya setengah meratap: Kenapa, Pak? Kenapa? Mana pikulan? Mana golok? Dengan tenangnya Ranta membebaskan diri dari papahan kedua orang pendatang itu, juga dari pelukan istrinya berkata: … Ranta menggeleng-gelengkan kepala penuh kesabaran. Dan dengan suara bernada keyakinan ia pun menyabarkan mereka:

Page 79: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

68

Kekayaan mereka peroleh dari maling. Ireng, kau ingat waktu anak kita yang pertama sakit keras, pinjam hutang pada mereka? Anak kita… … Tidak apa-apa, Ireng. Aku bilang, tidak apa-apa. Nanti kalau keadaan sudah baik, semua ini tak lagi terjadi. Sekali lagi Ireng menghapus matanya, sekali ini dengan ujung kebayanya. Cepat-cepat sambil menunduk menyeka mata ia masuk ke dalam rumah. Dengan suara tertahan-tahan tersumbat di dalam kerongkongan terdengar ia berkata dari dalam: Ah, Pak, itu-itu juga yang kau katakan. Kau terlalu sabar. Tapi kapan keadaan akan jadi baik? Ranta tersenyum. Dengan yakinnya ia berkata: Senang aku dengar perkataan seperti itu, Ireng. Sudah lama kutunggu-tunggu. Kapan keadaan jadi baik? Yang Pertama dan Yang Kedua mengawasi Ranta dengan pandangan mengagumi. Kapan? Itu tergantung pada kapan kita sendiri mulai mengusahakan. Kembali terdengar suara Ireng dari dalam: Aku tak mengerti, Pak. (hlm. 25,26,28) Ranta memutuskan kata-kata istrinya istrinya: Kita sudah bosan putusasa. Kita takkan putusasa lagi. Kita akan perbaiki keadaan kita. Bukan, Ireng? Yang Kedua, yang amat mengagumi Ranta, bertanya: Benar. Tapi kapan? Bagaimana caranya? Entahlah, barangkali nanti kita tahu. Yang Pertama sekarang membuka suara: Kang, tidak ada apa-apa, kan? Kita akan terus pulang saja sekarang. (hlm. 31) Ireng menatap suaminya. Berkata: Cuma orang-orang semacam di kawan kita, Pak. Ya, orang-orang seperti dia, jangan remehkan, Ireng. Apa kekuasaannya, Pak? Belum ada. Tapi yang berkuasa sekarang dan dulu berasal dari orang-orang seperti dia juga, Ireng. Ingat-ingat! Kita pergi ke rumahsakit? (hlm. 32) Ranta berhenti di samping rumahnya, berkata dengan suara mendesis melalui giginya: Binatang buas! Ireng berlari-larian keluar, menarik tangan kanan Ranta dan menyabarkan: Jangan marah, Ranta. (hlm. 35) Ranta tak mempedulikan kata-kata Yang Kedua. Cepat ia berpaling pada istrinya dan berkata: Reng, ambil semua pakaian. Kalau sudah kunci pintunya. (hlm.37)

Page 80: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

69

Seorang wanita muda lagi cantik, berkain batik, berkebaya potong baru serta berkerudung tule halus sedang duduk menghadapi kopi. Ia berumur kurang lebih duapuluh tahun. Antara sebentar ia mengawasi pintu depan. Ia nampak agak gelisah. Sejenak kemudian ia bangkit dan meninjau-ninjau pelataran melalui lubang pintu depan. Tetapi keadaan masih juga sunyisenyap. Nampak benar ia tak dapat menguasai kegelisahannya dan berseru-seru memanggil bujangnya: Li! Li! Rodjali, bujang kesayangan, muncul dalam pakaian piama tua yang di sana-sini sudah ditambal, sedang di atas kepalanya bertengger peci merah, yang juga telah tua. Ia berumur kurang lebih delapanbelas tahun. Perawakannya tinggi lampai, gerakgeriknya gesit, sedang matanya tergambar kesigapan dan kecerdasan. Tanpa menjawab ia menghadap Nyonya lewat pintu dalam. Melihat Rodjali sudah ada di hadapannya, Nyonya bertanya dengan suara cepat: Juragan tidak pesan apa-apa tadi ? Setelah menyekakan kedua belah telapak tangan pada sampingmenyamping celana piama, Rodjali menjawab: Ada, Nya. Katanya pergi ke rumah Ranta. Biasanya tak begini lama. Barangkali banyak urusan. Coba susul, Li. Cepat! (hlm. 41) Juragan Musa tak memberikan reaksi apa-apa. Ia terpekur dengan wajah tenggelam dalam kedua belah telapak tangannya. Tiba-tiba ia menegakkan badannya di atas kursi itu, melepas peci dan dipergunakan untuk mengipasi lehernya, kemudian secara mendadak ia bangkit berdiri menengok ke arah pintu depan, berteriak murka: Gila kau, Li. Sudah kuwanti-wanti jangan pergi! (hlm. 46) Sejurus Juragan Musa berpikir, kemudian menatap istrinya. Bertanya dengan nada mengandung kasihsayang sedikit: Kau bisa hidup melarat denganku, Nah? … Kau mau mengikuti aku dalam senang dan sengsara, bukan, Nah? Kau sendiri dengar bagaimana janji nikahku. Cuma soalnya, bagaimana yang sana? Biar aku ceraikan. Nyonya menatap suaminya dengan kasihsayangnya. Aku dalam kesulitan, Nah. Nyonya tersenyum tak percaya. Tetapi Juragan Musa meneruskan dengan keterangannya: Benar, Nah. Maafkan segala kata-kata yang terlanjur tadi. Nyonya agak terharu mendengar itu. Ia hampiri suaminya dan duduk di atas tangan-tangan kursi suaminya. Tetapi tiba-tiba Juragan Musa ingat akan kesulitannya dan sagera mengelakkan. Berkata gugup:

Page 81: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

70

Jangan ajak aku bicara panjang-panjang. Keadaan amat sulit. Lebih baik siapkan barang-barang yang perlu. Kita tak jadi ke kota? Tidak, Nah, tidak ke kota, mungkin ke hutan. … Apa boleh buat, Nah. Keadaan memaksa. Kau ikut, bukan? Sejenak Nyonya merenung bimbang. Kemudian nampak ia memberanikan diri dan menjawab: Apa boleh buat. Janji sudah diikrarkan waktu nikah. Tentu saja aku akan tetap setia kepadamu, dunia-akhirat. Hanya pintaku, perlakukan aku sepatutnya. Kau sendiri tahu aku bukan perempuan sembarangan, tetapi keluaran SKP! Kau akan kuperlakukan sepatutnya, Nah. Berkemaslah. (hlm. 47,48,49) Nyonya meninggalkan ruangan melalui pintu samping masuk ke dalam kamar. Juragan Musa menarik keris pusaka dari ikat pinggang dan mengaji-ngajinya. Nampak ia menggeleng-geleng sebentar, kemudian mencium tangkai senjata itu dan menyelipkannya kembali pada sabuknya. Akhirnya ia duduk merenung-renung di kursi dengan mata tetap mengawasi pelataran depan. Tiba-tiba ia bangkit berdiri. Tangan kanannya terangkat ke atas dan mulutnya bersuara: Allaikumsalam! Masuk, Meng! … Kini Juragan Musa menatap Djameng dan berkata: Cukup Djameng. Pergi kau. Ia ulurkan selembar uang kepada tamunya, dan Djameng pun membungkuk-bungkuk berterima kasih, pada isterinya: Siap, Nah? (hlm. 51)

Tinggalah sekarang Juragan dan Nyonya. Masing-masing mengambil tempat duduk dan berhadapan. Kesempatan itu dipergunakan oleh Juragan untuk bicara dengan istrinya: Maafkan segala kekhilafanku, Nah. Tetapi Nyonya tak menyahut. Juragan Meneruskan: Adakalanya orang tak dapat menahan keberangan, Nah. (hlm. 62) Komandan menghampiri dan bertanya: Kami berterimakasih padamu, Ranta. Atas nama Tentara dan Pemerintahan, kami pun mengucapkan terimakasih pada jasamu……… Ranta hanya menggeleng-gelengkan kepala. Melihat itu segera Komandan mendesak dengan pertanyaan yang bersungguh-sungguh: Mengapa, Ranta? Nampaknya kau tak bersenanghati. Ranta menengadahkan mukanya memandangi gambar-gambar di dinding dan setelah mengeluh berat ia berkata lambat-lambat setengah memperingatkan: Memang dengan tertangkapnya orang-orang ini daerah kita menjadi aman, Pak. Tapi sampai berapa lama? Sambil menunjuk tangkapan-tangkapan ia meneruskan: Orang-orang ini takkan jera-jeranya mengacaukan keamanan kita.

Page 82: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

71

Mereka tidak sendirian, mereka akan membalas dendam. Terutama abdi yang akan dimusuhi mereka, Pak. (hlm. 71,72) Komandan tersenyum puas, kemudian menerangkan: Gerombolan Pak Lurah sudah disergap. Habis riwayat pengacauan di sini. Memang benar, kau, Ranta, mereka takkan tinggal diam. Mereka akan membalas dendam. Tapi aku ada pikiran……. bagaimana kalau kau kuangkat jadi lurah sampai diadakan pemilihan lurah baru? Ranta menunduk. Wajahnya berseri-seri. Dari mulutnya terdengar kata-katanya yang mengambang antara harapan, keyakinan, dan kecemasan: Apalah abdi ini, Pak? Pada saat itulah Juragan Musa mengawasi Ranta dengan sengit dan nafsu pemabalasan dendam yang berkobar-kobar. Tetapi tanpa disadarinya Komandan mengetahiu hal itu. Akhirnya, dengan sengaja untuk menyengitkan hati Juragan Musa, Komandan itu meneruskan sambil menatap Juragan Musa: Aku percaya padamu, Ranta. Mulai hari ini kau jadi lurah sini. Kau harus ikut jaga keamanan dengan kami. Sudah, jangan bantah. (hlm. 72,73) Setelah sunyisenyap sebentar dan hanya terdengar kokok ayam betina, masuklah dalam ruang tamu itu Rodjali, bercelana piama putih terbuat dari poplin, berpeci, barbaju kaos kutang, dan berkalung sarung pelikat yang jatuh di belakang punggung. Langsung ia masuk ke dalam rumah melalui pintu depan, dan keluar lagi membawa topo dan mulai mengelapi perabot. Pada waktu ia hendak keluar ruangan tamu melalui pintu depan, setelah pekerjaannya selesai, muncul Ranta yang bersarung, tanpa sandal dan berbaju piama, yang menuju langsung ke sice, kemudian duduk, dan memanggil kembali Rodjali. Setelah Rodjali duduk di hadapannya mulai ia berkata: Djali, maafkan kekhilafanku. Dahulu aku curigai kau. Ternyata kau pembantu utama. Tanpa kau tak dapat perusuh-perusuh itu digulung. Dan tanpa menunggu jawaban, langsung ia bertanya dengan nada lain: Bagiamana pendapatmu tentang desa kita sekarang? Ah, Pak Lurah, tanpa kutanyai, orang-orang sudah bilang: keadaan sekarang sudah mulai baik benar. … Tidak, kita bersatu dan juga melawan, bahkan menyerang. Ah, Djali, kau berpikir secara dulu juga seperti yang lain-lain. Begini, Djali, kalau ada persatuan, semua bisa kita kerjakan, jangankan rumah, gunung dan laut bisa kita pindahkan. … Kemudian dengan irama mendongeng Ranta bercerita: … Barang apa dikerjakannya, dia akan tetap jadi mangsa. Kau dengar, Djali? Abdi dengar, Pak Lurah. Tapi abdi lebih percaya pada kebenaran. Kau belum banyak makan garam, Djali. Dengar. Aku… (hlm. 75,76,77) Dari pintu dalam muncul Rodjali, yang langsung menghadap Ranta:

Page 83: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

72

Ya, Pak? Ha, Djali. Susul Nyonya, ya. Bilangkan dia mesti kembali. Tak ada satu orang boleh tinggalkan desa ini. Lari, cepat! (hlm. 88)

Ranta muncul di lubang pintu dan langsung menegur: Bagaimana Nyonya. Sudah dibilangi? Sudah, Pak, tapi tak mau dengar. Di mana dia sekarang? Di pinggir jalan, di bawah pohon duren, di tepi jurang itu, Pak. Tunggu truk tentara, katanya. Sudah sejauh itu? Ya, Pak. Apa katanya? Rodjali menggaruk-garuk kepala, tak tahu apa mesti dikatakannya. Melihat kebingungan menguasai diri Rodjali, ranta segera memberanikan hatinya: Ayoh, Djali, mengapa mesti takut? Rodjali memperhebat garukan pada kepalanya. Dengan ragu-ragu ia mulai berkata, patah demi patah: Aku takut, Pak Lurah. Mengapa? Aku tahu, jawabannya akan menyakiti hati Pak Lurah. O, itu aku tahu benar. Jadi, apa katanya? Katanya, katanya. ‘Ah, si Ranta, apa sih dia? Aku kan lebih pintar? Aku kan lebih pandai dari dia? Aku keluaran SKP. Dia? Menulis saja hampir-hampir tak dapat!’ jangan gusar padaku, Pak Lurah. Lantas kau bilang apa? Aku bilang, soalnya bukan pintar atau pandai, Nyonya. Soalnya kewajiban. Pak Lurah wajib menyampaikan kepada Nyonya, Nyonya hendaknya membatalkan perjalanan. Tapi dia marah padaku. … Gampang saja, Pak Lurah. Begini: ‘Mengkhianati pengkhianat bukan pengkhianatan Nyonya.’ Lantas Nyonya saya pinta supaya kembali lagi. Tapi tak juga mau. Katanya: ‘Aku tahu truk militer tak mau membawaku ke Sukabumi. Tapi truk pertambangan masih banyak yang bakal lewat. Truk pengangkut singkong dan kayu juga.’ katanya. Jadi pulang sajalah Rodjali ini, Pak Lurah. Sendirian dia di sana? Sama siapa lagi? Susul lagi, Djali. Keadaan tidak aman. Dia diminta kembali. (hlm. 91,92)

Isteri Ranta tak sanggup menjawab. Rodjali mengetok-ngetok dari luar. Dengan suara gemetar perempuan itu bertanya: Si-a-pa? Rodjali, Bu, cuma Rodjali! Ireng, isteri Ranta, mendengar jawaban Rodjali serta-merta mengusap-usap dada dan menyebut: Astaga! Cuma Rodjali? Buat kaget orang saja, kau, Li.

Page 84: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

73

Terdengar tertawa pendek di luar yang menyatakan sukacita, kemudian menyusul suaranya: Benar-benar kaget, Bu? … Melihat hal itu Rodjali segera bertindak sebagai juru penerang: Terkepung, Bu, di tengah-tengah pertempuran. Untung saja selamat. Lebih baik Nyonya jangan tanyai dulu, terlalu lelah dan kaget. … Dari dalam terdengar suara Rodjali: Bu, pestol Pak Lurah dibawa, Bu? … Dalam kesenyapan itu terdengar bisik pelahan Ireng: Tunggu saja dulu, Bu. Mati yang kau tusuk? Nah itu orangnya, masih menggelepar. Bagaimana ibu? Tak apa-apa. Satu orang kutusuk dengan pisau dapur. Ya Allah. Kita menang, Djali. Ya Allah, gampangnya pertempuran ini. Hss, jangan sombong. Mereka mungkin datang lagi. Kembali sunyisenyap. Kemudian terdengar lagi suara ireng: Mereka tak kembali lagi. Kita masuk lagi, Bu. Ayohlah. … Mendengar suara itu Rodjali berdiri diam-diam mendengarkan. Setelah ucapan Ireng selesai, Rodjali bertanya: Sudah sadar, Bu? Ireng menjawab dari dalam rumah: Kasihan. Belum, Djali. Sudah tengah malam, belum, Djali? Hampir subuh, Bu. Kukira masih sore. Djali mesti pergi cari Pak Lurah, Bu? Tidak! Urus mayat-mayat itu, Li. (hlm. 95,96,97,98,99) Dengan agak segan-segan Rodjali bercerita: Ya, Pak. Abdi temukan Nyonya terbaring di tengah-tengah rumpun teh liar. Pak, Pak, sudah tidak berpakaian lagi. Kopornya kosong……… Ranta menajamkan pendengaran dan mengawasi Rodjali baik-baik: Kenapa? Kenapa? Gerombolan, Pak. … Ranta mencegah diteruskannya ucapan Komandan: Hsss. Tak baik terdengar olehnya, Pak. He, Djali, coba laporkan gerombolan yang datang kemari tadi. Rodjali berseri-seri dan memulai ceritanya:

Page 85: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

74

Wah, Pak, satu rombongan DI kami lawan berdua! Dua kami binasakan, Pak. Kami, Pak, kami berdua, abdi dan Bu Lurah! Pak Komandan tertawa senang dan berkata riang: Omongkosong saja, kau, Djali. Lihat di belakang, Pak. Dua korban, dua pucuk senjata rampasan. … Mendengar hal itu Rodjali meminta menghiba-hiba: Biarlah senjata itu ada di sini, Pak, biar kami merasa lebih aman. Pak Lurah menatap Pak Komandan, memberikan perkuatan pada permohonan Rodjali. Melihat itu Komandan mengangguk menjawab: Tentu saja boleh. Tapi semua harus dilaporkan dulu. Nomor senjata harus dicatat dahulu, apa macamnya, berapa pelurunya…………. masak seperti minta pisang goreng saja? Eh, Djali, antarkan anak-anak ini untuk memeriksa mayat-mayat itu. (hlm. 102,103,104) Setelah itu dengan langkah tegap ia tinggalkan ruang tamu dan hilang melalui pintu depan dalam iringan anakbuahnya. Rodjali mengikuti sampai pintu, kemudian mengunci pintu dari dalam. Ranta menegurnya: Tidak lelah, Djali? Siapa yang tak lelah, Pak? Mengasolah. Masih ada yang menderita, Pak. Nyonya! Benar juga. Tidurlah, Pak. Tidur? Ranta menebarkan pandangannya ke keliling. Kemudian menyebut keras-keras, yang menunjukkan kekagetannya: Ya, Allah! Kenapa, Pak? Sudah pagi lagi, Djali. Djali pun menebarkan pandangannya ke keliling, menggeleng-geleng bergumam: Bukan main cepatnya. Tidurlah, Li. Sudah siang sekarang. Banyak yang gantikan kau. Tapi jangan lupa: tetaplah waspada, juga diwaktu tidur nyenyak, dalam mimpi! Sebelum Djali pergi ke dalam ia berhenti sebentar di hadapan meja, mengawasi sejata-senjata itu dan berkata: Disimpan dimana ini, Pak? (hlm. 105,106)

Dari dalam rumah terdengar pangilan: Pak! Pak! Ranta menengok ke arah pintu dalam sambil mengembalikan revolver itu pada selitannya kembali. Menjawab: Reng? Panggil aku? Belum juga tidur?

Page 86: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

75

Sudah pagi, Reng. Pagi? Syukur alhamdulillah. Ranta mengangkat senjata-senjata di atas meja dan dibawanya masuk ke dalam. Kemudian keluar kembali. Sebentar kemudian muncul pula Ireng. Waktu Ranta mengambil tempat duduk di sice, Ireng menepuk bahunya dan menegur lagi: Tidurlah, Pak. Nanti sakit. (hlm. 106,107) 2. Tuturan yang mengandung sapaan yang dibentuk berdasarkan istilah

kekerabatan

Ia berpakaian kebaya hitam dan berkain tenun kehitam-hitaman. Jalannya menunduk. Waktu dilihatnya suaminya, ia agak tertegun. Dan wajahnya yang masih muda itu agak kaget sedikit. Segera ia menghampiri suaminya dan menegur dengan suara setengah berbisik: Sudah pulang, Pak? Ranta hanya menurunkan kaki dari bale dan mengeluh. Ireng bertanya dengan suara lemah: Tidak ada hasil? Ranta bengkit dan sambil menghampiri pintu yang masih terkunci berkata tertahan: Kerbaunya sudah dijualkan orang lain. Bagaimana di pasar tadi? Istrinya membuka kunci pintu dan menyilakan suaminya masuk. Dengan menghadap pada pintu ternganga dimana suaminya masuk ke dalam rumah ia berkata dengan suara yang masih juga tertahan: Pasar kacau, Pak. Diobrak-abrik DI. (hlm.14,15)

Ireng menerima uang itu, mengajinya pada sinar lampu yang menerobosi dinding, kemudian berkata menanggung geram: Seringgit! Sibuaya! Diam, Ireng. Diam. Kalau aku laki-laki, Pak, sudah lama dia kutekuk batang lehernya. Kau yang selamanya baik dipaksa jadi pencuri! Diam Ireng. Diam? Engkau lakiku, bukan lakinya. Kalau ada apa-apa? Ranta bangun dan duduk, ditariknya tangan Ireng dan dengan lemahlembutnya berkata dengan kata-kata yang keluar satu-satu, jelas, pelahan, dan penuh kasihsayang: Ada waktunya, Reng. Kita sudah cukup bekerja—kita berdua. Tetapi rejeki masih juga di tangan Tuhan. … Insya Allah, Pak. Insya Allah. Tidurlah.

Page 87: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

76

Ireng terkejut. Ia cari mata suaminya di dalam kerembangan beranda dan bertanya dengan nada kuwatir: Kau, Pak? Kau mau ke mana? Ranta tak menjawab. Pergi juga, Pak? Nyolong bibit karet? Ranta menarik tangan istrnya dan dibawanya masuk ke dalam rumah. Di depan pintu Ranta menahan Ireng dan menatap matanya. Berkata: Dengar, Reng. Memang aku sering nyolong. Tapi bukan karena kemauanku aku jadi maling. Pak! Pak! Kalau nanti keadaan sudah baik….. Kalau ditangkap, Pak? …….. tentu saja tak ada seorang juga mau jadi maling, Ireng…….. Kalau dipukuli orang banyak, Pak, dipukuli penjaga onderneming…….. Jangan doakan, Ireng, jangan. Pak! Pak! Sekarang ini mereka yang tentukan hidup kita, Ireng. Mereka! Siapa mereka, Pak? Siapa? Kau tak tahu? … Jangan pergi, Pak! Tapi besok hari Senen. Kita mesti tengok Riah di rumahsakit. Pelahan-lahan penuh pikiran keduanya masuk ke dalam. Dari dalam terdengar suara Ireng: Besok saja kita makan, Pak. (hlm. 19,20,21) Yang Pertama menghampiri pintu dan menyapa: Pak, Pak! Bukan DI ini, orang baik-baik. Boleh nginap sini, Pak? Tak berjawab Mereka letakkan bawaannya masing-masing di dekat pintu kemudian tidur di atas bale. (hlm. 21,22)

Dan langit yang biru pekat sebentar tadi kini sudah menipis sehingga nampak sudah alam dalam kerembangan yang samar. Nampak Yang Pertama terlompat dari bale, mengocok mata, menatap Ireng kemudian membeliakkan matanya yang belum awas dan dengan kagetnya berseru: Maaf, Mpok. Kami menginap di sini semalam. Kami sudah …… Yang Kedua pun bangun dan turun dari bale dan meneruskan kata-kata Yang Pertama: Tapi tak ada yang dengar, jadi kami tidur saja di sini. … Ireng sebentar masih terheran-heran. Baru kemudian ia sadar akan dirinya dan bertanya: Tidak lihat lakiku? Yang Kedua duduk di ambin sambil menjawab dan mengocok mata: Maaf, Mpok, begitu kami rebah, begitu tertidur. (hlm. 23)

Page 88: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

77

Ireng memeluk lakinya dan bertanya setengah meratap:

Kenapa, Pak? Kenapa? Mana pikulan? Mana golok? Dengan tenangnya Ranta membebaskan diri dari papahan kedua orang pendatang itu, juga dari pelukan istrinya berkata: … Ranta menggeleng-gelengkan kepala penuh kesabaran. Dan dengan suara bernada keyakinan ia pun menyabarkan mereka: Kekayaan mereka peroleh dari maling. Ireng, kau ingat waktu anak kita yang pertama sakit keras, pinjam hutang pada mereka? Anak kita… … Tidak apa-apa, Ireng. Aku bilang, tidak apa-apa. Nanti kalau keadaan sudah baik, semua ini tak lagi terjadi. Sekali lagi Ireng menghapus matanya, sekali ini dengan ujung kebayanya. Cepat-cepat sambil menunduk menyeka mata ia masuk ke dalam rumah. Dengan suara tertahan-tahan tersumbat di dalam kerongkongan terdengar ia berkata dari dalam: Ah, Pak, itu-itu juga yang kau katakan. Kau terlalu sabar. Tapi kapan keadaan akan jadi baik? Ranta tersenyum. Dengan yakinnya ia berkata: Senang aku dengar perkataan seperti itu, Ireng. Sudah lama kutunggu-tunggu. Kapan keadaan jadi baik? Yang Pertama dan Yang Kedua mengawasi Ranta dengan pandangan mengagumi. Kapan? Itu tergantung pada kapan kita sendiri mulai mengusahakan. Kembali terdengar suara Ireng dari dalam: Aku tak mengerti, Pak. (hlm. 25,26,28) Ranta memutuskan kata-kata istrinya istrinya: Kita sudah bosan putusasa. Kita takkan putusasa lagi. Kita akan perbaiki keadaan kita. Bukan, Ireng? Yang Kedua, yang amat mengagumi Ranta, bertanya: Benar. Tapi kapan? Bagaimana caranya? Entahlah, barangkali nanti kita tahu. Yang Pertama sekarang membuka suara: Kang, tidak ada apa-apa, kan? Kita akan terus pulang saja sekarang. (hlm. 31) Ireng menatap suaminya. Berkata: Cuma orang-orang semacam di kawan kita, Pak. Ya, orang-orang seperti dia, jangan remehkan, Ireng. Apa kekuasaannya, Pak? Belum ada. Tapi yang berkuasa sekarang dan dulu berasal dari orang-orang seperti dia juga, Ireng. Ingat-ingat! Kita pergi ke rumahsakit? (hlm. 32)

Page 89: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

78

Tanpa mereka duga-duga, datang Yang Pertama, Yang Kedua, membawa seorang teman Yang Ketiga. Yang Ketiga adalah seorang setengah baya bertubuh kecil, pendek, tetapi gesit tingkahlakunya. Kang, tegur Yang Petama, ini kawanku. Sudah……. (hlm. 36)

Tiba-tiba Pak Kasan terbahak-bahak tertawa dan dengan lantangnya berkata: Mengungsi? Tambah hari tambah kuat kita di sini, Pak! Kapan mesti dibereskan si Ranta itu? (hlm. 52)

Ranta maju ke hadapan Komandan dan dengan tiada ragu-ragu lagi menjawab sambil melirik pada Juragan Musa: Dia punya, Pak. Abdi pungut dari depan rumah abdi. Semua mata tertuju pada Juragan Musa. Kerena merasa bahwa semua mata tertuju kepadanya dengan gugupnya Juragan Musa bersuara: Memang tasku, Pak. Komandan segera menyambar: Mengapa tak bilang dari tadi? Juragan Musa berdiam diri sebentar. Tiba-tiba menjawab: Malam begini, Pak, tidak begitu terang. Tapi, Pak, waktu kubawa pergi tidak ada isinya. Tanpa ditanya Ranta membantah: Tidak benar, Pak. Abdi pungut tas itu. Tidak abdi buka-buka, Pak. Ada beberapa saksi. Kami berlima, abdi, isteri abdi, dan tiga orang lain terus langsung menghadap Bapak. Bapak sendiri yang buka tas itu. Komandan menatap juragan Musa dan bertanya: Jadi darimana isi itu masuk dalam tas kosong ini? Wallahualam, Pak. Mendengar hal itu Komandan jadi marah. Dicekaunya Juragan Musa pada lehernya dan berteriak: Memangnya Juragan Musa piara setan? Sementara itu prajurit-prajurit yang diwajibkan menggeledah kembali ke ruang tamu dan masing-masing melaporkan bahwa tiada suatu pun yang dapat ditemukan selain bungkusan pakaian. Mendengar hal itu segera saja Juragan Musa angkat bicara: Tak ada apa-apa yang mencigakan di sini, Pak. (hlm. 60,61) Komandan menghampiri tuanrumah, dengan mata berseri-seri memerintahkan: Berdiri tegak, Juragan! Juragan Musa berdiri tegak. Tangan angkat tinggi-tinggi, Juragan. Juragan Musa mengangkat tangan kanannya. Lebih tinggi, Juragan. Lempang ke atas.

Page 90: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

79

Juragan Musa melempangkan kedua belah tangannya. Setelah itu seluruh tubuhnya digerayangi. Akhirnya ditemukan keris pusaka itu di balik baju Juragan Musa, mencabutnya dan menaruhnya di atas meja. Melihat itu Juragan Musa memprotes sambil menuding-nuding: Jangan ganggu pusaka warisan, Pak, tidak baik. … Sekarang komandan menggagapi tubuh bagian belakang sambil bertanya dengan mulut dihampirkan pada kuping tangkapannya: Apa gunanya keris pusaka di bawa ke mana-mana, Juragan? Biar hati aman, Pak. Komandan tertawa senang dan segera menyambut: O, mengerti aku sekarang. Jadi selamanya hati Juragan tidak aman, eh? Mengapa selamanya tidak aman, Juragan? (hlm. 58,59) Nyonya Juragan Musa menghampiri Komandan dan meminta dengan amat sangatnya: Jangan siksa suamiku lebih lama, Pak. Komandan itu membungkuk sambil berkata: Suami Nyonya benar-benar orang yang baik dan terhormat, tetapi orang yang berdiri di hadapan Nyonya ini lain lagi, Nyonya. (hlm. 59)

Yang mendapat tugas bersaluir dan pergi membawa separoh meninggalkan ruang tamu, dari luar rumah terdengar percakapan-percakapan yang tertahan sehingga hampir-hampir menyerupai bisik: Ya, kau ikut. Siapa lagi, Pak? (hlm. 65)

Komandan menghampiri dan bertanya: Kami berterimakasih padamu, Ranta. Atas nama Tentara dan Pemerintahan, kami pun mengucapkan terimakasih pada jasamu……… Ranta hanya menggeleng-gelengkan kepala. Melihat itu segera Komandan mendesak dengan pertanyaan yang bersungguh-sungguh: Mengapa, Ranta? Nampaknya kau tak bersenanghati. Ranta menengadahkan mukanya memandangi gambar-gambar di dinding dan setelah mengeluh berat ia berkata lambat-lambat setengah memperingatkan: Memang dengan tertangkapnya orang-orang ini daerah kita menjadi aman, Pak. Tapi sampai berapa lama? Sambil menunjuk tangkapan-tangkapan ia meneruskan: Orang-orang ini takkan jera-jeranya mengacaukan keamanan kita. Mereka tidak sendirian, mereka akan membalas dendam. Terutama abdi yang akan dimusuhi mereka, Pak. (hlm. 71,72) Komandan tersenyum puas, kemudian menerangkan: Gerombolan Pak Lurah sudah disergap. Habis riwayat pengacauan di sini. Memang benar, kau, Ranta, mereka takkan tinggal diam. Mereka akan membalas dendam. Tapi aku ada pikiran……. bagaimana kalau kau kuangkat jadi lurah sampai diadakan pemilihan lurah baru?

Page 91: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

80

Ranta menunduk. Wajahnya berseri-seri. Dari mulutnya terdengar kata-katanya yang mengambang antara harapan, keyakinan, dan kecemasan: Apalah abdi ini, Pak? Pada saat itulah Juragan Musa mengawasi Ranta dengan sengit dan nafsu pemabalasan dendam yang berkobar-kobar. Tetapi tanpa disadarinya Komandan mengetahiu hal itu. Akhirnya, dengan sengaja untuk menyengitkan hati Juragan Musa, Komandan itu meneruskan sambil menatap Juragan Musa: Aku percaya padamu, Ranta. Mulai hari ini kau jadi lurah sini. Kau harus ikut jaga keamanan dengan kami. Sudah, jangan bantah. (hlm. 72,73)

Sedang asyik mempercakapkan “filsafat”, masuk Komandan diiringkan oleh tiga orang prajurit. Pada wajah Komandan itu tergambar senyum puas. Segera ia menegur Pak Lurah: Apa kabar, Pak Lurah? Ranta dan Rodjali, yang sedang tenggelam dalam “filsafat”nya tak menyadari akan kedatangan mereka, karena itu teguran itu membuat mereka terkejut. Pak Lurah terlonjak, kemudian berlari-larian menyilakan tamunya, sedangkan Rodjali membungkuk cepat-cepat memberi hormat dan kemudian keluar dari ruang tamu. Berkah, Pak, berkah! Tanpa menunggu suatu pembukaan, Komandan langsung menceritakan maksud kedatangannya dengan nada tidak kemiliter-militeran, seperti tidak dalam dinas dan seperti pada seorang tamu di rumah dendiri: Begini, Pak Lurah. Kami mendapat laporan, gerombolan Oneng… Ranta merenung-renung sebentar, sementara Komandan itu menungu jawaban. Akhirnya dengan pelahan-lahan Ranta menerangkan: Begini, Pak Komandan, jelek-jelek abdi punya juga pengalaman pertempuran. Abdi pernah… … Komandan menengahi: Maksudmu gotongroyong? Tentu, Pak. Cobalah pikir. Pak, kami di sini hanya tahu tanah dan pacul. Mereka punya senjata dan gerombolan. Kalau kita tidak mau bersatu, tidak mau gotongroyong, apa yang kami bisa perbuat dengan cuma tahu pacul ini! Kembali Komandan menengahi: Jadi apa mesti kita perbuat, Pak Lurah. Pak Lurah Ranta menjawab tegas: Begitulah, Pak. Kita bersama-sama bergotongroyong membuat pertahanan, jebakan, ranjau-ranjau. Jalan di sini tidak banyak. Kemudian Komandan menengahi: Yakin benar Pak Lurah, kalau kita bakal menang? Dengan sertamerta Pak Lurah menyambut: Abdi, mah, kenal daerah sini, Pak. Biar abdi urus, Pak. Percaya sajalah. Kalau sudah beres, nanti abdi menghadap bapak. (hlm. 77,78,79)

Page 92: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

81

Pak lurah mengantarkan mereka sampai di pintu depan. Kemudian berseru memanggil-mangil: Djali! Djali! Dari kejauhan terdengar jawaban: Ya, Pak. Sini, cepat! (hlm. 79)

Dari kursinya Lurah Ranta berseru: Ayoh, masuk, kawan-kawan! Beberapa orang masuk ke dalam dengan berkalung sarung tenunan, berpeci, tanpa alas kaki. Semua bercelana hitam kolor di bawah lutut tetapi sebagian dari merka berbaju kaos buntung dan sebagian berbaju teluk belanga. Seorang telanjang dada. Mereka semua berdiri di hadapan Pak Lurah, menunggu perintah. Pak Lurah tersenyum puas. Berkata: Jadi sudah datang semua. Bagus. Nah, saudara-saudara, kalian semua ketua Rukuntetangga. Rukuntetangga di sini didirikan buat bantu pemerintah desa, dan pemerintah desa dipulihkan buat bantu saudara semua. Kita Cuma tahu bantu-membantu, gotongroyong, gugurgunung, kerjabakti, bersaudara, satu dengan yang lain, satu dengan semua, semua yang satu. Semua itu saudara-saudara sudah hafal. Nah, sekarang ada soal penting. Dengarkan baik-baik: Gerombolan akan datang menyerang lagi. Tentara yang ditempatkan di desa terpencil ini cuma sedikit. Kita semua harus ikut melawan. (hlm. 84,85)

Ranta mengantarkan mereka keluar pintu. Kemudian ia masuk kembali membawa seorang prajurit. Prajurit itulah yang dengan nada resmi mamulai: Pak Lurah……… Tetapi Ranta menengahi: Silakan duduk, Pak. Tidak perlu, Pak Lurah, terima kasih. Hanya menyampaikan, tak ada di antara penduduk sini diperbolehkan meninggalkan desa ini. Gerombolan memusatkan kekuatannya pada tiga jalan besar yang menghubungkan desa ini. Jangan sampaikan kepada orang lain. … Prajurit itu bertanya: Ada apa, Pak Lurah? Ranta menggeleng, menjawab: Memanggil Rodjali, Pak. Tidak apa-apa. (hlm. 88) Dari pintu dalam muncul Rodjali, yang langsung menghadap Ranta: Ya, Pak? Ha, Djali. Susul Nyonya, ya. Bilangkan dia mesti kembali. Tak ada satu orang boleh tinggalkan desa ini. Lari, cepat! (hlm. 88)

Baru saja Ranta hendak duduk, masuk pula Yang Pertama dari pintu depan sambil mengangkat topi capionya dan menegur:

Page 93: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

82

Ha, Pak Lurah! Apa kabar, Pak? Ranta tak menjawab, hanya tersenyum ramah dan bertanya kembali: Ada urusan apa nih? Yang Pertama duduk di kursi dan setelah menebarkan pandangan ke keliling memulai: Begini, Pak………. Ehemm, bagaimana urusanku, Pak? Nampak Ranta agak terkejut. Matanya ditebarkannya ke seluruh dinding, kemudian mengangguk mengiyakan dan berkata: Tak ingat aku. Terlalu sibuk. Ngomong-ngomong urusan kemarin juga nih? Begini, Pak………. Mau ke Jakarta nih. … Ah, Pak Lurah ini, dulu kan aku yang doakan biar jadi Lurah? Masa sama aku sekarang begitu, Pak Lurah? Ranta tersenyum dalam usahanya untuk menindas kejengkelannya. Sebelum mendapat kesempatan untuk menerangkan soalnya, Yang Pertama sudah meneruskan: Dulu kita sama-sama miskin, Pak Lurah. Masak sekarang sudah lupa sama aku? Kan dulu aku ikut mengantarkan Pak Lurah lapor sama Pak Komandan? Ah-ah-ah. … Yang Pertama menukas dengan kata-kata tangkas: Akur, Pak Lurah, tapi kalau aku tak bisa pergi ke Jakarta hari ini, nasibku lebih kacaubalau lagi. (hlm. 89,90)

Ranta muncul di lubang pintu dan langsung menegur: Bagaimana Nyonya. Sudah dibilangi? Sudah, Pak, tapi tak mau dengar. Di mana dia sekarang? Di pinggir jalan, di bawah pohon duren, di tepi jurang itu, Pak. Tunggu truk tentara, katanya. Sudah sejauh itu? Ya, Pak. Apa katanya? Rodjali menggaruk-garuk kepala, tak tahu apa mesti dikatakannya. Melihat kebingungan menguasai diri Rodjali, ranta segera memberanikan hatinya: Ayoh, Djali, mengapa mesti takut? Rodjali memperhebat garukan pada kepalanya. Dengan ragu-ragu ia mulai berkata, patah demi patah: Aku takut, Pak Lurah. Mengapa? Aku tahu, jawabannya akan menyakiti hati Pak Lurah. O, itu aku tahu benar. Jadi, apa katanya? Katanya, katanya. ‘Ah, si Ranta, apa sih dia? Aku kan lebih pintar? Aku kan lebih pandai dari dia? Aku keluaran SKP. Dia? Menulis saja hampir-hampir tak dapat!’ jangan gusar padaku, Pak Lurah.

Page 94: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

83

Lantas kau bilang apa? Aku bilang, soalnya bukan pintar atau pandai, Nyonya. Soalnya kewajiban. Pak Lurah wajib menyampaikan kepada Nyonya, Nyonya hendaknya membatalkan perjalanan. Tapi dia marah padaku. … Gampang saja, Pak Lurah. Begini: ‘Mengkhianati pengkhianat bukan pengkhianatan Nyonya.’ Lantas Nyonya saya pinta supaya kembali lagi. Tapi tak juga mau. Katanya: ‘Aku tahu truk militer tak mau membawaku ke Sukabumi. Tapi truk pertambangan masih banyak yang bakal lewat. Truk pengangkut singkong dan kayu juga.’ katanya. Jadi pulang sajalah Rodjali ini, Pak Lurah. Sendirian dia di sana? Sama siapa lagi? Susul lagi, Djali. Keadaan tidak aman. Dia diminta kembali. (hlm. 91,92) Dari dalam rumah terdengar suara isteri Ranta: Masih banyak urusan, Pak? Ranta menengok ke arah pintu dalam dan menjawab: Sedang sepi. Ada apa? … Baru saja Ranta hendak masuk ke dalam, seorang prajurit masuk dan langsung menegur: Mau ke mana, Pak? Nampak Ranta amat terkejut dan segera membalikkan badan menghadap tamu baru. Sebelum ia dapat menyilakan tamunya, prajurit itu telah meneruskan: Menyampaikan perintah dari Pak Komandan, Pak Lurah. Diharap pertahanan rakyat dipercepat. Di luar sudah menunggu beberapa orang prajurit OKD untuk membantu pertahanan rakyat. … Keduanya bersiap-siap hendak berangkat. Isteri Ranta mengikuti mereka dari belakang dan dengan agak segan-segan berkata: Pak Ranta belum lagi makan dari pagi. Prajurit itu berpaling kepada perempuan itu dan berkata menghibur: Sepuluh jam tak makan, orang masih kuat kerja, Bu. Jangan kuatir. Dan tak ada sesuatu pun yang dapat dikatakan perempuan itu lagi selain berpesan: Hati-hati, Pak. Sekarang prajurit itu berpaling pada Ranta sambil menunjuk tempat di mana revolver diselipkan dan bertanya: Sudah diisi, Pak. (hlm. 93,94)

Isteri Ranta tak sanggup menjawab. Rodjali mengetok-ngetok dari luar. Dengan suara gemetar perempuan itu bertanya: Si-a-pa? Rodjali, Bu, cuma Rodjali! Ireng, isteri Ranta, mendengar jawaban Rodjali serta-merta mengusap-usap dada dan menyebut:

Page 95: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

84

Astaga! Cuma Rodjali? Buat kaget orang saja, kau, Li. Terdengar tertawa pendek di luar yang menyatakan sukacita, kemudian menyusul suaranya: Benar-benar kaget, Bu? … Melihat hal itu Rodjali segera bertindak sebagai juru penerang: Terkepung, Bu, di tengah-tengah pertempuran. Untung saja selamat. Lebih baik Nyonya jangan tanyai dulu, terlalu lelah dan kaget. … Dari dalam terdengar suara Rodjali: Bu, pestol Pak Lurah dibawa, Bu? … Dalam kesenyapan itu terdengar bisik pelahan Ireng: Tunggu saja dulu, Bu. Mati yang kau tusuk? Nah itu orangnya, masih menggelepar. Bagaimana ibu? Tak apa-apa. Satu orang kutusuk dengan pisau dapur. Ya Allah. Kita menang, Djali. Ya Allah, gampangnya pertempuran ini. Hss, jangan sombong. Mereka mungkin datang lagi. Kembali sunyisenyap. Kemudian terdengar lagi suara ireng: Mereka tak kembali lagi. Kita masuk lagi, Bu. Ayohlah. … Mendengar suara itu Rodjali berdiri diam-diam mendengarkan. Setelah ucapan Ireng selesai, Rodjali bertanya: Sudah sadar, Bu? Ireng menjawab dari dalam rumah: Kasihan. Belum, Djali. Sudah tengah malam, belum, Djali? Hampir subuh, Bu. Kukira masih sore. Djali mesti pergi cari Pak Lurah, Bu? Tidak! Urus mayat-mayat itu, Li. (hlm. 95,96,97,98,99) Baru saja ia hilang, terdengar pintu belakang diketok orang. Ireng menegur dari dalam rumah: Bapak itu? Ya. Buka lekas. Terdengar suara Rodjali dari dalam: Selamat, Pak? Selamat. Selamat, berkat persatuan dan kerjasama. Alhamdulilah. Ireng memanggil suaminya dari dalam: Pak, sini buru, Pak. (hlm. 99)

Page 96: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

85

Maka masuklah Pak Komandan bersama beberapa orang prajurit yang bersenjata semuanya. Mereka berjalan menuju sice. Sebelum duduk Pak Lurah menjabat tangan Pak Komandan dan sambil berkata: Terimakasih, Pak, terimakasih banyak. Komandan itu tertawa puas dan menjawab: Terimakasih? Apa yang diterimakasihkan? (hlm. 100) Pak Komandan berpaling pada salah seorang anakbuahnya dan bertanya: Penyelidik belum datang? Paraprajurit hampir berbarengan menengok ke pintu dan menjawab: Belum, Pak. (hlm. 101,102) Dengan agak segan-segan Rodjali bercerita: Ya, Pak. Abdi temukan Nyonya terbaring di tengah-tengah rumpun teh liar. Pak, Pak, sudah tidak berpakaian lagi. Kopornya kosong……… Ranta menajamkan pendengaran dan mengawasi Rodjali baik-baik: Kenapa? Kenapa? Gerombolan, Pak. … Ranta mencegah diteruskannya ucapan Komandan: Hsss. Tak baik terdengar olehnya, Pak. He, Djali, coba laporkan gerombolan yang datang kemari tadi. Rodjali berseri-seri dan memulai ceritanya: Wah, Pak, satu rombongan DI kami lawan berdua! Dua kami binasakan, Pak. Kami, Pak, kami berdua, abdi dan Bu Lurah! Pak Komandan tertawa senang dan berkata riang: Omongkosong saja, kau, Djali. Lihat di belakang, Pak. Dua korban, dua pucuk senjata rampasan. … Mendengar hal itu Rodjali meminta menghiba-hiba: Biarlah senjata itu ada di sini, Pak, biar kami merasa lebih aman. Pak Lurah menatap Pak Komandan, memberikan perkuatan pada permohonan Rodjali. Melihat itu Komandan mengangguk menjawab: Tentu saja boleh. Tapi semua harus dilaporkan dulu. Nomor senjata harus dicatat dahulu, apa macamnya, berapa pelurunya…………. masak seperti minta pisang goreng saja? Eh, Djali, antarkan anak-anak ini untuk memeriksa mayat-mayat itu. (hlm. 102,103,104) Sementara itu terdengar rintih Nyonya Musa dari dalam rumah. Ranta memanggil isterinya: Mak! Mak! Ireng menjawab dari dalam, kemudian muncul dalam pakaian yang telah kacaubalau dan dengan mata menanggung lelah: Ya, Pak? Pak Komandan bertanya pelahan sambil membungkuk:

Page 97: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

86

Bagaimana dengan Nyonya? Berbahaya? Bagaimana abdi tahu, Pak? Badannya panas sekali sekarang. Ia mengigau juga pelahan-lahan. Ranta menyela: Sudah dikompres? Dan isteri Ranta segera menjawab: Sudah, Pak. Memang waktu pertempuran tidak sempat. Sekarang sudah. Sungguh susah, Pak, di sini tidak ada dokter. Ranta bertanya: Sudah turun panasnya? Sedang panas-panasnya sekarang. Ranta memulai lagi: Biarlah, Pak, biar kami urus di sini. Bapak tak perlu kuwatir. (hlm.104)

Dari dalam rumah muncul bebrapa orang prajurit beserta Rodjali membawa senjata-senjata rampasan dan beberapa lembar kertas. Senjata-senjataitu ditaruh di atas meja, sedangkan kertas diserahkan langsung kepada Pak Komandan, yang segera memeriksanya di bawah lampu. Ia tak mengatakan sesuatu pun, hanya mengangguk, dan memasukkan kertas-kertas itu ke dalam kantong. Kemudian ia menunjuk pada senjata-senjata di atas meja memerintahkan: Catat nomor, macam, jenis dan kalibernya. Pelurunya ada? Seorang menjawab: Tidak banyak, Pak. Korban pihak gerombolan yang sekarang dan banyak senjata rampasan ini tambahkan paa laporan. Jangan lupa. Nah, mari pulang ke markas. Kedua pucuk senjata rampasan itu tinggal saja. Nah, Pak Lurah, baik-baik menjaga Nyonya. (hlm. 105) Setelah itu dengan langkah tegap ia tinggalkan ruang tamu dan hilang melalui pintu depan dalam iringan anakbuahnya. Rodjali mengikuti sampai pintu, kemudian mengunci pintu dari dalam. Ranta menegurnya: Tidak lelah, Djali? Siapa yang tak lelah, Pak? Mengasolah. Masih ada yang menderita, Pak. Nyonya! Benar juga. Tidurlah, Pak. Tidur? Ranta menebarkan pandangannya ke keliling. Kemudian menyebut keras-keras, yang menunjukkan kekagetannya: Ya, Allah! Kenapa, Pak? Sudah pagi lagi, Djali.

Page 98: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

87

Djali pun menebarkan pandangannya ke keliling, menggeleng-geleng bergumam: Bukan main cepatnya. Tidurlah, Li. Sudah siang sekarang. Banyak yang gantikan kau. Tapi jangan lupa: tetaplah waspada, juga diwaktu tidur nyenyak, dalam mimpi! Sebelum Djali pergi ke dalam ia berhenti sebentar di hadapan meja, mengawasi sejata-senjata itu dan berkata: Disimpan dimana ini, Pak? (hlm. 105,106)

Dari dalam rumah terdengar pangilan: Pak! Pak! Ranta menengok ke arah pintu dalam sambil mengembalikan revolver itu pada selitannya kembali. Menjawab: Reng? Panggil aku? Belum juga tidur? Sudah pagi, Reng. Pagi? Syukur alhamdulillah. Ranta mengangkat senjata-senjata di atas meja dan dibawanya masuk ke dalam. Kemudian keluar kembali. Sebentar kemudian muncul pula Ireng. Waktu Ranta mengambil tempat duduk di sice, Ireng menepuk bahunya dan menegur lagi: Tidurlah, Pak. Nanti sakit. (hlm. 106,107) Dari jauh sayup-sayup terdengar parapekerja beramai-ramai menyanyikan lagu Gotongroyong Satu Jiwa. Prajurit itu ikut menyanyi beberapa baris, kemudian berhenti waktu dilihatnya Pak Lurah Ranta datang mengahampirinya. Ranta hanya bercelana dalam hitam sampai bawah lutut. Ia pun berlumuran Lumpur. Ranta menegur: Cape? Cape, Pak. Bukan main orang kerja, seperti banteng ngamuk! … Prajurit dan Ranta berdiri untuk menyambut Pak Komandan. Maka muncul Pak Komandan, yang juga telanjang dada berlumur-lumpur. Melihat prajurit dan Pak Lurah bengkit berdiri, segera ia mencegah: Duduklah, duduklah. Ia pun ikut duduk dengan mereka di bawah pohon rindang. Kakinya yang sebelah diselunjurkan, tetapi yang lain ditarik dan dipeluk dengan kedua belah tangannya. Meneruskan: Benar juga kata orang tadi. Ranta bertanya: Apanya yang benar, Pak? Ini, kalau saja sejak dulu begini…………… Yah, mengapa baru bulan-bulan ini? Tapi, yah, memang keadaan tadinya begitu kacau. Ranta menengahi:

Page 99: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

88

Abdi pikir-pikir semalam, Pak. Kalau waduknya sudah jadi, kita tanami ikan. Aduh, tiap orang boleh menangkap ikan di situ. Tapi tiap orang wajib juga memeliharanya supaya besar-besar. Tiba-tiba Pak Komandan melepaskan pelukannya pada kakinya yang sebelah dan dengan langsung bertanya pada Pak Lurah: Eh, Pak Lurah, ngomong-ngomong, mengapa orang di sini tak ada yang mau jadi nelayan? Kan laut begitu dekat? Ranta menunjukkan ke arah selatan: Lihat, Pak. Kami semua ini pendatang, semua petani. Tak ada yang mengerti tentang perahu. Lagipula, lihatlah sendiri itu. Jalan dari sini ke pantai tidak ada! Seluruh daerah tertutup semak-semak! Prajurit itu mengusulkan dengan agak malu-malu: Kita bongkar semak-semak itu, kita buka perladangan baru. Ranta dan Komandan termenung-menung sebentar, kemudian Komandan itu mengangguk-angguk mengiyakan. Tetapi tiba-tiba mata Ranta berseri-seri dan menyanggah: Kalau kita bongkar semak-semak itu, kita kehilangan bahan makanan yang sehat dan murah. Maksudku, Pak, kita takkan dapat makan daging kancil lagi. Lagipula kayu semak-semak itu akan lenyap jadi kayu bakar saja. (hlm. 111,112) Beberapa orang, sambil dengan asiknya tertawa dan mengobrol tentang pekerjaan yang baru diselesaikan, muncul tanpa menyadari kehadiran Komandan, Lurah, dan Prajurit itu. … Kami kira bapak-bapak tak ada di sini. Mendengar itu sekaligus komandan tertawa, kemudian bertanya: Memangnya mengapa kalau kami tak ada? Tidak, Pak. (hlm. 113) Semua yang hadir diam-diam dengan gayanya masing-masing karena tenggelam dalam pikiran. Tetapi tidak lama kerena ketenangan segera diganggu oleh datangnya Yang Pertama. Pada muka, kaki, dan tangannya nampak bekas luka-luka kena senjata tajam. Segera ia ditegur oleh Pak Lurah waktu ia berdiri termangu-mangu: Nah, apa kabar? Sudah lama tidak kelihatan. Yang Pertama tersenyum malu, kemudian menerangkan: Pulang dari rumahsakit, Pak Lurah. Rumahsakit mana? Pelabuhan Ratu? Benar, Pak Lurah. Tidak jadi ke Jakarta? Mau apa lagi, Pak Lurah? … Begini, Pak. Mula-mula abdi nyatakan penyesalan abdi telah langgar larangan itu. Karena pelanggaran itu abdi dikeroyok dan dirampok gerombolan, Pak. Semua modal habis. Yang tinggal cuma celana dalam. Abdi dipukuli setengah mati.

Page 100: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

89

Komandan itu menegakkan badannya dan bertanya: Dari dulu aku bilang, barangkali kau sendiri pernah dengar, kita… Yang Partama menunduk, kamudian menjawab: Ya, Pak. Abdi sendiri memang salah, Pak. Jangan minta maaf padaku, berjanji pada saudara-saudaramu itu! Yang Pertama diam saja, dan makin menunduk. Apa kau malu kerasama dengan saudara-saudaramu sendiri? Tidak, Pak. Mengapa tak juga bicara pada mereka? Yang pertama menegakkan badannya, memandang ke sekelilingnya, mula-mula pada Ranta, kemudian pada Komandan, prajurit, kemudian pada kerumunan pekerja sukarela, dan akhirnya memperdengarkan suaranya: Sudara-sudara, aku berjanji akan kerjasama dengan kalian, dalam segala usaha yang bermanfaat. … Sejenak kerumunan orang itu terdiam tersipu-sipu. Keadaan itu memaksa Pak Komandan memberanikan mereka: Ayoh berdiri! Semua berdiri. Pak Lurah, lebih baik Pak Lurah yang memulai. (hlm.114,115,116) Semuanya duduk setengah lingkaran menghadapi Pak Lurah, Pak Komandan, dan Prajurit. Pak Komandan meneruskan: Aku punya usul. Bagaimana kalau tanah liar itu kita tanami pohon kelapa dan duren? Seseorang di antara kerumuan itu bersuara: Abdi sendiri akur, Pak. Tapi………. Tapi apa? Pohon kelapa lama berbuah. Mungkin abdi sudah keburu mati. Seseorang lain meneruskan: Biar tidak keburu mati, kita punya gerobak buat menjualnya di kota. Duren begitu juga nasibnya, Pak. Sekarang Pak Lurah mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan berkata dengan suara tegas: Begitulah, Pak. Kita di sini menanam apa saja yang kita mau. Tetapi kita tanam cuma yang kita butuhkan. Kita tak punya pasar. Pelabuhan Ratu begitu jauh! Gerobak harus bayar pajak kalau lewat jalan onderneming. Itulah, Pak. Dari dulu sampai sekarang hidup kita kayak begini. Tiap pekan dua kali memang datang truk beli hasil bumi, tapi harganya, Pak? Di Pelabuhan Ratu mereka jual tiga kali lipat! Kalau sampai di Jakarta, entah berapa kali lipat! … Seorang tua dalam kelompok itu menyusulkan suaranya: Sudara-sudara, sebenarnya tidak ada orang yang bertanam buat dirinya sendiri. …

Page 101: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

90

Sekarang Pak Lurah berdiri, mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan mulai pidato: Sudara-sudara, dengar! Kita ini bukan binatang buas. Kalau binatang buas hidup sendiri-sendiri. Kalau dia… (hlm. 117,118,119) Sebelum ia selesai dengan pidatonya, muncul Nyonya dalam iringan Ireng dan Rodjali. Pak Komandan mengangguk menghormati dan langsung bertanya: Truknya belum berangkat, Nyonya? Sudah, Pak Komandan. Ketinggalan? Mana kopornya? Kopor sudah dibawa pulang lagi. Aku bukannya ketinggalan, Pak. Lantas? Aku pikir-pikir………. Semua orang mengawasi Nyonya dan kedua pengiringnya. Ireng yang tampil ke muka dan meneruskan kata-kata Nyonya: Nyonya tak jadi pulang ke Sukabumi, Nyonya mau tingggal di sini. Mau mengajar perempuan-perempuan di sini. Mengajar baca-tulis! Pak Komandan berteriak girang: Benar, Nyonya? (hlm. 119,120) Sejenak sunyisenyap. Tiba-tiba Pak Komandan membuka suara: Dengar! Kepintaran harus di cari sendiri. Tak ada orang bisa jadi pandai dengan mewakilkan kepada orang lain. Mengerti? Sekarang aku bertanya: Siapa di antara kalian ingin bisa baca-tulis? Hanya seorang menjawab: Abdi, Pak! Cuma satu! Jadi apa gunanya diributkan kalau kalian sendiri tidak kepingin pandai? Baik! Kau, yang ingin bisa baca-tulis, datang saban sore di markas, ya? Biar kami ajari. Baik, Pak. Kalau kau rajin, dalam tiga bulan kau sudah bisa baca-tulis! Tiba-tiba seseorang memperdengarkan suaranya: Abdi sebenarnya ingin juga, Pak, tapi………… Komandan segera menyahut: Barang siapa mau belajar, datang tiap hari di markas. Kami selalu bersedia menolong sudara-sudara. Lantas bagaimana, Nyonya? Sekarang semua orang mencoba menatap Nyonya. Tetapi bagian terbesar dari kerumunan itu akhirnya menunduk. Nyonya menjawab: Kalau di antara wanita di sini tak ada yang boleh belajar, yah, apa boleh buat. Tak ada gunanya aku di sini kalau tak ada pekerjaan, bukan? (hlm. 120,121) Tak ada yang menjawab. Pak Komandan menuding seseorang di antara mereka dan mendesak: Hai, kau, coba jawab, di mana bahayanya kertas dan potlot? Tidak ada, Pak.

Page 102: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

91

Nah, mengapa tidak mau belajar? Abdi, mah, sudah terlalu tua, Pak. Tua? Kan ladang itu kau sendiri yang garap? Benar, Pak. Kan paculmu lebih berat dari selembar kertas? Cocok, Pak. Mengapa takut pada kertas dan potlot? Tak berjawab. Pak Komandan menebarkan pandangan ke keliling, dan akhirnya matanya berhenti pada Pak lurah. Bertanya: Pak Lurah bisa baca-tulis? Tidak, Pak. Mau belajar? Tentu saja, Pak. Nah. Buat apa bisa baca tulis, Bu Ireng? Ah, Pak, lebih baik daripada tidak, kan? (hlm. 122) Sebelum persoalan selesai, muncul Yang Kedua, bertunjungan tongkat, terbungkuk-bungkuk, dan berjalan dengan lemasnya. Ia angkat tangan memberi salam, kemudian langsung menuju Pak Lurah dan berkata: Pak Lurah, kalau ada truk militer berangkat ke kota, mohon abdi diperbolehkan ikut. Pak Lurah segera bertanya dengan cucuknya: Kenapa, kau? Sakit, Pak Lurah. Kepada Pak Komandan, Pak Lurah bertanya: Hari ini ada lagi truk ke kota, Pak? Tidak. Sakit apa? Demam, Pak. Sudah lama. Nanti kuantarkan sendiri ke kota. Dengan jeep. Bapak sendiri mengantarkan? Apa salahnya? Semertara itu Pak Lurah menengahi: Mengapa tak kirim kabar dari dulu-dulu? Siapa yang disuruh, Pak? Komandan memberi perintah pada Prajurit untuk mengambil jeep, kemudian berkata pada Yang Kedua: Kita berangkat sekarang juga. Ya? Terimakasih banyak, Pak. Tapi sebelum itu duduklah di sini dulu. He, saudara-saudara, bagaimana? Siapa yang mau belajar baca-tulis selain yang seorang itu? Yang Kedua, tanpa membuka mulut mengangkat tangan. Orang-orang memandangi tanganYang Kedua dengan herannya. Dan Pak Komandan segera meneruskan: Baklah. Tapi kau sakit, buat apa belajar? Kalau sudah baik, abdi mau belajar, Pak? Buat apa?

Page 103: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

92

Abdi mah yakin, Bapak hanya punya masud-maksud baik terhadap kita. Ha? Dari mana keyakinan itu? Ah, Pak, sejak kecil abdi di sini, jadi tahu. Tak pernah sebelumnya ada pembesar mau kerjasama dengan kami, apalagi ikut memikirkan kepentingan kami. Jadi? Ya, begitulah, Pak. (hlm. 122,123,124) Pak Lurah menganjurkan: Nasihat dia baikditurut. Bagaimana pendapat sudara? Suara berbarengan menyahut: Baiklah kami pikir-pikir dulu! Abdi mau, Pak. Baiklah, Pak. (hlm. 124) 3. Tuturan yang mengandung sapaan yang dibentuk berdasarkan gelar

Ireng muncul di ambang pintu. Bersuara ramah dan agak keras, tetapi nyata suaranya terdengar sumbang: Siapa sih panggil-panggil itu? O, Juragan Musa. Duduk, Gan. Tanpa menoleh ke belakang Musa menyambut: Mulai kapan sih, pura-pura tak kenal aku? Ireng merapihkan bale bambu sambil menjawab: Bukannya pura-pura tak kenal, Gan. Memang tidak tahu, sih. Musa memutar-mutar tongkatnya, dan tanpa menengok pada Ireng meneruskan kata-katanya sambil tersenyum: Mana Ranta! Belum datang, Gan. Dengan suara setengah berbisik Musa mendesak: Jangan bohong. Sudah kulihat tadi dia pulang. Ta! Ranta. Benar, Gan, belum pulang. (hlm. 16) Dengan menundukkan kepala, membongkok sedikit, dan lemah lunglai, Ranta keluar dari rumah melewati pintu. Dengan airmuka muram, tak senang hati dan segan ia menghadap Musa. Dan dengan suara bernada bersalah ia memulai: Saya, Gan. Mengapa tak dari tadi-tadi muncul? Ranta tak menjawab, hanya menjatuhkan pandangannya lebih dalam. Tak baik pura-pura tak dengar. Biasanya kau tak begitu, Ranta. Saya, Gan. Nah, Ireng, aku mau bicara dengan lakimu, pergilah. … Ranta maju sedikit dan berdiri di samping Musa agak di belakangnya. Dengan suara mencoba-coba ramah, ia menyilakan: Duduk, Gan.

Page 104: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

93

Tetapi Musa pura-pura tak dengar. Ia menerawang langit. Berkata: Mau hujan. Llihat, tu. Ah-ah, waktu baik, musim baik. Bukan, Ta? Ya, Gan. Bagaimana? Bisa jual kerbau Minin? Sudah dijualkan orang lain, Gan. Tak apa, lihat langit itu! Saya, Gan. Waktu baik, musim baik, Gan. … Pasar diobrakabrik DI. Sudah tahu, Ta? Jadi binimu juga gagal. Nah, waktu baik, musim baik. Malam ini, Ta, ingat-ingat, nanti jam sebelas malam. Pekerjaan apa, Gan? Ambil bibit karet, ya? Susah membawanya, Gan? Susah mana sama lapar, Ta? … Juragan tahu sendiri, Gan, dulu hampir-hampir tertangkap. Goblok! Apa perlunya otak dalam kepalamu itu! Saya, Gan. Jadi berangkat nanti malam. Aku tunggu jam tiga pagi di rumah. Saya, Gan. (hlm. 16,17,18) Dengan langkah hati-hati Ireng keluar dari rumahnya melalui pintu depan. Saya, Juragan. Tidak dengar? Mana lakimu? Juragan Musa masih tetap memunggungi pintu, seakan-akan Ireng tiada berharga bagi matanya. Ia berdiri tegak tak bergerak-gerak sedang matanya meninjau langit, seakan-akan dari langit itu akan turun segala yang diharapkannya. Ranta cape, Juragan, mau tidur sebentar. (hlm. 33) Seorang wanita muda lagi cantik, berkain batik, berkebaya potong baru serta berkerudung tule halus sedang duduk menghadapi kopi. Ia berumur kurang lebih duapuluh tahun. Antara sebentar ia mengawasi pintu depan. Ia nampak agak gelisah. Sejenak kemudian ia bangkit dan meninjau-ninjau pelataran melalui lubang pintu depan. Tetapi keadaan masih juga sunyisenyap. Nampak benar ia tak dapat menguasai kegelisahannya dan berseru-seru memanggil bujangnya: Li! Li! Rodjali, bujang kesayangan, muncul dalam pakaian piama tua yang di sana-sini sudah ditambal, sedang di atas kepalanya bertengger peci merah, yang juga telah tua. Ia berumur kurang lebih delapanbelas tahun. Perawakannya tinggi lampai, gerakgeriknya gesit, sedang matanya tergambar kesigapan dan kecerdasan. Tanpa menjawab ia menghadap Nyonya lewat pintu dalam. Melihat Rodjali sudah ada di hadapannya, Nyonya bertanya dengan suara cepat: Juragan tidak pesan apa-apa tadi ?

Page 105: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

94

Setelah menyekakan kedua belah telapak tangan pada sampingmenyamping celana piama, Rodjali menjawab: Ada, Nya. Katanya pergi ke rumah Ranta. Biasanya tak begini lama. Barangkali banyak urusan. Coba susul, Li. Cepat! (hlm. 41) Juragan Musa tak menggubris Nyonya. Dengan mendelik ia bertanya pada Djali: Dari rumah Ranta? Saya, Juragan. Tidak lihat tasku ketinggalan di sana? Tidak, Juragan. Tongkatku? Tidak, Juragan. Pergi lagi ke rumah Ranta! Saya, Juragan. Minta tas dan tongkatku dari dia. Saya, Juragan. Kalau dia tak mau kasih, bunuh dia! Tapi orangnya tak ada, Juragan. Tidak ada? Rumahnya terkunci, Juragan. Ke mana? Kau tahu? Tidak, Juragan. Ya, allah, ya Allah. (hlm.46,47) Dengan takut dan malunya Djameng menolak ajakan tuanrumah dan segera melaporkan: Juragan, jangan abdi di suruh berdosa pada Juragan. Biar abdi di sini saja. Abdi mau melaporkan. Sebentar tadi abdi dengar ramai-ramai di jalanan hutan. Abdi lihat Ranta sama beberapa orang. Ranta! Berapa orang? Empat, Juragan, sama Ranta sendiri. Kau lihat dia bawa tasku? Saya, Juragan, dan tongkat Juragan juga. Kerak neraka! Ke mana mereka pergi? Begini, Gan, waktu mereka melihat abdi, Ranta memanggil abdi. Diamangkan tasnya pada abdi, Gan. Dia bilang, ‘Lihat ini! Tas Juraganmu. Apa isinya? Tahu?’ Abdi cuma ketakutan Gan. Apa dia bilang, si jahanam itu? Katanya, Gan, ‘Malaikat yang mau cabut nyawa Juragan!’ Juragan Musa membelalak sambil meriutkan giginya. Tangannya terkepal menjadi tinju, dan dipukulkannya pada meja. Djameng kaget, dan duduknya di atas lantai beringsut. Dan sebelum ia sempat melunakkan berita yang disampaikannya, Juragan Musa sudah meneruskan:

Page 106: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

95

Ke mana di pergi? Abdi tak tanya, Gan, takut. Mau pergi ke mana orang seperti dia? Tak ada orang yang mau percaya. Si pencuri itu! Siapa mau percaya sama pencuri? Kalau dia pergi ke rumah Pak Komandan…… Tiba-tiba Djameng menengahi: Mereka menyebut-nyebut nama Pak Komandan juga, Gan. (hlm. 49, 50) Sekarang Komandan menatap Juragan Musa, berkata menguji: Bagi mereka yang beriman, yang percaya pada Allah, tak ada sesuatupun di dunia ini dapat merusuhkan hati. Bukan, Juragan? Itu kata-kata Juragan sendiri waktu masih jaya. … Komandan menghampiri tuanrumah, dengan mata berseri-seri memerintahkan: Berdiri tegak, Juragan! Juragan Musa berdiri tegak. Tangan angkat tinggi-tinggi, Juragan. Juragan Musa mengangkat tangan kanannya. Lebih tinggi, Juragan. Lempang ke atas. Juragan Musa melempangkan kedua belah tangannya. Setelah itu seluruh tubuhnya digerayangi. Akhirnya ditemukan keris pusaka itu di balik baju Juragan Musa, mencabutnya dan menaruhnya di atas meja. Melihat itu Juragan Musa memprotes sambil menuding-nuding: Jangan ganggu pusaka warisan, Pak, tidak baik. … Sekarang komandan menggagapi tubuh bagian belakang sambil bertanya dengan mulut dihampirkan pada kuping tangkapannya: Apa gunanya keris pusaka di bawa ke mana-mana, Juragan? Biar hati aman, Pak. Komandan tertawa senang dan segera menyambut: O, mengerti aku sekarang. Jadi selamanya hati Juragan tidak aman, eh? Mengapa selamanya tidak aman, Juragan? (hlm. 58,59) Nyonya Juragan Musa menghampiri Komandan dan meminta dengan amat sangatnya: Jangan siksa suamiku lebih lama, Pak. Komandan itu membungkuk sambil berkata: Suami Nyonya benar-benar orang yang baik dan terhormat, tetapi orang yang berdiri di hadapan Nyonya ini lain lagi, Nyonya. (hlm. 59)

Tiba-tiba dari luar terdengar bunyi burung—alamat yang disuarakan oleh orang-orang OKD, menandakan ada seseorang datang. Semua prajurit yang ada di kamar tamu melihat keluar, kemudian Komandan memberi perintah:

Page 107: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

96

Ada orang datang. Sembunyi semua! Kau, Juragan Musa, kalau lari aku tembak dari belakang pintu. Kau mesti sambut tamumu seperti biasa. Mengerti? Turunkan tanganmu! Juragan Musa mengangguk. Semua prajurit sembunyi di balik-balik pintu, sedangkan Komandan sendiri, setelah mengambil keris pusaka dari meja berkata pada Nyonya: Nyonya, kami tidak main-main. Terima tamu Nyonya seperti biasa. Kalau Nyonya menyulitkan kami. Kami bisa bertindak dari belakang pintu itu. (hlm. 62)

Juragan memandang Nyonya, dan Nyonya memandang Juragan. Kedua-duanya menyengir dan menggerenjot pahit. Tanpa disilakan Lurah duduk dan segera kemudian memulai: Tak ada waktu ini, Juragan. Baiklah cepat-cepat saja. Pak Residen, ada datang laporan, Komandan pergi cuti ke kota. Kemarin dia pergi. Penyelidikan membuktikan, benar-benar Komandan pergi, membawa tiga pengawal. Jadi, apa kan kita perbuat sekarang? Markas Tentara itu bisa kita serbu malam ini. Di markas tinggal sepuluh orang. Tidak lebih. Kita bisa geropyok dengan duapuluh orang saja. Bagaimana pikiran Pak Residen? (hlm. 63)

Nyonya tak dapat menjawab, hanya menyembunyikan mukanya ke dalam kedua belah telapak tangannya. Dari balik telapak tangan itu terdengar suaranya yang kacaubalau: Apa yang mesti kukatakan, Pak Komandan? Komandan itu tak mengambil pusing Nyonya dan mendesak Juragan Musa; Dengar, Juragan Musa. Daerah sini daerah paling kacau. Sudah kuusahakan bermusyawarah dengan orang-orang terkemuka di sini dan Pak Lurah, tapi… Sekali lagi terdengar bunyi burung dari luar rumah, suatu isyarat yang disuarakan OKD, yang memberi alamat bahwa ada datang orang banyak. Komandan itu meninjau kelilingnya. Dengan terburu-buru ia memberikan perintah suami-isteri itu: Sekarang gerombolan akan datang. Juragan Musa, Nyonya, perbuat seperti Juragan dan Nyonya perbuat terhadap Pak Lurah tadi. Gerakgerik Juragan dan Nyonya kami awasi terus. (hlm. 67) Pada waktu itulah Nyonya Musa masuk ke ruang tamu dari pintu samping dan langsung duduk di kursi sice. Tanpa membuang-buang waktu dengan kepala tertunduk ia memulai: Pak Lurah, hari ini aku mau kembali ke Sukabumi. Ranta berhenti di tengah-tengah ruangan, dan tanpa menengok pada Nyonya, ia menyambut: Baiklah, Nyonya. Rumah ini tidak akan rusak atau kehilangan perabotnya. Kalau Nyonya datang kembali, semua masih dalam keadaan utuh. Tapi, ngomong-ngomong, Nyonya, bagaimana perasaan Nyonya sekarang? …

Page 108: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

97

Ranta mengawasi Nyonya sebentar, kemudian berkata: Tentu saja bukan ancaman. Nyonya, bagaimana sekarang pendapat Nyonya tentang suami Nyonya? Nyonya mempermain-mainkan ujung jarinya sambil dengan ragu-ragu menjawab: Kalau dia DI, tentu saja dia mesti ditangkap. Tapi Pak Lurah jangan lupa, bagaimanapun juga dia suamiku. Pak Lurah Ranta menyambar: Nah, itulah Nyonya, justru karena suami Nyonya itulah aku bertanya: setujukah Nyonya suami Nyonya masuk DI? … Tentu, Nyonya. Tetapi bagaimana pendapat Nyonya tentang perilaku suami Nyonya pada saat-saat terakhir? Aku akui, Pak Lurah, dia telah tempelengi aku. Pria sejati takkan berbuat seperti itu terhadap isterinya. Tetapi mungkin juga karena sikapku sendiri yang kurang tepat. Dia selamanya begitu baik. Aku kira, dia tidak sebaik Nyonya sangka. Ah, Pak Lurah, aku tak tahu apa yang diperbuatnya di luar rumah. Itulah, Nyonya, aku mau terangkan kepadamu, darimana dia dapat kekayaan itu. Kekayaan warisan, bukan? Sama sekali tidak. Kami kenal Juragan Musa. Dulu dia semiskin aku dan kami semua di sini. Zaman Jepang dia jadi werek roomusya. Barangsiapa pergi, disuruhnya kasih cap jempol. Ternyata cap jempol itu merampas tanahnya. Nah itulah cerita mula-mula ia jadi tuantanah. Dia mengangkat diri sendiri jadi Juragan. Itu belum semua. Kemudian orang-orang yang semiskin aku dipaksanya jadi pencuri! … Ah, Nyonya, aku tidak memaksa Nyonya percaya. Mengapa Pak Lurah dulu dipukuli di serambi situ? … Nyonya menggeleng. Ranta tertawa pendek. Kemudian meneruskan: Begini, Nyonya, suami Nyonya tak mau beri aku upah. Jadi dia usir aku dengan dakwaan. Kalau tidak salah sudah banyak orang didakwa Juragan Musa mencuri barang- barangnya, bukan? Tapi apa gunanya bagi orang semacam aku ini nyolong bibit karet! Dengan nada menyerang Nyonya menetak: Mengapa Pak Lurah mau? Mengapa aku mau? Ya, Allah, Nyonya. Sungguh-sungguh Nyonya tidak mengerti? Biar aku dongengi. Dongeng? Ya, dongang. Dongeng sesungguhnya. Dengar: waktu kita masih kecil, kita semua mendapat perlindungan dari orangtua, atau walinya. Kemudian, Nyonya, setelah kita dewasa kita harus berdiri sendiri, kita seboleh mungkin harus jadi pelindung. Tapi apa nyatanya, Nyonya? Setelah pelindung tidak kita

Page 109: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

98

butuhkan, kita memasuki dunia yang sama sekali baru, dunia manusia Nyonya, yang isinya penuh dengan binatang buas berkulit orang. Kulitnya saja… Bodohnya. Kan Pak Lurah sudah dewasa? Dewasa? Hah! Memang, Nyonya, tapi kebuasanku tidak ikut jadi dewasa. Kalau itu dinamakan kesalahan, ya, itulah kesalahanku. … Kalau cuma soal dendam, Nyonya, percayalah, sudah lama ia jatuh dalam cengkeramanku. Senangkah hati Pak Lurah dia di tangkap? Kesenangan sang kancil melihat macan ditangkap pemburu, Nyonya. Apa untungnya kesenangan ini? Setidak-tidaknya bisa jadi Lurah. Lurah darurat, Nyonya, menunggu ada yang dipilih. … Ranta menatap dan menyela: Nyonya, begitu lama rumah ini menindas kami. (hlm. 80,81,82,83,84)

Orang-orang mulai bergerak hendak pulang. Tiba-tiba Nyonya masuk ke dalam ruang tamu membawa kopor. Semua orang memandang kepadanya. Dan Ranta sendiri berpaling kepadanya dan bertanya: Tapi belum ada truk tentara berangkat, Nyonya. Biarlah Djali pergi ke markas, bertanya kapan truk berangkat. … Mendengar itu nampak para pendatang itu merasa tersinggung, malu, dan tak bersenang hati. Tanpa diduga-duga pendatang tua itu menyambut: Nyonya, kami tidak akan ambil peduli Nyonya mau berkhianat atau tidak. Tapi kami harus segera menyelamatkan hidup dan daerah kami. Cuma itu. (hlm. 86,87) Sementara itu dari dalam rumah terdengar suara Nyonya: Selamatkah aku? Dan terdengar suara Ireng menyahut: Alhamdulillah, selamat, Nyonya. (hlm. 102) Sebelum ia selesai dengan pidatonya, muncul Nyonya dalam iringan Ireng dan Rodjali. Pak Komandan mengangguk menghormati dan langsung bertanya: Truknya belum berangkat, Nyonya? Sudah, Pak Komandan. Ketinggalan? Mana kopornya? Kopor sudah dibawa pulang lagi. Aku bukannya ketinggalan, Pak. Lantas? Aku pikir-pikir………. Semua orang mengawasi Nyonya dan kedua pengiringnya. Ireng yang tampil ke muka dan meneruskan kata-kata Nyonya:

Page 110: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

99

Nyonya tak jadi pulang ke Sukabumi, Nyonya mau tingggal di sini. Mau mengajar perempuan-perempuan di sini. Mengajar baca-tulis! Pak Komandan berteriak girang: Benar, Nyonya? (hlm. 119,120) Sejenak sunyisenyap. Tiba-tiba Pak Komandan membuka suara: Dengar! Kepintaran harus di cari sendiri. Tak ada orang bisa jadi pandai dengan mewakilkan kepada orang lain. Mengerti? Sekarang aku bertanya: Siapa di antara kalian ingin bisa baca-tulis? Hanya seorang menjawab: Abdi, Pak! Cuma satu! Jadi apa gunanya diributkan kalau kalian sendiri tidak kepingin pandai? Baik! Kau, yang ingin bisa baca-tulis, datang saban sore di markas, ya? Biar kami ajari. Baik, Pak. Kalau kau rajin, dalam tiga bulan kau sudah bisa baca-tulis! Tiba-tiba seseorang memperdengarkan suaranya: Abdi sebenarnya ingin juga, Pak, tapi………… Komandan segera menyahut: Barang siapa mau belajar, datang tiap hari di markas. Kami selalu bersedia menolong sudara-sudara. Lantas bagaimana, Nyonya? Sekarang semua orang mencoba menatap Nyonya. Tetapi bagian terbesar dari kerumunan itu akhirnya menunduk. Nyonya menjawab: Kalau di antara wanita di sini tak ada yang boleh belajar, yah, apa boleh buat. Tak ada gunanya aku di sini kalau tak ada pekerjaan, bukan? (hlm. 120,121) Nampak Pak Lurah terkejut. Untuk menutupi kebingungannya sejenak ia menguap-uap bibir, kemudian dengan terbata-bata menjawab: Maaf, Nyonya. Ah, ya, mengapa aku sampai selupa itu? Bagaimana menurut pendapat Nyonya? Nyonya menatap Ireng sejenak, kemudian menjawab: Menurut pendapatku, begini. Sebaiknya tanah liar itu kita garap beramai-ramai. Kami, kaum wanita, lebih banyak memikir tentang anak dan keturunan. Ya, kita semua bukan bekerja untuk diri sendiri semata. Kita bekerja terutama sekali buat anak dan keturunan, bukan begitu, Bu Lurah? Tiba-tiba kerumunan itu meledakkan kegembiraan mendengar jawaban Nyonya. Di antaranya terdengar pekikan nyaring di antara kerumunan itu: Bagaimana pendapatmu, Bu Lurah. (hlm. 125) 4. Tuturan yang mengandung sapaan yang dibentuk berdasarkan sapaan

lain.

Dari kursinya Lurah Ranta berseru: Ayoh, masuk, kawan-kawan!

Page 111: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

100

Beberapa orang masuk ke dalam dengan berkalung sarung tenunan, berpeci, tanpa alas kaki. Semua bercelana hitam kolor di bawah lutut tetapi sebagian dari merka berbaju kaos buntung dan sebagian berbaju teluk belanga. Seorang telanjang dada. Mereka semua berdiri di hadapan Pak Lurah, menunggu perintah. Pak Lurah tersenyum puas. Berkata: Jadi sudah datang semua. Bagus. Nah, saudara-saudara, kalian semua ketua Rukuntetangga. Rukuntetangga di sini didirikan buat bantu pemerintah desa, dan pemerintah desa dipulihkan buat bantu saudara semua. Kita Cuma tahu bantu-membantu, gotongroyong, gugurgunung, kerjabakti, bersaudara, satu dengan yang lain, satu dengan semua, semua yang satu. Semua itu saudara-saudara sudah hafal. Nah, sekarang ada soal penting. Dengarkan baik-baik: Gerombolan akan datang menyerang lagi. Tentara yang ditempatkan di desa terpencil ini cuma sedikit. Kita semua harus ikut melawan. (hlm. 84,85)

Sebuah rombongan pekerja sukarela memulai nyanyiannya: Tul lopis! Sebuah rombongan pekerja sukarela lainnya terdengar menyenggaki: Kuntul baris; Yang segera kemudian disusul oleh bunyi hembusan balok besar di atas balok pasak. Paduan suara yang demikian terdengar berulang-ulang akhirnya terdengar serumpun percakapan diselangselingi ketawa dan canda: … Ayoh, tinggal satu pasak lagi. Ayoh, kawan-kawan, habiskan. Tinggal satu. (hlm. 110) 5. Tuturan yang mengandung sapaan yang dibentuk berdasarkan kombinasi

Tanpa menunggu disilakan, juga tanpa menunggu tuan dan nyonyarumah bangkit berdiri, ia duduk ditentang nyonyarumah dan sambil menoleh pada Juragan Musa bertanya tak acuh: Ada urusan penting, Pak Residen? Tasku direbut Ranta. Kau kenal Ranta, kan? Kau tahu juga apa isi tas itu. Sekarang juga, Pak Residen? Kau bawa anak buah? Ada di Luar. Bawa senjata? Senjata? Pak Kasan bangkit berdiri, kemudian sambil tertawa yakun diri menepuk-nepuk saku celananya... (hlm. 52) Semua yang hadir tertawa sopan. Kemudian Komandan itu menyambut: Kebetulan tidak. Begini, Juragan Musa, biar aku ceritai: Sudah lama daerah sini kacau. Gerombolan terusmenerus menggedor, membakari rumah.

Page 112: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

101

Sampai keluarga yang paling miskin tak luput dari kebiadabannya. Tapi aneh, Juragan Musa yang kaya ini tidak pernah diganggu olehnya. Mengapa? Nah, kami curiga. Cepat Juragan Musa mengangkat dagu, memandang isterinya sebantar, dan dengan mata berapi-api menatap Komandan itu seraya menyambar: Itu bukan alasan untuk menangkap … Komandan meneruskan dengan tidak melupakan kesopanannya. Tahu, Juragan Musa, kami datang kemari bukan saja dengan serombongan prajurit ini, katanya sambil menunjuk paraprajurit, tapi juga dengan serombongan OKD dengan senjata lengkap. Tengok saja di luar kalau suka. Juragan Musa menunduk. Komandan dan paraprajurit tetap berdiri di tempatnya masing-masing. (hlm. 56,57) Tiba-tiba dari luar terdengar bunyi burung—alamat yang disuarakan oleh orang-orang OKD, menandakan ada seseorang datang. Semua prajurit yang ada di kamar tamu melihat keluar, kemudian Komandan memberi perintah: Ada orang datang. Sembunyi semua! Kau, Juragan Musa, kalau lari aku tembak dari belakang pintu. Kau mesti sambut tamumu seperti biasa. Mengerti? Turunkan tanganmu! Juragan Musa mengangguk. Semua prajurit sembunyi di balik-balik pintu, sedangkan Komandan sendiri, setelah mengambil keris pusaka dari meja berkata pada Nyonya: Nyonya, kami tidak main-main. Terima tamu Nyonya seperti biasa. Kalau Nyonya menyulitkan kami. Kami bisa bertindak dari belakang pintu itu. (hlm. 62) Tiba-tiba dari luar terdengar bunyi burung—alamat yang disuarakan oleh orang-orang OKD, menandakan ada seseorang datang. Semua prajurit yang ada di kamar tamu melihat keluar, kemudian Komandan memberi perintah: Ada orang datang. Sembunyi semua! Kau, Juragan Musa, kalau lari aku tembak dari belakang pintu. Kau mesti sambut tamumu seperti biasa. Mengerti? Turunkan tanganmu! Juragan Musa mengangguk. Semua prajurit sembunyi di balik-balik pintu, sedangkan Komandan sendiri, setelah mengambil keris pusaka dari meja berkata pada Nyonya: Nyonya, kami tidak main-main. Terima tamu Nyonya seperti biasa. Kalau Nyonya menyulitkan kami. Kami bisa bertindak dari belakang pintu itu. (hlm. 62) Juragan memandang Nyonya, dan Nyonya memandang Juragan. Kedua-duanya menyengir dan menggerenjot pahit. Tanpa disilakan Lurah duduk dan segera kemudian memulai: Tak ada waktu ini, Juragan. Baiklah cepat-cepat saja. Pak Residen, ada datang laporan, Komandan pergi cuti ke kota. Kemarin dia pergi. Penyelidikan membuktikan, benar-benar Komandan pergi, membawa tiga pengawal. Jadi, apa kan kita perbuat sekarang? Markas Tentara itu bisa kita serbu malam ini. Di

Page 113: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

102

markas tinggal sepuluh orang. Tidak lebih. Kita bisa geropyok dengan duapuluh orang saja. Bagaimana pikiran Pak Residen? (hlm. 63) Berulah kemudian Komandan beserta paraprajurit muncul kembali dari balik-balik pintu. Dengan wajah berseri-seri penuh kemenangan Komandan segera menghampiri Juragan Musa dan berkata mendesak: Jadi bagaimana sekarang, Pak Residen? Mengaku? Juragan Musa menundukkan kepalanya dan berkata tak bertenaga: Apa yang mesti kuakui, Pak Komandan? Bukan aku yang mesti mengaku, tapi mereka yang memanggil aku begitu. (hlm. 64,65)

Nyonya tak dapat menjawab, hanya menyembunyikan mukanya ke dalam kedua belah telapak tangannya. Dari balik telapak tangan itu terdengar suaranya yang kacaubalau: Apa yang mesti kukatakan, Pak Komandan? Komandan itu tak mengambil pusing Nyonya dan mendesak Juragan Musa; Dengar, Juragan Musa. Daerah sini daerah paling kacau. Sudah kuusahakan bermusyawarah dengan orang-orang terkemuka di sini dan Pak Lurah, tapi… Sekali lagi terdengar bunyi burung dari luar rumah, suatu isyarat yang disuarakan OKD, yang memberi alamat bahwa ada datang orang banyak. Komandan itu meninjau kelilingnya. Dengan terburu-buru ia memberikan perintah suami-isteri itu: Sekarang gerombolan akan datang. Juragan Musa, Nyonya, perbuat seperti Juragan dan Nyonya perbuat terhadap Pak Lurah tadi. Gerakgerik Juragan dan Nyonya kami awasi terus. (hlm. 67)

Pak Kasan, yang tidak tahu duduk perkara yang sebenarnya menghampiri Juragan Musa sambil bertanya canggung: Pak Residen, barangkali membutuhkan bantuanku? Dengan suara mendesis murka Juragan Musa menjawab gagap: Pecahkan kepala perempuan murtad ini! … Tiba-tiba Pak Kasan dapat menguasai dirinya kembali dan berkata dalam sikap resmi: Pak Residen, tugas akan kami dahulukan. Laporan: Ranta tidak ada di rumah. Tas dan tongkat Pak Residen tak ada di sana. Rumah yang berkepentingan telah kami……. Sampai situ Juragan Musa meraung gila: Persetan dengan rumah yang berkepentingan! … Melihat hal demikian Pak Kasan menghampiri dan bertanya dengan nada seorang bawahan pada atasannya: Sudah ingat, Pak Residen? (hlm.67,68,70)

Page 114: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

103

Setelah sunyisenyap sebentar dan hanya terdengar kokok ayam betina, masuklah dalam ruang tamu itu Rodjali, bercelana piama putih terbuat dari poplin, berpeci, barbaju kaos kutang, dan berkalung sarung pelikat yang jatuh di belakang punggung. Langsung ia masuk ke dalam rumah melalui pintu depan, dan keluar lagi membawa topo dan mulai mengelapi perabot. Pada waktu ia hendak keluar ruangan tamu melalui pintu depan, setelah pekerjaannya selesai, muncul Ranta yang bersarung, tanpa sandal dan berbaju piama, yang menuju langsung ke sice, kemudian duduk, dan memanggil kembali Rodjali. Setelah Rodjali duduk di hadapannya mulai ia berkata: Djali, maafkan kekhilafanku. Dahulu aku curigai kau. Ternyata kau pembantu utama. Tanpa kau tak dapat perusuh-perusuh itu digulung. Dan tanpa menunggu jawaban, langsung ia bertanya dengan nada lain: Bagiamana pendapatmu tentang desa kita sekarang? Ah, Pak Lurah, tanpa kutanyai, orang-orang sudah bilang: keadaan sekarang sudah mulai baik benar. … Tidak, kita bersatu dan juga melawan, bahkan menyerang. Ah, Djali, kau berpikir secara dulu juga seperti yang lain-lain. Begini, Djali, kalau ada persatuan, semua bisa kita kerjakan, jangankan rumah, gunung dan laut bisa kita pindahkan. … Kemudian dengan irama mendongeng Ranta bercerita: … Barang apa dikerjakannya, dia akan tetap jadi mangsa. Kau dengar, Djali? Abdi dengar, Pak Lurah. Tapi abdi lebih percaya pada kebenaran. Kau belum banyak makan garam, Djali. Dengar. Aku… (hlm. 75,76,77) Sedang asyik mempercakapkan “filsafat”, masuk Komandan diiringkan oleh tiga orang prajurit. Pada wajah Komandan itu tergambar senyum puas. Segera ia menegur Pak Lurah: Apa kabar, Pak Lurah? Ranta dan Rodjali, yang sedang tenggelam dalam “filsafat”nya tak menyadari akan kedatangan mereka, karena itu teguran itu membuat mereka terkejut. Pak Lurah terlonjak, kemudian berlari-larian menyilakan tamunya, sedangkan Rodjali membungkuk cepat-cepat memberi hormat dan kemudian keluar dari ruang tamu. Berkah, Pak, berkah! Tanpa menunggu suatu pembukaan, Komandan langsung menceritakan maksud kedatangannya dengan nada tidak kemiliter-militeran, seperti tidak dalam dinas dan seperti pada seorang tamu di rumah dendiri: Begini, Pak Lurah. Kami mendapat laporan, gerombolan Oneng… Ranta merenung-renung sebentar, sementara Komandan itu menungu jawaban. Akhirnya dengan pelahan-lahan Ranta menerangkan: Begini, Pak Komandan, jelek-jelek abdi punya juga pengalaman pertempuran. Abdi pernah… … Komandan menengahi:

Page 115: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

104

Maksudmu gotongroyong? Tentu, Pak. Cobalah pikir. Pak, kami di sini hanya tahu tanah dan pacul. Mereka punya senjata dan gerombolan. Kalau kita tidak mau bersatu, tidak mau gotongroyong, apa yang kami bisa perbuat dengan cuma tahu pacul ini! Kembali Komandan menengahi: Jadi apa mesti kita perbuat, Pak Lurah. Pak Lurah Ranta menjawab tegas: Begitulah, Pak. Kita bersama-sama bergotongroyong membuat pertahanan, jebakan, ranjau-ranjau. Jalan di sini tidak banyak. Kemudian Komandan menengahi: Yakin benar Pak Lurah, kalau kita bakal menang? Dengan sertamerta Pak Lurah menyambut: Abdi, mah, kenal daerah sini, Pak. Biar abdi urus, Pak. Percaya sajalah. Kalau sudah beres, nanti abdi menghadap bapak. (hlm. 77,78,79)

Pada waktu itulah Nyonya Musa masuk ke ruang tamu dari pintu samping dan langsung duduk di kursi sice. Tanpa membuang-buang waktu dengan kepala tertunduk ia memulai: Pak Lurah, hari ini aku mau kembali ke Sukabumi. Ranta berhenti di tengah-tengah ruangan, dan tanpa menengok pada Nyonya, ia menyambut: Baiklah, Nyonya. Rumah ini tidak akan rusak atau kehilangan perabotnya. Kalau Nyonya datang kembali, semua masih dalam keadaan utuh. Tapi, ngomong-ngomong, Nyonya, bagaimana perasaan Nyonya sekarang? … Ranta mengawasi Nyonya sebentar, kemudian berkata: Tentu saja bukan ancaman. Nyonya, bagaimana sekarang pendapat Nyonya tentang suami Nyonya? Nyonya mempermain-mainkan ujung jarinya sambil dengan ragu-ragu menjawab: Kalau dia DI, tentu saja dia mesti ditangkap. Tapi Pak Lurah jangan lupa, bagaimanapun juga dia suamiku. Pak Lurah Ranta menyambar: Nah, itulah Nyonya, justru karena suami Nyonya itulah aku bertanya: setujukah Nyonya suami Nyonya masuk DI? … Tentu, Nyonya. Tetapi bagaimana pendapat Nyonya tentang perilaku suami Nyonya pada saat-saat terakhir? Aku akui, Pak Lurah, dia telah tempelengi aku. Pria sejati takkan berbuat seperti itu terhadap isterinya. Tetapi mungkin juga karena sikapku sendiri yang kurang tepat. Dia selamanya begitu baik. Aku kira, dia tidak sebaik Nyonya sangka. Ah, Pak Lurah, aku tak tahu apa yang diperbuatnya di luar rumah. Itulah, Nyonya, aku mau terangkan kepadamu, darimana dia dapat kekayaan itu. Kekayaan warisan, bukan?

Page 116: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

105

Sama sekali tidak. Kami kenal Juragan Musa. Dulu dia semiskin aku dan kami semua di sini. Zaman Jepang dia jadi werek roomusya. Barangsiapa pergi, disuruhnya kasih cap jempol. Ternyata cap jempol itu merampas tanahnya. Nah itulah cerita mula-mula ia jadi tuantanah. Dia mengangkat diri sendiri jadi Juragan. Itu belum semua. Kemudian orang-orang yang semiskin aku dipaksanya jadi pencuri! (hlm. 80, 81)

Ranta mengantarkan mereka keluar pintu. Kemudian ia masuk kembali membawa seorang prajurit. Prajurit itulah yang dengan nada resmi mamulai: Pak Lurah……… Tetapi Ranta menengahi: Silakan duduk, Pak. Tidak perlu, Pak Lurah, terima kasih. Hanya menyampaikan, tak ada di antara penduduk sini diperbolehkan meninggalkan desa ini. Gerombolan memusatkan kekuatannya pada tiga jalan besar yang menghubungkan desa ini. Jangan sampaikan kepada orang lain. … Prajurit itu bertanya: Ada apa, Pak Lurah? Ranta menggeleng, menjawab: Memanggil Rodjali, Pak. Tidak apa-apa. (hlm. 88)

Baru saja Ranta hendak duduk, masuk pula Yang Pertama dari pintu depan sambil mengangkat topi capionya dan menegur: Ha, Pak Lurah! Apa kabar, Pak? Ranta tak menjawab, hanya tersenyum ramah dan bertanya kembali: Ada urusan apa nih? Yang Pertama duduk di kursi dan setelah menebarkan pandangan ke keliling memulai: Begini, Pak………. Ehemm, bagaimana urusanku, Pak? Nampak Ranta agak terkejut. Matanya ditebarkannya ke seluruh dinding, kemudian mengangguk mengiyakan dan berkata: Tak ingat aku. Terlalu sibuk. Ngomong-ngomong urusan kemarin juga nih? Begini, Pak………. Mau ke Jakarta nih. … Ah, Pak Lurah ini, dulu kan aku yang doakan biar jadi Lurah? Masa sama aku sekarang begitu, Pak Lurah? Ranta tersenyum dalam usahanya untuk menindas kejengkelannya. Sebelum mendapat kesempatan untuk menerangkan soalnya, Yang Pertama sudah meneruskan: Dulu kita sama-sama miskin, Pak Lurah. Masak sekarang sudah lupa sama aku? Kan dulu aku ikut mengantarkan Pak Lurah lapor sama Pak Komandan? Ah-ah-ah. … Yang Pertama menukas dengan kata-kata tangkas:

Page 117: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

106

Akur, Pak Lurah, tapi kalau aku tak bisa pergi ke Jakarta hari ini, nasibku lebih kacaubalau lagi. (hlm. 89,90)

Ranta muncul di lubang pintu dan langsung menegur: Bagaimana Nyonya. Sudah dibilangi? Sudah, Pak, tapi tak mau dengar. Di mana dia sekarang? Di pinggir jalan, di bawah pohon duren, di tepi jurang itu, Pak. Tunggu truk tentara, katanya. Sudah sejauh itu? Ya, Pak. Apa katanya? Rodjali menggaruk-garuk kepala, tak tahu apa mesti dikatakannya. Melihat kebingungan menguasai diri Rodjali, ranta segera memberanikan hatinya: Ayoh, Djali, mengapa mesti takut? Rodjali memperhebat garukan pada kepalanya. Dengan ragu-ragu ia mulai berkata, patah demi patah: Aku takut, Pak Lurah. Mengapa? Aku tahu, jawabannya akan menyakiti hati Pak Lurah. O, itu aku tahu benar. Jadi, apa katanya? Katanya, katanya. ‘Ah, si Ranta, apa sih dia? Aku kan lebih pintar? Aku kan lebih pandai dari dia? Aku keluaran SKP. Dia? Menulis saja hampir-hampir tak dapat!’ jangan gusar padaku, Pak Lurah. Lantas kau bilang apa? Aku bilang, soalnya bukan pintar atau pandai, Nyonya. Soalnya kewajiban. Pak Lurah wajib menyampaikan kepada Nyonya, Nyonya hendaknya membatalkan perjalanan. Tapi dia marah padaku. … Gampang saja, Pak Lurah. Begini: ‘Mengkhianati pengkhianat bukan pengkhianatan Nyonya.’ Lantas Nyonya saya pinta supaya kembali lagi. Tapi tak juga mau. Katanya: ‘Aku tahu truk militer tak mau membawaku ke Sukabumi. Tapi truk pertambangan masih banyak yang bakal lewat. Truk pengangkut singkong dan kayu juga.’ katanya. Jadi pulang sajalah Rodjali ini, Pak Lurah. Sendirian dia di sana? Sama siapa lagi? Susul lagi, Djali. Keadaan tidak aman. Dia diminta kembali. (hlm. 91,92) Dari dalam rumah terdengar suara isteri Ranta: Masih banyak urusan, Pak? Ranta menengok ke arah pintu dalam dan menjawab: Sedang sepi. Ada apa? … Baru saja Ranta hendak masuk ke dalam, seorang prajurit masuk dan langsung menegur: Mau ke mana, Pak?

Page 118: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

107

Nampak Ranta amat terkejut dan segera membalikkan badan menghadap tamu baru. Sebelum ia dapat menyilakan tamunya, prajurit itu telah meneruskan: Menyampaikan perintah dari Pak Komandan, Pak Lurah. Diharap pertahanan rakyat dipercepat. Di luar sudah menunggu beberapa orang prajurit OKD untuk membantu pertahanan rakyat. … Keduanya bersiap-siap hendak berangkat. Isteri Ranta mengikuti mereka dari belakang dan dengan agak segan-segan berkata: Pak Ranta belum lagi makan dari pagi. Prajurit itu berpaling kepada perempuan itu dan berkata menghibur: Sepuluh jam tak makan, orang masih kuat kerja, Bu. Jangan kuatir. Dan tak ada sesuatu pun yang dapat dikatakan perempuan itu lagi selain berpesan: Hati-hati, Pak. Sekarang prajurit itu berpaling pada Ranta sambil menunjuk tempat di mana revolver diselipkan dan bertanya: Sudah diisi, Pak. (hlm. 93,94)

Barulah Komandan itu mengerti, bahwa Pak lurah tidak bermain-main. Setelah menyadari ini buru-buru ia memperbaiki kesalahannya: Begini, Pak Lurah, kamilah yang seharusnya berterimakasih. Baru kali ini sejak jadi Komandan di sini kami dapat menghancurkan gerombolan dengan begitu baik, dan sudah dua kali pula. Malah menangkap biang keladinya. Tak pernah sebelumnya ini terimpi-impi oleh kami. (hlm. 100,101)

Dari dalam rumah muncul bebrapa orang prajurit beserta Rodjali membawa senjata-senjata rampasan dan beberapa lembar kertas. Senjata-senjataitu ditaruh di atas meja, sedangkan kertas diserahkan langsung kepada Pak Komandan, yang segera memeriksanya di bawah lampu. Ia tak mengatakan sesuatu pun, hanya mengangguk, dan memasukkan kertas-kertas itu ke dalam kantong. Kemudian ia menunjuk pada senjata-senjata di atas meja memerintahkan: Catat nomor, macam, jenis dan kalibernya. Pelurunya ada? Seorang menjawab: Tidak banyak, Pak. Korban pihak gerombolan yang sekarang dan banyak senjata rampasan ini tambahkan paa laporan. Jangan lupa. Nah, mari pulang ke markas. Kedua pucuk senjata rampasan itu tinggal saja. Nah, Pak Lurah, baik-baik menjaga Nyonya. (hlm. 105) Tiba-tiba Pak Komandan melepaskan pelukannya pada kakinya yang sebelah dan dengan langsung bertanya pada Pak Lurah: Eh, Pak Lurah, ngomong-ngomong, mengapa orang di sini tak ada yang mau jadi nelayan? Kan laut begitu dekat? Ranta menunjukkan ke arah selatan:

Page 119: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

108

Lihat, Pak. Kami semua ini pendatang, semua petani. Tak ada yang mengerti tentang perahu. Lagipula, lihatlah sendiri itu. Jalan dari sini ke pantai tidak ada! Seluruh daerah tertutup semak-semak! Prajurit itu mengusulkan dengan agak malu-malu: Kita bongkar semak-semak itu, kita buka perladangan baru. Ranta dan Komandan termenung-menung sebentar, kemudian Komandan itu mengangguk-angguk mengiyakan. Tetapi tiba-tiba mata Ranta berseri-seri dan menyanggah: Kalau kita bongkar semak-semak itu, kita kehilangan bahan makanan yang sehat dan murah. Maksudku, Pak, kita takkan dapat makan daging kancil lagi. Lagipula kayu semak-semak itu akan lenyap jadi kayu bakar saja. (hlm. 111,112) Semua yang hadir diam-diam dengan gayanya masing-masing karena tenggelam dalam pikiran. Tetapi tidak lama kerena ketenangan segera diganggu oleh datangnya Yang Pertama. Pada muka, kaki, dan tangannya nampak bekas luka-luka kena senjata tajam. Segera ia ditegur oleh Pak Lurah waktu ia berdiri termangu-mangu: Nah, apa kabar? Sudah lama tidak kelihatan. Yang Pertama tersenyum malu, kemudian menerangkan: Pulang dari rumahsakit, Pak Lurah. Rumahsakit mana? Pelabuhan Ratu? Benar, Pak Lurah. Tidak jadi ke Jakarta? Mau apa lagi, Pak Lurah? … Begini, Pak. Mula-mula abdi nyatakan penyesalan abdi telah langgar larangan itu. Karena pelanggaran itu abdi dikeroyok dan dirampok gerombolan, Pak. Semua modal habis. Yang tinggal cuma celana dalam. Abdi dipukuli setengah mati. Komandan itu menegakkan badannya dan bertanya: Dari dulu aku bilang, barangkali kau sendiri pernah dengar, kita… Yang Partama menunduk, kamudian menjawab: Ya, Pak. Abdi sendiri memang salah, Pak. Jangan minta maaf padaku, berjanji pada saudara-saudaramu itu! Yang Pertama diam saja, dan makin menunduk. Apa kau malu kerasama dengan saudara-saudaramu sendiri? Tidak, Pak. Mengapa tak juga bicara pada mereka? Yang pertama menegakkan badannya, memandang ke sekelilingnya, mula-mula pada Ranta, kemudian pada Komandan, prajurit, kemudian pada kerumunan pekerja sukarela, dan akhirnya memperdengarkan suaranya: Sudara-sudara, aku berjanji akan kerjasama dengan kalian, dalam segala usaha yang bermanfaat. … Sejenak kerumunan orang itu terdiam tersipu-sipu. Keadaan itu memaksa Pak Komandan memberanikan mereka:

Page 120: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

109

Ayoh berdiri! Semua berdiri. Pak Lurah, lebih baik Pak Lurah yang memulai. (hlm.114,115,116) Sebelum ia selesai dengan pidatonya, muncul Nyonya dalam iringan Ireng dan Rodjali. Pak Komandan mengangguk menghormati dan langsung bertanya: Truknya belum berangkat, Nyonya? Sudah, Pak Komandan. Ketinggalan? Mana kopornya? Kopor sudah dibawa pulang lagi. Aku bukannya ketinggalan, Pak. Lantas? Aku pikir-pikir………. Semua orang mengawasi Nyonya dan kedua pengiringnya. Ireng yang tampil ke muka dan meneruskan kata-kata Nyonya: Nyonya tak jadi pulang ke Sukabumi, Nyonya mau tingggal di sini. Mau mengajar perempuan-perempuan di sini. Mengajar baca-tulis! Pak Komandan berteriak girang: Benar, Nyonya? (hlm. 119,120) Tak ada yang menjawab. Pak Komandan menuding seseorang di antara mereka dan mendesak: Hai, kau, coba jawab, di mana bahayanya kertas dan potlot? Tidak ada, Pak. Nah, mengapa tidak mau belajar? Abdi, mah, sudah terlalu tua, Pak. Tua? Kan ladang itu kau sendiri yang garap? Benar, Pak. Kan paculmu lebih berat dari selembar kertas? Cocok, Pak. Mengapa takut pada kertas dan potlot? Tak berjawab. Pak Komandan menebarkan pandangan ke keliling, dan akhirnya matanya berhenti pada Pak lurah. Bertanya: Pak Lurah bisa baca-tulis? Tidak, Pak. Mau belajar? Tentu saja, Pak. Nah. Buat apa bisa baca tulis, Bu Ireng? Ah, Pak, lebih baik daripada tidak, kan? (hlm. 122) Sebelum persoalan selesai, muncul Yang Kedua, bertunjungan tongkat, terbungkuk-bungkuk, dan berjalan dengan lemasnya. Ia angkat tangan memberi salam, kemudian langsung menuju Pak Lurah dan berkata: Pak Lurah, kalau ada truk militer berangkat ke kota, mohon abdi diperbolehkan ikut. Pak Lurah segera bertanya dengan cucuknya:

Page 121: SAPAAN DALAM NOVEL SEKALI PERISTIWA DI BANTEN … · metode penyajian informal, yaitu perumusan kaidah tersebut dengan kata-kata dan metode formal, yaitu perumusan kaidah dengan tanda

110

Kenapa, kau? Sakit, Pak Lurah. Kepada Pak Komandan, Pak Lurah bertanya: Hari ini ada lagi truk ke kota, Pak? Tidak. Sakit apa? Demam, Pak. Sudah lama. Nanti kuantarkan sendiri ke kota. Dengan jeep. Bapak sendiri mengantarkan? Apa salahnya? Semertara itu Pak Lurah menengahi: Mengapa tak kirim kabar dari dulu-dulu? Siapa yang disuruh, Pak? Komandan memberi perintah pada Prajurit untuk mengambil jeep, kemudian berkata pada Yang Kedua: Kita berangkat sekarang juga. Ya? Terimakasih banyak, Pak. Tapi sebelum itu duduklah di sini dulu. He, saudara-saudara, bagaimana? Siapa yang mau belajar baca-tulis selain yang seorang itu? Yang Kedua, tanpa membuka mulut mengangkat tangan. Orang-orang memandangi tanganYang Kedua dengan herannya. Dan Pak Komandan segera meneruskan: Baklah. Tapi kau sakit, buat apa belajar? Kalau sudah baik, abdi mau belajar, Pak? Buat apa? Abdi mah yakin, Bapak hanya punya masud-maksud baik terhadap kita. Ha? Dari mana keyakinan itu? Ah, Pak, sejak kecil abdi di sini, jadi tahu. Tak pernah sebelumnya ada pembesar mau kerjasama dengan kami, apalagi ikut memikirkan kepentingan kami. Jadi? Ya, begitulah, Pak. (hlm. 122,123,124) Nampak Pak Lurah terkejut. Untuk menutupi kebingungannya sejenak ia menguap-uap bibir, kemudian dengan terbata-bata menjawab: Maaf, Nyonya. Ah, ya, mengapa aku sampai selupa itu? Bagaimana menurut pendapat Nyonya? Nyonya menatap Ireng sejenak, kemudian menjawab: Menurut pendapatku, begini. Sebaiknya tanah liar itu kita garap beramai-ramai. Kami, kaum wanita, lebih banyak memikir tentang anak dan keturunan. Ya, kita semua bukan bekerja untuk diri sendiri semata. Kita bekerja terutama sekali buat anak dan keturunan, bukan begitu, Bu Lurah? Tiba-tiba kerumunan itu meledakkan kegembiraan mendengar jawaban Nyonya. Di antaranya terdengar pekikan nyaring di antara kerumunan itu: Bagaimana pendapatmu, Bu Lurah. (hlm. 125)