sampul vol 4 no 6 -...

65
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN MATEMATIKA YOGYAKARTA PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Asmidi SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Syahlan PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION (DI) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2 DI SMAN 1 KOBA Nelly Yuliana PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS NILAI KONTROL DAN NILAI RASIONALISME PADA PEMBELAJARAN PEMODELAN MATEMATIKA Arvin Efriani, Nyimas Aisyah, dan Indaryanti REASONING AND PROOF DALAM MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL MATERI TRIGONOMETRI SISWA SMA Afin Nur Latifa, M.Pd. PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs Lussy Midani Rizki, Risnawati, dan Zubaidah Amir MZ Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017 PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN IDEAL MATHEDU INDONESIAN DIGITAL JOURNAL OF MATHEMATICS AND EDUCATION m o o r N 2 0 1 7 4 ISSN 24078530

Upload: nguyenthuan

Post on 01-Feb-2018

244 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANPUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIKDAN TENAGA KEPENDIDIKAN MATEMATIKAYOGYAKARTA

PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Asmidi

SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKASyahlan

PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION (DI) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA

SISWA KELAS XI MIPA-2 DI SMAN 1 KOBA Nelly Yuliana

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS NILAI KONTROL DAN NILAI RASIONALISME

PADA PEMBELAJARAN PEMODELAN MATEMATIKAArvin Efriani, Nyimas Aisyah, dan Indaryanti

REASONING AND PROOF DALAM MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL MATERI TRIGONOMETRI SISWA SMA

Afin Nur Latifa, M.Pd.

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTsLussy Midani Rizki, Risnawati, dan Zubaidah Amir MZ

Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

IDEAL MATHEDUINDONESIAN DIGITAL JOURNAL

OF MATHEMATICS AND EDUCATION

moo rN

2017

4

ISSN 24078530

Page 2: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

SUSUNAN REDAKSIJURNAL IDEAL MATHEDU VOLUME 4 NOMOR 6 TAHUN 2017

PPPPTK MATEMATIKA

Penanggung jawab : Kepala Subag TU dan RT

Harwasono, S.Kom., MM

Redaktur : Cahyo Sasongko, S.Sn.

Penyunting/Editor : 1. Marfuah, S,Si.,M.T.

2. Muh. Tamimuddin H, M.T.

3. Muda Nurul Khikmawati, S.Kom,. M.Cs.

4. Dr. Sumardyono, M.Pd.

5. Wiworo, S.Si., M.M.

6. Dra. Th. Widyantini, M.Si.

7. Drs. Rachmadi Widdiharto, M.A.

8. Untung Trisna Suwaji, S.Pd., M.Si.

9. Adi Wijaya, S.Pd.,M.A.

10. Fadjar Noer Hidayat, M.Ed.

11. Hanan Windro Sasongko, S.Si.

12. Sigit Tri Guntoro, S.Si., M.Si.

13. Drs. Agus Suharjana, M.Pd.

14. Joko Purnomo, M.T.

15. Drs. Marsudi Raharjo, MSc.Ed.

16. Dra. Puji Iryanti, Msc.Ed.

17. Ratna Herawati, M.Si.

18. Sumaryanta, M.Pd.

19. Sri Wulandari Danoebroto, S.Si.,M.Pd.

20. Jakim Wiyoto, S.Si.

Desain Grafis dan Layout : 1. Cahyo Sasongko, S.Sn.

2. Victor Deddy K, S.Si.

3. Muhammad Fauzy

Sekretariat : 1. Nur Hamid, S.Kom.

2. M. Pujiastuti

3. Lestari Budi Atik, A.Md.

4. Sri Kurniasih

3. Dewi Katmolowati

Alamat redaksi : PPPPTK Matematika

Jl. Kaliurang km.6, Sambisari, Depok, Sleman, D.I.Y.

Telp. (0274) 885725, 881717

Fax. (0274) 885752

Website. idealmathedu.p4tkmatematika.org

Page 3: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

349

PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA

Asmidi

SMPN 1 Sukadana, Sukadana, Kabupaten Kayong Utara; [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan problem posing dalam

pembelajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif-eksploratif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII/A

SMPN 3 Sukadana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem posing dalam

pembelajaran matematika dapat melatih siswa dalam berpikir kreatif. Banyaknya soal

yang dibuat siswa dalam kegiatan problem posing pada materi segitiga dan segiempat

terbagi menjadi tiga tipe soal. Tipe yang pertama adalah soal yang memiliki

karakteristik sama, tipe yang kedua adalah soal yang memiliki karakteristik berbeda,

dan tipe yang ketiga adalah soal yang tidak biasa. Proses membuat soal dilakukan siswa

dengan mengumpulkan informasi-informasi yang ada, kemudian dikonstruksi menjadi

soal. Untuk proses menjawab soal, siswa mengolah informasi yang telah diketahui.

Kata kunci. Problem Posing, Pembelajaran Matematika

Abstract. This study aimed to describe the problem posing in mathematics at the

triangles and rectangles material. This study is a descriptive-exploratory research. The

subjects in this study were students of class VII/A SMPN 3 Sukadana. The results

showed that the problem posing in mathematics could train the students in creative

thinking. The number of questions that the students made in the activities of problem

posing on the triangles and rectangles material were divided into three types of matter.

The first type is a matter which has the same characteristics, the second type is a matter

which has different characteristics, and the third type is about the unusual one. The

process of making the questions done by the students by collecting the existed

information then was constructed to become questions. To answer the questions,

students processed the information that had already known.

Key Words. Problem Posing, Mathematics Learning

1. Pendahuluan

Pembelajaran matematika yang dilakukan sebagian guru masih dengan menjelaskan materi

pelajaran, menyajikan contoh soal sekaligus cara menyelesaikannya, dan memberikan soal

untuk dikerjakan siswa. Guru belum memberikan perhatian yang serius terhadap berpikir

kreatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Bahar & Maker (2011) bahwa guru di tingkat dasar

dan menengah belum menyadari pentingnya berpikir kreatif dan pemecahan masalah dalam

matematika. Siswa kurang diberikan kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide dan gagasan

yang dimilikinya dalam menyelesaikan masalah matematika. Siswa akan selalu bergantung

pada cara penyelesaian yang telah diberikan guru. Hal ini menyebabkan siswa kurang kreatif

dalam menyelesaikan masalah matematika. Dacey (dalam Piaw, 2011) menyatakan bahwa

sebagian besar siswa sekolah menengah kurang kreatif.

Kreativitas dalam belajar matematika sangat penting dimiliki siswa agar mereka tidak mudah

menyerah dalam menyelesaikan masalah matematika. Hal ini sejalan dengan

Page 4: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

350

Pehkonen (1997) yang menyatakan bahwa kreatif merupakan bagian penting untuk

melakukan matematika. Siswa yang kreatif selalu berupaya untuk mencari berbagai alternatif

penyelesaian masalah apabila menemukan kesulitan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam pembelajaran

matematika adalah dengan problem posing. Silver (1997) menyatakan bahwa salah satu

kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas siswa adalah kegiatan pengajuan masalah

(problem posing). Istilah problem posing berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata

“problem” yang artinya masalah dan kata “pose” yang artinya mengajukan. Silver (1994)

menyatakan problem posing merupakan aktivitas yang meliputi merumuskan soal-soal dari

hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-

kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut serta menentukan penyelesiannya.

Sejalan dengan itu, Bonotto (2006) menyatakan problem posing merupakan aktivitas siswa

untuk mengonstruksi masalah mereka sendiri.

Problem posing dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan meminta siswa

untuk membuat soal. Dalam membuat soal, siswa diberikan informasi-informasi sebagai

dasar untuk mengajukan soal. Informasi yang diberikan kepada siswa dapat berupa gambar

atau berbentuk cerita. Hal ini sejalan dengan Lin (2004) yang menyatakan bahwa

pembentukan soal didasarkan atas konteks, cerita, informasi atau gambar yang diketahui.

Kegiatan problem posing sangat penting diterapkan dalam pembelajaran matematika. Hal ini

telah banyak diungkap peneliti seperti (Silver, dkk, 1996; Cho & Abramovich, 2008; Xia,

dkk, 2008; Bonotto, 2010). Silver, dkk (1996) menyatakan bahwa problem posing sangat

penting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran matematika. Cho &

Abramovich, (2008) menyatakan bahwa problem posing merupakan aktivitas pedagogik

yang penting dalam pembelajaran matematika. Xia, dkk (2008) menyatakan bahwa problem

posing merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika. Bonotto (2010)

menyatakan bahwa pentingnya kegiatan problem posing dalam matematika sekolah.

Berdasarkan paparan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana

problem posing dalam pembelajaran matematika”.

2. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif yang bertujuan untuk

mendeskripsikan problem posing dalam pembelajaran matematika pada materi segitiga dan

segiempat. Subjek dalam penelitian ini adalah 28 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Sukadana.

Subjek penelitian belum pernah mengikuti pembelajaran problem posing. Data yang

dipaparkan dalam penelitian ini adalah 3 siswa dari 28 siswa kelas VII SMP Negeri 3

Sukadana. Ketiga siswa terdiri dari siswa yang kemampuannya rendah yaitu NAG, siswa

yang kemampuannya sedang yaitu LF, dan siswa yang kemampuannya tinggi yaitu TOM.

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen utama dan

perangkat pembelajaran, serta instrumen pendukung. Prosedur penelitian dilakukan sebagai

berikut: 1) menyusun instrumen penelitian, 2) memvalidasi instrumen penelitian,

Page 5: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

351

3) menentukan subjek penelitian, 4) mengumpulkan data penelitian, dan 5) menganalisis

data.

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan langkah-langkah: 1) mereduksi data dilakukan

dengan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data mentah dan kasar

yang diperoleh, 2) penyajian data dilakukan dengan menyajikan hasil reduksi data secara

naratif sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan dan keputusan pengambilan tindakan,

dan 3) penarikan kesimpulan dilakukan dengan memberikan simpulan terhadap hasil

penafsiran dan evaluasi.

3. Hasil

Kegiatan problem posing dilakukan siswa dengan cara membuat soal sekaligus selesaiannya

berdasarkan informasi yang diketahui. Berikut ini informasi yang diberikan kepada siswa.

Gambar 1. Informasi

Gambar 1 merupakan segiempat yang terbentuk dari dua segitiga yaitu ABC dan ACD.

Informasi yang diketahui adalah AB = 3 cm, BC = 4 cm, CD = 12 cm, AD = 13 cm,

CAD = 650, dan ACB = 55

0. Berdasarkan informasi tersebut, siswa diminta untuk

membuat soal sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan sifat-sifat segitiga, keliling, dan

luas segitiga sekaligus selesaiannya. Berikut ini hasil pekerjaan beberapa siswa.

3.1. Problem Posing pada Subjek NAG

Berdasarkan informasi yang diberikan, NAG mampu membuat 2 soal yang berkaitan dengan

sifat-sifat segitiga. NAG juga mampu menyelesaikan kedua soal tersebut dengan benar.

Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat NAG.

Gambar 2. Soal yang dibuat NAG

Page 6: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

352

Berdasarkan gambar 2, NAG membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan sifat-sifat

segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu besar ABC adalah 900 (atau

sudut siku-siku) dan besar ACB adalah 550. Soal nomor 2 yang dibuat NAG berkaitan

dengan sifat-sifat segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yang diketahui

yaitu besar ACD adalah 900 (atau sudut siku-siku) dan besar CAD adalah 65

0. Kedua soal

yang dibuat oleh NAG adalah soal yang memiliki karakteristik sama karena soal tersebut

memiliki tujuan yang sama, hanya situasinya yang berbeda.

Untuk mengetahui proses berpikir NAG dalam membuat soal, berikut ini cuplikan

wawancara dengan NAG.

Peneliti :” Bagaimana cara kamu membuat soal tentang besar sudut BAC?”

Siswa :”Saya mengamati segitiga ABC.”

Peneliti :”Apa yang kamu amati dari segitiga tersebut sehingga dapat membuat soal?”

Siswa :”Dari segitiga ABC, saya amati bahwa sudut ABC adalah sudut siku-siku, besar

sudut ACB sama dengan 550, dan sudut BAC belum diketahui. Karena sudut BAC

belum diketahui, maka saya buat soal berapakah sudut BAC.”

3.2. Problem posing pada subjek LF

Berdasarkan informasi yang diberikan, LF mampu membuat 4 soal yang berkaitan dengan

keliling dan luas segitiga. LF juga mampu menyelesaikan keempat soal tersebut dengan

benar. Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat LF.

Gambar 3. Soal yang dibuat LF

Berdasarkan gambar 3, LF membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan keliling segitiga

berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yaitu AD = 13 cm, AC = 5 cm, dan

CD = 12 cm. Soal nomor 2 yang dibuat LF berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan

informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm, BC = 4 cm, dan AC = 5 cm. Soal

nomor 3 yang dibuat LF berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang

Page 7: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

353

diketahui dari ADC yaitu AC = 5 cm yang merupakan sisi alas dan CD = 12 cm sebagai

tinggi segitiga. Soal nomor 4 yang dibuat LF berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan

informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm yang merupakan sisi alas dan

BC = 4 cm sebagai tinggi segitiga. Keempat soal yang dibuat oleh LF adalah soal yang

memiliki karakteristik berbeda karena soal tersebut memiliki tujuan yang berbeda.

Untuk mengetahui proses berpikir LF dalam membuat soal, berikut ini cuplikan wawancara

dengan LF.

Peneliti :” Bagaimana cara kamu membuat soal tentang luas segitiga ADC?”

Siswa :”Dengan melihat sisi-sisi segitiga ADC yang sudah diketahui.”

Peneliti :”Apa yang kamu ketahui tentang sisi-sisi segitiga tersebut sehingga

dapat membuat soal?”

Siswa :”Segitiga ADC memiliki sisi alas AC sama dengan 5 cm dan sisi tinggi CD sama

dengan 12 cm. Dari kedua sisi tersebut sudah bisa dicari luasnya.”

3.3. Problem Posing pada Subjek TOM

Berdasarkan informasi yang diberikan, TOM mampu membuat 6 soal yang berkaitan dengan

keliling dan luas segitiga. TOM juga mampu menyelesaikan keenam soal tersebut dengan

benar. Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat TOM.

Gambar 4. Soal yang dibuat TOM

Berdasarkan gambar 4, TOM membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan luas segitiga

berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm yang merupakan sisi alas

dan BC = 4 cm sebagai tinggi segitiga. Soal nomor 2 dibuat yang TOM berkaitan dengan

penyelesaian masalah keliling bangun ABCD berdasarkan informasi yang diketahui yaitu

AB = 3 cm, BC = 4 cm, CD = 12 cm, dan AD = 13 cm. Soal nomor 3 yang dibuat TOM

berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yaitu

AC = 5 cm yang merupakan sisi alas dan CD = 12 cm sebagai tinggi segitiga. Soal nomor 4

yang dibuat TOM berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui

dari ADC yaitu AC = 5 cm, CD = 12 cm, dan AD = 13 cm. Soal nomor 5 yang dibuat TOM

Page 8: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

354

berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu

AB = 3 cm, BC = 4 cm, dan AC = 5 cm. Soal nomor 6 yang dibuat TOM berkaitan dengan

penyelesaian masalah luas bangun ABCD berdasarkan informasi yang diketahui dari luas dua

buah segitiga yaitu luas ABC = 6 cm2 dan luas ADC = 30 cm

2. Keenam soal yang dibuat

oleh TOM adalah soal yang memiliki karakteristik berbeda karena soal tersebut memiliki

tujuan yang berbeda. Dari enam soal, ada dua soal yang dibuat TOM berbeda dari siswa

lainnya seperti soal nomor 2 dan 6 yang bersifat kebaruan.

Untuk mengetahui proses berpikir TOM dalam membuat soal, berikut ini cuplikan

wawancara dengan TOM.

Peneliti :” Bagaimana cara kamu membuat soal tentang luas ADCB?”

Siswa :”Setelah saya menemukan luas segitiga ABC dan luas segitiga ADC, kemudian

saya mengamati segiempat ABCD. Saya pikir luas segiempat ABCD bisa dibuat

soal.”

Peneliti :”Bagaimana kamu mencari luasnya?”

Siswa :”Tinggal dijumlahkan luas segitiga ABC dengan luas segitiga ADC.”

4. Pembahasan

Problem posing dalam pembalajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat

dilakukan dengan meminta siswa untuk membuat soal sekaligus penyelesaiannya. Pengajuan

masalah (problem posing) dalam pembelajaran, intinya meminta siswa untuk mengajukan

soal atau masalah (Siswono, 2004). Untuk membuat soal, siswa disajikan gambar segitiga

dan segiempat sebagai informasi. Dari gambar yang disajikan, siswa akan diminta untuk

mengamati dan menghimpun informasi yang telah diketahui dan informasi yang belum

diketahui. Informasi yang belum diketahui nantinya akan dijadikan dasar sebagai dasar untuk

membuat soal. Adapun informasi yang telah diketahui nantinya akan dijadikan dasar untuk

menyelesaikan soal yang telah dibuat.

Kegiatan membuat banyaknya soal sekaligus selesaiannya dalam problem posing akan

memunculkan kreativitas siswa. Menurut Silver (1997), ada tiga komponen utama yang

dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas

(flexibility), dan kebaruan (novelty). Kefasihan (fluency) yaitu mampu dan lancar dalam

mengajukan banyak soal sekaligus menyelesaikannya, fleksibilitas (flexibility) yaitu mampu

mengajukan soal yang berbeda-beda dan dapat menyelesaikannya, kebaruan (novelty) yaitu

mampu mengajukan soal yang berbeda (tidak biasa dibuat oleh siswa pada tingkat

pengetahuannya). Adapun kreativitas siswa dalam kegiatan membuat soal sebagai berikut.

Page 9: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

355

Subjek 1 : NAG

Diagram 1. Subjek NAG

Diagram 1 menunjukkan bahwa NAG membuat soal nomor 1 hanya berdasarkan informasi

sudut. Soal nomor 2 yang dibuat NAG juga hanya berdasarkan informasi sudut. Soal yang

dibuat NAG hanya memanfaakan informasi sudut segitiga saja. NAG tidak memanfaatkan

informasi sisi-sisi segitiga, baik sebagai informasi utama maupun sebagai informasi

pendukung. Kedua soal yang dibuat NAG memiliki tujuan dan karakteristik yang sama

sehingga kreativitas NAG tergolong lancar.

Subjek 2: LF

Diagram 2. Subjek LF

Diagram 2 menunjukkan bahwa LF membuat soal nomor 1 hanya berdasarkan informasi

sisi-sisi. Soal nomor 2 yang dibuat LF juga hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal

nomor 3, LF membuat soal berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai

informasi pendukung untuk menentukan luas segitiga. Pada soal nomor 4, LF juga membuat

soal berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung

untuk menentukan luas segitiga. Soal yang dibuat LF sudah memanfaaatkan dua informasi

yang berbeda yaitu sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung.

segitiga

sisi-sisi sudut

soal 1 soal 2

lancar

segitiga

sisi-sisi sudut

soal 2 soal 3

lancar dan fleksibel

soal 4 soal 1

Page 10: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

356

Keempat soal yang dibuat LF memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda sehingga

kreativitas LF tergolong lancar dan fleksibel.

Subjek 3: TOM

Diagram 3. Subjek TOM

Diagram 3 menunjukkan bahwa TOM membuat soal nomor 1 berdasarkan sisi-sisi sebagai

informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Soal nomor 2 yang dibuat TOM

hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal nomor 3, TOM membuat soal berdasarkan

sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Pada soal nomor 4,

TOM membuat soal hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal nomor 5, TOM juga

membuat soal hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Soal nomor 6 dibuat TOM berdasarkan

sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Soal yang dibuat

TOM sudah memanfaaatkan dua informasi yang berbeda yaitu sisi-sisi sebagai informasi

utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Keenam soal yang dibuat TOM memiliki

tujuan dan karakteristik yang berbeda. Ada soal yang tidak biasa dibuat TOM yaitu soal 2

dan soal 6. Berdasarkan hal tersebut kreativitas TOM tergolong lancar, fleksibel, dan

memiliki sifat kebaruan.

Berdasarkan hasil wawancara siswa diperoleh informasi bahwa proses pembuatan soal

dilakukan siswa dengan mengamati dan memfokuskan perhatiannya pada suatu bagian

gambar. Setelah itu, siswa mengidentifikasi informasi yang ada berdasarkan informasi

tersebut, kemudian siswa mengonstruksinya menjadi soal. Untuk proses menjawab soal,

siswa mengerjakannya dengan mengolah beberapa informasi yang telah diketahui.

5. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa problem posing

dalam pembelajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat merupakan kegiatan

yang dilakukan siswa dengan membuat soal sebanyak-banyaknya berdasarkan informasi

yang diberikan. Soal tersebut juga harus diselesaikan oleh siswa itu sendiri. Kegiatan

segitiga

sisi-sisi sudut

soal 3 soal 4

lancar, fleksibel, dan memenuhi sifat kebaruan

soal 5 soal 2 soal 6 soal 1

Page 11: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

357

problem posing dalam pembelajaran matematika dapat melatih siswa dalam berpikir kreatif.

Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif akan mampu menyelesaikan masalah

matematika.

Soal-soal yang dibuat siswa dalam kegiatan problem posing dapat digolongkan menjadi tiga

tipe soal, yaitu: 1) soal yang memiliki karakteristik sama, 2) soal yang memiliki karakteristik

berbeda, dan 3) soal yang tidak biasa. Proses membuat soal dilakukan siswa dengan

mengumpulkan informasi-informasi yang yang ada, kemudian dikonstruksi menjadi soal.

Proses menjawab soal dilakukan siswa dengan mengolah informasi yang telah diketahui.

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian, saran bagi guru matematika di SMP yaitu agar

melatih berpikir kreatif siswa melalui pembelajaran problem posing.

Daftar Pustaka

Bahar, A.K. & Maker, C.J. 2011. Exploring the Relationship between Mathematical Creativity and

Mathematical Achievement. Asia-Pacific Journal of Gifted and Talented Education, Volume 3,

Issue 1, 2011

Bonotto. (2006). Extending Students’ Understanding of Decimal Numbers vis Realistic Mathematical

Modeling and Problem Posing, Proceeding 30th Conference of The International Group for the

Psychology of Mathematics Education, 2 193 – 200, Prague, Czech Republic, July 16-21, 2006

Bonotto. 2010. Engaging Students in Mathematical Modelling and Problem Posing Activities. Journal

of Mathematical Modelling and Application 2010, Vol. 1, No. 3.

Cho & Abramovich. 2008. On Mathematical Problem Posing by Elementary Pre-teachers: The Case

of Spreadsheets. Spreadsheets in Education (eJSiE): Vol. 3: Iss. 1, Article 1.

Lin, P. 2004. Supporting Teachers On Desingning Problem-Posing Tasks As A Tool Of Assessment

To Understand. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the

Psychology of Mathematics Education Students’ Mathematical Learning, 2004 Vol 3.

Pehkonen, E. 1997. The State-of-Art In Mathematical Creativity. Zentralblatt fur Didaktik der

Mathematik (ZDM) – The International Journal on Mathematics Education. (online),

(http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf), diakses 23 Februari 2015.

Piaw, C.Y. 2011. Hindrances to Internal Creative Thinking and Thinking Styles of Malaysian Teacher

Trainees in the Specialist Teachers’ Training Institute. Procedia Social and Behavioral Sciences

15 (2011) 4013–4018.

Silver, E. A. (1994). On mathematical problem posing. For the Learning of Mathematics, Vol. 14, No.

1 (Feb., 1994), pp. 19-28

Silver, E. A. dkk. (1996). Posing Mathematical Problems: An Exploratory Study. Journal for

Research in Mathematics Education, Vol. 27, No. 3 (May, 1996), pp. 293-309.

Silver, E. A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving

and Problem Posing. Zentralblatt fur Didaktik der Mathematik (ZDM) – The International

Journal on Mathematics Education. (online), (www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf),

diakses 16 Februari 2015.

Siswono, T. 2004. Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan Masalah (Problem

Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS).

Buletin Pendidikan Matematika Volume 6 Nomor 2, Oktober 2004.

Xia, dkk. 2008. Research on Mathematics Instruction Experiment Based Problem Posing. Journal of

Mathematics Education December 2008, Vol. 1, No. 1, pp.153-163.

Page 12: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

358

SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA

Syahlan

Pendidikan Matematika FKIP-UISU, Medan, [email protected]

Abstrak. Salah satu tujuan dalam pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu

menyelesaikan permasalahan. Masalah yang diajukan tidak hanya terbatas pada masalah

rutin, tetapi dapat berupa masalah tidak rutin. Masalah tersebut menjadi tantangan bagi

siswa untuk dipecahkan. Masalah tidak rutin menjadi sulit diselesaikan karena tidak

dapat diselesaikan menggunakan konsep dan prinsip matematika yang umum. Dalam

menyelesaikan masalah diperlukan strategi yang tepat dengan mengombinasikan segala

konsep dan prinsip matematika yang dikuasai siswa. Melalui artikel ini diharapkan guru

maupun siswa akan memiliki pemahaman sehingga dapat memilih diantara 10 strategi

yang sesuai dalam pemecahan masalah matematika.

Kata Kunci: Strategi, Masalah Matematika, Pemecahan Masalah

1. Pendahuluan

Kehidupan menawarkan dua hal yang berlainan, yaitu suka atau duka. Kedukaan umumnya

disebabkan oleh adanya masalah yang dihadapi. Masalah haruslah dihadapi dengan bijak dan

harus diselesaikan dengan cara yang baik. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang

bertujuan untuk membantu siswa menghadapi dunia nyata. Oleh karena itu, pembelajaran

matematika tidak dapat terlepas dari kegiatan pemecahan masalah. Pembelajaran seharusnya

dikaitkan dengan upaya dan melatih siswa untuk berpikir dalam memecahkan masalah.

Idealnya, pembelajaran matematika seharusnya menawarkan masalah untuk diselesaikan

sebagai latihan bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan kemampuan kognitif

siswa.

Pemecahan masalah merupakan salah satu dari lima tujuan pembelajaran matematika.

Menurut NCTM (2000), ada lima tujuan yang menjadi fokus dalam kemampuan belajar

matematika, yaitu 1) kemampuan pemecahan masalah, 2) kemampuan penalaran dan

pembuktian, 3) kemampuan koneksi, 4) kemampuan komunikasi, dan 5) kemampuan

representasi. Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dengan baik. Pertanyaan

yang diajukan dapat berupa pertanyaan rutin maupun pertanyaan tidak rutin. Melalui

masalah, siswa diajak untuk berpikir dan mencari sebab-sebab masalah itu timbul.

Berdasarkan sebab-sebab yang ada sebagai informasi awal, siswa harus berupaya untuk

menyelesaikan masalah sebagai akibatnya. Ada 10 cara yang dapat dipilih siswa dalam

memecahkan masalah matematika yang dihadapi. Artikel ini menawarkan berbagai strategi

yang efektif dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga siswa dapat dengan bijak

memilih cara yang tepat.

Masalah merupakan hal yang selalu kita hadapi. Berbagai kejadian terkadang menjadi

masalah yang harus diselesaikan dengan segera. Demikian pula dalam belajar, berbagai

masalah disajikan kepada siswa untuk diselesaikan dalam upaya membelajarkan siswa.

Page 13: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

359

Tidak setiap pertanyaan dapat disebut sebagai masalah dan tidak semua masalah yang

diberikan akan dapat membelajarkan siswa. Masalah yang dimaksud adalah pertanyaan atau

soal yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan-aturan perhitungan biasa

(prosedur rutin). Masalah yang dapat membelajarkan siswa adalah masalah yang

memberikan tantangan kepada siswa yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin

yang telah diketahui oleh siswa.

Masalah dalam matematika haruslah menantang, perlu adanya suatu prosedur baru yang

memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang dimiliki siswa selama ini. Artinya bahwa

siswa harus dapat mengombinasikan segala konsep yang telah diketahuinya dan yang terkait

masalah, lalu membentuk suatu konsep baru sehingga masalah yang diberikan dapat

dipecahkan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Cooney (Budhayanti, dkk, 2008)

bahwa “suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan

adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah

diketahui oleh si pelaku”.

Soal cerita merupakan salah satu bentuk masalah yang sering disajikan dalam pembelajaran

matematika. Siswa ditantang untuk memahami masalah tersebut sehingga siswa dapat

mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan, seperti: apa yang diketahui dan apa

yang menjadi masalah. Melalui informasi tersebut, siswa akan dapat menentukan konsep

yang cocok maupun konsep yang berkaitan dengan masalah untuk dapat merencanakan

penyelesaiannya menggunakan model matematika. Hasilnya, model yang dibuat akan

membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan masalah dalam matematika

adalah suatu pertanyaan yang menggugah kita sehingga menjadi tertantang untuk

menyelesaikannya menggunakan segenap pengetahuan (konsep dan prinsip matematika)

yang telah dimiliki sebagai dasar dalam membentuk konsep baru hingga dapat diselesaikan.

2. Proses Pemecahan Masalah Matematika

Masalah yang diberikan harus mampu diamati dari berbagai sudut pandang sehingga akan

dapat diketahui prinsip dari masalah itu. Polya (1975: 6) mengungkapkan bahwa pemecahan

masalah merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengubah cara pandang seseorang

terhadap masalah untuk mengidentifikasi masalah dan selanjutnya memutuskan cara

penyelesaian masalah. Menurutnya, solusi yang diberikan tidak hanya merupakan jawaban

untuk memecahkan masalah tetapi juga memuat prosedur yang harus dilakukan untuk

mendapatkan jawaban. Untuk itu, pemberi jawaban harus memberikan langkah-langkah

penyelesaiannya secara detail.

Ada empat tahap yang harus dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan,

yaitu: 1) memahami masalah (understanding the problem), 2) merencanakan cara

penyelesaiannya (devising a plan), 3) melaksanakan rencana yang telah dibuat (carrying

out the plan), 4) melihat kembali seluruh proses yang dilakukan (looking back) (Polya, 1975:

6-14). Untuk melaksanakan keempat tahap penyelesaian masalah ini dibutuhkan ketelitian

dan kesabaran, yakni pada setiap tahap yang dilakukan diperlukan refleksi sehingga

menjadikannya semacam siklus. Misalkan setelah memahami masalah, akan melanjutkannya

Page 14: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

360

dengan membuat rencana dengan memilih strategi penyelesaian. Ketika gagal membuatnya,

maka kembali kepada masalah dan mencari informasi tambahan yang relevan untuk dapat

mendukung penerapan strategi tersebut agar dapat digunakan.

Tahap pertama yang harus dilakukan siswa adalah menentukan hal-hal yang diketahui

dengan tepat dan apa yang harus diselesaikan. Untuk itu, siswa terkadang perlu

mempresentasikan masalah tersebut ke dalam bentuk gambar, tabel, maupun notasi

matematika. Selain itu, mengetahui apa yang harus diselesaikan membantu siswa

mengetahui arah yang menjadi tujuan penyelesaian masalah tersebut sehingga memudahkan

siswa membuat rencana penyelesaian dengan menetapkan strategi yang tepat.

Tahap kedua yang harus dilakukan adalah mencari alternatif jawaban yang mungkin dapat

digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada tahap ini, kreativitas, pengetahuan

terkait masalah, mental belajar, dan konsentrasi siswa sangat dibutuhkan untuk menentukan

berbagai cara penyelesaian masalah. Ada lima cara yang dapat digunakan dalam mencari

cara penyelesaian masalah, yaitu 1) mencoba-coba (guess and check), 2)

membuat/menemukan pola (look for pattern), 3) membuat dan menyusun daftar secara

sistematis (make a systematic list), 4) membuat dan menggunakan gambar maupun model

(make and use a drawing or model), 5) mempertimbangkan/meniadakan suatu kemungkinan

yang dapat terjadi (eliminate possibilities) (Sheffield dan Cruikshank, 1996: 35).

Pemilihan strategi ini umumnya disesuaikan dengan masalah yang diajukan. Beberapa cara

lebih efektif dibandingkan cara yang lain pada suatu masalah. Namun pada masalah lainnya,

cara tersebut malah tidak dapat digunakan. Oleh karena itu harus jeli dalam memilih strategi

yang tepat dan cocok digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam hal meniadakan

suatu kemungkinan, ada tiga cara yang dapat diterapkan. Menurut Sheffield dan Cruikshank

(1996: 37), cara tersebut adalah 1) menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang

(working backwards), 2) menyelesaikan masalah secara langsung (acting out the problem),

dan 3) mengubah cara pandang terhadap masalah (changingyour point of view).

Tahap ketiga adalah melaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Tahap ini

cukup mudah dilaksanakan karena yang dibutuhkan hanyalah kesabaran. Prosedur yang telah

ditetapkan dilakukan menurut aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan konsep algoritma

matematika sehingga masalah yang diajukan telah benar-benar terselesaikan. Peran guru

pada tahap ini sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan masalahnya. Berbagai

pertanyaan dapat diajukan guru untuk membantu siswa menemukan arah penyelesaian

masalah dengan benar dan juga sebagai upaya untuk memberikan umpan balik kepada siswa.

Alternatif penyelesaian masalah yang dibuat siswa belum tentu merupakan konsep yang

formal. Untuk itu pada tahap terakhir (keempat) ini, siswa diajak untuk melakukan

penyelidikan terhadap semua prosedur penyelesaian masalah yang dibuat. Berdasarkan hal

tersebut, siswa akan dapat menghubungkan konsep-konsep yang diketahuinya dengan

konsep lain sebagai pengetahuan yang baru serta dapat mengembangkan kemampuan mereka

dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Keempat langkah proses penyelesaian

masalah oleh Polya dapat dipresentasikan dalam bentuk diagram berikut.

Page 15: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

361

Memahami Masalah

Membuat Strategi

Melaksanakan Strategi

Melihat Kembali

Gambar 1. Langkah proses pemecahan masalah oleh Polya

3. Strategi Pemecahan Masalah Matematika

Langkah kedua dalam memecahkan masalah adalah merencanakan strategi yang efektif.

Banyak strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, diantaranya adalah

menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang (working backwards), menyelesaikan

masalah secara langsung (acting out the problem), dan mengubah cara pandang terhadap

masalah (changing your point of view) seperti yang diungkapkan Sheffield dan Cruikshank

(1996: 37) dalam bukunya. Selain itu, menurut Posamentier (2009) dalam bukunya

mengungkapkan bahwa pada tingkat dasar (grades 3-6) ada 9 strategi yang dapat digunakan,

sedangkan untuk tingkat menengah (grades 6-12). Posamentier (1998) menyatakan

ada 10 strategi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Sepuluh strategi

pemecahan masalah tersebut diuraikan sebagai berikut.

3.1. Menyelesaikan Masalah Secara Mundur/dari Belakang

Masalah rutin umumnya dimulai dari konsep awal dan siswa ditugaskan menyelesaikannya.

Lalu bagaimana jika sebaliknya(diberikan jawaban akhirnya untuk mendapatkan nilai-nilai

awalnya)?Untuk menyelesaikan masalah seperti ini siswa dapat menyelesaikannya secara

terbalik pula, dimana siswa bergerak mundur ke belakang untuk mendapatkan hasil-hasil

awalnya.

Contoh masalah 1:

Ibu mempunyai 10 apel, 15 jeruk dan 20 pisang yang akan disajikan dalam beberapa piring

dengan komposisi yang sama. Berapa piring yang harus disediakan Ibu?

Alternatif solusi:

Masalah di atas, mensyaratkan bahwa dalam setiap piring harus diisi oleh 3 macam

buah(apel, jeruk, dan pisang) dan tidak boleh ada tersisa. Seandainya kita membagikannya

dalam piring, kita akan kesulitan menentukan dengan tepat banyak piring yang harus

disediakan. Untuk itu, kita harus menyelesaikannya secara terbalik. Kita perlu membagi

setiap jenis buah ke dalam beberapa bagian dalam jumlah yang sama, sehingga diketahui:

Page 16: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

362

Apel sejumlah 10 disajikan dalam 2 × 5 piring = 5 × 2 piring

Jeruk sejumlah 15 disajikan dalam 3 × 5 piring = 5 × 3 piring

Pisang sejumlah 20 disajikan dalam 2 ×10 piring = 4 × 5 piring = 5 ×4 piring

= 10 ×2piring

Karena banyak piring yang sama untuk setiap jenis buah adalah 5 piring, maka diketahui

bahwa penyelesaian yang tepat adalah bahwa harus ada 5 piring yang harus disediakan

untuk disajikan, dan setiap piring harus diisi oleh 2 apel, 3 jeruk, dan 4 pisang.

3.2. Menemukan Pola

Matematika merupakan konsep yang teratur dan memiliki pola yang tetap. Sehingga

beberapa masalah matematika pastilah akan mengandung pola-pola yang kemudian dapat

dikembangkan menjadi konsep matematika yang utuh. Oleh karena itu, harus diteliti

permasalahannya dan menyatakan pola tersebut untuk membentuk konsep

matematikanya.

Contoh masalah 2:

Suhu di dalam kulkas sebelum dihidupkan 29 C. Setelah dihidupkan suhunya turun 3 C

setiap 5 menit. Berapakah suhu di dalam kulkas setelah 30 menit?

Alternatif solusi:

Permasalahan ini menyatakan bahwa setiap 5 menit suhu dalam kulkas turun 3 C.

Berarti setelah 10 menit suhunya turun menjadi 3 C + 3 C = 2 × 3 C.

Karena 10 menit = 2 × 5 menit, itu artinya bahwa setiap kelipatan 5 menit maka suhunya

turun sebanyak hasil kali kelipatan 5 menit dengan 3 C.

Atau dapat dinyatakan bahwa n × 5 menit = n × 3 C.

Dengan demikain, 30 menit = 6 × 5 menit = 6 × 3 C = 18 C.

Pada awalnya suhu kulkas adalah 29 C dan turun sebesar 18 C, maka

29 C – 18 C = 11 C.

Jadi setelah 30 menit suhunya adalah 11 C.

3.3. Mengubah Cara Pandang Terhadap Masalah

Suatu masalah dapat dipandang dari berbagai sudut pandang seseorang sehingga masalah

itu dikatakan bernilai relatif, dapat menjadi mudah atau sebaliknya dapat menjadi sulit.

Demikian pula halnya dengan masalah matematika. Jangan hanya terpaku pada satu

konsep saja sehingga tidak terjebak. Dengan mengubah sudut pandang, akan ditemukan

konsep lain yang tersembunyi yang memungkinkan untuk menyelesaikannya dengan

mudah.

Page 17: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

363

Contoh masalah 3:

Perhatikan gambar di samping!

Jika K, L, M, N merupakan titik tengah masing masing garis

AD, AB, BC, dan CD dari suatu persegi ABCD.Apabila luas

persegi ABCD adalah 6p2, berapakah luas persegi KLMN?

Gambar 2. Persegi ABCD

Alternatif solusi:

Jika diperhatikan, kita akan merasa sulit untuk menyelesaikan masalah ini apalagi jika kita

tidak menguasai Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang sisi-sisi pada persegi

KLMN. Selain itu, kita juga harus menentukan panjang sisi persegi ABCD terlebih dahulu.

Tetapi jika kita memandang masalah dari sudut pandang lain, yaitu

dengan membagi bangun persegi tersebut menjadi beberapa bagian,

maka akan diperoleh seperti gambar di samping berikut ini.

Terlihat bahwa persegi ABCDterdiri atas 8 bagian dan persegi KLMN4

bagian sama besar sehingga perbandingan

ABCD : KLMN = 8 : 4 = 2 : 1.

Dengan demikian, luas persegi KLMN = × 6p2

= 3p2.

3.4. Menggunakan Analogi/Pengandaian Sederhana

Karena matematika merupakan konsep yang teratur dan memiliki pola yang tetap, dapat

digunakan pengandaian sederhana untuk mengungkapkan konsep yang umum dari konsep

yang khusus atau sebaliknya. Pengandaian dapat mengungkapkan pola khusus sehingga

memungkinkan membuat konsep yang umum.

Contoh masalah 4:

Suatu pekerjaan dapat diselesaikanoleh 32 pekerja dalam waktu 81 hari. Setelah dikerjakan

15 hari, pekerjaan itu dihentikan selama 18 hari. Jika kemampuan bekerja setiap orang sama

dan agar pekerjaan tersebut selesai sesuai jadwal semula, maka banyak pekerja tambahan

yang diperlukan adalah….

Alternatif solusi:

Andaikan bahwa banyaknya pekerjaan itu adalah hasil kali banyaknya pekerja dengan

banyaknya waktu yang ada, maka banyaknya pekerjaan adalah

n(Ps) = 32 × 81 = 2592.

Banyaknya pekerjaan selama 15 hari adalah

n(P1) = 32 × 15 = 480.

Karena pekerjaan dihentikan selama18 hari, maka sisa tenggat waktu adalah

81 – 15 – 18 = 81 – (15 + 18) = 81 – 33 = 48 hari

sedangkan banyak pekerjaan yang tersisa adalah

2592 – 480 = 2112

K

D N C

M

B L A

Page 18: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

364

sehingga jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah

2112 : 48 = 44 orang pekerja.

Jadi pekerja tambahan yang diperlukan adalah selisih jumlah pekerja sebelum dan sesudah

libur, yaitu 44 – 32 = 12 orang.

3.5. Menggunakan/Mempertimbangkan Kondisi yang Ekstrim

Beberapa masalah yang terjadi terkadang lebih mudah dipahami jika kita

mengasumsikannya dalam kondisi paling ekstrim (jika perlu meniadakan kondisi tersebut).

Misalkan saja suatu hal yang terjadi dianggap berada pada kondisi awal (pada titik nol)

atau bahkan dapat juga dianggap sebagai kondisi yang mustahil. Dengan

mengasumsikannya secara demikian, permasalahan tersebut dapat diselesaikan.

Contoh masalah 5:

Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan tetap 55 km/jam. Sebuah mobil lain tepat berada

km di belakangnya. Tepat setelah 1 menit kemudian, mobil kedua menyusulnya.

Berapakah kecepatan mobil kedua tersebut?

Alternatif solusi:

Jika kita mengamati masalah tersebut, kita hanya dapat menemukan informasi yang kurang

berarti, yaitu bahwa mobil pertama bergerak tetap 55 km/jam.Mobil kedua berapa km

dibelakangnya dan setelah 1 menit mobil kedua menyusul mobil pertama.Kita tidak

mungkin menyatakan kecepatan mobil kedua berdasarkan informasi yang diperoleh di

atas.Untuk itu, kita perlu mengasumsikan masalah tersebut dalam kondisi yang

ekstrim.Karena mobil pertama bergerak tetap (konstan), kita dapat mengasumsikan bahwa

mobil itu bergerak dengan kecepatan 0 km/jam.Berdasarkan informasi kedua dan ketiga,

kita dapat menyatakan bahwa mobil kedua mampu bergerak sejauh km dalam waktu

1 menit. Itu artinya bahwa kecepatan mobil kedua adalah

km/menit atau

30 km/jam.Kecepatan mobil kedua pastilah 30 km/jam lebih cepat dari mobil pertama

sehingga kecepatan mobil kedua adalah 85 km/jam (30 km/jam + 55 km/jam).

3.6. Membuat Gambaran

Masalah yang terjadi dapat diilustrasikan dalam bentuk lain seperti gambar, grafik,

maupun tabel untuk mempermudah kita menentukan penyelesaiannya. Dengan bantuan

gambar, grafik, maupun tabel, kita dapat menyusun pola yang tepat sehingga informasi

yang diperoleh lebih berarti.

Page 19: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

365

Contoh masalah 6:

Untuk melindungi kebunnya dari hewan liar, Pak Karto membuat pagar kawat di sekeliling

kebunnya yang berbentuk persegi. Seandainya luas kebun Pak Karto adalah 64 m2 dan

setiap 1 meter dipasangi tiang pagar penyangga kawat, berapa banyak tiang yang

diperlukan Pak Karto untuk memagari kebunnya?

Alternatif solusi:

Beberapa informasi yang diketahui adalah bahwa kebun Pak Karto berbentuk persegi

dengan luas 64 m2 sehingga diketahui bahwa panjang sisi kebun tersebut adalah 8 m.

Karena hendak dipasangi tiang di sekeliling kebun, maka keliling kebun Pak Karto adalah

4 × 8 meter atau sama dengan 32 meter. Lalu, benarkah bahwa banyak tiang yang

diperlukan adalah 32 buah? Untuk membuktikannya, kita dapat mengilustrasikan masalah

tersebut dalam bentuk gambar sebagai berikut.

X X X X X X X X

X X

X X

X X

X X

X X

X X

X X X X X X X X

Gambar 3. Kebun Pak Karto

Dengan demikian, diketahui bahwa banyak tiang yang dibutuhkan untuk memagari kebun

Pak Karto adalah 28 buah tiang, bukan 32 buah tiang.

3.7. Melakukan Ujicoba (trial-error)

Beberapa masalah dalam kehidupan sehari-hari dapat diselesaikan dengan melakukan

ujicoba, seperti misalnya membuat warna tertentu dengan menggunakan campuran warna

dasar. Strategi ini mungkin bukan termasuk dalam prosedur matematika, tetapi konsep

seperti ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah tertentu yang penyelesaiannya

membutuhkan waktu yang lama jika diselesaikan secara matematika atau jika

penyelesaiannya menjadi lebih rumit. Ujicoba yang digunakan haruslah menggunakan

pemikiran yang baik.Setelah melakukan ujicoba, jika hasilnya gagal, dapat melalukan

ujicoba lainnya hingga dapat diselesaikan.

Page 20: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

366

Contoh masalah 7:

Pada saat ujian, Tuti diberikan 20 soal pilihan ganda. Jika Tuti menjawab benar diberikan

skor 5, jika menjawab salah diberikan skor (-2), dan jika tidak menjawab diberikan skor 0.

Jika diketahui skor Tuti adalah 44 dengan beberapa soal yang tidak dijawab, berapakah

banyak soal yang tidak dijawab Tuti?

Alternatif solusi:

Seandainya kita menggunakan konsep matematika, kita dapat mengasumsikan bahwa ada

tiga variabel yaitu soal dijawab dengan benar (x), soal dijawab tetapi salah (y), dan soal tidak

dijawab (z)sehingga dengan menggunakan konsep aljabar diperoleh:

x+y+z =20

5x –2y +0z =44

Bagaimana kita dapat menyelesaikan permasalahan tersebut?

Umumnya, untuk menyelesaikan bentuk persamaan linier tiga variabel diperlukan

3 persamaan linier. Karena kita hanya mempunyai 2 persamaan di atas, maka perlu strategi

lain untuk memecahkannya. Lakukan percobaan untuk menentukan hasil-hasilnya sebagai

berikut.

1) Ambil kemungkinan dimana jika jumlah soal benar × 5 menghasilkan skor lebih

besar dari 44, misalkan 10.

2) Tentukan jumlah soal salah × (−2) menghasilkan skor 44.

3) Tentukan banyak soal yang tidak dijawab.

Tabel 1. Uji Kemungkinan Jawaban Ujian Tuti

Jumlah Benar

× 5

Jumlah Salah

× (−2)

Tidak dijawab

× 0 Skor total

10 × 5 = 50 3 × (−2) = −6 20 – (10+3) = 7 44

11 × 5 = 55 ** ** **

12 × 5 = 60 8 × (−2) = −16 20 – (12+8) = 0 44

** ** ** **

Berdasarkan ujicoba tersebut, diketahui bahwa ada dua kemungkinan yang dapat dijadikan

jawabannya, yaitu bahwa soal yang tidak dijawab Tuti ada 7 soal atau tidak ada satupun soal

yang tidak dijawab. Karena pada soal dinyatakan bahwa ada soal yang tidak dijawab Tuti,

maka banyak soal yang tidak dijawab Tuti ada 7 soal.

3.8. Mempertimbangkan Segala Kemungkinan

Strategi ini hampir sama dengan prinsip yang digunakan dalam kegiatan ujicoba (trial and

error). Perbedaannya adalah ketika terdapat kemungkinan lain yang dapat dijadikan

jawaban, maka kita harus melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan tersebut seperti

yang terdapat pada contoh masalah 6 dan 7. Perlu mempertimbangkan kemungkinan-

Page 21: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

367

kemungkinan tersebut sehingga dapat menyatakan dengan pasti solusi yang tepat dari

permasalahan tersebut.

Contoh masalah 8:

Jika pembilang dan penyebut suatu pecahan ditambahkan 1, maka pecahan itu menjadi

.

Adapun bila masing-masing pembilang dan penyebut dikurangi 1, maka pecahan itu menjadi

. Apakah bilangan pecahan yang dimaksud?

Alternatif solusi:

Misalkan kita nyatakan bahwa bilangan pecahan tersebut adalah

.

Dari masalah diperoleh informasi bahwa:

dan

Ini berarti bahwa pecahan

dan

merupakan bentuk pecahan yang paling sederhana

sehingga pecahan yang senilai dari

dan

adalah

dan

Karena pecahan tersebut mengalami dua operasi yaitu ditambah 1 dan dikurangi 1, maka

hasil dari operasi tersebut pastilah berselisih 2. Diantara kedua pecahan yang memiliki

selisih 2 pada pembilang dan penyebutnya adalah

dan

sehingga:

dan

sehingga diperoleh a = 3 dan b = 7.

Jadi pecahan yang dimaksud adalah

.

Page 22: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

368

3.9. Mengorganisir Data

Suatu masalah umumnya disertai oleh beberapa informasi penting yang menuntun kita pada

jawaban yang dikehendaki.Salah satu strategi yang dapat kita gunakan adalah mengorganisir

data tersebut, mengolahnya, dan menyatakannya sebagai suatu kesimpulan yang pasti.

Contoh masalah 9:

Anto, Budi, dan Doni sama-sama menggemari renang. Anto berenang setiap 4 hari sekali,

Budi berenang setiap 5 hari sekali, dan Doni berenang setiap 7 hari sekali. Jika pada tanggal

3 Agustus 2015 mereka sama-sama berenang, tanggal berapakah mereka akan sama-sama

berenang kembali?

Alternatif solusi:

Karena Anto berenang setiap 4 hari sekali, Budi berenang setiap 5 hari sekali, dan Doni

berenang setiap 7 hari sekali, maka kita dapat menyatakannya dalam bentuk kelipatan

persekutuan terkecil dari 4, 5, dan 7, yaitu:

Anto = {4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, …, 140, …, 280, …}

Budi = {5, 10, 15, 20, 25, 30, …, 140, …, 280, …}

Doni = {7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, …, 140, …, 280, …}

Karena paling cepat mereka bertemu 140 hari kemudian, dimana bulan Agustus berjumlah

31 hari, bulan September berjumlah 30 hari, bulan Oktober berjumlah 31 hari, bulan

Nopember berjumlah 30 hari, dan Desember berjumlah 31 hari, sehingga totalnya ada

153 hari.

Setelah dikurangi 3 hari, diperoleh bahwa sampai akhir bulan Desember ada 150 hari.

Karena paling cepat mereka bertemu 140 hari kemudian, maka mereka akan bertemu pada

tanggal 21 Desember 2015.

3.10. Menggunakan alasan logis

Terkadang suatu masalah memiliki banyak kemungkinan jawaban. Tidak semua jawaban

tersebut dapat dinyatakan sebagai jawaban karena alasan yang logis. Untuk itu, kita harus

mempertimbangkan kemungkinan jawaban yang ada berdasarkan alasan yang logis seperti

yang telah kita lakukan pada saat menyelesaikan masalah 8 di atas.

Perhatikan contoh masalah 8 di atas:

Ketika kita melihat banyaknya kemungkinan pecahan senilai dari

dan

, kita harus melihat

kemungkinan tersebut dengan menggunakan alasan logis bahwa setelah ditambah 1

menjadi

dan setelah dikurangi 1 menjadi

. Ini berarti bahwa pembilangnya bernilai

di antara pembilang pecahan senilai dari

dan

. Demikian pula untuk penyebutnya. Dengan

Page 23: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

369

demikian, dapat kita simpulkan bahwa bilangan pembilang tersebut berada diantara pecahan

senilai dari

dan

dimana selisih keduanya adalah 2.

Pecahan senilai dari

dan

yang mungkin adalah

dan

sehingga kita akan memperoleh

pecahan

sebagai jawaban karena 3 berada di antara 2 dan 4.Demikian pula 7 berada

di antara 6 dan 8.

4. Kesimpulan

Strategi yang tepat memungkinkan kita mencapai tujuan secara efisien. Dalam memecahkan

masalah matematika, kita membutuhkan strategi yang tepat sehingga permasalahan dapat

diselesaikan dengan baik dan mudah. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Masalah bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi sesuatu yang harus dihadapi dan

diselesaikan dengan bijak.

2. Masalah matematika memungkinkan kita untuk melatih cara berpikir kita melalui

tahapan-tahapan pemecahan masalah, mulai dari: a) memahami masalah, b)

merencanakan strategi yang tepat, c) melaksanakan strategi yang telah

dibuat/direncanakan, dan d) memeriksa kembali apakah masalah telah benar-benar dapat

diselesaikan.

3. Dalam menyelesaikan masalah, ada 10 alternatif strategi yang dapat digunakan sehingga

hasilnya efisien, yaitu: a) menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang, b)

menemukan pola, c) mengubah cara pandang terhadap masalah, d) menggunakan analogi

sederhana, e) menggunakan/mempertimbangkan kondisi ekstrim, f) membuat gambar, g)

melakukan ujicoba (trial and error), h) mempertimbangkan segala kemungkinan yang

ada, i) mengorganisir data, dan j) menggunakan alasan logis.

Daftar Pustaka

Budhayanti, Baskoro, Roostanto, dan Simanullang. 2008. Pemecahan Masalah Matematika; Bahan

Ajar Cetak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

NCTM.2000. Principles and Standards for School Mathematics. Virginia: NCTM, Inc.

Polya, G. 1975. How to Solve It: a New Aspect of Mathematical Method. Diperbarui oleh Conway,

John, H. 2004. Princeton: Princeton Science Library.

Posamentier, A. S. dan Krulik, S. 1998. Problem Solving Strategies for Efficient and Elegant

Solutions Grades 6-12: A Resource for the Mathematics Teacher. Calofirnia: Hawker

Brownlow Education.

Posamentier, A. S. dan Krulik, S. 2009. Problem Solving in Mathematics Grade 3-6: Powerful

Strategies to Deepen Understanding. Corwin, A Sage Company.

Sheffield, L. J. dan Cruikshank, D. E. 1996.Teaching and Learning; Elementary and Middle School.

New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Page 24: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

370

PENDEKATAN DIFFERENTIATED

INSTRUCTION (DI) DALAM MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS

MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2 DI

SMAN 1 KOBA

Nelly Yuliana

SMA Negeri 1 Koba, Bangka Tengah, [email protected]

Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan

pendekatan Differentiated Instruction (DI), sebagai salah satu alternatif pendekatan

pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar

matematika siswa pada materi matriks. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik

kelas XI.MIPA-2 SMAN 1 Koba yang berjumlah 30 siswa. Instrumen yang digunakan

terdiri dari tes hasil belajar, lembar observasi, dan wawancara. Berdasarkan analisis data

dari hasil tes akhir dan temuan-temuan selama penelitian tindakan ini, dapat

disimpulkan bahwa terjadi kenaikan nilai tes hasil belajar dari siklus 1 senilai 0,67 atau

sebesar 28% pada nilai tes hasil belajar siklus 2. Kemudian rata-rata persentase aktivitas

belajar yang semula hanya sebesar 75,63% pada siklus 1 naik menjadi 95,46% pada

siklus 2. Selain itu, peserta didik merespon positif penerapan DI selama pembelajaran.

Hal ini terungkap saat diadakan wawancara kepada siswa. Siswa merasakan aktivitas

belajar yang menyenangkan dengan pengelompokkan siswa yang berbeda-beda.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan DI dalam pembelajaran

matematika dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas XI

MIPA-2 di SMAN 1 Koba.

Kata Kunci. Differentiated Instruction, hasil belajar, aktivitas belajar.

1. Pendahuluan

Kurikulum 2013 berfokus kepada aktivitas Mengamati, Menanya, Mencoba, Menganalisis

dan Mengkomunikasikan (5M) dan juga menekankan pada pendekatan kooperatif yang

menuntut pengelompokkan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Biasanya guru pada

tiap pertemuan pembelajaran akan mengelompokkan siswa secara acak, hanya menentukan

jumlah tiap kelompok, misalnya berjumlah 4 atau 5 orang. Biasanya menggunakan urutan

absen atau posisi duduk terdekat dengan komposisi random terdapat siswa laki-laki dan

perempuan dalam satu kelompok. Beberapa keluhan yang dialami penulis dan beberapa

guru yang mengajar di SMAN 1 Koba, yaitu berupa masalah-masalah yang timbul dalam

pengelompokkan tersebut. Beberapa diantaranya adalah siswa mengeluhkan ada anggota

kelompok yang tidak dapat bekerja sama. Hal ini disebabkan antara lain karena kemampuan

siswa yang berbeda, kebiasaan yang berbeda, minat yang berbeda, latar belakang yang

berbeda. Tidak jarang masalah perbedaan tersebut menghambat proses pembelajaran

khususnya dalam tahapan mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Ada guru yang

mensiasatinya dengan mengelompokkan ke dalam satu kelompok siswa-siswa yang dianggap

akan menjadi masalah, yaitu siswa-siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rendah, minat

belajar rendah, dan cenderung mengganggu proses pembelajaran. Bermain-main,

Page 25: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

371

mengganggu aktivitas temannya, bahkan membuat aktivitas sendiri di luar pembelajaran

yang berlangsung. Diharapkan dengan dikelompokkan dengan sesama mereka yang

memiliki persamaan, siswa-siswa itu dituntut mau dan harus mau berpikir untuk

menyelesaikan tugas yang telah diberikan guru. Terkadang pula pada kelas yang berbeda,

siswa yang dikelompokkan seperti itu akan protes dan mengatakan anggota di kelompok

mereka tidak dapat diandalkan dan mereka tidak dapat bekerja sama, bahkan tidak ingin

melanjutkan proses belajar jika kelompok tersebut dipertahankan.

Secara alamiah, seorang siswa terlahir dengan memiliki perbedaan individual masing-

masing. Siswa memiliki kemampuan awal yang berbeda, serta dari mana ia berasal yaitu

latar belakang keluarga dan kebuadayaannya. Menurut Howard Garner kecerdasan seorang

individu dapat dibagi menjadi delapan kecerdasan, yaitu visul, audio, kinestetik,

Logis/matematis, verbal, interpesonal, intrapesonal dan naturalis. Perbedaan individual

lainnya adalah kesiapan siswa dalam belajar. Siswa berasal dari sekolah pada jenjang

sebelumnya berbeda-beda. Di SMAN 1 Koba biasanya menjadi tujuan siswa SMP dari

hampir seluruh wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Biasanya siswa yang berasal dari SMPN

1 Koba memiliki kesiapan belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang berasal dari SMP

lainnya. Kenyataan tersebut secara tidak langsung pada kalangan siswa sendiri membuat

perbedaan sendiri. Siswa yang berasal dari SMP lainnya terlihat minder dan merasa lebih

memiliki kemampuan yang rendah. Aktivitas belajar menjadi berbeda, siswa yang memiliki

kesiapan belajar lebih baik terlihat lebih aktif dalam pembelajaran.

Selain aktivitas siswa yang terganggu dengan berbagai perbedaan individual yang ada, hasil

belajar siswa juga menunjukkan hasil yang tidak terlalu memuaskan. Rata-rata nilai Ujian

Akhir Sekolah (UAS) semester 2 siswa kelas X MIPA 2 hanya sebesar 2,24 nilai ini jauh

dibawah KKM yaitu . Hanya terdapat 7 orang siswa yang tuntas sesuai KKM, artinya

ketuntasan klasikal kurang dari 70%. Kondisi yang dipaparkan di atas menuntut solusi

berupa suatu cara atau trik atau pendekatan pembelajaran yang dapat mengakomodir

perbedaan individu tersebut dan dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa.

Differentiated Instructions (DI) diklaim sebagai suatu pendekatan yang dapat menjadikan

perbedaan individual sebagai dasar perencanaan pembelajaran. DI adalah suatu pendekatan

yang membedakan instruksi berdasarkan perbedaan-perbedaan individual siswa. Dalam

pendekatan ini justru perbedaan-perbedaan individual siswa tersebut dijadikan kekuatan

siswa untuk membantu mempermudah pemahaman dalam pembelajaran. Penelitian berkaitan

dengan penerapan DI ini dilakukan Ellis et al pada tahun 2007, hasilnya menyebutkan

bahwa secara keseluruhan kinerja siswa meningkat, begitu pula dengan interaksi antar siswa

dalam pembelajaran. Siswa merasa nyaman bekerja satu sama lain dalam kelompok,

berpartisipasi aktif dan tetap fokus, serta nyaman dalam mengajukan pertanyaan. Penelitian

lainnya dilaksanakan Chamberlin dan Powers (2010) yang menyebutkan bahwa siswa yang

mendapat pembelajaran dengan pendekatan DI mengalami peningkatan kemampuan

pemahaman matematis yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas

tentang penerapaan pendekatan Differentiated Instructions (DI) dalam meningkatkan hasil

belajar matematika dan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba. Rumusan

Page 26: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

372

masalah dalam PTK ini adalah: “Bagaimanakah penerapan pendekatan DI dapat

meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI MIPA 2 di

SMAN 1 Koba?”. Sejalan dengan permasalahan, maka penelitian ini bertujuan untuk

menelaah bagaimana penerapan pendekatan DI dalam meningkatkan hasil belajar dan

aktivitas siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba.

2. Kajian Teori

2.1 Differentiated instruction (DI)

Differentiated instruction (DI) adalah cara untuk menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan

siswa dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar dalam lingkup yang

diberikan (Tomlinson, 2000). DI adalah suatu proses yang dilalui dimana guru meningkatkan

pembelajaran dengan cara menyesuaikan karakteristik siswa untuk instruksi dan penilaian.

Lebih lanjut Harta (2011) mengatakan DI dapat disebut sebagai pendekatan sistematis untuk

isi, proses, dan produk yang berfokus pada pembelajaran bermakna atau gagasan yang kuat

untuk semua siswa. Uraian di atas menunjukkan bahwa DI berbasis pada guru dan berpusat

kepada siswa. Guru memegang peran penting untuk merencanakan pengajaran sehingga

dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Secara khusus DI dalam pembelajaran

matematika dikatakan Cox (2012) sebagai cara yang memiliki kekutan untuk memastikan

bahwa setiap siswa belajar.

Seperti kita ketahui bahwa setiap siswa adalah unik oleh karena itu dapat dipastikan di

dalam satu kelas terdapat siswa-siswa yang berbeda dalam banyak aspek. Biasanya di kelas-

kelas regular atau heterogen dapat dipastikan kita dapat menemukan siswa yang beragam.

Namun di kelas homogen juga kita tetap akan menemukan keragaman pula. Oleh karena itu

guru yang memegang peran penting dalam proses pembelajaran hendaknya memperhatikan

perbedaan-perbedaan tersebut sebagai dasar pembuatan DI, guna mengakomodir perbedaan

siswa.

Ada beberapa cara dalam membuat DI diantaranya adalah yang dikemukakan Good (dalam

Butler, 2008) yaitu dengan menggunakan (1) Teacher Based Method, yaitu berdasarkan

kurikulum, isi, proses, dan produk. (2) Student Based Method, yaitu berdasarkan kesiapan

belajar, minat dan gaya belajar siswa. Metode yang berbasis guru menjadikan kurikulum

sebagai salah satu faktor untuk membuat DI kedalam tiga komponen, yaitu isi, proses dan

produk.

2.2 Multiple Intelligences Howard Garner

Untuk mengatasi beragam cara bahwa siswa belajar dan gaya belajar mereka, kita dapat

merujuk kepada Multiple Intelligences Howard Gardner yang berupa delapan kecerdasan

untuk menyediakan kerangka kerja. Multiple Intelligences Howard Garner mendorong kita

untuk meneliti sikap kita terhadap belajar matematika sehingga setiap siswa dapat belajar di

lingkungan yang lebih santai. Kecerdasan yang dimaksud di sini adalah kecerdasan visual,

verbal, logis, ritmik/auditori, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.

Page 27: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

373

Mengutip pernyataan Chatib (2011) bahwa ranah-ranah dalam Multiple Intelligences

Approach tersebut sangat mungkin untuk berkembang bergantung pada prosedur aktivitas

yang dirancang guru. DI adalah pendekatan yang berbasis guru. Kemampuan merancang

instruksi aktivitas khususnya dengan membedakan proses siswa bekerja artinya dapat

mengembangkan multiple intelligences siswa itu sendiri. Ini artinya secara tidak langsung

mengatakan pendekatan DI memang dapat menjadikan perbedaan siswa sehingga beralih

menjadi kekuatan siswa dalam mengembangkan dirinya.

2.3 Hasil Belajar

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya (Slameto: 2010). Sedangkan hasil merupakan sesuatu yang

diadakan (dibuat, dijadikan, dan sebaginya), oleh usaha (KBBI).

Menurut Mulyasa dalam Mappeasse (2009), hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa

secara keseluruhan, yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku

yang bersangkutan. Terdapat tiga ranah kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran

yaitu ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Sehingga hasil belajar dapat dimaknai sebagai

perubahan prestasi belajar siswa dalam ranah afektif, kognitif dan psikomotor.

2.4 Aktivitas Belajar

Selama melakukan proses belajar, siswa akan melakukan berbagai aktivitas. Hamalik (2001)

menuliskan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan

kesempatan belajar sendiri dan aktivitas sendiri. Terdapat berbagai aktivitas yang dilakukan

selama belajar, contohnya mengamati, bertanya secara lisan, melakukan eksperimen,

menganalisis, mengomunikasikan dan lain sebagainya.

Berikut ini adalah indikator yang menyatakan aktivitas belajar menurut Diedrich (dalam

Hamalik, 2001).

Tabel 1. Indikator Aktivitas Belajar

No Kegiatan Indikator

1. Visual Membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demontrasi, pameran,

mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

2. Lisan Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,

mengajukan pertanyaan, memberikan saran mengemukakan pendapat,

berwawancara, diskusi.

3. Mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi

kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan

siaran radio.

4. Menulis Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat sketsa atau

rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

5. Menggambar Menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

6. Metrik Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat

model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.

7. Mental Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor,

menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.

8. Emosional Minat, membedakan, berani, tenang dan sebagainya.

Page 28: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

374

2.5 Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terkait penggunaan pendekatan DI ini memaparkan hasil yang beragam.

Penelitian Ellis et al. (2007) menyebutkan bahwa secara keseluruhan kinerja siswa

meningkat, begitu pula dengan interaksi antar siswa dalam pembelajaran. Siswa merasa

nyaman bekerja satu sama lain dalam kelompok, berpartisipasi aktif dan tetap fokus, serta

nyaman dalam mengajukan pertanyaan. Terdapat pula penelitian Chamberlin dan Robert

(2010) yang menyebutkan bahwa siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan DI

mengalami peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang lebih baik.

Salah satu penelitian berkenaan dengan penerapan pendekatan DI yang dilakukan di

Indonesia dilaksanakan Yuliana (2013). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa penerapan

pendekatan Differentiated Instruction dapat memberikan kontribusi pada peningkatan

kemampuan pemahaman matematis siswa. Jadi dengan berbagai hasil penelitian yang telah

dilakukan di atas, maka memilih DI sebagai pendekatan pembelajaran sangatlah tepat.

3. Metodologi Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini mengambil subyek penelitian sejumlah 30 siswa terdiri

dari 8 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan dikelas kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba

tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan, yaitu pada bulan

Agustus 2015 selama 8 jam pelajaran. PTK akan dilaksanakan di SMAN 1 Koba, Jl. Raya

Arung Dalam Koba Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Adapun hipotesa tindakan dalam PTK ini adalah “Pendekatan DI dapat meningkatkan hasil

belajar dan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba”.

Variabel tindakan dalam penelitian ini adalah pendekatan DI. Sedangkan variabel masalah

dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Adapun Langkah-

langkah utama dalam tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus I sebagai berikut:

Perencanaan, tahap ini merupakan tahap pengumpulan informasi awal tentang perbedaan

individual siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan awal untuk melihat

kesiapan siswa dalam belajar, angket untuk menentukan Multiple Intelegences Howard

Garner, profil belajar siswa, minat serta latar belakang siswa. Pengumpulan data awal ini

dilakukan pada minggu keempat bulan April, sebelum PTK rencana tindakan dilaksanakan.

Berdasarkan data perbedaan individual inilah, pembelajaran dirancang. Guru membuat RPP

kemudian data tersebut juga dijadikan dasar untuk membuat LKS dan bahan ajar.

Pelaksanaan, pada tiap pertemuannya penerapan DI dilakukan berdasarkan perbedaan

individual siswa.

Observasi dilakukan dalam PTK ini untuk mengamati aktivitas belajar berupa peran aktif

siswa dalam menyelesaikan masalah kelompok, kemampuan kerjasama dalam kelompok,

dan tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah kelompok. Data diperoleh dengan

menggunakan instrumen tes dan non tes. Tes yang dilakukan untuk mengukur capaian hasil

belajar siswa. Sedangkan instrumen non tes berupa lembar observasi untuk menilai aktivitas

Page 29: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

375

belajar siswa. Instrumen non tes lainnya yang digunakan adalah wawancara. Data yang telah

diperoleh, kemudian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis secara kuantitatif

digunakan statistik deskriptif untuk mendeskripsikan nilai rata-rata hasil belajar siswa

setelah dilaksanakannya pendekatan DI. Kriteria keberhasilan yang gunakan dalam

penelitian ini untuk hasil belajar siswa adalah nilai rata-rata kelas matematika siswa kelas XI

MIPA2 pada akhir siklus, secara klasikal minimal 2,67 (KKM). Persentase siswa yang telah

mencapai ketuntasan secara klasikal pada masing-masing siklus minimal 75%. Sedangkan

aktivitas siswa pada akhir siklus minimal 85% terukur dalam lembar observasi dari peran

aktif siswa dalam menyelesaikan masalah, kerjasama dalam kelompok, dan tanggung jawab

dalam menyelesaikan masalah dalam kelompok.

4. Pembahasan

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan selama dua siklus pada materi Matriks.

Pelaksanaan penelitian berjalan dengan lancar, meskipun banyak diselingin jam belajar yang

tidak efektif. Hal ini disebabkan adanya kegiatan perayaan 17 Agustus yang diselenggarakan

oleh pemerintah daerah. Namun dengan perbaikan perancanaan yang disesuaikan, maka

penelitian tidak terganggu. Berikut disajikan disain penelitian yang telah disesuaikan dengan

kondisi siswa pada awal pembelajaraan.

Tabel 2. Outline Rancangan Pembelajaran dengan DI

Pertemuan Jam Dasar DI DI Formasi kelompok Penilaian

1 2 Profil Belajar Membedakan

pengelompokkan Sesuai profil belajar siswa

(Individu, berpasangan,

kelompok kecil atau

kelompok besar)

Hasil LKS

2 2 Kesiapan

belajar

Tugas berjenjang Sesuai kesiapan belajar. Tes

formatif

3 2 Gaya Belajar Membedakan LKS

sesuai dengan Gaya

Belajar (Visual,

Vreading, atau

Kinestetik)

Sesuai gaya belajar PR

4 2 Membedakan

proses

LKS dengan soal

terbuka

Pengelompokan pilihan

siswa sendiri

PR

Berikut ini adalah rangkaian skenario pembelajaran dengan menggunakan pendekatan DI:

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran (secara garis besar) kemudian

memberikan kesempatan siswa untuk bertanya.

b. Guru memberikan permasalahan yang harus diselesaikan siswa yang dibedakan

menurut pendekatan DI pada outline perencanaan (membedakan pengelompokkan,

tugas berjenjang, membedakan LKS sesuai gaya belajar atau LKS dengan soal

terbuka)

Page 30: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

376

c. Siswa dalam kelompok DI mengerjakan pemasalahan yang diberikan guru menurut

pendekatan DI yang digunakan.

d. Guru meminta siswa (perwakilan siswa dalam kelompok) untuk mempresentasikan

hasil penyelesaian permasalahan. Siswa lainnya memperhatikan dan bertanya

apabila tidak/kurang memahami materi yang disajikan dalam presentasi.

e. Guru memfasilitasi jalannya diskusi kelas selama presentasi sesuai dengan materi

dan tujuan pembelajaran.

f. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi pembelajaran dan memastikan

seluruh siswa mendapatkan kompetensi yang sama meskipun menggunakan

LKS/pengelompokkan yang berbeda.

Setelah pembelajaran Matriks selama dua siklus dilakukan, kemudian diadakan tes

untuk siklus 1 dan siklus 2, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 3. Rekapitulasi Nilai Tes Siklus 1 dan Siklus 2

Kategori Nilai Tes Siklus 1 Nilai Tes Siklus 2

Jumlah 71,74 91,90

Rata-rata 2,39 3,06

Jumlah siswa tuntas 9 23

Persentase ketuntasan 30 76,67

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai tes siklus 1 sebesar 71,74

dengan rata-rata 2,39. Nilai rata-rata ini jauh di bawah KKM yang sebesar 2,67. Jumlah

siswa yang tuntas hanya 9 orang dengan persentase 30% ketuntasan klasikal. Sedangkan

untuk siklus 2 diketahui bahwa jumlah nilai tes sebesar 91,90 dengan rata-rata sebesar 3,06.

Nilai ini di jauh di atas KKM. Terjadi kenaikan 0,67 atau sebesar 28% dari rata-rata siklus 1.

Pada siklus 2 jumlah siswa yang tuntas sebanyak 23 orang atau 76,67% ketuntasan klasikal.

Secara lebih jelas, data nilai tes tiap siklus disajikan dalam diagram batang di bawah ini:

0

1

2

3

4

siklus 1 siklus 2

Rata-rata Tes Per-Siklus

Rata-rata Tes

Gambar 1. Digram Batang Rata-rata Nilai Tes Per-siklus

Berdasarkan kenaikan nilai rata-rata dari siklus 1 ke siklus 2, dapat dikatakan bahwa

penerapan pembelajaran dengan pembelajaran DI dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Tidak hanya hasil belajar yang terlihat ada peningkatan, dari segi aktivitas belajar juga

Page 31: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

377

ditemukan hasil yang hampir serupa. Aktivitas belajar selama siklus 1 dan siklus 2

terangkum dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa

No. Aspek Siklus 1

(%)

Siklus 2

(%)

1 Peran aktif siswa dalam menyelesaikan permasalahan 74.44 95

2 Kerjasama dalam kelompok 76,22 95,83

3 Tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah

dalam kelompok

76,22 95,56

Rata-rata Persentase 75,63 95,46

Tabel 3 di atas memberikan informasi bahwa peran aktif siswa dalam menyelesaikan

permasalahan sudah cukup baik pada siklus 1 yaitu sebesar 74,44%. Hasil ini juga tidak jauh

berbeda dengan aspek kerjasama serta tanggung jawab dalam kelompok yang memperoleh

persentase yang sama yaitu 76,22%. Namun nilai ini menjadi semakin baik pada siklus

kedua. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase peran aktif siswa menjadi 95%. Kemudia

kerjasama menjadi 95,56%, dan tanggung jawab menjadi 95,56. Dari data ini terlihat jelas

bahwa pendekatan DI dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Fakta ini pula ditelusuri guru dengan cara melakukan wawancara kepada beberapa siswa

yang menonjol aktivitasnya dalam pembelajaran. Siswa mengatakan bahwa dengan adanya

bermacam jenis kelompok, merekaa tidak jenuh dan dapat berdiskusi dengan teman yang

berbeda. Siswa juga mengatakan bahwa praktek penyelesaian soal dengan memindahkan

post it sangat menyenangkan. Mereka dapat mengingat letak elemen matriks yang

dipindahkan. Terdapat pula siswa yang masih merasa kesulitan dengan tugas berjenjang

yang diberikan guru. Padahal selama proses pelaksanaan tugas berjenjang, guru

memfasilitasi diskusi kelompok yang kurang siap belajar. Namun kesiapan belajar siswa

yang berbeda ternyata masih belum dapat disiasati sepenuhnya dengan membedakan

tingkatan tugas ini. Siswa masih menemui kesulitan memahami tugas berikutnya secara

mandiri. Permasalahan ini akan menjadi pertimbangan dalam perancangan penerapan DI

selanjutnya.

5. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa penerapan pendekatan DI dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas

XI MIPA2 di SMAN 1 Koba. Ini terlihat dari nilai rata-rata akhir siklus secara klasikal

sebesar 3,06 dengan KKM 2,67. Pembelajaran dengan pendekatan DI juga dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa. Khususnya untuk aspek peran aktif, kerjasama dan

tanggung jawab. Peningkatan ini terlihat dari rata-rata persentase setiap aspek sebesar

95,46%. Adapun saran bersadarkan simpulan penelitian ini; pembelajaran dengan

menerapkan pendekatan DI hendaknya menjadi alternatif pilihan pendekatan pembelajaran

matematika. Penerapan pendekatan DI pada penelitian ini terbatas kepada materi matriks.

Jadi diperlukan penelitian lebih lanjut pada materi matematika lainnya.

Page 32: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

378

Daftar Pustaka

Butler, M & Van Lowe, K. (2010). “Using Differentiated Instruction in Teacher Education”.

International Journal for Mathematics Teaching and Learning. [Online]. Tersedia:

http://www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/default.htm

Chamberlin, M. T. & Robert, P. (2010). “The Promise of Differentiated Instruction for Enhancing the

Mathematical Understandings of College Students”. An International Journal of the IMA,

29, (3), 113-139. Abstrak. [Online]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov.

Chatib, M. (2011). Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa Learning.

Cox, J. T. (2012). Differentiating Mathematics Instruction so Everyone Learns. White Paper. STEM.

Ellis, D. K., Ellis, K. A., Huemann, L. J., & Stolarik, E. A. (2007). Improving Mathematics Skills

Using Differentiated Instruction with Primary and High School Students. Chicago. Saint

Xavier University & Pearson Achievement Solutions, Inc. Proyek Penelitian Tindakan,

Tesis. Tidak Diterbitkan.

Hamalik, Oemar. (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Puspa Swara.

Harta, I. (2011). Differetiated Instrucstion: What, Why and How?. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep in

Mathematics. Tidak Diterbitkan.

Mappeasse, Muhamad Yusuf. (2009). “Pengaruh Cara dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar

Proggrammable Logic Controller (PLC) Siswa Kelas III Jurusan Listrik SMK Negeri 5

Makasar”. Jurnal MEDTEK. Volume 1 Nomor 2.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Tomlinson, C.A. (2000). What is Differentiated Instruction?. Alexandria: Association for Supervision

and Curriculum Development.

Yuliana, Nelly. (2013). Pengaruh Pendekatan Differentiated Instruction (DI) Terhadap Kecemasan

Matematika (Math Anxiety), Peningkatan Kemampuan Pemahaman, dan Penalaran

Matematis Siswa SMK. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Page 33: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

379

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA

BERBASIS NILAI KONTROL DAN NILAI

RASIONALISME PADA PEMBELAJARAN

PEMODELAN MATEMATIKA

Arvin Efriani1)

, Nyimas Aisyah2)

, Indaryanti3)

1) FKIP UNSRI, Jl. Srijaya Negara, Palembang; [email protected] 2) FKIP UNSRI, Jl. Srijaya Negara, Palembang; [email protected]

3) FKIP UNSRI, Jl. Srijaya Negara, Palembang; [email protected]

Abstrak. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui (1) proses pembelajaran

pemodelan matematika menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme

dan (2) hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS pada pembelajaran pemodelan

matematika di SMP N 13 Palembang. Siswa kelas VIII.2 dengan jumlah siswa 37 orang

menjadi subjek penelitian. Data dikumpulkan dengan menggunakan observasi, tes, dan

wawancara, yang meliputi (1) data aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan data

aktivitas siswa menggunakan LKS, serta (2) data hasil belajar siswa setelah

mengerjakan soal tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada saat

proses pembelajaran dengan rata-rata sebesar 82,58 yang berkategori baik dan aktivitas

siswa menggunakan LKS dengan rata-rata sebesar 88,31 yang berkategori sangat baik.

Sementara hasil tes siswa memiliki rata-rata sebesar 75,84 yang berkategori baik.

Kata Kunci. Nilai Matematika, Nilai Kontrol, Nilai Rasionalisme, Pemodelan

Matematika

Abstract. This descriptive research aims to find out (1) the process of learning

mathematics modeling using student’s worksheet based on control and rationalism

value and (2) the student learning outcomes after using of student’s worksheet in

learning mathematics modeling at SMP N 13 Palembang. The subject is 37 students of

VIII.2. The data research are the data of (1) student activities during learning process

and using student’s worksheet and (2) learning outcomes after the test. The result shows

that the student’s activities while the learning process have average 82.58 which is

marked as a good score and the student's activities using student's worksheet have

average 88.31 which is marked as a very good score. The result of student's test score

have average 75.84 which is marked as a good score.

Keywords. Mathematics Value, Control value, Rationalism value, Mathematical

modeling

1. Pendahuluan

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,

mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia

(Depdiknas, 2006). Tetapi, matematika dianggap sebagai suatu mata pelajaran yang tidak

menarik, kering, sukar dan membosankan jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain

seperti bahasa, sastra, olahraga dan juga sains (Ali, 2005). Hal itu mengakibatkan siswa

malas untuk belajar matematika. Pada hakikatnya, matematika memuat nilai-nilai dan cara

menyampaikannya memunculkan dan memancarkan nilai-nilai yang secara aktif

Page 34: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

380

berdampingan dengan pembelajaran di sekolah (Sugiatno, 2009). Oleh karena itu, dalam

pembelajaran matematika, siswa seharusnya tidak hanya memperoleh pengetahuan melalui

mata pelajaran tetapi secara tidak langsung dididik melalui nilai-nilai yang ada di dalam

pembelajaran (Othman, 2014).

Pendekatan pengajaran yang memunculkan nilai matematika dalam pembelajaran akan

menjadikan pengajaran lebih berkesan, menarik, bermakna dan berguna kepada pelajar

karena nilai matematika akan membangkitkan rasa keindahan terhadap matematika,

membangkitkan pemahaman terhadap matematika dalam kehidupan, dan dapat membantu

pelajar menguasai kekuatan matematika dengan lebih baik (National Council of Teachers of

Mathematics, 1989). Namun, karena keterbatasan guru dalam memahami nilai menyebabkan

jarangnya nilai tersebut dapat terealisasi dalam pembelajaran. FitzSimons, Seah, Bishop &

Clarkson (2001) menyatakan bahwa guru-guru belum banyak yang memahami nilai

matematika yang diterapkan dalam pembelajaran, sehingga nilai ini jarang dimunculkan

dalam pembelajaran di kelas.

Menurut Bishop (2008) ada tiga jenis nilai dalam pembelajaran matematika yaitu nilai

pendidikan umum, nilai pendidikan matematika, dan nilai matematika. Bishop (2008) telah

mengidentifikasi tiga pasang nilai matematika yang saling melengkapi yaitu ‘rasionalisme’

dan ‘objektisme’, ‘kontrol’ dan ‘kemajuan’, serta ‘keterbukaan’ dan ‘misteri’. Nilai kontrol

adalah nilai yang berhubungan dengan kekuatan pengetahuan matematika dan sains melalui

peraturan, fakta, prosedur dan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan nilai rasionalisme

adalah nilai yang menekankan argumen, penalaran, analisis logis, dan penjelasan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa nilai kontrol dan nilai rasionalisme penting

untuk dimunculkan dalam pembelajaran karena dengan dimunculkannya nilai dalam

pembelajaran akan membangkitkan rasa keindahan dan memahami makna matematika.

Untuk memunculkan nilai dalam pembelajaran matematika digunakanlah pemodelan

matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Martin dalam Leung (2006) menyatakan bahwa

“showed how values could enter into the mathematical modelling process”. Pembelajaran

dengan pemodelan matematika dapat dijadikan sebagai salah satu pembelajaran dalam

menjembatani konsep matematika yang abstrak dengan permasalahan dunia nyata.

Ang (2006) mendefinisikan pemodelan matematika sebagai “representing real world

problems in mathematical terms in an attempt to understand and find solution to the

problems.” Maksudnya, dalam pemodelan matematika, masalah dunia nyata disajikan

sebagai model matematika menggunakan simbol-simbol matematika. Proses ini digambarkan

oleh Ang (2006) dengan skema yang disajikan pada Gambar 1 berikut.

Page 35: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

381

Gambar 1 Skema Proses Pemodelan Matematika (Ang, 2006)

Untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan Standar Proses dalam Permendiknas

nomor 41 tahun 2007 perlu digunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mengoptimalkan

kegiatan pembelajaran (Pariska, 2012). Berdasarkan pengamatan peneliti di SMP Negeri 13

Palembang, pelajaran matematika sudah menggunakan LKS, yang dibeli dari penerbit. LKS

ini hanya fokus pada ranah kognitif saja dengan bentuk soal pilihan ganda dan uraian.

Sedangkan untuk memunculkan nilai-nilai pada LKS dibutuhkan langkah-langkah dalam

proses pengerjaan. Oleh karena itu, dibutuhkan LKS yang tidak hanya memunculkan ranah

kognitif tetapi juga ranah afektif dengan memunculkan nilai yang ada dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil tes awal yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 13 Palembang hanya

39,02% siswa yang tuntas KKM pada materi persamaan garis lurus. Adapun permasalahan

yang dialami siswa ketika mengerjakan soal tes persamaan garis lurus di antaranya adalah

kurang teliti dalam memahami soal, kebingungan dalam memilih rumus yang digunakan,

keliru dalam menentukan letak sumbu x dan sumbu y, kesalahan dalam menggambar grafik,

kekeliruan dalam membaca grafik, tidak memberikan argumentasi dalam menyelesaikan

permasalahan dan kebanyakan siswa hanya bisa mengerjakan soal sesuai dengan contoh

yang diberikan. Untuk mengajarkan materi persamaan garis lurus dan grafiknya, guru dapat

mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Salah satu cara pembelajarannya adalah siswa

belajar dalam kelompok untuk menyelesaikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) tentang

pengertian persamaan garis lurus (Dhohruri, 2011).

2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan: (1) mengetahui proses

pembelajaran pemodelan matematika menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai

rasionalisme di SMP Negeri 13 Palembang dan (2) mengetahui hasil belajar siswa setelah

menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran

pemodelan matematika. Penelitian dilakukan selama 4 kali pertemuan di kelas VIII.2 SMP

Negeri 13 Palembang semester ganjil tahun 2015 yang terdiri dari 37 orang siswa.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa observasi, tes dan wawancara.

Observasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat aktivitas siswa selama proses

pembelajaran dan aktivitas siswa menggunakan LKS. Observasi dilakukan selama proses

pembelajaran berlangsung yaitu sejak awal kegiatan sampai guru menutup pelajaran.

Observasi untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran pemodelan ini

Page 36: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

382

menggunakan lembar observasi yang memuat indikator nilai kontrol dan nilai rasionalisme

pada pembelajaran pemodelan matematika. Sedangkan observasi untuk melihat aktivitas

siswa menggunakan LKS dilihat dari hasil diskusi pekerjaan siswa menggunakan LKS.

Tes digunakan untuk memperoleh data dari hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS

berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika. Tes

dilakukan setelah tiga kali pertemuan menggunakan LKS yang terdiri dari 4 soal berbentuk

uraian yang dikerjakan selama 60 menit. Hasil tes dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya,

untuk mendapatkan nilai tes akhir dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari semua

jawaban siswa, lalu skor tersebut dikonversikan menjadi nilai dalam rentang 0-100.

0 (1)

Kriteria penilaian nilai kontrol dan nilai rasionalisme serta hasil belajar siswa seperti pada

tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Nilai Kontrol dan Nilai Rasionalisme serta Hasil Belajar

Nilai Kategori

85,0 - 100 Sangat baik

70,0 - 84,9 Baik

55,0 - 69,9 Cukup

40,0 - 54,9 Kurang

0 - 39,9 Sangat kurang

(Modifikasi Arikunto, 2012)

Wawancara dilakukan setelah tes. Hal ini untuk mengetahui hasil belajar siswa secara

mendalam terkait dengan indikator hasil belajar. Wawancara yang dilakukan adalah

wawancara semiterstruktur secara face to face antara peneliti dengan beberapa siswa untuk

mengetahui nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada proses pembelajaran.

3. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2015 sampai tanggal 4 November 2015

di SMP Negeri 13 Palembang. Penelitian untuk 1 KD berlangsung selama 4 kali pertemuan,

3 kali proses pembelajaran dan 1 kali tes. Proses pembelajaran dilakukan berdasarkan RPP

yang telah dibuat sesuai dengan nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran

pemodelan matematika.

Pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga peneliti membagikan LKS yang telah dibuat.

LKS dikerjakan secara berkelompok terdiri dari 3 sampai 4 siswa. LKS yang dibagikan

memuat masalah kehidupan sehari-hari. Saat proses pengerjaan LKS menggunakan lima

tahapan pemodelan matematika yang harus diselesaikan siswa secara sistematis bersama

anggota kelompoknya. Langkah-langkah pembelajaran pemodelan matematika yang

dilakukan setiap pertemuan pada dasarnya sama, yang berbeda adalah pada materi

Page 37: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

383

pembelajaran dan permasalahannya. Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini di

deskripsikan seperti berikut.

Pertemuan pertama mengenai materi gradien. Saat proses pembelajaran siswa diberikan

permasalahan berupa volume bak air mandi bertambah dengan seiring waktu dan saat

penggunaan LKS diberikan permasalahan bensin yang digunakan dengan seiring waktu.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut digunakanlah tahap pemodelan. Pada tahap

memahami masalah, siswa dilatih untuk memahami permasalahan kehidupan sehari-hari

dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya yang menandakan adanya nilai kontrol.

Pada tahap landasan berpikir, siswa diminta memprediksi dari permasalahan yang diketahui

saat proses pembelajaran yaitu “apakah bak akan terisi penuh sebelum aliran air mati” dan

saat penggunaan LKS yaitu “cukupkah dengan bensin 40 L jarak Palembang-Pagaralam

dapat ditempuh?” yang menandakan adanya nilai rasionalisme. Selanjutnya, siswa dilatih

untuk membuat pemodelan dari permasalahan dan kemudian menyelesaikan permasalahan

dengan menggunakan pemodelan yang telah diperoleh. Pada tahap terakhir siswa membuat

kesimpulan dengan menghubungkan apa yang diprediksi.

Pertemuan kedua mengenai materi menggambar grafik. Peneliti tidak memberikan

permasalahan baru, hanya saja melanjutkan dari permasalahan pada pertemuan pertama

sehingga pada tahap memahami masalah siswa tidak dituntut untuk memahami

permasalahan lagi, tetapi mengingatkan permasalahan pada pertemuan pertama. Setelah

siswa diminta mengingat permasalahan pada pertemuan pertama, Peneliti meminta siswa

memprediksi grafik yang akan terbentuk pada permasalahan tersebut yang menandakan

adanya nilai rasionalisme. Selanjutnya, untuk tahap membuat persamaan, siswa tidak perlu

memodelkan kembali persamaan yang dibuat dikarenakan permasalahan yang diberikan

sama sehingga siswa langsung menuliskan persamaan yang ada, kemudian menyelesaikan

persamaan dengan menggambarkan grafik yang menandakan adanya nilai kontrol.

Selanjutnya, siswa menyimpulkan bagaimana gambar grafik dari permasalahan tersebut

dengan menghubungkan dari prediksi yang dibuat. Hal ini menandakan adanya nilai

rasionalisme.

Pertemuan ketiga mengenai materi persamaan garis lurus. Saat proses pembelajaran,

Peneliti tidak memberikan permasalahan hanya mengingatkan permasalahan pertemuan

pertama dengan menegaskan persamaan yang didapat bahwa persamaan tersebut adalah

persamaan garis lurus dan menunjukkan gradiennya. Selanjutnya saat penggunaan LKS,

siswa diberikan permasalahan baru yaitu “Tarif Taxi”. Seperti pertemuan sebelumnya, siswa

diminta memahami masalah dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya, kemudian

memprediksi apakah “Biaya tarif taxi dari Bukit Siguntang ke Bandara lebih dari

Rp.100.000?” yang menandakan nilai rasionalisme. Setelah itu, siswa membuat persamaan

dan menyelesaikan persamaan tersebut yang menandakan nilai kontrol. Tahapan terakhir

yaitu membuat kesimpulan dari permasalahan yang menandakan nilai rasionalisme .

Observasi untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran pemodelan

menggunakan lembar observasi yang memuat indikator nilai kontrol dan nilai rasionalisme.

Indikator nilai kontrol di antaranya: (1) siswa dapat mengerjakan soal kehidupan sehari-hari,

(2) siswa memprediksi penyelesaian permasalahan, (3) siswa menggunakan aturan/rumus

dalam menyelesaikan soal. Indikator nilai rasionalisme di antaranya: (1) siswa memberikan

Page 38: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

384

argumentasi dari jawaban yang diberikannya, (2) siswa menggunakan grafik/tabel/diagram

untuk menyederhanakan permasalahan, dan (3) siswa menarik kesimpulan dari penyelesaian

masalah matematika. Berikut ini hasil observasi yang telah peneliti lakukan dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Skor Hasil Observasi Proses Pembelajaran

Nilai Pert 1 Pert 2 Pert 3 Rata-rata

Kategori Pert Nilai

Rasional

isme

Indikator 1 78,37 86,48 97,30 87,38 82,88

Baik Indikator 2 75,68 81,08 89,19 81,99

Indikator 3 70,27 78,37 89,19 79,27

Kontrol Indikator 1 72,97 81,08 86,48 80,17 82,27 Baik

Indikator 2 64,86 81,08 89,19 78,37

Indikator 3 86,48 83,78 94,59 88,28

Rata-rata 82,58 Baik

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata proses pembelajaran selama 3 kali pertemuan

sebesar 82,58 dikategorikan baik (Tabel 1). Hal ini berarti proses pembelajaran pemodelan

matematika menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme sudah

diterapkan dengan baik. Nilai rasionalisme pada proses pembelajaran diperoleh rata-rata

sebesar 82,88 yaitu pada indikator memberikan argumentasi sebesar 87,38, pada indikator

menggunakan grafik/tabel sebesar 81,99, pada indikator membuat kesimpulan sebesar 79,27.

Nilai kontrol pada proses pembelajaran diperoleh rata-rata sebesar 82,27 yaitu pada indikator

mengerjakan soal kehidupan sehari-hari sebesar 80,17, pada indikator memprediksi sebesar

78,37, pada indikator menggunakan aturan/rumus sebesar 88,28.

Selain itu, data hasil observasi didapatkan dari hasil penggunaan LKS. Dari hasil observasi,

peneliti menganalisis dengan cara menghitung banyaknya checklist indikator yang muncul

per tahap ketika menggunakan LKS. Data hasil observasi penggunaan LKS selama 3 kali

pertemuan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Skor Hasil Observasi Penggunaan LKS

Tahap Pertemuan Rata-

rata

Kategori

1 2 3

Memahami masalah 100 - 100 100 Sangat Baik

Landasan Berpikir 90,59 63,33 95,24 89,09 Sangat Baik

Membuat Persamaan 60 100 100 92 Sangat Baik

Menyelesaiakan Persamaan 52 96,92 100 86 Sangat Baik

Membuat Kesimpulan 50 80 85 71,67 Baik

Rata-rata 70,52 85,06 96,04 88,31 Sangat Baik

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata penggunaan LKS selama 3 kali pertemuan

sebesar 88,31 dikategorikan “sangat baik”. Hal ini berarti penggunaan LKS dalam proses

pembelajaran sudah diterapkan dengan sangat baik.

Page 39: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

385

Analisis data tes hasil belajar diperoleh dari hasil pengerjaan tes yang diberikan pada

pertemuan terakhir (5 November 2015) yang diikuti oleh 37 siswa. Hasil belajar siswa

setelah dianalisis dan dikonversikan dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa

Nilai Siswa Kategori Frekuensi Rata-Rata

85,0 - 100 sangat baik 11 29,72

70,0 - 84,9 Baik 14 37,83

55,0 - 69,9 Cukup 9 24,32

40,0 - 54,9 Kurang 3 8,1

0 - 39,9 sangat kurang 0 0

Rata-rata Baik 75,84

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata hasil belajar siswa secara keseluruhan adalah

75,84 yang dikategorikan “baik”. Dengan demikian penggunaan LKS berbasis nilai kontrol

dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika dalam penelitian ini secara

umum sudah “baik”.

Berikut ini cara peneliti menganalisis jawaban siswa untuk memperoleh data tentang hasil

belajar.

Soal no. 1

Diketahui sebuah garis yang melalui titik A (-2, 3) dan titik B( 5, -8). Untuk menentukan

gradiennya, Deni menggunakan cara sebagai berikut.

Benarkah penyelesaian yang dilakukan Dedi? Jelaskan!

Gambar 2. Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 1 yang Berkategori Sangat Baik

Memberikan

tanggapan benar

dalam jawaban

Memberikan alasan

benar dalam jawaban

Page 40: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

386

Pada Gambar 2 di atas, jawaban siswa meliputi kedua deskriptor pada indikator. Siswa

memberikan argumentasi dari jawaban yang diberikannya. Gambar 2 sudah terlihat jawaban

siswa memberikan tanggapan dengan benar bahwa jawabannya salah dan alasan benar yaitu

tempat x2-nya salah yang berarti siswa sudah tahu bahwa peletakan x2 dan x1 tersebut terbalik

tidak sesuai dengan rumus gradien pada dasarnya. Selanjutnya, peneliti mewawancarai siswa

dengan tujuan untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana siswa memberikan argumentasi dari

jawaban yang diberikan dalam menyelesaikan tes. Berikut wawancara yang dilakukan

peneliti dengan salah satu siswa yang hasil belajarnya “sangat baik”.

Peneliti : “Mengapa salah?”

Siswa : “Ini (menunjukkan soal)”

Peneliti : “Salah dimananya?”

Siswa : “Ini, terbalik”

Peneliti : “Mengapa terbalik?”

Siswa : “x1 di sini dan x2 di sini, jadi terbalik”

Peneliti : “Jadi seharusnya, bagaimana?”

Siswa : “5 – (2) “

Peneliti : “Jadi bagaimana kesimpulannya?”

Siswa : “salah”

Dari dialog antara peneliti dengan siswa di atas, terlihat bahwa siswa mampu memberikan

tanggapan dan alasan yang tepat. Siswa mampu menunjukkan kesalahan pada soal nomor 1

dan mampu juga memberikan jawaban benar dari soal nomor 1.

Selain itu, peneliti juga menganalisis jawaban siswa untuk nomor 1 berkategori “kurang”.

Adapun jawabannya seperti berikut.

Gambar 3. Jawaban Siswa untuk Soal nomor 1 yang Berkategori Sangat Kurang

Pada Gambar 3, jawaban siswa tidak memenuhi indikator memberikan argumentasi dari

jawaban yang diberikannya. Siswa memberikan tanggapan salah dalam jawaban dan alasan

salah dalam jawaban. Pada alasan, terdapat kekeliruan dalam mensubsitusikan nilai ke dalam

rumus yang ada yaitu seharusnya , sehingga didapatkan hasil yang salah juga.

Memberikan

tanggapan salah

dalam jawaban

Memberikan alasan

salah dalam jawaban

Page 41: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

387

Karena indikator tidak muncul, maka peneliti melakukan wawancara dengan tujuan untuk

mengetahui apakah siswa tersebut memang salah memberikan argumentasi dalam

menyelesaikan permasalahan. Adapun wawancaranya seperti berikut :

Peneliti : “Mengapa jawaban ini benar?”

Siswa : “Karena y2y1 per x2x1”

Peneliti : “Coba tuliskan dulu”

Siswa : “Nah salah bu”

“Benar kan bu rumusnya?”

Peneliti : “Iya benar, Waktu dimasukkan jadi?”

Siswa : “Nah salah berarti”

Peneliti : “Jadi jawabannya?”

Siswa : “Salah”

Peneliti : “Salah dimana?”

Siswa : “Harusnya x2 dulu baru x1”

Berdasarkan wawancara di atas, ternyata siswa mampu memberikan argumentasi dengan

menunjukkan hasil jawaban yang tepat, berbeda dengan hasil pekerjaan yang dilakukan saat

tes. Pada saat tes siswa keliru meletakkan x1 dan x2 tetapi ketika diwawancarai siswa dapat

menyelesaikannya dengan benar tanpa ada kekeliruan.

Bishop (2001) menyatakan bahwa “consider how would you respond to the following

question and how your value influence your decision”. Hal ini memiliki arti bahwa apapun

tanggapan dari jawaban siswa akan mempengaruhi nilai dari keputusannya. Berdasarkan

hasil wawancara, ternyata siswa mampu memberikan tanggapan dan alasan dengan tepat

sehingga indikator memberikan argumentasi dari jawaban yang diberikan muncul.

Berdasarkan tes hasil belajar secara keseluruhan, diperoleh rata-rata sebesar 75,84 dengan

kategori “baik”. Hasil belajar dengan kategori “sangat baik” rata-rata sebesar 29,72, kategori

“baik” rata-rata sebesar 37,83, kategori “cukup” rata-rata sebesar 24,32, dan kategori

“kurang” rata-rata sebesar 8,1.

Berdasarkan hasil wawancara dari sepuluh siswa, terdapat delapan siswa yang mampu

menunjukkan jawaban sesuai dengan indikator hasil belajar. Soal nomor 1 sebanyak 30%

menjawab benar dan alasan benar. Soal nomor 2 sebanyak 10% menjawab benar dan alasan

benar. Soal nomor 3 sebanyak 20% menjawab benar sesuai dengan indikator yang dibuat dan

soal nomor 4 sebanyak 20%. Jadi sebanyak 80% siswa mampu menunjukkan jawaban sesuai

dengan indikator hasil belajar. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

penggunaan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan

matematika dapat dijadikan alternatif pembelajaran dengan menggunakan tahap-tahap

pemodelan matematika.

Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa LKS berbasis nilai kontrol dan nilai

rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika dapat dijadikan alternatif

pembelajaran, namun masih terdapat kelemahan dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya

menggambarkan hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan

nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika tanpa membandingkan hasil

belajar siswa yang tidak menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme.

Page 42: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

388

4. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada

saat proses pembelajaran dengan rata-rata sebesar 82,58 berkategori baik dan aktivitas siswa

menggunakan LKS dengan rata-rata sebesar 88,31 berkategori sangat baik. Begitu juga, hasil

tes siswa dengan rata-rata sebesar 75,84 berkategori baik.

Beberapa saran dari penelitian ini antara lain: penggunaan LKS berbasis nilai kontrol dan

nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika bisa dijadikan pilihan alternatif

guru, dikarenakan siswa dapat membangun sendiri pengetahuan sehingga hasil belajar siswa

dapat meningkat. Guru diharapkan dapat menggali argumentasi siswa karena siswa akan

memberikan argumentasi apabila ada umpan balik dari guru. Begitu juga, untuk setiap

permasalahan biasakan siswa menyimpulkan permasalahan sehingga siswa mengetahui apa

yang diperoleh dari permasalahan tersebut. Pada penelitian selanjutnya, dapat menggunakan

nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika pada materi

lainnya atau menggunakan nilai matematika yang lain. Selain itu, kegiatan pembelajaran

pada RPP untuk lebih memperhatikan tiap-tiap langkah pembelajaran pemodelan matematika

sehingga tampak perbedaannya dengan pembelajaran biasa dan dapat menggunakan metode

penelitian eksperimen menggunakan variabel-variabel yang lainnya.

Daftar Pustaka

Ali, W. Z., dkk. 2005. Kefahaman Guru tentang Nilai Matematik. Jurnal Teknologi, 43(E) Dis. 2005:

45-62.

Ang, A. K. 2006. Mathematical Modelling, Technology and H3 Mathematics. The Mathematics

Educator,9 (2): 33 -47.

Arikunto, S. 2012. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Bishop, A. J., FitzSimons, G., Seah, W. T., & Clarkson, P. 2001. Exploring Issues of Control Over

Values Teaching in the Mathematics Classroom. Kertas kerja dibentangkan di 2001 Annual

Conference of the Australian Association for Research in Education, Fremantle, Australia.

Bishop, A. J. 2008. Teacher’s Mathematical Values for Developing Mathematical Thinking in

Classroom: Theory, Research and Policy. The Mathematics Educator vol . 11 (½), 79-88. Jurnal

Monash Univerity, Melbourne Australia.

Depdiknas. 2006. Kurikulum tingkat satuan pendidikan : standar kompetensi matematika. Jakarta:

Depdiknas

Dhohruri, A. 2011. Pembelajaran Persamaan Garis Lurus di SMP. Yogyakarta: PPPPTK

Matematika.

FitzSimon, G., Bishop, A. J, Seah, W. T., & Clarkson, P. 2001. Beyond numeracy: Values in the

mathematics classroom. Australia: Values And Mathematics Project (VAMP).

Leung, F. K.-S., Graf, K.-D., & Lopez-Real, F. J. 2006. Mathematics Education in Different Cultural

Traditions a Comparative Study of East Asia and The West. United States of America: Springer

Science + Business media, Inc.

National Council of Teacher of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standars for School

Mathematics. Reston VA: The Council.

Othman, N., dkk. 2014. Nilai Dalam Pengajaran Matematika di Institusi Pengajian Tinggi. E-jurnal

Penyelidikan dan Inovasi. Jilid 1 ISU II(2014) 56-68, e-ISSN 2289- 7909. Kolej Universiti Islam

Antarbangsa Selangor.

Pariska, I.S. dkk. 2012. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Matematika Berbasis Masalah. Jurnal

Pendidikan Matematik, Vol 1 no (1) (2012): hal 75-80.

Sugiatno. 2009. Potensi Nilai Moral dalam Pendidikan Matematika. Jurnal cakrawala kependidikan,

Vol 7 no (2) tahun 2009.

Page 43: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

389

REASONING AND PROOF DALAM MODEL

PEMBELAJARAN RECIPROCAL MATERI

TRIGONOMETRI SISWA SMA

Afin Nur Latifa, M.Pd

SMA Negeri 1 Magetan, Ds.Sugihrejo RT.14 RW.03 Kawedanan Magetan, [email protected]

Abstrak. Penalaran dan pembuktian matematis merupakan cara yang kuat dalam

mengembangkan dan mengekspresikan pemahaman pada fenomena yang luas. Siswa yang

memiliki kemampuan bernalar dan berpikir secara analitis cenderung memperhatikan pola,

struktur, atau keteraturan baik di situasi nyata maupun dalam objek simbolis.

Namun,berdasarkan TIMSS kemampuan penalaran matematis siswa saat ini di Indonesia masih

tergolong rendah, sehingga guru harus dapat menekankan bahwa bernalar sangat penting untuk

dipelajari serta guru hendaknya menggunakan pembelajaran yang tepat untuk

mengembangkan kemampuan bernalar dan pembuktian siswaSMA. Fenomena yang berada

pada kurikulum 2013, trigonometri melibatkan siswa untuk bernalar dan pembuktian untuk

mendorong siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi secara kritis, logis, dan

sistematis. Artikel ini menyajikan pemikiran teoritis dan pentingnya suatu pembelajaran yang

dapat mengembangkan kemampuan bernalar dan pembuktian siswa.

Kata kunci: penalaran dan pembuktian, reciprocal teaching, trigonometri.

1. Pendahuluan

Kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa

(NCTM, 2000). Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan kurikulum 2013 pada mata

pelajaran matematika di tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) yaitu siswa dapat

melakukan penalaran matematis. Hal tersebut menunjukkan bahwa penalaran matematis

sangat diperlukan oleh siswa SMA. Pembuktian merupakan keterampilan dasar untuk

seorang matematikawan, bagaimanapun keterampilan tersebut sulit untuk dipelajari oleh

beberapa siswa (Knapp, 2005). Knapp (2005) mengelompokkan kesulitan siswa menjadi dua

katagori, yaitu: (1) siswa berjuang untuk logika, bahasa, dan aturan pembuktian yang

ditentukan oleh suatu kelompok, dan (2) pengetahuan siswa tentang definisi, teorema,

heuristik dan kemampuan membuat contoh. Oleh karena itu, kemampuan penalaran dan

pembuktian sangat penting bagi siswa.

Banyak siswa yang kesulitan belajar penalaran, argumentasi, dan pembuktian matematis

(Heinze, 2006; Yang, 2010; Reiss, 2002). Kesulitan yang dialami oleh siswa di antaranya

adalah siswa sulit dalam menuliskan pembuktian secara formal, siswa kesulitan menuliskan

penalarannya secara sistematis, dan pengetahuan siswa tentang definisi dan teorema

matematika. Sehingga, penalaran dan pembuktian dalam pelajaran matematika harus

dikembangkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ardiansyah (2015) yang menyatakan

bahwa kemampuan penalaran matematis perlu dikembangkan karena dapat melatih siswa

untuk lebih memahami materi matematika yang diajarkan. Namun, kenyataannya

Page 44: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

390

kemampuan penalaran matematis siswa saat ini di Indonesia masih tergolong rendah yang

didasarkan assesmen yang dilakukan TIMSS pada tahun 2011 (OEDC, 2016).

Pembelajaran yang dapat mengakomodasi kesulitan siswa dalam belajar salah satunya adalah

reciprocal teaching (Garderen, 2004). Vygotsky (Meyer, 2014) menyatakan bahwa

reciprocal teaching berpijak pada teori konstruktivisme sosial, dimana siswa dituntut untuk

aktif berdiskusi dan menjelaskan hasil pekerjaannya dengan baik sehingga penguasaan

konsep dapat dicapai. Beberapa penelitian tentang reciprocal teaching yang dilakukan oleh

Ardiansyah (2015) dan Anggraeni (2012) menunjukkan bahwa reciprocal teaching dapat

meningkatkan penalaran matematis siswa.

Artikel ini akan menyajikan suatu kajian teori berdasarkan pendapat para ahli dan penelitian

terdahulu tentang mengembangkan penalaran dan pembuktian matematis siswa dalam

pembelajaran kooperatif tipe reciprocal pada materi trigonometri.

2. Kajian Teori

2.1. Penalaran dan Pembuktian

Pang (2009) berpendapat bahwa penalaran merupakan komponen utama dalam matematika

terutama dalam pemecahan masalah. Hal tersebut sesuai dengan NCTM (2000) yang

mengemukakan bahwa kemampuan penalaran merupakan bagian yang penting dalam

matematika. Sementara itu, Russefendi (2006) mengatakan bahwa matematika terbentuk

sebagai hasil pemikiran yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Oleh karena

itu, matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Bieda (2013) mengatakan bahwa penalaran melibatkan proses untuk menggeneralisasi

kejadian matematis atau konjektur tentang hubungan matematis. Selanjutnya, Dhebora

(2003) mengatakan bahwa penalaran merupakan instrument penyelidikan untuk menemukan

dan bereksplorasi ide-ide baru dan berfungsi sebagai pembenaran atau pembuktian klaim

matematis. Sedangkan, Boesen (2010) mengatakan bahwa penalaran adalah membuat

pernyataan dan menemukan konklusi dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut

menunjukkan bahwa penalaran merupakan proses berfikir yang menghasilkan

kesimpulan/dugaan dari suatu masalah yang bisa dinyatakan dalam bentuk kalimat atau

simbol (generalisasi), sehingga kebenaran proses membuat kesimpulan tersebut dapat

dipertimbangkan. Ketika yang dihadapi merupakan masalah atau ide matematika maka

penalaran/pembuktian tersebut dinamakan penalaran/pembuktian matematis (Sumarmo,

2012).

NCTM (2000) mengatakan bahwa pembuktian matematis merupakan suatu cara formal

mengekspresikan penalaran dan pembenaran. Pembuktian melibatkan pembenaran dugaan

matematis menjadi benar dalam rangka dugaan tersebut dapat berlaku, menggunakan

penalaran yang valid secara logis (Bieda, 2013). Pembuktian menurut Dhebora (2003) lebih

mengacu pada menguji kredibilitas suatu asumsi dari pada menetapkan kebenaran dari suatu

pernyataan. Sedangkan menurut Almeida (dalam Knapp, 2005) pembuktian melibatkan

proses menguji kebenaran, menjelaskan, mengkomunikasikan, mempengaruhi, dan

membangun pengetahuan atau kejadian baru dalam bentuk aksioma. Oleh karena itu,

Page 45: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

391

pembuktian merupakan proses menguji dugaan/klaim/kesimpulan sehingga

dugaan/klaim/kesimpulan tersebut terbukti kebenarannya.

Penalaran dan pembuktian tidak dapat diajarkan dalam satu unit terpisah (NCTM, 2000). Hal

ini berarti bahwa dalam mengajarkan pembuktian juga harus diajarkan penalaran. Sehingga

siswa bisa mempertanggungjawabkan setiap proses yang dilakukan ketika membuktikan.

Sebagai contoh, “membuktikan identitas trigonometri”. Kadangkala mengembangkan

pembuktian diberikan melalui masalah (NCTM). Pada proses memperjelas penyelesaian

masalah melibatkan penalaran sebagai penguat hasilnya, selain itu dibutuhkan berbagai

strategi untuk memecahkan masalah, diantaranya adalah membuat tabel, gambar, atau

menyederhanakan permasalahan (Nelson Primary School, 2014).

Pengembangan penalaran dan pembuktian pada tingkat pengalaman yang sesuai harus

menjadi bagian terpenting dalam pembelajaran matematika untuk siswa di segala usia

(Stacey, 2009). Hal ini berarti penalaran dan pembuktian bisa diajarkan kepada siswa di

semua tingkat pendidikan. Standar penalaran dan pembuktian untuk pembelajaran di kelas

play group sampai di sekolah menengah atas (SMA) yang tercantum dalam NCTM (2000)

dalam kode Reasoning and Proof (RP) sebagai berikut.

1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai bagian dasar matematika (kode RP1)

2. Membuat dan menginvestigasi konjektur matematis (RP2)

3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan pembuktian matematis (RP3)

4. Memilih dan menggunakan berbagai macam penalaran dan metode pembuktian (RP4)

Siswa sekolah menengah atas (SMA) harus bisa bernalar secara induktif dan deduktif dalam

melakukan penalaran dan pembuktian. Siswa harus melihat kelebihan dari pembuktian

deduktif untuk menetapkan hasil. Mereka harus bisa membuat argumen yang logis dan

membuat bukti formal yang bisa menjelaskan penalarannya secara efektif (NCTM, 2000).

Nelson Primary School (2014) menjelaskan bahwa penalaran induktif digunakan untuk

membangun generalisasi dari suatu pola dan untuk membuktikan generalisasi tersebut selalu

berlaku, maka dibutuhkan pembuktian deduktif. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas,

kempuan bernalar baik induktif maupun deduktif sangat penting bagi siswa SMA.

2.2.Reciprocal Teaching

Palinesar & Brown (dalam Slavin, 2008) menjelaskan bahwa pendekatan reciprocal teaching

didasarkan pada teori konstruktivis yang dapat meningkatkan keterampilan membaca dan

pemahaman pada siswa yang berkemampuan rendah. Pada proses reciprocal teaching terjadi

interaksi antara guru dan siswa yang saling bergiliran melakukan proses pembelajaran

(Oezkus, 2013). Reilly, dkk (2009) mendefinisikan reciprocal teaching pada matematika

sebagai strategi pembelajaran yang dapat membangun kemampuan pemecahan masalah dan

meningkatkan literasi matematika. Sedangkan Howard (2004) menyatakan reciprocal

teaching dirancang sebagai teknik diskusi kelompok yang bertujuan untuk memahami dan

mengingat suatu materi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

reciprocal teaching merupakan suatu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan

pemahaman siswa dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dengan

guru maupun teman kelompok dalam memahami suatu masalah atau materi.

Page 46: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

392

Cooper & Greive (2010) mengatakan bahwa reciprocal teaching terdiri dari empat langkah,

yaitu: menanya (questioning), mengklarifikasi (clarifying), merangkum (summarizing), dan

memprediksi (predicting). Adapun penjelasan dari empat tahap tersebut yaitu sebagai

berikut.

a. Menanya (Questioning)

Oczkus (2013) berpendapat bahwa klarifikasi membantu siswa memantau pemahaman

mereka sendiri. Hal ini dikarenakan saat mengklarifikasi mereka akan mengidentifikasikan

masalah yang mereka hadapi dalam memahami bagian-bagian dari teks atau mencari kata-

kata sulit. Hal yang sama diungkapkan oleh Doolittle, dkk (2006:107) bahwa:

“Clarifying involves the identification and clarification of unclear, difficult, or

unfamiliar asect of a text. These asect may include awkward sentence or passage

structure, unfamiliar vocabulary, unclear references, or obscure concept. Clarifying

provides the motivation to remidiate confusion through re-reding, theuse of context in

which thetext was written andor read, and the use of external resources (e.g,.

dictionary).”

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa klarifikasi dapat dengan

memahami kembali materi dengan menggunakan sumber-sumber lain yang relevan. Dengan

demikian, siswa akan lebih memahami materi dan mengembangkan penalarannya dari

permasalahan yang diberikan oleh guru.

b. Merangkum (Summarizing)

Rangkuman dibutuhkan untuk menyimpan data yang diperlukan dari data dengan

jumlah besar (Deshpande, 2013). Rangkuman dari penyimpanan data yang besar sangat

berguna untuk mereduksi data yang tidak digunakan berdasarkan informasi atau pengetahuan

yang diinginkan. Selanjutnya menurut Boch (2005), siswa diharapkan membuat catatan

ekstensif pada materi pembelajaran yang dipelajari untuk meyalurkan bagaimana pemikiran

dan pemahamannya. Rangkuman pemahaman siswa dengan sadar mengungkapkan dan

merefleksikan pemikirannya yang dapat dituliskan dalam media baik kertas, maupun media

lainnya (Ardiansyah, 2015). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa rangkuman merupakan bagian penting dalam proses belajar siswa untuk mengetahui

bagaimana pemikiran dan pemahaman siswa dari materi yang dipelajari yang dapat

dituliskan dalam berbagai media.

c. Memprediksi (Predicting)

Kegiatan memprediksi didasarkan pada fakta-fakta dari buku yang membawa siswa pada

kemungkinan yang akan datang selanjutnya (Oczkus, 2013). Berkenaan aktivitas prediksi,

Reilly,dkk (2009:185) mengatakan sebagai berikut.

“During the prediction stage the learner is required to predict the type of

mathematical questions they are being asked, what type of mathematical

operations they may be required to use and what their answer might look like.”

Page 47: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

393

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan memprediksi

memberikan kesempatan siswa untuk menggunakan apa yang telah mereka pahami dalam

menyelesaikan suatu masalah. Pada saat memprediksi siswa melibatkan kemampuan

berpikir dan bernalar yang telah mereka miiliki.

Penalaran dan Pembuktian dalam Reciprocal Teaching

Tahapan pada reciprocal teaching dapat dimodifikasi untuk mengakomodasi siswa dalam

kesulitan belajar (Garderen, 2004). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ardiansyah (2015)

modifikasi kegiatan reciprocal teaching yang revelan dengan indikator kemampuan

penalaran matematis. Kegiatan questioning memiliki hubungan dengan indikator

mengajukan pertanyaan dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi, kegiatan

clarifying memiliki hubungan dengan indikator menganalisis pernyataan dan memberikan

alasan terhadap kebenaran solusi, kegiatan summarizing memiliki hubungan dengan

indikator menganalisis pernyataan dan membuat kesimpulan logis, sedangkan kegiatan

predicting memiliki hubungan dengan indikator membuat kesimpulan logis. Berdasarkan

beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa reciprocal teaching dapat

dimodifikasi sehingga sesuai dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Aktivitas questioning dimaksudkan untuk mendorong siswa mencari hal-hal yang belum

diketahui dari suatu materi atau permasalahan yang diberikan. Saat siswa mencari informasi

tentang materi atau permasalahan yang diperoleh, siswa cenderung menggunakan

kemampuan bernalarnya. Hal serupa dikemukakan oleh Parta (2009) bahwa saat membuat

pertanyaan siswa akan mensintesis pemikirannya selama pembelajaran berlangsung. Pada

saat siswa mendapatkan jawaban dari permasalahan yang didapat, siswa akan menguatkan

pemahaman mereka dengan mencari informasi dari sumber lain, ataupun mengklarifikasi

dengan pendapat teman kelompok. Pada tahap ini seseorang akan lebih temotivasi untuk

memahami dengan cara menganalisis suatu informasi.

Pada aktivitas summarizing, siswa menuangkan pemahaman yang telah diperoleh dengan

bahasa sendiri berdasarkan pemahamannya, sehingga kemampuan menganalisis atau

mengevaluasi suatu informasi dapat ditingkatkan (Ardiansyah, 2015). Hal yang sama

diungkapkan oleh Yang (2010) bahwa saat membuat rangkuman, siswa akan menghapuskan

informasi yang tidak begitu penting dan mengidentifikasi atau mengkonstruksi secara

keseluruhan yang dinyatakan ke dalam pernyataan utama. Rangkuman yang dibuat bertujuan

untuk membuktikan kepada pembaca bahwa kebenaran yang ingin disampaikan melalui

proses penalarn memang dapat diterima sebagai suatu yang logis. Berdasarkan beberapa

pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan

yang logis dapat ditingkatkan pada tahap summarizing.

Aktivitas predicting dimaksudkan untuk menuangkan hal-hal yang belum diketahui pada

pada langkah selanjutnya dan perlu penjelasan yang lebih detail yang dituangkan dalam

bentuk tulisan (Ardiansyah, 2015). Hal yang sama diungkapkan oleh Kim & Kasmer

(2007:359) bahwa prediction is a type of reasoning that can lead to a generalization of

pattern and also be derived from a generalization. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa predicting dapat mendorong siswa untuk menggunakan

Page 48: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

394

kemampuan bernalarnya pada permasalahan selanjutnya yang diberikan berdasarkan

pemahaman yang diperoleh dari tahapan sebelumnya.

2.3. Tinjauan Materi Trigonometri

Trigonometri adalah salah satu bahasan matematika yang harus di pahami oleh siswa untuk

mengembangkan pemahaman matematikanya (Gur, 2009). Hal tersebut sependapat dengan

Ohrun (2003) yang mengatakan bahwa untuk sebagian besar siswa pada pendidikan tinggi,

trigonometri merupakan bagian analisis yang penting dalam bernalar. Kreativitas dan

pemahaman trigonometri penting dalam mengembangkan notasi/simbol dan metode dalam

matematika. Hal yang sama dikatakan NCTM (2000) bahwa jika siswa terlibat secara

ekstensif dalam manipulasi simbol matematika sebelum mereka mengembangkan dasar

konseptual yang benar maka mereka tidak akan bisa melakukan manipulasi yang lebih

(NCTM, 2000). Dengan demikian, pemahaman siswa dalam materi trigonometri sangat

penting sehingga siswa dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan trigonometri

dengan kemampuan manipulasi dan bernalarnya.

Materi trigonometri di SMA dalam kurikulum 2013 diawali dengan konsep dasar sudut pada

kesebangunan. Sudut-sudut yang bersesuaian memiliki besar sudut yang sama. Kemudian

materi selanjutnya yaitu perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku. Definisi pada

perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku digunakan untuk membuktikan

pernyataan-pernyataan yang terkait dengan memperhatikan proses bernalar siswa sehingga

siswa dapat mengembangkan kemampuan bernalar dan membuktikannya.

2.4. Penalaran dan Pembuktian pada Materi Trigonometri dalam Reciprocal

Teaching

Trigonometri merupakan salah satu salah satu materi dalam matematika yang dapat

membangun rasa ingin tahu sehingga siswa berkeinginan kuat untuk mengeksplorasi lebih

dalam materi ini (Moore, 2011). Pada kurikulum 2013, trigonometri melibatkan siswa untuk

bernalar dan pembuktian untuk mendorong siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat

tinggi secara kritis, logis, dan sistematis. Dengan demikian, mengembangkan kemampuan

penalaran dan pembuktian dalam trigonometri merupakan tujuan penting dalam matematika.

Materi trigonometri yang bisa diberikan kepada siswa terkait dengan penalaran dan

pembuktian pada reciprocal teaching, dapat dilaksanakan sebagai berikut.

a. Questioning

Guru meminta siswa untuk mencari informasi mengenai perbandingan trigonometri,

sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman materi.

b. Clarifying

Guru meminta siswa mengklarifikasi pemahaman yang diperoleh dengan membandingkan

berbagai sumber, atau dengan berdiskusi dengan teman kelompok. Kemudian guru

mengklarifikasi pemahaman siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk

mengetahui pemahaman siswa dan proses bernalar siswa.

Page 49: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

395

a

b

c

C

B

A x

y

c. Summarizing

Guru meminta siswa merangkum apa yang telah mereka dapatkan pada lembar yang

diberikan oleh guru sehingga lebih menguatkan pemahaman siswa dan lebih

mengkonstruksi pemahaman konsep dan proses bernalar siswa.

d. Predicting

Guru memberikan permasalahan-permasalahan trigonometri yang memfasilitasi siswa untuk

memprediksi sehingga melibatkan penalaran dan pembuktian siswa. Masalah yang dapat

diberikan kepada siswa sebagai berikut.

Masalah .

Tunjukkan bahwa , kemudian tunjukkan dalam beberapa sudut

istimewa! Selanjutnya dengan menggunakan pernyataan di atas buktikan bahwa

Dalam masalah di atas, apabila dikaji berdasarkan standar penalaran dan pembuktian dari

NCTM maka masalah tersebut sudah memuat keempat standar. Standar reasoning and proof

poin 1 (RP1): Siswa mengenali masalah tersebut dan mulai menyusun strategi penyelesaian.

Dalam menunjukkan pernyataan siswa harus membuat dugaan dan menguatkan dugaan

tersebut menggunakan definisi yang diberikan. (RP2): Siswa membuat dugaan yang

digunakan kemudian diinvestigasi dengan menggunakan definisi yang diberikan. (RP3):

Siswa mengembangkan dan mengevaluasi pernyataan tersebut dengan mencoba dalam

beberapa sudut istimewa, selanjutnya siswa menemukan solusi permasalahan tersebut. (RP4)

: Untuk memperkuat pemahaman dan penalaran siswa, maka siswa memilih beberapa cara

untuk menujukkan permasalahan selanjutnya. Berikut uraian yang lebih detail dari masing-

masing standar.

a. RP1

Siswa mengenali bahwa untuk menunjukkan pernyataan tersebut siswa harus menyadari

bahwa melibatkan penalaran matematis. Solusi yang ditemukan harus disertai dengan

argumen yang kuat berdasarkan identitas trigonometri.

b. RP2

Siswa membuat membuat strategi dan dugaan matematis dari definisi trigonometri yang

diberikan.

Page 50: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

396

Kemudian dari teorema pythagoras kita peroleh

Sehingga

(

)

(

)

c. RP3

Untuk mengevaluasi pernyataan tersebut siswa mencoba dengan beberapa sudut istimewa,

sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan bernalar deduktifnya.

Untuk sudut , (

) (

√ )

Untuk sudut , (

√ )

(

√ )

Untuk sudut , (

√ )

(

)

dan seterusnya.

d. RP4

Untuk menguatkan pemahaman siswa dan mengembangkan penalaran deduktif, siswa

memilih beberapa cara untuk membuktikan permasalahan

Pertama, siswa dapat menggunakan pemahaman dari ruas kiri.

Ruas kiri 3 cos2A 2

( )

Ruas kiri = ruas kanan (terbukti)

Kedua, siswa dapat menggunakan pemahaman dari ruas kanan.

Page 51: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

397

Ruas kanan = 1 3sin2 A

( )

Ruas kanan = ruas kiri (terbukti)

Apabila siswa mampu membuktikan permasalahan tersebut maka siswa sudah mampu

bernalar secara deduktif. Setingkat SMA, apabila siswa mampu melakukan ini berarti

penalaran siswa tersebut dianggap sangat baik dan pembuktian siswa termasuk pembuktian

yang baik. Hal tersebut didukung dengan pernyataan dari Styliandes & Styliandes

(2009:243) yaitu:

“Pembuktian yang baik/berkualitas itu memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah

sebagai berikut.

a. Pembuktian tersebut benar

b. Pembuktian tertuju pada pertanyaan tertentu atau masalah yang diajukan

Pembuktian jelas, meyakinkan, dan logis. Pembuktian yang jelas itu memiliki ciri-ciri

sebagai berikut: (a) pembuktian menggunakan bahasa, representasi, definisi, yang

dipahami orang lain yang membaca pembuktian tersebut; (b) pembuktian harus bisa

digunakan untuk meyakinkan keraguan; (c) pembuktian tidak memerlukan pembaca

untuk mempercayai pembuktian tersebut (sebagai contoh “kamu harus mempercayai

aku”; (d) pokok utama harus ditekankan; (e) jika dapat diterapkan didukung dengan

gambar, diagram, dan persamaan digunakan jika diperlukan; (f) pembuktian koheren;

(g) jelas, melengkapi kalimat yang digunakan; dan (h) pembuktian dapat digunakan

seseorang untuk menyelesaikan masalah yang sama.”

Berdasarkan uraian dan pendapat ahli di atas, menunjukkan bahwa apabila siswa dapat

menggunakan bahwa apabila siswa dapat membuktikan dengan benar dengan langkah-

langkah penalaran, maka siswa dianggap memiliki kemampuan penalaran dengan sangat

baik. Proses pembuktian tidak harus mengintervensi pembaca namun dapat dilakukan

dengan langkah-langkah tepat sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.

3. Kesimpulan dan Saran

Penalaran dan pembuktian sudah seharusnya diajarkan di sekolah mulai tingkat playgroup

sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sudah seharusnya ada dalam kurikulum

matematika. Guru seharusnya memfasilitasi siswanya untuk terbiasa bernalar dan

membuktikan/membenarkan argumennya. Salah satu cara yang bisa dilakukan guru adalah

dengan merancang model pembelajaran yang dapat memfasilitasi proses bernalar dan

pembuktian siswa sehingga dapat menarik minat siswa. Model pembelajaran yang dapat

membantu siswa dalam bernalar yaitu reciprocal teaching yang sesuai dengan pendapat

Ardiansyah (2015). Selain itu guru juga memberikan persoalan yang menantang agar siswa

dapat mengembangkan kemampuan bernalarnya. Dengan demikian, rasa ingin tahu siswa

akan meningkat dan siswa akan tertantang menyelesaikan tugas tersebut.

Guru juga seharusnya terus memberikan motivasi kepada siswa karena siswa yang mampu

bernalar sangat dipentingkan dalam memahami matematika. Selain itu penalaran dan

Page 52: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

398

pembuktian juga membiasakan siswa untuk berfikir secara logis dan kritis dalam

menanggapi suatu kejadian dan masalah dalam matematika, sehingga dapat memberikan

alasan yang valid. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dalam NCTM (2000) bahwa

bagian dari keindahan matematika adalah ketika hal menarik terjadi, hal tersebut harus

didasarkan pada alasan yang baik.

Daftar Pustaka

Anggraeni, Y. 2012. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP

Melalui Reciprocal. Jurnal Pendidikan Matematika: Sigma Didaktika. Bandung: APMI

FPMIPA UPI.

Ardiansyah, H. 2015. Penerapan Reciprocal Teaching untukMeningkatkan

PenalaranMatematisSiswapadaMateriRelasidanFungsiKelas XMIPA SMA Laboratorium

UM. Tesis PPs UM Malang: TidakDiterbitkan.

Boch, F. 2005. Note Taking and Learning: A Summary of Reasearch. The WAC Journal, (16): 101-

113.

Boesen, J. L. 2010. The Relation Between Types of Assessment Tasks and The Mathematical

Reasoning Students Use. Educational Studies in Mathematics, (75): 89-105.

Bieda, K. N., dkk. 2013. Reasoning-and-Proving Opportunities in Elementary

Mathematics Textbooks. United States: Michigan State University.

Cooper, T. & Greive, C. 2010. The effectiveness of the methods of reciprocal

teaching, As applied within the NSW primary subject Human Society

and its Environment: An exploratory study. TEACH pub Volume 3.

Deshpande, A. R. 2013. Text Summarixation Using Clustering Technique.

International Journal of Engineering Trends and Technology, 8(4): 3348-

3351.

Dhebora. L. 2003. The Teaching of Proof.

Doodittle, P. E, dkk. 2006. Reciprocal Teaching for Reading Comprehension in

Higher Education: A Strategy for Fostering The Deeper Understanding of

Text. International Journal of Teaching and Learning in Higher

Education, (17): 106-118.

Garderen, D. V. 2004. Reciprocal Teaching As a Comprehension Strategy For

Understanding Mathematical Word Problems. Reading & Writing

Quarterly, 20: 225-229 ISSN: 1057-3369: Taylor & Francis Inc.

Gur, H. 2009. Trigonometry Learning. New Horizons in Education, Vol.57, No.1,

May 2009. Balikesir University.

Heinze, Aiso, dkk. 2006. Learning to Prove with Heuristic Worked-out Examples.

Germany: Lehrstuhl Didaktik der Mathematik, Universitas Munchen.

Howard, J. B. 2004. Reciprocal Teaching. Elon University. NC: Project T2.

Kim, O. K.,& Kasmer, L. 2007. The effect of Using Prediction Questioning in

Middle School Algebra Classroom. (Online)

Knapp, J. A.2005. Learning to Prove in Order to Prove to Learn.Rizona State University.

Page 53: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

399

Meyer, K. 2014. Making meaning in mathematics problem-solving using the

reciprocal teaching approach. Literacy learning: the middle years (22) 5 :

1-10.

Moore, K. C. 2011. Coherence, Quantitative Reasoning and The Trigonometry of

Students. University of Georgia.

NCTM. 2000. Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: National Council of

Teachers of Mathematics.

Nelson Primary School 2014. Mathematical Fluency, Reasoning and Problem

Solving, (online). Diakses di http://nelson.richmond.sch.uk/wp-

content/uploads/2014/07/NPS-understanding-of-Mathematical-Fluency-

Problem-Solving-and-Reasoning.pdf

OECD. 2016. PISA 2015 Result in Focus: OECD Indicators. OECD Publishing.

Ohrun, N. 2003. Student’s Mistakes and Misconceptions on Teaching of

Trigonometry. Anadolu University Science Faculty Mathemathics

Department 26470.

Oczkus, L. 2013. Reciprocal Teaching: Powerful Hands-on Comprehension

Strategy. The Utah Journal of Literacy Vol 16 No 1 Spring 2013.

Pang, W. A. 2009. Analogical Reasoning Errors in Mathematics at Junior

Collage Level. Singapore.

Parta, I. N. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Inquiry untuk

Penghalusan Pengetahuan Matematika Calon Guru Melalui Pengajuan

Pertanyaan. Disertasi Tidak Diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA.

Reilly, Y., Parsons, J., & Bortolot, E. 2009. Reciprocal Teaching in Mathematics.

Reiss, K., dkk. 2002. Reasoning and Proof in Geometry: Prerequeisites of Knowledge Acquisition in

Secondary School Students. Deutsche Forschungsgemeinschaft.

Russefendi, E.T. 2006. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan

kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA:

perkembangan kompetensi guru. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi standar Proses

Pendidikan. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Slavin, R. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media

Stacey, K.,& Vincent, J. 2009. Modes of Reasoning in Explanation Autralia Eight-grade Mathematics

Textbook.Springer Science + Business Media.

Styliandes, A.J & Styliandes, G. J. 2009. Proof constructions and evaluations. Springer Science +

Business Media.

Sumarmo, U. 2012. Proses Berpikir Matematik: Apa dan Mengapa

Dikembangkan. Bahan belajar matakuliah proses berpikir matematik

program S2 pendidikan matematika STKIP Siliwangi.

Yang, Y. F. 2010. Developing a reciprocal teaching/learning system for college

remedial reading instruction. Computer & Education 55 (2) 1193-

1201.

Page 54: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

400

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA

BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING UNTUK

MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI

SISWA SMP/MTs

Lussy Midani Rizki1)

, Risnawati2)

, Zubaidah Amir MZ3)

1)UIN SUSKA RIAU, Jalan HR Soebrantas No 155 KM 15, Pekanbaru; [email protected] 2)

UIN SUSKA RIAU, Jalan HR Soebrantas No 155 KM 15, Pekanbaru; [email protected] 3) )

UIN SUSKA RIAU, Jalan HR Soebrantas No 155 KM 15, Pekanbaru; [email protected]

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menghasilkan LKS matematika

berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning yang valid, praktis, dan efektif

pada materi aritmatika sosial. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan

dengan menggunakan model 4-D (Define, Design, Development, dan Disseminate).

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Pekanbaru. Subjek

penelitian ini adalah kelas VII-3 dan objek penelitian ini adalah lembar kerja siswa

berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning. Instrumen pengumpulan data

berupa angket dan soal tes yang memfasilitasi kemampuan koneksi. Teknik analisis data

yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif. Penelitian ini menyimpulkan

bahwa berdasarkan uji validitas, LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and

Learning dinyatakan sangat valid dengan persentase tingkat kevalidan 83,72 %. Hasil

uji kepraktisan diperoleh bahwa LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and

Learning dinyatakan sangat praktis dengan persentase tingkat kepraktisan 89,94%.

Hasil uji keefektifan, diperoleh bahwa LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching

and Learning dinyatakan sangat efektif dengan persentase keefektifan 86,49%. Dari

hasil tersebut mengidentifikasi bahwa lembar kerja siswa yang dikembangkan valid,

praktis, dan efektif.

Kata Kunci: Lembar Kerja Siswa (LKS), Pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL), Kemampuan Koneksi Matematis.

1. Pendahuluan

Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan dari

tingkat SD sampai SMA bahkan perguruan tinggi. Matematika menjadi salah satu pelajaran

yang pokok karena mata pelajaran ini salah satu pelajaran yang masuk dalam Ujian

Nasional. Sebagai suatu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa tentunya ada standar

kemampuan yang ingin dicapai. Menurut NCTM (National Council of Teacher of

Mathematics) standar proses dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan

masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi

(communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi

(representation).

Page 55: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

401

Kemampuan koneksi matematis merupakan kemampuan yang sangat penting karena akan

membantu penguasaan konsep yang bermakna dan membantu menyelesaikan tugas

pemecahan masalah melalui keterkaitan antarkonsep matematika dengan konsep dalam

disiplin lain. Koneksi atau keterkaitan tersebut bertujuan untuk membantu permbentukan

persepsi siswa, dengan cara melihat matematika sebagai bagian yang terintegrasi dengan

kehidupan.

Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah berusaha meningkatakan kualitas pembelajaran

dengan mengadopsi berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Salah satu pendekatan yang

dianjurkan menurut M.Nur (2013) adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching

and Learning). Pendekatan CTL adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan isi

pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa atau dunia nyata siswa, sehingga akan membuat

pembelajaran lebih bermakna (meaningful learning), karena siswa mengetahui pelajaran

yang diperoleh di kelas akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan ini mempunyai ciri yang biasa dikenal dengan tujuh komponen CTL, yakni 1)

Construktivisme, 2) Inquiry, 3) Questioning, 4) Learning Community, 5) Modelling, 6)

Reflection, 7) Authentic Assesment. Pendekatan CTL ini dapat membantu guru untuk

menyusun perencanaan pembelajaran sesuai dengan tujuh komponen dan dapat digunakan

sebagai bahan ajar yang memfasilitasi siswa untuk mengkonstruk pengetahuan. Dengan

tujuh komponen tersebut, maka siswa akan melakukan kegiatan belajar seperti mencari,

mengolah, menghubungkan dan menemukan pengalaman belajar yang lebih konkret. Ini

berarti proses pembelajaran merupakan hal penting yang akan dilihat guru sebagai bentuk

pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk memudahkan kegiatan tersebut, maka guru dapat

memfasilitasi dengan bahan ajar, salah satunya adalah dengan Lembar Kerja Siswa (LKS).

LKS merupakan suatu pedoman yang telah disusun sedemikian rupa sehingga memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memperluas pemahaman materi yang menjadi tujuan

pembelajaran. Pedoman tersebut berisi kegiatan-kegiatan yang terarah dan aktif dan dapat

dijadikan penuntun bagi siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Namun,

kebanyakan LKS yang beredar di pasaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

ingin dicapai dan juga belum tersedia LKS yang dapat menunjang siswa dalam mengaitakan

konsep yang dipelajari dengan konsep sebelumnya. Apalagi dengan tampilan LKS yang

kurang menarik serta gaya bahasa yang sulit untuk dimengerti oleh siswa. Ini merupakan

kekurangan dari LKS yang dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran di sebagian besar

SMP/MTs di Pekanbaru.

Mencermati permasalahan yang dijumpai di sebagian besar SMP/MTs yang berada di

Pekanbaru tersebut, maka perlu adanya pengembangan LKS guna menciptakan proses

pembelajaran yang berarti dan sesuai dengan ketentuan kurikulum. Hal ini akan memberikan

kesempatan pada siswa untuk mengkonstruk pengetahuan dengan melakukan kegiatan

berpikir yang aktif.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mencoba untuk melakukan suatu penelitaian

yang berjudul Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Pendekatan Contextual

Teaching and Learning untuk Memfasilitasi Kemampuan Koneksi Matematis Siswa

SMP/MTs. Sehingga permasalahan pada penelitian ini adalah: 1) Bagaimana tingkat

Page 56: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

402

validitas LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk memfasilitasi

kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII SMP/MTs Pekanbaru? 2) Bagaimana tingkat

kepraktisan LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk

memfasilitasi kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII SMP/MTs Pekanbaru? 3)

Bagaimana tingkat efektivitas LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning

untuk memfasilitasi kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII SMP/MTs Pekanbaru?

2. Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research and development) dengan

model pengembangan yang peneliti gunakan ialah model 4D. Menurut Endang

Mulyatiningsih (2011: 195) model 4D merupakan singkatan dari Define (pendefinisian),

Design (perancangan), Development (pengembangan) and Dissemination (penyebaran) yang

dikembangkan oleh Thiagarajan. Namun peneliti tidak melakukan tahap dissemination

disebabkan oleh terbatasnya waktu, biaya dan tenaga. Subjek dalam penelitian adalah siswa

kelas VII-3 SMP Negeri 5 Pekanbaru. Sedangkan objek penelitian ini adalah pengembangan

LKS matematika berbasis Contextual Teaching and Learning untuk memfasilitasi

kemampuan koneksi siswa. Waktu penelitian sudah dilaksanakan pada semester ganjil tahun

ajaran 2016/2017.

Pada tahap validasi, LKS divalidasi oleh ahli materi dan ahli desain media pembelajaran

serta guru yang bersangkutan. Adapun validator LKS ini adalah Ibu Septika Khairinnisa,

M.Pd, Ibu Rena Revita, M.Pd, dan Bapak Margun, S.Pd. Setelah dinyatakan valid, kemudian

LKS diujicobakan pada kelompok kecil, diambil sebanyak 7 orang siswa kelas VII.

Selanjutnya LKS diujicobakan pada kelompok terbatas, diambil sebanyak 37 orang siswa

kelas VII-3 SMP Negeri 5 Pekanbaru. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat

kepraktisan LKS.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar validasi LKS, lembar uji

kepraktisan yakni angket respons siswa, dan soal tes. Teknik pengumpulan data yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik angket dan teknik tes. Teknik analisis data yang

digunakan adalah analisis kevalidan, analisis kepraktisan, dan analisis efektivitas.

3. Hasil dan Pembahasan

Penelitian pengembangan ini menghasilkan suatu produk berupa Lembar Kerja Siswa (LKS)

berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk memfasilitasi kemampuan koneksi

siswa kelas VII dengan materi pokok aritmatika sosial, dan model yang digunakan dalam

pengembangan produk ini adalah model pengembangan 4-D. Adapun tahapan-tahapannya

adalah sebagai berikut.

3.1 Define

Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Dalam

menentukan dan menetapkan syarat-syarat pembelajaran diawali dengan analisis tujuan dari

batasan materi yang dikembangkan bahan ajarnya berupa (LKS). Langkah-langkah dalam

Page 57: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

403

tahap ini terdiri dari analisis kurikulum, analisis karakteristik siswa, analisis materi, dan

merumuskan tujuan.

3.1.1 Analisis Kurikulum

Pada tahap awal, peneliti mengkaji kurikulum yang berlaku pada saat itu. Dalam kurikulum

terdapat kurikulum yang ingin dicapai, analisis kurikulum berguna untuk menetapkan pada

kompetensi yang mana bahan ajar tersebut akan dikembangkan. Kurikulum yang digunakan

di sekolah yang dijadikan penelitian adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

3.1.2 Analisis Karakteristik Siswa

Adapun karakteristik siswa yang meliputi tingkat perkembangan kognitif siswa dan

keterampilan siswa baik secara individu maupun kelompok yang peneliti temui di SMP

Negeri 5 Pekanbaru adalah sebagai berikut: 1) Siswa kelas VII.3 SMP N 5 Pekanbaru

memliki karakteristik kemampuan belajar matematika yang cukup merata. 2) Siswa dapat

menyelesaikan masalah secara berkelompok. 3) Siswa hanya menghafal rumus tanpa

memahami konsep penggunaan rumus, sehingga sulit untuk menyelesaikan soal yang

beragam. 4) Siswa hanya mendengar penjelasan materi dari guru sehingga membuat siswa

kurang aktif dalam proses pembelajaran. 5) Siswa terbiasa menggunakan fasilitas belajar

yang disediakan dari sekolah yakni seperti wifi. Data-data tersebut menunjukkan bahwa

siswa kelas VII.3 SMP N 5 Pekanbaru memenuhi syarat sebagai subyek penelitian untuk uji

coba lapangan.

3.1.3 Analisis Materi

Pengembangan materi LKS dilakukan untuk menganalisis konsep. Berdasarkan analisis

standar kompentensi sesuai dengan kurikulum KTSP yaitu menggunakan bentuk aljabar,

persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan

masalah. Dari standar kompetensi tersebut dirumuskan menjadi kompetensi dasar yaitu

menggunakan konsep aljabar dalam pemecahan masalah aritmatika sosial yang sederhana.

Kemudian dirumuskan menjadi beberapa indikator pembelajaran.

3.1.4 Merumuskan Tujuan

Tujuan yang dirumuskan harus sesuai dengan indikator yang akan dicapai. Adapun tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 1) Siswa mengidentifikasi

pengertian harga satuan dan harga keseluruhan barang berdasarkan harga pembelian. 2)

Siswa mampu menentukan harga satuan dan harga keseluruhan barang berdasarkan harga

pembelian. 3) Siswa mampu mengidentifikasi pengertian harga jual, harga beli, untung dan

rugi dalam kegiatan ekonomi. 4) Siswa mampu menghitung harga jual, harga beli, untung

dan rugi dalam kegiatan ekonomi. 5) Siswa mampu menentukan persentase harga jual, harga

beli, untung dan rugi dalam kegiatan ekonomi. 6) Siswa mampu mengidentifikasi pengertian

diskon, bruto, tara dan neto dalam kegiatan ekonomi. 7) Siswa mampu menentukan besar

diskon, bruto, tara dan neto dalam kegiatan ekonomi. 8) Siswa mampu mengidentifikasi

pengertian bunga tabungan dan pajak dalam kegiatan ekonomi. 9) Siswa mampu

menentukan dan menghitung bunga tabungan dan pajak dalam kegiatan.

Page 58: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

404

3.2 Design

Desain merupakan tahap yang dilakukan setelah melakukan analisis kurikulum, analisis

karakteristik siswa, analisis materi dan merumuskan tujuan. Dalam hal ini peneliti menyusun

empat LKS berbasis CTL yang disusun sesuai dengan kebutuhan siswa. Empat LKS yang

dirancang disampaikan dalam empat kali pertemuan dengan masing-masing alokasi waktu

menyesuaikan dengan jadwal belajar di SMP N 5 Pekanbaru. Struktur LKS yang

dikembangkan terdiri atas enam komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi yang

ingin dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja serta penilaian.

LKS ini dirancang sedemikian rupa sesuai dengan pendekatan Contextual Teaching and

Learning.

Proses perancangan LKS dimulai dari analisis tugas LKS. Hasil analisis tersebut yakni terdiri

dari struktur isi dan analisis proses informasi sesuai dengan pendekatan Contextual Teaching

and Learning. Adapun analisis tersebut akan dibahas berikut ini.

Analisis struktur isi bertujuan mencari informasi yang dapat membantu merancang LKS

yang akan dibuat. Hasil analisis ini memberikan pemahaman bahwa struktur LKS yang akan

dikembangkan terdiri atas enam komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi yang

ingin dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja serta penilaian.

LKS ini dirancang sedemikian rupa sesuai dengan pendekatan Contextual Teaching and

Learning. Dengan demikian maka siswa dapat menggunakan LKS untuk memudahkannya

dalam mengkonstruksi konsep atau pengetahuan.

Analisis struktur isi dijadikan landasan untuk merancang LKS yang akan dibuat baik dari

segi format maupun bagian-bagian LKS. Format LKS yang dipilih tidak lepas dari analisis

struktur isi. Adapun format LKS yang direncanakan adalah penggunaan kalimat yang

sederhana dan jelas, memberikan tempat jawaban untuk menuliskan jawaban hasil diskusi

LKS, penggunaan penomoran untuk memperjelas bagian LKS, dan penggunaan

kesederhanaan kepadatan halaman agar siswa dapat fokus melakukan langkah-langkah pada

LKS.

Dalam pemilihan format LKS bahasa harus diperhatikan. Bahasa dilihat dari tingkat usia.

Subyek dari pengembangan LKS ini ditujukan pada siswa sekolah tingkat SMP. Diketahui

bahwa mereka belum bisa memahami bahasa dengan tingkat tinggi. Maka, bahasa yang

digunakan harus sederhana dan dapat menuntun siswa ke pokok permasalahan.

Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah rancangan LKS yang menyesuaikan dengan

tujuh komponen CTL. Adapun kriteria dalam perancangan LKS yakni menyesuaikan dengan

struktur isi dan format LKS. Tujuannya adalah agar melalui pendekatan CTL siswa dapat

menggunakan LKS sebaik-baiknya dengan urutan atau langkah-langkah guna mencari

penyelesaian suatu masalah. LKS yang dirancang memiliki tiga bagian pokok. Bagian awal

LKS berisikan cover dan petunjuk penggunaan LKS. Pada cover LKS memuat identitas

pengguna, judul LKS, nama LKS, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan. Selain itu cover

juga diberikan gambar-gambar sesuai dengan judul LKS.

Page 59: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

405

Selanjutnya adalah bagian petunjuk penggunaan LKS. Bagian ini bertujuan mempermudah

siswa dalam mengerjakan LKS yang berkaitan dengan komponen CTL. Petunjuk

penggunaan LKS berisi informasi aturan pengerjaan LKS, tujuh komponen CTL dan

keterangan warna untuk setiap urutan pengerjaan LKS. Berikut merupakan gambar petunjuk

penggunaan LKS.

Hasil analisis informasi diperoleh bahwa bagian isi dirancang menyesuaikan dengan bagian-

bagian pada tahapan inkuiri yang merupakan bagian dari komponen CTL. Tahapan tersebut

secara berurutan yakni mengidentifikasi atau menemukan masalah, membuat hipotesis,

mencari data, menguji hipotesis, membuat kesimpulan dan mengerjakan soal penerapan.

Tahapan pertama adalah mengidentifikasi masalah. Tahapan ini siswa dilatih untuk

menemukan masalah berdasarkan cerita atau pernyataan yang disajikan di LKS. Tahapan ini

berupa aktivitas yang dimaksudkan untuk memunculkan konsep awal kepada siswa dan

mengarahkan pemikirannya pada materi yang akan dipelajari. Selain itu tahapan ini

merupakan tahap konstruktivisne yakni membangun pengetahuan siswa.

Selanjutnya tahap kedua adalah tahap membuat hipotesis. Tahapan ini berupa aktivitas yang

melatih siswa untuk merumuskan jawaban sementara terhadap identifikasi masalah pada

tahap pertama. Hipotesis yang dirumuskan dapat dengan memprediksi jawaban apa yang

sesuai untuk menjawab masalah. Namun tetap dalam konteks isi materi yang sedang

dipelajari.

Pada tahap ketiga yakni mencari data. Tahap ini melatih siswa untuk melakukan kegiatan

aktif. Ada dua komponen CTL yang termuat pada tahap ini yakni bertanya dan masyarakat

belajar. Aktivitas bertanya ini akan membantu siswa mengumupulkan jawaban-jawaban

berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Masyarakat belajar dapat berupa aktivitas sosial

berkaitan dengan mengumpulkan data-data untuk menjawab permasalahan sesuai dengan

hasil hipotesis.

Pada tahap keempat yakni menguji hipotesis. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data

yang diperoleh dari tahap ketiga. Uji hipotesis dapat dilakukan dengan menghitung dan

mengimplementasikan perhitungan yang ada pada materi aritmatika sosial. Adapun

komponen CTL yang termuat pada tahap ini adalah pemodelan. Pemodelan dapat berupa

memodelkan rumus matematika yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Rumus-

rumus tersebut bukan hanya menggunakan rumus pada materi yang sedang dipelajari saja,

akan tetapi juga menggunakan gabungan beberapa rumus pada pokok bahasan aritmetika

sosial. Disinilah tampak konsep akan dikonstruksi.

Selanjutnya tahap kelima yakni kesimpulan. Tahap ini membantu siswa untuk

menyimpulkan hasil yang telah diperoleh berdasarkan tahapan yang telah dilakukan.

Kesimpulan dibuat berkaitan dengan isi hipotesis yang sudah dibuat pada tahap kedua. Di

sinilah letak komponen refleksi yang dapat melihat keterampilan siswa dalam mengelola

konsep yang telah diperoleh sesuai tahap-tahapan sebelumnya.

Tahapan terakhir yakni menyelesaikan soal penerapan. Tahapan ini melatih siswa untuk

menggunakan kesimpulan yang telah diperolehnya, baik itu dari segi konsep maupun

Page 60: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

406

perhitungan yang melibatkan rumus-rumus untuk memperkuat pemahamannya. Aktivitas

pada tahap ini juga merupakan bagian dari komponen CTL yakni refleksi. Melalui refleksi

siswa dilatih untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan berdasarkan konstruksi konsep yang

telah diperoleh sesuai dengan kelima tahapan sebelumnya. Soal penerapan yang diberikan

merupakan soal koneksi matematis yang diselesaikan dengan cara menghubungkannya

dengan konsep-konsep materi sebelumnya, maupun materi lain, ataupun dalam kehidupan

sehari-hari. Pada bagian penutup LKS dicantumkan poin penilaian untuk setiap tahapan

kegiatan pada LKS. Berikut ini merupakan salah satu produk hasil pengembangan lembar

kerja siswa berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk memfasilitasi

kemampuan koneksi matematis siswa SMP/MTs.

Gambar 1. Produk hasil pengembangan

3.3 Development

3.3.1 Uji Validitas

LKS yang telah selesai dirancang kemudian divalidasi oleh validator ahli desain dan ahli

materi dengan menggunakan lembar validasi dan melalui diskusi. Validasi ini bertujuan

untuk mengetahui kevalidan LKS yang dibuat sudah layak atau tidak untuk digunakan atau

diuji coba terhadap siswa. Uji validasi oleh ahli materi bertujuan untuk mengetahui

kevalidan LKS yang dinilai dari aspek isi, materi, tujuan dan pendekatan CTL.Uji validasi

oleh ahli desain untuk mengetahui kevalidan LKS yang dinilai dari aspek format penulisan,

bahasa yang digunakan, kemasan atau tampilan LKS dan penempatan gambar. Hasil yang

Page 61: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

407

diperoleh berupa kritik dan saran digunakan untuk merevisi atau memperbaiki LKS. Berikut

adalah hasil validasi secara ringkas.

Tabel 1. Hasil Validasi LKS berbasis CTL

No Aspek Nilai Validasi Kriteria

1. Petunjuk kerja 80% Valid

2. Pendekatan CTL 84,17% Sangat Valid

3. Kebenaran materi 82% Sangat Valid

4. Format Penulisan 85% Sangat Valid

5. Bahasa 86,67% Sangat Valid

6. Tampilan 82,67% Sangat Valid

Persentase Rata-rata 83,72% Sangat Valid

Berdasarkan hasil validasi tersebut, LKS matematika memenuhi kriteria sangat valid dengan

persentase rata-rata validitas 83,72%. Ini berarti LKS Matematika Berbasis Pendekatan

Contextual Teaching and Learning Pada Materi Aritmetika Sosial telah layak digunakan

dalam pembelajaran dan dapat digunakan pada uji kepraktisan.

3.3.2 Uji Kepraktisan

Uji kepraktisan dilakukan setelah proses validasi LKS telah selesai dengan minimal

berkategori valid. Uji kepraktisan dilakukan untuk mengetahui apakah LKS praktis atau

mudah digunakan oleh siswa sebagai pengguna. Uji kepraktisan dilakukan terhadap siswa

kelas VII-3 SMP Negeri 5 Pekanbaru yang telah mempelajari materi aritmatika sosial.

3.3.2.1 Uji Kepraktisan Kelompok Kecil

Uji coba kelompok kecil dilakukan untuk melihat apakah di dalam LKS masih ditemukan

kesalahan dan kekurangan yang ditemukan oleh siswa. Produk yang telah dikembangkan dan

dinyatakan valid diujicobakan terhadap kelompok kecil (7 siswa) melalui angket uji

kepraktisan LKS. Berikut adalah hasil penilaian uji kepraktisan pada saat ujicoba kelompok

kecil

Tabel 2. Hasil Uji Kepraktisan Kelompok Kecil

No Variabel Kepraktisan Nilai

Kepraktisan Kriteria

1 Minat siswa dan tampilan LKS 88,16% Sangat Praktis

2 Proses penggunaan 86,43% Sangat Praktis

3

Pendekatan Contextual Teaching and

Learning dan kemampuan koneksi

matematis siswa

91,43% Sangat Praktis

Rata-rata 88,13% Sangat Praktis

Page 62: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

408

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa persentase keseluruhan dari penilaian siswa

dalam uji kepraktisan kelompok kecil adalah sangat praktis, dengan nilai kepraktisan

keseluruhan adalah 88,13%

3.3.2.2 Uji Kepraktisan Kelompok Terbatas

LKS berbasis CTL yang telah praktis saat ujicoba kelompok kecil, selanjutnya dilakukan

ujicoba kelompok terbatas kepada siswa kelas VII-3 yang berjumlah 37 siswa, setelah

menggunakan LKS siswa memberikan penilaian melalui angket uji kepraktisan LKS. Berikut

adalah hasil penilaian uji kepraktisan pada saat ujicoba kelompok terbatas.

Tabel 3. Hasil Uji Kepraktisan Kelompok Terbatas

No Variabel Kepraktisan Nilai

Kepraktisan Kriteria

1 Minat siswa dan tampilan LKS 89,73% Sangat Praktis

2 Proses penggunaan 89,46% Sangat Praktis

3 Pendekatan Contextual Teaching and

Learning dan kemampuan koneksi

matematis siswa

91,62% Sangat Praktis

Rata-rata 89,94% Sangat Praktis

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa persentase keseluruhan dari penilaian siswa

dalam uji kepraktisan kelompok besar adalah sangat praktis, dengan nilai kepraktisan

keseluruhan adalah 89,94%.

3.3.3 Uji Efektivitas

Analisis keefektifan dilihat dari persentase ketuntasan hasil belajar siswa. LKS dikatakan

efektif jika minimal persentase ketuntasan hasil belajar siswa melebihi 60%. Setelah siswa

mengikuti pembelajaran dengan menggunakan LKS berbasis CTL, selanjutnya siswa diberi

soal posstest berupa tes kemampuan koneksi matematis. Berikut ini merupakan hasil posstest

kemampuan koneksi siswa.

TABEL 4. Hasil Posstest Kemampuan Koneksi Siswa

No. Rentang Nilai Jumlah Siswa Kategori

1. 78-100 32 Tuntas

2. 0-77 5 Tidak Tuntas

Rata-rata 92,79 Tuntas

Berdasarkan tabel hasil tes kemampuan koneksi matematis siswa tersebut 32 dari 37 siswa

telah tuntas dalam pembelajaran atau dengan kata lain persentase ketuntasan siswa dalam

pembelajaran adalah 86,49% dengan nilai diatas KKM sekolah 78 dan nilai rata-rata 92,79.

Hal ini menunjukkan bahwa LKS efektif digunakan dan memberikan manfaat pada proses

pembelajaran.

Page 63: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

http://idealmathedu.p4tkmatematika.org ISSN 2407-8530

409

4. Penutup

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian pengembangan LKS berbasis Contextual Teaching and Learning

(CTL) yang telah dilakukan dapat disimpulkan: 1) Hasil pengembangan LKS berbasis

pendekatan CTL untuk memfasilitasi kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII SMP

Negeri 5 Pekanbaru dinyatakan sangat valid dengan persentase kevalidan 83,72%. 2) Hasil

pengembangan LKS berbasis pendekatan CTL untuk memfasilitasi kemampuan koneksi

matematis siswa kelas VII SMP Negeri 5 Pekanbaru dinyatakan sangat praktis dengan

persentase kepraktisan 89,94%. 3) Hasil Pengembangan LKS berbasis pendekatan CTL

untuk memfasilitasi kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII SMP Negeri 5

Pekanbaru dinyatakan sangat efektif dengan persentase keefektifan 86,49%.

4.2 Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang peneliti berikan berdasarkan penelitian ini sebagai berikut: 1)

Kepada pembaca atau peneliti lain yang akan melakukan penelitian pengembangan LKS,

diharapkan untuk melakukan observasi awal dengan menganalisa kemampuan matematis

siswa sebelum menggunakan LKS dalam pembelajaran. 2) Kepada pembaca atau peneliti

lain yang akan melakukan penelitian pengembangan menggunakan LKS, untuk dapat

melakukan ujicoba pada lapangan yang lebih luas. 3) Kepada pembaca atau peneliti lain

yang akan melakukan penelitian pengembangan menggunakan LKS, untuk dapat melakukan

ujicoba dengan adanya kelas pembanding. 4) Kepada pembaca atau peneliti lain yang akan

melakukan penelitian pengembangan menggunakan LKS, untuk mengembangkan dengan

materi yang berbeda.

Daftar Pustaka

Van De Walle, John A. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga

Riyanto, Yatim. 2012. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Mulyatiningsih, Endang. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Nur, M. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas

Ahmad Fauzan. 2016. Diktat Modul 4 Evaluasi Pembelajaran (Program Pascasarjana Universitas

Negeri Padang) [tidak diterbitkan]

Utari Sumarmo, dkk. 2007. “Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa

SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”. Jurnal Educationist. Volume 1 Nomor 2

Page 64: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

Redaksi Jurnal IDEAL MATHEDU PPPPTK Matematika menerima artikel/naskah jurnal yang terkait dengan pendidikan matematikaKetentuan penulisan dan untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi Redaksi

Page 65: sampul vol 4 no 6 - p4tkmatematika.orgp4tkmatematika.org/idealmathedu/idealmathedu-V.4.6-rev1.pdf · DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2

IDEAL MATHEDUPPPPTK MATEMATIKAIDEAL MATHEDU

PPPPTK MATEMATIKA