s1-2015-305214-introduction

Upload: florentina-chandra

Post on 28-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    1/20

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang

    Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang

    akustik. Dengan bantuan GPS sebagai penentu posisi echosoundermemberikan data

    kedalaman suatu daerah dengan menghitung waktu saat gelombang ditembakkan

    sampai gelombang pantulan diterima kembali. Saat ini ada banyak tipe dari

    echosounder, namun yang biasa digunakan untuk mengetahui kedalaman adalah

    singlebeam echosounderdan multibeam echosounder.

    Singlebeam echosounder memberikan titik-titik kedalaman sesuai dengan

    stasiun perum yang ditentukan sedangkan multibeam echosounder memberikan area

    kedalaman berupa kolom-kolom memanjang. Menurut International Hydrographic

    Organization Spesial Publication 44(2008) beberapa orde pekerjaan yang telah diatur

    memerlukan cakupan area 100%, biasanya untuk pekerjaan tersebut maka dipilihlah

    multibeam echosounder.

    Ada konsekuensi tersendiri ketika memilih alat multibeam dibandingkan

    dengan singlebeam. Konsekuensinya adalah pemrosesan data yang lebih kompleks.

    Meskipun saat ini sudah banyak perangkat lunak yang dapat melakukan pemrosesan

    data multibeam, kendala lainnya adalah mahalnya lisensi yang harus dibeli. Bila

    menggunakan perangkat lunak open source, belum bisa dipastikan bahwa perangkat

    lunak tersebut kinerjanya sama dengan perangkat lunak berlisensi.

    MB-system merupakan salah satu perangkat lunak open source yang di

    kembangkan oleh Lamont-Doherty Earth Observatory (LDEO) dan Monterey Bay

    Aquarium Research Institute (MBARI) untuk keperluan penelitian. MB-System

    sebagai perangkat lunak open sourcedapat menjadi alternatif pilihan untuk mengatasi

    kendala mahalnya lisensi. Untuk keperluan akademis perangkat lunak ini sangat

    dianjurkan karena tidak memerlukan biaya untuk pembelian lisensi. Hal ini dapat

    menguntungkan pula bagi pembuat proyek survei batimetri, dengan menggunakan

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    2/20

    2

    perangkat lunak ini biaya proyek dalam hal pembelian lisensi perangkat lunak tidak

    diperlukan. Sehingga akan meminimalkan biaya total proyek.

    Pada setiap pekerjaan selalu ditentukan terlebih dahulu kerangka acuan kerja

    agar data yang dihasilkan memenuhi standar dan kualitasnya tetap terjaga sesuai

    dengan kebutuhan pengguna. Pada pekerjaan ini data yang digunakan berkisar pada

    kedalaman 0 sampai 50 m, sesuai dengan penentuan orde pengukuran yang di atur oleh

    IHO SP 44 area pengukuran masuk pada orde spesial. Untuk dapat mempertahankan

    kualitas data yang dihasilkan, maka dilakukan pekerjaan kontrol kualitas yang

    mengacu pada standar yang telah ditetapkanInternational Hydrographic Organization

    (IHO) pada International Hydrographic Organization Spesial Publication 44 (IHOSP 44) pada orde spesial, sehingga data yang dihasilkan akan memenuhi standar dari

    IHO SP 44.

    Hasil akhir yang disajikan pada pekerjaan aplikatif ini berupa visualisasi 3D

    yang langsung di keluarkan oleh perangkat lunak ini. Visualisasi 3D dipilih karena

    tidak semua pengguna peta topografi bawah laut dapat dengan mudah mencerna peta

    kontur dengan titik-titik kedalaman. Jika peta topografi dasar laut ini disajikan dengan

    visualisasi 3D maka pengguna akan langsung melihat tampakan asli dari topografi area

    yang dipetakan, sehingga mereka dengan mudah memahami dan mudah untuk

    melakukan perencanaan lanjutan sesuai dengan keinginan mereka. Jadi hasil akhir dari

    pekerjaan ini berupa visualisasi 3D dan peta batimetri yang datanya telah teruji

    kualitasnya sesuai dengan standar IHO SP44.

    I.2. Lingkup Kegiatan

    Pada pekerjaan pengolahan data Multibeamdengan menggunakan perangkat

    lunakMB-System ini, lingkup kegiatannya meliputi hal-hal sebagai berikut :

    1.

    Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MB-System

    untuk pengolahan dataMultibeamechosounder.

    2. Data yang dipakai merupakan data hasil pengukuran oleh BPPT di daerah

    Penajam Paser Utara Kalimantan Timur.

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    3/20

    3

    3. Penyajian hasil dalam bentuk visualisasi 3D menggunakan perangkat lunak

    Generic Mapping Tool (GMT) yang termasuk dalam paket Linux Poseidon,

    pembuatan layout peta batimetri menggunakan QGIS.

    4. Uji kualitas data mengacu pada standar IHO pada IHO Special Publication44

    tahun 2008 pada orde spesial, dengan sampel data sebanyak 40 pasang titik.

    5. Hasil dari proyek ini adalah visualisasi 3D permukaan bawah laut dan peta

    batimetri.

    I.3.Tujuan

    Kegiatan aplikatif ini bertujuan untuk menghasilkan data kedalaman dasar laut

    hasil pengukuran multibeam echosounder sesuai dengan standar IHO Special

    Publication 44 tahun 2008 pada orde spesial menggunakan perangkat lunak MB-

    System.

    I.4. Manfaat

    Manfaat yang didapat dari pekerjaan aplikatif ini adalah :

    1. Pemanfaatan perangkat lunak MB-System untuk penyelesaian masalah yang

    sejenis terkait dengan pengolahan data hasil pengukuran multibeam

    echosounder.

    2. Sebagai referensi ilmu pengetahuan mengenai perangkat lunak yang dapat

    digunakan untuk memproses data multibeam echosounder, sehingga dapat

    dikembangkan lebih lanjut untuk keperluan pengembangan keilmuan

    hidrografi.

    I.5.Landasan Teori

    I.5.1.

    Multibeam echosounder (MBES).

    I.5.1.1.Pengertian multibeam echosounder. Multibeam echosounder adalah

    sebuah instrumen hydrographic-acoustic yang digunakan untuk meningkatkan

    cakupan area, konsekuensi dan produktifitas dalam pembuatan peta laut (nautical

    chart). Hal ini dikarenakan banyaknya beam yang ditembakkan dalam satu kali

    sapuan, dengan demikian akan terbentuk kolom-kolom yang saling bertampalan

    sehingga menghasilkan cakupan area yang luas. Meskipun mempunyai prinsip yang

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    4/20

    4

    sama dengansinglebeamechosoundernamun akurasi pengukurannya tidak lebih baik,

    karena pada kenyataannya akurasi berkurang seiring dengan meningkatnya sudut

    sapuan (de Jong dkk,2002).

    Awal pengembangan dari sistem ini adalah pada tahun 1970. Sistem ini dapat

    menghasilkan data dari wilayah yang luas secara akurat dan efektif, serta juga dapat

    dipergunakan untuk aplikasi oseanografi yang lain seperti pemetaan geologi serta

    investigasi ilmiah lainnya, survei ZEE dan survei untuk peletakan kabel bawah laut.

    Pada tahun 1990 sistem multibeam echosounder untuk area laut dangkal mulai

    dikembangkan secara pesat untuk keperluan survei laut dangkal seperti pembangunan

    dermaga serta survei konstruksi saluran air yang memerlukan 100% cakupan area

    dengan akurasi tinggi. Atas dasar keperluan teknik konstruksi perairan yang

    berkembang, maka multibeamechosoundermulai dikembangkan secara pesat hingga

    saat ini.

    I.5.1.2.

    Prinsip kerja multibeamechosounder.Multibeamechosounderbekerja

    dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dapat merambat dengan baik di bawah

    air. Secara sederhana multibeamechosoundermemancarkan gelombang akustik dan

    kemudian akan dipantulkan kembali ketika gelombang tersebut menyentuh material di

    dasar laut. Gelombang yang kembali dipantulkan akan diterima kembali oleh sensor

    dan akan dihitung beda waktu saat gelombang dipancarkan dan saat gelombang

    kembali diterima. Parameter inilah yang nanti akan diproses menjadi informasi

    mengenai kedalaman air.

    Dalam perkembangannya multibeamechosoundermemiliki dua macam sistem

    pemancaran gelombang yaitu sistem sweepdan sistem swath. Sistem sweepbekerjadengan memancarkan banyak gelombang single atau dengan kata lain merupakan

    multi-singlebeam, sedangkan sistemswathbekerja dengan satu pancaran gelombang

    yang memiliki lebar dan panjang yang membentuk sebuah kolom dan dapat juga

    dipakai sebagai Side Scan Sonar(SSS) (de Jong dkk, 2002). Apabila sistemswathdan

    sistem sweepdibandingkan, sistem swathakan menghasilkan area lebih besar pada

    perairan dalam, namun pada perairan dangkal kedua sistem tersebut akan

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    5/20

    5

    menghasilkan cakupan area yang sama. Pada gambar I.1 akan di perlihatkan perbedaan

    sistemswathdan sistemsweep.

    Gambar I.1. Ukuran jejak MBES versus sudutswath (Sumber : de Jong dkk, 2002)

    Baik sistem swath maupun sistem sweep multibeam echosounder selalu

    mempunyai alat yang bernama tranduser yang digunakan sebagai pemancar

    gelombang akustik dan dilengkapi sensor untuk menangkap kembali sinyal pantulan

    dari dasar laut. Tranduser ini merupakan gabungan dari beberapa projector yang

    disusun sedimikian rupa membentuk seperti array(matriks).Projectorini berfungsi

    sebagai saluran untuk memancarkan pulsa akustik menuju dasar laut dan pantulannya

    akan diterima kembali oleh rangkaian hydrophones. Gelombang akustik yang diterima

    kembali selanjutnya dianalisis oleh trandusersehingga arah pantul gelombang yang

    berbeda dapat dipisahkan. Untuk melakukan pendeteksian tersebut tranduser pada

    MBES menggunakan 3 metode yaitu pendeteksian amplitudo, fase dan

    interferometrik.

    D

    y

    Posisi MBES

    Permukaan laut

    Dasar laut

    jejak pada sudutswath

    minimum 0ojejak pada sudutswath

    maksimum

    Keterangan :

    D : Kedalaman

    y :Across-track position

    : Sudut Swath

    : SudutBeam

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    6/20

    6

    Pada umumnya yang lebih banyak dipakai adalah metode interferometrik

    dengan mendeteksi sudut pantul menggunakan fungsi dari waktu. Informasi waktu

    menjadi penting dengan mengakumulasi sinyal akustik yang diterima dari 2 array

    terpisah dan kemudian akan membentuk pola yang akan menunjukkan hubungan fase

    pada setiap sinyal yang diterima. Apabila informasi ini kemudian dikombinasikan

    dengan jarak maka akan didapatkan data kedalaman (Sasmita, 2008).

    I.4.1.3.Kalibrasi multibeam echosounder. Pada setiap pengukuran pada

    dasarnya harus dilakukan kalibrasi terlebih dahulu untuk meminimalisir kesalahan

    sistematik karena alat. Setiap pengukuran mempunyai prosedur kalibrasi yang

    berbeda-beda. Sebelum pengukuran kedalaman menggunakan multibeam

    echosounder dilakukan perlu adanya kalibrasi pada alat multibeam echosounder.

    Menurut presentasi dari L3 Coomunication Elac Nautik (2009) ada lima jenis kalibrasi

    yang harus dilakukan sebelum pengkuran dimulai yaitu :

    1.

    Kalibrasi nilai offset

    Nilai offsetsangat penting pada pengukuran menggunakan multibeam. Pada

    saat pengukuran terkadang pemasangan alat tidak dalam posisi yang sama.

    Setiap posisi alat didefinisikan menjadi posisi X, Y, dan Z, hal ini

    menyesuaikan dengan bentuk kapal yang memiliki panjang lebar dan tinggi.

    Pada gambar I.2 akan diilustrasikan pendefinisian dari sistem posisi pada

    kapal.

    Gambar I.2. Ilustrasi posisi pada kapal (Sumber : L3 Communication Elac Nautik,

    2009)

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    7/20

    7

    Nilai X positif selalu di definisikan dari titik tengah kapal ke arah kiri,

    sedangkan Y positif dari titik tengah ke arah depan kapal dan Z positif adalah

    dari titik tengah ke arah bawah kapal. Nantinya nilai ini akan dimasukkan pada

    perangkat lunak navigasi pada saat pengukuran pada bagian pendefinisian

    vesselserta offsetyang ada untuk alat yang digunakan.

    Pada dasarnya nilai offset ini didefinisikan untuk mendapatkan nilai posisi

    sebenarnya dari titik pemeruman, karena terkadang posisi GPS dan tranducer

    tidak pada titik yang sama. Sehingga dari nilai offset yang ada maka akan

    dihitung posisi sebenarnya pada tranducer bukan pada titik GPS dipasang.

    2.

    Kalibrasi roll

    Kalibrasi rolladalah kalibrasi yang digunakan untuk mengkoreksi kesalahan

    kedalaman akibat perubahan gerakan kapal pada arah sumbu X. Kesalahan ini

    juga bisa terjadi akibat pemasangan tranduser yang tidak sama rata antara

    kedua sisi (L3 Communication Elac Nautik, 2009). Figur kesalahan ini dapat

    dilihat pada gambar I.3. Arah yang seharusnya benar adalah sepanjang sumbu

    X namun terdapat kesalahan sebesar . Nilai ini dapat dicari dengan

    persamaan (I.1)sebagai berikut :

    = ...................................................................................... (I.1)

    Gambar I.3. Figur kesalahan roll (Sumber : L3 Communication Elac Nautik,

    2009)

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    8/20

    8

    3. Kalibrasipitch

    Kalibrasi pitch merupakan pekerjaan untuk meminimalisir kesalahan akibat

    putaran kapal searah sumbu Y. Kesalahan ini akan mengakibatkan pergeseran

    jalur akibatnya geometri dari jalur pengukuran menjadi tidak sesuai. Pada

    gambar I.4 akan di ilustrasikan kesalahanpitch.

    Gambar I.4. Ilustrasi kesalahanpitch (Sumber : L3 Communication Elac

    Nautik, 2009)

    Pada gambar I.4 jarak antara kesalahan figur pada kedua jalur disimbolkan

    sebagai da. Penjelasan lebih lanjut mengenai dabisa dilihat pada gambar I.5.

    Gambar I.5. Penjelasan mengenai da (Sumber : L3 Communication Elac

    Nautik, 2009)

    Pada gambar I.5. bulatan putih merupakan letak dari objek yang

    sebenarnya,namun karena kesalahanpitchmaka objek berubah posisi menjadi

    bulatan merah. Untuk mendapatkan nilai koreksi nya yaitupitchoffsetmaka

    bisa dicari dengan persamaan (I.2) sebagai berikut :

    = arctan(2

    ).................................................................................. (I.2)

    Keterangan :

    Jalur 1

    Jalur 2

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    9/20

    9

    d :pitchoffset

    da : jarak antara dua objek yang mengalami kesalahan

    z : kedalaman

    4. Kalibrasiyaw(Gyro)

    Kalibrasi yaw adalah kalibrasi yang dilakukan untuk mengurangi kesalahan

    akibat perubahan dari heading kapal sepanjang survei berjalan. Kesalahan ini

    biasanya dikarenakan angin kencang yang menghempas kapal. Ilustrasi

    kesalahan akibat kesalahanyawdi gambarkan pada gambar I.6.

    Gambar I.6. Ilustrasi kesalahanyaw (Sumber : L3 Communication Elac

    Nautik, 2009)

    5. Kalibrasi time delay

    Kalibrasi ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan akibat lamanya waktu

    tunggu saat posisi dikirimkan oleh GPS dan pada saat yang hampir bersamaan

    gelombang telah kembali ke tranduser, sehingga ada perbedaan posisi dan

    penerimaan kedalaman. Hal ini akan menyebabkan posisi dari nilai kedalaman

    menjadi tidak akurat. Berikut ini adalah ilustrasi dari kesalahan akibat time

    delay:

    Keterangan :

    y : jarak antara objek yang

    sebenarnya ke objek

    yang salah

    x : jarak antara jalur dengan

    objek

    r : jarang miring antara jalur

    dengan objek yang

    salah

    : sudut antara objek yang

    sebenarnya denganobjek yang salah

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    10/20

    10

    Gambar I.7. Ilustrasi kesalahan akibat time delay (Sumber : L3

    Communication Elac Nautik, 2009)

    Kesalahan ini mirip seperti kesalahanpitchyang menyebabkan posisi bergeser

    tidak pada tempatnya. Untuk mendapatkan nilai kesalahan yang terjadi maka

    bisa digunakan persamaan (I.3) sebagai berikut :

    = (1)

    ........................................................................................ (I.3)

    Keterangan :

    da : jarak antara dua posisi yang mengalami kesalahan

    dt : time delay

    Vh : kecepatan maksimum

    V1 : kecepatan minimum

    I.5.2. Pasang Surut

    Dalam pekerjaan survei batimetri, pasang surut merupakan suatu komponen

    penting dalam penetuan hasil akhir dari pekerjaan tersebut. Dalam setiap pekerjaan

    survei batimetri akan dibarengi pula dengan pengamatan pasang surut pada waktu

    yang sama dengan pekerjaan, atau dapat pula surveyor meminta data pada stasiun

    pengamatan terdekat dalam kurun waktu yang sama dengan pada saat pekerjaan survei

    dilakukan. Namun terkadang, untuk mendapatkan nilai reduksi yang valid,

    pengamatan pasang surut akan dilakukan dalam waktu 15 sampai 30 hari dimana pada

    selang waktu tersebut mencakup hari dimana survei dilakukan.

    Dari data pengamatan pasang surut ini, nilai yang didapatkan akan digunakan

    sebagai koreksi pada hasil pekerjaan survei batimetri. Hal ini dilakukan karena waktu

    pekerjaan survei batimetri tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat. Waktu

    pekerjaan survei ini dapat menempuh waktu sampai beberapa hari sehingga

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    11/20

    11

    permukaan laut berubah seiring dengan berjalannya waktu dikarenakan oleh pengaruh

    pasang surut laut. Pasang surut laut sendiri merupakan gerakan periodik dari tubuh air

    yang disebabkan oleh diferensial gaya gravitasi dari benda-benda langit (yang lebih

    banyak berpengaruh matahari dan bulan) di berbagai belahan bumi yang berotasi.

    Pasang surut biasanya diamati sebagai gerakan vertikal naik dan turun dari lautan yang

    mempunya periode 12,4 jam atau 24,8 jam (de Jong dkk, 2002). Karena fenomena ini

    merupakan fenomena periodik, pasang surut dapat di prediksi menggunakan teori

    keseimbangan yang dikembangkan oleh Newton. Teori keseimbangan ini

    mengesampingkan ukuran, kedalaman, friksi, masa tanah, inersia atau massa air dan

    gaya koriolis. Teori keseimbangan ini mengasumsikan bahwa bumi dibungkus oleh airdengan kedalaman dan densitas yang sama serta ketidak berhinggaan waktu

    menyebabkan keseimbangan dengan tujuan untuk menyelaraskan antar gaya

    hidrostatik dan gaya atraktif laut.

    Menurut de Jong dkk (2002) di seluruh perairan dunia terdapat empat macam

    jenis pasang surut yaitu :

    1. Diurnal : memiliki satu puncak high waterdan satu lembah low water.

    2.

    Semi-Diurnal : memililiki 2 puncak high waterdan 2 lembah low water.

    3. Campuran, condong ke diurnal : mempunyai 2 puncak high water dan low

    wateryang tidak penuh dengan spasi tidak tetap antar satu bulan penuh, atau

    hanya satu puncak high waterdan low waterdalam satu hari.

    4. Campuran, condong ke semi-diurnal : memiliki 2 puncak high waterdan low

    water antara satu bulan penuh dengan tinggi dan interval waktu yang tidak

    teratur

    Dengan demikian di setiap perairan dengan kondisi yang berbeda memiliki

    jenis pasang surut yang berbeda pula. Pengklasifikasian dari jenis pasang surut tersebut

    biasanya tidak hanya disebabkan faktor lintang dan bujur, namun juga disebabkan oleh

    pengaruh dari bentuk topografi dasar laut pada perairan tersebut.

    Dalam keilmuan geodesi pasang surut merupakan salah satu aspek penting

    dalam penetuan referensi dari koordinat vertikal atau ketinggian. Dalam hal ini pada

    topografi daratan, referensi ketinggian orthometrik mengacu pada geoid yang

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    12/20

    12

    merupakan model bumi yang berhimpit dengan nilai mean sea level(msl).Mean sea

    levelmerupakan duduk tengah antara kedudukan muka air tinggi dan muka air rendah

    saat bulan purnama atau saat bulan perbani (Robinson, 1894). Selain mean sea level

    terdapat pula referensi koordinat vertikal yang dipakai yaitu chart datum yang

    merupakan nilai muka surutan terendah dari air laut. Nilai chart datum ini hanya

    dipakai sebagai referensi dari peta batimetri ataupun peta laut.

    Dalam survei batimetri terdapat fungsi lain dari pasang surut selain untuk

    mengkoreksi nilai kedalaman akibat perubahan muka laut seiring dengan bergulirnya

    waktu pengukuran. Pasang surut juga digunakan sebagai referensi untuk reduksi

    kedalaman, sehingga kedalaman yang didapat tidak hanya merupakan kedalaman lokal

    namun telah merujuk pada referensi tertentu. Referensi yang dipakai pada peta

    batimetri atau peta laut biasanya adalah chart datum, namun terkadang nilai mean sea

    level juga dapat digunakan sebagai referensi. Chart datum lebih banyak digunakan

    karena alasan keselamatan pelayaran, karena kedalaman yang di rujuk pada peta

    batimetri atau peta laut sudah pada keadaan muka surutan terendah sehingga kapal

    dengan aman melintasi perairan ketika laut dalam keadaan surut sekalipun.

    I.5.3. SoundVelocityProfile

    Multibeam echosounder bekerja dengan menggunakan gelombang akustik

    yang ditembakkan ke perairan. Di dalam air gelombang akustik merambat dengan

    kecepatan normal sekitar 1500 m/s, namun dalam beberapa kondisi kecepatan ini dapat

    berubah menjadi lebih lambat ataupun lebih cepat, karena alasan ini pada saat

    pemrosesan data multibeamharus didefinisikan nilai yang benar dari soundvelocity

    profilepada saat pengukuran dilaksanakan.

    SoundVelocityProfile(SVP) atau profil kecepatan suara merupakan gambaran

    perambatan gelombang akustik di dalam air. Di setiap perairan tentu memiliki SVP

    yang berbeda-beda tergantung dari salinitas, suhu serta tekanan yang ada pada perairan

    tersebut. Seperti yang telah disebutkan di atas, kecepatan suara umumnya merambat

    1500 m/s di dalam air, nilai kecepatan ini meningkat seiring peningkatan salinitas,

    suhu dan tekanan. Kecepatan akan meningkat 3 m/s setiap kenaikan suhu, 1,2 m/s

    setiap kenaikan 1part per thousand(ppt), dan akan naik 0,5 m/s setiap perubahan 30

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    13/20

    13

    meter kedalaman (Schmidt dkk, 2003). Karena hal tersebut perambatan gelombang

    akustik di dalam air tidak pernah konstan, seperti terlihat pada gambar I.8. yang

    menampilkan contoh dari profil kecepatan suara secara vertikal.

    Gambar I.8. Contoh profil kecepatan suara (Sumber : Ferreira, 2013)

    Dapat dilihat pada gambar tersebut ada perubahan bentuk setiap kenaikan

    kedalaman, dan agak sedikit melengkung di tengah biasanya diakibatkan oleh

    perubahan suhu atau salinitas, untuk perubahan tekanan akan konstan seiring

    bertambahnya kedalaman. Perbedaan salinitas bisa dikarenakan beberapa faktor misal,

    penumpukan sedimen dari sungai, atau pengaruh pasut yang menyebabkan

    penumpukan garam hal ini menyebabkan salinitas menjadi tinggi dan menaikkan

    kecepatan gelombang suara di dalam air. Sedangkan temperatur sendiri dipengaruhi

    oleh pemanasan oleh matahari, pendinginan saat malam hari atau pun pengaruh hujan

    sehingga temperatur dapat berubah-ubah. Jadi banyak faktor yang menyebabkan

    perbedaan SVP pada setiap perairan.

    Pada suatu daerah survei yang memiliki variasi kolom kedalaman akan banyak

    mempengaruhi kecepatan dari gelombang akustik yang ditembakkan. Perbedaan

    kolom kedalaman akan menyebabkan perbedaan faktor yang mempengaruhi

    kecepatan gelombang suara yang telah disebutkan sebelumnya. Perbedaan kolom

    kedalaman akan menyebabkan perbedaan salinitas temperatur dan suhu, semakin

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    14/20

    14

    dalam maka nilai suhu semakin turun dan tekanan makin meningkat sedangkan

    salinitas bergantung dari komponen yang dikandung pada perairan tersebut. Setiap

    perambatan gelombang akustik disetiap kolom kedalaman akan mengalami perubahan

    kecepatan yang sangat kompleks dikarenakan pengaruh dari ketiga faktor tersebut,

    karena setiap penambahan kedalaman perubahan dari ketiga faktor tersebut tidaklah

    konstan.

    Arah dari perambatan gelombang akustik dalam air akan berubah seiring

    dengan perubahan dari kecepatan gelombang akustik tersebut. Ketika gelombang

    suara merambat dari area dengan kecepatan yang tinggi mengarah ke kecepatan yang

    rendah maka arah dari gelombang akan membelok ke arah bawah dan begitu juga

    sebaliknya (L3 Communication SeaBeam Instrument, 2000). Penjelasan tersebut dapat

    dilihat pada gambar I.9.

    Gambar I.9. Perubahan arah gelombang akustik karena pengaruh perbedaan kolom

    kedalaman (Sumber : L3 Communication SeaBeam Instrument, 2000)

    Dalam pemrosesan data multibeam, profil kecepatan suara sangatlah penting.

    Jika ada kesalahan pada SVP akan menyebabkan jalur menjadi tidak horisontal atau

    melengkung. Kesalahan ini dapat terjadi karena salah dalam menentukan nilaisound

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    15/20

    15

    velocitydalam sebuah perairan yang dapat menggangu penghitungan waktu tembakan

    dan penerimaan beam, akibatnya kedalaman yang tercatat menjadi tidak valid.

    Tranduser memiliki hydrophones yang akan menembakkan gelombang akustik ke

    permukaan bawah laut dan akan memantul kembali sehingga gelombang tersebut akan

    diterima kembali oleh tranduser. Dari perjalanan gelombang tersebut tranduserakan

    menghitung lamanya waktu penjalaran gelombang dalam air, apabila terdapat

    kesalahan dalam menentukan kecepatan suara maka kedalaman yang akan dihitung

    menjadi salah pula, bila terlalu lambat maka nilai kedalaman bisa menjadi lebih dari

    yang sebenarnya dan bila terlalu cepat maka nilai kedalaman bisa saja kurang dari yang

    sebenarnya. Pada gambar I.10. akan ditampilkan bagaimana bentuk jalur jika adakesalahan SVP.

    Gambar I.10. Kenampakan jalur saat adanya kesalahan SVP (Sumber : Brennan,

    2009)

    Pada gambar I.10. bentuk smile atau bentuk figur setengah lingkaran yang

    menghadap ke atas menunjukkan bahwa nilai SVP terlalu besar, ini mengakibatkan

    kedalaman yang dihasilkan menjadi lebih pendek dari yang seharusnya, efek ini bisa

    dilihat pada ujung-ujung beam (yang dilingkari) menjadi lebih pendek dari yang

    seharusnya, begitu pula sebaliknya pada bentuk frownatau bentuk figur setengah

    lingkaran yang menghadap ke bawah.

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    16/20

    16

    I.5.4. Perangkat LunakMB-System

    Pada penjelasan mengenai multibeamtelah disebutkan bahwa ada konsekuensi

    tersendiri ketika memilih untuk memakai alat multibeam. Konsekuensinya adalah

    pemrosesan data menjadi lebih rumit, namun beberapa perangkat lunak diciptakan

    untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut, salah satu dari perangkat lunak

    tersebut adalahMB-System.

    MB-Systemadalah sebuah paket perangkat lunak open sourcesyang digunakan

    untuk mengolah dan menampilkan data citra batimetri, backscatterdari multibeam,

    Interferometry dan Side Scan Sonar (Ferreira, 2013). Awalnya MB-Systemdikembangkan di Lamont-Doherty Earth Observatory of Columbia University (L-

    DEO), namun seiring berkembangnya teknologi kini L-DEO berkolaborasi dengan

    Monterey Bay Aquarium Reasearch Institute(MBARI). Namun kiniMB-System telah

    didukung pula perkembangannya oleh SeaBeam Instrumendan jugaNational Oceanic

    and Atmospheric Administration(NOAA).

    Perangkat lunak ini tidak hanya dapat mengolah data multibeamechosounder,

    namun dapat pula mengolah dataside scan sonar. Secara umum, pengolahan data yang

    dilakukan oleh perangkat lunak ini adalah berupa filterisasi data atau pembersihan data

    dari data-data outlier atau data spike. Namun beberapa fitur tersembunyi dapat

    digunakan untuk melakukan pemrosesan data lebih dari hal tersebut.

    I.5.5. Generic Mapping Tool

    Dalam pekerjaan ini tidak hanya sebatas melakukan pemrosesan data

    multibeam, namun juga untuk visualisasi data akhir hasil dari pemrosesan data.Pekerjaan tersebut dilakukan sengan menggunakan perangkat lunak lain yang juga

    telah ada di dalam satu paket sistem operasi Linux Poseidonyaitu Generic Mapping

    Tool. Generic Mapping Toolmerupakan sebuah perangkat lunak open sourceyang

    dikembangkan oleh Universitas Hawaii (Wessel, dkk, 2014).

    Perangkat lunak ini memiliki 80 toolyang dapat digunakan untuk membuat

    peta, dengan didukung oleh 40 sistem koordinat (SOEST,2006). Perangkat lunak ini

    memanfaatkan script untuk membuat peta atau bisa dibilang pengguna melukis

    http://gmt.soest.hawaii.edu/http://gmt.soest.hawaii.edu/
  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    17/20

    17

    menggunakan angka. Perangkat lunak ini dapat dijalankan di sistem operasi berbasis

    Linux, Windows, dan Machintos. Scriptyang digunakan dalam perangkat lunak ini

    adalah shell script, pengguna harus mengeksekusi script tersebut sebelum memulai

    untuk membuat peta. Hasil akhir dari peta tersebut berbentuk post-scriptyang dapat

    di ubah kedalam format imageapapun.

    Keunggulan dari perangkat lunak ini adalah gratis, pengguna tidak diharuskan

    membeli lisensi untuk menjalankan perangkat lunak ini. Dengan demikian semua

    kalangan dapat menggunakan perangkat lunak ini, namun pengguna harus sedikit lebih

    bersabar untuk menggunakannya karena pengguna harus membuat tampilan peta dari

    commandyang ditulis satu persatu.

    I.5.6. Standardisasi Survei Hidrografi

    Dalam setiap survei atau pengukuran yang dilakukan selalu ada standar resmi

    yang telah di tetapkan untuk menjaga seluruh kualitas data hasil survei tetap baik.

    Ketetapan standar ini biasanya berskala nasional maupun internasional. Dalam

    keilmuan hidrografi, ketetapan internasional mengenai survei hidrografi diatur oleh

    International Hidrogaphic Organization(IHO). Di indonesia sendiri standar survei ini

    diatur pada SNI yang isinya pun merujuk pada ketentuan dari IHO.

    I.5.6.1.International Hydrographic Organization (IHO) Standards of

    hydrographic survey. International Hydrographic Organisation (IHO) merupakan

    badan internasional yang mengatur mengenai standar, publikasi serta menyiapkan

    saran-saran dalam bidang-bisang survei hidrografi, organisasi ini mengatur pula

    mengenai produksi dari peta laut (SNI, 2010). IHO sebagai organisasi internasional

    resmi di bidang hidrografi mengeluarkan standardisasi atau pokok-pokok aturan bagi

    survei hidrografi yaitu IHO Special Publication 44(IHO SP44) . Special publication

    44 sendiri adalah sebuah petunjuk yang berisikan standar minimum untuk survei

    hidrografi agar data survei hidrografi yang sesuai dengan standar ini cukup akurat

    dengan ketidakpastian data spasial yang diukur cukup memadai untuk digunakan

    secara aman oleh pelaut (komersial, militer atau rekreasi) sebagai pengguna utama

    informasi ini (IHO SP44, 2008).

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    18/20

    18

    Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi dalam dunia hidrografi makin

    berkembang pula sehingga terjadi banyak revisi atau perubahan susunan maupun isi

    dari IHO SP44. Dari awal penerbitannya pada tahun 1968, IHO SP44 telahmenerbitkan 5 edisi sampai pada tahun 2008. IHO SP44 yang di terbitkan pada tahun

    2008 merupakan edisi paling baru yang telas disesuaikan dengan kondisi teknologi

    saat ini, dan panduan mengenai standar minimal survei yang harus dilakukan pun

    menjadi lebih baik.

    I.5.6.2.Standar Nasional Indonesia (SNI). Indonesia sebagai salah satu negara

    dengan mayoritas wilayahnya terdiri dari perairan memiliki acuan sendiri mengenai

    pelaksanaan survei hidrografi sebagai penunjang keselamatan dalam pelayaran. Acuan

    yang ditetapkan ini disusun dalam sebuah Standar Nasional Indonesia (SNI) yang

    isinya tetap merujuk pada ketentuan dari IHO. SNI dikeluarkan oleh Badan

    Standardisasi Nasional Indonesia, yang sebelumnya dirancang terlebih dahulu oleh

    ahli survei hidrografi dan maritim Indonesia.

    SNI yang mengatur mengenai survei hidrografi adalah SNI 7646-2010. Secara

    umum SNI 7646-2010 hanya mengatur mengenai survei hidrografi dengan

    menggunakansinglebeamechosounder, karena saat ini di Indonesia alat ini adalah

    yang paling banyak digunakan (Pramanda, 2013). Ketetapan dalam SNI meliputi

    ketentuan prosedur pelaksanaan, pengolahan data, penyimpanan data dan penyajian

    data serta pelaporan hasil dari survei hidrografi.

    I.5.7. Uji Kualitas Data Pemeruman

    Pada data multibeam terdapat daerah yang saling bertampalan, seperti pada

    lajur silangsinglebeam, pada dasarnya nilai kedalaman pada daerah yang bertampalan

    antara lajur kanan dan kiri adalah sama. Pada kenyataannya pengukuran tidak ada yang

    sempurna pasti terdapat kesalahan di setiap pengukuran. Untuk menjaga kualitas data

    tetap baik maka pada daerah yang bertampalan tersebut diuji kualitasnya dengan acuan

    yang telah ditetapkan oleh IHO dan SNI. Meskipun ketetapan ini berlaku untuk

    singlebeam, namun karena prinsipnya yang sama jadi acuan ini juga bisa dipakai untuk

    menguji kualitan data pada pertampalan lajur pada data multibeamechosounder.

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    19/20

    19

    Acuan yang ditetapkan pada IHO dan SNI merupakan uji dengan tingkat

    kepercayaan 95%, persamaan yang digunakan adalah persamaan (I.4) sebagai berikut:

    2 +( )2................................................................................................ (I.4)

    Keterangan :

    a : kesalahan independen

    b : faktor kesalahan kedalaman yang dependen

    d : kedalaman rata-rata

    (bxd) : kesalahan kedalaman yang dependen (jumlah semua kesalahan

    kedalaman yang dependen)

    Konstanta a dan b yang akan digunakan dalam persamaan tersebut harus

    disesuaikan dengan orde survei yang telah diatur oleh IHO, konstanta tersebut akan

    diberikan pada tabel I.1.

    Tabel I.1. Konstanta ketelitian kedalaman

    Orde Spesial 1 1b 2

    konstanta a = 0,25 a = 0,5 a = 0,5 a = 1,0b = 0,0075 b = 0,013 b = 0,013 b = 0,023

    (sumber: IHO SP44, 2008)

    Uji ini dilakukan dengan mengambil 40 pasang sampel acak pada area

    pertampalan dua lajur. 40 pasang sampel acak ini diambil dari 2 titik beda lajur yang

    berdekatan ataupun pada posisi yang sama. Dari 2 titik sampel beda lajur yang

    berdekatan tersebut yaitu Hn dan Hn-1 diasumsikan memiliki kedalaman yang sama.

    Kemudian dari asumsi tersebut dicari selisih atara Hn dan Hn-1 . dari selisih tersebut

    dicari nilai rata-rata dan rata-rata absolut, kemudian nilai standar deviasinya. Pada

    persamaan (I.5) disajikan persamaan untuk rata-rata dan persamaan (I.6) adalah

    persamaan standar deviasi. Berikut ini adalah persamaan tersebut :

    a. Rata-rata

    = ( )

    ........................................................................................ (I.5)

    b. Standar deviasi

  • 7/25/2019 S1-2015-305214-introduction

    20/20

    20

    =( )

    1........................................................................................... (I.6)

    Keterangan :

    S : Standar deviasi

    Hn : Kedalaman lajur 2

    Hn-1 : Kedalaman lajur 1

    : rata-rata

    Hi : beda nilai kedalaman antara lajur 1 dan lajur 2

    n : banyaknya sampel

    Selanjutnya dihitung nilai kesalahan beda kedalaman dengan tingkat

    kepercayaan 95% yang mengacu pada IHO SP44 tahun 2008 yaitu sebesar 1,96 x S.

    Kualitas di uji berdasarkan hasil dari nilai kesalahan beda kedalaman tersebut, jika

    hasilnya masih dibawah dari toleransi pada persamaan (I.4) maka data tersebut masih

    diterima dalam batas toleransi, dan juga sebaliknya.