s kompetensi kepribadian: sebuah renungan menulislah maka...

36
Sekilas tentang Kesusastraan Arab Ikonisitas, Indeksitas, dan Simbolisitas Kritik terhadap Model Skor Tulen dalam Analisis Tes Bahasa Bahasa dan Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka Kau Akan Cerdas Pelatihan Guru Bahasa Jepang di Negeri Sakura

Upload: others

Post on 31-Oct-2019

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Sekilas tentang Kesusastraan Arab

Ikonisitas, Indeksitas, dan Simbolisitas

Kritik terhadap Model Skor Tulen dalam

Analisis Tes Bahasa

Bahasa dan Pembelajaran Keterampilan

Berbahasa

•••

Kompetensi Kepribadian: Sebuah

Renungan

Menulislah Maka Kau Akan Cerdas

Pelatihan Guru Bahasa Jepang di Negeri

Sakura

••

Page 2: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Kepala Bidang Fasilitasi Peningkatan Kompetensi PPPPTK Bahasa Dra. Evarinayanti, M.E.d tengah mendampingi Direktur SEAMEO SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan Train-ing/Workshop On Web-Based Course Development.

Kepala Bagian Umum PPPPTK Bahasa Drs. Abdul Rozak, M.Pd tampak sedang memberi sambutan pada saat menerima tamu kunjungan dari MGMP Provinsi Gorontalo.

Kepala Pusat PPPPTK Bahasa Dr. Muhammad Hatta, M.Ed. berfoto bersama para guru berprestasi dari Kabupaten Gorontalo yang berkunjung untuk melakukan studi banding di PPPPTK Bahasa.

Para peserta Diklat Bahasa Indonesia Bagi Guru SD Provinsi Kalimantan Timur tengah serius mengikuti Uji Kemampuan Berbahasa Indonesia (UKBI) dipandu penyelenggara tes dari Pusat Bahasa, Depdiknas.

Para pejabat eselon dan pegawai PPPPTK Bahasa tampak sedang mendengarkan arahan dari penyelenggara TOEIC sesaat sebelum mengikuti tes.

Para guru bahasa Jerman se-Indonesia berfoto bersama Mendiknas Bambang Sudibyo dan Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia Paul Freiherr von Maltzahn usai pembukaan Kongres V Ikatan Guru Bahasa Jerman Indonesia di Goethe Institut, Jakarta.

MEDIA Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa ini merupakan salah satu media informasi dan komunikasi antar-unit di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional,

terutama antara PPPPTK Bahasa dengan PPPPTK lain, LPMP, Direktorat-Direktorat yang relevan, pendidik, dan tenaga kependidikan bahasa.

Media Informasi dan Komunikasi ini memuat informasi tentang kebahasaan dan pengajarannya serta kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guru bahasa. Kami mengundang para pembaca untuk berperan serta menyumbangkan buah pikiran yang sesuai dengan misi media ini, berupa pendapat atau tanggapan tentang bahasa, pengajarannya, dan ulasan tulisan pada media ini serta tulisan di bidang non-pendidikan bahasa.

Kami akan memperbaiki redaksional tulisan atau meringkas naskah yang akan terbit tanpa mengubah materi pokok tulisan.

Bagi penulis yang artikel atau tulisan beritanya dimuat akan diberi kontrapretasi yang pantas. [E]

Page 3: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

PARA pembaca yang budiman,

pada edisi ini tim redaksi Ekspresi kembali hadir di tengah-tengah Anda dengan sajian dan

Laporan Utama

Dynamic Workshop Corporate Spiritual

Empowering [4]

Bahasa dan Sastra

Sekilas tentang Kesusastraan Arab [6]

Ikonisitas, Indeksitas, dan Simbolisitas [9]

Kritik terhadap Model Skor Tulen dalam Analisis

Tes Bahasa [14]

Bahasa dan Pembelajaran Keterampilan Berbahasa [18]

Pembina Kepala PPPPTK Bahasa Muhammad Hatta Penanggung Jawab Kasi Data dan Informasi Nurlaila Salim Pemimpin Redaksi Adriati Redaktur Pelaksana Gunawan Widiyanto Redaktur Ririk Ratnasari, Lenni Nurliana, Puspita Dara Pratiwi, Sugihartati Puji Rahayu Reporter Neneng Tsani, Joko Sukaton Desain Sampul dan Tata Letak Yusup Nurhidayat Distribusi dan Sirkulasi Widayat, Farida AR Alamat Redaksi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa Seksi Data dan Informasi Jl. Gardu, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12640 Kotak Pos 7706 JKS LA Telp. (021) 7271034, 7868570

Faks. (021) 7271032 Website: www.pppptkbahasa.net

informasi menarik tentang bahasa dan sastra. Sebagaimana biasanya, edisi kali ini diawali dengan laporan utama yang memaparkan tentang kegiatan pelatihan spiritual di PPPPTK Bahasa.

Kajian sastra ikut mewarnai pula edisi kali ini, yang menunjukkan bahwa sastra merupakan gambaran reflektif kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai tanda bukan bahasa, yakni ikon, indeks, dan simbol, juga menjadi salah satu topik kajian dalam terbitan kali ini.

Topik yang tak kalah menarik adalah tentang skor dalam analisis

tes bahasa. Rupanya bahasa menjadi kurang hidup jika tidak diterapkan dalam pembelajaran. Untuk itu, kajian tentang bahasa dan pembelajarannya menjadi relevan untuk dibincangkan. Persoalan menulis sebetulnya sudah menjadi problem serius di dunia akademik kita. Padahal, menulis bisa membuat seseorang menjadi cerdas.

Pembaca diajak sejenak melihat sistem pendidikan di negeri Sakura

melalui tulisan tentang pelatihan guru bahasa Jepang. Edisi kali ini diakhiri dengan beragam laporan kegiatan baik internal maupun eksternal beserta foto berita kegiatan.

Akhir kata, semoga Ekspresi kali ini bisa memperluas cakrawala Anda secara umum, utamanya tentang bahasa dan sastra.

Selamat membaca!

Artikel Umum

Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan [21]

Menulislah Maka Kau Akan Cerdas [23]

Laporan Perjalanan

Pelatihan Guru Bahasa Jepang di Negeri

Sakura [26]

Laporan Ringkas

Serambi Foto

Page 4: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

� Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

BERAWAL dari perbincangan Kepala PPPPTK

Bahasa dengan Bapak Soeprayitno di launs Bandara Adi Sucipto, terwujudlah sebuah kegiatan yang penuh dengan semangat cinta untuk membangun sebuah korporasi yang berbasis spiritual. Lokakarya yang mengambil tema “Membangun Sikap Mental Positif dan Pemberdayaan Spiritual untuk Mewujudkan PPPPTK Bahasa sebagai Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan PTK Bahasa yang Profesional dan Berstandar Internasional 2015” ini dilaksanakan selama satu hari penuh.

Lokakarya yang diawali dengan “senam cinta” menanamkan prinsip spiritual bahwa seberapa banyak dosa dan kesalahan masih tetap lebih besar ampunan dari Sang Maha Pengampun. Bentuk penyucian ini disimulasikan dengan tiga buah air yang dituang dalam gelas. Gelas pertama berisi air putih yang menggambarkan kejernihan hati, gelas kedua berisi air keruh yang menggambarkan kesalahan yang tak terampuni, dan gelas ketiga berisi air bening namun beracun. Air keruh yang berisi racun tersebut

diibaratkan sebagai manusia yang penuh dengan dosa. Apabila manusia terus berusaha menyucikan diri, tidak mustahil bahwa ia akan bersih kembali sebagaimana gambaran air beracun tersebut. Apabila disiram dengan air jernih terus menerus air beracun tersebut akan jernih kembali.

Pelatihan dilanjutkan dengan mind block destruction terhadap peserta. Perombakan pikiran “kuno” dilakukan dengan penampilan slide yang menunjukkan suatu dikotomi antara bentuk lama dan baru dan digambarkan melalui beberapa slide bahwa manusia perlu melihat sesuatu dengan padangan yang berbeda dari sebelumnya. Contoh, apabila diminta menggambar pemandangan pasti secara otomatis orang, pada umumnya, akan menggambar dua gunung dengan matahari di tengah dan dikelilingi sawah. Jarang orang menggambar pemandangan dengan dimensi lain, misalnya laut dengan jajaran nyiur di sepanjang pantainya ataupun gambar gunung dengan sudut pandang yang berbeda. Digambarkan dalam slide lain bahwa dari dahulu bahkan mungkin sampai saat ini apabila diminta menggambar bebek, orang pada umumnya menggambar bebek tersebut dengan menghadapkannya ke kanan, pa-ling hanya satu atau dua diantara 20 orang yang menggambar bebek menghadap ke kiri.

Sesi berikutnya, bapak yang juga menduduki kursi Senior Vice President PT Surya Citra Televisi dan PT Surya Citra Tbk ini memandu pencarian corporate values embaga

Page 5: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

yang dilakukan dengan berbagai macam bentuk permainan yang membentuk sebuah asosiasi. Dalam institusi seperti PPPPTK Bahasa ini ditemukan tujuh nilai utama yang menjadi dasar jalannya proses kelembagaan.

Nilai pertama adalah visi, yang ditemukan dengan jalan melempar gelang pada sasaran dengan mata tertutup. Asosiasi permainan ini adalah bahwa bagaimanapun keadaaannya jika sebuah lembaga memiliki sebuah misi yang jelas, jalan segelap apapun dapat dilalui. Visi merupakan tujuan sebuah lembaga sehingga dengan visi itu kebijakan yang diambil lebih jelas, sebagaimana yang telah dinyatakan dalam kebijakan PPPPTK Bahasa bahwa PPPPTK Bahasa bervisi untuk menjadi sebuah lembaga yang profesional dan berstandar internasional 2015. Selanjutnya visi tersebut dicapai melalui sebuah nilai utama kerjasama yang ditemukan dengan bentuk permainan jembatan merah. Sebuah lembaga akan solid jika kerjasama dijadikan sebagai fondasi jalannya organisa-si. Lembaga seperti PPPPTK Bahasa dapat diibaratkan sebagai suatu sistem yang saling berkaitan. Karena itu kerjasama yang solid sangat diperlukan.

Nilai ketiga adalah orientasi berprestasi yang ditemukan melalui permainan melempar balon yang telah ditiup. Makna permainan ini adalah bahwa meskipun berada dalam tim, setiap anggota harus tetap menjadikan prestasi sebagai orientasi utama dan semangat berlomba-lomba dalam kebaikan

harus menjadi pegangan utama tiap individu yang bekerja dalam sebuah tim itu.

Nilai keempat adalah kedisiplinan. Asosiasi nilai ini diperoleh dengan memerhatikan jam. Disiplin menjadi sebuah kunci bagi pelayanan lembaga yang berdasarkan prinsip terstandar dan profesional. Agar mampu melayani dengan baik dan tepat waktu, staf PPPPTK Bahasa harus menjadikan disiplin sebagai kunci pelayanan prima bagi pelanggannya. Nilai kelima adalah kejujuran, yang diasosiasikan dengan kertas putih. Nilai keenam adalah kepuasan pelanggan, yang ditemukan melalui permainan karpet dan nilai ketujuh adalah interpersonal skill, yang ditemukan melalui permainan melempar bola. Pelatihan ini ditutup dengan penandatanganan “kontrak komitmen” untuk menjadikan tujuh nilai utama tersebut sebagai pemandu bagi kehidupan PPPPTK Bahasa.

Pelatihan yang diselingi rintik hujan tersebut mampu mengalirkan rasa sejuk dalam hati peserta, dipadu dengan hangatnya salam khas ECQ, yakni menempelkan pipi. Salam ini sejalan dengan prinsip awal pelatihan yang telah menamankan fondasi cinta di antara peserta, yaitu semua orang, mencintai orang yang gemuk, orang yang kurus, orang yang tinggi, orang yang pendek. ESQ, selain sebagai bentuk penguatan korporasi dan kinerja organisasi, ia mampu membuka jiwa manusia untuk lebih “bernilai”, paling tidak menurut kesaksian seorang wakil peserta

bahwa pelatihan ESQ membawa peserta kembali di titik nol. Dan, sebagai akhir tulisan ini barangkali pesan Einstein ”try not to become a man of succes but rather try to become a man of value” dapat membuat hidup lebih berharga, karena sesungguhnya kita adalah para khalifatullah. [E]

Page 6: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

� Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

Pendahuluan

Bahasa sastra adalah bahasa yang tetap dianggap tersulit untuk dicerna sebab bahasa ini akan mengaitkan antara komponen-

komponen ilmu bahasa Arab dengan lainnya. Namun, jika dipelajari dengan penghayatan yang tinggi dan dihubungkan dengan kegunaan-nya dari sisi ilmu-ilmu bahasa, ia akan mendatangkan kenikmatan tersendiri dan dapat memperkaya dan mempertajam mata batin ma-nusia, sehingga menimbulkan dampak kehidupan yang baik dan dapat mengusir kejenuhan untuk mempelajarinya.

Bangsa Arab sangat menyukai keindahan bahasa. Sejak zaman Ja-hilyah mereka telah terbiasa bersyair untuk berkomunikasi, bercerita tentang perjalanan mereka di padang pasir, bercerita tentang keindah-an alam, mengobarkan semangat perjuangan, menerangkan kejadian-kejadian penting dan nasihat-nasihat sesama mereka dan untuk anak-anak mereka (Ali Muhdar dan Arifin, 1983:18). Sastra Arab ini telah tersebar ke seluruh pelosok dunia dengan beragam bentuk syairnya, sejalan dengan perkembangan bangsa Arab dan penyebaran agama Is-lam. Sastra yang dalam bentuk syair-syair tersebut banyak dituliskan dalam buku-buku kemudian dihafalkan.

Kajian tentang sastra adalah suatu kajian yang rumit. Hal ini selalu diungkapkan oleh orang-orang yang belum mengenal seluk beluk kesu-sastraan. Pernyataan di atas dapat dikatakan benar, karena bahasa yang terangkai dalam hasil karya sastra kebanyakan bukanlah bahasa yang lugas, yang dapat dimengerti langsung oleh khalayak pembaca atau pendengar sesuai dengan buah pikiran si pengarang atau penyair. Akan terasa lebih sulit jika yang dikaji tersebut adalah kesusastraan asing, dalam hal ini, kesusastraan Arab yang dikaji oleh orang Indonesia.

Sastra Arab berhubungan erat dengan bahasa Arab, karena baha-sa Arab adalah jalan satu-satunya untuk memahami sastra tersebut. Bagaimanakah cara terbaik untuk mengenal dan mengetahui seluk be-luk sastra Arab? Tulisan ini memaparkan kesusastraan Arab.

KESUSASTRAAN ARABPengertian Kesusastraan Kesusastraan adalah semua aspek yang merupakan hasil seni dan krea-si manusia dan berguna untuk mem-berikan keindahan dan kelembutan dalam hubungan nilai-nilai sebuah karya sastra. Kesusastraan juga dapat dikatakan sebagai hasil kehidupan jiwa yang terwujud dan terungkap

Sekilas tentang Kesusastraan Arab

M. IsnainiWidyaiswara Bahasa Arab PPPPTK Bahasa

Page 7: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

dalam tulisan atau gambaran yang mencerminkan peristiwa kehidupan masyarakat atau anggota masyarakat, sehingga karya-karya tersebut akan memengaruhi gejolak hati nurani insan yang membaca dan memerha-tikannya. Suatu karya sastra dapat bernilai tinggi berdasarkan dunia angan dan khayalan yang tersusun dalam kata-kata dan gaya bahasa, hingga akhirnya ia dapat menggugah perasaan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang konotatif, yang penuh dengan pengaruh oleh kenang-an dan pembayangan. Oleh karena itu, bahasa sastra bersifat abstrak.

Kata sendiri telah meng-alami berbagai macam perubahan makna seiring berjalannya waktu dan bergantinya peradaban bangsa Arab. Dahulu kala kata bermakna “undangan untuk makan.” Pengertian Adab terus berubah hingga akhirnya menjadi sesuatu yang kita pahami saat ini. Adab memiliki dua makna, makna khusus dan makna umum. Se-cara umum, berarti berhias diri dengan akhlak yang luhur seperti jujur, amanah dan sebagainya. Orang bijak mengatakan:

“Robbku telah mendidikku dengan sebaik-baiknya pendidikan.”

Dalam definisinya, Al-Jurjani me-letakkan Adab setara dengan Ma’rifah yang mencegah pemiliknya dari ter-jerumus ke dalam berbagai bentuk kesalahan.

Secara Khusus “Al-Adab” berarti:

“Yaitu perkataan yang indah dan jelas, dimaksudkan untuk menyentuh jiwa mereka yang mengucapkan atau

mendengarnya baik berupa syair maupun natsr atau prosa.”

Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa perkataan tersebut haruslah memenuhi beberapa syarat, yaitu (1) lafaznya haruslah mudah dan indah, (2) memiliki kedalaman makna, dan (3) menyentuh jiwa.

Sejarah Perkembangan Sastra ArabIlmu sejarah adab merupakan suatu ilmu untuk mengetahui kondisi sastra di berbagai periode perkembangan-nya, baik dari segi kuat atau lemahnya maupun sedikit atau banyaknya. Me-lalui ilmu ini kita juga dapat menge-tahui kehidupan para sastrawan, baik dari segi masa dan tempat ia hidup maupun karya-karyanya. Berkaitan dengan hal ini perkembangan sastra arab dibagi menjadi 6 periode, yakni (1) Periode Jahiliyah, yang berlang-sung sejak dua abad atau satu seten-gah abad sebelum Islam hingga masa ketika Islam muncul, (2) Periode awal Islam, yang dimulai sejak muncul-nya Islam hingga berakhirnya kepe-mimpinan Khulafa’urrasyidin tahun 40 H, (3) Periode Daulah Umayyah, yang bermula sejak berdirinya Di-nasti Umayyah tahun 40 H hingga masa keruntuhannya tahun 132 H, (4) Periode Daulah Abbasiyah, yang berlangsung sejak berdirinya Dinasti Abbasiyah tahun 132 H hingga masa keruntuhannya akibat serangan pasu-kan Tatar tahun 656 H, (5) Periode Keruntuhan, yang terbagi dalam dua fase yaitu sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah tahun 656 H dan ketika Dinasti Utsmaniyyah menguasai Kairo pada tahun 923 H dan berakhir hingga runtuhnya Dinasti Utsmaniyyah pada

awal abad ketiga belas hijriah, dan (6) Era baru, yang ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan kebang-kitan Islam di beberapa negara arab pada awal abad ketiga belas hijriah hingga saat ini.

Jenis Sastra ArabJenis sastra Arab mencakupi prosa dan syair. Prosa atau Natsr adalah ung-kapan yang indah namun tidak me-miliki wazan, seperti khutbah, surat, wasiat, perkataan hikmah, matsal, dan kisah. Berikut contoh kisah:

Page 8: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

� Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

Sementara itu, syair adalah ung-kapan indah yang memiliki wazan maupun qofiyah. Wazan atau timbang-an kata dalam bahasa Arab adalah keserupaan bentuk atau irama kata antara kata-kata yang menyusun suatu baris bait dan kata-kata di baris berikutnya; sedangkan Qofiyah adalah kesamaan bunyi huruf akhir dalam sebuah bait syair dengan bait lainnya. Pada umumnya syair-syair yang diciptakan oleh pujangga Arab itu berkaitan dengan Syair hamasah (menaikkan semangat), Syair arrasa’ (ratapan), Syair al-hija’ (makian dan kutukan), Syair al-fikhir dan al-madah (kebanggaan dan puji-pujian), Syair as-siyasiyah (politik), Syair al-‘ulum (pengetahuan), dan Syair al-ghazalah (percintaan).

Di bawah ini adalah contoh syair yang ditulis oleh Amrul Qaisy. Ia adalah seorang pujangga Arab yang ternama di zaman Jahiliyah yang hidup 80 tahun sebelum Islam. Na-manya menanjak setelah sajaknya mendapat kehormatan untuk digan-tungkan di dinding Ka’bah, sebagai muallaqat (suatu penghargaan yang amat tinggi). Berikut ini petikannya:

“Berhenti, mari menangisi Kenangan kekasih dan rumah. Di Siktil Liwa

antara Dakhul dan Haumali”Amrul Qaisy menghempaskan

kegelisahan jiwanya kepada seorang teman akrabnya yang menyertainya, pada suatu hari melintasi rumah kekasihnya, di sebuah kampung ke-cil bernama Siktil Liwa yang terle-

tak antara Dakhul dan Haumal dekat Nejed. Tatkala berada di dusun kecil itu ia teringat akan peristiwa masa silamnya. Kemudian sajak itu di-sambungnya lagi:

“Malam bagaikan gelombang laut melabuh tirai,yang meliputiku

dengan berbagai keresahan untuk mengujiku”

Pada bait berikutnya ia meng-ungkapkan seperti berikut:

“Di kala malam itu tengah memanjatkan waktunya, maka aku katakan padanya, Hai malam yang panjang, gerangan apakah yang menghalangimu, untuk berganti

dengan pagi hari, walau pagi hari itupun belum tentu sebaik kamu”.

Dalam bait ini dia merasa se-olah-olah malam itu sangat panjang, sehingga dia mengharapkan siang

segera tiba, agar keresahannya dapat berkurang.

PenutupKesusastraan Arab ialah pengetahuan yang mempelajari bahasa Arab yang ditinjau dari hasil karya sastranya, baik dari segi prosa maupun puisi, sejak mulai timbul dengan segala perkembangannya menurut periodisa-sinya. [E]

Daftar RujukanAl-Muhdar, Yunus dan H. Bey Arifin.

1983 . Sejarah Kesusastraan Arab. Surabaya: Bina Ilmu.

Al-Khudari Imam alih bahasa Anwar Moch. H. Ilmu Balaghah, terjemahan Jauhari Al-Maknun. Jakarta: Alma’arif.

Aminullah, Perkembangan Sejarah Arab, http://library.usu.ac.id/download/fs/arab-aminullah2.pdf.

Khairawati, Pengaruh Islam Terhadap Kesusastraan Arab, http://library.usu.ac.id/download/fs/arab-khairawati.pdf.

http://ichsanmufti.wordpress.com/2006/12/04/sejarah-perkembangan-sastra-arab-bag1/.

Jarim Ali dan Amin Mustafa. tanpa tahun. Al-Balaghah alwadihah. Mekkah:Darul Ma’arif.

Page 9: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Latar

Sudah jamak diakui bahwa dalam dimensi praksis kehidupan keseharian, kita sebagai pengguna bahasa hampir senantiasa berhadapan dengan tanda, baik menafsirkan maupun melakoninya. Pernahkan Anda bermuka masam kepada

seseorang? Jika pernah, boleh jadi itu sebuah ungkapan sebagai tanda ketidaksukaan Anda pada orang itu. Atau, Anda dicemberuti oleh seseorang. Sangat mungkin, Anda menafsirkannya sebagai tanda kekesalan orang itu kepada Anda. Hal ini juga dapat dikatakan bahwa baik Anda maupun orang tersebut sama-sama mengomunikasikan sesuatu melalui tanda, yakni mengekspresikan ketidaksukaan dengan bermuka masam dan mengungkapkan kekesalan dengan bermuka cemberut. Ini bermakna pula, tanda dan komunikasi berhubungkait. Sebuah tanda merupakan pola stimulus yang mengandung makna. Dalam perbincangan tentang tanda dan komunikasi, acapkali disinggung sentuh ketiga jenis darinya, yakni ikon, indeks, dan simbol. Perbedaan antara ketiga jenis tanda itu legket erat dengan bagaimana makna berkait rapat dengan pola stimulus tersebut. Tulisan ini juga berangkat dari konsideran bahwa pengetahuan tentang hakikat tanda beserta jenisnya merupakan kunci bagi pemahaman bahasa. Bagaimanapun juga, bahasa merupakan sistem tanda yang begitu komplek. Untuk itu perlu dibedakan antara satu

jenis tanda dengan lainnya. Namun, sebelum jenis tanda dibedakan, perlu dibentangkan tanda itu sendiri.

TandaPersoalan sistem penandaan ini dibincangkan dalam disiplin tersendiri, yakni semiotik. Semiotik atau semiologi dalam tradisi Eropa, berasal dari kata Yu-nani semeion yang berarti tanda (sign). Ia adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Konsep semiotik kali pertama diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure (1857–1913) melalui dikotomi signified dan signifier yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul tatakala ada hubungan yang bersi-fat asosiatif antara petanda (signified) dan penanda

Gunawan WidiyantoStaf Jurusan Bahasa Inggris PPPPTK Bahasa

(signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau petanda. Dengan kata lain, penanda adalah bunyi atau coretan yang bermakna. Dengan demiki-an, penanda adalah aspek material bahasa, yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Ke-berkelindanan (integratedness) penanda dan petanda menurut Saussure laksana dua sisi dari sekeping mata uang, dalam arti bahwa suatu penanda tidak bermakna apa-apa tanpa petanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda.

Page 10: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

10 Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

Louis Hjelmslev, (1899–1965) seorang penganut para-digma Saussure, berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek mate-rial (penanda) dan konsep mental (petanda), tetapi juga me-ngandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam arti bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi. Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik. Pengikut Saussure lainnya adalah Roland Barthes (1915–1980), yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam masa tertentu. Semiotik atau semiologi dalam istilah Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai suatu hal. Memaknai dalam konteks ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengomunikasikan. Memak-nai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa infor-masi tetapi juga merupakan sistem terstruktur tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelum-nya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan ta-

taran pertama. Menurutnya, tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Namun, secara simultan tanda denotatif adalah juga penanda konota-tif. Dengan demikian, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak hanya memiliki mak-na tambahan tetapi

juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi ke-

beradaannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dipahami oleh Barthes. Di dalam semi-ologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi aras pertama, sementara konotasi merupa-kan aras kedua. Dalam hal ini, denotasi justru lebih diaso-

siasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan kehar-fiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya, yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna harfiah merupakan sesuatu yang bersifat ala-miah. Dalam kerangka Barthes, kono-tasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mi-tos juga terdapat pola tiga dimensi, yakni penanda, petanda, dan tanda. Namun, sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya, dalam arti bahwa mi-tos adalah suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki be-berapa penanda.

Sementara itu, Charles Sanders Peirce (1839–1914), seorang filsuf berkebangsaan Amerika, mengguna-kan kajian semiotik untuk mengem-bangkan filsafat pragmatisme. Bagi Peirce, tanda adalah sesuatu yang memaknai sesuatu dalam beberapa hal. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau re-presentamen) selalu terdapat dalam relasi triadis (tradic relation), yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar relasi ini, Peirce membuat klasifikasi tanda. Tanda yang dikait-kan dengan ground dibaginya men-jadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Sementara itu, legisign adalah norma yang dikandung oleh

Page 11: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

11

tanda. Peirce membedakan tiga kon-sep dasar semiotik, yaitu sintaksis semiotik, semantik semiotik, dan pragmatik semiotik. Sintaksis se-miotik mempelajari hubungan antar-tanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Sebagai con-toh, teks dan gambar dalam wacana iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, tetapi keduanya sa-ling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan. Semantik se-miotik mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tan-da dalam iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuh-an wacana. Pragmatik semiotik mem-pelajari hubungan antara tanda, pe-makai tanda, dan pemakaian tanda. Berdasarkan objeknya, Peirce mem-bagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Tulisan ini hanya berfokus pada ketiga jenis tanda tersebut.

Ikon, Indeks, dan SimbolDari ketiga jenis tanda menurut ob-jeknya, ikon merupakan tanda yang paling sederhana. Ia merupakan suatu pola yang secara fisis menyerupai apa yang ia wakili. Sebagai contoh, foto wajah Anda adalah ikon Anda. Con-toh lain adalah kotak persegi kecil dalam layar monitor komputer yang bergambar pencetak (printer) adalah ikon bagi berfungsinya pencetak itu. Gambar rokok dengan palang diago-nal merupakan ikon yang secara lang-sung merepresentasikan dilarangnya melakukan tindakan merokok.

Dalam ikonisitas (tanda ikonis), penanda (signifier) berkait rapat de-ngan petanda (signified) melalui

prinsip keserupaan (resemblance). Penanda bisa membuat pemakai bahasa berpikir tentang petanda karena ia menye-rupai petanda itu dalam hal keserupaan secara fisis, (seba-gaimana dalam sebuah potret), keserupaan menurut bunyi (seperti dalam efek bunyi), keserupaan menurut rasa rabaan (seperti dalam sutra tiruan), keserupaan menurut rasa cicip-an (sebagaimana dalam pasta gigi berasa permen/mint), keserupaan menurut aroma atau bau (seperti dalam pem-bersih yang beraroma apel). Atau, secara umum, ia memiliki kualitas yang serupa dengan petandanya (sebagaimana tat-kala Anda merentangkan kedua tangan Anda secara meling-kar untuk menandai sesuatu yang besar). Ikonisitas meru-pakan tanda yang sangat penting bagi sebuah citra karena sebuah citra menyerupai apa yang ia acu. Namun, perlu dicatat bahwa kemiripan itu tidak senantiasa realistis. Sebagai contoh, representasi skematis pintu kamar lelaki (a men’s room door) cukup serupa dengan seorang lelaki sebagai tanda ikonis.

Lain halnya dengan indeks, sebuah indeks didefi-nisikan melalui fitur pancaindra, yakni, sesuatu yang secara langsung dapat dilihat, didengar, dan dicium atau dibau. Sebagai contoh, mendung yang gelap merupakan indeks kemungkinan terjadinya hujan, jalan pincangnya seekor binatang merupakan in-deks terganggunya fisik binatang itu. Ekspresi muka cemberut seseorang merupakan indeks perasaan ketidaksukaannya terhadap orang lain. Demikian pula, secara fonologis-dialektologis, pelafalan spesifik sebuah kata merupakan indeks berasal-nya seseorang dari daerah geografis atau kelompok sosial tertentu, sebagaimana pelafalan posdental (th) yang dilakukan oleh penutur bahasa Bali dan pelafa-lan hambat glotal (?) pada kata yang berakhir dengan konsonan /k/ yang dilakukan oleh penutur bahasa Jawa dialek Banyumas.

Perlu dicatat bahwa indeks juga bisa tiruan atau buatan, dalam arti bahwa ia lebih artifisial daripada sebuah tanda yang alamiah lingkungan. Sebagai contoh, lampu lalu lintas (traffic light) yang menyala merah adalah tanda bahwa Anda harus berhenti manakala Anda tidak ingin mengambil risiko terjadinya kecelakaan, lampu penunjuk yang menyala sesaat (beep) dari oven Anda bisa menjadi tanda bahwa kue yang Anda masak sudah siap untuk diangkat. Bunyi klik pada peri-uk atau pemasak nasi (rice cooker) Anda menandakan bahwa nasi Anda sudah siap untuk disajikan. Contoh lain, seseorang

Page 12: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

12 Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

bisa melambaikan tangannya sebagai tanda kenal (pengenalan) dan sa-paan, meskipun ia bisa juga sedikit bersifat ikonis. Sebuah kata bisa bersifat indeksikal tatkala ia secara langsung menunjuk pada maknanya dan tanpa bergantung pada relasinya dengan kata lainnya. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, di dalam kata-kata seperti here, there, I, me, you, this, terdapat sebuah isyarat penun-juk (pointing gesture) yang tersirat.

Dalam tanda indeksikal (indeksi-tas), relasi antara penanda dan pe-tanda didasarkan atas prinsip kedeka-tan (contiguity), dalam arti bahwa penanda membuat pemakai bahasa berpikir tentang petanda karena ke-duanya secara fisis sering berkait rapat dalam dunia nyata. Contoh indeksikalitas ini adalah relasi kau-salitas. Adanya asap disebabkan oleh adanya api dan memang ada kedekat-an antara keduanya. Oleh karenanya, bau asap sebagai penanda membuat pemakai bahasa berpikir tentang api sebagai petandanya. Demikian pula, bekas tilas atau tapak kaki di ham-paran pasir putih pantai Sanur Bali, misalnya, bisa menjadi indeks telah berjalannya seseorang di sana. Gerak isyarat otomatis dan ekspresi muka merupakan indeks sebuah perasaan. Misalnya, air mata merupakan indeks kesedihan. Di samping indeks natural tersebut, terdapat hal-hal yang se-cara biasa dan konvensional berkait erat yang digunakan sebagai tanda indeksikal. Sebagai contoh, gambar Istana Negara dalam sebuah siaran berita nasional sering digunakan se-bagai indeks bagi presiden kita kare-na Istana Negara merupakan kantor presiden.

Jenis ketiga dari tanda adalah simbol, yang juga sering disebut lam-bang. Kata ini masuk ke dalam bahasa

Inggris melalui bahasa Latin, bahasa Prancis Kuno, dan bahasa Inggris Pertengahan. Secara etimologis ia berasal dari bahasa Latin dari akar kata (syn) yang bermakna “bersama-sama” dan ”lemparan”, yang kurang lebih bermakna “melempar bersama- sama”, dan secara literal bermakna “kebetulan”, juga “tan-da” atau “kontrak.” Simbol sungguh memainkan peran pent-ing dalam pencitraan. Sebagai contoh, daun palem atau pakis adalah simbol kesyahidan dalam lukisan santa; pakaian dalam sebuah potret bisa menyimbolkan profesi (pakaian bisnis), sta-tus sosial (mahkota raja), dan jender (gaun).

Kecuali beberapa kata yang kuasi-ikonis seperti onomato-pia “woof” and “creak,” kebanyakan tanda dalam bahasa verbal adalah simbolis, dalam arti bahwa tak ada keterpautan fisik atau keserupaan natural antara kata Inggris “dog” dan konsep *dog*. Penanda lain apapun bisa juga dipakai untuk menyam-paikan konsep itu asalkan sekelompok orang itu bersepakat dan setuju untuk melakukannya. Sebagai contoh, bahasa Jerman memiliki kata “Hund”, bahasa Spanyol memiliki “perro”, dan bahasa Prancis memiliki “chien” untuk menandai anjing.

Simbol tidak hanya bisa diwujudnyatakan dalam bentuk kata tetapi juga bisa diwujudnyatakan dalam bentuk nirkata. Jenis kata, utamanya nomina, verba, adjektiva merupakan pola dasar bagi simbol. Namun, pemakaian paling umum untuk isti-lah simbol dalam bahasa sehari-hari yang bersifat non-teknis adalah untuk tanda yang bukan berupa kata. Contohnya adalah bendera atau binatang totem (totem animal) sebagai simbol suatu negara. Contoh konkretnya, burung elang (bald eagle) adalah simbol negara Amerika Serikat, beruang adalah simbol negara Rusia, palang salib menyimbolkan kristianitas, bintang Daud (star of David) menyimbolkan Yahudi, dan swastika menyimbolkan Nazisme. Selain itu, simbol matematika dan logika juga memperoleh maknanya dari keterkaitannya dengan simbol lain. Sebagai contoh, pi didefinisikan sebagai rasio keliling sebuah lingkaran terhadap garis tengah atau diameternya (pi = c/d). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa simbol sung-guh menyerupai kata tetapi ia sering tidak cu-kup memiliki bentuk fonetisnya.

Beberapa ImplikasiPerlu pula dicatat bahwa ketiga jenis tanda tersebut tidak saling mengecualikan (mutually exclusive), dalam arti bahwa ketiganya bukanlah jenis tanda yang sungguh berbeda sebagaimana ketiganya memiliki perbedaan prinsip dalam hal mengikat petanda dengan penandanya. Ini ber-

Page 13: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

13

makna, terdapat dua atau tiga prinsip yang secara mudah digu-nakan secara bersama-sama dalam setiap tanda. Sebagai contoh, sebuah foto asli sebagai sebuah penanda sering dikaitrapatkan dengan subjeknya (signified), baik secara indeksis maupun ikonis pada masa yang sama, dalam arti bahwa, foto seorang pria merupakan ikon dari pria itu karena ia menyerupai pria itu. Akan tetapi, ia juga merupakan indeks pria itu lantaran foto itu aslinya secara fisis dekat (contiguous) dengannya: pria itu berada di sana, di depan lensa pa-

da saat alat pengatur cahaya kamera (shutter) dibuka, untuk dipotret. Jadi, foto memiliki semacam aura kebenaran yang tidak dimiliki oleh lukisan, misalnya. Oleh karena itu, se-buah kamera pengawas bisa digunakan di pengadilan karena ia membuktikan bahwa tersangka berada di sana dan melakukan tindakan itu. Sebaliknya, potret lukisan tentang seseorang yang melakukan tindak kejahatan boleh jadi merupakan ikon dari

orang itu dan tindakannya, tetapi ia bukanlah indeksis sebena-rnya dari orang itu atau tindakan yang dilukiskannya.

Contoh lain, gambar neraca (timbangan) dan sebilah pedang pada umumnya menyimbolkan keadilan (justice). Akan tetapi, pedang memiliki sedikit hubungan natural dengan hukuman dan neraca memiliki hubungan natural (meskipun metaforis) dengan pertimbangan yang bersalah atau yang tidak bersalah. Dengan demikian, atribut simbolis keadilan sampai pada aras tertentu juga indeksikal. Sebagaimana dikemukakan sebelum-nya, ungkapan dan gerak isyarat otomatis refleksif seperti air mata merupakan indeks. Namun, ia juga bisa merupakan ikonnya; yakni ikonnya indeks. Banyak ungkapan dan gerak isyarat kita sehari-hari bukan indeks yang sebenarnya (true indices), melain-kan agak simbolis, sebagaimana tatkala Anda mengangkat bahu untuk menandakan ketidaktahuan atau ketidakpedulian Anda, atau ikonnya indeks sebagaimana tatkala Anda tersenyum untuk menunjukkan perasaan senang atau suka, bahkan tatkala kita bosan atau tidak senang.

PenutupPerbincangan mengenai tanda pada galibnya menyentuh juga ke-tiga jenis darinya, yakni ikon, indeks, dan simbol. Antara ketiga-nya begitu bertumpang tindih, dalam arti bahwa terdapat kesa-maan dan perbedaan. Dinyatakan sama karena ketiganya memiliki aspek tanda, pola fisis (bentuk visibilitas dan audibilitas) dan makna (isi semantis yang dibawa ke dalam minda oleh tanda); sedangkan dinyatakan berbeda sebab di dalam ikon terdapat kese-rupaan fisis antara tanda (signal) dan maknanya, di dalam indeks terdapat korelasi antara tempat dan masa dengan maknanya, di dalam simbol terdapat pola semena (arbitrary pattern) yang biasanya berbentuk pola bunyi dalam suatu bahasa dan mem-

peroleh maknanya secara primer dari asosiasi mental dengan simbol lain dan hanya secara sekunder dari ko-relasinya dengan peranti yang gayut lingkungan (environmentally relevant properties). Ini bermakna bahwa ke-semenaan, konvensionalitas, dan ar-tifisialitas menjadi ciri yang inheren pada simbol.

Baik ikonisitas maupun indeks-itas dapat secara parsial dikatakan sebagai tanda yang natural sifatnya, dalam arti bahwa sebagai pengguna bahasa kita memperoleh pemahaman dari relasi yang sudah ada antara penanda dan petanda. Hal ini sung-guh berbeda dengan simbolisitas, karena ia betul-betul tiruan atau buat-an (artificial), dalam arti bahwa keter-pautan antara penanda dan petanda bersifat semena (arbitrary), yakni sebuah konvensi buatan manusia (human-imposed convension). [E]

Senarai AcuanKrampen, Martin. 1992. “Ferdinand

de Saussure dan Perkembangan Semiologi.” Dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest (ed.), Serba-serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kreidler, Charles W. 1998. Introduce-ing English Semantics. New York: Roudledge.

Kridalaksana, Harimurti. 2005. Mongin-Ferdinand de Saussure (1857-1913): Peletak Dasar Strukturalisme dan Linguistik Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Lyons, John. Semantics. 1977. Volume One. Semantics. Cambridge: CUP.

Semiotika dalam <http.id.wikipedia.org>Steinberg, Danny D.1993. An

Introduction to Psycholinguistics. New York: Longman.

Page 14: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

1� Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

Pengantar

Model skor tulen (MST) atau disebut juga sebagai teori

tes klasik dalam sejarahnya dapat ditelusuri melalui konsep Spearman (1904). Dalam konsepnya, persa-maan MST itu diungkapkan sebagai:

jjj Ε+=Χ τ ; di mana jΧ adalah skor amatan, jτ skor tulen, dan jΕ kekeliruan acak. Idealnya, skor tu-len itu mencerminkan nilai abilitas dari peserta tes yang sesungguhnya. Ditambahkannya, teori itu meng-asumsikan bahwa abilitas bersifat konstan dan variasi pada skor amatan itu terjadi karena adanya kekeliruan acak. Kekeliruan acak tersebut dise-babkan oleh sejumlah faktor, seperti tebakan peserta tes terhadap bu-tir tes, kelelahan, dan sebagainya. Kekeliruan acak dari berkali-kali pengukuran itu dimaksudkan un-tuk menghindari keberpihakan pada salah satu peluang (yakni, peserta tes beruntung karena skor amatan-nya lebih tinggi daripada skor tulen-nya atau peserta tes tidak beruntung karena skor amatannya lebih rendah). Lebih jauh, rata-rata harapan keke-liruan acak pengukuran seharusnya bernilai nol. Manakala kekeliruan itu nol, skor amatan merupakan skor tulennya. Dengan demikian, apabila suatu hasil ukur dari instrumen terse-but reliabel, skor amatan seharusnya konsisten dan stabil dari berkali-kali pengukuran.

MST setakat ini tidak memberi-kan informasi lebih mendalam ten-tang bagaimana peserta tes dengan tingkat abilitas yang berbeda meres-pon suatu butir tes. Teori responsi butir atau disebut juga teori ciri laten (TCL) dikembangkan untuk

mengatasi kelemahan itu. Di dalam TCL, suatu tes dianggap tidak bias manakala semua peserta tes dengan abilitas sama memiliki probabilitas

yang sama untuk merespon butir tes dengan betul tanpa menghiraukan dari mana kelompok tersebut.

Kalibrasi Butir dan Estimasi Abi­litasTidak seperti MST yang skor peserta tes yang sama akan bervariasi dari tes satu ke tes lainnya dan ia ber-gantung pada taraf kesukarannya, di dalam TCL, kalibrasi parameter butir bersifat independen dari sampelnya (peserta tes) dan estimasi abilitas peserta tes bersifat independen dari butir tesnya. Maknanya, manakala abilitas peserta tes yang meme-ngaruhi performansi tes itu bersifat konstan, respon peserta tes terhadap butirnya secara statistik bersifat in-dependen (Hambleton, et al., 1991). Di dalam kalibrasi butir dan estimasi abilitas peserta tes, data dikonsep-tualisasikan sebagai matriks dua di-mensi. Contoh berikut ini diambilkan dari sampel teks dan butir tes bahasa Inggris (English for Specific Purposes) (lihat boks Teks 3).

Matriks dua dimensi butir-peserta tes disajikan berikut ini (Tabel 1).

Dari tabel tersebut, peserta tes 1 yang merespon semua butir de-ngan betul dianggap secara tentatif memiliki abilitas 1,0, peserta tes 2

sebesar 0,8, peserta tes 3 sebesar 0,6, dan seterusnya. Skor-skor tes dengan menggunakan persentase itu dianggap tentatif karena, pertama, di dalam TCL ada seperangkat istilah dan penskalaan lain untuk abilitas, dan kedua, abilitas peserta tes tidak dapat diputuskan hanya berdasarkan atas jumlah butir yang direspon de-ngan betul. Namun, atribut butir ha-rus juga dipertimbangkan. Pada con-toh sederhana itu, tidak ada peserta tes yang memiliki skor mentah yang sama. Akan tetapi, apa yang akan terjadi manakala ada seorang peserta tes, katakan saja peserta tes 6, yang memiliki skor mentah sama dengan yang dimiliki oleh peserta tes 4? Per-hatikan tabel butir-peserta tes beri-kut ini (Tabel 2).

Dari tabel tersebut, tidak dapat disimpulkan bahwa peserta tes 4 memiliki abilitas yang sama dengan peserta tes 6 meskipun keduanya me-miliki skor tes yang sama (0,4). Ini disebabkan oleh peserta tes 4 yang merespon dua butir mudah dengan betul, dan peserta tes 6 merespon dua butir sukar dengan betul.

Page 15: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

1�

Peserta tes 1 sampai dengan peserta tes 5 meru-pakan contoh yang ideal yang mana peserta tes yang pandai merespon semua butir de-ngan betul, yang kurang pandai merespon dengan betul butir yang lebih mudah dan dengan salah bu-tir yang sukar, dan yang tidak pandai itu gagal merespon semua butir dengan betul. Kasus ideal itu disebut sebagai pola Guttman dan biasanya jarang terjadi di dalam realitas. Manakala ia terjadi, hasilnya dianggap overfit. Perhatikan tabel pertama yang ditu-liskan kembali beri-kut ini (Tabel 3).

Dari tabel itu, dapat dibuatkan penilaian tentatif atas atribut butir tesnya. Butir tes

1 tampak paling su-kar karena hanya satu peserta tes

yang mampu meresponnya dengan betul. Secara tentatif, dikatakan bah-wa taraf kesukaran berkenaan dengan tingkat kegagalan terhadap butir 1 sebesar 0,8. Maknanya, 80% dari seluruh peserta tes itu tidak mampu merespon butir dengan betul. De-ngan perkataan lain, butir itu sukar sehingga ia merugikan 80% peserta tes. Taraf kesukaran butir 2 sebesar 0,6, butir 3 sebesar 0,4, dan seterus-nya. Perlu diperhatikan bahwa abili-tas peserta tes didasarkan atas jum-lah butir yang diresponnya dengan betul, tetapi taraf kesukaran butir tes didasarkan atas jumlah butir yang direspon dengan salah. Analisis men-jadi lebih rumit manakala butir-butir tes memiliki taraf kesukaran sama meskipun direspon oleh peserta tes yang berabilitas berbeda. Perhatikan tabel berikut ini (Tabel 4).

Dari tabel tersebut, diketahui bahwa butir 1 dan butir 6 memiliki taraf kesukaran yang sama (0,8). Na-mun, butir 1 direspon dengan betul oleh peserta tes yang memiliki abili-tas tinggi (0,83), sedangkan butir 6 direspon dengan betul oleh peserta tes yang memiliki abilitas rendah (0,33). Dimungkinkan, butir 6 itu membingungkan peserta tes berabili-tas tinggi. Oleh karena itu, atribut pada butir 6 tidaklah jelas.

Tabel1 Matriks Dua Dimensi Butir­Peserta TesButir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Abilitas

Peserta Tes 1 1 1 1 1 1 1,0Peserta Tes 2 0 1 1 1 1 0,8Peserta Tes 3 0 0 1 1 1 0,6Peserta Tes 4 0 0 0 1 1 0,4Peserta Tes 5 0 0 0 0 1 0,2

Taraf Kesukaran 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0

Keterangan:Butir yang direspon dengan betul disimbolkan dengan 1, dan yang di-respon dengan salah dengan 0Skor peserta tes merupakan jumlah butir yang direspon dengan betulTaraf kesukaran butir memiliki rentang 0-1, manakala nilai mendekati 1 dikatakan sukar dan nilai mendekati 0 dikatakan mudah

••

Tabel2 Butir­Peserta Tes

Peserta Tes 4 0 0 0 1 1 0,4Peserta Tes 5 0 0 0 0 1 0,2Peserta Tes 6 1 1 0 0 0 0,4

Tabel 3 Butir­Peserta Tes

Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 AbilitasPeserta Tes 1 1 1 1 1 1 1,0Peserta Tes 2 0 1 1 1 1 0,8Peserta Tes 3 0 0 1 1 1 0,6Peserta Tes 4 0 0 0 1 1 0,4Peserta Tes 5 0 0 0 0 1 0,2

Taraf Kesukaran 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0

Teks 3

Forecasting is an important part of any firm’s financial plan. A short term

forecast predicts revenues, costs, and expenses for a period of one year or less.

This forecast is the foundation for most other financial plan, so its accuracy

is critical. Part of the short term forecast may be in the form of a cash flow

forecast, which predicts the cash inflows and outflows in the future periods,

usually months or quarters. Naturally, the inflows and outflows of cash recorded

in the cash flow forecast are based on expected sales revenues and on various

cost and expenses incurred and they will come due. The company’s sales forecast

estimates the company’s projected sales for a particular period. A firm often uses

its past financial statements as a basis for projecting expected sales and various

cost and expenses.

Questions:

1. The best summary taken from the text explains that ___________.

a. Forecasting consists of short term and cash flow forecast

b. Short term forecast in financial forecasting is important part of any firm

c. A cash flow forecast as part of short term forecast is important

d. Financial statements as a basis for projecting sales

2. The last sentence explains that ________.

a. sales forecast is based on the future

b. making sales forecast is based on the future purchase

c. sales forecast is also based on the sales in the past

d. sales forecast is estimated from the cash flow

3. According to the text, a short term forecast predicts things below for a period

of one year or less, except _________.

a. cost

b. income

c. profits

d. asset

4. Which part of the short term forecast may predict the cash inflows and

outflows in the future periods?

a. an expected sales revenue

b. a past financial statement

c. a company’s sales forecast

d. a cash flow forecast

5. Things below belong to outflows money, except ________.

a. expenses

b. earnings

c. expenditures

d. costs

Page 16: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

1� Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

Pendeknya, atribut butir dan abili-tas peserta tes harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat dijadikan pedo-man untuk kalibrasi butir dan estimasi abilitas. Ini adalah proses yang itera-tif. Maknanya, abilitas dan taraf kesu-karan yang bersifat tentatif dan berasal dari data empirik itu dapat digunakan untuk mencocokkan model. Model itu selanjutnya digunakan untuk mempre-diksi data empirik. Dengan perkataan lain, akan ada diskrepansi antara model dan data pada langkah awal. Tentu, ia memerlukan siklus berulang-ulang un-tuk mencapai konvergensi.

Dengan menggunakan informasi tentatif sebelumnya, dapat diprediksi probabilitas untuk merespon butir tertentu dengan betul dengan taraf abilitas peserta tes dengan persa-maan berikut:

;1

1)(

)( ibie

P −−+= θθ di mana )(θiP

adalah probabilitas peserta tes mere-spon butir dengan betul, θ adalah ciri laten peserta tes (abilitas), ib adalah taraf kesukaran butir tes, dan e adalah bilangan eksponensial yang besarnya 2,718. Model ini merupakan model logistik satu parameter (L1P) (Baker, 2001).

Dengan menerapkan persamaan tersebut, dapat ditampilkan estimasi probabilistik tentang kebolehjadian peserta tes tertentu yang merespon butir tertentu dengan betul. Perhati-kan tabel berikut ini (Tabel 5).

Dari contoh tabel tersebut, di-jelaskan bahwa probabilitas peserta tes 1 untuk merespon butir 5 de-ngan betul sebesar 0,73. Ini tidaklah mengherankan karena peserta tes 1 memiliki abilitas tentatif sebesar 1,0 dan taraf kesukaran tentatif butir 5 sebesar 0,0. Dengan perkataan lain, peserta tes 1 secara definitif lebih baik daripada butir 5 ditilik dari sisi pro-porsinya.

Kini, perhatikan tabel itu sekali lagi. Ditemukan bahwa probabilitas peserta tes 2 merespon butir 1 dengan betul sebesar 0,50. Taraf kesukaran tentatif butir 1 sebesar 0,8 dan abilitas tentatif peserta tes 2 juga sebesar 0,8. Dengan perkataan lain, abilitas peserta tes 2 itu sesuai dengan taraf kesukaran butir 1. Manakala peserta tes memiliki kesempatan 0,5 untuk merespon butir dengan betul, peserta tes itu tidak me-miliki keberpihakan terhadap butir itu,

dan demikian pula sebaliknya. Apabila tabel tersebut diperhatikan lagi, akan ditemukan kesesuaian antara peserta tes dan butirnya berkali-kali sebe-sar 0,5. Namun, manakala dua tabel sebelumnya digabungkan menjadi satu, akan diperoleh informasi baru berikut (Tabel 6 dan Tabel 7).

Dari kedua tabel tersebut, dika-takan bahwa probabilitas peserta tes 5 yang merespon butir 1 hingga 4 dengan betul berentang dari 0,35

Tabel 4 Butir­Peserta TesButir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Abilitas

Peserta Tes 1 1 1 1 1 1 0 0,83Peserta Tes 2 0 1 1 1 1 0 0,67Peserta Tes 3 0 0 1 1 1 0 0,50Peserta Tes 4 0 0 0 1 1 0 0,33Peserta Tes 5 0 0 0 0 1 1 0,33

Taraf Kesukaran 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0,8

Tabel 5 Butir­Peserta Tes

Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Abilitas Tentatif

Peserta Tes 1 0,55 0,60 0,65 0,69 0,73 1,0Peserta Tes 2 0,50 0,55 0,60 0,65 0,69 0,8Peserta Tes 3 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,6Peserta Tes 4 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,4Peserta Tes 5 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,2

Taraf Kesukaran Tentatif 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0

Tabel 6 Butir­Peserta Tes (A)

Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Abilitas Tentatif

Peserta Tes 1 0,55 0,60 0,65 0,69 0,73 1,0Peserta Tes 2 0,50 0,55 0,60 0,65 0,69 0,8Peserta Tes 3 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,6Peserta Tes 4 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,4Peserta Tes 5 0,35 0,40 0,45 0,50 0,55 0,2

Taraf Kesukaran Tentatif 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0

Tabel 7 Butir­Peserta Tes (B)Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Abilitas

Peserta Tes 1 1 1 1 1 1 1,0Peserta Tes 2 0 1 1 1 1 0,8Peserta Tes 3 0 0 1 1 1 0,6Peserta Tes 4 0 0 0 1 1 0,4Peserta Tes 5 0 0 0 0 1 0,2

Taraf Kesukaran 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0

Page 17: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

1�

hingga 0,50, meskipun sesungguh-nya peserta tes itu telah gagal untuk merespon semua butir dengan betul (yang diindikasikan dengan nilai 0 pada butir 1 hingga butir 4). Dengan demikian, sebagaimana disebutkan sebelumnya, data empirik itu tidak cocok dengan model yang dikehen-daki. Model yang dikehendaki terse-but merupakan kurva responsi butir dengan mempertimbangkan abilitas, taraf kesukaran, dan probabilitas un-tuk merespon butir dengan betul. Un-tuk mengalibrasi butir dan mengesti-masi abilitas sedemikian hingga data dan model menjadi konvergen, di-perlukan bantuan program komputer. Contohnya, pada model logistik dua parameter (L2P), sejumlah peserta tes mengerjakan sebelas butir de-ngan karakteristik sebagai berikut (Tabel 8).

Perlu diketahui bahwa secara praktik di dalam TCL, daya pembeda berentang dari -2,80 hingga +2,80; dan taraf kesukaran dari -3,00 hingga +3,00 (Baker, 2001). Dengan menge-tahui ciri butir dari model L2P itu, dapat diestimasi ciri laten, yakni abilitas peserta tes. Dan, probabilitas untuk merespon butir dengan betul dapat digambarkan dalam bentuk kurva responsi butir sebagai berikut.

Tampak dari kurva responsi butir yang digambarkan itu, didapatkan berbagai lengkungan yang menyeru-pai huruf S. Lengkungan-lengkungan itu adalah model yang dikehendaki, yakni model ojaif normal. Dengan demikian, manakala sejumlah peser-ta tes memberikan respon terha-dap sejumlah butir, diperoleh kurva responsi butir sesuai dengan model yang dikehendaki. Yang membedakan antarlengkungan itu adalah kecura-mannya. Suatu lengkungan yang ma-kin curam menunjukkan suatu butir

tes yang memiliki karakteristik daya pembeda yang lebih tinggi daripada suatu butir dengan lengkungan yang kurang atau tidak curam. Di sam-ping itu, lengkungan-lengkungan itu berada pada lokasi yang berbe-da. Maknanya, manakala suatu leng-kungan terletak di lokasi yang makin ke kiri, ia mengandung karakteristik taraf kesukaran butir yang relatif mudah dibandingkan dengan suatu lengkungan yang terletak di sebelah kanannya, demikian seterusnya. Dan,

makin ke kanan letak lengkungan menunjukkan suatu butir yang makin sukar. Taraf kesukaran yang dicer-minkan melalui letak lengkungan itu juga berada pada letak abilitas peser-ta tesnya. Maknanya, bagaimanapun juga taraf kesukaran suatu butir sa-ngat bergantung pada taraf abilitas peserta tesnya. Di dalam kondisi yang seorang peserta tes menjum-pai suatu butir yang paling mudah, peserta tes itu tidak akan maksimal

menggunakan abilitasnya untuk merespon butir itu. Demikian pula, di dalam kondisi yang peserta tes men-jumpai suatu butir yang paling sukar, peserta tes yang taraf abilitasnya tetap tidak maksimal untuk merespon butir itu. Oleh karena itu, manakala

peserta tes menjumpai suatu butir yang memiliki taraf kesukaran 0,5, yang bermakna 50% proporsi butir direspon oleh peserta tes, peserta tes itu akan sangat maksimal meng-gunakan abilitasnya untuk merespon butir itu. Pada taraf kesukaran butir 0,5, seorang peserta tes akan me-miliki probabilitas yang sama, yakni 0,5, untuk merespon butir secara maksimal. Dengan demikian, taraf kesukaran butir akan selalu berada pada garis kontinum yang sama de-

ngan abilitas peserta tes.

PenutupMeskipun MST telah menjadi teori yang dominan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas hasil ukur tes dan TCL juga telah populer, ada ber-bagai tantangan dari kedua model itu. Dikatakan bahwa skor tulen hanyalah merupakan abstraksi matematis. Pada model itu, kekeliruan acak pengukur-an ditunjukkan dengan adanya dis-

krepansi antarestimat, bukan antara estimat dan skor tulen hipote-tis. Manakala skor tu-len tidak ada di dalam realita dan tidak dapat diukur secara langsung, skor itu seharusnya ti-dak boleh dianggap skor tulen. Pernyataan itu

berkenaan dengan eksistensi realita matematis.

Pada model TCL, kecocokan anta-ra model dan data empirik menjadi pertimbangan utama. Maknanya, ...

bersambung ke halaman 28

Tabel 8 Ciri Butir

Ciri ButirNomor Butir

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11Daya Pembeda 2,5 2 2,4 1,9 2,2 2,1 1,9 1,7 1,8 1,9 2,2Taraf Kesukaran -0,5 0,5 1,8 1,2 1,6 -0,1 -1 -0,8 1,5 1 0,7

Page 18: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

1� Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

Secara umum bahasa digu­

nakan sebagai alat komunikasi. Tentu saja proses komuni-kasi akan berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak yang berkomunika-si dibekali dengan pengetahuan tentang bahasa dan keteram-pilan berbahasa. Se-bagai contoh, untuk dapat berbicara de-ngan baik dan dapat

dipahami oleh orang lain, seseorang perlu menguasai kosakata dan tata bahasa. Begitu pula orang yang dia-jak bicara. Dengan penguasaan ko-sakata dan tata bahasa ini, keduanya dapat saling memahami aspek yang sedang dibicarakan. Kegiatan terse-but dikategorikan sebagai kegiatan produktif dalam berbahasa. Se-mentara itu, dalam kegiatan resep-tif pembicara dan pendengar perlu menguasai kemampuan menyimak dan membaca. Pengetahuan tentang kosakata dan tata bahasa inilah yang dapat digolongkan ke dalam ranah kognitif. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa dalam kegiatan berba-hasa, pengetahuan manusia kadang-kadang tidak cukup dan karena itu perlu ditunjang oleh keterampilan dan kompetensi berbahasa. Sebagai

contoh, seseorang mungkin mengeta-hui bahwa intonasi dan tekanan kata memang penting, tetapi pada saat berbicara, dia tidak memerhatikan masalah ini.

Selanjutnya, untuk dapat meng-gunakan bahasa dengan baik, sese-orang perlu memproduksi bunyi ba-hasa tersebut. Seseorang yang ingin belajar bahasa Inggris, misalnya, harus dapat mengucapkan bunyi-bunyi dalam bahasa Inggris dengan benar. Hal ini karena kesalahan dalam pengucapan akan mengakibatkan se-seorang tidak dapat dipahami orang lain. Oleh karena itu, dalam konteks Indonesia, pengucapan bunyi-bu-nyi ini juga perlu dilatihkan kepada orang yang ingin belajar bahasa Ing-gris, termasuk para calon widyaiswara mengingat bahwa banyak bunyi dalam bahasa Inggris tidak terdapat di dalam bahasa Indonesia. Pada prosesnya, calon instruktur harus di-latih menggerakkan organ bicaranya, seperti bibir dan lidahnya, sedemikian rupa sehingga bunyi yang dihasilkan sesuai dengan bunyi yang diproduksi oleh penutur asli bahasa Inggris. Dalam hal ini, latihan menggerakkan organ bicara untuk menghasilkan bu-nyi tertentu ini dapat dikategorikan dalam ranah psikomotorik.

Selain dua ranah tersebut, dalam kegiatan berbahasa diperlukan pema-haman tentang sikap, misalnya peng-hargaan terhadap budaya asing. Peng-

Bahasa secara obyektif bisa dilihat sebagai simbol untuk

berkomunikasi. Ia akan menjadi hidup dan dinamis jika digunakan

dan dipelihara oleh masyarakat, termasuk oleh masyarakat

akademis. Untuk mahir berbahasa, seseorang perlu mempelajari dan

mempraktikannya. Tulisan ini mengulas bahasa dan pembelajaran

keterampilan berbahasa.

Page 19: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

1�

gunaan bahasa juga terkait dengan masalah-masalah minat, motivasi, tingkat kecemasan, dan sebagainya. Hal ini mendorong seseorang yang belajar bahasa asing untuk mengem-bangkan ranah afektifnya. Sebagai contoh, agar dapat berhasil dalam belajar bahasa, seorang calon in-struktur perlu mempunyai sikap yang positif terhadap bahasa dan budaya yang dipelajari. Tanpa sikap seperti itu, sangat sulit bagi seseorang un-tuk menguasai bahasa dengan baik.

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BER­BAHASA Pembelajaran Keterampilan Menyi­makKeterampilan menyimak merupakan suatu keterampilan yang melibatkan pembicara dan pendengar. Artinya, pendengar menyaring pesan dari pembicara. Oleh karena itu, ia ha-rus aktif menyumbangkan pengeta-huan baik secara linguistis maupun nonlinguistis. Pembelajaran menyi-mak bertujuan untuk mendapatkan kemampuan tentang struktur dan pemahaman tentang makna. Model pembelajaran ini dilakukan agar sis-wa mengisi waktunya hanya untuk menyimak materi pembelajaran yang diberikan daripada memproduksi ka-limat itu sendiri. Hal itu dilakukan karena mereka hanya mengerti apa yang mereka katakan pada saat mer-eka sedang berinteraksi.

Berkaitan dengan hal ini, Penny Ur (1991:105-108) menyatakan bah-wa dalam pengajaran menyimak perlu ditekankan kehidupan nyata dalam kelas. Kehidupan nyata menurutnya berbeda dengan istilah lain seper-ti kelas menyimak. Kegiatan yang mencontoh kehidupan nyata ini di-dasarkan pada stimulus dari kondisi yang dapat termotivasi dan menarik

perhatian siswa untuk menerima dan memahami apa yang dipelajari oleh siswa dalam situasi belajar. Aspek-as-pek yang menarik siswa dalam konsep kehidupan nyata itu adalah, (1) teks menyimak yang meliputi cerita infor-mal, pembicaraan langsung dengan pembicara, pengembangan topik pembicaraan oleh pendengar, (2) tugas menyimak, yang meliputi pem-berian makna pada ucapan pembicara oleh siswa, pemahaman pendengar terhadap tujuan dan pemikiran pem-bicara, dan respon pendengar terha-dap pembicara.

Pembelajaran Keterampilan Berbi­caraBerbicara adalah keterampilan per-forma. Seseorang dapat melakukannya dengan baik jika dirinya berusaha berbicara banyak. Siswa dalam kelas bahasa asing kadang-kadang meng-alami kesulitan mendengarkan dan berbicara karena mereka takut mem-buat kesalahan.

Keterampilan berbicara adalah kemampuan berbahasa yang menya-jikan bahasa lisan dan mempraktik-kan bagian bahasa dalam bentuk dia-log dan bermain peran. Aspek-aspek teknis dalam keterampilan berbicara adalah ucapan. Rivers (1991:190) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran berbicara diperlukan praktik yang berkaitan dengan ben-tuk leksikal, morfologi, dan bentuk kalimat.

Pada tingkat SMP sebaiknya siswa disuruh berlatih menggunakan ele-men kode bahasa, sehingga mereka dapat mengekspresikan makna dalam latihan. Berkaitan dengan hal ini, Davis (1989: 29) menyatakan bahwa dalam pembelajaran berbicara ada dua bentuk yang sangat penting yakni, ketepatan (accuracy) dan ke-

fasihan (fluency). Ketepatan bertu-juan membantu siswa menggunakan kalimat-kalimat yang benar, sedang-kan kefasihan bertujuan membantu siswa menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

Pembelajaran Keterampilan Mem­baca

Begitu pentingnya membaca, Farr (1984) menyatakan bahwa membaca adalah jantung pendidikan. Berdasar-kan penelitian Baldridge (1987), seseorang dituntut membaca tidak kurang dari 840.000 kata per ming-gu. Jika kecepatan efektif membaca (KEM) yang ia miliki hanya 250 kata per menit, waktu yang harus ia gu-nakan khusus untuk membaca adalah 8 jam per hari. Tentu saja kondisi seperti ini tidak praktis. Jika waktu yang bisa ia sediakan untuk mem-baca hanya 4 jam per hari, kecepatan membacanya harus dilipatgandakan menjadi 500 kata per menit.

Kegiatan membaca memerlukan dua informasi, yakni informasi yang diterima oleh otak pembaca dari ba-han yang dibaca melalui indra mata-nya, dan informasi lainnya berupa informasi nonvisual dalam benak pembaca. Smith dan Haris (1996:25) menyatakan bahwa membaca adalah kegiatan yang memadukan kegiatan intelektual dan emosi untuk mem-berikan persepsi terhadap pesan. Se-hubungan dengan itu, Adams mem-berikan empat langkah dalam pembe-lajaran membaca yakni (1) memerha-tikan artikel, (2) membaca satu atau dua paragraf, (3) membaca heading, dan (4) membaca paragraf terakhir. Keempat langkah tersebut dijabarkan dalam tiga langkah yang dilakukan. Ketiga langkah itu adalah (a) pre-reading, untuk membangkitkan mi-nat siswa dalam menggambarkan pe-

Page 20: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

20 Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

ngetahuan atau idenya tentang topik yang akan dijelaskan sebelum penya-jian materi; (b) whilst-reading, untuk membantu siswa memahami struktur, isi bacaan, dan maksud penulis dalam bacaan itu; dan (c) post-reading, un-tuk membantu siswa dalam meng-gabungkan ide dari apa yang telah dibaca.

Pembelajaran Keterampilan MenulisMenurut Rusyana (1988:191) menulis merupakan kemampuan mengguna-kan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan gagasan atau pesan. Tarigan (1986:21) menyatakan bahwa menulis adalah proses meng-gambarkan suatu bahasa sehingga pe-san yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca. Kedua pendapat tersebut mengacu kepada kegiatan menulis sebagai proses yang melam-bangkan bunyi-bunyi ujaran ber-dasarkan aturan-aturan tertentu. Art-inya, segala ide, pikiran, dan gagasan penulis disampaikan dengan lam-bang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebut pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.

Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Costa (1985:103) menyatakan bahwa menulis dan ber-pikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersamaan dan berulang-ulang. Tulisan adalah wa-dah yang merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengomunikasikan pikiran-nya, dan melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemam-puannya dalam menulis. Tidak mudah bagi seseorang untuk mengemuka-kan gagasan secara tertulis. Hal ini karena di samping dituntut mampu

berpikir memadai, seseorang ditun-tut menguasai materi tulisan, pen-getahuan bahasa tulis, dan motivasi yang kuat. Menurut Harris (1977: 68) seorang penulis harus menguasai lima komponen tulisan yaitu, (1) isi tulisan, (2) organisasi tulisan, (3) kebahasaan, (4) gaya tulisan, dan (5) mekanisme tulisan. Kegagalan dalam salah satu komponen dapat mengaki-batkan gangguan dalam menuangkan ide secara tertulis.

Keterampilan menulis merupa-kan kegiatan yang tidak dapat di-pisahkan dalam proses belajar sejak dari pendidikan dasar sampai pergu-ruan tinggi. Aktivitas menulis meru-pakan manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai pembelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbi-cara, dan membaca. Dibanding tiga kemampuan yang lain, kemampuan menulis relatif lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini karena kemampuan menulis menghen-daki penguasaan berbagai unsur ke-bahasaan dan unsur nonkebahasaan, yang terjalin sedemikian rupa untuk menghasilkan tulisan yang baik, run-tut dan padu. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, pembelajar ditun-tut tidak hanya memiliki kemampuan menulis dan menyusun kata-kata, tetapi juga memiliki kemampuan pe-

nalaran dan pilihan kata yang tepat sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dengan mudah dipa-hami pembaca. Pembelajar dituntut mampu menuangkan pikiran, ide atau gagasan yang ada secara sistematis, efektif, logis dan ekonomis. Valette (1997:217) menyatakan bahwa se-orang penulis harus memiliki tingkat kemampuan sempurna dalam bahasa yang digunakan agar komunikasi menjadi efektif. Kemampuan sem-purna bermakna bahwa keterampilan menulis muncul setelah keterampilan lain dikuasai, termasuk kosakata, tata bahasa, intonasi, dan ejaan. Dengan demikian, tulisan yang dihasilkan dapat dipahami. [E]

Daftar RujukanAdams, W. Royce. 1969. Increaseing

Reading Speed. Toronto: McMillan Davis, E.C. 1989. An Integrated

Approach. Ujung Pandang: Hasanuddin University and SIL.

Larry A. Haris, Carol B Smith. 1996. Reading Instruction Diagnostic Teaching in the Classroom. London: Edward Arnold.

Rivers, Wilga. 1991. Teaching Foreign Language Skills. New York: University of Chicago

Robinett, Omagio. 1990. Teaching Language in Context. London: Permagon.

Page 21: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

21

PERNAH mendengar celoteh ringan dari seorang gadis yang akan segera menikah? Begini katanya: “Pokoknya calonku itu adalah seseorang yang memiliki kepribadian deh…!”. Lalu

dengan enteng pula dikomentari kawan sebayanya, “Oh, pantes lu mau, maksud lu calon suami lu itu haruslah seseorang dengan rumah pribadi, mobil pribadi, villa pribadi…?”

internasional pada tahun 2015 (seperti lembaga SEAMEO RELC Singapura yang selama beberapa tahun ini menjadi benchmarking PPPPTK Bahasa).

Untuk itu upaya untuk mengarah ke sana harus benar-benar diperhatikan, misalnya dengan mengeluarkan legalitas bentuk struktur program resmi yang disahkan oleh kepala pusat, dengan instrumen yang dapat mengukur keberhasilan struktur program tersebut. Dengan demikian dari tahun ke tahun ia dapat ditinjau ulang apakah masih layak atau sudah saatnya dilakukan revisi.

Menyoal kembali tentang kompetensi kepribadian, begitu pentingkah seorang guru memiliki kompetensi kepribadian? Sebelumnya mari kita tinjau secara etimologis. Kompetensi berarti sejumlah karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior (www.jakartaconsulting.com)

Sementara itu, kepribadian menurut kamus psikologi yang dikutip dari situs www.trescent.wordpress.com adalah suatu

Teringat akan masa itu (masa pencarian jati diri seorang calon suami), saya menjadi termotivasi untuk membaca lebih lanjut apa itu kepribadian. Apalagi jika kompetensi yang satu ini kini telah dilegalkan menjadi kompetensi yang wajib dimiliki oleh setiap guru yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan payung legal itu adalah Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 atau yang lebih dikenal dengan UU Guru dan Dosen. Detailnya terdapat pada pasal 10 ayat 1 yang menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud meliputi kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Tulisan kali ini berfokus pada kompetensi kepribadian. Sebagai lembaga diklat, dalam setiap struktur programnya PPPPTK Bahasa membagi materi diklat ke dalam tiga poin besar yaitu: umum, pokok, dan penunjang. Pada poin pokok inilah mata tataran dibagi ke dalam empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru.

Pada momentum penerimaan sertifikat ISO 9001:2000 pada hari Senin 20 November 2007 lalu, diharapkan lembaga ini mampu memiliki struktur program diklat yang terstandar. Dengan demikian, ke depan ia dapat memenuhi visinya yang dapat bersaing dalam kancah

Guru yang memiliki kompetensi kepribadian yang tinggi amat menentukan berhasil tidaknya proses pembentukan pribadi siswa yang unggul yang

menjadi salah satu tujuan dari sistem pendidikan nasional.

Page 22: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Edisi 11 Tahun VI Juni 200822

organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.Istilah sistem psikofisik menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dalam arti bahwa di antara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Istilah khas memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.

Sementara itu, kepribadian menurut situs www.hidayatullah.com, terbentuk dari pola sikap (Aqliyah) dan pola tingkah laku (Nafsiyyah), yang kedua komponen tersebut terpancar dari ideologi (Aqidah) yang khas atau tertentu.

Dari penjelasan di atas masing-masing mengenai kompetensi dan kepribadian, menjadi kompetensi kepribadian berarti kemampuan yang terdapat dalam diri seseorang yang terlihat dalam sikap dan perilaku individu untuk menjadi pribadi yang unggul berdasarkan ideologi yang mendasarinya, dalam hal ini agama.

Dapat kita garis bawahi di sini bahwa apa yang tampak dari kompetensi kepribadian sese-

orang adalah cerminan dari agama yang diyakini oleh yang bersangkutan. Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar sedunia, (data terakhrir statistik penduduk muslim Indonesia sebanyak 88.22%) sudah selayaknya Departemen Pendidikan Nasional yang memberlakukan kewajiban seorang guru memiliki kompetensi kepribadian yang unggul juga menyertakan program mengenai fase pencapaian menuju kemapanan berkompetensi kepribadian. Seperti yang kita mafhumi bahwa mata kuliah agama hanya kita dapatkan 2 jam per pekan di sekolah, tingkat SD hingga

SMA; sedangkan di universitas

hanya 2 SKS selama masa tempuh kuliah. Apa yang bisa kita harapkan dari seorang guru yang hanya mendapat sekian persen dalam hidupnya untuk mendalami agamanya?

Namun, jika secara formal pemerintah belum bisa meningkatkan kompetensi

kepribadian rakyatnya, tentunya secara arif kita harus dapat mencari alternatif lain dalam memenuhi harapan bangsa ini untuk membentuk pribadi yang unggul dalam pembangunan. Dan alternatif tersebut adalah kembali ke mayoritas ideologi yang dianut bangsa Indonesia: Islam. Betapa Rasulullah telah menjadi model nyata dalam membangun kompetensi kepribadian yang unggul dengan kapasitas Shiddiq, jujur, benar dan dapat dipercaya atas apa yang diucapkan dan perilaku sesuai selaras. Amanah, sanggup melaksanakan tugas sesuai dengan yang dipercayakan, fathonah, memiliki kecerdasan profesional dalam melakukan tugas yang

diberikan, dan tabligh, dapat mengo-munikasikan dengan baik apa yang sedang, telah, dan akan dilakukan dalam mengemban tugas.

Apakah keempat kompetensi tersebut sudah dapat kita muhasabah, kita ukur sendiri sudah berapa persenkah kompetensi dari teladan terbaik sepanjang masa ini dapat kita ejawantahkan dalam tugas kita

sebagai PNS di lingkungan PPPPTK Bahasa yang bertanggungjawab secara moral untuk menyebarluaskan kompetensi kepribadian sebagai amanah UU Guru dan Dosen?

Berapa persen pun jawaban jujur yang kita hitung diam-diam dalam kekhusyukan malam, setidaknya kita selalu memiliki waktu untuk menyempatkan diri mengukur seberapa besar peran kita demi membawa manfaat sebesar-besarnya PPPPTK Bahasa dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia secara menyeluruh. Mari kembali ke sumber sempurnanya seorang manusia Nabiyullah Muhammad Salallahu Alayhi wasallam, “khoyrunnaas, anfa’uhum linnaas”. Wa’allahu musta’an. [E]

Page 23: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

23

Titik­titik air sisa hujan malam ini yang jatuh dari dedaunan menemani saya dalam sebuah kegelisahan untuk menuangkan

sedikit hasil pengembaraan siang tadi. Hari itu, 21 Februari 2008, setelah membujuk dan memohon panitia gelar wicara gratis, akhirnya bisa juga saya memasuki ruang Aula AJB untuk melepaskan dahaga, mencari trik-trik sebuah penulisan. Sebuah dunia yang seharusnya kita selami bersama.

Fenomena lahirnya penulis-penulis muda di Indonesia, seperti Andrea Hirata, yang juga menjadi salah satu narasumber dalam gelar wicara yang bertajuk “Menulis! Siapa Takut?” tersebut seharusnya menjadi cambuk bagi kita untuk mengikis keengganan dalam menulis, dan lebih berani mengasah kemampuan literasi kita.

Tak ada yang tahu pasti apa penyebab sindrom malas menulis tersebut, yang jelas kenyataan bahwa menulis belum menjadi budaya memang sangat menyedihkan. Menurut Muchtar Bucheri, kemampuan baca tulis masyarakat Indonesia (36%) berada di urutan kedua setelah Venezuela (33,9%), sedangkan rasio membaca Indonesia dan negara berkembang lainnya 1 buku untuk 4 orang; negara maju, 4 buku satu orang (Djojonegoro 1995). Sementara itu, data terbaru yang dilansir

Page 24: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Edisi 11 Tahun VI Juni 20082�

oleh Taufik Ismail menyebutkan bahwa perbandingan buku yang wajib dibaca dalam waktu tiga tahun di sekolah, di ruang perpustakaan menunjukkan bahwa di Thailand Selatan siswa membaca 5 judul, di Malaysia 6 judul, Rusia 12, Kanada 13 judul, di Jepang 15, di Swiss 15, dan Jerman 22, di Perancis 20 buku, Belanda 20 buku, di Amerika 30 judul buku, dan di Indonesia nol buku baik di desa muapun di kota sejak 1983-2006 (Republika, 20 Februari 2008).

Masyarakat Indonesia sebagian besar memang masih senang melanggengkan budaya oral. Sejak dulu masyarakat kita memang dikenal sebagai masyarakat pencerita. Hal ini dapat dilihat dari bukti sejarah bahwa dalam budaya kita dikenal adanya pencerita yaitu orang yang bercerita tentang tatanan kehidupan, nasihat dll, sehingga terbentuklah cerita rakyat (folklore). Di masa perjuangan lahirlah orator-orator ulung sekelas Bung Karno, atau Bung Tomo. Setidaknya begitulah pendapat Qoris Tajudin, dalam kegiatan yang digelar oleh mahasiswa FISIP UI tersebut.

Sesungguhnya, tak kurang-kurang pemerhati budaya dan pendidikan menggembar-gemborkan budaya menulis dan membaca. Apabila dikaji lebih dalam, menulis ternyata menyimpan segudang kekuatan. Menulis, dalam hal ini tidak hanya menuangkan isi kepala ke dalam berlembar-lembar kertas. Menulis disinyalir dapat meningkatkan kecerdasan. Untuk dapat mengumpulkan dan menyusun

kata-kata menjadi sebuah rangkaian kalimat dan paragraf, yang akhirnya menjadi tulisan yang padu; seseorang harus memiliki ilmu yang cukup. Namun, bagi pemula tidak perlu khawatir sebab menulis juga merupakan sebuah proses berpikir, dan mengasah otak pun memerlukan waktu, bukan sebuah pekerjaan instan. Aktivitas menulis, yang merangkaikan kalimat

menjadi sebuah paragraf yang kohesif dan koheren, membutuhkan kerjasama otak yang harmonis. Aktivitas menulis membuat kita belajar untuk berpikir logis dan analitis. Dalam sebuah proses penulisan akan ada

perunutan masalah mengapa A bisa menjadi B, dan mengapa ketika A bertemu dengan B bisa menjadi C; sehingga dalam proses menulis tidak ada lompatan logika. Lebih lanjut, Redaktur Koran Tempo tersebut menyebutkan bahwa tidak ada tulisan yang jelek, yang ada adalah tulisan yang tidak logis.

Menulislah!Menulis, yang merupakan kegiatan mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaan lewat tulisan; tidak bisa berlepas diri dari peran otak. Tulisan adalah sebuah ”permainan bebas” unsur-unsur bahasa dalam komunikasi. Ia juga sebuah proses perubahan makna secara terus-menerus. Untuk dapat menuangkan ide dan gagasan dalam ”permainan” tersebut diperlukan keahlian untuk menuangkannya secara tertib dan tertata. Dan yang bertanggung jawab dalam pengurutan dan keteraturan adalah otak belahan kiri. Sementara itu, otak belahan kanan bertugas mengatur imajinasi dan kreativitas. Apabila kedua belahan itu dapat bersinergi, otak akan berkembang secara seimbang. Menulis juga dapat mempercepat pematangan belahan otak kanan, dan dapat berpengaruh ke belahan otak kiri karena adanya cross-over dari kanan ke kiri dan sebaliknya yang sangat kompleks dari jaras-jaras neuronal di otak. Polarisasi keseimbangan otak tersebut adalah kemudahan dalam mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang lain, seperti kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Selain itu, informasi dapat diserap dan diproses dengan lebih efektif.

Kecerdasan yang sering diasumsikan sebagai kecerdasan intelektual belaka sebenarnya tidak cukup. Kecerdasan yang demikian sama halnya dengan mengembangkan satu belahan otak saja, yaitu otak kiri. Padahal, dalam hidupnya, manusia tidak hanya membutuhkan kecerdasan secara intelegensi tetapi juga kecerdasan secara emosional dan spiritual. Sementara itu, IQ hanya digunakan untuk melihat dan membayangkan ruang dan mencari hubungan logis antarperistiwa atau kasus. IQ tidak dapat digunakan untuk kreativitas, kemampuan sosialisasi, dan kearifan lainnya. Padahal, dalam kegiatan menulis seseorang dapat dengan bebas berimajinasi. Imajinasi berarti membiarkan otak mengembara mencari dimensi kebenaran alamiah, membayangkan bentuk, ruang, warna, waktu, dan beragam imaji lain. Namun, pengembaraan itu tetap

Page 25: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

2�

dikontrol oleh belahan otak kiri dengan melakukan analisis, kritik, dan lain-lain. Oleh karenanya, dengan menulis seseorang tidak hanya diajak untuk mengembangkan belahan otak kiri tetapi juga otak belahan kanan. Dengan otak belahan kanan manusia diajarkan untuk cerdas secara emosional dan spiritual.

Untuk mengasah kecerdasan diperlukan upaya untuk memahami segala sesuatu, baik kejadian yang dialami, dibaca, maupun dilihat. Dalam pemahaman itulah terjalin suatu hubungan kerjasama otak antara penyusunan imaji dan perangkaiannya dalam suatu bentuk komunikasi, yang dalam hal ini adalah tulisan. Efek atau suasana perasaan dan emosi baik persepsi, ekspresi, maupun kesadaran pengalaman emosional, secara predominan diperantarai oleh belahan otak kanan. Artinya, hemisphere ini memainkan peran besar dalam perkembangan emosi, yang sangat penting bagi perkembangan sifat-sifat manusia yang manusiawi. Kehalusan dan kepekaan seseorang untuk dapat ikut merasakan perasaan orang lain, menghayati pengalaman kehidupan dengan “perasaan”, adalah fungsi otak kanan, sedang kemampuan mengerti perasaan orang lain, mengerti pengalaman dengan rasio adalah fungsi otak kiri. Kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan manusiawi dengan orang lain merupakan percampuran antara otak kanan dan kiri.

Menulis juga merupakan pengejawantahan kegiatan membaca, baik yang berasal dari bacaan, pengalaman maupun penafsiran. Kemampuan menulis yang tidak diimbangi dengan kemampuan membaca bagaikan sayur tanpa garam. Agar dapat melakukan analisis yang tajam, seorang penulis dituntut untuk mampu membaca semua fenomena yang ada.

Dalam mengukur kemampuan berbahasa, refleksi merupakan kemampuan metabahasa yang menjadi indikator kecerdasan. Seseorang yang telah memiliki budaya menulis tidak saja dapat dipastikan cerdas secara linguistis tetapi juga cerdas secara intelektual, sebab ia membuktikan tidak saja mampu berbahasa tetapi juga mampu mengemukakan data, fakta, serta analisisnya dalam bentuk tulisan.

Budaya baca-tulis yang kuat ternyata dapat mempercepat proses terciptanya komunitas terdidik dengan kesempatan

belajar yang tak terbatas, mempercepat penjalaran dan pembiakan pengetahuan serta mendorong terciptanya ruang-ruang kreativitas baru bagi masyarakat dalam menghadapi tantangan hidup sehingga terbentuk manusia-manusia yang cerdas hanya dengan melalui pengembangan budaya baca-tulis. Telaah lebih jauh memperlihatkan bahwa anak yang biasa atau gemar membaca terbukti jauh lebih pandai, serta memiliki IQ dan EQ

yang lebih tinggi daripada anak yang kurang banyak membaca. Anak yang senang membaca mempunyai penalaran dan tingkat kecerdasan yang jauh di atas rata-rata kelas, dan tingkat emosionalnya sangat seimbang. Bahkan dalam melakukan ”problem solving” rata-rata lebih logis pemikirannya, disertai dengan bahasa yang runtut dan santun.

Menulis sebagai salah satu bentuk komunikasi afektif dapat memberikan pengalaman emosional. Emosi, yang merupakan suatu pengalaman subjektif, dimiliki oleh setiap manusia. Kemampuan merasakan, menghayati, dan mengevaluasi makna dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan melalui proses menulis sejak dini.

Karena itu, menulislahmakakauakancerdas! [E]

Aktivitas Menulis dan Otak Manusia

Para linguis membagi otak manusia menjadi dua bagian,

yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan

otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri

berhubungan dengan logika, analisis, bahasa, rangkaian

(sequence), dan matematika. Belahan otak kiri ini

merespon masukan yang membutuhkan kemampuan

mengupas/meninjau (critiquing), menyatakan (declaring),

menganalisis, menjelaskan, berdiskusi, dan memutuskan

(judging). Sementara itu, belahan otak kanan berkaitan

dengan ritme, kreativitas, warna, imajinasi, dan dimensi.

Oleh karenanya, belahan otak ini berfungsi kalau

manusia beraktivitas, misalnya menggambar, menunjuk,

memeragakan, bermain, berolahraga, bernyanyi, dan

beraktivitas motorik lainnya, termasuk di dalamnya

aktivitas menulis.

Page 26: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

2� Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

TULISAN ini merupakan pengalaman penulis selama

mengikuti Long Term Training Program For Foreign Teachers of The Japanese Language di Kita Urawa, Saitama, Jepang. Program tersebut merupakan salah satu program yang diadakan oleh The Japan Foundation yang diperuntukkan bagi seluruh guru bahasa Jepang yang ada di seluruh dunia sebagai upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan pengajaran bahasa Jepang.

Program pelatihan ini diikuti oleh 68 orang peserta yang datang dari 28 negara. Walaupun peserta terdiri dari berbagai macam negara dengan bahasa dan budaya yang berbeda-beda, kami memiliki tujuan dan minat yang sama terhadap bahasa dan budaya Jepang sehingga semua perbedaan yang ada tidak lagi terasa.

Materi PelatihanSebelum pelatihan dimulai, diadakan pre-test untuk mengetahui kemampuan peserta, yang terdiri dari kemampuan Nihonggo Noryouku Shiken, kanji, dan wawancara. Kemudian berdasarkan hasil itu

peserta dibagi menjadi 6 kelas sesuai dengan kemampuannya. Materi yang diberikan berkiatan dengan tata bahasa, kemahiran berbicara, mendengar, membaca, percakapan, dan metode pengajaran bahasa Jepang.

Selain itu, terdapat materi pilihan materi, yakni materi persiapan Nihonggo Noryoku Shiken (NNS), latihan pengucapan bahasa Jepang, berita, drama, dan anime. Untuk menunjang proses belajar peserta, The Japan Foundation memberikan bahan ajar berupa buku-buku dan media pengajaran seperti kaset, cakram padat, dan DVD yang mendukung materi pelajaran yang diberikan.

Ruang kelas yang digunakan pun benar-benar menunjang pelatihan. Setiap kelas terdiri dari 10 orang, dengan fasilitas yang benar-benar memadai. Setiap kelas memiliki whiteboard, LCD, video recorder, TV, dan DVD player. Pengajar sangat kooperatif dengan para peserta. Para pengajar tidak hanya bisa ditemui saat proses belajar di kelas, tetapi juga selalu menyediakan waktu bagi

peserta yang ingin berdiskusi baik masalah akademis maupun masalah pribadi.

Kunjungan SekolahPada program ini kami mengadakan kunjungan ke Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas, yaitu Shibakawa Shougakkou dan Asakanishi Kotougakkou. Kunjungan ini dimaksudkan agar peserta dari berbagai negara bisa melihat keberlangsungan proses belajar di sekolah di Jepang.

Pada saat mengunjungi sekolah dasar, setiap kelas dimasuki oleh dua peserta pelatihan yang berbeda negara dan diharuskan memperkenalkan negara masing-masing di depan para siswa. Pada kesempatan itu, saya menampilkan beberapa foto yang menggambarkan budaya dan kota-kota yang ada di Indonesia.

Selain itu, saya membawa alat musik angklung yang ternyata sangat digemari oleh para siswa. Ternyata banyak anak yang sudah mempersiapkan pertanyaan mengenai Indonesia. Namun, yang

Page 27: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

2�

Kami mendapatkan hal yang berbeda saat kami mengunjungi Sekolah Menengah Atas. Siswa terlihat lebih malu-malu untuk bertanya sehingga kami lebih banyak mendapatkan penjelasan dari para guru. Kami berkeliling ke dalam kelas-kelas. Kelas-kelas di sana hampir sama dengan kelas di sini, yang terdiri dari 20-35 siswa.

Yang membuat kami tertarik adalah adanya program ekstrakurikuler yang diadakan setelah jam sekolah, yang tidak hanya terdiri dari kegiatan-kegiatan modern seperti cheerleaders, dance, atau basket, tapi juga kelas-kelas kebudayaan Jepang seperti chanoyu (upacara minum teh), manga (membuat komik), dan samisen (alat musik tradisional Jepang). Hal ini menunjukkan bahwa negara Jepang sangat mencintai kebudayaan mereka.

Program KebudayaanPada program pelatihan ini peserta tidak hanya diberikan materi bahasa Jepang, tapi juga diadakan program kebudayaan (bunka taiken) dengan mendatangkan para ahli di bidangnya seperti, seperti origami (seni melipat kertas), ikebana shoudou (kaligrafi Jepang), cara pemakaian kimono, chanoyu (upacara minum teh), buyou (tarian tradisional Jepang). Selain itu, diadakan program home stay selama 2 hari 1 malam.

Banyak sekali pengalaman berharga yang didapatkan saat mengikuti program tersebut. Peserta menjadi lebih mengenal budaya yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang tentunya. Kesulitan yang dihadapi saat berinteraksi langsung

dengan masyarakat Jepang karena

menurut saya paling menarik adalah saat ada seorang siswa yang bertanya, “Sensei, Indonesia de inul wa yumei desuka?” yang artinya “ Inul itu terkenal ya di Indonesia?”. Saya tidak habis pikir dari mana anak itu mengetahui inul. Ketika saya bertanya, anak itu hanya bisa tersenyum malu.

Kemudian anak yang lain seperti tak mau kalah dan kembali mengeluarkan pertanyaan khas anak-anak yang membuat saya tersenyum. Banyak hal yang bisa dipelajari di sana dan yang menurut saya paling menonjol adalah disiplin dan tata tertib.

Hal tersebut terlihat saat tiba waktunya makan siang. Para siswa segera berganti pakaian khusus berwarna putih dan mengatur meja berbentuk kelompok-kelompok kecil. Sebagian anak maju ke depan dan melayani teman-teman mereka yang berbaris rapi untuk mendapatkan makanan. Saya ikut makan bersama mereka dengan menu hari itu yang terdiri dari sup sayuran, salad almond, roti, susu, dan apel. Setelah selesai makan, mereka kembali berganti baju dan bergotong royong membersihkan kelas sebelum kembali melanjutkan pelajaran.

Orang tua tidak harus membayar mahal uang sekolah di Jepang karena buku pelajaran telah disubsidi oleh pemerintah sehingga orang tua hanya diharuskan membayar uang makan siang di sekolah. Ada satu lagi hal menarik, yakni setiap siswa di sana tidak ada yang memakai sepatu dalam sekolah. Mereka diharuskan untuk berganti sepatu dengan sandal khusus yang dinamakan surippa setibanya mereka di sekolah.

Page 28: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Edisi 11 Tahun VI Juni 20082�

adanya perbedaan budaya dijadikan pelajaran berharga oleh para peserta.

Selain program budaya diatas, The Japan Foundation memberikan program rekreasi kepada para peserta yang diadakan setelah masa perkuliahan berakhir pada setiap semesternya. Para peserta diajak untuk pergi ke wilayah-wilayah yang bersejarah sehingga wawasan peserta lebih terbuka.

Kemudian pada akhir pelatihan, diadakan acara ramah-tamah yang semua peserta, pengajar, para host family, dan warga sekitar berkumpul untuk merayakan kelulusan. Pada acara itu, kami diminta untuk menggunakan pakaian dan menampilkan kebudayaan dari negara masing-masing. Dan peserta dari Indonesia pada kesempatan itu menyanyikan lagu Rasa Sayange yang

disambut meriah oleh banyak orang Jepang yang mengenal lagu itu, yang merupakan lagu rakyat Indonesia.

FasilitasThe Japan Foundation selaku pihak penyelenggara telah mempersiapkan segala keperluan sehingga peserta merasa nyaman selama tinggal dan belajar di lingkungan The Japan Foundation. Setiap peserta menempati kamar masing-masing, yang di dalamnya terdapat berbagai fasilitas yang mendukung proses belajar, yaitu radio, tape dan CD player, video player, pendingin udara, dan rak buku.

Selain fasilitas tersebut, di The Japan Foundation Institute yang menjadi tempat tinggal peserta selama

pelatihan juga tersedia ruang cuci, dapur, ruang karaoke, dan fasilitas olahraga. Terdapat juga ruang perpustakaan yang sangat lengkap dan ruang audio visual untuk mendukung proses belajar.

PenutupProgram pelatihan selama 6 bulan di Jepang dirasakan sangat singkat mengingat segala fasilitas yang memadai, proses belajar yang menyenangkan, pengajar yang berkualitas dan kompeten di bidangnya, dan teman-teman yang memiliki tujuan yang sama amat menyenangkan dan bermanfaat.

Program-program pelatihan yang telah dirancang sedemikian rupa oleh pihak The Japan Foundation juga dapat menutupi rasa haus para peserta akan pengetahuan mengenai Jepang. Semoga pelatihan ini dapat memberi banyak manfaat dan bisa diaplikasikan dalam pekerjaan kami selanjutnya. [E]

...manakala kalibrasi butir dan estimasi abilitas dilaku-kan, diperlukan model responsi butir yang dikehendaki. Kalibrasi dan estimasi tersebut bergantung pada bebera-pa syarat TCL. Dan, apabila persyaratan dan model yang dikehendaki itu telah dipenuhi, pertimbangan lain yang juga penting adalah kecukupan jumlah responden (peser-ta ujian) yang secara tetap memberikan respon terha-dap butir-butir tes yang diujikan. Dengan demikian, TCL merupakan salah satu solusi atas kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh MST. [E]

Pustaka RujukanBaker, F.B. (2001). The basics of item response theory.

University of Wisconsin: ERIC Clearinghouse on Assessment and Evaluation.

Hambleton, R. K., Swaminathan, H., & Rogers, H. J. (1991). Fundamentals of item response theory. Newbury Park, CA.: Sage Publications.

sambungan dari halaman 17

Page 29: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

2�

PEMANFAATAN teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran bahasa merupakan hal yang menarik dan terbukti mampu memotivasi seseorang untuk meningkatkan kompetensi berbahasa. Dilatari oleh pemikiran tersebut dan sebagai upaya meningkatkan mutu SDM, PPPPTK Bahasa pada tanggal 14 hingga 16 Mei 2008 mengadakan pelatihan program Dynamic Education (DynEd) yang diikuti sejumlah karyawannya.

Program ini dibuat berdasarkan TIK dan merupakan sistem pembelajaran jarak jauh berbasis belajar mandiri yang pembelajar dapat

mengembangkan kemampuan bahasa Inggrisnya dengan bantuan komputer multimedia. Selain itu, ia memungkinkan pembelajar memantau cara belajar dan kemajuan yang diperolehnya. Di samping untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, kegiatan ini bertujuan memberikan kesempatan kepada tim pengembang e-learning mempelajari bentuk-bentuk latihan yang ada serta memahami prinsip pengembangannya.

Program DynEd juga akan dimanfaatkan dalam diklat-diklat guru bahasa Inggris. Diharapkan, kegiatan ini juga bisa memotivasi karyawan PPPPTK Bahasa meningkatkan kompetensi Bahasa Inggrisnya. [E-nillapramowardhany]

Pelatihan DynEd bagi Karyawan PPPPTK Bahasa

Primary English Training For Trainer

KEGIATAN pelatihan sudah menjadi sesuatu yang melekat pada PPPPTK Bahasa. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari terselenggaranya kegiatan Primary English Training for Trainers yang berlangsung selama dua pekan dari 18 hingga 29 Februari 2008. Pesertanya berjumlah 22 orang, yang berasal dari 5 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Pelatihan ini merupakan tahap pertama dari tiga tahap yang direncanakan. Pada tahap ini mereka belum diharapkan untuk melatih di daerah tapi diharapkan dapat mengobservasi pembelajaran bahasa Inggris di kelas. Hal ini diperlukan sebagai pembekalan sebelum mereka menjadi trainer. Dengan demikian, mereka memperoleh pengalaman sebelum menjadi trainer yang pembekalannya pada tahap kedua direncanakan pada September 2008. Pada tahap tiga mereka dilatih untuk menjadi instruktur atau guru model yang pada praktiknya mereka akan dipantau di daerah masing-masing. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Depdiknas dan British Council, yang direncanakan berlangsung hingga 2010.

Kerjasama serupa dilakukan pula di Taiwan, Vietnam, Jepang, Malaysia, Philipina, dan Singapura. Pelaksanaan di negara-negara tersebut disesuaikan dengan konteks negara masing-masing. Tiap negara harus mempunyai satu orang master teacher dan dibantu oleh seorang penutur jati (native speaker) dari British Council. Sembilan puluh persen materi pelatihan berkaitan dengan strategi mengajar sedangkan selebihnya berupa pengembangan profesional, adult learning,

2�

Page 30: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Edisi 11 Tahun VI Juni 200830

Kegiatan TOT Guru Bahasa Mandarin

dalam bentuk buku teks dan buku latihan Le MAG 1, petunjuk guru serta satu buah cakram padat kepada para peserta. Diharapkan paket tersebut dapat mempermudah guru dalam mengajar dan memotivasi siswa dalam belajar. Kegiatan ini ditutup oleh Kepala PPPPTK Bahasa, Dr. Muhammad Hatta, M.Ed., dihadiri oleh Kasubag Umum serta Kasi Program dan Sistem Informasi LPMP Sulawesi Utara.

Pada kesempatan tersebut diumumkan hasil TOT, yaitu 13 peserta mendapat predikat Amat Baik, 6 orang berpredikat Baik dan 1 orang berpredikat Cukup. Semoga Diharapkan kegiatan ini bisa bermaanfaat bagi guru-guru di Sulawesi Utara dalam meningkatkan kompetensi profesional dan pedagogik. Esperons de vous voir au Centre de Formation! [E-nillapramowardhany]

UNTUK kali kedua pada tahun 2008 diselenggarakan TOT Guru Bahasa Prancis SMA. Kegiatan ini dilaksanakan dari tanggal 1 hingga 14 Mei di LPMP Sulawesi Utara dan diikuti oleh 20 guru Bahasa Prancis. Provinsi ini dipilih sebagai tempat penyelenggaraan karena ia memiliki populasi guru bahasa Prancis yang cukup besar (±40 orang).

Seluruh Widyaiswara Bahasa Prancis PPPPTK Bahasa, dibantu Dr. Rosa Ramding dari Universitas Sam Ratulangi dan penutur jati Bahasa Prancis, Fanny Cottet, bertindak sebagai pengajar dan fasilitator. Kegiatan ini berpola 140 jam dan materinya mencakupi empat kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

Pada materi kompetensi profesional, peserta mendapatkan pendalaman bahasa Prancis yang setara dengan DELF A1 dan A2 (Utilisateur Élementaire): kemampuan berkomunikasi dalam konteks sehari-hari pada lingkungan pribadi dan profesional. Pada materi kompetensi pedagogik, mereka mendapatkan penyegaran tentang pendekatan dan metodologi pembelajaran bahasa yang komunikatif dan berbasis kompetensi yang harus diterapkan dalam pengembangan silabus bahasa Prancis.

Pada kesempatan ini, Bagian Kerjasama dan Kebudayaan (SCAC) Kedubes Prancis di Jakarta memberikan seperangkat materi pembelajaran

strategi mengajar bahasa pertama dan kedua, dan bagaimana bahasa dipelajari di dalam kelas. [E-wahyuningrum]

Kegiatan TOT Guru Bahasa Prancis SMA

JURUSAN Bahasa Mandarin boleh dikatakan masih seumur jagung di PPPPTK Bahasa. Namun, geliat kegiatan diklatnya begitu mewujud secara nyata. Salah satu kegiatan itu adalah TOT Guru Bahasa Mandarin yang dilaksanakan dari 30 Maret hingga 12 April 2008 di LPMP Jawa Tengah dan diikuti 20 orang dari provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Makassar, dan DKI Jakarta. Kegiatan telah dilaksanakan dengan baik dan berhasil.

Hal tersebut tampak dari antusiasme peserta dan hasil akhir tes yang diperoleh. Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh diharapkan dapat diimbaskan kepada guru bahasa Mandarin yang lain di MGMP. PMPTK pada tahun 2008 telah memberikan kesempatan kepada 20 orang guru bahasa Mandarin yang berprestasi dan memiliki kompetensi nilai HSK 4 (nilai kemampuan berbahasa Mandarin) untuk mengikuti lokakarya selama 28 hari di Cina. Mereka diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan pengalaman. [E-dwihadimulyaningsih/supraptiningsih]

Page 31: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

31

Kegiatan TOT Guru Bahasa Indonesia

PADA tahun 2008 ini PPPPTK Bahasa mengadakan TOT Guru Bahasa Indonesia Tingkat Regional, yang meliputi SD, SMP, dan SMA. TOT Guru Bahasa Indonesia SMP dilaksanakan di LPMP Sumatera Barat dari 23 Maret hingga 5 April 2008.

Kegiatan tersebut diikuti 30 orang guru bahasa Indonesia dari 5 provinsi yaitu: Jambi, Sumatra Barat, Aceh, Riau, dan DKI Jakarta. Di tempat yang sama dari 26 Maret hingga 8 April 2008 dilaksanakan TOT Guru Bahasa Indonesia SMA, yang pesertanya berjumlah 30 orang guru bahasa Indonesia di lima provinsi, yaitu Sumatera Barat, Aceh, Riau, Jambi, dan DKI Jakarta. Adapun TOT Guru Bahasa Indonesia SD dilaksanakan di LPMP NTB dari 7 hingga 20 April 2008. Kegiatan tersebut diikuti oleh 35 orang guru SD dari 3 provinsi, yaitu NTB, Bali, dan Jawa Timur.

Ketiga kegiatan tersebut telah terlaksana dengan baik dan berhasil. Hasil ini terlihat dari antusiasme para peserta selama mengikuti pelatihan.

Selain itu, berdasarkan evaluasi semua peserta dinyatakan lulus dengan predikat baik. Semoga pengalaman dan

pelatihan tersebut dapat menjadi motivasi dalam peningkatan kompetensi selanjutnya. [E-supraptiningsih]

TOT Guru Bahasa Prancis di LPMP Jawa Tengah

UPAYA peningkatan kompetensi guru bahasa Prancis menjadi tanggung jawab PPPPTK Bahasa sebagai lembaga diklat guru bahasa. Untuk itu, PPPPTK menyelenggarakan TOT guru bahasa Prancis jenjang SMA/MA/SMK dengan pola 140 jam, dari tanggal 30 Maret hingga 12 April 2008 di LPMP Jawa Tengah, Semarang.

Kegiatan ini dibuka oleh Kepala PPPPTK Bahasa Dr. Muhammad Hatta, M.Ed. dan dihadiri oleh Kepala LPMP Jawa Tengah Makhali, M.M. Kegiatan yang diikuti oleh 20 guru dari 5 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat) tersebut bekerja sama dengan Universitas Negeri Semarang dan Alliance Française dalam hal penyediaan pengajar dan fasilitator.

Peningkatan kompetensi guru untuk menunjang profesionalitas tetap menjadi tujuan TOT, yang setara dengan diklat jenjang menengah. Untuk kompetensi profesional peserta berlatih agar mencapai DELF B1 (Utilisateur Indépendant), yakni kemampuan berkomunikasi dalam segala situasi yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungan francophone.

Sementara itu, untuk kompetensi pedagogik difokuskan pada pengembangan materi bahasa Prancis. Fokus ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengharuskan guru mampu mengembangkan kurikulum berbasis sekolah (KTSP) khususnya bagian pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.

Kesempatan untuk berinteraksi dengan penutur jati didapat peserta pada sesi tentang budaya masyarakat Prancis yang disampaikan oleh Jérémy Petitjean. Pada akhir kegiatan diumumkan pula keberhasilan peserta, yaitu 2 orang berpredikat Amat Baik, 13 orang mendapat predikat Baik,

sedangkan sisanya 5 orang berpredikat Cukup. Diharapkan kegiatan ini dapat memacu guru untuk terus meningkatkan kompetensi dan profesionalitasnya. [E -nillapramowardhany]

31

Page 32: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Edisi 11 Tahun VI Juni 200832

PADA akhir Maret tahun 2008 PPPPTK Bahasa Jakarta bekerja sama dengan Goethe Institut Jakarta telah mengadakan TOT Guru Bahasa Jerman SMA/MA Tingkat Regional yang diselenggarakan di LPMP Sumatera Barat. TOT Tingkat Regional ini dirancang dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengacu pada struktur program diklat guru bahasa Jerman tingkat lanjutan atau Mittelstufe 1.

Para peserta yang diundang adalah guru-guru bahasa Jerman yang telah menyelesaikan diklat guru bahasa Jerman tingkat dasar atau setidaknya telah memiliki sertifikat internasional bahasa Jerman tingkat dasar (ZD: Zertifikat Deutsch).

Berdasarkan pemetaan penyebaran guru bahasa Jerman di Indonesia yang dilakukan PPPPTK Bahasa jumlah guru bahasa Jerman di wilayah Sumatera yang belum pernah mengikuti diklat tingkat lanjutan cukup besar. Akan tetapi, yang terpilih menjadi peserta hanya 21 orang (dari sembilan provinsi). Berdasarkan prinsip pembelajaran bahasa, terutama pembelajaran bahasa asing, akan lebih efektif jika di kelas terdapat kurang dari 25 peserta.

Diklat yang berlangsung selama dua minggu dengan pola 140 jam (@ 45 menit) ini menitikberatkan pada peningkatan kompetensi keterampilan berbahasa Jerman (Sprache und Landeskunde) dan keterampilan pengelolaan

proses belajar mengajar dengan semua perangkat yang mendukung untuk pencapaian suatu hasil belajar yang optimal (Methodik-Didaktik).

Berdasarkan hasil dari dua penilaian (tes akhir dan penilaian proses sehari-hari) 19 peserta dinyatakan lulus dengan perolehan tiga terbaik, yakni Drs. Maharlin Sihombing (SMAN 1 Air Putih, Sumut); Surahman Saragih T., S.Pd. (MAN 2 Model Medan); dan Rini Puji Astuti, S.Pd. (SMAN 1 Pasir Penyu, Riau), sedangkan yang tidak lulus berjumlah 2 orang. Mereka yang dinyatakan lulus dapat mengikuti jenjang diklat berikutnya. [E-puspitadarapratiwi]

Kegiatan TOT Guru Bahasa Jerman SMA/MA (M1)

PENINGKATAN kualitas guru bahasa melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) menjadi prioritas PPPPTK Bahasa mengingat bahwa guru bahasa pun harus tanggung jawab atas pengelolaan pembelajaran. Untuk itu, ia harus senantiasa tampil secara profesional untuk membimbing peserta didiknya ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan. Kegiatan diklat berjenjang, yakni jenjang dasar, lanjut, menengah, dan tinggi, baik untuk Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dalam hal ini diklat bahasa Inggris, merupakan model dan paradigma yang dikembangkan PPPPTK Bahasa sebagai upaya dan usaha kongkret untuk memberdayakan dan meningkatkan mutu dan profesionalisme guru bahasa di Tanah Air. Diklat berjenjang ini secara umum memiliki dua varian, yakni diklat konvensional-klasikal dan diklat jarak jauh.

Kegiatan diklat jenis ini dilatari oleh pertimbangan bahwa aksesibilitas diklat dengan model konvensional-klasikal tidak mampu secara optimal dan tepat menjangkau sasaran dan memenuhi target. Selain itu, sebaran guru di daerah yang relatif sulit dan terpencil menjadi pertimbangan diciptakannya program ini. Melalui program ini, para guru tidak perlu meninggalkan tugas pokoknya secara fungsional sebagai pengajar sehari-hari. Dalam diklat ini digunakan bahan ajar yang dilengkapi dengan media

Diklat Bahasa Inggris Guru SD Sistem Jarak Jauh

Page 33: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

33

audio dan video, yang pembelajarannya dilakukan secara mandiri. Tambahan pula, kompetensi yang akan dicapai melalui diklat model ini setara dengan diklat sistem tatap muka yang sejauh ini telah dikembangkan PPPPTK Bahasa. Program diklat dengan sistem jarak jauh baru dirintis di tingkat satuan pendidikan SD, yang setakat ini telah meliputi jenjang dasar, lanjut, dan menengah. Selanjutnya diharapkan diklat bahasa Inggris sistem jarak jauh ini tidak hanya diikuti oleh guru bahasa Inggris SD, tetapi juga guru bahasa Inggris SMP, SMA, dan SMK.

Pendidikan dan Pelatihan Bahasa Inggris Guru Sekolah Dasar Sistem Belajar Jarak Jauh merupakan upaya pemerintah dalam hal ini PPPPTK Bahasa bekerja sama dengan Pustekkom, LPMP, Balai Tekkom, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk meningkatkan kompetensi pedagogis, profesional, kepribadian, dan sosial guru SD khususnya peningkatan kompetensi dan mutu pembelajaran bahasa Inggris yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa pembelajaran bahasa asing akan lebih baik manakala dilaksanakan sejak usia dini. Selain itu, masyarakat menyadari pentingnya bahasa Inggris sebagai alat komunikasi pada era globalisasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditunda lagi.

Keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris di SD akan terealisasi apabila dilakukan oleh guru yang berkompeten, didukung dengan metode pembelajaran yang komunikatif dan tersedianya bahan ajar yang cukup serta berkualitas. Oleh karena itu perlu diikuti dengan penyiapan tenaga guru yang berkompeten melalui diklat.

Sebagai langkah awal kegiatan penyelenggaraan diklat adalah dilaksanakannya uji kompetensi bahasa Inggris yang akan diikuti oleh calon peserta diklat untuk memperoleh gambaran umum mengenai tingkat kompetensi bahasa Inggris para guru SD dan mengidentifikasi kebutuhan guru SD dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris SD.

Sebagaimana prinsip kegiatan akademis-pedagogis lainnya, kegiatan diklat bahasa Inggris sistem jarak

jauh ini diselenggarakan dengan menempuh tiga langkah operasional, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemajuan, perkembangan, kelemahan, dan kekuatan kegiatan pembelajaran. Selain itu, evaluasi dilaksanakan untuk memperoleh gambaran kegiatan secara holistik, sebagai upaya penyempurnaan dan perbaikan untuk kegiatan yang akan datang.

Atas dasar tersebut dan untuk mengetahui tingkat kelulusan para peserta diklat sistem jarak jauh, maka dilaksanakanlah Evaluasi Hasil Belajar (EHB). Secara spesifik, evaluasi ini, yang materi tesnya mencakupi kemahiran menulis (writing), berbicara (speaking), menyimak (listening), membaca (reading), grammar dan metodologi pengajaran, diadakan untuk mengetahui tingkat kelulusan para peserta diklat sistem jarak jauh. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk menentukan arah kebijakan dalam penerapan program diklat bahasa Inggris SD sistem jarak jauh.

Diklat Bahasa Inggris Guru SD Tingkat Dasar Angkatan I Sistem Jarak Jauh dimulai sejak tahun 2006 di 10 provinsi, antara lain Riau, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bali, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur yang diawali dengan pelaksanaan uji kompetensi pada bulan September 2005. Pelaksanaan diklat tingkat dasar ini hampir satu tahun karena ada provinsi yang terlambat melaksanakan kegiatan toturial dan pelaksanaan EHB akhir pun terlambat, peserta yang lulus tingkat dasar berhak mengikuti diklat tingkat lanjut, begitupun diklat tingkat lanjut, dan tahun 2008 diklat tingkat menengah masih dalam proses pelaksanaan. EHB akhir diklat tingkat lanjut pada tahun 2007 sebagai berikut:

33

Page 34: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

3� Edisi 11 Tahun VI Juni 2008

EHB Diklat Bahasa Inggris Guru SD Tingkat Lanjut Sistem Jarak Jauh ini diikuti oleh 175 peserta yang dilaksanakan tanggal 6 hingga 7 Juni 2007 bertempat di LPMP setempat. Peserta yang dinyatakan lulus berhak mengikuti diklat tingkat menengah.

Diklat Bahasa Inggris Guru SD Tingkat Dasar Angkatan II Sistem Jarak Jauh diselenggarakan bulan Juli – Desember 2007 di 10 provinsi, antara lain Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur dengan diawali dengan pelaksanaan uji kompetensi pada Mei 2007.

Setelah berakhirnya diklat tingkat dasar ini, maka dilaksanakan EHB akhir , dengan hasil sebagai berikut:

EHB Diklat Bahasa Inggris Guru SD Tingkat Dasar Angkatan II Sistem Jarak Jauh yang diselenggarakan dengan menggunakan DIPA PPPPTK Bahasa tahun anggaran 2008 diikuti oleh 171 peserta yang dilaksanakan tanggal 25 Februari hingga 15 Maret 2008 bertempat di LPMP setempat.

Uji Kompetensi Diklat Bahasa Inggris Guru SD Angkatan III Sistem Jarak Jauh telah dilaksanakan tanggal 25 Februari hingga 15 Maret 2008 bertempat di LPMP setempat dengan jumlah peserta 341 orang dari 10 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, NAD, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Sedangkan diklatnya akan dilaksanakan bulan Juli 2008.

Rekapitulasi Hasil Uji Kompetensi Diklat Bahasa Inggris Guru SD Angkatan III Sistem Jarak Jauh adalah sebagai berikut:

[E-seksidatadaninformasi]

No.

Prov

insi

Jml

Pese

rta

Ting

kata

n Di

klat

Nila

i Te

rend

ahNi

lai

Tert

ingg

iCada

ngan

Ti

ngka

t Da

sar

Men

enga

hLa

njut

Dasa

r

1.DK

I Ja

kart

a16

21

620

3289

14

2.Ba

nten

4010

1020

5387

-

3.DI

Yog

yaka

rta

155

21

2051

81-

4.NA

D11

4-

220

1269

11

5.Be

ngku

lu15

62

620

4284

2

6.Su

lawe

si

Teng

ah13

41

320

1682

12

7.Go

ront

alo

20-

-20

2363

-

8.M

aluk

u13

9-

520

2079

15

9M

aluk

u Ut

ara

146

16

2020

7920

10Pa

pua

142

-2

2040

719

Page 35: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Peserta Diklat Bahasa Indonesia Bagi Guru SD Prov. Kalimantan Timur berfoto bersama Kepala PPPPTK Bahasa dan Kepala Dinas Pendidikan Prov. Kalimantan Timur usai mengikuti pembukaan diklat.

Sebagai wujud kepedulian kepada sesama, pegawai PPPPTK Bahasa ikut berpartisipasi dalam kegiatan donor darah PMI yang dilak-sanakan di SMAN 109 Jakarta.

Kepala LPMP Nusa Tenggara Barat Drs. M. Irfan, M.M., ditemani Kabid Fasilitasi Peningkatan Kompetensi PPPPTK Bahasa Dra. Evari-nayanti, M.Ed. tengah membuka TOT Guru Bahasa Inggris SMA Tingkat Regional.

Para peserta TOT Guru Bahasa Arab SMA/MA Tingkat Regional ten-gah menyimak materi yang disampaikan widyaiswara bahasa Arab PPPPTK Bahasa di LPMP Nusa Tenggara Barat.

Kepala PPPPTK Bahasa beserta para pejabat struktural menerima kun-jungan SEAMEO-RELC Singapura untuk membicarakan program kerja sama yang akan dilakukan antara kedua pihak.

Kepala PPPPTK Bahasa tengah memberi penjelasan kepada Sekjen SEAMEO mengenai rencana pembentukan SEAMEO-RECFOL di PPPPTK Bahasa.

Auditor ISO dari SAI Global, Agus Setiawan, tengah melakukan pemeriksaan di Seksi Evaluasi PPPPTK Bahasa didampingi Kabag Umum PPPPTK Bahasa Drs. Abdul Rozak, M.Pd.

Peserta Diklat Guru Bahasa Jepang SMA Persiapan Ke Urawa Je-pang berfoto bersama Kepala PPPPTK Bahasa, penatar, dan panitia penyelenggara usai acara pembukaan diklat di PPPPTK Bahasa.

Page 36: S Kompetensi Kepribadian: Sebuah Renungan Menulislah Maka ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/006-Ekspresi...SEAMOLEC Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto pada pembukaan

Para pegawai PPPPTK Bahasa tampak sedang bertanding bola voli antarkaryawan dalam rangka Porseni PPPPTK Bahasa tahun 2008.

Para Pegawai PPPPTK Bahasa dengan khidmat mengikuti upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-100 di lapangan upa-cara PPPPTK Bahasa.

Untuk menunjang peningkatan kompetensi widyaiswara khusus-nya, secara berkala PPPPTK Bahasa mengadakan seminar aka-demik. Tampak widyaiswara dan pegawai PPPPTK Bahasa tengah mengikuti seminar.

Penatar TOT Guru Bahasa Mandarin SMA/MA/SMK Tingkat Regional dari Hebei University, Cina Zaho Linjiang, tengah memberikan ma-teri kepada para peserta.

Salah seorang peserta TOT Guru Bahasa Jerman SMA Tingkat Re-gional tengah menyampaikan hasil kerjanya kepada rekan peserta lain di ruang kelas LPMP Nusa Tenggara Barat.

Para peserta Workshop Tutor Bahasa Inggris bagi Guru SD Sistem Jarak Jauh berfoto bersama pejabat di lingkungan PPPPTK Bahasa usai mengikuti acara pembukaan.

Kepala PPPPTK Bahasa didampingi Kabid Fasilitasi Peningkatan Kompetensi tengah memberikan materi Kebijakan PPPPTK Bahasa kepada para peserta Workshop/Lokakarya Instruktur Guru Bahasa Tingkat Nasional di PPPPTK Bahasa.

Dalam rangka meningkatkan kompetensi widyaiswara, PPPPTK Ba-hasa melaksanakan In House Training Pengembangan Kompetensi Widyaiswara. Tampak dalam foto para widyaiswara PPPPTK Bahasa sedang menyusun silabi dan membuat bahan ajar.