dari hama sampai jimat: sebuah catatan perjalanan...

40
1 Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 Diterbitkan oleh PPPPTK Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Naskah Keagamaan Arab-Melayu di Nusantara Yuk, Menulis dengan Gaya Populer dan Mudah Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan Metodologi Pembelajaran Bahasa dan Pengetahuan Lintas Budaya di Carl Duisberg Centren

Upload: others

Post on 12-Oct-2019

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

1Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Diterbitkan olehPPPPTK Bahasa

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Naskah Keagamaan Arab-Melayu di NusantaraYuk, Menulis dengan Gaya Populer dan MudahDari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan PerjalananMetodologi Pembelajaran Bahasa dan Pengetahuan Lintas Budaya

di Carl Duisberg Centren

Page 2: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

2 3Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 3Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

MEDIA Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa ini merupakan salah satu media informasi dan komunikasi antar-unit di lingkungan Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, terutama antara PPPPTK Bahasa dengan PPPPTK lain, LPMP, Direktorat-Direktorat yang relevan, pendidik, dan tenaga kependidikan bahasa.

Media Informasi dan Komunikasi ini memuat informasi tentang kebahasaan dan pengajarannya serta kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guru bahasa. Kami mengundang para pembaca untuk berperan serta menyum-bangkan buah pikiran yang sesuai dengan misi media ini, berupa pendapat atau tanggapan tentang bahasa, pengajarannya, dan ulasan tulisan pada media ini serta tulisan di bidang non-pendidikan bahasa.

Kami akan memperbaiki redaksional tulisan atau meringkas naskah yang akan terbit tanpa mengubah materi pokok tulisan. Bagi penulis yang artikel atau tulisan beritanya dimuat akan diberi honorarium yang pantas. e

Kandungan makna kata

hanya dan saja tidak sama atau

berbeda. Oleh karena itu, kedua

kata tersebut, yaitu hanya dan saja,

tidak dapat saling menggantikan

posisi dan makna yang sama di

dalam sebuah kalimat.

Fungsi kata itu masing-

masing di dalam kalimat berbeda.

Kata hanya menerangkan

kata atau kelompok kata yang

mengiringinya, sedangkan

kata saja menerangkan kata

atau kelompok kata yang

mendahuluinya.

Contoh:

Mereka berlibur di Bali 1. hanya lima hari.Mereka berlibur di Bali lima hari 2. saja.Mereka berlibur 3. hanya di Bali saja.Saya 4. hanya memiliki dua orang anak saja.Orang itu 5. hanya memikirkan diri sendiri saja.

Penggunaan kata hanya dan saja secara bersama-sama

untuk menerangkan kata atau

kelompok kata yang sama seperti

pada contoh kalimat nomor 3,

4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

kasus semacam itu, di dalam

bahasa Indonesia ragam

baku penggunaannya tidak

tepat. Di dalam hal itu, pilih

salah satu, hanya atau saja,

yang menurut kaidah bahasa

Indonesia paling tepat untuk

kalimat tersebut.

Misalnya:

Saya 1. hanya memiliki dua orang anak.Saya memiliki dua orang 2. anak saja.Orang itu 3. hanya memikirkan diri sendiri.Orang itu memikirkan diri 4. sendiri saja.

***

Komunikasi dalam

bidang ekonomi

atau perbankan

tidak jarang menggunakan

istilah debet, misalnya pada

lajur debet dan lajur kredit.

Frekuensi penggunaan istilah

lajur debet cukup tinggi, tetapi

bentuk istilah yang benar

adalah lajur debit.

Kata debit diserap secara

utuh dari kata Inggris debit.

Bentuk istilah itu merupakan

gabungan dua kata, yaitu lajur

dan debit yang membentuk

istilah baru lajur debit. Dari

bentuk istilah debit dapat

dibentuk paradigma istilah yang

bersistem debitor. Hal itu serupa

dengan bentuk istilah bersistem

lainnya seperti apotek dan

apoteker, praktik dan praktikum,

juga provinsi dan provinsialisme.

Istilah debit juga digunakan

dengan pengertian ‘jumlah air yang

dipindahkan dalam suatu satuan

waktu tertentu pada titik tertentu

di sungai, terusan, atau saluran air’

(seperti dalam debit air).

Kenyataan adanya bentuk

polisemi—bentuk kata yang

memiliki makna lebih dari

satu—tidak dapat dijadikan

alasan mengganti istilah debit

menjadi debet. Dalam bidang

ekonoi dan perbankan pun debit

memiliki makna lebih dari satu:

(1) ‘uang yang harus ditagih dari

orang lain; piutang’, (2) ‘catatan

pada pos pembukuan yang

menambah nilai aktiva atau

mengurangi jumlah kewajiban;

jumlah yang mengurangi

deposito pemegang rekening

pada banknya’. e

senaraibahasaHanya dan Saja, Debet atau Debit

Ditulis ulang oleh Yusup Nurhidayat dari buku Buku Praktis Bahasa Indonesia 2 Dendy Sugono (ed.) (Jakarta. Pusat Bahasa. 2009)

Page 3: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

3Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 3Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Pada edisi kali ini, Ekspresi me-

nyuguhkan tulisan utama me-

nge nai pengalaman penulis yang ditugaskan ke

negara bagian Sabah, Malaysia. Penulis ditugas-

kan untuk menjadi pengajar di sekolah Indonesia

di sana.

Dalam tulisan tersebut mengungkapkan peng-

alamannya mengejar bahasa Indonesia bagi anak-

anak Indonesia yang ternyata sudah terbiasa meng-

gunakan bahasa Melayu.

Selain mengajarkan bahasa Indonesia di seko-

lah Indonesia, penulis pun berkesempatan meng-

ajarkan bahasa Indonesia bagi penutur asing

seperti Turki, Turkmenistan, dan Tajikistan. Para

penutur asing itu memiliki antusiasme yang tinggi

mempelajari bahasa Indonesia.

Menurut para penutur asing itu, bahasa Indo-

nesia itu memang mudah dipelajari. Selain itu,

dibandingkan dengan bahasa Inggris, bahasa Indo-

nesia lebih luwes dan tidak kaku. Bahkan di ling-

kungan ASEAN, bahasa Indonesia sudah diakui se-

bagai bahasa yang memiliki keindahan tersendiri.

Artikel lain menyuguhkan kepada Anda be-

ragam tulisan mengenai bahasa secara umum dan

pembelajaran bahasa. Semua hal tersebut bisa

Anda baca lewat Ekspresi edisi kali ini. Semoga

bermanfaat. e

Senarai Bahasa

Salam Redaksi

Laporan Utama

Bangga Berbahasa Indonesia [4]

Bahasa dan Sastra

Naskah Keagamaan Arab-Melayu di

Nusantara [11]

Yuk, Menulis dengan Gaya Populer

dan Mudah [22]

Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah

Catatan Perjalanan [26]

Metodologi Pembelajaran Bahasa

dan Pengetahuan Lintas Budaya

di Carl Duisberg Centren [33]

Lintas Bahasa Budaya

Serambi Foto

Pembina Kepala PPPPTK Bahasa Teriska R. Setiawan Penanggung Jawab Kabag Umum Abdul Rozak Pemimpin Redaksi Kasatgas Protokol dan Dokumentasi Iri Agus Sudirdjo Redaktur Pelaksana Yusup Nurhidayat Redaktur Ririk Ratnasari, Winda Scorfi, Joko Subroto Desain Sampul dan Tataletak Yusup Nurhidayat Pencetakan dan Distribusi Naidi, Djudju, Komariah Alamat Redaksi Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa Jalan Gardu, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan

12640 Kotak Pos 7706 JKS LA Telp. (021) 7271034 Faks. (021) 7271032 Website: www.pppptkbahasa.net Email: [email protected]

daftarisi

salamredaksi

Page 4: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

4 5Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 5Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

BANGGA BERBAHASA INDONESIA

Bahasa IndonesIa BegItu kaya, Indah

dan sangat tInggI nIlaI kesastraannya. karya-

karya yang lahIr dengan medIa Bahasa IndonesIa,

BaIk artIkel, cerpen, novel sangat relevan

dengan zamannya.

Page 5: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

5Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 5Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

BANGGA BERBAHASA INDONESIA

laporanutama

Tinggi nilai sastranya bisa

dirasakan melalui novel

Azab dan Sengsara karya

Merari Siregar dan Siti Nur-

baya karya Marah Rusli pada

zaman penjajahan Belanda

tahun 1920-an, hingga za-

man sekarang tahun 2000-

an dengan terbitnya novel

Laskar Pelangi karya Andrea

Hirata, yang sudah diterje-

mahkan ke dalam lima ba-

hasa di dunia. Begitu juga

dengan peribahasa atau

proverbs yang berjumlah

lebih dari seribu entri seba-

gaimana terlihat dalam Buku

dan CD Kamus Peribahasa In-

donesia, karya penulis yang

dikumpulkan dan diolah

dari berbagai sumber.

Kayanya bahasa Indonesia

terlihat bukan berasal dari

bahasa Melayu saja, tetapi

berasal juga dari bahasa

Jawa dan bahasa Asing yang

bersinggungan seperti baha-

sa Belanda. Kare nanya baha-

sa Indonesia berbeda

dari bahasa Melayu di

Malaysia. Bahasa In-

donesia memiliki lebih

banyak perkataan dari

bahasa Jawa dan Be-

landa meski didasarkan

dan didominasi oleh

bahasa Melayu Riau,

contohnya pejabat pos

di Malaysia dikenal de-

ngan sebutan kantor

pos di Indonesia. Kata

kantor ini berasal dari

kata Belanda kantoor

untuk pejabat.

Studi bahasa Indone-

sia ternyata dipelajari

juga di Adam Mickie-

wicz University (UAM)

Polandia, Universite

Degli Studi di Napoli

l’Orientale (UNO) Ita-

lia, Institute of Oriental

Studies di Uzbekistan. Ke-

tertarikan mahasiswa bela-

jar bahasa Indonesia ka rena

kekayaan budaya dan wisata

di Indonesia, ter utama Bali.

Sementarra itu Menteri Pen-

didikan dan Kebudayaan

M. Nuh mengungkapkan

bahwa China tertarik un-

tuk mengembangkan studi

Page 6: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

6 7Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 7Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

laporanutama

bahasa Indonesia di pergu-

ruan tinggi ternama. Juga

di nege ri Kanguru Australia,

menjadikan bahasa Indone-

sia bahasa kedua. Bahkan,

ada sebuah radio di sana

yang menggunakan bahasa

Indonesia dalam siarannya.

Di negara-negara maju,

seper ti Jepang dan Korea,

telah menjadikan bahasa In-

donesia sebagai mata kuliah

di kampus-kampus ternama.

Hal yang sama terjadi di be-

nua Amerika, seperti AS dan

Kanada, mahasiswa-maha-

siswa di sana sangat antusias

belajar Bahasa Indonesia,

karena menjadi mata kuliah

penting.

Keindahan bahasa Indone-

sia diakui pula oleh negara-

negara ASEAN dalam konfe-

rensinya dengan menjadikan

bahasa Indonesia sebagai

bahasa pengantar kedua

sete lah bahasa Inggris.

Bahasa Indonesia bagi Calon Mahasiswa AsingBahkan penulis sendiri mera-

sakan saat mengajar Bahasa

Indonesia bagi Penutur Asing

(BIPA). Bagaimana antusi-

asme belajar yang luar biasa

dari calon mahasiswa dari

tiga negara; Turki, Turkmen-

istan, dan Tajikistan. Mereka

begitu dalam menggali atau

mengeksplorasi bahasa In-

donesia. Proses pembelajar-

an berjalan sangat aktif dan

menyenangkan. Mereka pun

rela bersusah payah setiap

hari belajar dan belajar agar

bisa dikatakan bisa berba-

hasa Indonesia dengan baik

dan nantinya merela layak

diterima belajar di kampus-

kampus ternama negeri ini.

Menurut mereka, bahasa

Indonesia memang mudah

dipelajari, hanya sedikit

masalah penulisan bunyi

atau fonem yang pelambang-

annya sama sehingga mem-

bingungkan bagaimana ha-

rus melafalkannya. Misal nya

lambang atau huruf [e] yang

memiliki dua bunyi, [e] ta-

ling pada kata elang dan [ə] pepet pada kata emas.

Pada kata bebek, memiliki

dua pelafalan, bebek yang

berarti itik sebagai unggas

dan bebek sebagai menum-

buk buah atau sesuatu men-

jadi halus. Contoh lain juga

berlaku pada kata yang ber-

homograf, seperti kata apel

yang memiliki tiga makna

menurut KBBI. Makna per-

tama sebagai pohon yang

buahnya bundar, berda ging

tebal dan mengandung air

“menurut mereka, Bahasa IndonesIa memang mudah

dIpelajarI.”

Page 7: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

7Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 7Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

serta berkulit lunak yang

warnanya merah (kemerah-

merahan) atau kuning

(kekuning-kuningan), jika

matang rasanya manis ke-

masam-masaman; Pyrus

malus, atau buah apel.

Kedua apel sebagai wajib

hadir dulu suatu upacara

resmi (bersifat kemiliter-

an) untuk diketahui hadir

tidaknya atau untuk men-

dengar amanat. Ketiga apel

sebagai kepala kampung (di

bawah kepala desa).

Mereka juga mendapatkan

pengertian berupa penekan-

an bahwa kalimat-kalimat

dalam bahasa Indonesia

tidak mengharusnya meng-

gunakan kata kerja atau

verba seperti bahasa Ing-

gris. Bahasa Indonesia lebih

mempermudah dalam pe-

nyusunan kalimat-kalimat

tanpa kata kerja atau verba.

Misalnya untuk mengatakan

Rumah itu indah tidak perlu

Rumah itu adalah indah,

seperti bahasa Inggris That

house is beautiful. Di sini ba-

hasa Indonesia mampu “me-

nyihir” atau menghilangkan

verba yang sebenarnya tidak

diperlukan. Oleh karena itu,

bahasa Indonesia dalam pola

kalimatnya intinya berupa

Subjek + Predikat (bisa verba

bisa selain verba).

Berbeda dengan bahasa Ing-

gris yang mengharuskan

kalimat-kalimatnya meng-

gunakan verba dengan pola

kalimat intinya Subject +

Verb, bahasa Indonesia le bih

luwes atau tidak kaku. Misal-

nya untuk mengatakan Saya

seorang pelajar yang berpola

Subjek + Predikat dalam ba-

hasa Indonesia tidak meng-

Page 8: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

8 9Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 9Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

haruskan predikatnya verba menjadi I am

a student dalam bahasa Inggris. Di sini

tampak bahwa bahasa Inggris mengharus-

kan menggunakan verba yang sebenarnya

verbanya tidak kentara, namun digantikan

dengan to be (pengganti Verba).

Waktu pun terus berjalan hingga mere-

ka diuji memasuki kampus yang mereka

ingin kan. Suatu ketika alangkah terke-

jut dan senangnya saat berjumpa kembali

dengan mereka yang sudah diterima di

kampus-kampus negeri ini dan tersebar

ke beberapa daerah, misalnya ada yang

di Universitas Indonesia (UI), Universitas

Diponegoro (Undip), dan Universitas Padja-

djaran (Unpad).

Rupanya mereka sudah pandai berbahasa

Indonesia dengan baik dengan bergaul

dengan para mahasiswa dan sudah bisa

mengikuti dosen-dosen yang mengajar

dengan bahasa Indonesia di kampus, meski

ada kendala bila dosennya berbicara cepat.

Sepanjang ini mereka menikmati kuliah

dan penuh semangat belajar

karena mereka sudah diprio-

ritaskan menjadi guru-guru

di sekolah-sekolah interna-

sional di negaranya maupun

di Indonesia.

Pembelajaran Bahasa In-donesia bagi Anak Indone-sia di SabahPembelajaran bahasa In-

donesia bagi anak Indone-

sia di Sabah lebih mudah

bila dibandingkan dengan

pembelajaran bahasa Indo-

nesia bagi orang asing. Hal

ini dikarenakan anak-anak

Indonesia di Sabah sudah

memiliki bekal bahasa Me-

layu Malaysia, yang memi-

liki beberapa kesamaan kosa

kata dengan bahasa Indone-

sia. Mereka pun masih ada

yang sempat ikut orang-

tuanya pulang kampung—

laporanutama

Page 9: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

9Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 9Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

kembali ke daerah asalnya

Sulawesi—pada waktu cuti

kerja.

Awal berinteraksi dengan

anak-anak Indonesia di Sa-

bah, penulis dikejutkan

de ngan sebuah kata yang

sudah bergeser jauh makna-

nya, yaitu kita. Kata kita

digunakan oleh mereka un-

tuk kata sapaan Anda yang

sopan. Ternyata ini merupa-

kan budaya bahasa Bugis di

Sulawesi yang ikut terbawa

ke Sabah. Adapun makna

sebenarnya kita adalah pro-

nomina persona pertama ja-

mak, yang berbicara bersama

dengan orang lain termasuk

yang diajak bicara.

Bahasa Indonesia menjadi

pelajaran tambahan yang

sepekannya bobotnya hanya empat jam pela-

jaran. Sebelumnya bila yang mengajar bukan

guru dari Indonesia, maka pelajaran ini pun

ditiadakan. Ini sangat memprihatinkan me-

mang. Jadi, mereka sangat minim bekal ber-

bahasa Indonesianya. Ketika mengenalkan

nama hari dalam bahasa Indonesia, ternyata

mereka telah mengenal lebih dulu bahasa

Melayunya. Mereka tersenyum-senyum se-

olah menyalahkan Senin menjadi Isnin, Kamis

menjadi Khamis, Minggu menjadi Ahad. Juga

untuk nama-nama bulan ada beberapa perbe-

daan untuk Maret menjadi Mac, Juni menjadi

Jun, dan Agustus menjadi Ogos.

Pembelajaran di kelas—ketika masuk pada

pelajaran kata ganti atau pronominal—men-

jadi sedikit masalah. Karena penulis harus

menekankan kembali bahwa kita bermakna

bukan kamu atau Anda, melainkan kata ganti

orang pertama jamak sebagai mana dijelaskan

di atas. Kemudian kata kami sering diguna-

kan untuk menggantikan saya. Dua hal ini

yang perlu diluruskan dan ditekankan.

Page 10: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

10 11Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 11Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Sementara kata sapaan un-

tuk bapak dan ibu, diguna-

kan kata encik, menjadi pak-

cik dan makcik. Kata cikgu

yang bermakna ‘guru’ sen diri

lahir dari kata encik guru

yang disingkat cikgu. Kata

sapaan lain untuk kakek

dan nenek disini mengenal

kata ato’ dan opa.

Berbeda dengan orang In-

donesia kota yang biasa

memanggil orang tuanya de-

ngan mama dan papa, akan

memanggil kakek neneknya

dengan opa dan oma. Terli-

hat ada perbedaan makna

yang sangat jauh antara opa

yang bermakna ‘kakek’ dan

opa yang bermakna ‘nenek’.

Kata benda yang berada di

kelas dan di luar kelas ba-

laporanutama

nyak menunjukkan perbe-

daan. Kata penghapus dipa-

dankan dengan pemadam.

Ini akan menjadi bahan ter-

tawaan bila kita katakan, to-

long ambil pemadam! Orang

Indonesia memahami bahwa

pemadam adalah alat untuk

memadamkan api bukannya

penghapus. Benda lain seper-

ti mobil mereka sudah ter-

biasa dengan menyebut kere-

ta. Penulis pun sedikit ter-

tawa ketika melihat tulisan

“Terima cuci kereta”, karena

membayangkan kereta yang

dimaksud adalah kereta api.

Betapa bakal susah payah

orang mencucinya. e

Sumber PustakaMahayana S, Maman. Artikel

Kompas, 2005. “Sihir

Bahasa Indonesia.”

Jakarta.

Pusat Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI),

Software offline. Jakarta.

Hasan dan Sadeli, Kamus

Bahasa Inggris-Indonesia

dan bahasa Indonesia-

Inggris. Jakarta:

Gramedia.

http://www.id.wikipedia.org

www.goodnewsfromindonesia.

org.

Wawancara: 1. Siswa BIPA

(Bahasa Indonesia bagi

Penutur Asing) dari

Negara Turmenistan dan

Tajikistan; 2. Penutur

bahasa Melayu di

Semenanjung dan Sabah,

Malaysia.

Page 11: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

11Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 11Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Naskah keagamaaN arab-melayu di NusaNtara

Ahmad GhoziWidyaiswara Bahasa Arab

PPPPTK Bahasa

PENDAHuluAN

Studi filologi di Indonesia adalah suatu studi yang berupaya mengungkapkan nilai-nilai dan budaya yang terkandung pada masyarakat masa lalu melalui karya-karyanya. Di dalam karya masa lalu terdapat wajah masa lalu yang menjadi wajah kita saat ini. Banyak sekali peningggalan masa lalu berupa candi, artefak, istana, masjid, dan bangunan lain-nya. Namun ada lagi peninggalan lain yang sering diabaikan, di antaranya naskah-naskah atau buku kuno, baik yang sudah tersimpan dalam perpustakaan maupun yang belum ditemukan.

Menurut Pierce Butler dalam bukunya berjudul An Introduction to Library Science (1961),

buku adalah suatu bentuk mekanisme sosial dalam melestarikan memori umat manusia, dan perpustakaan adalah suatu perangkat sosial untuk mengalih-kan/transfer memori itu ke dalam kesa-daran setiap pribadi. Dengan demikian, perpustakaan pada dasarnya merupa-kan akumulasi dari memori umat ma-nusia, sekaligus mencerminkan tingkat perkembangan peradaban yang dicapai umat manusia sebagai kelompok atau komunitas. Jika dikaitkan de ngan ke-lompok atau komunitas tertentu, mi-salnya dalam konteks bangsa atau ne-gara, maka perpustakaan di komunitas bangsa itu juga mencermin kan jati diri bangsa. Di dalamnya terkandung kehor-matan, martabat, dan kekayaan baik

Page 12: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

12 13Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 13Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

intelektual, spiritual, maupun sosial-budaya yang seyogya-nya menjadi kebanggaan bagi setiap warga bangsa itu. (Dep-dikbud: 15).

Dengan demikian, masih mi-nimnya penelitian naskah-naskah kuno, khususnya naskah keagamaan mencer-minkan masih jauhnya keter-tarikan generasi masa kini un-tuk mempelajari budaya masa lalu. Hal ini tampak, khusus-nya untuk penelitian naskah-naskah Arab dan melayu yang dilakukan para akademisi. Di Universitas Indonesia, sebagai kampus pelopor kajian filologi di Indonesia pada abad ke-20, hanya terdapat beberapa pene-litian terhadap naskah-naskah Arab, di antaranya Tesis Fauzan Muslim (1996) berjudul Kunhu Ma La Budda Minhu Karya Ibnu Arabi, dan Oman Fathurrahman (1998) yang berjudul Tanbih al Masyi al Mansub Ila Thariq al Qusyayi (yang terbit seba-gai Fathurrahman 1999a), dan disertasi Purwadaksi (1992) berjudul Ratib Samman dan Hi-kayat Muhammad Samman. Di IAIN Jakarta, dipelopori oleh Nabilah Lubis dengan diser-tasinya (1992) yang berjudul

Zubdat al Asrar fi Tahqiq Ba’d Masyarib al Akhyar Karya Yusuf Al Taj, yang terbit sebagai Lubis 1996). (Lubis, 2007: 3).

Artikel ini secara singkat akan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan studi naskah keagamaan dan mela-yu di Indonesia, khususnya teks-teks bahasa Arab dan sastra yang paling banyak ber edar di nusantara.

PEmBAHASAN

Pengertian Naskah KunoNaskah kuno adalah benda budaya yang berupa hasil karang an dalam bentuk tu-lisan tangan atau ketikan yang mengandung ide-ide, ga-gasan, ajaran moral, persepsi budaya masayarakat setem-pat, filsafat, keagamaan, dan unsur-unsur lain yang mengandung nilai luhur (Mu-nawar, 1996: 42).

Jadi yang yang dimaksud naskah kuno keagamaan dan melayu dalam makalah ini adalah naskah-naskah yang berisi ide, gagasan, dan unsur-unsur nilai dan keagamaan dan ber corak melayu yang ditulis de ngan huruf Arab Me-

layu (Jawi/Pegon) karya para ulama atau penulis nusantara, baik yang telah tersimpan maupun yang masih tercecer.

Perkembangan Penelitian Naskah Kuno KeagamaanKajian filologi di Indonesia tak dapat dilepaskan dari proses keragaman Islam di Indonesia yang diapresiasi sebagai produk dari sebuah proses akulturasi budaya lokal di wilayah nusantara dengan nilai-nilai normatif agama, dalam hal ini Islam.

Tradisi penulisan berbagai do-kumen dan informasi dalam bentuk manuskrip tampaknya pernah terjadi secara besar-besaran di Indonesia pada masa lalu, terutama jika dili-hat dari melimpahnya jumlah naskah yang dijumpai seka-rang, baik yang ditulis dalam bahasa asing seperti Arab dan Belanda, atau dalam bahasa-bahasa daerah seperti Melayu, Jawa, Sunda, Aceh, Bali, Ma-dura, Batak, dll. Hal tersebut tampaknya mudah dipahami, ter utama jika dikaitkan de-ngan belum dikenalnya alat pencetakan secara luas hing-

“tradIsI penulIsan BerBagaI dokumen dan InformasI dalam Bentuk manuskrIp

tampaknya pernah terjadI secara Besar-Besaran dI IndonesIa.”

Page 13: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

13Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 13Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

ga abad ke-19, khususnya di wilayah Melayu-Nusantara.

Oleh karenanya, tidak meng-herankan jika saat ini kita menjumpai bahwa khazanah naskah nusantara hampir tidak terhitung jumlahnya, baik yang berkaitan dengan bidang sastra, filsafat, adat istiadat, dan terutama bidang keagamaan (Islam). Bahkan Nurkholis Majid pernah meng-isyaratkan bahwa naskah-naskah nusantara terdapat dalam jumlah jutaan. (Lubis, 2007: 3)

Dalam hal naskah-naskah ke-agamaan, tampak bahwa jum-lah naskahnya terlihat lebih menonjol, terutama karena terkait dengan proses Islam-isasi di Indonesia yang ba-nyak melibatkan para ulama produktif di zamannya. Data-data yang dijumpai umumnya memberi penjelasan bahwa

naskah-naskah keagamaan tersebut ditulis oleh para ula-ma terutama dalam konteks transmisi keilmuan Islam, baik transmisi yang terjadi antara ulama Melayu-Nusantara, di mana Indonesia termasuk di dalamnya, dengan para ulama Timur Tengah, maupun antar-ulama Indonesia itu dengan murid-muridnya di berbagai wilayah.

Dalam konteks naskah ke-agamaan ini, dua pola trans-misi keilmuan yang terjadi di wilayah Indonesia tersebut pada gilirannya membentuk pula dua kelompok bahasa naskah: pertama naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa Arab; dan yang kedua naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa-bahasa daerah, terutama melayu.

Dalam perkembangannya, jumlah naskah tersebut ke-

mudian semakin membengkak de ngan adanya tradisi penya-linan naskah dari waktu ke waktu, baik yang dilakukan oleh murid-murid untuk ke-pentingan belajar, maupun yang dilakukan oleh “tukang-tukang salin” untuk kepen ti-ngan komersil.

Hanya saja, sejauh ini be-lum diidentifikasi adanya naskah-naskah Nusantara di negara-negara yang banyak menyim pan naskah-naskah karya anak-anak nusantara. Bahkan naskah-naskah di negeri- negeri Timur Tengah pun hingga kini belum ter-sosialisasikan keberadaannya secara maksimal ke negeri “pemiliknya”.

Kita mungkin tidak terlalu khawatir dengan kondisi naskah-naskah yang telah tersimpan di berbagai perpus-takaan, karena semuanya ber-

Page 14: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

14 15Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 15Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

ada dalam “perawatan” yang standar di bawah supervisi pada filolog dan pustakawan yang mumpuni. Meskipun—khususnya untuk naskah-naskah di luar negeri—kita seringkali dihadap-kan pada kesulitan untuk mengakses naskah-naskah tersebut, se hingga hal ini turut memberikan kontribusi pada “malas-nya” sebagian sarjana kita untuk memanfaatkan naskah-naskah tersebut sebagai sumber primer kajiannya.

Masalah yang lebih serius dalam hal pernaskahan nusantara ini sebetulnya adalah kare na masih banyaknya naskah-naskah tersebut yang tersimpan di kalangan masyarakat sebagai mi-lik pribadi. Menjadi masalah karena umumnya naskah-naskah yang kebanyakan ditulis pada sekitar abad 17 dan 18 tersebut terbuat dari kertas yang secara fisik tidak akan tahan lama, sehingga kertasnya menjadi lapuk, robek, dan akhirnya hi-lang pula pengetahuan yang tersimpan di dalamnya. Kalau-pun terawat, umumnya hanya karena naskah-naskah tersebut dianggap sebagai “benda keramat” yang harus disimpan rapi, kendati isinya tidak pernah diketahui dan dimanfaatkan oleh khalayak umum.

Menurut Fathurrahman, kendati telah beberapa kali dilaku-kan upaya inventarisasi dan pelestarian atas naskah-naskah tersebut, nyatanya hingga kini—setidaknya berdasarkan peng alaman kunjungan ke beberapa daerah— naskah-naskah yang terdapat di masyarakat tersebut masih banyak yang belum teridentifikasi, dan apalagi terawat dengan baik. Me-narik dicatat bahwa wilayah nusantara yang sebagian besar masyarakatnya masih menyimpan naskah-naskah tersebut ternyata berada di wilayah Timur, antara lain di NTB, Buton, Ternate, dan sebagainya (Oman, 2007: 3).

Dalam konteks ini, Aceh tentu saja merupakan wilayah yang penting disebut. Menurut catat an sementara, di dayah Tanoh Abee, Seulimeum, Aceh misalnya, terdapat ribuan naskah

dalam bahasa Arab, Melayu, dan Aceh —ini belum ter-masuk naskah-naskah lainnya yang masih berada di ta ngan masyarakat.

Sejauh ini, upaya perawatan yang dilakukan atas naskah-naskah tersebut baru dilaku-kan secara tradisional, sehing-ga tidak menjamin akan tetap terpelihara kandungan isinya. Dalam konteks keagamaan (Islam), naskah-naskah di Tanoh Abee ini tampaknya sangat layak mendapat per-hatian khusus, selain karena semuanya bersifat agama, ia juga semakin penting kare-na mencerminkan dasar pendidik an agama di daerah Aceh pada abad ke-19.

Hubungan Naskah dan Bu-daya DaerahTak dapat dipungkiri bahwa berkembangnya naskah-nas-kah nusantara dipisahkan dari masuknya Islam yang sejak abad ke-7 sudah mulai merembes masuk ke wilayah Melayu-Nusantara. Menurut Taufik Abdullah dalam Badri

“upaya perawatan yang dIlakukan atas naskah-naskah terseBut Baru

dIlakukan secara tradIsIonal, sehIngga tIdak menjamIn akan tetap terpelIhara

kandungan IsInya.”

Page 15: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

15Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 15Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Yatim bahwa pelabuhan-pelabuhan penting di Sumate-ra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 sering disinggahi pedagang asing, seperti La-muri di Aceh, Barus di Palem-bang, Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa. (Yatim, 2000: 191).

Melalui penetrasi budaya Islam nusantara ini, diyakini mem-bawa tradisi tulis di kalangan masyarakat Melayu-Nusantara, sehingga dalam perkembang-annya—seperti telah dikemu-kakan—tradisi Islam ini turut mendorong lahirnya sejum-lah besar naskah, khususnya naskah-naskah keagamaan.

Implikasi dari akukturtasi tradisi daerah dan Islam ini misalnya, masyarakat Melayu-Nusantara mulai memiliki kebiasaan untuk mencatat-kan berbagai pemikiran dan hal penting lainnya dengan menggunakan tulisan Jawi (bahasa Melayu de ngan ak-sara Arab) atau bahasa Pegon (bahasa Jawa dan Sunda de-ngan aksara Arab), di samping tentunya dengan bahasa Arab itu sendiri.

Dalam hal ketiadaan sastra dari zaman sebelum Islam di nusantara, misalnya Sriwi-jaya, hal tersebut dikarena-kan tenggelamnya kerajaan tersebut beserta agama Budha yang diyakinilah sebagai pe-nyebab utama. Orang tidak lagi melihat pentingnya me-nyalin naskah-naskah itu, akan tetapi beralih kepada

kepercayaan baru. Kedatangan alairan atau agama baru dapat menyebabkan produk lama dapat musnah seperti yang terjadi pada peralihan agama Hindu kepada agama Islam, dalam tra-disi Jawa. (Ikram, 1997: 27).

Selanjutnya, karya tulis masyarakat Islam nuantara (kyai, ulama, cendikiawan) tersebut—terutama pada periode awal masuknya Islam—dituangkan bukan hanya di atas kertas, tetapi dalam berbagai media (alas naskah) seperti batu, daun lontar, bambu, kayu, tulang, tanduk, kulit hewan, dan se-bagainya. Dalam kenyataannya, pengaruh tulisan Arab yang kemudian menghasilkan tulisan Jawi dan Pegon tersebut tidak saja terlihat dalam naskah-naskah keagamaan, tetapi juga dalam naskah-naskah sastra yang secara substansi tidak berkaitan langsung dengan Islam.

Produksi naskah-naskah Islam di Nusantara semakin mening-kat pada abad ke-16 hingga abad ke-18, terutama ketika Aceh menjadi pusat kegiatan intelektual Islam, dan melahirkan ulama-ulama kenamaan seperti Hamzah Fansuri, Shamsud-din al-Sumatrani, Nuruddin al-Raniri, dan Abdurrauf Singkel, yang luar biasa produktif dalam menghasilkan naskah, baik untuk kepentingan belajar mengajar maupun untuk kepen-tingan lainnya.

Tradisi naskah di wilayah Aceh ini kemudian menyebar ke ber-bagai wilayah lainnya di Nusantara, tidak saja di wilayah Su-matra, melainkan juga ke wilayah lainnya di Pulau Jawa. Aki-batnya, di berbagai wilayah tersebut banyak dijumpai naskah-naskah lokal, yang secara spesifik menyim pan pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan wilayahnya itu.

Dari beberapa telaah awal yang pernah dilakukan, diketahui misalnya adanya sejumlah besar naskah keagamaan di wilayah Buton yang belum terjamah oleh para peneliti, padahal bebe-rapa naskah, mi salnya, mengindikasikan ada nya keterkaitan dengan warna Islam di wilayah Sumatra. Demikian halnya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, di mana kebanyakan naskah-nya masih secara tradisional di simpan oleh para Tuan Guru, dan belum bisa diakses oleh khalayak yang lebih luas.

Dalam konteks Islam lokal ini, peran naskah-naskah terse-but juga sangat signifikan, ter utama jika mempertimbangkan bahwa kajian atas wacana Islam lokal sejauh ini belum dilaku-kan secara maksimal.

Page 16: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

16 17Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 17Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Ragam Naskah Islam di In-donesiaMenurut Uka Tjandrasasmita bahwa yang dimaksud manuskrip adalah tulisan ta-ngan asli yang berumur mini-mal 50 tahun dan punya arti penting bagi peradaban, se-jarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Di Indonesia ada tiga jenis manuskrip Islam. Pertama, manuskrip berbahasa dan tu-lisan Arab. Kedua, manuskrip Jawi yakni, naskah yang di-tulis dengan huruf Arab tapi berbahasa Melayu. Agar se-suai dengan aksen Melayu diberi beberapa tambahan fonem. Ketiga, manuskrip Pegon yakni, naskah yang ditulis de ngan huruf Arab tapi menggunakan bahasa daerah seperti, bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Buton, Banjar,

Aceh dan lainnya. Umumnya ditemukan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Tatar Pasundan. Karya tertua berhuruf Pegon mi-salnya, karya Sunan Bonang atau Syekh al Barri yang berjudul Wukuf Sunan Bonang. Karya yang ditulis pada abad ke-16 ini menggunakan bahasa Jawa pertengahan bercampur de ngan bahasa Arab. Manuskrip ini merupakan terjemahan sekaligus interpretasi dari Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Manuskrip ini ditemukan di Tuban, Jawa Timur. Dalam karya-nya, Sunan Bonang menulis:

“Naskah ini dulu digunakan oleh para Waliyullah dan para ulama, kemudian saya terjemahkan dan untuk para mitran (kawan-kawan) seper juangan dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa”. (Wawancara

Uka Tjandasasmita dengan Sabili, 19 Juni 2008).

Karya ini merupakan contoh bahwa pada abad ke-16, sebagai masa pertumbuhan kerajaan Islam di Nusantara, dalam waktu yang sama juga berkembang karya para ulama yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Nusantara.

Ini sebagai bukti bahwa penyebaran Islam di Nusantara dilaku-kan secara bertahap. Ada proses pentahapan yang sistematis sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. Para ulama tidak langsung menggunakan bahasa dan tulisan Arab yang belum dikenal masyarakat. Hamzah Fansuri menulis,

”Aku menerjemahkan kitab-kitab dari Bahasa Arab dan Persia ke da-lam bahasa Jawi, karena masyarakat tidak mengerti bahasa Arab dan

Persia”.

Page 17: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

17Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 17Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Manuskrip dan karya-karya tulis lainnya sampai abad ke-16 masih menggunakan tulisan Jawi atau Pegon dengan bahasa Melayu atau bahasa daerah setempat. Tapi setelah memasuki abad 17, mulai banyak karya ulama yang menggunakan baha-sa dan tulisan Arab, di samping bahasa Melayu. Pada Abad ini juga mulai banyak karya-karya terjemahan dari Timur Tengah. Ini memang strategi penyebaran Islam pada saat itu, sehingga karya para ulama ini bisa dibaca oleh masyarakat umum dan Islam pun cepat menyebar di seluruh Nusantara.

Pengaruh Naskah Islam Banyak sekali naskah-naskah yang berpengaruh di nusan-tara, misalnya Di Aceh, pada abad ke-16–17, ada Syekh Nu-ruddin ar-Raniri alias Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai ulama yang juga bertugas menjadi Qadhi al-Malik al-Adil dan Mufti Muaddam di Kesultanan Aceh pada kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani abad 16. Salah satu karyanya yang terkenal berjudul Bustanul Salatin. Syeikh Ab-dul Rauf al-Singkili yang juga ditetapkan sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di Kesultanan Aceh selama periode empat orang ratu, juga banyak menulis naskah-naskah keislaman.

Karya-karya mereka tidak hanya berkembang di Aceh, tapi juga berkembang seluruh Sumatera, Semenanjung Malaka sampai ke Thailand Selatan. Karya-karya mereka juga mem-pengaruhi pemikiran dan awal peradaban Islam di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, Bu-ton hingga Papua. Sehingga di daerah itu juga terdapat pe-ninggalan karya ulama Aceh ini. Perkembangan selanjutnya, memunculkan karya keislaman di daerah lain seperti, Kitab Sabilal Muhtadin karya Syekh al Banjari di Banjarmasin. Di Palembang juga ada. Di Banten ada Syekh Nawawi al Bantani yang juga menulis banyak manuskrip. Semua manuskrip ini menjadi rujukan umat dan penguasa saat itu.

Adapun naskah Islam tertua di kepulauan Nusantara ditemu-kan di Terengganu, Malaysia. Manuskrip ini bernama Batu Bersurat yang dibuat tahun 1303 (abad 14). Tulisan ini me-nyatakan tentang penyebaran dan para pemeluk Islam pada saat itu. Manuskrip ini sudah diteliti oleh oleh ahli-ahli Seja-rah dan Arkeolog Islam di Malaysia seperti Prof. Naquib Ala-tas dan lainnya, semua menyimpulkan manuskrip ini sebagai yang tertua di Asia Tenggara. (Wawancara Uka dengan Sabili, 19 Juni 2008).

Sekilas Penelitian Naskah: Temuan Naskah Banten Jika berangkat dari pernyataan bahwa proses Islamisasi di ka-wasan Melayu dan nusantara telah mendorong munculnya tradisi penulisan naskah-naskah keagamaan, maka se-harusnya setiap daerah memi-liki khazanah naskah Islam sebagai bagian ajaran dan akulturasi budaya saat itu, di-antaranya Banten.

Salah satu keunikan Banten selain daerah-daerah lainnya, adalah Karena memiliki kha-zanah naskah keagamaan yang sangat banyak. Hal ini dikarenakan Banten telah terlibat dalam proses Islam-isasi di Nusantara sejak awal abad ke-17. Sejarah men-catat bahwa pada masa ini, seorang yang kemudian men-jadi ulama besar asal Sulawesi Selatan, yakni Shaikh Yusuf al-Makassari, telah singgah di Banten, dan bersahabat dengan putra mahkota yang kelak menjadi sultan Banten dengan gelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692). Ke-hadiran Shaikh Yusuf di Ban-ten ini setidaknya semakin menumbuhkan atmosfer keil-muan di kalangan pe nguasa dan masyarakat Muslim Ban-ten, karena Shaikh Yusuf adalah seorang ulama besar yang sangat produktif dalam menulis berbagai risalah ke-agamaan. (Nabilah Lubis da-lam Oman, 2006, hal.1)

Page 18: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

18 19Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 19Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Pada perkembangannya, tra-disi keilmuan Islam Banten semakin menemukan ben-tuknya ketika pada abad ke-19 muncul seorang ulama besar Banten, yakni Shaikh Nawawi al-Bantani. Sejauh ini, al-Bantani diyakini sebagai salah seorang ulama Banten yang pa ling produktif dengan menulis setidaknya 100 buah karya dalam berbagai bidang ilmu keagamaan, seperti ta-sawuf, fikih, akhlaq, dan lain-lain. Karir keilmuan al-Bantani tidak dapat lepas dari pesan-tren, oleh karena nya, tidak menghe rankan kemudian jika pada umumnya, karangan-karangan al-Bantani menjadi kitab rujukan di berbagai pe-santren, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Di antara karya-karyanya, yang termasuk monu mental adalah Tafsir al-Munir li Ma’alim al-Tanzil atau Tafsir Marah Labid.

Dalam hal ini, diyakini bahwa selain al-Bantani, pada masa-masa berikutnya muncul pula para ulama Banten yang mengikuti jejak al-Bantani dalam hal penulisan naskah-naskah keagamaan, baik se-bagai pengarang maupun penyalin naskah saja. Oleh karenanya, tidak mustahil jika masih banyak naskah-naskah ke agamaan Banten yang tercecer di kalangan masyarakat.

Di Banten, tampaknya Sul-tan yang berkuasa saat itu, yakni Sultan Abû al-Mafâkhir ‘Abd al-Qâdir al-Jâwî al-Shâfi’î (berkuasa 1037-1063H/1626-1651M), sudah memiliki per-hatian yang cukup besar ter-hadap pengembangan wacana dan tradisi keilmuan Islam. Selain itu, ada indikasi kuat bahwa pada masa ini, Ban-ten telah menjalin kontak intelektual dengan komunitas

ulama di Makkah dan Madi-nah, mengingat munculnya sejumlah naskah keagamaan yang ditulis dalam konteks tersebut.

Di antara naskah yang meng-indikasikan hal ini adalah sebuah naskah berjudul al-Mawâhib al-Rabbâniyyah ‘an al-As’ilah al-Jâwiyyah, karang an Muhammad ibn ‘Alî ibn ‘Allân al-Siddîqî al-Ash’arî al-Shâfi’î (996-1057H/1588-1647M), yang ditulis dalam bahasa Arab dengan terjemah-an bahasa Jawa tulisan pegon. Naskah yang berukuran 31 x 19,5 cm dengan teks berukur-an 24 x 21 cm ini tergolong sangat pen ting dalam wacana religio-intelektualisme Islam Indonesia mengingat isinya merupakan tanya jawab antara Sultan Abû al-Mafâkhir, seba-gai penguasa Kesultanan Ban-ten dengan pengarangnya, Ibn `Allan yang merupakan

Page 19: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

19Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 19Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

salah seorang ulama terkemu-ka di Haramayn. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sang Sultan menyangkut ber-bagai persoalan fiqh siyasah yang terdapat di dalam kitab Nasîhat al-Mulûk karangan Imâm al-Ghazâlî, ditambah dengan beberapa pertanyaan tentang persoalan-persoalan yang menjadi concern Sultan. (Azra, 1994)

Jika diamati secara saksa-ma, dapat dipastikan bahwa naskah yang dalam setiap halamannya terdapat sembi-lan baris ini bukan merupa-kan naskah asli tulisan pe-ngarangnya yang ulama Arab, melainkan berupa salinan yang ditulis oleh seorang Me-layu-Indonesia. Beberapa hal dapat menjelaskan asumsi ini, antara lain: adanya terjemah-an antarbaris dalam bahasa Jawa yang tersusun rapi, dan dengan jarak yang konsisten dalam setiap halamannya.

Hal ini juga memberikan pe-tunjuk tentang kemungkinan metode penulisannya, yakni teks Arab, yang menggunakan jenis tulisan naskhi berharakat lengkap dan berukuran besar,

ditulis terlebih dahulu hingga selesai, baru kemudian me-nyusul teks Jawanya, dengan menggunakan jenis tulisan farisi, tanpa harakat, dan berukuran jauh lebih kecil. Seperti umumnya naskah-naskah lain, jenis tinta yang digunakan dalam keseluruhan teks berwarna hitam, kecuali beberapa kata tertentu meng-gunakan tinta merah.

Dari beberapa karakter huruf yang digunakan, baik dalam teks Arab maupun teks Jawa, patut diduga bahwa penulis teks Arab dan teks Jawanya adalah satu orang yang sama. Tentu saja, ini tidak mungkin dilakukan seorang Arab asli, melainkan oleh orang yang paham betul bahasa Jawa, di samping juga paham bahasa Arab. Meskipun demikian, jika diperhatikan dengan cer-mat, ada beberapa kekeliruan dalam hal pemberian harakat. Ini mengindikasikan bahwa tingkat pemaham an sang penyalin terhadap kaidah-kaidah bahasa Arab (nahwu sharaf) masih belum paripur-na. Karena itu, sa ngat mung-kin, penyalin adalah seorang murid yang berasal dari ling-

kungan bahasa Jawa, yang sedang mempelajari isi teks tersebut dan sekaligus ber-usaha menerjemahkannya.

Hal menarik lainnya dari naskah ini adalah adanya be-berapa karakter huruf Arab yang benar-benar khas Mela-yu-Indonesia. Misalnya setiap huruf hamzah yang terletak di tengah kata dan dibaca kasrah, selalu ditulis dengan titik dua di bawahnya, se-perti kata su’ilû, al-as’ilah, al-sâ’ilîn, li qâ’ilihâ, dsb. Karak-ter huruf seperti ini tentu saja hanya dijumpai dalam ak-sara Jawi atau pegon, untuk menandai bacaan kasrah, dan tidak dijumpai dalam aksara Arab yang “asli”. Lagi-lagi, ini menunjukkan adanya pe-nyesuaian-penyesuaian yang dilakukan untuk kepentingan Muslim setempat, yang pada gilirannya menjadi sebuah kekayaan khazanah keilmuan Islam lokal.

Mempertimbangkan substansi naskah al-Mawâhib seperti di singgung di atas, sesung-guhnya kita dapat memba-ngun sebuah asumsi bahwa pada masa itu, di Banten te-

tIga jenIs manuskrIp Islam dI IndonesIa: pertama, manuskrIp araB.

kedua, manuskrIp jawI. ketIga, manuskrIp pegon.

Page 20: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

20 21Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 21Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

lah terbangun sebuah tradisi fatwa, di mana Sultan Abû al-Mafâkhir bertindak seba-gai mustafti (yang meminta fatwa), dan ibn ‘Allân sebagai muftinya.

Hanya saja, penelitian atas naskah-naskah Banten ini tampaknya belum secara maksimal dilakukan, sehing-ga khazanah naskahnya be-lum teridentifikasi dengan baik. Dalam buku Khazanah Naskah Karya Chambert-Loir & Fathurahman tahun 1999, yang memang di susun hanya berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan terutama diterbitkan, catatan mengenai khazanah Naskah Banten ini hampir tidak ditemukan sama sekali. Konon, pada awal tahun 1990an Prof. Dr. Edi S. Ekadjati (alm) telah melakukan upaya inventari-sasi naskah-naskah Banten ini dalam rangka inventarisasi naskah-naskah Jawa Barat, bagian pertama hasil inven-tarisasi proyek tersebut yang menca kup naskah-naskah di wilayah Priangan telah diter-bitkan pada 1999 (Ekadjati, 1999 dalam Oman), namun bagian kedua yang seharus-nya mencakup naskah-naskah Banten, hingga Ekadjati wafat pada awal tahun 2006 lalu, belum juga dapat diterbitkan.

Isi Naskah Diantara bahasa-bahasa yang digunakan di Nusantara ada-

lah bahasa melayu. Pengaruh bahasa asing sudah dialami pada taraf yang amat dini. Pada perkembangan selan-jutnya, selain bahasa Sanse-kerta, juga bahasa Arab. De-ngan nama Jawi atau Pegon yang digunakan untuk ba-hasa melayu, Aceh, Minang, Jawa, Sunda, dan sebagainya sehing ga sebagian dikenal dengan tulisan bahasa Arab-Mela yu. Adapun isi yang tersurat dari naskah-naskah nusantara tersebut sangat beragam, mi salnya dongeng, hikayat, cerita rakyat, babad, silsilah sejarah, surat-surat, perjanjian, upacara, hukum, adat istiadat, dan sebagainya.

Teks melayu tertua yang ber-asal dari abad ke 16 yang te-patnya belum diketahui. Syed Naquib Al Attas menerbitkan buku The Oldest known Malay Manuscript: A 16th Century Translation of The Aqaid of Al Nasafi. Sebelumnya, pada tahun 1955, G.W.J. Drewes menerbitkan Een 16de eewse Maluse vertaling van de Burda van Al-Bu’siri. Keduanya meru-pakan terjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa melayu dan termasuk sastra bernafas-kan Islam. (Ikram, 1997: 37)

Contoh:Ketakuti segala bahaya yang dari-

pada lapardan kenyang kejadiannya, karena

beberapa ver-Lapar terkeji dari makanan yang

tiadaCerna dalam sariranya (Burda bait

22).

Naskah lain misalnya naskah asal Raja-raja Sambas (aksara Arab dan Latin, bahasa Mela-yu, bahan kertas), yang ber-bentuk prosa tentang kisah sejarah Raja Sapudak yang memerintah di kota lama se-cara turun-temurun. Raja Fangah dari Brunei dikisah-kan pindah ke Sambas. Dia berput ra lima orang dan ma-sing-masing menjadi raja. (Susatio, 2006: 3) .

Kronik Maluku (aksara Arab, bahasa Melayu, bahan kertas), juga berbentuk prosa. Diawali dengan cerita keajaiban raja-raja Turki, China, Belanda, dan negeri-negeri lain, baru kemudian berisi kronik kepu-lauan Maluku.

Babad Lombok (aksara Jawa, bahasa Jawa, bahan kertas), naskah ini berbentuk macapat dan berisi sejarah Lombok yang dimulai dengan cerita nabi-na-bi, sampai kekalahan Lombok oleh kerajaan Karang asem.

Hikayat Aceh (aksara Arab, bahasa Arab dan Aceh, bahan kertas), naskah ini berbentuk prosa, berisi antara lain syair-syair pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad. Se-lain itu juga berisi doa-doa.

Sureq Baweng atau Surat Nuri (aksara Bugis, bahasa Bugis, bahan lontar), naskah ini berbentuk prosa, berisi per-jalanan Sawerigading sewaktu mencari calon istri yang baik, dilengkapi cerita burung Nuri yang mengandung nasihat,

Page 21: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

21Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 21Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

tata cara meminang seorang perempuan.

Naskah Carita Parahyangan (aksara Sunda Kuno, bahasa Sunda Kuno, bahan lontar), prosa terdiri atas 45 lempir dan tiap lempir terdiri atas empat baris tulisan. Cerita dimulai dari kisah Sang Resi Guru turun-temurun sampai raja-raja di Jawa Barat.

Sajarah Banten (aksara Arab, bahasa Jawa, bahan kertas) berbentuk macapat. Isinya tentang silsilah Nabi Muham-mad serta keturunannya. Riwayat Sunan Gunung Jati yang menurunkan sultan-sul-tan Banten juga diceritakan.

Pustaha Laklak (aksara Batak, bahasa Batak, bahan kulit kayu) berbentuk prosa, ter-diri atas 38 halaman. Berisi kisah Tuan Saribu Raja yang mempunyai banyak anak dan cucu. Diuraikan juga cara membuat benteng kekuatan diri, ramalan baik dan buruk, dan sesajen yang perlu dibuat setiap hari.

Naskah Japar Sidik (aksara Arab, bahasa Sunda, bahan kertas) berbentuk prosa. Isinya kata-kata mutiara ber-dasarkan ajaran agama Is-lam dan alam pikiran orang Sunda, seperti manfaat ber-musyawarah, hari yang baik untuk berburu dan bepergian, perdagangan, keturunan, dan sifat-sifat terpuji.

Tergambar bahwa naskah memiliki beragam jenis baha-

sa, isi, dan bentuk. Betapapun perlu upaya untuk memahami naskah-naskah kuno itu agar segala informasi tentang masa lampau sampai kepada gene-rasi masa kini dan masa men-datang.

Pada akhirnya, jika dalam pe-nyalinan terdapat kesalahan terjemahan atau pengalihan bahasa, maka itu terjadi kare-na ketidaktahuan kita ter-hadap kesalahan-kesalahan itu, hal tersebut yang men-jadikan perbedaan dalam me-mahami kondisi masyarakat dahulu (Robson,1994:31).

PENutuP

Penelitian tentang naskah-naskah Islam dan Melayu nusantara sangat berkaitan dengan proses Islamisasi. Para ulama pembawa mengarang naskah-naskah kegamaan dengan sarana yang masih sederhana namun mengemban isi yang sangat kaya. Keka-yaan itu ditunjukkan dengan kandungan naskah yang berisi tentang akidah, pujian kepada nabi, tasawuf, hubungan antar manusia, dan sebagainya da-lam bentuk hikayat, dongeng, macapat, dan sebagainya.

Perkembangan penelusuran naskah kuno hingga hari masih dilakukan, yang me-merlukan semangat, dana dan kekuatan akademis agar naskah-naskah kegamaan nu-santara dapat diselamatkan dari kepunahan. Semoga. e

DAftAR PuStAkA

Azra, Azyumardi, 1994. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung: Mizan,

Departemen Pendidikan Na-sional, RUU Perpustakaan, Bab II.

Ikram, Akhadiati, 1997. Filo-logia Nusantara, Jakarta: Pustaka Jaya, Cet.1.

Munawar, Titi, dan Nindya Nugraha, 1996.Khazanah Naskah Nusantara (Maka-lah), Jakarta: Masyarakat Pernaskahan Nusantara,

Lubis, Nabilah, 2007. Naskah, Teks, dan Metode Pene-litian Filologi. Jakarta: Media Alo Indonesia, Cet. ke-3.

Oman Fathurrahman, 2006. Khazanah Naskah Banten. http//:www.naskahkuno.wordpress.com/2006.

Oman Fathurrahman, 2007. Khazanah Naskah Islam Nusantara. http//:www.naskahkuno.wordpress.com/2007

Robson, S.O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia, Jakarta: RUL

Susantio, Julianto, 2006. Naskah-naskah Kuno In-donesia di Manca Negara, Sinar Harapan

Sabili, Wawancara. Juni 2008.Yatim, Badri. 2000. Sejarah

Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ce-takan ke-2.

Page 22: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

22 23Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 23Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Endah Ariani MadusariWidyaiswara Bahasa Indonesia

PPPPTK Bahasa

dengan Gaya Populer dan Mudah

Page 23: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

23Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 23Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Populer? Siapa yang tidak suka?

Hampir sebagian besar orang

pasti kenal dengan istilah ini.

Ya, populer artinya dikenal banyak

orang, mudah diingat karena ada ciri

khasnya. Dalam kepenulisan, popular

bisa juga berarti sangat mudah untuk

dipahami karena sesuai dengan kondisi

pengetahuan kebanyakan orang yang

membacanya. Tulisan yang menggunakan

gaya bahasa populer adalah tulisan

yang mengedepankan data-data, istilah,

dan bahasa yang biasa digunakan

kebanyakan orang pada umumnya.

Siapapun orangnya, ketika membaca

tulisan jenis populer akan lebih mudah

memahami maksud penulisannya.

Dengan kata lain, tulisan populer

memunyai jangkauan pembaca yang

sangat luas, bahkan bisa dikatakan tidak

terbatas. Itu sebabnya, tulisan dengan

gaya bahasa populer dan mudah lebih

banyak peminatnya dari pada tulisan

ilmiah.

Tulisan populer dan mudah sering

dijumpai pada bacaan harian umum

atau majalah umum. Di sana akan

banyak ditemukan jenis tulisan populer

yang biasanya akan terasa enak bila

dibaca. Sebab, selain menggunakan

pendekatan terhadap masalah yang

sedang banyak dibicarakan masyarakat,

juga menggunakan gaya bahasa yang

mudah dipahami semua orang. Silakan

baca tulisan di rubrik “opini” pada harian

umum dan majalah. Di sana akan banyak

pembaca temukan contoh-contoh tulisan

populer yang akan dapat memberi inspirasi

dalam tulisan kita.

Mungkin di antara pembaca ada yang

bertanya, “Bagaimana membuat tulisan

populer?” Sebelumnya saya yakinkan

kepada pembaca bahwa setiap orang

memiliki peluang untuk bisa menulis jenis

tulisan apapun. Semua itu bergantung pada

pendalaman seseorang terhadap masalah

yang dihadapinya. Juga kelihaian dalam

menuangkan rangkaian kata-kata tersebut

dalam sebuah tulisan.

Jadi, pastikan tulisan bergaya populer

yang kita tulis itu enak dibaca oleh

kelompok yang menjadi target sasaran kita.

Jangan menganggap tingkat pemahaman

kebanyakan pembaca sama dengan kita.

Artinya, jangan sampai tulisan yang kita

buat tidak dapat dipahami dengan taraf

berpikir calon pembaca utama kita. Hal ini

sebaiknya kita sadari.

Ada beberapa hal yang diperlukan dalam

menulis bergaya populer dan mudah.

Pertama, gunakan kosa kata dan istilah

yang lazim dipakai oleh kebanyakan

orang. Kedua, masalah yang dibahas

dalam tulisan kita usahakan yang sedang

menjadi pembicaraan hangat banyak

orang. Atau, boleh juga masalah yang

dibahas tidak harus ngetren, tetapi masih

diperlukan oleh banyak orang. Misalnya,

tentang tingginya tingkat kejahatan, jatuh-

bangun partai politik Islam, menurunnya

perhatian masyarakat terhadap pendidikan

dan sebagainya. Ketiga, gaya bahasa

Page 24: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

24 25Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 25Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

yang digunakan mudah dipahami dan

disesuaikan dengan sasaran pembacanya.

Jadi, jika kita akan menulis di sebuah

harian umum nasional yang mayoritas

pembacanya kalangan intelektual, maka

gunakan bahasa populer dan mudah yang

cocok untuk kalangan tersebut. Begitu

pun jika sasaran tulisan itu untuk remaja,

gunakan gaya bahasa ‘kaumnya’.

Untuk menulis artikel populer, ada

beberapa tips dan saran sebagai berikut :

• Buatlahtulisanyangterstruktur;

Tulisan yang terstruktur yang

dimaksud memiliki kriteria sebagai

berikut:

a. Gunakan paragraf sederhana.

b. Gunakan kalimat baku maksimal

15 kata per kalimat dengan struktur

SPOK.

• Berempatilahpadapembaca;

Maksudnya, kita harus tahu betul

siapa pembaca tulisan kita. Oleh

karena itu, buat tulisan yang mudah

dipahami dan tidak menyiksa

pembaca. Pahami juga bahwa

pembaca tulisan kita itu beragam.

• Hindariistilahasing;

Gunakan istilah populer yang reliabel

dan rasional. Bandingkan antara

istilah unduh dan download atau

sangkil dan efektif. Istilah unduh dan

sangkil kurang populer dan mungkin

masih banyak yang belum mengerti

definisi istilah tersebut. Jika kita

menggunakan istilah download dan

efektif untuk menggantikan istilah

unduh dan sangkil pasti pembaca

Page 25: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

25Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 25Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

akan lebih mengerti dan tidak

bingung.

• Buatlahtulisanyangbersifatkonkret

dan spesifik.

• Jelaskansecaradetaildanrelevan.

Sebuah tulisan memang dapat

mencerminkan “siapa” dan “bagaimana”

penulisnya. Karena menulis merupakan

keseluruhan rangkaian kegiatan

seseorang mengungkapkan gagasan/ide

melalui bahasa tulis kepada pembaca.

Kegiatan tersebut menuntut proses

pemikiran yang harus disertai suatu

kesadaran atau rasa ketertiban. Dengan

demikian,aktivitasmenulismemberikan

sumbangan besar terhadap kedisiplinan

dan kecerdasan. Apalagi karangan yang

baik biasanya ditulis disempurnakan

berulang-kaliataudirevisisebelum

dipublikasikan.

Jadi, dapatlah dikatakan bahwa kegiatan

menulis sangat dekat dan erat dengan

dunia pendidikan dan intelektualitas.

Bahkan karena sebuah tulisanlah suatu

kaum/daerah/bangsa/negara menjadi

terpandang atau tidak. Ini berarti

kegiatan menulis juga berkaitan dengan

perkembangan dan kemajuan peradaban

manusia.

Tulisan yang menarik adalah tulisan

yang mudah dipahami, dapat memberi

informasi, meyakinkan, sekaligus

menghibur pembacanya. Semoga apa

yang saya tulis di sini bermanfaat bagi

kita semua. Jika pembaca memiliki

ide, mulailah menulis sekarang, Selamat

menulis! e

Pustaka

Gie, The Liang. Terampil Mengarang .

Yogyakarta: Andi. 2003.

Semi, M. Atar. Menulis Efektif. Padang:

Angkasa Raya. 1990.

Wibowo, Wahyu. Enam Langkah Jitu agar

Tulisan Anda Makin Hidup dan Enak

Dibaca . Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama. 2005.

Page 26: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

26 27Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 27Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Ah, Malaysia, bahasa Melayu! Pikiran itulah

yang pertama terlintas di benak setiap orang ketika mereka mengetahui penulis bertugas di Sabah, Malaysia. Tidak sepenuhnya benar ternyata. Walaupun Sabah termasuk salah satu dari sembilan negara bagian Malaysia, ia memiliki karakteristik bahasa Melayu tertentu (seperti dialek, kosakata, intonasi) yang agak jauh berbeda dengan bahasa Melayu 'populer' di negara-negara bagian lainnya di semenanjung. Banyak juga kosakata bahasa Melayu 'murni' yang tidak umum digunakan oleh penduduk Sabah

Ah, Malaysia, bahasa Melayu!

Pikiran itulah yang pertama

terlintas di benak setiap orang

ketika mereka mengetahui penulis

bertugas di Sabah, Malaysia. Tidak

sepenuhnya benar ternyata. Walaupun

Sabah termasuk salah satu dari

sembilan negara bagian Malaysia, ia

memiliki karakteristik bahasa Melayu

tertentu (seperti dialek, kosakata,

intonasi) yang agak jauh berbeda

dengan bahasa Melayu 'populer'

di negara-negara bagian lainnya di

semenanjung. Banyak juga kosakata

bahasa Melayu 'murni' yang tidak

umum digunakan oleh penduduk

darI hama sampaI jImat

Sebuah Catatan Perjalanan

Agus PurnomoStaf PPPPTK Bahasa

Page 27: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

27Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 27Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Sabah ketika berkomunikasi dalam

kehidupan sehari-hari, seperti kata-kata

'awak', 'I' dan 'You' sama sekali tidak

pernah terdengar terucap dari tindak tutur

mereka (paling tidak begitulah pengamatan

penulis), walau tentu saja bahasa “Sabah”

tersebut sebenarnya masih bahasa Melayu,

yang banyak dipengaruhi oleh bahasa

Bugis, dan (mungkin) bahasa-bahasa lokal

akibat pengaruh akulturasi yang besar dari

berbagai budaya luar, terutama dari suku

Bugis.

Dalam konteks bahasa Melayu yang

dipakai di perkebunan kelapa sawit,

pengaruh bahasa Bugis ini kental terasa

dalam penggunaan bahasa Melayu sehari-

hari. Bahkan orang Melayu lokal sendiri

pun (staf baru di perkebunan) sering

mendengar kata-kata Bugis yang asing bagi

pendengaran telinga mereka. Bagi penulis,

ketika baru mendengar kata-kata yang aneh

atau asing terdengar di telinga, seringkali

penulis tidak bisa membedakan secara jelas

kata-kata manakah yang merupakan kata-

kata Bugis dan manakah yang memang

bahasa Melayu.

Sementara bahasa Melayu (bahasa Malaysia)

sendiri, adalah persis seperti yang sering

diekspresikan oleh penyanyi tenar Siti

Nurhaliza atau orang-orang Malaysia

lainnya yang tak jarang tampil dalam

tayangan infotainment stasiuntelevisi

Indonesia. Contohnya, seperti dalam

ungkapan Budak-Budak Buas-nya Siti

Nurhalizaketikadiwawancaraiditelevisi.

Setelahbanyaktereksposolehmediavisual,

audio-visual,danjugainteraksidengan

penduduk “asli” Sabah, penulis menemukan

beberapa hal yang menarik dalam bahasa

Melayu secara umum dan bahasa Melayu di

Sabah, di antaranya adalah:

1. Penggunaan partikel bah dalam

tindak tutur penduduk Sabah (yang

Page 28: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

28 29Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 29Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

penggunaannya tidak ditemukan dalam

bahasa Melayu murni di semenanjung).

Ia merupakan salah satu karakteristik

unik bahasa Melayu Sabah seperti dalam

kalimat Pinjamlah bah, atau Iyalah bah.

Partikel bah sendiri tidak memiliki arti

yang definitif tetapi lebih pada sifatnya

yang fungsional. Penggunaanya demikian

umum dan kerap sehingga penulis pun

terbawa menggunakannya dalam interaksi

dengan murid-murid di kelas.

“Haloo anak-anak jangan berisik baah.. kepala cikgu pening baah...”

2. Pengaruh bahasa Inggris terhadap bahasa

Melayu. Bahasa Melayu mengadopsi

kosakata bahasa Inggris dengan

berdasarkan pada sistem pelafalan dan

bukan ejaan. Contohnya, pada kata-

kata seperti tayar (tyre), wayar (wire),

“Bahasa melayu mengadopsI kosakata

Bahasa InggrIs dengan Berdasarkan

pada sIstem pelafalan dan

Bukan ejaan.”

Page 29: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

29Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 29Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

karan (current), atau kompeni

(company). Masalahnya bagi penulis

adalah seringkali kata-kata tersebut

diucapkan dengan pengucapan yang

aneh terdengar di telinga sehingga

bahkan bagi orang yang cukup

mengenal bahasa Inggris sekalipun

tidak bisa langsung menangkap

dan memahami makna kata yang

dimaksud walaupun konteksnya

kadang cukup jelas.

“Tolong ambilkan hama, cikgu," seorang pekerja yang sedang membuat pintu kelas sekolah meminta tolong sang cikgu yang berdiri memperhatikan tak jauh dari tas alat-alat pertukangan. Sang pekerja berdiri di atas tangga.

“Apa?”

“Hama.”

“Hama? Apa itu hama?” tanya cikgu setengah tak percaya dengan penangkapan indera pendengarannya.

“Oh, palu cikgu, bahasa Indonesianya palu,” si pekerja mengoreksi kata-katanya setelah sadar dengan siapa ia bercakap-cakap.

Ternyata hama(r) itu palu. Diadopsi dari

bahasa Inggris hammer (palu). Pada

situasi lainnya ketika dua cikgu sedang

membicarakan rencana peringatan Hari

Guru di sekolah, cikgu asli Melayu

berkata,

“Tapi itu harus di-konpom dulu dengan Tuan Haris."

“Betul itu,” sang cikgu Indonesia menanggapi sambil manggut-manggut tanda setuju, tapi otaknya berputar-putar. Tak yakin dengan arti kata konpom.

Konpom? Apa ya? Dilihat dari konteksnya

kemungkinan besar arti konpom adalah

konfirmasi. Tak salah lagi, konpom =

konfirmasi = confirm (bahasa Inggris).

3. Perbedaan ungkapan bahasa Melayu

dan bahasa Indonesia yang terkadang

aneh tapi masih terkait erat secara nalar.

Ada sejumlah ungkapan bahasa Melayu

yang terdengar aneh setidaknya bagi

penulis ketika ia dipasangkan dengan

padanannya dalam bahasa Indonesia

(dan mungkin juga terdengar aneh

bagi orang Malaysia bila ia mendengar

padanannya dalam bahasa Indonesia).

Konteks sekali lagi memegang peranan

yang penting dalam memahami

maksudnya. Ungkapan-ungkapan

tersebut di antaranya adalah:

“Tambang bas lebih jimat daripada teksi.” (ongkos;bus;hemat)

“Teknologi yang mesra alam.” (ramah lingkungan)

“Jaringan itu berlaku pada masa kecedaraan.” (gol; injury time—dalam sepak bola)

“Banyak pemimpin parti pembangkang yang tak sedar diri.” (partai oposisi) “Dapatkan pekej pelangsingan badan percuma.” (paket; gratis)

“Mangsa kemalangan itu dibawa ke hospital.” (korban kecelakaan)

alam semulajadi = alam asri

kitar semula = daur ulang

“Padam papancikgu?”;“Bunuh keset cikgu?” (hapus;matikan)

“Pasukan Harimau Malaya tewas dalam perlawanan di Stadium Bukit Jalil semalam.” (kalah)

hari satu bulan = tanggal satu bulan (ini)

Pusat membeli belah = toko grosir/pasar swalayan

Page 30: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

30 31Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 31Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Jadi, jangan merasa jengah dulu (atau

bahkan geer) ketika di sebuah rumah sakit

seorang perawat mungkin akan berkata

kepada Anda, “Jangan khawatir Pakcik,

kami akan melayan dengan mesra.” (ramah)

“Berlindung, Cikgu...”

Sang cikgu pun berhenti menulis di papan tulis dan berbalik ke arah murid-muridnya, “Dari apa? Dari godaan setan yang terkutuk?”

“Bukan cikgu, tulisan di papan terhalang badan cikgu.”

“Ohh...”

Suatu ketika cikgu hendak memesan

tiket on-line di

sebuah kedai travel

agent. Setelah

melihat kalendar

dan menyatakan

tanggal-tanggal

yang hendak

dipesan tiketnya,

cikgu pun hendak

membayar tiket

tersebut. Petugas

travel, seorang

perempuan muda

yang ber-make-

up tebal dengan

wajahnya yang

cantik tapi tanpa

ekspresi itu bermaksud memastikan kembali

tanggal booking sang cikgu.

“Jadi Pakcik pesan lima hari bulan lima?”

Sang cikgu bengong sekejap dua kejap, tak tahu bagaimana hendak merespon pertanyaan yang ia sendiri masih bingung maksudnya.

“Ya betul, lima hari bulan lima.”

Sang cikgu pun akhirnya bisa meng-konpom

tanggal tersebut setelah sebelumnya

bertanya-tanya (dalam bahasa Indonesia

dengan kata-kata tentang tanggal) kepada

petugas itu, yang juga bengong tak kalah

bingungnya dengan si

cikgu.

Ternyata maksudnya

tanggal lima, bulan

Mei (lima hari bulan

lima);merekalebih

suka menyebut urutan

angka bulan daripada

menyebut nama

bulannya sendiri.

4. Penggunaan kata

Indon di kalangan

penduduk ladang.

Penulis datang ke

Malaysia dengan

asumsi di kepala

bahwa banyak

“Bahasa melayu mengadopsI Banyak kosakata Bahasa InggrIs dengan

Berdasarkan pada sIstem pelafalan, Bukan ejaan.”

Page 31: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

31Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 31Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

orang Melayu memakai kata

Indon dengan konotasi yang

menghina dan merendahkan

warga negara Indonesia.

Setelah memperhatikan dengan

cermat selama beberapa

waktu, dapat disimpulkan

bahwa para penduduk ladang,

baik orang-orang Indonesia

maupun orang Melayu,

menggunakan kata Indon murni

karena alasan kepraktisan

(penyingkatan) kata, yaitu kata

Indonesia menjadi Indon,

tanpa berusaha menyiratkan konotasi

makna tertentu. Kata Indon yang

dipakai bisa dimaksudkan sebagai

negara Indonesia,segala sesuatu yang

bersifat keindonesiaan, ataupun orang

Indonesia. Contohnya seperti berikut:

“Itu handset cikgu beli di Indon 'kan?”

“Petang ini ada wayang Indon di TV1.”

“Kita orang Indon 'kah?”

Entah bagaimana dengan penggunaan

kata Indon di negara-negara bagian

Malaysia di semenanjung, yang jelas

sejauh pengamatan penulis (yang bisa jadi

subyektif) tidak ada konotasi negatif yang

melekat pada penggunaan kata Indon di

Sabah ini. Mungkin memang demikian

salahsatukarakteristikbahasa;iabagaikan

pisau tajam bermata dua yang fungsinya

bergantung pada pemakainya.

Page 32: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

32 33Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 33Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

5. Kemiripan bahasa Melayu

dengan bahasa Indonesia.

Terlepas dari adanya

perbedaan-perbedaan

nyata antara bahasa

Melayu dan bahasa

Indonesia dalam hal

kosakata tertentu, dialek,

imbuhan, intonasi, pada

dasarnya kedua bahasa

tersebut memiliki tingkat

kemiripan yang tinggi jika

tidak bisa dibilang sama.

Hal ini bisa dirasakan

ketika penulis menyimak

program berita lokal

ditelevisi.Semuaisi

beritanya bisa dipahami

oleh penulis (padahal saat

itu penulis belum lama

tiba di Sabah). Walaupun

muncul juga kata-kata

aneh yang tidak familiar,

juga dialeknya yang

asing, secara keseluruhan

hal itu tidak mengganggu

pemahaman penulis

terhadap isi berita yang

disampaikan program

televisitersebut.

Media cetak berbahasa

Melayu seperti buku dan

majalah pun tak ketinggalan

“dilahap” penulis tanpa

menemui kendala yang

berarti dalam memahami

isinya karena begitu

mirip dengan bahasa

Indonesia. Justru menarik

untuk menemukan dan

membandingkan gaya-gaya

bahasa yang berbeda di

antara kedua bahasa tersebut

dalam media tulis.

Begitu pula ketika penulis

berkomunikasi dengan

penduduk asli Melayu

Sabah, tidak terdapat

jurang perbedaan yang

begitu lebar di antara

kedua bahasa yang dapat

mengganggu kelancaran

kami berkomunikasi.

Kalaupun memang terjadi

adanya perbedaan dalam

interaksi lintas bahasa

(dan budaya) itu, dengan

sedikit perhatian ekstra dan

context clues dari kedua

belah pihak penutur, hal itu

masih bisa diatasi. Mungkin

inilah yang dimaksudkan

sebagai fenomena bahasa

serumpun: serupa tapi tak

sama (ataukah sama tapi tak

serupa?). e

Page 33: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

33Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 33Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Dalam rangka mengembangkan

dan meningkatan kompetensi

tenaga widyaiswara (WI)

dan calon widyaiswara (CWI), PPPPTK

Bahasa mengirim beberapa WI dan

CWI untuk melaksanakan pelatihan

di Carl Duisberg Centren, Cologne,

Jerman. Materi pelatihan adalah metodologi

pembelajaran bahasa dan pembelajaran lintas

budaya. Para peserta melaksanakan kunjungan

ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Jerman untuk mendapatkan penjelasan

tentang sistem pendidikan di Jerman.

Metodologi Pembelajaran Bahasa dan Pengetahuan Lintas Budaya

di Carl Duisberg Centren

Page 34: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

34 35Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 35Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Selain itu, peserta juga melaksanakan

kunjungan ke beberapa sekolah yang

ada di Jerman, di antaranya High School

“Hansa Gymnasium” dan Bilingual

Primary School “Bilingo”. Diharapkan

dengan bertambahnya pengetahuan

tentang metode pendidikan bahasa

dapat meningkatkan pengetahuan dan

rasa percaya diri WI dan CWI pada saat

memberikan

materi pada diklat

guru bahasa.

Pengetahuan

budaya sangat

penting di dalam

pembelajaran

bahasa sehingga

dapat menghayati

budaya suatu

negara dari

bahasa yang

dipelajari.

Dalam pelatihan

ini, PPPPTK

Bahasa bekerja

sama dengan

CDC, Cologne, Jerman. CDC juga terdapat

di Berlin, Munich, dan Radolfzell di Danau

Constance. CDC adalah perusahaan

layanan terkemuka di bidang pelatihan

dan kualifikasi internasional. CDC

menyediakan pelatihan tentang bahasa

asing dan kompetensi antarbudaya. CDC

telah berpengalaman melaksanakan

Page 35: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

35Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 35Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

pelatihan di luar negeri dengan keahlian

internasional untuk seluruh dunia. Selain

itu, CDC juga mengelola proyek-proyek

lintas pendidikan.

Nama lembaga ini dinisbahkan pada

industrialis Jerman Carl Duisberg

(1861—1935), yang pada tahun 1920-

an, membuat kontribusi besar terhadap

kualifikasi internasional eksekutif bisnis

dan staf junior lembaga ini. Dengan cara

ini, ia menciptakan dasar untuk komitmen

CDC yang sekarang sudah berlangsung

beberapa dekade. CDC bersertifikat di

bawah DIN EN ISO 9001 untuk menjamin

standar produk unggul uuntuk menjamin

keberhasilan pendidikan.

Sistem kursus yang diadakan di CDC

didasarkan pada kerangka umum acuan

Eropa untuk bahasa. Dilaksanakan tes

penempatan sebelum mulai kursus untuk

menentukan tingkat bahasa sebelumnya.

Kemampuan bahasa enam tingkat dari

A1, A2, B1, B2, C1, dan C2 ditawarkan di

CDC.

Pengembangan pengetahuan dan iptek

yang cepat menyebabkan perubahan-

perubahan dalam perkembangan

pendidikan. Untuk mengantisipasi hal

tersebut sumber daya manusia yang

memadai menjadi kebutuhan yang

mendesak.

Materi pelatihan pada Metodologi

Pembelajaran Bahasa yang didapat adalah

Language Proficiency, Media in Language

Teaching, dan Student Centered Learning.

Materi pelatihan tentang Pengetahuan Lintas Budaya adalah Intercultural Training and

Cross Cultural Awareness Training. [endahariani]

Page 36: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

36 37Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 37Edisi 17 Tahun IX Desember 201136 Edisi 16 Tahun IX Juni 2011

Ditulis ulang oleh Yusup Nurhidayat dari buku Komunikasi Jenaka karya Dr. Deddy Mulyana, M.A. (Bandung. Remaja Rosdakarya. 2003)

Kontes KecantiKan

Kisah berikut ini terjadi pada seorang peneliti

dari Eropa yang sedang berkunjung ke salah satu negara di daerah Afrika tengah. Si peneliti telah berbulan-bulan hidup di pedalaman hutan di negara tersebut. Karena ingin beristirahat dari kesibukan dan rutinitas pekerjaannya yang melelahkan, si peneliti memutuskan untuk mencari suasana lain dengan berjalan-jalan di daerah perkotaan di negara tersebut.

Seperti halnya di negara-negara dunia ketiga, kehidupan di negara itu pun terkesan kumuh, kotor, dan masyarakatnya hidup pas-pasan. Namun, di salah satu sudut kota, peneliti tersebut melihat suatu poster pengumuman sebuah kontes pemilihan wanita tercantik di kota tersebut.

Karena merasa kontes kecantikan merupakan ironi di sebuah negara miskin seperti itu, si peneliti tertarik untuk menghadirinya, karena acara

tersebut ternyata terbuka untuk umum.

Pada hari H, si peneliti akhirnya berangkat ke acara tersebut dengan tujuan iseng dan sedikit tujuan “cuci mata” karena dipikirnya dalam kontes kecantikan tentu akan ditampilkan wanita-wanita cantik dan seksi berbadan tinggi langsing dengan pakaian seadanya. paling tidak dia dapat melihat pertunjukan wanita-wanita seksi karena dia tidak mengharapkan dapat melihat wanita berkulit putih dan cantik seperti seleranya dan selera pria-pria bule lainnya.

Sebelum acara dimulai pun si peneliti sudah merasa nyaman. Dia dapat melihat wanita-wanita berkulit hitam dan coklat berbadan tinggi langsing dengan pakaian pesta di antara tamu-tamu yang hadir. Mendapatii kenyataan bahwa di antara tamu-tamu lainnya ternyata banyak juga wanita

pribumi yang dianggapnya cantik, semangatnya makin bertambah untuk segera melihat kontestan-kontestan pemilihan wanita tercantik tersebut.

Namun, ternyata saat semua kontestan sudah ditampilkan, si peneliti mendapatkan kenyataan yang aneh menurutnya. Hampir semua kontestan yang ada ternyata memiliki tubuh yang besar atau tambun dengan kulit yang sangat gelap. Dan akhirnya pemenangnya pun adalah wanita bertubuh gemuk dengan kulit hitam yang walaupun terbukti cerdas, tetap saja terlihat tidak begitu menarik menurut si bule ini.

Begitulah, ternyata kriteria wanita “cantik” di negara yang dia datangi tersebut berbeda 180 derajat dengan kriteria

37

lintasbudayabahasa

Page 37: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

37Edisi 17 Tahun IX Desember 2011 37Edisi 17 Tahun IX Desember 2011Edisi 16 Tahun IX Juni 2011 37

cantik di daerah asalnya, Eropa. Sementara sebagian besar daerah di permukaan bumi ini berpandangan slim is beautiful, di daerah itu dia mendapati pandangan yang berbeda, yaitu big is beautiful. Di sana wanita gemuk diyakini selain akan mampu melahirkan banyak anak, juga merupakan simbol kemakmuran. []

orang Belanda vs orang australia

Ini suatu kisah nyata. Seorang sejawat Belanda, Paul,

mengunjungi Australia untuk

waktu cukup lama dan bekerja dalam organisasi kami. Bahasa

Inggrisnya lancar dan sangat ramah, bersahabat dan luwes yang punya banyak andil. Ia pun sering presentasi, menghadiri pertemuan dan kegiatan sosial.

Ia sering menghadapi kesulitan karena seperti yang dikatakan sejawat-sejawat Australianya, ia mengatakan ‘tepat apa yang dipikirkannnya tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain’. Maksudnya adalah bahwa bila ia tidak ingin melakukan sesuatu, ia hanya mengatakan tidak tanpa penjelasan atau permohonanmaaf;ketikaia mengkritik orang lain, ia memberitahukannya tepat apa yang ia pikir salah tanpa kualifikasi. Ia pikir ia penolong,

dan tidak berbasa-basi. Orang Australia menganggapnya kasar.

Ketika segala sesuatunya bertambah tegang, seorang anggota junior organisasi, Jane, menduga-duga apa yang salah—ia sadar bahwa di Belanda, ucapan langsung lebih disukai, sementara dalam bahasa Inggris Australia, komentar negatif diramu dalam banyak kualifikasi dan pelembutan. Maka ia berbicara kepada Paul.

Jane: “ Paul, Anda tahu bahwa orang Australia terkadang punya stereotip buruk tentang orang Belanda?”

Paul: “Sungguhkah? Mengapa begitu?”

“Well, orang Australia mengira orang Belanda kasar karena mereka selalu mengatakan tepat apa yang mereka pikirkan. Mereka tidak melembutkan segala sesuatu untuk mempertimbangkan perasaan orang lain. Anda tahu, seorang pekerja Belanda dalam suatu bangunan mungkin berkata, ‘You put that scaffolding up badly’, sedangkan kami berkata seperti, ‘Perhaps you could think about strengthening up the scaffolding a bit’. Menakjubkan betapa kasar dan tidak pedulinya orang Belanda menurut dugaan orang Australia.”

“Sangat menarik. Saya heran mengapa mereka berpikir demikian,” jawab Paul.

jane memelihara gaya sopan Australia dengan mengkritik Paul dengan cara tidak langsung dan umum. []

Page 38: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

serambifoto

Pembukaan Diklat Ujian Profisiensi Bahasa Mandarin

Workshop Pengembangan Modul Jarak Jauh Berbasis IT Tahap II.

Workshop Pengembangan Modul Jarak Jauh Berbasis IT Tahap I.

Pembukaan Diklat Metodologi Penelitian di PPPPTK Bahasa.

Workshop Pengembangan Bahan Ajar BERMUTU Jarak jauh Berbasis IT.

Workshop Replikasi Program Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)

Sekolah Dasar.

Page 39: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

In-House Training Housekeeping di lingkungan PPPPTK Bahasa.

serambifoto

Upacara bendera memperingati Hari Kesaktian Pancasila.

Pemotongan hewan kurban pada hari raya Idul Adha 1432 H.

Diklat Bahasa Indonesia SMP Daerah Terpencil.Diklat Bahasa Inggris SMP Daerah Terpencil.

In-House Training Bahasa Inggris bagi pegawai PPPPTK Bahasa.

Page 40: Dari Hama Sampai Jimat: Sebuah Catatan Perjalanan ...p4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/013-Ekspresi...pada contoh kalimat nomor 3, 4, dan 5 bersifat mubazir. Untuk

40 40Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Edisi 17 Tahun IX Desember 2011

Diterbitkan olehPPPPTK BahasaKementerian Pendidikan dan Kebudayaan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN BAHASA