s kim 0700372 chapter2 - digital...

41
12 .BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kognitif Teori belajar dan perkembangan intelektual merupakan dasar yang membantu guru dalam memahami perbedaan faktor internal dari keragaman karakteristik siswa dalam hal: mempersepsikan informasi, mengkodekan informasi, mentransfer informasi, memindai (scanning) representasi informasi, dan kapasitas kerja memori (Danili dan Reid, 2006). Selain itu, Kogan (Danili dan Reid, 2006) menyatakan ada perbedaan karakteristik siswa dalam hal gaya mengingat, berpikir, penilaian, dan keberagaman individu, secara tidak langsung merupakan bagian dari kepribadian, yang setidaknya sangat berkaitan erat dengan berbagai dimensi pada kepribadian non-kognitif. Adanya perbedaan pada faktor- faktor tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki gaya kognitif yang berbeda, yang menyebabkan adanya perbedaan dalam hal kecerdasan, kemampuan, kepribadian dan prestasi. Tampaknya bahwa gaya kognitif pada diri seseorang akan berpengaruh dalam hal kemampuan intelektual, keterampilan, kepribadian, belajar mengajar (teaching and learning), dan kinerja. Berdasarkan uraian di atas, muncul beberapa definisi gaya kognitif yang diungkapkan oleh para ahli, di antaranya adalah Witkin, Moore, Goodenough, dan Cox (Kozhevnikov, 2007), characterized cognitive styles as individual differences in the way people perceive, think, solve problems, learn, and relate to others. Menurut Messick (Danili dan Reid, 2006), cognitive styles are characteristic modes of perceiving, remembering, thinking, problem solving, decision making

Upload: duongxuyen

Post on 07-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

12

.BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gaya Kognitif

Teori belajar dan perkembangan intelektual merupakan dasar yang

membantu guru dalam memahami perbedaan faktor internal dari keragaman

karakteristik siswa dalam hal: mempersepsikan informasi, mengkodekan

informasi, mentransfer informasi, memindai (scanning) representasi informasi,

dan kapasitas kerja memori (Danili dan Reid, 2006). Selain itu, Kogan (Danili dan

Reid, 2006) menyatakan ada perbedaan karakteristik siswa dalam hal gaya

mengingat, berpikir, penilaian, dan keberagaman individu, secara tidak langsung

merupakan bagian dari kepribadian, yang setidaknya sangat berkaitan erat dengan

berbagai dimensi pada kepribadian non-kognitif. Adanya perbedaan pada faktor-

faktor tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki gaya kognitif yang berbeda,

yang menyebabkan adanya perbedaan dalam hal kecerdasan, kemampuan,

kepribadian dan prestasi. Tampaknya bahwa gaya kognitif pada diri seseorang

akan berpengaruh dalam hal kemampuan intelektual, keterampilan, kepribadian,

belajar mengajar (teaching and learning), dan kinerja.

Berdasarkan uraian di atas, muncul beberapa definisi gaya kognitif yang

diungkapkan oleh para ahli, di antaranya adalah Witkin, Moore, Goodenough, dan

Cox (Kozhevnikov, 2007), characterized cognitive styles as individual differences

in the way people perceive, think, solve problems, learn, and relate to others.

Menurut Messick (Danili dan Reid, 2006), cognitive styles are characteristic

modes of perceiving, remembering, thinking, problem solving, decision making

Page 2: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

13

that are reflective of information processing regularities that develop in congenial

ways. Sedangkan Sarachoo (1997), menyatakan bahwa cognitive styles include

stable attitudes, preferences, or habitual strategies that distinguish the individual

styles of perceiving, remembering, thinking, and solving problems. Berdasarkan

definisi di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan gaya kognitif

adalah karakteristik individu dalam menggunakan fungsi kognitif: berpikir,

mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi,

memproses informasi, dan seterusnya yang bersifat konsisten dan berlangsung

lama.

Pemecahan masalah (problem solving), menurut Tsaparalis (2009)

problem solving is well known as a composite activity involving various cognitive

functions that depend on the number and quality of available operative schemata

in long-term memory and on working memory capacity. Hal ini berarti pemecahan

masalah merupakan bagian dari penggunaan informasi yang ada berdasarkan

skemata operasional yang ada pada memori jangka panjang dan kapasitas kerja

memori sesuai model pemrosesan informasi. Pemecahan masalah yang dimaksud

adalah pemecahan soal, menurut Melters (Arifin, 1995), tahapannya adalah:

1. Tahap analisis masalah

2. Tahap pemecahan masalah yang meliputi memecahkan rumus standar,

meneliti hubungan antarkonsep, membuat transformasi.

3. Tahap melakukan perhitungan

4. Tahap pengecekan

Page 3: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

14

2.2 Perbedaan Gaya Kognitif

Gaya kognitif mencerminkan cara seseorang menanggapi dan melakukan

sesuatu dalam kondisi yang berbeda. Gaya kognitif dalam penelitian ini adalah

gaya kognitif FD dan FI yang mencirikan satu dimensi persepsi, mengingat, dan

berpikir setiap individu dalam hal mempersepsikan, menyimpan, mengubah dan

memproses informasi (Saracho, 1997). Witkin, Moore, Goodenough, dan Cox

(Ruttun, 2009) menyatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif FI dan FD

memiliki perbedaan. Implikasi gaya kognitif berdasarkan perbedaan psikologis

pada siswa dalam pembelajaran menurut Thomas (Ardana, 2008) adalah sebagai

berikut.

1) Siswa yang memiliki gaya kognitif FD cenderung memilih belajar dalam

kelompok, sesering mungkin berinteraksi dengan guru, dan memerlukan

penguatan yang bersifat ekstrinsik.

2) Siswa yang memiliki gaya kognitif FI cenderung memilih belajar

individual, merespon dengan baik, dan independen. Di samping itu, mereka

dapat mencapai tujuan dengan motivasi intrinsik.

Sedangkan menurut Garger dan Guild (Chu, 2008), hasil kajiannya

menyimpulkan bahwa ada perbedaan karakteristik siswa antara gaya kognitif FD

dan FI yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Perbedaan Karakteristik Siswa Gaya Kognitif FD dan FI Karakteristik Siswa FD Siswa FI

Cara menerima informasi

Penerimaan secara global Penerimaan secara analitis

Cara memahami struktur informasi

Memahami secara global struktur yang diberikan

Memahami secara artikulasi struktur yang diberikan atau

Page 4: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

15

Karakteristik Siswa FD Siswa FI pembatasan.

Cara membuat perbedaan konsep dan keterkaitannya

Membuat perbedaan umum yang luas di antara konsep-konsep dan melihat hubungannya

Membuat perbedaan konsep tertentu dan sedikit tumpang tindih (overlap)

Orientasi dan kecenderungan siswa

Orientasi sosial. Cenderung dipengaruhi oleh teman-temannya

Orientasi personal. Cenderung kurang mencari masukan dari temannya

Kebutuhan konten materi yang dipelajari

Belajar materi dengan konten sosial menunjukan hasil terbaik

Belajar materi sosial jika hanya diperlukan

Ketertarikan dalam mempelajari suatu materi

Materi yang baik adalah materi yang relevan dengan pengalamannya

Tertarik pada konsep-konsep baru untuk kepentingannya sendiri

Cara penguatan diri Memerlukan bantuan luar dan penguatan untuk mencapai tujuan

Tujuan dapat dicapai sendiri dengan penguatan sendiri

Cara mengatur kondisi Memerlukan pengorganisasian Bisa dengan situasi struktur sendiri

Pengaruh kritikan Lebih dipengaruhi oleh kritikan

Kurang terpengaruh oleh kritikan

Metode dan cara belajar yang cocok

Pasif, menggunakan pendekatan penonton (ekspositori, ceramah, demonstrasi) untuk mencapai konsep. Memperhatikan petunjuk awal yang menonjol di luar relevansi

Aktif, menggunakan pendekatan pengetesan hipotesis (discovery, inkuiri, eksperimen) dalam pencapaian konsep. Memperhatikan contoh awal di luar konsep penting

Cara memotivasi diri Termotivasi secara ekstrinsik Termotivasi secara intrinsik

Daya tarik dan minat dalam belajar

Lebih menaruh perhatian pada hubungan social

Lebih berminat pada bidang sains dan matematika.

Cara menulis dan memahami informasi

Cenderung mencatat seluruh isi materi, tanpa memilah mana bagian yang penting dan kurang penting

Cenderung akan memilih bagian-bagian yang amat penting dari isi materi untuk dicatat

Page 5: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

16

Daniels (Altun dan Cakan, 2006) menyimpulkan secara umum

kecenderungan siswa gaya kognitif FD dan FI. Siswa FD cenderung

mengandalkan persepsi dari lingkungan sekitar; memiliki kesulitan

memperhatikan, mengambil intisari, menggunakan petunjuk yang kurang

menonjol; sulit memberikan struktur informasi yang ambigu; sulit menyusun

informasi baru dan membuat hubungan dengan pengetahuan sebelumnya; sulit

mengambil informasi dari memori jangka panjang. Siswa FI cenderung mampu

melihat bagian bayangan yang terpisah dari suatu bentuk; dapat memisahkan

bagian yang relevan dari bagian yang tidak relevan pada suatu bentuk;

menyediakan struktur informasi yang terpisah dari informasi yang disajikan;

menyusun kembali informasi yang diberikan dari suatu konteks pengetahuan

sebelumnya; cenderung lebih tepat dalam mengambil bagian dari ingatan.

Sedangkan hasil temuan beberapa penelitian ada beberapa faktor yang

mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif FD atau

FI, di antaranya yaitu usia, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, pengasuhan anak,

dan keseimbangan bagian otak.

1. Usia: Penelitian Gurley (Chu, 2008) anak-anak pada umumnya adalah FD,

namun kecenderungan FI mereka akan meningkat ketika semakin dewasa.

Dewasa (khususnya siswa dewasa) cenderung lebih bergaya kognitif FI.

Menurut Witkin, et al. (Chu, 2008) setelah proses pendewasaan tersebut, FI

secara bertahap menurun sepanjang sisa hidupnya, pada orang tua cenderung

menjadi lebih FD dibandingkan dengan yang lebih muda.

Page 6: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

17

2. Jenis kelamin: Penelitian Musser (Chu, 2008) menunjukan bahwa laki-laki

mendapatkan nilai tes FD/FI lebih baik daripada perempuan. Namun, pengaruh

jenis kelamin pada FD/FI pengaruhnya sangat kecil sehingga faktor ini tidak

terlalu signifikan.

3. Status sosial-ekonomi: Penelitian Forns-Santacana, et al. (Chu, 2008), siswa

dari kalangan kelas sosial-ekonomi bawah ditemukan kecenderungannya lebih

FD daripada siswa dengan latar belakang kelas sosial-ekonomi tinggi.

4. Pengasuhan anak: Penelitian yang dilakukan Witkin (Chu, 2008) menunjukan

bahwa ketika ada penekanan yang kuat agar anak patuh (taat) terhadap

pengawasan orang tua sebagai kontrol dorongan dari luar, anak-anak akan

cenderung relatif menjadi FD. Ketika ada dorongan dalam keluarga bagi anak

untuk berkembang secara terpisah, kemandiriannya berfungsi, anak akan relatif

menjadi FI.

5. Keseimbangan otak kanan dan kiri: Penelitian Pizzamiglio dan Silverman, et

al. (Chu, 2008), menemukan seseorang yang kidal cenderung FD daripada

seseorang yang normal/menggunakan tangan kanan.

Page 7: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

18

2.3 Belajar dan Hasil Belajar

Belajar adalah proses modifikasi atau perubahan prilaku ke arah yang baik

melalui pengalaman atau pelatihan. Belajar menurut teori kognitif adalah “a

process of gaining or changing insights, outlooks, expectations, or thought

patterns” (Yang, 2000). Teori ini mendefinisikan belajar dalam hal reorganisasi

persepsi atau kognitif untuk memperoleh pemahaman (Bigge dan Shermis dalam

Yang, 2000). Menurut Vygotsky (Yang, 2000), interaksi sosial dan budaya

merupakan kunci sukses dalam belajar.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

ia menerima pengalaman belajarnya (Depdiknas, 2008). Benyamin Bloom (1956)

membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan

ranah psikomotor yang digunakan dalam penilaian hasil belajar siswa di

Indonesia. Pada penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar

pada ranah kognitif. Hasil belajar tersebut meliputi pengetahuan level

makroskopik, pemahaman level submikroskopik, dan penguasaan level simbolik

pada materi sifat koligatif larutan.

2.4 Belajar Konsep

Menurut Rosser (Dahar, 2006), konsep adalah suatu abstraksi yang

mewakili suatu kelas obyek-obyek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau

hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut yang sama. Sehingga orang

mempunyai stimulus yang berbeda dalam membentuk konsep sesuai dengan

pengelompokan stimulus-stimulus dengan cara tertentu. Gagne (Dahar, 2006),

belajar konsep merupakan satu bagian dari suatu hierarki dari delapan bentuk

Page 8: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

19

belajar. Dalam hierarki ini, setiap tingkat belajar tergantung pada tingkat-tingkat

sebelumnya. Berdasarkan delapan hierarki belajar Gagne, belajar konsep dapat

dikemukakan dalam dua konsep yakni belajar konsep konkret dan dan belajar

konsep terdefinisi. Menurut Gagne, belajar konsep konkret memiliki prosedur

yaitu membuat respon yang sama pada stimulus-stimulus dengan atribut yang

mirip. Sedangkan belajar konsep terdefinisi memiliki prosedur yaitu

menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya untuk memperoleh

suatu konsep yang mendefinisikan.

Berdasarkan tingkat belajar yang telah disebutkan oleh Gagne, kedua

konsep mengenai belajar konsep dapat diterapkan dalam pembelajaran kimia.

Menurut Gagne, belajar konsep dibagi menjadi dua yaitu belajar konsep konkret

dan belajar konsep terdefinisi. Belajar konsep yang konkret dalam tingkat hierarki

Gagne dapat disejajarkan dengan konsep pembelajaran kimia pada level

makroskopik. Prosedur dalam belajar konkret dalam Gagne diperoleh dengan

pengamatan secara langsung melalui fenomena-fenomena yang ada, sedangkan

belajar konsep terdefinisi dalam Gagne diperoleh berdasarkan fenomena yang

telah dipelajari berupa definisi-definisi dari konsep awal. Belajar konsep

terdefinisi dalam tingkat hierarki Gagne dapat disamakan dengan konsep

pembelajaran kimia pada level submikroskopik dan simbolik yang bersifat abstrak

diperoleh dari penurunan pengetahuan konsep level makroskopik yang bersifat

konkret.

Page 9: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

20

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar dan Hasil Belajar

Hasil belajar siswa merupakan indikator atau gambaran keberhasilan guru

dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sehingga proses belajar dan hasil

belajar siswa merupakan salah satu problem yang tidak pernah habis dibicarakan

dalam dunia pendidikan. Banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar dan

hasil belajar antara lain faktor eksternal atau faktor dari luar diri siswa dan faktor

internal atau faktor dari dalam diri siswa (Slameto, 2010). Beberapa faktor

tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Faktor eksternal meliputi faktor sekolah, faktor keluarga dan faktor

masyarakat (Slameto, 2010; Djaramah, 2002). (1) faktor sekolah di antaranya

adalah kurikulum, program, sarana dan fasilitas, guru, metode mengajar, relasi

guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,

waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar,

pekerjaan rumah. (2) faktor keluarga diantaranya adalah cara orang tua mendidik,

relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, kondisi ekonomi keluarga,

pengertian orang tua dan latar belakang budaya. (3) faktor masyarakat di

antaranya adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul,

dan bentuk kehidupan masyarakat.

Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis (Slameto,

2010; Djaramah, 2002). (1) faktor fisiologis di antaranya adalah faktor kesehatan

dan faktor cacat tubuh. Kondisi panca indra (mata, hidung, pengecap, telinga, dan

tubuh), buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah kaki, patah tangan, dan lain-

lain akan berpengaruh pada saat belajar berlangsung seperti membaca, melihat

Page 10: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

21

contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil-hasil eksperimen,

mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah, mendengarkan orang

lain dalam diskusi dan sebagainya. (2) faktor psikologis di antaranya adalah

minat, kecerdasan, bakat, motivasi, perhatian, kematangan, kesiapan, dan

kemampuan kognitif. Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai jembatan

untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu persepsi, mengingat

dan berpikir. Menurut Slameto (2010), kemampuan kognitif tersebut merupakan

bagian dari gaya kognitif.

Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi

ke dalam otak manusia (Djaramah, 2002). Melalui persepsi manusia terus

menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan

melalui panca indra, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan

penciuman (Slameto, 2010).

Mengingat adalah menarik kembali informasi yang tersimpan dalam

memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling

rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi

bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan

aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu konsep yang lepas

dan terisolasi (Widodo, 2005). Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan

menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo, jembatan keledai,

mengurutkan kejadian, membuat singkatan yang bermakna (Depdiknas, 2008).

Pada prinsipnya mengingat adalah penarikan kembali informasi dalam bentuk

Page 11: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

22

kesan-kesan yang tersimpan di alam bawah sadar yang pernah diperoleh

sebelumnya.

Kemampuan kognitif yang terakhir adalah berpikir. Menurut Presseisen

(1985), berpikir merupakan suatu proses kognitif, yaitu suatu aktivitas mental

untuk memperoleh pengetahuan. Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi

keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks atau tingkat

tinggi. Dalam hal ini keterampilan berpikir dasar meliputi: menghubungkan

sebab-akibat, mentransformasi, serta menemukan hubungan dan memberikan

kualifikasi. Sedangkan proses berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat

kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan

berpikir kreatif (Costa dalam Liliasari, 2009). Perkembanagn berpikir seorang

anak bergerak dari kegiatan berpikir konkret menuju berpikir abstrak (Djaramah,

2002). Perubahan berpikir ini bergerak sesuai dengan meningkatnya usia seorang

anak.

Page 12: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

23

Siswa

Fisiologis

Kesehatan

Cacat Tubuh

Psikologis

Bakat

Motivasi

Perhatian

Kematangan

Minat

Kecerdasan

Kesiapan

Kemampuan Kognitif

Raw Input Proses Belajar Mengajar

Faktor Masyarakat

Out Put

Faktor Keluarga

Suasana rumah

Relasi antaranggota keluarga

Cara orang tua mendidik

Keadaan ekonomi keluarga

Pengertian orang tua

Latar belakang budaya

Media massa

Teman bergaul

Kegiatan siswa dalam masyarakat

Bentuk kehidupan masyarakat

Sarana dan Fasilitas

Guru

Metode mengajar

Relasi guru dengan siswa

Kurikulum

Program

Relasi siswa dengan siswa

Disiplin sekolah

Alat pelajaran

Waktu sekolah

Standar pelajaran di atas ukuran

Keadaan gedung

Metode belajar

Tugas rumah

Faktor Sekolah Hasil Belajar

Gambar 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar dan Hasil Belajar

Page 13: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

24

PROSES

PENGOLAHAN

FILTER

PERSEPSI

PENYIMPANAN

RUANG KERJA MEMORI

MENYIMPAN

MEMORI JANGKA

PANJANG

KONTROL FILTER

INFORMASI EKSTERNAL

IDE

PERISTIWA

KONSEP

MENGAMBIL

2.6 Model Pemrosesan Informasi

Sesuai dengan faktor kemampuan kognitif yang mempengaruhi hasil

belajar, Johnstone (2006) membuat model pemrosesan informasi mulai dari

tahapan persepsi, proses berpikir sampai cara mengingat kembali informasi yang

disimpan pada memori jangka panjang dalam bentuk struktur kognitif (Johnstone,

2006). Pemrosesan informasi dilihat dari sudut pandang penelitian kognisi dan

perkembangan kognitif dimana pikiran manusia diibaratkan sebagai komputer.

Dasar model pemrosesan informasi adalah berkaitan dengan dasar pengoprasian

mental: terutama bagaimana informasi diterima, diproses, disimpan dan diambil

kembali dari pikiran tiap individu (Chu, 2008). Model pemrosesan informasi

dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Model Pemrosesan Informasi Johnstone (Terjemahan dari Learning at the Macro Level: The Role of Practical Work.

Tsaparalis, 2009)

Page 14: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

25

Model pemrosesan informasi ini didasarkan pada ide-ide dari teori belajar

Piaget. Selama belajar, informasi diperoses melalui tiga mode memori. Informasi

dari lingkungan luar pertama kali akan dirasakan (dipersepsikan) oleh memori

sensorik (panca indra), diolah dalam memori jangka pendek, kemudian

berasimilasi dan diakomodasi ke dalam memori jangka panjang lalu disimpan

sebagai struktur kognitif. Brunning, et al. (Chu, 2008), mengungkapkan bahwa

memori adalah kemampuan otak untuk memilih, memproses, menyimpan,

mempertahankan kemudian mengingat kembali informasi.

Dari perspektif pemrosesan informasi, ada tiga tahap utama dalam

pembentukan dan pengambilan memori:

1. Pengkodean (pengolahan dan penggabungan informasi yang diterima).

2. Penyimpanan (pembentukan memori permanen dari informasi yang

dikodekan).

3. Mengingat kembali (memanggil kembali informasi yang tersimpan dari

sebagai respon dari beberapa isyarat untuk digunakan dalam beberapa proses

atau aktivitas).

Model pemrosesan informasi lain juga dikembangkan untuk memahami

level submikroskopik yang bersifat abstrak yang dikembangkan melalui model

pengkodean berganda (dual coding model) dari teori Paivio. Teori ini menjadi

dasar pengembangan pembelajaran menggunakan multimedia untuk membantu

memahami level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik berdasarkan teori

Page 15: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

26

SENSOR MEMORI

KERJA MEMORI

REPRESENTASI MULTIMEDIA

MEMORI JANGKA PANJANG

Pesan Visual

Penetahuan awal

Menyeleksi Kata-kata

Menyeleksi Gambar

Pengorganisasian Gambar

Pengorganisasian Kata-kata

Pengintegrasian

Pesan Verbal

Mata

Telinga

Gambar

Suara

Model mental

visual

Model mental

verbal

kognitif yang di dalamnya mengandung sistem pengolahan informasi visual dan

verbal (Meyer, 2005).

Gambar 2.3 Teori Kognitif Pembelajaran Multimedia

(Terjemahan dari Cognitif Theory of Multimedia Learning. Meyer, 2005)

Page 16: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

27

2.7 Pengetahuan Level Makroskopik, Pemahaman Level Submikroskopik,

dan Penguasaan Level Simbolik

Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang materi, sifat fisis

dan kimia, perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi

(Denniston, et al., 2007; Silberberg, 2007; Smith, 2010). Dalam mempelajari ilmu

kimia, Kozma dan Russel (2005), mengkaitkannya dengan representasi kimia

yaitu “representations often refer to entities or processes that can not be observed

directly e.g., atoms, molecules, and reactions and can take a variety of forms e.g.,

structural diagrams, equations” (Mayer, 2005). Hal tersebut berarti representasi

kimia lebih merujuk pada objek atau proses yang tidak dapat diamati secara

langsung (misalnya atom, molekul, dan reaksi) dan dapat mengambil berbagai

bentuk (misalnya diagram, persamaan). Konsep representasi merupakan salah satu

pondasi praktik ilmiah, karena para ahli menggunakan representasi ini sebagai

cara utama dalam berkomunikasi dan memecahkan masalah.

Treagust, Chittleborough, dan Mamiala (Gilbert dan Treagust, 2009)

membedakan representasi kimia ke dalam tiga level (tingkatan) yaitu level

makroskopik, level submikroskopik, dan level simbolik. Kompetensi representasi

pada mata pelajaran kimia pada level makroskopik, level submikroskopik, dan

level simbolik menurut Kozma dan Russel (2005) merupakan “A set of skills and

practices that allow person to use a variety of representations, singly and

together, to think about, communicate, and act on aperceptual physical entities

and processes, as such molecules and their reactions” (Mayer, 2005). Hal ini

berarti kompetensi representasi dalam memahami tiga level representasi kimia

Page 17: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

28

Representasi

Nyata

Level Makroskopik Nyata

Level Submikroskopik Nyata dan representasi dari model teorit is

Level Simbolik Representasi

merupakan seperangkat keterampilan dan praktik yang memungkinkan seseorang

untuk menggunakan berbagai representasi (level makroskopik, level

submikroskopik, dan level simbolik), baik secara tersendiri maupun secara

bersamaan, memikirkannya, berkomunikasi dan melakukan pemahaman pada

objek fisik dan prosesnya seperti molekul dan reaksinya. Hubungan pemahaman

ketiga level tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini:

Gambar 2.4 Tiga Level Representasi Kimia pada Materi

(Terjemahan dari Linking the Macroscopic and sub-microscopic Levels: Diagrams. Davidowitz dan Chittleborough, 2009)

Cakupan ketiga representasi kimia ini adalah: (1) Level makroskopik

mengacu pada pengamatan fenomena kimia yang secara langsung dialami oleh

siswa dari percobaan di labolatorium dan kehidupan sehari-hari seperti perubahan

warna, terbentuknya gelembung gas, terbentuknya endapan, pelarutan garam, pH

larutan dan perubahannya, dan perubahan suhu dalam reaksi kimia. Fenomena

kimia yang terjadi dapat dijelaskan berdasarkan sifat, bentuk, gerakan dan

interaksi partikel pada level submikroskopik seperti molekul, atom, ion dan

Page 18: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

29

elektron. (2) Level submikroskopik merupakan penjelasan yang real dan tidak

kasat mata melalui pendekatan konsep teori kimia yang dapat digunakan untuk

menjelaskan susunan serta pergerakan partikel (ion, elektron, molekul, dan atom).

(3) Representasi level simbolik yaitu representasi yang melibatkan penggunaan

simbol-simbol kimia secara kualitatif dan kuantitatif, yang meliputi rumus kimia,

persamaan reaksi, bentuk gambar, diagram, aljabar, grafik, mekanisme reaksi,

simbol kimia, struktur kimia, nomor, stoikiometri, perhitungan matematik,

analogi dan model kit (Treagust dan Chandrasegaran, 2009; Antonoglou,

Charistos, dan Sigalas, 2006; Treagust, Chittleborough, dan Mamiala, 2003; Wu,

Krajcik, dan Soloway, 2001).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar kimia

adalah belajar ketiga level tersebut. Sesuai dengan karakteristiknya, bahwa ilmu

kimia merupakan ilmu yang didasari oleh teori sifat partikulat dari suatu materi

pada level submikroskopik dan makroskopik dimana tingkat submikrospiknya

yang dapat dijelaskan menggunakan model untuk mewakilinya (level simbolik).

Bila ada salah satu level yang tidak dipelajari di kelas berarti siswa belum belajar

ilmu kimia secara utuh. Karena setiap level memiliki peranan penting dalam ilmu

kimia, maka keberhasilan siswa dalam mempelajari ketiga level tersebut harus

menjadi bagian yang dievaluasi setelah proses pembelajarn selesai (Sopandi,

2009)

Page 19: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

30

2.7.1 Pengetahuan Level Makroskopik

Menurut Johnstone (Savec, Sajovic dan Grm, 2009) pengetahuan siswa

pada level makroskopik diperoleh melalui fenomena yang dapat teramati langsung

menggunakan panca indra, baik secara kasat mata (melihatnya), menyentuhnya

dan membauinya seperti adanya perubahan warna, terbentuknya gelembung gas,

terbentuknya endapan, pelarutan garam, pH larutan dan perubahannya, dan

perubahan suhu dalam reaksi kimia. Kemampuan mengamati dan menghubungkan

fenomena level makroskopik ini dapat dilakukan melalui persepsi manusia yaitu

proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia

(Djaramah, 2002). Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan

hubungan dengan lingkungannya sesuai model pemrosesan informasi Johnstone.

Hubungan ini dilakukan lewat indranya, yaitu indra penglihatan, pendengaran,

peraba, perasa dan penciuman (Slameto, 2010). Kegiatan mengamati fenomena ini

dapat mengetahui fenomena yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.

Fenomena ini dapat diamati siswa melalui kegiatan praktikum, demonstrasi guru,

melihat video percobaan, atau mengamati peristiwa yang ada dalam kehidupan

sehari-hari (Sopandi, 2009). Bagi siswa, kegiatan ini merupakan bagian yang

paling menyenangkan. Bila bagian ini dihilangkan dari pembelajaran,

diperkirakan akan menurunkan ketertarikan siswa untuk belajar kimia (Sopandi,

2009). Setelah kegiatan mengamati, guru dapat menggunakan metode tanya jawab

untuk mengungkap pengetahuan yang berkaitan dengan hasil pengamatan dan

penjelasan siswa. Bila ditemukan adanya miskonsepsi segera dilakukan langkah

untuk mengoreksi miskonsepsi tersebut.

Page 20: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

31

2.7.2 Pemahaman Level Submikroskopik

Pemahaman level submikroskopik pada fenomena-fenomena yang dapat

diamati (level makroskopik) seringkali terabaikan karena berbagai alasan.

Padahal, berbagai fenomena (seperti sifat-sifat materi dan fenomena lainnya yang

menyertai perubahan materi) timbul karena adanya interaksi berbagai partikel

pada level submikroskopik. Dengan demikian, fenomena atau gejala kimia yang

teramati (level makroskopik) dapat dijelaskan berdasarkan susunan dan struktur

partikel penyusun materi dan perubahannya (level submikroskopik). Bila

pemahaman secara mikroskopik tidak diberikan guru di kelas, tentunya akan

banyak ditemukan siswa yang sudah mempelajari berbagai fenomena

(makroskopik) baik itu melalui praktikum di kelas atau berdasarkan pengalaman

sehari-harinya, namun tidak dapat menjelaskan secara ilmiah fenomena yang

terjadi secara mikroskopik (Sopandi, 2009).

Pemahaman siswa mengenai penjelasan level submikroskopik memegang

peranan yang sangat penting. Berbagai temuan penelitian menunjukan bahwa

rendahnya pemahaman siswa akan struktur zat menjadi penyebab kesulitan-

kesulitan siswa dalam mempelajari kimia. Dengan pemahaman ini, siswa dapat

terhindar untuk menghapal penjelasan terhadap setiap fenomena dan memudahkan

siswa untuk memahami arti dari simbol-simbol yang digunakan (level simbolik).

Berdasarkan kajian terhadap berbagai hasil penelitian, Williamson dan Abraham

(Sopandi, 2009). menyimpulkan bahwa kesukaran belajar kimia banyak

disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa mengenai apa yang terjadi pada

level submikroskopik.

Page 21: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

32

2.7.3 Penguasaan Level Simbolik

Menurut Johnstone (Savec, Sajovic dan Grm, 2009) ilmu kimia lebih

sering menggunakan lambang matematik, rumus dan persamaan untuk

memperlihatkan hubungan level makroskopik dan submikroskopik. Penguasaan

level simbolik akan lebih mudah jika siswa telah menguasai pengetahuan level

makroskopik dan pemahaman level submikroskopik. Hal ini disebabkan karena

level simbolik merupakan terjemahan dari pengalaman atau peristiwa yang

teramati pada eksperimen dan representasi level submikroskopiknya ke dalam

bentuk simbol-simbol, rumus-rumus dan perhitungan. Biasanya siswa akan

merasa kesulitan jika pemahaman level simbolik ini tidak ditunjang oleh kedua

level tersebut.

Penguasaan level simbolik dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa

dalam memecahkan masalah soal perhitungan pada materi sifat koligatif larutan.

Tahapan pemecahan masalah soal perhitungan, menurut Melters (Arifin, 1995)

adalah:

1) Tahap analisis masalah

2) Tahap pemecahan masalah yang meliputi memecahkan rumus standar,

meneliti hubungan antarkonsep, membuat transformasi.

3) Tahap melakukan perhitungan

4) Tahap pengecekan

Bila ketiga level tersebut diperbandingkan, maka akan terlihat bahwa

belajar level submikroskopik dan level simbolik merupakan bagian yang

Page 22: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

33

menuntut kemampuan berpikir abstrak. Sedangkan level makroskopik hanya

menuntut kemampuan berpikir konkret. Sehingga kemungkinan hasil belajar level

makroskopik akan lebih baik dibandingkan dengan level submikroskopik dan

simbolik. Walaupun demikian, jika melihat tingkat perkembangan intelektual

siswa SMA kelas XII seharusnya mereka sudah mampu berpikir abstrak dengan

baik.

2.8 Analisis Level Makroskopik, Submikroskopik dan Simbolik pada Materi

Sifat Koligatif Larutan

2.8.1 Pengertian Sifat Koligatif Larutan

Menurut Stoker (2010), A colligative property is a physical property of a

solution that depends only on the number (concentration) of solute particles

(molecules or ions) present in a given quantity of solvent and not on their

chemical identities. Sifat koligatif larutan mencakup penurunan tekanan uap

(vapor-pressure lowering), kenaikan titik didih (boiling-point elevation),

penurunan titik beku (freezing-point depression), dan tekanan osmotik (osmotic

pressure).

Pengetahuan level makroskopik pada materi sifat koligatif larutan meliputi

pengamatan tekanan uap dan penurunannya, titik didih dan kenaikannya, titik

beku dan penurunannya, serta peristiwa osmosis dan tekanan osmotik.

Pengetahuan level makroskopik pada sifat koligatif larutan dapat diperluas

melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

Penguasaan level simbolik yang sangat erat hubungannya dengan konsep

sifat koligatif larutan yaitu kemolalan (m) dan fraksi mol (X).

Page 23: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

34

1) Fraksi Mol

Komposisi zat-zat dalam larutan dapat dinyatakan dalam satuan fraksi mol

(x). Fraksi mol zat terlarut (x zat terlarut) menyatakan perbandingan jumlah mol zat

terlarut terhadap jumlah mol semua komponen dalam larutan.

x zat terlarut = dan berlaku x pelarut + x zat terlarut = 1

2) Konsentrasi Molal

Kemolalan atau konsentrasi molal (m) adalah jumlah mol zat terlarut per

satu kilogram pelarut.

Kemolalan (m) =

2.8.2 Sifat Koligatif Larutan Nonelektrolit

2.8.2.1 Penurunan Tekanan Uap Larutan

Menguap adalah gejala yang terjadi pada molekul-molekul zat cair

meninggalkan permukaan cairan membentuk fasa gas. Gejala ini disebabkan oleh

molekul-molekul pada bagian permukaan cairan memiliki energi yang dapat

mengatasi gaya antaraksi di antara molekul-molekul cairan. Gaya antaraksi

antarmolekul pada permukaan cairan dinamakan tegangan permukaan. Jadi,

molekul-molekul yang menguap memiliki energi lebih besar daripada tegangan

permukaan. Penjelasan tersebut digambarkan secara mikroskopik pada Gambar

2.5 di bawah ini. Berdasarkan pemahaman level submikroskopik sesungguhnya

dalam suatu wadah yang berisi air terjadi proses penguapan pada suhu tertentu.

mol zat terlarut jumlah mol semua komponen

mol zat terlarut (n) kg pelarut (w)

Page 24: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

35

Gambar 2.5 Proses Penguapan Air

(Sumber: General, Organic, and Biological Chemistry. Smith, 2010)

1) Tekanan Uap

Kemudahan suatu zat menguap ditentukan oleh kekuatan gaya

antarmolekul (tegangan permukaan). Semakin lemah gaya antarmolekul semakin

mudah senyawa itu menguap. Pada suhu rendah, molekul-molekul zat dapat

meninggalkan permukaan cairan membentuk kesetimbangan dengan cairan yang

berada di permukaannya. Molekul-molekul fasa uap menimbulkan tekanan yang

disebut tekanan uap. Faktor-faktor yang memengaruhi tekanan uap salah satunya

adalah suhu. Semakin tinggi suhu zat cair, semakin besar tekanan uapnya (lihat

Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Suhu dan Tekanan Uap Air Suhu (oC) Po (H2O) (mmHg) Suhu (oC) Po (H2O) (mmHg)

0 4,58 50 92,57 5 6,54 60 149,4 10 9,21 70 233,7 20 17,54 80 355,1 30 31,82 90 525,7 40 55,35 100 760,0

Sumber: Chemistry Chemistry: The Practical Science. Kelter, et al., 2009

Saat menguap, molekul meninggalkan cairan ke gas

Saat kondensasi, molekul meninggalkan gas ke cairan

Page 25: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

36

2) Penurunan Tekanan Uap (∆P)

Apa yang terjadi dengan tekanan uap jika ke dalam suatu cairan (misalnya,

air) dimasukkan zat yang tidak mudah menguap (misalnya, gula pasir)?

Gambar 2.6 Model Level Submikroskopik Proses Penguapan Air Murni dan Larutan

Gula (Sumber: The Foundations of Chemistry. Whitten, et al., 2008)

Adanya zat terlarut nonvolatile (tidak mudah menguap) di dalam suatu

pelarut dapat menurunkan tekanan uap pelarut. Akibatnya, tekanan uap larutan

lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Fakta tersebut dapat dijelaskan

jika tekanan uap air murni lebih besar dari tekanan larutan yang mengandung zat

nonvolatile, dan adanya kesetimbangan dinamis antara fasa uap dan cairannya.

Oleh karena tekanan uap air murni lebih besar dari tekanan uap larutan gula maka

untuk mencapai keadaan kesetimbangan, uap air murni akan diserap oleh larutan

gula sampai tekanan uap di atas permukaan kedua cairan itu sama dan setimbang.

Proses tersebut secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 2.6. Proses

Air Larutan Gula

Manometer

Page 26: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

37

tersebut menghasilkan perpindahan molekul-molekul air dari pelarut murni

melalui fasa uap ke dalam larutan gula sampai tekanan uap pada kedua permukaan

cairan mencapai kesetimbangan.

Berdasarkan pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan

zat terlarut yang sulit menguap menyebabkan tekanan uap larutan lebih rendah

dibandingkan dengan pelarut murninya. Pengetahuan level makroskopik dalam

kehidupan sehari-hari seharusnya mampu dipahami berdasarkan pemahaman level

submikroskopik tersebut. Seperti terlihat pada Gambar 2.7, siswa seharusnya

mampu berpikir abstrak pada dua botol yang berisi pelarut murni dan berisi

larutan berdasarkan pemahaman level submikroskopik pada konsep penurunan

tekanan uap.

Gambar 2.7 (a) Pelarut Murni (H2O), (b) Larutan

Pemahaman Level Submikroskopik pada Pengetahuan Level Makroskopik Tekanan Uap antara Pelarut Murni dan Larutan

(Sumber: General, Organic, and Biological Chemistry. Smith, 2010)

(a) (b) Zat terlarut

Page 27: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

38

3) Hukum Raoult

Semua larutan dengan zat terlarut nonvolatile (zat terlarut tidak dapat

terevaporasi dari larutannya) memiliki tekanan uap yang lebih rendah

dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murninya (lihat Gambar 2.7). Suatu

larutan yang mempunyai antaraksi yang sama antara partikel-partikelnya disebut

larutan ideal, hukum yang mendasarinya adalah hukum Raoult, yang

menyatakan bahwa tekanan uap larutan (Plarutan) sebanding dengan fraksi zat

terlarut (xzat terlarut) dan tekanan uap pelarut murni (Popelarut). Secara matematis

(level simbolik) rumus hukum Raoult dapat dituliskan:

Plarutan = xpelarut•P0pelarut

Plarutan = (1- x zat terlarut)•P0pelarut

Plarutan = P0pelarut - x zat terlarut•P

0pelarut

P0pelarut - Plarutan = x zat terlarut•P

0pelarut

∆P = x zat terlarut•P0pelarut

Perubahan tekanan uap berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut.

Keterangan :

Plarutan = Tekanan Uap Larutan (atm)

xpelarut = Fraksi mol Pelarut

P0pelarut = Tekanan Uap Pelarut Murni (atm)

x zat terlarut = Fraksi mol Zat Terlarut

∆P = Penurunan Tekanan Uap (atm)

Page 28: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

39

2.8.2.2 Kenaikan Titik Didih Larutan

1) Hubungan antara Titik Didih dan Tekanan Uap

Titik didih adalah suhu dimana tekanan uap zat cair sama dengan tekanan

udara luar seperti terlihat pada Gambar 2.8. Berdasarkan Tabel 2.2, jumlah

tekanan uap air di atas permukaan cairannya bergantung pada suhu, semakin

tinggi suhu maka tekanan uap airnya semakin tinggi.

Gambar 2.8 Proses Air Mendidih pada Level Makroskopik dan Submikroskopik Sumber: Chemistry Chemistry: The Practical Science. Kelter, et al., 2009

Apabila suatu larutan mempunyai tekanan uap yang tinggi pada suhu

tertentu, ini berarti bahwa molekul-molekul yang berada dalam larutan tersebut

melepaskan diri (menguap) dari permukaan larutan dengan mudahnya.

Apabila pada suhu yang sama, suatu larutan lain mempunyai tekanan uap

yang rendah, ini berarti bahwa molekul-molekul dalam larutan tersebut sulit

melepaskan diri (menguap).

Page 29: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

40

Dari kedua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika dua larutan pada

suhu yang sama maka larutan dengan tekanan uap yang lebih tinggi adalah

larutan yang titik didihnya lebih rendah.

Efek dari fakta tersebut terhadap titik didih larutan. Apabila molekul-

molekul dalam larutan sedang melepaskan diri dengan mudahnya dari permukaan

larutan, ini berarti bahwa daya tarik intermolekuler relatif lemah. Dengan

demikian, tidak perlu suhu terlalu tinggi untuk memutuskan semua daya tarik

intermolekuler tersebut agar larutan mendidih. Larutan dengan tekanan uap yang

lebih tinggi pada suatu suhu tertentu adalah larutan yang titik didihnya lebih

rendah.

Larutan akan mendidih ketika tekanan uapnya menjadi sama dengan

tekanan udara luar. Apabila suatu larutan mempunyai tekanan uap yang tinggi

pada suhu tertentu, maka tidak perlu menambahkan tekanan uap agar menjadi

sama dengan tekanan udara luar. Di lain pihak, apabila tekanan uapnya rendah,

maka harus meningkatkan tekanan uapnya setinggi-tingginya sampai besarnya

menjadi sama dengan tekanan udara luar.

Berdasarkan pernyataan di atas, jika suatu pelarut murni (misalnya, air)

dibandingkan dengan suatu larutan (adanya zat terlarut) pada suhu yang sama

maka akan terlihat fenomena seperti pada Gambar 2.7, tekanan uap pelarut lebih

besar dibandingkan dengan larutannya. Artinya larutan memiliki tekanan uap

yang lebih rendah daripada pelarut murninya, hal tersebut terlihat dengan adanya

perbedaan dari tinggi air raksa di ruas kanan dan kiri manometer pada Gambar

Page 30: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

41

2.6. Agar tekanan manometer pada ruas kanan dan kiri sama maka suhu pada

larutan sebelah kanan harus dinaikan.

(a) (b)

Gambar 2.9 (a) Pelarut Murni (H2O), (b) Larutan Gula Pemahaman Level Submikroskopik pada Pengetahuan Level Makroskopik

Titik Didih antara Pelarut Murni dan Larutan Gula Sumber: Illustrated Guide to Home Chemistry Experiments. Thomson, 2008

Kesimpulannya adalah adanya zat terlarut yang sulit menguap

menyebabkan tekanan uap larutan lebih rendah daripada pelarut murninya, maka

larutan akan mendidih pada suhu yang lebih tinggi daripada titik didih pelarut

murninya, pada tekanan luar yang sama.

2) Kenaikan Titik Didih Larutan

Dengan demikian adanya zat terlarut akan mengakibatkan kenaikan titik

didih latutannya. Perbedaan ini dapat digambarkan menurut diagram fasa pada

Gambar 2.10 berikut ini.

Page 31: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

42

∆Tf dan ∆Tb masing-masing merupakan perbedaan titik beku dan titik didih antara pelarut dan larutan

Gambar 2.10 Diagram Perubahan Fasa dari Pelarut dan Larutan

Terjemahan dari Principles of general chemistry. Silberberg, 2007

Pada Gambar 2.10, titik didih larutan lebih besar daripada titik didih

pelarut murninya. Perbedaan titik didih larutan dan pelarut murninya pada

diagram perubahan fasa dinyatakan dengan simbol ∆Tb yang disebut kenaikan titik

didih. Besarnya ∆Tb sebanding dengan jumlah molekul relatif zat terlarut dan

pelarutnya. Molalitas (m) lebih digunakan untuk menyatakan konsentrasi (dari

pada fraksi mol dan persen massa) karena dihasilkan persamaan yang lebih

sederhana yang menghubungkan ∆Tb dan konsentrasi yang mengikuti persamaan-

persamaan sebagai berikut:

∆Tb = m.Kb

Keterangan : ∆Tb = kenaikan titik didih (oC)

m = molalitas zat terlarut (molal)

Kb = tetapan titik didih molal (oC/molal)

1 atm larutan

padat

cair

Pelarut murni

Titik beku larutan Titik beku pelarut murni Titik didih pelarut murni Titik didih larutan

suhu

T e k a n a n

Page 32: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

43

Kb merupakan konstanta tetapan kenaikan titik didih molal (oC/molal),

konstanta kenaikan titik didih molal merupakan karakteristristik dari setiap pelarut

(lihat Tabel 2.3).

Tabel 2.3 Titik Didih, Tb (pada 1 atm) dan Harga Kb Beberapa Pelarut Pelarut Tb (

oC) Kb (oC kg/mol)

Air (H2O) 100,0 0,51 Karbon tetraklorida (CCl4) 76,5 5,03 Kloroform (CHCl3) 61,2 3,63 Benzena (C6H6) 80,1 2,53 Karbon disulfida (CS2) 46,2 2,34 Etil eter (C4H10O) 34,5 2,02 Kamfor (C10H16O) 208,0 5,95

Sumber: Chemistry: An Atoms First Approach. Zumdahl, 2010

2.8.2.3 Penurunan Titik Beku Larutan

Perubahan wujud zat dari cair menjadi padat disebut pembekuan. Titik

beku suatu cairan adalah suhu pada saat jumlah partikel-partikel pelarut yang

membentuk fasa cair dan fasa padat berada dalam kesetimbangan.

Berdasarkan diagram fasa pada Gambar 2.10 adanya zat terlarut

menyebabkan titik beku larutan lebih rendah daripada pelarut murninya. Hal ini

disebabkan karena partikel zat terlarut merupakan gangguan bagi partikel pelarut

untuk saling berdekatan dan menyusun fasa padat yang teratur. Agar jarak partikel

semakin dekat dan bisa menyusun fasa padat yang teratur, diperlukan penurunan

suhu. Ketika suhu diturunkan maka akan terjadi kesetimbangan kembali antara

jumlah partikel-partikel. Dalam fasa padat, partikel zat terlarut tidak ikut terlarut

dalam padatan pelarut murni atau terpisah dari padatan pelarut murni, seperti

terlihat pada Gambar 2.11.

Page 33: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

44

Gambar 2.11 Titik Beku Larutan Level Makroskopik dan Submikrosk opik

Sumber: The Foundations of Chemistry. Whitten, 2008

Pada Gambar 2.11, ditunjukan model keadaan mikroskopik terjadinya

kesetimbangan dinamis pada titik beku larutan sehingga terjadi penurunan titik

beku larutan. Penurunan titik beku larutan adalah selisih antara titik beku pelarut

dengan titik beku larutan yang dinyatakan dengan simbol ∆Tf. Hubungan antara

∆Tf dan konsentrasi mengikuti persamaan-persamaan sebagai berikut:

∆Tf = m.Kf

Keterangan : ∆Tf = penurunan titik beku (oC)

m = molalitas zat terlarut (molal)

Kf = tetapan titik beku molal (oC/molal)

Kf merupakan konstanta tetapan penurunan titik beku molal (oC/molal),

konstanta penurunan titik beku molal merupakan karakteristristik dari setiap

pelarut (lihat Tabel 2.4).

es

molekul zat terlarut

Page 34: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

45

Tabel 2.4 Titik Beku, Tf dan Harga Kf Beberapa Pelarut Pelarut Tf (

oC) Kf (oC kg/mol)

Air (H2O) 0 1,86 Karbon tetraklorida (CCl4) -22,99 30,0 Kloroform (CHCl3) -63,5 4,70 Benzena (C6H6) 5,50 5,12 Karbon disulfida (CS2) -111,5 3,83 Etil eter (C4H10O) -116,2 1,79 Kamfor (C10H16O) 179,8 40,0

Sumber: Chemistry: An Atoms First Approach. Zumdahl, 2010

2.8.2.4 Tekanan Osmotik Larutan

Osmosis adalah proses spontan dimana molekul pelarut melewati

membran semipermeabel dari larutan yang konsentrasi zat terlarutnya rendah ke

larutan yang konsentrasi zat terlarutnya tinggi (Whitten, 2008). Membran

semipermeabel adalah benda yang hanya dapat dilewati oleh molekul-molekul

pelarut (air).

(a) (b)

Gambar 2.12 Peristiwa Osmosis: (a) Keadaan Awal; dan (b) Keadaan Akhir Sumber: General, Organic, and Biochemistry. Denniston, 2008

Contoh peristiwa osmosis yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah

mentimun yang ditempatkan dalam cairan garam akan kehilangan airnya akibat

osmosis sehingga terjadi pengerutan. Peristiwa tersebut dapat dilihat pada

Page 35: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

46

Gambar 2.12, terlihat ukuran mentimun pada keadaan awal lebih besar

dibandingkan setelah terjadi peristiwa osmosis.

Pada suatu percobaan, digunakan sebuah tabung U yang dipisahkan oleh

membran semipermeabel untuk memisahkan larutan gula dengan air seperti yang

terlihat pada Gambar 2.13. Pada Gambar (a) terlihat jumlah molekul air yang

melewati membran semipermeabel lebih besar dibandingkan dengan jumlah

molekul air dari larutan gula. Sehingga setelah selang beberapa waktu terjadinya

pristiwa osmosis, volume larutan gula menjadi lebih besar namun konsentrasinya

menjadi lebih kecil (Gambar b). Akibat adanya kenaikan volume larutan, maka

ada tekanan yang menekan keluar molekul air dari larutan gula melewati

membran. Tekanan pada saat tersebut dinamakan tekanan osmotik.

(a) (b) (c) Gambar 2.13 Percobaan Osmosis: (a) Sebelum Peristiwa Osmosis, (b) Ketika

Berlangsung Peristiwa Osmosis, dan (c) Setelah Terjadi Tekanan Osmotik Sumber: Chemistry: Concepts and Applications. Phillips, et al., 2002

Sukrosa Air murni

Molekul sukrosa

Membran semipermeabel

Tekanan osmotik

Molekul air

Diberikan tekanan tambahan

Page 36: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

47

Tekanan osmotik merupakan tekanan hidrostatik, yang dihasilkan dari

proses osmosis, untuk mengimbangi tekanan dari molekul-molekul pelarut pada

larutan yang konsentrasinya lebih rendah.

Harga tekanan osmotik berbeda untuk setiap konsentrasi. Hubungan antara

konsentrasi larutan dan tekanan osmotik pada suhu tertentu dirumuskan oleh

Jacobus Henricus Van’t Hoff sebagai berikut.

π = M.R.T

Keterangan:

π = tekanan osmotik (atm)

M = molaritas larutan (molar)

T = suhu mutlak (K)

R =tetapan gas ideal (0,082 L atm mol-1 K-1)

2.8.3 Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Elektrolit adalah suatu larutan yang dapat menghasilkan ion-ion dalam

larutan, yang ditunjukan dengan sifat larutannya yang dapat menghantarkan

listrik. Berdasarkan daya hantarnya, elektrolit diklasifikasikan ke dalam elektrolit

kuat dan elektrolit lemah. Sebagai contoh, gula termasuk nonelektrolit,

CH3COOH termasuk elektrolit lemah dan K2CrO4 termasuk elektrolit kuat dengan

air sebagai pelarut, seperti terlihat pada Gambar 2.14. Reaksi yang terjadi pada

ketiga zat tersebut ketika dilarutkan dengan pelarut air adalah sebagai berikut:

Larutan nonelektrolit: C12H22O11 (s) → C12H22O11 (aq) 1 molekul

Larutan elektrolit lemah: CH3COOH (l) ↔ CH3COO- (aq) + H+ (aq) 2 ion

Page 37: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

48

Larutan elektrolit kuat: K2CrO4 (s) → 2K+ (aq) + CrO4-2 (aq) 3 ion

Secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 2.14 di bawah ini.

(a) (b) (c)

Gamabar 2.14 Daya Hantar Listrik Larutan: (a) Nonelektrolit, (b) Elektrolit Lemah, dan (c) Elektrolit Kuat

Sumber: The Foundations of Chemistry. Whitten, 2008

Hubungan antara jumlah mol zat terlarut dan jumlah mol ionik yang

terdapat dalam larutan telah dipelajari oleh Jacobus Henricus Van’t Hoff yang

dilambangkan dengan (i). Hasil pengamatan hubungan harga i (faktor Van’t Hoff)

dengan konsentrasi disajikan pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.5 Hubungan Harga i (Faktor Van’t Hoff) dengan Konsentrasi Larutan

Senyawa Perkiraan harga i

Konsentrasi (m) 0,005 0,01 0,05 0,10 0,20 1,00 2,00

HCl 2 1,95 1,94 1,90 1,89 1,90 2,12 2,38 NH4Cl 2 1,95 1,92 1,88 1,85 1,82 1,79 1,80 CuSO4 2 1,54 1,45 1,22 1,12 1,03 0,93 — CoCl2 3 2,80 2,75 2,64 2,62 2,66 3,40 4,58 K2SO4 3 2,77 2,70 2,45 2,32 2,17 — —

Sumber : Chemistry: The Practical Science. Kelter, 2009

Page 38: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

49

Dengan demikian, faktor i berhubungan dengan kekuatan elektrolit.

Kekuatan elektrolit dicirikan oleh derajat ionisasi (α) dari senyawa elektrolit itu.

Hubungan derajat ionisasi tersebut adalah sebagai berikut:

i = {1+ (n-1)α} dimana α =

untuk nonelektrolit, nilai α = 0; dan untuk elektrolit kuat, nilai α = 1; sementara

untuk elektrolit lemah berlaku : 0 < α < 1.

Adanya faktor Van’t Hoff ini membedakan harga sifat koligatif antara

larutan elektrolit dengan nonelektrolit. Perbedaan rumus perhitungan sifat

koligatif larutan elektrolit dengan larutan non-elektrolit dapat dilihat pada Tabel

2.6 berikut ini.

Tabel 2.6 Perbedaan Rumus Sifat Koligatif Larutan Nonelektrolit dan Elektrolit

Konsep sifat koligatif Nonelektrolit Elektrolit Penurunan tekanan uap (∆P)

∆P = x zat terlarutxP0pelarut ∆P = x zat terlarutxP0

pelarutxi Kenaikan titik didih (∆Tb) ∆Tb = mxKb ∆Tb = mxKbxi Penurunan titik beku (∆Tf) ∆Tf = mxKf ∆Tf = mxKfxi Tekanan osmotik (π) π = MxRxT π = MxRxTxi

2.9 Hasil Penelitian yang Mendukung

Menurut Overton dan Potter (2007), gaya kognitif FD/FI merupakan faktor

penentu dalam prestasi akademik. Laporan beberapa hasil penelitian menunjukan

bahwa gaya kognitif menjadi salah satu faktor signifikan yang dapat

mempengaruhi prestasi siswa pada mata pelajaran di sekolah (Altun dan Cakan,

2006). Menurut Witkin et al. (Kozhevnikov, 2007), individu dengan gaya kignitif

Jumlah mol elektrolit yang terionisasi Jumlah mol elektrolit itu sebelum terionisasi

Page 39: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

50

FI akan lebih kreatif dan cenderung mengalami banyak perubahan kreativitas

yang lebih beragam dan dapat beradaptasi. Dalam sebuah penelitian, Dwyer dan

Moore (Altun dan Cakan, 2006) melaporkan bahwa hasil tes siswa FI lebih

unggul daripada siswa FD pada lembaga pendidikan yang berbeda di Amerika

Serikat. Pada studi lain, Murphy, Casey, Day, dan Young (Altun dan Cakan,

2006), menemukan hubungan prestasi akademik dan gaya kognitif mahasiswa

program manajemen informasi di Kanada, mahasiswa FI lebih baik daripada

mahasiswa FD. Berdasarkan penelitian Tsaparalis (Overton dan Potter, 2007),

siswa FD sulit memisahkan antara informasi yang relevan dengan yang tidak

relevan atau sinyal noise. Sedangkan Niaz dalam Overton dan Potter, 2007), siswa

FD akan memproses sinyal dan noise sehingga akan menggunakan lebih banyak

fungsi kapasitas mental (M-capacity) dibandingkan dengan siswa FI yang hanya

memproses sinyal.

2.9.1 Level Makroskopik

Pada dasarnya level makroskopik merupakan kegiatan eksperimen atau

pengalaman yang dapat dilihat siswa. Dasar dari ilmu sains adalah kemampuan

dalam hal mengobservasi dan memahami suatu fenomena dalam kehidupan

sehari-hari. Pengetahuan level makroskopik diperoleh melalui pengamatan

menggunakan panca indra baik secara kasat mata, menyentuh dan membauinya

(Johnstone dalam Savec, Sajovic, dan Grm, 2009). Berdasarkan hasil penelitian

dalam pendidikan sains (kimia, fisika, matematika, ilmu komputer dan IPA)

menunjukan bahwa skor siswa FI secara signifikan lebih tinggi daripada siswa FD

di tingkat universitas dan sekolah menengah (Danili, Bahar, Gray, Alamolhodaei,

Page 40: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

51

Ziane, Al-Naeme, El-Banna dalam Chu, 2008). Selain itu, Tinajero dan Paramo

(Ghani, 2004) meneliti hubungan antara gaya kognitif dan prestasi siswa pada

beberapa pelajaran (Bahasa, Matematika, IPA dan IPS) memberikan hasil variasi

yang signifikan dalam kinerja keseluruhan, siswa FI mengungguli siswa FD.

2.9.2 Level Submikroskopik

Level submikroskopik merupakan penjelasan yang real dan tidak kasat mata

melalui pendekatan konsep teori kimia yang dapat digunakan untuk menjelaskan

susunan serta pergerakan partikel (ion, elektron, molekul, dan atom) (Treagust dan

Chandrasegaran, 2009; Antonoglou, Charistos, dan Sigalas, 2006; Treagust,

Chittleborough, dan Mamiala, 2003; Wu, Krajcik, dan Soloway, 2001). Hasil

penelitian Dickstein (Alamolhodaei, 1996), menemukan bahwa siswa FI

menunjukkan kesiapan lebih besar secara signifikan pada pencapaian konsep

daripada siswa FD. Penelitian lain dilakukan oleh Goodenough (Alamolhodaei,

1996), juga mencatat bahwa siswa FI umumnya lebih baik daripada siswa FD

dalam pencapaian pemahaman konsep. Menurut Satterly (Thomas, 1990) bahwa

FI berkorelasi dengan kemampuan ruang ketika IQ dikontrol (Ardana, 2008).

Banyak penelitian menemukan bahwa siswa FI lebih tertarik pada pelajaran yang

abstrak dan teoritis daripada siswa FD (Alamolhodaei, 1996). Hasil kajian Witkin

(Alamolhodaei, 1996), menunjukan bahwa siswa FI lebih baik dalam kemampuan

kognitif dan strukturisasi pelajaran sains dan abstrak daripada siswa FD yang

lebih baik pada konteks sosial dan konkret.

Page 41: S KIM 0700372 Chapter2 - Digital Repositorya-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700372_chapter2....pdf · mempengaruhi seseorang yang memiliki kecenderungan bergaya kognitif

52

2.9.3 Level Simbolik

Level simbolik yaitu representasi yang melibatkan penggunaan simbol-

simbol kimia secara kualitatif dan kuantitatif, yang meliputi rumus kimia, aljabar,

simbol kimia, struktur kimia, nomor, stoikiometri, dan perhitungan matematik,

(Antonoglou, Charistos, dan Sigalas, 2006; Treagust, Chittleborough, dan

Mamiala, 2003). Menurut Satterly (Thomas, 1990) bahwa FI berkorelasi dengan

kemampuan matematika ketika IQ dikontrol (Ardana, 2008). Penelitain lain,

Roberge dan Flexr (Alamolhodaei, 1996), menunjukan bahwa nilai siswa Sekolah

Dasar (SD) bergaya kognitif FI secara signifikan lebih tinggi daripada siswa FD

pada tes matematika dan problem solving. Sedangkan hasil penelitian Adams dan

McLeod (Alamolhodaei, 1996), menemukan bahwa siswa FI lebih baik

menggunakan metode belajar penemuan dan siswa FD lebih baik menggunakan

metode ekspositori pada pelajaran matematika. Christou (Alenez, 2008),

menemukan bahwa nilai siswa FI lebih baik daripada siswa FD pada soal cerita

aljabar. Sedangkan Alenez menemukan hasil yang serupa dengan korelasi yang

sangat signifikan perbedaan antara nilai siswa FD dan FI pada matematika

(Alenez, 2008).