rumah joglo yang menyesakkan - ftp.unpad.ac.id files ecara kasatmata, ada yang berubah di bandara...

1
S ECARA kasatmata, ada yang berubah di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Pedagang asongan, tukang semir, dan sopir taksi gelap, yang biasa terbuka menjajakan jasa, tak terlihat lagi. Ke mana mereka pergi? Khusus para pedagang dapat ditemukan di dalam bangunan berbentuk joglo. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari penataan yang sedang diterapkan PT Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta. Karena lokasinya terbatas, mereka berusaha dengan sistem sif. Pergantian setiap 8 jam. Sif pagi mulai pukul 08.00 hingga 16.00, sif sore dari pukul 16.00 hingga 24.00, dan sif malam mulai pukul 00.00 hingga 08.00 WIB. Pihak bandara menyediakan fasilitas pendukung seperti meja, kursi, air, dan listrik. Adanya penataan tersebut mulai memperlihatkan terminal 1 A, B, dan C menapaki kelas internasional. Selama ini pada nama bandara melekat kata internasional, tapi dalam praktiknya kelas terminal bus. “Jika dibandingkan dengan setahun lalu, bandara sekarang sudah lebih baik, lebih nyaman, lebih aman,” ujar Mulyadi, salah seorang pengguna yang ditemui di terminal 1 A, kemarin. Para pedagang asongan yang tergabung dalam Paguyuban Kelompok Pedagang Kecil (KPK) Bandara Soekarno-Hatta menilai jalan keluar yang ditawarkan pihak pengelola memang sudah cukup baik. Mereka tidak diusir dari area bandara, tapi digiring ke sebuah tempat. Tapi caranya belum pas. Sebagian pedagang merasa terkungkung. Joglo tidak cukup luas untuk menampung banyaknya pedagang yang ingin mencari nafkah. Sistem sif membuat para pedagang rebutan pemilihan meja, terutama untuk sif yang dinilai ramai dan sepi pengunjung. Yang paling merasakan dampaknya adalah pedagang makanan. Pengunjung sepi karena belum mengetahui makanan murah dijual di joglo. Karena itu, pedagang mengembangkan berbagai inovasi. Misalnya, sistem jemput bola dengan menurunkan joki yang menawarkan jualan tanpa membawa barang dagangan. Jika ada yang memesan, joki pergi mengambil dan mengantarkan pesanan si konsumen. Akal-akalan lain yakni dengan menyamar sebagai calon penumpang. Ia berkeliling menggunakan kamuase troli dan tas besar berisi dagangannya. “Kalau tidak dengan cara begini, dagangan saya tidak laku,” ujar seorang pedagang makanan. Ia sudah membungkus nasi dengan sistem paket telur, daging, atau ikan. Pedagang ini juga siap menyediakan kopi bagi yang berminat. “Berjualan dengan cara kucing-kucingan begini sudah biasa. Namanya cari sesuap nasi, tidak mengapalah,” kata ibu yang menolak menyebutkan namanya. Siap mundur Untuk menapaki taraf internasional, PT Angkasa Pura II memang tidak lagi main-main. Pengelola mencanangkan pembersihan terhadap semua penyakit bandara meliputi pedagang asongan, tukang semir, calo, dan taksi gelap. “Jika sampai akhir Mei 2011 kami tidak bisa membebaskan Bandara Soekarno-Hatta dari penyakit sosial, kami akan mengundurkan diri,” kata Deputi Senior General Manager PT Angkasa Pura II Mulya Abdi. Mulya melihat Bandara Soekarno-Hatta sudah overcapacity sehingga tidak ada alasan untuk tidak meningkatkan pelayanan. Salah satunya dengan membasmi kesemrawutan dan ketidaktertiban. Selama ini, pihaknya membiarkan penjual jasa informal merasuki bandara sehingga terus menjamur sampai akhirnya sulit dibersihkan. “Itu dulu. Sekarang kami berkomitmen untuk memberantasnya. Kami sudah menyosialisasikan kepada para pedagang asongan, calo, dan taksi gelap agar mulai Mei tidak lagi beroperasi di bandara,” tegasnya. Hanya, masalahnya tidak ada aturan hukum yang bisa menjerat pedagang asongan, calo, maupun taksi gelap beroperasi di bandara. “Tapi kami akan terus menangkap mereka sehingga kapok,” ujar Mulya. (*/Sumantri/J-1) PENGANTAR: RUANG publik seharusnya bernyawa, mengikuti irama kebersihan, tertib, terpola, serta tertata rapi. Napas inilah yang sedang dirintis PT Kereta Api Indonesia. Selamat Saragih dari Media Indonesia meminta pendapat Ketua Tim Peneliti Transportasi Universitas Indo- nesia Prof Sutanto Soehodo terkait dengan penertiban war- ga pinggir rel kereta api (KA). Manusiawikah membersih- kan semua bangunan di se- panjang rel (KA)? Keberadaan bangunan dan penghuni ilegal di sisi kiri dan kanan rel KA membahayakan keselamatan. Itu sebabnya perlu ditertibkan. Tidak hanya bangunannya, tapi juga peng- huninya. Bagaimana menyadarkan warga yang selama ini sudah membentuk permukiman di sisi rel? Sebelum dibersihkan, ting- katkan rutinitas lalu lintas perjalanan KA. Misalnya rute Angke-Tanah Abang, Angke- Tangerang lewat Pesing-Kali- deres, Angke-Kampung Ban- dan, sekitar Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Ang- ke. Selama ini rute terse- but sepi lalu lintas KA. Banyak penghuni di sana. Kalau jalur itu ramai, berisik, peng- huni akan pergi dari sana. Saat ini sudah puluhan ribu ba- ngunan liar di kawasan itu. Sejak dulu ada pe- nertiban, tapi tak per- MI/TULUS JUMAT, 6 MEI 2011 29 MEGAPOLITAN rsolek Rumah Joglo yang Menyesakkan erapkan kerapian dan kebersihan Bandara Soekarno-Hatta. MI/JHONI KRISTIAN TEMPAT GRATIS: Pedagang menjual makanan di rumah joglo di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, kemarin. Pihak Angkasa Pura II memberikan tempat kepada para pedagang asongan dengan gratis. Hal ini bertujuan agar para pedagang tidak lagi berjualan di kawasan terminal bandara. “Kami mendukung pembersi- han calo, pedagang asongan, dan taksi gelap. Jika ingin men- ingkatkan kelas bandara, kita memang semua membebaskan diri dari semua penyakit sosial itu,” ujarnya. Di bandara internasional negara maju, menurut dia, tidak ada lagi kompromi terha- dap perdagangan liar maupun penjualan jasa informal. “Se- mua disapu bersih dan tertata rapi.” Masalah lain yang masih terlihat di Bandara Soekarno- Hatta adalah kesemrawutan lalu lintas. Kendaraan pribadi masih terlihat parkir di sisi terminal lebih dari 5 menit. Ba- nyak di antaranya kendaraan mewah milik pejabat. Berbenah Pembenahan diri tidak ha- nya dilakukan pengelola ban- dara. PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga tampak mulai ber- solek. Kepala Daop 1 Jakarta Purnomo Radiq Y telah me- merintahkan supaya membe- baskan pedagang dari muka stasiun. Perintah itu disampaikan kepada seluruh kepala stasiun Daop 1 meliputi Cikampek, Jakarta, Merak, Tangerang, Depok, Bogor, dan Sukabumi. Lima titik stasiun meliputi peron, pintu masuk dan pintu keluar, area parkir, area portir dan ruang tunggu, harus bebas pedagang. Sejumlah pedagang yang biasa berjualan di sekitar sta- siun pun resah. “Sebagai peda- gang kecil, kami keberatan. Saya tidak terima kebijakan ini,” ujar Edi Junaedi, peda- gang koran di Stasiun Depok Lama. Dia meminta manajemen PT KAI mencarikan jalan ke luar. Tidak sekadar menggusur ped- agang sehingga tak lagi memi- liki lokasi berjualan. Terlebih, banyak pedagang yang sudah lama memiliki pelanggan di sekitar stasiun. Terhitung mulai 10 Mei, pe- numpang di atas atap kereta juga ditertibkan. Operasi dige- lar pada pagi dan sore hari dengan memasang penyempro- tan air di beberapa titik sepan- jang jalur kereta api. ”Penyemprot air datang dari paralon yang sudah terpasang. Airnya diberi pewarna yang berganti-ganti setiap hari,” ungkap Kepala Tim Penertiban PT KAI Daop 1 Jakarta Akhmad Sujadi, Rabu (4/5). Dengan cara demikian, petu- gas semakin mudah mengenali mereka yang berada di atas atap. Begitu tiba di stasiun, se- mua yang bajunya kena cat pewarna akan ditangkap dan diproses secara hukum. Selama ini, lanjut Akhmad Sujadi, setiap hujan, penum- pang masuk ke kereta. Tidak ada yang di atas atap. ”Untuk itulah kami mem- buat hujan lokal di beberapa titik. Kami juga memasang rambu-rambu pencegah pe- numpang naik ke atap kereta. Kami harapkan cara ini me- nyadarkan penumpang agar tidak lagi naik ke atap kereta,” imbuhnya. Sebelumnya cara lebih keras pernah dilakukan. Misalnya, menurunkan troly pada kabel listrik untuk menutup ruang orang naik ke atas atap, pe- masangan kawat duri dan paku bahkan pemasangan teralis besi di beberapa stasiun. ”Namun, itu tidak berhasil sehingga kami melakukan upaya hujan buatan berwarna,” cetus Humas PT KAI Daop 1 Mateta Rijalulhaq. Apakah upaya PT KAI akan berhasil? “Mudah menyiasati- nya. Pakai baju plastik, sebelum tiba di stasiun, langsung lipat dan masukkan ke kantong plastik. Aman kan?” kata se- orang penumpang yang duduk di atas atap ketika dicegat di Stasiun Depok Lama, Rabu (4/5). (NY/*/*/J-1) [email protected] Setelah Ditertibkan Kuasai Fisiknya Sutanto Soehodo Ketua Tim Peneliti Transportasi Universitas Indonesia terganggu oleh lalu lintas KA. Saat ini yang kumuh tidak hanya sisi rel, tapi juga sta- siun. Bagaimana dengan hal tersebut? Benar itu. Kita bertanya-ta- nya apa benar orang mau da- tang ke stasiun yang kumuh dan rawan. Di negara mana pun, yang namanya stasiun berkembang menjadi pusat ke- giatan sosioekonomi, ada mal dan apartemen. Bagaimana dengan anggar- annya? Saya kira ada anggarannya di kementerian untuk mengatasi penertiban dan kekumuhan. Banyak orang salah persepsi seolah-olah kekumuhan ada di Ibu Kota, seakan-akan tang- gung jawab Pemprov DKI. Pa- dahal di dalam Ibu Kota itu ada wilayah PT KAI. Jadi yang tampak selama ini hanya puncak gunung es? Iya. Harus ada integrasi pelaksanaan dan implementasi kebijakan melancarkan kereta. Tapi jangan hanya sebatas ke- giatan. Kita telah mengusulkan kepada Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan Pem- binaan Pembangunan. Salah satu usulan kami adalah membentuk otoritas transportasi Jabodetabek. KA hidup karena banyak penumpang dari Bodetabek. Jadi, jangan hanya mem- bangun yang di Ja- karta, tapi juga Bo- detabek. Stasiun di- hubungkan dengan busway. (J-1) nah tuntas. Pendapat Anda? Mestinya setelah PT KAI me- nertibkan hingga bersih, lang- sung menguasai siknya agar tidak lagi diserobot. Setelah digusur, mereka akan menggelandang. Apakah tidak akan menambah masalah sosial di masyarakat? Seyogianya memang disedia- kan permukiman di luar ka- wasan KA. Pemerintah pusat dan sektor terkait harus sama- sama memikirkan hal ini. Ten- tunya Menteri Peru- mahan Rakyat punya peran, Menteri Pekerjaan Umum membuat utilitas air bersih. Misal- nya saya buat rusunami, tapi tidak ada jalan akses bagi orang, maka tidak akan ada yang mau sebab sulit melakukan aktivitas sosial ekonomi. Akhirnya, mereka kembali ke pinggir rel karena dekat dengan pasar dan ling- kungan yang ada. Penanganan perlu secara komprehensif me- libatkan PT KAI, Pemprov DKI, dan beberapa kementerian, ka- rena terkait permukiman dan infrastruktur. Untuk kelancaran frekuensi perjalanan KA, apa yang harus diperbuat pemerintah? Persimpangan-persim- pangan sebidang ha- rus dihilangkan. Jumlahnya ba- nyak sekali. Misalnya de- ngan mem- bangun fly- over dan under- pass. De- ngan demi- kian, kenda- raan tidak MI/JHONI KRISTIAN

Upload: dangliem

Post on 11-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SECARA kasatmata, ada yang berubah di Bandara Soekarno-Hatta,

Tangerang, Banten. Pedagang asongan, tukang semir, dan sopir taksi gelap, yang biasa terbuka menjajakan jasa, tak terlihat lagi. Ke mana mereka pergi?

Khusus para pedagang dapat ditemukan di dalam bangunan berbentuk joglo. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari penataan yang sedang diterapkan PT Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta.

Karena lokasinya terbatas, mereka berusaha dengan sistem sif.

Pergantian setiap 8 jam. Sif pagi mulai pukul 08.00 hingga 16.00, sif sore dari pukul 16.00 hingga 24.00, dan sif malam mulai pukul 00.00 hingga 08.00 WIB.

Pihak bandara menyediakan fasilitas pendukung seperti meja, kursi, air, dan listrik. Adanya penataan tersebut mulai memperlihatkan terminal 1 A, B, dan C menapaki kelas internasional. Selama ini pada nama bandara melekat kata internasional, tapi dalam praktiknya kelas terminal bus.

“Jika dibandingkan dengan setahun lalu, bandara sekarang sudah lebih baik, lebih nyaman, lebih aman,” ujar Mulyadi, salah seorang pengguna yang ditemui di terminal 1 A, kemarin.

Para pedagang asongan yang tergabung dalam Paguyuban Kelompok Pedagang Kecil (KPK) Bandara Soekarno-Hatta menilai jalan keluar yang ditawarkan pihak pengelola memang sudah cukup baik. Mereka tidak diusir dari area bandara, tapi digiring ke sebuah tempat.

Tapi caranya belum pas. Sebagian pedagang merasa terkungkung. Joglo tidak cukup luas untuk menampung banyaknya

pedagang yang ingin mencari nafkah. Sistem sif membuat para pedagang rebutan pemilihan meja, terutama untuk sif yang dinilai ramai dan sepi pengunjung.

Yang paling merasakan dampaknya adalah pedagang makanan. Pengunjung sepi

karena belum mengetahui makanan murah dijual di joglo. Karena itu, pedagang mengembangkan berbagai inovasi.

Misalnya, sistem jemput bola dengan menurunkan joki yang menawarkan jualan tanpa membawa barang dagangan. Jika ada yang memesan, joki pergi mengambil dan mengantarkan pesanan si konsumen.

Akal-akalan lain yakni dengan menyamar sebagai calon penumpang. Ia berkeliling menggunakan kamufl ase troli dan tas besar berisi dagangannya. “Kalau tidak dengan cara begini, dagangan saya tidak laku,”

ujar seorang pedagang makanan.

Ia sudah membungkus nasi dengan sistem paket telur, daging, atau ikan. Pedagang ini juga siap menyediakan kopi bagi yang berminat. “Berjualan dengan cara kucing-kucingan begini sudah

biasa. Namanya cari sesuap nasi, tidak mengapalah,” kata ibu yang menolak menyebutkan namanya.

Siap mundur Untuk menapaki taraf

internasional, PT Angkasa Pura II memang tidak lagi main-main. Pengelola mencanangkan pembersihan terhadap semua penyakit bandara meliputi pedagang asongan, tukang semir, calo, dan taksi gelap.

“Jika sampai akhir Mei 2011 kami tidak bisa membebaskan Bandara Soekarno-Hatta dari penyakit sosial, kami akan mengundurkan diri,” kata Deputi Senior General Manager PT Angkasa Pura II

Mulya Abdi.Mulya melihat Bandara

Soekarno-Hatta sudah overcapacity sehingga tidak ada alasan untuk tidak meningkatkan pelayanan. Salah satunya dengan membasmi kesemrawutan dan ketidaktertiban.

Selama ini, pihaknya membiarkan penjual jasa informal merasuki bandara sehingga terus menjamur sampai akhirnya sulit dibersihkan. “Itu dulu. Sekarang kami berkomitmen untuk memberantasnya. Kami sudah menyosialisasikan kepada para pedagang asongan, calo, dan taksi gelap agar mulai Mei tidak lagi beroperasi di bandara,” tegasnya.

Hanya, masalahnya tidak ada aturan hukum yang bisa menjerat pedagang asongan, calo, maupun taksi gelap beroperasi di bandara. “Tapi kami akan terus menangkap mereka sehingga kapok,” ujar Mulya. (*/Sumantri/J-1)

PENGANTAR: RUANG publik seharusnya bernyawa, mengikuti irama kebersihan, tertib, terpola, serta tertata rapi. Napas inilah yang sedang dirintis PT Kereta Api Indonesia. Selamat Saragih dari Media Indonesia meminta pendapat Ketua Tim Peneliti Transportasi Universitas Indo-nesia Prof Sutanto Soehodo terkait dengan penertiban war-ga pinggir rel kereta api (KA).

Manusiawikah membersih-kan semua bangunan di se-panjang rel (KA)?

Keberadaan bangunan dan penghuni ilegal di sisi kiri dan kanan rel KA membahayakan keselamatan. Itu sebabnya perlu ditertibkan. Tidak hanya bangunannya, tapi juga peng-huninya.

Bagaimana menyadarkan warga yang selama ini sudah membentuk permukiman di sisi rel?

Sebelum dibersihkan, ting-katkan rutinitas lalu lintas perjalanan KA. Misalnya rute Angke-Tanah Abang, Angke-Tangerang lewat Pesing-Kali-deres, Angke-Kampung Ban-dan, sekitar Stasiun Tanah Abang dan Stasiun Ang-ke. Selama ini rute terse-but sepi lalu lintas KA. Banyak penghuni di sana. Kalau jalur itu ramai, berisik, peng-huni akan pergi dari sana. Saat ini sudah puluhan r ibu ba-ngunan liar di kawasan itu.

Sejak dulu ada pe-nertiban, tapi tak per-

MI/TULUS

JUMAT, 6 MEI 2011 29MEGAPOLITAN

rsolek

Rumah Joglo yang Menyesakkan

erapkan kerapian dan kebersihan Bandara Soekarno-Hatta.

MI/JHONI KRISTIAN

TEMPAT GRATIS: Pedagang menjual makanan di rumah joglo di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, kemarin. Pihak Angkasa Pura II memberikan tempat kepada para pedagang asongan dengan gratis. Hal ini bertujuan agar para pedagang tidak lagi berjualan di kawasan terminal bandara.

“Kami mendukung pembersi-han calo, pedagang asongan, dan taksi gelap. Jika ingin men-ingkatkan kelas bandara, kita memang semua membebaskan diri dari semua penyakit sosial itu,” ujarnya.

Di bandara internasional negara maju, menurut dia, tidak ada lagi kompromi terha-dap perdagangan liar maupun penjualan jasa informal. “Se-mua disapu bersih dan tertata rapi.”

Masalah lain yang masih terlihat di Bandara Soekarno-Hatta adalah kesemrawutan lalu lintas. Kendaraan pribadi masih terlihat parkir di sisi terminal lebih dari 5 menit. Ba-nyak di antaranya kendaraan mewah milik pejabat.

Berbenah Pembenahan diri tidak ha-

nya dilakukan pengelola ban-dara. PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga tampak mulai ber-solek. Kepala Daop 1 Jakarta Purnomo Radiq Y telah me-merintahkan supaya membe-baskan pedagang dari muka stasiun.

Perintah itu disampaikan kepada seluruh kepala stasiun Daop 1 meliputi Cikampek, Jakarta, Merak, Tangerang, Depok, Bogor, dan Sukabumi. Lima titik stasiun meliputi peron, pintu masuk dan pintu keluar, area parkir, area portir dan ruang tunggu, harus bebas pedagang.

Sejumlah pedagang yang biasa berjualan di sekitar sta-siun pun resah. “Sebagai peda-gang kecil, kami keberatan. Saya tidak terima kebijakan ini,” ujar Edi Junaedi, peda-gang koran di Stasiun Depok Lama.

Dia meminta manajemen PT KAI mencarikan jalan ke luar. Tidak sekadar menggusur ped-agang sehingga tak lagi memi-liki lokasi berjualan. Terlebih, banyak pedagang yang sudah lama memiliki pelanggan di sekitar stasiun.

Terhitung mulai 10 Mei, pe-numpang di atas atap kereta juga ditertibkan. Operasi dige-lar pada pagi dan sore hari dengan memasang penyempro-tan air di beberapa titik sepan-jang jalur kereta api.

”Penyemprot air datang dari paralon yang sudah terpasang. Airnya diberi pewarna yang berganti-ganti setiap hari,” ungkap Kepala Tim Penertiban PT KAI Daop 1 Jakarta Akhmad Sujadi, Rabu (4/5).

Dengan cara demikian, petu-gas semakin mudah mengenali mereka yang berada di atas atap. Begitu tiba di stasiun, se-mua yang bajunya kena cat pewarna akan ditangkap dan diproses secara hukum.

Selama ini, lanjut Akhmad Sujadi, setiap hujan, penum-pang masuk ke kereta. Tidak ada yang di atas atap.

”Untuk itulah kami mem-buat hujan lokal di beberapa titik. Kami juga memasang rambu-rambu pencegah pe-numpang naik ke atap kereta. Kami harapkan cara ini me-nyadarkan penumpang agar tidak lagi naik ke atap kereta,” imbuhnya.

Sebelumnya cara lebih keras pernah dilakukan. Misalnya, menurunkan troly pada kabel listrik untuk menutup ruang orang naik ke atas atap, pe-masangan kawat duri dan paku bahkan pemasangan teralis besi di beberapa stasiun.

”Namun, itu tidak berhasil sehingga kami melakukan upaya hujan buatan berwarna,” cetus Humas PT KAI Daop 1 Mateta Rijalulhaq.

Apakah upaya PT KAI akan berhasil? “Mudah menyiasati-nya. Pakai baju plastik, sebelum tiba di stasiun, langsung lipat dan masukkan ke kantong plastik. Aman kan?” kata se-orang penumpang yang duduk di atas atap ketika dicegat di Stasiun Depok Lama, Rabu (4/5). (NY/*/*/J-1)

[email protected]

Setelah DitertibkanKuasai Fisiknya

Sutanto SoehodoKetua Tim Peneliti Transportasi Universitas Indonesia

terganggu oleh lalu lintas KA.

Saat ini yang kumuh tidak hanya sisi rel, tapi juga sta-siun. Bagaimana dengan hal tersebut?

Benar itu. Kita bertanya-ta-nya apa benar orang mau da-tang ke stasiun yang kumuh dan rawan. Di negara mana pun, yang namanya stasiun berkembang menjadi pusat ke-giatan sosioekonomi, ada mal dan apartemen.

Bagaimana dengan anggar-annya?

Saya kira ada anggarannya di kementerian untuk mengatasi penertiban dan kekumuhan. Banyak orang salah persepsi seolah-olah kekumuhan ada di Ibu Kota, seakan-akan tang-gung jawab Pemprov DKI. Pa-dahal di dalam Ibu Kota itu ada wilayah PT KAI.

Jadi yang tampak selama ini hanya puncak gunung es?

Iya. Harus ada integrasi pelaksanaan dan implementasi kebijakan melancarkan kereta. Tapi jangan hanya sebatas ke-giatan. Kita telah mengusulkan

kepada Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan Pem-

binaan Pembangunan. Salah satu usulan kami adalah membentuk otoritas transportasi Jabodetabek.

KA hidup karena banyak penumpang dari Bodetabek. Jadi, jangan hanya mem-bangun yang di Ja-karta, tapi juga Bo-detabek. Stasiun di-

hubungkan dengan busway. (J-1)

nah tuntas. Pendapat Anda? Mestinya setelah PT KAI me-

nertibkan hingga bersih, lang-sung menguasai fi siknya agar tidak lagi diserobot.

Setelah digusur, mereka akan menggelandang. Apakah tidak akan menambah masalah sosial di masyarakat?

Seyogianya memang disedia-kan permukiman di luar ka-wasan KA. Pemerintah pusat dan sektor terkait harus sama-sama memikirkan hal ini. Ten-tunya Menteri Peru-mahan Rakyat punya p e r a n , M e n t e r i Pekerjaan Umum membuat utilitas air bersih. Misal-nya saya buat rusunami, tapi tidak ada jalan a k s e s b a g i orang, maka tidak akan ada yang mau sebab

sulit melakukan aktivitas sosial ekonomi. Akhirnya, mereka kembali ke pinggir rel karena dekat dengan pasar dan ling-kungan yang ada. Penanganan perlu secara komprehensif me-libatkan PT KAI, Pemprov DKI, dan beberapa kementerian, ka-rena terkait permukiman dan infrastruktur.

Untuk kelancaran frekuensi perjalanan KA, apa yang harus diperbuat pemerintah?

Persimpangan-persim-pangan sebidang ha-

rus dihilangkan. Jumlahnya ba-

nyak sekali . Misalnya de-ngan mem-bangun fly-

over dan u n d e r -pass. De-

ngan demi-kian, kenda-

r a a n t i d a k

MI/JHONI KRISTIAN