rt.docx

38
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Transfusi darah pada hakekatnya adalah suatu proses pemindahan darah dari seorang donor ke resipien. Untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak akan menimbulkan reaksi pada resipien maka sebelum pemberian transfusi darah dari donor kepada resipien, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta uji silang serasi antara darah donor dan darah resipien. Walaupun golongan darah donor dan pasien sama, ternyata dapat terjadi ketidakcocokan(inkompatibilitas) pada uji silang serasi.Sehingga perlu dilakukan analisis penyebab ketidakcocokan pada uji silang serasi antara darah donor dan pasien. Sekitar 400 antigen golongan darah telah di laporkan. Makna klinis golongan darah dalam transfusi darah adalah bahwa individu yang tidak mempunyai suatu antigen golongan darah tertentu mungkin menghasilkan antibodi yang bereaksi dengan antigen tersebut, yang kemungkinan menyebabkan reaksi transfusi. Antigen-antigen

Upload: andinifebriana

Post on 11-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: RT.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah

dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan

dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar

disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah

merah. Transfusi darah pada hakekatnya adalah suatu proses pemindahan darah dari

seorang donor ke resipien. Untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak akan

menimbulkan reaksi pada resipien maka sebelum pemberian transfusi darah dari

donor kepada resipien, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus

serta uji silang serasi antara darah donor dan darah resipien. Walaupun golongan

darah donor dan pasien sama, ternyata dapat terjadi ketidakcocokan(inkompatibilitas)

pada uji silang serasi.Sehingga perlu dilakukan analisis penyebab ketidakcocokan

pada uji silang serasi antara darah donor dan pasien.

Sekitar 400 antigen golongan darah telah di laporkan. Makna klinis golongan

darah dalam transfusi darah adalah bahwa individu yang tidak mempunyai suatu

antigen golongan darah tertentu mungkin menghasilkan antibodi yang bereaksi

dengan antigen tersebut, yang kemungkinan menyebabkan reaksi transfusi. Antigen-

antigen golongan darah yang berbeda tersebut memiliki makna klinis yang sangat

bervariasi, dan yang terpenting adalah golongan darah ABO dan rhesus (Rh).

BAB II

Page 2: RT.docx

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Pengertian Reaksi Tranfusi

Reaksi transfusi adalah suatu pengrusakan secara imunologik sel-sel darah merah

yang inkompatibel yang diperoleh melalui transfusi darah. Reaksi yang terjadi dapat

berupa reaksi pirogen, reaksi alergi, reaksi hemolitik, atau transmisi penyakit-penyakit

infeksi.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sel Darah

a) PENGERTIAN

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang

dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme,

dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang

berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari

bahasa Yunani haima yang berarti darah. Darah memiliki warna merah yang berasal

dari kandungan oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Adanya oksigen dalam

darah diambil dengan jalan bernafas, dan zat ini sangat berguna pada peristiwa

pembakaran/metabolisme di dalam tubuh.

b) KARAKTERISTIK DARAH

Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuknya)

tertahan dan berada dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dan lebih kental

dari pada air yaitu memiliki berat jenis 1,041-1,067 dengan temperatur 380C dan PH

7,37-7,45. Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan,

tergantung pada kadar oksigen yang di bawa sel darah merah. Darah pada tubuh

manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah

padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-kira 1/13 dari berat

badan atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada setiap orang berbeda-beda.

Tergantung kepada umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan jumlah

jaringan adiposa pada tubuh.

c) KOMPONEN DARAH

Page 3: RT.docx

Plasma 55 % dari volume darah

Sel darah 45 % dari volume darah

PLASMA DARAH

— Air (90-92 %) : sebagai pelarut, absorbsi dan pelepasan panas

— Protein ( 3%) :

Albumin : dihasilkan di hati berfungsi mempertahankan tekanan

osmotik agar normal (25 mmHg)

Globulin : berfungsi untuk respon imun. Berisi serum darah

(Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen). Protein dalam

serum inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya

benda asing (Antigen). Zat antibodi adalah senyawa Gama Þ

Globulin. Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan

reaksinya bermacam-macam.

- Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen Þ Presipitin.

- Antibodi yang dapat menguraikan antigen Þ Lisin.

- Antibodi yang dapat menawarkan racun Þ Antitoksin.

Fibrinogen ; berfungsi untuk pembekuan darah.

Mineral 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam

fosfat, magnesium, kalsium dan zat besi)

Bahan Organik 0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin,

kolesterol, gliserin dan asam amino)

Zat hasil produksi sel, meliputi :

o hormon

o enzim

o antibodi

Zat hasil sisa metabolisme, meliputi :

o urea

o asam ureat

Gas-gas pelepasan, meliputi :

o O2

o CO2

o N2

SEL DARAH

Page 4: RT.docx

Gambar : Sel Darah Manusia

Eritrosit

Merupakan

bagian utama dari

sel darah. Berupa

cakram kecil

bikonkaf, cekung

pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping nampak seperti dua

buah bulan sabit yang saling bertolak belakang. Berdiameter 8

mikron, dan mempunyai ukuran ketebalan sebagai berikut: pada

bagian yang paling tebal, tebalnya 2 mikron, sedangkan pada bagian

tengah tebalnya 1 mikron atau kurang. Volume rata-rata sel darah

merah adalah sebesar 83 mikron kubik. Dalam setiap millimeter

kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Strukturnya terdiri atas

pembungkus luar atau stroma, berisi massa hemoglobin.

Hemoglobin merupakan protein kompleks terdiri atas protein,

globin dan pigmen hem (mengandung besi). Jadi besi penting untuk

Hb. Kebutuhan besi pria dan wanita berbeda karena pria hanya

kehilangan 1 mg besi/hari sedangkan wanita kehilangan sampai 20

mg besi selama menstruasi normal. Hemoglobin dirombak kemudian

dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).

Konsentrasi sel-sel darah merah di dalam darah pada pria

normal jumlah rata-rata sel-sel darah merah per millimeter kubik

adalah 5.200.000 dan pada wanita normal jumlahnya 4.700.000 .

Eritrosi

Leukos

Tromboasist

Page 5: RT.docx

Jumlah sel-sel darah merah ini bervariasi pada kedua jenis kelamin,

perbedaan umur, ketinggian tempat seseorang.

Fungsi sel darah merah antara lain :

1. Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. Sel

darah merah akan mengikat oksigen dari paru–paru untuk

diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon

dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru–

paru. Pengikatan oksigen dan karbon dioksida ini dikerjakan oleh

hemoglobin yang telah bersenyawa dengan oksigen yang disebut

oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-oksigen) jadi oksigen

diangkut dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang

nantinya setelah tiba di jaringan akan dilepaskan: Hb-oksigen Hb

+ oksigen, dan seterusnya. Hb tadi akan bersenyawa dengan

karbon dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin (Hb +

karbon dioksida Hb-karbon dioksida) yang mana karbon dioksida

tersebut akan dikeluarkan di paru-paru.

2. Berfungsi dalam penentuan golongan darah.

3. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel

darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri,

maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan

radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran

sel patogen, serta membunuhnya.

4. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin

terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan

pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah

menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

Page 6: RT.docx

Leukosit

Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari

sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Jumlah sel pada orang

dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah. Jumlah sel tersebut

bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh.

Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi.

Lekopeni (berkurangnya jumlah leukosit sampai di bawah 6000 sel/cc

darah), Lekositosis (Bertambahnya jumlah leukosit melebihi normal

di atas 9000 sel/cc darah).

Fungsi sel darah putih antara lain :

Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cedera

Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya

Menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan

kayu, benang jahitan (catgut), dll dengan cara yang sama.

Sebagai tambahan granulosit memiliki enzim yang dapat

memecah protein, yang memungkinkan merusak jaringan tubuh,

menghancurkan dan membuangnya. Dengan ini jaringan yang

sakit atau terluka dapat dibuang dan dimungkinkan sembuh.

Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih,

peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak

dapat berhasil dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah.

Page 7: RT.docx

Nanah berisi “jenazah” dari kawan dan lawan. Fagosit yang

terbunuh dalam perjuangannya melawan kuman yang menyerbu

masuk disebut sel nanah.

Jenis Leukosit

Granulosit Þ Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki

butir-butir kasar (granula). Berasal dari sel induk di sumsum

tulang merah dari mieloblas menjadi mielosit sebelum

berdiferensiasi menjadi salah satunya Jenisnya adalah eosinofil,

basofil dan netrofil.

— Netrofil : (ada dua jenis sel yaitu netrofil batang dan netrofil

segmen). Disebut juga sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho

Nuclear). Berfungsi sebagai fagosit. fungsi utamanya

melindungi terhadap benda asing yang masuk tubuh

khususnya kuman dan melenyapkan bahan limbah. Sel-sel

ini tertarik ketempat infeksi ke tempat infeksi oleh

substansi kimia yang dilepaskan oleh sel-sel cedera

— Eosinofil : mengandung granola berwama merah (warna

eosin) disebut juga asidofil. Berfungsi pada reaksi alergi

(terutama infeksi cacing). Banyak diantaranya bermigrasi

keluar pembuluh darah menuju daerah tubuh yang terpapar

misalnya jaringan ikat dibawah kulit, membran mukosa

saluran nafas dan cerna, pelapis vagina dan rahim. Fungsi

eosinofil melindungi tubuh terhadap bahan asing (parasit).

— Basofil : mengandung granula berwarna biru (warna basa).

Berfungsi pada reaksi alergi. Sel ini menggetahkan

histamin, yang menimbulkan vasodilatasi dan

meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini

mempermudah fagosit dan substansi protektif lain spt zat

anti, tiba dicelah jaringan bersama sel mast mengumpul

didaerah radang yang menyembuh.

Agranulosit Þ Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki

granola. Jenisnya adalah limfosit dan monosit.

Page 8: RT.docx

— Monosit : sel mononuklir besar asal sumsum tulang merah.

Beredar di dalam darah, berfungsi terutama di jaringan

sesudah berkembang menjadi makrofag. Keduanya

menghasilkan interleukin 1 yang bekerja pada hipotalamus,

menaikkan suhu badan pada infeksi dengan kuman,

merangsang pembentukan globulin oleh hati dan

meningkatkan produksi limfosit T aktif.

— Limposit : ada dua jenis limposit

Limposit-T, diaktifkan o/ timosin dalam kel timus

Limposit-B, diaktifkan dalam jaringan limpoid.

Sebagian beredar dalam darah dan lainnya menetap di

jaringan limpoid, bila limposit aktif

bertemu anti gen maka masing2

dapat berkembang menjadi sel

efektor yang menghadapi anti gen

itu dan sel memori yang menetap

dalam jaringan limpoid (apabila

serangan kedua, sudah dikenali).

Trombosit

Trombosit merupakan keping darah, asalnya dari sel

megakariosit dalam sumsum tulang merah. Jumlah normalnya berkisar

antara 200.000 – 350.000 per mm3 darah. Fungsinya yaitu memegang

peranan penting dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari

normal, maka apabila terdapat luka dan darah tidak segera membeku

sehingga timbul pendarahan yang terus menerus. Trombosit lebih dari

300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000

disebut trombositopenia. Di dalam plasma darah terdapat suatu zat

yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah, yaitu

Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh

mendapat luka.

Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku

(Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor)

Page 9: RT.docx

Þ Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor

tersebut, maka orang tersebut menderita Hemofili. Pada penyakit

demam berdarah, jumlahnya sangat menurun (dikatakan

trombositopeni) dan pasien cenderung berdarah dibawah kulit

(purpura) atau di selaput lendir.

2.3 Klasifikasi Reaksi Tranfusi

Reaksi transfusi di klasifikasikan sebagai tipe Akut (cepat) dan Delayed

(lambat), dimana masing-masing dari tipe tersebut terdiri dari reaksi akibat Respon

Imun dan Respon Non Imun (2,8).

A. Reaksi Transfusi akut :

Imunologi :

1. Reaksi Hemolitik Akut

2. Reaksi Alergi.

3. Reaksi Demam Non Hemolitik

4. Reaksi Anafilaksis

5. Kerusakan Paru akut akibat Transfusi

Non Imunologi :

1. Reaksi Hemolitik Non Imunologi

2. Kelebihan Beban Sirkulasi

3. Emboli Gas/Udara

4. Keracunan Sitrat

5. Gangguan Irama Jantung

6. Tromboflebitis

7. Gangguan Hemostatis

B. Reaksi Transfusi Delayed (Lambat) :

Imunologi :

1. Reaksi Hemolitik Lambat

2. Sensitisasi imun terhadap antige Rhesus D

3. Purpura Pasca Transfusi

Non Imun :

1. Reaksi Penularan Infeksi

2. Siderosis Transfusi

Page 10: RT.docx

2.4 Etiologi

a) Reaksi pirogen

Disebabkan oleh sensitivitas terhadap sel darah putih, trombosit, atau protein

plasma donor. Sering dijumpai pada penderita yang pernah ditransfusi

sebelumnya atau wanita yang pernah melahirkan anak.

b) Reaksi alergi

Penyebab reaksi ini diperkirakan akibat sensitivitas terhadap protein darah

yang ditransfusikan, atau transfer pasif antibodi dari donor yang bereaksi

dengan berbagai antigen yang dipaparkan kepada resipien.

c) Reaksi hemolitik

Dapat disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah, inkompatibilitas

plasma atau serum, dan pemberian cairan nonisotonik.

d) Transmisi penyakit infeksi

Penyakit yang dapat ditularkan melalui transfusi darah meskipun telah

dilakukan penyaringan donor dan pengujian darah sebelum transfusi, antara

lain:

Hepatitis

Malaria

Sindrom Imunodefisiensi Didapat (AIDS)

2.5 Patofisiologi Reaksi Transfusi

2.6 Faktor resiko

Page 11: RT.docx

2.7 Gejala Klinis Reaksi Transfusi

2.7.1 Reaksi Transfusi Akut

A. REAKSI IMUNOLOGI

a. Reaksi Hemolitik Akut (Acute Hemolytic Reaction)

Tanda dan Gejala

rasa panas di muka (flushing),

nyeri di tempat infuse, nyeri dada atau punggung,

gelisah,

cemas,

mual, atau diare,

dispnea.

Tanda berupa demam dan menggigil serta temuan khas pada syok dan gagal

ginjal.

Pada pasien koma atau dalam anestesi, indikasi pertama mungkin

hemoglobulinuria, atau perdarahan generalisata akibat koagulasi intravaskuler

diseminata.

b. Reaksi Alergi

Tanda dan Gejala

Urtikaria disertai gatal, biasanya timbul segera mulainya transfusi.

Dapat disertai demam, sakit kepala dan muntah.

Edema pada muka, bibir, dan kelopak mata.

Edema laring jarang, namun bila timbul merupakan komplikasi yang berat.

Dapat timbul gejala – gejala asma bronchial.

Jarang terjadi reaksi anafilakik dengan gejala shok, tetapi bila ada, maka

tanda awalnya adalah takikardi, impotensi dan sesak nafas.

c. Reaksi Demam Non Hemolitik / Aloimunisasi

Tanda dan Gejala

- Demam timbul secara tiba – tiba. Biasanya ½ - 3 jam mulainya transfusi. Suhu

badan sekitar 38° C – 40° C.

Page 12: RT.docx

- Biasanya disertai menggigil, penderita gelisah, sakit kepala dan disertai mual

dan muntah.

- Jarang menimbulkan bahaya pada penderita, kecuali bila penderita dengan

keadaan umum buruk.

d. Reaksi Anafilaksis

Tanda dan Gejala

- Batuk – batuk dengan kesulitan bernafas, disertai bronkospasme.

- Mual, muntah terkadang disertai dengan diare dan dengan abdominal cramps

- Penurunan kesadaran, hipotensi, bradikardi, dan shok.

- Tampak beberapa saat setelah diberikannya transfusi.

e. Kerusakan Paru akut akibat Transfusi (Transfusion-Related Acute Lung Injury =

TRALI)

Umumnya berupa ”respiratory distress” berat yang tiba-tiba, disebabkan oleh

sindrom edema pulmonal non kardiogenik. Menggigil, panas, nyeri dada, hipotensi

dan sianosis, sebagaimana umumnya edema paru.

B. Reaksi Non Imunologi

a. Reaksi Hemolitik Non Imun

Tanda dan Gejala

Cepat dan beratnya gejala bervariasi, ada yang baru 40 – 50 ml sudah timbul

gejala, ada yang setelah 1-2 jam transfusi dihentikan. Pada yang cepat, gejalanya

biasanya berat. Pada reaksi yang berat memberikan gejala yang klasik yakni :

Penderita gelisah, takut, rasa sesak, mual, munah, sakit pada region

lumbal, kaki dan prekordial.

Menggigil, demam, takikardi dan shok.

Dapat disusul oliguria dan anuria akibat kegagalan ginjal mendadak.

Dapat timbul gangguan hemostatis berupa perdarahan yang abnormal dari

vena punksi atau luka operasi.

Pada penderita yang sedang dalam pembiusan tanda dan gejala sering tidak

tampak. Harus dicurigai adanya reaksi hemolitik bila nadi meningkat

dengan cepat, tekanan darah yang tiba-tiba menurun serta perdarahan yang

sukar diatasi.

Page 13: RT.docx

Gejala - gejala setelah melewati fase akut yaitu danya ikterus dan uremia

akibat kegagalan ginjal mendadak.

Terjadinya kegagalan ginjal mendadak dan gangguan hemostatis

disebabkan oleh proses koagulasi intravaskuler (DIC)

b. Kelebihan beban sirkulasi

Tanda dan Gejala

Seperti gejala dekompensasi kordis mendadak, timbul selama transfusi

atau segera setelah transfusi dihentikan.

Penderita sesak, ortopnoe, sianosis, batuk – batuk dengan dahak kemerah –

merahan.

Tekanan vena sentralis meningkat.

Pada auskultasi terdengar rhonki basah halus dan krepitasi.

c. Emboli Udara

Tanda dan Gejala

Sesak nafas, sianosis dan gelisah

Takikardi dan tekanan darah menurun

Syncope terjadi oleh karena adanya tanda-tanda tersebut dan terjadi begitu

cepat sehingga penderita dapat mendadak iskemia serebral.

Pingsan dan dapat disusul dengan kematian.

d. Keracunan Sitrat

Tanda dan Gejala

Tremor

Perubahan EKG : ST segmen memanjang

2.7.2 REAKSI TRANSFUSI DELAYED (LAMBAT)

A. REAKSI IMUNOLOGI

a. Reaksi Hemolitik Lambat

Tanda dan Gejala

Gejala yang timbul dapat berupa Sakit kepala (berdenyut), sakit pinggang,

panas, muka kemerahan, kelesuan yang hebat, sakit dada, respirasi menjadi cepat dan

Page 14: RT.docx

pendek, urtikaria, anemia, kadang – kadang hipotensi dan takikardi, dapat pula

mengakibatkan gagal ginjal akut.

b. Sensitisasi imun terhadap antigen Rhesus D

Tanda dan Gejala

Klinis yang tampak berupa malaise, ikterus serta demam dijumpai pada 1:500

pasien yang ditransfusi, biasanya ringan dan timbul 5-10 hari setelah transfusi. Syok

dan penyulit ginjal jarang terjadi. Sekitar 1 dari 150 pasien asimptomatik akan

membentuk antibody baru setelah 1 minggu transfusi, dan menunjukkan peningkatan

amnestik antibody yang sebelumnya tidak terdeteksi oleh rangsangan transfusi.

Walaupun jarang, pasien dapat menghancurkan semua sel yang ditransfusikan tanpa

memperlihatkan adanya sel antibody.

B. REAKSI NON IMUNOLOGI

a. Reaksi penularan Penyakit

Tanda dan Gejala

Pada darah yang mengalami kontaminasi berat akan menyebabkan sepsi akut

dan syok endotoksin dengan didahului demam, menggigil, berkeringat, mual, muntah,

takikardi disusul penurunan tekanan darah. Kadang – kadang sulit dibedakan dengan

reaksi hemolitik. Kematian dapat terjadi sesudah transfusi. Untuk membedakannya

secara sederhana :

Ambil darah penderita, diamkan sejenak dan dilihat bila plasmanya berwarna

merah merah oleh adanya hemoglobinemia, berarti adanya hemolisis

Buat preparat hapus dari sisa darah botol transfusi dan diwarnai menurut gram, bila

terlihat kuman berarti darah yang mengalami kontaminasi kuman.

2.8 Diagnosis Reaksi Transfusi

2.9 Komplikasi Reaksi Transfusi

Page 15: RT.docx

2.10 Penatalaksanaan dan Pencegahan Reaksi Transfusi

2.10.1 Reaksi Transfusi akut

A. REAKSI IMUNOLOGI

a. Reaksi Hemolitik Akut (Acute Hemolytic Reaction)

Penatalaksanaan hemolisis akibat reaksi transfusi

Segera menghentikan transfusi, lakukan terapi simptomatik dengan anti piretik

oral/supp dan/atau anti histamine iv, setelah 15-30 menit berikan hidrokortison

dan epinefrin iv kemudian infuse manitol 10 % yang diteruskan dengan

pemberian bikarbonat natrikus serta diuretika (1). Buatlah laporan kepada Bank

Darah untuk pemeriksaan akan sebab-sebab reaksi.

Pencegahan Hemolisis akibat Reaksi transfusi

Dilakukan pemeriksaan teliti identitas donor dan resipien

b. Reaksi Alergi

Penatalaksanaan

Bila gejala alergi ringan berupa urtikaria, transfusi diperlambat dan diberikan

antihistamin iv.

Bila timbul gejala – gejala berat, transfusi dihentikan dan diberikan adrenalin,

antihistamin dan kortikosteroid.

Pencegahan

Pada penderita dengan riwayat alergi sesudah transfusi atau penyuntikan, reaksi

ini dapat dicegah dengan pemberian eritrosit yang telah dicuci.

Dapat diberikan antihistmin dan korikosteroid sebelum transfusi darah.

Dapat dilakukan skin test sebelumnya dengan plasma donor. Hasil negative

belum tentu bebas reaksi karena dapat pula terjadi “false negative”. Namun hasil

positif dapat dipastikan akan terjadi reaksi bila transfusi dilakukan.

c. Reaksi Demam Non Hemolitik / Aloimunisasi

Penatalaksanaan

Selimuti penderita agar tidak kedinginan

Page 16: RT.docx

Anti piretika dan anti histamin dan/atau kortikosteroid.

Sedativa bila penderita gelisah.

Transfusi diperlambat, Bila tidak ada perbaikan transfusi dihentikan atau diganti

Pencegahan

Pada penderita – penderita anemia yang hanya membutuhkan erirosit, eritrosit

saja yang diberikan sedang plasma dan yang banyak mengandung leukosit dan

trombosit tidak diberikan.

Pada penderita – penderita yang telah terbukti adanya antibody terhadap leukosit

dan trombosit, sebaiknya diberikan washed red cells (eritrosit cuci).

d. Reaksi Anafilaksis

Penatalaksanaan

Hentikan transfusi

Prinsipnya ABC, yaitu dengan bebaskan jalan nafas dan berikan bantuan nafas

serta sirkulasi agar tetap stabil.

Berikan epinepherin (0,4 ml dari 1:1000 solution) sc/im

Berikan cairan koloid jika memungkinkan

Jangan berikan kembali transfusi, lakukan pemantauan tanda – tanda vital secara

intensif sampai stabil.

Pencegahan

Pada penderita yang memiliki antibody terhadap molekul IgA, sebaiknya

ditangani dengan komponen darah defisiensi IgA dari saudara atau daftar donor.

Dapat dilakukan skin test sebelumnya dengan plasma donor. Hasil negative

belum tentu bebas reaksi karena dapat pula terjadi false negative. Namun

hasil positif dapat dipastikan akan terjadi reaksi bila transfusi dilakukan.

e. Kerusakan Paru akut akibat Transfusi (Transfusion-Related Acute Lung Injury =

TRALI)

Penanganan dengan tindakan mengatasi edema paru dan hipoksia, termasuk

bantuan pernafasan bila diperlukan. Dosis tinggi kortikosteroid mungkin

menguntungkan, karena menghambat agregrasi granulosit.

Page 17: RT.docx

B. REAKSI NON IMUNOLOGI

a. Reaksi Hemolitik Non Imun

Penatalaksanaan

Transfusi segera dihentikan

Diganti dengan darah yang kompatibel atau plasma ekspader untuk mengatasi

shok.

Kortikosteroid dan noradrenalin dapat diberikan

Untuk merangsang diuresis dapat diberikan manitol atau pemberian diuretika

furosemid dosis tinggi.

Bila ada gangguan hemostatis pengobatan seperti DIC.

Pada penderita yang menetap dengan anuria atau oligouria dirawat dengan

kegagalan ginjal akut.

Pencegahan :

Penyimpanan darah yang baik

Teliti dalam mengambil darah dengan memperhatikan tanggal (lama)

penyimpanan darah.

Pada setiap botol darah, awasi menit – menit pertama pemberian transfusi,

sebab gejala yang berat dapat terjadi 40-50 ml pertama.

b. Kelebihan beban sirkulasi

Penatalaksanaan

Transfusi segera dihentikan dan penderita ditegakkan.

Berikan Diuretika (furosemid iv), Digitalis iv.

Oksigenasi

Torniket keempat ekstremitas dilonggarkan secara bergantian

Phlebotomi.

Pencegahan

Pada pengobatan anemia sebaiknya hanya diberikan packed red cell saja.

Page 18: RT.docx

Pengawasan vena sentralis.

Pada penderita yang diduga mudah terjadi komplikasi ini, transfusi sebaiknya

secara perlahan – lahan.

Pemberian diuretika sebelum/selama transfusi.

c. Emboli Udara

Penatalaksanaan

Selang segera di klem

Penderita segera dimiringkan ke kiri (jika memungkinkan) dan kepala

direndahkan sedang tungkai ditinggikan dengan demikian udara diharapkan

tertahan di ventrikel kanan, tidak ikut aliran darah ke paru.

Oksigenasi.

Pencegahan

Pantau dan pastikan selang transfusi bebas dari udara.

Perhatikan jika kantong darah sudah akan habis, untuk mencegah masuknya

udara.

d. Keracunan Sitrat

Penatalaksanaan

Pemberian glukonas kalsikus 10 % 4 – 8 cc setiap pemberian transfusi 1

unit kolf darah.

e. Gangguan Irama Jantung

Penatalaksanaan

Berikan obat Anti Aritmia

Apabila terjadi cardiac arrest lakukan resusitasi jantung – paru

Bila penyebab adalah intoksikasi sitrat lakukan terapi seperti pada intoksikasi

sitrat

Pencegahan :

Hiperkalemi. Usahakan gunakan darah yang belum terlalu lama disimpan.

Keracunan sitrat dapat dihindari dengan pemberian 10 ml 10 % larutan kalsium

glukosa setiap liter darah pada transfusi yang masif.

Page 19: RT.docx

Memanaskan darah sampai suhu tubuh, tetapi hati-hati terjadinya over heating

karena dapat terjadi hemolisis.

f. Thrombo Flebritis

Penatalaksanaan

Anti inflamasi, phenylbutazon 3 x 100 mg/hari, memberikan hasil yang baik.

Antibiotika terutama bila ditakutkan terjadinya infeksi

Pencegahan

Transfusi setiap 48 jam harus dipindahkan ke vena yang lain.

Pengawasan, bila ada tanda-tanda peradangan, harus segera dipindahkan.

g. Gangguan Hemostatis

Penatalaksanaan dan Pencegahan :

Pada transfusi yang masif sebaiknya diselingi pemberian darah segar yang

masih cukup mengandung trombosit dan faktor-faktor pembekuan.

Bila ada tanda-tanda D.I.C, lakukan terapi D.I.C

2.10.2 Reaksi Tranfusi Delayed (Lambat)

A. REAKSI IMUNOLOGI

a. Reaksi Hemolitik Lambat

Terapi (Seperti terapi pada reaksi hemolitik yang lain)

Transfusi segera dihentikan

Diganti dengan darah yang kompatibel atau plasma ekspader untuk mengatasi

shok.

Kortikosteroid dan noradrenalin dapat diberikan

Untuk merangsang diuresis dapat diberikan manitol atau pemberian diuretika

furosemid dosis tinggi.

Bila ada gangguan hemostatis pengobatan seperti DIC.

Pada penderita yang menetap dengan anuria atau oligouria dirawat dengan

kegagalan ginjal akut.

b. Sensitisasi imun terhadap antigen Rhesus D

Penatalaksanaan

Page 20: RT.docx

Pasien yang mengalami hemolisis ekstravaskuler akibat sensitisasi imun

terhadap rhesus D harus di tangani secara konservatif. Transfusi lebih lanjut harus

ditunda sampai serologi pasien dapat ditentukan dengan jelas, kecuali bila nyawa

pasien terancam. Penanganan yang lainnya bersifat simptomatik seperti pada

penatalaksanaan reaksi hemolisis yang lain.

Pencegahan

Anti-D bertanggung jawab untuk sebagian besar problem klinis yang

bersamaan dengan system ini oleh karena itu skrinning orang – orang terhadap rhesus

D positif atau rhesus D negative memberikan maksud klinik terhadap pencegahan

kasus ini.

c. Reaksi penularan Penyakit

Transfusi dengan darah yang telah kejangkitan kuman sangat berbahaya,

apalagi telah lama disimpan dapat menyebabkan syok sampai kematian. Untungnya

kejadian ini jarang terjadi, meskipun darah diambil secara steril mungkin, umumnya

akan terjadi kontaminasi dengan kuman yang ada di kulit atau diudara, tetapi darah

segar bersifat bakterisid sehingga kuman yang terkontaminasi sebagian besar akan

mati, sedang kuman yang tidak mati, bila darah yang akan diambil dilakukan

penyimpangan dengan baik (dengan segera dimasukkan dalam refrigerator). Kuman

tersebut tidak akan berkembang biak dan tidak akan memberikan gejala klinis. Tetapi

bila penyimpanan tidak baik atau darah dibiarkan dengan temperature ruangan maka

kuman akan cepat berkembang. Yang paling banyak ditemukan ialah kuman gram (-),

yang menimbulkan gejala – gejala syok akibat endotoksin.(1,9).

Diagnosa diperkuat dengan pemeriksaan kultur darah dari sisa darah yang

diberikan dan dari darah penderita. Adapun penularan penyakit yang dilaporkan oleh

peneliti dan para ahli Hematologi adalah sebagai berikut (1) :

`1. Sebab Viral: a. Hepatitis (HAV, HBV, HDV, NANB)

b. Cito Megalo Virus

c. EBV

d. AIDS

2. Sebab Triponema (sifilis)

3. Sebab Protozoa: a. Malaria

Page 21: RT.docx

b. Chaga’s Disease

c. Tryponemiasis

d. Kala Azar

4. Sebab Bakterial: a. Bakteremia

b. Kontaminasi :

- Coliform Sp

- Pseudomonas

- Proteus

Untuk mengurangi potensi penularan penyakit, dilakukan penapisan faktor

risiko donor berdasarkan riwayat medis dan pemeriksaan dengan serangkaian uji

laboratorium. Telah digunakan teknik sterilisasi untuk beberapa komponen plasma

dan produk fraksional, namun belum diciptakannya metode untuk melakukan

sterilisasi terhadap komponen sel. Di bawah ini kami jelaskan sedikit tentang

beberapa penyakit yang kami anggap perlu dan umum untuk dilakukan pemeriksaan.

Hepatitis

Risiko hepatitis virus (non-A, non-B,C,D) kira-kira 1:3.000 sampai1:5.000

pemajanan donor . Risiko transfusi terhadaphepatitis B kira-kira 1:171.000 tiap unit transfusi.  ).

Risiko transfusiterhadap hepatitis C kira-kira 1:1.613.000 tiap unit transfuse. Insiden hepatitis

B yang berkaitan dengan transfusi saat ini sangatlah rendah, dan tersedia vaksin

hepatitis B untuk pasien rentan yang diperkirakan akan mendapatkan transfusi kronik.

Sebagian besar hepatitis yang ditularkan melalui transfusi adalah hepatitis C.

Hepatitis C biasanya hanya akan menimbulkan sedikit gejala dan tanda, tetapi bukti

serologi baru dapat dideteksi pada minggu ke 2-26 setelah transfusi. Walaupun

insidennya rendah dan frekuensinya menurun tetapi hepatitis C merupakan masalah

kesehatan yang serius, karena 50 % pasien yang terinfeksi berkembang menjadi

penyakit hati kronik. Selain itu bukti statistic mengaitkan HBV dan HCV dengan

karsinoma hepatoseluler.

Infeksi Retrovirus

Beberapa retrovirus manusia mudah ditularkan melalui transfusi darah.

Human Immunodeficiency Virus tipe 1 (HIV-1), penyebab AIDS, menginfeksi sekitar

90 % pasien yang mendapat darah tercemar. Risiko transfusi terkait HIV mendekati nol,

dengan perkiraan berkisar antara 1:300.000 sampai 1: 1.000.000 pemajanan donor. Sebelum

Page 22: RT.docx

dilakukan uji rutin untuk donor darah, transfusi merupakan penyebab pada 2-3 %

kasus AIDS total. Perbaikan kriteria seleksi donor dan uji penapisan spesifik,

tampaknya telah secara bermakna menurunkan angka ini. Risiko infeksi saat ini

diperkirakan 1: 225.000 unit yang ditransfusikan. Virus serupa, HIV-2, dikaitkan

dengan AIDS, walupun belum pernah dilaporkan kasus yang berkaitan dengan

transfusi di Amerika Serikat, saat ini dilakukan juga pemeriksaan terhadap virus

tersebut pada donor darah.

Infeksi lain

CMV, biasanya merupakan virus herpes yang tidak berbahaya, dapat menjadi

patogen penting pada perempuan hamil, bayi premature dan pasien dengan cacat

kekebalan. Pasien ini harus mendapat komponen seronegatif atau darah yang telah

diolah untuk menghilangkan leukositnya. Jarang terjadi pada darah yang disimpan

pada suhu yang dingin, namun unit darah yang tercemar dengan Staphylococcus

aureus atau oleh organisme gram negative tertentu seperti Yersinia enterocolitica dan

spesies Citrobacter yang tumbuh baik pada 4°C dan dalam darah bersitrat dapat

menimbulkan syok dan kematian. Berbagai bakteri dan spiroketa dapat tumbuh baik

pada konsentrat trombosit yang disimpan dalam suhu kamar. Malaria dan penyakit

Chagas adalah penyakit menular terpenting yang merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan transfusi.

Page 23: RT.docx

Penatalaksanaan

Pasien dengan darah terinfeksi mencakup penatalaksanaan syok. Terapi

antibiotika yang sesuai harus dimulai segera setelah didiagnosis disebut dan sebelum

hasil kultur diketahui.

2. Hemosiderosis Transfusi

Hemosiderosis akibat transfusi merupakan tertimbunnya zat besi dalam

jaringan – jaringan yang dapat terjadi pada transfusi yang berulang – ulang pada

penderita anemia yang bukan kekurangan besi. Anak yang menderita talesemia minor

merupakan satu-satunya kelompok yang terkena, tetapi cukup banyak anak yang

menderita anemia kongenital dan orang dewasa dengan anemia refrakter yang diterapi

secara intensif juga beresiko.

Setiap milliliter sel darah merah mengendapkan 1,08 mg besi di jaringan

sewaktu sel darah merah menua atau mati. Deposit besi mulai mempengaruhi fungsi

endokrin, hati dan jantung bila beban tubuh total naik mencapai lebih dari 20 gram,

ekivalen dengan sekitar 100 unit sel darah merah. Penyulit jantung letal terjadi pada

beban 60 gram atau sekitar 300 unit. Terapi kelasi besi harus dipertimbangkan untuk

semua pasien yang diperkirakan memerlukan pemberian sel darah intensif.

Page 24: RT.docx

BAB III

KESIMPULAN

1. Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat

(donor) ke orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah

lengkap dan komponen darah

2. Pemberian transfusi darah dan komponen – komponen darah lainnya dari donor

kepada resipien, dapat memberikan reaksi dari yang paling ringan sampai yang

paling berat bahkan sekali-kali dapat menyebabkan kematian.

3. Reaksi transfusi di klasifikasikan sebagai tipe Akut (cepat) dan Delayed (lambat),

dimana masing-masing dari tipe tersebut terdiri dari reaksi akibat Respon Imun

dan Respon Non Imun

4. Penyulit yang mungkin timbul pada transfusi darah dapat berakibat fatal. Dengan

pemantauan yang ketat selama dan setelah transfusi, penyulit yang timbul dapat

segera diketahui, dan dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat dapat dicegah

terjadinya hal-hal yang tidak diingini.

Page 25: RT.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Pengertian Transfusi Darah. posted by Unit Transfusi Darah Daerah. Available

at: http://utdd-pmijateng.blogspot.com/2007/08/pengertian-transfusi -darah.html

2. Bambang Hariadi, Reaksi Transfusi Darah, Laboratorium FK UNDIP, RS Dr

Kariadi Semarang.

3. Blood Transfusion Reaction-Blood Book, available at:

http://www.bloodbook.com/reaction.html

4. Pretransfusion Testing. Medline plus Medical Encyclopedia Transfusion

Reaction.htm, Update Date: 3/13/2007 Updated by: Mark Levin, M.D.,

Hematologist and Oncologist. Available at: http://www.nlm.nih.gov/

medlineplus /ency/article/001303.htm

5. Harrison, Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, Vol 4, EGC, 2000, hal 1990-

1994.

6. Golongan darah, Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa

Indonesia. Available at: http://id.wikipedia.org/wiki/Golongan_darah

7. Transfusion Reaction Review Date: 3/13/2007 Reviewed By: Mark Levin, M.D.,

Hematologist and Oncologist, Newark, NJ. Review provided by VeriMed

Healthcare Network.. Available at :http://adam.about.com/

encyclopedia/infectiousdiseases/Transfu-sion-reaction.htm

8. A.V. Hoofbrand, J.E. Petit, Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology),

EGC, 1996

9. Lawrance, D.Petz. Clinical Practice of Transfusion Medicine, second Ed. 1989.

page 713-733.

10. Sudoyo, Aru.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Pusat Penerbitan, Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, edisi IV,

2006.hal 691-695

11. Said A Latief, Petunjuk Praktis Anestesiologi, FKUI, 2001, hal 141-145.

12. Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, FKUI, 1999.

13. Transfusion Reactions, Article Last Updated: Jan 18, 2007, Eric Kardon, MD,

FACEP. Available at: http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC603.HTM

14. Health Technology Assesment. Reaksi Transfusi. Available at:

http://www.yanmedik-depkes.net/hta/Hasil%20Kajian%20HTA/2003/ Transfusi

%20Komponen%20Darah%20Indikasi%20dan%20Skrining.doc