rokok dan remaja
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Merokok adalah salah satu aktifitas merugikan kesehatan yang “secara
umum” diterima oleh sebagian besar angota masyarakat. Aktiftas merokok
biasanya diasosiasikan dengan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
kesenangan seseorang, meskipun sebagian perokok menyadari adanya
kemungkinan munculnya penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh aktifitas
tersebut (Sitepoe, 2000). Mu’tadin (2002), menyatakan bahwa kerugian yang
ditimbulkan rokok terhadap kesehatan sangat besar disebabkan dalam asap
rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya
adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik
Waktu seseorang pertama kali memulai aktiftas merokok sangat bervariasi
antara satu individu yang satu dengan individu yang lainnya. Namun, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perokok memulai aktiftas
merokok pertama kali pada usia 13-15 tahun dan 50% diantara mereka akan
menjadi pecandu rokok (Martin, 2002). Laventhal & Clearly dalam Mc Gee
(2005) juga menyatakan bahwa perilaku merokok di kalangan remaja ini akan
cenderung mengingkat dalam hal intensitas dan frekuensinya seiring dengan
bertambahnya usia usia.
Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia sebagai negara yang
penduduknya banyak yang merokok dengan pertumbuhan tingkat konsumsi
rokok yang paling cepat (Djunaedi, 2002). Sirait (2002) menyatakan bahwa hasil
penelitian terhadap penduduk usia 10 tahun ke atas yang tersebar di 27 propinsi
di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi perokok adalah 27,7% dengan
jumlah perokok laki-laki sebanyak 54,5%, perokok perempuan sebanyak 1,2%
dan mantan perokok sebanyak 2,5%. Sementara itu, hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tim peneliti Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 2002
menunjukkan bahwa 60% perokok aktif di Indonesia adalah remaja muda dan
anak sekolah (Wullur, 2008).
Meskipun belum terdapat data empiris tentang jumlah remaja di Kabupaten
Blora, akan tetapi anekdotal evidence menunjukkan bahwa jumlah remaja
perokok remaja di Kabupaten Blora cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Pernyataan ini dadasarkan bahwa dewasa ini sering terlihat banyaknya remaja
yang masih mengenakan pakaian seragam tampak merokok di tempat-tempat
umum.
Munculnya kebiasaan merokok diantara remaja tersebut muncul biasanya
terjadi karena masa remaja, yang biasanya diidentikkan dengan masa sekolah
lanjutan atas (SMA), adalah masa yang sulit bagi individu karena pada masa ini
terjadi tranisisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Nadeak, 1991). Di
dalam masa peralihan ini seseorang cenderung untuk mulai menyampaikan
kebebasan dan hak untuk mengemukakan pendapatnya sendiri, mengalami
perubahan fisik yang luar biasa, menjadi terlalu percaya diri yang disertai dengan
peningkatan emosi yang mengakibatkan sukar menerima nasihat orang tua atau
guru dan yang terpenting adalah adanya rasa kepemilikan terhadap kelompok
sosial yang sangat tinggi sehingga pengaruh kelompok sosial tersebut terkadang
cenderung mendominasi perilaku kesehariannya.
Salah satu pengaruh kelompok sosial yang dominan diantara remaja di
Indonesia adalah munculnya praktik merokok di antara mereka. Hal ini tercermin
dengan sering terlihatnya sekelompok remaja yang masih mengenakan seragam
2
sekolah melakukan tindakan merokok di tempat umum, dan bahkan terkadang
mereka mengisap rokok di pojok-pojok tersembunyi di lingkungan sekolah SMA.
Kondisi ini sesuai dengan sejumlah penelitian yang menyatakan bahwa perilaku
merokok sering dimulai pada usia antara 11 sampai 15 tahun (Smet, 1994).
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa miskinnya pengetahuan atau tidak
adanya keyakinan terhadap akibat-akibat merokok dapat menyulitkan individu
untuk membangun suatu sikap atau akan memiliki sikap yang cenderung lemah
terhadap rokok (Crhistanto, 2004). Selanjutnya, Notoatmodjo (2003)
menyatakan bahwa pengetahuan (knowledge) memegang pengaruh yang besar
di dalam perilaku seseorang dan apabila pernyataan ini dikaitkan dengan
perilaku merokok, maka pengetahuan seseorang tentang rokok akan
menentukan seseorang untuk menjadi perokok atau tidak. Akan tetapi, pada
pada kenyataannya pengaruh iklan tentang rokok sering menimbulkan
pengetahuan yang salah tentang rokok. Pembentukan pengetahuan tentang
rokok dapat terbentuk dari adanya penginderaan terhadap iklan-iklan rokok yang
banyak tertampang di semua tempat mulai dari tempat umum yang bebentuk
baliho sampai ke dalam rumah melalui iklan yang ditayangkan di televisi yang
biasanya cenderung membentuk pengetahuan yang salah tentang rokok karena
jargon iklan rokok sering dirancang sesuai dengan karakteristik remaja yang
menginginkan kebebasan, independensi, dan pemberontakan pada norma-
norma (Wullur, 2008). Pengetahuan yang salah tentang rokok ini selanjutnya
akan mendorong terbentuknya sikap yang salah tentang rokok dan pada
akhirnya terjadi proses aplikasi dimana seseorang akan menjadi perokok.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pattinasarany (2004) menyebutkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap merokok
dengan perilaku merokok remaja. Jika dilihat dari perspektif budaya, terdapat
3
adanya budaya lokal yang dapat menimbulkan sikap yang salah tentang rokok.
Sebagai contoh. Pada budaya Jawa didapatkan bahwa pada saat tarnsisi ke usia
dewasa , biasanya pada saat anak dikhitan, dinyatakan dengan orang tua
memberikan rokok pada anaknya.
Dalam upaya menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perilaku
merokok di antara remaja di Kabupaten Blora, peneliti bermaksud melakukan
penelitian di Sekolah Menengah Atas (SMA) I Blora agar dapat dilakukan
tindakan nyata terhadap faktor-faktor tersebut guna menurunkan kebiasaan
merokok di kalangan remaja di Kabupaten Blora.
SMA I Blora dipilih sebagai tempat penelitian dengan alasan terdapat banyak
siswa yang melakukan aktifitas merokok (Anonim:wawancara dengan salah satu
siswa SMA I Blora, 2009), SMA I Blora mempunyai banyak fasilitas yang
memungkinkan para siswa mendapatkan sumber informasi yang cukup
mengenai berbagai bidang ilmu khususnya tentang kesehatan baik melalui buku,
majalah, surat kabar, internet, maupun media lainnya dan SMA I Blora adalah
SMA favorit yang menjadi barometer SMA lain di Kabupaten Blora.
B. Perumusan Masalah
Maka berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan : “Faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku merokok diantara remaja SMA Negeri I
Blora?”
C. Tujuan penelitian
1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok diantara
remaja SMA Negeri I Blora.
4
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan karakteristik yang meliputi : umur, dan pengaruh iklan
rokok.
b. Mengetahui praktik merokok diantara remaja SMA I Blora.
c. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang rokok remaja di SMA I Blora.
d. Mengetahui sikap remaja remaja di SMA I Blora tentang rokok.
e. Mengetahui peranan anggota keluarga dalam perilaku merokok diantara
remaja SMA I Blora.
f. Mengetahui peranan teman dalam perilaku merokok diantara remaja SMA I
Blora
g. Mengetahui kertersediaan informasi tentang bahaya merokok diantara
remaja SMA I Blora
h. Mengetahui hubungan antara karakteristik yang meliputi : umur dan iklan
rokok dengan praktik merokok pada remaja SMA I Blora.
i. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan praktik merokok pada
remaja SMA I Blora.
j. Mengetahui hubungan antara sikap terhadap rokok dengan praktik
merokok pada remaja SMA I Blora.
k. Mengetahui hubungan antara pengaruh anggota keluarga dengan praktik
merokok pada remaja SMA I Blora
l. Mengetahui hubungan antara pengaruh teman dengan praktik merokok
pada remaja SMA I Blora
m. Menganalisis faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap praktik
merokok pada remaja SMA I Blora.
5
D. Manfaat Penelitian
a. Ilmu Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan pengembangan bagi perawat untuk menjalankan
fungsinya sebagai advocator khususnya pada bidang pencegahan munculnya
penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok.
b. Bagi Poltekkes Depkes Semarang
Sebagai sarana pelaksanaan fungsi perguruan tinggi di bidang penelitian dan
pengabdian masyarakat.
c. Bagi Masyarakat
Meningkatkan kesadaran masyarakat di dalam melakukan tindakan pencegahan
atau pengontrolan kebiasaan merokok.
d. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalaman penelitian
dalam bidang penelitian.
E. Ruang Lingup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri I Blora, Kabupaten Blora
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini, peneliti akan menjelaskan tentang landasan teori,
kerangka konsep dan hipotesis yang muncul dalam penelitian ini.
A. Landasan Teori
Dalam landasan teori ini, peneliti akan menjelaskan tentang pengertian remaja,
rokok, pengetahuan, sikap dan perilaku.
1. Remaja
a. Batasan Remaja
Sarwono (1991) menyatakan bahwa remaja adalah suatu masa di
mana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
Monks, Knoers, & Hadinoto 2001 (2001), remaja adalah individu yang
berumur antara 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun sebagai
masa remaja awal, usia 15-18 tahun sebagai masa remaja pertengahan, 18-21
tahun sebagai masa remaja akhir.
b. Perubahan pada Masa Remaja
Nelson (2000) menyatakan bahwa pada masa remaja terjadi perubahan
secara fisik, psikologis, maupun sosial sebagai berikut:
1) Perubahan fisiologis
Perubahan fisik yang dialami anak perempuan adalah adanya
pembesaran payudara dan akibat mulai berproduksinya FSH (Folicle
Stimulating Hormone) dan estrogen maka terjadi pembesaran uterus dan
klitoris, penebalan endometrium dan mukosa vagina, serta labia mayora
7
menjadi lebih vaskular dan sensitif. Pada remaja awal sudah mulai terjadi
menarche pada anak perempuan
Sedangkan pada anak laki-laki, terjadi pembesara testes dan mulai
terjadi mimpi basah. Dibawah pengaruh hormon luteinisasi dan
testosterone, tubulus seminiferus, epididimis, vesika seminalis, dan prostat
membesar. Secara umum, anak perempuan lebih cepat dewasa terjadi bila
dibandingkan dengan anak laki-laki.
2) Perubahan psikologis dan sosial
Ketertarikan remaja pada seks meningkat pada masa pubertas awal.
Secara kognitif, remaja mulai mampu mempertimbangkan berbagai sudut
pandang dan sudah memiliki pemikiran operasional formal yaitu,
kemampuan mengatasi berbagai kemungkinan sebagai suatu kesatuan
yang nyata (Nelson, 2000).
Percepatan perkembangan pada remaja yang berhubungan dengan
pemasakan seksualitas juga mengakibatkan perubahan dalam
perkembangan sosialnya (Monks dkk., 2001). Dalam usaha mencapai
identitas dirinya, seorang remaja sering membantah orang tuanya karena ia
mulai mempunyai pendapat-pendapat sendiri, cita-cita, serta nilai-nilai yang
berbeda dengan orang tuanya. Menurutnya orang tua tidak lagi dijadikan
pegangan, padahal untuk berdiri sendiri ia belum cukup kuat. Hal ini
menyebabkan remaja mudah terjerumus ke dalam perkumpulan remaja
yang anggota-anggotanya adalah teman-teman sebaya yang mempunyai
persoalan yang sama, dan dalam perkumpulan itu mereka bisa saling
memberi dan mendapat dukungan mental (Purwanto, 1999). Menurut
Keniston dan Beacke cit Monks dkk. (2000), sering timbul sifat-sifat khusus
bahkan kebudayaan sendiri pada kelompok remaja.
8
c. Perilaku Berisiko pada Remaja
Purwanto (1999), mengemukakan bahwa masa transisi antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa seringkali menghadapkan individu yang
bersangkutan kepada situasi yang membingungkan. Di satu pihak ia masih
kanak-kanak, di pihak lain ia dituntut bertingkah laku seperti orang dewasa.
Situasi-situasi yang menimbulkan konflik seperti ini menyebabkan perilaku-
perilaku yang aneh, canggung, dan jika tidak terkontrol bisa menjadi kenakalan.
Perilaku-perilaku mengandung risiko sering dijumpai pada remaja.
Diantaranya adalah penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya, serta
tindakan-tindakan menentang bahaya seperti kebut-kebutan, selancar udara,
layang gantung, dan lain-lain. Alasan-alasan untuk malakukan perilaku-perilaku
berisiko bermacam-macam dan berhubungan dengan dinamika fobia-balik
(counterphobic dynamics), rasa takut dianggap tidak cakap, untuk menegaskan
identitas maskulin, dan dinamika kelompok teman sebaya (Kaplan & Sadock,
2001).
2. Rokok dan Merokok
a. Rokok
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 81 Tahun
1999, rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana
rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan
tar dengan atau bahan tambahan.
Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Sekali satu batang
rokok dibakar maka ia akan mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti
nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen sianida, ammonia,
9
acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarine,
etilkatehol-4, ortokresol, perilen, dan lain-lain (Aditama, 1992).
Nikotin, tar, dan karbonmonoksida merupakan komponen penting yang
terkandung dalam sebatang rokok. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan
syaraf, juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami
peningkatan, denyut jantung bertambah, aliran darah pada pembuluh darah
koroner bertambah dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Sitepoe,
2000). Menurut Ichsanti (1994) adanya alkaloid pada nikotin akan
menimbulkan rasa ketagihan pada perokok, tapi nikotin baru dapat
menimbulkan rasa ketagihan pada kadar 5 mgr (4-6 mgr) perhari dari rokok
yang dihisap. Tar sebagai getah tembakau merupakan zat berwarna coklat
berisi berbagai jenis hidrokarbon aromatik polisiklik, amin aromatik dan N-
nitrosamin. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok, dan
bahan organik lain yang habis dibakar.
Karbon monoksida (CO) menimbulkan desaturasi hemoglobin,
menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh
termasuk miokard. CO menggantikan posisi oksigen di hemoglobin,
mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis. Dengan
demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas
darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah (Tandra, 2003).
Komponen kimia yang terdapat dalam sebatang rokok ditunjukkan pada
Gambar 1.1 dibawah ini
10
Gambar 1.1.
Kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam rokok
b. Tipe-tipe Perokok
Menurut Mu’tadin (2002), yang disebut perokok sangat berat adalah
mereka yang mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang per hari dan selang
merokok dengan selang waktu 5 menit setelah bangun pagi. Perokok berat
menghabiskan 21-30 batang rokok per hari dan selang waktu merokoknya 6-30
menit sejak bangun pagi. Perokok sedang merokok 11-21 batang tiap hari
dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi, sedangkan perokok
ringan menghabiskan sekitar 10 batang rokok dengan selang waktu 60 menit
dari bangun pagi.
Klasifikasi tipe perokok yang lain dikemukakan oleh Silvans Tomkins cit
Mu’tadin (2002) yang membagi perokok berdasarkan Management of affect
theory, yaitu:
1). Perokok yang dipengaruhi perasaan positif
11
Dengan merokok, seseorang akan mendapatkan penambahan rasa yang
positif. Tipe ini dikelempokkan lagi menjadi tiga subtype:
a). Pleasure relaxation.
Bagi perokok jenis ini, merokok bertujuan untuk menambah kenikmatan
yang sudah diperoleh, misalnya merokok setelah minum kopi atau
makan.
b). Stimulation to pick them up.
Orang-orang yang termasuk ssdalam tipe ini merokok sekedar untuk
menyenangkan perasaan saja.
c). Pleasure of handling cigarette.
Yang termasuk tipe ini adalah mereka yang memperoleh kenikmatan
merokok dengan memegang rokok, khususnya pada perokok pipa.
Selain itu, yang tergolong dalam tipe ini adalah mereka yang senang
berlama-lama memainkan rokok dengan jari-jarinya sebelum
dinyalakan.
2). Perokok yang dipengaruhi perasaan negatif
Pada tipe ini, rokok digunakan untuk mengurangi perasaan negatif seperti
marah dan cemas.
12
3). Perokok yang adiktif
Perokok tipe ini sudah adiksi nikotin, sehingga akan terus menambah dosis
rokok setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.
4). Perokok yang mengkonsumsi rokok karena kebiasaan
Perokok tipe ini menggunakan rokok karena benar-benar sudah menjadi
kebiasaan rutin. Merokok sudah menjadi perilaku yang bersifat otomatis
bahkan tanpa difikirkan dan tanpa disadari.
c. Proses Merokok
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya,
baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada
sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900 derajat celcius untuk ujung
rokok yang dibakar dan 30 derajat celcius untuk ujung rokok yang terselip di
antara bibir perokok (Harrison, 2000).
Setelah rokok dibakar, sebanyak 25% nikotin masuk kedalam sirkulasi
darah kemudian sampai ke otak dalam waktu 15 detik. Nikotin diterima oleh
reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian membaginya ke jalur imbalan dan
jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan kenikmatan,
memacu sistem dopominergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang,
daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara
pada jalur adrenergik, nikotin akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian
otak lokus seruleus yang mengeluarkan serotonin. Meningkatnya serotonin
menimbulkan rangsangan rasa tenang, sekaligus keinginan mencari rokok lagi
(Waney, 2002).
Asap rokok terdiri atas fase partikulat (unsur padat) dan fase gas. Fase
partikulat tersusun atas tar, hidrokarbon aromatik polinukleus, nikotin, fenol,
kresol, B-naftilamin, N-nitrosonornikotin, benzopiren, trace metal, indol,
13
karbazol, dan katekol. Sedangkan fase gas terdiri atas karbonmonoksida, asam
hidrosianida, akrolein, ammonia, formaldehid, nitrogen oksida, nitrosamine,
hidrazin, dan vinil klorida.
d. Faktor yang Mempengaruhi Seseorang Merokok
1). Pengaruh orang tua
Remaja berasal dari keluarga yang tidak bahagia lebih mudah untuk
menjadi perokok dibandingkan dengan remaja yang berasal dari lingkungan
keluarga yang bahagia. Perilaku merokok remaja lebih banyak ditemukan
pada remaja yang tinggal dengan orang tua tunggal. Remaja juga
cenderung akan merokok jika orang tua mereka merokok (Mu’tadin, 2002).
2). Pengaruh teman
Remaja yang teman-temannya merokok, maka kemungkinan ia akan
menjadi perokok juga. Bahkan menurut Jacken (2002), merokok dalam
pergaulan remaja sering dimanfaatkan sebagai syarat mutlak menjadi
anggota genk
3). Faktor kepribadian
Remaja mencoba untuk merokok dengan alasan ingin tahu, ingin
melepaskan diri dari rasa sakit fisik dan jiwa (Mu’tadin, 2002). Dari berbagai
penelitian, remaja merokok dengan alasan coba-coba, ingin rmembebaskan
diri dari stress, kebosanan, kegelisahan, agar kelihatan jantan, gengsi,
mencari inspirasi, dan lain-lain (Santosa, 1993).
4). Pengaruh iklan
Remaja sering terpancing untuk merokok setelah melihat iklan di media
cetak atau elektronik yang menggambarkan bahwa merokok adalah
lambang kejantanan atau glamour (Mu’tadin, 2002).
e. Bahaya merokok bagi kesehatan
14
Efek merokok yang langsung dirasakan oleh perokok adalah
meningkatnya denyut jantung, berbaunya nafas, berbaunya pakaian,
menurunnya tingkat kesehatan dan kinerja, serta berkurangnya daya kecap dan
penciuman. Sedangkan efek yang bersifat jangka panjang dari merokok adalah
timbulnya noda pada gigi, jerawat dan masalah-masalah kulit lainnya, serta
penyakit-penyakit yang bisa muncul diberbagai sistem tubuh.
Di bawah ini adalah beberapa penyakit yang dapat disebabkan atau
diperburuk oleh rokok:
1). Penyakit saluran pernafasan
Sekitar 56-80% dari semua penyakit pernafasan kronik disebabkan oleh
rokok, termasuk bronchitis kronis dan emfisema. Penggunaan rokok di
Indonesia diperkirakan menyebabkan 4,4% kematian karena penyakit paru
kronik, pneumonia, bronchitis, dan emfisema (Tim Penanggulangan Masalah
Tembakau, 2004).
2). Penyakit kardiovaskuler
Rokok merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner. Merokok
dapat menyebabkan aterosklerosis koronaria dan iskemia akut, trombosi dan
aritmia jantung (Harrison, 2000). Rokok bertanggung jawab terhadap
terjadinya 22% penyakit jantung dan pembuluh darah (WHO, 2002).
3). Kanker
Merokok menyebabkan terjadinya 90% kanker paru pada laki-laki dan 70%
pada wanita dengan tingkat kematian lebih dari 85% (IARC cit Tim
Penanggulangan Masalah Tembakau, 2004). Merokok juga terbukti
menyebabkab kanker mulut dan tenggorokan, kanker ginjal dan kandung
kemih, kanker pancreas, kanker perut, kanker hati, kanker leher rahim,
leukemia, kanker payudara (Jacken, 2002).
15
4). Gangguan kehamilan dan janin
Merokok dapat menghambat proses pembuahan, dan merokok selama
kehamilan dapat menyebabkan ibu hamil berisiko mengalami proses
kahamilan bermasalah, termasuk bayi berat lahir rendah, abortus spontan,
lahir mati, dan lahir cepat (Harrison, 2000).
5). Gangguan seksual
Wanita perokok dapat mengalami penurunan atau penundaan kemampuan
kehamilan. Sedangkan pada pria, merokok dapat meningkatkan risiko
impotensi sebesar 50% (Tim Penanggulangan Masalah Tembakau, 2004).
6). Gangguan saluran gastrointestinal
Pada perokok sering dijumpai penyakit tukak (ulkus), lambung serta
duodenal dan dapat mengakibatkan kematian (Harrison,2000).
7). Penurunan daya ingat
Dari hasil analisis otak yang dilakukan oleh peneliti dari Neuropsychiatric
Institite at the University of California, ditemukan bahwa jumlah tingkat dan
kepadatan sel yang digunakan untuk berfikir jauh lebih rendah pada orang
yang merokok dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Keadaan ini
mempunyai implikasi penurunan daya ingat (Utama, 2005).
8). Depresi
Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok dapat
meningkatkan gangguan depresif bagi individu yang menderitanya (Harrison,
2000).
Rokok dapat menurunkan tingkat harapan hidup seseorang. Umur orang
yang merokok 1-2 bungkus sehari akan berkurang 8,3 tahun dari bukan
perokok dengan umur yang sama (Djunaedi, 2002). Di samping itu,
16
konsumsi rokok mengakibatkan satu kematian setiap sepuluh detik (WHO,
2002).
f. Penanggulangan Perilaku Merokok pada Remaja
Perilaku merokok, terutama pada remaja, perlu diwaspadai dan
dikendalikan karena merokok dapat mengantarkan perokok kepada perilaku
berbahaya yang lebih lanjut, yaitu penggunaan narkoba (Adiningsih, 2001). Hal
ini disebabkan orang-orang yang merokok mempunyai risiko yang lebih besar
untuk mencoba zat adiktif lain yang lebih keras.
Sendi utama penanggulangan masalah merokok adalah penyuluhan terus
menerus dan berkesinambungan tentang bahaya rokok, dan usaha mengubah
perilaku masyarakat. Berdasarkan pengalaman beberapa negara, program ini
berhasil jika ditangani oleh suatu badan nasional yang mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan semua kegiatan penanggulangan masalah rokok (Djunaedi,
2002). Menurut Aditama (1996), program ini perlu melibatkan berbagai pihak
terkait, mulai dari kalangan kesehatan, alim ulama, remaja, teknokrat, politisi,
ahli ekonomi, ahli lingkungan hidup, dan lain-lain.
Pada tahun 1980, Richard Evans berhasil menjalankan suatu program
kampanye antirokok pada remaja. Kampanye antirokok ini dilakukan melalui
poster, film, dan diskusi tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan
merokok. Lahan yang digunakan untuk kampaye ini adalah sekolah, radio, dan
televisi.
g. Pengetahuan tentang Bahaya Merokok
Berbagai informasi mengenai rokok dan bahaya mengenai kesehatan
dapat diperoleh melalui guru, orang tua, tenaga kesehatan, buku-buku
kesehatan, media elektronik, media cetak, teman, dan lain-lain.
17
Dengan adanya berbagai penyuluhan, ceramah, pertemuan ilmiah,
wawancara di TV/radio dan lain-lain, maka masyarakat diharapkan mengetahui
akibat merokok atau bahaya merokok, namun demikian masih banyak yang
mempunyai kebiasaan merokok karena berbagai alas an, antara lain untuk
sarana pergaulan, untuk menghilangkan ketengangan, karena meniru idolanya
juga merokok dan lain-lain (Santoso, 1993).
Aspek-aspek pengetahuan tentang merokok meliputi keuntungan dan
kerugian merokok, zat-zat beracun yang terkandung dalam rokok, penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan penggunaan rokok, akibat negatif asap
rokok, akibat merokok dalam masyarakat, alasan merokok, dampak negatif
merokok di sekolah dan di rumah, perokok pasif, dan bahaya orang tua
merokok.
h. Sikap terhadap Merokok
Sikap terhadap merokok adalah bagaimana pandangan individu tersebut
terhadap merokok akan memberikan gambaran bagaimana kecenderungan
individu dalam memberikan suatu respon yang berhubungan dengan aktivitas
merokok. Dengan demikian bila remaja mempunyai respon positif atau negatif,
suka atau tidak suka dapat mencerminkan pendapat atau keyakinan terhadap
aktivitas merokok.
Sikap positif seseorang terhadap kesehatan kemungkinan tidak otomatis
berdampak pada perilaku seseorang menjadi positif, tetapi sikap yang negatif
terhadap kesehatan hampir pasti dapat berdampak negatif pada perilakunya
(Niven, 2002).
Sikap negatif mengenai merokok masih dapat berubah bila individu
mendapatkan masukan-masukan, pengalaman, atau perilaku lingkungan
positif yang tidak mendukung perilaku merokok.
18
3. Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap
dan praktik atau tindakan yang dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik,
psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak
kejiwaan seperti: pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang
ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan
sosial budaya masyarakat Notoatmodjo (1993).
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (1993) disebutkan bahwa perilaku
seseorang terdiri dari tiga bagian penting, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau tanggapan dan
psikomotor diukur melalui tindakan (praktik) yang dilakukan.
Pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh faktor internal
seperti pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi dan motivasi yang
berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar serta faktor eksternal yang
meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia,
sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Perilaku seseorang yang terukur dari pengetahuan, sikap dan praktik dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang
berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media masa, media
elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat
dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu
sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmodjo
(1993) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan dari akibat
19
proses penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan tersebut sebagian
besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian
pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan
alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.
b. Sikap
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara
langsung sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak
(Notoatmodjo, 1993). Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu serta merupakan respon
evaluasi terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku
masa lalu. Sikap akan mempengaruhi proses berfikir, respon afeksi,
kehendak dan perilaku berikutnya. Jadi sikap merupakan respon evaluasi
didasarkan pada proses evaluasi diri, yang disimpulkan berupa penilaian
positif atau negatif yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi
terhadap obyek (Zimbardo dan Leippe, 1991).
Mar’at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan sikap
pandangan ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang
perkembangannya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak
secara khas terhadap obyek-obyeknya. Dengan kata lain sikap merupakan
produk dari proses sosialisasi, dimana seseorang memberikan reaksi sesuai
dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang mendapat informasi
atau melihat obyek itu, tidak mungkin terbentuk sikap. Meskipun dikatakan
mendahului tindakan, sikap belum tentu merupakan tindakan aktif tetapi
merupakan predisposisi (mempermudah) untuk bertindak senang atau tidak
senang terhadap obyek tertentu mencakup komponan kognisi, afeksi dan
konasi.
20
1) Karakteristik sikap
Sikap merupakan respon evaluasi yang dapat berupa respon positif
maupun negative. Sikap mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a). Sikap mempunyai arah, artinya sikap akan menunjukkan apakah
seseorang menyetujui atau tidak menyetujui, mendukung atau tidak
medukung. Seseorang yang mempunyai sikap mendukung terhadap
suatu obyek berarti mempunyai sikap yang berarah positif terhadap
obyek tersebut, seseorang yang tidak memihak atau tidak
mendukung suatu obyek berarti mempunyai sikap yang arahnya
negatif terhadap obyek yang bersangkutan.
b). Intensitas, artinya kekuatan pada setiap orang belum tentu sama.
Dua orang yang sama-sama sikap positif terhadap sesuatu
mungkin tidak sama intensitasnya dalam arti yang satu bersikap
positif akan tetapi yang lain bersikap lebih positif lagi dari pada yang
pertama. Demikian juga sikap negatif derajat kekuatan yang
bertingkat-tingkat. Tidak semua orang sama tidak sukanya sesuatu,
begitu juga tidak semua orang sama sukanya pada sesuatu.
c). Keluasan, menunjuk pada luas tidaknya cakupan aspek obyek yang
disetujui oleh seseorang. Seseorang dapat mempunyai sikap
mengenal terhadap obyek secara menyeluruh, yaitu terhadap
semua aspek yang ada pada obyek. Sebaliknya seseorang dapat
mempunyai sikap mengenal terhadap sesuatu secara sempit yaitu
mempunyai sikap positif yang hanya terbatas pada sebagian kecil
saja yang menyangkut obyek tersebut.
d). Demikian pula dengan sikap tidak mengenal atau sikap negatif
dapat berupa sikap yang luas cakupannya dalam arti meliputi
21
sebagian besar atau semua aspek obyek dan dapat pula merupakan
sikap negatif yang sangat terbatas hanya pada satu atau dua aspek
saja.
e). Konsistensi, ditunjukan oleh kesesuaian antara pernyataan sikap
yang ditemukan oleh obyek dengan responnya terhadap obyek
sikap. Konsistensi juga ditunjukan oleh tidak adanya kebimbangan
dalam bersikap. Seseorang dapat saja mempunyai sikap yang tidak
konsisten apabila ia menyatakan pada sesuatu tetapi sekaligus juga
tidak mendukung obyek sikap tersebut. Perlu dibedakan antara
sikap yang tidak konsisten, dalam arti bahwa tidak ada kesesuaian
respon sikap dalam diri individu, dengan sikap itu tidak memihak
atau tidak dapat dikatakan sebagai mengenal maupun tidak
mengenal, sedangkan sikap yang tidak konsisten tidaklah dapat
disimpulkan artinya.
f). Spontanitas yaitu, kesiapan subyek untuk menyatakan sikapnya
secara spontan. Suatu sikap dikatakan mempunyai spontanitas
yang tinggi apabila sikap dinyatakan tanpa perlu mengadakan
pengungkapan atau desakan agar subyek menyatakan sikapnya.
22
2) Komponen Sikap
Menurut Azwar (1993) sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu.
a). Komponen Kognitif (cognitive)
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai obyek
sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa
yang telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang kita lihat itu
kemudian berbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau
karakteristik umum suatu obyek.
b). Komponen Afektif (affective)
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif
seseorang terhadap sesuatu obyek sikap. Secara umum komponen
ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c). Komponen Perilaku (Conatif)
Komponen perilaku dalam sikap menunjukan bagaimana perilaku
atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Asumsi dasar
adalah bahwa kepercayaan dan perasaan akan mempengaruhi
perilaku. Maksudnya orang akan berperilaku dalam situasi tertentu
dan terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku
konsisten selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini
membentuk sikap indivual, karena itu logis bahwa sikap seseorang
akan dicerminkannya dalam bentuk perilaku obyek. Sekalipun
diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi evaluasi yang
banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap
dan tindakan nyata sering kali berbeda.
23
3) Faktor-faktor Perubahan Sikap
Dalam perkembangannya sikap dipengaruhi lingkungan, norma-norma
atau grup. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap individu yang
satu dengan individu yang lain karena perbedaan pengaruh atau
lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi
manusia terhadap obyek tertentu atau suatu obyek.
Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan sikap :
1) Faktor Internal, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia.
Faktor ini berupa selektifitas atau daya pilih seseorang untuk
menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari
luar.
2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi
manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok.
c. Praktik (Tindakan)
Praktik menurut Theory Of Reasoned Action, Smet (1994), dipengaruhi
oleh kehendak, sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma
subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan
yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat
orang lain serta motivasi untuk mentaati pendapat tersebut.
Praktik individu terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh persepsi
indivuidu tentang kegawatan obyek, kerentanan, faktor sosiopsikologi, faktor
sosiodemografi, pengaruh media massa, anjuran orang lain serta
perhitungan untung rugi dari praktiknya tersebut. Praktik ini dibentuk oleh
pengalaman interaksi individu dengan lingkungan, khusunya yang
menyangkut pengetahuan dan sikapnya terhadap suatu obyek.
24
Pengaruh pengetahuan terhadap praktik dapat bersifat langsung
maupun melalui perantara sikap. Sedangkan Notoatmodjo (1993)
menyatakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk praktik (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata
(praktik) diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.
Fishbein-Ajzen (1975) dalam Ancok (1989), menyatakan bahwa
keikutsertaan seseorang di dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat
hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat dan perilakunya.
4. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik
Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku,
namun hubungan positif antara kedua variabel ini telah diperlihatkan oleh
Prasetyo (2007) dalam studi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
praktik petugas kusta dalam penemuan penderita baru kusta di Kabupaten
Blora. Didalam penelitian ini dijelaskan bahwa pengetahuan tertentu tentang
kesehatan penting sebelum suatu tindakan terjadi.
Hubungan perilaku dengan sikap, keyakinan dan nilai tidak sepenuhnya
dimengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan
memperlihatkan misalnya bahwa sikap sampai tingkat tertentu merupakan
penentu komponen dan akibat dari perilaku. Hal ini merupakan alasan yang
cukup untuk memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai
faktor predisposisi.
Adanya hubungan yang erat antara sikap dan perilaku didukung oleh
pengertian sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan
untuk bertindak. Terdapat tiga jenis hubungan antara sikap dan praktik sebagai
berikut.
25
a) Keajegan (Concistency). Sikap verbal merupakan alasan yang masuk akal
untuk menduga apa yang akan dilakukan oleh seseorang bila dihadapkan
dengan obyek sikapnya. Dengan kata lain ada hubungan langsung antara
sikap dengan tingkah laku (praktik).
b) Ketidakajegan (inconcistency). Alasan ini yang membantah adanya
hubungan yang konsisten antara sikap dengan tingkah laku (praktik). Sikap
dan tingkah laku adalah dimensi yang individual yang berbeda dan terpisah.
Demikian pula sikap dan tingkah laku adalah tidak tergantung satu sama lain.
c) Keajegan yang tidak tertentu (concistency contingent). Alasan ini
mengusulkan bahwa hubungan antara sikap dan tingakh laku tergantung
pada faktor-faktor situasi tertentu pada variabel antara. Pada situasi tertentu
diharapkan adanya hubungan antara sikap dan tingkah laku, dalam situasi
yang berbeda hubungan itu tidak ada. Hal ini lebih dapat menerangkan
hubungan sikap dan tingkah laku (praktik)
Fishbein-Ajzen menjelaskan bahwa konsep pengetahuan, sikap, niat dan
perilaku dalam kaitannya dengan sesuatu kegiatan biasanya mempunyai
anggapan bahwa adanya pengetahuan tentang manfaat suatu hal, akan
mempunyai sikap positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap positif akan
mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal
tersebut. Niat untuk ikut suatu kegiatan akan menjadi tindakan apabila mendapat
dukungan sosial dan tersedianya fasilitas. Kegiatan inilah yang disebut dengan
perilaku.
a) Keyakinan akan akibat perilaku adalah komponen yang berisikan aspek
pengetahuan tentang akibat positif dari perilaku. Harus diingat bahwa
pengetahuan yang dimaksud tidak selalu sesuai dengan fakta yang
26
sebenarnya. Pengetahuan yang dimaksud hanyalah opini tentang suatu
yang belum tentu sesuai dengan kenyataan.
b) Sikap terhadap perilaku adalah komponen sikap yang berbentuk apakah
sikap yang positif atau negatif tergantung dari segi manfaat atau tidaknya
komponen pengetahuan. Makin banyak manfaat yang diketahui semakin
positif pula sikap yang terbentuk.
c) Keyakinan normative tentang akibat perilaku adalah komponen pengetahuan,
berbeda dengan keyakinan akibat perilaku, komponen ini merupakan
persepsi individu tentang bagaimana pandangan orang lain yang
berpengaruh terhadap dirinya, misalnya orang tua, pejabat, alim ulama atau
orang tertentu jika ia berperilaku positif
d) Norma subyektif terhadap perilaku adalah keputusan yang dibuat oleh
individu setelah mempertimbangkan pandangan orang-orang yang
mempengaruhi norma subyektif terhadap perilaku. Sejauh-mana individu
dapat terpengaruh atau tidak tergantung pada kekuatan kepribadian individu
dalam menghadapi kehendak orang lain.
e) Niat untuk melakukan perilaku secara teoritis terbentuk oleh interaksi antara
kedua komponen yang mendukungnya yaitu sikap terhadap perilaku dan
norma subyektif, tentang ketidak serasian antara kedua komponen mungkin
saja terjadi, perilaku tergantung pula kepada beberapa faktor lain, misalnya
ketersediaan dan keterjangkauan sarana.
f) Perilaku yaitu niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku atau
tindakan yang nampak.
Lawrence Green menyebutkan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi
terhadap perubahan perilaku individu atau kelompok yaitu:
d. Faktor yang mempermudah (Predisposing Factors)
27
Yaitu : faktor pertama yang mempengaruhi untuk berperilaku mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai dan sebagainya, juga dipengaruhi
oleh faktor demografi seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin, besar
keluarga dan lain-lain.
e. Faktor pendukung (Enabling Factors)
Yaitu : faktor yang memungkinkan keinginan terlaksana, meliputi:
ketersediaan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya
kesehatan, prioritas dan komitmen masyarakat/ pemerintah, dan ketrampilan
yang berkaitan dengan kesehatan.
c. Faktor penguat/ pendorong ( Reinforcing Factors ).
Yaitu : faktor yang mendorong terjadinya perubahan tingkah laku kaitannya
dengan kesehatan, meliputi dukungan keluarga, teman sebaya, guru,
majikan dan petugas kesehatan.
Secara umum, konsep yang dikemukakan oleh Lawrence Green dapat
digambarkan dengan diagram sebagai berikut:
5. Kerangka Teori
28
Faktor yang mampermudah/Predisposing factor :PengetahuanKeyakinanNilaiSikap
Variabel demografi tertentu
Faktor Pendukung /Enabling factor :Ketersediaan Sumber daya KesehatanKeterjangkauan sumber daya KesehatanPrioritas dan komitmen Masyarakat /Pemerintah
terhadap KesehatanKetrampilan yang berkaitan dengan pencegahan
penyakit
Faktor Penguat/ Reinforcing factor :KeluargaTeman GuruAtasanPetugas Kesehatan
Masalah Perilaku Spesifik
Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian
Kerangka teori diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Karaktersitik Responden
Merupakan faktor pertama yang mempengaruhi praktik responden dalam
praktik merokok yang meliputi: umur, jenis kelamin, dan pendidikan
29
b. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
Pengetahuan responden tentang rokok akan berdampak positif terhadap
sikap dan selanjutnya sikap positif akan berpengaruh terhadap niat untuk
merokok atau tidak merokok. Niat untuk melakukan perilaku terbentuk oleh
interaksi antara kedua komponen yang mendukungnya yaitu sikap terhadap
perilaku dan norma subyektif tentang perilaku.
Niat untuk merokok akan menjadi tindakan (praktik), apabila mendapat
dukungan sosial dan tersedianya fasilitas.
c. Peranan Keluarga dan teman sebaya
Merupakan salah satu faktor penguat/mendorong (Reinforcing Factors)
terjadinya praktik merokok.
d. Ketersediaan sumber daya kesehatan
Merupakan faktor pendukung di dalam terjadinya praktik merokok yang
meliputi tersedianya informasi-iformasi yang terkait dengan bahaya rokok
bagi kesehatan.
30
6. Kerangka Konsep
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
31
PengetahuanSikap
Ketersediaan Sumber daya KesehatanAnggota keluargaTeman
Perilaku merokok
Variabel bebas Variabel terikat
BudayaFaktor emosi
Variabel pengganggu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian Explanatory Research yaitu
menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melaui pengujian
hipotesa yang telah dirumuskan (Notoadmojo, 2005).
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana subjek
hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan secara kuantitatif maupun
kualitatif terhadap karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan
(Notoadmojo, 2005).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Nopember s/d Desember 2009
bertempat di SMA I Blora
C. Populasi dan Sampel
32
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa yang masih terdaftar sebagai siwa
SMA Negeri I Blora. Populasi ini diambil dengan alasan:
a. Sebagian siswa SMA Negeri I Blora adalah perokok aktif
b. Banyaknya fasilitas yang dimiliki sekolah memungkinkan para siswa
mendapatkan sumber informasi yang cukup mengenai berbagai bidang ilmu
khususnya tentang kesehatan baik melalui buku, majalah, surat kabar,
internet, maupun media lainnya.
c. SMA Negeri I blora adalah SMA favorit yang ada di Kabupaten Blora
sehingga sering dijadikan rujukan oleh SMA lain
2. Sampel
a. Kriteria sampel
Untuk dapat terlibat atau tidak dapat terlibat dalam penelitian, sampel harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
Kriteria inklusi
Kriteria yang memungkinkan sample untuk dapat terlibat dalam penelitian ini
adalah :
a. Siswa yang terdaftar pada SMA Negeri I Blora.
b. Responden masih aktif sebagai siswa di SMA Negeri I Blora.
c. Setuju untuk terlibat dalam penelitian
Kriteria eksklusi
Kriteria yang menjadikan sample tidak dapat terlibat dalam penelitian ini
adalah siswa yang tidak setuju terlibat dalam penelitian
33
b. Teknik Sampling
Teknik sampling proporsional strafied random sampling
digunakan untuk pengambilan sampel penelitian. Tahapan penarikan sampel
selengkapnya dijelaskan sesuai dengan urut-urutan sebagai berikut:
1. Peneliti mengumpulkan data tentang jumlah siswa SMA Negeri I Blora
pada masing-masing tingkat.
2. Dilakukan penghitungan junlah total sampel yang diperlukan dengan
menggunakan rumus Taro Yamane sebagai berikut :
Dimana:
N = Besarnya Populasi
n = Besarnya sampel
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan ( 0,05 )
3. Jumlah total sampel dibagi tiga (kelas 1, kelas 2 dan kelas 3) sesuai
dengan proporsi masing-masing kelas.
4. Setelah ketemu jumlah sampel pada masing-masing kelas, selanjutnya
sampel dibagi dengan jumlah sub kelas (ex: jika jumlah sampel untuk
kelas satu adalah 50, sedangkan jumlah kelas yang ada adalah 5 maka
jumlah sampel untuk tiap sub kelas adalah 10 orang)
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, informasi
tentang bahaya rokok, anggota keluarga dan teman sebaya
2. Variabel terikat
34
Variabel terikatnya yaitu perilaku merokok.
35
E. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
1. Perilaku Merokok
Adalah tindakan menghisap rokok yang dilakukan oleh responden.
2. Pengetahuan tentang rokok
Pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses penginderaan terhadap
suatu obyek. Penginderaan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan
dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya
dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi
yang ingin diukur dari responden.
3. Sikap
Sikap merupakan respon evaluasi didasarkan pada proses evaluasi diri, yang
disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif yang kemudian mengkristal
sebagai potensi reaksi terhadap obyek.
4. Informasi tentang bahaya rokok
Tingkat ketersediaan sarana berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan bahaya
merokok meliputi majalah dinding tentang bahaya merokok, buku perpustakaan
yang berkaitan dengan bahaya rokok
5. Teman
Dua atau lebih entitas sosial yang yang saling berinteraksi dan melakukan
kegiatan-kegiatan yang mereka sukai.
36
6. Anggota Keluarga
Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga
F. Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner yang terdiri dari 3 bagian sebagai
berikut:
1. Karakteristik reponden.
Pada bagian ini terdapat 4 pertanyaan yang terdiri dari 3 pertanyaan tertutup dan
1 pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup yang ada pada bagian ini berkaitan
dengan iklan rokok, dan kegiatan/even yang disponsori oleh perusahaan rokok.
Sedangkan pertanyaan terbuka pada bagian ini menanyakan tentang tanggal
lahir.
2. Kuesioner tentang perilaku merokok
Terdiri atas 5 pertanyaan yang terdiri dari 3 pertanyaan tertutup tentang
kebiasaan merokok serta alasan merokok dan 2 pertanyaan terbuka tentang
umur pertama kali merokok dan jumlah rokok yang dihabiskan setiap harinya.
3. Kuesioner pengetahuan tentang rokok.
Bagian ini terdiri dari 15 pertanyaan tertutup yang menanyakan pengetahuan
responden tentang rokok yang meliputi zat yang terkandung didalam asap rokok,
bahaya rokok bagi kesehatan, dan anggapan yang salah tentang rokok.
Penilaian dilakukan dengan memberi nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0
untuk jawaban salah. Jadi nilai tertinggi yang mungkin diperoleh setiap
responden adalah 15 dan nilai terendah adalah 0.
4. Kuesioner sikap terhadap rokok.
37
Bagian ini terdiri dari 20 pertanyaan tertutup yang menanyakan sikap
responden terhadap rokok. Pertanyaan disusun dalam bentuk Likert Scale
dengan rentang jawaban mulai dari sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju
(TS), dan sangat tidak setutuju (STS).
Penilaian untuk pertanyaan nomor 1,6,8,11,16,17,19 dan 20 dilakukan
dengan cara memberi nilai 4 untuk jawabab SS, nilai 3 untuk jawaban S, nilai 2
untuk jawaban TS dan nilai 1 untuk jawaban STS. Sedangkan penilaian
pertanyaan nomor 2,3,4,5,7,9,10,12,13,14,15, dan 18 dilakukan dengan cara
memberi nilai 1 untuk jawabab SS, nilai 2 untuk jawaban S, nilai 3 untuk jawaban
TS dan nilai 4 untuk jawaban STS. Jadi nilai tertinggi yang mungkin diperoleh
setiap responden pada kuesioner bagian ini adalah 80 dan nilai terendah yang
mungkin diperoleh responden adalah 20.
5. Kuesioner anggota keluarga.
Terdiri dari pertanyaan 2 tertutup tentang ada tidaknya anggota keluarga
yang merokok dan pernan anggota keluarga di rumah.
6. Kuesioner teman
Terdiri dari 3 pertanyaan yang menanyakan tentang ada tidaknya teman yang
merokok, keeratan hubungan pertemanan antara responden dengan teman yang
merokok dan pernah atau tidaknya klien ditawari rokok oleh temannya.
38
7. Kuesioner ketersediaan informasi tentang rokok
Terdiri dari 2 pertanyaan yang menanyakan tentang pernah atau tidaknya
responden memperoleh informasi tentang bahaya rokok dan sumber informasi
terkait dengan masalah rokok.
G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Uji validitas dan reliabilitas akan dilakukan pada 50 sampel yang ditarik dari
SMA Negeri I Blora yang terbagi secara merata mulai dari kelas X, kelas XI dan
Kelas XII dimana masing-masing kelas diambil 2 orang sampel. Sampel yang sudah
digunakan pada uji coba kuesinoer sudah tidak memiliki hak untuk menjadi sampel
pada saat pengambilan data.
Uji validitas dan reliabilitas intrumen penelitian
a. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahian suatu instrument. (Arikunto, 2005). Sebuah instrument dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari
variable yang akan diteliti secara tepat. Teknik uji validitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik korelasi product
moment. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan program bantu
SPSS 16. Butir pertanyaan dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r
tabel.
Pada hasil uji validitas kuesinoer pengetahuan, didapatkan bahwa semua
butir pertanyaan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel (0.279 pada taraf
signifikansi 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa butir-butir
pertanyaan yang terkait dengan pengetahuan responden tentang rokok adalah
valid.
39
Uji validitas kuesinoer sikap juga menunjukkan bahwa semua butir
pertanyaan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel (0.279 pada taraf
signifikansi 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa butir-butir
pertanyaan yang terkait dengan sikap responden tentang rokok adalah valid.
b. Reliabilitas
Instrumen sebagai alat pengukur data harus reliabel yang artinya instrumen
tersebut dapat memberikan hasil yang sama didalam pengukuran berulang.
Pengujian Reliabilitas di dalam penelitian ini menggunakan teknik cronbach
alpha dan diolah dengan menggunakan program bantu SPSS 16. Instrumen
dikatakan reliabel apabila mempunyai nilai siginifkansi alpha lebih kecil dari r
tabel.
Hasil analisa untuk menguji reliabilitas kuesioner menunjukkan bahwa nilai
cronbach alpha untuk kuesioner pengetahuan adalah 0.886 dan nilai cronbach
alpha untuk kuesinoer sikap adalah 0.897. Apabila dibandingkan dengan r tabel
yang besarnya adalah 0.279, maka dapat disimpulkan bahwa kuesinoer
pengetahuan dan kuesioner sikap adalah reliable.
40
H. Cara Pengumpulan data
1. Data primer adalah data atau materi yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti pada
saat berlangsungnya suatu penelitian.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lingkungan peneliti seperti hasil
penelitian sebelumnya, data dari sekolah dan sumber lain yang menunjang
penelitian.
I. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Pengolahan data pada penelitian ini akan dilakukan bertahap sebagai berikut :
a. Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban atau hasil-hasil yang
ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai
masing-masing jawaban dengan kode berupa angka. Kemudian dimasukkan
dalam tabel kerja guna mempermudah membacanya.
b. Tabulating adalah memasukkan data–data hasil penelitian ke dalam tabel-
tabel sesuai kriteria.
c. Editing berfunsi untuk meneliti kembali apakah isian lembar kuisioner sudah
lengkap. Editing dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga apabila ada
kekurangan dapat segera dilengkapi.
2. Analisa Data
Hasil pendataan diolah dan dianalisa untuk mengetahui perubahan
variabel bebas yang meliputi karakteristik responden (umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan pelatihan), pengetahuan, sikap, dan peranan petugas
kesehatan, terhadap variabel terikat yaitu praktik deteksi dini penderita kusta,
dalam pernyataan hipotesis. Analisa yang digunakan adalah analisis univariat,
analisis bivariat dan analisis multivariat
a. Analisis Univariat
41
Analisis univariat dilakukan untuk memberikan gambaran secara umum
terhadap variabel karakteristik responden (umur responden, paparan
terhadap iklan rokok, dan kegiatan/even yang disponsori oleh perusahaan
rokok), pengetahuan, sikap, informasi tentang bahaya rokok, anggota
keluarga dan teman sebaya. Pertanyaan tertutup yang ada pada bagian ini
berkaitan dengan iklan rokok, dan kegiatan/even yang disponsori oleh
perusahaan rokok. Sedangkan pertanyaan terbuka pada bagian ini
menanyakan tentang tanggal lahir.
b. Analisis Bivariat
1) Tabulasi silang
Tabulasi silang (crostab) pada prinsipnya untuk menyajikan data dalam
bentuk tabel yang meliputi baris dan kolom. Analisis ini dilakukan untuk
melihat pola atau kecenderungan hubungan antar dua variabel yang
diteliti dan dibuat dalam bentuk tabel distribusi silang dari variabel
penelitian yang dikelompokkan sesuai dengan pengelompokan skor
2) Uji Hipotesis.
Analisis ini dilakukan dengan analisis statistik Chi Square. Tujuan
analisis ini adalah untuk mengetahui ada hubungan yang signifikan
antara masing-masing variabel. Bagaimana arah hubungan dan seberapa
besar hubungan tersebut
Hipotesis penelitian :
Ho : Tidak ada hubungan (korelasi) antar dua variabel.
Ha : Ada hubungan (korelasi) antar dua variabel.
Dasar pengambilan keputusan (berdasarkan tingkat kemaknaan)
1). Jika tingkat kemaknaan >0,05 maka Ho diterima.
2). Jika tingkat kemaknaan < 0,05 maka Ho ditolak.
42
Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0-1, nilai 0 menunjukkan
tidak ada hubungan, dan 1 menunjukkan yang sempurna. Nilai koefisien
korelasi ini dapat dilihat sebagai berikut (Sarwono:2006).
0,00 – 0,199 : Sangat lemah.
0,20 – 0,399 : Lemah.
0,40 – 0,599 : Sedang.
0,60 – 0,799 : Kuat.
0,80 – 1,000 : Sangat kuat.
c. Analisis Multivariat
Analisis Multivariat dilakukan untuk mengalisa hubungan variabel
bebas yang meliputi karakteristik responden, pengetahuan, sikap,
komitmen Masyarakat /Pemerintah terhadap Kesehatan, keluarga dan
teman terhadap variabel terikat yaitu praktik merokok, serta untuk
memprediksi variabel terikat apabila terjadi perubahan atas variabel
bebas. Disamping itu dalam analisis multivariat dapat diketahui besar
sumbangan/ faktor yang paling dominan dari variabel bebas terhadap
variabel terikat. Analisis yang digunakan adalah Regression Logistic
Analysis.
H. Etika Penelitian
Penelitian menekankan informed consent ( lembar persetujuan ) dengan
tujuan respoden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta dampaknya. Jika
responden bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan
jika tidak bersedia peneliti harus menghormati keputusan dari respoden. Untuk
menjaga kerahasiaan dari responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden
tetapi cukup memberikan nomor kode atau inisial nama.
43