motif rokok bagi remaja perempuan di ... - jurnal.umrah.ac.id
TRANSCRIPT
MOTIF ROKOK BAGI REMAJA PEREMPUAN
DI KOTA TANJUNGPINANG
Naskah Publikasi
Oleh
DIAN ROSANTY
NIM: 100569201125
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
1
2
MOTIF ROKOK BAGI REMAJA PEREMPUAN
DI KOTA TANJUNGPINANG
Dian Rosanty [email protected] Sri Wahyuni, M.Si [email protected]
Nanik Rahmawati, M.Si [email protected]
ABSTRAK
Saat ini sudah tidak terlihat perbedaan pada remaja laki-laki dan perempuan. Remaja
perempuan sudah banyak yang tidak menghiraukan keadaan di sekitar seperti melakukan kegiatan
merokok bersama teman sebaya, bahkan kegiatan tersebut dilakukan disaat pengunjung sedang
ramai. Kegiatan ini seakan menjadi gaya hidup remaja perempuan yang mengganggap merokok itu
adalah wajar. Namun bagi sebagian besar masyarakat perilaku tersebut adalah suatu
penyimpangan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat yaitu norma kesopanan yang
mengganggap merokok bukanlah hal yang pantas dilakukan oleh kaum perempuan yang
diidentifikasi sebagai makhluk yang lembut, berperilaku santun, menjaga dan mentaati peraturan.
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana remaja
perempuan di Akau Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang memaknai rokok.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling, karena peneliti
memilih subjek yang memiliki pengetahuan dan informasi tentang apa yang diteliti. Informan
dalam penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri dari remaja perempuan perokok di Akau
Pelabuhan yang dapat menjawab hasil penelitian peneliti.
Pada penelitian ini konsep teori yang digunakan merupakan sebuah teori dari Kartini
Kartono yang menyatakan bahwa teori sosiogenis yang merupakan penyebab terjadinya kenakalan
remaja seperti struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial dan internalisasi
simbolis yang keliru.
Motif rokok dalam pergaulan remaja perempuan di Akau Pelabuhan baik itu dari mereka
yang perokok aktif maupun mereka yang sebagian besar merupakan perokok pasif adalah agar
mereka dapat diterima di tengah-tengah pergaulan mereka bersama remaja perempuan sebaya.
Mereka menganggap bahwa rokok mempunyai simbol dan mereka menyimbolkan rokok sesuai
dengan pemikiran serta kebutuhan mereka masing-masing. Meskipun sebagian besar dari mereka
memilih merokok hanya sebagai motif yang didapat dari pengaruh teman dalam kelompok yang
mendorong individu agar merokok dengan alasan bahwa rokok sebagai penghilang stres, tidak
dianggap sebagai anak kecil dan tidak dianggap kuper (kurang pergaulan).
Kata Kunci : Remaja Perempuan, Rokok.
3
MOTIF ROKOK BAGI REMAJA PEREMPUAN
DI KOTA TANJUNGPINANG
Dian Rosanty [email protected] Sri Wahyuni, M.Si [email protected]
Nanik Rahmawati, M.Si [email protected]
ABSTRACT
There is now no visible difference in adolescent boys and girls. Adolescent girls have
much to ignore the circumstances surrounding such conduct smoking with peers, even those
activities performed while visitors crowded. This activity seemed to be the lifestyle of young
women who smoke assume it is reasonable. But for most people, this behavior is a deviation of
social norms prevailing in the society norms of courtesy assume that smoking is not the proper
thing done by women identified as being gentle, polite behavior, maintain and comply with
regulations. As for the goal of this research is to determine how the girls in Sri Bintan Pura
Harbour akau Tanjungpinang meaning of cigarettes.
In this study, researchers used purposive sampling technique, because the researchers
chose a subject that has the knowledge and information about what is being investigated.
Informants in this study amounts to 5 (five) people consisting of adolescent female smokers in
akau Port Sri Bintan Pura Tanjungpinang that can address the results of the study investigators.
In this study the theoretical concepts used is a theory of Kartini Kartono stating that
sosiogenis theory that the cause of juvenile delinquency as a social structure that deviatif, pressure
groups, social role and internalization of symbolic erroneous.
Meaning of cigarettes in the association adolescent girls in Port akau both of them were
active smokers or those who mostly a passive smoker is so that they can be received in the middle
of their association with young women the same age. They assume that cigarettes have their
symbols and symbolic thinking and cigarettes according to their respective needs . Although most
of them choose to smoke just as a motif derived from the influence of friends in the group
encourage individuals to smoke on the grounds that the cigarettes as a stress reliever , is not
regarded as a small child and is not considered squirt (less socially).
Keywords: Young Women, Cigarettes.
4
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pravalensi merokok di Indonesia dari
tahun ke tahun cenderung mengalami
peningkatan. Menurut laporan WHO Tahun
2008 untuk Indonesia, statistik perokok dari
kalangan remaja adalah 24,1% remaja putra
dan 4,0% remaja putri atau sekitar 13,5%
remaja di Indonesia. Sedangkan statistik
perokok dari kalangan dewasa adalah 63%
pria dan 4,5% wanita atau sekitar 34%
perokok dewasa. Jika digabungkan antara
perokok dari kalangan remaja dan kalangan
dewasa, maka jumlah perokok di Indonesia
adalah sekitar 27,6%. Sedangkan presentase
perokok di Indonesia pada Tahun 2010 yang
tercatat oleh Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) mencapai 34,7%. Terjadi
peningkatan jumlah perokok sebanyak 7,1%
dalam 2 (dua) tahun. Meskipun jumlah
tersebut didominasi oleh perokok yang
berusia produktif, yaitu 25-64 tahun,
kebiasaan merokok di Indonesia ternyata
sudah dimulai pada usia sangat dini (dalam
Anggarani, 2011).
Perokok di masyarakat Indonesia
ternyata tidak hanya dilakukan oleh
kalangan dewasa saja, tetapi juga pada
remaja. Perilaku merokok laki-laki dan
perempuan umumnya pertama kali
dilakukan ketika memasuki usia remaja.
Merokok dikalangan perempuan dianggap
sebagai perilaku yang menyimpang. Secara
tradisional, perempuan di Indonesia
dianggap tidak pantas merokok. Perilaku
merokok pada perempuan, cenderung diberi
label negatif oleh masyarakat. Hingga saat
ini stigma dan anggapan negatif mengenai
wanita yang menjadi perokok aktif masih
banyak ditemui. Masyarakat yang masih
tidak berfikir terbuka masih menganggap
bahwa perempuan yang merokok adalah
perempuan yang “tidak baik”, “nakal”, atau
bahkan “jalang”. Pandangan semacam ini
masih umum ditemui dalam masyarakat
Indonesia, dan kebanyakan orang gampang
memberi penafsiran atau menghakimi bahwa
wanita perokok adalah rendah. Para remaja
putri perokok tentunya menyadari resiko
yang mereka hadapi bila mereka merokok.
Selain resiko kesehatan ada pula resiko
dipandang buruk oleh orang-orang di sekitar
mereka. Banyak dari masyarakat yang
langsung memandang miring perempuan
yang merokok, tanpa mereka mengetahui
apa yang menjadi alasan yang ada di balik
perempuan yang memilih untuk merokok
(Handayani, dkk. 2012 dalam Martini,
2014).
Merokok tidak lepas dari pergaulan
remaja masa kini. Saat ini kebiasaan
merokok tidak hanya dilakukan oleh
kalangan remaja laki-laki saja, banyak juga
dari kalangan remaja perempuan yang turut
serta dalam penyimpangan ini. Merokok
merupakan suatu pemandangan yang sudah
tidak asing lagi, bahkan di berbagai kawasan
sudah banyak ditemui berbagai dari
kalangan remaja perempuan yang
mengkonsumsinya tanpa rasa malu, bahkan
tidak lagi mempedulikan keadaan yang ada
sekitarnya.
Meningkatnya perokok dikalangan remaja
perempuan tidak lepas dari arus
5
moderenisasi yang mempengaruhi gaya
hidup, namun di dalam budaya masyarakat
Melayu, merokok dikalangan remaja
perempuan dianggap tidak sesuai dengan
nilai-nilai norma yang berlaku di dalam
masyarakat. Norma kesopanan dan
kebiasaan yang selama ini dipelihara oleh
masyarakat Melayu menilai perempuan yang
merokok dianggap sebagai hal yang tidak
sesuai dengan budaya santun dalam
berperilaku. Sejak dahulu wanita Melayu
pada umumnya cenderung lebih berhati-hati
dan lebih selektif dalam bertindak terutama
dalam menjaga martabatnya. (Abdul
Rahman Ahmad Hanafiah, Komunikasi
Budaya: Integrasi Sosial Adat Resam
Melayu, 2002).
Saat ini, banyak remaja perempuan di
Tanjungpinang yang merokok. Mereka
berkumpul dan sudah tidak segan lagi untuk
menghisap rokok di tempat umum. Aktifitas
merokok mereka lakukan ketika sedang
berkumpul bersama-sama dengan kelompok,
teman sebaya, bahkan di depan orang
banyak disaat mereka sedang
membutuhkannya. Aktifitas merokok yang
dilakukan oleh remaja perempuan yang
terlihat di Akau Pelabuhan Sri Bintan Pura
Tanjungpinang bukan hal yang asing lagi,
mereka yang tidak lagi mempedulikan
keadaan sekitar serta sibuk dengan aktifitas
mereka masing-masing dan menganggap
bahwa apa yang mereka lakukan tidak
mengganggu pengunjung yang ada disana.
Bahkan banyak juga terlihat dari mereka
yang bangga dengan menyelipkan sebatang
rokok diantara selah jari mereka yang
sengaja ingin dilihat oleh pengunjung lain
serta masyarakat yang ada di kawasan Akau
Pelabuhan bahwa ada kebanggaan tersendiri
bagi mereka yang dapat menghisap rokok
diusia yang masih remaja. Dengan
menghisap rokok bersama teman sebaya di
Akau Pelabuhan, banyak dari remaja
perempuan yang ingin diakui dalam
pergaulan, mereka tidak mau dikatakan
kuper (kurang pergaulan), karena bagi
sebagian besar remaja perempuan perokok
di Akau Pelabuhan dianggap gaul adalah
sebuah harapan.
Akau Pelabuhan merupakan akses bagi
masyarakat yang ingin berpergian pada
waktu pagi hingga malam hari dikarenakan
jarak Akau Pelabuhan yang dekat dengan
pelabuhan, pusat pemerintahan, pasar, bank,
penginapan, dan lain-lain. Di sisi lain, Akau
Pelabuhan juga merupakan tempat terbuka
yang menjadi pusat aktifitas dalam
berkendara bagi masyarakat Tanjungpinang.
Pada kenyataannya masyarakat yang berada
di lokasi penelitian ini tidak mempedulikan
keadaan sekitar dimana masyarakat acuh tak
acuh dengan melihat adanya aktifitas-
aktifitas yang dianggap hal biasa, namun hal
ini menjadi kontradiktif dengan norma-
norma yang berlaku di dalam masyarakat
Melayu yang menganggap perempuan
merokok merupakan hal yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh perempuan,
khususnya di Akau Pelabuhan, Kota
Tanjungpinang.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka
peneliti tertarik untuk membuat penelitian
6
yang berjudul “Motif Rokok Bagi Remaja
Perempuan di Kota Tanjungpinang”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada penelitian yang telah
diuraikan di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengkaji lebih dalam mengenai
penyimpangan yang dilakukan oleh remaja
perempuan ke dalam perumusan masalah:
Bagaimana motif rokok bagi remaja
perempuan di Akau Pelabuhan Sri Bintan
Pura Tanjungpinang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini yaitu untuk mengetahui
bagaimana remaja perempuan
menjadikan rokok sebagai motif di
Akau Pelabuhan Sri Bintan Pura
Tanjungpinang.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa
selanjutnya yang tertarik untuk
mengkaji atau melakukan penelitian
yang berkaitan dengan juvenile
delinquency (kenakalan remaja) remaja
perempuan perokok di Akau Pelabuhan
Sri Bintan Pura Tanjungpinang.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menambah ilmu pengetahuan
mengenai bagaimana kalangan remaja
perempuan perokok melakukan
aktifitasnya dalam pergaulan sesama
teman-teman sebayanya dalam suatu
kelompok dan lingkungan masyarakat
secara umum. Secara garis besar
memahami fenomena sosial yang terjadi
di Akau Pelabuhan Sri Bintan Pura
dalam melihat aktifitas yang terjadi
pada kalangan remaja perempuan
perokok.
II. KONSEP TEORI
1. Perilaku Menyimpang
Secara umum perilaku menyimpang
dapat diartikan sebagai tingkah laku yang
melanggar atau bertentangan dengan aturan
yang bersifat normatif. Menurut Robert M.Z
Lawang (dalam Kamanto Sunarto, 2006: 78)
bahwa perilaku menyimpang adalah semua
tindakan yang menyimpang dari norma yang
berlaku dalam sistem sosial dan
menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang dalam sistem itu untuk
memperbaiki perilaku menyimpang.
Menurut Lemert (Kamanto Sunarto, 2006:
78) penyimpangan dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu penyimpangan primer dan
penyimpangan sekunder. Penyimpangan
primer adalah suatu bentuk perilaku
menyimpang yang bersifat sementara dan
tidak dilakukan secara terus-menerus
sehingga masih dapat ditolerir masyarakat
seperti melangggar lalu lintas, buang sampah
sembarangan, dan lain-lain. Sedangkan
penyimpangan sekunder yakni perilaku
menyimpang yang tidak dapat ditoleransi
dari masyarakat dan umumnya dilakukan
berulang kali seperti merampok,
menjambret, memakai narkoba, menjadi
pelacur, tawuran, dan lain-lain.
7
Adapun sebab terjadinya perilaku
menyimpang antara lain yaitu (Acep Derby,
2012):
1. Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna
(ketidaksanggupan menyerap norma-norma
kebudayaan). Apabila proses sosialisasi
tidak sempurna, maka dapat melahirkan
suatu perilaku menyimpang. Proses
sosialisasi tidak sempurna terjadi karena
nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari
kurang dapat dipahami dalam proses
sosialisasi yang dijalankan, sehingga
seseorang tidak memperhitungkan resiko
yang terjadi apabila ia melakukan perbuatan
yang tidak sesuai dengan nilai dan norma
sosial yang berlaku. Contoh perilaku
menyimpang akibat ketidaksempurnaan
proses sosialisasi dalam keluarga, bahwa
anak-anak yang melakukan kejahatan
cenderung berasal dari keluarga yang
retak/rusak, artinya ia mengalami
ketidaksempurnaan dalam proses sosialisasi
dalam keluarganya.
2. Proses Belajar yang Menyimpang.
Dalam proses belajar ini terjadi karena
melalui interaksi sosial dengan orang lain
terutama dengan orang-orang yang memiliki
perilaku menyimpang dan sudah
berpengalaman dalam hal menyimpang.
3. Ketegangan antara Kebudayaan dan
Struktur Sosial. Apabila peluang untuk
mencari cara-cara dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya tidak diberikan, maka
muncul kemungkinan akan terjadinya
perilaku menyimpang. Contoh pada
masyarakat feudal tuan tanah memiliki
kekuasaan istimewa atas warga yang
berstatus buruh tani atau penyewa sehingga
tuan rumah dapat melakukan tindakan
sewenang-wenang pada para buruh atau
penyewa tanah yaitu dengan menurunkan
upah ataupun kenaikan harga sewa. Apabila
kesewenang-wenangan itu terjadi secara
terus-menerus, maka dapat memicu
terjadinya perilaku menyimpang yang
dilakukan oleh buruh dan penyewa tanah
yaitu dengan melakukan kekerasan,
perlawanan, penipuan, atau bahkan akan
terjadinya pembunuhan.
4. Ikatan Sosial yang Berlainan.
5. Hasil Sosialisasi dari Nilai-nilai
Subkebudayaan yang Menyimpang.
Menurut Kartini Kartono (2010:25-31)
bahwa penyimpangan dan patologis secara
sosial dapat digolongkan menurut beberapa
teori sebagai berikut:
1. Teori Biologis
Secara biologis, tingkah laku yang
ditampilkan anak-anak dan remaja muncul
karena faktor-faktor fisiologis dan jasmaniah
melalui gen, pewarisan tipe-tipe
kecenderungan yang abnormal, dan melalui
pewarisan kelemahan konstitusional
jasmaniah.
2. Teori Psikogenis
Teori ini lebih menekankan pada aspek-
aspek psikologis atau psikis kejiwaan dari
anak-anak, antara lain: faktor intelegensi,
cirri-ciri dari kepribadian, motivasi, sikap-
sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi,
internalisasi diri yang keliru, konflik batin,
emosi yang controversial, dan
kecenderungan psikopatologis.
8
3. Teori Sosiogenis
Kenakalan remaja adalah murni
sosiologis atau sosial-psikologis sifatnya.
Misalnya disebabkan oleh pengaruh struktur
sosial yang deviatif, tekanan kelompok,
peranan sosial, internalisasi simbolis yang
keliru (pendefinisian diri/konsep diri).
2. Juvenile Delinquency
Juvenile berasal dari bahasa latin
juvenilis, artinya anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa muda, sifat-sifat
khas pada periode remaja. Sedangkan
delinquent berasal dari kata latin
“delinquere” yang berarti terabaikan,
mengabaikan, yang kemudian diperluas
artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal,
pelanggaran aturan, pembuat ribut,
pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki
lagi, durjana, dursila, dan lain-lain.
Pada umumnya perilaku kenakalan yang
dilakukan oleh anak dan remaja dimaknai
sebagai suatu bentuk yang tidak sesuai
dengan norma-norma yang hidup di tengah-
tengah masyarakat. Perilaku anak yang tidak
sesuai dengan norma itu dianggap sebagai
anak yang cacat sosial dan kemudian
masyarakat menilai cacat tersebut sebagai
sebuah kelainan sehingga perilaku
merekapun disebut dengan kenakalan.
Kejahatan remaja yang merupakan
gejala penyimpangan dan patologis secara
sosial itu juga dapat dikelompokkan dalam
satu kelas defektif secara sosial dan
mempunyai sebab-musabab yang majemuk,
jadi sifatnya multi-kausal. Dalam Kartono
(2010: 28) dijelaskan bahwa terdapat teori
mengenai terjadinya juvenile delinquency
yaitu teori sosiogenis yaitu teori yang
disebabkan oleh pengaruh struktur sosial
yang deviatif, tekanan kelompok, peranan
sosial, dan internalisasi simbolis yang keliru.
III. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif yaitu berupaya
menggambarkan suatu fenomena remaja
perempuan merokok yang diteliti secara apa
adanya di lapangan. Menurut Sugiyono
(2006), bahwa penelitian deskriptif kualitatif
adalah penelitian yang dilakukan terhadap
variabel mandiri yaitu tanpa perbandingan
atau menggabungkan variabel lain.
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik
mengambil lokasi penelitian di kedai kopi
pelabuhan tepatnya Akau Pelabuhan, Kota
Tanjungpinang. Alasan peneliti mengambil
lokasi penelitian ini dikarenakan lokasi
tersebut merupakan salah satu tempat
tongkrongan bagi remaja, kemudian di
lokasi ini juga merupakan akses bagi
masyarakat pada waktu pagi hingga malam
hari dikarenakan Akau Pelabuhan jaraknya
yang dekat dengan pusat pemerintahan,
pasar, bank, penginapan, dan lain-lain
merupakan tempat terbuka yang menjadi
akses lalu lalang bagi masyarakat
Tanjungpinang.
3. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik purposive sampling,
karena peneliti memilih subjek yang
memiliki pengetahuan dan informasi tentang
apa yang akan diteliti. Menurut Sugiyono
9
(2006: 218-219), menjelaskan bahwa
“tekhnik purposive sampling” merupakan
teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu.
Oleh karena itu peneliti akan
menggunakan informan untuk memperoleh
berbagai informasi yang diperlukan selama
dalam proses penelitian. Informan dalam
penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang yang
terdiri dari remaja perempuan perokok di
Akau Pelabuhan Sri Bintan Pura
Tanjungpinang yang dapat menjawab hasil
penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti
mengambil 5 (lima) orang informan yang
diantaranya 3 (tiga) adalah perokok pasif
dan 2 (dua) merupakan perokok aktif.
Berdasarkan dari kelima informan diatas,
beberapa orang diantara mereka adalah
perempuan yang berusia remaja (12-21
tahun), masih berstatus sebagai pelajar
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
dan pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) yang menganggap bahwa dengan
mereka merokok, maka akan dianggap gaul
oleh masyarakat pada umumnya. Pelabelan
itu didapat ketika para remaja perempuan ini
sedang berkumpul bersama teman sebaya di
Akau Pelabuhan.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Menurut (Kriyantono, 2007: 34)
yang menyatakan bahwa sumber primer
adalah data yang diperoleh dari sumber
data atau tangan pertama di lapangan.
Dimana sumber data ini didapat
langsung melalui informan yang
dianggap berpotensi dalam memberikan
informasi yang relevan dan sebenarnya
di lapangan, seperti informasi mengenai
aktifitas yang biasa remaja perempuan
perokok lakukan bersama teman sebaya
di Akau Pelabuhan Sri Bintan Pura
Tanjungpinang.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari sumber kedua atau
sekunder (Kriyantono, 2007: 34).
Sumber data yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah sumber data kedua
yang dapat menunjang dalam penelitian
yang dibutuhkan seperti buku, internet
yang bertujuan untuk melengkapi dan
menajamkan makna daripada hasil
penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Pada penelitian ini, peneliti
melakukan pengumpulan data dengan
cara melakukan observasi di objek
penelitian, dimana dapat menjelaskan
bahwa peneliti melihat secara langsung.
Teknik observasi ini melakukan
pengamatan langsung peneliti di
lapangan berkenaan dengan kegiatan
merokok yang dilakukan oleh remaja
perempuan bersama teman sebaya di
Akau Pelabuhan Sri Bintan Pura
Tanjungpinang saat mereka sedang
berkumpul, melakukan aktifitas mereka
dengan menghisap beberapa batang
rokok bersama teman sebayanya.
10
b. Wawancara
Wawancara adalah peneliti
melakukan tanya jawab secara langsung
kepada responden untuk mendapatkan
informasi mengenai remaja perempuan
yang merokok di Akau Pelabuhan Sri
Bintan Pura Tanjungpinang dan menjadi
alat pengumpulan data yang digunakan
peneliti yaitu pedoman wawancara.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu pengumpulan
data melalui buku-buku atau literatur-
literatur yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan di lapangan.
Alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini adalah alat perekam suara,
kamera dan kertas catatan lapangan.
F. Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang
sangat penting dalam metode penelitian
karena dengan analisa data tersebut dapat
diberi arti dan makna yang berguna dalam
memecahkan masalah dalam penelitian.
Analisa data yang dilakukan sejak awal
sampai akhir penelitian bertujuan untuk
memahami makna yang terkandung dalam
data. Data yang diperoleh akan dianalisis
melalui analisa deskriptif kualitatif, yaitu
data yang diperoleh, dilukiskan atau
digambarkan secara sistematis sehingga
dapat diperoleh suatu kesimpulan.
IV. PEMBAHASAN
A. Profil Informan
Profil informan yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah berupa
informasi-informasi mengenai identitas dari
informan seperti nama informan yang
berupa inisial dikarenakan informan tidak
ingin namanya tercantum dan diketahui oleh
orang lain sesuai dengan keinginan informan
sendiri, status informan dalam dunia
pendidikan, umur informan, jenis kelamin
informan (gender), dan tempat tinggal
informan. Dengan mendeskripsikan profil
dari informan-informan ini diharapkan agar
dapat memahami secara mendalam terhadap
bagaimana motif rokok bagi remaja
perempuan yang berkumpul di Akau
Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang.
Jumlah informan disini adalah sebanyak
5 (lima) orang remaja perempuan yang
merokok di Akau Pelabuhan Sri Bintan Pura
Tanjungpinang. Awalnya peneliti tidak
mengenal dengan kelima orang remaja
perempuan yang menjadi informan, disini
peneliti meminta tolong kepada karyawan
yang bekerja di Akau Pelabuhan untuk
memperkenalkan peneliti dengan informan
dengan harapan dapat membantu peneliti
dalam mencari jawaban yang dibutuhkan
dari informan di lokasi penelitian. Informan
diambil secara acak dari pengunjung Kedai
Kopi di Akau Pelabuhan berdasarkan umur,
jenis kelamin, dan pendidikan.
B. Keterlibatan Remaja Perempuan
dalam Melakukan Aktifitas Merokok
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang mengambil data dengan cara
interview/wawancara kebeberapa remaja
perempuan perokok yang dijadikan sampel
untuk mewakili populasi remaja perempuan
merokok yang ada di Akau Pelabuhan.
Untuk mengetahui remaja perempuan
perokok yang ada di Akau Pelabuhan,
11
wawancara dilakukan saat mereka sedang
berkumpul bersama remaja perempuan
sebaya perokok lainnya yang terlihat sedang
melakukan aktifitas merokok. Wawancara
langsung dilakukan peneliti di Akau
Pelabuhan yang menjadi lokasi penelitian.
Setelah melakukan wawancara, maka
peneliti selanjutnya melakukan pemilihan
terhadap data yang merupakan hasil dari
wawancara yang penting bagi penelitian dan
untuk selanjutnya akan disintesis untuk
dapat menjawab apa yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian yang
diajukan, lalu peneliti dapat menarik suatu
kesimpulan.
C. Analisa Sosiogenis Remaja
Perempuan dalam Memaknai Rokok
Dalam Kartono (2010: 28), terjadinya
juvenile delinquency (kenakalan remaja)
yaitu berkaitan dengan teori sosiogenis yang
disebabkan dari berbagai macam faktor:
1. Struktur Sosial yang Deviatif
Pada struktur sosial yang deviatif
menjadi penyebab individu mempunyai
tingkah laku yang menyimpang dikarenakan
masuknya individu itu sendiri ke dalam
suatu kelompok atau lingkungan sosial yang
sudah melakukan penyimpangan terlebih
dahulu. Pada struktur sosial yang deviatif
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
bahwa yang menjadi salah satu alasan bagi
remaja perempuan untuk menjadi seorang
perokok dikarenakan remaja perempuan itu
sendiri berada di dalam kelompok yang
terlebih dahulu sudah mengenal dan
melakukan aktifitas merokok.
Berdasarkan hasil wawancara bersama
kelima informan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa remaja perempuan yang
merokok di Akau Pelabuhan merupakan
pelajar. Dari kelima informan dapat
diketahui bahwa perilaku merokok yang
terjadi di Akau Pelabuhan tidak hanya
dilakukan oleh pelajar Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) saja, 1 (satu) dari
informan yang berinisial SM merupakan
seorang pelajar yang masih duduk dibangku
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Aktifitas merokok yang dilakukan oleh
kelima informan di Akau Pelabuhan
diketahui bahwa keempat dari informan
yaitu: EJ, UN, DE, dan informan SM mereka
mengenal apa itu rokok dan
mengkonsumsinya dikarenanakan adanya
pengaruh dari lingkungan teman bermain,
berbeda dengan pengakuan dari informan
NA yang ternyata diketahui bahwa dia sudah
mengenal rokok dari lingkungan
keluarganya sendiri yaitu dengan ia melihat
ibunya yang merupakan seorang perokok
sehingga ia meniru perilaku merokok
ibunya.
Pernyataan dari informan-informan di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja
perempuan yang merokok di Akau
Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang
melakukan aktifitasnya saat mereka sedang
berkumpul bersama remaja perempuan
teman sebaya dikarenakan adanya berbagai
macam alasan, meskipun sebagian besar dari
remaja perempuan di Akau Pelabuhan itu
sendiri menyadari bahwa dia telah memilih
untuk berkumpul dengan kelompok yang
12
sudah terlebih dulu mengenal apa itu rokok,
teman sebaya merupakan seorang perokok,
dan di dalam kelompok menjadikan rokok
sebagai kebiasaan serta aktifitas yang
dilakukan saat sedang berkumpul dengan
remaja perempuan teman sebaya namun
remaja perempuan tetap memilih untuk
bergabung dalam kelompok dengan aktifitas
dan kebiasaan yang dianggap masih tabu
bagi sebagian besar masyarakat.
2. Tekanan Kelompok
Pada tekanan kelompok dapat diartikan
dengan adanya tekanan-tekanan yang
didapatkan oleh individu di lingkungan
bermainnya, sehingga tekanan-tekanan
tersebut secara tidak langsung memaksa
individu untuk masuk ke dalam lingkungan
yang mana di dalamnya terdapat individu-
individu dengan tingkah laku yang
menyimpang. Yang dimaksud dalam
pengertian ini adalah adanya dorongan dari
kelompok teman sebaya yang berupa ajakan
yang bersifat memaksa agar remaja
perempuan yang masuk ke dalam kelompok
tersebut menjadi seorang perokok sesuai
dengan kebiasaan yang dilakukan oleh
anggota kelompok.
Tekanan kelompok dirasakan oleh
informan SM yang menuturkan bahwa
teman berperan sebagai pemaksa untuk
mengikuti kebiasaan merokok yang
dilakukan kepada remaja perempuan lainnya
yang masuk ke dalam kelompok dengan
menyodorkan rokok disaat setiap kali
hendak membakarnya. Aturan yang
diciptakan di dalam kelompok juga sudah
jelas ada dan sanksinya diberikan kepada
mereka yang tidak merokok adalah berupa
ejekan.
Berdasarkan hasil wawancara dari
informan-informan di atas, kelima informan
menyadari bahwa adanya tekanan dari dalam
kelompok bermain di Akau Pelabuhan yang
mengharuskan bagi mereka yang tidak
merokok untuk menjadi perokok meskipun
informan NA telah mengenal rokok dari
lingkungan keluarga karena meniru perilaku
merokok ibunya dan informan EJ yang
sudah mengenal rokok sejak berusia 17
tahun yang merupakan seorang pelajar
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Remaja
perempuan perokok di Akau Pelabuhan Sri
Bintan Pura memilih untuk merokok saat
sedang berkumpul bersama teman
perempuan sebayanya dikarenakan tidak
sedikit bagi mereka yang menyadari bahwa
adanya sanksi-sanksi di dalam kelompok
yang diberikan kepada mereka yang tidak
merokok apabila masuk ke dalam kelompok
berkumpul yang sudah lebih dulu mengenal
apa itu rokok dan remaja perempuan di
Akau Pelabuhan menganggap bahwa dengan
adanya sanksi yang didapat dari kelompok
berkumpul merupakan suatu keharusan bagi
remaja perempuan itu sendiri untuk
mengindahkan dan mengikuti apa yang
sudah menjadi aktifitas dan kebiasaan yang
ada di dalam kelompok.
3. Peranan Sosial
Peranan sosial disini adalah dimana
adanya peran dari agen sosial yang tidak
bekerja dengan sebagaimana mestinya dalam
mengontrol perkembangan individu tersebut.
Dalam pengertian disini, peneliti menarik
13
kesimpulan bahwa adanya faktor dari luar
lingkungan bermain yang menjadi salah satu
faktor pendukung yang mendorong individu
remaja perempuan memilih untuk
menjadikan dirinya melakukan
penyimpangan yaitu sebagai seorang
perokok bersama teman sebayanya.
Peranan sosial yang tidak berjalan
dengan baik di Akau Pelabuhan, tidak
adanya aturan baik tertulis maupun tidak
tertulis ataupun larangan yang tidak
membenarkan adanya aktifitas merokok
disini serta tidak adanya peran dan tindakan
seperti teguran menjadi salah satu faktor
pendukung bagi remaja perempuan
menjadikan tempat ini sebagai tempat
berkumpul dan melakukan aktifitas merokok
bersama teman sebaya.
Berdasarkan keterangan dari kelima
informan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa tidak adanya aturan yang bersifat
tertulis maupun tidak tertulis ataupun
larangan yang tidak membenarkan adanya
aktifitas merokok di Akau Pelabuhan Sri
Bintan Pura Tanjungpinang membuat remaja
perempuan yang berkunjung di tempat ini
menjadi nyaman dan memilih tempat ini
sebagai tempat untuk berkumpul bersama
teman perempuan sebayanya. Tidak adanya
peran serta tindakan seperti teguran secara
langsung juga menjadi salah satu faktor
pendukung bagi remaja perempuan yang
berkumpul dengan lebih leluasa melakukan
kebiasaan serta aktifitas merokok yang
mereka lakukan dan mereka menganggap
bahwa apa yang mereka lakukan bersama
teman sebaya tidak bersifat mengganggu
masyarakat yang ada di Akau Pelabuhan.
4. Internalisasi Simbolis yang Keliru
Internalisasi simbolis yang keliru adalah
individu mempersamakan diri mereka
dengan orang-orang yang melakukan
tindakan yang sudah menyimpang. Dalam
penelitian ini, yang dimaksud adalah adanya
peniruan yang dilakukan remaja perempuan
terhadap teman sebayanya yang melakukan
aktifitas merokok dan remaja perempuan itu
sendiri memaknai rokok sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Menurut pendapat informan di atas
dapat dijelaskan bahwa informan yang
berkumpul dengan teman perempuan sebaya
yang semuanya merupakan perokok, rokok
mempunyai peranan yang penting dalam
pergaulan dan informan memaknai rokok
dengan sebuah simbol kedewasaan, bagi
yang tidak merokok diangap sebagai anak
kecil.
Pernyataan dari informan-informan di
atas, maka peneliti menarik kesimpulan
bahwa meskipun bagi sebagian besar remaja
perempuan perokok di Akau Pelabuhan
menyadari bahwa kebiasaan serta aktifitas
merokok yang mereka lakukan bersama
teman sebaya saat berkumpul merupakan
suatu hal yang tidak sesuai dengan norma
kesopanan yang berlaku di dalam
masyarakat, namun mereka tetap memilih
untuk merokok saat mereka sedang
berkumpul dengan berbagai macam alasan
mereka sendiri, mereka juga menganggap
bahwa rokok itu mempunyai makna dan
mereka memaknai rokok dengan
14
menggunakan simbol, mereka
menyimbolkan rokok sesuai dengan
pemikiran dan kebutuhan mereka masing-
masing.
Setelah melakukan wawancara bersama
kelima informan dilokasi penelitian Akau
Pelabuhan ternyata dapat diketahui bahwa 3
(tiga) dari kelima informan perokok yaitu:
UN, DE, dan informan SM mengenal rokok
dikarenakan pengaruh dari teman sebaya
remaja perempuan di Akau Pelabuhan yang
menuntut mereka untuk melakukan
kebiasaan yang sama yang ada di dalam
kelompok dan mereka menghisap rokok
hanya disaat mereka berkumpul dengan
teman sebaya di Akau Pelabuhan saja,
berbeda dengan informan EJ dan NA yang
merupakan perokok aktif yang sudah
mengenal rokok sebelum mereka berkumpul
dengan teman perempuan sebaya di Akau
Pelabuhan dan menghisap rokok dimanapun
mereka berada. Dari ketiga informan UN,
DE, dan SM yang menyimbolkan rokok
sesuai dengan pemikiran dan kebutuhan
mereka, dapat diketahui bahwa aktifitas
merokok yang mereka lakukan lebih
mengarah kepada motif, dan yang menjadi
motif bagi ketiga informan (UN, DE, dan
SM) yang merokok disini adalah pengaruh
teman, penghilang stres, tidak dianggap anak
kecil, dan tidak dianggap kuper (kurang
pergaulan).
D. Motif Remaja Perempuan Merokok
1. Pengaruh Teman
Bagi remaja perempuan solidaritas
kelompok adalah suatu hal yang penting.
Remaja perempuan cenderung untuk
melakukan apa yang sering dilakukan oleh
kelompok teman sebayanya. Dalam suatu
kelompok remaja, merokok merupakan
suatu aktifitas dan kebiasaan yang sering
dilakukan maka remaja yang tergabung di
dalamnya cenderung untuk melakukan
aktifitas merokok sesuai dengan kebiasaan
yang dilakukan dalam kelompok teman
sebayanya.
Kebanyakan remaja pertama kali
merokok karena pengaruh yang datang dari
teman di lingkungan bermain. Remaja
perokok akan mempunyai teman yang
sebagian besar merupakan perokok juga.
Berbagai faktor mengungkapkan bahwa
semakin banyak remaja yang merokok maka
semakin besar kemungkinan bahwa teman-
temannya adalah seorang perokok juga dan
begitu juga sebaliknya. Dari fakta tersebut
ada 2 (dua) kemungkinan yang terjadi,
kemungkinan pertama remaja perempuan
terpengaruh oleh teman- temannya atau
bahkan teman-teman remaja tersebut
dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang
pada akhirnya mereka semua menjadi
seorang perokok.
Disini jelas bahwa yang menyebabkan
mereka menjadi seorang perokok hanya
dikarenakan mereka memilih masuk ke
dalam kelompok dengan aktifitas serta
kebiasaan merokok yang sudah ada.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
informan UN, DE, dan informan SM mereka
bukan merupakan seorang perokok aktif,
mereka menjadikan aktifitas serta kebiasaan
mereka merokok dikarenakan adanya
pengaruh yang mereka terima dari teman
15
remaja perempuan sebaya di Akau
Pelabuhan, dan disini mereka yang
mengikuti aktifitas serta kebiasaan merokok
hanyalah sebagai suatu motif yang
dipengaruhi oleh teman sebaya remaja
perempuan yang ada di Akau Pelabuhan.
2. Menghilangkan Stres
Merokok yang dianggap dapat
mengurangi rasa tegang dan dapat
menghilangkan stres, sehingga remaja
perempuan terus menghisap rokok supaya
stres yang dihadapi tidak terulang. Merokok
yang dianggap dapat mengurangi beban
fikiran saat sedang menghadapi
permasalahan dan dapat membantu
menghilangkan stres serta memberikan efek
relaksasi. Selain itu remaja perempuan juga
beranggapan disaat mereka cemas, rokok
bisa menghilangkan kecemasan dan
merokok juga dianggap dapat
mengembalikan semangat. Merokok yang
dijadikan sebagai salah satu alternatif
pemecahan untuk keluar dari permasalahan-
permasalahan dalam kehiduan sehari-hari
yang dirasakan sebagai sesuatu yang berat
dan menegangkan. Rokok menjadi teman
yang baik menurut para perokok untuk
berbagai ketegangan ataupun emosi-emosi
negatif. Reaksi penurunan emosi merupakan
penyebab lain dari perilaku merokok pada
remaja. Dalam reaksi penurunan emosi,
merokok dilakukan untuk mengurangi
perasaan negatif dalam diri dengan harapan
perasaan negatif dapat berubah menjadi
perasaan positif.
Pernyataan dari kedua informan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa informan
DE merokok bukan karena ia merupakan
seorang perokok aktif melainkan karena ia
masuk ke dalam kelompok yang sudah lebih
dulu mengenal rokok sehingga menyamakan
aktifitas serta kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh kelompoknya dan DE yang
menganggap bahwa kelompok remaja
perempuan sebayanya merupakan tempat
dimana mereka bisa membantu dia dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan
yang sedang dihadapi, sehingga dapat
diketahui bahwa salah satu alasan DE
merokok dan bergabung di dalam kelompok
remaja perempuan di Akau Pelabuhan
adalah menjadikan rokok sebagai motif dari
penghilang stres.
3. Tidak dianggap Anak Kecil
Kebanyakan para perokok pemula
sedikit sekali yang memulai untuk merokok
dikarenakan kenikmatan yang didapat dari
rokok itu sendiri. Biasanya dari perokok
khususnya pada saat menginjak usia remaja
mereka melakukan aktifitas serta kebiasaan-
kebiasaan merokok bertujuan untuk dirinya
sendiri dengan harapan dapat dianggap
sudah dewasa. Sebagai seorang remaja
mereka menggunakan berbagai macam cara
agar mereka terlihat selayaknya orang yang
sudah dewasa.
Bagi informan EJ, UN, DE, dan SM
dianggap sebagai anak kecil adalah sebuah
permasalahan dalam ruang lingkup bermain
bersama remaja perempuan sebaya.
Harapan dipandang sebagai orang yang
sudah dewasa merupakan suatu kebanggaan
tersendiri bagi mereka yang memilih
16
menghisap rokok dengan remaja perempuan
sebaya.
Berbeda dengan informan EJ, informan
UN, DE, dan SM bukan merupakan seorang
perokok aktif yang dapat diketahui dengan
pengakuan-pengakuan mereka saat
wawancara yang dilakukan di lokasi
penelitian yang menyatakan bahwa mereka
menghisap rokok hanya disaat mereka
berada di dalam kelompok remaja
perempuan sebaya di Akau Pelabuhan saja
dan mereka yang menjadikan rokok sebagai
salah satu motif bagi mereka yang mengikuti
aktifitas serta kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh kelompok remaja perempuan
sebaya adalah dengan adanya harapan yang
ingin didapat yaitu dengan tidak dianggap
sebagai anak kecil.
4. Tidak dianggap Kuper
Definisi gaul dalam lingkungan remaja
perempuan yang memilih untuk menjadikan
rokok sebagai aktifitas serta kebiasaan-
kebiasaan dalam pergaulan adalah dimana
remaja perempuan bisa dengan gampang
untuk masuk ke dalam kelompok teman
sebaya yang sudah mengenal rokok dan
remaja perempuan dapat diterima oleh
teman sebaya remaja perempuan perokok
yang ada di dalam kelompok tersebut,
adanya pujian yang didapat bagi remaja
perempuan yang merokok dari remaja
sekitar atau bahkan masyarakat yang
mempunyai pemikiran yang sama yang
beranggapan bahwa dengan merokok
mereka terlihat tidak kuper (kurang
pergaulan) serta adanya label tertentu yang
diperoleh bagi perokok itu sendiri, seperti
remaja perempuan perokok dianggap lebih
asyik ketimbang remaja perempuan yang
tidak merokok, dari gaya bicara, dalam
urusan berpakaian, pembahasan yang tidak
hanya membahas urusan sekolah atau
bahkan lingkungan keluarga, dan sebagainya
yang dianggap masih kekanak-kanakkan.
Sesuai dengan pengakuan dari informan
EJ, DE, dan informan NA yang menganggap
bahwa rokok adalah simbol gaul atau tidak
dianggap kurang dalam pergaulan (kuper).
Meskipun informan EJ dan NA adalah
perokok aktif dan sudah lebih dulu mengenal
rokok sebelum mereka berkumpul dengan
kelompok remaja perempuan sebaya di
Akau Pelabuhan.
Dari pernyataan-pernyataan informan di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa 3 (tiga)
dari kelima informan yaitu informan UN,
DE dan informan SM bukan merupakan
seorang perokok aktif, mereka melakukan
kebiasaan-kebiasaan merokok hanya pada
saat mereka berkumpul dan bergaul di dalam
kelompok yang sudah menjadi perokok.
Motif dari ketiga informan perokok pasif
disini dikarenakan adanya pengaruh yang
didapat dari lingkungan teman bermain di
Akau Pelabuhan yang menganggap bahwa
dengan merokok merupakan suatu
kebutuhan yang mendasar ketika mereka
sedang berkumpul. Hal ini juga diperkuat
dengan persepsi informan-informan yang
ada di dalam kelompok tersebut yang
menganggap bahwa rokok sebagai
penghilang rasa stres, tidak dianggap sebagai
anak kecil dan dianggap gaul atau tidak
dianggap kuper (kurang pergaulan).
17
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Merokok merupakan hal yang sudah
tidak asing lagi bagi remaja perempuan yang
berkumpul dengan teman sebaya di Akau
Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang.
Remaja perempuan yang berkumpul di
tempat ini juga menganggap bahwa rokok
mempunyai peranan yang penting di dalam
kelompok berkumpul bersama teman
sebayanya. Banyak diantara remaja
perempuan yang memilih untuk menjadi
seorang perokok dalam aktifitasnya
dikarenakan mereka berada di dalam
kelompok yang lebih dulu sudah mengenal
apa itu rokok dan telah menjadi seorang
perokok.
Sebagian besar remaja perempuan
menyadari bahwa aktifitas serta kebiasaan
yang mereka lakukan bersama teman sebaya
tidak sesuai dengan kebiasaan yang
dilakukan oleh remaja perempuan pada
umumnya namun masih banyaknya remaja
perempuan di Akau Pelabuhan tidak
mempermasalahkan akan hal itu, mereka
merasa senang dan nyaman melakukan
aktifitas dan kebiasaan merokok yang
mereka lakukan bersama teman sebaya yang
dimana aktifitas serta kebiasaan yang
mereka lakukan masih dianggap tabu bagi
sebagian masyarakat pada umumnya, dan
mereka menganggap aktifitas merokok yang
mereka lakukan bersama teman perempuan
sebayanya mempunyai simbol dan motif
tersendiri dalam memaknai rokok sesuai
dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Adapun yang menjadi penyebab terjadinya
aktifitas merokok yang dilakukan oleh
remaja perempuan di Akau Pelabuhan Sri
Bintan Pura Tanjungpinang:
1. Struktur Sosial yang Deviatif
Remaja perempuan yang merokok di
Akau Pelabuhan memilih melakukan
aktifitasnya saat berkumpul bersama teman
sebaya dikarenakan adanya berbagai macam
alasan, meskipun sebagian besar dari remaja
perempuan di Akau Pelabuhan itu sendiri
menyadari bahwa dia telah memilih untuk
berkumpul bersama kelompok yang sudah
terlebih dulu mengenal apa itu rokok, teman
sebaya adalah seorang perokok, di dalam
kelompok menjadikan rokok sebagai
kebiasaan serta aktifitas yang dilakukan saat
sedang berkumpul dengan teman sebaya
namun remaja perempuan tetap memilih
kelompok dengan aktifitas dan kebiasaan
yang masih dianggap tabu bagi masyarakat
tersebut sebagai teman berkumpul.
2. Tekanan Kelompok
Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
remaja perempuan perokok di Akau
Pelabuhan Tanjungpinang memilih merokok
saat sedang berkumpul bersama teman
perempuan sebayanya dikarenakan tidak
sedikit bagi mereka yang menyadari bahwa
adanya sanksi-sanksi di dalam kelompok
yang diberikan kepada mereka yang tidak
merokok apabila masuk ke dalam kelompok
berkumpul yang sudah lebih dulu mengenal
rokok dan remaja perempuan di Akau
Pelabuhan menganggap bahwa dengan
adanya sanksi yang ada di dalam kelompok
berkumpul merupakan suatu keharusan bagi
remaja perempuan itu sendiri untuk
18
mengindahkan dan mengikuti apa yang
sudah menjadi aktifitas serta kebiasaan yang
ada di dalam kelompok.
3. Peranan Sosial
Tidak adanya aturan yang berlaku baik
tertulis maupun tidak tertulis ataupun
larangan yang tidak membenarkan adanya
aktifitas merokok di lokasi peneitian Akau
Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang
membuat remaja perempuan yang
berkumpul di tempat ini menjadi nyaman
dan memilih tempat ini sebagai tempat untuk
berkumpul bersama teman sebayanya. Tidak
adanya peran serta tindakan seperti teguran
juga menjadi salah satu faktor pendukung
bagi remaja perempuan yang berkumpul
untuk dengan lebih leluasa melakukan
kebiasaan serta aktifitas merokok yang
mereka lakukan.
4. Internalisasi Simbolis yang Keliru
Motif rokok dalam pergaulan remaja
perempuan di Akau Pelabuhan baik itu dari
mereka yang perokok aktif maupun mereka
yang sebagian besar merupakan perokok
pasif adalah agar mereka dapat diterima di
tengah-tengah pergaulan mereka bersama
remaja perempuan sebaya. Mereka
menganggap bahwa rokok mempunyai
simbol dan mereka menyimbolkan rokok
sesuai dengan pemikiran serta kebutuhan
mereka masing-masing. Meskipun sebagian
besar dari mereka memilih untuk melakukan
aktifitas serta kebiasaan-kebiasaan merokok
yang mereka lakukan bersama teman
kelompok sebaya hanya sebagai motif yang
didapat dari pengaruh teman dalam
kelompok yang mendorong individu-
individu tersebut merokok sehingga mereka
menjadi perokok dengan alasan bahwa
rokok sebagai penghilang stres, dan harapan-
harapan yang didapat tidak dianggap sebagai
anak kecil dan tidak dianggap kuper (kurang
pergaulan).
B. Saran
Untuk menindaklanjuti beberapa
kesimpulan yang telah dikemukakan oleh
peneliti dalam penulisan skripsi ini, maka
perlu disampaikan beberapa saran yaitu
diantaranya:
1. Seharusnya remaja perempuan dapat
memilih teman bermain dalam pergaulan
sehari-hari. Teman yang seharusnya dipilih
oleh remaja perempuan dalam pergaulannya
adalah teman yang bisa membawa remaja
perempuan itu sendiri ke hal-hal yang
bersifat positif, yang mengarah kepada
perbuatan yang seharusnya mencerminkan
kepada aturan-aturan serta norma yang
berlaku di dalam masyarakat dan
mengindahkan aturan serta norma yang
berlaku tersebut.
2. Orang tua yang merupakan agen sosial
pertama kali bagi anak-anaknya seharusnya
memberikan pengarahan, memperhatikan,
serta mengawasi dengan siapa anaknya
bergaul dalam kehidupan sehari-hari baik itu
di lingkungan sekolah ataupun lingkungan
bermain di luar rumah dan luar sekolah.
3. Sebaiknya pemerintah mengadakan
seminar atau penyuluhan bagi anak-anak
yang akan menginjak usia remaja mengenai
apa itu rokok, bagaimana bahaya yang
ditimbulkan apabila seseorang memilih
untuk mengkonsumsi rokok.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ahmad Hanafiah, 2002, Komunikasi Budaya: Integrasi
Sosial Adat Resam Melayu.
Adi Putra, Bimma, 2013. Jurnal Hubungan Antara Intensitas Perilaku Merokok
dengan Tingkat Insomia. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Anggarani Nur Prasasti, Renny. 2011. Jurnal Hubungan Antara Dimensi
Kepribadian Big Five dengan Perilaku Merokok pada Remaja Akhir. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dwi, J, Narwoko & Suyanto, Bagong. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan
(Edisi Kedua). Jakarta: Kencana.
Effendy, Tenas. 2006. Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: AdiCita
Insikhiyah, A’id. 2010. Jurnal Kenakalan Remaja di Desa Kendal Asem, Kecamatan
Wedung,Kabupaten Demak. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.
Kartono, Kartini, 2010. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kartono, Kartini, 2009. Patologi Sosial Jilid I. Jakarta: Rajawali Pers.
Kartono, Kartini, 2011. Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Kemala N, Indri, 2007. Perilaku Merokok pada Remaja. Medan : USU.
Kriyantono, Racmat, 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Puspita Sari, Winda, 2013. Jurnal Tinjauan Kriminologis Terhadap Kenakalan
Remaja (Juvenile Delinquency). Makassar: Universitas Hasanudin.
Riduwan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.
Sarwirini, 2011. Kenakalan Anak (Juvenile Delinquency) Kausalitas dan Upaya
Penanggulangannya. Surabaya : Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
Sih, Martini, 2014. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Surabaya : Universitas
Airlangga.
Soekanto, Soerjono, 2004. Sosiologi Keluarga, Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja
dan Anak. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono, 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono, 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
20
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif Dan R&D.
Bandung.Alfabeta.
Sunarto, Kamanto, 2000. Pengantar Sosiologi Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Sunarto, Kamanto, 2006. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Edisi keenam,
Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Usman, Husaini & Akbar Purnomo, 2009. Metodologi Penelitian Sosial (Edisi Kedua). Jakarta:
Bumi Aksara.
Referensi online:
http://www.belajarpsikologi.com/2014/05 Posted by’ Haryanto, S.Pd on Agust 29, 2010 Diakses
pada Sabtu, 27 September 2014, pukul 23:45
http://www.kamusbesar.com/2015/09 Diakses pada Senin, 07 September 2015, pukul 13:25