rokok 2

5
Dilema Kebijakan tentang Rokok 23 Mei 2013 09:44:08 Diperbarui: 24 Juni 2015 13:09:26 Dibaca : 2,115 Komentar : 1 Nilai : 0 Merokok adalah kegiatan yang menjadi hak setiap orang. Di berbagai tempat-tempat umum saya kira kegiatan merokok dilakukan banyak orang. Merokok juga tidak hanya dilakukan orang dewasa. Parahnya lagi merokok sudah dilakukan anak-anak dibawa umur, baik perempuan maupun laki-laki. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan kita. Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan bagi mereka yang merokok. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok. Hal inilah yang kurang disadari bagi perokok sehingga harus ada pengaturan tentang merokok, setidaknya harapanya mengurangi bahaya merokok. Menurut laporan WHO (2008), Indonesia berada di posisi ketiga jumlah perokok dibawa Cina (390 juta) dan India (144 juta). Jumlah perokok di Indonesia mencapai 65 juta orang atau setara dengan 28% dari penduduk Indonesia. Dicatat juga Indonesia menghabiskan 225 miliar batang rokok setiap tahunya. Hal ini tentu saja menjadi catatan dan sekaligus peringatan bagi bangsa ini tentang kesehatan dan bahaya merokok. Masih dari data WHO (2008), Statistik perokok di Indonesia dilihat dari kalangan anak-anak dan remaja juga cukup mencengangkan kita. Untuk pria dicatat 24,1 % dan wanita 4,5%. Atau data ini dibaca sama dengan 13,5 % anak/remaja di Indonesia sudah menghisap rokok atau perokok aktif. Sedangkan untuk statistik kalangan orang dewasa sebagai berikut, pria 63%, wanita 4,5%, atau 34% perokok dewasa di Indonesia. Untuk membatasi bahaya rokok ini sesungguhnya pemerintah telah melakukan tindakan. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999 tentang Penanggulangan Masalah Merokok bagi Kesehatan. Hadirnya aturan ini mengakibatkan industri- industri rokok di Indonesia mulai dibuat ketar-ketir. PP ini memerintahkan agar kandungan tar/nikotin pada rokok dibatasi, maksimum 20 mg untuk tar, dan 1,5 mg untuk nikotin. PP ini juga melarang total iklan rokok di media massa dan elektronik. PP ini kemudian dimentahkan dengan PP No.19 Tahun 2003 tentang pengaamanan Rokok Bagi Kesehatan. Saat ini Indonesia mempunyai PP No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Yang menjadi pertanyaan dari data dan fakta diatas adalah, apakah pemerintah akan konsisten dengan aturan yang diterbitkan? Karena beberapa kali peraturan itu tidak terlaksana dan peraturan yang satu dimentahkan dengan peraturan yang lain. Sementara, jumlah perokok setiap tahunya terus bertambah. Hal ini penting untuk diperhatikan dan dilakukan upaya untuk menguraikan masalah,setikdaknya bisa mengurangi dampaknya bagi mereka yang tidak merokok. “Perokok diberikan Asuransi”

Upload: nanagifya-viaa

Post on 14-Apr-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

z

TRANSCRIPT

Page 1: rokok 2

Dilema Kebijakan tentang Rokok 23 Mei 2013 09:44:08 Diperbarui: 24 Juni 2015 13:09:26 Dibaca : 2,115 Komentar : 1 Nilai : 0 Merokok adalah kegiatan yang menjadi hak setiap orang. Di berbagai tempat-tempat umum saya kira kegiatan merokok dilakukan banyak orang. Merokok juga tidak hanya dilakukan orang dewasa. Parahnya lagi merokok sudah dilakukan anak-anak dibawa umur, baik perempuan maupun laki-laki. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan kita. Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan bagi mereka yang merokok. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok. Hal inilah yang kurang disadari bagi perokok sehingga harus ada pengaturan tentang merokok, setidaknya harapanya mengurangi bahaya merokok. Menurut laporan WHO (2008), Indonesia berada di posisi ketiga jumlah perokok dibawa Cina (390 juta) dan India (144 juta). Jumlah perokok di Indonesia mencapai 65 juta orang atau setara dengan 28% dari penduduk Indonesia. Dicatat juga Indonesia menghabiskan 225 miliar batang rokok setiap tahunya. Hal ini tentu saja menjadi catatan dan sekaligus peringatan bagi bangsa ini tentang kesehatan dan bahaya merokok. Masih dari data WHO (2008), Statistik perokok di Indonesia dilihat dari kalangan anak-anak dan remaja juga cukup mencengangkan kita. Untuk pria dicatat 24,1 % dan wanita 4,5%. Atau data ini dibaca sama dengan 13,5 % anak/remaja di Indonesia sudah menghisap rokok atau perokok aktif. Sedangkan untuk statistik kalangan orang dewasa sebagai berikut, pria 63%, wanita 4,5%, atau 34% perokok dewasa di Indonesia. Untuk membatasi bahaya rokok ini sesungguhnya pemerintah telah melakukan tindakan. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999 tentang Penanggulangan Masalah Merokok bagi Kesehatan. Hadirnya aturan ini mengakibatkan industri-industri rokok di Indonesia mulai dibuat ketar-ketir. PP ini memerintahkan agar kandungan tar/nikotin pada rokok dibatasi, maksimum 20 mg untuk tar, dan 1,5 mg untuk nikotin. PP ini juga melarang total iklan rokok di media massa dan elektronik. PP ini kemudian dimentahkan dengan PP No.19 Tahun 2003 tentang pengaamanan Rokok Bagi Kesehatan. Saat ini Indonesia mempunyai PP No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Yang menjadi pertanyaan dari data dan fakta diatas adalah, apakah pemerintah akan konsisten dengan aturan yang diterbitkan? Karena beberapa kali peraturan itu tidak terlaksana dan peraturan yang satu dimentahkan dengan peraturan yang lain. Sementara, jumlah perokok setiap tahunya terus bertambah. Hal ini penting untuk diperhatikan dan dilakukan upaya untuk menguraikan masalah,setikdaknya bisa mengurangi dampaknya bagi mereka yang tidak merokok. “Perokok diberikan Asuransi” Sub judul diatas mungkin mengejutkan pembaca. Pertanyaan pertama sekali yang timbul barangkali adalah dari kalangan yang tidak merokok. Mengapa perokok diberikan asuransi, memangnya apa keistimewaan mereka (perokok)? Bagi yang merokok bisa jadi ini menjadi kabar gembira. Atau yang menjadi pertanyaan lagi barangkali adalah mengapa penulis membuat judul seperti ini? Ini saya kira yang menjadi pertanyaan umum, karena memang sub judul diatas memang sedikit aneh/kontroversi. Dalam pembahasan akan dijelaskan. Larangan merokok memang menjadi kebijakan yang pro-kontra sekaligus dilematis, baik dikalangan pemerintah dan pengusaha, pemerintah dengan masyarakat, serta masyarakat perokok dan tidak perokok. Dilema ini tentu saja menjadi simalakama bagi pemerintah. Sementara dengan kebijakan saat ini disinyalir pengusaha jauh lebih diuntungkan dengan keuntungan yang begitu besar dari penjualan rokok, namun dampaknya sangat meluas. Dan memang tidak bisa pula dipungkiri bahwa hasil cukai rokok sudah menyumbangkan APBN. Pada tahun 2011 dicatat cukai rokok telah memberikan kontribusi yang cukup besar pada negara yaitu sebesar Rp. 62,759 triliun dan berdasarkan data Kementerian Keuangan pada tahun 2012 kontribusi cukai rokok dalam mencapai target penerimaan cukai 2012 sebesar Rp 88,3 triliun adalah sebesar Rp 79,8 triliun sedangkan target cukai rokok tahun 2013 menjadi Rp 92 triliun. Namun cukai rokok itu masih terhitung rendah yaitu sebesar 37% dibandingkan Negara-negara lain yang rat-rata hampir 60% contohnya saja Jepang (61%), India (72%),

Page 2: rokok 2

Thailand (75%) kemudian setingkat lebih rendah ada China (40%), Malaysia (49%-57%), Philipina (49%-64%) dan Vietnam (45%). Sesuai dengan data tersebut cukai rokok yang terlalu rendah saya katakan menguntungkan bagi pengusaha. Hal ini pula yang mengakibatkan industri rokok menjadi hidup di negeri ini. Karena konsumsi atas rokok menjadi konsumsi kedua setelah makanan. Hal ini menjadi catatan yang sangat miris. Maka, yang menjadi tawaran saya adalah kebijakan yang memihak kepada publik. Apakah itu perokok aktif dan pasif. Tentu saja tawaran saya adalah memberikan “Asuransi bagi perokok”. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah siapa yang memberikan asuransi? Jawabannya adalah mereka para produsen rokok. Jadi, pelaksanaan kebijakan ini adalah pemerintah menerbitkan aturan berupa undang-undang. Yang diatur dalam undang-undang ini nantinya adalah: Pertama, menetapkan bahwa produsen rokok memberikan asuransi kepada perokok. Selanjutnya, perokok diberikan batasan umur bagi siapa yang diperbolehkan. Berikutnya, perokok diberikan surat ijin merokok (SIM). Yang mana kartu inilah yang nantinya mengidentifikasi siapa yang berhak menerima asuransi. Dan terakhir, pemerintah mengevaluasi kebijakan ini secara berkala. Tawaran kebijakan ini memang sedikit berat sebelah dengan menuntungkan publik dan kurang menguntungkan bagi para produsen rokok. Tetapi tawaran ini saya kira sangat wajar karena produsen rokok diberikan tanggungjawab atas produk yang dihasilkan. Hal ini juga sedikit lebih baik, ketika kebijakan menutup industri rokok yang membuat hilangnya pekerjaan para karyawan yang bekerja di industri rokok. Ya, saya kira para produsen rokok harus bertindak fair, jangan hanya menimpakan tanggungjawab rokok pada pemerintah. Untuk itu, perlu untuk mendesak pemerintah memihak pada publik dan memberikan kenyamanan dari bahaya rokok. Ini merupakan bentuk kegelisahan penulis akan bahaya rokok yang semakin menjamur. Semoga pemerintah berpikir untuk tawaran kebijakan ini. Penulis adalah Mahasiswa Magister Administrasi Publik UGM Yogyakarta Terbit di Harian Medan Bisnis Rabu, 22 Mei 2013.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sosial-pendidikan/dilema-kebijakan-tentang-rokok_552dfad36ea834450d8b4592

http://www.kompasiana.com/sosial-pendidikan/dilema-kebijakan-tentang-rokok_552dfad36ea834450d8b4592

Jon Roi Tua Purba /sosial-pendidikan

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sosial-pendidikan/dilema-kebijakan-tentang-rokok_552dfad36ea834450d8b4592

Page 3: rokok 2

Dilema Rokok Bagi Perekonomian Indonesia 09 Mei 2010 11:35:00 Diperbarui: 26 Juni 2015 16:19:14 Dibaca : 528 Komentar : 0 Nilai : 0 Rokok, merupakan sebuah bagian hidup dari sebagian besar penduduk di negeri ini, Republika, Sabtu 31 Januari 2009 terdapat fakta yang cukup mengerikan bahwa Indonesia merupakan Negara dengan konsumsi rokok tertinggi setelah Republik Rakyat Cina, USA, Rusia, dan Jepang (data tahun 2002). Konsumsi rokok mencapai 181,958 miliar batang. Lebih memprihatinkan lagi adalah Survei Ekonomi Nasional melaporkan bahwa peningkatan signifikan prevalensi merokok anak usia 15-19 tahun, dari 12,7 persen di tahun 2001 meningkat menjadi 17,3 persen di tahun 2004. Artinya, jumlah perokok tahun 2004 mencapai 40 juta dari 220 juta penduduk Indonesia! Tentu saja dengan fakta konsumsi rokok diatas kita bisa memahami bagaimana signifikannya pemasukan pemerintah dari industri rokok ini, target penerimaan dari cukai termasuk rokok didalamnya dalam APBN 2010 ditetapkan Rp 57,28 triliun. Realisasinya sampai dengan 10 maret 2010 telah mencapai Rp 12,75 triliun atau 22,26 persen dari target. Sementara penerimaan cukai pada tahun lalu mencapai 56,72 triliun atau melebihi target yang ditetapkan dalam APBN Perubahan 2009 sebesar Rp 54,55 triliun. Tapi disisi lain, pemerintah menanggung konsekuensi besar gencarnya pertumbuhan perokok di Indonesia dengan menurunnya standar kesehatan rata-rata penduduk. Upaya-upaya yang dilakukan oleh banyak Lembaga Swadaya Masyarakat, seperti akan sia-sia bila tidak ada dukungan kuat dari pemerintah untuk mengurangi dampak negatif dari rokok. Iklan rokok merupakan media yang cukup besar pengaruhnya bagi pertumbuhan perokok, perilaku merokok remaja yang dilakukan oleh remaja 46,3% berasal dari pengaruh rokok dan sponsor rokok (Komisi Perlindungan Anak, 2007) perlu peran aktif pemerintah untuk membuat aturan tegas misalnya dengan penghapusan iklan rokok dari televisi. Kemudian muncul pertanyaan besar bagaimana dengan para petani tembakau dan perusahaan rokok yang merupakan tulang punggung dari pendapatan mereka bila terjadi penurunan produksi dan pelarangan atau pengharaman rokok? Maka solusi yang muncul adalah pemerintah perlu melakukan penelitian ilmiah dari kandungan bermanfaat dari tembakau. Solusi lainnya pemerintah menggalakan pengalihan dari industry tembakau ke produk pertanian lainnya seperti ke tanaman jarak, karena ke depannya, industry ini mempunyai prospek yang cerah. Tanaman Jarak merupkan bahan utama dari pembuatan bioenergi.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/saefulfachri/dilema-rokok-bagi-perekonomian-indonesia_54ffc4bda333115f5c5102b1

http://www.kompasiana.com/saefulfachri/dilema-rokok-bagi-perekonomian-indonesia_54ffc4bda333115f5c5102b1

saeful fachri /saefulfachri

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/saefulfachri/dilema-rokok-bagi-perekonomian-indonesia_54ffc4bda333115f5c5102b1

Page 4: rokok 2