bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/58648/2/bab 2.pdf · bab 2 tinjauan pustaka 2.1 rokok...
TRANSCRIPT
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok Elektrik
2.1.1 Definisi dan Cara Kerja Rokok Elektrik
Rokok elektrik memiliki nama yang berbeda-beda, ada yang
menyebutnya “e-cigs” “e-hookahs,” “mods,” “vape pens,” “vapes,” “tank
systems,” dan juga “electronic nicotine delivery systems (ENDS)” (CDC,
2018). Pada umumnya rokok elektrik memiliki tiga komponen utama, yaitu
baterai litium yang dapat diisi ulang, atomizer, dan reservoir/cartridge yang
mengandung e-liquid. Aktivasi koil pemanas dan atomizer menghasilkan
aerosol nikotin (Kaisar et al., 2016).
Cartridges atau tangki isi ulang mengandung liquid, yang biasa disebut
dengan e-liquid, dengan komposisi utamanya yaitu nikotin, propylene
glycol, glycerol, zat perasa, serta zat-zat kimia lainnya. Rokok elektrik
menirukan cara kerja rokok konvensional namun tanpa pembakaran
sehingga pengguna tidak menghirup asap, melainkan aerosol (Bhatnagar et
al., 2014).
(Kaisar et al., 2016)
Gambar 2.1
Bagian – Bagian Rokok Elektrik
6
Rokok elektrik dengan model otomatis memiliki fitur airflow sensor
yang dapat mengaktifkan pressure-sensitive circuit dan koil pemanas saat
pengguna rokok elektrik mulai menghisap melalui mouth piece. Namun,
model rokok elektrik yang sering dijumpai pada umumnya memiliki tombol
on off yang harus ditekan manual untuk memicu atomizer. Dengan menekan
tombol on, sinyal akan dikirimkan ke baterai untuk memasok arus ke koil
panas yang dapat meningkatkan suhu di atomizer hingga 500°F. Tingginya
suhu di atomizer dapat membuat e-liquid didalam reservoir/cartridge
menguap (Kaisar et al., 2016).
Sebelum menggunakan rokok elektrik atau vape, pengguna perlu
melakukan dripping. Istilah dripping diambil dari kata ”drips” yang artinya
tetes. Yakni, pengguna harus meneteskan e-liquid ke dalam koil pemanas
(Krishnan et al., 2017).
2.1.2 Kandungan rokok elektrik
Kandungan liquid rokok elektrik (e-liquid) terdiri dari nikotin, Propylene
glycol, Glycerol, zat perasa, serta zat-zat kimia lainnya.
2.1.2.1 Nikotin
Nikotin merupakan zat yang sangat adiktif dan berbahaya bagi
kesehatan (CDC, 2018). Nikotin, alkaloid kuat, yang dalam bentuk murni
nikotin merupakan cairan bening dengan bau yang khas. Nikotin berubah
warna menjadi kecoklatan saat terpapar oleh udara. Nikotin larut dalam air
dan dapat terpisahkan dengan pelarut organik. Zat ini merupakan amine
yang terbentuk dari pyridine dan pyrrolidine rings (Mishra et al., 2015).
7
Nikotin yang terdapat pada e-liquid merupakan derivat dari tembakau,
termasuk bahan-bahan residu dari nikotin yaitu cotinine, anabasine,
anatabine, myosmine dan beta-nicotyrine (Hajek et al., 2014). Kandungan
nikotin yang terdapat di dalam e-cigarettes maupun e-liquid sering kali
tidak sesuai dengan yang tertulis pada label kemasan. FDA melaporkan
bahwa e-liquid yang berlabel “no nicotine” faktanya juga mengandung
nikotin, bahkan pada beberapa produk, kandungan nikotin yang
terkandung dalam e-liquid dapat mencapai dua hingga lima kali lebih
besar daripada yang tertulis pada label kemasan (AIHA, 2014).
Efek paparan nikotin jangka pendek (kurang dari delapan jam) pada
konsentrasi rendah dilaporkan dapat berupa tremor dan peningkatan
denyut jantung, laju pernapasan, tekanan darah, dan tingkat kewaspadaan.
Paparan terhadap mata bisa menyebabkan iritasi dan kemerahan pada
mata. Jika tertelan atau terhirup nikotin dapat menyebabkan mual, muntah,
sakit perut, sakit kepala, pusing, kebingungan, agitasi, gelisah, dan
kemungkinan sensasi terbakar di mulut, tenggorokan, dan perut. Nikotin
dapat meningkatkan detak jantung, kontraktilitas miokard, dan tekanan
darah. Nikotin merupakan teratogen yang dapat meningkatkan
pertumbuhan tumor (AIHA, 2014).
Sebagai zat adiktif, nikotin memiliki dua efek yang sangat kuat, yaitu
efek stimulan dan efek depresan. Nikotin menderegulasi fungsi otonom
jantung, meningkatkan aktivasi simpatik, meningkatkan denyut jantung,
menyebabkan vasokonstriksi koroner dan perifer, meningkatkan beban
8
kerja miokard, dan merangsang pelepasan katekolamin adrenal dan
neuronal. Selain itu, nikotin dikaitkan dengan resistensi insulin,
peningkatan kadar lipid serum, dan peradangan intravaskular yang
memicu terjadinya aterosklerosis (Papathanasiou & Mamali, 2014).
2.1.2.2 Propylene glycol
Propylene Glycol (atau propane-1,2-diol/ 1,2-dihydroxypropane/
methyl glycol) merupakan golongan alkohol yang tidak berbau dan
berwarna putih, biasanya digunakan sebagai (Bertholon et al., 2013):
1) Bahan tambahan pada makanan dan kosmetik (E1520) sebagai
humidifier dan emulsifier serta digunakan untuk mencegah tembakau
menjadi kering.
2) Zat antibeku yang bersifat tidak korosif dan non-toksik sebagai
pengganti ethylene glycol.
3) Pelarut pada obat-obatan (oral, injeksi maupun topikal) yang tidak
larut dalam air, contohnya benzodiazepin and phenytoin. Propylene
Glycol juga digunakan pada aerosolized drug-delivery systems seperti
metered-dose inhalers dan nebulizer.
Propylene Glycol pada vape digunakan sebagai zat pelarut nikotin
serta zat perasa yang kemudian dihantarkan dalam bentuk uap ke mulut,
tenggorokan, serta paru-paru penggunanya melalui proses inhalasi
(Spindle et al., 2018). Propylene Glycol dalam konsentrasi tertentu tidak
berbahaya jika dihirup, akan tetapi paparan yang berlebihan pada ruangan
tertutup dapat menyebabkan rhinitis, asthma, eczema serta gejala alergi
9
lainnya. Propylene Glycol memiliki sifat menyerap air sehingga beberapa
pengguna vape mengeluhkan terjadinya mulut dan tenggorokan yang
kering (Hajek et al., 2014).
Propylene Glycol yang dikonsumsi dapat diserap melalui usus halus
dan diubah melalui proses glikolisis menjadi komponen energi yaitu
pyruvic dan asam laktat, atau melalui tahapan ethanol menghasilkan asam
asetat dan propionic aldehyde yang bersifat toksik. Propylene Glycol yang
tidak dimetabolisme, diekskresikan melalui urin (Bertholon et al., 2013).
2.1.2.3 Glycerol
Glycerol mempunyai rumus kimia 1,2,3-propanetriol. Glycerol
merupakan cairan yang memiliki rasa manis, tidak berwarna, dan tidak
berbau (Pagliaro et al., 2011). Glycerol tidak bersifat toksik dalam suhu
kurang dari 100°C, akan tetapi ketika dipanaskan dengan temperatur yang
terlalu tinggi (>100°C) dapat menghasilkan zat toksik yaitu acrolein
(Bertholon et al., 2013). Acrolein terdeteksi pada beberapa brand vape,
akan tetapi dengan kadar yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan
rokok konvensional (Hajek et al., 2014).
Vegetable Glycerine memiliki fungsi yang sama dengan Propylene
Glycol yaitu sebagai zat pelarut. Sebuah penelitian terdahulu menyatakan
bahwa e-liquid dengan konsentrasi Propylene Glycol lebih tinggi
dibandingkan Vegetable Glycerin, dapat menciptakan sensasi “throat hit”
serta rasa yang lebih kuat. Sedangkan, e-liquid dengan konsentrasi
Vegetable Glycerin yang lebih tinggi dibandingkan Propylene Glycol
10
dapat menghasilkan lebih banyak uap yang dihembuskan (Spindle et al.,
2018).
2.1.2.4 Zat Perasa
Zat perasa yang biasa digunakan merupakan aroma yang menyerupai
tembakau (wangi alami tembakau maupun mentol), buah-buahan, vanilla,
karamel, kopi, dan yang lainnya (Bertholon et al., 2013). Kebanyakan zat
perasa merupakan zat perasa tambahan pada makanan yang aman untuk
dikonsumsi. Akan tetapi, tidak aman jika terhirup oleh paru-paru,
dikarenakan dapat menyebabkan udara yang terhirup menjadi tidak segar
(BPOM, 2015).
2.1.2.5 Zat lainnya
a. Tobacco-specific nitrosamines (TSNAs) yang bersifat toksik dan
diethylene glycol (DEG) yang termasuk bahan karsinogen, juga
ditemukan pada uap vape dengan konsentrasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan asap rokok tembakau (Pisinger & Dossing,
2014).
b. Logam: partikel timah, perak, nikel, alumunium dan kromium di dalam
uap rokok elektronik dengan ukuran sangat kecil (nano-partikel)
sehingga dapat masuk ke saluran napas di paru-paru (BPOM, 2015).
c. Karbonil: karsinogen potensial antara lain formaldehida, asetaldehida
dan acrolein serta senyawa organik volatil (VOCs) seperti toluena dan
p,m-xylene (Pisinger & Dossing, 2014).
11
d. Zat lainnya: kumarin, tadalafil, rimonabant, serat silika (Pisinger &
Dossing, 2014).
2.2 Konsumsi Oksigen Maksimal (VO2Maks)
Konsumsi oksigen maksimal (VO2Maks) adalah volume maksimal
oksigen per menit yang dapat digunakan seseorang untuk mengoksidasi
molekul nutrien penghasil energi. Konsumsi oksigen maksimal bergantung
pada tiga sistem. Sistem pernapasan esensial bagi ventilasi dan pertukaran
oksigen dan karbon monoksida antara udara dan darah di paru. Sistem
sirkulasi dibutuhkan untuk menyalurkan oksigen ke otot yang aktif. Pada
akhirnya, otot harus memiliki enzim oksidatif agar dapat menggunakan
oksigen yang telah disediakan (Sherwood, 2016).
Nilai konsumsi oksigen maksimal (VO2Maks) dapat dijadikan sebagai
parameter kemampuan sistem kardiovaskular serta sistem respirasi dalam
mengangkut oksigen. Keterbatasan fisik yang membatasi laju pelepasan energi
secara aerobik bergantung pada kemampuan kimiawi dari sistem jaringan
seluler berotot untuk menggunakan oksigen dalam memecah bahan bakar serta
kemampuan gabungan sistem kardiovaskular dan paru untuk mengangkut
oksigen ke sistem jaringan otot (Bhat & Shaw, 2017).
Nilai normal konsumsi oksigen maksimal berdasarkan usia adalah sebagai
berikut:
12
Tabel 2.1
Nilai normal VO2Maks pada pria Age Very Poor Poor Fair Good Excellent Superior
18-25 <30 30-36 37-51 52-60 51 - 55 >55
26-35 <30 30-34 35-48 49-56 46 - 52 >52
36-45 <26 26-30 31-42 43-51 45 - 49 >49
46-55 <25 25-28 29-38 39-45 43 - 47 >48
56-65 <22 22-25 26-35 36-41 41 - 45 >45
65+ <20 20-21 22-32 33-37 36 - 44 >44
(Heyward & Gibson, 2014)
Sedangkan, nilai skor yang didapat dari hasil bleep test sesuai dengan tabel
berikut.
Tabel 2.2
Nilai skor VO2Maks (dalam ml/kg/menit)
Level Shuttle VO2Maks Level Shuttle VO2Maks
2
1 21.3
4
7 29.2
2 21.7 8 29.5
3 22.1 9 29.8
4 22.4
5
1 30.2
5 22.8 2 30.5
6 23.1 3 30.9
7 23.5 4 31.2
8 23.9 5 31.6
3
1 24.2 6 31.9
2 24.6 7 32.2
3 24.9 8 32.6
4 25.3 9 32.9
5 25.6
6
1 33.3
6 26.0 2 33.6
7 26.3 3 33.9
8 26.7 4 34.3
4
1 27.1 5 34.6
2 27.4 6 35.0
3 27.8 7 35.3
4 28.1 8 35.6
5 28.5 9 36.0
6 28.8 10 36.3
(Mackenzie, 2007)
13
2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Oksigen Maksimal
2.2.1.1 Usia
VO2Maks pada anak usia 8-16 tahun yang tidak dilatih menunjukkan
kenaikan progresif dan linier dari puncak kemampuan aerobik,
sehubungan dengan usia kronologis pada anak perempuan dan laki-laki.
VO2Maks anak laki-laki menjadi lebih tinggi mulai umur 10 tahun, walau
ada yang berpendapat latihan ketahanan tidak terpengaruh pada
kemampuan aerobik sebelum usia 11 tahun. Puncak nilai VO2Maks
dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun pada kedua jenis kelamin
(Armstrong, 2006).
2.2.1.2 Jenis kelamin
Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada
usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang
menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan
lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil
daripada pria. Mulai umur 10 tahun, VO2Maks anak laki-laki menjadi
lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12 tahun, perbedaannya
menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2Maks anak laki-laki 37% lebih
tinggi dibanding anak perempuan (Armstrong, 2006).
2.2.1.3 Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) dapat dijadikan sebagai penanda gambaran
lemak tubuh seseorang. Peningkatan lemak tubuh dapat mengakibatkan
penurunan konsumsi oksigen maksimal seseorang. Hal ini disebabkan
14
besarnya lemak tubuh seseorang dapat memberi beban dalam pengambilan
oksigen oleh otot-otot yang bekerja aktif (Mondal & Mishra, 2017).
2.2.1.4 Latihan Fisik
Latihan fisik yang teratur (3-5 kali/minggu) dapat meningkatkan nilai
VO2Maks. Namun begitu, VO2Maks ini tidak terpaku pada nilai tertentu,
tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas fisik
(Armstrong, 2006).
2.3 Sistem Respirasi
2.3.1 Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi
(Sherwood, 2016)
Gambar 2.2
Anatomi Sistem Respirasi
Aliran udara melalui sistem pernapasan dapat dipecah menjadi tiga
wilayah yang saling terhubung: saluran napas bagian atas; jalan napas
penghantar; dan jalan napas alveolar (juga dikenal sebagai parenkim paru
15
atau jaringan asinar). Jalan udara atas terdiri dari sistem masuk, hidung atau
rongga hidung dan mulut yang mengarah ke faring. Laring memanjang dari
bagian bawah faring untuk melengkapi jalan napas bagian atas. Hidung
adalah titik masuk utama untuk udara yang dihirup oleh karena itu, epitel
mukosa yang melapisi saluran napas nasofaring terpapar pada konsentrasi
tertinggi alergen, racun, dan bahan partikulat yang terhirup (Barrett et al.,
2010).
Selain penciuman, hidung dan saluran napas bagian atas menyediakan
dua fungsi penting tambahan dalam aliran udara, yaitu (1) menyaring
partikel besar untuk mencegah mereka mencapai saluran udara konduksi dan
alveolar dan (2) berfungsi untuk menghangatkan dan melembabkan udara
saat memasuki tubuh (Barrett et al., 2010).
Proses pertukaran gas dalam tubuh, yang disebut respirasi, memiliki tiga
langkah dasar, yaitu (Tortora & Derrickson, 2014):
1. Ventilasi paru (pulmonal paru), atau bernapas, adalah inhalasi (inflow)
dan pernapasan (outflow) udara dan melibatkan pertukaran udara antara
atmosfer dan alveoli paru-paru.
2. Respirasi eksternal (paru) adalah pertukaran gas antara alveoli paru-paru
dan darah di kapiler paru melintasi membran pernapasan. Dalam proses
ini, darah kapiler paru memperoleh O2 dan melepaskan CO2.
3. Respirasi internal (jaringan) adalah pertukaran gas antara darah dalam
kapiler sistemik dan sel-sel jaringan. Pada langkah ini darah melepaskan
O2 dan mendapatkan CO2. Di dalam sel, reaksi metabolik yang
16
mengonsumsi O2 dan mengeluarkan CO2 selama produksi ATP disebut
respirasi sel.
2.3.2 Ventilasi Paru
(Tortora & Derrickson, 2014)
Gambar 2.3
Perubahan Tekanan dalam Ventilasi Paru
2.3.2.1 Inhalasi
Selama inhalasi, tekanan antara dua lapisan pleura di rongga pleura,
yang disebut tekanan intrapleural (intrathoracic), selalu subatmosfer (lebih
rendah dari tekanan atmosfer) sekitar 4 mmHg lebih kecil dari tekanan
atmosfer, atau sekitar 756 mmHg pada tekanan atmosfer 760 mmHg.
Ketika diafragma dan interkostalis eksternal berkontraksi dan ukuran
keseluruhan rongga toraks meningkat volume rongga pleura juga
meningkat, sehingga menyebabkan tekanan intrapleural berkurang
menjadi sekitar 754 mmHg. Selama ekspansi toraks, pleura parietal dan
17
visceral normalnya melekat erat yang disebabkan oleh tekanan
subatmosfer di antara mereka dan karena tegangan permukaan yang
diciptakan oleh permukaannya yang lembab (Tortora & Derrickson, 2014)
Saat rongga toraks mengembang, pleura parietal yang melapisi rongga
ditarik keluar ke segala arah, serta pleura visceral dan paru-paru ditarik
juga ikut tertarik. Ketika volume paru-paru meningkat dengan cara ini,
tekanan di dalam paru-paru, yang disebut tekanan alveolar
(intrapulmonik), turun dari 760 menjadi 758 mmHg. Perbedaan tekanan
dengan demikian ditetapkan antara atmosfer dan alveoli. Karena udara
selalu mengalir dari daerah dengan tekanan lebih tinggi ke daerah dengan
tekanan lebih rendah, inhalasi terjadi. Udara terus mengalir ke paru-paru
selama ada perbedaan tekanan (Tortora & Derrickson, 2014)
Inspirasi adalah proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi
meningkatkan volume intratoraks. Tekanan intrapleural di pangkal paru-
paru, yang biasanya sekitar –2,5 mm Hg yang relatif terhadap atmosfer
pada awal inspirasi berkurang hingga sekitar -6 mm Hg. Paru-paru tertarik
ke posisi yang lebih luas. Tekanan di jalan napas menjadi sedikit negatif,
dan udara mengalir ke paru-paru. Pada akhir inspirasi, paru-paru rekoil
dan mulai menarik dada kembali ke posisi ekspirasi, di mana tekanan
paru-paru yang rekoil dan keseimbangan dinding dada seimbang. Tekanan
di jalan napas menjadi sedikit positif, dan udara mengalir keluar dari paru-
paru (Barrett et al., 2010)
18
Selama inhalasi yang dalam dan kuat, otot-otot aksesori inspirasi juga
berpartisipasi dalam meningkatkan ukuran rongga dada. Otot-otot ini
dinamai demikian karena mereka membuat sedikit, jika ada, kontribusi
selama inhalasi tenang normal, tetapi selama latihan atau ventilasi paksa
mereka dapat berkontraksi dengan kuat. Otot aksesori inhalasi termasuk
otot sternokleidomastoid, yang mengangkat sternum; otot-otot skalen,
yang mengangkat dua tulang rusuk pertama dan otot-otot pectoralis
minor, yang mengangkat tulang rusuk ketiga hingga kelima. Karena baik
inhalasi normal dan inhalasi selama latihan atau ventilasi paksa melibatkan
kontraksi otot, proses inhalasi ini dinyatakan aktif (Tortora and
Derrickson, 2014)
2.3.2.2 Ekshalasi
Menghembuskan napas yang disebut ekshalasi (ekspirasi), juga
disebabkan oleh gradien tekanan, namun dalam hal ini gradien berada di
arah yang berlawanan, tekanan di paru-paru lebih besar daripada tekanan
atmosfer. (Tortora and Derrickson, 2014). Tidak seperti inhalasi, ekhalasi
selama pernapasan tenang bersifat pasif dalam arti tidak ada otot yang
menurunkan volume volume intratoraks. Namun, beberapa kontraksi otot
inspirasi terjadi pada bagian awal ekspirasi. Kontraksi ini memberikan aksi
pengereman pada kekuatan mundur dan memperlambat kedaluwarsa.
Upaya inspirasi yang kuat mengurangi tekanan intrapleural ke nilai
serendah –30 mmHg, menghasilkan tingkat inflasi paru yang lebih tinggi.
(Barrett et al., 2010)
19
Kekuatan yang diarahkan ke dalam berkontribusi terhadap elastisitas
mundur: (1) mundurnya serat elastis yang diregangkan selama inhalasi dan
(2) tarik ke dalam dari tegangan permukaan karena lapisan cairan alveolar
(Tortora and Derrickson, 2014)
Ekshalasi dimulai ketika otot-otot inspirasi mengendur. Saat diafragma
mengendur, puncaknya bergerak dengan superior karena elastisitasnya.
Saat intercostals eksternal rileks, tulang rusuknya tertekan. Gerakan-
gerakan ini mengurangi diameter vertikal, lateral, dan anteroposterior
rongga toraks, yang menurunkan volume paru-paru. Pada gilirannya,
tekanan alveolar meningkat menjadi sekitar 762 mmHg (Tortora and
Derrickson, 2014). Ketika ventilasi ditingkatkan, tingkat deflasi paru-paru
juga meningkat dengan kontraksi aktif otot ekspirasi yang menurunkan
volume intrathoracic (Barrett et al., 2010). Udara kemudian mengalir dari
area bertekanan tinggi di alveoli ke area bertekanan rendah di atmosfer
(Tortora and Derrickson, 2014).
Ekshalasi menjadi aktif hanya selama pernapasan paksa, seperti yang
terjadi saat memainkan alat musik tiup atau selama berolahraga. Selama
masa-masa ini, otot-otot pernapasan perut dan intercostals internal
berkontraksi, sehingga meningkatkan tekanan di daerah perut dan dada.
Kontraksi otot-otot perut menggerakkan iga inferior ke bawah dan
menekan visera perut, sehingga memaksa diafragma superior. Kontraksi
interkostal internal, yang meluas ke inferior dan posterior antara tulang
rusuk yang berdekatan, menarik tulang rusuk lebih rendah. Meskipun
20
tekanan intrapleural selalu kurang dari tekanan alveolar, tekanan ini
mungkin secara singkat melebihi tekanan atmosfer selama pernapasan
yang kuat, seperti saat batuk (Tortora and Derrickson, 2014)
2.3.2.3 Resistensi Jalan Napas
Resistensi jalan nafas didefinisikan sebagai perubahan tekanan (ΔP)
dari alveoli ke mulut dibagi dengan perubahan laju aliran (V). Karena
struktur bronkial dan juga jalur udara yang berkontribusi terhadap
ketahanannya, sulit untuk menerapkan estimasi matematika dari
pergerakan melalui bronkial. Resistensi jalan nafas meningkat secara
signifikan karena volume paru berkurang. Selain itu, bronkus dan
bronkiolus secara signifikan berkontribusi terhadap resistensi jalan napas.
Dengan demikian, kontraksi otot polos yang melapisi saluran udara
bronkial akan meningkatkan resistensi saluran napas, dan membuat
pernapasan menjadi lebih sulit (Barrett et al., 2010).
Seperti aliran darah yang melewati pembuluh darah, laju aliran udara
melalui saluran udara tergantung pada perbedaan tekanan dan resistansi.
Aliran udara sama dengan perbedaan tekanan antara alveoli dan atmosfer
dibagi dengan resistansi. Dinding saluran udara, terutama bronkiolus,
memiliki beberapa perlawanan terhadap aliran normal udara masuk dan
keluar dari paru-paru. (Tortora and Derrickson, 2014).
Diameter saluran napas juga diatur oleh tingkat kontraksi atau
relaksasi otot polos di dinding saluran udara. Sinyal dari divisi simpatis
sistem saraf otonom menyebabkan relaksasi otot polos ini yang
21
menyebabkan pelebaran dan penurunan resistensi. Setiap kondisi yang
mempersempit atau menghalangi saluran udara meningkatkan resistensi,
sehingga lebih banyak tekanan diperlukan untuk mempertahankan aliran
udara yang sama. (Tortora and Derrickson, 2014)
2.4 Sistem Kardiovaskular
2.4.1 Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskular
(Tortora and Derrickson, 2014)
Gambar 2.4
Sirkulasi Paru dan Sistemik yang Berhubungan dengan Jantung
22
Sistem sirkulasi memiliki tiga komponen dasar, yaitu (Sherwood, 2016):
1. Jantung, berfungsi sebagai pompa yang memberikan tekanan kepada
darah untuk membentuk gradien tekanan yang diperlukan agar darah
mengalir ke jaringan. Seperti semua cairan, darah menghasilkan gradien
tekanan dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan lebih rendah.
2. Pembuluh darah, berfungsi sebagai jalan kemana darah diarahkan dan
didistribusikan dari jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian
kembali ke jantung. Pembuluh darah terkecil dirancang untuk pertukaran
material-material yang cepat antara jaringan di sekitarnya dan darah di
dalam pembuluh
3. Darah adalah media transportasi di mana bahan yang diangkut jarak jauh
dalam tubuh (seperti O2, CO2, nutrisi, limbah, elektrolit, dan hormon)
dilarutkan atau ditangguhkan
2.4.2 Transpor Oksigen
Oksigen berdifusi dari alveolus ke dalam darah kapiler paru karena
tekanan parsial O2 (PaO2) dalam alveoli lebih besar daripada PaO2 dalam
darah kapiler paru. Dalam jaringan tubuh lainnya, PaO2 yang lebih tinggi
dalam darah kapiler daripada dalam jaringan menyebabkan oksigen
berdifusi ke dalam sel– sel sekitarnya (Guyton & Hall, 2014).
Sebaliknya, CO2 terus dibentuk dalam jumlah besar di dalam sel,
sehingga PaCO2 intrasel meningkat ke nilai yang tinggi dan menyebabkan
karbon dioksida berdifusi ke dalam kapiler jaringan. Setelah darah mengalir
ke paru, karbon dioksida berdifusi keluar dari darah masuk ke dalam
23
alveolus karena PaCO2 dalam darah kapiler paru lebih besar daripada dalam
alveolus. Sehingga, pengangkutan O2 dan CO2 oleh darah bergantung pada
difusi keduanya dan aliran darah (Guyton & Hall, 2014).
2.5 Efek rokok elektrik terhadap VO2Maks
Rokok elektrik adalah alat yang di desain untuk menghasilkan nikotin
tanpa pembakaran tembakau dengan memanaskan liquid yang biasanya
mengandung nikotin, zat perasa, propylene glycol dan atau vegetable
glycerine, dan zat kimia lainnya (Hajek et al., 2014)
Nikotin adalah salah satu zat berbahaya yang terkandung dalam rokok
elektrik. Nikotin dapat berdampak buruk bagi kesehatan terutama terhadap
sistem respirasi dan juga sistem kardiovaskular (Mishra et al., 2015). Nikotin
berefek pada peningkatan jumlah nAChRs (Nicotinic acetylcholine receptors)
di epitel paru yang mengakibatkan peningkatan produksi musin dan juga
meningkatkan kontraksi otot polos (Javed et al., 2017). Bronkus dan
bronkiolus secara signifikan berkontribusi terhadap resistensi jalan napas.
Dengan demikian, kontraksi otot polos yang melapisi saluran udara bronkial
akan meningkatkan resistensi saluran napas dan membuat pernapasan menjadi
lebih sulit karena uptake O2 berkurang (Barrett et al., 2010).
Epitel mukosa melekat pada membran basal tipis dan lamina propria di
bawahnya. Satu kesatuan ini disebut sebagai mukosa saluran napas. Sel-sel
otot polos ditemukan di bawah epitel dan jaringan ikat yang membungkus
juga diselingi dengan tulang rawan yang lebih dominan dalam bagian-bagian
dari saluran napas yang melakukan kaliber yang lebih besar. Epitel disusun
24
sebagai epitel pseudostratified dan mengandung beberapa jenis sel, termasuk
sel bersilia dan sekretori (misalnya, sel goblet dan glandular acini) yang
menyediakan komponen kunci untuk kekebalan bawaan saluran napas, dan sel
basal yang dapat berfungsi sebagai sel progenitor selama cedera (Barrett et al.,
2010).
Selain nikotin, Propylene glycol yang terkandung dalam rokok elektrik
memiliki efek negatif pada tubuh terutama sistem pernapasan. Propylene
glycol dapat meningkatkan jumlah sel goblet dan meningkatkan aktivitas sel
goblet dalam memproduksi musin. Produksi musin yang meningkat dapat
mengakibatkan peningkatan resistensi jalan napas dan berakibat pada
penurunan uptake O2 sehingga terjadi penurunan VO2Maks (Palazzolo et al.,
2017)
Sifat higroskopis dari aerosol Propylene glycol, baik in vivo atau in vitro,
akan memungkinkan pengendapan yang lebih besar dari aerosol yang
dihasilkan oleh rokok elektrik daripada asap rokok konvensional dan dapat
menjelaskan peningkatan endapan yang diamati pada palatum yang terpapar
aerosol. Sedangkan presipitasi aerosol pada permukaan mukosa berkontribusi
terhadap penebalan epitel, hal ini mungkin bukan satu-satunya penyebab
ketebalan epitel meningkat. Propylene glycol menyebabkan terjadinya
penebalan epitel pernapasan dengan meningkatkan jumlah sel goblet atau
meningkatkan kandungan musin dalam sel goblet (Palazzolo et al., 2017)
Pada sistem kardiovaskular, nikotin menyebabkan penurunan produksi
prostasiklin. Penurunan produksi prostasiklin berakibat pada peningkatkan
25
viskositas darah serta peningkatan agregasi platelet. Agregasi platelet yang
meningkat berefek pada meningkatnya produksi trombus sehingga dapat
memicu pada disfungsi endotel dan kerusakan endotel (Papathanasiou &
Mamali, 2014).
2.6 Bleep Test
(Barnard, 2008)
Gambar 2.5
Lintasan 20 meter dalam bleep test
Bleep test adalah tes yang digunakan untuk mengukur konsumsi oksigen
maksimal (VO2Maks), dilakukan dengan cara berlari dengan lintasan 20 m
dimana setiap shuttle harus dicapai sebelum suara rekaman “beep” terdengar
(Heyward & Gibson, 2014).
Bleep test, beep test atau yang sering disebut juga 20 meter shuttle run test
adalah tes lari bolak-balik yang memerlukan lintasan sepanjang 20 meter dan
recorded beeps. Waktu antara bunyi beep satu dengan yang lainnya semakin
berkurang pada setiap menit atau setiap level-nya. Ada beberapa versi tes,
namun satu versi yang umum digunakan yaitu dengan kecepatan lari awal 8,5
km / jam yang meningkat 0,5 km / jam setiap menit. Nilai skor berupa berapa
level dan shuttle yang dapat ditempuh sebelum subjek tidak dapat mengikuti
suara beep dalam rekaman (Heyward & Gibson, 2014).