revisi tugas 1
TRANSCRIPT
Laporan Praktikum
ANALISIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BUNCIS
Diajukan sebagai pemenuhan tugas praktikum pada mata kuliah Perlindungan Hama dan
Penyakit Tanaman
Disusun oleh:
Edyson Sembiring 150510110082
Tarina Intan Citananda 150510110083
Febrina Angelia Samosir 150510110087
Siti Aska 150510110102
Neneng Chuliyah 150510110113
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
SEPTEMBER
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan pestisida dan pupuk kimia menjadi hal yang sangat penting dalam dunia
pertanian saat ini, namun ternyata penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus
menimbulkan dampak negative bagi keberlangsungan pertanian. Penggunaan pestisida
secaraterus menerus akan menyebabkan hama dan penyakit menjadi resisten terhadap
penggunaan pestisida yang mengandung bahan kimia tersebut.
Usaha untuk meningkatkan hasil pertanian terus berlanjut dengan memperhatikan
aspek keamanan lingkungan, kesehatan manusia, dan juga aspek ekonomi maka muncul
istilah Integrated Pest Control yang berkembang menjadi Integrated Pest Management (IPM)
atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Konsep pengendalian hama penyakit terpadu ini
muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara
konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Adapun sasaran dari penggunaan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yakni:
1. Meningkatkan hasil produksi pertanian
2. Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat
3. Populasi hama dan kerusakan tanaman karena serangan hama tetap berada pada
tingkatan yang secara ekonomis tidak merugikan
4. Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida.
PHT penting untuk diaplikasikan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena banyak
sekali faktor, seperti ketahanan hama terhadap bermacam pestisida, kurangnya kesadaran
masyarakat akan gaya hidup sehat serta pencemaran pada lingkungan dan membahayakan
bagi kelangsungan agroekosistem di sekitar lahan. Diharapkan dengan diaplikasikannya PHT
masyarakat dapat memperoleh hasil yang terbaik yaitu stabilitas produksi pertanian, kerugian
seminimal mungkin bagi manusia dan lingkungan, serta petani memperoleh hasil yang
maksimal dari usaha taninya.
Strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) ini adalah memadukan secara kompatibel
semua metode pengendalian hama, yakni:
Pengedalian secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami
Pengedalian fisik dan mekanis yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama,
mengganggu aktivitas fisiologis hama, serta mengganggu lingkungan fisik menjadi
kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama.
Pengendalian secara kultur teknis yakni pengelolaan ekosistem melalui kegiatan
bercocok tanam, yang bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman menjadi kurang
sesuai bagi hama serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati.
Penggunaan pestisida secara selektif untuk mengembalikan populasi hama pada
tingkat keseimbangannya. Penggunaan pestisida diputuskan setelah dilakukan analisis
ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang kendali.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yakni:
1. Untuk menganalisis agroekosistem
2. Untuk mengetahui cara pengendalian hama yang menyerang tanaman buncis.
BAB II
ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
2.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Perlindungan Hama dan Penyakit Tanaman tentang “Analisis Vegetasi pada
Lahan Buncis” dilaksanakan pada hari Jumat, 19 September 2013 di Lahan Ciparanje
Fakultas Pertanian UNPAD
2.2 Prosedur Kerja
1. Tentukan letak pengambilan sample pada lahan
x x
x x
x x
x x
x x
x x
x x
x x
x x
x x
Gambar 1. Pengambilan sampling dari masing-masing guludan
Usahakan pengambilan sample dilakukan secara acak, untuk memastikan bahwa data
yang diambil dapat mewakili seluruh lahan.
2. Amati dan catat gejala kerusakan yang disebabkan oleh hama
3. Lakukan skoring terhadap setiap tanaman sample yang telah diamati, dengan range
skor 0 – 5
4. Setelah pengambilan data sample selesai lakukan wawancara dengan petani sekitar
mengenai sejarah lahan, penggunaan pupuk dan pestisida pada lahan
5. Amati keadaan agroekosistem pada lahan sekitar
6. Tentukan hama utama yang menyerang pada tanaman
7. Amati pengendalian yang dilakukan oleh petani, analisis apakah pengendalian
tersebut sudah tepat atau belum
8. Bandingkan pengendalian hama yang dilakukan petani dengan aplikasi pengendalian
hama terpadu pada literatur
9. Tentukan pengendalian hama yang seharusnya diaplikasikan oleh petani pada lahan
tersebut
2.3 Perhitungan Intensitas Serangan Hama
Intensitas Serangan = ∑∋.Vi
NZ
ni : jumlah sample pada kategori kerusakan
Vi : skor pada sample
N : jumlah total sample
Z : skor tertinggi pada kategori serangan
Keterangan:
Skor 0 = Tidak ada bagian tanaman yang terserang
skor 1 = Bagian tanaman yang terserang <10%
Skor 2= Bagian tanaman yang terserang 10-25%
skor 3 = Bagian tanaman yang terserang 25-50%
Skor 4 = Bagian tanaman yang terserang 50-70%
skor 5 = Bagian tanaman yang terserang > 75%
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Wawancara
Identifikasi Lahan
Lokasi Lahan : Kebun Ciparanje Kec. Jatinangor
Ketinggian : 725 – 800 mdpl
Sejarah lahan : Pada musim terakhir digunakan sebagai lahan tanam jagung
Input pada Lahan
Komoditas : Buncis varietas Jepang
Pupuk : Pupuk dasar berupa kotoran ayam dan NPK pada 1 minggu
sebelum tanam
Pestisida :
- Demolis
Bahan aktif: Abamectrin 18 g/l. Merupakan racun kontak dan lambung.
Efektif mengendalikan hama pengisap dan penusuk daun seperti tungau
- Curacron
Bahan aktif: Profenofos 500 g/l. Merupakan Pemberian dilakukan 2 kali
seminggu, dengan dosis 2 tutup botol per pestisida yang dilarutkan dalam 17
liter air
Usia Tanaman : 1 bulan
Hama yang sering dijumpai : lalat, belalang, dan ulat polong
2.2 Data Hasil Pengamatan
Guludan Skoring Gejala Kerusakan Gulma Gambar
1
Tanaman 1 0- Kemangi,
Nanangkaan
Tanaman 2 1
Bolong-bolong kecil
pada bagian tengah
daun
Nanangkaan
2Tanaman 1 0 - Nanangkaan
Tanaman 2 0 - -
3Tanaman 1 1
Bolong pada bagian
tengah daun
-
Tanaman 2 0 - -
4Tanaman 1 0 - -
Tanaman 2 0 - Nanangkaan
5 Tanaman 1 1 Bolong pada bagian Rumput teki
tengah daun
Tanaman 2 0 - -
6Tanaman 1 1
Ada bekas gigitan
pada bagian sisi daun
disertai dengan warna
kuning pada bekas
gigitan
Rumput teki
Tanaman 2 0 - -
7Tanaman 1 1
Ada bekas gigitan
pada bagian sisi daun
disertai dengan warna
kuning pada bekas
gigitan
Nanangkaan
Tanaman 2 0 - -
8Tanaman 1 1
Ada bekas gigitan
pada bagian sisi daun
disertai dengan warna
kuning pada bekas
gigitan (ditemukan
ulat kecil pada daun)
Rumput teki
Tanaman 2 0 - -
9Tanaman 1 0 - Rumput teki
Tanaman 2 0 - -
10
Tanaman 1 0 - -
Tanaman 2 1
Ada bekas gigitan
pada bagian sisi daun
disertai dengan warna
kuning pada bekas
gigitan
Nanangkaan
Perhitungan intensitas serangan pada tanaman
Intensitas Serangan = ∑∋.Vi
NZ
ni : jumlah sample pada kategori kerusakan
Vi : skor pada sample
N : jumlah total sample
Z : skor tertinggi pada kategori serangan
Berdasarkan data yang telah didapatkan, maka perhitungan intensitas serangan ialah sebagai
berikut:
I = ∑∋.Vi
NZ
I = 7 x1
20 x 5 x 100%
I = 7
100 x 100%
I = 7%
Maka, dapat disimpulkan bahwa kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama pada lahan
buncis di ciparanje adalah sebesar 7%.
3.3 Identifikasi hama
Berdasarkan hasil pengamatan dan gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas
hama kami menemukan 2 jenis hama yaitu ulat polong dan kutu putih. Ulat polong
merupakan hama utama buncis sementara kutu putih merupakan hama sekunder.
a. Ulat Polong (Helicoverpa armigera)
Ulat polong memang menyerang polong-polong buncis, namun pada saat baru
menetas ulat polong memakan daun-daun buncis. Apabila ulat ini menyerang polong
maka polong tersebut akan berlubang agak besar dan tidak beraturan. Serangan ulat
polong ini dapat menurunkan produksi polong dan kualitas polong (Cahyono, 2003).
Pencegahan dan pengendalian:
1. Pergiliran tanaman dengan yang bukan tanaman inang. Tanaman inang ulat
polong adalah kedelai, kacang hijau, kacang panjang, tembakau, terung, kentang,
jagung, dan tomat.
2. Penanaman buncis secara serempak.
3. Pemangkasan polong yang terserang ulat dan membakarnya.
4. Penyebaran hewan pemangsa atau musuh alami (predator), misalnya.
Trichogramma nana yang merupakan parasitoid ulat, dan Orius insidious yang
merupakan predator ulat (larva).
5. Sanitasi kebun dengan membersihkan rumput dan gulma di areal pertanaman
buncis.
6. Penyemprotan insektisida, misalnya dengan Agrothion 50 EC, Sevin 5 D,
Thiodan 35 EC, atau jenis insektisida lainnya.
(Cahyono, 2003)
b. Kumbang daun (Henosepilachna signatipennis)
Kumbang Henosepilachna signatipennis atau Epilachna signatipennis, sering disebut
kumbang daun epilachna termasuk famili Curculionadae. Memiliki bentuk tubuh
oval, berwarna merah atau coklat kekuningan, dan panjangnya antara 6-8 mm.
Kumbang ini menyerang daun muda maupun daun tua. Bila tanaman terserang
kumbang ini maka daun buncis akan terlihat bolong-bolong. Jika daun dibalik, maka
akan tampak adanya anyaman benang halus seperti sarang laba-laba yang merupakan
tempat tinggal tungau.
Pencegahan dan pengendalian
1. Bila sudah terlihat adanya telur, larva, maupun kumbangnya, maka dapat
langsung dibuang secara manual
2. Penyemprotan pestisida organik (campuran bawang putih, cabe rawit, jahe, dan
jeruk)
3. Rotasi tanaman dengan tanaman yang bukan inang
4. Penyemprotan dengan pestisida dengan menggunakan Kelthane, omite 57 EC,
mitac 200 EC atau jenis insektisida lainnya
5. Penanaman serempak
6. Penyebaran musuh alami (predator), seperti Sthehorus gievifrons, Phytoseulus
persimilis Atk Henr, atau Scolothrip sexmaculatus
(Cahyono, 2003)
c. Lalat bibit (Agromyza sp.)
Lalat bibit menyerang batang leher akar atau pangkal batang. Pada umumnya,
tanaman buncis yang diserang adalah tanaman yang masih muda. Spesies lalat bibit
yang menyerang buncis adalah Agromyza phaseoli. Lalat ini berwarna hitam
mengkilap, memiliki antena, dan bersayap cokelat muda. Yang merusak tanaman
adalah stadia ulat dari lalat bibit ini. Telur akan menetas menjadi ulat dan merusak
pangkal batang tanaman. Gejala yang timbul pada tanaman buncis di antaranya daun
berlubang-lubang dengan arah tertentu, yaitu dari tepi daun menuju tangkai atau
tulang daun. Bahkan gejala lebih lanjut berupa pangkal batang yang membengkok
atau pecah. Kemudian tanaman menjadi layu, berubah kuning, dan akhirnya mati
dalam umur yang masih muda. Apabila tidak mengalami kematian, maka tumbuhnya
kerdil, sehingga produksinya sedikit.
Pencegahan dan pengendalian
1. Setelah biji-biji buncis ditanam lahan langsung diberi penutup dari jerami daun
pisang
2. Penanaman dilakukan secara serentak.
3. Bila tanaman sudah terserang secara berat, maka segeralah dicabut dan dibakar
atau dipendam dalam tanah.
4. Menggunakan pestisida organik (dengan campuran bawang putih, cabe rawit,
daun/niji nimba, daun tomat, merica, sambiloto). Penyemprotan dilakukan
sebanyak 2-3 kali sampai umur 20 hari
5. Penyemprotan insektisida dengan Bayrusil, Azodrin 60 EC, Agrothion 50 EC,
Carbavin 85 WP, Dursban 15/5 E atau jenis insektisida lainnya
(Cahyono, 2003)
d. Ulat Penggerek Polong (Etiella zinckenella)
Etiella zinckenella termasuk dalam famili Pyralidae. Penyebarannya meliputi daerah
tropis dan subtropis. Gejala yang ditimbulkannya adalah polong yang masih muda
mengalami kerusakan, bijinya banyak yang keropos. Kerusakan ini tidak sampai
mematikan tanaman buncis.
Pencegahan dan pengendalian:
1. Penyemprotan dengan pestisida organik (campuran bawang putih, cabe rawit,
daun/niji nimba, daun tomat, merica, sambiloto). Waktu penyemprotan dilakukan
segera setelah diketahui adanya serangan dan dapat diulangi beberapa kali
menurut keperluan.
2. Penanaman serentak, yakni penanaman buncis dalam satu hamparan yang luas
dalam waktu yang bersamaan.
3. Pengolahan tanah secara intensif untuk membunuh keppompong ulat penggerek
polong.
4. Pemangkasan polong yang terserang ulat penggerek polong dan membakarnya.
5. Pergiliran tanaman selain dengan tanaman kacang-kacangan.
6. Penyemprotan insektisida, seperti Atabron 50 EC, Agrotion 50 EC, Bayrusil 250
EC, Cymbush 5 EC, Thiodan 35 EC, atau jenis insektisida lainnya. Intensitas
penyemprotan dapat diulang selama 1-2 minggu.
(Cahyono, 2003)
e. Ulat penggulung daun (Lamprosema sp.)
Ulat Lamprosema indicata dan L. diemenalis dapat menyebabkan daun-daun pada
tanaman menjadi menggulung. Beberapa gejalanya ialah daun kelihatan seperti
menggulung dan terdapat ulat yang dilindungi oleh benang-benang sutra dan
kotoran. Polongan sering pula ikut direkatkan bersama-sama dengan daunnya. Daun
juga tampak berlubang-lubang bekas gigitan dari tepi sampai ketulang utama, hingga
habis hanya tinggal urat-uratnya saja.
Pencegahan dan pengendalian:
1. Membuang dan membakar daun yang telah terkangkit;
2. Penyemprotan pestisida organik (campuran bawang putih, cabe rawit, daun/niji
nimba, daun tomat, merica,dan sambiloto). Penyemprotan dapat di ulang setiap 7
hari sampai tanaman terbebas dari hama tersebut.
3. Penanaman buncis secara serempak
4. Penyemprotan dengan insektisida, misalnya Hostathion 40 EC, Nogos 50 EC,
atau Azodrin 15 WSC. Penyemprotan dilakukan selang 2 minggu sekali
(Cahyono, 2003)
f. Ulat jengkal (Plusia sp)
Ulat jengkal menyerang daun buncis baik daun yang masih muda maupun daun yang
sudah tua. Ada dua dua spesies yang menyerang tanaman buncis, yaitu Plusia
signata (Phytometra signata) dan P. chalcites. Panjang ulat P. chalcites kurang lebih
2 cm berwarna hijau dengan garis samping berwarna lebih muda. Gejala yang
ditimbulkan biasanya daun yang terserang jadi bolong-bolong tidak beraturan.
Serangan ulat yang cukup parah dapat menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan
produksi polongnya rendah.
Pencegahan dan pengendalian:
1. Secara mekanik, yaitu dibuang dengan tanah satu per satu.
2. Sanitasi, yaitu dengan membersihkan gulma-gulma yang dapat dijadikan sebagai
inang alternatif hama.
3. Penyemprotan pestisida organik(campuran bawang putih, cabe rawit, daun/niji
nimba, daun tomat, merica, dansambiloto) dengan dosis di perbesar.
4. Penanaman serempak, yakni menanam buncis dalam satu hamparan luas dalam
waktu yang bersamaan.
(Cahyono, 2003)
g. Kutu daun (Aphis gossyipii)
Aphis gossypii bersifat polifag yaitu dapat memakan segala tanaman dan tersebar di
seluruh dunia. Tanaman inangnya bermacam-macam, antara lain kapas, semangka,
kentang, cabai, terung, bunga sepatu dan jeruk. Warna kutu ini hijau tua sampai
hitam atau kuning coklat. Gejala yang diakibatkan serangan hama ini ialah
pertumbuhan tanaman menjadi kerdil dan batang memutar (memilin), daun menjadi
keriting dan berwarna kuning.
Pencegahan dan pengendalian:
1. Secara alami, yaitu dengan cara memasukkan musuh alaminya, antara lain
lembing, lalat dan jenis Coccinellidae.
2. Penyemprotan pestisida organik (campuran bawang putih, bawang merah, cabe
rawit, daun/niji nimba, daun tomat, merica, sambiloto).Bila setelah disemprotkan
masih terdapat hamanya, maka penyemprotannya dapat diulang setiap 7-14 hari
sekali.
3. Pemangkasan daun yang diserang, kemudian dikumpulkan dan diserang.
4. Pergiliran tanaman dengan yang bukan inang. Tanaman inang kutu daun
diantaranya kacang-kacangan, jeruk, kapas, kentang, terung, cabe, semangka,
bunga sepatu, dan tembakau.
BAB IV
KESIMPULAN
Hama utama pada lahan buncis adalah Ulat Polong (Helicoverpa armigera), sedangkan
hama lain yang merusak tanaman buncis adalah Kumbang daun (Henosepilachna
signatipennis), Lalat bibit (Agromyza sp.), Ulat Penggerek Polong (Etiella zinckenella),
Ulat penggulung daun (Lamprosema sp.), Ulat jengkal (Plusia sp) dan Kutu daun (Aphis
gossyipii).
Dampak kerusakan yang diakibatkan hama Spodoptera litura pada lahan buncis ialah
sebesar 7%.
Pengendalian yang dilakukan petani belum tepat. Petani hanya melakukan pengendalian
kimiawi dan tidak melakukan rotasi bahan aktif pada pestisida
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Hama dan Penyakit pada Tanaman Buncis. Diakses melalui
(http://petaniberdasicom.blogspot.com/2010/06/hama-dan-penyakit-pada-tanaman-
buncis.html) pada 26 September 2013
Cahyono, Bambang. 2003. Kacang Buncis: Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius: Yogyakarta. Diakses melalui (http://books.google.co.id/books?id=-
7kLSVBV61sC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false) pada 26 September
2013
Subandiyah, Siti. 2011. Kehilangan hasil dan cara pengukuran Ambang ekonomi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. Diakses melalui
(http://faperta.ugm.ac.id/download/bahan_kuliah/siti_subandiyah/DPT/DPT%202011-
Lecture%204%20Concept%20of%20Economic%20Injury%20level%20etc.pdf)
Tengkano, Yuliantoro Dan Baliadi Wedanimbi. 2010. Lalat Pengorok Daun, Liriomyza Sp.
(Diptera: Agromyzidae), Hama Baru pada Tanaman Kedelai di Indonesia. Balai
Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Malang. Diunduh melalui
(http://digilib.litbang.deptan.go.id/repository/index.php/repository/download/
1122/1098) pada 26 September 2013