revisi-p.70-02032011

171
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan; b. bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b perlu membentuk Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Pasal 24...

Upload: rimbawan-ank

Post on 25-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

REVISI-P.70-02032011

TRANSCRIPT

Page 1: REVISI-P.70-02032011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIANOMOR : P. /Menhut-II/2010

TENTANG

PEDOMAN TEKNIS REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan;

b. bahwa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b perlu membentuk Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Pasal 24...

Page 2: REVISI-P.70-02032011

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4207) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4776);

5. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

6. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan;

9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 96);

Page 3: REVISI-P.70-02032011

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TENTANG PEDOMAN TEKNIS REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN.

Pasal 1

Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini.

Pasal 2

Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini menjadi acuan teknis dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan.

Pasal 3

Unit kerja Eselon II dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lingkup Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, menyusun Rencana strategis (Renstra) 2010 – 2014 dengan mengacu pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial ini.

Pasal 4

(1) Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kehutanan ini, maka Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang telah dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.24/Menhut-II/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kebun Bibit Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.46/Menhut-II/2010 dinyatakan tetap berlaku dan selanjutnya disesuaikan dengan Peraturan ini.

(2) Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kehutanan ini, maka Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 5

Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Kehutanan ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Page 4: REVISI-P.70-02032011

pada tanggal

MENTERI KEHUTANANREPUBLIK INDONESIA,

ZULKIFLI HASANDiundangkan di Jakartapada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAMREPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR

Page 5: REVISI-P.70-02032011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANANNOMOR : P. /Menhut-II/2011TANGGAL :

PEDOMAN TEKNIS REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kerusakan fungsi hutan dan lahan yang diidentifikasi sebagai lahan

kritis di Indonesia berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tahun

20091 adalah seluas 71.535.937 Ha yang terdiri dari 30.869.752 Ha

kategori Kritis s/d Sangat Kritis dan 40.666.185 Ha kategori Agak

Kritis.

Kerusakan hutan dan lahan sudah tersebar di semua fungsi

kawasan sehingga menjadi ancaman yang cukup serius bagi daya

dukung DAS baik fungsinya sebagai penyangga kehidupan maupun

peran hidro orologis DAS. Indikator adanya degradasi fungsi DAS

ditunjukkan dengan meningkatnya bencana alam banjir, longsor

dan kekeringan yang melanda di sebagian besar wilayah Indonesia

pada dekade ini.

Dalam upaya mengendalikan laju kerusakan hutan dan lahan

tersebut Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah

Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan

yang mengatur penyelenggaraan rehabilitasi serta reklamasi hutan

pada semua fungsi hutan serta areal penggunaan lain. PP Nomor

76/Tahun 2008 ini telah mengatur pembagian kewenangan dan

kewajiban bagi pemerintah, pemerintah daerah serta pemegang ijin

kawasan untuk melakukan penyelenggaraan RHL yang mencakup

perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian.

Kewajiban melakukan RHL pada lahan kritis di semua fungsi

kawasan mengharuskan pemerintah, pemerintah daerah serta

pemegang ijin kawasan mengalokasikan kegiatan RHL dari berbagai

sumber anggaran dengan berpedoman pada ketentuan PP.76/2008

ini. Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini merupakan

amanat pasal 33 PP.76/2008 untuk petunjuk bagi para pihak agar

dapat melaksanakan kegiatan RHL di lapangan sehingga kegiatan

RHL dapat terlaksana dengan baik.

1 Hasil Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Daerah Aliran Sungai (DAS)

Page 6: REVISI-P.70-02032011

2. Maksud dan Tujuan

Pedoman teknis RHL ini dimaksudkan untuk memberikan acuan

kepada semua pihak dalam menyelenggarakan kegiatan RHL

sehingga pelaksanaan kegiatan RHL dapat terlaksana dengan baik.

Sedangkan tujuannya adalah pulihnya daya dukung DAS dan

meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

3. Ruang Lingkup Pedoman Teknis RHL

Ruang lingkup pedoman teknis RHL ini meliputi perencanaan,

penyediaan bibit, rehabilitasi hutan, rehabilitasi lahan, rehabilitasi

mangrove dan sempadan pantai, rehabilitasi rawa dan gambut,

teknik konservasi tanah, kegiatan pendukung, peran serta

masyarakat, pengendalian dan pengawasan. Pedoman ini

mencakup kegiatan vegetatif dan sipil teknis.

4. Pengertian

1. Areal Produksi Benih (APB) adalah sumber benih yang dibangun

khusus atau berasal dari tegakan benih terseleksi (TBS) yang

kemudian ditingkatkan kualitasnya dengan penebangan pohon-

pohon yang fenotipenya tidak bagus (inferior).

2. Bangunan pengendali jurang (gully plug) adalah bendungan kecil

yang lolos air yang dibuat pada parit-parit, melintang alur parit

dengan konstruksi batu, kayu atau bambu.

3. Bangunan terjunan air adalah bangunan terjunan yang dibuat

pada tiap jarak tertentu pada saluran pembuangan air

(tergantung kemiringan lahan) yang dibuat dari batu, kayu atau

bambu.

4. Bibit adalah bahan tanaman atau bagiannya yang digunakan

untuk memperbanyak dan atau mengembangkan tanaman yang

berasal dari bahan generatif atau bahan vegetatif.

5. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan

mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

Page 7: REVISI-P.70-02032011

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan

yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

6. Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas adalah DAS yang menjadi

sasaran prioritas untuk mendapat penanganan segera baik

melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan maupun upaya

lainnya.

7. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada

daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai

kebutuhan daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu

mendanai kegiatan khusus di bidang kehutanan yang merupakan

urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

8. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi

(DBH SDA Kehutanan DR) adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan

angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi yang berasal dari sumber

daya alam kehutanan.

9. Dam penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan

konstruksi bronjong batu atau trucuk bambu/kayu yang dibuat

pada alur sungai / jurang dengan tinggi maksimal 4 meter yang

berfungsi untuk mengendalikan/mengendapkan

sedimentasi/erosi tanah dan aliran permukaan (run-off).

10. Dam pengendali adalah bendungan kecil semi permanen

yang dapat menampung air (tidak lolos air) dengan konstruksi

urugan tanah homogen, lapisan kedap air dari beton (tipe busur)

untuk mengendalikan erosi tanah, sedimentasi dan aliran

permukaan yang dibangun pada alur sungai/anak sungai dengan

tinggi bendungan maksimal 8 (delapan) meter.

11. Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas

dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah

Kabupaten/Kota.

12. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan

tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi.

13. Embung air adalah bangunan penampung air berbentuk

kolam yang berfungsi untuk menampung air hujan/air limpasan

Page 8: REVISI-P.70-02032011

atau air rembesan pada lahan tadah hujan yang berguna sebagai

sumber air untuk memenuhi kebutuhan pada musim kemarau.

14. Gambut adalah material yang terbentuk dari bahan-bahan

organik (serasah), seperti dedaunan, batang dan cabang serta

akar tumbuhan yang terakumulasi dalam kondisi lingkungan

yang tergenang air, sedikit oksigen dan keasaman tinggi serta

terbentuk di suatu lokasi dalam jangka waktu yang lama.

15. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang

bertumbuhan pohon-pohonan yang kompak dan rapat di dalam

wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak,

yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang

berwenang.

16. Hutan mangrove adalah suatu formasi pohon-pohon yang

tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara

sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh

keberadaan jenis-jenis Avicennia spp (Api-api), Soneratia spp.

(Pedada), Rhizophora spp (Bakau), Bruguiera spp (Tanjang),

Lumnitzera excoecaria (Tarumtum), Xylocarpus spp (Nyirih),

Anisoptera dan Nypa fruticans (Nipah).

17. Hutan pantai adalah suatu formasi pohon-pohon yang

tumbuh di tepi pantai dan berada diatas garis pasang tertinggi,

antara lain : Casuarina equisetifolia (Cemara laut), Terminalia

catappa (Ketapang), Hibiscus filiaccus (Waru), Cocos nucifera

(Kelapa) dan Arthocarpus altilis (Cempedak).

18. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah

yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan

hutan dengan ketentuan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk

tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 %.

19. Hutan rawang adalah areal dalam kawasan hutan yang

tidak produktif yang ditandai dengan potensi pohon komersial

kurang dari 20 m³/ha.

20. Jenis kayu-kayuan adalah jenis-jenis tanaman hutan yang

menghasilkan kayu untuk konstruksi bangunan, meubel dan

peralatan rumah tangga.

21. Jenis tanaman endemik adalah jenis tanaman asli yang

tumbuh/pernah tumbuh pada suatu daerah.

Page 9: REVISI-P.70-02032011

22. Jenis tanaman serbaguna (multi purpose tree

species/MPTS) adalah jenis tanaman yang menghasilkan kayu

dan bukan kayu (buah- buahan, getah, kulit dll.)

23. Jenis tanaman unggulan lokal (TUL) adalah jenis-jenis

tanaman asli atau eksotik yang disukai masyarakat karena

mempunyai keunggulan tertentu berupa produk kayu, buah dan

getah yang produknya mempunyai nilai ekonomi tinggi.

24. Kebun Benih Semai (KBS) adalah sumber benih yang

dibangun dari bahan generatif yang berasal dari pohon plus pada

tegakan yang diberi perlakukan penjarangan berdasarkan hasil

uji keturunan.

25. Kebun Benih Klon (KBK) adalah sumber benih yang

dibangun dari bahan vegetatif yang berasal dari pohon plus pada

tegakan yang diberi perlakukan penjarangan berdasarkan hasil

uji keturunan.

26. Kebun Pangkas (KP) adalah sumber benih yang dibangun

dari bahan vegetatif yang berasal dari klon unggul berdasarkan

hasil uji klon.

27. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang

tanah pada penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah

tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat- syarat

yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga

dapat mendukung kehidupan secara lestari.

28. Lahan kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar

kawasan hutan yang telah menurun fungsinya sebagai unsur

produksi dan media pengatur tata air DAS.

29. Land Mapping Unit (LMU) adalah unit pemetaan lahan

terkecil yang mempunyai kesamaan kondisi biofisik berupa

tingkat kerusakan/ kekritisan, fungsi kawasan dan morfologi

Daerah Aliran Sungai (DAS).

30. Lubang resapan biopori adalah lubang yang dibuat di

dalam tanah agar terjadi berbagai aktivitas organisme di

dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan fauna

tanah lainnya.

31. Normal Density Value Index (NDVI) yaitu suatu nilai hasil

pengolahan indeks vegetasi dari citra satelit kanal inframerah

Page 10: REVISI-P.70-02032011

dan kanal merah yang menunjukkan tingkat kerapatan vegetasi

setiap piksel secara relatif.

32. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk

meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui

pemberian akses terhadap sumberdaya, pendidikan, pelatihan

dan pendampingan.

33. Pemeliharaan tanaman adalah perlakuan terhadap

tanaman dan lingkungannya agar tanaman tumbuh sehat dan

normal melalui pendangiran, penyiangan, penyulaman,

pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit.

34. Penghijauan adalah kegiatan tanam- menanam pohon di

luar kawasan hutan.

35. Penanaman pengkayaan reboisasi adalah penanaman di

kawasan hutan dalam rangka penambahan jumlah pohon untuk

meningkatkan produktivitas hutan.

36. Penanaman pengkayaan hutan rakyat adalah penanaman

di luar kawasan hutan dalam rangka penambahan jumlah pohon

untuk meningkatkan produktivitas lahan.

37. Penghijauan lingkungan adalah penanaman pohon di luar

kawasan hutan untuk meningkatkan kualitas lingkungan seperti

pada areal fasilitas sosial/umum, ruang terbuka hijau, jalur hijau,

pemukiman, taman dll.

38. Perlindungan kanan kiri / tebing sungai adalah teknik

konservasi tanah secara vegetatif dan/atau sipil teknis untuk

melindungi kanan kiri/tebing sungai.

39. Propagul adalah bahan tanaman mangrove yang sudah

terbentuk bakal batang tanamannya.

40. Reboisasi adalah kegiatan tanam- menanam pohon di

dalam kawasan hutan.

41. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk

memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan

dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya

dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

42. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah

Aliran Sungai (RTk-RHL DAS) adalah rencana RHL 15 (lima belas)

Page 11: REVISI-P.70-02032011

tahunan yang memuat rencana pemulihan hutan dan lahan,

pengendalian erosi dan sedimentasi, pengembangan

sumberdaya air dan pengembangan kelembagaan.

43. Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

(RPRHL) adalah rencana RHL 5 (lima) tahunan yang disusun

berdasarkan RTkRHL-DAS memuat kebijakan dan strategi, lokasi,

jenis kegiatan, kelembagaan, pembiayaan dan tata waktu.

44. Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTnRHL)

adalah rencana tahunan RHL yang disusun berdasarkan RP RHL

pada T-1.

45. Rancangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RKRHL)

adalah rancangan teknis kegiatan RHL yang memuat jenis

kegiatan tertentu, detil lokasi, volume, kebutuhan biaya, tata

waktu, peta situasi, gambar desain kegiatan RHL, yang

dilengkapi dengan kegiatan pendukung.

46. Rorak adalah saluran buntu yang berfungsi sebagai

tampungan sementara air dari aliran permukaan untuk

diresapkan ke dalam tanah.

47. Saluran Pembuangan Air (SPA) adalah saluran air yang

dibuat memotong kontur dapat diperkuat dengan bangunan

terjunan air dan/atau gebalan rumput.

48. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang

lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai

minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah daratan.

49. Sistem jalur adalah cara penanaman dengan pembersihan

lahan sepanjang jalur tanaman.

50. Sistem cemplongan adalah cara penanaman dengan

pembersihan lahan di sekitar lubang tanaman.

51. Sistem tumpangsari adalah pola penanaman yang

dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim/setahun atau

tanaman sela diantara tanaman pokok (kayu-kayuan/MPTS).

52. Strip rumput (grass barrier) adalah cara penanaman

tanaman pokok di antara strip rumput secara berselang seling

yang dilakukan pada bidang yang memotong lereng.

Page 12: REVISI-P.70-02032011

53. Teras adalah bangunan konservasi tanah berupa bidang

olah, guludan dan saluran air searah dengan kontur lapangan.

54. Tegakan Benih Provenan adalah sumber benih yang

dibangun dari (Permenhut Perbenihan Tanaman Hutan

Terbaru..........)

55. Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) adalah sumber benih

dengan kualitas tegakan rata-rata yang ditunjuk dari hutan alam

atau hutan tanaman yang lokasinya teridentifikasi dengan tepat.

56. Tegakan Benih Terseleksi (TBS) adalah sumber benih yang

berasal dari TBT dengan kualitas tegakan diatas rata-rata.

II. PERENCANAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

A. Pola Umum, Kriteria dan Standar RHL dan Reklamasi Hutan

Pola Umum, Kriteria dan Standar RHL dan Reklamasi Hutan telah

ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 39/ Tahun

2010. Pola umum memberikan kerangka dasar dalam

penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan, serta reklamasi

hutan yang memuat prinsip dan pendekatan. Sedangkan kriteria

dan standar RHL dan reklamasi hutan merupakan ukuran sebagai

dasar dan acuan sebagai patokan dalam penyelenggaraan RHL dan

reklamasi hutan.

B. Hirarki Perencanaan RHL

Berdasarkan PP Nomor 76 Tahun 2008, hirarki perencanaan RHL

meliputi RTkRHL-DAS, RPRHL dan RTnRHL. Tata cara penyusunan

rencana RHL tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.32/2009, 37/2010 dan 38/2010.

1. Hal-hal penting dalam RTkRHL-DAS adalah sebagai berikut:

a. Penyusunan RTkRHL-DAS dimaksudkan untuk menyediakan

rencana RHL 15 tahunan dalam satuan DAS.

b. RTkRHL-DAS berisi rencana pemulihan hutan dan lahan,

pengendalian erosi dan sedimentasi, pengembangan

sumberdaya air serta pengembangan kelembagaan.

c. RTkRHL-DAS mencakup wilayah lahan kering (DAS bagian

hulu, tengah maupun hilir), ekosistem mangrove dan

sempadan pantai serta hutan rawa dan gambut.

Page 13: REVISI-P.70-02032011

d. RTkRHL-DAS disusun dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan

dan menjadi dasar bagi penyusunan RPRHL.

e. Sasaran lokasi RHL dalam RTkRHL-DAS adalah lahan kritis di

dalam dan di luar kawasan hutan negara. Untuk

mempertajam analisis dalam penetapan sasaran kegiatan

RHL, peta lahan kritis kemudian ditampalkan (overlay) dengan

peta morfologi DAS, fungsi kawasan serta DAS Prioritas.

f. Lahan kritis sasaran RHL adalah lahan kritis di dalam dan di

luar kawasan hutan negara dalam DAS yang masuk dalam

kategori sangat kritis - kritis – agak kritis, yang dalam

RTkRHL-DAS disebut sebagai satuan peta lahan (land

mapping unit /LMU) terpilih. Untuk keperluan penetapan

prioritas sasaran kegiatan RHL, maka prioritas penanganan

lahan kritis diutamakan pada lahan kritis s/d sangat kritis

sebagai RHL Prioritas I. Sedangkan lahan kategori agak kritis

digolongkan sebagai RHL Prioritas II.

2. Hal-hal penting dalam RPRHL adalah sebagai berikut:

a. RPRHL adalah rencana RHL 5 (lima) tahunan pada satuan

wilayah administratif atau pemangkuan kawasan yang

bersifat operasional untuk perencanaan RHL 5 (lima) tahunan

dan disusun berdasarkan RTkRHL-DAS.

b. RPRHL disusun antara lain dengan mempertimbangkan

ketersediaan sumberdaya (finansial, SDM, sarana/prasarana)

yang ada serta kondisi sosial-ekonomi-budaya masyarakat.

c. RPRHL memuat kebijakan dan strategi, lokasi, jenis

kegiatan, kelembagaan, pembiayaan, dan tata waktu.

d. RPRHL dapat mencakup kawasan taman hutan raya (Tahura),

atau hutan lindung/hutan produksi/areal penggunaan lain

(kabupaten/kota) atau kawasan hutan konservasi selain

Tahura.

e. RPRHL untuk Tahura skala provinsi disusun oleh Kepala Dishut

provinsi, dinilai oleh Kepala BPDAS dan ditetapkan oleh

Gubernur.

f. RPRHL untuk Tahura/hutan lindung/hutan produksi/areal

penggunaan lain skala kabupaten/kota disusun oleh Kadishut

Kabupaten/Kota, dinilai oleh Kepala BPDAS dan ditetapkan

oleh Bupati/Walikota.

Page 14: REVISI-P.70-02032011

g. RPRHL di kawasan konservasi selain Tahura disusun oleh

Kepala Bidang Balai Besar/Kepala Seksi Wilayah Balai

KSDA/TN, dinilai oleh Kepala BPDAS dan ditetapkan oleh

Kepala Balai Besar/Balai KSDA/TN.

h. RPRHL menjadi dasar bagi penyusunan RTnRHL oleh

pemangku kawasan/pengguna lahan yang bersangkutan.

i. Wilayah penyusunan RPRHL dibagi habis kedalam unit-unit

mikro DAS (micro watershed) dengan luas + 200-500 hektar,

khusus unit mikro DAS yang kritis merupakan sasaran RHL

dikategorikan sebagai unit terkecil pengelolaan RHL (UTP

RHL).

j. Penetapan UTP RHL untuk evaluasi hasil (outcome) dan

dampak (impact) RHL terkait dengan perbaikan kondisi tata

air DAS termasuk pengendalian banjir, erosi tanah,

sedimentasi dan kekeringan.

3. Hal-hal penting dalam RTnRHL adalah sebagai berikut:

a. RTnRHL merupakan dokumen rencana tahunan RHL yang

disusun pada T-1 oleh Kadishut Provinsi/Kabupaten/Kota,

pemangku kawasan (Kepala Balai Besar/Balai KSDA/TN) dan

pemegang hak/izin (Pimpinan BUMN/BUMS/BUMD).

b. RTnRHL memuat rencana RHL tahunan pada tahun berjalan

dengan mencantumkan sumber anggaran.

4. Rancangan Kegiatan RHL (RK RHL)

RK RHL adalah desain teknis kegiatan RHL yang memuat

informasi detil jenis dan lokasi kegiatan, peta, rincian kebutuhan

bahan dan upah, gambar pola tanam dan/atau konstruksi.

Rancangan kegiatan RHL terdiri dari kegiatan vegetatif (tanam-

menanam) dan sipil teknik.

a. Komponen RK RHL, terdiri dari:

1) Informasi lokasi kegiatan.

a) Kampung/Blok, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi,

DAS, BPDAS.

b) Identitas (ID) Unit Terkecil Pengelolaan RHL (UTP RHL)

mengacu kepada RPRHL.

c) Identitas kelompok tani/masyarakat pelaksana kegiatan

RHL khususnya untuk kegiatan tanam menanam

(vegetatif) di luar kawasan hutan.

2) Peta Situasi dan Peta Lokasi.

Page 15: REVISI-P.70-02032011

a) Peta situasi dengan skala 1:25.000 atau 1:50.000

adalah peta yang menunjukkan posisi lokasi kegiatan

RHL terhadap wilayah administrasi sekitarnya.

b) Peta lokasi kegiatan vegetatif adalah peta poligon

tertutup lokasi tanaman yang diukur menggunakan GPS

atau theodolite atau alat-alat pemetaan lain dengan

skala 1:1000 s/d 1:5000, menggunakan peta dasar

Google Map atau peta citra satelit lainnya agar kondisi

aktual lokasi RHL dapat disajikan dengan lebih jelas.

c) Peta lokasi kegiatan sipil teknis adalah peta yang

menggambarkan letak bangunan sipil teknis yang

disajikan dalam peta/sket topografi skala 1:100 atau

1:1000.

d) Peta lokasi kegiatan RHL diplot kedalam peta UTP RHL

yang sudah ada dalam peta RP RHL.

3) Gambar Pola Tanam.

Pada rancangan kegiatan vegetatif dilengkapi gambar pola

tanam berupa sebaran/letak jenis dan jarak tanam,

termasuk untuk wanatani (agroforestry) agar

menggambarkan sebaran tanaman pokok dan tanaman

pengisi/sela/pinggir mencakup tanaman semusim/setahun

dan tanaman keras/tahunan.

4) Gambar Konstruksi.

Untuk bangunan konservasi tanah berupa bangunan sipil

teknis agar dilengkapi gambar konstruksi yang jelas

dengan skala numerik sehingga memudahkan perhitungan

kebutuhan bahan dan upah tenaga kerja.

5) Rincian kebutuhan bahan dan upah

Analisis kebutuhan bahan dilakukan berdasarkan kondisi

riil lapangan dengan menggunakan jenis-jenis lokal,

sedangkan kebutuhan tenaga kerja dihitung sesuai standar

setempat.

6) Lembar Pengesahan

Lembar pengesahan berisi tandatangan penyusun, penilai

dan pengesah buku RK RHL.

b. Mekanisme Penyusunan RK RHL

1) Pembentukan Tim Penyusun

Page 16: REVISI-P.70-02032011

Dibentuk oleh satuan kerja pelaksana RHL, jika diperlukan

tim penyusun dapat melibatkan unsur Balai Pengelolaan

DAS (BPDAS) atau Balai Pengelolaan Hutan Mangrove

(BPHM) dan/atau konsultan/perguruan tinggi.

2) Penyiapan bahan

Bahan-bahan berupa peta-peta RTk RHL DAS dan/atau RP

RHL, peta-peta pendukung lainnya termasuk citra satelit

atau google map (jika ada), tally sheet, serta peralataan

pemetaan di lapangan.

3) Identifikasi lokasi

Identifikasi lokasi RHL dilakukan dengan menggunakan

Peta RTk RHL DAS dan/atau RP RHL serta hasil orientasi

lapangan.

4) Survey lapangan dan pemetaan

Survey lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data

biofisik dan sosial ekonomi, kelompok tani pelaksana,

ketersediaan bahan-bahan, dan data-data pendukung

lainnya.

Pemetaan lokasi dilakukan dengan menetapkan titik-titik

poligon terluar lokasi kegiatan penanaman dan

menentukan letak geografisnya.

Survey lapangan dan pemetaan kegiatan sipil teknis

adalah menentukan letak dan mengukur bangunan

konservasi tanah seperti badan bendung, saluran pelimpah

(spillway), saluran pengelak, letak serta ukuran embung

air, sumur resapan, biofori dll.

5) Pengolahan data

Data hasil survey lapangan dan pemetaan lokasi diolah

dan dianalisa untuk menghitung kebutuhan bahan dan

upah, menggambar pola tanam serta peta poligon tertutup

termasuk gambar konstruksi untuk bangunan sipil teknis.

6) Penyusunan naskah rancangan.

Naskah buku RK RHL berisi uraian narasi dan tabel serta

lampiran berisi gambar pola tanam, gambar konstruksi,

peta dan data yang disajikan lengkap dan urut sesuai

dengan manual yang tersedia.

III. PENYEDIAAN BIBIT

Page 17: REVISI-P.70-02032011

A. Kaidah Umum Pembibitan

1. Asal-Usul Bibit

Bibit berkualitas diperoleh dari benih berkualitas yang berasal

sumber benih bersertifikat. Pada saat ini terdapat 7 (tujuh) kelas

sumber benih sesuai dengan klasifikasinya yaitu:

a. Tegakan benih teridentifikasi;

b. Tegakan benih terseleksi;

c. Areal produksi benih;

d. Tegakan benih provenan;

e. Kebun benih semai;

f. Kebun benih Klon;

g. Kebun pangkas.

2. Proses Penyediaan Bibit

Penyediaan bibit untuk kegiatan RHL dapat dilakukan dengan

berbagai cara yaitu:

a. Pembuatan bibit melalui swakelola, Kebun Bibit Rakyat

atau Persemaian Permanen;

b. Pengadaan bibit melalui pengada dan/atau pengedar;

3. Kriteria dan Standar serta Sertifikasi Mutu Bibit

a. Kriteria dan Standar Mutu Bibit

Kriteria dan standar mutu bibit ditetapkan berdasarkan beberapa

faktor antara lain kualitas, penanganan/perlakuan benih, teknik

pembibitan dan tujuan penggunaannya. Untuk mencapai kriteria

dan standar tersebut dibutuhkan jangka waktu yang berbeda

untuk setiap jenis tanaman. Kriteria dan standar mutu bibit

adalah sbb :

Tabel 1 . Kriteria dan Standar Mutu Bibit

No Kelompok

Jenis

Tujuan

Penggunaan

Kriteria Standar

1. Kayu-kayuan Reboisasi/Hutan

Rakyat

1.

Pertumbuhan

2. Media

3. Tinggi

1. Pertumbuhan normal

(sehat, berbatang/

berkayu)

2. Kompak

3. Tinggi minimal 30

cm (kecuali jenis

pinus 15 cm dan

Page 18: REVISI-P.70-02032011

sudah ada ekor

bajing)

Tanaman turus

jalan, hutan

kota,

penghijauan

lingkungan

1.

Pertumbuhan

2. Media

3. Tinggi

1. Pertumbuhan normal

(sehat, berbatang/

berkayu)

2. Kompak

3. Tinggi minimal 1

meter

2. Tanaman

Mangrove

Reboisasi/RHL 1.

Pertumbuhan

2. Media

3. Tinggi

1. Pertumbuhan normal

- Non propagul:

sehat, berbatang

tunggal/berkayu

- Propagul: sehat,

jumlah daun

minimal 4 helai

2. Kompak

3. Tidak dipersyaratkan

kecuali non propagul

tinggi minimal 20 cm

3. Tanaman

Pantai

RHL 1.

Pertumbuhan

2. Media

3. Tinggi

1. Pertumbuhan normal

(sehat, berbatang/

berkayu)

2. Kompak

3. Tinggi minimal 30

cm

4. Tanaman

Serbaguna

(MPTS)

Hutan

Rakyat/Reboisa

si/ Penghijauan

Lingkungan

1.

Pertumbuhan

2. Media

3. Tinggi

1. Pertumbuhan normal

(sehat, berbatang/

berkayu)

2. Kompak

3. Tinggi minimal 50

cm kecuali bibit

okulasi 30 cm

dihitung dari

tempelan/sambunga

n.

b. Sertifikasi Mutu Bibit

Mutu bibit dinyatakan dalam bentuk sertifikat mutu bibit dan

surat keterangan mutu bibit. Bibit yang berasal dari sumber

Page 19: REVISI-P.70-02032011

benih bersertikat dan memenuhi persyaratan fisik fisiologis

dinyatakan dengan sertifikat mutu bibit. Sedangkan bibit yang

memenuhi persyaratan fisik fisiologis tetapi bukan berasal dari

sumber benih bersertifikat dinyatakan dengan surat keterangan

mutu bibit.

B. Pembangunan Kebun Bibit Rakyat

Kebun Bibit Rakyat yang selanjutnya disingkat KBR adalah kebun

bibit yang dikelola oleh kelompok masyarakat melalui pembuatan bibit

berbagai jenis tanaman hutan dan/atau tanaman serbaguna (MPTS)

yang pembiayaannya dapat bersumber dari dana pemerintah atau non

pemerintah.

1. Persyaratan Lokasi KBR

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk lokasi KBR:

a. Lokasi diutamakan berada pada sasaran areal RHL berdasarkan

RTk RHL DAS/RP RHL/RTn RHL pada 108 DAS Prioritas.

b. Topografi relatif datar (kemiringan 0-8%), bebas banjir dan tanah

longsor, cukup sinar matahari, tersedia sumber air sepanjang

tahun;

c. Diutamakan aksesibilitas baik atau mudah dijangkau;

d. Khusus untuk jenis mangrove, lokasi persemaian berada pada

wilayah dengan ciri terdapat pasang surut air laut.

2. Pengajuan usulan (proposal)

a. Proposal KBR memuat antara lain identitas nama kelompok

masyarakat, ketua dan nama-nama anggota kelompok

masyarakat (minimal 15 orang/kelompok), diskripsi lokasi/areal

KBR, rencana dan sketsa lokasi/areal penanaman (contoh usulan

pada lampiran......).

b. Proposal KBR ditandatangani oleh ketua dan seluruh anggota

kelompok masyarakat serta diketahui/disetujui oleh Kepala

Desa/Lurah, selanjutnya diajukan dengan surat pengantar dari

ketua kelompok masyarakat KBR kepada Kepala BPDAS dengan

tembusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota (contoh surat pengantar

pada lampiran.............).

3. Verifikasi usulan (proposal)

Page 20: REVISI-P.70-02032011

a. Sebelum dilakukan verifikasi, usulan yang masuk dicermati

kelengkapan administratif dan kesesuaian dengan persyaratan

lokasi, jika tidak lengkap/sesuai maka usulan tidak diterima;

b. Verifikasi calon lokasi dan kelompok masyarakat KBR dilakukan

oleh BPDAS dan dinas kehutanan kabupaten/kota;

c. Hasil verifikasi digunakan sebagai dasar penetapan lokasi dan

kelompok masyarakat KBR yang definitif oleh Kepala BPDAS;

d. Lokasi dan kelompok masyarakat KBR ditetapkan dengan surat

keputusan Kepala BPDAS dan disampaikan kepada para pihak

terkait.

4. Mekanisme Penyediaan Benih KBR

a. Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) menginventarisasi

kebutuhan benih KBR yang berasal dari sumber benih yang

bersertifikat khusus untuk jenis kayu-kayuan;

b. BPTH berkoordinasi dengan BPDAS dan dinas kehutanan

kabupaten/kota untuk menginformasikan ketersediaan dan

teknis penyaluran benih KBR yang bersertifikat kepada kelompok

masyarakat KBR;

c. BPDAS dan dinas kehutanan kabupaten/kota mengkoordinasikan

penyaluran benih KBR bersertifikat kepada kelompok masyarakat

KBR;

d. Untuk benih jenis tanaman serbaguna (MPTS) dan jenis kayu-

kayuan yang tidak berasal dari sumber benih bersertifikat namun

diminati oleh kelompok masyarakat KBR dan sesuai lahan serta

agroklimatnya, maka untuk memperoleh benih-benih tersebut

dapat dari pengada dan pengedar benih atau dari

instansi/lembaga yang berwenang (misal Balai Pengawasan dan

Sertifikasi Benih).

5. Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Kelompok (RUKK)

RUKK adalah rencana pembangunan KBR yang disusun oleh

kelompok masyarakat secara partisipatif yang memuat nama dan

alamat kelompok dan anggotanya, lokasi, jenis dan jumlah bibit,

asal bibit, bahan dan peralatan, komponen kegiatan, rencana biaya,

tata waktu dan rencana penanaman.

Page 21: REVISI-P.70-02032011

RUKK ditandatangani oleh ketua kelompok masyarakat KBR dan

disetujui oleh PPK pada dinas kehutanan kabupaten/kota atau

BPDAS (contoh RUKK pada lampiran..............).

6. Surat Perjanjian Kerjasama (SPKS)

Ketua kelompok masyarakat KBR dan PPK menandatangani SPKS

(contoh SPKS pada lampiran..........). SPKS dan RUKK digunakan

sebagai syarat pencairan dana tahap I sebesar 40 % dari total

anggaran.

7. Pembuatan Sarana dan Prasarana

a. Papan Nama

Papan nama yang harus dibuat meliputi:

1) Papan nama kegiatan, yang mencantumkan nama kegiatan,

nama kelompok, lokasi, luas areal, tahun pembangunan

(contoh papan nama pada lampiran.........);

2) Tanda pengenal bedengan, mencantumkan jenis dan jumlah

bibit yang disemaikan dan tanggal penyemaian atau

penyapihannya.

b. Bedengan

1) Bedeng/bak tabur

Untuk tempat menyemaikan benih, dapat berupa bedengan

atau menggunakan kotak/bak yang terbuat dari papan kayu,

seng, atau plastik.

2) Bedeng Sapih

Bedeng sapih merupakan tempat yang digunakan untuk

meletakkan polybag berisi bibit yang telah disapih untuk

dipelihara sampai bibit siap tanam. Ukuran lebar bedeng

berkisar 1 meter dan panjang berkisar 5 meter.

c. Naungan

Naungan dibuat untuk menjaga tanaman muda yang baru

disapih ke polybag agar terjaga kelembabannya sehingga

tumbuh dengan baik. Naungan dapat dibuat dari daun rumbia

atau daun kelapa atau paranet/sharlon net. Untuk jenis

tertentu apabila diperlukan dapat dibuat sungkup.

Page 22: REVISI-P.70-02032011

Naungan dibuka untuk aklimatisasi pada saat bibit sudah siap

tanam. Aklimatisasi dimaksudkan agar bibit dapat beradaptasi

dengan lingkungan terbuka, sehingga menjadi kuat ketika

ditanam di lapangan.

d. Jalan Inspeksi

Jalan inspeksi dibuat di antara bedengan dengan ukuran

disesuaikan untuk memudahkan berjalan dan beraktivitas

dalam persemaian (menanam, menyiram, mengangkut bibit,

dll.)

e. Sarana Penyiraman

Sarana penyiraman dapat berupa pompa air, bak penampung

air, selang air, gembor, ember, dan gayung.

8. Pembuatan Bibit

Proses pembuatan bibit terdiri dari kegiatan:

a. Penyediaan benih/bahan tanaman

Benih/bahan tanaman jenis kayu-kayuan dan tanaman

serbaguna (MPTS) harus telah tersedia di lokasi KBR. Untuk

mempercepat pertumbuhan benih perlu dilakukan penanganan

benih sesuai dengan spesifikasi teknis masing-masing jenis

tanaman.

b. Penyiapan media tabur dan media sapih

1) Media Tabur.

Media tabur berupa campuran tanah dan pasir yang steril.

2) Media Sapih

Media sapih berupa campuran tanah/sabut

kelapa/gambut/sekam, pasir dan pupuk organik (pupuk

kandang/kompos/bokasi) dan/atau pupuk anorganik (N, P, K

dll) yang diisikan ke dalam polybag/kantong plastik/wadah

lainnya.

3) Untuk bahan tanaman dari perbanyakan vegetatif,

penyemaian dapat langsung dilakukan didalam

polybag/kantong plastik/wadah lainnya.

9. Pemeliharaan Bibit

Page 23: REVISI-P.70-02032011

Pemeliharaan bibit KBR dilakukan oleh kelompok masyarakat yang

bersangkutan sampai dengan bibit siap/layak ditanam yaitu

meliputi penyiraman, pemupukan, penyulaman, pembersihan

rumput dan penanggulangan hama dan penyakit.

C. Pembangunan Persemaian Permanen

Persemaian permanen adalah persemaian yang menetap pada satu

lokasi dengan organisasi dan personil pelaksana yang tetap, memiliki

sarana dan prasarana yang dilengkapi dengan teknologi tinggi untuk

memproduksi bibit tanaman hutan berupa kayu-kayuan dan tanaman

serba guna (MPTS) yang berkualitas dalam jumlah besar, cepat dan

berkelanjutan.

1. Studi Kelayakan

Studi kelayakan dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan

lokasi pembangunan persemaian permanen ditinjau dari aspek

teknis, ekonomi dan sosial. Studi kelayakan ini dilaksanakan oleh

Balai Pengelolaan DAS/Balai Perbenihan Tanaman Hutan setempat.

Kriteria penilaian kelayakan lokasi persemaian permanen antara

lain:

a. Aksesibilitas yang baik;

b. Lokasi relatif datar dan tersedia sumber air sepanjang tahun;

c. Representatif terhadap sasaran lokasi penanaman;

d. Cukup tersedia tenaga kerja;

e. Kebutuhan terhadap bibit tanaman hutan tinggi;

f. Biaya produksi relatif rendah.

2. Penyediaan Lahan

Tersedianya areal dengan luas yang memadai untuk calon lokasi

persemaian permanen yang terletak di kawasan hutan negara atau

tanah negara lainnya dengan kondisi tidak bermasalah. Untuk yang

dialokasikan anggaran renovasi persemaian permanen dapat

memanfaatkan areal persemaian yang telah ada.

3. Rancangan Teknis

Rancangan teknis disusun sebagai acuan teknis dan biaya

pelaksanaan pembangunan/renovasi persemaian permanen, yang

memuat :

Page 24: REVISI-P.70-02032011

a. Kebutuhan sarana dan prasarana persemaian.

b. Tata letak (denah) masing-masing sarana dan

prasarana yang disesuaikan dengan arus proses produksi.

c. Spesifikasi teknis dan gambar masing-masing sarana dan

prasarana.

d. Analisis kegiatan dan biaya.

e. Tata waktu.

4. Pembangunan Sarana dan Prasarana

a) tempat penumpukan dan pengolahan media (media

emplacement);

b) rumah kaca untuk perkecambahan dan perakaran (germination

house/rooting area);

c) rumah kaca untuk sumber benih (mother plant);

d) ruang perbanyakan vegetatif dan generatif (propagation

house);

e) ruang produksi calon bibit (production house);

f) areal untuk aklimatisasi bibit (open area);

g) areal pemuatan bibit (loading emplacement);

h) sarana irigasi (pompa air, sprinkle/fogging/boom irrigation, dan

lain-lain);

i) pottrays/solidtube/polytube;

j) ruang panel kontrol (control panel room);

k) areal parkir;

l) kantor dan rumah jaga;

m) gudang;

n) genset.

5. Pengelolaan dan Organisasi Pelaksana

Pengelola unit persemaian permanen yang baru atau renovasi yang

telah ada adalah Balai Pengelolaan DAS/Balai Perbenihan Tanaman

Hutan setempat.

Page 25: REVISI-P.70-02032011

Organisasi pelaksana harus didukung oleh personil (SDM) yang

terlatih, mempunyai kemampuan teknis dan berpengalaman di

bidang persemaian. Organisasi pelaksana terdiri dari:

a. Pemimpin pelaksana;

b. Pelaksana Teknis Persemaian;

c. Pelaksana sarana dan prasarana;

d. Mandor Penyiapan Media, Mandor Penaburan dan Penyapihan,

Mandor Pemeliharaan Bibit, Mandor Seleksi dan Pengangkutan;

e. Regu kerja.

6. Produksi Bibit

Produksi bibit di persemaian permanen ditargetkan minimal 1 juta

batang per unit per tahun. tanaman hutan merupakan rangkaian

kegiatan yang dilakukan setelah pembangunan sarana prasarana

persemaian selesai dilaksanakan. Produksi bibit ini dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan bibit dalam rangka pelaksanaan RHL. Jumlah

produksi bibit disesuaikan dengan kapasitas persemaian permanen

yang dibangun.

IV. REHABILITASI HUTAN

A. Umum

1. Sasaran utama rehabilitasi hutan adalah kawasan hutan yang

kritis dan tidak berfungsi optimal sebagai media pengatur tata

air dan sebagai unsur produksi hasil hutan kayu, non kayu dan

jasa lingkungan guna memulihkan dan meningkatkan

produktivitas lahan, daya dukung wilayah dan peranannya dalam

menunjang sistem penyangga kehidupan.

2. Keberadaan hutan yang sebagian besar tersebar di morfologi

DAS bagian hulu dan tengah menyebabkan kawasan hutan

mempunyai peran hidrologis yang penting sebagai wilayah

resapan air (recharge area) bagi DAS tersebut. Oleh karena itu

rehabilitasi hutan di semua fungsi kawasan hutan menjadi

prioritas utama dalam pengelolaan DAS.

3. Rehabilitasi hutan dilakukan dengan reboisasi, pemeliharaan

tanaman, pengkayaan tanaman, atau penerapan teknik

konservasi tanah.

Page 26: REVISI-P.70-02032011

26

4. Pengkayaan tanaman dilakukan untuk menambah populasi

tegakan pada hutan rawang yang memiliki tegakan sisa

sebanyak 50 - 90% dari populasi per hektar yang seharusnya

ada, dapat berupa anakan, pancang, tiang/pohon.

5. Untuk hutan rawang dilakukan penanaman ekstensif

(reboisasi) jika tegakan sisanya kurang dari 50% dari populasi

per hektar yang seharusnya ada.

Untuk hutan rawang dengan tegakan sisa sebanyak lebih dari

400 batang/ha tidak dilakukan pengkayaan tanaman dan

reboisasi karena diharapkan dapat terjadi suksesi alami, oleh

karena itu hanya diperlukan pengamanan dan perlindungan

hutan.

6. Sasaran lokasi rehabilitasi hutan adalah kawasan hutan

konservasi, hutan lindung dan hutan produksi yang tidak

dibebani hak/ijin dan/atau tidak dalam proses pemberian

ijin/pencadangan areal untuk keperluan tertentu.

7. Dalam rehabilitasi hutan, penerapan teknik konservasi tanah

dengan metode teknik sipil seperti pembuatan saluran

pembuangan air (water way) yang dilengkapi bangunan

terjunan air (drop structure) untuk pembangunan jalan di

kawasan hutan dapat dilakukan untuk menambah efektivitas

reboisasi guna mengendalikan erosi, aliran permukaan (run-

off) dan tanah longsor. Kegiatan ini sejauh mungkin

menghindarkan terganggunya kelestarian flora dan fauna

serta ekosistemnya yang ada di kawasan hutan.

B. Rehabilitasi Hutan pada Hutan Konservasi

1. Tujuan

Page 27: REVISI-P.70-02032011

27

Memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan sebagai sistem

penyangga kehidupan, habitat keanekaragaman hayati,

penghasil hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.

2. Sasaran Lokasi

Lahan kritis pada Land Mapping Unit (LMU) terpilih pada RTk

RHL DAS, diutamakan pada lahan kategori RHL Prioritas I di

DAS bagian hulu dan tengah.

3. Jenis Tanaman

Tanaman berdaur panjang, perakaran dalam, evapotranspirasi

rendah, jenis tanaman kayu-kayuan dan tanaman serbaguna

(MPTS) endemik/asli setempat dengan komposisi mayoritas

jenis kayu-kayuan, termasuk yang berfungsi sebagai

penghasil pakan satwa setempat.

C. Rehabilitasi Hutan pada Hutan Lindung

1. Maksud dan Tujuan

Memulihkan dan meningkatkan fungsi utama kawasan hutan

sebagai pengendali tata air dan pemelihara kesuburan tanah.

2. Sasaran Lokasi

Lahan kritis pada Land Mapping Unit (LMU) terpilih pada RTk

RHL DAS, diutamakan pada lahan kategori RHL Prioritas I di

DAS bagian hulu dan tengah kecuali hutan lindung mangrove.

3. Jenis Tanaman

Tanaman yang berdaur panjang, perakaran dalam,

evapotranspirasi rendah dan penghasil hasil hutan bukan kayu

(getah/kulit/buah) melalui pengembangan aneka usaha

kehutanan.

Komposisi tanamamnya minimum 60 % kayu-kayuan,

maksimum 40 % tanaman serbaguna/ MPTS.

D. Hutan Produksi

1. Maksud dan Tujuan

Page 28: REVISI-P.70-02032011

28

Mengembalikan dan meningkatkan produktivitas kawasan

hutan produksi.

2. Sasaran Lokasi

Lahan kritis/LMU terpilih pada RTk RHL DAS, diutamakan pada

lahan kategori RHL Prioritas I, serta pada morfologi DAS

bagian hulu dan tengah.

3. Jenis Tanaman

Tanaman dengan pertumbuhannya cepat, nilai komersialnya

tinggi, teknik silvikulturnya telah dikuasai, mudah pengadaan

benih dan bibit yang berkualitas dan disesuaikan dengan

kebutuhan pasar.

Komposisi jumlah tanaman minimum 90 % kayu-kayuan,

maksimum 10 % MPTS (penghasil kayu/ getah/ buah/ kulit).

Dalam pemilihan jenis tanaman pada hutan produksi dapat

disesuaikan dengan jenis-jenis hutan tanaman industri yang

sekaligus dikaitkan dengan penyediaan bahan baku bagi

industri.

E. Teknik Pelaksanaan Penanaman dan Pemeliharaan

1. Persiapan

a. Penyiapan Kelembagaan

Kegiatan ini meliputi penyiapan organisasi pelaksana dan

koordinasi dengan pihak terkait untuk penyiapan lokasi,

bibit dan tenaga kerja yang akan melakukan penanaman.

b. Penyiapan Sarana dan Prasarana.

1) Penyiapan rancangan pembuatan tanaman untuk

dipedomani dalam pembuatan tanaman antara lain

kesesuaian lokasi/blok/ petak sasaran pembuatan

tanaman reboisasi.

Page 29: REVISI-P.70-02032011

29

2) Penyiapan dokumen-dokumen pekerjaan yang

diperlukan untuk pembuatan tanaman.

3) Penyiapan bahan dan alat (gubuk kerja, papan nama,

patok batas, ajir, GPS/alat ukur theodolit, kompas,

altimeter dan lain-lain) dan perlengkapan kerja.

Pembuatan gubuk kerja dan pemacangan papan nama

sesuai tempat yang strategis.

4) Penyiapan bibit tanaman.

2. Penyiapan areal

a. Pembagian blok / petak

Untuk memudahkan pelaksanaan, lokasi yang sudah

definitif selanjutnya dibagi menjadi blok dan petak. Dalam

mendisain blok dan petak disamping mempertimbangkan

kondisi fisik lapangan perlu juga mempertimbangkan

batas mikro DAS yang telah dirancang saat menyusun UTP

RHL.

Luas tiap blok ± 300 ha, dibagi kedalam petak-petak seluas

± 25 ha. Luasan ± 300 Ha merupakan luas efektif (netto),

tidak termasuk jalan pemeriksaan, yang dapat difungsikan

sebagai batas blok/petak. Untuk luasan yang kurang dari

300 Ha tetap dijadikan satu blok. Sedangkan untuk lokasi

dengan luasan yang relatif kecil (≤50 Ha) digabung dengan

lokasi yang terdekat sehingga menjadi blok.

Luas efektif setiap petak ± 25 ha, batas antar petak

dimungkinkan berupa batas alam. Apabila batas antar

petak berupa batas buatan, sekaligus difungsikan untuk

jalur rintisan.

Lokasi-lokasi tertentu seperti jurang, sungai dan

sebagainya tidak termasuk dalam perhitungan luas definitif

(dienclave).

Page 30: REVISI-P.70-02032011

30

b. Pembuatan jalan pemeriksaan

Jalan pemeriksaan dibuat di antara blok satu dengan

lainnya. Jalan pemeriksaan selain dimanfaatkan untuk

pemeriksaan juga sekaligus untuk jalan pengangkutan alat

dan bahan-bahan yang diperlukan.

Teknik pembuatannya mengikuti ketentuan pembuatan

jalan yang berlaku dengan ukuran menyesuaikan kondisi

lapangan.

3. Pelaksanaan penanaman

Komponen pekerjaan penanaman meliputi :

a) pembersihan lahan

b) pembuatan / pengadaan dan pemancangan patok batas

c) pembuatan jalur tanaman

d) pembuatan dan pemasangan ajir

e) pembuatan lubang tanaman

f) distribusi bibit ke lubang tanaman

g) penanaman

h) pemupukan (dasar dan lanjutan)

i) pembuatan gubuk kerja

j) pembuatan papan nama

k) pemeliharaan tahun berjalan yang meliputi penyiangan,

pendangiran dan penyulaman. Jumlah bibit untuk

penyulaman adalah ± 10 % dari jumlah yang ditanam.

4. Pemeliharaan I

Dilaksanakan pada tahun kedua, dengan komponen pekerjaan

penyiangan, pendangiran, pemberantasan hama / penyakit

dan penyulaman. Jumlah bibit untuk penyulaman pada

pemeliharaan I sebanyak 20 % dari jumlah yang ditanam

semula.

Page 31: REVISI-P.70-02032011

31

5. Pemeliharaan II

Dilaksanakan pada tahun ketiga, dengan komponen pekerjaan

penyiangan, pendangiran, dan pemberantasan hama /

penyakit.

6. Pemeliharaan lanjutan

Untuk jenis-jenis tanaman tertentu pemeliharaan dapat

dilanjutkan sampai dengan tahun kelima sepanjang dana

memungkinkan.

7. Perlindungan dan pengamanan

Perlindungan dan pengamanan tanaman meliputi kegiatan

pemberantasan hama dan penyakit serta pencegahan dari

bahaya kebakaran. Pencegahan bahaya kebakaran hutan

pada musim kemarau dengan cara pembuatan papan

peringatan bahaya kebakaran, patroli rutin dan membuat

menara pengawas api (sepanjang tersedia dana).

V. REHABILITASI LAHAN

A. Umum

1. Rehabilitasi lahan diselenggarakan melalui kegiatan

penghijauan, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman

atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif

dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif.

2. Penghijauan ditujukan untuk memulihkan dan

meningkatkan produktivitas lahan yang kondisinya rusak

agar dapat berfungsi secara optimal. Penghijauan dilakukan

dengan cara membangun hutan hak, hutan kota, atau

penghijauan lingkungan.

3. Pengayaan tanaman ditujukan untuk meningkatkan

produktivitas lahan dilakukan melalui pemanfaatan ruang

Page 32: REVISI-P.70-02032011

32

tumbuh secara optimal dengan memperbanyak jumlah dan

keragaman jenis tanaman.

4. Sasaran rehabilitasi lahan adalah lahan kritis / LMU Terpilih

diluar kawasan hutan negara (Areal Penggunaan Lain/APL)

menurut RTk RHL DAS.

5. Secara umum rehabilitasi lahan berada pada kawasan lindung

dan kawasan budidaya. Kaidah-kaidah umum rehabilitasi

lahan adalah sebagai berikut:

1. Kawasan Lindung

Rehabilitasi lahan pada kawasan lindung ditujukan untuk

menjaga dan meningkatkan fungsi perlindungan tata air

dan pencegahan bencana alam banjir dan longsor.

Rehabilitasi lahan pada kawasan lindung tetap

mengakomodir budaya usahatani masyarakat setempat.

Apabila budaya usahatani kurang sesuai dengan

kemampuan dan kesesuaian lahan sehingga diperlukan

upaya transformasi budaya usahatani maka harus

dilakukan secara bertahap.

Dalam mendukung rehabilitasi kawasan lindung, sesuai

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005

tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak maka

pemerintah dan pemerintah daerah harus berupaya

mengembangkan pola-pola insentif bagi masyarakat antara

lain berupa bantuan bibit, bantuan teknis, keringanan

pajak di kawasan hutan lindung.

2. Kawasan Budidaya

Rehabilitasi lahan pada kawasan budidaya dimaksudkan

untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas

Page 33: REVISI-P.70-02032011

33

lahan. Rehabilitasi lahan harus dikembangkan sesuai

dengan kelas kemampuan lahan (land capability) dan kelas

kesesuaian lahan (land suitability).

B. Hutan Rakyat

1. Maksud dan Tujuan

Maksud pembangunan hutan rakyat/pengkayaan adalah

terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan hutan negara

(lahan milik rakyat) sebagai upaya rehabilitasi lahan tidak

produktif (lahan kosong/kritis) di DAS prioritas. Pembuatan

Hutan Rakyat ditujukan untuk memulihkan fungsi dan

meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil

tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan peluang

kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan pendapatan

masyarakat, kemandirian kelompok tani, serta memperbaiki

kualitas lingkungan dan mengurangi tekanan penebangan liar

di dalam kawasan hutan negara (illegal logging).

2. Sasaran Lokasi

Sasaran kegiatan hutan rakyat adalah lahan kritis/ LMU

Terpilih pada kawasan lindung dan budidaya , diutamakan

pada kawasan lindung dan RHL Prioritas I serta morfologi DAS

hulu dan tengah. Disamping kriteria diatas, ketentuan teknis

lokasi hutan rakyat adalah sebagai berikut:

a. Tanah milik rakyat, yang menurut kesesuaian lahan dan

pertimbangan ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat.

b. Tanah milik rakyat yang terlantar dan berada di bagian

hulu DAS.

c. Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta

tanah lainnya yang terlantar dan bukan kawasan hutan

negara.

Page 34: REVISI-P.70-02032011

34

d. Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya yang sudah

ada tanaman kayu-kayuan tetapi masih perlu dilakukan

pengkayaan tanaman.

e. Pembuatan hutan rakyat dapat dilaksanakan dengan

penanaman dan pengkayaan. Penanaman hutan rakyat

dikembangkan pada lahan terbuka dengan kerapatan

tanaman lebih dari 400 batang per hektar. Penanaman

pengkayaan hutan rakyat adalah penanaman pada lahan

tegalan/pekarangan dengan kerapatan maksimal 400

batang/Ha dalam rangka penambahan jumlah pohon untuk

meningkatkan produktivitas lahan.

f. Luas areal hutan rakyat/pengkayaan minimal seluas 0,25

Ha efektif.

3. Jenis Tanaman

Pemilihan jenis sesuai dengan rancangan yang telah disusun

dan didasarkan pada minat masyarakat, kesesuaian

agroklimat serta permintaan pasar.

Tanaman-tanaman yang dipilih diutamakan:

a. cepat tumbuh (fast growing species);

b. dapat menyuburkan tanah;

c. tanaman jenis pioner yang mudah tumbuh di lahan kritis;

d. jenis tanaman unggulan setempat;

e. mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

4. Teknik Pelaksanaan Penanaman dan Pemeliharaan

Pembuatan tanaman hutan rakyat/pengkayaan meliputi

kegiatan-kegiatan persiapan, penanaman dan pemeliharaan

tanaman.

a. Persiapan

Page 35: REVISI-P.70-02032011

35

1) Penyiapan kelembagaan

Kelompok tani diarahkan untuk melaksanakan persiapan

pembuatan tanaman hutan rakyat antara lain :

a) Mengikuti sosialisasi penyuluhan dan pelatihan.

b) Menyusun rancangan kegiatan bersama-sama

Pendamping.

c) Menyiapkan lahan miliknya untuk lokasi kegiatan

pembuatan tanaman.

d) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan kelompok

tani.

e) Menyiapkan administrasi kelompok tani.

f) Menyusun perangkat aturan/kesepakatan internal

kelompok tani.

2) Penataan Areal Tanaman

Kegiatan penataan areal tanaman dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :

a) Pemancangan tanda batas dan pengukuran

lapangan, untuk menentukan luas serta letak yang

pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan

bibit.

b) Penentuan arah larikan.

c) Penentuan tempat penampungan sementara bibit

yang akan ditanam.

3) Pembuatan Sarana dan Prasarana

a) Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di

lapangan yang memuat keterangan tentang lokasi,

luas, jenis tanaman, nama kelompok tani dan jumlah

Page 36: REVISI-P.70-02032011

36

peserta serta tahun pembuatan tanaman hutan

rakyat dan sumber anggaran.

b) Pembuatan jalan inspeksi/setapak dan atau jembatan

di dalam lokasi tanaman hutan rakyat, jika

diperlukan.

b. Penanaman

Aspek-aspek dalam pembuatan tanaman meliputi teknik

penanaman, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan

pengamanan hutan.

1) Teknik Penanaman

Teknik penanaman dapat dikembangkan sesuai dengan

kondisi lahan dan mengacu pada Rancangan Kegiatan

RHL yang telah disusun. Adapun pola tersebut adalah

sebagai berikut :

a) Teknik penanaman di lahan terbuka meliputi :

(1)Baris dan larikan tanaman lurus

(2)Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari

(3)Penanaman searah garis kontur

(4)Sistim pot pada lahan yang berbatu

b) Teknik penanaman di lahan tegalan dan pekarangan

meliputi penanaman pengkayaan pada batas

pemilikan dan pengkayaan penanaman/sisipan.

Penanaman pengkayaan dilakukan pada tempat-

tempat yang masih kosong di antara tanaman yang

sudah ada, dengan tetap memperhatikan silvikultur

tanaman yang bersangkutan.

2) Pelaksanaan Penanaman

Penanaman dilakukan pada awal musim hujan yang

meliputi kegiatan-kegiatan :

Page 37: REVISI-P.70-02032011

37

a) Pembersihan lapangan, pengolahan tanah dan

pembuatan lubang tanam;

b) Pembuatan dan pemasangan ajir;

c) Pemberian pupuk dasar (pupuk kandang/bokasi);

d) Distribusi bibit;

e) Penanaman bibit;

f) Pemeliharaan tahun berjalan yang meliputi

pemupukan lanjutan, penyulaman sejumlah 10% dari

bibit yang ditanam semula, penyiangan dan

pendangiran.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman

hutan rakyat, yaitu:

a) Bibit yang akan ditanam terlebih dahulu dilepas

kantong plastiknya agar tidak mengganggu

pertumbuhan selanjutnya;

b) Bibit dimasukan dalam tanah (lubang tanaman)

sedalam leher akar;

c) Ujung akar tunggang supaya tetap lurus;

d) Tanah sekitar batang harus dipadatkan;

e) Permukaan tanah harus rata atau agak cembung

supaya tidak tergenang air.

Penanaman hutan rakyat dapat dilakukan dengan

2(dua) cara sebagai berikut :

a) Tumpangsari

Tumpangsari (interplanting, mixed planting)

merupakan suatu pola penanaman yang

Page 38: REVISI-P.70-02032011

38

dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim

sebagai tanaman sela di antara larikan tanaman

pokok (kayu/MPTS). Pola ini biasanya dilaksanakan di

daerah yang pemilikan tanahnya sempit dan

berpenduduk padat, tanahnya masih cukup subur

dan topografi datar atau landai. Pengolahan tanah

dapat dilakukan secara intensif.

b) Tanaman Tunggal (monoculture)

Pola tanam ini merupakan pola tanaman sejenis,

yang mengutamakan produk tertentu, baik kayu

maupun non kayu.

Pola tanam dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi

lahan sebagai berikut :

a) Pola tanam di lahan terbuka

(1)Baris dan larikan tanaman lurus

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan tingkat

kelerengan datar tetapi tanah peka terhadap

erosi. Larikan tanaman dibuat lurus dengan jarak

tanam teratur dan jumlah tanaman 400

Batang/Ha.

Contoh cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah

seperti pada Gambar 1. berikut ini :

Page 39: REVISI-P.70-02032011

39

Keterangan: = tanaman kayu-kayuan dan MPTS

Gambar 1. Baris dan Larikan Tanaman Lurus

(2)Tanam jalur dengan pola tumpangsari.

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan tingkat

kelerengan datar s/d landai dan tanah tidak peka

terhadap erosi. Larikan tanaman dibuat lurus

dengan jarak tanam teratur.

Karena menggunakan pola tanam tumpangsari,

maka jarak tanaman antar jalur perlu lebih lebar

dengan jumlah tanaman 400 batang/Ha. Diantara

tanaman pokok dapat dimanfaatkan untuk

tumpangsari tanaman semusim, dan atau

tanaman sela.

Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah seperti pada Gambar 2

berikut ini :

Page 40: REVISI-P.70-02032011

40

Keterangan :

- : Jalur tanaman pangan (tanaman tumpangsari)

- : Tanaman Kayu-kayuan /MPTS

Gambar 2. Contoh Tanam Jalur dengan Pola Tumpangsari

(3)Penanaman searah garis kontur.

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan

kelerengan agak curam s/d curam.

Penanaman dilakukan dengan sistim cemplongan

dengan jumlah tanaman 400 Batang/Ha.

Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah

seperti pada Gambar 3 berikut ini :

Keterangan: = tanaman kayu-kayuan/MPTS

Gambar 3. Contoh Penanaman Searah Garis Kontur

b) Pola tanam di lahan tegalan

Pada umumnya di lahan tegalan sudah terdapat

tanaman kayu kayuan maupun tanaman MPTS.

Dalam rangka pengembangan hutan rakyat, pada

Page 41: REVISI-P.70-02032011

41

lahan tegalan yang jumlah pohon dan anakannya

lebih dari 200 batang/Ha dapat dilakukan

pengkayaan tanaman. Tanaman baru pengkayaan

pada lahan tegakan maksimum 200 batang/Ha.

Pola penanaman di lahan tegalan meliputi :

(1)Penanaman pengkayaan pada batas pemilikan

lahan

Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah

seperti pada Gambar 4 berikut ini :

Keterangan :

- : Tanaman kayu kayuan yang sudah ada.

- : Tanaman kayu kayuan pada batas pemilikan lahan (tanaman

baru)

Page 42: REVISI-P.70-02032011

42

Gambar 4. Contoh Pola Penanaman Pengkayaan Batas

Pemilikan di Lahan Tegalan

(2)Penanaman pengkayaan/sisipan

Cara pengaturan tanaman pada pola ini adalah

seperti pada Gambar 5.

Keterangan :

- : Tanaman kayu kayuan yang sudah ada

- : Tanaman pengkayaan kayu kayuan (tanaman baru)

Gambar 5. Contoh Pola Penanaman Pengkayaan/Sisipan di Lahan

Tegalan

Page 43: REVISI-P.70-02032011

43

Teknik penanaman dapat dilakukan melalui 3

sistem, yaitu:

(3)Sistim Cemplongan.

Sistim cemplongan adalah teknik penanaman

yang dilaksanakan dengan pembuatan lobang

tanam dan piringan tanaman. Pengolahan tanah

hanya dilaksanakan pada piringan disekitar lobang

tanaman. Sistem cemplongan dilaksanakan pada

lahan-lahan yang miring dan peka terhadap erosi.

(4)Sistim Jalur.

Teknik ini dilaksanakan dengan pembuatan lobang

tanam dalam jalur larikan, dengan pembersihan

lapangan sepanjang jalur tanaman. Teknik ini

dapat dipergunakan di lereng bukit dengan

tanaman sabuk gunung (countur planting).

(5)Sistim tugal (zero tillage)

Teknik ini dilaksanakan dengan tanpa olah tanah

(zero tillage). Lubang tanaman dibuat dengan

tugal (batang kayu yang diruncingi ujungnya).

Teknik ini cocok untuk pembuatan tanaman

dengan benih langsung terutama pada areal

dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi,

namun tanahnya subur dan peka erosi.

c. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan sampai tahun ketiga,

yaitu pemeliharaan I pada tahun kedua dan pemeliharaan II

pada tahun ketiga.

Komponen pekerjaan pemeliharaan I meliputi :

Page 44: REVISI-P.70-02032011

44

1) Penyiangan

2) Pendangiran

3) Penyulaman

Jumlah bibit untuk penyulaman pada pemeliharaan I

sebanyak 20 % dari jumlah tanaman yang ditanam pada

tahun pertama.

4) Pemupukan : Dilakukan pemupukan dengan pupuk

kandang/ buatan sesuai takaran.

5) Penyiraman : Dilakukan pada musim kemarau

untuk menjaga tanaman dari kematian, hal ini terutama

pada pembuatan tanaman sistem pot.

6) Perlindungan dan Pengamanan Tanaman

Perlindungan tanaman meliputi kegiatan

pemberantasan hama dan penyakit serta pencegahan

dari bahaya kebakaran. Pengamanan dilakukan untuk

mencegah kerusakan hutan dari berbagai macam

gangguan.

Komponen pekerjaan pemeliharaan II meliputi :

(1). Penyiangan

(2). Pendangiran

(3). Perlindungan dan pengamanan tanaman

d. Hasil Kegiatan

Terwujudnya tanaman hutan rakyat yang sehat pada suatu

luasan tertentu dengan jumlah tanaman hutan rakyat,

pengkayaan hutan rakyat sesuai dengan rancangan.

Hasil kegiatan pembuatan tanaman tersebut setelah

pemeliharaan II diserahterimakan dari Kepala Dinas

Page 45: REVISI-P.70-02032011

45

Kabupaten/Kota kepada Bupati untuk pemeliharaan

tanaman berikutnya, yang kemudian diserahkan kepada

masyarakat dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah

setempat.

C. Hutan Rakyat Kemitraan

1. Maksud dan Tujuan

Hutan rakyat kemitraan adalah hutan rakyat yang dibangun

bersama antara masyarakat dan industri/penampung kayu

rakyat atas dasar kemitraan yang saling menguntungkan.

Dalam prosesnya, kemitraan hutan rakyat ini dapat dibangun

melalui fasilitasi pemerintah dalam bentuk model inti-plasma

atau di inisiasi oleh industri/penampung kayu rakyat.

Hutan rakyat kemitraan dikembangkan dengan maksud untuk

menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan

masyarakat, penyediaan bahan baku bagi industri, serta

membangun pengelolaan hutan rakyat yang lestari.

2. Sasaran Lokasi

Sasaran pembangunan hutan rakyat kemitraan adalah lahan

kritis/ LMU Terpilih baik pada RHL Prioritas I maupun II,

diutamakan pada kawasan budidaya.

3. Jenis Tanaman

Sebagaimana jenis tanaman hutan rakyat, hutan kemitraan

umumnya mengembangkan jenis-jenis tanaman sebagai

berikut: cepat tumbuh (fast growing species), dapat

menyuburkan tanah, tanaman jenis pioner yang mudah

tumbuh di lahan kritis, jenis tanaman unggulan setempat,

mempunyai nilai ekonomis yang tinggi serta sesuai dengan

kebutuhan industri.

4. Teknik Penanaman dan

Pemeliharaan

Page 46: REVISI-P.70-02032011

46

Teknik penanaman dan pemeliharaan hutan rakyat kemitraan

sama dengan yang diuraikan pada Bab V.B.4.

D. Hutan Kota

1. Maksud dan Tujuan

Pembangunan hutan kota dimaksudkan sebagai upaya untuk

perbaikan lingkungan perkotaan dengan tujuan untuk

mewujudkan lingkungan hidup wilayah perkotaan yang sehat,

rapi dan indah dalam suatu hamparan tertentu sehingga

mampu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, estetika,

resapan air serta keseimbangan lingkungan perkotaan.

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi kegiatan adalah hamparan lahan kosong di

dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun

tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat

yang berwenang sesuai dengan persyaratan yang diatur

dalam PP Nomor 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota serta

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.71/Menhut-II/2009.

Hutan Kota ini sebagai bagian dari ruang terbuka hijau sesuai

peruntukan dalam RTRW perkotaan.

Luas minimal hutan kota adalah 0,25 ha dalam satu hamparan

yang kompak (menyatu).

3. Jenis Tanaman

Jenis tanaman hutan kota disesuaikan dengan tipe hutan kota

yang dibangun yaitu sebagai berikut:

Pemukiman;

Industri;

Rekreasi;

Plasma Nutfah;

Perlindungan;

Page 47: REVISI-P.70-02032011

47

Pengamanan.

Kriteria jenis tanaman yang sesuai dengan masing-masing

tipe hutan kota diatas telah diatur dalam pasal 16 s/d pasal 21

Permenhut P.71/Menhut-II/2009.

4. Teknik Pelaksanaan Penanaman dan Pemeliharaan

Teknik pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan hutan kota

pada dasarnya sama dengan pelaksanaan penanaman dan

pemeliharaan hutan rakyat.

E. Penghijauan Lingkungan

1. Maksud dan Tujuan

Kegiatan penghijauan lingkungan dimaksudkan untuk

perbaikan lingkungan pada lahan-lahan fasilitas umum dan

fasilitas sosial, untuk meningkatkan kualitas iklim mikro dan

kenyamanan lingkungan hidup di sekitarnya serta wilayah-

wilayah perlindungan setempat.

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi penghijauan lingkungan adalah lahan kosong di

lokasi yang diperuntukan sebagai fasilitas umum dan fasilitas

sosial baik perkantoran, taman pemukiman dan pemakaman

umum, sekolah (umum, pesantren, kampus universitas),

halaman bangunan peribadatan (masjid, gereja, pura, vihara

dan lain-lain), ruang terbuka hijau, serta wilayah-wilayah

perlindungan setempat seperti sempadan sungai, tebing jalan,

dan lain sebagainya.

3. Jenis Tanaman

Jenis tanaman untuk penghijauan lingkungan disesuaikan

dengan peruntukannya, sesuai dengan agroklimatologi

setempat serta diminati masyarakat. Tanaman penghijauan

lingkungan dapat berupa tanaman kayu-kayuan dan tanaman

serbaguna/ MPTS.

4. Teknik Pelaksanaan Penanaman dan Pemeliharaan

Page 48: REVISI-P.70-02032011

48

Teknik pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan umumnya

sama dengan pembangunan hutan rakyat yaitu meliputi

kegiatan-kegiatan persiapan, penanaman dan pemeliharaan

tanaman.

a. Persiapan

Persiapan penanaman bibit penghijauan lingkungan

meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

- Penetapan areal penanaman;

- Penyusunan rancangan penanaman;

- Pembuatan tanda batas/patok penanaman;

- Pembersihan lapangan;

- Pembuatan tempat penampungan bibit sementara,

serta

- Pemasangan papan nama kegiatan.

b. Penanaman

Penanaman bibit penghijauan lingkungan dilakukan secara

swadaya oleh komponen masyarakat, institusi pemerintah

atau swasta.

Kegiatan penanaman penghijauan di lapangan meliputi:

- Pemasangan ajir/tanda lobang tanaman;

- Pembuatan lobang tanam;

- Penanaman.

c. Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan secara swadaya oleh

masyarakat dan atau institusi pemerintah/swasta dengan

melakukan pendangiran, pemupukan serta penyulaman

tanaman. Pemeliharaan dilakukan sampai dengan tahun

ke- 3(tiga).

VI. REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DAERAH PESISIR/PANTAI

Page 49: REVISI-P.70-02032011

49

A. Umum

Maksud dan tujuan rehabilitasi hutan dan lahan daerah

pesisir/pantai adalah mengembalikan keberadaan vegetasi

daerah pesisir/pantai sehingga mampu berfungsi sebagai wilayah

perlindungan pantai dari aberasi dan intrusi air laut serta

bencana alam tsunami. Secara umum kegiatan RHL di daerah

pesisir/pantai dibagi menjadi dua yaitu hutan mangrove dan

sempadan pantai.

B. Rehabilitasi Hutan Mangrove

1. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi kegiatan rehabilitasi hutan mangrove adalah

hutan dan lahan yang termasuk dalam ekosistem mangrove

berdasarkan hasil penyusunan RTk RHL DAS pada Ekosistem

Mangrove dan Sempadan Pantai yang diidentifikasi

mempunyai vegetasi mangrove dengan kerapatan kurang

(NDVI 1,00 s/d 1,42) dan wilayah yang berdasarkan peta land

system termasuk KJP, KHY, PGO, LWW, TWH, dan PTG yang

kondisi vegetasinya telah terbuka dan atau terdeforestasi.

2. Penyediaan Bibit

Penyediaan bibit untuk keperluan kegiatan rehabilitasi

mangrove dapat dilakukan dengan pembuatan atau melalui

pengadaan bibit.

Untuk menjamin agar pelaksanaan penyediaan bibit berjalan

efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

a. Penentuan kebutuhan bibit sesuai rancangan meliputi

lokasi persemaian, jenis, jumlah dan persyaratan bibit, baik

Page 50: REVISI-P.70-02032011

50

untuk kegiatan penanaman, penyulaman tahun berjalan,

maupun untuk penyulaman pemeliharaan I.

b. Penyusunan tahapan dan jadwal kegiatan penyediaan bibit

dengan memperhatikan waktu tanam di lapangan.

c. Pelaksanaan penyediaan bibit dapat dilakukan melalui :

pembuatan bibit dan/atau pengadaan bibit oleh pihak

ketiga/ perusahaan pengada bibit.

d. Pembuatan bibit :

1) Penyiapan benih

a) Pengumpulan benih

b) Bahan yang diperlukan adalah buah atau benih yang

matang dan bermutu bagus.

c) Pengumpulan benih dengan cara mengambil buah

jatuhan atau memetik langsung dari pohon induknya

dan ekstraksi biji dari buah. Pengumpulan dilakukan

berulang dengan interval waktu tertentu.

d) Seleksi dan penanganan benih

e) Buah atau biji yang dipilih adalah berasal dari buah

yang matang, sehat, segar dan bebas hama. Ciri

kematangan buah dapat dilihat dari warna kotiledon,

warna hipokotil, berat buah atau ciri lainnya.

f) Penyimpanan benih

g) Penyimpanan benih tidak dapat dilakukan untuk

jangka yang panjang. Direkomendasikan bahwa

penyimpanan benih tidak lebih dari 10 hari, disimpan

di tempat yang teduh di dalam ember berisi air

payau. Harus dijaga agar akar tidak terlanjur tumbuh

sehingga terpaksa dipotong saat penyemaian.

2) Persemaian

Page 51: REVISI-P.70-02032011

51

a) Untuk memperoleh mutu bibit yang baik, dan

mengurangi resiko kerusakan bibit ke lokasi

penanaman, diperlukan persemaian dan tempat

pengumpulan sementara yang sesuai kriteria dan

standar mutu.

b) Benih Non propagul dari benih Sonneratia alba dapat

disemaikan secara langsung pada pot yang sudah

diatur di bedeng. Tetapi Avicennia marina dan

Xylocarpus granatum disemaikan di bedeng di darat

terlebih dahulu karena benihnya mudah hanyut oleh

pasang-surut air laut.

c) Benih yang telah disemai di pot-pot bedeng

persemaian dibiarkan terkena air laut pasang surut

satu kali agar basah.

d) Bibit di persemaian sebaiknya dinaungi dengan jaring

atau daun kelapa yang hanya memberikan

kemungkinan masuknya cahaya matahari sebesar

50-70 %. Lebih baik lagi bila naungan juga dipasang

sebagai dinding yang mengelilingi barisan-barisan

bedeng. Satu bulan sebelum bibit siap tanam di

lapangan, naungan tersebut harus dibuka untuk

pemantapan.

e) Penyiraman air dilakukan satu kali sehari di bedeng

pasang surut pada saat pasang surut rendah,

sedangkan di bedeng darat dilakukan penyiraman

dua kali sehari.

3. Pembuatan Tanaman

Pelaksanaan kegiatan pembuatan tanaman mengacu pada

RTn RHL dan rancangan teknis RHL.

Page 52: REVISI-P.70-02032011

52

Sebelum melakukan penanaman, harus diperhatikan

beberapa faktor fisik penunjang keberhasilan penanaman

yakni : pasang surut air laut, musim ombak dan kesesuaian

jenis dengan lingkungannya/zonasi serta keterlibatan

masyarakat setempat.

a. Persiapan

1) Penyiapan kelembagaan, prakondisi dilakukan terhadap

masyarakat pantai setempat yang akan terlibat dalam

kegiatan rehabilitasi hutan mangrove berupa

penyuluhan, pembentukan kelompok tani dan

pendampingan.

2) Pengadaan sarana dan prasarana

3) Penyiapan bahan dan pembuatan gubuk kerja, papan

nama, patok batas, ajir dan penyiapan alat pengukuran

(GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter dan lain-

lain) serta perlengkapan kerja lainnya.

4) Penataan areal tanaman

a) Berdasarkan rancangannya, dilakukan penataan

lahan untuk kesesuaian lokasi dan areal tanam.

b) Penyiapan areal tanam :

(1) Pengukuran ulang batas-batas areal,

pemancangan patok batas luar areal tanam;

(2) Pembuatan jalur tanaman dimulai dengan

penentuan arah larikan tanaman melintang

terhadap pasang surut sesuai pola tanam yang

telah dirancang pada lokasi dan areal tanam yang

bersangkutan;

(3) Pembersihan jalur tanam dari sampah, ranting

pohon, dan potongan kayu serta tumbuhan liar;

(4) Pemancangan ajir sesuai jarak tanam, dipasang

Page 53: REVISI-P.70-02032011

53

tegak lurus dan kuat pada areal tanam;

(5) Penyiapan titik bagi bibit (di masing-masing areal

penanaman).

b. Pemilihan jenis tanaman

1) Jenis tanaman dipilih yang sesuai dengan hasil analisis

tapak dan dituangkan dalam rancangan.

2) Jenis tanaman mangrove disesuaikan dengan zonasi

berbagai tanaman, yakni dengan memperhatikan

ketahanan terhadap pasang surut dan tingkat

ketinggian air, antara lain : zona Avicennia, zona

Rhizophora, zona Bruguiera, dan zona kering serta

nipah.

Secara alami zonasi dalam ekosistem mangrove

berdasarkan jenis tanaman yang tumbuh adalah

sebagaimana gambar 6 berikut :

Zonasi Hutan Mangrove. Dari kiri ke kanan: 1. Avicennia alba; 2. Rhizophora apiculata; 3. Bruguiera parviflora; 4. Bruguiera gymnorhiza; 5. Nypa fruticans; 6. Xylocarpus granatum; 7. Excoecaria agallocha; 8. Pandanus furentus; 9. Bruguiera cylindrica.

Page 54: REVISI-P.70-02032011

54

Gambar 6. Zonasi Alami Mangrove

Kesesuaian jenis tanaman mangrove dengan faktor

lingkungan dapat diperiksa pada tabel 5.

Tabel 2 Kesesuaian beberapa jenis tanaman mangrove dengan faktor lingkungan.

Jenis

Salinit

as

(o/oo)

Tolera

nsi thd

kekuat

an

ombak

&

angin

Tolera

nsi thd

kandu

ngan

pasir

Toler

ansi

thd

Lump

ur

Freque

nsi

pengge

nangan

1 2 3 4 5 6

Rhizophora

mucronata

(bakau)

10-30 S MD S 20

hr/bln

R. stylosa

(tongke besar)

10-30 MD S S 20

hr/bln

R. apiculata

(tinjang)

10-30 MD MD S 20

hr/bln

Bruguiera

parvilofa (bius)

10-30 TS MD S 10-19

hr/bln

B. sexangula

(tancang)

10-30 TS MD S 10-19

hr/bln

B.gymnorhiza 10-30 TS TS MD 10-19

Page 55: REVISI-P.70-02032011

55

(tancang merah) hr/bln

Sonneratia alba

(pedada bogem)

10-30 MD S S 20

hr/bln

S.caseolaris

(padada)

10-30 MD MD MD 20

hr/bln

Xylocarpus

granatum

(nyirih)

10-30 TS MD MD 9

hr/bln

Heritiera

littoralis (bayur

laut)

10-30 STS MD MD 9

hr/bln

Lumnitzera

racemora

(Tarumtum)

10-30 STS S MD Bebera

pa kali/

thn

Cerbera

manghas

(bintaro)

0-10 STS MD MD Tergen

ang

musim

an

Nypa fruticans

(nipah)

0-10 STS TS S 20

hr/bln

Avicenia spp.

(api-api)

10-30 MD TS S

Keterangan : S = Sesuai, MD = Moderat, TS = Tidak Sesuai, STS

= Sangat Tidak Sesuai

c. Penanaman

Page 56: REVISI-P.70-02032011

56

1) Pelaksanaan penanaman di dalam kawasan hutan dan

di luar kawasan hutan dilakukan dengan menerapkan

jenis tanaman dan pola tanam sebagaimana tertuang

dalam rancangan (dengan jumlah tanaman per hektar

minimum 1.100 batang dan maksimum 10.000 batang

sesuai kondisi lapangan).

2) Pelaksanaan penanaman sebaiknya dimulai pada musim

ombak tenang dan dari garis terdekat dengan darat

agar terhindar dari ombak besar.

3) Cara Penanaman :

a) Penanaman dengan benih

Penanaman dengan benih dapat dilakukan untuk

benih jenis propagul. Pada areal tanam berlumpur

lembek atau dalam, sekitar sepertiga dari panjang

benih/buah ditancapkan ke dalam lumpur secara

tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas.

Pada areal tanam berlumpur keras, terlebih dahulu

dibuat lubang tanam. Untuk menjaga agar buah tidak

hanyut terbawa ombak, buah sebaiknya diikatkan

pada ajir.

Penanaman dengan buah yang baru dipetik atau

dipungut dan langsung ditanam umumnya

menghasilkan persentase tumbuh yang lebih tinggi

dibanding buah yang sudah disimpan lebih dari satu

hari.

b) Penanaman dengan bibit

Penanaman dengan bibit dapat dilakukan untuk

semua jenis tanaman mangrove dengan ketentuan

bibit tersebut layak dan siap tanam. Pada daerah

yang langsung dipengaruhi pasang surut,

Page 57: REVISI-P.70-02032011

57

penanaman dilakukan pada saat air laut surut. Dan

pada daerah bekas tambak dilakukan penutupan

pintu air ketika penanaman dan dibuka setelah

penanaman selesai.

Penanaman dengan bibit pada umumnya

menghasilkan persentase tumbuh yang tinggi

dibandingkan penanaman dengan buah secara

langsung.

1) Beberapa alternatif pola tanaman yang dapat

diterapkan sebagai berikut :

a) Pola tanam murni

(1) Penanaman murni meliputi penanaman

merata dan atau penanaman strip (jalur) pada

areal tanam yang telah disiapkan sesuai

rancangan. Sebaran tanaman dapat dilihat

sebagaimana pada gambar 7.

(2) Cara penanaman dapat secara langsung

dengan buah/benih atau menggunakan bibit yang

telah disiapkan.

(3) Untuk penanaman merata atau penanaman

strip (jalur) jarak tanam disesuaikan dengan

kondisi di lapangan. Penyulaman tahun berjalan

maksimal 10 persen;

(4) Pada tapak berombak besar disarankan

ditanami dengan jenis Rhizophora, sp dengan

pola selang seling, bibit diikat pada ajir. Dan pada

tapak berlumpur dalam sebaiknya menggunakan

jenis Rhizophora mucronata .x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x

- - - -- - - laut - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - --

x x x x x x x

x x x x x x

x x x x x x x

x x x x x x

- - - -- - - laut - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -- - - --

Strip

Strip

a. Penanaman Merata b. Penanaman Strip (jalur )

Gambar 7. Alternatif Pola Tanam Murni

Page 58: REVISI-P.70-02032011

58

b) Pola tanam tumpangsari tambak (Sylvofishery/

wanamina)

(1) Penanaman tumpangsari tambak

dilaksanakan seperti halnya dengan penananam

murni, tetapi dikombinasikan dengan kegiatan

pertambakan. Penanaman selain pada tanggul

juga dilakukan di pelataran tambak sesuai dengan

rancangan;

(2) Cara penanaman dapat secara langsung

dengan buah/benih atau menggunakan bibit yang

telah disiapkan. Jarak tanam disesuaikan dengan

kondisi lapangan; penyulaman maksimal 10

persen;

(3) Pola tumpangsari tambak

(sylvofishery/wanamina) terdiri dari 4 (empat)

macam cara yaitu : empang parit tradisional,

komplangan, empang parit terbuka dan kao-kao.

Macam-macam kombinasi seperti pada gambar 8

berikut :

Parit Bibit

Gambar 8. Macam-macam Teknik Tumpangsari

Page 59: REVISI-P.70-02032011

59

c) Pola penanaman rumpun berjarak

(1) Pola penanaman rumpun berjarak

dimaksudkan untuk kekokohan, menjerat lumpur

atau hara dan sesuai dengan media pasir yang

labil akan ombak laut. Pola tanam ini lebih cocok

untuk ekosistem mangrove di pulau-pulau kecil.

(2) Penanaman rumpun berjarak dilaksanakan

seperti halnya dengan penanaman murni akan

tetapi anakan ditanam rapat membentuk rumpun-

rumpun. Jumlah dan jarak antar rumpun per

hektar dan jumlah anakan yang ditanam di tiap

rumpun disesuaikan dengan kondisi tapak.

(3) Penanaman dilakukan pada saat air laut

surut baik pada siang hari maupun malam hari. Di

pulau yang sama, pada musim barat ekstrim

penanaman dilakukan di daerah timur, sebaliknya

pada musim timur ekstrim penanaman dilakukan

di daerah barat.

(4) Pada saat menanam bibit, kantong plastik

(polybag) media tanam tidak perlu dilepas tetapi

Page 60: REVISI-P.70-02032011

Pulau

60

cukup dirobek atau dilubangi bagian dasarnya 3 –

5 lubang berdiameter sebesar pensil.

(5) Pada areal penanaman yang arus pasang

surutnya cukup kuat dan atau membawa sampah

yang cukup banyak dan berpotensi mengganggu

anakan mangrove, maka perlu dibuat pagar dari

bahan yang tahan air laut untuk waktu tertentu.

4. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun berjalan (T+0),

tahun pertama (T+1) dan tahun kedua (T+2).

a. Penyiangan

Penyiangan dimaksudkan untuk membebaskan tanaman

pokok mangrove dari tanaman pengganggu. Pada areal

genangan atau daerah pasang surut umumnya tidak perlu

dilaksanakan penyiangan, akan tetapi pada areal yang

kering perlu dilakukan penyiangan sampai tanaman

Dst

Dst

Laut

Rumpun

anakan

Pantai pulau

Gambar 9. Cara penanaman rumpun berjarak

Page 61: REVISI-P.70-02032011

61

berumur 2 tahun (pemeliharaan tahun kedua).

b. Penyulaman

1) Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang

mati/merana, diusahakan menggunakan bibit sejenis;

2) Pelaksanaan penyulaman pada pemeliharaan tanaman

tahun berjalan dilaksanakan 15 - 30 hari setelah

penanaman;

3) Pelaksanaan penyulaman dalam kawasan hutan negara

pada pemeliharaan tanaman tahun pertama

(pemeliharaan I) dengan biaya Pemerintah dilakukan

apabila persentase tumbuh tanaman tahun berjalan

setelah sulaman > 70 % dan pemeliharaan II dilakukan

apabila persentase tumbuh tanaman setelah

pemeliharaan tahun I > 90 %. Untuk luar kawasan

adalah 60 % tahun I dan 80 % tahun II.

4) Jumlah penyulaman pada pemeliharaan tahun berjalan

sebesar 20 %, sedangkan pada pemeliharaan tahun

pertama sebesar 10 %.

c. Pengendalian hama/gulma

Jenis hama tanaman yang sering ditemui dan menyerang

pada tanaman mangrove (jenis Rhizophora, spp), baik di

persemaian maupun setelah ditanam adalah

kepiting/ketam (Crustacea, sp.), ulat daun dan batang,

cendawan akar, tritip serta gulma (biasanya lumut).

Ada beberapa cara untuk mengendalikan hama/gulma.

Untuk mengatasi serangan kepiting : pertama, benih/bibit

mangrove ditanam lebih banyak atau lebih rapat di daerah

yang sering diganggu ketam/kepiting dengan harapan

sebagian benih/bibit akan lolos dari gangguan dan dapat

tumbuh. Kedua benih/bibit ditanam sekaligus dua dan

Page 62: REVISI-P.70-02032011

62

rapat dalam satu lubang, dengan demikian ketam tidak

dapat memanjat dan menggigit batang yang rapat ini.

Ketiga, membungkus benih/bibit dengan bambu atau botol

plastik. Sedangkan untuk mengatasi adanya serangan

hama ulat maupun cendawan adalah dengan penggunaan

insektisida secara hati-hati dan terbatas, cara lain adalah

pemusnahan tanaman yang terkena serangan hama. Dan

terhadap gulma dilakukan penyiangan secara teratur

sampai benih/bibit mangrove tumbuh dan cukup kuat

bersaing dengan gulma.

Pengendalian hama/gulma dapat dilakukan pada

pemeliharaan tanaman tahun berjalan, tahun pertama dan

atau tahun kedua.

B. Rehabilitasi Sempadan Pantai

1. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi kegiatan rehabilitasi sempadan pantai adalah

hutan dan lahan yang diidentifikasi terbuka/kritis menurut RTk

RHL DAS yang berada di sempadan pantai selebar minimal

100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat yang bukan

termasuk habitat/ekosistem mangrove. Rehabilitasi hutan dan

lahan sempadan pantai diutamakan pada sasaran RHL

Prioritas I, dimana wilayah ini mempunyai potensi kerusakan

yang lebih tinggi terhadap aberasi.

2. Penyediaan Bibit

Penyediaan bibit untuk keperluan kegiatan rehabilitasi hutan

pantai dapat dilakukan dengan pembuatan atau melalui

pengadaan bibit.

Untuk menjamin agar pelaksanaan penyediaan bibit berjalan

efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

Page 63: REVISI-P.70-02032011

63

a. Penentuan kebutuhan bibit sesuai rancangan meliputi

lokasi persemaian, jenis, jumlah dan persyaratan bibit, baik

untuk kegiatan penanaman, penyulaman tahun berjalan,

maupun untuk penyulaman pemeliharaan I.

b. Penyusunan tahapan dan jadwal kegiatan penyediaan bibit

dengan memperhatikan waktu tanam di lapangan.

c. Pelaksanaan penyediaan bibit dapat dilakukan melalui :

pembuatan bibit dan/atau pengadaan bibit oleh pihak

ketiga/ perusahaan pengada bibit.

d. Untuk memperoleh mutu bibit yang baik, dan mengurangi

resiko kerusakan bibit ke lokasi penanaman, diperlukan

persemaian dan tempat pengumpulan sementara yang

sesuai kriteria dan standar mutu.

3. Pembuatan Tanaman

Pelaksanaan kegiatan pembuatan tanaman mengacu pada

rancangan teknis RHL.

a. Persiapan

1) Penyiapan kelembagaan, prakondisi dilakukan terhadap

masyarakat pantai setempat yang akan terlibat dalam

kegiatan rehabilitasi hutan pantai berupa penyuluhan,

pembentukan kelompok tani dan pendampingan.

2) Pengadaan sarana dan prasarana

3) Penyiapan bahan dan pembuatan gubuk kerja, papan

nama, patok batas, ajir dan penyiapan alat pengukuran

(GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter dan lain-

lain) serta perlengkapan kerja lainnya.

4) Penataan areal tanaman

Page 64: REVISI-P.70-02032011

64

a) Berdasarkan rancangannya, dilakukan penataan

lahan untuk kesesuaian lokasi dan areal tanam.

b) Penyiapan areal tanam :

(1)Pengukuran ulang batas-batas areal,

pemancangan patok batas luar areal tanam;

(2)Pembuatan jalur tanaman dimulai dengan

penentuan arah larikan tanaman sesuai pola

tanam yang telah dirancang pada lokasi dan areal

tanam yang bersangkutan;

(3)Pembersihan jalur tanam dari sampah, ranting

pohon, dan potongan kayu serta tumbuhan liar;

(4)Pemancangan ajir sesuai jarak tanam, dipasang

tegak lurus dan kuat pada areal tanam;

(5)Penyiapan titik bagi bibit sebagai tempat

pengumpulan sementara (di masing-masing areal

penanaman).

b. Pemilihan jenis tanaman

1) Sifat ekologis jenis pohon pantai adalah sebagai

berikut :

Tabel 3. Sifat ekologis jenis pohon pantai dan cara pembiakannya.

No. Jenis Jenis Tanah Habitat Pembiakan

1 Cemara Laut

(Casuarina

spp.)

Regosol/

entisol

Tanah liat berat,

di atas garis

pasang, tanah

miskin humus

Tunas akar

dan biji

2 Ketapang

(Terminalia

Regosol/ Tanah berpasir Biji, stek,

grafting,

Page 65: REVISI-P.70-02032011

65

catapa) entisol dan berbatu anakan alam

3 Waru

(Hibiscus

spp.)

Regosol/

entisol

Tanah tertier

yang periodik

kering

Stek dan Biji

4 Nangka

(Artocarpus

altilis)

Regosol/

entisol

Tanah liat

berpasir

Stek akar,

stek batang

5 Nyamplung

(Callophylum

innophylum)

Aluvial/

Regosol

Tanah liat

berpasir

Biji

6 Kelapa (Cocos

spp.)

Regosol/

entisol

Tanah liat

berpasir

Buah/Biji

2) Jenis tanaman dipilih yang paling cocok dan disesuaikan

dengan kondisi fisik lapangan, sosial ekonomi dan

budaya serta kesiapan masyarakat setempat

sebagaimana yang tertuang dalam rancangan.

c. Penanaman

Pelaksanaan pembuatan tanaman rehabilitasi hutan pantai

di luar kawasan hutan dan di dalam kawasan hutan

dilakukan dengan menerapkan pola tanam sebagaimana

tertuang dalam rancangan. Pola tanam yang diterapkan

dapat secara penanaman merata/green belt atau

penanaman jalur sepanjang pantai.

Komponen kegiatan penanaman meliputi :

1) Pembersihan piringan tanam di sekeliling ajir;

2) Pembuatan lubang tanam sesuai dengan keperluan

masing-masing jenis tanaman yang tertuang dalam

rancangan;

3) Penanaman bibit dengan memperhatikan antara lain

Page 66: REVISI-P.70-02032011

66

tanah urugan di sekitar batang harus dipadatkan,

hindari kerusakan akar, permukaaan timbunan harus

agak cembung supaya tidak tergenang air.

d. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun berjalan

(T+0), tahun pertama (T+1) dan tahun kedua (T+2).

1) Penyiangan

Penyiangan dimaksudkan untuk membebaskan tanaman

pokok dari tanaman pengganggu, penyiangan

dilaksanakan sampai tanaman berumur 2 tahun

(pemeliharaan tahun kedua).

2) Penyulaman

a) Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang

mati/merana, diusahakan menggunakan bibit sejenis;

b) Pelaksanaan penyulaman pada pemeliharaan tanaman

tahun berjalan dilaksanakan 15 - 30 hari setelah

penanaman;

c) Pelaksanaan penyulaman tanaman pada pemeliharaan

tanaman tahun pertama di dalam kawasan hutan

dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman tahun

berjalan setelah sulaman > 70 % dan pemeliharaan

tahun II dilakukan setelah persentase tumbuh

tanaman tahun I > 90 %.

d) Pelaksanaan penyulaman tanaman pada pemeliharaan

tanaman tahun pertama di luar kawasan hutan

dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman tahun

berjalan setelah sulaman > 60 % dan untuk

pemeliharaan tahun ke II dilakukan setelah persentase

tumbuh tanaman tahun I > 80 %.

e) Jumlah penyulaman pada pemeliharaan tahun berjalan

Page 67: REVISI-P.70-02032011

67

sebesar 20 %, sedangkan pada pemeliharaan tahun

pertama sebesar 10 %.

e. Pengendalian hama/gulma

Jenis hama tanaman yang sering ditemui dan menyerang

pada tanaman pantai adalah ulat daun dan batang,

Cendawan akar dan upas (Cryptococcus neoformans,

Phytopthora palmivora) serta gulma. Pengendalian

hama/gulma dapat dilakukan pada pemeliharaan tanaman

tahun berjalan, tahun pertama dan atau tahun kedua.

VII. REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN RAWA DAN GAMBUT

A. Umum

Ekosistem rawa gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa

tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum.

Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi yang

terhambat oleh kondisi anaerob dan di permukaan atasnya hidup

berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar. Ekosistem rawa gambut

sering dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau

daerah cekungan yang drainsenya buruk.

Ekosistem rawa gambut ditandai dengan adanya kubah gambut

di bagian tengah dan mendatar/rata di bagian pinggir serta

digenangi air bewarna coklat kehitaman seperti the atau kopi

sehingga sering disebut ekosistem air hitam. Vegetasi bergantian

tumbuh mulai dari pionir, sekunder, klimaks, mati dan tertimbun,

sehingga lama kelamaan timbunan bahan organic gambut

semakin tebal. Situasi ini mengarahkan keadaan lingkungan

eksositem rawa gambut semakin ekstrim asam, miskin hara dan

anaerob. Pada kubah gambut dengan kedalaman > 3 meter

pasokan hara semata-mata hanya dari air hujan. Di pusat kubah,

yang timbunan gambutnya paling tebal terdapat hutan yang

tersusun atas pohon-pohon kayu kecil dan jarang, pandan dan

Page 68: REVISI-P.70-02032011

68

semak-semak jarang.

B. Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Secara umum tahapan kegiatan rehabilitasi dapat dilihat pada

diagram alur berikut :

Persiapan Survei :

1. Persiapan Peta,

2. Persiapan alat, bahan dan material survei,

Survei Lapangan :

1. Tingkat kerusakan2. Kondisi vegetasi3. Potensi genangan4. Aspek sosial

Analisis Data

1. Penentuan Areal Penanaman2. Penentuan Jenis Tanaman yang tepat3. Skedul kegiatan, estimasi kebutuhan fisik dan

anggaran

Persiapan Rehabilitasi :

1. Persiapan sumberdaya manusia2. Persiapan bibit3. Persiapan lokasi tanam

Penyusunan RTk RHL DAS – Rawa Gambut

RPRH dan RPRL DAS dan RTn DAS– Rawa Gambut

Sasaran Lokasi

Page 69: REVISI-P.70-02032011

69

Gambar 10. Diagram Alir tahapan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan rawa gambut

1. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi rehabilitasi hutan dan lahan rawa gambut adalah

areal di wilayah hilir DAS atau wilayah pesisir di dalam kawasan

hutan pada hutan lindung yang terdeforestasi, hutan produksi

(yang tanahnya miskin/kritis dan tidak dibebani hak serta tidak

dicadangkan/proses perizinan untuk pembangunan hutan

tanaman-HTI/HTR), serta Taman Hutan Raya (Tahura) yang

dikelola oleh Kabupaten/Kota, dan wilayah hilir DAS atau wilayah

pesisir di luar kawasan hutan yang tegakan pantainya telah

mengalami degradasi/deforestasi sehingga terganggu fungsi

ekologis, sosial dan ekonominya.

Untuk konteks pelaksanaan kegiatan rehabilitasi maka pilihan

lokasi diprioritaskan pada unit lokasi yang terpilih dalam

Rencana Teknik RHL DAS yang telah disusun untuk tiap wilayah

provinsi/kabupaten/kota.

2. Penentuan Areal Penanaman

Kegiatan rehabilitasi diprioritaskan pada areal yang terbatas

kemampuannya untuk pulih secara alami dan areal yang secara

alami kulit dijangkau oleh penyebaran benih. Lahan yang

memiliki kemampuan untuk pulih secara alami tidak

diprioritaskan sebagai areal rehabiliatsi.

Alternatif pilihan lokasi rehabilitasi sebagai berikut :

Pelaksanaan Rehabilitasi :

1. Pengangkutan bibit2. Penanaman3. Pemeliharaan

Page 70: REVISI-P.70-02032011

70

Tabel 4. Pengambilan Keputusan Kegiatan RHL Rawa Gambut

No Karakteristik Lokasi Keterangan

1 Tingkat Kerusakan a. Sangat berat

b. Berat

c. Sedang

d. Ringan

2 Potensi Genangan a. Berat

b. Sedang

c. Ringan

3 Penutupan vegetasi a. Rapat

b. Sedang

c. Terbuka

4 Aksesibilitas a. Tinggi

b. Sedang

c. Rendah

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

1a,2a,3a,4

a

1a,2a,3b,4

a

1a,2a,3c,4

b

1a,2a,3c,4c

1b,2a,3b,4

a

Tidak direkomendasi untuk

rehabilitasi

Peluang gagal

sangat tinggi

1b,2b,3b,4

b

1b,2b,3b,4

c

1c,2b,3b,4

a

Rehabilitasi dengan jenis yang semi

toleran

Dengan gundukan

buatan

1c,2c,3b,4a Rehabilitasi dengan jenis yang semi Tanpa gundukan

Page 71: REVISI-P.70-02032011

71

toleran buatan

1c,2c,3c,4a Rehabilitasi dengan jenis yang

intoleran (suka cahaya)

Tanpa gundukan

buatan

1c,2b,3b,4

b

1c,2b,3b,4c

Pengkayaan dengan jenis toleran

(suka naungan)

Dengan gundukan

buatan

1d,2b,3b,4

a

1d,2b,3a,4

b

1d,2c,3a,4c

Dibiarkan

Regenerasi alami

masih

memungkinkan

3. Penentuan Jenis Tanaman

Jenis tanaman yang dipilih untuk rehabilitasi sebaiknya adalah

jenis lokal.

Proses pemilihan jenis dilakukan dengan memperhatikan :

keberadaan jenis dominan,

sifat dan karakteristik tiap jenis terutama respon terhadap

genangan dan cahaya,

kondisi areal (penutupan vegetasi, kondisi tanah dan kondisi

genangan).

Jenis tanaman yang umum dijumpai di ekosistem rawa-gambut

antara lain :

Tabel 5. Jenis Tanaman RHL Rawa gambut

No Nama Lokal Nama Latin

1 Durian hutan Durio carinatus

2 Jelutung rawa Dyera lowii

3 Kempas Koompassia malaccensis

4 Perepat Combretocarpus rotundatus

Page 72: REVISI-P.70-02032011

72

5 Belangiran Shorea belangeran

6 Perupuk Coccoceras borneense)

7 Pulai rawa Alstonia pneumatophora

8 Rengas manuk Mellanorhoea wallicihi

9 Terentang Campnosperma macrophylla

10 Meranti Shorea pauciflora

11 Ramin Gonystylus bancanus

12 Punak Tetramerista glabra

13 Medang Litsea calophyllantha

14 Balam Palaquium rostratum

15 Resak Vatica rssak

16 Temasam (Jambu-

jambu)

Syzygium cerinum

17 Gelam tikus Eugenia spicata

18 Keranji Dialium hydnocarpoides

19 Nyatoh Palaquium spp.

20 Rotan Calamus spp.

21 Gelam Melaleuca leucadendron

22 Sungkai Peronema canescens

Variasi kondisi areal dan alternatif jenis tanaman yang sesuai :

Tabel 6. Kondisi Areal dan Alternatif Jenis Tanaman RHL Rawa Gambut

No

.

Kondisi Lokasi Alternatif Jenis Tanaman

1 Areal yang :

Bekas terbakar ringan/sedang

Bekas tebang habis

Areal terbuka (vegetasi jarang)

Jelutung rawa ( Dyera lowii )

Perepat ( Combretocarpus

rotundatus )

Belangiran ( Shorea belangeran

)

Perupuk ( Coccoceras

borneense )

Pulai rawa ( Alstonia

Page 73: REVISI-P.70-02032011

73

pneumatophora )

Rengas manuk (Melanorhoea

wallicihi )

Terentang (Campnosperma

macrophylla )

2 Areal yang :

Bekas terbakar yang telah

mengalami suksesi

Bekas tebang selektif

Penutupan vegetasi sedang

Meranti ( Shorea pauciflora )

Perepat ( Combretocarpus

rotundatus )

Durian ( Durio carinatus )

Ramin ( Gonystylus bancanus )

Punak ( Tetramerista glabra )

Kempas ( Koompassia

malaccensis )

Resak (Vatica rassak )

Sungkai ( Peronema canescens

)

3 Areal yang :

Bekas tebang selektif

Masih banyak dijumpai pohon

Penutupan vegetasi masih tinggi

Telah kehilangan jenis tanaman

komersil (bernilai tinggi)

Meranti ( Shorea pauciflora )

Ramin ( Gonystylus bancanus )

Punak ( Tetramerista glabra )

Balam ( Palaquium rostratum )

Medang ( Litsea calophyllantha

)

Kempas ( Koompassia

malaccensis )

Rotan ( Calamus spp )

4. Jadwal kegiatan

Pengaturan jadwal kegiatan rehabilitasi perlu dilakukan secara

baik karena kegiatan rehabilitasi memiliki variasi waktu ideal

yang berlainan, misalnya penanaman pada musim hujan dan

pembuatan gundukan piringan tanam di musim kemarau.

5. Persiapan Sumber Daya Manusia

Sumberdaya Manusia memegang peranan yang sangat penting

dalam kegiatan rehabilitasi sehingga perlu diperisapkan.

Persiapan SDM tidak hanya pencarian tenaga kerja dalam jumlah

Page 74: REVISI-P.70-02032011

74

tertentu melainkan juga penyiapan keterampilan yang memadai

sehingga kegiatannya dapat berupa penyiapan kelembagaan

yaitu prakondisi terhadap masyarakat setempat yang akan

terlibat dalam kegiatan rehabilitasi berupa penyuluhan,

pembentukan kelompok tani dan pendampingan.

6. Persiapan bibit

Penyediaan bibit untuk keperluan rehabilitasi rawa gambut

dapat dilakukan dengan pembuatan atau melalui pengadaan

bibit.

Untuk menjamin agar pelaksanaan penyediaan bibit berjalan

efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

Penentuan kebutuhan bibit sesuai rancangan meliputi lokasi

persemaian, jenis, jumlah dan persyaratan bibit, baik untuk

kegiatan penanaman, penyulaman tahun berjalan, maupun

untuk penyulaman pemeliharaan I.

Penyusunan tahapan dan jadwal kegiatan penyediaan bibit

dengan memperhatikan waktu tanam di lapangan.

Pelaksanaan penyediaan bibit dapat dilakukan melalui :

pembuatan bibit dan/atau pengadaan bibit oleh pihak

ketiga/ perusahaan pengada bibit.

Untuk memperoleh mutu bibit yang baik dan mengurangi

resiko kerusakan bibit ke lokasi penanaman, diperlukan

tempat pengumpulan sementara di areal tanam yang sesuai

kriteria dan standar mutu.

7. Persiapan Areal tanam

Kegiatan persiapan areal tanam perlu dilakukan karena adanya

perilaku genangan air yang sulit diprediksi dan sering menjadi

permasalahan serius bagi tanaman muda/bibit yang baru

ditanam.

Page 75: REVISI-P.70-02032011

75

Pada persiapan areal tanam beberapa kegiatan yang dilakukan

meliputi :

a. Pembuatan batas areal penanaman.

Berdasarkan rancangannya, lokasi yang sudah definitif

selanjutnya dibagi menjadi blok dan petak. Luas tiap blok ±

300 ha, dibagi kedalam petak-petak seluas ± 25 ha. Luasan ±

300 Ha merupakan luas efektif (netto), tidak termasuk jalan

pemeriksaan, yang dapat difungsikan sebagai batas

blok/petak. Untuk luasan yang kurang dari 300 Ha tetap

dijadikan satu blok. Sedangkan untuk lokasi dengan luasan

yang relatif kecil (≤50 Ha) digabung dengan lokasi yang

terdekat sehingga menjadi blok.

Luas efektif setiap petak ± 25 ha, batas antar petak

dimungkinkan berupa batas alam. Apabila batas antar petak

berupa batas buatan, sekaligus difungsikan untuk jalur

rintisan.

Lokasi-lokasi tertentu seperti sungai dan sebagainya tidak

termasuk dalam perhitungan luas definitif (dienclave).

b. Pembuatan jalan pemeriksaan

Jalan pemeriksaan dibuat di antara blok satu dengan lainnya.

Jalan pemeriksaan selain dimanfaatkan untuk pemeriksaan

juga sekaligus untuk jalan pengangkutan alat dan bahan-

bahan yang diperlukan. Teknik pembuatannya mengikuti

ketentuan pembuatan jalan yang berlaku dengan ukuran

menyesuaikan kondisi lapangan.

c. Pembuatan jalur tanam

Pembuatan jalur tanaman dimulai dengan penentuan arah

larikan tanaman sesuai pola tanam yang telah dirancang pada

lokasi dan areal tanam yang bersangkutan.

Page 76: REVISI-P.70-02032011

76

Selanjutnya penentuan jarak tanam juga disesuaikan kondisi

areal. Jarak tanam yang dapat digunakan pada areal terbuka

(penanaman intensif) adalah 3 x 3m, 3 x 5 m atau 5 x 5 m.

Sedangkan pada areal yang penutupan vegetasinya masih

tinggi dapat digunakan sistem penanaman jalur dengan jarak

tanam 5 x 10 m atau penanaman pengkayaan.

d. Pemasangan ajir

Pemasangan ajir sesuai jarak tanam yang ditentukan,

dipasang tegak lurus dan kuat pada areal tanam.

e. Pembuatan gundukan

Pada areal tanam yang kondisi penggenangan ringan

pembuatan gundukan tidak merupakan keharusan. Namun

pada areal tanam yang kondisi penggenangannya sedang dan

berat maka perlu dibuat gundukan pada titik tanam.

Pembuatan gundukan sebaiknya dilakukan pada musim

kemarau/kering sehingga pengambilan material gambut

menjadi lebih mudah. Waktu yang ideal adalah T- 2 atau T – 3

bulan sebelum penanaman dengan maksud agar gundukan

dapat menjadi kompak dan kuat di musim penghujan.

Gundukan tidak boleh terlalu rendah sebab bibit dapat

tergenang air saat musim hujan dan jangan terlalu tinggi

sebab bibit dapat kekurangan air pada musim kemarau. Untuk

itu perlu dipelajari terlebih dahulu dipelajari fluktuasi dan rata-

rata tinggi muka air tanah di lokasi rehabilitasi. Selanjutnya

karena sifat tanah gambut yang remah maka disekeliling

gundukan perlu dibuat pembatas/penahan agar gundukan

tidak longsor atau terkikis saat terjadi banjir. Pembatas dapat

berupa potongan cabang, batang atau material lain yang

terdapat di areal tanam.

Page 77: REVISI-P.70-02032011

77

d. Penyiapan titik bagi bibit sebagai tempat pengumpulan

sementara sebelum bibit di tanam (di masing-masing areal

penanaman).

8. Pengangkutan Bibit

Alat pengangkutan bibit dapat berupa : truk, lori, perahu atau

alat transport lainnya. Persiapan yang matang akan mampu

menjamin ketersediaan alat angkut dalam jumlah yang cukup

sesuai kondisi jalan atau parit, titik bagi bibit dan jumlah bibit

yang akan diangkut.

9. Penanaman

Penaman dilakukan pada awal musim hujan. Sebaiknya bibit

ditanam pada pagi atau sore hari untuk mereduksi tingkat stres

bibit akibat sinar matahari.

Beberapa alternatif pola tanaman yang dapat diterapkan yakni :

a. penanaman intensif/merata pada areal yang terbuka,

b. penanaman jalur atau pengkayaan pada areal yang

penutupan vegetasinya sedang atau rapat.

Tahapan pekerjaan pada penanaman sebagai berikut.

a. Pembersihan piringan tanam atau gundukan dan pembuatan

lubang tanam.

Kegiatan pembersihan piringan tanam atau gundukan dan

pembuatan lubang tanam dilakukan pada saat akan menanam

bibit dimaksudkan untuk menghilangkan gulma pada

gundukan atau titik tanam. Sedangkan lubang tanam dibuat

disesuaikan dengan ukuran bibit yang akan ditanam.

b. Penyiraman lubang tanam.

Bibit akan mengalami stres bila akarnya langsung menyentuh

tanah yang panas. Karenanya apabila cukup tersedia air di

Page 78: REVISI-P.70-02032011

78

areal tanam maka dapat terlebih dahulu dilakukan

penyiraman air secukupnya ke lubang tanam.

c. Penanaman bibit.

Kegiatan ini dilakukan dengan cara memasukkan bibit ke

lubang tanam. Perhatikan agar batang bibit tidak terbenam

karena lubang tanam terlalu dalam atau terdapatnya bagian

akar yang tidak tertimbun karena lubang terlalu dangkal.

Lubang yang telah ditanami bibit kemudian ditutup material

tanah bekas galian, upayakan bibit tegak dan tidak goyang.

10. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun berjalan (T+0), tahun

pertama (T+1) dan tahun kedua (T+2).

Pemeliharaan tanaman tahun pertama (pemeliharaan I) dilakukan

apabila persentase tumbuh tanaman tahun berjalan setelah

sulaman mencapai > 60 % sedangkan pemeliharaan tahun ke dua

(pemeliharaan II) dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman

setelah pemeliharaan I mencapai > 80 %.

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi : penyiangan,

penyulaman dan pengendalian hama dan penyakit.

a. Penyiangan

Penyiangan dimaksudkan untuk membebaskan tanaman dari

gulma dan tumbuhan pengganggu. Penyiangan dilakukan pada

pemeliharaan tahun berjalan, tahun pertama dan tahun kedua.

b. Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang

mati/merana, diusahakan menggunakan bibit sejenis.

Penyulaman dilakukan pada pemeliharaan tahun berjalan dan

tahun pertama.

Page 79: REVISI-P.70-02032011

79

Pelaksanaan penyulaman sebesar 20 % pada pemeliharaan

tanaman tahun berjalan dilaksanakan 15 - 30 hari setelah

penanaman dan pelaksanaan penyulaman sebanyak 10 %

pada pemeliharaan tanaman tahun pertama (pemeliharaan I).

c. Pengendalian hama

Jenis hama yang sering ditemui di lahan dan hutan gambut

adalah : babi hutan dan rayap ( Macrotermes gilvus ). Untuk

mengatasi serangan babi hutan dapat dilakukan dengan cara

membersihkan semak belukar di sekitar areal lokasi tanam

yang merupakan habitatnya. Apabila serangan hama babi tidak

dapat dielakkan maka dilakukan upaya penyetruman,

peracunan atau perburuan masal.

Untuk mengantisipasi gangguan rayap disarankan untuk

melakukan pembuatan lubang tanam 2-3 hari sebelum bibit

ditanam dimaksudkan agar rayap yang terganggu karena

pembuatan lubang tanam akan mencari tempat baru bagi

koloninya. Pada kondisi gangguan yang ekstrim dapat

digunakan insektisida secara hati-hati dan terbatas.

Pengendalian hama dapat dilakukan pada pemeliharaan

tanaman tahun berjalan, tahun pertama dan atau tahun kedua.

VIII. TEKNIK KONSERVASI TANAH

A. Dam Pengendali

1. Maksud dan Tujuan

Tujuan dibangunnya dam pengendali yaitu :

Mengendalikan endapan/aliran air yang ada dipermukaan

tanah yang berasal dari daerah tangkapan air dibagian

hulunya.

Menaikkan permukaan air tanah sekitarnya.

Page 80: REVISI-P.70-02032011

80

Tempat persediaan air bagi masyarakat (rumah tangga,

irigasi, ternak dan lain-lain).

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi Dam Pengendali adalah hutan dan lahan yang

termasuk dalam LMU Terpilih, diutamakan pada RHL Prioritas I

serta morfologi DAS bagian tengah. Secara teknis persyaratan

site lokasi Dam Pengendali adalah sebagai berikut:

Vegetasi pada daerah tangkapan belum efektif dalam

pengendalian erosi/sedimentasi;

Sedimentasi dan erosi sangat tinggi;

Struktur tanah stabil (badan bendung);

Luas DTA 100 -250 ha;

Tinggi badan bendung maksimal 8 meter;

Kemiringan rata-rata daerah tangkapan 15-35 %; dan

Prioritas Pengamanan bangunan vital.

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan

1) Penyiapan Kelembagaan

a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam

rangka sosialisasi rencana pelaksanaan pembuatan

dam pengendali.

b) Pembentukan organisasi dan penyusunan program

kerja.

2) Pengadaan sarana dan prasarana

Pengadaan peralatan/sarpras diutamakan untuk jenis

peralatan dan bahan habis pakai. Sedang pembuatan

sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk

Page 81: REVISI-P.70-02032011

81

memperlancar pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang

antara lain :

a) Pembuatan jalan masuk

b) Pembuatan gubuk kerja, gubuk material dan papan

nama

b. Penataan areal kerja

1)Pembersihan lapangan

2)Pengukuran kembali

3)Pemasangan patok batas

c. Pelaksanaan Pembuatan

1) Pembuatan profil bendungan

2) Pengupasan, penggalian dan pondasi bangunan

3) Pembuatan saluran pengelak

4) Pembuatan/pemadatan badan bendung

5) Pembuatan saluran pengambilan dan pintu air

6) Pembuatan bangunan pelimpah (spill way)

7) Pembuatan bangunan lain untuk sarana pengelolaan:

jalan inspeksi

8) Pemasangan gebalan rumput

d. Pemeliharaan

Pemeliharaan bangunan Dam Pengendali (DPi) meliputi :

1) Pemeliharaan badan bendung dan saluran pelimpah

serta saluran pembagi

2) Perbaikan gebalan rumput

e. Organisasi pelaksana

Page 82: REVISI-P.70-02032011

82

Sebagai pelaksana dalam pembuatan Dam Pengendali

adalah kelompok masyarakat atau pihak ketiga didampingi

Petugas Lapangan Kehutanan di bawah koordinasi Dinas

Kabupaten/Kota.

f. Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal

pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.

Gambar 11. Dam Pengendali

B. Dam Penahan

1. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan pembuatan Dam Penahan adalah

mengendalikan endapan/sedimentasi dan aliran air

permukaan dari daerah tangkapan air dibagian hulu.

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi Dam Penahan adalah hutan dan lahan yang

termasuk dalam LMU Terpilih, diutamakan pada RHL Prioritas I

dan II serta morfologi DAS bagian hulu dan tengah. Secara

teknis kriteria site lokasi Dam Penahan adalah sebagai

berikut:

Sedimentasi dan erosi daerah tangkapannya sangat tinggi

Pengamanan sumber air/bangunan vital

Luas DTA 10-30 ha

Page 83: REVISI-P.70-02032011

83

Tinggi maksimal 4 meter,

Kemiringan alur 15-35%.

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan

1) Penyiapan Kelembagaan

a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam

rangka sosialisasi.

b) Pembentukan organisasi dan penyusunan rencana

kerja.

2) Pengadaan Sarana dan Prasarana

Pengadaan sarana dan prasaranan (sarpras)

diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan habis

pakai. Pelaksanaan pekerjaan di lapangan antara lain :

a) Pembuatan jalan masuk

b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material dan papan

nama

3) Penataan areal kerja

a) Pembersihan lapangan

b) Pengukuran kembali

c) Pemasangan patok batas

b. Pelaksanaan Pembuatan

1) Pemasangan profil bangunan

2) Penggalian pondasi bangunan

3) Penganyaman/pembuatan bronjong

4) Pemasangan bronjong

5) Pengisian bronjong

6) Pengikatan bronjong

a. Pemeliharaan

Pemeliharaan bangunan dam penahan meliputi :

Page 84: REVISI-P.70-02032011

84

1) Pembersihan seresah

2) Pemeliharaan bronjong

d. Organisasi pelaksana

Pelaksana dalam pembuatan dam penahan adalah

kelompok masyarakat atau pihak ketiga didampingi

Petugas Lapangan Kehutanan di bawah koordinasi Dinas

Kabupaten/Kota.

e. Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal

pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan

Gambar 12. Dam Penahan dengan konstruksi kayu/bambu

Gambar 13. Dam Penahan dengan konstruksi anyaman ranting, kayu/bambu

Page 85: REVISI-P.70-02032011

85

Gambar 14. Dam Penahan dengan konstruksi bronjong kawat

C. Pengendali Jurang (gully plug)

1. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dibangunnya Pengendali Jurang (gully

plug) adalah memperbaiki lahan yang rusak berupa

jurang/parit akibat gerusan air guna mencegah terjadinya

jurang/parit yang semakin besar.

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi gully plug adalah hutan dan lahan yang

termasuk dalam LMU Terpilih, diutamakan pada RHL Prioritas I

dan II serta morfologi DAS bagian hulu dan tengah. Secara

teknis kriteria site lokasi gully plug adalah sebagai berikut:

Kemiringan > 30 % dan terjadi erosi parit/alur;

Pengelolaan lahan sangat intensif atau lahan terbuka;

Sedimentasi tinggi;

Curah hujan tinggi;

Kemiringan alur maksimal 5%.

Page 86: REVISI-P.70-02032011

86

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan

1) Penyiapan Kelembagaan

a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam

rangka sosialisasi

b) Pembentukan organisasi dan penyusunan rencana

kerja

2) Pengadaan sarana dan prasarana

Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis

peralatan dan bahan yang habis pakai. Sedang

pembuatan sarana dan prasarana untuk memperlancar

pelaksanaan pekerjaan di lapangan a.l. :

3) Pembuatan jalan masuk

4) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material dan papan

nama

b. Penataan areal kerja

1) Pembersihan lapangan

2) Pengukuran kembali

3) Pemasangan patok

4) Pembuatan profil lapangan

c. Pembuatan

1) Stabilisasi ujung jurang dilakukan melalui :

a) Pembuatan teras-teras dan bangunan terjunan air

b) Pelandaian lereng

c) Pembuatan saluran diversi mengelilingi bagian atas

2) Stabilisasi tebing jurang dilakukan melalui :

a) Pelandaian lereng/tebing

b) Penguatan lereng/tebing

Page 87: REVISI-P.70-02032011

87

3) Stabilisasi dasar jurang terhadap bangunan pengendali

lolos air dan bangunan pengendali tidak lolos air

4) Pembuatan bangunan pengendali jurang

5) Pemeliharaan

d. Pemeliharaan bangunan pengendali jurang meliputi :

1) Pemeliharaan bangunan terjunan dan teras

2) Pemeliharaan saluran diversi

e. Organisasi pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan pengendali jurang adalah

kelompok masyarakat, yang didampingi penyuluh

kehutanan lapangan (PKL) dengan satuan kerja Dinas

Kabupaten/Kota.

f. Tahapan dan Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal

pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.

g. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan berupa bangunan Pengendali Jurang (gully

plug) yang telah dibangun sesuai rancangan, dan untuk

pemeliharaannya diserahkan kepada aparat desa.

Page 88: REVISI-P.70-02032011

88

Gambar 15. Pengendali Jurang (Gully Plug)

D. Embung Air

1. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dibangunnya embung air adalah :

a. Menampung dan mengalirkan air pada kolam penampung

b. Cadangan persediaan air untuk berbagai kebutuhan pada

musim kemarau

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi embung air adalah hutan dan lahan yang

termasuk dalam LMU Terpilih, diutamakan pada RHL Prioritas I

dan II serta morfologi DAS bagian hulu dan tengah. Secara

teknis kriteria site lokasi embung air adalah sebagai berikut:

a) Daerah kritis dan kekurangan air (defisit)

b) Topografi bergelombang dengan kemiringan <30%

c) Air tanah sangat dalam

d) Tanah liat berlempung atau lempung berdebu

e) Pembangunan embung air diprioritaskan di dekat lokasi

pemukiman dan lahan pertanian/perkebunan dengan daya

tampung air 500 m3

f) Lokasi embung dapat dibangun pada hutan dan lahan yang

rawan kebakaran dan kekeringan.

Keputusan untuk menetapkan lokasi pembuatan embung

dengan memperhatikan alur proses sebagai berikut :

Page 89: REVISI-P.70-02032011

89

Dalam > 30 m Pompa air tanah dalam

Air tanah Dangkal < 30 m Pompa sumur pantek

Tekstur ringan Drum dan bak

Permeabel Penampung

Tidak ada

Tekstur liat/ Embung Air

Tidak permeabel

Gambar 16. Alur proses pengambilan keputusan untuk pembuatan

embung air

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan

1) Penyiapan acuan dan kelembagaan

a) Mempelajari rancangan embung yang telah disahkan,

b) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam

rangka sosialisasi

c) Pembentukan organisasi dan penyusunan program

kerja.

2) Pengadaan dan Pembuatan sarana dan prasarana

Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis

peralatan dan bahan yang habis pakai. Sedang

Page 90: REVISI-P.70-02032011

90

pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan

untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan di

lapangan yang antara lain :

a) Pembuatan jalan masuk

b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material

3) Penataan areal kerja

a) Pembersihan lapangan

b) Pengukuran kembali

c) Pemasangan patok /profil

b. Pelaksanaan Pembuatan

1) Penggalian tanah (kemiringan galian 100%, kedalaman

2,5 - 3 m).

2) Pembuatan saluran pelimpah dan saluran pembagi air

3) Pemadatan/pelapisan badan embung air dengan tanah

liat, batu kapur, plastik atau dengan pasangan batu

4) Pemasangan gebalan rumput

c. Pemeliharaan

1) Pemeliharaan gebalan rumput

2) Perbaikan/pemadatan dinding embung air

3) Pengerukan lumpur

d. Organisasi Pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan embung adalah kelompok

masyarakat setempat di bawah koordinasi Dinas

Kabupaten/Kota.

e. Jadwal Kegiatan

Page 91: REVISI-P.70-02032011

91

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal

pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.

f. Hasil Kegiatan

Bangunan embung yang telah dibuat sesuai rancangan,

dan untuk pemeliharaan diserahkan kepada aparat

desa/kelompok tani.

Gambar 17. Embung Air

E. Sumur Resapan Air (SRA)

1. Maksud dan Tujuan

Tujuan dibangunnya Sumur Resapan Air untuk mengurangi

aliran permukaan dan meningkatkan air tanah sebagai upaya

untuk mengembalikan dan mengoptimalkan fungsi sistem tata

air Daerah Aliran Sungai (DAS) sesuai dengan kapasitasnya.

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi sumur resapan air adalah:

Page 92: REVISI-P.70-02032011

92

Daerah pemukiman padat penduduk dengan curah hujan

tinggi;

Neraca air defisit (kebutuhan > persediaan);

Aliran permukaan (run off) tinggi;

Vegetasi penutup tanah <30 % ;

Tanah porous.

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan

1) Penyiapan kelembagaan

a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam

rangka sosialisasi

b) Pembentukan organisasi dan penyusunan program

kerja

2) Pembuatan sarana dan prasarana

Pengadaan peralataan/sapras diutamakan untuk jenis

peralatan dan bahan yang habis pakai.

3) Penataan areal kerja

a) Penentuan letak sumur

b) Pembersihan lokasi sumur

c) Pemasangan patok

b. Pelaksanaan Pembuatan

1) Penggalian tanah

2) Pemasangan dinding sumur

3) Pembuatan saluran air

4) Pembuatan bak kontrol

5) Pemasangan talang air

6) Pembuatan saluran pelimpasan

c. Pemeliharaan

Page 93: REVISI-P.70-02032011

93

Pemeliharaan bangunan sumur resapan air meliputi :

1) Pembersihan pipa saluran air/talang air, bak kontrol dan

saluran pelimpas

2) Pengerukan lumpur

d. Organisasi pelaksana

Pelaksana pembuatan sumur resapan air adalah kelompok

masyarakat setempat di bawah koordinasi Dinas

Kabupaten/Kota.

e. Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal

pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan.

f. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan berupa bangunan sumur resapan yang

dibuat dengan jumlah dan ukuran sesuai dengan

rancangan, dan untuk pemeliharaannya diserahkan kepada

masyarakat/penduduk desa.

Gambar 18. Sumur Resapan Air

Page 94: REVISI-P.70-02032011

94

F. Rorak

1. Maksud dan Tujuan

Pembuatan rorak dimaksudkan sebagai upaya konservasi air

yaitu untuk menampung air dan meresapkannya ke dalam

tanah serta dimaksudkan untuk mengurangi aliran permukaan

dan menampung sedimen/endapan akibat proses erosi.

Dengan demikian tujuan pembuatan rorak adalah untuk :

a. Mengurangi aliran air permukaan.

b. Meningkatkan proses pengendapan sedimen agar tidak

terbawa aliran air permukaan ke daerah di bawahnya,

serta dapat digunakan untuk menghasilkan kompos bila

dikombinasikan dengan mulsa.

c. Meningkatkan air tanah.

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi rorak adalah lahan yang termasuk dalam LMU

Terpilih, diutamakan pada RHL Prioritas I dan II serta morfologi

DAS bagian hulu dan tengah. Daerah / lokasi ini mempunyai

aliran permukaan dan tingkat sedimennya tinggi seperti lahan

pertanian, pekarangan, perkebunan, hutan, tepi jalan memiliki

kelerengan antara 8% - 25%.

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan Lapangan

1) Pengukuran kembali

2) Pematokan tanda letak rorak

3) Pengadaan bahan dan alat

b. Pembuatan Rorak

1) Rorak-rorak dibuat di antara tanaman pokok (tanaman

semusim/tahunan/keras).

Page 95: REVISI-P.70-02032011

95

2) Bentuk rorak dapat berupa lubang-lubang biasa

(dangkal atau dalam) atau berupa saluran buntu

(saluran memanjang tetapi tidak dihubungkan dengan

saluran lain atau saluran pembuangan air).

3) Ukuran rorak (lebar dan dalamnya) disesuaikan dengan

curah hujan, jenis tanaman dan keperluannya.

4) Rorak/saluran buntu yang sangat banyak berfungsi juga

seperti sumur peresapan.

c. Pemeliharaan

Memindahkan endapan pada rorak ke bidang olah.

d. Organisasi Pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan rorak adalah kelompok

masyarakat didampingi penyuluh kehutanan lapangan

(PKL) setempat dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota.

e. Hasil Kegiatan

Rorak yang telah dibangun sesuai rancangan dan setelah

selesai masa pemeliharaan diserahkan kepada aparat desa

setempat dengan berita acara untuk dilakukan

pengelolaan/pemeliharaan lebih lanjut oleh kelompok tani.

Gambar 19. Rorak (saluran buntu)

Page 96: REVISI-P.70-02032011

96

G. Strip Rumput

1. Maksud dan Tujuan

Tujuan dilaksanakannya pola penanaman dengan strip rumput

(grass barrier) yaitu untuk memperlambat aliran permukaan

dan menahan tanah/endapan yang tererosi/terbawa aliran

sehingga mengurangi laju erosi, menyediakan pakan ternak

dari hasil pemangkasan rumput serta terbentuknya teras

alami karena tanah yang terhanyut ditahan oleh strip rumput

di bawahnya.

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi strip rumput adalah lahan yang termasuk

dalam LMU Terpilih, diutamakan pada RHL Prioritas I dan II

serta morfologi DAS bagian tengah dan hilir dengan

kemiringan (15 – 40) %, kondisi tanah miskin unsur hara dan

lahan usaha yang secara intensif diusahakan oleh

masyarakat.

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan Lapangan

1) Penyiapan rancangan teknis

2) Pengukuran kembali

3) Pematokan tanda letak larikan rumput

4) Pengolahan/penggemburan tanah

5) Pengadaan bahan dan alat

b. Pembuatan strip rumput

1) Penanaman rumput searah kontur

2) Pembuatan selokan teras/saluran di bagian atas strip

rumput.

Page 97: REVISI-P.70-02032011

97

3) Penanaman tanaman pokok searah kontur

c. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan berupa pemupukan, penyulaman

tanaman, penyemprotan hama dan penyakit serta

pembersihan saluran air.

Gambar 21. Strip rumput

d. Organisasi pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan strip rumput adalah

kelompok masyarakat didampingi penyuluh kehutanan

lapangan (PKL) dan atau LSM setempat dibawah koordinasi

Dinas Kabupaten/Kota.

e. Tahapan dan Jadwal Kegiatan

Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal

pelaksanaan yang tertuang dalam rancangan

f. Hasil Kegiatan

Strip rumput yang telah dibangun sesuai rancangan dan

setelah selesai masa pemeliharaan diserahkan kepada

aparat desa setempat dengan berita acara untuk dilakukan

pengelolaan/pemeliharaan lebih lanjut oleh kelompok tani.

Page 98: REVISI-P.70-02032011

98

Tabel 7. Jenis Dan Manfaat Rumput-Rumputan Dalam Rangka Usaha Konservasi

Tanah

NO. JENIS

RUMPUT

FUNGSI

TANAMAN

CIRI DAN SYARAT

TUMBUH

1.

2.

3.

4.

Rumput

Gajah

(Pennisetum

purpureum)

Rumput

Benggala

(Pannincum

maximum)

Rumput

Mexico

(Euchlaena

maxicana)

Rumput Bede

(Brachiaria

decumbens)

- Sebagai

penutup tanah

- Rumput

potong.

- Sebagai

penutup tanah

- Rumput

potong

- Rumput

potong

- Sebagai

penutup tanah.

- Berumur panjang (6

th produktif)

- Tumbuh baik pada

daerah curah

hujan > 1000 mm

- Ditanam disela-sela

tanaman pokok.

- Penanaman

menggu- nakan stek

atau sobekan rumpun

tua.

- Bentuk mirip

tanaman padi

- Tumbuh baik di

dataran rendah

dengan curah hujan

100-875 mm.

- Berdaun lebar mirip

tanaman jagung.

- Tumbuh baik

didataran rendah.(0 –

1200 dpl) dengan curah

Page 99: REVISI-P.70-02032011

99

5.

6.

7.

8.

9.

Rumput

Lampung

(Setaria

sphacelata)

Rumput

Makari-kari

(Pannicum

coloratum)

Rumput

Sudan

(Sorghum

sudanense)

Rumput

vetiver/akar

wangi

- Rumput

potong

- Penggemb

alaan jika

dipertahankan

tetap pendek.

- Sebagai

penutup tanah

- Rumput

potong

- Penggemb

alaan

- Sebagai

penutup tanah

- Rumput

potong

- Penggemb

alaan

- Rumput

potong

- Bahan

silase

(pengawetan

hujan 2000

mm.

- Pertumbuhan

lambat jika curah hujan

rendah.

- Menjalar

membentuk stolon.

- Daya adaptasi

rendah

- Dapat hidup

didaerah berlereng terjal

dan tanah miskin serta

tahan injakan.

- Dapat ditanam ber

sama-sama legume

jarak tanam 40x40 cm.

- Berumpun, daun

lunak dan akar berbulu

- Tumbuh pd daerah

ketinggian 200- 3000 m

dgn curah hujan 760

mm atau lebih.

- Dapat ditanam

bersama dengan

Legume, Siratro,

Desmodium dan

lain-lain

- Berumpun tapi tak

selebat Setaria

Page 100: REVISI-P.70-02032011

100

10.

11.

12.

13.

(Vetiveria

zizanioides)

Rumput

Signal

(Brachiaria

brizantha)

Rumput Ruzi

(Brachiaria

ruziziensis)

Rumput Para

(Brachiaria

mutica)

Rumput

Australia

(Paspalum

dilatatum)

hijauan pakan

ternak) dan

hay (rumput

kering sebagai

pakan ternak)

- Penggemb

alaan

- Sebagai

penutup tanah

- Sebagai

pengendali

erosi/ penutup

tanah.

- Penggemb

alaan

- Rumput

potong untuk

bahan hay

(rumput kering

sebagai pakan

ternak)

- Penutup

tanah

- Penggemb

alaan ringan

sphacelata atau

Pannicum maximum

- Tumbuh pada tanah

struktur berat, tidak

tergenang, dgn curah

hujan 500-760 mm atau

lebih.

- Dapat ditanam

bersama dengan

Legume, Siratro,

Desmodium dan

lain-lain

- Berumur panjang,

membentuk rumpun.

- Daun lebat dan

kuat, halus dan bagian

tepi kasar.

- Tumbuh baik pada

ketinggian 0-1200m dpl.

- Tumbuh pada curah

hujan 500-900 mm

- Dapat ditanam

bersama leguminosa

- Mempunyai sistem

akar berserabut yang

kuat dan dalam.

- Akarnya beraroma

Page 101: REVISI-P.70-02032011

101

14.

15.

Rumput

Pangola

(Digitaria

decumbens)

Rumput

Rhodes

(Chloris

gayana)

African Star

grass

(Cynodon

plectostachyr

us)

(domba,

kambing)

- Sebagai

penutup tanah

- Penggemb

alaan

- Rumput

potong

- Penutup

tanah

- Penggemb

alaan

- Rumput

potong

- Penutup tanah

- Penggemb

alaan

- Rumput

potong untuk

bahan hay

(pakan ternak)

wangi

- Tahan terhadap

hama dan penyakit.

- Penanaman

menggunakan stek atau

sobekan rumpun yang

tua.

- Umur panjang ,

tumbuh cepat

- Batang dan daun

kaku serta kasar

- Tahan injak dan

tahan kering

- Responsive

terhadap pemupukan

nitrogen

- Hidup baik pada

ketinggian 0-1200m

dengan curah hujan

1500 mm

- Umur panjang,

tumbuh vertical dan

horizontal.

- Batang menjalar

dan setiap buku

stolon tumbuh akar.

- Daun lebar dan

halus

Page 102: REVISI-P.70-02032011

102

- Penutup

tanah.

- Penggemb

alaan

- Penutup

tanah

- Penggemb

alaan

- Penutup

tanah

- Tumbuh pada

ketinggian 0-1000 m

dan curah hujan 1000

mm.

- Tanaman tahunan,

tumbuh menjalar.

- Setiap buku stolon

tumbuh akar dan

cabang, batang dan

daun berbulu.

- Tahan genangan

air, tanah masam

dan tidak tahan tanah

asin.

- Tumbuh tegak,

tinggi 60-150 cm.

- Tahan diinjak,

disukai ternak, gizi

tinggi.

- Perakaran luas dan

dalam, tahan kering

- Tumbuh pada

ketinggian 0-2000 m

dengan curah hujan

900-1200 mm

- Dapat ditanam

bersama leguminosa

- Pertumbuhan cepat

dan merayap,

Page 103: REVISI-P.70-02032011

103

membentuk hamparan.

- Tumbuh ditempat

kering ataupun

tergenang

- Tumbuh pada ke

tinggian 200-1500 m

dan curah hujan 750–

1000 mm atau lebih

- Dapat ditanam

bersama

legumenosa.

- Umur panjang,

menjalar dan

berkembang dengan

stolon

- Tahan terhadap

penggembalaan berat

dan disukai ternak

- Tahan keringtapi

tak tahan naungan.

- Tumbuh pada

ketinggian 0-3000 m

dengan curah hujan 762

–1300 mm

- Dapat ditanam

bersama leguminosa

- Tumbuh tegak dan

menjalar membentuk

hamparan

Page 104: REVISI-P.70-02032011

104

- Stolon rapat pada

tanah dan tumbuh akar

yang kuat

- Tahan injak

- Tumbuh pada

dataran rendah dengan

curah hujan 500-800

mm

H. Perlindungan Kanan-Kiri Tebing Sungai

1. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan perlindungan kanan kiri/tebing sungai

antara lain :

a. Mencegah terjadinya longsor

b. Mencegah erosi masuk ke badan sungai

c. Menekan terjadinya banjir

d. Meningkatkan kualitas air sungai

e. Menekan terjadinya pendangkalan sungai

2. Sasaran Lokasi

Sasaran lokasi perlindungan kanan-kiri sungai adalah hutan

dan lahan yang termasuk dalam LMU Terpilih, diutamakan

pada RHL Prioritas I dan II serta morfologi DAS bagian hulu

dan tengah yang kanan kiri/tebing sungai nya mudah

longsor/erosi, bertebing curam, sempadan sungai yang gundul

dan curah hujan tinggi.

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan Lapangan

1) Penyiapan rancangan teknis

2) Pengukuran kembali

Page 105: REVISI-P.70-02032011

105

3) Pematokan tanda letak bangunan kanan kiri/tebing

sungai

4) Pengadaan bahan dan alat

5) Pembuatan bangunan perlindungan kanan kiri/tebing

sungai melalui beberapa alternatif atau kombinasi

alternatif berikut sesuai kondisi lapangan.

b. Penanaman rumput, perdu dan pohon; tanaman harus

memiliki perakaran yang dalam dan tajuk pohon yang

rimbun

c. Pemasangan trucuk bambu; dapat menggunakan potongan

batang bambu, maupun langsung menanami dengan

bambu

d. Pemeliharaan

1) Penyulaman tanaman baik rumput, perdu maupun

pohon yang tidak tumbuh

2) Perbaikan terhadap trucuk apabila mengalami

kerusakan

e. Organisasi Pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan perlindungan kanan/kiri

sungai adalah kelompok masyarakat didampingi penyuluh

kehutanan lapangan (PKL) dibawah koordinasi Dinas

Kabupaten/Kota.

f. Hasil Kegiatan

Bangunan perlindungan kanan kiri/tebing sungai yang telah

dibangun sesuai rancangan dan setelah selesai masa

pemeliharaan diserahkan kepada aparat desa setempat

dengan berita acara untuk dilakukan

pengelolaan/pemeliharaan lebih lanjut oleh kelompok tani.

Page 106: REVISI-P.70-02032011

106

Gambar 22. Bangunan Perlindungan Kanan Kiri/Tebing Sungai

I. Saluran Pembuangan Air dan Bangunan Terjunan Air

1. Maksud dan Tujuan

Maksud dibangunnya SPA adalah untuk mengarahkan aliran

air ke tempat yang aman dari erosi jurang sekaligus

meresapkan air ke dalam tanah. Sedangkan maksud

pembangunan bangunan terjunan air merupakan kelengkapan

SPA agar air yang jatuh pada SPA tidak menyebabkan erosi

dan menimbulkan longsor.

2. Sasaran Lokasi

Page 107: REVISI-P.70-02032011

107

Sasaran lokasi SPA dan bangunan terjunan air adalah lahan

yang termasuk dalam LMU Terpilih, diutamakan pada RHL

Prioritas I dan II serta morfologi DAS bagian tengah dan hilir

dengan tingkat kelerengan cukup curam dan jenis tanah

mudah tererosi dan longsor.

3. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan Lapangan

1) Persiapan pembuatan SPA yang diperlukan adalah :

a) Penyiapan rancangan teknis

b) Pemancangan patok induk tegak lurus kontur yang

merupakan as/poros SPA. Jarak maksimum antara

dua patok 5 m.

c) Pemancangan patok pembantu di kanan/kiri patok

induk untuk menggambarkan lebar atas SPA.

2) Persiapan pembuatan bangunan terjunan yang

dilakukan adalah :

a) Pemancangan patok-patok disepanjang SPA untuk

menentukan letak terjunan, jarak antara dua patok

disesuaikan dengan lebar bidang olah teras.

b) Letak bangunan terjunan harus lebih ke dalam dari

pada talud teras dan pada tanah asli (bukan tanah

urugan).

c) Penggalian tanah menurut patok yang telah

dipancang dengan arah tegak lurus ke bawah

sedalam 0,5-1,5 m diukur dari bidang olah.

b. Pembuatan

1) Pembuatan bangunan SPA

a) Penggalian tanah sesuai profil yang terbentuk dari

patok-patok pembantu sedalam minimal 50 cm dari

Page 108: REVISI-P.70-02032011

108

bidang olah teras dan lebar dasar 50 cm sesuai

rancangan

b) Dasar SPA pada teras bangku dibuat dengan

kemiringan 0,1-0,5% ke arah luar sehingga

perbedaan tinggi dasar saluran yang berjarak 5 m

adalah 0,5-2,5 cm

c) Setiap jarak 1 m sepanjang SPA ditanami gebalan

rumput selebar 20 cm melintang SPA .

2) Pembuatan bangunan terjunan

a) Dua atau tiga potong bambu bulat ditanam ke dalam

tanah 0,5 m, sedang yang berada dipermukaan

saluran dipasang setinggi bangunan terjunan.

b) Bambu belah dipasang melintang terjunan, kulit

bagian luar bambu diletakan di bagian luar.

c) Pemasangan bambu disusun mulai dari bawah

dengan kedua ujungnya dimasukan ke dalam bagian

kanan kiri dinding SPA dan diikatkan pada bambu

bulat.

c. Pemeliharaan

1) Pembersihan saluran dari endapan

2) Perbaikan bambu apabila rusak baik karena sudah lapuk

atau karena akibat lain.

d. Organisasi Pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan saluran pembuangan air

dan terjunan adalah kelompok masyarakat didampingi

penyuluh kehutanan lapangan (PKL) dibawah koordinasi

Dinas Kabupaten/Kota.

e. Hasil Kegiatan

Saluran pembuangan air dan bangunan terjunan yang

telah dibangun sesuai rancangan dan setelah selesai masa

Page 109: REVISI-P.70-02032011

109

pemeliharaan diserahkan kepada aparat desa setempat

dengan berita acara untuk dilakukan

pengelolaan/pemeliharaan lebih lanjut oleh kelompok tani.

Gambar 23. SPA dan Bangunan Terjunan

J. Teras

1. Maksud dan Tujuan

Tujuan dibangunnya teras adalah memperkecil aliran

permukaan, menekan erosi, meningkatkan peresapan air ke

dalam tanah serta menampung dan mengendalikan aliran air

ke daerah yang lebih rendah secara aman.

2. Sasaran Lokasi

Secara umum, sasaran lokasi pembuatan teras adalah lahan

yang termasuk dalam LMU Terpilih, diutamakan pada RHL

Prioritas I dan II serta morfologi DAS bagian tengah dan hilir.

3. Jenis Teras

a. Jenis Teras

1) Teras datar

Teras datar adalah teknik konservasi tanah berupa

tanggul tanah sejajar kontur yang dilengkapi saluran di

atas dan di bawah tanggul, bidang olah tidak diubah

dari kelerengan permukaan.

Page 110: REVISI-P.70-02032011

110

a) Standar teknis

1) Kemiringan lereng < 5 %

2) Solum tanah dangkal < 30 cm

3) Drainase baik

4) Kemiringan tanah olahan tetap

5) Tanggul tanah ditanami vegetasi/rumput

b) Manfaat

Mengurangi aliran permukaan dan erosi

2) Teras Gulud

Teras gulud teknik konservasi tanah berupa guludan

tanah dan saluran air.

a) Standar teknis

Gambar 24. Teras Datar

Page 111: REVISI-P.70-02032011

111

(1)Kemiringan lereng 8-40 dan untuk tanaman

semusim < 15 %

(2)Guludan ditanami legum atau rumput dan

dipangkas secara reguler

(3)Guludan ditutup dengan mulsa hasil pangkasan

(4)Beda tinggi antar guludan ± 1.25 m

(5)Solum tanah dangkal dan berpasir

(6)Kemiringan bidang olahan diusahakan tetap

(7)Permeabilitas tanah cukup tinggi.

b) Manfaat

(1)Pengendalian erosi dan aliran permukaan

(2)Sumber pakan ternak

(3)Gangguan pada struktur tanah sedikit.

3) Teras Kredit

Teras kredit adalah teknik konservasi tanah berupa

guludan tanah atau batu sejajar kontur dan bidang olah

tidak diubah dari kelerengan permukaan.

a) Standar teknis

(1)Untuk tanah dangkal lereng 3 – 15 %

Gambar 25. Teras

Gulud

Page 112: REVISI-P.70-02032011

112

(2)Untuk tanah dalam lereng 3 – 40 %

(3)Guludan ditanami tanaman penguat (misal :

rumput, legum dan ditanam secara rapat).

(4)Jarak antar guludan 5 – 12 m

(5)Tidak cocok untuk tanaman peka longsor.

b) Manfaat

(1)pengendalian erosi tanah

(2)pengurangan aliran permukaan.

4) Teras individu

Teras individu adalah teknis konservasi tanah berupa

teras yang dibuat hanya pada tempat yang akan

ditanami tanaman pokok.

a) Standar teknis

(1)Ukuran teras 1 x 1 m (segi empat)

(2)Ukuran diameter 1 m (lingkaran)

(3)Hanya untuk tanaman berupa pohon

(4)Kemiringan lereng 30 – 50 %

Gambar 26 Teras Kredit

Page 113: REVISI-P.70-02032011

113

(5)Pada lokasi dengan curah hujan rendah

(6)Tanah di luar teras ditanami tanaman penutup

tanah

(7)Untuk lereng yang curam dapat dikombinasikan

dengan teknis konervasi tanah lainnya.

b) Manfaat

(1)Pengendalian erosi tanah

(2)Pengurangan aliran permukaan

(3)Peningkatan air infiltrasi

5) Teras Kebun

Teras kebun adalah teknik konservasi tanah berupa

teras yang hanya dibuat pada bidang tanah yang akan

ditanami dan searah kontur.

a) Standar teknis

(1)Kemiringan lereng 10-3- %

Gambar 27. Teras Individu

Page 114: REVISI-P.70-02032011

114

(2)Solum tanah > 30 cm

(3)Lebar teras ± 1.5 m

(4)Teras miring kedalam ± 1 %

(5)Di luar teras ditanami tanaman penutup teras

(6)Cocok untuk ditanami tanaman

perkebunan/tahunan

(7)Cocok untuk tanah dengan daya serap lambat.

b) Manfaat

(1)Pengendalian erosi tanah

(2)Peningkatan air infiltrasi

(3)Pengurangan aliran permukaan

Gambar 28. Teras Kebun

4. Mekanisme Pelaksanaan

a. Persiapan Lapangan

1) Penyiapan rancangan teknis

2) Pengukuran kembali

3) Pematokan tanda letak tanggul/guludan

b. Pembuatan teras

1) Pembuatan bangunan utama teras sejajar kontur

2) Penanaman tanaman penguat teras sepanjang kontur

Page 115: REVISI-P.70-02032011

115

3) Pembuatan bangunan pelengkap (saluran pembuangan

air, saluran pengelak, bangunan terjunan, dll)

c. Pemeliharaan

1) pengerukan tanah yang menimbun selokan kemudian

digunakan untuk memperbaiki guludan.

2) Perbaikan guludan sepanjang larikan tanaman.

3) Penyulaman dan pemangkasan tanaman penguat teras

dan tanaman gulud.

4) Pembersihan jalur teras dari tanaman pengganggu.

d. Organisasi pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan teras adalah kelompok

masyarakat didampingi penyuluh kehutanan lapangan

(PKL) di bawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota.

e. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan adalah teras yang telah dibangun sesuai

rancangan. Setelah selesai masa pemeliharaan diserahkan

kepada aparat desa setempat dengan berita acara.

K. Biofori

1. Maksud dan Tujuan

Lubang Resapan Biopori merupakan teknologi tepat guna dan

ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara

meningkatkan daya resapan air, mengubah sampah organik

menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2

dan metan), dan memanfaatkan peran aktivitas guna tanah

dan akar tanaman dan mengatasi masalah yang ditimbulkan

oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan

malaria.

2. Sasaran Lokasi

Page 116: REVISI-P.70-02032011

116

Sasaran lokasi lobang biofori adalah lahan di perkotaan

dengan perhitungan untuk setiap 100 m2 lahan idealnya

Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 30 titik

dengan jarak antara 0,5 - 1 m. Dengan kedalam 100 cm dan

diameter 10 cm setiap lubang bisa menampung 7,8 liter

sampah.

3. Mekanisme Pelaksanaaan

a. Pelaksanaan

1) Pembuatan lubang dengan bor, untuk memudahkan

pembuatan lubang bisa dibantu diberi air agar tanah

lebih gembur.

2) Alat bor dimasukkan dan setelah penuh tanah (kurang

lebih 10 cm kedalaman tanah) diangkat, untuk

dikeluarkan tanahnya, lalu kembali lagi memperdalam

lubang tersebut sampai sebelum muka air tanah (30 cm

sampai dengan 100 cm).

3) LRB dalam alur lurus berjarak 0,5 - 1 m, sementara

untuk LRB pohon cukup dibuat 3 lubang dengan posisi

segitiga sama sisi.

4) Pada bibir lubang dilakukan pengerasan dengan semen,

dan dapat digantikan dengan potongan pendek pralon.

Hal ini untuk mencegah terjadinya erosi tanah.

5) Kemudian di bagian atas diberi pengaman besi.

6) Masukkan sampah organik (sisa dapur, sampah

kebun/taman) ke dalam LRB. Jangan memasukkan

sampah anorganik (seperti besi, plastik, baterai, dll)

7) Bila sampah tidak banyak cukup diletakkan di mulut

lubang, tapi bila sampah cukup banyak bisa dibantu

dimasukkan dengan tongkat tumpul, tetapi tidak boleh

Page 117: REVISI-P.70-02032011

117

terlalu padat karena akan mengganggu proses

peresapan air.

b. Pemeliharaan

1) Lubang Resapan Biopori harus selalu terisi sampah

organik

2) Sampah organik dapur bisa diambil sebagai kompos

setelah dua minggu, sementara sampah kebun setelah

dua bulan. Lama pembuatan kompos juga tergantung

jenis tanah tempat pembuatan LRB, tanah lempung

agak lebih lama proses kehancurannya. Pengambilan

dilakukan dengan alat bor LRB.

3) Bila tidak diambil maka kompos akan terserap oleh

tanah, LRB harus tetap dipantau supaya terisi sampah

organik.

c. Organisasi Pelaksana

Sebagai pelaksana pembuatan Lubang Resapan Biopori

adalah kelompok masyarakat/perorangan.

d. Hasil Kegiatan

Lubang Resapan Biopori yang telah dibangun sesuai

rancangan pemeliharaan lebih lanjut oleh kelompok

masyarakat/perorangan.

Page 118: REVISI-P.70-02032011

118

Gambar 29. Lubang Resapan Biopori

IX. KEGIATAN PENDUKUNG

A. Pengembangan Perbenihan

Dalam rangka menunjang keberhasilan rehabilitasi hutan dan

lahan diperlukan bibit berkualitas dengan jumlah memadai. Bibit

berkualitas berasal dari benih berkualitas yang diperoleh dari

sumber benih bersertifikat. Sumber-sumber benih mempunyai

tingkat kualitas genetik yang berbeda tergantung pada

klasifikasinya. Klasifikasi sumber benih terdiri dari Tegakan Benih

Teridentifikasi (TBT), Tegakan Benih Terseleksi (TBS), Areal

Produksi Benih (APB), Tegakan Provenan (TP), Kebun Benih

Semai (KBS), Kebun Benih Klon (KBK), Kebun Pangkas (KP).

Sumber benih dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu 1)

menjadikan tegakan (hutan alam atau tanaman) yang telah ada

menjadi sumber benih atau disebut juga penunjukan sumber

benih atau dengan cara 2) membangun sumber benih baru

dengan penanaman.

Page 119: REVISI-P.70-02032011

119

1. Pembangunan Sumber Benih melalui Penunjukan

Penunjukan sumber benih dilakukan terhadap tegakan (hutan

alam atau hutan buatan) yang memenuhi kriteria sebagai

sumber benih melalui proses sertifikasi sumber benih.

Klasifikasi sumber benih yang dilakukan melalui penunjukan

meliputi: TBT, TBS dan APB. Kelebihan dari menunjuk sumber

benih adalah dapat segera menghasilkan benih setelah

penunjukan. Kelebihan lainnya adalah lebih murah

mengidentifikasi yang ada, kemudian mengkonversi dan

mengelolanya sebagai sumber benih. Kekurangannya adalah

mutu genetik biasanya lebih rendah dibanding dengan yang

akan diperoleh jika membangun sumber benih. Kriteria

sumber benih yang ditunjuk harus memiliki indikator :

a. Aksesibilitas: akses baik untuk didatangi, dekat jalan dan

mudah untuk melakukan pengelolaan dan pemanenan

benih.

b. Jumlah Pohon : jumlah pohon induk minimal 25 pohon

untuk hutan alam dengan jarak 50 – 100 m sedangkan

pada hutan tanaman jumlah 25 pohon pertimbangan jarak

antar pohon tidak perlu.

c. Kualitas tegakan : Tegakan dipilih yang berkualitas baik,

tinggi bebas cabang dan tingkat kelurusan batang yang

baik.

d. Pembungaan dan pembuahan: tegakan harus pernah

berbunga dan berbuah untuk menyakinkan bahwa tegakan

tersebut nantinya akan menghasilkan buah atau produktif.

e. Keamanan : sumber benih hendaknya aman dan terlindung

dari penebangan liar, penyerobotan dan gangguan

kebakaran dan bencana alam lainnya.

Page 120: REVISI-P.70-02032011

120

f. Kesehatan: tegakan hendaknya relatif sehat dan tidak

terserang hama dan penyakit

g. Asal usul: asal usul pohon sebaiknya diketahui.

2. Pembangunan Sumber Benih melalui Penanaman

Sumber benih yang dibangun biasanya kualitas genetiknya

lebih tinggi dibandingkan dengan sumber benih yang ditunjuk,

karena dalam membangun sumber benih dapat dipersiapkan

materi genetik yang baik sesuai dengan kualitas yang

diinginkan.

Klasifikasi sumber benih yang dibangun :

Kebun Pangkas

Kebun Benih

Tegakan benih provenans

Areal Produksi Benih

Langkah-langkah yang diperlukan dalam membangun sumber

benih, yaitu :

a. Pemilihan tapak/lokasi

Dalam pemilihan tapak atau lokasi perlu dipertimbangkan

persyaratan berikut :

Jenis yang cocok, sesuai habitat.

Kepemilikan lahan tidak tumpang tindih dengan

kepentingan lain

Keamanan lokasi terjamin dalam jangka panjang atau

tidak terjadi sengketa

Akses lokasi sangat baik dalam rangka pengelolaan

sumber benih

b. Eksplorasi benih

Page 121: REVISI-P.70-02032011

121

Eksplorasi dimaksudkan untuk mencari materi genetik

yang akan digunakan sebagai bahan dalam membangun

sumber benih. Semakin tinggi kualitas sumber benih yang

akan dibangun semakin tinggi persyaratan materi genetik.

Materi genetik berasal dari pohon induk harus sesuai

dengan kriteria yang dipersyaratkan. Sebagai contoh

jumlah pohon induk untuk membangun kebun benih

minimal berasal dari 100 pohon induk.

c. Pembuatan bibit

Pembuatan bibit diperlukan untuk menyiapkan bahan

tanaman agar memenuhi persyaratan untuk tumbuh di

lapangan. Penyiapan bibit biasanya dilakukan di

persemaian.

d. Pembuatan disain

Disain disusun untuk memudahkan pelaksanaan

pembangunan sumber benih. Dalam penyusunan disain

yang perlu dipertimbangkan adalah :

Kelas sumber benih yang akan dibangun

Bentuk sumber benih: lebih baik membangun sumber

benih dengan bujur sangkar, tidak persegi karena

penyerbukan kurang optimal.

e. keterangan dalam masing-masing bibit atau blok.

Label Informasi ini penting untuk dijaga agar tidak rusak,

hal ini untuk menghindari bibit tidak tercampur dengan

bibit lain yang sangat mempengaruhi analisa lebih lanjut.

Penentuan jarak tanam

Jarak tanam yang digunakan seperti pada penanaman

pada umumnya dan jarak tanam tergantung juga pada

jenis tanamannya.

f. Penentuan luas

Page 122: REVISI-P.70-02032011

122

Luas sumber benih ditentukan oleh besarnya permintaan

benih dan produksi benih yang diharapkan. Sumber benih

yang lebih besar memerlukan tenaga dan biaya yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan sumber benih yang lebih

kecil.

g. Penanaman

Cara penanaman dalam pembangunan sumber benih

berbeda dengan penanaman pada umumnya. Biasanya

penanaman dalam pembangunan sumber benih

mempunyai label atau

h. Penyulaman

Penyulaman diperlukan untuk mengganti tanaman yang

mati atau merana. Penyulaman ini harus mengganti

dengan bibit yang berasal dari satu pohon induk atau bibit

yang memiliki label informasi yang sama. Ukuran bibit

relatif sama dengan bibit lainnya yang sudah ditanam.

i. Pembuatan jalur isolasi

Terdapat jalur isolasi untuk menghindari sumber benih dari

penyerbukan luar yang tidak diinginkan.

Pembangunan sumber benih dan pengelolaannya secara

lengkap dapat dilihat dalam Petunjuk Pelaksanaan Standar

Sumber Benih (Peraturan Dirjen RLPS No. P.05/V-SET/2010).

Sedangkan sertifikasi sumber benih dilaksanakan berdasarkan

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.01/Menhut-II/2009 tentang

Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan Jo. P.72/Menhut-

II/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan

No. P.01/Menhut-II/2009.

B. Teknologi Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi program RHL maka

Page 123: REVISI-P.70-02032011

123

dalam penyelenggaraan RHL perlu didukung dengan teknologi

RHL. Secara umum teknologi RHL yang perlu dikembangkan

meliputi teknologi perencanaan dan monitoring-evaluasi serta

pelaksanaan RHL.

1. Perencanaan dan Monitoring-Evaluasi RHL

a. Pengembangan Basis Teknologi Informasi dan Remote

Sensing

Sistem perencanaan RHL dikembangkan berbasis spasial

dimana parameter-parameter dianalisis menggunakan

analisis pemetaan digital. Analisis spasial ini memerlukan

Teknologi Informasi khususnya teknologi Sistem Informasi

Geografis (SIG).

Dalam menyusun rencana RHL dan monitoring evaluasi

maka akan digunakan informasi kondisi biofisik lapangan.

Untuk memperoleh informasi yang aktual dan dapat di

update secara periodik maka perlu dikembangkan

teknologi remote sensing .

Pengembangan teknologi informasi dan remote sensing ini

secara luas memerlukan proses dan waktu. Untuk itu

pengembangan teknologi ini dimulai dari institusi pusat

yaitu UPT Ditjen BPDAS dan PS yaitu Balai Pengelolaan

DAS. Secara bertahap pengembangan teknologi

perencanaan dan monev RHL ini dikembangkan ke seluruh

para pihak/ stakeholder terkait.

b. Pengembangan Sistem Monev hasil (outcome) dan dampak

(impact) RHL

Untuk kepentingan pengendalian program RHL perlu

dikembangkan sistem monev hasil (outcome) dan dampak

(impact) RHL. Sistem monev ini untuk melengkapi sistem

monev output yang saat ini sudah berjalan untuk

kepentingan pengendalian kegiatan di lapangan. Monev

hasil dan dampak RHL dikembangkan dengan

Page 124: REVISI-P.70-02032011

124

menggunakan UTP RHL sebagai basis analisis di lapangan.

c. Sistem Aplikasi Monitoring-Evaluasi RHL Berbasis Spasial

Untuk menunjang sistem pengendalian program RHL dan

agar program RHL dapat memenuhi standar sistem MRV

(measurable, reportable dan verifiable) seperti dalam

program mitigasi perubahan iklim maka perlu

dikembangkan sistem monitoring-evaluasi RHL yang

berbasis spasial. Sistem ini mengadopsi teknologi informasi

serta remote sensing.

Sistem Aplikasi Monitoring - Evaluasi Berbasis Spasial ini

dikembangkan secara bertahap sesuai dengan kesiapan

institusi di daerah. Sistem ini telah mulai dikembangkan di

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal BPDAS-PS.

2. Teknologi Pelaksanaan RHL

Pengembangan teknologi RHL harus terus dikembangkan

untuk mendapatkan teknologi RHL yang paling tepat di

wilayah Indonesia yang kondisi biofisik dan sosial-ekonomi

nya sangat beragam. Pengembangan teknologi RHL yang

sangat penting antara lain adalah:

RHL di wilayah arid/kering;

RHL pada berbagai tipe hutan dan iklim;

RHL di wilayah padat penduduk;

RHL di wilayah sentra sayuran;

RHL dengan pola wanatani; dan lain sebagainya.

C. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan pendidikan non formal yang bertujuan

untuk merubah perilaku masyarakat menjadi pihak yang peduli

terhadap kelestarian fungsi hutan dan lahan. Penyuluhan harus

dilakukan secara berkesinambungan, karena perubahan perilaku

masyarakat tidak dapat serta merta terjadi. Perubahan perilaku

terjadi melalui tahapan adopsi yang prosesnya pada masing –

Page 125: REVISI-P.70-02032011

125

masing kelompok atau individu berbeda-beda. Secara umum

tahapan perubahan perilaku masyarakat terdiri dari proses

menjadi tahu, mau dan selanjutnya menjadi masyarakat yang

mampu melakukan rehabilitasi hutan dan lahan secara mandiri.

Sasaran penyuluhan adalah seluruh masyarakat yang hidup dan

kehidupannya terkait dengan pelestarian hutan dan lahan, baik

yang bersifat langsung maupun tidak langsung dalam

pelaksanaan RHL.

Penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai pendekatan, antara

lain latihan; kunjungan lapangan; ceramah; pameran;

penyebaran brosur, leaflet dan majalah; kampanye; lomba;

demonstrasi; temu wicara; diskusi kelompok; karyawisata dan

sebagainya.

Pada dasarnya penyuluhan dapat dilaksanakan oleh semua pihak

yang terkait dengan kegiatan RHL. Namun demikian pihak yang

secara operasional bertanggungjawab terhadap pelaksanaan

kegiatan penyuluhan adalah para tenaga Penyuluh Kehutanan

Lapangan (PKL) dan atau Petugas Kehutanan lainnya.

D. Pelatihan

Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

masyarakat terhadap masalah teknis, kelembagaan dan

adminitrasi kegiatan RHL. Dengan demikian terdapat 3 (tiga)

kelompok pelatihan, yaitu pelatihan teknis, kelembagaan dan

pelatihan administrasi. Pelatihan diberikan kepada semua pelaku

RHL, yaitu unsur masyarakat, unsur pendamping dan aparatur

pelaksana kegiatan. Pelatihan dapat diselenggarakan oleh

Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten atau

Kota, LSM dan lembaga lain yang terkait.

a. Pelatihan teknis

Page 126: REVISI-P.70-02032011

126

Pelatihan teknis dimaksudkan untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat terhadap teknis RHL, yang meliputi

teknis perencanaan dan pelaksanaan RHL. Jenis–jenis

pelatihan teknis antara lain : pemetaan partisipatif,

perencanaan partisipatif, pembibitan, pembuatan dan

pemeliharaan tanaman, konservasi tanah, dan sebagainya.

b. Pelatihan Kelembagaan

Pelatihan kelembagaan dimaksudkan sebagai upaya untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap

pengembangan kapasitas kelompok RHL. Jenis - jenis

pelatihan kelembagaan antara lain : pembentukan organisasi

dan kepengurusannya, penyusunan aturan kelompok

(AD/ART), dsb.

c. Pelatihan administasi

Pelatihan administrasi dimaksudkan sebagai upaya untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan

administrasi kegiatan RHL. Jenis – jenis pelatihan administrasi

antara lain : Adminitrasi keuangan, administrasi kegiatan,

administrasi pelaporan, dan sebagainya.

E. Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam mendapatkan

manfaat sumberdaya hutan dan lahan secara optimal dan adil

serta dalam melaksanakan kegiatan RHL melalui pengembangan

kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan

kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang

RHL juga dikembangkan dalam upaya memaksimalkan

keberhasilan serta menjamin kelangsungan pengelolaan hasil-

hasil RHL.

Page 127: REVISI-P.70-02032011

127

1. Pemberian Akses

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007

pasal 84 bahwa akses legal yang dapat diberikan kepada

masyarakat setempat dalam pengelolaan atau pemanfaatan

hutan secara lestari adalah dalam bentuk Hutan Desa, Hutan

Kemasyarakatan atau Kemitraan. Kegiatan tersebut

dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembangkan

kapasitas masyarakat setempat dalam mengelola hutan

secara lestari, menjamin ketersediaan lapangan kerja serta

untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi

di masyarakat.

Penyelenggaraan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan

diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.49/Menhut-II/2008 jo P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan

Desa serta Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-

II/2007 jo P.18/Menhut-II/2009 jo P.13/Menhut-II/2010 tentang

Hutan Kemasyarakatan. Ketentuan – ketentuan tersebut di

atas mengatur tentang pemberian kesempatan kepada

masyarakat untuk mendapatkan akses legal dalam mengelola

hutan secara lestari dalam bentuk Hutan Desa atau Hutan

Kemasyarakatan (HKm) sesuai dengan kondisi setempat.

Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang lokasinya secara

teknis memenuhi ketentuan bagi penyelenggaraan Hutan

Desa atau Hutan Kemasyarakatan, sebaiknya diberikan

fasilitasi untuk mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan Hutan

Desa atau Ijin Usaha Pemanfaatan HKm agar masyarakat

setempat mendapat kesempatan untuk meningkatkan

kesejahteraannya serta untuk mewujudkan kelestarian fungsi

hutan.

2. Pengembangan kesempatan berusaha

Page 128: REVISI-P.70-02032011

128

Kegiatan RHL dilaksanakan dengan prinsip memanfaatkan

kemampuan lokal seoptimal mungkin. Penggunaan bahan–

bahan semaksimal mungkin menggunakan bahan yang

tersedia di lokasi dengan ketentuan sesuai dengan

persyaratan teknis yang diperlukan.

Masyarakat setempat harus ditempatkan sebagai subyek dan

stakeholder utama dalam pelaksanaan RHL, sehingga dapat

menumbuhkan rasa memiliki dan tanggungjawab pada

kelompok masyarakat.

3. Pengembangan kerjasama antar sektor

Dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi produktif

dalam kegiatan RHL, Pemerintah diharapkan dapat

memberikan dukungan melalui peran instansi terkait dalam

program lintas sektor secara terintegrasi. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok

masyarakat pelaksana RHL yang secara nyata telah

menunjukan keberhasilannya.

Kerjasama antar sektor dimasudkan sebagai upaya untuk

menggali potensi program pemberdayaan masyarakat yang

berada di masing –masing sektor untuk dioptimalkan dalam

pemberdayaan masyarakat peserta RHL.

Pengembangan kerjasama antar sektor dilakukan melalui

koordinasi kerjasama secara terintegrasi yang difasilitasi

pemerintah daerah. Dalam pelaksanaanya pemerintah daerah

dapat dibantu oleh lembaga lain yang berperan sebagai

fasilitator.

4. Pengembangan akses pasar

Akses pasar merupakan bagian yang sangat penting dari

rangkaian kegiatan RHL. Kegiatan RHL harus dilaksanakan

secara terpadu sejak dari pelaksanaan, pemeliharaan dan

pemasaran hasil. Seringkali pemasaran hasil tidak

Page 129: REVISI-P.70-02032011

129

direncanakan sehingga terjadi over supply atau tidak terdapat

akses pasar. Pengembangan akses pasar dapat dilakukan

melalui beberapa cara, antara lain :

a. Kegiatan promosi melalui berbagai media informasi

b. Kegiatan temu usaha antara petani dengan lembaga usaha

c. Membangun media informasi pasar

d. Melaksanakan kunjungan dagang antar daerah

e. Memfasilitasi kerjasama kemitraan.

5. Pengembangan kemitraan usaha

Pengembangan kemitraan usaha dalam kegiatan RHL adalah

suatu bentuk kerjasama antara kelompok tani RHL dengan

mitra usaha (perusahaan bidang kehutanan dan perusahaan

lain) yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar

kesepakatan dan rasa saling membutuhkan, saling

memperkuat dan saling menguntungkan.

Unsur mitra usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Swasta

(BUMS) atau Koperasi. Kemitraan usaha ini sangat penting

untuk peningkatan kesejahteraan kelompok tani RHL, karena

kegiatan ini dapat memberikan kepastian usaha terhadap

hasil – hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan RHL.

Untuk pengembangan kemitraan usaha ini diperlukan fasilitasi

oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya dapat

bekerjasama dengan lembaga lain yang mempunyai

kepedulian terhadap pemberdayaan masyarakat.

6. Pendampingan

Pendampingan adalah upaya untuk meningkatkan

kemampuan kelompok pelaksana RHL dengan cara

pengembangan kelembagaan, pengembangan kemampuan

Page 130: REVISI-P.70-02032011

130

teknis dan administrasi, pengembangan usaha,

pengembangan teknologi, perluasan akses pasar, serta

pembinaan kelompok. Kegiatan pendampingan kelompok

antara lain terdiri dari pengembangan organisasi kelompok,

penyusunan rencana RHL, pelaksanaan kegiatan RHL,

penyelenggaraan administrasi kelompok dan administrasi

proyek dsb.

Kegiatan pendampingan bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan kelompok dalam hal :

a. Pengelolaan dan pengembangan kelembagaan kelompok

b. Penyusunan perencanaan RHL

c. Pelaksanaan RHL

d. Pengembangan usaha RHL

e. Pemecahan masalah

f. Pengembangan kerja sama dalam kelompok dan

membangun jejaring kerja antar kelompok tani serta

lembaga lain.

Pada dasarnya kegiatan pendampingan merupakan kewajiban

pemerintah yang dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama

dengan pihak lain. Pelaksana pendampingan dilapangan

antara lain :

a. Petugas Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) dan atau

petugas kehutanan lainnya.

b. Perguruan tinggi, lembaga pengabdian masyarakat,

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau lembaga lain

yang mempunyai kapasitas dan kepedulian dalam

pemberdayaan kelompok RHL.

F. Pembinaan

Page 131: REVISI-P.70-02032011

131

Untuk menjamin tertibnya penyelenggaraan RHL, maka

dikembangkan mekanisme pembinaan RHL oleh pusat kepada

daerah. Menurut PP Nomor 76/Tahun 2008, pembinaan RHL

dimaksud meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan,

arahan, dan/atau supervisi.

Pelaksanaan pembinaan RHL oleh pusat kepada daerah

dilaksanakan antara lain dengan pembentukan Pembina Wilayah

oleh Kementerian Kehutanan dan penyerahan sebagian

kewenangan Pusat (dekonsentrasi) kepada Provinsi.

Adapun kegiatan pembinaan RHL adalah sebagai berikut:

a. Pembinan oleh Pusat;

1) Penyusunan Pedoman Teknis dan Pedoman

Penyelenggaraan RHL serta pedoman lainnya;

2) Pembinaan dan supervisi penyelenggaraan RHL di tingkat

kabupaten/kota secara periodik oleh Pembina Wilayah

Kementerian Kehutanan;

3) Pendidikan dan latihan dalam bidang RHL dan administrasi

keuangan pelaksanaan RHL;

b. Pembinaan oleh Provinsi (dekonsentrasi)

1) Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan melalui rapat

bulanan;

2) Supervisi penyelenggaraan kegiatan RHL di

kabupaten/kota.

X. PENGENDALIAN

A. Ruang Lingkup Pengendalian

Berdasarkan sasarannya, pengendalian RHL terdiri atas

pengendalian pelaksanaan kegiatan RHL dan pengendalian

Page 132: REVISI-P.70-02032011

132

program RHL. Sedangkan berdasarkan proses kegiatannya,

pengendalian RHL meliputi monitoring, evaluasi, pelaporan dan

tindak lanjut.

1. Monitoring

Monitoring adalah kegiatan yang dilakukan untuk

memperoleh data dan informasi mengenai kebijakan dan

pelaksanaan RHL. Kegiatan ini mengamati perkembangan

pelaksanaan kegiatan RHL, mengidentifikasi serta

mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan

timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.

2. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan

pelaksanaan RHL yang dilakukan secara periodik. Rangkaian

kegiatannya adalah membandingkan realisasi masukan

(input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap

rencana dan standar serta dampak (impact) kegiatan/program

RHL.

3. Pelaporan

Pelaporan merupakan proses pendistribusian informasi

perkembangan kegiatan RHL sesuai ketentuan yang ada.

Pelaporan dilakukan untuk menyelaraskan pencapaian

kinerja yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan

sasaran.

4. Tindak Lanjut

Tindak lanjut merupakan langkah-langkah yang diambil

berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi guna

penyempurnaan kebijakan dan pelaksanaan rehabilitasi

hutan dan lahan.

B. Pelaksanaan Pengendalian Kegiatan RHL

Page 133: REVISI-P.70-02032011

133

1. Pengendalian Kegiatan Lapangan

a. Sasaran

Sasaran pengendalian kegiatan lapangan adalah proses

dan keluaran (Output) pelaksanaan kegiatan RHL di

lapangan yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan

kegiatan. Pada program RHL yang dibiayai pemerintah,

sasaran kegiatan pengendalian kegiatan lapangan adalah

seluruh pelaksanaan kegiatan RHL sesuai DIPA yang

dilakukan oleh satuan kerja.

b. Penanggung Jawab

Penanggung jawab pengendalian kegiatan lapangan adalah

satuan kerja/ pelaksana kegiatan RHL di lapangan. Dalam

pelaksanaan kegiatan RHL yang bersumber dari dana

pemerintah maka penanggung jawab pengendalian

kegiatan lapangan adalah Kuasa Pengguna Anggaran

(KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta perangkat

lain terkait.

c. Mekanisme

1) Monitoring

Monitoring pelaksanaan kegiatan RHL di lapangan

dilaksanakan oleh petugas teknis yang ditunjuk oleh

KPA atau penanggung jawab pelaksanaan kegiatan RHL

di daerah yaitu petugas lapangan RHL dan atau

Penyuluh Kehutanan Lapangan. Indikator monitoring

pelaksanaan kegiatan RHL di lapangan antara lain

adalah meliputi perkembangan penyiapan bibit,

pelaksanaan penanaman/pemeliharaan tanaman serta

pengembangan kelembagaan kelompok tani. Untuk

kegiatan sipil teknis RHL, indikator monitoring adalah

perkembangan penyediaan bahan/sarana-prasarana

serta pelaksanaan pembuatan bangunan konservasi dan

pemeliharaannya.

Page 134: REVISI-P.70-02032011

134

2) Evaluasi

Evaluasi pelaksanaan kegiatan RHL di lapangan

dilaksanakan oleh Tim yang ditunjuk oleh KPA atau

penanggung jawab pelaksanaan kegiatan RHL di

daerah. Tim ini dapat terdiri dari petugas internal pada

satuan kerja di daerah yang bersangkutan dengan

melibatkan unsur instansi lain terkait dan atau tenaga

ahli/konsultan.

Indikator evaluasi untuk kegiatan vegetatif meliputi

indikator progres pelaksanaan kegiatan penanaman dan

pemeliharaan tanaman, pertumbuhan tanaman serta

keberhasilan tanaman.

3) Pelaporan

Mekanisme pelaporan hasil monitoring-evaluasi

pelaksanaan kegiatan RHL di lapangan diatur secara

periodik oleh KPA atau penanggung jawab kegiatan RHL

di daerah. Pelaporan dibuat oleh tim/petugas pelaksana

monitoring-evaluasi kepada KPA atau penanggung

jawab kegiatan RHL di daerah dengan menggunakan

format-format contoh terlampir....

4) Tindak Lanjut.

Tindak lanjut pelaporan hasil monitoring-evaluasi

kegiatan RHL adalah upaya manajemen untuk

melakukan langkah-langkah perbaikan/koreksi,

percepatan dan atau tindakan lainnya yang dianggap

perlu agar pelaksanaan kegiatan di lapangan tidak

menyimpang dari rencana.

Hasil evaluasi tanaman dapat digunakan sebagai alat

verifikasi oleh KPA atau penanggung jawab kegiatan

RHL di daerah untuk membuat keputusan dalam

pencairan dana.

Page 135: REVISI-P.70-02032011

135

2. Pengendalian Pelaksanaan Kegiatan RHL di Tingkat

Kabupaten/Kota

a. Sasaran

Sasaran pengendalian kegiatan pelaksanaan kegiatan RHL

di tingkat kabupaten/kota adalah proses penyelenggaraan

RHL di daerah yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan

kegiatan RHL. Pada program RHL yang dibiayai

pemerintah, sasaran kegiatan pengendalian RHL di Tingkat

Kabupaten/Kota adalah seluruh proses penyelenggaraan

kegiatan RHL yang dilakukan oleh satuan kerja yang

mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Perencanaan

Meliputi proses penyusunan rencana RHL sesuai dengan

mekanisme dan herarkhi yang telah ditetapkan dengan

peraturan perundangan yang ada.

2) Pelaksanaan Administrasi Kegiatan

Meliputi proses pengurusan administrasi umum

pelaksanaan kegiatan RHL antara lain kelancaran proses

administrasi keuangan dan lain sebagainya.

3) Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat

Meliputi proses pelaksanaan pelibatan dan

pemberdayaan masyarakat dalam program RHL.

4) Pelaksanaan Pelaporan

Meliputi ketertiban penyusunan laporan yang dilakukan

oleh satuan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan yang ada.

5) Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan

Internal

Meliputi pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan

pengawasan yang dilakukan secara internal oleh satuan

kerja yang bersangkutan.

b. Penanggung Jawab

Page 136: REVISI-P.70-02032011

136

Penanggung jawab kegiatan pengendalian pelaksanaan

kegiatan RHL di Tingkat Kabupaten/Kota adalah Tim

Pengendali RHL Tingkat Provinsi yang ditetapkan oleh

Gubernur yang beranggotakan satuan kerja pemerintah

daerah tingkat provinsi terkait.

c. Mekanisme

1) Monitoring

Monitoring pelaksanaan kegiatan RHL tingkat

kabupaten/kota dilakukan oleh Tim Pengendali RHL

Tingkat Provinsi melalui pelaporan rutin para satuan

kerja kabupaten/kota, pertemuan bulanan serta

kunjungan ke lapangan.

2) Evaluasi

Evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan RHL di Tingkat

Kabupaten/Kota dilakukan oleh Tim Pengendali RHL

Tingkat Provinsi secara periodik minimal dua kali dalam

satu tahun.

3) Pelaporan dan Tindak Lanjut

Hasil monitoring dan evaluasi Tim Pengendali RHL

Tingkat Provinsi dijadikan dasar bagi perbaikan

terhadap kelancaran serta ketertiban penyelenggaraan

RHL di tingkat kabupaten/kota. Pelaksanaan

penyampaian hasil monitoring-evaluasi dimaksud

disampaikan Tim kepada para satuan kerja

kabupaten/kota melalui forum pertemuan maupun

surat.

Pelaksanaan pengendalian yang dilakukan oleh Tim

Pengendali RHL Tingkat Provinsi di laporkan kepada

Menteri Kehutanan setiap tiga bulan.

C. Pelaksanaan Pengendalian Program

Page 137: REVISI-P.70-02032011

137

Pengendalian program dimaksudkan untuk menjamin sistem

penyelenggaraan RHL berjalan sesuai dengan arah kebijakan

yang telah direncanakan.

1. Sasaran

Sasaran pengendalian program meliputi pelaksanaan

kebijakan penyelenggaraan RHL dan hasil (Outcome) serta

dampak (Impact) kegiatan RHL.

a. Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan RHL

1) Kebijakan Penganggaran;

2) Kebijakan Perencanaan;

3) Kebijakan Pelaksanaan;

4) Kebijakan Pembinaan dan Pengendalian

b. Hasil (Outcome) dan Dampak (Impact) Kegiatan RHL

Sasaran pengendalian program mencakup juga

sejauhmana hasil-hasil kegiatan RHL serta dampaknya.

Indikator hasil kegiatan RHL antara lain adalah penurunan

erosi dan sedimentasi serta banjir di daerah tangkapan

(micro watershed) dimana kegiatan RHL dilaksanakan.

Sedangkan dampak kegiatan RHL adalah sejauhmana

kegiatan RHL memberi pengaruh fisik dan non fisik pada

wilayah sekitarnya.

2. Penanggung Jawab

Penanggung jawab pengendalian program RHL adalah

Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial

atas nama Menteri Kehutanan.

3. Mekanisme

a. Pelaksanaan Monitoring – Evaluasi Kebijakan

Penyelenggaraan RHL

Monitoring – Evaluasi pelaksanaan kebijakan

penyelenggaraan RHL dilakukan oleh Tim yang dibentuk

oleh Kementerian Kehutanan dengan melibatkan instansi

lain dan atau konsultan sesuai dengan kebutuhan.

Page 138: REVISI-P.70-02032011

138

b. Pelaksanaan Monev Hasil (Outcome) dan Dampak (Impact)

RHL

Monev hasil dan dampak kegiatan RHL dilakukan pada

lokasi-lokasi kegiatan RHL terpilih dengan basis Unit

Terkecil Pengelolaan RHL. Pelaksana monev adalah Tim

yang ditunjuk oleh satuan kerja pusat atau satuan kerja

Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Bina pengelolaan

DAS dan Perhutanan Sosial dengan atau tanpa melibatkan

pihak terkait.