review persiapan kelahiran ojk di dpr-babak baru pembahasan ojk

4
Babak baru RUU OJKOleh : M. Rais Rahmat Razak*) Perjalanan OJK Pembahasan panjang seputar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini memasuki babak baru setelah Panitia Khusus (“pansus”) Rancangan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) yang diketuai Nusron Wahid dari partai Golkar, membuat kesepahaman dengan kementerian Keuangan RI dan kementerian Hukum & Ham RI. Dari pembacaan pemandangan umum fraksi-fraksi, yang dibacakan pada hari Rabu, 18 Agustus 2010 di ruangan komisi XI gedung DPR RI Nusantara I, ke-sembilan fraksi yang ada di Pansus, menyatakan dan menyetujui RUU OJK dari Pemerintah untuk dibahas dalam sidang sidang pansus OJK. Kesembilan Fraksi mengingatkan hal yang sama tentang amanat undang-undang Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan undang undang nomor 3 tahun 2004 pasal 34 yang berbunyi; 1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. 2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Fraksi-fraksi di DPR memiliki kesamaan pandang dalam menilai perlu tidaknya pembentukan lembaga baru yang disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan. Bila menyimak perjalanannya, sejak wacana ini dituangkan dalam undang-undang ke bank sentralan (UU No. 23 tahun 1999), OJK ini kemudian menjadi angin segar yang diharapkan dapat menggerakkan reformasi keuangan dan perbankan. Namun, wallahu alam entah apa yang terjadi, pembentukan OJK yang seharusnya dibentuk selambat-lambatnya pada 31 desember tahun 2002, lewat begitu saja dan baru kemudian pada tahun 2004 pemerintah dan DPR sepakat untuk merevisi pasal 34 ayat (2) dengan merubah tenggat waktu menjadi 31 desember 2010. Berbagai pertimbangan tehnis seperti ketidaksiapan infrastruktur perbankan yang saat itu sedang getolnya menata sistem ke bank sentralan, serta kondisi atmosfir perpopolitikan nasional yang masih dalam eforia reformasi, sehingga pengunduran tenggat waktu ini tidak banyak pihak yang mempermasalahkan baik oleh partai politik maupun elemen-elemen masyarakat yang terkait langsung dengan Otoritas Jasa Keuangan. Wacana OJK juga dipandang sebagai produk dari reformasi, yang lahir pada pasca krisis tahun ’98 yang menyebabkan terjadinya likuidasi terhadap 16 Bank, dan hal ini ditengarai sebagai akibat dari lemahnya sistem pengawasan perbankan. Dan Sejak itu hingga kini , diperkirakan ada sejumlah 140-an lembaga pengawas yang didirikan dengan berbagai polanya di sekitar 103 negara di dunia, tapi hasilnya ternyata tidak seperti yang diharapkan, sebab sekitar 10-20 tahun kemudian, utamanya di penghujung tahun 2008, hampir seluruh Negara di dunia, sektor keuangannya kembali mengalami krisis berat (Marsuki:2010). Dan apakah kegagalan negara-negara yang memiliki lembaga sejenis OJK dalam menghadapi krisis, memberikan ruang untuk bergulirnya issue-issue yang mempertanyakan urgen tidaknya pendirian OJK bagi Republik Indonesia yang kita cintai ini. Apakah Kondisi faktual seperti terjadinya, kasus bail out Rp. 6,7 trilliun terhadap Bank Century yang sudah diketahui secara luas oleh publik menunjukkan betapa

Upload: m-rais-rahmat-razak

Post on 23-Jul-2015

56 views

Category:

Government & Nonprofit


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Review Persiapan Kelahiran OJK di DPR-Babak baru pembahasan ojk

“Babak baru RUU OJK” Oleh : M. Rais Rahmat Razak*)

Perjalanan OJK

Pembahasan panjang seputar Otoritas Jasa Keuangan (OJK),

saat ini memasuki babak baru setelah Panitia Khusus (“pansus”)

Rancangan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK)

yang diketuai Nusron Wahid dari partai Golkar, membuat

kesepahaman dengan kementerian Keuangan RI dan kementerian Hukum & Ham RI. Dari pembacaan pemandangan umum fraksi-fraksi, yang dibacakan pada hari Rabu, 18 Agustus 2010 di ruangan komisi XI gedung DPR RI Nusantara I, ke-sembilan fraksi yang ada di Pansus, menyatakan dan menyetujui RUU OJK dari Pemerintah untuk dibahas dalam sidang sidang pansus OJK. Kesembilan Fraksi mengingatkan hal yang sama tentang amanat undang-undang Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 yang telah diperbaharui dengan undang undang nomor 3 tahun 2004 pasal 34 yang berbunyi;

1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Fraksi-fraksi di DPR memiliki kesamaan pandang dalam menilai perlu tidaknya pembentukan lembaga baru yang disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan. Bila menyimak perjalanannya, sejak wacana ini dituangkan dalam undang-undang ke bank sentralan (UU No. 23 tahun 1999), OJK ini kemudian menjadi angin segar yang diharapkan dapat menggerakkan reformasi keuangan dan perbankan. Namun, wallahu alam entah apa yang terjadi, pembentukan OJK yang seharusnya dibentuk selambat-lambatnya pada 31 desember tahun 2002, lewat begitu saja dan baru kemudian pada tahun 2004 pemerintah dan DPR sepakat untuk merevisi pasal 34 ayat (2) dengan merubah tenggat waktu menjadi 31 desember 2010. Berbagai pertimbangan tehnis seperti ketidaksiapan infrastruktur perbankan yang saat itu sedang getolnya menata sistem ke bank sentralan, serta kondisi atmosfir perpopolitikan nasional yang masih dalam eforia reformasi, sehingga pengunduran tenggat waktu ini tidak banyak pihak yang mempermasalahkan baik oleh partai politik maupun elemen-elemen masyarakat yang terkait langsung dengan Otoritas Jasa Keuangan. Wacana OJK juga dipandang sebagai produk dari reformasi, yang lahir pada pasca krisis tahun ’98 yang menyebabkan terjadinya likuidasi terhadap 16 Bank, dan hal ini ditengarai sebagai akibat dari lemahnya sistem pengawasan perbankan. Dan Sejak itu hingga kini , diperkirakan ada sejumlah 140-an lembaga pengawas yang didirikan dengan berbagai polanya di sekitar 103 negara di dunia, tapi hasilnya ternyata tidak seperti yang diharapkan, sebab sekitar 10-20 tahun kemudian, utamanya di penghujung tahun 2008, hampir seluruh Negara di dunia, sektor keuangannya kembali mengalami krisis berat (Marsuki:2010). Dan apakah kegagalan negara-negara yang memiliki lembaga sejenis OJK dalam menghadapi krisis, memberikan ruang untuk bergulirnya issue-issue yang mempertanyakan urgen tidaknya pendirian OJK bagi Republik Indonesia yang kita cintai ini. Apakah Kondisi faktual seperti terjadinya, kasus bail out Rp. 6,7 trilliun terhadap Bank Century yang sudah diketahui secara luas oleh publik menunjukkan betapa

Page 2: Review Persiapan Kelahiran OJK di DPR-Babak baru pembahasan ojk

lemahnya sistem pengawasan perbankan di negeri ini sehingga diperlukan terobosan yang cerdas, agar kasus serupa tidak terulang kembali. Dan tentunya kita sebagai anak bangsa, tidak ingin apa yang terjadi pada tahun 2002 terulang kembali pada tahun 2010, dengan membiarkan pendirian OJK melewati tenggat waktu. yang kemudian direvisi batas waktunya sampai dengan 31 desember 2010. Melihat dan mencermati pemandangan umum dari setiap fraksi, sepertinya kondisi tahun 2010 akan jauh berbeda dengan tahun 2002. Panitia Tim Perumus RUU OJK versi pemerintah yang dipimpin Fuad Rahmany yang sehari-harinya juga menjabat sebagai Ketua Bapepam-LK, kelihatannya lebih siap dan all out dalam menghadapi setiap argumen baik dari Bank Indonesia maupun dari Pengamat, yang sering mempertanyakan urgen tidaknya pendirian OJK, dan bahkan Tim Perumus OJK, juga berani mengatakan bahwa OJK yang akan dibentuk memiliki ke-khasan yang berbeda dengan lembaga sejenis yang ada di luar negeri, sehingga kegagalan OJK di negara-negara maju, tidak serta merta mengendorkan semangat Tim yang sudah bekerja ekstra. Salah satu ke-khasan yang ditawarkan adalah tersedianya database yang terintegrasi yang dapat di akses dengan mudah oleh Bank Indonesia dan OJK, sehingga kekuatiran akan terbatasnya akses informasi bagi Bank Indonesia jika OJK terbentuk dapat dieliminir, begitupula dengan keluarnya fungsi pengawasan dari Bank Indonesia tidak serta merta merombak sistem yang sudah ada sebelumnya, bahkan menurut penjelasan Tim Perumus, orang-orang yang akan bekerja nantinya adalah orang yang sama, dan hanya ganti baju. Kalau sebelumnya karyawan di Direktorat Pengawasan menginduk ke Dewan Gubernur Bank Indonesia, maka setelah OJK terbentuk, induknya akan berpindah ke OJK. Secara garis besar skema organisasi OJK dapat dilihat pada struktur dibawah ;

(sumber: diolah dari Bahan sosialisasi RUU OJK-Paniti Antar Departemen Penyusunan RUU

OJK, Juli 2010). Kembali ke pemandangan fraksi yang telah dibacakan pada sidang pansus, kelihatannya hari-hari berikutnya menjelang tenggat waktu 31 desember 2010, anggota

Bank Indonesia

Otoritas Moneter

Kementerian Keuangan

Otoritas Fiskal

Pengawas Perbankan

Pengawas Pasar Modal

Pengawas IKNB

Dewan

komisioner

OJK Anggota Ex-officio Anggota Ex-officio

D.Gubernur & Dir.Pengawasan Bank BAPEPAM-LK

Dewan Komisioner (7 Orang) :

• Ketua

• Anggota

• Anggota ex-officio BI

• Anggota ex-oficio Kemenkeu

• 3 Anggota merangkap kepala eksekutif Pengawas

Page 3: Review Persiapan Kelahiran OJK di DPR-Babak baru pembahasan ojk

Pansus, akan lebih fokus kepada hal-hal yang sifatnya substansial sehingga hari hari ke depan adalah babak baru yang akan ikut menentukan arah sektor jasa keuangan dan perbankan di negeri kita.

Beberapa catatan RUU OJK Akses informasi BI terhadap OJK Mencermati RUU OJK yang diserahkan oleh pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat, dengan

mencoba mengeluarkan fungsi pengawasan dari Bank Indonesia, kemudian mendudukkan

Deputi gubernur BI bidang Pengawasan sebagai ex officio dari Bank Indonesia, sepertinya belum

cukup memberikan kepastian bagi pihak Bank Central untuk mendapatkan akses informasi real

time yang diinginkan. Hal ini bisa dimengerti adanya kekuatiran, karena BI dalam membuat

kebijakan moneter tidak hanya butuh pasokan informasi yang sifatnya macro prudential, tapi

juga hal-hal yang bersifat micro prudential.

Dewan Komisioner

Berdasarkan RUU OJK dan keterangan Tim Perumus dari berbagai seminar yang pernah penulis

ikuti, Otoritas Jasa keuangan ini dikendalikan oleh 1 ketua dan 6 anggota dewan komisioner

yang terdiri dari 3 orang anggota dewan komisioner yang bertanggungjawab terhadap

pengaturan dan 3 orang anggota dewan komisioner yang bertanggungjawab terhadap bidang

pengawasan yang meliputi pengawasan bidang perbankan, Bapepam dan pengawasan bidang

IKNB (Industri Keuangan Non Bank). Ada beberapa hal yang diperkirakan akan menjadi

perdebatan di Pansus seperti Jumlah dewan komisioner, penetapan ex officio ataupun

mekanisme pemilihan dewan komisioner. Kalau Badan baru ini diharapkan tumbuh menjadi

otoritas yang kuat dan independen di luar pemerintah, maka tentu rekruitmen dewan

komisionernya diharapkan bisa lebih transparan dan akuntable. Beberapa contoh rekruitmen

otoritas diluar pemerintah yang sudah berjalan seperti apa yang sudah diterapkan pada lembaga

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atau Pemilihan Dewan Gubernur Bank Indonesia.

Kegagalan OJK di Negara lain

Beberapa fakta gagalnya Negara-negara yang menerapkan OJK dalam menghadapi krisis tahun

2008, seperti terjadi di Inggris yang akan mengembalikan pengawasan perbankan ke bank

central (BoE) pada tahun 2011 atau Negara Jerman yang berkomitmen mengembalikan tugas

pengawasan oleh “BaFin” yang telah beroperasi sejak tahun 2002 untuk kembali ke

“Bundeshbank” sebagai bank central . Atau contoh terjadinya ketidakharmonisan hubungan

informasi antara “BoK” (Bank of Korea) dengan “FSS” (Financial Supervisory Service) sebagai

lembaga pengawas khusus. Kondisi factual ini seyogyanya, tidak menggugurkan tesis OJK yang

sudah menjadi amanat undang-undang, tapi justru menjadi referensi dan pertimbangan yang up

to date dalam merumuskan dan menetapkan disain OJK khas Indonesia yang akan dibentuk.

Premi OJK

Page 4: Review Persiapan Kelahiran OJK di DPR-Babak baru pembahasan ojk

Pembiayaan operasional OJK yang diambil dari pembayaran premi industri yang dikelola OJK,

menjadi hal yang tidak populer dikalangan industri perbankan, dan bahkan secara terang-

terangan, seperti yang disampaikan oleh Ketua Perbanas dalam seminar reformasi keuangan

pada buan Juli 2010 menyatakan, kalau disuruh milih antara Pengawasan oleh BI yang tanpa

premi dengan Pengawasan oleh OJK yang memungut premi dari industri, maka pihak perbankan

tentunya lebih memilih pengawasan yang tanpa Premi, Karena sekarang ini sudah ada premi

dari LPS. Kalau mengikuti keinginan praktisi industri perbankan, dimana premi tidak diambil dari

industri, lantas apakah premi ini juga harus dibebankan ke Negara sementara manfaat langsung

dari OJK ini justru banyak dinikmati oleh industri-industri keuangan yang menjadi binaan dari

OJK.

Perjalanan panjang RUU OJK yang telah melewati satu dasawarsa, saatnya memasuki

babak baru agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sector jasa keuangan dan

perbankan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel dalam rangka

mewujudkan system keuangan yang tumbuh stabil dan sustainable.

___________________

*) Pemerhati OJK, TA A-015

Dipublikasikan, Tabloid Senayan, edisi 56 Thn. VI 23 ~30 Agustus 2010