review film tree of life

9
“ KISAH SPIRITUALISME YANG KUAT DAN MENGESANKAN “ The Tree of Life adalah salah satu contoh film yang memang bukan film seperti pada umumnya yang selalu memberikan nilai konklusi dalam sebuah kisah. Tetapi, film ini melontarkan berjuta pertanyaan yang harus dijawab dari lubuk hati yang terdalam oleh pemeran utamanya. Bahkan, para penonton pun akan diajak untuk ikut menanyakan hal yang hanya bisa dijawab dalam hati kita. Apapun kata yang bisa dilontarkan tidak akan cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dalam film ini. Film panjang berdurasi 138 menit ini merupakan film peraih Piala Palem Emas Festival Film Cannes 2011 yang dipuji banyak kritikus film sedunia. Film ini disutradarai dan ditulis sendiri oleh seorang sutradara yang dikenal sebagai sutradara Hollywood yang paling pemalu, tidak mau diwawancarai, bahkan tidak pernah datang ke pemutaran film-filmnya untuk menjelaskan apa maksud dari film yang dibuatnya. Sang sutradara dari film ini bernama Terrence Malick. Di usianya yang ke-67 tahun, Malick telah berhasil membuat lima film termasuk The Tree of Life ini. Film Malick yang pertama berjudul Badlands (1973) yang bercerita tentang fiksifikasi sebuah tragedi pembunuhan di wilayah tengah Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Lima tahun kemudian, ia membuat film keduanya berjudul Days of Heaven (1978) tentang kisah hidup petani pada tahun 1900-an. Sekitar 20 tahun kemudian, Malick baru membuat film lagi yang berjudul The Thin Red 1

Upload: alvin-as

Post on 24-Jun-2015

801 views

Category:

Entertainment & Humor


2 download

DESCRIPTION

Film ini menceritakan kisah kehidupan seorang laki-laki dengan keluarga dan Tuhannya yang dikemas dalam nuansa spiritualisme keKristenan yang kuat tentang Tuhan dan alam semesta ini.

TRANSCRIPT

Page 1: Review film Tree of Life

“ KISAH SPIRITUALISME YANG KUAT DAN MENGESANKAN “

The Tree of Life adalah salah satu contoh film yang memang

bukan film seperti pada umumnya yang selalu memberikan nilai konklusi

dalam sebuah kisah. Tetapi, film ini melontarkan berjuta pertanyaan yang

harus dijawab dari lubuk hati yang terdalam oleh pemeran utamanya.

Bahkan, para penonton pun akan diajak untuk ikut menanyakan hal yang

hanya bisa dijawab dalam hati kita. Apapun kata yang bisa dilontarkan

tidak akan cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dalam film ini.

Film panjang berdurasi 138 menit ini merupakan film peraih Piala Palem

Emas Festival Film Cannes 2011 yang dipuji banyak kritikus film sedunia. Film ini disutradarai

dan ditulis sendiri oleh seorang sutradara yang dikenal sebagai sutradara Hollywood yang paling

pemalu, tidak mau diwawancarai, bahkan tidak pernah datang ke pemutaran film-filmnya untuk

menjelaskan apa maksud dari film yang dibuatnya. Sang sutradara dari film ini bernama

Terrence Malick. Di usianya yang ke-67 tahun, Malick telah berhasil membuat lima film

termasuk The Tree of Life ini.

Film Malick yang pertama berjudul Badlands (1973) yang bercerita tentang fiksifikasi

sebuah tragedi pembunuhan di wilayah tengah Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Lima tahun

kemudian, ia membuat film keduanya berjudul Days of Heaven (1978) tentang kisah hidup

petani pada tahun 1900-an. Sekitar 20 tahun kemudian, Malick baru membuat film lagi yang

berjudul The Thin Red Line (1998) tentang kisah kesia-siaan perang dengan latar atau setting

Perang Dunia II saat Amerika Serikat menyerbu Pulau Guadalcanal di Pasifik Selatan melawan

Jepang. Kemudian, pada tahun 2005 Malick menafsir ulang cerita Pocahontas lewat The New

World. Terakhir, ia membuat film terbarunya yang berjudul The Tree of Life (2011) tentang

makna sebuah keluarga dan kehidupan yang berkaitan dengan iman religi kristiani secara

mendalam.

The Tree of Life memang bukanlah film yang mudah untuk diikuti oleh penontonnya.

Dalam film ini, Terrence Malick mengajak kita untuk memahami, mendalami, dan menyelami

betapa kompleksnya seluk-beluk kehidupan di dunia ini. Meskipun, kita hidup di bumi yang

sama namun masing-masing orang memiliki perspektif yang berbeda tentang hidup itu sendiri.

Film ini seakan-akan mengajak kita untuk bertamasya yang tidak biasa kepada Tuhan Sang

Pencipta. Film ini dimulai dengan kutipan ayat dari Perjanjian Lama dalam Alkitab: Where were

1

Page 2: Review film Tree of Life

you when I laid the foundation of the earth? When the morning stars sang together, and all the

sons of God shouted for joy? (Job 38: 4 and 7). Lalu, Malick mengenalkan kita pada kehidupan

dalam sebuah keluarga Midwestern pada tahun 1950-an di Amerika Serikat yang terdiri dari

ayah, ibu, dan tiga orang anak laki-laki. Ceritanya bermula ketika sang Ibu menerima kabar

dengan mendapatkan telegram yang menyatakan bahwa salah satu putranya meninggal. Dilihat

dari latar waktu film ini, putranya meninggal pada usia 19 tahun dalam tugas militer di Perang

Vietnam yang berlangsung sekitar tahun 1960-an. Kabar kematian tentang seorang yang sangat

dicintai oleh ibunya membuka jalan pada pertanyaan-pertanyaan eksistensialis berlandaskan

iman kepada Tuhan, seperti “Dimanakah Engkau? Apakah Engkau tahu?” Kau membiarkan

seorang remaja mati. Untuk apa aku berbuat baik? Jika Kau tidak.”

Kemudian, cerita berlanjut ke sosok anak sulung dari tiga bersaudara itu, Jack (Sean

Penn) yang mengalami flashback atau mengingat kembali pengalaman masa kecilnya yang akan

tetap membekas sampai ajal menjemput. Saat masih kecil, Jack Kecil (Hunter McCracken)

dibesarkan oleh kedua orang tua yang memiliki karakter yang berbeda. Jack Kecil melihat dunia

ini dari mata ibunya (Jessica Chastain) yang memiliki karakter lembut dan penuh kasih sayang

sehingga semuanya seakan-akan terlihat indah dan penuh kasih. Saat usia Jack bertambah,

ayahnya Mr. O’Brien (Brad Pitt) mulai menanamkan pendidikan yang sama sekali berbeda

dengan apa yang ia dapatkan dari ibunya. Semua yang pada awalnya terlihat indah perlahan-

lahan mulai memudar digantikan dengan kesuraman. Ayah Jack merupakan sosok pria yang

tegas dan keras sekali dalam mendidik anak-anaknya.

Kehidupan tersebut ternyata membekas di hati dan pikiran Jack (Sean Penn) ketika sudah

dewasa. Jack kehilangan pegangan dan berpandangan memiliki masa depan suram akibat dari

perlakuan ayahnya sehingga dia sangat membenci sang Ayah. Dunia sudah berubah namun

sesuatu yang ada di dalam diri Jack sepertinya tetap membelenggu. Jack merasa jiwanya kosong

di dunia yang serba modern, ia mencari jawaban dan makna kehidupan sementara ia pun

mempertanyakan keimanannya. Tetapi, perlahan-lahan Jack berubah dan memahami makna

kehidupan itu sendiri. Ia mulai bisa memaafkan perilaku ayahnya yang selama ini ia benci. Dia

mulai menyusun puing-puing kehidupan dan jalan hidupnya untuk sesuatu yang lebih baik lagi di

masa depan. Jack mulai dapat mencari jati diri dan melupakan trauma masa lalunya.

Musibah, malapetaka, kematian tidak memandang orang baik atau orang jahat. Jika

terjadi, itu sudah takdir dari Tuhan. Tapi terkadang manusia mempertanyakan apa yang sudah

2

Page 3: Review film Tree of Life

menjadi takdir Tuhan. Pada titik ini, filmnya mempunyai kaitan dengan kisah Ayub dalam

Alkitab. Ayub ialah orang yang paling saleh di bumi pada masanya dan memiliki kekayaan

melimpah, lalu Tuhan memberinya cobaan. Ia bangkrut, anak-anaknya meninggal, serta cobaan

lain yang menguji kesetiannya pada Tuhan. Hingga pada akhirnya, Ayub lulus uji karena tetap

setia kepada Tuhan dan semua dipunyainya yang tadinya hilang dikembalikan berlipat-lipat

ganda. Di sinilah kemudian, adanya relevansi ayat Alkitab dari kitab Ayub yang dikutip di awal

film. Dalam Alkitab, Ayub sering mengajukan pertanyaan pada Tuhan, “Mengapa orang baik

selalu menderita?” Hal ini dijawab Tuhan seperti yang dikutip dalam ayat di atas sebab sebagai

Sang Pencipta, Tuhan bisa berkehendak apa saja. Film ini ingin mengatakan kuasa Tuhan pada

semesta, termasuk manusia di dalamnya yang tidak terbantahkan.

Menurut saya, film ini tidak hanya sekedar bercerita melalui penuturan kisah perjalanan

batin sosok Jack hingga ia memasuki masa dewasa, tetapi juga ada pesan yang ingin

disampaikan Terrence Malick sebagai sutradara sekaligus penulis naskah. Pesan yang ingin

disampaikan Terrence Malick sebenarnya bukanlah pesan yang jauh dari kehidupan sehari-hari

kita. Apa yang dikisahkan Malick dalam film ini adalah apa yang terjadi dalam kehidupan setiap

manusia. Pergolakan batin, pencarian jati diri, dan kegalauan saat semua nilai yang ditanamkan

dari waktu kecil mulai jadi setumpuk pertanyaan besar. Hal yang menarik adalah Malick cukup

cermat menuangkan kisah dengan cara yang indah dan berhasil menyampaikan suatu pesan agar

tidak terlihat menceramahi dengan serangkaian dialog dan narasi. Sebagai tambahan yang dapat

memperindah film ini, Terrence Malick menyampaikan kisah ini tidak hanya dengan rangkaian

dialog yang bahkan bukan bagian paling banyak dari film drama ini, tetapi visual dan musik latar

yang memegang peran sangat penting dalam penuturan kisah kehidupan ini.

Malick memilih cerita yang tidak mudah dan menyajikan cerita yang tidak mudah juga

dengan gaya khasnya, yaitu voice over puitis di tengah gambar-gambar indah terasa semakin

banyak di filmnya kali ini sehingga membuat ceritanya semakin sulit dicerna oleh para penonton.

Dua puluh menit adegan penciptaan alam semesta dimulai dari dentuman besar, munculnya

galaksi, kelahiran makhluk hidup pertama, masa dinosaurus, komet menghantam bumi, dan

dunia yang kita tinggali sekarang seolah-olah membuat terpaksa para penontonnya berusaha

keras mengartikan setiap gambar yang tersaji di layar untuk mencari makna maupun maksudnya.

Adegan penciptaan alam semesta tersebut menjadi titik eksplorasi cerita tertinggi dalam The Tree

of Life. Untuk saya, segala visual yang tersaji dalam film ini tinggal diikuti saja seperti sedang

3

Page 4: Review film Tree of Life

membaca puisi dengan mengikuti irama dan keindahan diksi yang dipilih dari penyair tanpa

harus mencari maksud kata-kata dalam puisi yang hanya akan membuat lelah dan depresi.

Melalui film ini, Malick seakan-akan sedang berusaha membacakan puisinya sambil mengajak

kita bertamasya secara visual.

Selain itu, saya juga melihat dan memahami ada sesuatu hal mengenai apa yang menjadi

makrokosmos dan mikrokosmos yang ingin disampaikan Malick dalam film ini. Dalam tingkat

makrokosmos, Tuhan menciptakan alam semesta yang mencipta dari ketiadaan menjadi apa yang

ada sekarang. Dalam tingkat mikrokosmos, pada sebuah keluarga dengan seorang kepala

keluarga otoriter, ibu yang penuh kasih sayang, serta ketiga anaknya, kita dapat melihat kuasa

Tuhan tetap ada. Saat seorang anggota meninggal, tak ada yang bisa dilakukan atas kuasa Tuhan

itu. Hal ini membuktikan semakin kuatnya pandangan teosentris di mana Tuhan menjadi pusat

atas apa yang berlaku di langit dan di bumi. Bukan lagi pandangan antroposentris yang

menyatakan manusia menjadi pusat sehingga melahirkan pandangan ateis, termasuk dalam

proses penciptaan alam semesta.

Film The Tree of Life ini merupakan film dengan tingkat koneksi yang sangat kuat dan

memiliki kekuatan tinggi dalam komunikasi terhadap interaksi penonton. Film ini juga mampu

menarik posisi penonton untuk memahami dengan kuat posisi tokoh yang ada di film. Penataan

kamera, pengambilan shot-shot, visualisasi, editing gambar, alur cerita dan konflik, efek suara

bahkan musik, serta special effect dalam film ini memang sangat indah dan pantas mendapatkan

pujian. Semuanya akan tergambar dengan luar biasa yang terbalut dalam kisah yang sangat epik

dan fenomenal.

Hampir sebagian besar film ini adalah potongan-potongan shot yang tersaji dalam visual

bukan dialog yang menghasilkan simfoni indah bersifat puitis dan tertata rapi. Film ini bisa

dideskripsikan sebagai analogi fashion dalam visualisasi sinematik. Banyak simbol dan metafora

yang membuat film ini layaknya puisi yang sangat luas untuk dipahami oleh pikiran yang

tertutup. Selain itu, karakter kuat yang dibawakan oleh tiap-tiap tokoh yang berperan juga ikut

menghidupkan film ini sehingga memberikan kesan menarik bagi para penontonnya. Brad Pitt,

Sean Penn, Jessica Chastain serta Jack muda (Hunter McCracken) tampil sangat efektif dengan

close-up shoots yang menampilkan perubahan emosional karakter mereka dalam film yang tidak

terlalu banyak dialog dan mengutamakan narasi berbisik yang berdialog dengan Tuhan ini. Alur

cerita dalam film ini juga bersifat non-linear sehingga para penonton yang ingin menikmati film

4

Page 5: Review film Tree of Life

ini harus berhati-hati dalam mengikuti rangkaian konflik demi konflik yang terjadi. Akan tetapi,

semua itu tidak menjadi masalah karena para penonton dibantu untuk memahami dengan

penyajian visual yang menarik, apik, serta akting dari para pemainnya yang berkualitas.

Dalam film ini, juga banyak disuguhkan sekuen-sekuen montase yang menarik oleh sang

sutradara. Seperti contohnya, ada salah satu sekuen montase yang sangat anggun dalam film ini

pada saat seorang manusia yang sedang mempertimbangkan dan merenungkan betapa luasnya

kosmos atau jagad raya ini dengan gambar seekor dinosaurus yang sedang mengalami

pendarahan dari luka yang fana di tepi pantai sambil menatap jauh ke langit. Sang sutradara juga

berusaha menghindari atau tidak mengambil pengambilan shot-shot yang sangat disengaja atau

sebagai isyarat untuk ditampilkan dalam film, tetapi lebih berimprovisasi dalam pengambilan

shot-shotnya dengan gaya yang ringan dalam rangkaian adegan untuk menemukan peristiwa-

peristiwa atau momen-momen unik dan penting yang sangat halus dengan aksi spontan dari para

pemainnya. Seperti contohnya, pada saat seekor kupu-kupu secara jelas dan nyata terbang

spontan menyentuh tangan Jessica Chastain yang membuatnya melakukan gerakan-gerakan

halus, seperti mengangkat bahu atau ada pergerakan dari matanya.

Film The Tree of Life ini juga tidak terlalu banyak scoring. Efek-efek suara dan musik-

musik yang dihasilkan alam, berupa deru ombak, gesekan daun, suara pepohonan, formasi

burung, suara angin, dan lain sebagainya menjadi elemen yang sangat kuat dalam film ini.

Namun, adanya scoring yang kadang-kadang muncul mampu menimbulkan efek dramatis pada

adegan-adegan atau tampilan yang bersifat emosional. Di tambah lagi, adanya special effect

dalam film ini yang benar-benar dipersiapkan secara matang dan sangat cocok dengan visualisasi

yang dihasilkannya. Terutama, dalam adegan penciptaan alam semesta ternyata dibuat secara

tradisional dan sedikit unsur digital dengan berbagai bahan, seperti bahan kimia, cat, pewarna,

asap, pencahayaan, dan fotografi tingkat tinggi yang ternyata sangat bermanfaat dan efektif

terhadap visual yang dihasilkannya. Jadi, film The Tree of Life ini memang sangat menarik untuk

ditonton dan sangat direkomendasikan untuk orang-orang yang ingin menonton film yang lain

dari pada yang biasanya karena tingginya kreativitas dan improvisasi tidak terbatas si sutradara.

5