retinopati-diabetik

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita diabetes di seluruh dunia, disusul katarak. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan. 1 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan 4,8 persen penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati diabetik menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula. 1 Di Amerika Serikat didapatkan insidensi kebutaan akibat retinopati diabetes sekitar 5000 orang pertahun, sedangkan di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan. 2 Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. 1 Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibandingkan non diabetes antara usia 20 sampai 74 tahun. Sebagian besar (90%) tergolong diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus: NIDDM tipe II), sedangkan 10% adalah diabetes mellitus tergantung insulin ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus: IDDM tipe I). Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati 1

Upload: novendi-rizka

Post on 23-Nov-2015

266 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

retina

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita diabetes di seluruh dunia, disusul katarak. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan.1 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan 4,8 persen penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati diabetik menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.1 Di Amerika Serikat didapatkan insidensi kebutaan akibat retinopati diabetes sekitar 5000 orang pertahun, sedangkan di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan.2 Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.1 Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibandingkan non diabetes antara usia 20 sampai 74 tahun. Sebagian besar (90%) tergolong diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus: NIDDM tipe II), sedangkan 10% adalah diabetes mellitus tergantung insulin ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus: IDDM tipe I). Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetes hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien, setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita retinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non-proliferatif (background retinopathy). Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total.3Metode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga resiko kebutaan banyak berkurang. Namun demikian, karena angka kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin meningkat maka retinopati diabetik masih teteap menjadi masalah penting.4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiRetinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.5

2.2. Epidemiologi Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat yaitu sekitar 5000 orang pertahunnya, biasanya mengenai penderita berusia 20-64 tahun. Sedangkan di Negara berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan oleh karena diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi setelah 20 tahun menderita diabetes. Komplikasi lanjut ini timbul setelah 5-15 tahun menderita diabetes, dengan angka kejadian 50 % dan akan meningkat menjadi 90% setelah menderita diabetes selama 17-25 tahun.1,5Di Inggris retinopati diabetik juga menjadi penyebab kebutaan tersering pada pasien berumur 30-65 tahun, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan.1 Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus merupakan penyebab utama timbulnya retinopati diabetik didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-5 tahun setelah perjalanan penyakit sistemik ini.22.3. Etiologi Retinopati diabetik terjadi karena diabetes melitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak.6 Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah: 7,111. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau 22. Pasien dengan diabetes pada kehamilan3. Gula darah yang tidak terkontrol4. Tekanan darah yang tidak terkontrol5. Pasien dengan gaangguan ginjal6. Durasi dari diabetes2.4. KlasifikasiSecara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi: 61. Retinopati diabetik non proliferatifMerupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Pada retinopati nonproliferatif ringan ditandai dengan timbul sedikitnya satu tonjolan kecil pada pembuluh darah (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Pada Retinopati nonproliferatif sedang terdapat mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran manik-manik pada vena dan bercak-bercak cotton wool berwarna abu-abu atau putih akibat menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan. Pada Retinopati nonproliferatif berat ditandai oleh bercak-bercak cotton wool, gambaran manic-manik pada vena dan kelainan mikrovaskular intraretina (IRMA). Stadium ini terdiagnosis dengan ditemukannya perdarahan intraretina di empat kuadran, gambaran manic-manik vena di dua kuadran, atau kelainan mikrovaskular intraretina berat di satu kuadran.6

Gambar 2.1 Retinopati diabetik non proliferatif

2. MakulopatiMakulopati diabetic bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina stempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina pada tingkat Endotel kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan konstituen plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai dengan penebalan retina sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea. Makulopati juga bias terjadi karena iskemia, yang ditandai oleh edema macula, perdarahan dalam dan sedikit eksudasi.6

3. Retinopati diabetik proliferatif. Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.6

Gambar 2.2 Retinopati diabetik proliferatif

Klasifikasi retinopati diabetes menurut bagian mata fakultas kedokteran UI: 1 Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercaak dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli

2.6. PatogenesisAda tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur poliol (akumulasi sorbitol), glikasi nonenzimatikdan pembentukan protein kinase Cdan pembentukan reactive oxygen speciasi (ROS)Gambar 2.3 Skema patogenesis retinopati diabetik

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:131. Akumulasi SorbitolProduksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.13Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.32. Pembentukan protein kinase C (PKC)13Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. 3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)13Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)13ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.3Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.1,3Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.1

Gambaran 2.4 Gambaran retina penderita DMRetina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali satudaerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletakpada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalamyaitu sel perisit, membran basalis dan sel endotel.Sel perisit dan endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel yangterletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler perifer 20 : 1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan satu sama lain dan bersama- sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil.Perubahan histopatologis pada kapiler retinopati diabetik dimulai dari penebalanmembran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana keadaan lanjutperbandingan antara sel endotel dengan sel perisit dapat mencapai 10 : 1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu :1. Pembentukan mikroaneurisma1. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah1. Penyumbatan pembuluh darah1. Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina1. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkankebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati diabetikdapat terjadi melalui mekanisme berikut : 31. Edema makula atau nonperfusi kapiler1. Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati proliperatif dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinaldetachment)1. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina1. Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.

Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua mekanisme yaitu: 1,61. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang menyebabkan iskemik makular.2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular. Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut, antara lain:1. Retinal Detachment (Ablasio Retina)Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.3

Gambar 2.5 Gambaran Ablasio Retina

2. Oklusi vaskular retinaPenyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.3Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat.3

3. GlaukomaMekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular.32.5. Gambaran KlinisAdapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah: 51. Penglihatan kabur1. Kesulitan membaca1. Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata1. Melihat lingkaran-lingkaran cahaya1. Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya adalah: 1,5,64. MikroaneurismaMikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini sering tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata . 6,8,15

Gambar 2.6 Mikroaneurisma dan perdarahan intraretina 4. Dilatasi pembuluh darah balik Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

Gambar 2.7 Dilatasi pembuluh darah balik

4. Perdarahan Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.

Gambar 2.8 Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif

4. Hard eksudat Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata, kemudian membesar dan bergabung.

Gambar 2.9 Edema makula dan hard eksudat di fovea 4. Edema retinaEdema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina.Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini: 1. Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.1. Hard eksudat jaraknya 500 m dari fovea sentralis, yang berhubungan dengan retina yang menebal.1. Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih, dengan jarak dari fovea sentralis 1 disk.

2.6 Pencegahan dan Pengobatan Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan retinopati diabetic ialah untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah dan laser koagulasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah dan tekanan darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan juga progresivitasnya.8Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetic. Fotokuagulopati dilakukan pada focal and diffuse maculophaty dan pada PDR.7 Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR dan PDR dan juga untuk beberapa tipe makulopati.Progresivitas retinopati terutama dicegah dengan melakukan pengendalian yang baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik dan hiperkolesterolemia. Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata dengan edema macula diabetic yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan focal laser bila lesinya setempat, dan grid laser biasanya bila lesinya difus. Penyuntikan intravitreal triamcinolon atau anti VEGF juga efektif.6,7Dengan merangsang regresi pembuluh-pembuluh baru, fotokoagulasi laser pan-retina (PRP) menurunkan insidens gangguan penglihatan berat akibat RD proliferative hingga 50%. Beberapa ribu bakaran laser dengan jarak teratur diberikan diseluruh retina untuk mengurangi rangsangan angiogenik dari daerah-daerah iskemik. Daerah sentral yang dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang pembuluh darah temporal tidak dikenai. Yang beresiko besar kehilangan penglihatan adalah pasien dengan ciri-ciri resiko tinggi. Jika pengobatan ditunda hingga cirri tersebut muncul, fotokoagulasi laser pan retina yang memadai harus segera dilakukan tanpa penundaan lagi. Pengobatan pada retinopati nonproliferatif berat belum mampu mengubah hasil akhir penglihatan, namun pada pasien-pasien dengan diabetes tipe II, control darah yang buruk, terapi harus diberikan sebelum kelainan proliferative muncul. Viterktomi dapat membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi traksi vitreoretina. Sekali perdarahan vitreus yang luas terjadi, 20% mata akan menuju kondisi penglihatan dengan visus tanpa persepsi cahaya dalam 2 tahun. Komplikasi pasca-vitrektomi lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe I yang menunda vitrektomi dan pasien DM tipe II yang menjalani vitrektomi dini. Komplikasi tersebut antara lain ftisis bulbi, peningkatan tekanan intraocular dengan edema kornea, ablation retina dan infeksi.6,7Obat-obat anti-VEGF tampak menjanjikan sebagai tambahan vitrektomi untuk membantu mengurangi perdarahan selama pembedahan dan untuk mengurangi insidensi kekambuhan perdarahan retina pascaoperasi.6

Gambar 2.10 Algoritma penatalaksanaan Retinopati Diabetes 10

2.7 Prognosis Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui pangaplikasian metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluorescein, indirek oftalmoskopi secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap penting. Dengan metode ini juga angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah social atau masalah lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.9Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.3

BAB IIIKESIMPULAN

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai olehkerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada umumnya seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata,melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip. Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non proliferative antara lain mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan, hard eksudat dan edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua mekanisme yaitu: 1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yangmenyebabkan iskemik makular. 2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular. Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila satu darikeempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif. Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, H.S., 2012. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2. Victor, A.A., 2008. Retinopati Diabetik Penyebab Kebutaan Utama Penderita Diabetes. Departemen Mata FKUI/RSCM. Jakarta. 3. Pandelaki, K., 2007. Retinopati Diabetik dalam: Sudoyo, A.W., Setiayohadi, B., Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. FK UI. Jakarta.4. Wilardjo. 2001. Kebutaan Sebagai akibat dari Retinopati Diabetik dan Upaya Pencegahannya. Universitas Diponegoro. Availabel from: http://eprint.undip.ac.id/278/. [Accesed 22 March 2010].5. Rahmawati Rodiah. 2007. Diabetik Retinopati. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU. Medan.6. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Widya Medika. Jakarta. 7. Kanski J Jack. 1998. Ophthalmology in focus. Elsevier. London. 8. National Eye Institute of Health. 2012. Diabetic Retinopathy: Prevention Treatment and Diet. North Dakota State University.9. Lang. K Gerhard. 2000. Ophthalmology. Thieme. New York.10. National Institute for Clinical Excellence. 2002. Retinopathy screening and early management. Inherited Clinical Guideline E. London.11. Kanski J Jack. 2007. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 6th ed: 577-84. Elsevier. London.12. Jawa Ali, Juanita Kcomt. 2004. Diabetic nephropathy and retinopathy. Med Clin N Am 88 (2004) 1001103613. Ola S Mohammad. 2011.Cellular and Molecular Mechanism of Diabetic Retinopathy.Department of Ophthalmology, King Saud University. Riyadh.

5