resume tugas akhir - unhas

112
RESUME TUGAS AKHIR β€œSTUDI PENGGUNAAN PELAT LIPAT SEBAGAI STRUKTUR BALKON” DISUSUN OLEH : ASHADY A. T D 111 06 057 DENNY D111 06 058 JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2011

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RESUME TUGAS AKHIR

β€œSTUDI PENGGUNAAN PELAT LIPAT SEBAGAI STRUKTUR BALKON”

DISUSUN OLEH :

ASHADY A. T

D 111 06 057

DENNY

D111 06 058

JURUSAN SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2011

1

β€œSTUDI PENGGUNAAN PELAT LIPAT SEBAGAI STRUKTUR BALKON”

Ashady A. T Mahasiswa S1 Jurusan Sipil

Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin

Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10

Tamalanrea, Makassar

[email protected]

Denny Mahasiswa S1 Jurusan Sipil

Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin

Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10

Tamalanrea, Makassar

[email protected]

Ir. H. Abdul Madjid Akkas, M.T. Pembimbing 1

Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin

Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10

Tamalanrea Makassar

Telp/Faks: 0411-587636

Dr. Rudi Djamaluddin, ST. M.Eng Pembimbing II

Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin

Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10

Tamalanrea Makassar

Telp/Faks: 0411-587636

ABSTRAK Pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang permukaan yang lurus, datar (tidak

melengkung) dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensi yang lain.Yang dimaksud dengan pelat

lipat pada tulisan ini adalah struktur pelat beton bertulang yang terbentuk dari gabungan dari pelat vertikal dan

horizontal. Pelat lipat lurus umumnya digunakan sebagai atap, sedangkan pelat lipat lengkung dapat digunakan

sebagai balkon untuk tempat-tempat pertemuan, perkuliahan, dan lain-lain. Analisa mekanika teknik pada pelat

lipat dapat dianalisa dengan menggunakan metode whitney. Metode whitney digunakan untuk menghitung

beban rusuk dan gaya geser. Teori ini digunakan untuk menghitung momen pada balkon yang terjadi pada

struktur.Yang dimaksud dengan balkon pada tulisan ini adalah beton bertulang yang melengkung. Di sini

penulis mencoba untuk menggabungkan pelat lipat dan balkon sebagai struktur dengan kedua ujung yang

terjepit kaku tanpa balok di tengah bentang. Pada tulisan ini penulis merencanakan pelat lipat sebagai struktur

balkon pada gedung seminar. Penggunaan pelat lipat menghasilkan ruang yang lebih luas di bawah struktur

yang dapat digunakan untuk tujuan lain dari segi estetika.

Kata kunci: Pelat Lipat, Balkon, Metode Whitney , dan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini, pesatnya perkembangan teknologi telah memunculkan berbagai jenis

struktur pelat yang cukup rumit misalnya pada struktur jembatan, pesawat terbang, bangunan,

dan produk industri lainnya. Pada analisa struktur yang demikian kompleks, metode eksak

akan sulit digunakan. Kompleksitas struktur tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain:

kerumitan bentuk struktur yang kerap kali tidak simetris, karakteristik material yang non-

linier dan kondisi pembebanan yang rumit. Perhitungan menggunakan metode eksak tidak

mungkin digunakan pada struktur dengan kompleksitas yang sedemikian rumit, karena

penyelesaian eksak hanya dapat diperoleh untuk kasus yang paling sederhana. Contoh-contoh

yang paling dini tentang pembuatan tong kayu yang diperkuat dengan sabuk logam serta

pemasangan sabuk logam di sekeliling roda kayu menunjukkan bahwa seni prategangan telah

dipraktekkan sejak zaman dahulu. Kekuatan tarik beton polos hanyalah merupakan suatu

fraksi saja dari kekuatan tekannya dan masalah kurang sempurnanya kekuatan tarik ini

ternyata menjadi faktor pendorong dalam pengembangan material komposit yang dikenal

sebagai "beton bertulang".

2

Secara umum, pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang

permukaan yang lurus, datar (tidak melengkung) dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan

dengan dimensi yang lain. Ditinjau dari segi statika, kondisi tepi pelat bisa bebas, jepit-jepit

elastis, bertumpuan sederhana, bertumpuan elastis atau dalam beberapa hal dapat berupa

tumpuan titik terpusat. Beban statis dan dinamis yang dipikul oleh pelat umumnya tegak lurus

terhadap permukaan pelat sehingga peralihan yang terjadi pada pelat merupakan akibat dari

aksi lentur pelat. Sementara perkembangan mekanika struktur secara keseluruhan dimulai

dengan penelitian masalah keseimbangan, analisa dan percobaan yang pertama kali terhadap

pelat terutama dilakukan terhadap getaran bebas.

Beban yang umum pada pelat mempunyai sifat banyak arah. Pelat dapat ditumpu

diseluruh tepinya atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh kolom atau campuran

antara tumpuan menerus dan titik). Kondisi tumpuan dapat sederhana atau jepit. Pelat ini

terbuat dari material padat, homogen yang memiliki sifat sama di segala arah. Dengan

membentuk lipatan-lipatan kaku pada suatu sistem struktur yang bekerja secara efisien untuk

menyalurkan beban sehingga memungkinkan dicapainya bentang-bentang lebar di antara

tumpuan-tumpuan yang direncanakan. Efisiensi dari struktur bidang lipat dicapai karena

struktur tersebut bekerja sekaligus sebagai pelat datar (slab), balok (beam), dan rangka kaku

(truss).

Selama berabad-abad perkembangan struktur telah digunakan dalam bidang

pembangunan. Khususnya pada penggunaan pelat lipat, konstruksi pelat lipat saat ini kurang

dikenal oleh kalangan masyrakat. Akibat kurangnya penggunaan pelat lipat pada konstruksi –

konstruksi sederhana. Penggunaan pelat lipat hanya ditemui pada umumnya pada konstruksi

stadion di Indonesia. Sehingga dibuthkan peninjauan lebih jauh mengenai struktur pelat lipat.

Pembangunan gedung-gedung pertemuan, stadion, tempat ibadah acara keagamaan, dan

struktur sejenisnya dimana perserta memerlukan tempat yang memenuhi syarat teknik dan

estetika dan fungsinya. Bentuk yang umum dipakai adalah bentuk balkon dalam bentuk

tangga dimana dilengkapi balok pemikul masing-masing pelat.

Disini penulis mencoba menggantinya struktur tanpa balok pemikul, yaitu terdiri dari

pelat lipat beton yang melengkung pada arah horizontal dimana hanya ditumpu pada ujung-

ujungnya, sehingga dengan demikian diperoleh struktur yang lebih ekonomis, karena ruang

dibawahnya masih bisa digunakan untuk tujuan lainnya.

Struktur jenis ini sudah mulai diminati seperti terlihat pada gedung-gedung pertemuan,

stadion, tempat ibadah acara keagamaan, dan struktur sejenisnya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menulis karya tulis

dalam bentuk tinjauan perencanaan dengan judul: STUDI PENGGUNAAN PELAT LIPAT

SEBAGAI STRUKTUR BALKON.

1.1. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan ini adalah untuk merencanakan pelat lipat pada struktur balkon tanpa

balok pemikul.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah

A. Memberikan alternatif pemilihan pelat lipat sebagai balkon tanpa didukung balok

pemikul,

B. Mengadakan analisa secara menyeluruh terhadap pelat lipat yang melengkung.

1.2. Rumusan Masalah Dalam tulisan ini kami membahas masalah bagaimana menganalisa dan mendesain

pelat lipat pada struktur balkon.

3

1.3. Batasan Masalah

Penyajian bahasan tulisan ini meliputi:

A. Analisa teori pelat lipat,

B. Analisa teori balkon,

C. Perencanaan pelat lipat balkon dalam bentuk contoh soal,

D. Bahan dari pelat lipat adalah konstruksi beton.

E. Perencanaan pada gedung pertemuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelat Lipat

Pelat dapat digunakan dalam berbagai posisi secara horizontal, vertikal atapun pada

suatu kemiringan.Salah satu penerapan dari yang horizontal adalah lantai. Pelat horizontal ini

menerima beban secara transversal pada permukaannya dan mentransfernya secara horizontal

kepada tumpuan pelat tersebut. Jika digunakan secara vertikal, elemen struktur ini biasanya

memikul beban pada bidangnya.

Perilaku bentuk permukaan tersebut membuat elemen pelat datar sangat berguna

dalam situasi dimana diinginkan permukaan penutup suatu bangunan. Pelat dapat dibuat

dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan membuatnya dari beton bertulang.

Permukaan vertikal yang dirancang untuk memikul beban vertikal dapat dibuat dengan

tumpukan bata dan bentuk seperti ini disebut load bearing wall. Bentuk struktur yang seperti

ini hanya dapat memikul beban pada bidang yang arah kerjanya juga vertikal. Jadi pelat

semacam ini tidak dirancang untuk mengalami lendutan pada permukaannya akibat beban

eksternal.

Pelat horizontal dapat juga dibuat dengan pola susunan elemen garis yang kaku dan

pendek. Skema segitiga tiga dimensi digunakan untuk memperoleh kekakuan pada struktur

yang tersusun tersebut.

Pelat kaku, sempit, panjang dapat pula digabungkan disepanjang tepi panjangnya dan

digunakan dengan bentang horizontal, serupa dengan balok-balok. Struktur ini disebut folded

plate (pelat lipat), mempunyai potensi untuk membentang cukup jauh. Dapat kita lihat pada

Gambar 2.1 yang mengilustrasikan struktur pelat lipat tersebut.

Gambar 2.1 Pelat Lipat

4

2.2 Pelat

Struktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak,

balok induk, dan kolom yang umumnya dapat merupakan satu kesatuan monolit atau

terangkai seperti halnya pada sistem pracetak. Petak pelat dibatasi oleh balok anak pada

kedua sisi panjang dan oleh balok induk pada kedua sisi pendek (Istimawan, 1999).

Segi statika, kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi :

Tumpuan bebas ( free )

Bertumpu sederhana ( simply supported )

Jepit

Pemakaian pelat :

Struktur arsitektur

Jembatan

Perkerasan jalan

Struktur hidrolik

dll

Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat (Szilard, 1974)

1. Pelat kaku : merupakan pelat tipis yang memilikki ketegaran lentur (flexural rigidity),

dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama dengan momen dalam ( lentur

dan puntir) dan gaya geser transversal, yang umumnya sama dengan balok

Pelat yang dimaksud dalam bidang teknik adalah pelat kaku, kecuali jika dinyatakan

lain.

2. Membran : merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul beban lateral

dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi pemikul beban ini dapat

didekati dengan jaringan kabel yang tegang karena ketebalannya yang sangat tipis

membuat daya tahan momennya dapat diabaikan.

3. Pelat flexibel : merupakan gabungan pelat kaku dan membran dan memikul beban

luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser transversal dan gaya geser

terpusat, serta gaya aksial

Struktur ini sering dipakai dalam industri ruang angkasa karena perbandingan berat

dengan bebannya menguntungkan

4. Pelat tebal : merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai kondisi

kontinu tiga dimensi

2.3 Deret Fourier

2.3.1 Deret Fourier Fungsi Ganjil dan Genap

Suatu fungsi f(x) dinamakan ganjil jika𝑓 βˆ’π‘₯ = βˆ’π‘“(π‘₯). Jadiπ‘₯3, π‘₯5 βˆ’ 3π‘₯3 + 2π‘₯, sin π‘₯, tan 3π‘₯

semuanya adalah fungsi ganjil.

Suatu fungsi f(x) dinamakan genap jika𝑓 βˆ’π‘₯ = 𝑓(π‘₯). Jadi π‘₯4, 2π‘₯6 βˆ’ 4π‘₯2 + 5, cos π‘₯, 𝑒π‘₯ +π‘’βˆ’π‘₯ semuanya adalah fungsi genap.

Dalam deret fourier yang berkaitan dengan fungsi ganjil, hanya suku-suku sinus yang dapat

disajikan. Dalam deret fourier yang berkaitan dengan suatu fungsi genap, hanya suku-suku

cosinus (suatu konstanta yang kita pandang sebagai suatu suku cosinus) yang dapat disajikan.

5

………… (2.1)

Gambar 2.2Fungsi Ganjil

Gambar 2.3Fungsi genap

2.5.3. Deret Fourier Fungsi f(x) Ganjil Periode T

Fungsi f(x) ganjil periode T dapat dinyatakan sebagai berikut :

𝑓 π‘₯ = 𝑏𝑛𝑠𝑖𝑛 2π‘›πœ‹

𝑇π‘₯

~

(𝑛=1)

(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)

di mana :

𝑏𝑛 =4

𝑇 𝑓 π‘₯ 𝑠𝑖𝑛

2π‘›πœ‹

𝑇π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑇2

0

f(x)

f(x)

0 x

f(-x)

-a

+a

-a +a

-a +a0

f(x)

f(x)

f(-x)

6

………… (2.2)

Gambar 2.4Fungsi ganjil interval T

2.5.4. Deret Fourier Fungsi Genap Periode T

Fungsi f(x) genap periode T dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0 + π‘Ž0π‘π‘œπ‘  2π‘›πœ‹

𝑇π‘₯

~

(𝑛=1)

(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)

dengan koefisien :

π‘Ž0 =2

𝑇 𝑓 π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑇2

0

π‘Žπ‘› =4

𝑇 𝑓 π‘₯ π‘π‘œπ‘ 

2π‘›πœ‹

𝑇π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑇2

0

Gambar 2.5Fungsi Genap Pada interval

2.5.5. Penggunaan Deret Fourier Dalam Analisa Pelat Lipat

Untuk mendapatkan gambaran penggunaan deret fourier dalam analisa beban pelat

lipat, di sini dikemukanan secara singkat rumus-rumus dari penjabaran suatu fungsi ke dalam

deret fourier.

a. Jika suatu fungsi f(x) dijabarkan ke dalam deret fourier pada interval –π dan +Ο€,

maka:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (π‘Žπ‘› cos𝑛π‘₯ + 𝑏𝑛 sin 𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)

Di mana : π‘Ž0 = 1

πœ‹ 𝑓 π‘₯ 𝑑π‘₯

πœ‹

βˆ’πœ‹

𝒂𝒏 = 𝟏

𝝅 𝒇 𝒙 𝐜𝐨𝐬 𝐧𝐱 𝒅𝒙

𝝅

βˆ’π…

𝑏𝑛 = 1

πœ‹ 𝑓 π‘₯ sin 𝑛π‘₯ 𝑑π‘₯

πœ‹

βˆ’πœ‹

f(x)

X

T

T/2 T/2

7

b. Penjabaran fungsi f(x) pada interval 0 ke Ο€ untuk menjabarkan f(x) ke dalam deret

fourier pada interval 0 ke Ο€, kita bedakan menjadi 2 fungsi yaitu:

f(x) fungsi genap, jika dipenuhi sifat

f(x) = f (x) 0 ≀ π‘₯ ≀ πœ‹

f(x) = +f(-x) βˆ’πœ‹ < π‘₯ < 0

f(x), fungsi ganjil, jika dipenuhi sifat

f(x) = f (x) 0 ≀ π‘₯ ≀ πœ‹

f(x) = -f(-x) βˆ’πœ‹ < π‘₯ < 0

untuk menderetkan fungsi di atas ke dalam deret fourier, maka :

jika fungsi f(x) adalah fungsi genap maka:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (π‘Žπ‘› cos𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

Di mana: π‘Žπ‘› = 2πœ‹ 𝑓 π‘₯ cos𝑛π‘₯ 𝑑π‘₯

πœ‹

0

jika fungsi f(x) adalah fungsi ganjil maka:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (𝑏𝑛 sin 𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

𝑓 π‘₯ = (𝑏𝑛 sin 𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

Di mana : 𝑏𝑛 = 2πœ‹ 𝑓 π‘₯ sin 𝑛π‘₯ 𝑑π‘₯

πœ‹

0

c. Penjabaran Fungsi ke Dalam Interval –l ke +l

Penjabaran suatu fungsi f(x) ke dalam deret fourier pada interval –l ke +l, dapat ditulis

sebagai berikut:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (π‘Žπ‘› cos

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙+ 𝑏𝑛 sin

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙)

𝑛= ~

𝑛=1

Di mana:

π‘Ž0 = 1𝑙 𝑓 π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑙

βˆ’π‘™

π‘Žπ‘› = 1𝑙 𝑓 x cos

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙 𝑑π‘₯

𝑙

βˆ’π‘™

𝑏𝑛 = 1𝑙 𝑓 x sin

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙 𝑑π‘₯

𝑙

βˆ’π‘™

d. Penjabaran Fungsi Pada Interval 0 ke l

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (π‘Žπ‘› cos𝑛π‘₯ + 𝑏𝑛 sin 𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

Di mana :

π‘Ž0 = 2𝑙 𝑓 π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑙

0

π‘Žπ‘› = 2𝑙 𝑓 x cos

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙 𝑑π‘₯

𝑙

0

𝑏𝑛 = 2𝑙 𝑓 x sin

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙 𝑑π‘₯

𝑙

0

Penjabaran di atas banyak digunakan untuk menderetkan suatu beban rata g demikian

sehingga

8

𝑔 = 4𝑔

πœ‹ cos

πœ‹π‘₯

π‘™βˆ’ 1

3 cos3πœ‹π‘₯

𝑙+ 1

5 cos5πœ‹π‘₯

π‘™βˆ’ 1

7 cos7πœ‹π‘₯

𝑙…

Dalam analisa tegangan pelat lipat penderetan atau penjabaran g di atas untuk mudahnya

diambil sampai suku pertama: 𝑔 = 4𝑔

πœ‹ cos

πœ‹π‘₯

𝑙

Dengan konsekuensi bahwa beban atau tegangan yang di dapat dari analisa tegangan harus

dikali dengan suatu faktor koreksi untuk mendapatkan tegangan atau besaran yang

sebenarnya akibat pengambilan pada suku pertama penderetan beban g tersebut di atas.

Faktor koreksi tesebut adalah :

Untuk momen = hasil x πœ‹

4

Untuk tegangan = hasil x πœ‹3

32

BAB III TINJAUAN KHUSUS

3.1. Struktur Pelat Lipat

3.1.1. Pengertian

Yang dimaksudkan dengan pelat lipat dalam penyajian tulisan ini adalah struktur dari

beton bertulang yang terbentuk dari gabungan pelat vertikal dan pelat horizontal seperti pada

Gambar 3.1. dibawah ini:

Gambar 3.1. Pelat Lipat

Tumpuan pinggir pelat biasanya terjepit, terletak atau bebas. Pelat lipat dalam arah

longitudinal dapat berbentuk:

a. Lurus

b. Melengkung

Pelat lipat lurus umumnya digunakan sebagai atap, sedangkan pelat lipat lengkung dapat

digunakan sebagai balkon untuk tempat-tempat pertemuan, perkuliahan, dan lain-lain. Bentuk

umum pelat lipat lengkung dapat dilihat pada Gambar 3.2. berikut :

9

Gambar 3.2 Pelat Lipat Lengkung

Pelat lipat lengkung ini sifatnya berlaku sebagai balkon juga bersifat pelat lipat. Pelat lipat

diambil sebagai balkon untuk selanjutnya disebut β€œPELAT LIPAT LENGKUNG”

(BALKON) yang menjadi topic pembahasan dalam tulisan ini.

3.1.2. Rumus-Rumus Mekanika Pelat Lipat secara Umum

Analisa mekanika teknik pelat lipat pada umumnya dapat dianalisa dengan

pendekatan beberapa cara antara lain:

A. Metode Whitney

B. Metode Simpson

C. Metode Balok

D. Dan lain-lain

Kedua cara yang pertama diatas biasa disebut β€œOrdinary Method”. Cara yang akan dipakai

dalam tulisan ini hanya menggunakan Metode Whitney, sedang metode lainnya tidak

dibahas. Pada prinsipnya cara Whitney ini meninjau struktur pelat dalam dua arah, yaitu :

- Arah memanjang (longitudinal)

- Arah melintang (transversal)

Dalam arah longitudinal berlaku sebagai balok tinggi dan dalam arah melintang berlaku

sebagai pelat menerus satu arah (one way slab), dimana pengaruh perpindahan (relative

displacement) turut diperhitungkan dalam bentuk syarat batas (Boundary condition).

Metode Whitney sangat cocok untuk digunakan pada pelat yang memenuhi syarat,

yaitu :

a. 𝑏

𝐿<

1

3

b. 𝑏

𝑑> 10……………………………………………………….(3.1)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

dimana b = lebar tiap pelat

L = bentang longitudinal

10

Ξ¦n

n

Ξ³n Ξ¦n+1

Sn, n+1

Sn, n-1

t = tebal pelat lipat

Anggapan-anggapan Metode Whitney pada perhitungan pelat lipat :

a. Material adalah homogen dan linier,

b. Perubahan kedudukan adalah sangat kecil dibanding dengan keseluruhan ukuran

struktur itu,

c. Struktur adalah monolit dan hubungan pelat-pelat pada setiap rusuknya adalah kaku,

d. Bagian-bagian pendukung adalah kaku tidak terbatas (infinitely stiff) sejajar bidang-

bidangnya dan fleksibel tegak lurus terhadap bidang-bidangnya,

e. Tegangan longitudinal pada setiap pelat bervariasi secara linier terhadap masing-

masing pelat

f. Tegangan-tegangan geser pada setiap pelat diabaikan pengaruhnya terhadap defleksi,

g. Tegangan normal pada penampang pelat dalam arah transversal turut diperhitungkan

dalam keseimbangan dan pengaruhnya terhadap defleksi diabaikan.

Batasan-batasan Metode Whitney adalah sebagai berikut :

- Uraian mekanika teknik pelat lipat

A. Uraian beban rusuk.

Dimaksudkan dengan beban rusuk adalah pelimpahan beban rata (beban mati dan

hidup) ke rusuk pelat lipat secara berimbang (lihat Gambar 3.3.).

Gambar 3.3. Penentuan Beban Rusuk

Beban rusuk untuk rusuk tengah = P

P = Β½ P1 h1 + Β½ P2 h2 …………………………………………………. (3.2)

Berdasarkan Gambar 3.3. :

Gambar 3.3 Beban Rusuk Secara Umum

Maka rumusan uraian beban rusuk secara umum dapat ditulis sebagai berikut:

Uraian beban rusuk Pn ke pelat (n) dan pelat (n + 1), adalah : Sn,n-1 dan Sn,n+1

Sn,n-1 = 𝑃𝑛 π‘π‘œπ‘ πœ™π‘› +1

𝑠𝑖𝑛𝛾 n

Sn,n+1 = 𝑃𝑛 π‘π‘œπ‘ πœ™π‘›

𝑠𝑖𝑛𝛾 n ……………………………….………………….. (3.3)

S n = Sn,n-1 - Sn,n+1

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

Dimana : Sn,n-1 = gaya pelat dengan arah dari rusuk n ke n-1

S n = resultante gaya pelat pada pelat n

Pn = beban rusuk pada rusuk ke n

𝛷n dan 𝛾n adalah besar sudut antara sesuai gambar 3.3

P

n

Pelat n+1

n-1

Sn-1

Pelat n

n+1

11

(n+2)

Pelat (n+1)

(n+1) πœ™π‘›+1 =πœ‹

2

𝛾𝑛 =3πœ‹

2

(n)

Pn

Pelat n

M0(n+1)

M0(n)

Sehingga untuk pelat lipat balkon didapat :

(lihat Gambar 3.4)

Gambar 3.4 Gaya Pelat Balkon

Sn,n-1 = 𝑃𝑛 π‘π‘œπ‘ 

πœ‹

2

𝑠𝑖𝑛3πœ‹

2

= 𝑃𝑛 .0

βˆ’1= 0

Sn,n+1 = 𝑃𝑛 cos 0

π‘ π‘–π‘›βˆ’3πœ‹

2

= Pn

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

B. Persamaan (dalil) 3 gaya geser pada pelat lipat.

Dimaksudkan dengan persamaan 3 gaya geser adalah persamaan hubungan

gaya geser pada pinggir pelat dengan momen lateral pelat pada pelat yang berturutan

seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Free Body Pelat yang Berturutan

Pelat n dan pelat n+1 diadakan free body, maka gaya dalam yang timbul akibat beban

luar adalah :

Tn+1 = βˆ‘ fn+1 ; Mo,n+1= momen lateral n+1

Pn+1

Pelat (n+2)

Ο•n = 0 (n-1)

Tn+1

Tn

Tn

Tn-1

12

f(n-1)

fn

(n-1)

(n) -

+

Tn = βˆ‘ fn ; Mo,n = momen lateral pelat n

Tn-1 = βˆ‘ fn-1

Momen lateral Mo,… adalah momen lentur pada pelat yang mempunyai arah vector

momen tegak lurus pada bidang muka pelat. Momen lateral ini terjadi dengan

anggapan kedua ujung pelat ditumpu sederhana dengan beban yang bekerja pada pelat

(lihat Gambar 3.6.).

Gambar 3.6 Momen Lateral Mo,n vs gaya Geser T

Persamaan gaya geser dapat ditulis sebagai berikut : π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛+ 2 𝑇𝑛

1

𝐴𝑛+

1

𝐴𝑛+1 +

𝑇𝑛+1

A𝑛 +1=

1

2 (

π‘€π‘œ ,𝑛

π‘Šπ‘›+

π‘€π‘œ ,𝑛+1

π‘Šπ‘›+1 )………………….(3.4)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

Dimana : Tn-1, Tn, Tn+1, Mo,n, Mo,n+1 berturut-turut tegangan geser, momen lateral

dengan arah seperti pada gambar 3.6. dan

An = luas pelat n

An+1 = luas pelat n+1

Wn = 1

6 d hn

2 ; d = tebal pelat

Wn+1 = 1

6 d hn+1

2

Catatan : Tanda untuk T dan M diambil tanda (+) jika arahnya seperti pada Gambar

3.6, dan sebaliknya diambil (-), baru dimasukkan ke dalam rumus (3.4) tersebut

diatas.

C. Gaya-gaya dalam longitudinal pada pelat.

Ditinjau pelat n dimana bekerja Mo,n, Tn, Tn-1, seperti pada Gambar 3.6.

Pada tengah bentang :

π‘“π‘›βˆ’1 = Β±π‘€π‘œ ,𝑛 + 𝑇𝑛+π‘‡π‘›βˆ’1

1

2𝑕𝑛

π‘Šπ‘›+

π‘‡π‘›βˆ’π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛 …………………..(3.5)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

dimana : Wn = 1

6 d hn

2 ; d = tebal pelat ; hn = lebar pelat

An = d hn = luas penampang pelat transversal.

Mo,n, Tn, Tn-1 bertanda (+) jika mempunyai arah seperti pada gambar

3.7

D. Deformasi pada pelat lipat (hanya digunakan untuk syarat batas pada pelat lipat lurus

untuk pemberesan momen lateral Mo,n)

Persamaan deformasi pada pelat berupa lendutan dan putaran sudut/pergeseran

pelat sangat penting diketahui guna membantu memecahkan persamaan gaya dalam.

Deformasi yang akan dibahas disini adalah :

a. Peralihan pelat dalam arah bidangnya

b. Peralihan pelat dalam arah tegak lurus mula-mula (w)

M0(n)

f n Tn

T(n-1)

𝑕𝑛

2

f(n-1) 𝑕𝑛

2

13

Mn+1 Pelat n+1

c. Rotasi tiap ujung pelat arah transversal

d. Rotasi pelat yaitu sudut antara posisi mula-mula pelat dengan kedudukan akhir

pada potongan melintang.

Jenis deformasi yang akan dibahas diatas dapat dilihat pada Gambar 3.8

Dimana : A oBo = posisi mula-mula pelat

A B = posisi akhir pelat.

E. Tambahan Beban Pelat Akibat Momen Transversal

Akibat momen transversal Mn-1, Mn, Mn+1, maka tambahan beban rusuk

terhadap beban rusuk awal (akibat beban luar) dapat dihitung sebagai berikut : (lihat

Gambar 3.7) :

Gambar 3.7 Tambahan Beban Rusuk

βˆ† Pn = 𝑀𝑛+1βˆ’π‘€π‘›

𝑙𝑛+1βˆ’

π‘€π‘›βˆ’π‘€π‘›βˆ’1

𝑙𝑛

dengan demikian diperoleh beban sebagai berikut:

βˆ† Pn,n-1 = βˆ†P cos Ξ¦n+1

sin 𝛷𝑛

βˆ† Pn,n+1 = βˆ†Pn cos Ξ¦n

sin 𝛷𝑛 ………………………………………………….……(3.6)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

Sehingga akibat beban luar rusuk Pn dan βˆ†Pn mengakibatkan gaya pelat total Rn

menjadi:

Rn = ( Pn,n-1 – Pn-1,n) + (βˆ†Pn,n-1 - βˆ†Pn-1,n) ………………………….……..(3.7)

Rn nantinya menjadi dasar untuk menghitung beban Mo,n.

F. Penjabaran beban kedalam Deret Fourier

Penjabaran beban kedalam Deret Fourier seringkali digunakan dalam analisa

struktur, ini dilakukan karena dapat membantu menyelesaikan analisa masalah antara

lain :

a. Memudahkan penerapan syarat batas struktur,

b. Dapat dilakukan differensial terhadap beban rata maupun yang tidak rata,

c. Dapat menyatakan suatu masalah dalam variable lain.

Ln+1

ln

Mn-

1

Pelat

n

Mn Mn

n-1

14

Dimaksudkan Deret fourier disini adalah suatu bentuk deret yang suku-sukunya terdiri

dari suku fungsi goniometri semisal cos nx atau sin nx. Jika fungsi ditulis dalam

bentuk Deret Fourier, maka akan kelihatan bentuknya sebagai berikut :

F(x) = ao + π‘Žπ‘› cos nx + 𝑏𝑛 sin nx βˆžπ‘›=1

F(x) = ao+ π‘Ž1 cos x + 𝑏1 sin n + π‘Ž2 cos 2x + 𝑏2 sin 2x + …… …..…..(3.8)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

3.2 Struktur Pelat Balkon

3.2.1 Pengertian

Dimaksudkan dengan pelat balkon dalam tulisan ini adalah pelat beton tulang yang

melengkung pada arah horizontal dapat berupa lengkung parabol, ellips, atau lingkaran yang

dikonstruksikan demikian hingga dapat menahan beban-beban vertical sebagai mana dapat

dilihat pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 Pelat Balkon

Lengkungan yang umum dipakai adalah lingkaran sebagaimana yang akan dibahas dalam

tulisan ini. Untuk mendapatkan rumus-rumus mekanika digunakan teori rumus balok balkon.

3.2.2 Rumus – rumus mekanika Balkon

Rumus mekanika untuk balkon yang menahan beban rata yang tegak lurus bidang

lengkungnya dapat dikemukakan sebagai berikut (penampang segi empat) : (lihat Gambar

3.9) :

15

x

Mxo

Ξ±

Ξ±o

Ξ±o

Xm

Gambar 3.9 Penampang Pelat Balkon Lingkaran

Gambar 3.10 Pelat Balkon Lingkaran

MΞ± = MΞ± o + Xm cos Ξ±o MΞ± = Momen lentur balkon pada tikik

kedudukan Ξ±

Mt = MtΞ± o + Xm sin Ξ±o Mt = Momen puntir balkon pada titik kedudukan

Ξ±

Dimana, besaran Ξ±1 dianggap variable dan diganti dengan Ξ±, sedang P (beban terpusat)

diganti dengan dP = qds = qrdΞ± karena beban merata. Kemudian menjalankan integrasi, dari

permulaan (Ξ±1) hingga penghabisan (Ξ±2) yaitu sepanjang bagian yang dimuati terbagi rata itu.

π‘‹π‘š =2π‘žπ‘Ÿ 2

1βˆ’π‘˜ sin 2Ξ±0 + 2(1+k)Ξ±0 1 βˆ’ π‘˜ sin Ξ±0 sin Ξ±0 βˆ’ Ξ± βˆ’ 1 + k Ξ±0 βˆ’ Ξ± sin Ξ± +

Ξ±2

Ξ±1

2k(cosΞ±βˆ’cosΞ±0)𝑑α

Muatan penuh, jadi Ξ±1 = 0 dan Ξ±2 = Ξ±0 , maka:

π‘‹π‘š = βˆ’4π‘˜βˆπ‘œcos βˆπ‘œ+ 4 1+k (sin βˆπ‘œβˆ’

1

2βˆπ‘œ )βˆ’(1βˆ’k) sin 2βˆπ‘œ

1βˆ’π‘˜ sin 2βˆπ‘œ+ 2 (1+k)βˆπ‘œ qr2 ….………………….(3.9)

(Sumber: Ilmu Gaya Bangunan-bangunan Statis Tak Tentu cetakan keempat, Soemono)

Ξ±o

Txo

Xm cos Ξ±

R

R

16

MΞ± o = Momen lentur balkon pada titik kedudukan Ξ± akibat beban luar untuk

1

2 struktur

balkon kantilever.

MtΞ± o = Momen puntir balkon pada titik kedudukan Ξ± akibat beban luar untuk

1

2 struktur

balkon kantilever.

π‘˜ =𝐸𝐼

GI𝑝 β€² : E =Modulus Elastisitas bahan balkon (kg/cm

2)

I = Momen Inersia penampang balkon (kg/cm4)

G = Modulus geser bahan balkon (kg/cm2)

Besarnya = 1

3 E < G <

1

2 E

𝐼𝑝 β€² =1

3

1

Ξ»0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ»d 4 …………………………………………..(3.10)

Ξ±o = 1/2 sudut pusat balkon ; Ξ±= posisi titik tnjau dari pusat.

Ξ» =𝑏

𝑑 ; b = lebar penampang balkon (terkecil).

q = beban rata sepanjang balkon / satuan panjang.

Ton/m’ atau kg/m’ atau kg/cm’

d = tinggi penampang balkon (b<d)

r = jari-jari balkon

Perjanjian tanda : (lihat Gambar 3.11)

Gambar 3.11 Perjanjian Tanda

3.3 Interaksi sifat Pelat Lipat dan sifat balkon pada pelat lipat balkon.

Struktur pelat lipat sebagai balkon dapat dilihat pada Gambar 3.12.

M

M

17

Gambar 3.12 Pelat Lipat Balkon

Komponen pelat lipat balkon adalah terdiri dari pelat-pelat vertical dan horizontal yang

berhubungan kaku sempurna kesatuan ini disebut β€œPelat Lipat Balkon”

Adapun rumusan gaya-gaya dalam pada pelat lipat balkon dapat dikemukakan sebagai

berikut :

A. Menghitung momen lentur M1 dan momen puntir Mt dapat dihitung sebagai berikut :

M1 = M1o + Xm cos Ξ± …………………………………………..(3.11a)

Mt = Mto + Xm sin Ξ± …………………………………………………..(3.11b)

(Sumber: Ilmu Gaya Bangunan-bangunan Statis Tak Tentu cetakan keempat,

Soemono)

Dimana :

𝑀1π‘œ = βˆ’2π‘žπ‘Ÿ2𝑠𝑖𝑛2

1

2𝛼 ……………………………………………(3.11c)

(Momen lentur pada titik kedudukan Ξ± untuk setengah balkon kantilever akibat beban

luar q)

π‘€π‘‘π‘œ = βˆ’π‘žπ‘Ÿ2 𝛼 βˆ’ sin 𝛼 …………………………………….…………(3.11d)

(momen puntir pada kondisi seperti tersebut diatas)

(Sumber: Ilmu Gaya Bangunan-bangunan Statis Tak Tentu cetakan keempat,

Soemono)

Xm = lihat rumusan pada rumus (3.9)

Ξ± = letak posisi titik tinjau dari bentang tengah pada balkon.

B. Menghitung gaya geser pinggir pelat lengkung (T). dengan menggunakan persamaan tiga gaya geser sebagai berikut: π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛+ 2𝑇𝑛

1

𝐴𝑛+

1

𝐴𝑛+1 +

𝑇𝑛+1

𝐴𝑛+1=

1

2 π‘€π‘œ ,𝑛

π‘Šπ‘›+

π‘€π‘œ ,𝑛+1

π‘Šπ‘›+1 ………………………..(3.12)

Dimana :

Tn-1 =gaya geser pinggir pelat (n-1).

Tn+1 =gaya geser pinggir pelat (n+1).

Tn =gaya geser pinggir pelat (n).

P

O

Denah

O

P

Pot 1-1

18

An =luas penampang pelat (n).

An+1 =luas penampang pelat (n+1).

Wn = momen lembam penampang pelat (n).

Wn+1 = momen lembam penampang pelat (n+1).

Mo,n = momen lateral pelat (n), nilai ini sama dengan momen M1 untuk setiap pelat

vertical dan horizontal dari langkah A, demikian pula untuk pelat (n+1).

C. Perhitungan tegangan-tegangan longitudinal

Untuk menghitung tegangan-tegangan longitudinal, dapat digunakan rumus

berikut :

π‘“π‘›βˆ’1 = Β±π‘€π‘œ ,𝑛 + 𝑇𝑛+π‘‡π‘›βˆ’1

1

2𝑕𝑛

π‘Šπ‘›+

π‘‡π‘›βˆ’π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛…………………………………(3.11)

D. Perhitungan tulangan

Berdasarkan tegangan-tegangan pelat pada langkah C, maka luas tulangan

dapat dicari sesuai cara-cara perhitungan tulangan pada konstruksi beton antara lain :

- Peraturan Beton Indonesi 1971 (metode elastic dan atau ultimate)

- Standard SK-SNI T-15-03-1991 (metode kekuatan dan atau metode tegangan

kerja)

E. Persamaan deformasi struktur

Deformasi yang diambil untuk menyatakan syarat batas adalah sebagai berikut :

- Deformasi / perubahan posisi pelat (translasi)

- Deformasi / perubahan rotasi

Rotasi akibat beban luar

Rotasi akibat momen torsi/puntir.

Syarat batas yang harus ada adalah :

JUMLAH DEFORMASI = 0 ……………………………(3.13)

Dengan persamaan syarat batas diatas,maka momen-momen lateral M1, dan M2, …,

Mn dapat diperoleh dan selanjutnya gaya geser pinggir pelat dan gaya-gaya pelat (Tn

dan Rn).

BAB IV CONTOH PERHITUNGAN DESAIN PELAT LIPAT

SEBAGAI STRUKTUR BALKON

4.1 Soal dan Data-Data

Untuk menggunakan pelat lipat sebagai struktur balkon dapat ditinjau dari bentuk denah

struktur balkon yang direncanakan untuk gedung seminar. Dengan desain pelat lipat sebagai

struktur balkon dengan kondisi kedua ujungnya terjepit kaku, dimana ujung-ujung jepitnya

berupa balok dengan dimensi yang jauh lebih besar daripada pelat.

Berikut denah desain struktur yang direncanakan

19

Gambar 4.1 Denah yang Direncanakan

Dengan potongan I-I, potongan II-II, dan potongan III-III denah dapat dilihat pada

Gambar 4.2a, 4.2b dan 4.2c

Gambar 4.2a. Potongan I-I Dari Denah Soal

II I

I

II

III

III

Kolom

Kolom

Balok

20

0.68

m

1

2 3

4 5

6 7

8 9

10 11

12 13

14 15

16 17

6 m

5 m

3 m

Gambar 4.2b. Potongan II-II DenahSoal

Gambar 4.2c. Potongan III-III Denah Soal

Selanjutnya desain balkon tersebut dengan menggunakan pelat lipat dengan tujuan

untuk gedung seminar. Data-data penunjang ditentukan sendiri.

4.2 Penyelesaian

4.2.1 Pengambilan dimensi parameter disain

Pelat horisontal dan vertikal diambil ditunjukkan pada gambar 4.3.

a

a

9 m

10 m

11 m

8 m

7 m

4 m

21

Gambar 4.3. Dimensi Tampang Pelat Lipat

Mutu beton K225 dan Bj. 37

Modulus Elastis E= 250000 kg/cm2

Modulus Geser G= 104000 kg/cm2

Beban Hidup W= 400 kg/m

4.2.2 Perhitungan Disain

4.2.2.1 Pelat Lipat Balkon

Rumus yang digunakan untuk menghitung momen redundan pada balkon dapat dilihat

pada persamaan di bawah ini:

Xm = βˆ’4π‘˜ βˆπ‘œ cos βˆπ‘œ + 4 1 + k (sin βˆπ‘œβˆ’

12 βˆπ‘œ) βˆ’ (1 βˆ’ k) sin 2 βˆπ‘œ

1 βˆ’ π‘˜ sin 2 βˆπ‘œ+ 2 1 + k βˆπ‘œ qr2

Dapat dilustrasikan pada Gambar 4.4 berikut ini :

100 cm

20

68 cm

12 cm

22

x

Mxo

Ξ±

Xm

Ξ±o Ξ±o

Gambar 4.4. Balkon

MΞ± = MΞ± o

+ Xm cos Ξ±o (Momen Lentur)

Mt = MtΞ± o

+ Xm sin Ξ±o (Momen Torsi)

π‘˜ =𝐸𝐼

GI𝑝 β€²

E = modulus elastis bahan balkon

G = modulus geser bahan balkon

I = momen inersia penampang

Ip’= momen inersia puntir penampang balkon

dimana :

𝐼𝑝′ =1

3

1

Ξ»βˆ’ 0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ» d 4

Ξ» =𝑏

𝑑 < 1 dan b < d

Gambar 4.5. Penampang Balkon

Xm cos Ξ±

Txo

b

d

23

Selanjutnya dapat dilihat gambar denah struktur balkon yang direncanakan (Gambar

4.6a) dengan gambar potongan I-I dari denah struktur yang direncanakan (Gambar

4.6b). Penampang pelat balkon vertikal dan horizontal (Gambar 4.7a) struktur yang

direncanakan. Penampang pelat balkon vertikal secara terpisah (Gambar 4.7b) dan

Penampang balkon horizontal (Gambar 4.7c).

Gambar 4.6a Denah Struktur Balkon

I

I

24

11

17

15

13

9

8

7

6

5

3

20 20

PELAT BALKON

VERTIKAL

Gambar 4.6b Potongan I-I dari Denah Balkon

4.7a Penampang Pelat Balkon Vertikal dan Horizontal

16

14

12

10

4

2

1

100

68

80

0

80

68

0

PELAT

BALKON

HORIZONTAL

L

25

12

Gambar 4.7b Pelat Lipat Vertikal Gambar 4.7c Pelat Lipat Horizontal

Data - data balok / pelat balkon

Gambar 4.8 Balok / Pelat Balkon

Mutu beton K225

Ec = 250000 kg/cm2

E disain = Ec / ( 1 + Ο†) untuk tempat pertemuan Ο† = 0

= Ec = 250000 kg/cm2

G disain = E / ( 1 + Ο… ) Ο… = 0.2

= E disain / ( 1 + 0.2 ) = 208333.3333 kg/cm2

Iv = 1

12x 20 x 80

3 = 853333.33 cm

4

Ih = 1

12 x 80 x 12

3 = 11520 cm

4

Ip’ = Momen Inersia Puntir

Untuk pelat vertikal

Ξ» =𝑏

𝑑 =

20

80 = 0.25

Ipv’ = 1

3

1

Ξ»βˆ’ 0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ» d 4

=1

3

1

0.25βˆ’ 0,630 + 0.052 x 0.254 0.25 x 80 4

R

R

80

20 80

26

= 179744.1667 cm4

Untuk pelat horizontal

Ξ» =𝑏

𝑑 =

12

80 = 0.15

Iph’ = 1

3

1

0.15βˆ’ 0,630 + 0.052 x 0.154 0.15 x 80 4

= 41725.622 cm4

Kv = 𝐸 𝐼𝑣

𝐺 𝐼𝑝𝑣′ = 5.70

Kh = 𝐸 𝐼𝑕

𝐺 𝐼𝑝𝑕′ = 0.33

Balkon Vertikal 1-2 (lihat Gambar 4.9)

Gambar 4.9 Balkon Vertikal Lengkung

r = 3 m dan βˆπ‘œ=Ο€

4= 45Β° = 0.7854 radian k = 5.70

qs = (0.2 x 0.8 x 1 x 2400 ) + 2 (0.4 x 0.12 x 2400)

= 614.4 kg/m

qL = 2( 0.5 x 1 x 400 )

= 400 kg/m

qu = (1.4 x 585.6 + 1.7 x 400) Ο€/4

= 1209.6378 kg/m

Dengan memasukan data-data hitungan di atas ke dalam rumusan Xm , maka

diperoleh:

Xm = βˆ’4π‘˜ βˆπ‘œ cos βˆπ‘œ + 4 1 + k (sin βˆπ‘œβˆ’

12 βˆπ‘œ) βˆ’ (1 βˆ’ k) sin 2 βˆπ‘œ

1 βˆ’ π‘˜ sin 2 βˆπ‘œ+ 2 1 + k βˆπ‘œ qr2

Xm = 867.183 kgm’ (untuk balok vertikal)

Momen Lentur dan Torsi di perletakan jepit : (M dan Mt)

M = M o + Xm cos Ξ±

= (-2qr2 (sin Ξ±/2)

2 + + Xm cos Ξ±

Ξ±o R

20

80 cm

27

= (-2 x 1209.6378 x 32 x sin (45/2)

2)+ 867.183 cos 45

= -2575.40 kgm’

Mt = Mt o + Xm sin Ξ±

= (-qr2 (Ξ± – sin Ξ± )) + Xm sin Ξ±

= (-1209.6378 x 32 (0.7854 – sin 45)) + 867.183 sin 45

= -239.102 kgm’

Gambar 4.10 Momen lentur / puntir di perletakan

Untuk tengah bentang

M = M o + Xm cos Ξ±

= 0 + 867.183 cos 0

= 867.183 kgm

Mt = Mt o + Xm sin Ξ±

= 0 + 0

= 0 kgm’

Dengan menggunakan rumus :

MΞ± = MΞ± o + Xm cos Ξ±o (Momen Lentur)

Mt = MtΞ± o + Xm sin Ξ±o (Momen Torsi)

Tabel 4.1. Momen Tumpuan dan Lapangan Balkon Lengkung

Pelat

Momen (kgm’)

Perletakan Lapangan

M Lentur M Puntir M Lentur M Puntir

1 dan 2 -2575.40 -239.10 867.18 0

2 dan 3 -3587.99 -408.03 1063.55 0

3 dan 4 -4578.49 -425.07 1541.66 0

4 dan 5 -5482.24 -225.57 2392.98 0

5 dan 6 -7153.89 -664.17 2408.84 0

6 dan 7 -8189.52 -336.96 3574.69 0

7 dan 8 -10301.61 -956.41 3468.73 0

8 dan 9 -11438.26 -470.63 4992.75 0

9 dan 10 -14021.63 -1301.78 4721.33 0

10 dan 11 -15228.45 -626.58 6647.16 0

11 dan 12 -18313.97 -1700.28 6166.63 0

12 dan 13 -19560.09 -804.80 8537.91 0

13 dan 14 -23178.61 -2151.92 7804.65 0

14 dan 15 -24433.20 -1005.31 10665.00 0

15 dan 16 -28615.57 -2656.69 9635.37 0

16 dan 17 -29847.76 -1228.09 13028.43 0

17 dan 18 -34624.84 -3214.59 11658.79 0

T

M

28

-34624.84 kgm’

-34624.84 kgm’

11658.79 kgm’

-3214.59 kgm’

-3214.59 kgm’

Diagram momen lentur maksimum dan momen puntir maksimum dilihat pada gambar

4.11

Gambar 4.11a Diagram Bidang Momen Lentur Pelat 17-18

Gambar 4.11b Diagram Bidang Momen Puntir Pelat 17-18

Persamaan gaya geser pinggir pelat balkon lengkung

TUMPUAN : Persamaan gaya geser T

29

Tn Tn-1

Tn

Mo

Mon+1

h

h

Tn

Tn

Tn+1

Gambar 4.12 Gaya Geser Momen Lateral pada pelat n

Ah = 0.144 m2 Wh = 0.00288 m

3

Av = 0.112 m2 Wv = 0.01045 m

3

Dengan persamaan dalil 3 gaya geser untuk pelat 18-17 dan 17-16, maka diperoleh : π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛+ 2 𝑇𝑛

1

𝐴𝑛+

1

𝐴𝑛+1 +

𝑇𝑛+1

A𝑛+1=

1

2 (

π‘€π‘œ ,𝑛

π‘Šπ‘›+

π‘€π‘œ ,𝑛+1

π‘Šπ‘›+1 )

𝑇16

0.144+ 2 𝑇17

1

0.144+

1

0.112 +

𝑇18

0.112=

1

2 (

βˆ’29847.76

0.00288+

βˆ’34624.84

0.01045 )

16 8.93 T15 + 31.75 T16 + 6.94444 T17 = 6550631.808

15 7 T14 + 31.75 T15 + 8.93 T16 = 5610604.182

14 8.93 T13 + 31.75 T14 + 6.94444 T15 = 5350545.573

13 7 T12 + 31.75 T13 + 8.93 T14 = 4504520.71

12 8.93 T11 + 31.75 T12 + 6.94444 T13 = 4271836.691

11 7 T10 + 31.75 T11 + 8.93 T12 = 3519814.591

10 8.93 T9 + 31.75 T10 + 6.94444 T11 = 3314505.163

9 7 T8 + 31.75 T9 + 8.93 T10 = 2656485.825

8 8.93 T7 + 31.75 T8 + 6.94444 T9 = 2478550.987

7 7 T6 + 31.75 T7 + 8.93 T8 = 1914534.412

6 8.93 T5 + 31.75 T6 + 6.94444 T7 = 1763974.164

5 7 T4 + 31.75 T5 + 8.93 T6 = 1293960.351

4 8.93 T3 + 31.75 T4 + 6.94444 T5 = 1170774.694

3 7 T2 + 31.75 T3 + 8.93 T4 = 841911.44

2 8.93 T1 + 31.75 T2 + 6.94444 T3 = 746100.3734

1

T0 + 31.75 T1 + 8.93 T2 = 447118.3107

LAPANGAN : Analog untuk lapangan balkon lengkung diperoleh :

17 6.944 T16 + 31.75 T17

= 2819539.592

16 8.93 T15 + 31.75 T16 + 6.94444 T17 = 2722755.779

15 7 T14 + 31.75 T15 + 8.93 T16 = 2312437.325

14 8.93 T13 + 31.75 T14 + 6.94444 T15 = 2224871.018

6.944 T16 + 31.75 T17 = 6838065.007

fn

Tn+1

b

b

fn-1

fn

fn+1

Tn-1

30

13 7 T12 + 31.75 T13 + 8.93 T14 = 1855584.409

12 8.93 T11 + 31.75 T12 + 6.94444 T13 = 1777235.608

11 7 T10 + 31.75 T11 + 8.93 T12 = 1448980.845

10 8.93 T9 + 31.75 T10 + 6.94444 T11 = 1379849.55

9 7 T8 + 31.75 T9 + 8.93 T10 = 1092626.632

8 8.93 T7 + 31.75 T8 + 6.94444 T9 = 1032712.843

7 7 T6 + 31.75 T7 + 8.93 T8 = 786521.7701

6 8.93 T5 + 31.75 T6 + 6.94444 T7 = 735825.487

5 7 T4 + 31.75 T5 + 8.93 T6 = 530666.2599

4 8.93 T3 + 31.75 T4 + 6.94444 T5 = 489187.4829

3 7 T2 + 31.75 T3 + 8.93 T4 = 258383.3524

2 8.93 T1 + 31.75 T2 + 6.94444 T3 = 226122.0814

1 0 T0 + 31.75 T1 + 8.93 T2 = 150552.5981

Dengan menyelesaikan persamaan linier tersebut diatas dengan Program Komputer,

maka diperoleh :

A. Gaya Geser pada Tumpuan (kg):

T1 = 9110.03

T2 = 17686.04

T3 = 14875.10

T4 = 27649.03

T5 = 23070.87

T6 = 41388.98

T7 = 35142.94

T8 = 57283.73

T9 = 49859.07

T10 = 75695.71

T11 = 67146.69

T12 = 96601.01

T13 = 87208.39

T14 = 119297.92

T15 = 112991.59

T16 = 133852.53

T17 = 186118.81

B. Gaya Geser pada Lapangan (kg) :

T1 = 3204.07

T2 = 5469.65

T3 = 3437.95

T4 = 12460.96

T5 = 9058.41

T6 = 17535.07

31

T7 = 14152.01

T8 = 24133.80

T9 = 20189.25

T10 = 31819.43

T11 = 27280.46

T12 = 40540.22

T13 = 35520.32

T14 = 49999.71

T15 = 46142.36

T16 = 56042.61

T17 = 76556.18

Perhitungan tegangan Longitudinal balkon lengkung.

Di tumpuan :

π‘“π‘›βˆ’1 = Β±π‘€π‘œ ,𝑛 + 𝑇𝑛 + π‘‡π‘›βˆ’1

12 𝑕𝑛

π‘Šπ‘›+

𝑇𝑛 βˆ’ π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛

Dengan memperhatikan hasil perhitungan untuk gaya geser pinggir masing-

masing pelat serta arahnya, maka untuk setiap hubungan pelat didapatkan

tegangan pinggir (Οƒ) rata-rata sebagai berikut

Pada Tumpuan:

Tabel 4.2 Tegangan Rata – Rata (x Ο€3/32)

Pada Pinggir Nomor

Besar Tegangan (kg/cm2) Keterangan

Tumpuan Lapangan

1 7.65 19.13 TARIK

2 60.85 51.72 TEKAN

3 39.64 35.65 TARIK

4 90.01 106.34 TEKAN

5 61.37 75.24 TARIK

6 133.08 168.06 TEKAN

7 97.74 111.47 TARIK

8 183.35 238.33 TEKAN

9 141.68 155.39 TARIK

10 241.51 320.55 TEKAN

11 193.58 206.62 TARIK

12 307.71 414.95 TEKAN

13 254.08 265.41 TARIK

14 383.57 521.39 TEKAN

15 332.18 335.50 TARIK

16 491.87 637.73 TEKAN

17 554.72 469.96 TARIK

32

183.35 kg/cm2

Dengan memperhatikan hasil perhitungan tegangan longitudinal di atas maka

diperoleh diagram tegangan maksimum pada tumpuan untuk desain yang disajikan

pada gambar 4.14a dan 4.14b

Gambar 4.14a Diagram Tegangan Longitudinal Maksimum Pelat Tegak pada

tumpuan (16-15; 14-13; 12-11) dan ( 10-9; 8-7; 6-5; 4-3; 2-1)

Gambar 4.14b Diagram Tegangan Longitudinal Pelat Maksimum Horizontal pada

tumpuan ( 17-16; 15-14; 13-12; 11-10) dan Horizontal ( 9-8; 7-6; 5-4;

3-2)

Perhitungan Tulangan

A. Tulangan Longitudinal Pelat (11-12; 13-14; 15-16)

Tumpuan

Fc’ = 22.5 Mpa = 225 kg/cm2

Fy = 240 Mpa = 2400 kg/cm2

P tekan = 0.5 x 491.9 x 33.43 x 20

22.57 cm

332.18 kg/cm2 Tarik

141.68 kg/cm2 Tarik

491.87 kg/cm2 Tekan

491.87 kg/cm2 Tekan

37.6 cm

141.68 kg/cm2

554.72 kg/cm2 Tarik

33.43 cm

42.4 cm

241.51 kg/cm2

33

= 164412.4 kg/cm2

Luas tulangan As = 164412.4 / 2400 = 68.505 cm2

= 16 Ο† 24 = 72.4114 cm2

Diberikan tulangan praktis 4 Ο† 24

Gambar 4.15 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Tumpuan

Lapangan

P tarik = 0.5 x 355.5 x 19.30 x 20

= 64768.2 kg/cm2

Luas Tulangan As = 64768.2 / 2400 = 26.9867 cm2

= 6 Ο† 24 = 27.154 cm

2

Diberikan tulangan praktis 4 Ο† 24

Gambar 4.16 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Lapangan

36.7 cm

19.3 cm

637.73 kg/cm2 Tekan

335.50 kg/cm2 Tarik

4Ο†24

16Ο†24 56 cm

20 cm

6Ο†24

4Ο†24

20 cm

56 cm

34

Gambar 4.17 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal

Pelat horizontal (10-11; 12-13; 14.15; 16-17)

Tumpuan

P tekan = 0.5 x 491.9 x 5.64 x 80

= 110959.646 kg

As = 110959.646 / 2400 = 46.233 cm2

= 11Ο†24 = 49.7829 cm2

Gambar 4.18 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Tumpuan

Lapangan

P tarik = 0.5 x 470.0 x 5.09 x 80

= 95707.5489 kg

As = 95707.5489 / 2400 = 39.8781 cm2

= 9Ο†24 = 40.7314 cm2

554.72 kg/cm2 Tarik

491.87 kg/cm2 Tekan

5.64 cm

6.36 cm

637. 73 kg/cm2 Tekan

469.96 kg/cm2 Tarik 6.91 cm

5.09 cm

2Ο†24

11Ο†24

80 cm

12 cm

16Ο†24

4Ο†24

35

Gambar 4.19 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Lapangan

Gambar 4.20 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal

Tulangan melintang Pelat Vertikal (11-12; 13-14; 15-16)

Fc’ = 225 kg/cm2 dan fy = 2400 kg/cm

2

ρmin = 1.4/2400 = 0.00058 ρ < ρ maksimum = 75% ρb

ρb = 0.85 𝑓𝑐′

𝑓𝑦 Ξ²

87

87+fy dimana : fc’ = 225 kg/cm

2

fy = 2400 kg/cm2

Ξ² = 0.85

75% ρb = 0.0017777 ----------------------- 0.00058 < ρ < 0.0017777

a = 𝐴𝑠 𝑓𝑦

0.85 𝑓𝑐 β€² 𝑏 = 0.627451 As

M = 321459.3 kgcm Mn = 321459 .3

0.9 = 357176.967 kgcm

Mn = As x fy (h - 0.5a)

= 2400 As ( 56 – 0.5 x 0.6275 As)

357176.967 = 134400 As – 752.9412 As2

As = 2.698357 cm2

As min = 12 𝑏 𝑕

𝑓𝑦=

12 π‘₯ 20 π‘₯56

2400= 5.6 cm

2

Diambil As = Ο•8 – 850 = 5.916 (sama untuk semua pelat vertikal)

Tulangan melintang Pelat Horizontal (10-11; 12-13; 14.15; 16-17)

0.00058 < ρ < 0.0017777 dan a = 0.1426 As

M = 122808.8 kgcm < 321459.27 kgcm

Semua pelat Horisontal memakai tulangan melintang sama dengan pelat Vertikal.

A min = 5.7 cm2 (Ο•8 – 850 = 5.916)

B. Tulangan Longitudinal Pelat 1-2 s/d 9-10

Pelat Tegak 9-10 :

Tumpuan

P tekan = 0.5 x 241.51 x 35.29 x 20

= 85239.36 kg

As = 85239.36 / 2400

= 35.5164 cm2

= 18 Ο† 16 = 36.205 cm2

Diberikan tulangan praktis 4 Ο† 16

12 cm

9Ο†24

4Ο†24

11Ο†24

2Ο†24

36

Gambar 4.21 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Tumpuan

Lapangan

P tarik = 0.5 x 155.39 x 18.28 x 20

= 28409.69 kg

As = 28409.69 / 2400

= 11.83737 cm2

= 6 Ο† 16 = 12.068 cm2

Gambar 4.22 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Lapangan

Gambar 4.23 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal

Pelat Horizontal 8-9 :

Tumpuan

P tekan = 0.5 x 183.35 x 6.77 x 80

= 49646.35 kg

As = 49646.35 / 2400

= 20.686 cm2

= 11 Ο† 16 = 22.125 cm2

4Ο†16

18Ο†16

20 cm

56 cm

6Ο†16

4Ο†16

20 cm

56 cm

18Ο†16

4Ο†16

37

Gambar 4.21 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Tumpuan

Lapangan

P tarik = 0.5 x 155.39 x 4.74 x 80

= 29436.29 kg

As = 29436.29 / 2400

= 12.26512 cm2

= 7 Ο† 16 = 14.08 cm2

Gambar 4.22 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Lapangan

Gambar 4.20 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan contoh hitungan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

- Perletakan ujung pelat lengkung yang tanpa balok pemikul sebaiknya terjepit dengan

sempurna.

- Momen lateral dan puntir pelat lengkung diperoleh dengan menggunakan rumusan

teori balkon dan Gaya geser pinggir pelat dapat diperoleh dengan menggunakan

persamaan tiga gaya geser.

5.2 Saran – Saran

- Untuk menghindari perhitungan yang panjang pada disain konstruksi pelat lipat, maka

hal-hal yang perlu mendapat perhatian antara lain :

Langkah-langkah yang sistimatis dari perhitungan untuk mendapatkan tegangan

akhir dan momen akhir.

2Ο†16

11Ο†16

80 cm

12 cm

80 cm

12 cm

4Ο†16

7Ο†16

2Ο†24

11Ο†16

38

Dengan dapatnya tegangan-tegangan dianalisa, maka untuk selanjutnya

dengan menggunakan tegangan tersebut, maka penulangan pelat lipat dengan

system pratekan dapat dikembangkan.

- Pada Balkon tanpa dukungan balok tengah, maka perletakan ujung pelat usahakan

terjepit penuh,

- Konstruksi pelat lipat termasuk konstruksi yang memerlukan keahlian dalam

pelaksanaan, maka dalam hal ini perlunya pengawasan dari tenaga ahli bidang

bersangkutan sehingga kesalahan dapat diperkecil.

DAFTAR PUSTAKA

Akkas, Abdul Madjid, dkk. 2004. Struktur Beton Bertulang I. Jurusan Sipil Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Akkas, Hakka. 1983. Disain Konstruksi Atap Beton Lipat. Jurusan Sipil Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anomius, 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-

2847-2002, Panitia Teknik Standarisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan. Bandung.

Asroni, Ali. 2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Graha Ilmu. Surakarta.

Kh, Sunggono. 1995. Buku Teknik Sipil. Nova. Bandung.

Soemono. 1980. Ilmu Gaya Bangunan – Bangunan Statis Tak Tentu cetakan keempat.

Djambatan. Bandung.

Triatmodjo, Bambang. 2002. Meode Numerik. Beta Offset. Yogyakarta

Wang, Chu-kia, dkk. 1993. Desain Beton Bertulang Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini, pesatnya perkembangan teknologi telah memunculkan

berbagai jenis struktur pelat yang cukup rumit misalnya pada struktur jembatan,

pesawat terbang, bangunan, dan produk industri lainnya. Pada analisa struktur

yang demikian kompleks, metode eksak akan sulit digunakan. Kompleksitas

struktur tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain: kerumitan bentuk struktur

yang kerap kali tidak simetris, karakteristik material yang non-linier dan kondisi

pembebanan yang rumit. Perhitungan menggunakan metode eksak tidak mungkin

digunakan pada struktur dengan kompleksitas yang sedemikian rumit, karena

penyelesaian eksak hanya dapat diperoleh untuk kasus yang paling sederhana.

Contoh-contoh yang paling dini tentang pembuatan tong kayu yang diperkuat

dengan sabuk logam serta pemasangan sabuk logam di sekeliling roda kayu

menunjukkan bahwa seni prategangan telah dipraktekkan sejak zaman dahulu.

Kekuatan tarik beton polos hanyalah merupakan suatu fraksi saja dari kekuatan

tekannya dan masalah kurang sempurnanya kekuatan tarik ini ternyata menjadi

faktor pendorong dalam pengembangan material komposit yang dikenal sebagai

"beton bertulang".

Secara umum, pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan

bidang permukaan yang lurus, datar (tidak melengkung) dan tebalnya jauh lebih

kecil dibandingkan dengan dimensi yang lain. Ditinjau dari segi statika, kondisi

I-2

tepi pelat bisa bebas, jepit-jepit elastis, bertumpuan sederhana, bertumpuan elastis

atau dalam beberapa hal dapat berupa tumpuan titik terpusat. Beban statis dan

dinamis yang dipikul oleh pelat umumnya tegak lurus terhadap permukaan pelat

sehingga peralihan yang terjadi pada pelat merupakan akibat dari aksi lentur pelat.

Sementara perkembangan mekanika struktur secara keseluruhan dimulai dengan

penelitian masalah keseimbangan, analisa dan percobaan yang pertama kali

terhadap pelat terutama dilakukan terhadap getaran bebas.

Beban yang umum pada pelat mempunyai sifat banyak arah. Pelat dapat

ditumpu diseluruh tepinya atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh

kolom atau campuran antara tumpuan menerus dan titik). Kondisi tumpuan dapat

sederhana atau jepit. Pelat ini terbuat dari material padat , homogen yang memiliki

sifat sama di segala arah. Dengan membentuk lipatan-lipatan kaku pada suatu

sistem struktur yang bekerja secara efisien untuk menyalurkan beban sehingga

memungkinkan dicapainya bentang-bentang lebar di antara tumpuan-tumpuan

yang direncanakan. Efisiensi dari struktur pelat lipat dicapai karena struktur

tersebut bekerja sekaligus sebagai pelat datar (slab), balok (beam), dan rangka

kaku (truss).

Selama berabad-abad perkembangan struktur telah digunakan dalam bidang

pembangunan. Khususnya pada penggunaan pelat lipat, konstruksi pelat lipat saat

ini kurang dikenal oleh kalangan masyrakat. Akibat kurangnya penggunaan pelat

lipat pada konstruksi – konstruksi sederhana. Penggunaan pelat lipat hanya

ditemui pada umumnya pada konstruksi stadion di Indonesia. Sehingga

dibutuhkan peninjauan lebih jauh mengenai struktur pelat lipat.

I-3

Pembangunan gedung-gedung pertemuan, stadion, tempat ibadah acara

keagamaan, dan struktur sejenisnya dimana perserta memerlukan tempat yang

memenuhi syarat teknik dan estetika dan fungsinya. Bentuk yang umum dipakai

adalah bentuk balkon dalam bentuk tangga dimana dilengkapi balok pemikul

masing-masing pelat.

Disini penulis mencoba menggantinya struktur tanpa balok pemikul, yaitu

terdiri dari pelat lipat beton yang melengkung pada arah horizontal dimana hanya

ditumpu pada ujung-ujungnya, sehingga dengan demikian diperoleh struktur yang

lebih ekonomis, karena ruang dibawahnya masih bisa digunakan untuk tujuan

lainnya.

Struktur jenis ini sudah mulai diminati seperti terlihat pada gedung-gedung

gedung pertemuan, stadion, tempat ibadah acara keagamaan, dan struktur

sejenisnya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menulis

karya tulis dalam bentuk tinjauan perencanaan dengan judul: STUDI

PENGGUNAAN PELAT LIPAT SEBAGAI STRUKTUR BALKON.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan ini adalah untuk merencanakan pelat lipat pada

struktur balkon tanpa balok pemikul ditengah bentang.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah

A. Memberikan alternatif pemilihan pelat lipat sebagai balkon tanpa

didukung balok pemikul,

I-4

B. Mengadakan analisa secara menyeluruh terhadap pelat lipat yang

melengkung.

1.3. Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini kami membahas masalah bagaimana menganalisa dan

mendesain pelat lipat pada struktur balkon.

1.4. Batasan Masalah

Penyajian bahasan tulisan ini meliputi:

A. Analisa teori pelat lipat,

B. Analisa teori balkon,

C. Perencanaan pelat lipat balkon dalam bentuk contoh soal,

D. Bahan dari pelat lipat adalah konstruksi beton,

E. Perencanaan pada gedung pertemuan.

1.5. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah bentuk penelitian teoritis :

1. Studi literatur yang dipakai penulis dengan membaca buku-buku yang

sinergis terhadap penulisan ini.

2. Melakukan analisis berdasarkan parameter-parameter yang tersedia.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan adalah membagi kerangka masalah

dalam bab ke sub bab agar maksud dari masalah yang hendak penulis kemukakan

menjadi lebih jelas dan mudah dimengerti.

Gambaran umum mengenai keseluruhan isi karya tulis diuraikan ke dalam

inti tiap bab sebagai berikut :

I-5

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pengantar yang menguraikan secara umum tentang

latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, metode

penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori yang mendukung perencanaan pelat lipat

pada struktur balkon secara umum.

BAB III : TINJAUAN KHUSUS

Bab ini menguraikan teori yang mendukung perencanaan pelat lipat

pada struktur balkon secara khusus.

BAB IV : CONTOH PERHITUNGAN DESAIN PELAT LIPAT SEBAGAI

STRUKTUR BALKON

Bab ini berisikan contoh perhitungan pelat lipat sebagai struktur

balkon.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-

saran yang disimpulkan dari isi penulisan.

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelat Lipat

Pelat dapat digunakan dalam berbagai posisi secara horizontal, vertikal

atapun pada suatu kemiringan.Salah satu penerapan dari yang horizontal adalah

lantai. Pelat horizontal ini menerima beban secara transversal pada permukaannya

dan mentransfernya secara horizontal kepada tumpuan pelat tersebut. Jika

digunakan secara vertikal, elemen struktur ini biasanya memikul beban pada

bidangnya.

Perilaku bentuk permukaan tersebut membuat elemen pelat datar sangat

berguna dalam situasi dimana diinginkan permukaan penutup suatu bangunan.

Pelat dapat dibuat dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan

membuatnya dari beton bertulang. Permukaan vertikal yang dirancang untuk

memikul beban vertikal dapat dibuat dengan tumpukan bata dan bentuk seperti ini

disebut load bearing wall. Bentuk struktur yang seperti ini hanya dapat memikul

beban pada bidang yang arah kerjanya juga vertikal. Jadi pelat semacam ini tidak

dirancang untuk mengalami lendutan pada permukaannya akibat beban eksternal.

Pelat horizontal dapat juga dibuat dengan pola susunan elemen garis yang

kaku dan pendek. Skema segitiga tiga dimensi digunakan untuk memperoleh

kekakuan pada struktur yang tersusun tersebut.

Pelat kaku, sempit, panjang dapat pula digabungkan disepanjang tepi

panjangnya dan digunakan dengan bentang horizontal, serupa dengan balok-

balok. Struktur ini disebut folded plate (pelat lipat), mempunyai potensi untuk

II-2

membentang cukup jauh. Dapat kita lihat pada Gambar 2.1 yang mengilustrasikan

struktur pelat lipat tersebut.

Gambar 2.1 Pelat Lipat

2.2 Beton dan Beton Bertulang

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau

agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat

dari semen dan air membentuk suatu massa mirip-batuan. Terkadang, satu atau

lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik

tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu

pengerasan.

Seperti substansi-substansi mirip batuan lainnya, beton memiliki kuat tekan yang

tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah.Beton bertulang adalah suatu kombinasi

antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik

yang tidak dimiliki beton.

II-3

2.2.1 Kelebihan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur

Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting.

Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur,

besar maupun kecil – bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding

penahan tanah, terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase

serta fasilitas irigasi, tangki, dan sebagainya.

Sukses besar beton sebagai bahan konstruksi yang universal cukup mudah

dipahami jika dilihat dari banyaknya kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan

tersebut antara lain :

1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

kebanyakan bahan lain.

2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,

bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak

bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-

rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang

memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada

permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.

3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.

4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.

5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat

panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat

digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk

menahan beban. Ini dapat dijelaskan dari kenyataannya bahwa kekuatan

II-4

beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan semakin lama

semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses

pemadatan pasta semen.

6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk

pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan, dan bangunan-

bangunan semacam itu.

7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi

bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang

sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.

8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang

murah (pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit

9. Semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari

daerah lain.

10. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton

bertulang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti

struktur baja.

2.2.2 Tegangan Beton

Pada desain beban kerja, tegangan-tegangan yangterjadi dibatasi oleh

tegangan izin. Tegangan izin ini ditetapkan dalam Tata Cara PerhitunganStruktur

Beton Untuk Bangunan Gedung SNI03 – 2847 – 2002, tepatnya dalam pasal 20.4

halaman 175yangakan dibahas lebih lanjut pada bab III nanti.

II-5

2.2.3 Regangan Beton

Pada beton prategang untuk mengetahuiregangan-regangan yang dihasilkan

seperti jugategangan-tegangan. Hal ini penting untukmemperkirakan kehilangan

gayaprategang pada bajadan untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh laindari

pemendekan beton. Untuk tujuan pembahasan,regangan- regangan yang demikian

dapatdiklasifikasikan dalam empat jenis : reganganelastis beton, regangan lateral,

regangan rangkak danregangan susut.

Regangan elastis, istilah elastis ini agaksedikit kurang tepat, karena

kurvategangan-regangan untuk beton jarang merupakangaris lurus bahkan pada

tegangan yang biasa,regangan tersebut jarang dipulihkankembali.Tetapi, dengan

menghilangkan reganganrangkak dari peninjauan, bagian bawah dari

kurvategangan-regangan diperoleh nilai moduluselastisitas beton. Sedangkan

dalam ayat 3.1.5 SNI 03 – 2847 – 2002mengenai moduluselastisitas disebutkan

bahwa :

untuk nilai Wc diantara 1500 dan 2500 kg/m3nilai modulus elastisitas

beton Ec boleh diambilsebesar (Wc)1,5

x0,043 𝑓′𝑐(dalam MPa)

untuk beton normal, dengan Wc +23 kN/m3,Ec boleh

diambil sebesar 4700 fβ€²c

Regangan Lateral, dihitung dengan angkaPoisson. Karena pengaruh angka

Poisson, kehilangangayaprategang berkurang sedikit pada prategang biaksial.

Regangan Rangkak, rangkak pada betondidefinisikan sebagai deformasi

yang tergantungpada waktu yang diakibatkan oleh adanya tegangan.

Regangan Susut, dibedakan dari rangkak,susut pada beton adalah kontraksi

II-6

akibatpengeringan dan perubahan kimiawi yang tergantungpada waktu dan

keadaan kelembaban, tetapi tidakpada tegangan.

2.3 Pelat

Struktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen plat

lantai,balok anak, balok induk, dan kolom yang umumnya dapat merupakan

satukesatuan monolit atau terangkai seperti halnya pada sistem pracetak. Petak

plat dibatasi oleh balok anak pada kedua sisi panjang dan oleh balok induk pada

kedua sisi pendek (Istimawan, 1999).

Pelat merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, (datar atau

melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensi yang lain.

Segi statika, kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi :

Tumpuan bebas ( free )

Bertumpu sederhana ( simply supported )

Jepit

Pemakaian pelat :

Struktur arsitektur

Jembatan

Perkerasan jalan

Struktur hidrolik

dll

Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat (Szilard, 1974)

1. Pelat kaku : merupakan pelat tipis yang memilikki ketegaran lentur

(flexural rigidity), dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama

II-7

dengan momen dalam ( lentur dan puntir) dan gaya geser transversal, yang

umumnya sama dengan balok

Pelat yang dimaksud dalam bidang teknik adalah pelat kaku, kecuali jika

dinyatakan lain.

2. Membran : merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul

beban lateral dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi

pemikul beban ini dapat didekati dengan jaringan kabel yang tegang

karena ketebalannya yang sangat tipis membuat daya tahan momennya

dapat diabaikan.

3. Pelat flexibel : merupakan gabungan pelat kaku dan membran dan

memikul beban luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser

transversal dan gaya geser terpusat, serta gaya aksial

Struktur ini sering dipakai dalam industri ruang angkasa karena

perbandingan berat dengan bebannya menguntungkan

4. Pelat tebal : merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai

kondisi kontinu tiga dimensi

2.3.1 Sistem Pelat Satu Arah

Pada bangunan bangunan beton bertulang, suatu jenis lantai yang umum

dan dasar adalah tipe konstruksi pelat balok-balok induk (gelagar).Dimana

permukaan pelat itu dibatasi oleh dua balok yang bersebelahan pada sisi dan dua

gelagar pada kedua ujung. Pelat satu arah adalah pelat yang panjangnya dua kali

atau lebih besar dari pada lebarnya, maka hampir semua beban lantai menuju ke

balok-balok dan sebagian kecil saja yang akan menyakur secara langsung ke

gelagar.

II-8

Kondisi pelat ini dapat direncanakan sebagai pelat satu arah dengan

tulangan utama sejajar dengan gelagar atau sisi pendek dan tulangan susut atau

suhu sejajar dengan balok-balok atau sisi panjangnya.

Permukaan yang melendut dari sistem pelat satu arah mempunyai kelengkungan

tunggal.

Sistem pelat satu arah dapat terjadi pada pelat tunggal maupun menerus,

asal perbandingan panjang bentang kedua sisi memenuhi.

2.3.2 Sistem Pelat Dua Arah

Sistem pelat dua arah dapat terjadi pada pelat tunggal maupun menerus,

asal perbandingan panjang bentang kedua sisi memenuhi. Persyaratan jenis pelat

lantai dua arah jika perbandingan dari bentang panjang terhadap bentang pendek

kurang dari dua

Beban pelat lantai pada jenis ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke

empat balok pendukung, akibatnya tulangan utama pelat diperlukan pada kedua

arah sisi pelat.Permukaan lendutan pelat mempunyai kelengkungan ganda.

2.3.3. Metode – Metode Analisis Pelat

a. Metode klasik

Metode ini sebagian besar ditentukan pada teori elastis, di mana

pemakaian analisis tingkat tinggi banyak dijumpai.Metode ini didasarkan

pada fenomena fisis pelat, yaitu lenturan pelat. Lenturan dibuat model

matematis dengan menggunakan penyederhanaan-penyederhanaan

II-9

b. Metode Pendekatan dan numerik, antara lain :

1. Metode garis luluh

Dalam metode ini kekuatan suatu pelat dimisalkan ditentukan oleh

lentur saja.Pengaruh-pengaruh lain seperti lendutan dan geser harus

ditinjau tersendiri.

2. Metode jaringan balok

Metode ini didasarkan pada metode kekakuan ( mengubah struktur

kinematis tak tentu menjadi struktur kinematis tertentu). Analisis

struktur pelat didekati dengan pendekatan jaringan balok silang,

struktur pelat dianggap tersusun dari jalur-jalur balok tipis dalam

masing-masng arah dengan tinggi balok sama dengan pelat.

3. Metode pendekatan PBI 71

Didasarkan pada pendekatan momen dengan menggunakan

koefisien-koefisien yang disederhanakan.Momen-momen yang

dihasilkan didapat dari rumus momen yang sudah ada.Besarnya

momen ini dipengaruhi oleh besarnya beban terbagi rata per meter

panjang, panjang bentang arah x dan arah y dari panel pelat. Dari

hitungan momen didapatkan Mlx ( momen lapangan pada arah x),

Mtx ( momen tumpuan/tepi pada arah x), Mly ( momen lapangan

pada arah y), Mty ( momen tumpuan/tepi pada arah y).

Perhitungan momen-momen tersebut harus sesuai dengan perletakan

masing-masing sisi struktur pelat yang direncanakan.

4. Metode pendekatan SNI-2847-2002

Metode perencanaan langsung ( Direct Design Method )

II-10

Pada metode ini yang didapatkan adalah pendekatan momen

dengan menggunakan koefisien-koefisien yang disederhanakan.

Metode portal ekivalen ( Eqivalen Frame Method )

Metode ini digunakan untuk memperoleh variasi longitudinal dari

momen dan geser, maka kekakuan relative dari kolom-kolom,

berikut sistem lantai dimisalkan di dalam analisis pendahuluan

dan kemudian diperiksa seperti halnya dengan perencanaan dari

struktur statis tak tentu lainnya.

2.4 Tangga

Tangga merupakan jalur yang mempunyai undak - undak (trap) yang

menghubungakan satu lantai dengan lantai diatasnya dan mempunyai fungsi

sebagai jalan untuk naik dan turun antara lantai tingkat.

2.4.1 Bagian - bagian dari Struktur Tangga

1. Pondasi tangga

Sebagai dasar tumpuan (landasan) agar tangga tidak mengalami

penurunan, pergeseran.Pondasi tangga bisa dari pasangan batu kali, beton

bertulang atau kombinasi dari kedua bahan dan pada dibawah pangkal

tangga harus diberi balok anak sebagai pengaku pelat lantai, agar lantai

tidak menahan beban terpusat yang besar.

2. Ibu tangga

Merupakan bagian dari tangga sebagai konstruksi pokok yang berfungsi

untuk mendukung anak tangga.

II-11

3. Anak tangga

Anak tangga berfungsi sebagai bertumpunya telapak kaki, dibuat dengan

jarak yang sama dan selisih tinggi (trap) dibuat, supaya kaki yang

melangkah menjadi nyaman, enak untuk melangkah, bentuk anak tangga

dapat divariasikan sesuai selera pemilik atau arsiteknya.

4. Pagar tangga

Pagar tangga atau reilling tangga adalah bagian dari struktur tangga

sebagai pelindung yang diletakkan disamping sisi tangga dan di pasang

pada/ diatas ibu tangga untuk melindungi agar orang tidak terpelosok

jatuh.Pagar tangga dapat dibuat dengan macam - macam variasi agar lebih

artistik dan pada lantai tingkat disekitar lubang tangga harus dipasang juga

pagar pengaman agar penghuni tidak terjerumus jatuh.

5. Penggunaan tangga

Merupakan batang yang di pasang sepanjang anak tangga untuk

bertumpunya tangan agar orang turun naik tangga merasa lebih aman,

pegangan tangga bertumpu pada tiang - tiang tangga yang tertanam kuat

pada ibu tangga.

6. Bordes

Adalah pelat datar diantara anak - anak tangga sebagai tempat beristirahat

sejenak, bordes di pasang pada bagian sudut tempat peralihan arah tangga

yang berbelok.Untuk rumah tinggal, lebar bordes antara 80 - 100 cm dan

untuk bangunan umum, lebar bordesnya dibuat antara 120 - 200 cm.Dapat

dibuat dengan 3 model, yaitu Bordes tangga lurus, bordes tangga L dan

bordes tangga U.

II-12

2.4.2 Macam - macam Bentuk Tangga

Bentuk tangga dapat disesuaikan dengan beda tinggi lantai dan ruangan

yang tersedia. Untuk menambah suasana yang harmonis dalam ruangan, bentuk

tangga juga sebaiknya dibuat indah dan serasi dengan interior ruangan.Dengan

makin majunya tingkat kebudayaan manusia, perkembangan teknologi yang

memproduksi bahan dan alat bangunan, ide para seniman, maka bentuk tangga

makin lama makin berkembang bervariasi, bahkan dewasa ini bentuk sudah

merupakan seni tersendiri. Bentuk tangga yang umum banyak dipakai, yaitu:

1. Tangga lurus,

2. Tangga miring,

3. Tangga lengkung,

4. Tangga siku,

5. Tangga lingkar

2.4.3 Perhitungan dan Standarisasi Bentuk Tangga serta Ukurannya

Membuat tangga disamping keindahan perlu diperhatikan segi - segi

teknisnya, harus diperhatikan juga kemudahan, rasa aman, bagi orang yang

melaluinya.

Lebar anak tangga;

a) Untuk rumah tinggal, lebar anak tangga 80 cm.

b) Untuk bangunan umum, lebar anak tangga 120 cm s/d 200 cm.

c) Untuk tangga darurat, lebar anak tangga bisa 70 cm.

Tetapi dapat juga diperhatikan jika yang melewati berpapasan di satu anak tangga

a. Untuk satu orang, lebarnya 60 - 80 cm

b. Untuk dua orang, lebarnya 120 cm

II-13

c. Untuk tiga orang, lebarnya 180 cm

Lebar dan tinggi anak tangga (trap);

Semua anak tangga harus dibuat bentuk dan ukuran yang seragam, dan untuk

memberi kenyamanan bagi yang turun dan naik tangga perlu diperhatikan lebar

dan tinggi anak tangga.

Rumus untuk anak tangga (undak - undak)

2t + l = 60 - 65 cm

Keterangan :

t = tinggi anak tangga (tinggi tanjakan = optrede)

l = lebar anak tangga (lebar injakan = aantrede)

Rumus diatas didasarkan pada:

Satu langkah arah datar antara 60 - 65 cm.

Untuk melangkah naik perlu tenaga 2 kali lebih besar dari pada melangkah

datar

2.5 Deret Fourier

2.5.1 Deret Fourier Fungsi Ganjil dan Genap

Suatu fungsi f(x) dinamakan ganjil jika𝑓 βˆ’π‘₯ = βˆ’π‘“(π‘₯). Jadiπ‘₯3, π‘₯5 βˆ’

3π‘₯3 + 2π‘₯, sin π‘₯, tan 3π‘₯semuanya adalah fungsi ganjil.

Suatu fungsi f(x) dinamakan genap jika𝑓 βˆ’π‘₯ = 𝑓(π‘₯). Jadi π‘₯4, 2π‘₯6 βˆ’

4π‘₯2 + 5, cos π‘₯, 𝑒π‘₯ + π‘’βˆ’π‘₯semuanya adalah fungsi genap.

Dalam deret fourier yang berkaitan dengan fungsi ganjil, hanya suku-suku sinus

yang dapat disajikan. Dalam deret fourier yang berkaitan dengan suatu fungsi

II-14

………… (2.1)

genap, hanya suku-suku cosinus (suatu konstanta yang kita pandang sebagai suatu

suku cosinus) yang dapat disajikan.

Gambar 2.2 Fungsi Ganjil

Gambar 2.3 Fungsi genap

2.5.2. Deret Fourier Fungsi f(x) Ganjil Periode T

Fungsi f(x) ganjil periode T dapat dinyatakan sebagai berikut :

𝑓 π‘₯ = 𝑏𝑛𝑠𝑖𝑛 2π‘›πœ‹

𝑇π‘₯

~

(𝑛=1)

(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)

f(x)

f(x)

0 x

f(-x)

-a

+a

-a +a

-a +a0

f(x)

f(x)

f(-x)

II-15

………… (2.2)

di mana :

𝑏𝑛 =4

𝑇 𝑓 π‘₯ 𝑠𝑖𝑛

2π‘›πœ‹

𝑇π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑇

2

0

Gambar 2.4 Fungsi ganjil interval T

2.5.3. Deret Fourier Fungsi Genap Periode T

Fungsi f(x) genap periode T dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0 + π‘Ž0π‘π‘œπ‘  2π‘›πœ‹

𝑇π‘₯

~

(𝑛=1)

(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)

dengan koefisien :

π‘Ž0 =2

𝑇 𝑓 π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑇

2

0

II-16

π‘Žπ‘› =4

𝑇 𝑓 π‘₯ π‘π‘œπ‘ 

2π‘›πœ‹

𝑇π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑇

2

0

Gambar 2.5 Fungsi Genap Pada interval

2.5.4. Penggunaan Deret Fourier Dalam Analisa Pelat Lipat

Untuk mendapatkan gambaran penggunaan deret fourier dalam analisa

beban pelat lipat, di sini dikemukanan secara singkat rumus-rumus dari

penjabaran suatu fungsi ke dalam deret fourier.

a. Jika suatu fungsi f(x) dijabarkan ke dalam deret fourier pada interval –π

dan +Ο€, maka:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (π‘Žπ‘› cos𝑛π‘₯ + 𝑏𝑛 sin 𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)

Di mana : π‘Ž0 = 1

πœ‹ 𝑓 π‘₯ 𝑑π‘₯πœ‹

βˆ’πœ‹

𝒂𝒏 = 𝟏

𝝅 𝒇 𝒙 𝐜𝐨𝐬 𝐧𝐱 𝒅𝒙𝝅

βˆ’π…

𝑏𝑛 = 1

πœ‹ 𝑓 π‘₯ sin 𝑛π‘₯ 𝑑π‘₯πœ‹

βˆ’πœ‹

f(x)

X

T

T/2 T/2

II-17

b. Penjabaran fungsi f(x) pada interval 0 ke Ο€ untuk menjabarkan f(x) ke

dalam deret fourier pada interval 0 ke Ο€, kita bedakan menjadi 2 fungsi

yaitu:

f(x) fungsi genap, jika dipenuhi sifat

f(x) = f (x) 0 ≀ π‘₯ ≀ πœ‹

f(x) = +f(-x) βˆ’πœ‹ < π‘₯ < 0

f(x), fungsi ganjil, jika dipenuhi sifat

f(x) = f (x) 0 ≀ π‘₯ ≀ πœ‹

f(x) = -f(-x) βˆ’πœ‹ < π‘₯ < 0

untuk menderetkan fungsi di atas ke dalam deret fourier, maka :

jika fungsi f(x) adalah fungsi genap maka:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (π‘Žπ‘› cos𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

Di mana: π‘Žπ‘› = 2πœ‹ 𝑓 π‘₯ cos𝑛π‘₯ 𝑑π‘₯

πœ‹

0

jika fungsi f(x) adalah fungsi ganjil maka:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (𝑏𝑛 sin 𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

𝑓 π‘₯ = (𝑏𝑛 sin 𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

Di mana : 𝑏𝑛 = 2πœ‹ 𝑓 π‘₯ sin𝑛π‘₯ 𝑑π‘₯

πœ‹

0

c. Penjabaran Fungsi ke Dalam Interval –l ke +l

II-18

Penjabaran suatu fungsi f(x) ke dalam deret fourier pada interval –l ke +l,

dapat ditulis sebagai berikut:

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (π‘Žπ‘› cos

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙+ 𝑏𝑛 sin

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙)

𝑛= ~

𝑛=1

Di mana:

π‘Ž0 = 1𝑙 𝑓 π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑙

βˆ’π‘™

π‘Žπ‘› = 1𝑙 𝑓 x cos

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙 𝑑π‘₯

𝑙

βˆ’π‘™

𝑏𝑛 = 1𝑙 𝑓 x sin

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙 𝑑π‘₯

𝑙

βˆ’π‘™

d. Penjabaran Fungsi Pada Interval 0 ke l

𝑓 π‘₯ = π‘Ž0

2+ (π‘Žπ‘› cos𝑛π‘₯ + 𝑏𝑛 sin 𝑛π‘₯)

𝑛= ~

𝑛=1

Di mana :

π‘Ž0 = 2𝑙 𝑓 π‘₯ 𝑑π‘₯

𝑙

0

π‘Žπ‘› = 2𝑙 𝑓 x cos

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙 𝑑π‘₯

𝑙

0

𝑏𝑛 = 2𝑙 𝑓 x sin

π‘›πœ‹π‘₯

𝑙 𝑑π‘₯

𝑙

0

Penjabaran di atas banyak digunakan untuk menderetkan suatu beban rata g

demikian sehingga

𝑔 = 4𝑔

πœ‹ cos

πœ‹π‘₯

π‘™βˆ’ 1

3 cos3πœ‹π‘₯

𝑙+ 1

5 cos5πœ‹π‘₯

π‘™βˆ’ 1

7 cos7πœ‹π‘₯

𝑙…

II-19

Dalam analisa tegangan pelat lipat penderetan atau penjabaran g di atas untuk

mudahnya diambil sampai suku pertama: 𝑔 = 4𝑔

πœ‹ cos

πœ‹π‘₯

𝑙

Dengan konsekuensi bahwa beban atau tegangan yang di dapat dari analisa

tegangan harus dikali dengan suatu faktor koreksi untuk mendapatkan tegangan

atau besaran yang sebenarnya akibat pengambilan pada suku pertama penderetan

beban g tersebut di atas. Faktro koreksi tesebut adalah :

Untuk momen = hasil x πœ‹

4

Untuk tegangan = hasil x πœ‹3

32

III-1

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1. Struktur Pelat Lipat

3.1.1. Pengertian

Yang dimaksudkan dengan pelat lipat dalam penyajian tulisan ini adalah

struktur dari beton bertulang yang terbentuk dari gabungan pelat vertikal dan pelat

horizontal seperti pada Gambar 3.1. dibawah ini:

Gambar 3.1. Pelat Lipat

Tumpuan pinggir pelat biasanya terjepit, terletak atau bebas. Pelat lipat dalam arah

longitudinal dapat berbentuk:

a. Lurus

b. Melengkung

III-2

Pelat lipat lurus umumnya digunakan sebagai atap, sedangkan pelat lipat lengkung

dapat digunakan sebagai balkon untuk tempat-tempat pertemuan, perkuliahan, dan

lain-lain. Bentuk umum pelat lipat lengkung dapat dilihat pada Gambar 3.2. berikut :

Gambar 3.2 Pelat Lipat Lengkung

Pelat lipat lengkung ini sifatnya berlaku sebagai balkon juga bersifat pelat lipat. Pelat

lipat diambil sebagai balkon untuk selanjutnya disebut β€œPELAT LIPAT

LENGKUNG” (BALKON) yang menjadi topic pembahasan dalam tulisan ini.

3.1.2. Rumus-Rumus Mekanika Pelat Lipat secara Umum

Analisa mekanika teknik pelat lipat pada umumnya dapat dianalisa dengan

pendekatan beberapa cara antara lain:

A. Metode Whitney

III-3

B. Metode Simpson

C. Metode Balok

D. Dan lain-lain

Kedua cara yang pertama diatas biasa disebut β€œOrdinary Method”. Cara yang akan

dipakai dalam tulisan ini hanya menggunakan Metode Whitney, sedang metode

lainnya tidak dibahas. Pada prinsipnya cara Whitney ini meninjau struktur pelat

dalam dua arah, yaitu :

- Arah memanjang (longitudinal)

- Arah melintang (transversal)

Dalam arah longitudinal berlaku sebagai balok tinggi dan dalam arah melintang

berlaku sebagai pelat menerus satu arah (one way slab), dimana pengaruh

perpindahan (relative displacement) turut diperhitungkan dalam bentuk syarat batas

(Boundary condition).

Metode Whitney sangat cocok untuk digunakan pada pelat yang memenuhi

syarat, yaitu :

a. 𝑏

𝐿<

1

3

b. 𝑏

𝑑> 10……………………………………………………….(3.1)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

dimana b = lebar tiap pelat

L = bentang longitudinal

t = tebal pelat lipat

III-4

Anggapan-anggapan Metode Whitney pada perhitungan pelat lipat :

a. Material adalah homogen dan linier,

b. Perubahan kedudukan adalah sangat kecil dibanding dengan keseluruhan

ukuran struktur itu,

c. Struktur adalah monolit dan hubungan pelat-pelat pada setiap rusuknya adalah

kaku,

d. Bagian-bagian pendukung adalah kaku tidak terbatas (infinitely stiff) sejajar

bidang-bidangnya dan fleksibel tegak lurus terhadap bidang-bidangnya,

e. Tegangan longitudinal pada setiap pelat bervariasi secara linier terhadap

masing-masing pelat

f. Tegangan-tegangan geser pada setiap pelat diabaikan pengaruhnya terhadap

defleksi,

g. Tegangan normal pada penampang pelat dalam arah transversal turut

diperhitungkan dalam keseimbangan dan pengaruhnya terhadap defleksi

diabaikan.

Batasan-batasan Metode Whitney adalah sebagai berikut :

- Uraian mekanika teknik pelat lipat

A. Uraian beban rusuk.

Dimaksudkan dengan beban rusuk adalah pelimpahan beban rata (beban mati

dan hidup) ke rusuk pelat lipat secara berimbang (lihat Gambar 3.3.).

Gambar 3.3. Penentuan Beban Rusuk

III-5

Ξ³n

Beban rusuk untuk rusuk tengah = P

P = Β½ P1 h1 + Β½ P2 h2 …………………………………………………. (3.2)

Berdasarkan Gambar 3.3. :

Gambar 3.3 Beban Rusuk Secara Umum

Maka rumusan uraian beban rusuk secara umum dapat ditulis sebagai berikut:

Uraian beban rusuk Pn ke pelat (n) dan pelat (n + 1), adalah : Sn,n-1 dan Sn,n+1

Sn,n-1 = 𝑃𝑛 π‘π‘œπ‘ πœ™π‘› +1

𝑠𝑖𝑛𝛾 n

Sn,n+1 = 𝑃𝑛 π‘π‘œπ‘ πœ™π‘›

𝑠𝑖𝑛𝛾 n ……………………………….………………….. (3.3)

S n = Sn,n-1 - Sn,n+1

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

Dimana : Sn,n-1 = gaya pelat dengan arah dari rusuk n ke n-1

S n = resultante gaya pelat pada pelat n

Pn = beban rusuk pada rusuk ke n

Pn Pelat n+1

Ξ¦n

n-1

Sn-1

Pelat n

n

Ξ¦n+1

n+1

Sn, n+1

Sn, n-1

III-6

(n+2)

Pelat (n+1)

(n+1) πœ™π‘›+1 =πœ‹

2

𝛾𝑛 =3πœ‹

2

Pelat n

𝛷n dan 𝛾n adalah besar sudut antara sesuai gambar 3.3

Sehingga untuk pelat lipat balkon didapat :

(lihat Gambar 3.4)

Gambar 3.4 Gaya Pelat Balkon

Sn,n-1 = 𝑃𝑛 π‘π‘œπ‘ 

πœ‹

2

𝑠𝑖𝑛3πœ‹

2

= 𝑃𝑛 .0

βˆ’1= 0

Sn,n+1 = 𝑃𝑛 cos 0

π‘ π‘–π‘›βˆ’3πœ‹

2

= Pn

B. Persamaan (dalil) 3 gaya geser pada pelat lipat.

Dimaksudkan dengan persamaan 3 gaya geser adalah persamaan

hubungan gaya geser pada pinggir pelat dengan momen lateral pelat pada

pelat yang berturutan seperti pada Gambar 3.5.

Pn+1

Pelat (n+2)

(n)

Pn

Ο•n = 0 (n-1)

III-7

M0(n)

M0(n+1)

Gambar 3.5 Free Body Pelat yang Berturutan

Pelat n dan pelat n+1 diadakan free body, maka gaya dalam yang timbul

akibat beban luar adalah :

Tn+1 = βˆ‘ fn+1 ; Mo,n+1= momen lateral n+1

Tn = βˆ‘ fn ; Mo,n = momen lateral pelat n

Tn-1 = βˆ‘ fn-1

Momen lateral Mo,… adalah momen lentur pada pelat yang mempunyai arah

vector momen tegak lurus pada bidang muka pelat. Momen lateral ini terjadi

dengan anggapan kedua ujung pelat ditumpu sederhana dengan beban yang

bekerja pada pelat (lihat Gambar 3.6.).

Tn-1

Tn

Tn

Tn-1

III-8

M0(n)

f n

f(n-1)

fn

f(n-1) (n-1)

(n) -

+

Gambar 3.6 Momen Lateral Mo,n vs gaya Geser T

Persamaan gaya geser dapat ditulis sebagai berikut :

π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛+ 2 𝑇𝑛

1

𝐴𝑛+

1

𝐴𝑛+1 +

𝑇𝑛 +1

A𝑛 +1=

1

2 (

π‘€π‘œ ,𝑛

π‘Šπ‘›+

π‘€π‘œ ,𝑛+1

π‘Šπ‘›+1 )………………….(3.4)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

Dimana : Tn-1, Tn, Tn+1, Mo,n, Mo,n+1 berturut-turut tegangan geser, momen

lateral dengan arah seperti pada gambar 3.6. dan

An = luas pelat n

An+1 = luas pelat n+1

Wn = 1

6 d hn

2 ; d = tebal pelat

Wn+1 = 1

6 d hn+1

2

Catatan : Tanda untuk T dan M diambil tanda (+) jika arahnya seperti pada

Gambar 3.6, dan sebaliknya diambil (-), baru dimasukkan ke dalam rumus

(3.4) tersebut diatas.

C. Gaya-gaya dalam longitudinal pada pelat.

Ditinjau pelat n dimana bekerja Mo,n, Tn, Tn-1, seperti pada Gambar 3.7.

Tn

T(n-1)

β„Žπ‘›

2

β„Žπ‘›

2

III-9

M0(n)

f n

f(n-1)

fn

β„Žπ‘›

2

f(n-1) (n-1)

(n)

β„Žπ‘›

2

-

+

Gambar 3.7 Pelat n Dengan Gaya-Gaya Dalam

Pada tengah bentang :

π‘“π‘›βˆ’1 = Β±π‘€π‘œ ,𝑛 + 𝑇𝑛+π‘‡π‘›βˆ’1

1

2β„Žπ‘›

π‘Šπ‘›+

π‘‡π‘›βˆ’π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛 …………………..(3.5)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

dimana : Wn = 1

6 d hn

2 ; d = tebal pelat ; hn = lebar pelat

An = d hn = luas penampang pelat transversal.

Mo,n, Tn, Tn-1 bertanda (+) jika mempunyai arah seperti pada

gambar 3.7

D. Deformasi pada pelat lipat (hanya digunakan untuk syarat batas pada pelat

lipat lurus untuk pemberesan momen lateral Mo,n)

Persamaan deformasi pada pelat berupa lendutan dan putaran

sudut/pergeseran pelat sangat penting diketahui guna membantu memecahkan

persamaan gaya dalam. Deformasi yang akan dibahas disini adalah :

a. Peralihan pelat dalam arah bidangnya

Tn

Tn-1

III-10

b. Peralihan pelat dalam arah tegak lurus mula-mula (w)

c. Rotasi tiap ujung pelat arah transversal

d. Rotasi pelat yaitu sudut antara posisi mula-mula pelat dengan

kedudukan akhir pada potongan melintang.

Jenis deformasi yang akan dibahas diatas dapat dilihat pada Gambar 3.8

Dimana : A oBo = posisi mula-mula pelat

A B = posisi akhir pelat.

III-11

WA A

πœ‘

A

0

πœ‘

(n-1)

W(n-1),n πœ‘n

Wn,n+1

(n)

(n)

(n+1)

πœ‘n+1

(n+1)

Gambar 3.8 Jenis Deformasi Pelat

E. Tambahan Beban Pelat Akibat Momen Transversal

Akibat momen transversal Mn-1, Mn, Mn+1, maka tambahan beban

rusuk terhadap beban rusuk awal (akibat beban luar) dapat dihitung sebagai

berikut : (lihat Gambar 3.9) :

A0

B0

Ξ½A

B

A

Ξ½n+1

Ξ½n

(n-1)

Wn,n+1

Ξ³n

Wn+1,n

III-12

Mn+1 Pelat n+1

Gambar 3.9 Tambahan Beban Rusuk

βˆ† Pn = 𝑀𝑛+1βˆ’π‘€π‘›

𝑙𝑛+1βˆ’

π‘€π‘›βˆ’π‘€π‘›βˆ’1

𝑙𝑛

dengan demikian diperoleh beban sebagai berikut:

βˆ† Pn,n-1 = βˆ†P cos Ξ¦n+1

sin 𝛷𝑛

βˆ† Pn,n+1 = βˆ†Pn cos Ξ¦n

sin 𝛷𝑛 ………………………………………………….……(3.6)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

Sehingga akibat beban luar rusuk Pn dan βˆ†Pn mengakibatkan gaya pelat total

Rn menjadi:

Rn = ( Pn,n-1 – Pn-1,n) + (βˆ†Pn,n-1 - βˆ†Pn-1,n) ………………………….……..(3.7)

Mn-1

ln

Ln+1

n-1

Mn Mn

Pelat n

III-13

Rn nantinya menjadi dasar untuk menghitung beban Mo,n.

F. Penjabaran beban kedalam Deret Fourier

Penjabaran beban kedalam Deret Fourier seringkali digunakan dalam

analisa struktur, ini dilakukan karena dapat membantu menyelesaikan analisa

masalah antara lain :

a. Memudahkan penerapan syarat batas struktur,

b. Dapat dilakukan differensial terhadap beban rata maupun yang tidak

rata,

c. Dapat menyatakan suatu masalah dalam variable lain.

Dimaksudkan Deret fourier disini adalah suatu bentuk deret yang suku-

sukunya terdiri dari suku fungsi goniometri semisal cos nx atau sin nx. Jika

fungsi ditulis dalam bentuk Deret Fourier, maka akan kelihatan bentuknya

sebagai berikut :

F(x) = ao + π‘Žπ‘› cos nx + 𝑏𝑛 sin nx βˆžπ‘›=1

F(x) = ao+ π‘Ž1 cos x + 𝑏1 sin n + π‘Ž2 cos 2x + 𝑏2 sin 2x + …… …..…..(3.8)

3.2 Struktur Pelat Balkon

3.2.1 Pengertian

Dimaksudkan dengan pelat balkon dalam tulisan ini adalah pelat beton tulang

yang melengkung pada arah horizontal dapat berupa lengkung parabol, ellips, atau

III-14

lingkaran yang dikonstruksikan demikian hingga dapat menahan beban-beban vertical

sebagai mana dapat dilihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 Pelat Balkon

Lengkungan yang umum dipakai adalah lingkaran sebagaimana yang akan dibahas

dalam tulisan ini. Untuk mendapatkan rumus-rumus mekanika digunakan teori rumus

balok balkon.

3.2.2 Rumus – rumus mekanika Balkon

Rumus mekanika untuk balkon yang menahan beban rata yang tegak lurus

bidang lengkungnya dapat dikemukakan sebagai berikut (penampang segi empat) :

(lihat Gambar 3.11) :

III-15

Ξ±o

Ξ±o

Xm

Gambar 3.11 Penampang Pelat Balkon Lingkaran

Gambar 3.12 Pelat Balkon Lingkaran

Txo

Xm cos Ξ±

x

Mxo

Ξ±

R

R Ξ±o

III-16

MΞ± = MΞ± o

+ Xm cos Ξ±o MΞ± = Momen lentur balkon pada tikik

kedudukan Ξ±

Mt = MtΞ± o

+ Xm sin Ξ±o Mt = Momen puntir balkon pada titik

kedudukan Ξ±

MΞ± o = Momen lentur balkon pada titik kedudukan Ξ± akibat beban luar untuk

1

2

struktur balkon kantilever.

MtΞ± o = Momen puntir balkon pada titik kedudukan Ξ± akibat beban luar untuk

1

2

struktur balkon kantilever.

Dimana, besaran Ξ±1 dianggap variable dan diganti dengan Ξ±, sedang P (beban

terpusat) diganti dengan dP = qds = qrdΞ± karena beban merata. Kemudian

menjalankan integrasi, dari permulaan (Ξ±1) hingga penghabisan (Ξ±2) yaitu sepanjang

bagian yang dimuati terbagi rata itu.

π‘‹π‘š =2π‘žπ‘Ÿ 2

1βˆ’π‘˜ sin 2Ξ±0 + 2(1+k)Ξ±0 1 βˆ’ π‘˜ sin Ξ±0 sin Ξ±0 βˆ’ Ξ± βˆ’ 1 + k Ξ±0 βˆ’ Ξ± sin Ξ± +

Ξ±2

Ξ±1

2k(cosΞ±βˆ’cosΞ±0)𝑑α

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

Muatan penuh, jadi Ξ±1 = 0 dan Ξ±2 = Ξ±0 , maka:

π‘‹π‘š = βˆ’4π‘˜βˆπ‘œcos βˆπ‘œ+ 4 1+k (sin βˆπ‘œβˆ’

1

2βˆπ‘œ )βˆ’(1βˆ’k) sin 2βˆπ‘œ

1βˆ’π‘˜ sin 2βˆπ‘œ+ 2 (1+k)βˆπ‘œ qr2 ….………………….(3.9)

π‘˜ =𝐸𝐼

GI𝑝 β€² : E =Modulus Elastisitas bahan balkon (kg/cm

2)

III-17

I = Momen Inersia penampang balkon (kg/cm4)

G = Modulus geser bahan balkon (kg/cm2)

Besarnya = 1

3 E < G <

1

2 E

𝐼𝑝 β€² =1

3

1

Ξ»0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ»d 4 …………………………………………..(3.10)

Ξ±o = 1/2 sudut pusat balkon ; Ξ±= posisi titik tnjau dari pusat.

Ξ» =𝑏

𝑑 ; b = lebar penampang balkon (terkecil).

q = beban rata sepanjang balkon / satuan panjang.

Ton/m’ atau kg/m’ atau kg/cm’

d = tinggi penampang balkon (b<d)

r = jari-jari balkon

Perjanjian tanda : (lihat Gambar 3.13)

d

Penampang

balok

b

III-18

Gambar 3.13 Perjanjian Tanda

3.3 Interaksi sifat Pelat Lipat dan sifat balkon pada pelat lipat balkon.

Struktur pelat lipat sebagai balkon dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Pelat Lipat Balkon

M

M

P

O

Denah

O

P

Pot 1-1

III-19

Komponen pelat lipat balkon adalah terdiri dari pelat-pelat vertical dan horizontal

yang berhubungan kaku sempurna kesatuan ini disebut β€œPelat Lipat Balkon”

Adapun rumusan gaya-gaya dalam pada pelat lipat balkon dapat dikemukakan

sebagai berikut :

A. Menghitung momen lentur M1 dan momen puntir Mt dapat dihitung sebagai

berikut :

M1 = M1o + Xm cos Ξ± …………………………………………..(3.11a)

Mt = Mto + Xm sin Ξ± …………………………………………………..(3.11b)

Dimana :

𝑀1π‘œ = βˆ’2π‘žπ‘Ÿ2𝑠𝑖𝑛2

1

2𝛼 ……………………………………………(3.11c)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

(Momen lentur pada titik kedudukan Ξ± untuk setengah balkon kantilever

akibat beban luar q)

π‘€π‘‘π‘œ = βˆ’π‘žπ‘Ÿ2 𝛼 βˆ’ sin 𝛼 …………………………………….…………(3.11d)

(momen puntir pada kondisi seperti tersebut diatas)

Xm = lihat rumusan pada rumus (3.9)

Ξ± = letak posisi titik tinjau dari bentang tengah pada balkon.

B. Menghitung gaya geser pinggir pelat lengkung (T). dengan menggunakan

persamaan tiga gaya geser sebagai berikut:

III-20

π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛+ 2𝑇𝑛

1

𝐴𝑛+

1

𝐴𝑛+1 +

𝑇𝑛+1

𝐴𝑛+1=

1

2 π‘€π‘œ ,𝑛

π‘Šπ‘›+

π‘€π‘œ ,𝑛+1

π‘Šπ‘›+1 ………………………..(3.12)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

Dimana :

Tn-1 =gaya geser pinggir pelat (n-1).

Tn+1 =gaya geser pinggir pelat (n+1).

Tn =gaya geser pinggir pelat (n).

An =luas penampang pelat (n).

An+1 =luas penampang pelat (n+1).

Wn = momen lembam penampang pelat (n).

Wn+1 = momen lembam penampang pelat (n+1).

Mo,n = momen lateral pelat (n), nilai ini sama dengan momen M1 untuk setiap

pelat vertical dan horizontal dari langkah A, demikian pula untuk pelat (n+1).

C. Perhitungan tegangan-tegangan longitudinal

Untuk menghitung tegangan-tegangan longitudinal, dapat digunakan

rumus berikut :

π‘“π‘›βˆ’1 = Β±π‘€π‘œ ,𝑛 + 𝑇𝑛+π‘‡π‘›βˆ’1

1

2β„Žπ‘›

π‘Šπ‘›+

π‘‡π‘›βˆ’π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛…………………………………(3.11)

(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)

D. Perhitungan tulangan

III-21

Berdasarkan tegangan-tegangan pelat pada langkah C, maka luas

tulangan dapat dicari sesuai cara-cara perhitungan tulangan pada konstruksi

beton antara lain :

- Peraturan Beton Indonesi 1971 (metode elastic dan atau ultimate)

- Standard SK-SNI T-15-03-1991 (metode kekuatan dan atau metode

tegangan kerja)

E. Persamaan deformasi struktur

Deformasi yang diambil untuk menyatakan syarat batas adalah sebagai

berikut :

- Deformasi / perubahan posisi pelat (translasi)

- Deformasi / perubahan rotasi

Rotasi akibat beban luar

Rotasi akibat momen torsi/puntir.

Syarat batas yang harus ada adalah :

JUMLAH DEFORMASI = 0 ……………………………(3.13)

Dengan persamaan syarat batas diatas,maka momen-momen lateral M1, dan

M2, …, Mn dapat diperoleh dan selanjutnya gaya geser pinggir pelat dan gaya-

gaya pelat (Tn dan Rn).

IV-1

BAB IV

CONTOH PERHITUNGAN DESAIN PELAT LIPAT

SEBAGAI STRUKTUR BALKON

4.1 Soal dan Data-Data

Untuk menggunakan pelat lipat sebagai struktur balkon dapat ditinjau dari

bentuk denah struktur balkon yang direncanakan untuk gedung seminar. Dengan

desain pelat lipat sebagai struktur balkon dengan kondisi kedua ujungnya terjepit

kaku, dimana ujung-ujung jepitnya berupa balok dengan dimensi yang jauh lebih

besar daripada pelat.

Berikut denah desain struktur yang direncanakan

Gambar 4.1 Denah yang Direncanakan

II I

I

II

III

III

IV-2

0.68m

Dengan potongan I-I, potongan II-II, dan potongan III-III denah dapat dilihat

pada Gambar 4.2a, 4.2b dan 4.2c

Gambar 4.2a. Potongan I-I Dari Denah Soal

Gambar 4.2b. Potongan II-II DenahSoal

Kolom

Kolom

Balok

a

a

IV-3

1

2 3

4 5

6 7

8 9

10 11

12 13

14

16

3

4

5

6

7

8

7 m

6 m

5 m

3 m

Gambar 4.2c. Potongan III-III Dari Denah Soal

Diminta : Membuat disain balkon tersebut dengan menggunakan pelat

lipat dengan tujuan untuk gedung seminar.

Data-data penunjang ditentukan sendiri.

4.2 Penyelesaian

4.2.1 Pengambilan dimensi parameter disain

Pelat horisontal dan vertikal diambil ditunjukkan pada gambar 4.3.

15

17

9 m

10 m

11 m

8 m

4 m

IV-4

100 cm

12 cm

Gambar 4.3. Dimensi Tampang Pelat Lipat

Mutu beton K225 dan Bj. 37

Modulus Elastis E= 250000 kg/cm2

Modulus Geser G= 104000 kg/cm2

Beban Hidup W= 400 kg/m

4.2.2 Perhitungan Disain

4.2.2.1 Pelat Lipat Balkon

Rumus yang digunakan untuk menghitung momen redundan pada balkon

dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:

Xm = βˆ’4π‘˜ βˆπ‘œ cos βˆπ‘œ + 4 1 + k (sin βˆπ‘œβˆ’

12 βˆπ‘œ) βˆ’ (1 βˆ’ k) sin 2 βˆπ‘œ

1 βˆ’ π‘˜ sin 2 βˆπ‘œ+ 2 1 + k βˆπ‘œ qr2

Dapat dilustrasikan pada Gambar 4.4 berikut ini :

20

68 cm

IV-5

x

Mxo

Ξ±

Xm

Ξ±o Ξ±o

Gambar 4.4. Balkon

MΞ± = MΞ± o + Xm cos Ξ±o (Momen Lentur)

Mt = MtΞ± o + Xm sin Ξ±o (Momen Torsi)

π‘˜ =𝐸𝐼

GI𝑝 β€² E = modulus elastis bahan balkon

G = modulus geser bahan balkon

I = momen inersia penampang

Ip’= momen inersia puntir penampang balkon

dimana :

𝐼𝑝′ =1

3

1

Ξ»βˆ’ 0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ» d 4

Ξ» =𝑏

𝑑 < 1 dan b < d

Xm cos Ξ±

Txo

IV-6

Gambar 4.5. Penampang Balkon

Selanjutnya dapat dilihat gambar denah struktur balkon yang direncanakan

(Gambar 4.6) dengan gambar potongan I-I dari denah struktur yang

direncanakan (Gambar 4.7). Penampang pelat balkon vertikal dan

horizontal (Gambar 4.8) struktur yang direncanakan. Penampang pelat

balkon vertikal secara terpisah (Gambar 4.9a) dan Penampang balkon

horizontal (Gambar 4.9b).

Gambar 4.6 Denah Struktur Balkon

b

d

IV-7

17 16

15

14

13

12

11

10

9

8

7

6

5

4

3

2

1

100

68

PELAT BALKON

VERTIKAL

PELAT

BALKON

HORIZONTAL

L

Gambar 4.7 Potongan I-I dari Denah Balkon

Gambar 4.8 Penampang Pelat Balkon Vertikal dan Horizontal

20

80

0

80

20

68

0

IV-8

12

Gambar 4.9a Pelat Lipat Vertikal Gambar 4.9b Pelat Lipat Horizontal

Data - data balok / pelat balkon

Gambar 4.10 Balok / Pelat Balkon

Mutu beton K225

Ec = 250000 kg/cm2

E disain = Ec / ( 1 + Ο†) untuk tempat pertemuan Ο† = 0

= Ec = 250000 kg/cm2

G disain = E / ( 1 + Ο… ) Ο… = 0.2

R

80

20 80

R

IV-9

= E disain / ( 1 + 0.2 ) = 208333.3333 kg/cm2

Iv = 1

12x 20 x 80

3 = 853333.33 cm

4

Ih = 1

12 x 80 x 12

3 = 11520 cm

4

Ip’ = Momen Inersia Puntir

Untuk pelat vertikal

Ξ» =𝑏

𝑑 =

20

80 = 0.25

Ipv’ = 1

3

1

Ξ»βˆ’ 0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ» d 4

=1

3

1

0.25βˆ’ 0,630 + 0.052 x 0.254 0.25 x 80 4

= 179744.1667 cm4

Untuk pelat horizontal

Ξ» =𝑏

𝑑 =

12

80 = 0.15

Iph’ = 1

3

1

0.15βˆ’ 0,630 + 0.052 x 0.154 0.15 x 80 4

= 41725.622 cm4

Kv = 𝐸 𝐼𝑣

𝐺 𝐼𝑝𝑣 β€² = 5.70

Kh = 𝐸 πΌβ„Ž

𝐺 πΌπ‘β„Ž β€² = 0.33

Balkon Vertikal 1-2 (lihat Gambar 4.9)

IV-10

Gambar 4.11 Balkon Vertikal Lengkung

r = 3 m dan βˆπ‘œ=Ο€

4= 45Β° = 0.7854 radian k = 5.70

qs = (0.2 x 0.8 x 1 x 2400 ) + 2 (0.4 x 0.12 x 2400)

= 614.4 kg/m

qL = 2( 0.5 x 1 x 400 )

= 400 kg/m

qu = (1.4 x 585.6 + 1.7 x 400) Ο€/4

= 1209.6378 kg/m

Dengan memasukan data-data hitungan di atas ke dalam rumusan Xm ,

maka diperoleh:

Ξ±o R

20

80 cm

IV-11

Xm = βˆ’4π‘˜ βˆπ‘œ cos βˆπ‘œ + 4 1 + k (sin βˆπ‘œβˆ’

12 βˆπ‘œ) βˆ’ (1 βˆ’ k) sin 2 βˆπ‘œ

1 βˆ’ π‘˜ sin 2 βˆπ‘œ+ 2 1 + k βˆπ‘œ qr2

Xm = 867.183 kgm’ (untuk balok vertikal)

Momen Lentur dan Torsi di perletakan jepit : (M dan Mt)

M = M o + Xm cos Ξ±

= (-2qr2 (sin Ξ±/2)

2 + + Xm cos Ξ±

= (-2 x 1209.6378 x 32 x sin (45/2)

2)+ 867.183 cos 45

= -2575.40 kgm’

Mt = Mt o

+ Xm sin Ξ±

= (-qr2 (Ξ± – sin Ξ± )) + Xm sin Ξ±

= (-1209.6378 x 32 (0.7854 – sin 45)) + 867.183 sin 45

= -239.102 kgm’

Gambar 4.12 Momen lentur / puntir di perletakan

Untuk tengah bentang

M = M o + Xm cos Ξ±

= 0 + 867.183 cos 0

T

M

IV-12

= 867.183 kgm

Mt = Mt o + Xm sin Ξ±

= 0 + 0

= 0 kgm’

Dengan menggunakan rumus :

MΞ± = MΞ± o + Xm cos Ξ±o (Momen Lentur)

Mt = MtΞ± o + Xm sin Ξ±o (Momen Torsi)

Tabel 4.1. Momen Tumpuan dan Lapangan Balkon Lengkung

Pelat

Momen (kgm’)

Perletakan Lapangan

M Lentur M Puntir M Lentur M Puntir

1 dan 2 -2575.40 -239.10 867.18 0

2 dan 3 -3587.99 -408.03 1063.55 0

3 dan 4 -4578.49 -425.07 1541.66 0

4 dan 5 -5482.24 -225.57 2392.98 0

5 dan 6 -7153.89 -664.17 2408.84 0

6 dan 7 -8189.52 -336.96 3574.69 0

7 dan 8 -10301.61 -956.41 3468.73 0

8 dan 9 -11438.26 -470.63 4992.75 0

9 dan 10 -14021.63 -1301.78 4721.33 0

10 dan 11 -15228.45 -626.58 6647.16 0

11 dan 12 -18313.97 -1700.28 6166.63 0

12 dan 13 -19560.09 -804.80 8537.91 0

13 dan 14 -23178.61 -2151.92 7804.65 0

14 dan 15 -24433.20 -1005.31 10665.00 0

15 dan 16 -28615.57 -2656.69 9635.37 0

16 dan 17 -29847.76 -1228.09 13028.43 0

17 dan 18 -34624.84 -3214.59 11658.79 0

Diagram momen lentur maksimum dan momen puntir maksimum dilihat

pada gambar 4.11

IV-13

-34624.84 kgm’ -34624.84 kgm’ 11658.79 kgm’

-3214.59 kgm’ -3214.59 kgm’

Gambar 4.13a Diagram Bidang Momen Lentur Pelat 17-18

Gambar 4.13b Diagram Bidang Momen Puntir Pelat 17-18

IV-14

Tn

Tn-1

Mon+1

Tn

Tn Tn+1

Di Tumpuan Balkon :

Persamaan gaya geser pinggir pelat balkon lengkung

TUMPUAN : Persamaan gaya geser T

Gambar 4.14 Gaya Geser Momen Lateral pada pelat n

Ah = 0.144 m2 Wh = 0.00288 m

3

Av = 0.112 m2 Wv = 0.01045 m

3

Dengan persamaan dalil 3 gaya geser untuk pelat 18-17 dan 17-16, maka

diperoleh :

π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛+ 2 𝑇𝑛

1

𝐴𝑛+

1

𝐴𝑛+1 +

𝑇𝑛+1

A𝑛+1=

1

2 (

π‘€π‘œ ,𝑛

π‘Šπ‘›+

π‘€π‘œ ,𝑛+1

π‘Šπ‘›+1 )

𝑇16

0.144+ 2 𝑇17

1

0.144+

1

0.112 +

𝑇18

0.112=

1

2 (

βˆ’29847.76

0.00288+

βˆ’34624.84

0.01045 )

16 8.93 T15 + 31.75 T16 + 6.94444 T17 = 6550631.808

15 7 T14 + 31.75 T15 + 8.93 T16 = 5610604.182

14 8.93 T13 + 31.75 T14 + 6.94444 T15 = 5350545.573

13 7 T12 + 31.75 T13 + 8.93 T14 = 4504520.71

6.944 T16 + 31.75 T17 = 6838065.007

fn

Tn

Tn+1

Mo

b

h

b

h

fn-1

fn

fn+1

Tn-1

IV-15

12 8.93 T11 + 31.75 T12 + 6.94444 T13 = 4271836.691

11 7 T10 + 31.75 T11 + 8.93 T12 = 3519814.591

10 8.93 T9 + 31.75 T10 + 6.94444 T11 = 3314505.163

9 7 T8 + 31.75 T9 + 8.93 T10 = 2656485.825

8 8.93 T7 + 31.75 T8 + 6.94444 T9 = 2478550.987

7 7 T6 + 31.75 T7 + 8.93 T8 = 1914534.412

6 8.93 T5 + 31.75 T6 + 6.94444 T7 = 1763974.164

5 7 T4 + 31.75 T5 + 8.93 T6 = 1293960.351

4 8.93 T3 + 31.75 T4 + 6.94444 T5 = 1170774.694

3 7 T2 + 31.75 T3 + 8.93 T4 = 841911.44

2 8.93 T1 + 31.75 T2 + 6.94444 T3 = 746100.3734

1

T0 + 31.75 T1 + 8.93 T2 = 447118.3107

LAPANGAN : Analog untuk lapangan balkon lengkung diperoleh :

17 6.944 T16 + 31.75 T17

= 2819539.592

16 8.93 T15 + 31.75 T16 + 6.94444 T17 = 2722755.779

15 7 T14 + 31.75 T15 + 8.93 T16 = 2312437.325

14 8.93 T13 + 31.75 T14 + 6.94444 T15 = 2224871.018

13 7 T12 + 31.75 T13 + 8.93 T14 = 1855584.409

12 8.93 T11 + 31.75 T12 + 6.94444 T13 = 1777235.608

11 7 T10 + 31.75 T11 + 8.93 T12 = 1448980.845

10 8.93 T9 + 31.75 T10 + 6.94444 T11 = 1379849.55

9 7 T8 + 31.75 T9 + 8.93 T10 = 1092626.632

8 8.93 T7 + 31.75 T8 + 6.94444 T9 = 1032712.843

7 7 T6 + 31.75 T7 + 8.93 T8 = 786521.7701

6 8.93 T5 + 31.75 T6 + 6.94444 T7 = 735825.487

5 7 T4 + 31.75 T5 + 8.93 T6 = 530666.2599

4 8.93 T3 + 31.75 T4 + 6.94444 T5 = 489187.4829

3 7 T2 + 31.75 T3 + 8.93 T4 = 258383.3524

2 8.93 T1 + 31.75 T2 + 6.94444 T3 = 226122.0814

1 0 T0 + 31.75 T1 + 8.93 T2 = 150552.5981

Dengan menyelesaikan persamaan linier tersebut diatas dengan Program

Komputer, maka diperoleh :

A. Gaya Geser pada Tumpuan (kg):

T1 = 9110.03

T2 = 17686.04

T3 = 14875.10

IV-16

T4 = 27649.03

T5 = 23070.87

T6 = 41388.98

T7 = 35142.94

T8 = 57283.73

T9 = 49859.07

T10 = 75695.71

T11 = 67146.69

T12 = 96601.01

T13 = 87208.39

T14 = 119297.92

T15 = 112991.59

T16 = 133852.53

T17 = 186118.81

B. Gaya Geser pada Lapangan (kg) :

T1 = 3204.07

T2 = 5469.65

T3 = 3437.95

T4 = 12460.96

T5 = 9058.41

T6 = 17535.07

T7 = 14152.01

T8 = 24133.80

T9 = 20189.25

T10 = 31819.43

T11 = 27280.46

T12 = 40540.22

T13 = 35520.32

T14 = 49999.71

T15 = 46142.36

T16 = 56042.61

T17 = 76556.18

Perhitungan tegangan Longitudinal balkon lengkung.

Di tumpuan :

π‘“π‘›βˆ’1 = Β±π‘€π‘œ ,𝑛 + 𝑇𝑛 + π‘‡π‘›βˆ’1

12 β„Žπ‘›

π‘Šπ‘›+

𝑇𝑛 βˆ’ π‘‡π‘›βˆ’1

𝐴𝑛

IV-17

Dengan memperhatikan hasil perhitungan untuk gaya geser pinggir

masing-masing pelat serta arahnya, maka untuk setiap hubungan

pelat didapatkan tegangan pinggir (Οƒ) rata-rata sebagai berikut

Pada Tumpuan:

Tabel 4.2 Tegangan Rata – Rata (x Ο€3/32)

Pada Pinggir

Nomor

Besar Tegangan (kg/cm2)

Keterangan Tumpuan Lapangan

1 7.65 19.13 TARIK

2 60.85 51.72 TEKAN

3 39.64 35.65 TARIK

4 90.01 106.34 TEKAN

5 61.37 75.24 TARIK

6 133.08 168.06 TEKAN

7 97.74 111.47 TARIK

8 183.35 238.33 TEKAN

9 141.68 155.39 TARIK

10 241.51 320.55 TEKAN

11 193.58 206.62 TARIK

12 307.71 414.95 TEKAN

13 254.08 265.41 TARIK

14 383.57 521.39 TEKAN

15 332.18 335.50 TARIK

16 491.87 637.73 TEKAN

17 554.72 469.96 TARIK

IV-18

183.35 kg/cm2

Dengan memperhatikan hasil perhitungan tegangan longitudinal di atas

maka diperoleh diagram tegangan maksimum pada tumpuan untuk

desain yang disajikan pada gambar 4.14a dan 4.14b

Gambar 4.15a Diagram Tegangan Longitudinal Maksimum Pelat Tegak

pada tumpuan (16-15; 14-13; 12-11) dan ( 10-9; 8-7; 6-5; 4-

3; 2-1)

Gambar 4.15b Diagram Tegangan Longitudinal Maksimum Pelat

Horizontal pada tumpuan ( 17-16; 15-14; 13-12; 11-10) dan Horizontal ( 9-

8; 7-6; 5-4; 3-2)

22.57 cm

332.18 kg/cm2 Tarik

141.68 kg/cm2 Tarik

491.87 kg/cm2 Tekan

491.87 kg/cm2 Tekan

37.6 cm

141.68 kg/cm2

554.72 kg/cm2 Tarik

33.43 cm

42.4 cm

241.51 kg/cm2

IV-19

Perhitungan Tulangan

A. Tulangan Longitudinal Pelat (11-12; 13-14; 15-16)

Tumpuan

Fc’ = 22.5 Mpa = 225 kg/cm2

Fy = 240 Mpa = 2400 kg/cm2

P tekan = 0.5 x 491.9 x 33.43 x 20

= 164412.4 kg/cm2

Luas tulangan As = 164412.4 / 2400 = 68.505 cm2

= 16 Ο† 24 = 72.4114 cm2

Diberikan tulangan praktis 4 Ο† 24

Gambar 4.16 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Tumpuan

Lapangan

P tarik = 0.5 x 355.5 x 19.30 x 20

36.7 cm

19.3 cm

637.73 kg/cm2 Tekan

335.50 kg/cm2 Tarik

4Ο†24

16Ο†24 56 cm

20 cm

IV-20

= 64768.2 kg/cm2

Luas Tulangan As = 64768.2 / 2400 = 26.9867 cm2

= 6 Ο† 24 = 27.154 cm

2

Diberikan tulangan praktis 4 Ο† 24

Gambar 4.17 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Lapangan

Gambar 4.18 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal

Pelat horizontal (10-11; 12-13; 14.15; 16-17)

Tumpuan

554.72 kg/cm2 Tarik

491.87 kg/cm2 Tekan

5.64 cm

6.36 cm

6Ο†24

4Ο†24

20 cm

56 cm

16Ο†24

4Ο†24 Ο†8-850

IV-21

P tekan = 0.5 x 491.9 x 5.64 x 80

= 110959.646 kg

As = 110959.646 / 2400 = 46.233 cm2

= 11 Ο† 24 = 49.7829 cm2

Gambar 4.19 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Tumpuan

Lapangan

P tarik = 0.5 x 470.0 x 5.09 x 80

= 95707.5489 kg

As = 95707.5489 / 2400 = 39.8781 cm2

= 9 Ο† 24 = 40.7314 cm2

637. 73 kg/cm2 Tekan

469.96 kg/cm2 Tarik 6.91 cm

5.09 cm

2Ο†24

11Ο†24

80 cm

12 cm

IV-22

Gambar 4.20 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Lapangan

Gambar 4.21 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Horizontal

Tulangan melintang Pelat Vertikal (11-12; 13-14; 15-16)

Fc’ = 225 kg/cm2 dan fy = 2400 kg/cm

2

ρmin = 1.4/2400 = 0.00058 ρ < ρ maksimum = 75% ρb

ρb = 0.85 𝑓𝑐 β€²

𝑓𝑦 Ξ²

87

87+fy dimana : fc’ = 225 kg/cm

2

fy = 2400 kg/cm2

Ξ² = 0.85

75% ρb = 0.0017777 ----------------------- 0.00058 < ρ < 0.0017777

a = 𝐴𝑠 𝑓𝑦

0.85 𝑓𝑐 ′𝑏 = 0.627451 As

M = 321459.3 kgcm Mn = 321459 .3

0.9 = 357176.967 kgcm

Mn = As x fy (h - 0.5a)

12 cm

9Ο†24

4Ο†24

11Ο†24

2Ο†24

80 cm

Ο†8-850

IV-23

= 2400 As ( 56 – 0.5 x 0.6275 As)

357176.967 = 134400 As – 752.9412 As2

As = 2.698357 cm2

As min = 12 𝑏 β„Ž

𝑓𝑦=

12 π‘₯ 20 π‘₯56

2400= 5.6 cm

2

Diambil As = Ο†8 – 850 = 5.916 (sama untuk semua pelat vertikal)

Tulangan melintang Pelat Horizontal (10-11; 12-13; 14.15; 16-17)

0.00058 < ρ < 0.0017777 dan a = 0.1426 As

M = 122808.8 kgcm < 321459.27 kgcm

Semua pelat Horisontal memakai tulangan melintang sama dengan pelat

Vertikal.

A min = 5.7 cm2 (Ο•8 – 850 = 5.916)

B. Tulangan Longitudinal Pelat 1-2 s/d 9-10

Pelat Tegak 9-10 :

Tumpuan

P tekan = 0.5 x 241.51 x 35.29 x 20

= 85239.36 kg

As = 85239.36 / 2400

= 35.5164 cm2

IV-24

= 18 Ο† 16 = 36.205 cm2

Diberikan tulangan praktis 4 Ο† 16

Gambar 4.22 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Tumpuan

Lapangan

P tarik = 0.5 x 155.39 x 18.28 x 20

= 28409.69 kg

As = 28409.69 / 2400

= 11.83737 cm2

= 6 Ο† 16 = 12.068 cm2

Gambar 4.23 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Lapangan

4Ο†16

18Ο†16

20 cm

56 cm

6Ο†16

4Ο†16

20 cm

56 cm

IV-25

Gambar 4.24 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal

Pelat Horizontal 8-9 :

Tumpuan

P tekan = 0.5 x 183.35 x 6.77 x 80

= 49646.35 kg

As = 49646.35 / 2400

= 20.686 cm2

= 11 Ο† 16 = 22.125 cm2

Gambar 4.25 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Tumpuan

Lapangan

P tarik = 0.5 x 155.39 x 4.74 x 80

= 29436.29 kg

2Ο†16

11Ο†16

80 cm

12 cm

18Ο†16

4Ο†16 Ο†8-850

IV-26

As = 29436.29 / 2400

= 12.26512 cm2

= 7 Ο† 16 = 14.08 cm2

Gambar 4.26 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Lapangan

Gambar 4.27 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Horizontal

12 cm

80 cm

4Ο†16

7Ο†16

2Ο†24

11Ο†16 Ο†8-850

V - 1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan contoh hitungan, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

- Perletakan ujung pelat lengkung yang tanpa balok pemikul sebaiknya terjepit

dengan sempurna.

- Momen lateral dan puntir pelat lengkung diperoleh dengan menggunakan

rumusan teori balkon dan Gaya geser pinggir pelat dapat diperoleh dengan

menggunakan persamaan tiga gaya geser.

5.2 Saran – Saran

- Untuk menghindari perhitungan yang panjang pada disain konstruksi pelat

lipat, maka hal-hal yang perlu mendapat perhatian antara lain :

Langkah-langkah yang sistimatis dari perhitungan untuk mendapatkan

tegangan akhir dan momen akhir.

Dengan dapatnya tegangan-tegangan dianalisa, maka untuk

selanjutnya dengan menggunakan tegangan tersebut, maka penulangan

pelat lipat dengan system pratekan dapat dikembangkan.

V - 2

- Pada Balkon tanpa dukungan balok tengah, maka perletakan ujung pelat

usahakan terjepit penuh,

- Konstruksi pelat lipat termasuk konstruksi yang memerlukan keahlian dalam

pelaksanaan, maka dalam hal ini perlunya pengawasan dari tenaga ahli bidang

bersangkutan sehingga kesalahan dapat diperkecil.