resume tugas akhir - unhas
TRANSCRIPT
RESUME TUGAS AKHIR
βSTUDI PENGGUNAAN PELAT LIPAT SEBAGAI STRUKTUR BALKONβ
DISUSUN OLEH :
ASHADY A. T
D 111 06 057
DENNY
D111 06 058
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2011
1
βSTUDI PENGGUNAAN PELAT LIPAT SEBAGAI STRUKTUR BALKONβ
Ashady A. T Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin
Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10
Tamalanrea, Makassar
Denny Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin
Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10
Tamalanrea, Makassar
Ir. H. Abdul Madjid Akkas, M.T. Pembimbing 1
Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin
Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10
Tamalanrea Makassar
Telp/Faks: 0411-587636
Dr. Rudi Djamaluddin, ST. M.Eng Pembimbing II
Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin
Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10
Tamalanrea Makassar
Telp/Faks: 0411-587636
ABSTRAK Pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang permukaan yang lurus, datar (tidak
melengkung) dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensi yang lain.Yang dimaksud dengan pelat
lipat pada tulisan ini adalah struktur pelat beton bertulang yang terbentuk dari gabungan dari pelat vertikal dan
horizontal. Pelat lipat lurus umumnya digunakan sebagai atap, sedangkan pelat lipat lengkung dapat digunakan
sebagai balkon untuk tempat-tempat pertemuan, perkuliahan, dan lain-lain. Analisa mekanika teknik pada pelat
lipat dapat dianalisa dengan menggunakan metode whitney. Metode whitney digunakan untuk menghitung
beban rusuk dan gaya geser. Teori ini digunakan untuk menghitung momen pada balkon yang terjadi pada
struktur.Yang dimaksud dengan balkon pada tulisan ini adalah beton bertulang yang melengkung. Di sini
penulis mencoba untuk menggabungkan pelat lipat dan balkon sebagai struktur dengan kedua ujung yang
terjepit kaku tanpa balok di tengah bentang. Pada tulisan ini penulis merencanakan pelat lipat sebagai struktur
balkon pada gedung seminar. Penggunaan pelat lipat menghasilkan ruang yang lebih luas di bawah struktur
yang dapat digunakan untuk tujuan lain dari segi estetika.
Kata kunci: Pelat Lipat, Balkon, Metode Whitney , dan Bangunan
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada saat ini, pesatnya perkembangan teknologi telah memunculkan berbagai jenis
struktur pelat yang cukup rumit misalnya pada struktur jembatan, pesawat terbang, bangunan,
dan produk industri lainnya. Pada analisa struktur yang demikian kompleks, metode eksak
akan sulit digunakan. Kompleksitas struktur tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain:
kerumitan bentuk struktur yang kerap kali tidak simetris, karakteristik material yang non-
linier dan kondisi pembebanan yang rumit. Perhitungan menggunakan metode eksak tidak
mungkin digunakan pada struktur dengan kompleksitas yang sedemikian rumit, karena
penyelesaian eksak hanya dapat diperoleh untuk kasus yang paling sederhana. Contoh-contoh
yang paling dini tentang pembuatan tong kayu yang diperkuat dengan sabuk logam serta
pemasangan sabuk logam di sekeliling roda kayu menunjukkan bahwa seni prategangan telah
dipraktekkan sejak zaman dahulu. Kekuatan tarik beton polos hanyalah merupakan suatu
fraksi saja dari kekuatan tekannya dan masalah kurang sempurnanya kekuatan tarik ini
ternyata menjadi faktor pendorong dalam pengembangan material komposit yang dikenal
sebagai "beton bertulang".
2
Secara umum, pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang
permukaan yang lurus, datar (tidak melengkung) dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan dimensi yang lain. Ditinjau dari segi statika, kondisi tepi pelat bisa bebas, jepit-jepit
elastis, bertumpuan sederhana, bertumpuan elastis atau dalam beberapa hal dapat berupa
tumpuan titik terpusat. Beban statis dan dinamis yang dipikul oleh pelat umumnya tegak lurus
terhadap permukaan pelat sehingga peralihan yang terjadi pada pelat merupakan akibat dari
aksi lentur pelat. Sementara perkembangan mekanika struktur secara keseluruhan dimulai
dengan penelitian masalah keseimbangan, analisa dan percobaan yang pertama kali terhadap
pelat terutama dilakukan terhadap getaran bebas.
Beban yang umum pada pelat mempunyai sifat banyak arah. Pelat dapat ditumpu
diseluruh tepinya atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh kolom atau campuran
antara tumpuan menerus dan titik). Kondisi tumpuan dapat sederhana atau jepit. Pelat ini
terbuat dari material padat, homogen yang memiliki sifat sama di segala arah. Dengan
membentuk lipatan-lipatan kaku pada suatu sistem struktur yang bekerja secara efisien untuk
menyalurkan beban sehingga memungkinkan dicapainya bentang-bentang lebar di antara
tumpuan-tumpuan yang direncanakan. Efisiensi dari struktur bidang lipat dicapai karena
struktur tersebut bekerja sekaligus sebagai pelat datar (slab), balok (beam), dan rangka kaku
(truss).
Selama berabad-abad perkembangan struktur telah digunakan dalam bidang
pembangunan. Khususnya pada penggunaan pelat lipat, konstruksi pelat lipat saat ini kurang
dikenal oleh kalangan masyrakat. Akibat kurangnya penggunaan pelat lipat pada konstruksi β
konstruksi sederhana. Penggunaan pelat lipat hanya ditemui pada umumnya pada konstruksi
stadion di Indonesia. Sehingga dibuthkan peninjauan lebih jauh mengenai struktur pelat lipat.
Pembangunan gedung-gedung pertemuan, stadion, tempat ibadah acara keagamaan, dan
struktur sejenisnya dimana perserta memerlukan tempat yang memenuhi syarat teknik dan
estetika dan fungsinya. Bentuk yang umum dipakai adalah bentuk balkon dalam bentuk
tangga dimana dilengkapi balok pemikul masing-masing pelat.
Disini penulis mencoba menggantinya struktur tanpa balok pemikul, yaitu terdiri dari
pelat lipat beton yang melengkung pada arah horizontal dimana hanya ditumpu pada ujung-
ujungnya, sehingga dengan demikian diperoleh struktur yang lebih ekonomis, karena ruang
dibawahnya masih bisa digunakan untuk tujuan lainnya.
Struktur jenis ini sudah mulai diminati seperti terlihat pada gedung-gedung pertemuan,
stadion, tempat ibadah acara keagamaan, dan struktur sejenisnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menulis karya tulis
dalam bentuk tinjauan perencanaan dengan judul: STUDI PENGGUNAAN PELAT LIPAT
SEBAGAI STRUKTUR BALKON.
1.1. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan ini adalah untuk merencanakan pelat lipat pada struktur balkon tanpa
balok pemikul.
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah
A. Memberikan alternatif pemilihan pelat lipat sebagai balkon tanpa didukung balok
pemikul,
B. Mengadakan analisa secara menyeluruh terhadap pelat lipat yang melengkung.
1.2. Rumusan Masalah Dalam tulisan ini kami membahas masalah bagaimana menganalisa dan mendesain
pelat lipat pada struktur balkon.
3
1.3. Batasan Masalah
Penyajian bahasan tulisan ini meliputi:
A. Analisa teori pelat lipat,
B. Analisa teori balkon,
C. Perencanaan pelat lipat balkon dalam bentuk contoh soal,
D. Bahan dari pelat lipat adalah konstruksi beton.
E. Perencanaan pada gedung pertemuan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelat Lipat
Pelat dapat digunakan dalam berbagai posisi secara horizontal, vertikal atapun pada
suatu kemiringan.Salah satu penerapan dari yang horizontal adalah lantai. Pelat horizontal ini
menerima beban secara transversal pada permukaannya dan mentransfernya secara horizontal
kepada tumpuan pelat tersebut. Jika digunakan secara vertikal, elemen struktur ini biasanya
memikul beban pada bidangnya.
Perilaku bentuk permukaan tersebut membuat elemen pelat datar sangat berguna
dalam situasi dimana diinginkan permukaan penutup suatu bangunan. Pelat dapat dibuat
dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan membuatnya dari beton bertulang.
Permukaan vertikal yang dirancang untuk memikul beban vertikal dapat dibuat dengan
tumpukan bata dan bentuk seperti ini disebut load bearing wall. Bentuk struktur yang seperti
ini hanya dapat memikul beban pada bidang yang arah kerjanya juga vertikal. Jadi pelat
semacam ini tidak dirancang untuk mengalami lendutan pada permukaannya akibat beban
eksternal.
Pelat horizontal dapat juga dibuat dengan pola susunan elemen garis yang kaku dan
pendek. Skema segitiga tiga dimensi digunakan untuk memperoleh kekakuan pada struktur
yang tersusun tersebut.
Pelat kaku, sempit, panjang dapat pula digabungkan disepanjang tepi panjangnya dan
digunakan dengan bentang horizontal, serupa dengan balok-balok. Struktur ini disebut folded
plate (pelat lipat), mempunyai potensi untuk membentang cukup jauh. Dapat kita lihat pada
Gambar 2.1 yang mengilustrasikan struktur pelat lipat tersebut.
Gambar 2.1 Pelat Lipat
4
2.2 Pelat
Struktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak,
balok induk, dan kolom yang umumnya dapat merupakan satu kesatuan monolit atau
terangkai seperti halnya pada sistem pracetak. Petak pelat dibatasi oleh balok anak pada
kedua sisi panjang dan oleh balok induk pada kedua sisi pendek (Istimawan, 1999).
Segi statika, kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi :
Tumpuan bebas ( free )
Bertumpu sederhana ( simply supported )
Jepit
Pemakaian pelat :
Struktur arsitektur
Jembatan
Perkerasan jalan
Struktur hidrolik
dll
Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat (Szilard, 1974)
1. Pelat kaku : merupakan pelat tipis yang memilikki ketegaran lentur (flexural rigidity),
dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama dengan momen dalam ( lentur
dan puntir) dan gaya geser transversal, yang umumnya sama dengan balok
Pelat yang dimaksud dalam bidang teknik adalah pelat kaku, kecuali jika dinyatakan
lain.
2. Membran : merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul beban lateral
dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi pemikul beban ini dapat
didekati dengan jaringan kabel yang tegang karena ketebalannya yang sangat tipis
membuat daya tahan momennya dapat diabaikan.
3. Pelat flexibel : merupakan gabungan pelat kaku dan membran dan memikul beban
luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser transversal dan gaya geser
terpusat, serta gaya aksial
Struktur ini sering dipakai dalam industri ruang angkasa karena perbandingan berat
dengan bebannya menguntungkan
4. Pelat tebal : merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai kondisi
kontinu tiga dimensi
2.3 Deret Fourier
2.3.1 Deret Fourier Fungsi Ganjil dan Genap
Suatu fungsi f(x) dinamakan ganjil jikaπ βπ₯ = βπ(π₯). Jadiπ₯3, π₯5 β 3π₯3 + 2π₯, sin π₯, tan 3π₯
semuanya adalah fungsi ganjil.
Suatu fungsi f(x) dinamakan genap jikaπ βπ₯ = π(π₯). Jadi π₯4, 2π₯6 β 4π₯2 + 5, cos π₯, ππ₯ +πβπ₯ semuanya adalah fungsi genap.
Dalam deret fourier yang berkaitan dengan fungsi ganjil, hanya suku-suku sinus yang dapat
disajikan. Dalam deret fourier yang berkaitan dengan suatu fungsi genap, hanya suku-suku
cosinus (suatu konstanta yang kita pandang sebagai suatu suku cosinus) yang dapat disajikan.
5
β¦β¦β¦β¦ (2.1)
Gambar 2.2Fungsi Ganjil
Gambar 2.3Fungsi genap
2.5.3. Deret Fourier Fungsi f(x) Ganjil Periode T
Fungsi f(x) ganjil periode T dapat dinyatakan sebagai berikut :
π π₯ = πππ ππ 2ππ
ππ₯
~
(π=1)
(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)
di mana :
ππ =4
π π π₯ π ππ
2ππ
ππ₯ ππ₯
π2
0
f(x)
f(x)
0 x
f(-x)
-a
+a
-a +a
-a +a0
f(x)
f(x)
f(-x)
6
β¦β¦β¦β¦ (2.2)
Gambar 2.4Fungsi ganjil interval T
2.5.4. Deret Fourier Fungsi Genap Periode T
Fungsi f(x) genap periode T dapat dinyatakan sebagai berikut:
π π₯ = π0 + π0πππ 2ππ
ππ₯
~
(π=1)
(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)
dengan koefisien :
π0 =2
π π π₯ ππ₯
π2
0
ππ =4
π π π₯ πππ
2ππ
ππ₯ ππ₯
π2
0
Gambar 2.5Fungsi Genap Pada interval
2.5.5. Penggunaan Deret Fourier Dalam Analisa Pelat Lipat
Untuk mendapatkan gambaran penggunaan deret fourier dalam analisa beban pelat
lipat, di sini dikemukanan secara singkat rumus-rumus dari penjabaran suatu fungsi ke dalam
deret fourier.
a. Jika suatu fungsi f(x) dijabarkan ke dalam deret fourier pada interval βΟ dan +Ο,
maka:
π π₯ = π0
2+ (ππ cosππ₯ + ππ sin ππ₯)
π= ~
π=1
(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)
Di mana : π0 = 1
π π π₯ ππ₯
π
βπ
ππ = π
π π π ππ¨π¬ π§π± π π
π
βπ
ππ = 1
π π π₯ sin ππ₯ ππ₯
π
βπ
f(x)
X
T
T/2 T/2
7
b. Penjabaran fungsi f(x) pada interval 0 ke Ο untuk menjabarkan f(x) ke dalam deret
fourier pada interval 0 ke Ο, kita bedakan menjadi 2 fungsi yaitu:
f(x) fungsi genap, jika dipenuhi sifat
f(x) = f (x) 0 β€ π₯ β€ π
f(x) = +f(-x) βπ < π₯ < 0
f(x), fungsi ganjil, jika dipenuhi sifat
f(x) = f (x) 0 β€ π₯ β€ π
f(x) = -f(-x) βπ < π₯ < 0
untuk menderetkan fungsi di atas ke dalam deret fourier, maka :
jika fungsi f(x) adalah fungsi genap maka:
π π₯ = π0
2+ (ππ cosππ₯)
π= ~
π=1
Di mana: ππ = 2π π π₯ cosππ₯ ππ₯
π
0
jika fungsi f(x) adalah fungsi ganjil maka:
π π₯ = π0
2+ (ππ sin ππ₯)
π= ~
π=1
π π₯ = (ππ sin ππ₯)
π= ~
π=1
Di mana : ππ = 2π π π₯ sin ππ₯ ππ₯
π
0
c. Penjabaran Fungsi ke Dalam Interval βl ke +l
Penjabaran suatu fungsi f(x) ke dalam deret fourier pada interval βl ke +l, dapat ditulis
sebagai berikut:
π π₯ = π0
2+ (ππ cos
πππ₯
π+ ππ sin
πππ₯
π)
π= ~
π=1
Di mana:
π0 = 1π π π₯ ππ₯
π
βπ
ππ = 1π π x cos
πππ₯
π ππ₯
π
βπ
ππ = 1π π x sin
πππ₯
π ππ₯
π
βπ
d. Penjabaran Fungsi Pada Interval 0 ke l
π π₯ = π0
2+ (ππ cosππ₯ + ππ sin ππ₯)
π= ~
π=1
Di mana :
π0 = 2π π π₯ ππ₯
π
0
ππ = 2π π x cos
πππ₯
π ππ₯
π
0
ππ = 2π π x sin
πππ₯
π ππ₯
π
0
Penjabaran di atas banyak digunakan untuk menderetkan suatu beban rata g demikian
sehingga
8
π = 4π
π cos
ππ₯
πβ 1
3 cos3ππ₯
π+ 1
5 cos5ππ₯
πβ 1
7 cos7ππ₯
πβ¦
Dalam analisa tegangan pelat lipat penderetan atau penjabaran g di atas untuk mudahnya
diambil sampai suku pertama: π = 4π
π cos
ππ₯
π
Dengan konsekuensi bahwa beban atau tegangan yang di dapat dari analisa tegangan harus
dikali dengan suatu faktor koreksi untuk mendapatkan tegangan atau besaran yang
sebenarnya akibat pengambilan pada suku pertama penderetan beban g tersebut di atas.
Faktor koreksi tesebut adalah :
Untuk momen = hasil x π
4
Untuk tegangan = hasil x π3
32
BAB III TINJAUAN KHUSUS
3.1. Struktur Pelat Lipat
3.1.1. Pengertian
Yang dimaksudkan dengan pelat lipat dalam penyajian tulisan ini adalah struktur dari
beton bertulang yang terbentuk dari gabungan pelat vertikal dan pelat horizontal seperti pada
Gambar 3.1. dibawah ini:
Gambar 3.1. Pelat Lipat
Tumpuan pinggir pelat biasanya terjepit, terletak atau bebas. Pelat lipat dalam arah
longitudinal dapat berbentuk:
a. Lurus
b. Melengkung
Pelat lipat lurus umumnya digunakan sebagai atap, sedangkan pelat lipat lengkung dapat
digunakan sebagai balkon untuk tempat-tempat pertemuan, perkuliahan, dan lain-lain. Bentuk
umum pelat lipat lengkung dapat dilihat pada Gambar 3.2. berikut :
9
Gambar 3.2 Pelat Lipat Lengkung
Pelat lipat lengkung ini sifatnya berlaku sebagai balkon juga bersifat pelat lipat. Pelat lipat
diambil sebagai balkon untuk selanjutnya disebut βPELAT LIPAT LENGKUNGβ
(BALKON) yang menjadi topic pembahasan dalam tulisan ini.
3.1.2. Rumus-Rumus Mekanika Pelat Lipat secara Umum
Analisa mekanika teknik pelat lipat pada umumnya dapat dianalisa dengan
pendekatan beberapa cara antara lain:
A. Metode Whitney
B. Metode Simpson
C. Metode Balok
D. Dan lain-lain
Kedua cara yang pertama diatas biasa disebut βOrdinary Methodβ. Cara yang akan dipakai
dalam tulisan ini hanya menggunakan Metode Whitney, sedang metode lainnya tidak
dibahas. Pada prinsipnya cara Whitney ini meninjau struktur pelat dalam dua arah, yaitu :
- Arah memanjang (longitudinal)
- Arah melintang (transversal)
Dalam arah longitudinal berlaku sebagai balok tinggi dan dalam arah melintang berlaku
sebagai pelat menerus satu arah (one way slab), dimana pengaruh perpindahan (relative
displacement) turut diperhitungkan dalam bentuk syarat batas (Boundary condition).
Metode Whitney sangat cocok untuk digunakan pada pelat yang memenuhi syarat,
yaitu :
a. π
πΏ<
1
3
b. π
π‘> 10β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(3.1)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
dimana b = lebar tiap pelat
L = bentang longitudinal
10
Ξ¦n
n
Ξ³n Ξ¦n+1
Sn, n+1
Sn, n-1
t = tebal pelat lipat
Anggapan-anggapan Metode Whitney pada perhitungan pelat lipat :
a. Material adalah homogen dan linier,
b. Perubahan kedudukan adalah sangat kecil dibanding dengan keseluruhan ukuran
struktur itu,
c. Struktur adalah monolit dan hubungan pelat-pelat pada setiap rusuknya adalah kaku,
d. Bagian-bagian pendukung adalah kaku tidak terbatas (infinitely stiff) sejajar bidang-
bidangnya dan fleksibel tegak lurus terhadap bidang-bidangnya,
e. Tegangan longitudinal pada setiap pelat bervariasi secara linier terhadap masing-
masing pelat
f. Tegangan-tegangan geser pada setiap pelat diabaikan pengaruhnya terhadap defleksi,
g. Tegangan normal pada penampang pelat dalam arah transversal turut diperhitungkan
dalam keseimbangan dan pengaruhnya terhadap defleksi diabaikan.
Batasan-batasan Metode Whitney adalah sebagai berikut :
- Uraian mekanika teknik pelat lipat
A. Uraian beban rusuk.
Dimaksudkan dengan beban rusuk adalah pelimpahan beban rata (beban mati dan
hidup) ke rusuk pelat lipat secara berimbang (lihat Gambar 3.3.).
Gambar 3.3. Penentuan Beban Rusuk
Beban rusuk untuk rusuk tengah = P
P = Β½ P1 h1 + Β½ P2 h2 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. (3.2)
Berdasarkan Gambar 3.3. :
Gambar 3.3 Beban Rusuk Secara Umum
Maka rumusan uraian beban rusuk secara umum dapat ditulis sebagai berikut:
Uraian beban rusuk Pn ke pelat (n) dan pelat (n + 1), adalah : Sn,n-1 dan Sn,n+1
Sn,n-1 = ππ πππ ππ +1
π πππΎ n
Sn,n+1 = ππ πππ ππ
π πππΎ n β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.. (3.3)
S n = Sn,n-1 - Sn,n+1
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
Dimana : Sn,n-1 = gaya pelat dengan arah dari rusuk n ke n-1
S n = resultante gaya pelat pada pelat n
Pn = beban rusuk pada rusuk ke n
π·n dan πΎn adalah besar sudut antara sesuai gambar 3.3
P
n
Pelat n+1
n-1
Sn-1
Pelat n
n+1
11
(n+2)
Pelat (n+1)
(n+1) ππ+1 =π
2
πΎπ =3π
2
(n)
Pn
Pelat n
M0(n+1)
M0(n)
Sehingga untuk pelat lipat balkon didapat :
(lihat Gambar 3.4)
Gambar 3.4 Gaya Pelat Balkon
Sn,n-1 = ππ πππ
π
2
π ππ3π
2
= ππ .0
β1= 0
Sn,n+1 = ππ cos 0
π ππβ3π
2
= Pn
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
B. Persamaan (dalil) 3 gaya geser pada pelat lipat.
Dimaksudkan dengan persamaan 3 gaya geser adalah persamaan hubungan
gaya geser pada pinggir pelat dengan momen lateral pelat pada pelat yang berturutan
seperti pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Free Body Pelat yang Berturutan
Pelat n dan pelat n+1 diadakan free body, maka gaya dalam yang timbul akibat beban
luar adalah :
Tn+1 = β fn+1 ; Mo,n+1= momen lateral n+1
Pn+1
Pelat (n+2)
Οn = 0 (n-1)
Tn+1
Tn
Tn
Tn-1
12
f(n-1)
fn
(n-1)
(n) -
+
Tn = β fn ; Mo,n = momen lateral pelat n
Tn-1 = β fn-1
Momen lateral Mo,β¦ adalah momen lentur pada pelat yang mempunyai arah vector
momen tegak lurus pada bidang muka pelat. Momen lateral ini terjadi dengan
anggapan kedua ujung pelat ditumpu sederhana dengan beban yang bekerja pada pelat
(lihat Gambar 3.6.).
Gambar 3.6 Momen Lateral Mo,n vs gaya Geser T
Persamaan gaya geser dapat ditulis sebagai berikut : ππβ1
π΄π+ 2 ππ
1
π΄π+
1
π΄π+1 +
ππ+1
Aπ +1=
1
2 (
ππ ,π
ππ+
ππ ,π+1
ππ+1 )β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(3.4)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
Dimana : Tn-1, Tn, Tn+1, Mo,n, Mo,n+1 berturut-turut tegangan geser, momen lateral
dengan arah seperti pada gambar 3.6. dan
An = luas pelat n
An+1 = luas pelat n+1
Wn = 1
6 d hn
2 ; d = tebal pelat
Wn+1 = 1
6 d hn+1
2
Catatan : Tanda untuk T dan M diambil tanda (+) jika arahnya seperti pada Gambar
3.6, dan sebaliknya diambil (-), baru dimasukkan ke dalam rumus (3.4) tersebut
diatas.
C. Gaya-gaya dalam longitudinal pada pelat.
Ditinjau pelat n dimana bekerja Mo,n, Tn, Tn-1, seperti pada Gambar 3.6.
Pada tengah bentang :
ππβ1 = Β±ππ ,π + ππ+ππβ1
1
2ππ
ππ+
ππβππβ1
π΄π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.5)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
dimana : Wn = 1
6 d hn
2 ; d = tebal pelat ; hn = lebar pelat
An = d hn = luas penampang pelat transversal.
Mo,n, Tn, Tn-1 bertanda (+) jika mempunyai arah seperti pada gambar
3.7
D. Deformasi pada pelat lipat (hanya digunakan untuk syarat batas pada pelat lipat lurus
untuk pemberesan momen lateral Mo,n)
Persamaan deformasi pada pelat berupa lendutan dan putaran sudut/pergeseran
pelat sangat penting diketahui guna membantu memecahkan persamaan gaya dalam.
Deformasi yang akan dibahas disini adalah :
a. Peralihan pelat dalam arah bidangnya
b. Peralihan pelat dalam arah tegak lurus mula-mula (w)
M0(n)
f n Tn
T(n-1)
ππ
2
f(n-1) ππ
2
13
Mn+1 Pelat n+1
c. Rotasi tiap ujung pelat arah transversal
d. Rotasi pelat yaitu sudut antara posisi mula-mula pelat dengan kedudukan akhir
pada potongan melintang.
Jenis deformasi yang akan dibahas diatas dapat dilihat pada Gambar 3.8
Dimana : A oBo = posisi mula-mula pelat
A B = posisi akhir pelat.
E. Tambahan Beban Pelat Akibat Momen Transversal
Akibat momen transversal Mn-1, Mn, Mn+1, maka tambahan beban rusuk
terhadap beban rusuk awal (akibat beban luar) dapat dihitung sebagai berikut : (lihat
Gambar 3.7) :
Gambar 3.7 Tambahan Beban Rusuk
β Pn = ππ+1βππ
ππ+1β
ππβππβ1
ππ
dengan demikian diperoleh beban sebagai berikut:
β Pn,n-1 = βP cos Ξ¦n+1
sin π·π
β Pn,n+1 = βPn cos Ξ¦n
sin π·π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦(3.6)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
Sehingga akibat beban luar rusuk Pn dan βPn mengakibatkan gaya pelat total Rn
menjadi:
Rn = ( Pn,n-1 β Pn-1,n) + (βPn,n-1 - βPn-1,n) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦..(3.7)
Rn nantinya menjadi dasar untuk menghitung beban Mo,n.
F. Penjabaran beban kedalam Deret Fourier
Penjabaran beban kedalam Deret Fourier seringkali digunakan dalam analisa
struktur, ini dilakukan karena dapat membantu menyelesaikan analisa masalah antara
lain :
a. Memudahkan penerapan syarat batas struktur,
b. Dapat dilakukan differensial terhadap beban rata maupun yang tidak rata,
c. Dapat menyatakan suatu masalah dalam variable lain.
Ln+1
ln
Mn-
1
Pelat
n
Mn Mn
n-1
14
Dimaksudkan Deret fourier disini adalah suatu bentuk deret yang suku-sukunya terdiri
dari suku fungsi goniometri semisal cos nx atau sin nx. Jika fungsi ditulis dalam
bentuk Deret Fourier, maka akan kelihatan bentuknya sebagai berikut :
F(x) = ao + ππ cos nx + ππ sin nx βπ=1
F(x) = ao+ π1 cos x + π1 sin n + π2 cos 2x + π2 sin 2x + β¦β¦ β¦..β¦..(3.8)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
3.2 Struktur Pelat Balkon
3.2.1 Pengertian
Dimaksudkan dengan pelat balkon dalam tulisan ini adalah pelat beton tulang yang
melengkung pada arah horizontal dapat berupa lengkung parabol, ellips, atau lingkaran yang
dikonstruksikan demikian hingga dapat menahan beban-beban vertical sebagai mana dapat
dilihat pada gambar 3.8.
Gambar 3.8 Pelat Balkon
Lengkungan yang umum dipakai adalah lingkaran sebagaimana yang akan dibahas dalam
tulisan ini. Untuk mendapatkan rumus-rumus mekanika digunakan teori rumus balok balkon.
3.2.2 Rumus β rumus mekanika Balkon
Rumus mekanika untuk balkon yang menahan beban rata yang tegak lurus bidang
lengkungnya dapat dikemukakan sebagai berikut (penampang segi empat) : (lihat Gambar
3.9) :
15
x
Mxo
Ξ±
Ξ±o
Ξ±o
Xm
Gambar 3.9 Penampang Pelat Balkon Lingkaran
Gambar 3.10 Pelat Balkon Lingkaran
MΞ± = MΞ± o + Xm cos Ξ±o MΞ± = Momen lentur balkon pada tikik
kedudukan Ξ±
Mt = MtΞ± o + Xm sin Ξ±o Mt = Momen puntir balkon pada titik kedudukan
Ξ±
Dimana, besaran Ξ±1 dianggap variable dan diganti dengan Ξ±, sedang P (beban terpusat)
diganti dengan dP = qds = qrdΞ± karena beban merata. Kemudian menjalankan integrasi, dari
permulaan (Ξ±1) hingga penghabisan (Ξ±2) yaitu sepanjang bagian yang dimuati terbagi rata itu.
ππ =2ππ 2
1βπ sin 2Ξ±0 + 2(1+k)Ξ±0 1 β π sin Ξ±0 sin Ξ±0 β Ξ± β 1 + k Ξ±0 β Ξ± sin Ξ± +
Ξ±2
Ξ±1
2k(cosΞ±βcosΞ±0)πΞ±
Muatan penuh, jadi Ξ±1 = 0 dan Ξ±2 = Ξ±0 , maka:
ππ = β4πβπcos βπ+ 4 1+k (sin βπβ
1
2βπ )β(1βk) sin 2βπ
1βπ sin 2βπ+ 2 (1+k)βπ qr2 β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(3.9)
(Sumber: Ilmu Gaya Bangunan-bangunan Statis Tak Tentu cetakan keempat, Soemono)
Ξ±o
Txo
Xm cos Ξ±
R
R
16
MΞ± o = Momen lentur balkon pada titik kedudukan Ξ± akibat beban luar untuk
1
2 struktur
balkon kantilever.
MtΞ± o = Momen puntir balkon pada titik kedudukan Ξ± akibat beban luar untuk
1
2 struktur
balkon kantilever.
π =πΈπΌ
GIπ β² : E =Modulus Elastisitas bahan balkon (kg/cm
2)
I = Momen Inersia penampang balkon (kg/cm4)
G = Modulus geser bahan balkon (kg/cm2)
Besarnya = 1
3 E < G <
1
2 E
πΌπ β² =1
3
1
Ξ»0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ»d 4 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.10)
Ξ±o = 1/2 sudut pusat balkon ; Ξ±= posisi titik tnjau dari pusat.
Ξ» =π
π ; b = lebar penampang balkon (terkecil).
q = beban rata sepanjang balkon / satuan panjang.
Ton/mβ atau kg/mβ atau kg/cmβ
d = tinggi penampang balkon (b<d)
r = jari-jari balkon
Perjanjian tanda : (lihat Gambar 3.11)
Gambar 3.11 Perjanjian Tanda
3.3 Interaksi sifat Pelat Lipat dan sifat balkon pada pelat lipat balkon.
Struktur pelat lipat sebagai balkon dapat dilihat pada Gambar 3.12.
M
M
17
Gambar 3.12 Pelat Lipat Balkon
Komponen pelat lipat balkon adalah terdiri dari pelat-pelat vertical dan horizontal yang
berhubungan kaku sempurna kesatuan ini disebut βPelat Lipat Balkonβ
Adapun rumusan gaya-gaya dalam pada pelat lipat balkon dapat dikemukakan sebagai
berikut :
A. Menghitung momen lentur M1 dan momen puntir Mt dapat dihitung sebagai berikut :
M1 = M1o + Xm cos Ξ± β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.11a)
Mt = Mto + Xm sin Ξ± β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.11b)
(Sumber: Ilmu Gaya Bangunan-bangunan Statis Tak Tentu cetakan keempat,
Soemono)
Dimana :
π1π = β2ππ2π ππ2
1
2πΌ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(3.11c)
(Momen lentur pada titik kedudukan Ξ± untuk setengah balkon kantilever akibat beban
luar q)
ππ‘π = βππ2 πΌ β sin πΌ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦(3.11d)
(momen puntir pada kondisi seperti tersebut diatas)
(Sumber: Ilmu Gaya Bangunan-bangunan Statis Tak Tentu cetakan keempat,
Soemono)
Xm = lihat rumusan pada rumus (3.9)
Ξ± = letak posisi titik tinjau dari bentang tengah pada balkon.
B. Menghitung gaya geser pinggir pelat lengkung (T). dengan menggunakan persamaan tiga gaya geser sebagai berikut: ππβ1
π΄π+ 2ππ
1
π΄π+
1
π΄π+1 +
ππ+1
π΄π+1=
1
2 ππ ,π
ππ+
ππ ,π+1
ππ+1 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.12)
Dimana :
Tn-1 =gaya geser pinggir pelat (n-1).
Tn+1 =gaya geser pinggir pelat (n+1).
Tn =gaya geser pinggir pelat (n).
P
O
Denah
O
P
Pot 1-1
18
An =luas penampang pelat (n).
An+1 =luas penampang pelat (n+1).
Wn = momen lembam penampang pelat (n).
Wn+1 = momen lembam penampang pelat (n+1).
Mo,n = momen lateral pelat (n), nilai ini sama dengan momen M1 untuk setiap pelat
vertical dan horizontal dari langkah A, demikian pula untuk pelat (n+1).
C. Perhitungan tegangan-tegangan longitudinal
Untuk menghitung tegangan-tegangan longitudinal, dapat digunakan rumus
berikut :
ππβ1 = Β±ππ ,π + ππ+ππβ1
1
2ππ
ππ+
ππβππβ1
π΄πβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(3.11)
D. Perhitungan tulangan
Berdasarkan tegangan-tegangan pelat pada langkah C, maka luas tulangan
dapat dicari sesuai cara-cara perhitungan tulangan pada konstruksi beton antara lain :
- Peraturan Beton Indonesi 1971 (metode elastic dan atau ultimate)
- Standard SK-SNI T-15-03-1991 (metode kekuatan dan atau metode tegangan
kerja)
E. Persamaan deformasi struktur
Deformasi yang diambil untuk menyatakan syarat batas adalah sebagai berikut :
- Deformasi / perubahan posisi pelat (translasi)
- Deformasi / perubahan rotasi
Rotasi akibat beban luar
Rotasi akibat momen torsi/puntir.
Syarat batas yang harus ada adalah :
JUMLAH DEFORMASI = 0 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(3.13)
Dengan persamaan syarat batas diatas,maka momen-momen lateral M1, dan M2, β¦,
Mn dapat diperoleh dan selanjutnya gaya geser pinggir pelat dan gaya-gaya pelat (Tn
dan Rn).
BAB IV CONTOH PERHITUNGAN DESAIN PELAT LIPAT
SEBAGAI STRUKTUR BALKON
4.1 Soal dan Data-Data
Untuk menggunakan pelat lipat sebagai struktur balkon dapat ditinjau dari bentuk denah
struktur balkon yang direncanakan untuk gedung seminar. Dengan desain pelat lipat sebagai
struktur balkon dengan kondisi kedua ujungnya terjepit kaku, dimana ujung-ujung jepitnya
berupa balok dengan dimensi yang jauh lebih besar daripada pelat.
Berikut denah desain struktur yang direncanakan
19
Gambar 4.1 Denah yang Direncanakan
Dengan potongan I-I, potongan II-II, dan potongan III-III denah dapat dilihat pada
Gambar 4.2a, 4.2b dan 4.2c
Gambar 4.2a. Potongan I-I Dari Denah Soal
II I
I
II
III
III
Kolom
Kolom
Balok
20
0.68
m
1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
16 17
6 m
5 m
3 m
Gambar 4.2b. Potongan II-II DenahSoal
Gambar 4.2c. Potongan III-III Denah Soal
Selanjutnya desain balkon tersebut dengan menggunakan pelat lipat dengan tujuan
untuk gedung seminar. Data-data penunjang ditentukan sendiri.
4.2 Penyelesaian
4.2.1 Pengambilan dimensi parameter disain
Pelat horisontal dan vertikal diambil ditunjukkan pada gambar 4.3.
a
a
9 m
10 m
11 m
8 m
7 m
4 m
21
Gambar 4.3. Dimensi Tampang Pelat Lipat
Mutu beton K225 dan Bj. 37
Modulus Elastis E= 250000 kg/cm2
Modulus Geser G= 104000 kg/cm2
Beban Hidup W= 400 kg/m
4.2.2 Perhitungan Disain
4.2.2.1 Pelat Lipat Balkon
Rumus yang digunakan untuk menghitung momen redundan pada balkon dapat dilihat
pada persamaan di bawah ini:
Xm = β4π βπ cos βπ + 4 1 + k (sin βπβ
12 βπ) β (1 β k) sin 2 βπ
1 β π sin 2 βπ+ 2 1 + k βπ qr2
Dapat dilustrasikan pada Gambar 4.4 berikut ini :
100 cm
20
68 cm
12 cm
22
x
Mxo
Ξ±
Xm
Ξ±o Ξ±o
Gambar 4.4. Balkon
MΞ± = MΞ± o
+ Xm cos Ξ±o (Momen Lentur)
Mt = MtΞ± o
+ Xm sin Ξ±o (Momen Torsi)
π =πΈπΌ
GIπ β²
E = modulus elastis bahan balkon
G = modulus geser bahan balkon
I = momen inersia penampang
Ipβ= momen inersia puntir penampang balkon
dimana :
πΌπβ² =1
3
1
Ξ»β 0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ» d 4
Ξ» =π
π < 1 dan b < d
Gambar 4.5. Penampang Balkon
Xm cos Ξ±
Txo
b
d
23
Selanjutnya dapat dilihat gambar denah struktur balkon yang direncanakan (Gambar
4.6a) dengan gambar potongan I-I dari denah struktur yang direncanakan (Gambar
4.6b). Penampang pelat balkon vertikal dan horizontal (Gambar 4.7a) struktur yang
direncanakan. Penampang pelat balkon vertikal secara terpisah (Gambar 4.7b) dan
Penampang balkon horizontal (Gambar 4.7c).
Gambar 4.6a Denah Struktur Balkon
I
I
24
11
17
15
13
9
8
7
6
5
3
20 20
PELAT BALKON
VERTIKAL
Gambar 4.6b Potongan I-I dari Denah Balkon
4.7a Penampang Pelat Balkon Vertikal dan Horizontal
16
14
12
10
4
2
1
100
68
80
0
80
68
0
PELAT
BALKON
HORIZONTAL
L
25
12
Gambar 4.7b Pelat Lipat Vertikal Gambar 4.7c Pelat Lipat Horizontal
Data - data balok / pelat balkon
Gambar 4.8 Balok / Pelat Balkon
Mutu beton K225
Ec = 250000 kg/cm2
E disain = Ec / ( 1 + Ο) untuk tempat pertemuan Ο = 0
= Ec = 250000 kg/cm2
G disain = E / ( 1 + Ο ) Ο = 0.2
= E disain / ( 1 + 0.2 ) = 208333.3333 kg/cm2
Iv = 1
12x 20 x 80
3 = 853333.33 cm
4
Ih = 1
12 x 80 x 12
3 = 11520 cm
4
Ipβ = Momen Inersia Puntir
Untuk pelat vertikal
Ξ» =π
π =
20
80 = 0.25
Ipvβ = 1
3
1
Ξ»β 0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ» d 4
=1
3
1
0.25β 0,630 + 0.052 x 0.254 0.25 x 80 4
R
R
80
20 80
26
= 179744.1667 cm4
Untuk pelat horizontal
Ξ» =π
π =
12
80 = 0.15
Iphβ = 1
3
1
0.15β 0,630 + 0.052 x 0.154 0.15 x 80 4
= 41725.622 cm4
Kv = πΈ πΌπ£
πΊ πΌππ£β² = 5.70
Kh = πΈ πΌπ
πΊ πΌππβ² = 0.33
Balkon Vertikal 1-2 (lihat Gambar 4.9)
Gambar 4.9 Balkon Vertikal Lengkung
r = 3 m dan βπ=Ο
4= 45Β° = 0.7854 radian k = 5.70
qs = (0.2 x 0.8 x 1 x 2400 ) + 2 (0.4 x 0.12 x 2400)
= 614.4 kg/m
qL = 2( 0.5 x 1 x 400 )
= 400 kg/m
qu = (1.4 x 585.6 + 1.7 x 400) Ο/4
= 1209.6378 kg/m
Dengan memasukan data-data hitungan di atas ke dalam rumusan Xm , maka
diperoleh:
Xm = β4π βπ cos βπ + 4 1 + k (sin βπβ
12 βπ) β (1 β k) sin 2 βπ
1 β π sin 2 βπ+ 2 1 + k βπ qr2
Xm = 867.183 kgmβ (untuk balok vertikal)
Momen Lentur dan Torsi di perletakan jepit : (M dan Mt)
M = M o + Xm cos Ξ±
= (-2qr2 (sin Ξ±/2)
2 + + Xm cos Ξ±
Ξ±o R
20
80 cm
27
= (-2 x 1209.6378 x 32 x sin (45/2)
2)+ 867.183 cos 45
= -2575.40 kgmβ
Mt = Mt o + Xm sin Ξ±
= (-qr2 (Ξ± β sin Ξ± )) + Xm sin Ξ±
= (-1209.6378 x 32 (0.7854 β sin 45)) + 867.183 sin 45
= -239.102 kgmβ
Gambar 4.10 Momen lentur / puntir di perletakan
Untuk tengah bentang
M = M o + Xm cos Ξ±
= 0 + 867.183 cos 0
= 867.183 kgm
Mt = Mt o + Xm sin Ξ±
= 0 + 0
= 0 kgmβ
Dengan menggunakan rumus :
MΞ± = MΞ± o + Xm cos Ξ±o (Momen Lentur)
Mt = MtΞ± o + Xm sin Ξ±o (Momen Torsi)
Tabel 4.1. Momen Tumpuan dan Lapangan Balkon Lengkung
Pelat
Momen (kgmβ)
Perletakan Lapangan
M Lentur M Puntir M Lentur M Puntir
1 dan 2 -2575.40 -239.10 867.18 0
2 dan 3 -3587.99 -408.03 1063.55 0
3 dan 4 -4578.49 -425.07 1541.66 0
4 dan 5 -5482.24 -225.57 2392.98 0
5 dan 6 -7153.89 -664.17 2408.84 0
6 dan 7 -8189.52 -336.96 3574.69 0
7 dan 8 -10301.61 -956.41 3468.73 0
8 dan 9 -11438.26 -470.63 4992.75 0
9 dan 10 -14021.63 -1301.78 4721.33 0
10 dan 11 -15228.45 -626.58 6647.16 0
11 dan 12 -18313.97 -1700.28 6166.63 0
12 dan 13 -19560.09 -804.80 8537.91 0
13 dan 14 -23178.61 -2151.92 7804.65 0
14 dan 15 -24433.20 -1005.31 10665.00 0
15 dan 16 -28615.57 -2656.69 9635.37 0
16 dan 17 -29847.76 -1228.09 13028.43 0
17 dan 18 -34624.84 -3214.59 11658.79 0
T
M
28
-34624.84 kgmβ
-34624.84 kgmβ
11658.79 kgmβ
-3214.59 kgmβ
-3214.59 kgmβ
Diagram momen lentur maksimum dan momen puntir maksimum dilihat pada gambar
4.11
Gambar 4.11a Diagram Bidang Momen Lentur Pelat 17-18
Gambar 4.11b Diagram Bidang Momen Puntir Pelat 17-18
Persamaan gaya geser pinggir pelat balkon lengkung
TUMPUAN : Persamaan gaya geser T
29
Tn Tn-1
Tn
Mo
Mon+1
h
h
Tn
Tn
Tn+1
Gambar 4.12 Gaya Geser Momen Lateral pada pelat n
Ah = 0.144 m2 Wh = 0.00288 m
3
Av = 0.112 m2 Wv = 0.01045 m
3
Dengan persamaan dalil 3 gaya geser untuk pelat 18-17 dan 17-16, maka diperoleh : ππβ1
π΄π+ 2 ππ
1
π΄π+
1
π΄π+1 +
ππ+1
Aπ+1=
1
2 (
ππ ,π
ππ+
ππ ,π+1
ππ+1 )
π16
0.144+ 2 π17
1
0.144+
1
0.112 +
π18
0.112=
1
2 (
β29847.76
0.00288+
β34624.84
0.01045 )
16 8.93 T15 + 31.75 T16 + 6.94444 T17 = 6550631.808
15 7 T14 + 31.75 T15 + 8.93 T16 = 5610604.182
14 8.93 T13 + 31.75 T14 + 6.94444 T15 = 5350545.573
13 7 T12 + 31.75 T13 + 8.93 T14 = 4504520.71
12 8.93 T11 + 31.75 T12 + 6.94444 T13 = 4271836.691
11 7 T10 + 31.75 T11 + 8.93 T12 = 3519814.591
10 8.93 T9 + 31.75 T10 + 6.94444 T11 = 3314505.163
9 7 T8 + 31.75 T9 + 8.93 T10 = 2656485.825
8 8.93 T7 + 31.75 T8 + 6.94444 T9 = 2478550.987
7 7 T6 + 31.75 T7 + 8.93 T8 = 1914534.412
6 8.93 T5 + 31.75 T6 + 6.94444 T7 = 1763974.164
5 7 T4 + 31.75 T5 + 8.93 T6 = 1293960.351
4 8.93 T3 + 31.75 T4 + 6.94444 T5 = 1170774.694
3 7 T2 + 31.75 T3 + 8.93 T4 = 841911.44
2 8.93 T1 + 31.75 T2 + 6.94444 T3 = 746100.3734
1
T0 + 31.75 T1 + 8.93 T2 = 447118.3107
LAPANGAN : Analog untuk lapangan balkon lengkung diperoleh :
17 6.944 T16 + 31.75 T17
= 2819539.592
16 8.93 T15 + 31.75 T16 + 6.94444 T17 = 2722755.779
15 7 T14 + 31.75 T15 + 8.93 T16 = 2312437.325
14 8.93 T13 + 31.75 T14 + 6.94444 T15 = 2224871.018
6.944 T16 + 31.75 T17 = 6838065.007
fn
Tn+1
b
b
fn-1
fn
fn+1
Tn-1
30
13 7 T12 + 31.75 T13 + 8.93 T14 = 1855584.409
12 8.93 T11 + 31.75 T12 + 6.94444 T13 = 1777235.608
11 7 T10 + 31.75 T11 + 8.93 T12 = 1448980.845
10 8.93 T9 + 31.75 T10 + 6.94444 T11 = 1379849.55
9 7 T8 + 31.75 T9 + 8.93 T10 = 1092626.632
8 8.93 T7 + 31.75 T8 + 6.94444 T9 = 1032712.843
7 7 T6 + 31.75 T7 + 8.93 T8 = 786521.7701
6 8.93 T5 + 31.75 T6 + 6.94444 T7 = 735825.487
5 7 T4 + 31.75 T5 + 8.93 T6 = 530666.2599
4 8.93 T3 + 31.75 T4 + 6.94444 T5 = 489187.4829
3 7 T2 + 31.75 T3 + 8.93 T4 = 258383.3524
2 8.93 T1 + 31.75 T2 + 6.94444 T3 = 226122.0814
1 0 T0 + 31.75 T1 + 8.93 T2 = 150552.5981
Dengan menyelesaikan persamaan linier tersebut diatas dengan Program Komputer,
maka diperoleh :
A. Gaya Geser pada Tumpuan (kg):
T1 = 9110.03
T2 = 17686.04
T3 = 14875.10
T4 = 27649.03
T5 = 23070.87
T6 = 41388.98
T7 = 35142.94
T8 = 57283.73
T9 = 49859.07
T10 = 75695.71
T11 = 67146.69
T12 = 96601.01
T13 = 87208.39
T14 = 119297.92
T15 = 112991.59
T16 = 133852.53
T17 = 186118.81
B. Gaya Geser pada Lapangan (kg) :
T1 = 3204.07
T2 = 5469.65
T3 = 3437.95
T4 = 12460.96
T5 = 9058.41
T6 = 17535.07
31
T7 = 14152.01
T8 = 24133.80
T9 = 20189.25
T10 = 31819.43
T11 = 27280.46
T12 = 40540.22
T13 = 35520.32
T14 = 49999.71
T15 = 46142.36
T16 = 56042.61
T17 = 76556.18
Perhitungan tegangan Longitudinal balkon lengkung.
Di tumpuan :
ππβ1 = Β±ππ ,π + ππ + ππβ1
12 ππ
ππ+
ππ β ππβ1
π΄π
Dengan memperhatikan hasil perhitungan untuk gaya geser pinggir masing-
masing pelat serta arahnya, maka untuk setiap hubungan pelat didapatkan
tegangan pinggir (Ο) rata-rata sebagai berikut
Pada Tumpuan:
Tabel 4.2 Tegangan Rata β Rata (x Ο3/32)
Pada Pinggir Nomor
Besar Tegangan (kg/cm2) Keterangan
Tumpuan Lapangan
1 7.65 19.13 TARIK
2 60.85 51.72 TEKAN
3 39.64 35.65 TARIK
4 90.01 106.34 TEKAN
5 61.37 75.24 TARIK
6 133.08 168.06 TEKAN
7 97.74 111.47 TARIK
8 183.35 238.33 TEKAN
9 141.68 155.39 TARIK
10 241.51 320.55 TEKAN
11 193.58 206.62 TARIK
12 307.71 414.95 TEKAN
13 254.08 265.41 TARIK
14 383.57 521.39 TEKAN
15 332.18 335.50 TARIK
16 491.87 637.73 TEKAN
17 554.72 469.96 TARIK
32
183.35 kg/cm2
Dengan memperhatikan hasil perhitungan tegangan longitudinal di atas maka
diperoleh diagram tegangan maksimum pada tumpuan untuk desain yang disajikan
pada gambar 4.14a dan 4.14b
Gambar 4.14a Diagram Tegangan Longitudinal Maksimum Pelat Tegak pada
tumpuan (16-15; 14-13; 12-11) dan ( 10-9; 8-7; 6-5; 4-3; 2-1)
Gambar 4.14b Diagram Tegangan Longitudinal Pelat Maksimum Horizontal pada
tumpuan ( 17-16; 15-14; 13-12; 11-10) dan Horizontal ( 9-8; 7-6; 5-4;
3-2)
Perhitungan Tulangan
A. Tulangan Longitudinal Pelat (11-12; 13-14; 15-16)
Tumpuan
Fcβ = 22.5 Mpa = 225 kg/cm2
Fy = 240 Mpa = 2400 kg/cm2
P tekan = 0.5 x 491.9 x 33.43 x 20
22.57 cm
332.18 kg/cm2 Tarik
141.68 kg/cm2 Tarik
491.87 kg/cm2 Tekan
491.87 kg/cm2 Tekan
37.6 cm
141.68 kg/cm2
554.72 kg/cm2 Tarik
33.43 cm
42.4 cm
241.51 kg/cm2
33
= 164412.4 kg/cm2
Luas tulangan As = 164412.4 / 2400 = 68.505 cm2
= 16 Ο 24 = 72.4114 cm2
Diberikan tulangan praktis 4 Ο 24
Gambar 4.15 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Tumpuan
Lapangan
P tarik = 0.5 x 355.5 x 19.30 x 20
= 64768.2 kg/cm2
Luas Tulangan As = 64768.2 / 2400 = 26.9867 cm2
= 6 Ο 24 = 27.154 cm
2
Diberikan tulangan praktis 4 Ο 24
Gambar 4.16 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Lapangan
36.7 cm
19.3 cm
637.73 kg/cm2 Tekan
335.50 kg/cm2 Tarik
4Ο24
16Ο24 56 cm
20 cm
6Ο24
4Ο24
20 cm
56 cm
34
Gambar 4.17 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal
Pelat horizontal (10-11; 12-13; 14.15; 16-17)
Tumpuan
P tekan = 0.5 x 491.9 x 5.64 x 80
= 110959.646 kg
As = 110959.646 / 2400 = 46.233 cm2
= 11Ο24 = 49.7829 cm2
Gambar 4.18 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Tumpuan
Lapangan
P tarik = 0.5 x 470.0 x 5.09 x 80
= 95707.5489 kg
As = 95707.5489 / 2400 = 39.8781 cm2
= 9Ο24 = 40.7314 cm2
554.72 kg/cm2 Tarik
491.87 kg/cm2 Tekan
5.64 cm
6.36 cm
637. 73 kg/cm2 Tekan
469.96 kg/cm2 Tarik 6.91 cm
5.09 cm
2Ο24
11Ο24
80 cm
12 cm
16Ο24
4Ο24
35
Gambar 4.19 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Lapangan
Gambar 4.20 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal
Tulangan melintang Pelat Vertikal (11-12; 13-14; 15-16)
Fcβ = 225 kg/cm2 dan fy = 2400 kg/cm
2
Οmin = 1.4/2400 = 0.00058 Ο < Ο maksimum = 75% Οb
Οb = 0.85 ππβ²
ππ¦ Ξ²
87
87+fy dimana : fcβ = 225 kg/cm
2
fy = 2400 kg/cm2
Ξ² = 0.85
75% Οb = 0.0017777 ----------------------- 0.00058 < Ο < 0.0017777
a = π΄π ππ¦
0.85 ππ β² π = 0.627451 As
M = 321459.3 kgcm Mn = 321459 .3
0.9 = 357176.967 kgcm
Mn = As x fy (h - 0.5a)
= 2400 As ( 56 β 0.5 x 0.6275 As)
357176.967 = 134400 As β 752.9412 As2
As = 2.698357 cm2
As min = 12 π π
ππ¦=
12 π₯ 20 π₯56
2400= 5.6 cm
2
Diambil As = Ο8 β 850 = 5.916 (sama untuk semua pelat vertikal)
Tulangan melintang Pelat Horizontal (10-11; 12-13; 14.15; 16-17)
0.00058 < Ο < 0.0017777 dan a = 0.1426 As
M = 122808.8 kgcm < 321459.27 kgcm
Semua pelat Horisontal memakai tulangan melintang sama dengan pelat Vertikal.
A min = 5.7 cm2 (Ο8 β 850 = 5.916)
B. Tulangan Longitudinal Pelat 1-2 s/d 9-10
Pelat Tegak 9-10 :
Tumpuan
P tekan = 0.5 x 241.51 x 35.29 x 20
= 85239.36 kg
As = 85239.36 / 2400
= 35.5164 cm2
= 18 Ο 16 = 36.205 cm2
Diberikan tulangan praktis 4 Ο 16
12 cm
9Ο24
4Ο24
11Ο24
2Ο24
36
Gambar 4.21 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Tumpuan
Lapangan
P tarik = 0.5 x 155.39 x 18.28 x 20
= 28409.69 kg
As = 28409.69 / 2400
= 11.83737 cm2
= 6 Ο 16 = 12.068 cm2
Gambar 4.22 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Lapangan
Gambar 4.23 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal
Pelat Horizontal 8-9 :
Tumpuan
P tekan = 0.5 x 183.35 x 6.77 x 80
= 49646.35 kg
As = 49646.35 / 2400
= 20.686 cm2
= 11 Ο 16 = 22.125 cm2
4Ο16
18Ο16
20 cm
56 cm
6Ο16
4Ο16
20 cm
56 cm
18Ο16
4Ο16
37
Gambar 4.21 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Tumpuan
Lapangan
P tarik = 0.5 x 155.39 x 4.74 x 80
= 29436.29 kg
As = 29436.29 / 2400
= 12.26512 cm2
= 7 Ο 16 = 14.08 cm2
Gambar 4.22 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Lapangan
Gambar 4.20 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dan contoh hitungan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
- Perletakan ujung pelat lengkung yang tanpa balok pemikul sebaiknya terjepit dengan
sempurna.
- Momen lateral dan puntir pelat lengkung diperoleh dengan menggunakan rumusan
teori balkon dan Gaya geser pinggir pelat dapat diperoleh dengan menggunakan
persamaan tiga gaya geser.
5.2 Saran β Saran
- Untuk menghindari perhitungan yang panjang pada disain konstruksi pelat lipat, maka
hal-hal yang perlu mendapat perhatian antara lain :
Langkah-langkah yang sistimatis dari perhitungan untuk mendapatkan tegangan
akhir dan momen akhir.
2Ο16
11Ο16
80 cm
12 cm
80 cm
12 cm
4Ο16
7Ο16
2Ο24
11Ο16
38
Dengan dapatnya tegangan-tegangan dianalisa, maka untuk selanjutnya
dengan menggunakan tegangan tersebut, maka penulangan pelat lipat dengan
system pratekan dapat dikembangkan.
- Pada Balkon tanpa dukungan balok tengah, maka perletakan ujung pelat usahakan
terjepit penuh,
- Konstruksi pelat lipat termasuk konstruksi yang memerlukan keahlian dalam
pelaksanaan, maka dalam hal ini perlunya pengawasan dari tenaga ahli bidang
bersangkutan sehingga kesalahan dapat diperkecil.
DAFTAR PUSTAKA
Akkas, Abdul Madjid, dkk. 2004. Struktur Beton Bertulang I. Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Akkas, Hakka. 1983. Disain Konstruksi Atap Beton Lipat. Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Anomius, 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-
2847-2002, Panitia Teknik Standarisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan. Bandung.
Asroni, Ali. 2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Graha Ilmu. Surakarta.
Kh, Sunggono. 1995. Buku Teknik Sipil. Nova. Bandung.
Soemono. 1980. Ilmu Gaya Bangunan β Bangunan Statis Tak Tentu cetakan keempat.
Djambatan. Bandung.
Triatmodjo, Bambang. 2002. Meode Numerik. Beta Offset. Yogyakarta
Wang, Chu-kia, dkk. 1993. Desain Beton Bertulang Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada saat ini, pesatnya perkembangan teknologi telah memunculkan
berbagai jenis struktur pelat yang cukup rumit misalnya pada struktur jembatan,
pesawat terbang, bangunan, dan produk industri lainnya. Pada analisa struktur
yang demikian kompleks, metode eksak akan sulit digunakan. Kompleksitas
struktur tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain: kerumitan bentuk struktur
yang kerap kali tidak simetris, karakteristik material yang non-linier dan kondisi
pembebanan yang rumit. Perhitungan menggunakan metode eksak tidak mungkin
digunakan pada struktur dengan kompleksitas yang sedemikian rumit, karena
penyelesaian eksak hanya dapat diperoleh untuk kasus yang paling sederhana.
Contoh-contoh yang paling dini tentang pembuatan tong kayu yang diperkuat
dengan sabuk logam serta pemasangan sabuk logam di sekeliling roda kayu
menunjukkan bahwa seni prategangan telah dipraktekkan sejak zaman dahulu.
Kekuatan tarik beton polos hanyalah merupakan suatu fraksi saja dari kekuatan
tekannya dan masalah kurang sempurnanya kekuatan tarik ini ternyata menjadi
faktor pendorong dalam pengembangan material komposit yang dikenal sebagai
"beton bertulang".
Secara umum, pelat merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan
bidang permukaan yang lurus, datar (tidak melengkung) dan tebalnya jauh lebih
kecil dibandingkan dengan dimensi yang lain. Ditinjau dari segi statika, kondisi
I-2
tepi pelat bisa bebas, jepit-jepit elastis, bertumpuan sederhana, bertumpuan elastis
atau dalam beberapa hal dapat berupa tumpuan titik terpusat. Beban statis dan
dinamis yang dipikul oleh pelat umumnya tegak lurus terhadap permukaan pelat
sehingga peralihan yang terjadi pada pelat merupakan akibat dari aksi lentur pelat.
Sementara perkembangan mekanika struktur secara keseluruhan dimulai dengan
penelitian masalah keseimbangan, analisa dan percobaan yang pertama kali
terhadap pelat terutama dilakukan terhadap getaran bebas.
Beban yang umum pada pelat mempunyai sifat banyak arah. Pelat dapat
ditumpu diseluruh tepinya atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh
kolom atau campuran antara tumpuan menerus dan titik). Kondisi tumpuan dapat
sederhana atau jepit. Pelat ini terbuat dari material padat , homogen yang memiliki
sifat sama di segala arah. Dengan membentuk lipatan-lipatan kaku pada suatu
sistem struktur yang bekerja secara efisien untuk menyalurkan beban sehingga
memungkinkan dicapainya bentang-bentang lebar di antara tumpuan-tumpuan
yang direncanakan. Efisiensi dari struktur pelat lipat dicapai karena struktur
tersebut bekerja sekaligus sebagai pelat datar (slab), balok (beam), dan rangka
kaku (truss).
Selama berabad-abad perkembangan struktur telah digunakan dalam bidang
pembangunan. Khususnya pada penggunaan pelat lipat, konstruksi pelat lipat saat
ini kurang dikenal oleh kalangan masyrakat. Akibat kurangnya penggunaan pelat
lipat pada konstruksi β konstruksi sederhana. Penggunaan pelat lipat hanya
ditemui pada umumnya pada konstruksi stadion di Indonesia. Sehingga
dibutuhkan peninjauan lebih jauh mengenai struktur pelat lipat.
I-3
Pembangunan gedung-gedung pertemuan, stadion, tempat ibadah acara
keagamaan, dan struktur sejenisnya dimana perserta memerlukan tempat yang
memenuhi syarat teknik dan estetika dan fungsinya. Bentuk yang umum dipakai
adalah bentuk balkon dalam bentuk tangga dimana dilengkapi balok pemikul
masing-masing pelat.
Disini penulis mencoba menggantinya struktur tanpa balok pemikul, yaitu
terdiri dari pelat lipat beton yang melengkung pada arah horizontal dimana hanya
ditumpu pada ujung-ujungnya, sehingga dengan demikian diperoleh struktur yang
lebih ekonomis, karena ruang dibawahnya masih bisa digunakan untuk tujuan
lainnya.
Struktur jenis ini sudah mulai diminati seperti terlihat pada gedung-gedung
gedung pertemuan, stadion, tempat ibadah acara keagamaan, dan struktur
sejenisnya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk menulis
karya tulis dalam bentuk tinjauan perencanaan dengan judul: STUDI
PENGGUNAAN PELAT LIPAT SEBAGAI STRUKTUR BALKON.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan ini adalah untuk merencanakan pelat lipat pada
struktur balkon tanpa balok pemikul ditengah bentang.
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah
A. Memberikan alternatif pemilihan pelat lipat sebagai balkon tanpa
didukung balok pemikul,
I-4
B. Mengadakan analisa secara menyeluruh terhadap pelat lipat yang
melengkung.
1.3. Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini kami membahas masalah bagaimana menganalisa dan
mendesain pelat lipat pada struktur balkon.
1.4. Batasan Masalah
Penyajian bahasan tulisan ini meliputi:
A. Analisa teori pelat lipat,
B. Analisa teori balkon,
C. Perencanaan pelat lipat balkon dalam bentuk contoh soal,
D. Bahan dari pelat lipat adalah konstruksi beton,
E. Perencanaan pada gedung pertemuan.
1.5. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah bentuk penelitian teoritis :
1. Studi literatur yang dipakai penulis dengan membaca buku-buku yang
sinergis terhadap penulisan ini.
2. Melakukan analisis berdasarkan parameter-parameter yang tersedia.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan adalah membagi kerangka masalah
dalam bab ke sub bab agar maksud dari masalah yang hendak penulis kemukakan
menjadi lebih jelas dan mudah dimengerti.
Gambaran umum mengenai keseluruhan isi karya tulis diuraikan ke dalam
inti tiap bab sebagai berikut :
I-5
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pengantar yang menguraikan secara umum tentang
latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori yang mendukung perencanaan pelat lipat
pada struktur balkon secara umum.
BAB III : TINJAUAN KHUSUS
Bab ini menguraikan teori yang mendukung perencanaan pelat lipat
pada struktur balkon secara khusus.
BAB IV : CONTOH PERHITUNGAN DESAIN PELAT LIPAT SEBAGAI
STRUKTUR BALKON
Bab ini berisikan contoh perhitungan pelat lipat sebagai struktur
balkon.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-
saran yang disimpulkan dari isi penulisan.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelat Lipat
Pelat dapat digunakan dalam berbagai posisi secara horizontal, vertikal
atapun pada suatu kemiringan.Salah satu penerapan dari yang horizontal adalah
lantai. Pelat horizontal ini menerima beban secara transversal pada permukaannya
dan mentransfernya secara horizontal kepada tumpuan pelat tersebut. Jika
digunakan secara vertikal, elemen struktur ini biasanya memikul beban pada
bidangnya.
Perilaku bentuk permukaan tersebut membuat elemen pelat datar sangat
berguna dalam situasi dimana diinginkan permukaan penutup suatu bangunan.
Pelat dapat dibuat dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan
membuatnya dari beton bertulang. Permukaan vertikal yang dirancang untuk
memikul beban vertikal dapat dibuat dengan tumpukan bata dan bentuk seperti ini
disebut load bearing wall. Bentuk struktur yang seperti ini hanya dapat memikul
beban pada bidang yang arah kerjanya juga vertikal. Jadi pelat semacam ini tidak
dirancang untuk mengalami lendutan pada permukaannya akibat beban eksternal.
Pelat horizontal dapat juga dibuat dengan pola susunan elemen garis yang
kaku dan pendek. Skema segitiga tiga dimensi digunakan untuk memperoleh
kekakuan pada struktur yang tersusun tersebut.
Pelat kaku, sempit, panjang dapat pula digabungkan disepanjang tepi
panjangnya dan digunakan dengan bentang horizontal, serupa dengan balok-
balok. Struktur ini disebut folded plate (pelat lipat), mempunyai potensi untuk
II-2
membentang cukup jauh. Dapat kita lihat pada Gambar 2.1 yang mengilustrasikan
struktur pelat lipat tersebut.
Gambar 2.1 Pelat Lipat
2.2 Beton dan Beton Bertulang
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau
agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat
dari semen dan air membentuk suatu massa mirip-batuan. Terkadang, satu atau
lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik
tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu
pengerasan.
Seperti substansi-substansi mirip batuan lainnya, beton memiliki kuat tekan yang
tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah.Beton bertulang adalah suatu kombinasi
antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik
yang tidak dimiliki beton.
II-3
2.2.1 Kelebihan Beton Bertulang Sebagai Suatu Bahan Struktur
Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting.
Beton bertulang digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur,
besar maupun kecil β bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding
penahan tanah, terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase
serta fasilitas irigasi, tangki, dan sebagainya.
Sukses besar beton sebagai bahan konstruksi yang universal cukup mudah
dipahami jika dilihat dari banyaknya kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan
tersebut antara lain :
1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan bahan lain.
2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air,
bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak
bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-
rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang
memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada
permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.
3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.
4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat
panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat
digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk
menahan beban. Ini dapat dijelaskan dari kenyataannya bahwa kekuatan
II-4
beton tidak berkurang dengan berjalannya waktu bahkan semakin lama
semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses
pemadatan pasta semen.
6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk
pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan, dan bangunan-
bangunan semacam itu.
7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi
bentuk yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang
sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.
8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang
murah (pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit
9. Semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari
daerah lain.
10. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton
bertulang lebih rendah bila dibandingkan dengan bahan lain seperti
struktur baja.
2.2.2 Tegangan Beton
Pada desain beban kerja, tegangan-tegangan yangterjadi dibatasi oleh
tegangan izin. Tegangan izin ini ditetapkan dalam Tata Cara PerhitunganStruktur
Beton Untuk Bangunan Gedung SNI03 β 2847 β 2002, tepatnya dalam pasal 20.4
halaman 175yangakan dibahas lebih lanjut pada bab III nanti.
II-5
2.2.3 Regangan Beton
Pada beton prategang untuk mengetahuiregangan-regangan yang dihasilkan
seperti jugategangan-tegangan. Hal ini penting untukmemperkirakan kehilangan
gayaprategang pada bajadan untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh laindari
pemendekan beton. Untuk tujuan pembahasan,regangan- regangan yang demikian
dapatdiklasifikasikan dalam empat jenis : reganganelastis beton, regangan lateral,
regangan rangkak danregangan susut.
Regangan elastis, istilah elastis ini agaksedikit kurang tepat, karena
kurvategangan-regangan untuk beton jarang merupakangaris lurus bahkan pada
tegangan yang biasa,regangan tersebut jarang dipulihkankembali.Tetapi, dengan
menghilangkan reganganrangkak dari peninjauan, bagian bawah dari
kurvategangan-regangan diperoleh nilai moduluselastisitas beton. Sedangkan
dalam ayat 3.1.5 SNI 03 β 2847 β 2002mengenai moduluselastisitas disebutkan
bahwa :
untuk nilai Wc diantara 1500 dan 2500 kg/m3nilai modulus elastisitas
beton Ec boleh diambilsebesar (Wc)1,5
x0,043 πβ²π(dalam MPa)
untuk beton normal, dengan Wc +23 kN/m3,Ec boleh
diambil sebesar 4700 fβ²c
Regangan Lateral, dihitung dengan angkaPoisson. Karena pengaruh angka
Poisson, kehilangangayaprategang berkurang sedikit pada prategang biaksial.
Regangan Rangkak, rangkak pada betondidefinisikan sebagai deformasi
yang tergantungpada waktu yang diakibatkan oleh adanya tegangan.
Regangan Susut, dibedakan dari rangkak,susut pada beton adalah kontraksi
II-6
akibatpengeringan dan perubahan kimiawi yang tergantungpada waktu dan
keadaan kelembaban, tetapi tidakpada tegangan.
2.3 Pelat
Struktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen plat
lantai,balok anak, balok induk, dan kolom yang umumnya dapat merupakan
satukesatuan monolit atau terangkai seperti halnya pada sistem pracetak. Petak
plat dibatasi oleh balok anak pada kedua sisi panjang dan oleh balok induk pada
kedua sisi pendek (Istimawan, 1999).
Pelat merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, (datar atau
melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensi yang lain.
Segi statika, kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi :
Tumpuan bebas ( free )
Bertumpu sederhana ( simply supported )
Jepit
Pemakaian pelat :
Struktur arsitektur
Jembatan
Perkerasan jalan
Struktur hidrolik
dll
Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat (Szilard, 1974)
1. Pelat kaku : merupakan pelat tipis yang memilikki ketegaran lentur
(flexural rigidity), dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama
II-7
dengan momen dalam ( lentur dan puntir) dan gaya geser transversal, yang
umumnya sama dengan balok
Pelat yang dimaksud dalam bidang teknik adalah pelat kaku, kecuali jika
dinyatakan lain.
2. Membran : merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul
beban lateral dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi
pemikul beban ini dapat didekati dengan jaringan kabel yang tegang
karena ketebalannya yang sangat tipis membuat daya tahan momennya
dapat diabaikan.
3. Pelat flexibel : merupakan gabungan pelat kaku dan membran dan
memikul beban luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser
transversal dan gaya geser terpusat, serta gaya aksial
Struktur ini sering dipakai dalam industri ruang angkasa karena
perbandingan berat dengan bebannya menguntungkan
4. Pelat tebal : merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai
kondisi kontinu tiga dimensi
2.3.1 Sistem Pelat Satu Arah
Pada bangunan bangunan beton bertulang, suatu jenis lantai yang umum
dan dasar adalah tipe konstruksi pelat balok-balok induk (gelagar).Dimana
permukaan pelat itu dibatasi oleh dua balok yang bersebelahan pada sisi dan dua
gelagar pada kedua ujung. Pelat satu arah adalah pelat yang panjangnya dua kali
atau lebih besar dari pada lebarnya, maka hampir semua beban lantai menuju ke
balok-balok dan sebagian kecil saja yang akan menyakur secara langsung ke
gelagar.
II-8
Kondisi pelat ini dapat direncanakan sebagai pelat satu arah dengan
tulangan utama sejajar dengan gelagar atau sisi pendek dan tulangan susut atau
suhu sejajar dengan balok-balok atau sisi panjangnya.
Permukaan yang melendut dari sistem pelat satu arah mempunyai kelengkungan
tunggal.
Sistem pelat satu arah dapat terjadi pada pelat tunggal maupun menerus,
asal perbandingan panjang bentang kedua sisi memenuhi.
2.3.2 Sistem Pelat Dua Arah
Sistem pelat dua arah dapat terjadi pada pelat tunggal maupun menerus,
asal perbandingan panjang bentang kedua sisi memenuhi. Persyaratan jenis pelat
lantai dua arah jika perbandingan dari bentang panjang terhadap bentang pendek
kurang dari dua
Beban pelat lantai pada jenis ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke
empat balok pendukung, akibatnya tulangan utama pelat diperlukan pada kedua
arah sisi pelat.Permukaan lendutan pelat mempunyai kelengkungan ganda.
2.3.3. Metode β Metode Analisis Pelat
a. Metode klasik
Metode ini sebagian besar ditentukan pada teori elastis, di mana
pemakaian analisis tingkat tinggi banyak dijumpai.Metode ini didasarkan
pada fenomena fisis pelat, yaitu lenturan pelat. Lenturan dibuat model
matematis dengan menggunakan penyederhanaan-penyederhanaan
II-9
b. Metode Pendekatan dan numerik, antara lain :
1. Metode garis luluh
Dalam metode ini kekuatan suatu pelat dimisalkan ditentukan oleh
lentur saja.Pengaruh-pengaruh lain seperti lendutan dan geser harus
ditinjau tersendiri.
2. Metode jaringan balok
Metode ini didasarkan pada metode kekakuan ( mengubah struktur
kinematis tak tentu menjadi struktur kinematis tertentu). Analisis
struktur pelat didekati dengan pendekatan jaringan balok silang,
struktur pelat dianggap tersusun dari jalur-jalur balok tipis dalam
masing-masng arah dengan tinggi balok sama dengan pelat.
3. Metode pendekatan PBI 71
Didasarkan pada pendekatan momen dengan menggunakan
koefisien-koefisien yang disederhanakan.Momen-momen yang
dihasilkan didapat dari rumus momen yang sudah ada.Besarnya
momen ini dipengaruhi oleh besarnya beban terbagi rata per meter
panjang, panjang bentang arah x dan arah y dari panel pelat. Dari
hitungan momen didapatkan Mlx ( momen lapangan pada arah x),
Mtx ( momen tumpuan/tepi pada arah x), Mly ( momen lapangan
pada arah y), Mty ( momen tumpuan/tepi pada arah y).
Perhitungan momen-momen tersebut harus sesuai dengan perletakan
masing-masing sisi struktur pelat yang direncanakan.
4. Metode pendekatan SNI-2847-2002
Metode perencanaan langsung ( Direct Design Method )
II-10
Pada metode ini yang didapatkan adalah pendekatan momen
dengan menggunakan koefisien-koefisien yang disederhanakan.
Metode portal ekivalen ( Eqivalen Frame Method )
Metode ini digunakan untuk memperoleh variasi longitudinal dari
momen dan geser, maka kekakuan relative dari kolom-kolom,
berikut sistem lantai dimisalkan di dalam analisis pendahuluan
dan kemudian diperiksa seperti halnya dengan perencanaan dari
struktur statis tak tentu lainnya.
2.4 Tangga
Tangga merupakan jalur yang mempunyai undak - undak (trap) yang
menghubungakan satu lantai dengan lantai diatasnya dan mempunyai fungsi
sebagai jalan untuk naik dan turun antara lantai tingkat.
2.4.1 Bagian - bagian dari Struktur Tangga
1. Pondasi tangga
Sebagai dasar tumpuan (landasan) agar tangga tidak mengalami
penurunan, pergeseran.Pondasi tangga bisa dari pasangan batu kali, beton
bertulang atau kombinasi dari kedua bahan dan pada dibawah pangkal
tangga harus diberi balok anak sebagai pengaku pelat lantai, agar lantai
tidak menahan beban terpusat yang besar.
2. Ibu tangga
Merupakan bagian dari tangga sebagai konstruksi pokok yang berfungsi
untuk mendukung anak tangga.
II-11
3. Anak tangga
Anak tangga berfungsi sebagai bertumpunya telapak kaki, dibuat dengan
jarak yang sama dan selisih tinggi (trap) dibuat, supaya kaki yang
melangkah menjadi nyaman, enak untuk melangkah, bentuk anak tangga
dapat divariasikan sesuai selera pemilik atau arsiteknya.
4. Pagar tangga
Pagar tangga atau reilling tangga adalah bagian dari struktur tangga
sebagai pelindung yang diletakkan disamping sisi tangga dan di pasang
pada/ diatas ibu tangga untuk melindungi agar orang tidak terpelosok
jatuh.Pagar tangga dapat dibuat dengan macam - macam variasi agar lebih
artistik dan pada lantai tingkat disekitar lubang tangga harus dipasang juga
pagar pengaman agar penghuni tidak terjerumus jatuh.
5. Penggunaan tangga
Merupakan batang yang di pasang sepanjang anak tangga untuk
bertumpunya tangan agar orang turun naik tangga merasa lebih aman,
pegangan tangga bertumpu pada tiang - tiang tangga yang tertanam kuat
pada ibu tangga.
6. Bordes
Adalah pelat datar diantara anak - anak tangga sebagai tempat beristirahat
sejenak, bordes di pasang pada bagian sudut tempat peralihan arah tangga
yang berbelok.Untuk rumah tinggal, lebar bordes antara 80 - 100 cm dan
untuk bangunan umum, lebar bordesnya dibuat antara 120 - 200 cm.Dapat
dibuat dengan 3 model, yaitu Bordes tangga lurus, bordes tangga L dan
bordes tangga U.
II-12
2.4.2 Macam - macam Bentuk Tangga
Bentuk tangga dapat disesuaikan dengan beda tinggi lantai dan ruangan
yang tersedia. Untuk menambah suasana yang harmonis dalam ruangan, bentuk
tangga juga sebaiknya dibuat indah dan serasi dengan interior ruangan.Dengan
makin majunya tingkat kebudayaan manusia, perkembangan teknologi yang
memproduksi bahan dan alat bangunan, ide para seniman, maka bentuk tangga
makin lama makin berkembang bervariasi, bahkan dewasa ini bentuk sudah
merupakan seni tersendiri. Bentuk tangga yang umum banyak dipakai, yaitu:
1. Tangga lurus,
2. Tangga miring,
3. Tangga lengkung,
4. Tangga siku,
5. Tangga lingkar
2.4.3 Perhitungan dan Standarisasi Bentuk Tangga serta Ukurannya
Membuat tangga disamping keindahan perlu diperhatikan segi - segi
teknisnya, harus diperhatikan juga kemudahan, rasa aman, bagi orang yang
melaluinya.
Lebar anak tangga;
a) Untuk rumah tinggal, lebar anak tangga 80 cm.
b) Untuk bangunan umum, lebar anak tangga 120 cm s/d 200 cm.
c) Untuk tangga darurat, lebar anak tangga bisa 70 cm.
Tetapi dapat juga diperhatikan jika yang melewati berpapasan di satu anak tangga
a. Untuk satu orang, lebarnya 60 - 80 cm
b. Untuk dua orang, lebarnya 120 cm
II-13
c. Untuk tiga orang, lebarnya 180 cm
Lebar dan tinggi anak tangga (trap);
Semua anak tangga harus dibuat bentuk dan ukuran yang seragam, dan untuk
memberi kenyamanan bagi yang turun dan naik tangga perlu diperhatikan lebar
dan tinggi anak tangga.
Rumus untuk anak tangga (undak - undak)
2t + l = 60 - 65 cm
Keterangan :
t = tinggi anak tangga (tinggi tanjakan = optrede)
l = lebar anak tangga (lebar injakan = aantrede)
Rumus diatas didasarkan pada:
Satu langkah arah datar antara 60 - 65 cm.
Untuk melangkah naik perlu tenaga 2 kali lebih besar dari pada melangkah
datar
2.5 Deret Fourier
2.5.1 Deret Fourier Fungsi Ganjil dan Genap
Suatu fungsi f(x) dinamakan ganjil jikaπ βπ₯ = βπ(π₯). Jadiπ₯3, π₯5 β
3π₯3 + 2π₯, sin π₯, tan 3π₯semuanya adalah fungsi ganjil.
Suatu fungsi f(x) dinamakan genap jikaπ βπ₯ = π(π₯). Jadi π₯4, 2π₯6 β
4π₯2 + 5, cos π₯, ππ₯ + πβπ₯semuanya adalah fungsi genap.
Dalam deret fourier yang berkaitan dengan fungsi ganjil, hanya suku-suku sinus
yang dapat disajikan. Dalam deret fourier yang berkaitan dengan suatu fungsi
II-14
β¦β¦β¦β¦ (2.1)
genap, hanya suku-suku cosinus (suatu konstanta yang kita pandang sebagai suatu
suku cosinus) yang dapat disajikan.
Gambar 2.2 Fungsi Ganjil
Gambar 2.3 Fungsi genap
2.5.2. Deret Fourier Fungsi f(x) Ganjil Periode T
Fungsi f(x) ganjil periode T dapat dinyatakan sebagai berikut :
π π₯ = πππ ππ 2ππ
ππ₯
~
(π=1)
(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)
f(x)
f(x)
0 x
f(-x)
-a
+a
-a +a
-a +a0
f(x)
f(x)
f(-x)
II-15
β¦β¦β¦β¦ (2.2)
di mana :
ππ =4
π π π₯ π ππ
2ππ
ππ₯ ππ₯
π
2
0
Gambar 2.4 Fungsi ganjil interval T
2.5.3. Deret Fourier Fungsi Genap Periode T
Fungsi f(x) genap periode T dapat dinyatakan sebagai berikut:
π π₯ = π0 + π0πππ 2ππ
ππ₯
~
(π=1)
(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)
dengan koefisien :
π0 =2
π π π₯ ππ₯
π
2
0
II-16
ππ =4
π π π₯ πππ
2ππ
ππ₯ ππ₯
π
2
0
Gambar 2.5 Fungsi Genap Pada interval
2.5.4. Penggunaan Deret Fourier Dalam Analisa Pelat Lipat
Untuk mendapatkan gambaran penggunaan deret fourier dalam analisa
beban pelat lipat, di sini dikemukanan secara singkat rumus-rumus dari
penjabaran suatu fungsi ke dalam deret fourier.
a. Jika suatu fungsi f(x) dijabarkan ke dalam deret fourier pada interval βΟ
dan +Ο, maka:
π π₯ = π0
2+ (ππ cosππ₯ + ππ sin ππ₯)
π= ~
π=1
(sumber: Metode Numerik, Bambang Triatmodjo)
Di mana : π0 = 1
π π π₯ ππ₯π
βπ
ππ = π
π π π ππ¨π¬ π§π± π ππ
βπ
ππ = 1
π π π₯ sin ππ₯ ππ₯π
βπ
f(x)
X
T
T/2 T/2
II-17
b. Penjabaran fungsi f(x) pada interval 0 ke Ο untuk menjabarkan f(x) ke
dalam deret fourier pada interval 0 ke Ο, kita bedakan menjadi 2 fungsi
yaitu:
f(x) fungsi genap, jika dipenuhi sifat
f(x) = f (x) 0 β€ π₯ β€ π
f(x) = +f(-x) βπ < π₯ < 0
f(x), fungsi ganjil, jika dipenuhi sifat
f(x) = f (x) 0 β€ π₯ β€ π
f(x) = -f(-x) βπ < π₯ < 0
untuk menderetkan fungsi di atas ke dalam deret fourier, maka :
jika fungsi f(x) adalah fungsi genap maka:
π π₯ = π0
2+ (ππ cosππ₯)
π= ~
π=1
Di mana: ππ = 2π π π₯ cosππ₯ ππ₯
π
0
jika fungsi f(x) adalah fungsi ganjil maka:
π π₯ = π0
2+ (ππ sin ππ₯)
π= ~
π=1
π π₯ = (ππ sin ππ₯)
π= ~
π=1
Di mana : ππ = 2π π π₯ sinππ₯ ππ₯
π
0
c. Penjabaran Fungsi ke Dalam Interval βl ke +l
II-18
Penjabaran suatu fungsi f(x) ke dalam deret fourier pada interval βl ke +l,
dapat ditulis sebagai berikut:
π π₯ = π0
2+ (ππ cos
πππ₯
π+ ππ sin
πππ₯
π)
π= ~
π=1
Di mana:
π0 = 1π π π₯ ππ₯
π
βπ
ππ = 1π π x cos
πππ₯
π ππ₯
π
βπ
ππ = 1π π x sin
πππ₯
π ππ₯
π
βπ
d. Penjabaran Fungsi Pada Interval 0 ke l
π π₯ = π0
2+ (ππ cosππ₯ + ππ sin ππ₯)
π= ~
π=1
Di mana :
π0 = 2π π π₯ ππ₯
π
0
ππ = 2π π x cos
πππ₯
π ππ₯
π
0
ππ = 2π π x sin
πππ₯
π ππ₯
π
0
Penjabaran di atas banyak digunakan untuk menderetkan suatu beban rata g
demikian sehingga
π = 4π
π cos
ππ₯
πβ 1
3 cos3ππ₯
π+ 1
5 cos5ππ₯
πβ 1
7 cos7ππ₯
πβ¦
II-19
Dalam analisa tegangan pelat lipat penderetan atau penjabaran g di atas untuk
mudahnya diambil sampai suku pertama: π = 4π
π cos
ππ₯
π
Dengan konsekuensi bahwa beban atau tegangan yang di dapat dari analisa
tegangan harus dikali dengan suatu faktor koreksi untuk mendapatkan tegangan
atau besaran yang sebenarnya akibat pengambilan pada suku pertama penderetan
beban g tersebut di atas. Faktro koreksi tesebut adalah :
Untuk momen = hasil x π
4
Untuk tegangan = hasil x π3
32
III-1
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
3.1. Struktur Pelat Lipat
3.1.1. Pengertian
Yang dimaksudkan dengan pelat lipat dalam penyajian tulisan ini adalah
struktur dari beton bertulang yang terbentuk dari gabungan pelat vertikal dan pelat
horizontal seperti pada Gambar 3.1. dibawah ini:
Gambar 3.1. Pelat Lipat
Tumpuan pinggir pelat biasanya terjepit, terletak atau bebas. Pelat lipat dalam arah
longitudinal dapat berbentuk:
a. Lurus
b. Melengkung
III-2
Pelat lipat lurus umumnya digunakan sebagai atap, sedangkan pelat lipat lengkung
dapat digunakan sebagai balkon untuk tempat-tempat pertemuan, perkuliahan, dan
lain-lain. Bentuk umum pelat lipat lengkung dapat dilihat pada Gambar 3.2. berikut :
Gambar 3.2 Pelat Lipat Lengkung
Pelat lipat lengkung ini sifatnya berlaku sebagai balkon juga bersifat pelat lipat. Pelat
lipat diambil sebagai balkon untuk selanjutnya disebut βPELAT LIPAT
LENGKUNGβ (BALKON) yang menjadi topic pembahasan dalam tulisan ini.
3.1.2. Rumus-Rumus Mekanika Pelat Lipat secara Umum
Analisa mekanika teknik pelat lipat pada umumnya dapat dianalisa dengan
pendekatan beberapa cara antara lain:
A. Metode Whitney
III-3
B. Metode Simpson
C. Metode Balok
D. Dan lain-lain
Kedua cara yang pertama diatas biasa disebut βOrdinary Methodβ. Cara yang akan
dipakai dalam tulisan ini hanya menggunakan Metode Whitney, sedang metode
lainnya tidak dibahas. Pada prinsipnya cara Whitney ini meninjau struktur pelat
dalam dua arah, yaitu :
- Arah memanjang (longitudinal)
- Arah melintang (transversal)
Dalam arah longitudinal berlaku sebagai balok tinggi dan dalam arah melintang
berlaku sebagai pelat menerus satu arah (one way slab), dimana pengaruh
perpindahan (relative displacement) turut diperhitungkan dalam bentuk syarat batas
(Boundary condition).
Metode Whitney sangat cocok untuk digunakan pada pelat yang memenuhi
syarat, yaitu :
a. π
πΏ<
1
3
b. π
π‘> 10β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(3.1)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
dimana b = lebar tiap pelat
L = bentang longitudinal
t = tebal pelat lipat
III-4
Anggapan-anggapan Metode Whitney pada perhitungan pelat lipat :
a. Material adalah homogen dan linier,
b. Perubahan kedudukan adalah sangat kecil dibanding dengan keseluruhan
ukuran struktur itu,
c. Struktur adalah monolit dan hubungan pelat-pelat pada setiap rusuknya adalah
kaku,
d. Bagian-bagian pendukung adalah kaku tidak terbatas (infinitely stiff) sejajar
bidang-bidangnya dan fleksibel tegak lurus terhadap bidang-bidangnya,
e. Tegangan longitudinal pada setiap pelat bervariasi secara linier terhadap
masing-masing pelat
f. Tegangan-tegangan geser pada setiap pelat diabaikan pengaruhnya terhadap
defleksi,
g. Tegangan normal pada penampang pelat dalam arah transversal turut
diperhitungkan dalam keseimbangan dan pengaruhnya terhadap defleksi
diabaikan.
Batasan-batasan Metode Whitney adalah sebagai berikut :
- Uraian mekanika teknik pelat lipat
A. Uraian beban rusuk.
Dimaksudkan dengan beban rusuk adalah pelimpahan beban rata (beban mati
dan hidup) ke rusuk pelat lipat secara berimbang (lihat Gambar 3.3.).
Gambar 3.3. Penentuan Beban Rusuk
III-5
Ξ³n
Beban rusuk untuk rusuk tengah = P
P = Β½ P1 h1 + Β½ P2 h2 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. (3.2)
Berdasarkan Gambar 3.3. :
Gambar 3.3 Beban Rusuk Secara Umum
Maka rumusan uraian beban rusuk secara umum dapat ditulis sebagai berikut:
Uraian beban rusuk Pn ke pelat (n) dan pelat (n + 1), adalah : Sn,n-1 dan Sn,n+1
Sn,n-1 = ππ πππ ππ +1
π πππΎ n
Sn,n+1 = ππ πππ ππ
π πππΎ n β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.. (3.3)
S n = Sn,n-1 - Sn,n+1
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
Dimana : Sn,n-1 = gaya pelat dengan arah dari rusuk n ke n-1
S n = resultante gaya pelat pada pelat n
Pn = beban rusuk pada rusuk ke n
Pn Pelat n+1
Ξ¦n
n-1
Sn-1
Pelat n
n
Ξ¦n+1
n+1
Sn, n+1
Sn, n-1
III-6
(n+2)
Pelat (n+1)
(n+1) ππ+1 =π
2
πΎπ =3π
2
Pelat n
π·n dan πΎn adalah besar sudut antara sesuai gambar 3.3
Sehingga untuk pelat lipat balkon didapat :
(lihat Gambar 3.4)
Gambar 3.4 Gaya Pelat Balkon
Sn,n-1 = ππ πππ
π
2
π ππ3π
2
= ππ .0
β1= 0
Sn,n+1 = ππ cos 0
π ππβ3π
2
= Pn
B. Persamaan (dalil) 3 gaya geser pada pelat lipat.
Dimaksudkan dengan persamaan 3 gaya geser adalah persamaan
hubungan gaya geser pada pinggir pelat dengan momen lateral pelat pada
pelat yang berturutan seperti pada Gambar 3.5.
Pn+1
Pelat (n+2)
(n)
Pn
Οn = 0 (n-1)
III-7
M0(n)
M0(n+1)
Gambar 3.5 Free Body Pelat yang Berturutan
Pelat n dan pelat n+1 diadakan free body, maka gaya dalam yang timbul
akibat beban luar adalah :
Tn+1 = β fn+1 ; Mo,n+1= momen lateral n+1
Tn = β fn ; Mo,n = momen lateral pelat n
Tn-1 = β fn-1
Momen lateral Mo,β¦ adalah momen lentur pada pelat yang mempunyai arah
vector momen tegak lurus pada bidang muka pelat. Momen lateral ini terjadi
dengan anggapan kedua ujung pelat ditumpu sederhana dengan beban yang
bekerja pada pelat (lihat Gambar 3.6.).
Tn-1
Tn
Tn
Tn-1
III-8
M0(n)
f n
f(n-1)
fn
f(n-1) (n-1)
(n) -
+
Gambar 3.6 Momen Lateral Mo,n vs gaya Geser T
Persamaan gaya geser dapat ditulis sebagai berikut :
ππβ1
π΄π+ 2 ππ
1
π΄π+
1
π΄π+1 +
ππ +1
Aπ +1=
1
2 (
ππ ,π
ππ+
ππ ,π+1
ππ+1 )β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(3.4)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
Dimana : Tn-1, Tn, Tn+1, Mo,n, Mo,n+1 berturut-turut tegangan geser, momen
lateral dengan arah seperti pada gambar 3.6. dan
An = luas pelat n
An+1 = luas pelat n+1
Wn = 1
6 d hn
2 ; d = tebal pelat
Wn+1 = 1
6 d hn+1
2
Catatan : Tanda untuk T dan M diambil tanda (+) jika arahnya seperti pada
Gambar 3.6, dan sebaliknya diambil (-), baru dimasukkan ke dalam rumus
(3.4) tersebut diatas.
C. Gaya-gaya dalam longitudinal pada pelat.
Ditinjau pelat n dimana bekerja Mo,n, Tn, Tn-1, seperti pada Gambar 3.7.
Tn
T(n-1)
βπ
2
βπ
2
III-9
M0(n)
f n
f(n-1)
fn
βπ
2
f(n-1) (n-1)
(n)
βπ
2
-
+
Gambar 3.7 Pelat n Dengan Gaya-Gaya Dalam
Pada tengah bentang :
ππβ1 = Β±ππ ,π + ππ+ππβ1
1
2βπ
ππ+
ππβππβ1
π΄π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.5)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
dimana : Wn = 1
6 d hn
2 ; d = tebal pelat ; hn = lebar pelat
An = d hn = luas penampang pelat transversal.
Mo,n, Tn, Tn-1 bertanda (+) jika mempunyai arah seperti pada
gambar 3.7
D. Deformasi pada pelat lipat (hanya digunakan untuk syarat batas pada pelat
lipat lurus untuk pemberesan momen lateral Mo,n)
Persamaan deformasi pada pelat berupa lendutan dan putaran
sudut/pergeseran pelat sangat penting diketahui guna membantu memecahkan
persamaan gaya dalam. Deformasi yang akan dibahas disini adalah :
a. Peralihan pelat dalam arah bidangnya
Tn
Tn-1
III-10
b. Peralihan pelat dalam arah tegak lurus mula-mula (w)
c. Rotasi tiap ujung pelat arah transversal
d. Rotasi pelat yaitu sudut antara posisi mula-mula pelat dengan
kedudukan akhir pada potongan melintang.
Jenis deformasi yang akan dibahas diatas dapat dilihat pada Gambar 3.8
Dimana : A oBo = posisi mula-mula pelat
A B = posisi akhir pelat.
III-11
WA A
π
A
0
π
(n-1)
W(n-1),n πn
Wn,n+1
(n)
(n)
(n+1)
πn+1
(n+1)
Gambar 3.8 Jenis Deformasi Pelat
E. Tambahan Beban Pelat Akibat Momen Transversal
Akibat momen transversal Mn-1, Mn, Mn+1, maka tambahan beban
rusuk terhadap beban rusuk awal (akibat beban luar) dapat dihitung sebagai
berikut : (lihat Gambar 3.9) :
A0
B0
Ξ½A
B
A
Ξ½n+1
Ξ½n
(n-1)
Wn,n+1
Ξ³n
Wn+1,n
III-12
Mn+1 Pelat n+1
Gambar 3.9 Tambahan Beban Rusuk
β Pn = ππ+1βππ
ππ+1β
ππβππβ1
ππ
dengan demikian diperoleh beban sebagai berikut:
β Pn,n-1 = βP cos Ξ¦n+1
sin π·π
β Pn,n+1 = βPn cos Ξ¦n
sin π·π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦(3.6)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
Sehingga akibat beban luar rusuk Pn dan βPn mengakibatkan gaya pelat total
Rn menjadi:
Rn = ( Pn,n-1 β Pn-1,n) + (βPn,n-1 - βPn-1,n) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦..(3.7)
Mn-1
ln
Ln+1
n-1
Mn Mn
Pelat n
III-13
Rn nantinya menjadi dasar untuk menghitung beban Mo,n.
F. Penjabaran beban kedalam Deret Fourier
Penjabaran beban kedalam Deret Fourier seringkali digunakan dalam
analisa struktur, ini dilakukan karena dapat membantu menyelesaikan analisa
masalah antara lain :
a. Memudahkan penerapan syarat batas struktur,
b. Dapat dilakukan differensial terhadap beban rata maupun yang tidak
rata,
c. Dapat menyatakan suatu masalah dalam variable lain.
Dimaksudkan Deret fourier disini adalah suatu bentuk deret yang suku-
sukunya terdiri dari suku fungsi goniometri semisal cos nx atau sin nx. Jika
fungsi ditulis dalam bentuk Deret Fourier, maka akan kelihatan bentuknya
sebagai berikut :
F(x) = ao + ππ cos nx + ππ sin nx βπ=1
F(x) = ao+ π1 cos x + π1 sin n + π2 cos 2x + π2 sin 2x + β¦β¦ β¦..β¦..(3.8)
3.2 Struktur Pelat Balkon
3.2.1 Pengertian
Dimaksudkan dengan pelat balkon dalam tulisan ini adalah pelat beton tulang
yang melengkung pada arah horizontal dapat berupa lengkung parabol, ellips, atau
III-14
lingkaran yang dikonstruksikan demikian hingga dapat menahan beban-beban vertical
sebagai mana dapat dilihat pada gambar 3.10.
Gambar 3.10 Pelat Balkon
Lengkungan yang umum dipakai adalah lingkaran sebagaimana yang akan dibahas
dalam tulisan ini. Untuk mendapatkan rumus-rumus mekanika digunakan teori rumus
balok balkon.
3.2.2 Rumus β rumus mekanika Balkon
Rumus mekanika untuk balkon yang menahan beban rata yang tegak lurus
bidang lengkungnya dapat dikemukakan sebagai berikut (penampang segi empat) :
(lihat Gambar 3.11) :
III-15
Ξ±o
Ξ±o
Xm
Gambar 3.11 Penampang Pelat Balkon Lingkaran
Gambar 3.12 Pelat Balkon Lingkaran
Txo
Xm cos Ξ±
x
Mxo
Ξ±
R
R Ξ±o
III-16
MΞ± = MΞ± o
+ Xm cos Ξ±o MΞ± = Momen lentur balkon pada tikik
kedudukan Ξ±
Mt = MtΞ± o
+ Xm sin Ξ±o Mt = Momen puntir balkon pada titik
kedudukan Ξ±
MΞ± o = Momen lentur balkon pada titik kedudukan Ξ± akibat beban luar untuk
1
2
struktur balkon kantilever.
MtΞ± o = Momen puntir balkon pada titik kedudukan Ξ± akibat beban luar untuk
1
2
struktur balkon kantilever.
Dimana, besaran Ξ±1 dianggap variable dan diganti dengan Ξ±, sedang P (beban
terpusat) diganti dengan dP = qds = qrdΞ± karena beban merata. Kemudian
menjalankan integrasi, dari permulaan (Ξ±1) hingga penghabisan (Ξ±2) yaitu sepanjang
bagian yang dimuati terbagi rata itu.
ππ =2ππ 2
1βπ sin 2Ξ±0 + 2(1+k)Ξ±0 1 β π sin Ξ±0 sin Ξ±0 β Ξ± β 1 + k Ξ±0 β Ξ± sin Ξ± +
Ξ±2
Ξ±1
2k(cosΞ±βcosΞ±0)πΞ±
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
Muatan penuh, jadi Ξ±1 = 0 dan Ξ±2 = Ξ±0 , maka:
ππ = β4πβπcos βπ+ 4 1+k (sin βπβ
1
2βπ )β(1βk) sin 2βπ
1βπ sin 2βπ+ 2 (1+k)βπ qr2 β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(3.9)
π =πΈπΌ
GIπ β² : E =Modulus Elastisitas bahan balkon (kg/cm
2)
III-17
I = Momen Inersia penampang balkon (kg/cm4)
G = Modulus geser bahan balkon (kg/cm2)
Besarnya = 1
3 E < G <
1
2 E
πΌπ β² =1
3
1
Ξ»0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ»d 4 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.10)
Ξ±o = 1/2 sudut pusat balkon ; Ξ±= posisi titik tnjau dari pusat.
Ξ» =π
π ; b = lebar penampang balkon (terkecil).
q = beban rata sepanjang balkon / satuan panjang.
Ton/mβ atau kg/mβ atau kg/cmβ
d = tinggi penampang balkon (b<d)
r = jari-jari balkon
Perjanjian tanda : (lihat Gambar 3.13)
d
Penampang
balok
b
III-18
Gambar 3.13 Perjanjian Tanda
3.3 Interaksi sifat Pelat Lipat dan sifat balkon pada pelat lipat balkon.
Struktur pelat lipat sebagai balkon dapat dilihat pada Gambar 3.14.
Gambar 3.14 Pelat Lipat Balkon
M
M
P
O
Denah
O
P
Pot 1-1
III-19
Komponen pelat lipat balkon adalah terdiri dari pelat-pelat vertical dan horizontal
yang berhubungan kaku sempurna kesatuan ini disebut βPelat Lipat Balkonβ
Adapun rumusan gaya-gaya dalam pada pelat lipat balkon dapat dikemukakan
sebagai berikut :
A. Menghitung momen lentur M1 dan momen puntir Mt dapat dihitung sebagai
berikut :
M1 = M1o + Xm cos Ξ± β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.11a)
Mt = Mto + Xm sin Ξ± β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.11b)
Dimana :
π1π = β2ππ2π ππ2
1
2πΌ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(3.11c)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
(Momen lentur pada titik kedudukan Ξ± untuk setengah balkon kantilever
akibat beban luar q)
ππ‘π = βππ2 πΌ β sin πΌ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦(3.11d)
(momen puntir pada kondisi seperti tersebut diatas)
Xm = lihat rumusan pada rumus (3.9)
Ξ± = letak posisi titik tinjau dari bentang tengah pada balkon.
B. Menghitung gaya geser pinggir pelat lengkung (T). dengan menggunakan
persamaan tiga gaya geser sebagai berikut:
III-20
ππβ1
π΄π+ 2ππ
1
π΄π+
1
π΄π+1 +
ππ+1
π΄π+1=
1
2 ππ ,π
ππ+
ππ ,π+1
ππ+1 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(3.12)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
Dimana :
Tn-1 =gaya geser pinggir pelat (n-1).
Tn+1 =gaya geser pinggir pelat (n+1).
Tn =gaya geser pinggir pelat (n).
An =luas penampang pelat (n).
An+1 =luas penampang pelat (n+1).
Wn = momen lembam penampang pelat (n).
Wn+1 = momen lembam penampang pelat (n+1).
Mo,n = momen lateral pelat (n), nilai ini sama dengan momen M1 untuk setiap
pelat vertical dan horizontal dari langkah A, demikian pula untuk pelat (n+1).
C. Perhitungan tegangan-tegangan longitudinal
Untuk menghitung tegangan-tegangan longitudinal, dapat digunakan
rumus berikut :
ππβ1 = Β±ππ ,π + ππ+ππβ1
1
2βπ
ππ+
ππβππβ1
π΄πβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(3.11)
(sumber: Disain Konstruksi Atap Beton Lipat, Hakka Akkas)
D. Perhitungan tulangan
III-21
Berdasarkan tegangan-tegangan pelat pada langkah C, maka luas
tulangan dapat dicari sesuai cara-cara perhitungan tulangan pada konstruksi
beton antara lain :
- Peraturan Beton Indonesi 1971 (metode elastic dan atau ultimate)
- Standard SK-SNI T-15-03-1991 (metode kekuatan dan atau metode
tegangan kerja)
E. Persamaan deformasi struktur
Deformasi yang diambil untuk menyatakan syarat batas adalah sebagai
berikut :
- Deformasi / perubahan posisi pelat (translasi)
- Deformasi / perubahan rotasi
Rotasi akibat beban luar
Rotasi akibat momen torsi/puntir.
Syarat batas yang harus ada adalah :
JUMLAH DEFORMASI = 0 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(3.13)
Dengan persamaan syarat batas diatas,maka momen-momen lateral M1, dan
M2, β¦, Mn dapat diperoleh dan selanjutnya gaya geser pinggir pelat dan gaya-
gaya pelat (Tn dan Rn).
IV-1
BAB IV
CONTOH PERHITUNGAN DESAIN PELAT LIPAT
SEBAGAI STRUKTUR BALKON
4.1 Soal dan Data-Data
Untuk menggunakan pelat lipat sebagai struktur balkon dapat ditinjau dari
bentuk denah struktur balkon yang direncanakan untuk gedung seminar. Dengan
desain pelat lipat sebagai struktur balkon dengan kondisi kedua ujungnya terjepit
kaku, dimana ujung-ujung jepitnya berupa balok dengan dimensi yang jauh lebih
besar daripada pelat.
Berikut denah desain struktur yang direncanakan
Gambar 4.1 Denah yang Direncanakan
II I
I
II
III
III
IV-2
0.68m
Dengan potongan I-I, potongan II-II, dan potongan III-III denah dapat dilihat
pada Gambar 4.2a, 4.2b dan 4.2c
Gambar 4.2a. Potongan I-I Dari Denah Soal
Gambar 4.2b. Potongan II-II DenahSoal
Kolom
Kolom
Balok
a
a
IV-3
1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14
16
3
4
5
6
7
8
7 m
6 m
5 m
3 m
Gambar 4.2c. Potongan III-III Dari Denah Soal
Diminta : Membuat disain balkon tersebut dengan menggunakan pelat
lipat dengan tujuan untuk gedung seminar.
Data-data penunjang ditentukan sendiri.
4.2 Penyelesaian
4.2.1 Pengambilan dimensi parameter disain
Pelat horisontal dan vertikal diambil ditunjukkan pada gambar 4.3.
15
17
9 m
10 m
11 m
8 m
4 m
IV-4
100 cm
12 cm
Gambar 4.3. Dimensi Tampang Pelat Lipat
Mutu beton K225 dan Bj. 37
Modulus Elastis E= 250000 kg/cm2
Modulus Geser G= 104000 kg/cm2
Beban Hidup W= 400 kg/m
4.2.2 Perhitungan Disain
4.2.2.1 Pelat Lipat Balkon
Rumus yang digunakan untuk menghitung momen redundan pada balkon
dapat dilihat pada persamaan di bawah ini:
Xm = β4π βπ cos βπ + 4 1 + k (sin βπβ
12 βπ) β (1 β k) sin 2 βπ
1 β π sin 2 βπ+ 2 1 + k βπ qr2
Dapat dilustrasikan pada Gambar 4.4 berikut ini :
20
68 cm
IV-5
x
Mxo
Ξ±
Xm
Ξ±o Ξ±o
Gambar 4.4. Balkon
MΞ± = MΞ± o + Xm cos Ξ±o (Momen Lentur)
Mt = MtΞ± o + Xm sin Ξ±o (Momen Torsi)
π =πΈπΌ
GIπ β² E = modulus elastis bahan balkon
G = modulus geser bahan balkon
I = momen inersia penampang
Ipβ= momen inersia puntir penampang balkon
dimana :
πΌπβ² =1
3
1
Ξ»β 0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ» d 4
Ξ» =π
π < 1 dan b < d
Xm cos Ξ±
Txo
IV-6
Gambar 4.5. Penampang Balkon
Selanjutnya dapat dilihat gambar denah struktur balkon yang direncanakan
(Gambar 4.6) dengan gambar potongan I-I dari denah struktur yang
direncanakan (Gambar 4.7). Penampang pelat balkon vertikal dan
horizontal (Gambar 4.8) struktur yang direncanakan. Penampang pelat
balkon vertikal secara terpisah (Gambar 4.9a) dan Penampang balkon
horizontal (Gambar 4.9b).
Gambar 4.6 Denah Struktur Balkon
b
d
IV-7
17 16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
100
68
PELAT BALKON
VERTIKAL
PELAT
BALKON
HORIZONTAL
L
Gambar 4.7 Potongan I-I dari Denah Balkon
Gambar 4.8 Penampang Pelat Balkon Vertikal dan Horizontal
20
80
0
80
20
68
0
IV-8
12
Gambar 4.9a Pelat Lipat Vertikal Gambar 4.9b Pelat Lipat Horizontal
Data - data balok / pelat balkon
Gambar 4.10 Balok / Pelat Balkon
Mutu beton K225
Ec = 250000 kg/cm2
E disain = Ec / ( 1 + Ο) untuk tempat pertemuan Ο = 0
= Ec = 250000 kg/cm2
G disain = E / ( 1 + Ο ) Ο = 0.2
R
80
20 80
R
IV-9
= E disain / ( 1 + 0.2 ) = 208333.3333 kg/cm2
Iv = 1
12x 20 x 80
3 = 853333.33 cm
4
Ih = 1
12 x 80 x 12
3 = 11520 cm
4
Ipβ = Momen Inersia Puntir
Untuk pelat vertikal
Ξ» =π
π =
20
80 = 0.25
Ipvβ = 1
3
1
Ξ»β 0,630 + 0.052 Ξ»4 Ξ» d 4
=1
3
1
0.25β 0,630 + 0.052 x 0.254 0.25 x 80 4
= 179744.1667 cm4
Untuk pelat horizontal
Ξ» =π
π =
12
80 = 0.15
Iphβ = 1
3
1
0.15β 0,630 + 0.052 x 0.154 0.15 x 80 4
= 41725.622 cm4
Kv = πΈ πΌπ£
πΊ πΌππ£ β² = 5.70
Kh = πΈ πΌβ
πΊ πΌπβ β² = 0.33
Balkon Vertikal 1-2 (lihat Gambar 4.9)
IV-10
Gambar 4.11 Balkon Vertikal Lengkung
r = 3 m dan βπ=Ο
4= 45Β° = 0.7854 radian k = 5.70
qs = (0.2 x 0.8 x 1 x 2400 ) + 2 (0.4 x 0.12 x 2400)
= 614.4 kg/m
qL = 2( 0.5 x 1 x 400 )
= 400 kg/m
qu = (1.4 x 585.6 + 1.7 x 400) Ο/4
= 1209.6378 kg/m
Dengan memasukan data-data hitungan di atas ke dalam rumusan Xm ,
maka diperoleh:
Ξ±o R
20
80 cm
IV-11
Xm = β4π βπ cos βπ + 4 1 + k (sin βπβ
12 βπ) β (1 β k) sin 2 βπ
1 β π sin 2 βπ+ 2 1 + k βπ qr2
Xm = 867.183 kgmβ (untuk balok vertikal)
Momen Lentur dan Torsi di perletakan jepit : (M dan Mt)
M = M o + Xm cos Ξ±
= (-2qr2 (sin Ξ±/2)
2 + + Xm cos Ξ±
= (-2 x 1209.6378 x 32 x sin (45/2)
2)+ 867.183 cos 45
= -2575.40 kgmβ
Mt = Mt o
+ Xm sin Ξ±
= (-qr2 (Ξ± β sin Ξ± )) + Xm sin Ξ±
= (-1209.6378 x 32 (0.7854 β sin 45)) + 867.183 sin 45
= -239.102 kgmβ
Gambar 4.12 Momen lentur / puntir di perletakan
Untuk tengah bentang
M = M o + Xm cos Ξ±
= 0 + 867.183 cos 0
T
M
IV-12
= 867.183 kgm
Mt = Mt o + Xm sin Ξ±
= 0 + 0
= 0 kgmβ
Dengan menggunakan rumus :
MΞ± = MΞ± o + Xm cos Ξ±o (Momen Lentur)
Mt = MtΞ± o + Xm sin Ξ±o (Momen Torsi)
Tabel 4.1. Momen Tumpuan dan Lapangan Balkon Lengkung
Pelat
Momen (kgmβ)
Perletakan Lapangan
M Lentur M Puntir M Lentur M Puntir
1 dan 2 -2575.40 -239.10 867.18 0
2 dan 3 -3587.99 -408.03 1063.55 0
3 dan 4 -4578.49 -425.07 1541.66 0
4 dan 5 -5482.24 -225.57 2392.98 0
5 dan 6 -7153.89 -664.17 2408.84 0
6 dan 7 -8189.52 -336.96 3574.69 0
7 dan 8 -10301.61 -956.41 3468.73 0
8 dan 9 -11438.26 -470.63 4992.75 0
9 dan 10 -14021.63 -1301.78 4721.33 0
10 dan 11 -15228.45 -626.58 6647.16 0
11 dan 12 -18313.97 -1700.28 6166.63 0
12 dan 13 -19560.09 -804.80 8537.91 0
13 dan 14 -23178.61 -2151.92 7804.65 0
14 dan 15 -24433.20 -1005.31 10665.00 0
15 dan 16 -28615.57 -2656.69 9635.37 0
16 dan 17 -29847.76 -1228.09 13028.43 0
17 dan 18 -34624.84 -3214.59 11658.79 0
Diagram momen lentur maksimum dan momen puntir maksimum dilihat
pada gambar 4.11
IV-13
-34624.84 kgmβ -34624.84 kgmβ 11658.79 kgmβ
-3214.59 kgmβ -3214.59 kgmβ
Gambar 4.13a Diagram Bidang Momen Lentur Pelat 17-18
Gambar 4.13b Diagram Bidang Momen Puntir Pelat 17-18
IV-14
Tn
Tn-1
Mon+1
Tn
Tn Tn+1
Di Tumpuan Balkon :
Persamaan gaya geser pinggir pelat balkon lengkung
TUMPUAN : Persamaan gaya geser T
Gambar 4.14 Gaya Geser Momen Lateral pada pelat n
Ah = 0.144 m2 Wh = 0.00288 m
3
Av = 0.112 m2 Wv = 0.01045 m
3
Dengan persamaan dalil 3 gaya geser untuk pelat 18-17 dan 17-16, maka
diperoleh :
ππβ1
π΄π+ 2 ππ
1
π΄π+
1
π΄π+1 +
ππ+1
Aπ+1=
1
2 (
ππ ,π
ππ+
ππ ,π+1
ππ+1 )
π16
0.144+ 2 π17
1
0.144+
1
0.112 +
π18
0.112=
1
2 (
β29847.76
0.00288+
β34624.84
0.01045 )
16 8.93 T15 + 31.75 T16 + 6.94444 T17 = 6550631.808
15 7 T14 + 31.75 T15 + 8.93 T16 = 5610604.182
14 8.93 T13 + 31.75 T14 + 6.94444 T15 = 5350545.573
13 7 T12 + 31.75 T13 + 8.93 T14 = 4504520.71
6.944 T16 + 31.75 T17 = 6838065.007
fn
Tn
Tn+1
Mo
b
h
b
h
fn-1
fn
fn+1
Tn-1
IV-15
12 8.93 T11 + 31.75 T12 + 6.94444 T13 = 4271836.691
11 7 T10 + 31.75 T11 + 8.93 T12 = 3519814.591
10 8.93 T9 + 31.75 T10 + 6.94444 T11 = 3314505.163
9 7 T8 + 31.75 T9 + 8.93 T10 = 2656485.825
8 8.93 T7 + 31.75 T8 + 6.94444 T9 = 2478550.987
7 7 T6 + 31.75 T7 + 8.93 T8 = 1914534.412
6 8.93 T5 + 31.75 T6 + 6.94444 T7 = 1763974.164
5 7 T4 + 31.75 T5 + 8.93 T6 = 1293960.351
4 8.93 T3 + 31.75 T4 + 6.94444 T5 = 1170774.694
3 7 T2 + 31.75 T3 + 8.93 T4 = 841911.44
2 8.93 T1 + 31.75 T2 + 6.94444 T3 = 746100.3734
1
T0 + 31.75 T1 + 8.93 T2 = 447118.3107
LAPANGAN : Analog untuk lapangan balkon lengkung diperoleh :
17 6.944 T16 + 31.75 T17
= 2819539.592
16 8.93 T15 + 31.75 T16 + 6.94444 T17 = 2722755.779
15 7 T14 + 31.75 T15 + 8.93 T16 = 2312437.325
14 8.93 T13 + 31.75 T14 + 6.94444 T15 = 2224871.018
13 7 T12 + 31.75 T13 + 8.93 T14 = 1855584.409
12 8.93 T11 + 31.75 T12 + 6.94444 T13 = 1777235.608
11 7 T10 + 31.75 T11 + 8.93 T12 = 1448980.845
10 8.93 T9 + 31.75 T10 + 6.94444 T11 = 1379849.55
9 7 T8 + 31.75 T9 + 8.93 T10 = 1092626.632
8 8.93 T7 + 31.75 T8 + 6.94444 T9 = 1032712.843
7 7 T6 + 31.75 T7 + 8.93 T8 = 786521.7701
6 8.93 T5 + 31.75 T6 + 6.94444 T7 = 735825.487
5 7 T4 + 31.75 T5 + 8.93 T6 = 530666.2599
4 8.93 T3 + 31.75 T4 + 6.94444 T5 = 489187.4829
3 7 T2 + 31.75 T3 + 8.93 T4 = 258383.3524
2 8.93 T1 + 31.75 T2 + 6.94444 T3 = 226122.0814
1 0 T0 + 31.75 T1 + 8.93 T2 = 150552.5981
Dengan menyelesaikan persamaan linier tersebut diatas dengan Program
Komputer, maka diperoleh :
A. Gaya Geser pada Tumpuan (kg):
T1 = 9110.03
T2 = 17686.04
T3 = 14875.10
IV-16
T4 = 27649.03
T5 = 23070.87
T6 = 41388.98
T7 = 35142.94
T8 = 57283.73
T9 = 49859.07
T10 = 75695.71
T11 = 67146.69
T12 = 96601.01
T13 = 87208.39
T14 = 119297.92
T15 = 112991.59
T16 = 133852.53
T17 = 186118.81
B. Gaya Geser pada Lapangan (kg) :
T1 = 3204.07
T2 = 5469.65
T3 = 3437.95
T4 = 12460.96
T5 = 9058.41
T6 = 17535.07
T7 = 14152.01
T8 = 24133.80
T9 = 20189.25
T10 = 31819.43
T11 = 27280.46
T12 = 40540.22
T13 = 35520.32
T14 = 49999.71
T15 = 46142.36
T16 = 56042.61
T17 = 76556.18
Perhitungan tegangan Longitudinal balkon lengkung.
Di tumpuan :
ππβ1 = Β±ππ ,π + ππ + ππβ1
12 βπ
ππ+
ππ β ππβ1
π΄π
IV-17
Dengan memperhatikan hasil perhitungan untuk gaya geser pinggir
masing-masing pelat serta arahnya, maka untuk setiap hubungan
pelat didapatkan tegangan pinggir (Ο) rata-rata sebagai berikut
Pada Tumpuan:
Tabel 4.2 Tegangan Rata β Rata (x Ο3/32)
Pada Pinggir
Nomor
Besar Tegangan (kg/cm2)
Keterangan Tumpuan Lapangan
1 7.65 19.13 TARIK
2 60.85 51.72 TEKAN
3 39.64 35.65 TARIK
4 90.01 106.34 TEKAN
5 61.37 75.24 TARIK
6 133.08 168.06 TEKAN
7 97.74 111.47 TARIK
8 183.35 238.33 TEKAN
9 141.68 155.39 TARIK
10 241.51 320.55 TEKAN
11 193.58 206.62 TARIK
12 307.71 414.95 TEKAN
13 254.08 265.41 TARIK
14 383.57 521.39 TEKAN
15 332.18 335.50 TARIK
16 491.87 637.73 TEKAN
17 554.72 469.96 TARIK
IV-18
183.35 kg/cm2
Dengan memperhatikan hasil perhitungan tegangan longitudinal di atas
maka diperoleh diagram tegangan maksimum pada tumpuan untuk
desain yang disajikan pada gambar 4.14a dan 4.14b
Gambar 4.15a Diagram Tegangan Longitudinal Maksimum Pelat Tegak
pada tumpuan (16-15; 14-13; 12-11) dan ( 10-9; 8-7; 6-5; 4-
3; 2-1)
Gambar 4.15b Diagram Tegangan Longitudinal Maksimum Pelat
Horizontal pada tumpuan ( 17-16; 15-14; 13-12; 11-10) dan Horizontal ( 9-
8; 7-6; 5-4; 3-2)
22.57 cm
332.18 kg/cm2 Tarik
141.68 kg/cm2 Tarik
491.87 kg/cm2 Tekan
491.87 kg/cm2 Tekan
37.6 cm
141.68 kg/cm2
554.72 kg/cm2 Tarik
33.43 cm
42.4 cm
241.51 kg/cm2
IV-19
Perhitungan Tulangan
A. Tulangan Longitudinal Pelat (11-12; 13-14; 15-16)
Tumpuan
Fcβ = 22.5 Mpa = 225 kg/cm2
Fy = 240 Mpa = 2400 kg/cm2
P tekan = 0.5 x 491.9 x 33.43 x 20
= 164412.4 kg/cm2
Luas tulangan As = 164412.4 / 2400 = 68.505 cm2
= 16 Ο 24 = 72.4114 cm2
Diberikan tulangan praktis 4 Ο 24
Gambar 4.16 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Tumpuan
Lapangan
P tarik = 0.5 x 355.5 x 19.30 x 20
36.7 cm
19.3 cm
637.73 kg/cm2 Tekan
335.50 kg/cm2 Tarik
4Ο24
16Ο24 56 cm
20 cm
IV-20
= 64768.2 kg/cm2
Luas Tulangan As = 64768.2 / 2400 = 26.9867 cm2
= 6 Ο 24 = 27.154 cm
2
Diberikan tulangan praktis 4 Ο 24
Gambar 4.17 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Lapangan
Gambar 4.18 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal
Pelat horizontal (10-11; 12-13; 14.15; 16-17)
Tumpuan
554.72 kg/cm2 Tarik
491.87 kg/cm2 Tekan
5.64 cm
6.36 cm
6Ο24
4Ο24
20 cm
56 cm
16Ο24
4Ο24 Ο8-850
IV-21
P tekan = 0.5 x 491.9 x 5.64 x 80
= 110959.646 kg
As = 110959.646 / 2400 = 46.233 cm2
= 11 Ο 24 = 49.7829 cm2
Gambar 4.19 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Tumpuan
Lapangan
P tarik = 0.5 x 470.0 x 5.09 x 80
= 95707.5489 kg
As = 95707.5489 / 2400 = 39.8781 cm2
= 9 Ο 24 = 40.7314 cm2
637. 73 kg/cm2 Tekan
469.96 kg/cm2 Tarik 6.91 cm
5.09 cm
2Ο24
11Ο24
80 cm
12 cm
IV-22
Gambar 4.20 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Lapangan
Gambar 4.21 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Horizontal
Tulangan melintang Pelat Vertikal (11-12; 13-14; 15-16)
Fcβ = 225 kg/cm2 dan fy = 2400 kg/cm
2
Οmin = 1.4/2400 = 0.00058 Ο < Ο maksimum = 75% Οb
Οb = 0.85 ππ β²
ππ¦ Ξ²
87
87+fy dimana : fcβ = 225 kg/cm
2
fy = 2400 kg/cm2
Ξ² = 0.85
75% Οb = 0.0017777 ----------------------- 0.00058 < Ο < 0.0017777
a = π΄π ππ¦
0.85 ππ β²π = 0.627451 As
M = 321459.3 kgcm Mn = 321459 .3
0.9 = 357176.967 kgcm
Mn = As x fy (h - 0.5a)
12 cm
9Ο24
4Ο24
11Ο24
2Ο24
80 cm
Ο8-850
IV-23
= 2400 As ( 56 β 0.5 x 0.6275 As)
357176.967 = 134400 As β 752.9412 As2
As = 2.698357 cm2
As min = 12 π β
ππ¦=
12 π₯ 20 π₯56
2400= 5.6 cm
2
Diambil As = Ο8 β 850 = 5.916 (sama untuk semua pelat vertikal)
Tulangan melintang Pelat Horizontal (10-11; 12-13; 14.15; 16-17)
0.00058 < Ο < 0.0017777 dan a = 0.1426 As
M = 122808.8 kgcm < 321459.27 kgcm
Semua pelat Horisontal memakai tulangan melintang sama dengan pelat
Vertikal.
A min = 5.7 cm2 (Ο8 β 850 = 5.916)
B. Tulangan Longitudinal Pelat 1-2 s/d 9-10
Pelat Tegak 9-10 :
Tumpuan
P tekan = 0.5 x 241.51 x 35.29 x 20
= 85239.36 kg
As = 85239.36 / 2400
= 35.5164 cm2
IV-24
= 18 Ο 16 = 36.205 cm2
Diberikan tulangan praktis 4 Ο 16
Gambar 4.22 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Tumpuan
Lapangan
P tarik = 0.5 x 155.39 x 18.28 x 20
= 28409.69 kg
As = 28409.69 / 2400
= 11.83737 cm2
= 6 Ο 16 = 12.068 cm2
Gambar 4.23 Detail Tulangan Pelat Vertikal pada Lapangan
4Ο16
18Ο16
20 cm
56 cm
6Ο16
4Ο16
20 cm
56 cm
IV-25
Gambar 4.24 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Vertikal
Pelat Horizontal 8-9 :
Tumpuan
P tekan = 0.5 x 183.35 x 6.77 x 80
= 49646.35 kg
As = 49646.35 / 2400
= 20.686 cm2
= 11 Ο 16 = 22.125 cm2
Gambar 4.25 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Tumpuan
Lapangan
P tarik = 0.5 x 155.39 x 4.74 x 80
= 29436.29 kg
2Ο16
11Ο16
80 cm
12 cm
18Ο16
4Ο16 Ο8-850
IV-26
As = 29436.29 / 2400
= 12.26512 cm2
= 7 Ο 16 = 14.08 cm2
Gambar 4.26 Detail Tulangan Pelat Horizontal pada Lapangan
Gambar 4.27 Potongan Memanjang Tulangan Pelat Horizontal
12 cm
80 cm
4Ο16
7Ο16
2Ο24
11Ο16 Ο8-850
V - 1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dan contoh hitungan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
- Perletakan ujung pelat lengkung yang tanpa balok pemikul sebaiknya terjepit
dengan sempurna.
- Momen lateral dan puntir pelat lengkung diperoleh dengan menggunakan
rumusan teori balkon dan Gaya geser pinggir pelat dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan tiga gaya geser.
5.2 Saran β Saran
- Untuk menghindari perhitungan yang panjang pada disain konstruksi pelat
lipat, maka hal-hal yang perlu mendapat perhatian antara lain :
Langkah-langkah yang sistimatis dari perhitungan untuk mendapatkan
tegangan akhir dan momen akhir.
Dengan dapatnya tegangan-tegangan dianalisa, maka untuk
selanjutnya dengan menggunakan tegangan tersebut, maka penulangan
pelat lipat dengan system pratekan dapat dikembangkan.
V - 2
- Pada Balkon tanpa dukungan balok tengah, maka perletakan ujung pelat
usahakan terjepit penuh,
- Konstruksi pelat lipat termasuk konstruksi yang memerlukan keahlian dalam
pelaksanaan, maka dalam hal ini perlunya pengawasan dari tenaga ahli bidang
bersangkutan sehingga kesalahan dapat diperkecil.