respon ubijalar terhadap pupuk organik

30
PERTUMBUHAN DAN HASIL UBIJALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) PADA MACAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK YANG BERBEDA TERHADAP PUPUK ANORGANIK Margo Yuwono Mahasiswa Program Studi Ilmu Tanaman, PPSUB Nur Basuki dan Lily Agustina Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Percobaan bertujuan untuk (1) membandingkan pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar yang diberi pupuk organik dan anorganik, (2) mendapatkan kombinasi macam dan dosis pupuk organik yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar, (3) mengetahui kadar pati dan antosianin ubi, dan (4) mengetahui residu N setelah setelah pemberian pupuk organik. Percobaan dilakukan di desa Jatikerto, Malang dari bulan Oktober 2001 sampai Maret 2002. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan meliputi empat macam pupuk organik yaitu 1) pupuk kotoran sapi (P1), 2) Calopogonium muconoides (P2), 3) Centrosema pubescens (P3) dan 4) Tithonia diversifolia (P4), serta dosis pupuk organik yaitu 1) setara 40 kg N/ha (D1), 2) setara 80 kg N/ha (D2), 3) setara 120 kg N/ha (D3) dan 4) 160 kg N/ha (B4) serta pupuk anorganik dengan dosis 80 kg N/ha. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan dan hasil ubijalar pada dosis 80 kg N/ha antara pupuk organik dan anorganik tidak berbeda. Diantara pupuk organik, pertumbuhan dan hasil tanaman terbaik pada perlakuan T. diversifolia, selanjutnya berturut-turut adalah pupuk kotoran sapi > C. muconoides > C. pubescens. Hasil ubi tertinggi pada perlakuan (26,02 t/ha) dan terendah pada perlakuan pupuk anorganik (22,12 t/ha). Kombinasi antara T. diversifolia dengan dosis 160 kg N/ha (setara 5,04 t/ha) memberikan hasil tertinggi (29,39 t/ha) dan terendah pada perlakuan C. 85

Upload: armanto-dwi-cahyo

Post on 30-Jun-2015

619 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: respon ubijalar terhadap pupuk organik

PERTUMBUHAN DAN HASIL UBIJALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) PADA MACAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK YANG

BERBEDA TERHADAP PUPUK ANORGANIK

Margo YuwonoMahasiswa Program Studi Ilmu Tanaman, PPSUB

Nur Basuki dan Lily AgustinaDosen Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRAK

Percobaan bertujuan untuk (1) membandingkan pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar yang diberi pupuk organik dan anorganik, (2) mendapatkan kombinasi macam dan dosis pupuk organik yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar, (3) mengetahui kadar pati dan antosianin ubi, dan (4) mengetahui residu N setelah setelah pemberian pupuk organik. Percobaan dilakukan di desa Jatikerto, Malang dari bulan Oktober 2001 sampai Maret 2002. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan meliputi empat macam pupuk organik yaitu 1) pupuk kotoran sapi (P1), 2) Calopogonium muconoides (P2), 3) Centrosema pubescens (P3) dan 4) Tithonia diversifolia (P4), serta dosis pupuk organik yaitu 1) setara 40 kg N/ha (D1), 2) setara 80 kg N/ha (D2), 3) setara 120 kg N/ha (D3) dan 4) 160 kg N/ha (B4) serta pupuk anorganik dengan dosis 80 kg N/ha.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan dan hasil ubijalar pada dosis 80 kg N/ha antara pupuk organik dan anorganik tidak berbeda. Diantara pupuk organik, pertumbuhan dan hasil tanaman terbaik pada perlakuan T. diversifolia, selanjutnya berturut-turut adalah pupuk kotoran sapi > C. muconoides > C. pubescens. Hasil ubi tertinggi pada perlakuan (26,02 t/ha) dan terendah pada perlakuan pupuk anorganik (22,12 t/ha). Kombinasi antara T. diversifolia dengan dosis 160 kg N/ha (setara 5,04 t/ha) memberikan hasil tertinggi (29,39 t/ha) dan terendah pada perlakuan C. pubescens dengan dosis 40 kg N/ha (setara 1,36 t/ha) yaitu 20, 85 t/ha.

Perlakuan pupuk organik asal T. diversifolia menghasilkan kadar pati tertinggi (31,78%) dan terendah pada perlakuan C. pubescens (25,07%). Kadar antosianin tertinggi pada perlakuan C. pubescens (2,69 mg/kg) dan terendah pada perlakuan pupuk anorganik (0,99 mg.kg).

Pada akhir penelitian N tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kotoran sapi yaitu 21,08 kg/ha.

Kata kunci : ubijalar, pupuk organik, pupuk anorganik

ABSTRACT

The objectives of this experiment are to (1) compare the growth and yield of sweet potato with organic matters treatment and with an inorganic treatment, (2) find out which type and proportion of organic matters is better for sweet potato

85

Page 2: respon ubijalar terhadap pupuk organik

growth and yield, (3) determining starch and anthocyanin contents in tuber, and (4) determining N-residue after organic matter treatment. The experiment were conducted in Jatikerto village, Malang from October 2001 till March 2002.

The experiment was arranged in Randomized Block Design and replicates three times. The treatments were kind of organic matters e.i. (1) cow manure (P1); (2) Calopogonium muconoides (P2); (3) Centrosema pubescens (P3 ) and (4) Tithonia diversifolia (P4) and dosage e.i. (1) equivalent 40 kg N/ha (D1), (2) equivalent 80 kg N/ha (D2), (3) equivalent 120 kg N/ha (D3) and (4) equivalent 160 kg N/ha (D4) and inorganic fertilizer were applied 80 kg N/ha.

The organic matter with 80 kg N/ha proportion resulted better growth and yield compare to in-organic fertilizer with the same proportion. Refer to the sweet potato growth and yield as resulted of organic fertilizer treatment, T. diversifolia gave the best result. The order among these organic fertilizer was T. diversifolia > cow manure > C. muconoides > C. pubescens. The highest yield of fresh tuber obtained at T. diversifolia treatment that is 26,02 t/ha. The lowest yield of fresh tuber obtained at C. pubescens tratment that is 22,12 t/ha. Combination between T. diversifolia with dosage 160 kg N/ha (equivalent 5,04 t/ha)) will give highest of fresh tuber (29,39 t/ha) and combination betweeen C. pubescens and dosage 40 kg N/ha (equivalent 1,36 t/ha) will give lowest of fresh tuber.

The highest of strach content obtained at T. diversifolia treatment (31,78%) and the lowest obtained at C. pubescens treatment (25,07%). The highest of anthocyanin content obtained at C. pubescens (2,69 mg/kg) and the inorganic treatment resulting the lowest amount of anthocyanin (0,99 mg.kg).

The result indicated the amount of N-reidue at the end of the experiment is 21,08 kg/ha.

Key word : sweeet potato, organic fertilizer, inorganic fertilizer

PENDAHULUAN

Tanaman ubijalar merupakan tanaman yang berpotensi sebagai penghasil karbohidrat pengganti padi. Akan tetapi sampai saat ini tingkat hasil per satuan luas di tingkat petani dalam skala nasional masih rendah, yaitu sekitar 8 ton per hektar ubi segar (Widodo, 1990). Hal ini tidak mengherankan, karena pada umumnya petani mengusahakan tanaman ubijalar pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dengan penggunaan masukan yang rendah pula.

Dalam sistem pertanian dengan masukan rendah untuk menjaga kesehatan tanah sangat tergantung pada penggunaan masukan pupuk organik. Penanaman ubijalar secara terus menerus pada lahan yang sama bisa jadi akan menurunkan hasil sebagai akibat berkurangnya hara. Penggunaan pupuk organik seperti pupuk kotoran hewan maupun pupuk hijau merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan disamping dapat memperbaiki sifat fisik tanah dapat pula untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman biologi tanah.

Pada umumnya ubijalar ditanam pada tanah-tanah pertanian lahan kering mempunyai kandungan pupuk organik yang rendah. Keadaan ini akan berakibat dengan menurunnya produktivitas tanah. Hal ini disebabkan petani tidak atau jarang mengembalikan sisa panennya ke lahan. Komposisi dan penyerapan unsur hara oleh tanaman ubijalar selama pertumbuhan berhubungan erat dengan produksi

86

Page 3: respon ubijalar terhadap pupuk organik

ubijalar. Hara yang hilang terangkut oleh panen ubijalar cukup tinggi, yaitu 105 kg N, 41 kg P2O5 dan 210 kg K2O/ha (Fathan dan Rahardjo, 1994).

Fortuno, Cartanay dan Vilamayor (1996) mengemukakan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi hara tanaman ubijalar adalah dengan penggunaan pupuk organik. Harapannya antara lain agar hasilnya lebih tinggi.

Mengingat pupuk organik bersifat lambat tersedia, maka pupuk organik tersebut harus diberikan pada dosis yang tepat dan jenis yang sesuai. Ini disebabkan karena kecepatan dekomposisi tergantung dari kualitas pupuk organik yang digunakan. Namun kecepatan dekomposisi ini tergantung dari kualitas pupuk organik yang digunakan. Diharapkan pada waktu penanaman, harayang diperlukan oleh tanaman sudah tersedia dalam jumlah yang cukup.

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk : (1) membandingkan pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar yang diberi pupuk organik dan anorganik, (2) mendapatkan kombinasi macam dan dosis pupuk organik yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar, (3) mengetahui kadar pati dan antosianin ubi, dan (4) mengetahui residu N setelah pemberian pupuk organik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya yang terletak di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang. Ketinggian tempat 280 m di atas permukaan laut. Jenis tanah Alfisol, pH 6.59, bertekstur liat dengan curah hujan 147 mm per bulan. Percobaan berlangsung dari bulan Oktober 2001 sampai bulan Maret 2002.

Bahan percobaanBahan tanaman yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa tanaman

ubijalar (varietas Sawi asal Blitar) dan pupuk organik yang berasal dari pupuk kandang (kotoran sapi), jenis tanaman pupuk hijau (Calopogonium muconoides dan Centrosema pubescens) dan Tithonia diversifolia.

Rancangan percobaanPercobaan menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan meliputi

empat macam pupuk organik yaitu pupuk kotoran sapi (P1), C. muconoides (P2), C. pubescens (P3) dan T. diversifolia (paitan) (P4) serta dosis pupuk organik yaitu setara 40 kg N/ha (D1), setara 80 kg N/ha (D2), setara 120 kg N/ha (D3) dan setara 160 kg N/ha (D4). Sebagai kontrol adalah perlakuan tanpa pupuk organik. Dalam hal ini digunakan pupuk anorganik sesuai dengan dosis rekomendasi yaitu 80 kg N, 60 kg P dan 200 kg K/ha. Dengan demikian terdapat 17 macam perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali.

Pelaksanaan percobaan Pupuk organik diberikan dengan dosis sebagaimana yang dikemukakan

dalam rancangan percobaan, dengan cara dibenamkan. Pupuk organik dberikan melingkar di sekitar tanaman dengan diameter 50 – 75 cm. Ditempatkan pada jarak tersebut karena diasumsikan bahwa distribusi perakaran tanaman berada pada kisaran tersebut.

87

Page 4: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Kegiatan pemeliharaan meliputi pembalikan sulur, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit. Pembalikan sulur dilakukan dua minggu sekali bersamaan dengan penyiangan gulma. Untuk pengendalian hama dan penyakit digunakan serbuk biji mimba (SBM) (Azadirachta indica) dengan dosis 15 g SBM/l air yang direndam selama 24 jam. Aplikasi SBM dilakukan mulai tanaman berumur 2 mst sampai 10 smt dengan selang waktu dua minggu. Pelaksanaan panen ubijalar dilakukan setelah tanaman berumur 120 hari. Petak panen ditentukan 2 x 4 m atau pada dua guludan yang berada di tengah.

Peubah tumbuh dan hasil tanaman Untuk mengetahui pengaruh perlakuan macam dan dosis pupuk organik

dilakukan pengamatan setiap 2 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap : panjang tanaman, luas daun, bobot kering total tanaman, indeks luas daun, laju tumbuh pertanaman, harga satuan daun, hasil ubi dan kualitas ubi (kadar pati dan antosianin).

Analisis dataApabila perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah

pengamatan, maka dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan. Untuk melihat perbedaan dengan kontrol maupun antar perlakuan maka dilakukan uji banding ortogonal kontras.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Panjang tanamanHasil banding ortogonal menunjukkan bahwa panjang tanaman antara

perlakuan pupuk organik (O) 80 kg N/ha dengan anorganik (AO) tidak berbeda nyata pada semua umur pengamatan (Tabel 1).

Pada Tabel 1 tampak bahwa panjang tanaman antara perlakuan T. diversifolia 160 kg N/ha menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0.01) terhadap perlakuan lainnya pada semua umur pengamatan. Tetapi pada perlakuan 40, 60 dan 120 kg N/ha tidak menunjukkan perbedaan terhadap perlakuan lainnya. Panjang tanaman yang terpanjang hingga terpendek dalam kelompok pupuk organik berturut-turut adalah T. diversifolia > pupuk kotoran sapi > C. muconoides > C. pubescens.

Luas daunHasil banding ortogonal menunjukkan bahwa luas daun antara perlakuan

pupuk organik (O) 80 kg N/ha dengan anorganik (AO) tidak berbeda nyata umur pengamatan 2, 4, 6, dan 8 mst tetapi menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0.01) pada umur 12 mst (panen) (Tabel 2). Luas daun pada tanaman pada perlakuan pupuk organik 80 kg N/ha lebih sempit dari pada pupuk anorganik pada umur pengamatan 4, 6 dan 8 mst kecuali pada umur 12 mst (panen). Peningkatan luas daun tanaman ubijalar pada perlakuan pupuk organik asal T. diversifolia terdapat perbedaan yang sangat nyata (p < 0,01) antara dosis setara 120 kg N/ha dengan dosis setara 160 kg N/ha terhadap peningkatan luas daun tanaman ubijalar.

88

Page 5: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Luas daun tanaman pada perlakuan pupuk organik 80 kg N/ha lebih sempit pada umur pengamatan 2, 4, 6 dan 8 mst kecuali pada saat panen (Tabel 2).

Tabel 1. Perkembangan panjang tanaman ubijalar pada berbagai perlakuan

PerlakuanPanjang tanaman (cm)

2 mst 4 mst 6 mst 8 mst panenO 39,83 58,33 75,18 97,52 132,69AO 41,52 70,30 76,92 94,23 132,00O vs AO tn tn tn tn tnP1D1 37,19 c 52,65 de 63,93 d 81,33 cd 113,67 dP1D2 40,03 bc 55,81 cd 72,73 bc 103,28 bc 128,33 cP1D3 40,46 b 59,50 c 79,47 b 106,25 bc 135,50 bcP1D4 44,08 ab 62,33 bc 82,98 b 110,05 b 141,13 bP2D1 36,90 c 49,48 e 66,93 cd 75,08 d 116,83 d P2D2 38,32 c 52,98 de 67,55 cd 82,02 cd 128,00 cP2D3 43,60 ab 58,73 c 76,47 bc 89,45 c 132,00 cP2D4 42,27 ab 67,49 ab 79,38 b 108,50 bc 143,83 bP3D1 34,09 d 50,64 e 60,12 d 77,17 c 118,17 dP3D2 37,35 c 52,08 de 70,52 bc 81,17 cd 128,17 cP3D3 39,90 bc 57,46 c 77,08 bc 93,05 c 134,17 bcP3D4 41,59 b 59,05 c 80,93 b 102,55 c 135,83 bcP4D1 34,37 c 52,27 de 69,20 bc 105,60 bc 130,00 cP4D2 40,08 cd 59,43 c 72,62 bc 107,55 b 141,50 bP4D3 41,86 b 68,63 ab 86,40 ab 109,63 b 143,50 bP4D4 48,41 a 74,72 a 96,61 a 127,72 a 152,50 a

Keterangan: Angka yang didampingi huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan. O = Pupuk organik; AO = Pupuk anorganik; P1 = Pupuk kotoran sapi; P2 = C. muconoides; P3 = C. pubescens; P4 = T. diversifolia; D1 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; D2 = dosis pupuk organik setara 80 kg N/ha; D3 = dosis pupuk organik setara 120 kg N/ha; D4 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; tn = tidak nyata

T. diversifolia sebagai pupuk organik memberikan pengaruh yang terbesar terhadap pertambahan luas daun. Urutan pupuk organik berdasarkan besarnya pengaruh yang diberikan terhadap pertambahan luas daun adalah T. diversifolia > pupuk kotoran sapi > C. muconoides > C. pubescens.

Indeks luas daun

Hasil banding ortogonal menunjukkan bahwa indeks luas daun antara perlakuan pupuk organik (O) 80 kg N/ha dengan anorganik (AO) tidak berbeda nyata pada umur pengamatan 2, 4, 6 dan 8 mst kecuali pengamatan pada umur 12 mst yang menunjukkan perbedaan yang nyata (P < .005 ) (Tabel 3).

Pada Tabel 3 tampak bahwa rata-rata indeks luas daun T. diversifolia pada setiap perlakuan menunjukkan hasil yang tertinggi diantara perlakuan pupuk organik lainnya. Urutan pupuk organik berdasarkan besarnya indeks luas daun adalah T. diversifolia > pupuk kotoran sapi > C. muconoides > C.a pubescens.

89

Page 6: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Tabel 2. Perkembangan luas daun ubijalar pada berbagai perlakuan

PerlakuanLuas daun (dm2)

2 mst 4 mst 6 mst 8 mst panenO 8,38 11,97 23,14 28,97 69,56AO 8,66 14,49 23,66 31,11 49,57O vs AO tn tn tn tn snP1D1 7,87 c 9,72 e 20,95 c 22,12 d 50,87 dP1D2 8,20 bc 12,07 c 21,73 bc 25,63 cd 76,04 abP1D3 8,68 b 12,83 b 26,85 b 31,54 c 77,34 abP1D4 9,10 ab 14,79 ab 32,51 ab 37,73 b 80,64 abP2D1 6,43 d 10,32 d 17,47 cd 22,60 d 66,05 bcP2D2 8,20 bc 11,36 cd 19,11 c 26,14 cd 68,18 bP2D3 8,71 b 12,44 bc 21,76 bc 27,34 cd 68,26 bP2D4 8,76 b 13,44 b 24,99 b 37,98 b 70,66 bP3D1 6,69 cd 8,90 e 16,14 e 16,74 e 56,68 cdP3D2 8,33 bc 10,94 d 17,77 cd 20,60 de 63,55 bcP3D3 8,75 b 11,16 cd 20,13 c 26,56 cd 64,75 bcP3D4 9,13 ab 13,34 b 25,00 b 30,74 c 68,00 bP4D1 6,91 cd 9,93 e 19,42 c 23,06 d 65,28 bcP4D2 8,92 b 11,45 cd 22,77 bc 27,52 cd 71,20 bP4D3 9,04 ab 12,52 bc 28,00 ab 34,08 bc 76,60 abP4D4 9,45 a 16,26 a 35,62 a 53,21 a 88,80 aKeterangan: Angka yang didampingi huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan. O = Pupuk organik; AO = Pupuk anorganik; P1 = Pupuk kotoran sapi; P2 = C. muconoides; P3 = C. pubescens; P4 = T. diversifolia; D1 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; D2 = dosis pupuk organik setara 80 kg N/ha; D3 = dosis pupuk organik setara 120 kg N/ha; D4 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; tn = tidak nyata: sn = sangat nya

Bobot kering total tanaman

Hasil uji banding ortogonal menunjukkan bahwa bobot kering total tanaman antara perlakuan pupuk organik (O) 80 kg N/ha dengan anorganik (AO) tidak berbeda nyata pada semua umur pengamatan (Tabel 4). Pada Tabel 4 tampak bahwa rata-rata berat kering total tanaman pada perlakuan pupuk organik dengan dosis setara 80 kg N/ha masih lebih tinggi daripada anorganik. Antara pupuk organik sendiri, pengaruh terbesar terhadap berat kering total tanaman berasal dari T. diversifolia Urutan pupuk organik berdasarkan besarnya pengaruhnya terhadap berat kering total tanaman adalah T. diversifolia > pupuk kandang sapi. > C. muconoides > C. pubescens.

90

Page 7: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Tabel 3. Perkembangan indeks luas daun ubijalar pada berbagai perlakuan

PerlakuanIndeks luas daun

2 mst 4 mst 6 mst 8 mst panenO 0,42 0,72 1,10 1,42 3,54AO 0,38 0,72 1,18 1,56 3,15O vs AO tn tn tn tn nP1D1 0,33 d 0,83 ab 0,94 c 1,13 d 3,21 cdP1D2 0,42 bc 0,69 b 1,05 bc 1,31 cd 3,80 bP1D3 0,44 b 0,73 b 1,09 bc 1,37 c 3,87 bP1D4 0,51 a 0,86 ab 1,40 ab 1,90 ab 4,03 abP2D1 0,39 c 0,63 bc 0,87 cd 1,11 3,30 bcP2D2 0,41 bc 0,65 bc 0,96 c 1,28 cd 3,41 bcP2D3 0,43 bc 0,71 b 1,09 bc 1,58 bc 3,41 bc P2D4 0,45 ab 0,88 ab 1,25 b 1,89 ab 3,53 bcP3D1 0,32 d 0,51 c 0,72 d 1,00 d 3,00 dP3D2 0,41 b 0,59 bc 0,89 cd 1,03 d 3,34 cdP3D3 0,44 b 0,64 bc 1,01 bc 1,33 cd 3,24 cdP3D4 0,44 b 0,77 b 1,25 b 1,54 bc 3,40 bcP4D1 0,35 c 0,52 c 0,97 c 1,15 d 3,26 cdP4D2 0,45 ab 0,69 b 1,14 bc 1,38 c 3,56 bcP4D3 0,45 ab 0,90 ab 1,34 ab 1,70 b 3,83 bP4D4 0,47 ab 1,04 a 1,63 a 2,00 a 4,44 aKeterangan: Angka yang didampingi huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan. O = Pupuk Organik AO = Pupuk anorganik; P1 = Pupuk kotoran sapi; P2 = C. muconoides; P3 = C. pubescens; P4 = T. diversifolia; D1 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; D2 = dosis pupuk organik setara 80 kg N/ha; D3 = dosis pupuk organik setara 120 kg N/ha; D4 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; tn = tidak nyata: n = nyata

Laju tumbuh pertanaman

Hasil uji banding ortogonal menunjukkan bahwa laju tumbuh pertanaman antara perlakuan pupuk organik (O) 80 kg N/ha dengan anorganik (AO) tidak berbeda nyata pada umur pengamatan 2 –4 , 4 – 6 dan 6 – 8 mst kecuali pada umur pengamatan 8 – 12 yang menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05) (Tabel 5).Laju tumbuh pertanaman meningkat antara 2 – 4 minggu setelah tanam kemudian menurun dan mencapai optimum pada 6 – 8 minggu setelah tanam. Menjelang panen laju tumbuh pertanaman akan menurun. Laju tumbuh pertanaman pada perlakuan T. diversifolia pada semua dosis lebih tinggi dibandingkan pupuk organik lainnya. Antara macam pupuk organik, terdapat perbedaan yang nyata antara pupuk kandang sapi dengan C. muconoides, C. pubescens dan T. diversifolia.

91

Page 8: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Tabel 4. Bobot kering total tanaman ubijalar pada berbagai perlakuan

PerlakuanBobot kering total (kg)

2 mst 4 mst 6 mst 8 mst panenO 11,72 39,19 59,73 81,07 98,14AO 12,07 35,30 59,01 76,30 90,50O vs AO tn tn tn tn tnP1D1 9,83 c 31,80 dc 42,55 d 66,80 d 93,37 bcP1D2 10,73 bc 38,30 c 49,55 cd 73,40 cd 98,75 bP1D3 13,13 b 41,45 bc 56,13 84,83 bc 102,03 abP1D4 15,00 ab 46,47 b 71,90 ab 97,03 ab 108,68 aP2D1 9,00 c 30,20 d 45,40 cd 72,62 cd 85,15 cP2D2 10,67 35,80 c 52,70 c 76,16 cd 91,12 bcP2D3 12,37 b 39,85 bc 54,25 c 81,58 c 102,40 ab P2D4 13,07 b 44,00 bc 63,75 b 88,42 b 104,93 abP3D1 9,53 c 28,10 d 45,55 cd 67,50 d 85,80 cP3D2 9,97 bc 34,85 cd 53,95 c 77,02 cd 95,50 bcP3D3 10,63 bc 38,40 c 60,75 bc 84,65 bc 96,90 bP3D4 11,73 bc 47,00 b 65,15 b 85,03 bc 97,77 bP4D1 9,47 c 32,25 cd 59,43 bc 68,65 d 96,43 bP4D2 12,80 bc 37,35 c 67,98 b 78,47 cd 99,97 bP4D3 14,63 ab 46,30 b 74,25 ab 95,60 ab 103,55 abP4D4 16,00 a 54,85 a 80,80 a 99,37 a 107,83 aKeterangan: Angka yang didampingi huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan. O = Pupuk organik; AO = Pupuk anorganik; P1 = Pupuk kotoran sapi; P2 = C. muconoides; P3 = C. pubescens; P4 = T. diversifolia; D1 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; D2 = dosis pupuk organik setara 80 kg N/ha; D3 = dosis pupuk organik setara 120 kg N/ha; D4 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; tn = tidak nyata

Harga satuan daunHasil banding ortogonal menunjukkan bahwa harga satuan daun antara

perlakuan pupuk organik (O) 80 kg N/ha dengan anorganik (AO) tidak berbeda nyata pada semua umur pengamatan (Tabel 6).

Harga satuan dan antara macam pupuk organik, terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) antara pupuk kandang sapi dengan C. muconoides, C. pubescens dan T. diversifolia. Pola harga satuan daun mirip dengan laju pertumbuhan tanaman, yaitu laju pertumbuhan meningkat antara 2 – 4 minggu setelah tanam kemudian menurun dan mencapai optimum pada 6 – 8 minggu setelah tanam. Menjelang panen harga satuan daun akan menurun.

92

Page 9: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Tabel 5. Perkembangan laju tumbuh pertanaman ubijalar pada berbagai perlakuan

PerlakuanLaju tumbuh tanaman (g.cm-2.hari-1)

2 – 4 mst 4 - 6 mst 6 - 8 mst 8 - 12 mstO 0,98 0,67 0,81 0,42AO 1,05 0,75 0,83 0,25O vs AO tn tn tn nP1D1 0,78 cd 0,62 c 1,07 ab 0,35 cdP1D2 0,98 c 0,68 c 0,91 b 0,39 cP1D3 1,01 c 0,75 c 0,95 b 0,46 bcP1D4 1,12 b 0,80 bc 0,59 c 0,29 cP2D1 0,76 cd 0,54 cd 0,69 c 0,27 dP2D2 0,90 cd 0,60 cd 0,43 d 0,42 cP2D3 0,98 c 0,65 c 0,64 c 0,38 cdP2D4 1,10 bc 0,71 c 0,72 c 0,41 cP3D1 0,66 d 0,38 d 0,75 c 0,20 dP3D2 0,89 cd 0,40 d 0,79 bc 0,47 bcP3D3 0,99 c 0,52 cd 0,85 bc 0,55 bP3D4 1,26 ab 0,51 cd 0,78 bc 0,21 dP4D1 0,74 cd 0,69 c 0,76 bc 0,43 cP4D2 1,11 cd 0,97 ab 0,74 bc 0,51 bP4D3 1,23 b 1,00 ab 1,09 ab 0,65 aP4D4 1,39 a 0,91 a 1,19 a 0,67 a

Keterangan: Angka yang didampingi huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan.

Tabel 6. Perkembangan harga satuan daun ubijalar pada berbagai perlakuan

PerlakuanHarga satuan daun (mg.cm-2)

2 – 4 mst 4 - 6 mst 6 - 8 mst 8 mst- panenO 1,90 0,85 0,74 0,20AO 1,98 0,92 0,70 0,17O vs AO tn tn tn tnP1D1 1,90 b 1,09 ab 0,33 e 0,11 deP1D2 1,94 b 0,73 bc 0,54 c 0,14 cdP1D3 1,91 b 1,11 ab 0,88 b 0,19 cP1D4 1,80 bc 0,97 b 0,83 b 0,37 aP2D1 1,73 c 0,92 b 0,79 bc 0,19 dP2D2 1,82 bc 0,86 bc 0,72 bc 0,20 cdP2D3 1,82 bc 0,69 bc 0,87 b 0,17 d P2D4 1,94 b 0,84 bc 0,79 bc 0,12 deP3D1 1,56 d 0,52 c 0,36 cd 0,06 eP3D2 1,82 bc 0,49 c 0,37 cd 0,22 bcP3D3 1,96 b 0,56 c 0,43 cd 0,09 deP3D4 2,25 a 0,98 b 0,85 b 0,29 abP4D1 1,75 c 0,65 bc 1,11 ab 0,19 cP4D2 1,78 bc 0,97 b 0,94 b 0,19 cP4D3 2,15 ab 1,09 ab 0,76 bc 0,21 bcP4D4 2,22 a 1,19 a 1,21 a 0,38 aKeterangan: Angka yang didampingi huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan.

93

Page 10: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Hasil total ubi segar per tanamanHasil banding ortogonal menunjukkan bahwa jumlah ubi, bobot ubi dan hasil

ubi segar (t/ha) antara perlakuan pupuk organik (O) 80 kg N/ha dengan anorganik (AO) tidak berbeda nyata pada semua umur pengamatan (Tabel 7).Jumlah ubi pada perlakuan pupuk anorganik lebih banyak dari pada pupuk organik. Tetapi untuk bobot ubi dan hasil ubi segar per hektar, perlakuan pupuk organik lebih baik dari pada pupuk anorganik. Dari empat macam pupuk organik yang digunakan, T. diversifolia memberikan hasil yang tertinggi terhadap hasil ubi.

Tabel 7. Jumlah ubi, bobot ubi dan hasil ubi segar ubijalar pada berbagai perlakuan

PerlakuanJumlah ubi Bobot ubi Hasil ubi segar

(buah) (kg) (t/ha)O 2,56 0,48 24,63AO 3,83 0,40 22,12O vs AO tn tn tnP1D1 2,17 c 0,42 c 21,04 cP1D2 2,33 bc 0,49 b 25,88 abP1D3 2,67 b 0,52 ab 27,74 aP1D4 3,17 a 0,54 a 26,88 abP2D1 2,50 bc 0,44 c 20,85 cP2D2 3,17 a 0,46 bc 21,87cP2D3 2,17 c 0,48 b 27,11 abP2D4 2,00 0,54 a 24,67 bcP3D1 2,00 c 0,42 c 21,74 cP3D2 2,67 b 0,44 c 22,89 cP3D3 2,00 c 0,47 bc 25,21 bcP3D4 3,17 a 0,50 b 24,21 bcP4D1 2,33 bc 0,45 bc 22,50 cP4D2 2,50 bc 0,51 ab 25,65 abP4D3 2,17 c 0,53 ab 26,56 abP4D4 2,50 bc 0,56 a 29,39 aKeterangan: Angka yang didampingi huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan.

Kadar pati dan antosianin umbiHasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa macam dan dosis pupuk

organik berpengaruh terhadap kadar pati dan kandungan antosianin ubi (Tabel 8). Untuk perlakuan macam pupuk organik, kadar pati pada ubi ubijalar berkisar dari 25,07 % (perlakuan pupuk organik asal C. pubescens) sampai 31,78 % (perlakuan pupuk organik asal T. diversifolia). Untuk perlakuan dosis pupuk organik, kadar pati ubi tertinggi dicapai pada dosis setara dengan 120 kg N/ha (31,30 %) dan terendah pada dosis yang setara dengan 160 kg N/ha (24,44 %). Penambahan N sampai disis tertentu nampaknya mengakibatkan peningkatan kadar pati ubi ubijalar.

Terhadap kandungan antosianin ubi, perlakuan macam pupuk organik menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pupuk anorganik. Pupuk organik asal T. diversifolia menghasilkan kandungan antosianin ubi tertinggi (2,31 mg/ kg) dan terendah pada pupuk anorganik (0,99 mg/kg). Pada perlakuan dosis pupuk

94

Page 11: respon ubijalar terhadap pupuk organik

organik, kandungan antosianin ubi tertinggi dicapai pada dosis yang setara dengan 160 kg N/ha (2,56 mg/kg) dan terendah pada perlakuan tanpa pupuk organik (0,99 mg/kg).

Dari Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa dosis pupuk organik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar pati dan kandungan antosianin. Dengan ditingkat-kannya dosis, terjadi peningkatan kandungan antosianin tetapi kadar patinya menjadi lebih rendah.

Residu NHasil perhitungan N yang ada di dalam tanah menunjukkan bahwa N pada

minggu pertama berkisar dari 2,94 kg/ha sampai 39,90 kg/ha. Sampai minggu ke 14, N yang tersisa dalam tanah sebanyak 21,08 kg/ha.

Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa mineralisasi T. diversifolia mencapai puncaknya pada umur 4 minggu setelah perlakuan dan kemudian terus menurun. Untuk pupuk kotoran sapi dan C. muconoides mineralisasinya masih terus meningkat, sedangkan C. pubescens meningkat sampai umur 6 minggu kemudian menurun dan meningkat lagi pada akhir pengamatan (Tabel 9).

Tabel 8. Kadar pati dan antosianin ubi

PerlakuanKadar pati

(%)Kandungan antosianin

(mg/kg)

Macam pupuk organik Pupuk anorganik 28,95 0,99 Pupuk kotoran sapi 27,69 1,65 C. muconoides 25,07 1,94 C. pubescens 29,63 2,69 T. diversifolia 31,78 2,31

Dosis pupuk organikPupuk anorganik 28,95 0,99D1 28,69 1,79D2 29,73 1,97D3 31,30 2,28D4 24,44 2,56Keterangan : - D : dosis pupuk organik Pupuk anorganik : dosis 80 kg N/ha D1 : dosis pupuk organik setara dengan 40 kg N/ha D2 : dosis pupuk organik setara dengan 80 kg N/ha D3 : dosis pupuk organik setara dengan 120 kg N/ha D4 : dosis pupuk organik setara dengan 160 kg N/ha

Pembahasan Umum

1. Pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar pada perlakuan pupuk organik terhadap anorganik

95

Page 12: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar yang diberi pupuk organik lebih baik daripada anorganik. Baiknya pertumbuhan dan hasil ini ditunjukkan dengan bertambahnya panjang tanaman, luas daun, indeks luas daun, laju pertumbuhan tanaman dan hasil total ubi segar per tanaman.

Indeks luas daun dan laju tumbuh pertanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan T. diversifolia diikuti oleh pupuk kandang, C. muconoides dan C. pubescens. T. diversifolia menunjukkan hasil yang terbaik dibanding perlakuan lainnya. Ini nampaknya berkaitan dengan laju dekomposisi dan mineralisasinya yang lebih cepat dengan kandungan N yang tinggi. Sehingga pada saat tanaman membutuhkan telah dapat dipenuhi oleh T. diversifolia. Ini sesuai dengan pendapat Altieri (2000) bahwa T. diversifolia mengakumulasikan sejumlah besar N dan P apabila dibenamkan dalam tanah dan juga akan melepaskan N dengan cepat dalam waktu dua minggu. Hasil ini lebih cepat dibandingkan pupuk organik lainnya.

Tabel 9. Residu N yang ada dalam tanah pada minggu 3, 4, 6, 10, dan 14

No. Perlakuan

kg/ha N

Minggu setelah perlakuan3 4 6 10 14

1 P1D1 4,46 5,84 8,23 22,81 31,862 P1D2 4,91 6,26 9,15 14,63 36,803 P1D3 6,38 8,59 10,69 13,06 43,284 P1D4 8,43 11,78 14,68 24,50 44,335 P2D1 5,71 9,99 20,13 21,77 34,996 P2D2 5,47 9,54 11,12 21,43 36,737 P2D3 5,78 11,03 21,95 31,03 39,508 P2D4 6,21 10,86 19,21 22,80 40,749 P3D1 2,94 12,73 15,45 18,53 30,4610 P3D2 4,03 6,60 19,20 20,28 30,5411 P3D3 4,36 8,19 23,70 28,19 37,5912 P3D4 3,05 7,60 24,23 33,80 39,5013 P4D1 5,14 6,49 19,31 25,09 31,5414 P4D2 6,64 8,06 21,23 38,19 46,0015 P4D3 6,75 19,38 26,20 44,36 47,2516 P4D4 11,68 24,98 39,90 45,88 52,68Keterangan : P1 = Pupuk kotoran sapi; P2 = C. muconoides; P3 = C. pubescens; P4 = T. diversifolia; D1 = dosis pupuk organik setara 40 kg N/ha; D2 = dosis pupuk organik setara 80 kg N/ha; D3 = dosis pupuk organik setara 120 kg N/ha; D4 = dosis pupuk organik setara 160 kg N/ha.

Indeks luas daun dan laju pertumbuhan tanaman pada perlakuan C. pubescens menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat daripada perlakuan anorganik. Hal ini nampaknya berkaitan dengan kualitas dari pupuk organik asal C. pubescens yang berkualitas rendah, dengan laju dekomposisi dan mineralisasinya yang lambat dengan kandungan N yang rendah. Terbatasnya suplai nitrogen akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan karena N merupakan penyusun

96

Page 13: respon ubijalar terhadap pupuk organik

kehidupan dalam sel tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner, Pierce dan Mitchell (1991) bahwa N merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida yang esensial untuk pembelahan dan pembesaran sel. Oleh karena itu N sangat penting untuk pertumbuhan tanaman.

Bobot kering total tanaman masih lebih baik pada perlakuan pupuk organik dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik. Namun bila dilihat dari dosis yang sama (80 kg N/ha), perlakuan T. diversifolia memberikan hasil yang terbaik.

Pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar yang mendapat perlakuan pupuk organik lebih baik dibandingkan pupuk anorganik. Pupuk organik akan melepaskan hara secara perlahan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman sesuai dengan kebutuhannya. Hal yang demikian tidak ditemui pada pupuk anorganik. Pupuk anorganik memiliki unsur hara dalam bentuk tersedia dan akan dilepaskan secara sekaligus. Ini akan merugikan tanaman karena N tersedia yang berlebihan tidak semuanya dimanfaatkan. Nitrogen tersebut akan hilang oleh pencucian ataupun penguapan. Sehingga pada saat tanaman membutuhkan, nitrogen yang tersedia dalam tanah tidak mencukupi lagi untuk pertumbuhan tanaman.

Nitrogen diperlukan tanaman sepanjang pertumbuhannya. Tanaman memperoleh N dengan jalan menyerap ion nitrat atau amonium yang ada dalam larutan tanah. Walaupun amonia merupakan senyawa N utama yang dibebaskan dalam dekomposisi pupuk organik, dalam kebanyakan tanah amonia langsung dioksidasi menjadi nitrat sehingga ion nitrat umumnya merupakan sumber utama N bagi tanaman.Setelah diserap ion nitrat direduksi kembali menjadi amonia sebelum komponen N-nya dapat digabungkan ke dalam asam amino dan senyawa N organik lain.

Tanaman ubijalar membutuhkan nitrogen yang banyak pada saat proses pembentukan ubi atau saat awal inisiasi ubi yang terjadi antara minggu ke 2 sampai 8 setelah tanam. Bila nitrogen tersebut berasal dari pupuk organik, maka diperlukan pupuk organik yang memiliki kualitas tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Ini ditentukan oleh kandungan lignin dan polifenol yang rendah serta kandungan N yang tinggi dari suatu pupuk organik. Pupuk organik yang demikian akan mempunyai laju dekomposisi dan mineralisasi yang cepat, sehingga pada saat tanaman membutuhkan hara yang diperlukan sudah tersedia. Sifat yang demikian ditemui pada T. diversifolia.

T. diversifolia paling cepat mengalami mineralisasi dibandingkan dengan pupuk kotoran sapi, C. muconoides dan C. pubescens, dan mencapai puncaknya pada 4 minggu setelah perlakuan Dengan demikian penggunaan T. diversifolia sebagai pupuk organik sangat potensial, karena memenuhi kriteria tersebut. (Tabel 9 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan T. diversifolia memberikan hasil yang tertinggi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.

Pemberian pupuk organik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, dimana dengan bertambahnya panjang tanaman selalu diikuti dengan bertambahnya luas daun, indeks luas daun, berat kering total tanaman, laju tumbuh pertanaman, bobot ubi/tanaman dan hasil ubi segar. Keadaaan yang sebaliknya terjadi pada perlakuan pupuk anorganik. Dengan semakin luas daun ternyata berat kering total tanaman bertambah dan selanjutnya hasil tanaman bertambah. Asumsi yang dapat dikemukakan adalah bahwa dengan daun yang lebih luas maka fotosintesis yang terjadi dapat lebih efektif dan fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak.

97

Page 14: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Perkembangan ubi yang meliputi jumlah dan bobotnya sangat berhubungan dengan proses fotosintesis yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari pertambahan bobot keringnya yang menunjukkan pertambahan yang berbeda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Dari hasil analisis ragam laju tumbuh pertanaman umur 12 minggu (Tabel 8), dimana parameter ini menggambarkan pertambahan berat kering tanaman selama tanaman tumbuh dalam 12 minggu menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik mempunyai bobot kering yang relatif tinggi (0,42 g) dibanding perlakuan pupuk anorganik (0,25 g).

2. Pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar pada perlakuan antar pupuk organik pada berbagai dosis

Pertumbuhan dan hasil tanaman ubijalar terbaik diperoleh pada perlakuan T. diversifolia pada semua tingkat dosis, kemudian diikuti pupuk kotoran sapi, C.muconoides dan C. pubescens. Ini disebabkan karena T. diversifolia mempunyai laju dekomposisi yang lebih cepat dibanding ketiga pupuk organik lainnya.

Dekomposisi suatu pupuk organik selalu diikuti oleh pelepasan N dari mineralisasi. Dari keempat pupuk organik yang digunakan, Thitonia diversifolia termasuk pupuk organik yang berkualitas tinggi dengan kandungan lignin dan polifenol serta N yang relatif tinggi dibanding dengan, C. muconoides, C. pubescens dan pupuk kandang sapi berturut-turut: 3.17, 3.02, 2.93, dan 2.70 %. Selain itu hasil analisis kandungan kimia dari empat macam pupuk organik yang digunakan, T. diversifolia memiliki C:N ratio yang rendah (5.93), sehingga dikatakan berkualitas tingi dibanding dengan C.muconoides, C. pubescens dan pupuk kandang sapi yang masing-masing memiliki C:N ratio 9.29, 9.75, dan 7.15.

Macam pupuk organik nampak sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman. Tingginya kandungan N pada T. diversifolia akan merangsang penggunaan hasil fotosontesis untuk pertumbuhan tajuk tanaman pada awal pertumbuhan. Proses mineralisasi T. diversifolia akan mencapai puncaknya pada 4 minggu setelah perlakuan. Pada saat ini adalah awal inisiasi ubi sehingga tanaman sangat memerlukan nitrogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Agata (1984) bahwa kandungan N yang tinggi merupakan kondisi yang sangat cocok untuk sintesis protein, karena protein vital bagi pembentukan organ baru.

Penggunaan pupuk organik yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap kesuburan tanah. Ini berkaitan dengan kualitas pupuk organik yang digunakan. Kualitas pupuk organik akan dipengaruhi oleh kandungan lignin dan polifenol serta C:N ratio dan berkorelasi dengan kecepatan dekomposisi dan mineralisasi pupuk organik tersebut. Handayanto (1996) mengemukakan bahwa dekomposisi pupuk organik mempunyai pengaruh langsung dan tindak langsung terhadap kesuburan tanah. Pengaruh langsung disebabkan karena pelepasan unsur hara melalui mineralisasi, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menyebabkan akumulasi pupuk organik tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan penyediaan unsur hara bagi tanaman. Pengaruh langsung dan tidak langsung dapat terjadi jika kadar pupuk organik tanah dapat dipertahankan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pupuk organik yang diberikan berpengaruh terhadap harga satuan daun (HSD). Dosis pupuk organik yang mengan-dung N yang tinggi akan meningkatkan bobot bagian tanaman diatas tanah. Semakin banyak N yang dilepaskan oleh pupuk organik maka bobot bagian atas tanaman akan meningkat secara cepat sejalan dengan meningkatnya penyediaan

98

Page 15: respon ubijalar terhadap pupuk organik

nitrogen. Akan tetapi nilai HSD akan menurun dengan meningkatnya LAI. Hal ini bisa terjadi karena daun yang letaknya di bagian tengah tajuk tidak bisa melakukan fotosintesis akibat rendahnya intensitas cahaya

Penerimaan cahaya yang ini merupakan karakteristik tanaman ubijalar, karena tanaman ubijalar mempunyai daun yang bertumpuk-tumpuk. (Soemarno, 1981).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produksi bahan kering. Pupuk organik yang mempunyai kandungan K tinggi seperti T. diversifolia, memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil, karena tanaman ubijalar lebih memerlukan sejumlah besar K untuk pembentukkan ubi. Hasil ubi akan meningkat secara proporsional dengan meningkatnya K. Hal ini berkaitan dengan fungsi dari unsur K yaitu untuk transpor fotosintat dari source ke sink.

Semakin tinggi dosis pupuk organik yang digunakan nampak akan semakin berpengaruh terhadap bobot dan ukuran ubi. Dosis pupuk organik yang lebih tinggi dari dosis rekomendasi memberikan jumlah ubi yang lebih sedikit, tetapi bobotnya semakin bobot dan ukurannya lebih besar. Hal ini berkaitan dengan pengaruh K, dimana pengaruh K sangat penting untuk pembesaran ubi (Wilson, 1982). Walaupun dengan penambahan dosis pupuk organik maka N pun akan bertambah, pertumbuhan tajuk yang berlebihan dapat ditekan dan hasil ubi yang tinggi bisa dicapai karena dosis K juga akan semakin tinggi (Soemarno, 1981). Dari hasil analisis regresi antara hasil dengan dosis pupuk organik ternyata pupuk organik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap peningkatan hasil ubi (Gambar 1).

99

Gambar 1. Respons tanaman ubijalar terhadap pemberian pupuk organik

Keterangan : Pupuk kotoran sapi (y = 20,5 + 0,048x; R2 = 0,698) C. muconoides (y = 21,1 + 0,026x; R2 = 0,588)

Page 16: respon ubijalar terhadap pupuk organik

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa sampai dosis pupuk organik setara dengan 160 kg/ha, untuk pupuk organik asal Tithonia diversifolia masih menunjukkan peningkatan terhadap hasil ubi segar per hektar. Kalium yang terkandung dalam pupuk organik asal Tithonia diversifolia nampaknya masih mencukupi kebutuhan tanaman.. Untuk pupuk organik asal pupuk kandang sapi, Calopogonium muconoides dan Centrosema pubescens, peningkatan hasil ubi segar per hektar akan mencapai optimum pada dosis bahan organik setara 120 kg N/ha. Lebih dari dosis tersebut hasil ubi segar per hektar akan menurun.

Dari hasil penelitian Jian-wei et al. (2001) dengan menggunakan K2O, KCl dan K2SO4 dengan beberapa taraf dosis K (0, 75, 150, 225 dan 300 kg K/ha), menunjukkan bahwa sampai dosis 300 kg K/ha hasil ubi masih meningkat. Dari hasil penelitian ini, penggunaan pupuk organik dengan kandungan kalium yang tinggi seperti T. diversifolia (3,17 %) dengan dosis 5,04 ton/ha atau setara dengan 159,76 kg K/ha ternyata hasil ubi masih meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kalium penting bagi produksi ubijalar, bahkan disimpulkan oleh Togari (1948) dalam Soemarno (1981) bahwa K lebih penting daripada N dan P. Kalium mampu menurnkan persentase bahan kering ubi, tetapi karena kalium dapat meningkatkan hasil ubi maka ia juga mampu meningkatkan hasil total bahan kering tanaman.

Pengaruh kalium yang sangat penting adalah pembesaran ubi. Bila dosis K ditingkatkan, ubi menjadi bengkak dan hasil ubi yang diperoleh menjadi besar-besar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Agata (1984). Terlihat pada perlakuan pupuk organik asal T.diversifolia yang mempunyai kandungan K yang lebih tinggi daripada pupuk kandang sapi, C. muconoides dan C. pubescens Hasil ubi akan meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk organik yang diberikan (Gambar 1). Dikemukan oleh Soemarno (1981) bahwa walaupun dosis pupuk K cukup tinggi, pertumbuhan tajuk yang berlebihan dapat ditekan dan hasil ubi yang tinggi bisa dicapai dengan meningkatnya dosis pupuk K.

3. Kadar pati dan antosianin ubi

3.1. Kadar patiHasil penelitian menunjukkan kadar pati ubi bervariasi diantara macam dan

dosis pupuk organik yang dicobakan. Ditinjau dari macam pupuk organik, pupuk organik asal T. diversifolia memberikan kontribusi yang lebih tinggi terhadap peningkatan kadar pati daripada kontrol, yaitu 29,63 % dibandingkan dengan 26,95 %. Hal ini diduga karena kandungan kalium yang tinggi pada T. diversifolia. Howeler (2002) mengemukakan bahwa walaupun kalium bukan merupakan unsur dasar penyusun protein, karbohidrat atau lemak, tetapi kalium mempunyai peranan yang penting dalam proses metabolisme. Kalium menstimulir aktivitas fotosintesis sehingga meningkatkan luas daun dan translokasi fotosintat ke organ penyimpanan. Meningkatnya aktifitas fotosintesis akan menyebabkan rendahnya kandungan karbohidrat dalam daun.. Selanjutnya dikemukakan juga oleh Howeler (2002) bahwa aplikasi kalium tidak hanya meningkatkan hasil ubi tetapi juga meningkatkan kandungan pati ubi.

Ditinjau dari dosis yang digunakan terhadap peningkatan kadar pati, dosis pupuk organik yang setara dengan 120 kg N/ha memberikan hasil yang lebih baik dari pada kontrol, yaitu 31,30 % dibandingkan dengan 28,95 %. Peningkatan kadar pati akan mencapai optimum pada dosis pupuk organik setara 120 kg N/ha, tetapi

100

Page 17: respon ubijalar terhadap pupuk organik

apabila dosis pupuk organik ditingkatkan lebih dari 120 kg/ha, kadar pati akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Hillocks dan Thresh (2002) yang mengemukakan bahwa peningkatan aplikasi kalium pada cassava, akan meningkatkan kadar pati ubi. Kadar pati akan meningkat dengan aplikasi kalium 80 - 100 kg/ha, tetapi bila dosis ditingkatkan maka kadar pati akan nenurun. Dikemukakan pula oleh Jian-wei (2001) bahwa penggunaan K2SO4 dan KCl memberikan respon yang positif terhadap kadar pati ubi. Akan tetapi penggunaan K2SO4 cenderung menghasilkan kadar pati ubi yang lebih tinggi daripada KCl. Total hasil pati yang lebih tinggi pada perlakuan K2SO4 disebabkan karena tingginya hasil ubi segar.

3.2. Kadar antosianin

Antosianin termasuk dalam kelompok flavonoid yang penyebarannya luas diantara spesies tanaman, merupakan pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu dan biru. Pigmen ini juga terdapat di bagian lain tumbuhan, misalnya buah tertentu, batang, daun dan ubi. (Salisbury dan Ross, 1992). Mazza dan Miniat (1993) dalam Kim dan Kim (2002) mengemukakan bahwa distribusi antosianin pada buah atau ubi sangat kompleks, dipengaruhi oleh spesies, varietas, waktu tanam dan hasil buah atau ubi.

Hasil analisis kandungan antosianin menunjukkan bahwa macam maupun dosis pupuk organik yang dicobakan menghasilkan kandungan antosianin yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kandungan antosianin tertinggi diperoleh pada perlakuan pupuk organik asal C. pubescens yaitu sebesar 2,69 mg/kg.

Kebalikan dari kadar pati, kandungan antosianin ubi akan semakin meningkat dengan meningkatnya dosis yang digunakan. Peningkatan kandungan antosianin berkisar dari 44,69 % sampai 61,33 %. Peningkatan terjadi mulai dari dosis pupuk organik setara 80 kg N/ha sampai dosis 160 kg N/ha. Jadi dengan semakin tinggi dosis N, kandungan antosianin ubi segar semakin meningkat. Ini sesuai dengan pendapat Zhang et al., (1998) dalam Kim dan Kim (2002) bahwa produksi antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nitrogen, sinar ultra violet, cahaya, tipe gula, cekaman osmotik dan fitohormon

KESIMPULAN

Pertumbuhan dan hasil tanaman pada perlakuan pupuk organik lebih baik dari anorganik. Hasil tertinggi adalah T. diversifolia (26,02 t/ha), selanjutnya berturut-turut pupuk kotoran sapi (25,38 t/ha), C. muconoides (23,63 t/ha), C. pubescens (23,51 t/ha) dan pupuk anorganik ( 20,12 t/hat/ha)

Kombinasi T. diversifolia dengan dosis setara 160 kg N/ha memberikan hasil yang tertinggi (29,39 t/ha) dan terendah pada perlakuan C. muconoides dengan dosis setara 40 kg N/ha).

Perlakuan pupuk organik asal T. diversifolia menghasilkan kadar pati tertinggi (31,78%) dan terendah pada perlakuan C. pubescens (25,07%). Kadar antosianin tertinggi pada perlakuan C. pubescens (2,69 mg/kg) dan terendah pada perlakuan pupuk anorganik (0,99 mg.kg).

Pada akhir penelitian N yang tersisa dalam tanah masih sebanyak 21,08 kg/ha.

101

Page 18: respon ubijalar terhadap pupuk organik

DAFTAR PUSTAKA

Altieri, M.A. (2000) Sustainable Agriculture Extension Manual. UNDP SANE (Sustainable Agriculture Networking and Extension) Program. California.

Agata, W. (1984) Sweet Potato (Ipomoea batatas Lam.). Faculty of Agriculture, Kyushu University, Fukuoka, Japan

Fathan, R. dan M. Rahardjo (1994) Serapan hara pada tanaman ubijalar. Edisi Khusus Balittan Malang (3):318-325.

Fortuno, E.M., M.B. Catanay and F.G. Vilamayor, Jr. (1996) Yield response of sweetpotato to fertilizer and pesticide application. Selected Research Paper, July 1995-June 1996, Vol 2. Sweet Potato, ASPRAD. p 159-166.

Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh Herawati Susilo. U.I. Press, Jakarta. pp. 428.

Handayanto, E. (1996) Sinkronisasi nitrogen dalam sistem budidaya pagar: I. Kecepatan pelepasan nitrogen dari bahan pangkasan pohon leguminosa. Jurnal Penelitian Universitas Brawijaya 8, 1-18.

Hillocks, R.J. and J.M Thresh (2002) Cassava: Biology, Production and Utilization. Cabi Publishing.

Howeler, R.H. (2002) Cassava mineral nutrition and fertilization. CIAT Regional Office in Asia. Department of Agriculture, Chatuchak, Bangkok, Thailand.

Jian-wei, Lu, Chen Fang, Xu You-sheng, Wan Yun-fan, and Liu Dong-bi (2001) Sweet Potato Response to Potassium. Better Crops International. 15:1. p:10-12.

Kim, Seung-Heui and Seon-Kyu Kim (2002) Effects of sucrose level and nitrogen sources on fresh weight and anthocyanin production in cell suspension culture of ‘Sheridan’ grape (Vitis spp.). J. Plant Biotechnolog. 1, 7-11

Salisbury, F.B. and C.W. Ross (1992) Plant Physiology. 4th Edition. Wadsworth Publishing Co. New York

Soemarno (1981) Pengkajian Singkat Kesuburan Ubijalar. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. 87 hal.

Widodo, Y. (1990) Keeratan hubungan antara sifat kuantitatif pada ubijalar. Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1990. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, hal. 215-220.

Wilson, L.A. (1982) Tuberization in sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam). In R.L. Villareal and T.D. Griggs (Eds,). Sweet Potato. Proceedings of the First International Symposium. Asian Vegetable Research and Development Center. Shanhua, Tainan, Taiwan, China. p:79-92.

102