respiro

9
ASMA BRONKIALE 1. Definisi : Penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi menyebabkan saluran nafas cendrung untuk menyempit yang dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan dan adanya hiperreaktifitas bronkus terhadap berbagai rangsangan. 2. Patofisiologi : Terjadinya penyempitan saluran nafas disebabkan hiperreaktifitas bronkhus karena rangsangan berbagai faktor pencetus dan aggrevator. Hiperreaktifitas bronkhus ini terjadi akibat peradangan saluran nafas sehingga menebal, mukosa edema, lumennya terisi sel-sel inflamasi yang lepas terutama mastosit dan eosinofil dan hipersekresi mukus sehingga lumen saluran nafas menyempit kadang-kadang dapat menyempit total yang berakhir dengan kematian. 3. Etiologi : Etiologi asma adalah inflamasi saluran nafas akibat proses IgE mediated/non IgE mediated menyebabkan bronkhus menjadi hiperreaktif. Faktor : predisposisi genetik, pencetus dan aggrevator menyebabkan terjadinya serangan asma bronkhial. 4. Gejala Klinis : Sesak nafas disertai nafas berbunyi secara akut maupun secara berkala merupakan keluhan utama terjadinya serangan asma. Serangan asma lebih sering terjadi malam hari. Faktor pencetus dan aggrevator sangat berperan dalam terjadinya

Upload: leo-kolong

Post on 10-Jul-2016

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bahan respiro papdi

TRANSCRIPT

Page 1: Respiro

ASMA BRONKIALE

1. Definisi :

Penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi

menyebabkan saluran nafas cendrung untuk menyempit yang dapat sembuh spontan atau

dengan pengobatan dan adanya hiperreaktifitas bronkus terhadap berbagai rangsangan.

2. Patofisiologi :

Terjadinya penyempitan saluran nafas disebabkan hiperreaktifitas bronkhus karena

rangsangan berbagai faktor pencetus dan aggrevator. Hiperreaktifitas bronkhus ini terjadi

akibat peradangan saluran nafas sehingga menebal, mukosa edema, lumennya terisi sel-

sel inflamasi yang lepas terutama mastosit dan eosinofil dan hipersekresi mukus sehingga

lumen saluran nafas menyempit kadang-kadang dapat menyempit total yang berakhir

dengan kematian.

3. Etiologi :

Etiologi asma adalah inflamasi saluran nafas akibat proses IgE mediated/non IgE

mediated menyebabkan bronkhus menjadi hiperreaktif. Faktor : predisposisi genetik,

pencetus dan aggrevator menyebabkan terjadinya serangan asma bronkhial.

4. Gejala Klinis :

Sesak nafas disertai nafas berbunyi secara akut maupun secara berkala merupakan

keluhan utama terjadinya serangan asma. Serangan asma lebih sering terjadi malam hari.

Faktor pencetus dan aggrevator sangat berperan dalam terjadinya serangan asma. Faktor

pencetus seperti infeksi, allergen inhalasi/makanan, olahraga, polusi udara, iritan seperti

asap rokok, bau-bauan, obat-obatan dan emosi. Faktor aggrevator seperti rhinitis, sinusitis

dan refluks asam lambung. Pemeriksaan fisik : nafas cepat dan dangkal, gelisah, fase

ekspirasi memanjang, bising mengi difus pada kedua lapangan paru.

5. Laboratorium :

Rutin : berupa hitung jenis eosinofil meningkat.

Khusus : tes kulit (Prick test), kadar IgE spesifik meningkat.

6. Pemeriksaan penunjang :

Uji faal paru ditemukan obstruksi yang reversibel setelah pengobatan menggunakan

spirometri atau peak flow meter. Uji provokasi bronkhial untuk mengukur

Page 2: Respiro

hiperreaktifitas bronkhus dengan inhalasi methakolin atau histamin dengan dosis yang

makin tinggi, atau melalui latihan jasmani.

7. Diagnosis :

Gejala klinik yang khas dan perubahan uji faal paru setelah pengobatan dengan

bronkhodilator.

Diagnosis banding :

- Sindroma Loeffler (periksa juga telor cacing dalam tinja)

o Sindroma obstruktif pasca Tb paru

o Asma kardiale

- Dengan bronkhodilator terjadi peningkatan FEVI >20 %

- Dengan uji provokasi bronkhial terjadi penurunan FEVI < 20%

8. Komplikasi :

Serangan asma berat dan menimbulkan kematian. Asma kronik persisten dapat

menyebabkan Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) dan penyakit jantung paru (Kor

Pulmonale), bila tidak dikelola secara dini dan adekuat.

9. Penatalaksanaan/terapi serangan asma (akut) :

a. Oksigen 4-5 liter/menit.

b. Berikan nebulizer beta 2 agonis seperti Salbutamol atau Fenoterol 2,5 mg tiap 20

menit maksimal sebanyak 3 kali.

c. Steroid bila belum dapat diatasi. Hidrokortison 4 x 200 mg IV atau Deksametasone 4

x 10 mg atau Prednisolon 40 mg/hari dalam dosis terbagi.

d. Bila serangan akut dapat diatasi, ganti obat secara oral.

e. Suntikan Aminofilin (240 mg/10 ml). Bila telah mendapat Aminofilin dalam 12 jam

sebelum serangan, berikan dosis awal 2-3 mg/kg BB IV perlahan-lahan, teruskan

dengan dosis pemeliharaan 0,5-1mg/kg BB/jam dalam cairan dektrose 5%. Bila

belum mendapat Aminofilin berikan dosis awal 5-6 mg/kg BB (maksimal 240 mg)

secara IV perlahan-lahan, teruskan dengan dosis pemeliharaan 0,5-1 mg/kg BB/jam.

f. Perbaikan hidrasi melalui cairan fisiologis IV 2-3 liter/24 jam

g. Antibiotika bila ada infeksi sekunder.

Page 3: Respiro

Skema Penatalaksanaan serangan asma eksaserbasi (akut).

Penilaian awal :

Riwayat sebelumnya, pemeriksaan fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu pernafasan, frekuensi nafas, HR, APE atau FEV1, saturasi O2, analisis gas darah pada pasien berat dan pemeriksaan lain jika

Pengobatan awal :

Inhalasi 2 agonis kerja singkat, biasanya secara nebulasi, 1 dosis tiap 20 menit selama 1 jam. Oksigen 4-6 l/ menit untuk mencapai saturasi O2 90% (95% untuk anak-anak). Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera atau jika pasien sedang mendapat steroid per oral

atau jika serangan asmanya berat. Sedatif merupakan kontraindikasi pada penanganan serangan akut/eksaserbasi.

Ulangi penilaian: tanda-tanda fisik, APE, saturasi O2, pemeriksaan lain bila diperlukan

Episode serangan sedang

APE 60-80% perkirakan atau nilai terbaik.

Pemeriksaan fisik: asma sedang, otot bantu pernafasan

Inhalasi 2 agonis tiap 60 menit. Pertimbangkan kortikosteroid Teruskan pengobatan 1-3 jam,

sepanjang ada perbaikan

Episode serangan berat

APE < 60% perkiraan/ nilai terbaik Pemeriksaan fisik: gejala berat saat istirahat,

retraksi dinding dada. Riwayat: pasien risiko tinggi Tak ada perbaikan setelah pengobatan awal Inhalasi 2 agonis tiap jam atau kontinu dengan

atau tanpa inhalasi antikolinergik. Oksigen. Kortikosteroid sistemik Pertimbangkan 2 agonis S.C., I.M., atau I.V.

Respon baik:

- Respon menetap 60 menit

setelah terapi terakhir.

- Pemeriksaan fisik normal.

- APE > 70%.

- Tidak ada distress.

- Saturasi O2 > 90% (95% pd

anak-anak)

Dipulangkan:

- Teruskan pengobatan dengan

Respon tidak sempurna dalam 1-2 jam:- Riwayat: pasien risiko tinggi.

- PF: gejala ringan-sedang.

- APE > 50% tapi <70%.

- Saturasi O2 tidak membaik

Dirawat di RS:

- inhalasi 2 agonis + inhalasi

antikolinergik

Respon buruk dalam 1 jam

- Riwayat pasien risiko

tinggi

- PF: gejala berat,

mengantuk

dan bingung.

- APE < 30%

Page 4: Respiro

1. Follow up :

Selama perawatan perlu diperhatikan perbaikan secara klinik dan uji faal paru dengan

spirometri atau peak flow meter. Cari faktor pencetus terjadinya serangan akut asma.

Setelah keluar rumah sakit perlu dihindari faktor pencetus dan obat pemeliharaan hanya

diberikan pada penderita dengan asma persisten.

2. Indikasi rawat inap :

Bila penderita mengalami serangan asma akut berat (status asmatikus).

3. Pengobatan pemeliharaan (di Poliklinik/rawat jalan).

Berdasarkan berat/ringannya derajat asma (sesuai dengan WHO/GINA (Global Inisiative

For Asma) 1998. Untuk di praktek pribadi atau klinik yang tidak tersedia spirometri/Peak

Flow Meter, dapat dipakai quesioner Asma Control Test untuk monitor keberhasilan

penatalaksanaan.

Diutamakan steroid inhalasi untuk pencegahan jangka panjang controller dan β2 agonis

inhalasi sebagai penghilang sesak (reliever)

A. Klasifikasi derajat berat/ringan asma. (dipoliklinik atau diluar serangan)

Klasifikasi Gejala klinis Gejala malam APEDerajat 1 < 1 kali/minggu ≤ 2 kali sebulan ≥ 80% perkiraan

Membaik Tidak

Rawat di ICU:

Jika tidak ada perbaikan dalam waktu 6-12 jam

Dipulangkan:

Jika APE > 70% & bertahan dng pengobatan peroral/ inhalasi selama minimal 60 menit

Page 5: Respiro

Intermiten Asimptomatik APE normal diantara

serangan

variabilitas < 20%

Derajat 2Persisten ringan

≥ 1 kali/minggu tapi < 1 kali/hari > 2 kali sebulan ≥ 80% perkiraan variabilitas 20 - 30

%Derajat 3Persisten sedang

Setiap hari Menggunakan β2 agonis

setiap hari Serangan mempengaruhi

aktifitas

> 1 kali/minggu >60%-<80% perkiraan

Variabilitas > 30%

Derajat 4Persisten berat

Terus menerus Aktivitas fisik terbatas

Sering ≤ 60% perkiraan Variabilitas > 30%

B. Pengobatan.

Klasifikasi Pencegahan Jangka Panjang Penghilang Serangan

Derajat I

Intermiten

Tidak dibutuhkan Bronkodilator kerja singkat: 2 agonis inhalasi sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi gejala, tapi < 1 x/ minggu

Intensitas pengobatan tergantung dari beratnya serangan.

Inhalasi 2 agonis atau kromoglikat sebelum olah raga atau terpapar alergen.

Derajat II

Persisten

Ringan

Inhalasi kortikosteroid 200-500 mcg, kromoglikat, nedocromil atau teofilin lepas lambat,

Jika diperlukan, dosis kortikosteroid inhalasi dapat ditingkatkan sampai 800 g, atau digabungkan dengan bronkodilator kerja lama, (khususnya untuk gejala malam): baik inhalasi 2

Bronkodilator kerja singkat: 2 agonis inhalasi sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi gejala, tidak melebihi 3-4 kali per hari.

Page 6: Respiro

agonis kerja lama, teofilin lepas lambat, atau 2 agonis kerja lama tablet atau sirup.

Pemberian anti-leukotrin dapat dipertimbangkan.

Derajat III

Persisten

Sedang

Inhalasi kortikosteroid 500 - 800 mcg,

Bronkodilator kerja lama, khususnya untuk gejala malam: inhalasi 2 agonis kerja lama, teofilin lepas lambat, atau 2 agonis kerja lama tablet atau sirup.

Dapat ditambahkan anti-leukotrin, khususnya asma yang sensitiv terhadap aspirin dan sebagai pencegahan pada asma yang dicetuskan oleh latihan.

Bronkodilator kerja singkat: 2 agonis inhalasi sesuai dengan kebutuhan untuk meng-atasi gejala, tidak melebihi 3-4 kali per hari.

Derajat IV

Persisten Berat

Inhalasi kortikosteroid 800 - 2000 mcg,

Bronkodilator kerja lama: inhalasi 2

agonis kerja lama, teofilin lepas lambat, dan atau 2 agonis kerja lama tablet atau sirup,

Kortikosteroid kerja lama tablet atau sirup.

Bronkodilator kerja singkat: 2 agonis inhalasi sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi gejala.