respirasi pada tumbuhan

Upload: egri-lahengko

Post on 16-Jul-2015

516 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RESPIRASI PADA TUMBUHAN

PENDAHULUAN

Fotosintesis menyediakan molekul organik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mahluk hidup lainnya. Respirasi dan metabolisme karbon yang terkait di dalamnya melepas energi yang tersimpan di dalam senyawa karbon dengan cara yang terkontrol untuk digunakan oleh sel. Pada waktu yang bersamaan, respirasi menghasilkan banyak senyawa karbon yang dibutuhkan sebagai prekursor untuk biosintesis senyawa organik lainnya. Respirasi aerob merupakan proses yang umum terjadi dalam hampir semua organisme eukariot, dan secara umum proses respirasi di dalam tumbuhan mirip dengan apa yang dijumpai di dalam hewan dan eukoriot tingkat rendah, tetapi beberapa aspek khusus dari respirasi tumbuhan membedakannya dari respirasi hewan. Respirasi aerob adalah proses biologi yang memobilisasi dan mengoksidasi molekul organik secara terkontrol. Selama respirasi, energi bebas dilepas dan disimpan sementara dalam bentuk ATP yang siap digunakan untuk aktifitas sel dan perkembangan tumbuhan. Glukosa adalah substrat respirasi yang umum dikenal, tetapi dalam sel tumbuhan, substrat respirasi berasal dari sukrosa, heksosa fosfat dan triosa fosfat yang berasal dari fotosintesis dan perombakan pati, fruktosa yang mengandung polimer, gula-gula lainnya, lemak utamanya triasilgliserol, asam-asam organik dan kadang-kadang protein (Gambar 1). Dari segi reaksi kimia, respirasi adalah oksidasi carbon dari molekul sukrosa dan reduksi oksigen. Reaksi kimianya dapat dituliskan sebagai berikut:

C12H12O11 + 13 H2O

12 CO2 + 48 H+ + 48 e-

12 O2 + 48 H+ + 48 e-

24 H2O

sehingga persamaan reaksi bersih dari reaksi kimia di atas adalah sebagai berikut:

C12H12O11 + 12 O2

12 CO2 + 11 H2O

Reaksi di atas adalah kebalikan dari reaksi fotosintesis yang merupakan reaksi reaksi redoks dimana sukrosa dioksidasi secara sempuran menjadi CO2, sementara oksigen yang berperan sebagai penerima akseptor, direduksi menjadi air. Energi bebas yang dilepas dari reaksi tersebut sebesar 5760 kJ (1280 kkal) per mol (342) sukrosa yang dioksidasi. Melepas energi bebas secara terkontrol, bersama-sama dengan sintesis ATP, adalah fungsi utama dari metabolisme respirasi. Untuk mencegah kerusakan struktur sel, pelepasan energi bebas dari molekul sukrosa dilakukan oleh sel secara bertahap. Reaksi-reaksi bertahap tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat proses utama, yaitu: glikolisis, siklus asam sitrat, reaksi-reaksi dari lintasan pentosa fosfat, dan fosforilasi oksidatif. Substrat respirasi masuk proses respirasi pada titik-titik yang berbeda dari lintasan-lintasan tersebut seperti pada Gambar 1.

Glikolisis. Merupakan suatu seri reaksi-reaksi yang melibatkan suatu grup enzim yang terdapat di sitosol dan plastida. Sebuah molekul gula, misalnya sukrosa, dioksidasi secara parsial melalui pembentukan heksosa fosfat (gula fosafat berkarbon enam) dan triosa fosfat (gula fosfat berkarobn tiga) untuk menghasilkan asam organik, seperti piruvat. Proses ini menghasilkan sejumlah kecil energi dalam bentuk ATP dan molekul pereduksi, NADH (Nikotinamid adenin dinukleotida tereduksi).

Lintasan Pentosa Posfat. Lintasan ini juga berada di dalam sitosol dan plastida. Atom karbon dari glukosa-6-fosfat awalnya dioksidasi menjadi ribulosa-5 fosfat, suatu molekul organik yang memiliki 5 atom karbon. Atim karbon kemudian hilang dalam bentuk CO2 dan dua molekul pereduksi, dalam bentuk NADPH, dihasilkan.

Siklus Asam Sitrat. Dalam siklus ini piruvat dioksidasi secara sempurna menjadi CO2 dan dihasilkan banyak molekul pereduksi (16 NADH + 4 FADH2 untuk tiap molekul sukrosa yang dioksidasi). Reaksi-reaksi dalam siklus asam sitrat melibatkan enzim-enzim yang terdapat di dalam matrik mitokondria, kecuali enzim suksinat dehidrogenase yang terdapat pada membran dalam mitokondria.

Fosforilasi Oksidatif. Pada tahap ini elektron dipindahkan melalui suatu rantai transport elektron yang terdiri dari sekumpulan protein transport elektron yang terdapat pada membran dalam mitrokondria. Sistem trasport ini memindahkan elektron dari NADH (dan molekul pereduksi sejenis) yang dihasilkan dari glikolisis, lintasan pentosa fosfat, dan siklus asam sitrat, ke molekul oksigen. Pada saat pemindahan elektron terjadi pembebasan energi yang kemudian disimpan dalam bentuk ATP yang dibentuk dari ADP dan Pi dengan katalisator ATP sintase. Reaksi-reaksi redoks bersama-sama dengan sintesis ATP disebut fosforilasi oksidatif.

Nikotinamid adenin dinukleotida (NAD+/NADH) adalah suatu kofaktor organik (koenzim) yang berasosiasi dengan banyak enzim yang mengkatasis reaksi-reaksi redoks di dalam sel. NAD+ adalah bentuk kofaktor yang teroksidasi dan dapat menerima dua elektron untuk membentuk NADH seperti reaksi di bawah ini:

NAD+ + 2 e- + H+

NADH

Reaksi di atas dapat berlangsung bolak-balik. Potensial reduksi standar dari reaksi redoks di atas sekitar 320 mV, yang berarti NADH merupakan reduktan (pendonor elektron) yang cukup kuat. Jadi NADH merupakan molekul yang baik untuk menyimpan energi bebas yang dibawa oleh elektron yang dilepas selama proses glikolisis dan siklus asam sitrat. Oksidasi NADH oleh oksigen melalui rantai transport elektron melepas energi bebas (220 kJ per mol, atau 52 kkal per mol) dan dapat digunakan untuk mensintesis ATP. Sekarang kita bisa formulasikan reaksi respirasi sel dari satu molekul sukrosa dengan melibatkan komponen energi sebagai berikut:

C12H12O11 + 12 O2

12 CO2 + 11 H2O

60 ADP + 60 Pi

60 ATP dan 60 H2O

Perlu dicatat bahwa tidak semua karbon yang masuk lintasan respirasi berakhir dengan CO2. Banyak intermediet respirasi juga merupakan titik awal (starting point) dari banyak lintasan biosintesis, seperti asimilasi nitrogen, nukleoitda, lipid dan molekul-molekul organik lainnya.

GLIKOLISISPada tahap awal dari glikolisis (dari kata latin, glykos = gula; lysis = pemecahan), karbohidrat diubah menjadi heksosa fosfat, yang kemudian dipecah menjadi dua molekul triosa fosfat. Selanjutnya kedua molekul triosa fosfat tersebut dioksidasi menjadi dua molekul piruvat.

Disamping menyiapkan substrat untuk oksidasi dalam siklus asam sitrat, glikolisis juga menghasilkan sejumlah kecil ATP dan NADH. Ketika oksigen molekular tidak tersedia, seperti pada akar tumbuhan yang terendam, glikolisis dapat menjadi sumber energi utama bagi sel. Dalam kondisi seperti ini, fermentasi yang berlangsung di dalam sitosol, mendaur ulang NADH yang dihasilkan dari glikolisis dengan cara mereduksi piruvat. Glikolisis terjadi pada semua organisme (prokariot dan eukariot). Secara prinsip reaksi-reaksi dalam glikolisis dan fermentasi dalam tumbuhan hampir sama dengan yang terjadi dalam sel hewan (Gambar 2). Tetapi glikolisis pada tumbuhan memiliki mekanisme pengaturan yang khas, berlangsung secara paralel antara glikolisis sitotol dan plastida, serta jalur-jalur alternatif dari reaksi-reaksi glikolisis di dalam sitosol. Pada hewan, substrat utama respirasi adalah glukosa dan produk akhirnya adalah piruvat. Pada tumbuhan, sukrosa merupakan bentuk gula utama yang ditranslolasikan dan oleh karenanya merupakan jenis gula utama yang diimpor oleh jaringan/organ non fotositesis, maka sukrosa diyakini merupakan substrat utama respirasi tumbuhan dan hasil akhirnya tidak hanya piruvat, tetapi juga dapat berupa asam organik lainnya yaitu malat. Pada tahap awal glikolsis, sukrosa dipecah menjadi dua monosakarida, glukosa dan fruktosa, yang dapat segera masuk ke lintasan glikolisis. Terdapat dua lintasan yang memecah sukrosa di dalam tumbuhan. Pertama, pada sebagian besar jaringan tumbuhan, enzim sukrosa sintase yang ada di dalam sitosol, digunakan untuk memecah sukrosa dengan cara menggabungkan sukrosa dengan UDP menjadi fruktosa dan UDP-glukosa. Kemudian enzim UDP-glukosa-pirofosforilase mengubah UDP-glukosa dan pirofosfat (PPi) menjadi UTP dan glukosa-6-fosfat (Gambar 2). Kedua, pada beberapa jaringan tumbuhan, enzim invertase yang terdapat pada dinding sel, vakuola atau sitosol menghidrolisis sukrosa menjadi dua heksosa, yaitu fruktosa dan glukosa, yang kemudian difosforilasi dalam suatu reaksi yang menggunakan ATP. Plastida, seperti kloroplas dan amiloplas, dapat juga menyediakan substrat untuk glikolisis. Pati disintesis dan dipecah hanya di dalam plastid. Plastid mengubah pati menjadi triosa fosfat menggunakan enzim-enzim glikolisis yang mengubah heksosa fosfat menjadi triosa fosfat. Senyawa karbon yang diperoleh dari pemecahan pati masuk ke dalam lintasan glikolisis di dalam sitosol. Senyawa karbon tersebut terutama dalam bentuk heksosa fosfat yang ditranslokasikan dari amiloplas atau triosa fosfat yang ditranslokasikan dari kloroplas. Hasil fotosintesis dapat juga langsung masuk lintasan glikolisis dalam bentuk triosa fosfat. Pada tahap awal glikolisis, tiap unit heksosa difosforilasi dua kali dan dipecah menjadi dua molekul triosa fosfat. Bergantung apakah pemecahan tersebut menggunakan enzim sukrosa sintase atau invertas, serangkaian reaksi pemecahan tersebut menggunakan dua sampai empat molekul ATP untuk tiap unit sukrosa. Reaksi-reaksi tersebut juga melibatkan dua dari tiga reaksi tidak dapat balik penting dari lintasan glikolisis yang dikatalisis oleh enzim heksokinase dan fosfofruktokinase (Gambar 2). Reaksi fosfofruktokinase adalah satu dari titik kendali glikolisis baik pada tumbuhan maupun hewan.

Ketika molekul gliseraldehid-3-fosfat terbentuk, lintasan glikolisis memulai memanen energi pada tahap pemanenan energi dari glikolisis. Enzim gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase mengkatalisis oksidasi aldehid untuk membentuk asam karboksilat dan mereduksi NAD+ menjadi NADH. Reaksi tersebut melepas energi bebas dalam jumlah cukup untuk melakukan fosforilasi gliseraldehid-3-fosfat menggunakan fosfat inorganik dan membentuk 1,3bisfosfogliserat. Molekul ini merupakan suatu pemberi gugus fosfat yang cukup kuat karena memiliki standar energi bebas untuk hidrolisis yan gcukup tinggi (-49.3 kJ per mol atau 11.8 kkal per mol). Pada tahap berikutnya gugus fosfat dari ato carbon ke 1 dari 1,3-bisfosfogliserat dipindhakan ke molekul ADP untuk membentuk ATP dan molekul 3-fosfogliserat. Untuk tiap sukrosa yang masuk glikolisis akan dihasilkan empat ATP dari reaksi ini. Sintesis ATP dengan cara tersebut disebut fosforilasi tingkat substrat, yang melibatkan pemindahan langsung sebuah gugus fosfat dari molekul substrat ke ADP untuk membentuk ATP. Sintesis ATP melalui proses ini berbeda mekanismenya dengan sintesis ATP melalui fosforilasi oksidatif di mitokondria atau sintesis ATP pada proses fotosintesis. Pada dua reaksi berikutnya, fosfat dari molekul 3-fosfogliserat dipindahkan ke ataom karbon ke dua dan kemudian sebuah molekul air dilepas menghasilkan senyawa yang disebut fosfoenol piruvat (PEP). Gugus fosfat dari PEP memiliki standar energi bebas yang tinggi (-61.9 kJ per mol atau 14.8 kkal per mol), sehingga PEP merupakan suatu donor fosfat yang baik untuk membentuk ATP. Dengan menggunakan PEP sebagai substrat, enzim piruvat kinase memindahkan gugus fosfat dari PEP ke ADP untuk membentuk ATP dan piruvat. Tahap terahir ini, yang merupakan tahap tidak dapat balik ketiga yang penting dalam glikolisis, menghasilkan empat molekul ATP untuk tiap molekul sukrosa yang masuk ke dalam lintasan glikolisis. Di dalam tumbuhan, selain PEP diubah ke bentuk piruvat, PEP juga dapat mengalami karboksilasi untuk membentuk asam organik oksaloasetat (OAA) dengan bantuan enzim PEP karboksilase. OAA kemudian direduksi menjadi malat dengan bantuan enzim malat dehidrogenase dan menggunakan NADH. Malat yang dihasilkan dapat disimpan di dalam vakuola atau ditransport ke mitokondria dan masuk ke siklus asam sitrat.

Fermentasi Berlangsung pada Kondisi AnaerobPada kondisi tidak ada oksigen seperti pada tumbuhan yang tergenang, siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif tidak dapat berlangsung. Glikolisis tidak dapat terus berjalan karena suplai NAD+ terbatas, dan apabila semua NAD+ telah direduksi menjadi NADH, maka salah satu tahap glikolisis yang dikalatilisis oleh enzim gliseraldehid-3-fofat dehidrogenase tidak dapat

berlangsung. Untuk mengatasi masalah ini, tumbuhan dan organisme lain dapat melakukan metabolisme piruvat dengan jalan lain, yang disebut fermentasi atau metabolisme fermentatif. Terdapat dua jenis metabolisme fermetnatif, yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat. Pada fermentasi alkohol (umum terjadi di dalam tumbuhan), enzim piruvat dehidrogenase dan alkohol dehidrogenase mengubah piruvat menjadi alkohol dan CO2 serta mengoksidasi NADH. Pada fermentasi asam laktat (umum terjadi pada sel otot hewan, tetapi juga dijumpai di tumbuhan), enzim laktat dehidrogenase menggunakan NADH untuk mereduksi piruvat menjadi laktat. Jadi kedua fermentasi tersebut adalah proses memproduksi kembali NAD+. Pada jagung, respon awal terhadap kondisi oksigen terbatas adalah terjadinya fermentasi asam laktat, tetapi kemudian dilanjutkan dengan fermentasi alkohol. Hal ini disebabkan alkohol merupakan senyawa yang kurang toksik dan dapat berdifusi ke luar sel, sementara asam lakatat dapat terakumulasi dan mendorong terjadinya kondisi asam di dalam sitosol. Fermentasi tidak melepaskan semua energi yang tersedia di dalam molekul gula, oleh karenanya efisiensi fermentasi lebih rendah dibanding efisiensi respirasi aerob. Efisiensi didefinisikan sebagai jumlah energi yang tersimpat dalam bentuk ATP relatif terhadap potensi energi yang tersedia di dalam sebuah molekul sukrosa. Perubahan energi bebas standar (Go) untuk oksidasi sempurna dari sukrosa adalah 5760 kJ mol-1 (1380 kkal mol-1). Nilai Go untuk sintesis ATP adalah 32 kJ mol-1 (7.7 kkal mol-1). Akan tetapi di bawah kondisi yang umumnya terjadi di dalam sel hewan atau tumbuhan, sintesis ATP memerlukan masukan energi bebas kira-kira sebesar 50 kJ mol-1 (12 kkal mol-1). Misalkan hasil ATP bersih untuk tiap molekul sukrosa yang difermentasikan adalah empat molekul ATP, maka efisiensi fermentasi hanya sebesar 4%. Sebagian besar energi yang tersedia di dalam molekul sukrosa masih tetapi dalam molekul laktas atau etanol. Selama respirasi aerob, piruvat yang diproduksi dari glikolisis ditransport ke dalam mitokondria danmenghasilkan lebih banyak energi dalam bentuk ATP.

LINTASAN PENTOSA FOSFAT OKSIDATIF (PPO)Glikolisis bukan satu-satunya lintasan oksidasi gula di dalam sel tumbuhan. Lintasan PPO dapat merupakan lintasan lain dari oksidasi gula (Gambar 3). Lintasan ini berlangsung di dalam sitosol dan plastida. Umumnya lintasan PPO di plastida lebih dominan dibanding yang terjadi di dalam sitosol. Dari Gambar 3 terlihat bahwa dua reaksi pertama dari lintasan PPO merupakan tahap oksidasi yang mengubah glukosa-6-fosfat menjadai ribulosa-5-fosfat dengan melepas CO2 dan menghasilakan NADPH (bukan NADH). Tahapan berkutnya adalah reaksi-reaksi yang mengubah ribulosa-5-fosfat menjadi intermdiat glikolisis seperti gliseraldehid-3-fosfat dan

fruktos-6-fosfat. Karena glukosa-6-fosfat dapat dibentuk kembali dari gliseraldehid-3-fosfat dan fruktosa-6-fosfat oleh enzim-enzim glikolisis, maka untuk enam kali siklus, reaksi lintasan PPO dapat dituliskan sebagai berikut:

6 glukosa-6-P + 12 NADP+ + 7 H2O 5 glukosa-5-P + 6 CO2 + Pi + 12 NADPH + 12 H+

Lintasan PPO memiliki beberapa peran di dalam metabolisme tumbuhan, antara lain: 1. NADPH yang dihasilkan dapat digunakan dalam reaksi-reaksi reduksi yang berkaitan dengan reaksi-reaksi biosintesis yang terjadi di dalam sitosol. Pada amiloplast atau kloroplas yang berfungsi di dalam gelap, lintasan PPO dapat menyediakan NADPH untuk biosintesis lipid dan asimilasi nitrogen. 2. Karena mitokondria tumbuhan mempu mengoksidasi NADPH yang dihasilakn dari sitosol dengan menggunakan NADPH dehidrogenase yang terdapat pada permukan luar dari membran dalam mitokondria, maka NADPH dapat menyumbang energi bagi sel melalui transfer elektron pada rantai transport elektron. 3. Lintasan PPO menghasilkan ribulosa-5-fosfat yang merupakan prekursor dari biosintesis ribosa dan deoksiribosa yang diperlukan untuk sintesis RNA dan DNA. 4. Intermedat lainnya, eritrosa-4-fosfat dapat bergabung dengan PEP untuk menghasilkan senyawa fenolik tumbuhan, termasuk juga asam amino aromatik dan prekursor-prekursor untuk lignin, flavonoid, dan fitoaleksin. 5. Selama tahap awal daun-daun berubah menjadi hijau dimana pada jaringan daun tersebut fotosintesis belum sepenuhnya berlangsung, lintasan PPO diyakini sebagai penghasil intermediat siklus Calvin.

Lintasan PPO dikendalikan oleh reaksi awal dari lintasan yang dikatalisis oleh enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, dimana aktivitasnya dihambat oleh rasio yang tinggi dari NADPH terhadap NADP+.

SIKLUS ASAM SITRATSelama abad ke 19, ahli-ahli biologi meneliti pengaruh keberadaan oksigen terhadap metabolisme respirasi. Pada kondisi tidak ada oksigen, sel memproduksi etanol atau asam laktat,

sementara apabila ada oksigen, sel mengkonsumsi oksigen dan meproduksi CO2 dan H2O. Pada tahu 1937, seorang ahli kimi Inggris kelahiran Jerman, Hans A. Krebs, melaporkan penelitiannya tentang siklus asam sitrat (juga disebut siklus asam trikarboksilat atau siklus Krebs). Siklus asam sitrat menerangkan bagaimana piruvat diubah menjadi molekul CO2 dan H2O dalam suatu rangkaian reaksi kimia yang bersiklus. Siklus asam sitrat berlangsung di dalam matriks mitokondria. Siklus asam sitrat disebut juga siklus asam trikarboksilat untuk menunjukkan pentingnya dua molekul trikarboksilas, citrat dan isositrat, sebagai dua intermediet pertama dari siklus ini. Untuk berlangsungnya siklus asam sitrat, piruvat yang dihasilkan dari glikolisis harus ditrasport ke dalam matriks mitrokondria melalui protein transport khusus yang terdapat pada membran dalam mitrokondria. Setelah piruvat ada di dalam matriks, piruvat kemudian didekarboksilasi dalam suatu reaksi opksidasi oleh ensim piruvat dehidrogenase. Hasil dari reaksi ini adalah NADH, CO2 dan asam asetat dalam bentuk asetil koA. Piruvat dehidrogenase merupakan kompleks enzim yang mengkatalisis keseluruhan tiga proses ini, yaitu dekarboksilasi, oksidasi dan konjugasi asam asetat dengan KoA (Gambar 4). Pada reaksi berikutnya enzim sitrat sintase menggabungkan grup asetil dari asetil koA dengan OAA, suatu asam dikarboksilat beratom karbon empat, untuk menghasilkan sitrat, yang kemudian diisomerasi oleh enzim aconitase untuk menghasilkan isositrat. Dua tahap reaksi berikutnya adalah reaksi dekarbokislasi oksidatif berurutan yang masing-masing menghasilkan satu meolekul NADH, melepas satu moelkul CO2 dan membentuk suksinil koA. Sampai tahap ini sudah tiga molekul CO2 dilepas untuk tiap piruvat yang masuk ke mitokondria, atau 12 molekul CO2 dari tiap molekul sukrosa yang dioksidasi. Tahap berikutnya adalah oksidasi suksinil koA menjadi OAA, sehingga memungkinkan siklus asam sitrat terus berputar. Mula-mula energi bebas yang tersedia dari ikatan tioester pada seuksinil koA disimpan di dalam ATP dari ADP dan Pi melalui proses fosforilasi tingkat substrat yang dikatalisis oleh enzim suksinil koA sitetase. Suksinat yang dihasilkan dioksidasi menjadi fumarat oleh enzim suksinat edhidrogenase, yang berada pada membran dalam mitokondria dan merupakan enzim yang juga berperan di dalam rantai transport elektron. Elektron dan proton dilepas dari suksinat dari suatu reaksi redoks yang melibatkan FAD (flavin adenin dinukleotida). FAD secara kovalen terikat pada sisi aktif dari suksinat ehidrogenase dan melangsungkan reduksi FAD menjadi FADH2. Dua tahap terakhir dari siklus asam sitrat adalah hidrasi fumarat menjadi malat, yang selanjutnya dioksidasi oleh malat dehidrogenase menjadi OAA dan menghasilkan satu molekul NADH. Sebagai kesimpulan, setiap piruvat yang masuk mitokondria akan menghasilkan tiga molekul CO2, empat molekul NADH, satu molekul FADH2 dan satu molekul ATP.

Siklus Asam Sitrat Tumbuhan Memiliki Keunikan

Siklus asam sitrat tumbuhan (Gambar 4) tidak identik dengan siklus asam sitrat yang terjadi pada mitokondria hewan. Sebagai contoh apda tahapan yang dikatalisis oleh enzim suksinil koA sintetase, di tumbuhan menghasilkan ATP, sedangkan pada hewan menghasilkan GTP. Perbedaan yang kedua adalah adanya aktifitas enzim NAD+-malat yang tidak dijumpai pada organisme lain. Enzim ini mengkatalisis reaksi dekarboksilasi oksidatif dari malat menjadi piruvat:

Malat + NAD+

piruvat + CO2 + NADH

Keberadaan enzim NAD+-malat memungkinkan mitokondria tumbuhan mampu melakukan lintasan alternatif dari metabolisme PEP yang dihasilkan melalui glikolisis. Seperti diketahui, malat dapat disintesis dari PEP di sitosol dengan bantuan enzim PEP karboksilase dan malat dehidrogenase. Malat kemudian ditransport ke dalam matriks mitokondria, dimana enzim NAD+malat dapat mengoksidasinya menjadi piruvat. Reaksi ini memungkinkan oksidasi sempurna dari itermediat-intermediat siklus asam sitrat, seperti malat atau sitrat. Alternatif lain dari jalur metabolisme PEP adalah digunakannya malat sebagai pengganti intermediat siklus asam sitrat. Malat yang masuk ke mitokondria hasil PEP karboksilase dapat mengisi kekurnag malat akibat keluarnya intermediat respirasi dari siklus. Misal 2 oksoglutarat dapat keluar siklus dan digunakan dalam asimilasi nitrogen. Hal ini dapat menyebabkan kekurang malat untuk kelangsung siklus. Adanya malat yang masuk ke matriks dari sitosol hasil metabolisme PEP dapat memenuhi kekurangan malat tersebut, sehingga siklus tetap berjalan.

RANTAI TRANSPORT ELEKTRON DAN SINTESIS ATPATP adalah pembawa energi yang digunakan oleh sel untuk menggerakkan proses-proses kehidupan, dan energi kimia yang disimpan dalam bentuk NADH dan FADH2 harus diubah ke bantuk ATP. Proses yang bergantung oksigen ini, disebut fosforilasi oksidatif, terjadi pada membran dalam mitokondria. Setiap molekul sukrosa yang dioksidasi melalui glikolisis dan siklus asam sitrat menghasilkan 4 molekul NADH di dalam sitosol dan 16 molekul NADH dan 4 molekul FADH2 di dalam matriks mitokondria. Molekul-molekul pembawa elektron ini harus dioksidasi kembali, karena kalau tidak maka keseluruhan proses respirasi akan terhenti. Rantai transport elektron

mengkatalisis aliran elektron dari NADH (dan FADH2) ke oksigen, suatu penerima elektron terakhir dari proses respirasi. Untuk oksidasi satu molekul NADH, reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:

NADH + H+ + O2

NAD+ + H2O

Dari potensial reduksi pasangan NADH-NAD+ (-320 mV) dan pasangan H2O- O2 (+810 mV), dapat dihitung bahwa energi bebas standar yang dilepas selama keseluruhan reaksi adalah kirakira 220 kJ mol-1 (52 kkal mol-1) u.ntuk tiap dua elektron. Sedangkan energi bebas yang dilepas dalam oksidasi suksinat sebesar 152 kJ mol-1 (36 kkal mol-1) untuk tiap dua elektron. Peranan dari rantai transport elektron adalah untuk mengoksidasi NADH (dan FADH2) dan menggunakan ebagian energi bebas yang dilepaskan untuk menimbulkan gradien elektrokimia proton antara matriks dan ruang antar membran. Rantai transport elektron tumbuhan memiliki kompleks pembawa elektron yang sama dengan apa yang dijumpai pada organisme lain. Potein-protein transport elektron tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 4 kompleks yang semuanya terdapat pada membran dalam mitrokondria (Gambar 5). Keempat kompleks protein tersebut adalah:

Kompleks I (NADH dehidrogenase). Elektron dari NADH dioksidasi oleh kompleks I yang memiliki pembawa elektron yang disebut FMN (Flavin mononukleotida) dan beberapa pusat besi-sulfur. Kompleks I kemudian memindahkan elektron ke ubiquinon. Empat proton dipompakan dari matrik ke ruang antar membran untuk tiap pasang elektron yang melawati kompleks ini. Ubiquinon adalah pembawa proton dan elektron terlarut lemak dan terletak di dalam membrandalam mitokondria. Ubiquinon dapat berdifusi di dalam bagian hidrofobik dari membran lapis ganda.

Kompleks II (Suksinat dehidrogenase). Oksidasi suksinat dalam siklus asam sitrat yang menghasilkan FADH2 mentransfer elektron ke ubiquinon. Kompleks ini tidak memompa proton.

Kompleks III (kompleks sitokrom bc1). Kompleks ini mengoksidasi ubiquinon dan memindahkan elektron melaui dua molekul sitokrom tipe b (b565 dan b560) dan sitokrom c1 ke citrokrom c. Empat proton dipompakan oleh kompleks ini untuk tiap pasang elektron yang ditransfer.

Kompleks IV (sitokrom c oksidase). Kompleks ini memiliki dua pusat Cu (CuA dan CuB) dan sitokrom a dan a3. Kompleks IV adalah kompleks yang terakhir dan menggunakan empat elektron untuk mereduksi oksigen membentuk dua molekul air. Dua proton dipompakan untuk tiap pasang elektron.

Disamping kesamaan kompleks protein transfer antara rantai respirasi hewan dan tumbuhan, tumbuhan memiliki keunikan pada beberapa enzim transport elektron yang tidak dijumpai pada hewan, yaitu:

1. Dua NAD(P)H dehidrogenase. Keduanya bergantung Ca2+. Kompleks ini berada pada permukaan luar dari membran dalam mitokondria menghadap ke ruang antar membran dan dapat mengoksidasi NADH dan NADPH dari sitosol. Elektron dari NAD(P)H dehidrogenase ini masuk ke rantai transport elektron langsung pada pool ubiquinon. 2. Mitokondria tumbuhan memiliki dua lintasan oksidasi NADH dari matriks. Aliran elektron melalui kompleks I sensitif terhadap senyawa inhibitor seperti rotenon dan piericidin. Mitokondria tumbuhan juga memiliki enzim dehirogenase resisten rotenon. Peranan dari lintasan ini sebagai bypass manakala kompleks I dalam keadaan overload, seperti pada kondisi fotorespirasi. 3. Adanya NAD(P)H dehidrogenase yang terdapat pada permukaan membran dalam yang menghadap ke matriks. 4. Sebagian besar tumbuhan memiliki lintasan respirasi alternatif untuk merduksi oksigen. Lintasan ini disebut lintasan oksidase alternatif yang tidak sensitiv terhadap penghambatan sianida, azida dan karbon monooksida.

Pada fosforilasi oksidatif, trasfer elektron ke oksigen melalui kompleks I sampai IV bersamaan dengan sintesis ATP dari ADP dan Pi melalui ATP sintase. Jumlah ATP yang disintesis bergantung pada asal donor elektron. Pada percobaan yang dilakukan dengan menggunakan mitokondria yang diisoloasi, elektron yang berasal dari NADH matriks (NADH dari siklus asam sitrat) memberikan rasio ADP:O (jumlah ATP yang disintesis untuk tiap pasang elektron yang ditransper ke oksigen) adalah 2.4 sampai 2.7. NADH yang berasal dari suksinat dan dari luar mitokondria masing-masing memiliki nilai ADP:O antara 1.6 sampai 1.8, sementara askorbat memberikan ADP:O 0.8 0.9. Hasil percobaan ini memberikan konsep umum bahwa sepanjang rantai transport elektron terdapat tiga situs konservasi energi, yaitu kompleks I, III dan IV. Hasil percobaan ini juga sesuai dengan penghitungan biaya pembuatan ATP berdasarkan jumlah H+ yang diponpakan melewati kompleks I, III dan IV yang menghasilkan kesimpulan bahwa setiap satu molekul ATP yang disintesis memerlukan 4 H+. Mekanisme sintesis ATP di dalam mitokonsira didasarkan pada hipotesis kemiosmosis yang pertama kali diusulkan oleh Peter Mitchell pada tahun 1961. Menurut teori tersebut, orientasi pembawa elektron di dalam membran dalam mitokondria memungkinkan transfer

proton (H+) melintasi membran dalam mitokondria selama aliran elektron. Sejumlah studi membuktikan bahwa transport elekltron mitokondria berkaitan erat dengan transfer proton dari matriks mitokondria ke ruang antar membran. Bagaimana transport elektron dapat berpasangan dengan translokasi proton sampai saat ini masih belum jelas mekanismenya. Karena membran dalam mitokondria impermeabel terhadap proton, maka suatu gradient elektrokimia proton dapat terbentuk. Energi bebas yang dibutuhkan untuk membentuk gradien elektrokimia proton berasal dari energi bebas yang dilepas selama transport elektron. Energi bebas yang terkandung dari gradien elektrokimia ini dapat digunakan untuk melakukan kerja kimia (sintesis ATP). Sintesis ATP ini juga dapat berlangsung karena adanya kompleks enzim F0F1-ATP sintase yang terdapat pada membran dalam mitokondria. F0F1-ATP sintase adalah kompleks enzim yangterdiri dari dua komponen utama, yaitu F1 dan F0. F1 merupakan komplek protein periferal membran yang tersusun sedikitnya oleh lima sub unit protein yang berbeda dan mengandung sisi katalitik untuk mengubah ADP dan Pi menjadi ATP. Kompleks ini menempel pada permukaan matriks dari membran dalam mitokondria. F0 adalan kompleks protein integral membran yang terdiri dari sedikitnya tiga polipeptid yang berbeda dan membnetuk saluran tempat lewatnya proton melintasi membran dalam mitokondria. Lewatnya proton melalui saluran tersebut bersama-sama dengan pengaktifan situs katalitik dari F1 dan memungkinkan sintesis ATP yang secara simultan menggunakan gradien elektrokimi proton. Untuk tiap molekul ATP yang disintesis, 3 proton dilewatkan melalui F0 dari ruang antar membran menuju matrik mitokondria. Mekanisme kemiosmotik dari sintesis ATP memiliki dua implikasi. Pertama, tempat pembentukan ATP pada membran dalam mitokondria adalah ATP sintase, bukan kompleks I, III atau IV. Kedua, teori kemiosmotik menerangkan mekanisme kebocoran proton yang merangsang laju transport elektron tetapi menurunkan sintesis ATP.

Trasporters pada Membran Dalam Menukar Substrat dan ProdukGradien elektrokimia proton juga berperan dalam pergerakan asam organik hasil siklus asam sitrat, substrat dan produk dari sintesis ATP dari dan ke dalam mitokondria. Meskipun ATP disintesis di dalam matriks mitokondria, sebagian besar ATP digunakan di luar mitokondria, sehingga mekanisme yang efisien diperlukan untuk memasukkan ADP ke mitokodria dan mengeluarkan ATP dari mitokondria. Trasport adenilat melibatkan protein membran dalam mitokondia yang lain, yaitu ADP/ATP transporter. Transporter ini mengkatalisis pertukaran ADP dan ATP melintasi membran dalam mitokondria (Gambar 6). Pergerakan ATP4- bermuatan negatif ke luar dan ADP3- ke dalam

yang menyisakan satu muatan negatif di ruang antar membran, digerakkan oleh gradien potensial elektrik yang disebabkan oleh pemompaan proton. Pengambilan fosfat inorganik (Pi) melibatkan protein trasporter fosfat dengan menggunakan komponen gradien proton ( pH) untuk menggerakkan pertukaran Pi- yang masuk ke dalam matriks dengan OH- yang keluar dari matriks. Selama terjadi pH antara ruang antar membran dan matriks mitokondria, kandungan Pi di dalam matriks akan tetap tinggi. Mekanisme yang sama juga berlaku untuk pengambilan piruvat oleh matriks mitokondria yang menukarnya dengan OH-. Total biaya untuk mengambil satu gugus fosfat (1 OH- keluar, yang sama dengan 1 H+ masuk) dan pertukaran ADP dan ATP (satu muatan negatif keluar, yang sama dengan satu muatan positif masuk) adalah 1 H+. Proton ini seharusnya juga dimasukkan ke dalam perhitungan biaya untuk mensintesis ATP. Jadi biaya total ATP adalah 3 H+ digunakan oleh ATP sintase ditambah 1 H+ untuk pertukanan melintasi membran, atau total biaya adalah 4 H+. Oksidasi sempurna dari satu molekul sukrosa akan menghasilkan: 8 molekul ATP melalui fosforilasi substrat (4 dalam glikolisis dan 4 pada siklus asam sitrat) 4 molekul NADH dari sitosol (hasil glikolisis) 16 molekul NADH dan 4 molekul FADH2 di dalam matrik mitokondria

Berdasarkan teori rasio ADP:O, maka kira-kira 52 molekul ATP akan dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif dari satu molekul sukrosa, sehingga secara keseluruhan kira-kira 60 ATP dihasilkan dari satu molekul sukrosa yang dioksidasi secara aerob. Dengan menggunakan 50 kJ mol-1 (12 kkal mol-1) energi bebas untuk sintesis ATP secara in vivo, maka sebanyak 3010 kJ mol-1 (720 kkal mol-1) energi bebas dapat disimpan dalam bentuk ATP untuk tiap mol sukrosa yang dioksidasi secara aerob. Jumlah tersebut sekitar 52% dari total energi yang dikandung oleh satu mol sukrosa apabila dioksidasi secara sempurna, sisanya dilepas dalam bentuk panas. Bandingkan dengan jumlah energi bebas yang dapat disimpan dalam bentuk ATP dari sukora yang difermentasi.

Efisiensi Konservasi Energi pada Tumbuhan Dapat Berubah-ubah

Efisiensi konservasi energi di dalam tumbuhan bisa berubah-ubah. Bahkan tumbuhan memiliki protein pada membran dalam mitokondria yang dapat menurunkan jumlah ATP yang dihasilkan dari proses respirasi aerob tersebut. Hal ini memungkinkan karena tumbuhan harus memiliki fleksibilitas adapatasi terhadap faktor pembatas lingkungan tumbuhnya, oleh karenanya bagi

tumbuhan kemampuan beradaptasi dengan korbanan menurunkan jumlah ATP yang dihasilkan lebih penting daripada efisiensi konservasi energi. Ada beberapa cara tumbuhan menurunkan produksi ATP melalui mekanisme nonfosforilasi, antara lain:

Oksidase alternative. Jika sianida (1mM) ditambahkan pada jaringan hewan yang aktif berespirasi, sitokrom oksidase c akan terhambat kerjanya dan laju respirasi menurun dengan cepat sampai di bawah 1% dari laju semula. Tetapi sebagian besar jaringan tumbuhan menunjukkan tingkat respirasi yang resisten sianida sebesar 10 sampai 25 %, bahkan beberapa jaringan dapat mencapai 100%, dari laju respirasi jaringan yang tidak terhambat. Enzim yang bertanggung jawab terhadap pengambilan oksigen pada kondisi ini telah diidentifikasi sebagai enzim oksidase alternative, suatu oksidase yang resisten sianida yang terdapat pada membran dalam mitokondria. Enzim ini berkerja dimulai pada level pool elektron ubiquinon. Oksidase alternative menerima elektron langsung dari ubiquinon dan kemudian mentransfer empat elektron ke molekul oksigen untuk membentuk air. Ketika elekton dilewatkan ke oksidase alternative dari pool ubiquinon, dua situs pompa proton (kompleks III dan IV) dilewati. Karena tidak ada situs konservasi energi antara oksidase alternative dan oksigen, maka energi bebas yang biasanya disimpan di dalam ATP akan dilepas sebagai panas ketika elktron-elektron dilewatkan melalui jalur oksidase alternative. Pertanyaannya kemudian bagaimana mungkin suatu proses yang kelihatannya membuang-buang energi tetapi diperlukan dalam metabolisme tumbuhan?

Contoh kegunaan oksidase alternative yang paling dikenal dapat dijumpai pada aktivitas oksidase alternatif selam perkembangan bunga Lily (Sauromatum guttatum). Hanya beberapa saat sebelum penyerbukan, jaringan bunga (disebut appendix) yang menopang funga jantan dan betina, menunjukkan peningkatan laju respirasi yang sangat cepat melalui jalur oksidase alternative. Akibatnya suhu pada bagian atas appendix meningkat sebesar 25oC di atas suhu normal selama peridoe 7 jam. Selama produksi panas ini, senyawa-senyawa amine, indol, dan terpen diuapkan sehingga tumbuhan mampu mengeluarkan odor yang dapat menarik serangga penyerbuk. Asam salisilat diidentifkasi sebagai senyawa yang diuapkan dari bunga Lily tersebut dan dapat berfugnsi sebagai penarik serangga polinator. Pada sebagian besar tumbuhan, laju respirasi dan laju oksidase alternative masih terlalu rendah untuk menghasilkan panas yang begitu tinggi. Lalu apakah fungsi lain dari oksidase alternative? Lintasan alternatif dapat berfungsi sebagai lintasan limpahan energi hasil oksidasi substrat yang terakumulasi setelah digunakan untuk tumbuh, penyimpanan dan pembetnukan ATP. Jadi sepertinya lintasan alternatif dapat berlangsung kalau lintasan rantai transport elektron utama telah jenuh. Tetapi serkarang telah diketahui dengan jelas bahwa lintasan oksidase alternatif dapat berlangsung sebelum lintasan utama jenuh. Jadi lintasan oksidase alternatif memungkinkan mitokondria mengatur laju relatif produksi ATP dan sintensis kerangka karbon untuk digunakan dalam reaksi-reaksi biosintesis.

Fungsi lain dari lintasan oksidase alternatif adalah perannya dalam respon tumbuhan terhadap berbagai stres yang dapat menghambat respirasi mitokondria, seprti defisiensi unusr fosfor, kekeringan, suhu dingin, cekaman osmotik dan stres lainnya. Dengan cara membuka keran elektron, lintasan oksidase altrernatif dapat mencegah over reduksi dari pool ubiquinon, yang kalau tidak dikontrol akan dapt menghasilkan oksigen reaktif seperti anion superoxida dan radikal hidroksil yang dapat merusak respirasi.

Protein uncoupler. Pada membran dalam mitokondria hewan dijumpai protein membran yang berperan sebagai protein uncopuler yang dapat meningkatkan permeabilitas membran terhadap proton, sehingga dapat terjadi semacam kebocoran proton. Sebagai akibatnya, jumlah ATP yang dihasilkan dari rantai transport elektron lebih sedikit, tetapi lebih banyak menghasilkan panas. Pada membran dalam mitokondira tumbuhan, selain dijumpai oksidase altrnatif, juga dijumpai protein uncoupler yang kerjanya mirip pada mitokondria hewan. Kerja protein ini dapat diinduksi oleh stres dan mungkin berperan seperti halnya oksidase laternatif, yaitu untuk mencegaha terjadinya over reduksi dari rantai transport elektron. Belum diketahui dengan jelas, mengapa tumbuhan memiliki kedua mekanisme pencegahan over reduksi tersebut.

NADH dedhirogenase resisten rotenon (Internal NDin (NADH)). NDin (NADH) adalah salah satu dari beberapa NAD(P)H dehidrgoenase yang dijumpai pada mitokondria tumbuhan. Enzim ini berfungsi sebagai bypass elektron apabila Kompleks I kelebihan elektron. Tidak seperti pada Kompleks I, pada saat elektron melewati NDin (NADH) ini tidak dipompakan proton. Kompleks I memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap NADH dibanding NDin (NADH). Pada saat suplai NADH rendah didalam matriks, biasanya ADP dalam keadaan tersedia, Kompleks I akan mendominasi pengaliran elektron dari NADH ke rantai transport elektron. Akantetapi ketika ADP menjadi terbatas, suplai NADH akan meningkat dan NDin (NADH) akan menjadi lebih aktif. Peran pentingnya enzim ini secara fisiologis masih belum diketahui dengan jelas.

Respirasi Mitokondria Dikenadalikan oleh Metabolit-metabolit Kunci

ADP dan Pi merupakan substrat dari sintesis ATP yang menjadi pengatur kunci dari laju glikolisis di dalam sitosol, siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif di dalam mitokondria. Beberpa titik-titik pengendali dari ketiga tahap respirasi dapat dilihat pada Gambar 7. Salah satu situs pengendali siklus asam sitrat adalah kompleks enzim piruvat dehidrogenase, yang secara dapat balik dapat difosforilasi baik oleh suatu kinase dan fosfatase. Piruvat dehidrogenase dalam keadaan inaktif apabila terfosforilasi oleh kinase. Piriuvat dapat menghambat kerja dari kinase, sehingga memungkinkan enzim piruvat dehidrogenase dapat bekerja ketika piruvat tersedia. Beberapa enzim dalam siklus asam sitrat, termasuk di dalamnya

pirivat dehidrogenase dan 2-oxoglutarat dehidrogenase secara langsung dihambat oleh suplai NADH. Oksidasi siklus asam sitrat dan rantai respirasi secara dinamis dikendalikan oleh tingkat adenin nukleotida di dalam sel. Pada saat kebutuhan akan ATP di dalam sitosol menurun relatif terhadap laju sintesis ATP di dalam mitokondria, ADP yang tersedia akan berkurang, dan rantai transport elektron akan berjalan lambat, yang berakibat akan meningkatnya NADH di dalam matriks. Tingkat NADH yang tinggi ini akan mnyebabkan aktifitas beberapa enzim dehidrogenase pada siklus asam sitrat menjadi terhambat. Pembentukan intermediat siklus asam sitrat dan turunannya, seperti sitrat dan glutamat, menghambat kerja piruvat kinase di sitosol, sehingga meningkatkan konsentrasi PEP di dalam sitosol, yang berakibat menurunnya laju konversi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6bisfosfat, sehingga menghambat glikolisis. Sebagai kesimpulan, laju respirasi tumbuhan dikendalikan dari bawah ke atas oleh suplai ADP di dalam mitokondria. ADP dapat mengatur laju transfer elektron dan sintesis ATP, yang selanjutnya mengatur aktifitas siklus asam sitrat, yang akhirnya mengatur laju dari glikolisis.

Hubungan Respirasi dengan Lintasan Metabolisme Lain di dalam Tumbuhan Glikolisis, lintasan pentosa fosfat, dan siklus asam sitrat berkaitan erat dengan beberapa lintasan metabolik lain di dalam tumbuhan (Gambar 8). Lintasan-lintasan di dalam respirasi merupakan pusat penghasil berbagai jenis metabolit tumbuhan, termasuk asam amino, lipid dan senyawa terkait, isoprenoid, porfirin dan lain-lain seperti pada Gambar 8. Detail proses metabolisme dari biosintesis senyawa-senyawa tersebut tidak akan dibahas pada kuliah Fisiologi Tumbuhan Dasar ini.

RESPIRASI PADA TUMBUHAN

Sejauh ini kita telah membicarakan respirasi yang berlangsung pada tingkat organel dan sel. Lalu bagaimana pengetahuan ini dapat dikaitkan dengan fungsi tumbuhan secara keseluruhan di alam? Pada bagian ini kita akan membahas respirasi tumbuhan dalam berbagai kondisi di alam.

Tumbuhan Merespirasikan Hampir Setengah dari Hasil Fotosintesis

Banyak faktor dapat mempengaruhi laju respirasi tumbuhan atau organ tumbuhan, seperti spesies dan kebiasaan hidup dari tumbuhan, jenis dan umur organ tumbuhan, faktor lingkungan seperti konsentrasi oksigen, suhu, hara dan suplai air. Laju respirasi tumbuhan secara keseluruhan umumnya lebih rendah dibanding laju respirasi jaringan hewan. Perbedaan ini dikarenakan volume sel tumbuhan terisi oleh vakola yang besar dan dinding sel yang keduanya tidak memiliki mitokondria. Akan tetapi, laju respirasi pada beberapa jaringan tumbuhan sama tingginya dengan laju respirasi jaringan hewan. Pada kenyataannya, mitokondria tumbuhan berespirasi lebih cepat dari mitokondria hewan. Meskipun secara umum tumbuhan laju respirasi yang rendah, kontribusi respirasi terhadap keseluruhan penggunaan karbon di dalam tumbuhan sangatlah penting, kerana semua jaringan tumbuhan berespirasi selama 24 jam per hari. Bahkan respirasi jaringan fotosintetik dapat menggunakan sejumlah besar hasil fotosintesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30 60% hasil fotosintesis tumbuhan herba hilang melalui respirasi. Pada pohon muda, kira-kira sepertiga dari fotosintat hilang direspirasikan dan menjadi dua kali lipat pada pohon yang lebih tua, sebagai akibat menurunnya rasio jaringan fotosintetik dan nonfotosintetik. Di daerah tropik, 7080% dari hasil fotosintesis harian hilang melalui respirasi karena tingginya laju respirasi gelap akibat suhu malam yang tinggi.

Respirasi Selama Fotosintesis

Mitokondria terlibat dalam metabolisme dari organ fotosintetik, baik melalui respirasi cahaya (fotrespirasi) maupun respirasi gelap. Fotorespirasi menghasilkan mengoksidasi hasil fotosintesis menjadi glisin yang kemudian dioksidasi menjadi serin di dalam mitokondria. Pada saat yang bersamaan, mitokondria juga melakukan respirasi melalui siklus asam sitrat (respirasi gelap). Pada organ fotosintetik seperti daun, aktifitas piruvat dehidrogenase dalam kondisi cahaya menurun sebesar 25%, yang menghakibatkan laju respirasi secara keseluruhan menurun. Respirasi mitokondria pada organ fotosintetik berperan dalam (1) mensuplai ATP dan (2) mensuplai kerangka karbon untuk biosintesis, seperti 2-oxoglutarat untuk assimilasi nitrogen.

Laju Respirasi Jaringan dan Organ Tumbuhan

Laju respirasi jaringan bergantung pada aktifitas metabolik dari jaringan tersebut. Secara umum semakin tinggi aktifitas metabolisme dari suatu jaringan, semakin tinggi laju respirasi dari jaringantersebut. Tunas yang sedang berkemang menunjukkan laju respirasi yang sangat tinggi dan umumnya laju respirasi jaringan vegetatif akan menurun dari titik pertumbuhan ke daerah

yang lebih terdiferensiasi. Jaringan tumbuhan yang telah dewasa, biasanya laju respirasinya tetap atau menurun dengan lambat dengan bertambahanya umur dan tingkat penuaan. Kekecualian terjadi pada kondisi klimakterik, dimana peningkatan laju respirasi terjadi pada proses pemasakan buah dan penuaan daun yang gugur/lepas dan bunga potong. Hal ini dikarenakan adanya produksi etilen endogenous yang dapat meningkatkan aktifitas lintasan alternatif resisten sianida pada membran dalam mitokondria.

Fungsi Mitokondria Sangat Penting selama Perkembangan Polen

Jumlah mitokondria dan ekspresi protein respirasi di dalam anter yang sedang berkembang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan proses perkembangan polen adalan proses yang memerlukan banyak energi. Karakter fisiologis yang berkaitan langsung dengan mitokondria tumbuhan adalah karakter sterilitas jantan sitoplasma (cytoplasmic male sterility atau cms). Tanaman yang memiliki karakter cms tidak dapat menghasilkan polen yang viabel, oleh karenanya tumbuhan seperti itu disebut tanaman jantan steril. Isitilah sitoplasma menunjukkan pada pola pewarisan sifat ini tidak mengikuti pola pewarisan Mendel, tetapi sifat ini diwariskan secara maternal dari genom mitokondria. Tanaman cms sangat penting dalam pemulaiaan tanaman karena galur jantas steril yang stabil dapat digunakan untuk menghasilkan benih hibrida. Karakter cms pada tanaman disebabkan oleh adanya mutasi pada DNA mitokondria yang menyandikan subunit kompleks protein yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif. Pada jagung, tanaman cms-T memiliki perubahan susunan DNA sedemikian rupa sehingga dihasilkan protein URF13. Protein ini ketika berinteraksi dengan toksin Hm-T, yang dihasilkan oleh cendawan Bipolaris maydis yang menyerang jagung, dapat menyebabkan kebocoran membran dalam mitokondria.

Faktor Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Laju Respirasi

Oksigen. Oksigen dapat mempengaruhi respirasi tumbuhan karena perannya sebagai substrat dari keseluruhan proses respirasi. Pada suhu 25oC konsentrasi keseimbangan oksigen di dalam larutan jenuh udara (21% O2) sekitar 250 uM. Nilai Km dari oksigen dalam reaksi yang dikatalisis oleh sitopkrom c oksidase di bawah 1 uM, sehingga seharusnya tidak ada ketergantungan laju respirasi terhadap konsentrasi oksigen di atmosfer. Tetapi kenyataanya, laju respirasi jaringan dan potongan jaringan menurun pada konsentrasi oksigen atmosfer berturutturut 5% dan 2-3%. Hal ini menunjukkan bahwa difusi oksigen melalui fase cair di dalam jaringan menjadi terbatas. Oleh karena itu keberadaan ruang udara antar sel sangatlah penting bagi ketersediaan oksigen untuk mitokondria. Apabila tidak ada difusi gas maka respirasi sel tumbuhan akan terhambat.

Air. Keterabatasan difusi oksigen akan lebih terhambat pada organ tumbuhah yang tumbuh pada medium cair. Pada budidaya hiroponik, larutan hara harus terus mendapat aerasi untuk menjaga tingkat oksigen yang tinggi di sekitar akar. Masalah suplai oksigen juga dapat dialami oleh tumbuhan yang tumbuh pada tanah yang sangat basah atau tergenang. Suplai okisgen yang berkurang karena keterbatasan difusi melalui medium cair (jenuh air, rendah oksigen) dapat menghambat respirasi tumbuhan.

Suhu. Laju respirasi umumnya meningkat dengan meningkatnya suhu. Pada suhu antara 0 30oC peningkatan laju respirasi untuk tiap 10oC peningkatan di atas suhu ambient sebesar 2oC. Diatas suhu 30oC peningkatan laju respirasi menjadi lebih lambat sampai mencapai konstan pada suhu 40 50oC, dan akan menurun pada suhu yang lebih tinggi. Suhu malam yang tinggi juga dapat meningkatkan laju respirasi dari tumbuhan-tumbuhan tropik.

Konsentrasi CO2. Konsentrasi CO2 3-5% dapat menghambat laju repirasi. Konsentrasi tersebut sebenarnya jauh lebih dari kandungan normal CO2 atmosfer yang hanya 0.036% (360 ppm). Percobaan dengan menumbuhkan tumbuhan pada atmosfer dengan 700 ppm CO2 menunjukan laju respirasi yang 15-20% lebih rendah dari respirasi tumbuhan pada kondisi atmosfer normal.

http://dc338.4shared.com/doc/tPaBhCE-/preview.html