resiko deteksi dan perancangan pengujian substantif.docx

Upload: muhammad-ali

Post on 09-Oct-2015

51 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Resiko Deteksi dan Perancangan Pengujian Substantif

Menentukan Resiko Deteksi : Pengertian risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksi salah satu material yang ada dalam suatu asersi. Pengertian rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen ke empat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu pernyataan/asersi. Merancang pengujian substantif meliputi :Sifat, Waktu, Luas Pengujian, Penentuan staf audit.Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang dinyatakan dengan model sebagai berikut . RD = RA/RB x RPKeterangan : RA = Risiko Audit RB = Risiko BawaanRP = Risiko PengendalianRD = Risiko Deteksi

Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen keempat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu asersi.Hubungan antara strategi, resiko deteksi, audit pendahuluan, pengujian substantifStrategi Audit PendahuluanResiko Deteksi yang DirencanakanMemperoleh Keyakinan yang Direncanakan dari :Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan

Pendekatan pengujian substantif yang menekankan pengujian rincianRendah atau sangat rendahPengujian rincian atas transaksi dan saldoTingkat yang lebih tinggi

Tingkat resiko pengendalian yang dinilai lebih rendah Sedang atau tinggiPengujian pengendalianTingkat yang lebih rendah

Pendekatan pengujian substantif utama yang menekankan prosedur analitisRendah atau sangat rendahProsedur analitis Tingkat yang lebih tinggi

Penekanan pada resiko bawaan dan prosedur analitis Sedang atau tinggiBukti mengenai resiko bawaan dan prosedur analitisTingkat sedang atau rendah

Risiko deteksi terencana merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji yang masih dapa ditoleransi. Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang berkurang, risiko ini menentukan nilai bukti subtantif yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan.EVALUASI ATAS RENCANA TINGKAT PENGUJIAN SUBSTANTIFApabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian awal, auditor bisa melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan sebagai komponen ke empat dari strategi audit awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantif spesifik untuk mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa diterima setelah direvisi. MEREVISI RENCANA RISIKO DETEKSI Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir ( setelah direvisi ) ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian sesungguhnya atau akhir bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi yang bersangkutan. Apabila auditor memutuskan untuk mengkuantifikasi penetapan risiko, maka tingkat risiko deteksi setelah direvisi dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan dalam model risiko audit untuk risiko deteksi. Jika risiko tidak dikuantifikasi, risiko deteksi setelah direvisi ditentukan berdasarkan pertimbanganPENETAPAN RESIKO DETEKSI UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF YANG BERBEDA ATAS ASERSI YANG SAMA Risiko deteksi menyangkut risiko bahwa semua pengujian substantif yang digunakan untuk mendapatkan bukti tentang suatu asersi, secara kolektif akan gagal dalam mendeteksi salah saji material. Dalam merancang pengujian substantif, auditor kadang kadang menginginkan untuk menetapkan tingkat risiko deteksi berbeda yang akan digunakan dalam pengujian substantif yang berbeda pula mengenai asersi yang sama. Sebagai contoh, berdasarkan aumsi bahwa bukti yang diperoleh dari suatu pengujian atau sejumlah pengujian akan mengurangi risiko salah saji material tetap tak terdeteksi setelah pengujian atau pengujian pengujian dilakukan, maka akan lebih tepat untuk menggunakan tingkat risiko deteksi lebih tinggi untuk pengujian selebihnya.

PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF

Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas laporan keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompeten yang cukup seperti disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga dalam standar auditing. Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo saldo. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.

SIFAT PENGUJIAN SUBSTANTIF

Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan keefektivan prosedur pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko deteksi yang diterima rendah maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif dan biasanya lebih mahal. Dan bila risiko deteksi yang diterima tinggi auditor menggunakan prosedur yang kurang efektif yang biasanya lebih murah.

Pengujian substantif terdiri dari 3 jenis : Prosedur Analitis Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi daerah daerah atau tempat yang memiliki risiko tinggi terjadinya salah saji. Pengujian Detail Transaksi Pengujian ini dilakukan auditor terutama untuk menemukan kesalahan jumlah rupiah bukan atas penyimpangan atas pengendalian. Pengujian Detail atas Saldo Saldo Dilakukan untuk mendapatkan bukti bukti secara langsung tentang sebuah saldo rekening dan bukan pada masing masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.

Prosedur analitisFungsi prosedur analisis : Digunakan dalam perencanaan audit untuk mengidentifikasi daerah daerah atau tempat-tempat yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya salah saji, Digunakan pada tahap pengujian sebagai pengujian substantif untuk mendapatkan bukti tentang asersi tertentu, Digunakan sebagai pelengkap atas pengujian detil, tetapi dalm situasi yang lain prosedur ini justru bisa menjadi pengujian substantif yang utama.PSA No 22, Prosedur Analitis (SA 329.11), menyatakan bahwa efektivitas dan efisiensi prosedur analisis tergantung pada : Sifat asersi, Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan, Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran, Ketepatan taksira.Apabila hasil prosedur analisis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan pengujian detil. Prosedur ini biasanya tidak begitu mahal biaya pelaksanaannya.Oleh karena itu, auditor dapat mempertimbangkan penggunaan prosedur ini untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima sebelum memutuskan untuk melakukan pengujian detil.

Pengujian detil transaksiPengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran (tracing) dan pencocokan ke dokumen pendukung (voucbing). Pengujian dilakukan auditor terutama untuk menentukan kesalahan jumlah rupiah, bukan pada penyimpangan atas pengendalian. Penelusuran berguna dalam pengujian atas pelaporan terlalurendah (understatement), sedangkan pencocokan ke dokumen terutama ditunjukkan untuk menemukan pelaporan terlalu tinggi (overstatement). Hasil pengujian digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan. Pengujian biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan. Efisiensi biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan pengujian berbarengan dengan pengujian pengendalian yang disebut pengujian bertujuan ganda. Kekurangan dari pengujian ini adalah banyaknya waktu yang tersita, lebih mahal bila dibandingkan dengan review analistsis, akan tetapimetode ini masih lebih murah jika dibandingkan dengan pengujian detil atas saldo saldo.

Pengujian detil saldo-saldoPengujian detil atas saldo-saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing-masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur yang digunakan dan bukti yang diperoleh.Penerapan ketiga jenis pengujian substantif dapat digambarkan dalam konteks rekening-rekening berikut :Untuk menentukan saldo akhir telah disajikan secara wajar, auditor harus mempertimbangkan untuk mendapatkan bukti dari berbagai pengujian substantif sebagai berikut :Prosedur analisis, meliputi: Perbandingan antara nilai absolute saldo akhir tahun ini dalam rekening kontrol dengan saldo akhir yang lalu,jumlah menurut anggaran, atau ekspetasi lain. Menggunakan saldo akhir untuk menentukan persentase piutang dagang terhadap aktiva lancar untuk dibandingkan dengan persentase tahun lalu, data industri, atau nilai ekspektasi lain. Menggunakan saldo akhir untuk menghitung rasio perputaran piutang untuk dibandingkan dengan perputaran piutang tahun lalu, data industri, atau nilai ekspektasi lain.

Pengujian detil transaksi, meliputi: Suatu sampel pendebetan dan pengkreditan atas rekening-rekening piutang. Penelusuran data transaksi dari bukti transaksi dan jurnal ke pendebetan dan pengkreditan dalam rekening-rekening piutang.

Pengujian detil saldo-saldo, meliputi: Menentukan total semua saldo akhir piutang dagang dalam buku pembantu, sama dengan saldo piutang dagang di rekening control. Mengkonfirmasi saldo akhir sejumlah rekening piutang langsung ke debitur atau pelanggan.

Dalam hal piutang dagang, ketiga jenis pengujian subtantif di atas semuanya dapat diterapkan. Sedangkan untuk rekening rekening yang lain, terkadang yang dapat diterapkan hanya satu atau dua jenis saja untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.Untukmenentukan bahwa rekening penjualan telah dilaporkan dengan jumlah yang wajar, auditor bisa mendapatkan bukti melalui hal-hal berikut :Prosedur analisis. Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi: Perbandingan antara jumlah absolute saldo akhir dengan saldo akhir tahun lalu, jumlah menurut anggaran, atau nilai ekspetasi lain. Perbandingan antara saldo akhir dengan saldo akhir menurut estimasi independen.Pengujian detil transaksi. Prosedur-prosedur audit yang dilakukan meliputi: Pencocokan ke dokumen pendukung atas setiap pengkreditan dengan pendebetan ke rekening piutang dagang, bukti pengiriman barang, dan order penjualan. Menelusur data transaksi dari dokumen dasar.Pengujian detil saldo-saldoMengingat bahwa penjualan memiliki hubungan langsung dengan piutang dagang, maka berbagai bukti yang diperoleh untuk pengujian detil atas saldo piutang dagang dapat juga digunakan sebagai bukti untuk saldo rekening penjualan.

SAAT PENGUJIAN SUBSTANTIFTingkat risiko deteksi yang dapat diterima bias berpengaruh pula pada saat pengujian substantif. Bila risiko deteksi tinggi pengujian bisa dilakukan beberapa bulan seblum akhir tahun, apabila risiko deteksi rendah pengujian substantif akan dilakukan pada tanggal akhir tahun atau mendekati akhir tahun.PENGUJIAN SUBSTANTIF SEBELUM TANGGAL NERACAAuditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat : Mengendalikan tambahan risiko. Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun.Kondisi-kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko : Struktur pengendalian intern selama periode tersisa cukup efektif Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa. Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interim bias diprediksi secara masuk akal, baik mengenai jumlah, hubungan signifikan, maupun komposisinya. System akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa yang signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak meninggalkan kebutuhan akan pengujian substantif pada tanggal nereca. Pengujian untuk periode tersisa harus mencakup : Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah-jumlah yang nampak tidak biasa dan menyelidiki atas jumlah-jumlah tersebut. Prosedur analisis lain atau pengujian substantif detil lainnya untuk mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke tanggal neraca.

LUAS PENGUJIAN SUBSTANTIF Auditor bisa menentukan jumlah bukti yang harus diperoleh dengan mengubah luas pengujian substantif yang dilakukan. Luas dalam praktik mengandung arti banyaknya item ada besarnya sampel yang dilakukan pengujian atau diterapkan prosedur tertentu. Penentuan sampel secara statistik dalam pengujian substantif dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam menentukan ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko deteksi.PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIFPerancangan pengujian substatif meliputi penentuan sifat, saat, dan luasnya pengujian substantif untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Auditor menghubungkan asersi-asersi, tujuan, khusus audit,dan pengujian substantif dalam mengembangkan program audit tertulis untuk pengujian substantif.Tujuan suatu audit laporan keuangan secara keseluruhan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah disajikan secara wajar, dalam segala hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam merancang pengujian subtantif, auditor harus menenukan bahwa pengujian yang tepat telah diidentifikasi untuk mencapai tujuan audit spesifik yang berkaitan dengan setiap asersi.

Program Audit Untuk Pengujian SubstantifProgram audit adalah daftar prosedur-prosedur audit yang harus dilakukan. Sebagai tambahan daftar prosedur audit, setiap program audit harus memiliki kolom-kolom untuk : Suatu referensi silang ke kertas kerja lain yang berisi bukti yang diperoleh dari setiap prosedur (bila memungkinkan). Paraf auditor yang malaksanakan masing-masing prosedur. Tanggal pelaksanaan prosedur diselesaikan.Dampak praktik, auditor kadang-kadang membuat rincian yang berbeda untuk hal-hal tertentu dalam program auditnya. Dalam keadaan bagaimanapun program audit hendaknya cukup detil agar dapat memberikan : Garis-garis besar pekerjaan yang akan dilakukan. Dasar untuk koordinasi, supervise, dan pengawasan audit. Catatan mengenai pekerjaan yang dilakukan.

Rerangka Umum Pengembangan Program Audit Untuk Pengujian SubstantifApabila program audit dibuat untuk piutang dagang dan investasi jangka pendek, maka langkah audit yang perlu dilakukan : Verifikasi kebeneran penjumlahan dan tentukan kecocokan antara rekening control piutang dagang. Verifikasi kebenaran penjumlahan dan tentukan kecocokan rekening investasi di buku besar dengan daftar detil investasi.

Rerangka Umum untuk pengembangan program audit untuk pengujian substantifPerencanaan Awal1. Identifikasi asersi-asersi laporan keuangan yang harus dicakup oleh program audit.2. Kembangkan tujuan-tujuan audit spesifik untuk setiap kategori asersi.3. Tentukan risiko bawaan dan risiko pengendalian, dan tentukan pula tingkat risiko deteksi akhir untuk setiap asersi, sejalan dengan tingkat risiko audit keseluruhan dan tingkat materialistas yang dapat diterima.4. Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur-prosedur untuk mendapatkan pemahaman mengenai kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang relevan, bayangkan catatan akuntansi, dokumen pendukung, dan proses akuntansi, dan proses pelaporan keuangan yang berhubungan dengan asersi-asersi.5. Pertimbangkan pilihan-pilihan yang berhubungan dengan perancangan pengujian substantif:Alternatif untuk mengakomodasi berbagai tingkat resiko deteksi yang dapat diterima:Sifat :Prosedur analitisPengujian detail transaksiPengujian detail saldo-saldoSaat: Interim atau akhir tahunLuas: Besarnya sampel

Berbagai tipe bukti pendukung yang mungkin tersedia:Analisis dokumen perhitungan fisikKonfirmasi elektonik pernyataan tertulis lisan

Berbagai tipe prosedur audit yang tersedia.Prosedur analitis Konfirmasi observasiTeknik audit Perhitungan InspeksiPengajuan pertanyaan PenelusuranPencocokan ke dokumen Pengerjaan ulang berbantuan Computer

Pengujian substantif untuk dimasukkan ke dalam program audit1. Tentukan prosedur awal untuk : Menelusur saldo awal ke kertas kerja tahun lalu (jika mungkin dilakukan) Mereview aktivitas dalam rekening buku besar dan menyelediki hal hal yang tidak biasa. Memeriksa kebenaran penjumlahan pada catatan pendukung atau daftar untuk digunakan pada pengujian berikutnya, dan memeriksa kecocokannya dengan saldo di buku besar, untuk meyakinkan adanya kecocokan diantara keduanya.2. Tentukan prosedur analitis yang akan digunakan3. Tentukan pengujian detail transaksi yang akan dilakukan4. Tentukan pengujian detail saldo-saldo yang akan dilakukan (sebagai tambahan atas 1a, b, c diatas)5. Pertimbangkan apakah ada ketentuan atau prosedur khusus yang bias diterapkan pada asersi yang sedang diuji, seperti prosedur-prosedur yang ditetapkan PSA (sebagai contoh, keharusan untuk melakukan observasi perhitungan fisik persediaan), atau yang ditetapkan oleh instansi lain yang berwenang yang belum termasuk pada (3) dan (4) diatas.Tentukan prosedur-prosedur untuk menentukan kesesuain dengan penyajian dan pengungkapan menurut prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum.

Program Audit Dalam Penugasan PertamaDua hal yang memerlukan pertimbangan khusus dalam merancang program audit untuk audit sebagai penugasan pertama : Penentuan ketetapan saldo-saldo awal rekening pada periode yang diaudit. Penentuan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan pada periode yang lalu sebagai dasar untuk menentukan konsistensi penerapan prinsip tersebut pada periode berjalan.

Program Audit Dalam Penugasan UlangDalam penugasan ulang, auditor memiliki akses pada semua program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Setrategi awal biasanya ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwa tingkat risiko dan program audit untuk pengujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan tetap digunakan pada periode berjalan. Oleh karena itu, program audit untuk penugasan tahun berjalan sering kali disusun sebelum auditor menyelesaikan kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern.

PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN KHUSUS DALAM PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIFRekening-Rekening Laba-RugiSecara tradisional pengujian detil saldo rekening lebih difokuskan pada rekening-rekening laporan keuangan yang disajikan dalam neraca (rekening riil) dibandingkan dengan rekening-rekening laba rugi (rekening nominal).pendekatan ini efisien dan logis karena setiap rekening laba rugi pasti akan terkait dengan satu atau lebih rekening neraca.1. Prosedur analisis untuk rekening-rekening laba-rugiProsedur analisis bisa menjadi alat auditor dalam mendapatkan bukti tentang saldo-saldo rekening laba-rugi. Jenis pengujian substantif bias digunakan secara langsung atau tidak langsung. Pengujian langsungterjadi bila sebuah rekening pendapatan atau rekening biaya dibandingkan dengan data yang relevan untuk menentukan kewajaran saldonya.2. Pengujian detil untuk rekening-rekening laba-rugiApabila bukti yang diperoleh dari prosedur analisis dan dari pengujian detil atas rekening neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi pada tingkat rendah yang dapat diterima, maka diperlukanpengujian detil langsung atas asersi-asersi yang berhubungan dengan rekening-rekening laba-rugi. Hal ini terjadi apabila : Risiko bawaan tinggi. Risiko pengendalian tinggi. Prosedur analisis menunjukkan adanya hubungan tidak biasa dan fluktuasi tak diharapkan. Rekening memerlukan analisis.

Rekening-rekening yang biasanya membutuhkan analisis terdiri dari : Biaya hukum dan honorarium konsultan Biaya reparasi dan pemeliharaan Biaya perjalanan dan representasi Gaji dan biaya direksi Pajak dan lisensi Biaya sewa dan loyalitas Biaya sumbangan Biaya advertensi

Rekening-Rekening yang Berkaitan dengan Estimasi AkuntansiEstimasi akuntansi adalah perkiraan mengenai suatu elemen laporan keuangan, pos, atau rekening yang terjadi bila tidak bisa diukur secara pasti.estimasi akuntansi mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan. PSA No. 37, Audit atas Estimasi Akuntansi (SA 342.07) menyatakan bahwa tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk memberikan keyakinan memadai bahwa : Semua estimasi akuntansi yang material bagi laporan keuangan telah ditetapkan. Estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang bersangkutan. Estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku dan diungkap secara memadai.Untuk mengevaluasi kepantasan suatu taksiran akuntansi, SA 342.09 menjelaskan bahwa auditor biasanya memusatkan terhadap faktor-faktor asumsi kunci yang : Signifikan terhadap estimasi akuntansi Peka terhadap perubahan Penyimpangan dari pola histories Subjektif dan rawan terhadap salah saji serta biasBukti tentang kepantasan suatu estimasi bisa diperoleh auditor melalui satu atau kombinasidari pendekatan-pendekatan berikut : Mereview dan uji proses yang digunakan oleh manajemen dalam menyusun estimasi. Membuat ekspetasi terpisah tentang estimasi. Mereview peristiwa atau transaksi kemudian yang terjadi sebelum selesainya pekerjaan lapangan.Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi : Pertimbangan relevansi, keandalan, dan kecukupan data dan faktor faktor lain yang digunakan manajemen. Mengevaluasi kepantasan dan konsistensi asumsi-asumsi. Mengerjakan ulang perhitungan yang telah dilakukan manajemen.Rekening-Rekening Berkaitan dengan Transaksi dengan Pihak yang Memiliki Hubungan IstimewaTujuan auditor dalam pengauditan atas transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah untuk mendapatkan bukti mengenai tujuan, sifat, dan luasnya transaksi ini serta dampaknya terhadap laporan keuangan. PSA No. 34, Pihak yang Mamiliki Hubungan Istimewa (SA 334.09) menyatakan bahwa pengujian substantif harus meliputi hal-hal berikut : Memahami tujuan transaksi dari usaha. Memeriksa faktur dan mereview surat perjanjian, kontrak, dan dokumen relevan lainnya. Menentukan apakah transaksi telah disetujui oleh dewan komisaris, atau direksi atau pejabat yang berwenang. Melakukan pengujian kewajaran terhadap jumlah yang diungkapkan, atau yang dipertimbangkan untuk diungkapkan dalam laporan keuangan. Mengatur audit atas rekening koran antar perusahaan yang dilaksanakan pada tanggal yang bersamaan. Menginspeksi atau mengkonfirmasi dan memperoleh keyakinan atas nilai, dan mudah atau tidaknya jaminan dialihkan.

PROGRAM AUDIT DALAM PENUGASAN PERTAMADua hal yang memerlukan pertimbangan khusus dalam merancang program audit untuk audit dalam penugasan pertama adalah : Penentuan ketepatan saldo saldo awal rekening pada periode yang diaudit Penentuan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan pada periode yang lalu sebagai dasar untuk menentukan konsistensi penerapan prinsip tersebut pada periode berjalan.

PROGRAM AUDIT DALAM PENUGASAN ULANGANDalam suatu penugasan ulangan, auditor memiliki akses pada semua program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Dalam situasi demikian, strategi awal audit biasanya ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwa tingkat risiko dan program audit untuk pemgujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan tepat digunakan pada periode berjalan. - See more at: http://markdebie.blogspot.com/2011/04/resiko-deteksi-dan-perancangan.html#sthash.XUNMFwKS.dpuf

RISIKO DETEKSI DAN RANCANGAN UJI SUBSTANTIF

A. PENENTUAN RISIKO DETEKSI Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Suatu rencana tingkat risiko deteksi yang bisa diterima harus ditetapkan untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Apapun tingkat risiko yang digunakan auditor ( cara kualitatif atau cara non-kuantitatif ), rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang dinyatakan dengan model sebagai berikut : RA RD = RB x RP

Model di atas menunjukkan bahwa pada suatu tingkat risiko audit tertentu (RA) yang ditetapkan auditor, risiko deteksi (RD) adalah berhubungan terbalik dengan tingkat risiko bawaan (RB) dan risiko pengendalian (RP) yang ditentukan. Apabila digunakan dalam tahap perencanaan untuk menetapkan rencana risiko deteksi, maka RP mencerminkan rencana tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan sebagai komponen pertama dari strategi audit awal. Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu asersi. 1. Evaluasi Atas Rencana Tingkat Pengujian Substantif Setelah mendapat pemahaman tentang kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang relevan dan menentukan risiko pengendalian untuk asersi-asersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan antara tingkat risiko pengendalian sesungguhnya dengan rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi yang bersangkutan. Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian awal, auditor bisa melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan sebagai komponen terakhir dari strategi audit awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantif spesifik untuk mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa diterima setelah direvisi. 2. Merevisi Rencana Risiko Deteksi Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima setelah direvisi ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian sesungguhnya bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi yang bersangkutan.

B. PENETAPAN RISIKO DETEKSI UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF YANG BERBEDA ATAS ASERSI YANG SAMADalam merancang pengujian substantif, auditor kadang kadang menginginkan untuk menetapkan tingkat risiko deteksi berbeda yang akan digunakan dalam pengujian substantif yang berbeda pula mengenai asersi yang sama. 1. Perancangan Pengujian Substantif Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi lapoaran keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo saldo. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan sifat, saat dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi. 2. Sifat Pengujian Substantif Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan efektivitas prosedur pengauditan yang akan dilakukan. Apabila tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya lebih mahal. Apabila tingkat risiko deteksi yang dapat diterima tinggi, auditor dapat menggunakan prosedur yang kurang efektif yang lebih murah. Pengujian substantif terdiri dari tiga jenis yaitu :

a. Prosedur AnalitisProsedur analitis seringkali dipandang kurang efektif bila dibandingkan dengan pengujian detil. Namun demikian, dalam keadaan tertentu prosedur ini justru dipandang lebih efektif. Sebagai contoh, perbandingan antara jumlah seluruh pembayaran kepada seorang pemasok dengan barang yang sesungguhnya diterima, bisa memberi petunjuk tentang adanya kelebihan pembayaran. Hal ini mungkin tidak terdeteksi pada waktu dilakukan pengujian atas masing masing transaksi pembayaran kepada pemasok. Dalam hal tertentu jika prosedur analitis dipandang efektif, pelaksanaan prosedur ini juga bisa menghemat biaya audit. Hal seperti itu biasanya nampak pada audit atas perusahaan perusahaan tertentu seperti perusahaan listrik, gas, dan telepon. PSA No.22, Prosedur Analitis ( SA 329.11 ), menyatakan bahwa efektivitas dan efisiensi prosedur analitis tergantung pada : Sifat asersi Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran Ketepatan taksiran

Apabila hasil prosedur analitis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan pengujian detil. Prosedur analitis biasanya ,tidak begitu mahal biaya pelaksanaannya. Oleh karena itu, auditor perlu mempertimbangkan seberapa jauh prosedur ini dapat digunakan untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima sebelum auditor memutuskan untuk melakukan pengujian detil. b. Pengujian Detil TransaksiPengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran ( Tracing ) dan pencocokan ke dokumen pendukung ( vouching ). Sebagai contoh, detil transaksi bisa ditelusur dari dokumen pendukung. Misalnya faktur penjualan dan voucher ke dalam catatan akuntansi seperti jurnal penjualan dan dan register voucher. Dalam pengujian ini auditor memeriksa sebagian ( dengan sampel ) atau seluruh pendebetan dan pengkreditan atas suatu rekening. Hasil pengujian tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan. Pengujian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan. Pengujian detil transaksi biasanya lebih banyak menyita waktu dan biayanya juga lebih mahal. Efisiensi biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan pengujian berbarengan dengan pengujian pengendalian yang disebut pengujian bertujuan ganda. c. Pengujian Detil Saldo SaldoPengujian detil atas saldo saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut. Efektifitas pengujian ini juga tergantung pada prosedur yang digunakan dan tipe bukti yang diperoleh. Berikut adalah contoh bagaimana efektifitas pengujian atas saldo saldo dapat direncanakan untuk memenuhi berbagai tingkat risiko deteksi untuk asersi penilaian atau pengalokasian rekening kas di bank.

Risiko DeteksiPengujian Detil atas Saldo-Saldo

TinggiPeriksa sekilas (scan) rekonsiliasi bank yang dibuat klien dan verifikasi ketelitian perhitungan dalam rekonsiliasi

ModeratReview rekonsiliasi bank yang dibuat klien dan verifikasi bagian-bagian penting rekonsiliasi serta ketelitian perhitungan dalam rekonsiliasi

Rendah Buatlah rekonsiliasi bank dengan menggunakan laporan bank yang diperoleh dari klien dan periksa bagian-bagian penting rekonsiliasi serta ketelitian perhitungan

Sangat RendahDapatkan laporan bank langsung dari bank, buatlah rekonsiliasi bank, dan verifikasi semua hal yang direkonsiliasi serta ketelitian perhitungan

Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa apabila risiko deteksi tinggi, maka auditor cukup menggunakan dokumen intern dan melakukan hanya sedikit prosedur audit. Apabila risiko deteksi sangat rendah, auditor akan menggunakan dokumen yang diperoleh langsung dari bank dan melaksanakan prosedur audit yang ekstensif. Pengujian detil atas saldo-saldo sering melibatkan dokumen-dokumen ekstern dan pengetahuan langsumg dari auditor. Oleh karena itu, penggunaan prosedur tersebut akan sangat efektif, namun di sisi lain akan memakan waktu dan biaya yang relatif mahal. 3. Saat Pengujian Substantif Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa berpengaruh pula pada saat pengujian substantif. Apabila risiko deteksi tinggi, pengujian bisa dilakukan beberapa bulan sebelum akhir tahun. Sebaliknya apabila risiko deteksi untuk suatu deteksi rendah, maka pengujian substantif biasanya akan dilakukan pada tanggal akhir tahun atau mendekati akhir tahun. Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat : Mengendalikan tambahan risiko audit bahwa salah saji material yang ada pada saldo rekening pada tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh auditor. Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun guna memenuhi tujuan audit yang direncanakan, sehingga pengujian sebelum tanggal neraca bisa menjadi lebih murah.

Tambahan risiko audit potensial akan dapat dikendalikan apabila pengujian substantif pada periode yang tersisa akan dapat memberi dasar yang layak untuk perluasan kesimpulan audit dari pengujian yang dilakukan pada tanggal interim ke tanggal neraca. Kondisi- kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko ini adalah :1. struktur pengendalian interen selama periode tersisa cukup efektif.2. tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa 3. saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interimbisa diprekdisi secara masuk akal, baik mengenai jumlah , hubungan signifikan ,maupun komposisinya 4. sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa yang signifikan dan fluktuasi signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.

Pengujian subtantif sebelum tanggal neraca tidak menghilangkan kebutuhan akan pengujian subtantif pada tanggal neraca. Pengujian untuk periode tersiksa harus mencakup: perbandingan saldo rekening rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah jumlah yang nampak tidak biasa dan penyelidikan atas jumlah tersebut. prosedur analitis lain atau pengujian substantive detil lainnya untuk mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke tanggal neraca.

Apabila direncanakan dan dilaksanakan dengan tepat, gabungan pengujian substantif sebelum tanggal neraca dan pengujian substantif untuk periode tersisa akan menghasilkan bukti kompeten yang cukup bagi auditor sebagai dasar yang layak untuk memberikan pendapat mengenai laporan keuangan klien. 4. Luas Pengujian Substantif Diperlukan bukti yang lebih banyak untuk mencapai tingkat resiko deteksi rendah yang bisa diterima dibandingkan dengan risiko deteksi tinggi. Auditor bisa menentukan berbagai jumlah bukti yang harus diperoleh dengan mengubah luas pengujian substantive yang dilakukan. Luas dalam pratik mengandung arti banyaknya hal ( items) atau besarnya sampel yang terhadapnya dilakukan pengujian atau diterapkan prosedur tertentu. Besarnya yang akan diuji membutuhkan pertimbangan professional. Penentuan sample secara statistik dalam pengujian substantif dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam menentukan ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko deteksi yang telah ditetapkan. C. PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIFTujuan audit suatu laporan keuangan secara keseluruhan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan klien telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Auditor juga menetapkan berbagai tujuan audit khusus untuk setiap rekening berdasarkan lima kategori asersi laporan keuangan. Dalam merancang pengujian substantif, auditor harus menentukan bahwa pengujian yang tepat telah diidentifikasi untuk mencapai setiap tujuan audit spesifik yang berkaitan dengan setiap asersi. Apabila hal ini dilakukan untuk setiap rekening, maka tujuan keseluruhan akan tercapai.

D. CONTOH PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIFKeputusan auditor sehubungan dengan rancangan pengujian substantif harus didokumentasikan dalam kertas kerja dalam bentuk program audit tertulis (SA 311.09). Program audit adalah daftar prosedur prosedur audit yang harus dilakukan. Prosedur prosedur biasanya tidak didaftar menurut asersi atau tujuan khusus audit dengan maksud untuk menghindari pengulangan prosedur yang diterapkan pada lebih dari satu asersi atau tujuan. Sebagai tambahan dalam daftar prosedur audit, setiap program audit harus memiliki kolom kolom untuk suatu referensi silang ke kertas kerja lain yang berisi bukti yang diperoleh dari setiap prosedur (bila memungkinkan); paraf auditor yang melaksanakan masing masing prosedur; dan tanggal pelaksanaan prosedur diselesaikan. Dalam praktik, auditor kadang kadang membuat rincian yang berbeda untuk halhal tertentu dalam program auditnya. Sebagai contoh ditunjukkan secara lebih rinci tentang rencana sampel, termasuk besarnya sampel untuk berbagai pengujian dalam program audit itu sendiri. Namun dalam keadaan bagaimanapun program audit hendaknya cukup detil agar dapat memberikan : Garis garis besar pekerjaan yang akan dilakukan Dasar untuk koordinasi, supervisi, dan pengawasan audit Catatan mengenai pekerjaan yang dilakukan

E. RERANGKA UMUM PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIFPerencanaan Awal(1) Identifikasi asersi-asersi laporan keuangan yang harus dicakup oleh program audit misalkan asersi-asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan hak dan kewajiban, penilaian atas pengalokasian, dan penyajian atau pengungkapan yang berkaitan dengan saldo akhir persediaan. (2) Kembangkan tujuan-tujuan audit spesifik untuk setiap kategori asersi(3) Tentukan risiko bawaan dan risiko pengendalian dan tentukan pula tingkat risiko deteksi akhir untuk setiap asersi, sejalan dengan tingkat risiko audit keseluruhan dan tingkat materialitas yang dapat diterima. (4) Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur-prosedur untuk mendapatkan pemahaman mengenai kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang relevan, catatan akuntansi, dokumen pendukung dan proses akuntansi (termasuk alur audit) dan proses pelaporan keuangan yang berhubungan dengan asersi-asersi. (5) Pertimbangkan pilihan pilihan yang berhubungan dengan perancangan pengujian substantif.Program Audit dalam Penugasan PertamaDalam suatu penugasan pertama, spesifikasi pengujian substantif yang detil dalam program audit biasanya belum akan disusun secara lengkap hingga selesainya kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern dan ditentukannya tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi signifikan. Dua hal yang memerlukan pertimbangan khusus dalam merancang program audit untuk audit sebagai penugasan pertama adalah penentuan ketepatan saldo-saldo awal rekening pada periode yang diaudit; dan penentuan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan pada periode yang lalu sebagai dasar untuk menentukan konsistensi penerapan prinsip tersebut pada periode berjalan. Program Audit Dalam Penugasan UlanganDalam suatu penugasan ulangan, auditor memiliki akses pada semua program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Dalam situasi demikian, startegi awal audit biasanya ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwqa tingkat risiko dan program audit untuk pengujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan tepat digunakan pada periode berjalan. Oleh karena itu, program audit untuk penugasan tahun berjalan seringkali disusun sebelum auditor menyelesaikan kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern.

F. PERTIMBANGAN KHUSUS DALAM PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF(1) REKENING-REKENING LABA RUGISecara tradisional pengujian detil saldo rekening lebih difokuskan pada rekening-rekening laporan keuangan yang disajikan dalam neraca (rekening riil) dibandingkan dengan rekening-rekening laba rugi (rekening nominal). Pendekatan ini efisien dan logis karena setiap rekening laba rugi pasti akan terkait dengan satu atau lebih rekening neraca. Semua kategori asersi berlaku pula pada rekening-rekening laba-rugi, kecuali asersi hak dan kewajiban. Sehubungan dengan adanya keterkaitan ini, maka apabila dibandingkan dengan pengujian substantif untuk rekening-rekening neraca, pengujian atas rekening-rekening laba rugi lebih ditekankan pada prosedur analitis dan kurang pada pengujian detil.

Prosedur Analitis untuk Rekening-Rekening Laba RugiProsedur analitis bisa menjadi alat audit yang sangat ampuh dalam mendapatkan bukti tentang saldo-saldo rekening laba rugi. Jenis pengujian substantif ini bisa digunakan secara langsung atau tidak langsung. Pengujian langsung terjadi apabila sebuah rekening pendapatan atau rekening biaya dibandingkan dengan data yang relevan untuk menentukan kewajaran saldonya. Pengujian tak langsung terjadi apabila bukti mengenai saldo laba rugi berasal dari hasil prosedur analitis yang diterapkan pada pengujian saldo neraca yang berkaitan. Dalam keadaan tertentu auditor bisa memilih untuk menggunakan prosedur analitis hanya sebagai pengujian langsung atas beberapa saldo rekening laba rugi.

Pengujian Detil untuk Rekening-rekening Laba RugiApabila bukti yang diperoleh dari prosedur analitis dan dari pengujian detil atas rekening neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi pada tingkat rendah yang dapat diterima, maka diperlukan pengujian detil langsung atas asersi-asersi yang berhubungan dengan rekening laba rugi. Hal ini terjadi apabila : Risiko bawaan tinggi Risiko pengendalian tinggi Prosedur analitis menunjukkan adanya hubungan tidak biasa dan fluktuasi tak diharapkan Rekening memerlukan analisis.

(2) REKENING-REKENING YANG BERKAITAN DENGAN ESTIMASI AKUNTANSIEstimasi akuntansi adalah perkiraan mengenai suatu elemen laporan keuangan, pos, atau rekening yang terjadi bila tidak bisa diukur secara pasti. Estimasi akuntansi mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan. PSA No. 37, Audit atas Estimasi Akuntansi (SA 342.07) menyatakan bahwa tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk memberikan keyakinan memadai bahwa semua estimasi akuntansi yang material bagi laporan keuangan telah ditetapkan; estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang bersangkutan; estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku dan diungkapkan secara memadai. Struktur pengendalian intern perusahaan bisa mengurangi kemungkinan terjadinya salah saji material yang berasal dari estimasi akuntansi dan oleh karenanya mengurangi luasnya pengujian substantif.

(3) REKENING-REKENING BERKAITAN DENGAN TRANSAKSI DENGAN PIHAK YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWAAuditor harus mengidentifikasi transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, dalam rangka membuat perencaaan audit. Tujuan auditor dalam pengauditan atas transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah untuk mendapatkan bukti mengenai tujuan, sifat dan luasnya transaksi iniserta dampaknya terhadap laporan keuangan. Dalam melakukan audit atas transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, auditor tidak diharapkan untuk menentukan apakah suatu transaksi tertentu akan terjadi, seandainya pihak-pihak yang bersangkutan tidak memiliki hubugan yang istimewa, dan berapa harga pertukaran dan termin yang seajarnya digunakan. Tujuan auditor dalam hal ini adalah menentukan substansi transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan.