representasi budaya jepang dalam kimono geisha

5
Representasi Budaya Jepang dalam Kimono Geisha melalui Film Memoirs of a Geisha Marcelina Rachmawati 08330055 Film merupakan aktualisasi perkembangan kehidupan masyarakat pada masanya. Dari zaman ke zaman film mengalami perkembangan, baik dari teknologi yang digunakan maupun tema yang diangkat. Bagaimanapun, film telah merekam sejumlah unsur-unsur budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog antar tokoh dalam film. Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang sudah sangat dikenal. Dengan caranya sendiri, film memiliki kemampuan untuk mengantar pesan secara unik; dapat juga dipakai sebagai sarana pameran bagi media lain dan juga sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku, film kartun, bintang televisi, film seri, serta lagu (McQuail, 1987 : 14). Dalam perkembangan media komunikasi masa sekarang ini, film menjadi salah satu media yang efektif untuk menyampaikan pesan- pesan. Film berperan sebagai sarana modern yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan dan diakrabi oleh khalayak umum. Di samping itu film juga menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian lainnya kepada masyarakat umum. Film sebagai salah satu jenis media massa yang menjadi saluran berbagai macam gagasan, konsep, serta dapat memunculkan dampak dari penayangannya. Ketika seseorang melihat sebuah film, maka pesan yang disampaikan oleh film tersebut secara tidak langsung akan berperan dalam pembentukan persepsi seseorang terhadap maksud pesan dalam film. Seorang pembuat film merepresentasikan ide-ide yang kemudian dikonversikan dalam sistem tanda dan lambang untuk mencapai efek yang diharapkan. Graeme Turner mengungkapkan bahwa film tidak hanya sekedar refleksi dari realitas. Sebaliknya”Film lebih merupakan representasi atau gambaran dari realitas, film membentuk dan ”menghadirkan

Upload: marcelinarachmawati

Post on 24-Jul-2015

113 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Representasi Budaya Jepang Dalam Kimono Geisha

Representasi Budaya Jepang dalam Kimono Geisha

melalui Film Memoirs of a Geisha

Marcelina Rachmawati

08330055

Film merupakan aktualisasi perkembangan kehidupan masyarakat pada masanya. Dari zaman ke zaman film mengalami perkembangan, baik dari teknologi yang digunakan maupun tema yang diangkat. Bagaimanapun, film telah merekam sejumlah unsur-unsur budaya yang melatar belakanginya. Termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog antar tokoh dalam film. Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang sudah sangat dikenal. Dengan caranya sendiri, film memiliki kemampuan untuk mengantar pesan secara unik; dapat juga dipakai sebagai sarana pameran bagi media lain dan juga sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku, film kartun, bintang televisi, film seri, serta lagu (McQuail, 1987 : 14).

Dalam perkembangan media komunikasi masa sekarang ini, film menjadi salah satu media yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan. Film berperan sebagai sarana modern yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan dan diakrabi oleh khalayak umum. Di samping itu film juga menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian lainnya kepada masyarakat umum. Film sebagai salah satu jenis media massa yang menjadi saluran berbagai macam gagasan, konsep, serta dapat memunculkan dampak dari penayangannya. Ketika seseorang melihat sebuah film, maka pesan yang disampaikan oleh film tersebut secara tidak langsung akan berperan dalam pembentukan persepsi seseorang terhadap maksud pesan dalam film. Seorang pembuat film merepresentasikan ide-ide yang kemudian dikonversikan dalam sistem tanda dan lambang untuk mencapai efek yang diharapkan.

Graeme Turner mengungkapkan bahwa film tidak hanya sekedar refleksi dari realitas. Sebaliknya”Film lebih merupakan representasi atau gambaran dari realitas, film membentuk dan ”menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi,dan ideologi dari kebudayaannya. ” (Sobur, 2006 : 127).

Kekayaan budaya Jepang menjadi daya tarik tersendiri bagi para sineas dunia untuk mengabadikannya dalam sebuah film. Telah banyak karya-karya besar yang mengangkat kebudayaan Jepang yang mendapat kritik dari masyarakat, contohnya adalah film Memoirs of a Geisha, film ini dirilis pada 9 Desember 2005, yang merupakan adaptasi dari novel karya Arthur Golden dengan judul yang sama yang terbit pada tahun 1997. Film adaptasi yang banyak mendapatkan penghargaan ini juga menimbulkan perbedaan persepsi dalam masyarakat mengenai geisha.

Film yang berlatar budaya Jepang ini seharusnya diperankan oleh orang Jepang sendiri yang lebih mengenal karakter tokoh geisha, tetapi kenyataannya tidak demikian. Justru tokoh-tokoh utama dalam film ini diperankan oleh bintangbintang Cina yang sudah populer, seperti Zhang Ziyi yang memerankan tokoh Sayuri, Michelle Yeoh yang memerankan Mameha, dan Gong Li yang

Page 2: Representasi Budaya Jepang Dalam Kimono Geisha

memerankan Hatsumono. Film ini dilarang beredar di Cina karena bintangbintang mereka mendapatkan peran sebagai geisha yang bagi sebagian orang dianggap sama dengan pelacur, oleh karena itu pejabat pemerintah merasa khawatir jika pemeranan kedua artis asal Cina itu dapat membangkitkan kenangan pahit yang dialami beberapa wanita Cina daratan semasa agresi Jepang (Antara, 2 Februari 2006).

Bagi kebudayaan Jepang, perempuan geisha menduduki posisi ganda. (tidak selalu bersifat seks, tetapi seks menduduki posisi yang penting), perempuan geisha juga berperan seperti seniman yang memiliki ketrampilan teknis seni, seperti bermain shinkasen, melayani dalam perayaan minum teh, dll. Demi mengejar sistem narasi klasik Hollywood yang tentu saja memenuhi hasrat penonton yang sudah dididik oleh sistem narasi ini, geisha sekedar ditampilkan sebagai perempuan penghibur alias menjual tubuh. Hal ini tentu saja mereduksi posisi geisha sebagai artefak budaya Jepang. Pola mental yang dihadirkan dalam film Memoirs of Geisha menampilkan Sayuri yang membiarkan dirinya terapung dalam aliran nasib di luar kuasanya. Berbeda dengan apa yang digambarkan Arthur Golden dalam novelnya yang merupakan rekonstruksi atas masa lalu sang geisha, sebagai perempuan kuat, liat, dan tidak menyerahkan dirinya pada buaian nasib, yang berhasil melewati masa-masa buruk sebagai geisha.

Sinopsis

Pada awal abad ke-20 Jepang, seorang gadis muda, Chiyo (Suzuka Ohgo), dijual oleh orang tua miskin ke rumah geisha. Meskipun ia langsung menimbulkan ketidaksenangan dari geisha yang lebih tua, Hatsumomo (Gong Li), yang selanjutnya terus berupaya untuk melakukan kejahatan, dia juga bertemu dengan Ketua (Ken Watanabe) dari sebuah perusahaan yang memperlakukan dia dengan baik dan memutuskan untuk bertahan disana. Setelah mencapai dewasa, Chiyo (Zhang Ziyi) memenangkan naungan geisha tua berpengaruh, Mameha (Michelle Yeoh), di bawah bimbingan dia sendiri yang mencapai terkenal, sambil berharap untuk memenangkan hati Ketua yang telah membantunya saat dia masih seorang anak.

Analisis

Memoirs of a Geisha karya Rob Marshall adalah film visual menarik, sering mempengaruhi banyak hal, dan masih menyenangkan untuk ditonton berulang kali.

Page 3: Representasi Budaya Jepang Dalam Kimono Geisha

Narasi film ini diakui agak amorf, hanya berkaitan peristiwa dari periode kehidupan seorang perempuan dari masa kecilnya sampai dia menjadi seorang dewasa muda, tetapi ini kurangnya suatu struktur yang koheren tidak mengurangi kualitas cerita itu. Bahkan, ia memberi rasa melibatkan kejujuran sebagai kehidupan adalah sesuatu yang jarang terstruktur oleh plot. Penonton akan menemukan dirinya merasa seolah-olah ia mengintip ke dalam kehidupan karakter.

Terlebih lagi, berbagai peristiwa digambarkan sering terampil menyadari dan baik menarik dan menyentuh. Pada waktu yang berbeda, Marshall mengungkapkan kerinduan Chiyo sebagai anak dan keinginannya untuk melarikan diri dari rumah geisha, kejam tipuan dengan yang Hatsumomo melakukan kerusakan pada pahlawan, ketahanan yang terakhir dalam menghadapi kekalahan jelas dan penghinaan, dan kejadian lain selain ini . Beberapa adegan yang paling menarik, bagaimanapun, adalah mereka yang menggambarkan dunia di mana geisha hidup, seperti yang menunjukkan wanita pelatihan muda bercita-cita untuk menjadi geisha menjalani, kinerja mereka sebagai penari atau musisi, gurauan mereka dengan klien mereka, pertengkaran mereka dengan satu sama lain, dan seterusnya dan seterusnya.

Kejadian ini dibuat sangat menarik oleh keterampilan yang mereka filmkan. Meskipun tidak bisa dikatakan bahwa film ini menakjubkan dan indah, tetapi selalu menarik. Sang direktur telah melakukan pekerjaan yang baik untuk menciptakan sebuah visi Jepang sebelum perang dengan gambaran tentang bangunan kayu padat, remang-remang ruangan di atas tangga curam atau tertutup oleh pintu geser kertas, dan jalan-jalan sempit yang ramai dengan laki-laki dan perempuan berpakaian baik pakaian Barat dan Jepang . Bahkan kostum tersebut baik dilakukan dan membawa keanggunan mewah dari geisha sekitar yang hidupnya narasi berputar.

Page 4: Representasi Budaya Jepang Dalam Kimono Geisha

Terakhir, sementara ini tidak ada film yang benar-benar berkesan, mereka semua tercapai dalam film ini. Gong Li sebagai Hatsumomo adalah sukacita dan dengki, Michelle Yeoh sebagai Mameha memiliki rasa meyakinkan otoritas dan kelembutan, dan Zhang Ziyi sebagai Chiyo adalah menarik dan simpatik. Sementara kepemimpinan kinerja aktris di sini tentu bukan yang terbaik, mereka tidak membebaskan dirinya sendiri dengan baik.

Terlebih lagi, mereka mungkin wanita terindah yang bekerja di film hari ini, dan akibatnya selalu menyenangkan hanya untuk dilihat. Mereka ( geisha ) benar-benar indah. Memoirs of a Geisha tentu bukan karya masterpiece, tapi tidak diragukan lagi layak untuk dilihat.

Memoirs of a Geisha, Rob Marshall, 2006.