representasi karakter kontributor...
TRANSCRIPT
REPRESENTASI KARAKTER KONTRIBUTOR
BERITA TELEVISI DALAM FILM NIGHTCRAWLER
(Analisis Semiotika Peirce)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik
Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh
FRANSISKA AYEL REFTA
NIM 6662122442
KONSENTRASI JURNALISTIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
„Tahan menderita kepahitan hidup
sehingga penderitaan menjadi kekayaan,
adalah bahagia –Buya HAMKA
Hai dunia, kubuktikan pemimpi lebih
baik dibanding pemikir. Karena setelah
bermimpi aku terbangun untuk
mewujudkannya. Sementara langkah
pemikir terpaku oleh pikiran-pikirannya
sendiri. Maka kupersembahkan skripsi
ini untuk semua yang senantiasa
menemaniku mewujudkan mimpi-
mimpiku. Siapapun kalian, I LOVE YOU
...
ABSTRAK
Fransiska Ayel Refta. NIM 6662122442. Skripsi. Representasi Kontributor
dalam Film Nightcrawler (Analisis Semiotika Peirce). Program Studi Ilmu
Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. 2016. Puspita Asri Praceka, M.Ikom.; Darwis Sagita
M.Ikom.
Profesi kontributor berita televisi yang dilematis dalam dunia pers menarik
keinginan penulis untuk melihat karakternya lebih dekat. Salah satu cara untuk
menyimak karakter seseorang yang menggeluti profesi ini yaitu melalui penelitian
film yang mengangkat kisah kontributor. Film Nightcrawler menceritakan
kehidupan seorang pemuda yang mencintai profesinya sebagai stringer televisi
namun tidak menguasai softskill penting yang berhubungan dengan dunia kerja
jurnalistik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui representasi karakter
kontributor berita televisi dalam film Nightcrawler. Berdasarkan identifikasi
masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanda (sign),
objeck (object) dan interpretan (interpretant) mengenai karakter kontributor berita
televisi dimunculkan dalam film Nightcrawler. Metode yang digunakan adalah
kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Penelitian ini menggunakan model
semiotika Peirce yang terdiri atas sign, object, dan interpretant. Unit analisis yang
dipilih merupakan adegan-adegan yang merepresentasikan sosok kontributor.
Hasil penelitian menunjukkan sign dalam film berupa perilaku lalai kode etik, dan
manipulasi. Object dari penelitian ini ialah tokoh Louis Bloom yang didukung
oleh dialog dan perilaku yang diperlihatkan dalam adegan-adegan. Interpretant
dalam penelitian ini adalah perilaku yang ditunjukkan oleh Louis Bloom yang
menggambarkan karakter oportunis, ambisius dan berorientasi pada uang.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa film Nightcrawler merepresentasikan
karakter kontributor berita televisi yang muncul dalam bentuk dialog, sikap dan
perilakunya. Karakter kontributor berita televisi yang ditemukan antara lain
oportunis, ambisius dan berorientasi pada uang.
Kata kunci : Representasi, Karakter, Kontributor, Film, Semiotika
ABSTRACT
Fransiska Ayel Refta. NIM 6662122442. Undergraduate Thesis. Representation
of Contributor in Nightcrawler Movie (Peirce Semiotics Analysis).
Communication Studies, Faculty of Social and Political Science. Sultan Ageng
Tirtayasa University. 2016. Puspita Asri Praceka, M.Ikom.; Darwis Sagita
M.Ikom.
A dillematic profession of television news contributor is quite interesting for me to
be scrutinized. One pleasant way to closely see how contributors do their work is
through research on film that has contributor story within. Nightcrawler tells a
story about a guy who loves his profession as a stringer for a television station
but in eventually he is not obediently capable in any urgent softskill of journalistic
accupation. The purpose of this subject of research is to determine the
representation of television news contributor‟s characters in Nightcrawler movie
meanwhile this research also has the purpose to identify the signs, objects, and
interpretants about characters of television news contributor appearing in this
film. This research uses qualitative method with constructivist paradigm. The
writter use model of semotic Peirce‟s consisting sign, object, and interpretant.
The units of analysis are selected from the scenes that considered to represent
contributor. The result of this research points to the signs about behaviours such
as negligence on code of ethics, and manipulated. Object of this research is
character of Louis Bloom that is supported by dialogue and behaviours which are
shown in some scenes. Interpretant in this research is behaviours that are carried
by Louis Bloom that describe oportunist, ambitious, and money-oriented
characters. This research concludes that Nightcrawler represents contributor that
emerges in dialogue, attitude, and behaviour. Contributor is described as
oportunist, money-oriented, negligence on code of ethics and facts-manipulating.
Key words : Representation, Character, Contributor, Film, Semiotic
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kupersembahkan kepada Allah SWT yang selalu
memelukku dalam lindungan kasih sayangnya hingga aku mampu menyelesaikan
tugas akhir ini. Shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat dan pengikutnya.
Skripsi berjudul “Representasi Karakter Kontributor Berita Televisi
dalam Film Nightrawler (Analisis Semiotika Peirce)” ini penulis selesaikan
dengan segenap niat dan usaha sesuai kemampuan yang penulis miliki. Adapun
skripsi ini mengangkat makna tanda dalam sebuah film dengan model semiotika
yang merupakan salah satu bidang kajian ilmu komunikasi.
Penulis sangat mensyukuri selesainya kewajiban penulis untuk meraih
gelar yang penulis dambakan sejak empat tahun lalu. Melalui skripsi ini semoga
ada berkah untuk pihak-pihak yang sudah membantu. Pada kesempatan ini penulis
sangat berterimakasih kepada:
1. Prof. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor UNTIRTA beserta
jajarannya
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku dekan FISIP Untirta beserta Wakil
Dekan I Rahmawati, M.Si, Wakil Dekan II Imam Mukhroman, M.Si,
dan Wakil Dekan III Kandung Sapto Nugroho, M.Si
3. Ketua Prodi Ilmu Komunikasi dan sekretaris, Dr. Rahmi Winangsih,
M.Si dan Darwis Sagita M.IKom yang juga selaku dosen
pembimbing II penulis
ii
4. Puspita Asri Praceka, M.IKom selaku dospem pembimbing I penulis
yang sudah memberi banyak bantuan dan bimbingan dalam
pengerjaan skripsi ini
5. Papa dan Mama yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya
untuk menafkahiku lahir dan batin hingga skripsi ini selesai, tidak
pernah ada kata cukup untuk membalas semua jasa dan pengorbanan
kalian
6. Kakak yang selalu menjadi penolong saat dibutuhkan sejak penulis
masih kecil, sahabat sekaligus musuh kecilku yang selalu kucintai
bagaiamanapun keadaanya
7. Dua sahabat seperjuangan terbaikku, Haryati dan Devi Fatmawati
yang selalu ada ketika kita tertawa dan ketika kita pura-pura tertawa
bersama saat hidup terasa begitu temaram
8. Diah Fitri Pratiwi dan Fuji Larasakti yang sudah menjadi team
bersama penulis dalam mengurus kelengkapan daftar sidang
9. Teman-teman seperjuangan kuliah, Rahel Mutia, Nurfaizah, Ardi
Purwadi, Awwalludin, Dian Lestari, Yohana, Sarah Humairah dan
semua teman Jurnalistik angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan
satu persatu. Terimakasih untuk beberapa tahun terakhir, menjadi
bagian dari kelas jurnalistik bersama kalian menyenangkan
10. Kak Inge, Bang Dika dan Bang Fairus yang telah memberi bantuan,
masukan dan saran selama pengerjaan skripsi ini berlangsung
iii
11. Roy Sandy dan Soffal Yahsya yang sudah membantu menemukan
berkas kelengkapan daftar sidang penulis yang sempat hilang
12. Tino Prangiosa, atas semangat dan dorongan yang diberikan hingga
penulis mampu melewati masa-masa tersulit ketika pengerjaan
skripsi ini berlangsung
13. Himakom Sinergi, IMIKI, dan Kovikita sebagai tempat penulis
belajar banyak hal selama kuliah
14. Tubagus Bani Fadhil, teman berbagi kasih, minat dan kesukaan
tentang MCR, desain grafis dan videografi
15. Pada akhirnya penulis akan berterimakasih kepada dunia dan
segenap getaran energi alam yang sangat berkontribusi terhadap
suasana hati dan semangat penulis.
Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahan yang ada
dalam skripsi ini milik penulis. Penulis berharap skripsi ini berguna untuk diri
penulis sendiri dan pihak-pihak lain yang ingin menjadikan skripsi ini bahan
referensi untuk berbagai kegiatan akademis kedepan. Penulis tidak menutup kritik
dan saran yang membangun untuk kemajuan penulis di kehidupan mendatang.
Semoga kita selalu diberi kesempatan untuk terus melakukan kebaikan dan
perubahan positif. Aamiin.
Serang, Oktober 2016
Fransiska Ayel Refta
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN MUKA
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 9
1.3 Identifikasi Masalah ............................................................................. 9
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 10
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis ................................................................................. 11
2.1.1 Film sebagai Komunikasi Massa ................................................ 11
2.1.2 Film ............................................................................................ 12
2.1.3 Representasi ............................................................................... 16
2.1.4 Karakter dan Tokoh ................................................................... 18
2.1.5 Kontributor ................................................................................. 22
2.1.6 Berita Televisi ............................................................................ 29
2.1.7 Hati Nurani, Idealisme dan Kode Etik ....................................... 30
v
2.1.8 Konstruksi Realitas Sosial .......................................................... 34
2.1.9 Semiotika Peirce ......................................................................... 37
2.2 Kerangka Berpikir ............................................................................... 40
2.3 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................... 46
3.2 Paradigma Penelitian ........................................................................... 47
3.3 Unit Analisis ........................................................................................ 48
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................ 52
3.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 53
3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................... 55
3.7 Jadwal Penelitian ................................................................................. 57
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian .................................................................. 59
4.1.1 Profil Film ................................................................................ 59
4.1.2 Sinopsis dan Penokohan Film .................................................. 60
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................... 64
4.2.1 Film Nightcrawler dalam Pemaknaan Semiotika Peirce ......... 64
4.2.2 Representasi Karakter Kontributor Berita Televisi dalam Film
Nightcrawler ............................................................................ 93
4.3 Pembahasan ......................................................................................... 94
4.3.1 Konstruksi Realitas Karakter Kontributor Berita Televisi dalam
film Nightcrawler ..................................................................... 94
4.3.2 Film sebagai Sarana Edukasi tentang Karakter Kontributor .... 95
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 97
5.2 Saran .................................................................................................... 99
vi
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 100
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .............................................................. 43
Tabel 3.1 Unit Analisis ........................................................................... 49
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian .................................................................... 57
Tabel 4.2 Scene 1 ................................................................................... 65
Tabel 4.3 Scene 2 ................................................................................... 67
Tabel 4.4 Scene 3 ................................................................................... 71
Tabel 4.5 Scene 4 ................................................................................... 75
Tabel 4.6 Scene 5 ................................................................................... 79
Tabel 4.7 Scene 6 ................................................................................... 83
Tabel 4.8 Scene 7 ................................................................................... 88
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 (Triangle Meaning) ............................................................ 40
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir .............................................................. 40
Gambar 4.1 Louis Bloom ...... ................................................................ 62
Gambar 4.2 Nina Romina ....................................................................... 62
Gambar 4.3 Rick .................................................................................... 63
Gambar 4.4 Joe Loder ............................................................................ 63
Gambar 4.5 Frank .................. ................................................................ 64
Gambar 4.6 Analisis scene 1 .................................................................. 66
Gambar 4.7 Analisis scene 2 ................................................................ 69
Gambar 4.8 Analisis scene 3 .................................................................. 73
Gambar 4.9 Analisis scene 4 .................................................................. 77
Gambar 4.10 Analisis scene 5 ................................................................ 80
Gambar 4.11 Analisis scene 6 ................................................................ 86
Gambar 4.12 Analisis scene 7 ................................................................ 89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jika ada pekerjaan mulia yang dilematis mungkin jawabannya adalah
kontributor. Kontributor di Indonesia merupakan sebutan untuk wartawan yang
bukan pegawai tetap sebuah lembaga pers dan bekerja secara kontrak. Di Amerika
pekerjaan ini disebut stringer namun keduanya memiliki jobdesk serupa hanya
saja kontributor di Indonesia bekerja di daerah.1 Di Amerika maupun di
Indonesia, lazimnya kontributor/stringer memiliki ciri umum yang sama, antara
lain pekerja kontrak atau tidak tetap sebagai penyumbang hasil liputan dan
dibayar per-liputan yang tayang.
Kontributor berita televisi merupakan pekerjaan yang dilematis. Dilema ini
berawal dari kebutuhan informasi yang begitu luas membuat profesi wartawan
terbuka lebar. Tidak seperti profesi dokter, menjadi kontributor terbuka bagi
siapa saja. Ia ibarat profesi yang bisa didapatkan bukan berdasarkan bakat tetapi
pelatihan terus menerus. Jumlah ledakan lembaga pers seperti televisi dan jumlah
wartawan di Indonesia membuka peluang yang luas untuk masyarakat mengisi
kekosongan tenaga kerja di sana. Keterbukaan profesi ini memberikan ruang bagi
masyarakat untuk menjadi kontributor.
1 Penyebabnya ialah media Indonesia yang Jakartasentris, di mana menjamurnya media swasta yang berkantor pusat di Jakarta dan siaran secara nasional. S.K Menpen No: 04A/Kep/Menpen/1993, sejak tahun 1993 stasiun televisi swasta diizinkan untuk mengudara secara nasional, baik dengan menggunakan jaringan terestrial, kabel atau serat optik, maupun melalui satelit komunikasi.
1
2
Dilema lain dari pekerjaan ini ialah pendidikan formal kejurnalistikan
tidak menjadi syarat mutlak untuk kontributor. Joseph Pulitzer (New York)
hingga Max Weber (Munich) sudah membicarakan tentang pendidikan wartawan
sebagai ukuran jurnalisme bermutu pada akhir abad ke 19 dan awal abad 20.
Dalam diskusi yang sulit itu terdiri dari dua kubu. Kubu Pulitzer berpendapat
bahwa wartawan perlu pendidikan jurnalisme. Kubu kedua berpendapat wartawan
tidak perlu belajar sekolah secara khusus. Jurnalisme adalah keahlian
pertukangan. Wartawan sebaiknya belajar dari berbagai disiplin ilmu. Soal
keahlian jurnalisme itu sendiri diajarkan melalui magang. Kubu ini termasuk para
dosen dari Universitas Harvard yang mendirikan Nieman Foundation on
Journalisme pada 1939.2
Di Amerika banyak sekolah wartawan bermutu di mana wartawan diajari
berbagai macam keterampilan dalam jurnalisme sekaligus belajar ilmu lain yang
menarik minat mereka. Pulitzer sendiri memberikan uang untuk mendirikan
Columbia Graduate School of Journalism pada 1902. Di Indonesia, ada 69
sekolah jurnalisme dari D1 hingga S-3 tetapi 80 persen berada di Pulau Jawa dan
Medan. Ada ketimpangan besar antara jurnalisme di Jawa dan di Medan serta
kota-kota di Indonesia Timur. Sementara tenaga kontributor diperlukan di daerah-
daerah untuk memperoleh informasi secara lebih merata. Media pendidikan
jurnalisme kita masih terhambat oleh kurikulum nasional. Selain itu tidak ada
interaksi antara pendidikan jurnalisme dengan industri media.
2 Andreas Harsono, Agama Saya Adalah Jurnalisme, Kanisius, Bandung, 2010, hal. 33
3
Permasalahannya, jika pekerjaan ini terbuka sangat luas dan tidak
mengharuskan pekerjanya memiliki latar belakang pendidikan formal apakah
kontributor bisa bekerja selaras dengan idealisme? Idealisme seorang pekerja pers
merupakan nilai berharga yang harus dikantongi. Idealisme berarti menggunakan
hati nurani. Sebagai bentuk tanggung jawab bisikan hati nurani para pekerja pers
seharusnya mematuhi etika profesinya. Pentingnya kontributor mendengar hati
nuraninya sendiri, dijelaskan pada elemen ke sembilan Bill Kovach. Semua
wartawan seyogyanya punya pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggung
jawab sosial. Wartawan, kontributor atau reporter membangun karirnya dari
standar kode etik yang telah ditetapkan di tempat ia bekerja.
Setiap profesi memiliki kode etik masing-masing sebagai pedoman agar
bekerja secara etis. Kode etik dirumuskan berdasarkan hasil diskusi-diskusi para
ahli di bidangnya. Untuk etika jurnalisme secara global di seluruh penjuru dunia
poin paling penting ialah kebenaran. Kebenaran merupakan yang paling utama
pada poin-poin kode etik jurnalisme di negara manapun. Seperti Bill Kovach dan
Tom Rosenstiel yang menempatkan kebenaran sebagai elemen pertama dalam
sembilan elemen jurnalisme.
Pertanyaan yang sering menjadi masalah muncul, apakah kontributor
sudah mengambil tanggung jawabnya untuk memegang sisi idealisme ketika
bekerja? Munculnya delik-delik pers mulai dari pelanggaran kode etik hingga
kekerasan yang menimpa wartawan dirasa seperti indikasi bahwa ada yang tidak
beres dari dunia pers. Seperti koin yang memiliki dua mata sisi minimnya
tangguna jawab sosial, pelanggaran kode etik, munculya delik pers dan kekerasan
4
terhadap wartawan tidak bisa dilihat hanya dari satu perspektif, yakni dari sisi
wartawan saja. Sisi lain yang perlu diperhatikan adalah nuansa manajemen
lembaga pers yang terkadang justru menaruh porsi bisnis lebih banyak dibanding
porsi tanggung jawab sosial. Tidak adanya keseimbangan antara idealisme dan
komersialisme ini menuai dilema lainnya bagi kontributor. Padahal dalam
tritunggal jurnalistik, wartawan dikatakan profesional jika ia bisa
menyeimbangkan tanggung jawab idealisme dan kebutuhan komersial.
Di banyak stasiun televisi di Indonesia, kehidupan para kontributor
memprihatinkan. Mereka bukan pegawai tetap, hanya karyawan kontrakan, tidak
digaji perbulan, tidak memiliki jaminan kesehatan dan tunjangan-tunjangan
lainnya.3 Dilema lain bagi kontributor untuk memaksimalkan kemungkinan naik
tayang liputan yang telah ia buru. Informasi yang cenderung membawa dampak
besar seolah-olah seperti patokan jenis berita apa yang akan mereka liput.
Sering sekali pemberitaan di televisi yang berasal dari kontributor (daerah)
cenderung hasil dari praktek trivialisasi.4 Ini terjadi karena media yang
bersangkutan lebih mengedepankan peluang bisnis. Sama halnya dengan
kontributor itu sendiri, jika liputan yang ia dapat tidak naik tayang maka ia tidak
memperoleh penghasilan apa-apa. Tidak lain dan tidak bukan ujung-ujungnya
adalah soal keuntungan dan urusan kantong baik bagi kontributor maupun media
bersangkutan.
3 Ade Armando, Op.cit., hal. 25 4 Trivialisasi ialah ketika seks dan kekerasan menjadi hal yang utama dalam pemberitaan atau tayangan. Tayangan trivialisasi yang mengedepankan sensasionalitas masih terus bertahan bahkan semakin berkembang ketika aspek emosi mendominasi berbagai informasi. Segi rasional serta merta tergerus. Baca: Tim Redaksi LP3ES, Jurnalisme Liputan 6, Jakarta. Hal. 180 & 195
5
Dalam sebuah film berjudul Nightcrawler (2014) yang mengangkat tema
media dan jurnalisme karakter sentral dalam film ini bekerja sebagai kontributor
(stringer di Amerika). Di Amerika media massa film menjadi sajian yang cukup
masif dikonsumsi masyarakatnya. Sepanjang tahun 2015 jumlah tiket film
Amerika yang terjual sebanyak 1,340,992,463 tiket.5 Film Amerika diproduksi di
Hollywood. Film yang dibuat di Hollywood ini membanjiri pasar global dan
mempengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia.
Hollywood sudah banyak membuat film, terutama film yang diambil dari kisah
nyata yang bertema jurnalistik.
Brian McNair, dalam bukunya Journalists in Film: Heroes and Villains
menggambarkan bagaimana sosok jurnalis dari 72 film yang diproduksi tahun
1997-2008. McNair mengatakan, secara umum ada dua karakter yang sangat
bertolak belakang dari film-film yang menggambarkan para wartawan tersebut:
wartawan sebagai pahlawan (hero), atau wartawan sebagai penjahat
(villain). Sebagai pahlawan, ada empat tipologi lebih jauh terhadap diri
wartawan, yaitu dalam rupa sebagai ‟anjing penjaga‟ (watchdog), sebagai saksi
peristiwa (witness), sebagai sosok pemberani dalam masyarakat, dan sebagai
tokoh dalam masyarakat. Beberapa dari film bertema jurnalisme jenis ini ialah All
The President‟s Men, The Hunting Party, Veronica Guerin, dan lain-lain.
Di luar segala puja-puji, sosok wartawan di layar kaca juga dilihat dari
kacamata negatif sebagai villain, terutama ketika wartawan tersebut
menyalahgunakan fungsi dan kekuasaan yang mereka miliki. Perilaku negatif ini
5 http://www.the-numbers.com/market/
6
muncul dalam rupa mereka yang menurunkan kualitas jurnalisme, berbohong, dan
membesar-besarkan fakta serta mereka yang memiliki pengaruh besar dalam
masyarakat (king maker). Contoh film di mana wartawan merupakan villain ialah
Paparazzi, Shattered Glass, dan lain-lain.
Di tahun 2014 dirilislah film Nightcrawler arahan Dan Gilroy. Film ini
muncul sebagai senggolan Gilroy terhadap kapitalisme media massa, khususnya
pada televisi di Amerika. Nightcrawler mengangkat kisah seorang stringer di
salah satu stasiun televisi di Los Angeles. Keterangan Gilroy dalam sebuah
wawancara oleh media online Amerika:
“They‟re (stringers) trying to remain neutral, they do a very professional
job and they do supplying a service, so I see them as a cog in a much
larger machine .... Lou is coutionary tale. Lou is capitalism gone amok”.
Mereka (kontributor) mencoba untuk netral, mereka melakukan pekerjaan
yang profesional. Saya melihat mereka sebagai roda dalam sistem yang
lebih besar ... Lou merupakan kisah yang memprihatinkan. Lou adalah
kapitalisme yang jadi gelap mata.
Dalam keterangannya Gilroy yang juga menulis langsung naskah
Nightcrawler menegaskan bagaimana sosok Lou sebagai karakter sentral dalam
film tersebut. Louis Bloom merupakan tokoh utama yang bekerja sebagai stringer
(kontributor). Gilroy menekankan bahwa kontributor adalah roda kecil penggerak
sebuah sistem yang lebih besar. Pada keterangan berikutnya dalam kalimat “Lou
is capitalsm gone amok”, Gilroy memberi penegasan bahwa sistem yang
dimaksud ialah kapitalisme.
Menurutnya kapitalisme dalam pers mempengaruhi cara kerja seorang
stringer (kontributor), menjadikan mereka sebagai roda penggerak kapitalisme
dalam pers. Dalam kata lain kontributor yang bekerja dalam sistem seperti ini
7
sudah melakukan pekerjaannya dengan profesional dan bersikap netral sesuai
arahan produser atau news director. Namun Gilroy sendiri menolak jika
Nightcrawler diciptakan sebagai kritiknya terhadap pers Amerika.
Nightcrawler yang dibuat berdasarkan pengalaman personal Gilroy sendiri
adalah bentuk konstruksi realitas dari apa yang pernah Gilroy alami. Apakah yang
diinternalisasikan Gilroy mengenai kapitalisme media yang mempengaruhi
bagaimana kontributor bekerja sesuai dengan kenyataan yang ada? Hal ini bisa
dijawab dengan mudah.
Dalam prinsip ekonomi, ketika berbisnis diperlukan modal yang seminim
mungkin guna mendapat hasil yang maksimal. Kontributor merupakan wartawan
tidak terikat status kepegawaian yang diberi honor per-liputan naik tayang. Tentu
saja ini akan mengurangi beban biaya yang ditanggung media bersangkutan untuk
memberi gaji tetap, memberikan tunjangan-tunjangan dan bonus, dan lain lain.
Selain itu, kontributor akan memaksimalkan hasil liputan berdasarkan kemauan
direktur berita agar kerjanya diupahi.
Kenyataannya, ada saja direktur berita televisi menginginkan liputan yang
mampu menahan penonton menatap layar kaca selama mungkin, agar bisa
memancing rating tinggi. Melihat sikap Rosiana Silalahi kala menjabat sebagai
pemred Liputan 6 SCTV6 yang menjadikan era global sebagai alasan untuk media
bersaing secara bisnis. Strateginya yaitu membuat program yang mampu menahan
mata pemirsa untuk terus menatap layar dan menyantap apa yang disajikan
televisi. Lalu, apa yang membuat pemirsa mampu tahan berlama-lama
6 Tim Redaksi LP3ES, Jurnalisme Liputan 6, Pustaka LP3ES, Jakarta, 2006, hal. 206
8
mengonsumsi berita yang disiarkan sebuah program? Berita sensasional yang
mampu membuat pemirsa tercengang, terheran-heran hingga memutar balikkan
akal sehatnya adalah jurus jitu.
Seperti lingkaran setan, jika disambung-sambungkan hal di atas
merupakan jawaban mengapa kontributor cenderung memburu berita sensasional.
Pada akhirnya media dengan prinsip kotor seperti ini bisa meraup keuntungan
yang berlipat-lipat. Kelakuan manajemen media yang teracuni prinsip kapitalisme
ini hanya akan memberdayakan pegawainya melakukan pekerjaan dengan
orientasi keuntungan dan uang. Padahal bekerja sebagai wartawan seyogyanya
tidak melupakan hati nurani.
Dilematika yang tidak berujung membuat penulis bertanya-tanya, karakter
seperti apa yang mampu membuat kontributor mampu mengemban pekerjaannya.
Di Indonesia sendiri film yang mengangkat cerita tentang kontributor sangatlah
minim. Namun film Nightcrawler cukup memberikan gambaran yang jelas
bagaimana dan seperti apa karakter kontributor ditampilkan dalam layar lebar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma
konstruktivis. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.7 Untuk
membantu penulis mengetahui tanda-tanda karakter kontributor dalam film
tersebut, peneliti menganalisis dengan metode analisis semiotika. Dari beberapa
model semiotika, penulis menggunakan model semiotika yang dikemukakan
Charles Sanders Peirce untuk menganalisis makna yang terkandung di dalam film
7 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006
9
Nightcrawler. Peneliti akan menginterpretasi karakter kontributor melalui segitiga
makna atau Triangle Meaning meliputi objek, tanda dan interpretan.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
film Nightcrawler untuk mengamati dan menginterpretasi karakter kontributor
berita televisi dalam film Nightcrawler.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana karakter kontributor berita televisi
direpresentasikan dalam film Nightcrawler?
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan identifikasi
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Bagaimana tanda (sign) mengenai karakter kontributor berita televisi
dimunculkan dalam film Nightcrawler?
2. Bagaimana objek (object) mengenai karakter kontributor berita televisi
dimunculkan dalam film Nightcrawler?
3. Bagaimana interpretan (interpretant) mengenai karakter kontributor
berita televisi dimuculkan dalam film Nightcrawler?
10
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk:
1. Mengetahui tanda (sign) mengenai karakter kontributor berita televisi
yang dimunculkan dalam film Nightcrawler
1 Mengetahui objek (object) mengenai karakter kontributor berita
televisi yang dimunculkan dalam film Nightcrawler
2 Mengetahui interpretan (interpretant) mengenai karakter kontributor
berita televisi yang dimuculkan dalam film Nightcrawler
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis
Pada manfaat teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya
wawasan tentang representasi karakter kontributor berita televisi yang
terkandung dalam sebuah film.
Manfaat Praktis
1. Penelitian ini berguna untuk penelitian selanjutnya yang
membahas tentang berbagai hal yang berkenaan dengan
karakter kontributor berita televisi.
2. Memberikan pemahaman tentang representasi karakter
kontributor berita televisi dalam film Nightcrawler
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Film sebagai Komunikasi Massa
Definisi komunikasi massa (mass communication) menurut Effendy yaitu
komunikasi melalui media massa modern yang meliputi surat kabar yang
mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditunjukkan kepada
umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Everet M.
Rogers dalam Effendy menyatakan bahwa selain media massa modern, ada pula
media massa tradisional seperti teater rakyat, juru dongeng keliling, dan lain-lain.8
Ardianto menyimpulkan bahwa komunikasi massa harus menggunakan
media massa, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang
banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri banyak orang jika tidak
menggunakan media massa, itu bukan komunikasi massa.9 Salah satu media
dalam komunikasi massa adalah film karena ciri dan karakteristik film memenuhi
karakteristik media massa seperti khalayaknya yang heterogen, proses
komunikasinya yang berlangsung satu arah, dan lain-lain.
Menurut Effendy film merupakan salah satu media massa yang ampuh
sekali. Sebab, film bukan hanya sekedar untuk hiburan, tetapi juga berfungsi
untuk penerangan dan pendidikan. Film banyak digunakan sebagai alat bantu
8 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra Adya Bakti, Bandung, 2003, hal. 79 9 Elvianto Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbosa Rekatama Media, Bandung, 2007, hal.3
11
12
pendidikan untuk memberikan penjelasan.10
Effendy juga menyimpulkan bahwa
film yang dipertunjukkan di gedung bioskop mempunyai persamaan dengan
televisi dalam hal sifatnya yang audio visual.11
Maka dari itu, film dikategorikan
sebagai media massa. Ciri khas fungsi film bersifat refreatif-edukatif dan
persuasif. Sementara proses komunikasinya bersifat non-elektronik atau mekanik.
2.1.2 Film
2.1.2.1 Definisi Film
Film ialah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan
dunia.12
Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak untuk menonton film
terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat
terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Fungsi edukasi
dapat tercipta jika film yang diproduksi film sejarah yang objektif atau
dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara
berimbang.13
Singkatnya, film adalah gambar bergerak. Film atau motion pictures
ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor.14
Film yang ditayangkan di gedung bioskop dikategorikan sebagai film teatrikal.
Pengertian film teatrikal ialah film yang diproduksi secara khusus untuk
dipertunjukkan di gedung pertunjukkan atau bioskop. Kemudian Effendy juga
10 Ibid, hal. 209 11 Ibid, hal. 315 12 Elvianto Ardianto, Op.Cit., hal. 143 13 Ibid, hal. 145 14 Ibid, hal. 143
13
mengklasifikan film salah satunya film cerita, yaitu film yang mengandung suatu
cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung bioskop dengan bintang film tenar.15
Film yang pertama kali dipertunjukkan kepada publik Amerika Serikat
ialah The Life of an American Fireman dan film The Great Train Robbery yang
dibuat oleh Edwin Porter pada tahun 1903. Tahun 1906 merupakan periode
paling penting dalam sejarah perfileman di Amerika Serikat. Apabila pada
permulaannya merupakan film bisu, maka pada tahun 1927 di Broadway
Amerika Serikat muncul film bicara yang pertama meskipun belum sempurna.16
Oey Hong Lee dalam Sobur memaparkan bahwa film mencapai puncaknya
di antara perang dunia I dan PD II karena permulaan sejarahnya film dengan
lebih mudah menjadi alat komunikasi yang sejati. Kala itu film tidak mengalami
unsur teknik, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi kemajuan
surat kabar pada massa pertumbuhannya dalam abad ke-18 hingga permulaan
abad ke-18. Namun masa puncak kejayaan film merosot tajam setelah tahun 1945
seiring dengan munculnya medium televisi.17
Film umumnya dibangun dengan banyak tanda di mana tanda-tanda
tersebut termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam
upaya mencapai efek yang diharapkan. Sistem semiotika dalam film
menggunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan
sesuatu.18
15 Onong Uchjana Effendy, Op.Cit., hal. 201 - 211 16 Elvianto Ardianto, Op.Cit., hal. 144 17 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 126 18 Lop.Cit.
14
Realitas yang ditampilkan film, seluruhnya atau sebagian, tidak hanya
mirip, tetapi juga memiliki keterkaitan dengan realitas kita. 19
2.1.2.2 Karakteristik Film
Ada beberapa faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film, antara
lain:
1. Layar yang luas dan lebar. Kelebihan film dibanding siaran televisi
ialah layarnya yang jauh lebih luas dan lebar walau kini ada televisi
berlayar lebar yang diproduksi.
2. Pengambilan gambar. Pengambilan gambar atau shot dalam film
bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot untuk
memberi kesan artistik dan suasana sesungguhnya.
3. Konsentrasi penuh Khalayak dalam gedung bioskop terbebas dari
gangguan hiruk pikuknya suara di luar karena biasanya ruangan kedap
suara sementara pikiran dan perasaan tertuju pada alur cerita.
4. Identifikasi psikologis Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton)
tidak hanya sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus
sampai waktu yang cukup lama, misalnya peniruan terhadap cara
berpakaian atau model rambut. Efek kurang baik dari pengaruh
psikologis film ialah ketika khalayak meniru gaya hidup yang tidak
sesuai dengan norma budaya Indonesia. 20
19 Ibid, hal. 167 20 Elvianto Ardianto, Op.Cit., hal. 145-147
15
Dampak film yang ditayangkan di bioskop memberikan efek afektif sebab
proses komunikasinya yang mendukung kondisi penerimaan pesan yang berkesan
seperti layar yang lebar, suara yang jelas, dan ruang yang gelap.
2.1.2.3 Unsur-unsur Pembentuk Film
Secara umum film dibagi atas dua unsur pembentuk. Kedua unsur itu ialah
unsur naratif dan unsur semantik. Keduanya saling berinteraksi dan
berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing
unsur tidak akan membentuk sebuah film jika berdiri sendiri. Pratista
menganalogikan narasi sebagai materi dan sinematografi sebagai gaya
mengolahnya.
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film karena
setiap film cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita memiliki
unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu dan lain-lain. Semua elemen
tersebut membentuk naratif secara keseluruhan. Sementara unsur sinematik
terbagi atas empat elemen yaitu: mise-en-scene, sinematografi, editing, dan
suara.21
2.1.2.4 Jenis-jenis Film
Secara umum film dibagi atas tiga jenis, yaitu:
a. Film Dokumenter. Film dokumenter berhubungan dengan orang-
orang, tokoh peristiwa dan lokasi yang nyata.
21 HImawan Pratista, Memahami Film, 2008, hal. 2
16
b. Film Fiksi. Film Fiksi terikat oleh plot, menggunakan cerita rekaan di
luar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadeganan yang telah
dirancang sejak awal.
c. Film Eksperimental. Film ekperimental umumnya bekerja di luar
industri film utama (mainstream) dan bekerja pada studio independen
atau perorangan.22
2.1.3 Representasi
Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai proses merekam ide,
pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat
didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk
menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti,
diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik.23
Representasi adalah proses pengkodekan (encoding) dan memperlihatkan
(display) bentuk-bentuk simbolik yang mencerminkan posisi ideologis. Dalam
Saiful Totona, Tim O`Sullivan membedakan istilah representasi pada dua
pengertian. Pertama, representasi sebagai suatu proses dari representing. Kedua,
representasi sebagai produk dari proses sosial representing sehingga pada tatanan
pertama merujuk para proses, sedangkan yang kedua merujuk kepada produk dari
perbuatan tanda yang mengacu pada sebuah makna.24
22 Ibid, hal. 4-7 23 Marcel Danesi, Understanding Media Semiotics, Arnold, London, hal. 3 24 Saiful Totona, Miskin itu Menjual: Representasi Kemiskinan sebagai Komodifikasi Tontonan, 2010, hal 277
17
Hall dalam bukunya Representation: Cultural Representation and
Signifyig Practices:
“Representation connects meaning and language to culture….
Representation is an essential part of the process by which
meaning is produced and exchanged between members of culture”
Dapat dikatakan bahwa, representasi secara singkat adalah salah satu cara
untuk memproduksi makna. Representasi bekerja melalui sistem representasi yang
terdiri dari dua komponen penting, yakni konsep dalam pikiran dan bahasa. 25
Menurut Stuart Hall, ada tiga pendekatan representasi :
1. Pendekatan Reflektif, bahwa makna diproduksi oleh manusia melalui
ide, media objek dan pengalaman-pengalaman di dalam masyarakat
secara nyata.
2. Pendekatan Intensional, bahwa penutur bahasa baik lisan maupun
tulisan yang memberikan makna unik pada setiap hasil karyanya.
Bahasa adalah media yang digunakan oleh penutur dalam
mengkomunikasikan makna dalam setiap hal-hal yang berlaku khusus
yang disebut unik.
3. Pendekatan Konstruksionis, bahwa pembicara dan penulis, memilih
dan menetapkan makna dalam pesan atau karya (benda-benda) yang
dibuatnya. Tetapi, bukan dunia material (benda-benda) hasil karya
25 Stuart Hall, Representation: Cultural Representation and Signifying Practices. Ed. Stuart Hall. London. Sage Publication, 2003. Hal 17
18
seni dan sebagainya yang meninggalkan makna tetapi manusialah
yang meletakkan makna.26
Representasi merupakan sebuah istilah yang merujuk pada cara di mana
seseorang atau sesuatu dilukiskan dalam media. Menurut Stuart Hall ada dua
proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang „sesuatu‟
yang ada dikepala kita masing masing (peta konseptual), representasi mental
masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, „bahasa‟, yang berperan penting
dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam pikiran harus
diterjemahkan dalam „bahasa‟ yang lazim agar dapat menghubungkan konsep dan
ide ide tentang sesuatu dengan tanda dari simbol simbol tertentu.27
2.1.4 Karakter dan Tokoh
Kata karakter berasal dari bahasa Latin, yaitu ”kharakter,”
”kharassein,”dan ”kharax,” yang memiliki makna ”tool for marking,” ”to
engrave,” dan ”pointed stake.”. Pada abad ke- 14 kata ini mulai banyak digunakan
ke dalam bahasa Prancis sebagai ”caractere”. Ketika dimasukkan ke dalam
bahasa Inggris berubah menjadi ”caracter‟‟ , selanjutnya dalam bahasa Indonesia
kata ini berubah menjadi ”karakter”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
26 Mustika Ranto Gulo, Stuart Hall, Media Massa dan Representasi,
https://ahlikomunikasi.wordpress.com/2012/11/01/stuart-hall-media-masa-represetasi/, dikutip pada 15 Mei 2016 27 Nuraini Juliastuti, Bagaimana Representasi Menghubungkan Makna dan Bahasa dalam Kebudayaan?, www.kunci.or.id, dikutip pada Senin, 15 Mei 2016, 19:29 WIB
19
(KBBI) karakter memiliki arti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Senada dengan pengertian karakter, Suyono menulis bahwa karakter
adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara.28
Seorang penulis menghadirkan karakter dengan dua cara, yaitu:
1. Secara Langsung
Kebanyakan para penulis merasa perlu untuk memberitahu
pembaca atau pemirsa secara langsung mengenai karakter yang
mereka ciptakan. Biasanya penulis menggambarkan karakter kepada
pembaca atau pemirsa dengan beberapa karakteristik seperti seperti
rambut pirang, berusia tiga belas tahun, sedang jatuh cinta dengan
seseorang, seorang yang baik, memiliki senyum yang bagus, dan lain-
lain.
2. Secara tidak langsung
Beberapa penulis memberitahu pembaca atau pemirsa mengenai
sesuatu secara tidak langsung. Penulis dapat memunculkan karakter dari
cara dia berbicara, bereaksi, atau berpikir. Jadi, pembaca atau pemirsa
akan mengerti tentang karakter pada cerita.
Berdasarkan teori karakter Goffman, ada tipe umum tokoh dalam film
28 http://www.waskitamandiribk.wordpress.com
20
1. Karakter utama
Biasanya kita menemukan beberapa karakter yang muncul
dalam sebuah cerita. Tetapi setiap karakter memiliki peranan berbeda.
Berdasarkan peranan dan seberapa pentingnya peranan ada karakter
dasar yang dimunculkan terus menerus dan itu disebut sebagai karakter
utama.
Karakter utama selalu muncul hampir dalam keseluruhan cerita,
baik secara terlaku maupun pelaku. Karakter ini menentukan plot cerita
secara keseluruhan. Karakter utama biasanya kompleks dan memilki
beberapa sifat yang diperlukan untuk mendeskripsikan mereka. Jadi
karakter utama memiliki peranan penting dalam alur sebuah cerita.
2. Karakter figuran
Di sisi lain, ada karakter yang muncul sekali atau kadang-
kadang, dan mungkin relatif di bagian singkat, hal itu disebut karakter
figuran. Berbeda dari karakter utama, karakter figuran mengambil peran
kecil dalam sebuah cerita. Ini hanya muncul ketika ada kesinambungan
langsung dan tidak langsung dengan karakter utama dalam cerita.
3. Protagonis
Protagonis adalah karakter yang dicintai oleh penonton.
Altenbern dan Lewis di Nurgiyantoro (1998: 170) mengatakan bahwa
karakter protagonis seperti pahlawan dan penonton selalu memberikan
simpati kepadanya. Istilah "pahlawan" tidak berarti seseorang yang
21
berani atau mulia, pahlawan mungkin baik atau jahat, rendah atau tinggi
lahir. Protagonis adalah tokoh yang dikagumi oleh pembaca atau
pemirsa, populer atau dia disebut sebagai pahlawan karena dia selalu
melakukan peran ideal dan mengikuti aturan dan nilai-nilai dalam
masyarakat.
4. Antagonis
Antagonis adalah karakter yang selalu membuat konflik.
Antagonis dapat dikatakan sebagai kebalikan dari protagonis langsung
atau tidak langsung. Tapi konflik yang selalu memiliki oleh protagonis
tidak hanya disebabkan oleh antagonis. Hal ini dapat disebabkan oleh
faktor-faktor lain di luar seseorang secara individual, seperti bencana,
kecelakaan, lingkungan dan kekuatan yang lebih tinggi yang lain.
Penyebab konflik yang tidak dibuat oleh karakter disebut kekuatan
antagonis. (Nurgiyantoro, 1998: 178-179).
Antagonis adalah karakter yang menentang untuk protagonis,
orang yang membantu penyebab konflik untuk protagonis. protagonis
mungkin orang lain, binatang, lingkungan, diri internal yang
(psikologis). (Nurgiyantoro, 1990: 101).
Tokoh merupakan pelaku cerita dalam fiksi. Tokoh atau karakter adalah
orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian
dari peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam plot. Oleh karena itu, tokoh
memiliki peran yang sangat penting. Tokoh berperan mengajak penonton atau
pembaca untuk terlibat dalam cerita sehingga mereka dapat merasakan apa yang
22
dirasakan atau dialami oleh karakter dalam cerita. 29
Menurut Altenbernd & Lewis
tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi atau sering disebut „hero‟, tokoh
yang ideal bagi kita. 30
Dalam penelitian ini, tokoh yang dimaksud adalah tokoh yang mengacu
pada pendapat Nugriyantoro berdasarkan peran, yakni tokoh utama. Tokoh utama
adalah tokoh yang diutamakan pengarang atau penceritanya dalam cerita yang
bersangkutan. Tokoh utama ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan,
baik dari segi pelaku maupun yang dikenai kejadian. Pada penelitian ini tokoh
utama yang dimaksud ialah Louis Bloom dalam film Nightcrawler.
2.1.5 Kontributor
2.1.5.1 Definisi Kontributor
Secara bahasa kontributor adalah penyumbang (karangan pada majalah).31
Artinya, kontributor di bidang media adalah orang yang menyumbang konten atau
muatan di media yang bekerja secara bebas (freelance). Konten itu bisa berupa
apa saja, baik berita, opini, foto dan lain-lain.
Pekerja freelance dapat bekerja untuk beberapa publikasi dan bisa
dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan yang berbeda. Mereka harus punya
keahlian finansial, pandai menyusun jadwal waktu dan mampu mempromosikan
29 Jakob Sumardjo, Apresiasi Kesusastraan, Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 144 30 Burhan Nugriyantoro,. Teori Pengkajian Fiksi., Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995, hal. 182 31 Kbbi.web.id/kontributor
23
diri sendiri, atau mereka bisa menyewa orang lain untuk menjalankan tugas ini.
Freelance tidak terikat dengan organisasi.32
Sementara Romli mendefinisikan wartawan lepas sebagai wartawan yang
tidak terikat pada media massa tertentu dan menerima honorarium atas
tulisannya.33
Bahari dalam Wardani mendefinisikan kontributor sebagai
penyumbang naskah/tulisan yang secara struktural tidak tercantum dalam srtuktur
organisasi redaksi, mereka terlibat di bagian redaksi secara fungsional.34
Sebagai
pekerja yang tidak memiliki ikatan kerja tetap, kontributor bisa disebut sebagai
wartawan lepas.
Wartawan lepas atau freelance journalist biasanya memiliki peralatan
liputan seperti kamera dan komputer milik sendiri, kendaraan pribadi hingga
membiayai transportasinya sendiri.35
Di sebagian media, kamera digunakan
kontributor harus membeli sendiri.36
Lebih khusus, sebutan kontributor di dunia pers Indonesia dimaknai
sebagai wartawan yang meliput berita di daerah atau yang dulu disebut
koresponden. Seperti yang diungkapkan Nurudin bahwa menjadi wartawan tidak
seperti menjadi dokter. Profesi ini terbuka bagi siapa saja dan ibarat profesi yang
bisa didapatkan bukan berdasarkan bakat tetapi pelatihan terus menerus.37
Realitas kontributor di Indonesia berkaitan dengan pers televisi Indonesia
yang bersifat jakartasentris. Salah satu faktornya yaitu menjamurnya televisi
32 Tom E. Rolnicki, Pengantar Dasar Jurnalistik, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008 33 Asep Syamsul M. Romli, Kamus Jurnalistik, Sembiosa Rekatama, Bandung, 2008, hal. 138 34 Mahisa Ayu Kusuma Wardani, Peran Kontributor dalam Kegiatan Jurnalisme TV, UMM, 2013, Skripsi 35 Tom E. Rolnicki, Op.cit., hal. 138 36 Ade Armando, Televisi Jakarta di Atas Indonesia, Bentang, Yoyakarta, 2011, hal. 25 37 Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal. 154.
24
swasta nasional di Indonesia yang berkantor di Jakarta namun siaran secara
nasional. Menurut S.K Menpen No: 04A/Kep/Menpen/1993, sejak tahun 1993
stasiun televisi swasta diizinkan untuk mengudara secara nasional, baik dengan
menggunakan jaringan terestrial, kabel atau serat optik, maupun melalui satelit
komunikasi.38
Hal ini yang membuat media membutuhkan perpanjangan tangan
dari wartawan yang berada di daerah guna memperoleh informasi dari luar
Jakarta.
Di setiap daerah di luar jakarta, lazimya ada semacam koresponden tak
berkantor. Koresponden atau kontributor ini bertugas melaporkan berita yang
terjadi di kotanya masing-masing untuk dikirim ke Jakarta.39
Kontributor adalah
sebutan bagi wartawan yang ditempatkan di daerah yang tidak berada dalam satu
wilayah kota dengan kantor pusat media pers tempatnya bekerja yang dulu lebih
dikenal dengan koresponden.40
Dalam penelitiannya Wardani menjelaskan bagaimana sebutan
koresponden berubah menjadi kontributor. Pada awal perkembangan pers,
perusahaan media menggunakan istilah koresponden yang berstatus pegawai tetap
untuk wartawan daerahnya. Namun perusahaan pers mengganti istilah
koresponden dengan kontributor yang berstatus kontrak per satu tahun untuk
wartawan daerahnya. Beralihnya penggunaan istilah koresponden ke kontributor
ini didasari oleh ketakutan perusahaan media jika wartawan daerah tidak
bertanggung jawab untuk melakukan liputan, mengingat pengalaman televisi
38 Tim Redaksi LP3ES, Jurnalisme Liputan 6, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2006, hal 31 39 Ade Armando, Op.cit., hal. 25 40 Mahisa Ayu Kusuma Wardani, Op.cit.
25
swasta nasional yang semua wartawan daerahnya dijadikan pegawai tetap namun
malah bekerja malas-malasan dan tidak menghasilkan berita.41
2.1.5.2 Pola Kerja Kontributor
Freelances atau Stringers adalah bagaimana media luar Indonesia
menyebut pekerjaan kontributor, dipekerjakan oleh editor berita ketika informasi
tersebar di daerah atau lokasi di mana stringer berada. Stringer-lah yang
memperoleh lebih banyak informasi penting. Memiliki kontak yang bagus di
antara polisi lokal, politikus lokal dan masyarakat bisnis, stringer biasanya pihak
paling pertama yang berada di kejadian penting dan cepat dalam menjadikannya
sebuah berita.42
Kontributor ternyata tidak juga bisa disamakan dengan wartawan lepas.
Kontributor tidak bisa mengirimkan berita ke media lain selain media yang yang
menaunginya. Mereka hanya menerima honorarium atas berita yang dimuat.43
Para kontributor ini dibayar berdasarkan berita yang dimuat di program berita
yang dipancarkan dari Jakarta.44
Kontributor tidak bisa digolongkan sebagai
freelance karena mereka dikontrak dalam jangka waktu beberapa tahun. Artinya
selama masa kontrak di media tertentu mereka tidak menjual laporan ke media
lain.
Di banyak stasiun televisi, kehidupan para kontributor memprihatinkan.
Mereka bukan pegawai tetap, hanya karyawan kontrakan, tidak digaji tetap, tidak
41 Ibid 42 Ivor Yorke, The Technique of Television News 1978, four edition, Focal Press, Oxon, 2013, hal. 19 43 Loc.cit. 44 Ade Armando, Op.cit., hal. 25
26
memiliki jaminan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lainnya.45
Kontributor
kebanyakan bukanlah pegawai tetap dari kantor media tertentu, dan mereka baru
akan dibayar per liputan yang kemudian ditayangkan. Jika liputannya tidak
dipilih, hilang sudah ongkos transportasi, biaya liputan, ongkos komunikasi, dan
lain-lain.46
Maka ada saja kontributor menggugat media yang bersangkutan untuk
memperjuangkan hak mereka sebagai pekerja. Hal ini tercermin dalam aksi yang
dilakukan Serikat Pekerja Lintas Media pada 1 Mei 2016 lalu. Dilansir dari
Timesindonesia.co.id, Serikat Pekerja Lintas Media menuntut penghapusan
pemberlakuan kontributor dan stringer di media massa dalam aksi tersebut.
Tuntutan ini berangkat dari banyaknya perusahaan media yang abai terhadap
nasib kontributor.47
Menurut data yang ada, sekitar 39 persen kontributor tidak
mendapat jaminan BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan. Sekitar 22 persen
kontributor mendapat upah RP. 1,5 Juta atau dibawah upah minimum
kota/kabupaten (UMK).48
Kurangnya perhatian media terhadap persoalan ketenagakerjaan yang
dialami kontributor membuat pekerja yang menyebut diri mereka sebagai „ujung
tombak pemberitaan‟ memilih menuntut. Sebab, jam kerja kontributor yang full
time namun tidak dibarengi dengan hadirnya upah lembur, menurut Rudy Hartono
45 Loc.Cit 46 Ignatius Haryanto, Jurnalisme Era Digital, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2014, hal. 34 47 Timesindonesia.co.id, Banyak Perusahaan Media yang Abai terhadap Nasib Kontributor, Berita tanggal 1 Mei 2016, diakses pada 6 Agustus 2016 pukul 22:07 PM 48 Ibid
27
selaku Koordinator Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) ternyata melanggar
pasal 78 ayat 2 UU No 13/2003 soal upah lembur.49
Kontributor sebagai pekerja kontrak memang tidak disamakan dengan
pegawai media tetap dalam hal ketenagakerjaan yang meliputi hak-hak mereka
sebagai pekerja. Namun nyatanya kontributor masih bisa mensiasati problematika
terkait pemasukan dan honor. Haryanto berpendapat, bekerja kontrak tidak
menjamin kontributor hanya menjual berita ke satu media yang menaunginya saja.
Kontributor bisa saja menjual berita ke satu-dua stasiun televisi sekaligus. 50
Cara lain yang dapat dilakukan kontributor terkait hal di atas ialah
memaksimalkan kemungkinan naik tayang berita mereka di media. Karena dari
cara itu mereka mendapat upah seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Berita
yang memiliki nilai lebih di mata produser memiliki kemungkinan tayang lebih
besar.
Masih dalam bukunya, Jurnalisme Era Digital, Haryanto pernah bertanya
tentang adegan kekerasan yang tayang dalam siaran berita kepada seorang
produser berita televisi. Produser tersebut menjawab bahwa jika tidak ada gebuk-
gebukannya (kekerasan) para penonton akan pindah ke saluran lain. Demikianlah
dunia pertelevisian kita masih penuh dengan hal-hal yang membuat kita
tercengung dan merasa akal sehat tercabut saat menontonnya.51
Pengakuan para kontributor dalam temuan Haryanto mengamini hal
tersebut. Dalam temuannya, kontributor mengaku bahwa produser di Jakarta
49 Loc.cit. 50 Ignatius Haryanto, Op.cit., hal. 35 51 Loc.cit.
28
selalu meminta berita konflik, kriminal atau hal-hal yang aneh seperti demikian.52
Berita yang mengarah pada konflik, kriminal, kekerasan dan lain-lain merupakan
praktek trivialisasi demi keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya dalam dunia
media.53
Sebab salah satu indikator trivialisasi adalah ketika kekerasan menjadi
hal yang utama dalam tayangan .54
Tidak heran apabila televisi berusaha terus menerus untuk mengikat
pemirsa agar mereka terus tersihir dan menempel di layar kaca. Mengutip
pernyataan Silalahi dalam Jurnalisme Liputan 6, yang perlu dilakukan adalah
bagaimana pihak manajemen media bisa secara terus menerus menahan penonton
agar tidak pindah.55
Seperti program acara televisi pada umumnya, rating pun cukup berperan
dalam menentukan berita seperti apa yang bakal membuat publik menahan diri
untuk berlama-lama menatap layar kaca. Karena media tidak jauh-jauh dari
praktik komersialisme dan dampaknya, yaitu ketika pemasang iklan dan pemilik
media memengaruhi berbagai kebijakan editorial.56
Inilah alasan mengapa
kontributor cenderung meliput kejadian-kejadian yang bersifat bombastis dan
sensasional guna memaksimalkan pemasukan honor.
Hal serupa dipertegas Armando dalam bukunya Televisi Jakarta di Atas
Indonesia. Para kontributor paham bahwa ada resiko besar jika mengirimkan
berita positif karena tahu bahwa redaksi di Jakarta akan lebih menyukai berita
negatif. Berita positif sering dianggap hanya relevan untuk masyarakat setempat,
52 Loc.cit. 53 Redaksi LP3ES, Op.Cit., hal. 237 54 Ibid, hal. 180 55 Ibid, hal. 207 56 Ibid, hal. 180
29
sementara berita sensasional mudah menarik perhatian banyak penonton, terlepas
dari daerah asal dan tempat tinggal.57
2.1.6 Berita Televisi
Berita televisi muncul pada gelombang kedua era broadcasting setelah
siaran radio. Berita televisi yang disiarkan pertama kali adalah ketika kapal layar
Queen Mary berlabuh di Southampthon pada tahun 1936 bulan Agustus oleh
BBC. Kini, pada gelombang ketiga kemunculan berita televisi pemirsa dapat
memilih berita apa yang akan mereka tonton.58
Di Indonesia program berita ada di
hampir semua stasiun televisi swasta. Namun stasiun televisi generalis yang
secara khusus menyiarkan berita adalah Metro TV dan TV One.59
Kekuatan berita televisi ada pada gambar sehingga membuat prinsip bad
news is a good news tidak sepenuhnya berlaku. Good News, jika kita memiliki,
bisa jadi berita televisi. Jika juru kamera medapat gambar dari sebuah peristiwa
maka bisa jadi itu berita televisi. Sebaliknya, seburuk apapun berita jika kita tidak
memiliki gambarny maka tidak bisa jadi berita televisi. Paling banter, stasiun
televisi akan melaporkan peristiwa “buruk” itu dalam format live by phone
(laporan langsung melalui sambungan telepon).60
Gambar juga bisa menjadikan yang tidak aktual menjadi seolah aktual.
Misalnya ketika Metro TV memperoleh gambar amatir tentang Tsunami di Aceh
beberapa hari setelah tsunami terjadi, peristiwa tsunami tersebut seolah aktual.
57 Ade Armando, Op.cit., hal. 25 58 Ivor Yorke, Op.Cit, Hal. 2 59 Usman KS, Television News: Reporting & Writing, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hal.2 60 Ibid, hal. 19
30
Berita televisi tidak lepas dari unsur gambar di dalamnya. Maka berita televisi
bisa kita definisikan sebagai laporan peristiwa atau pendapat yang aktual, menarik
dan berguna yang disiarkan dengan gambar-gambar melalui media televisi.61
Berita-berita di televisi ditampilkan melalui voice over + slide bulletins
(gambar-gambar berita yang dilatarbelakngi dengan narasi) yang ringkas atau
summeries (ringkasan berita) sebagai bagian dari pengembangan network
production. Kecuali di stasiun teleisi lokal yang kecil, pada umumnya news
departement adalah bagian yang paling besar dengan karyawannya dalam sebuah
stasiun televisi. Departement news ini melibatkan hapir 20 sampai 100 tenaga
kerja.dari semua yang memproduksi berita sehari-hari hanya anchors dan reporter
yang bekerja sebagai penyiar. 62
2.1.7 Hati Nurani, Idealisme dan Kode Etik
Andreas Harsono menyebut hati nurani jurnalisme ada pada Bill Kovach
dan hal ini adalah ungkapan yang sering dipakai orang bila berbicara soal Kovach.
Kovach seorang wartawan yang nyaris tanpa cacat ini menulis buku The Elements
of Journalisme: What Newspeople Should Know and The Public Should Expect
(April 2001) bersama rekannya Tom Rosenstiel. Dalam buku ini Kovach
merumuskan 9 elemen jurnalisme. 63
Kesembilan poin tersebut memiliki kedudukan sama namun Kovach dan
Rosenstiel menempatkan keberan pada poin pertama. Kebenaran yang dimaksud
61 Loc.Cit 62 Teddy Resmisari Pane, Speak Out: Panduan Praktis dan Jitu Memasuki Dunia Broadcasting dan Public Speaking, Gramedia, Jakarta, 2004, hal.83 63 Andreas Harsono, hal. 17
31
ialah kebenaran fungsional. Kebenaran fungsional bisa direvisi, berbentuk
lapisan-lapisan dan dapat dibentuk dari-demi hari.64
Dari sembilan elemen tersebut, elemen terakhir yang tidak kalah
pentingnya ialah hati nurani. Poin terakhir ini mengajak para jurnalis dan
wartawan untuk mendengar hati nurani mereka. Dari ruang redaksi hingga ruang
direksi semua wartawan seyogyanya punya pertimbangan pribadi tentang etika
dan tanggung jawab sosial. Wartawan, kontributor atau reporter membangun
karirnya dari standar kode etik yang telah ditetapkan di tempat ia bekerja.65
Idealisme wartawan merujuk pada profesionalisme jurnalistik sebagai
bagian integral dari sensor dan kontrol diri wartawan sehubungan dengan strategi
tindak tutur komunikasinya. Strategi ini berhubungan dengan upaya wartawan
ketika menggarisbawahi, menonjolkan, dan kemudian menonstruksi suatu fakta.66
Di tengah-tengah idealisme dan praktik bisnis pers, kontributor
melaksanakan kegiatan jurnalistiknya yaitu mencari, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat luas, baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, maupun data dan grafik, dengan
menggunakan media massa dan segala jenis saluran yang tersedia, mengingat
ungkapan jurnalistik yang disebarkan begitu luas, menjadi wajar jika wartawan
dituntut harus melandaskan diri dengan prinsip etis agar tidak terjadi praktik
politik informasi yang mengarah pada monopoli pendapat umum. 67
64 Loc.Cit 65 Ibid, hal. 30 66 Wahyu Wibowo, Menuju Jurnalisme beretika, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009, hal. 4) 67 Loc.Cit.
32
Berprinsip etis berarti berperilaku dengan mengacu kepada etika. Profesi
wartawan memiliki kode etik sebagai pegangan mereka untuk berprinsip etis guna
mencapai idealisme. Kode etik dirumuskan berdasarkan hasil diskusi-diskusi para
ahli di bidangnya. Kode etik merupakan aturan kerja yang tidak begitu ketat
namun mencerminkan semangat kesatuan wartawan kapan dan di mana pun
bekerja. Kode etik juga dijadikan pegangan dalam bekerja sehingga di satu sisi
dapat melindungi diri, dilindungi oleh kode etik dan juga melindungi sumber
berita.68
Di dunia internasional pekerjaan wartawan ini diatur oleh International
Federation of Journalist dalam Laku Jurnalis atau The Conduct of Journalist.
Sembilan poin etika perilaku wartawan yang dirancang oleh IFD ini diadaptasi
dari Kongres International Federation of Journalist yang kemudian diamandemen
pada tahun 1986 dalam kongres dunia.
Isi dari IFD‟s Principle on the Conduct of Journalists ini adalah:
1. Respect for truth and for the right of the public to truth is the
first duty of the journalist
2. In pursuance of this duty, the journalist shall at all times defend
the principles of freedom in the honest collection and
publication of news, and of the right of fair comment and
criticism
3. The journalist shall report only in accordance with facts of
which he/she knows the origin. The journalist shall not suppress
essential information or falsify documents.
4. The journalist shall use only fair methods to obtain news,
photographs and documents.
5. The journalist shall do the utmost to rectify any published
information which is found to be harmfully inaccurate.
6. The journalist shall observe professional secrecy regarding the
source of information obtained in confidence.
7. The journalist shall be aware of the danger of discrimination
being furthered by the media, and shall do the utmost to avoid
68 Ibid, Hal 55
33
facilitating such discrimination based on, among other things,
race, sex, sexual orientation, language, religion, political or
other opinions, and national or social origins.
8. The journalist shall regard as grave professional offences the
following:
plagiarism;
malicious
misrepresentation;
calumny,
slander, libel, unfounded accusations;
acceptance of a bribe in any form in consideration of either
publication or suppression.
9. Journalists worthy of the name shall deem it their duty to
observe faithfully the principles stated below.
Within the general law of each country the journalist shall recognize
in professional matters.69
Sementara di Indonesia terdapat dua jenis kode etik jurnalistik, yaitu Kode
Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan Kode Etik Aliansi Jurnalistik Independen
(KEAJI).
Dampak yang timbul dari munculnya profesi kontributor membawa
berbagai hal dilematis. Seperti maraknya penyimpangan yang terjadi di dunia
pers. Penyimpangan-penyimpangan ini biasanya berhubungan dengan
pelanggaran kode etik. Kode etik wartawan adalah ikrar yang bersumber pada
hati nurani wartawan Indonesia dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan
pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh pasal 28 UUD 194. 70
Di dunia jurnalisme kode etik diperlukan karena adanya tuntutan yang
sangat asasi, yaitu kebebasan pers. Hal dilematis yang dihadapi kontributor kerap
melunturkan hati nurani mereka untuk mengemban tanggung jawab pers.
69 http://www.ifj.org/aboutifj/ifjcodeofprinciples/ 70 Idri Shaffat, Op. Cit, hal. 56
34
Bagaimanapun juga, sebagai insan pers yang bertanggung jawab kontributor harus
tetap mendengarkan hati nurani dan mematuhi kode etik yang berlaku.
2.1.8 Konstruksi Realitas Sosial
Peter Berger bersama Thomas Luckmann pertama kali memperkenalkan
teori konstruksi realitas sosial dalam tulisan mereka berjudul “Pembentukan
Realitas Secara Sosial” atau The Social Costruction Reality (1966). Teori Berger
ini diilhami oleh pemikiran seorang filsuf Alfred Schutz yang menyatakan:
The world of my daily life is by no means my private world but is from the
outset and intersubjective one, shared with my fellow men, experienced
and interpreted by others: in brief, it is a world common to all of us. The
unique biographical situation in which I find myself within the world at
any moment of my existence is only to a very small extent of my own
making.71
Dalam perspektif ini, Berger dan Luckmann menyatakan bahwa pengertian
dan pemahaman kita terhadap sesuatu muncul akibat komunikasi dengan orang
lain. Realitas sosial sesungguhnya tdak lebih dari sekedar hasil konstruksi sosial
dalam komunikasi tertentu.
Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk
yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus menerus. Masyarakat tidak lain
adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi kembali
terhadap penghasilannya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari
masyarakat
71 Dalam bukunya Nu Politik: Analisis Wacana hal. 50 Zen mengutip artikel pada Chicago Press, 1970 karya Alfred Schutz, On Phenomenology and Social Relation, hal. 163
35
Realitas sosial model Berger sesungguhnya merupakan sintesa antara
Strukturalisme dan Interaksionisme. Atau, dengan kata lain Berger dalam karya-
karyanya berusaha menjembatani antara makro dan mikro, antara bebas nilai dan
sarat nilai, serta antara teoritis dan relevan. Realitas sosial eksis dengan
sendirinya. Berger menjelaskan bahwa realitas kehidupan sehari-hari memiliki
dimensi-dimensi subjektif dan objektif.
Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang
objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia dipengaruhi melalui proses
internalisasi. Dalam model yang dialektis, di mana terjadi tesa, antitesa, dan
sintesa, Berger melihat masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai
produk masyarakat.
“Bahasa” memberi sebutan-sebutan yang dipakai untuk membedakan
objek-objek. Bagaimana benda-benda dikelompokkan bergantung pada
penggunaan realitas sosial tertentu. Begitu juga bagaimana kita memahami objek-
objek dan bagaimana kita berperilaku terhadapnya sangat bergantung pada realitas
sosial yang memegangg peranan. 72
Eriyanto mengulas tiga klasifikasi tahapan dialektis yang biasa Berger
sebut sebagai momen. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau
ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik.
Ini sudah menjadi sifat dasar manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat
di mana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang
lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses
72 Thomas A. Scwandt, Constructivist, Interpretivist, Approach to Human Inquiry, hal. 176
36
inilah dihasilkan suatu dunia, dengan kata lain, manusia menemukan dirinya
sendiri dalam suatu dunia.
Kedua, objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental mauun fisik
dari kegiatan ekternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas
objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu
fatisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya.
Hasil dari ekternalisasi – kebudayaan – itu misalnya, manusia menciptakan alat
demi kemudahan idunya., atau kebusayaan non-materil dalam bentuk bahasa.
Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika
berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah
dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi
realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil
dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah bersatu sebagai realitas objektif,
ada di luar kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setap orang. Realitas objektif itu
berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris
yang bisa dialami oleh setiap orang.
Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan
kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif
infividu dpengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia
yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar
kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadarannya, sekaligus
sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi, manusia menjadi
hasil dari masyarakat.
37
Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu
yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi.
Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang
bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atau suatu realitas. Selain plural,
konstruksi sosial itu juga bersifat dinamis. Dalam realitas subjektif, realitas itu
menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antara individu dengan objek.
Setiap individu mempunyai latar belakang sejarah, pengetahuan dan lingkungan
yang berbeda-beda, yang bisa jadi menghasilkan penafsiran yang berbeda pula
ketika melihat dan berhadapan dengan objek. Sebaliknya, realitas itu juga
mempunyai dimensi obektif – sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di
luar – atau dalam istilah Berger, tidak dapat kita tiadakan dengan angan-angan.
2.1.9 Semiotika Peirce
Semiotika ialah ilmu yang mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu
tanda.73
Kemudian Preminger dalam Kriyanto menyebut ilmu semiotik
menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.74
Lebih jauh Preminger menjelaskan bahwa semiotik berupaya menemukan makna
tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan,
berita).75
73 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2006, hal 87 74 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal. 265 75 Ibid, hal. 266
38
Salah satu tokoh penting dalam bidang semiotik ialah Charles Sanders
Peirce. Ia adalah ahli filsafat dan logika Amerika. Peirce lebih menekankan
semiotika pada logika dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di masyarakat.76
Sobur juga menekankan bahwa Peirce menjabarkan tanda-tanda berkaitan dengan
objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-
akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvesional dengan tanda-tanda
tersebut. 77
Tanda yang dimaksud dalam semiotika Peirce sangat luas. Peirce
membedakan tanda atas lambang (symbol), ikon (icon) dan indeks (index).
Lambang merupakan suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya
merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini
merupakan tanda yang dibentuk karena adanya consensus dari pada tanda.
Sebagai contoh, merah merupakan lambang berani bagi masyarakat Indonesia,
mungkin di Amerika bukan.
Ikon merupakan suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya
berupa hubungan berupa kemiripan. Jadi, ikon adalah bentuk tanda yang dalam
berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. Contoh, patung kuda
adalah ikon dari seekor kuda. Indeks ialah suatu tanda di mana hubungan antara
tanda dan acuannya timbul karena ada kedekatan eksistensi. Jadi indeks adalah
suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya.
Sebagai contoh, asap merupakan indeks dari adanya api. 78
76 Loc.Cit. 77 Alex Sobur, Op.Cit., hal. 34 78 Rachmat Kriyanto, Op.Cit., hal. 266
39
Peirce menganalisa tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian
bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat
objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan
keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda
sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih perkiraan yang pasti bahwa hal itu
diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan
ketika kita menyebut tanda sebuah simbol.79
Semiotika Peirce berangkat dari tiga elemen utama yang disebut Peirce
sebagai triangle meaning atau segitiga makna. Terdapat tiga sudut yang masing-
masing meliputi tanda (sign), objek (object) dan interpretan (interpretant).
a. Tanda (sign) adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat
ditangkap oleh panca indra manusia dan merupakan sesuatu yang
merujuk (merepresentaskan) hal lain di luar tanda itu sendiri.
Acuan tanda ini disebut objek.
b. Objek (object), adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
c. Pengguna tanda (interpretan) konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu
atau akna yang ada di dalam benak seseorang tentang objek yang
dirujuk sebuah tanda.
79 Alex Sobur, Op.Cit., hal. 35
40
Segitiga makna mengupas bagaimana makna muncul dari sebuah tanda
ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan antara
tanda, objek dan interpretan digambarkan Peirce seperti pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 (Triangle Meaning)
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 42
Menurut Peirce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek
adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada
dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga
elemen tersebut berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna
tentang suatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang dikupas teori segitiga
makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda
itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi.80
2.2 Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang yang telah diapaparkan pada bab satu, maka
kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
80 Alex Sobur, Op.Cit., hal. 115
41
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
2.3 Penelitian Terdahulu
Dari beberapa penelitian terdahulu terdapat perbedaan dan persamaan yang
penulis jadikan bahan pembanding dengan penelitian ini guna menghindari
kesamaan pada penelitian ini. Untuk itu penulis melakukan peninjauan terhadap
penelitian yang sudah ada sebelumnya sebagai berikut:
1. Skripsi berjudul Peran Kontributor dalam Kegiatan Jurnalisme TV
Ditinjau dari Perspektif Profesionalisme Wartawan. Penelitian ini
disusun oleh Mahisa Ayu Kusuma Wardani tahun 2013 jurusan Ilmu
Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Skripsi tersebut
Dilematika profesi Kontributor Berita Televisi
Film Nightcrawler
Karakter kontributor berita televisi dalam Film Nightcrawler
Model Semiotika Charles S. Peirce
Object Sign Interpretant
Representasi kontributor berita televisi dalam Film Nightcrawler
42
merupakan deskriptif kualitatif dengan model analisis data Miles dan
Hubberman. Subjek penelitian ini ialah wartawan daerah televisi
swasta nasional.
Penelitian ini menghasilkan bahwa wartawan daerah yang
dulu disebut dengan koresponden, saat ini lebih dikenal dengan istilah
kontributor. Kontributor televisi swasta nasional di Malang memiliki
peran penting dalam produksi berita sebuah media, meraka bertugas
melakukan liputan didaerah dan melaporkannya hanya pada televisi
yang memperkerjakannya. Pada televisi swasta nasional, 80 % berita
yang ditayangkan adalah berita dari daerah. Kontributor televisi swasta
nasional di Malang memiliki kemampuan jurnalistik yang baik,
berpengalaman di bidang jurnalistik cukup lama, serta sadar akan
norma etis dan norma teknis dalam jurnalistik.
Skripsi ini memberikan sumbangsih terhadap penelitian yang
penulis susun dalam menjelaskan bagaimana sosok kontributor televisi
swasta nasional.
2. Penelitian berjudul Representasi Etika Jurnalistik Investigasi dalam
Film yang disusun oleh dosen Universitas Telkom. Penelitian ini
membahas tentang etika jurnalistik investigasi dalam film Kill The
Messenger dan merupakan penelitian kualitatif, menggunakan
paradigma konstruktivisme dengan pendekatan semiotika Roland
Barthes.
43
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemaknaan
etika jurnalistik dapat dibangun melalui denotasi, konotasi dan mitos.
Penelitian ini menemukan bagaimana perjuangan ataupun usaha yang
dilakukan jurnalis untuk menerapkan kode etik Society of Professional
Journalist. Penelitian ini memberikan sumbangsih terhadap skripsi
yang penulis buat berupa pendalaman terkait representasi etika
jurnalistik dengan menggunakan paradigma konstruktivisme dan
pendekatan semiotika Roland Barthes.
Dari sejumlah penelitian terdahulu yang memiliki beberapa kesamaan
metode dan fokus pembahasan dengan penelitian ini, penulis merangkumnya
dalam sebuah tabel sebagai pembanding sebagai berikut.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Item Penelitian
Terdahulu
Penelitian
Terdahulu
Penulis
Fransiska Ayel
Refta
Judul Representasi Etika
Jurnalistik
Investigasi dalam
Film
Peran Kontributor
dalam Kegiatan
Jurnalisme TV
Ditinjau dari
Perspektif
Profesionalisme
Wartawan.
Representasi
Karakter Kontributor
Berita Televisi
dalam Film
Nightcrawler
Tahun 2015 2013 2016
44
Penerbit Universitas Telkom Universitas
Muhammadiyah
Malang
Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Paradigma Konstruktivis Konstruktivis Konstruktivis
Metodologi Semiotika Roland
Barthes
Analisis data Miles
dan Hubberman
Semiotika Peirce
Tujuan Mengetahui
bagaimana
pemaknaan etika
jurnalistik dalam
film Kill The
Messenger
Mengetahui peran
kontributor dalam
kegiatan jurnalisme
TV
Mengetahui
bagaimana karakter
kontributor berita
televisi
direpresentasikan
dalam film
Hasil Ada perjuangan
jurnalis untuk
menerapkan kode
etik Society of
Professional
Journalist
Kontributor televisi
swasta nasional di
Malang memiliki
peran penting dalam
produksi berita dan
memiliki
kemampuan
jurnalistik yang baik
Karakter kontributor
berita televisi yang
muncul dalam film
Nightcrawler
digambar sebagai
sosok yang
oportunis, ambisius
dan money-oriented.
Persamaan
dengan
penulis
Menggunakan
paradigma
konstruktivis dan
Menggunakan
paradigma
konstruktivis dan
Menggunakan
paradigma
konstruktivis dan
45
membahas soal kerja
pers/jurnalistik
membahas mengenai
kontributor
membahas mengenai
kontributor
Perbedaan
dengan
penulis
Menggunakan
pendekatan
semiotika Roland
Barthes
Menggunakan
metodologi Miles
dan Hubberman
Menggunakan pisau
analisis semiotika
Charles Sanders
Peirce
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Skripsi ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Menurut Cresswell penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk
mengeskplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau
sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.81
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.82
Seperti yang dikemukakan Wibowo, metode penelitian deksriptif adalah
suatu metode yang digunakan untuk menekankan pengetahuan yang seluas-
luasnya terhadap objek penelitian pada saat tertentu.83
Fokus penelitian adalah analisis semiotika yang merupakan ilmu mengkaji
tanda-tanda di dalam objek. Analisis semiotika merupakan salah satu penelitian
yang dapat dilakukan menggunakan kualitatif. Pada penelitian ini analisis
semiotika digunakan untuk mengkaji setiap tanda-tanda yang mewakili makna
karakter kontributor berita televisi dalam adegan-adegan film Nightcrawler.
81 John W. Creswell, Research Design, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 4 82 Lexy J Meolong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, hal. 6 83 Indiawan SW Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2011, hal. 11
46
47
Peneliti ingin menggambarkan gejala sosial yang telah diteliti. Peneliti
akan menjelaskan dan mendeskripsikan representasi karakter kontributor berita
televisi dalam film Nightcrawler yang dianalisis menggunakan model semiotika
Charles Sanders Peirce.
3.2 Paradigma Penelitian
Wimmer dan Dominick dalam Kriyanto menyebutkan pendekatan dengan
paradigma yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang
bagaimana peneliti melihat dunia.84
Sedangkan paradigma menurut Bogdan dan
Biklen dalam Meolong yaitu kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang
dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir
penelitian.85
Paradigma juga diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap
diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif),
bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif).86
Dalam arti yang lebih sederhana, paradigma merupakan sudut pandang
peneliti dalam melihat realitas. Pada penelitian ini paradigma yang digunakan
ialah konstruktivisme.
Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi
(bentukan) diri sendiri. Maka pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan
84 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana 2009, hal. 48 85 Lexy J Meolong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, ha.l 49 86 Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi, PT.Indeks, Jakarta, 2005, hal. 27
48
(realitas). Pengetahuan dan kebenaran adalah diciptakan bukan sekedar
dikemukakan oleh pikiran manusia.87
Paradigma konstruktivis yang menempatkan ilmu komunikasi sebagai analis
sistematis, pengamatan langsung, “alamiah”, penafsiran tentang pelaku sosial
dalam mengelola dunia sosial mereka. Dalam penelitian ini penulis mencoba
merekonstruksi makna karakter kontributor berita televisi dalam film
Nightcrawler.
3.3 Unit Analisis
Unit analisis adalah setiap unit yang akan dianalisis, digambarkan atau
dijelaskan dengan pernyataan-pernyataan deskriptif. Unit analisis juga merupakan
bagian-bagian yang dipilih dari pesan keseluruhan. Unit analisis yang digunakan
dalam penelitian bergantung dari tujuan penelitian atau hipotesis penelitian.
Dalam kata lain, unit analisis merupakan sampel dalam penelitian kualitatif
karena penulis mengambil beberapa bagian saja.
Pada penelitian ini unit analisis dikumpulkan melalui observasi atau
pengamatan secara menyeluruh pada objek penelitian dengan menonton film
Nightcrawler. Setelah menonton film tersebut peneliti memilih beberapa adegan
yang mengandung makna atau tanda yang menggambarkan kontributor serta
didukung juga dengan melihat elemen penting dari mis-en-scene. Elemen penting
tersebut adalah setting, tata cahaya, kostum dan make-up, akting yang
87 Indiawan SW Wibowo, Op.Cit., hal. 10
49
diperagakan pemain.88
Dalam proses pemaknaannya dilakukan dengan analisis
semiotika peirce.
Tabel 3.1 Unit Analisis
No. VISUAL TIME
1.
Louis Bloom mencuri kawat pagar
Dialog:
Lou: “Bagaimana kalau magang. Banyak anak
muda yang mengambil kerja tak dibayar. Itu
sesuatu yang ingin kulakukan.”
Kontraktor: “Aku tak mempekerjakan pencuri.”
00:02:43 s/d
00:06:26
2.
Arahan direktur KWLA News
Dialog:
Nina: “Itu hanya sebagian. Kami menyukai
kejahatan kriminal, tapi tak semuanya.
Contohnya pembajakan mobil di Compton.
Sekarang itu bukan berita baru. Pemirsa kita
ternyata lebih tertarik pada kejahatan di area
perkotaan sampai pinggiran kota.”
Nina: “Korbannya sebaiknya orang kaya, kulit
putih. Terluka di tangan orang-orang miskin atau
minoritas.”
Lou: “Hanya kejahatan?”
Nina: “Tidak. Bisa juga kecelakaan, bermain,
00:02:07 s/d
00:21:11
88 Vera Nawiroh, Semiotika dalam Riset Komunikasi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hal . 93
50
mobil, bus, kereta api, pesawat, kebakaran. Tapi
berdarah-darah.”
Nina: “Grafiknya harus jelas. Cara terbaik dan
terjelas yang bisa kuungkapkan padamu Lou,
yaitu menangkap semangat kami dengan berpikir
berita kami bagaikan wanita menjerit berlari ke
jalanan dengan leher tergorok.”
3.
Perekrutan bawahan
Dialog:
Lou: “Kau punya SIM?”
Rick: “Ya”
Lou: “Mengenal baik Los Angeles?”
Rick: “Ya, aku tumbuh di sekitar sini.”
Lou: “Bisa kerja malam ini?”
Rick: “Mengerjakan apa?”
Lou: “Aku Menjalankan usaha berita tv yang
sukses. Kami merekam kejadian-kejadian.
Mungkin kau melihat rekamanku pagi ini.
Pembajakan mobil yang fatal.
Rick: “Aku tidak punya tv, tapi itu terdengar
keren.”
Lou: “Punya ponsel?”
Rick: “Ya.”
Lou: “Ada GPSnya?”
Rick: “Ada.”
Lou: “Selamat kau diterima.”
Rick: “Baiklah.”
00:24:47 s/d
00:26:08
4.
Lou dan Nina makan malam
Dialog:
Nina: “Baiklah, aku akan mengatakannya secara
00:02:07 s/d
00:21:11
51
sopan. Aku hanya ke luar makan malam
denganmu Lou murni profesional.”
Lou: “Menurutku bukan rahasia kalau aku
sendiri yang telah menaikkan nilai rating stasiun
televisimu.”
Nina: “Peringkat stasiun televisi kamu? Wow.”
Lou: “Aku hanya bisa membayangkan bahwa
kebutuhanmu akan meningkat bulan depan.”
5.
Lou mencelakai sesama stringer
Dialog:
Rick: “Kenapa buru-buru? Kenapa kita tidak ke
pemerkosaan di Griffith Park seperti yang lain?
-
Rick: “Astaga, itu mobil van Mayhem, Joe Loder
dan temannya.”
Lou: “Parkir mobilnya dan ambil kameramu.”
-
Rick: “Bagaimana mereka bisa menabrak tiang?
Hei jangan merekamnya, dia bagian dari kita.”
Lou: “Tidak lagi Rick, dia barang dagangan.”
00:57:30 s/d
01:00:55
6.
Lou menjual rekaman dengan harga sangat
tinggi
Dialog:
Nina: “Berapa?”
Lou: “$100.000”
Nina: “Berapa?”
Lou: “$50.000”
Nina: “Aku perlu angka pastinya, aku butuh
angka pasti dalam 9 menit.”
Lou: “Aku sudah berikan dua padamu.”
00:46:58 s/d
00:53:17
52
Nina: “$3.000.”
Lou: “Kau dibayar $3.000 untuk perampokan
truk makanan.”
Nina: Tapi lebih banyak yang mati.”
7.
Lou ketawan memanipulasi fakta
Dialog:
Frank: “Joel dapat informasi dari sumber satgas
yang menyatakan mereka menemukan narkoba di
rumah Granada Hills. Kokain dalam bentuk
paket, tersembunyi dalam ruang sempit, lebih
dari 22 kilo. Dia menegaskan itu ke penyidik
TKP”
Frank: “Itu bukan penyerangan rumah, itu
perampokan narkoba.”
Nina: “Berikan pada kru bagian siang.”
Frank: “Ini berita!”
Nina: “Itu dapat mengurangi cerita.”
Frank: “Ini ceritanya!”
Nina: “Cerita adalah kejahatan di kota dan
merayap ke pinggiran kota . itulah cerita.”
Frank: “Ya Tuhan kau terdengar seperti Lou.”
Nina: “Kupikir Lou adalah inspirasi kita semua
untuk mencapai rating lebih tinggi.”
01:47:50 s/d
01:48:37
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat penelitian dalam penelitian kualitatif ialah peneliti itu
sendiri. Peneliti sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian,
memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai
53
kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya.89
Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian ialah penulis
sendiri sebagai pengumpul data utama. Peneliti berperan sebagai subjek yang
berusaha memaknai makna karakter kontributor berita televisi yang tersebar
dalam bentuk tanda-tanda di film Nightcrawler.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yaitu teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
periset untuk mengumpulkan data.90 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
disesuaikan dengan metodologi penelitian. Penulis menggunakn beberapa teknik
dalam pengumpulan data karena penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara:
a. Observasi
Teknik observasi digunakan untuk mendapatkan data primer dalam
sebuah penelitian. Mengumpulkan data secara observasi dilakukan
dengan sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan
terhadap gejala atau fenomena obyek yang diteliti. Dalam
pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat baik dengan cara
terstruktur maupun semistruktur.91
89 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, 2010, Hal.59 90 Rachmat Kriyanto, Op.Cit., hal. 93 91 John W. Creswell, Research Design, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 267
54
Pengumpulan data secara observasi dalam penelitian ini dilakukan
dengan menonton film Nightcrawler berformat matroska video
berdurasi dua jam. Setelah itu penulis mengamati dan memilih
adegan-adegan yang mewakili sosok kontributor. Data yang diambil
berupa potongan adegan-adegan yang mewakili sosok kontributor.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang sering
digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data.92
Dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
mendukung analisis dan interpretasi data. Dokumen bisa berbentuk
dokumen publik atau prifat. Contoh dokumen publik misalnya koran,
makalah, laporan kantor sedangkan dokumen privat bisa berupa
buku harian, diary, surat, e-mail.93
Teknik ini merupakan teknik
pengumpulan data sekunder mengenai obyek dan lahan penelitian
yang didapatkan dari sumber tertulis, seperti arsip, dokumen resmi,
tulisan-tulisan yang ada di situs internet dan sejenisnya yang dapat
mendukung analisa penelitian tentang simbol-simbol dan pesan yang
terdapat dalam sebuah penelitian.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka mencari dan mengumpulkan data dengan cara
penelusuran terhadap literatur mengenai teori-teori seperti semiotika,
film, dan kontributor yang dapat mendukung penelitian ini. Dalam 92 Rachmat Kriyantono, Op.Cit., hal. 118 93 John W. Creswell, Op.Cit., hal. 267
55
penelitian ini penulis mencari data melalui sttudi pustaka seperti
buku, jurnal ilmiah, penelitian sebelumnya dan artikel-artikel terkait.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data yaitu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.94
Proses
analisis data secara keseluruhan melibatkan usaha memaknai data yang berupa
teks atau gambar.95
Untuk penelitian kualitatif, menurut Sugiyono analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. 96
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Dalam penelitian ini tahapan yang penulis lakukan dalam menganalisis
data adalah sebagai berikut:
1. Menonton dan memahami film yang akan dikaji yaitu film
Nightcrawler
94 Rachmat Kriyanto, Op.Cit., hal. 165 95 John W. Creswell, Op.Cit., hal. 274 96 Sugiyono, Op.Cit., Hal.88
56
2. Inventariasi data, yaitu mengumpulkan data melalui dokumentasi
ataupun studi pustaka kemudian memilih adegan-adegan yang
dianggap mewakili karakter kontributor berita televisi
3. Menganalisis data sistem tanda yang disampaikan dalam film tersebut
mengenai karakter kontributor berita televisi menggunakan model
analisis semiotik Charles Sanders Peirce yang terdiri atas sign, object,
dan interpretant.
4. Menarik kesimpulan, penilaian dari data yang ditemukan baik di
lapangan maupun hasil pemikiran peneliti disatukan kemudian
dianalisis.
Untuk menganalisis adegan-adegan yang telah dipilih penulis menggunakan
analisis semiotika Charles Sanders Peirce yang dikenal sebagai triangle meaning.
Gambar. 3.1 Triangle Meaning
Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm. 42
Ketiga unsur dalam segitiga tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Semiotika menurut peirce berangkat dari tiga elemen utama yang disebut Triangle
Meaning.97
Terdapat tiga sudut yang masing-masing meliputi tanda (sign), objek
(object) dan interpretan (interpretant).
97 Rachmat Kriyanto, Op.Cit., hal. 265
57
d. Tanda (sign) adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat
ditangkap oleh panca indra manusia dan merupakan sesuatu yang
merujuk (merepresentaskan) hal lain di luar tanda itu sendiri.
Acuan tanda ini disebut objek.
e. Objek (object), adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari
tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
f. Pengguna tanda (interpretan) konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu
atau akna yang ada di dalam benak seseorang tentang objek yang
dirujuk sebuah tanda.
Yang dimaksud dengan tanda sangat luas. Peirce membedakan tanda atas
lambang (symbol), ikon (icon) dan indeks (index). Lambang merupakan suatu
tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang
sudah terbentuk secara konvensional. Ikon adalah bentuk tanda yang dalam
berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. Indeks adalah suatu tanda
yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya.98
3.7 Jadwal Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Universitas Sultang Ageng Tirtayasa yang
bertempat di jalan raya Jakata kilometer 4 Kota Serang Provinsi Baten. Jadwal
penelitian yang direncanakan adalah sebagai berikut:
98 Ibid., hal. 266
58
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Agenda Bulan
Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov
Penyusunan bab 1-3
Pengumpulan dan
analisis data
Analisis film dan
pengolahan data
Penyusunan bab 4-5
Sidang skripsi
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
4.1.1 Profil Film
Nightcrawler diproduksi oleh Bold film dan dirilis pada tanggal 31
Oktober 2014. Film yang bergenre thriller kejahatan ini ditulis dan disutradarai
oleh Dan Gilroy. Dalam menggarap
Nightcrawler, Dan menyempatkan dirinya untuk
berinteraksi langsung dengan pekerja stringer
televisi saat melakukan liputan lapangan. Dan
Gilroy merupakan seorang screenwritter dan
sutradara berkebangsaan amerika. Ia mengawali
karirnya pada tahun 1997 dan sudah menulis
sejumlah film Hollywood. Salah satu yang
terkenal ialah Superman. Film Nightcrawler
merupakan debut film pertamanya sebagai sutradara.
Nightcrawler mengisahkan perjalanan karir seorang pria yang bekerja
sebagai seorang kontributor berita di salah satu stasiun televisi di kota Los
Angeles, KWLA. Pria yang akrab dipanggil Lou awalnya seorang pengangguran
yang mengandalkan kemampuan mencuri sebagai modal bertahan hidup. Namun
hidupnya berubah ketika ia terinspirasi untuk menjadi perekam gambar peristiwa
kecelakaan dan kriminal untuk KWLA.
59
60
Nightcrawler banyak memenangkan berbagai nominasi dalam ajang
perlombaan film di berbagai kota di Amerika Serikat pada tahun 2014. Kategori
yang paling sering dimenangkan adalah sepuluh film teratas tahun ini dan aktor
terbaik. Keberhasilan film ini membuktikan kualitas film Gilroy dalam
menyutradarai film walau baru memulai debut karirnya sebagai sutradara. Film ini
dibintangi oleh Jake Gyllenhaal sebagai aktor utama pemeran Lou dan Rene
Russo yang merupakan istri Gilroy berperan menjadi Nina Romina sebagai
direktur berita di KWLA News.
4.1.2 Sinopsis dan Penokohan Film
Walau kota besar, suasana kota Los Angeles pada malam hari tampak
sunyi namun terlihat begitu bersinar di permulaan film sebagai pembuka. Louis
Bloom (Jake Gyllenhaal) merupakan seorang pencuri yang mencoba peruntungan
kerja pada profesi merekam gambar peristiwa. Di film ini, profesi tersebut disebut
sebagai stringer. Ia menjual hasil rekamannya. Nina Romina (Rene Russo)
sebagai direktur berita di KWLA News, sebuah stasiun televisi di Los Angeles
tertarik dengan hasil kerja Lou yang banyak menampilkan gambar tragis dan
berdarah.
Bekerja sebagai stringer, Lou mempekerjakan bawahan untuk
membantunya. Ia merekrut seorang gelandangan yang mengenal baik kota Los
Angeles. Mereka bekerja sebagai tim dalam memburu peristiwa kecelakaan dan
kriminal. Peristiwa seperti itulah yang diminta Nina untuk diliput.
61
Terlena dengan pekerjaannya, Lou berniat untuk mengembangkan usaha
jasa rekaman video. Ia berusaha membangun hubungan pribadi dengan Nina
dengan alasan karir. Dengan begitu Lou akan giat bekerja sementara rating berita
pada program berita yang diemban Nina meningkat. Namun usaha Lou tidak
sampai di situ. Dengan sengaja mengatur skenario peristiwa tanpa adanya
keterangan pihak terkait. Hal ini membuat ia dimintai keterangan polisi. Namun di
akhir cerita Lou tidak ditampilkan sedang berurusan dengan hukum, melainkan ia
berhasil mengembangkan usaha jasa rekaman videonya. Bahkan ia memiliki dua
buah van baru dan memiliki tiga orang pekerja.
Dalam film ini terdapat beberapa tokoh yang mendominasi cerita, antara
lain:
1. Louis Bloom
Sosok Lou digambarkan sebagai seorang pencuri sebelum
akhirnya ia menjadi stringer. Lou ditampilkan sebagai pemuda yang
kesepian. Ini terlihat dari bagaimana ia menghabiskan waktu
sendirian di apartemennya. Selain itu dari cara ia berbicara, Lou
memiliki kemampuan verbal yang baik. Ia pandai membuat keadaan
berpihak kepadanya melalui ucapan-capan yang sering ia bumbui
dengan kebohongan.
62
Gambar 4.1 Louis Bloom
2. Nina Romina
Nina merupakan seorang direktur berita di KWLA, stasiun
televisi di kota Los Angeles. Peringkat berita yang dipimpinnya
berada di bawah, membuat ia senang menyambut kehadiran Lou.
Tokoh Nina digambarkan sebagai jurnalis yang lalai terhadap kode
etik penyiaran demi meraup keuntungan dari rating berita
sensasional. Ia juga digambarkan sebagai wanita cantik paruh baya
yang masih memiliki obsesi terhadap peningkatan karir.
Gambar 4.2 Nina Romina
3. Rick
Rick adalah pekerja pribadi Lou. Ia dipekerjakan untuk
membantu Lou menunjukkan arah melalui GPS dan merekam
63
gambar. Rick adalah sosok penurut dan lurus. Ia mempertegas
dirinya lurus ketika wawancara oleh Lou. Dalam film ini Rick mati
tertembak oleh penjahat.
Gambar 4.3 Rick
4. Joe Loder
Jou Loder merupakan stringer senior. Hal ini terlihat dari
properti liputan dan mobil van yang ia punya, menggambarkan
bahwa ia sudah lama dan berpengalaman di bidangnya. Walau
memiliki profesi yang sama, Lou menganggap Joe sebagai saingan.
Sifat dominan yang terlihat dari Loder adalah sombong. Hal ini yang
membuat Lou tidak segan mencelakainya
Gambar 4.4 Joe Loder
64
5. Frank
Di awal cerita Nina memperkenalkan seseorang bernama Frank
kepada Lou. Ia menyebut Frank adalah editor berita KWLA News.
Dalam film ini Frank terlihat sebagai jurnalis televisi yang masih taat
etika, telihat dalam beberapa adegan saat ia muncul. Namun peran
Frank selalu terlihat tidak memiliki kuasa atas hak dan kewajibannya
sebagai editor berita akibat dominasi Nina.
Gambar 4.5 Frank
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Film Nightcrawler dalam Pemaknaan Semiotika Peirce
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanda-tanda bagaimana
kontributor direpresentasikan dalam film Nightcrawler. Seperti yang telah
disampaikan sebelumnya pada bagian metodologi, penulis akan menggunakan
analisis semiotik Charles Sanders Peirce. Metode triadik semiotik Peirce dipakai
dengan upaya mengetahui makna-makna mengenai kontributor yang
direpresentasikan oleh tanda yang berbentuk film. Dalam prosesnya, peneliti akan
mengawali dengan menghubungkan adegan pada setiap scene film Nightcrawler.
65
Film ini dibagi dalam beberapa adegan yang penulis jadikan unit analisis dan
dimasukkan ke dalam tabel agar mudah dipahami.
Tabel 4.2 Scene 1
Frame 1-5 [00:02:43 s/d 00:06:26]
No. Video Dialog
1.
-
2.
3.
Polisi: “Apa yang kau lakukan di sini?”
Lou: “Aku tersesat”
Polisi: “Ini daerah terlarang.”
Lou: “Aku tidak tahu, tidak ada tandanya.”
Polisi: “Tanda ada di mana-mana.”
Polisi: “Tunjukkan kartu identitasmu.”
Lou: “Kenapa?”
Polisi: “Ada gerbang rusak di sana, dan kau
menerobos.”
Lou: “Maaf pak, gerbang itu sudah terbuka.
Kupikir ini jalan memutar.”
Polisi: “Biar kulihat kartu identitasmu.
Keluarkan!”
Lou: “Seragam jenis apa itu?”
Polisi: “Aku yang akan bertanya.”
Lou: “Itu seragam khusus ya? Aku mencoba
dapatkan pekerjaan seperti itu. aku suka
menjaga sesuatu.”
Polisi: “Benarkan?”
Lou: “Ini pak. Aku rasa aku yang harusnya
berputar arah.”
4.
-
66
5.
Lou: “Bagaimana kalau magang. Banyak
anak muda yang mengambil kerja tak dibayar.
Itu sesuatu yang ingin kulakukan.”
Kontraktor: “Aku tak mempekerjakan
pencuri.”
Gambar 4.6 Analisis scene 1
Dalam adegan ini digambarkan suasana kota Los Angeles pada malam
hari. Lampu-lampu kota serta suara kereta api melintas memecah keheningan di
pinggir rel di mana Lou sedang mencoba untuk mencuri kawat pagar. Walau
sempat diinterogasi polisi namun Lou berhasil kabur dan mengambil jam tangan
milik polisi itu. Pada adegan ini acap ditampilkan Lou sedang mencuri. Ia mencuri
Pencuri (sign)
Ikon : Adegan Lou sedang memotong kawat pagar
Indeks : Kawat pagar yang dipotong Lou berhasil ia
bawa, kawat ini ia letakkan di dalam
mobilnya
Simbol : Seorang kontraktor menyebut Lou pencuri
Latar belakang seorang
kontributor beraneka ragam.
Seseorang yang berasal dari
kalangan menengah ke bawah
bahkan pencuri pun bisa menjadi
kontributor. (intepretant)
Sosok Lou (object)
67
pagar, jam tangan, hingga sepeda pada keesokan harinya di taman. Lou juga
sempat melamar kerja namun ia ditolak mentah-mentah karena reputasinya yang
buruk. Adegan-adegan ini menggambarkan secara gamblang siapa sosok Lou
(object) sesungguhnya. Yaitu seorang pengangguran yang berpenghasilan dari
mencuri (sign)
Profesi kontributor layaknya wartawan pada umumnya, yaitu terbuka
untuk siapa saja (interpretant). Dari berbagai latar belakang asal memiliki skill
dan kemampuan lapangan yang mumpuni seseorang bisa menjadi kontributor.
Menjadi kontributor juga tidak mensyaratkan latar belakang pendidikan yang
tinggi.
Nurudin menjabarkan adanya tiga syarat seseorang bisa menjadi
wartawan. Pertama, profesi wartawan terbuka bagi siapa saja. Kedua, tidak perlu
mendapat izin praktik resmi. Ketiga, tak harus mendapat pendidikan tinggi.99
Dari
ketiga syarat tersebut dapat disimpulkan bahwa profesi wartawan, termasuk
wartawan lepas atau kotributor merupakan profesi yang cukup bermodalkan
kemauan dan alat pendukung tanpa harus ada latar belakang yang mumpuni
terkait profesinya.
Tabel 4.3 Scene 2
Frame 6-10 [00:02:07 s/d 00:21:11]
No. Video Dialog
1.
Nina: “Kau bantu kami dengan jadikan kami
yang pertama kau hubungi. Aku ingin kau
meneleponku ketika punya sesuatu.”
Lou: “Sesuatu seperti ini?”
Nina: “Ya.”
99 Nurudin, Op.Cit., 154-155
68
2.
Nina: “Itu hanya sebagian. Kami menyukai
kejahatan kriminal, tapi tak semuanya.
Contohnya pembajakan mobil di Compton.
Sekarang itu bukan berita baru. Pemirsa kita
ternyata lebih tertarik pada kejahatan di area
perkotaan sampai pinggiran kota.”
3.
Nina: “Korbannya sebaiknya orang kaya,
kulit putih. Terluka di tangan orang-orang
miskin atau minoritas.”
Lou: “Hanya kejahatan?”
Nina: “Tidak. Bisa juga kecelakaan, bermain,
mobil, bus, kereta api, pesawat, kebakaran.
Tapi berdarah-darah.”
4.
Nina: “Grafiknya harus jelas. Cara terbaik
dan terjelas yang bisa kuungkapkan padamu
Lou, yaitu menangkap semangat kami dengan
berpikir berita kami bagaikan wanita menjerit
berlari ke jalanan dengan leher tergorok.”
5.
Nina: “Aku paham. Aku cepat tanggap. Kau
akan bertemu denganku lagi.”
Nina: “Aku percaya padamu.”
69
Gambar 4.7 Analisis scene 2
Adegan pada scene ini memperlihatkan Nina memberi pengarahan kepada
Lou mengenai berita apa yang harus Lou cari (object). Awalnya, Nina meminta
Lou untuk segera menghubunginya jika menemukan berita kecelakaan serupa.
Lou bertanya berita seperti apa yang dimaksud. Berita yang dimaksud ialah
peristiwa yang menampilkan banyak darah.
Tidak hanya kecelakaan, berita kriminal juga disarankan (sign). Terutama
tindak kejahatan di perkotaaan hingga pinggiran kota. Pertimbangan yang dilihat
Nina adalah bagaimana pemirsa menyukai berita semacam itu. Nina kembali
menekankan berita dengan peristiwa berdarah dan grafik atau gambar yang jelas.
Mencari berita kriminal dan kecelakaan (sign)
Ikon : Adegan Nina menjelaskan berita seperti apa
yang harus Lou cari
Indeks: Nina menjelaskan ia ingin berita yang
“berdarah”, mengindikasikan berita yang ia
maksud adalah berita kecelakaan dan
kriminal.
Symbol: Secara terang-terangan Nina menjelaskan
bahwa ia menyukai kejahatan kriminal.
Kontributor diminta direktur
berita, produser atau atasanya
untuk meliput berita kriminal dan
kecelakaan yang bersifat
sensasional. (intepretant)
Arahan direktur berita
(object)
70
Di akhir adegan Nina berterima kasih kepada Lou karena ia menangkap spirit
KWLA News. Nina menganalogikan berita kegemarannya seperti wanita menjerit
sambil berlari di jalan dengan leher tergorok.
Dalam manajemen media massa, tugas seorang direktur berita adalah
memberikan arahan terhadap semua aktivitas siaran televisi untuk bagian
pemberitaan. Pengambilan keputusan oleh seorang direktur berita dititik beratkan
terhadap peristiwa apa yang akan diliput, kisah apa yang disiarkan, bagaimana,
serta kapan semua itu akan direpresentasikan.100
Sebagai direktur berita dalam
film ini Nina memiliki hak untuk menentukan berita apa yang harus Lou cari.
Interpretan dari adegan ini ialah kontributor biasanya diminta produser
berita untuk meliput berita kriminal dan kecelakaan yang bersifat sensasional
(interpretan). Hal demikian dianggap penting sebab semakin berita bersifat
sesasional makan pemirsa akan tertarik untuk berlama-lama menonton. Dengan
begitu, rating program berita bisa meningkat.
Interpretan dari adegan ini adalah kontributor diminta direktur berita,
produser atau atasanya untuk meliput berita kriminal dan kecelakaan yang bersifat
sensasional (interpretant). Berita yang mengarah pada konflik, kriminal,
kekerasan dan lain-lain merupakan praktek trivialisasi demi keuntungan ekonomi
yang sebesar-besarnya dalam dunia media.101
Sebab salah satu indikator
trivialisasi adalah ketika kekerasan menjadi hal yang utama dalam tayangan .102
100 Op.Cit., hal. 181 101 Redaksi LP3ES, Op.Cit., hal. 237 102 Ibid, hal. 180
71
Tidak heran apabila televisi berusaha terus menerus untuk mengikat
pemirsa agar mereka terus tersihir dan menempel di layar kaca. Mengutip
pernyataan Silalahi dalam Jurnalisme Liputan 6, yang perlu dilakukan adalah
bagaimana pihak manajemen media bisa secara terus menerus menahan penonton
agar tidak pindah saluran.103
Seperti program acara televisi pada umumnya, rating pun cukup berperan
dalam menentukan berita seperti apa yang bakal membuat publik menahan diri
untuk berlama-lama menatap layar kaca. Karena media tidak jauh-jauh dari
praktik komersialisme dan dampaknya, yaitu ketika pemasang iklan dan pemilik
media memengaruhi berbagai kebijakan editorial.104
Inilah alasan mengapa
kontributor cenderung meliput kejadian-kejadian yang bersifat bombastis dan
sensasional guna memaksimalkan pemasukan honor.
Tabel 4.4 Scene 3
Frame 11-17 [00:24:47 s/d 00:26:08]
No. Video Dialog
1.
Lou: “Pekerjaan lain?”
Rick: “Entahlah. Seminggu kerja di sini,
seminggu kerja di sana.”
2.
Lou: “Kenapa harus memperkerjakanmu?
Promosikan dirimu.”
Rick: “Baiklah.”
3.
Rick: “Aku Rick. Aku naik bus tiga kali
untuk ke sini. Aku tamatan SMA dan butuh
pekerjaan. Banyak yang bisa kulakukan jika
kau menerimaku.”
103 Ibid, hal. 207 104 Ibid, hal. 180
72
4.
Lou: “Di mana Rumah mu, Richard?”
Rick: “Sekarang aku belum punya.”
Lou: “Kau gelandangan?”
Rick: “Ya untuk sementara.”
5.
Lou: “Kau menjual diri?”
Rick: “ Apa, di jalanan? Tidak.”
Lou: “Itu bukan pertanyaan.”
Rick: “Aku Lurus.”
Lou: “Berapa banyak pria lurus menjual
diri?”
6.
Lou: “Kau punya SIM?”
Rick: “Ya”
Lou: “Mengenal baik Los Angeles?”
Rick: “Ya, aku tumbuh di sekitar sini.”
Lou: “Bisa kerja malam ini?”
Rick: “Mengerjakan apa?”
Lou: “Aku Menjalankan usaha berita tv yang
sukses. Kami merekam kejadian-kejadian.
Mungkin kau melihat rekamanku pagi ini.
Pembajakan mobil yang fatal.
Rick: “Aku tidak punya tv, tapi itu terdengar
keren.”
7.
Lou: “Punya ponsel?”
Rick: “Ya.”
Lou: “Ada GPSnya?”
Rick: “Ada.”
Lou: “Selamat kau diterima.”
Rick: “Baiklah.”
73
Gambar 4.8 Analisis scene 3
Pada adegan ini terlihat Lou dan Rick sedang duduk di sebuah restoran.
Dengan pengambilan gambar medium shot yang mempertegas hubungan
antarpersonal dua orang. Di sana Lou mewawancarai Rick dalam rangka merekrut
bawahan (object) karena ia butuh pegawai untuk membantunya bekerja.
Wawancara dilakukan oleh dua orang dalam bentuk interaksi melalui bentuk
Syarat berdasarkan subjektivitas dan kebutuhan kontributor
(sign)
Ikon : Adegan Lou memberikan beberapa
pertanyaan kepada Rick
Indeks: SIM, GPS dan pengetahuan Rick mengenai
Los Angeles menjadi pertanyaan krusial yang
diberikan Lou, indikasi bahwa hal-hal
tersebut yang menjadi prioritas Lou dalam
mempekerjakan orang
Simbol: Ucapan “Selamat kau diterima” sebagai simbol
bahwa Rick resmi menjadi pegawai Lou karena ia
memenuhi syarat
Perekrutan Bawahan
(object)
Kontributor mempekerjakan
orang dengan syarat yang ia
tentukan sendiri. Hal ini karena
bawahannya bekerja untuk
dirinya, bukan media. Di
Indonesia orang yang bekerja
membantu kontributor disebut
Stringer. (intepretant)
74
tanya jawab untuk mencapai tujuan tertentu105
. Dalam wawancara itu tidak
banyak yang bisa Rick promosikan tentang dirinya. Hal ini terlihat ketika ia
mengaku tamatan sekolah menengah atas, tidak memiliki rumah serta pekerjaan
yang jelas. Namun Lou tampak kurang memperdulikan hal itu. Kemudian ia
bertanya soal SIM, pengetahuan Rick akan kota Los Angeles, dan GPS. Dari
beberapa syarat yang diajukan (sign) ia langsung menerima Rick menjadi
bawahanya.
Di Indonesia, merupakan hal yang lazim ketika kontributor
mempekerjakan orang lain untuk membantu pekerjaannya. Orang itu biasa disebut
tuyul. Tuyul sendiri adalah sebutan lain dari stringer versi Indonesia. Muhajir
secara sederhana mendefinisikan istilah tuyul sebagai praktik mempekerjakan
orang lain oleh koresponden atau kontributor. Praktik ini merupakan hal yang
biasa terjadi di kalangan wartawan televisi, terutama di daerah. Kontributor atau
koresponden membayar orang lain untuk menjadi pekerja mereka. Meski begitu,
praktik mempekerjakan orang lain dalam pengumpulan berita dan gambar itu
sebenarnya sudah jauh lebih dulu dibanding istilah tuyul datang kemudian.106
Stringer alias tuyul bekerja bukan untuk media melainkan kontributor
sehingga syarat yang dipenuhi calon stringer/tuyul bergantung dari kebutuhan
kontributor itu sendiri (interpretant). Pada dasarnya, stringer atau tuyul
bertanggung jawab pada kontributor sedangkan kontributor bertanggung jawab
kepada perusahaan media. Jika tugas stringer kepada kontributor sudah jalan,
105 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, edisi kelima, PB, Jakarta, hal. 28 106 Anton Muhajir, Wajah Retak Media: Stringer, Tuyul Modern Jurnalisme TV, Aji Indonesia: Jakarta, 2009. Hal. 21
75
mereka sudah melakukan pekerjaannya. Selebihnya urusan kontributor dengan
TV masing-masing.107
Biasanya syarat yang paling sering dipenuhi stringer lebih bersifat teknis,
seperti memiliki kamera, kendaraan pribadi dan kemampuan mengenal medan.
Hal ini yang disebut Muhajir bahwa proses menjadi stringer itu gampang.108
Tabel 4.5 Scene 4
Frame 18 - 21 [00:02:07 s/d 00:21:11]
No. Video Dialog
1.
Nina: “Aku tak bangun sampai jam5. Aku
merasa sekarang waktunya sarapan pagi.”
Lou: “Aku yakin kau tetap cantik setiap
waktu. Bahkan, menurutku kau lebih cantik
daripada Lisa Mays. Aku suka riasan gelap di
matamu. Aku juga suka harusm tubuhmu.”
Nina: “Asalmu dari mana Lou?”
Lou: “Ujung utara lembah, kadang ingin
pulang tetapi tak seorangpun yang ku kenal
masih tinggal di sana. Kau dari Philadelphia,
Pennsylvania.”
Nina: “Bagaimana kau bisa tahu?”
Lou: “Dari internet. Semua tentangmu ada di
internet. Tidak keseluruhan, tapi banyak. Aku
sudah menonton semua video saat kau masih
jadi wartawan. aku yakin kau sudah
menontonnya.”
Nina: “Astaga, tidak tanpa sepengetahuaku”
2.
Lou: “Aku ingin menjadi pria yang memiliki
stasiun berita dan kamera sendiri. Usaha ini
berjalan baik. Tapi dalam rangka tumbuh ke
tingkat selanjutnya, aku perlu selangkah di
depan dari para pesaingku dan mengambil
107 Ibid 108 Ibid
76
resiko. Aku juga butuh dukungan finansial
untuk melakukan perluasan usaha. Mau
tambah margaritanya?”
Nina: “Satu saja cukup.”
Lou: “Terimakasih sudah datang untuk
mengobrol. Tempatku sekarang yaitu aku
ingin berhubungan dengan seseorang yang
bisa kujadikan tim dan berbagi pekerjaan.
Pekerjaan yang sama dan jam kerja yang
sama dan lain-lain. Aku bisa buat daftar yang
lain, tapi kau tahu maksudnya.”
Nina: “Kuharap kau menemukan seseorang.”
Lou: “Masalahnya sekarang Nina, Aku sangat
yakin sudah menemukanya.”
3.
Nina: “Baiklah, aku akan mengatakannya
secara sopan. Aku hanya ke luar makan
malam denganmu Lou murni profesional.”
Lou: “Menurutku bukan rahasia kalau aku
sendiri yang telah menaikkan nilai rating
stasiun televisimu.”
Nina: “Peringkat stasiun televisi kamu?
Wow.”
Lou: “Aku hanya bisa membayangkan bahwa
kebutuhanmu akan meningkat bulan depan.”
4.
Nina: “Kami pasti menghargai semua
usahamu.”
Lou: “Ada hal-hal baik tentang sendirian.
Kau punya waktu melakukan hal-hal yang
kau inginkan. Seperti belajar dan membuat
rencana. Tapi kau tak bisa makan malam
seperti ini atau berhubungan fisik dengan
seseorang. Maksudku bukan berteman biasa.”
Nina: Kau ingin hubungan seperti apa?”
Lou: “Aku ingin itu, bersamamu. Seperti kau
ingin mempertahankan pekerjaan dan asuransi
kesehatanmu.”
77
Gambar 4.9 Analisis scene 4
Suasana yang tergambar di adegan ini romantis. Efek pencahayaan
restoran yang redup serta properti pendukung yang klasik dan elegan membuat
adegan ini tampak seperti kencan antara Lou dan Nina. Namun posisi duduk
mereka tidak memberikan kesan kedekatan emosional layaknya sepasang kekasih.
Dari gestur dan ucapannya terlihat Nina masih menjaga profesionalitasnya
sebagai bos Lou.
Hubungan yang lebih
dekat (object)
Kontributor berusaha membangun
hubungan informal yang intim
dengan atasan demi keuntungan
pribadi. (intepretant)
Kepentingan pribadi (sign)
Ikon : Adegan Lou dan Nina berbincang di restoran
dengan nuansa romantis
Indeks : Lou dengan terang-terangan mengutarakan
keinginannya untuk menjalin hubungan yang lebih
intim dengan Nina agar ia bisa bekerja lebih giat,
dengan begitu rating KWLA News semakin
meningkat, indikasi adanya kepentingan pribadi
yang dibawa Lou dalam menjalin hubungan itu
Symbol: Kata-kata yang diucapkan Lou memberikan makna
bahwa ia sedang mencapai tujuan pribadi dengan
cara memanfaatkan situasi yang ada
78
Dalam perbincangan itu Lou berniat untuk mengembangkan usaha jasa
video rekamannya dan itu memerlukan biaya. Di sela-sela obrolan Lou selalu
memuji Nina, seakan ia sedang mendekati wanita yang ia sukai. Bahkan Lou tidak
segan untuk meminta hubungan yang lebih intim dengan Nina (object), yaitu
hubungan di luar urusan pekerjaan. Nina sempat menolak, namun penjelasan Lou
yang mampu membuat tujuannya rasional semata-mata demi keuntungan materi
menggiring Nina untuk menuruti kepentingan yang sedang Lou bawa (sign).
Kontributor berusaha membangun hubungan informal yang intim dengan
atasan demi keuntungan pribadi (interpretant). Untuk mencapai tujuan pribadi ini
diperlukan aspek persuasif dalam berkomunikasi, yaitu berupa ajakan. Sebab
dalam pembicaraan persuasif kita akan berusaha mencapai dua tujuan. Pertama,
kita ingin memperkuat atau mengubah sikap dan kepercayaan pendengar. Kedua,
kita ingin memotivasi pendengar untuk melakukan sesuatu.109
Dalam komunikasi yang bersifat persuasif, biasanya komunikator
menggunakan daya tarik psikologis. Daya tarik psikologis dipusatkan pada motif
kekuatan-kekuatan yang menyemangati seseorang untuk mengembangkan,
mengubah, atau memperkuat sikap, atau cara perilaku tertentu. Devito membagi
daya tarik psikologis menjadi beberapa poin, yaitu:
1. Rasa takut. Kita banyak dimotivasi oleh keinginan menghindari rasa
takut. Kita takut kehilangan uang, keluarga, kawan, cinta, kesehatan,
pekerjaan, dan hampir semua yang kita miliki dan kita anggap penting.
109 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia: Kuliah Dasar, Edisi Kelima, Jakarta, Hal. 450
79
2. Kekuasaan, kendali dan pengaruh. Kita menginginkan kekuasaan,
kendali dan pengaruh. Kita menginginkan kekuasaan atas diri sendiri
dan atas orang lain.
3. Harga diri dan pengakuan. Harga diri, setidak-tidaknya sebagian,
dicapai melalui pengakuan dari orang lain.
4. Pencapaian.kita ingin berhasil dalam apapun yang kita kerjakan.
5. Motif keuangan. Banyak orang yang dimotivasi oleh keinginan
mendapatkan uang.110
Pada adegan di film ini, Lou memainkan daya tarik psikologis untuk
mempengaruhi Nina dalam mengambil tindakan. Ia mengendalikan semua aspek
daya tarik psikologis menurut Devito dari diri Nina, terutama dalam hal motif
keuangan. Hal ini tampak saat ia membahas soal turunnya pamor KWLA yang
berdampak pada pemasukan ekonomi mereka.
Tabel 4.6 Analisis Acene 5
Frame 22 - 25 [00:57:30 s/d 01:00:55]
No. Video Dialog
1.
Adegan Lou berteiak kesal
2.
Adegan Lou mengerjai mobil van Joe Loder
3.
Lou: “Sejak kapan mobil Coldwater lebih
capat dari Laurel? Sedang memikirkan apa?
Aku tidak ingin berbicara sendiri.”
Rick: “Karena Coldwater memiliki enam
lampu. Aku sudah tunjukkan rute ini. kau
110 Ibid, hal. 456
80
ingin mendahului Laurel, kau harus
mengatakan sesuatu.”
-
Rick: “Kenapa buru-buru? Kenapa kita tidak
ke pemerkosaan di Griffith Park seperti yang
lain?
-
Rick: “Astaga, itu mobil van Mayhem, Joe
Loder dan temannya.”
Lou: “Parkir mobilnya dan ambil kameramu.”
-
Rick: “Bagaimana mereka bisa menabrak
tiang? Hei jangan merekamnya, dia bagian
dari kita.”
Lou: “Tidak lagi Rick, dia barang dagangan.”
Gambar 4.10 Analisis Scene 5
Kontributor memiliki daya saing
yang kuat. (intepretant)
Kecelakaan yang dialami
Joe Loder (object)
Lou mencelakai dan merekam lawan/pesaing yang sekarat
(sign)
Ikon : Adegan Lou merekam Joe Loder yang
sekarat
Indeks : Lou mengerjai mobil van milik Joe Loder diam-
diam, indikasi Lou sengaja mendisfungsikan van
milik Joe agar terjadi kecelakaan
Symbol: Lou menepuk pundak Rick ketika Rick bertanya
mengapa ini terjadi, mengisyaratkan seolah itu
bukan hal besar sebab tanpa sepengetahuan Rick,
Lou lah penyebab utama kecelakaan tersebut.
81
Dalam sebuah frame Lou diam-diam melakukan sesuatu pada mobil
lawannya sesama kontributor. Ia tampak seperti habis memutus kabel rem van
biru itu. Dengan tenang ia pergi seakan tidak melakukan apa-apa. Frame
berikutnya Lou dan Rick menuju suatu tempat dengan kecepatan mobil yang
tinggi. Lou yakin ada sesuatu terjadi di sana. Sesampainya di lokasi, ada sebuah
kecelakaan parah. Kecelakaan itu ternyata dialami oleh mobil van biru lawannya
yang juga rekan se-profesi, Joe Loder (object). Lou langsung mempersiapkan
kamera dan merekam korban yang masih hidup dan bersimbah darah.
Kesimpulan dari adegan ini adalah, Lou menjebak lawannya agar celaka
kemudian ia merekam kejadian (sign)
Interpretan dari adegan ini ialah kontributor bersaing untuk mencapai
tujuan karirnya hingga tak segan membangun konflik dengan kawan hingga
lawan. Artinya, kontributor memiliki daya saing yang kuat (interpretant).
Kontributor meminimalisir saingan, tujuannya agar rekaman yang ia peroleh lebih
menarik karena tidak ada rekaman lain yang menyaingi. Tujuannya tidak lebih
dari soal penghasilan dari video yang terjual. Sederhananya, jika video dari
kontributor lain lebih menarik dan dibeli, video miliknya tidak laku lalu tidak bisa
diuangkan.
Dalam film ini nampak bahwa Lou tidak memiliki ketertarikan untuk
menjalin hubungan yang baik dengan sesama kontributor. Bahkan kenalan se-
profesinya itu dianggap lawan hingga ia tak segan mencelakai mereka. Tindakan
yang dilakukan Lou tersebut merupakan wujud dari konflik antara dirinya dengan
Joe Loder.
82
Sebelumnya, pada adegan di menit 00:55:29 Lou terlambat sampai di
lokasi sebuah peristiwa kecelakaan. Hal ini membuat ia kesal karena lawannya,
Joe Loder telah lebih dulu merekam gambar dan mengolok dirinya. Lou merasa
sangat kesal karena akibat dari kejadian itu ia dimarahi Nina. Sejak itu, Lou
menganggap Joe Loder sebagai saingan yang harus disingkirkan sebab jika tidak
akan menghambat perkembangan karirnya. Pada scene berikutnya, dimunculkan
adegan Lou berteriak di depan kaca seakan menumpahkan emosi mendalam yang
ia rasakan. Ia berteriak kencang dan membanting kaca hingga pecah. Ini
merupakan visualisasi emosi Lou akibat konflik antara dirinya dan Joe Loder.
Kebanyakan konflik melibatkan emosi sehingga meninggalkan kesan
buruk yang sangat mendalam dan berpotensi menimbulkan dampak luka batin.
Emosi yang tidak terkendali acap kali mendorong konflik menjadi berlarut-larut
dan sulit dihentikan. Persaingan tidak sehat merupakan kerugian yang timbul
akibat konflik. Sebaliknya, konflik juga efek dari persaingan tidak sehat yang
hadir di antara pelakunya.111
Persaingan tidak sehat dalam dunia kerja menimbulkan suasana atau
atmosfer kerja yang tidak sehat pula. Konflik dan persaingan tidak sehat yang
berlarut-larut memicu seseorang berbuat di luar batas wajar.112
Dalam adegan ini,
persaingan tidak wajar yang memicu konflik ditampilkan dalam perbuatan Lou
yaitu mencelakai Joe Loder.
111 Surbakti, Gangguan Kebahagiaan Anda dan Solusinya, Alex Media Komputindo, Jakarta, 2010, hal. 357 112 Ibid, hal. 359
83
Tabel 4.7 Analisis Scene 6
Frame 26 - 35 [00:46:58 s/d 00:53:17]
No. Video Dialog
1.
Nina: “Berapa?”
Lou: “$100.000”
Nina: “Berapa?”
Lou: “$50.000”
Nina: “Aku perlu angka pastinya, aku butuh
angka pasti dalam 9 menit.”
Lou: “Aku sudah berikan dua padamu.”
2.
Nina: “$3.000.”
Lou: “Kau dibayar $3.000 untuk perampokan
truk makanan.”
Nina: Tapi lebih banyak yang mati.”
3.
Lou: “Mereka orang-orang Meksiko miskin
dalam truk makanan. Dua dari mereka ilegal.
Yang ini tig orang kulit putih kaya di tembak
dan dibunuh di rumah mereka. termasuk
seorang ibu rumah tangga yang ditembak di
tempat tidurnya. Aku tahu kau, Nina.
Aku tahu minatmu dan kesenangan akan
rekaman ini lebih besar dari jumlah yang
kutawarkan.”
4.
Nina: “$ 5.000.”
Lou: “$ 30.000.”
Nina: “$8.000.”
Lou: “15.000.”
Nina: “9.000.”
Lou: “$15.000”
Nina: “$10.000”
Lou: “$15.000.”
Nina: “Beri aku angka serius.”
Lou: “$15.000.”
Nina: “Tidak bisa lagi, ini soal harga.
Sepuluh ribu tawaran terbaikku yang
terakhir.”
Lou: “Oke.”
84
5.
Nina: “Benarkan? Kau mau ke mana?”
Lou: “Seven Broadcast sudah dekati aku
setidaknya beberapa kali. The ND sudah
memberiku nomor telepon. Mereka akan
memberi tawaran lebih baik. Hanya 5 menit
berkendara.”
Nina: “Tunggu!”
6.
Nina: “$12.000.”
Lou: “$15.000”
Nina: “Aku tak bisa habiskan anggaran
bulanan demi satu berita.”
Lou: “Bagaimana jika ceritanya belum
berakhir? Orang-orang yang melakukan itu
kabur. Mereka masih di luar sana, berjalan di
antara kita yang tersisa. Jika aku punya
keluarga dan tinggal di rumah mungkin itu
bisa membuatku gugup. Aku ingin
perkembangan terbaru atas apa yang sedang
terjadi. Dengan rekaman ini, orang akan
beralih ke saluran beritamu.”
7.
Lou: “Aku menyukaimu, Nina. Dan aku ingin
kita punya waktu bersama-sama. Tapi kau
harus mengerti, $15.000 bukanlah yang
kuinginkan. Dari sini, mulai sekarang, aku
ingin pekerjaanku tertulis di berita. Nama
Perusahaanku yaitu Video Production News,
layanan pengumpulan berita profesional.
Itulah yang harus terbaca dan harus dikatakan.
8.
Lou: “Aku juga ingin menuju tingkat
berikutnya, dan bertemu tim-mu. dan
manajer, direktur, dan para pembawa perita.
Dan mulai mengembangkan hubungan
pribadiku sendiri. Kau akan membawaku
berkeliling dan perkenalkan aku sebagai
pemiliki dan presiden Video Production
News. Dan ingatkan mereka beberapa
ceritaku yang lain.”
85
9.
Lou: “Aku belum selesai. Aku juga ingin
hentikan diskusi kita tentang harga. Ini akan
menghemat waktu. Jadi, ketika kusebutkan
angka termurah, itulah harga termurahku. Dan
yakinlah bahwa harga yang kutentukan sudah
kupertimbangkan dengan cermat. Sekarang,
ketika kukatakan bahwa aku ingin hal-hal ini,
artinya aku sunggu menginginkannya. Dan
aku tak perlu memintanya lagi. Dan hal
terakhir yang kuinginkan, Nina yaitu kau
lakukan apa y ang kuminta ketika kita sedang
da di apartemenmu. Jangan seperti terakhir
kali!
10.
Lou: “Jadi, aku akan katakan padamu. Aku
punya cerita kecelakaan van dengan dua
wartawan lepas di dalamnya. Itu sudah cukup
bisa menaikkan rating berita malam mu. aku
bersedia memberikannya secara cuma-cuma.
Bagaimana menurutmu, apa kita sepakat?
86
Gambar 4.11 Analisis Scene 6
Pada adegan ini terlihat Lou memasang harga rekaman video yang tinggi
hingga membuat ia dan Nina melakukan tawar-menawar yang sengit. Dimulai
dari harga $100 juta dolar hingga kesepakatn harga final pada. Dalam perdebatan
soal harga itu Lou menuntut (object) Nina dengan cara mendesaknya membayar
dengan harga yang lebih dari biasa. Selain itu ia juga meminta Nina untuk
Meminta kenaikan honor dan kejelasan karir (sign)
Ikon : Adegan Lou dan Nina berdiri berhadapan,
berdebat dan melakukan tawar-menawar
Indeks : Lou memasang harga video dengan angka yang
sangat tinggi, indikasi ia menginginkan kenaikan
honor
Symbol: Lou sempat mengangkat jari telunjuknya ke arah
Nina, simbol ia sedang menuntut sesuatu. Lou juga
menyebut harga $ 15 ribu dollar secara terus
menerus, simbol ia ingin video miliknya dibeli
mahal. Lou meminta Nina untuk memperkenalkan
dan mempromosikan dirinya kepada tim, simbol ia
ingin kejelasan karir.
Kontributor menuntut
kehidupan yang lebih baik,
mereka menuntut media untuk
lebih memperhatikan
kesejahteraan mereka.
(intepretant)
Tuntuan Lou (object)
87
memperkenalkan dirinya kepada tim redaksi serta menampilkan label usahanya di
berita untuk mendukung kejelasan karirnya (sign).
Interpretan dari adegan ini adalah kontributor menuntut kehidupan yang
lebih baik, mereka menuntut media untuk lebih memperhatikan kesejahteraan
mereka (interpretant). Salah satunya adalah meminta kenaikan honor dan
kejelasan status karir mereka di media. Berkaca pada apa yang terjadi tanggal 1
Mei 2016 lalu. Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) menggelar aksi untuk
menuntut kesejahteraan mereka sebagai pekerja yang dilindungi undang-undang.
Tuntutan yang disampaikan yaitu penghapusan pemberlakuan kontributor
dan stringer di media massa. Sebab, banyak perusahaan media yang abai dengan
kesejahteraan pekerja mereka, terutama kontributor. Dilansir dari sumber yang
sama, menurut data sekitar 39 persen kontributor tidak mendapat jaminan BPJS
dan ketenagakerjaan. Sekitar 22 persen kontributor mendapat upah di bawah
UMK, yaitu berkisar 1,5 juta rupiah.113
Hal terkait kesejahteraan kontributor adalah hal yang penting untuk
menjadi perhatian. Sebab ini berkaitan dengan kesejahteraan pekerja yang diatur
dalam undang-undang ketenaga kerjaan dan peraturan mentri.
Menurut Kepmenakertrans No. 233 pasal 3 ayat 1 pekerja media massa
merupakan salah satu jenis pekerjaan yang dilakukan terus menerus atau full time,
berdasarkan peraturan itu jenis pekerjaan full time dapat berlangsung tanpa
mengikuti ketentuan jam kerja yang tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2003.
Namun demikian setiap kelebihan jam kerja yang dilakukan oleh buruh/pekerja
113 Timesindonesia.co.id, Banyak Perusahaan Media yang Abai terhadap Nasib Kontributor, Berita tanggal 1 Mei 2016, diakses pada 6 Agustus 2016 pukul 22:07 PM
88
dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana yang tercantum di atas harus
dihitung sebagai lembur yang harus dibayar karena merupakan hak buruh/pekerja
yang dilindungi undng-undang.
Pada pasal 78 ayat 2 UU No 13/2003 terkait upah lembur disampaikan
bahwa:
Pengusaha yang mepekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Tabel 4.8 Scene 7
Frame 35 - 39 [01:47:50 s/d 01:48:37]
No. Video Dialog
1.
Frank: “Joel dapat informasi dari sumber
satgas yang menyatakan mereka menemukan
narkoba di rumah Granada Hills. Kokain
dalam bentuk paket, tersembunyi dalam ruang
sempit, lebih dari 22 kilo. Dia menegaskan itu
ke penyidik TKP”
2.
Frank: “Itu bukan penyerangan rumah, itu
perampokan narkoba.”
Nina: “Berikan pada kru bagian siang.”
Frank: “Ini berita!”
Nina: “Itu dapat mengurangi cerita.”
Frank: “Ini ceritanya!”
3.
Nina: “Cerita adalah kejahatan di kota dan
merayap ke pinggiran kota . itulah cerita.”
Frank: “Ya Tuhan kau terdengar seperti
Lou.”
4.
Nina: “Kupikir Lou adalah inspirasi kita
semua untuk mencapai rating lebih tinggi.”
89
Gambar 4.12 Scene 7
Pada adegan ini, Frank menarik lengan Nina untuk berbicara soal berita
yang akan mereka siarkan. Frank membeberkan fakta-fakta baru yang berasal dari
sumber yang sah (object). Fakta sebenarnya yang ditemukan adalah peristiwa di
Granada Hills merupakan perampokan narkoba, bukan penyerangan rumah. Hal
ini sudah ditegaskan oleh penyidik TKP. Secara tidak langsung, perkataan Frank
menjelaskan bahwa Lou memalsukan fakta. Ia tidak melakukan wawancara dan
verifikasi kepada pihak terkait (sign). Nina tampak seolah tidak tertarik dengan
keterangan Frank. Frank menegaskan bahwa ini berita, namun Nina berasumsi
Lou memalsukan fakta, tidak melakukan wawancara dan
verifikasi (sign)
Ikon : Adegan Frank berbicara kepada Nina
Indeks : Frank menjelaskan fakta sebenarnya, indikasi bahwa
fakta sebelumnya yang dibawa Lou tidak benar
Symbol: Frank berkata “This is news” dan “This is the story”,
memberikan makna bahwa cerita yang sebenarnya
bukanlah cerita yang disiarkan oleh KWLA
sebelumnya
Kontributor tidak profesional
sebab mengesampingkan kaidah
jurnalistik guna mendahului
tujuan komersil, yaitu rating
berita (intepretant)
Pembeberan bukti sah
kejahatan oleh Frank
(object)
90
kalau fakta yang asli itu bisa mengurangi cerita. Artinya akan membuat cerita
yang sudah ada kurang menarik bagi khalayak.
Di akhir adegan Nina memberi kesimpulan bahwa Lou adalah inspirasi
mereka untuk mencapai rating yang lebih tinggi. Kesimpulan yang ditampilkan
pada adegan ini adalah Lou telah mengarang cerita, ia merekonstruksi fakta yang
ada tanpa adanya verifikasi dan keterangan pihak berwenang. Hal ini ia lakukan
agar berita yang ia buat akan lebih menarik dan laku sehingga meningkatkan
rating KWLA News. Dengan begitu pemasukan honornya juga akan meningkat.
Hal ini dipertegas pada menit ke 01:46:55 saat Nina menyerahkan berapa pun
jumlah angka yang ingin Lou dapatkan dari berita tersebut.
Interpretan dari adegan ini adalah kontributor tidak profesional sebab
mengesampingkan kaidah jurnalistik guna mendahului tujuan komersil
(interpretant). Kaidah jurnalistik yang dimaksud ialah tidak melakukan verifikasi.
Dari sisi kode etik jurnalistik, tindakan Lou dalam film ini melanggar poin
pertama pada Radio Television Code News Association (RTDNA Code of Ethics).
Poin pertama pada subbab Truth and Accuracy pada RTDNA Code of Etchics
berbunyi114
The facts should get in the way of a good story. Journalism requires more
than merely reporting remarks, claims or comments. Journalism verifies,
provides relevant context, tells the rest of the story and acknowledges the
absence of important additional information.
114 www.rtdna.org
91
Berdasarkan poin tersebut, wartawan harus melakukan verifikasi terhadap
fakta yang ia temukan. Verifikasi dalam jurnalisme merupakan hal yang utama
dan penting.
Adegan ini merupakan gambaran bahwa orientasi komersil dan idealis
tidak seimbang membuat kontributor berbuat hal tidak profesional. Terdapat dua
faktor yang berkaitan satu sama lain agar insan pers dikatakan profesional, yaitu
hubungan antara idealisme dan komersialisme pers. Ketiga elemen ini, yakni
profesionalisme, idealisme dan komersialisme dikenal dengan sebutan tritunggal
jurnalisme atau tiga pilar penyangga pers.
Keseimbangan antara idealisme dan komersialisme ini membentuk
profesionalitas wartawan, termasuk wartawan kontributor. Berbicara lebih lanjut,
mengenai idealisme, ialah cita-cita, obsesi, sesuatu yang dikejar untuk bisa
dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma
profesi yang berlaku serta diakui oleh negara. 115
Sementara komersialime dikaitkan dengan kekuatan untuk mencapai cita-
cita dan keseimbangan dalam mempertahankan nilai-nilai profesi yang diyakini.
Agar mendapat kekuatan, maka pers harus berorientasi kepada kepentingan
komersial. Sebagai lembaga ekonomi, penerbitan pers harus dijalankan dengan
merujuk pada pendekatan dan kaidah ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Secara
manajerial pers memetik untung dan sebisa mungkin menjauhi kerugian.116
115 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Beirta dan Feature, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, Bandung, 2006, Hal. 46 116 Ibid
92
Tidak bisa diabaikan, tujuan komersil di media massa memang berperan
sangat penting. Lebih ekstrim, Barus mengatakan bahwa derasnya peredaran uang
dalam industri persuratkabaran di dunia modern membuat sebagian orang
menyebut kalau sesungguhya kehidupan jurnalisme adalah dunia jual beli berita.
Tidak ada yang bisa disebut „gratis‟ dalam distribusi berita sebab jika kurang
menarik minat pasar, dipastikan media bisa gulung tikar.117
Semua usaha media massa tidak mungkin hidup tanpa dikelola dengan
pendekatan bisnis. Jual beli berita pada dasarnya memang merupakan napas
kehidupan sebuah perusahaan surat kabar.118
Sisi bisnis media massa ini
merupakan orientasi komersil. Maka para pekerjanya dihadapi pada keputusan
dilematis, antara mendahului idealisme atau komersialisme. Namun, seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya agar pekerja media bisa profesional mereka harus
menyeimbangkan kedua elemen tritunggal jurnalisme tersebut.
Sumadiria menjabarkan enam ciri seseorang bisa disebut profesional. Poin
ketiga disebutkan bahwa, seluruh sikap, perilaku, aktivitas dan pekerjaannya
dipagar dengan dan dipengaruhi oleh keterikatan dirinya secara moral dan etika
terhadap kode etik profesi.119
Berdasarkan penjabaran tersebut, maka jelas bahwa perilaku yang
mengesampingkan kaidah jurnalistik dan etika merupakan perilaku yang tidak
profesional bagi kontributor sebagai bagian dari insan pers.
117 Sedia Willing Barus, Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita, Erlangga, Jakarta, 2010, hal. 21 118 Ibid, hal. 22 119 Ibid, hal. 48
93
4.2.2 Representasi Karakter Kontributor Berita Televisi dalam Film
Nightcrawler
Setelah penulis menganalisis tujuh adegan dalam film ini, maka penulis
dapat menemukan representasi dari beberapa karakter kontributor berita televisi
dalam film Nightcrawler. Dalam film ini karakter kontributor berita televisi
ditampilkan sebagai sosok yang oportunis, ambisius dan money-oriented.
Berdasarkan adegan-adegan yang telah dibedah menggunakan analisis semiotika
Peirce, sosok kontributor berita televisi yang mencerminkan karakter oportunis
ditampilkan pada hampir keseluruhan scene yang dianalisis. Namun lebih nampak
dominan pada scene ke 1, 3, 4 dan 7. Oportunis adalah suatu aliran pemikiran
yang menghendaki pemakaian kesempatan menguntungkan dengan sebaik-
baiknya, demi diri sendiri, kelompok, atau suatu tujuan tertentu.120
Sedangkan ambisius adalah sikap seseorang yang berkeinginan keras
untuk mencapai sesuatu. Ambisi itu kata benda sedangkan ambisius sudah
menjadi kata sifat.121
Berdasarkan hasil analisis, scene yang mencerminkan
karakter ambisius bagi seorang kontributor berita televisi dalam film ini adalah
scene ke 1, 2, 4 dan 5.
Karakter money-oriented juga muncul dalam sosok kontributor berita
televisi dalam film Nightcrawler. Money oriented adalah sikap yang selalu
menginginkan hasil dalam jumlah besar, serta dalam waktu yang singkat. Dewasa
ini, pemikiran yang berorientasi pada uang diidentikkan dengan ha-hal yang
120 https://id.wikipedia.org/wiki/Oportunisme 121 http://www.kirmansyam.com/ambisi-vs-ambisius
94
negatif, seperti: rakus, penyelewengan, dan kekuasaan.122
Dalam film ini, scene
yang menggambarkan karakter money-oriented pada sosok kontributor berita
televisi adalah scene ke 2 dan 6.
Dari keseluruhan scene yang telah penulis analisis maka telah didapatkan
hasil representasi dari karakter kontributor berita televisi dalam film Nightcrawler
yaitu oportunis, ambisius dan money-oriented.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Konstruksi Realitas Karakter Kontributor Berita Televisi dalam Film
Nightcrawler
Konstruksi realitas sosial Berger memiliki tiga tahapan yang olehnya
disebut sebagai momen. Eksternalisasi sebagai usaha pencurahan atau ekspresi
diri manusia ke dalam dunia, baik kegiatan mental maupun fisik. Nightcrawler
dibuat dan disutradarai langsung oleh Dan Gilroy. Dalam proses eksternalisasi
Gilroy mencurahkan idenya mengenai dunia kontributor/stringer yang ada di kota
Los Angeles. Ia mengamati langsung fakta yang ada di lapangan dengan cara ikut
berpartisipasi dan hadir di lokasi ketika stringer melakukan pekerjaannya. Dalam
proses eksternalisasi itu Gilroy berusaha untuk menangkap fenomena apa yang
terjadi ketika seorang stringer melakukan tugasnya.
Objektivasi merupakan hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik
dari kegiatan eksternalisasi. Hasil yang diperoleh Gilroy setelah ia menangkap
122 http://www.kompasiana.com/evansiusraka/money-oriented-disorientation-or-a-
need_55ed9de80d9773a505d428ee
95
fenomena yang telah dieksternalisasikan yaitu berupa konsep tentang film
Nightrawler. Konse-konsep yang telah terbentuk itu kemudian ia jadikan acuan
dalam membuat alur, plot, karakter, tokoh dan lain-lain dalam film ini. Hasil
objektivasi ini merupakan realitas objektif.
Sebagai bentuk dari tahapan internalisasi, konsep yang telah ada tadi
tergambarkan dalam adegan-adegan yang ada di film. Proses internalisasi di mana
penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga
subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Pandangan Gilroy terkait
kontributor dalam filmnya tidak lepas dari gejala realitas mengenai kehidupan
kontributor/stringer yang ada di kehidupan sosial.
Setiap orang memiliki konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas,
termasuk realitas mengenai kontributor. Dalam film Nightcrawler ini kita bisa
melihat bagaimana Gilroy mengkonstruksi realitas mengenai kehidupan
kontributor/stringer yang ia tuangkan dalam layar lebar.
4.3.2 Film sebagai Sarana Edukasi tentang Karakter Kontributor/Stringer
Menurut Effendy, selain memiliki fungsi sebagai hiburan, film juga
berfungsi sebagai sarana penerangan dan pendidikan. Film banyak digunakan
sebagai alat bantu pendidikan untuk memberikan pejelasan. Nightcrawler muncul
sebagai film layar lebar juga memiliki peranan sebagai sarana pembelajaran
terkait hal-hal yang diangkat dalam ceritanya.
Bercerita mengenai kehidupan sebagai kontributor atau stringer, film ini
mencoba untuk memberikan gambaran kepada masyarakat seperti apa karakter
96
seseorang yang menjalani profesi tersebut. Hasil analisis penulis menunjukkan
bahwa seseorang yang berkarakter oportunis, ambisius dan money-oriented
merupakan kriteria yang kuat bagi seseorang dalam menggeluti profesi
kontributor. Dalam kehidupan nyata apabila seseorang memiliki ketiga karakter
ini kemungkinan besar orang tersebut memiliki potensi kuat menjadi kontributor
seperti yang dimunculkan dalam film Nightcrawler.
Pendidikan terkait kontributor/stringer dalam buku-buku jurnalisme
maupun penyiaran sangatlah minim. Penulis mencoba mencari buku terkait dan
buku yang memiliki kedekatan dengan tema kontributor tetapi yang didapatkan
tidak seberapa. Adapun buku yang mengulas tentang kontributor dan stringer
tidak membahas secara luas dan mendetail. Dengan adanya film Nightcrawler ini,
sarana pendidikan terkait kontributor dan bagaimana kontributor bekerja bisa
didapatkan dengan cara yang tidak monoton dan tetap bisa menghibur. Adanya
skripsi ini pula dapat dijadikan bahan referensi dan tambahan untuk memperluas
wawasan terkait profesi kontributor dan stringer dalam film Nightcrawler.
97
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Nightcrawler cukup apik menampilkan sosok kontributor dalam bentuk
layar lebar. Dan Gilroy berusaha menampilkan realitas serealistis mungkin dalam
film ini. Terdapat berbagai perilaku berlebihan kontributor yang cenderung
membawa penulis untuk memberi penilaian negatif. Film merupakan sarana
komunikasi massa yang efektif termasuk untuk media penerangan atau pendidikan
karena bentuknya yang menyajikan audio dan visual. Dalam sebuah film terdapat
tanda-tanda yang memiliki pesan yang ingin disampaikan pada khalayak. Dalam
film ini, penulis menemukan bagaimana tanda-tanda karakter kontributor berita
televisi direpresentasikan.
Berikut kesimpulan yang penulis peroleh melalui analisis semiotika Peirce:
1. Karakter kontributor berita televisi direpresentasikan oleh sign dalam
bentuk perilaku tokoh Lou yang tidak menguasai softskill jurnalistik
dalam bekerja. Selain itu perilaku Lou sebagai kontributor nampak
arogan, mencurahkan segala cara guna mencapai ambisi pribadi dan
pandai mengendalikan percakapan dalam berkomunikasi kepada orang
lain. Hal yang paling nampak jelas ialah perilakunya yang tidak
idealis, tidak taat etika dan moral dan mampu memanipulasi fakta
guna kepentingan uang dan ambisinya. Perilaku-perilaku ini terlihat
melalui adegan dan dialog yang melibatkan tokoh Lou.
97
98
2. Karakter kontributor berita televisi dalam film Nightcrawler
direpresentasikan oleh object melalui sosok Lou yang memiliki
pekerjaan sebagai kontributor berita televisi. Dibantu dengan adegan-
adegan dalam film yang didominasi oleh kehadiran sosoknya. Bahkan
sosok Lou selalu muncul hampir dalam semua adegan, terutama
adegan saat ia bekerja.
3. Karakter kontributor berita televisi dalam film Nightcrawler
direpresentasikan oleh interpretant melalui Lou yang diidentifikasi
memiliki sikap yang oportunis dan ambisius. Sebagai kontributor,
sikapnya juga terkesan money oriented. Terlihat dari yang dirujuk
oleh sign dan object.
5.2 Saran
Akademis
Semiotik sebagai salah satu bidang kajian komunikasi yang digunakan
untuk menganalisis makna tanda dalam gambar, film, iklan dan media apapun
masih membutuhkan partisipasi akademisi untuk terus mengembangkan
penelitian ke arah yang lebih konstruktif. Ruang-ruang diskusi dan penelitian
terkait bidang semiotik perlu ditingkatkan guna mendapat tempat yang lebih
produktif dalam mengkaji tanda khususnya di Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Selain itu, kajian-kajian dan diskusi terkait hadirnya profesi
kontributor di Indonesia juga diperlukan. Hal ini agar terbentuk solusi-solusi
99
yang membangun dalam mengatasi persoalan dilematis terkait profesi
kontributor dari sisi akademis. Selain itu, derasnya arus kapitalisme dalam
jurnalisme Indonesia juga butuh perhatian lebih dengan cara terus
meningkatkan penelitian dan kajian mengenai isu-isu terkait.
Praktis
Penulis berharap penelitian ini bisa membawa dampak positif kepada
para praktisi pembuat film dalam menyampaikan sebuah pesan sehingga karya
yang dihasilkan juga mendapat respon positif dari khalayak. Film merupakan
sarana audio visual yang mampu menyampaikan pesan dengan cara yang lebih
efektif. Diharapkan kedepan banyak cineas di Indonesia yang mampu
membuat karya berkualitas dan tetap menjunjung orisinalitas dengan konten
pesan-pesan moral yang mambangun.
Selain itu, penulis juga sangat berharap akan ada lebih banyak film-
film terkait bidang jurnalisme guna menjadi sarana pembelajaran dengan
nuansa yang lebih artistik dan menghibur. Dengan maraknya film demikian,
belajar jurnalistik tidak melulu tentang teori dan praktik namun terdapat sisi
rekreasi yang tetap memberi pengetahuan. Hal ini bisa berdampak sangat
positif terhadap minat mahasiswa jurnalistik dalam mempelajari bidang
ilmunya dengan cara yang tidak monoton dan menyenangkan.
100
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvianto. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbosa
Rekatama Media, 2007.
Armando, Ade. Televisi Jakarta di Atas Indonesia. Yoyakarta: Bentang, 2011.
Barus, Sedia Willing. Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita. Jakarta:
Erlangga, 2010.
Creswell, John W. Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Danesi, Marcel. Understanding Media Semiotics, London: Arnold, 2002.
Devito, Joseph A. Komunikasi Antar Manusia, Jakarta: PB
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra
Adya Bakti, 2003.
Hall, Stuart. Representation: Cultural Representation and Signifying Practices.
London: Ed. Stuart Hall, 2003.
Harsono, Andreas. Agama Saya adalah Jurnalisme. Bandung:Kanisius, 2010.
Haryanto, Ignatius. Jurnalisme Era Digital. Jakarta: Kompas Media Nusantara,
2014.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006.
KS, Usman. Television News: Reporting & Writing. Bogor: Ghalia Indonesia,
2009.
Meolong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
100
101
Muhajir, Anto. Wajah Retak Media: Stringer, Tuyul Modern Jurnalisme TV.
Jakarta: AJI Indonesia, 2009.
Nawiroh, Vera. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia,
2014.
Nurudin. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
_______Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008.
Rachmat. Kriyanto. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010.
Rolnicki, Tom E. Pengantar Dasar Jurnalistik. Jakarta: Kencana Prenada Media,
2008.
Romli, Asep Syamsul M. Kamus Jurnalistik. Bandung: Sembiosa Rekatama,
2008.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006.
______Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sumaridia, AS Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature.
Bandung: Sembiosa Rekatama, 2006.
Surbakti. Gangguan Kebahagiaan Anda dan Solusinya. Jakarta: Alex Media
Komputindo, 2010.
Tim Redaksi LP3ES, Jurnalisme Liputan 6. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia,
2006.
102
Totona, Saiful. Miskin itu Menjual: Representasi Kemiskinan sebagai
Komodifikasi Tontonan. Yogyakarta: Resist Book, 2010.
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.Indeks, 2005.
Wibowo, Indiawan SW. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Wisma Tiga Dara, 2009.
Yorke, Ivor. The Technique of Television News 1978, four edition. Oxon: Focal
Press, 2013.
Sumber lain
Rachmawatie, Diartika. Stategi Program Acara dalam Meningkatkan Minat
Pemirsa TVRI Stasiun Jawa Barat. Universitas Pasundan, 2016.
Wardani, Mahisa Ayu Kusuma. Peran Kontributor dalam Kegiatan Jurnalisme
TV. UMM, 2013.
WEB
https://ahlikomunikasi.wordpress.com/2012/11/01/stuart-hall-media-masa-
represetasi/, Mustika Ranto Gulo, Stuart Hall, Media Massa dan
Representasi.
http://advokasi.aji.or.id/index/data-kekerasan
Kbbi.web.id/kontributor
www.kunci.or.id,Nuraini Juliastuti, Bagaimana Representasi Menghubungkan
Makna dan Bahasa dalam Kebudayaan?
www.rtdna.org
103
http://www.the-numbers.com/market/
Timesindonesia.co.id, Banyak Perusahaan Media yang Abai terhadap Nasib
Kontributor.
https://www.theguardian.com/film/2015/feb/19/nightcrawler-director-dan-
gilroy-it-was-harrowing
LAMPIRAN
ABSENSI BIMBINGAN
ABSENSI BIMBINGAN
KARTU SIT-IN SIDANG
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Fransiska Ayel Refta
Tempat, Tanggal Lahir : Cilegon, 6 Maret 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : PGRI Timur RT. 03 RW.07
No. 27 Kel. Masigit, Kec. Jombang, Cilegon - Banten
Telepon/HP : 08984029242
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
Lulus
Program
Pendidikan
Sekolah/Perguruan
Tinggi
Jurusan/
Program Studi
2006 SD SDN 11 Cilegon
2009 SMP SMPN 09 Batam
2012 SMA SMAN 05 Batam
- (sedang
ditempuh)
Strata 1 Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Ilmu Komunikasi
PENGALAMAN ORGANISASI
Tahun Organisasi Posisi
2006 – 2007 Pramuka SMPN 09 Batam Anggota
2010 - 2011 OSIS SMAN 05 Batam Divisi Kesehatan
2012 - 2013 Komunitas Video Komunikasi Untirta
(Kovikita)
Anggota
2013 - 2015 Komunitas Video Komunikasi Untirta
(Kovikita)
Divisi Kajian
2012 - 2013 Ikatan Mahasiswa llmu Komunikasi
Indonesia (IMIKI) pengurus perguruan
Anggota
tinggi Untirta
2014 - 2015 Ikatan Mahasiswa llmu Komunikasi
Indonesia (IMIKI) pengurus perguruan
tinggi Untirta
Sekretaris Umum
2014 Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi
2014 (Himakom Sinergi)
Wakil Ketua
2015 Ikatan Mahasiswa llmu Komunikasi
Indonesia (IMIKI) pengurus perguruan
tinggi Untirta)
Wakil Ketua
PRESTASI
Tahun Jenis Prestasi Penyelenggara Ruang Lingkup
2011 Juara 2 Harapan
Debat Konseling
PIKKBR SMAN 08
Batam
Provinsi Kepri
2014 Film Terbaik,
Skenario Terbaik,
Ide Cerita Terbaik
Untirta TV Movie
Festival
Provinsi
2015 Nominasi Poster
Terbaik
Untirta TV Movie
Festival
Nasional
PELATIHAN
Tahun Pelatihan Penyelenggara Jangka Waktu
2014 Pelatihan
Jurnalistik Antara
Kantor Berita
Antara Pusat
2 hari
2014 Pelatihan TOEFL EDC 1 Hari
2015 Pelatihan Vokal
dan Paduan Suara
Paduan Suara PM
Gita Tirtayasa
1 Hari
2015 Pelatihan
Pembuatan Film
Perpustakaan
Daerah Banten
2 Hari
PENGALAMAN KERJA/MAGANG
Tahun Instansi Posisi
Desember 2015 – Januari 2016 Rajawali Citra Televisi
Indonesia (RCTI)
Content Viewer