rencana tata bangunan dan lingkungan

91
Executive Summary PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN MALIOBORO YOGYAKARTA PT. CIPTA NINDITA BUANA DINAS PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH (KIMPRASWIL) KOTA YOGYAKARTA

Upload: herusutono

Post on 07-Feb-2016

654 views

Category:

Documents


139 download

DESCRIPTION

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (Urban Design)

TRANSCRIPT

Page 1: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Executive Summary PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN (RTBL)

KAWASAN MALIOBORO YOGYAKARTA

PT. CIPTA NINDITA BUANA

DINAS PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH (KIMPRASWIL)

KOTA YOGYAKARTA

Page 2: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

K A T A P E N G A N T A R

Kota dan masyarakat penghuninya merupakan simbolis yang saling terkait dan saling

mempengaruhi. Perkembangan kota secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola kehidupan

masyarakatnya, demikian pula sebaliknya, perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat

kota dapat memacu pertumbuhan fisik kota. Perubahan, perkembangan dan pertumbuhan kota

menuntut penyediaan ruang, sarana dan prasarana baru. Sebagai implikasinya adalah perubahan

dan pertumbuhan bangunan serta sarana dan prasarananya.

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) diperlukan sebagai perangkat pengendali

pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu

kawasan. RTBL disusun sebagai produk perencanaan tata ruang yang disahkan oleh Pemerintah

Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda), agar dapat digunakan untuk mengendalikan

pemanfaatan ruang.

Melalui pemahaman tersebut maka Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

merupakan panduan yang memberikan arahan interprestasi wujud ruang dalam bentuk rencana

teknik, program tata bangunan dan lingkungan serta pedoman pengendalian pembangunan yang

dikelola secara khusus pada bangunan, kelompok bangunan dan lingkungan yang melingkupinya.

Secara substansial Executive Summary Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Kawasan Malioboro ini memuat Pendahuluan, Konsep Dasar Perancangan, & Panduan Rancangan.

Executive Summary ini merupakan ringkasan materi yang menjadi arahan dan panduan rancangan

bangunan dan lingkungan pada kawasan perencanaan tersebut.

Berkenaan dengan hal tersebut, Tim Penyusun mengucapkan terimakasih terhadap pihak-

pihak yang telah membantu terselesaikannya pekerjaan ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak yang berkepentingan dengan tema kajian terkait.

Yogyakarta, Desember 2013

PT.CIPTA NINDITA BUANA

Page 3: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | i

DAFTAR ISI PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN KAWASAN MALIOBORO, YOGYAKARTA

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

BAB I PENDAHULUAN

BAB I KONSEP DASAR PERANCANGAN

2.1. PERUMUSAN VISI KAWASAN MALIOBORO II - 1

2.1.1. Telaah Terhadap Visi Kota Yogyakarta II - 1

2.1.2. Perumusan Visi Kawasan Malioboro II - 3

2.2. KONSEP PERANCANGAN STRUKTUR TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN II - 7

2.3. BLOK PENGEMBANGAN KAWASAN II - 8

BAB II PANDUAN RANCANGAN

3.1. Struktur Peruntukan Lahan III - 1

3.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan III - 10

3.3. Tata Bangunan III - 21

3.4. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung III - 38

3.5. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau III - 47

3.6. Tata Kualitas Lingkungan III - 49

3.7. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan III - 63

Page 4: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | ii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) III - 10

Tabel 3.2. Penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) III - 12

Tabel 3.3. Penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal III - 13

Tabel 3.4. Penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Maksimal III - 14

Tabel 3.5. Penentuan Tinggi Bangunan (TB) III - 18

Tabel 3.6. Penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) III - 20

Tabel 3.7. Bangunan Cagar Budaya Kawasan Malioboro III - 37

Tabel 3.8. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki III - 43

Tabel 3.9. Jenis Tanaman Peneduh/Perindang III - 49

Tabel 3.10. Pembagian Tema Koridor Utama Kawasan Malioboro III - 50

Tabel 3.11. Ketentuan Pembuatan Bak Peresapan Privat III - 67

Page 5: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Penyusunan Visi Pembangunan Kawasan Malioboro II - 4

Gambar 2.2. Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro II - 4

Gambar 2.3. Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama II - 5

Gambar 2.4. Blok Pengembangan Kawasan Malioboro II - 9

Gambar 3.1. Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan Malioboro

III - 5

Gambar 3.2. Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) tidak tertutup PKL III - 6

Gambar 3.3. Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL III - 6

Gambar 3.4. Ilustrasi PKL di koridor utama Jl. Malioboro III - 7

Gambar 3.5. Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok

III - 7

Gambar 3.6. Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro III - 8

Gambar 3.7. Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro III - 9

Gambar 3.8. Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro III - 10

Gambar 3.9. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani III - 15

Gambar 3.10. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro III - 16

Gambar 3.11. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung III - 17

Gambar 3.12. Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan III - 17

Gambar 3.13. Orientasi bangunan terhadap jalan dan persimpangan III - 21

Gambar 3.14. Arahan Arsitektur Indis secara umum III - 24

Gambar 3.15. Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng” III - 24

Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter) III - 25

Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (<10 meter) III - 25

Gambar 3.18. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Cina pada persil bidang kecil dan lebar III - 27

Gambar 3.19. Panduan rancang penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi III - 28

Gambar 3.20. Penyempurnaan wajah depan dengan tenda kanopi, papan nama & lampu III - 29

Page 6: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | iv

Gambar 3.21. Ilustrasi penataan reklame, papan nama dan penyempurnaan arcade seperti tenda dan pergola tidak menutup fasad bangunan

III - 29

Gambar 3.22. Ilustrasi penataan reklame dan papan nama tidak menutup wajah depan bangunan III - 30

Gambar 3.23. Ilustrasi penataan papan nama berorientasi pada kenyamanan pejalan kaki III - 30

Gambar 3.24. Prinsip peletakan elemen iklan baliho pada marka jalan di Jl. Abubakar Ali III - 31

Gambar 3.25. Arahan bangunan pada koridor ventilasi Kawasan Malioboro III - 32

Gambar 3.26. Arahan bangunan gaya Arsitektur Kolonial III - 34

Gambar 3.27. Bangunan pada koridor ventilasi menggunakan Arsitektur Indis & Kolonial III - 35

Gambar 3.28. bertingkat pada koridor ventilasi tetap mengacu aturan intensitas lahan III - 35

Gambar 3.29. Ilustrasi penataan bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro III - 36

Gambar 3.30. Ilustrasi area khusus pejalan tahap 1 adalah persimpangan Jl.Pabringan-Jl.Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km

III - 39

Gambar 3.31. Rencana Sirkulasi Kawasan Malioboro III - 40

Gambar 3.32. Ilustrasi pola sirkulasi dengan mempertahankan jalur lambat di sisi barat III - 41

Gambar 3.33. Ilustrasi amenity zone dilengkapi street furnitur yang mendukung pejalan kaki III - 41

Gambar 3.34. Panduan untuk pengecatan Becak Wisata Malioboro III - 44

Gambar 3.35. Ilustrasi parkir sistem knock down untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m III - 45

Gambar 3.36. Modul parkir mobil knock down dengan jarak antar kolom 8 m x 8 m III - 46

Gambar 3.37. Ilustrasi gedung parkir mobil sistem knock down dan akses masuknya III - 46

Gambar 3.38. Modul parkir motor knock down 2 lantai dengan jarak antar kolom 6 m x 6 m III - 47

Gambar 3.39. Ilustrasi gedung parkir motor 3 lantai sistem knock down dan akses masuknya III - 47

Gambar 3.40. Konsep pembagian tema pada koridor utama Malioboro III - 51

Gambar 3.41. Konsep ‘welcoming corridor’ III - 52

Gambar 3.42. Konsep ‘social corridor’ III - 52

Gambar 3.43. Konsep ‘culture corridor’ III - 53

Gambar 3.44. Konsep ‘preservation corridor’ III - 53

Gambar 3.45. Penataan penggal 1 dengan tema Arsitektur Indis (Indo-Belanda) III - 54

Gambar 3.46. Penataan penggal 2 dengan tema Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina III - 54

Gambar 3.47. Penataan penggal 3 dengan tema Arsitektur Cina III - 55

Gambar 3.48. Penataan penggal 4 mempunyai tema konservasi BCB dengan Arsitektur Indis III - 55

Page 7: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | v

Gambar 3.49. Prinsip elemen lampu dan detil ornamen pada lampu III - 56

Gambar 3.50. Panduan tempat sampah dibedakan berdasarkan jenis sampah III - 56

Gambar 3.51. Panduan tempat duduk menggunakan ornamen serapan Eropa yang serasi dengan ornamen lampu khas Malioboro

III - 56

Gambar 3.52. Ilustrasi panduan rancang street furniture di koridor utama yang diarahkan di depan kantor pemerintahan sebagai ruang terbuka publik

III - 57

Gambar 3.53. Ukuran dan motif pelapis modul panggung portabel III - 57

Gambar 3.54. Ilustrasi panggung portabel untuk pertunjukan seni jalanan III - 58

Gambar 3.55. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node entry point kawasan di sisi utara

III - 59

Gambar 3.56. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node di Jl.Suryatmajan & Jl. Pajeksan

III - 59

Gambar 3.57. Ilustrasi gapura masuk jalan lingkungan (gang) perumahan pada sub kawasan (kampung)

III - 61

Gambar 3.58. Ilustrasi perbaikan kualitas jalan lingkungan perumahan III - 61

Gambar 3.59. Ilustrasi material jalan lingkungan dan tipologi bangunan arsitektur Indis & Kolonial III - 62

Gambar 3.60. Ilustrasi lingkungan permukiman dengan arahan gaya arsitektur Indis dan Kolonial III - 62

Gambar 3.61. Ilustrasi saluran utilitas terpadu (jalur listrik, telekomunikasi, kabel optik) di bawah median sisi timur koridor utama Malioboro

III - 63

Gambar 3.62. Skema distribusi air bersih perkotaan dan permukiman eksisting III - 64

Gambar 3.63. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah III - 65

Gambar 3.64. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah dan PDAM III - 65

Gambar 3.65. Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama III - 66

Gambar 3.66. Ilustrasi pembuatan Sumur Resapan III - 68

Gambar 3.67. Skema distribusi dan pengolahan sampah rumah tangga III - 67

Gambar 3.68. Peta Jalur Evakuasi Bencana III - 72

Page 8: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

I - 1 | E x e c u t i v e S u m m a r y

BAB 1

Pendahuluan

Perkembangan suatu kota besar yang sekaligus berfungsi sebagai Ibukota DIY dan

masyarakat penghuninya merupakan simbiosis yang saling terkait dan saling mempengaruhi.

Perubahan, perkembangan, dan pertumbuhan kota menuntut penyediaan ruang, sarana dan

prasarana baru sehingga sebagai implikasinya terjadi perubahan dan pertumbuhan bangunan serta

sarana dan prasarananya. Oleh karena itu, perencanaan tata bangunan dan lingkungan telah

menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam sistem manajemen pembangunan perkotaan.

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) akan memberikan arahan arsitektural pada

rencana teknis bangunan yang dibangun pada kawasan tertentu. Dengan arahan tersebut, konsultan

perencana/arsitek akan mempunyai gambaran kebijaksanaan pembangunan fisik yang menyangkut

kepentingan umum sekaligus jatidiri kawasan yang ingin dicapai, sehingga bangunan dan lingkungan

yang dirancang akan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kawasan yang lebih luas.

Salah satu sistem ruang kota di Yogyakarta yang perlu mendapat perhatian dan penataan

yang serius adalah kawasan Malioboro di jantung kota Yogyakarta. Kawasan ini merupakan salah

satu tempat wisata utama di Yogyakarta yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun

mancanegara dan merupakan kawasan perdagangan utama yang paling sibuk. Kawasan Malioboro

sudah ditetapkan oleh Gubernur DIY sebagai Kawasan Cagar Budaya, kondisi lingkungan disekitar

kawasan pada saat ini cenderung tumbuh secara tidak teratur dan sporadis seiring dengan

perkembangan pembangunan fisik di dalam kawasan yang pesat.

Perlu adanya antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan segera melalui pengendalian yang intensif, maka

dikhawatirkan akan terjadi ketidakteraturan pada fungsi dan peran ruang kawasan dikemudian hari.

Page 9: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

I - 2 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut dan sebagai langkah awal dari proses pengendalian

pengembangan dan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan maka perlu dilakukan penyusunan

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) di Kawasan Malioboro Yogyakarta.

Materi penyusunan RTBL Kawasan Malioboro pada Executive Summary ini mencakup :

1. Konsep Dasar Perancangan

Visi Pembangunan yang telah dirumuskan di dalam Laporan Antara akan menjadi Konsep Dasar

Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang meliputi :

Konsep Dasar Perancangan

Blok-Blok Pengembangan Kawasan

2. Rencana Umum

Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah

ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan

komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana

kawasan, kavling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual kualitas minimal tata

bangunan dan lingkungan. Panduan Rancangan memuat antara lain :

Ketentuan dasar implementasi rancangan

Prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan, yang berisi panduan rancangan

tiap blok pengembangan dan simulasi rancangan tiga dimensional.

Deliniasi Kawasan RTBL Malioboro

Wilayah studi untuk pekerjaan Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro berada di Jalan Malioboro

sampai dengan Jalan A.Yani (titik 0 kilometer).

Batas Area Perencanaan :

a. Sebelah Utara : Jalan Pasar Kembang – Jalan Abubakar Ali

b. Sebelah Selatan : Jalan Senopati – Jalan KHA Dahlan

c. Sebelah Timur : Jalan Suryotomo – Jalan Mataram

d. Sebelah Barat : Jalan Bhayangkara – Jalan Gandekan Lor

Page 10: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

I - 3 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Jl.Pasar Kembang Jl.Abu Bakar Ali

Jl.Mataram

Jl.Suryotomo Jl.Bayangkara

Jl.Gandekan Lor

Jl.KHA.Dahlan Jl.Senopati

Page 11: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 1 | E x e c u t i v e S u m m a r y

BAB 2

Konsep Perancangan

2.1. Perumusan Visi Kawasan Malioboro

2.1.1. Telaah terhadap Visi Kota Yogyakarta

Visi, misi dan program kerja walikota terpilih untuk periode 2012-2016 ini merupakan tahap

kedua Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005 – 2025, diarahkan untuk

membawa masyarakat Kota Yogyakarta menuju suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera,

berakhlak, bermartabat, berkarakter dan bermakna.

Berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta Tahun

2012 – 2016 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun

2012, Visi Kota Yogyakarta adalah :

Beberapa penjelasan dari visi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pendidikan berkualitas

Penyelenggaraan pendidikan di Kota Yogyakarta harus memiliki kualitas yang

berstandar internasional

Memiliki keunggulan kompetitif dalam penguasaan, pemanfaatan dan pengembangan

ilmu dan teknologi

“Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas,

berkarakter dan Inklusif, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa,

yang Berwawasan Lingkungan

dan Ekonomi Kerakyatan”

Page 12: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 2 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Mampu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya yaitu keseimbangan antara

kecerdasan inteligensia (Intelligensia Quotient), emosional (Emotional Quotient),

spiritual (Spiritual Quotient) dan kebugaran dan kesehatan fisik (kinestetik);

Dikembangkan dengan dukungan sistem kebijakan pendidikan yang unggul

Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yangmemadai

2) Pendidikan berkarakter

Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan

warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam sistem yang

berakar pada budaya lokal dan menghormati kemajemukan dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Bhineka Tunggal Ika);

Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan

nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious;

Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi

penerus bangsa;

Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri kreatif,

berwawasan kebangsaan;

Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,

jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi

dan penuh kekuata.

3) Pendidikan inklusif

Sistem pendidikan yang mengembangkan kreatifitas dengan memberikan akses kepada

semua orang dalam satu sistem yang mencakup sekolah, program nonformal/informal,

pendidikan keluarga dan masyarakat serta melibatkan seluruhmasyarakat secara penuh;

Merupakan sebuah proses dan tujuan yang menggambarkan kualitas atau karakteristik

pendidikan untuk semua;

Mengembangkan sistem pendidikan formal, non-formal dan informal, dengan

merespon keberagaman, mengidentifikasi hambatan belajar yang dihadapi individu

maupun kelompok anak.

Pendidikan inklusif bukan hanya menyangkut metode dan sistem, tetapi menyangkut

nilai-nilai dan keyakinan mendasar tentang pentingnya menghargai dan menghormati

perbedaan, tidak mendiskriminasi, dan berkolaborasi dengan orang lain untuk

menciptakan dunia yang lebih adil.

Page 13: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 3 | E x e c u t i v e S u m m a r y

4) Pariwisata berbasis budaya

Kegiatan pariwisata di Kota Yogyakarta dikembangkan dengan dasar dan berpusat pada

budaya Jawa yang selaras dengan sejarah dan budaya Kraton Kasultanan Ngayogyakarta

Hadiningrat maupun Kadipaten Pakualaman, kearifan lokal & nilai luhur budaya bangsa;

Menyempurnakan dan meningkatkan jaringan kerjasama wisata dengan pihak lain;

Menjadikan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara;

Peningkatan kegiatan pariwisata dilaksanakan dengan menciptakan inovasiinovasi yang

tetap berlandaskan pada wisata budaya, wisata bangunan bersejarah, wisata pendidikan,

wisata konvensi dan wisata belanja.

5) Pusat pelayanan jasa

Kota Yogyakarta sebagai pusat pelayanan jasa yang meliputi jasa penunjang pendidikan

dan pariwisata, perdagangan, pemerintahan, keuangan, kesehatan, transportasi dan

komunikasi harus dibangun lebih maju dan mampu mandiri;

Memberikan kontribusi dan dominasi yang lebih besar dari daerah lain di Indonesia

Peningkatan kegiatan pelayanan jasa dilakukan dengan memperkuat perekonomian

kota pada sektor andalan menuju keunggulan kompetitif;

Membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan pelayanan, dengan tetap

mempertahankan dan mengembangkan industri kecil dan menengah.

6) Berwawasan lingkungan

Upaya sadar, terencana dan berkelanjutan;

Memadukan lingkungan alam dengan lingkungan nilai-nilai religius, sosial, budaya dan

kearifan lokal ke dalam proses pembangunan;

Menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi

masa depan.

2.1.2. Perumusan Visi Kawasan Malioboro

Perumusan visi sebagai cita-cita yang mendasari penyusunan konsep dasar perancangan tata

bangunan dan lingkungan di Kawasan Malioboro berangkat dari 2 (dua) hal, yaitu :

1. Visi Misi Pembangunan Kota Yogyakarta

2. Isu Utama di Kawasan Malioboro

Page 14: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 4 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 2.1. Penyusunan Visi Pembangunan Kawasan Malioboro

Sumber: Olahan Studio 2013

Gambar 2.2. Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro

Sumber: Olahan Studio 2013

Berdasarkan pada permasalahan dan isuyang berkembang di kawasan. Konsep

perencanaan diharapkan dapat menjadijawaban dari permasalahan dan isu

tersebut dengan tetap mendasarkan diripada visi Malioboro secara umum

Visi Kota Yogyakarta :

Kota Pendidikan Berkualitas,

berkarakter dan Inklusif, Pariwisata Berbasis Budaya, & Pusat Pelayanan Jasa,

yang Berwawasan Lingkungan

dan Ekonomi Kerakyatan”

Page 15: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 5 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 2.3. Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama

Sumber: Olahan Studio 2013

a. Pusat Pelayanan Jasa yang Berbasis Budaya

Fungsi sebagai Pusat Pelayanan Jasa sesuai dengan arahan RTRW Kota Yogyakarta sebagai

pusat pelayanan tingkat Kota. Pusat Pelayanan Jasa meliputi jasa penunjang pendidikan dan

pariwisata, perdagangan, pemerintahan, dan transportasi yang dibangun lebih maju dan

dikembangkan dengan dasar dan berpusat pada budaya Jawa yang selaras dengan sejarah

dan budaya Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat maupun Kadipaten Pakualaman,

kearifan lokal & nilai luhur budaya bangsa. Sebagai pusat pelayanan jasa diharapkan dapat

memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kawasan lain di sekitarnya.

b. Humanis

Ikhtiar menciptakan kota yang humanis ditunjukkan dengan kemampuan suatu kota

memberikan rasa nyaman bagi para penghuninya, melalui pertumbuhan ekonomi, keadilan

sosial, dan keseimbangan ekologi berdasarkan kearifan lokal yang ada.

“Mewujudkan Kawasan Malioboro Sebagai Pusat Pelayanan Jasa

yang Berbasis Budaya, Humanis, Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan”

Page 16: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 6 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Bila suatu kota berhasil memunculkan prinsip-prinsip tersebut, maka kota itu akan mampu

menghadirkan rasa keruangan yang semakin layak untuk dihuni (livable city). Menurut

Wunas dan Wijaya (2011), kota humanis merupakan kota yang mempertimbangkan faktor

kemanusiaan untuk mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan. Pandangan ini

menempatkan posisi manusia sebagai elemen pembangunan kota yang paling prioritas.

Dengan begitu, kenyamanan dan kebahagiaan warga kota harus disadari sebagai aspek vital

yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan rencana dan pembangunan kota.

c. Berwawasan Lingkungan

Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana

menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang

terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya

pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam

secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.

Kota yang memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dengan mengindahkan

kelestarian dan kelangsungannya generasi yang akan datang, yang tercermin dalam

pemanfaatan ruang yang serasi antara untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi dan

upaya konservasi, perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup,

peningkatan kenyamanan kota, serta terpelihara dan termanfaatkannya keanekaragaman

hayati sebagai modal dasar pembangunan.

d. Pembangunan Berkelanjutan

Namun demikian pembangunan berkelanjutan sebenarnya didasarkan kepada kenyataan

bahwa kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini membutuhkan suatu

strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efesien. Disamping itu perhatian dari konsep

pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya tanggung jawab moral untuk memberikan

kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, sehingga permasalahan yang dihadapi dalam

pembangunan adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitas yang terbatas

namun akan tetap dapat mengalokasikan sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar

generasi untuk menjamin kesejahteraannya.

Page 17: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 7 | E x e c u t i v e S u m m a r y

2.2. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan & Lingkungan

Merupakan konsep rancangan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat umum dalam

mewujudkan lingkungan/kawasan perencanaan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan

berkelanjutan.

Menurut definisi yang dipopulerkan IAP (2011), istilah kota layak huni memang memiliki

kedekatan makna dengan kota humanis, yakni sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman

sebagai tempat tinggal dan juga tempat beraktivitas. Suasana kota tersebut dapat dilihat dari

berbagai aspek, baik aspek fisik (seperti fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dan sebagainya)

maupun aspek non-fisik (seperti hubungan social, aktivitas ekonomi, dan sebagainya). Adapun 6

(enam) prinsip yang dikembangkan IAP (2011) untuk mewujudkan kota yang nyaman dan layak huni,

adalah sebagai berikut:

a. Tersedianya kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian layak, air bersih, listrik).

b. Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman

kota, fasilitas ibadah dan fasilitas kesehatan).

c. Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi.

d. Keamanan, bebas dari rasa takut.

e. Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya.

f. Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik.

Konsep besar revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Malioboro terkait dengan Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan ini adalah difokuskan untuk menciptakan kawasan Malioboro sebagai

area semi pedestrian. Sehingga dibutuhkan penataan area parkir motor di Kawasan Malioboro

khususnya di koridor utama Jalan Malioboro – Jalan Ahmad Yani yang selama ini menghalangi jalur

pedestrian sehingga dapat mendukung kenyamanan pejalan kaki.

Dalam konteks penyusunan RTBL Kawasan Malioboro ini konsep revitalisasi Kawasan

Malioboro sebagai kawasan semi pedestrian merupakan perwujudan kota humanis yang sejalan

dengan perumusan Visi Kawasan Malioboro.

Page 18: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 8 | E x e c u t i v e S u m m a r y

2.3. Blok-Blok Pengembangan Kawasan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro ini harus ditujukan untuk mengembalikan jati diri

kawasan sebagai salah satu penggal poros sumbu filosofis yang penuh dengan nilai-nilai luhur, tanpa

mengesampingkan peran dan fungsinya sebagai ruang publik dan untuk rakyat kebanyakan. Secara

umum, penataan Kawasan Malioboro dapat diklasifikasikan menjadi 4 sub-kawasan, yakni :

a) Jalur Utama Kawasan yaitu Koridor Utama Jln. Malioboro dan Jln. A.Yani

b) Sub-kawasan perumahan/permukiman pendukung (kampung-kampung)

c) Jaringan jalan-jalan pendukung atau koridor ventilasi

d) Sub-kawasan penyangga, yaitu kampung-kampung di sepanjang S. Code dan S. Winongo

Terkait dengan deliniasi kajian RTBL kawasan Malioboro ini, blok-blok pengembangan Kawasan

Malioboro dan program-program penanganannya ditujukan pada butir a, b, dan c saja. Sedangkan

kampung-kampung di sekitar Kawasan Malioboro berperan sebagai sub-kawasan penyangga.

a) Blok Pengembangan Segmen Koridor Jalan (KJ)

Koridor Jalan 01 [KJ.01] Koridor Jalan Malioboro - Jalan A.Yani;

Koridor Jalan 02 [KJ.02] Koridor Jalan Sosrowijayan;

Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Dagen;

Koridor Jalan 04 [KJ.04] Koridor Jalan Pajeksan;

Koridor Jalan 05 [KJ.05] Koridor Jalan Reksobayan;

Koridor Jalan 06 [KJ.06] Koridor Jalan Perwakilan;

Koridor Jalan 07 [KJ.07] Koridor Jalan Suryatmajan;

Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Pabringan;

b) Struktur Peruntukan Lahan Sub Kawasan Malioboro (KW)

Blok Pengembangan 1 [KW.01] merupakan Kampung Sosrowijayan;

Blok Pengembangan 2 [KW.02] merupakan Kampung Sosromenduran dan Sosrodipuran

Blok Pengembangan 3 [KW.03] merupakan Kampung Jogonegaran dan Pajeksan;

Blok Pengembangan 4 [KW.04] merupakan Kampung Ngupasan;

Blok Pengembangan 5 [KW.05] merupakan Kampung Suryatmajan;

Blok Pengembangan 6 [KW.06] merupakan Kampung Ketandan.

Page 19: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

II - 9 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 2.4. Blok Pengembangan Kawasan Malioboro

Sumber: Olahan Studio 2013

Blok Pengembangan 1 : KW 01 Blok Pemukiman - Kampung Sosrowijayan Penguatan Karakter Kampung Sosrowijayan

sebagai kampung wisata dengan potensi tourist accomodation seperti penginapan,

ZONA PERUMAHAN kepadatan sedang

Blok Pengembangan 2 : KW 02 Blok Pemukiman - Kampung Dagen, Sosromenduran & Sosrodipuran Penguatan Karakter Kampung Wisata

Dagen Peningktan kualitas/kesehatan lingkungan

permukiman padat ZONA PERUMAHAN kepadatan sedang

Blok Pengembangan 3 : KW 03 Blok Pemukiman - Kampung Pajeksan & Jogonegaran Penguatan Karakter Kampung

Wisata Pajeksan Peningktan kualitas/kesehatan

lingkungan permukiman padat ZONA PERUMAHAN kepadatan

sedang

Blok Pengembangan 4 : KW 04 Blok Pemukiman - Kampung Ngupasan Penguatan Karakter Kampung Wisata

Pajeksan Peningktan kualitas/kesehatan lingkungan

permukiman padat ZONA jasa perdagangan dan mix use

(perumahan-jasa pergudangan)

Blok Pengembangan Koridor : KJ 01 Koridor utama Jl. Malioboro - Jl.A.Yani dan Blok Komersial Perdagangan Jasa Penguatan sumbu filosofis dan Pelestarian BCB

termasuk sistem pencahayaan/ lighting bangunan Penataan Facade Bangunan, termasuk skyline,

setback bangunan, dan tema warna serta ornamen Penentuan Tema Koridor Utama menjadi 4 bagian Mengurangi Sampah Visual dengan penataan

signage dan reklame Penataan street furniture termasuk greenery Peningkatan kualitas lingkungan melalui

peningkatan jaringan sarana prasarana Penataan PKL dengan time sharing dan place

sharing Menciptakan ruang terbuka publik sebagai ruang

interaksi sosial dengan membuat PKL court untuk memecah suasana arcade yang cenderung menerus dan monoton

Blok Pengembangan 5 : KW 05 Blok Pemukiman - Kampung Suryatmajan Peningktan

kualitas/kesehatan lingkungan permukiman

ZONA PERUMAHAN

Blok Pengembangan 6 : KW 06 Blok Pemukiman - Kampung Ketandan Penguatan Karakter Kampung

Pecinan Ketandan ZONA PERDAGANGAN JASA

dengan intensitas tinggi

KW.01

KW.02

KW.03

KW.04

KW.05

KW.06

KJ.01

KJ.02

KJ.03

KJ.04

KJ.05

KJ.06

KJ.07

KJ.08

BLOK PENGEMBANGAN

Page 20: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 1 | E x e c u t i v e S u m m a r y

BAB 3

Panduan Rancangan

Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah

ditetapkan di atas yang dijabarkan melalui pengembangan komponen rancangan kawasan pada

bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kavling dan blok, termasuk panduan

ketentuan detail visual kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan.

3. 1. Struktur Peruntukan Lahan

Prinsip pengembangan komponen struktur peruntukan lahan adalah sebagai berikut :

a. Mengembangkan peruntukan lahan yang sesuai arahan tata ruang kota, meliputi aturan

RTRW DIY, RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029 dan Perwal No. 25 Tahun 2013 sebagai

pengganti RDTR Kota Yogyakarta.

b. Mengarahkan pengembangan mixed use tanpa merubah peruntukan lahan.

c. Mereduksi lahan-lahan dengan pemanfaatan yang tidak optimal dengan pemberlakuan

insentif dan disinsentif.

d. Mengendalikan pembangunan pada kawasan-kawasan yang dilarang (negative list)

seperti pada kawasan pelestarian warisan budaya dan cagar budaya.

e. Menata pola-pola peruntukan dengan model space sharing.

f. Mengendalikan peruntukan lahan bagi pemanfaatan sektor informal.

Page 21: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 2 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Struktur jalan yang diterapkan adalah Jalan Malioboro dan Jalan A.Yani sebagai jalur utama

pergerakan dan penghubung antar simpul-simpul aktivitas pelayanan perkotaan yang

menjadi pemicu kegiatan-kegiatan ekonomi serta fungsi pelayanan jasa lainnya bagi

penduduk setempat maupun dari luar kawasan Malioboro.

Pembagian struktur peruntukan lahan dibagi menjadi 2 sesuai dengan peruntukannya yaitu

Segmen Koridor Jalan dan Sub Kawasan; meliputi :

A. Struktur Peruntukan Lahan Segmen Koridor Jalan (KJ)

Koridor Jalan 01 [KJ.01] Koridor Jalan Malioboro - Jalan A.Yani untuk fungsi komersial

perdagangan jasa, kompleks perkantoran dan fungsi lindung cagar budaya.

Koridor Jalan 02 [KJ.02] Koridor Jalan Sosrowijayan untuk fungsi perdagangan jasa.

Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Dagen untuk fungsi komersial perdagangan jasa.

Koridor Jalan 04 [KJ.04] Koridor Jalan Pajeksan untuk fungsi komersial perdagangan jasa.

Koridor Jalan 05 [KJ.05] Koridor Jalan Reksobayan untuk fungsi komersial mix use-

perdagangan jasa dan fungsi perkantoran.

Koridor Jalan 06 [KJ.06] Koridor Jalan Perwakilan untuk fungsi perdagangan jasa.

Koridor Jalan 07 [KJ.07] Koridor Jalan Suryatmajan untuk fungsi komersial perdagangan

jasa dan kompleks perkantoran.

Koridor Jalan 08 [KJ.08] Koridor Jalan Pabringan untuk fungsi komersial perdagangan

jasa dan fungsi cagar budaya.

B. Struktur Peruntukan Lahan Sub Kawasan Malioboro (KW)

Sub Kawasan 1 [KW.01] merupakan Kampung Sosrowijayan dengan peruntukan lahan

sebagai Perumahan Kepadatan Sedang.

Sub Kawasan 2 [KW.02] merupakan Kampung Sosromenduran dan Sosrodipuran dengan

peruntukan lahan sebagai Perumahan Kepadatan Sedang.

Sub Kawasan 3 [KW.03] merupakan Kampung Jogonegaran dan Pajeksan dengan

peruntukan lahan sebagai Perumahan Kepadatan Sedang.

Sub Kawasan 4 [KW.04] merupakan Kampung Ngupasan dengan peruntukan lahan

sebagai Komersial Perdagangan dan Jasa yang diarahkan dengan fungsi mix-use.

Sub Kawasan 5 [KW.05] merupakan Kampung Suryatmajan dengan peruntukan lahan

sebagai Perumahan Kepadatan Sedang.

Sub Kawasan 6 [KW.06] merupakan Kampung Ketandan dengan peruntukan lahan

sebagai Komersial Perdagangan Jasa.

Page 22: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 3 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Mekanisme perizinan untuk bangunan dengan fungsi yang berbeda dengan rencana

pemanfaatan di tata ruang di atas adalah sebagai berikut :

Pemohon membuat surat kepada Ketua BKPRD untuk meminta persetujuan apabila

rencana pembangunan tidak sesuai dengan pola rencana pemanfaatan tata ruang.

Surat disampaikan kepada sekretariat BKPRD di Bappeda untuk dibahas.

Usulan diatas dirumuskan dalam Berita Acara rapat di BKPRD.

C. Pedagang Kaki Lima

Selain dibentuk oleh jaringan jalan dan struktur peruntukan lahan yang bersifat formal, pola

tata ruang Kawasan Malioboro juga dibetuk dari sektor informal. Dilihat dari pemanfaatan

fungsi lahan, maka panduan rancang struktur peruntukan lahan pada koridor utama juga

memperhatikan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mengacu pada Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2010 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima Kawasan Khusus

Malioboro – Ahmad Yani. Sesuai Perwal tersebut Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan

Malioboro diatur dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Trotoar sisi barat jalan Malioboro dan jalan A. Yani (persimpangan jalan Malioboro dan

jalan Pasar Kembang sampai dengan simpang tiga jalan Reksobayan);

2) Trotoar sisi timur jalan Malioboro dan jalan A. Yani (depan Hotel Garuda sampai depan

Pasar Sore Malioboro) kecuali paving sisi timur yang termasuk dalam kawasan Pasar

Beringharjo;

3) Titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani

ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan;

4) Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dapat menempatkan PKL pada trotoar di

persimpangan jalan, depan Kantor Eks Kanwil Pekerjaan Umum Propinsi DIY, depan

Gedung DPRD Propinsi DIY, depan Kompleks Kepatihan, depan Gedung Perpustakaan

Nasional Propinsi DIY dan depan Gereja GPIB Yogyakarta dengan tetap memperhatikan

kepentingan umum, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, keamanan dan kenyamanan.

5) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani, dilarang untuk ditambah jumlahnya.

6) Sirip Jalan Malioboro – A. Yani adalah trotoar jalan Pajeksan sisi utara dan selatan, jalan

Suryatmajan sisi selatan dan jalan Reksobayan sisi utara (selatan GPIB Yogyakarta).

Page 23: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 4 | E x e c u t i v e S u m m a r y

7) Titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di sirip jalan Malioboro – A. Yani yaitu Jalan

Suryatmajan, Jalan Pajeksan dan Jalan Reksobayan ditetapkan dengan Keputusan Camat

sesuai dengan wilayah kerjanya.

8) Pedagang Kaki Lima (PKL) di sirip jalan Malioboro – A. Yani yaitu Jalan Suryatmajan,

Jalan Pajeksan dan jalan Reksobayan dilarang untuk ditambah jumlahnya.

9) Pedagang Kaki Lima (PKL) wajib memiliki Surat Izin Penggunaan Lokasi Pedagang Kaki

Lima yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Kartu Identitas

Pedagang Kaki Lima yang diterbitkan oleh Camat setempat.

10) PKL yang boleh menggunakan tenda dan peralatannya adalah yang berada di luar

pertokoan, dengan ketentuan :

konstruksinya bongkar pasang

bahan kerangka diutamakan dari besi

atap tenda dari bahan terpal atau sejenisnya

rapi dan bersih

11) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani dilarang berjualan di Jalan Pasar Kembang,

Jalan Abubakar Ali (utara Hotel Garuda), Jalan Sosrowijayan, Jalan Perwakilan, Jalan

Dagen, Jalan Beskalan dan Jalan Ketandan.

12) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani dilarang berjualan pada badan jalan, jalur

lambat, dan di tempat parkir dan dilarang menempatkan peralatan/kotak-kotak selain

yang dipergunakan untuk berjualan di sekitar lokasi berjualan, pada badan jalan/jalur

lambat, trotoar, devider, taman, lampu taman, dan kursi taman.

Untuk mewujudkan Kawasan Malioboro sebagai area semi pedestrian yang humanis dan

mendukung kenyamanan pejalan kaki, sebaiknya area di depan kantor-kantor pemerintahan

bersih dari PKL karena Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang mencabut izin

penggunaan lokasi PKL bila digunakan untuk kepentingan umum yang lebih luas.

Page 24: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 5 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.1. Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 25: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 6 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.2. Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) apabila tidak tertutup PKL

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.3. Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL

Sumber : Olahan studio, 2013

Panduan rancangan area PKL di koridor utama Malioboro :

PKL sebaiknya tidak berada di depan gedung pemerintahan seperti kompleks DPR,

Kompleks Kepatihan, Gedung agung dan Benteng Vredeburg.

Lapak PKL makanan menggunakan modul yang sama dan menggunakan ornamen dengan

bentuk seperti ornamen lampu khas Malioboro pada rangka besi knock-down.

Warna tenda PKL menggunakan warna hijau-kuning selaras dengan lampu Malioboro

Page 26: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 7 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.4. Ilustrasi PKL di koridor utama Jl. Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.5. Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama

Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok

Sumber : Olahan studio, 2013

Limbah PKL, khususnya limbah dari PKL makanan baik lesehan maupun gerobak (bakso)

ditampung dalam bak limbah sementara yang diambil secara periodik atau dilengkapi

dengan bak pengolahan limbah komunal PKL sehingga bisa dialirkan ke riol kota.

Saluran utilitas terpadu (listrik, kabel optik, telkom, dll)

riol kota

Saluran Limbah PKL & disalurkan ke pengolahan limbah komunal

drainase

Saluran Air Bersih PKL

Page 27: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 8 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Selain panduan rancangan area yang diizinkan untuk PKL diuraikan juga panduan rancangan

bentuk yang dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :

1) Lapak Tenda dan Gerobak Beroda untuk PKL makanan baik lesehan maupun gerobak bakso.

Menggunakan modul ukuran 5.4 meter (18 tegel) x 3.6 meter (12 tegel).

Rangka tenda merupakan rangka besi galvanis dengan sistem ‘knock down’ untuk

menciptakan area PKL dengan pola semi permanen. Menggunakan ornamen serapan

dari Eropa berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro pada rangka.

Tenda menggunakan warna hijau kombinasi kuning yang serasi dengan lampu jalan.

Apabila menggunakan gerobak, bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose

material kayu dan dilengkapi roda.

Ornamen pada gerobak bagian bawah menggunakan ornamen serapan dari Eropa

berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro.

Gambar 3.6. Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 28: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 9 | E x e c u t i v e S u m m a r y

2) Lapak Gerobak beroda untuk PKL yang menjual batik dan aksesories.

Menggunakan modul ukuran 70 cm x 150 cm tinggi 120 cm

Gerobak dilengkapi roda, meja lipat dan gantungan yang terpasang dan menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari gerobak. Meja lipat digunakan sebagi tempat untuk

meletakkan barang dagangan, sedangkan gantungan untuk display saja.

Bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu atau cat warna coklat

Ornamen pada gerobak menggunakan ornamen serapan dari Eropa berbentuk organis

seperti lampu khas Malioboro dengan warna hijau-kuning.

Gambar 3.7. Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

3) Lapak Meja untuk PKL yang menjual aksesories di siang hari dan dapat diubah bentuk untuk

digunakan PKL yang menjual makanan lesehan di malam hari.

Menggunakan modul ukuran 70 cm x 150 cm tinggi 40 cm dan 45 cm

Lapak PKL ini dibuat dengan sistem kock down dan time sharing.

Pada siang hari box atau meja dapat digunakan sebagai tempat untuk meletakkan

barang dagangan sekaligus untuk display, sedangkan pada malam hari box dapat

difungsikan sebagai meja makan bagi pedagang kaki lima lesehan.

Bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu atau dilapis dengan cat

warna coklat.

Page 29: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 10 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.8. Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

3. 2. Intensitas Pemanfaatan Lahan

Berdasarkan arahan RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029, maka ditentukan bahwa intensitas

pemanfaatan lahan pada Kawasan Malioboro diarahkan menjadi intensitas agak tinggi.

Namun di dalam RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029 tersebut tidak menyebutkan angka

secara detil dan jelas maka intensitas penggunaan lahan mengacu Perwal 25 Tahun 2013

tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang.

Tabel 3.1. Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

NO KLASIFIKASI KDB Peruntukan Lahan Terbangun

1. TInggi 60 – 100 %

2. Sedang 30% - 60%

3. Rendah < 30%

Sumber : PP No. 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UU Bangunan Gedung (lampiran penjelasan pasal 20)

Tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan intensitas pemanfaatan lahan adalah menjaga

keberadaan fungsi Kawasan Malioboro sesuai arahan RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029

sebagai kawasan lindung pelestarian budaya dan mengendalikan perkembangan fungsi

komersial perdagangan dan jasa tanpa merubah arahan intensitas pemanfaatan lahan yang

sudah ditetapkan di Perwal 25 Tahun 2013.

Page 30: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 11 | E x e c u t i v e S u m m a r y

A. KDB (Koefisien Dasar Bangunan)

Koefisien dasar bangunan merupakan angka perbandingan antara luas lantai dasar

bangunan dengan luas tapak/persil. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam koefisien

dasar bangunan ini adalah jenis penggunaan bangunan, tingkat kepadatan penduduk serta

kondisi fisik dan ekologi lingkungan.

Koefisien dasar bangunan ini dimaksudkan bagi penyediaan lahan terbuka yang cukup agar

tidak keseluruhan lahan diisi dengan bangunan fisik dan menjaga keseimbangan ekosistem

lingkungan binaan.

Perhitungan KDB maupun KLB ditentukan sebagai berikut:

1) Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan sampai

batas dinding terluar;

2) Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya lebih

dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100 %;

3) Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh

dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan dihitung 50 %, selama tidak

melebihi 10 % dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan;

4) Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya tersebut

dianggap sebagai luas lantai denah;

5) Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai

teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;

6) Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam

perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50 % dari KLB yang ditetapkan, selebihnya

diperhitungkan 50 % terhadap KLB;

7) Ram & tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas lantai dasar;

8) Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan = yang di belakang GSJ;

9) Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan

pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat teknis dari ahli terkait;

10) Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke

lantai berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai dua lantai;

11) Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock) perhitungan KDB dan KLB

adalah dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan, dan total keseluruhan luas

lantai bangunan dalam kawasan tersebut terhadap total keseluruhan luas kawasan;

12) Mezanin luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh.

Page 31: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 12 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Tabel 3.2. Penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

BLOK ZONA Luasan Tanah / Persil

40-100 m² 101-200 m² 201-400 m² 401-1000m² >1000 m²

KJ. 01 Komersial 90% 90% 80% 80% 80%

Perkantoran 90% 90% 80% 80% 80%

Cagar Budaya 80% 80% 80% 80% 80%

KJ. 02 Komersial 90% 90% 80% 80% 80%

KJ. 03 Komersial 90% 90% 80% 80% 80%

KJ. 04 Komersial 90% 90% 80% 80% 80%

KJ. 05 Komersial 90% 90% 80% 80% 80%

KJ. 06 Komersial 90% 90% 80% 80% 80%

Perkantoran 90% 90% 80% 80% 80%

KJ. 07 Komersial 90% 90% 80% 80% 80%

Perkantoran 90% 90% 80% 80% 80%

KW. 01 Perumahan Kepadatan Sedang

80% 80% 80% 80% 80%

KW. 02 Perumahan Kepadatan Sedang

80% 80% 80% 80% 80%

KW. 03 Perumahan Kepadatan Sedang

80% 80% 80% 80% 80%

KW. 04 Komersial (mix-use)

90% 90% 80% 80% 80%

KW. 05 Perumahan Kepadatan Sedang

80% 80% 80% 80% 80%

KW. 06 Komersial (mix use)

90% 90% 80% 80% 80%

Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013

Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian

bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)

harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta

yaitu Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di

bidang kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.

Page 32: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 13 | E x e c u t i v e S u m m a r y

B. KLB (Koefisien Lantai Bangunan)

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan angka perbandingan antara luas seluruh lantai

bangunan dengan luas lahan atau kavling sebagai rencana arahan ketinggian bangunan.

Pengaturan ketinggian bangunan bertujuan untuk membentuk skyline kawasan perencanaan

serta penciptaan image kawasan yang khas. KLB ini juga dipengaruhi daya dukung kawasan.

Tabel 3.3. Penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal

BLOK ZONA Luasan Tanah / Persil

40-100 m² 101-200 m² 201-400 m² 401-1000m² >1000 m²

KJ. 01 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

Perkantoran 3.6 3.6 4 4 4.8

Cagar Budaya 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4

KJ. 02 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

KJ. 03 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

KJ. 04 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

KJ. 05 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

KJ. 06 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

Perkantoran 3.6 3.6 4 4 4.8

KJ. 07 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

Perkantoran 3.6 3.6 4 4 4.8

KW. 01 Perumahan Kepadatan sedang

2.4 2.4 2.4 3.2 3.2

KW. 02 Perumahan Kepadatan sedang

2.4 2.4 2.4 3.2 3.2

KW. 03 Perumahan Kepadatan sedang

2.4 2.4 2.4 3.2 3.2

KW. 04 Komersial (mix-use)

4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

KW. 05 Perumahan Kepadatan sedang

2.4 2.4 2.4 3.2 3.2

KW. 06 Komersial (mix-use)

4.5 4.5 4.8 4.8 6.4

Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013

Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian

bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

harus mendapatkan izin dari Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari instansi

yang berwenang di bidang kebudayaan dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.

Page 33: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 14 | E x e c u t i v e S u m m a r y

C. Koefisien Dasar Hijau (KDH)

Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh

ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan

dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan

rencana tata bangunan dan lingkungan.

Tabel 3.4. Penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Maksimal

BLOK ZONA Luasan Tanah / Persil

40-100 m² 101-200 m² 201-400 m² 401-1000m² >1000 m²

KJ. 01 Komersial 5 5 10 10 10

Perkantoran 5 5 10 10 10

Cagar Budaya 10 10 10 10 10

KJ. 02 Komersial 5 5 10 10 10

KJ. 03 Komersial 5 5 10 10 10

KJ. 04 Komersial 5 5 10 10 10

KJ. 05 Komersial 5 5 10 10 10

KJ. 06 Komersial 5 5 10 10 10

Perkantoran 5 5 10 10 10

KJ. 07 Komersial 5 5 10 10 10

Perkantoran 5 5 10 10 10

KW. 01 Perumahan Kepadatan Sedang

10 10 10 10 10

KW. 02 Perumahan Kepadatan Sedang

10 10 10 10 10

KW. 03 Perumahan Kepadatan Sedang

10 10 10 10 10

KW. 04 Komersial 5 5 10 10 10

KW. 05 Perumahan Kepadatan Sedang

10 10 10 10 10

KW. 06 Komersial 5 5 10 10 10

Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013

Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian

bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) harus

mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta yaitu

Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di bidang

kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.

Page 34: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 15 | E x e c u t i v e S u m m a r y

D. Tinggi Bangunan

Tinggi Bangunan ( TB ) adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan muka

bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah atau lantai dasar.

Khusus untuk sepanjang jalan dari tugu sampai dengan perempatan depan kantor pos

pusat (di dalam Kawasan Malioboro), selain bangunan cagar budaya (BCB), ketinggian

bangunan di kiri dan kanan jalan tersebut maksimal 18 (delapan belas) meter sampai

kedalaman 60 (enam puluh) meter dari garis batas luar ruang milik jalan (rumija) dan

memenuhi ketentuan untuk membentuk sudut 45º (empat puluh lima derajat) dari as

jalan. Sedangkan untuk sebelah dalam/belakangnya lebih dari 60 (enam puluh) meter

dari garis batas luar RUMIJA diperbolehkan untuk dibangun lebih tinggi lagi dari

ketentuan ketinggian bangunan pada lahan di depannya, dengan membentuk sudut

pandang 45º (empat puluh lima derajat) dari titik ketinggian yang diperkenankan; dan

apabila dikehendaki lain (sudut pandang lebih dari 45º) harus ada persetujuan dari

Walikota Yogyakarta dengan tinggi bangunan maksimum 32 (tiga puluh dua) meter.

Gambar 3.9. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 35: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 16 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Ketentuan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup kecuali bangunan atau kompleks

bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter dari Inti Lindung dan pada

Kawasan Lindung Penyangga; mengacu pada Ketentuan Tinggi Bangunan dan

diberlakukan ketentuan pandangan bebas (sky line) dengan sudut 45º (empat puluh

lima derajat) dari RUMIJA di seberangnya.

Gambar 3.10. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

Bangunan atau kompleks bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter

dari Inti Lindung dan pada Kawasan Lindung Penyangga harus mempertimbangkan dan

menyesuaikan dengan karakter serta keharmonisan yang sejalan dengan tujuan

perlindungan kawasan inti atau citra kota.

Di dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan

mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial,

sehingga bangunan-bangunan baru tidak menenggelamkan bangunan Inti Lindung

Budaya atau Bangunan Cagar Budaya.

Page 36: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 17 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.11. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.12. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 37: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 18 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Tabel 3.5. Penentuan Tinggi Bangunan (TB)

BLOK ZONA Luasan Tanah / Persil

40-100 m² 101-200 m² 201-400 m² 401-1000m² >1000 m²

KJ. 01 Komersial 20 20 24 28 32

Perkantoran 16 16 20 20 24

Cagar Budaya 12 12 12 12 12

KJ. 02 Komersial 20 20 24 28 32

KJ. 03 Komersial 20 20 24 28 32

KJ. 04 Komersial 20 20 24 28 32

KJ. 05 Komersial 20 20 24 28 32

KJ. 06 Komersial 20 20 24 28 32

Perkantoran 16 16 20 20 24

KJ. 07 Komersial 20 20 24 28 32

Perkantoran 16 16 20 20 24

KW. 01 Perumahan Kepadatan Sedang

12 12 12 16 16

KW. 02 Perumahan Kepadatan Sedang

12 12 12 16 16

KW. 03 Perumahan Kepadatan Sedang

12 12 12 16 16

KW. 04 Komersial (mix-use)

20 20 24 28 32

KW. 05 Perumahan Kepadatan Sedang

12 12 12 16 16

KW. 06 Komersial 20 20 24 28 32

Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013

E. GSB (Garis Sempadan Bangunan)

Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditetapkan untuk memberi batasan keamanan bagi

pengguna jalan dan lingkungannya. Kegunaan garis sempadan bangunan ini antara lain

adalah untuk pengamanan terhadap lalu lintas jalan, memberikan ruang bagi sinar matahari,

sirkulasi udara, peresapan air tanah dan juga berguna pada keadaan darurat, misalnya

kebakaran.

Page 38: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 19 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Penetapan Garis Sempadan Bangunan dengan jalan ditetapkan setelah mempertimbangkan

aspek :

1. Keamanan meliputi keamanan bagi konstruksi badan jalan dan keamanan bagi

pengemudi serta pengguna bangunan yang tinggal di tepi jalan.

Konstruksi jalan seperti perkerasan jalan, saluran drainase, talud jalan, marka jalan wajib

diamankan agar tidak rusak oleh aktifitas pembangunan dan penggunaan gedung.

Keamanan bagi pengemudi dan pengguna bangunan harus diperhatikan terutama yang

berkaitan dengan pandangan bebas pengemudi di tikungan – tikungan jalan.

Penyediaan lahan parkir diwajibkan bagi bangunan yang melakukan pelayanan publik

seperti pertokoan, perkantoran, fasilitas pendidikan, pergudangan dll. Agar tidak

memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir yang akan mengganggu fungsi jalan

dan keamanan pengendara.

Penetapan garis sempadan 0 m dari tepi jalan bisa dipertimbangkan bila pemilik

bangunan dapat menyediakan lahan parkir di basement.

2. Kesehatan perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan besarnya garis

sempadan bangunan terhadap jalan mengingat bangunan yang terlalu dekat ke tepi

jalan cenderung akan tercemari oleh emisi gas buang (CO). Standard pencemaran yang

akan mengganggu kesehatan ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam hal ini

Dinas Kesehatan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

3. Kenyamanan terutama berkaitan dengan tingkat kebisingan, getaran yang diakibatkan

oleh lalu lalangnya kendaraan. Penetapan garis sempadan yang terlalu dekat dengan

tepi jalan akan dirasakan kurang nyaman bagi penghuni bangunan yang merasakan

tingkat kebisingan yang tinggi serta getaran yang besar.

4. Kemudahan berkaitan dengan kemudahan akses jalan masuk ke bangunan. Jarak

bangunan yang terlalu jauh dari tepi jalan cenderung menyulitkan akses dan komunikasi

dengan lingkungan sekitarnya.

5. Keseimbangan dan keserasian berkaitan dengan rasa keindahan.

Keseimbangan meliputi keseimbangan tinggi bangunan dengan luas halaman bangunan.

Semakin tinggi suatu bangunan dibutuhkan luas halaman yang semakin besar.

Keseimbangan juga menyangkut keseimbangan besarnya sempadan bangunan di

sebelah kiri dan kanan jalan. Untuk itu besarnya sempadan bangunan di sebelah kiri dan

kanan jalan diusahakan dibuat sama.

Page 39: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 20 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Keserasian dengan lingkungan bisa diartikan bahwa bangunan tersebut harus serasi

dengan lingkungan sekitarnya yaitu dengan bangunan-bangunan yang sudah ada. Di

dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan

mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial.

6. Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berimpit dengan

batas terluar Ruang Milik Jalan (Rumija).

Tabel 3.6. Penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB)

BLOK Kedudukan Koridor Kawasan

Penetapan Kelas Jalan

Lebar Rumija

Sempadan Bangunan

KJ. 01 Jl.Malioboro – Jl. A.Yani

Koridor utama Kolektor sekunder 22 m 4 m

KJ. 02 Jl. Sosrowijayan

Koridor ventilasi Lokal primer 8 m 4 m

KJ. 03 Jl.Dagen

Koridor ventilasi Lokal primer 6 m 4 m

KJ. 04 Jl. Pajeksan

Koridor ventilasi Lokal primer 13 m 4 m

KJ. 05 Jl. Beskalan

Koridor ventilasi Lokal primer 8 m 3 m

KJ. 06 Jl. Perwakilan

Koridor ventilasi Lokal primer 8 m 4 m

KJ. 07 Jl. Suryatmajan

Koridor ventilasi Lokal primer 12 m 4 m

Jln. Reksobayan Koridor pelingkup Kolektor sekunder 8 m 4 m

Jln. Sosrokusuman Koridor pelingkup Kolektor sekunder 6 m 3 m

Jln. Ketandan Koridor pelingkup Kolektor sekunder 8 m 4 m

Jln. Pabringan Koridor pelingkup Kolektor sekunder 8 m 4 m

Jln. Abubakar Ali Koridor pelingkup Kolektor sekunder 14 m 4 m

Jln. Mataram Koridor pelingkup Kolektor sekunder 12 m 4 m

Jln. Suryotmo Koridor pelingkup Kolektor sekunder 16 m 4 m

Jln. Senopati Koridor pelingkup Kolektor sekunder 18 m 4 m

Jln. Ahmad Dahlan Koridor pelingkup Kolektor sekunder 12 m 4 m

Jln. Bayangkara Koridor pelingkup Kolektor sekunder 13 m 4 m

Jln. Gandekan Lor Koridor pelingkup Kolektor sekunder 13 m 4 m

Jln. Pasar Kembang Koridor pelingkup Kolektor sekunder 14 m 4 m

Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013

Page 40: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 21 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Untuk jalan-jalan yang belum diatur, menggunakan ketentuan GSB :

a) Untuk lebar jalan < 6 m, GSBnya 3m.

b) Untuk lebar jalan < 4m, GSBnya 2m.

c) Untuk lebar jalan < 2m, GSBnya kondisi titik ikat.

3. 3. Tata Bangunan

A. Orientasi bangunan; Orientasi bangunan merupakan arah tampak bukaan bangunan (muka

bangunan) yang ditujukan pada sudut pandang tertentu (view) secara optimal. Di Kawasan

Malioboro, orientasi bangunan dihadapkan ke arah jalan. Selain pertimbangan view yang

optimal, orientasi bangunan juga harus merespon kondisi iklim lingkungan setempat. Hal ini

ditujukan untuk mengatur penggunaan energi di dalam bangunan secara optimal.

Gambar 3.13. Orientasi bangunan terhadap jalan dan persimpangan

Sumber : Olahan studio, 2013

B. Wajah Depan Bangunan

o Panduan rancangan Arsitektur bangunan pada sisi kiri kanan sumbu filosofi antara kraton

sampai tugu termasuk KCB Malioboro memakai Pola Arsitektur Lestari Asli dengan gaya

arsitektur Indis dan Cina.

o Tampilan fasade dengan repetisi kolom untuk lantai 1 dan repetisi kusen dan repetisi

bukaan untuk lantai 2.

o Arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga, paling sedikit menggunakan

pola arsitektur selaras sosok;

Page 41: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 22 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Pola arsitektur Lestari Asli mempunyai arahan :

- Bentuk bangunan dan konstruksi sesuai dengan tipe-tipe bentuk dan konstruksi

Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya;

- Ragam hias sesuai dengan tipe – tipe ragam hias Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya;

- Material yang dipakai sama seperti material yang digunakan pada Bangunan Cagar

Budaya di KCB-nya;

- Vegetasi disesuaikan dengan vegetasi asli di KCB-nya; dan

- Perabot ruang luar didesain selaras dengan tipe-tipe ragam hias di KCB-nya dan tidak

menghalangi pandangan ke Bangunan Cagar Budaya.

Pola arsitektur Selaras Sosok mempunyai arahan :

- Bentuk bangunan sesuai dengan tipe – tipe bentuk Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya,

sedangkan konstruksi yang tidak tampak dari luar dapat disesuaikan dengan

perkembangan teknologi;

- Ragam hias sesuai dengan tipe – tipe ragam hias Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya;

- Material yang dipakai dapat menggunakan material baru hasil perkembangan teknologi

namun secara visual harus masih memperlihatkan kemiripan dengan material yang

dipakai Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya;

- Vegetasi disesuaikan dengan vegetasi asli di KCB tersebut;

- Perabot ruang luar didesain selaras dengan tipe-tipe ragam hias di KCB-nya dan tidak

menghalangi pandangan ke Bangunan Cagar Budaya.

Panduan Arsitektur Indis di Kawasan Malioboro

Gaya Arsitektur Indis adalah gaya arsitektur Eropa/Belanda yang telah diadaptasi

menyesuaikan kondisi budaya dan iklim tropis/Indonesia.

o Panduan rancangan Arsitektur Indis secara umum :

1. Atap bangunan arsitektur Indis dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masing-

masing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat.

- Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan atap bangunan utama. Apabila

menggunakan atap datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau

besi (bukan beton) dan tidak menempel/menyatu dengan bangunan utama.

Page 42: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 23 | E x e c u t i v e S u m m a r y

- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol

kayu/besi, atau atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja diatasnya.

2. Penutup atap bangunan arsitektur Indis dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe vlaam, plenthong

atau kodhok dengan warna asli (tidak dicat / tidak diglasur) dengan bahan dari

genteng tanah liat/gerabah. Tidak menggunakan penutup atap dari genteng

beton, asbes, policarbonate, logam dan sejenisnya.

- Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila

berbentuk pergola dapat menggunakan bahan transparan.

- Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup

atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan, disyaratkan

berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap,

bertekstur, tidak mengkilap.

- Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya

tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan.

3. Lisplang, Ornamen dan Beranda dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Lisplang menggunakan papan kayu atau beton dengan lebar sekitar 20 cm.

- Lisplang dimungkinkan lebih lebar dari 20 cm karena tuntutan proporsi/

perbandingan ukuran lebar dan tinggi atap yang besar.

- Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak.

- Ornamen pada dinding berupa lubang ventilasi/roster, profil (lekukan/ takikan)

pada tepian dinding, dan/atau kaca patri/kaca timah

- Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari

permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela.

- Ornamen pada fasad bangunan diterapkan secara proporsional.

- Beranda terbuka

4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Pintu berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak kayu, panel

kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca.

Page 43: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 24 | E x e c u t i v e S u m m a r y

- Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun jendela krepyak kayu,

panel kayu, kombinasi panel dan krepyak,dan/atau kaca.

- Daun dan rangka pintu/jendela diperkenankan menggunakan bahan aluminium /

logam, dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Indis.

- Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen

pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai dan ornamen besi/kayu.

- Apabila menggunakan Air Conditioning maka ventilasi yang berupa ornamen

besi/kayu tersebut ditutup dengan bahan transparan.

Gambar 3.14. Arahan Arsitektur Indis secara umum

Sumber : Olahan studio, 2013

o Ciri Arsitektur Indis di Koridor Utama mempunyai ciri “arsitektur topeng” yaitu menutup

atap pelana dengan bidang wajah depan yang mempunyai ciri simetris dengan poros

pada titik tertinggi, dan mempunyai permainan bidang lurus maupun bidang lengkung

dan atau kombinasi keduanya.

Atap pelana Dinding atas Dinding atas sebagai fasad depan

Gambar 3.15. Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng”

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 44: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 25 | E x e c u t i v e S u m m a r y

o Untuk renovasi fasad mengikuti langgam Arsitektur Indis yang berada di Koridor Utama

Malioboro, yaitu arsitektur Indis langgam Baroque yang mempunyai ciri : simetris dengan

as/poros pada titik tertinggi, ornamentik, monumental dan mempunyai dinding wajah

atas sebagai bidang penutup atap (topeng).

Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter)

Sumber : Olahan studio, 2013

o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar (lebih dari 10 meter) dilakukan dengan membagi

bidang depan/wajah bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada

langgam Arsitektur Indis yang simetris dan memuncak.

Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (<10 meter)

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 45: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 26 | E x e c u t i v e S u m m a r y

o Warna wajah depan bangunan di koridor utama Malioboro mengikuti tema yang

ditentukan pada Tata Kualitas Lingkungan dengan tetap memperhatikan : keserasian dan

bisa menggunakan warna trade mark perusahaan (korporasi).

Panduan Arsitektur Cina di Kawasan Malioboro

o Panduan rancangan Arsitektur Cina Secara Umum :

1. Atap bangunan arsitektur Cina dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Atap bangunan utama berbentuk pelana dengan gunung-gunung (gable) di sisi

kanan-kirinya. Bubungan atap pelana sejajar dengan jalan di depan bangunan.

- Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan bangunan utama. Apabila

berbentuk datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi (bukan

beton) dan tidak menempel/menyatu pada bangunan utama.

- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol, atau atap miring

menggunakan konsol kayu / besi.

2. Penutup atap dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe vlaam, plenthong,

atau kodhok berwarna asli (tidak dicat / tidak diglasur) dengan bahan dari

genteng tanah liat / gerabah. Tidak menggunakan penutup atap genteng beton,

asbes, policarbonate, logam dan sejenisnya.

- Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila

berbentuk pergola maka menggunakan bahan transparan.

- Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup

atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan disyaratkan

berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap,

bertekstur, tidak mengkilap.

- Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya

tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan.

3. Balkon, Lisplang dan Ornamen dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Letak balkon pada lantai 2 (dua) tidak menjorok ke daerah milik jalan. Batas

depan balkon pada lantai 2 (dua) diperbolehkan tepat di atas dinding depan

bangunan lantai 1 (satu). Batas depan balkon pada lantai 3 (tiga) mengikuti

aturan ketinggian atau skyline yang berlaku.

Page 46: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 27 | E x e c u t i v e S u m m a r y

- Pagar balkon / balustrade tidak menggunakan material yang masif / tertutup

secara visual.

- Ornamen pada pagar balkon/balustrade menggunakan corak hiasan stilisasi gaya

arsitektur Cina.

- Ornamen pada gunung-gunung dan bubungan berupa profil atau roster gerabah.

- Jenis lisplang polos atau berornamen

- Konsol pada tritisan dapat menggunakan bahan dari kayu / beton / besi yang

berornamen gaya arsitektur Cina.

4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Pintu depan pada lantai satu yang difungsikan sebagai ruang usaha, dapat

menggunakan bukaan yang lebar, berupa pintu dorong atau pintu lipat.

- Bukaan pada dinding lantai dua bangunan yang berbalkon, berupa jendela panel

kayu atau kombinasi jendela dan pintu panel kayu.

- Penggunaan bahan yang berpenampilan aluminium / logam hanya diperbolehkan

untuk daun pintu/jendela dan rangka pintu/jendela pada ruang usaha di lantai 1

(satu), dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Cina.

- Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen

pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai, ornamen besi/kayu.

- Apabila menggunakan Air Conditioning maka ventilasi yang berupa ornamen

besi/kayu tersebut ditutup dengan bahan transparan.

o untuk renovasi fasad mengikuti kaidah Arsitektur Cina pada bangunan yang berada di

Koridor Utama Malioboro dengan ciri seperti tersebut di atas.

Gambar 3.18. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Cina pada persil bidang kecil dan lebar

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 47: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 28 | E x e c u t i v e S u m m a r y

o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar dilakukan dengan membagi bidang depan/wajah

bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada langgam Arsitektur Cina

dengan ciri seperti tersebut di atas.

o Warna wajah depan bangunan di koridor utama Malioboro mengikuti tema yang

ditentukan pada Tata Kualitas Lingkungan dengan tetap memperhatikan : keserasian dan

bisa menggunakan warna trade mark perusahaan (korporasi).

o Papan nama diselaraskan dan diatur sedemikian rupa sehingga tidak menutupi fasad

bangunan, yaitu berada di antara kaki dan badan bangunan.

C. Penyempurnaan Wajah Depan

o Menggunakan tenda kanopi untuk penyelesaian arcade dengan arahan bentuk kanopi

yang menyesuaikan bentuk bangunan dan deretan kolom pada arcade.

o Peletakkan tenda kanopi di bawah papan nama dengan arahan kaya warna namun tetap

memperhatikan keserasian arsitektur bangunan dan tema koridor.

Tenda seperempat (1/4) bola Tenda lurus memanjang Tenda lengkung memanjang

Gambar 3.19. Panduan rancang penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi

Sumber : Olahan studio, 2013

o Menggunakan pergola untuk penyelesaian arcade dengan arahan bentuk rangka pergola

yang menyesuaikan bentuk bangunan dan deretan kolom pada arcade.

o Peletakkan pergola di bawah papan nama.

o Menambahkan elamen lampu pada dinding wajah depan menggunakan lampu spotlight

atau lampu dengan armatur.

o Saat ini telah dipasang lampu spotlight untuk menyorot bagian fasad bangunan

khususnya pada Bangunan Cagar Budaya

Page 48: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 29 | E x e c u t i v e S u m m a r y

tenda kanopi lengkung tenda kanopi lurus panjang tenda kanopi lengkung panjang

Gambar 3.20. Ilustrasi penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi, papan nama dan lampu dinding dengan armatur

Sumber : Olahan studio, 2013

D. Papan Naman dan Reklame

o Prinsip pemasangan papan nama iklan/reklame yang menempel pada bangunan dibuat

sedemikian rupa sehingga ukurannya tidak boleh menutupi fasad bangunan.

o Papan nama, reklame/iklan atau sponsor dipasang pada bagian antara kaki dan badan

wajah depan bangunan.

Gambar 3.21. Ilustrasi penataan reklame, papan nama dan penyempurnaan arcade seperti tenda

dan pergola tidak menutup fasad bangunan

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 49: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 30 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.22. Ilustrasi penataan reklame dan papan nama tidak menutup wajah depan bangunan

Sumber : Olahan studio, 2013

o Pemasangan nama toko tidak hanya pada wajah depan bangunan tetapi juga berorientasi

untuk kenyamanan pejalan kaki, sehingga papan nama dipasang menggantung pada

arcade untuk kemudahan saat membaca.

Gambar 3.23. Ilustrasi penataan papan nama berorientasi pada kenyamanan pejalan kaki

Sumber : Olahan studio, 2013

o Khusus untuk Kawasan Malioboro penempatan reklame dan signage diatur dalam Zona

Khusus sesuai arahan pada Raperda tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklame.

Page 50: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 31 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Zona khusus adalah zona yang bebas dari penyelenggaraan reklame kecuali untuk jenis

reklame dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Reklame papan nama usaha/profesi yang melekat di bangunan dengan ketentuan :

muka depan bangunan dengan jenis reklame papan/billboard ukuran tinggi bidang

reklame 1,5 meter (satu koma lima meter) dan panjang bidang reklame

menyesuaikan bangunan untuk masing – masing lantai;

muka samping kanan dan/atau kiri bangunan dengan ukuran tinggi bidang reklame

2,5 m (dua koma lima meter) dan panjang bidang reklame menyesuaikan bangunan

untuk masing – masing lantai;

reklame jenis cahaya ukuran dan bentuk disesuaikan dengan fasad bangunan.

reklame jenis videotron/megatron menempel di fasad bangunan selain Bangunan

Cagar Budaya dengan ukuran paling besar 10% (sepuluh per seratus) dari keluasan

fasad bangunan dengan ukuran tinggi bidang reklame maksimal 1,5 meter.

2. Dalam rangka pelayanan informasi publik dan reklame produk ditentukan titik reklame

yang disediakan oleh pemerintah/kerjasama dengan pihak lain.

3. Bangunan cagar budaya (BCB) dilarang digunakan sebagai media reklame, kecuali :

reklame usaha/profesi dengan ketentuan paling besar 10% (sepuluh persen) dari

luas fasad dan ketinggian paling tinggi 1,5 m (satu koma lima meter); dan/atau

reklame cahaya.

o Sedangkan billboard atau baliho hanya berada di koridor pelingkup kawasan Malioboro

dipasang pada tiang yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak boleh menghalangi

pandangan pada poros sumbu filosofis. Billboard atau baliho yang bertiang tersebut wajib

menggunakan ornamen bentuk serapan Eropa, seperti lampu khas Malioboro.

Pemasangan iklan degan tambahan ornamen pada konstruksinya. Detil ornamen dengan mempertimbangkan preseden detil ornamen lampu khas Malioboro.

TIDAK BOLEH MELINTANG PADA KORIDOR UTAMA SUMBU FILOSOFIS

Gambar 3.24. Ilustrasi peletakan elemen iklan baliho pada marka jalan di Jl. Abubakar Ali

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 51: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 32 | E x e c u t i v e S u m m a r y

E. Wajah Bangunan pada Koridor Ventilasi

o Koridor ventilasi dan perumahan (kampong-kampong) di belakang koridor utama

merupakan zona penyangga KCB Malioboro. Di dalam SK Kepala Dinas Kebudayaan DIY

disebutkan bahwa zona penyangga KCB Malioboro menggunakan Arsitektur Indis,

Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial.

o Arsitektur Indis dan Arsitektur Kolonial diarahkan untuk tata bangunan Koridor ventilasi

dan perumahan karena bentuk dan fasad sangat mempengaruhi wajah koridor ventilasi

dan karakter sub-sub kawasan (kampong-kampong) di dalam Kawasan Malioboro; kecuali

wajah bangunan pada koridor-koridor ventilasi Kampung Ketandan dan Kampung

Ngupasan karena kedua kampung ini diarahkan sebagai kampung Pecinan.

o Koridor ventilasi diarahkan untuk bangunan vertikal sebagai bentuk efisiensi lahan

dengan tetap mengacu pada aturan intensitas lahan dan menggunakan bentuk Arsitektur

Indis dan Arsitektur Kolonial pada bangunan atau bagian dari bangunan tersebut.

Gambar 3.25. Arahan bangunan pada koridor ventilasi Kawasan Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

o Panduan rancangan untuk gaya Arsitektur Indis pada koridor ventilasi mengacu pada

panduan rancang wajah bangunan secara umum maupun wajah pada koridor utama.

o Panduan rancangan untuk gaya Arsitektur Cina pada koridor ventilasi mengacu pada

panduan rancang wajah bangunan Arsitektur Cina yang telah diuraikan di atas.

o Panduan rancangan untuk arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga

yang meliputi koridor ventilasi, koridor pelingkup dan sub kawasan (kampung-kampung)

di belakang koridor utama selain menggunakan Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina juga

menggunakan Arsitektur Kolonial.

Page 52: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 33 | E x e c u t i v e S u m m a r y

o Gaya Arsitektur Kolonial adalah gaya arsitektur Eropa/Belanda yang langsung

diterapkan pada bangunan di Yogyakarta, dengan modifikasi yang minimal

o Panduan rancangan untuk gaya arsitektur Kolonial mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Atap bangunan dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masing-

masing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat.

- Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan atap bangunan utama. Apabila

menggunakan atap datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi

(bukan beton) dan tidak menempel/menyatu dengan bangunan utama.

- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol

kayu/besi, dan atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja di atasnya.

2. Penutup atap dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe plenthong atau

kodhok dengan warna asli (tidak dicat/tidak diglasur), dengan bahan dari genteng

tanah liat / gerabah. Tidak menggunakan penutup atap genteng beton, asbes,

policarbonate, logam dan sejenisnya.

- Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila

berbentuk pergola dapat menggunakan bahan yang transparan.

- Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup

atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan disyaratkan

berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap,

bertekstur, tidak mengkilap.

- Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya tidak

diperbolehkan, selain untuk atap tritisan.

3. Lisplang, Ornamen dan Beranda dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Lisplang dapat dari bahan beton/semen yang lebar, dengan ornamen

lekukan/profil memanjang. Lebar lisplang disesuaikan dengan proporsi terhadap

ukuran lebar/tinggi atap dan bangunan.

- Kolom-kolom silindris sebagai ornamen dan/atau struktur, menggunakan gaya

arsitektur Neoklasik/Artneuvo/Doric, bukan gaya arsitektur Yunani/Romawi

- Menara sebagai aksen bangunan dengan bentuk segi empat atau lebih diberi atap.

Page 53: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 34 | E x e c u t i v e S u m m a r y

- Gunung-gunung sebagai sisi depan atap pelana, dalam bentuk segitiga berundak

dengan variannya.

- Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak

- Ornamen pada dinding berupa lubang ventilasi/roster, profil (lekukan/takikan)

pada tepian dinding, dan/atau kaca patri / kaca timah.

- Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari

permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela.

- Ornamen pada fasad bangunan diterapkan secara proporsional.

- Beranda terbuka

Gambar 3.26. Arahan bangunan gaya Arsitektur Kolonial

Sumber : Olahan studio berdasarkan SK Kepala Dinas Kebudayaan DIY, 2013

4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut :

- Pintu dan Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak

kayu, panel kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca.

- Daun pintu/jendela dan rangka pintu/jendela diperkenankan menggunakan bahan

aluminium / logam, dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Kolonial.

- Bukaan jendela pada dinding luar relatif tidak banyak dan berukuran tidak besar

jika dibandingkan dengan gaya arsitektur Indis.

- Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen

pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai, dan/atau ornamen

besi/kayu.

Page 54: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 35 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.27. Bangunan pada koridor ventilasi menggunakan Arsitektur Indis & Kolonial

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.28. Bangunan bertingkat pada koridor ventilasi tetap mengacu aturan intensitas lahan

Sumber : Olahan studio, 2013

F. Wajah Bangunan pada Koridor Pelingkup

o Untuk renovasi wajah bangunan pada koridor pelingkup sebagai zona penyangga

diarahkan menggunakan gaya Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial.

o Panduan rancang untuk gaya Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial

mengikuti panduan rancang seperti arahan wajah bangunan pada koridor utama dan

koridor ventilasi.

o Panduan rancang untuk pemasangan papan nama, iklan dan sponsor mengikuti arahan

dan kaidah papan nama dan reklame seperti yang telah diuraikan di atas.

Page 55: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 36 | E x e c u t i v e S u m m a r y

o Penataan bangunan mengikuti aturan intensitas pemanfaatan lahan seperti KDB, KLB,

KDH, Tinggi Bangunan dan Garis Sempadan (GSB).

o Area sempadan bangunan yang tercipta diarahkan sebagai penambahan tata hijau dan

area dropping barang.

Gambar 3.29. Ilustrasi penataan bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

G. Bangunan Cagar Budaya

Bangunan Cagar Budaya di dalam deliniasi RTBL Kawasan Malioboro dan telah ditetapkan

berdasarkan SK Penetapan Menteri, SK Penetapan Gubernur maupun SK Penetapan

Walikota/ Bupati, maka arahan kebijakan pelestarian mengacu pada Peraturan Daerah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Warisan

Budaya Dan Cagar Budaya. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan Kota

Yogyakarta tahun 2009, Kawasan Malioboro memiliki 21 unit BCB. Menurut persebarannya,

terdapat 10 BCB berlokasi di koridor utama (Jl. Malioboro-Jl. A. Yani) sementara selebihnya

tersebar di jalan ventilasi perkampungan Malioboro.

Page 56: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 37 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Tabel 3.7. Bangunan Cagar Budaya Kawasan Malioboro

No Nama Bangunan Alamat SK Penetapan Menteri/ Gubernur SK Penetapan Walikota/ Bupati SK Penghargaan Gubernur/ Walikota

1 Benteng Vredeburg Jl. A. Yani No. 2-4 Yogyakarta Kep. Mendikbud. 0224/U/1981

2 Gedung Agung Jl. A. Yani No. 3 Yogyakarta SK Walikota No. 798/KEP/2009

3 Hotel Inna Garuda d/h Grand Hotel de Djogja Jl. Malioboro 60 SK Walikota No. 798/KEP/2009

4 Kompleks Gedung Kepatihan Jl. Malioboro Yogyakarta Per. Menbudpar No. PM. 07/PW.007/MKP/2010

SK Walikota No. 798/KEP/2009

5 Gedung Nasional Perpustakaan Provinsi Jl. Jend. A. Yani No. 175, Kel. Sosromenduran, Kec. Gedongtengen, Yogyakarta

Per. Menbudpar No. PM. 25/PW.007/MKP/2007

6 Gereja Protestan "Marga Mulya" Jl. Jend. A. Yani No. 5, Kel. Ngupasan, Kec. Gondomanan, Yogyakarta

Per. Menbudpar No. PM. 25/PW.007/MKP/2007

SK Gubernur DIY 1999

7 Gedung DPRD Provinsi DIY Jl. Malioboro No. 54, Yogyakarta SK Gub. No.210/KEP/2010

8 Pasar Beringharjo Jl. Pabringan No. 1 Yogyakarta SK Gub. No.210/KEP/2010 SK Walikota No. 798/KEP/2009

9 Apotek Kimia Farma Cabang I Yogyakarta Jl. A. Yani No. 179, Kel. Sosromenduran, Kec. Gedongtengen, Yogyakarta

Per. Menbudpar No. PM. 25/PW.007/MKP/2007

10 Apotek Kimia Farma Cabang II Yogyakarta Jl. A. Yani No. 121, Kel. Sosromenduran, Kec. Gedongtengen, Yogyakarta

Per. Menbudpar No. PM. 25/PW.007/MKP/2007

11 Rumah Kuno Lor Pasar Ny. Yosephine Unis Jl. Lor Pasar Beringharjo 41 SK Walikota No. 798/KEP/2009

12 Toko Liong Silvia Megawati Jl. Lor Pasar Beringharjo 40 SK Walikota No. 798/KEP/2009

13 Bangunan Toko Jl. Malioboro SK Walikota No. 798/KEP/2009

14 SD Netral D/h Dalem Cornelan Jl. Sosrowijayan SK Walikota No. 798/KEP/2009

15 Dalem Jogonegaran Kampung Jogonegaran SK Walikota No. 798/KEP/2009

16 Dalem Jayaningratan/Sosrodipuran (UPN 45) Jl. Dagen 219 SK Walikota No. 798/KEP/2009

17 Dalem Kusumodiningrat (Wisma PTM) Jl. Sosrowijayan SK Walikota No. 798/KEP/2009

18 Kantor PEPABRI Jl. Dagen SK Walikota No. 798/KEP/2009

19 Bangunan Cina Tjan Bian Thiong Jl. Pajeksan 16 SK Walikota No. 798/KEP/2009

20 Joglo Jogonegaran Jogonegaran RT 49/13 SK Walikota No. 798/KEP/2009

21 SD Negeri Sosrowijayan Jl. Sosrowijayan 21 SK Walikota No. 798/KEP/2009

Sumber : data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Yogyakarta, 2013

Page 57: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 38 | E x e c u t i v e S u m m a r y

3. 4. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung

A. Pola Jaringan Jalan

Rencana sistem jaringan jalan pada Kawasan Malioboro ini adalah dengan menetapkan

dua hirarki koridor yaitu : koridor jalan kolektor sekunder meliputi Jl. Malioboro, Jl.

Ahmad Yani, Jl. Pasar Kembang, Jl. Abu Bakar Ali, Jl. Mataram, Jl. Suryotomo, Jl. KHA

Dahlan, Jl. Senopati, Jl.Bayangkara dan Jl. Gandekan Lor; dan koridor jalan lokal primer

yang mencakup koridor-koridor ventilasi. Koridor-koridor ini akan menjadi pola utama

dalam pembentukan struktur tata bangunan dan lingkungan Kawasan Malioboro ini.

1) Jalan Kolektor Sekunder

Jalan Kolektor Sekunder merupakan jaringan jalan yang menghubungkan secara

berdaya guna antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah

dengan pusat kegiatan lokal. Pada koridor ini juga perlu dikembangkan alternatif

moda transportasi baik moda transportasi umum maupun moda transportasi non

motor serta pengembangan jalur pedestrian.

Ketentuan teknis tentang jalan Kolektor sekunder sebagai berikut :

Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan minimal 40 Km/jam

dengan lebar badan jalan minimal 9 meter, tetapi lebar masing-masing jalan

mengikuti arahan Perwal no.25 tahun 2013 seperti tercantum pada tabel 2.6.

Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang sama dengan volume lalu

lintas rata-rata.

Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan.

Persimpangan sebidang jalan kolektor sekunder dengan pengaturan tertentu.

Khusus untuk Jl. Malioboro dan Jl. A.Yani yang diarahkan sebagai area semi

pedestrian, RUMIJA tidak hanya sebagai ruang sirkulasi kendaraan bermotor

tetapi juga digunakan untuk ruang sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan non

motor serta pembagian area parkir motor secara jelas.

2) Jalan Lokal

Jalan lokal sebagaimana dimaksud adalah yang menghubungkan kawasan sekunder

kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan

sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

Page 58: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 39 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Ketentuan teknis tentang jalan lokal sebagai berikut :

Jalan lokal didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh)

kilometer per jam dengan besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya

paling rendah pada sistem primer.

Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter, tetapi secara lebih

detil, masing-masing koridor jalan ventilasi mengikuti arahan Perwal no.25

tahun 2013 seperti tercantum pada tabel 2.6.

B. Rencana Pola Transportasi

Rencana pola transportasi pada Kawasan Malioboro difokuskan untuk mendukung

pergerakan dan kegiatan Pusat Pelayanan Jasa yang Berbasis Budaya, Humanis,

Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan sesuai visi Kawasan Malioboro.

Arahan rencana untuk pola transportasi adalah sebagai berikut:

Menerapkan Jl. Malioboro – Jl. A. Yani sebagai jalur semi pedestrian, dengan

menerapkan area khusus pedestrian secara bertahap yang dimulai dari selatan,

yaitu simpang Jl. Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km.

Kendaraan yang melewati koridor utama diarahkan keluar kawasan melalui

Jl.Reksobayan dan Jl.Pabringan untuk menciptakan area khusus pedestrian pada

penggal simpang Jl. Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km.

Apabila diperlukan akses masuk bagi tamu negara ke Gedung Agung maka dapat

disterilkan dari pengunjung lainnya dengan sistem protokoler kenegaraan.

Gambar 3.30. Ilustrasi area khusus pejalan tahap 1 adalah persimpangan Jl.Pabringan-Jl.Reksobayan

(ngejaman) sampai dengan titik 0 km

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 59: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 40 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.31. Rencana Sirkulasi Kawasan Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 60: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 41 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Pengaturan sistem sirkulasi di jalan pelingkup yang meliputi Jl. Mataram,

Jl.Suryotomo, Jl.Bayangkara dan Jl.Gandekan Lor dengan arah pergerakan searah

jarum jam, kecuali Jalan Bayangkara di sisi selatan dari Jl.Reksobayan sampai dengan

simpang pertigaan RSU PKU Muhammadiyah mempunyai pergerakan dua arah.

Rencana arah pergerakan pada koridor pelingkup Jl.Mataram - Jl.Suryotomo satu

arah dari utara ke selatan untuk memecah sirkulasi dari Jl. Abu Bakar Ali menuju

arah Alun-Alun Utara sehingga kendaraan tidak harus melewati Jl. Malioboro.

Pengaturan system multi entry , sehingga arus masuk Kawasan Malioboro tidak

terpusat pada node/ persimpangan hotel Inna Garuda sisi utara saja. Akses masuk

juga diarahkan melalui koridor ventilasi di Jl. Suryatmajan dari sisi timur

(persimpangan Hotel Melia Purosani) dengan pergerakan dua arah;

Arus masuk pada koridor ventilasi Jl.Suryatmajan untuk mengakomodasi sirkulasi

menuju Kompleks Kepatihan yang direncanakan berorientasi ke Jl.Suryatmajan.

Sedangkan koridor ventilasi lain di sisi timur dan sisi barat sebagai jalur keluar

kawasan dengan arah pergerakan searah.

Mempertahankan dan mengembangkan jalur kendaraan tradisional/ lokal non-

motor seperti andong dan becak dengan memantapkan jalur lambat di sisi barat

koridor utama Jl. Malioboro – Jl. Ahmad Yani.

Mempertahankan keberadan Trans-Jogja sebagai transportasi umum masal,

sehingga jalur/ rute Trans-Jogja tidak berubah dan diperbolehkan melewati area

pejalan kaki di depan Benteng Vredeburg dan Gedung Agung.

Gambar 3.32. Ilustrasi pola sirkulasi dengan mempertahankan jalur lambat di sisi barat

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 61: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 42 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Menerapkan amdal lalu lintas untuk bangunan hotel atau mall baru yang akan

dibangun terkait dengan akses masuk lahan dan ketersediaan parkir.

Mempertegas amenity zone seperti zona pejalan kaki pada sisi timur koridor utama

Jl.Malioboro – Jl.A.Yani dan menggunakan elemen vertikal sebagai street furniture

seperti pepohonan dan lampu serta elemen lainnya seperti tempat sampah, bangku

taman sekaligus pot eksisting yang dapat digunakan sebagai bangku.

Zona pejalan kaki pada sisi timur koridor utama Jl.Malioboro – Jl.A.Yani ini selain

dilengkapi street furniture juga diselesaikan menggunakan material dekoratif dengan

desain yang menarik yaitu menggunakan paving blok batu andesit warna hitam

dipadukan dengan jenis batu alam lainnya.

Gambar 3.33. Ilustrasi amenity zone dilengkapi street furnitur yang mendukung pejalan kaki

Sumber : Olahan studio, 2013

C. Pergerakan Manusia dan Jalur Pedestrian

Pergerakkan orang pada kawasan perencanaan secara mendasar dibagi menjadi dua

bagian, yaitu pergerakan pejalan kaki dan menggunakan moda transportasi. Pola

pergerakan manusia diarahkan untuk menghidupkan aktivitas pejalan kaki (pedestrian)

yang walaupun saat ini sudah disediakan namun masih kurang nyaman karena

tercampur penggunaan parkir motor dan PKL.

Penambahan bangku taman ornamen bentuk serapan Eropa

Tempat Sampah Menggunakan warna yang

senada dengan lampu

Pot dan bangku eksisting bentuk hasta brata

Pot dan bangku eksisting bentuk hasta brata

Page 62: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 43 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum Departemen Pekerjaan

Umum mengacu pada Nomor 032/T/BM/1999 Lampiran No. 10 Keputusan Direktur

Jenderal Bina Marga Nomor 76/KPTS/Db/1999

Perencanaan Jalur pedestrian pada Koridor Utama Jl.Malioboro-Jl.A.Yani disarankan

di sisi timur selebar 5 - 7 meter ditambah dengan jalur tata hijau yang direncanakan

selebar 1,0 m sehingga total jalur pedestrian adalah 6 - 8 m.

Perencanaan jalur pedestrian pada koridor ventilasi dan koridor pelingkup adalah

sebagai berikut: Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan

orang adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang,

sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki atau 2 orang pejalan

kaki yang berpapasan menjadi 150 cm.

Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat

perlengkapan jalan (street furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat,

pohon peneduh. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi fasilitas

dapat dilihat seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 3.8. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki

No Jenis Fasilitas Lebar Tambahan

1. Kursi roda 100 – 120 cm

2. Tiang lampu penerang 75 – 100 cm

3. Tiang lampu lalu lintas 100 – 120 cm

4. Rambu lau lintas 75 – 100 cm

5. Kotak surat 100 – 120 cm

6. Keranjang sampah 100 cm

7. Tanaman peneduh 60 – 120 cm

8. Pot bunga 150 cm

Sumber : Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum No.032/T/BM/1999

Jalur pejalan kaki harus dilengkapi dengan fisilitas-fasilitas seperti: rambu-rambu,

penerangan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya, terutama bagi pejalan kaki

penyandang cacat/kaum difabel dan orang tua, berupa material/ paving jalan khusus

maupun peta dan penanda untuk pengarah lokasi.

Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan apabila mempunyaiperbedaan tinggi dengan

sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat berupa kerb atau batas penghalang.

Page 63: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 44 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3% supaya tidak

terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan

memanjang jalan, yaitu maksimum7 %.

Tinggi ruang bebas trotoar tidak kurang dari 5 meter dan kedalaman bebas tidak

kurang dari 2,5 meter, yang diukur dari permukaan trotoar dan kebebasan samping

tidak kurang dari 0,3 meter.

Pemasangan jaringan utilitas baik di atas maupun di bawah trotoar harus

mempertahankan ruang bebas trotoar. Tinggi ruang bebas ini mempengaruhi

ketinggian pemasangan reklame dan jaringan utilitas lainnya seperti kabel udara.

Sedangkan kedalaman bebas mempengaruhi pemasangan pipa air bersih maupun

pipa kabel dan jaringan utilitas yang diletakkan di bawah tanah.

D. Moda Transportasi

Moda transportasi untuk pergerakan manusia khususnya pengunjung/wisatawan

adalah jenis “kendaraan wisata” yang terintegrasi dengan kawasan wisata lainnya

seperti Kraton dan Njeron Beteng dengan mengembangkan jalur kendaraan

tradisional/lokal non-motor seperti andong wisata dan becak wisata.

Panduan rancangan untuk Becak Malioboro adalah :

- Warna Becak Malioboro diseragamkan dengan dominasi warna coklat dan putih.

- Pada bagian badan becak sisi samping dicat dengan motif batik pola lereng dan

pada bagian aksen seperti list dicat dengan kombinasi warna hijau dan kuning.

- Pada bagian jok dan tenda menggunakan warna hitam dan putih.

Gambar 3.34. Panduan untuk pengecatan Becak Wisata Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 64: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 45 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Panduan rancang untuk Andong Malioboro adalah :

- Warna Andong Malioboro diseragamkan dengan dominasi warna coklat.

- Pada bagian badan andong sisi samping, tepatnya di sisi roda dicat dengan motif

batik pola lereng dan bagian aksen dicat dengan kombinasi warna hijau kuning.

- Pada bagian tenda dan jok menggunakan warna hijau.

E. Pola Parkir

Penataan sistem parkir kendaraan bermotor di Kawasan Malioboro direncanakan

dengan sistem parkir off street.

Parkir on street dan pada area pedestrian sisi timur koridor utama Jl. Malioboro dan

Jl. Ahmad Yani dialihkan ke kantong-kantong parkir komunal baik di dalam kawasan

maupun di dalam lingkup meso kawasan.

Pengembangan kantong parkir dan gedung parkir di dalam kawasan perencanaan

meliputi lahan eks. UPN di belakang Hotel Melia Purosani, lahan eks.bioskop Indra,

taman parkir Abu Bakar Ali dan taman parkir utara benteng Vredeburg.

Pengembangan kantong parkir dan gedung parkir yang terintegrasi secara meso

kawasan meliputi taman parkir Senopati, taman parkir Ngabean dan di Stasiun Tugu.

Gedung Parkir vertikal untuk parkir motor dan mobil diarahkan di Area Parkir Abu

Bakar Ali dan Area Parkir eks. UPN; sedangkan Area Parkir Eks. Indra diarahkan

untuk gedung parkir motor saja.

Gedung parkir yang dibangun vertikal menggunakan konstruksi baja, pre-cast

concrete dan sambungan HTB Bolt dengan sistem knock down, sehingga bangunan

dapat dibongkar, dipindah dan dipasang kembali dengan mudah

Gambar 3.35. Ilustrasi parkir sistem knock down untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 65: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 46 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gedung parkir vertikal untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m jarak antar

kolom dan dilengkapi ramp untuk pemisahan akses masuk dan keluar.

Sampel untuk parkir mobil vertikal menggunakan 9 modul parkir knock down

dilengkapi akses dan ramp seluas 2 x 3m x 24m, sehingga total luas dasar adalah :

9 x 8m x 8m + 2 x 3m x 24m = 576 m² + 144 m² = 720 m²

Kapasitas ( 2 lantai ) dengan luas dasar 720 m² mampu menampung 50 mobil.

Gambar 3.36. Modul parkir mobil knock down dengan jarak antar kolom 8 m x 8 m

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.37. Ilustrasi gedung parkir mobil sistem knock down dan akses masuknya

Sumber : Olahan studio, 2013

Gedung parkir vertikal untuk motor menggunakan modul 6 m x 6 m jarak antar

kolom dan dilengkapi ramp untuk pemisahan akses masuk dan keluar.

Sampel untuk parkir motor vertikal menggunakan 16 modul parkir knock down

dilengkapi akses dan ramp seluas 2 x 3m x 24m, sehingga total luas dasar adalah :

9 x 8m x 8m + 2 x 3m x 24m = 576 m² + 144 m² = 720 m²

Kapasitas ( 3 lantai ) dengan luas dasar 720 m² mampu menampung 720 motor.

Page 66: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 47 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.38. Modul parkir motor knock down 2 lantai dengan jarak antar kolom 6 m x 6 m

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.39. Ilustrasi gedung parkir motor 3 lantai sistem knock down dan akses masuknya

Sumber : Olahan studio, 2013

Untuk menambah kapasitas motor dan mobil, gedung parkir knock-down dapat

dipadukan dengan area parkir basement di bawahnya.

Gedung parkir vertikal baik untuk mobil maupun motor terintegrasi dengan toilet

umum untuk pengunjung Kawasan Malioboro.

3. 5. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau

A. Ruang Terbuka

Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam

kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu.

Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman

kota, hutan dan sebagainya. Perencanaan tata hijau ini dapat menambah luas tajuk RTH.

Page 67: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 48 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–

30% dari ruang milik jalan (RUMIJA) sesuai dengan kelas jalan.

Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu

fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Pemilihan jenis tanaman diarahkan

adalah tanaman khas daerah setempat, dapat memperkuat sumbu filososfi (poros Tugu-

Kraton-Panggung Krapyak). Selain itu dipilih tanaman yang disukai oleh burung-burung,

serta memiliki tingkat evapotranspirasi rendah.

Sistem tata hijau difungsikan sebagai penghijauan kota dengan menerapkan kembali

prinsip lansekap warisan budaya. Misalnya :

o ASEM : Nengsemke, yang berarti cantik dan menarik.

o TANJUNG : Sanjung, yang berarti membanggakan digunakan untuk

memperkuat sumbu filosofis; bunga dan daunnya cantik.

o GAYAM : Ngayemke, yang berarti memberikan kenyamanan.

Pulau Jalan dan Median Jalan adalah RTH yang terbentuk oleh geometris jalan seperti

pada persimpangan atau bundaran jalan. Sedangkan median berupa jalur pemisah yang

membagi jalan menjadi dua lajur atau lebih.

Median atau pulau jalan dapat berupa taman atau non taman. Penataan tanaman pada

median jalan berfungsi sebagai penahan silau lampu kendaraan dengan kriteria :

1) Sebaiknya digunakan tanaman rendah berbentuk tanaman perdu dengan ketinggian

< 0.80 m, dipilih tanaman perdu yang mempunyai massa dan ketinggian agar tidak

mudah terinjak oleh penggunjung.

2) Jenisnya berbunga atau berstruktur indah, misalnya:

Melati Putih (Jasminus sambac).

Ceplok Piring

Soka berwarna-warni (Ixora stricata),

Lantana (Lantana camara),

3) Bermasa daun padat dan ditanam rapat

4) Permainan tekstur, warna, dan ukuran yang berbeda akan mampu memberikan

suasana ruang tertentu; sehingga pemilihan perdu pada median dapat disesuaiakan

dengan penentuan tema koridor utama, misalnya Melati untuk tema 1, Soka untuk

tema 2, Lantana dan Ceplok Piring untuk tema 4.

Page 68: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 49 | E x e c u t i v e S u m m a r y

B. Tanaman perindang;

Tanaman perindang/peneduh yang telah ada tetap dipertahankan dan ditingkatkan upaya

pemeliharaannya. Penambahan dapat dilakukan pada lokasi yang kurang pohon peneduh.

Vegetasi dengan kategori pohon yang tinggi (8-18 meter) dan berdaun rindang ditanam

di area tepi jalan, yaitu area pejalan kaki berada karena berfungsi sebagai peneduh

sekaligus pelindung dari terik matahari, air hujan, asap dan lalu lintas kendaraan.

Pohon-pohon yang tinggi dan berdaun rindang membutuhkan area tanam yang lebar

agar sistem perakarannya tidak merusak lapisan penutup jalan seperti aspal atau paving

serta struktur bangunan, dengan jarak tanam 12 meter.

Pohon-pohon eksisting beserta pot yang berbentuk hasta brata yang ada di area

pedestrian sisi timur tetap dipertahankan.

Saat ini sudah ada program penambahan tata hijau dengan penanaman pohon tanjung

pada koridor ventilasi oleh BLH ( Badan Lingkungan Hidup ).

Tabel 3.9. Jenis Tanaman Peneduh/Perindang

No. Nama Lokal Nama Latin

1) Asem Jawa Tamarindus indica 2) Gayam Inocarpus fagiferus 3) Angsana /sonokembang Pthecarpus indicus 4) Bunga saputangan Amherstia nobilis 5) Bunga Kupu-kupu Bauhinia purpurea 6) Bungur Lagerstroemia floribunda 7) Cempaka Michelia champaca 8) Sarai raja Caryota mitis 9) Tanjung Mimusops elengi 10) Trembesi Samanea saman

sumber: dari berbagai sumber

3. 6. Tata Kualitas Lingkungan

Karakter bangunan di dalam Kawasan Malioboro membentuk identitas lingkungan dan

mencerminkan karakter kegiatannya, sehingga diharapkan melalui perencanaan ini dapat

dengan spesifik dikenali identitas kawasan melalui tata kualitas lingkungan. Secara umum,

konsep bentuk bangunan di Kawasan Malioboro ini akan mengambil langgam Arsitektur

Indis dan Arsitektur Cina sebagai komponen pembentuk Citra Kawasan Malioboro yang

berbudaya.

Page 69: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 50 | E x e c u t i v e S u m m a r y

A. Tema

Konfigurasi dan tampilan bangunan-bangunan berperan sebagai pembentuk karakter

kawasan maupun kegiatan di dalam kawasan, sehingga mengikuti pembagian tema

koridor utama seperti tergambar pada konsep sebelumnya.

Tabel 3.10. Tema Sub Koridor Jalan Utama Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani

Penggal Tema Langgam Warna

Penggal 1 Jl. Pasar Kembang- Jl.Abubakar Ali sampai dengan Jl.Perwakilan

‘welcoming corridor’ Arsitektur Indis (Indo-Belanda) Kecuali bangunan sudah memiliki langgam arsitektur Cina

Monochrome putih dengan warna kusen, list dan aksen yang diselaraskan Boleh menggunakan warna trade mark perusahaan /korporasi

Penggal 2 Jl.Perwakilan sampai dengan Jl.Suryatmajan – Jl.Pajeksan

‘social corridor’ Arsitektur Indis Arsitektur Cina kecuali BCB Kepatihan

Kaya warna Boleh menggunakan warna trade mark perusahaan /korporasi

Penggal 3 Jl.Suryatmajan – Jl.Pajeksan sampai dengan Jl.Pabringan

‘culture corridor’ Arsitektur Cina Kecuali bangunan sudah memiliki langgam arsitektur Indis

Dominasi warna Merah dan Emas Boleh menggunakan warna trade mark perusahaan /korporasi

Penggal 4 Jl.Pabringan sampai titik 0 km

‘preservation corridor’

Arsitektur Indis (Indo-Belanda)

Monochrome putih

Sumber : analisis studio, 2013

Pembagian tema koridor utama yang berpengaruh pada langgam arsitektur bangunan

hanya diberlakukan pada bangunan-bangunan baru dan bangunan yang belum memiliki

tema. Apabila pada tema Arsitektur Indis terdapat bangunan Arsitektur Cina, maka

bangunan tersebut diperkuat dengan langgam Arsitektur Cina, begitu pula sebaliknya.

Pembagian tema pada koridor utama diharapkan tidak mengurangi karakter dan ciri

Malioboro. Sehingga untuk menciptakan kemenerusan (continuity) pada koridor utama

digunakan elemen street furniture lampu sebagai elemen penghubung.

Detil ornamen lampu khas Malioboro dengan bentuk serapan Eropa digunakan pada

detil streetscape lainnya seperti tempat duduk, tempat sampah dan penanda/pengarah

(signage) sehingga dapat memperkuat karakter Malioboro.

Selain penggunaan elemen streetscape sebagai elemen penghubung, elemen vegetasi

juga menjadi elemen penghubung untuk koridor utama Kawsan Malioboro.

Page 70: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 51 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Konfigurasi dan tampilan bangunan-bangunan berperan sebagai pembentuk karakter

kawasan maupun kegiatan di dalam kawasan, sehingga diperlukan pengaturan tema seperti

tergambar sebagai berikut :

Gambar 3.40. Konsep pembagian tema pada koridor utama Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

KONSEP TEMA KORIDOR UTAMA

Page 71: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 52 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.41. Konsep ‘welcoming corridor’

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.42. Konsep ‘social corridor’

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 72: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 53 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.43. Konsep ‘culture corridor’

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.44. Konsep ‘preservation corridor’

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 73: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 54 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Sub Koridor KJ.01 (penggal 1) - ‘welcoming corridor’

Gambar 3.45. Penataan penggal 1 dengan tema Arsitektur Indis (Indo-Belanda)

Sumber : Olahan studio, 2013

Sub Koridor KJ.01 (penggal 2) - ‘social corridor’

Gambar 3.46. Penataan penggal 2 dengan tema Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 74: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 55 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Sub Koridor KJ.01 (penggal 3) - ‘culture corridor’

Gambar 3.47. Penataan penggal 3 dengan tema Arsitektur Cina

Sumber : Olahan studio, 2013

Sub Koridor KJ.01 (penggal 4) - ‘preservation corridor’

Gambar 3.48. Penataan penggal 4 mempunyai tema konservasi BCB dengan Arsitektur Indis

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 75: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 56 | E x e c u t i v e S u m m a r y

B. Panduan Rancang Street Furniture

Prinsip bentuk elemen lampu menggunakan bentukan lampu eksisting, sebagai bentuk

pelestarian bentuk-bentuk bernuansa khas Malioboro. Pola dasar ornamen

menggunakan pola organis yang merupakan bentuk serapan dari Eropa. Motif yang

digunakan merupakan pengembangan dari bentuk organis flora.

Gambar 3.49. Prinsip elemen lampu dan detil ornamen pada lampu

Sumber : Olahan studio, 2013

Elemen-elemen maupun komponen pada kawasan perencanaan seperti streetscape

diarahkan untuk memberi karakter kuat dan jelas melalui penampilan bentuk, motif,

ornamen dan warna disesuaikan dengan lampu khas Malioboro yang sudah ada sebagai

komponen pembentuk citra kawasan berbudaya.

Gambar 3.50. Panduan tempat sampah dibedakan berdasarkan jenis sampah

Gambar 3.51. Panduan tempat duduk menggunakan ornamen serapan Eropa yang serasi dengan ornamen lampu khas Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 76: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 57 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Elemen-elemen street furniture diarahkan untuk mempertegas ruang terbuka publik

pada koridor utama Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani. Penambahan ruang terbuka

publik diarahkan pada ruang-ruang di depan kantor pemerintahan yang bebas PKL.

Gambar 3.52. Ilustrasi panduan rancang street furniture di koridor utama yang diarahkan di depan kantor pemerintahan sebagai ruang terbuka publik

Sumber : Olahan studio, 2013

C. Panggung Non Permanen

Sebagai ruang terbuka publik, pada saat kegiatan-kegiatan tertentu Jalan Malioboro dan

Jalan Ahmad Yani ditutup dan dipasang panggung panggung semi permanen (portabel).

Panduan rancang untuk panggung portabel menggunakan sistem knock down dan

modular, sehingga lebih fleksibel untuk ukuran dan kemudahan saat bongkar pasang.

Modul panggung portabel adalah 2.1 m x 1.2 m x 0.6 m

Gambar 3.53. Ukuran dan motif pelapis modul panggung portabel

Sumber : Olahan studio, 2013

1.2 m

0.6 m

2.1 m

Lampu khas Malioboro tetap dipertahankan

Lampu khas Malioboro tetap dipertahankan

Tempat sampah

Bangku taman

Pot sekaligus Bangku taman eksisting

Hasta Brata

Page 77: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 58 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Modul panggung menggunakan rangka besi baja dilapis papan kayu kualitas baik dan

sebagai finishing atau pelapisnya menggunakan motif bentuk-bentuk serapan Eropa

seperti ornamen pada lampu khas Malioboro.

Gambar 3.54. Ilustrasi panggung portabel untuk pertunjukan seni jalanan

Sumber : Olahan studio, 2013

D. Panduang Rancang Persimpangan (Node)

Dibutuhkan pengaturan node kawasan untuk kenyamanan aspek visual, yaitu keleluasaan

sudut pandang terhadap visual kawasan dari berbagai sudut/arah termasuk keleluasaan

visual pengendara kendaraan.

Kondisi bangunan sudut jalan perlu merespon persimpangan jalan agar tidak menggangu

arah pandang dan pengolahan sudut bangunan dapat membingkai persimpangan jalan

sehingga mampu mempertegas persimpangan node kawasan.

Bangunan sudut diarahkan untuk bidang pemasangan reklame atau iklan layanan

masyarakat.

Penataan building enclosure, baik itu terkait pada penataan building alignment atau

penjajaran massa bangunan, pengaturan ketinggian serta setback bangunan pada node

kawasan mengikuti kaidah tinggi bangunan (TB) seperti yang sudah diuraikan di atas.

Page 78: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 59 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Penguatan node (persimpangan) melalui pengolahan material penutup yang berbeda

dengan jalan utama seperti penggunaan batu alam baik node entry point koridor utama

di sisi utara, node di sisi selatan maupun node di Jalan Suryatmajan – Jalan Pajeksan.

Permainan material penutup adalah kombinasi antara batu alam pada sisi tengah dan

batu andesit pada sisi luar sepanjang 25 meter ke arah jalan.

Gambar 3.55. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node entry point kawasan di sisi utara

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.56. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node di Jl.Suryatmajan & Jl. Pajeksan

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 79: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 60 | E x e c u t i v e S u m m a r y

E. Material eksterior

Penggunaan bahan material eksterior dengan beberapa pertimbangan, ditetapkan adalah

sebagai berikut:

o Material eksterior harus terbuat dari bahan yang tidak beracun dan ramah lingkungan.

o Penggunaan material eksterior bangunan harus memperhatikan keserasian ditinjau dari

segi estetika serta kenyamanan lingkungan, memberikan kesan estetis terhadap

penggunaannya dan lingkungan sekitar, serta memperkuat citra kawasan baik citra

budaya maupun citra lingkungan alami.

o Material eksterior digunakan pada street scape, material penutup jalan dan tanah

(ground cover) pada ruang terbuka publik maupun privat (pekarangan rumah) ditujukan

untuk memperkuat karakter kawasan.

o Arahan material untuk jalur pedestrian pada koridor kawasan adalah batu alam andesit.

Kombinasi warna yang dapat digunakan adalah : abu-abu, hitam, putih, merah.

o Arahan penggunaan material khusus digunakan untuk penanda jalur difabel pada trotoar

dan jalur pedestrian.

F. Kualitas Lingkungan Permukiman

Penataan lingkungan permukiman dengan memperhatikan Aspek Lingkungan Hidup, yaitu

penataan kualitas lingkungan dalam rangka mengamankan dan mencegah lingkungan hidup

(baik alam dan budaya) agar tidak rusak karena pesatnya pembangunan.

o Bangunan perumahan pada sub kawasan di belakang koridor utama menggunakan

langgam dan ornamen Arsitektur Indis dan Arsitektur Kolonial; pada Kampung Ketandan

dan Kampung Ngupasan mempunyai karakter kampung Pecinan.

o Bangunan permukiman mengikuti penetapan ZONA PERUMAHAN intensitas rendah

sehingga pengembangan baru tetap mengacu pada aturan intensitas lahan seperti yang

telah diuraikan di atas.

o Menambahkan tata hijau pada jalur sirkulasi /jalan lingkungan untuk menciptakan

suasana hijau di lingkungan perumahan/permukiman.

o Material penutup jalan lingkungan perumahan menggunakan grassblok untuk

menambah area resapan hijau.

Page 80: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 61 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.57. Ilustrasi gapura masuk jalan lingkungan (gang) perumahan pada sub kawasan (kampung)

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.58. Ilustrasi perbaikan kualitas jalan lingkungan perumahan

Sumber : Olahan studio, 2013

Page 81: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 62 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.59. Ilustrasi material jalan lingkungan dan tipologi bangunan gaya arsitektur Indis dan Kolonial

Sumber : Olahan studio, 2013

Gambar 3.60. Ilustrasi lingkungan permukiman dengan arahan gaya arsitektur Indis dan Kolonial

Sumber :analisis studio, 2013

Page 82: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 63 | E x e c u t i v e S u m m a r y

3. 7. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan

Panduan rancangan untuk sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah dengan

memperhatikan keterpaduan antara sistem utilitas kota dan peningkatan kualitas sistem

prasarana dan utilitas lingkungan kawasan Malioboro.

o Penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas pada Koridor Utama Jalan Malioboro –

Jalan Ahmad Yani dengan membuat saluran utilitas terpadu untuk tempat (shaft) pipa

kabel listrik, pipa kabel telekomunikasi dan pipa kabel optik.

o Peningkatan kualitas saluran drainase dengan membuat saluran limpasan drainase di

bawah tanah (tersembunyi) untuk menambah daya tampung.

o Peningkatan kualitas saluran drainase dengan menutup saluran menggunakan grill besi.

o Peningkatan kualitas pembuangan limbah PKL (khususnya PKL makanan) dengan

membuat bak penampung yang dilengkapi dengan pengolahan limbah PKL komunal.

Efluen hasil pengolahan dari bak pengolahan limbah PKL komunal yang sudah memenuhi

ambang baku mutu dapat dialirkan ke badan-badan air dan atau riol kota.

o Penyediaan sumber air bersih dan saluran distribusi air untuk PKL makanan.

o Penambahan intensitas lampu jalan khas Malioboro untuk memperkuat karakter

Kawasan Malioboro.

Gambar 3.61. Ilustrasi saluran utilitas terpadu (jalur listrik, telekomunikasi, kabel optik) di

bawah median sisi timur koridor utama Malioboro

Sumber : Olahan studio, 2013

Saluran utilitas terpadu (listrik, kabel optik, telkom, dll)

riol kota

Saluran Limbah PKL & disalurkan ke pengolahan limbah komunal

drainase

Saluran Air Bersih PKL

Page 83: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 64 | E x e c u t i v e S u m m a r y

a. Sistem Jaringan Air Bersih

Pertimbangan dasar dalam perencanaan penyediaan air bersih pada di Kawasan

Malioboro meliputi:

Kebutuhan air bersih untuk kegiatan domestik diperkirakan mencapai 3.201 kL/ hari

hingga tahun 2018.

Kebutuhan air untuk kegiatan non-domestik diperkirakan mencapai 3.585,68 kL/hari

hingga tahun 2018.

Kebocoran air sewaktu pengaliran diperhitungkan sebesar 20 % dari kebutuhan.

Sistem jaringan air bersih di Kawasan Perencanaan merujuk sepenuhnya pada

sistem jaringan air bersih menurut RTRW Kota Yogyakarta.

Pada Koridor Utama, digunakan instalasi saluran utilitas terpadu yang terintegrasi

antara perpipaan air bersih perkotaan yang diamankan dalam pipa tahan air dengan

jaringan drainase yang ditanam di dalam tanah.

Saluran utilitas terpadu khusus air ini ditanam dalam tanah dengan sempadan yang

memadai di sepanjang jalan untuk menampung sistem utilitas ini.

Pada permukiman eksisting, penempatan jaringan air bersih diupayakan agar tidak

berada dalam deretan yang sama dengan jaringan listrik dan telepon yang

menggunakan jaringan kabel tanah. Sehingga, apabila terjadi suatu kebocoran pipa,

maka tidak akan membahayakan dan tidak mengganggu jaringan kabel tanah.

Gambar 3.62. Skema distribusi air bersih perkotaan dan permukiman eksisting

Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009

Page 84: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 65 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.63. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah

Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009

Gambar 3.64. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah dan PDAM

Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009

b. Sistem Jaringan Air Limbah

Definisi dari sanitasi adalah air limbah domestik yang berasal dari perumahan dan

permukiman. Sedangkan air limbah sendiri dapat dibagi menjadi:

a. Air Kotoran; adalah air limbah yang berasal dari WC atau toilet. Air limbah yang

berasal dari WC diolah dahulu dalam tangki septik (STP) yang dilengkapi dengan bak

kontrol dan dialirkan ke saluran domestik.

b. Air Lemak; adalah air limbah yang berasal dari kamar mandi dan/atau dapur. Air

lemak diolah dan dialirkan ke dalam bak kontrol yang dialirkan ke saluran domestik.

c. Air Lemak buangan PKL makanan ditampung dalam bak penampung yang diambil

secara periodik atau diolah secara komunal dan dialirkan ke saluran domestik.

Page 85: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 66 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Ada dua sistem pembuangan air limbah yaitu :

1) Sistem sanitasi/pembuangan air limbah setempat (on site System), yang biasanya

menggunakan tangki septik. Endapan lumpur tinja dalam tangki septik perlu dikuras

secara berkala dan diangkut dengan truk tinja ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

(IPLT) untuk disempurnakan prosesnya agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya.

Sistem air limbah setempat dapat berupa individual (untuk satu KK), yang dibangun

untuk satu rumah tinggal atau komunal (untuk lebih dari satu KK).

Sistem komunal biasanya ditempatkan di daerah komersil, pasar, daerah parawisata,

pertokoan, perkantoran atau daerah daerah yang padat penduduknya.

a) Sistem individual. Sistem individual dapat berupa:

o Septik tank dengan bidang resapan;

o Septik tank dengan up flow filter;

b) Sistem Komunal. Sistem Komunal dapat berupa: Sistem septik tank bersusun

(Baffelm Reaktor), dengan sistem anaerobik.

2) Sistem pembuangan air limbah terpusat (off site System). Pada sistem ini air limbah

disalurkan melalui jaringan perpipaan menuju ke instalasi Pengolahan air limbah

(IPAL) untuk diolah secara terpusat.

Faktor kepadatan penduduk menjadi indikator, tersedia atau tidak lahan yang cukup

untuk untuk membangun sistem pembuangan setempat atau terpusat. Apabila

kepadatan > 300 jiwa /ha maka sistem setempat tidak sesuai diterapkan, sehingga

harus memakai sistem terpusat.

Gambar 3.65. Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama

sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009

Page 86: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 67 | E x e c u t i v e S u m m a r y

c. Sistem Jaringan Drainase dan Sistem Pembuangan

Pada dasarnya, arahan penataan dan pengembangan drainase meliputi sistem

jaringan drainase di Kawasan Malioboro merujuk sepenuhnya pada sistem jaringan

drainase menurut RTRW Kota Yogyakarta.

Lokasi kawasan yang berdekatan dengan Sungai Code dan Sungai Winongo,

memudahkan untuk pembuatan saluran drainase dan sanitasi yang baik, sehingga

kedua sungai tersebut mampu menjadi saluran pembuangan primer.

Perlu dipertimbangkan juga kondisi sungai pada waktu tertentu seperti terjadinya

banjir lahar dingin yang mampu meningkatkan volume sedimentasi.

Arahan penataan dan pengembangan drainase harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1) Mempertahankan pola pengaliran yang sudah ada

2) Melakukan singkronisasi slope (kemiringan saluran) melalui pengukuran dimensi,

pengerukan, peninggian saluran. Saluran-saluran tersebut di atas harus cukup besar

dan cukup mempunyai kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan dengan baik.

3) Penyediaan/perbaikan sistem saluran pembuangan air hujan dan sanitasi sekunder

di tiap-tiap pekarangan ( rumah tangga ), serta optimalisasi pemanfaatan Sungai

Code dan Sungai Winongo sebagai sistem drainase primer.

4) Air hujan yang jatuh di atap harus segera dapat disalurkan ke saluran dengan pipa-

pipa atau bahan lain dengan jarak antara sebesar-besarnya 25 m.

5) Curahan air hujan yang langsung dari atap atau pipa talang bangunan tidak boleh

jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan ke bak peresapan pada kavling

bangunan yang bersangkutan, dan selebihnya kesaluran umum kota (zero run-off).

6) Pembuatan bak peresapan privat mengikuti ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.11. Ketentuan Pembuatan Bak Peresapan Privat

Luas Kavling KDB Ǿ sumur resapan H minimal

1000m 60% 2 m 5

1000m 20% 1.4 m 3

500m 60% 1.4 m 5

500m 20% 1.4 m 1.5

200m 60% 0.8 m 4.5

200m 20% 0.8 m 1.5

7) Setiap 60 m² luasan yang tertutup bangunan/teratapi dibuatkan 1 Saluran

Pembuangan Air Hujan/ SPAH (Perda Kota Yogyakarta No.2 Tahun 2012).

Page 87: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 68 | E x e c u t i v e S u m m a r y

8) Pemasangan dan peletakan pipa-pipa dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak

akan mengurangi kekuatan dan tekanan bangunan, serta bagian-bagian pipa harus

dicegah dari kemungkinan tersumbat kotoran

Gambar 3.66. Ilustrasi pembuatan Sumur Resapan

Sumber : Olahan studio, 2013

d. Rencana Pengelolaan Persampahan

Pada dasarnya, produksi sampah Kawasan Malioboro harian dapat dibedakan menjadi:

1) Sampah permukiman; Sampah dari rumah tangga yang dikelola oleh penduduk

secara perorangan dilakukan dengan cara ditimbun. Sedangkan pengelolaan

sampah oleh organisasi masyarakat dilakukan dengan cara mengangkut sampah

ke TPS yang telah ditentukan. Selanjutnya, container TPS akan diangkut oleh

petugas dari Dinas Kebersihan ke tempat pembuangan akhir (TPA).

2) Sampah perdagangan & jasa; Sampah hasil kegiatan perdagangan dan jasa (baik

formal maupun PKL) akan disapu dan dikumpulkan oleh petugas dari pengelola

pasar yang kemudian diangkut menuju ke TPS. Selanjutnya, oleh petugas dari

Dinas Kebersihan, sampah dari TPS diangkut menuju ke TPA.

Penataan tempat sampah di wilayah perencanaan diarahkan sebagai berikut:

1) Sistem pembuangan sampah terbagi menjadi 2 sistem, yaitu; sistem pengumpulan

dan sistem pengangkutan sampah

Sistem pengumpulan;

o Sampah dari rumah tangga dikumpulkan di bak sampah masing-masing;

o Sampah yang berasal dari kawasan pasar dan pertokoan (termasuk

aktivitas PKL) dikumpulkan di tong sampah masing-masing;

o Sampah yang berasal dari pasar ditampung di bak sampah dan container

yang ditempatkan di pasar tersebut.

Page 88: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 69 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Sistem Pengangkutan Sampah;

o Pengangkutan sampah dari setiap bak sampah ke tempat penampungan

sementara menggunakan gerobak dorong;

o Pengangkutan sampah hasil kegiatan domestik maupun non domestik

dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) langsung melalui truk container;

o Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota

dengan mempergunakan truk.

2) Pengembangan areal sebagai suatu tempat pembuangan akhir (TPA) sebaiknya

jauh dari areal permukiman yang ada, sehingga tidak mengganggu kualitas

lingkungan dan jaraknya harus jauh dari pusat kota. Untuk tempat pembuangan

sementara (TPS) bisa menggunakan container atau transfer station.

3) Setiap pembangunan baru, perluasan suatu bangunan yang diperuntukkan sebagai

tempat kediaman harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sampah yang

ditempatkan sedemikian rupa sehingga kesehatan masyarakat sekitarnya terjamin.

4) Dalam hal lingkungan di daerah pertokoan yang mempunyai dinas kebersihan kota,

kotak-kotak sampah yang tertutup disediakan sedemikian rupa sehingga petugas-

petugas dinas tersebut dapat dengan mudah melakukan tugasnya.

5) Penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika. Arahan

penambahan tempat sampah dilakukan di ruang-ruang publik dan sepanjang koridor

utama kawasan dengan jarak 15 meter.

6) Dilakukan pemisahan sampah berdasarkan jenisnya sejak dari sumbernya.

Gambar 3.67. Skema distribusi dan pengolahan sampah rumah tangga

sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009

Page 89: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 70 | E x e c u t i v e S u m m a r y

e. Sistem Jaringan Listrik dan Telepon

Arahan rancangan (design guidelines) untuk pengembangan jaringan listrik dan jaringan

telepon adalah sebagai berikut:

1) Memanfaatkan jaringan listrik, jaringan telepon, dan fasilitas telepon umum yang

sudah ada.

2) Mengatasi gangguan visual kabel udara, diusulkan penyelesaian sebagai berikut:

Pada tahap awal, langkah yang bisa dilakukan adalah merapikan jaringan kabel

udara di sepanjang tepi jalan maupun yang menyeberangi jalan, antara lain

dengan penyeragaman posisi tiang dan merapikan kabel yang semrawut. Kabel

udara jaringan listrik yang menyeberangi jalan disyaratkan mempunyai tinggi

minimum 5 meter di atas permukaan jalan.

Pada tahap selanjutnya, 10 tahun ke depan direncanakan penggantian kabel

udara jaringan listrik dan penggantian kabel udara jaringan telepon yang telah

habis masa pakainya sesuai program PT.Telkom, untuk dialokasikan ke dalam

tanah, sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan.

Mengganti kabel udara yang telah habis masa pakainya, dengan kabel tanah

yang pelaksanaannya disesuaikan dengan program PLN dan PT. Telkom,

sehingga jaringan listrik dan telepon di sepanjang jalan utama kota dalam jangka

panjang menggunakan kabel bawah tanah.

Jaringan kabel bawah tanah tidak ditempatkan pada deretan yang sama dengan

jaringan air bersih.

Penggunaan jaringan telepontanpa kabel dengan perencanaan dari PT. Telkom

f. Sistem Jaringan Pengaman Kebakaran

Usulan penempatan hidran merupakan bagian dari sistem keselamatan yang ditujukan

untuk mengantisipasi kebakaran. Sistem yang terpakai adalah sistem yang terintegrasi

dengan air bersih yaitu bergabung dengan jaringan distribusi air bersih dengan pilar

hidran single nozzle yang penempatannya diletakkan pada persimpangan-persimpangan

jalan dan tepi-tepi jalan yang lurus dengan jarak penempatan 150-300 meter dan dapat

diperpendek tergantung dari kebutuhan dan kepadatan bangunan dari rencana lokasi

penempatan hidran dengan syarat pemasangannya yang tidak boleh mengganggu

sirkulasi lalu lintas.

Page 90: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 71 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Hidran-hidran yang sudah terdapat diwilayah perencanaan yang sudah rusak agar dapat

difungsikan kembali penggunaannya. Setiap pipa hidran disadapkan pada pipa distribusi

air bersih dan debit setiap hidrant adalah 16,5 liter/detik dan pemasangan dilengkapi

dengan angker blok yang ditanam dibawah tanah. Arahan penambahan jaringan

pemadam kebakaran berupa hydrant pada koridor jalan utama, permukiman penduduk,

ruang-ruang terbuka publik serta sepanjang koridor perkotaan.

g. Mitigasi Bencana

(1) Ketentuan peringatan dini dan kesadaran warga ditetapkan sebagai berikut:

a. Sistem peringatan dini di kawasan perencanaan menggunakan sistem yang

terintegrasi untuk kecamatan dan kota.

b. Peningkatan kesadaran warga dibentuk melalui jalur pendidikan formal maupun

informal serta pelatihan.

(2) Ketentuan jalur dan arah penyelamatan ditetapkanb sebagai berikut:

a. Jalur Evakuasi/Penyelamatan menggunakan jaringan jalan yang ada.

b. Arah Evakuasi/Penyelamatan, menuju Area Penyelamatan atau “Escape Area”

untuk menampung korban bencana alam yang dapat berbentuk ruang

terbuka/taman kota maupun geqdung penyelamatan seperti fasilitas umum dan

fasilitas sosial.

(3) Bangunan penyelamatan direncanakan berupa gedung penyelamatan seperti

fasilitas peribadatan, fasilitas pendidikan, gedung pertemuan dan gedung

perkantoran dengan desain bangunan yang memiliki kekuatan struktural aman, layak

dan teruji sebagai gedung yang tahan bencana alam.

(4) Dalam hal adanya kerusakan bangunan gedung akibat bencana alam dan/atau

bencana lainnya atau adanya laporan masyarakat tentang bangunan gedung yang

diindikasikan membahayakan keselamatan masyarakat dan lingkungan sekitarnya,

maka penerbitan SLF bangunan gedung dan/atau perpanjangan SLF bangunan

gedung tersebut harus segera dilaksanakan.

Page 91: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

III - 72 | E x e c u t i v e S u m m a r y

Gambar 3.68. Peta Jalur Evakuasi Bencana

Sumber : Olahan studio, 2013