remitansi dan pemberdayaan ekonomi keluarga · dokumentasi. analisis dilakukan secara induktif dan...

39
CASE STUDY STUDI KASUS BURUH MIGRAN INDONESIA DI HONG KONG REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA: 2018

Upload: others

Post on 19-May-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

CASE STUDY

STUDI KASUS BURUH MIGRAN INDONESIADI HONG KONG

REMITANSI DANPEMBERDAYAAN

EKONOMI KELUARGA:

2018

Page 2: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

1 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

PENDAHULUAN

Migrasi dan Remitansi

Globalisasi, perkembangan teknologi, dan integrasi sosial masyarakat dunia menjadi fenomena yang terus

berkembang sejak akhir abad 20. Hilangnya batas teritorial dan liberalisasi ekonomi tak hanya mendorong

perdagangan bebas barang dan modal, tetapi juga meningkatkan arus migrasi lintas negara. Jumlah

migran telah meningkat signifikan dari 150 juta orang pada 1990 menjadi 258 juta orang pada 2017. Hal

ini berarti bahwa lebih dari 3% populasi global tinggal di luar negara tempat kelahirannya (International

Migration Report, 2017). Data UNDESA pada 2016 mencatat bahwa 48% migran berasal dari kelompok

perempuan dan sepertiga di antaranya berusia di bawah 30 tahun.

Salah satu faktor utama pendorong migrasi adalah keterbatasan lapangan pekerjaan dan jeratan

kemiskinan di negara asal. Seiring meningkatnya permintaan tenaga kerja tidak terampil di negara maju,

jutaan orang dari negara berkembang pergi meninggalkan keluarga demi harapan akan penghidupan yang

lebih baik. Secara ekonomi, migrasi tak pelak dianggap mampu memberikan dampak positif bagi pekerja

migran, keluarga, dan negara asalnya. Upah yang didapat oleh pekerja migran di luar negeri jauh lebih

tinggi daripada upah yang diterima di negara asalnya untuk jenis pekerjaan yang sama. Sebagian upah

lantas ditransfer ke keluarga di negara asal yang dimanfaatkan untuk konsumsi dan investasi. Perputaran

uang ini berkontribusi menggerakkan roda perekonomian. Dalam Global Wage Report 2012/13, ILO

mencatat bahwa kesenjangan upah antara negara berpenghasilan tinggi dan negara berpenghasilan

rendah tak hanya terjadi pada pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan tinggi seperti pertanian

dan konstruksi, namun juga pada pekerjaan membutuhkan keahlian. Meski demikian, perbedaan upah

terutama terjadi pada tenaga kerja tidak terampil, yang ruang geraknya untuk berpindah pekerjaan ke

negara lain lebih terbatas (IOM, 2018).

Lebih dari sekadar peningkatan ekonomi dan kesejahteraan, upah yang relatif tinggi juga

berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup seperti pendidikan dan kesehatan. Buruh migran yang

berasal dari negara miskin rata-rata mendapatkan upah 15x lipat lebih tinggi yang mampu meningkatkan

angka partisipasi sekolah 2x lipat serta menurunkan angka kematian anak hingga 16x lipat (World Bank,

2016).

Aliran dana remitansi secara global tahun 2018 diperkirakan mencapai lebih dari US$ 689 miliar,

naik 10,3% dari tahun sebelumnya (World Bank, 2018). Dari jumlah tersebut, estimasi dana yang mengalir

ke negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah US$529 miliar, naik 9,6% dari rekor sebelumnya

US$483 miliar pada 2017. Di luar China, remitansi ke negara berpenghasilan rendah dan menengah

mencapai US$462 miliar, jauh lebih besar ketimbang aliran investasi asing yang hanya sebesar US$344

miliar.

Penerima dana remitansi terbesar pada tahun yang 2018 adalah India dengan US$78,6 miliar,

diikuti China (US$ 67,4 miliar), Meksiko (US$35,6 miliar) dan Filipina (US$33,8 miliar). Indonesia sendiri

berada di peringkat 15 dengan aliran dana remitansi yang masuk tercatat sebesar US$ 11,237 juta atau

setara 0,011% dari Gross Domestic Product (GDP).

Page 3: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

2 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Remitansi sendiri menjadi salah satu indikator dalam pencapaian Sustainable Development Goals

(SDGs). Karena remitansi dinilai sebagai salah satu sumber pembiayaan tambahan bagi negara

berkembang, Indikator SDGs 17.3.2 melihat persentase remitansi terhadap GDP. Selain itu, indikator SDGs

10.c.1 melihat proporsi biaya remitansi terhadap jumlah dana yang dikirim. Di kuartal ketiga 2018, biaya

pengiriman uang US$200 berada di level tinggi 6,9%, atau lebih dari dua kali lipat dari target SDGs yang

menetapkan batas atas 3%. Tingginya biaya pengiriman uang terutama disebabkan oleh faktor de-risiko

bank dan kemitraan eksklusif antara kantor pos dan operator transfer uang yang menghambat

pengenalan teknologi yang lebih efisien seperti penggunaan aplikasi berbasis internet atau

cryptocurrency dalam layanan pengiriman uang.

Buruh Migran Indonesia (BMI) tahun 2017 tercatat mencapai 3,50 juta orang, jumlah ini

mengalami sedikit penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,51 juta orang.

Penurunan ini terjadi akibat adanya moratorium pengiriman BMI mulai tahun 2014. Negara tujuan utama

BMI adalah Arab Saudi, Malaysia, dan Hong Kong (BI, 2018). Arab Saudi dan Malaysia merupakan negara

asal remitansi terbesar dengan masing-masing US3.400 juta dan US$2.152 juta pada tahun 2017 diikuti

oleh Uni Emirat Arab (US$ 770 juta), Singapore (US$ 380 juta), dan Belanda (US$ 309 juta), dan Hong Kong

(US$ 307 juta).

Inklusi Keuangan pada Kelompok Buruh Migran

Remitansi memiliki dampak positif dalam mendorong inklusi keuangan, salah satunya dengan

meningkatkan permintaan layanan keuangan berupa pembukaan rekening untuk menerima transfer. BMI

dan keluarga penerima dana remitansi yang berasal dari rumah tangga petani di pedesaan biasanya

kurang terlayani atau memiliki akses yang terbatas ke layanan jasa keuangan, terutama secara formal. Hal

ini bisa terjadi karena tidak terjangkaunya layanan atau rendahnya literasi keuangan. Baru sekitar 62,45%

BMI yang memanfaatkan jasa layanan keuangan perbankan untuk mengirimkan uang remitansi,

sedangkan 37,55% sisanya mengirimkan remitansi bukan melalui lembaga perbankan (Santoso, et. al,

2014). Beberapa kesulitan atau hambatan lainnya yang dialami oleh BMI dalam mengakses jasa layanan

keuangan formal adalah persyaratan administratif-legal yang relatif rumit serta lebih mahalnya biaya

transfer bank jika dibandingkan dengan lembaga penyaluran remitan lain.

Padahal, Pemerintah Indonesia dalam Strategi Nasional Inklusi Keuangan telah menyasar

masyarakat miskin berpendapatan rendah, miskin produktif, hingga hampir miskin terutama dalam

kaitannya dengan kapasitas untuk mengirimkan atau menerima remitan dari pekerja migran,

mengirimkan uang melalui bank, membayar tagihan, dan lain lain. Lebih jauh, target pencapaian inklusi

keuangan berdasarkan The Post 2015 Development Framework tidak hanya sebatas pada penyediaan

akses yang mudah bagi BMI untuk mentransfer dana remitansi dan menekan biaya transfer, namun juga

berupaya memaksimalkan manfaat remitansi bagi pembangunan melalui penghimpunan dana remitansi

untuk pembiayaan dana investasi yang bersifat lebih produktif, seperti mobilisasi tabungan dan diaspora

bonds (Mashayekhi, 2015).

Meski telah banyak kajian sebelumnya yang membahas mengenai remitansi buruh migran,

namun masih banyak hal yang belum dieksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akses

layanan remitansi buruh migran Indonesia di Hong Kong serta bentuk-bentuk layanan remitansi, baik

Page 4: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

3 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

melalui bank maupun lembaga keuangan non-bank, yang digunakan oleh buruh migran Indonesia di Hong

Kong. Selain itu, penelitian ini akan menjabarkan mengenai pemanfaatan dana remitansi oleh keluarga

penerima di Indonesia untuk melihat dampak remitansi terhadap kesejahteraan rumah tangga.

Gambar 1. Diagram Kerangka Analisis Penelitian

Inklusi Keuangan - Akses

- Layanan - Pemanfaatan

Kelompok Buruh Migran - Profil BMI

- Wilayah asal BMI

Dampak - Kualitas hidup dan kesejahteraan - Inovasi layanan remitansi formal

Page 5: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

4 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur, wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah

bagaimana BMI di Hong Kong dan keluarga mereka dapat mengakses layanan remitansi perbankan, serta

bagaimana pemanfaatan dana remitansi tersebut dalam meningkatkan kapasitas ekonomi keluarga BMI.

Studi kasus dilakukan dengan melakukan wawancara kepada buruh migran Indonesia yang sedang dan

telah bekerja di Hong Kong selama minimal satu tahun serta kepada keluarga penerima remitansi di tiga

daerah yaitu Kabupaten Jember, Wonosobo, dan Kebumen. Metode wawancara yang digunakan adalah

wawancara semi-terstruktur dan in-depth interview yang bertujuan untuk menggali secara lebih dalam

fenomena yang bersifat small data.

Responden penelitian ditentukan secara purposif dengan metode snowball. Informasi mengenai

remitansi dikumpulkan melalui wawancara responden, antara lain:

1. Buruh Migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Hong Kong

2. Kantor cabang BUMN penyedia layanan remitansi di Hong Kong

3. Penyedia jasa remitansi informal di Hong Kong

4. Keluarga penerima remitansi

5. CSO yang fokus pada isu BMI

6. Dinas Tenaga Kerja di tiga wilayah asal BMI

7. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)

8. Aparat desa tempat tinggal keluarga BMI

Kami juga mengajukan permohonan wawancara kepada BNP2TKI, Kemenaker, DNKI (Divisi

Remitansi), OJK, kantor pusat bank BUMN yang menyediakan layanan remitansi, maupun kantor cabang

bank BUMN di daerah tempat keluarga penerima remitansi tinggal, namun permohonan kami tidak

mendapat respon hingga batas waktu yang telah ditentukan.

Area Studi

Lokasi penelitian ditentukan secara purposif dengan melihat karakteristik wilayah. Hong Kong dipilih

sebagai salah satu lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan salah satu pusat

transaksi keuangan terpenting di wilayah Asia dengan tingkat inklusi keuangan berdasarkan kepemilikan

rekening yang tinggi yaitu mencapai 95% dari total populasi. World Bank memperkirakan dana remitansi

yang masuk dari Hong Kong ke Indonesia mencapai US$ 307 juta atau sekitar 3,4% dari total dana

remitansi yang masuk ke Indonesia pada tahun 2017 sebesar US$ 8,997 juta. Penelitian dilakukan di

kantong buruh migran di wilayah perkotaan dengan mayoritas responden bekerja sebagai pekerja

domestik.

Sementara itu, untuk memotret pemanfaatan dana remitansi sebagai salah satu faktor pendorong

peningkatan kesejahteraan keluarga, studi kasus juga dilakukan terhadap keluarga buruh migran di tiga

daerah yaitu Kabupaten Jember, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Kebumen. Tidak adanya data

mengenai jumlah BMI yang bekerja ke Hong Kong berdasarkan wilayah asal menyebabkan pemilihan

Page 6: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

5 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

wilayah didasarkan pada expert judgement. Responden dipilih sebagai contoh baik bagaimana keluarga

buruh migran memanfaatkan dana remitansi untuk kegiatan usaha produktif dan investasi.

Lokus yang terbatas menyebabkan penelitian ini tidak dapat merepresentasikan akses buruh

migran Indonesia terhadap layanan remitansi di negara tujuan migrasi yang lain maupun secara global.

Pun penelitian ini tidak dapat menggambarkan pola pemanfaatan dana remitansi oleh keluarga buruh

migran dalam konteks wilayah, sosial dan ekonomi yang berbeda. Keterbatasan lain dari studi literatur

yang dilakukan mengenai migrasi dan remitansi adalah reabilitas data. Sumber data resmi mengenai

remitansi tidak dapat menggambarkan angka aktual karena mungkin tidak memperhitungkan pengiriman

remitansi melalui jalur informal.

Page 7: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

6 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

MENDULANG UANG DI NEGERI ORANG: ALASAN PEREMPUAN MENJADI BURUH MIGRAN

Buchori (2006) menyebutkan bahwa sejak tahun 1980-an, migrasi perempuan untuk bekerja di sektor

domestik mulai terjadi dalam jumlah yang signifikan akibat adanya kebijakan Pemerintah yang

mengintegrasikan ekspor buruh ke luar negeri dalam rencana pembangunan.

Semakin meningkatnya jumlah pekerja perempuan Indonesia memunculkan fenomena feminisasi

migrasi. Ketika perempuan ikut mengambil alih tanggung jawab ekonomi keluarga, mereka turut bekerja

sebagai buruh tani, buruh perkebunan, pembantu rumah tangga, pemulung, buruh pabrik, dan pekerja

migran. Proses ini melanjutkan proses feminisasi kemiskinan yang merupakan proses pemiskinan

perempuan secara sistematis ketika perempuan harus menanggung beban lebih berat akibat kemiskinan

(Wulan, 2010).

Beberapa penelitian mengungkapkan kondisi daerah asal menjadi pendorong seseorang untuk

melakukan migrasi. Tanah pertanian yang tidak subur, sumber daya alam yang terbatas, kekeringan, dan

tidak ada lapangan pekerjaan merupakan kondisi umum yang dihadapi. Minimnya kesempatan untuk

meningkatkan taraf hidup di tempat asalnya mendorong para migran untuk mengadu nasib di luar negeri.

Mereka umumnya terdiri atas tenaga-tenaga kerja tidak terlatih dengan keterampilan rendah seperti

buruh bangunan, buruh perkebunan, dan terutama pembantu rumah tangga (Wiyono, 1994 dalam

Pardede, 2008). Studi lain menunjukkan bahwa bahwa motif ekonomi yang berkembang karena

ketimpangan ekonomi antar daerah menjadi alasan utama seseorang melakukan migrasi. Di samping itu,

tekanan terhadap lahan pertanian yang terus meningkat karena pertumbuhan jumlah penduduk

sementara jumlah lahan pertanian tidak lagi bisa diperluas.

Tingginya permintaan terhadap tenaga kerja wanita di sektor domestik dimulai pada akhir tahun

1970-an, ketika terjadi lonjakan harga minyak di Timur Tengah dan Arab Saudi. Kemudian sekitar tahun

1990, negara tujuan migrasi mulai meluas ke Asia Tenggara dan Asia Pasifik akibat dibukanya peluang

kerja oleh Pemerintah di wilayah-wilayah tersebut (Buchori, 2006).

Terdapat beberapa faktor pendorong perempuan untuk bekerja ke luar negeri antara lain: (1)

dorongan ekonomi, karena kebutuhan hidup yang semakin tinggi, (2) semakin sempitnya lahan pertanian

yang menjadi sumber mata pencaharian utama mereka yang hidup di pedesaan, (3) terbatasnya lapangan

kerja serta rendahnya tingkat upah di dalam negeri (4) alasan sosial berupa pendidikan yang rendah, (5)

demonstration effect, dimana mereka melihat orang lain dalam lingkaran sosialnya yang mendapatkan

kehidupan lebih baik dari hasil bekerja di luar negeri, dan (6) faktor demografi yaitu usia muda membuat

mereka ingin mempunyai uang yang lebih banyak. (Malini, 2002 dalam Warsito, 2010)

Meski struktur upah di negara tujuan migrasi cenderung lebih tinggi, namun hanya 17,1 persen

BMI yang mengalokasikan hasil kerjanya untuk modal usaha (Ecosoc Right, 2007). Salah satu riset

menggambarkan contoh kasus di Kabupaten Wonosobo dan Banyumas di mana pola pemanfaatan dana

remitansi sebagian besar digunakan untuk hal yang konsumtif, investasi dalam bentuk tabungan hari tua,

dan membayar hutang (Wulan dkk, 2010).

Page 8: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

7 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Perempuan BMI di Hong Kong

Hampir separuh responden dalam penelitian ini berada pada rentang usia 35-44 tahun dan sudah

bekerja di Hong Kong selama 1-5 tahun. Hanya 5% responden yang telah bekerja lebih dari 10 tahun. Data

menunjukkan hanya 2% responden pernah menjalani pendidikan tinggi di universitas. Sebagian besar

responden mengecap pendidikan sekolah menengah yaitu sebanyak 53% di tingkat SMP/ sederajat dan

27% di tingkat SMA/ sederajat, sementara sisanya hanya mengenyam bangku SD/ sederajat. Sebanyak

73% responden berangkat bekerja ke Hong Kong melalui jalur Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja

Indonesia Swasta (PPTKIS), sisanya mendapatkan penempatan dari Badan Nasional Penempatan dan

Perlindungan TKI (BNP2TKI) maupun langsung melalui majikan.

Sebanyak 58% responden bekerja sebagai asisten rumah tangga (domestic helper), 22% pengasuh

anak, 13% pengasuh lansia, 2% juru masak, dan selebihnya tidak menjawab. Meski terdapat kategori

pekerjaan yang spesifik, dalam realitasnya pembagian peran ini tidak mutlak sebab BMI yang dikontrak

sebagai asisten rumah tangga dapat juga diminta untuk mengasuh anak dan orang tua, begitu pula

sebaliknya. Lantaran harus tinggal di rumah majikan, BMI memiliki jam kerja yang tidak menentu dan

harus siaga selama 24 jam dalam sehari. Meski demikian, Peraturan Ketenagakerjaan di Hong Kong

mewajibkan majikan untuk memberikan pekerja 1 hari libur setiap 7 hari kerja, sekurangnya selama 24

jam. Majikan yang melanggar aturan ini terancam denda HK$50.000. Biasanya, libur diambil pada akhir

pekan yang dimanfaatkan untuk berkumpul bersama BMI lainnya.

Hari libur juga dimanfaatkan oleh 40% responden untuk berorganisasi, baik di organisasi sosial,

organisasi keagamaan, maupun organisasi berbasis kedaerahan. Beberapa organisasi yang menjadi afiliasi

responden antara lain adalah Beringin Tetap Maidenlike & Benevolent (BTM&B), Halaqoh Masjid

Wanchai, Forum Komunikasi Mu’min Peduli Umat (FKMPU), dan Inyong lan Riko. Pertemuan organisasi

menjadi ajang untuk berbagi tentang pekerjaan, pengetahuan agama, dan kerinduan pada kampung

halaman. Selain itu, dengan berorganisasi, BMI juga bisa mendapatkan dukungan dan pendampingan jika

menghadapi kendala selama bekerja di Hong Kong.

Sebanyak 56% BMI yang bekerja di Hong Kong, 56% mengejar gaji yang lebih besar sementara

20% ingin memperoleh pengalaman bekerja di luar negeri. Hanya 11% responden yang mengaku tidak

dapat mendapat pekerjaan di Indonesia sehingga memilih merantau sebagai pekerja migran. Alasan lain

yang dikemukakan responden adalah karena ingin mengikuti kesuksesan BMI lain yang telah bekerja lebih

dahulu, membantu keluarga di rumah, memperbaiki ekonomi, dan membiayai pendidikan anak.

Page 9: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

8 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Untuk mendanai keberangkatan ke Hong Kong pada kali pertama, sebanyak 80% responden

mengaku meminjam uang dari agen penyalur. Biaya yang perlu dikeluarkan pada saat keberangkatan

termasuk biaya administrasi, pelatihan, persiapan, dan tiket pesawat. Pembayaran pinjaman dapat

dilakukan secara dicicil melalui konter bank di Hong Kong seperti Bank of China dan Hang Seng Bank, juga

melalui gerai waralaba minimarket global seperti 7 eleven. Ketika diwawancara, beberapa responden

mengalami kesulitan membedakan apakah mereka mendapat pendanaan dari pinjam ke agen atau bank

sebab BMI tidak bertemu lagi dengan agen penyalur setelah mulai bekerja. BMI yang baru pertama kali

bekerja membuka rekening bank lokal untuk membayar cicilan pinjaman, namun umumnya rekening

tersebut tak lagi digunakan apabila pinjaman sudah lunas. Kebanyakan BMI dikontrak selama periode dua

tahun. Setelah masa kontrak berakhir, majikan bertanggung jawab menyediakan tiket pesawat pulang ke

Indonesia. Apabila masih menghendaki perpanjangan kontrak, maka majikan wajib membelikan tiket

kembali ke Hong Kong.

BMI dan Remitansi: Cara Mengirim Uang dengan Mudah dan Murah

Sejak September 2018, pemerintah Hong Kong memberlakukan aturan gaji minimum untuk pekerja

domestik migran yaitu sebesar HKD 4520 (ekuivalen dengan sekitar IDR 8,5 juta) dari sebelumnya sebesar

HKD 4410 (sekitar IDR 8,3 juta). Ketika pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober 2018, rata-rata

gaji BMI yang menjadi responden adalah sebesar HKD 4457,5 (sekitar IDR 8.380.000). Dari jumlah ini,

besaran uang yang dikirimkan ke tanah air setiap bulan sangat bervariasi, mulai dari HKD 500 (sekitar IDR

940 ribu) hingga mencapai HKD 4200 (sekitar IDR 7,9 juta).

Dengan membandingkan rerata jawaban responden di lapangan dan besaran gaji yang diperoleh,

kami menemukan bahwa terdapat hampir separuh responden mengirim lebih dari separuh gajinya tiap

bulan untuk keluarga di tanah air. Bahkan, ada lebih dari 60% responden mengirimkan uang antara HKD

2000 - HKD 4200. Meski demikian, ada 17% responden yang tidak mengirim uang sama sekali.

2%2%2%7%

11%

20%

56%

Alasan Bekerja di Hong Kong

Ingin Membantu Keluarga diRumah

Memperbaiki Ekonomi

Biaya Pendidikan Anak

Ingin Mengikuti Kesuksesan TKILainnya

Tidak Mendapat Pekerjaan diIndonesia

Ingin Mendapat PengalamanBekerja di Luar Negeri

Gaji Lebih Besar

Page 10: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

9 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Nominal pengiriman uang ini tidak sepenuhnya stabil. Beberapa responden mengaku hanya

mengirimkan uang apabila keluarga di rumah meminta, namun ada juga yang sudah mengalokasikan dana

untuk dikirim secara rutin setiap bulan. Meski demikian, pada umumnya jumlah yang dikirimkan tidak

selalu sama setiap bulan. BMI cenderung mengirim uang lebih banyak uang terutama pada momen

penting seperti tahun ajaran baru dan menjelang hari raya keagamaan. Selain itu, BMI juga mengirim uang

lebih banyak jika ada anggota keluarga yang sakit atau keperluan mendesak lainnya. Dari seluruh

responden yang kami wawancara, beberapa mengaku menabung semua gaji hasil bekerja di Hong Kong

untuk keperluan lain saat kembali ke tanah air, misalnya membeli tanah dan rumah.

Tabel. Nominal Remitansi Responden Penelitian

Nominal Remitansi Jumlah Persentase

0 8 18%

500 1 2%

800 1 2%

1000 4 9%

1200 1 2%

1300 1 2%

1500 1 2%

2000 8 18%

2400 1 2%

2500 2 4%

3000 9 20%

3500 6 13%

4000 1 2%

4200 1 2%

Sebagian besar responden mengaku tidak mengalami kesulitan berarti dalam mengakses jasa

layanan remitansi di Hong Kong yang sangat maju dalam hal infrastruktur dan sistem keuangan. BMI

memiliki beragam alternatif jasa pengiriman uang misalnya melalui toko milik orang Indonesia, layanan

remitansi global, atm bank nasional, maupun gerai convenience store yang tersebar hampir di seluruh

penjuru Hong Kong, terutama di kawasan padat penduduk. Selain tersedianya banyak pilihan akses, BMI

juga tidak mengalami hambatan waktu dalam melakukan pengiriman uang karena memiliki dapat

dibarengi dengan aktivitas pekerjaan yang dilakukan di luar rumah seperti berbelanja, mengantar anak

sekolah, atau mengantar lansia berobat. Pun, kemudahan akses transportasi juga mendukung kemudahan

pengiriman uang. Bagi BMI yang tinggal jauh dari pusat kota, diperlukan waktu kurang dari satu jam untuk

mencapai gerai penyedia jasa pengiriman uang. Selain berjalan kaki, moda transportasi yang sering

digunakan adalah bus karena harga tiket yang lebih murah ketimbang MRT (Mass Rapid Transit). Lebih

dari setengah responden berjalan kaki dalam mengakses lembaga jasa layanan remitansi diikuti oleh moda

transportasi bus sebesar 22%, MRT sebesar 18% dan selebihnya menggunakan transportasi lain.

Page 11: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

10 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Beberapa faktor yang dianggap oleh responden sebagai kendala antara lain uang yang terlambat

diterima serta biaya pengiriman yang cukup tinggi, meski hal ini lebih dirasakan sebagai kendala di level

teknis. Dengan sistem online yang sudah terintegrasi, keterlambatan pengiriman uang umumnya

disebabkan oleh server bank yang bermasalah. Biaya mengirimkan uang ke Indonesia di berbagai jasa

pengiriman yang tersedia di Hong Kong relatif sama yaitu HKD 30 atau setara Rp 53.000. Angka ini dirasa

cukup signifikan jika BMI harus mengirim uang ke beberapa tujuan sekaligus atau atau mengirim uang

beberapa kali untuk keperluan berbeda misalnya ketika diperlukan biaya tambahan untuk pendidikan atau

kesehatan.

Gambar 2. Skema pengiriman remitansi yang dilakukan oleh para BMI di Hong Kong

Transfer

manual via

Bank:

Transfer via

ATM:

Transfer via

Mobile

Banking:

Via Toko

Indonesia:

Via Western

Union:

Via Aplikasi

TNG:

BMI dapat

langsung

menyetor uang

melalui gerai

bank-bank

nasional di

Hong Kong

yang semuanya

berkantor di

wilayah

Causeway Bay

dan Admiralty

yang

merupakan

pusat bisnis.

Pengiriman

uang dilakukan

dengan

mencantumkan

nama dan

nomor

rekening

penerima serta

menunjukkan

HKID kepada

staff.

BMI yang

memiliki

rekening BNI,

BRI, dan Bank

Mandiri bisa

melakukan

transfer uang

via ATM

masing-

masing bank di

Hong Kong.

Umumnya

ATM ini

berlokasi di

kantor cabang

masing-

masing. ATM

juga bisa

digunakan

untuk tarik

tunai dalam

pecahan Hong

Kong Dollar

(HKD). Meski

BCA juga

memiliki

kantor cabang

di Hong Kong,

BMI yang

memiliki

aplikasi mobile

banking BNI,

BRI, dan Bank

Mandiri bisa

melakukan

transfer uang

secara online.

BMI mengisi

formulir

pengiriman

uang dengan

data nama dan

nomor

rekening

penerima,

nomor telepon

nasabah, dan

jumlah uang

yang hendak

dikirim. Untuk

pelanggan

yang baru

pertama kali

melakukan

transaksi perlu

membawa

HKID.

BMI

menunjukkan

kartu member

Western

Union, mengisi

formulir

pengiriman

uang dengan

data nama dan

nomor

rekening

penerima,

nomor telepon

nasabah dan

jumlah uang

yang dikirim.

Untuk

pelanggan

pertama perlu

membawa

HKID.

Unduh dan

buka aplikasi

TNG Wallet

Klik Global

Remittance

Pilih mata

uang yang

dikehendaki

Masukkan

nomor HP

penerima

Klik transfer

bank

Isi nama dan

nomor

rekening bank

penerima

Page 12: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

11 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

namun tidak

apakah

terdapat

fasilitas ATM.

petugas tidak

bersedia

diwawancara.

PMI menyetor

uang ke

rekening

pribadi

terlebih

dahulu di

kantor cabang

masing-

masing bank.

Pengiriman uang bisa dilakukan melalui beberapa kanal baik secara manual maupun online. Untuk

mengirim uang secara manual, BMI bisa memilih jasa pengiriman melalui bank, Toko Indonesia, Western

Union. BMI juga dapat mengirimkan uang melalui mobile banking dari rekening bank di Indonesia maupun

aplikasi TNG.

Bank nasional pelat merah seperti BRI, BNI, dan Mandiri menyediakan jasa remitansi dengan

membentuk anak perusahaan yang membuka kantor di Hong Kong untuk melayani transaksi tabungan,

pengiriman uang, hingga penukaran uang. Untuk setor tunai dan menabung, nasabah harus mengunjungi

kantor cabang masing-masing bank. Transaksi perbankan menggunakan mobile banking juga sudah

tersedia.

Beberapa bank nasional telah menyediakan layanan pengiriman uang bagi buruh migran

Indonesia di Hong Kong adalah Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri,

dan Bank Central Asia (BCA).

Pada tahun 1996, BNI membentuk anak perusahaan bernama BNI Remittance Ltd. yang saat ini

telah memiliki 4 (empat) lokasi pelayanan remitansi di Hong Kong yaitu di wilayah Keswick, Yuen Long,

Tsuen Wan, dan Hung Hom. BNI juga memiliki beberapa mesin ATM di Kantor Cabang BNI Admiralty dan

BNI Remittance di Causeway Bay. Sementara itu, BRI mendirikan BRI Remittance Company Limited pada

2015 setelah mengakuisisi BRIngin Remittance Company Limited. Sebagai Badan Usaha yang memiliki izin

sebagai Money Service Operator dari Hong Kong Custom & Excise, BRI Remittance fokus pada layanan

remitansi bagi Warga Negara Indonesia yang berdomisili di luar negeri, khususnya Hong Kong baik untuk

tujuan ke rekening BRI, rekening Bank lain, maupun metode pengambilan tunai (cash pick up). Saat ini BRI

Remittance memiliki 4 kantor Cabang yang tersebar di wilayah Hong Kong antara lain di Causeway Bay

(main branch), Yuen Long, Tsuen Wan dan Mong Kok. Selain Kantor Cabang tersebut BRI Remittance Hong

Page 13: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

12 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Kong juga telah mengembangkan sistem aplikasi BRI Remittance mobile untuk memudahkan nasabah

melakukan transaksi remitansi melalui telepon seluler.

Mandiri International Remittance berada di bawah payung Bank Mandiri Tbk. Bank Mandiri sudah

membuka kantor cabang di Hong Kong sejak 1999 dan saat ini memiliki kantor layanan remitansi di

Causeway bay, Hong Kong.

Selain melalui perbankan, layanan keuangan informal juga menjadi alternatif pengiriman

remitansi. Chandra Remittance, yang mulai beroperasi di tahun 1993, awalnya hadir untuk membantu

BMI di Hong Kong yang kesulitan mengirim uang ke tanah air karena kantor bank tutup pada hari libur di

akhir pekan. Saat ini, Chandra Remittance sudah melayani pengiriman remitansi melalui sistem online dan

membuka cabang di 28 lokasi di Hong Kong.

Seiring perkembangan teknologi, aplikasi dompet digital berbasis ponsel juga semakin populer.

Salah satu yang banyak digunakan di Hong Kong adalah TNG. Sejak diluncurkan pada November 2015,

TNG menjadi e-Wallet nomor satu di Hong Kong, dengan lebih dari 600.000 unduhan dan digunakan oleh

sekitar 8% populasi. Aplikasi ini juga mulai digunakan oleh para BMI yang mendulang manfaat kemudahan

dan kepraktisan pengiriman uang ke tanah air.

Gambar 1. Keunggulan dan Kelemahan Masing-masing Lembaga Penyedia Remitansi

Kelemahan Bank:

● Cabang terbatas, kurang

menjangkau PMI yang

tinggal jauh dari pusat

kota

● Seringkali antre cukup

lama untuk mengirim

uang, terutama saat hari

libur

Keunggulan Bank:

● Lebih aman bagi nasabah karena dijamin oleh

pemerintah Indonesia

● Memiliki kantor cabang di beberapa distrik besar/utama

tempat berkumpulnya PMI saat liburan (Causeway Bay,

Admiralty)

● Memudahkan PMI untuk komplain apabila remitansi

terlambat sampai atau gagal kirim

● Memiliki ATM dan aplikasi mobile banking sehingga lebih

memudahkan untuk transfer uang dengan biaya yang

relatif murah daripada platform lain

Kelamahan toko:

● Tidak bisa digunakan

untuk menabung, jadi

hanya untuk kirim atau

tukar uang saja

● Para PMI yang sudah

memiliki akun di bank

menggunakan toko

sebagai alternatif

Keunggulan Toko:

● Memiliki basis nasabah yang lebih kuat karena lebih dulu

memulai bisnis dan menjangkau PMI

● Memiliki cabang lebih banyak dan cukup tersebar di

Hong Kong sehingga memudahkan PMI yang juga

tersebar di penjuru Hong Kong

● Memudahkan PMI untuk komplain apabila terdapat

kendala pengiriman

● Mengklaim memiliki nilai tukar yang lebih

menguntungkan PMI daripada penyedia jasa lainnya

Page 14: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

13 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Kelemahan aplikasi:

● Para PMI masih banyak

yang belum percaya

dengan sistem e-wallet

(takut apabila aplikasinya

down dan uang hilang)

Keunggulan aplikasi:

● Mudah digunakan di mana saja dan kapan saja

● Dapat mengirim uang ke hampir seluruh rekening bank di

Indonesia

● Mudah untuk top-up di berbagai convenience store di

Hong Kong yang dapat ditemui di setiap jalan (7-Eleven,

Circle K)

● Biaya transfer relatif lebih murah (29 HKD) dibanding bank

dan toko Indonesia (30 HKD)

● Bisa digunakan untuk bisnis/membantu PMI lain yang

ingin mengirim uang ke Indonesia

Lebih dari separuh responden (58%) mengaku pernah mendapat sosialisasi untuk mengakses dan

menggunakan jasa pengiriman uang dari berbagai sumber seperti APJATI, Bank, BNP2TKI, Komunitas,

Majikan, PPTKIS, Serikat, Teman, dan penyedia jasa remitansi internasional. Meskipun demikian, hanya 7

orang responden yang mendapat sosialisasi pada saat Pembekalan Akhir Pemberangkatan sebelum

bertolak menjadi pekerja migran.

Yang memberi sosialisasi Jumlah

APJATI 1

Bank 5

BNP2TKI 6

Komunitas 3

Majikan 1

PPTKIS 6

Serikat 2

Teman 1

Western Union 1

Total 26

Inklusi Keuangan bagi Buruh Migran

Thorat (2008) mendefinisikan inklusi keuangan sebagai layanan keuangan yang terjangkau seperti akses

atas fasilitas pembayaran dan remitansi, tabungan, pinjaman, dan asuransi dari sistem keuangan formal

bagi mereka yang cenderung tereksklusi secara finansial. Sementara eksklusi keuangan ditandai oleh

kurangnya akses segmen tertentu dalam masyarakat atas produk dan jasa keuangan yang sesuai, rendah

biaya, adil, dan aman dari penyedia jasa mainstream (Mohan, 2006).

Bagi Sarma (2008), inklusi keuangan merujuk pada akses dan penggunaan secara aktif produk dan

jasa keuangan dalam sistem keuangan formal oleh seluruh kelompok dalam masyarakat. Secara lebih luas,

inklusi keuangan mencakup akses terhadap rekening transaksi termasuk simpanan, pensiun, uang digital,

asuransi, dan rekening kredit untuk memastikan kesejahteraan finansial yang holistik bagi setiap individu.

Page 15: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

14 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Di level individu, inklusi keuangan dapat berupa menurunnya biaya transaksi sekaligus meningkatnya

jaminan keamanan yang diberikan oleh sistem keuangan formal melebihi sistem non-formal maupun

transaksi berbasis tunai.

Inklusi keuangan merupakan fenomena multidimensi yang menjadi penting karena beberapa

alasan. Pertama, inklusi keuangan memfasilitasi alokasi sumber daya produktif yang efisien. Kedua, akses

ke jasa keuangan yang tepat dapat secara signifikan meningkatkan manajemen keuangan harian. Ketiga,

sistem keuangan inklusif dapat membantu mengurangi pertumbuhan kredit informal (seperti rentenir)

yang cenderung eksploitatif. Dengan demikian, sistem keuangan inklusif meningkatkan efisiensi dan

kesejahteraan dengan menyediakan jalan bagi praktik penyelamatan yang aman dan aman dan dengan

memfasilitasi seluruh jajaran layanan keuangan yang efisien. Melalui alokasi sumber daya produktif yang

efisien, sistem keuangan inklusif meningkatkan investasi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

mendorong pembentukan modal.

Membangun sistem keuangan yang inklusif adalah proses yang kompleks. Literatur tentang

eksklusi keuangan mengidentifikasi lima bentuk utama eksklusi keuangan yaitu: 1) eksklusi akses di mana

segmen populasi tidak terlayani sistem keuangan karena berada di lokasi terpencil atau karena proses

manajemen risiko sistem keuangan; 2) eksklusi kondisi yang terjadi karena kondisi yang tidak pantas bagi

sebagian orang; 3) eksklusi harga yang terjadi karena harga produk keuangan yang tidak terjangkau; 4)

eksklusi pemasaran yang terjadi karena pemasaran yang ditargetkan dan penjualan produk keuangan;

serta 5) eksklusi diri yang terjadi ketika kelompok orang tertentu mengeluarkan diri dari sistem keuangan

formal karena takut penolakan atau karena hambatan psikologis lainnya (Kempson dkk, 1999).

Selama ini, pengukuran inklusi keuangan didasarkan pada proporsi orang dewasa/ rumah tangga

yang memiliki rekening bank. Hal ini mengabaikan beberapa aspek penting inklusi keuangan lain yaitu

terkait kualitas dan penggunaan layanan keuangan. Beberapa literatur menunjukkan kepemilikan

rekening bank tidak serta merta menyiratkan penggunaan rekening secara memadai. Gagasan tentang

kelompok "underbanked" atau "marginally banked" didefinisikan sebagai mereka yang telah memiliki

rekening bank namun tidak menggunakannya secara memadai (Kempson, 2004). Di banyak negara, orang

yang punya rekening di bank tidak menggunakan rekening tersebut karena jarak kantor bank yang jauh

maupun hambatan fisik dan psikologis lainnya. Sebagai contoh, orang-orang di Autazes, Amazon, Brazil

yang telah memiliki rekening giro atau tabungan enggan menggunakan fasilitas perbankan karena

dianggap sangat mahal dan memakan waktu. Pasalnya, hingga tahun 2002 tidak ada outlet bank yang

buka di wilayah tersebut (Diniz et al, 2011).

Dalam survei di tingkat rumah tangga berpendapatan rendah di beberapa kota besar di Amerika

Serikat ditemukan bahwa dua pertiga dari orang yang telah memiliki rekening bank malah menggunakan

layanan informal non-bank untuk mengirim uang, kasbon, gadai, dan mengambil pinjaman dengan

jaminan BPKB kendaraan (Seidman et al., 2005).

Kedua kasus ini menekankan bahwa di samping kepemilikan rekening, “ketersediaan” dan

"pemanfaatan" layanan keuangan merupakan dimensi penting dari inklusi keuangan.

Page 16: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

15 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Akses Layanan Remitansi Keluarga Buruh Migran

Seluruh keluarga BMI yang menjadi responden telah memiliki akses atas layanan perbankan, dalam

konteks telah memiliki rekening di bank nasional yang digunakan untuk menerima kiriman dana remitansi.

Kebanyakan rekening baru dibuka setelah diminta oleh anggota keluarga yang bekerja di luar negeri,

pemilihan bank dilakukan berdasarkan kemudahan dalam mengirimkan dana dari luar negeri.

Bapak D dari PT SJN, salah satu PPTKIS di Kabupaten Kebumen menjelaskan bahwa setiap calon

PMI yang akan berangkat diwajibkan untuk memiliki rekening pribadi di bank nasional Indonesia.

Perusahaan penyalur memiliki kewajiban untuk memastikan calon PMI memiliki rekening pribadi dan

mampu melakukan transaksi keuangan perbankan. Karenanya, PPTIKS membantu proses pembukaan dan

aktivasi bagi BMI yang belum memiliki rekening. Rekening juga mutlak dimiliki oleh BMI yang

mendapatkan pembiayaan keberangkatan melalui fasilitas KUR (Kredit Usaha Rakyat) TKI yang akan

digunakan untuk pembayaran cicilan KUR setiap bulannya, selain untuk kepentingan pengiriman remitansi

ke keluarga.

Salah satu faktor yang membuat Hong Kong menjadi tujuan menarik bagi calon BMI adalah karena

kepastian dan kejelasan mengenai gaji, termasuk dalam hal ketepatan waktu pembayaran dan jumlah

uang yang diterima. Dibandingkan denganSeluruh informan penelitian ini, baik keluarga PMI ataupun dari

pemangku kepentingan lain (aparatur desa, pemerintah daerah, PPTKIS, dan CSO) menyepakati bahwa

jarang sekali ditemukan kasus atau persoalan pembayaran gaji PMI di Hongkong. Majikan atau pihak yang

memperkerjakan PMI komitmen dengan ketentuan kontrak kerja yang sudah disepakati.

Perihal pengelolaan keuangan PMI pada akhirnya berpulang ke individu PMI bersangkutan,

termasuk pilihan-pilihan dalam pengiriman dana remitansi ke keluarga di Indonesia. Meskipun seluruh

PMI sudah terhubung dengan layanan perbankan nasional yang ditandai dengan kepemilikan rekening

pribadi, tetapi dalam praktik pengiriman dana remitansi ternyata tetap ditemukan sejumlah PMI yang

lebih memilih untuk menggunakan layanan keuangan berwujud speed money (operator yang terkenal

adalah Chandra Remitances).

Menurut informan (Bapak D di PT SJN Kebumen), alasan utama para PMI tersebut mengutamakan

utk mengakses layanan speed money adalah karena perbedaan nilai tukar rupiah. Operator speed money

(terutama Chandra Remitances) memberikan angka nilai tukar rupiah yang lebih kompetitif atau lebih

tinggi dibandingkan angka kurs rupiah yang diberikan oleh sejumlah bank nasional dari Indonesia,

terutama bank milik pemerintah (BUMN). Informan dari PPTKIS ini menambahkan, selain alasan nilai

tukar, daya tarik lain yang diunggulkan dari layanan speed money adalah layanannya yang lebih responsif

dan memberikan fasilitas “jemput bola” sehingga PMI yang menjadi konsumen mereka tidak perlu

mengeluarkan waktu berlebih untuk mengakses layanan jasa pengiriman uang ini.

Dilihat dari aspek keamanan, menurut informan di PPTKIS, minim sekali didengar pengaduan dari

PMI terhadap pelayanan speed money tersebut. Intinya, jasa pengiriman uang remitansi yang diberikan

oleh operator speed money tetap memenuhi prinsip ekonomis, efisien dan efektif dalam pelayanannya

(termasuk dalam aspek tepat waktu atau real time) dan memenuhi aspek keamanan bagi penggunanya.

Menariknya ketika hal ini ditanyakan ke keluarga PMI, mayoritas informan keluarga PMI tidak ada yang

Page 17: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

16 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

ada bisa menjelaskan apakah dana remitansi yang rutin mereka terima dikirimkan melalui layanan

perbankan nasional di Hongkong atau melalui layanan operator speed money.

Satu hal yang disepakati oleh semua informan keluarga PMI bahwa sampai saat ini tidak ada

pernah ada masalah seputar proses penerimaan dana remitansi dari Hongkong yang dikirimkan ke nomor

rekening mereka (keluarga PMI). Fakta ini menunjukan bahwa, proses pengiriman dana remitansi yang

dilakukan oleh PMI baik melalui layanan perbankan Indonesia yang ada di Hongkong maupun melalui jasa

operator speed money ternyata semuanya bermuara ke rekening perbankan milik keluarga PMI. Bisa

dikatakan, perbankan nasional di Indonesia juga mendapatkan manfaat dari bisnis proses pengiriman

dana remitansi yang dijalankan oleh operator speed money di Hongkong. Selain itu, PMI di Hongkong telah

sangat rasional dalam membangun pilihan-pilihan dalam mengakses jasa layanan pengiriman dana

remitansi ke keluarga mereka di Indonesia.

Di sisi keluarga sebagai pihak penerima dana remitansi, pengambilan dana remitansi melalui

layanan perbankan, selain memanfaatkan layanan konvensional yakni ambil tunai di teller atau melalui

anjungan tunai mandiri (ATM), kondisi terkini menunjukan banyak masyarakat (termasuk keluarga PMI)

di pedesaan yang memanfaatkan layanan mitra bank (terutama mitra individu). Penelitian ini

mewawancarai tiga orang mitra bank yakni dua orang agen BRILink dan seorang mitra Agen46.

BRILink merupakan perluasan layanan BRI dimana BRI menjalin kerjasama dengan nasabah BRI

sebagai agen yang dapat melayani transaksi perbankan bagi masyarakat secara real time online

menggunakan fitur EDC mini ATM BRI dengan konsep sharing fee (https://bri.co.id/tentang-brilink).

Agen46 adalah mitra BNI (perorangan atau badan hukum yang telah bekerjasama dengan BNI) untuk

menyediakan layanan perbankan kepada masyarakat (Layanan Laku Pandai, Layanan Keuangan Digital

(LKD) dan Layanan e-Payment) (http://www.bni.co.id/en-us/ebanking/agen46). Dalam prakteknya,

layanan kedua produk perbankan ini tidak ada perbedaan mendasar, hanya saja di layanan laku pandai

milik Agen46 secara khusus ada fasilitas untuk pembukaan rekening bagi nasabah baru dan fasilitas ini

sangat siginifikan untuk menguatkan upaya literasi keuangan dan mempeluas akses layanan perbankan

bagi masyarakat lokal.

Keunggulan utama dari layanan mitra perbankan ini adalah praktis, cepat dan efisien. Semua

mitra dan agen biasanya menjalankan usahanya di tengah komunitas yang menjadi target konsumen. Jam

operasional layanannya juga sangat fleksibel karena mengikuti demand konsumen (umumnya mulai dari

pukul 08.00 pagi hingga 22.00 malam). Layanan yang diberikan tetap sama seperti yang tersedia di teller

perbankan atau fasilitas mesin ATM. Hal inilah yang membuat kehadiran layanan mitra perbankan ini

semakin diminati oleh nasabah, terutama untuk nasabah yang tinggal di pedesaan dan rata-rata butuh

waktu minimal 30-40 menit untuk bisa mengakses layanan ATM terdekat. Meskipun untuk memanfaatkan

berbagai fasilitas perbankan yang dilayani oleh mitra perbankan individu ada konsekuensi biaya

tambahan, tetapi dibandingkan dengan waktu yang harus dibuang dan biaya transport untuk menjangkau

layanan ATM terdekat, tetap lebih efektif menggunakan layanan mitra perbankan ini. Misal untuk fasilitas

ambil tunai di Agen BRILink dengan kartu BRI dikenakan biaya tambahan Rp 3 ribu. Jika nasabah

bersangkutan harus ambil tunai di mesin ATM terdekat yang berjarak 40 menit (pulang pergi) perjalanan

menggunakan sepeda motor, maka biaya yang dikeluarkan akan lebih dari Rp 3 ribu. Belum terhitung

Page 18: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

17 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

produktifitas waktu yang terbuang percuma. Sedangkan untuk menjangkau layanan Agen BRILink

terdekat, nasabah ini hanya butuh waktu 5 menit berjalan kaki.

Hasil pengamatan menunjukan bahwa kekuatan utama dari pelayanan mitra perbankan ini adalah

individu dari agen dan mitra itu sendiri. Tidak bisa dipungkiri, masih banyak nasabah perbankan di tingkat

lokal (terutama di pedesaan) yang masih belum bisa memahami dan memanfaatkan beragam fasilitas

perbankan secara maksimal. Hal ini juga dijumpai dalam aktivitas layanan yang diberikan oleh mitra

perbankan ini dimana mayoritas nasabah hanya bisa melakukan aktivitas tarik tunai, sedangkan untuk

mengakses fasilitas lain harus dipandu atau dilakukan oleh mitra atau agen bank bersangkutan.

Tidak dapat dipungkiri, agen atau mitra perbankan ini memegang peranan penting bagi perluasan

akses layanan perbankan dan literasi keuangan secara keseluruhan. Agen46 bahkan memfasilitasi

masyarakat untuk membuka rekening baru, meskipun untuk pembuatan buku dan kartu ATM tetap harus

dilakukan di kantor cabang BNI. Selain itu, ada sejumlah anggota masyarakat yang dibantu oleh agen atau

mitra untuk pengajuan KUR, meskipun hal ini di luar tugas mereka sebagai mitra dan tidak mendapatkan

imbalan/fee untuk setiap ajuan pembiayaan KUR yang disetujui oleh pihak bank.

Remitansi untuk Kesejahteraan Keluarga

Remitansi didefinisikan sebagai uang atau barang yang dikirim migran ke keluarga dan teman di negara

asal sebagai benang merah yang menghubungkan secara langsung antara migrasi dan pembangunan.

Jumlah uang yang dikirimkan sebagai remitansi tiap tahun ke negara berkembang bahkan melebihi dana

bantuan luar negeri. Estimasi global dari transfer keuangan yang dilakukan oleh para migran lebih dari

sekadar transaksi remitansi, karena definisi statistik yang digunakan untuk pengumpulan data pengiriman

uang lebih luas (IMF, 2009). Estimasi tersebut juga tidak mencakup transfer melalui layanan keuangan

informal. Di sisi lain, Levitt (1998) berpendapat bahwa remitansi tak hanya berbentuk fisik, tetapi juga

dapat bersifat sosial, seperti ide, perilaku, identitas, modal sosial, dan pengetahuan yang diperoleh migran

selama tinggal di bagian lain negara atau luar negeri, yang dapat ditransfer ke komunitas asal.

Remitansi bertumpu pada alasan altruistik di mana pengirim cenderung tidak memaksa maupun

membatasi penggunaan uang oleh penerima. Agar bisa mengirim lebih banyak uang kepada keluarga di

rumah, pengirim remitansi melakukan pengorbanan dengan mengurangi tingkat kepuasan pribadinya. Hal

ini terkait erat dengan kebutuhan untuk meningkatkan tingkat konsumsi keluarga terutama untuk

pembelian barang, biaya kesehatan atau pendidikan, menutupi pengeluaran luar biasa seperti pernikahan

atau pemakaman, pertahanan atas guncangan ekonomi, maupun sebagai bentuk asuransi (Chami et al.,

2003).

Remitansi juga dapat bertumpu pada alasan pribadi yang membuat pengirim membatasi

penggunaan uang. Selain ingin mengakumulasi harta untuk diwariskan, dana remitansi banyak ditujukan

untuk investasi, baik fisik maupun pembangunan sumber daya manusia. Strategi ini dinilai akan

bermanfaat ketika BMI kembali ke tanah air, yaitu sebagai pembuktian pribadi sekaligus untuk

meningkatkan gengsi dan pengaruh di lingkungan sosialnya (Lucas dan Stark, 1985). Selain itu, remitansi

juga digunakan untuk membayar hutang yang terkait dengan biaya keberangkatan ke luar negeri maupun

Page 19: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

18 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

biaya pelatihan. Yang (2008) menemukan bahwa dana remitansi juga digunakan untuk hal lain misalnya

pembayaran biaya administrasi dan pembelian aset dalam bentuk tanah, rumah, maupun bisnis.

Penelitian ini menemukan bahwa secara garis besar dana remitansi dimanfaatkan untuk:

1. Konsumsi sehari-hari seperti makanan, pakaian, dan kebutuhan rumah tangga lainnya

2. Biaya pendidikan

3. Memperbaiki atau membangun rumah

4. Investasi dalam bentuk aset (tanah, kendaraan, hewan ternak) atau modal usaha

5. Tabungan

6. Biaya sosial

AI (34 tahun) tinggal bersama dua orang anaknya yang berusia 11 dan 8 tahun di Desa Tanggulangin,

Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen. Sehari-hari beliau berprofesi sebagai nelayan, petani dan

peternak sapi dengan pendapatan rata-rata sekitar Rp 2 juta setiap bulan. Sejak tahun 2014, XXX,

istrinya bekerja sebagai BMI di Hong Kong dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga

dan menyiapkan tabungan untuk masa depan anak.

Sejak awal bekerja, istri AI rutin mengirimkan uang ke keluarga di kampung sebesar Rp 2.300.000 dari

Rp8.000.000 penghasilannya setiap bulan. Uang itu digunakan untuk biaya makan sehari-hari,

pendidikan dan uang jajan anak, operasional rumah, tabungan, dan biaya sosial. Selain itu, hasil bekerja

di Hongkong juga sudah bisa digunakan untuk membangun rumah, dan membeli sejumlah aset

produktif: perahu, lahan kebun, dan ternak sapi.

Ibu R (Desa Tanggulangin Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen). Informan berusia 51 tahun dengan

pendidikan terakhir SMP. Putri dari Ibu Rahmawati yang menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) di

Hongkong sejak tahun 2014 merupakan single parent dengan anak usia 11 tahun. Sehari-hari informan,

selain mengasuh cucu, juga berjualan warung kelontong. Suami dari informan juga masih aktif bekerja

sebagai pembuat gula jawa. Penghasilan informan dan suami setiap bulannya berkisar Rp 3 juta.

Secara rutin setiap bulan, keluarga ini mendapatkan kiriman remitansi sekitar Rp 1.500.000 yang secara

keseluruhan diperuntukan bagi kebutuhan sekolah dan operasional cucunya (anak dari pekerja migran

di Hongkong). Secara incidental, setiap Hari Raya Idul Fitri juga dikirimkan uang sejumlah Rp 5 juta.

Hasil dari bekerja di Hongkong juga sebagian sudah dibelikan tanah senilai Rp 7.500.000 dan motor

seharga Rp 18.500.000. Motivasi utama PMI bekerja di Hongkong adalah untuk membiayai kebutuhan

hidup (terutama pendidikan) anak dan menyiapkan masa depan anaknya. Hal ini sangat

dilatarbelakangi oleh status PMI yang merupakan single parent. Meskipun, sampai sekarang keluarga

tidak pernah diberitahukan oleh putrinya (PMI) mengenai besaran gaji yang diterima di Hongkong,

termasuk tabungan yang sudah dikumpulkan.

Page 20: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

19 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Bapak R (Desa Jogosimo Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen). Informan berusia 41 tahun dengan

pendidikan terakhir SMP, memiliki seorang anak laki-laki usia 15 tahun dan istri yang sudah selama 10

tahun menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) di Hongkong. Keseharian informan, selain fokus

mengasuh anak, tetap beraktifitas sebagai petani dan peternak sapi dengan penghasilan sekitar Rp 2

juta setiap bulannya yang dialokasikan untuk kebutuhan makan sehari-hari.

Selain mengandalkan hasil bekerja, informan juga rutin setiap bulan menerima kiriman dari Hongkong

sejumlah Rp 1.500.000, yang diperuntukan: (1) biaya pendidikan dan jajan anak Rp 600.000; (2) Biaya

pakan sapi Rp 700.000; dan (3) biaya operasional rumah Rp 200.000. Motivasi utama istri informan

menjadi PMI adalah untuk memiliki rumah, memperbaiki kondisi ekonomi keluarga dan memenuhi

kebutuhan anak. Hasil dari 10 tahun bekerja di Hongkong, selain untuk membiayai kebutuhan hidup

sehari-hari, juga telah berwujud sejumlah aset: (1) Rumah di atas lahan seluas 560 m2; (2) Lahan kebun

seluas 700 m2 dengan harga pembelian Rp 19 juta; (3) Sapi pejantan dan betina dengan total harga

pembelian Rp 27 juta.

Bapak N (Desa Lipursari Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo). Informan berusia

41 tahun dengan pendidikan terakhir SMP, memiliki dua anak perempuan yang masing-

masing berusia 18 dan 12 tahun serta istri yang masih menjadi PMI di Hongkong selama

kurun waktu 7 tahun terakhir. Pekerjaan tetap informan adalah sebagai perangkat Desa

Lipursari (gaji Rp 1.500.000 setiap bulan) dan juga memiliki usaha pembibitan ikan air

tawar dan kebun albasia yang menghasilkan pemasukan Rp 2 juta setiap bulannya.

Sejak awal berangkat, informan sudah mengetahui nilai gaji yang diterima istri (PMI) di

Hongkong dengan kisaran nilainya saat ini Rp 8 juta. Secara rutin, setiap bulan informan

menerima kiriman dari Hongkong yang berjumlah Rp 3 juta. Setengah dari uang kiriman

tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan anak (biaya sekolah dana jajan), dan

sisanya ditabung dan biaya tidak terduga. Alasan utama istri informan menjadi PMI di

Hongkong adalah untuk memiliki rumah sendiri dan memenuhi kebutuhan biaya

pendidikan anak. Hasil remitansi dari Hongkong telah berhasil dikelola untuk dibelikan

sejumlah aset: (1) Tanah dan kolam ikan seluas 900 m2; (3) Lahan kebun albasia sebanyak

delapan bidang lahan dengan nilai total pembelian Rp 205 juta; (3) Rumah dengan biaya

pembangunan Rp 200 juta.

Bapak PW (Desa Kuripan Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo). Informan

berusia 45 tahun dengan pendidikan terakhir SD. Istri informan sejak 10 tahun lalu telah

menjadi PMI di Hongkong. Keluarga ini memiliki seorang anak perempuan berusia 20

tahun yang baru saja lulus SMK Pelayaran dan saat ini telah bekerja di kapal. Pekerjaan

utama informan adalah pekerja bangunan dengan gaji Rp 2 juta/bulan. Selain itu juga

memiliki kebun salak (300 pohon) yang memberikan pemasukan tambahan Rp 1

Page 21: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

20 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

juta/bulan. Motivasi istri bekerja di Hongkong adalah untuk memenuhi kebutuhan

pendidikan anak, memiliki rumah dan memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.

Ketika anak masih bersekolah di Semarang (menetap di asrama sekolah), secara rutin

setiap bulan istri mengirimkan uang Rp 5 juta yang sepenuhnya digunakan untuk biaya

pendidikan anak. Sedangkan biaya operasional rumah dipenuhi dari penghasilan

informan. Saat ini, ketika anak sudah bekerja, istri tidak rutin mengirimkan uang

remitansi, tetapi berdasarkan kebutuhan saja terutama untuk kebutuhan orang tua dari

istri (mertua informan) yang tinggal bareng dengan informan. Selain untuk biaya

pendidikan anak, uang remitansi juga telah berwujud sejumlah aset: (1) Kebun salak

dengan harga pembelian Rp 7 juta; (2) Tanah luas 200 m2 seharga Rp 4,5 juta; (3)

Membangun rumah Rp 150 juta; (4) motor Rp 17 juta; (5) renovasi rumah Rp 10 juta.

Ibu S (Desa Kuripan Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo). Informan berusia

28 tahun dengan pendidikan terakhir SMK. Ibu kandung dari informan yang masih

bekerja di Hongkong sejak 7 tahun lalu. Sehari-hari informan yang telah memiliki 2 orang

anak masih tinggal dengan ayah kandungnya (suami dari PMI di Hongkong). Kebetulan,

saat ini suami informan juga menjadi PMI di Malaysia. Selain mengurus keluarga,

keseharian informan juga dihabiskan untuk mengelola warung kelontong. Sedangkan

ayahnya beraktivitas sebagai petani dan mengelola usaha penggilingan padi. Penghasilan

di rumah di kisaran angka Rp 1 juta/bulan. Motivasi utama ibu dari informan bekerja di

Hongkong adalah untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Uang remitansi telah

berhasil dibelikan sejumlah aset: (1) Modal warung kelontong; (2) lahan sawah sebanyak

3 bidang lahan; (3) Kios di Pasar Induk Wonosobo dengan hraga pembelian Rp 27 juta;

(4) Membangun rumah; (5) Modal usaha penggilingan padi.

Ibu W (Desa Dukuh Dempok Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember). Informan berusia

62 tahun, memiliki 7 orang anak dan anak perempuannya yang ke empat sedang bekerja

di Hongkong sejak 10 tahun lalu. Dua orang anaknya sudah menikah, dan sehari-hari

informan masih tinggal bersama ke empat anaknya yang belum berkeluarga, sedangkan

suami informan sudah meninggal dunia. Untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari,

keluarga ini mengandalkan pemasukan dari hasil sawah sekitar Rp 1 juta/bulan. Lahan

sawah tersebut bukan milik sendiri tetapi harus sewa dengan biaya sewa Rp 7/tahun.

Kiriman dana dari Hongkong untuk saat ini tidak rutin diterima setiap bulan, tetapi hanya

kalau ada kebutuhan baru dikirimkan. Kalau di rata-rata, hanya tiga bulan sekali diterima

uang dari Hongkong dengan kisaran Rp 2 juta. Hal ini terkait dengan alasan utama bekerja

di Hongkong yakni untuk membiayai pengobatan almarhum ayah. Motivasi lain adalah

untuk membiayai pendidikan adik kandung dari PMI. Hingga saat ini, hasil dari bekerja di

Hongkong, selain digunakan untuk pengobatan almarhum ayah dan pendidikan para

Page 22: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

21 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

adik, juga telah digunakan untuk membangun rumah, membeli dua unit motor (total

harga Rp 25 juta) dan biaya sewa lahan sawah Rp 7 juta.

Bapak A (Desa Sabrang Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember). Informan berusia 36

tahun dengan pendidikan terakhir SMA dan memiliki seorang anak laki-laki usia 9 tahun.

Istri informan (pendidikan S1) pernah bekerja (menjadi PMI) di Hongkong dari September

2016 hingga Oktober 2018. Lalu sejak Januari 2019, melanjutkan menjadi PMI di Taiwan.

Alasan utama istri informan menjadi PMI di Hongkong adalah untuk membayar hutang,

membiayai pengobatan informan, membeli rumah dan memperbaiki kondisi ekonomi

keluarga. Di tahun 2014, informan mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan

kecacatan fisik (tidak bisa berjalan) dan beraktivitas normal seperti biasa. Dampaknya,

informan tidak lagi bisa mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Untuk memenuhi biaya pengobatan dan kebutuhan hidup, keluarga ini akhirnya

meminjam uang dengan nilai akumulasi Rp 30 juta. Situasi sulit ini yang menyebabkan

istri informan akhirnya memutuskan menjadi PMI di Hongkong.

Di periode 6 bulan awal (masih ada potongan biaya pemberangkatan), istri setiap bulan

mengirimkan uang remitansi ke informan sejumlah Rp 3 juta. Di bulan ke 7 dan

berikutnya ketika potongan biaya sudah lunas, jumlah yang dikirimkan meningkat

menjadi Rp 6 juta hingga Rp 7 juta. Uang remitansi yang berhasil dikumpulkan selama

satu periode kontrak kerja (2 tahun) di Hongkong telah berhasil memperbaiki kondisi

ekonomi keluarga tersebut yakni: (1) Membayar hutang Rp 30 juta; (2) Membeli tanah

seluas 136m2 dengan nilai pembelian Rp 52 juta; (3) Membeli motor Rp 11 juta; (4)

kontrak rumah Rp 4 juta; (5) Biaya makan keluarga dan pendidikan anak Rp

1.500.000/bulan; (6) Modal usaha menjadi agen pengisian ulang tabung LPG ukuran 3 kg

Rp 9 juta dengan kapasitas usaha 100 tabung. Di akhir tahun 2017, kondisi fisik informan

kembali pulih dan memutuskan untuk mulai mencari nafkah lagi dengan mencoba

menjadi agen pengisian ulang tabung LPG. Di Februari 2019, usaha ekonomi yang

dijalankan informan sudah berjalan 8 bulan dengan penghasilan bersih Rp

1.500.000/bulan.

Page 23: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

22 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Konteks Sosial di wilayah penelitian terkait literasi dan inklusi keuangan (Jember, Kebumen,

dan Wonosobo)

Remitansi sebagai Modal Sosial dan Finansial Keluarga BMI

Model dan bentuk pengelolaan dan pemanfaatan dana remitansi

a. Pengelolaan dana remitansi merupakan urusan privat keluarga

Ketersediaan data yang mencukupi, berkualitas dan dapat diandalkan merupakan fondasi penting bagi

terbangunnya kebijakan dan intervensi program pemerintah. Urgensi ketersediaan data ini sejatinya

harus berlaku di semua area dan persoalan yang akan diselesaikan melalui intervensi kebijakan. Tetapi,

realita menunjukan bahwa untuk kebutuhan penguatan kebijakan perlindungan PMI dan potensi dana

remitansi ternyata belum tersedia data dan informasi yang solid, komprehensif dan memenuhi prinsip

kebaruan. Persoalan data ini diawali sejak level ternedah yakni di pemerintahan desa:

“Dari data register permohonan bulan ini ada tujuh yang mau berangkat. Tapi kalau total yang

disana tidak terpantau ya. Karena kita sudah menghimbau kalau mau pulang ya melapor, tapi

nyatanya tidak ada, jadi tidak terpantau”. (Bapak S, Perangkat Desa Dukuh Dempok Kabupaten

Jember).

Kondisi di atas juga dijumpai di desa lain yang menjadi lokasi pengumpulan data. Secara umum,

Desa tidak memiliki mekanisme pemantauan untuk mengetahui perkembangan warganya yang menjadi

PMI (bukan hanya di Hongkong), baik aspek jumlah maupun informasi terkait situasi pekerjaan yang

sedang mereka jalani termasuk besaran jumlah dana remitansi yang dikirimkan ke keluarga. Ketika calon

PMI akan berangkat ke luar negeri memang akan berurusan dengan pemerintah Desa, karena Desa

memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan legalitas dokumen admintrasi kependudukan dari

PMI tersebut. Tetapi, ketika PMI mulai bekerja di luar negeri, minim sekali ruang melalui intervensi

kebijakan yang bisa dijalankan oleh Desa untuk mengetahui perkembangan dan situasi warganya yang

menjadi PMI. Sedikit sekali PMI yang melapor ke pemerintah desa ketika mereka kembali ke Indonesia,

baik saat berakhirnya periode kontrak kerja maupun ketika mereka cuti bekerja.

Di posisi pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Ketenagakerjaan, juga menghadapi situasi

persoalan data yang sama. Pemerintah daerah belum memiliki mekanisme pengumpulan data untuk

memantau situasi warganya yang menjadi PMI di banyak Negara. Termasuk besaran dan data terpilah

untuk potensi dana remitansi yang rutin dikirimkan ke tiga kabupaten ini. Bahkan ketika ditanyakan

perihal ukuran keberhasilan untuk aspek ekonomi bagi keluarga PMI, baik pemerintah desa maupun

pemerintah daerah (Dinas Ketenagerjaan) ternyata hanya bisa melihat dari perkembangan kepemilikan

aset fisik yakni rumah yang semakin bagus, tanah dan kendaraan bermotor. Belum ada indicator-indikator

ekonomi yang terukur untuk mengetahui perkembangan kehidupan keluarga PMI yang bisa dijadikan

rujukan baik oleh Desa maupun pemerintah daerah.

Ketiadaan data dan informasi yang terukur mengenai postur dan potensi dana remitansi hingga

ke level keluarga PMI, menyebabkan pemerintah daerah dan Desa belum bisa melakukan intervensi

kebijakan berupa program penguatan kapasitas pengelolaan dana remitansi di keluarga PMI sehingga

Page 24: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

23 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

mampu meningkatkan kehidupan ekonomi keluarga. Situasi yang berjalan saat ini, pengelolaan dan

pengembangan dana remitansi diserahkan ke masing-masing keluarga PMI dan akhirnya menjadi urusan

“privat” keluarga PMI bersangkutan.

b. Dana remitansi diutamakan untuk kebutuhan mendasar keluarga

Merujuk pada profil singkat keluarga PMI di Hongkong, bahwa motivasi atau latar belakang menjadi PMI

adalah untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Hal paling mendasar dari motivasi tersebut adalah

terpenuhinya kebutuhan mendasar yakni: makan, pakaian, kesehatan dan pendidikan untuk anak-anak.

Peluang mendapatkan penghasilan yang memadai di Hongkong (kondisi saat ini diperkirakan sebesar Rp

8 juta/bulan) dilihat sebagai jalan pintas untuk keluar dari situasi keterbatasan ekonomi dan

mengumpulkan aset untuk kepentingan masa depan keluarga. Temuan menarik, meskipun kepala

keluarga (suami) tetap bekerja atau mencari nafkah, tetapi istri memutuskan untuk bekerja di Hongkong.

Hal ini disebabkan karena penghasilan suami belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga,

khususnya saat situasi jelang istri berangkat Hongkong.

Data lapangan juga menunjukan bahwa, bagi sejumlah keluarga, dana remitansi bahkan

dialokasikan sebagai solusi untuk keluar dari situasi darurat, terutama suami atau ayah sebagai pencari

nafkah utama keluarga jatuh sakit berkepanjangan dan akhirnya berdampak pada munculnya persoalan

kritis lain yakni hutang. Pada akhirnya, ketika salah satu anggota keluarga (terutama istri) mengambil

peran sebagai pencari nafkah untuk menjadi PMI di Hongkong dilihat sebagai pilihan yang paling rasional

meskipun dengan berat hati.

c. Membangun/memperbaiki rumah menjadi target utama PMI

Keinginan memiliki rumah yang bagus atau memperbaiki rumah agar menjadi lebih baik kondisinya

ternyata menjadi motivasi yang cukup mendominasi bagi para PMI di Hongkong (setelah terpenuhinya

kebutuhan mendasar keluarga). Di seluruh lokasi pengumpulan data, ditemukan kondisi bahwa

kepemilikan dan kondisi (tampilan) rumah merupakan indicator bagi masyarakat desa untuk melihat

keberhasilan warganya yang bekerja di luar negeri. Bagi para PMI yang belum memiliki rumah ketika

mereka berangkat ke Hongkong, maka mereka akan mengumpulkan uang remitansi untuk membeli tanah

dan membangun rumah. Sedangkan bagi PMI yang sudah memiliki rumah ketika berangkat ke Hongkong,

mereka juga akan menggunakan dana remitansi untuk memperbaiki rumah secara bertahap (termasuk

menambah luas rumah) dan mengganti perabot rumah dengan perlengkapan yang terbaru dan kekinian.

Hal ini seperti diuraikan oleh informan berikut:

“Selalu rumah dari dulu yang dikejar rumah. Yang jadi bahan pembicaraan istri itu, Saya pergi

dari rumah ke Hongkong, pulang saya akan bangun rumah. Yang diharapkan oleh istri saya kan,

setiap cuti kontrak, rumah selesai, setiap cuti kontrak rumah makin cantik. Yang terakhir

perdebatan serius itu dia menginginkan dapur itu harus di keramik, tapi saya bersikukuh tidak,

kalau saya belum bisa apa? Bayar tanah tersebut saya masih belum mau keramik.” (Bapak N di

Desa Lipursari Kabupaten Wonosobo)

Page 25: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

24 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Pernyataan di atas menegaskan bahwa memperbaiki rumah dan terus menerus “mempercantik”

rumah tersebut melalui pembelian perabot atau furniture terbaru merupakan salah satu motivasi utama

bagi para PMI. Kepemilikan rumah yang yang selalu dikondisikan ada perbaikan atau penambahan fasilitas

dimaknai sebagai symbol lugas untuk mengukur berhasil atau tidaknya seorang PMI setelah bertahun-

bertahun bekerja di luar negeri. Hal ini juga dikonfirmasi dari pernyataan perangkat desa berikut ini:

“Pertama difokuskan beresin rumah. Rumah sudah berhasil, setelahnya cari aset tabungan (sapi

dan sawah). Kalau orang-orang sini, targetnya rumah, sapi, baru sawah” (Bapak K, Perangkat

Desa Tanggulangin Kabupaten Kebumen).

Ketika rumah sudah berhasil dibeli atau diperbaiki, maka dana remitansi baru akan

dikonsolidasikan untuk membeli aset produktif berupa hewan ternak (terutama sapi) dan tanah kebun

atau sawah. Di bagian gambaran umum keluarga PMI, pengutamaan untuk memiliki dan memperbaiki

rumah juga menjadi target utama di sebagian besar keluarga PMI.

d. Konsolidasi aset fisik terkait dengan durasi masa kerja di Hongkong

Konsolidasi aset fisik (tanah, rumah, ternak, kendaraan bermotor dan lainnya) sebagai hasil remitansi,

tidak bisa dilepaskan dengan durasi dan periodisasi kontrak kerja sebagai PMI di Hongkong. Jangka waktu

untuk satu periode kontrak kerja PMI di Hongkong adalah 2 tahun. Menurut keluarga PMI di Hongkong,

di periode kontrak pertama, dana remitansi biasanya diperuntukan untuk pemenuhan kebutuhan

mendasar dan menyelesaikan berbagai persoalan keuangan dan situasi krisis di keluarga (anggota

keluarga sakit dan melunasi hutang). Belum lagi di masa 6 atau 7 bulan awal, gaji yang diterima tidak utuh

karena harus melunasi biaya administrasi keberangkatan ke Hongkong. Situasi terkini, karena sudah

banyak PMI yang terakses dengan layanan KUR TKI maka mereka harus membayar cicilan pembiayaan

KUR tersebut. Kalaupun ada tabungan, biasanya digunakan untuk kebutuhan konsumtif yang terkait

dengan pemenuhan simbolisme bahwa mereka telah berhasil sebagai PMI di Hongkong, yakni

smartphone, alat elektronik, fashion dan lainnya.

Selaras dengan uraian sebelumnya bahwa keinginan memiliki rumah yang bagus dan menambah

aset fisik lainnya menjadi salah satu alasan merantau ke luar negeri, maka banyak PMI di Hongkong yang

memutuskan untuk memperpanjang kontrak kerja. Selain itu, factor kenyamanan bekerja di Hongkong

juga memperkuat pilihan mereka untuk terus memperpanjang kontrak kerja. Menurut penuturan

keluarga PMI, jarang sekali mendapatkan cerita perihal perlakuan buruk majikan di Hongkong terhadap

anggota keluarganya yang sedang bekerja di sana. Bahkan untuk urusan pembayaran gaji, seluruh

keluarga PMI menyatakan tidak ada masalah dan selalu tepat waktu.

Perpaduan antara keinginan untuk meningkatkan derajat kehidupan ekonomi keluarga (termasuk

memiliki rumah yang bagus) dan situasi bekerja yang kondusif di Hongkong akhirnya menyebabkan

banyak PMI yang berulang kali memperpanjang periode kontrak kerjanya. Di bagian profil keluarga PMI

di Hongkong terlihat bahwa mayoritas PMI telah bekerja lebih dari dua tahun, bahkan ada yang sudah

bekerja selama 7 hingga 10 tahun. Hal ini menunjukan bahwa mereka telah berulang kali memperpanjang

kontrak kerja. Kondisi ini berkorelasi dengan konsolidasi aset fisik yang mereka hasilkan dari dana

remitansi yang dikumpulkan selama bertahun-tahun bekerja di Hongkong. Selain memiliki rumah (kondisi

Page 26: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

25 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

bagus untuk ukuran masyarakat desa), mereka juga memiliki aset fisik yang diperuntukan untuk kegiatan

ekonomi produktif keluarga, seperti lahan sawah/kebun, sapi, kendaraan bermotor dan warung/kios.

Pertimbangan untuk terus menerus perpanjang kontrak kerja umumnya melihat faktor usia yang masih

muda atau produktif. Hal ini dinyatakan oleh perangkat desa berikut ini:

“Biasanya gini pak untuk mereka yang kontrak terus-kontrak terus itu karena memanfaatkan

usia. Mereka itu berpikir bahwa mumpung usia masih muda, plus di rumah juga kan biasa

memegang uang besar, ketika di rumah engga ada pemasukan, ini mereka cenderung

berangkat lagi. Biasanya yang ke Hongkong ini sudah beberapa kali keluar negeri, istilahnya

kalau dalam bahasa TKI ini, kalau Hongkong itu sudah SMA, jadi kalo ke Malaysia dan Singapore

ini masih SMP istilahnya, jadi kalau ngomongin Hongkong itu ya sudah pintar, sudah pernah ke

luar negeri. Jadi ibaratnya pendidikan, kalau Singapore itu masih SMP, kalau Hongkong dan

Taiwan itu sudah SMA”. (Bapak W, Perangkat Desa Kuripan Kabupaten Wonosobo)

Pernyataan di atas juga dikonfirmasi oleh sejumlah informan lain yang menjelaskan bahwa lebih

banyak PMI yang lebih dari satu kali memperpanjang periode kontrak kerja di Hongkong, ketimbang PMI

yang hanya memilih untuk bekerja di satu periode kontrak kerja (2 tahun). Khususnya untuk PMI yang

sudah pernah merantau di Negara lain, dan bisa membandingkan bahwa kondisi bekerja dan kehidupan

di Hongkong relatif lebih baik ketimbang di Negara tempat mereka bekerja sebelumnya.

1. Kewenangan penggunaan dana remitansi

Gambaran situasi di profil keluarga PMI juga menunjukan bahwa besaran dana remitansi yang rutin

dikirimkan ke keluarga jumlahnya berkisar di angka Rp 1 juta hingga Rp 3 juta. Dengan asumsi jumlah gaji

yang diterima PMI sekitar Rp 8 juta, maka sisa setelah dipotong kiriman untuk keluarga masih cukup besar.

Kondisi terkini menunjukan bahwa sisa gaji tersebut mayoritas tetap dipegang/disimpan oleh PMI itu

sendiri. Putusan penggunaan dana yang tersimpan tersebut pada akhirnya cenderung berada di tangan

PMI bersangkutan. Sejumlah pernyataan informan mengkonfirmasi hal tersebut:

“Kita diskusi bersama, tapi saya sih kembali ke istri mau beli rumah atau apa. Jumlahnya juga

saya gak tau. Dulu uangnya sempat saya yang mau pegang, tapi saya gak berani, saya tolak.

Ya namanya laki-laki kan godaannya banyak. Saya gak berani megang uang banyak, yang

penting cukup buat sehari-hari” (Bapak AI di Desa Tanggulangin Kabupaten Kebumen)

“Istri sih yang lebih banyak ngatur. Saya bikin laporan keuangan kalau ada pengeluaran-

pengeluaran. Sekarang komunikasi juga enak, istri bisa telepon, video call sewaktu waktu

istirahat kerja, ada waktu-waktunya.” (Bapak AI di Desa Tanggulangin Kabupaten Kebumen)

“Iya jadi sisa gaji di pegang sama istri. Aku mau beli pasir, beli batu, beli kayu gitu jadi langsung

kirim gitu” (Bapak A di Desa Sabrang Kabupaten Jember).

Merujuk pada pernyataan di atas, ada sikap di sejumlah suami yang merasa lebih nyaman jika

uang hasil bekerja istri mereka tetap dipegang oleh sang istri. Mereka baru akan menggunakan dana

tabungan tersebut jika ada kebutuhan, dan tidak sedikit suami yang membuat catatan terhadap

penggunaan dana tersebut. Akses informasi melalui smartphone juga cenderung memudahkan istri (PMI)

Page 27: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

26 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

dalam mengkontrol penggunaan dana. Kondisi ini juga disetujui oleh seorang PMI purna yang menyatakan

bahwa sebagian besar tabungan dari hasil bekerja di luar negeri tetap dipegang oleh dirinya dan tidak

diserahkan ke suaminya, dengan pertimbangan suami memiliki pekerjaan sehingga kebutuhan rumah

tangga (jumlah anak hanya satu) masih tercukupi dari suami (Ibu Y, Penggerak Komunitas SERBUMI Desa

Tanggulangin Kabupaten Kebumen).

2. Nilai dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk pemanfaatan dana remitansi

Nilai utama yang dipegang oleh keluarga PMI dalam pemanfaatan dana remitansi adalah selalu

menghargai posisi PMI (terutama istri) yang sudah bekerja keras untuk bisa mengirimkan sebagian gaji

mereka untuk menutupi kebutuhan keluarga. Kepentingan terbaik untuk keluarga juga menjadi

rasionalitas dalam pemanfaatan dana remitansi.

Relasi Gender dalam keluarga BMI

⮚ Dukungan suami terhadap pilihan istri untuk menjadi PMI di Hongkong.

Berdasarkan informasi dari lima orang suami dari PMI di Hongkong, perihal keputusan penggunaan dana

remitansi harus juga melihat relasi antara di antara suami dan istri tersebut terutama ketika memutuskan

untuk bekerja di Hongkong. Meskipun awalnya para suami cenderung tidak mengijinkan istri untuk

menjadi PMI di Hongkong, tetapi ketika akhirnya mereka tetap mendukung keinginan istri untuk pergi ke

Hongkong.

“Justru waktu pamitan keluar negeri saya tidak mengijinkan awalnya sama sekali saya tidak

mengizinkan. Saya gak nyuruh saya juga nggak melarang. Jadi gitu silahkan berangkat, yang

penting kamu bisa dipercaya saya pun bisa dipercaya” (Bapak N di Desa Lipursari Kabupaten

Wonosobo)

“Ya sempat saya larang tapi kan dia mau ya udah, jadi saya izinin, tapi kamu punya janji, yang

penting nggak lupa sama keluarga yang ada di rumah. Prinsip saya, kalau masih mau walaupun

dilarang yak kan ga bisa, jadi silahkan kalau masih mau melanjutkan di Hongkong, saya dukung

terus, tapi kalau mungkin habis kontrak ini ya udah mau berhenti udah” (Bapak PW di Desa

Kuripan Kabupaten Wonosobo)

“Kalau istri di sana selalu dicurigai, malah dia berbuat yang nekat, sama aja kalau saya pun di

rumah, sana selalu curiga kayak gini gini gini malah nekat, tapi kalau sama-sama percaya kan

jadi gak ada masalah” (Bapak PW di Desa Kuripan Kabupaten Wonosobo)

Ketika para suami sudah memberikan ijin maka konsekuensinya adalah mereka juga mendukung

dan percaya terhadap istri mereka yang sedang bekerja di Hongkong. Termasuk dalam pemanfaatan dana

remitansi yang dikumpulkan dari hasil kerja keras istri mereka.

Page 28: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

27 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

⮚ PMI menentukan putusan penggunaan dana remitansi

Di bagian sebelumnya sudah dijelaskan, kewenangan penggunaan dana remitansi cenderung di tangan

PMI (istri) yang menentukan karena dana tersebut disimpan di Hongkong. Hal ini berkorelasi dengan

situasi ketika kebutuhan untuk penggunaan dana tersebut terutama dalam pembelian aset dan modal

usaha ekonomi produktif. Seperti tersebut dalam pernyataan-pernyataan berikut:

“Iya beli sapi diskusi sama istri. Saya pertama nelepon, misalnya ada uang beliin sapi aja. Biar

di rumah ada peliharaan. Kalau cuma ngurusin anak kan suntuk juga. Milih sapi karena

mayoritas disini pelihara sapi, dan bisanya itu. Kalau jualan karena belum bisa. Dari miara sapi

juga bisa menghilangkan stress, hiburan. Takutnya kalau gak ada kerjaan menjurusnya ke hal

yang engga-engga” (Bapak AI di Desa Tanggulangin Kabupaten Kebumen)

“Saya yang mengusulkan ke istri untuk beli sawah. Saya minta ke istri. Habis itu, Saya nawarin

lagi ke istri untuk beli sapi. Kira-kira saja kalau istri punya tabungan”. (Bapak R di Desa Jogosimo

Kabupaten Kebumen)

“Ini aja aku minta uang beli LPG ke istri aja geger pak. Istri ku kan kalau udah A ya tetap A. Jadi

dulu komitmennya kan untuk ngelunasin rumah. Nah sekarang kan aku udah sembuh ga enak

diem aja. Jadi aku minta uang. Aku ngono 9 juta e. Jalan sudah Pak. Ya usaha itu juga ga banyak

pak ngambil 500rb gitu”. (Bapak A di Desa Sabrang Kabupaten Jember).

Berdasarkan pernyataan di atas, usulan awal untuk membeli aset produktif berasal dari suami dan istri

menentukan apakah usulan tersebut akan direalisasikan atau tidak.

Karakteristik Kegiatan Ekonomi Produktif Keluarga BMI

● Sektor agraris mendominasi

Latar belakang sosial ekonomi keluarga PMI yang bertempat tinggal di pedesaan sangat

mempengaruhi pilihan-pilihan dalam pengelolaan kegiatan ekonomi produktif yang bermodalkan dana

remitansi. Merujuk pada informasi di bagian profil keluarga PMI terlihat bahwa mayoritas keluarga

memilih untuk berusaha di sector agraria, seperti bertani, berternak sapi dan berkebun (buah-buahan dan

kayu albasia) dan hanya satu keluarga yang menjalankan usaha perdagangan. Pada akhirnya, faktor

kemudahan dan kebiasaan juga melatarbelakangi pilihan-pilihan dalam menentukan dan menjalankan

kegiatan ekonomi produktif keluarga. Minimnya intervensi dari pihak-pihak pemampu dari luar

(pemerintah dan CSO) juga masih membatasi pilihan-pilihan keluarga dalam menginvestasikan dana

remitansi yang mereka miliki selain di sector agraria.

● Dikerjakan sendiri

Kegiatan ekonomi produktif keluarga yang bersumber dari dana remitansi dijalankan dan dikelola

sendiri oleh anggota keluarga (terutama suami) dan belum melibatkan tenaga kerja tambahan.

Pertimbangannya karena skala usaha yang mereka miliki masih cukup terbatas dan tidak membutuhkan

proses produksi yang khusus sehingga belum ada kebutuhan tenaga kerja tambahan.

Page 29: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

28 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

● Belum mengarah ke usaha manufaktur

Karakteristik lain yang terlihat bahwa kegiatan ekonomi produktif keluarga PMI yang bermodalkan dana

remitansi ternyata belum mengarah ke usaha manufaktur (mengolah bahan baku untuk mendapatkan

nilai tambah). Hasil dari kegiatan usaha produktif (hasil sawah, kebun buah, kayu, dan sapi) langsung dijual

sebagai bahan baku awal tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Hal ini terkait dengan

keterbatasan pengetahuan kewirausahaan yang mereka miliki dan belum terakses dengan sumber-

sumber pengetahuan dari pihak ekternal (pemerintah daerah, CSO dan sektor swasta). Kondisi

keterbatasan ini dikonfirmasi dari pernyataan unsur pemerintah daerah berikut ini:

“Keluarga TKI itu kan dilemanya gini ya, kita kadang terpaku oleh suatu aturan, misalnya kayak

pekerja siap pakai, itu kan berarti ada batasan usia. Padahal kalau keluarga TKI ini kan kalau

engga orang tua, adik, atau apa, ini kan uang itu bisa ditransferkan kesana kan untuk modal atau

apa, lah ini yang menjadi kendala misalkan dia itu punya keluarga, yang dilatih bapaknya, laki-

lakinya, tapi laki-lakinya itu petani, nah mau dilatih apa? Apakah dia perikanan? Peternakan? Nah

hanya saja kebijakan pemerintah daerah ini tidak ada bantuan sosialnya, hanya melatih. Kalau

dia dilatih tapi uangnya tetap nunggu kiriman, ya sama saja bohong. Karena harapannya ada

pancingan, kita ada pelatihan peternakan ikan lele, ini paling tidak ada stimulant sedikit untuk

mengawali. Nah, nanti dana remitansi digunakan untuk menambah mengembangkan usaha. Tapi

sekarang ini ya engga ada” (Bapak SB, Dinas Tenaga Kerja Koperasi dan UKM Kabupaten

Kebumen)

Pemerintah daerah memiliki keterbatasan mendasar di dua aspek, persoalan aturan dan

keterbatasan anggaran, dalam upaya penguatan ekonomi keluarga PMI. Secara aturan, terutama di Dinas

Ketenagakerjaan di tiga kabupaten lokasi pengumpulan data, bahwa obyek utama dari program atau

kegiatan yang dijalankan Dinas adalah tenaga kerja di kabupaten bersangkutan (termasuk PMI). Sehingga

dalam kegiatan atau aktivitas program membutuhkan kehadiran fisik (entitas program) dari tenaga kerja,

terutama untuk program peningkatan kapasitas atau pemberdayaan. Konsekuensinya, program

penguatan kapasitas PMI, itu pun dalam skala terbatas, akhirnya masih diarahkan untuk menjangkau

sasaran PMI purna (sudah kembali menetap di Indonesia) karena entitas PMI bisa merasakan langsung

manfaat program. Persoalan aturan ini yang akhirnya turut menyebabkan belum tersentuhnya keluarga

PMI untuk mendapatkan intervensi kebijakan pengelolaan dana remitansi. Di sisi lain, keterbatasan

anggaran yang dimiliki pemerintah daerah masih menjadi alasan klasik yang menyebabkan pemerintah

belum bisa menjangkau keluarga PMI.

Sumber-Sumber Pengetahuan, Sikap, Motivasi Dan Skill Berwirausaha

Di bagian sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pilihan terhadap jenis usaha ekonomi produktif terkait

dengan kebiasaan yang selama ini dijalankan dan kemampuan atau skill berwirausaha yang dimiliki. Factor

kemampuan individu akhirnya yang menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan ekonomi produktif di

masing-masing keluarga. Pernyataan berikut menjelaskan lebih lanjut perihal tersebut:

“Inisiatif sendiri pelihara sapi. Kebetulan orang tua saya petani, punya sapi juga dahulu,

keahliannya menurun. Kalau saya lebih irit dalam memberi makan dibandingkan Bapak. Untuk

Page 30: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

29 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

pakan sapi, saya hanya berikan pagi dan sore. Dahulu orang tua saya jadwalnya gak tetap, setiap

ada pakan diberi. Kalau saya hanya pagi jam 6, lalu sore jam 5. Lebih Irit, 2-3 bak. Setelah itu

diberi minum, baru dikeluarin dari kandang. Kalau pejantan, jarang dikeluarin kalau tidak ada

pembuahan”. (Bapak R di Desa Jogosimo Kabupaten Kebumen)

“LPG kan masuk sembako ya Pak. Meskipun kita dapet Rp 500 atau Rp 1000 setiap tabung tapi

kan setiap hari. Rapopo walaupun dapet 10.000 atau 20.000, Alhamdulilah. Dulu juga saya punya

pangkalan minyak, terus kena narkoba modal abis. Istilahnya saya sudah punya nama di

Pertamina. Ya mungkin rejeki ya Pak dari yang kuasa. Terus juga pelanggan ada aja. Sehari bisa

70 sampe 100 tabung Pak”. (Bapak A di Desa Sabrang Kabupaten Jember).

Merujuk pada pernyataan di atas, faktor individu merupakan sumber kekuatan utama dari

berjalannya usaha ekonomi produktif keluarga. Termasuk inovasi yang dihasilkan dalam rangka

meningkatkan produktifitas usaha. Poin krusial lain adalah individu pengelola wirausaha (terutama suami)

tersebut tidak memulai dari nol, tetapi mengkonsolidasikan pengetahuan dan skill berwirausaha yang

sudah dimiliki sebelumnya. Pihak pemerintah Desa juga mengakui bahwa hingga kini belum ada intervensi

dari sumber-sumber potensial (pemerintah, swasta dan CSO) yang secara khusus memberikan program

pendampingan bagi keluarga PMI perihal pengelolaan keuangan remitansi (Bapak A, Perangkat Desa

Tanggulangin Kabupaten Kebumen).

Faktor Dan Nilai Yang Menjadi Sumber Kekuatan

Keberhasilan pengelolaan dana remitansi di keluarga PMI, secara umum terbentuk dari sejumlah faktor

dan nilai yang saling terkait:

▪ Suami memiliki pekerjaan dan berpenghasilan.

Profil keluarga PMI yang diwawancara (terutama yang menjadi PMI adalah istri), memperlihatkan situasi

bahwa para suami dari PMI memiliki pekerjaan dan tetap memberikan penghasilan bagi keluarga.

Sejumlah pernyataan dari para suami berikut ini menunjukan alasan atau urgensi kenapa mereka harus

tetap bekerja (berpenghasilan) di saat istri mereka menjadi PMI di Hongkong:

“Itu penting, Saya harus kerja, ya memang itu tanggung jawab suami, walau istri kerja, Saya gak

boleh mengandalkan istri. Saya sempat melontar kata-kata, Saya di sini tidak pernah kendangan

dengkul (numpang kaki), Kamu di sana kerja, Saya pun di sini kerja keras, Saya kan berkewajiban

sebagai seorang suami, Saya tidak akan pernah mengandalkan hasil jerih payah kamu. Bisa

dibuktikan nanti kamu pulang, kamu lihat jerih payah kamu, Saya bilang begitu.” (Bapak N di Desa

Lipursari Kabupaten Wonosobo).

“Dari kecil saya ikut orang tua, belajar dari pengalaman. Sekarang dikasih istri, kalau uangnya

dipakai foya-foya, rasanya tidak pantes. Prinsipnya menghargai kerja istri, ditambah kontrol diri

sendiri juga”. (Bapak R di Desa Jogosimo Kabupaten Kebumen).

“Prinsip saya kalau di rumah menganggur, pikiran akan terlalu ke sana-sana Pak. Kalau dibawa

kerja kan fokus, jadi tidak memikirkan yang lain-lain, jadi fokus dalam bekerja. Istri saya juga gak

Page 31: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

30 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

pernah minta saya berhenti kerja, kalau enggak kerja malah pusing Pak, pikiran kemana-mana”.

(Bapak PW di Desa Kuripan Kabupaten Wonosobo)

Relasi kekuasaan antara suami dan istri terasa sekali dalam pernyataan di atas. Suami masih

menempatkan diri sebagai pencari nafkah utama keluarga, meskipun tidak maksimal (belum bisa

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga) sehingga berdampak pada putusan istri untuk mengambil alih

sebagian peran mencari nafkah tersebut melalui pilihan menjadi PMI di Hongkong.

Mayoritas suami (informan) yang diwawancara ternyata telah konsisten bekerja jauh sebelum istri

mereka menjadi PMI di Hongkong. Kondisi ini akhirnya mampu memperkuat etos kerja suami dan

berkorelasi positif terhadap keberhasilan pengelolaan usaha ekonomi produktif keluarga. Di bagian

sebelumnya ditunjukan bahwa pilihan kegiatan wirausaha sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan

kebiasaan (etos kerja) suami yang sudah dijalankan bertahun-tahun. Ketika memutuskan untuk

melakukan kegiatan ekonomi produktif (wirausaha) maka mereka (suami), maka etos kerja tersebut

menjadi modal utama mereka.

“Masih menguatnya nilai atau persepsi suami sebagai pencari nafkah utama, di sisi lain

memunculkan akibat positif terhadap pengelolaan dana remitansi. Suami ingin menunjukan

“harga diri” bahwa mereka tidak total bergantung pada hasil kerja istri (dana remitansi), tetapi

juga tetap ingin membiayai kehidupan keluarga. Selain itu, suami juga menjaga “harga diri”

mereka melalui upaya mengelola hasil kerja istri (dana remitansi) agar bermanfaat bagi keluarga

dan tidak terbangun persepsi gagal sebagai suami. Menurut seorang PMI purna dari Hongkong,

dan sekarang aktif di perlindungan PMI, mayoritas keluarga PMI yang berhasil mengelola

keuangan remitansi umumnya memiliki suami (kepala keluarga) yang terus bekerja keras

memenuhi nafkah keluarga dan juga tetap ingin menunjukan harga dirinya sebagai kepala

keluarga” (Ibu MBN, Penggerak Perlindungan PMI di Kabupaten Wonosobo).

Pendapat senada juga dinyatakan oleh unsur pemerintah desa yang menyatakan bahwa suami

dari PMI sebaiknya harus tetap punya aktivitas ekonomi (bekerja) sehingga bisa memberikan pemasukan

untuk keluarga, dan gaji yang dihasilkan oleh istri (PMI) bisa lebih banyak yang akan ditabungkan. Selain

itu, suami tetap bisa menjalankan tanggung jawabnya untuk menafkahi keluarga (Bapak W, Perangkat

Desa Kuripan Kabupaten Wonosobo). Persoalannya, prinsip dan nilai positif yang masih diyakini oleh para

suami ini masih bersifat individual dan belum diinternalisasi menjadi nilai atau sikap bersama di

masyarakat. Pemerintah desa dan opinion leader di tingkat local belum melakukan internalisasi dan

konsolidasi terhadap nilai “harga diri’ suami tersebut sehingga bisa menjadi contoh baik bagi keluarga PMI

lain.

▪ Suami memiliki pengalaman bekerja di luar negeri

Faktor lain yang mendukung keberhasilan pengelolaan dana remitansi di keluarga PMI adalah keberadaan

suami yang memiliki latar belakang atau pengalaman menjadi perantau, bahkan pernah juga menjadi PMI.

Kondisi ini bisa membangun rasa empati suami terhadap istri mereka yang sedang merantau di Hongkong.

Hal ini seperti diutarakan oleh informan berikut:

Page 32: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

31 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

“Saya kan pernah merantau juga ke Taiwan, jadi saya sudah pernah merasakan bagaimana

lelahnya mencari uang. Jadi saya sudah pernah merasakan seperti diposisi istri saya sekarang.

Gak lama di Taiwan, gak sampai setahun, udah lama sekitar 7-8 tahun yang lalu, sekitar 2012-

an”. (Bapak AI di Desa Tanggulangin Kabupaten Kebumen)

“Saya pernah kerja di Malaysia dua tahun, tapi boleh dibilang saya gagal. Yah hitung-hitung

pengalaman dan sudah merasakan pahit getirnya di perantauan. Pulang dari Malaysia saya

nggak bisa langsung ke rumah justru saya mampir ke Pontianak karena gak bawa uang, terus

saya nyari kontrakan, kontrakannya ngutang, saya makan beras utang, kecap utang, yang saya

makan cuman nasi, saya kalau beli nasi itu pakai kaleng susu, itu pun ngambil di tempat

sampah.”. (Bapak N di Desa Lipursari Kabupaten Wonosobo)

Rasa empati suami terhadap posisi istri akhirnya menimbulkan sikap lebih menghargai terhadap

pekerjaan yang sedang dijalankan oleh istri, terutama dalam pengelolaan dana remitansi yang dikirimkan

dari Hongkong. Terbangun komitmen dari suami untuk mampu mengelola dana remitansi tersebut

dengan sebaik mungkin sehingga akan bermanfaat bagi keluarga.

▪ Komitmen bersama suami dan istri

Kekuatan utama dari keberhasilan pengelolaan dana remitansi adalah membangun dan menjaga

komitmen bersama antara suami dan istri dalam setiap keluarga PMI. Komitmen bersama ini

diimplementasikan melalui nilai saling percaya, jujur dan fokus terhadap motivasi utama PMI adalah untuk

memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga. Pernyataan berikut menjelaskan lebih lanjut perihal tersebut:

“Yang jelas kuncinya cuma satu, di sini jujur, di sana jujur. Jadi kalo memandang orang-orang yang

ditinggal istri, di sisi lain memang orang bilang kalo istrinya bener kadang suaminya engga bener,

kalo suaminya bener istrinya engga bener”. (Bapak N di Desa Lipursari Kabupaten Wonosobo)

“Mental dan komitmen Pak kata kunci nya itu. Aku belajar dari keadaan. Pas aku kecelakaan itu

aku makan dari temen-temen ku terus sampe istriku nekad mau berangkat. Dari keadaan kaya

gitu sampe beli pampers aja ga kuat loh pak. Paling pampers itu 5.000 tapi ndak kuat. Terus saya

bilang berangkat ndak popo. Cuma hati kecil ku sedih karena aku pikir hilang nih istriku karena

aku lihat dari tetangga juga.” (Bapak A di Desa Sabrang Kabupaten Jember)

“Tetangga saya ada juga yang di Hongkong bisa beli rumah tapi gak tau nya ancur keluarganya.

Pas waktu istri saya berangkat saya kan masih pake tongkat. Saya bilang saya ingin belajar dari

sampean. Sampean kan senior. Dia kan istrinya berangkat pas anaknya dari bayi. Gimana

menjaga jarak hubungan dengan jauh. Terus dia bilang gini-gini. Eh bulan depan nya saya dengar

dia cerai. Hati saya tuh gimana” (Bapak A di Desa Sabrang Kabupaten Jember)

Para informan (suami dari PMI) sangat meyakini bahwa kemampuan untuk menjaga komitmen

bersama tersebut berpulang ke diri masing-masing. Tidak ada panduan bagi mereka (suami) perihal cara

atau kiat mengelola kehidupan keluarga dimana istri mereka menjadi PMI di Hongkong dan di saat

bersamaan harus mengasuh dan mendidik anak yang berbarengan dengan kewajiban mereka untuk tetap

Page 33: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

32 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

bekerja atau mencari nafkah. Termasuk dalam hal ini ketiadaan panduan dalam mengelola dana

remitansi, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kegiatan ekonomi produktif keluarga.

Persoalan ini akhirnya diselesaikan melalui mekanisme utama di “pertahanan diri” suami dan kekuatan

mental mereka untuk bertahan menghadapi situasi sulit tersebut.

Kebutuhan untuk menjaga komitmen bersama suami dan istri dalam relasi keluarga PMI menjadi

semakin signifikan ketika suami dan masyarakat di Desa semakin sering mendengar dan mendapati cerita

kurang menyenangkan dari kehidupan sosial PMI di Hongkong. Situasi pekerjaan yang dihadapi dan

dijalankan oleh PMI di Hongkong relatif tidak bermasalah. PMI bekerja dengan mendapatkan

perlindungan memadai dan hak-hak mereka sebagai pekerja juga terpenuhi sesuai kontrak kerjadi awal.

Di sisi lain potret kekinian menunjukan bahwa situasi kehidupan sosial PMI di Hongkong memuncullkan

resiko yang cukup mengkhawatirkan:

• Gaya hidup konsumtif dan memaksakan diri untuk mengikuti trend modernisasi. Pemerintah

Hongkong memang telah memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja migran,

termasuk kewajiban libur di hari minggu. Termasuk mekanismen pembayaran gaji yang tepat waktu

dan dibayarkan langsung ke pekerja migran (termasuk PMI). Pemberian jatah libur di hari minggu

ternyata menimbulkan resiko bagi sebagian PMI untuk lebih sering membelanjakan gajinya untuk

kebutuhan konsumtif (gadget, alat elektronik, fashion dan liburan) karena sebagian besar jatah libur

tersebut dihabiskan di pusat perbelanjaan. Menurut informan dari PPTKIS, selain sumber masalah ada

di diri PMI bersangkutan, masih menguatnya citra PMI Hongkong yang cenderung konsumtif juga

dilatarbelakangi keinginan Pemerintah Hongkong agar gaji yang diperoleh para pekerja migran

sebagian besar tetap dikonsumsi atau dibelanjakan di Hongkong. Tujuannya agar sebagian besar uang

tetap “berputar” di sana, dan mampu meningkatkan nilai tambah perekonomian Hongkong.

• Terjerat kasus kredit macet atau gagal bayar. Ketika gaya hidup konsumtif semakin menguat untuk

menunjukan eksistensi diri dan mengikuti trend modern, akhirnya gaji yang dimiliki semakin habis dan

bahkan bisa minus. Situasi ini menghadirkan persoalan baru dimana tidak sedikit PMI yang akhirnya

mengambil jalan pintas untuk meminjam dana dari lembaga pembiayaan di Hongkong. Resiko yang

muncul, karena beban cicilan yang besar akhirnya mereka gagal bayar dan berurusan dengan pihak

perbankan dan penegak hukum. Persoalan hukum ini diceritakan oleh seorang perangkat desa berikut

ini:

“Ada beberapa yang Hongkong ini karena permasalahannya sudah kompleks, terutama sudah

beberapa TKI yang istilahnya tidak bisa pulang, itu karena paspornya digadaikan di bank seperti

itu, di bank di Hongkong, ada beberapa TKI yang terkena kasus seperti itu, bahkan kita pernah

ketemu dengan penagih hutang yang datang langsung ke sini, nagihnya ke keluarga TKI, yang

kayak gini ada dua atau tiga kasus di sini” (Bapak W, perangkat Desa Kuripan Kabupaten

Wonosobo).

Informan dari PPTKIS juga menjelaskan bahwa kasus PMI yang terjerat hutang di Hongkong

merupakan dampak dari ketidakmampuan PMI dalam mengelola keuangan dan kebutuhan mereka

(Bapak D di PT SJN Kebumen). Bahkan ketika peneliti mewawancarai informan PPTKIS lainnya

diperlihatkan surat tagihan hutang dari bank di Hongkong untuk seorang PMI purna yang sudah kembali

menetap bersama keluarganya. Dalam sejumlah kasus penagihan hutang ke PMI, terutama yang sudah

Page 34: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

33 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

purna, seringkali surat tagihannya dikirimkan ke alamat PPTKIS yang dahulu memberangkatkan PMI

tersebut, dan selanjutnya PPTKIS bersangkutan segera menghubungi PMI purna dan keluarganya untuk

segera menyelesaikan persoalan kredit macet tersebut agar tidak meningkat menjadi persoalan hukum

(Bapak E di PT PBM Wonosobo).

▪ Jumlah anak sedikit

Salah satu temuan menarik dari kajian ini bahwa mayoritas keluarga informan memiliki jumlah anak hanya

satu atau dua orang saja (lihat di bagian profil keluarga PMI). Selain itu, tidak ada keluarga PMI yang

menambah jumlah anak ketika anggota keluarga mereka (terutama istri) sedang menyelesaikan kontrak

kerja di Hongkong. Di masa awal istri berangkat bekerja ke Hongkong, pihak keluarga terutama suami

pasti mengalami situasi sulit karena harus mengasuh dan membesarkan anak yang masih kecil usianya

dan di saat bersamaan tetap harus bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga.

Seiring usia anak yang semakin bertambah (terutama sudah mulai menempuh pendidikan SD) dan

para suami juga sudah mampu mengelola situasi keluarga tanpa kehadiran istri secara fisik, akhirnya

berdampak pada kemampuan suami untuk semakin fokus bekerja dan beraktifitas ekonomi produktif

lainnya. Banyak waktu luang yang bisa dioptimalkan oleh suami untuk mengelola dana remitansi melalui

kegiatan ekonomi produktif. Jumlah anak yang sedikit juga berkorelasi dengan pengeluaran biaya

kebutuhan keluarga yang tidak besar dan dana remitansi bisa dioptimalkan untuk tabungan atau untuk

investasi di aktivitas ekonomi produktif. Rasionalisasi tersebut dikonfirmasi oleh pernyataan informan

perangkat desa berikut ini:

“Jumlah anaknya banyak maka konsekuensi suami habis waktunya mengurusi anak. Kalau

anaknya sudah sekolah, maka biasanya pertumbuhan ekonominya lebih cepat. Apalagi jumlah

anaknya yang belum sekolah banyak, pertumbuhannya akan lebih lambat. Selanjutnya, kalaupun

anak-anaknya sudah besar, otomatis kebutuhannya lebih banyak, tapi suaminya ngejar

ekonominya terlambat atau kerja semaunya. Ini juga pergerakan ekonominya akan lambat terus,

uang istrinya kesedot terus. Bapaknya kelamaan ngurus anak. Ini polanya nyata terlihat di sini,

kecuali ada anggota keluarga lain (misal nenek) yang membantu untuk lebih memperhatikan atau

mengurusi anggota keluarga yang ditinggal (anak-anak)”. (Bapak K, Perangkat Desa

Tanggulangin Kabupaten Kebumen).

Komitmen suami untuk terus bekerja dan tetap berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan

ekonomi keluarga, secara tidak langsung akan dipengaruhi oleh kemampuan membagi waktu antara

mengurus keluarga (terutama anak-anak) dan akifitas bekerja. Perihal batasan minimal usia anak bisa

ditinggal oleh ibunya untuk bekerja di luar negeri, sampai saat ini belum ada aturan tertulis yang mengatur

hal tersebut. Kesepakatan sosial yang menjadi rujukan hanya bila anak sudah selesai periode pemberian

air susu ibu (ASI), maka ibu dari anak tersebut dijinkan untuk berangkat ke luar neger menjadi PMI.

Page 35: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

34 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

▪ Dukungan keluarga besar dan supporting system

Faktor penting lain yang mendukung dalam pencapaian keberhasilan keluarga migran dalam mengelola

dana remitansi adalah adanya dukungan dari keluarga besar. Keharmonisan hubungan dan komunikasi

antara keluarga inti PMI dengan keluarga besar (orang tua, mertua, saudara, dan lain-lain) harus dibangun

sejak fase awal keberangkatan PMI ke Hongkong. Tidak dapat dipungkiri, selepas istri berangkat ke

Hongkong merupakan situasi terberat yang dihadapi oleh para suami, apalagi mereka harus tetap bisa

mengasuh, membesarkan dan mendidik anak tanpa didampingi istri. Situasi sulit ini umumnya bisa dilalui

bila ada dukungan dari keluarga besar. Terutama kebutuhan untuk mengasuh anak mereka yang masih

kecil pasti terselesaikan dengan kehadiran nenek, kakek atau anggota keluarga besar lainnya. Situasi

kehidupan sosial di pedesaan yang masih guyub dan jarak antar rumah yang berdekatan juga semakin

menguatkan dukungan bagi keluarga migran dalam menghadapi situasi sulit tersebut.

Diakui oleh para suami bahwa kehadiran dukungan dari keluarga besar, terutama dalam

pemenuhan kebutuhan pengasuhan anak, berdampak positif bagi mereka untuk bisa tetap fokus bekerja

dan juga melakukan kegiatan ekonomi produktif yang bersumber dari dana remitansi. Menurut mereka,

jika tidak ada dukungan dari keluarga besar sangat dimungkinkan waktu mereka akan banyak dihabiskan

untuk urusan domestic keluarga dan menyulitkan mereka untuk beraktifitas di luar rumah dalam rangka

memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Peran PMI Dalam Pengelolaan Kegiatan Ekonomi Produktif Keluarga

Pekerja migran Indonesia (PMI) di Hongkong memang tidak berperan langsung dalam keseharian

berjalannya aktivitas usaha ekonomi produktif di keluarga mereka. Tetapi karena sumber pembiayaan

berasal dari hasil kerja keras mereka, maka keluarga selalu melibatkan PMI dalam pengambilan keputusan

terkait penggunaan dana di aktivitas ekonomi produktif tersebut.

Keberlanjutan Kegiatan Ekonomi Produktif Keluarga

Temuan lapangan menunjukan bahwa belum ada definisi yang bisa dijadikan indicator atau petunjuk

untuk melihat keberhasilan pengelolaan dana remitansi melalui kegiatan ekonomi produktif. Sama

sulitnya ketika menentukan manakah keluarga yang berhasil secara ekonomi dan social setelah anggota

keluarga mereka menjadi PMI di Hongkong. Perihal pengelolaan kegiatan ekonomi produktif, maka

ukuran umum yang bisa dilihat adalah asset produktif yang dikelola bisa terus dipertahankan

kepemilikannya, dan di sebagian keluarga bisa bertambah jumlahnya. Menurut informan, ukuran

keberhasilan akhirnya dibangun menurut standar masing-masing individu (suami) dan nilai yang biasa

berlaku adalah rasa kecukupan atas pencapaian yang telah diraih. Perihal rasa kecukupan ini dikonfirmasi

oleh pernyataan berikut:

“Karena di bidang lainnya Saya belum bisa. Sebetulnya kalau ternak sapi sudah memenuhi

harapan, karena memang sekarang rezekinya masih disini. Kalau pakannya bisa produksi sendiri,

itu bakal lebih menguntungkan. Kalau misalnya di tanah kita ada rumput, Saya gak akan beli

pakan”. (Bapak AI di Desa Tanggulangin Kabupaten Kebumen)

Page 36: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

35 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

“Kalau contoh langsung untuk masyarakat, saya kayaknya enggak, cuman di situ saya secara

tidak langsung memberi contoh untuk membuktikan bahwa saya bersyukur kepada Allah, apa

yang telah diberikan ke saya khususnya rezeki, manakala di pedukuan (dusun) ada kegiatan, saya

selalu di depan, entah itu tenaga, entah itu pikiran, entah itu dananya”. (Bapak N di Desa Lipursari

Kabupaten Wonosobo)

Meskipun tidak ada definisi terukur untuk mengetahui keberhasilan kegiatan ekonomi produktif,

di sebagian keluarga PMI sejatinya bisa terlihat secara jelas perkembangan skala usaha mereka yang

ditandai dengan raihan apresiasi atau penghargaan dari pemerintah.

Cerita Bapak R Bertemu Gubernur Jawa Tengah

Bapak R merupakan peternak sapi di Desa Jogosimo Kabupaten Kebumen. Beliau memiliki

masing-masing seekor sapi pejantan, betina dan pedet (anakan), dan telah cukup dikenal di

sekitaran Kecamatan Klirong sebagai peternak sapi yang sukses. Popularitas ini diraih setelah

sapi pejantan miliknya berhasil meraih penghargaan kontes sapi, baik di tingkat Kabupaten

Kebumen maupun Provinsi Jawa Tengah. Sapi jantannya pernah meraih Juara 2 pada Kontes Sapi

Tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 yang diselenggarakan di Boyolali. Ketika itu, selain

mendapatkan piala, Bapak R juga mendapatkan prize money senilai Rp 6 juta. Hal paling

mengesankan bagi beliau saat itu adalah bisa bertemu dan berpose bareng dengan sang idola

yakni Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo. Selanjutnya di tahun 2018, sapi miliknya

kembali meraih prestasi sebagai Juara 1 pada Kontes Sapi di Tingkat Kabupaten Kebumen. Atas

prestasinya tersebut, Bapak R kembali mendapatkan hadiah uang sejumlah Rp 2 juta. Secara

umum, menurut beliau aspek yang dinilai dari kedua kontes tersebut adalah postur sapi, bobot

sapi dibandingkan usianya dan cara perawatan sapi. Menariknya, setelah berhasil meraih

prestasi, ada sejumlah peternak sapi dari seputaran Kebumen yang berkunjung ke rumah Bapak

R untuk belajar langsung mengenai cara perawatan sapi yang lebih baik.

Prospek Kegiatan Ekonomi Produktif Keluarga Dan Kemampuan Mensubtitusi Dana Remitansi

Pengembangan kegiatan ekonomi produktif di keluarga PMI sejatinya bertujuan agar mampu

menggantikan pemasukan yang selama ini ditopang oleh dana remitansi. Idealnya profit yang dihasilkan

dari usaha ekonomi produktif mampu menjadi sumber pemasukan utama keluarga di masa depan. Jika

target ini terpenuhi, diharapkan akan terbangun daya tahan lebih kuat di keluarga PMI untuk

mengimbangi daya tarikan di Hongkong (gaji sekitar Rp 8 juta, gaya hidup, kehidupan modern, banyak

teman dan lain-lain) yang membuat PMI masih terus ingin kembali bekerja di sana. Persoalannya, temuan

lapangan menunjukan belum ada keluarga PMI yang secara lugas menyatakan bahwa kondisi usaha

ekonomi yang sedang dijalankan mampu mensubtitusi pemasukan dari dana remitansi. Meskipun di sisi

lain mayoritas informan meyakini bahwa kegiatan usaha ekonomi yang sedang mereka jalankan tetap

memiliki prospek yang menjanjikan.

Page 37: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

36 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Kondisi belum mampunya penghasilan suami (termasuk hasil usaha ekonomi produktif)

menggantikan kontribusi dana remitansi di kehidupan keluarga, menyebabkan para suami tidak berani

atau mampu secara lugas memastikan sampai kapan istri mereka akan terus bekerja di Hongkong. Sama

halnya dengan putusan penggunaan dana remitansi, putusan mengenai batas waktu untuk berhenti

bekerja di Hongkong semua dikembalikan ke tangan istri mereka. Hal ini dinyatakan oleh informan

berikut:

“Jauh hari saya sempat menawarkan ke istri saya, nanti kamu sesudah bosan di Hongkong, di

kampung mau apa? saya tawarkan gitu. Jawabannya kepengen buka warung kecil-kecilan.

Okelah saya bikinkan, nanti kalo memang sudah bener-bener mau akhir kontrak, kalo sekarang

percuma kan ya nganggur. Nanti kalo sudah positif saya bikinkan” (Bapak N di Desa Lipursari

Kabupaten Wonosobo).

Para informan cenderung bersikap untuk tetap sebaik mungkin mengelola dana remitansi yang

dikirimkan dari Hongkong. Jika usaha ekonomi produktif yang mereka jalankan akan semakin meningkat

keuntungannya, diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi istri mereka untuk tidak memperpanjang

kontrak kerja dan mengelola usaha ekonomi produktif tersebut secara bersama-sama ke depannya.

Perlindungan dan Pemberdayaan BMI

Upaya perlindungan dan pemberdayaan BMI terus dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah

dan organisasi masyarakat sipil. Di Wonosobo, Pemerintah Kabupaten mengeluarkan Peraturan Daerah

Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia diikuti oleh

Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 18 Tahun 2017 sebagai petunjuk teknis pelaksanaan Perda tersebut.

Migrant CARE—sebuah organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional yang fokus melindungi

buruh migran Indonesia—beserta jaringannya memprakarsai pembentukan Desa Peduli Buruh Migran

(DESBUMI) pada tahun 2013. DESBUMI adalah serangkaian kegiatan di tingkat desa untuk meningkatkan

akses buruh migran, khususnya perempuan, ke berbagai layanan, baik sebelum, selama, dan sesudah

bermigrasi. Melalui DESBUMI diharapkan desa, sebagai otoritas negara terdepan yang berhadapan

langsung dengan masyarakat, mampu lebih aktif melayani dan melindungi warganya yang bekerja di luar

negeri. DESBUMI melibatkan pemerintah desa, organisasi masyarakat sipil mitra program, buruh migran,

dan atau mantan buruh migran beserta keluarganya.

DESBUMI memastikan para migran dan keluarganya memiliki akses ke berbagai layanan. Terdapat

panduan tentang pilihan bermigrasi, informasi hak buruh migran, penanganan kasus dan rujukan ketika

menghadapi persoalan di luar negeri. Selain itu, DESBUMI juga memberikan pelatihan keterampilan paska

migrasi pada para migran yang telah kembali ke kampung halamannya.

a. Layanan Informasi. DESBUMI membentuk PPIT (Pusat Pelayanan Informasi Terpadu) yang memuat

data-data buruh migran warganya, informasi terkait migrasi aman dan kegiatan DESBUMI. Informasi

tersebut tersedia di dalam website desa.

b. Layanan Pengurusan Dokumen. DESBUMI menyediakan layanan dokumen bagi calon buruh migran

yang meliputi KTP, KK dan surat keterangan. Dokumen ini akan menjadi basis pembuatan paspor

Page 38: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

37 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

yang berbasi dokumen yang benar. Layanan Pengaduan Kasus. DESBUMI melayani warganya yang

menjadi buruh migran yang bermasalah. Setiap buruh migran yang bermasalah bisa mengadukan

masalahnya ke DESBUMI.

c. Layanan Pemberdayaan Ekonomi bagi buruh migran purna. DESBUMI mendukung kelompok-

kelompok mantan buruh migran yang mengembangkan usaha bersama.

d. Sosialisasi. DESBUMI melakukan sosilaisasi kepada warganya tentang bagaimana bermigrasi secara

aman.

e. Pendataan. DESBUMI melakukan pendataan secara reguler terhadap warganya yang menjadi buruh

migran ke luar negeri, termasuk mereka yang sudah pulang kembali ke desanya.

f. Peraturan Desa. Secara hukum peran-peran DESBUMI dalam melindungi warganya di atur dalam

Peraturan Desa atau Perdes tentang perlindungan buruh migran yang mengacu pada Konvensi

Internasional tentang Perlindungan Buruh Migran dan anggota Keluarganya yang sudah diratifikasi

kedalam UU No.6/2012

Inisiatif DESBUMI berawal di 4 provinsi (NTB, NTT, Jawa Timur, dan Jawa Tengah) yang meliputi 7

kabupaten dan 17 desa pada tahun 2013. Saat ini DESBUMI sudah ada di 9 kabupaten dan 38 desa dalam

5 provinsi (NTB, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat). Semua desa tersebut sudah menerbitkan

peraturan desa tentang perlindungan buruh migran serta alokasi anggaran untuk pelaksanaan DESBUMI.

Enam desa yang menjadi lokasi pengumpulan data di penelitian ini juga merupakan bagian dari

penerima manfaat Program DESBUMI. Sasaran utama dalam penelitian ini adalah keluarga PMI yang

memiliki anggota keluarga yang masih aktif bekerja di Hongkong dan menetap di desa yang telah

melakukan program perlindungan bagi PMI dan keluarga. Merujuk pada kriteria tersebut, tim peneliti

melihat bahwa program DESBUMI telah cukup berhasil melakukan upaya perlindungan bagi PMI berbasis

inisiatif lokal.

Sebelum kehadiran DESBUMI, pemerintah desa kesulitan untuk melindungi warganya yang

bekerja sebagai buruh migran karena selama ini, pemerintah desa hanya menandatangani dokumen tanpa

mengetahui informasi lengkap migrasi warga (Bapak MN, Perangkat Desa di Jember). Ironisnya, setiap ada

problem yang menimpa warga desa di luar negeri, pemerintah desa pasti terlibat menuntaskan masalah

tersebut. Namun setelah ada DESBUMI, pemerintah desa dapat menandatangani dokumen warga yang

akan bermigrasi setelah dipastika tidak ada persoalan dalam dokumen tersebut. Tak hanya itu.

pemerintah desa sekarang juga bisa berbuat lebih untuk memberdayakan mantan buruh migran

sekembalinya dari luar negeri, karena pemerintah desa bisa mengalokasikan anggaran yang ditetapkan

melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk melakukan program-program

pemberdayaan tersebut.

Kehadiran DESBUMI memang telah berhasil membangun sinergi dan inisiatif di tingkat lokal untuk

memberikan upaya perlindungan maksimal bagi PMI. Meskipun demikian, perihal pengelolaan dana

remitansi di keluarga PMI ternyata belum menjadi salah satu materi program ini. DESBUMI memang

memiliki program pemberdayaan ekonomi, tetapi ditujukan untuk PMI purna atau PMI yang sudah

kembali ke desa dan telah mengakhiri kontrak kerja di luar negeri.

Page 39: REMITANSI DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA · dokumentasi. Analisis dilakukan secara induktif dan deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana BMI di Hong Kong dan

ResponsiBank Indonesia

38 | Remitansi dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga: Studi Kasus Buruh Migran Indonesia di Hong Kong

Menariknya dalam tataran normatif di peraturan desa telah mengatur tentang manajemen

pengelolaan dana remitansi. Sebagai contoh di Peraturan Desa Dukuh Dempok Nomor 1 Tahun 2017

tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Warga Desa Dukuh Dempok dan Anggota Keluarganya, di

Bab XII Pendidikan Manajemen Pengelolaan Pendapatan (Remitansi) Pasal 21 Ayat (1) Pemerintah Desa

wajib memberikan pendidikan dan pelatihan tentang pengaturan manajemen pengelolaan pendapatan

(remitansi) yang berbasis usaha produktif bagi keluarga TKI dan TKI yang telah kembali ke Desa; Ayat (2)

Pemberian pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar pendapatan

yang diperoleh TKI dapat bermanfaat bagi kesejahteraan TKI dan keluarganya. Seperti dijejaskan di bagian

sebelumnya, manajemen pengelolaan dana remitansi belum bisa diimplementasikan karena kendala

akses data potensi dana remitansi yang dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga PMI. Selain di Dukuh

Dempok, di lima desa lain perihal manajemen pengelolaan dana remintansi di keluarga PMI juga belum

implementasikan. Struktur dan isi peraturan desa sejenis di desa lain juga persis sama dengan peraturan

desa yang ada di Desa Dukuh Dempok tersebut.

Pilar utama dari Program DESBUMI adalah inisiatif dan sinergi antar berbagai pemangku

kepentingan di tingkat lokal (terutama desa) untuk memastikan adanya perlindungan bagi PMI, termasuk

kepastian hukum dan perlindungan sosial dari Negara. Berbicara mengenai “kehadiran Negara” melalui

kebijakan perlindungan sosial telah coba dijalankan di Desa Dukuh Dempok melalui program BPJS

Ketenagakerjaan non-formal, dengan target utamanya adalah PMI yang masih aktif bekerja di luar negeri.

Penjelasan singkat mengenai sinergi ini dijelaskan oleh informan berikut ini:

“Kalau desa untuk saat ini hanya sebatas BPJS tenaga kerja aja dan itu yang hanya bisa kita

lakukan dan itu pun masih bisa di eksekusi ketika mereka pulang. Bayarnya masih tetap setiap

bulan. Jadi BPJS ketenagakerjaan dengan pemerintah desa sudah terintegrasi. Jadi setiap ada

calon TKI yang mau berangkat ke luar negeri harus mendaftarkan diri. Baca nya wajib tapi mereka

masih enggan karena tidak di dukung oleh pihak PT (PPTKIS). PT kan tidak mewajibkan itu.

Sebenarnya daftar BPJS itu tidak susah, karena hanya ada tanda tangan izin dari suami itu sudah

cukup. Mangkanya kita arahkan kepada kebijakan desa harus ikut BPJS ketenaga kerjaan. Harus!

Itu bagian dari perlindungan darti Negara” (Bapak MN, Perangkat Desa Dukuh Dempok

Kabupaten Jember)

Kerjasama pemanfaatan Program BPJS Ketenagakerjaan non-formal untuk PMI antara Desa

Dukuh Dempok dengan Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kabupaten Jember baru dimulai November 2018.

Hingga akhir Januari 2019, dari 6 (enam) orang PMI yang berangkat ke luar negeri, ternyata hanya 2 (dua)

orang saja yang mendaftar menjadi peserta program BPJS Ketenagakerjaan tersebut. Dapat dilihat bahwa

tingkat kepesertaan program memang masih rendah di periode tiga bulan pertama ini. Meskipun

demikian, untuk ke depannya potensi pasar untuk meningkatkan kepesertaan masih besar dengan

mempertimbangkan keinginan warga desa yang masih tinggi untuk bekerja di luar negeri dan juga potensi

pasar PMI yang masih aktif bekerja.