relasi makna dalam kajian semantik bahasa arab …
TRANSCRIPT
690
RELASI MAKNA DALAM KAJIAN SEMANTIK BAHASA ARAB
Nurjaliyah Aljah Siompu
Jurusan Magister Pendidikan Bahasa Arab, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang [email protected]
Abstrak: Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi
dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sinilah sebuah kata
secara perlahan mengalami degradasi yang disebabkan oleh suatu pandangan baru.
Makna dalam sebuah kalimat tidak terlepas dari peran bahasa di dalamnya. Bahasa
berfungsi sebagai media komunikasi. Makna sebagai unsur bahasa merupakan salah
satu unsur yang memiliki potensi untuk berubah karena makna berkaitan dengan
konsep-konsep dan pikiran manusia yang tidak berhenti. Hal ini berarti bahwa
bahasa mengandung makna yang bisa dipahami. Oleh karena itu, dalam mempelajari
bahasa khususnya Bahasa Arab maka terdapat banyak cabang-cabang disiplin ilmu,
salah satunya adalah ilmu yang mempelajari tentang makna yang disebut semantik
الدلالة( علم) .Pada konteks tatanan hierarki kebahasaan, makna kata yang saling
berhubungan disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam.
Dalam setiap bahasa termasuk bahasa Indonesia, seringkali kita temukan adanya
hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa
lainnya. Hubungan atau relasi terkait makna memiliki banyak ragam, maka fokus
kajian makna yang dikaji diantaranya yaitu kesamaan makna (sinonim), kebalikan
makna (antonim), makna ganda (polisemi), ketercakupan makna (hiponimi) dan
makna bertingkat (homonimi).
Kata Kunci : Makna, Relasi (Hubungan), Semantik
Bahasa berfungsi sebagai media komunikasi. Dengan kata lain, bahasa mengandung makna yang bisa dipahami (Nasution, 2017:147). Sebagai alat
komunikasi (dialog, monolog dan polilog) secara verbal, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan konsep atau pengertian yang
dimaksud oleh lambang tersebut (Chaer, 1995:1). Sedangkan disisi lain, bahasa bersifat non-verbal (dalam benak) tidak langsung dicapai tanpa melalui medium buatan seperti
kamus dan buku tata bahasa. Pada penggunaan interaksi bahasa berdasarkan pengamalan nyata, bahasa selalu muncul dalam bentuk tingkah atau tindak tutur. Karena setiap telaah struktur bahasa dari pengkajian tindak tutur melalu aktualisasi
bahasa lisan (Sumarsono, 2007:13). Dalam mempelajari bahasa, banyak cabang-cabang disiplin ilmu, salah satunya adalah ilmu yang mempelajari tentang makna atau
disebut Semantik. Persoalan makna merupakan persoalan yang menarik dalam kehidupan sehari-
hari. (Pateda, 2001:78). Oleh karena itu maka mempelajari tentang makna juga bagian
dari linguistik. Sebelum jauh membahas tentang makna, hendaknya perlu diketahui
sejarah munculnya semantik. Menelaah tentang makna terlebih dahulu harus
mempelajari disiplin ilmunya bagi mereka yang bergelut di dunia bahasa seperti bagi
mahasiswa, guru bahasa, penyusun kamus dan wartawan yang bertujuan dalam aplikasi penggunaan bahasa yang baik serta mengetahui asal usul suatu ilmu juga
sangat penting agar ilmu yang didapat bukan dari menerima saja tetapi ada bukti dan
sejarah ilmu tersebut. Semantik atau dalam bahasa arab disebut الدلالة علم merupakan salah satu
bagian dari ruang lingkup linguistik. Linguistik merupakan studi bahasa secara ilmiah
691
melalui pengamatan-pengamatan yang teratur dan secara emperis dapat dibuktikan
benar atau tidaknya serta mengacu pada suatu teori umum tentang struktur bahasa (Nasution, 2017:3). Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni
dan linguistik terapan. Hubungan atau relasi antara ilmu bahasa digolongkan 2 bidang yaitu bidang linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan
mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain.
Bagan 1.1 Bidang Linguistik Murni
Bagan 1.2 Bidang Linguistik Terapan
Berdasrkan bagan di atas, maka posisi semantik termasuk dalam kategori ilmu linguistik murni. Secara singkat, kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis
yang mengacu pada studi tentang makna. Makna yang dimaksud disini adalah makna bahasa, baik dalam bentuk morfem, kata, atau kalimat. Morfem boleh saja memiliki makna, misalnya reaktualisasi, yang maknanya perbuatan mengaktualisasikan kembali
(Pateda, 2001:25). Dalam satuan atau hirarki kebahasaan, sebagai datuan gramatikal sekaligus objek kajian linguistik yang mengandung semua unsur kebahasaan yang
diperlukan dalam segala bentuk komunikasi. Tiap kajian bahasa dikaitkan dalam analisa makna dan pemakaiannya berdasarkan unsur-unsurnya yaitu: fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana (Mulyana, 2005:6). Posisi paling bawah yaitu
fonem dan posis teratas yaitu wacana (teks), uraian singkat ilustrasi bagan sebagai berikut:
Pengajaran Bahasa
Penerjemahan
Leksikografi Lain-lain
Fonologi
Morfologi
Sintaksis
Semantik Makna
Kata
Makna
Kalimat
Bentuk
Kata
Bunyi
Bahasa
692
Wacana
Kalimat
Klausa
Frasa
Kata
Morfem
Fonem
Bagan 1.3 Hirarki Kebahasaan
Coseriu dan Geckeler mengatakan bahwa istilah semantik mulai populer
tahun 50-an yang diperkenalkan oleh sarjana perancis yang bernama M. Breal pada tahun 1883 (Pateda, 2001:3). Kata semantik berasal dari bahasa yunani sema (noun) yang berarti tanda atau lambang. Dalam bahasa Yunani, ada beberapa kata yang
menjadi dasar kata semantik yaitu semantikos (memaknai), semainein (mengartikan), dan sema (tanda). Sema juga berarti kuburan yang mempunyai tanda yang
menerangkan siapa yang dikubur disana. (Bagus, 2002). Dari kata sema, semantik dapat dipahami sebagai tanda yang memiliki acuan tertentu dan menerangkan tentang asal dimana kata itu disebutkan pertama kali. Hal ini senada dengan yang disampaikan
oleh Pateda yang menyetarakan kata semantics dalam bahasa Inggris dengan kata semantique dalam bahasa Prancis yang mana kedua kata tersebut lebih banyak
menjelaskan dengan kesejarahan kata. (Pateda, 2001:3). Dalam bahasa Arab, semantik diterjemahkan dengan „ilm al-Dilalah atau Dilalat al-Alfadz. Secara terminologis semantik ialah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan
makna ungkapan atau sistem penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa pada
umumnya (Fawaid, 2013:73). Sedangkan secara istilah semantik adalah ilmu yang
menyelidiki tentang makna, baik berkenaan dengan hubungan antar kata-kata dan lambang-lambang dengan gagasan atau benda yang diwakilinya, maupun berkenaan
dengan pelacakan atas riwayat makna-makna itu beserta perubahan-perubahan yang terjadi atasnya atau disebut juga semiologi (Dagun, 2006:1016). Dengan demikian, makna kata satu dengan kata yang lain saling berhubungan dengan lambang atau
simbol dalam penerapan komunikasi berbahasa. Sehingga, makna yang muncul bervariasi sesuai konteksnya. Hubungan dan keterkaitan antara keduanya ini disebut
relasi. Secara singkat, relasi makna dalam konteks semantik arab memiliki banyak ragam, maka fokus kajian makna yang dikaji diantaranya yaitu sinonim, antonim, polisemi, hiponim dan homonim.
1. Sinonim (الترادف) Secara etimologis, istilah sinonimi (bahasa indonesia) diserap dari bahasa
inggris yaitu synonimy. Kata synonymy sendiri diserap dari bahasa Yunani Kuno, yaitu
onoma yang berarti dengan. Dengan kata lain sinonim ialah nama lain untuk benda yang sama. Sebagai contoh, kata tabel bisa berarti meja atau daftar.
Kridalaksana )1993( menyebutkan, sinonim adalah “bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain, kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah
kata-kata saja.
693
Dalam Bahasa Indonesia kita mengenal kata-kata : mati, wafat, meninggal,
dan berpulang ke Rahmatullah yang pada dasarnya semua adalah kata-kata yang bersinonim antara satu sama lain. Dengan kata lain hal ini dalam bahasa Arab, sinonim
disebut dengan الترادؼ yaitu :
ما ختلف لفظه واتفق معنه، وإطلاؽ عدة كلمات علي مدلوؿ واحد “Berbeda artinya tetapi sama lafasnya, atau beragam lafadznya tetapi maknanya satu”.
Menurut Umar :
الترادؼ وهو يدؿ اف اكثر من لفظه على معنى واحد“sinonim adalah banyak lafadz tapi satu arti”.
Memperhatikan definisi الترادؼ dengan definisi sinonim sebelumnya diketahui
bahwa keduanya tidak berbeda. Bahkan dapat dikatakan keduanya adalah bersinonim
Kata الأسد، السبع، الليث، الأسامة menunjukan satu arti yaitu „binatang buas‟..
Demikian juga kata : النحل، الشهد، العسل، التحموؿ الحميت، وقئ الزنابن، ريق adalah
satu arti kata, yaitu manisan lebah, menurut para linguistik arab, bahasa arab adalah
bahasa yang paling kaya mufradat. Salah satu bentuk kekayaan mufradat dimaksud
dalam bentuk الترادؼ. Untuk benda pedang misalnya, dalam bahasa arab ditemukan
tidak kurang dari 1.000 kata. Untuk menyebut harimau ditemukan tidak kurang dari 500 kata. Untuk menyebut madu ditemukan lebih dari 800 kata, dan lain-lain.
Demikian banyaknya kosa kata bahasa arab, seorang orientalis telah mencoba melakukan penelitian tentang jumlah kosa kata bahasa arab dan menyimpulkan bahwa
tidak kurang dari 5.640 kata dasar. Sementara jumlah kosa kata bahasa arab mencapai 12.302.912 kata. Jumlah ini tidak sebanding dengan kosa kata bahasa inggris yang hanya mencapai 600.000 kata, kosa kata bahasa prancis hanya 150.000 kata, dan kosa
kata bahasa rusia yang hanya mencapai 130.000 kata.
Adapun faktor-faktor penyebab banyaknya الترادؼ dalam bahasa Arab,
Wafi menyimpulkan sebagai berikut: 1. Karena bahasa arab (bahasa quraish) sangat terbuka dan respon terhadap
beberapa dialeg-dialeg bahasa arab disekitarnya. Dengan demikian, bahasa arab banyak menyerap kosa kata dialeg lain yang maknanya sama.
2. Karena beberapa penyusun kamus bahasa arab tidak melakukan seleksi yang ketat dalam menulis kosa kata bahasa arab. Oleh karena itu, banyak kosa kata bahasa lain, khususnya bahasa-bahasa rumpun semit masuk kedalam bahasa arab
yang artinya sama. Pada hakekatnya beberapa kata yang dianggap bersinonim itu memiliki arti khusus. Namun karena ditemukan adanya kesamaan maka
disebut bersinonim. Seperti kata جلس dan قعد. Keduanya berarti duduk tapi hakekatnya kata جلس berarti duduk dari berdiri sementara قعد berarti duduk dari berbaring.
694
2. Antonim (التضاد) Menurut bahasa Arab Idhdhad (Antonim) berasal dari kata ضد يضد ضد yang
berarti menolak, berlawanan atau kontradiksi. Sedangkan kata Antomini (bahasa
indonesia) merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu antonymy. Menurut Verhaar (1978), kata antonymy sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno,
yaitu: “anoma” artinya „nama‟ dan “anti" artinya „melawan.‟ Jadi arti harfiyanya adalah “Nama lain untuk benda lain”. )Verhaar, 1978:133( atau lebih sering disebut dengan lawan kata. Secara semantik, Verhaar )1978( mendefinisikan sebagai: “Ungkapan
(biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain”.
Secara mudah dapat dikatakan, antonim adalah kata-kata yang maknanya berlawanan. Misalnya dengan kata bagus adalah berantonimi dengan kata buruk; kata besar adalah berantonimi dengan kata kecil; dan kata membeli berantonim dengan
kata menjual. Dalam Bahasa Arab, Taufiqurrochman (2008) menyebutkan dalam bukunya,
bahwa antonim disebut dengan التضاد yaitu:
التضاد: هو عبارة عن وجود كلمتن فاكثرلذا دلالة متضادة“Antonim )التضاد) adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya
„dianggap‟ berlawanan.”
Sedangkan Ahmad Mukhtar Umar (1998:191) mengartikannya sbagai berikut:
الاضاد او التضاد هو اللفظ الدستعمل في معنن متضاديمن“antonim adalah lafadz yang digunakan dalam dua makna yang berlawanan.”
Lebih lanjut menurut Ilmuan Bahasa Modern menyatakan bahwa:
عنىالاضاد او التضاد يعني وجود لفظن يختلفاف نطقاويتضاداف في الد“antonim yaitu adanya dua lafadz yang berbeda dalam pelafalan dan berbeda dalam
makna”.
Al-Tadhad dalam bahasa Arab dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Al-Tadhad al-Had atau antonimi tidak berjenjang seperti: ميت-حي dan
أغزب -متزوج 2. Al-Tadhad al-Mutadarrij atau antonimi berjenjang seperti: بارد -ساخن karena
hangat dan dingin memiliki ukuran tertentu.
3. Al-Tadhad al-„Aks atau antonim berpasangan seperti: اشترى -باع dan أخذ -دفع dan lain-lain.
4. Al-Tadhad al-Ittijahi, atau antonim arah seperti:
تحت-سفل، فوؽ-أعلى dan lain-lain.
Kridalaksana (1993) mendefinisikan antonim sebagai oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan (Kridalaksana, 1993:15). Hal ini yaitu
695
beberapa pasangan kata yang mempunyai arti yang berlawanan. Dalam bahasa
Indonesia kita kenal kata-kata besar-kecil, tinggi-rendah, jauh-dekat, rajin-malas, takut-berani, gembira-sedih, sakit-senang, panas-dingin, dan lain-lain.
Sama halnya dengan sinonim, antonim pun terdapat pada semua tataran bahasa: tataran morfem, tataran kata, tataran frase, dan tataran kalimat. Hanya barangkali mencari contohnya dalam setiap bahasa tidak mudah.
Dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia, antonim biasanya disebut lawan kata Banyak orang yang tidak setuju dengan istilah ini sebab pada hakekatnya yang
berlawanan bukan kata-kata itu. Melainkan makna dari kata- kata itu. Maka, mereka yang tidak setuju dengan is tilah lawan kata lalu menggunakan istilah lawan makna. Namun, benarkah dua buah kata yang berantonim,maknanya benar-benar berlawanan?
Benarkah hidup lawan mati? putih lawan hitam? dan menjual lawan membeli? Sesuatu yang hidup memang belum atau tidak mati, dan sesuatu yang mati memang sudah tidak
hidup. Jadi, memang berlawanan. Apakah juga yang putih berani tidak hitam? Belum tentu mungkin kelabu. Menurut ilmu fisika putih adalah warna campuran dari segala warna, sedangkan hitam memang tidak ada warna " sama sekali. Lalu, apakah juga
sesuatu yang jauh berarti tidak dekat? Juga belum tentu. Nampaknya soal jauh atau dekat bersifat relatif. Patokannya tidak tentu bisa bergeser. Soal menjual dan
membeli tampaknya merupakan dua hal yang berlaku bersamaan; tidak ada proses pembelian tanpa terjadinya proses penjualan. Begitu juga sebaliknya.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa antonim pun, sama halnya dengan
sinonim, tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya barangkali dalam batasan di atas, Verhaar (1978) menyatakan "...yang maknanya dianggap kebalikan dari makna
ungkapan lain". Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
a. Macam-macam (التضاد) Antonim Idhdhad (Antonim) terdiri dari:
1. Perlawanan makna binary (pasangan)
a. موت (kematian) yang berlawanan dengan حياة (kehidupan)
b. رجل (laki-laki) yang berlawanan makna dengan مرأة (wanita)
c. ظلم (gelap) yang berlawanan makna dengan نور (cahaya)
2. Perlawanan makna bertingkat (gradable)
a. كبن (besar) yang berlawanan dengan متوسط (sedang) صغن (kecil)
b. جفف (musim kemarau) yang berlawanan dengan امطار (musim hujan)
(musim panas) صيف (musim dingin) شتاء (musim gugur) ربيع
3. Perlawanan makna timbal balik (converse)
a. زوج (suami) yang berlawanan dengan زوجة(istri)
b. طبيب (dokter) yang berlawanan dengan مريض (pasien)
696
c. أستاذ(guru) yang berlawanan dengan تلميذ(murid)
4. Perlawanan makna berhubungan dengan gerak dan arah (reverse)
a. فوؽ (atas) yang berlawanan dengan تحت (bawah)
b. ييمن (kanan) yang berlawanan dengan شماؿ (kiri)
c. خورج (keluar) yang berlawanan dengan دخوؿ (masuk)
b. Sebab-Sebab Antonim (التضاد) Haidar (2005:152-156) menyebutkan terdapat banyak hal yang menyebabkan
terjadinya antonim. Hal-hal tersebut kemudian diklasifikasikannya kedalam tiga faktor
besar: 1. Faktor Eskternal‟
a. Perbedaan dialek, misalnya kata السدفة yang dapat bermakna الظلمة „gelap‟ dan الضوع „terang‟.
b. Pinjaman bahasa asing, misalnya kata حلل yang bermakna كريم „mulia‟
dan حقن „hina‟.
c. Motivasi sosial, misalnya sebagai kata yang menunjukkan rasa optimisme, pesimisme, ejekan, atau bahkan juga sebagai tata krama.
2. Faktor Internal
a. Motivasi relasi makna, misalnya sebagai kata yang menunjukkan perluasan makna, majas, penegasan, atau pun untuk menggeneralisasikan makna aslinya.
b. Motivasi relasi lafadz, misalnya perbedaan akar kata, substitusi konsonan akar kata, atau pun perubahan tempat konsonan akar kata.
3. Faktor Historis
a. Peninggalan masa lalu, seperti yang diungkapkan Giese kontranimi
merupakan ungkapan manusia yang berupa pemikiran orang-orang di masa lampau.
b. keadaan asasi kata, maksudnya adalah ungkapan yang menjadik kontranimi sejak awal memang sudah begitu adanya. Namun, pendapat
c. demikian ditentang oleh Ibnu Sayyid yang mengatakan bahwa tidak dibenarkan
memberikan dua makna bertentangan pada satu kata dalam waktu yang bersamaan.
3. Polisemi ( اللفظى إشتراك )
Secara etimologi kata polisemi (Indonesia) diadopsi dari polysemy (Inggris), sementara Polysemy diadopsi dari bahasa Yunani: “Poly” artimya banyak atau
697
bermacam-macam, dan “Semy” berarti arti. Dalam kajian linguistik Arab,
polisemi sama dengan إشتراك اللفظى/ isytirak al-lafzi. (Nasution, 2017:163-164). Secara terminnologis, polisemi menurut para ahli sebagai berikut;
a. Palmer )1976:65( mengatakan, “It is also the case that the same word may have a set different meanings,” suatu kata yang mengandung makna ganda.
b. Simpson )1979:179( mengatakan, “A word which has two )or more( related
meanings.”
c. Wâfi (1962:183) yang dimaksudkan dengan اللفظى إشتراؾ adalah:
للكلمات الواحدة عدة معاف تطلق على كل منها على طريق الحقيقة لا المجاز“Satu kata mengandung beberapa arti yang masing-masingnya dapat dipakai sebagai makna yang denotatif (hakikat) dan bukan makna
konotatif )majaz(” d. Ya‟qub )dalam Nasution, 2017:164-165) mendefinisikan musytarak yaitu:
“Setiap kata yang mengandung lebih dari dua makna, antara yang satu dengan yang lain tidak ada persamaan.
Maka dapat ditarik kesimpulan, polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau ganda. Karena kegandaan makna itulah maka pendengar atau
pembaca ragu-ragu menafsirkan makna kata yang didengar atau dibacanya. (Pateda, 2001:214( Contohnya; kata “Orang tua” bisa berarti 1(. Ayah dan Ibu, dan 2( Orang yang sudah lanjut usia )manula(, )Nasution, 2017:164(. Demikian juga kata “Paku”,
kalau kita mendengar orang yang mengujarkan kata paku, kita ragu-ragu. Apakah yang dimaksud adalah paku yang digunakan untuk memaku pagar, atau barangkali yang
dimaksud adalah sayur paku? Untuk menghindarkan salah paham tentu kita harus melihat konteks kalimat, atau kita bertanya lagi kepada pembicara, apakah yang ia maksud dengan kata paku? (Pateda, 2001:214). Sedangkan contoh dalam bahasa Arab
pada kata “الخاؿ” misalnya, bisa berarti: paman, tahi lalat di wajah, awan, dan onta yang
gemuk. (Nasution, 2017:164) Menurut Simpson (1979: 179) dan Zgusta (1971: 61), adapun penyebab terjadinya kata yang bermakna polisemi adalah:
a. Kecepatan melafalkan kata, misalnya kata ban tuan dan bantuan. Apakah ban kepunyaan tuan, atau bantuan? Demikian pula urutan kata kerak apa, apakah
kerak apa, atau kera apa? b. Faktor gramatikal, misalnya kata pemukul dapat bermakna alat alat yang
digunakan untuk memukul, atau orang yang memukul. Orangtua dapat
bermakna ayah atau ibu, atau orang yang sudah tua. c. Faktor leksikal yang dapat bersumber dari: (i) sebuah kata yang
mengalami perubahan pemakaian dalam ujaran yang mengakibatkan munculnya makna baru. Misalnya kata makan yang biasa dihubungkan dengan kegiatan manusia atau binatang memasukkan sesuatu ke dalam perut, tetapi kini kata
makan dapat digunakan pada benda tak bernyawa sehingga muncullah urutan kata makan sogok, rem tidak makan, makan angin, makan riba, dimakan api,
pagar makan tanaman; (ii) digunakan pada lingkungan yang berbeda, misalnya kata operasi bagi seorang dokter dihubugkan dengan pekerjaan membedah bagian tubuh untukmenyelamatkan nyawa; bagi militer dikaitkan dengan
kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas kejahatan; dan bagi
698
departemen tenaga kerja dihubungkan dengan salah satu kegiatan yang
akan atau sedang dilaksanakan. Hal itu tampak dalam kalimat, Departemen Tenaga Kerja sedang melaksanakan operasi purna bakti agar setiap perusahaan
mematuhi peraturan ketenagakerjaan. Dalam Bahasa Indonesia terdapat kata mengalir. Bagi petani kata mengalir selalu dihubungkan dengan air, pengairan; bagi departemen sosial selalu dihubungkan dengan bantua sehingga muncul
kalimat, Bantuan kepada masyarakat yang kena musibah mengalir terus; bagi seorang dokter, kata mengalir dihubungkan dengan yang banyak ia terima yang
tampak dalam kalimat Uang mengalir terus kepada dokter spesialis itu; bagi seorang pedagang biasanya dikaitkan dengan barang-barang yang dipesan atau dijual, misalnya dalam kalimat Sayur-mayur mengalir terus ke kota; (iii) karena
berkias-kias atau bermetafora, misalnya kata mata yang makna intinya adalah alat yang diguna-kan untuk melihat, tetapi karena kesamaan makna,
muncullah urutan kata mata pedang, mata pancing, mata anggaran, mata pelajaran, mata pencaharian, dipandang sebelah mata, tidak ada mata, mata-mata.
d. Faktor pengaruh bahasa asing, misalnya kata item, kini digunakan kata butir atau unsur; kata canggih untuk menggantikan kata sophisticated; kata rencana untuk
menggantikan kata planning. e. Faktor pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata.
Maksudnya dengan satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai
ide atau perasaan yang terkandung di dalam hatinya. Hal ini berhubungan dengan pertimbangan ekonomi bahasa. Kadang-kadang karena kata baru
belum ditemukan, maka kata yang telah ada dapat digunakan tetapi dengan makna yang lain. Misalnya, dalam BI ada kata mesin yang biasanya dihubungkan dengan mesin jahit. Manusia membutuhkan kata yang mengacu
kepada mesin yang menjalankan pesawat terbang, mobil, motor, maka muncullah urutan kata mesin pesawat terbang, mesin mobil.
f. Faktor pada bahasa itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan, baik perubahan bentuk maupun perubahan makna. Tentu saja ini berhubungan dengan butir (5) di atas (Pateda, 2017:214-216)
Selain itu, faktor-faktor lain penyebab banyaknya polisemi dalam bahasa Arab secara
khusus dapat disebutkan sebagai berikut: a. Lebih diakibatkan oleh adanya macam-macam dialek dalam bahasa Arab tersebut.
Sementara banyaknya dialek lebih diakibatkan oleh banyaknya kabilah, dan setiap
kabilah memiliki dialek masing-masing. Macam- macam dialek ini dikodifikasikan dalam beberapa mu‟jam, sehingga tersusunlah macam-macam kata
dengan berbagai makna yang terkandung di dalamnya, bahkan satu kata dapat dipastikan mengandung lebih dari satu arti. Disinilah letak polisemi dalam bahasa Arab.
b. Karena perkembangan fonem (bunyi) dalam Bahasa Arab, baik itu terjadi karena naqish (pengurangan), ziyadah (penambahan) maupun naql al-harf (pergantian
huruf). Melalui proses ini banyak kata-kata yang menyatu dengan arti kata lain yang
berbeda artinya. Sebagai contoh: kata “النغمةا” jama‟ dari kata “النغم” berubah bunyi
dengan mengganti huruf “غ” dengan huruf “ء” karena kedekatan makhraj sehingga
699
dibaca “النأمة” )bunyi atau suara( yang dimaksudkan juga sama dengan النغمة )irama(. Contoh lain adalah kata “الجذوة” )bara api( yang diartikan dengan “الجثوة” (tumpukan batu, tumpukan debu), dengan mengganti “ذ” dengan “ث” oleh karena
kedekatan makhraj. c. Perubahan sebagian kata dari arti yang hakiki kepada arti yang metaforis, karena
adanya keterkaitan arti dan seringnya dipakai arti metaforis tersebut menjadi kata
hakiki. Seperti kata عن yang artinya “mata” diartikan dengan الجارية (pelayan,
gadis), عن diartikan dengan „sesuatu yang paling baik utama dan yang paling baik.‟
d. Perubahan morfologi (tashrif) yang terjadi pada dua kata yang sama bentuknya. Dari bentuk tersebut timbul arti yang bermacam-macam karena perbedaan bentuk masdar-
nya. Contoh kata وجد الشئ وجودا أو وجدنا karena masdar-nya وجدنا أو وجودا maka
diartikan „menemukan.‟ Sementara “وجد” yang masdar-nya موجودة maka diartikan
dengan “marah”. Sedangkan fiil yang sama yang masdar-nya “وجودا” diartikan
dengan “ حبه فى تنافى ” diartikan dengan “kehilangan atau putus cinta” )Nasution,
2017:166-167).
4. Homonim (جناس تام)
Homonim atau homonimi termasuk bagian dari polisemi atau kata yang
mempunyai banyak makna. Secara harfiah, kata “homonimi” merupakan kata serapa dari bahasa Inggris “homonimy.” Homonimy sendiri berasal dari bahasa Latin “homos”
)sama( dan “onoma” )nama(. Artinya, Homonimy adalah “nama yang sama untuk benda yang berlainan” )Pateda, 2001:211(.
Secara istilah, Kridalaksana (1993)menyebutkan bahwa homonimi adalah
“adanya hubungan antara kata yang ditulis atau dilafalkan dengan cara yang sama dengan kata lain, tetapi tidak mempunyai hubungan makna.” )Nasution, 2017:169(
Dalam Bahasa Arab, Al-Maurid mendefinisikan Homonim dengan:
.الدتجانسن أو المجانسة جناسا تاما أي إحدي لفظن متماثلن في الرسماللفظ Lafadz yang sama jenisnya secara sempurna. Artinya, adanya dua lafadz yang
sama persis dalam penulisannya.
Di ilmu Balaghah, homonim dikenal dengan istilah جناس تام yaitu dua lafadz yang mempunyai kesamaan dalm segi jumlah huruf, bentuknya, dan urutannya, namun artinya berbeda. (Unsi, 2013:100)
700
Contoh Homonim dalam bahasa Indonesia:
Kata Makna 1 Makna 2
Bisa Dapat Racun
Pacar Kekasih (orang) Inai (kuku)
Sementara contoh homonim (جناس تام) dalam bahasa Arab yaitu di dalam al-Qur‟an:
زت وربت وأنػبػتت من كل زوج بيج )الحج: … • (5فإذا أنػزلنا عليػها الماء اهتػ...)الأحزاب: زوجك وإذ تػقوؿ للذي أنػعم الل عليه وأنػعمت عليه أمسك عليك • (73واتق الل
Kata زوج dalam ayat pertama bermakna “istrimu”, sementaraزوج dalam ayat kedua
bermakna “tumbuhan.” )Nasution, 2017:170(
Contoh lain dalam Al-Quran yaitu:
ر الساعة ويػوـ تػقوـ فكوف ساعة يػقسم المجرموف ما لبثوا غيػ لك كانوا يػ : ( كذ )55الروـ
Kata ساعة yang pertama bermakna “hari kiamat” dan kata ساعة yang kedua
bermakna “masa )waktu(” )Unsi, 2013:101(
5. Hiponim
Istilah hiponimi atau hiponim berasal dari Bahasa Yunani “hypo” yang berarti “di
bawa dan “onoma” yang berarti “nama”. Secara istilah, hiponimi adalah suatu hubungan makna yang mempunyai makna hirarki atau bertingkat. )Djajasudarma, 2012:71( Contohnya, “Merkurius”, “Venus”, dan “Bumi” adalah
hiponimi dari kata “planet.” Atau contoh lain “pesawat”, “bus”, dan “kereta” adalah hiponim dari kata “alat transportasi.
Planet Alat transportasi
Merkurius Venus Bumi Pesawat Bus
Kereta
701
Sementara contoh dalam Bahasa Arab, seperti berikut:
شهر العاصمة
رجب شعباف رمضاف رباط رياض طرابلس
Dengan demikian, berdasarkan uraian kajian relasi semantik maka setiap kata
saling berkaitan erat satu sama lain. Kata yang digunakan bervariasi, sesuai konteks acuan yang dituju seperti: persamaan kata, lawan kata, makna ganda, homonim dan kata
bertingkat. Hal inilah yang menjadi ragam dan ciri khas Bahasa Arab sebagai aktualisasi esensi berbahasa. Dengan kata lain, bahwa semantik kata berpengaruh signifikan khususnya dalam Bahasa Al-Qur‟an sebagai bahasa pemersatu umat Muslim di seluruh
dunia.
DAFTAR RUJUKAN Nasution, Sahkholid. 2017. Pengantar Linguistik Bahasa Arab. Sidoarjo: CV. Lisan
Arabi
Chaer, Abdullah. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik. Cet.I (diadaptasi Sterphen Ullman) Pustaka
Pelajar: Yogyakarta. Achmad., Alek Abdullah. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Gelora Aksara Pratama Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip, Analisa
Wacana. Tiara Wacana: Yogyakarta. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Fawaid, Ahmad. 2013. ” Semantik al-Qur‟an : Pendekatan Teori Dilalat al-Alfaz
terhadap Kata Zalal dalam al-Qur‟an”, Jurnal Muttawatir,Vol.2:
Surabaya Dagun, Save M. 2006. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: LPKN.
Djajasudarma, Fatimah. 2012. Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal. Bandung: PT Refika Aditama.
Haidar, Farid. 2005. „Awid „Ilm al-Dilalah. Kairo: Maktabah al-Adab.
Mukhtar, Ahmad . 1998. Ilmu ad-dilalah. Kairo: Alam al-Kutub Taufiqurrochman. 2008. Leksiokologi Bahasa Arab. Malang: UIN-Malang Press.
Unsi, Baiq Tuhfatul. 2013. Al-Musytarak Al-Lafdzi (Homonim) dalam Bahasa Arab. Tafaqquh: Vol.1 No.2