rehabilitasi sosial terhadap perempuan dalam...

89
REHABILITASI SOSIAL TERHADAP PEREMPUAN DALAM LINGKAR NAPZA DI YAYASAN STIGMA BINTARO JAKARTA SELATAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Hendri Afriliansyah 1113054100019 FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/ 2020 M

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • REHABILITASI SOSIAL TERHADAP PEREMPUAN

    DALAM LINGKAR NAPZA DI YAYASAN STIGMA

    BINTARO JAKARTA SELATAN

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

    untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

    (S.Sos)

    Oleh:

    Hendri Afriliansyah

    1113054100019

    FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1441 H/ 2020 M

  • i

    ABSTRAK

    Hendri Afriliansyah

    1113054100019

    “REHABILITASI SOSIAL TERHADAP PEREMPUAN

    DALAM LINGKAR NAPZA DI YAYASAN STIGMA

    BINTARO, JAKARTA SELATAN”.

    Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) banyak

    disalahgunakan dan mengakibatkan banyak dampak negatif di

    masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. dengan proses

    rehabilitasi yaitu proses refungsionalisasi dan pengembangan

    untuk memungkinkan penyandang masalah kesejahteraan sosial

    mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam hidup

    bermasyarakat. Dikatakan sebagai proses refungsionalisasi,

    karena dalam proses rehabilitasi ini para penyandang masalah

    kesejahteraan sosial kehilangan fungsi sosialnya di masyarakat.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan

    bagaimana implementasi dalam proses rehabilitasi sosial terhadap

    perempuan dalam lingkar NAPZA di yayasan STIGMA Bintaro

    Jakarta Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data

    yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.

    Hasil penelitian ini memberikan penjelasan mengenai

    proses rehabilitasi sosial perempuan korban penyalahgunaan

    NAPZA di yayasan STIGMA Jakarta Selatan. Meskipun

    perempuan hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan

    populasi orang yang menggunakan NAPZA.

    Kata Kunci: NAPZA, penyalahgunaan.

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim,

    Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan

    kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya

    penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan hasil

    penelitian ini menjadi sebuah skripsi yang berjudul “Rehabilitasi

    Sosial Terhadap Perempuan Dalam Lingkar Napza Di Yayasan

    Stigma Bintaro, Jakarta Selatan”. Shalawat serta salam selalu

    tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga,

    sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

    Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang amat

    banyak kepada berbagai pihak yang telah memberikan

    dedikasinya serta membantu penulis dalam bentuk moril maupun

    materil untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Penulis

    menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Kepada orang tua penulis, Jumari dan Titin Nurhayati, yang telah

    menyelipkan nama anak-anaknya dalam setiap do’a yang telah

    dipanjatkan kepada-Nya. Berkat do’a dan ridho-Nya, penulis

    mampu menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini.

    2. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Dekan, Wakil Dekan Bidang

    Akademik. Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman. S.Ag., MSW, Wakil

    Dekan Bidang Administrasi Umum Dr. Sihabudin Noor, M.Ag.,

    Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Drs. Cecep Castrawidjaya,

    M.A.

    3. Bapak Ahmad Zaky , M.Si, selaku ketua dan Hj. Nunung

    Khoiriyah, MA, selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan

    Sosial, Fakultas Dakwah dan ilmu Komunikasi beserta

  • iii

    jajarannya. yang secara ikhlas dan sabar senantiasa memberikan

    pemahaman, petunjuk dan arahan baik dalam proses penyusunan

    skripsi ini, maupun dalam memberikan pemahaman diri kepada

    penulis. Dan semoga Allah memberikan Kesehatan dan limpaan

    rizki kepada beliau.

    4. Kepada dosen pembimbing saya bapak Drs. Helmi Rustandi,

    M.Ag yang selalu sabar dan memberikan dukungan dalam

    penyusunan skripsi saya.

    5. Segenap Bapak dan Ibu dosen beserta staf tata usaha Fakultas

    Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan ilmu

    yang bermanfaat dan sangat bernilai, sehingga penulis mampu

    menyelesaikan studi maupun penulisan skripsi.

    6. Kepada seluruh pengurus Yayasan Stigma Bintaro, Jakarta

    Selatan yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan

    informasi dalam proses penulisan skripsi, serta seluruh elemen

    yang mau direpotkan untuk memberikan data-data serta

    dokumentasi untuk kelengkapan penulisan skripsi ini.

    7. Kepada Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

    KOMFAKDA Cabang Ciputat yang telah mengajarkan dan

    memberikan banyak pengalaman dalam kehidupan berdinamika

    organisasi sampai kehidupan sehari-hari penulis. Terimakasih

    sebesar-besarnya abang, kakak, kolega berjuang, adik.

    8. Kepada kawan-kawan sebercandaan Hahahihi 2013, Rumah

    Insan Cita HMI, Kosan siapapun itu, Kitakitaajah Madrasah

    Aliyah Manaratul Islam 2012, kawan-kawan Fisip USNI

    kebayoran Lama, Kawan-kawan DPR, Wapres Bulungan,

    Penggiat seni karya apapun itu dan seluruh kolega lain yang tidak

  • iv

    disebutkan dan selalu memberikan dukungan, canda tawa,

    membuat warna warni kehidupan, serta mengingatkan untuk

    menyelesaikan skripsi ini.

    Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih sangat jauh

    dari kesempurnaan. Maka dari itu, dengan kerendahan hati dan

    ucapan terima kasih, penulis senantiasa menerima kritik dan

    saran dari berbagai pihak yang membangun demi mencapai

    kesempurnaan.

  • v

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK ................................................................ i

    KATA PENGANTAR ............................................... ii

    DAFTAR ISI ............................................................. iv

    DAFTAR GAMBAR................................................. vi

    DAFTAR TABEL ..................................................... vii

    DAFTAR BAGAN .................................................... viii

    BAB 1 PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ......................................... 2

    B. Batasan Masalah .................................................... 5

    C. Rumusan Masalah .................................................. 8

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................... 9

    E. Tinjauan Kajian Terdahulu ..................................... 10

    F. Metode Penelitian ................................................... 12

    G.Sistematika Penulisan ............................................. 17

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Rehabilitasi ............................................................ 19

    B. Jenis Rehabilitasi.................................................... 22

    C. NAPZA .................................................................. 29

    BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA

    A. Sejarah Yayasan STIGMA ..................................... 34

    B. Visi dan Misi .......................................................... 35

    C. Maksud dan Tujuan ................................................ 36

    D. Struktur Lembaga................................................... 37

    G. Pendanaan .............................................................. 38

  • vi

    H. Sistem Klien .......................................................... 39

    I. Kegiatan Stigma ...................................................... 40

    BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A.Tahapan Rehabilitasi Sosial .................................... 42

    B. Perangkat Rehabilitasi ............................................ 48

    C. Proses Rehabilitasi………………………………… 49

    BAB V PEMBAHASAN

    A. Pelaksanaan Rehabilitasi…………………………. 59

    B. Hasil Pelaksanaan Rehabilitasi…………………… 60

    BAB VI PENUTUP

    A. Kesimpulan…………………………………...….. 61

    B. Saran……………………………………………… 62

    C. Implikasi………………………………………….. 63

    DAFTAR PUSTAKA………………………………. 65

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 informan ..................................................... 16

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 4.1 struktur Yayasan STIGMA………….……. 50

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pemberitaan terkait penyalahgunaan dan

    peredaran gelap Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif,

    yang selanjutnya akan disingkat NAPZA, semakin

    meningkat mulai dari kalangan bawah hingga atas. Tidak

    sedikit dari mereka yang terjerat dalam kasus

    penyalahgunaan NAPZA tertangkap dan masuk ke dalam

    penjara, padahal seharusnya menurut Pasal 54 Undang-

    Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

    menyatakan bahwa pecandu dan korban penyalahgunaan

    narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan

    rehabilitasi sosial.

    Dari hasil laporantirto.id (Putri, 26 juni 2018 ),

    rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah “suatu

    proses pengobatan untuk membebaskan pecandu dari

    ketergantungan, dan masa menjalani rehabilitasi tersebut

    diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.”

    Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga merupakan

    suatu bentuk perlindungan sosial yang mengintegrasikan

    pecandu narkotika ke dalam tertib sosial agar dia tidak

    lagi melakukan penyalahgunaan narkotika. Sedangkan

    pada pengamalannya justru para pengguna dijatuhi

    hukuman penjara, padahal yang mereka butuhkan adalah

  • 2

    pendampingan dalam rehabilitasi medis maupun sosial

    agar terbebas dari adiksi narkotika. Pada

    perkembangannya, rehabilitasi terbagi menjadi empat

    jenis yaitu: Rehabilitasi Medis, Rehabilitasi Pendidikan,

    Rehabilitasi Vokasional dan Rehabilitasi Sosial.

    Fungsi rehabilitasi dalam dunia pekerjaan sosial

    diartikan sebagai proses refungsionalisasi dan

    pengembangan untuk memungkinkan penyandang

    masalah kesejahteraan sosial mampu melaksanakan fungsi

    sosialnya dalam hidup bermasyarakat. Dikatakan sebagai

    proses refungsionalisasi, karena dalam proses rehabilitasi

    ini para penyandang masalah kesejahteraan sosial

    kehilangan fungsi sosialnya di masyarakat oleh sebab

    masalah yang dihadapinya sehingga mereka kehilangan

    fungsi sosialnya.

    Rehabilitasi perempuan lebih sulit karena mereka

    mudah menyakiti diri ketika sedang sakaw,” terang

    Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, ketika

    mengunjungi Pesantren Rehabilitasi Narkoba Inabah II

    Putri Sirnarasa, Ciamis, Jawa Barat, Ahad (26/4).

    Maka, diperlukanlah tempat rehabilitasi khusus

    pecandu narkoba perempuan dengan teknik dan metode

    berbeda. Para mentornya, ujar Mensos, lebih fokus untuk

    pendekatan secara psikis.

  • 3

    “Perempuan perlu tempat dan proses yang khusus

    dalam rehabilitasi narkoba, agar mereka lebih mempunyai

    masa depan yang lebih baik,” tegasnya. berita

    Republika.co.id (2015)

    Berikut data statistik beserta data rehabilitasi

    perempuan dalam lingkar NAPZA di Yayasan STIGMA

    Bintaro Jakarta Selatan: 731 perempuan berusia 18-46

    tahun yang secara aktif menyuntikkan NAPZA dalam 12

    bulan terakhir, 65% perempuan berusia antara 25-34

    tahun, 22% berusia 35 atau lebih dan 14% berusia 24

    tahun atau lebih muda. Status pernikahan: 42% berstatus

    menikah, 23% memiliki pasangan tetap, 13% lajang, 15%

    bercerai, dan 8% janda. Tanggungan: 59% memiliki anak

    yang ditanggung dalam rumah tangga atau tanggungan

    lain yang beban tanggung jawabnya ada pada mereka.

    Tingkat pendidikan tertinggi yang diselesaikan:

    18% menyelesaikan pendidikan tinggi (paska sekolah

    menengah atas) atau pelatihan kejuruan, 61%

    menyelesaikan sekolah menengah umum, 17%

    menyelesaikan sekolah menengah pertama, dan 3%

    menyelesaikan sekolah dasar. Tempat tinggal: 45%

    tinggal dengan orang tua atau kerabat lainnya, 44%

    tinggal di tempat kos atau tempat yang disewa lainnya,

    11% tinggal di tempat milik mereka sendiri, dan 1%

    adalah tuna wisma.

  • 4

    Pekerjaan: 47% menganggur, 27% bekerja di

    sektor informal, 19% memiliki pekerjaan jangka pendek

    atau sementara, dan 9% memiliki pekerjaan tetap. Rerata

    penghasilan bulanan individu: Rp 4,3 juta (sekitar USD $

    330), 56,5% dari perempuan memiliki pendapatan

    bulanan di bawah dari rata-rata rata-rata nasional

    Indonesia sebesar Rp 3,8 juta (USD $ 280). Sumber

    utama dari pendapatan bulanan: 30% tergantung secara

    finansial pada pasangan mereka, 18% bergantung pada

    keluarga dan kerabat sebagai sumber pendapatan utama

    mereka mereka, 37% memperoleh pendapatan mereka

    dari pekerjaan tetap/sementara, dan 15% mendapat

    sumber utama pendapatan mereka melalui pekerjaan seks

    dan transaksi NAPZA (seperti kurir NAPZA, atau dengan

    menjual NAPZA).

    Oleh karena itu, dalam proses pengembalian

    fungsi sosial korban penyalahgunaan NAPZA diperlukan

    peran serta dari banyak pihak seperti dari pekerja sosial,

    psikiater, psikolog, terapis, keluarga, masyarakat dan

    pihak lainnya agar di masa yang akan datang tidak

    kembali lagi pada kasus penyalahgunaan NAPZA. Di sisi

    lain, para korban penyalahgunaan NAPZA harus

    menghilangkan labelling yang berkembang di masyarakat

    terhadap dirinya secara berkesinambungan, agar di masa

    yang akan datang tidak memunculkan masalah baru

    terhadap diri mereka. Contoh masalah yang akan muncul

  • 5

    jika hal tersebut tidak dihilangkan adalah korban

    penyalahgunaan NAPZA tersebut akan berubah menjadi

    pribadi yang tertutup, tidak percaya diri, bahkan yang

    terburuk ia akan kembali menyalahgunakan NAPZA

    tersebut.

    Permasalahan NAPZA merupakan permasalahan

    serius yang memerlukan penanganan secara sinergis baik

    secara jasmani dan rohani. Untuk itu, jauhkan lingkungan

    dari penyalahgunaan NAPZA, lindungi keluarga dan

    masyarakat lingkungan sekitar kita dari ancaman

    penyalahgunaan NAPZA agar jauh dari keburukan yang

    nantinya akan menjadi suatu penyesalan. Dalam Al-Quran

    surat Al-Maidah ayat 90-91 menjelaskan sebagai berikut;

    ْن َعَمِل الشَّْيَطاِن يَاأَيَُّها الَِّذيَن آَمنُوا إِنََّما اْلَخْمُر َواْلَمْيِسُر َواْْلَنَصاُب َواْْلَْزََلُم ِرْجٌس م ِ

    إِنََّما يُِريدُ الشَّْيَطاُن أَن يُوقَِع بَْينَكُمُ اْلعَدَاَوةَ َواْلبَْغَضاَء فِي (90).فَاْجتَنِبُوهُ لَعَلَّكُْم تُْفِلُحوَن

    نتَُهوَن ََلةِِۖ فََهْل أَنتُم مُّ ِ َوَعِن الصَّ (91)اْلَخْمِر َواْلَمْيِسِر َويَُصدَّكُْم َعن ِذْكِر َّللاَّ

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya

    khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib

    dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan

    syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu

    mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90)

    “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak

    menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu

    lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan

    menghalangi kamu dari mengingat Allah dan

  • 6

    sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan

    pekerjaan itu).” (Q.S. Al-Maidah : 91)

    Telah jelas dalam surat Al-quran di atas

    mengingatkan kita untuk menjauhi perbuatan yang tidak

    bermanfaat untuk diri sendiri, karena sekali saja mencoba

    dan terjerumus terlalu dalam maka akan sulit terlepas dari

    pengaruh jahat salah satunya adalah masalah

    penyalahgunaan NAPZA ini. Maka dari itu, sangat

    diperlukan bantuan sebuah wadah untuk bisa menjadi

    tempat dalam mengembalikan fungsi sosial korban

    penyalahguaan NAPZA dalam hal ini yaitu perempuan

    yang menyalahgunaan NAPZA. Peneliti memilih lembaga

    dalam tugas akhir ini berkenaan dengan rehabalitiasi

    terhadap perempuan dalam lingkar NAPZA di yayasan

    STIGMA Jakarta selatan yang berfokus pada rehabilitasi

    sosial korban penyalahgunaan NAPZA dengan bantuan

    pekerja sosial yang profesional dan telah menempuh jalur

    pendidikan ilmu kesejahteraan sosial dalam menangani

    kasus-kasus yang berkaitan dengan rehabilitasi sosial

    korban penyalahgunaan NAPZA dan orang dengan

    HIV/AIDS (ODHA).

    Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik

    untuk membahas bagaimana proses rehabilitasi sosial pada

    perempuan korban penyalahgunaan NAPZA. Kemudiaan

    pada akhirnya hasil dari pelaksanaan rehabilitasi sosial ini

    untuk para korban penyalahgunaan NAPZA yaitu, dapat

  • 7

    diterima kembali oleh masyarakat dan mereka dapat

    kembali dalam menjalankan fungsi sosialnya. Oleh karena

    itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang.

    “REHABILITASI SOSIAL TERHADAP

    PEREMPUAN DALAM LINGKAR NAPZA DI

    YAYASAN STIGMA BINTARO, JAKARTA

    SELATAN”.

    B. Pembatasan Masalah

    Sesuai dengan latar belakang diatas dan guna

    mempermudah dalam proses penulisan skripsi ini, maka

    penulis perlu membatasi masalah agar skripsi ini lebih

    terarah. Masalah akan dibatasi pada penilitian ini yaitu

    dengan judul “Rehabilitasi sosial terhadap perempuan

    dalam lingkar NAPZA di Yayasan STIGMA Bintaro

    Jakarta Selatan.”

    C. Rumusan Masalah

    Sesuai dengan latar belakang yang telah di

    jabarkan diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah

    sebagai berikut:

    1. Bagaimana proses rehabilitasi sosial terhadap

    perempuan dalam lingkar NAPZA di Yayasan

    STIGMA Bintaro Jakarta Selatan?

  • 8

    D. Tujuan Penelitian

    Melihat pembatasan dan perumusan masalah

    diatas, selanjutnya terdapat pula tujuan dalam sebuah

    penelitian. Adapun tujuan dalam penilitian ini yaitu untuk:

    1. Mengetahui proses rehabilitasi sosial terhadap

    perempuan dalam lingkar NAPZA di Yayasan

    STIGMA Bintaro Jakarta Selatan.

    2. Mengetahui bagaimana usaha dan tujuan dari program

    yang ada di yayasan STIGMA Bintaro Jakarta Selatan

    dalam melaksanakan kepedulian terhadap perempuan

    dalam lingkar NAPZA melalui proses Rehabilitasi

    sosial.

    3. Sebagai prasyarat kelulusan dari Universitas.

    E. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini

    diantaranya:

    a. Manfaat secara Akademik,

    Dapat dijadikan sebagai informasi dan referensi

    tentang Rehabilitasi sosial terhadap perempuan

    dalam lingkar NAPZA untuk Mahasiswa

    Kesejahteraan Sosial Uin Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    b. Manfaat secara Praktis,

    Diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan praktik

    pekerjaan sosial bagi mahasiswa atau pekerja

    sosial untuk mengetahui proses Rehabilitasi sosial

    terhadap perempuan dalam lingkar NAPZA.

  • 9

    F. Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas

    kepustakaan (literature) yang berkaitan dengan topik

    pembahasan penelitian yang dilakukan pada penelitian

    skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan

    untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian

    yang akan dilakukan untuk penelitian skripsi ini. Adapun

    tinjauan pustaka yang peneliti gunakan dalam penelitian

    skripsi ini yaitu dari referensi beberepa skripsi milik

    orang lain.

    1. Nama : Roudhottul Firdha

    NIM : 1112054100036

    Judul :Rehabilitasi Sosial untuk

    penyalahguna NAPZA di Yayasan

    Karya Kita Tangerang Selatan.

    Program Studi : Kesejahteraan Sosial

    Fakultas : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

    Komunikasi UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    Penelitian ini menjelaskan terkait dengan proses

    rehabilitasi sosial di Yayasan Karya Kita melalui

  • 10

    beberapa fase, mulai dari fase rawat inap sampai

    dengan fase rawat jalan. Kegiatan yang dilakukan

    selama rawat inap dan rawat jalan tidak jauh berbeda

    klien tetap dapat bimbingan konseling individu, terapi

    kelompok, mendapatkan kelompok dukungan , dan

    kelompok bantu diri, juga dapat kegiatan vokasional.

    2. Nama : Taufiq

    NIM : 1113052000016

    Judul : Peran Rehabilitasi Berbasis

    Masyarakat (RBM) Cirebon

    Dalam Mengurangi Perilaku

    Agresif Residen Korban

    Penyalahgunaan NAPZA Melalui

    Konseling Keluarga.

    Program Studi : Bimbingan Dan Penyuluhan Islam

    Fakultas : Ilmu Dakwah Dan Ilmu

    Komunikasi UIN Syarif

    Hidyatullah Jakarta.

    Penelitian ini menjelaskan bahwa proses

    konseling keluarga yang dilakukan di lembaga ini ada 3

    (tiga) tahap yaitu ; pertama menjalin hubungan baik

    antara konselor, residen, dan keluarga. Kedua,

    terjadinya eksplorasi kondisi residen, identifikasi

    masalah dan penyebabnya serta penetapan alternatif

    pemecahan. Ketiga, memberikan kesimpulan dan

  • 11

    mengevaluasi proses konseling keluarga. Adapun peran

    konseling keluarga ada 3 (tiga) yaitu: pertama peran

    preventif yang merupakan upaya pencegahan melalui

    seminar dan sosialisasi. Kedua, peran kuratif yang

    merupakan upaya menolong dan mengobati sesuatu hal

    yang telah terjadi. Ketiga, peran represif yang

    merupakan upaya menekan atau menahan.

    G. Metodologi Penelitian

    1. Metode Penelitian

    Penelitian dalam skripsi ini dilakukan di

    YAYASAN STIGMA yang berada di Bintaro, Jakarta

    Selatan. Dalam penelitian ini diharapkan untuk

    mengetahui dan memahami bagaimana proses

    Rehabilitasi terhadap perempuan dalam lingkar

    NAPZA di Yayasan STIGMA Bintaro Jakarta Selatan.

    Dalam hal ini peneliti menggunakan

    pendekatan kualitatif, dimana dalam metode

    pendekatan kualitatif ini berusaha memahami dan

    menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah

    laku dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti

    sendiri ( Usman Dan Akbar, 2003 : 166 ). Sedangkan

    menurut Bogdad dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J.

    Moleong ( 2001 : 3 ), bahwasanya pendekatan

    kualitatif adalah “prosedur” sebuah penelitian yang

    menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

    atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

    diamati.

  • 12

    2. Jenis Penelitian

    Dalam penulisan skripsi ini penulis

    menggunakan metode deskriptif, sebagaimana yang

    diungkapkan oleh Mardalis (2002), bahwa penelitian

    deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk

    menggambarkan, memaparkan, mencatat,

    menganalisa, dan menginterpretasikan kondisi yang

    sekarang terjadi atau ada.

    Berdasarkan pemaknaan diatas, maka dalam

    penelitian ini penulis berusaha untuk menggambarkan

    dan menganalisis terkait dengan implementasi nilai-

    nilai pekerja sosial dalam proses rehabilitasi sosial

    terhadap perempuan dalam lingkar NAPZA di

    Yayasan STIGMA Bintaro Jakarta Selatan.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam menemukan data data yang absah

    secara objektif, maka dalam penelitian ini penulis

    menggunakan teknik pengumpulan data dengan

    langkah-langkah sebagai berikut:

    a. Observasi

    Observasi atau pengamatan adalah kegiatan

    keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra

    mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra

    lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit.

    Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang

    untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil

  • 13

    kerja panca indra mata serta dibantu dengan panca

    indra lainnya.( BurhanBungin, 2011 : 118 ).

    Observasi dilakukan dengan memperoleh dan

    mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan

    langsung ke lapangan terhadap kegiatan atau aktifitas

    suatu lembaga. Penelitian dilakukan dengan cara

    mengumpulkan data-data di lapangan dan juga data-

    data yang sudah tersedia di lembaga.

    b. Wawancara

    Wawancara mendalam secara umum adalah

    proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

    dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

    pewawancara dan informan atau orang yang

    diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan

    pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara

    dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang

    relatif lama.( BurhanBungin, 2011 : 118 ).

    Wawancara dilakukan dengan tanya jawab

    secara lisan antara peneliti dengan objek penelitian

    secara langsung. Dalam hal ini peneliti melakukan

    wawancara dengan Direktur Umum, Kepala Bagian

    Rehabilitasi , Pekerja Sosial dan seorang Klien.

    c. Studi Dokumentasi

    Studi Dokumentasi adalah salah satu metode

    pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi

    penelitian sosial. Pada intinya studi dokumentasi

  • 14

    adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data

    historis.( BurhanBungin, 2011 : 118 ).

    Peneliti mengumpulkan, membaca dan

    mempelajari berbagai bentuk data, baik data yang

    tersimpan dan tertulis, atau dokumentasi-dokumentasi

    yang sudah di publikasikan di Yayasan

    STIGMABintaro Jakarta Selatan.

    4. Tempat dan Waktu Penelitian

    Waktu penelitian ini dimulai pada januari

    sampai desember 2019. Adapun tempat penelitian ini

    berlangsung adalah di Yayasan STIGMA yang

    beralamat di Jl. Anggrek VI No.5, Rt 08/ RW 012,

    Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Daerah

    Khusus Ibukota Jakarta 12330.

    5. Subjek dan Informan

    Sesuai dengan karakteristik penelitian

    kualitatif, informan dipilih secara sengaja, dan

    berdasarkan kebutuhan dari peneliti. Subjek penelitian

    ini adalah Rehabilitasi sosial terhadap perempuan

    dalam lingkar NAPZA melalui program yang ada di

    Yayasan STIGMA Bintaro Jakarta Selatan.

    Informan yang dipilih dalam penelitian ini

    adalah Pekerja Sosial yang merupakan pihak utama

    yang peneliti teliti, selain itu ada juga Direktur Umum

    Yayasan Stigma yang merupakan penentu kebijakan

    dalam yayasan dan Kepala Bidang Rehabilitasi yang

  • 15

    merupakan penanggung jawab atas semua kegiatan

    rehabilitasi. Secara rinci informan yang akan menjadi

    sumber data adalah sebagai berikut:

    a. Direktur Umum Yayasan STIGMA.

    1) Suwanto.

    b. Kepala Bagian Rehabilitasi.

    1) Sugeng

    c. Pekerja Sosial

    1) “A” . Hasil rekomendasi dari Bapak Sugeng

    karena beliau menilai “I” sangat mengerti akan

    tugas dan fungsi pekerja sosial.

    d. 1) Klien “I”, hasil rekomendasi dari Bapak

    Sugeng karena beliau menilai “I” merupakan

    klien yang sangat kooperatif dan dapat

    diwawancara sebagai sumber data.

    Tabel. 1.1

    Data Informan

    Informan Jumlah

    Direktur Umum Yayasan STIGMA 1 Orang

    Kepala Bagian Rehabilitasi Sosial 1 Orang

    Pekerja Sosial 1 Orang

    Klien 1 Orang

    6. Pedoman Penulisan

    Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu

    pada Teknik Penulisan Karya Ilmiah (Makalah,

  • 16

    Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang terdapat pada

    Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta 2018-2019.

    7. Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi

    ini, maka penulisan skripsi akan dibagi menjadi

    beberapa bab yang didalamnya terdapat sub-bab. Agar

    lebih sistematis dan terarah, akan dibagi sebagai

    berikut:

    BAB I Pendahuluan, terdiri atas latar belakang

    masalah yang menjadi dasar dalam penulisan skripsi

    ini. Selanjutnya terdapat pembatasan dan perumusan

    masalah, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan

    pustaka, metodologi penelitian dan sistematika

    penulisan.

    BAB II Kajian Pustaka, dimana didalamnya

    membahas tentang proses rehabilitasi NAPZA,

    khususnya terkait dengan proses rehabilitasi terhadap

    perempuan dalam lingkar NAPZA.

    BAB III Profil Yayasan STIGMA, terdiri dari

    sejarah, struktur lembaga, program kerja, dan

    sebagainya .

    BAB IV Temuan dan Analisis, dalam bab ini

    diuraikan tentang proses rehabilitasi terhadap

    perempuan dalam lingkar NAPZA di Yayasan

    STIGMA Bintaro Jakarta Selatan.

  • 17

    BAB V pembahasan, pada bab ini, peneliti

    akan menuangkan uraian yang mengaitkan latar

    belakang, teori, dan rumusan teori dari penelitian

    program di Yayasan STIGMA Bintaro Jakarta

    Selatan.

    BAB VI Kesimpulan, Implikasi dan Saran,

    dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan terhadap

    hasil penelitian pada bab-bab sebelumnya untuk

    memuat masukan atau saran-saran yang membangun.

  • 18

    BAB II

    A. Rehabilitasi

    1. Pengertian Rehabilitasi

    Rehabilitasi adalah sebuah kegiatan ataupun

    proses untuk membantu para penderita yang

    mempunyai penyakit serius atau cacat yang

    memerlukan pengobatan medis untuk mencapai

    kemampuan fisik psikologis, dan sosial yang

    maksimal.

    Menurut Peraturan Kementerian Sosial Nomor 26

    Tahun 2018 tentang Rehabilitasi Sosial dan

    Reintegrasi Sosial Bagi Anak yang Berhadapan

    dengan Hukum pada Bab I Pasal 1 yaitu Rehabilitasi

    Sosial adalah proses refungsionalisasi dan

    pengembangan untuk memungkinkan seseorang

    mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar

    dalam kehidupan masyarakat. (Permensos No. 26

    Tahun 2018)

    Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan

    pemulihan secara terpadu baik fisik maupun, mental,

    maupun sosial agar mantan pecandu narkotika dapat

    kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan

    masyarakat.(A.Kadarmata 2010, 43).

    Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009,

    pasal 1 poin 17 menyatakan bahwa proses rehabilitasi

    sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara

    terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas

  • 19

    pecandu narkotika dapat kembali melaksakan fungsi

    sosialnya dalam kehidupan masyarakat.(Wresniworo

    2010, 105)

    Upaya rehabilitasi sosial untuk mantan pecandu

    narkoba dilakuka untuk mengembalikan fungsi sosial

    seseorang yang berubah atau rusak akibat dampak

    buruk narkoba. Program rehabilitasi meliputi

    pengobatan fisik dan psikis dari mantan pecandu

    tersebut. Pada pengobatan fisik mantan pecandu akan

    diberi obat-obatan medis untuk mengurangi dampak

    buruk dari narkoba. Serta akan biasakan pola hidup

    sehat untuk mengembalikan kesehatannya. Secara

    psikis mantan pecandu narkoba akan ditanamkan

    harapan dan kemauan yang kuat untuk terlepas dari

    jerat narkoba.

    Pada dasarnya rehabilitasi merupakan upaya

    mengembalikan fungsi sosial seseorang dengan

    menanamkan harapan yang kuat. Rehabilitasi sosial

    juga meripakan upaya peningkatan diri, baik terhadap

    keluarga, komunitas maupun pekerjaannya. Dengan

    demikian, rehabilitasi sosial merupakan pelayanan

    sosial yang utuh dan terpadu, agar seseorang dapat

    melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam

    hidup bermasyarakat.

    Perawatan pemulihan baik dalam tahap intensif

    maupun non-intensif memiliki beberapa komponen

  • 20

    sebagai berikut: (Komisi Penanggulangan AIDS

    2013, 19-40).

    1. Skrining

    Adalah pemeriksaan kondisi fisik dan psikis.

    Skrining bertujuan untuk memeriksa sejauh mana

    mantan pecandu narkoba memenuhi kriteria

    inklusi.

    2. Assesmen

    Adalah proses yang dimulai sejak klien masuk

    dalam program hingga selesai dalam program.

    Berjuan memperoleh gambaran masalah klien dan

    menjadi landasan untuk membangun rencana

    terapi bersama klien. Proses ini membutuhkan

    kerja sama yang baik antara konselor dan klien.

    Beberapa dari assesmen adalah peningkatan

    kesadaran klien, identifikasi, mendorong ke

    perubahan yang positif.

    3. Penyusunan rencana terapi

    Assesmen yang baik merupakan dasar rencana

    terapi. Perencanaan terapi merupakan kerangka

    untuk pelaksanaan terapi dan layanan berdasarkan

    kebutuha klien yang diketahui dari proses

    assesmen. Perencanaan terapi dilakukan oleh

    klien, konselor, dan kadang keluarga klien.

    Perencanaan terapi buasanya bersifat fleksibel,

    individual, realistis dengan tujuan yang dicapai.

  • 21

    4. Konseling

    Pada dasarnya konseling adalah upaya

    pemberdayaan,dimana konselor bertugas untuk

    memfasilitasi klien untuk memahami dirinya dan

    masalahnya, bersama klien menyusun rencana

    untuk perubahan dan memecahkan masalah, serta

    mendukung klien dalam perubahannya. Sasaran

    utama konseling adalah membenarkan cara

    pandang klien yang keliru tentang adiksi narkoba,

    konsep diri, pola hubungan dengan tokoh otoritas

    (orang tua), pola hubungan yang sehat dengan

    pasangan (jika mempunyai pasangan). Untuk dapat

    mecapai sasaran tersebut seorang konselor

    memerlukan: teori, riset, dan literatur berdasarkan

    bukti; pedekatan terhadap klien; mengoptimalkan

    peran konselor. Selain itu konselor juga

    membutuhkan pengetahuan dan keterampilan

    seperti: komunikasi non-verbal yang mencakup

    sikap, kontak mata, gestur, dan lainnya;

    mendengarkan dengan aktif masalah klien dan

    menyimpulkannya; menanyakan pertanyaan

    terbuka dan probing; menunjukan empati.

    2. Jenis Rehabilitasi

    Dalam praktiknya, rehabilitasi mempertemukan

    berbagai disiplin ilmu mulai dari medis, psikologis,

    sosial, bahkan pendidikan multidisipliner yang

    menghasilkan proses rehabilitasi yang saling terkait

  • 22

    dan mendukung upaya pengembalian fungsi sosial,

    sehingga individu dapat menjalankan perannya sesuai

    dengan tuntutan lingkungannya. Pada

    perkembangannya, rehabilitasi terbagi menjadi empat

    jenis rehabilitasi sebagai berikut:

    a. Rehabilitasi Medis

    Rehabilitasi medis merupakan upaya

    menyembuhkan atau memulihkan kesehatan pasien

    melalui layanan-layanan kesehatan, baik itu dilakukan

    oleh seorang dokter dalam praktek pribadinyamaupun

    di rumah sakit umum. Biasanya di rumah sakit umum

    dilengkapi dengan layanan psikologis yang dilakukan

    oleh psikolog, dan layanan sosial atau sosial medis

    yang dilakukan oleh pekerja sosial medis. Pada setting

    rumah sakit yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi

    medis, layanan psikologis dan pekerja sosial

    merupakan layanan penunjang.

    b. Rehabilitasi Pendidikan

    Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya

    pengembangan potensi intelektual klien penyandang

    cacat yang dilaksanakan pada setting sekolah luar

    biasa (SLB), misalnya di indonesia SLB A untuk

    penyandang tuna netra, SLB B untuk penyandang tuna

    rungu dan tuna wicara, SLB C untuk penyandang tuna

    laras, dan SLB D untuk penyandang cacat tubuh.

    Profesi yang dominan pada setting sekolah luar biasa

    ini adalah guru sekolah luar biasa, adapun profesi

  • 23

    dokter, psikolog, dan pekerja sosial adalah sebagai

    profesi penunjang.

    c. Rehabilitasi Vokasional

    Rehabilitasi vokasional merupakan upaya

    memberikan bekal keterampilan kerja bagi klien,

    sehingga dapat mandiri secara ekonomi di masyarakat,

    pada setting ini, diperlukan tenaga-tenaga yang

    menguasai keterampilan kekaryaan khusus. Pekerja

    sosial pada setiing ini, diharapkan menguasai

    keterampilan kekaryaantersebut disamping

    keterampilan dan keahliannya dibidang psikososial.

    d. Rehabilitasi Sosial

    Rehabilitasi sosial merupakan upaya yang

    bertujuan untuk mengintegrasikan seseorang yang

    mengalami masalah sosial ke dalam kehidupan

    masyarakat dimana dia berada. Pengintegrasian

    tersebut dilakukan melalui upaya peningkatan

    penyesuaian diri, baik terhadap keluarga, komunitas

    maupun pekerjaannya. Dengan demikian, rehabilitasi

    sosial merupakan pelayanan sosial yang utuh dan

    terpadu, agar seseorang dapat melaksanakan fungsi

    sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.

    Pada jenis rehabilitasi sosial ini, profesi pekerja sosial

    memegang peran utama. Profesi-profesi lain berperan

    sesuai dengan kebutuhan yaitu sebagai penunjang.

    Rehabilitasi sosial merupakan suatu upaya yang

    dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan

  • 24

    kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi

    sosial agar dapat melakukan fungsi sosialnya kembali

    secara wajar. Rehabilitasi sosial dilaksanakan secara

    persuasif, motivatif, dan kohersif baik dalam keluarga,

    masyarakat maupun panti sosial. Dalam

    pelaksanaannya, rehabilitasi sosial diberikan pada para

    penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam

    bentuk; pemberian motivasi dan diagnosis

    psikososial,perawatan dan pengasuhan, pelatihan

    vokasional dan pembinaan, bimbingan mental spiritual,

    bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling

    psikososial, pelayanan aksesibilitas, bantuan dan

    asistensi sosial, bimbingan resosialisasi, bimbingan

    lanjut, dan rujukan.

    Rehabilitasi sosial dapat dilakukan dalam lembaga

    seperti panti sosial maupun diluar lembaga (luar

    panti/berbasis masyarakat). Sasaran rehabilitasi sosial

    adalah mereka yang mengalami hambatan dalam

    melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik seperti

    para penyandang cacat, anak nakal, anak bermasalah

    sosial (anak terlantar, anak putus sekolah, anak jalanan,

    dan anak berhadapan dengan hukum), korban

    penyalahgunaan narkotika, wanita tuna susila (WTS),

    serta penderita HIV/AIDS atau ODHA (Orang dengan

    HIV/AIDS).

    Proses rehabilitasi sosial terutama dalam panti

    harus melalui pendaftaran (registrasi), kontrak layanan

  • 25

    (intake), pengungkapan dan pemahaman masalah

    (assesment), menyusun rencana pemecahan masalah

    (planning), pemecahan masalah (intervensi), evaluasi,

    terminasi, dan pembinaan lanjut. Rehabilitasi sosial di

    dalam panti tersebut menggunakan pendekatan praktik

    pekerjaan sosial.

    Pelayanan rehabilitasi sosial dalam pelayanan

    kesejahteraan sosial memiliki peranan yang cukup

    penting, karena proses rehabilitasi sosial bertujuan

    untuk memulihkan kemampuan-kemampuan seseorang

    sehingga dapat kembali berfungsi sosial secara optimal

    dan dapat memberikan kontribusi yang besar dan

    cukup berarti dalam mewujudkan pembangunan sosial.

    Tujuan rehabilitasi sosial itu sendiri yaitu untuk

    memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta

    fungsi sosial seseorang sehingga dapat hidup, tumbuh,

    dan berkembang secara wajar di masyarakat serta

    menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif,

    dan berkualitas, berakhlak mulia serta menghilangkan

    label (stigma) negatif masyarakat terhadap seseorang

    yang menghambat tumbuh kembang untuk

    berpartisipasi dalam hidup dan kehidupan masyarakat.

    Fungsi rehabilitasi dalam dunia pekerjaan sosial

    diartikan sebagai proses refungsionalisasi dan

    pengembangan untuk memungkinkan penyandang

    masalah kesejahteraan sosial mampu melakanakan

    fungsi sosialnya dalam hidup bermasyarakat.

  • 26

    Dikatakan sebagai proses refungsionalisasi, karena

    dalam proses rehabilitasi ini para penyandang masalah

    kesejahteraan sosial kehilangan fungsi sosialnya di

    masyarakat oleh sebab masalah yang dihadapinya

    sehingga mereka kehilangan fungsi sosialnya.

    3. Perangkat Rehabilitasi

    Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada

    kondisi yang semula, agar dapat mencapai tujuan

    tersebut, rehabilitasi memerlukan serangkaian

    perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses

    rehabilitasi yang integratif dan komprehensif.

    Perangkat tersebut meliputi sarana dan prasarana yang

    menunjang proses rehabilitasi, yaitu:

    a. Program Rehabilitasi

    Program rehabilitasi mencakup pelaksanaan

    prosedur rehabilitasi yang terencana, teroganisir, dan

    sistematis. Umumnya program rehabilitasi menjadi

    bagian dan sebuah kegiatan organisasional lembaga,

    baik lembaga yang dikelola pemerintah maupun

    lembaga non pemerintah. Jangkauan program dapat

    meliputi lingkup lokal, regional, bahkan nasional.

    Keterkaitan dan kerjasama antar lembaga-lembaga

    menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan

    hal penting mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri.

    Dimana tujuan dan fokus rehabilitasi akan tergantung

    pada kebijakan lembaga dan dapat bervariasi pada

    lembaga lainnya. Seperti pada lembaga yang

  • 27

    menyelenggarakan program rehabilitasi bagi pecandu

    narkotika yang mengkhususkan pada program

    rehabilitasinya saja.

    b. Pelayanan

    Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi

    aktivitas-aktivitas khusus yang dapat memberikan

    manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien.

    penyelenggaraan pelayanan terhadap klien

    mengintegrasikan berbagai pendekatan, disiplin ilmu

    dan tenaga-tenaga profesional untuk mencapai tujuan

    dari proses rehabilitasi tersebut.

    c. Sumber Daya Manusia (SDM)

    Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan tanpa

    adanya sumber daya manusia sebagai pelaksana

    proses tersebut. Pelaksana rehabilitasi melibatkan

    tenaga-tenaga profesional dari berbagai latar belakang

    pendidikan dan keterampilan-keterampilan khusus,

    seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, konselor,

    terapis, tenaga pendidikan, pengajar vokasional, dan

    lain sebagainya. Sumber daya manusia memegang

    peranan utama dalam pelaksanaan rehabilitasi.

    d. Fasilitas Penunjang Rehabilitasi

    Fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan

    rehabilitasi meliputi fasilitas tempat sebagai wadah

    pelaksanaan rehabilitasi, seperti Instalasi Rehabilitasi

    Medis (IRM) pada rumah sakit, panti sosial binaan

    pemerintah, dan lembaga sosial yang

  • 28

    menyelenggarakan program dan layanan rehabilitasi.

    Selain tempat pelaksanaan, fasilitas penunjang lainnya

    adalah peralatan rehabilitasi. Jenis dan jumlah

    peralatan tersebut tergantung pada program, dan

    layanan rehabilitasi yang diselenggarakan.

    B. NAPZA

    1. Pengertian Narkoba

    Narkoba (Kamus BNN, 2016) adalah singkatan

    dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif

    lainnya. Ada tiga unsur yang tergolong sebagai

    narkoba yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan

    adiktif lainnya.

    a. Narkotika

    Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari

    tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun

    semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

    perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

    sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

    menimbulkan ketergantungan. Contoh narkotika ini

    adalah heroin, kokain, dan ganja.

    b. Psikotropika

    Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah

    maupun sintetis, bukan narkotika, berkhasiat

    psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

    saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada

    aktivitaas mental perilaku. Perubahan khas ini

  • 29

    misalnya bersifat bersemangat, gembira, berkhayal

    tinggi, percaya diri besar, dan mempunyai energi tak

    terbatas. Dampak dari pemakaian zat ini adalah

    timbulnya kecenderungan orang untuk bergerak atau

    berjoget lebih lama. Sebagai contoh adalah ekstasi dan

    shabu-shabu (A.Kadarmanta, 2010 : 41).

    c. Bahan Adiktif Lain

    Bahan adiktif lain adalah bahan lain yang tak

    masuk dalam kategori narkotika maupun psikotropika.

    Penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.

    Unsur paling penting pada zat adiktif ini adalah karena

    zat tersebut membuat pemakainya ketergantungan.

    Contoh zat adiktif ini adalah minuman beralkohol,

    nikotin pada tembakau, cafein pada kopi dan jamur

    tahi sapi. Sering juga dikenal dengan NAPZA

    (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif

    lainnya).(A.Kadarmanta, 2010: 43)

    2. Jenis Narkoba

    a. Candu

    Candu adalah zat yang dihasilkan dari

    tanaman berbunga papaver somniverum L, yang

    berisi berbagai macam zat kimia aktif. Beberapa

    diantaranya mempunyai khasiat untuk pengobatan,

    tetapi sebagian lagi mengandung zat yang

    mempunyai daya kecanduan sangat besar,

    sehingga merugikan kesehatan. Narkoba yang

  • 30

    termasuk dalam golongan ini merupakan produk

    olahan dari zat opiad itu. Misalnya heroin, kokain,

    morfin, dll. Jika penggunaan zat opiad itu tidak

    dilakukan dibawah pengawasan ketat oleh tenaga

    medis, maka dikategorikan sebagai bentuk

    penyalahgunaan.( A.Kadamanta, 2010 : 43 )

    b. Heroin

    Heroin adalah zat yang dihasilkan oleh

    pohon candu, yang mempunyai daya adiktif

    sebesar 30 kali candu kasar. Heroin merupakan

    narkoba jenis opiad yang paling banyak

    disalahgunakan. Nama lain heroin adalah putaw,

    bahasa slang untuk putih, karena heroin berwarna

    putih kecoklatan. Putaw memberi efek senang

    sesaat karena zat aktif putaw sebenarnya secara

    alamiah juga ada di dalam otak manusia. Zat aktif

    itu mempengaruhi paling sedikit tiga reseptor

    (mulut kecil) yang sangat penting dalam mencapai

    kesenangan. Zat-zat tersebut dikenal dengan nama

    enkaplalin dan endomorphine. Ketika seseorang

    berhenti menggunakan putaw, maka kemampuan

    alamiah zat untuk mencapai kesenangan akan

    terhenti. Akibatnya, untuk mendapat kesenangan,

    orang tersebut selalu tergantung sumber dari luar

    yaitu putaw tersebut.

    c. Depresan

  • 31

    Depresan adalah zat yang menekan

    susunan syaraf pusat dengan akibat rasa tenang

    dan mengantuk. Jadi fungsi depresan berlawanan

    dengan stimulant. Di dalam depresan ini termasuk

    kelompok obat penenang dan minuman

    beralkohol.

    Jenis penenang atau obat tidur yang

    termasuk psikotropika antara lain obat penenang

    dan obat tidur. Dua obat itu banyak digunakan

    dokter untuk mengobati berbagai gejala. Tetapi

    karena ada potensi penyalahgunaan, maka

    penggunaannya diatur dalam undang-undang.

    Obat jenis ini yang banyak disalahgunakan adalah

    kelompok benzodiazepine seperti rohipnol,

    megadon, dan sebagainya.

    d. Stimulan

    Stimulan adalah zat yang bila digunakan

    menimbulkan stimulus atau rangsangan yang

    bersifat bersemangat, gembira, berkhayal tinggi,

    percaya diri besar, dan mempunyai energi tak

    terbatas. Contoh narkoba yang masuk kelompok

    ini adalah shabu-shabu, ekstasi, dll.

    e. Pil Ekstasi

    Pil ekstasi berbentuk tablet dengan

    berbagai bentuk, nama dan logo. Cara

    pembuatannya di laboratorium gelap sehingga

    tergantung peralatan yang dipakai. Pil ekstasi

  • 32

    dikonsumsi dengan cara ditelan. Tidak lama

    setelah menggunakan stimulan terjadi perubahan

    persepsi sehingga hati jadi gembira berlebihan,

    keinginan bergerak dalam musik, gerakan

    berlebih, dan lainnya. Efek ini dapat berlangsung

    selama beberapa jam.

    f. Inhalan

    Inhalan adalah zat yang mudah menguap

    seperti campuran cat, lem, dan sejenisnya.

    Penyalahgunaan inhalan adalah dengan cara

    menghirup uap dari zat-zat tersebut, dikenal

    dengan istilah “ngelem”.

  • 33

    BAB III

    GAMBARAN UMUM LEMBAGA

    A. Sejarah Yayasan STIGMA

    Yayasan STIGMA adalah sebuah kelompok

    independen yang sebagian besar pengurusnya adalah

    mantan pecandu, ODHA (orang dengan HIV AIDS), baik

    itu yang sudah berhenti (recovering addict), IDU’s

    (Pengguna jarum suntik– current user), methadone

    treatment dan dibantu oleh relawan dari berbagai

    kalangan seperti Mahasiswa, Siswa SMA, Psikolog,

    Psikiater, Dokter, Konsultan, Ahli Hukum dll.

    Berdiri pada Juni 2001, awalnya dari sebuah

    kelompok dukungan kecil yang beranggotakan pecandu

    yang sedang menjalani masa pemulihan di RSKO (Rumah

    Sakit Ketergantungan Obat) yang pada saat itu sudah

    selesai detoksifikasi. Yayasan STIGMA mengadakan

    diskusi ringan, support group, dll. Kegiatan berupa

    diskusi, sesi, berbagi harapan, dan dukungan, dll.

    Kegiatan ini berhasil dilakukan berkat ide dan fasilitas

    Riza Sarasvita Pramudyo dan Isrizal Hasan serta

    didukung oleh RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan

    Obat). Pada akhirnya disepakat untuk membentuk sebuah

    kelompok independen yang bernama STIGMA dan

    menjadi sah secara hukum menjadi sebuah lembaga pada

    bulan September tahun 2004.

  • 34

    Nama STIGMA muncul dipilih sebagai nama

    kelompok independen tersebut karena para pecandu

    dengan segala label yang menempel di diri pecandu

    narkoba secara abstrak dan berkonotasi negatif,

    berkeinginan untuk mengubah stigma masyarakat kepada

    pecandu. Tidak selamanya pecandu akan terus “berwarna”

    hitam. Para mantan pecandu dan pecandu, berhak untuk

    mendapatkan persamaan kesempatan, dukungan dan tidak

    melulu stigma itu menjadi penghalang bagi kami untuk

    terus melangkah maju.

    Yayasan STIGMA telah menghubungi 1056

    pengguna narkoba jarum suntik di daerah Jakarta Selatan

    dan Jakarta Barat saja sejak Oktober 2004 sampai 13

    kecamatan, 68 kabupaten, 2 polisi resort, 10 polisi sektor,

    64 puskesmas, Komisi Penanggulangan AIDS Jakarta

    Selatan, Komisi Penaggulangan AIDS Nasional, Klinik

    Metadon, Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Badan

    Narkotika Provinsi, dan lain lain. stigmafoundation.com

    Yayasan STIGMA kini berlokasi di di jalan Anggrek

    VI No. 5, RT.8/12, Bintaro Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

    B. Visi dan Misi

    Visi

    Komunitas pecandu yang produktif dan berdaya serta

    menurunnya prevalensi HIV/AIDS dikalangan pecandu.

    Misi

    - Melakukan upaya-upaya pencegahan HIV/AIDS di

    komunitas pecandu.

  • 35

    - Memberikan dukungan kepada pecandu HIV + dan

    ODHA.

    - Melakukan upaya-upaya pemberdayaan terhadap

    pecandu.

    - Menanamkan nilai-nilai positif kepada pecandu.

    C. Maksud dan Tujuan

    - Memberdayakan teman-teman Recovering Addict

    guna mendapatkan persamaan kesempatan.

    - Mengubah stigma dan diskriminasi dikalangan ODHA

    pecandu.

    - Mengumpulkan informasi terbaru mengenai gangguan

    yang berhubungan dengan zat dan HIV/AIDS.

    - Saling bertukar ide dan pengalaman diantara teman-

    teman sebaya.

    - Mengembangkan persahabatan atau hubungan

    diantara teman-teman sesama pecandu.

    - Memberikan dukungan pada teman-teman pecandu

    dan berpartisipasi di dalam kegiatan yang diadakan

    dengan harapan mampu membawa pada kehidupan

    yang lebih baik.

    - Membantu mengubah pandangan hidup pecandu

    terhadap masalah adiksinya.

    - Memberikan informasi guna mencegah penyebaran

    HIV/AIDS dikalangan IDU’s.

  • 36

    D. Struktur Lembaga

    Badan Pengurus Harian

    Pembina : Inang Winarso, Bongky

    Ketua : Suwanto

    Sekretaris : Herru Pribadi

    Bendahara : Irwansyah

    Pembina

    Ketua

    Sekretaris

    Bendahara

    Penjangkau Lapangan Konselor

  • 37

    E. Pendanaan

    Dalam menjalankan kegiatan dan program yang

    ada, tentu saja membutuhkan dana yang tidak sedikit.

    Yayasan STIGMA merupakan suatu lembaga independen

    yang tidak memiliki sumber dana yang pasti. Mereka

    bergantung pada donatur-donatur yang telah

    menandatangani kontrak kerjasama dengan Yayasan

    STIGMA. Sejak lembaga ini berdiri, banyak sekali

    donatur-donatur dari lembaga lain baik dalam maupun

    luar negeri yang mendanai berjalannya Yayasan

    STIGMA. Donasi yang diterima tersebut tidak hanya

    berbentuk uang namun juga berbentuk barang atau hal

    lain. Diantara sekian banyak donatur yang mendanai

    berjalannya lembaga ini, berikut beberapa donatur tetap

    semenjak tahun 2004 hingga sekarang:

    - Kementerian Sosial Republik Indonesia

    - KPAN

    - USAID (Amerika)

    - AUSID (Australia)

    - HIVOS (Belanda)

    - Global Fund

    - OSF

    - Dll

    F. Sistem Klien

    Yayasan STIGMA sendiri bergerak dalam

    rehabilitasi dan resosialisasi pecandu narkoba dan ODHA

    (Orang dengan HIV/AIDS). Sebagai lembaga rehabilitasi,

  • 38

    tentu saja memerlukan klien untuk ditangani. Oleh sebab

    itu, berikut adalah beberapa cara dalam mendapatkan

    klien untuk ditangani.

    1. Pecandu/ODHA yang datang sendiri dengan

    kesadaran sendiri ingin segera di rehabilitasi di

    STIGMA.

    2. Pecandu/ODHA yang datang dan di antar oleh

    keluarga/sanak saudara agar segera di

    rehabilitasi di STIGMA.

    3. Pihak Kepolisian (bekerja sama dengan

    polsek/polres setempat), membawa pecandu

    yang tertangkap tangan menyalahgunakan

    narkoba dan dibawa agar segera mendapatkan

    rehabilitasi.

    Dalam proses rehabilitasi, klien dapat menjalani

    rawat inap selama 6 bulan di lembaga dan mengikuti

    seluruh program yang telah disediakan dan dapat juga

    menjalani rawat jalan yang tidak harus berada di lembaga

    namun harus selalu melakukan kontrol 1 minggu sekali.

    G. Pekerja Sosial

    Sebagai sebuah lembaga rehabilitasi, sudah

    semestinya memerlukan bantuan pekerja sosial dalam

    menangani klien yang sedang di rehabilitasi. Di lembaga

    ini pekerja sosial secara khusus menangani klien yang

    menjalani rawat inap selama 6 bulan dan pekerja sosial

    yang berada di lembaga ini tidak tetap namun bersifat

    kontrak. Dan untuk mendapatkan seorang atau lebih

  • 39

    pekerja sosial, lembaga ini mengajukan surat permohonan

    kepada Kementerian Sosial Republik Indonesia dengan

    melampirkan SK Kemensos.

    Saat peneliti melakukan penelitian, Pekerja Sosial

    yang bekerja di Yayasan STIGMA hanya tersisa 2 orang

    saja, karena permohonan pekerja sosial yang diajukan

    oleh yayasan kepada KEMENSOS RI belum

    mendapatkan jawaban.

    H. Kegiatan STIGMA

    1. Hotline Service seputar Narkoba, dunia adiksi dan

    HIV/AIDS setiap Senin-Jum’at jam 11.00 - 16.00

    WIB.

    2. Kelompok Dukungan untuk Pecandu, Pecandu yang

    HIV+, Perempuan Pecandu dan Pasangan Pecandu.

    3. Outreach (penjangkauan ke pecandu jarum suntik).

    4. NSEP (pertukaran jarum suntik)

    5. Sosialisasi program STIGMA ke Stakeholder.

    6. Distribusi media KIE (adiksi, HIV/AIDS, VCT,

    Hepatitis, Infeksi menular Seksual, dll).

    7. Mobile VCT (tes HIV dengan konseling dan sukarela)

    di STIGMA setiap hari Rabu jam 12.00 - 16.00 WIB

    bekerja sama dengan Yayasan Mitra Indonesia.

    8. Konseling HIV/AIDS, adiksi, umum setiap Senin –

    Jum’at jam 13.00 – 16.00 WIB di STIGMA.

    9. Layanan informasi mengenai rujukan methadone,

    detoksifikasi, rehabilitasi, rumah sakit, ARV,

    pengobatan ke Puskesmas, dll.

  • 40

    Alamat Yayasan Stigma

    Jalan Anggrek VI No. 5, RT.8/12, Bintaro

    Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

    Telepon: (021) 73889624

    Website: www.stigmafoundation.com

    http://www.stigmafoundation.com/

  • 41

    BAB IV

    TEMUAN LAPANGAN

    Berdasarkan data dan hasil temuan lapangan,

    penulis menemukan bahwa dalam proses rehabilitasi

    sosial terhadap perempuan dalam lingkar NAPZA yang

    terjadi di Yayasan STIGMA.. .

    A. Rehabilitasi

    Fungsi rehabilitasi dalam dunia pekerjaan sosial

    diartikan sebagai proses refungsionalisasi dan

    pengembangan untuk memungkinkan penyandang

    masalah kesejahteraan sosial mampu melaksanakan fungsi

    sosialnya dalam hidup bermasyarakat. Dikatakan sebagai

    proses refungsionalisasi, karena dalam proses rehabilitasi

    ini para penyandang masalah kesejahteraan sosial

    kehilangan fungsi sosialnya di masyarakat oleh sebab

    masalah yang dihadapinya sehingga mereka kehilangan

    fungsi sosialnya.

    a. `Jenis Rehabilitasi

    a) Rehabilitasi Medis

    Rehabilitasi medis merupakan upaya

    menyembuhkan atau memulihkan kesehatan pasien

    melalui layanan-layanan kesehatan, baik itu

    dilakukan oleh seorang dokter dalam praktik

    pribadinya maupun di rumah sakit umum. Biasanya

    di rumah sakit umum dilengkapi dengan layanan

    psikologis yang dilakukan oleh psikolog, dan layanan

  • 42

    sosial atau sosial medis yang dilakukan oleh pekerja

    sosial medis. Pada setting rumah sakit yang

    melaksanakan kegiatan rehabilitasi medis, layanan

    psikologis dan pekerja sosial merupakan layanan

    penunjang.

    b) Rehabilitasi Pendidikan

    Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya

    pengembangan potensi intelektual klien, biasanya

    lebih banyak digunakan pada klien penyandang cacat

    yang dilaksanakan pada setting sekolah luar biasa

    (SLB). Misalnya di Indonesia, SLB A untuk

    penyandang tuna netra, SLB B untuk penyandang tuna

    rungu dan tuna wicara, SLB C untuk penyandang tuna

    laras, dan SLB D untuk penyandang cacat tubuh.

    Profesi yang dominan pada setting sekolah luar biasa

    ini adalah guru sekolah luar biasa, adapun profesi

    dokter, psikolog, dan pekerja sosial adalah sebagai

    profesi penunjang.

    c) Rehabilitasi Vokasional

    Rehabilitasi vokasional merupakan upaya

    memberikan bekal keterampilan kerja bagi klien,

    sehingga dapat mandiri secara ekonomi di masyarakat,

    pada setting ini, diperlukan tenaga-tenaga yang

    menguasai keterampilan kekaryaan khusus. Pekerja

    sosial pada setting ini diharapkan menguasai

    keterampilan kekaryaan tersebut disamping

    keterampilan dan keahliannya dibidang psikososial.

  • 43

    d) Rehabilitasi Sosial

    Rehabilitasi sosial merupakan upaya yang

    bertujuan untuk mengintegrasikan seseorang yang

    mengalami masalah sosial ke dalam kehidupan

    masyarakat dimana dia berada. Pengintegrasian

    tersebut dilakukan melalui upaya peningkatan

    penyesuaian diri, baik terhadap keluarga, komunitas

    maupun pekerjaannya. Dengan demikian, rehabilitasi

    sosial merupakan pelayanan sosial yang utuh dan

    terpadu, agar seseorang dapat melaksanakan fungsi

    sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat.

    Pada jenis rehabilitasi sosial ini, profesi pekerja sosial

    memegang peran utama. Profesi-profesi lain berperan

    sesuai dengan kebutuhan yaitu sebagai penunjang.

    Rehabilitasi sosial merupakan suatu upaya yang

    dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan

    kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi

    sosial agar dapat melakukan fungsi sosialnya kembali

    secara wajar. Rehabilitasi sosial dilaksanakan secara

    persuasif, motivatif, dan kohesif baik dalam keluarga,

    masyarakat maupun panti sosial. Dalam

    pelaksanaannya, rehabilitasi sosial diberikan kepada

    para penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam

    bentuk pemberian motivasi dan diagnosis psikososial,

    perawatan dan pengasuhan, pelatihan vokasional dan

    pembinaan, bimbingan mental spiritual, bimbingan

    fisik, bimbingan sosial dan konseling psikososial,

  • 44

    pelayanan aksesibilitas, bantuan dan asistensi sosial,

    bimbingan resosialisasi, bimbingan lanjut, dan

    rujukan.

    Rehabilitasi sosial dapat dilakukan dalam lembaga

    seperti panti sosial maupun diluar lembaga (luar

    panti/berbasis masyarakat). Sasaran rehabilitasi sosial

    adalah mereka yang mengalami hambatan dalam

    melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik seperti

    para penyandang cacat, anak nakal, anak bermasalah

    sosial (anak terlantar, anak putus sekolah, anak

    jalanan, dan anak berhadapan dengan hukum), korban

    penyalahgunaan narkotika/NAPZA, wanita tuna susila

    (WTS), serta penderita HIV/AIDS atau ODHA (Orang

    dengan HIV/AIDS).

    Proses rehabilitasi sosial terutama dalam panti

    harus melalui pendaftaran (registrasi), kontrak layanan

    (intake), pengungkapan dan pemahaman masalah

    (assesment), menyusun rencana pemecahan masalah

    (planning), pemecahan masalah (intervensi), evaluasi,

    terminasi, dan pembinaan lanjut. Rehabilitasi sosial di

    dalam panti tersebut menggunakan pendekatan praktik

    pekerjaan sosial.

    Pelayanan rehabilitasi sosial dalam pelayanan

    kesejahteraan sosial memiliki peranan yang cukup

    penting, karena proses rehabilitasi sosial bertujuan

    untuk memulihkan kemampuan-kemampuan

    seseorang sehingga dapat kembali berfungsi sosial

  • 45

    secara optimal dan dapat memberikan kontribusi yang

    besar dan cukup berarti dalam mewujudkan

    pembangunan sosial.

    Tujuan rehabilitasi sosial itu sendiri yaitu untuk

    memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial

    serta fungsi sosial seseorang sehingga dapat hidup,

    tumbuh, dan berkembang secara wajar di masyarakat.

    Sehingga pada akhirnya akan menjadi sumber daya

    manusia yang berguna, produktif, dan berkualitas,

    berakhlak mulia serta menghilangkan label (stigma)

    negatif masyarakat terhadap seseorang yang nantinya

    akan menghambat tumbuh kembang seseorang itu

    dalam berpartisipasi di lingkungan masyarakat

    maupun di kehidupannya.

    B. Perangkat Rehabilitasi

    a. Perangkat Rehabilitasi

    Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada

    kondisi yang semula, agar dapat mencapai tujuan

    tersebut, rehabilitasi memerlukan serangkaian

    perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses

    rehabilitasi yang integratif dan komprehensif.

    Perangkat tersebut meliputi sarana dan prasarana yang

    menunjang proses rehabilitasi, yaitu:

    a) Program Rehabilitasi

    Program rehabilitasi mencakup pelaksanaan

    prosedur rehabilitasi yang terencana,

  • 46

    teroganisir, dan sistematis. Umumnya

    program rehabilitasi menjadi bagian dan

    sebuah kegiatan organisasional lembaga,

    baik lembaga yang dikelola pemerintah

    maupun lembaga non pemerintah. Jangkauan

    program dapat meliputi lingkup lokal,

    regional, bahkan nasional. Keterkaitan dan

    kerjasama antar lembaga-lembaga

    menyelenggarakan program rehabilitasi

    merupakan hal penting mencapai tujuan

    rehabilitasi itu sendiri. Dimana tujuan dan

    fokus rehabilitasi akan tergantung pada

    kebijakan lembaga dan dapat bervariasi pada

    lembaga lainnya. Seperti pada lembaga yang

    menyelenggarakan program rehabilitasi bagi

    pecandu narkotika yang mengkhususkan

    pada program rehabilitasinya saja.

    b) Pelayanan

    Pelayanan dalam proses rehabilitasi

    meliputi aktivitas-aktivitas khusus yang

    dapat memberikan manfaat dan sesuai

    dengan kebutuhan klien. penyelenggaraan

    pelayanan terhadap klien mengintegrasikan

    berbagai pendekatan, disiplin ilmu dan

    tenaga-tenaga profesional untuk mencapai

    tujuan dari proses rehabilitasi tersebut.

  • 47

    c) Sumber Daya Manusia (SDM)

    Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan

    tanpa adanya sumber daya manusia sebagai

    pelaksana proses tersebut. Pelaksana

    rehabilitasi melibatkan tenaga-tenaga

    profesional dari berbagai latar belakang

    pendidikan dan keterampilan-keterampilan

    khusus, seperti dokter, pekerja sosial,

    psikolog, konselor, terapis, tenaga

    pendidikan, pengajar vokasional, dan lain

    sebagainya. Sumber daya manusia

    memegang peranan utama dalam

    pelaksanaan rehabilitasi.

    d) Fasilitas Penunjang Rehabilitasi

    Fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan

    rehabilitasi meliputi fasilitas tempat sebagai

    wadah pelaksanaan rehabilitasi, seperti

    Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM) pada

    rumah sakit, panti sosial binaan pemerintah,

    dan lembaga sosial yang menyelenggarakan

    program dan layanan rehabilitasi. Selain

    tempat pelaksanaan, fasilitas penunjang

    lainnya adalah peralatan rehabilitasi. Jenis

    dan jumlah peralatan tersebut tergantung

    pada program, dan layanan rehabilitasi yang

    diselenggarakan.

  • 48

    C. Proses Rehabilitasi

    a. Pendaftaran (registrasi)

    b. Kontrak layanan (intake)

    c. Pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment)

    d. Menyusun rencana pemecahan masalah (planning)

    e. Pemecahan masalah (intervensi)

    f. Evaluasi

    g. Terminasi

    h. Pembinaan lanjut

    D. Proses Rehabilitasi Sosial Sosial tehadap Perempuan

    dalam Lingkar NAPZA di Yayasan STIGMA Bintaro,

    Jakarta Selatan

    Yayasan STIGMA adalah sebuah Lembaga

    Swadaya Masyarakat (LSM) yang merupakan lembaga

    non pemerintahan atau Non-Government Organization

    (NGO) yang bernaung dibawah kementerian sosial.

    Dalam proses rehabilitasi sosialnya, Yayasan STIGMA

    memiliki 2 acuan untuk melakukan rehabilitasi, yaitu

    program rehabilitasi sosial Kementerian Sosial Republik

    Indonesia dan juga Pedoman Pemulihan Adiksi Berbasis

    Masyarakat (PABM) dari Komisi Penanggulangan Aids

    (KPA).

  • 49

    Gambar 4.1 Alur Rehabilitasi

    a. Proses penerimaan

    - Pengguna diantar oleh pihak keluarga atau

    datang sendiri untuk di rehabilitasi.

    Datang sendiri atau di antar oleh

    keluarga

    Tes Urine

    Rawat inap

    Rujukan dari pihak yang

    berwajib polsek, lapas

    Rawat jalan

    Monitoring

  • 50

    - Rujukan dari polsek setempat yang telah

    bekerja sama dengan yayasan stigma.

    Setelah klien diterima untuk menjalankan

    proses rehabilitasi sosial, klien akan menjalani tes

    urine, kemudian akan ditentukan program

    selanjutnya untuk klien tersebut, apakah akan

    mengikuti program rawat inap atau rawat jalan.

    Penetuan tersebut didasarkan sesuai dengan

    tingkat adiksi klien. Menurut Kepala Bidang

    Rehabilitasi, Bapak Sugeng, penanganan Klien

    adiksi di Yayasan STIGMA disesuaikan

    berdasarkan tingkat adiksi yang di derita oleh

    klien. Seperti pada kutipan sebagai berikut,

    “iya kita lihat dari tingkat keparahan

    kecanduan klien, dari keluarga apakah mau

    mengikuti rawat inap atau engga. Kan kita

    juga ga memaksa. Kita juga ada surat

    pernyataan/persetujuan, jadi kalo keluarga

    ga setuju ya ga bisa di rawat inap disini.”

    Dari wawancara tersebut dapat diketahui

    bahwa tidak semua klien itu dapat menjalani

    program rawat inap, karena penentuan tersebut

    akan disesuaikan dengan tingkat kecanduan yang

    dimiliki klien. Tingkat adiksi klien dapat

    ditentukan dengan cara mengetahui sudah berapa

    lama klien menggunakan NAPZA dan seberapa

    sering ia menggunakan NAPZA tersebut. Namun,

  • 51

    semua kembali lagi kepada klien dan keluarga

    apakah setuju atau tidak menjalani rawat inap

    selama 3 bulan di Yayasan STIGMA. Jika klien

    dan keluarga setuju menjalani program rawat inap

    tersebut, maka klien akan menjalani program

    rehabilitasi selama tiga bulan di Yayasan

    STIGMA. Tidak sampai disitu saja, setelah klien

    selesai menjalani rawat inap, ia masih harus

    menjalani program rawat jalan selama tiga bulan.

    Hal tersebut dilakukan selain untuk mengetahui

    bagaimana perkembangan klien setelah selesai

    menjalani proses rehabilitasi dan juga untuk

    memudahkan dalam proses monitoring klien.

    Proses monitoring perkembangan kondisi klien

    dengan cara masih diharuskannya klien untuk

    datang kembali ke Yayasan STIGMA satu minggu

    sekali untuk diberikan pembekalan dan

    controlling.

    “nah kita itu ada 2, ada yang seminggu dua

    kali, ada juga yang seminggu sekali. Kalo

    program rehab ngikutin dari PABM itu

    seminggu sekali kalo dari kemensos itu 2

    minggu sekali. Kalo yang 2 minggu sekali

    itu palingan terapi kelompok/terapi sosial.”

    Dalam menjalankan program rehabilitasi,

    Yayasan STIGMA memiliki dua acuan, yang

    pertama adalah program rehabilitasi yang

    mengacu pada Kementerian Sosial RI dan yang

  • 52

    kedua adalah sesuai dengan Pedoman Pemulihan

    Adiksi Berbasis Masyarakat (PABM) yang

    diterbitkan oleh KPA. Kedua acuan program

    rehabilitasi tersebut tidak terlalu berbeda, yang

    membedakannya adalah yang pertama pada pola

    penanganannya saja, yang kedua yaitu program

    rehabilitasi dari dua lembaga tersebut hanya

    berbeda waktu dalam melakukan terapi

    kelompok/terapi sosial yang dilakukan selama

    proses rehabilitasi. Dimana dalam Pedoman

    Pemulihan Adiksi Berbasis Masyarakat yang

    diterbitkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS,

    mengharuskan melakukan terapi sosial/terapi

    kelompok dengan durasi satu minggu satu kali,

    sedangkan program rehabilitasi yang diberikan

    oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia

    mengharuskan dilakukannya terapi sosial/terapi

    kelompok selama dua minggu satu kali.

    “kalo itu kita setiap bulannya mengadakan

    homevisit dan controlling, dan setelah

    selesai rehab kita juga ga mungkin dilepas

    gitu aja nanti takutnya dia balik make

    lagi.”

    Program rawat jalan dilakukan selama tiga

    bulan dan setiap 1 minggu sekali diwajibkan

    datang ke Yayasan STIGMA untuk kontrol dan

    klien harus mengikuti pemberian materi tentang

    bahaya narkoba dan HIV/AIDS. Kemudian sesuai

  • 53

    dengan hasil wawancara diatas, selama tiga bulan

    tersebut, pihak yayasan STIGMA juga melakukan

    controlling dan home visit ke lingkungan klien

    setiap satu bulan sekali. Karena walaupun klien

    sudah menjalani proses rawat inap di Yayasan

    STIGMA, hal tersebut tidak menjamin bahwa

    klien itu benar-benar sudah berhenti menggunakan

    NAPZA. Oleh karena itu semua kembali lagi

    kepada diri klien untuk mengolah dirinya agar

    berhenti dari NAPZA juga perlu adanya dukungan

    dari lingkungan klien untuk membuat klien bisa

    tetap dalam kondisi stabil. Jika keinginan klien

    untuk berhenti masih mudah goyah, maka

    kemungkinan besar klien akan kembali lagi

    menggunakan NAPZA, bisa juga jika di

    lingkungan klien masih banyak yang

    menggunakan NAPZA maka kemungkinan besar

    klien akan kembali lagi menggunakan NAPZA

    tersebut.

    “Tapi mayoritas itu tergantung sama klien

    lagi, gimana mereka, cara mereka supaya

    ga balik lagi menggunakan narkoba. Kalo

    dari dalam diri mereka masih ada

    keinginan buat make, ya kemungkinan

    besar mereka bakalan balik lagi. Jadi

    tergantung gimana lingkungan mereka

    sih.”

    Klien yang sudah menjalani program

    rehabilitasi tidak dapat dikatakan bersih dari

  • 54

    NAPZA. Karena mereka masih memiliki potensi

    untuk kembali menggunakan NAPZA. Semua itu

    tidak terlepas dari bagaimana dukungan

    lingkungan klien setelah klien selesai menjalani

    program rehabilitasi. Jika klien kembali pada

    lingkungan yang masih banyak menggunakan

    NAPZA, kemungkinan besar ia akan kembali

    menggunakan NAPZA tersebut. Namun pada

    akhirnya itu semua kembali lagi kepada diri klien,

    apakah ia masih ingin kembali terjerumus kedalam

    lingkaran NAPZA lagi atau tidak, juga apakah

    klien tersebut sudah memiliki bekal yang cukup

    agar tidak kembali menggunakan NAPZA. Bekal

    yang dimaksud seperti, bekal ilmu tentang bahaya

    NAPZA, serta bekal norma-norma masyarakat

    bahwa NAPZA itu adalah barang haram yang

    dilarang untuk disalahgunakan dan jika melanggar

    maka akan mendapatkan hukuman sesuai Undang-

    undang yang berlaku.

    Selama menjalani proses rehabilitasi di

    Yayasan STIGMA, klien didampingi oleh pekerja

    sosial. Pekerja sosial itu sendiri melakukan

    konseling setiap seminggu sekali terhadap klien

    dengan menggunakan pendekatan individual.

    Selain itu, pekerja sosial juga membantu

    mensosialisasi seputar NAPZA kepada masyarakat

  • 55

    disekitar lingkungan yang terdapat banyak

    pengguna NAPZA (hotspot). Pekerja sosial

    melakukan sosialisasi terhadap tokoh-tokoh

    masyarakat yang ada, supaya jika ada pecandu

    agar segera dibawa ke Yayasan Stigma dan tentu

    juga pekerja sosial melakukan penyuluhan tentang

    bahaya NAPZA serta HIV/AIDS tersebut.

    Kemudian setelah klien masuk di lembaga, akan

    pekerja sosial akan memberikan terapi sosial dan

    terapi kelompok kepada klien selama klien

    menjalani rawat inap.

    Sesuai dengan hasil wawancara tersebut,

    selama menjalani program rawat inap, klien harus

    membayar biaya selama ia disana untuk dapat

    terus menjalankan proses rehabilitasi yang ada.

    Karena Yayasan Stigma adalah LSM yang

    membutuhkan dana untuk menjalankan kegiatan

    dan program-programnya serta memerlukan biaya

    untuk menghidupi klien selama di rawat inap.

    Namun biaya tersebut dibebankan sesuai dengan

    kemampuan ekonomi keluarga klien, jika klien

    berasal dari keluarga yang mampu maka akan

    dibebankan biaya sepenuhnya, namun jika klien

    berasal dari keluarga yang kurang mampu maka

    seluruh beban biaya tersebut bisa digratiskan. Jadi,

    kembali lagi dengan kemampuan keluarga klien,

  • 56

    apakah keluarga klien mampu membayar atau

    tidak. Jika klien berasal dari keluarga yang tidak

    mampu, maka keluarga klien bisa melampirkan

    surat keterangan tidak mampu dari RT atau

    pejabat yang berwenang agar dibebaskan dari

    biaya rehabilitasi.

    Selain menjalani rehabilitasi, klien juga

    diberikan keterampilan-keterampilan kerja atau

    keterampilan vokasional seperti program kegiatan

    bidang otomotif, sablon, teknik komputer dan lain

    sebagainya. Maksud dari pemberian keterampilan

    tersebut adalah agar setelah klien selesai menjalani

    rehabilitasi, klien mendapatkan keterampilan yang

    dapat digunakan sebagai bekal yang bermanfaat

    nantinya untuk ia menjalankan kehidupannya di

    masyarakat dan juga agar klien dapat memperbaiki

    stigma masyarakat terkait label bahwa ex-

    pengguna NAPZA adalah sampah masyarakat.

    Setidaknya klien sebagai ex-pengguna dapat

    menunjukkan pada masyarakat bahwa ia telah

    berubah dan mampu berkontribusi di tengah-

    tengah masyarakat, misalnya klien yang telah

    selesai menjalani proses rehabilitasi dapat

    melanjutkan hidupnya dengan membuka usaha

    sesuai dengan kelas keterampilan yang ia ikuti

    selama menjalani rehabilitasi. Tidak sedikit klien

  • 57

    yang telah selesai menjalani proses rehabilitasi

    ingin kembali ke Yayasan STIGMA untuk

    melanjutkan pelatihan-pelatihan keterampilan

    tersebut. Yayasan STIGMA bahkan dengan

    senang hati membuka pintu lebar-lebar untuk para

    klien yang ingin meneruskan pelatihan

    keterampilan tersebut.

  • 58

    BAB V

    PEMBAHASAN

    Pada bab ini penulis mencoba membahas hasil temuan

    yang dirangkum pada bab 4 melalui tahapan observasi dengan

    judul REHABILITASI SOSIAL TERHADAP PEREMPUAN

    DALAM LINGKAR NAPZA DI YAYASAN STIGMA

    BINTARO JAKARTA SELATAN dengan berlandaskan teori

    yang digunakan pada bab II.

    Supaya pembahasan tidak meluas, penulis membatasi

    masalah hanya pada proses rehabilitasi pada perempuan di

    Lingkar NAPZA Yayasan Stigma Bintaro Jakarta Selatan. Sesuai

    dengan program dari yayasan terkait rehabilitasi kepada

    perempuan di dalam rehabilitasi, yaitu program rehabilitasi

    sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia dan juga Pedoman

    Pemulihan Adiksi Berbasis Masyarakat (PABM) dari Komisi

    Penanggulangan Aids (KPA).

    Pertama proses penerimaan, klien diterima untuk

    menjalankan proses rehabilitasi sosial, klien akan menjalani tes

    urine, kemudian akan ditentukan program selanjutnya dengan

    penanganan Klien adiksi di Yayasan STIGMA disesuaikan

    berdasarkan tingkat adiksi yang di derita oleh klien lalu klien

    ditentukan di rawat inap atau tidaknya disesuaikan dengan tingkat

    kecanduan yang dimiliki klien. Tingkat adiksi klien dapat

    ditentukan dengan cara mengetahui sudah berapa lama klien

  • 59

    menggunakan NAPZA dan seberapa sering ia menggunakan

    NAPZA

    Kedua, ketika klien sudah ditentukan perlu rawat inap

    sesuai dengan hasil tes maka program rawat jalan dilakukan

    selama tiga bulan dan setiap 1 minggu sekali diwajibkan datang

    ke Yayasan STIGMA untuk kontrol dan klien harus mengikuti

    pemberian materi tentang bahaya narkoba dan HIV/AIDS.

    Ketiga, pekerja sosial melakukan konseling setiap

    seminggu sekali terhadap klien dengan menggunakan pendekatan

    individual. Selain itu, pekerja sosial juga membantu

    mensosialisasi seputar NAPZA kepada masyarakat disekitar

    lingkungan yang terdapat banyak pengguna NAPZA (hotspot).

    Pekerja sosial melakukan sosialisasi terhadap tokoh-tokoh

    masyarakat yang ada, supaya jika ada pecandu agar segera

    dibawa ke Yayasan Stigma dan tentu juga pekerja sosial

    melakukan penyuluhan tentang bahaya NAPZA serta HIV/AIDS

    tersebut.

    Terakhir, setelah selesai menjalani proses rehabilitasi

    klien yang telah selesai menjalani proses rehabilitasi dapat

    melanjutkan hidupnya dengan membuka usaha sesuai dengan

    kelas keterampilan yang ia ikuti selama menjalani rehabilitasi.

  • 60

    BAB VI

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan analisis yang telah diabarkan pada BAB

    sebelumnya maka penulis beberapa kesimpulan sebagai berikut:

    1. Proses rehabilitasi terhadap perempuan dalam lingkar

    NAPZA di yayasan STIGMA Bintaro, Jakarta Selatan

    berjalan untuk mengembalikan keberfungsian sosial klien

    rehabilitasi khususnya perempuan dalam lingkar NAPZA

    agar mereka dapat diterima kembali dalam kehidupan

    bermasyarakat tanpa ada stigma negatif terhadap

    perempuan dalam lingkar NAPZA, serta mengembalikan

    kepercayaan diri klien rehabilitasi NAPZA untuk

    menjalani kehidupan selanjutnya sebagai manusia yang

    bermanfaat.

    2. Faktor penghambat yang ditemukan dalam upaya proses

    rehabilitasi NAPZAdi yayasan STIGMA adalah:

    pengaruh zat adiksi klien yang sudah parah, motivasi

    klien untuk sembuh naik turun atau tidak stabil, klien

    yang pendiam, dan pendapat klien yang suka berubah-

    ubah (klien suka berbohong), serta adanya pelecehan

    seksual yang dialami klien sehingga klien mengalami

    trauma yang teramat dalam sehingga menjadi penghambat

    untuk menjalankan proses rehabilitasi.

  • 61

    B. Implikasi

    Dari hasil penelitian tentang proses rehabilitasi

    perempuan dalam lingkar NAPZA memberikan gambaran

    kepada masyarakat umum, khususnya praktisi pekerja

    sosial dalam melakukan proses rehabilitasi sosial yang

    baik dan benar.

    C. Saran

    1. Akademis

    Dalam penulisan skripsi ini, penulis merasa

    sedikit kesulitan dalam mencari referensi tentang

    proses rehabilitasi terhadap perempuan dalam lingkar

    NAPZA. Penulis berharap Program Studi

    Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dapat memberikan pengetahuan yang lebih mengenai

    proses rehabilitasi perempuan dalam lingkar NAPZA.

    Karena tidak sedikit yang masih merasa buta akan

    prosses rehabilitasi perempuan dalam lingkar

    NAPZA. Dan untuk bekerja secara profesional

    sebagai pekerja sosial diperlukan pemahaman tentang

    bagaimana penerapan proses rehabilitasi dalam

    lingkar NAPZA agar jauh lebih memperhatikan lagi

  • 62

    terhadap yang lebih rentan menjadi korban kejahatan

    akibat dari penyalahgunaan NAPZA.

    2. praktis

    Sebagai lembaga non pemerintahan yang

    memberikan pelayanan rehabilitasi bagi korban

    penyalahgunaan NAPZA, diharapkan Yayasan

    STIGMA bisa memilih untuk mempekerjakan pekerja

    sosial profesional. Karena selama ini, pekerja sosial

    yang bekerja di Yayasan STIGMA selain dari seleksi

    pihak yayasan, pekerja sosial yang ada juga

    merupakan para pekerja sosial hasil rekomendasi dari

    Kementerian Sosial Republik Indonesia yang

    kebanyakan baru saja menyelesaikan studi tentang

    ilmu pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial yang

    masih minim dalam hal pengalaman bekerja pada

    setting lembaga rehabilitasi korban penyalahguna

    NAPZA terutama terhadap perempuan dalam lingkar

    NAPZA.

    3. Saran untuk peneliti selanjutnya

  • 63

    Penelitian ini berhasil menemukan bahwa

    proses rehabilitasi terhadap perempuan dalam lingkar

    NAPZA masih belum banyak pemerhati dan

    terlaksana dengan baik pada pekerja sosial yang

    bekerja di Yayasan STIGMA yang merupakan Non

    Government Organisation (NGO), sehingga penulis

    merasa pentingnya peneliti selanjutnya untuk

    melakukan penelitian tentang proses rehabilitasi

    terhadap perempuan dalam lingkar NAPZA di

    lembaga-lembaga pemerintahan agar kemudian dapat

    digunakan sebagai pembanding dan pelengkap skripsi-

    skripsi yang sudah ada.

  • 64

    DAFTAR PUSTAKA

    Sumber Buku:

    Kadarmanta, A. 2010. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa.

    Jakarta: PT Forum Media Utama.

    Wresniwiro, M, 1999, Masalah Narkotika Psikotropika dan

    Obat-obat berbahaya, Jakarta, Yayasan Mitra Bintibmas.

    Kadarmanta, A. 2010. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa.

    Jakarta: PT Forum Media Utama.

    Sumber Undang-Undang:

    Undang-Undang Nomor 35 Tahnun 2009 tentang Narkotika.

    Peraturan Menteri Sosial Nomor 26 Tahun 2018 tentang

    Rehabilitasi Sosial dan Reintegrasi Sosial Bagi Anak yang

    Berhadapan dengan Hukum

    Sumber Berita:

    https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/04/27/nnfskl-

    pecandu-narkoba-wanita-perlu-tempat-rehabilitasi-khusus

    www.stigmafoundation.com

    Sumber Wawancara:

    Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwanto Direktur

    STIGMA/Konselor, Jakarta 19 Agustus 2020.

    https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/04/27/nnfskl-pecandu-narkoba-wanita-perlu-tempat-rehabilitasi-khusushttps://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/04/27/nnfskl-pecandu-narkoba-wanita-perlu-tempat-rehabilitasi-khusushttp://www.stigmafoundation.com/

  • Lampiran

    TRANSKIP WAWANCARA

    Narasumber : Suwanto

    Jabatan : Direktur STIGMA/konselor

    Waktu : Senin, 19 agustus 2019, 13.30 s/d 14.00

    1) Program dan kegiatan apa yang ada di Yayasan

    STIGMA?

    Programnya itu banyak, pertama ada penjangkauan;

    penjangkauan itu isinya meliputi Diskusi Interaktif

    Kelompok (DIK), pendampingan pada pengguna jarum

    suntik (penasun) buat memutus rantai penularan

    HIV/AIDS, ada juga Mobile Censeling Test (CVT) dan

    program rehabilitasi dari KPA dan kemensos. Kegiatan

    rehabilitasi ada yang rawat inap sama rawat jalan.

    2) Tahapan rehabilitasinya gimana bang?

    Assessment, tes urin, konseling, pendekatan personal.

    3) Siapa aja yang terlibat pada waktu kegiatan

    konseling?

    Dari tahap assessment klien udah didampingin sama

    konselor, cuma berdua aja, klien sama konselornya.

    4) Waktu awal konseling gimana interaksi yang

    dilakukan konselor?

    Basa-basi dulu, nanti pelan-pelan akrab. Perkenalan,

    saling tau satu sama lain dulu ya. Kenapa bisa jadi

    pecandu? Masalahnya apa? Gitu gitu ya.

    5) Terus gimana supaya klien terbuka dan percaya sama

    konselor?

  • Ya setelah basa-basi sediki-dikit kalo udah sering ngobrol

    atau ketemu bisa akrab jadi terbuka sama kita ya. Setelah

    tau dia sukanya ngobrolin apa gitu yang dasar dasar aja

    kaya udah makan belom? Jangan nanya yang terlalu

    dalem dulu, nanti kan ngerasa kenal akrab. Buat suasana

    kalo dia itu temen kita, tapi tetep ada batesan kalo kita

    konseling. Konselor kan juga mantan pecandu ya. Jadi

    minimal tau lah ya. Kita dulu senasib, pernah di tahapan

    yang sama deh.

    6) Rehabilitasi itu biasanya berapa lama bang?

    Rawat inap 3 bulan sisanya rawat jalan. Keseluruhannya 6

    bulan. Rawat jalan ketemu seminggu sekali selama 3

    bulan. Konseling seminggu sekali selama 3 bulan setelah

    itu tes urin.

    7) Seberapa sulitnya proses rehabilitasi terhadap

    perempuan bang?

    Kalo untuk perempuan agak sulit terbuka, karena kuatnya

    tata nilai patriarkis yang membuat perempuan tidak

    memiliki kuasa. dan lebih sering nangis, karena mereka

    selalu ingat masa ketika dia rela untuk mendapatkan

    barang/NAPZA. Sebisa mungkin kita harus berusaha

    extra buat gali permasalahan yang mereka hadapi, kadang