regulasi emosi pada pengguna media sosialeprints.ums.ac.id/61449/1/naskah publikasi.pdf · besar...

22
REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIAL Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Oleh : SHINTA SRI HANDAYANI F 100140118 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

Upload: haliem

Post on 01-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIAL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Oleh :

SHINTA SRI HANDAYANI

F 100140118

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

Page 2: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

i

Page 3: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

ii

Page 4: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

iii

Page 5: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

1

REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIAL

Abstrak

Media sosial adalah suatu interaksi sosial antara individu dalam berbagi dan

bertukar informasi. Fenomena yang berkaitan dengan media sosial semakin

bermunculan seiring dengan penggunaan media sosial yang intens. Cyber –

bullying, depresi, dan pembandingan diri merupakan beberapa fenomena yang

muncul. Penggunaan media sosial yang bijak memerlukan regulasi emosi yang

baik. Regulasi emosi adalah kemampuan individu memproses, mengatur dan

menyeleksi emosi dalam merespon setiap peristiwa untuk dapat mencapai

kesejahteraan individu. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan

mendeskripsikan regulasi emosi pada pengguna media sosial, mendeskripsikan

strategi regulasi emosi pada pengguna media sosial, serta memahami dan

mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi regulasi emosi pada pengguna media

sosial. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner

terbuka. Informan penelitian adalah 145 pengguna media sosial yang memiliki

minimal 3 media sosial yang aktif digunakan dan rentang usia 17 – 40 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bentuk regulasi emosi pengguna media sosial

antara lain lebih sering berpikir matang terlebih dahulu dan menggunakan

pertimbangan logika dan perasaan saat mengambil suatu keputusan untuk

mengurangi resiko, cenderung memiliki perasaan dan pikiran negatif saat

mengalami kegagalan namun dapat berperilaku positif meskipun melakukan self-

blame, melakukan self–comparison dengan pengguna media sosial lain, lebih

sering merasakan emosi negatif setelah menggunakan media sosial. Strategi

regulasi emosi yang digunakan pengguna media sosial antara lain self-blame,

refocus on planning, rumination or focus on thought, positive reappraisal, dan

catastrophizing. Faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi emosi pada pengguna

media sosial antara lain usia, jenis kelamin, jumlah media sosial yang dimiliki dan

durasi penggunaan media sosial setiap hari.

Kata kunci : regulasi emosi, media sosial, pengguna media sosial

Abstract

Social media is a social interaction between individual on sharing and exchange

information. The phenomena associated with social media are increasingly

emerging along with the intense use of social media. Cyber - bullying, depression,

and self - comparison are some of the emerging phenomena. Use social media

wisely require good emotion regulation. Emotion regulation is the ability of

individuals to process, organize and select emotions in response to every event to

achieve individual well-being. This study aims to understand and describe

emotional regulation on social media users, describe emotional regulation

strategies on social media users, as well as understand and describe factors that

affect emotional regulation on social media users.The data collection method is

using open questionnaire. Informants involved in this research are 145 social

Page 6: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

2

media user who use 3 or more social media actively and 17 – 40 years old. The

result of the research exhibits the forms of emotion regulation on social media

users are thinking carefully and using both logic and feeling before decide to do

something to avoid any risk, tend to have negative feelings and thoughts when

experiencing failure but can behave positively despite self-blame, do self-

comparison with other social media users, more often feel negative emotion after

using social media. Factors that associated with emotion regulation on social

media users are age, gender, amount of social media owned, and time duration of

social media usage each day.

Keywords : emotion regulation, social media, social media user

1. PENDAHULUAN

Media sosial adalah suatu interaksi sosial antara individu dalam berbagi dan

bertukar informasi. Media sosial dapat mencakup berbagai ide, pendapat, gagasan

dan konten dalam komunitas virtual serta mampu menghadirkan dan

mentranslasikan cara berkomunikasi baru dengan teknologi yag sama sekali

berbeda dari media tradisional (Watson, 2009). Perkembangan dunia teknologi

yang sudah semakin inovatif di era global telah memberikan dampak langsung

kepada masyarakat terutama bagi generasi muda.Kegunaan media sosial bagi

sebagian besar pengguna internet adalah menonton video, membagi ulang

postingan orang lain, menempatkan selfie, dan membagi foto makanan. Social

Memos (2016) mengadakan penelitian pada akhir tahun 2016 mengenai media

sosial apa saja yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia pada

tahun 2016. Facebook menduduki peringkat pertama dan tercatat sebanyak

11.658.760 pengguna dengan rentang usia 16 tahun sampai usia 35 tahun.

Instagram menduduki peringkat kedua dengan didominasi oleh pengguna dengan

rentang usia 16 tahun sampai dengan 25 tahun. Twitter menduduki peringkat

ketiga karena setiap harinya pengguna internet di Indonesia memposting 2,4%

tweet dari 10,6 juta tweet perharinya di seluruh dunia. Path menduduki peringkat

keempat dengan dominasi pengguna di rentang usia 20 tahun sampai dengan 25

tahun.

Kepemilikan media sosial tidak terbatas pada kaum menengah ke atas yang

memiliki akses internet dan perangkat yang mendukung, tidak pula terbatas umur,

jenis kelamin, dan suku. Sebagian besar orang yang berada di era digital memiliki

Page 7: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

3

setidaknya satu atau dua media sosial (Primack, 2017). Primack (2017) juga

meneliti mengenai kemungkinan adanya pengaruh antara penggunaan jumlah

media sosial yang dimiliki dengan depresi dan kecemasan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan jumlah media sosial yang semakin banyak lebih

mudah terkena depresi dan kecemasan pada remaja. Analisis dari data penelitian

menunjukkan bahwa orang yang menggunakan 7 - 11 platform media sosial

memiliki resiko tiga kali lebih besar terkena depresi dan kecemasan dibanding

orang yang hanya menggunakan 2 platform media sosial atau tidak menggunakan

media sosial sama sekali.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sherlyanita dan Rakhmawati

(2016), menunjukkan bahwa pengguna media sosial mengakses media sosial

setiap harinya dengan durasi selama kurang lebih satu jam setiap harinya.Konten

yang diposting oleh pengguna media sosial merupakan konten yang sudah

terfabrikasi atau dibuat sedemikian rupa agar terlihat menarik namun sebenarnya

tidak menggambarkan kehidupan nyata atau real life penggunanya (Smith, 2010).

Ketika pengguna media sosial tersebut memposting sisi hidup nya yang penuh

kemewahan dan kebahagiaan, tidak jarang kenyataannya dalam hidup merasa

sebaliknya.Putri, Nurwati dan Budiarti (2016) menyebutkan dalam penelitiannya

bahwa media sosial memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif

antara lain memperluas jaringan pertemanan, mendapatkan informasi yang

bermanfaat. Dampak negatifnya adalah tidak semua pengguna media sosial

merupakan pengguna yang sopan dalam bertutur kata atau berbagi konten dan

dapat mengganggu kehidupan serta komunikasi pengguna media sosial dengan

keluarganya.

Pemakaian media sosial yang berlebihan (excessive use) adalah emosi yang

diungkapkan lewat media sosial dapat menular tanpa disadari oleh pengguna

media sosial saat membaca atau melihat konten dari pengguna yang lain. Keadaan

tersebut memungkinkan pengguna untuk merasakan emosi yang sama ataupun

emosi yang muncul lainnya secara tidak sadar. Kramer,Guillory, dan Hancock

(2014) menyatakan bahwa penularan emosi dapat terjadi tanpa melalu interaksi

secara langsung dan tanpa informasi non-verbal. Kramer dkk (2014) memperoleh

Page 8: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

4

hasil yang menunjukkan bahwa ketika pengguna media sosial banyak melihat

konten media sosial yang negatif maka akan memiliki kemungkinan yang lebih

besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain

dapat menjadi sarana penularan emosi juga dapat mempengaruhi suasana hati

penggunanya. Turkle (2011) mengemukakan bahwa seberapa lama seseorang

menghabiskan waktu di media sosial akan terjadi proses pembandingan sosial

yang bisa mengakibatkan efek depresif akibat munculnya reaksi “alone together”.

Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian tersebut menjabarkan bahwa

semakin sering seseorang mengakses Facebook maka semakin tidak bahagia

orang tersebut (Kross dkk, 2013). Berdasarkan paparan diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa penggunaan media sosial yang berlebih dapat memberikan

pengaruh pada kondisi emosional dan suasana hati penggunanya. Perasaan timbul

karena respon dari situasi yang dirasakan dan diintepretasikan oleh seseorang,

yang merupakan respon dari proses emosi yang dirasakan atau terjadi pada diri

seseorang (Lewis, 2008). Emosi menurut orang awam sering disalah artikan

sebagai perasaan. Emosi adalah bagaimana cara seseorang dalam merespon situasi

dalam berbagai cara (William James dalam Lewis, 2008).

Regulasi emosi merupakan salah satu aspek penting bagi perkembangan

individu. Regulasi emosi adalah proses yang mempengaruhi emosi yang dimiliki

individu, ketika memiliki emosi, dan bagaimana mengalami dan mengekspresikan

emosi (Gross, 2002). Regulasi emosi mengacu pada proses biologis, sosial,

perilaku dan proses kognitif sadar dan tidak sadar. Perubahan kondisi emosional

dan suasana hati dapat memicu depresi di kalangan pengguna sosial media karena

kurangnya regulasi emosi. Kemampuan regulasi-emosi atau keterampilan

mengelola emosi menjadi penting bagi individu untuk dapat efektif dalam

melakukan coping terhadap berbagai masalah yang dapat mendorongnya

mengalami kecemasan dan depresi. Individu yang mampu mengelola emosi -

emosinya secara efektif, akan lebih memiliki daya tahan untuk tidak terkena

kecemasan dan depresi. Thompson & Goleman (dalam Safaria, 2007) menyatakan

terutama bagi individu yang mampu mengelola emosi-emosi negatif yang

dialaminya seperti perasaan sedih, marah, benci, kecewa, atau frustasi. Regulasi

Page 9: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

5

emosi memiliki berbagai aspek seperti yang dikemukakan oleh Goleman

(2008)strategies to emotion regulation (strategies) ialah keyakinan individu untuk

dapat mengatasi suatu masalah, memiliki kemampuan untuk dapat mengurangi

emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali setelah

merasakan emosi yang berlebihan, enganging in goal directed behavior (goals)

ialah kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang

dirasakannya sehingga dapat tetap berfikir dan melakukan sesuatu dengan baik,

control emotional responses (impulse) ialah kemampuan individu untuk dapat

mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (respon

fisiologis, tingkah laku dan nada suara), sehingga individu tidak akan merasakan

emosi yang berelbihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat, acceptance of

emotional response (acceptance) ialah kemampuan individu untuk menerima

suatu peristiwa yang menimbulkan emosi. Faktor – faktor yang mempengaruhi

regulasi emosi yang dijelaskan Widiyastuti (2014) antara faktor lingkungan yaitu

lingkungan tempat individu berada seperti keluarga, sekolah, tempat kerja,

komunitas dan lingkungan masyarakat yang berpotensi mempengaruhi

perkembangan emosi inidvidu, faktor pengalaman dimana manusia dalam

kehidupannya berproses dengan memiliki pengalaman hidup yang berbeda antara

yang satu dengan yang lain, pola asuh yang menyebabkan individu berkembang

dan berproses melalui keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan orang

tua berperan besar didalamnya, jenis kelamin antara laki – laki dan perempuan

memiliki perbedaan mendasar dalam merespon suatu peristiswa yang disebabkan

oleh adanya perbedaan karakteristik emosi, usia seseorang menentukan bagaimana

seseorang merespon keadaan dan emosi, religiusitas atau agama memberikan

pengajaran bahwa iman yang baik disertai dengan perasaan yang baik. Strategi –

strategi dalam regulasi emosi yang dijelaskan oleh Garnefsky (2008) antara lain

self - blame adalah mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri sendiri dan

blamming others adalah mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain atas

kejadian yang menimpa drinya, acceptance adalah mengacu pada pola pikir

menerima dan pasrah atas kejadian yang menimpa dirinya, refocus on planning

mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus diambil dalam

Page 10: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

6

menghadapi perisitiwa negatif yang dialami, positive refocusing adalah

kecenderungan individu untuk lebih memikirkan hal-hal yang lebih

menyenangkan dan menggembirakan daripada memikirkan situasi yang sedang

terjadi, rumination or focus on thought adalah apabila individu cenderung selalu

memikirkan perasaan yang berhubungan dengan situasi yang sedang terjadi,

positive reappraisal adalah kecenderungan individu untuk mengambil makna

positif dari situasi yang sedang terjadi, putting into perspective adalah individu

cenderung untuk bertingkah acuh (tidak peduli) atau meremehkan suatu keadaan,

catastrophizing adalah kecenderungan individu untuk menganggap bahwa

dirinyalah yang lebih tidak beruntung dari situasi yang sudah terjadi. Namun

terdapat strategi regulasi yang dikategorikan sebagai strategi regulasi emosi yang

baik sesuai yang dikemukakan Garnefski (2008) adalah acceptance, refocus on

planning, positive refocusing, positive reappraisal, putting into perspective karena

menunjukkan tingkat anxiety atau kecemasan yang rendah, self esteem yang

positif dan tingkat optimis yang tinggi. Strategi regulasi emosi yang buruk adalah

self - blame, blaming other, rumination or focus on thought, dan catastrophizing

karena diasosiasikan dengan tingkat stress dan depresi yang tinggi.

Media sosial menurut kristanto (2011) menyatakan media sosial adalah media

yang sering disebut sebagai media online dimana dapat mewakili para

penggunanya untuk saling berinteraksi dengan sesamanya di dunia luar baik yang

dikenal maupun tidak. Varinder Taprial dan Priya Kanwar (2012) mengemukakan

media sosial adalah media yang digunakan oleh individu agar menjadi sosial, atau

menjadi sosial secara daring dengan cara berbagi isi, berita, foto dan lain-lain

dengan orang lain. Caleb T. Carr dan Rebecca A. Hayes (2015) menjelaskan

bahwa media sosial adalah media berbasis Internet yang memungkinkan

pengguna berkesempatan untuk berinteraksi dan mempresentasikan diri, baik

secara seketika ataupun tertunda, dengan khalayak luas maupun tidak yang

mendorong nilai dari user-generated content dan persepsi interaksi dengan orang

lain. Media sosial juga diklasifikasikan berdasar social presence dan self

presentation antara lain collaborative blogs or collaborative projects (wikipedia)

yang mengizinkan peserta untuk bekerja sama dalam suatu proyek misalnya

Page 11: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

7

penelitian atau penulisan kamus, dimana seluruh informan diperbolehkan untuk

menulis atau mengedit kapanpun dan dimanapun untuk melengkapinya, blogs and

microblogs merupakan situs pribadi yang dibuat oleh individu untuk

berkomunikasi melaui tulisan atau media lain seperti video, audio, atau gambar

seperti wordpress.com, content communities ialah jenis media sosial yang

berfungsi untuk berbagi konten-konten media seperti video, gambar, atau suara

seperti Flickr, social networking sites situs paling umum untuk jenis ini adalah

Facebook, virtual game world merupakan suatu program dimana pengguna dapat

berpartisipasi dalam sebuah game secara virtual, virtual social worlds merupakan

tipe media sosial dimana individu dapat membuat profil, tindakan, mengenai

kehidupan, dan perbuatan yang sama halnya dengan didunia nyata sesuai

keinginannya.

Hasil wawancara awal dengan informan pertama yang berinisial ZNF

mengemukakan informan memiliki 5 platform media sosial yaitu instagram,

snapchat, path, twitter, facebook dan vine. Kelima platform tersebut tidak

semuanya secara aktif digunakan oleh informan, hanya instagram yang digunakan

aktif oleh informan. Informan harus melakukan “puasa media sosial” yaitu tidak

mengakses media sosial selama beberapa hari bahkan sampai seminggu. Hal

tersebut dilakukan informan karena informan merasa mengalami kepercayaan diri

yang menurun, pesimis dan sering merasa iri dengan orang lain saat mengakses

akun instagram yang dimilikinya. Informan juga mengakui sering

membandingkan kehidupannya dengan kehidupan temannya lalu merasa tidak

puas dengan kehidupannya sendiri.

Hasil wawancara awal dengan informan kedua yang berinisial S mengungkap

bahwa informan sampai mengalami insomnia atau susah tidur ketika mengakses

media sosial yang dimilikinya seperti instagram dan facebook. Informan

menyatakan bahwa informan juga menjadi sering membandingkan dirinya dengan

selebgram sehingga muncul rasa ingin bisa meniru selebgram. Informan hingga

rela membayar sekitar Rp 500.000,- agar mendapatkan follower yang banyak.

Setiap kali memposting foto selfienya, informan merasa puas apabila

mendapatkan komentar yang memuji kecantikan informan. Informan akan merasa

Page 12: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

8

gelisah dan cemas ketika informan mendapatkan komentar yang tidak sesuai

harapannya.

Penelitian ini penting untuk dilakukan untuk menjelaskan fenomena regulasi

emosi atau manajemen emosi pada pengguna media sosial. Adapun tujuan

penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan regulasi emosi pada

pengguna media sosial, mendeskripsikan strategi regulasi emosi pada pengguna

media sosial, dan memahami serta mendeskripsikan faktor – faktor yang

mempengaruhi regulasi emosi pada pengguna media sosial.

2. METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner terbuka. Menurut

Creswell (2015) open ended question (pertanyaan terbuka) didalam sebuah survei

adalah sebuah metode pengumpulan data yang menyajikan pertanyaan –

pertanyaan yang mana peneliti tidak menyediakan pilihan – pilihan jawaban maka

dari itu informan dapat secara bebas memberikan jawabannya. Informan dari

penelitian ini adalah 145 pengguna media sosial yang memiliki setidaknya 3 atau

lebih media sosial yang berkategori SNS (social networking site) seperti

Facebook, Instagram, Twitter, Path, Youtube, Whatsapp, Line dan lainnya yang

digunakan secara aktif dan berusia 17 – 21 tahun yang berjenis kelamin

perempuan berjumlah 96 informan dan yang berjenis kelamin laki –laki berjumlah

25, serta 22 – 36 tahun yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 15 informan

dan yang berjenis kelamin laki –laki berjumlah 9 informan. Teknik pengambilan

sampel menggunakan snowball sampling. Penyusunan panduan kuesioner terbuka

berdasarkan aspek – aspek pada regulasi emosi, yaitu strategies, goals, impulse,

acceptance yang berjumlah 20 aitem dan pertanyaan seputar media sosial yang

berjumlah 5 aitem dengan total 25 aitem. Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisisisi

(content analysis).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan regulasi emosi

pada pengguna media sosial, mendeskripsikan strategi regulasi emosi pada

Page 13: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

9

pengguna media sosial, dan memahami serta mendeskripsikan faktor – faktor

yang mempengaruhi regulasi emosi pada pengguna media sosial. Gross (2014)

menyebutkan bahwa regulasi emosi adalah serangkaian proses dimana emosi

diatur sesuai dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis atau dikontrol,

disadari atau tidak disadari dan melibatkan banyak komponen yang bekerja terus

menerus sepanjang waktu. Regulasi emosi yang dilakukan individu merupakan

usaha individu untuk memberikan pengaruh terhadap emosi yang muncul dengan

cara mengatur bagaimana individu merasakan dan mengekspresikan emosinya

agar tetap dapat bersikap tenang dan berfikir jernih. Goleman (2008)

menyebutkan ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan kemampuan

regulasi emosi seseorang yaitu kemampuan individu untuk dapat mengatasi suatu

masalah (strategies), kemampuan individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi

negatif yang dirasakannya sehingga dapat tetap berfikir dan melakukan sesuatu

dengan baik (goals), kemampuan individu untuk dapat mengontrol emosi yang

dirasakannya dan respon emosi yang ditampilkan (impulse), kemampuan individu

untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan emosi (acceptance).

Pengguna media sosial kerap menjumpai berbagai peristiwa atau kejadian baik

di dunia maya ataupun dunia nyata yang berpotensi memicu respon emosi yang

tidak diinginkan dan memiliki efek domino pada hal yang lain. Setiap pengguna

media sosial memiliki pengalaman yang berbeda – beda yang dapat membantu

untuk memahami dan mendeskripsikan regulasi emosi yang dimiliki, sebesar 50%

pengguna media sosial menyatakan memperbarui status di media sosial yang

dimiliki karena ingin menunjukkan dan meluapkan suasana hati yang dirasakan

saat itu. Pada wawancara lanjutan, beberapa menyatakan suasana hati yang bagi

di media sosial cenderung suasana hati saat sedih, kecewa, marah dan sebagainya.

Tanggapan tersebut juga didukung dengan tanggapan pengguna media sosial

sebesar 16% selalu memposting di media sosial dan sebesar 32% kadang

memposting di media sosial ketika merasa sedih atau marah. Sebesar 38%

pengguna media sosial juga menyatakan bahwa merasa kecanduan (addictive)

untuk terus membuka platform media sosial yang dimiliki sejak menggunakan

media sosial Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Goleman (2008) bahwa

Page 14: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

10

regulasi emosi yang baik adalah adanya kendali diri, dalam arti mampu mengelola

emosi dan impuls yang merusak dengan efektif.

Manusia merupakan makhluk sosial yang perlu memiliki hubungan dengan

orang lain secara baik. Hubungan yang baik antar individu diperlukan komunikasi

dan kepekaan terhadap satu sama lain. Sebesar 48% pengguna media sosial

menyatakan alasan mengapa memberikan komentar di postingan pengguna

lainnya yaitu menarik dan 23% menyebutkan bahwa saat memberikan komentar

di postingan pengguna lainnya sebagai bentuk komunikasi dengan pengguna lain.

Sebesar 43% pengguna media sosial menyepakati bahwa hal yang pantas

dibagikan di media sosial seperti pencapaian keberhasilan misal pernikahan,

kelahiran, wisuda, dan lainnya. Sebesar 32% pengguna media sosial juga

menyepakati bahwa hal yang tidak pantas dibagikan adalah isu SARA (suku, ras,

agama, dan antar golongan) karena menyadari tinggal di Indonesia yang bhineka

tunggal ika, penuh dengan perbedaan sehingga perlu adanya kepekaan dan kehati

– hatian. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Goleman (2008) bahwa

regulasi emosi yang baik adalah memiliki hubungan interpersonal yang baik dan

kepekaan terhadap orang lain.

Sebesar 92% informan menyatakan bahwa perlu pemikiran yang matang

sebelum melakukan sesuatu dan 41% pengguna media sosial menyatakan bahwa

perlu pertimbangan yang menggunakan logika dan perasaan agar mendapat hasil

yang lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Goleman (2008)

bahwa kemampuan regulasi emosi yang baik yaitu memiliki sikap hati-hati,

artinya dalam melakukan sesuatu harus berdasarkan pemikiran yang matang.

Kemampuan seseorang dalam beradaptasi terhadap perubahan dan tantangan

yang ada terutama di era digital seperti sekarang merupakan sebuah keharusan.

Pengguna media sosial yang menyebutkan bahwa makna yang didapat setelah

menggunakan media sosial adalah bertambahnya wawasan dan informasi sebesar

23% dan menjadi semakin lebih bijak serta berhati – hati dalam berbagai

perubahan kehidupan sebesar 23%. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Goleman (2008) bahwa regulasi emosi yang baik adalah adanya kemampuan

Page 15: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

11

adaptabilitas yaitu memiliki keluwesan dalam menangani perubahan dan

tantangan.

Kekuatan individu dalam menghadapi dan menyikapi permasalahan

merupakan suatu tolak ukur yang penting dalam suatu kehidupan individu untuk

berproses kedepannya. Sebesar 74% pengguna media sosial menyatakan

berperilaku positif saat mengalami kegagalan seperti semakin mempergiat

rutinitas ibadah, membuat rencana baru dan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Goleman (2008) bahwa regulasi emosi yang baik adalah adanya

toleransi yang tinggi terhadap rasa frustasi yang berarti tidak mudah putus asa

terhadap masalah.

Lingkungan dan individu tidak pernah lepas satu sama lain, saling

berhubungan membentuk suatu komunitas. Sebesar 60% pengguna media sosial

mengakui pernah membandingkan kehidupan dirinya sendiri dengan kehidupan

pengguna media sosial lainnya dan sebesar 56% menjelaskan alasan

membandingkan diri karena merasa iri dan sebesar 44% merasa tidak bahagia

dengan kehidupannya. Selain itu, sebesar 96% pengguna media sosial menyatakan

setuju bahwa kehidupan yang ditampilkan pengguna media sosial lain di media

sosialnya tidak sepenuhnya 100% sama dengan kehidupan nyata pengguna

tersebut dan sepakat menganggap hal tersebut sebagai suatu pencitraan. Hal

tersebut tidak sesuai dengan penjelasan Goleman (2008) yang menyatakan bahwa

individu memiliki regulasi emosi yang baik apabila memiliki pandangan yang

positif terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya.

Emosi merupakan hal yang signifikan dalam kehidupan sehari – hari manusia.

Berdasarkan data yang didapat sebesar 70% pengguna media sosial mengaku

merasakan afek negatif seperti sedih, depresi, stress saat mengalami kegagalan

serta sebesar 79% pengguna media sosial juga berpikir negatif saat mengalami

kegagalan, dan sebanyak 49% mengaku merasakan emosi negatif seperti marah,

takut atau was was dan sedih sejak menggunakan media sosial. Selain itu, sebesar

37% pengguna media sosial mengakui saat mengalami masalah maka merasa

emosinya tidak stabil seperti mudah marah, menyendiri, dan lainnya. Hal tersebut

tidak sesuai dengan yang dinyatakan Goleman (2008) bahwa individu dengan

Page 16: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

12

kemampuan regulasi emosi yang baik memiliki pandangan yang positif terhadap

diri dan lingkungannya, artinya lebih sering merasakan emosi positif daripada

emosi negatif.

Setiap individu menggunakan beberapa strategi dalam kehidupannya termasuk

strategi regulasi emosi. Sebesar 83% pengguna media sosial menyatakan pernah

menyalahkan dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Garnefsky

(2008) bahwa salah satu strategi dalam regulasi emosi adalah self - blameyang

mengacu kepada pola pikir menyalahkan diri sendiri. Namun tidak sesuai dengan

strategi regulasi emosi yang lain yaitu acceptance adalah mengacu pada pola pikir

menerima dan pasrah atas kejadian yang menimpa dirinya dan blaming others

yang mengacu pada pola pikir menyalahkan orang lain atas kejadian yang

menimpa dirinya (Garnefsky,2008).

Gambar 1. Self - Blame

Sebesar 74% pengguna media sosial menyatakan berperilaku positif saat

mengalami kegagalan seperti semakin mempergiat rutinitas ibadah, membuat

rencana baru dan lainnya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Garnefsky

(2008) bahwa salah satu strategi dalam regulasi emosi adalah refocus on planning

mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus diambil dalam

menghadapi perisitiwa negatif yang dialami sebesar 79% pengguna media sosial

juga berpikir negatif seperti merasa tidak mampu, merasa tidak berguna dan

lainnya saat mengalami kegagalan. Hal tersebut tidak sesuai dengan yang

dinyatakan Garnefsky (2008) mengenai strategi regulasi emosi yaitu positive

refocusing yang merupakan kecenderungan individu untuk lebih memikirkan hal-

83%

17%

Self - Blame

Pernah

Tidak

Page 17: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

13

hal yang lebih menyenangkan dan menggembirakan daripada memikirkan situasi

yang sedang terjadi.

Berdasarkan data yang didapat sebesar 70% pengguna media sosial mengaku

merasakan afek negatif seperti sedih, depresi, stress saat mengalami kegagalan.

Hal tersebut sesuai dengan salah satu strategi regulasi emosi yaitu rumination or

focus on thought adalah apabila individu cenderung selalu memikirkan perasaan

yang berhubungan dengan situasi yang sedang terjadi (Garnefsky, 2008).

Sebesar 17% pengguna media sosial menyatakan memang tidak pernah

menyalahkan dirinya dan semuanya menyatakan bahwa kegagalan sebagai sebuah

hal yang memang sudah menjadi jalan atau takdir dari Allah serta kesuksesan

yang tertunda. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Garnefsky (2008)

bahwa strategi regulasi emosi yakni positive reappraisal yang merupakan

kecenderungan individu untuk mengambil makna positif dari situasi yang sedang

terjadi.

Sebesar 92% informan menyatakan bahwa perlu pemikiran yang matang

sebelum melakukan sesuatu karena mempertimbangkan dampak dan resiko yang

mungkin saja timbul dan 41% pengguna media sosial menyatakan bahwa perlu

pertimbangan yang menggunakan logika dan perasaan agar mendapat hasil yang

lebih baik. Hasil tersebut tidak sesuai dengan strategi regulasi emosi putting into

perspective adalah individu cenderung untuk bertingkah acuh (tidak peduli) atau

meremehkan suatu keadaan (Garnefsky, 2008).

Sebesar 60% pengguna media sosial mengakui pernah membandingkan

kehidupan dirinya sendiri dengan kehidupan pengguna media sosial lainnya dan

sebesar 56% menjelaskan alasan membandingkan diri karena merasa iri mengapa

tidak bisa seperti pengguna yang lain dan sebesar 44% merasa tidak bahagia

dengan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan strategi regulasi emosi

catastrophizing adalah kecenderungan individu untuk menganggap bahwa

Page 18: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

14

dirinyalah yang lebih tidak beruntung dari situasi yang sudah terjadi

Gambar 2. Alasan Self – Comparison di Media Sosial

Regulasi emosi pada informan yang berusia 17 – 25 tahun antara lain

menganggap penting pendapat orang lain, sering menyalahkan diri sendiri saat

mengalami kegagalan, permasalahan yang sering dialami berkaitan dengan

pencapaian diri dan permasalahan relasi dengan orang lain (faktor eksternal),

sering mengalami gangguan pola tidur, pola makan, susah berkonsentrasi,

emosional, dan mengasingkan diri ketika memiliki masalah.

Regulasi emosi pada informan yang berusia 26 – 36 tahun antara lain Tidak

terlalu memikirkan pendapat orang lain, tidak menyalahkan diri sendiri saat

mengalami kegagalan, permasalahan yang dialami berkaitan dengan faktor

internal seperti salah dalam merencanakan, sering mengalami emosi yang tidak

stabil, susah berkonsentrasi dan gangguan pola tidur ketika memiliki masalah.

Informan yang berjenis kelamin perempuan dan laki – laki memiliki

perbedaan bentuk regulasi emosi. Informan yang berjenis kelamin perempuan

memiliki bentuk regulasi emosi antara lain melibatkan perasaan dalam berbagai

hal sehingga cenderung lebih sering memiliki respon emosi yang reaktif, sering

menyalahkan diri sendiri, terlalu fokus pada apa yang sudah diperbuat dan

mengesampingkan apa yang akan diperbuat.

Informan yang berjenis kelamin laki – laki memiliki bentuk emosi antara lain

melibatkan logika dalam berbagai hal sehingga cenderung jarang memiliki respon

emosi yang reaktif, jarang menyalahkan diri sendiri, fokus pada apa yang akan

diperbuat daripada yang sudah diperbuat.

56%44%

Alasan Self - Comparison di Media Sosial

Iri

Tidak bahagia

Page 19: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

15

Jumlah platform yang dimiliki juga mempengaruhi regulasi emosi pengguna

media sosial. Informan yang memiliki 3 platform media sosial 74 % melakukan

self blame, yang memiliki 4 platform 93% melakukan self - blame, yang memiliki

5 platform 81% melakukan self - blame, yang memiliki 6 platform 95%

melakukan self - blame, yang memiliki 7 platform 100% melakukan self - blame,

dan yang memiliki 8 platform 75% melakukan self - blame. Pengguna media

sosial yang memiliki 3 platform 60% merasakan emosi negatif, yang memiliki 4

platform 60% merasakan emosi negatif, yang memiliki 5 platform 37%

merasakan emosi negatif, yang memiliki 6 platform 43% merasakan emosi

negatif, yang memiliki 7 platform 67% merasakan emosi negatif, yang memiliki 8

platform 62% merasakan emosi negatif. Informan yang memiliki 3 – 8 platform

seluruhnya menunjukkan self – blame. Namun informan yang memiliki 6 dan 7

platform yang paling tinggi melakukan self-blame

Informan yang menggunakan media sosial selama 1 – 2 jam per hari 58%

melakukan self – blame, yang menggunakan media sosial selama 2 – 3 jam per

hari 100% melakukan self – blame, yang menggunakan media sosial selama 3 – 4

jam per hari 96% melakukan self – blame, dan yang menggunakan media sosial

selama lebih dari 4 jam per hari 88%% melakukan self – blame. Pengguna media

sosial yang menggunakan media sosial selama 1 - 2 jam per hari 50% merasakan

emosi positif, yang menggunakan media sosial selama 2 - 3 jam per hari 47%

merasakan emosi negatif¸yang menggunakan media sosial selama 3 - 4 jam per

hari 39% merasakan emosi negatif, dan yang menggunakan media sosial selama

lebih dari 4 jam per hari 57% merasakan emosi negatif.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa

kesimpulan yang dapat diambil oleh peneliti mengenai bentuk-bentuk regulasi

emosi pada pengguna media sosial. Pengguna media sosial lebih sering berpikir

matang terlebih dahulu dan menggunakan pertimbangan logika dan perasaan saat

mengambil suatu keputusan untuk mengurangi resiko, cenderung memiliki

perasaan dan pikiran negatif saat mengalami kegagalan namun dapat berperilaku

positif saat mengalami kegagalan seperti semakin giat beribadah,

Page 20: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

16

memperbaruistatus di media sosial karena ingin menunjukkan suasana hatinya

saat itu, memberi komentar di postingan pengguna media sosial yang lain karena

tertarik dengan isi postingan tersebut, menilai postingan berkaitan dengan hobi

adalah hal yang membahagiakan, menilai postingan berkaitan dengan isu SARA

(suku, ras, agama, dan golongan) memicu reaksi negatif., merasakan afek

negatifdan merasa kecanduan setelah menggunakan media sosial, berbagi di

media sosial atau memposting saat merasa bahagia karena ingin berbagi

kebahagiaan dan sebaliknya tidak membagikannya di media sosial saat merasa

sedih atau marah karena pertimbangan privasi, membandingkan kehidupan diri

sendiri dengan pengguna media sosial yang lain karena merasa iri meskipun

menyetujui bahwa kehidupan pengguna yang ditampilkan di media sosial tidak

100% sama dengan kehidupan nyata, menganggap pencapaian keberhasilan

adalah hal yang pantas dibagikan di media sosialdan hal yang berkaitan dengan

SARA (suku, ras, agama, dan golongan) tidak pantas dibagikan di media sosial,

pernah menyalahkan dirinya sendiri karena gagal melakukan sesuatu, dan

menyatakan emosinya tidak stabil saat mengalami masalah seperti mudah marah

dan menangis.

Strategi regulasi emosi yang digunakan pengguna media sosial adalah self-

blame, refocus on planning, rumination or focus on thought, positive reappraisal,

dan catastrophizing. Berdasarkan strategi regulasi emosi tersebut, 2 strategi

regulasi emosi dikategorikan sebagai strategi yang baik adalah refocus on

planning dan positive reappraisal. 3 strategi regulasi emosi dikategorikan sebagai

strategi yang buruk adalah self – blame, rumination or focus on thought, dan

catastrophizing.

Individu dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika memiliki kendali

atau kemampuan yang cukup baik terhadap emosi yang muncul. Regulasi emosi

yang baik apabila memenuhi 5 dari 7 hal kemampuan regulasi emosi. Pengguna

media sosial hanya memiliki 3 dari 7 hal kemampuan regulasi emosi sehingga

pengguna media sosial memiliki regulasi emosi yang kurang baik. Kemampuan

regulasi emosi yang dimiliki pengguna media sosial adalah sikap hati – hati,

kemampuan adaptabilitas, dan toleransi yang tinggi terhadap rasa frustasi.

Page 21: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

17

Faktor – faktor yang mempengaruhi regulasi emosi pada pengguna media

sosial antara lain usia, jenis kelamin, jumlah media sosial yang dimiliki dan

digunakan secara aktif, dan durasi penggunaan media sosial setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J. W. (2015). Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

Mixed. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Garnefski, N., & Kraaij, V. (2008). Relationships between cognitive emotion

regulation strategies and depressive symptoms. Oakland: CA Publishing

Goleman, D. (2008). Destructive emotions: A scientific dialogue with the Dalai

Lama. Bantam.

Gross, J. J. (2014). Emotion regulation: Conceptual and empirical foundations. In

J. J. Gross (Ed.), Handbook of emotion regulation (pp. 3-20). New York, NY,

US: Guilford Press.

Gross, J.&J. Werner, K.,(2002). Emotion regulation and psychopathology: A

conceptual framework. Toronto: Harleyquinn.

Kramer, Adam.D.I,.Guillory, J.E., & Hancock, J.T.(2014). Experimental evidence

of massive-scale emotional contagion through social networks. PNAS,111,

29.doi:10.1073/pnas.1412469111

Kross, E., Verduyn, P., Demiralp, E., Park, J., Lee, D. S., Lin, N., ... & Ybarra, O.

(2013). Facebook use predicts declines in subjective well-being in young

adults. PloS one, 8(8), e69841. doi:10.1371/journal.pone.0069841

Lewis, M. D., & Stieben, J. (2008). Emotion regulation in the brain: Conceptual

issues and directions for developmental research. Child Development, 75(2),

371-376.doi: 10.1111/j.1467-8624.2004.00680.x

Memos, Social. (2016). Hootsuite. 2017. DIGITAL IN 2017: GLOBAL

OVERVIEW

Primack, B. A., Shensa. Ariel.,Escobar – Viera, C. G., Barett, E.L., Sidani, J.E.,

Colditz, J.B., James, E,A.(2017). Use of multiple social media platforms and

symptoms of depression and anxiety: A nationally-representative study

among U.S. young adults. Computers in Human Behavior ,69,1-9.

doi10.1016/j.chb.2016.11.013

Page 22: REGULASI EMOSI PADA PENGGUNA MEDIA SOSIALeprints.ums.ac.id/61449/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · besar akan memposting konten yang bersifat negatif pula.Media sosial selain dapat menjadi

18

Putri, W. S. R., & Nurwati, N. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku

Remaja. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat, 3(1).doi:10.24198/jppm.v3i1.13625

Safaria, T., & Saputra, N. E. (2007). Manajemen emosi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sherlyanita, A. K., & Rakhmawati, N. A. (2016). Pengaruh dan Pola Aktivitas

Penggunaan Internet serta Media Sosial pada Siswa SMPN 52 Surabaya.

Journal of Information Systems Engineering and Business Intelligence, 17-

22. doi:10.20473/jisebi.2.1.17-22

Smith, M. L. (2010). Directions in social media for professionals and scholars. In

R. L. Heath (Ed.), Handbook of public relations (2nd ed., pp. 643–656).

Thousand Oaks, CA: Sage.

Turkle, S. (2011). Alone together: Why we expect more from technology and less

from each other. UK: Hachette UK.

Watson, M. (2009). Twittering healthcare: Social media and medicine.

Telemedicine and e-Health, 15, 507–510. doi:10.1089/tmj.2014.9955