reformasi penelitian dan pengembangan · pdf filereformasi kebijakan menuju transformasi...

20
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN Haris Syahbuddin dan Eleonora Runtunuwu PENDAHULUAN Negara yang kuat adalah negara yang mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri tanpa atau hanya sedikit sekali (sekitar 5%) saja bergantung pada impor. Kemandirian pangan merupakan cita-cita luhur bangsa Indonesia dalam menyonsong era persaingan bebas dan dalam rangka memenuhi (MDG). Menurut Lundi (2013) Indonesia merupakan bagian dari sedikit negara yang sudah pada jalur yang benar untuk menurunkan angka kelaparan pada anak di bawah 5 tahun. Harapan tersebut tidaklah mudah untuk diwujudkan, sebab fakta menunjukkan sejak 1961 hingga 2000, dari 101 negara hanya 13 negara saja yang mampu melompat menjadi kelompok negara maju. Menurut Rajasa (2012), sebagian besar negara-negara tersebut hanya masuk pada saja. Hal ini disebabkan oleh: (a) negara lalai atau lambat membangun infrastruktur, (b) negara tidak membangun kemandirian pangannya, dan (c) negara gagal memberikan bagi sebagain besar masyarakatnya. Aiyar (2013) menyatakan, meski Indonesia sudah masuk ke dalam kelompok , namun masih lemah pada faktor institusi atau peran pemerintah dan situasi ekonomi makro pendapatan perkapita dan iklim investasi. Presiden Soekarno pernah menyatakan bahwa masa depan pembangunan pertanian Indonesia ada di lahan kering, ekonomi dan politik yang tidak stabil bahkan cenderung buruk menyebabkan pembangunan pertanian tidak mampu mensejahterakan masyarakatnya (Soekarno, 1952). Masih segar dalam ingatan kita antrian beras terjadi di mana-mana demi segenggam beras bulgur, yang konon di Amerika menjadi makanan kuda, dan ketika akan dikonsumsi harus dikukus dulu selama sehari. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi dan politik (Shahab, 2009). Pada era Orde Baru pembangunan pertanian mulai memasuki era perencanaan lima tahunan yang teratur dan terukur. REPELITA I (1969-1975) sasaran yang ingin dicapai pertumbuhan ekonomi 5 persen, cukup pangan, cukup sandang, dan pembangunan infrastruktur untuk menunjang pembangunan pertanian. Dapat dikatakan REPELITA 1 merupakan tonggak awal pembangunan pertanian. Pada era ini jugalah pemerintah menyadari pentingnya riset bagi pembangunan pertanian. Maka pada tahun 1974, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian resmi berdiri. Sejak REPELITA I hingga REPELITA VI, pembangunan dititikberatkan pada sektor pertanian

Upload: phamthuy

Post on 01-Mar-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543

���������������� ������������������ ����������������

REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA

LAHAN PERTANIAN

Haris Syahbuddin dan Eleonora Runtunuwu

PENDAHULUAN

Negara yang kuat adalah negara yang mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri tanpa atau hanya sedikit sekali (sekitar 5%) saja bergantung pada impor. Kemandirian pangan merupakan cita-cita luhur bangsa Indonesia dalam menyonsong era persaingan bebas dan dalam rangka memenuhi ������� ������� �������������� (MDG). Menurut Lundi ������ (2013) Indonesia merupakan bagian dari sedikit negara yang sudah pada jalur yang benar untuk menurunkan angka kelaparan pada anak di bawah 5 tahun. Harapan tersebut tidaklah mudah untuk diwujudkan, sebab fakta menunjukkan sejak 1961 hingga 2000, dari 101 negara hanya 13 negara saja yang mampu melompat menjadi kelompok negara maju. Menurut Rajasa (2012), sebagian besar negara-negara tersebut hanya masuk pada ������������� ����� saja. Hal ini disebabkan oleh: (a) negara lalai atau lambat membangun infrastruktur, (b) negara tidak membangun kemandirian pangannya, dan (c) negara gagal memberikan ������ ���������� bagi sebagain besar masyarakatnya. Aiyar ������ (2013) menyatakan, meski Indonesia sudah masuk ke dalam kelompok ������ ����� !� ����, namun masih lemah pada faktor institusi atau peran pemerintah dan situasi ekonomi makro pendapatan perkapita dan iklim investasi.

Presiden Soekarno pernah menyatakan bahwa masa depan pembangunan pertanian Indonesia ada di lahan kering, ekonomi dan politik yang tidak stabil bahkan cenderung buruk menyebabkan pembangunan pertanian tidak mampu mensejahterakan masyarakatnya (Soekarno, 1952). Masih segar dalam ingatan kita antrian beras terjadi di mana-mana demi segenggam beras bulgur, yang konon di Amerika menjadi makanan kuda, dan ketika akan dikonsumsi harus dikukus dulu selama sehari. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi dan politik (Shahab, 2009).

Pada era Orde Baru pembangunan pertanian mulai memasuki era perencanaan lima tahunan yang teratur dan terukur. REPELITA I (1969-1975) sasaran yang ingin dicapai pertumbuhan ekonomi 5 persen, cukup pangan, cukup sandang, dan pembangunan infrastruktur untuk menunjang pembangunan pertanian. Dapat dikatakan REPELITA 1 merupakan tonggak awal pembangunan pertanian. Pada era ini jugalah pemerintah menyadari pentingnya riset bagi pembangunan pertanian. Maka pada tahun 1974, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian resmi berdiri. Sejak REPELITA I hingga REPELITA VI, pembangunan dititikberatkan pada sektor pertanian

Page 2: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian544

"�������������������������������� �������#�$�����������

guna menunjang sektor industri. Sepanjang era tersebut fokus penelitian banyak diarahkan pada lahan sawah dan padi, untuk menunjang program pemerintah dalam mencapai dan memantapkan swasembada pangan. Pada tahun 1984 produksi beras dapat mencapai 25,4 juta ton dan pada tahun 1985 Indonesia mendapat perhargaan PBB atas pencapaian swasembada beras tahun 1984 tersebut (Agrina, 2009). Pada era ini, isu terkait perubahan iklim hampir tidak tersentuh sama sekali.

Setelah usai era Orde Baru, sektor pertanian kembali memasuki era baru, dimana pembangunan pertanian tidak lagi bersifat sentralistik. Era reformasi yang dicirikan dengan otonomi daerah mengharuskan sektor pertanian bersifat desentralistik, yang diikuti pula oleh program penelitian dan pengembangan yang bersifat lebih spesifik lokasi, meskipun gaungnya masih rendah. Fokus riset pada padi masih mendominasi di seluruh provinsi, sehingga belum terlihat kekhasan dan potensi yang dimiliki masing-masing provinsi tersebut. Sejak 2000 perhatian pembangunan pertanian pada palawija mulai tumbuh dengan diluncurkannya program GEMA PALAGUNG (Departemen Pertanian, 1998). Fokus pembangunan pertanian pada ketahanan pangan tetap dipertahankan, sambil pula menjalankan program pembangunan pertanian berupa pengembangan agribisnis, swasembada daging sapi dan kerbau serta gula, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, serta peningkatan kesejahteraan petani.

Pada Musrenbang Pertanian Nasional yang diselenggarakan pada pertengahan Mei 2014 telah menyepakati program Pembangunan Pertanian-Bioindustri untuk Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani. Ciri utama Pertanian-Bioindustri adalah bahwa dalam skala apapun usahatani harus mampu memutus ketergantungannya terhadap �%������ ��� � semaksimal mungkin. Biomas yang dihasilkan harus mampu menggerakkan usahatani, baik dari sisi kecukupan ekonomi, energi, dan kebutuhan ekologi tanah dan tanaman, tanpa limbah (&���'����) melalui pendekatan ��� ��(�� ��(���������� (Kementerian Pertanian, 2014). Selaras dengan Permentan No. 50 tahun 2012, konsep pembangunan pertanian berbasis kawasan telah pula disepakati dan akan diimplementasikan oleh seluruh pengambil kebijakan pembangunan pertanian di pusat dan provinsi/kabupaten/kota, melalui alokasi anggaran DIPA TA 2015 sekitar 30 persen untuk pelaksanaannya.

Pembangunan kemandirian pangan tetap harus dikaitkan dengan pelestarian sumber daya pertanian, yang terdiri tanah, air, iklim, dan tanaman. Kualitas sumber daya pertanian yang buruk, akan menghasilkan kualitas produk pertanian yang buruk pula; dan bahkan produk pertanian yang tumbuh dan berkembang pada lahan yang tidak optimal dan cemar misalnya, tidak akan mendapat respon positif dari pasar. Terlebih pada era globalisasi dan persaingan pasar bebas yang akan datang. Indonesia sebagai Negara dengan biodiversity terbesar harus mampu memelihara dan melakukan konservasi

Membangun kemandirian pangan seperti yang sudah dicanangkan oleh pemerintah, salah satunya harus dimulai dengan perencanaan yang komprehensif, didukung oleh penelitian/perekayaan, pengkajian, pengembangan, serta penerapan teknologi pertanian, didorong oleh pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur,

Page 3: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 545

���������������� ������������������ ����������������

serta diperkuat oleh peran pendampingan oleh penyuluh di lapangan. Dengan demikian diharapkan akan tercipta titik pertumbuhan baru sentra produksi pertanian pada berbagai level administrasi pemerintahan, sehingga akan mampu menciptakan kondisi tanpa gap antara ����� ������ yang dinamis dengan pendapatan masyarakat, dalam hal ini adalah petani. Keberhasilan pembangunan pertanian dalam menjaga swasembada pangan, khususnya beras, telah mendapat apresiasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Keberhasilan dalam meningkatkan produktivitas padi dari 4,56 menjadi 5,15 ton/ha menutup tahun 2014, merupakan kerja keras seluruh insan pertanian, termasuk petani di dalamnya.

Dalam dunia nyata yang makin dinamis seperti sekarang ini, perencanaan pembangunan pertanian menuju kemandirian pangan menduduki posisi yang sangat strategis. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan pertanian, selain harus dengan cepat memperhitungkan kekuatan internal, juga harus mampu memprediksi kekuatan ekternal, yang akan menjadi pesaing dan sekaligus mitra. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan pertanian Indonesia, sangat membutuhkan dukungan teknologi inovasi, yang handal, teruji, dan mampu memberikan respon cepat terhadap perubahan lingkungan strategis dan kebutuhan dalam pengambilan keputusan. Kekayaan sumber daya biotik dan abiotik yang sangat berlimpah dan terbesar di dunia untuk wilayah tropis, kekayaan posisi geografis dan iklim, serta kekayaan pangsa pasar terbesar ke lima di dunia merupakan anugrah bagi bangsa Indonesia untuk dipertahankan dan dijaga keseimbangannya.

Di masa yang akan datang tantangan pembangunan pertanian akan semakin berat dan kompleks. Telah diprediksi sampai akhir tahun 2020, akan terjadi peningkatan jumlah populasi masyarakat kelas menengah sebesar 85 juta jiwa. Hal ini juga tercermin dari capaian ) ����������������% (HDI) Indonesia dari peringkat 124 menjadi 121 selama kurun waktu 2012-2013 (Stiftung, ������( 2014). Fakta ini memberikan tantangan tersendiri pada sektor pertanian dalam hal penyediaan pangan, tidak saja kuantitas, tetapi juga kualitas, sekaligus ramah lingkungan, beragam, dapat diakses dengan mudah dan tersedia dalam jumlah yang memadai. Menurut Sudaryanto �����., (2010) tren laju peningkatan konsumsi tertinggi untuk beras, �������� ��� �� ��� ���� ���� ����� ����� ����� ����� �����2050 per tahun sangat nyata (Gambar 1).

Oleh karena itu, dalam menghadapi perkembangan sistem pertanian yang semakin kompleks dituntut kemampuan dan keahlian dalam segala aspek, terutama dalam pengelolaan sumber daya lahan pertanian. Pengarusutamaan hasil-hasil penelitian dan pengembangan menjadi tujuan utama dari tulisan ini untuk menjadi dasar pengambilan keputusan perumusan kebijakan Pertanian umumnya, dan terkait pengelolaan sumber daya lahan khususnya.

Page 4: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian546

"�������������������������������� �������#�$�����������

Gambar 1. Trend permintaan kebutuhan pangan pokok periode 2010-2050 (Sudaryanto �����., 2010,

diolah)

KONFIGURASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Dinamika Lingkungan Strategis

Sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor yang mampu menghasilkan biomassa dalam jumlah besar dari satu kali siklus masa tanam per tahun. Dari lahan sawah irigasi saja yang ditanami padi, jagung, dan kedelai, dalam skala nasional diperkirakan dapat menghasilkan 96-113 juta ton/tahun. Sedangkan dari ternak ruminansia/sapi saja diperkirakan mampu menghasilkan 30-41 juta ton/tahun kotoran basah. Jumlah biomassa yang sangat besar ini, dapat dijadikan sebagai sumber energi, sumber nutrisi tanaman, juga sebagai pembenah bagi tanah-tanah sakit (������������) atau tanah-tanah lelah (���� ����� �). Pemanfaatan biomass pertanian tersebut kian meningkatkan eskalasi kompetisi (���������� ��������������) dalam pemanfaatan produk-produk pertanian.

Penurunan kepemilikan lahan yang semula 0,5 ha per rumah tangga petani (RTP) menjadi 0,25 ha per RTP didorong oleh alih fungsi lahan pertanian produktif ke jalan, perumahan, industri, dan lain-lain (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2005). Hasil analisis rente ekonomi lahan (���� ���� ��������) menunjukkan bahwa rasio ���� ���� pengusahaan lahan untuk usahatani padi dibandingkan dengan penggunaan untuk perumahan dan industri adalah satu berbanding 622 dan 500 (Nasoetion dan Winoto, 1996). Padahal hingga tahun 2050 untuk mengimbangi permintaan akan pangan, masih dibutuhkan areal persawahan sekitar 6,08 juta ha.

y = 380.05x - 730846R² = 0.9976 (Beras)

y = 194.23x - 373709R² = 0.9914 (Jagung)

y = 25.027x - 48185R² = 0.9821 (Kedelai)

y = 44.61x - 87564R² = 0.9932 (Gula)

y = 2.8467x - 5470.6R² = 0.9807 (Daging)

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 2045 2050 2055

Kebu

tuha

n ke

dela

i, gul

a dan

dag

ing

(000

ton)

Kebu

tuha

n be

ras

dan

jagu

g (0

00 to

n)

Tahun

BerasJagungKedelaiGulaDaging

Page 5: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 547

���������������� ������������������ ����������������

Tantangan lain yang dihadapi sektor pertanian di masa yang akan datang adalah dinamika perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, kenaikan suhu udara, dan peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim adalah dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia dan berpotensi menurunkan produksi pertanian. Penurunan produksi pertanian dipicu oleh intensitas dan ����� �� banjir dan kekeringan, eksplosifitas organisme pengganggu tanaman (OPT) terjadi pada waktu yang lebih pendek, serta penyakit hewan meningkat.

Dinamika dan perubahan iklim akan kian meningkatkan ����� �� dampaknya, ketika degradasi lahan, pencemaran lahan dan lingkungan pertanian serta kelangkaan air semakin mengancam. Ancaman bencana tersebut banyak dipicu oleh sistem otonomi daerah dan sistem perekonomian daerah dan nasional yang cenderung ekploitatif, menguras sumber daya dan merusak lingkungan. Pada lahan pertanian yang terdegradasi, peningkatan suhu dapat menyebabkan kehilangan air menjadi lebih besar pada saat musim kemarau (MK), dan tidak mampu menyimpan air pada saat musim hujan (MH).

Berdasarkan analisis prediksi ketersediaan air, kebutuhan air nasional hingga 2020 masih dapat dipenuhi dari air yang tersedia, namun tetap perlu dipersiapkan langkah-langkah strategis dan operasional untuk mengantisipasi kelangkaan air di masa yang akan datang. Proyeksi permintaan air untuk tahun 2020 hanya sebesar 18 persen dari total air tersedia, dan sekitar 66 persen digunakan untuk irigasi (Pawitan ������, 1997 dalam Sanim, 2011).

Program Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan

Untuk Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Penerapan perlu disusun suatu ���� atau pedoman langkah strategis dan operasional. Pada tahap selanjutnya konsep kebijakan/model/���������/desain, organisasi serta kelembagaan (Okyere ����� 2008) dapat dikembangkan dan diterapkan pada skala yang lebih luas. Pengelolaan sumber daya lahan pertanian yang sukses serta mampu menjawab tantangan di atas perlu ditumbuhkan dan didukung oleh: (a) pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (�������), (b) program yang disusun berdasarkan kebutuhan terhadap teknologi dan inovasi tepat guna spesifik lokasi (����������), serta (c) jejaring kerjasama nasional maupun internasional, yang solid dan saling menguntungkan untuk pemasalan teknologi dan inovasi tepat guna spesifik lokasi (���'���). Ketiga komponen di atas merupakan ruh dalam Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian, termasuk Pengkajian dan Penerapannya, seperti yang tertera dalam �������Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan).

Anggaran yang memadai dan memihak, sumber daya manusia yang unggul, serta sarana dan prasarana yang handal adalah komponen utama yang harus ditingkatkan. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah sistem pengelolaan administrasi yang memenuhi azas 3E-1T (efektif, efisien, dan ekonimis, serta tertib), perlu dikelola dengan baik dan amanah. Dengan demikian diharapkan peran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian (BBSDLP) pada bidang masalah

Page 6: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian548

"�������������������������������� �������#�$�����������

terkait dengan sumber daya lahan pertanian, dapat berjalan sesuai dengan mandat, Visi dan Misi yang dimiliki oleh BBSDLP serta seluruh UPT yang berada di dalam lingkupnya.

Beberapa program unggulan Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian yang diusulkan untuk tahun 2015-2019 dalam menghadapi perubahan iklim, kelangkaan air, degradasi lahan, serta kelestarian lingkungan antara lain:

a. Program penelitian dan pengembangan pengelolaan air pada lahan sub-optimal seperti pada lahan kering iklim kering dan lahan rawa. Pola Pengembangannya dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan tanaman dan ternak, serta konservasi sumber daya air dan tanah. Program ini dapat disebut dengan *�������+������, sebagai salah satu teknologi adaptif lahan kering (Sosiawan, �����., 2013a; Sosiawan, 2013b; Sinar Tani, 2014). Pendekatan yang dilakukan meliputi pengelolaan air dalam satu mikro daerah aliran sungai, yang terdapat dalam satu kesatuan toposekuan (Gambar 2).

Gambar 2. Diagram alir pengelolaan air terintegrasi dengan ternak dan tanaman dalam program Food

Smart Village. Di dalam program ini juga terdapat penelitian tentang ,���-����, sebagai cikal pertanian bioindustri berkelanjutan

Identifikasi Potensi SD Iklim dan Air (Skala DAS – Plot)

Eksplorasi dan Eksploitasi SDA

Desain Jaringan

Irigasi atau Drainase

Model Efisiensi Pemanfaatan

Air

Model Diversifikasi

Pangan Adaptif Perubahan Iklim

Model Pengelolaan Air Berkelanjutan

Diikat oleh Kelembagaan

Diperkuat dengan Kearifan Lokal

Berbasis Komuniti

Pemupukan Berimbang

Pengendalian

OPT

Konservasi tanah dan

air

Integrasi ternak dan tanaman

Benih bermutu

Zero Waste

Page 7: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 549

���������������� ������������������ ����������������

b. Penelitian terkait Pengembangan Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu (SI Katam Terpadu) untuk adaptasi terhadap perubahan iklim. SI Katam Terpadu yang telah dihasilkan oleh Balitbangtan untuk tanaman padi lahan irigasi (Runtunuwu �����., 2013) yang merupakan salah satu pedoman dalam upaya adaptasi terhadap keragaman dan perubahan iklim. Selanjutnya Ramadhani �����. (2012) menguraikan secara lengkap pengembangan SI Katam Terpadu berbasis web. Pengembangan SI Katam Terpadu sangat diminati oleh Lembaga Internasional, antara lain KMNI dan Deltares Belanda, IRRI Philiphina, dan The Tokyo University, Japan. Kerjasama Internasional ini dibutuhkan untuk meningkatkan akurasi hasil, serta pengembangan percepatan sistem ��������-nya. Akses SI Katam Terpadu di www.katam.litbang.deptan.go.id (Gambar 3).

c. SI Katam Terpadu selanjutnya akan menjadi AgroMAP-Info. AgroMAP-Info menjadi pilar ketiga Balitbangtan untuk pengelolaan data dan informasi sumber daya pertanian, baik spasial maupun temporal untuk perencanaan pertanian masa depan (Sarwani dan Syahbuddin, 2013) (Gambar 4). Seiring dengan perkembangan teknologi Pengindraan Jauh ("���� �������), GIS, dan GPS, maka pengintegrasian teknologi di atas dengan Teknologi Informatika, diyakini mampu mendorong penderasan informasi terkait dengan pemanfaatan Citra MODIS untuk perencanaan pertanian (Syahbuddin ������( 2014).

d. Kerentanan Pangan Akibat Perubahan Iklim Mendukung Pertanian Bioindustri Berkelanjutan Berbasis Zona Agro-ekologi (AEZ). Melalui penelitian ini akan dipetakan tingkat kerentanan suatu agroekosistem berdasarkan sistem produksi dan konsumsi (Gambar 5) (Syahbuddin, 2014). Untuk skala kajian makro, akan digunakan alat analisis spasial, yaitu: GIS dan "�����������.

Gambar 3. Halaman muka Web SI Katam Terpadu Versi 2.0

Page 8: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian550

"�������������������������������� �������#�$�����������

Gambar 4. Desain AgroMAP-Info untuk perencaaan pembangunan pertanian

Gambar 5. AEZ untuk kajian kerentanan pangan terhadap perubahan iklim (sumber: Syahbuddin, 2014)

Population and Food Need

Food Crop Production

Food Vulnerability Level

Page 9: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 551

���������������� ������������������ ����������������

e. Penelitian pertanian ramah lingkungan dan teknologi reduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada berbagai agro-ekosistem. Program ini digunakan untuk mendukung pengembangan �� � ������, yang menjadi target pemerintah di masa yang akan datang.

f. Penelitian efisiensi dan keseimbangan hara dalam kaitannya dengan penggunaan pupuk biofertilizer maupun pupuk hayati. Keberhasilan program ini sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan biomassa yang dihasilkan dari sektor pertanian; dan sekaligus juga memanfaatkan kekayaan mikroorganisme pembenah tanah ��.��� berbagai agro-ekosistem di Indonesia.

g. Penelitian teknologi sensor untuk deteksi cepat iklim, hara tanah dan tanaman, nanohidrogel, serta desain irigasi wilayah remote area. Dinamika dan perubahan iklim, ketersediaan hara, dan air yang berlangsung sangat cepat, perlu dipantau dengan menggunakan alat yang mampu merekam dalam skala waktu yang terkecil dengan akurat. Pada tahap selanjutnya pengembangan alat bersifat telemetri.

Alokasi Anggaran Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan

Pada periode 2005-2014, kenaikan anggaran penelitian berkisar 15-17 persen per tahun, lebih kecil dibandingkan kenaikan anggaran untuk rutin dan belanja modal. Pada periode 2015-2020 diusulkan kenaikan anggaran penelitian sekitar 25 persen per tahun (Gambar 6). Pola kenaikan ini menjadi lebih mudah, apabila ada kebijakan pengaturan dana Tugas Pembantuan/Dekonsentrasi APBN, yang juga digunakan untuk riset di daerah. Kebijakan ini sekaligus untuk menghubungkan Sistem Inovasi Nasional (SINAS) dan Sistem Inovasi Daerah (SIDA).

Gambar 6. Konfigurasi anggaran penelitian 2015-2020 berdasarakan jenis belanja

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Angg

aran

APB

N (x

Rp 1.

000)

Tahun

Belanja Penelitian dan Diseminasi IdealBelanja Penelitian dan Diseminasi as usualBelanja PegawaiBelanja OperasionalBelanja Modal

Page 10: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian552

"�������������������������������� �������#�$�����������

Gambar 7 menunjukkan alokasi anggaran di masing-masing UPT lingkup BBSDLP beserta proyeksinya hingga 2020. Pada periode 2005-2014 terdapat senjang anggaran yang dialokasikan antar satker, dengan pola yang sama. Di mana anggaran di BBSDLP selalu lebih besar dari Balittanah, lebih besar dari Balittra, lebih besar dari Balitklimat secara terus menerus. Terobosan dinamika anggaran yang terjadi di Balingtan dapat menjadi pembelajaran yang baik dalam rangka membangun kapasitas, baik SDM maupun infrastuktur, meskipun terobosan anggaran penelitian dan diseminasi masih lebih rendah dibandingkan belanja lainnya.

Selain anggaran, jaminan terhadap keberhasilan pelaksanaan penelitian dan pengembangan, juga ditentukan oleh kemampuan dan kapabilitas SDM. Untuk itu, pembinaan karier peneliti sangat penting diperhatikan. Pada periode 2015-2020, direncanakan tidak ada lagi peneliti non-kelas, sehingga ditargetkan terjadi peningkatan jumlah peneliti Muda, Madya dan Utama dibanding periode sebelumnya. Selain itu, juga akan ada penambahan pranata komputer dan arsiparis, yang berasal dari pegawai non fungsional yang dialihtugaskan (Gambar 8).

Gambar 7. Konfigurasi anggaran penelitian 2015-2020 masing-masing UPT lingkup BBSDLP

Gambar 8. Konfigurasi pengembangan SDM 2015-2020

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Angg

aran

APB

N (x

Rp

1.00

0)

Tahun

BBSDLPBALITTANAHBALITTRABALITKLIMATBALINGTAN

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

PP PM PMd PU PNK PrP PrMd PKP PKTPy TLP TLPL TLPy PwPL PwPy AP APL ATPL ATP ATPy Non F

Pros

enta

se (%

)

Kelas Jabatan

Existing hingga 2014

Proyeksi hingga 2020

Keterangan:PP : Peneliti PetamaPM : Peneliti MudaPMd : Peneliti MadyaPU : Peneliti UtamaPNK : Peneliti Non KlasPrP : Perekayasa PertamaPrMd : Perekayasa MadyaPKP : Pranata Komp PertamaPKTPy : Pranata Komp terampil PenyeliaTLP : Teknisi Litkayasa PelaksanaTLPL : Teknisi Litkaya Pelaksana LanjutanTLPy : Teknisi Litkaya PenyeliaPwPL : Pustakawan Pelaksanan LanjutanPwPy : Pustakawan PenyeliaAP : Arsiparis PelaksanaAPL : Arsiparis Pelaksana LanjutanATPL : Arsiparis Terampil Pel LanjutanATP : Arsiparis Terampil PelaksananATPy : Arsiparis Terampil PenyeliaNon F : Non Jabatan Fungsional

Page 11: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 553

���������������� ������������������ ����������������

REFORMASI MANAJEMEN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Sinyal bahwa pembangunan pertanian telah mengalami transformasi yang jelas, seperti yang diuraikan pada bagian pertama, meskipun masih bertumpu pada kepentingan keamanan pangan nasional secara mandiri, yang secara tersirat diupayakan dari lahan sawah. Meskipun harus diakui alat ukur pencapaian � �� � belum akurat, dan masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang tidak ringan, seperti pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai alokasi anggaran, spesifikasi, dan kebutuhan petani, ketidakseimbangan antara alokasi anggaran dan kebutuhan, serta fungsi pengawasan yang masih lemah. Persoalan ini kian berat ketika pembangunan pertanian tidak lagi menjadi prioritas pembangunan nasional, dukungan sektor lain yang belum maksimal, rentang kendali serta area yang sangat luas, adanya dinamika dan perubahan iklim, serta daya dukung lahan dan air yang kian menurun.

Khusus untuk Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balitbangtan telah merespon dengan cepat setiap perubahan target dan sasaran pembangunan pertanian nasional. Padahal layaknya untuk memanfaatkan potensi luas lahan yang sesuai untuk pertanian dan memenuhi kebutuhan pangan bagi jumlah penduduk yang sangat besar, harus didukung oleh penelitian dan pengembangan pertanian, yang juga dilakukan oleh sektor lain secara terintegrasi dalam program dan anggaran antar lembaga. Kecilnya slot skala bisnis yang dapat dilakukan dan diraih oleh Balitbantan, dapat menjadi salah satu sebab � �� � yang dihasilkannya dalam skala implementasi belum banyak dirujuk dan digunakan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan penelitian dan pengembangan pertanian sebagai pilar kebijakan dan program pembangunan pertanian nasional dibutuhkan transformasi yang utuh dan menyeluruh, yang meliputi kepemimpinan (�������$��), kebijakan (��� ������), anggaran (� ����), organisasi (������&�����), operasionalis (������), serta sumber daya manusia dan pola pikir ($ �� ���� ���� ��� �����). Kelima transformasi tersebut dapat dibagi ke dalam transformasi jangka menengah dan panjang. Pembagian jangka waktu transformasi didasarkan pada kecepatan pencapaian transformasi penelitian dan pengembangan pertanian itu sendiri. Transformasi jangka menengah terdiri dari kepemimpinan, kebijakan, operasional dan anggaran; sedangkan transformasi jangka panjang adalah organisasi dan sumber daya manusia dan pola pikir.

Transformasi kepemimpinan yang dibutuhkan dalam membawa Lembaga yang melakukan riset, khususnya pada sektor pertanian, perlu dilakukan pada setiap level dan jenis jabatan. Sering sekali kepemimpinan diartikan sebagai pemimpin dalam posisinya pada jabatan struktural. Padahal jenis jabatan dan tanggungjawab juga melekat pada para pejabat fungsional. Transformasi kepemimpinan pada jenis jabatan struktural suatu lembaga riset antara lain bertumpu pada pemimpin yang visioner, memahami substansi tugas dan fungsi lembaga yang dipimpinnya, berusia muda dan energik, serta memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan segala lapisan dan pemangku kepentingan, tegas, jujur, cepat tanggap, dan cerdas dalam mengelola program dan anggaran. Ukuran keberhasilan seorang pemimpin lembaga riset salah satu diantaranya adalah kemampuannya menghasilkan dan mengendalikan temuan-

Page 12: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian554

"�������������������������������� �������#�$�����������

temuan baru berupa produk, bersifat strategis, dan memiliki dampak nasional bagi pembangunan pertanian, serta tertib administrasi dan mampu memanfaatkan konflik menjadi pendorong keberhasilan produk.

Tidak kalah penting dengan pemimpin dalam arti pejabat struktural, pejabat fungsional juga sangat menentukan keberhasilan produk, visionerisasi temuan-temuan lembaga riset, yang mampu memberikan dampak luas pada pembangunan pertanian nasional. Di masa yang akan datang, jabatan fungsional mestinya tidak hanya didasarkan pada publikasi sebagai bagian terbesar bagi seorang dalam memenuhi jenjang jabatan tertentu. Produk yang berhasil ditemukan oleh seorang pejabat fungsional harusnya menggantikan porsi publikasi tersebut, terutama untuk lembaga riset yang dilahirkan untuk mendukung direktorat jenderal teknis sebagai ������ pelaksanaan pembangunan pertanian. Untuk jenjang puncak seorang pejabat fungsional bahkan harus memiliki laboratorium lapang yang dikelola olehnya dalam skala minimal 100 ha, dengan pembiayaan non DIPA, bersifat partisipatif, dan menjadi transeter bagi pembangunan pertanian berbasis kawasan di suatu wilayah dengan mempertimbangkan potensi produk pertanian di wilayah tersebut. Sifat visioner, ektropet, kritis, mampu menggerakkan dan memobilisasi sumber daya manusia di sekitarnya, loyal pada institusi, dan mampu memainkan peranan sebagai perekat management korporasi lembaga riset.

Transformasi kebijakan yang dimaksud tidak hanya bersifat regulasi, tetapi juga program penelitian dan pengembangan yang akan dijalankan, sehingga antara transformasi kebijakan dan program operasionalisasinya tidak dapat dipisahkan. Contoh transformasi kebjakan dari sisi program penelitian dan pengembangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di BBSDLP. Desain pelaksanaan penelitian di masa yang akan datang harus bersifat kajian kawasan, terintegrasi, memiliki ������������ yang kuat, serta sudah diperkirakan akan memberikan dampak yang luas. Desain penelitian dan pengembangan secara bisnis harus mampu memenuhi kebutuhan, tantangan, dan berlaku untuk 10-20 tahun ke depan. Artinya, desain penelitian dan pengembangannya secara ��� ��� harus dapat dipaparkan dan diprediksi. Gambar 9 adalah salah satu contoh penelitian dan pengembangan dengan cakupan kawasan; sementara Gambar 10 adalah roadmap penelitian dan pengembangan Hidrologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Fokus pembangunan pertanian yang selama ini pada tipe agroekosistem lahan sawah, harus sudah bergeser ke agroekosistem lainnya seiring dengan alih fungsi lahan sawah, tekanan populasi, dan ketahanan pangan. Ke depan, lahan kering dan lahan rawa dengan segala dinamika hidrologinya harus dapat dimanfaatkan untuk menjadi lumbung pangan masa depan. Kebijakan ini selanjutnya diikuti oleh desain penelitian dan pengembangannya. Pola ini sudah akan dilakukan Balitbangtan untuk lahan sub optimal, yaitu lahan kering dan lahan rawa (khususnya pada lahan yang terdegradasi). Oleh karena itu, kebijakan yang memayungi rencana desain riset tersebut harus diregulasikan untuk memberikan kepastian dan jaminan hukum dan alokasi anggaran serta dukungan dari lembaga atau institusi lainnya, baik eksternal maupun internal. Secara nasional kebijakan pembangunan pertanian untuk menjadi

Page 13: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 555

���������������� ������������������ ����������������

prioritas pembangunan nasional harus dapat diwujudkan. Dengan demikian dukungan sektor lainnya pada sektor pertanian menjadi signifikan.

Gambar 9. Penelitian bidang Agroklimat dan Hidrologi berbasis kawasan untuk Neraca Air Ketersediaan

Kebutuhan Air Pertanian lahan sawah

Gambar 10. Roadmap penelitian Hidrologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian

Pertanian periode 2001 hingga 2020

2001-2008

2009-2014

2015 dst

IDENTIFIKASI SDA � Analisis ketersediaan

air (permukaan, tanah) � Neraca air

(ketersediaan dan kebutuhan air)

� Teknologi Panen hujan (dam parit, embung, dll)

DESAIN TEKNOLOGI � Teknologi Irigasi (tetes,

kapiler, dll) � Pemetaan (rawan banjir,

kekeringan, Potensi IP) � FSV: Model pengelolaan

Air LK Berkelanjutan Adaptif Perubahan Iklim

� Nano Teknologi dan Teknologi Adaptif Perubahan Iklim

� Water Sharing

� Teknologi prediksi dan dampak banjir dan kekeringan terhadap produksi

� Pemetaan potensi ketersediaan air Nasional (permukaan, tanah) untuk pertanian

� Pemanfaatan teknologi nano � Teknologi sumber energi

alamiah untuk pengelolaan sumber daya air

� Rekomendasi alokasi air optimal (water sharing)

Analisis Citra Satelit

Peta Neraca Ketersediaan Kebutuhan Air Pertanian

Peta Sawah

Data Tabular: � Karakteristik D.I � Data Ketersediaan Air � Data Kebutuhan Air

Tanaman � Pola Tanam

Page 14: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian556

"�������������������������������� �������#�$�����������

Ada korelasi positif antara alokasi anggaran riset dengan kemajuan pertumbuhan ekonomi serta daya terima suatu negara terhadap produk. Pemikiran ini bergayung sambut dengan yang dinyatakan oleh Widodo (2014), bahwa kemajuan suatu bangsa berawal dari hasil riset yang baik. Di tahun-tahun mendatang, anggaran riset akan terus diupayakan untuk naik. Ungkapan ini sebagai hasil penelusuran yang dilakukan terhadap negara-negara dengan nilai alokasi anggaran untuk riset terhadap GDP. Korea Selatan dengan alokasi anggaran sekitar 3,74 persen dari GDP, memiliki nilai persen ekspor manufactur 26,2 persen; Jepang dengan perbandingan yang sama, yaitu 3,26 persen berbanding 17,4 persen; Amerika Serikat, yaitu: 2,77 persen berbanding 17,8 persen; Singapura, yaitu: 2,09 persen berbanding 45,3 persen; Thailand, yaitu: 0,25 persen berbanding 20,5 persen; dan Indonesia, yaitu: 0,08 persen berbanding 7,3 persen. Memperhatikan fakta maka sudah waktunya Indonesia mengalokasikan anggaran penelitian dan pengembangannya sekitar 1,0 persen dari GDP untuk jangka waktu 5-10 tahun ke depan. Langkah ini akan menjadi lebih ringan apabila alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan, sebagian juga dialokasikan untuk riset yang dilakukan oleh sektor lain, bukan sebaliknya. Alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan juga dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan SDM yang aktif melakukan riset di lembaga lembaga pemerintah.

Peningkatan alokasi anggaran riset juga dapat diupayakan melalui penjaringan yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan multinasional melalui program CSR khusus riset, kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian internasional, serta mitra potensial nasional lainnya.

Indikator transformasi organisasi yang paling penting dan harus diperhatikan ada 3 hal, yaitu: (1) management korporasi, (2) ratio pegawai, dan (3) zero kontrak/honor. Bagaimana organisasi tersebut mampu digerakkan dalam bingkai korporasi untuk kepentingan lembaga dari unit pelaksana teknis hingga kementerian. Tanpa semangat korporasi maka anggaran yang sudah sangat kecil setiap tahunnya akan menjadi lebih kecil lagi ketika digunakan untuk kegiatan yang atomic. Untuk kegiatan yang didesain menghasilkan teknologi dasar memang masing diperlukan kegiatan yang bersifat mandiri, akan tetapi bila sejak awal sudah mampu dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak, maka hasil yang diperoleh-pun akan memiliki dampak yang lebih besar.

Indikator selanjutnya adalah organisasi harus dapat digerakkan secara efektif dan efisien. Kondisi organisasi lembaga riset nasional saat masih didominasi oleh kegiatan dan SDM Administrasi. Perbandingan antara pegawai administrasi dengan peneliti/teknisi berkisar antara 1 peneliti berbanding 5-7 orang administrasi. Di masa yang akan datang perbandingan tersebut harus bersifat terbalik, yaitu 1 Administratur : 1 teknisi : 4-5 Peneliti, dengan jumlah total pegawai dalam satu unit pelaksana teknis tidak lebih dari 75 orang.

Kebijakan zero tenaga kontrak/honor perlu mendapat perhatian dalam memasuki era pemerintahan baru. Terdapat indikasi, dengan semakin banyaknya tenaga kontrak/honor, maka pegawai yang sudah diangkat hanya memiliki waktu kerja kurang dari waktu kerja maksimal yang harus dilakukan, yaitu 7-8 Jam/hari. Padahal

Page 15: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 557

���������������� ������������������ ����������������

pegawai tetap sudah mendapatkan tunjangan kinerja dan tunjangan-tunjangan lainnya. Program pengurangan tenaga honor/kontrak sudah dilakukan oleh Kemendiknas, khususnya tenaga pengajar yang ada di sekolah negeri. Dengan program seperti ini, maka guru organik memiliki dan mampu memenuhi maksimum jam mengajar, yaitu sekitar 24-32 jam. Tentu program pengurangan ini dapat dilakukan secara bertahap dengan pola insentif/pesangon yang juga perlu dipersiapkan.

Transformasi sumber daya manusia dan pola pikir insan yang terlibat atau bekerja pada lembaga penelitian, sejak awal bekerja harus sudah dilakukan melalui penelusuran minat dan kemampuan individu. Rekrutmen semacam ini dapat diterapkan dengan mematok standar khusus bagi seorang yang akan menjadi peneliti, pengkaji, perekayasa, dan teknisi. Standar kompetensi juga dapat diberlakukan bagi pegawai administrasi yang akan berkerja di lembaga yang sama. Sebagai contoh, bahwa seorang calon peneliti, pengkaji, perekayasa dan peneliti adalah “yang terbaik” dari 10 institusi/universitas/sekolah yang terakreditasi dan ternama. Demikian pula dengan pegawai Administrasi. Oleh karena sifat dan kondisi untuk menjadi pegawai pada lembaga riset bersifat spesifik, maka peran keberpihakan anggaran menjadi sangat penting untuk mendukung sistem pengkajian, dinamika kegiatan, fasilitas, dan infrastruktur. Pentahapan ke arah yang ideal perlu direncanakan dan bersifat ����� �� berkelanjutan. Banyak Negara sudah melakukan hal ini, seperti Korea Selatan yang selama kurun waktu 25 tahun setelah mengirim anak-anak unggulannya ke Perancis dan Jepang, mereka mampu menciptakan kereta cepat sekelas TGV dan Sinkansen secara mandiri 100%. Apakah sistem seperti ini dapat diterapkan? Jawabannya sangat tergantung pada daya pikir dan kemampuan para pengambil kebijakan serta para peneliti, pengkaji, perekaya, teknisi, dan penyuluh. Dukungan dari Legislatif dan Eksekutif, anggota Dewan dan Pemimpin Bangsa yang besar ini di masa yang datang sangat dibutuhkan,karena bagaimanapun kebijakan menjadi sangat urgen untuk mengendalikan anggaran dan perencanaan.

PERUBAHAN POLA PIKIR MENDUKUNG REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Lebih dari semua yang telah diuraikan di atas, transformasi pola pikir adalah langkah strategis awal yang perlu sama-sama kita lakukan dan kawal, terutama seluruh pelaku penelitian dan pengembangan pertanian. Sebagai langkah awal menuju pembangunan pertanian yang lebih baik untuk kesejahteraan petani, maka diperlukan transformasi pola pikir, yang terdiri dari:

a. Perubahan pola pikir ������� (setelah kejadian baru bertindak atau disebut pula �����������$���) menjadi ��������������������.

b. Pola pikir komoditi menjadi pola pikir kawasan atau ������������������$

c. Pola pikir individual (�����) menjadi pola pikir kolektif (�����������).

Page 16: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian558

"�������������������������������� �������#�$�����������

d. Pola pikir yang selama ini mengandalkan penelitian atau kajian dalam luasan yang sempit menjadi pendekatan kawasan yang berorientasi pada ekonomi biru (�� ��������)

Pola pikir antisipatif adalah pola pikir yang diselaraskan dengan tindakan perencaaan yang dilakukan atas dasar pengalaman empirik, analisis kejadian, analisis dampak, serta analisis risiko atas tindakan yang telah direncanakan sebelumnya. Perubahan pola pikir ini ditujukan untuk memperkecil risiko teknis, ekonomi, dan sosial yang ditanggung oleh suatu sistem, lembaga formal maupun lembaga kemasyarakatan lainnya. Sebagai contoh adalah penggunaan teknologi inderaja hasil citra satelit MODIS, yang dipadukan dengan teknologi GPS, GIS dan Infomasi Teknologi untuk Perencaaan Pembangunan Pertanian (Syahbuddin �����( 2014). Pendistribusian sarana produksi seperti pupuk, air, pompa, pestisida, dan alsintan berdasarkan data ������������ tanaman padi sawah per fase pertumbuhan yang ditumpangtepatkan dengan prediksi curah hujan musim tertentu dapat lebih efektif dan efisien melalui integrasi keempat teknologi tersebut.

Pendekatan pola pikir ������������������$ atau kawasan memandang bahwa suatu usaha tani tidak diartikan semata untuk memacu tingkat produksi tanaman, dengan mengabaikan faktor lingkungan. Akan tetapi sebaliknya, bahwa kawasan atau lingkungan menjadi kunci utama untuk dilestarikan dan dijaga serta ditingkatkan daya dukungnya agar dapat berkelanjutan. Pendekatan ini erat kaitannya dengan: (1) peletakan kawasan pertanian berdasarkan karakteristik dan kesesuaian agroekologi (AEZ) (Fagi, 2007) dimana kondisi eksisting suatu usaha tani pada suatu wilayah sebagai ������������, (2) pembangunan pertanian dalam bentuk suatu unit usaha tani yang berskala kawasan/luas, pada lahan sub optimal yang selama ini dianaktirikan seperti: lahan tadah hujan, lahan kering, lahan rawa, dan lahan gambut terdegradasi, serta (3) diprioritaskan tempat dimana terdapat konsentrasi penduduk miskin (�������).

Selaras dengan pendekatan di atas, maka implementasi dalam riset adalah bahwa anggaran riset lebih diprioritaskan untuk kegiatan riset berskala kawasan, minimal 100 ha; melibatkan banyak keilmuan, dalam perencanaan dan pelaksanaannya melibatkan calon pengguna, penyuluh, dan petani; ramah lingkungan; mengandung 75 persen sumber daya lokal; serta berorientasi pada profit. Untuk penderasan perubahan pola atomic menjadi pola kawasan ini, maka pada tataran fungsional peneliti, dapat diberlakukan aturan bahwa seorang pejabat fungsional yang akan mengajukan dirinya sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) atau Professor Riset harus memiliki wilayah binaan di daerah tertentu seperti persyaratan di atas; dimana yang bersangkutan menjadi manager operasional riset kawasan tersebut. Mekanisme administrasi dapat disiapkan oleh Lembaga Riset, sedangkan anggaran dapat dicari di Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi/Kabpaten/Kota pasti akan sangat senang dan bersedia memberikan anggaran karena pengembangan kawasan pertanian di daerah mendapat pengawalan dari peneliti berkompeten beserta jejaringnya.

Page 17: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 559

���������������� ������������������ ����������������

Dalam kaitannya dengan penerapan ekonomi biru, maka di masa yang akan datang, seluruh lembaga penelitian, baik yang berada di Perguruan Tinggi maupun Balitbangtan, baik Balit maupun BPTP harus mampu berpikir dan berperan sebagai ujung tombak dalam menggali warisan-warisan kearifan lokal yang ada di masyarakat petani, sebagai salah satu teknologi dalam mengendalikan kerusakan lingkungan. Menurut Pasandaran (2007) kearifan lokal di berbagai wilayah masih berfungsi sebagai kapital sosial dan pintu masuk dalam memperbaiki sumber daya alam yang telah rusak. Menurut Baharsjah �����. (2014) dalam konteks pembangunan pertanian nasional, konsep Ekonomi Biru yang dijelaskan oleh Pauli (2012) dapat dikembangkan lebih lanjut untuk konteks yang lebih spesifik revitalisasi kearifan lokal Indonesia.

Revitalisasi kearifan lokal dilakukan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan sebagai akibat dari pengelolaan sumber daya pertanian yang eksploitatif dengan digunakannya kearifan lokal untuk memperkuat ketangguhan ekologi yang didukung oleh ketangguhan sosial. Artinya di masa yang akan datang penciptaan teknologi inovasi pertanian harus berorientasi ramah lingkungan. Menurut Baharsjah �� ��. (2014) kearifan lokal telah terbukti mengantarkan kemajuan, kesejahteraan, dan perlindungan kelestarian alam, seperti Subak di Bali dan Gogorancah di NTB dan Indramayu.

Selain itu, pada tataran kebijakan diperlukan upaya mengarahkan proses konversi lahan hanya pada lahan pertanian yang kurang produktif saja. Pemahaman kolektif dari para pengambil kebijakan sampai pelaksana operasional lapangan bahwa lahan pertanian produktif difokuskan hanya untuk produksi pangan dari masing-masing sub sektor, sehingga lahan produktif tersebut harus dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Oleh karena itu, langkah operasional melakukan pendekatan sosial budaya masyarakat (����� � �� ��) harus dinternalisasikan kepada masyarakat itu sendiri. Langkah internalisasi, yang lebih dititikberatkan pada aspek sosilogis masyarakat tersebut, seperti: (1) pemahaman tentang arti pentingnya mempertahankan lahan pertanian, (2) dampak negatif dari dilakukannya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, dan (3) pentingnya membangun secara bersama-sama dengan pemerintah tentang kedaulatan pangan dan kedaulatan lahan (Irianto, 2013). Proses internalisasi tersebut selanjutnya diharapkan dapat bermuara kepada kepemilikan lahan di setiap individu petani layak secara ekonomi, sehingga petani memiliki posisi tawar yang semakin baik dalam menjual hasil usaha taninya di pasaran. Apabila seluruh pemikiran di atas dapat dijalankan secara komprehensif, terpadu, masif, dan terukur, maka dapat dipastikan pada saatnya nanti kedaulatan pangan akan terwujud dan menjadi keniscayaan.

Page 18: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian560

"�������������������������������� �������#�$�����������

PENUTUP

Di masa yang akan datang tantangan pembangunan pertanian akan semakin berat dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan dukungan kemampuan dan keahlian dalam segala aspek, terutama dalam pengelolaan sumber daya lahan pertanian. Pengarusutamaan hasil-hasil penelitian dan pengembangan hendaknya dijadikan rujukan dan menjadi dasar pengambilan keputusan perumusan kebijakan pembangunan pertanian umumnya, dan pengelolaan sumber daya lahan khususnya. Untuk maksud tersebut diperlukan perubahan pola pikir, dari pola pikir lama menuju kepola pikir yang antisipatif, dengan mengutamakan pendekatan kawasan, dan pendekatan kolektif serta jaringan yang berorientasi ekonomi biru.

DAFTAR PUSTAKA

Agrina: Tabloid Agribisnis Dwi Minggu. 2009. Upaya Swasembada dan Ekspor Beras Berkelanjutan. 25 Mei 2009

Aiyar, S., Romain Duval, Damien Puy, Yiqun Wu, And Longmei Zhang. 2013. IMF Working Paper Asia And Pacific Department: Growth Slowdowns And The Middle-Income Trap.

Baharsjah, S., F. Kasryno, dan E. Pasandaran. 2014. Reposisi Politik Pertanian: Merentas Arah Baru Pembangunan Pertanian. ISBN: 978-979-98052-6-3. Yayasan Pertanian Mandiri. Jakarta. 160 hal.

Departemen Pertanian. 2001. Gema Palagung 2001: Program Peningkatan/���$����������0������������ ����������������������1��������2334�����233412333��������������������5������

Fagi, A.M. 2007. Konsepsi Pertanian Berbasis Ekologi. Buku Membangun Kemampuan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Editor: Faisal Kasryno, Effendi Pasandaran, dan A.M. Fagi. ISBN: 978-979-3871-90-5. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal 171-205.

Haryono. 2013. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim. Buku Kalender Tanam Terpadu: Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, dan Penerapan. Editor: Haryono, Muhrizal Sarwani, Irsal Las, dan Effendi Pasandaran. ISBN: 978-602-128-07-2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. IAARD Press. Jakarta. Hal 1-8.

Irianto, G. 2013. Kedaulatan Lahan dan Pangan: Mimpi atau Nyata. Edisi Pertama, Desember 2013. ISBN: 978-979-246-127-5. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Kementerian Pertanian. 148 Hal.

Page 19: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 561

���������������� ������������������ ����������������

Lundin, John., Ratna Y Hadikusumah, dan Tata Sudrajat. 2014. Indonesia’s Progress On The 2015 Millennium Developtment Goals. Choo Youn-Kong AFP.

Kasryno, Faisal. 2007. Membangun Kemampuan Penelitian Pertanian untuk Mewujudkan Visi Pembangunan Pertanian 2020. Buku Membangun Kemampuan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Editor Faisal Kasryno, Effendi Pasandaran, dan A.M. Fagi. ISBN: 978-979-3871-90-5. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 19-49.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2005. Luas Rata-rata Kepemilikan Lahan Sawah di Jawa dan Bali, dan Peningkatan Jumlah Petani Gurem (Petani dengan Luas Lahan Garapan <0.5 ha) pada tahun 1993 dan 2013. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Jakarta.

Pasandaran, Effendi. 2007. Menggerakkan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Langkah-Langkah Ke depan. Buku Membangun Kemampuan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Editor Faisal Kasryno, Effendi Pasandaran, dan A.M. Fagi. ISBN: 978-979-3871-90-5. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 391-402.

Pauli, Gunter. 2012. From Deep Ecology to The Blue Economy. A review of the main concepts related to environment, social and ethical business that contributed to the creation of The Blue Economy.

Pawitan, H., I. Las, H. Suharsono, R. Boer, Handoko, J.S. Baharsjah. 1996. Implementasi Pendekatan Strategis dan Taktis Gerakan Hemat Air. ���� Pemantapan Gerakan Hemat Air untuk Mengoptimalkan Pemanfaatan Sumber daya Air. Prosiding Seminar Nasiona. Jakarta 11 Juli 1996.

Ramadhani, F., Eleonora Runtunuwu, dan Haris Syahbuddin. 2013. Konsep dan Rancang Bangun AgroMAP-Info: Pilar Ketiga Sumber daya Pertanian, Teknologi Informasi Geospasial, dan Analisis Sistem untuk Perencanaan Pembangunan Pertanian. Tidak dipublikasikan. 17 Hal.

Ramadhani F., E. Runtunuwu dan H. Syahbuddin. 2013. Pengembangan Sistem Teknologi Informasi Kalender Tanam Terpadu Berbasis Web. Jurnal Informatika Pertanian 22(2):103-112.

Runtunuwu, E., H. Syahbuddin, F. Ramadhani, A. Pramudia, D. Setyorini, K. Sari, Y. Apriyana, E. Susanti dan Haryono. 2013. Inovasi Kelembagaan Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu Mendukung Adaptasi Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 6(1):44-52.

Sanim, B. 2011. Pengelolaan Sumber daya Air dalam Menopang Negara Mandiri dan Berdaulat. KIPNAS X di Jakarta atas kerjasama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional pada tanggal 8-10 November 2011. Jakarta.

Page 20: REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN · PDF fileReformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 543 REFORMASI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian562

"�������������������������������� �������#�$�����������

Sarwani, M dan H. Syahbuddin. 2013. Memantapkan Langkah dan Strategi Pengembangan SI Katam Terpadu dalam Menyikapi Perubahan Iklim. Buku Kalender Tanam Terpadu: Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, dan Penerapan. Editor: Haryono, Muhrizal Sarwani, Irsal Las, dan Effendi Pasandaran. ISBN: 978-602-128-07-2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. IAARD Press. Jakarta. Hal 429-446.

Sinar Tani. 2014. Food Smart Village, Teknologi Adaptif Lahan Kering. Edisi 8-14 Oktober 2014 No. 3577 Tahun XLV. ISSN: 0852-8586. Hal 5.

Soekarno. 1952. Soal Hidup atau Mati. Pidato Presiden Republik Indonesia yang Ditujukan Kepada Segenap Pemuda-Pemudi di Seluruh Indonesia, Terutama Sekali Pemuda Pemudi Sekolah Menengah, Pada Waktu Hendak Meletakkan Batu-Pertama dari pada Gedung Fakultet Pertanian Di Bogor pada Tanggal 27 April 1952. ��.�6�.��� oleh Winarso D Widodo. Almanak Pertanian 1953 hal 11-20

Sosiawan, H., Nani Heryani, Nono Sutrisno, Popi Rejekiningrum, Budi Kartiwa, Kurmen Sudarman, Sawiyo, Nurwindah Pujilestari, Setyono Hari Adi, dan Adang Hamdani. 2013a. Food Smart Village sebagai Model Pendekatan Pengelolaan Sumber daya Air dan Iklim Terpadu untuk Mengurangi Resiko Pertanian Lahan Kering. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 72 Hal.

Sosiawan, H. 2013b. Food Smart Village. Info Agroklimat. In English. Vol 8 No. 4 Agustus 2013. ISSN: 1907-8773. 4 Hal.

Stiftung, Bertelsmann. 2014. Indonesia Country Report. Gütersloh.

Sudaryanto, T., R. Kustiari, dan H.P. Saliem. 2010. Perkiraan kebutuhan pangan tahun ������������������������������������ � �����!����"��#�����$�����Ketahanan Pangan Bekelanjutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Hal 163

Syahbuddin, H. 2014. Ivestigasi Kerentanan Pangan Akibat Perubahan Iklim Mendukung Pertanian Bioindustri Berkelanjutan Berbasis Zona Ageoekologi. Tugas I Mata Kuliah: Pengelolaan Riset Multi Disipli. Diklat Fungsional Tingkat Lanjutan LIPI angkatan II. Juni 2014. Bogor. 4 Hal.

Syahbuddin, H., Eleonora Runtunuwu, Fadhullah Ramadhani, Anindito Adinugroho, dan Rhizatus Sofiati. 2014. Aplikasi Modis untuk Perencanaan Pembangunan Pertanian. Dalam Buku Pendekatan Analisis Sistem Mendukung Pertanian Berkelanjutan: Membangkitkan Inisiatif. Program Strategis Lintas Sektoral untuk Pertanian Berkelanjutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. ISBN: 978-602-1280-17-1. 141 hal.

Widodo, J., 2014. Tidak Bisa Maju Tanpa Riset. Majalah Sains Indonesia. Barometer Inovasi Anak Bangsa. Edisi 34, Oktober 2014. ISSN: 2089-3868. Hal 86.