refleksi pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 dan

81
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 1

Upload: doanque

Post on 12-Jan-2017

295 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 1

Page 2: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 20152 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 3

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penyusunan ”Refleksi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2014 dan Outlook Tahun 2015” dapat diselesaikan. Buku ini merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam melaksanakan berbagai kewajiban pembangunan nasional, serta sebagai bentuk pertanggungjawaban kementerian dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam kaitan terselenggaranya good governance.

Tahun 2014 adalah tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. KKP telah berkomitmen untuk bersama-sama menjaga keberhasilan yang telah diraih dan mengejar capaian pembangunan yang belum terlaksana sesuai target yang telah ditetapkan. KKP telah pula menetapkan target-target sasaran di dalam Indikator Kinerja Utama yang bersinergi dengan kebijakan Minapolitan, Industrialisasi dan Blue Economy. KKP juga melakukan focusing pada pencapaian sasaran target RPJMN 2010-2014 terkait dengan Direktif Presiden, yang menjadi pencapaian utama KKP pada tahun 2014.

Berbagai hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dicapai sebagaimana yang digariskan dalam Rencana Kerja KKP Tahun 2014 telah berhasil diwujudkan. Upaya pembangunan perlu terus ditingkatkan dan perbaikan kualitas pelayanan harus dilaksanakan lebih konsisten dan secara terus menerus oleh semua jajaran aparatur pada semua tingkatan, sehingga pelayanan selalu dapat diberikan secara cepat, tepat dan mudah dilaksanakan serta tidak diskriminatif. Sangat disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masih memerlukan perbaikan dan kerja keras oleh seluruh jajaran KKP. Untuk itu sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan lembaga terkait lainnya, serta para stakeholders kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan, terutama dalam meningkatkan perekonomian nasional.

Refleksi pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 ini mudah-mudahan telah dapat memenuhi harapan rakyat Indonesia serta dapat menyumbangkan gagasan dan pemikiran tentang arah dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 secara lebih luas dan menyeluruh. Tugas membangun sektor kelautan dan perikanan ke depan, bukanlah merupakan tugas pemerintah semata. Dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat luas dan kerja keras tanpa pamrih dari kita selaku aparatur negara dalam menentukan arah, visi dan strategi pembangunan bangsa ini di masa mendatang.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kerja sama yang terjalin baik selama ini dengan KKP. Kami berharap, dukungan dan kerja sama itu akan terus berlanjut sehingga upaya kita untuk memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat bisa terwujud.

SAMBUTAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Jakarta, Desember 2014Menteri Kelautan dan Perikanan

Susi Pudjiastuti

Page 3: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 20154 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 5

KATA PENGANTAR

Tahun 2014 sebagai tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, sub sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu prime mover perekonomian nasional mendapat tantangan tersendiri dalam menjaga keberhasilan yang telah diraih dan mengejar capaian pembangunan yang belum terlaksana sesuai target yang telah ditetapkan. Namun demikian, melalui upaya kerja keras bersama, kita dapat melalui tahun yang sulit tersebut dengan sejumlah pencapaian yang patut dibanggakan. Ketahanan subsektor kelautan dan perikanan dalam percaturan perekonomian nasional serta dalam merespons gejolak dan ketidakpastian perekonomian global terlihat cukup baik. Dengan rata-rata pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dalam sektor pertanian secara umum maupun dibanding pertumbuhan nasional pada tahun 2014, telah menunjukan bahwa sektor kelautan dan perikanan merupakan sektor yang cukup tangguh. Kebijakan minapolitan dan industrialisasi juga telah mendorong sinergi pembangunan antar sektor dan memacu berkembangnya ekonomi kreatif dan membuka akses permodalan bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan.

Buku ini menampilkan berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014, hasil yang telah dicapai dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan kelautan dan perikanan. Sangat disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masih memerlukan perbaikan dan kerja keras oleh seluruh jajaran KKP. Untuk itu sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan lembaga terkait lainnya, serta para stakeholders kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan.

Semoga melalui buku Refleksi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2014 dan Outlook Tahun 2015 dapat memberikan gambaran awal terhadap hasil-hasil yang telah diraih serta kendala dan hambatan yang masih perlu ditangani serta garis besar fokus pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 sebagai kelanjutan tahun 2014.

Jakarta, Desember 2014Sekretaris Jenderal

Sjarief Widjaja

DAFTAR ISI

Bab 1. Pendahuluan 8

Bab 2. Program Kerja dan Anggaran Tahun 2014 12

Bab 3. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2014 18

Bab 4. Capaian Kinerja Prioritas Pembangunan Nasional 64

Bab 5. Capaian KKP Lainnya 112

Bab 6. Permasalahan dan Tindak Lanjut 148

Bab 7. Outlook Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2015 152

Page 4: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 20156 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 7

Page 5: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 20158 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 9

Tujuan RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya saing perekonomian.

Penguatan daya saing perekonomian tersebut, diantaranya ditempuh melalui peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai dengan potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan kelautan meliputi industri kelautan seperti perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral yang dikembangkan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan.

Sebagai acuan untuk mengarahkan pembangunan kelautan dan perikanan di lingkup KKP telah ditetapkan Rencana Strategis (Renstra) KKP Tahun 2010-2014 melalui Peraturan Menteri KP Nomor 03/PERMEN-KP/2014 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014. Dalam dokumen perencanaan strategis tersebut telah memuat indikator kinerja dan target yang diurai per tahun serta rencana indikasi pendanaannya.

Tahun 2014 merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN Tahun 2010-2014. KKP melaksanakan lima dari sebelas agenda prioritas pembangunan nasional. Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan empat pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-growth (pertumbuhan) dan pro-environment (pemulihan dan pelestarian lingkungan). Arah kebijakan KKP tahun 2014 meliputi (1) peningkatan produktivitas usaha kelautan dan perikanan, (2) pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan traceability (penelusuran) produk hasil perikanan dan jaminan ketersediaan bahan baku industri, (3) konservasi dan rehabilitasi sumber daya kelautan dan perikanan serta pengelolaan pulau-pulau kecil, (4) pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, (5) pengembangan sumber daya manusia dan iptek kelautan dan perikanan, (6) peningkatan kesejahteraan nelayan dan masyarakat perikanan, serta (7) percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi sektor kelautan dan perikanan.

Pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 difokuskan pada peningkatan produksi, pengembangan kawasan minapolitan, perlindungan usaha serta kesempatan berusaha bagi nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar hasil perikanan serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya, melalui penerapan strategi industrialisasi kelautan dan perikanan. Hal ini diwujudkan dalam pelaksanaan beberapa kegiatan misalnya pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan, penyediaan sarana dan prasarana

Arah kebijakan KKP tahun 2014: peningkatan

produktivitas usaha; pengembangan dan

pengawasan sistem jaminan mutu dan traceability produk dan jaminan ketersediaan bahan

baku industri; konservasi, rehabilitasi sumber daya

KP dan pengelolaan pulau-pulau kecil; pengawasan

pemanfaatan SDKP; pengembangan SDM dan

Iptek KP; peningkatan kesejahteraan nelayan dan masyarakat perikanan; dan percepatan dan perluasan

pembangunan ekonomi sektor KP.

produksi, akses permodalan, sertifikasi hak atas tanah, bantuan operasi melaut dan lain sebagainya. Pemerintah secara nyata telah berupaya membangun berbagai pola pemberdayaan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan serta bantuan langsung masyarakat lainnya yang telah diimplementasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam kaitan dengan penyediaan modal bagi kelompok usaha mikro dan kecil, KKP juga telah memfasilitasi akses kredit usaha bagi masyarakat kelautan dan perikanan melalui kerja sama dengan pihak perbankan.

Secara umum tingkat pencapaian hasil dan kesesuaian arahan pencapaian visi, misi, serta sasaran pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 telah sesuai dengan yang telah ditetapkan di dalam Renstra KKP 2010-2014. Peranan sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional ditandai dengan meningkatnya persentase pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan, walaupun target pertumbuhan PDB perikanan belum bisa dicapai namun PDB perikanan secara signifikan mampu memberikan kontribusi kepada PDB Nasional. Meningkatnya kapasitas sentra-sentra produksi kelautan dan perikanan yang memiliki komoditas unggulan dapat tercapai dengan meningkatnya produksi perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan garam rakyat. Dari sisi pendapatan para pelaku usaha kelautan dan perikanan dicapai dengan meningkatnya Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan. Ketersediaan hasil kelautan dan perikanan dicapai dengan meningkatnya konsumsi ikan per kapita. Meningkatnya branding produk perikanan dan market share di pasar luar negeri ditandai dengan makin meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan. Meningkatnya mutu dan keamanan produk perikanan sesuai standar ditandai dengan jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra dibawah 10 kasus. Meningkatnya pengelolaan SDKP secara berkelanjutan, pencapaian sasaran strategis ini adalah: jumlah pulau-pulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang dikelola dan; luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan dan wilayah perairan bebas IUU fishing dan kegiatan yang merusak SDKP.

Diusia yang mencapai usia 15 tahun, KKP sudah menghasilkan beberapa prestasi antara lain pada tahun 2013 dan 2014 merupakan satu-satunya kementerian teknis yang mendapatkan AKIP dengan nilai A, hal ini didukung oleh Laporan Keuangan KKP yang diperoleh dengan predikat WTP. Dalam hal Pengarusutamaan Gender (PUG), KKP berhasil memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Madya atas pelaksanaan PUG tahun 2014. KKP juga meraih penghargaan inovasi pelayanan publik terbaik tahun 2014, selain itu juga KKP memperoleh penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization dengan kriteria pelayanan yang luar biasa di bidang kepabeanan Keberhasilan ini merupakan salah satu bukti strategis dan keseriusan dalam rangka pembangunan sektor kelautan dan perikanan.

Seiring dengan capaian dan prestasi di atas, langkah-langkah yang juga penting ditangani adalah bagaimana kendala dalam membangun

Secara umum pencapaian hasil

pembangunan kelautan dan perikanan tahun

2014 telah sesuai dengan visi, misi, serta

sasaran Renstra KKP 2010-2014.

Page 6: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201510 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 11

kelautan dan perikanan secara bertahap dan sistematis dapat diatasi. Disadari bahwa pembangunan kelautan dan perikanan masih banyak menghadapi kendala dan permasalahan, baik yang bersifat teknis internal maupun makro struktural.

Selanjutnya mengingat peran sektor kelautan dan perikanan sangat strategis pada pembangunan nasional, KKP berupaya untuk terus menjalin koordinasi, sinergi dan integrasi dengan kegiatan lembaga lainnya. Oleh karena itu, capaian pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan sepanjang tahun 2014 ini perlu disusun dalam suatu laporan yang dapat menggambarkan hasil-hasil yang telah diraih serta kendala dan hambatan yang masih perlu ditangani serta garis besar fokus pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 sebagai kelanjutan tahun 2014. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat tetap optimis dengan masa depan bangsa bila pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan ini dapat dikelola dan dimanfaatkan secara arif dan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan.

Page 7: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201512 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 13

1. Program Kerja Tahun 2014

Rencana Kerja KKP tahun 2014 yang melandasi pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan merupakan bagian dari pelaksanaan RPJMN 2010-2014, dimana tahun 2014 merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN 2010-2014, yang mengusung tema “Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan”.

Sejalan dengan yang telah ditetapkan di dalam RPJMN 2010-2014, KKP berkontribusi pada 5 prioritas dari 11 Prioritas Nasional yakni: 1)Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; 2)Penanggulangan Kemiskinan; 3)Ketahanan Pangan; 4)Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; serta 5)Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik.

Terdapat 10 program dalam pelaksanaan pembangunan kelau-tan dan perikanan di dalam APBN KKP tahun 2014 yaitu:

1). Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap

Tujuan program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap adalah meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan berbasis pengelolaan sumber daya ikan yang berkelanjutan, dengan sasaran peningkatan produksi perikanan tangkap (volume dan nilai), peningkatan pendapatan nelayan, dan peningkatan Nilai Tukar Nelayan (NTN).

2). Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya

Tujuan program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya adalah meningkatkan produksi perikanan budidaya, dengan sasaran peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil perikanan budidaya (volume dan nilai).

3). Program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan

Tujuan program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan adalah mewujudkan produk perikanan prima yang berdaya saing di pasar domestik dan internasional, dengan sasaran peningkatan nilai ekspor hasil perikanan, peningkatan volume produk olahan, peningkatan rata-rata konsumsi ikan nasional, peningkatan nilai produk non konsumsi pada tingkat pedagang besar, dan peningkatan nilai investasi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.

4). Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Tujuan program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah mewujudkan tertatanya dan dimanfaatkannya wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari, dengan sasaran antara lain peningkatan luas Kawasan Konservasi Perairan yang dikelola secara berkelanjutan, pengembangan pengelolaan pulau-pulau kecil, dan jumlah produksi garam.

KKP berkontribusi pada 5 prioritas dari 11 Prioritas

Nasional yakni: Reformasi Birokrasi dan Tata

Kelola; Penanggulangan Kemiskinan; Ketahanan

Pangan; Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana;

dan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca

Konflik.

5). Program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Tujuan program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan adalah meningkatnya ketaatan dan ketertiban dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dengan sasaran perairan Indonesia bebas illegal fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.

6). Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan

Tujuan program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan ini adalah menyiapkan ilmu, pengetahuan dan teknologi sebagai basis kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan dengan sasaran diadopsi dan dimanfaatkannya Iptek hasil penelitian dan pengembangan oleh para pemangku kepentingan.

7). Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Tujuan program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan adalah meningkatkan kualitas SDM kelautan dan perikanan dengan sasaran meningkatnya kompetensi SDM kelautan dan perikanan.

8). Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

Tujuan program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan adalah melindungi kelestarian sumber daya hayati perikanan dan kelautan dari Hama Penyakit Ikan Karantina serta menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan nasional dengan sasaran meningkatnya persentase media pembawa yang memenuhi sistem jaminan kesehatan ikan melalui sertifikasi kesehatan ikan ekspor, impor dan antar area, menurunnya jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra, dan meningkatnya jumlah sertifikasi penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point/HACCP) di unit pengolahan ikan sebagai persyaratan ekspor.

9). Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP

Tujuan program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP adalah meningkatkan efektivitas peran pengawasan internal dengan sasaran program peningkatan kinerja dan akuntabilitas Aparatur KKP, terwujudnya Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang efektif di KKP, dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.

10 program pembangunan KP Tahun 2014 yaitu Pengembangan dan

Pengelolaan Perikanan Tangkap; Peningkatan

Produksi Perikanan Budidaya; Peningkatan

Daya Saing Produk Perikanan; Pengelolaan

Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan; Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan

Perikanan; Pengembangan Sumber Daya Manusia

Kelautan dan Perikanan; Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu

dan Keamanan Hasil Perikanan; Pengawasan dan

Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP; Peningkatan

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis

Lainnya KKP.

Page 8: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201514 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 15

10). Program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP

Tujuan program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP adalah meningkatkan pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan kelautan dan perikanan dengan sasaran terwujudnya Reformasi Birokrasi di KKP, kualitas akuntabilitas kinerja dan pengelolaan keuangan KKP.

2. Anggaran Pembangunan Tahun 2014

Pagu anggaran KKP Tahun 2014 bersumber dari APBN berupa Rupiah Murni, Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam dan Non Sumber Daya Alam. Pagu anggaran ini dialokasikan pada 10 unit eselon I lingkup KKP dan tersebar di kantor pusat, kantor daerah, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Pagu anggaran KKP Tahun 2014 bersumber dari APBN berupa Rupiah Murni Rp5.530.347.775.000; Pinjaman Luar Negeri Rp551.242.098.000; Rupiah Murni Pendamping Rp4.500.000.000; Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp55.493.916.000; Hibah Langsung Luar Negeri Rp15.977.433.000; dan Hibah Luar Negeri Rp11.066.170.000. Berdasarkan jenis belanja, pagu anggaran KKP dibagi menjadi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan belanja sosial (berupa belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat atau pemda) pada 4 unit eselon I lingkup KKP yaitu DJPT, DJPB, DJP2HP dan DJKP3K dan diimplementasikan dalam program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, dan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, serta program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh pada DJKP3K.

Tabel …… Realiasasi Anggaran KKP Tahun 2014 per Program

No. Program Pagu Realisasi%

Capaian

1. Peningkatan Dukungan

Manajemen dan Pelaksanaan

Tugas Teknis Lainnya

369.624.434.000 313.110.029.985 84,71

2. Pengawasan dan Peningkatan

Akuntabilitas Aparatur KKP

59.230.867.000 57.770.267.013 97,53

3. Pengembangan dan

Pengelolaan Perikanan Tangkap

1.585.570.422.000 1.508.530.689.775 95,14

4. Peningkatan Produksi Perikanan

Budidaya

927.869.453.000 883.261.206.655 95,19

5. Pengawasan Sumber Daya

Kelautan dan Perikanan

664.528.242.000 649.949.885.130 97,81

6. Peningkatan Daya Saing

Produk Perikanan

503.102.879.000 480.233.980.917 95,45

Tabel 1. Realiasasi Anggaran KKP Tahun 2014 per Program

No. Program Pagu Realisasi%

Capaian

7. Pengelolaan Sumber Daya

Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil

632.325.256.000 597.220.124.849 94,45

8. Penelitian dan Pengembangan

IPTEK Kelautan dan Perikanan

576.775.896.000 558.378.460.278 96,81

9. Pengembangan Sumber

Daya Manusia Kelautan dan

Perikanan

532.488.172.000 510.991.651.800 95,96

10. Pengembangan Karantina

Ikan, Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan

317.111771.000 307.147.217.365 96,86

Jumlah 6.168.627.392.000 5.866.683.583.367 95,10

Jika diurai per bulannya, target dan rencana penyerapan dan realisasi anggaran KKP setiap bulannya selama tahun 2014 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Tingkat kinerja keuangan tahun 2014 lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat penyerapan tahun 2013 sebesar 93,57% yakni mengalami kenaikan 1,54 point atau kenaikannya 1,65%. Namun dilihat pola penyerapan hampir sama dengan tahun 2013 dengan ciri penyerapan melaju cepat pada semester 2. Dibandingkan dengan realisasi nasional penyerapan anggaran tahun 2014 mencapai 94% dari pagu anggaran nasional, kinerja keuangan KKP tahun 2014 masih lebih baik.

Untuk melaksanakan arah kebijakan, strategi, dan program pembangunan

KP serta mencapai target sasaran utama, dibutuhkan

dukungan kerangka pendanaan yang memadai yang bersumber dari APBN

berupa Rupiah Murni, Pinjaman/Hibah Luar

Negeri dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Gambar 1. Grafik Pola Penyerapan Anggaran Tahun 2014

Page 9: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201516 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 17

Page 10: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201518 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 19

Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) KKP pada tahun 2014, disajikan pada tabel berikut.

Tabel ...... Capaian IKU KKP Tahun 2014

No. Indikator Kinerja Utama Target Capaian* (%)

1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Perikanan (%) 7,00 6,97 99,57

2. Produksi Perikanan (juta ton) 19,49 20,72 106,31

a. Perikanan tangkap (Jt Ton) 6,05 6,20 102,48

b. Perikanan budidaya ( Jt Ton) 13,44 14,52 108,04

3. Produksi garam rakyat (Jt Ton) 2,50 2,50 100,12

a. Nilai Tukar Nelayan 104 104,63 100,61

b. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan 102 101,36 99,37

4. Nilai ekspor produk perikanan (USD miliar) 5,10 4,64 90,20

5. Konsumsi ikan (kg/per kapita/tahun) 37,80 37,89 100,24

6. Jumlah pulau-pulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang

dikelola (pulau)

20 33 150,00

7. Luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara

berkelanjutan (juta ha)

4,5 7,8 173,33

8. Wilayah perairan bebas IUU fishing dan kegiatan yang

merusak SDKP (%)

35 38,63 110,37

9. Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per

negara mitra (kasus)

<10 4 100,00

10. Jumlah hasil litbang yang inovatif 80 105 131,25

11. Rasio jumlah peserta yang dididik, dilatih, dan disuluh

yang kompeten di bidang KP terhadap total peserta (%)

65,00 96,22 148,03

Keterangan :

*) Angka sementara

1. Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan

1). Nilai PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku dan PDB Perikanan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Triwulan IV-2014

PDB nasional atas dasar harga berlaku mencapai Rp2.607 triliun pada triwulan IV-2014 atau mengalami penurunan sebesar 0,59% dibandingkan triwulan III-2014. Sejalan dengan PDB nasional atas dasar harga berlaku, PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan IV-2014 juga mengalami penurunan sebesar 1,41% dibandingkan triwulan sebelumnya atau sebesar Rp734,6 triliun.

Ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh sebesar 5,02% melambat bila dibandingkan tahun 2013 sebesar 5,58%, kemudian ekonomi Indonesia triwulan IV-2014 bila dibandingkan triwulan IV-2013 (y-on-y) tumbuh sebesar 5,01% melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61%.

Tabel 2. Capaian IKU KKP Tahun 2014

PDB subsektor perikanan atas dasar harga berlaku pada triwulan IV-2014 mencapai Rp93,02 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 6,79% dibandingkan triwulan III-2014. Untuk PDB subsektor perikanan atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan IV-2014 mencapai Rp17,42 triliun rupiah atau mengalami kenaikan sebesar 4,58% dibandingkan triwulan III-2014. Kemudian apabila dibandingkan dengan triwulan III-2013 yang berarti menunjukkan laju pertumbuhan sektor perikanan dalam setahun maka pertumbuhan sektor perikanan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8,11%.

Tabel ...... PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (RpTriliun)

Lapangan UsahaHarga Berlaku Harga Konstan

TW III - 2014 TW IV 2014 TW III - 2014 TW IV 2014

PERTANIAN, PETERNAKAN,

KEHUTANAN, PERIKANAN

400,02 317,81 97,65 74,05

Tanaman Bahan Makanan 188,32 117,86 46,33 27,89

Tanaman Perkebunan 61,52 41,34 18,46 12,23

Peternakan dan hasil-hasilnya 47,27 49,60 11,68 12,00

Kehutanan 15,80 15,99 4,53 4,51

Perikanan 87,11 93,02 16,66 17,42

PRODUK DOMESTIK BRUTO

(PDB)

2.622,61 2.607,18 745,15 734,68

PDB TANPA MIGAS 2.443,58 2.447,45 712,04 703,10

2). Kontribusi PDB Perikanan Triwulan IV-2014

Kontribusi PDB sektor kelompok pertanian terhadap PDB nasional sebesar 12,19% pada triwulan IV-2014, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 20,08% dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 0,14%. Penurunan ini disebabkan karena kontribusi subsektor tanaman bahan makan hanya sebesar 4,52% terhadap PDB nasional atau dengan kata lain mengalami penurun signifikan bila dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 37,04% dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 3,38%. Selain sektor tanaman bahan makan, sektor perkebunan juga hanya berkontribusi sebesar 1,59% terhadap PDB nasional atau mengalami penurunan sebesar bila dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 32,42% dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 4,65%. Hal ini disebabkan karena efek musim yang mempengaruhi sektor kelompok pertanian, seperti padi yang memasuki masa tanam serta kopi dan beberapa komoditi perkebunan lainnya telah melewati masa panen.

Kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan IV-2014 mengalami kenaikan bila dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 7,42% yaitu dari kontribusi sebesar 3,32% menjadi

Tabel 3. PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (RpTriliun)

Page 11: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201520 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 21

sebesar 3,57% dan mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 7,31% yaitu dari kontribusi sebesar 3,32% menjadi sebesar 3,57%.

Gambar 2. Grafik Kontribusi Subsektor-Subsektor Pada Sektor Kelompok Pertanian Menurut Triwulan Tahun 2013 - 2014

Struktur PDB Indonesia menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku tidak menunjukkan perubahan yang berarti namun peningkatan nilai dan kontribusi PDB subsektor perikanan Indonesia atas dasar harga berlaku triwulan IV-2014 terhadap PDB nasional menunjukkan adanya peningkatan nilai tambah yang mencerminkan peningkatan income para pelaku sektor kelautan dan perikanan secara rata-rata. Selain itu peningkatan kontribusi tersebut disebabkan oleh kontribusi subsektor-subsektor yang terdapat dalam kelompok bahan makan mengalami penurunan.

Lapangan UsahaTW III TW IV

2013 2014 2013 2014

PERTANIAN, PETERNAKAN,

KEHUTANAN, PERIKANAN

15,42 15,25 12,21 12,19

Tanaman Bahan Makanan 7,38 7,18 4,68 4,52

Tanaman Perkebunan 2,41 2,35 1,66 1,59

Peternakan dan hasil-hasilnya 1,81 1,80 1,89 1,90

Kehutanan 0,63 0,60 0,65 0,61

Perikanan 3,19 3,32 3,32 3,57

PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) 100,0 100,0 100,0 100,0

PDB TANPA MIGAS 93,00 93,17 92,32 93,87

Tabel 4. Struktur PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku Triwulan IV-2014 dan Triwulan III-2014

3). Laju Pertumbuhan PDB Perikanan Triwulan IV-2014

Gambar 3. Grafik Laju Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian Tahun 2013-2014

Gambar di atas menunjukkan bahwa selama tahun 2013–2014, pertumbuhan PDB Perikanan berada di atas pertumbuhan PDB Nasional dan sektor kelompok pertanian. PDB Nasional memiliki kecenderungan mengalami penurunan sedangkan PDB Perikanan Pertumbuhan sektor perikanan pada triwulan IV-2014 tumbuh sebesar 8,11 persen dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 6,51%. Pertumbuhan ini lebih besar daripada pertumbuhan sektor kelompok pertanian triwulan IV-2014 sebesar 2,58% dan pertumbuhan nasional triwulan IV-2014 sebesar 5,03%.

Tabel ..... Laju Pertumbuhan PDB Perikanan Triwulan IV-2013, Triwulan III-2014 dan Triwulan IV-2014

Lapangan UsahaLaju Pertumbuhan

TW IV 2013 TW III 2014 TW IV 2014

PERTANIAN, PETERNAKAN,

KEHUTANAN, PERIKANAN

3,67 4,22 2,58

Tanaman Bahan Makanan 0,61 4,09 -0,23

Tanaman Perkebunan 5,42 2,86 2,54

Peternakan dan hasil-hasilnya 5,90 5,64 3,79

Kehutanan -1,77 -0,39 -2,56

Perikanan 8,16 6,51 8,11

PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) 5,65 5,00 5,03

Sektor kelompok pertanian merupakan salah satu sektor yang mendominasi struktur perekonomian Indonesia selain industri pengolahan dan perdagangan besar eceran-reparasi mobil dan sepeda motor.

Tabel 5. Laju Pertumbuhan PDB Perikanan Triwulan IV-2013, Triwulan III-2014 dan Triwulan IV-2014

TW I -2013

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

TW II -2013

TW III -2013

TW IV -2013

TW I2014

TW II-2014

TW III-2014

TW IV-2014

Kelompok Pertanian Kelompok Bahan Makanan Perikanan PDB

Page 12: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201522 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 23

Pertumbuhan ini menunjukkan adanya peningkatan daya beli (purchasing power) dari para pelaku sektor kelautan dan perikanan dibandingkan sektor kelompok pertanian dan nasional.

Gambar 4. Grafik Laju Pertumbuhan PDB Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan PDB Perikanan Atas Harga Konstan

Tahun 2009 – 2014

Triwulan IV-2014 kinerja sektor perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 8,11 persen hampir mendekati kinerja triwulan yang sama tahun yang lalu sebesar 8,15%. Pertumbuhan sektor perikanan ini disebabkan oleh peningkatan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya tahun 2014. Produksi perikanan tangkap tahun 2014 (angka sementara) meningkat sebesar 1,28% atau sebesar 5,78 juta ton sedangkan produksi perikanan budidaya tahun 2014 (angka sementara triwulan III) mencapai 9,53 juta ton. Komoditas perikanan tangkap seperti tuna mengalami peningkatan sebesar 1,68% (310 ribu ton) dibandingkan tahun 2013, cakalang meningkat sebesar 0,75% (484 ribu ton), tongkol meningkat sebesar 0,69% (454 ribu ton), dan udang meningkat sebesar 1,62% (255 ribu ton). Komoditas perikanan budidaya seperti ikan mas hingga semester 3 tahun 2014 mencapai 300 ribu ton, bandeng mencapai 425 ribu ton dan rumput laut mencapai 6,7 juta ton. Selain dipengaruhui oleh produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang mengalami peningkatan, faktor lain yang mempengaruhi adalah harga ikan. Selama tahun 2014 harga ikan di pasar produsen pergerakannya cukup stabil. Harga rata-rata ikan cakalang dan tongkol di pasar produsen masing-masing sebesar Rp18.888,51 dan Rp16.866,89, sedangkan harga ikan bandeng sebesar Rp18,699 .

4). Nilai PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku dan PDB Perikanan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2014

Perkembangan nilai PDB triwulanan atas dasar harga berlaku dan PDB triwulanan atas harga konstan 2000 menunjukkan adanya faktor musiman. Selama triwulan I sampai dengan III terjadi peningkatan nilai PDB dari triwulan ke triwulan dan pada triwulan IV terjadi penurunan dibanding triwulan sebelumnya (triwulan III). Pola ini berulang dari tahun ke tahun sepanjang tahun 2010-2014.

Gambar 5. Grafik Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2014

Grafik di atas menunjukkan PDB Nasional atas harga berlaku tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 11,1% dibandingkan tahun 2013, atau mencapai Rp10.094 trilliun setelah tahun sebelumnya sebesar Rp9.087 trilliun.

I

2

3

4

5

6

7

8

9

II

2009 2010 2011 2012 2013 2014

III IV

PDB Perikanan

II I III IV II I III IV II I III IV II I III IV II I III IV

PDB

Gambar 6. Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 - 2014

Page 13: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201524 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 25

Tabel 6. Rincian Jumlah Produksi Perikanan tangkap per Provinsi Tahun 2013 - 2014

Gambar 7. Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001 - 2014

Grafik di atas menunjukan pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 sebesar 6,96%, pertumbuhan ini lebih tinggai dari pertumbuhan kelompok pertanian sebesar 3,3% dan PDB Nasional sebesar 5,1%. Pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2009–2014 sebesar 6,25%, hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya menunjukkan potensi besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

2. Produksi Perikanan

1). Produksi Perikanan Tangkap

Realisasi produksi perikanan tangkap tahun 2014 adalah sebanyak 6.200.180 ton atau 102,05% dari target yang telah ditetapkan. Capaian tersebut terdiri dari volume produksi perikanan laut sebanyak 5.779.990 ton dan PUD sebanyak 420.190 ton. Dibandingkan dengan jumlah produksi perikanan tangkap ditahun 2013 sebesar 5,86 juta ton, mengalami peningkatan sebesar 0,34 juta ton atau kenaikan sebesar 5,75%.

Adapun komposisi volume produksi baik laut maupun daratan terdiri dari volume produksi kelompok sumber daya ikan, binatang kulit

keras, binatang kulit lunak, binatang air lainnya dan tumbuhan air. Untuk perairan laut, kelompok sumber daya ikan yang memberikan kontribusi utama pada volume produksi adalah kelompok ikan (pelagis besar, pelagis kecil, demersal dan ikan karang konsumsi) sebanyak 5.779.990 ton atau 89,36% dari total volume produksi laut. Provinsi yang mengkontribusi volume produksi terbesar adalah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 563.030 ton atau sebesar 9,08% dan Provinsi Maluku sebanyak 554.090 atau sebesar 8,94%. Sedangkan volume produksi yang terendah adalah D.I Yogyakarta yang hanya sebanyak 5.070 ton atau 0,08% dari total volume produksi.

Provinsi

Jumlah Produksi Tahun

(ton)Kenaikan

Rata-rataProvinsi

Jumlah Produksi Tahun

(ton)Kenaikan

Rata-rata2013 2014 2013 2014

Aceh 146.125 157.280 7,63% Bali 123.902 104.940 -15,30%

Sumut 457.356 563.030 23,11% NTB 154.499 147.610 -4,46%

Sumbar 205.743 226.370 10,03% NTT 115.169 105.150 -8,70%

Riau 116.774 112.800 -3,40% Kalbar 75.759 166.320 119,54%

Kepri 139.415 142.390 2,13% Kalteng 92.947 105.380 13,38%

Jambi 57.594 56.140 -2,52% Kalsel 184.328 245.570 33,22%

Sumsel 103.375 98.080 -5,12% Kaltim 151.379 154.210 1,87%

Kep. Babel 204.317 202.430 -0,92% Sulut 246.788 288.990 17,10%

Bengkulu 44.315 53.330 20,34% Gorontalo 86.895 94.320 8,54%

Lampung 163.910 171.670 4,73% Sulteng 144.230 265.860 84,33%

Banten 68.013 59.700 -12,22% Sulsel 231.993 296.210 27,68%

DKI Jakarta 206.032 210.110 1,98% Sulbar 77.434 46.400 -40,08%

Jabar 201.695 223.460 10,79% Sultra 236.240 129.410 -45,22%

Jateng 320.035 245.410 -23,32% Maluku 551.529 554.090 0,46%

DIY 5.912 5.070 -14,24% Maluku Utara 177.070 153.480 -13,32%

Jatim 347.820 391.980 12,70% Papua 307.204 299.420 -2,53%

Papua Barat 117.372 123.570 5,28%

TOTAL 5.863.170 6.200.180 6,47%

Sebanyak 19 provinsi mengalami peningkatan volume produksi terutama di Provinsi Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah yang peningkatannya sangat signifikan, sedangkan sebanyak 14 provinsi mengalami penurunan volume produksi. Peningkatan volume produksi perikanan tangkap ini sejalan dengan peningkatan kualitas pendataan statistik perikanan tangkap di daerah. Dalam rangka peningkatan kualitas pendataan statistik perikanan tangkap ini beberapa upaya pendukung, diantaranya dengan melakukan bimbingan teknis peningkatan kemampuan petugas statisik perikanan tangkap di daerah. Bimbingan teknis ini ditujukan bagi petugas pengumpul data/enumerator di kabupaten/kota serta di pelabuhan perikanan tentang metode pengumpulan data statistik perikanan tangkap. Dengan bimbingan teknis ini diharapkan pendataan di lapangan bisa lebih ditingkatkan dalam hal kualitas datanya dan bisa mengurangi kehilangan data.

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8. 00

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Grafik di atas menunjukkan bahwa baik PDB Nasional atas harga berlaku maupun PDB Nasional atas harga konstan 2000 tahun 2014 menunjukkan adanya faktor musiman. Triwulan I, triwulan II dan triwulan III menunjukkan pertumbuhan sedangkan triwulan IV menunjukkan penurunan. Penurunan pada setiap triwulan IV rata-rata sebesar -2,2% dari tahun 2000 hingga 2014. Penurunan ini disebabkan adanya faktor musiman pada sektor sektor kelompok pertanian terutama subsektor tanaman bahan makan dan tanaman perkebunan bahkan beberapa komoditas tanaman bahan makan telah melewati masa panen pada triwulan III.

Page 14: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201526 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 27

Selain itu untuk menjaga konsistensi kualitas data statistik perikanan tangkap yang semakin baik, maka pada tahun 2015 telah direncanakan beberapa kegiatan terutama peningkatan kualitas data statistik perikanan tangkap dan SDM petugas statistik. Selain itu akan dikembangkan statistik perikanan tangkap berbasis IT di pelabuhan perikanan dan atau pangkalan pendaratan ikan.

2). Produksi Perikanan Budidaya

Capaian sementara Produksi Perikanan Budidaya sampai dengan triwulan IV tahun 2014 yaitu sebesar 14.521.349 ton atau (107,97%) dari target sebesar 13.449.206 ton dengan capaian nilai produksi sebesar Rp109.784 miliar atau capaian (90,17%) dari target sebesar Rp121.758 miliar. Belum tercapainya target nilai produksi perikanan budidaya disebabkan karena angka produksi udang yang belum mencapai target, mengingat nilai produksi udang memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap total nilai produksi perikanan budidaya. Di samping itu, harga beberapa komoditas ikan menurun, diantaranya adalah kakap dari Rp 43.500/kg menjadi Rp 30.000/kg.

Jumlah produksi per jenis air payau, laut dan air tawar pada tahun 2014 yakni sebagai berikut:

 Jenis Produksi PB Capaian*)

Produksi Budidaya Air Tawar (Ton) 2,75

Produksi Budidaya Air Payau (Ton) 2,39

Produksi Budidaya Laut (Ton) 9,38

Total Produksi Perikanan Budidaya (Ton) 14,52

*) angka masih sementara

Selama kurun waktu 2010-2014, produksi perikanan budidaya memperlihatkan trend yang positif yaitu mengalami peningkatan dengan rata-rata per tahun mencapai 23,74%. Angka tersebut juga diikuti oleh kinerja positif peningkatan nilai produksi perikanan budidaya dalam kurun waktu yang sama dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 16,12%. Produksi perikanan per komoditas sebagaimana pada tabel berikut.

No Komoditas 2010 2011 2012 2013

2014 Ke-

naikan

rata-

rata

(%)

Target Revisi

(Ton)Capaian* (Ton) %

Total 6.277.923 7.928.963 9.675.533 13.300.905,89 13.449.206,25 14.521.349,16 107,97 23,74

1 Udang 380.972 372.577 415.703 642.568,39 713.000 592.218,88 83,06 14,03

- Windu 125.519 126.157 117.888 178.582,60 188.000 126.595,08 67,34 4,08

- Vaname 206.578 246.420 251.763 390.278,50 450.000 411.729,06 91,50 20,49

- udang

lainnya

48.875 46.052 73.707,29 75.000 53.894,74 71,86 -

2 Rumput Laut 3.915.017 5.170.201 6.514.854 9.298.473,87 8.777.600 10.234.357,17 116,60 27,72

3 Nila 464.191 567.078 695.063 914.778,09 1.100.000 912.613,29 82,96 19,03

4 Patin 147.888 229.267 347.000 410.883,20 500.000 403.132,80 80,63 30,73

5 Lele 242.811 337.577 441.217 543.774,05 639.206,25 613.119,77 95,92 26,43

6 Mas 282.695 332.206 374.366 412.703,13 400.000 484.110,39 121,03 14,44

7 Gurame 56.889 64.252 84.681 94.604,91 120.000 108.180,31 90,15 17,70

8 Kakap 5.738 5.236 6.198 6.735,27 8.400 4.438,72 52,84 (3.95)

9 Kerapu 10.398 10.580 11.950 18.864,09 20.000 12.430,08 62,15 9,61

10 Bandeng 421.757 467.449 518.939 627.332,88 750.000 621.393,18 82,85 10,45

11 Lainnya 349.567 372.540 265.561 330.188 421.000 535.354,57 127,16 16,08

Secara keseluruhan, produksi perikanan budidaya tahun 2014 masih didominasi oleh komoditas rumput laut sebesar 10.234.357 ton atau 70,47% dari total produksi, ikan sebesar 3.694.773 ton atau 25,44% dari total produksi, sedangkan udang sebesar 592.219 ton atau 4,07% dari total produksi. Capaian produksi tahun 2014 meningkat 9,17% dari tahun 2013. Capaian produksi tersebut didukung oleh ketersediaan benih, dengan produksi benih sampai dengan triwulan IV tahun 2014 telah melebihi target yaitu sebesar 88 miliar ekor (122,56%), terutama untuk komoditas ikan air tawar. Capaian benur udang, benih kerapu dan kakap (data sementara) yang masih di bawah target dimungkinkan menjadi salah satu faktor belum tercapainya produksi ikan untuk komoditas tersebut. Hal ini dikarenakan biaya pakan yang cukup tinggi pada komoditas diatas sehingga menyebabkan berkurangnya minat para pembenih untuk melakukan pembenihan kakap, kerapu dan udang serta berkurangnya produktivitas induk.

Selain ketersediaan benih, capaian produksi perikanan budidaya ini juga didukung adanya potensi lahan perikanan budidaya laut yang mencapai 8.363.501 ha, potensi lahan budidaya air tawar sebesar 1.224.076 ha, dan potensi lahan budidaya payau sebesar 2.230.500 ha (Masterplan Pengembangan Kawasan Budidaya Laut, 2004). Sementara itu pemanfaatan potensi lahan tersebut masih relatif rendah, dengan perkiraan pemanfaatan lahan pada tahun 2014 yaitu (i) pemanfaatan lahan budidaya laut 413.862 ha (4,95%), (ii) pemanfaatan lahan budidaya air tawar 327.995 ha (14,70%), dan (iii) pemanfaatan lahan budidaya air payau sebesar 661.111 ha (54,01%) sebagaimana gambar berikut.

Tabel 8. Capaian Volume Produksi Perikanan Budidaya Per Komoditas Tahun 2010 – 2014

Tabel 7. Produksi Perikanan Budidaya, Tahun 2014 (juta ton)

Page 15: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201528 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 29

Gambar 8. Pemanfaatan potensi lahan budidaya

Pencapaian produksi perikanan budidaya di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 9,68 juta ton (dengan rumput laut) telah menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan budidaya ke-2 terbesar di dunia setelah Tiongkok serta memberikan kontribusi terhadap total produksi perikanan dunia sebesar 10,69% (Fishstat FAO, 2014). Dengan pencapaian produksi sebesar 14,52 juta ton pada tahun 2014 maka dapat diperkirakan bahwa kontribusi Indonesia terhadap produksi perikanan budidaya dunia akan semakin besar.

Capaian volume dan nilai produksi untuk setiap komoditas unggulan perikanan budidaya dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1). UdangPerkembangan produksi udang nasional Tahun 2010-2014 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,03%. Tidak tercapainya target produksi udang pada kurun waktu tahun 2010-2012 tersebut disebabkan oleh masih mewabahnya serangan penyakit yaitu White Spot Syndrome Virus (WSSV), Taura Syndrome Virus (TSV), Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) dan Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis (IHHNV) disamping terjadinya degradasi lahan (penurunan daya dukung lahan) pada beberapa kawasan, hal ini secara langsung berdampak pada kekhawatiran pembudidaya untuk kembali berbudidaya udang. Kedua masalah tersebut menyebabkan munculnya tambak-tambak idle (tidak operasional) di beberapa daerah. Program industrialisasi

udang melalui revitalisasi tambak baru dimulai pada akhir 2012 sehingga dampaknya belum bisa dirasakan pada tahun tersebut. Sedangkan untuk tahun 2014, capaian udang masih dibawah target kemungkinan disebabkan (i) kualitas benur yang masih terbatas; (ii) pemanfaatan lahan marginal untuk budidaya udang yang masih rendah; (iii) adanya alih fungsi lahan tambak dari udang menjadi kebun sawit; (iv) penyakit white feces disease; (v) udang windu yang sistem pemeliharaannya masih tradisional sehingga mempengaruhi pencapaian target produksi, serta (vi) masih rendahnya dukungan perbankan untuk modal usaha.

(2). KerapuTrend produksi ikan kerapu dari Tahun 2010-2014 menunjukkan kinerja yang cukup baik ditandai dengan kenaikan produksi rata-rata per tahun sebesar 9,61%. Namun demikian capaian tahun 2014 masih 66,08% dari target, yang dimungkinkan karena (i) pelaku usaha budidaya menurunkan kapasitas produksi akibat menurunnya permintaan dan menurunnya harga di pasar ekspor; dan (ii) modal usaha yang terbatas. Meskipun demikian sudah banyak yang dilakukan KKP dalam rangka mencapai volume produksi yang ditargetkan antara lain : (i) Penyediaan benih ikan kerapu yang bermutu di UPT dan unit pembenihan skala rumah tangga (HSRT); dan (ii) Adanya kebijakan program demfarm budidaya ikan kerapu di beberapa daerah potensial yang memicu perkembangan kawasan budidaya kerapu.

(3). KakapCapaian produksi ikan kakap dari tahun 2010-2014 menunjukkan penurunan produksi rata-rata per tahun sebesar 3,95%. Pada tahun 2014, capaian produksi sementara masih sebesar 52,84% dari target dikarenakan (i) skala usaha yang masih kecil sehingga produksi belum efisien; (ii) keterbatasan suplai benih unggul; (iii) kakap masih merupakan budidaya sampingan dari budidaya udang di tambak maupun budidaya kerapu di KJA sehingga belum menjadi fokus usaha; dan (iv) perusahaan yang bergerak di usaha budidaya kakap masih terbatas. Prospek pasar ikan kakap baik ekspor maupun dalam negeri yang semakin menjanjikan, diharapkan akan mendorong tumbuhnya usaha budidaya ikan kakap di beberapa daerah. Di sisi lain, kebijakan dalam mendorong transformasi teknologi untuk pengembangan komoditas budidaya laut potensial seperti ikan kakap akan terus dilakukan melalui pengembangan marikultur pada perairan offshore.

(4). BandengRata-rata kenaikan produksi bandeng dari tahun 2010-2014 sebesar 10,45%. Capaian sementara TW IV tahun 2014 masih di bawah target dikarenakan secara umum pelaku usaha masih menghadapi beberapa tantangan dan permasalahan khususnya terkait pengembangan bandeng di hulu, antara lain (i) Ketersediaan benih bandeng berkualitas belum memadai sehingga mempengaruhi

Potensi (ha) Pemanfaaatan (ha)

2,230,500

327,995

1,224,076

661,111

8,363,501

413,862

Budidaya Air LautBudidaya Air Tawar Budidaya Air Payau

Page 16: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201530 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 31

produktivitas dikarenakan terbatasnya pusat broodstock dan benih bandeng khususnya di sentra-sentra produksi, saat ini konsentrasi penyediaan benih masih di datangkan dari Bali; dan (ii) efesiensi produksi, khususnya pada budidaya intensif, hal ini terkait masih tingginya biaya produksi seiring terus meningkatnya harga pakan (intensif sedikit, masih tradisional).

(5). PatinProduksi ikan patin dari tahun 2010-2014 mengalami kenaikan rata-rata 30,73%. Sedangkan pada tahun 2014 dari angka sementara produksi patin belum mencapai target, untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mendorong pengembangan budidaya ikan patin melalui kerja sama sinergi, baik lintas sektoral, swasta maupun stakeholders lain, untuk menjamin ketercapaian produksi ikan patin dalam jangka waktu lima tahun kedepan. Kerja sama tersebut diarahkan dalam rangka : (i) Penciptaan peluang pasar yang lebih luas; (ii) Pengembangan input teknologi yang aplikatif, efektif dan efisien; (iii) Pengembangan kawasan budidaya ikan patin secara terintegrasi, serta (iv) Peningkatan nilai tambah produk menjadi hal mutlak dan terus dilakukan yaitu melalui pengembangan diversifikasi produk olahan berbahan baku ikan patin dan pengembangan unit pengolahan ikan patin. Melalui upaya diatas, maka secara langsung akan mampu memberikan jaminan terhadap jalannya industri yang positif dan berkesinambungan.

(6). NilaProduksi ikan nila dari Tahun 2010-2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan rata-rata kenaikan 19,03%. Pada tahun 2014 produksi nila sementara masih 82,96% dari target yang kemungkinana disebabkan karena secara umum kapasitas usaha yang dijalankan pembudidaya masih dalam skala kecil, disisi lain permasalahan tingginya biaya produksi sebagai akibat dari tingginya harga pakan pabrikan tidak sebanding dengan harga yang berlaku di pasaran. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong produksi nila, diantaranya (i) Pengembangan gerakan minapadi, (ii) Pengembangan budidaya ikan nila melalui intensifikasi dengan bioflok dan running water; (iii) Mendorong pemanfaatan bahan baku lokal untuk pembuatan pakan ikan yang berkualitas secara mandiri; (iv) Ekstensifikasi pada kawasan potensial; (v) Memberikan stimulan penguatan modal melalui PUMP-PB; serta (vi) Penciptaan peluang pasar yang lebih luas.

(7). Ikan MasPerkembangan produksi ikan mas menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan peningkatan produksi rata-rata dari tahun 2010-2014 sebesar 14,44%. Produksi sementara TW IV tahun 2014 sebesar 121,03% dari target tahunan didorong oleh kegiatan budidaya ikan mas melalui minapadi dan running water system, serta paket bantuan PUMP-PB.

(8). LeleSelama kurun waktu Tahun 2010-2014 produksi ikan lele menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan peningkatan produksi rata-rata sebesar 26,43%. Namun demikian produksi ikan lele tahun 2010-2014 masih dibawah dari target tahunan dikarenakan secara umum kapasitas usaha yang dijalankan masih dalam skala kecil, sehingga secara ekonomis tidak efisien. Disisi lain tingginya biaya produksi sebagai akibat dari tingginya harga pakan pabrikan secara langsung berpengaruh terhadap margin keuntungan yang didapatkan.

(9). GurameProduksi gurame Tahun 2010-2014 menunjukkan kinerja yang positif, dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 17,70%. Produksi sementara TW IV tahun 2014 sebesar 90,15% dari target, hal ini dimungkinkan karena produksi gurame masih didominasi pada beberapa sentra-sentra produksi yang sudah ada, sedangkan disisi lain kapasitas usaha yang dijalankan tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan karena proses produksi budidaya yang cukup lama. Pengembangan pola usaha berbasis segementasi merupakan langkah yang tepat karena secara nyata mampu memberikan keuntungan yang cukup signifikan. Percepatan pengembangan kawasan melalui pendekatan pola segmentasi usaha diharapkan akan mampu menarik minat masyarakat untuk terjun melakukan usaha budidaya gurame. Melalui upaya tersebut diharapkan target volume dan nilai produksi tahun 2015-2019 tercapai.

(10). Rumput LautPoduksi rumput laut memberikan kontribusi yang paling besar terhadap total produksi perikanan budidaya, dimana secara nasional produksi rumput laut memberikan share sebesar 70,47% terhadap produksi perikanan budidaya. Perkembangan produksi rumput laut dari tahun 2010-2014 menunjukkan trend yang sangat positif, dengan kenaikan rata-rata per tahun mencapai 27,72%. Beberapa hal yang mendasari tingginya pencapaian komoditas ini karena budidaya rumput laut mempunyai masa pemeliharaan yang cukup singkat yaitu 45 hari sehingga perputaran modal usaha dapat lebih cepat, serta cara budidaya yang mudah. Rumput laut juga cocok untuk dibudidayakan di daerah-daerah marginal dengan curah hujan rendah yang merupakan salah satu ciri daerah yang masyarakat ekonominya tergolong bawah. Keuntungan lainnya adalah modal kerja yang relatif kecil, penggunaan teknologi yang sederhana, dan peluang pasar yang masih terbuka lebar mengingat rumput laut merupakan bahan baku untuk beberapa industri, seperti biofuel, agar-agar, carageenan, kosmetik, obat-obatan dan lain-lain. Selain itu, pemerintah juga terus menerus melakukan upaya terobosan diantaranya adalah pengembangan industrialisasi rumput laut di sentra-sentra penghasil rumput laut.

Page 17: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201532 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 33

Pencapaian volume produksi perikanan budidaya secara keseluruhan untuk semua komoditas utama didukung oleh kegiatan-kegiatan antara lain industrialisasi perikanan budidaya, dengan fokus pada komoditas udang, bandeng, rumput laut dan ikan patin. Kegiatan utama dalam industrialisasi, khususnya untuk usaha udang dan bandeng adalah bantuan sarana, perbaikan saluran tersier, perbaikan tambak, fasilitasi sistem kemitraan serta pembinaan dan pendampingan teknis budidaya.

Pengembangan sistem perbenihan melalui penguatan broodstock center: i) Pelepasan jenis dan/atau varietas ikan unggul bekerja sama dengan unit kerja lainnya; ii) Gerakan Penggunaan Induk Ikan Unggul (GAUL); iii) Penyusunan regulasi dan perbanyakan protokol induk ikan unggul; iv) Pengembangan jaringan informasi dan distribusi ikan; (v) serta pelaksanaan sertifikasi cara pembenihan ikan yang baik (CPIB).

Pengembangan sistem produksi melalui (i) Pengembangan input teknologi yang sesuai standar (teknologi anjuran), aplikatif, efektif dan efisien berbasis wawasan lingkungan; (ii) Meningkatkan daya saing produk hasil produksi budidaya melalui percepatan pelaksanaan kegiatan sertifikasi cara budidaya ikan yang baik (CBIB); (iii) Pengembangan percontohan usaha perikanan budidaya sebagai upaya dalam mensosialisasikan model pengelolaan budidaya berkelanjutan; (iv) Pengembangan Minapadi sebagai bagian dari upaya mendapatkan nilai tambah ganda.

Pengembangan sistem prasarana dan sarana pembudidayaan ikan melalui kegiatan terobosan utama: (i) Pengembangan dan rehabilitasi sarana dan prasarana UPTD Provinsi; (ii) Normalisasi saluran irigasi tambak bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum; (iv) Penataan dan rehabilitasi kawasan tambak dalam rangka Gerakan Revitalisasi Tambak (GERVITAM); (v) Pemberdayaan pembudidaya ikan melalui pengelolaan jaringan irigasi tambak partisipatif (PITAP) di kawasan industrialisasi; (vi) Pengembangan kawasan dan penguatan operasional industrialisasi perikanan budidaya di Kabupaten/Kota Minapolitan/Industrialisasi; dan (vii) Pemberian bantuan sarana dan prasarana lainnya seperti KJA, excavator dan mesin pelet .

Pengembangan sistem usaha budidaya, dengan terobosan utama adalah: i) PUMP-PB, yang merupakan program bantuan langsung ke masyarakat dalam mengembangkan usaha budidaya ikan; ii) Pengembangan paket bantuan untuk wirausaha pemula dan paket model berbasis masyarakat yang diberikan dalam bentuk bantuan sarana dan prasarana; iii) Penerapan sistem sertifikasi lahan bekerja sama dengan BPN.

Pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkugan, dengan terobosan utama adalah (i) Pembangunan Posikandu (Pos Pelayanan

Ikan Terpadu); (ii) Pengembangan National Residu Monitoring Plan (NRMP) yang merupakan suatu panduan/perencanaan untuk mengontrol residu obat kimia dan bahan biologis lainnya; dan (iii) Pengembangan vaksin untuk mengatasi penyakit ikan. Pengawalan dan penerapan teknologi adaptif perikanan budidaya yang dilakukan oleh 15 UPT perikanan budidaya KKP.

Gambar 9. MKP dan Dirjen Perikanan Budidaya dalam acara Penebaran benur udang di Kota Baru Kalimantan Selatan dalam rangka Hari

Nusantara (kiri) dan peninjauan ke budidaya kepiting soka (kanan)

3). Produksi Garam

Hingga akhir masa tanam 2014 produksi garam mampu diproduksi sebesar 2,503 juta ton (tercapai 100% dari target). Rincian jumlah produksi dari setiap kabupaten/kota produsen garam sebagai berikut:

No. Kab/KotaProduksi

(Ton)No. Kab/Kota

Produksi

(Ton)

1 Aceh Utara 2.970,00 23 Bangkalan 8.641,62

2 Aceh Timur 661,17 24 Karangasem 1.430,51

3 Aceh Besar 442,48 25 Buleleng 6.243,60

4 Pidie 4.020,25 26 Bima 156.339

5 Cirebon 314.480 27 Sumbawa 4.559

6 Indramayu 311.187,40 28 Kota Bima 3.016,40

7 Karawang 3.735,78 29 Lombok Timur 22.881,10

8 Brebes 25.461,30 30 Lombok Barat 9.313,23

9 Jepara 72.871,70 31 Lombok Tengah 2.101,44

10 Demak 105.587 32 Nagekeo 1.865,73

11 Rembang 141.943,13 33 Ende 720,40

12 Pati 287.997 34 TTU 260,45

13 Tuban 24.952,38 35 Kupang 3.146,45

14 Lamongan 32.810 36 Alor 261,10

15 Pasuruan 16.086,95 37 Sumba Timur 622,38

16 Gresik 8.664,75 38 Manggarai 329,20

17 Probolinggo 25.148,82 39 Kota Palu 1.123,58

18 Kota Surabaya 156.220,76 40 Jeneponto 24.547,95

Tabel 9. Capaian Produksi Garam dari setiap Kab / Kota

Page 18: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201534 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 35

Tabel 12. Perkembangan NTN dari tahun 2010-2014

No. Kab/KotaProduksi

(Ton)No. Kab/Kota

Produksi

(Ton)

19 Pamekasan 89.282,50 41 Pangkep 54.893,99

20 Sampang 256.540,10 42 Takalar 15.957,05

21 Sumenep 292.051,54 43 Selayar 762

22 Kota Pasuruan 10.760 Total 2.502.891

2011 2012 2013 2014

Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian

0,35 0,86 1,32 2,02 0,55 1,04 2,50 2,50

Tabel di atas menggambarkan target dan realisasi mulai tahun 2011 hingga tahun 2014, dapat dilihat bahwa dari tahun 2011 selalu terjadi kenaikan target, dan pencapaian produksi garam selalu dapat memenuhi target tersebut. Seiring dengan berjalannya program PUGAR, keberhasian PUGAR dapat dilihat dari capaian produksi pada awal pelaksanaan PUGAR tahun 2011 dengan produksi sebesar 823.958 Ton dari target sebesar 349.200 ton. Capaian produksi PUGAR tahun 2012 adalah sebesar 2.020.109,70 ton dari yang ditargetkan 1.320.000 ton. Total produksi tahun 2012 total produksi sebesar 2.473.716 ton yang terdiri dari produksi garam rakyat dari bantuan PUGAR sebesar 2.020.109 ton, Non PUGAR sebesar 453.606 ton dan PT. Garam sebesar 385.000 ton. Dengan produksi PUGAR 2012 tersebut, peningkatan produktivitas yang tadinya rata-rata hanya menghasilkan sekitar 60 ton per ha menjadi 80-100 ton per ha. Estimasi kebutuhan garam konsumsi nasional sebesar 1.440.000 ton/tahun telah terlampaui, bahkan terjadi surplus garam konsumsi tahun 2012 sebesar 1.538.616 ton. Dengan demikian, melalui dukungan PUGAR, Indonesia telah berhasil memenuhi target swasembada garam konsumsi dimana PUGAR telah menyumbang produksi sebesar 2 juta ton. Dengan keberhasilan ini, Pemerintah pada tahun 2012, telah menyatakan bahwa bangsa ini telah mencapai Swasembada Garam Konsumsi, dan Impor Garam Konsumsi dinyatakan dihentikan.

Fluktuasi tingkat produk garam, dipengaruhi beberapa kejadian antara lain cuaca yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi garam rakyat, mengingat sebagian besar daerah-daerah penghasil garam bergantung pada musim kemarau sebagai musim produksi garam. Untuk menghadapi kondisi ini diperkenalkanlah kepada masyarakat teknologi geomembran, TUF, dan geofilter. Teknologi-teknologi tersebut dapat meningkatkan produksi garam.

Tabel 10. Target dan Capaian Produksi Garam Rakyat Tahun 2011-2014

3. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan

1). Nilai Tukar Nelayan (NTN)

NTN adalah salah satu alat ukur kesejahteraan nelayan yang diperoleh dari perbandingan besarnya harga yang diterima oleh nelayan dengan harga yang dibayarkan oleh nelayan. Bisa dikatakan salah satu faktor yang menentukan tingkat penerimaan nelayan adalah jumlah tangkapan ikan oleh nelayan. Tabel berikut ini adalah capaian NTN selama tahun 2014.

Tabel ….. Perbandingan Data NTN Tahun 2014 terhadap Realisasi Tahun 2013

IndikatorRealisasi Naik

(%)2013 2014

NTN 103,31 104,63 1,28

Rata – rata Nasional Indeks Harga yang

diterima Nelayan (lt)

138,38 116,9 -15,52

Rata – rata Nasional Indeks Harga yang

dibayar Nelayan (lb)

133,82 111,74 -16,50

Berdasarkan data pada Tabel di atas, terlihat bahwa secara nasional capaian NTN tahun 2014 melebihi capaian tahun 2013, namun apabila dilihat dari indeks harga yang diterima dan yang dibayarkan oleh nelayan maka terjadi penurunan di tahun 2014. Namun demikian penurunan kedua indeks tersebut secara bersamaan dengan besaran yang hampir sama sehingga NTN Nasional tahun 2014 tetap melebihi angka 100 (nilai=100 berarti nelayan mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsinya. Dengan asumsi volume produksi nelayan sama, tingkat kesejahteraan nelayan tidak mengalami perubahan dibanding tahun dasar).

IKURealisasi Kenaikan rata2/

tahun (%)2010 2011 2012 2013 2014

NTN 105,5 106,24 105,37 103,31 104,63 -0,40

NTN Tahun 2014 juga melebihi capaian Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) yang hanya sebesar 99,25 pada akhir tahun 2014. Hal ini disebabkan harga yang diterima oleh pembudidaya ikan lebih kecil dibandingkan yang diterima nelayan. Realisasi NTN per bulan dari Januari sampai Desember 2014 seperti pada tabel berikut.

Tabel 11. Perbandingan Data NTN Tahun 2014 terhadap Realisasi Tahun 2013

Page 19: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201536 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 37

Tabel … Realisasi NTN per Bulan 2014

Bulan

Komponen

Indeks Harga yang

Diterima Nelayan

Indeks Harga yang

Dibayarkan NelayanNTN

Januari 113,02 109,01 103,69

Februari 113,70 109,35 103,98

Maret 113,26 109,55 103,38

April 113,65 109,77 103,53

Mei 114,32 110,05 103,89

Juni 115,39 110,59 104,34

Juli 118,07 111,37 106,02

Agustus 118,96 111,77 106,44

September 119,22 112,07 106,38

Oktober 119,94 112,45 106,66

November 120,12 115,22 104,26

Desember 123,18 119,63 102,97

Rata-rata 116,90 111,74 104,63

Berdasarkan data pada table di atas terlihat bahwa capaian angka NTN selama tahun 2014 mengalami fluktuasi yang sangat dipengaruhi oleh indeks harga yang diterima nelayan (lt) dengan indeks harga yang dibayar nelayan (lb), dimana fluktuasi kedua indeks ini akan menyebabkan fluktuasi angka NTN.

Selama periode Januari–Juni 2014 capaian NTN cenderung stabil di atas 103, dan mulai mengalami peningkatan yang pada bulan Juli yang mencapai 106,02 atau meningkat sebesar 1,61% dari sebelumnya.

123456 789 10 11 12

103.69 103.98 103.38 103.53 103.89 104.34106.02 106.44 106.38 106.66

104.26

102.97

113.02 113.7115.39

118.07118.96 119.22 119.94 120.12

123.18

113.26113.65 114.32

110.59 111.37 111.77 112.07 112.45

115.22

119.63

109.01 109.35 109.55 109.77 110.05

Indeks Harga yang Diterima Nelayan

NTN

Indeks Harga yang Dibayarkan Nelayan

Linear ( NTN )

Tabel 13. Realisasi NTN per Bulan 2014

Gambar 10. Fluktuasi Capaian Nilai Tukar Nelayan Tahun 2014

Fluktuasi NTN selama tahun 2014 dipengaruhi dengan adanya kenaikan harga ikan di pasaran yang bertepatan dengan bulan puasa dimana terdapat permintaan ikan yang cukup tinggi sehingga yang diterima oleh nelayan juga relatif mengalami kenaikan yang signifikan. Pada bulan Juli, komponen pengeluaran (makanan jadi, perumahan, kesehatan, transportasi dan komunikasi serta inflasi umum) juga mengalami peningkatan dikarenakan perayaan Hari Raya Idul Fitri, namun besarnya peningkatan komponen pengeluaran tersebut masih jauh dibawah peningkatan harga yang diterima nelayan. Komponen indeks yang diterima nelayan juga dipengaruhi oleh musim penangkapan yang rata-rata cukup baik di seluruh Indonesia pada periode tersebut.

Gambar 11. Plotting Capaian NTN Tahun 2014 per Provinsi terhadap Angka Batas Kesejahteraan (100)

Periode bulan Juli–Oktober 2014, kencenderungan capaian NTN terus meningkat pada kisaran 106 namun pada bulan November NTN mengalami penurunan yang drastis menjadi 104,26 atau sebesar 2,25% yang disebabkan oleh kenaikan komponen pengeluaran sebesar 2,46% sedangkan harga yang diterima nelayan hanya naik sebesar 0,15%. Kenaikan komponen pengeluaran disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi dan terbatasnya kuota BBM untuk nelayan. Penurunan angka NTN juga terjadi pada bulan Desember 2014 yang disebabkan oleh kondisi yang sama pada bulan November. Secara rata-rata, kenaikan indeks harga yang dibayarkan nelayan yakni 0,85% melebihi kenaikan indeks harga yang diterima nelayan sebesar 0,79%, yang berdampak pada rata–rata kenaikan NTN tidak cukup besar.

Berdasarkan standar kesejahteraan nelayan adalah di atas 100, maka terdapat 24 provinsi yang capaian NTN-nya di atas 100 dan sebanyak 9 provinsi yang capaian NTN-nya pada kisaran 96,6-99,9 yakni Provinsi Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Papua.

100.00

101.07

98.2597.60 97.41

96.76

96.00

100.00

101.03

104.00

108.00

103.85

101.67101.14

100.49 100.47

102.45

103.88

104.68

104.56104.69

105.44

102.43

101.58

100.63 101.06

101.62

102.53

103.14

100.93100.60100.35

99.69 99.84 99.86

97.67

96.75

Page 20: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201538 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 39

Tabel 14. Angka NTPi Tahun 2014

2). Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi)

NTPi merupakan rasio antara indeks harga yang diterima oleh pembudidaya ikan (It) terhadap indeks harga yang dibayar oleh pembudidaya ikan (Ib). NTPi merupakan indikator tingkat kemampuan/daya beli pembudidaya ikan, sehingga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan secara relatif dan merupakan ukuran kemampuan/daya keluarga pembudidaya ikan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. Semakin tinggi NTPi, maka akan semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli pembudidaya.

Rata-rata NTPi dari Januari-Desember 2014 sebesar 101,36, dengan asumsi volume produksi sama, maka nilai NTPi >100 menunjukkan kesejahteraan nelayan/pembudidaya. Beberapa kegiatan yang berpengaruh dalam meningkatkan NTPi antara lain (i) pengembangan sistem produksi; (ii) pengembangan sistem perbenihan; (iii) pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan; (iv) pengembangan sistem prasarana budidaya; (iv) pengembangan sistem usaha budidaya; (v) pengembangan teknologi adaptif perikanan budidaya; serta (vi) dukungan manajemen.

Kompo-

nen NTPI

2014

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okto Nov Des

Jan

s/d

Des

NTPi 101.64 101.69 101.52 101.78 101.92 101.38 101.89 101.79 101.61 101.41 100.46 99.25 101.36

It 110.85 111.38 111.54 111.92 112.26 112.30 113.63 113.92 114.00 114.23 114.35 115.34 112.98

Bddy Air

Tawar

109.60 110.19 110.41 110.90 111.41 111.46 113.05 113.19 113.07 113.22 113.48 114.46 112.04

Bddy Laut 109.07 109.36 109.37 109.36 109.32 109.43 109.93 109.98 110.15 110.44 110.46 111.66 109.88

Bddy Air

Payau

110.11 110.45 110.39 110.54 110.52 110.76 111.39 111.75 112.41 113.01 113.01 114.24 111.55

Ib 109.07 109.53 109.87 109.97 110.15 110.77 111.52 111.92 112.20 112.65 113.83 116.20 111.47

Indeks

Kon-

sumsi

Rumah

Tangga

111.37 111.93 112.23 112.18 112.40 113.25 114.30 114.81 115.14 115.71 117.26 120.37 114.25

Indeks

BPPBM

105.11 105.40 105.77 106.10 106.23 106.46 106.68 106.87 107.10 107.33 107.93 109.08 106.67

Sumber data dari BPSIt: Indeks Harga yang Diterima Pembudidaya Ikan Ib: Indeks Harga yang Dibayar Pembudidaya Ikan

NTPi selama Januari hingga Desember 2014, menunjukkan nilai yang fluktuatif. Secara keseluruhan indeks harga yang diterima oleh pembudidaya mengalami peningkatan setiap bulannya, namun demikian kenaikannya lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan

indeks harga yang harus dibayarkan oleh pembudidaya. Hal ini kemungkinan dikarenakan inflasi harga-harga kebutuhan bahan pokok sebagai akibat dari adanya kenaikan harga BBM pada bulan November 2014 serta dampak dari melemahnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika, yang menyebabkan harga bahan baku pakan ikan ikut melonjak dan berakibat pada semakin tingginya biaya produksi.

Gambar 12. Fluktuasi NTPi Tahun 2014

Beberapa kendala dalam pencapaian NTPi diantaranya adalah biaya produksi perikanan budidaya, terutama untuk pakan masih cukup tinggi yaitu mencapai 60-70% dari biaya produksi selain itu naiknya harga kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga BBM memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pencapaian NTPi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk peningkatan upaya penyediaan pakan murah dan terjangkau serta berkualitas sesuai dengan jenis komoditas yang dikembangkan melalui perekayasaan teknologi.

4. Konsumsi Ikan per Kapita

Pada tahun 2014, capaian sementara rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional adalah sebesar 37,89 kg/kapita, atau tercapai 100,24% dari target yang telah ditetapkan. Rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2014 ini meningkat sebesar 7,61% apabila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2013, yakni sebesar 35,21 kg/kapita. Sedangkan selama kurun periode Renstra (2010-2014), rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional meningkat rata-rata sebesar 5,6% per tahun, yakni dari 30,48 kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 37,89 kg/kapita pada tahun 2014.

NTPi Linear ( NTPi )

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

101.64

101.69101.52

101.78 101.92

101.38

101.89101.79

101.61101.41

100.46

99.25

101,3

Page 21: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201540 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 41

Tabel 15. Tingkat Konsumsi Ikan 2010-2014

Konsumsi ikan

per kapita

(Kg/Kapita)

Tahun Pertumbuhan (%)

2010 2011 2012 2013 2014* 2010-2014 2013-2014

30,48 32,25 33,89 35,21 37,89 5,60 7,61

Keterangan:*) Angka sementara

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa setiap tahun selama periode 2010-2014, tingkat konsumsi ikan per kapita nasional terus meningkat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa program-program peningkatan konsumsi ikan yang dilaksanakan berhasil meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Meskipun demikian upaya meningkatkan konsumsi ikan tetap harus dilaksanakan dan ditingkatkan, terutama di daerah-daerah yang konsumsi ikannya masih rendah mengingat tingkat konsumsi ikan masyarakat belum merata.

Untuk mendukung peningkatan konsumsi ikan, telah diinisiasi berbagai program/kegiatan pembangunan yang dititikberatkan pada 3 (tiga) aspek utama, yaitu menjamin dan mendukung penguatan ketersediaan (supply) hasil perikanan, mendukung kemudahan masyarakat dalam menjangkau (accessibility) hasil perikanan, serta mendorong peningkatan konsumsi (consumption) hasil perikanan.

Beberapa upaya yang dapat mendorong tingkat konsumsi yang sudah diinisiasi dan dilaksanakan antara lain:(1). Menginisiasi dan meresmikan implementasi SLIN koridor

Sulawesi-Jawa untuk komoditas ikan pelagis kecil yang umumnya digunakan sebagai bahan baku industri pindang dan konsumsi ikan masyarakat. Implementasi SLIN koridor Sulawesi-Jawa sebagaimana dimaksud diharapkan dapat menjadi pemecah masalah (problem solver) atas masalah kekurangan bahan baku industri pindang ikan yang ada di Jawa, termasuk untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Kelancaran supply ikan-ikan pelagis sebagai bahan baku industri pindang diharapkan juga mampu mendukung hilirisasi sektor perikanan secara umum, termasuk industrialisasi pindang.

(2). Menginisiasi kegiatan pengembangan jaringan distribusi dan kemitraan pemasaran produk perikanan ke ritel modern (ritel modern market) dan pasar institusional (institutional market) lainnya. Beberapa ritel modern yang telah mengakomodir produk perikanan binaan KKP untuk dapat dipasarkan di gerainya antara lain jaringan Carrefour, Hypermart, Lotte Mart, Superindo dan Alfa Mini Market. Pengembangan jaringan pemasaran produk perikanan ke pasar institusional dilakukan melalui industri katering, restoran, hotel dan rumah sakit. Upaya yang masif dan sistematis dalam rangka mempermudah masyarakat dalam mengakses produk perikanan ini turut memberikan kontribusi pada peningkatan konsumsi ikan per kapita nasional.

(3). Penguatan basis data, analisis dan diseminasi informasi pemasaran hasil perikanan kepada masyarakat luas. Penguatan basis data

tersebut dilakukan dengan melibatkan partisipasi Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sedangkan diseminasi informasi pasar dilakukan melalui media cetak, elektronik dan on line sehingga mudah diakses oleh masyarakat.

(4). Pendataan supplier ikan, dan uji coba penerapan cara pemasaran ikan yang baik dan benar (good marketing practices) yang diikuti pemberian nomor registrasi supplier ikan. Upaya tersebut diharapkan mampu memberikan jaminan kualitas hasil perikanan yang dikonsumsi masyarakat.

(5). Promosi yang menitikberatkan pada partisipasi publik, serta akselerasi edukasi dan penyebarluasan informasi tentang ikan dan keunggulannya, sehingga masyarakat tahu dan gemar mengkonsumsi ikan. Pada tahun 2014, berbagai inovasi kegiatan yang melibatkan partisipasi publik untuk mendorong peningkatan konsumsi ikan dilakukan melalui lomba cipta lagu Gemarikan dan Disain Logo Hari Ikan Nasional.

(6). Memperkuat kerjasama, serta sinergitas dengan instansi terkait yang telah diinisiasi sejak awal tahun 2009, seperti Kementerian Kesehatan maupun organisasi profesional seperti TP-PKK, Dharma Wanita dan lain sebagainya. Pada tahun 2014, KKP juga memfasilitasi penguatan FORIKAN baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

(7). Bersama-sama dengan para pelaku usaha perikanan, beberapa organisasi wanita, serta elemen masyarakat menginisiasi Hari Ikan Nasional (HARKANNAS). Melalui peringatan HARKANNAS ini secara sistematis, mendorong Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah dan Organisasi Masyarakat untuk melaksanakan Gerakan Satu Hari Mengkonsumsi Ikan, yakni pada tanggal 21 November 2014.

5. Nilai Ekspor Hasil Perikanan

Pada tahun 2014, nilai ekspor produk perikanan ditargetkan sebesar USD 5,1 miliar. Terdapat lag 2-3 bulan dalam menghitung nilai ekspor produk perikanan riil berdasarkan data dari BPS. Nilai ekspor produk perikanan s/d November 2014 mencapai USD4,23 miliar, atau setara dengan pencapaian 83% apabila dibandingkan dengan target tahun 2014. Berdasarkan realisasi nilai ekspor hasil perikanan sampai dengan November 2014, diperkirakan capaian sampai dengan Desember 2014 sebesar USD4,64 miliar (90,95% dari target).

Capaian nilai ekspor ini meningkat 10,92% apabila dibandingkan dengan nilai ekspor produk perikanan tahun 2013, yakni USD 4,18 miliar. Ekspor produk perikanan dalam periode 2010-2014 juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12,96% per tahun. Sama halnya dengan peningkatan nilai ekspor, volume ekspor produk perikanan juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,57% per tahun.

Page 22: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201542 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 43

Tabel 16. Nilai Ekspor Produk Perikanan, 2010-2014

Uraian

Tahun Pertumbuhan (%)

2010 2011 2012 2013 2014*2010-

2014

2013-

2014

Volume Ekspor (Ton) 1.103.576 1.159.349 1.229.114 1.258.179 1.268.983 3,57 0,86

Volume Impor (Ton) 401.678 469.964 337.360 353.404 333.106 -3,05 -5,74

Nilai Ekspor (US$ 1.000) 2.863.831 3.521.091 3.853.658 4.181.857 4.638.536 12,96 10,92

Nilai Impor (US$ 1.000) 391.365 492.598 412.362 457.247 462.406 5,40 1,13

Neraca Perdagangan (US$

1.000)

2.472.466 3.028.493 3.441.296 3.724.610 4.176.130 14,12 12,12

Keterangan:*) Angka perkiraan

Berdasarkan data ekspor sampai dengan November 2014, komoditas yang memberikan kontribusi nilai tertinggi adalah udang (tangkapan dan budidaya), yakni sebesar 45,4% terhadap total nilai ekspor, disusul TTC (15,1%), kepiting/rajungan (8,9%) dan rumput laut (6,1%). Amerika Serikat masih menjadi pasar utama ekspor hasil perikanan dari Indonesia, dengan share 39,5%, disusul Jepang (15,25%), Eropa (12,54%) dan Tiongkok (9%).

Berdasarkan data ekspor sampai dengan November 2014, komoditas yang memberikan kontribusi nilai tertinggi adalah udang (tangkapan dan budidaya), yakni sebesar 45,4% terhadap total nilai ekspor, disusul TTC (15,1%), kepiting/rajungan (8,9%) dan rumput laut (6,1%). Amerika Serikat masih menjadi pasar utama ekspor hasil perikanan dari Indonesia, dengan share 39,5%, disusul Jepang (15,25%), Eropa (12,54%) dan Tiongkok (9%).

Sedangkan apabila dibandingkan dengan angka perkiraan ekspor tahun 2014, maka diperkirakan komoditas udang masih menjadi komoditas utama dengan kontribusi nilai ekspor tertinggi terhadap total nilai ekspor tahun 2014, yakni naik 16,87% dari 38,60% (2013) menjadi 45,11% (2014), disusul rumput laut naik 20,09% dari 5,01% (2013) menjadi 6,02% (2014), dan kepiting/rajungan naik 3,97% dari 8,59% (2013) menjadi 8,93% (2014). Sementara itu kontribusi komoditas TTC, cumi-cumi/sotong dan lobster terhadap total nilai ekspor diperkirakan menurun dalam kurun waktu setahun terakhir, yakni TTC turun 18,35% dari 18,29% (2013) menjadi 14,93% (2014), cumi-cumi/sotong turun 3,79% dari 3,47% (2013) menjadi 3,34% (2014), dan lobster turun 44,78% dari 1,67% (2013) menjadi 0,92% (2014).

Gambar 13. Grafik Nilai Ekspor Produk Perikanan

Pada periode 2010-2014 nilai ekspor komoditas lobster diperkirakan mengalami kenaikan yang paling tinggi, yakni naik 58,42% per tahun, disusul komoditas rumput laut naik 25,27% per tahun, cumi-cumi/sotong naik 22,05% per tahun, udang naik 19,98% per tahun, kepiting/rajungan naik 18,96% per tahun, dan TTC naik 18,26% per tahun.

Namun demikian, berbeda dengan periode 2010-2014, pada kurun waktu setahun terakhir (2013-2014) nilai ekspor komoditas rumput laut mengalami kenaikan yang paling tinggi, yakni 33,21%, disusul komoditas udang naik 29,63%, kepiting/rajungan naik 15,33%, dan cumi-cumi/sotong naik 6,71%. Sedangkan komoditas lobster yang mengalami peningkatan nilai ekspor tertinggi dalam periode 2010-2014, namun dalam kurun setahun terakhir justru turun sebesar 38,75%. Hal yang sama juga dialami komoditas TTC yang turun 9,44%.

Tidak tercapainya target ekspor tahun 2014 disebabkan beberapa faktor, antara lain:(1). Belum dapat memanfaatkan secara maksimal atas terbukanya

peluang pasar udang global sebagai akibat turunnya produksi di beberapa negara produsen utama dunia karena serangan Early Mortality Syndrome (EMS). Meski tingkat utilitas unit pengolah udang masih rendah (54,53% periode Januari-Juni 2014), peluang ekspor udang dengan bahan baku impor (re-export) terkendala dengan adanya larangan impor udang dari negara-negara yang terkena EMS (Permen KP Nomor 32/2013);

(2). Menurunnya importasi produk perikanan di pasar Jepang sebagai akibat menurunnya angka konsumsi ikan yang dipengaruhi oleh struktur penduduk Jepang yang didominasi dewasa dan usia lanjut. Khusus untuk TTC, menurunnya importasi ini menyebabkan menurunnya harga TTC di pasar global;

Page 23: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201544 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 45

(3). Belum terpenuhinya bahan baku UPI TTC yang ditunjukan dengan tingkat utilitas yang relatif masih rendah (54,79% periode Januari-Juni 2014), sehingga permintaan beberpa negara tujuan ekspor belum dapat terpenuhi;

(4). Dampak sementara moratorium penangkapan ikan mengakibatkan proses produksi UPI pada bulan November dan Desember akan menurun. Hal ini akan berakibat pula menurunnya nilai ekspor sekitar USD 60 juta. Dampak ini diperkirakan bersifat sementara sampai kebijakan transshipment telah tertata khususnya terkait dengan penangkapan tuna yang menggunakan pole and line, hand line dan rawai. Masukan dari para pelaku bahwa untuk praktek penangkapan ikan ini memerlukan kapal pengangkut dalam rangka efisiensi operasi usaha;

(5). Dampak sementara lainnya adalah tidak terpasarkannya ikan hidup hasil budidaya laut oleh kapal-kapal angkut ikan hidup yang keseluruhannya (11 kapal) dengan tujuan Hongkong. Diperkirakan selama 2 bulan (November dan Desember) akan menurunkan nilai ekspor ikan hidup sekitar USD 6 juta. Selain itu, pada periode tersebut ekspor hasil perikanan ke Uni Eropa diperkirakan akan mengalami penurunan sebagai akibat tidak terbitnya SHTI;

(6). Kasus temporary restriction oleh Custom Union Rusia yang baru terbuka pada September 2014 telah menurunkan potensi nilai ekspor Indonesia ke Rusia sekitar USD 40 juta;

(7). Belum optimalnya kualitas pencatatan data ekspor, antara lain: ekspor tanpa PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang), ekspor di daerah perbatasan, ekspor dibawah harga sebenarnya (sebagai contoh: harga kerapu hidup (PEB) USD 3/kg, sedangkan kondisi di lapangan sekitar USD 15/kg);

(8). Semakin ketatnya persyaratan impor di beberapa negara tujuan utama, seperti jaminan keamanan produk perikanan dan non-IUU, sustainability dan tracebility.

Untuk mendorong peningkatan ekspor hasil perikanan, telah dan akan dilaksanakan beberapa upaya khusus seperti percepatan penyelesaian hambatan ekspor, peningkatan sinergitas antar Kementerian/Lembaga, khususnya dengan Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan untuk perbaikan kualitas data ekspor melalui pengawasan PEB, penertiban pencatatan di daerah perbatasan, dan validasi pencatatan data ekspor bekerjasama dengan BPS dan meningkatkan promosi dan memperluas akses pasar ke pasar-pasar non-tradisional (di luar AS, UE dan Jepang).

Pada tahun 2014, KKP juga berpartisipasi aktif dalam kerjasama dengan organisasi perdagangan internasional dan pemerintah negara tujuan ekspor dalam rangka peningkatan akses pasar produk perikanan Indonesia melalui forum perundingan perdagangan, baik secara bilateral, regional maupun multilateral. Secara bilateral, telah dilaksanakan pertemuan dengan Singapura dalam forum Indonesia-Singapore Agribusiness Working Group (ISAWG) di Bandung, dengan Uni Eropa dalam Forum Komunikasi Bersama (FKB) dan Senior Officials Meeting (SOM) RI-UE di Lombok, dengan Swiss, Norwegia, Islandia dan

Lichtenstein yang tergabung dalam organisasi European Free Trade Area (EFTA) dalam forum Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IECEPA) di Surabaya.

Secara regional, telah dilaksanakan pertemuan dengan Negara ASEAN dalam forum ASWGFi di Malaysia, ASEAN Seaweed Industry Club (ASIC) di Filipina, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di Singapura, dan APEC Official Ministerial Meeting (AOMM) di Tiongkok. Secara multilateral, KKP aktif dalam melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri dalam rangka penyusunan posisi runding dalam forum WTO dan D-8. Selain itu, juga sedang dirintis kerjasama dengan USAID dalam penyusunan konsep ecolabelling produk perikanan Indonesia, khususnya komoditas tuna.

6. Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan per Negara Mitra

Kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra pada tahun 2014 ditekan seminimal mungkin agar tiak melebihi maksimal 10 kasus per negara mitra. Sampai dengan tahun 2014, sudah ada 36 negara mitra yang telah memiliki Mutual Recognition Arrangement (MRA) dengan Indonesia, yaitu Tiongkok, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea Selatan, Italia, Spanyol, Prancis, Inggris, Belgia, Jerman, Luxembourg, Belanda, Denmark, Irlandia, Yunani, Portugal, Austria, Finlandia, Swedia, Cyprus, Estonia, Republik Czech, Hungaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Slovakia, Bulgaria, Romania, Slovenia, Kroasia dan Norwegia.Selama lima tahun terakhir KKP telah berhasil mempertahankan kinerja untuk menekan jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan per Negara Mitra selama tahun 2011–2014, dapat dihat pada Tabel berikut.

Jumlah kasus penolakan ekspor

hasil perikanan per negara mitra

Capaian

2011 2012 2013 2014

≤ 10 ≤ 10 ≤ 10 ≤ 10

Upaya otoritas kompeten Indonesia (BKIPM), KKP dalam penyelesaian teknis sebagai tindak lanjut notifikasi kasus penolakan ekspor hasil perikanan dari Negara mitra adalah dengan melakukan investigasi kasus sampai dengan menerbitkan rekomendasi. Hasil investigasi akan menyampaikan temuan ketidaksesuaian, serta permintaan kepada unit pengolah ikan untuk melakukan tindakan perbaikan, apabila temuan ketidaksesuaian tidak dilaksanakan maka BKIPM, KKP akan menerbitkan rekomendasi pemberian sanksi pelarangan ekspor sementara (internal suspend) atau pencabutan approval number terhadap UPI yang melanggar.

Tabel 17. Jumlah penolakan ekspor produk perikanan per Negara mitra pada 2011–2014

Page 24: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201546 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 47

Tabel ...... Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2014

Negara MitraJumlah

KasusKeterangan

Kanada 4 satu kasus akibat kandungan histamine pada produk Frozen Tuna Steak; dua

kasus akibat kekurangan berat (Net weight determination) pada produk Frozen

White Shrimp, dan satu kasus akibat adanya Sulphites pada produk Frozen Tiger

Shrimp.

Jerman 3 kandungan Histamine pada produk Sardine Oil

Korea Selatan 2 kandungan Nitrofuran Metabolism pada produk Frozen Serrated swimming crab

Belgia 1 kandungan mercury pada produk Frozen Skinless and Bonless swordfish loins

Italia 1 kandungan mercury pada produk Frozen Red Snapper

Perancis 1 kandungan mercury pada produk Frozen Blue Shark

Inggris 1 Salmonella pada produk Frozen Cooked and Peeled Prawns

Slovenia 1 kandungan histamine pada produk Canned Sardine in soybean Oil

Spanyol 1 kandungan mercury pada produk Frozen Sword Fish

Sedangkan untuk negara mitra lainnya sampai dengan akhir Desember 2014 tidak terjadi penolakan ekspor hasil perikanan. Terhadap seluruh kasus penolakan tersebut telah dilakukan investigasi dan ditindaklanjuti serta dilaporkan kepada otoritas kompeten negara mitra. Capaian pada tahun 2011–2014 selengkapnya disajikan pada berikut.

Tabel …. Rekapitulasi Kasus Penolakan pada 2011-2014

NoNegara

mitra

Kasus PenolakanNo.

Negara

mitra

Kasus Penolakan

2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014

1 Tiongkok 2 0 0 0 19 Austria 0 0 0 0

2 Kanada 0 0 5 4 20 Finlandia 0 0 0 0

3 Vietnam 0 0 0 0 21 Swedia 0 0 0 0

4 Rusia 6 1 4 0 22 Cyprus 0 0 0 0

5 Korea

Selatan

1 2 3 2 23 Estonia 0 0 0 0

6 Italia 3 9 1 1 24 Rep.Czech 0 0 0 0

7 Spanyol 1 3 0 1 25 Hungaria 0 0 0 0

8 Prancis 2 1 1 1 26 Latvia 0 0 0 0

9 Inggris 0 1 0 1 27 Lithuania 0 0 0 0

10 Belgia 0 0 1 1 28 Malta 0 0 0 0

11 Jerman 0 0 2 3 29 Slovenia 0 0 0 1

12 Poland 1 0 0 0 30 Slovakia 0 0 0 0

13 Luxembourg 0 0 0 0 31 Bulgaria 0 0 0 0

14 Belanda 0 0 0 0 32 Romania 0 0 0 0

15 Denmark 0 0 0 0 33 Kroasia 0 0 0 0

16 Irlandia 0 0 0 0 34 Norwegia 0 0 0 0

17 Yunani 0 0 0 0 35 Kazakhstan 0 0 0 0

18 Portugal 0 0 0 0 36 Belarus 0 0 0 0

Total 16 17 17 15

Tabel 18. Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2014

Tabel 19. Rekapitulasi Kasus Penolakan pada 2011-2014

Dari tabel di atas, realisasi IKU ini lebih baik jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2013, dimana pada tahun 2013 jumlah kasus penolakan ekspor produk perikanan tertinggi sebanyak 5 kasus dan di tahun 2014 tertinggi 4 kasus. Jika dilihat total kasus penolakan ekspor produk perikanan ke seluruh negara mitra (36 negara), selama empat tahun terakhir jumlahnya berfluktuasi dengan rata-rata 16,25 kasus, dan ditahun 2014 menurun dibandingkan tahun 2013.

Penyebab keberhasilan dalam mencapai target di tahun 2014 ini adalah:(1). Penerapan sistem jaminan mutu dari hulu ke hilir seperti penerapan

HACCP, pemberian nomor registrasi di negara mitra, penerbitan sertifikat kesehatan (HC) dan penanganan kasus penahanan dan penolakan serta harmonisasi sistem jaminan mutu dengan negara mitra dapat diterapkan secara konsisten.

(2). Pemberian apresiasi berupa kesempatan/peluang ekspor ke negara mitra dan sanksi terhadap yang terkena kasus berupa pembekuan nomor registrasi (internal suspend). Sedangkan target ini dapat gagal apabila penerapan sistem jaminan mutu dari hulu ke hilir tidak diterapkan secara konsisten.

(3). Telah dilakukan berbagai kegiatan, diantaranya: pendaftaran UPI ke negara mitra (tujuan ekspor); penanganan Kasus Penolakan/Penahanan Negara Mitra dan Negara importir lainya; rapat koordinasi penanganan Kasus Penolakan Hasil Perikanan; kunjungan ke negara Mitra dalam rangka Harmonisasi sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan; pertemuan dalam rangka Penyusunan Draft Persyaratan/Ketentuan Negara Mitra; sosialisasi Persyaratan/Ketentuan Negara Mitra; dan evaluasi UPI yang terdaftar di negara mitra.

7. Luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan (juta ha)

Indikator Luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan. Kawasan perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

Konservasi Perairan yang Dikelola

secara Berkelanjutan (juta ha)

Target Realisasi % Capaian

4,5 7,8 173,33

Sesuai dalam tabel di atas pada Tahun 2014 target pengelolaan KKP3K seluas 4,5 juta ha terlampaui. Berkat upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan seperti asistensi pencadangan-penetapan kawasan, pembinaan pengelolaan kawasan, penyusunan NSPK pengelolaan kawasan, evaluasi-penetapan kawasan serta asistensi rencana pengelolaan dan zonasi kawasan. Ada pula kegiatan penyusunan sub-project kawasan konservasi yang pendanaannya didukung melalui Proyek Rehabilitasi Pengelolaan

Tabel 20. KKP3K yang Dikelola secara Berkelanjutan Tahun 2014

Page 25: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201548 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 49

Terumbu Karang (COREMAP-CTI). Dalam rangka persiapan COREMAP-CTI juga telah dilaksanakan penyusunan best practices dan replikasi pengelolaan teumbu karang.

Hal yang menggembirakan jika dibandingkan selama lima tahun terakhir dari 2010 sampai 2014 pengelolaan KKP3K terus ditingkatkan luasannya, jika dihitung semenjak lima tahun terakhir bertambah seluas 6.900.000 ha atau rata-rata meningkat 84,07% per tahun.

Tabel … Luasan Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2010-2014

Luas Kawasan Konservasi perairan

yang dikelola secara berkelanjutan

(juta ha)

Realisasi Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

0.9 2,54 3,22 3.64 7,8

Gambar 14. Perbandingan Target-Realisasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Tahun 2010 - 2014

Cara menghitung Menggunakan metode Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K) sesuai level efektivitas pengelolaan dikategorikan dalam beberapa level merah, kuning, hijau, biru dan emas. Yang dimaksud dengan kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan adalah kawasan konservasi yang sudah dilakukan pengelolaan melalui peningkatan level tersebut.

Tabel …. Lokasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Tahun 2010 - 2013

No LokasiLuas

2010 2011 2012 2013

1 KKPN/TNP Laut Sawu, NTT 900.000 1.467.165 1.467.165 1.467.165

2 KKPN/TWP Gili Matra, NTB 2.954 2.954 2.954

3 KKPN/TWP Laut Banda, Maluku 2.500 2.500 2.500

Tabel 21. Luasan Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2010-2014

Tabel 22. Lokasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Tahun 2010 - 2013

No LokasiLuas

2010 2011 2012 2013

4 KKPD/Raja Ampat, Papua Barat 46.240 46.240 46.240

5 KKPD/Sukabumi, Jawa Barat 1.771 1.771 1.771

6 KKPD/Berau, Kaltim 300.000 300.000 300.000

7 KKPD/Pesisir Selatan, Sumbar 733 733 733

8 KKPD/Bonebolango, Gorontalo 2.460 2.460 2.460

9 KKPN/TWP P. Pieh, Sumbar 39.900 39.900 39.900

10 KKPN/TWP Padaido, Papua 183.000 183.000 183.000

11 KKPN/TWP Kapoposang, Sulsel 50.000 50.000 50.000

12 KKPN/SAP Aru Tenggara,

Maluku

114.000 114.000 114.000

13 KKPN/SAP Raja Ampat, Papua

Barat

60.000 60.000 60.000

14 KKPN/SAP Waigeo, Papua Barat 271.630 271.630 271.630

15 KKPD/Batam, Kepri 66.867 66.867

16 KKPD/Bintan, Kepri 472.905 472.905

17 KKPD/Natuna, Kepri 142.997 142.997

18 KKPD/Batang, Jawa Tengah 6.800

19 KKPD/Lampung Barat, Lampung 14.866,87

20 KKPD/Alor, NTT 400.008,30

21 KKPD/Indramayu, Jawa Barat 720

Total Luas 900.000 2.542.353 3.225.122 3.647.517

Dua indikator keberhasilan pencapaian target ini adalah luas kawasan dan hasil evaluasi perangkat E-KKP3K. (1). Dalam konteks luas kawasan yang dikelola, secara kumulatif hampir

7,8 juta ha kawasan telah terkelola efektif hingga akhir tahun 2014. Angka ini jauh melampaui target pengelolaan efektif yang telah ditentukan pada periode awal renstra 2010-2014 seluas 4,5 juta ha antara lain karena implementasi kebijakan blue economy di tiga lokasi kawasan konservasi yakni di TWP Anambas, TWP Nusa Penida Klungkung dan TWP Lombok Timur. Tiga lokasi ini menyumbang hampir 1,3 juta ha luas kawasan pengelolaan efektif tambahan selama periode RPJM 2010-2014 dan menggenapkan jumlah fokus lokasi pengelolaan efektif pada periode tersebut menjadi 24 lokasi. Selain itu, sejumlah kawasan juga telah mengubah (menambah dan mengurangi) area konservasinya seperti yang terjadi di Taman Pesisir (TP) Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang, TP Pangumbahan Sukabumi dan TWP Kepulauan Raja Ampat. Meski demikian, seluruh dinamika tersebut tidak berimbas signifikan terhadap capaian kinerja pengelolaan efektif kawasan konservasi.

(2). Dalam konteks hasil evaluasi E-KKP3K, seluruh kawasan konservasi yang masuk dalam fokus pengelolaan efektif telah meningkat level pengelolaannya. Perlu dipahami bahwa level pengelolaan efektif kawasan konservasi yang diakui berdasarkan E-KKP3K sejatinya adalah ketika semua kriteria pada salah satu tingkatan telah terpenuhi 100%. Sembilan dari 24 kawasan konservasi yang

2010

900,000

2,542353

3,225,1223,647,517

7,800,000

2011 2012 2013 2014

Page 26: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201550 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 51

Tabel 23. Capaian Legislasi Bidang Konservasi Kawasan

menjadi fokus pengelolaan menunjukan level pengelolaan yang sangat menggembirakan karena telah berhasil menapaki level biru. Kawasan konservasi tersebut yakni: KKPD Alor, KKPD Batang, KKPD Raja Ampat, KKPD Sukabumi, KKPN Laut Sawu, KKPN Pulau Pieh, KKPN Laut Banda, KKPN Aru Tenggara dan KKPN Anambas. Sementara itu, meski pembenahan pengelolaan masih perlu terus dilakukan, KKPD Klungkung selangkah lebih maju ketimbang lokasi lain lantaran telah berhasil menapaki level E-KKP3K tertinggi yakni level emas yang berarti bahwa upaya pokok pengelolaan telah mulai terasa manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Upaya implementasi E-KKP3K ini juga dalam rangka mendukung Coral Triangle Marine Protected Area System (CTMPAS) yakni operasionalnya pengelolaan kawasan konservasi pada tahun 2020. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam mendukung konservasi perairan diantaranya:(1). Pilot project perlindungan dan pelestarian kawasan di beberapa

lokasi seperti revitalisasi fungsi kawasan di TWP Gili Matra (font box), turtle watching dan program adopsi penyu di TP Pangumbahan-Sukabumi disertai dialog peran para pihak dalam pengelolaan efektif kawasan konservasi juga telah dilakukan pada tahun 2014.

(2). Disahkannya 10 dokumen rencana pengelolaan dan zonasi seluruh KKPN yang dikelola KKP yakni TWP Pulau Pieh, TWP Anambas, TWP Padaido, TWP Laut Banda, TWP Gili Matra, TWP Kapoposang, Suaka Alam Perairan (SAP) Raja Ampat, SAP Waigeo Barat, SAP Aru Tenggara dan TNP Laut Sawu.

(3). Ketetapan Menteri untuk:Dua KKPN yakni TWP Anambas dan TNP Laut Sawu, kedua kawasan yang dikelola KKP ini mencakup berturut-turut perairan seluas 1,2 juta ha dan 3,3 juta ha. Dua KKPD, yakni TWP Nusa Penida Kabupaten Klungkung dan TWP Kepulauan Raja, TWP Nusa Penida meliputi wilayah perairan Kabupaten Klungkung seluas lebih kurang 20 ribu ha sementara TWP Kepulauan Raja Ampat memiliki luas keseluruhan 1.026.540 ha yang terdiri atas lima area yakni Perairan Kepulauan Ayau-Asia seluas lebih kurang 101.440 ha, Teluk Mayalibit seluas lebih kurang 53.100 ha, Selat Dampier seluas lebih kurang 336.000 ha, Perairan Kepulauan Misool seluas lebih kurang 366.000 ha dan Perairan Kepulauan Kofiau dan Boo seluas lebih kurang 170.000 ha. Terdapat 15 (lima belas) keputusan menteri secara rinci pada tabel berikut:

No Judul Nomor

1 KKPN Laut Sawu dan Sekitarnya di Prov. NTT No. 5/Kepmen-Kp/2014

2 Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan

sekitarnya di Provinsi NTT Tahun 2014 - 2034

No. 6/Kepmen-Kp/2014

3 KKP Nusa Penida Kab. Klungkung Di Prov. Bali No. 24/Kepmen-Kp/2014

4 KKP Kepulauan Raja Ampat, Kab. Raja Ampat Di Prov. Papua Barat No. 36/Kepmen-Kp/2014

No Judul Nomor

5 KKP Kepulauan Anambas Dan Laut Sekitarnya, Prov. Kepulauan Riau No. 37/Kepmen-Kp/2014

6 Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Perairan P. Pieh dan Laut Sekitarnya Di

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014-2034

No. 38/Kepmen-Kp/2014

7 Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Kep. Anambas dan Laut Sekitarnya di

Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014-2034

No. 53/Kepmen-Kp/2014

8 Rencana Pengelolaan Dan Zonasi TWP Pulau Gili Ayer, Gili Meno dan Gili

Trawangan di Prov. NTB Tahun 2014-2034

No. 57/Kepmen-Kp/2014

9 Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Laut Banda di Provinsi Maluku Tahun

2014-2034

No. 58/Kepmen-Kp/2014

10 Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Kep. Kapoposang dan Laut sekitarnya di

Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2014-2034

No. 59/Kepmen-Kp/2014

11 Rencana Pengelolaan dan Zonasi SAP, Kep. Waigeo sebelah barat dan laut

sekitarnya di Prov., Papua Barat Tahun 2014-2034

No. 60/Kepmen-Kp/2014

12 Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Kep. Padaido dan laut disekitarnya di

Prov. Papua Tahun 2014-2034

No. 62/Kepmen-Kp/2014

13 Rencana Pengelolaan dan Zonasi SAP, Kepulauan Aru bagian tenggara dan

laut sekitarnya di Prov. Maluku Tahun 2014-2034

No. 64/Kepmen-Kp/2014

14 Rencana Pengelolaan dan Zonasi SAP Kep. Raja Ampat dan laut sekitarnya di

Prov. Papua Barat Tahun 2014-2034

No. 63/Kepmen-Kp/2014

15 Tim Persiapan Pelimpahan Pengelolaan KKP dan KKP3K dari Kemenhut kepada

Kementerian Kelautan dan Perikanan

No. 75/Kepmen-Kp/

Sj/2014

(4). Upaya inisiasi penataan batas kawasan juga telah dilakukan pada tahun 2014 di TP Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang, TWP Nusa Penida Kabupaten Klungkung dan TWP Pulau Pieh.

(5). Undang-undang No. 1/2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Menteri No. 75/KEPMEN-KP/SJ/2014 tentang Tim Persiapan Pelimpahan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dari Kementerian Kehutanan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Disamping itu pada tahun 2014 terjadi penambahan luas kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil dengan target di tahun 2014 seluas 300 ribu ha. Upaya yang dilakukan tidak hanya telah memenuhi target yang telah ditetapkan, tetapi melebihi dari target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2014 ini, telah melakukan penambahan luas kawasan konservasi sebesar 875.492,47 ha, yang artinya realisasi capaiannya mencapai 291,83% dari target yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam rangka penambahan luas kawasan konservasi ini dilaksanakan melibatkan pemerintah daerah disejumlah lokasi potensial yang memiliki komitmen untuk mencadangkan sebagian wilayah perairannya sebagai kawasan konservasi pada tahun 2014. Lokasi dimaksud antara lain Kabupaten Belitung, DIY, Kota Bitung, Prov. Sulawesi Tenggara, Kabupaten Bangka Selatan. Jika membandingkan antara realisasi penambahan luas kawasan konservasi antara realisasi tahun 2014 dengan realisasi tahun sebelumnya, realisasi penambahan luas kawasan pada tahun 2014 melebihi realisasi penambahan luas kawasan

Page 27: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201552 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 53

Tabel 26. Lokasi Penyediaan Air Bersih Siap Minum di 30 Pulau

Tabel 24. Penambahan Luas Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2010-2014

pada tahun 2013. Pada tahun 2014 realisasi capaian penambahan luas kawasan sebesar 875.492,47 ha, sedangkan pada tahun 2013 realisasinya mencapai 689.945 ha dan 2012 sebesar 698.397 ha. Namun demikian realisasi capaian pada tahun 2014 ini masih kurang luas jika dibandingkan dengan realisasi capaian penambahan luas kawasan tahun 2011. Pada tahun 2011 realisasi capaian penambahan luasnya mencapai 1.319.649 ha.

Jumlah penambahan kawasan

konservasi perairan (ha)

2011 2012 2013 2014

1.319.649 698.397 689.945 875.492

8. Jumlah Pulau-Pulau Kecil (PPK) Termasuk Pulau Kecil Terluar Yang Dikelola

Jumlah PPK termasuk PPK terluar yang dikelola adalah PPK yang telah dilakukan salah satu atau lebih dari hal-hal berikut yakni: diidentifikasi dan dipetakan potensinya, terfasilitasi penyediaan infrastruktur, terfasilitasi perbaikan lingkungan dan adaptasi berbasis mitigasi dan difasilitasi pengelolaan PPK melalui investasi oleh pihak swasta. Teknik menghitung dengan menginventarisir data pulau-pulau kecil termasuk pulau-pulau kecil terluar yang dipetakan potensinya, terfasilitasi penyediaan infrastruktur, terfasilitasi perbaikan lingkungan dan adaptasi berbasis mitigasi, difasilitasi kegiatan investasi dan, yang telah dilakukan salah satu atau lebih dari hal berikut: diidentifikasi & dipetakan potensinya, terfasilitasi penyediaan infrastruktur, terfasilitasi perbaikan lingkungan dan adaptasi berbasis mitigasi.

Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai pelaksanaan dari mandat UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (WP3K), pada pasal 15, menyebutkan pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengelola data dan informasi mengenai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu kegiatan pendataan juga diamanahkan dalam Perpres No. 85/2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional pada pasal 6, yaitu kewajiban melakukan pengumpulan, pemeliharaan, dan pemutakhiran data spatial.

Untuk tahun 2014 kegiatan fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana dasar di PPK, termasuk di PPKT, yakni penyediaan sarpras difokuskan pada penyediaan air berish siap minum ditargetkan 20 pulau, dan telah berhasil direalisasikan sebanyak 30 pulau atau capainnya 150,00%. Selama tahun 2011 hingga 2014 telah diupayakan pengembangan desalinasi air laut di 127 pulau. Meskipun selama 5 (lima) tahun belakangan ini telah banyak program dan kegiatan dalam memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil. Tujuan dari pembangunan sarpras adalah untuk meningkatkan

aksesibilitas, memperlancar aliran investasi dan produksi serta menciptakan keterkaitan ekonomi antar pulau.

Jika dirunut semenjak tahun 2011 jumlah PPK menunjukan terus mendapatkan perhatian hal ini dilihat dengan jumlah pulau yang semakin banyak yang difasililitasi sarana dan prasarananya setiap tahunnya.

Jenis Sarpras 2010 2011 2012 2013 2014

PLTS - 5 1 - -

Minawisata - - 8 11 8

Air Bersih - 21 - 66 40

Ekonomi

Produktif

- 15 14 32 10

Kegiatan fasilitasi bantuan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan masyarakat pulau-pulau kecil yang mandiri, yang tidak mengalami ketertinggalan dalam hal pembangunan dibandingkan dengan pulau utamanya, sehingga diharapkan di dalam pemanfaatannya dapat dijaga dan dikelola dengan sebaik-baiknya.

No Nama Pulau Kabupaten/Kota Provinsi

1 Giliyang Sumenep Jawa Timur

2 Mare Kota Tidore Kepulauan Maluku Utara

3 Molana Maluku Tengah Maluku

4 Nusalaut Maluku Tengah Maluku

5 Karas Kota Batam Kepulauan Riau

6 Menjangan Besar Jepara Jawa Timur

7 Segara Pangkajene Kepulauan Sulawesi Selatan

8 Serudung Kotabaru Kalimantan Selatan

9 Ambo Mamuju Sulawesi Barat

10 Bawa Nias Barat Sumatera Utara

11 Duyung Lingga Kepulauan Riau

12 Karoniki Kepulauan Mentawai Sumatera Barat

13 Kayuadi Selayar Kepulauan Riau

14 Romang Maluku Tenggara Barat Maluku

15 Talaga Buton Sulawesi Tenggara

16 Tuangku Aceh Singkil Aceh

17 Weh Kota Sabang Aceh

18 Subi Kecil Natuna Kepulauan Riau

19 Tenggel Bintan Kepulauan Riau

20 Seliuk Belitung Bangka Belitung

21 Maya Kayong Utara Kalimantan Barat

22 Giligede Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

Tabel 25. Jumlah Pulau dengan Ragam Fasilitasi Sarpras di PPK Tahun 2010-2014 (Pulau)

Page 28: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201554 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 55

No Nama Pulau Kabupaten/Kota Provinsi

23 Medang Sumbawa Nusa Tenggara Barat

24 Ujung Betok Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

25 Kanalo Sinjai Sulawesi Selatan

26 Marputi Donggala Sulawesi Tengah

27 Labengki Kecil Konawe Utara Sulawesi Tenggara

28 Matutuang Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara

29 Letti Maluku Barat Daya Maluku

30 Tayando Kota Tual Maluku

Penyediaan sarpras air minum merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan pengentasan kemiskinan. Beberapa catatan terkait sarpras air minum di pulau-pulau kecil, yakni:(1). Tidak memadainya sarpras air minum berpengaruh buruk pada

kondisi kesehatan dan lingkungan yang memiliki dampak lanjutan terhadap tingkat perekonomian keluarga. Laporan Joint Monitoring Programme tentang Kemajuan Air Minum dan Sanitasi Tahun 2012 dari kerjasama WHO dan UNICEF, mengatakan bahwa tingkat kematian anak-anak yang diakibatkan penyakit diare sangatlah tinggi. Sehingga peran Pemerintah dalam menyediakan akses kepada air minum yang layak sangatlah diharapkan.

(2). Sumber air tawar bagi penduduk di pulau-pulau kecil selama ini berasal dari air hujan yang ditampung dan diambil/dibeli dari pulau atau daratan utama, namun seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat terjadi musim kemarau.

(3). Di Indonesia terdapat 3.696 desa di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan hanya 47% yang memiliki akses kepada sumber air (sungai, saluran irigasi, dan danau/waduk). Sisanya sebanyak 53% (1.955 desa) masih harus menggantungkan kebutuhan air minumnya dari air tanah atau penampungan air hujan.

(4). Keuntungan yang didapat dari penyediaan sarpras air minum di PPK, yakni secara ekonomi pengembangan desalinasi air laut sangat ekonomis untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui alat desalinasi dalam satu hari mampu menghasilkan 9.000 liter atau setara dengan 470 galon. Maka dapat dikatakan bahwa air bersih yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan 470 keluarga. Dengan jumlah dalam 1 tahun susidi yang diberikan pemerintah terhadap harga air bersih sebesar Rp225.500.000, sehingga dapat dihitung keuntungan bersih penjualan air minum dalam satu tahun adalah Rp366.000.000.

(5). Pengembangan desalinasi air laut mampu merubah air payau atau air laut menjadi air yang langsung bisa dikonsumsi dengan tingkat kemurnian mencapai 98%, kualitas air yang dihasilkan memenuhi standar kualitas air bersih yang dikeluarkan oleh United Nation World Health Organization (UN-WHO)

(6). Tingkat efisiensinya cukup tinggi karena menggunakan energy recovery, cost effective, dengan daya listrik yang dibutuhkan hanya sekitar 900-1.100 watt bahkan bisa menggunakan generator kecil, panel surya atau turbin angin, air minum yang dihasilkan bisa mencapai 9.000 liter/hari.

Gambar 15. Sarpras Air Minum di PPK

9. Wilayah Perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP

Capaian IKU wilayah perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP sebesar 38,63% dari target yang telah ditetapkan sebesar 35%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2013, terdapat penurunan target capaian IKU. Hal ini merupakan implikasi dari kebijakan pengurangan anggaran untuk penghematan APBN pada tahun 2014 yang diiringi dengan penurunan target capaian seperti pengurangan hari layar kapal pengawas dari 110 hari menjadi 66 hari.

Dalam upaya untuk menegaskan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, untuk maksud tersebut dikeluarkan peraturan-peraturan menteri yakni:(1). Permen KP No. 56/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium)

Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Di WPP Negara Republik Indonesia, tujuannya mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, dan mencegah serta memberantas praktek IUU Fishing di WPP:

(2). Permen KP No. 57/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Permen KP Nomor PER.30/MEN/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggungjawab dan penanggulangan IUU Fishing di WPP Negara Republik Indonesia perlu penghentian alih muatan (transshipment) di tengah laut.

Adapun pembandingan Capaian IKU selama satu periode renstra 2010-2014, dapat dilihat pada tabel berikut.

Wilayah Perairan bebas IUU Fishing

dan Kegiatan Merusak SDKP

2010 2011 2012 2013 2014

37,45% 39% 41,13% 47,27% 38,63%

Tabel 27. Realisasi Persentase Cakupan WPP yang Terawasi dari Illegal Fishing tahun 2010-2014

Page 29: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201556 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 57

Ukuran keberhasilan tersebut diperoleh dari agregasi 3 Sub IKU Pengawasan SDKP yaitu :

(1). Persentase cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan [WPP-NRI] yang Terawasi dari Illegal FishingPencapaian target indikator kinerja tersebut diupayakan melalui kegiatan operasi kapal pengawas di wilayah barat dan timur, pelatihan Awak Kapal Pengawas serta pemeliharaan kapal pengawas dengan uraian sebagai berikut:(i) Operasi Kapal Pengawas di Wilayah Barat:

Operasi kapal pengawas di wilayah barat dilaksanakan dengan mengerahkan 15 unit Kapal Pengawas Ditjen. PSDKP dalam berbagai ukuran. Selama tahun 2014, di wilayah barat telah dilakukan pemeriksaan 1.240 kapal perikanan yang terdiri dari 1.224 Kapal Ikan Indonesia (KII) dan 16 Kapal Ikan Asing (KIA). Dari jumlah tersebut, telah ditangkap 22 kapal yang diduga melakukan tindak pelanggaran bidang perikanan dan pengangktan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) tanpa izin yang terdiri dari 6 KII dan 16 KIA.

(ii) Operasional Kapal Pengawas di Wilayah Timur: Operasi kapal pengawas di wilayah timur dilaksanakan dengan mengerahkan 12 unit Kapal Pengawas Ditjen. PSDKP dalam berbagai ukuran. Selama tahun 2014, di wilayah timur telah dilakukan pemeriksaan terhadap 804 kapal perikanan yang keseluruhannya terdiri dari KII. Dari jumlah tersebut, telah ditangkap 16 kapal yang diduga melakukan tindak pelanggaran bidang perikanan.

Pada tahun 2014, juga telah ditangkap 5 KII yang melakukan tindak pidana perikanan oleh speedboat pengawasan yang ada di UPT/Staker/Pos Pengawasan SDKP (Belawan, Benjina, Wanam dan Lombok). Rekapitulasi hasil operasi kapal pengawas di wilayah barat dan timur selama kurun waktu 2010-2014, yakni:(a) Jumlah kapal yang diperiksa sebanyak 15.844;(b) Jumlah kapal Indonesia yang ditangkap berjumlah 148 unit,

kapal asing yang ditangkap berjumlah 364 unit sehingga total berjumlah yang ditangkap 511 unit.

Selama kurun waktu tahun 2010 s/d 2012 terjadi peningkatan unit kapal ikan yang diperiksa, adapun pada tahun 2013 dan 2014 terjadi penurunan jumlah kapal yang diperiksa dibandingkan dengan tahun 2012. Penurunan tersebut sebagai dampak dari menurunnya jumlah hari operasi kapal pengawas dari 115 hari operasi pada tahun 2013 menjadi 66 hari operasi pada tahun 2014.

Namun demikian penurunan jumlah hari operasi disikapi secara positif dengan meningkatkan strategi operasi yang efektif dan target operasi yang lebih fokus, serta pemanfaatan informasi dugaan pelanggaran kapal perikanan dari Pusat Pemantauan Kapal

Perikanan dan dari Pokmaswas melalui SMS Gateway.(iii) Pelatihan Awak Kapal Pengawas (AKP)

Pada tahun 2014 kegiatan pelatihan kapal pengawas difokuskan pada peningkatan kemampuan AKP dalam bidang Basic Safety Training (BST), dan Global Maritime Distress & Safety System (GMDSS). Kegiatan pelatihan telah dilaksanakan dengan mengikutsertakan 60 orang AKP. Sejak tahun 2011-2014, Awak Kapal yang telah diberikan pelatihan sebanyak 665 orang.

(iv) Pemeliharaan Kapal Pengawas Selama tahun 2014, pemeliharaan kapal pengawas yang dilaksanakan meliputi: pemeliharaan rutin bulanan 27 unit kapal pengawas; pemeliharaan rutin tahunan/docking 24 unit kapal pengawas.

(2). Persentase cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan [WPP-NRI] yang Terawasi dari Kegiatan yang Merusak Sumber Daya Kelautan dan Perikanan:

Pencapaian kinerja dilakukan melalui pencapaian 4 (empat) indikator kinerja kegiatan yaitu:(i) Indikator kinerja persentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada

WPP-NRI yang terawasi dari kegiatan dan pemanfaatan ekosistem dan kawasan konservasi perairan illegal dan/atau yang merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pencapaian indikator kinerja ini mencakup: pendampingan pengawasan, dan monitoring dan evaluasi di 14 lokasi yaitu: batang, Kejawanan, banyuwangi, Labuan Lombok, Bintan, Anambas,Kepri, Tanjung Pandan, Mamuju, Makassar, Banjarmasin, Gorontalo, Banggai Kepulauan, Sorong, Ternate. Beberapa upaya dan tindak lanjut pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan antara lain:(a) Peningkatan koordinasi dan kerjasama pengawasan kegiatan

yang merusak sumber daya kelautan dan Perikanan dengan instansi terkait dan POKMASWAS;

(b) Optimalisasi data dan informasi mengenai kondisi ekosistem perairan (seperti terumbu karang dan mangrove) melalui koordinasi dengan instansi terkait lainnya baik pusat maupun daerah.

(ii) Indikator kinerja persentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari kegiatan pencemaran perairan yang merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pencapaian indikator kinerja ini mencakup: pendampingan pengawasan, monitoring dan evaluasi di 14 lokasi yaitu: Bitung, Batam, Pekalongan, Pengambengan, Lempasing, Tegal, Cirebon, Banjarmasin, Banyuwangi, Juwana, Makassar, Surabaya, Medan, Probolinggo. Beberapa upaya dan tindak lanjut pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan antara lain:

Page 30: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201558 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 59

(a) Perencanaan kegiatan lebih matang dengan berbagai pertimbangan faktor internal dan eksternal;

(b) Pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana serta kapasitas SDM pengawasan, khususnya di tingkat UPT/Sakter/Pos pengawasan SDKP secara bertahap dan proporsional;

(c) Peningkatan kerjasama pengawasan perairan dengan instansi terkait (pusat dan daerah), khususnya KLH dan Bapedalda.

(iii) Capaian Presentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari pemanfaatan wilayah pesisir dan PPK yang illegal dan/atau merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pencapaian indikator kinerja ini mencakup: pendampingan pengawasan, monitoring dan evaluasi di 14 lokasi meliputi: Tarempa, Kepulauan Riau, Tg. Balai Karimun, Sungai Liat, Kep. Seribu, Juwana, Surabaya, Probolinggo, Balikpapan, Makassar, Lombok, Flores, Bacan, Sorong dan peningkatan kemampuan pengawas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan kewenangan kepolisian khusus. Beberapa upaya dan tindak lanjut pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan antara lain:(a) Pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana serta

kapasitas SDM pengawasan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya di tingkat UPT/Sakter/Pos pengawasan SDKP secara bertahap dan proporsional.

(b) Peningkatan koordinasi dan kerjasama pengawasan pemanfaatan wilayah pesisir dan PPK dengan instansi terkait dan POKMASWAS;

(c) Pelengkapan data dan informasi mengenai objek pengawasan wilayah pesisir dan PPK melalui koordinasi instansi terkait lainnya baik pusat maupun daerah.

(iv) Capaian Presentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari pemanfaatan jasa kelautan dan sumber daya non hayati yang illegal dan/atau merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Capaian indikator kinerja sebesar 16,40% belum tercapai optimal sesuai target yang ditetapkan sebesar 15,75%. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pencapaian indikator kinerja ini mencakup: pengawasan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam (BMKT) dan pengawasan pemanfaatan pasir laut dan monitoring dan evaluasi yang secara garis besar telah dilaksanakan di 14 lokasi yaitu: Tanjung Balai Karimun, Serang, Bolmong, Mamuju, Kep. Seribu, Surabaya, Sungai Liat, Kijang, Blanakan, Belitung, Selayar, Balikpapan, Juwana, Pontianak. Beberapa upaya dan tindak lanjut pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan antara lain:

(1). Pelengkapan data dan informasi pengawasan pasir laut dan pendampingan pengawasan BMKT melalui koordinasi dengan instansi terkait lainnya baik pusat maupun daerah. Selanjutnya data dan informasi tersebut disebarkan ke UPT/Satker/Pos Pengawasan.

(2). Pengembangan SDM dan peningkatan sarana dan

prasarana serta kapasitas pengawasan Pasir laut di UPT/Sakter/Pos pengawasan SDKP secara bertahap dan proporsional.

(3). Persentase Penyelesaian Penyidikan Tindak Pidana Perikanan secara Akuntabel dan Tepat Waktu

Pencapaian target indikator kinerja ini dilakukan melalui kegiatan utama penyelesaian tindak pidana perikanan dengan didukung oleh kegiatan penanganan pelanggaran lainnya, yaitu kegiatan penanganan barang bukti dan awak kapal, pembentukan forum koordinasi, dan pembinaan PPNS Perikanan. Selama tahun 2014 terdapat 58 kasus tindak pidana kelautan dan perikanan. Dari 58 kasus tersebut, sebanyak 13 kasus dikenakan sanksi administrasi berupa surat peringatan, 1 kasus masih dalam proses penerimaan/penelitian, dan 44 kasus diproses hukum. Dari total kasus yang diproses hukum, sebanyak 36 kasus telah diselesaikan secara akuntabel dan tepat waktu sampai dengan P-21 dan didikuti dengan peneyrahan tahap II (persen capaian 81,81%), sedangkan 8 kasus masih dalam proses penyidikan karena 3 kasus merupakan kapal yang ditangkap pada pertengahan Desember 2014; 1 kapal merupakan kasus pelanggaran BMKT yang memerlukan koordinasi dengan instansi terkait lainnya (Polri), dan 3 kasus merupakan perdagangan ikan yang dilindungi (ikan pari dan ikan botia) yang memerlukan koordinasi dengan instansi terkait dan pembuktiannya memerlukan waktu yang cukup lama.

10. Jumlah Hasil Litbang KP yang Inovatif

Jumlah hasil Litbang KP yang inovatif didefinisikan sebagai hasil kegiatan penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan yang memiliki kebaruan sebagian atau seluruhnya yang akan dipergunakan dalam mengembangkan sistem produksi, pengolahan dan pemasaran berbasis IPTEK berupa model penerapan/ pengelolaan, produk biologi, paket teknologi, inovasi teknologi, komponen teknologi.

Pada tahun 2014 hasil Litbang KP yang inovatif mencapai 105 produk litbang. Sebanyak 105 buah hasil litbang yang inovatif tersebut tersebar menjadi 29 buah produk biologi, 25 buah komponen teknologi, 33 buah paket teknologi, 5 buah inovasi teknologi, 3 buah rancang bangun, 10 model kelembagaan/ pengelolaan/ pengolahan garam.

Inovasi-inovasi lainnya yakni untuk Perekayasaan teknologi terapan bidang perikanan budidaya diarahkan untuk mendorong pengembangan pembenihan dan pembudidayaan komoditas unggulan, baik komoditas

Page 31: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201560 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 61

yang sudah dapat dibudidayakan, komoditas yang masih perlu upaya domestikasi, maupun spesies ikan lokal (khas di suatu daerah) yang terancam punah sebagai upaya pelestarian plasma nutfah.

Capaian kinerja ini didukung oleh kegiatan: (i) inovasi teknologi pembenihan, diantaranya pemuliaan induk, pengembangan benih berkualitas, persilangan antar strain, pengembangan kebun bibit rumput laut, pengembangan bibit rumput laut; (ii) inovasi teknologi pembesaran diantara melalui pembesaran ikan di lahan marginal, rekayasa teknologi peningkatan produksi, kualitas dan produktivitas, pembesaran dengan aplikasi rekombinaan pada pakan, penggunaan vaksin, penerapan budidaya padat tebar tinggi; (iii) inovasi teknologi kesehatan ikan dan lingkungan: produksi protein rekombinan, produksi vaksin penyakit ikan penting, produksi dan aplikasi probiotik, aplikasi immunostimulant; (iv) inovasi teknologi pakan/pelet (nutrisi), diantaranya melalui produksi pakan induk, pakan pembesaran, pengggunaan cacing tanah (lumbricus) hasil budidaya untuk pakan, penggunaan cacing tubifex hasil budidaya untuk pakan. Guna meningkatkan capaian kinerja IKU ini di tahun-tahun berikutnya maka diperlukan: (i) Melakukan perekayasaan teknologi budidaya air payau, laut dan tawar; (ii) Pengembangan jejaring pemuliaan induk; dan (iii) Perekayasaan pengendalian kesehatan ikan dan lingkungan.

11. Rasio jumlah peserta yang dididik, dilatih, dan disuluh yang kompeten di bidang kelautan dan perikanan terhadap total peserta

Rasio jumlah peserta yang dididik, dilatih, dan disuluh yang kompeten di bidang kelautan dan perikanan terhadap total peserta pada tahun 2014 mencapai 96,22% dari target 65%.

Capaian rasio jumlah lulusan yang kompeten di bidang KP terhadap total peserta dan/atau kelompok di dapatkan dari hasil-hasil:(1). Rasio peserta didik yang terserap di dunia usaha dan dunia industri.(2). Rasio jumlah SDM KKP yang meningkat kompetensinya terhadap

total yang telah melakukan assessment.(3). Prosentase kelompok pelaku utama /usaha perikanan yang disuluh

dibandingkan dengan jumlah total kelompok pelaku utama/usaha perikanan.

Sedangkan perbandingan dengan capaian tahun sebelumnya kondisinya meningkat dari 73,04% di tahun 2013 menjadi 96,22% di tahun 2014, atau naik sekitar 23,18 point atau naik 31,74%. Ini disebabkan karena pada tahun ini jumlah persentase lulusan pendidikan yang terserap di dunia usaha dan dunia industri mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini juga didasari oleh besarnya jumlah lulusan tahun ini yang lebih dari tahun sebelumya. Selain itu,

untuk dibidang penyuluhan juga cukup andil dalam peningkatan capaian IKU ini karena pada bidang tersebut pada tahun sebelumnya, data yang masuk kedalam capaian tahun 2013 belum semuanya terhitung. Sehingga data tersebut menjadi data tambahan untuk tahun 2014 ini.

Selama tahun 2010-2014, setiap tahunnya jumlahnya berfluktuatif secara komulatif pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan telah mampu menyediakan sebanyak 135.653 SDM KP yang kompeten. Capaian tersebut merupakan kontribusi hasil capaian empat jenis kegiatan, yaitu kegiatan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan dukungan kesekretariatan. Perkembangan jumlah SDMKP yang kompeten disajikan pada tabel berikut.

Jenis kegiatan 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah

Jumlah SDM KP yang berkontribusi positif

terhadap pembangunan KP

3,135 16,039 19.572 43.313 53,594 135,653

Jumlah lulusan pendidikan yang dapat

diserap oleh dunia usaha dan dunia industri

582 1,129 1,221 1,280 1,594 5,806

Jumlah lulusan pelatihan KP yang dapat

menerapkan kompetensi setelah mengikuti

pelatihan

2,223 650 6,421 15,673 16,460 41,427

Jumlah kelompok usaha mandiri yang

dapat mengembangkan usahanya melalui

penyuluhan

33 713 1,193 2,347 3,554 7,840

Beberapa kendala dalam proses pencapaian IKU ini antara lain: (1). Belum seluruhnya data kelompok yang dibina penyuluh perikanan

tercatat/disampaikan oleh daerah, sehingga belum terdapat cukup bukti pencapaian kinerja

(2). Belum optimalnya sosialisasi Kepmen KP No. PER/14/MEN/2012 tentang Pedoman Umum Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan;

(3). Belum seluruh penyuluh perikanan/aparat didaerah melakukan penilaian berdasarkan Pedoman Umum Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan karena pemahaman belum memadai;

(4). Penurunan anggaran penumbuhan dan pengembangan dan/peningkatan kapasitas kelembagaan pelaku utama (dari Rp 1.500.000/kelompok menjadi Rp 1.200.000/kelompok) tidak sejalan dengan peningkatan target outcome kelompok yang ditetapkan;

(5). Koordinasi lembaga penyuluhan di pusat, provinsi, dan kab/kota belum sepenuhnya difokuskan untuk mensinergikan pencapaian kinerja penyuluhan;

(6). Dukungan penyelenggaraan penyuluhan oleh penyuluh dan Koordinasi penyelenggaraan Penyuluhan oleh Koordinator Regional Wilayah belum didukung oleh peraturan menteri tentang mekanisme kerja dan metode penyuluhan KP.

Tabel 28. Perkembangan Jumlah SDM KP yang Kompeten pada Tahun 2010 -2014

Page 32: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201562 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 63

Untuk mengatasi permasalahan tersebut upaya-upaya yang telah dilakukan oleh KKP antara lain:(1). Penyusunan dan sosialisasi buku menuju kelompok yang mandiri,

untuk mempermudah pemahaman terhadap Kep MKP No. PER/14/MEN/2012 tentang Pedoman Umum Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan;

(2). Penegasan kembali target yang lebih difokuskan kepada kegiatan Pengembangan Kelas Kelompok pada kegiatan pembinaan dan pertemuan sinergitas yang mengundang pengelola dekonsentrasi penyuluhan KP dari daerah;

(3). Pembinaan terhadap penyuluh pusat untuk melaksanakan kegiatan pendampingan pengembangan kelas kelompok;

(4). Monitoring dan pengendalian untuk mengingatkan pengelola dekonsentrasi penyuluhan KP dan penyuluh perikanan untuk pencapaian target penyuluhan KP, baik pada saat kunjungan monitoring dan evaluasi ataupun melalui penyampaian surat elektronik terkait progres capaian kinerja dan upload melalui website.

Page 33: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201564 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 65

I Prioritas Pembangunan Nasional

1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

Reformasi birokrasi dan tata kelola yang telah dilaksanakan oleh KKP meliputi:

a. Penataan peraturan perundangan yakni melakukan penataan berbagai peraturan perundangan yang diterbitkan oleh KKP

Peraturan perundangan sebagai produk regulasi dalam mendukung pembangunan kelautan dan perikanan, sepanjang tahun 2014 telah menghasilkan sebanyak 302 peraturan perundangan. Perkembangan jumlah regulasi yang dihasilkan tahun 2014 seperti pada tabel berikut.

Tabel 29. Perkembangan Jumlah Peraturan Kelautan dan Perikanan Tahun 2014

No Jenis Peraturan Jumlah

1. Undang-Undang 2

2. Peraturan Pemerintah 1

3. Peraturan Presiden 1

4. Peraturan Menteri 59

5. Peraturan Bersama 1

6. Keputusan Menteri 79

7. Instruksi Menteri 1

8. Keputusan Menteri

(ditandatangani Sekjen atas nama Menteri)

144

9. Keputusan Sekjen 14

Jumlah 302

Capaian KKP terkait dengan peraturan perundangan adalah diundangkannya UU No.1 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No.27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Setidaknya ada 4 (empat) norma hukum penting yang telah disepakati, yakni: (1) pemberdayaan masyarakat hukum adat dan nelayan tradisional; (2) penataan investasi; (3) sistem perizinan; dan (4) pengelolaan kawasan konservasi laut nasional. Pemberdayaan masyarakat ditandai dengan masuknya unsur masyarakat dalam inisiasi penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil setara dengan pemerintah dan dunia usaha. Dengan norma hukum ini, maka masyarakat dapat mengambil inisiatif mengusulkan rencana zonasi. Undang-undang perubahan ini juga memberikan pengakuan hak asal-usul masyarakat hukum adat untuk mengatur wilayah perairan yang telah dikelola secara turun temurun. Dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat setempat. Sementara bagi nelayan tradisional yang memiliki wilayah penangkapan ikan secara tradisional diakui dengan cara memasukkan wilayah tersebut sebagai subzona dalam rencana zonasi sehingga memiliki perlindungan hukum.

Dalam undang-undang perubahan ini, investasi asing ditata sedemikian rupa sehingga tetap mengedepankan kepentingan nasional. Investasi asing tidak dilarang, tetapi diiringi sejumlah syarat diantaranya, bermi-tra dengan perusahaan lokal, di pulau kecil yang tidak berpenduduk, belum ada pemanfaatan oleh masyarakat setempat, wajib melaku-kan alih saham ke mitra lokal (divestasi) dan alih teknologi. Sebagai pelaksanaan keputusan Mahkamah Konsititusi, maka norma hukum Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) diganti menjadi perizinan. Ada dua macam izin yang diatur dalam revisi UU ini yaitu izin lokasi dan izin pengelolaan. Dalam undang-undang perubahan ini, pengelolaan ka-wasan konservasi laut nasional juga ditata sesuai tugas masing-masing. Kawasan konservasi laut yang telah ditetapkan sebelum undang-undang perubahan ini dan masih dikelola instansi lain dialihkan pengelolaan-nya ke KKP.

Selain itu Rancangan Undang-Undang Kelautan akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang pada 29 September 2014, dalam rapat Paripurna DPR-RI. UU Kelautan meliputi tiga hal pokok. Pandangan tersebut yakni, dasar pengaturan di bidang kelautan, urgensi penyusunan UU kelautan dan isu strategis bidang kelautan. Berbagai isu strategis itu diantaranya, pengelolaan ruang laut, klaim landas kontinen di luar 200 mil, pemanfaatan zona tambahan serta penegasan Indonesia sebagai Negara kepulauan. UU Kelautan ini terdiri dari 13 bab dengan penegasan kembali Indonesia sebagai negara kepulauan, wawasan dan budaya bahari, ekonomi kelautan, pertahanan dan keselamatan di laut, lingkungan laut, tata kelola kelautan, pemberdayaan masyarakat kelautan, kelembagaan dan mekanisme koordinasi, sumber daya manusia, dan IPTEK. UU Kelautan juga memasukkan beberapa muatan, seperti mainstreaming dan percepatan pembangunan kelautan nasional ke depan, terobosan terhadap permasalahan peraturan perundangan yang ada, dan pandangan ke depan terhadap kepentingan kelautan bagi bangsa Indonesia. Selain itu, UU juga menetapkan hal-hal yang belum diatur dalam UU yang sudah ada di bidang kelautan seperti Kebijakan Blue Economy. UU Kelautan ini juga mengacu pada UNCLOS dan kondisi geografis Indonesia.

b. Penataan dan penguatan organisasi yakni melalui restrukturisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Unit KKP, tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja KKP; penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan Diklat yang mampu mendukung tercapainya tujuan dan sasaran RB.

c. Penataan tata laksana yakni melalui tersedianya dokumen Standar Operasional Prosedur penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan tersedianya e-Government pada KKP.

d. Penataan sistem manajemen SDM aparatur yakni melalui terbangunnya sistem rekruitmen yang terbuka, transparan, akuntabel, dan berbasis kompetensi; tersedianya uraian jabatan;

Prestasi KKP pada tahun 2014 terkait Reformasi

Birokrasi antara lain mempertahankan Opini

WTP untuk Laporan Keuangan dan Nilai

A untuk Akuntabilitas Kinerja. Dalam hal Pengarusutamaan

Gender, KKP berhasil memperoleh Anugerah

Parahita Ekapraya tingkat Madya. KKP juga meraih

penghargaan inovasi pelayanan publik terbaik

tahun 2014, selain itu memperoleh penghargaan

Certificate of Merit dari World Custom Organization dengan kriteria pelayanan yang luar biasa di bidang

kepabeanan.

Page 34: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201566 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 67

tersedianya peringkat jabatan; tersedianya dokumen standar kompetensi jabatan; tersedianya peta profil kompetensi jabatan; tersedianya indikator individu yang terukur; tersedianya data pegawai yang akurat; dan terbangunnya sistem dan proses pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi.

e. Penguatan pengawasan internal yakni melalui Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di KKP; dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai Quality Assurance and Consulting.

f. Penguatan akuntabilitas kinerja yakni melalui peningkatan kualitas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); terbangunnya sistem manajemen kinerja organisasi; Tersusunnya IKU KKP; dan tersusunnya dokumen Balanced Scorecard (BSC) untuk peningkatan pengelolaan kinerja. Selain penerapan BSC, upaya yang dilakukan KKP untuk memperbaiki Akuntabilitas Kinerja KKP adalah: (a) Penetapan Pedoman Pengumpulan Data Kinerja melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan; (b) Penyempurnaan Kontrak Kinerja Individu melalui penetapan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dengan menambahkan indikator BSC; (c) Penggunaan Teknologi Informasi dalam pengukuran kinerja organisasi melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Monitoring dan Evaluasi Kinerja (SiMeta) dan pengukuran kinerja individu melalui Sistem Informasi Penilaian Kinerja Individu (SiPKINDU).

g. Peningkatan kualitas pelayanan publik, melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik

h. Monitoring dan evaluasi, dengan tersedianya laporan monitoring dan evaluasi tahunan serta lima tahunan.

Prestasi yang dicapai KKP terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi antara lain laporan keuangan KKP kembali mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dan Akuntabilitas Kinerja KKP mendapatkan nilai A dengan nilai total 77,68 pada tahun 2014.

Gambar 16. Nilai LAKIP KKP Tahun 2010-2014

KKP tahun 2014 juga meraih penghargaan dalam bidang pelayanan publik berupa predikat kepatuhan standar pelayanan publik yang diberikan oleh Ombudsman RI pada tanggal 18 Juli 2014. KKP dinilai telah memenuhi kewajiban dalam penyediaan komponen Standar Pelayanan Publik sebagaimana ketentuan pasal 15 dan Bab V UU No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Predikat ini menjadi bukti nyata atas komitmen KKP dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di lingkungan kementerian

Sebelumnya dalam bidang pelayanan publik, KKP telah meraih penghargaan inovasi pelayanan publik terbaik tahun 2014. Penghargaan tersebut diberikan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kepada Balai Karantina Ikan Semarang sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis KKP. Penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Boediono kepada Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 30 April 2014 di Jakarta. Salah satu kriteria penilaian terhadap kompetisi inovasi pelayanan publik ini antara lain dilihat dari dampak terhadap masyarakat, keberlanjutan, serta harus bisa direplikasi oleh pihak lain, dan sudah diterapkan minimal setahun. Selain itu juga KKP memperoleh penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization dengan kriteria pelayanan yang luar biasa di bidang kepabeanan.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Page 35: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201568 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 69

Kedua penghargaan tersebut di atas merupakan buah manis dari hasil kerja keras segenap pejabat dan karyawan lingkup KKP guna memenuhi hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik yang prima. KKP akan terus meneguhkan komitmen dalam mewujudkan sistem penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan kementerian yang layak sesuai dengan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Gambar 17. KKP Meraih Penghargaan Bidang Pelayanan Publik

Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara bersih bebas kolusi, korupsi dan nepotisme, KKP dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat melakukan pencegahan gratifikasi di lingkungan KKP. Pelaksanaan penandatanganan KKP dan KPK merupakan salah satu strategi dalam membangun dan meningkatkan integritas dalam pelayanan publik. Terutama dalam upaya memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam mengembangkan usaha dan investasi di sektor kelautan dan perikanan.

Kerja sama KKP-KPK merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas Inpres No.7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Inpres No.5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta PP No.8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dimana setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggaraan negara wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas, fungsi dan peranannya dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan yang dipercayakan kepadanya. Sebagai tindak lanjutnya, KKP juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pelaporan Gratifikasi, Permen KP tentang Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, serta Permen KP tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Whistleblowing System dan Pengaduan Masyarakat.

2. Penanggulangan Kemiskinan

Pelaksanaan prioritas penanggulangan kemiskinan dilaksanakan me-lalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM-Mandiri KP), dimana dalam implementasinya dibagi menjadi kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Tangkap (PT), Perikanan Budidaya (PB), Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) serta Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) dan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT).

a. PUMP PT

Tujuan dari PUMP PT adalah (1) meningkatkan pendapatan nelayan melalui kegiatan pengembangan usaha nelayan skala kecil, (2) menumbuhkembangkan kewirausahaan nelayan dan (3) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi nelayan. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp880,6 miliar kepada 8.806 KUB dengan jangkauan penerima di 958 Kab/Kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut.

Tabel 30. Rincian Penerima PUMP PT Tahun 2011-2014

Jumlah Penerima 2011 2012 2013 2014 Total

KUB 1.106 3.700 3.000 1.000 8.806

Nilai BLM (RpMiliar) 110,6 370 300 20 880,6

Kab/Kota 132 287 305 234 958

Rata–rata pemanfaatan PUMP PT sebagian besar (95%) digunakan untuk penyediaan sarana dan prasarana, biaya operasional (3%) dan biaya lainnya (2%). Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah penyediaan alat tangkap (49%), mesin (29%), perahu (20%) dan alat bantu penangkapan (2%).

Gambar 18. Rata-rata Pemanfaatan PUMP Perikanan Tangkap

Berdasarkan hasil quick survey yang dilakukan oleh Pusat Penyuluh, BPSDMKP bahwa tingkat keberhasilan pemanfaatan PUMP PT secara rata–rata adalah sebanyak 2,87% dikategorikan sangat berhasil, 80,06% berhasil, 5,96% termasuk belum berhasil dan sebanyak 11,15% tidak berhasil dalam mengelola bantuan PUMP PT.

Page 36: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201570 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 71

Dari penerima PUMP PT yang berhasil telah diidentifikasi dari pelaksanaan PUMP dari tahun 2010–2014 yakni :(1). Adanya perubahan yang signifikan dari kepemilikan sarana dan

prasarana yang minim menjadi lebih baik dan beberapa KUB bahkan telah memaksimalkan hasil perguliran untuk meningkatkan jumlah sarana dan prasarana anggota KUB;

(2). Adanya peningkatan rata–rata volume produksi per anggota KUB sebesar 36,92% dari semula 99,39 kg menjadi 136,08 kg;

(3). Adanya peningkatan rata–rata nilai produksi per anggota KUB sebesar 41,17% dari semula Rp2,52 juta menjadi Rp3,56 juta;

(4). Adanya peningkatan rata–rata pendapatan per anggota KUB sebesar 71,9% dari pendapatan semula sebanyak Rp1,4 juta per anggota KUB menjadi Rp2,5 juta per anggota setiap bulannya;

(5). Adanya trend peningkatan tabungan anggota KUB, pengembalian pinjaman anggota ke KUB dan saldo tabungan dan kas KUB;

(6). Adanya peningkatan kepedulian nelayan terhadap sosial dan lingkungan;

(7). Nelayan mengalami perubahan kondisi yang lebih baik sebelum menerima bantuan PUMP PT dan sesudah memanfaatkan dana bantuan seperti tertera pada tabel berikut.

Tabel 31. Perubahan Sebelum dan Sesudah Pemanfaatan PUMP Perikanan Tangkap

Aspek Sebelum Sesudah

TabunganTabungan berdasarkan suka

rela

Tabungan berdasarkan

kesepakatan

Usaha

Pertambahan modal KUB

sedikit

Pertambahan modal KUB

terencana dan meningkat

Belum ada rencana

pengembangan usaha KUB

Pengembangan usaha

terencana

Terciptanya kemandirian

Terciptanya kemitraan

AdministrasiPencatatan kegiatan KUB

tidak teratur

Pencatatan kegiatan KUB

lebih teratur

Sarana & Prasarana

Pengembangan sarana dan

prasarana terbatas

Pengembangan sarana dan

prasarana anggota KUB

terencana dan terjamin

Salah satu KUB penerima PUMP PT yang berhasil adalah KUB Mina Batam Madani dengan perkembangan keberhasilan antara lain :(1). Memiliki Gerai Nelayan yang bertujuan untuk memudahkan nelayan

dalam penyediaan sarana perikanan tangkap dengan modal saat ini mencapai Rp562 juta dan keuntungan yang dicapai pada 7 bulan pertama sebesar Rp69 juta;

(2). Lembaga Keuangan Mikro Nelayan (LKM-N) merupakan komperasi simpan pinjam yang berperan dalam menyediakan permodalan dalam pengembangan usaha KUB;

Sejak tahun 2011-2014 melalui kegiatan

PUMP PT, KKP telah menyalurkan BLM sebesar Rp880,6

miliar kepada 8.806 KUB di 958 Kab/Kota untuk meningkatkan

pendapatan, menumbuhkembangkan

kewirausahaan dan meningkatkan fungsi

kelembagaan ekonomi nelayan.

(3). Kemitraan dengan beberapa instansi:a. Bank Indonesia, kerjasama dalam bantuan permodalan senilai

Rp350 juta untuk membangunan gerai dan studi banding ke indramayu serta Rp204 juta untuk pendampingan PINBUK;

b. BRI dan Bank Riau Kepri, kerjasama dalam kemudahan kegiatan penabungan dan akses permodalan melalui KUR dan KKEP senilai Rp567 juta;

c. PT Pertamina Transcontinental, kerjasama dalam kegiatan peduli lingkungan melalui penanaman mangrove dan pembibitan mangrove, penguatan kelembangaan dan sarana perikanan tangkap.

Gambar 19. Trend Perkembangan Tabungan, Pengembalian dan Saldo Kas KUB Dalam 12 Bulan Terakhir

Secara umum, permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan PUMP PT dibagi ke dalam 2 (dua) bagian yakni saat proses penyaluran/pencairan dan proses pemanfaatan dan pembinaan berkelanjutan, sebagai berikut:(1). Proses Penyaluran/Pencairan;

a. Adanya penghentian sementara dan perubahan alokasi program PUMP Perikanan Tangkap tahun 2014 yang berdampak pada keterlambatan pemberkasan dan penerbitan SK;

b. Buku rekening penerima ditutup atau dibekukan/dormant karena saldo dibawah batas minimal sehingga harus diproses ralat;

c. Kesalahan penulisan nomor rekening di SPM sehingga harus diproses ralat;

(4). Proses Pemanfaatan dan Pembinaan Berkelanjutana. Adanya perubahan pembelanjaan RUB tetapi tidak melengkapi

dokumen perubahan (BAP) sebagaimana Pedoman Teknis. Contohnya KUB Dolphin di Kota Banda Aceh;

b. Adanya penyimpangan pembelanjaan sehingga berlanjut pada kasus pidana karena tidak konsistennya Tim Teknis dalam mengimplementasikan Pedoman Teknis dengan baik;

c. Tim Teknis dan Tim Pembina tidak konsisten dalam pelaporan perkembangan usaha KUB Penerima BLM PUMP PT, hal ini menjadi kendala bagi Pokja untuk dapat mengidentifikasi tingkat keberhasilan;

Page 37: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201572 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 73

d. Kurangnya pembinaan dari Tim Teknis dalam pengembangan usaha dan kelembagaan, misalnya di Kota Sibolga KUB penerima tahun 2011 tidak terinventarisasi dengan baik, dibeberapa kab/kota secara finansial (rekening KUB) meningkat dengan signifikan tetapi tidak ada pembukuan yang baik;

e. Tidak semua Provinsi/Kab/Kota menyediakan dana dukung untuk pembinaan yang berkelanjutan;

f. Terbatasnya masa kontrak PPTK sebagai ujung tombak pembinaan.

b. PUMP PBTujuan program PUMP PB adalah meningkatkan kemampuan usaha, meningkatkan produksi perikanan budidaya, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta pengembangan wirausaha kelompok pembudidaya ikan. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp853,6 miliar kepada 13.980 Pokdakan dengan jangkauan penerima di 958 Kab/Kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut.

Tabel 32. Rincian Penerima PUMP PB Tahun 2011-2014

Jumlah Penerima 2011 2012 2013 2014 Total

Pokdakan 2.070 3.600 4.060 4.250 13.980

Nilai BLM (RpMiliar) 207 234 263,9 148,7 853,6

Kab/Kota 300 392 448 455 1595

Pada tahun 2014 PUMP PB diberikan kepada 4.250 Pokdakan dengan besaran Rp35 juta/kelompok dengan penggunaan keuangan sesuai dengan usulan kebutuhan pengembangan usaha kelompok, mulai dari perbaikan lahan, benih, pakan, hingga obat-obatan. Sebaran PUMP PB untuk tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut:

Sejak tahun 2011-2014 melalui kegiatan

PUMP PB, KKP telah menyalurkan BLM sebesar Rp853,6

miliar kepada 13.980 Pokdakan di 1595 Kab/

Kota untuk meningkatkan kemampuan usaha,

meningkatkan produksi, meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan serta

pengembangan wirausaha.

Gambar 20. Sebaran PUMP PB Tahun 2014

Secara keseluruhan output kegiatan PUMP-PB telah melebihi target yang ditentukan, bahkan untuk keterlibatan anggota dalam perencanaan kegiatan mencapai 109,25%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan merupakan aspirasi dari masyarakat (buttom up) sehingga harapan keberhasilan kegiatan akan semakin besar mengingat pembudidaya sendirilah yang menentukan jenis kegiatan pada usaha budidaya mereka.

Tabel 33. Capaian Indikator Kinerja Output PUMP PB tahun 2014

Kelompok

IndikatorNama Indikator Kinerja Output Target Tahun 2014 Realisasi

Penerima ManfaatJumlah Kelompok 4.250 Pokdakan 4.250

Jumlah Kab/Kota 460 kab/kota 460

Partisipasi Umum

Jumlah PPTK/Penyuluh ASN/ Penyuluh Swadaya,

tenaga pendamping PUMP PB

690 PPTK; 160

Penyuluh ASN

690 PPTK;

160 Penyuluh ASN

Jumlah Anggota Kelompok yang hadir dalam

kegiatan perencanaan dan pengambilan

keputusan

42.500 orang 46.432*)

Jumlah pertemuan/koordinasi SKPD dengan

TKPK Provinsi/Kabupaten/ Kota

Minimal 2 kali dalam

satu tahun

2 Kali

Kualitas Ouput

Ketepatan waktu penyaluran BLM 100% pada Desember 100%

Prosentase pemanfaatan BLM yang sesuai

dengan RUB dan dimanfaatkan

100% 100%

Pengguatan

Kapasitas

Prosentase jumlah anggota kelompok yang

dilatih/diberikan bimtek/mengikuti temu usaha

dibandingkan dengan total anggota kelompok

10% 15%

Prosentase jumlah kelompok yang dibina oleh

Tenaga Pendamping dalam menyusun RUB

memperhatikan RPJM Desa

100% 100%

Tata Kelola yang

baik

Prosentase kelompok yang memiliki papan

informasi penerima PNPM Mandiri KP

100% 100%

Prosentase pengaduan yang ditindaklanjuti

dibandingkan dengan total pengaduan

75% 100%

Gender

Prosentase rata-rata anggota kelompok

perempuan dibandingkan dengan total anggota

kelompok penerima

1% 11%

Prosentase jumlah Tenaga Pendamping dan atau

Kader Pemberdayaan Masyarakat perempuan

3% 33 ,77%

Prosentase jumlah kehadiran peserta perempuan

dalam forum perencanaan dan pengambilan

keputusan

0,01% 5%

Dukungan Pemda

Prosentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki

dukungan program/kegiatan dan anggaran

untuk pemberdayaan

50% dari jumlah kab/

kota penerima

50%

Dampak PUMP PB tahun 2014 belum dapat diukur hal ini dikarenakan sebagian besar dana BLM baru dapat disalurkan mulai Agustus 2014, sehingga sebagian besar Pokdakan penerima PUMP PB belum panen. Hasil pelaksanaan PUMP-PB sampai dengan tahun 2014 terlihat dari terjadinya peningkatan produksi dan nilai produksi yang dihasilkan

Page 38: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201574 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 75

meningkat.

c. PUMP P2HP

PUMP P2HP bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha, kesejahteraan dan mengembangkan wirausaha bidang pengolahan dan pemasaran para anggota Poklahsar. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp200,4 miliar kepada 4408 Pokdakan dengan jangkauan penerima di 684 Kab/Kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut.

Tabel 34. Rincian Penerima PUMP P2HP Tahun 2011-2014

Jumlah Penerima 2011 2012 2013 2014 Total

Poklahsar 408 1500 1000 1000 4408

Nilai BLM (RpMiliar) 20,4 75 75 30 200,4

Kab/Kota 53 145 244 242 684

Pada tahun 2014 PUMP P2HP diberikan kepada 1.000 Poklahsar yang tersebar di 242 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi dengan nilai Rp30 Miliar. Pemberian fasilitas bantuan pengembangan usaha menggunakan sistem bantuan langsung masyarakat dalam bentuk tunai kepada Poklahsar, dan harus dimanfaatkan untuk pembelian peralatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sesuai pilihan menu usaha yang tercantum dalam Pedoman Teknis PUMP P2HP. Menu usaha yang dapat dipilih meliputi 14 jenis usaha, yaitu (1) pengolahan abon; (2) pengolahan kerupuk/snack; (3) pengolahan bakso; (4) pengolahan nugget; (5) pengolahan kaki naga/ekado/siomay; (6) pengolahan sosis; (7) pengolahan dodol/selai/permen/manisan rumput laut; (8) pengolahan bandeng tanpa duri/bandeng presto; (9) pengolahan ikan pindang; (10) pengolahan ikan kering/asin; (11) pengolahan ikan asap/panggang; (12) pengolahan fermentasi hasil perikanan; (13) kerajinan kulit kerang/hasil sampingan perikanan lainnya dan (14) usaha pemasaran.

Tahun 2014 evaluasi pelaksanaan PUMP P2HP belum dapat dilaksanakan secara menyeluruh karena sebagian Poklahsar masih dalam tahap pemanfaatan bantuan untuk proses produksi. Hasil evaluasi sementara dapat diketahui bahwa terdapat 2,16% Poklahsar yang termasuk kategori sangat berhasil, 51,80% Poklahsar termasuk dalam kategori berhasil, dan 46,04% masih dalam proses produksi, sebagaimana pada gambar di bawah ini.

Sejak tahun 2011-2014 melalui kegiatan PUMP P2HP, KKP telah

menyalurkan BLM sebesar Rp200,4 miliar kepada 4408 Poklahsar di 684 Kab/Kota untuk

meningkatkan kemampuan usaha, kesejahteraan dan

mengembangkan wirausaha bidang pengolahan dan

pemasaran.

ProsesProduksi 64

46,04 %

Sangat Berhasil 32,16%

Berhasil 7251,80%

pembudidaya ikan anggota Pokdakan penerima PUMP PB, dengan rata-rata peningkatan produksi sebesar 16,5 ton per Pokdakan per tahun dan nilai produksi sebesar Rp245.770.535 per Pokdakan per tahun. Disamping itu adanya Pokdakan penerima PUMP PB yang telah mampu mengakses pembiayaan usaha dari lembaga pembiayaan bank dan non bank, hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kemampuan dan berkembangnya kemitraan usaha. Dampak lainnya dari PUMP PB adalah terjadi peningkatan penerapan teknologi produksi perikanan budidaya seperti dari tradisional menjadi tradisional plus dan bahkan semi intensif dengan parameter penambahan padat tebar, penggunaan benih/bibit unggul, pakan bermutu serta penggunaan probiotik, vitamin, obat–obatan, pupuk dan lainnya, serta peningkatan manajemen usaha perikanan budidaya sebagai hasil kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pendampingan usaha.

Tingkat keberhasilan usaha Pokdakan penerima PUMP PB diukur berdasarkan indikator capaian usaha yang mandiri yaitu: peningkatan produksi, pendapatan, tabungan dan kemampuan mengakses pembiayaan perbankan/non perbankan). Hasil survei mandiri KKP yang dilakukan Pusat Penyuluhan BPSDMKP menyimpulkan bahwa Pokdakan penerima PUMP PB sejak tahun 2011 sampai dengan 2014 yang dapat dinyatakan mandiri (berhasil dan sangat berhasil) sebanyak 70,42%, secara rinci hasil survei tersebut ditampilkan pada gambar.

Gambar 21. Persentase Pokdakan Penerima PUMP PB berdasarkan Tingkat Keberhasilan

Data di atas menunjukkan bahwa stimulasi modal usaha melalui PUMP PB dan adanya pembinaan dan pendampingan usaha baik yang dilakukan petugas dinas maupun penyuluh (termasuk PPTK) telah meningkatkan keberhasilan usaha Pokdakan penerima PUMP PB. Hal ini terbukti dari tingginya persentase jumlah Pokdakan penerima PUMP PB tahun 2011 yang mencapai kategori sangat berhasil dan secara berurutan tahun diikuti tahun 2012, tahun 2013 dan terakhir tahun 2014. Dan sebaliknya persentase Pokdakan yang tidak berhasil semakin kecil dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2011. Diharapkan pada perkembangan selanjutnya dengan pembinaan dan pendampingan usaha yang kontinyu oleh unit kerja terkait maka keberhasilan Pokdakan penerima PUMP PB semakin

Ket: 2014*) dalam proses usaha

Gambar 22. Evaluasi Pelaksanaan PUMP P2HP Tahun 2014

Page 39: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201576 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 77

d. PUGAR

Kegiatan PUGAR bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam serta kesejahteraan petambak garam rakyat melalui prinsip pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan melalui prinsip bottom-up, artinya masyarakat petambak garam secara partisipatif berperan aktif mulai dari tahap perencanaan, pengolahan lahan dan air laut, pemilihan sarana dan prasarana produksi serta pemilihan dan pemanfaatan teknologi sesuai dengan budaya setempat. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp244,27 miliar kepada 10.997 KUGAR dengan jangkauan penerima di 165 Kab/Kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut.

Tabel 35. Rincian Penerima PUGAR Tahun 2011-2014

Jumlah Penerima 2011 2012 2013 2014 Total

KUGAR 1728 3473 3528 2268 10.997

Nilai BLM (RpMiliar) 69,02 84,54 54,39 36,32 244,27

Kab/Kota 40 40 42 43 165

Pada tahun 2014 dilaksanakan di 43 Kabupaten/Kota dengan melibatkan 2.268 Kelompok. Tahun ini terdapat 1 kabupaten baru sebagai pengelola PUGAR yaitu Kabupaten Selayar dan Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2014, PUGAR memproduksi garam rakyat sebesar 2,502,891 ton. Produksi garam tahun 2014 ini telah memenuhi target produksi sebesar 2,5 juta ton Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 36. Jumlah Produksi Garam Rakyat per Daerah

No. Kab/KotaProduksi

(Ton)No. Kab/Kota

Produksi

(Ton)

1 Aceh Utara 2,970.00 23 Bangkalan 8,641.62

2 Aceh Timur 661.17 24 Karangasem 1,430.51

3 Aceh Besar 442.48 25 Buleleng 6,243.60

4 Pidie 4,020.25 26 Bima 156,339.00

5 Cirebon 314,480.00 27 Sumbawa 4,559.00

6 Indramayu 311,187.40 28 Kota Bima 3,016.40

7 Karawang 3,735.78 29 Lombok Timur 22,881.10

8 Brebes 25,461.30 30 Lombok Barat 9,313.23

9 Jepara 72,871.70 31 Lombok Tengah 2,101.44

10 Demak 105,587.00 32 Nagekeo 1,865.73

11 Rembang 141,943.13 33 Ende 720.40

12 Pati 287,997.00 34 TTU 260.45

13 Tuban 24,952.38 35 Kupang 3,146.45

14 Lamongan 32,810.00 36 Alor 261.10

15 Pasuruan 16,086.95 37 Sumba Timur 622.38

16 Gresik 8,664.75 38 Manggarai 329.20

Sejak tahun 2011-2014 melalui kegiatan PUGAR,

KKP telah menyalurkan BLM sebesar Rp244,27 miliar kepada 10.997 KUGAR di 165 Kab/Kota untuk

meningkatkan produksi dan kualitas garam serta kesejahteraan petambak

garam rakyat.

No. Kab/KotaProduksi

(Ton)No. Kab/Kota

Produksi

(Ton)

17 Probolinggo 25,148.82 39 Kota Palu 1,123.58

18 Kota

Surabaya

156,220.76 40 Jeneponto 24,547.95

19 Pamekasan 89,282.50 41 Pangkep 54,893.99

20 Sampang 256,540.10 42 Takalar 15,957.05

21 Sumenep 292,051.54 43 Selayar 762.00

22 Kota

Pasuruan

10,760.00 TOTAL 2,502,891

e. PDPT

PDPT merupakan bagian program PNPM Mandiri KP melalui intervensi kegiatan pada pengembangan manusia, sumber daya pesisir, infrastruktur/lingkungan, usaha dan kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan iklim. Kegiatan ditujukan kepada: 1) Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; 2) Meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; 3) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 4) Memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan sarana dan/atau prasarana sosial ekonomi di desa pesisir dan pulau-pulau kecil. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp55,71 miliar kepada 1498 kelompok penerima dengan jangkauan penerima di 60 Kab/Kota sedangkan pada tahun 2014 jangkauan kegiatan PDPT tersebar di 22 kabupaten/kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut.

Tabel 37. Rincian Penerima PDPT Tahun 2012-2014

Jumlah Penerima 2012 2013 2014 Total

Kelompok 492 603 403 1498

Nilai BLM (RpMiliar) 19,49 21,28 14,94 55,71

Kab/Kota 16 22 22 60

Dalam mendukung penanggulangan kemiskinan, KKP melakukan penguatan Iptek di masyarakat baik berupa penerapan Iptek untuk masyarakat, pendampingan teknologi di masyarakat dengan yang berbentuk KIMBis, serta data-informasi dan rekomendasi kebijakan hasil dari kegiatan kajian teknis dan sosial.

Untuk penerapan Iptek di masyarakat atau dikenal dengan Iptekmas telah dilakukan di 6 provinsi yang tersebar di 9 kabupaten/kota dengan capaian di tahun 2014 adalah terdapat 13 hasil litbang kelautan dan perikanan yang diadopsi masyarakat pengguna yang telah memberikan dampak pada peningkatan produksi maupun peningkatan pendapatan. Ketigabelas hasil litbang yang diadopsi tersebut, yaitu:

Sejak tahun 2012-2014 melalui kegiatan PDPT, KKP

telah menyalurkan BLM sebesar Rp55,71 miliar

kepada 1498 kelompok penerima di 60 Kab/

Kota untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat

terhadap bencana dan perubahan iklim,

meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa

pesisir dan pulau-pulau kecil; meningkatkan kapasitas

kelembagaan, memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan sarana

dan/atau prasarana sosial ekonomi.

Dalam mendukung penanggulangan kemiskinan, KKP

melakukan penguatan Iptek berupa penerapan Iptek untuk masyarakat,

pendampingan teknologi, serta data-informasi dan rekomendasi kebijakan.

Page 40: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201578 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 79

(1). Teknologi budidaya udang dengan aplikasi probiotik.(2). Teknologi budidaya patin di lahan gambut.(3). Teknik produksi benih ikan bandeng berkualitas.(4). Teknologi pembenihan dan pendederan ikan kerapu. (5). Paket teknologi produksi patin Pasupati.(6). Pengolahan aneka produk dari rumput laut.(7). Teknik pembuatan terumbu karang buatan.(8). Teknik budidaya bandeng dengan benih terseleksi.(9). Teknologi kebun bibit rumput laut Kappaphycus Alvarezi.(10). Teknologi pemeliharaan larva hingga benih ikan hias botia di

unit pembenihan rakyat.(11). Teknologi pengolahan aneka produk ikan.(12). Teknologi budidaya udang dengan aplikasi probiotik.(13). Paket teknologi produksi benih dan calon induk nila Srikandi.

Pada tahun 2014 juga telah didiseminasikan teknologi budidaya Botia yang merupakan salah satu produk ikan hias yang dicari oleh pencinta ikan hias di luar negeri. Dari kegiatan tersebut, telah berkembang kegiatan dan penerapan teknologi budidaya Botia di beberapa daerah diantaranya adalah di Kab. Musi Banyu Asin, Belitung Timur dan Katingan. Perkembangan yang sangat menggembirakan adalah dari kegiatan diseminasi dan diaplikasikan/dimanfaatkan teknologi budidaya Botia tersebut di pelaku usaha telah mendorong kegiatan ekspor ikan Botia. Pada tahun 2014 telah dilakukan eksport perdana ke Rusia pada 20 Juni 2014 lalu sebanyak 20.000 ekor, dan rencananya akan disusul ekspor ikan Botia hasil budidaya dari Kab. Belitung Timur sebanyak 12.700 ekor dan Katingan sebanyak 13.400 ekor di tahun 2015. Keberhasilan ini disamping untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan pembudidaya, juga menambah devisa negara dari budidaya ikan hias yang masih sangat menjanjikan, terlebih Indonesia yang memiliki potensi jenis ikan hias yang sangat besar.

Disamping itu, model yang dikembangkan dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan dalam penanggulangan kemiskinan, juga dilakukan dengan pendampingan teknologi dimasyarakat melalui kegiatan KIMBis (Klinik Iptek Mina Bisnis). Hingga 2014, telah dikembangkan kegiatan KIMBis di 14 lokasi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Berbagai kebutuhan dan permasalahan teknologi di masyarakat hingga penerapannya telah terkomunikasikan dalam KIMBis, dimana dipertemukan antara pengguna dan penyedia teknologi termasuk pendampingan dalam pemasaran suatu produk kelautan dan perikanan. Juga telah dibangun jejaring pengelola dan anggota KIMBis antar daerah, salah satunya dalam bentuk forum dan workshop KIMBis sebagai upaya untuk memotivasi semangat dalam melaksanakan kegiatan usaha ekonomi termasuk sharing permasalahan dan penyelesaiannya. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan pengelola dan anggota KIMBis, dalam forum yang diselenggarakan antar mereka, tidak segan menghadirkan pakar, praktisi termasuk tokoh masyarakat seperti yang dilaksanakan pada bulan Desember 2014 Kantor Pusat Balitbang KP dengan menghadirkan Prof. Haryono Suyono dan Prof. Rhenald Kasali.

KKP juga melakukan 3 kajian dalam mendukung penanggulangan kemiskinan, yaitu Analisis Dampak Kebijakan BBM pada Usaha Penangkapan Ikan dan Rekomendasi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Untuk Sektor KP, serta kajian teknis dan sosial pemanfaatan converter gas.

3. Ketahanan Pangan

Pelaksanaan prioritas ketahanan pangan dilaksanakan melalui rencana aksi pembinaan dan pengembangan kapal perikanan, alat penangkapan ikan dan pengawakan kapal perikanan dengan kegiatan berupa pengadaan kapal perikanan Inka Mina >30 GT, pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan, dan pengembangan sistem produksi pembudidayaan ikan serta penyediaan hasil litbang iptek yang terdiri dari teknologi, produk biologi (benih dan induk) unggul, dan termasuk rekomendasi ilmiah yang untuk bahan kebijakan pembangunan bagi pemerintah

a. Pengadaan Kapal Perikanan INKA MINA

Penyediaan kapal perikanan INKA MINA merupakan langkah penting dalam upaya restrukturisasi armada nasional yang bertujuan untuk mewujudkan nasionalisasi, rasionalisasi, modernisasi dan harmonisasi armada pada setiap perairan. Pada tahun 2014, KKP menargetkan sebanyak 215 unit kapal terbangun terdiri dari 100 unit melalui TP dan 115 melalui DAK, namun sampai dengan akhir Desember 2014 kapal yang terbangun sebanyak 184 unit dari DAK dan 69 unit dari dana TP.

Berdasarkan jumlah kapal yang telah dibangun sampai dengan tahun 2013, telah dilakukan evaluasi yakni bahwa sebanyak 91% kapal INKAMINA telah operasional dan sebanyak 9% yang belum operasional yang dikarenakan dokumen kapal dan perizinannya masih dalam proses pengurusan. Untuk yang belum operasional akan dilakukan beberapa langkah antara lain: (1) Menerbitkan Surat Edaran ke Dinas KP agar menyelesaikan dokumen kapal dan perizinan, (2) Evaluasi Pengelolaan Inka Mina dalam 3 (tiga) tahap dan (3) Menurunkan tim ke daerah – daerah yang belum menyelesaikan perizinannya.

Dampak positif dari penyediaan kapal INKAMINA berdasarkan hasil survei yang dilakukan adalah sebagai berikut :(1). Total produksi rata-rata Inka Mina yang telah beroperasi sebesar

78.000 ton per tahun dengan nilai Rp681 Miliar;(2). Rata-rata pendapatan bersih nelayan meningkat sebesar 150 %, yakni

dari 1,6 juta rupiah/bulan (sebelum menerima Inka Mina) menjadi 4,1 juta rupiah/bulan (setelah menerima Inka Mina). Apabila ditinjau lebih lanjut berdasarkan kelompok tugas di atas kapal :(i) ABK antara 1,5 juta s.d 2,5 juta rupiah/bulan, (ii) KKM antara 2,7 juta s.d 4,4 juta rupiah/bulan (iii) Nakhoda antara 2,9 juta s.d 6,6 juta rupiah/bulan.

(3). Tenaga kerja yang mampu terserap sebanyak 7.300 orang awak kapal atau sebesar 0,05% dari jumlah tenaga kerja perikanan sebesar 13,5 juta orang.

Penyediaan kapal INKA MINA merupakan

upaya restrukturisasi armada nasional

yang bertujuan untuk mewujudkan nasionalisasi, rasionalisasi, modernisasi dan harmonisasi armada

perikanan.

Page 41: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201580 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 81

Beberapa keberhasilan pemanfaatan Kapal Inka Mina yang telah dievaluasi sebagai berikut pada tabel berikut.

Tabel 38. Contoh Keberhasilan Pemanfaatan Kapal Inkamina

Kapal

InkaminaTahun Lokasi Pemanfaatan

469 2012 Kota Gotontalo, Gorontalo Penghasilan 2,4 ton/trip atau Rp48,8 juta/trip

304 2012 Kab. Pidie, Aceh Penghasilan 3 ton/trip atau Rp39 juta/trip

86 2011 Kab. Bintan, Kep.Riau Penghasilan 4,5 ton/trip atau Rp30 juta/trip

479 2012 Kab. Morowali, Sulawesi Tengah Penghasilan 6,9 ton/trip

605 2013 Kota Batam, Kep. Riau Penghasilan 6 ton/trip

348 2012 Kota Pangkal Pinang, Bangka Belitung Rata – rata pendapatan bersih : Rp30 juta/bulan

102 2011 Kab. Belitung Timur, Bangka Belitung Nilai Produksi rata – rata : Rp162 juta/trip

738 2013 Kab. Toil – Toli, Sulawesi Tengah Nilai Produksi rata – rata : Rp241 juta/triwulan

224 2011 Kab. Morowali, Sulawesi Tengah Produksi rata – rata : 1,28 ton

473 2012 Kab. Toil – Toli, Sulawesi Tengah Produksi rata – rata : 1,6 ton

Berdasarkan hasil evaluasi, selain Kapal Inka Mina yang berhasil, terdapat beberapa unit kapal yang megalami kegagalan dalam pemanfaatannya yang dirinci pada tabel berikut.

Tabel 39. Contoh Kegagalan Pemanfaatan Kapal Inka Mina

Kapal

InkaminaLokasi Penyebab

11 Kab. Buleleng rusak karena terhantam gelombang besar dan menabrak dinding

pelabuhan.

28 dan 29 Kab. Tapanuli Tengah berhenti operasional karena mengalami kebocoran kasko, antara pihak

Dinas dan KUB tidak sanggup menyelesaikan permasalahan

40 Kab. Kotabaru disalahgunakan untuk mengangkut batubara

48 Kota Sorong berhenti operasional karena KUB tidak sanggup mengoperasionalkan

56 Kota Medan belum dioperasikan oleh KUB sejak diserah terimakan, kapal dalam kondisi

tidak terawat

62 Kota Medan disalahgunakan untuk mengangkut bawang ilegal dari Malaysia

65 Kab. Pesisir Selatan berhenti operasional karena merugi

106 Kab. Lampung Barat mengalami musibah terbakar dan tenggelam pada saat operasional

167 Kota Probolinngo terbakar karena kapal dipaksakan jalan pada saat kandas sehingga mesin

mengalami overheating

226 Kab. Selayar rusak terbakar pada saat operasional

386 Kab. Kebumen mengalami kebakaran akibat konsleting listrik, kapal telah diperbaiki di

Banyuwangi

409 Kab. Tulungangung terbakar

669 Kab. Bengkayang terbakar disebabkan karena meledaknya tabung LPG yang digunakan

untuk memasak

b. Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan

Dalam rangka pengelolaan potensi sumber daya perikanan laut di perairan Indonesia pada telah dilakukan pembangunan pelabuhan perikanan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dengan total pelabuhan perikanan yang dibangun adalah sebanyak 146 lokasi atau 93% dari total target sebanyak 157 lokasi dan diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2014 akan mencapai 182 lokasi atau sebesar 115% dari target. Selama periode pembangunan, terdapat 2 (dua) lokasi pelabuhan perikanan yang tidak terbangun atau tidak terealisasi yakni Pelabuhan Perikanan Karimun di Prov. Kep. Riau dan PPI Atapupu di Prov. Nusa Tenggara Timur yang disebabkan oleh alokasi anggaran semula direalokasi. Gambar berikut memperlihatkan rincian pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan di Indonesia.

Gambar 23. Target dan Realisasi Pembangunan dan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Tahun 2010-2014

Gambar 24. Peta Rinci Lokasi Pembangunan/Pengembangan Pelabuhan Perikanan 2010-2014

Page 42: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201582 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 83

c. Unit Budidaya Ikan Yang Bersertifikat

Secara keseluruhan, pembangunan perikanan budidaya diarahkan untuk peningkatan produksi yang mendukung Prioritas ke-5 RPJMN yaitu meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan serta kecukupan gizi masyarakat. Salah satu kegiatan yang mendukung ketahanan pangan dilakukan melalui penilaian sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) pada unit budidaya ikan. Sertifikasi CBIB dilaksanakan sebagai upaya untuk memberikan jaminan penerapan CBIB sehingga proses budidaya dapat menghasilkan produk yang aman dikonsumsi.

Hingga Desember 2014 sebanyak 9.514 unit budidaya lulus sertifikasi (baru dan ulangan) dengan rincian 7.766 unit perorangan, 1.321 unit kelompok dan 427 unit perusahaan. Sedangkan, total jumlah unit pembudidayaan ikan yang telah memiliki Sertifikat CBIB hingga bulan Desember 2014 adalah 8.786 unit budidaya, yang terdiri dari 7.300 unit perorangan, 1.234 unit kelompok dan 252 unit perusahaan.

Pada tahun 2014 sebanyak 9.514 unit budidaya lulus sertifikasi terdiri

7.766 perorangan, 1.321 kelompok dan 427

perusahaan sedangkan unit pembudidayaan

ikan yang telah memiliki sertifikat sebanyak 8.786

unit budidaya, terdiri 7.300 perorangan,

1.234 kelompok dan 252 perusahaan.

Unit budidaya yang paling banyak mendapatkan sertifikat CBIB berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Hal ini didukung jumlah unit pembudidayaan yang cukup besar dengan sentra produksi udang yang menjadi prioritas dalam sertifikasi, komitmen Dinas untuk mendukung sertifikasi CBIB, serta pendelegasian sertifikasi CBIB telah dilaksanakan dengan baik.

Dari total sertifikat yang dikeluarkan, kriteria A dengan masa berlaku 4 tahun sebanyak 479 unit, kriteria B dengan masa berlaku sertifikat 3 tahun sebanyak 3.007 unit dan kriteria C dengan masa berlaku sertifikat

2 tahun sebanyak 5.066 unit. Tingginya persentase kelulusan C (cukup) dikarenakan beberapa hal, antara lain masih kurangnya pembinaan bagi pembudidaya untuk memahami persyaratan CBIB dan penerapannya. Kendala lain yang menyebabkan tingkat kelulusan yang rendah adalah kondisi lingkungan budidaya yang berada pada lingkungan yang tercemar limbah rumah tangga, peternakan, industri maupun pertambangan, terutama unit budidaya yang berada di perairan umum (sungai, waduk dan lain-lain). Permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian pemerintah setempat dan instansi terkait lingkungan, penanggulangan masalah sangat penting dilakukan demi mempertahankan usaha budidaya di lokasi tersebut yang sangat berpengaruh pada produksi pangan yang aman bagi masyarakat, penyediaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat setempat. Oleh karenanya pembinaan dan sertifikasi CBIB masih terus diperlukan.

Secara keseluruhan, pencapaian sertifikasi ini didukung oleh kegiatan: (i) pendelegasian sebagian proses sertifikasi CBIB kepada 20 provinsi dari semula 15 provinsi yang ditetapkan dalam Keputusan Dirjen PB No.54/KEP-DJPB/2014 dan sebagai petunjuk pelaksanaannya telah ditetapkan dalam Peraturan Dirjen PB No.53/PER-DJPB/2014; (ii) melakukan peningkatan pemahaman sertifikasi CBIB melalui forum koordinasi sertifikasi; (iii) penilaian CBIB ke lokasi sentra produksi perikanan budidaya; dan (iv) pengawasan sertifikasi CBIB.

Dampak peningkatan sertifikasi CBIB dan CPIB dapat terlihat dari naiknya jumlah produk perikanan yang bebas residu atau dibawah ambang batas residu dari semula 97,00% pada tahun 2010 menjadi 99,9 pada tahun 2014. Penerapan CBIB dan CPIB juga memberikan dampak yang cukup baik dalam pencegahan penyakit ikan, sebagai contoh Indonesia menjadi satu-satunya negara yang bebas penyakit EMS pada udang. Dampak lainnya adalah Rapid Alert System, yang berarti bahwa jumlah penolakan ikan dan udang yang diekspor menurun.

d. Fasilitasi Sarana dan Prasana Pengolahan Hasil Perikanan

Ikan sebagai salah satu sumber pangan dan gizi, merupakan komoditas yang cepat mengalami penurunan mutu karena sifatnya yang cepat rusak (perishable). Dalam upaya mempertahankan mutu ikan tersebut, sangat diperlukan sarana dan prasarana sistim rantai dingin (SRD) dan pengolahan hasil perikanan. Pemenuhan sarana dan prasarana SRD dan pengolahan hasil perikanan juga sebagai upaya untuk mendukung jaminan ketersediaan bahan baku yang layak untuk industri pengolahan.

KKP telah mengalokasikan anggaran tahun 2014 untuk pemenuhan sarana dan prasarana SRD dan pengolahan hasil perikanan berupa: (1) cool box, chest freezer, keranjang plastik, ice crusher, kereta dorong, wadah penanganan ikan lainnya, dan paket pengolahan bernilai tambah di 67 lokasi Provinsi dan Kabupaten/Kota; (2) pabrik es berkapasitas 10 ton di 15 lokasi (Kabupaten/Kota); (3) gudang beku berkapasitas ≥ 30 ton

Gambar 25. Jumlah Unit Pembudidayaan Ikan Yang Disertifikasi per Provinsi

Page 43: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201584 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 85

di 19 lokasi (Kabupaten/Kota); dan (4) prasarana lainnya di 22 lokasi (Kabupaten/Kota) berupa gudang es, rumah kemasan dan bangsal pengolahan. Selain itu KKP juga mengalokasikan peralatan SRD dan pengolahan melalui APBN di 40 Provinsi dan Kabupaten/Kota.

e. Penyediaan Hasil Litbang Iptek

Penyediaan hasil litbang iptek dalam mendukung ketahanan pangan terdiri dari teknologi, produk biologi (benih dan induk) unggul, dan termasuk rekomendasi ilmiah untuk bahan kebijakan pembangunan bagi pemerintah antara lain:

(1). Teknologi dan produk biologi

a. BandengSebagai upaya peningkatan produksi bandeng, telah dihasilkan benih dengan keunggulan cepat tumbuh, pada ukuran 1,5 cm diperoleh dalam waktu 16–20 hari yang sebelumnya dibutuhkan waktu 28 hari. Waktu pendederan benih bandeng tersebut hanya perlu 35 hari yang sebelumnya dibutuhkan 60 hari. Hasil uji terap di masyarakat kelompok pembudidaya binaan litbang, budidaya bandengnya tumbuh lebih cepat (4-5 hari). Disamping itu, untuk penyediaan benih bandeng berkualitas juga telah diperoleh teknologi pengelolaan induk bandeng, chanos-chanos forskall hasil seleksi yang memiliki keunggulan adalah: (1) Induk bandeng hasil seleksi sudah matang gonad pada umur 4 tahun dengan ukuran panjang total 76.13 ± 3.25 cm dan bobot 5,40 ± 0,32 kg dan diperoleh induk jantan dan betina yang siap dipijahkan. (2) Proses pematangan gonad lebih cepat dibandingkan dengan induk yang diperoleh dari hasil budidaya di tambak secara alami yaitu 7-9 tahun; (3) Menghasilkan calon induk hasil seleksi 1000 ekor dengan ukuran panjang total (TL) pada akhir penelitian rata-rata mencapai 62.36 ± 3.77 cm dan bobot 2.35 ± 0.30 kg, sebelumnya panjang total (TL) akhir rata-rata mencapai 56.25 ± 4.01 cm dan bobot 1.98 ± 0.28 kg.

b. UdangUntuk udang telah dihasilkan calon induk udang windu SPF tahan penyakit dan cepat tumbuh, dengan keunggulannya yaitu: (1) Peningkatan resistensi 24,5% dengan virus WSSV dan 67% dengan bakteri V. harveyi dengan tingkat efektivitas melawan bakteri dengan nilai RPS 64,3-66,7%; (2) Respon imun seperti total hemosit dan aktifitas proPO udang TP lebih tinggi dibandingkan dengan udang sebelum-sebelumnya. (3) Pertumbuhan lebih tinggi 35,2% dibandingkan kontrol internal; (4) Keseragaman ukuran relatif tinggi, berukuran besar sampai sedang 80-85 %, sedangkan yang berukuran kecil 15-20 % pada setiap siklus untuk 6 bulan pemeliharaan; (5) Daya tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti perubahan suhu dan salinitas tinggi.

Disamping itu, upaya yang terus dilakukan adalah mengembangkan produk probiotik untuk lebih meningkat performance-nya. Hasil yang telah diperoleh adalah probiotik RICA untuk budidaya untuk budidaya udang di tambak. Probiotik produk litbang ini memiliki keunggulan: (1) Meningkatkan sintasan (30%) dan produksi (50%); (2) Pendapatannya menjadi Rp3.000.000/siklus (input probiotik kurang dari Rp200.000) dengan produksi 260-972 kg/ha (rata-rata produksi petani tanpa probiotik 150-200 kg/ha untuk 1 siklus); (3) Teknologi aplikasi Probiotik RICA mudah diterapkan di masyarakat dalam suatu kelompok pembudidaya udang (dalam hamparan), agar lebih efisien dalam penggunaan peralatan kultur bakteri probiotik. Aplikasinya telah dimanfaatkan di Kab. Barru; Kab. Pinrang; Kab, Pangkep dan dengan perkiraan luas tambak 300 ha (Sulsel, Sulbar, Kaltim, Kalsel, Jateng, Jatim, dan Banten). Asumsi produtivitas rata-rata 700 kg/ha/thn (2 siklus) dan aplikasi dilakukan pada 300 ha.

c. Lele MutiaraUntuk lele telah dihasilkan induk maupun benih Lele Mutiara. Keunggulan lele mutiara antara lain: (1) Peningkatan keragaan pertumbuhan (respons seleksi) kumulatif berdasarkan ukuran bobot sebesar 52,64% dari populasi dasarnya, dengan laju pertumbuhan tinggi: 20-70% lebih tinggi daripada benih-benih lain. (2) Lama pemeliharaan singkat: 45-50 hari pada kolam tanah dari benih tebar berukuran 5-7 cm atau 7-9 cm dengan keseragaman ukuran relatif tinggi, hal tersebut nampak mulai tahap produksi benih diperoleh ukuran 80-85% benih siap jual dan pada pembesaran tanpa sortir diperoleh ikan lele ukuran konsumsi 65-80%. (3) Rasio konversi pakan (FCR) relatif rendah: 0,6-0,8 pada pendederan dan 0,6-1,0 pada pembesaran. (4) Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi: SR 60-70% pada infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (tanpa antibiotik). (5) Toleransi lingkungan relatif tinggi: berkisar padar suhu 15-35 oC, pH 5-10, amoniak <3 mg/L, nitrit <0,3 mg/L, salinitas 0-10 ‰, serta toleransi terhadap stres relatif tinggi. (6) Produktifitas relatif tinggi, produktivitas tahap pembesaran 15-70% lebih tinggi daripada benih-benih lain, serta B/C Ratio tahap pembesaran 200-900% lebih tinggi daripada benih-benih lain. (7) Proporsi daging relatif tinggi.

d. Nila SrikandiNila Srikandi merupakan produk biologi Balitbang KP yang telah dirilis pada tahun 2013 dengan kemampuan hidup pada salinitas hingga 30 ppt. Kelebihan nila srikandi antara lain: (1) Bisa hidup dan tumbuh bagus pada salinitas laut 35 ppt di KJA Kepulauan Seribu–Jakarta Utara (2) Penebaran benih pada ukuran 5 – 7 cm dengan rerata bobot 3-4 gr/ekor, selama 5 bulan diperoleh bobot akhir antara 500 – 800 gr/ekor (3) Performance ikan lebih baik, yaitu daging lebih tebal, tekstur daging kenyal, rasa lebih enak, dan kandungan protein lebih tinggi (4) Dapat tumbuh hingga di atas 500 gr/ekor (beberapa nila yang dipelihara di tambak atau kolam sulit mencapai ukuran tersebut dalam waktu 5 bulan dengan mortalitas >50%).

Page 44: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201586 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 87

e. Teknologi Budidaya Patin Pasupati (Patin Daging Putih)Sebuah terobosan teknologi telah dilakukan dengan menghasilkan ikan patin hibrida yang diberi nama patin ”Pasupati” (Patin Super Harapan Pertiwi). Patin Pasupati merupakan persilangan antara patin siam betina dan patin jambal jantan dengan hasil perbaikan mutu genetik melalui program seleksi (selective breeding). Keunggulan patin Pasupati ini adalah warna daging putih, tekstur daging halus, pertumbuhan relatif cepat, benih dapat diproduksi secara masal sepanjang tahun dan cita rasa setara dengan patin jambal/patin sungai.

f. Teknologi Hemat Lahan dan air YUMINA BUMINATeknologi Budidaya Yumina dan Bumina merupakan teknologi budidaya ikan bersama sayuran (Yumina) dan Buah-buahan (Bumina), dalam suatu lahan terbatas dan hemat air, sangat cocok dilakukan seperti di darah perkotaan. Teknologi budidaya ini termasuk dalam teknologi ramah lingkungan karena limbah dari air untuk budidaya ikan langsung dimanfaatkan untuk menghidupi sayuran maupun buah-buahan yang ditanam secara terintegrasi dalam satu kawasan budidaya ikan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan. Teknologi Yumina Bumina berkontribusi sebesar 50-60% pendapatan per kapita, dan dapat memenuhi kebutuhan protein, vitamin, dan mineral kebutuhan rumah tangga. Keuntungan panen ikan dan sayuran yang diperoleh sebesar Rp 6.836.800/2,5 bulan/36 m2. Frekuensi panen sayur dapat mencapai lebih dari satu kali (kangkung, selada, pakcoi, tomat, dan terong) per siklus. Sintasan ikan berkisar antara 63,5–85,8%; dan SGR mencapai 0,041–0,043%. Distribusi teknologi Yumina Bumina sudah dilakukan di antaranya meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan NTB.

g. Pengembangan Probiotik Multi spesies Pato-aero StreptoSebagai Pengendalian Penyakit Ikan (Pato-Aero 2)Fungsi probiotik ini adalah sebagai pengendali penyakit borok pada ikan air tawar (Motile Aeromonas Septicemia) dan penyakit berenang berputar (whirling) atau Streptococcosis. Probiotik ini mengandung 1015 cfu/mL bakteri probiotik, dan aplikasi penggunaannya dapat dilakukan melaui oral maupun media budidaya. Keunggulan probiotik Pato-AeroStrepto adalah dapat meningkatkan SR sebesar 15% dibanding tanpa diberi probiotik, dan saat ini sudah komersial dengan kemasan 1.000 mL dengan harga Rp75.000,-.

h. Pengembangan Prototype Peti Berinsulasi untuk Produk Perikanan

Beberapa terobosan inovasi terus dilakukan terutama mencari solusi teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat, salah satu yang diminati oleh pedagang ikan keliling Bantul, Gunung Kidul dan Pacitan adalah prototype ALTIS-2 (Alat Transportasi Ikan Segar Roda 2) dengan menggunakan tenaga battery accu motor untuk mempertahankan suhu ikan agar tetap segar.

i. Pengembangan Informasi Daerah Penangkapan IkanKKP telah mengembangkan Informasi Daerah Penangkapan Ikan Untuk meningkatkan produktivitas nelayan dalam menangkap ikan diantaranya Pelikan (Peta Lokasi Ikan) dengan 3 variannya yaitu Pelikan Tuna, Pelikan Cakalang dan Pelikan Lemuru. Disamping itu juga terus diperkenalkan Informasi Daerah Penangkapan Ikan dan SMS center untuk mengurangi kesejangan informasi perkiraan daerah penangkapan ikan di berbagai daerah pada cakupan yang lebih kecil dan detail berbasis pelabuhan perikanan maupun pendaratan ikan.

2. Upaya meningkatkan ketahanan pangan, dukungan penelitian dan pengembangan tidak sebatas pada penyediaan teknologi dan induk/benih unggul, namun juga data-informasi termasuk rekomendasi kebijakan terutama terkait dengan pengelolaan sumber daya perikanan baik di perairan laut maupun perairan umum daratan. Beberapa hasil penelitian yang berupa rekomendasi untuk bahan kebijakan, diantaranya adalah, sebagai berikut:

a. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Ikan Karang dan Habitatnya di Samudera Hindia (WPP 572 dan 573)

Hasil kajian menunjukkan bahwa kondisi habitat terumbu karang di perairan Barat Sumatera secara umum menunjukkan gejala pulih yang ditandai dengan meningkatnya persentase luas tutupan terumbu karang di beberapa lokasi utama penangkapan ikan karang. Meskipun secara umum kondisi luas tutupan terumbu

Gambar 26. Prototype Peti Berinsulasi Produk Perikanan

Gambar 27. Informasi Daerah Penangkapan Ikan

Page 45: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201588 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 89

karang menunjukkan gejala pulih, namun luas tutupan karang di beberapa tempat menurun drastis, seperti Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Pieh menurun dari 76,6% pada tahun 1997 menjadi hanya 22,48% pada tahun 2010. Hal ini disebabkan masih terjadinya destructive fishing di sekitar perairan Pulau Pieh serta dampak dari kegiatan pariwisata. Secara umum, produksi ikan karang di Samudera Hindia bagian Barat Sumatera (WPP 572) menunjukkan trend peningkatan kecuali beberapa jenis seperti jenis jarang gigi (Lutjanus lemniscatus) dan kurisi (Nemipterus peronii).

Sementara itu, rekomendasi untuk perikanan lobster di Teluk Bumbang, Lombok Tengah (WPP 573) diantaranya: (1) Pengendalian jumlah keramba maksimal per nelayan, (2) Pengendalian ukuran keramba (standarisasi), (3) Pengendalian jumlah “pocong” maksimal per nelayan, (4) Pengendalian lokasi pemasangan KJA, (5) Pengaturan jalur/zona lalu-lintas kapal di antara keramba, (6) Pengendalian jarak minimal antar KJA, (7) Pengendalian alat bantu (lampu), (8) Perbaikan sistem statistik, (9) Pembuatan suaka/kantong induk, (10) Memanfaatkan SDI jenis lain, (11) Pengembangan pendapatan alternatif, dan (12) Pengembangan usaha koperasi.

b. Kajian Sumber daya Ikan Tuna (Highly Migratory Species) di Perairan Pasifik Indonesia

Direkomendasikan agar dilakukan pengendalian dan pengaturan penangkapan ikan tuna dengan pukat cincin yang menggunakan rumpon, dengan mengadopsi dan melaksanakan CMM 2008-1 WCPFC, dimana diberlakukan penutupan rumpon (FAD closure) bagi kapal-kapal pukat cincin pada area 20 oS-20 oU mulai 1 Agustus jam 00.00 hingga 30 September jam 24.00 setiap tahun.

Kajian estimasi potensi stok ikan di 11 WPP RI, telah mengusulkan perbaikan Keputusan MKP No. KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, menjadi draft Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan Dan Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Rekomendasi opsi Penutupan Spawning Ground Ikan Tuna dan Cakalang di WPP RI dalam rangka pemulihan ekosistem secara alami dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dari kegiatan penangkapan yang cenderung mulai berlebih. Diusulkan opsi penutuan dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 40. Opsi Penutupan Spawning Ground Ikan Tuna dan Cakalang di WPP RI

WPP Spesies Opsi PenutupanLokasi Spawning

Ground

Posisi Geografi

Bujur Lintang

714 Madidihang/Yellowfin

(Thunnus albacares)

Oktober-Desember Perairan Laut Banda 126 – 132 0BT 4 – 6 0LS

717 Cakalang/Skipjack Tuna

(Katsuwonus pelamis)

Agustus - September Perairan utara

Morotai (Samudera

Pasifik bagian barat)

128 – 1310BT 3 – 5 0LU

572 Cakalang/Skipjack Tuna

(Katsuwonus pelamis)

Juli-September Samudera Hindia

barat Sumatera

(perairan Siberut,

perairan Bungus dan

Enggano

98 – 99 0BT

100 - 100,15 0BT

101,40-102,10 0BT

1,30-2,2 0LS

2.0 - 2,12 0LS

5,45-6,10 0LS

573 Cakalang/Skipjack Tuna

(Katsuwonus pelamis)

Juni-Agustus Perairan selatan

Palabuhan ratu,

selatan Jawa Timur-

Bali

105 – 106,3 0BT

113 – 115,30 0BT

2 – 2,200LS

9 – 10 0LS

573 Southern Bluefin Tuna

(Thunnus maccoyii)

Oktober-Februari Sebelah Selatan

Jawa, Bali dan Nusa

Tenggara

107-121o BT

(luas spawning

ground utk WPP-

RI 573 adalah

194.000 km

persegi)

7.30

-16o LS

c. Penetapan pembatasan ukuran lobster terkecil yang layak tangkap

d. Kajian kasus kematian massal ikan di Danau Maninjau Sumbar dan Kajian Penyebaran Gulma di Waduk Jatiluhur Jabar. Dalam kajian ini, Balitbang KP melakukan analisis permasalahan penyebab kematian masal dan penyebaran gulma yang menganggu aktifitas perikanan budidaya di PUD tersebut. Selanjutnya disampaikan rekomendasi teknis dan kebijakan dalam pengelolaan perikanan dengan meningkatkan peran masyarakat dan memperkuat sistem peringatan dini terutama untuk kejadian yang berulang setiap tahunnya.

e. Kajian singkat kejadian pasang merah (red tide) di teluk lampung

f. Strategi pemulihan sumber daya ikan bilih (mystacoleucus padangensis) dan pengendalian ikan kaca (parambasis siamensis) di danau toba, sumatera barat

g. Rekomendasi terkait Perhitungan besaran stok, kuota yang dialokasikan untuk Indonesia dan produktivitas kapal

h. Kajian Kebijakan Pengelolaan SDI Udang dan Ikan Demersal Ekonomis Penting di Samudera Hindia Barat Sumatera dan Selatan Jawa-Nusa Tenggara Timur

Page 46: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201590 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 91

Dari hasil penelitian direkomendasikan perlunya sanksi yang tegas dan pengawasan ketat terhadap besarnya mata jaring (gear restriction) yang digunakan pada saat ini, tetapi yang lebih penting adalah pembatasan jumlah alat tangkap (gear limitation) dan armada (terutama lampara dasar) yang saat ini masih ada.Selain itu perlu dikaji sistem penutupan (closed season) pada musim bertelur di beberapa lokasi. Pada perikanan demersal, perlu sanksi yang tegas dan pengawasan ketat terhadap masih beroperasinya armada Penangkapan Ikan pada jalur <12 mil sehingga memperbesar potensi konflik dengan nelayan tradisional.

4. Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim

Terkait dengan mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir, KKP telah melakukan melalui kegiatan-kegiatan antara lain Penyadaran Masyarakat dalam upaya Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim di 10 provinsi, yaitu Aceh, Kepulauan Riau, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Malulu, Maluku Utara, NTB, dan NTT. Komponen kegiatan ini meliputi :

(1). Penyadaran Lapang MasyarakatKegiatan dilakukan melalui metode metode pelatihan, media hiburan, ceramah keagamaan, gladi bencana, atau penampilan kebudayaan lokal berupa wayang, dan kesenian lainnya.

(2). SI-MAIL (Sistem Informasi Mitigasi bencana, Adaptasi perubahan Iklim, dan Lingkungan)Kegiatan dilakukan melalui sosialisasi program kepada masyarakat pesisir, identifikasi cepat kebutuhan data bagi masyarakat pesisir, identifikasi nomor kontak/handphone, serta penyediaan sarana dan prasarana SIMAIL

(3). SPI (Sekolah Pantai Indonesia) Kegiatan ini merupakan bentuk penyadaran masyarakat pesisir khususnya kepada siswa sekolah di wilayah pesisir tentang pengelolaan dan pengembangan pantai serta pembekalan mengenai dampak perubahan iklim terhadap ekosistem pantai. Metode yang digunakan meliputi 4 A, yaitu Amati, Analisa, Ajarkan, dan Aksi.

KKP juga telah berhasil menyusun Materi Bimbingan Teknis Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim berupa perencanaan mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim, disusun berbasis kompetensi untuk mendukung perencanaan desa yang komprehensif. Materi ini telah dirancang sehingga memberikan suatu kompetensi diinginkan bagi fasilitator untuk dapat membuat perencanaan tingkat lokal yang telah memperhatikan isu mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim.

b. Rehabilitasi untuk mengatasi kerusakan pesisir

Rehabilitasi kerusakan pesisir diimplementasikan dengan menerapkan bentuk hard structure dan soft structure atau kombinasi keduanya. Rehabilitasi hard structure dilakukan dengan jalan membangun struktur Hybrid Engineering, sedangkan rehabilitasi soft structure diantaranya dilakukan melalui penanaman mangrove/vegetasi pantai lainnya.

Kegiatan rehabilitasi yang didorong KKP dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan, pengelolaan serta pemeliharaannya sehingga diharapkan masyarakat dapat melakukan upaya-upaya rehabilitasi secara mandiri dan masyarakat memiliki rasa turut memiliki dan menjaga ekosistem yang telah direhabilitasi. Hal ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya, sehingga faktor-faktor kerusakan yang terjadi diakibatkan oleh faktor manusia dapat dieliminir dan masyarakat sadar bahwa menjaga lebih baik daripada memperbaiki.

Selama tahun 2014, KKP telah melaksanakan rehabilitasi mangrove (Rhizopora sp dan Avicennia sp) dan vegetasi pantai seluas 24,08 hektar mangrove dan 4,8 hektar vegetasi pantai. Kawasan yang direhabilitasi dengan total luasan 29,08 hektar tersebar di Prov. Banten (Kab. Pandeglang dan Serang), Prov. Jawa Barat (Kab. Sukabumi, Karawang, Indramayu dan Bekasi), Prov. Jawa Tengah (Kab. Cilacap, Brebes dan Demak), Prov. Kalimantan Timur (Kab. Kutai Kartanegara) dan Prov. Aceh (Kab. Aceh Besar).

Melalui kegiatan dekon tahun 2014, KKP bersama pemerintah daerah telah merehabiltasi lahan mangrove (Rhizopora sp dan Avicennia sp) seluas 81,25 hektar dan vegetasi pantai 6 hektar sehingga total luasan 87,25 hektar. Rehabilitasi mangrove dan vegetasi pantai melalui kegiatan Dekon 2014 ini tersebar di 9 provinsi yakni Jambi (Kab. Tanjab Timur), Banten (Kab. Serang), Jawa Barat (Kab. Bekasi, Indramayu, Cirebon, Sukabumi), Jawa Tengah (Kab. Demak, Brebes, Pati), DI Yogyakarta (Kab. Gunungkidul), Kalimantan Timur (Kab. Bontang, Kutai Kertanegara), NTT (Kab. Belu), Gorontalo (Kab. Pohuwato), dan Sulawesi Selatan (Kab. Luwu). Kegiatan rehabilitasi melalui dana dekonsentrasi tahun 2014 juga menyasar rehabilitasi terumbu karang dengan total luas lahan 6 hektar. Rehabilitasi terumbu karang melalui kegiatan Dekon 2014 ini tersebar di 4 provinsi yakni DKI Jakarta (Kab. Kepulauan Seribu), Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara (Kab. Kolaka Utara), dan Bali (Kab. Klungkung). Sehingga total luasan keseluruhan rehabilitasi mangrove, vegetasi pantai dan terumbu karang melalui dana pusat dan dekonsentrasi tahun 2014 seluas 122,13 hektar.

Rehabilitasi hard structure dilakukan melalui pembangunan struktur hybrid engineering sepanjang 380 meter. Kegiatan dilaksanakan di Desa Timbulsloko Demak. Konsep utama hybrid engineering ialah mengembalikan keseimbangan sedimen dengan mengurangi kekuatan

Page 47: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201592 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 93

c. Revitalisasi Fungsi Pesisir

Revitalisasi merupakan upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian pesisir yang dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. Revitalisasi pesisir dilakukan melalui kegiatan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pada tahun 2014, KKP telah memfasilitasi kegiatan reklamasi di wilayah pesisir. Rujukan dalam memfasilitasi tersebut adalah : (1). Peraturan Presiden (Perpres) No. 122 tahun 2012 tentang Reklamasi

di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta PerMen No. 17 tahun 2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

(2). Keputusan Direktur Jenderal No. 4A/KEP/DJKP3K/2014 tentang Pedoman Penyusunan Proposal Reklamasi, Rencana Induk, Studi Kelayakan dan Rencana Detail Reklamasi yang telah ditetapkan pada tanggal 27 Januari 2014. Peraturan ini secara garis besar mengatur tentang tata cara penyusunan Proposal Reklamasi, Rencana Induk, Studi Kelayakan dan Rencana Detail kegiatan reklamasi yang diperuntukkan bagi kegiatan reklamasi yang akan dilaksanakan.

(3). Keputusan Direktur Jenderal No. 37/KEP-DJKP3K/2014 tentang Pedoman Umum Relokasi dan Kompensasi Kegiatan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah ditetapkan pada tanggal 21 Oktober 2014. Peraturan ini secara garis besar mengatur tentang mekanisme relokasi dan kompensasi terhadap masyarakat dan obyek yang terdampak kegiatan reklamasi.

Fasilitasi reklamasi yang telah dilakukan KKP pada tahun 2014 meliputi:(1). Penerbitan izin lokasi reklamasi Teluk BenoaTelah diterbitkan izin lokasi reklamasi seluas 700 hektar di Teluk Benoa, Provinsi Bali No.445/MEN-KP/VIII/2014 tanggal 25 Agustus 2014. Dalam pemberian Izin Lokasi tersebut Tim Teknis merekomendasikan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemohon Izin Lokasi sebagai berikut:

(a) Lokasi reklamasi agar berbentuk pulau–pulau buatan yang dipisahkan oleh kanal-kanal dengan jarak minimal 300 meter dari garis pantai agar tidak mengganggu keseimbangan dan keberadaan ekosistem pesisir di sekitar lokasi reklamasi dan keberadaan taman hutan rakyat.

(b) Rencana sumber pengambilan material untuk keperluan reklamasi agar memperhatikan aspek lingkungan.

(c) Memperhatikan mata pencaharian nelayan sekitar lokasi reklamasi.

(d) Tetap memberikan akses kepada masyarakat/nelayan untuk memanfaatkan wilayah pesisir di sekitar lokasi reklamasi.

(2). Rekomendasi Izin Lokasi Tanjung CaratTelah diterbitkan Rekomendasi izin lokasi reklamasi di Tanjung Carat, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan seluas 3.000 hektar dengan No.B-578/MEN-KP/IX/2014 tentang Rekomendasi Izin Lokasi Reklamasi di Tanjung Carat, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan tanggal

dan kecepatan gelombang dengan tujuan untuk memperoleh pesisir yang stabil. Hybrid engineering dimaksudkan untuk melindungi pesisir dari abrasi serta berfungsi melindungi mangrove yang akan ditanam di sedimen yang terbentuk di belakang hybrid.

Struktur dam pada Hybrid Engineering dibuat dari bahan–bahan alami seperti kayu dan belukar yang disatukan dengan kawat galvanis. Susunan tersebut bersifat permiabel (berpori) yang memiliki fungsi sama dengan akar mangrove yang bekerjasama dengan proses alami sehingga membentuk komposisi material solid dalam mencapai keseimbangan sedimen di wilayah pesisir. Sebagai upaya menjaga sirkulasi aliran pada boundary, hybrid engineering juga dilengkapi dengan bagian pintu berupa celah/segmen pada dam yang berfungsi mengalirkan aliran secara gravitasi sesuai dengan kondisi bathimetri di wilayah konstruksi tersebut, sehingga mengurangi resiko terjadinya overtopping pada dinding dam Hybrid Engineering tersebut.

Gambar 28. Penanaman mangrove di Pantai Indah Kapuk, Jakarta

Gambar 29. Hasil rehabilitasi mangrove di Kabupaten Karawang

Gambar 30. Konstruksi Hybrid Engineering tahun 2014 di Kabupaten Demak

Page 48: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201594 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 95

29 September 2014.Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemohon Izin Lokasi sebagai berikut:

(a) Lokasi reklamasi agar berbentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal dengan jarak minimal 300 meter dari garis pantai agar tidak mengganggu keseimbangan dan keberadaan ekosistem pesisir di sekitar lokasi reklamasi dan keberadaan hutan lindung.

(b) Agar memperhatikan rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-api.

(c) Rencana sumber pengambilan material untuk keperluan reklamasi agar memperhatikan aspek lingkungan.

(d) Memperhatikan mata pencaharian nelayan sekitar lokasi reklamasi.

(e) Tetap memberikan akses kepada masyarakat/nelayan untuk memanfaatkan wilayah pesisir di sekitar lokasi reklamasi.

(3). Proses pemberian izin lokasi reklamasi di Tanjung Merah, Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan luas 35 hektar.

Dalam pemberian Izin Lokasi tersebut Tim Teknis merekomendasikan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemohon Izin Lokasi sebagai berikut :

(a) Rencana reklamasi agar memperhatikan kondisi ekosistem pesisir yaitu terumbu karang. Hal tersebut harus diimplementasikan melalui kompensasi dan relokasi ekosistem yang terpengaruh kegiatan reklamasi;

(b) Rencana reklamasi agar memperhatikan kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir khususnya nelayan. Hal tersebut harus diimplementasikan melalui kompensasi dan relokasi masyarakat yang terkena dampak kegiatan reklamasi;

(c) Tetap memberikan akses kepada masyarakat/nelayan untuk memanfaatkan wilayah pesisir di sekitar lokasi reklamasi;

(d) Rencana sumber pengambilan material untuk keperluan reklamasi agar memperhatikan aspek lingkungan di sekitarnya

Dukungan KKP lainnya terhadap fungsi lingkungan hidup adalah menjadikan pesisir bersih, sehat dan lestari. KKP telah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat serta pihak swasta telah menghasilkan bahan-bahan sosialisasi publikasi dalam bentuk leaflet, poster, buku tulis, komik, dan media informasi media lokal. Aksi nyata bersih pantai berupa kegiatan Pesisir Berseri pada tahun 2014 telah dilakukan di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur dan Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu KKP telah menyusun berbagai rancangan peraturan untuk mengantisipasi ancaman pencemaran yang meliputi : (1). RPP Tentang Pencemaran dan Sumber Daya Ikan beserta

Lingkungannya. (2). SOP Penanggulangan Dampak Tumpahan Minyak terhadap Sumber

daya Perikanan sebagai tindaklanjut Peraturan Presiden No. 109 tahun 2006, tentang Keadaan Darurat Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut.

(3). Penyusunan Pedoman Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) menindaklanjuti UU No. 32 tahun 2009 mengenai Lingkungan Hidup Pengelolaan Limbah Wisata Kuliner Pantai.

KKP juga telah memfasilitasi penyusunan peraturan daerah terkait pengelolaan limbah wisata kuliner pantai. Kota Batam dan Kota Manado merupakan dua kota sasaran tahun 2014 untuk pelaksanaan fasilitasi. Peraturan Walikota tentang Pengendalian Pencemaran Wisata Kuliner Pantai telah terbit di Kota Batam, sementara untuk Kota Manado masih dalam pembahasan dengan Biro Hukum Kota Manado.

Pengembangan sarana penanggulangan pencemaran di kawasan pesisir mendapat perhatian serius oleh KKP. Sarana prasarana penanggulangan pencemaran di pesisir berupa pembangunan drainase dilakukan di Desa Tlogo Harum, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Sebagai pusat pengolahan hasil perikanan, Desa Tlogo Harum perlu mendapatkan fasilitasi pendukung pengelolaan pencemaran seperti air buangan hasil kegiatan pengolahan. Drainase sepanjang 763 meter berhasil dibangun di Desa Tlogo Harum dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunannya dengan tujuan menurunnya pencemaran akibat pengolahan hasil perikanan di kawasan tersebut.

Gambar 31. Kegiatan Pesisir Berseri Kota Baru

KKP menghasilkan beberapa penelitian yang menonjol dan dijadikan bahan kebijakan pembangunan bagi pemerintah untuk dukungan terhadap program prioritas nasional 9 (Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana) diantaranya adalah :

(1). Dalam hal penelitian blue carbon (emisi dan serapan carbon) telah menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu:(i) Rasio penggunaan lahan dalam satu kawasan tambak

budidaya. Besaran rasio lahan tambak dan mangrove budidaya tambak berkelanjutan telah diperoleh dengan besaran yang ideal dalam satu kawasan tambak adalah 40–50% untuk kolam tambak budidaya, rasio 30–35% untuk mangrove diantara tambak yang berfungsi sebagai penyanggah, rasio 10% untuk tandon pemasukan dan pengeluaran, serta rasio 10–20% untuk peruntukan jalan, rumah jaga, saluran inlet dan outlet, dll. Disamping itu, dalam penempatan tambak yang berkelanjutan diperlukan untuk mempertahankan jalur hijau 100 - 300 m dari pantai (130x selisih air pasang surut), 5-10 m dari sungai kecil

Page 49: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201596 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 97

dan minimal 50 m di sisi sungai besar.(ii) Kegiatan usaha perikanan tangkap menggunakan kapal

ikan besar dengan ukuran 30-200 GT dengan ukuran mesin berkisar antara 223-737 HP, dari sejumlah 338-1.641 unit kapal diestimasikan akan menghasilkan emisi sekitar 4,67 juta ton C/th, dan estimasi carbon footprint of tuna fisheries dengan produksi TTC sebesar 1 juta ton setara dengan 2,8 juta ton CO2. Oleh karena itu, terkait issue Carbon Trade, sektor perikanan memiliki kontribusi yang besar dalam mitigasi perubahan iklim dengan pengembangan budidaya rumput laut, karena memiliki laju serapan mencapai 0,45 – 330 ton CO2 /ha/th, perluasan penyebaran dan pemanfaatan informasi PPDPI yang diestimasikan pengurangan emisi karbon dapat membantu pada kisaran 30% ~ 1.5 Juta TonC/Th, penggunaan lahan tambak 30% untuk mangrove akan menyerap CO2, 740 x 106 Ton C/Ha, serta upaya konservasi sumber daya pesisir lamun, fitoplankton laut Indonesia dan mangrove (Blue Carbon) karena mampu menyerap CO2 sebesar 4.326,21 x 106 Ton C/Ha.

(2). Rekomendasi dalam bantuk Naskah Akademik pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan sidat di daerah aliran sungai Poso sebagai bahan pembuatan petunjuk teknis tentang pengelolaan ikan sidat (Anguilla sp.) di daerah aliran sungai Poso, Sulawesi Tengah.

(3). Naskah Akademis terkait pengelolaan SDI melalui pendekatan ekosistem (EAFM) di Tarakan, Kalimantan Timur (Demonstration Site of The SCS-SFMP) Sebagai bahan sebagai dasar rujukan dalam: 1) Peraturan Gubernur Kalimantan Utara Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Ikan Nomei di Wilayah Perairan Provinsi Kalimantan Utara yang di tanda tangani pada tanggal 24 September 2014 oleh Pj. Gubernur Kalimantan Utara; 2) Peraturan Walikota Tarakan Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Perikanan Nomei Berkelanjutan di Perairan Kota Tarakan yang di tanda tangani pada tanggal 3 November 2014 oleh Walikota Tarakan.

Disamping itu, dalam tahun 2014 juga telah dihasilkan berbagai data-informasi dan teknologi yang mendukung program prioritas nasional 9 (Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana) diantaranya adalah:

(1). Teknologi Perlindungan PantaiRekayasa teknologi perlindungan pantai dengan memanfaatkan serabut kelapa sebagai pelindung pantai dimana material serabut kelapa tersebut dapat memperkuat struktur lapisan tanah sehingga kerusakan garis pantai dapat dikurangi. Dalam kegiatan ini diperoleh model anyaman serabut kelapa yang mempunyai kekuatan tarik dan tekanan tinggi, kombinasi antara serabut kelapa dan bahan lainya itu rumput vetiver, sehingga diperoleh serabut kelapa hybrid dengan kekuatan

tinggi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk memperkuat dinding tanggul pada tambak perikanan budidaya, dan sebagai informasi dan referensi yang dapat digunakan oleh masyarakat umum atau pembudidaya untuk mengelola dan memproduksi serabut kelapa

dengan kekuatan tinggi. (2). Teknologi Buoy PLUTO

Teknologi Buoy PLUTO (perairan selalu termonitor) dimaksudkan sebagai aplikasi teknologi pemantauan kualitas perairan danau dan waduk. Dengan teknologi buoy tersebut maka dapat dilakukan pendeteksian dini kondisi perairan dengan diperolehnya data real time parameter perairan waduk dan danau, sehingga peristiwa Eutrofikasi akibat blooming algae dapat dicegah dan dapat mengamankan panen ikan pembudidaya di waduk dan pertambakan. Pemanfaatan teknologi buoy juga dapat meningkatkan pemahaman karakteristik perairan waduk dan tambak untuk budidaya perikanan dan mengembangkan network buoy PLUTO se Indonesia untuk mendukung pemantauan kualitas perairan umum dan daratan yang terintegrasi.

Tahun 2014 dilakukan pemanfaat buoy Pluto di Pekalongan dan Jatiluhur. Parameter kualitas air yang terpantau oleh teknologi ini 4 parameter yaitu suhu, salinitas, pH dan Oksigen, Parameter ini adalah parameter minimum dan standar yang dibutuhkan dalam kegiatan pembudidayaan ikan. Dengan parameter tersebut maka dapat diperoleh gambaran kualitas air dan perkiraan yang akan terjadi (umbalan) sehingga pembudidaya dapat diperingatkan akan bahaya umbalan yang akan terjadi.

Gambar 32. Rekayasa Teknologi Perlindungan Pantai

Gambar 33. Kegiatan IPTEKMAS Teknologi Buoy PLUTO

Page 50: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 201598 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 99

(3). Studi Potensi Sumber Daya Airtanah Di Kawasan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Pulau Belitung Dan Sekitarnya)

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 dan perubahannya Nomor PER.08/MEN/2011 pasal 22 tentang Kepelabuhanan Perikanan menyebutkan bahwa fasilitas pelabuhan perikanan meliputi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Salah satu fasilitas fungsional yang harus dipenuhi adalah suplai air bersih, yang dapat berasal dari air permukaan maupun bawah permukaan. Sumber daya air di kawasan pelabuhan perikanan sangat erat kaitannya dengan karakteristik air di wilayah pesisir. Pengambilan airtanah yang berlebihan tanpa disertai dengan perhitungan maupun perencanaan/ pengelolaan yang baik dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap kelestarian sumber daya airtawar, dan baik langsung maupun tak langsung akan

permasalahan lingkungan pesisir di Bali Timur berhasil diidentifikasi seperti erosi pantai yang tidak hanya disebabkan oleh aspek oseanografi tetapi juga aktifitas gunung api, pergerakan lempeng dan aktifitas penambangan pasir, Siklus erosi pantai di Bali Timur berhasil dijelaskan dan didukung oleh data dan pemodelan hidrodinamika, pergerakan lempeng dan GIS sebagai bahan rekomendasi pengelolaan pesisir.

(5). Data dan Informasi KKP dirujuk BPLHD DKI Jakarta Untuk Buku Ekoregion Laut

Di akhir tahun 2014, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, menerbitkan sebuah Buku berjudul “Ekoregion Laut Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta”. Buku setebal 208 halaman tersebut memuat karakteristik laut dan pesisir berikut keanekaragaman hayati hingga kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Juga mengulas sekilas berbagai permasalahan yang ada mulai dari pencemaran, hingga perubahan iklim. Buku ekoregion ini adalah salah satu implementasi dari amanat Undang Undang no. 32/2009 tentang Rencana Pengendalian Pengelolaan Lingkuhan Hidup, yang mana secara lingkup nasional pada tahun 2013 telah diterbitkan Peta dan Buku Ekoregion Laut Nasional oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Sesuatu yang membanggakan dari Buku Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta ini adalah telah dirujuknya sejumlah data dan informasi hasil litbang sumber daya laut dan pesisir yang selama ini dikelola oleh Laboratorium Data Laut dan Pesisir (Marine and Coastal Data Laboratory-MCDL) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, KKP. Data parameter oseanografi dan atmosfer, serta beberapa karya tulis ilmiah telah digunakan dalam penyusunan buku tersebut.

5. Daerah Tertinggal, Terdepan, terluar dan Pasca Konflik

Untuk mendukung ketertinggalan dan kesenjangan pembangunan secara geopolitik, sosial, ekonomi, dan ekologis di pulau-pulau kecil, KKP telah melakukan intervensi pembangunan prioritas berupa:

1). Membangun Sarpras di Pulau-Pulau Kecil (PPK)

a. Air Bersih/Minum (Desalinasi). Pada pada Tahun 2014 telah dilasanakan kegiatan Pengembangan Sarana dan Prasarana Air Bersih di Pulau-pulau Kecil di 40 (empat puluh) lokasi yang dikelola oleh kelompok masyarakat pulau. Pola Pengelolaan Sarana dan Prasarana Air Bersih di Pulau-pulau Kecil yang direncanakan oleh Kelompok Pengelola secara umum memahami bahwa keberlanjutan sarana dan prasarana tergantung pada kemandirian kelompok sehingga target hasil produksi setiap hari sebanyak 100 galon sepakat untuk ditetapkan iuran berkisar Rp3.000-5.000 per galon yang digunakan untuk operasionalisasi dan pemeliharaan sarana

Gambar 34. Grafik Kondisi Kualitas Airtanah sekitar lokasi PPN

berpengaruh pada tingkat produktivitas kawasan pelabuhan perikanan.(4). Kajian lingkungan pesisir dan sistem perlindungan pantai di Bali

timur

Fenomena alam dalam bentuk erosi pantai yang telah terjadi selama bertahun–tahun terus mengancam keberlanjutan industri pariwisata di Bali Timur. Upaya mitigasi berupa pembangunan tembok laut dalam berbagai bentuk dan ukuran telah dilakukan di sepanjang pesisir Bali Timur. Kajian ini menitikberatkan pada pemahaman lingkungan pesisir dan efektifitas dari sistem perlindungan pantai di Bali Timur yang telah dikerjakan selama bertahun–tahun tersebut. Untuk itu KKP telah menginformasikan pada PEMDA setempat tentang aspek-aspek

Page 51: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015100 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 101

dan prasarana air bersih.

b. Minawisata Pulau-pulau Kecil. Pada pada Tahun 2014 telah dilasanakan kegiatan Pengembangan Minawisata di Pulau-pulau Kecil di 17 (tujuh belas) lokasi yang dikelola oleh kelompok masyarakat pulau dan mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah, Swasta (CSR), dan masyarakat. Dalam mewujudkan pengembangan Minawisata di pulau-pulau kecil diperlukan sarana dan prasarana yang selaras dan serasi dengan lingkungan dan dinamika penduduk. Pengembangan Minawisata sebagai bagian integral dari pembangunan kelautan yang perlu dipacu menjadi berbagai kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu berdasarkan strategi pembangunan kelautan yang berkelanjutan, pengelolaan pulau-pulau kecil seyogyanya menempatkan Minawisata yang berbasis ekosistem dan melibatkan masyarakat sebagai pelaksana kebijakan strategis pembangunan.

c. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat di Pulau-pulau Kecil. Berbagai upaya kerjasama telah dilakukan oleh KKP dalam upaya fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana di Pulau-Pulau Kecil, termasuk Pulau Kecil Terluar. Pada tahun ini, melalui kerjasama dengan Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral, KKP telah memfasilitasi penyediaan PLTS dengan sistem komunal di 25 Pulau-Pulau Kecil Terluar senilai Rp147 miliar dan pendampingan yang intensif dengan penyediaan tenaga fasilitator lapangan dari Destructive Fishing Watch (DFW). Melalui kerjasama pembangunan PLTS ini diharapkan, kebutuhan listrik di Pulau-Pulau Kecil Terluar Berpenduduk dapat terpenuhi, bukan saja untuk penerangan warga tapi juga untuk mendukung kebutuhan sarana dan prasarana sosial masyarakat serta aktivitas ekonomi masyarakat seperti kebutuhan listrik untuk pabrik es dan cold storage skala mini. Diperkirakan melalui intervensi ini, maka akan mampu menerangi sekitar 3.113 KK atau rumah tangga dengan penerima manfaat sekitar 15.000 jiwa.

d. Sarana dan Prasana Pendukung Ekonomi Produktif. Sarana dan prasarana pendukung yang dimaksud di sini adalah semua kegiatan pembangunan fisik yang terkait untuk mendukung kegiatan minawisata dan air bersih, yaitu perahu katamaran, alat selam, cool box, alat pembersih jaring, alat transportasi distribusi air bersih, Mesin Cup Sealer. Tujuan dari bantuan ini untuk meningkatkan produktifitas dan mengoptimalkan bantuan sarana dan prasarana yang sudah ada.

2). Pengembangan Investasi Pulau-Pulau Kecil

Kontribusi ekonomi pulau-pulau kecil yang masih belum terdata secara

statistik dalam sektor kelautan dan perikanan terhadap PDB nasional, menjadikan pengelolaan pulau-pulau kecil yang sangat berpotensi dalam meningkatkan PNBP cenderung terabaikan atau diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector). Peluang investasi di pulau-pulau kecil di Indonesia masih terbuka lebar dan terus berkembang, termasuk investasi di pulau-pulau kecil terluar.

Pulau Nipa, Kota Batam yang awalnya hampir tenggelam telah direklamasi oleh Pemerintah dari tahun 2004-2008 hingga saat ini luasnya mencapai 50 hektar, kemudian diberikan hak pengelolaannya kepada Kementerian Pertahanan dan KKP berupa Sertipikat Hak Pakai. Sesuai blueprint pengembangan Pulau Nipa dalam mendukung kepentingan pertahanan (kedaulatan negara di pulau terluar/perbatasan) berbasis ekonomi, maka telah diperoleh kesepakatan Perjanjian Kerja Sama dengan pihak investor dengan nilai investasi mencapai Rp5,09 triliun berupa pembangunan oil storage dan fasilitas pendukungnya. KSP selama 30 (tiga puluh) tahun diatas lahan seluas 34 hektar akan memberikan kontribusi tetap kepada negara sebesar Rp119,436 miliar dan profit sharing minimal sebesar Rp1,414 triliun. Dengan demikian PNBP rata-rata per tahun lebih kurang Rp50 miliar.

Gili Nanggu, Kabupaten Lombok Barat dengan luas pemanfaatan 12 hektar telah memperoleh investor PMA dengan nilai investasi USD 5,5 miliar untuk pengembangan resort hotel bintang 5. Gili Paserang, Sumbawa Barat juga telah mulai membangun resort dengan nilai investasi Rp125 miliar oleh investor PMDN. Gugus Pulau Pari, Kep. Seribu DKI Jakarta juga telah menarik minat investor (tahap DED dan AMDAL) untuk membangun resort sekelas Maldives dengan nilai investasi sebesar Rp3,5 triliun.

3). Membangun PPK Terluar/Terdepan (PPKT)

Pulau-Pulau Kecil Terluar semakin populer setelah adanya Nawa Cita Presiden Jokowi-JK, butir ketiga “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan”. Dari sekitar 17.504 pulau terdapat 92 pulau-pulau kecil terluar yang mempunyai nilai geopolitik yang sangat tinggi yang perlu dipertahankan dan dikelola secara serius sehingga kenapa PERPRES 78 tahun 2005 tentang pengelolaan PPKT diterbitkan setelah kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke Malaysia pada Tahun 2002.

Tahun 2014, pembangunan di PPKT telah dilakukan melalui beberapa upaya, diantaranya pembangunan sarana air bersih/desalinasi di empat PPKT, PLTS di 25 PPKT hasil kerjasama dengan Kementerian ESDM. Pada tahun yang sama telah ditandatangani Perjanjian Kerja Sama antara Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, KKP dengan Dirjen Penyelenggaraan Pos Dan Informatika, Kementerian Komunikasi

Page 52: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015102 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 103

dan Informatika tentang Penyediaan Sarana Telekomunikasi berupa BTS diantaranya untuk pulau kecil terluar yang akan dilaksanakan pembangunannya pada lima lokasi PPKT tahun anggaran 2015.

PPKT juga dibangun dengan pendekatan konsep Adopsi Pulau yang merupakan hasil kerjasama KKP dengan perguruan tinggi antara lain dengan Universitas Gadjah Mada di Pulau Alor, Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Pulau Maratua, Universitas Hasanuddin di Pulau Sebatik, Institut Pertanian Bogor di Pulau Subi Kecil, Universitas Indonesia di Pulau Larat. Hasil kerjasama ini diantaranya berupa peningkatan kapasitas masyarakat PPKT. Salah satu hasil kegiatan adopsi pulau oleh UGM adalah pemberian beasiswa kepada 5 mahasiswa asli Pulau Alor senilai Rp150 juta di Sekolah Pascasarjana UGM. Disamping itu, UGM juga telah bermitra dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang memberikan beasiswa untuk 16 mahasiswa dan 3 dokter spesialis senilai Rp2 miliar, dan kerjasama beasiswa dengan Bank BNI sebanyak 1 mahasiswa senilai Rp30 juta bagi masyarakat asli Pulau Alor.

6. One Map Movement

Gerakan One map memiliki misi mengintegrasikan seluruh data tematik nasional dengan melihat kendala ketersediaan dan keseragaman data selama ini di Indonesia. KKP termasuk kedalam Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir Laut dengan Sub Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir dan Laut, Pulau-pulau Kecil dan Liputan Dasar Laut dengan anggota dari Kementerian/Lembaga terkait lainnya yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG), Dinas hidro Oseanografi (Dishidros–TNI AL), Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad), Pusat Penelitian Oseanologi (P2O-LIPI), KLH, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL-ESDM), LAPAN, BPN, BPPT, Kemendagri, Kemenhut, BPS, Kemenhan, UNDIP, IPB, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), UGM, UNSOED, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan (LPP) Mangrove, dan Wetland International.

Tujuan dengan adanya One Map adalah gerakan pembangunan informasi geospasial secara partisipatif dan kolaborasi untuk menuju One Reference, One Standard, One Database dan One Geoportal.(1). One reference: Informasi Geospasial Tematik (IGT) dibuat dengan

mengacu pada Informasi Geospasial Dasar (IGD) sesuai dengan UU No. 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, sehingga data memiliki sistem koordinat yang sama serta memungkinkan beberapa data dapat diintegrasikan.

(2). One standard: terdapat satu standar pemetaan IGT yang telah disepakati antar stakeholder dan dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pemetaan, dengan tujuan kesatuan dalam metode pemetaan, pemetaan dapat dilakukan pihak manapun serta efisiensi penyelenggaraan pemetaan.

(3). One database: terdapat satu basis data IGT yang dibangun dan

Misi One map movement

mengintegrasikan seluruh data tematik

nasional dengan melihat kendala

ketersediaan dan keseragaman.

digunakan secara bersama antar stakeholder, dengan tujuan untuk menghindari duplikasi serta menjaga konsistensi data.

(4). One geoportal: terdapat suatu sistem aplikasi (biasanya berbasis internet) untuk menampilkan dan menyebarluaskan data ke pengguna, dengan tujuan untuk mempermudah akses pengguna, mengintegrasikan data spasial serta menjadi acuan resmi.

Untuk mendukung One Map, maka setiap Kementerian/Lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah mempunyai peran dan kontribusi yang sangat penting, diantaranya antara lain :(1). One reference: melakukan pemetaan IGT yang mengacu ke IGD,

Sharing data untuk penyusunan peta dasar.(2). One standard: terlibat aktif dalam kelompok kerja [K/L],

Menyelaraskan pemetaan dan pengelolaan data sesuai dengan standar yang disepakati.

(3). One database: terlibat aktif dalam kelompok kerja [K/L], mengupdate data di one map, menyediakan data mirror untuk back up).

(4). One geoportal: pembangunan web GIS yang menjadi bagian dari Ina Geoportal, menggunakan alternatif aplikasi yang gratis dan open source untuk mengurangi biaya.

Pada tahun 2013 Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir Laut berhasil menerbitkan Peta Sebaran Terumbu Karang Nasional, yang disusul kemudian dengan Peta Karakteristik Laut Nasional, dan Peta Habitat Lamun Nasional. Peta-peta tersebut merupakan langkah awal yang nyata dan akan ditindaklanjuti dengan pembaruan-pembaruan data dan informasinya. KKP secara aktif rutin pada setiap tahunnya juga melakukan survei laut, pengukuran parameter oseanografi pesisir, dan akuisisi data deret waktu karakteristik massa air laut. Selain itu peramalan pola arus dan suhu laut untuk periode 5-10 hari kedepan telah rutin dilakukan sejak awal tahun 2014.

Page 53: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015104 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 105

Tabel 41. Capaian One Map Movement

IGT 2013 2014

IGT Bidang Pulau-

pulau KecilPedoman Teknis Identifikasi dan Pemetaan Potensi Sumber daya Pulau-pulau Kecil- Terkumpul IGT untuk 21 pulau kecil di Indonesia.

Terintegrasi dan tersinkronisasinya data 30 pulau kecil

IGT Bidang

Sumber daya

Pesisir dan Laut

Pedoman teknis pemetaan rencana

zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil. 1 tema, yaitu Terumbu Karang

dan telah diiintegrasikan data terumbu

karang antar K/L di Sumatera, Jawa,

Kalimantan, Sulawesi, Halmahera,

Papua, Maluku dan Nusa Tenggara

Terinventarisasinya data padang lamun nasional yang tersedia di setiap K/L

IGT Bidang

Liputan Dasar Laut

Penyusunan klasifikasi liputan dasar

laut ditujukan agar terdapat data set

tunggal system klasifikasi yang dapat

digunakan oleh seluruh K/L. RSNI-1

Klasifikasi Liputan dasar Laut dan RSNI-

2 Klasifikasi Liputan Dasar Laut

Tersusunnya Permen KP tentang pengelolaan data dan informasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

7. Direktif Presiden

1). Pengarusutamaan Gender

Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah.

Hal ini dilakukan sebagai upaya mendukung pembangunan di berbagai bidang, dan dalam rangka mendukung implementasi Instruksi Presiden No. 9/2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan kepada semua pimpinan K/L baik pusat maupun daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) untuk mengintegrasikan aspek gender dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan yang menjadi tugas dan fungsinya. Oleh karena itu KKP terus berupaya untuk meningkatkan komitmen dan menerjemahkan pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan kelautan dan perikanan.

Mencermati Renstra KKP 2010-2014, terdapat isu gender yang tersirat di dalamnya, terkait dengan bagaimana akses kelompok perempuan dan laki-laki yang menerima manfaatnya, baik untuk akses ke permodalan, pengolah dan pemasaran, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelatihan, yang pada akhirnya untuk memperoleh kesempatan kerja dan manfaat yang proporsional bagi perempuan dan laki-laki. Adanya irisan antara isu gender bidang kelautan dan perikanan, memperkuat analisis bahwa isu gender merupakan isu lintas sektor, sesuai dengan dokumen RPJMN 2010-2014 bahwa PUG sebagai salah satu strategi kebijakan dalam pembangunan di berbagai bidang. Pada tahun 2014 KKP mendapatkan penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Madya atas pelaksanaan PUG tahun 2014.

2). Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN)

Sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden No. 10/2011 tanggal 15 April 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro Rakyat, KKP bersama 12 K/L terkait melaksanakan Program PKN. Pelaksanaan program ini diharapkan mampu mendorong percepatan dan perluasan pengentasan kemiskinan. Lingkup Kegiatan pada Program PKN diantaranya adalah: 1) Pembuatan Rumah Sangat Murah; 2) Pekerjaan Alternatif Tambahan Bagi Keluarga Nelayan; 3) Skema Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 4) Pembangunan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN); 5) Pembangunan Cold Storage; 6) Angkutan Umum Murah; 7) Fasilitas Sekolah dan Puskesmas; 8) Fasilitas Bank “Rakyat”.

KKP berhasil memperoleh Anugerah Parahita

Ekapraya tingkat Madya atas pelaksanaan PUG

tahun 2014.

Gambar 35. Dukungan KKP untuk One Map Movement

Page 54: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015106 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 107

Program PKN difokuskan langsung kepada kelompok sasaran PKN yaitu rumah tangga miskin nelayan dengan berbasiskan pada Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dengan 3 kelompok sasaran yaitu: 1) Individu Nelayan; 2) Kelompok Nelayan; dan 3) Sarana dan prasarana PPI. Program PKN dilaksanakan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 berbasis PPI di 816 lokasi dengan rincian pada tahun 2011 (100 PPI dengan sasaran 37.386 Rumah Tangga Sasaran (RTS), 2012 (400 PPI dengan sasaran 112.037 RTS), 2013 (200 PPI dengan sasaran 73.755 RTS), dan 2014 (116 PPI dengan sasaran 23.809 RTS).

Selama periode tahun 2011 sampai dengan 2014, KKP telah melakukan koordinasi yang intensif dengan kementerian dan lembaga yang menjadi anggota Kelompok Kerja Program PKN untuk melakukan intervensi kegiatan di PPI lokasi PKN dengan hasil sebagai berikut :(1). Pembangunan rumah murah nelayan sebanyak 1.939 unit rumah.(2). Pemasangan/Instalasi listrik bagi rumah nelayan sebanyak 5.288

unit rumah.(3). 10 jenis fasilitas dan pelayanan kesehatan sebanyak Rp2,57 triliun.(4). 8 kegiatan pengembangan UMKP dan bantuan koperasi sebanyak

Rp4,9 miliar.(5). 3 jenis kegiatan dan 14 layanan pendidikan sebanyak Rp819,8

miliar.(6). Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum di 312 lokasi dengan

nilai Rp180,3 miliar.(7). Sertipikasi Hak Atas Tanah Nelayan sebanyak 55.529 bidang tanah.

Dalam evaluasi pelaksanaan program PKN ditemukan permasalahan umum yang dihadapi antara lain:(1). Belum optimalnya kegiatan yang dilaksanakan dalam mendukung

pencapaian target PKN, terkait dengan integrasi kegiatan di lokus PKN (PPI).

(2). Belum tersedianya dokumen masterplan dan proposal daerah untuk pelaksanaan Program PKN.

(3). Masih banyak program dan kegiatan yang belum secara explisit menyebutkan lokasi PKN berbasis PPI.

(4). Belum optimalnya dukungan perbankan pemerintah dalam percepatan penyaluran kredit program dan kredit skim khusus lainnya di seluruh lokasi Program PKN.

Dengan melihat hasil evaluasi tersebut, maka tindak lanjut langkah-langkah yang diperlukan untuk perbaikan program PKN kedepan antara lain:(1). Mendorong peningkatan peran daerah dalam pelaksanaan

Program PKN diawali dengan Pembentukan Sub Pokja di Daerah yang diketuai oleh Bupati/Walikota/Sekretaris Daerah dengan Kepala SKPD yang membawahi bidang Kelautan dan Perikanan sebagai Sekretaris Sub Pokja, dan beranggotakan kepala SKPD dan instansi terkait di daerah.

Lingkup Program PKN: 1) Rumah Sangat Murah;

2) Pekerjaan Alternatif Tambahan Bagi Keluarga

Nelayan; 3) Skema Usaha Mikro dan Kecil dan Kredit

Usaha Rakyat; 4) SPDN; 5) Pembangunan Cold

Storage; 6) Angkutan Umum Murah; 7) Fasilitas Sekolah dan Puskesmas; 8) Fasilitas

Bank “Rakyat”.

(2). Pemerintah Provinsi/Kab./Kota mendorong sinergi mengalokasikan pembiayaan APBD sesuai dokumen perencanaan untuk kegiatan di lokasi Program PKN maupun di lokasi sentra nelayan selain lokasi Program PKN.

(3). Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kab./Kota mendorong sinergi pembiayaan antara APBN, APBD, CSR, BUMN/D dan swasta untuk percepatan pencapaian tujuan program PKN.

(4). Seluruh K/L anggota Pokja diharapkan agar dapat semaksimal mungkin mengalokasikan anggaran program kegiatan masing-masing ke lokasi sasaran sampai pada tingkat Desa/Kecamatan.

(5). Melakukan pendataan RTS penerima bantuan pada Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang akan datang

3). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi

Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) No. 35/M.EKON/08/2011 tentang Tim Kerja pada KP3EI, Menteri Kelautan dan Perikanan ditunjuk sebagai Ketua Tim Kerja KE Sulawesi, dimana KE Sulawesi akan mengembangkan 5 kegiatan ekonomi utama, yakni pangan, kakao, perikanan, migas, dan nikel.

Dalam perkembangan pelaksanaan MP3EI di KE Sulawesi, setelah dilakukan inventarisasi dan validasi terhadap proyek-proyek yang ada, terdapat 66 proyek yang telah dilakukan validasi, 54 proyek yang belum valid dan perlu segera dilakukan validasi serta 88 proyek usulan baru dengan total nilai investasi secara keseluruhan sebesar Rp108,69 triliun. Hasil validasi komitmen kegiatan investasi SDM-IPTEK berupa dukungan penyediaan lapangan kerja dan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenis program di KE Sulawesi adalah sebesar Rp3,4 triliun yang terdiri dari program akademi komunitas, institut, politeknik dan sekolah tinggi, SMK, Universitas, serta program IPTEK. Sedangkan dukungan konektivitas berupa infrastruktur bandara, pelabuhan, kereta api, jalan, dan energi dengan jumlah proyek sebanyak 141 proyek diindikasikasikan dengan nilai investasi sebesar Rp111,92 triliun. Pelaksanaan kegiatan ekonomi di KE Sulawesi sampai dengan tahun 2025 optimis dapat dilaksanakan, untuk tahun 2013-2014 direncanakan akan dilaksanakan Groundbreaking untuk 22 kegiatan ekonomi dengan nilai investasi sebesar Rp23.535,4 miliar dan yang telah dilakukan Groundbreaking tahun 2011-2012 untuk 19 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp28.113,5 miiar.

Permasalahan dalam program MP3EI tidak terlepas dari isu strategis yang berbeda-beda antara masing-masing provinsi se-Sulawesi yang harus segera ditindaklanjuti oleh Tim Kerja Pusat (KP3EI Pusat). Beberapa permasalahan/debottlenecking umum yang terdapat pada KE Sulawesi adalah:

Proyek yang telah di Ground Breaking di KE Sulawesi sekitar 19 proyek dengan

nilai investasi sekitar Rp28.113,5 miliar

Page 55: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015108 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 109

(1). Masih rendahnya daya tarik investor baik dari dalam maupun luar negeri dalam menanamkan modalnya untuk pembangunan ekonomi di KE Sulawesi.

(2). Masih terbatasnya konektivitas/infrastruktur transportasi di KE Sulawesi, seperti jalan, pelabuhan dll.

(3). Masih terbatasnya areal lahan produksi dan sarana irigasi di KE Sulawesi (hanya 37% lahan pertanian yang diairi oleh saluran irigasi).

(4). Masih terbatasnya sumber energi di KE Sulawesi, seperti listrik, air dll.

(5). Masih terbatasnya infrastruktur sosial di KE Sulawesi, seperti kesehatan, dll.

(6). Masih adanya konflik pemanfaatan ruang, antara pertambangan dan konservasi dan kendala lainnya.

(7). Isu-Isu dan permasalahan yang terjadi di KE Sulawesi 80% telah ditindaklanjuti melalui rencana aksi dan sisanya masih terkendala dengan adanya isu-isu seputar RTRW dan kemudahan dalam pelaksanaan proyek.

4). Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (P4B)

Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat yang dikoordinasikan oleh UP4B, untuk kegiatan perikanan tangkap di Provinsi Papua meliputi: 4 (empat) kegiatan yang dialokasikan di 4 (empat) Kab/Kota dengan alokasi anggaran sebesar Rp6,02 miliar. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain : (1) Pengadaan Rumah Ikan, (2) Stimulan Peralatan Produksi pengembangan diversifikasi usaha bagi KUB Nelayan/Wanita Nelayan, (3) Pembangunan Kapal 10 GT beserta Alat Tangkap dan (4) Pengembangan Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Provinsi Papua Barat meliputi : 2 (dua) kegiatan yang dialokasikan di 6 (enam) Kab/Kota dengan alokasi anggaran sebesar Rp33,02 miliar. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain : (1) Pembangunan Kapal 10 GT beserta Alat Tangkap dan (2) Pengembangan Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan.

Dukungan untuk pembangunan perikanan budidaya, KKP telah mengalokasikan anggaran Rp19,118 miliar untuk kegiatan pembangunan perikanan budidaya melalui Dana Dekonsentrasi, PUMP Perikanan Budidaya, pemberian dana Tugas Pembantuan di Kabupaten/Kota percontohan yang berada di Papua dan Papua Barat. Rincian selengkapnya sebagaimana tabel berikut.

Tabel 42. Alokasi Anggaran Perikanan Budidaya di Provinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2014

No Sumber dana Anggaran Keterangan

PAPUA 9.639.500.000

1 Dekonsentarasi 3.105.500.000

2 TP Provinsi 2.134.000.000

No Sumber dana Anggaran Keterangan

3 PUMP PB Papua 2.800.000.000 80 Paket

4 TP Kota Jayapura 850.000.000 Demfarm Budidaya Ikan Nila dan Ikan Mas

5 TP Kota Biak Numfor 750.000.000 Demfarm Budidaya Rumput Laut

PAPUA BARAT 9.479.000.000

1 Dekonsentarasi 2.750.000.000

2 TP Provinsi 2.434.000.000

3 PUMP PB Papua Barat 2.695.000.000 77 paket

4 TP Kabupaten Raja Ampat 750.000.000 Demfarm Budidaya Rumput Laut

5 TP Kabupaten Sorong 850.000.000 Demfarm Budidaya Ikan Nila

TOTAL 19.118.500.000

Dampak Pelaksanaan Percepatan Pembangunan Papua–Papua Barat bidang perikanan budidaya untuk lokasi-lokasi tersebut dapat dilihat dari kenaikan jumlah produksi. Di Provinsi Papua total jumlah produksi bidang perikanan budidaya mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 2.338 ton menjadi sebesar 9.136 ton pada tahun 2013, dan data sementara TW IV tahun 2014 menjadi 7.077 ton. Di Provinsi Papua Barat total jumlah produksi bidang perikanan budidaya mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 21.749 ton hingga tahun 2014 sebesar 96.045 ton, akan tetapi angka tersebut masih merupakan angka sementara tahun 2014. Komoditas yang paling dominan pada provinsi Papua dan Papua Barat adalah rumput laut dengan total rata-rata produksi 40% dari total produksi bidang perikanan budidaya di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Sedangkan dukungan untuk pengolahan dan pemasaran melalui Tugas Pembantuan Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan pengadaan SPG roda 3, peralatan SRD, peralatan mesin es, pembangunan pabrik es, serta pembangunan cold storage.

Gambar 36. Kenaikan Jumlah Produksi Perikanan Budidaya di Papua-Papua Barat dalam Satuan (ton)

Page 56: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015110 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 111

Tabel 43. Dukungan Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan di Provinsi Papua dan Papua Barat

Provinsi Kabupaten/Kota Uraian Kegiatan Volume

Papua Kota Jayapura (PPI Hamadi) Pengadaan SPG Roda 3 di lokasi PKN di Kota

Jayapura

4 Paket

Kota Jayapura (Jayapura Selatan) Pengadaan Sarana SRD di Kota Jayapura 1 Paket

Kab Nabire (Pasar ikan Smoker) Pengadaan Sarana SRD di Kabupaten Nabire 1 Paket

Kab Biak Numfor (TPI Biak Numfor) Pengadaan Sarana SRD di Kabupaten Biak Numfor 1 Paket

Kab Biak Numfor (Biak Kota) Pengadaan Sarana Produk Non Konsumsi di

Kabupaten Biak Numfor (Sarana kerajinan

kekerangan dan ikan hias)

1 Paket

Kab Jayapura (Pasar ikan Fara Kec

Sentani Kota)

Pengadaan sarana SRD 1 Paket

Kab Merauke (Merauke Kota) Pengadaan Sarana Produk Non Konsumsi di

Kabupaten Merauke (Sarana pemasaran ikan hias)

1 Paket

Kab Kep Yapen (Pasar Yapen) Pengadaan Sarana dan Perlengkapan penjual Ikan 1 Paket

Kab Kep Yapen (Pasar Yapen) Optimalisasi Sarana Penunjang Operasional Pasar

Ikan

1 Paket

Kab Nabire (Areal PPI Waharea,

Kampung Waharea, Distrik Teluk Kimi)Pembangunan Pabrik Es 1 Paket

Kab Mimika Pembangunan Pabrik Es 1 Paket

Kab Mappi Pembangunan coldstorage 1 Paket

Kab Merauke ) Kel Samkai, Distrik

Merauke)

Pengadaan peralatan pabrik es (mesin es) 1 Paket

Kab Merauke Pembangunan Pasar Ikan 1 Paket

Papua Barat Provinsi Pengadaan Sarana Pemasaran Bergerak 3 Paket

Kab Teluk Wondama Pengadaan sarana SRD di Kab Teluk Wondama 1 Paket

Raja Ampat (Waisai, Distrik Waisai Kota) Pembangunan Cold storage 1 Paket

Raja Ampat Pengadaan Sarana SRD di Lokasi PKN 1 Paket

Kaimana Rehabilitasi coldstorage 1 Paket

Page 57: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015112 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 113

1. Moratorium dan Penertiban Perizinan Usaha Perikanan

Dalam rangka pengawasan serta pengendalian terhadap praktek illegal fishing yang telah merugikan negara, KKP telah menetapkan kebijakan moratorium perizinan kapal. Saat ini peraturannya telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dan ditandatangani Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 3 November 2014. Maka sejak tanggal tersebut, moratorium perizinan kapal perikanan tangkap telah resmi diberlakukan. Penghentian sementara dilakukan untuk pengajuan perizinan baru kapal eks asing diatas 30 Gross Ton (GT) hingga 30 April 2015. Sosialisasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 56/PERMEN-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia tengah gencar dilaksanakan. Diharapkan, segenap perangkat pengawasan dan keamanan laut di seluruh Indonesia sudah mulai bergerak melakukan operasi untuk menertibkan wilayah perairan Indonesia dari kapal-kapal diatas 30 GT yang masih beroperasi.

Peraturan moratorium ini hanya diperuntukan kapal eks asing diatas 30 GT, yakni kapal yang pembangunannya dilakukan di luar negeri. Selama moratorium diberlakukan, perizinan kapal berupa izin baru mencakup Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) akan ditangguhkan dan ditertibkan. Selanjutnya akan dilakukan analisis dan evaluasi bagi SIPI dan SIKPI yang masih berlaku. Moratorium menjadi salah satu instrumen dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan biasa dilakukan di dunia internasional. Kapal Perikanan yang terkena moratorium tidak bisa beroperasi karena izinnya tidak diperpanjang.

Dasar pelaksanaan moratorium ini diantaranya pemulihan sumber daya ikan yang sudah terkuras, perbaikan lingkungan yang rusak, dan memantau kepatuhan pelaku usaha penangkapan ikan. Moratorium ini juga dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kehidupan nelayan, serta memberi kesempatan kepada pengusaha dengan kapal lokal untuk lebih banyak mendapatkan manfaat. Selama moratorium, KKP akan menyempurnakan permen yang terkait dengan ijin usaha perikanan tangkap yang berorientasi pada tetap tersedianya sumber daya ikan secara berkelanjutan, lingkungan yang lestari, keseimbangan pendapatan antara pengusaha, nelayan dan pemerintah. Selain itu, perubahannya akan berorientasi pada kepatuhan pelaku usaha serta berkembangnya industri perikanan dalam negeri. Periode penyempurnaan permen tersebut berkisar enam bulan, atau diperkirakan selesai pada April 2015.

KKP juga tengah melakukan revisi peraturan terkait kegiatan alih muatan ikan di tengah laut atau transshipment. Ke depan, semua

Moratorium bertujuan untuk pemulihan sumber daya

ikan yang sudah terkuras, perbaikan lingkungan yang

rusak, dan memantau kepatuhan pelaku usaha

penangkapan ikan. Moratorium juga sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kehidupan

nelayan, serta memberi kesempatan kepada

pengusaha dengan kapal lokal untuk lebih banyak mendapatkan manfaat.

kegiatan transshipment di wilayah perairan Indonesia akan dilarang. Alasannya karena banyak pelanggaran yang dilakukan, dimana hasil transshipment tidak didaratkan di pelabuhan perikanan Indonesia tetapi langsung dibawa ke luar negeri. Akibatnya, jumlah ikan yang ditangkap tidak terdata dan adanya re-ekspor ikan ke Indonesia. Di sisi lain, Unit Pengolahan Ikan (UPI) kekurangan bahan baku dan nelayan pengolah pun bangkrut karena tidak ada bahan baku.

2. Pemberantasan Illegal, Unreproted and Unregulated (IUU) Fishing

Pada akhir tahun 2014, seiring dengan perkembangan lingkungan strategis, KKP telah mengeluarkan beberapa kebijakan terobosan dalam rangka penanganan IUU Fishing. Salah satu terobosan adalah kebijakan penenggelaman kapal ikan asing yang terbukti melakukan pencurian ikan di WPP-NRI. Kebijakan ini diambil untuk memberikan efek jera bagi pelaku IUU fishing. Sejak Oktober 2014 sampai dengan akhir Desember 2014 Pemerintah Indonesia telah melakukan penenggalaman terhadap 2 (dua) unit KIA yang terbukti melakukan penangkapan ikan illegal di WPP-NRI.

Upaya pemberantasan IUU fishing di masa yang akan datang, harus terus dilakukan dan ditingkatkan, mengingat bahwa pada hakekatnya pemberian hak berupa ijin menangkap ikan, diikuti dengan kewajiban-kewajiban untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan secara bertanggung-jawab, demi menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya untuk mendukung ketahanan pangan, meminimalkan kerugian ekonomi akibat sumber daya ikan yang dicuri, dan melindungi usaha penangkapan ikan oleh armada perikanan dalam negeri.

Adapun secara total selama 5 tahun terakhir (2010-2014), KKP telah melakukan pemeriksaan terhadap 15.844 unit kapal perikanan, terdiri atas 15.462 Kapal Perikanan Indonesia (KII) dan 382 Kapal Perikanan Asing (KIA). Dari hasil pemeriksaan kapal perikanan saat melakukan kegiatan penangkapan ikan tersebut, KKP telah berhasil menangkap 511 kapal perikanan yang melakukan tindak pidana perikanan, terdiri atas 146 KII dan 365 KIA. Berdasarkan angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah KIA pelaku IUU fishing kurang lebih mencapai dua setengah kali jumlah KII pelaku IUU fishing. Hal ini selain menunjukkan masih maraknya pencurian ikan oleh kapal-kapal KIA, juga menandai kecenderungan peningkatan ketaatan para pelaku usaha perikanan dalam negeri terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.

Selama 5 tahun terakhir (2010-2014), KKP

memeriksa 15.600 unit kapal perikanan, terdiri

15.218 KII dan 382 KIA. Dari hasil pemeriksaan 507

kapal perikanan terbukti melakukan tindak pidana perikanan, terdiri 142 KII

dan 365 KIA.

Page 58: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015114 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 115

Tabel 44. Hasil Operasi Kapal Pengawas Tahun 2010-2014

THN

DIPERIKSA DITANGKAP KETERANGAN

KII KIA JML KII KIA JML

JUMLAH

KAPAL

PENGAWAS

2010 2.089 166 2.255 24 159 183 24

2011 3.269 79 3.348 30 76 106 25

2012 4.252 74 4.326 42 70 112 26

2013 3.824 47 3.871 24 44 68 26

2014 2.028 16 2.044 26 16 42 27

Total 15.462 382 15.844 146 365 511

Selain operasi mandiri oleh kapal pengawas yang dimiliki, KKP juga melakukan kerjasama operasi pengawasan dengan instansi terkait (TNI-AL, POLAIR dan BAKORKAMLA) yang biasa disebut dengan istilah ”Operasi Bersama”. Operasi tersebut dilakukan di perairan perbatasaan ZEEI yang dianggap rawan pelanggaran.

Keseriusan KKP juga ditunjukkan melalui pembentukan Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan IUU Fishing. Satgas dibentuk dengan tujuan penyelidikan atas pelanggaran aturan penangkapan perikanan di wilayah perairan Indonesia. Satgas beranggotakan 12 orang dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. Selain dari KKP, juga berasal dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ditjen Bea Cukai, Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia serta Kepolisian. Tim dipimpin oleh Mas Achmad Santosa dari Deputi VI UKP4, sedangkan Inspektur Jenderal KKP Wakil Ketua I.

Satgas tersebut memiliki tugas dan fungsi diantaranya, melakukan analisis penerbitan Surat Izin Usaha Perikanan Tangkap (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Selanjutnya, melakukan penataan perizinan usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Satgas ini nantinya akan memonitor penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap yang sudah dikeluarkan, memverifikasi kapal perikanan yang pembangunannya dilakukan di luar negeri, serta menghitung kerugian negara/perekonomian negara yang diakibatkan penyimpangan terhadap SIPI dan SIKPI.

Selain itu pula KKP terus berupaya memperkuat perangkat hukum untuk menindak tegas para pelaku illegal fishing. Diantaranya dengan menambah jumlah pengadilan perikanan di beberapa kawasan yang rentan terhadap praktek IUU Fishing. Komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum di laut ini diwujudkan dengan menetapkan pembentukan tiga pengadilan perikanan melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2014. Tiga lokasi pengadilan perikanan yang

ditetapkan yakni Pengadilan Perikanan Ambon, Sorong dan Merauke. Tiga lokasi pembentukan pengadilan perikanan tersebut merupakan wilayah rawan kegiatan illegal fishing oleh kapal perikanan asing (KIA) dan kapal perikanan Indonesia (KII). Wilayah laut Arafura telah ditetapkan sebagailumbung ikan nasional dan masuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718. Arafura merupakan perairan yang kaya akan potensi ikan, sehingga kapal-kapal tertarik untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, bahkan dilakukan dengan cara-cara illegal.

3. Penataan Ruang Pesisir dan Laut

Sebagai bentuk dari intervensi pemerintah, penataan ruang laut dan pesisir merupakan bagian dari sistem penataan ruang nasional karena menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, yang dimaksud dengan ruang meliputi ruang darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Sementara, penataan ruang laut dan pesisir diamanatkan dalam Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil jo Undang-Undang No. 1/2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 27/2007, penataan ruang laut dan pesisir diamanatkan dalam bentuk Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil (RZWP3K).

Secara definisi, Rencana Zonasi WP3K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Sehingga peran Rencana Zonasi WP3K adalah pemberi arah pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir. Terlebih sejak diterbitkannya UU No.1/2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 27/2007, Rencana Zonasi WP3K merupakan instrumen yang melandasi pemberian ijin dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil.

Selain berfungsi instrumen acuan pemberian perizinan pemanfaatan ruang, Rencana Zonasi WP3K juga berfungsi sebagai i) alat sinergitas keruangan ii) rujukan dalam penyelesaian konflik ruang, iii) pemberi kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang; dan iv) salah satu dokumen formal perencanaan di daerah. Agar fungsi - fungsi tersebut dapat terpenuhi maka Rencana Zonasi WP3K ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang jangka waktu berlakunya selama 20 tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 tahun. Sebagai implikasinya, Rencana Zonasi WP3K harus diserasikan, diselaraskan dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 27/2007 pasal 9 ayat 2.

Dengan pentingnya Rencana Zonasi WP3K sebagai

bentuk dari tata ruang laut dan pesisir, maka proses

penyusunan Rencana Zonasi WP3K sampai mempunyai

ketetapan hukum (Perda) harus segera diakselerasi.

Dalam konteks ini KKP telah melakukan akselerasi

penyusunan Rencana Zonasi WP3K

Page 59: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015116 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 117

Secara substansi, Rencana Zonasi WP3K mengalokasikan ruang menjadi i) Kawasan Konservasi, ii) Kawasan Pemanfaatan Umum, iii) Kawasan Strategis Nasional Tertentu dan iv) Alur Laut. Kawasan Konservasi dengan fungsi utama melindungi kelestarian sumber daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang setara dengan kawasan lindung dalam UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. Kawasan pemanfaatan umum yang setara dengan kawasan budidaya dalam UU No. 26/2007, merupakan kawasan yang dipergunakan untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya, seperti kegiatan perikanan, prasarana perhubungan laut, industri maritim, pariwisata, pemukiman, dan pertambangan. Alur laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut. Sedangkan, Kawasan Strategis Nasional Tertentu memperhatikan kriteria; batas-batas maritim kedaulatan negara; kawasan yang secara geopolitik, pertahanan dan keamanan negara; situs warisan dunia; pulau-pulau kecil terluar yang menjadi titik pangkal dan/atau habitat biota endemik dan langka.

Dengan pentingnya Rencana Zonasi WP3K sebagai bentuk dari tata ruang laut dan pesisir, maka proses penyusunan Rencana Zonasi WP3K sampai mempunyai ketetapan hukum (Perda) harus segera diakselerasi. Dalam konteks ini KKP telah melakukan akselerasi penyusunan Rencana Zonasi WP3K. Akselarasi penyusunan Rencana Zonasi WP3K juga dilakukan melalui fasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K. Dalam pelaksanaannya, fasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K dilakukan melalui mekanisme Dana Dekonsentrasi maupun melalui dana APBN di pusat yang disalurkan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Selain itu, Rencana Zonasi WP3K juga merupakan pendukung bagi keberhasilan program prioritas nasional khususnya program yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di wilayah laut dan pesisir seperti program minapolitan, industrialisasi perikanan, implementasi konsep blue economy, pemberdayaan usaha garam rakyat, dan penataan ruang wilayah perbatasan negara. Dalam konteks ini, Rencana Zonasi WP3K berfungsi dalam memberikan arahan alokasi ruang yang mendukung implementasi program-program tersebut.

Sementara, dalam membantu memfasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K di daerah maka sampai tahun 2014 telah tersusun dokumen Rencana Zonasi WP3K di 29 Provinsi dimana 4 Provinsi telah melegalkan dokumen tersebut dalam bentuk Peraturan Daerah, yaitu; Sumatera Barat, Jawa Timur, D.I Yogyakarta, dan Kalimantan Barat. Sedangkan untuk wilayah Kabupaten/Kota, telah difasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K di 106 Kabupaten/Kota, dan yang telah dilegalkan menjadi Perda sebanyak 10 Kabupaten/Kota, yaitu; Kab. Sinjai, Kab. Pekalongan, Kab. Serang, Kota Pekalongan, Kota Ternate, Kab. Gresik, Kab. Berau, Kota Sorong, Kab. Serang, dan Kab. Pasaman Barat.

4. Perlindungan dan Pelestarian Spesies Terancam Punah, Langka dan Endemik

Dalam konteks perlindungan dan pelestarian jenis ikan, sejak tahun 2009 hingga 2014 KKP telah melakukan upaya konservasi terhadap 15 spesies akuatik yang terancam punah seperti dugong, penyu, terubuk, napoleon, capungan banggai, karang hias, arwana, labi-labi, paus, kuda laut, bambu laut, hiu appendik II CITES, pari manta dan sidat. KKP juga melakukan konservasi terhadap 5 spesies akuatik lain seperti hiu gergaji, mola-mola, teripang, kima, dan lola. KKP telah menentapkan perlindungan beberapa jenis ikan yang terancam punah melalui 2 Keputusan Menteri yakni Kepmen KP 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta dan Kepmen KP 46 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Bambu Laut (Isis spp.). Selain mengeluarkan Keputusan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan juga telah menandatangani Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2014 tentang Larangan Pengeluaran Ikan Hiu Koboi (Charcharinus longimanus) dan Hiu Martil (Spyrna spp.) dari Wilayah Negara Republik Indonesia Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia. Saat ini juga tengah dilakukan upaya inisiasi perlindungan jenis lobster (Panulirus spp.) dan kepiting (Scylla spp.).

5. Minapolitan

1). Minapolitan Perikanan Tangkap

Perkembangan pelaksanaan kegiatan minapolitan perikanan tangkap sampai dengan tahun 2014 yakni: (1) sebanyak 57 kawasan telah ditetapkan sebagai kawasan minampolitan perikanan tangkap melalui Surat Kep Men KPNo. 35/2013, (2) integrasi lintas sektor yang semula hanya 13 kementerian/lembaga menjadi 22 kementerian/lembaga, (3) integrasi kegiatan Eselon I lingkup KKP meningkat lebih dari 300% selama 3 tahun. Berikut ini adalah kegiatan kementerian/lembaga lintas sektor di kawasan minapolitan perikanan tangkap:(1). Kementerian Pekerjaan Umum: Pembangunan jalan, drainase,

Jembatan, TPS, Talud/Turab, Normalisasi Sungai;(2). Kementerian Pertanian: Peningkatan Mutu, Sarana Prasarana,

Pengelolaan Produksi Serealia dan Tanaman, Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih, SL-PTT Padi Sawah

(3). Kementerian Perdagangan: Rehabilitasi Pasar, Pembangunan Pasar Tradisional

(4). Kementerian Dalam Negeri: PNPM, Fasilitasi BUMDES, Kelembagaan Kemiskinan

(5). Kementerian Kehutanan: Reboisasi, Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

(6). Kementerian Perhubungan: Pembangunan Pelabuhan Niaga, Dukungan Sarana Prasarana Transportasi Laut Bidang Kepelabuhanan

(7). Kementerian Pariwisata: PNPM Desa Wisata, Penataan kawasan

KKP telah melakukan upaya konservasi terhadap

15 spesies akuatik yang terancam punah dan 5

spesies akuatik lain.

Indikator keberhasilan minapolitan tangkap adalah

meningkatnya volume produksi, nilai produksi,

penyerapan tenaga kerja dan pencapaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),

pendapatan nelayan serta Pendapatan Asli Daerah

(PAD).

Page 60: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015118 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 119

(8). Kementerian Kesehatan: Jamkesmas, Puskesmas Pembantu, Pelayanan Kesehatan Nelayan, Bantuan Operasional Kesehatan program Bina Gizi dan KIA

(9). Kementerian Perumahan: Rumah Layak Huni, Pengembangan Kawasan, Bantuan Stimulan Perumahan dan Pemukiman

(10). Badan Pertanahan Nasional: Sertifikasi Hak Atas Nelayan(11). Kementerian Sosial: Operasional LK3, LK3-BM, Bantuan Askesos(12). Kementerian BUMN: Pengembangan PT Perikanan Nusantara(13). Kementerian Nakertrans: Bimtek Padat Karya(14). Kementerian Pendidikan Nasional: Pengembangan/Pelatihan SDM(15). Kementerian Perindustrian: Pengembangan Industri Pengolahan

Hasil Laut, Pengembangan Industri Kecil Menengah(16). Kemeneterian Koperasi dan UKM: Permodalan melalui Koperasi

dan Budidaya Ikan(17). Kementerian Lingkungan Hidup: Studi AMDAL, IPAL(18). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak:

Model Pengembangan Pemberdayaan Perempuan(19). Kementerian ESDM: Bantuan Listrik(20). Lembaga Perbankan: Permodalan dan Investasi(21). Kementerian PDT: Pengebangan dan Pemberdayaan Masyarakat

Pesisir(22). Perpustakaan Nasional: Buku dan Rak

Intervensi beberapa kementerian dalam kawasan minapolitan memberikan arti penting dalam pencapaian indikator kinerja minapolitan perikanan tangkap. Salah satu kawasan minapolitan yang telah suskes dalam mengembangan kawasan minapolitan adalah Kabupaten Pacitan, yang terlihat dari 5 (lima) indikator kabupaten antara lain volume produksi perikanan tangkap, nilai produksi perikanan tangkap, penyerapan tenaga kerja dan pencapaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pendapatan nelayan serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seluruhnya mengalam peningkatan dari tahun ke tahun, dengan detail pada gambar berikut.

2). Minapolitan Perikanan Budidaya

Target jumlah pengembangan kawasan minapolitan berbasis perikanan budidaya tahun 2014 adalah 70 kawasan dengan realisasi mencapai 72 atau 102,86%. Capaian ini merupakan angka kumulatif dari tahun sebelumnya yang sudah mencapai 65 kawasan.

Tabel 45. Kawasan Minapolitan Perikanan Budidaya Tahun 2014

Provinsi No Kabupaten Komoditas

NAD 1 Bireuen Udang, Bandeng, Kerapu 2 Aceh Tenggara Nila, Mas, Lele 3 Aceh Selatan Nila, Mas 4 Aceh Timur Udang, Bandeng

Sumatera Utara 5 Serdang Berdagai Lele, Gurame 6 Tapanuli Utara Nila, Mas

Sumatera Barat 7 Agam Nila, Mas 8 Pesisir Selatan Kerapu, Bandeng 9 Pesaman Nila, Mas, Lele

Riau 10 Kampar Patin, Nila, Mas 11 Kuantan Sengingi Patin, Nila

Kepulauan Riau 12 Bintan Kerapu, Rumput Laut

Jambi 13 Muaro Jambi Patin, Nila 14 Batanghari Patin, Nila

Sumatera Selatan 15 Musi Rawas Nila, Mas, Lele 16 OKU Timur Patin 17 Ogan Ilir Patin

Kep. Bangka Belitung 18 Bangka Selatan Kerapu, Rumput Laut

Bengkulu 19 Bengkulu Utara Nila, Mas, Lele

Lampung 20 Pesawaran Kerapu, Rumput Laut 21 Tulang Bawang Udang 22 Lampung Selatan Udang

Banten 23 Serang Bandeng, Rumput Laut 24 Pandeglang Kekerangan, Rumput Laut 25 Tangerang Udang

0

500

1000

1500

2000

2500

0

300000

600000

900000

1200000

1500000

0

300000

600000

900000

1200000

1500000

0

500000

1000000

1500000

2000000

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

Gambar 37. Capaian Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Minapolitan Kabupaten Pacitan

Page 61: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015120 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 121

Provinsi No Kabupaten Komoditas

Jawa Barat 26 Bogor Lele 27 Indramayu Udang, Bandeng 28 Subang Udang

Jawa Tengah 29 Banyumas Gurame 30 Klaten Nila 31 Boyolali Lele 32 Banjarnegara Gurame, Nila 33 Pemalang Udang 34 Demak Udang 35 Jepara Udang 36 Rembang Udang

DI Yogyakarta 37 Gunung Kidul Lele

Jawa Timur 38 Blitar Ikan Hias 39 Gresik Udang 40 Lamongan Udang 41 Malang Nila, Lele 42 Sidoarjo Udang 43 Probolinggo Udang 44 Banyuwangi Udang 45 Pasuruan Udang, Bandeng, Lele, Nila 46 Tulung Agung Lele

Bali 47 Bangli Nila 48 Tabanan Nila, Mas, Lele

Nusa Tenggara Barat 49 Sumbawa Rumput Laut 50 Lombok Tengah Udang, Rumput Laut 51 Sumbawa Barat Rumput Laut

Nusa Tenggara Timur 52 Sumba Timur Rumput Laut 53 Sikka Rumput Laut 54 Lembata Rumput Laut

Kalimantan Barat 55 Sambas Udang, Bandeng

Kalimantan Tengah 56 Kapuas Patin, Nila

Kalimantan Selatan 57 Banjar Patin, Nila, Mas 58 Hulu Sungai Utara Patin

Kalimantan Timur 59 Penajam Paser Utara Bandeng 60 Kutai Kertanegara Rumput Laut, Udang, Bandeng

Sulawesi Utara 61 Minahasa Utara Rumput Laut 62 Minahasa Tenggara Nila

Gorontalo 63 Pahuwato Udang, Rumput Laut 64 Gorontalo Utara Udang, Rumput Laut

Sulawesi Tengah 65 Morowali Udang, Rumput Laut

Provinsi No Kabupaten Komoditas

66 Donggala Rumput Laut 67 Tojo Una Una Rumput Laut

Sulawesi Barat 68 Mamuju Udang, Bandeng, Rumput Laut

Sulawesi Selatan 69 Maros Udang 70 Pangkajena

KepulauanUdang

71 Pinrang Udang, Bandeng, Rumput Laut 72 Takalar Rumput Laut

Sulawesi Tenggara 73 Kolaka Udang, Rumput Laut 74 Bombana Rumput Laut 75 Muna Udang

Maluku Utara 76 Halmahera Selatan Kerapu

Papua 77 Kota Jayapura Nila, Mas

Indikator keberhasilan dalam pencapaian target pengembangan kawasan minapolitan diantaranya adalah adanya komitmen daerah dalam mendorong dan berperan aktif demi berjalannya program sesuai dengan tujuan yang diinginkan bersama serta kesiapan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengembangan minapolitan berbasis perikanan budidaya (dokumen Rencana Induk/Master Plan, Rencana Program Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM), Surat Keputusan Bupati tentang Penetapan Kawasan Minapolitan dan Surat Keputusan Bupati tentang Kelompok Kerja Minapolitan tingkat Kabupaten) dan koordinasi antar POKJA Kabupaten/Kota dalam mendukung perikanan budidaya. Hingga akhir tahun 2014, lokasi minapolitan sesuai dengan kriteria kelas peringkat kawasan minapolitan antara lain:(1). Peringkat A: persyaratan administrasi lengkap, koordinasi

ditingkat kabupaten/kota berjalan baik, dan budidaya perikanan berkembang pesat; terdapat 20 Kab/Kota yang masuk dalam Peringkat A.

(2). Peringkat B: persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap, koordinasi ditingkat kabupaten/kota berjalan baik dan budidaya perikanan berkembang; terdapat 23 Kab/Kota yang masuk dalam Peringkat B.

(3). Peringkat C: persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap, koordinasi ditingkat kabupaten/kota berjalan, dan budidaya perikanan mulai berkembang; terdapat 22 Kab/Kota yang masuk dalam Peringkat C.

(4). Peringkat D: persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap, koordinasi ditingkat kabupaten/kota berjalan dan budidaya perikanan berjalan; terdapat 10 Kab/Kota yang masuk dalam Peringkat D.

Dari hasil capaian kegiatan Minapolitan hingga akhir tahun 2014 terhadap 104 kabupaten yang ditetapkan menjadi kawasan

Page 62: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015122 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 123

percontohan pengembangan kawasan minapolitan dapat disimpulkan sebagai berikut:(1). Terdapat 32 kabupaten yang belum melengkapi RPIJM Kawasan

Minapolitan, baik itu belum sesuai dengan SK 38/PERMEN-KP/2014 maupun belum menyusun RPIJM yaitu Kabupaten Aceh Selatan, OKUTimur, Oku Selatan, Banyuasin, Kota Palembang, Bangka Selatan, Pesawaran, LampungTimur, Serang, Pandeglang, Karawang, Brebes, Pati, Rembang, Sleman, Tuban, Sumenep, Penajam Pasir Utara, Parigi Moutong, Donggala, Bone, Jeneponto, Polewali Mandar, Klungkung, Bima, Lombok timur, Rote Ndao, Seram Bagian Barat, Morotai, Kep.Sula, Sorong dan Raja Ampat;

(2). Terdapat 7 kabupaten yang belum sesuai dan belum menyusun Master Plan dengan Peraturan MKP No.PER.18/MEN/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan yaitu Kabupaten OKU Timur, Pati, Rembang, Sleman,Tuban, Jeneponto dan Bima;

(3). Terdapat 2 kabupaten yang belum melengkapi SK Bupati tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, maupun Kelompok Kerja Minapolitan Kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Timur dan Sleman.

Implikasi dari penetapan kabupaten sebagai kawasan percontohan pengembangan minapolitan berbasis perikanan budidaya berupa prioritas dalam pengembangan kegiatan perikanan budidaya seperti bantuan langsung PUMP-PB, bantuan sarana seperti excavator untuk pencetakan kolam dan tambak, mesin pelet, serta keramba jaring apung.

Disamping itu lokasi minapolitan juga mendapatkan prioritas dukungan pendanaan dari Kementerian/Lembaga lainnya. Hal ini dikuatkan melalui MoU antara KKP dengan Kementerian PU tentang pengembangan infrastruktur di kawasan minapolitan yang ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Perikanan Budidaya, Ditjen Perikanan Tangkap dan Ditjen P2HP Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tentang Pengembangan Infrastruktur Keciptakaryaan dalam mendukung Pengembangan Kawasan Minapolitan. MoU lainnya adalah dengan Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini Kedeputian Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat telah ditanda-tangani Perjanjian Kerjasama tentang Pemberdayaan Usaha Pembudidayaan Ikan untuk Akses Pembiayaan melalui Sertifikasi Hak Atas Tanah.

Sesuai dengan prinsip pengembangan kawasan minapolitan yang merupakan kegiatan yang terintegrasi dan melibatkan lintas sektor, di beberapa kawasan minapolitan telah mendapatkan dukungan pengembangan infrastruktur dari Direktorat Jenderal Cipta

Hingga akhir tahun 2014, lokasi minapolitan budidaya yang sesuai dengan kriteria kelas peringkat A sebanyak

20 Kab/kota; peringkat B sebanyak 23 Kab/Kota,

peringkat C sebanyak 22 Kab/Kota dan peringkat D

sebanyak 10 Kab/Kota.

Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dengan total pendanaan Rp30.410.930.000,- di 16 kabupaten prioritas. Di samping itu kegiatan budidaya di kawasan minapolitan juga mendapatkan dukungan permodalan yang memanfaatkan fasilitas Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia, Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Kredit Ketahanan Pangan dan Energi dari Perbankan yaitu BRI, BTN serta Bank Pembangunan Daerah dengan total pendanaan sebesar Rp30.066.755.000. Dukungan dari Kementerian PU diantaranya dalam hal:(1). Peningkatan Jalan Usaha Tani/Nelayan di Kabupaten: Serdang

Berdagai, Kampar, Batanghari, Pesawaran, Malang, Banjar, Minahasa Utara dan Kolaka.

(2). Peningkatan Jalan Poros Desa di Kabupaten: Serdang Berdagai, Kampar, Batanghari, Bengkulu Utara, Bangka Selatan, Serang, Bogor, Banyumas, Gunung Kidul, Sambas, Banjar dan Pangkajene Kepulauan.

(3). Peningkatan Jalan Produksi di Kabupaten: Batanghari, Muaro Jambi, Bogor, Blitar dan Pangkajene Kepulauan.

(4). Pembuatan Jembatan Desa di Kabupaten: Serdang Berdagai dan Pangkajene Kepulauan.

(5). Pembuatan Talud di Kabupaten: Serdang Berdagai, Serang, Banyumas dan Kolaka.

(6). Pembangunan Infrastruktur Perdesaan di Kabupaten Kampar dan Gorontalo Utara.

(7). Penyediaan Infrastruktur Kawasan Minapolitan di Kabupaten Malang, Gresik dan Minahasa Utara.

(8). Pengembangan/Peningkatan Prasarana dan Sarana Minapolitan di Kabupaten Bangka Selatan, Minahasa Utara dan Gorontalo Utara.

(9). Pembuatan Jalan Lingkar Pulau di Kabupaten Bintan.(10). Penyediaan Air Baku/Pembangunan Saluran Air Baku di Kabupaten

Bogor dan Mamuju.(11). Pengembangan Prasarana dan Sarana Desa Agropolitan di

Kabupaten Gunung Kidul dan Minahasa Utara.

Gambar 38. Panen rumput laut di kawasan minapolitan Kabupaten Bangka Selatan

Page 63: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015124 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 125

6. Industrialisasi

1). Industrialisasi Perikanan Tangkap

KKP dalam mengembangkan industrialisasi perikanan tangkap yaitu dengan mendorong peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditas Tuna, Tongkol dan Cakalang (TTC) di 5 lokasi yakni PPS Nizam Zachman, PPS Bitung, PPS Bungus, PPN Ambon dan PPN Pelabuhan Ratu. Adapun kegiatan strategis dalam mencapai industrialisasi perikanan tangkap, yakni (1) Penguatan Sistem dan Manajemen Pengelolaan dan Pemulihan Sumber Daya Ikan, (2) Penguatan Sistem dan Manajemen Standardisasi dan Modernisasi Sarana Perikanan Tangkap, (3) Penguatan Sistem dan Manajemen Pendaratan Ikan, (4) Penguatan Sistem dan Manajemen Pelabuhan Perikanan, (5) Penguatan Sistem dan Manajemen Perizinan Usaha Penangkapan Ikan, (6) Penguatan Sistem dan Manajemen Modal dan Investasi, (7) Penguatan Sistem dan Manajemen Usaha Nelayan, (8) Penguatan Sistem dan Manajemen Data dan Informasi dan (9) Penguatan Sistem Monitoring dan Pelaporan Usaha.

(1). Penguatan Sistem dan Manajemen Pengelolaan dan Pemulihan Sumber Daya Ikan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Penguatan pengelolaan perikanan dengan pendekatan

ekosistem melalui pembangunan rumah ikan;(b) Penguatan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP);(c) Pengelolaan penangkapan ikan di ZEEI dan Laut Lepas dengan

meningkatkan kepatuhan operator pada resolusi dan CMM RFMOs;

(d) Pengkayaan sumber daya ikan;(e) Penguatan sistem manajemen pengelolaan WPP dan PUD

(FKPPS, kelembagaan nelayan,dll).

(2). Penguatan Sistem dan Manajemen Standardisasi dan Modernisasi Sarana Perikanan Tangkap Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Bantuan kapal >30 GT, kapal <30 GT dan sarana

penangkapan ikan;(b) Modernisasi sarana penangkapan ikan melalui laminasi kapal

perikanan dan penyediaan sarana penanganan ikan di atas kapal;

Kegiatan strategis industrialisasi perikanan

tangkap meliputi Penguatan Sistem dan Manajemen

Pengelolaan dan Pemulihan SDI; Penguatan Sistem dan Manajemen Standardisasi

dan Modernisasi Sarana Perikanan Tangkap;

Penguatan Sistem dan Manajemen Pendaratan Ikan; Penguatan Sistem

dan Manajemen Pelabuhan Perikanan; Penguatan Sistem

dan Manajemen Perizinan Usaha Penangkapan Ikan;

Penguatan Sistem dan Manajemen Modal dan

Investasi; Penguatan Sistem dan Manajemen Usaha

Nelayan; Penguatan Sistem dan Manajemen Data dan Informasi; dan Penguatan

Sistem Monitoring dan Pelaporan Usaha.

(c) Fasilitasi penggunaan teknologi terkini penangkapan ikan (alat penangkapan ikan modern, fish finder, radar dan alat bantu pengumpul ikan);

(d) Fasilitasi Pengembangan sistem informasi penangkapan ikan;(e) Pembinaan dan fasilitasi pengembangan sarana perikanan

tangkap melalui bimbingan teknis rancang bangun dan kelaikan kapal perikanan, rancang bangun alat penangkapan ikan, penandaan dan pendaftaran kapal perikanan dan pengawakan kapal perikanan;

(f) Fasilitasi sarana galangan/docking kapal perikanan, perbengkelan dan peralatannya, serta penyediaan sarana suku cadang perikanan tangkap;

(g) Pembinaan sistem penanganan ikan di atas kapal;(h) Pengembangan konversi BBM ke gas bagi kapal perikanan.

(3). Penguatan Sistem dan Manajemen Pendaratan Ikan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Pengembangan usaha perikanan tangkap terpadu;(b) Penerapan dan pengembangan Serftifikat Hasil tangkapan Ikan

di pelabuhan perikanan;(c) Pelaksanaan sistem pengawasan, jaminan mutu dan keamanan

hasil perikanan di tempat pendaratan;(d) Pelaksanaan inspeksi pembongkaran ikan;(e) Dukungan regulasi untuk penguatan sistem dan manajemen

pendaratan ikan.

(4). Penguatan Sistem dan Manajemen Pelabuhan Perikanan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Pengembangan dan penataan infrastruktur, fasilitas, dan

pemeliharaan pelabuhan perikanan yang terkait erat dengan penanganan mutu dan industrialiasi perikanan tangkap;

(b) Pelaksanaan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan;(c) Fasilitasi penyediaan kebutuhan logistik (air bersih, es, garam,

BBM, dan perbekalan melaut lainnya);(d) Peningkatan pelayanan dan pengendalian penyaluran BBM

bersubsidi bagi nelayan di pelabuhan perikanan;(e) Peningkatan pengelolaan pelabuhan perikanan melalui

penerapan konsepsi model mall di pelabuhan perikanan (pengelolaan pelabuhan perikanan yang bersih, aman, nyaman dan teratur);

(f) Penyusunan, penetapan dan pelaksanaan WKOPP (Wilayah Kerja Operasional Pelabuhan Perikanan) serta pelaksanaannya;

(g) Pengembangan Closed Circuit Television/CCTV di pelabuhan perikanan yang terintegrasi dengan pusat untuk mendukung operasional pelabuhan perikanan;

(h) Pengembangan sistem informasi terintegrasi di pelabuhan perikanan (PIPP);

(i) Pelaksanaan lomba kebersihan pelabuhan perikanan;

Gambar 39. Lokasi kawasan minapolitan di Kampung Lele Kabupaten Boyolali

Page 64: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015126 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 127

(j) Dukungan regulasi untuk peningkatan pengelolaan dan pelayanan di pelabuhan perikanan.

(5). Penguatan Sistem dan Manajemen Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Implementasi ISO 9001:2008 dalam rangka pelayanan prima

perizinan perikanan tangkap;(b) Pengembangan aplikasi perizinan sistem online (e services) dan

penggunaan kartu elektronik perizinan;(c) Percepatan perizinan perikanan tangkap melalui safari

pelayanan usaha penangkapan;(d) Sinkronisasi dan integrasi perizinan pusat, daerah dan PP;(e) Pengembangan perizinan usaha perikanan tangkap terpadu

(temu usaha/bisnis) dalam rangka industrialisasi;(f) Dukungan pengembangan usaha perikanan tangkap di Laut

Lepas;(g) Peningkatan kepatuhan pelaku usaha;(h) Verifikasi faktual perizinan;(i) Dukungan regulasi untuk pengendalian perizinan dan

peningkatan pelayanan usaha perikanan tangkap.

(6). Penguatan Sistem dan Manajemen Modal dan Investasi. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Fasilitasi penguatan akses permodalan usaha nelayan

(Pengembangan Usaha Mina Pedesaan, sertifikasi tanah nelayan, KUR, KKP-E, asuransi kapal, dll);

(b) Fasilitasi dan mendorong PEMDA untuk mengembangkan BPR, Bank khusus nelayan dan/atau perusahaan penjamin kredit daerah guna meningkatkan alternatif sumber pembiayaan bagi usaha penangkapan ikan;

(c) Fasilitasi pengembangan pola usaha simpan pinjam dan pengelolaan kredit;

(d) Meningkatkan ketersediaan data dan informasi terkait analisis usaha, kebutuhan modal kerja dan investasi berbasis alat penangkapan ikan.

(7). Penguatan Sistem dan Manajemen Usaha Nelayan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap untuk

memperkuat struktur dan sistem pengadaan bahan baku industri perikanan;

(b) Penataan dan peningkatan kemampuan manajemen bisnis KUB;

(c) Penguatan dan pengembangan kelembagaan usaha nelayan serta pengembangan model-model kemitraan;

(d) Pendampingan usaha nelayan melalui bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan bagi nelayan di pelabuhan perikanan;

(e) Implementasi Inpres perlindungan usaha nelayan melalui

asuransi (jiwa, kesehatan, keselamatan kerja) serta perlindungan sosial nelayan akibat cuaca ekstrem/gelombang tinggi;

(f) Pengembangan kartu nelayan sebagai identitas profesi.

(8). Penguatan Sistem dan Manajemen Data dan Informasi. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Implementasi logbook penangkapan ikan;(b) Penempatan observer di atas kapal perikanan;(c) Penguatan data statistik produksi perikanan (termasuk

enumerator dan pengolah data).

(9). Penguatan Sistem Monitoring dan Pelaporan Usaha. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut :(a) Penyusunan dan implementasi Perencanaan dan Pelaporan

Kegiatan Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan; (b) Monitoring dan evaluasi kinerja Pelabuhan Perikanan;(c) Pelaporan produktivitas kapal perikanan;(d) Peningkatan mekanisme pelaporan dan evaluasi pembinaan

usaha penangkapan ikan;(e) Monitoring dan evaluasi NTN dan pendapatan nelayan;(f) Monitoring, evaluasi, dan pelaporan kinerja pengembangan

usaha penangkapan ikan.

2). Industrialisasi Perikanan Budidaya

Pelaksanaan industrialisasi perikanan budidaya tahun 2014 dilakukan melalui demfarm/percontohan di 116 Kabupaten/Kota dengan penyediaan anggaran melalui Dana Tugas Pembantuan dengan anggaran sebanyak Rp81,05 milyar. Pengembangan demfarm ini bertujuan untuk mengakselerasi pengembangan kawasan perikanan budidaya yang dilakukan dengan menerapkan metode percontohan kawasan. Lokasi demfarm budidaya ikan berada pada kawasan minapolitan, dan atau Industrialisasi perikanan budidaya. Setiap lokasi pengembangan ditetapkan dengan mempertimbangkan spesifikasi potensi wilayah dan kesesuaian penerapan teknologi budidaya dengan mempertimbagkan aspek pendukung baik teknis maupun non teknis. Disamping itu, pemilihan lokasi juga diharapkan dapat menjamin keselarasan dengan pembangunan wilayah di daerah dan keadaan sosial di lingkungan sekitarnya. Sebaran lokasi pengembangan demfarm budidaya ikan berada pada 115 Kabupaten/Kota yang tersebar di 32 Provinsi di seluruh Indonesia.

Pelaksanaan industrialisasi perikanan budidaya tahun

2014 dilakukan melalui demfarm/percontohan

di 116 Kabupaten/Kota yang bertujuan

untuk mengakselerasi pengembangan kawasan

perikanan budidaya yang dilakukan dengan

menerapkan metode percontohan kawasan.

Page 65: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015128 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 129

Tabel 46. Sebaran Lokasi Pengembangan Demfarm Usaha Budidaya Ikan Tahun 2014

No. Provinsi No. Kabupaten/Kota Komoditas Yang Dikembangkan

1 Aceh 1 Bireun Udang, Bandeng,Kerapu

2 Aceh Tenggara Nila, Mas, Lele

3 Aceh Selatan Nila, Mas

4 Aceh Timur Udang, Bandeng

2 Sumatera Utara 5 Serdang bedagai Lele, Gurame

6 Tapanuli Utara Nila, Mas

3 Sumatera Barat 7 Agam Nila, Mas

8 Pesisir Selatan Kerapu, Bandeng

9 Pesaman Nila, Mas, Lele

4 Riau 10 Kampar Nila, Mas, Patin

11 Kuantan Singingi Nila, Mas, Patin

12 Pelalawan Patin

5 Kep.Riau 13 Bintan Kerapu, Rumput Laut

6 Jambi 14 Muaro Jambi Nila, Patin

15 Batanghari Nila, Patin

16 Kota Jambi Patin

7 Sumatera Selatan 17 Musi Rawas Nila, Mas, Lele

18 OKU Timur Patin

19 OKU Selatan Patin

20 OKI Patin

21 Ogan Ilir Patin

22 Banyuasin Patin

23 Kota Palembang Patin

24 Musi Banyuasin Nila

8 Kep. Bangka Belitung 25 Bangka Selatan Kerapu, Rumput Laut

9 Bengkulu 26 Bengkulu Utara Nila, Mas, Lele

10 Lampung 27 Pesawaran Kerapu, Rumput Laut

28 Tulang Bawang Udang

29 Lampung Timur Udang

30 Lampung Selatan Udang

11 Banten 31 Serang Bandeng, Rumput Laut

32 Pandeglang Kekerangan, Rumput Laut

33 Tangerang Udang

12 Jawa Barat 34 Bogor Lele

35 Bekasi Bandeng

36 Karawang Udang

37 Subang Udang

38 Indramayu Udang, Bandeng

39 Cirebon Udang

No. Provinsi No. Kabupaten/Kota Komoditas Yang Dikembangkan

13 Jawa Tengah 40 Banyumas Gurame

41 Klaten Nila

42 Boyolali Lele

43 Banjarnegara Gurame, Nila

44 Brebes Udang

45 Pemalang Udang

46 Kendal Udang

47 Demak Udang

48 Jepara Udang

49 Pati Udang

50 Rembang Udang

51 Pekalongan Udang

52 Kota Pekalongan Udang

14 D.I.Yogyakarta 53 Gunung Kidul Lele

54 Sleman Nila, Mas, Lele

15 Jawa Timur 55 Blitar Ikan Hias

56 Gresik Udang

57 Lamongan Udang

58 Malang Nila, Lele

59 Tuban Udang

60 Sidoarjo Udang

61 Pasuruan Udang

62 Probolinggo Udang

63 Situbondo Udang

64 Banyuwangi Udang

65 Sumenep Rumput Laut

66 Tulung Agung Lele

16 Bali 67 Bangli Nila

68 Tabanan Nila, Mas, Lele

69 Klungkung Rumput Laut

70 Karangasem Rumput Laut

17 NTB 71 Sumbawa Rumput Laut

72 Lombok Tengah Udang, Rumput Laut

73 Sumbawa Barat Rumput Laut

74 Bima Bandeng, Rumput Laut

75 Lombok Timur Rumput Laut

18 NTT 76 Sumba Timur Rumput Laut

77 Rote Ndao Rumput Laut

78 Sikka Rumput Laut

79 Lembata Rumput Laut

19 Kalimantan Barat 80 Sambas Udang, Bandeng

20 Kalimantan Tengah 81 Kapuas Nila, Patin

21 Kalimantan Selatan 82 Banjar Nila, Mas, Patin

83 Hulu Sungai Utara Patin

84 Hulu Sungai Selatan Patin

Page 66: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015130 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 131

No. Provinsi No. Kabupaten/Kota Komoditas Yang Dikembangkan

22 Kalimantan Timur 85 Penajam Paser Utara Bandeng

86 Kutai Kertanegara Udang, Bandeng

23 Sulawesi Utara 87 Minahasa Utara Rumput Laut

88 Minahasa Tenggara Nila, Mas

24 Gorontalo 89 Pohuwato Udang, Rumput Laut

90 Gorontalo Utara Udang, Rumput Laut

25 Sulawesi Tengah 91 Morowali Udang, Rumput Laut

92 Parigi moutong Rumput Laut

93 Donggala Rumput Laut

94 Tojo Una Una Rumput Laut

26 Sulawesi Barat 95 Mamuju Udang, Bandeng, Rumput Laut

96 Polewali Mandar Rumput Laut

27 Sulawesi Selatan 97 Maros Udang

98 Pangkep Udang

99 Pinrang Udang, Bandeng, Rumput Laut

100 Takalar Rumput Laut

101 Bone Rumput Laut

102 Wajo Rumput Laut

103 Jeneponto Rumput Laut

28 Sulawesi Tenggara 104 Kolaka Udang, Rumput Laut

105 Bombana Rumput Laut

106 Konawe Selatan Udang, Bandeng, Rumput Laut

107 Muna Udang

29 Maluku 108 Seram Bagian Barat Rumput Laut

30 Maluku Utara 109 Kep. Morotai kerapu, Rumput Laut

110 Kep. Sula Rumput Laut

111 Halmahera Selatan Kerapu

31 Papua 112 Kota Jayapura Nila, Mas

113 Biak Numfor Rumput Laut

32 Papua Barat 114 Sorong Nila

115 Raja Ampat Rumput Laut

Pelaksanaan percontohan demfarm diharapkan menjadi sebagai cikal-bakal berkembangnya kawasan-kawasan perikanan. Dampak pelaksanaan demfarm pada tahun 2014 belum dapat terlihat dikarenakan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan melalui tahap pelelangan rata-rata baru dimulai pada bulan Juli sehingga kondisi lahan percontohan sat ini masih dalam keadaan operasional/pembesaran. Selain itu permasalahan pelaporan juga menjadi kendala, baru sekitar 34% dari seluruh lokasi yang melaporkan.

Beberapa kabupaten yang telah panen hingga kini ada 6 kelompok di Rembang (2 kelompok), Situbondo (2 kelompok) dan Bireun (2 kelompok). Sementara itu, pada beberapa kelompok mengalami kegagalan panen dikarenakan adanya serangan penyakit, seperti di

pokdakan puncel Jaya Brebes yang terserang penyakit WSSV sehingga harus panen dini. Permasalahan lain yang terjadi adalah seperti di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo (2 kelompok) yang panen dini diakibatkan kemarau yang berkepanjangan.

Dampak sementara pengembangan kawasan dapat terlihat di Kabupaten Brebes dimana terdapat tiga POKDAKAN yang telah mencontoh dan berhasil melakukan budidaya udang sampai panen, yakni POKDAKAN Muncul Jaya, Kelurahan Limbangan Wetan; POKDAKAN Subur Makmur, Desa Randusangan Wetan; dan POKDAKAN Mulya Sari Desa Kaliwingi. Produksi masing-masing POKDAKAN adalah 59,2 ton untuk Muncul Jaya; 2 ton untuk Subur Makmur dan 13,3 ton untuk Mulya Sari.

Secara teknis, permasalahan yang dihadapi Pembudidaya dalam melakukan pengembangan budidaya udang, khususnya vaname dengan teknologi semi intensif dan intensif adalah keterbatasan kemampuan teknis. Rata-rata pembudidaya lebih mengandalkan pengalaman turun temurun. Hal tersebut sangat terlihat atas keberterimaannya terhadap inovasi teknologi yang masih rendah. Oleh karena itu, pembinaan harus dibarengi dengan dengan fakta di lapangan yakni percontohan/demfarm. Permasalahan lain adalah akibat dari keterlambatan pelaksanaan pelelangan, yakni waktu tebar yang tidak sesuai dengan kondisi musim. Musim penebaran yang dipaksanakan pada musim kemarau sangat beresiko terhadap kegagalan. Kasus pada penebaran pertama di Brebes menjadi contoh nyata dari akibat keterlambatan tersebut. Gagal panen diakibatkan oleh sanilitas yang sangat ekstrim, yakni 49 promil. Pada kisaran salinitas seperti ini, resiko terhadap musim penyakit sangat tinggi. Kalaupun udang peliharaan hidup, sangat berpotensi untuk kuntet (pertumbuhan lambat). Selain itu, dalam menjalankan operasional budidaya, POKDAKAN pun sangat enggan untuk menggunakan teknisi, terutama dari pertimbangan biaya, sekalipun biaya teknisi sangat kecil biayanya dibanding total biaya operasional yang dibutuhkan. Jika biaya teknisi selama 4 bulan sekitar Rp20 juta, maka satu kawasan budidaya udang 5 Ha butuh anggaran sekitar Rp. 750 juta, sehingga anggaran untuk teknisi kurang dari 3% yang sangat murah dibandingkan dengan peluang keberhasilan usaha tambak dibawah pengawalan teknisi diatas 70 %.

3). Industrialisasi Pengolahan Ikan

Industrialisasi pengolahan ikan antara lain dari komoditas TTC, udang, bandeng, pindang, rumput laut. Komoditas TTC dalam bentuk kaleng dan pre-cooked. Untuk komoditas bandeng terdapat 5 jenis olahan yang produksinya cukup besar, yaitu bandeng presto, pindang bandeng, bandeng tanpa duri, bandeng asap dan otak-otak bandeng. Jenis olahan lain adalah pepes dan abon. Pemanfaatan hasil samping proses pengolahan yaitu tik-tik tulang, abon duri tulang, dan kerupuk. Hasil

Page 67: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015132 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 133

proses samping yang belum banyak dimanfaatkan yaitu sisik dan isi perut. Usaha pengolahan bandeng didominasi oleh usaha skala UMKM yang tersebar di daerah sentra produksi bandeng.

Produk olahan pindang sudah sangat familiar di beberapa Provinsi di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan dan pengawetan ikan secara tradisional melalui rangkaian proses penggaraman, perebusan atau pengukusan. Jumlah UMKM pemindangan yang tercatat di 10 Provinsi di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, NTB sebanyak 65.766 unit, dengan jumlah produksi berkisar antara 20 kg hingga 10 ton per hari per kelompok. Dan jumlah tenaga kerja yang terlibat di usaha pengolahan pindang mulai 2 hingga 250 orang per kelompok. Sebagai industri rakyat yaitu industri yang dimiliki dan dijalankan oleh rakyat, pengolahan ikan pindang menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat di pedesaan dan kawasan pesisir.

Melihat potensi pengolahan pindang yang terdapat di Indonesia, usaha pemindangan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan volume produk olahan hasil perikanan. Namun demikian, meskipun memiliki potensi ekonomi yang tidak kecil, industri pindang masih berhadapan dengan berbagai masalah, antara lain teknologi produksi masih secara tradisional dan cenderung sulit digantikan karena telah menjadi kebiasaan dan tradisi turun temurun, kurangnya permodalan, rendahnya penerapan sanitasi dan higiene. Hal ini menyebabkan ikan pindang yang dihasilkan belum memiliki jaminan mutu sehingga harga jual ikan pindang cenderung rendah dan jangkauan pemasaran yang terbatas. Selain itu citra ikan pindang saat ini adalah makanan masyarakat kelas bawah dan ketika pendapatan konsumen meningkat maka ikan pindang yang dibeli dan dikonsumsi cenderung menurun. Disamping itu, belum terpenuhinya standar bahan baku dan proses pengolahan pindang serta kemasan seadanya karena daya awet sangat pendek sering menjadikan pindang makanan masyarakat kelas bawah. Fluktuasi bahan baku (harga dan kuantitas) juga turut berperan dalam keberlanjutan usaha pemindangan.

Untuk industrialisasi patin dipasarkan dalam bentuk fillet. Sampai saat ini belum ada industri yang khusus mengolah patin, seperti pada industri pengolahan udang. Kondisi ini disebabkan oleh ketidak pastian regulasi pengaturan impor dan diduga masih ada fillet impor masuk melalui jalur tidak resmi/selundupan, sehingga pelaku industri fillet ragu untuk berinvestasi. Kualitas fillet patin lokal sudah sangat mendekati kualitas patin impor (dory), namun harga fillet lokal lebih mahal dibandingkan patin impor. Hal tersebut karena hasil non fillet belum termanfaatkan secara optimal, penguasaan teknologi pengolahan belum memadai dan sebagian harga bahan baku masih relatif mahal di tingkat industri. Oleh karena itu, pengendalian impor dapat dilanjutkan selama 2 tahun, untuk memberi kesempatan produsen fillet lokal meningkatkan efisiensinya. Pasar fillet masih terbatas pada hotel restauran dan katering, sedangkan pangsa pasar

Industri pindang masih berhadapan dengan

berbagai masalah, antara lain teknologi produksi

masih secara tradisional dan cenderung sulit digantikan, kurang modal, rendahnya

sanitasi dan hiegiene.

masyarakat menengah ke bawah belum tergarap secara optimal. Fillet patin memiliki pangsa pasar yang luas di pasar domestik dan pasar internasional. Untuk lebih meningkatkan daya saing industri fillet patin perlu ditingkatkan keterpaduan dengan industri budidaya patin dan industri pengolahan non fillet.

Rumput laut adalah salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan melalui program industrialisasi kelautan dan perikanan, mengingat rumput laut merupakan komoditas perikanan budidaya dengan nilai produksi paling tinggi dibandingkan dengan komoditas lain. Produk modern yang biasanya dihasilkan oleh unit pengolahan skala menengah besar, antara lain Alkali Treated Cottonii (ATC), Semi Refined Carragenan (SRC), Refined Carragenan (RC), formulasi, dan agar. Contoh produk rumput laut tradisional yang biasanya dihasilkan oleh usaha pengolahan skala mikro dan kecil, antara lain amplang, sirup, dodol, selai, bakso, sosis, rumput laut tawar, manisan, dan lain-lain.

7. Blue Economy

Blue economy adalah pengembangan usaha yang secara finansial menguntungkan, efisien dalam pemakaian sumber daya, zero waste dan menyerap tenaga kerja yang besar. Faktor esensial dalam blue economy adalah penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang disesuaikan dengan karakteristik lokal (sumber daya) dan kreativitas dalam mencari peluang-peluang pemanfaatan sumber daya, selain itu pendekatan usaha yang non-linear (menciptakan berbagai macam produk) dengan menggunakan bahan buangan (waste). Pendekatan blue economy: 1). Bersih dari polusi; 2). menyerap tenaga kerja, 3). bersifat lokalitas dan mengurangi ketergantungan; dan 4). menguntungkan secara finansial.

Sebagai contoh implementasi blue economy yang dikembangkan pada 5 komoditas industrialisasi, seperti rumput laut, tuna/tongkol/cakalang, rumput laut, patin dan pindang adalah:(1). Industrialisasi Rumput Laut yang menciptakan usaha-usaha inovatif

seperti menghasilkan produk kosmetik, farmasi, tekstil, pupuk cair dan energi;

(2). Industrialisasi Udang, dengan memanfaatkan limbah (kulit, kepala, dan cairan) menjadi produk chitin dan chitosan, dan pupuk cair;

(3). Industrialisasi TTC dan Patin, dengan memanfaatkan limbah (kepala, daging, tulang, insang, dan limbah cair) menjadi tepung ikan, minyak ikan, kolagen, gelatin, silase, fish jelly product, dan fish protein consentrate;

(4). Industrialisasi Lainnya yang dapat diintegrasikan dengan unit kerja/instansi lainnya seperti: garam-artemia; pengembangan mutiara (perhiasan mutiara, kerajinan kekerangan, kosmetik dan farmasi); Ikan Hias; Ikan Nila dan produk turunannya (daging, omega-3,

Pendekatan blue economy: bersih polusi; menyerap

tenaga kerja, lokalitas dan mengurangi ketergantungan; dan untung secara finansial.

Page 68: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015134 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 135

kulit untuk kerajinan sepatu, sisik untuk kerajinan dan bahan baku kolagen); Ikan Gabus dan produk turunannya Albumin; Teripang dan produk turunannya gamat;

(5). Kegiatan a, b, c, dan d dapat diintegrasikan dengan kegiatan lintas sektor seperti perindustrian, pariwisata, lingkungan hidup, perekonomian, dll.

Dengan penerapan prinsip blue economy dalam industri pengolahan, maka tidak akan ada lagi bagian-bagian ikan yang tidak terpakai. Sisa kepala ikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk di konsumsi langsung atau untuk pakan ternak, tetelan untuk bahan pembuatan bakso ikan. Adapun kulitnya dapat diolah menjadi kerupuk atau sebagai bahan untuk penyamakan, untuk tulang serta jeroannya dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan. Satu lagi yang bisa dimanfaatkan adalah hasil dari pengolahan limbah cair, dengan adanya kandungan protein sebagai sumber N dan kandungan mineral dapat sebagai pupuk tanaman. Dengan hasil-hasil pemanfaatan ini, akan mendatangkan penghasilan tambahan yang dapat digunakan untuk menekan biaya produksi sehingga harga jual produk utama dapat lebih bersaing lagi.

Sedangkan, tahap awal implementasi pengembangan bisnis akuakultur berbasis blue economy tahun 2014, berupa percontohan budidaya minapadi, udang, rumput laut dan kerapu di Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain itu dilaksanakan pula pengembangan bisnis model pengembangan ugadi di Lombok Timur dan Lombok Tengah yang bertujuan untuk (1) Meningkatkan nilai tambah; (2) Peningkatan produksi dan produktivitas 1 ton per ha; (3) Peningkatan Jumlah Tenaga Kerja; dan (4) Meningkatkan minat masyarakat sekitar. Hasil berupa (i) Penyerapan tokolan udang galah 200.000 ekor di Kab. Lombok Timur dan Kab Lombok Tengah; (ii) Produksi udang galah di Kab. Lombok Timur sebesar 600 kg dan di Kab. Lombok Tengah sebesar 900 kg; dan (iii) Diversifikasi usaha budidaya ikan. Sedangkan untuk lokasi yang lainnya masih dalam tahap pelaksanaan.

8. Sistem Logistik Ikan Nasional

Selain peningkatan produktivitas perikanan, hal yang sangat mendesak untuk dikembangkan adalah sistem logistik dan transportasi, khususnya transportasi laut. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki sistem distribusi ikan antara sentra produksi dan sentra pasar serta industri. Hal inilah Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) sebagai pelaksanaan dari Perpres Nomor 26 Tahun 2012 tentang Sistem Logistik Nasional di bidang kelautan dan perikanan, sudah dimulai secara fisik pada tahun 2013 dan perlu dilanjutkan dan dipercepat.

SLIN pada dasarnya mendekatkan sistem produksi hulu dengan sistem produksi hilir, baik melalui laut maupun darat dan udara untuk

komoditas tertentu.Ini sejalan dengan program yang ditawarkan salah satu capres yakni “Tol Laut”. Pengembangan logistik dan transportasi laut dalam memperkuat konektivitas nasional yang merupakan bagian penting dari upaya membangun negara maritim. Dalam pelaksanaannya tentu swasta dapat berperan penting termasuk dalam pendanaan.

Tahap pertama, tahun 2013 melayani koridor Sulawesi Tenggara dan sekitarnya (sentra produksi) dengan hub utama Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari (sementara ini cold storage 300 ton) dan Jawa dengan hub utama PPS Nizam Zachman Jakarta (cold storage 1.500 ton) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jatim (cold storage 400 ton) sebagai sentra pasar/industri.

Program ini dilanjutkan pada 2014 dengan target operasional semester 2 tahun 2014. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam rangka implementasi SLIN tahap awal, sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun 2014 tentang SLIN adalah menunjuk operator implementasi SLIN Tahap Awal. Operator implementasi SLIN Tahap Awal adalah lembaga berbadan hukum baik Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Swasta atau koperasi yang secara khusus ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal P2HP untuk menjalankan fungsi pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pemasaran ikan dan produk perikanan dengan syarat dan kewajiban tertentu dalam rangka pencapaian tujuan implementasi SLIN Tahap awal.

Pada tanggal 24 September 2014 ditetapkan Koperasi Perikanan Mina Rizki Abadi (KOMIRA) sebagai Operator Utama pada koridor Sulawesi Tenggara (Kendari) – Jawa (Surabaya-Jakarta) dan Bali, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian kerja Implementasi SLIN Tahap Awal antara Direktur Jenderal P2HP dengan Operator Utama. Salah satu tugas Operator Utama adalah mengkoordinasikan fungsi pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan khususnya untuk bahan baku industri pindang pada koridor dimaksud. Diharapkan dengan memperlancar distribusi ikan sekaligus akan mengurangi impor dan menunjang stabilisasi harga produk. Indonesia impor ikan khususnya untuk usaha pemindangan dan pengalengan, terutama bukan karena Indonesia kekurangan ikan tetapi akibat transportasi laut yang kurang mendukung jadi distribusi kurang lancar.

Dalam rangka diseminasi program SLIN kepada masyarakat luas, pada tanggal 10 Oktober 2014, Menteri Kelautan dan Perikanan telah melakukan Launching Implementasi SLIN Tahap Awal di Kota Kendari. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, dilakukan pula peresmian terhadap sarana dan prasarana penunjang SLIN yaitu gudang beku (cold storage) di Jakarta, Brondong-Lamongan dan Kendari serta Pusat Pemasaran dan Distribusi Ikan Brondong.

19

LOKASI IMPLEMENTASI SLIN TAHUN 2013 - 2015

Pusat pengumpulan: PPS Kendari & Buton

Wilayah Produksi/ Pendaratan: Kendari, Muna,Konawe...

2013 -

2014

2015Pusat pengumpulan: Makassar, Tolitoli , Banggai dan Ternate

Wilayah Produksi/pendaratan: Mamuju, Bone, Donggala, Banggai Kepulauan, bacan

Jabodetabek, Sukabumi, Bandung, Serang, Rembang, Pati,Pekalongan, Sampang, Sidoarjo, Surabaya, Tulungagung,Banyuwangi, Mataram, P. Bali, Trengalek, Tuban.....

COLLECTION/PRODUCTION CENTER

2013-

2015

DISTRIBUTION CENTER /PUSAT PEMASARAN DAN SENTRA

PENGOLAHAN

Pusat distribusi: Jakarta, Surabaya, Lamongan2013 -

2015

Page 69: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015136 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 137

9. Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

1). Pengembangan Infrastruktur Teknologi Observasi dalam Mendukung Pengelolaan Data dan Informasi Ilmiah Kelautan (Project INDESO).

KKP telah membangun Infrastruktur Teknologi Observasi dalam mendukung pengelolaan data dan informasi ilmiah kelautan melalui Project INDESO. Infrastruktur ini kedepan akan memberikan produk informasi dari 7 aplikasi yang terus dikembangkan, mulai dari hal-hal yang terkait dengan IUU Fishing, monitoring fish stock, oil spill monitoring termasuk untuk mendukung pengelolaan lingkungan hidup di perairan Indonesia.

Gambar 40. Diagram operasionalisasi Infrastruktur Teknologi Obserasi Project INDESO

Gambar 41. Gedung untuk pemprosesan data dan Antena penerima data satelit di Balai Penelitian dan Observasi Laut-Perancak

Salah satu manfaat yang saat ini dirasakan adalah untuk mendukung operasi penanggulangan IUU Fishing di berbagai perairan WPP RI. Dengan tersedianya data informasi dari Citra Radar Satelit yang diolah dan dioverlay dengan data VMS dan sejenisnya termasuk AIS, maka dapat diketahui lebih persis kondisi kegiatan kapal penangkap ikan di laut. Dimana akan diketahui kapal yang berpotensi melakukan pelanggaran maupun tidak, dengan diketahuinya kapal ikan bertransmitter maupun yang tidak atau mematikan transmitternya.

2). Pengukuhan Profesor Riset KKP

Pada tahun 2014 telah dikukuhkan 3 orang Profesor Riset setelah menyampaikan orasi di depan Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan menerima Sertifikat serta Widyamala Profesor Riset dari Kepala LIPI sebagai Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset yaitu:

Tabel 47. Profesor Riset KKP Tahun 2014

No Nama/NIP/Jabatan Judul Naskah Orasi

1 Dr. Ir. Brata Pantjara, M.P

Peneliti Utama Bidang Akuakultur – Balai Penelitian dan

Pengembangan Budidaya Air Payau - Maros

Pemanfaatan Teknologi Akuakultur

Berkelanjutan pada Lahan Rawa

Pasang Surut

2 Dr.Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc

Peneliti Utama Bidang Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan –

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Strategi Pengelolaan Sumberdaya

Perairan Umum Daratan Untuk

Pembangunan Perikanan Berkelanjutan

3 Dr.Ir. Husnah, M.PhilPeneliti Utama Bidang Patologi dan Toksikologi – Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber daya Ikan

Dampak Degradasi Lingkungan

Terhadap Sumberdaya Ikan dan

Strategi Pengendaliannya di Sungai dan

Rawa Banjiran

3). Rekomendasi Teknologi

Pada tahun 2014 telah terbit Kepmen KP No. 77/Kepmen-KP/2014 tentang rekomendasi teknologi kelautan dan perikanan tahun 2014 yang sudah menyiapkan 35 IPTEK KP yang siap disampaikan ke masyarakat sebagai berikut:

(1). Teknologi Pengendalian Gulma Air, Eceng gondok (Eichornia crassipes) di Perairan Umum Daratan.

(2). Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir dan Perairan Umum (Studi Kasus: Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat).

(3). Teknologi Rehabilitasi Habitat dan Pemulihan Sumber Daya Ikan melalui Pengembangan Terumbu Buatan.

(4). Perangkat Pelolos Ikan Muda (Yuwana) dan Ikan Rucah pada Perikanan Pukat Dasar.

(5). Mesin Penarik Tali Kerut Jaring Purse Seine (Kapstan) Bertenaga Hidrolik.

(6). Aplikasi Mina Grow pada Budidaya Ikan Air Tawar.(7). Aplikasi Mina Grow dan Probiotik BBPBAT-S-Pro serta

Aplikasinya pada Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus).(8). Teknologi perbanyakan induk ikan mas bermarka Cyca-

DAB1*05 yang tahan terhadap Koi Herpes Virus (KHV) dan bakteri Aeromonas hydrophila.

Page 70: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015138 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 139

(9). Aplikasi Vaksin DNAGlycoprotein Untuk Pencegahan Koi Herpes Virus (KHV) pada Budidaya Ikan Koi dan Ikan Mas.

(10). Teknologi Pakan Formulasi untuk Peningkatan Kualitas Warna Ikan Koi strain Kohaku.

(11). Produksi Benih Ikan Grasscarp dengan Kombinasi Pemijahan Buatan dan Metode Induksi.

(12). Aplikasi Mina Grow dan Vaksin Hydrovac Pada Pembesaran Lele Sangkuriang (Clarias sp.).

(13). Aplikasi Probiotik PATO-AERO 1 P23 untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonas Septicemia pada Budidaya Ikan Lele.

(14). Teknologi Produksi Benih Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus) di Kolam.

(15). Produksi Vaksin Edwardsiella ictaluri untuk Peningkatan Produksi Ikan Patin (Pangasianodon hypopthalmus).

(16). Teknik Pendederan Benih Ikan Gurami melalui Penumbuhan Pakan Alami di Kolam.

(17). Aplikasi Vaksin MycofortyVac untuk Pencegahan Penyakit Mycobacteriosis pada Budidaya Ikan Gurami.

(18). Teknik Budidaya Udang Galah Intensif.(19). Teknologi Produksi Benih Udang Windu Unggul dengan

Aplikasi Probiotik Alteromonas sp. BY-9 dan Bacillus cereus (BC).

(20). Pentokolan Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Klaster Budidaya.

(21). Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik (BUSMETIK).(22). Budidaya Udang (Windu dan Vaname) secara Multitropik

Terintegrasi dengan Nila Merah, Kekerangan dan Rumput Laut di Tambak.

(23). Produksi Pasta (Nannochloropsis sp.) sebagai Penyedia konsentrat Fitoplankton.

(24). Perbaikan Kualitas Benih Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Produk Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) dengan Memanfaatkan Tetes Tebu dalam Lingkungan Pemeliharaan Larva.

(25). Teknik Pembenihan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii Lacepede).

(26). Teknik Pembesaran Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) di Keramba Jaring Apung.

(27). Teknik Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, BLOCH) di Keramba Jaring Apung.

(28). Teknologi Pembesaran Abalon (Haliotis squamata) dengan Sistim Gantung di Karamba Apung.

(29). Teknologi Patin Tanpa Duri (Pattari) dan Pengolahan Pattari Asap.

(30). Produksi Asap Cair dan Aplikasinya Pada Pengolahan Ikan Asap.

(31). Teknologi Ekstraksi Agar Agar dan Sap Liquid dari Rumput Laut Gracilaria Segar.

(32). Teknologi Penanganan dan Pengeringan Kista Artemia untuk

Pakan Larva Udang dan Ikan.(33). Lampu Celup Dalam Air (Lacuda)(34). Liquefied Petroleum Gas Conversion Kits.(35). Alat Pemisah Limbah Cair Berminyak (Oily Water Separator)

Pada Kapal Perikanan

10. Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Pada tahun 2014 pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan (SDM KP) dengan sasaran menghasilkan SDM KP yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan sebanyak 73.279 orang. Pendidikan kelautan dan perikanan dengan sasaran terpenuhinya tenaga terdidik kompeten sesuai kebutuhan sebanyak 1.665 orang. Pelatihan kelautan dan perikanan dengan sasaran tersedianya lulusan pelatihan KP sesuai standar kompetensi dan kebutuhan sebanyak 18.014 orang. Penyuluhan kelautan dan perikanan dengan sasaran meningkatnya jumlah kelompok pelaku utama dan pelaku usaha di kawasan prioritas perikanan dan kabupaten/kota potensial perikanan sebanyak 5.360 orang.

Kegiatan yang telah dilakukan dalam mendukung pengembangan SDM KP antara lain:

(1). Uji Kompetensi Keahlian (UKK) dalam rangka Peningkatan Penyerapan Lulusan SUPMUKK merupakan salah satu rangkaian proses penilaian yang dilakukan dalam mengukur capaian kinerja pembelajaran pada satuan pendidikan menengah lingkup KKP, yang dilaksanakan pada tanggal 3 s.d 15 Maret 2014. Bagi peserta UKK yang memenuhi standar saat melakukan unjuk kerja akan dinyatakan kompeten dan memperoleh sertifikat kompetensi dari LSP sesuai dengan unit kompetensi yang diujikan. Sertifikat kompetensi merupakan bukti pengakuan tertulis atas kompetensi yang dikuasainya sehingga mempermudah pemiliknya dalam memperoleh pekerjaan.

(2). Sertifikasi Asesor kompetensi Bagi Guru dan Dosen Lingkup KKPUntuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan profesional dibutuhkan pendidik yang berkompeten, dan untuk itu perlu menyelenggarakan kegiatan sertifikasi asesor kompetensi bagi guru dan dosen lingkup kementerian kelautan dan perikanan. Kegiatan Asesor kompetensi bagi guru dan dosen dilaksanakan tanggal 21 s.d 25 April 2014 dihadiri oleh perwakilan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dengan diikuti oleh 30 peserta yaitu 26 orang dari Guru dan Dosen lingkup KKP, 1 orang guru dari SUPM Dumai dan 3 orang peserta dari Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).

(3). Peresmian Politeknik Kelautan dan PerikananPeresmian Politeknik Kelautan dan Perikanan oleh Menteri Kelautan

Page 71: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015140 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 141

dan Perikanan pada tanggal 4 Juli 2014 di AP Sidoarjo, adapun 3 (tiga) Akademi Perikanan (AP) yang mengalami perubahan nama menjadi Politeknik Kelautan dan Perikanan. Setelah melewati berbagai prosedur, mekanisme dan pertemuan pembahasan sesuai peraturan perundangan yang berlaku maka pada 30 Desember 2013 diterbitkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tentang Persetujuan perubahan bentuk AP menjadi Poltek di bawah KKP.

(4). Presiden Memberikan Penghargaan kepada Penyuluh PerikananSebanyak 30 orang penyuluh perikanan teladan tingkat provinsi berhasil meraih penghargaan yang diberikan Presiden dalam rangka peringatan HUT RI ke-69 di Istana Negara,. Kegiatan ini merupakan wujud apresiasi dan penghargaan pemerintah terhadap kinerja penyuluh perikanan yang memiliki dedikasi tinggi dalam melaksanakan pendampingan bagi kelompok pelaku utama perikanan.

(5). Standar Kompetensi Kerja (SKK) Kelautan dan PerikananPelatihan diselenggarakan dengan berbasisis kompetensi (PBK) nasional (SKKNI), internasional dan khusus. Penetapan SK3 (standard kompetensi kerja khusus) bidang koservasi telah ditetapkan sebanyak 3 unit, sehingga diharapkan kebutuhan pelatihan konservasi mempunyai standar yang tercukupi. SKKNI pada dua tahun telah ditetapkan sebanyak 4 unit sehingga jumlah SKKNI bidang perikanan terdapat 14 unit. Melalui Lembaga Sertifikasi Profesi – Kelautan Dan Perikanan dan Lembaga Sertifikasi – Kelautan telah dan akan disertifikasi pada tahun 2012 – 2015 sebanyak 23.790 orang. Jumlah asesor sertifikasi sebanyak sekitar 486 orang, asesor lisensi 3 orang, master asesor 2 orang dan lead asesor 3 orang tersebar di 31 Tempat Uji kompetensi. Standard kompetensi Internasional dengan mengacu pada International Maritime Organisation dan saat ini digunakan dalam sertifikat keahlian pelaut perikanan yaitu Ankapin, Atkapin dan Basic Safety Training. Jumlah sertifikat Ankapin/Atkapin yang telah dikeluarkan sampai tahun 2015 sebanyak 23.000 buah.

(6). Penguatan Center of Excellent (Pendidikan Vokasi)Semua satuan pendidikan lingkup KKP (STP, Politeknik KP, SUPM) menyelenggarakan pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory, dengan pola pendidikan ini maka dapat menjadikan satuan pendidikan lingkup KKP termasuk SUPM sebagai penjuru pendidikan vokasi bidang pendidikan KP di Indonesia. Dalam hal ini perlu adanya dukungan dan kerjasama semua pihak untuk menguatkan serta menjalin jejaring pendidikan untuk mempercepat dan pemerataan kualitas SDM kelautan dan perikanan. Berbagai keunggulan telah dimiliki oleh satuan pendidikan lingkup KKP dibanding dengan satuan pendidikan lain, diantaranya keunggulan struktur kurkulum, kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, serta didukung ketersediaan sarana prasarana yang memadai.

(7). Forum Pendidikan dengan Dunia Usaha dan IndustriForum pendidikan dengan dunia usaha dan industri diselenggarakan pada tanggal 1 s.d 3 Desember 2014, yang pelaksanaannya di STP Jakarta. Maksud dan tujuan ini adalah membangun sinergitas antara satuan pendidikan dengan dunia usaha dan dunia industri dalam upaya mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien melalui berbagi informasi peluang kerja, usaha dan kerjasama serta berbagi solusi antar pemangku kepentingan. Kegiatan Forum ini diikuti sebanyak 51 peserta yang berasal dari 23 satuan pendidikan menengah (SUPM/SMK), 7 satuan pendidikan tinggi, 19 pelaku usaha/industri bidang budidaya, penangkapan, pengolahan, pemasaran produk perikanan dan perusahaan pengerah tenaga kerja pelaut perikanan ke luar negeri, 2 asosiasi perlindungan TKI.

(8). Penguatan Pengembangan SDM Kelautan dan PerikananGelar Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan diselenggarakan pada tanggal 2 Desember 2014 didukung oleh program konservasi Marine Protected Area Governance (MPAG) USAID. Pengembangan SDM kelautan dan perikanan, termasuk di bidang konservasi, dilakukan KKP melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Melalui pendidikan, KKP telah membangun sekolah khusus di bidang konservasi kelautan dan perikanan yang berlokasi di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Selain itu, dibentuk pula Pusat Studi Mangrove di Poltek KP Sidoarjo, Pusat Studi terumbu karang di Poltek KP Bitung, serta Pusat Studi Konservasi Perairan yang akan diresmikan di Poltek KP Sorong.

(9). Rapat Koordinasi Bakornas Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, Sinergitas Kelembagaan Penyuluhan, dan Rakor Jabfung Fungsional BPSDMKPRapat Koordinasi Badan Koordinasi Nasional Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Sinergitas Kelembagaan Penyuluhan; dan Rapat Koordinasi Jabatan Fungsional Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan akan berlangsung di Jakarta mulai tanggal 1-3 September 2014. Kegiatan ini dihadiri oleh Menko Bidang Perekonomian, Menteri Kelautan dan perikanan, Menteri Pertanian dan diikuti oleh peserta sebanyak 450 orang dari pusat dan daerah dengan berbagai kegiatan.

(10). Terbitnya Peraturan Presiden tentang Perubahan Tunjangan Fungsional Penyuluh PerikananDiawal kepemimpinan Presiden Joko Widodo memberikan kado istimewa bagi penyuluh perikanan dengan telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 169 Tahun 2014 tentang Tunjangan Fungsional Penyuluh Perikanan pada tanggal 19 November 2014. Secara umum dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 169 ini besaran tunjangan fungsional penyuluh perikanan paling rendah yaitu jenjang Penyuluh Perikanan Pemula sebesar Rp. 300.000,- dan paling tinggi pada jenjang Penyuluh Perikanan Utama sebesar Rp. 1.500.000.

Page 72: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015142 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 143

11. Kerja Sama Internasional

Dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, KKP memerlukan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, baik nasional maupun internasional. Upaya tersebut dilakukan dengan memanfaatkan dan mengembangkan potensi kelautan dan perikanan Indonesia serta peluang kerja sama bilateral dengan negara-negara sahabat dalam optimalisasi pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berkelanjutan, dengan fokus utama pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan, kelestarian lingkungan serta pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan. KKP memandang penting upaya perluasan dan pengembangan kerja sama bilateral di bidang kelautan dan perikanan dengan negara-negara sahabat dalam membangun dan memantapkan posisi Indonesia dalam kerja sama internasional.

KKP hingga tahun 2014 telah menjalin kerja sama bilateral dalam berbagai bentuk perjanjian internasional, baik kerja sama yang aktif, pembaharuan maupun yang masih dalam tahap penjajakan, diantaranya meliputi:

(1). Dalam rangka kerja sama bilateral, telah dilakukan pengembangan kerja sama bilateral bidang kelautan dan perikanan dengan Amerika Serikat, Prancis, Australia, RRT, Fiji dan Timor Leste. Selain itu juga dilakukan penjajakan kerja sama bilateral dengan negara-negara di kawasan Afrika yaitu Afrika Selatan dan Kenya. Pada tanggal 18 Juni 2014 telah dilakukan penandatanganan Memorandum Saling Pengertian (MSP) tentang Kerjasama Kelautan dan Perikanan antara Menteri Kelautan dan Perikanan RI dengan Menteri Pertanian, Perikanan dan Hutan, Republik Fiji yang diwakili oleh Menteri Pertahanan, Keamanan Nasional dan Imigrasi. Penandatanganan berlangsung di Westin Hotel Fiji, dan disaksikan langsung oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Fiji Josaia Voreqe Bainimarama. Dalam implementasinya, kedua negara akan bekerja sama untuk mengembangkan, mendorong, mempromosikan kerjasama dan saling konsultasi pada berbagai bidang kelautan dan perikanan. Diantaranya, perikanan tangkap berkelanjutan, pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan, pengolahan dan pengembangan hasil perikanan. Kemudian, inspeksi dan karantina ikan, penelitian, pengembangan dan peningkatan kapasitas, layanan armada dan teknis perikanan termasuk melakukan penguatan masyarakat pesisir dan pengelolaan pesisir terpadu, serta mencegah, menghalangi dan menghapuskan praktek IUU Fishing.

Termasuk dalam kegiatan bilateral adalah kerja sama Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Pada tanggal 28 Agustus 2014 telah dilaksanakan Pertemuan Ke-empat Tingkat Menteri Kelautan APEC, di Xiamen, RRT yang juga dihadiri oleh Menteri Kelautan dan

Perikanan RI. Pada pertemuan tersebut dihasilkan Deklarasi Xiamen yang menyepakati Blue Economy sebagai fokus utama kerjasama kemitraan APEC. Fokus Ekonomi Biru itu dibagi pada tiga aspek, yaitu yang pertama adalah konservasi ekosistem laut dan pesisir serta ketahanan terhadap bencana alam, kedua adalah peran laut terhadap keamanan pangan dan perdagangan yang berhubungan dengan pangan, serta ketiga adalah terkait ilmu kelautan, teknologi dan inovasi. Deklarasi Xiamen juga menyepakati Balai Riset dan Observasi Kelautan di Perancak, Bali, sebagai rumah Pusat Informasi Kelautan dan Perikanan APEC atau APEC Ocean and Fisheries Information Center (AOFIC), yang diharapkan dapat memantau perkembangan ekonomi negara anggota APEC dalam bidang kelautan dan perikanan, khususnya dalam menindaklanjuti hasil forum APEC.

(2). Dalam rangka kerja sama multilateral, KKP berperan aktif dalam perundingan di forum internasional dalam bidang yang terkait dengan kelautan dan perikanan. Beberapa perundingan yang diikuti utamanya di FAO-Committee on Fisheries, Perundingan di kelembagaan PBB yaitu UN-FCCC, dan organisasi kerja sama perikanan regional dalam jaringan RFMOs (CCSBT, IOTC dan WCPFC). Kerja Sama ASEAN utamanya dalam pembahasan perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 di bidang kerja sama perikanan yang meliputi antara lain ASEAN-SEAFDEC dan ASWGFi.

Sidang FAO-Committee on Fisheries (COFI) sesi ke-31 telah dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2014 bertempat di Plenary Room, Kantor Pusat FAO oleh Chair Person COFI ke-31 Mr Johán H. Williams (Norway) dan dilanjutkan sambutan oleh Director-General of FAO Mr. Jose Graciano Da Silva. Pada Agenda 5. Securing sustainable small-scale fisheries, sidang COFi sesi ke-31 ini berhasil menyepakati draft terakhir Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-scale Fisheries in the Context of Food Security and Poverty Eradication dan akan ditetapkan menjadi Guidelines bersama bagi negara anggota FAO. Ini merupakan terobosan besar dalam sejarah perikanan dunia dan FAO sendiri, dimana setelah lebih dari 60 tahun sejak adanya sidang FAO COFi, guidelines untuk proteksi nelayan skala kecil disepakati oleh negara anggota FAO yang terdiri dari 143 negara. Indonesia yang menjadi salah satu negara yang cukup aktif dalam 2 pertemuan pembahasan teknis sebelumnya, telah berhasil memasukkan beberapa artikel sesusai dengan posisi nelayan skala kecil Indonesia.

Pertemuan AFCF ke-6 dan pertemuan ASWGFi ke-22 telah dilaksanakan di Kuala Lumpur Malaysia pada tanggal 23-27 Juni 2014. Pertemuan ini antara lain membahas Harmonisasion of Import and Export Inspection and Certification and Development of Mutual Recognation Agreements (MRAs) among ASEAN. Pertemuan ini juga menyampaikan bahwa Guidelines for the Use of Chemical in

Page 73: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015144 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 145

Aquaculture and Measures to Eliminate the Use of Harmful Chemicals telah disahkan pada SSOM AMAF ke-34 dan AMAF ke-35. Publikasi Guidelines tersebut akan disampaikan kepada seluruh AMS oleh Sekretariat ASEAN.

(3). Dalam rangka kerja sama antarlembaga, telah memfasilitasi pelaksanaan Kesepakatan Bersama dengan ditandatanganinya Kesepakatan Bersama antara KKP dengan NGO/LSM, Perguruan Tinggi, Kementerian, Lembaga Perbankan, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Pemerintah Daerah dan Dunia Usaha/Organisasi Kemasyarakatan.

Salah satu Kesepakatan Bersama yang dilaksanakan pada tahun 2014 adalah antara KKP dengan TNI AL pada tanggal 1 Desember 2014. Nota kesepahaman tersebut bertujuan untuk mengelola kembali hasil kelautan Indonesia, terutama di bidang perikanan, melalui penegakan dan pengawalan kebijakan moratorium kapal asing, eks asing serta pelarangan transhipment dan menyelaraskan peraturan laut Indonesia dengan peraturan internasional mengenai penegakan hukum di wilayah laut Indonesia. Penandatangan kerja sama itu dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) di Mabesal Cilangkap, Jakarta Timur. Ada tiga poin yang dikerjasamakan, mulai dari pembinaan terhadap nelayan hingga penegakan hukum terhadap kapal asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia. MoU ini sangat penting dilakukan untuk mencapai visi misi kemaritiman Presiden Joko Widodo. Perjanjian ini menjadi pilar utama untuk kemakmuran dan kesejahteraan di dalam bidang kelautan.

12. Integritas Pelayanan Publik KKP di atas Nilai Standar Minimal KPK

KPK dalam perannya sebagai trigger mechanism sangat mendorong upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan layanan publik. Potret kondisi aktual pelayanan publik terkait dengan transparansi, suap, pungutan liar, gratifikasi, sistem administrasi, perilaku individu, lingkungan kerja dan upaya-upaya pencegahan korupsi ini dilakukan juga dalam upaya meningkatkan efektifitas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK terutama di sektor layanan publik.

KPK melaksanakan survei integritas sektor publik dengan tujuan untuk: (1) mengetahui nilai integritas, indikator dan sub-indikator integritas dalam layanan publik, (2) melakukan pengukuran ilmiah terhadap tingkat korupsi dan faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi di lembaga layanan publik dengan melakukan wawancara secara langsung kepada pengguna layanan publik, (3) memberikan masukan bagi instansi pelayanan publik untuk mempersiapkan upaya pencegahan korupsi yang efektif pada wilayah atau layanan yang rentan terjadi korupsi.

Terkait pelaksanaan survei tersebut, maka Itjen KKP telah melaksanakan kegiatan audit dan evaluasi pelayanan publik sebagai upaya menertibkan dan membenahi unit-unit pelayanan publik di KKP. Hasil dari upaya tersebut adalah TIDAK ADA UNIT PELAYANAN PUBLIK di KKP yang nilainya di bawah standar minimal yang ditetapkan KPK yaitu 6,0. Hal tersebut sungguh menggembirakan dan secara umum, Indeks Integritas Unit Layanan di Kementerian/Lembaga pada 2014 mencapai 7,22, di atas standar minimal yang ditetapkan oleh KPK, yakni 6,00. Indeks ini terdiri dari indeks pengalaman integritas dan indeks potensi integritas.

Survei Integritas kali ini dilakukan terhadap 40 unit layanan di 20 Kementerian/Lembaga di wilayah Jadebotabek. Hal ini menyesuaikan dengan Rencana Strategis KPK, terutama menyangkut national interest. Sebanyak 1.200 responden survei merupakan pengguna langsung unit layanan. Pengambilan data primer dilakukan melalui proses wawancara tatap muka yang dilaksanakan pada Mei hingga September 2014.

Pemilihan Unit Layanan yang disurvei memiliki kriteria; layanan publik pada Kementerian/Lembaga strategis yang menjadi fokus renstra KPK; terkait dengan national interest; serta menyangkut hajat hidup orang banyak.

Gambar 42. Hasil Penilaian KPK atas Unit Layanan Publik KKP

13. Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) Terbaik

KKP mendapatkan penghargaan dari KPK sebagai “Kementerian dengan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) terbaik Tahun 2014“. Penghargaan tersebut merupakan suatu hasil usaha nyata dari KKP dalam upaya Mewujudkan KKP Yang Transparan, Bersih, Melayani Tanpa Korupsi. Dapat dikatakan demikian, mengingat Unit Pengendalian Gratifikasi baru ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 26 Juni 2014.

Pada Tahun 2014 TIDAK ADA UNIT

PELAYANAN PUBLIK di KKP yang nilainya di bawah

standar minimal yang ditetapkan KPK yaitu 6,0.

Page 74: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015146 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 147

Setelah melakukan Penandatanganan Komitmen Penerapan Pengendalian Gratifikasi pada tanggal 27 Maret 2014yang lalu, oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan Ketua KPK, KKP telah membuat Permen KP No. 27/2014 tanggal 26 Juni 2014 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dalam waktu 6 bulan setelah terbitnya Kepmen KP No. 31/2014 tentang Unit Pengendalian Gratifikasi KKP, UPG KKP telah melakukan sosialisasi peraturan tersebut pada 10 Unit Eselon I lingkup KKP, membuat website UPG dengan alamat www.upg.kkp.go.id dengan aplikasi pelaporan secara on-line untuk seluruh pegawai lingkup KKP termasuk keluarga inti. Dan sejak bulan Juni sampai dengan November 2014 telah terdapat 49 laporan terkait gratifikasi, yang terdiri dari 44 laporan penerimaan gratifikasi dan 5 laporan penolakan gratifikasi.

Dengan diterimanya penghargaan tersebut diharapkan dapat mengingatkan kembali kepada seluruh pegawai lingkup KKP agar dapat lebih mengetahui, memahami peraturan terkait gratifikasi serta menolak memberikan dan menerima gratifikasi dan melaporkan kepada UPG KKP. Untuk UPG KKP lebih agar dapat meningkatkan kinerjanya untuk mewujutkan KKP Yang Transparan, Bersih, Melayani Tanpa Korupsi.

Gambar 43. Hasil Penilaian KPK atas Unit Layanan Publik KKP

KKP mendapatkan penghargaan dari KPK sebagai “Kementerian

dengan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) terbaik

Tahun 2014“.

Page 75: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015148 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 149

Beberapa permasalahan yang menjadi faktor kendala dalam pencapaian target dan sasaran program/kegiatan di tahun 2014, antara lain adalah:(1). Penyediaan dan distribusi induk unggul dan benih berkualitas

masih terbatas, terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan sebagai akibat dari limbah budidaya maupun limbah lainnya, serta adanya ancaman penyakit baik dari dalam maupun dari luar negeri.

(2). Masih tingginya biaya transportasi dan logistik, khususnya dari wilayah Indonesia timur ke Indonesia barat;

(3). Tingginya tarif bea masuk produk Indonesia ke pasar luar negeri seperti dengan Uni Eropa untuk komoditas tuna hal ini karena tidak adanya perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa. Ini mengakibatkan daya saing produk Indonesia menjadi lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam dan Filipina;

(4). Masih adanya praktek IUU fishing;(5). Kendala iklim dan cuaca yang turut mempengaruhi musim sehingga

pelaksanaan kegiatan seperti usaha penangkapan, budidaya dan garam rakyat harus menyesuaikan dengan kondisi yang tepat sehingga produksi perikanan tidak sepanjang waktu dan dengan kondisi yang sesuai.

(6). Dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan baik yang berbasis penangkapan maupun budidaya masih kurangnya dukungan lintas sektor yang optimal serta komitmen pemerintah daerah dalam menyelesaikan master plan.

(7). Sarana dan prasarana yang telah dibangun atau disediakan di berbagai daerah seperti pelabuhan perikanan, balai benih ikan, eskavator maupun sarana pengawas masih belum optimal pemanfaatannya karena lemahnya lembaga pengelolaan.

(8). Akses permodalan ke perbankan yang masih terbatas bagi para pelaku usaha kelautan dan perikanan.

(9). Sistem e-procurement yang dilakukan oleh unit layanan pengadaan (ULP) di daerah menjadi kendala percepatan pelaksanaan kegiatan karena SDM pengadaan barang dan jasa belum memahami sistem pengadaan secara elektronik, dan pada umumnya proyek atau kegiatan besar dengan anggaran yang besar lebih didahulukan, sehingga menyebabkan keterlambatan proses pelaksanaan kegiatan.

(10). Berapa program yang didanai dari PHLN tidak dapat terealisasi dengan optimal khususnya Pinjaman Luar Negeri karena kendala admisnitratif yakni keterlambatan revisi karena refocusing dan menunggu terbitnya Peraturan Dirjen Perbendaharaan tentang Tata Cara Penarikan Dana Pinjaman.

Selanjutnya upaya tindak lanjut yang dilakukan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, antara lain adalah :

Permasalahan/kendala dalam pelaksanaan

program/kegiatan selama tahun 2014 menjadi fungsi

umpan balik memberi masukan dalam menyusun rencana program/kegiatan

ke KKP depan.

(1). Pembinaan penerapan CPIB pada unit pembenihan, pengembangan jaringan distribusi benih, optimalisasi peranan UPT/UPTD dalam penyediaan induk dan benih, serta pengembangan bibit rumput laut. Pembinaan dan pendampingan dalam upaya pencegahan penyakit, termasuk penerapan biosecurity, penguatan POSIKANDU dan Early Warning System serta rehabilitasi lingkungan sentra produksi perikanan budidaya

(2). Pengembangan manajemen logistik yang baik, salah satu diantaranya adalah melalui Sistem Logistik Ikan Nasional;

(3). Peningkatan daya saing produk Indonesia melalui diplomasi pemasaran luar negeri untuk menurunkan tarif bea masuk produk Indonesia ke pasar luar negeri;

(4). Koordinasi yang baik antara berbagai pihak seperti Bakamla, TNI AL, POLAIR, dll untuk mengatasi praktek IUU fishing;

(5). Meningkatkan koordinasi lintas sektor sangat diperlukan untuk bersama-sama melakukan pembangunan sarana/prasarana di lokasi minapolitan, misalnya dengan Kementerian PU, Kementerian ESDM, Perbankan serta Pemda.

(6). Koordinasi secara intensif dengan satker Daerah dan ULP dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan dan mendorong Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pengadaan barang dan jasa;

(7). Meningkatkan koordinasi dan integrasi pelaksanaan program kerja dan kegiatan antara pusat, daerah dan instansi lintas sektoral secara intensif dan berkelanjutan agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik;

(8). Pendampingan akses permodalan, sertifikasi tanah nelayan/lahan budidaya untuk mempermudah jaminan, penguatan investasi, usaha dan fasilitasi permodalan pelaku usaha skala kecil dan skala besar serta peningkatan promosi usaha.

(9). Mendorong Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kab/Kota untuk melaksanakan kegiatan dan anggaran sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan;

(10). Melakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kab/Kota serta Unit Kerja lingkup KKP untuk secara periodik melakukan rekonsiliasi data dan menyampaikan kemajuan pelaksanaan pekerjaan.

Page 76: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015150 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 151

Page 77: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015152 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 153

Tantangan Pembangunan KP Tahun 2015

Upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, menjadi tantangan besar untuk pembangunan kelautan dan perikanan ke depan. Laut dan wilayah kepulauan kita harus dijadikan sebagai perekat persatuan dan kesatuan NKRI, ide pengembangan tol laut tentunya merupakan suatu terobosan untuk penguatan kedaulatan NKRI dan pengembangan Sistem Logistik Nasional, sehingga ketimpangan dan disparitas antar wilayah akan berkurang. Mewujudkan poros maritim dunia mempunyai arti penting yaitu pemanfaatan laut untuk kedaulatan, kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka membangun kedaulatan politik, dilakukan melalui penegakkan hukum di laut dengan memerangi aktivitas IUU fishing. KKP telah melakukan beberapa upaya dalam rangka penanganan illegal fishing diantaranya moratorium izin baru dan perpanjangan penangkapan ikan, pemberlakuan larangan transhipment (pemindahan muatan) perikanan di tengah laut, penyempurnaan sistem perizinan usaha perikanan tangkap, modernisasi sistem data dan informasi perikanan, penertiban penggunaan vessel monitoring system (VMS), pembentukan tim Satuan Tugas IUU Fishing. Kegiatan perikanan liar masih akan menjadi ancaman serius bagi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia di masa mendatang. Kondisi tersebut dipicu pula oleh adanya perkembangan perikanan global saat ini dimana beberapa negara mengalami penurunan stok ikan, tingginya permintaan produk perikanan, serta pengurangan armada kapal penangkapan ikan oleh beberapa negara akibat pembatasan pemberian izin penangkapan. Di sisi lain, kemampuan pengawasan SDKP di Indonesia masih terbatas dan adanya kebijakan pemanfaatan perairan Indonesia sangat terbuka (open access).

Selain tantangan terkait dengan IUU Fishing, tantangan selanjutnya adalah peningkatan daya saing perekonomian, yang didukung dengan pengembangan SDM dan IPTEK, serta menggali kembali budaya bahari menjadi prioritas. Pengembangan ekonomi maritim mencakup pengembangan industri perikanan, industri garam, pertambangan dan energi, wisata bahari, perhubungan laut, bioteknologi kelautan dan pengembangan jasa-jasa maritim. Kesejahteraan pelaku usaha perikanan (budidaya, penangkapan, pengolahan dan pemasaran) merupakan salah satu pilar penting dalam peningkatan daya saing bangsa di era perdagangan bebas serta penerapan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Namun, kondisi kesejahteraan para nelayan dan pelaku usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan dengan pendapatan yang diperolehnya masih sangat terbatas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tahun 2013 jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 28,07 juta orang, dimana 25,14% diperkirakan tinggal di wilayah pesisir. Kondisi ini menggambarkan tentang kondisi

Selain tantangan terkait IUU Fishing, tantangan

pembangunan KP adalah peningkatan daya

saing perekonomian, yang didukung dengan

pengembangan SDM dan IPTEK, serta menggali

kembali budaya bahari.

sebagian pelaku usaha perikanan Indonesia yang masih terbelenggu oleh kemiskinan yang merupakan persoalan kompleks dan bersifat multidimensional sehingga membutuhkan pendekatan komprehensif untuk menyelesaikannya.

Dalam pengembangan perikanan budidaya, masih dihadapkan pada permasalahan implementasi kebijakan tata ruang dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terbatasnya prasarana saluran irigasi, terbatasnya ketersediaan dan distribusi induk dan benih unggul, dan serangan hama dan penyakit ikan/udang, serta adanya pencemaran yang mempengaruhi kualitas lingkungan perikanan budidaya. Dengan potensi luas pengembangan usaha budidaya perikanan sekitar 12.545.072 ha, yang terdiri dari tambak, kolam, perairan umum, mina-padi dan budidaya laut, baru dimanfaatkan sekitar 1.125.548 ha atau sekitar 6,34 %. Berdasarkan data tingkat pemanfaatan tersebut, pengembangan usaha budidaya perikanan masih sangat rendah bila dibandingkan dengan potensi lahan yang ada.

Indonesia juga masih menghadapi beberapa kondisi yang belum sepenuhnya dapat mendukung untuk memenuhi persyaratan mutu produk ekspor hasil perikanan yang semakin ketat dari negara-negara mitra dagang, terutama seperti Uni Eropa, Tiongkok, Rusia, Kanada, Korea Selatan, Vietnam dan Norwegia. Disamping itu, aspek sangat mendasar yang mempengaruhi lemahnya daya saing dan produktivitas adalah kualitas SDM dan kelembagaannya. Saat ini jumlah SDM yang bergantung pada kegiatan usaha kelautan dan perikanan sangat besar, namun pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi dan aksesibilitas terhadap infrastruktur dan informasi masih minim dan tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, terutama di wilayah kepulauan. Dalam rangka pengembangan usaha, tantangan utama yang dihadapi adalah masih adanya keterbatasan dukungan permodalan usaha dari pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya kepada para nelayan/pembudidaya. Dalam kaitan ini, nelayan/pembudidaya ikan masih mengalami kesulitan mengakses dana bantuan permodalan atau kredit akibat terkendala oleh pemenuhan persyaratan prosedural perbankan.

Aktivitas pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, baik yang berada di daratan, wilayah pesisir, maupun lautan, tidak dapat terlepas dari keberadaan potensi bencana alam dampak perubahan iklim yang dapat terjadi di wilayah Indonesia. Bencana alam dan perubahan iklim dapat berdampak serius terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, seperti kenaikan muka air laut (sea level rise) yang dapat menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil dan sebagian wilayah/lahan budidaya di wilayah pesisir, intrusi air laut ke daratan, peningkatan dan perubahan intensitas cuaca ekstrim (badai, siklon, banjir) yang berpengaruh terhadap kegiatan penangkapan dan

Page 78: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015154 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 155

budidaya ikan, serta kerusakan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, penyiapan kapasitas masyarakat untuk melakukan berbagai upaya mitigasi bencana masih sangat diperlukan

Untuk mengoptimalkan pembangunan kelautan dan perikanan memerlukan sinergitas dan koordinasi antar sektor terkait, mencakup urusan kedaulatan/yuridiksi nasional, urusan pengembangan ekonomi (perhubungan laut, perikanan, energi dan sumber daya mineral, ekonomi kreatif dan pariwisata dan urusan ekonomi lainnya), urusan lingkungan hidup dan urusan pendidikan/budaya serta urusan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan.

Arah Kebijakan dan Target Kinerja KKP Tahun 2015

Rencana Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2015 mengacu pada Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, Rancangan Rencana Strategis KKP 2015-2019 yang merupakan penjabaran dari Visi Misi, Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Arah kebijakan umum dalam Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:(1). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan

berkelanjutan.(2). Meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam

yang berkelanjutan. (3). Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan

pemerataan. (4). Peningkatan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana alam dan

perubahan iklim. (5). Penyiapan landasan pembangunan yang kokoh. (6). Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan

rakyat yang berkeadilan. (7). Mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dijabarkan dalam 9 agenda prioritas nasional yaitu: (1). Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa

dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. (2). Membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola

pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. (3). Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-

daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. (4). Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem

dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

(5). Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. (6). Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar

internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit

Rencana Pembangunan KP Tahun 2015 mengacu pada RPJMN 2015-2019, Renstra

KKP 2015-2019 yang merupakan penjabaran Visi

Misi, Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Jokowi dan

Jusuf Kalla serta berpedoman pada RPJPN 2005-2025.

bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. (7). Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-

sektor strategis ekonomi domestik. (8). Melakukan revolusi karakter bangsa. (9). Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial

Indonesia.

Dari 9 agenda prioritas tersebut di atas, KKP terkait dengan agenda prioritas nasional ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat KP dan kelestarian sumber daya KP. Dalam rangka mendukung pencapaian agenda prioritas nasional tersebut, arah kebijakan pembangunan KP tahun 2015 difokuskan untuk mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan, mengembangkan kompetensi SDM dan IPTEK inovatif serta membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel.

Sejalan dengan arah kebijakan pembangunan nasional 2015-2019, 4 (empat) pilar pembangunan kelautan dan perikanan 2015-2019 diarahkan untuk :

(1). Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan

Isu pembangunan global dalam beberapa dekade ke depan antara lain mewujudkan kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan. Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan secara global akan turut memberikan pengaruh besar terhadap keberlangsungan pembangunan kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan tidak akan dilakukan secara eksploitatif dan destruktif, melainkan mengedepankan penerapan prinsip-prinsip dasar pembangunan yang bertumpu pada kelestarian lingkungan (sustainable development) dan penegakan hukum secara terpadu dan efektif.

(2). Meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan

Daya saing bangsa merupakan salah satu kunci sukses guna memenangkan persaingan antar negara pada era perdagangan bebas. Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 akan menjadi tonggak penting kebangkitan bangsa Indonesia sebagai negara maritim guna memainkan peran yang lebih menentukan dalam pembangunan ekonomi di kawasan. Berkitan dengan hal tersebut, upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat domestik maupun internasional terhadap produk kelautan dan perikanan yang bermutu akan berdampak besar bagi keberlanjutan pembangunan KP, baik pada aspek ekonomi, politik, sosial, maupun lingkungan.

Pilar pembangunan kelautan dan perikanan 2015-2019:

Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan

secara berkelanjutan; Meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan;

Mengembangkan kompetensi SDM dan iptek inovatif; dan Membangun tata kelola pemerintahan

yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel.

Page 79: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015156 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 157

(3). Mengembangkan kompetensi SDM dan iptek inovatifPembangunan kelautan dan perikanan merupakan upaya terencana guna mewujudkan perubahan kondisi kehidupan yang lebih baik pada masyarakat kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia (human centered development) akan meningkatkan profesionalisme dan integritas SDM KP dalam menerapkan hasil-hasil Iptek inovatif bagi kesejahteraan masyarakat KP secara keseluruhan. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan dan akuntabelPembangunan kelautan dan perikanan yang berwawasan good governance akan mampu mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi institusi yang adaptif terhadap perubahan dinamika lingkungan strategis, inovatif, memiliki integritas tinggi, serta mampu memberikan pelayanan publik yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. KKP akan memiliki kapasitas organisasi yang mumpuni dalam menerapan prinsip dan nilai dasar pemerintahan yang terbuka dan bersinergis dengan pemangku kepentingannya (open governance partnership), serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja pembangunan kelautan dan perikanan.

Untuk melaksanakan arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan, tahun 2015 KKP melaksanakan 10 Program Pembangunan KP yaitu: (1). Program Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tangkap.(2). Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan

Budidaya.(3). Program Peningkatan Daya Saing Usaha dan Produk Kelautan dan

Perikanan.(4). Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil.(5). Program Pengawasan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan.(6). Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan.(7). Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan

Perikanan.(8). Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan

Perikanan.(9). Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP.(10). Program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan

Tugas Teknis Lainnya KKP.

Sasaran Strategis Pembangunan KP Tahun 2015, terbagi menjadi 4 perspektif yaitu:

Stakeholder Perspective(1). Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.

Dalam melaksanakan arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan,

KKP pada tahun 2015 melaksanakan 10 program

pembangunan

(2). Meningkatnya pengelolaan SDKP secara berkelanjutan. Customer Perspective(1). Meningkatnya produksi, usaha dan investasi bidang KP(2). Meningkatnya produk KP yang dikembangkan dan dipasarkan di

dalam dan luar negeri. (3). Tersedianya kebijakan pembangunan KP yang implementatif.(4). Terselenggaranya tata kelola pemanfaatan SDKP yang berdaya

saing dan berkelanjutan.

Internal Process PerspectiveTerselenggaranya pengendalian dan pengawasan SDKP secara efektif dan terpadu.

Learning and Growth Perspective(1). Tersedianya ASN KKP yang kompeten dan profesional. (2). Tersedianya informasi yang valid, handal dan mudah diakses. (3). Terwujudnya reformasi birokrasi.(4). Terkelolanya anggaran pembangunan secara efisien.

Sasaran strategis dan target kinerja tahun 2015 yang akan dicapai oleh KKP sebagai berikut :

Tabel 48. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja KKP Tahun 2015

No. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Target

Stakeholder Perspective

SS 1 Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat KP

1. Nilai Indeks Kesejahteraan Masyakatat KP 47

2. Pertumbuhan PDB Perikanan (%) 7,00

SS2. Meningkatnya Pengelolaan SDKP yang Berkelanjutan

3. Jumlah WPP yang terpetakan potensi sumberdaya KP untuk pengembangan ekonomi kelautan yang berkelanjutan (WPP)

3

4. Jumlah WPP yang menerapkan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) 2

5. Jumlah Kawasan Konservasi periaran, pesisir, dan ppk yang meningkat efektivitas pengelolaannya (kawasan)

17

6. Presentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona (%)

80

7. Jumlah Kawasan Pesisir Rusak yang pulih kembali 50

Customer Perspective

SS 3. Meningkatnya Produksi, Usaha dan Investasi Bidang KP

8. Produksi perikanan (juta ton) 24,12

9. Volume produk olahan hasil perikanan ( juta ton) 5,6

10. Produksi garam rakyat (juta ton) 3,3

11. Nilai investasi bidang KP (Rp. triliun) 46,85

12. Jumlah kredit yang disalurkan (Rp. miliar) 850

13. Jumlah SDMKP yang bersertifikat kompetensi (orang) 21.250

14. Jumlah tenaga kerja baru bidang KP (orang) 300.000

Page 80: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015158 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 159

15. Jumlah pulau-pulau kecil terluar (PPKT) yang difasilitasi pengembangan ekonominya (pulau)

15

SS 4. Meningkatnya Produk KP yang dikembangkan dan dipasarkan di Dalam dan Luar Negeri

16. Konsumsi ikan (kg/kap/thn) 40,9

17. Nilai ekspor hasil perikanan (USD miliar) 5,86

18. Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra (kasus) < 10

19. Jumlah produk dan jasa kelautan yang dikembangkan (buah) 3

20. Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan 15

SS5. Tersedianya kebijakan pembangunan KP yang implementatif

21. Indeks efektivitas kebijakan pemerintah 7

22. Jumlah hasil litbang KP yang diadopsi oleh Masyarakat dan Industri (buah) 18

SS 6 . Terselenggaranya tata kelola pemanfaatan SDKP yang berdaya saing dan berkelanjutan

23. Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan unit pembenihan lainnya yang bersertifikat (unit) 465

24. Unit pembudidaya ikan yang bersertifikat CBIB (unit) 8.800

25. Jumlah Sertifikat Kelayakan Pengolahan bagi UPI (SKP) 500

26. Utilitas UPI (%) 76%

27.Sertifikat penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan

1.130

28. Sertifikai kesehatan ikan ekspor dan domestik yang memenuhi standar 248.500

29. Jumlah WPP yang terkelola sesuai rencana pengelolaan perikanan (RPP) (WPP) 2

30. Jumlah kelompok yang disuluh mendukung tata kelola pemanfaatan sumber daya KP yang berdaya saing dan berkelanjutan

52.770

31.Jumlah lokasi kawasan strategis nasional/tertentu yang memiliki dokumen rencana zonasi

46

Internal Process Perspective

SS 7. Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan SDKP secara efektif dan terpadu

32. Persentase kepatuhan pelaku usaha KP terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan (%)

32

33. Persentasi cakupan WPP NRI yang diawasi dari IUU fishing dan kegiatan yang merusak SDKP (11 WPP NRI)

33

34. Persentasi penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk kedalam wilayah RI (%) 34

Learning and Growth Perspective

SS 8. Tersedianya ASN KKP yang kompeten dan profesional

35. Indeks Kesenjangan Kompetensi Eselon II dan III <15%

SS 9. Tersedianya informasi yang valid, handal dan mudah diakses

36. Indeks pemanfaatan informasi KP berbasis IT (%) > 75%

SS 10. Terwujudnya Reformasi Birokrasi

37. Indeks RB KKP BB

38. Nilai/Skor SAKIP KKP A

39. Indeks integritas Pelayanan Publik KKP 8

40. Jumlah Unit Kerja berstatus Wilayah Bebas Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WNNM)

8

SS 11. Terkelolanya anggaran pembangunan secara efisien

41. Opini atas Laporan Keuangan KKP WTP

42. Nilai efisisensi anggaran 5-10 %

Untuk mewujudkan hal tersebut, pada tahun 2015 KKP akan fokus melaksanakan kegiatan strategis yang dapat menjawab isu aktual yang berkembang yang memerlukan penanganan segera, diantaranya adalah:(1). Pemberantasan IUU Fishing.(2). Pengembangan Iklim Usaha Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan.(3). Pengembangan Iklim Usaha Perikanan Budidaya yang

Berkelanjutan.(4). Pengembangan Industri Pasca Panen dan Jaringan Pemasaran yang

Terpadu.(5). Penguatan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan Kawasan Konservasi.(6). Swasembada Garam Industri pada Tahun 2017.(7). Penguatan peran Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan

Perikanan.(8). Pengembangan Kapasitas SDM KP.

Page 81: Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan

Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015160