rekomendasi teknologi kelautan dan perikanan

Upload: erlina-yuliani

Post on 10-Oct-2015

348 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    1/355

    Rekomendasi Teknolog

    Kelautan Perikanan 2013

    Badan P n litian dan P ng mbangan K lautan dan P rikanan

    K m nt rian K lautan dan P rikanan

    Rekomen

    dasiTeknologiKelautanPer

    ikanan

    ITERBITKAN OLEH

    Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

    Kementerian Kelautan dan Perikanan

    Tahun 2013

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    2/355

    i

    Rekomendasi TeknologiKelautan dan Perikanan

    Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan PerikananKementerian Kelautan dan Perikanan

    2013

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    3/355

    ii

    JUDUL BUKU

    Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan

    KATALOG DALAM TERBITAN

    ISBN 978-979-3692-49-4

    KONSEP BUKU

    Tim Komisi Litbang

    EDITOR

    Fatuchri Sukadi Iin Siti Djunaidah Subhat Nurkhakim Ketut Sugama Endang Sri Heruwati Mulia Purba Aryo Hanggono

    KONTRIBUTOR Direktorat Kesehatan Lingkungan, Ditjen Perikanan Budidaya Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Balitbang KP Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi KP, Balitbang KP Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Balitbang KP Balai Budidaya Air Payau, Ditjen Perikanan Budidaya Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Balitbang KP Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Balitbang KP Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Balitbang KP Balai Penelitian dan Pemuliaan Ikan, Balitbang KP Balai Penelitian Observasi Laut, Balitbang KP

    Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut, Balitbang KP Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP

    Hak Cipta buku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan

    DITERBITKAN OLEH

    Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan PerikananKementerian Kelautan dan PerikananTahun 2013

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    4/355

    iii

    SAMBUTANMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

    Dengan memanjatkan Puji Syukur kepada Allah SWT, saya

    menyambut dengan rasa senang dan mengucapkan selamat

    atas terbitnya buku tentang Rekomendasi TeknologiKelautan dan Perikanan 2013. Saya kira masyarakat dan

    khususnya para penyuluhpun telah lama menunggu terbitnya

    buku semacam ini. Para penyuluh membutuhkannya karena

    telah diamanatkan dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem

    Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan.

    Dalam persaingan global, masyarakat kelautan dan perikanan Indonesia sangat

    haus akan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan inovasi yang mampu membantuusahanya dalam peningkatan produksi dan produktivitas dengan efisiensi dan

    efektifitas yang tinggi. Harapannya adalah tersedia teknologi yang telah

    direkomendasikan dapat membantu dalam mewujudkan peningkatan pendapatan

    dan kesejahteraan para pelaku usaha.

    Selaku Menteri Kelautan dan Perikanan yang bertanggung jawab atas keberhasilan

    program pembangunan kelautan dan perikanan, mengharapkan agar teknologi yang

    direkomendasikan sebagaimana terangkum dalam buku ini dapat disebarluaskan

    oleh para penyuluh kepada Masyarakat Kelautan dan Perikanan untuk

    melaksanakan kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan dengan konsep

    Blue Economy. Kebijakan tersebut tidak lain adalah untuk meningkatkan nilai

    tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan, dengan pengembangan

    berbagai inovasi yang berorientasi pada pelestarian sumber daya untuk

    memberikan manfaat secara ekonomi, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan.

    Ke depan masyarakat Indonesia masih banyak membutuhkan ilmu pengetahuan dan

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    5/355

    iv

    teknologi terkini dan akan terus menunggu banyak lagi inovasi hasil karya bangsa

    sendiri terutama untuk peningkatan daya saing produk di pasar nasional dan

    internasional.

    Besar harapan saya, buku ini dapat dimanfaatkan secara luas oleh seluruh

    masyarakat.

    Wassalamu 'alaikum wr. wb.

    Syarif C. Sutardjo

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    6/355

    v

    Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, dengan rasa

    senang dan bercampur bangga Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) mempersembahkan buku

    Rekomendasi Teknologi Kelautan Perikanan 2013. Buku ini untuk

    pertama kalinya disusun dan diterbitkan oleh Balitbang KP yang

    didedikasikan untuk mendukung program pembangunan kelautan dan

    perikanan yang berkelanjutan yang melalui Industrialisasi, dan

    sekaligus menindaklanjuti amanat dalam UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan

    Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

    Dalam Industrialisasi Kelautan dan Perikanan, diharapkan teknologi dan inovasi yang ada dalam

    buku ini memberikan dampak yang luas pada pengembangan dan pengelolaan sumberdaya

    kelautan dan perikanan, baik keberlanjutannya maupun peningkatan nilai tambah dan daya saing,yang pada akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan di

    Indonesia. Kami menyadari, masih banyak tantangan yang dihadapi dalam pembangunan di sektor

    kelautan dan perikanan, baik aspek pengolahan sumberdaya, kehidupan nelayan, pembudidaya,

    pengolah dan pemasar produk perikanan, maupun sumbangan sektor kelautan dan perikanan

    dalam pembangunan nasional yang masih perlu ditingkatkan. Untuk tujuan itulah, seluruh peneliti

    dan perekayasa di bidang kelautan dan perikanan dipacu untuk terus berkarya menghasilkan

    inovasi dan teknologi yang tepat guna dan adaptif lokasi, mengingat bahwa bervariasinya tingkat

    pendidikan, sosial, ekonomi dan kemampuan dalam penyerapan teknologi di setiap wilayah

    Indonesia.

    UU Nomor 16 Tahun 2006 menyatakan secara tegas pada pasal 28 ayat (1), bahwa materi

    penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan

    pelaku usaha harus mendapatkan rekomendasi. Oleh karena itu, Balitbang KP mengambil inisiatif

    untuk menjawab amanat tersebut melalui Komisi Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan

    Perikanan yang anggotanya terdiri dari Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, Pejabat dari Unit

    Kerja Eselon I lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), perwakilan dari beberapa

    kementerian/lembaga pemerintah, perguruan tinggi, pakar dan pelaku usaha. Disamping itu, juga

    dimaksdukan sebagai bentuk tanggung jawab moral dalam memperbaiki teknologi bahan

    penyuluhan yang ada saat ini.

    KATAPENGANTARKEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKELAUTAN DAN PERIKANAN

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    7/355

    vi

    Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota Komisi dan Subkomisi Litbang, Para

    Editor dan tentunya para kontributor materi yang telah dengan sabar mengikuti dan melewati

    seleksi dan presentasi, khususnya para Peneliti dan Perekayasa dari Satker lingkup Balitbang KP,

    serta Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) yaitu Balai Budidaya Air Payau Takalar.

    Penerbitan buku ini merupakan langkah permulaan yang tentunya akan dilanjutkan dengan

    penerbitan teknologi baru lainnya di tahun-tahun berikutnya. Untuk pertama kalinya teknologi

    yang masuk dalam buku ini merupakan hasil seleksi dari pengembangan teknologi yang dilakukan

    hanya oleh Unit Kerja lingkup KKP. Itupun belum seluruhnya dapat diseleksi dan dimasukkan

    dalam buku ini, oleh karena itu kedepan akan diterbitkan buku-buku lain untuk seri rekomendasi

    teknologi kelautan dan perikanan. Bahkan dalam penerbitan berikutnya, diharapkan tidak hanya

    berisi pengembangan/inovasi teknologi yang dihasilkan oleh unit kerja di lingkup KKP, tetapi juga

    oleh para peneliti dan perekayasa diluar KKP yaitu; perguruan tinggi, masyarakat, swasta dan

    lainnya.

    Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan akan mendorong upaya memasyarakatkan inovasi

    dan teknologi anak bangsa sendiri untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi-efektifitas usaha

    masyarakat baik melalui penyuluhan, diseminasi maupun dengan cara lainnya, dan diharapkan

    dapat meningkatkan kemudahan akses masyarakat terhadap hasil litbang Iptek maupun inovasi

    yang dihasilkan dari dalam negeri.

    Semoga bermanfaat.

    Plt. Kepala Balitbang KP

    DR. Achmad Poernomo, M.App.Sc

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    8/355

    vii

    Komisi Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Komisi Litbang KP) telah

    berusaha keras untuk menerbitkan buku rekomendasi teknologi yang berasal dari institusi Badan

    Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) serta institusi lainnya dilingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dengan rasa syukur ke hadirat Illahi pada

    akhirnya terkumpul 36 Rekomendasi Teknologi. Sangat disadari bahwa rekomendasi teknologi ini

    dituntut oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,

    Perikanan dan Kehutanan, sehingga buku ini diharapkan dapat berguna untuk dijadikan bahan

    materi penyuluhan. Walaupun demikian, rekomendasi teknologi ini tidak semata-mata ditujukan

    untuk materi penyuluhan karena ada teknologi yang sangat berguna bagi institusi pengelola

    maupun litbang untuk digunakan lebih lanjut dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

    Rekomendasi teknologi perikanan budidaya terkumpul paling banyak dalam buku ini dan terdiri

    dari teknologi yang sangat menunjang program industrialisasi perikanan seperti yang terkait

    dengan budidaya udang, bandeng dan rumput laut. Teknologi penerapan vaksin dan probiotik

    dalam budidaya adalah contoh yang sangat direkomendasikan pada pengembangan industri

    budidaya. Selain itu, teknologi perbenihan komoditas prospektif seperti abalon diangkat untuk

    disebarluaskan kepada masyarakat. Teknologi yang bertujuan untuk penghematan penggunaan

    air diangkat seperti teknologi resirkulasi perbenihan dan teknologi akuafonik.

    Perikanan berbasis akuakultur atau Culture based Fisheries (CBF) sangat dianjurkan untuk

    diterapkan di perairan umum dengan didukung oleh penerapan co-management. Teknologi ini

    diangkat untuk direkomendasikan dengan mengemukakan contoh keberhasilan penebaran ikan

    patin di waduk Wonogiri.

    Dalam bidang pasca panen, untuk menjamin keamanan produk perikanan yang dipasarkan,

    diperlukan alat yang sederhana tetapi bisa secara tepat menentukan ada tidaknya kandungan

    formalin atau boraks dalam produk perikanan. Untuk itu kit Antilin dan Antitrax direkomendasikan

    untuk dikembangkan penggunaannya secara luas ke masyarakat terutama pengawas keamanan

    pangan. Teknologi kelautan telah memberikan beberapa teknologi untuk pengumpulan data dan

    KATAPENGANTAR

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    9/355

    viii

    informasi serta teknologi untuk melindungi pantai dari abrasi dengan teknologi geotekstil,

    demikian pula teknologi bioreeftek untuk rehabilitasi terumbu karang.

    Semoga rekomendasi teknologi ini berguna bagi masyarakat terutama institusi yang menangani

    penyuluhan dengan menjadikan rekomendasi ini sebagai materi penyuluhan.

    Komisi Litbang KP mengucapkan terima kasih kepada para evaluator dan anggota sekretariat

    Komisi Litbang KP atas dukungan dan kerja kerasnya, juga terima kasih kepada berbagai institusi

    di KKP atas masukan bahan teknologi, semoga teknologi yang terbaik senantiasa dihasilkan bagi

    penerbitan Rekomendasi Teknologi.

    Jakarta, Agustus 2013

    Redaksi,

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    10/355

    ix

    DAFTARISI

    SAMBUTAN

    Menteri Kelautan Republik Indonesia iii

    KATA PENGANTAR Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan

    Perikanan v Redaksi vii

    DAFTAR ISI ix

    Perikanan Tangkap

    Introduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) 2

    Culture Based Fisheries (CBF) Ikan Patin Siam(Pangasianodon hypophthalmus) 11

    Perikanan Budidaya

    Teknologi Pendederan Ikan Patin Pasupati 19 Teknologi Produksi Massal Larva Ikan Patin Pasupati 26 Peningkatan Produksi Udang Windu di Tambak Tradisional

    Plus dengan Aplikasi Probiotik RICA 33 Teknologi Sistem Resirkulasi Untuk Pemeliharaan IndukUdang

    Vannamei ( litopenaeus Vannamei) 44

    Perakitan Alat Radiasi UV untuk Menekan Bakteri Pathogendalam Perikanan Budidaya 51

    Teknologi pembenihan ikan hias laut ikan klown (Amphiprion

    percula ) 58 Pendederan Kerapu Tikus Sistem Resirkulasi Skala Rumah

    Tangga 66 Polikultur Rumput Laut Lawi-lawi (Caulerpa, sp ) dengan

    Rajungan (Portunus pelagicus Linn) di Tambak 82 Teknologi Budidaya Sponge ( Haliclona sp dan Callispongia

    sp ) pada Rakit Apung di Laut 94

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    11/355

    Pembenihan Rajungan ( Portunus pelagicus ) 106 Teknologi Pembenihan Ikan Hias Botia ( Chromobotia

    macracanthus bleeker) di Lingkungan Terkontrol 131 Teknologi Perbenihan Abalon ( Haliotis squamata ) 151

    Produksi Bibit Unggul Rumput Laut Kappaphycus alvarezii 160 Penggunaan Vaksin HydroVac dan StreptoVac untuk

    Pencegahan Penyakit Potensial pada Ikan Air Tawar 176 Teknologi Budidaya Ikan Air Tawar Sistem Akuaponik 188 Budidaya Rumput Laut dengan Kantong Rumput Laut (KRL)

    Berkarbon 200

    Pasca Panen Alginat sebagai Bahan Pasta Pengental pada Pencapan

    Tekstil 224 Pengolahan Pindang Ikan Air Tawar 228 Cetyl-pyridinium Chloride (CPC) sebagai Alternatif Pengganti

    Klorin untuk Antimikroba pada Penanganan Udang di Unit

    Pengolah Ikan (UPI) 233 Bubuk Kalsium dari Tulang Ikan 239 Refined Carrageenan (RC) Kualitas Food Grade dari

    Euchema cottonii 246

    Semi Refined Carrageenan (SRC) dari Euchema cottonii 252 Penyamakan Kulit Ikan 265 Pengulitan dan Pengawetan Kulit Ikan 275 Test Kit Histakit untuk Menguji Kandungan Histamin pada

    Produk Perikanan 283 Pengawetan Ikan menggunakan Biji Picung Beku 289 Test Kit Antirax untuk Menguji Residu Boraks pada Produk

    Perikanan 294 Test Kit Antilin untuk Uji Residu Formalin pada Produk

    Perikanan 298

    Teknologi Kelautan

    Teknologi BIOREEFTEK 304 Teknologi Wahana Observasi Bawah Air Mini ROV 312 Kapal Katamaran Multiguna Tenaga Matahari 322 Perlindungan Pantai dengan Pemecah Gelombang Karung

    Geotekstil Memanjang (KGM) 334x

    Budidaya Rumput Laut Gracilaria verucossaMenggunakan BibitHasil Kultur Jaringan 206

    Budidaya Ikan Nila Srikandi di Tambak 214

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    12/355

    1

    rekomendasiteknologi

    perikanantangkap

    1

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    13/355

    2

    Kontak Person

    Endi Setiadi Kartamihardja,[email protected]

    Unit Eselon I

    Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan

    Satuan Kerja

    Pusat Penelitian PengelolaanPerikanan dan Konservasi

    Sumberdaya Ikan

    Alamat

    Gedung Balitbang KPJl. Pasir Putih, Ancol Timur

    Jakarta Utara

    Kategori TeknologiPerikanan Tangkap

    Sifat Teknologi

    Inovasi

    Masa Pembuatan

    2002-2013

    Tim Penemu

    Endi Setiadi Kartamihardja,Ahmad S. Sarnita (Alm)

    Kunto Purnomo

    P4KSIIntroduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis)

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    14/355

    3

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi

    Ikan bilih (Mystacoleucus padangensisBleeker) adalah jenis ikan endemik yang hanya terdapat

    di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Di Danau Singkarak, ikan ini menjadi andalan nelayan

    sehingga usaha penangkapannya sangat intensif dengan menggunakan alat tangkap alahan

    pada aliran sungai dengan target tangkapan induk ikan bilih yang akan memijah. Akibatnya hasil

    tangkapan ikan bilih menurun tajam dan ukuran ikan yang tertangkap juga semakin kecil. Sebelum

    tahun 2000, ikan bilih dari Danau Singkarak diekspor ke Negara tetangga seperti Malaysia dan

    Singapura, akan tetapi dengan menurunnya hasil tangkapan, ekspor ikan bilih tidak bisa berlanjut.

    Untuk menyelamatkan

    populasi ikan bilih di Danau

    Singkarak yang sudah

    mula i menurun , te lah

    dilakukan introduksi ikanbilih di Danau Toba dimana

    hasil tangkapan ikan nya

    masih rendah dibanding

    potensi produksinya yang

    cukup tinggi. . Disamping

    itu, introduksi ikan bilih juga

    d i l a k u k a n u n t u k

    menggantikan keberadaan

    ikan pora-pora (Puntius

    binotatus) yang langka di

    Danau Toba dan sejak

    tahun 1995 jenis ikan

    tersebut t idak pernah

    tertangkap lagi.

    Pengertian - Definisi

    Introduksi ikan (fish introduction) adalah kegiatan penebaran ikan dari luar ke suatu badan air

    dimana ikan yang ditebarkan tersebut bukan merupakan ikan asli di badan air yang bersangkutan.

    Gambar 1. Peta Danau Toba, kawasan pemijahan ikan Bilih

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    15/355

    4

    I k a n y a n g d i t e b a r k a n

    d i h a r a p k a n d a p a t

    memanfaatkan habitat dan

    makanan alami yang tersedia

    serta dapat memijah secaraalami di perairan tersebut.

    I n t r o d u k s i i k a n h a r u s

    d i l a k u k a n d e n g a n

    pendekatan kehati-hatian

    (precautionary approach) agar

    ikan yang diintroduksikan

    aman dan tidak berdampak

    negatif terhadap populasi ikan

    asl i . Untuk menghindari

    k e r a n c u a n d e n g a n

    Restocking, perdefinisi Restocking adalah penebaran ikan ke suatu badan air dimana ikan yang

    ditebarkan telah ada sebelumnya (merupakan ikan asli) di perairan tersebut. Restocking biasanya

    dilakukan untuk menambah populasi ikan asli yang menurun atau langka yang hidup di perairan

    tersebut.

    Rincian dan Aplikasi Teknis

    1. Persaratan Teknis Penerapan Teknologi introduksi ikan bilih sebagai berikut:

    (1) Badan air yang akan digunakan untuk penerapan teknologi introduksi ikan bilih harus

    memiliki: kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan bilih; air relatif jernih, suhu air rendaho(berkisar antara 26-28 C); terdapat sungai yang masuk danau dengan karakteristik

    sebagai habitat pemijahan, yaitu: berair jernih, dasar berpasir atau kerikil, arus air antarao40-60 cm/detik, kedalaman air 20-40 cm, suhu air berkisar antara 26,0-28,0 C; sumber

    daya makanan alami yang berupa plankton dan detritus tinggi dan belum optimal

    dimanfaatkan oleh ikan asli.

    (2) Ikan bilih yang akan ditebarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: bebas dari

    hama dan penyakit; memiliki nilai ekonomis; disukai masyarakat sekitar; dapat

    meman faa t kan sumbe r daya makanan a l am i yang t e r sed i a ; dapa t

    memijah/berreproduksi secara alami; dan tidak bersifat invasif (tidak berdampak negatif)

    terhadap jenis ikan asli.(3) Hasil tangkapan ikan di badan air yang akan ditebari masih rendah jauh di bawah potensi

    produksi ikan lestarinya.

    (4) Kelompok nelayan sebagai unsur pengelola perikanan utama sudah ada atau mudah

    dibentuk; berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan perikanan.

    2. Uraian lengkap dan rinci Prosedur Operasional Standar (POS), penerapan teknologi introduksi

    ikan bilih adalah sebagai berikut:

    (1) Identifikasi potensi badan air yang meliputi: kualitas air; jenis dan kelimpahan sumber

    Gambar 2. Perbedaan Ikan Bilih, Wader dan Pora-pora

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    16/355

    5

    daya makanan alami; komposisi jenis ikan asli; estimasi potensi produksi ikan; terdapat

    sungai yang bermuara ke danau yang sesuai sebagai kawasan pemijahan ikan bilih.

    (2) Identifikasi sifat biologi ikan bilih yang meliputi: siklus hidup, reproduksi, makanan dan

    kebiasaan makan dan distribusinya. Ikan bilih yang akan diintroduksi sebaiknya

    ditangkap dari habitat aslinya, Danau Singkarak.(3) Identifikasi kegiatan perikanan yang meliputi: jumlah nelayan; jenis dan jumlah alat

    tangkap, jenis, komposisi dan jumlah hasil tangkapan ikan.

    (4) Identifikasi masyarakat sekitar badan air: jumlah atau ketersediaan kelompok nelayan;

    kelompok pengawas; kelompok usaha perikanan lainnya.

    (5) Identifikasi biaya yang diperlukan untuk kegiatan introduksi ikan dan peluang

    keberhasilannya.

    (6) Pelaksanaan penebaran ikan bilih yang berukuran 5 12 cm termasuk transportasi hidup

    benih.

    (7) Monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dilakukan pada perencanaan, selama dansetelah penerapan teknologi introduksi, dan dari hasil monitoring dilakukan evaluasi

    untuk mengkaji keberhasilan ataupun kegagalan penerapan teknologinya.

    3. Uraian dan jumlah kaji

    t e r a p y a n g s u d a h

    dilakukan di beberapa

    daerah

    Teknologi introduksi ikan

    bilih yang didasarkan atas

    has i l pene l i t i an dan

    pengkajian belum pernah

    diterapkan di badan a ir

    l a i n n y a . N a m u n

    berdasarkan informasi dari

    beberapa Dinas Perikanan,

    introduksi ikan bilih secara

    trial and error telah

    dilakukan di beberapa

    badan air dan tidak menunjukkan hasil. Introduksi ikan bilih ini gagal karena persyaratan badan airuntuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak sesuai. Hasil penelitian dan pengkajian introduksi ikan

    bilih di Danau Toba yang dilakukan pada tahun 2002 2003 dijadikan dasar dalam implementasi

    introduksi ikan bilih di Danau Toba. Hasil introduksi ikan bilih di Danau Toba telah memberi manfaat

    ekonomi, sosial dan lingkungan yang besar bagi masyarakat sekitar Danau Toba dan masyarakat

    Sumatera Barat yang melakukan usaha pemasaran dan pengolahan ikan bilih. Pada tahun 2010

    IPTEKMAS introduksi ikan bilih di Danau Toba telah dilaksanakan sebagai langkah nyata

    desiminasi ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat yang membutuhkan.

    Gambar 3. Siklus hidup ikan Bilih

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    17/355

    6

    KEUNGGULAN TEKNOLOGI

    Uraian tentang teknologi yang baru

    atau modifikasi

    Teknologi introduksi ikan bilih ke Danau Toba

    merupakan teknologi yang telah dimodifikasidisesuaikan dengan karakteristik perairan

    dan karakteristik biologi dari ikan bilih di

    habitat aslinya Danau Singkarak.

    Keberhasilan teknologi introduksi

    ikan bilih dengan teknologi yang

    sudah ada

    Teknologi introduksi ikan adalah teknologi yang telah lama diterapkan di perairan danau dan

    waduk Indonesia. Sebagai contoh introduksi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) di DanauToba telah dilakukan sejak jaman penjajahan Belanda. Introduksi ikan mujair di Danau Toba gagal

    karena ikan mujair memerlukan daerah littoral untuk pemijahannya sedangkan Danau Toba

    merupakan danau dalam (590 m), berpantai curam sehingga memiliki daerah littoral yang sempit.

    Disamping itu, kelimpahan sumber daya makanan yang tersedia rendah. Ikan mujair malahan

    disinyalir berdampak negatif terhadap punahnya populasi ihan batak (Neolissochillus

    thienemanni) dengan cara memakan telurnya. Penerapan teknologi introduksi ikan bilih di Danau

    Toba merupakan teknologi yang unggul dengan alasan sebagai berikut: (1) sangat efisien, karena

    ikan bilih tumbuh hanya dengan memanfaatkan makanan alami yang tersedia dan sisa pakan yang

    terbuang dari budidaya ikan dalam KJA, ikan bilih dapat mengisi daerah pelagis danau yang

    selama ini belum terisi ikan, terdistribusi di seluruh perairan danau dan dapat berkembang biak

    secara alami di sungai-sungai yang masuk danau; (2) ekonomis: pada kasus di Danau Toba

    menunjukan produksi ikan bilih mencapai 45.000 ton pada tahun 2012 atau senilai 225 milyar

    rupiah (bandingkan dengan produksi ikan lemuru di Selat Bali yang hanya mencapai 25.000

    ton/tahun); produksi ikan bilih yang tinggi telah berdampak terhadap peningkatan pendapatan

    nelayan; mudah dipasarkan karena pembeli (pedagang pengumpul terutama dari Sumatera Barat)

    datang sendiri ke tempat produksi; dan ikan bilih menjadi komoditas unggulan masyarakat nelayan

    setempat; (3) layak: teknologi introduksi ikan bilih layak untuk dikembangkan di perairan danau

    dengan karakteristik yang sejenis.

    Mudah diterapkan dalam sistem usaha kelautan dan perikanan

    Teknologi introduksi ikan bilih sangat mudah diterapkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar

    danau karena sangat sederhana dan praktis. Masyarakat nelayan sebagai ujung tombak

    pelaksana pengelolaan cukup diarahkan untuk memahami persyaratan teknis penerapan

    teknologi introduksi ikan bilih dan bagaimana melakukan pengelolaan dan monitoring serta

    evaluasinya. Keberlanjutan pengelolaan sumber daya ikan bilih akan berhasil jika masyarakat

    nelayan sudah membentuk kelompok sehingga semua peraturan yang dibuat dapat dipatuhi dan

    dilaksanakan.

    Gambar 4. Prototipe Alat tangkap yang digunakanuntuk koleksi ikan Bilih hidup yang akandiintroduksi ke Danau Toba

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    18/355

    7

    Ramah lingkungan

    Teknologi introduksi ikan bilih ke danau Toba sangat ramah lingkungan karena ikan bilih tumbuh

    dengan memanfaatkan sumber daya makanan alami (plankton, mikrobenthos dan detritus) yang

    tersedia dan ikan bilih juga memanfaatkan sisa makanan dan kotoran ikan yang berupa limbah dari

    budidaya ikan dalam KJA yang jika tidak dimakan ikan bilih akan mencemari danau. Ikan bilihsebagai ikan asing di Danau Toba tidak bersifat invasif terhadap ikan asli malahan menggantikan

    peran ikan Pora-pora yang sejak tahun 1990-an sudah tidak tertangkap lagi.

    WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN

    Gambaran lokasi dan waktu penelitian, pengkajian, dan pengembangan

    Penelitian dilaksanakan di Danau Toba yang merupakan danau terbesar di Indonesia dengan luas

    112.000 ha dan kedalaman maksimum 590 m. Danau berlereng curam kecuali di pantai Samosir

    bagian Timur sehingga sebagian besar danau berupa daerah pelagis dan hanya sebagian kecil

    berupa daerah littoral. Sungai yang bermuara ke Danau Toba ada 149 buah dan sebanyak 79 buah

    tidak pernah kering. Danau berair jenih dengan kecerahan air lebih dari 12 m dengan kandunganooksigen terlarut yang tinggi dan suhu air antara 27-28 C. Sebelum tahun 1995, Danau Toba

    termasuk perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotrofik) dan kini kesuburannya

    meningkat menjadi perairan dengan tingkat kesuburan sedang (mesotrofik). Karakteristik

    limnologis Danau Toba tersebut serupa dengan karakteristik limnologis Danau Singkarak sebagai

    habitat asli ikan bilih. Malahan perairan Danau Toba mempunyai keunggulan tersendiri karena

    jumlah sungai yang masuk danau hampir 30 kali lipat dari jumlah sungai yang masuk Danau

    Singkarak. Sungai-sungai ini umumnya berair jernih, berdasar pasir dan atau kerikil sehingga

    sangat sesuai sebagai daerah pemijahan ikan bilih. Populasi ikan asli umumnya sudah menurun

    atau langka dan menuju kepunahan seperti ihan batak yang digunakan sebagai ikan adat dan

    pora-pora. Ikan introduksi terdiri dari ikan mujair, betutu, nilem, sepat, dan nila, ikan-ikan introduksi

    tersebut umumnya tidak berkembang dengan baik karena habitatnya tidak sesuai.

    Kegiatan penelitian, pengkajian, dan penerapan teknologi introduksi ikan bilih dapat dibagi

    menjadi beberapa periode sebagai berikut:

    (1) Tahun 2000-2002, penelitian tentang karakteristik limnologis danau Toba dan danau

    Singkarak, aspek biologi ikan bilih (siklus hidup, makanan dan kebiasaan makan, biologi

    reproduksi dan pertumbuhan) di habitat aslinya danau Singkarak serta aspek perikanan tangkap

    ikan bilih di danau Singkarak. Bersamaan dengan itu juga dipelajari aspek biologi komunitas ikan

    di Danau Toba. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik limnologi Danau Singkarakserupa dengan Danau Toba

    (2) Tahun 2003-2005, perancangan cara penangkapan dan transportasi hidup benih ikan bilih,

    pelaksanaan penebaran ikan bilih di Danau Toba, yang dilanjutkan dengan monitoring

    perkembangan ikan bilih yang diintroduksikan dan aspek biologinya. Hasil pengkajian

    menyimpulkan bahwa ikan bilih dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik, distribusinya

    mengisi seluruh perairan danau dan kawasan pemijahannya tersebar di hampir semua sungai yang

    masuk danauSejak tahun 2005, hasil tangkapan ikan bilih mulai nampak dan berdasarkan hasil

    pencatatan enumerator di beberapa tempat penangkapan nelayan tercatat sebesar 635,9 kg atau

    senilai 3,89 milyar rupiah.

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    19/355

    8

    (3) Tahun 20010-2013, penerapan

    IPTEK pengelolaan dan konservasi

    i k a n b i l i h m e l a l u i k e g i a t a n

    IPTEKMAS (Ilmu Pengetahuan dan

    Teknologi untuk Masyarakat) .Kegiatan IPTEKMAS ini ditujukan

    untuk memberdayakan masyarakat

    nelayan dalam rangka optimasi

    pemanfaatan dan pengelolaan

    sumber daya ikan bilih serta upaya

    konservasinya. Melalui kegiatan

    I P T E K M A S j u g a d i l a k u k a n

    pemberdayaan masyarakat dalam

    pengolahan produk dan pemasaran

    ikan bilih. Pada tahun terakhir(2013), sedang disusun Naskah

    A kadem i k Penge l o l aan dan

    Konservasi Sumber Daya Ikan di

    Danau Toba sebagai bahan

    Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang akan disampaikan ke Gubernur

    Sumatera Utara.

    Lokasi wilayah yang direkomendasikan untuk penerapan teknologi introduksi

    Pada prinsipnya, introduksi ikan ke suatu badan air harus dilakukan dengan pendekatan kehati-

    hatian (precautionary approach) karena keberadaan ikan asing di suatu perairan dapat berdampak

    negatif terhadap keanekaragaman ikan asli dan lingkungan. Oleh karena itu, sebelum introduksi

    ikan dilakukan harus dilakukan kajian yang mendalam terlebih dahulu baik aspek biologi ikan

    introduksi dan habitat aslinya maupun biologi komunitas ikan dan habitatnya di perairan yang akan

    ditebari. Introduksi ikan bilih dapat dilakukan di beberapa perairan danau yang mempunyai

    karakteristik serupa dengan danau Singkarak dan di danau tersebut tidak terdapat ikan asli yang

    endemik atau langka yang akan bersaing dengan ikan bilih. Beberapa danau yang dapat

    diintroduksi ikan bilih antara lain: Danau Dibawah dan Diatas (Sumatera Barat), Danau Ranau

    (Sumatera Selatan dan Lampung), dan Danau Kerinci (Jambi).

    KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF

    Penerapan teknologi introduksi ikan bilih dapat berdampak negatif terhadap penurunan

    keanekaragaman ikan asli jika ikan bilih berkompetisi dan mendesak populasi ikan asli. Apalagi jika

    di badan air yang bersangkutan terdapat jenis ikan endemik atau jenis ikan langka yang perlu

    dilindungi dan dilestarikan.

    KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA

    Dengan mengambil kasus penebaran ikan bilih di Danau Toba, ikan bilih yang ditebarkan, pada

    tanggal 3 Januari 2003 (hanya dilakukan satu kali) sebanyak 2.850 ekor dari 3.500 ekor yang

    Gambar 5. Penjualan Hasil Tangkapan Ikan Bilih di salah satuPendaratan Ikan di Danau Toba

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    20/355

    9

    ditangkap dari Danau Singkarak dengan ukuran panjang total antara 5-6 cm dan berat antara 0,9-

    1,5 gram per ekor atau setara dengan 3,8 kg x 10.000 rupiah/kg = 38.000 rupiah. Biaya

    transportasi dan fasilitas jaring penampung sebesar 3 juta rupiah, dan biaya tenaga kerja dan lain-

    lain sehingga total biaya untuk introduksi ikan bilih sebesar 6 juta rupiah.

    Hasil tangkapan nelayan mulai terlihat sejak tahun 2005 yang mencapai 653,6 ton atau 14,6%

    dari total hasil tangkapan ikan pada tahun yang sama, yakni sebesar 4.462 ton dengan nilai

    produksi sebesar 3,9 milyar rupiah. Hasil tangkapan ikan Bilih tersebut berada pada urutan ke tiga

    setelah tangkapan ikan mujair dan nila. Pada tahun 2008, hasil tangkapan ikan bilih meningkat

    mencapai 13.000 ton atau setara dengan nilai 65 milyar rupiah. Pada tahun 2012 mencapai

    45.000 ton atau senilai 225 milyar rupiah. Secara umum, produksi ikan di Danau Toba meningkat

    dari rata 15-20 kg/ha/th sebelum introduksi ikan bilih menjadi 350-400 kg/ha/th.

    TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI

    Ikan bilih adalah ikan endemik Danau Singkarak di Sumatera Barat. Demikian pula seluruh

    komponen yang digunakan dalam penerapan teknologi introduksi ini adalah komponen dalam

    negeri.

    Gambar 6. Distribusi Ukuran Ikan Bilih yang Ditebar dan Makanannya Gambar 7. Distribusi panjang IkanBilih yang tertangkap di DanauToba dan Danau Singkarak

    Gambar 9. Sungai yang masuk Danau Tobasebagai Kawasan Suaka Ikan Bilih

    Gambar 8. Perkembangan Produksi Tangkapan Ikan Bilih

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    21/355

    10

    Gambar 10. Bagan (Alat tangkap utama) ikan bilih Gambar 11. Alat tangkap Gill Net

    Gambar 13. Peserta Diseminasi IPTEK Pengelolaandan Konservasi Sumber Daya Ikan Bilih

    Gambar 12. Narasumber dalam Diseminasi IPTEKPengelolaan dan Konservasi Ikan Bilih

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    22/355

    11

    Kontak Person

    Endi Setiadi Kartamihardja,[email protected]

    Nurul [email protected]

    Unit Eselon I

    Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan

    Satuan Kerja

    Pusat Penelitian PengelolaanPerikanan dan Konservasi

    Sumberdaya Ikan

    Alamat

    Gedung Balitbang KPJl. Pasir Putih, Ancol Timur

    Jakarta Utara

    Kategori TeknologiPerikanan Tangkap

    Sifat Teknologi

    Inovasi

    Masa Pembuatan

    1999-2013

    Tim Penemu

    Endi Setiadi KartamihardjaKunto Purnomo

    Chairulwan UmarSonny Koeshendrajana

    Nurul Istiqomah

    P4KSICulture Based Fisheries (CBF)

    Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus)

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    23/355

    12

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi

    Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) adalah ikan ekonomis penting di perairan tawar

    yang dapat dijadikan komoditas pangan baik untuk keperluan domestik maupun ekspor. Pulau

    Jawa memiliki perairan waduk sekitar 90 persen dari luas total waduk di Indonesia. Populasi ikan

    asli di perairan waduk yang berasal dari sungai yang dibendungnya pada umumnya akan

    mengalami penurunan pada beberapa tahun setelah waduk terbentuk karena ikan asli sungai di

    habitat mengalir tidak dapat beradaptasi dengan habitat baru yang berupa perairan tergenang

    (waduk). Salah satu jenis ikan asli yang hilang dari Waduk Gajahmungkur adalah ikan patin jambal

    (Pangasius djambal) karena jalur ruaya ikan ini ke habitat pemijahannya terputus oleh

    pembendungan sungai Bengawan Solo. Oleh karena itu, peningkatan produksi ikan di waduk

    dapat dilakukan melalui penerapan teknologi Culture Based Fisheries(CBF) yang tepat. Tujuan

    penerapan teknologi CBF ikan patin siam ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas

    produksi ikan di suatu badan air dengan cara memanfaatkan sumber daya makanan alami dan

    habitat (niche ecology)y a n g m a s i h k o s o n g .

    Peningkatan kualitas dan

    kuantitas produksi ikan ini

    akan bermanfaat dalam

    rangka men ingkatkan

    p e n d a p a t a n d a n

    kesejahteraan masyarakat

    nelayan dan masyarakat

    sel ingkar di badan air

    tersebut.

    Pengertian - Definisi

    Culture Based Fisheries(CBF) atau Perikanan Tangkap Berbasis Budidaya adalah kegiatan

    perikanan tangkap dimana ikan hasil tangkapan berasal dari benih ikan hasil budidaya yang

    ditebarkan ke dalam badan air, dan benih ikan yang ditebarkan akan tumbuh dengan

    memanfaatkan makanan alami yang tersedia. Penebaran benih ikan umumnya dilakukan secara

    rutin karena ikan hanya tumbuh dan tidak diharapkan berkembang biak. Oleh karena itu,

    ketersediaan benih ikan patin siam dari hasil pembenihan merupakan salah satu kunci

    Gambar 1. Ikan Patin Siam

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    24/355

    13

    keberhasilan dalam pengembangan CBF. CBF ikan patin siam di Waduk Gajahmungkur

    mempunyai karakteristik tersendiri karena ikan patin yang ditebarkan selain tumbuh pesat dengan

    memanfaatkan makanan alami juga dapat berkembang biak di muara Sungai Keduwang dan

    Tirtomoyo yang masuk waduk karena menggantikan peran ikan patin jambal yang hilang.

    RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS

    Persaratan Teknis Penerapan Teknologi CBF

    (1) Badan air yang akan digunakan untuk penerapan CBF ikan patin siam harus

    memiliki: kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan patin; sumber daya makanan

    alami yang berupa plankton, benthos, detritus; potensi produksi ikan yang tinggi

    (minimal 200 kg/ha/th); volume air tersedia sepanjang tahun, kedalaman air rata-

    rata minimal 2 meter.

    (2) Benih ikan patin siam yang akan ditebarkan harus memenuhi persyaratan sebagai

    berikut: kualitas dan kuantitasnya memadai (karena ada pembenih yang

    menghasilkan benih patin dengan pertumbuhan lambat, jumlahnya tersedia untuk

    penebaran dengan kepadatan antara 100-200 ekor/ha tergantung pada

    sumberdaya makanan alami yang tersedia); dapat memanfaatkan sumber daya

    makanan alami yang tersedia; dan tidak bersifat invasif (tidak berdampak negatif)

    terhadap jenis ikan asli.

    (3) Pembenihan ikan patin siam tersedia dengan jarak tempuh yang relatif dekat dengan

    badan air yang akan ditebari dan telah berproduksi secara reguler serta

    menghasilkan benih dengan kualitas baik bebas dari hama dan penyakit. Jika

    pembenihan ikan patin belum tersedia maka perlu dibangun di sekitar lokasi badan

    air yang akan ditebari. (4) Hasil tangkapan ikan di badan air yang akan ditebari masih rendah jauh di bawah

    potensi produksi ikan lestarinya; alat tangkap yang digunakan (gill net) untuk

    menangkap ikan patin ukuran konsumsi (>500 gram) berukuran mata jaring > 3,5

    inci.

    (5) Kelompok nelayan sebagai unsur pengelola perikanan utama sudah ada atau mudah

    dibentuk; berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan perikanan.

    Uraian lengkap dan rinci SOP

    Tahapan yang harus dilakukan dalam penerapan teknologi CBF ikan Patin siam adalah sebagai

    berikut: (1) Identifikasi potensi kesesuaian badan air untuk perkembangan ikan patin yang

    meliputi: luasan dan volume air serta kedalaman air; kualitas air; jenis dan

    kelimpahan sumber daya makanan alami; komposisi jenis ikan asli; estimasi potensi

    produksi ikan.

    (2) Identifikasi Pembenihan Ikan Patin Siam yang meliputi: jumlah dan kualitas benih

    yang dihasilkan; waktu produksi; jarak tempuh ke badan air yang akan ditebari; dan

    sarana pendukung lainnya, seperti: alat dan cara pengemasan benih serta alat

    transportasinya. Jika pembenihan ikan patin siam belum tersedia dan jarak tempuh

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    25/355

    14

    ke lokasi badan aiar yang akan ditebari sangat jauh maka perlu dibangun

    pembenihan ikan patin di sekitar lokasi badan air tersebut.

    (3) Identifikasi kegiatan perikanan yang meliputi: jumlah nelayan; jenis dan jumlah alat

    tangkap, jenis, komposisi dan jumlah hasil tangkapan ikan.

    (4) Identifikasi biaya yang diperlukan untuk kegiatan penebaran ikan patin dan peluangkeberhasilannya.

    (5) Identifikasi kelembagaan di mayarakat sekitar badan air: jumlah atau ketersediaan

    kelompok nelayan; kelompok pengawas; kelompok usaha perikanan lainnya. Jika

    kelompok belum terbentuk perlu diidentifikasi peluang keberhasilan

    pembentukkannya.

    (6) Perencanaan pengembangan pengelolaan perikanan secara bersama (ko-

    manajemen). Pemerintah cq Dinas Perikanan setempat berperan sebagai fasilitator

    dan regulator sedangkan kelompok nelayan berperan sebagai pelaksana

    pengelolaan perikanan di badan air yang bersangkutan.

    (7) Monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dilakukan pada perencanaan, selama

    dan setelah penerapan teknologi CBF ikan patin, dan dari hasil monitoring dilakukan

    evaluasi untuk mengkaji keberhasilan ataupun kegagalan penerapan teknologinya.

    Monitoring hasil tangkapan dilakukan oleh kelompok nelayan sedangkan

    evaluasinya dilakukan bersama antara pemerintah dengan kelompok pengelola

    perikanan, khususnya kelompok nelayan.

    KEUNGGULAN TEKNOLOGI

    Teknologi CBF ikan patin siam adalah

    teknologi yang baru diterapkan di beberapaperairan waduk (Waduk Ir. H. Djuanda di Jawa

    Barat, Waduk Gajahmungkur dan Malahayu

    di Jawa Tengah) di Pulau Jawa dengan benar,

    berdasarkan pada hasil kajian ilmiah yang

    memadai sejak tahun 1999. Pada prinsipnya

    penerapan CBF d i waduk tersebut

    didasarkan pada hasil penelitian mengenai

    bio-ekologi sumberdaya ikan yang meliputi

    relung makanan, kondisi habitat/lingkungan,

    kesuburan perairan dan trophik level sumberdaya ikan serta aspek perikanan. Dari hasil penelitianini akan dihasilkan jenis ikan yang sesuai dan jumlah benih optimum yang harus ditebar serta ikan

    tersebut tidak akan berdampak negatif terhadap jenis ikan asli. Jenis ikan yang sesuai untuk

    diintroduksikan adalah ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus). Teknologi ini jika

    diterapkan di badan air lain perlu dimodifikasi terlebih dahulu disesuaikan dengan persyaratan

    teknis yang telah diuraikan pada bab terdahulu.

    Kegiatan penebaran benih ikan di perairan waduk Indonesia telah lama dilakukan, pada umumnya

    sama tuanya dengan selesainya pembangunan waduk tersebut. Namun hasil yang diperoleh dari

    kegiatan tersebut umumnya masih sangat minim. Penerapan teknologi CBF ikan patin siam

    Gambar 2. Penebaran Benih Ikan Patin Siam

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    26/355

    15

    merupakan teknologi yang unggul dengan

    alasan sebagai berikut: (1) sangat efisien,

    karena ikan patin tumbuh hanya dengan

    memanfaatkan makanan alami yang tersedia

    dan sisa pakan yang terbuang dari budidayaikan dalam KJA; (2) ekonomis: karena

    pendapatan nelayan meningkat dengan

    harga jual ikan patin lebih tinggi jika

    dibandingkan dengan jenis ikan lainnya;

    mudah d ipasarkan karena pembel i

    (pedagang pengecer) datang sendiri ke

    tempat pelelangan ikan; dan ikan patin

    menjadi komoditas unggulan masyarakat

    nelayan setempat; (3) layak: teknologi CBF

    layak untuk dikembangkan di perairan wadukdengan karakteristik yang sejenis.

    Mudah diterapkan dalam sistem

    usaha kelautan dan perikanan

    Teknologi CBF sangat mudah diterapkan

    oleh masyarakat yang tinggal di sekitar

    waduk (badan air) karena sangat sederhana

    dan praktis. Masyarakat nelayan sebagai

    ujung tombak pelaksana pengelolaan cukup

    diarahkan untuk memahami persyaratanteknis pengembangan CBF dan bagaimana

    melakukan pengelolaan dan monitoring serta

    evaluasinya. Keberlanjutan pengelolaan

    sumber daya ikan akan berhasil j ika

    masyarakat nelayan sudah membentuk

    kelompok sehingga semua peraturan yang

    dibuat dapat dipatuhi dan dilaksanakan.

    Ramah lingkungan

    Teknologi CBF sangat ramah lingkungan

    karena ikan yang ditebarkan hanya tumbuh

    dengan memanfaatkan kesuburan perairan,

    tidak ada makanan tambahan dari luar yang

    berpotensi menyuburkan perairan, ikan patin

    tidak bersifat invasif terhadap ikan asli. Ikan

    patin juga ikut beriur dalam memanfaatkan

    sisa makanan dari budidaya KJA yang jika

    tidak dimakan ikan patin berpotensi terhadap

    penurunan kualitas air waduk.

    Gambar 3. Tagging Benih Ikan Patin Siam

    Gambar 4. Pertumbuhan Ikan Patin Siam

    Gambar 5. Jenis makanan Ikan Patin Siam

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    27/355

    16

    W A K T U D A N L O K A S I

    PENELITIAN, DAERAH YANG

    DIREKOMENDASIKAN

    Penelitian terhadap CBF ikan patin

    siam telah dilaksanakan di Waduk Ir. H.Djuanda (2000 2002), Gajah

    Mungkur (1999 2003) dan Malahayu

    (2009 2010). Pada ketiga waduk

    tersebut ikan patin siam yang ditebar

    menunjukkan pertumbuhan yang

    positif serta memberikan peningkatan

    pendapatan mata pencaharian nelayan

    waduk. Keberhasilan lebih CBF ikan

    patin siam terjadi di Waduk Gajah

    Mungkur, dimana patin siam tersebutdapat memijah dengan baik.

    Pada tahun 2010 di laksanakan

    IPTEKMAS CBF ikan patin siam di

    Waduk Gajah Mungkur dan Malahayu

    d e n g a n t u j u a n m e m b e r i k a n

    pendampingan sekaligus diseminasi

    IPTEK pengelolaan dan konservasi

    sumberdaya ikan, serta penguatan

    kapasitas kelembagaan.

    Pada prinsipnya, penerapan teknologi

    CBF dapat dilakukan di perairan waduk

    dan danau di Indonesia. Namun

    demikian, agar resiko dampak negatif

    dari ikan yang ditebarkan terhadap

    jenis ikan asli tidak ter jadi, maka

    p e n e r a p a n t e k n o l o g i C B F

    direkomendasikan untuk dilakukan di

    perairan waduk terutama di Pulau Jawa dan perairan embung (waduk kecil) yang banyak tersebardi Nusa Tenggara dan Sulawesi yang jumlahnya mencapai lebih dari 800 buah dan sampai saat ini

    merupakan lahan sub optimal yang belum dimanfaatkan untuk perikanan. Teknologi CBF ini tidak

    direkomendasikan diterapkan di perairan danau atau waduk yang mempunyai keanekaragaman

    jenis ikan asli yang tinggi dan terdapat jenis ikan endemik dan atau ikan langka yang perlu

    dilindungi.

    KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF

    Penerapan teknologi CBF ikan patin siam dapat berdampak negatif terhadap penurunan

    keanekaragaman ikan asli jika ikan yang ditebarkan berkompetisi dengan ikan asli. Apalagi jika di

    Gambar 6. Penjualan Hasil Tangkapan Patin Siam

    Gambar 7. Produksi Tangkapan Ikan Patin Siam

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    28/355

    17

    badan air yang bersangkutan terdapat jenis

    ikan endemik atau jenis ikan langka yang

    perlu dilindungi dan dilestarikan.

    K E L A Y A K A N F I N A N S I A L D A NANALISA USAHA

    Contoh kelayakan financial dan analisis

    usaha CBF ikan patin siam di Waduk

    Gajahmungkur adalah sebagai berikut.

    Jumlah benih ikan patin siam yang ditebarkan

    sejak tahun 1999-2002 adalah 30.000 ekor.

    Harga benih pada saat itu adalah 200 rupiah

    per ekor, sehingga total biaya yang diperlukan

    untuk pengadaan benih hanya 6.000.000

    rup iah . I kan pa t i n tumbuh dengan

    memanfaatkan makanan alami (plankton,

    detritus, moluska) berkisar antara 8,7-13,1

    gram per hari. Pada tahun 2004, hasil

    tangkapan ikan patin siam mencapai

    112.215 kg atau setara dengan 785,5 juta

    rupiah. Hasil tangkapan ikan patin siam terus

    meningkat dan pada tahun 2009 mencapai

    191.210 kg atau senilai 2,1 milyar rupiah

    (harga rata-rata patin 11.000 rupiah/kg)dimana hasil tangkapan patin menempati

    urutan ke dua dari total hasil tangkapan ikan

    di perairan waduk tersebut.

    TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI

    Ikan patin siam yang digunakan dalam penerapan teknologi ini semula didatangkan dari Thailand

    pada tahun 1972 sebagai kandidat komoditas budidaya. Dewasa ini, pembenihan ikan patin siam

    di Indonesia sudah berkembang baik sehingga benihnya mudah didapat dan benih patin siam yang

    digunakan pada waktu penebaran di Waduk Gajahmungkur, Ir. H. Djuanda dan Malahayu

    merupakan hasil pembenihan masyarakat di Sukamandi. Oleh karena itu, seluruh komponen yangdigunakan dalam penerapan teknologi CBF ini adalah komponen dalam negeri.

    Gambar 8 Peta Zonasi Perikanan di W. Gajahmungkur

    Gambar 9 Suaka Induk Patin Siam di Kawasan KJA

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    29/355

    18

    rekomendasiteknologi

    perikananbudidaya

    2

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    30/355

    19

    Kontak Person

    Evi [email protected]

    Unit Eselon I

    Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan

    Satuan Kerja

    Balai Penelitian Pemuliaan Ikan

    AlamatJl. Raya 2 Sukamandi Pantura,

    Patokbeusi, Subang, Jawa Barat41263.Telepon (0260)520500

    FAKSIMILI (0260) 520662, 520663

    Kategori Teknologi

    Perikanan Budidaya

    Sifat Teknologi

    Inovasi Baru

    Masa Pembuatan

    2003-2012

    Tim Penemu

    Eir. Retna Utami, M.Sc.Drs. Sularto, M.Si.

    Ir. Evi TahapariR.R. Sri Pudji Sinarni Dewi, S.Pi., M.Si.

    Didik Ariyanto, S.Pi.

    Ir. Bambang Gunadi, M.Sc.Wahyu Pamungkas, S.Pi.Bambang Iswanto, S.Pi.

    BPPITeknologi Pendederan Ikan Patin Pasupati

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    31/355

    20

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi

    Ikan patin pasupati merupakan ikan hasil persilangan antara betina patin siam (Pangasianodon

    hypopthalmus) dengan jantan patin jambal (Pangasius jambal) hasil seleksi. Ikan patin Pasupati

    dirilis sebagai ikan budidaya unggul pada Agustus tahun 2006, salah satu ciri dari ikan ini adalah

    berdaging putih (KEPMEN Kep.25/MEN/2006).

    Tujuan penerapan teknologi pendederan adalah untuk menghasilkan dan menyediakan pasok

    benih baik kualitas maupun kuantitas dan tahan terhadap perubahan lingkungan budidaya serta

    untuk mempercepat peningkatan produksi dalam industrialisasi ikan patin

    DEFINISI

    Pasupati (Patin Super Harapan Pertiwi) merupakan ikan patin daging putih yang disukai

    konsumen. Ikan pasopati merupakan hybrid patin siam (daging kuning) dan patin jambal (daging

    putih).

    RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS

    Benih sebar ikan patin pasupati merupakan hasil persilangan (hybrid) antara Induk Betina Patin

    Siam dan Induk Jantan Patin Jambal dengan rangkaian penciptaan teknologi sebagai berikut:

    1. Pemeliharaan Larva/benih ikan patin Pasupati indoor (Pendederan 1)

    Wadah pemeliharaan larva dapat berupa akuarium atau bak-bak fiber yang dilengkapi dengan

    aerasi untuk menjaga ketersediaan oksigen terlarut. Air yang digunakan dapat berasal dari air

    tanah atau air sungai yang telah disaring. Penggunaan pemanas (heater) dapat dilakukan untuk

    mempertahankan kestabilan suhu air pemeliharaan sehingga tidak terjadi fluktuasi suhu yang

    tinggi. Penggunaan aerasi mutlak diperlukan pada pemeliharaan larva ikan patin sebagai

    pensuplai oksigen terlarut dalam air. Aerasi dipasang pada setiap akuarium/bak pemeliharaan

    larva.

    Penebaran larva harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan stress dengan cara

    memperhatikan kondisi air pemeliharaan. Penebaran yang optimal untuk larva patin pasupati

    adalah 50 ekor/liter. Pakan awal larva Patin berupa naupli artemia yang diberikan setelah larva

    berumur 30 - 36 jam dan diberikan selama 5 hari. Nauplii Artemia diberikan setiap 2 jam pada hari

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    32/355

    21

    pertama dan setiap 3 jam pada hari kedua sampai hari kelima. Pada hari kelima mulai dilatih makan

    cacing sutera (Tubifek), Moina atau Daphnia. Pakan cacing sutera (Tubifek), Moina atau Daphnia

    diberikan selama 5-7 hari. Dengan frekuensi pemberian pakan setiap 3 jam sekali. Saat larva

    berumur 12 hari, pakan yang diberikan berupa pellet dengan kandungan protein kasar sekitar 38-

    40%, ikan pada setiap diberi pakan hingga kenyang (ad satiation) . Frekuensi pemberian pakanminimal 5 kali per hari. Masa pemeliharaan larva selama 3 -4 minggu sampai ukuran 1 inci.

    Penyiponan dilakukan setiap hari untuk membersihkan dasar wadah pemeliharaan. Pergantian air

    sebanyak 30-50% dilakukan pada hari ketiga dengan air yang sesuai dengan kebutuhan hidup

    larva. Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu ikan dipuasakan untuk mengosongkan isi

    perut, sehingga tidak banyak kotoran yang dikeluarkan pada saat pengangkutan. Lamanya

    pemuasaan disesuaikan dengan lamanya waktu tempuh dalam transportasi. Untuk waktu tempuh

    10 jam diperlukan pemuasaan minimal 24 jam. Pengangkutan benih dapat dilakukan dengan 2

    cara:

    a. Sistem terbukaMenggunakan drum plastik berkapasitas 200 liter. Untuk mempertahankan kandungan

    oksigen terlarut digunakan aerasi. Kapasitas angkut benih ikan patin adalah 100 g/ l air

    dengan lama waktu tempuh 10 jam, apabila lebih dari 10 jam perlu dilakukan

    penggantian air. Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran relatif

    besar (1 inchi).

    b. Sistem tertutup

    Menggunakan kantong plastik yang diberi tambahan oksigen. Perbandingan oksigen dan

    air adalah 2 : 1. Kapasitas angkut 50 g/l air untuk waktu tempuh maksimum 10 jam.

    Pengangkutan dengan sistem ini lebih cocok untuk benih ukuran kecil (maksimum 1

    inchi).

    Pencegahan Penyakit

    Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan cara menerapkan biosecurity yang ketat denganomenjaga kebersihan wadah pemeliharaan, menjaga stabilitas suhu agar tetap panas antara 28 -

    o31 C, pakan terbebas dari parasit dan jamur, dan menjaga kondisi air agar tetap baik yang selalu

    bersih dari sisa pakan.

    Target produksi dari kegiatan pendederan 1 sebanyak 120.000 benih ekor per siklus, dimana

    dalam 1 tahun produksi sebanyak 960.000 ekor ( 8 siklus pemijahan).

    Kaji Terap

    1. Pendederan l benih patin Pasupati secara indoor

    Kegiatan kaji terap teknologi pendederan I telah dilakukan secara indoor di Balai Benih Ikan (BBI)

    Tanjung Putus Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir selama 28 hari. Pemeliharaan

    larva/benih dilakukan pada wadah akuarium volume 400 liter dan fiberglass bulat volume 750 liter.

    Setelah 28 hari pemeliharaan benih dipanen dengan rata-rata panjang standar 3,440,37 cm,

    panjang total 4,130,48 cm dan bobot 0,720,24 gram. Jumlah benih yang dipanen sebanyak

    400.000 ekor (Tingkat kelangsungan hidup 78,84 %).

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    33/355

    22

    2. Pendederan II benih ikan patin Pasupati secara outdoor di kolam

    Dalam kegiatan pendederan ll ikan patin pasupati, aspek persiapan kolam sebelum penebaran

    benih ikan merupakan hal yang harus diperhatikan, karena dapat berpengaruh terhadap hasil yang

    akan diperoleh pada saat panen. Persyaratan untuk kolam pendederan ll antara lain berada di

    kawasan bebas banjir dan bahan pencemar, tanah dasar stabil, sumber air mencukupi, tidaktercemar dan tersedia sepanjang tahun, konstruksi kolam tanah atau tembok dengan pematang

    2yang kuat, luas kolam 200-1000 m (sesuai kebutuhan), kedalaman air kolam 60 - 100 cm.

    Persyaratan kualitas air kolam pemeliharaan yang dibutuhkan antara lain oksigen terlarut minimal 3omg/l, pH berkisar antara 6,5 - 8,5, suhu berkisar antara 25-31 C, ammonia maksimal 0,02 mg/l,

    dan nitrit maksimal 0,01 mg/l.

    Persiapan kolam dilakukan sebelum penebaran benih, diawali dengan pengeringan, pembersihan

    predator dan kompetitor dengan Saponin (20-40 ppm). Pengolahan kolam dan pengapuran (50-2 2

    100 g/m ), penebaran pupuk berupa kotoran ayam kering (250-500 g/m ) atau berupa kompos2 2 2(50-100 g/m ), urea (6 g/m ), TSP (3 g/m ) dengan cara ditebarkan di kolam. Pengisian air kolam

    minimal kedalaman 80 cm.

    Penebaran benih dilakukan pada hari ke-7 setelah pemupukan yang mana kelimpahan plankton2sudah relatif tinggi. Benih ditebar pada pagi atau sore hari dengan padat tebar 100 ekor/m .

    Sebelum benih ditebar dilakukan aklimatisasi dengan mencampur air sedikit demi sedikit, sampai

    suhu air pada wadah packing dengan wadah pemeliharaan relatif sama. Atau benih ikan dalam

    kantung plastik pengangkutan dibiarkan mengapung diatas air selama 5-10 menit, kemudian

    mencampur air sedikit demi sedikit. Benih yang akan ditebar dibiarkan keluar sendiri dari kantong

    plastik wadah pengangkutan .

    Pakan yang diberikan berupa pakan buatan jenis tenggelam, terapung maupun kombinasi

    keduanya. Ukuran pakan yang diberikan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut ikan. Misalnya;

    untuk pakan tenggelam berbentuk crumbel ukuran 1mm. Kadar protein kasar pakan yang

    diberikan mulai dari 32% - 40%, dengan teknik pemberian pakan sebagai berikut:

    10 hari pertama pemberian pakan dengan kadar protein kasar 40%, jumlah pakan yang

    diberikan 15% per biomas ikan per hari.

    10 hari kedua pemberian pakan dengan kadar protein kasar 35-38% jumlah pakan yang

    diberikan 12,5% per biomas ikan per hari 10 hari selanjutnya sampai dengan ukuran ikan siap ditebar untuk dibesarkan dengan kadar

    protein kasar 32%, jumlah pakan yang diberikan 10% per biomas ikan per hari. Frekuensi

    pemberian pakan 3 kali sehari (pagi, siang dan sore hari)

    Pada kegiatan pendederan ll, pemanenan dilakukan secara bertahap. Sebelum dilakukan

    pemanenan terlebih dahulu ikan dipuasakan untuk mengosongkan isi perut. Pemanenan dilakukan

    dengan cara menjaring sebagian benih dengan menggunakan jaring ered. Setelah dipanen, benih

    dipisahkan berdasarkan ukuran menggunakan grader. Benih yang memiliki ukuran benih tebar (4

    5 inchi) dipisahkan dan siap sebagai benih tebar untuk dibesarkan.

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    34/355

    23

    Segala hal yang menyangkut kegiatan dari mulai persiapan hingga distribusi hasil panen harus

    selalu dilakukan dengan tertib. Hal-hal yang perlu dicatat misalnya; waktu penebaran, bobot benih

    yang ditebar, jumlah penebaran, jumlah pakan, waktu panen, jumlah hasil panen, harga benih,

    harga pakan dan harga produk akhir. Informasi ini berguna untuk pedomam perbaikan usaha

    budidaya berikutnya.

    Target produksi dari kegiatan pendederan ll sebanyak 90.000 benih ekor per siklus, dimana dalam

    1 tahun produksi sebanyak 540.000 ekor ( 6 siklus pemijahan).

    Kegiatan kaji terap teknologi pendederan II dilakukan secara outdoor di BBI Tanjung Putus Dinas

    Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir

    KEUNGGULAN TEKNOLOGI

    Ikan patin pasupati merupakan komoditas perikanan budidaya yang memiliki potensi pasar ekspor

    yang dapat menjadi tulang punggung pengembangan ekonomi kerakyatan. Teknologi pendederan

    I secara indoor merupakan teknologi pendederan yang paling efektif karena kapasitas produksi

    dapat dilakukan secara maksimal, pengawasan dan pemeliharaan dapat dilakukan secara lebih

    intens, dan proses pemanenan lebih mudah. Teknologi pendederan II secara outdoor memiliki

    keunggulan antara lain perawatan benih lebih mudah, biaya produksi lebih murah, penggunaan airlebih efisien, penggunaan pakan buatan dapat dikurangi, konversi pakan cenderung lebih rendah

    dan pertumbuhan benih dapat lebih cepat

    LOKASI PENELITIAN DAN WILAYAH REKOMENDASI

    Wilayah pengembangan usaha dalam rangka penerapan teknologi pendederan ikan patin

    pasupati adalah lokasi yang memiliki kriteria sebagai berikut:o

    Parameter kualitas air yang optimal untuk pemeliharaan antara lain: suhu 28 -30 C,

    kandungan oksigen terlarut >5 ppm, pH 6,5 8,5, amoniak (NH3)

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    35/355

    24

    Lokasi kegiatan pendederan relatif tidak jauh dengan kawasan kegiatan pembesaran.

    Wilayah pengembangan /penerapan teknologi yang diusulkan antara lain : Sumatera

    Selatan (Palembang, Ogan Ilir, Banyu Asin), Jawa Timur (Tulung Agung), Kalimantan

    Selatan (Banjar Baru).

    KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF

    Ikan patin Pasupati ukuran benih tebar (4 5 inchi) mengeluarkan lendir relatif lebih banyak pada

    saat pemanenan yang berakibat mudah stres sehingga diperlukan penanganan yang sangat hati

    hati dan tetap dalam kondisi basah.

    KELAYAKAN FINANSIAL

    Dengan tingkat komponen dalam negeri mencapai 90% (ekonomis), berikut dilampirkan analisa

    usaha yang terkait kegiatan produksi benih ikan patin pasupati:

    Analisa Usaha Pemeliharaan Larva/benihikan patin Pasupati secara indoor

    Analisa Usaha Pendederan II benihikan patin Pasupati secara outdoor di kolam

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    36/355

    25

    Pemeliharaan Larva/benih ikan patin Pasupati secara indoorFasilitas pemeliharaan benih dalam bentuk bak fiber bulat dan akuarium

    Pendederan II benih ikan patin Pasupati secara outdoor di kolamKolam pemeliharaan pendederan II - Benih ukuran - 1 inci

    Kegiatan panen dan penghitungan

    Benih siap tebar ukuran 4 5 inchi

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    37/355

    26

    Kontak Person

    Evi [email protected]

    Unit Eselon I

    Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan

    Satuan Kerja

    Balai Penelitian Pemuliaan Ikan

    AlamatJl. Raya 2 Sukamandi Pantura,

    Patokbeusi, Subang, Jawa Barat41263.Telepon (0260)520500

    FAKSIMILI (0260) 520662, 520663

    Kategori Teknologi

    Perikanan Budidaya

    Sifat Teknologi

    Inovasi Baru

    Masa Pembuatan

    2003-2013

    Tim Penemu

    Ir. Retna Utami, M.Sc.Drs. Sularto, M.Si.

    Ir. Evi TahapariR.R. Sri Pudji Sinarni Dewi, S.Pi., M.Si.,

    Didik Ariyanto, S.Pi.

    Ir. Bambang Gunadi, M.Sc.Wahyu Pamungkas, S.Pi.Bambang Iswanto, S.Pi.

    BPPITeknologi Produksi Massal Larva Ikan Patin Pasupati

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    38/355

    27

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi

    Permintaan pasar ekspor ikan patin daging putih semakin meningkat dan perlu segera

    dimanfaatkan untuk meningkatkan devisa negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sebuah

    terobosan teknologi telah dilakukan oleh Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan

    Air Tawar (sekarang Balai Penelitian Pemuliaan Ikan) dengan menghasilkan patin hibrida yang

    diberi nama patin Pasupati (Patin Super Harapan Pertiwi). Patin Pasupati merupakan persilangan

    antara betina patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) dengan jantan patin jambal

    (Pangasius djambal) hasil seleksi.

    Kehadiran ikan patin Pasupati merupakan jawaban untuk memenuhi permintaan benih ikan patin

    daging putih yang saat ini sangat dinantikan oleh para pembudidaya. Peluang ekspor patin daging

    putih kini telah terbuka yang berdampak membuka lapangan kerja baru. Dengan adanya kegiatan

    ekspor ikan patin daging putih ini selain menghasilkan produk utama berupa filet, juga akan

    menghasilkan produk samping berupa kepala ikan, sebagai bahan soup di restoran, minyak ikan,tepung tulang ikan dan kulitnya dapat digunakan bahan baku colagen sebagai obat kulit terbakar.

    Selama ini permintaan ekspor ikan patin daging putih terus meningkat. Peningkatan ekspor ini

    bermanfaat untuk meningkatkan devisa negara dan peningkatan kesejahteraan pembudidaya.

    Tujuan dari penerapan teknologi adalah penyediaan larva ikan patin pasupati yang terjamin secara

    kualitas, kuantitas dan kontinuitas untuk mendukung peningkatan produksi ikan patin skala

    industri. Diharapkan dari peningkatan produksi ini dapat memberikan manfaat terhadap

    peningkatan nilai tambah dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya.

    PENGERTIAN/DEFINISI

    Pasupati : Patin Super Harapan Pertiwi

    Hibridisasi : Suatu perkawinan silang antara berbagai jenis spesies ikan untuk

    menghasilkan jenis ikan unggul sebagai benih sebar baik kualitas maupun

    kuantitas

    Kanulasi : Cara sampling telur dalam gonad dengan pipa plastik halus bergaris tengah 1,2

    mm (kateter)

    Papilla : Lubang kelamin berbentuk tonjolan kecil di bagian perut ikan sebagai tempat

    pengeluaran telur atau sperma.

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    39/355

    28

    OSI : Ovi Somatic Index/ indeks yang menunjukkan perbandingan antara bobot telur

    yang di ovulasikan dengan bobot tubuh induk betina.

    Fekunditas : Jumlah telur yang diovulasikan per satuan bobot tubuh induk.

    HCG : Human Chorionic Gonadotropin/ hormon sejenis Glikoprotein yang dihasilkan

    oleh plasenta ibu hamil digunakan untuk memacu ovulasi

    RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS

    Pemeliharaan dan Seleksi Induk

    Larva patin pasupati dihasilkan melalui teknologi hibridisasi antara Induk Betina Patin Siam dan

    Induk Jantan Patin Jambal. Pengelolaan atau manajemen induk sangat diperlukan untuk

    meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam usaha pembenihan serta menghasilkan benih

    yang berkualitas baik. Larva yang sehat diperoleh dari induk yang dipelihara secara baik, yakni

    mendapat pakan yang bermutu dan memenuhi syarat sebagai pakan induk dan dipelihara dalam

    wadah dengan kualitas air yang baik.

    Induk yang digunakan adalah induk jantan patin jambal dan induk betina patin siam. Induk betina

    patin siam dapat dipijahkan setelah berumur minimal 2,5 tahun dengan bobot 2,5 3 kg/ekor.

    Sedangkan induk jantan patin jambal dapat dipijahkan setelah berumur minimal 2 tahun dengan

    bobot 2,0 2,5 kg/ekor.

    oKisaran kualitas air yang disarankan adalah; pH air 6,5 8,5, suhu air 28 31 C, oksigen terlarut

    diatas 3 mg/l, amoniak kurang dari 0,1 mg/l, nitrit kurang dari 1 mg/l. Ikan patin tidak

    menghendaki air yang terlalu jernih, tingkat kecerahan yang ideal sekitar 30 cm. Beberapa wadah

    pemeliharaan induk yang dapat digunakan antara lain: 2 a. Kolam (air tenang) dengan kontruksi tanah atau tembok, luas kolam 50 -200 m ,

    kedalaman air 1,2 m, disarankan adanya pergantian air sebanyak 10%/hari. Kawasan2harus bebas banjir dan bebas dari pencemaran. Padat tebar 2 ekor/m untuk patin

    2siam dan 0,5 ekor/m untuk patin jambal.

    b. Konstruksi Karamba, bahan yang digunakan dapat dari kayu, bambu atau besi. Ukuran3 3minimal 3 m x 2m x 1,5 m. Padat tebar 3 ekor/m untuk patin siam dan 1 ekor/m untuk

    patin jambal

    c. Karamba jaring apung, konstruksi terbuat dari kerangka bambu, kayu atau besi. Ukuran

    minimal 4m x 4m x 4m, jaring terbuat dari polyethylene, PE 210 D9 sampai D18,3ukuran mata jaring minimal 1 inch. Padat tebar 3 ekor/m untuk patin siam dan 1

    2ekor/m untuk patin jambal.

    Induk ikan patin perlu mendapatkan asupan pakan dengan jumlah yang cukup serta mutu yang

    baik. Pakan untuk induk ikan patin sebaiknya memiliki kadar protein kasar 36 38 % dan

    diberikan sebanyak 1 % dari biomassa/hari dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari. Namun jika

    disekitar kawasan budidaya tidak tersedia pakan induk dengan kadar protein kasar 36 38 %,

    induk ikan patin dapat diberi pakan dengan kadar protein kasar minimal 28 % sebanyak 2% dari

    bobot biomas/hari dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari.

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    40/355

    29

    Keberhasilan pemijahan induk ditentukan oleh kejelian pemilihan induk yang matang gonad. Ciri-

    ciri induk betina ikan patin yang matang gonad ditunjukkan dengan organ papila membengkak dan

    berwarna merah. Selain itu, ditunjukkan dengan perut membengkak ke arah belakang (ke arah

    genital). Untuk mengetahui tingkat kematangan gonad induk betina secara akurat dapat dilakukan

    melalui pemeriksaan oosit (sel telur) dengan cara mengambil sampel telur dengan alat kanulasi(Kateter) Kanulasi dilakukan dengan memasukan alat kanulasi ke dalam ovari melalui lubang

    papila sedalam 8 10 cm. Agar mendapatkan sampel telur dari semua bagian ovari secara merata,

    batang penyedot yang ada dibagian tengah kateter ditarik keluar bersamaan dengan menarik

    kateter dari ovari. Induk ikan patin siam yang siap dipijahkan memiliki ukuran sel telur yang

    seragam dengan diameter 1 mm (sedangkan untuk patin jambal berdiameter 1,6 mm) dan

    berwarna kuning gading serta mudah dipisahkan, tidak menempel satu sama lain.

    Sedangkan untuk mengetahui induk patin jantan yang matang gonad relatif mudah. Ciri induk

    jantan yang matang gonad adalah papila menonjol berwarna merah, bila dipijit keluar cairan putihkental (sperma).

    Induk yang terseleksi dan siap dipijahkan dipelihara di dalam wadah yang sempit sehingga induk

    mudah untuk ditangkap dan mendapatkan kualitas air yang baik yakni oksigen yang cukup (3

    ppm) serta suhu air relatif tinggi (28 C).

    Pemijahan

    Induk patin siam dan patin jambal yang dipelihara dalam wadah budidaya tidak dapat memijah

    secara alami, sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan melalui rangsangan hormonal.

    Hormon yang digunakan adalah ekstrak kelenjar hipofisa, Gonadotropin, dan Ovaprim (campuran

    LHRH-a dan domperidon). Penggunaan kelenjar hipofisa sudah jarang dilakukan karena kurang

    praktis. Hormon yang umum digunakan adalah ovaprim (campuran LHRH dan domperidon) dan

    HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Dosis penyuntikan yang biasa digunakan adalah sebagai

    berikut:

    1. Penyuntikan dengan Ovaprim

    Penyuntikan pertama sebanyak 0,3 ml/kg induk dan penyuntikan kedua sebanyak 0,6

    ml/kg induk dengan selang waktu 12 jam

    2. Penyuntikan dengan HCG dan Ovaprim

    Penyuntikan pertama dengan HCG sebanyak 500 IU/kg induk dan penyuntikan keduadengan Ovaprim sebanyak 0,6 ml/kg induk

    Selang waktu dari penyuntikan kedua sampai ovulasi (waktu laten/latensi time pada patin siam)

    berkisar 10 - 12 jam pada kondisi suhu air 28C. Meskipun telah dilakukan rangsangan ovulasi

    induk ikan patin siam maupun patin jambal di dalam wadah budidaya tidak bisa memijah secara

    alami. Proses pembuahan (bercampurnya telur dan sperma) harus dilakukan secara buatan

    (artificial). Pembuahan yang biasa dilakukan ada dua sistem:

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    41/355

    30

    Pembuahan Sistem

    Kering

    Dalam sistem kering ini

    telur yang telah dikeluarkan

    dan di tampung dalambaskom dicampur dengan

    s p e r m a y a n g b a r u ,

    langsung dikeluarkan dari

    induk jantan kemudian

    dicampur dengan bulu

    ayam secara mera ta .

    Kemudian untuk aktivasi ditambahkan air yang kaya oksigen sambil diaduk-aduk dengan bulu

    ayam. Selanjutnya dibilas dan diberi larutan tanah untuk menghilangkan daya rekat telur

    (Memisahkan telur yang biasanya melekat satu sama lain), kemudian dibilas lagi dengan air segar

    beberapa kali, kemudian ditetaskan.

    Pembuahan Sistem basah

    Pada sistem basah ini, sperma induk jantan terlebih dahulu dikeluarkan dan ditampung dalam

    wadah tabung atau gelas dan diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis (larutan infus NaCl).

    Larutan tersebut selain berfungsi sebagai pengencer juga berfungsi sebagai pengawet.

    Spermatozoa dapat tahan hidup dalam larutan tersebut selama 12 24 jam pada suhu 5 0C.

    Penetasan telur dilakukan pada corong penetasan. Telur dimasukan ke dalam corong penetasan

    yang dialiri air pada bagian dasar corong sehingga telur bergerak/ berputar secara pelan. Larvayang telah menetas dan sehat akan berenang ke atas mengikuti saluran pembuangan dan

    ditampung dalam hapa, sedangkan telur yang tidak menetas serta larva yang abnormal akan tetap

    berada di dasar corong. Resiko keracunan relatif rendah, karena kualitas air dapat mudah

    diperbaiki dengan menambahkan air segar. Suhu air optimal untuk proses penetasan telur adalaho28 - 31 C dan akan menetas setelah 16 22 jam.

    Larva yang tertampung dalam hapa harus segera dipanen agar tidak keracunan akibat

    pembusukan sisa-sisa telur yang tidak menetas. Larva dipanen dengan menggunakan serokan

    halus, kemudian dipindahkan ke dalam wadah bulat yang berisi air yang telah diaerasi agar

    mendapatkan oksigen yangcukup. Penghitungan maupun

    pengepakan larva sebaiknya

    d i lakukan sebelum larva

    berumur 5 jam. Karena pada

    kondisi tersebut larva belum

    aktif mengejar sinar sehingga

    terdistribusi secara merata

    p a d a s e m u a b a d a n a i r .

    Gambar 1. Proses pengeluaran sperma ikan patin jambal (kiri), Prosespengeluaran telur ikan patin siam (kanan)

    Gambar 2. Fertilisasi telur pembentuk patin pasupati (kiri),Fasilitas corong penetasan telur (kanan)

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    42/355

    31

    Penghitungan larva pada umumnya dilakukan secara volumetri.

    Pengangkutan larva dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik dengan

    penambahan oksigen. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada suhu dingin. Kepadatan larva

    dalam setiap kantong plastik harus mempertimbangkan lama waktu transportasi. Perbandingan

    volume antara air dan gas oksigen adalah 1 : 2. Kepadatan larva maksimum dalam setiap kantongplastik tertera pada Tabel berikut:

    Tabel 1. Kepadatan larva dan waktu tempuh dalam transportasi tertutup

    Pengangkutan lebih dari 12 jam dapat dilakukan dengan syarat dilakukan penggantian oksigen.

    TARGET PRODUKSI

    Target produksi dari kegiatan pemijahan dalam setiap siklus produksi sebanyak 1.000.000 juta

    ekor, dimana dalam 1 tahun sebanyak 8.000.000 ekor ( 8 siklus pemijahan).

    Kaji Terap

    Kegiatan kaji terap teknologi produksi larva ikan patin pasupati sudah dilakukan melalui kegiatan

    diseminasi/iptekmas yang berlokasi di UPPU Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Palembang

    pada tahun 2012 dan kegiatan Iptekmas yang berlokasi di BBI Tanjung Putus Dinas Peternakan

    dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir pada tahun 2013 dengan hasil sebagai berikut:

    Tabel 2. Keragaan reproduksi pada produksi benih ikan patin pasupati

    KEUNGGULAN TEKNOLOGI

    Dari teknologi hybrid ini dihasilkan benih sebar Ikan patin pasupati yang bertumbuh cepat dan

    berdaging putih. Bila membudidayakan patin siam, fekunditas cukup tinggi namun dagingnyaberwarna kining, sedangkan patin jambal fecunditas rendah dan beraging putih. Dengan

    persilangan (hybrid) dihasilkan benih sebar berdaging putih dan bertumbuh lebih cepat. Daging

    putih sangat diminati oleh konsumen dibandingkan daging berwarna kuning atau pink.

    WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN/ DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN

    Wilayah pengembangan usaha dalam rangka penerapan teknologi produksi larva ikan patin

    pasupati adalah lokasi yang dekat dengan sentra pengembangan budidaya Patin dan memilikioparameter kualitas air yang optimal untuk pemeliharaan adalah: suhu 28 -30 C, kandungan

    oksigen terlarut 5 7 ppm, pH 6,5 8,5, amoniak (NH3)

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    43/355

    32

    Wilayah pengembangan /penerapan teknologi yang diusulkan antara lain : Sumatera Selatan

    (Palembang, Ogan Ilir, Banyu Asin), Jawa Timur (Tulung Agung), Kalimantan Selatan (Banjar Baru).

    Sangat diharapkan dalam pengembangan industri ikan patin harus terintegrasi, dan suply

    chainnya semua tersedia (benih, pakan, obat-obatan, pengolahan) sehingga nir limbah (Zero

    waste).

    KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF

    Tidak ada dampak negatif dari usaha perbenihan, limbah yang dihasilkan relatif sangat kecil dan

    dapat diatasi dengan memanfaatkan air limbah sebagai pupuk untuk menyiram tanaman sayuran

    yang ditanam diatas diatas galengan kolam.

    KELAYAKAN FINANSIAL

    Berikut dilampirkan analisa usaha yang terkait kegiatan produksi benih ikan patin pasupati:

    TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI

    60 % (enam puluh persen)

    A BIAYA INVESTASI VOLUME HARGA JUMLAH

    1 2Bangunan berukuran 3 x 5 m 1 LS

    2 Corong penetasan 5 buah 550.000 2.750.000

    3 Pompa air 200 watt 1 unit 750.000 750.000

    4 Kerangka corong penetasan 1 unit 1.000.000 1.000.000

    5 Bak filter air resirkulasi berukuran 1,5 m x 3 m x 0,7 m 1 unit 2.000.000 2.000.000

    6 Bak Fiber glass penampung larVa berukuran 1 ,25 m x 1,25 m x 0,7 m 2 uni t 1.750.000 3.500.000

    7 Hiblow dan instalasi aerasi 1 unit 1.000.000 1.000.000

    8 Genset 3000 watt 1 unit 3.000.000 3.000.000

    9 Perlengkapan instalasi air 1 unit 1.250.000 1.250.000

    10 Instalasi listrik 1 unit 1.250.000 1.250.000

    11 Induk Betina siam 30 ekor 450.000 13.500.000

    12 Induk iantan jambal 10 ekor 200.000 2.000.000

    13 Jaring tangkap 1 buah 2.500.000 2.500.000

    14 Jarina berok induk 2 unit 750.000 1.500.000

    15Hapa penetasan 2 unit 200.000 400.000

    16 Basket 5OOml 5 unit 5.000 25.000

    17 Mangkok 2l 5 unit 10.000 50.000

    18 Baskom 5l 5 unit 20.000 100.000

    19 Handuk 3 unit 50.000 150.000

    20 Sarung tangan 5 unit 20.000 100.000

    21 Kateter 2 buah 250.000 500.000

    22 Unit Pemanas air 1 set 750.000 750.000

    TOTAL BIAYA INVESTASI 38.075.000

    B BIAYA OPERASIONAL

    1 Pakan induk 324 kg 12.500 4.050.000

    2 Hermon 8 paket 800.000 6.400.000

    3 NaCl Fisiologis 5 botol 20.000 100.000

    4 Air mneral 2 galon 70.000 140.000

    5 Spuit 10 unit 2.000 20.000

    6 Tissu gulung 1 pak 25.000 25.000

    7Obat-obatan 1 paket 150.000 150.000

    8 Biava pengepakan 1 paket 300.000 300.000

    9 Upah Tenaga Kerja (1.000.000,-/ bln) 0 siklus 250.000 -

    10 Bahan bakar/BBM 8 siklus 200.000 1.600.000

    TOTAL BIAYA OPERASIONAL 12.785.000

    C TOTAL 50.860.000

    D Biaya penyusutan (5 tahun) (8 siklus produksi per-tahun) 0.2 38.075.000 7.615.000

    E Produksi (1.000.000 Iarva x 8 siklus) 8000000 5 40.000.000

    F Keuntungan (prod-(opersnal+penystan) 19.600.000

    G Bunga Bank (1%/bln) 12 45.690.000 5.482.800

    H Keuntungan bersih 14.117.200

    Target produksi 8.000.000 ekor pertahun

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    44/355

    33

    Kontak Person

    Muharijadi [email protected]

    Unit Eselon I

    Badan Penelitian dan PengembanganKelautan dan Perikanan

    Satuan Kerja

    Balai Penelitian dan PengembanganBudidaya Air Payau

    Alamat

    Jalan Makmur Daeng Sitakka 129,Maros, Sulsel 90512.

    Telp. (0411) 371544; Fax (0411)371545

    Kategori Teknologi

    Perikanan Budidaya

    Sifat Teknologi

    Inovasi Baru

    Masa Pembuatan

    2002-2012

    Tim Penemu

    Muharijadi AtmomarsonoMuliani

    Nurbaya

    EndangSusianingsihNurhidayah

    Rachman Syah

    BP2BAPPeningkatan Produksi Udang Windu di Tambak Tradisional Plus

    dengan Aplikasi Probiotik RICA

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    45/355

    34

    DESKRIPSI TEKNOLOGI

    Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi

    Teknologi aplikasi probiotik RICA ditujukan untuk pencegahan penyakit udang windu melalui

    perbaikan kualitas air, sehingga diharapkan bermanfaat dalam peningkatan sintasan dan produksi

    udang windu di tambak. Aplikasi probiotik RICA secara nasional diharapkan dapat mendukung

    program peningkatan produksi udang windu secara ramah lingkungan sebesar 30% dari kondisi

    sekarang.

    Pengertian/definisi

    Yang dimaksud dengan Probiotik RICA

    (Gambar 1) adalah bakteri yang memiliki

    peranan positif (bermanfaat) dalam

    memperbaiki kualitas air, dihasilkan oleh

    Balai Penelitian dan Pengembangan

    Budidaya Air Payau, Maros (singkatanbahasa Inggrisnya disebut RICA =

    R esea rch I n s t i t u t e fo r Coas t a l

    Aquaculture), sehingga sintasan dan

    produksi udang windu di tambak dapat

    dit ingkatkan. Selanjutnya bakteri

    probiotik RICA tersebut diproduksi

    massal oleh KPRI (Koperasi Pegawai

    Republik Indonesia) Mina Lestari di

    Maros.

    Rincian dan Aplikasi Teknis

    Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi

    Mengingat bahwa teknologi aplikasi probiotik RICA hanya merupakan salah satu dari serangkaian

    teknologi budidaya udang windu di tambak, maka keberhasilan penerapan teknologi ini sangat

    tergantung pada segala aspek budidaya yang lainnya sejak pemilihan lokasi tambak, persiapan

    tambak, pemberantasan hama, pengapuran (dasar tambak dan kapur susulan), pemupukan (dasar

    dan susulan), pengisian air tambak, aklimatisasi benur, pemberian pakan (jika ada), pengelolaan

    kualitas air, dan pemantauan pertumbuhan udang.

    Gambar 1. Bakteri probiotik RICA-1, RICA-2, danRICA-3 produksi BRPBAP

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    46/355

    35

    Uraian lengkap tentang SOP Aplikasi Probiotik RICA

    a. Rincian Teknologi

    Hingga kini masih banyak pembudidaya udang tradisional yang melakukan usahanya hanya

    berdasarkan feeling saja. Persiapan tambak dan berbagai cara pengelolaan tambak hanya

    dilakukan seadanya. Kalaupun mereka melakukan perubahan, maka mereka hanya mengikuti apayang dilakukan oleh pembudidaya udang di sekitarnya yang kondisi tambaknya belum tentu sama,

    sehingga seringkali diperoleh hasil berbeda. Oleh karena itu teknologi budidaya udang windu perlu

    diperbaiki sejak persiapan tambak, pengisian air tambak, penebaran benur, dan cara

    pengelolaannya.

    Selain itu, selama ini juga telah banyak produk bakteri probiotik komersial di pasaran, baik produk

    lokal maupun import. Namun demikian masyarakat pembudidaya udang masih banyak yang

    kurang memahami tentang cara penggunaannya, baik cara kulturnya, penyimpanannya maupun

    cara aplikasinya. Bakteri probiotik merupakan organisme hidup yang jumlahnya akan mengalamipenurunan dengan semakin lamanya disimpan. Jadi suatu produk probiotik komersial yang cara

    pemakaiannya tanpa dilakukan kultur terlebih dahulu, cenderung akan tidak efektif untuk

    pencegahan penyakit udang. Hal ini karena pada awal pembuatan probiotik dalam bentuk cair

    dapat mencapai kepadatan bakteri hingga 1011 1012 CFU/mL, sedangkan dalam bentuk

    padat (serbuk) biasanya hanya mencapai kepadatan bakteri sekitar 109 CFU/g. Produk probiotik

    komersial tersebut akan mengalami penurunan kepadatan bakteri hingga tinggal 103 106

    CFU/mL (CFU/g) setelah disimpan lebih dari tiga bulan. Oleh karena itu penggunaan probiotik

    RICA harus dikultur/difermentasi 3-4 hari terlebih dahulu agar kepadatannya meningkat hingga

    1011 CFU/mL. Dengan demikian bakteri tersebut dapat berfungsi lebih baik dalam memperbaiki

    kualitas air (menurunkan kandungan bahan-bahan beracun di tambak, seperti bahan organik total,

    amoniak, nitrit, dan hidrogen sulfida), menekan perkembangbiakan organisme patogen terutama

    bakteri Vibrio harveyi, sehingga dapat meningkatkan sintasan dan produksi udang windu di

    tambak.

    b. Cara Penerapan Teknologi

    Pemilihan Lokasi Tambak

    Kematian udang di sekitar caren tambak pada awal musim penghujan diduga disebabkan oleh

    jenis tanah tambak yang tergolong tanah sulfat masam (TSM). Hal ini banyak terjadi di daerah

    pertambakan yang dibangun dari bekas lahan mangrove (terutama nipah) seperti di Aceh,Lampung Timur, Sulawesi Selatan bagian Timur, juga di wilayah Kalimantan. Pada pematang

    tambak TSM biasanya dijumpai adanya bagian tanah yang berwarna kuning (jarosit). Bila tanah ini

    tersiram air hujan, maka air yang turun ke tambak bersifat sangat masam, karena mengandung

    H2SO4 (senyawa asam pekat yang digunakan untuk air aki). Senyawa inilah yang menyebabkan

    sebagian kulit dan daging udang terkelupas dan akhirnya mati.

    Tambak TSM sebaiknya direklamasi (pengeringan, perendaman, dan pembilasan tanah dasar

    tambak) terlebih dahulu selama persiapan tambak dan bila memungkinkan pematang tambak

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    47/355

    36

    ditanami rumput yang bisa menahan peluruhan jarosit ke dalam tambak. Pengapuran dengan

    dolomit di sekeliling pematang menjelang hujan deras terbukti cukup bermanfaat mengurangi

    kematian udang di tambak.

    Oleh karena itu, agar aplikasi probiotik RICA lebih efektif sebaiknya dilakukan di wilayahpertambakan yang tidak tergolong tanah sulfat masam (TSM), yaitu di pertambakan dengan pH

    tanah dasar tambak normal (6,5-7,0).

    Persiapan Tambak Udang Windu

    Persiapan tambak meliputi penambalan bocoran tambak, keduk teplok (pengangkatan lumpur

    hitam dari dasar tambak ke atas pematang tambak), pemberantasan hama, pengeringan tambak,

    pengapuran dan pemupukan dasar tambak, serta pengisian air tambak.

    Penambalan bocoran tambak selain diperlukan untuk mencegah habisnya air dalam tambak, juga

    mencegah masukya predator (pemangsa udang) dan kontaminan berbagai penyakit (vibriosis oleh

    bakteri Vibrio harveyi dan bintik putih oleh white spot syndrome virus). Keduk teplok dimaksudkan

    untuk membuang lumpur hitam yang berbau busuk (mengandung hidrogen sulfida) yang biasanya

    dilakukan pada saat tambak masih berair sekitar 10 cm (macak-macak) untuk memudahkan

    pengangkatan lumpur.

    Pemberantasan hama dilakukan dengan menggunakan saponin 15-30 ppm (15-30 kg saponin

    per hektar tambak dengan kedalaman air sekitar 10 cm) dan kaporit 2-3 ppm (2-3 kg kaporit per

    hektar tambak dengan kedalaman air sekitar 10 cm). Pada salinitas tinggi (di atas 25 ppt)

    penggunaan saponin cukup 15-20 ppm, namun pada salinitas air tambak di bawah 5 pptdiperlukan saponin hingga 30 ppm. Pemberantasan hama dimaksudkan untuk membunuh ikan-

    ikan liar (mujahir, gabus, kepala timah, bocci-bocci dan lain-lain) dan krustase liar (udang, kepiting,

    jembret, dan sejenisnya). Setelah empat hari, air dibuang, kemudian tanah dasar tambak dibajak

    dan dikeringkan secara sempurna hingga retak-retak agar limbah organik di dasar tambak

    teroksidasi sempurna. Apabila masih dijumpai adanya ikan-ikan liar di bagian cekungan air,

    pemberantasan hama diulangi di bagian tersebut.

    Kemudian pengapuran dilakukan dengan menggunakan kapur bakar (CaO, yaitu kapur yang bila

    direndam air akan mengeluarkan gelembung panas seperti air mendidih). Jumlah kapur bakar yang

    digunakan tergantung pada kondisi kemasaman tanah dasar tambak tersebut. Makin masamtanah dasar tambak, maka diperlukan kapur bakar yang lebih banyak. Secara umum diperlukan

    kapur bakar antara 1-5 ton per hektar tambak untuk mempercepat proses oksidasi bahan organik

    dan peningkatan pH tanah dasar tambak. Setelah dilakukan pengapuran, sebaiknya dilakukan

    pengecekan pH dan redoks potensial tanah dasar tersebut. Menurut Poernomo (2004), redoks

    potensial tanah dasar tambak pada saat kering sebaiknya minimal +50 mv. Namun pada

    kenyataannya hal ini seringkali sulit diperoleh di lapangan. Apabila pH tanah dan redoks

    potensialnya masih rendah, maka, pengapuran perlu dilakukan kembali dengan kapur bakar

    hingga pH tanah meningkat.

  • 5/20/2018 Rekomendasi Teknologi Kelautan Dan Perikanan

    48/355

    37

    Setelah 1-2 minggu pengeringan da