refleksi kualitas guru
DESCRIPTION
analisis kualitas profesi guruTRANSCRIPT
JURNAL REFLEKTIF
REFLEKSI KUALITAS PROFESI GURU DI INDONESIA DAN
ALTERNATIF SOLUSINYA
Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah
“Landasan Pedagogik”
Dosen Pengampu : Dr. Dharma Kesuma, M.Pd
oleh:
EKA PRASTIYANTO
1502679
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
SEKOLAH PASCASARJANA
TAHUN 2015
Refleksi Kualitas Profesi Guru di Indonesia dan Alternatif Solusinya
Guru merupakan seseorang yang memiliki derajat yang sama dengan kaum priyayi
atau bangsawan dalam masyarakat jawa menurut tipologi Geertz1. Bagi masyarakat jawa,
guru merupakan sosok yanag digugu lan ditiru kelakuane (dipercaya dan diteladani
perilakunya). Istilah tersebut berarti guru menjadi tauladan bagi siswanya. Maka dari itu, guru
memiliki status sosial yang tinggi dalam struktur masyarakat Jawa.
Pada sebuah sistem pendidikan, guru merupakan ujung tombak sekaligus menjadi
nahkoda yang akan membawa pendidikan menuju ujuan yang telah ditetapkan. Hal ini karena
guru berperan langsung dalam pendidikan dengan mendidik, membimbing, menuntun, dan
membentuk karakter siswa-siswanya. Sehingga, guru harus memiliki kompetensi khusus
untuk melakukan hal tersebut, atau sering disebut ilmu pedagogi. Maka dari itu mengajar
dipandang sebagai sebuah profesi, yakni suatu pekerjaan yang mengandalkan keterampilan
dan keahlian khusus.
Guru di Indonesia dipandang sebagai sebuah profesi. Hal tersebut diatur dalam PP
No.41 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa guru merupakan dan dosen merupakan seorang
pendidik profesional yang memiliki tugas-tugas spesifik dalam pendidikan. Hingga saat ini,
paradigma apakah guru merupakan sebuah profesi atau tidak masih menjadi topik bahasan
utama oleh para ahli. Agar mengajar menjadi sebuah profesi yang seutuhnya maka harus
memiliki beberapa karakteristik, antara lain2:
1. Memiliki rasa pengabdian pelayanan publik, dan komitmen untuk berkarir
2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidangnya
3. Menjalani pelatihan dalam jangka waktu tertentu
4. Memiliki standar dan kontrol kinerja yang baik
5. Memiliki otonomi dalam pengambilan kebijakan terkait bidang pekerjaannya
6. Sebuah penerimaan tanggung jawab untuk berbagai keputusan dan tindakan yang
dilakukan terkait dengan pelayanan yang diberikan berupa seperangkat standar
kinerja.
7. Sebuah organisasi mandiri yang terdiri dari anggota profesi.
8. Asosiasi profesional dan atau kelompok elit untuk memberikan pengakuan atas 1 Geertz, Clifford. 1960. The Religion of Java. Chicago: The University of Chicago Press2 Ornstein, A.C., Daniel U. Levine, Gerald. L. Gutek. 2011. Foundation of Education 11th Edition. Belmont:
Wadsworth
eka Prastiyanto | 1502679 1
prestasi individu.
9. Sebuah kode etik untuk membantu memperjelas hal-hal atau nilai yang diragukan
terkait dengan pelayanan yang diberikan.
10. Prestius tinggi dan kesejahteraan ekonomi.
Apabila dibandingkan antara kondisi guru di Indonesia dengan 10 kriteria sebuah
profesi di atas, maka guru belum bisa dikatakan sebagai profesi seutuhnya. Hal ini disebabkan
karena kondisi guru di Indonesia saat ini belum mencerminkan beberapa kriteria di atas.
Adapun karakteristik yang tidak tercermin dari pekerjaan mengajar di Indonesia antara lain:
(a) kinerja guru yang mencerminkan pengetahuan dan keterampilan profesinya, (b) kontrol
terhadap standar dan kinerja guru, (c) organisasi profesi yang otonom, serta (d) kesejahteraan
ekonomi.
Pendidikan di Indonesia kiranya hingga saat ini belum menunjukkan capaian kualitas
yang memuaskan. Hal tersebut tercermin dari laporan UNESCO tentang Education
Development Index (EDI) 2015 yang mengungkapkan bahwa Indonesia berada pada peringkat
ke-68 dari 113 negara dengan kategori peningkatan sedang3. Selain itu, laporan yang dirilis
oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa
kemampuan siswa Indonesia dalam bidang membaca, matematika, dan sains tidak mencapai
skor 400. Sedangkan skor standar nasional sebesar 5004.
Banyak faktor yang mempengaruhi pendidikan, diantaranya kurikulum, guru, sarana
dan prasarana, manajemen pendidikan, lingkungan, hingga potensi anak tersebut. Namun,
salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas pendidikan adalah guru. Kualitas
guru bagaikan reaksi berantai yang mampu mempengaruhi faktor-faktor kualitas pendidikan
yang lainnya. Hal tersebut karena guru berada pada posisi sentral dalam pendidikan dan guru
menjadi faktor dominan dalam pendidikan.
Kendati guru di Indonesia sangat banyak, namun kualitas mutu guru belum memenuhi
poin (a) yang telah dijelaskan sebelumnya. Hingga saat ini masih banyak guru yang belum
menunjukkan kinerja yang mencerminkan pengetahuan dan keterampilan profesinya. Seperti
yang dikutip oleh media masa Kompas5, Syawal Gultom (Ketua Badan Pengembangan SDM 3 United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization. 2015. Education For All 2000-2015:
Achievements and Challenges. Paris: UNESCO Publishing4 United Nation Development Programme. 2015. Human Developmenent Report 2015. New York: UNDP5 Redaksi Kompas. 2012. Kualitas Guru Masih Rendah. (online). Diakses melalui http://edukasi.kompas.com
pada tanggal 21 Desember 2015
eka Prastiyanto | 1502679 2
Pendidikan) menyatakan bahwa pada tahun 2012 terdapat guru sebanyak 2,92 juta, namun
hanya 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1.
Selain itu, hasil tes uji kompetensi guru yang dilaksanakan oleh Kemendikbud dipetakan
bahwa sebanyak 1,3 juta dari total 1,6 juta peserta tes mendapat nilai di bawah 60 dari rentang
nilai 0 – 100 (Kompas, 8 Juli 2015)6.
Hal tersebut bisa terjadi karena tidak ada standar rekruitmen guru yang jelas dan ketat,
serta kontrol kualitas guru yang kurang (poin b). Jika ditelaah lebih lanjut, bangsa Indonesia
memiliki ribuan perguruan tinggi yang menyelenggarakan program kependidikan. Akibatnya
lulusan yang akan menjadi guru di Indonesia sangat banyak. Akan tetapi, jumlah lulusan yang
banyak tersebut tidak diimbangi dengan kualitas lulusannya. Apabila tidak ada standar
rekruitmen guru yang jelas dan ketat maka penyaringan guru yang berkompetensi mumpuni
juga tidak bisa dilakukan. Selain itu, kurangnya pengawasan dan kontrol kualitas pengajaran
guru juga bisa menjadi faktor penyebab rendahnya kualitas guru. Hingga saat ini supervisi
pembelajaran sebagai upaya peningkatan kualitas guru belum berjalan dengan optimal.
Hingga saat ini banyak dari supervisi hanya dilakukan sebagai formalitas dan tidak dilakukan
secara berkelanjutan.
Selain kualitas guru yang masih rendah, guru melalui organisasi guru PGRI belum
memberikan kontribusi yang bermakna terhadap kebijakan-kebijakan terkait pendidikan di
Indonesia. Dengan kata lain organisasi guru belum memiliki organisasi yang otonom seperti
yang dijelaskan pada poin (c). Hingga saat ini organisasi profesi guru yang ada, dalam hal ini
PGRI belum mencerminkan sebuah otonomi terhadap kebijakan yang diambil oleh
pemerintah terkait dengan pendidikan. Akibatnya suara guru tidak terwakili dalam
pengambilan kebijakan, sehingga membuat kesan bahwa guru menjadi korban dalam sebuah
kebijakan terkait pendidikan.
Hal lain yang menjadi kendala dalam pendidikan di Indonesia adalah rendahna
kesejetahteraan ekonomi guru. Berdasarkan data gaji guru yang dirilis oleh Organization for
Economic Co-operation and Development (OECD) mengungkapkan bahwa pada tahun 2011
rata-rata gaji guru di Indonesia pertahun sebesar US$2361 atau sekitar Rp 32.800.000. Jumlah
tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan gaji rata-rata internasional, yakni sebesar US$
45.602 atau sekitar Rp 633.300.000 rupiah7. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa 6 Redaksi Kompas. 2015. Kualitas Guru Masih Rendah: Perlu Program Terobosan Untuk Meningkatkan
Sumber Daya Pendidik. (online). Diakses melalui http://print.kompas.com pada tanggal 21 Desember 20157 Organization for Economic Co-operation and Development. 2011. Teacher’s Salaries: Annual Statutory
Salaries in Public Institutions, Minimum Training. (online). Diakses melalui www.oecd-ilibrary.org pada tanggal 21 Desember 2015
eka Prastiyanto | 1502679 3
kesejahteraan ekonomi guru masih sangat jauh di bawah rata-rata. Walaupun gaji tidak
berdampak langsung pada performa guru dalam kelas, namun peningkatan kesejahteraan
ekonomi dapat menjadi pemacu motivasi guru dalam mengajar.
Masalah terkait kondisi profesi guru di Indonesia yang telah dijelaskan di atas, dapat
ditangani melalui beberapa cara dan pemerintah kiranya telah menerapkan cara tersebut,
seperti mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru serta melakukan supervisi di
sekolah. Akan tetapi pelaksanaan program tersebut hingga saat ini belum optimal, sehingga
hasilnya belum memuaskan. Kiranya pemerintah tidak sanggup untuk memberikan pelatihan
atau supervisi kepada semua guru yang berjumlah sekitar 2,9 juta guru.
Selain itu, program pelatihan guru yang dilaksanakan pemerintah terkesan sebagai
kegiatan seremonial dan tidak berkelanjutan. Jika pelatihan dilaksanakan secara berkelanjutan
maka dampaknya akan sangat terasa bagi pengembangan kualitas guru. Misalnya dengan
mengadakan pelatihan guru tingkat dasar dan tingkat lanjut. Bagi guru yang telah lulus dalam
pelatihan tingkat dasar dapat mengambil pelatihan tingkat lanjut. Kemudian guru-guru yang
telah lulus pelatihan tingkat lanjut diberi kewenangan dan kewajiban untuk menyusun dan
menjalankan rencana pengembangan kualitas guru di sekolah tempat ia mengabdi, serta
melaporkan perkembangannya dalam waktu tertentu. Dengan demikian perkembangan guru
dapat dipantau secara berkelanjutan dari waktu ke waktu. Selain itu, perlu ditanamkan pada
guru melalui pelatihan tersebut pentingnya reflektive teaching dalam mengembangkan
pembelajaran di kelas sehingga guru menjadi pebelajar mandiri yang terus mengembangkan
pembelajarannya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.
Pemerintah akan terbantu jika guru juga memiliki inisiatif untuk mengembangkan
potensi dirinya. Dengan melakukan reformasi pada organisasi profesi guru seperti PGRI, para
guru dapat menghidupkan peran PGRI dalam pengembangan kualitas guru. Apabila
organisasi profesi memiliki otonomi yang mandiri maka, organisasi ini dapat mewakili suara
guru dalam pengambilan kebijakan terkait pendidikan. Kiranya para guru yang ada di
Indonesia tidak hanya aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas, namun juga harus aktif
berpartisipasi dalam politik yang terkait dengan pendidikan. Hal ini menjadi amat penting
karena guru memiliki ilmu pedagogi dan sekaligus pelaksana sistem pendidikan yang terjun
langsung di lapangan, sehingga guru bisa memberikan pertimbangan bagaimana sebaiknya
sebuah kebijakan itu diambil dengan mempertimbangkan kondisi lapangan tanpa
mengabaikan landasan kelimuan. Dengan politik partisipatif dari guru, diharapkan kebijakan
yang diambil merupakan kebijakan yang tepat sasaran.
eka Prastiyanto | 1502679 4
Peran partisipatif guru melalui organisasi profesi guru juga mampu memberi masukan
dan berkolaborasi dengan pemerintah dalam menyusun sebuah standar rekruitmen guru yang
jelas dan ajeg, serta memiliki kewenangan untuk mengontrol implementasi standar rekruitmen
guru tersebut dilapangan. Dengan adanya standar yang jelas dan ajeg, penyaringan guru
sebagai tenaga pengajar bisa menghasilkan guru yang benar-benar memiliki kompetensi yang
mumpuni. Harapannya kualitas guru baru di seluruh memiliki kualitas yang sama sehingga
kualitas pendidikan di Indonesia merata pada tiap daerah. Selain berkolaborasi dalam
penentuan standar rekruitmen guru, organisasi profesi guru juga dapat berkolaborasi dalam
mengevaluasi dan mengembangkan kinerja guru di lapangan. Supervisi dan pelatihan yang
selama ini dilaksanakan hanya oleh dinas pendidikan dapat dilaksanakan secara kolaboratif
dengan organisasi profesi guru. Dengan demikian, pelaksanaan supervisi dan pelatihan guru
akan lebih efektif karena organisasi profesi guru memiliki hubungan langsung dengan guru-
guru yang ada disekolah sehingga mampu berperan sebagai jembatan antara guru dengan
pemerintah.
Fungsi lain yang tak kalah penting dari organisasi profesi guru adalah fungsi advokasi
atau sebuah tindakan pembelaan. Advokasi yang dilakukan oleh organisasi profesi guru
terkait kebijakan pendidikan yang merugikan. Dengan fungsi ini, guru mampu melakukan
advokasi terhadap kesejahteraan ekonomi guru yang masih jauh barada di bawah negara lain
atau terkait hak-hak guru yang belum terpenuhi. Selain itu, peran advokasi organisasi tidak
tebatas pada advokasi terhadap hak guru yang belum tepenuhi, namun memiliki juga
mencakup advokasi terhadap pelaksana maupun stakeholder pendidikan seperti siswa, orang
tua siswa, dan pihak lain. Misalnya dalam kasus pencairan dana bantuan pendidikan yang
seringkali terkendala, pemotongan dana BOS, atau terkait kebijakan yang lain.
Kendati nampak sepele, namun reformasi organisasi profesi guru menjadi organisasi
yang memiliki partisipasi politik memiliki dampak yang begitu luas terhadap pendidikan d
Indonesia. Dapat dikatakan bahwa organisasi profesi guru dapat menjadi katalis yang mampu
memicu reaksi berantai dalam penngendalian dan peningkatan mutu serta kualitas guru
khususnya, dan pendidikan pada umumnya.
eka Prastiyanto | 1502679 5