refleksi kasus hema anggika

14
REFLEKSI KASUS Penyusun : Hema Anggika Pratami,S.ked (0918011094) Pembimbing : dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Upload: angga-n

Post on 27-Dec-2015

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ja

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus Hema Anggika

REFLEKSI KASUS

Penyusun :

Hema Anggika Pratami,S.ked

(0918011094)

Pembimbing :

dr. Handayani Dwi Utami, M.Kes, Sp.F

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN FORENSIK DAN

MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROPINSI LAMPUNG

2014

Page 2: Refleksi Kasus Hema Anggika

REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

NamaDokterMuda/NPM : Hema Anggika Pratami / 0918011094

Stase : Kedokteran Forensik dan Medikolegal

A.IdentitasPasien

Nama / Inisial : By.Sa

Umur : 2,5 Bulan Jenis kelamin : Laki -

laki

Diagnosis/ kasus : Hydranchepal

B. Jenis Refleksi

a. Aspek Etika/moral

b. Aspek Medikolegal

c. Aspek Agama

d. Aspek lain

C. Form uraian

1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap

pasien/kasus yang diambil)

Seorang bayi laki laki usia 2,5 bulan datang kerumah sakit dengan

keluhan kejang – kejang dan ukuran kepala terasa semakin

membesar secara perlahan. Awalnya bayi dirawat di ruang anak oleh

dokter spesialis anak untuk perawatan kejang, namun kejang tidak

berhenti, akhirnya dikonsulkan ke dokter spesialis bedah saraf. Dari

hasil pemeriksaan diagnosis bayi Sa adalah Hyndrancephal. Dokter

bedah saraf segera meminta keluarga pasien untuk persiapan operasi.

Keluarga pasien terkejut dan pasrah dengan kondisi sang bayi.

Page 3: Refleksi Kasus Hema Anggika

Bayi Sa dilahirkan di bidan dalam kondisi cukup bulan. Kedua orang

tua bayi adalah tuna netra dan berprofesi sebagai tukang pijat. Bayi

Sa adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Dua saudaranya terlahir

normal. Selama ini bayi diurus oleh nenek kandungnya karna

melihat kondisi orang tua pasien.

2. Latar belakang/alasan ketertarikan pemilihan kasus

Hydrancephal adalah sebuah kondisi di mana belahan otak

( hemisfer ) tidak ada dan digantikan oleh kantung berisi cairan

cerebrospinal. Biasanya otak kecil dan batang otak terbentuk secara

normal. Bayi dengan hydranencephaly mungkin tampak normal saat

lahir. Ukuran kepala bayi dan refleks spontan seperti mengisap,

menelan, menangis, dan memindahkan lengan dan kaki semua

mungkin tampak normal. Namun, setelah beberapa minggu bayi

biasanya menjadi mudah marah dan telah meningkatkan tonus otot

(hypertonia). Setelah beberapa bulan hidup, kejang dan hidrosefalus

dapat berkembang. Hal ini sudah didapatkan dari gejala klinis pada

pasien yaitu kejang dan ukuran kepala yang semakin membesar.

Kasus ini juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti

gangguan penglihatan, kurangnya pertumbuhan, tuli, kebutaan,

quadriparesis spastik (kelumpuhan), dan defisit intelektual.

Hydranencephaly adalah bentuk ekstrim dari porencephaly

(gangguan yang ditandai dengan kista atau rongga di belahan otak)

dan dapat disebabkan oleh penghinaan vaskular atau cedera, infeksi,

atau gangguan traumatis setelah 12 minggu kehamilan. Sulit untuk

mengetahui penyebab sakit sejak awal karena perilaku awal bayi

tampaknya relatif normal. Transiluminasi kepala (di mana cahaya

yang kuat bersinar melalui kepala) biasanya mengkonfirmasi

diagnosis. Beberapa bayi mungkin memiliki kelainan tambahan saat

lahir termasuk kejang, mioklonus (involuntary tiba-tiba, tersentak

cepat), dan masalah pernapasan. Tidak ada pengobatan standar untuk

hydranencephaly. Pengobatan simtomatik dan suportif.

Page 4: Refleksi Kasus Hema Anggika

Hydrocephalus dapat diobati dengan shunt. Prospek untuk anak-anak

dengan hydranencephaly miskin. Kematian umumnya terjadi

sebelum usia satu tahun. Pada kasus ini pasien terlahir dari keluarga

tuna netra dengan kondisi ekonomi yang sangat minim, terlebih lagi

pasien diminta untuk melakukan operasi. Untuk melakukan operasi

pasien harus dalam kondisi yang baik, namun pasien masih

seringkali kejang sehingga dokter menunda untuk melakukan

operasi.

Hindrancephal adalah penyakit yang jarang dan pada kasus ini

terdapat beberapa masalah mulai dari kondisi keluarga pasien,

ekonomi serta dilema untuk melaksanakan operasi. Oleh karena itu

penulis tertarik untuk mengambil masalah ini sebagai kasus.

3. Refleksi dari aspek etika moral/medikolegal/sosial ekonomi

beserta penjelasanevidence/referensi yang sesuai*

Seorang dokter harus melakukan kegiatan medis sesuai dengan

kaidah dasar bioetik yaitu, Beneficence adalah prinsip bioetik dimana

seorang dokter melakukan suatu tindakan untuk kepentingan pasiennya

dalam usaha untuk membantu mencegah atau menghilangkan bahaya

atau hanya sekedar mengobati masalah-masalah sederhana yang dialami

pasien. Lebih khusus, beneficence dapat diartikan bahwa seorang dokter

harus berbuat baik, menghormati martabat manusia, dan harus berusaha

maksimal agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat. Point utama dari

prinsip beneficence sebenarnya lebih menegaskan bahwa seorang

dokter harus mengambil langkah atau tindakan yang lebih bayak

dampak baiknya daripada buruknya sehingga pasien memperoleh

kepuasan tertinggi. Non-malficence adalah suatu prinsip dimana

seorang dokter tidak melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang

dapat memperburuk pasien. Dokter haruslah memilih tindakan yang

paling kecil resikonya. “Do no harm” merupakan point penting dalam

prinsip non-maleficence. Prinsip ini dapat diterapkan pada kasus-kasus

Page 5: Refleksi Kasus Hema Anggika

yang bersifat gawat atau darurat. Dalam prinsip ini, seorang dokter

wajib menghormati martabat dan hak manusia, terutama hak untuk

menentukan nasibnya sendiri. Pasien diberi hak untuk berfikir secara

logis dan membuat keputusan sesuai dengan keinginannya sendiri.

Autonomy pasien harus dihormati secara etik, dan di sebagain besar

negara dihormati secara legal. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa

dibutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi dan pasien yang sudah

dewasa untuk dapat menyetujui atau menolak tindakan medis. Justice

atau keadilan adalah prinsip berikutnya yang terkandung dalam bioetik.

Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan

perlakukan yang adil untuk semua pasiennya. Dalam hal ini, dokter

dilarang membeda-bedakan pasiennya berdasarkan tingkat ekonomi,

agama, suku, kedudukan sosial, dsb. Diperlukan nilai moral keadilan

untuk menyediakan perawatan medis dengan adil agar ada kesamaan

dalam perlakuan kepada pasien. Contoh dari justice misalnya saja:

dokter yang harus menyesuaikan diri dengan sumber penghasilan

seseorang untuk merawat orang tersebut.

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, di samping

sandang, pangan, dan papan. Sehingga menjadi bagian penting dari

kesejahteraan masyarakat yang berdampak pada pembangunan

nasional. Untuk itu, diperlukan adanya kesadaran bahwa upaya

pembangunan berwawasan kesehatan masyarakat menjadi tanggung

jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Pada Pasal 4

Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

( selanjutnya disebut UU Kesehatan) dinyatakan bahwa:”Setiap orang

mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,

bermutu, dan terjangkau”. Di Indonesia sendiri pelayanan kesehatan

dapat diperoleh mulai dari puskesmas, rumah sakit, praktek dokter

swasta, dan lain- lain. Pelayanan kesehatan tidak memandang status

pasien dari segi ekonomi, agama, sosial, politik dan budaya. Dalam

aspek hukum kesehatan, hubungan pasien sebagai pihak yang menerima

Page 6: Refleksi Kasus Hema Anggika

pelayanan kesehatan dengan dokter sebagai pihak yang memberi

pelayanan kesehatan mempunyai hak dan kewajiban yang harus

dihormati. Dalam ikatan demikian masalah yangsering ditemui adalah

masalah persetujuan tindakan kedokteran. Dokter diharuskan untuk

tetap berusaha menghormati segala hak- hak pasien untuk terlibat penuh

dalam pengambilan keputusan. Jika perlu, dokter harus menjelaskan apa

dan mengapa yang akan dilakukan, risiko atau efek samping dan

memintapersetujuan sebelum memeriksa keadaan pasien atau

memberikan penatalaksanaan.

Hubungan hukum dokter-pasien juga dapat ditinjau dari sudut perdata,

yaitu pasal 1313, 1314, 1315, & 1319 KUHPer tentang perikatan-

perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Pasal 1320

KUHPer menyebutkan bahwa untuk mengadakan perjanjian dituntut

izin berdasarkan kemauan bebas dari kedua belah pihak. Sehingga bila

seorang dokter melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien,

secara hukum dapat dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Aspek Ilmu Pengetahuan

Iptekdok dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya

tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan

penderitaan pasien. Apabila secara iptekdok hampir tidak ada

kemungkinan untuk mendapat kesembuhan ataupun pengurangan

penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk

tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan

sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena

di samping tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan

terseret dalam habisnya keuangan.

Page 7: Refleksi Kasus Hema Anggika

4. Refleksi Aspek Agama beserta penjelasan evidence/referensi yang

sesuai

Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila

dikaitkan dengan usaha medis dapat menimbulkan masalah lain.

Mengapa orang harus ke dokter untuk berobat mengatasi penyakitnya?

Kalau memang umur berada di tangan Tuhan, bila memang belum

waktunya, ia tidak akan mati. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya

memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medis

dapat pula dipermasalahkan sebagai upaya melawan kehendak Tuhan.

Keimanan dan keyakinan bahwasannya yang mampu menyembuhkan

hanyalah Allah semata bukan berarti menjadi penghalang seorang

hamba untuk mengambil sebab kesembuhan dengan melakukan

pengobatan. Terdapat banyak hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam tentang perintah untuk berobat dan penyebutan tentang obat-obat

yang bermanfaat. Hal tersebut tidaklah bertentangan dengan tawakal

seseorang kepada Allah dan keyakinan bahwasanya kesembuhan

berasal dari Allah Ta’ala.

Dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

�ل� �ك �ذا دواء ، داء� ل �ب فإ �ص�ي الد�اء� دواء� أ أ ر �ذ�ن� ب �إ الله� ب

“ Semua penyakit ada obatnya. Jika sesuai antara penyakit dan obatnya,

maka akan sembuh dengan izin Allah” (HR Muslim 2204).

Disebutkan pula dalam Musnad Imam Ahmad dan yang lainnya, dari

Usamah bin Syariik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan : “Aku

berada di samping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datang

seseorang dan berkata : “ Ya Rasulullah, apakah aku perlu berobat?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdabda :

عم� ا ن اد ي ب �ه� ع� داوو�ا الل �ن� ت �ه فإ م� الل ضع� ل �ال� داء) ي ه� وضع إ فاء) ل �وا واحد داء غير ش� قال

ا س�ول ي �ه� ر م� قال ه�و وما الل �هر ال

“ Ya. Wahai hamba Allah, berobatlah ! Sesungguhnya Allah tidak

memberikan penyakit, kecuali Allah juga memberikan obatnya, kecuali

Page 8: Refleksi Kasus Hema Anggika

untuk satu penyakit. Orang tersebut bertanya : “Ya Rasulullah, penyakit

apa itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Penyakit

tua”

Pada kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan

hukum positif. Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-

dimensi etik dan moral yang juga bersifat publik. Misalnya tentang

perlindungan terhadap kehidupan, jiwa atau nyawa. Hal itu jelas

merupakan ketentuan yang sangat prinsip dalam agama. Dalam hukum

positif manapun, prinsip itu juga diakomodasi. Oleh sebab itu, ketika

kita melakukan perlindungan terhadap nyawa atau jiwa manusia,

sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum agama, sekalipun

wujud materinya sudah berbentuk hukum positif atau hukum negara.

D. KESIMPULAN

Dari kasus diatas dokter harus tetap melaksanakan kewajibannya sesuai

sumpah dokter yang melayani pasien dengan tidak memandang status

sosial, budaya, agama, politik dan ekonomi. Dokter harus

melaksanakan kewajibannya sesuai dengan keilmuannya dan sesuai

kaidah dasar bioetik.

Umpan balik dari pembimbing

Page 9: Refleksi Kasus Hema Anggika

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, A,dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p1-5

Hanafiah, M. J., Amir, Amri. 2009. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan,

Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

H. Achmad Arman Subijanto, Peran Komunikasi Dalam Menjalankan

Profesi Dokter. hhtt /pustaka.uns.ac.id

PERUNDANG-UNDANGAN Soesilo, R, Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP)

Sempurna, Budi.2010. Hukum Kesehatan. Jakarta :

Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

FKUI.

http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydranencephaly/hydranencephaly.htm

http://muslim.or.id/aqidah/asy-syaafii-zat-yang-maha-menyembuhkan.html