referrat deep vein thrombosis

44
Referat DEEP VEIN THROMBOSIS Oleh : 1. Rena Regina Erwin 0910312078 2. Rizka Aganda Fajrum 0910312084 3. Novi Irayanti 0910312135 4.Sri Ganesh 0910314 Preseptor : dr. Hj. Rozetti, SpRad BAGIAN ILMU RADIOLOGI

Upload: aghniajolanda

Post on 12-Jan-2016

163 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

Radiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Referrat Deep Vein Thrombosis

Referat

DEEP VEIN THROMBOSIS

Oleh :

1. Rena Regina Erwin 0910312078

2. Rizka Aganda Fajrum 0910312084

3. Novi Irayanti 0910312135

4. Sri Ganesh 0910314

Preseptor :

dr. Hj. Rozetti, SpRad

BAGIAN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2015

Page 2: Referrat Deep Vein Thrombosis

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Deep

Vein Thrombosis”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Rozetti, SpRad selaku

pembimbing dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan

referat ini.

Penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan

referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, April 2015

Penulis

i

Page 3: Referrat Deep Vein Thrombosis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................... ii

Daftar Gambar .......................................................................................................... iii

BAB I Pendahuluan ............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Batasan Masalah......................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................... 1

1.4 Metode Penulisan ....................................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 2

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Vena Manusia ........................... 2

2.2 Definisi Deep Vein Thrombosis.................................................................. 4

2.3 Epidemiologi Deep Vein Thrombosis......................................................... 4

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Deep Vein Thrombosis ................................... 5

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis Deep Vein Thrombosis ............................... 6

2.6 Manifestasi Klinis Deep Vein Thrombosis ................................................ 8

2.7 Pemeriksaan Penunjang Deep Vein Thrombosis ........................................ 8

2.8 Tatalaksana Deep Vein Thrombosis ........................................................... 14

2.9 Komplikasi Deep Vein Thrombosis ........................................................... 19

2.10 Pencegahan Deep Vein Thrombosis ........................................................... 19

BAB III Kesimpulan ................................................................................................ 23

Daftar Pustaka ........................................................................................................... 24

ii

Page 4: Referrat Deep Vein Thrombosis

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip fungsi katup vena (panah yang mengarah ke atas menunjukkan

arah aliran darah. Katup menutup kalau ada aliran balik (arah panah ke

bawah).

Gambar 2.2 Vena pada sirkulasi sistemik

(pada tungkai kanan, diperlihatkan vena-vena bagian luar (superficial)

dan pada tungkai kiri vena-vena bagian dalam (profunda).

Gambar 2.3 Vena dan saraf epifacial pada tungkai bawah dan kaki, region kruris dan

regio pedis

Gambar 2.4 Pembuluh vena dan saraf epificial di dorsum pedis

Gambar 2.5 Skema terbentuknya trombosis vena

Gambar 2.6 Algoritma diagnosis DVT

Gambar 2.7 DVT pada Vena Poplitea Proximal

Gambar 2.8 DVT pada betis

Gambar 2.9 Posisi pasien saat pemeriksaan USG

Gambar 2.10 Vena Femoralis normal

Gambar 2.11 DVT pada Vena Femoralis

Gambar 2.12 Aliran warna Doppler pada pembuluh darah yang normal

Gambar 2.13 Aliran warna Doppler pada DVT

Gambar 2.14 Vena Poplitea normal

Gambar 2.15 DVT pada Vena Poplitea

Gambar 2.16 Latihan dalam posisi berbaring 1a

Gambar 2.17 Latihan dalam posisi berbaring 1b

Gambar 2.18 Latihan dalam posisi berbaring

Gambar 2.19 Latihan dalam posisi duduk 2a

Gambar 2.20 Latihan dalam posisi duduk 2b

Gambar 2.21 Latihan dalam posisi duduk 2c

Gambar 2.22 Latihan dalam posisi duduk 2d

Gambar 2.23 Latihan dalam posisi duduk 2e

iii

Page 5: Referrat Deep Vein Thrombosis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Deep Vein Thrombosis (DVT) atau disebut juga dengan thrombosis vena dalam

merupakan kondisi terbentuknya thrombus (bekuan darah) di dalam vena, terutama pada

vena tungkai bawah. Thrombus yang terlepas dapat merusak katup vena dan

menimbulkan sindrom pascatromboflebitis dan bahkan dapat mengakibatkan terjadinya

emboli paru yang mengancam jiwa. 1

Sejak awal tahun 1990-an Radiologist internasional sudah mengembangkan

metode endovascular sebagai terapi pada ekstremitas inferior. Pada tahun 2006, Society

of International Radiologist (SIR) pertama kali mempublikasikan panduan

penatalaksanaan DVT dan direvisi tahun 2013 sehingga tatalaksana DVT dilakukan

dengan endovascular thrombus removal treatment.2

Angka kejadiannya berjumlah 0,1% penduduk pertahun. Kejadian rata-rata DVT

adalah 48 per 100.000 penduduk dengan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. DVT

dapat mengakibatkan kematian, namun dapat dicegah.3 Oleh karena itu, penting bagi

kita untuk mengatahui tentang Deep Vein Thrombosis.

1.2 Batasan Masalah

Batasan penulisan referat ini membahas anatomi, fisiologi pembuluh darah.

Membahas juga mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi, patogenesis,

gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari Deep Vein

Thrombosis.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat bertujuan menambah pengetahuan tentang Deep Vein

Thrombosis.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk pada

berbagai literatur.

1

Page 6: Referrat Deep Vein Thrombosis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Vena Manusia

Secara anatomi, pada tungkai terdapat tiga macam sistem vena yang mempunyai

arti klinis, yaitu sistem vena superficial (sistem vena permukaan), sistem vena profunda

(sistem dalam), dan sistem vena komunikans (sistem vena penghubung). Seluruh sistem

vena dilengkapi dengan katup yang menghadap ke arah jantung. Sistem vena terletak di

dalam bungkusan otot. 1

Sistem vaskuler terdiri atas dua system yang saling berhubungan : jantung kanan

memompa darah ke paru melalui sirkulasi paru, dan jantung kiri memompa darah ke

semua jaringan tubuh lainnya melalui sirkulasi sistemik. Pembuluh darah pada kedua

sistem merupakan saluran untuk pengangkutan darah dari jantung ke jaringan dan

kembali lagi ke jantung. Kontraksi ventrikel mensuplai tenaga dorong untuk

mengalirkan darah melalui sistem vaskuler. Arteri mendistribusikan darah teroksigenasi

dari sisi kiri jantung ke jaringan, sementara vena mengangkut darah yang

terdeoksigenasi dari jaringan ke sisi kanan jantung.4

Pembuluh kapiler yang terletak di antara jaringan menghubungkan sistem arteri

dan vena dan merupakan tempat pertukaran nutrisi dan sisa metabolisme antara sistem

sirkulasi dan jaringan, arteriol dan venul yang terletak disebelah kapiler, bersama

dengan kapiler , menyusun sirkulasi mikro.4

Secara struktural vena merupakan analogi system arteri dan vena cava sesuai

dengan aorta. Dinding vena berbeda dengan dinding arteri, lebih tipis dan lebih sedikit

ototnya. Hal ini memungkinkan dinding vena mengalami distensi lebih besar dibanding

arteri. 4

Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung. Vena

terkecil dinamakan venula. Vena juga mempunyai katup untuk menghalang aliran balik

darah.4

2

Page 7: Referrat Deep Vein Thrombosis

Gambar 2.1 Prinsip fungsi katup vena (panah yang mengarah ke atas menunjukkan arah aliran darah. Katup menutup kalau ada aliran balik (arah panah ke bawah).5

Gambar 2.2 Vena pada sirkulasi sistemik(pada tungkai kanan, diperlihatkan vena-vena bagian luar (superficial) dan pada tungkai kiri vena-vena

bagian dalam (profunda). 5

3

Page 8: Referrat Deep Vein Thrombosis

Gambar 2.3 Vena dan saraf epifacial pada tungkai bawah dan kaki, region kruris dan regio pedis. 5

Gambar 2.4 Pembuluh vena dan saraf epificial di dorsum pedis 5

2.2. Definisi Deep Vein Thrombosis

Trombosis vena dalam atau Deep vein thrombosis (DVT) merupakan

pembentukan bekuan darah pada lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi

inflamasi dinding pembuluh darah dan jaringan perivena. DVT disebabkan oleh

disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan aliran darah vena

(stasis) yang dikenal dengan Trias Virchow. 6,7

2.3. Epidemiologi Deep Vein Thrombosis

DVT dapat mengakibatkan kematian, namun dapat dicegah. Angka kejadiannya

berjumlah 0,1% penduduk pertahun. Kejadian rata-rata DVT adalah 48 per 100.000

penduduk dengan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin. Namun, laki-laki memiliki

risiko yang tinggi untuk terjadinya thrombosis berulang.3

4

Page 9: Referrat Deep Vein Thrombosis

Pada beberapa penelitian juga didapatkan bahwa kejadian DVT meningkat

sesuai umur, dengan angka kejadian 1 per 10.000 – 20.000 populasi pada umur dibawah

15 tahun, dan meningkat secara eksponensial sesuai dengan umur hingga 1 per 1000

kasus pada usia diatas 80 tahun.8,9,10 Insidensi DVT pada ras Asia dan Hispanic

dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan ras Kaukasians, Afrika-Amerika, Latin,

dan Asia Pasifik.9 Angka insidensi yang lebih rendah ini masih belum dapat dijelaskan,

namun diduga berkaitan dengan rendahnya prevalensi faktor predisposisi genetik,

seperti faktor V Leiden.9 Tidak ada perbedaan insidensi antara pria dan wanita,

walaupun penggunaan kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon post menopause

merupakan faktor resiko terjadinya DVT.9

Trombosis dapat terjadi pada bagian distal dan proksimal vena. Pada pasien

DVT simptomatis, lokasi thrombosis ditemukan 10% pada v. poplitea, 42% pada v.

poplitea dan v. femoralis superficial, 35% pada semua vena proksimal, dan 5% pada v.

femoralis superfisialis atau v. iliaka. 1

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko

Beberapa faktor risiko terjadinya DVT 9,11

1. Didapat (acquired)

- Bertambahnya usia

- Tindakan pembedahan (ortopedi, bedah saraf, laparotomi,dll)

- Trauma

- Kateter vena sentral

- Keganasan

- Sindrom antifosfolipid

- Puerperium

- Imobilisasi lama (tirah baring, paralisis ekstremitas)

- Kehamilan

- Obesitas

- Kontrasepsi oral

- Terapi sulih hormon

- Penyakit myeloproliferatif

- Polisitemia vera

5

Page 10: Referrat Deep Vein Thrombosis

- Infark miokard

- Varises

2. Diturunkan

- Defisiensi antitrombin

- Defisiensi Protein C

- Defisiensi Protein S

- Faktor V Leiden (FVL)

- Prothrombin G20210A

- Kelompok Golongan darah non-O

- Disfibrinogenemia

3. Campuran keduanya

- Tingginya kadar PCI (PAI-3)

- Tingginya kadar salah satu faktor pembekuan darah dibawah ini: VIII, IX, XI

- Tingginya kadar fibrinogen

- Tingginya kadar TAFI (Thrombin Activated Fibrinolysis Inhibitor)

- Menurunnya kadar TFPI (Tissue Factor Pathway Inhibitor)

- Resistensi protein C teraktivasi pada absennya FVL

- Hiperhomosisteinemia

2.5. Patofisiologi dan Patogenesis Deep Vein Thrombosis

Terdapat tiga faktor yang dapat mengakibatkan thrombosis vena yang ditemukan

oleh Virchow pada tahun 1856 yang dikenal dengan Trias Virchow.1Trias Virchow

meliputi cedera pembuluh darah, hiperkoagulabilitas, dan stasis.11

Trias Virchow : 1

1. Pembuluh darah

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan

sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan

darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena banyak terjadi

pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiper

koagulasi, defisiensi antitrombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan

kelainan plasminogen.12,13

6

Page 11: Referrat Deep Vein Thrombosis

Bila terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah, akan mempermudah adhesi

trombosit pada subendotel. Thrombosis berdekatan akan dihubungkan oleh

fibrinogen dan terjadi agregasi trombosit yang membentuk plak trombosit. Selain

itu, kerusakan jaringan akan mengaktifkan sistem koagulasi jalur ekstrinsik yang

menghasilkan thrombus dan fibrin. 1

2. Koagulasi darah

Migrasi leukosit di tempat kerusakan jaringan akan mengakibatkan aktifnya

koagulasi. Aktivasi koagulasi tersebut akan mengaktifkan F X menjadi F Xa dan

melaui jalur umum, X Fa bersama F V dan faktor 3 trombosit akan mengubah

protrombin menjadi thrombin. Fibrin tersebut akan menjadi dasar bekuan atau

thrombosis. Koagulasi darah juga dapat meningkat karena faktor umur, trombofilia,

dan kondisi tertentu. 1

3. Stasis

Pada kondisi stasis, faktor koagulasi yang aktif akan lambat dibawa ke hati untuk

mengalami pembersihan (clearance). Stasis juga mencegah bercampurnya faktor

pembekuan aktif dengan antikoagulan. Selain itu, stasis juga mempermudah

interaksi trombosit dengan faktor pembekuan di dalam pembuluh darah. Akibat

terjadinya thrombus, aliran darah vena menjadi terhambat dan cairan dapat keluar

dari pembuluh darah ke jaringan interstitial sehingga menimbulkan udem. Udem

selanjutnya dapat menekan saraf perifer dan mengakibatkan adanya keluhan nyeri

terutama saat beraktivitas. Stasis vena juga dapat ditimbulkan oleh imobilitas,

obstruksi vena, gagal jantung. 1

Selain itu, stasis vena juga dapat menyebabkan desaturasi hemoglobin dan

mengarah pada suatu keadaan hipoksia pada endotelium. Suplai nutrisi endotelium

berasal dari perfusi langsung sel-sel darah di dalam lumen. Keadaan hipoksia pada

endotelium dapat menyebabkan berbagai respon seluler, mulai dari tidak ada respon,

aktivasi sel, hingga kematian sel. Keadaan iskemia dapat memicu aktivasi sel

endotelial untuk mengekpresikan P-selectin, yang kemudian memungkinkan

kompleks TF-mikrovesikel untuk menginisiasi koagulasi dan trombosis. 1

7

Page 12: Referrat Deep Vein Thrombosis

Gambar 2.5 Skema terbentuknya trombosis vena

2.6. Manifestasi Klinis Deep Vein Thrombosis

Manifestasi klinis utama DVT adalah bengkak, perubahan warna, nyeri, dan

function laesa. Lebih dari 25% pasien yang mengeluhkan hal tersebut ternyata

mengalami DVT. Beberapa pasien datang dengan riwayat gejala dan tanda thrombosis

vena yang berulang, yaitu bengkak dan nyeri tungkai, bengkak dan warna kulit gelap

atau kehitaman dan sering berkembang menjadi luka pada maleolus yang merupakan

gejala pascatrombosis. Bila terjadi sumbatan massif pada vena iliofemoral, aliran darah

balik dari pembuluh darah balik kaki tersumbat total sehingga terjadi pembengkakan

mulai dari paha sampai kaki yang tampak kebiruan disertai nyeri. Kondisi ini disebut

phlegmasia cerrulae dolons. 1

Salah satu penyulit DVT adalah terjadinya udem paru. Pasien tiba-tiba mengeluh

sakit dada, sesak, gelisah, sianosis, dan hemoptisis. Pada setiap pasien DVT perlu

dipikirkan emboli paru karena kejadiannya dapat terjadi lebih dari 2/3. 1

2.7. Pemeriksaan Penunjang Deep Vein Thrombosis

Diagnosis DVT tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan

manifestasi klinis, tetapi juga memerlukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan

diagnosis pasti adalah dengan venografi, dimana sensitifitas dan

spesifisitas mencapai 100%. Namun venografi memiliki kelemahan,

yaitu tindakan invasif dan mempunyai efek samping phlebitis dan

8

Page 13: Referrat Deep Vein Thrombosis

pembentukan trombosis, oleh karena itu venografi tidak digunakan

sebagai alat bantu pertama dalam mendiagnosis DVT.14

D-dimer juga dapat dipakai sebagai pemeriksaan penunjang,

apalagi bila dikombinasi dengan pemeriksaan ultrasonografi dengan

nilai prediksi negatif yang baik sehingga hasil negatif benar-benar

dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Akan tetapi, pemeriksaan D-

dimer tidak begitu akurat pada pasien dengan malignansi dan

kehamilan atau pada pasien paska operatif, hal ini disebabkan pada

pasien malignansi, hamil dan paska operatif nilai D-dimer dapat

meningkat meskipun tanpa adanya DVT. Oleh karena itu, pada pasien

dengan malignansi, kehamilan dan paska operatif sangat dianjurkan

untuk mengkombinasi pemeriksaan D-dimer dengan ultrasonografi.14

Selain itu, dapat juga digunakan pemeriksaan impedance

pletysmography dan radiolabeled fibrinogen uptake, akan tetapi karena

kompleksitas pemeriksaan ini sudah tidak dipakai lagi dan digantikan

dengan pemeriksaan ultrasonografi.14

Gambar 2.6 Algoritma diagnosis DVT14

1. Venografi

Hingga saat ini venografi masih merupakan Gold Standart untuk pemeriksaan

thrombosis vena. Namun pemeriksaan venografi dinilai relatif sulit, mahal, dan 9

Page 14: Referrat Deep Vein Thrombosis

dapat menimbulkan nyeri bahkan menimbulkan thrombosis baru. Sehingga

pemeriksaan ini dirasa kurang nyaman oleh sebagian besar penderita.15

Venografi pada kasus DVT dilakukan dengan menggunakan zat kontras yang

disuntikkan ke dalam daerah dorsum pedis sehingga akan terlihat gambaran system

vena di betis, paha, inguinal, sampai ke proksimal vena iliaca.15

Flebografi/ venografi yang dilakukan pada ekstremitas bawah dilakukan dengan

teknik sebagai berikut:16

- Kaki yang akan diperiksa direndam dengan air panas selama 10 menit

- Lakukan pengikatan di atas mata kaki dengan karet elastik agar vena-vena di

punggung kaki terlihat lebih jelas

- Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah punggung kaki

- Lakukan pungsi pada salah satu vena interfalangea atau vena-vena yang ada di

punggung kaki dengan menggunakan wing needle no 22-23

- Posisi pengambilan foto: kaki pasien difoto miring dengan sudut kira-kira 300-

450 dengan lantai. Pasien dapat difoto di meja Rontgen yang dimiringkan, atau

dapat juga dengan posisi pasien berdiri, kaki dimiringkan 300-450 dengan film

ukuran 20 x 100 cm di belakangnya

- Suntikan zat kontras angiografin sebanyak kira-kira 40-80 ml

- Posisi pengambilan foto:

o Pengikatan di atas mata kaki

Tungkai bawah, AP dan lateral

Lutut bawah, AP dan lateral

Tungkai atas, AP dan lateral

Daerah inguinal, AP

o Ikatan dibuka

Tungkai bawah, AP dan lateral

Lutut bawah, AP dan lateral

Tungkai atas, AP dan lateral

Gambaran patologik yang dapat terlihat pada foto flebografi (venografi):16

a. Flebitis; penyempitan vena, dinding vena ireguler, kalsifikasi, hipervaskularisasi

vena

10

Page 15: Referrat Deep Vein Thrombosis

b. Trombus dalam vena; tampak gambaran radiolusen berbentuk garis atau defek tak

beraturan di dalam vena

c. Penyumbatan vena; gambaran amputasi pada vena akibat munculnya kolateral pada

vena tersebut

d. Varises atau varikosis; tampak gambaran pelebaran dan berkelok0kelok pada vena

disekitar

e. Insufisiensi katup vena; kontras dapat memasuki vena padahal seharusnya kontras

tidak dapat memasuki vena tersebut

f. Aneurisma vena; tampak pelebaran pada dinding vena yang simetris, menyerupai

aneurisma

g. Defek pada vena; biasanya karena tertekan massa dari luar

Gambar 2.7 DVT pada Vena Poplitea Proximal17

Gambar 2.8 DVT pada betis17

2. Ultra sonografi (USG)

11

Page 16: Referrat Deep Vein Thrombosis

Menurut sebuah penelitian, pemeriksaan ini dapat memberikan hasil sensitivity

60.6% dan spesifity 93.9%. Pemeriksaan USG ini dilakukan terutama pada kasus

thrombosis vena yang berulang, yang sulit dideteksi menggunakan cara objektif

yang lain.15

USG untuk DVT terfokus pada ekstremitas bawah dapat dilakukan dengan

menggunakan teknik kompresi tiga poin sederhana yang berkonsentarasi pada

evaluasi terhadap daerah dengan turbulensi tertinggi dan paling berisiko untuk

trjadinya trombus, yaitu:18

1) Vena femoralis disaphenous junction,

2) Vena femoralis proksimal superficial dan profunda

3) Vena poplitea

Indikasi dilakukan USG pada kasus DVT, yaitu:18

1. Pembengkakan dan nyeri pada ekstremitas bawah

2. Diduga juga terjadi emboli paru namun secara klinis tidak stabil dan

kontraindikasi untuk dilakukan CT-scan thorax

3. Pulseless electrical activity (PEA)

Gambar 2.9 Posisi pasien saat pemeriksaan USG18

12

Page 17: Referrat Deep Vein Thrombosis

Gambar 2.10 Vena Femoralis normal18

Gambar 2.11 DVT pada Vena Femoralis18

Gambar 2.12 Aliran warna Doppler pada pembuluh darah yang normal18

13

Page 18: Referrat Deep Vein Thrombosis

Gambar 2.13 Aliran warna Doppler pada DVT18

Gambar 2.14 Vena Poplitea normal18

Gambar 2.15 DVT pada Vena Poplitea18

14

Page 19: Referrat Deep Vein Thrombosis

2.8. Penatalaksanaan Deep Vein Thrombosis

Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya

sudah pasti dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan

yang diberikan mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.10, 17,18

Penatalaksanaan DVT baik non-farmakologis dan farmakologis diarahkan untuk dapat

mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut: 11,20

1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.

2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.

3. Mengurangi keluhan post flebitis

4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses tromboemboli.

1. Non Farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis terutama ditujukan untuk mengurangi

morbiditas pada serangan akut. Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis vena

pasien diajurkan untuk: istirahat di tempat tidur (bedrest), meninggikan posisi kaki, dan

dilakukan pemasangan stoking dengan tekanan kira-kira 40mmHg.19,20

Meskipun stasis vena dapat disebabkan oleh imobilisasi lama seperti pada

pasien-pasien dengan bedrest, namun tujuan bedrest pada pasien-pasien dengan DVT

adalah untuk mencegah terjadinya emboli pulmonal. Prinsipnya sederhana, pergerakan

berlebihan dari tungkai yang mengalami DVT dapat membuat klot terlepas dan

“berjalan” ke paru. Dahulu, pasien dengan DVT aktif diharuskan bedrest selama 7-10

hari. Namun, pada penelitian Patrtsch dan Blattler dengan design kohort melaporkan

bahwa ambulasi dini dapat mengurangi nyeri dan pembengkakan segera. Ambulasi dini

dilakukan pada pasien DVT yang belum terdiagnosa PE dan tidak memiliki kelainan

kardiopulmoner. Ambulasi dini juga disarankan pada pasien dengan kondisi

hiperkoagulasi dan dilakukan sekitar 24jam setelah menerima terapi antikoagulan.19

Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang sesudah 24 – 48 jam

serangan trombosis. Apabila nyeri sangat hebat atau timbul flagmasia alba dolens di

anjurkan tindakan embolektomi. Pada keadaan biasa, tindakan pembedahan

pengangkatan thrombus atau emboli, biasanya tidak di anjurkan.20

2. Farmakologis

15

Page 20: Referrat Deep Vein Thrombosis

Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat di cegah dengan

pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik. Pada pemberian obat-obatan ini di

usahakan biaya serendah mungkin dan efek samping seminimal mungkin. Pemberian

anti koagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di

pakai adalah heparin. Prinsip pemberian anti koagulan adalah save dan efektif. Save

artinya anti koagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat

menghancurkan trombus dan mencegah timbulnya trombus baru dan emboli. Pada

pemberian heparin perlu di pantau waktu tromboplastin parsial atau di daerah yang

fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu pembekuan.

16

Page 21: Referrat Deep Vein Thrombosis

a. Pemberian Heparin

Diberikan heparin 5000 IU bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips

1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drip selanjutnya tergantung hasil APTT. 6 jam

kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis dengan target 1,5 – 2,5 kontrol.

- Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.

- Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.

- Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6

jam, hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam

pertama hanya 38% yang mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%.

Heparin dapat diberikan 7–10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan

pemberian heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau

pemberian anti koagulan oral, selama minimal 3 bulan.

Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana

penghentian heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.

b. Pemberian Low Molecular Weight Heparin (LMWH)1

Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan pemantauan

yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin. Saat ini preparat

yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan (Nandroparin Fraxiparin).

Tabel Regimen LMWH dalam penatalaksanaan DVT 11

Nama Obat DosisEnoxaparin 1mg/kgBB, terbagi 2 dosis per hariDalteparin 200UI/kgBB, satu kali sehariTinzaparin 175UI/kgBB, satu kali sehariNadroparin 6150UI terbagi 2 dosis, untuk BB 50-70kg

4100 UI terbagi 2 dosis, bila BB <50kg9200 UI terbagi 2 dosis, bila BB >70kg

Reviparin 4200 UI terbagi 2 dosis, untuk BB 46-60kg3500 UI terbagi 2 dosis bila BB 35-45kg6300 UI terbagi 2 dosis, bila BB > 60kg

Fondaparinux 7,5mg satu kali sehari untuk BB 50-100kg5mg satu kali sehari untuk BB <50kg10mg satu kali sehari untuk BB>100kg

17

Page 22: Referrat Deep Vein Thrombosis

LMWH diberikan secara subkutan satu atau dua kali sehari, dan lebih dipilih

dibanding pemberian heparin kontinu secara intravena, terutama pada pasien-pasien

dengan trombosis vena tanpa komplikasi yang dapat rawat jalan.

Walaupun demikian, unfractionated heparin intravena tetap menjadi antikoagulan

inisial pada pasien dengan gagal ginjal. Beberapa regimen LMWH yang telah terbukti

efektif dalam menatalaksana trombosis vena dapat dilihat pada tabel di atas.

c. Pemberian Antikoagulan Oral11,20

Pemberian terapi antikoagulan jangka panjang diperlukan untuk mencegah

rekurensi. Obat yang biasa di pakai adalah antagonis vitamin K, seperti sodium

warfarin. Pemberian Warfarin di mulai dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada

malam hari. Dosis dapat dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR

(International Normolized Ratio). Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu

sampai 3 bulan apabila trombosis vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang

reversible. Sedangkan kalau trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian anti

koagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan biasa lebih lama lagi apabila ditemukan

abnormal inherited mileculer.

Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah20,21:

1. Hipertensi : sistilik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.

2. Perdarahan yang baru di otak.

3. Alkoholisme.

4. Lesi perdarahan traktus digestif.

Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan heparin,

akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya pemberian heparin

tunggal. Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini,

terutama sesudah dipasarkannya streptiknase, urokinase dan tissue plasminogen

activator (TPA). TPA bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminon dan

fibrin, sehingga efek samping perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkn

pemberian TPA dengan dosis 4 ugr/kgBB/menit, secara intra vena selama 4 jam dan

Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit intra vena kontiniu selama 60 menit. Kedua jenis

trombolitik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan. Efek samping utama

pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah perdarahan dan akan bersifat

fatal kalau terjadi perdarahan sereral. Untuk mencegah terjadinya efek samping

18

Page 23: Referrat Deep Vein Thrombosis

perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat terhadap waktu trombo plastin parsial

dan waktu protombin, jangan melebihi 2,5 kali nilai kontrol.

3. Tindakan Pembedahan

Tindakan bedah dilakukan apabila pada upaya preventif dan pengobatan

medikamentosa tidak berhasil serta adanya bahaya komplikasi. Ada beberapa pilihan

tindakan bedah yang bisa dipertimbangkan antara lain:22

a. Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena Femoralis dapat diikat

tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun, tetapi tidak meniadakan

kemungkinan emboli paru. Ligasi Vena Cava Inferior secara efektif dapat mencegah

terjadinya emboli paru, tapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar

dibanding dengan pemberian antikoagulan dan trombolitik.

b. Trombektomi, vena yang mengalami thrombosis dilakukan trombektomi dapat

memberikan hasil yang baik jika dilakukan segera sebelum lewat 3 hari. Tujuan

tindakan ini adalah: mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup

dan mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis dan emboli paru.

c. Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma, tindakan ini

dipilih untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis.

Tekniknya vena safena diletakkan subkutan suprapubik kemudian disambungkan

end-to-side dengan vena femoralis kontralateral.

d. Saphenopopliteal by pass, dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis vena femoralis

tidak terjadi. Metoda ini dengan menyambungkan vena safena secara end-to-side

dengan vena poplitea.

4. Rehabilitasi Medik :

a. Fisioterapi

- Bed rest merupakan hal terakhir yang dilakukan setelah dilakukan kompresi kaki

dan ambulasi pada pasien yang sudah menderita DVT. Perkembangan thrombus

jarang terjadi dan kurang berat pada kelompok ambulasi.

- Terapi fisik harus diberikan lebih dini untuk pasien DVT.

- Pada pasien post-operasi, dapat dilakukan latihan range of motion, latihan

berjalan, dan latihan isometrik, yang dapat dimulai pada hari pertama setelah

operasi.

19

Page 24: Referrat Deep Vein Thrombosis

b. Terapi manual

Terapi yang efektif pada pasien trauma (dengan antikoagulan) untuk mencegah

DVT yakni gerakan pasif yang berkelanjutan. Misalnya menggerakan sendi kaki

secara pasief sebanyak 30 kali dalam satu menit.

c. Protesa-Ortesa

Penggunaan stoking kompresi elastic (ECS) setelah menderita DVT untuk

mengurangi gejala dan tanda selama latihan tidak memberikan hasil yang konklusif.

2.9. Komplikasi Deep Vein Thrombosis

Komplikasi dari endovascular DVT thrombus removal adalah terjadinya

perdarahan. Hal tersebut ditemui pada 2,8% yaitu 30 kasus dari 151 kasus yang

diikuti secara random. Perdarahan intracranial, pulmonary embolism (PE)

simptomatik, dan kematian adalah komplikasi yang paling ditakuti pada

prosedur endovascular thrombus removal.2

2.10. Pencegahan

Pencegahan adalah upaya terapi terbaik pada kasus trombosis vena

dalam, terutama pada penderita yang memiliki resiko tinggi. Peranan ahli

rehabilitasi medik sangat dibutuhkan pada upaya ini agar mereka yang

berpotensi mengalami trombosis vena tidak sampai mengalami DVT 22

Ada beberapa program rehabilitasi medik yang berfungsi untuk

mencegah timbulnya trombosis vena pada populasi resiko tinggi. Program-

program tersebut adalah 23

a. Mobilisasi dini, program ini diberikan pada penderita beresiko timbul DVT oleh

karena keadaan yang mengakibatkan imobilisasi lama akibat kelumpuhan seperti

penderita stroke, cedera spinal cord, cedera otak, peradangan otak. Dengan

melakukan latihan pada tungkai secara aktif maupun pasif sedini mungkin aliran

balik vena ke jantung bisa membaik.

b. Elevasi, meninggikan bagian ekstremitas bawah di tempat tidur sehingga lebih

tinggi dari jantung berguna untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan juga

memudahkan pengosongan vena karena pengaruh grafitasi.

c. Kompresi, pemberian tekanan dari luar seperti pemakaian stocking, pembalut

elastik, ataupun kompresi pneumatik eksternal dapat mengurangi stasis vena. Tetapi

20

Page 25: Referrat Deep Vein Thrombosis

pemakaian stocking dan pembalut elastik harus dikerjakan dengan hati-hati guna

menghindari efek torniket oleh karena pemakaian yang ceroboh.

d. Latihan, program latihan yang melibatkan otot-otot ekstremitas bawah akan sangat

membantu perbaikan arus balik pada sistem vena sehingga mengurangi tekanan

vena, dengan demikian dapat memperbaiki sirkulasi vena yang bermasalah dan

beresiko timbulnya DVT. Berikut beberapa contoh sederhana latihan yang bisa

diberikan pada kelompok resiko tinggi trombosis vena

1. Latihan dalam posisi berbaring

Gambar 2.16 Latihan dalam posisi berbaring (1.a) Posisi berbaring miring dengan posisi tungkai satu di atas dengan yang lain selanjutnya tungkai yang berada di atas diangkat hingga 45 dipertahankan sesaat

kemudian kembali keposisi awal, latihan dilakukan bergantian antara kanan dan kiri tungkai masing-masing 6 kali.

Gambar 2.17 Latihan dalam posisi berbaring 1.b. Posisi terlentang kedua tungkai bawah lurus selanjutnya salah satu tungkai ditekuk dan ditarik kearah dada perlahan, di dipertahankan 15 detik

sebelum kembali ke posisi awal. Latihan bergantian kanan dan kiri masing-masing 6 kali.

Gambar 2.18 Latihan dalam posisi berbaring 1.c. Posisi terlentang dengan pergelangan kaki netral selanjutnya kaki diekstensikan/plantar fleksi dengan ujung jari ditekankan ke bawah, pertahankan

beberapa detik. Gerakan tersebut diulangi 6 kali per latihan.

21

Page 26: Referrat Deep Vein Thrombosis

2. Latihan dalam posisi duduk

Gambar 2.19 Latihan dalam posisi duduk 2.a. Lutut dipertahankan pada posisi fleksi selanjutnya diangkat keatas kea rah dada dan kembali diturunkan, demikian gerakan dilakukan berulang secara bergantian

antara sisi kiri dan kanan.

Gambar 2.20 Latihan dalam posisi duduk 2.b. Posisi sambil duduk kemudian lutut diekstensikan dan kembali keposisi semula, dilakukan bergantian sisi kanan dan kiri.

Gambar Latihan dalam posisi duduk 2.c. Posisi duduk dengan lengan di samping, selanjutnya tungkai bawah diangkat lurus ke atas, pertahankan beberapa detik kemudian diturunkan. Gerakan diulang secsra

bergantian masing-masing 6 kali.

Gambar 2.22 Latihan dalam posisi duduk 2.d. Tumit diangkat keduanya selanjutnya dilakukan gerakan melingkar/rotasi pada kedua kaki dengan arah putaran berlawanan antara kiri dan kanan, gerakan

dilakukan selama 15 detik dilanjutkan dengan arah putaran sebaliknya.

22

Page 27: Referrat Deep Vein Thrombosis

Gambar 2.23 Latihan dalam posisi duduk 2.e. Melakukan gerakan pumping pada kedua kaki dengan menekan lantai pada ujung jati kaki sementara tumit diangkat, dipertahankan 3 detik dan dilanjutkan

dengan tumit menekan lantai sementara ujung jari terangkat juga dipertahankan selama 3 detik, demikian dilakukan berulang.

23

Page 28: Referrat Deep Vein Thrombosis

BAB III

KESIMPULAN

Trombosis vena dalam atau Deep vein thrombosis (DVT) merupakan

pembentukan bekuan darah pada lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi

inflamasi dinding pembuluh darah dan jaringan perivena. Kejadian rata-rata DVT

adalah 48 per 100.000 penduduk dengan tidak ada perbedaan antara jenis kelamin.

Namun, laki-laki memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya thrombosis berulang.

DVT disebabkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas

dan gangguan aliran darah vena (stasis) yang dikenal dengan Trias Virchow, meliputi

cedera pembuluh darah, hiperkoagulabilitas, dan stasis. Manifestasi klinis utama DVT

adalah bengkak, perubahan warna, nyeri, dan function laesa. Salah satu penyulit DVT

adalah terjadinya udem paru. Pasien tiba-tiba mengeluh sakit dada, sesak, gelisah,

sianosis, dan hemoptisis. Pada setiap pasien DVT perlu dipikirkan emboli paru.

Diagnosis DVT tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan

manifestasi klinis, tetapi juga memerlukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan

diagnosis pasti adalah dengan venografi, dan d-dimer. Sensitifitas dan

spesifisitas pada venografi mencapai 100%.

Penatalaksanaan DVT meliputi farmakologi, nonfarmakologi,

tindakan pembedahan, dan rehabilitasi medic. Penatalaksanaan DVT baik

non-farmakologis dan farmakologis diarahkan untuk dapat mencapai tujuan mencegah

meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru, mengurangi morbiditas pada serangan

akut, mengurangi keluhan post flebitis, dan mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi

karena proses tromboemboli.

Komplikasi dari endovascular DVT thrombus removal adalah terjadinya

perdarahan, sedangkan komplikasi yang paling ditakuti pada prosedur endovascular

thrombus removalperdarahan intracranial, pulmonary embolism (PE) simptomatik, dan

kematian .

24

Page 29: Referrat Deep Vein Thrombosis

25

Page 30: Referrat Deep Vein Thrombosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Reksodiputro AH, Tambunan KL, Widjanarko A. Dalam R Sjamsuhidajat, De Jong.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Bedah Sjamsuhidajat – De Jong. Edisi 3. Jakarta : EGC.

2007

2. Vedantham S et al. Quality improvement guideline for treatmen of lower-extremity

Deep Vein Thrombosis with use of endovascular thrombus removal. J Vasc Interv

Radiol. 2014

3. Kesieme E et al. Deep Vein Thrombosis : a clinical review. Journal of Blood

Medicine. 2011

4. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, et al. American College of Cardiology

(ACC)/American Heart Association (AHA) guidelines for the management of

patients with peripheral arterial disease (lower extremity, renal, mesenteric, and

abdominal aortic). J Am Col Card 2006

5. R, Putz and R, Pabst. Atlas Anatomi Manusia: Sobotta. Jakarta, EGC: 2006.

6. Bailey A, Scantlebury D, Smyth S. Thrombosis and antithrombotic in

women. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2009

7. Hirsh J, Lee A . How we diagnose and treat deep vein thrombosis.Blood. 2002

8. Cushman, M. Epidemiology and Risk Factors for Venous Thrombosis. Semin

Hematol. 2007

9. White, R. The Epidemiology of Venous Thromboembolism. Circulation.

http://circ.ahajournals.org/content/107/23_suppl_I/I-4. 2003

10. Fauci, AS, DL Kasper, DL Longo, E Braunwald, SL Hauser, JL Jameson, J

Loscalzo. Venous Thrombosis. Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine

17th Edition. Chapter 111. USA: McGraw-Hill Companies, Inc. 2008.

11. Malone PC, Agutter PS. The Aetiology of deep venous thrombosis. Q J Med. 2006

12. Prandoni et al : DVT and the incidence of Subsequent Symptomatic cancer N. Eng J

Med. 327:1128-1133, 1992.

13. Anderson D.R. et al : Efficacy and Cost of LMH Compared with Standard Heparin

for Prevention of DVT After Total Hip Arthrosplasty. Ann of Intern Med. 119: 1105

– 1112.1993.

26

Page 31: Referrat Deep Vein Thrombosis

14. Muhammad R. Prevalensi Trombosis Vena Dalam. 2011. Medan : Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

15. JCS Guidelines. Guidelines for the diagnosis, treatment and prevention of

pulmonary thromboembolism and deep vein thrombosis. 2011. Circ J

16. Sjahriar R Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. 2009. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Departemen Radiologi

17. Marina D, Resa E. Focus On: Emergency Ultrasound For Deep Vein Thrombosis.

ACEP News. http://www.acep.org/Clinical---Practice-Management/Focus-On--

Emergency-Ultrasound-For-Deep-Vein-Thrombosis/. 2009.

18. American Academy of Orthopaedics Surgeons. Deep Vein Thrombosis.

www5.aaos.org

19. Partsch, H dan Blattler W. Compression and walking versus bed rest in the

treatment of proximal deep venous thrombosis with low molecular weight heparin. J

Vasc Surg. 2000

20. Hirsh, J dan J Hoak. Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary

Embolism. Circulation. http://circ.ahajournals.org/. 1996

21. Breddin HK et al. Effects of a LMH on Thrombus Regression and Recurrent

Thrombo-embolism in Patient DVT. N. Engl J of Med 344:626-631, 2001.

22. Jusi D. Dasar-Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2004.

23. Andrews KL, Gamble GL, et al. Vascular Diseases. In: Delisa JA, editor. Physical

Medicine & Rehabilitation Principles and Practice, 4th Edition. Phyladelphia:

Lippincott Williams & Wilkins; 2010.

27