referatglaukoma dr.novi
TRANSCRIPT
REFERAT
GLAUKOMA
Pembimbing :
dr Novi Anita Sp.M
Disusun oleh :
Arini Nurlela
030.08.040
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah suatu kelainan mata yang ditandai dengan terjadinya peningkatan
tekanan intraokuli yang mengakibatkan degenerasi papil saraf optik (penggaungan/cupping
diskus optikus), disertai dengan defek lapang pandang.(1,2) Glaukoma berasal dari kata Yunani
glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma.(1) Gangguan pada fungsi penglihatan ini jika tidak ditangani segera, pada akhirnya
dapat mengakibatkan kebutaan.( 3)
Glaukoma tidak hanya disebabkan oleh tekanan yang tinggi di dalam mata. Sembilan
puluh persen (90%) penderita dengan tekanan yang tinggi tidak menderita glaukoma, sedangkan
sepertiga dari penderita glaukoma memiliki tekanan normal.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis), Glaukoma
primer sudut tertutup (sempit / akut), Glaukoma sekunder, dan glaukoma kongenital (Glaukoma
pada bayi).
Glaukoma akut didefenisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara mendadak
dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman trabekulum. Glaukoma akut ini
merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan
dapat menyebabkan kebutaan tetapi resiko kebutaan dapat dicegah dengan diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat.(2,4)
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Pada pembahasan anatomi dan fisiologi ini akan lebih difokuskan ke anatomi sudut
kamera okuli anterior karena struktur ini penting dalam hubungan pengaturan keluar cairan
Aqueous humor dimana jika terjadi hambatan keluar cairan mata ini terjadi peningkatan tekanan
intraokular dan terjadinya glaukoma. Sudut filtrasi ini terdapat di daerah limbus kornea, dibentuk
oleh jaringan corneoscleral dengan pangkal iris. Cairan Aqueous humor yang dibentuk oleh
korpus siliaris akan melalui bilik mata depan terlebih dahulu sebelum memasuki kanalis
Schlemm. (1)
2.1 ANATOMI
Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik
mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus siliaris melewati bilik mata
posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh
trabecular meshwork. (2)
Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus siliaris yang
membentuk aqueous humor. Prosesus siliaris memiliki dua lapis epitelium, yaitu lapisan
berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi
sebagai tempat produksi aqueous humor.
Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran aqueous humor. Struktur ini
terdiri dari Schwalbe’s line, trabecular meshwork dan scleral spur. (2,3)
Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas lembar-lembar
berlubang jaringan kolagen dan elastik. Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu
uvea meshwork (bagian paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan terbesar) dan
juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Juxtacanalicular meshwork adalah
struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis Schlemm.
Gambar 1 : Anatomi sudut kamera okuli anterior
Gambar 2 : Struktur trabecular meshwork
Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan tipis jaringan
ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola berukuran besar, yang diduga
bertanggung jawab terhadap pembentukan gradien tekanan intraokular.
Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena episklera untuk selanjutnya
dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena oftalmikus superior. Selain itu, aqueous humor juga
akan dialirkan ke vena konjungtival, kemudian ke vena palpebralis dan vena angularis yang
akhirnya menuju ke vena oftalmikus superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, aqueous humor
akan bermuara ke sinus kavernosus
2.2 FISIOLOGI
Aqueous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi bilik anterior
sebanyak 250 μL serta bilik posterior sebanyak 60 μL. Aqueous humor berfungsi memberikan
nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan-jaringan mata di segmen anterior,
seperti lensa, kornea dan trabecular meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme seperti asam
piruvat dan asam laktat juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Antara fungsi penting
lainnya adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga integritas
struktur mata. Aqueous humor juga menjadi media transmisi cahaya ke jaras penglihatan.
Tabel 1: Perbandingan Komposisi Aqueous Humor, Plasma dan Vitreous Humor.
Komponen
(mmol/kg H2O)
Plasma Aqueous Humor Vitreous Humor
Na 146 163 144
Cl 109 134 114
HCO3 28 20 20-30
Askorbat 0,04 1,06 2,21
Glukosa 6 3 3,4
Sumber: Cibis et al, 2007-2008.
Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif, ultrafiltrasi
dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan
penting dalam produksi aqueous humor dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi
adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan
osmotik. Proses ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris.
Sedangkan proses difusi adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran
melalui perbedaan gradien elektron.
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama, yaitu
aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/ uveoscleral outflow.
Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total Aqueous
humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke
vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini
memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular.
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10% dari
total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga suprakoroidal
lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung
kepada perbedaan tekanan.
Gambar 3: Trabecular Outflow (kiri) dan Uveoscleral Outflow (kanan).
2.3 TEKANAN INTRAOKULI
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan fluktuasi harian.
Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan penglihatan yang normal yang menjamin
kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara kornea dengan lensa dan lensa dengan
retina. Homeostasis tekanan intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi setempat atau
sentral yang berlangsung dengan sendirinya.
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-21 mmHg. Tekanan intraokuli kedua mata
biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal dimana pada malam hari, karena perubahan
posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi peningkatan resistensi vena episklera sehingga
tekanan intraokuli meningkat. Kemudian kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga
tekanan intraokuli kembali turun. Variasi nomal antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan
tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain keseimbangan
dinamis produksi dan ekskresi aqueous humor, resistensi permeabilitas kapiler, keseimbangan
tekanan osmotik, posisi tubuh, irama sikardian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan,
jumlah asupan air, dan obat-obatan.
BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
GLAUKOMA
3.1 DEFINISI
Glaukoma adalah suatu kelainan mata yang ditandai dengan atrofi papil saraf optik dan
adanya defek pada lapang pandang yang biasanya disertai dengan adanya peningkatan tekanan
intraokuli. (1,2)
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
3.2 EPIDEMIOLOGI
Penderita glaukoma di seluruh dunia sekitar 4% dari populasi global, dengan
diperkirakan 50% dari sisa kasus glaukoma tidak terdiagnosa sehingga dapat menyebabkan
kebutaan. Penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2020, diperkirakan sekitar 80 juta orang di
seluruh dunia akan terkena glaukoma dengan mayoritas menderita glaukoma sudut terbuka. 70%
daripada penderita adalah wanita dan 87% daripadanya adalah orang Asia. Kerusakan
penglihatan yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata ini adalah penyebab
kebutaan kedua di Indonesia setelah katarak. Prevalensi glaukoma meningkat dengan
meningkatnya usia, biasanya terjadi pada mereka yang berusia di atas 40 tahun.
3.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi
aqueous humor. Sesorang dengan tekanan intraokular yang lebih tinggi dari yang seharusnya
dapat meningkatkan risiko terjadinya glaukoma. Antara faktor risikonya adalah:
i) Pertambahan usia
ii) Tekanan darah yang tinggi
iii) Diabetes mellitus
iv) Miopia
v) Ras kulit hitam
vi) Riwayat glaukoma dalam keluarga
vii) Trauma dan kelainan struktur mata
viii) Pascaoperasi
3.4 KLASIFIKASI
Menurut klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut:
1. Glaukoma primer :
a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
b. Glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma kongenital :
a. Primer atau infantil
b. Menyertai kelainan kongenital lainnya
i. Axenfeld-Ringer syndrome
ii. Peters anomaly
iii. Aniridia
iv. Sturge-Weber syndrome
3. Glaukoma sekunder :
a. Perubahan lensa (fakomorfik)
i. Dislokasi
ii. Intumesensi
iii. Fakolitik
b. Kelainan uvea
i. Uveitis
ii. Sinekia posterior
iii. Tumor
c. Trauma
i. Hifema
ii. Kontusio / resesi sudut
iii. Sinekia anterior posterior
d. Pascaoperasi
e. Rubeosis
f. Steroid dan lainnya
4. Glaukoma absolut :
Glaukoma stadium akhir dimana sudah terjadi kebutaan total akibat glaukoma yang tidak
terkontrol, tekanan bola mata yang tinggi dan menyebabkan gangguan fungsi lanjut.
3.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
a) Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut
terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor, sehingga
menyebabkan penimbunan cairan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular meshwork,
termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis
Schlemm.
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan
tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa
adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya tekanan intraokular
di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus.
Teori lainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus. Kelainan
kromosom 1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor predisposisi
b) Glaukoma sudur tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh
iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan
cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Serangan akut sering
dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang.
i) Glaukoma sudut tertutup akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan
tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini
menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan
kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan
suatu keadaan darurat.
ii) Glaukoma sudut tertutup kronis.
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa
gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous
humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada
hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada
gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea.
c) Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini
disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang menghalangi aliran keluar
aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen anterior dan
aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa
Rieger syndrome/ disgenesis iridotrabekula, Peters anomaly/ trabekulodisgenesis iridokornea,
dan Axenfeld syndrome.
d) Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata yang
mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma pigmentasi,
pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis,
neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan episklera.
e) Glaukoma tekanan normal
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan
intraokuli, atau tetap dibawah 20 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang
abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus
optikus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Secara genetik, keluarga yang memiliki
glaukoma tekanan normal memiliki kelainan pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula
dijumpai adanya perdarahan diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan
pandang.
GLAUKOMA SEKUNDER
3.5. 1. Glaukoma Pigmentasi
Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik mata
depan – terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan mengganggu aliran keluar
aqueous, dan di permukaan kornea posterior (Krukenberg’s spindle) – disertai defek
transiluminasi iris. Studi dengan ultrasonografi menunjukan perlakuan iris berkontak dengan
zonula atau processus ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul-granul pigmen dari
permukaan belakang iris akibat friksi, dan menimbulkan efek transiluminasi iris. Sindrom ini
paling sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik mata
depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.(4)
Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa:
§ Krukenberg’s spindle pada endotel kornea.
§ Nyeri.
§ Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil berdilatasi.
§ Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif. (4)
Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai glaukoma, tetapi orang-orang ini
harus dianggap sebagai ”tersangka glaukoma”. Hingga 10% dari mereka akan mengalami
glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun (glaukoma pigmentasi). Pernah dilaporkan
beberapa pedigere glaukoma pigmentasi herediter autosomal dominan, dan satu gen untuk
sindrom dispersi pigmen dipetakan pada kromosom 7.
Tetapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan mampu
mengembalikan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas apakah keduanya
memberikan keuntungan jangka panjang bagi perkembangan dan perburukan glaukoma. (Karena
pasien biasanya penderita miopia berusia muda, terapi miotik kurang dapat ditoleransi, kecuali
jika diberikan dalam bentuk pilokaprin sekali sehari, lebih disukai pada malam hari). (4,5)
Baik sindrom depersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan
kecenderungannya mengalami episode-episode penigkatan tekanan intraokular secara bermakna
– terutama setelah berolahraga atau dilatasi pupil – dan glaukoma pigmentasi akan berkembang
dengan cepat. Masalah selanjutnya adalah glaukoma pigmentasi biasanya timbul pada usia muda;
ini meningkatkan kemungkinan diperlukannya tindakan bedah drainase glaukoma disertai terapi
antimetabolit. Trabekuloplasti dengan laser sering digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil
kemungkinan dapat menghilangkan kebutuhan akan bedah drainase.(6)
3.5. 2. Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih di
permukaan anterior lensa ( berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat terpajan radiasi
inframerah, yakni,”katarak glassblower”), di processus ciliares, zonula, permukaan posterior iris,
melayang bebas di bilik mata depan, dan di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan
pigmentasi). Secara histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva,
yang mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit ini biasanya
dijumpai pada orang berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus, dilaporkan sering terjadi
pada bangsa Skandinavia walaupun tidak menutup kemungkinan adanya bias. Risiko kumulatif
berkembangnya glaukoma adalah 5% dalam 5 tahun dan 15% dalam 10 tahun. Terapinya sama
dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi saat beda katarak lebih
tinggi daripada dengan sindrom pseudoeksfoliasi.(1)
3.5. 3. Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
a. Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan, misalnya
pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada apertura pupil yang
menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga
berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan
oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik.(1,2)
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstaksi lensa segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa biasaanya dibiarkan dan
glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.(8)
b. Intumesensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-perubahan
katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat melanggar
batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut, serta menyebabkan
glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraokular
terkontrol secara medis.(1)
c. Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, dan
memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi
reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh
protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut. Ekstraksi lensa
merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis
dan terapi steroid topikal telah mengurangi peradangan intraokular.(1,2)
3.5. 4. Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis
a. Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal karena corpus ciliare yang
meradang berfungsi kurang baik. Namun, dapat pula terjadi peningkatan tekanan intraokular
melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel
radang dari bilik mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam
proses peradangan yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah satu
penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan
steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan fungsi trabekula yang
permanen, sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan
tersebut meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae akibat sinekia
posterior 360 derajat menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup akut. Sindrom-
sindrom uveitis yang cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder adalah seklitis
heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-B27, dan uveitis akibat herpes zoster dan
herpes simpleks.(3,4)
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian terapi glaukoma sesuai
keperluan; miotik dihindari karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia
posterior. Latanoprost mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan menimbulkan
eksaserbasi dan reaktivitasi uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan bedah, sering
diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel.
Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan midriasis intensif,
tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau iridektomi bedah. Setiap uveitis
dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus diterapi dengan midriatik selama
uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil.
b. Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran corpus ciliare
ke anterior yang menyebabkan penutupan-penutupan sekunder, meluas ke sudut pigmen, dan
neovaskularisasi sudut. Biasaanya diperlukan enukleasi.(1)
c. Pembengkakan Corpus Ciliare
Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior
dan glaukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat terjadi akibat bedah vitreoretina atau
krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada terapi topiramate.(1)
2. 4. 5. Sindroma Iridokornea Endotel (ICE)
Sindrom irikornea endotel terdapat beberapa tanda yaitu atropi iris, sindrom chandler,
sindrom nevus iris. Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral dan
bermanisfestasi sebagai kompensasi kornea, glaukoma, dan kelainan iris (corectopia dan
polycoria).1
3.5. 6. Glaukoma Akibat Trauma
Cedera konstusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan intraokular
akibat perdarahan kedalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat anyaman
trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal dilakukan dengan obat-
obatan, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah bila tekanannya tetap tinggi, yang
kemungkinan besar terjadi bila ada episode perdarahan kedua.(4,5)
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular; efek ini timbul akibat kerusakan
langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya glaukoma mungkin
menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan tampak lebih dalam daripada
mata yang satunya, dan gonioskopi memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif,
tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai dengan
hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali setelah cedera –
baik secara spontan, dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau secara bedah – akan terbentuk
sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan sudut yang ireversibel. (6,9)
3.5. 7. Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular
a. Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan intraokular yang
bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaukoma sumbatan siliaris. Segera
setelah pembedahan, tekanan intraokular meningkat hebat dan lensa terdorong ke depan akibat
penimbunan aqueous di dalam dan di belakang korpus vitreum. Pasien awalnya merasakan
penglihatan jauh yang kabur, tetapi penglihatan dekatnya membaik. Ini diikuti dengan nyeri dan
peradangan.(1,3)
Terapi terdiri atas siklopelgik, midriatik, penekanan HA, dan obat-obat hiperosmotik. Obat
hiperosmotik digunakan untuk menciutkan korpus vitreum dan membiarkan lensa bergeser ke
belakang. Mungkin diperlukan sklerotomi posterior, vitrektomi, dan bahkan ekstraksi lensa. (5)
b. Sinekia Anterior Perifer
Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang menyebabkan
mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan sinekia anterior perifer.
Diperlukan pembentukkan kembali bilik mata depan melalui tindakan bedah dengan segera
apabila hal tersebut tidak terjadi secara spontan.(1,2)
3.5. 8. Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik stadium
lanjut dan oklusi vena sentralis retina. Glaukoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut olah
membran fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut.
Glaukoma vaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering tidak memuaskan baik
rangsangan neovaskularisai maupun peningkatan TIO perlu ditangani. Pada banyak kasus, terjadi
kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol TIO. (1)
3.5. 9. Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma pada
sindrom Struge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut, dan fistula karotis-
kavernosa, yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas.
Terapi medis tidak dapat menurunkan TIO di bawah tingkat tekanan vena episklera yang
meningkat secara abnormal, dan tindakan bedah berkaitan dengan resiko komplikasi yang tinggi.
(1,2,4)
3.5. 10. Glaukoma Akibat Steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular dan topikal dapat menimbulkan sejenis glaukoma
yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu dengan riwayat
penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan TIO pada para pengidap
glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek
tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan tersebut tidak disadari dalam
waktu lama. Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis
biasanya dapat mengontrol TIO. Terapi steroid sistemik jarang menyebabkan peningkatan TIO.
Pasien yang mendapatkan terapi steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan
oftalmoskopi secara periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga. (1)
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya berupa
gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah.
Kehilangan penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang
pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah Bjerrum
(parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan
bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.
Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan oleh
edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.Gangguan penglihatan yang lain adalah
haloglaukomatosa yaitu penderita melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar bola lampu.
Keadaan ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus lensa.
Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada waktu membaca dekat
dan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat (transient blackout) dapat disebabkan keadaan
glaukoma.(1,2)
Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-beda. Sakit ini
terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata dengan atau tanpa sakit kepala.
Mata merah terutama akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering
disertai mual muntah.(6)
Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma, operasi-
operasi mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit-penyakit sistemik seperti
kelainan kardiovaskular, penyakit endokrin seperti DM, kelainan tekanan darah.5
2. Pemeriksaan Fisik
Dengan cara palpasi, Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan. Mata penderita
disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat. Kedua jari telunjuk
pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima orbita. Kedua telunjuk
ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa. Keadaan tekanan bola mata dapat dinilai.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Biomikroskopi
Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan segmen anterior, baik
kelainan yang diakibatkan glaukoma maupun keadaan yang mungkin menyebabkan glaukoma.
Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan terlebih dahulu, seperti posisi, kedudukan dan
gerakan bola mata.
Pada kasus glaukoma berbagai perubahan dapat dijumpai misalnya injeksi siliar,
pelebaran pembuluh darah konjungtiva dan epislera, edema kornea, keratik presipitat, sinekia
iris, atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion uvea, dan katarak
glaucomatous. (6,9)
b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang
pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah Bjerrum
(parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan
bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan macula. Kehilangan proyeksi penglihatan ini
umumnya dimulai dibagian nasal, kemudian disebelah atas atau bawah, bagian temporal
biasanya bertahan cukup lama sampai menghilang sama sekali. Dalam keadaan ini tajam
penglihatan sudah ditingkat menghitung jari, bahkan bisa lebih buruk lagi. (6)
c. Tonometri
1) Pengukuran tanpa alat
Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini memberikan
hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun tidak teliti, cara palpasi ini
masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn tekanan dengan alat tidak dapat dilakukan,
misalnya menghindari penularan konjungtivitis dan infeksi kornea.(5,6)
Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
- Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.
- Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat.
- Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima orbita.
Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.
- Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :
o TIO ( palpasi) : N ( Normal )
o Bila tinggi : N +
o Bila rendah : N –
2) Pengukuran dengan alat
Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi ke bilik mata depan
yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung, melalui kornea dengan alat
tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak langsung seperti tonometer Schiotz, tonometer
Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer anaplasi Hand Held, tonometer Mackay
Marg, dan lail-lain.
Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976, maka tonometer indentasi
Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak dipakai. Yang pertama oleh karena praktis
dan relatif murah dan yang kedua karena lebih tepat dan tidak banyak dipengaruhi kekakuan
dinding bola mata. (6)
d. Funduskopi
Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan untuk:
- Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.
- Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optik.
- Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina.
e. Perimetri
Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan terpenting pada
glaukoma, karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan adanya gangguan fungsional pada
penderita. Khas pada glaukoma adalah penyempitan lapang pandang.
f. Genioskopi
Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata depan, tempat dilalui
cairan intraokular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan gonioskopi dapat ditentukan
apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka. (6)
g. Tonografi
Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler yang
diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan pencatatan TIO dengan tonometer
indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan tabel Fridenwald dapat
memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan intraokular.
h. Tes Provokasi
Tes ini digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.
1) Tes provokasi untuk glaukoma sudut terbuka
o Tes minum air:
- Penderita dipuasakan 6-8 jam sebelum pemeriksaan, kemudian tekanan intraokularnya
diukur.
- Penderita diminta meminum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5-10 menit.
- Tekanan intraokular diukur kembali setiap 15 menit selama 1 jam.
- Bila ada kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg tes dianggap positif.
o Tes minum air diikuti tonografi.
2) Tes provokasi untuk glaukoma sudut tertutup
o Tes midriasis:
- Di dalam kamar gelap, kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg dianggap positif.
- Tonografi setelah midriasis.
o Tes posisi Prone:
- Penderita dalam posisi prone selama 30 – 40 menit.
- Positif bila kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.
6. PENATALAKSANAAN
6. 1. Medikamentosa
a. Supresi pembentukan humor aqueous
1) Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk terapi
glaukoma. Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan obat lain.
Preparat yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%. (1,2)
2) Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan pembentukan humor
akuos tanpa efek pada aliran keluar.
3) Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak
digunakan, tetapi terdapat alternatif lain yaitu diklorfenamid dan metazolamid. Digunakan
untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan glaukoma
akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi yang perlu segera di kontrol. Obat ini
mampu menekan pembentukan HA sebesar 40-60%. (1)
b. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous.
1) Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan
beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0,75-3% adalah
obat kolinergik alternatif.
2) Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling
lama. Obat-obat ini adalah Demekarium Bromida 0,125% yang umumnya dibatasi untuk
pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obat ini
juga menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien
dengan sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu mengenai kemungkinan ablasio retina.
3) Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar humor
akueus dansedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor akeus. Terdapat sejumlah
efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi relek konjungtiva , endapan
adrenokrom, konjungtivitis folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang
dapat terjadi adalah edema makula sistoid pada afakia dan vasokonstriksi ujung saraf
optikus.
4) Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin tidak dapat digunakan untuk mata dengan sudut
kamera anterior sempit.
c. Penurunan volume korpus vitreum.
1) Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar
dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus. Selain itu, juga terjadi penurunan
produksi humor akuos. Penurunan volume korpus vitreus bermanfaat dalam pengobatan
glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreus atau koroid) dan
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).
2) Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 % dingin dicampur dengan sari
lemon, adalah obat yang paling sering dipergunakan, tetapi pemakaiannya pada pengidap
diabetes harus diawasi. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.
d. Miotik, midriatik, dan sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
penutupan sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior. Apabila penutupan sudut
disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropin) dapat
digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.8
6. 2. Pembedahan
a. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan
bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada
sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut. (1,2)
b. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa kejalinan
trabekular dapat mempermudah aliran keluar HA karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi
jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk bermacam-macam bentuk glaukoma sudut
terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma.
c. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga
terbentuk akses langsung HA dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat
dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Penyulit utama trabekulotomi adalah
kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Goniotomi adalah suatu teknik yang
bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan
drainase humor akuos dibagian dalam jalinan trabekular.(1)
d. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan
tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokular.
Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutakhir terapi laser
neodinium : YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata di sebelah posterior
limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya.(1)
7. PROGNOSIS
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang sampai akhirnya
menyebabkan kebutaan total. Bila antiglaukoma dapat menekan tekanan intra okular pada mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Bila proses penyakit
terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.(1)
BAB IV
KESIMPULAN
Glaukoma adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada saraf optik, defek pada
lapang pandang yang seringkali disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuli. Glaukoma
merupakan penyebab kedua kebutaan di Indonesia dan global setelah katarak. Penyakit ini terjadi
akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi aqueous humor.
Secara umumnya glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer, glaukoma sekunder,
glaukoma kongenital, dan glaukoma absolut. Sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan
tekanan intraokuli, glaukoma dibagi menjadi glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup.
Glaukoma sudut tertutup atau glaukoma akut akan menimbulkan gejala akut seperti nyeri kepala
mendadak, nyeri pada bagian mata, mata merah, mual dan muntah. Harus diwaspadai karena
penyakit ini kadang tidak menimbulkan gejala yang khas, sering terjadi missed diagnosis karena
keluhan bersifat umum seperti nyeri kepala, mual, muntah sering disalahartikan. Glaukoma sudut
terbuka atau glaukoma kronik, kadang tidak menimbulkan sebarang gejala walaupun
peningkatan tekanan intraokuli terus-menerus meningkat perlahan sehingga terus merusak saraf
optik. Akibat dari glaukoma yang tidak terdiagnosa dini dan tidak mendapatkan penanganan
yang adekuat, akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan. Oleh itu, seorang dokter harus mampu
mengenali gejala dan tanda glaukoma sehingga dapat dilakukan pencegahan dini sebelum terjadi
kebutaan.
Berbagai penatalaksanaan dapat diberikan kepada penderita baik dengan obat-obatan
maupun tidakan pembedahan dan laser. Tindakan ini hanya bertujuan untuk menurunkan tekanan
intraokuli untuk memperlambat atau mencegah hilangnya penglihatan, namun penglihatan yang
telah hilang tidak dapat dikembalikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan, P., Whitcher, J. P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC.
Jakarta. 2010.
2. Sidarta, I. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi) Edisi ke-2. FKUI. Jakarta. 2001.
3. Lang, G. K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd Edition. Thieme. Stuttgart-New
York. 2006.
4. Setiawan, A. Glukoma. Available at: http://fkuii.org . Accesed on July, 2013.
5. Schuman, J. S., Christopoulos, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y., et all. Rapid
Diagnoses in Ophthalmology Lens and Glaucoma. Mosby Elsevier. Philadelphia. 2008.
6. Supiandi, S. Cara Pemeriksaan dan Jenis Glaukoma. FKUI. Jakarta. 1986.
7. Lee, D. A. Clinical Guide to Comprehensive Ophtalmology. Stuggart. NewYork. 1999.
8. Boyd, B. F., Luntz, M. Innovations In The Glaucomas Etiology, Diagnosis, and
Management. Highlights of Ophthalmology International. 2002.
9. James, B., Benjamin, L. Ophthalmology Investigation and Examination Techniques.
Butterworth Heinemann Elsevier. United Kingdom.