referat word

50
BAB I PENDAHULUAN Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B yang dapat menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel –sel hati. Sekitar satu per tiga dari populasi dunia pernah terpapar pada suatu waktu pada virus hepatitis B (HBV). Selain itu, hampir 350 juta individu-individu diseluruh dunia terinfeksi secara kronis (durasi yang lama) dengan virus ini. Sebagai akibatnya, komplikasi-komplikasi dari infeksi virus hepatitis B menjurus pada dua juta kematian- kematian setiap tahunnya. Menurut angka-angka dari Centers for Disease Control (CDC), 140,000 sampai 320,000 kasusu-kasus akut (durasi yang pendek) hepatitis B (infeksi hati dengan virus hepatitis) terjadi setiap tahun di Amerika. Hanya kira-kira 50% dari orang-orang dengan hepatitis B akut yang mempunyai gejala-gejala (adalah simptomatik). Diantara pasien-pasien yang simptomatik, 8,400 sampai

Upload: jpintautami

Post on 26-Jul-2015

78 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Word

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B

yang dapat menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel –sel hati. Sekitar satu

per tiga dari populasi dunia pernah terpapar pada suatu waktu pada virus hepatitis

B (HBV). Selain itu, hampir 350 juta individu-individu diseluruh dunia terinfeksi

secara kronis (durasi yang lama) dengan virus ini. Sebagai akibatnya, komplikasi-

komplikasi dari infeksi virus hepatitis B menjurus pada dua juta kematian-

kematian setiap tahunnya.

Menurut angka-angka dari Centers for Disease Control (CDC), 140,000

sampai 320,000 kasusu-kasus akut (durasi yang pendek) hepatitis B (infeksi hati

dengan virus hepatitis) terjadi setiap tahun di Amerika. Hanya kira-kira 50% dari

orang-orang dengan hepatitis B akut yang mempunyai gejala-gejala (adalah

simptomatik). Diantara pasien-pasien yang simptomatik, 8,400 sampai 19,000

orang-orang diopname dan 140 sampai 320 meninggal setiap tahun di Amerika.

Pada dekade yang lalu terjadi penurunan yang lebih dari 70% pada

kejadian hepatitis B akut di Amerika. Penurunan ini mungkin berkaitan dengan

kesadaran publik yang meninggi pada HIV dan AIDS dan praktek-praktek seksual

yang lebih aman. (Hepatitis Virus B dan HIV disebarkan dalam suatu cara yang

hampir sama). Pada saat ini, kejadian-kejadian hepatitis B akut yang paling tinggi

adalah diantara dewasa-dewasa muda, antara umur 20 dan 30 tahun.

Page 2: Referat Word

Indonesia menempati peringkat ketiga dunia setelah China dan India untuk

jumlah penderita hepatitis.Ahli kesehatan dari Divisi Hepatologi, Depatemen

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ali Sulaiman

memperkirakan sejumlah 13 juta penduduk Indonesia mengidap hepatitis B.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di China

dan bagian lain di Asia termasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan

ini bisa terinfeksi Hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia,

8-10 persen populasi orang dewasa mengalami infeksi Hepatitis B kronik. Infeksi

Hepatitis B kronik atau jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati yang

parah seperti pengerasan hati atau sirosis dan kanker hati atau karsinoma

hepatoseluler yang dapat mengakibatkan kematian.

Kejadian yang sering pada penderita yang mendapat virus hepatitis B sejak

bayi-bayi dan anak-anak  dimana akan menjadi infeksi kronis. Jadi, di Amerika,

suatu perkiraan dari 1 sampai 1.25 juta orang-orang terinfeksi kronis dengan virus

hepatitis B. Lebih jauh, 5,000 sampai 6,000 orang-orang meninggal setiap tahun

dari penyakit hati virus hepatitis B kronis dan komplikasi-komplikasinya,

termasuk kanker hati (hepatocellular carcinoma) primer (berasal dari hati).

Infeksi virus-virus hepatitis masih menjadi masalah masyarakat di

Indonesia. Hepatitis kronik selain juga dapat menurunkan kinerja dan kualitas

hidup pasien, lebih lanjut dapat menyebabkan kerusakan hati yang signifikan

dalam bentuk sirosis hati dan kanker hati. Pengelolaan yang baik pasien hepatitis

akibat virus sejak awal infeksi sangat penting untuk mencegah berlanjutnya

penyakit dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Akhir-akhir ini

Page 3: Referat Word

beberapa konsep pengelolaan hepatitis akut dan kronik banyak yang berubah

dengan cepat sehingga perlu dicermati agar dapat memberikan pengobatan yang

tepat.

Page 4: Referat Word

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Anatomi Hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar

pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di

kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.

Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah

diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.

Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh

peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava

inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak

diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari

dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa

ligamen.

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen

dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.

2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.

falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan

bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan

duodenum sebelah proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat

Page 5: Referat Word

Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen

hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.

4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-

kanan : Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum

coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan

epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum

toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada

pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/5 tepat di

bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan

secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

2.1.2. Hepar Secara Mikroskopis

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan

jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam

parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.

Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam

lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh

kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-

kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya

terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang

artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain .

Page 6: Referat Word

Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan

sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-

lobuli. Di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang

dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di

bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut

traktus portalis/TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang

v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan

mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan

Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel

hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan

isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar

dari saluran empedu menuju kandung empedu.

Page 7: Referat Word

2.1.3. Fisiologi Hepar

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber

energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada

beberapa fungsi hati yaitu:

i. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein

saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap

dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis.

Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan

glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa

disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber

utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui

heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa

mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida,

nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)

yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

ii. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan

katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETONE BODIES

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak

dan gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

Page 8: Referat Word

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi

kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan

metabolisme lipid.

iii. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses

deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.

Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan

non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma

albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea

merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di

dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya

dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM

66.000.

iv. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan

dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor

V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi

adalah faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang

beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya

dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk

pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

Page 9: Referat Word

v. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

vi. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses

oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai

macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

vii. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan

melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -

globulin sebagai imun livers mechanism.

viii. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±

1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam

a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.

Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan

dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,

shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

2.2. Definisi

Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B yang dapat

menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel –sel hati.

Page 10: Referat Word

2.3. Epidemiologi

Infeksi hepatitis virus hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan

masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Dan berbaagai penelitian yang ada,

Frekuensi pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%. Penelitian dari berbagai

daerah di Indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi bergantung pada

tingkat endemisitas hepatitis B di tiap-tiap daerah, contoh: tingkat endemisitas

daerah Indonesia bagian Timur lebih tinggi dibandingkan daerah Indonesia bagian

Barat.

Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di

seluruh dunia. Di Eropa dan Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik

meninggal karena proses hati atau kanker hati primer. Penelitian yang dilakukan

di Taiwan pada 3.654 pria Cina yang HBsAg positif bahkan mendapatkan angka

yang lebih besar yaitu antara 40-50%.

Menurut tingginya, prevalensi infeksi virus hepatitis B, WHO membagi

dunia menjadi 3 macam daerah yaitu daerah dengan endemitas tinggi, sedang dan

rendah.

-  daerah endemisitas tinggi

penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas terendah

frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%.  

- daerah endemisitas sedang

penularan terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak jarang terjadi. Frekuensi

HBsAg dalam populasi berkisar 2-10%.

- daerah endemisitas rendah

Page 11: Referat Word

penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan pada masa perinatal dan

kanak-kanak sanngat jarang tejadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar

kurang 2 %.

2.4. Etiologi

Penyebab hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong dalam kelas

hepaDNA dan mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. Komponen lapisan luar pada

hepatitis B disebut hepatitis B surface antigen (HbsAg) dalam inti terdapat

genome dari HVB yaitu sebagian dari molekul tunggal dari DNA spesifik yang

sirkuler dimana mengandung enzim yaitu DNA polymerase. Disamping itu juga

ditemukan hepatitis Be Antigen (HBeAg). Antigen ini hanya ditemukan pada

penderita dengan HBsAg positif. HBeAg positif pada penderita merupakan

pertanda serologis yang sensitif dan artinya derajat infektivitasnya tinggi, maka

bila  ditemukan HBsAg positif penting diperiksa HBeAg untuk menentukan

prognosis penderita.

Cara penularan infeksi virus hepatitis B ada dua, yaitu : penularan horizontal dan

vertikal.

- Penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap infeksi virus hepatitis

B kepada individu yang masih rentan di sekelilingnya. Penularan horizontal dapat

terjadi melalui kulit atau melalui selaput lendir,

- Penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi

yang dilahirkan

Page 12: Referat Word

Penularan melalui kulit, ada 2 macam yaitu disebabkan tusukan yang jelas

(penularan parenteral), misal melalui suntikan, transfusi darah dan tato. Yang

kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misal masuk nya

bahan infektif melalui goresan atau abrasi kulit dan radang kulit.

Penularan melalui selaput lendir : tempat masuk infeksi virus hepatitis B

adalah selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan

selaput lendir genetalia.

Penularan vertikal : dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau

prenatal (inutero), selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau

post natal.

Cara utama penularan virus hepatitis B adalah melalui parenteral dan

menembus membrane mukosa terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi

rata-rata sekitar 60-90 hari. HbsAg telah ditemukan pada hampir semua cairan

tubuh orang yang terinfeksi yaitu darah, semen, saliva, air mata, asites, air susu

ibu, urin, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tuibuh ini(terutama darah,

semen, dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius.

Orang yang beresiko tinggi menderita hepatitis B:

1. Imigran dari daerah endemis HBV

2. Pengguna obat intravena yang sering bertukar jarum dan alat suntik

3. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang

terinfeki

4. Pria homoseksual yang secara seksual aktif

Page 13: Referat Word

5. Pasien rumah sakit jiwa

6. Narapidana pria

7. Pasien hemodialisis dan penderita hemofili yang menerima produk tertentu

dari plasma

8. Kontak serumah dengan karier HBV

9. Pekerja sosial dibidang kesehatan terutama yang banyak kontak dengan

darah

10. Bayi yang baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat pada saat atau seggera

setelah

lahir.

2.5.1 Patofisiologi

Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran

darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus.

Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh,

partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk

partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang respon imun tubuh, yang pertama

kali adalah respon imun non spesifik karena dapat terangsang dalam waktu

beberapa menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NKT.

Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel

limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T, CD8 + terjadi setelah kontak reseptor

sel T dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan

dinding sel hati. Sel T CD8 + akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati

Page 14: Referat Word

terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan

menyebabkan meningkatnya ALT.

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan

produksi antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs

adalah netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus

ke dalam sel, dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel

ke sel.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis

B dapat diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi

virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon

imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor

pejamu.

Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus

hepatitis B, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel – sel

terinfeksi, terjadinya mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi HBeAg,

integarasi genom virus hepatitis B dalam genom sel hati

Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN,

adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons

antiidiotipe, faktor kelamin dan hormonal.

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B

dalam persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus

hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif,

diduga persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu

Page 15: Referat Word

HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi virus hepatitis B,

sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga disebabkan oleh kelelahan sel T

karena tingginya konsentrasi partikel virus.

2.5.2 Perjalanan Alamiah Hepatitis B

a. Immune tolerant

- HBeAg-positive

- HBV tinggi, ditandai dengan HBV DNA yang tinggi

- kadar yang normal/ rendah SGPT

- tidak ada liver necroinflamasi/ tidak ada perkembangan menjadi

fibrosis/ fibrosis lambat

b. Immune reactive HBeAg-positive Phase

- HBeAg-positif

- replikasi lebih rendah jika dibandingkan pada fase immune

tolerant (HBV DNA lebih rendah jika dibandingpada fase immune

tolerant)

- SGPT meningkat/ berfluktuasi

- resiko inflamasi sedang/ ringan

- fase ini berakhir jika terjadi serokonversi pada anti HBe

c. Inactive carrier Stage

- seroconversi dari HBeAgmenjadi anti HBe

- HBV DNA rendah/ tidak terdeteksi

- SGPT normal

Page 16: Referat Word

Follow up/ dikatakan inactive carrier stage jika :

- ALT setiap 3-4 bulan selama 1 tahun (ALT harus normal (40iu/ml)

- HBV DNA (<2000iu/ml)

JIKA :

HBV DNA >2000iu dan SGPT normal Atau HBV DNA <2000iu dan

SGPT meningkat harus dilakukan biopsy hati untuk mengetahui liver

injury.

d. HBeAg-negative CHB

- serokonversi dari HBeAg ke anti HBe selama fase immune

reaktiv/ perkembangan selama beberapa tahun dari inactive carrier

stage.

- HBeAg-negatif

- Anti HBe-positif

- HBV DNA rendah atau tak terdeteksi

e. HBsAg-negative Phase

- HBsA-negatif

- HBV DNA terdeteksi di liver tapi tak terdeteksidi serum

- Jika HBsAg hilang sebelum onset sirosis maka resiko sirosis dan

HCC menurun.

- Jika HBsAg hilang setelah onset sirosis resiko HCC meningkat.

Page 17: Referat Word

2.6 Manifestasi Klinik

Hepatitis B akut memiliki keluhan dan gejala yang sama dengan virus

hepatitis akut lainnya. Sebagian besar (90%- 95 %) akan sembuh.

Pada penularan secara vertikal biasanya gejala yang timbul

minimal/subklinis dan justru banyak yangberprogresi menjadi hepatitis B kronis

beserta komplikasi-komplikasinya di kemudian hari. Pada mereka yang kebetulan

didapatkan HBsAg yang positif ( seperti pada medical check up) dan belum

didapatkan adanya keluhan, biasanya memiliki prognosa yang lebih baik.

Sebagian pengidap golongan ini termasuk kedalam pengidap sehat. Pada mereka

yang ditemukan adanya HBsAg yang positif dan sudah didapatkan adanya

keluhan, seperti cepat capai, mual, anoreksia, dll, biasanya sudah mengidap

hepatitis B kronis. Dimana hepatitis B kronis persisten prognosanya lebih baik

dibandingkan dengan hepatitis B kronis aktif.

Mengapa pada sebagian penderita tetap pada stadium kronik persisten dan

selama hidupnya tidak apa–apa sedangkan pada penderita lainnya menjadi kronik

aktif dan kemudian menjadi sirosis hati bahkan kanker hati? Temyata hal ini

tergantung dari interaksi antara replikasi virus hepatitis B yang kontinue dan

status imunologi penderita.

Bila penderita datang sudah didapatkan asites atau tanda–tanda hipertensi

portal lainnya, dapat diduga bahwa os sudah menderita sirosis hati. Di Indonesia

30 % penderita sirosis hati berlanjut menjadi kanker hati. Hanya pada sebagian

kecil penderita kanker hati tidak dapat kita temukanadanya sirosis hati.

Page 18: Referat Word

Untuk mengetahui secara tepat stadium yang diderita maka dibutuhkan

biopsi hati. Namun tindakan ini jarang dilakukan karena kebanyakan pasien

menolak untuk di biopsi, kecuali atas indikasi yang jelas. Karena itu kita

menggunakan pemeriksaan-pemeriksa-an penunjang lainnya yaitu :

-petanda-petanda serologi HBV

-pemeriksaan fungsi hati untuk mengetahui pasien sedang di dalam

stadium yang bagaimana.

Dengan demikian kita dapat melakukan pengelolaan yang mendekati kebenaran.

2.7 Management Hepatitis B Kronik

2.7.1 Tujuan Terapi

Tujuan dari manajement hepatitis B kronik adalah untuk meningkatkan

kualitas hidup dengan mencegah progresifitas penyakit menjadi sirosis, sirosis

decompensate, stadium akhir dari penyakit hati, HCC, dan kematian.

a. Pada pasien dengan HBeAg-positive dan HBeAg-negativ end

point dari terapinya adalah hilangnya HBsAg dengan atau tanpa

seroconversi ke anti HBs. Hal ini dihubungkan dengan perbaikan

yang definitive atau komplit dari aktifitas menuju hepatitis B

kronis dan out come nya akan menjadi lebih baik.

b. Pada pasien dengan HBeAg-negatif (kasus lain HBeAg positive

dengan serokonversi ke anti HBe yang berkala) adalah end point

yang memuaskan dan dihubungkan dengan prognosis yang lebih

baik.

Page 19: Referat Word

c. HBV DNA yang tidak terdeteksi melalui PCR adalah end point

yang paling memuaskan.

2.7.2 Definisi Respon Terapi

Respon terapi dapat dibagi menjadi respon biokimia, serologi, virology,

dan histology. Dua tipe obat yang dapat digunakan untuk terapi dari Hepatitis B

kronik adalah conventional atau pegylated interferon alpha (IFN atau PEG-IFN)

dan nucleoside/ nucleotide analog (NAs).

Respon biokimia didefinisikan sebagai normalisasi dari level ALT. hal ini

dapat dievaluasi beberapa kali pada saat akhir terapi dan beberapa saat setelah

terapi. Evaluasi ini paling tidak harus dilakukan setiap tiga bulan selama satu

tahun.

Respon serologi untuk HBeAg hanya diaplikasikan untuk pasien dengan

HBeAg-positiv hepatitis B kronik yang hasil akhirnya adalah hilangnya HBeAg

dan terjadi serokonversi menjadi anti HBe. Respon serologi untuk pasien dengan

HBsAg positifdiaplikasikan untuk semua pasien hepatitis B kronik yang HBsAg

hilang dan berkembang menjadi anti HBs.

Virological respon pada terapi dengan IFN/PEG-IFN :

- Non respon primer tidak begitu diketahui

- Virological respon didefinisikan jika konsentrasi HBV DNA lebih

rendah dari 2000iu/ml. hal ini biasanya dievaluasi pada bulan ke 6 dan

pada akhir terapi, 6 bulan setelah terapi, dan 12 bulan setelah terapi.

- Respon terapi yang berkelanjutan didefinisikan jika kadar HBV DNA

dibawah 2000iu/ml setelah 12 bulan dari akhir terapi.

Page 20: Referat Word

Virological respon pada terapi dengan NA :

- Non respon primer jika pengurangan dari level HBV DNA kurang dari

1 log10iu/ml selama tiga bulan terapi.

- Virological respon didefinisikan sebagai tidak terdeteksinya HBV

DNA dengan PCR. Biasanya dievaluasi pada bulan ke 3 dan ke 6

selama terapi.

- Partial virological respon adalah menurunnya kadar HBV DNA lebih

dari 1 log10 iu/ml tetapi terdeteksi dalam PCR.

- Virological breakthrough didefinisikan jika HBV DNA meningkat

lebih dari 1 log10 iu/ml. Kadar ALT juga meningkat.

- HBV resisten terhadap NA biasanya hasil kelanjutan dari non respon

primer atau virological breakthrough.

Respon histology didefinisikan sebagai berkurangnya aktifitas

nekroinflamasi tanpa perburukan fibrosis jika dibandingkan dengan

sebelum terapi.

2.7.3 Indikasi Terapi

Indikasi terapi secara umum adalah sama untuk HBeAg-positiv dan

HBeAg-negativ. Hal ini berdasarkan kombinasi dari tiga criteria berikut ini:

- Level serum HBV DNA

- Level serum ALT

- Keparahan dari penyakit hati

Page 21: Referat Word

Pasien harus mendapatkan terapi ketika kadar HBV DNA diatas 2000 iu/ml,

serum ALT diatas nilai normal serta keparahan dari penyakit hati yang dinilai

dengan cara invasive maupun non infasif menunjukkan kerusakan sedang sampai

nekroinflamasi yang parah. Indikasi terapi juga dilihat dari factor umur, status

kesehatan, riwayat keluarga dengan HCC ataupun sirosis hepatis.

- Pasien immunotolerant: HBeAg-positive pada pasien dibawah 30

tahun, kadar ALT normal, kadar HBV DNA tinggi, tidah ada riwayat

keluarga dengan HCC dan sirosis tidak dianjurkan untuk biopsy hati

dan terapi. Follow up dilakukan setiap 3-6 bulan. Biopsy hati dan

terapi dilakukan pada pasien dengan usia diatas 30 tahun dan ada

riwayat keluarga dengan HCC atau sirosis hepatis.

- HBeAg-negatif: pasien dengan kadar ALT normal yang diperiksa

setiap 3 bulan selama 1 tahun, kadar HBV DNA diatas 2000 tapi masih

dibawah 20000iu/ml, tanpa adanya dasar penyakit hati tidak dilakukan

biopsy hati maupun terapi.

- Pasien dengan aktif hepatitis B kronik : HBeAg-positif dan HBeAg-

negatif dengan ALT dua kali diatas normal dan kadar HBV DNA

diatas 20000iu/ml dapat dilakukan pemberian terapi tanpa dilakukan

biopsy hati.

- Pasien dengan sirosis compensate dan HBV DNA yang terdeteksi

harus diterapi walaupun kadar ALT nya normal.

Page 22: Referat Word

- Pasien dengan decompensated sirosis dan HBV DNA yang terdeteksi

harus mendapatkan terapi antivirus segera dengan NA(s). Walaupun

kadang antivirus tidak cukup untuk menyelamatkan pasien dengan

penyakit hati yang berat.

2.7.4 Hasil Terapi Saat Ini

Obat yang tersedia untuk pengobatan hepatitis B kronik terdiri dari IFN,

PEG-IFN, dan 6 NAs. NAs untuk terapi hepatitis B kronik diklasifikasikan

menjadi nucleoside (lamivudine, telbivudine, emtricitabine, entecavir) dan

nucleotide (adefovir dan tenofovir). Namun PEG-IFN-2b dan emtricitabine tidak

diizinkan sebagai terapi Hepatitis B di Eropa. Lamivudine, adefovir, entecavir,

telbivudine, dan tenofovir disetujui sebagai terapi untuk pengonatan hepatitis B di

Eropa. Kombinasi dari tenofovir dan emticirabine pada satu tablet telah digunakan

sebagai terapi HIV. Evikasi dari obat ini dinilai dari RCT selama satu tahun.

Tabel 1. Results of main studies for the treatment of HBeAg-positive chronic hepatitis B at 6 months following 12 months (48 or 52 weeks) of pegylated interferon alpha (PEG-IFN) and at 12 months (48 or 52 weeks) of nucleos(t)ide analogue therapy

  PEG-IFN Nucleoside analoguesNucleotide Analogues

  PEG-IFN-2a PEG-IFN-2b Lamivudine Telbivudine Entecavir Adefovir TenofovirDose* 180 µg 100 µg 100 mg 600 mg 0,5 mg 10 mg 245 mgAnti-Hbe seroconversion (%) 32 29 16-18 22 21 12 -- 18 21HBV DNA <60-80iu/ml (%) 14 7 36-44 60 67 13-21 76ALT normalisation** (%) 41 32 41-72 77 68 48-54 68HBsAg loss(%) 3 7 0-1 0,5 2 0 3

*PEG-IFN were given as percutaneous injections once weekly and nucleos(t)ide analogues as oral tablets once daily.**The definition of ALT normalisation varied among different trials (i.e. decrease of ALT to 61.25-times the upper limit of normal (ULN) in the entecavir or 61.3-times the ULN in the telbivudine trial).

Page 23: Referat Word

Tabel 2. Results of main studies for the treatment of HBeAg-negative chronic hepatitis B at 6 months following 12 months (48 weeks) of pegylated interferon alpha (PEG-IFN) and at 12 months (48 or 52 weeks) of nucleos(t)ide analogue therapy.

  PEG-IFN Nucleoside analogues Nucleotide Analogues  PEG-IFN-2a Lamivudine Telbivudine Entecavir Adefovir Tenofovir

Dose* 180 µg 100 mg 600 mg 0,5 mg 10 mg 245 mgHBV DNA <60-80iu/ml (%) 19 72-73 88 90 51-63 93

ALT normalisation** 

(%) 59 71-79 74 78 72-77 76HBsAg loss(%) 4 0 0 0 0 0

⁄PEG-IFN-2a was given as percutaneous injections once weekly and nucleos(t)ide analogues as oral tablets once daily.**The definition of ALT normalisation varied among different trials (i.e. decrease of ALT to 61.25-times the upper limit of normal (ULN) in the entecavir or 61.3-times the ULN in the telbivudine trial).

(1) Pasien dengan HBeAg-positive

Respon rata rata pada saat bulan ke 6 dan diikuti respon pada bulan ke 12

dari penggunaan PEG-IFN dan respon pada bulan ke 12 pada penggunaan

NA terapi tersaji dalam table 1. Rata rata serokonversi Anti HBe sekitar

30% dengan penggunaan PEG-IFN dan sekitar 20% dengan penggunaan

NAs. Rata-rata hilangnya HBsAg selama 12 bulan terapi sekitar 3-7%

dengan menggunakan PEG-IFN, 1% dengan lamivudine, 0%dengan

adefovir, 2% dengan entecavir, 0,5% dengantelbivudine, dan 3% dengan

tenofovir.

(2) Pasien dengan HBeAg-negative

Respon rata-rata pada bulan 6 diikuti pada bulan 12 dari penggunaan PEG-

IFN dan pada bulan ke 12 dengan NA terapi terdapat dalam table 2. Rata

rata HBsAg hilang pada bulan ke 12 sekitar 3% pada pasien yang

mendapatkan terapiPEG-IFN-2a(pada bulan ke 6 setelah terapi berakhir).

Page 24: Referat Word

Dan 0% dengan lamivudine, adefovir, entecavir, telbivudine, atau

tenofovir.

Tabel 3. Keuntungan dan kerugian dari penggunaan PEG-IFN dan NAs analog dalam terapi Hepatitis B kronik

(PEG-)IFN NAsKeuntungan - Durasi terbatas

- Tidak ada resistensi

- Rata tara serokonversi ke anti HBe dan anti HBs lebih tinggi dengan 12 bulan terapi

- Efek antiviralnya poten

- Toleransinya baik- Pemberian secara 

oral

Kerugian  - Efek antiviral sedang

- Efek toleransi lebih rendah

- Resiko terhadap hal yang tidak diinginkan

- Pemberian secara injeksi perkutaneus

- Durasi tak terbatas

- Resiko resisiten- Efek jangka 

panjang belun diketahui

Page 25: Referat Word

Fig. 1. Cumulative incidence of HBV resistance to lamivudine (LAM), adefovir (ADV), entecavir (ETV), telbivudine (LdT) and tenofovir (TDF) in pivotal trials in nucleos(t)ide-naïve patients with chronic hepatitis B. For method of calculation, see Ref. [41]. These trials included different populations, use different inclusion and exclusion criteria and different follow-up end points.

2.7.5 Strategi Terapi: bagaimana memberikan terapi

(1) Treatment dengan durasi tertentu dengan menggunakan PEG-IFN atau

dengan NA. Strategi ini adalah untuk mencapai terjadinya virological

respon yang berkelanjutan.

- Durasi tertentu dengan PEG-IFN, jika tersedia dapat digantidengan IFN

standar untuk terapiHepatitis B kronik, hal ini akan lebih memudahkan

dalam aplikasi untuk terapi(sekali pemberian dalam seminggu). Terapi

PEG-IFN selama 48 minggu dianjurkan untuk pasien dengan HBeAg-

positive yang punya kemungkinan besar untuk terjadi serokonversi

menjadi anti HBe.

- Kombinasi dari PEG-IFN dengan lamivudine menunjukkan virological

respon yang lebih tinggi, tapi untuk efek berkelanjutan dari virological

respon dan serological responnya tidak menunjukkan angka yang lebih

tinggi.

- Kombinasi dari PEG-IFN dengan Telbivudine menunjukkan efek

antivirus yang potensial, namun dilarang karena memiliki efek

polyneuropaty. Oleh karena itu kombinasi dari PEG-IFN dengan

lamivudine atau telbivudine tidak direkomendasikan.

Page 26: Referat Word

- Informasi mengenai kombinasi dari PEG-IFN dengan NAs yang lainnya

sangat terbatas, dan saat ini kombinasinya tidak direkomendasikan.

- Terapi dalam jangka waktu tertentu dengan NA dianjurkan untuk pasien

dengan HBeAg-positive yang diharapkan terjadi serokonversi menjadi

anti-HBe. Namun durasinya tidak dapat diprediksikan. Hal ini tergantung

dari waktu terjadinya serokonversi menjadi anti-HBe.

(2) Terapijangka panjang dengan NAs. Terapi ini digunakan untuk pasien yang

hasilnya tidak memuaskan atau gagal terhadap respon virological yang

berkelanjutan, misalnya pada pasien dengan HBeAg positive namun tidak terjadi

serokonversi menjadi anti HBe dan HBeAg negative.

2.7.6 Terapi Gagal

Sangat penting untuk membedakan antara primary non respon, partial virological

respon, dan virological breakthrough respon.

(1) Primary non respon. Primary non respon jarang terjadi pada entecavir atau

tenofovir, telbivudine atau lamivudine. Pada pasien dengan primary non

respon penting untuk diperiksa genotip dari VHB strain untuk

mengidentifikasi adanya resisten atau adanya mutasi. Sehingga dapat

dipilihkan obat yang lebih poten untuk melawan VHB. Primary non

respon lebih sering terjadi pada adefovir (10-20%) daripada dengan agen

NAs yang lain. Sehingga pada pasien dengan primary non respon yang

menggunakan adefovir penggantian secara cepat dengan tenofovir atau

entecavir sangat direkomendasikan.

Page 27: Referat Word

(2) Partial virological respon. Pasien yang mendapatkanlamivudine atau

telbivudine dengan respon parsial pada minggu ke 24 atau pada pasien

yang mendapatkan adefovir dengan partial respon pada minggu ke 48

ganti dengan obat yang lebih potensial(entecavir atau tenofovir).

(3) Virological breakthrough. Virological breakthrough diasosiasikan dengan

terjadimnya HBV drug resisten. Jika :

- Lamivudine resisten : ganti dengan tenofovir

- Adefovir resisten : ganti dengan entecavir atau tenofovir

- Telbivudene resisten : ganti atau tambah dengan tenofovir

- Entecavir resisten : ganti atau tambahkan tenofovir

- Tenofovir resisten : resisten terhadap tenofovir belum terdeteksi, tapi

rasional jika ditambahkan entecavir, telbivudine, lamivudine, atau

emtricitabine.

2.7.7 Bagaimana cara memonitor terapi

Terapi dalam jangka waktu tertentu dengan PEG-IFN

Pada pasien dengan terap PEG-IFN pemeriksaan darah lengkap dan serum

ALT harus dimonitor setiap bulan. Kadar TSH harus dimonitor setiap 3 bulan.

Dan pemantauan ini harus dilakukan sampai 12 bulan setelah terapi.

- Pada pasien dengan HBeAg-positiv, HBeAg dan anti HBe serta serum

HBV DNA harus diperiksa pada saat bulan ke 6 dan 12 terapi dan 6 bulan

serta 12 bulan post terapi. Terjadinya serokonversi anti HBe dan

normalisasi kadar ALT dan serum HBV DNA dibawah 2000iu/ml adalah

Page 28: Referat Word

outcome yang memuaskan. HBV DNA yang tidak terdeteksi dengan PCR

selama follow up merupakan hasil yang signifikan dan dihubungkan

dengan hilangnya HBsAg. HBsAg harus diperiksa 12 bulan setelah

terjadinya serokonversi anti HBe jika HBV DNA tidak terdeteksi. Pasien

yang menjadi HBsAg negative harus diperiksa anti HBs. Sebaliknya

pasien HBeAg-positive yang diterapi dengan PEG-IFN yang gagal untuk

mendapatkan level serum HBsAg dibawah 20000iu/ml atau tidak

adaperubahan pada serum HBsAg level pada bulan ke 3 terapi

kemungkinan untuk terjadi serokonversi anti HBe sangat rendah. Untuk itu

penghentian terapi PEG-IFN diperbolehkan.

- Pada pasien dengan HBeAg-negativ, serum HBV DNA harus diperiksa

pada bulan ke 6 dan 12 pada saat terapi dan pada bulan ke 6 dan 12 pos

terapi Virological respon dengan HBV DNA <2000iu/ml dikaitkan dengan

remisi dari penyakit hati. Pasien dengan HBeAg-negativ yang memiliki

genotip D, yang diterapi dengan PEG-IFN yang gagal untuk mencapai

pengurangan level HBV DNA dan a >2 log10 iu/ml pada bulan ke 3,

mempunyai peluang respon yang rendah. Untuk itu penghentian terapi

PEG-IFN sebaiknya dihentikan.

Terapi dalam jangka waktu tertentu dengan NAs pada pasien HBeAg positive.

Tujuan dari diberikannya terapi denga Na adalah terjadinya serokonversi ke

anti HBe dengan HBV DNA < 2000iu/ml dan normal ALT. HBeAg dan Anti

HBe harus diperiksa setiap 6 bulan. HBV DNA harus diukur dengan PCR

Page 29: Referat Word

setiap 3-6 bulan selama terapi. Supresi dari HBV DNA serta tak terdeteksinya

dalam PCR serta terjadinya serokonversi menjadi anti HBe dihubungkan

dengan respon biokimia dan histological respon. NA terapi dapat dihentikan

12 bulan setelah terjadinya serokonversi.

Terapi jangka panjang dengan NA

Pengurangan dari HBV DNA sampai tak terdeteksinya dalam PCR harus

dicapai untuk mengurangi terjadinya resistensi. HBV DNA level harus

dimonitor pada bulan ke 3 untuk memastikan adanya virological respond an

selanjutnya setiap 3-6 bulan.

NAs berefek pada ginjal, untuk itu pasien yang akan dimulai terapi dengan

NA harus diperiksa terlebih dahulu kadar serum kreatinin level dan creatinin

clearance sebelum terapi.

2.7.8 Terapi dengan Kondisi Tertentu

- Terapi pasien dengan sirosis

Terapi dengan menggunakan PEG-IFN kemungkinan menyebabkan resiko

dari infeksi bakteri dan hepatitis decompensate pada pasien dengan cirosis

lanjut. Diantara NAs, monoterapi dengan menggunakan tenofovir atau

entecavir diperbolehkan karena efeknya yang potensial dan efek minimal

terhadap terjadinya resisten.

- Terapi pada pasien dengan sirosis decompensate

Pasien dengan decompensate sirosis harus diterapi oleh unit spesialis,

penggunaan antiviralnya sangat complex, dan kemungkinan pasien ini

Page 30: Referat Word

harus mendapatkan terapi transplantasi hati. Penggunaan PEG-IFN adalah

kontraindikasi pada pasien ini. Entecavir atau tenofovir harus digunakan.

Dosis entecavir pada pasien dengan sirosis decompensate dalah 1mg sekali

sehari.pasien dengan sirosis decompensate kemungkinan menunjukkan

clinical improvement pada bulan ke 3-6 pada saat terapi.

- Pencegahan terhadap hepatitis B berulang setelah transplantasi

Lamivudine dan atau dengan adefovir yang dikombinasikan dengan

hepatitis B immunoglobulin (HBIg) dapat mengurangi infeksi resiko graft

infection sampai dengan 10%.

- Pasien dengan co-infeksi HIV

Lamivudine, entecavir, dan tenofovir adalah agenhyang mampu melawan

HIV dan VHB, namun dikontraindikasikan jika digunakan sebagai single

dose karena akan meningkatkan resistensi terhadap HIV.

- Hepatitis Akut

Lebih dari 95% pasien dengan akut hepatitis B akan terjadi penyembuhan

secara spontan dan terjadi serokonversi menjadi anti HBs tanpa

menggunakan antiviral. Pasien dengan hepatitis fulminant atau hepatitis

berat dapat diberikan terapi dengan NA.

- Anak-anak

Hanya IFN, lamivudine, dan adefovir yang telah dievaluasi mengenai

efikasi dan keamanannya.

- Kehamilan \

Page 31: Referat Word

PEG-IFN dikontraindikasikan untuk wanita hamil. Lamivudine, adefovir,

dan entecavir menurut FDA untuk terapi pada pasien hamil dikategorikan

sebagai obat kategori C, sedangkan telbivudine dan tenofovir

dikategorikan sebagai obat kategori B. kategori ini adalah berdasarkan

efek teratogenik obat. Telbivudine, lamivudine, atau tenofovir digunakan

sebagai pencegahan dari perinatal dan intrauterine HBV transmission pada

trisemester akhir pada wanita dengan HBsAg positif. Keamanan dari NA

pada saat laktasi belum diketahui secara pasti. HBsAg dapat terdeteksi

pada air susu, namun menyusui bukan menjadi kontraindikasi pada pasien

dengan HBsAg positive. Konsentrasi tenofovir dalam air susu sempat

dilaporkan,namun hanya dalam konsentrasi yang sangat kecil.

Page 32: Referat Word

BAB III

KESIMPULAN

Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan yang besar, terutama

dengan banyaknya penderita hepatitis B kronik tidak bergejala. Makin dini

terinfeksi HBV risiko menetapnya infeksi hepatitis B makin besar. Diagnosis,

evaluasi dan keputusan pemberian terapi anti virus didasarkan pada pemeriksaan

serologi, virologi, kadar ALT dan pemeriksaan biopsi hati. Pengobatan hepatitis

akut dan kronik pada dewasa, mengalami perubahan dan kemajuan yang pesat

sehingga harus senantiasa dicermati perubahannya agar dapat memberi pelayanan

yang terbaik pada pasien dengan hepatitis kronik.

Page 33: Referat Word

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

European Association for the Study of the Liver. EASL clinical practice

guidelines: management of chronic hepatitis B virus infection. J Hepatol

2012;02.010.

Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta: Kanisius, 2010; 20-33

Lenny.Indonesia Peringkat ke-3 Jumlah Penderita Hepatitis. Diakses

www.technology-indonesia.com 

Soemoharjo S. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2008 ; 20-23

Hadi S. Gastroenterologi.  Bandung : Alumni, 2002 ; 487-571

Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Dalam :

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, editor. Patofisiologi. Volume I.

Jakarta : EGC, 2006 ; 472-515

Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo dkk,

editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal

Publishing, 2009 ; 653 – 661

Page 34: Referat Word

Siregar  FA.  Hepatitis B di tinjau Dari Kesehatan Masyarakat Dan Upaya

Pencegahan. Di akses www.library.usu.ac.id