referat tata cara pengumpulan, penyimpanan dan penyerahan barang bukti pada tubuh korban
DESCRIPTION
ForensikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 tahun
2010 dikatakan bahwa, Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan
pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Barang bukti dapat berupa benda yang bergerak dan yang tidak bergerak.1
Dalam hal yang menjadi objek dari suatu tindak pidana itu tubuh manusia , maka
tubuh manusia itu baik dalam keadaan hidup maupun sudah mati pada hakekatnya adalah
barang bukti.2 Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut
tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah
hukum di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan
bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta
keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.
Dokter yang berbekal pengetahuan kedokteran forensik yang dimilikinya diharapkan
membantu proses peradilan yang menyangkut tubuh korban dan barang bukti yang ada
padanya.3 Maka dari itu setiap dokter sangat perlu untuk memahami tentang tata cara
pengumpulan, penyimpanan dan penyerahan barang bukti yang ada di tubuh korban, terutama
dalam hal perkara pidana.
1.2 Batasan masalah
Pembahasan referat ini dibatasi pada definisi, klasifikasi, fungsi, teknik pengumpulan,
teknik penyimpanan, serta teknik penyerahan barang bukti di tubuh korban.
1.3 Tujuan penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai Tata Cara
Pengumpulan, Penyimpanan, dan Penyerahan Barang Bukti di Tubuh Korban.
1.4 Metode penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Barang Bukti
2.1.1. Definisi Barang Bukti
Istilah barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai mana delik
dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan yaitu alat yang dipakai
untuk melakukan delik misalnya pisau yang dipakai menikam orang. Termasuk juga barang
bukti ialah hasil dari delik. Misalnya uang negara yang dipakai (korupsi) untuk membeli
rumah pribadi, maka rumah pribadi itu merupakan barang bukti, atau hasil delik.4
Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 tahun
2010 dikatakan bahwa, “Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidakberwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan
pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.” 1
Dalam hal yang menjadi objek dari suatu tindak pidana itu tubuh manusia , maka
tubuh manusia itu baik dalam keadaan hidup maupun sudah mati pada hakekatnya adalah
barang bukti pula.2
Akan tetapi berbeda dengan barang bukti lainnya, tubuh manusia tidak dapat disita
kemudian disimpan dalam gudang barang bukti, yang selanjutnya diajukan dalam
pemeriksaan atas perkaranya disidang pengadilan, melainkan sesaat setelah ditemukan,
penyidik segera mengajukan permintaan keteranagn kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya mengenai sebab luka atau matinya orang tersebut. Kewenangan
penyidik tersebut di atur dalam pasal 133 ayat (1) KUHAP.2
Memperhatikan Pasal 133 KUHAP beserta penjelasannya, maka dapat disimpulkan
bahwa :
Keterangan mengenai barang bukti ( tubuh manusia yang masih hidup ataupun mayat ), yang
diberikan oleh Ahli Kedokteran Kehakiman, adalah menjadi alat bukti yang sah sebagai
“Keterangan ahli” sebagai mana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP.2
Selanjutnya apabila dikaitkan Pasal 120, Pasal 184 serta Pasal 186 KUHAP , terlihat bahwa
hasil pemeriksaan oleh ahli – ahli lainnya ( selain dari ahli kedokteran kehakiman ) yang
2
lazimnya disebut Expertise, misalnya hasil pemeriksaan terhadap bagian – bagian tertentu
dari tubuh manusia ( darah,air mani,rambut dan sebagainya ) atau hasil pemeriksaan benda-
benda tertentu (serbuk,senjata api,uang palsu dan sebagainya ) apabila diberikan secara lisan
di sidang pengadilan,makan akan menjadi keterangan ahli sebagai mana tersebut dalam Pasal
184 KUHAP.2
2.1.2. Fungsi Barang Bukti Dalam Proses Pidana
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 6 Ayat (2) tentang ketentuan-
ketentuan –ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa tiada seorang
juapun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila karena alat pembuktian yang sah menurut
Undang-Undang Hakim mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat
bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.2
Pada pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang
bersalah melakukannya.2
2.1.3 Klasifikasi Barang Bukti dalam Proses Pidana
Klasifikasi barang bukti menurut PERKAP No. 10 Tahun 2010 Pasal 4, 5, dan 6
yaitu: 1
a. Benda Bergerak
Yaitu benda yang dapat dipindahkan dan/atau berpindah dari satu tempat ke tempat
lain.
Benda bergerak dapat dibagi bedasarkan sifatnya dan berdasarkan wujudnya.
Berdasarkan sifatnya diklasifikasikan menjadi :
- mudah meledak;
- mudah menguap;
- mudah rusak; dan
- mudah terbakar.
Sedangkan benda bergerak berdasarkan wujudnya dibagi menjadi :
- padat
3
- cair
- gas
b. Benda Tidak Bergerak yaitu benda yang selain dari benda bergerak.
Contohnya yaitu :
- tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya;
- kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon-pohon yang berbatang tinggi
selama kayu-kayuan itu belum dipotong;
- kapal laut dengan tonase yang ditetapkan dengan ketentuan; dan
- pesawat terbang.
2.2 Tata Cara Pengumpulan Barang Bukti
Barang bukti merupakan benda yang untuk sementara oleh pejabat yang berwenang
diambil alih dan atau disimpan dibawah penguasaannya, karena diduga tersangkut dalam
suatu tindak pidana. Tujuan penguasaaan sementara benda tersebut adalah untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan pembuktian di sidang pengadilan.2
Barang bukti dapat diperoleh penyidik melalui:2
1. Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
2. Penggeledahan
3. Diserahkan langsung oleh saksi pelapor atau tersangka
4. Diambil dari pihak ketiga
5. Barang temuan
Pengertian mengenai penyitaan, tercantum dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP, yaitu
serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah
penguasaannya benda bergerak, berwujud,atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian
dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 2
Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
4
1. Penyitaan termasuk tahap penyidikan karena dikatakan “.....serangkaian tindakan
penyidik untuk....................”
2. Penyitaan bersifat pengambil-alihan atau penyimpanan di bawah penguasaan
penyidik suatu benda milik orang lain.
3. Benda yang disita itu berupa benda bergerak dan tidak bergerak, berwujud dan tidak
berwujud.
4. Penyitaan itu untuk tujuan kepentingan pembuktian.
2.2.1 Benda – benda yang dapat disita
Menurut A. Hamzah biasanya benda yang dapat disita berupa “yang digunakan untuk
melakukan delik” dikenal “dengan mana delik dilakukan” dan “benda yang menjadi objek
delik” dikenal dengan “ mengenai mana delik dilakukan” . Sedangkan secara umum benda
yang dapat disita dapat dibedakan menjadi :2
a. Benda yang dipergunakan sebagai Alat untuk melakukan tindakan ;
(didalam ilmu hukum disebut “Instrumental delicti”.
b. Benda yang diperoleh atau hasil dari suatu tindak pidana ;
(disebut juga “corpora delicti”).
c. Benda – benda lain yang tidak secara langsung mempunyai hubungan dengan tindak
pidana, tetapi mempunyai alasan yang kuat untuk bahan pembuktian.
d. Barang bukti pengganti, misalnya objek yang dicuri itu adalah uang, kemudian
dengan uang tersebut tersangka membeli sebuah radio. Dalam hal tersebut radio
tersebut disita untuk dijadikan barang bukti pengganti.
Dalam Pasal 39 KUHAP disebutkan bahwa yang dapat dikenakan penyitaan adalah :2,5
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruh atau bagian diduga diperoleh dari
tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana ( ayat 1 huruf a ) ;
Misalnya : benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebahagian
diperoleh dari tindak pidana, seperti : rumah atau simpanan uang di Bank yang
diperoleh dari korupsi, mobil yang dicuri atau digelapkan oleh tersangka atau
terdakwa.
b. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkan ( ayat 1 huruf b ).
Misalnya : pisau atau senjata api yang dipergunakan untuk membunuh.
5
c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang – halangi penyidikan tindak pidana
(ayat 1 huruf c).
Misalnya : mobil yang dipergunakan oleh teman tersangka untuk menghalangi
petugas yang sedang melakukan pengejaran terhadap tersangka.
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana ( ayat 1 huruf
d )
Misalnya : kunci palsu yang dibuat oleh tersangka atau terdakwa untuk membuka
rumah, cetakan untuk membuat uang palsu, stempel palsu.
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan ( ayat 1 huruf e ).
Misalnya : sepatu, tas, baju, pakaian dalam korban yang dipakainya paada saat tindak
pidana itu terjadi, rambut tersangka/terdakwa yang ditemukan oleh penyidik yang di
TKP.
f. Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga
disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana
sepanjang menyangkut ketentuan ayat 1 ( pasal 39 ayat 2 KUHAP ).
Dalam hal putusan Hakim praperadilan tersebut berisi menetapkan bahwa benda yang disita
ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda
tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita ( pasal
82 ayat (3) huruf d KUHAP ) .
a Bila terjadi suatu tindak pidana maka petugas yang berwenang menangani suatu
tindak pidana, berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP)
yaitu tempat dimana tersangka atau korban dan atau barang – barang bukti yang berhubungan
dengan tindak pidana tersebut, dapat ditemukan. Misalnya pada kasus pembunuhan,
pencurian, peledakan dan kasus lainnya yang memerlukan pemeriksaan di tempat kejadian
perkara.2
Tindakan – tindakan yang dilakukan di tempat kejadian perkara adalah:2
a) mencari keterangan, petunjuk, bukti serta identitas tersangka dan korban untuk
kepentingan selanjutnya, atau melakukan penangkapan atau penggeledahan badan apabila
tersangka masih berada di tempat kejadian.2
6
b) pencarian, pengambilan, pengumpulan dan pengawetan barang bukti, dilakukan
dengan metode – metode tertentu serta didukung dengan bantuan teknis operasional seperti
laboratorium kriminal, identifikasi dan bidang – bidang keahlian lainnya. Misalnya
terjadipembunuhan, maka diperlukan bantuan dokter yaitu untuk mengetahui cara kematian,
sebab – sebab kematian (jika koban mati) dan keterangan – keterangan lain yang diperlukan.2
Dengan demikian tindakan penyidik untuk segera mendatangi tempat kejadia perkara
tersebut memang sangat diperlukan, karena tempat kejadian perkara merupakan salah satu
sumber keterangan yang penting dan bukti – bukti yang dapat menunjukan / membuktikan
adanya hubungan anatara korban, pelaku, barang bukti dengan tempat kejadian perkara itu
sendiri. Dari hubungan tersebut diusahakan untuk mengungkapkan pokok – pokok masalah
yang menyangkut tindak pidana itu sendiri, antara lain benarkah tindak pidana itu telah
terjadi, siapa pelakunya, bagaimana modus operandinya dan lain – lain.2
Pada umumnya yang disebut tempat kejadia perkara (TKP), meliputi:
a. tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan akibat yang
ditimbulkannya.
b. tempat – tempat lain dimana barang bukti atau korban yang berhubungan dengan
tindak pidana tersebut ditemukan ( petunjuk teknis no. Pol. JUKNIS/01/II/1982 tentang
penanganan tempat kejadian perkara)
Ada kemungkinan didapati benda bukti dari tubuh korban misalnya anak peluru, dan
sebagainya. Benda bukti berupa pakaian atau lainnya hanya diserahkan pada pihak penyidik.6
Pada dasarnya tindakan – tindakan yang dilakukan oleh reserse di TKP meliputi:
a. Pengamatan umum (general observation)
b. Pemotretan dan pembuatan sketsa
c. Penangaan korban, saksii dan pelaku
d. Penanganan barang bukti
2.2.2 Penanganan Barang Bukti
Salah satu tindakan yang dilakukan petugas di TKP adalah mencari barang bukti.
Hal – hal yang yang harus diperhatikan dalam penanganan barang bukti adalah:
7
a. Setiap terjadi kontak fisik antara dua objek akan selalu terjadi perpindahan material
dari masing – masing objek, walaupun besar jumlahnya mungkin sangat kecil/ sedikit.
Karena pelaku pasti meninggalkan jejak/jejas di TKP dan pada tubuh korban.
b. Makin wajar dan tidak wajar suatu barang di tempat kejadian, makin tinggi nilainya
sebagai barang bukti.
c. Barang – barang yang umum terdapat, akan mempunyai nilai tinggi sebagai barang
bukti bila terdapat karakteristik yang tidak umum dari barang tersebut.
d. Harus selalu beranggapan bahwa yang tidak berarti bagi kita, mungkin sangat
berharga sebagai barang bukti bagi orang ahli.
e. Barang – barang yang dikumpulkan apabila diperoleh secara bersama – sama dan
sebanyak mungkin macamnya serta dihubungkan satu sama lain, dapat menghasilkan
bukti yang berharga.
Mengingat TKP merupakan sumber keterangan yang penting dan bukti – bukti yang
dapat diolah dalam usaha untuk mengungkapkan tindak pidana, maka unsur – unsur
SAMAPTA dan RESERSE yang sedang menjalankan tugas piket, segera mendatangi tempat
kejadian perkara tersebut. Hal ini tergantung pada kasus yang dilaporkan oleh pelapor. Bila
diperlukan maka disertakan juga petugas dari unit identifikasi, intel, sabara, dokter dan lain –
lainnya. Para petugas yang mendatangi TKP tersebut tidak dilengkapi dengan surat perintah
khusus, melainkan dengan surat bulanan yang umumnya dimiliki oleh setiap petugas POLRI,
setiap 1 ( satu) bulan. Hal ini adalah untuk meluaskan dan mempermudah gerak mereka
dalam menangani suatu tindak pidana yang terjadi, sesuai dnegan kewenangannya masing –
masing. Sebab jikaharus dengan surat perintah khusus untuk mendatangi TKP, maka
dikhawatirkan akan menghambat para petugas dalam mengungkapkan suatu tindak pidana,
karena misalnya TKP sudah tidak utuh lagi.
Adapun tindakan yang dilakukan oleh unsur – unsur SAMPTA dan RESERSE,
pertama – tama adalah menyelidiki kebenaran tentang terjadinya tindak pidana. Tindakan
selanjutnya tentunya tergantung pada kasusnya. Dalam menghadapi tindak pidana tertentu,
yang sifatnya harus segera ditangani oleh polisi, maka pada umumnya unsur SAMAPTA dan
RESERSE segera mendatangi TKP dan melakukan tindakan – tindakan seperlunya,
kemudian baru membuat laporan polisi tentang adanya peristiwa tindak pidana dan sekaligus
melaporkan pula tentang tindakan yang dilakukan oleh para petugas di TKP.
8
Selain harus mengumpulkan keterangan – keterangan dari orang – orang yang berada
di sekitar TKP yang melihat, mengalami atau mengetahui terjadinya tindak pidana tersebut,
petugas harus mencari dan mengumpulkan barang bukti.
Barang bukti tersebut kemudian dibungkus, disegel dan diberi label.
2.2.3 Pembungkus Benda Sitaan
Pasal 130 KUHAP berbunyi:
(1) Benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing
– masing, ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas orang
dari mana tempat benda itu disita dan lain – lainnya yang kemudian di beriLak dan
cap jabatan dan ditandatangani oleh penyidik.
(2) Dalam hal benda sitaan tidak mungkin dibungkus, penyidik memberi catatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang ditulis diatas label yang ditempelkan dan
atau dikaitkan pada benda tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak semua barang bukti dapat dibungkus,
akan tetapi tergantung pada jenis barang yang bersangkutan. Agar idak tertukar dengan
barang bukti tindak pidana lainnya, benda sitaan tersebut hars diberi katu yang disebut
label tersebut memuat keterangan sebagai berikut:
a. Nomor register barang bukti
b. Jenis barang bukti
c. Berat dan jumlah
d. Ciri dan sifat khusus
e. Tempat dan tanggal penyitaan
f. Laporan polisi (sebutkan nomor dan tanggal)
g. Indentitas dari siapa benda tersebut disita
h. Tanggal pembuatan label
i. Nama, pangkat dan NRP, dan tanda tangan pejabat yang menyita
j. Stempel jabatan
Cara pembungkus dan pemberian label adalah sebagai berikut:
a. Terhadap benda sitaan yang dapat dibungkus :
Benda tersebut dibungkus, kemudian diberi label, dilak dan distempel.
9
Misalnya : celana, baju, pakaian, senjata api dan sebagainya.
b. Terhadapbenda sitaan yang tidak dapat dibungkus:benda sitaan yang tidak
dapat dibungkus:
1. Benda tersebut diberi label, kemudian ditempatkan atau
dikaitkanpada bagian benda sitaan yang memungkinkan label
tersebut mudah terlihat.
Misalnya : mobil, motor, mesin jahit dan sebagainya.
2. Dalam hal benda sitaan disimpan dalam kemasan/peti dan jumlahnya
banyak, maka peti – peti tersebut dihubungkan sedemikian rupa
dengan mempergunakan benang/tali rami yang kuat dan pada bagian
– bagian tertentu tali tersebut disimpulkan dan dilak serta diberi
cap/stempel lak, sehingga apabila ada perubahan (diambil dan
sebagainya) akan mudah dikteahui oleh petugas.
Misalnya : suku cadang mobil atau pesawat terbang dan lain
sebagainya.
2.2.4 Pembuatan berita acara pembungkus/penyegelan benda sitaan.
Tindakan penyidik dalam melakukan pembungkusan atau penyegelan benda sitaan/
barang bukti ini harus dibuatkan berita acaranya, dengan menyebutkan hal – hal sebagai
berikut:
Hari, tanggal dan jam pembungkusan/ penyegelanini harus dibuatkan berita acaranya, dengan
menyebutkan hal – hal sebagai berikut:
a. Hari, tanggal dan jam pembungkusan/ penyegelan dilakukan.
b. Nama petugas yang melakukan pembungkusan/ penyegelan.
c. Dasar pembungkusan:
- Surat perintah penyidikan (sebutkan nomor dan tanggalnya)
- Surat perintah penyitaan (sebutkan nomor dan tanggalnya)
d. Saksi/tersangak yang menyaksikan pembungkusan / penyegelan (cantumkan
identitasnya)
e. Benda atau benda yang dibungkus / disegel.
f. Uraian, cara pembungkusanSaksi/tersangak yang menyaksikan pembungkusan /
penyegelan (cantumkan identitasnya)
10
g. Berita cara ini dibuat dengan sebenarnya atas kekuatan sumpah jabatan, kemudian
ditutup dan ditandatangani (sebutkan tempat dan tanggalnya)
h. Nama, pangkat dan NRP dan tanda tangan petugas yang melakukan
pembungkusan/ penyegelan serta cap jabatannya.
i. Nama saksi/ tersangka yang menyaksikan pembungkusan penyegelan benda
sitaan.
Benda sitaan tersebut selanjutnaya diserahka kepada kepala rumah penyimpanan
benda sitaan negara (RUPBASAN) setempat, sebagai instansi yang berwenang menyimpan
benda sitaan dan barang rampasan.
Dalam praktek, benda yang dipakai sebagai alat untuk melakukan kejahatan, yang
sedianya akan dijadikan barang bukti dalam perkara pidana, seringkali tidak dapat disita oleh
penyidik, karena tidak ditemui meskipun telah berulang kali dilakukan encarian atas benda
tersebut.2
Dalam hal demikian, setiap pencarian benda tersebut penyidik harus membuat berita
acaranya, kemudian melampirkannya dalam berkas perkara.2
2.2.5 Pengiriman Barang Bukti Untuk Diperiksa Seorang Ahli Atau Orang Yang
Mempunyai Keahlian Khusus.
Tidak semua benda yang tersangkut dalam suatu tindak pidana setelah disita
kemudian langsung dikirim ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (RUPBASAN),
adakalanya benda tersebut harus dikirim kepada seorang ahli atau orang yang mempunyai
keahlian khusus untuk diperiksa dan dimintakan pendapatnya.2
Keterangan atau pendapat ahli tersebut sangat penting, untuk menguatkan alat bukti
lainnya yang diajukan dalam persidangan di sidang pengadilan.2
Pasal 120 KUHAP berbunyi:2,5
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapatminta pendapat orang ahli atau
yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau menguncapkan janji di muka penyidik
bahwa ia akan memberi keteranganmenurut pengetahuannya yang sebaik –
baiknya kecuali bila disebkan karena harkat marabat pekerjaan atau jabatannya
11
yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolah untuk memberikan
keterangan yang diminta.
Dengan demikian, jika dalam menangani suatu perkara pidana dimana penyidik
menemukan barang bukti yang memerlukan pemeriksaan oleh ahli atau orang yang
mempunyai keahlian khusus maka barang bukti tersebut setelah disita penyidik segara
dikirim kepada orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus tersebut.2
Sebagai contoh:
- Untuk menentukan jenis peluru, jenis senjata api, kalibernya maka dapat
dimintaka bantuan Laboratorium Kriminil Markas Besar Kepolisian RI di
Jakarta.
- Untuk oemeriksaan darah, bekas racun, muntah orang, sperma, orang luka atau
mayat dapat dimintakan kepada Lembaga Kriminologi Universitas Negeri
Setempat.
2.3 Tata Cara Penyimpanan Barang Bukti
Dalam penerimaan penyerahan barang bukti oleh penyidik, PPBB wajib melakukan tindakan
sebagai berikut:1
a. meneliti Surat Perintah Penyitaan dan Berita Acara Penyerahan BarangBukti yang
dibuat oleh penyidik untuk dijadikan dasar penerimaan barangbukti;
b. mengecek dan mencocokan jumlah dan jenis barang bukti yang diterima sesuai
dengan Berita Acara Penyerahan Barang Bukti;
c. memeriksa dan meneliti jenis baik berdasarkan sifat, wujud, dan/ataukualitas barang
bukti yang akan diterima guna menentukan tempat penyimpanan yang sesuai;
d. mencatat barang bukti yang diterima ke dalam buku register daftar barang bukti,
ditandatangani oleh petugas yang menyerahkan dan salah satu PPBB yang menerima
penyerahan, serta disaksikan petugas lainnya;
e. melakukan pemotretan terhadap barang bukti sebagai bahan dokumentasi;
f. mencoret dari buku register, barang bukti yang sudah dimusnahkan atau yang sudah
diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum; dan
g. melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada penyidik dan Kasatker.
Dalam hal pihak penyidik belum mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan harus
me-nyimpannya sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan.6
12
2.4 Tata Cara Penyerahan Barang Bukti
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik saja
dengan menggunakan berita acara. Status benda bukti itu adalah milik negara, dan secara
yuridis tidak boleh diserahkan pada pihak keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik. 6
Dalam penjelasan ayat (1) dari Pasal 46 KUHAP disebutkan bahwa :2,5
“Benda yang dikenakan penyitaan diperlukan bagi pemeriksaan sebagai barang bukti. Selama
pemeriksaan berlangsung dapat diketahui barang itu masih diperlukan atau tidak, dalam hal
ini penyidik atau penuntut umum berpendapat benda yang disita itu tidak diperlukan lagi
untuk pembuktian, maka benda tersebut dapat dikembalikan kepada yang berkepentingan
atau pemiliknya. Dalam pengembalian benda sitaan hendaknya sejauh mungkin diperhatikan
segi kemanusiaan dengan mengutamakan pengembalian yang menjadi sumber kehidupan”.
Pengembalian benda sitaan itu dalam praktek disebut “pinjam pakai barang bukti”. Benda
yang tidak dapat pinjam – pakaikan antara lain : 2
a. Benda tersebut merupakan alat untuk melakukan kejahatan, misalnya : pisau, linggis
dan alat – alat lainnya.
Kecuali bila jelas bahwa benda tersebut adalah milik suatu instansi, misalnya pistol
yang dipakai untuk membunuh adalah milik Departemen Hankam, maka pistol
tersebut dpat dikembalikan kepada instansi yang bersangkutan.
b. Benda tersebut merupakan hasil perbuatan jahat terdakwa, misalnya : uang palsu,emas
palsu dan lain – lain.
c. Benda terlarang, misalnya : ganja, hetoin, obat – obatan dan lain – lain.
d. Benda yang kepemilikannya kurang jelas atau saling kait mengait antara pelapor
dengan orang lain.
Misalnya : A mencuri sepeda motor milik B. B mengaku bahwa motor tersebut bukan
miliknya melainkan milik C yang dititipkan kepadanya, kemudian D mengaku pula
bahwa motor yang dijadikan barang bukti tersebut adalah miliknya y6ang diserahkan
kepada C untuk dijual.
Pasal 46 ayat 2 KUHAP menentukan bahwa apabila perkara sudah diputus,
maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada
13
mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim
benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai
tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai
barang bukti dalam perkara lain.2
Pasal 191 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa dalam hal putusan
pemidanaan, atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum pengadilan
menetapakan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling
berhak menerima kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut, kecuali
jika menurut undang – undang barang bukti tersebut harus dirampas untuk
kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan
lagi.2
Berdasarkan ketentuan – ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa putusan
pengadilan terhadap barang bukti adalah sebagai berikut :2
a. Dikembalikan kepada pihak yang paling berhak.
Dalam praktek biasanya yang disebut orang yang paling berhak menerima barang
bukti antara lain : 1. Orang atau mereka dari siapa barang tersebut disita
2. Pemilik yang sebenernya
3. Ahli waris
4. Pemegang hak terakhir
b. Dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak.
Menurut Soesilo barang yang dapat dirampas itu dapat dibedakan atas : 2
1. Barang – barang ( termasuk pula binatang ) yang diperoleh dengan
melakukan kejahatan (Corpora delicti)
2. Barang – barang termasuk pula binatang yang dengan sengaja dipakai
melakukan kejahatan ( Instrumenta delicti )
c. Barang bukti masih diperlukan dalam perkara lain.
Ada 3 kemungkinan yang bisa menimbulkan hal tersebut yaitu :
1. Ada 2 delik dimana pelakunya hanya 1 orang
2. Ada suatu delik, pelakunya lebih dari seorang
3. Perkara koneksistas
14
Menurut pasal 215 KUHAP, pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat
kepada yang paling berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi
isi amar putusan. Dalam penjelasan pasal 215 KUHAP disebutkan bahwa hal ini sesuai
dengan makna acara pemeriksaan cepat. Berdasarkan pasal 1 butir 6 dan pasal 27 KUHAP,
maka yang berwenang melakukan putusan pengadilan dalam acara pemeriksaan cepat adalah
sama halnya dengan acara biasa dan singkat, yaitu Jaksa. Berkenaan dengan pengembalian
barang bukti dalam perkara ringan / pelanggaran lalu lintas, selain Jaksa, Hakim pun dapat
melakukan hal tersebut, karena iya dianggap daad van de rechter.2
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai mana delik dilakukan
(obyek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan yaitu alat yang dipakai untuk
melakukan delik. Barang bukti dapat berupa benda bergerak dan tidak bergerak. Barang bukti
merupakan benda yang untuk sementara oleh pejabat yang berwenang diambil alih dan atau
disimpan dibawah penguasaannya, karena diduga tersangkut dalam suatu tindak
pidana.Dalam hal pihak penyidik belum mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan
harus me-nyimpan barang bukti tersebut sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan.
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik saja dengan
menggunakan berita acara. Status benda bukti itu adalah milik negara, dan secara yuridis
tidak boleh diserahkan pada pihak keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 20102. Afiah, Ratna Nurul. Barang Bukti dalam proses Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 19893. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 19974. Andi Hamzah, kamus hukum {jakarta, Ghalia, 1986 }halaman 1005. KUHAP6. Afandi D. Visum et repertum pada korban hidup. Jurnal Ilmu Kedokteran.
2009;3(2):79-84
17